EVALUASI ASPEK TEKNIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA
TURE SIMAMORA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Aspek Teknis dan Strategi Pengembangan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Karo Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2015 Ture Simamora D151130201
RINGKASAN TURE SIMAMORA. Evaluasi Aspek Teknis dan Strategi Pengembangan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Dibimbing oleh ASNATH MARIA FUAH, AFTON ATABANY dan BURHANUDDIN. Peternakan sapi perah merupaka salahsatu usaha di bidang peternakan yang memiliki peran strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan. Pengembangan sapi perah mendorong terciptanya peternakan berkelanjutan. Salah satu daerah peternakan sapi perah rakyat di Sumatera Utara adalah Kabupaten Karo yang hingga kini masih mengalami stagnasi. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo tahun 2014 mencatat populasi sapi perah tahun 2009-2011 menurun sebesar 35.46%. Pada tahun 2012-2013 kembali meningkat sebesar 29.07% dari populasi tahun 2011, tetapi secara umum data lima tahun terakhir menunjukkan penurunan populasi sebesar 16.70%. Kecenderungan penurunan sangat dipengaruhi oleh manajemen dan lingkungan. Produktivitas peternakan sapi perah rakyat rendah juga dipengaruhi lingkungan internal dan eksternal sehingga penelitian bertujuan untuk evaluasi aspek teknis peternakan dan strategi pengembangan peternakan sapi perah rakyat sesuai prinsip Good Dairy Farming Practices (GFDP). Metode yang digunakan adalah survei. Pengambilan sampel responden peternak menggunakan sensus dengan total sampling sebanyak 18 orang. Penggunaan responden ahli penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam penyusunan strategi pengembangan sapi perah rakyat. Penentuan dilakukan secara purposive sampling sebanyak 4 orang. Pengolahan data Perumusan strategi hasil penelitian menggunakan uji chi-square. dilakukan dengan mengklasifikasikan lingkungan internal dan eksternal serta analisis Strenghts Weaknesses Opportunities Treats (SWOT). Hasil penelitian menunjukkan nilai GDFP tertinggi pada aspek pengelolaan sebesar 3.05 (kategori baik) dan terendah berada pada aspek kesehatan ternak sebesar 1.52 (kategori kurang baik). Total skor bobot lingkungan internal sebesar 2.502 dan total skor bobot lingkungan eksternal sebesar 2.525 menunjukkan posisi pengembangan peternakan sapi perah rakyat pada matrik internal eksternal berada pada sel 5 yang menunjukkan pengembangan peternakan sapi perah rakyat yang sesuai di Kabupaten Karo adalah strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal. Kata kunci: aspek teknis, evaluasi, karo, sapi perah, strategi
SUMMARY
TURE SIMAMORA. Evaluation Of The Technical Aspects And Strategies Of Small Holder Dairy Farm In Karo District Of North Sumatera. Supervised by ASNATH MARIA FUAH, AFTON ATABANY and BURHANUDDIN. Animal husbandry of dairy cattle is one effort in the field of a farm that has strategic role in meet the needs of food. The development of dairy cattle encourages the creation of animal husbandry is sustained. One of the areas animal husbandry of dairy cattle the people in North Sumatera are Karo District which until now are still experiencing stagnation. The Central Bureau of Statistics Karo year 2014 noted the population of dairy cattle years 2009-2011 down by 35.46%. In the 2012-2013 back increased by 29.07% of the population of 2011 but in general the data the last five years showed that the decrease in the population as much as 16.70%. A trend of decreasing is greatly affected by the condition of management and environment. Farm productivity of dairy cattle the people low was also affected the environment of the internal and external research so that aims for the evaluation of the technical aspects of animal husbandry and animal husbandry development strategy of dairy cattle the people according to the principle of good dairy farming practices (GDFP). The method used is the survey. The sample collection farmers use the survey respondents with a total of sampling as many as 18 peoples. The use of expert respondents research aimed to obtain relevant information in the preparation of the strategy the development of dairy cattle the people. The determination of purposively sampling done as many as 4 peoples. Data processing using chi-square test the results of research . The preparation of strategies carried out by classifying two enviroment factors which is external factors and internal analysis and training. The result showed the value of GDFP highest on the management aspects of as much as 3.05 (good category) and the lowest is at the health aspect of livestock 1.52 (category less good). The total score weights the internal environment factor of 2.502 the score and the total weight of the external environment factor 2.525. The position of internal external matrix be on a cell 5 shows the development of animal husbandry of dairy cattle the people who fit in karo district use strategy growth through horizontal integration. Key words: technical aspects, evaluation, karo, dairy cattle, strategy
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI ASPEK TEKNIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN KARO SUMATERAUTARA
TURE SIMAMORA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Salundik, MSi
Judul Tesis: Nama NIM
Evaluasi Aspek Teknis dan Strategi Pengembangan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Karo Sumatera Utara : Ture Simamora : D151130201
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS Ketua
Dr Ir Afton Atabany, MSi Anggota
Dr Ir Burhanuddin, MM Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Salundik, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 10 Juli 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih anugerahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan sejak bulan Desember 2014 sampai Januari 2015 adalah Evaluasi Aspek Teknis dan Strategi Pengembangan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Tesis disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pada program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terimakasih kepada Ibu Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS. Bapak Afton Atabany, MSi dan Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku komisi pembimbing. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih atas waktu, arahan, bimbingan, dan doronga semangat mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis. Kepada Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karo beserta staf, Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo beserta staf, Dosen Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara (Bapak Usman Budi, SPt MSi dan Bapak Ir Iskandar Sembiring, MM), Kelompok Peternak Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Karo penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan selama melakukan penelitian. Terimakasih juga kepada Dr Ir Salundik, MSi selaku Ketua Program Studi/Mayor IPT beserta jajarannya atas pelayanan prima selama penulis menempuh studi. Ucapan terimakasih oleh penulis kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN). Kepada teman-teman angkatan 2013 terimakasih atas kebersamaan selama ini. Kiranya persahabatan serta kerjasama tetap terjalin pada waktu mendatang. Kepada pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis juga mengucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak tercinta Santun Simamora dan Mama terkasih Bunga Purba serta keluarga besar atas doa, cinta kasih, kesabaran dan dukungan serta motivasi yang selalu diberikan pada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015 Ture Simamora
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi dan Alat Penelitian Metode Penelitian Komposisi Sapi Perah Faktor Penentu Sapi Perah Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal Analisis Deskriptif Analisis Statistik Analisis Matriks IFE dan EFE Analisis SWOT HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Karo Karakteristik Peternak dan Komposisi Sapi Perah Umur Peternak Pendidikan Peternak Pengalaman Peternak Komposisi Sapi Perah Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Aspek Pembibitan dan Reproduksi Aspek Pakan dan Air Minum Aspek Pengelolaan Aspek Kandang dan Peralatan Aspek Kesehatan Hewan Perumusan Strategi Pengembangan Sapi Perah Rakyat Identifikasi Lingkungan Internal Identifikasi LingkunganEksternal
1 1 2 2 2 4 4 4 4 4 5 5 6 7 7 7 7 7 7 8 8 9 9 10 10 11 12 14 16 18 19 19 22
SIMPULAN DAN SARAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
30
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nilai konversi keterampilan teknis peternak Kelompok peternak sapi perah Karakteristik peternak berdasarkan umur Karakteristik peternak berdasarkan pendidikan Komposisi sapi perah rakyat Nilai GDFP peternak Nilai GDFP peternak pada aspek pembibitan dan reproduksi Nilai GDFP peternak pada aspek pakan dan air minum Nilai GDFP peternak pada aspek pengelolaan Nilai GDFP peternak pada aspek kandang dan peralatan Nilai GDFP peternak pada aspek kesehatan hewan Lingkungan internal peternakan sapi perah rakyat Lingkungan eksternal peternakan sapi perah rakyat Matriks SWOT pengembangan sapi perah rakyat
6 8 8 9 10 10 11 13 15 17 19 22 24 26
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran penelitian 2 Sel matrik internal eksternal
3 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Faktor penentu ternak sapi perah aspek pembibitan dan reproduksi Faktor penentu ternak sapi perah aspek pakan dan air minum Faktor penentu ternak sapi perah aspek pengelolaan Faktor penentu ternak sapi perah aspek kandang dan peralatan Faktor penentu ternak sapi perah aspek kesehatan hewan Pair comparison matrix lingkungan internal sapi perah rakyat Pair comparison matrix lingkungan eksternal sapi perah rakyat
30 31 32 34 35 36 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan sapi perah merupakan salah satu usaha di sektor pertanian yang memiliki peran strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan penduduk, dan peningkatan perekonomian nasional. Direktorat Jenderal Peternakan (2010) menyatakan 80% permintaan susu nasional masih di impor dari luar negeri. Keadaan ini memberikan peluang usaha bagi peternak untuk meningkatkan produktivitas sapi perah dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor.
2 Berbagai kebijakan dilakukan untuk mengembangkan sapi perah di Indonesia. Pengembangan sapi perah mendorong terciptanya usaha peternakan berkelanjutan, penyediaan protein hewani, penyediaan bahan baku industri, dan penambahan lapangan kerja. Pengembangan sapi perah memiliki peran besar dalam peningkatan kemampuan produksi susu dalam negeri. Peternakan sapi perah bila diklasifikasikan berdasarkan skala usaha terdiri atas perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat. Pulungan dan Pambudy (1993) menyatakan usaha peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan yang memiliki total sapi perah di bawah 20 ekor, sedangkan perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan yang memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah. Peternakan sapi perah skala rakyat belum menunjukkan arah pengembangan sistem berkelanjutan. Skala usaha pemeliharaan 3-4 ekor sapi laktasi per rumah tangga peternak belum mampu memenuhi konsumsi susu nasional dan peningkatan usaha peternakan sapi perah secara kompetitif. Faktor terpenting untuk sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, komposisi ternak, pemilihan sapi berproduksi tinggi, pemakaian peralatan secara tepat, pemilihan tanah subur untuk tanaman hijauan makanan ternak dan pemasaran yang baik. Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi luar pulau Jawa memiliki peternakan sapi perah. Populasi sapi perah Sumatera Utara tahun 2013 sebanyak 1 901 ekor terdiri atas 453 ekor sapi jantan dan 1 448 ekor sapi betina (BPS 2014). Salah satu daerah peternakan sapi perah rakyat di Sumatera Utara adalah Kabupaten Karo yang memiliki luas 2 127.25 km² atau 2.97% dari luas provinsi Sumatera Utara dan terletak pada ketinggian 2801420 meter diatas permukaan laut. Suhu udara 16.4 ºC sampai 23.9 ºC menjadikan daerah ini bagus untuk peternakan sapi perah rakyat. Sejak tahun 1983 daerah Karo dijadikan menjadi sentra pengembangan melalui berbagai program bantuan dari tahun ke tahun, namun upaya tersebut belum mampu mengatasi permasalahan dengan solusi yang tepat sasaran. Data lima tahun terakhir menunjukkan populasi sapi perah rakyat cenderung mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karo tahun 2014 mencatat populasi sapi perah tahun 2009-2011 menurun sebesar 35.46%. Pada tahun 2012-2013 kembali meningkat sebesar 29.07% dari populasi tahun 2011, namun secara keseluruhan data lima tahun terakhir menunjukkan terjadi penurunan populasi sebesar 16.70%. Terjadinya penurunan populasi sapi perah rakyat dipengaruhi oleh kemampuan aspek teknis, lingkungan dan strategi kebijakan yang diterapkan. Kemampuan manajemen melalui tingkat penerapan aspek teknis yang dilakukan peternak pada aspek kesehatan, aspek pembibitan dan reproduksi, aspek pakan dan air minum, aspek pengelolaan, serta aspek kandang dan peralatan sesuai prinsip Good Dairy Farming Practices (GDFP) berpengaruh nyata bagi keberhasilan peternakan sapi perah rakyat. Analisis kondisi lingkungan internal dan eksternal meliputi populasi sapi perah, tingkat produktivitas, skala kepemilikan ternak, produksi hijauan makanan ternak, sumber daya manusia, sumber daya lahan, daya beli masyarakat, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), insfrastruktur dan otonomi daerah, serta kebijakan pemerintah pusat dan daerah turut menjadi faktor yang penting dalam merumuskan strategi. Evaluasi aspek teknis dan analisis lingkungan sebagai
3 langkah yang harus dilakukan untuk mengetahui kondisi peternakan yang sebenarnya. Hasil penilaian tersebut menjadi dasar pedoman dalam perumusan strategi pengembangan sapi perah rakyat secara tepat dan berkelanjutan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengevaluasi aspek teknis peternakan sapi perah rakyat sesuai dengan prinsip GDFP, mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal peternakan sapi perah rakyat, dan merumuskan strategi pengembangan yang sesuai di Kabupaten Karo.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan perbaikan tata laksana pemeliharaan sapi perah sesuai prinsip GDFP dengan menyajikan alternatif strategi pengembangan peternakan sapi perah rakyat bagi pelaku pembangunan (stakeholders) di Kabupaten Karo.
Kerangka Pemikiran Peternakan yang berkelanjutan membutuhkan kemampuan manajemen aspek teknis dan lingkungan yang baik. Penyusunan strategi pengembangan secara tepat dan mencapai sasaran diwujudkan melalui pendekatan evaluasi aspek teknis secara menyeluruh. Hasil evaluasi mengenai kondisi terkini teknis peternakan sapi perah rakyat menjadi rujukan yang digunakan dalam menetapkan strategi proritas. Lingkungan internal dan eksternal secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peternakan sapi perah rakyat diidentifikasi melalui pendekatan subsistem. Identifikasi lingkungan internal dan eksternal kemudian dijadikan input penilaian untuk menetapkan faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman peternakan sapi perah rakyat. Alternatif strategi disusun secara sinkronisasi antara prioritas perbaikan aspek teknis dengan hasil identifikasi lingkungan internal dan eksternal, sehingga strategi pengembangan sapi perah rakyat di Kabupaten Karo mampu dirumuskan secara tepat, rinci dan spesifik. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
4
Evaluasi aspek teknis dan strategi pengembangan sapi perah rakyat di Kabupaten Karo
Aspek Teknis: Skala kepemilikan ternak Kesehatan ternak Pembibitan dan reproduksi Manajemen pakan dan air minum Pengelolaan Kandang dan peralatan
Lingkungan Internal: Subsistem input Subsistem budidaya Subsistem penunjang
Lingkungan Eksternal: Ekonomi Politik/ hukum/ pemerintahan Sosial budaya/ demografi/ lingkungan IPTEK
Alternatif strategi
Strategi pengembangan sapi perah rakyat
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
MATERI DAN METODE
5
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian difokuskan pada Kecamatan yang diidentifikasi memiliki populasi Rumah Tangga Peternak (RTP) sapi perah berdasarkan data sekunder Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karo. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2014 sampai Januari 2015.
Materi dan alat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhadap peternak yang memiliki sapi kurang dari 20 ekor sebagai responden. Peralatan yang digunakan meliputi alat tulis, kamera, handphone, dan kuisioner.
Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh Rumah Tangga Peternak (RTP) sapi perah di Kabupaten Karo. Cara pengambilan sampel menggunakan sensus dengan total sampling. Penggunaan cara ini didasarkan pada pertimbangan jumlah populasi relatif kecil dan mudah dijangkau. Penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuisioner yang disusun berdasarkan kriteria Good Dairy Farming Practice (GDFP) sesuai standar penilaian Direktorat Jenderal Peternakan (1983). Penggunaan responden ahli penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam penyusunan strategi pengembangan sapi perah rakyat. Penentuan dilakukan secara purposive sampling, di antaranya akademisi 2 orang, pihak swasta 1 orang, unsur Dinas Peternakan Kabupaten Karo 1 orang. Penentuan responden ahli menggunakan kriteria Marimin (2004), sebagai berikut: a Memiliki kompetensi dan pengalaman dalam bidang yang diteliti b Bekerja/memiliki jabatan dalam bidang yang akan diteliti. c Memiliki sikap krediblitas dan kesediaan serta berada dalam lokasi penelitian Lingkungan internal dan eksternal diidentifikasi oleh responden ahli menggunakan skala likert. Menurut Sugiono (2011) skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Data sekunder akan ditelusuri melalui dokumen-dokumen dari instansi terkait.
Komposisi Sapi Perah Komposisi sapi perah Ensminger (1960) terdiri atas anak sapi, sapi dara, sapi laktasi, sapi jantan muda, dan sapi jantan dewasa dikelompokkan menurut umur menggunakan standar Satuan Ternak (ST). Komposisi sapi perah rakyat yang diamati adalah anak sapi yaitu sapi jantan atau betina yang berumur kurang dari 1
6 tahun, dihitung sama dengan 0.25 ST. Sapi dara yaitu sapi betina yang berumur lebih dari 1 tahun dan belum pernah beranak dihitung sama dengan 0.50 ST. Sapi laktasi yaitu sapi betina yang sedang dalam masa menghasilkan susu dihitung sama dengan 1.00 ST. Sapi kering kandang yaitu sapi betina dewasa yang tidak dalam masa menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1.00 ST. Sapi jantan muda yaitu sapi jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dan kurang dari 2 tahun dihitung sama dengan 0.50 ST.
Faktor Penentu Sapi Perah Faktor penentu sapi perah terdiri atas 5 aspek teknis meliputi aspek pembibitan dan reproduksi ternak, aspek pakan ternak, aspek pengelolaan, aspek kandang dan peralatan, aspek kesehatan ternak. Indikator aspek pembibitan dan reproduksi meliputi bangsa sapi, cara seleksi, cara kawin, pengetahuan berahi, umur beranak pertama, saat dikawinkan setelah beranak dan selang beranak (calving interval). Indikator aspek pakan meliputi cara pemberian, jumlah pemberian, frekuensi pemberian, kualitas hijauan makanan ternak, konsentrat dan pemberian air minum. Indikator aspek pengelolaan meliputi kebersihan ternak, kebersihan kandang, cara pemerahan, penanganan pascapanen, pemeliharaan pedet dan dara, pengeringan sapi laktasi serta pencatatan usaha. Indikator aspek kandang dan peralatan meliputi tata letak, konstruksi, drainase, tempat kotoran, peralatan kandang dan peralatan susu. Indikator kesehatan hewan meliputi pengetahuan peternak tentang penyakit, cara pencegahan dan pengobatan penyakit.
Lingkungan Internal Lingkungan internal adalah faktor-faktor yang terdapat di dalam peternakan sapi perah rakyat secara keseluruhan. Lingkungan internal terdiri atas kekuatan dan kelemahan yang dapat dikendalikan. Identifikasi aspek pada lingkungan internal dilakukan melalui penentuan indikator pengamatan. Indikator aspek input meliputi ketersediaan bibit, ketersedian sarana prasarana kandang, ketersediaan hijauan, ketersediaan konsentrat, dan ketersediaan obat obatan. Indikator aspek budidaya meliputi keadaan geografis, ketersediaan modal, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan lahan, ketersediaan air, pengalaman dan penguasaan teknis beternak. Indikator pascapanen meliputi tingkat produksi dan kualitas susu, tingkat penguasaaan dan penggunaan teknologi pengolahan susu. Indikator pemasaran meliputi tingkat harga susu dan saluran pemasaran. Indikator penunjang meliputi ketersediaan penyuluh dan program pemberdayaaan serta ketersediaan akses modal.
Lingkungan Eksternal
7 Lingkungan eksternal adalah faktor-faktor di luar peternakan sapi perah rakyat secara keseluruhan. Lingkungan eksternal terdiri atas peluang dan ancaman yang tidak dapat dikendalikan sepenuhnya. Identifikasi aspek pada lingkungan eksternal dilakukan melalui penentuan indikator pengamatan. Indikator aspek ekonomi meliputi daya beli dan tingkat permintaan produk hasil susu, fluktuasi harga pakan, tingkat ketertarikan produk susu impor. Indikator aspek politik hukum dan keamanan meliputi dukungan program pemerintah, infrastruktur penunjang pengembangan peternakan. Indikator aspek sosial budaya dan lingkungan meliputi iklim, kondisi alam, kesadaran masyarakat akan konsumsi susu, dan daya tarik sektor lain. Indikator aspek ilmu pengetahuan dan teknologi meliputi tingkat penguasaan teknologi peternakan dan inovasi peternakan.
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak. Karakteristik peternak yang diamati meliputi umur, pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan keterampilan teknis peternak. Nilai konversi keterampilan teknis peternak berdasarkan berdasarkan prinsip GDFP disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai konversi keterampilan teknis peternak Nilai rataan GDFP Keterangan
Nilai mutu
0.00-0.50
E
0.51-1.00 Buruk 1.01-2.00 baik 2.01-3.00 baik 3.01-4.00 Baik
D
Sangat
buruk
C
Kurang
B
Cukup
A
Analisis Statistik Keterampilan teknis peternak diuji dengan menggunakan uji chi-square untuk membandingkan nilai hasil pengamatan dengan nilai harapan faktor penentu ternak sapi perah. Bentuk persamaan menurut Nazir (2003) yaitu: 𝑛
χ² = ∑ 𝑖=1
Keterangan : χ² = Nilai chi - kuadrat
𝑜𝑖 − 𝑒𝑖² 𝑒𝑖
8 oi = frekuensi yang diamati, kategori ke-i ei = frekuensi yang diharapkan dari kategori ke-i n = jumlah kategori Analisis EFE (External Factor Evaluation) IFE (Internal Factor Evaluation) Perumusan strategi dilakukan dengan mengklasifikasikan lingkungan internal dan eksternal (Rangkuti 1999). Lingkungan internal menyangkut dengan kondisi yang terjadi di dalam dan menjadi kekuatan atau kelemahan untuk pengembangan. Lingkungan eksternal menyangkut kondisi yang terjadi di luar dan peluang atau ancaman (Fahmi 2011). Lingkungan internal diklasifikasikan berdasarkan hasil penilaian responden kemudian ditabulasi ke dalam faktor kekuatan dan kelemahan. Lingkungan eksternal diklasifikasikan kemudian ditabulasi ke dalam faktor peluang dan ancaman. Penentuan nilai bobot digunakan teknik AHP (Analycal Hierachy Process). dengan perangkat lunak kumputer program excel. Menurut Saaty (2007) metode AHP adalah metode untuk dapat mengorganisasikan informasi dan berbagai keputusan secara rasional (judgement). Skor bobot lingkungan disesuaikan dengan matrik IE (internal exsternal). Hasil penjumlahan skor memberikan posisi pada sel matrik IE dan sekaligus menentukan strategi yang sesuai dari objek penelitian. Penentuan skor digunakan formula sebagai berikut: SN = BN x RN Keterangan: SN = Skor Nilai BN = Bobot Nilai RN = Rating Nilai
Analisis SWOT (Strenghts Weaknesses Opportunities Threats) Analisis digunakan untuk mengetahui pengaruh internal dan eksternal peternakan sapi perah rakyat terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta perumusan strategi pengembangan berdasarkan potensi Kabupaten Karo. Untuk merumuskan strategi pengembangan sapi perah rakyat digunakan Matrik SWOT. Pembuatan Matrik SWOT berpedoman kepada matrik IFE dan EFE sekaligus melihat kuadrannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Karo Secara geografis Kabupaten Karo terletak antara antara 02o50’LU sampai dengan 03o19’LU dan 97o55’BT sampai dengan 98o38’BT. Kabupaten Karo berada di daerah Bukit Barisan dengan luas 2 127.25 km² atau 2 12725 ha. Kabupaten Karo
9 memiliki batas sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Langkat dan Deli Serdang, sebelah timur berbatasan dengan Deli Serdang dan Simalungun, sebelah selatan berbatasan dengan Dairi dan Toba Samosir, sebelah barat berbatasan dengan Aceh Tenggara. Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karo menunjukkan peternakan sapi perah rakyat terbagi ke dalam beberapa kelompok yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kelompok peternak sapi perah di Kabupaten Karo Kelompok
Desa
Rejeki Ternak Delima Udara Gundaling Nabar Simalem Pindonta Ndokum Siroga Sukses M Sejahtera Erguna
Kecamatan
Manuk Mulia Surbakti Berastagi Ajibuara Regaji Siroga Sempajaya Kacaribu
Tiga panah Simpang Empat Berastagi Tiga Panah Merek Simpang Empat Berastagi Kacaribu
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan (2015)
Karakteristik Peternak dan Komposisi Sapi Perah Penilaian aspek teknis sapi perah rakyat dilakukan terhadap anggota kelompok peternak yang aktif sebanyak 18 orang. Karakteristik peternak meliputi umur, pendidikan, pengalaman. Umur peternak di kelompokkan menjadi 3 kategori yaitu muda, sedang dan tua. Pendidikan dikelompokkan 4 tingkatan yaitu SD, SMP, SMA dan PT. Pengalaman peternak di kelompokkan menjadi 3 kategori yaitu baru, berpengalaman dan sangat berpengalaman (Hernanto 1989).
Umur Peternak Umur berpengaruh terhadap kinerja dan keberlangsungan usaha peternakan. Hasil analisis menunjukkan peternak kelompok umur 20-35 tahun sebesar 5.56%. Kelompok umur 36-51 tahun sebesar 88.88%. Kelompok umur 52-67 tahun sebesar 5.56%. Peternak sebagian besar berada pada umur 20-51 tahun (produktif). Nilai GDFP peternak umur 36-51 tahun (sedang) paling tinggi dibandingkan dengan dua kelompok umur lainnya. Peternak umur 20-35 tahun (muda) memiliki nilai GDFP terendah di dalam cara seleksi dan pengetahuan penyakit. Kemampuan mengenali penyakit pada sapi perah tergolong rendah. Karakteristik peternak berdasarkan umur disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik peternak berdasarkan umur Umur (tahun) Nilai GDFP 20-35 (muda) 2.46±0.69 36-51 (sedang)
Jumlah peternak (%) 5.56 88.88
10 2.68±0.95 52-67 (tua) 2.66±0.86
5.56
Kelompok umur 36-51 tahun memiliki nilai GDFP terendah pada manajemenpemberian konsentrat. Peternak pada tingkatan umur ini umumnya tidak memberikan konsentrat. Peternak kelompok umur 52-67 tahun sudah memberikan konsentrat namun belum memperhatikan jumlah kebutuhan ternak dan tidak dilakukan secara rutin. Secara keseluruhan peternak memiliki kendala di bidang manajemen pemberian konsentrat, cara seleksi dan manajemen kesehatan ternak. Pendidikan Peternak Perbedaan tingkat pendidikan peternak memungkinkan perbedaan pola pikir, cara kerja dan pengetahuan. Hasil analisis menunjukkan tingkat pendidikan responden peternak sebagian besar adalah tingkat SMA sebesar 72.22%. Peternak menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SMP sebesar 5.56%, sisanya sebesar 22.22% adalah peternak berpendidikan perguruan tinggi. Nilai GDFP paling rendah berada pada peternak tingkat pendidikan SMA sebesar 2.50. Peternak tingkat pendidikan SMA merupakan peternak pemula. Nilai GDFP peternak berpendidikan SMP paling tinggi disebabkan karena peternak tersebut sudah beberapa kali mengikuti kegiatan pelatihan teknis dan pengolahan produk sehingga mampu mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh. Karakteristik responden peternak berdasarkan pendidikan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik peternak berdasarkan pendidikan Pendidikan GDFP SMP 2.66±0.99 SMA 2.50±0.78 2.64±0.90
Jumlah Peternak (%)
Nilai
5.56 72.22 PT
22.22
Peternak tingkatan pendidikan SMP mengalami kendala dalam cara seleksi ternak bibitdan penanganan penyakit. Peternak tingkat pendidikan SMA yang baru menekuni usaha sapi perah memiliki kemampuan teknis yang rendah pada manajemen pemberian konsentrat dan pencegahan penyakit. Peternak berpendidikan perguruan tinggi memiliki kemampuan aspek teknis yang rendah pada cara seleksi ternak bibit dan pencegahan penyakit. Peternak berpendidikan perguruan tinggi umumnya berasal dari luar bidang peternakan. Pengalaman Peternak Pengalaman peternak dalam mengelola usaha sapi perah menjadi salah satu tolak ukur kemampuan dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Hasil pengamatan menunjukkan pengalaman responden peternak di Kabupaten Karo 1-8 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa peternak masih tergolong baru menekuni usaha
11 peternakan sapi perah. Perolehan nilai GDFP secara keseluruhan berdasarkan pengalaman peternak 1-8 tahun adalah sebesar 2.60. Peternak memerlukan pelatihan dan pendampingan lebih intensif dari petugas penyuluh lapangan guna meningkatkan kemampuan melaksanakan tatalaksana pemeliharaan yang baik.
Komposisi Sapi Perah Populasi sapi perah rakyat berjumlah 70 ekor atau 49.75 ST, sebesar 71.37% adalah sapi perah non produktif dan sapi laktasi hanya sebesar 26.13%. Persentase induk laktasi dan jumlah ternak ini berpengaruh positif terhadap produksi susu. Komposisi sapi perah peternak disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi sapi perah rakyat di Kabupaten Karo Ternak Pedet Betina Dara Dewasa Kering Dewasa Laktasi Dewasa Jantan Jumlah
Jumlah (ekor) 5 33 18 13 1 70
Satuan Ternak (ST) 1.25 16.5 18 13 1 49.75
Rataan ST(%) 2.51 33.17 36.18 26.13 2.01 100
Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Faktor-faktor penentu merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat penerapan GDFP pada usaha sapi perah. Faktor-faktor penentu terdiri atas lima aspek teknis penilaian sesuai standar Direktorat Jenderal Peternakan (1983). Aspek teknis meliputi pembibitan dan reproduksi, pakan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan. Nilai GDFP aspek teknis peternakan sapi perah rakyat di kabupaten Karo nyata lebih rendah dari nilai harapan GDFP (4.00). Hasil analisis menunjukkan rata rata penerapan aspek teknis peternak masih rendah yaitu 2.60. Aspek pengelolaan merupakan aspek yang memiliki nilai GDFP tertinggi sebesar 3.05. Nilai GDFP terendah terdapat pada aspek kesehatan hewan sebesar 1.52. Rendahnya pengetahuan penyakit dan upaya pencegahan menjadi salah satu pemicu permasalahan penyakit yang sering dihadapi peternak. Nilai GDFP peternak sapi perah rakyat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai GDFP peternak sapi perah rakyat di Kabupaten Karo Faktor Penentu Pembibitan dan Reproduksi Cukup baik Pakan Ternak Cukup baik Pengelolaan Baik
Nilai GDFP 2.64±0.60* 2.33±0.55* 3.05±0.37
Kategori GDFP
12 Kandang dan Peralatan Kesehatan Hewan Kurang baik Rataan Cukup baik
2.76±0.80* 1.52±0.30*
Cukup baik
2.60±0.52
*Berbeda nyata (P<0.05)
Aspek Pembibitan dan Reproduksi Aspek pembibitan dan reproduksi menunjukkan bahwa bangsa sapi yang dipelihara dan cara kawin sudah sesuai nilai harapan GDFP. Sapi perah yang dipelihara adalah FH (Friesian Holstein). Chandan et al. (2008) menyatakan sapi FH mampu berproduksi 9000 liter per ekor per 305 hari periode laktasi. Cara kawin ternak sudah menggunakan Inseminasi Buatan (IB). Kabupaten Karo memiliki tenaga inseminator yang terampil. Tenaga inseminator berasal dari Dinas Peternakan dan Perikanan dan inseminator swadaya. Beberapa faktor penentu tidak memenuhi nilai harapan GDFP. Faktor penentu cara seleksi memiliki nilai paling rendah. Pada umumnya peternak rakyat belum menggunakan cara seleksi dalam beternak. Kecenderungan peternak hanya sebatas memelihara sapi perah, belum memperhatikan asal usul dan tingkat produksi susu. Keberhasilan suatu peternakan sapi perah dipengaruhi oleh bibit sapi perah yang dipelihara. Beberapa hal harus diperhatikan meliputi bibit sapi berasal dari induk berproduktivitas tinggi, memiliki ambing yang besar dan keseluruhan penampilan bibit sapi harus proporsional. Peternak mengetahui tanda tanda berahi ketika melihat sapi gelisah dan keluarnya lendir dari vulva. Peternak belum mengetahui adanya tanda berahi lain yakni pangkal ekor terangkat dan tidak nafsu makan. Kondisi peternak yang belum terampil mengidentifikasi tanda berahi mempengaruhi efisiensi reproduksi dan calving interval. Pengetahuan peternak yang terbatas dalam mendeteksi berahi menyebabkan keterlambatan waktu pengawinan ternak. Daya reproduksi sapi bisa menurun atau sulit untuk bunting disebabkan oleh keterlambatan pengawinan. Masyarakat hanya mengenal jenis sapi perah FH. Warna sapi FH berwarna hitam dan putih, kadang kadang merah dan putih dengan batas batas warna yang jelas. Nilai GDFP peternak sapi perah rakyat di Kabupaten Karo pada aspek pembibitan dan reproduksi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai GFDP peternak pada aspek pembibitan dan reproduksi Faktor Penentu Bangsa sapi yang dipelihara Cara seleksi Cara kawin Pengetahuan berahi Umur beranak
Nilai GDFP
Kategori GDFP
4.00±0 0.66±1.53* 4.00±0 2.27±0.46* 2.66±0.59*
Baik Buruk Baik Cukup baik Cukup baik
13 Dikawinkan setelah beranak Calving interval Rataan baik
2.50±0.98* 2.39±0.69* 2.64±0.60
Cukup baik Cukup baik Cukup
*Berbeda nyata (P<0.05)
Hasil analisis menunjukkan 83.33% peternak tidak melakukan seleksi, sisanya 16.67% melakukan seleksi berdasarkan produksi susu. Kurangnya pengetahuan peternak tentang manfaat seleksi menjadi alasan peternak tidak melakukan seleksi. Proses perkawinan melalui IB sudah dilakukan seluruh peternak, namun peternak belum melakukan pencatatan ternak (recording) dengan baik. Pelaksanaan IB menggunakan semen beku pejantan unggul yang berasal dari Balai Inseminasi Buatan Lembang dan Balai Inseminasi Buatan Singosari. Peternak apabila melihat sapi berahi segera memanggil petugas inseminator dari dinas maupun inseminator swadaya yang tersedia di Kabupaten Karo. Kondisi ini mempengaruhi efisiensi dan efektivitas inseminasi buatan. Mugisha et al. (2014) menyatakan tingkat adopsi IB tergantung pada ketersediaan layanan penyuluhan dan pencatatan (recording). Perkawinan melalui inseminasi buatan menghemat biaya pengeluaran peternak karena tidak perlu memelihara pejantan. Hasil analisis menunjukkan 72.22% peternak dalam mengetahui gejala berahi masih kategori kurang paham. Peternak lebih dominan mengenal sapi perah sedang berahi melalui sapi terlihat gelisah dan mengeluarkan lendir dari vulva. Peternak tergolong paham mengetahui gejala berahi sebesar 27.78%. Tanda tanda berahi yang bisa diamati meliputi sapi gelisah, frekuensi sapi mengeluarkan urin meningkat, vulva terlihat bengkat dan mengeluarkan lendir, diam apabila dinaiki, dan keluar bercak darah (Hosein dan Gibson 2006). Hasil pengamatan menunjukkan umur sapi perah beranak 31-36 bulan sebesar 72.22%. Sapi perah memiliki umur beranak 36-42 bulan sebesar 27.78%. Lama umur beranak disebabkan oleh keterlambatan peternak mulai mengawinkan ternak. Mwambilwa et al. (2013) menyatakan tingkat deteksi estrus rendah, pemenuhan nutrisi ternak rendah, dan kurangnya pencatatan reproduksi memberikan kontribusi buruk terhadap peternakan. Hasil analisis menunjukkan 77.78% ternak kawin lagi setelah beranak pada 61-90 hari. Keterlambatan pengawinan sesuai dengan harapan 40-60 hari setelah beranak dipengaruhi oleh pengetahuan berahi, ketersediaan semen, ketersediaan inseminator, penyakit reproduksi dan gangguan kesehatan. Peternakan sapi perah rakyat memiliki selang beranak (calving interval) 13-18 bulan sebesar 50%, bahkan terdapat 38.89% selang beranak 19-24 bulan dan sisanya 11.11% tidak dikawinkan lagi karena alasan gangguan kesehatan. Hertanto et al. (2012) menyatakan perbaikan calving interval 12-13 bulan mampu memperbaiki profitabilitas usaha pada peternakan sapi perah rakyat. Perlu perbaikan selang beranak untuk meningkatkan efisiensi peternakan sapi perah rakyat. Selang beranak optimal antara 12 dan 13 bulan.
Aspek Pakan dan Air Minum
14 Menurut Siregar (2007) pakan adalah faktor penentu kemampuan berproduksi susu sapi-sapi perah. Sapi perah berproduksi tinggi bila tidak mendapat pakan yang cukup baik kuantitas maupun kualitas tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Pada aspek pakan kesalahan dalam manajemen pemberian pakan dapat mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan dapat juga menyebabkan kematian. Manajemen pemberian pakan harus dilakukan secara cermat dengan memperhitungkan efektifitas dan efisiensi. Hasil analisis terhadap aspek pakan dan air minum terdapat faktor penentu cara pemberian hijauan dan frekuensi pemberian hijauan sudah memenuhi nilai harapan. Faktor penentu jumlah pemberian hijauan, cara pemberian konsentrat, jumlah pemberian konsentrat dan frekuensi pemberian konsentrat tidak memenuhi nilai harapan. Jumlah pemberian konsentrat menjadi faktor penentu yang memiliki nilai terendah. Pemberian konsentrat tidak rutin dilakukan sebagian besar peternak. Peternak yang memberikan konsentrat secara rutin belum memperhatikan kualitas dan kandungan nutrisi sesuai kebutuhan ternak. Hijauan yang biasa diberikan peternak meliputi rumput gajah, rumput lapang dan jerami jagung. Rata rata peternak memiliki lahan hijauan pakan ternak lebih kurang 3 ha sehingga tidak kesulitan dalam penyediaan hijauan. Pemberian hijauan belum mempertimbangkan kualitas dan kandungan nutrisi. Pengetahuan peternak mengenai kesesuaian kandungan nutrisi hijauan dan konsentrat yang diberikan masih terbatas. Jumlah pemberian hijauan dan konsentrat dilakukan sesuai perkiraan peternak. Kondisi ini bisa menyebabkan ganguan kesehatan dan produksi susu sapi perah rendah. Ngongoni et al. (2006) menyatakan pemenuhan pakan secara kuantitatif dan kualitatif menjadi keterbatasan peternak kecil. Ketersedian rumput alami dan limbah hasil pertanian merupakan sumber utama pakan. Biaya tinggi menyebabkan pemberian konsentrat tidak konsisten sehingga tidak mampu meningkatkan produksi susu. Seluruh responden peternak memberikan hijauan setelah diperah. Jumlah pemberian pakan hijauan yang dilakukan sebagian besar peternak berada dalam kategori cukup berdasarkan kebutuhan sapi laktasi 10% dari rata rata bobot badan. Peternak memberikan hijauan tidak menimbang hanya melalui perkiraan disesuaikan dengan bobot badan. Frekuensi pemberian hijauan 2 kali per hari sudah sesuai dengan nilai harapan GDFP. Nilai GFDP peternak pada aspek pakan dan air minum disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai GDFP peternak pada aspek pakan dan air minum Faktor Penentu Hijauan Cara Pemberian Jumlah Pemberian Cukup baik Frekuensi Pemberian Baik Konsentrat Cara Pemberian Jumlah Pemberian Buruk
Nilai GDFP 4.00±0
Kategori GDFP Baik
2.88±0.47* 4.00±0
1.22±1.35* 0.72±0.75*
Kurang baik
15 Frekuensi Pemberian Kurang baik Air Minum Kurang baik Rataan Cukup baik
1.55±1.09* 1.94±0.23* 2.33±0.55
*Berbeda nyata (P<0.05)
Peternak tidak mengalami kendala dalam penyediaan hijauan pakan. Ketersediaan lahan yang luas membuat hijauan di Kabupaten Karo melimpah. Karo sebagai daerah pertanian holtikultura turut menambah pasokan ketersediaan pakan ternak. Limbah sayuran berasal dari kentang, wortel, terong belum dimanfaatkan secara maksimal oleh peternak. Kreativitas peternak dalam memanfaaatkan potensi limbah pertanian sebagai pakan merupakan solusi untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah. Pengetahuan peternak mengenai penggunaan limbah hasil pertanian sebagai pakan ternak masih terbatas. Peternak tidak menggunakan limbah pertanian karena takut memiliki efek negatif terhadap sistem pencernaan dan kesehatan sapi yang dipelihara. Pemberian konsentrat sebagai pakan tambahan sangat mempengaruhi produktivitas susu sapi. Hasil analisis menunjukkan 16.66% peternak memberikan konsentrat setelah diperah. Peternak memberikan konsentrat sebelum sapi diperah sebesar 55.55%. Konsentrat yang diberikan berupa campuran dedak dan ampas tahu. Produksi susu rendah (rata rata 3 liter per ekor per hari) salah satu disebabkan pemberian kosentrat yang tidak sesuai kebutuhan ternak. Pemberian konsentrat tanpa tambahan mineral diduga menyebabkan banyak sapi lumpuh akibat kekurangan mineral. Hasil analisis menunjukkan 38.89% peternak tidak memberikan konsentrat karena usaha pemeliharaan sapi perah belum mampu memberikan keuntungan bagi peternak. Hertanto et al. (2012) menyatakan tipe usaha, ketersediaan hijauan dan pakan memiliki pengaruh nyata terhadap produktivitas sapi perah. Tempat pemberian air minum seluruhnya menggunakan ember. Pemberian air minum 2 kali per hari dilakukan 94.44% responden peternak, sisanya 5.56% peternak memberikan air minum hanya 1 kali per hari disebabkan ketersedian air terbatas di areal kandang.
Aspek Pengelolaan Aspek pengelolaan menunjukkan faktor penentu membersihkan sapi dan pengeringan sapi laktasi telah sesuai dengan nilai harapan GDFP. Peternak membersihkan sapi dua kali sehari sebelum pemerahan. Kebersihan sapi sangat penting demi menjaga kualitas susu dan kesehatan ternak. Pengeringan sapi laktasi dilakukan dua bulan sebelum beranak. Faktor penentu cara membersihkan kandang, membersihkan kandang, cara pemerahan, penanganan pasca panen, pemeliharaan pedet dan dara, pencatatan usaha dan manajemen kotoran tidak sesuai dengan harapan GDFP. Hasil analisis menunjukkan 50% peternak memandikan sapi dengan cara menyiram dan membersihkan. Peternak mengakui sapi perah harus dibuat bersih dan senyaman mungkin. Peternak yang hanya
16 menyiram sapi tanpa membersihkan sebesar 50%. Mereka menganggap dengan cara menyiram menggunakan selang kotoran yang melekat pada sapi akan terbuang. Bagian yang dibersihkan meliputi lipatan paha, ambing dan bagian tubuh belakang. Sudono (1999) menyarankan sebelum sapi diperah bagian badan sapi sekitar lipat paha dan bagian belakang harus dibersihkan untuk mencegah kotoran yang menempel pada bagian-bagian tersebut jatuh kedalam susu pada waktu sapi diperah. Hasil analisis menunjukkan 94.25% peternak membersihkan kandang 2 kali per hari. Mereka rajin membersihkan kandang karena ketersedian air memadai di lokasi kandang sehingga tidak menyulitkan peternak dalam mengambil air. Berbeda dengan peternak yang membersihkan kandang 1 kali per hari sebesar 11.11% disebabkan oleh kandang terletak cukup jauh dari sumber air. Kondisi ini membuat peternak memandikan sapi perah hanya 1 kali per hari. Pendirian kandang harus memperhatikan ketersediaan sumber air disekitar lokasi agar memudahkan pengambilan air. Nilai GDFP peternak pada aspek pengelolaan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai GFDP peternak pada aspek pengelolaan Faktor Penentu
Nilai GDFP
Membersihkan sapi
4.00±0
Cara membersihkan sapi
3.50±0.51
Kategori GDFP
Baik Baik Membersihkan kandang Cara pemerahan Penanganan pasca panen Cukup baik Pemeliharaan pedet dan dara Cukup baik Pengeringan sapi laktasi Baik Pencatatan usaha Kurang Baik Manajemen kotoran Baik Rataan Baik
3.77±0.64 2.66±0.48* 2.61±0.50*
Baik Cukup baik
2.66±0.48* 4.00±0 1.22±0.54* 3.05±0.24 3.05±0.37
*Berbeda nyata (P<0.05)
Teknik pemerahan 66.67% dilakukan dengan cara pemerahan kurang baik, karena hanya beberapa peternak yang membersihkan ambing menggunakan air hangat. Penggunaan air hangat dalam pemerahan dimaksudkan untuk merangsang ambing sapi agar mudah diperah. Peternak menggunakan margarin sebagai pelicin agar memudahkan proses pemerahan. Kebiasaan menggunakan margarin karena dirasa lebih cepat dan efektif saat proses pemerahan. Penggunaan pelicin pada saat proses pemerahan ternyata memberikan dampak negatif bagi ternak. Pemerahan menggunakan pelicin bisa menutupi permukaan puting dan penularan penyakit
17 sulit dihindari (Hidayat et al. 2002). Pengetahuan peternak terkait sensitifitas puting terhadap penyakit mastistis dinilai kurang, Penanganan pasca panen setelah pemerahan langsung disaring menggunakan kain halus dari tempat ember kaleng pemerahan ke dalam tempat ember kaleng penggumpulan (milk can). Hasil analisis menunjukkan 33.33% responden peternak memerah menggunakan cara kurang benar dengan menarik narik puting dari atas kebawah. Proses pemerahan seperti ini dikhawatirkan akan mengakibatkan puting bertambah panjang. Siregar et al. (1996) menyatakan kebiasan peternak dalam memerah dengan cara menarik-narik akan mengakibatkan puting menjadi melar dan panjang. Susu yang diperah saat pagi hari tidak langsung dipasarkan. Susu ditempatkan dalam lemari pendingin menunggu susu hasil pemerahan sore hari. Susu hasil pemerahan pagi dan sore hari kemudian dibawa langsung untuk distribusikan kepada pelanggan. Seluruh peternak sudah melakukan pengeringan 2 bulan sebelum melahirkan. Pada sapi-sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7.5 bulan harus dikeringkan artinya tidak boleh diperah lagi. Cara mengeringkan sapi adalah dengan pemerahan berselang atau penghentian pemerahan secara mendadak. Hasil analisis menunjukkan 66.67% peternak melakukan pemeliharaan pedet dan sapi dara benar namun kurang baik. Peternak menyamakan pedet dan sapi dara dengan pemeliharaan sapi induk. Pemeliharaan pedet dan sapi dara belum memperhatikan kebutuhan nutrisi. Pemberian pakan yang terbatas menghambat pertumbuhan pedet dan dara. Kondisi ini memperlambat sapi dara untuk bisa dikawinkan. Pemeliharaan pedet dan dara yang kurang benar sebesar 33.33% karena memelihara sapi pedet dan dara dalam satu kandang dengan induk dan kurang memperhatikan kebutuhan pakan dan pertumbuhan ternak. Peternak memelihara pedet harus memperhatikan pemberian pakan, penyediaan kandang, pencegahan penyakit, pemotongan tanduk, kastrasi, pemasangan kaling, pemberian tanda pengenal dan menghilangkan tanduk. Lyimo et al. (2004) menyarankan perlu perbaikan manajemen pemeliharaan pedet dengan strategi pemberian pakan, peningkatan manajemen pengawasan, penggunaan konsentrat murah, dan penyediaan kandang terpisah dan memadai. Peternak yang peduli untuk membuat pencatatan usaha hanya 11.11%. Kondisi usaha peternakan stagnan menyebabkan peternak merasa tidak perlu catatan usaha. Sulit menemukan catatan operasional usaha peternak selama memelihara ternak. Catatan kelahiran sapi, waktu berahi, waktu berahi, biaya pengeluaran dan biaya pengeluaran nyaris tidak ada dalam setiap peternak. Costa et al. (2013) menyatakan ketidaktersediaan catatan produksi dan kesehatan pada sapi perah rakyat menyebabkan peternak semakin sulit mengenali dan mengatasi masalah yang timbul. Pengolahan kotoran untuk dijadikan pupuk sudah dilakukan 94.44% responden peternak bahkan 5.56% peternak sudah memanfaatkan kotoran sebagai sumber biogas. Permintaan pupuk organik sangat tinggi di Kabupaten Karo untuk tanaman holtikultura. Pupuk berasal dari kotoran sapi menjadi sumber pendapatan baru bagi responden peternak.. Muriithi et al. (2014) menyatakan integrasi antara usaha sapi perah dengan tanaman holtikultura memberikan keuntungan bagi peternak melalui penggunaan pemanfaatan kotoran sapi menjadi pupuk tanaman. Aspek Kandang dan Peralatan
18 Kandang dan peralatan adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah usaha peternakan sapi perah. Ginting dan Sitepu (1989) menyatakan kandang memiliki fungsi untuk menjaga ternak berada dalam kondisi nyaman agar mampu berproduksi secara maksimal. Manajemen kandang yang baik akan meningkatkan produktivitas usaha peternakan. Hasil analisis menunjukkan tidak satu pun faktor penentu pada aspek kandang dan peralatan memenuhi nilai harapan. Nilai pengamatan tertinggi terletak pada faktor penentu tempat kotoran. Faktor penentu peralatan pemerahan susu menjadi nilai terendah tidak memenuhi nilai harapan. Peternak belum memprioritaskan pembelian alat pemerahan susu yang sesuai standar karena harga relatif mahal. Lokasi kandang sapi perah yang berada tersendiri lebih dari 10 meter dari rumah sebesar 33.33%. Kandang tersebut berada dilokasi sekitar perkebunan milik peternak.Tujuan peternak mendirikan kandang di areal perkebunan agar mudah dikontrol ketika mereka melakukan aktivitas pertanian. Tata letak kandang tidak sesuai prinsip GDFP sebesar 66.67% berada tersendiri 59 meter dari rumah. Lahan sempit disekitar rumah membuat peternak mendirikan kandang dengan jarak kurang dari 10 meter dari rumah. Letak kandang terlalu dekat dengan rumah mengakibatkan aroma bau kotoran sapi tercium ketika berada didalam rumah. Pemilihan lokasi kandang harus memperhatikan beberapa pertimbangan antara lain ketersediaan sumber air, lokasi dekat dengan sumber pakan, memiliki areal perluasan, ketersediaan akses transportasi, jarak kandang dengan perumahan minimal 10 meter. Kontruksi kandang dibuat sekokoh mungkin sehingga mampu menahan beban dan benturan serta dorongan dari ternak. Kontruksi kandang dirancang sesuai agroklimat wilayah, tujuan pemeliharaan dan status fisiologis ternak. Bahan kandang disesuaikan dengan tujuan usaha dan kemampuan ekonomi minimal tahan digunakan untuk jangka waktu 5-10 tahun. Tingkat kemiringan lantai tidak boleh lebih dari 5%. Nilai GFDP peternak pada aspek kandang dan peralatan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai GFDP peternak pada aspek kandang dan peralatan Faktor Penentu Nilai GDFP Kategori GDFP Tata letak kandang
3.33±0.48
Konstruksi kandang
3.16±0.70
Drainase kandang Cukup baik Tempat kotoran Peralatan kandang Cukup baik Peralatan pemerahan susu Buruk Rataan Cukup baik
2.94±0.72*
Baik Baik
3.83±0.70 2.38±0.77*
Baik
0.88±1.44* 2.76±0.80
*Berbeda nyata (P<0.05)
Kontruksi kandang terbuat dari kayu, beratap seng, berlantai semen dan menghadap arah matahari terbit sebesar 27.77%. Kontruksi kandang kurang baik
19 disebakan oleh bahan terbuat dari bambu dan beratap alang alang sudah mulai keropos sehingga perlu untuk direnovasi. Kandang kurang baik dan kurang memenuhi syarat sebesar 5.56% disebabkan oleh kontruksi kandang yang tidak memperhatikan ukuran ternak. Tinggi atap kandang hanya 2 meter. Posisi kandang tidak searah dengan matahari terbit. Hasket et al. (2006) menyarankan pembuatan kandang sebaiknya memperhatikan ruang bebas ternak bisa bergerak. Kandang tidak sesuai ukuran ternak berpontesi memiliki efek cedera dan gangguan terhadap kesehatan kaki sapi perah. Kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang memenuhi persyaratan kebutuhan dan kesehatan sapi perah. Kandang peternakan sapi perah di Kabupaten Karo menggunakan kandang tunggal dan kandang ganda. Sudono et al. (2003) menyatakan kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan dan kesehatan sapi perah.Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu sirkulasi udara cukup dan mendapat sinar matahari sehingga kandang tidak lembab (kelembaban ideal 60%-70%), lantai kandang selalu kering, tempat pakan yang lebar dan tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang hari. Drainase kandang baik dan memenuhi syarat sebesar 16.66%. Peternak membuat drainase kandang kurang baik namun memenuhi syarat sebesar 66.67% disebabkan saluran drainase terlalu kecil mengakibatkan air yang berasal dari pembersihan kandang dan pemandian sapi berjalan tidak lancar. Kandang memiliki drainase baik namun kurang memenuhi syarat sebesar 11.11% disebabkan oleh kurangnya kemiringan dari drainase. Air yang bercampur kotoran mengalir menjadi lambat. Drainase kandang kurang baik dan kurang memenuhi syarat sebesar 5.56% karena saluran akhir drainase tidak memiliki pembuangan sehingga pembuangan tersumbat di ujung saluran drainase. Hasil analisis menunjukkan 94.44% peternak sudah menyediakan tempat pembuangan akhir kotoran berupa tanah yang digali beberapa meter. Kotoran sapi setiap hari dikumpulkan ke tempat tersebut untuk diolah menjadi pupuk. Tempat kotoran kurang baik dan kurang memenuhi syarat sebesar 5.56% karena kotoran ditempatkan persis dibelakang kandang. Areal kandang begitu sempit menyebabkan sapi kurang nyaman. Peralatan kandang lengkap memenuhi syarat sebesar 16.66%. Peralatan kandang antara lain sekop, selang air, ember, sikat, dan sapu lidi. Peralatan kandang tidak lengkap namun memenuhi syarat sebesar 77.78% disebabkan oleh peralatan pencacah rumput belum dimiliki peternak. Rumput gajah, jerami jagung dan limbah hasil pertanian lain seharusnya dicacah terlebih dahulu agar memudahkan pemberian namun langsung diberikan ke sapi perah tanpa pencacahan. Hasil analisis menunjukkan 66.66% responden peternak tidak memiliki peralatan pemerahan susu. Peternak yang tidak memiliki alat pemerahan adalah peternak yang masih memelihara pedet dan sapi dara. Responden peternak memiliki peralatan pemerahan lengkap dan memenuhi syarat sebesar 11.11% berasal dari bantuan pemerintah. Responden peternak memiliki peralatan pemerahan tidak lengkap namun memenuhi syarat sebesar 11.11% antara lain ember perah (terbuat dari bahan stainless steel), milkcan (stainless steel), saringan (kain kassa), pelicin (mentega). Aspek Kesehatan Hewan
20 Aspek kesehatan hewan merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga produktivitas dan reproduksi sapi perah. Peternak meskipun tidak paham masalah kedokteran hewan tetapi perlu untuk mengenal gejala penyakit, penyebab dan cara pencegahan berbagai jenis penyakit. Hasil analisis menunjukkan pengetahuan penyakit dan pencegahan penyakit tidak memenuhi nilai GDFP. Pengetahuan tentang penyakit sapi perah sangat terbatas sehingga kemampuan peternak dalam mencegah penyakit juga sangat terbatas. Apabila sapi perah mengalami penyakit peternak langsung menghubungi petugas kesehatan hewan Dinas Peternakan dan Perikanan untuk memeriksa dan melakukan pengobatan. Peternak memiliki pengetahuan penyakit kategori kurang baik sebesar 22.22%. Peternak yang memiliki pengetahuan penyakit kategori tidak baik sebesar 77.78%. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) beberapa penyakit dapat menyerang sapi perah antara lain TBC (tuberculosis), keluron (brucellosis), radang kelenjar susu (mastitis), radang limpa dan penyakit kulit dan kuku. Pengetahuan peternak yang rendah tehadap berbagai jenis penyakit pada sapi perah sejalan dengan sebagian kecil peternak (33.33%) melakukan pencegahan penyakit namun kurang teratur. Pencegahan penyakit dilakukan sesuai dengan arahan petugas kesehatan hewan ketika berkunjung ke kandang. Strategi komunikasi penyuluh sangat dibutuhkan dalam manajamen kesehatan sapi perah. Jansen et al. (2010) menyatakan strategi komunikasi efektif dalam edukasi manajemen kesehatan sapi perah mampu meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku peternak. Suharno dan Nazaruddin (1994) menyarankan peternak sapi perah untuk mengembangkan pengetahuan agar mampu mencegah penyakit ternak. Pencegahan penyakit sedini mungkin dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang, kebersihan ternak dan memberikan pakan sesuai dengan kebutuhan. Mekonnen et al. (2006) menyatakan prevalensi penyakit ternak berkaitan juga dengankondisi kandang yang buruk. Nilai GFDP peternak pada pada aspek kandang dan peralatan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai GFDP peternak pada aspek kesehatan hewan Faktor Penentu
Nilai GDFP
Kategori GDFP
Pengetahuan penyakit Pencegahan penyakit
0.22±0.42* 0.33±0.48*
Sangat buruk Sangat
buruk Pengobatan penyakit
4.00±0
Baik Rataan Kurang baik
1.52±0.30
*Berbeda nyata (P<0.05)
Perumusan Strategi Pengembangan Sapi Perah Rakyat Perumusan strategi dilakukan dengan mengkombinasikan hasil evaluasi aspek teknis dengan identifikasi lingkungan internal dan eksternal. Penentuan lingkungan internal dan eksternal dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan tahapan tersebut meliputi tahap
21 pengumpulan data, pemberian bobot dan rating, serta tahap analisis matriks internal-eksternal.
Identifikasi Lingkungan Internal Lahan untuk pengembangan sapi perah rakyat di Kabupaten Karo masih tersedia. Meskipun pemanfaatan lahan utama diperuntukkan untuk pertanian, namun kepemilikan lahan pertanian memadai menjadikan ketersediaan lahan untuk pengembangan sapi perah masih terbuka. Hal ini dibuktikan dengan penanaman hijauan pakan ternak dilakukan pada lahan produktif bukan di pinggiran/tegalan lahan pertanian. Kepemilikan lahan hijauan yang dapat menghasilkan tanaman hijauan merupakan dorongan kuat untuk peternak dalam menjalankan usaha ternaknya. Hasil analisis dan informasi yang diperoleh potensi peternakan sapi perah rakyat sangat layak dikembangkan ditinjau berdasarkan ketersediaan lahan. Salah satu daerah yang bisa dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan sapi perah rakyat adalah areal lahan Nodi milik pemerintah yang terdiri dari padang rumput dengan luas 2000 ha. Lahan Nodi berdasarkan SK Bupati 1971 diperuntukkan untuk areal pengembangan peternakan namun hingga kini lahan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. BPS (2014) mencatat terdapat 2 553 ha lahan bisa digunakan untuk penanaman hijauan tanaman ternak atau lahan penggembalaan di Kabupaten Karo meliputi daerah Lau baleng, Juhar, Kutabuluh, Payung, Tinganderket, Naman teran, Tiga panah dan Merek. Ketersediaan hijauan dalam rangka mendukung peternakan sapi perah rakyat sejalan dengan ketersediaan lahan. Peternak umumnya membudidayakan hijauan pakan ternak di lahan yang mereka miliki. Tanaman hijauan yang ditanam seperti rumput gajah dan rumput lapangan. Pemanfaatan limbah hasil pertanian sebagai pakan ternak menjadi faktor pontesial pendukung ketersediaan pakan ternak sapi perah rakyat. BPS (2014) mencatat produksi tomat tahun 2013 di Kabupaten Karo sebesar 74 578 ton per tahun. Produksi wortel tahun 2013 sebesar 30 693 ton per tahun.Produksi kentang tahun 2013 sebesar 40 420 ton per tahun. Data produksi tanaman holtikultura tinggi setiap tahun potensial menghasilkan limbah hasil pertanian yang mendukung pasokan ketersediaan pakan ternak sapi perah secara berkelanjutan. Bibit sapi perah yang digunakan peternak akan mempengaruhi produktivitas yang dihasilkan. Bangsa sapi perah yang dipelihara adalah sapi FH impor. Seluruh peternak sapi perah melakukan perkawinan melalui inseminasi buatan. Semen beku sapi perah yang digunakan inseminator berasal dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang dan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Singosari. Air merupakan kebutuhan yang mutlak dipenuhi dalam usaha peternakan sapi perah. Air tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup dan bersih. Ketersediaan air untuk peternakan sapi didukung dengan ketersediaan PDAM Tirta Simalem, bahkan sebagian besar peternak memiliki dan memanfaatkan sumur (air bawah tanah) untuk keperluan memandikan sapi, membersihkan kandang dan air minum sapi perah. Ketersediaan air secara kualitas dan kuantitas setiap saat mendorong peternak memandikan sapi dan membersihkan kandang sebanyak 2 kali sehari. Ketersediaan tenaga kerja dibutuhkan untuk
22 mencari pakan, memberi pakan, membersihkan kandang dan memerah susu. Tenaga kerja pada peternakan sapi perah rakyat umumnya seluruh anggota keluarga. Tenaga kerja keluarga terdiri atas Suami sudah cukup untuk menjalankan usaha ternak. Peternak tidak harus mencari tenaga kerja luar sehingga menambah biaya tenaga kerja, namun ada peternak yang mendatangkan tenaga kerja berpengalaman memelihara sapi perah dari Pengalengan Jawa Barat dengan tujuan agar mampu meningkatkan performa usaha dan mentransfer ilmu manajemen sapi perah. Produksi susu peternakan sapi perah rakyat sangat rendah yaitu rata rata produksi 3 liter per induk laktasi. Hasil analisis dan informasi produksi susu dipengaruhi manajemen aspek pakan terutama pemberian konsentrat yang belum baik. Cara pemerahan sapi perah dilakukan peternak kurang memperhatikan kebersihan tangan, kebersihan ambing dan kebersihan peralatan yang digunakan membuat kualitas susu yang dihasilkan kurang terjamin dan diragukan para konsumen susu segar. Ketersediaan sarana dan prasarana kandang merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan aspek teknis. Kandang sapi perah di Kabupaten Karo umumnya ada dibuat permanen maupun semi permanen. Kandang permanen dibuat dengan dinding dan lantai terbuat dari semen sedangkan kandang semi permanen lantai terbuat dari tanah padat atau lantai semen dan dinding terbuat dari bambu. Sarana kandang dan prasarana kandang yang digunakan peternak sapi perah terdiri atas sabit yang digunakan untuk memotong pakan hijauan di lahan. Keranjang sebagai wadah hijauan maupun wadah pakan limbah sayuran. Kaleng susu sebagai wadah susu pada saat pemerahan. Ember sebagai wadah air untuk mencampur pakan komboran. Sekop digunakan untuk membersihkan kotoran sapi. Karung sebagai wadah pakan hijauan maupun pakan komboran. Bak penampung air sebagai tempat penampungan air. Ketidaktersediaan koperasi peternakan sapi perah turut memperlambat laju pemberdayaan peternak sapi perah rakyat. Informasi responden ahli menyatakan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) pertama kali tahun 1983 dengan mendistribusikan sapi perah sebanyak 1 200 ekor. Proyek pengembangan tidak berjalan sehingga GKSI ditutup. Pada tahun 2006 koperasi sapi perah didirikan kembali oleh kelompok peternak dengan nama Koperasi Susu Sumber Protein (KSSP). Koperasi ini memiliki dua buah unit mobil susu segar pasteurisasi yang berkeliling setiap hari memasarkan susu di sekitar Kabupaten Karo. Selang satu tahun berjalan koperasi tersebut tutup akibat kesulitan pemasaran susu dan manajemen keuangan, sehingga menyulitkan peternak untuk akses terhadap sarana dan prasarana usaha.Pengolahan susu pasca panen sangat terbatas akibat pengetahuan dan keterampilan peternak yang kurang dalam pengolahan produk. Penanganan pasca panen yang dilakukan peternak umumnya hanya menyimpan susu yang baru diperah ke dalam lemari pendingin sebelum susu segar dipasarkan. Peternak jarang mengolah susu segar menjadi berbagai produk olahan seperti susu pasteurisasi, youghurt, dan es krim. Tingkat pengolahan susu rendah berkorelasi dengan keterampilan dan pengalaman peternak sapi perah yang tergolong baru. Para peternak sapi perah kurang memiliki bekal ilmu dan keterampilan dalam bidang peternakan sehingga berpengaruh terhadap usaha pengembangan ternak. Peternakan sapi perah merupakan usaha yang paling sedikit digemari penduduk bila dibandingkan dengan sapi potong, kambing, domba dan babi. Karakteristik peternak sapi perah rakyat umumnya peternak pemula dengan pengalaman. Peternak tergolong baru membuat
23 tingkat adopsi informasi teknologi usaha sapi perah masih rendah. Hal ini akan mempengaruhi laju pengembangan peternakan sapi perah rakyat. Pelatihan teknis dan penyuluhan tersedia. Hasil analisis dan informasi responden ahli menyatakan manajemen pemeliharaan sapi perah rakyat yang dilakukan peternak masih bersifat tradisional. Perbaikan manajemen pemeliharaan sapi perah rakyat perlu dilakukan melalui pelatihan teknis dan penyuluhan yang diselenggarakan secara intensif dan berkesinambungan.Ketersediaan konsentrat menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan peternakan sapi perah rakyat. Ketersediaan konsentrat masih terbatas. Konsentrat didatangkan dari Kota Medan dengan menempuh waktu perjalanan kira kira 2 jam. Harga konsentrat di pasarkan tiga ribu per karung dengan berat 10 kg. Harga yang kurang terjangkau dan ketersediaan oleh peternak menyebabkan frekuensi pemberian konsentrat oleh peternak belum sesuai prinsip Good Dairy Farming Practices. Ketersediaan obat obatan sangat penting dalam usaha peternakan sapi perah. Kebutuhan obat diperlukan terutama saat sapi terserang penyakit. Obat obatan juga digunakan untuk menjaga agar sapi perah tidak terserang penyakit. Peternak sapi perah rakyat tidak menyediakan obat untuk ternaknya bila sewaktu waktu sapi bisa terserang penyakit. Hasil identifikasi lingkungan internal menunjukkan total skor bobot sebesar 2.502 artinya usaha sapi perah rakyat berada pada posisi strategis dan memiliki kekuatan yang cukup dalam mengatasi kelemahan lingkungan internal. Kekuatan lingkungan yang paling berpengaruh terhadap usaha sapi perah adalah ketersediaan lahan dengan nilai 0.124. Kelemahan lingkungan internal yang paling berpengaruh terhadap usaha sapi perah adalah pengalaman beternak masih baru dan keterampilan beternak rendah. Identifikasi lingkungan internal peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Karo berdasarkan bobot rating dan skor bobot disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Lingkungan internal peternakan sapi perah rakyat Lingkungan internal
Bobot Rating Skor
bobot 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8
Kekuatan Ketersediaan lahan Ketersediaan hijauan Ketersediaan bibit Ketersediaan air Ketersediaan tenaga kerja Potensi limbah pertanian sebagai pakan Kelemahan Pengalaman dan keterampilan beternak rendah Ketersediaan peralatan kandang terbatas Kurangnyaketersediaan konsentrat Kurangnya ketersediaan obat obatan Kurangnyapelatihan teknis dan penyuluhan Tidak tersedia koperasi Tingkat produksi dan kualitas susu rendah Tingkat pengolahan susu terbatas
0.124 0.112 0.109 0.109 0.072 0.058
3 3 3 3 3 3
0.372 0.336 0.327 0.327 0.216 0.174
0.068 0.057 0.054 0.050 0.044 0.040 0.036 0.026
2 2 2 2 2 2 2 2
0.136 0.114 0.108 0.100 0.088 0.080 0.072 0.052
24 Total
1.000
2.502
Identifikasi Lingkungan Eksternal Kondisi iklim seperti temperatur, kelembaban, dan ketinggian dari permukaan laut memegang peranan penting usahaternak sapi perah. Kesesuaian pengembangan sapi perah seperti sapi FH didukung dengan kondisi suhu udara 16.4 ⁰ C sampai 23.9 ⁰ C dan terletak pada ketinggian 280-1420 meter diatas permukaan laut. Yani dan Purwanto (2006) menyatakan sebagian besar sapi perah di Indonesia adalah sapi FH yang didatangkan dari negara negara Eropa yang memiliki iklim dengan suhu termonetral rendah yaitu 13 ⁰ C sampai 25 ⁰ C. Dukungan pemerintah pusat dan daerah berupa pemberian bantuan sapi perah. Kelompok peternak umumnya menerima bantuan sapi perah. Tahun 2010 kelompok Delima menerima sebanyak 5 ekor sapi dara. Tahun 2011 kelompok Rejeki Ternak menerima 23 ekor sapi dara. Tahun 2012 kelompok Udara Gundaling, kelompok Sukses Makmur Sejahtera, kelompok Pindonta, kelompok Erguna dan kelompok Siroja menerima bantuan yang bersumber dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan masing masing 13 ekor, 17 ekor, 10 ekor, 10 ekor dan 12 ekor sapi dara. Tahun 2013 kelompok Nabar Simalem menerima bantuan sapi dara sebanyak 8 ekor. Pemberian bantuan menambah semangat para peternak untuk memelihara sapi perah. Pemberian bantuan lain oleh pemerintah berupa bantuan IB, penyuluhan, pendampingan teknis. Pemberian berbagai bantuan ditujukan mendorong peternak agar mampu mengembangkan usaha ternaknya.Ketersediaan infrastruktur penunjang berupa akses transportasi dan komunikasi merupakan faktor yang mampu menunjang pengembangan sapi perah rakyat. Sarana jalan aspal dalam kondisi baik sehingga mudah untuk mengakses lokasi kandang peternakan sapi perah. Seluruh peternakan sapi perah rakyat bisa dijangkau menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Kondisi jalan mulus semakin mempersingkat waktu tempuh tempat pemasaran susu. Jarak lokasi peternakan dengan lokasi pemasaran susu umumnya rata rata 10 kilometer. Akses komunikasi telepon seluler yang mudah di setiap tempat turut memperlancar pengadaan sarana produksi. Ketersediaan akses informasi membuka peluang efisiensi biaya pemasaran susu dan harga sarana produksi ternak. Terciptanya stabilitas politik, hukum dan keamanan dalam daerah akan memberikan rasa aman bagi masyarakat. Proses politik seperti pemilihan umum selalu berlangsung dengan aman dan tentram. Keamanan untuk berusaha terpelihara baik. Situasi yang kondusif ini mendukung pengembangan usaha peternakan sapi perah rakyat. Ketersediaan kredit usaha rakyat sangat membantu permodalan peternak dalam mengembangkan usahanya. Fasilitas kredit usaha yang tersedia dan mudah diperoleh peternak berasal dari beberapa lembaga keuangan seperti CU (Credit Union), Bank Sumatera Utara dan Bank Rakyat Indonesia. Ketersediaan kredit dimanfaatkan untuk membeli sapi perah, membeli perlengkapan, membangun kandang, dan membeli pakan konsentrat. Persaingan usaha sapi perah rakyat masih rendah. Jumlah kelompok peternak sapi perah rakyat tergolong kecil. Hasil analisis menunjukkan hanya 18 orang peternak aktif yang menggeluti usaha peternakan sapi perah. Kondisi jumlah
25 peternak belum memicu persaingan usaha yang ketat sehingga bisa menyebabkan peternakan sapi perah rakyat bangkrut. Kondisi persaingan usaha yang masih rendah menjadikan usaha peternakan sapi perah mampu berkembang dengan baik.Minat masyarakatlebih rendah terhadap usaha peternakan sapi perah dibandingkan usaha ternak lain. Pemeliharaan sapi perah dirasakan lebih sulit dan paling sensitif bila dibandingkan usaha ternak lain. Kesadaran masyarakan akan nilai gizi sejalan dengan permintaan susu. Permintaan susu segar masih rendah. Masyarakat lebih cenderung untuk mengkomsumsi susu olahan dan impor. Hal ini juga dipengaruhi pertimbangan kualitas susu segar yang dihasilkan peternakan sapi perah rakyat. Sosialisasi yang lebih intensif dan strategi untuk menarik minat dan kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan dalam mengkonsumsi susu segar.Masalah gangguan kesehatan ternak menjadi ancaman dalam peternakan sapi perah rakyat. Banyak sapi perah rakyat mati menjelang melahirkan atau setelah melahirkan. Nilai aspek teknis sesuai prinsip GDFP menunjukkan bahwa pengetahuan penyakit dan pencegahan penyakit pada peternakan sapi perah rakyat sangat buruk. Pada tahun 2013 penyakit yang menyerang sapi perah rakyat adalah penyakit kejang (Milk Fever) dengan jumlah 15 kasus. Dukungan ketersediaan Industri Pengolahan Susu sangat penting pada peternakan sapi perah rakyat. Ketidaktersediaan Industri Pengolahan Susu sangat menyulitkan peternak untuk memasarkan susu. Produksi susu diatas 60 liter per hari akan menyebabkan peternak sapi perah rakyat kesulitan dalam memasarkan susu. Kehadiran perusahaan peternakan PT Putra Indo Mandiri Sejahtera (PIMS) belum mampu mengurangi kesulitan peternak dalam pemasaran susu karena perusahaan tersebut tidak mau menjalin kerjasama sebagai indutri penampung susu segar dari peternak. Ketersediaan Industri Pengolahan Susu yang menjalin kerjasama dengan peternak diyakini akan memberikan dorongan kepada para peternak untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan kualitas susu segar yang dihasilkan agar bisa diterima Industri Pengolahan Susu. Sekarang di Kecamatan Merek sedang dibangun Industri Peternakan milik PT Ultra Jaya yang diharapkan bisa membantu pengembangan sapi perah rakyat terutama dalam pengolahan dan pemasaran produk susu. Kemampuan penguasaan IPTEK oleh peternak akan mempengaruhi kemajuan usaha peternakan sapi perah. Penggunaan teknologi perlu dalam usaha sapi perah seperti pemotong pakan, pemerah susu, manajemen pemanfatan limbah. Aspek teknis sesuai prinsip GDFP menunjukkan bahwa pengelolaan peternakan sapi perah rakyat masih menggunakan cara tradisional dan sederhana. Minat masyarakat untuk beternak sapi perah dipengaruhi daya tarik sektor lain. Kabupaten Karo sebagai daerah pertanian holtikultura membuat masyarakat paling menyukai usaha pertanian. Usaha pertanian masih sumber pendapatan utama keluarga. Budaya masyarakat yang secara turun temurun menggeluti usaha pertanian. Identifikasi lingkungan eksternal peternakan sapi perah rakyat berdasarkan bobot rating dan skor bobot disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Lingkungan eksternal peternakan sapi perah rakyat Lingkungan eksternal
Bobot Rating Skor
bobot Peluang 1 Kondisi alam dan iklim untuk pengembangan
0.142
3
0.426
26 2 Dukungan kebijakan dan program pemerintah 3 Ketersediaan infrastruktur penunjang 4 Kondisi politik, hukum dan keamanan 5 Ketersediaan kredit usaha Ancaman 1 Minat beternak sapi perah rendah 2 Kurangnya kesadaran akan nilai gizi susu 3 Risiko penyakit tinggi 4 Dukungan industri pengolahan susuterbatas 5 Penguasaan IPTEK rendah 6 Kuatnya daya tarik sektor lain Total
0.108 0.100 0.090 0.085
3 3 3 3
0.324 0.300 0.270 0.255
0.167 0.109 0.076 0.072 0.034 0.017 1.000
2 2 2 2 2 2
0.334 0.218 0.152 0.144 0.068 0.034 2.525
Hasil identifikasi lingkungan eksternal menunjukkan total skor bobot sebesar 2.525 artinya usaha sapi perah rakyat berada pada posisi strategis dan memiliki peluang yang cukup dalam mengatasi ancaman lingkungan internal. Peluang lingkungan eksternal yang paling berpengaruh terhadap usaha sapi perah adalah kondisi alam dan iklim untuk pengembangan sapi perah rakyat dengan nilai 0.142. Ancaman lingkungan internal yang paling berpengaruh terhadap usaha sapi perah adalah minat beternak sapi perah dengan nilai 0.167. Penentuan kesesuaian strategi melalui sel matriks internal eksternal. Hasil total skor bobot lingkungan internal sebesar 2.502 dan total skor bobot lingkungan eksternal sebesar 2.525. Sel matriks Internal eksternal (IE) memperlihatkan posisi peternakan sapi perah rakyat berada pada sel V. Rangkuti (1999) menyatakan posisi matrik IE yang berada pada sel 5 strategi pengembangan yang digunakan adalah strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal yaitu memperbesar skala usaha, penetrasi pasar, dan diversikasi produk olahan. Sel matriks IE (internal eksternal) disajikan pada Gambar 2.
To tal skor bobot faktor eksternal
Ting gi 3.04.0
Total skor bobot faktor internal Kuat Rata rata 3.0-4.0 2.0-2.9 I II Growt Growth (Integrasi (Integrasi vertikal) horizontal)
Rata rata 2.02.9
IV Stability (Hatihati)
Rend ah 1.01.9
VII Growth (Diversifi kasi Konsentri k)
Growth stability (Integrasi horizontal) VIII Growth (Diversifik asi Konglomer asi)
Gambar 2 Sel matriks IE
Lemah 1.0-1.9 III Retrench ment (Penciutan ) VI Retrench ment (Divestasi ) IX Retrench ment (Likuidasi )
27
Perumusan strategi pertumbuhan integarasi horizontal dikembangkan melalui analisis SWOT (Strenghts Weaknesses Opportunities Threats). Strategi berdasarkan kekuatan (S) dan peluang (O) adalah meningkatkan populasi sapi perah rakyat melalui skala pemeliharaan ekonomis. Strategi peningkatan populasi sapi perah dianjurkan agar mampu memberikan keuntungan finansial kepada peternak dengan mendorong peningkatan teknis pemeliharan. Populasi sapi perah rakyat perlu ditambah apabila perbaikan manajemen reproduksi dan sistem pemberian pakan konsentrat sudah dilakukan sesuai prinsip GDFP. Populasi sapi perah rakyat tergolong kecil yakni 70 ekor. Peternak memelihara sapi perah dengan skala kepemilikan kurang dari 4 ekor per peternak. Pengembangan sapi perah rakyat melalui peningkatan populasi sangat dimungkinkan dengan pemanfaatan limbah pertanian untuk diolah sebagai pakan ternak berupa konsentrat. Strategi berdasarkan kekuatan (S) dan ancaman (T) adalah meningkatkan kemampuan teknis peternak melalui pelatihan dan penyuluhan secara intensif. Strategi ini penting untuk segera diterapkan karena nilai rata rata kemampuan teknis peternak sapi perah rakyat sesuai prinsip GDFP belum memenuhi kategori baik (2.60). Peningkatan kemampuan teknis peternak perlu dilakukan terutama aspek kesehatan hewan agar mendapatkan perhatian yang serius. Kemampuan teknis peternak pada aspek ini sangat rendah meliputi pengetahuan penyakit dan pencegahan penyakit termasuk kategori sangat buruk. Peningkatan kualitas sumberdaya peternak harus didukung oleh kemampuan dan kapasitas penyuluh. Quddus (2013) menyatakan pengembangan sapi perah rakyat harus sejalan dengan peningkatan kemampuan penyuluh. Penyuluhan perlu diperkuat dengan transfer teknologi guna perbaikan tatalaksana pemeliharaan demi memperkaya pengetahuan peternak. Pelatihan teknis memiliki dampak positif terhadap perubahan manajemen pemeliharaan sapi perah rakyat. Strategi berdasarkan kelemahan (W) dan peluang (O) adalah meningkatkan pemberdayaan pengolahan produk susu yang berdaya saing. Peternak terkendala dalam pemasaran susu segar. Pemasaran susu segar secara langsung dilakukan oleh peternak karena peternakan sapi perah rakyat tidak memiliki koperasi sebagai penampung susu dari peternak. Matriks analisis SWOT pengembangan sapi perah rakyat disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Matriks analisis SWOT peternakan sapi perah rakyat
28 Internal
Eksternal
Opportunities (O) 1 Kondisi alam dan iklim untuk pengembangan 2 Dukungan kebijakan dan program pemerintah 3 Ketersediaan infrastruktur penunjang 4 Kondisi politik, hukum dan keamanan 5 Ketersediaan kredit usaha Treats (T) 1 Minat beternak sapi perah rendah 0.334 2 Kurangnya kesadaran akan nilai gizi susu 0.109 2 0.218
Strengths (S) 1 Ketersediaan lahan untuk peternakan sapi perah 2 Ketersediaan hijauan pakan ternak 3 Ketersediaan bibit secara kualitas dan kuantitas 4 Ketersediaan air secara kualitas dan kuantitas 5 Ketersediaan tenaga kerja 6 Potensi limbah pertanian sebagai pakan
Weaknesses (W) 1 Pengalaman dan keterampilan beternak rendah 2 Ketersediaan peralatan kandang terbatas 3 Kurangnya ketersediaan konsentrat 4 Kurangnya ketersediaan obat obatan 5 Kurangnya pelatihan teknis dan penyuluhan 6 Tidak tersedia koperasi 7 Tingkat produksi dan kualitas susu rendah 8 Tingkat pengolahan susu terbatas
S-O Meningkatkan populasi sapi perah rakyat melalui skala pemeliharaan ekonomis (S1, S2, S3, S4, S5, S6, O1, O2, O3, O4, O5)
W-O Meningkatkan kemampuan teknis peternak melalui pelatihan dan penyuluhan secara intensif (W5, W6, O2, dan O5)
S-T W-T Meningkatkan Pembentukan pemberdayaan koperasi guna pengolahan produk susu mendukung yang berdaya saing (S5, keberlanjutan T4, dan T5) peternakan sapi perah rakyat (W1, W2, W3, W4, W5, T1, T2, T3, T4 dan T5)
29 3 Risiko penyakit tinggi 0.076 2 0.152 4 Dukungan industri pengolahan susu terbatas 0.072 2 0.144 5 Penguasaan IPTEK rendah 0.034 2 0.068 6 Kuatnya daya tarik sektor lain 0.017 2 0.034 Pemasaran susu segar secara langsung menyulitkan peternak karena tingkat permintaan dan konsumsi susu dalam bentuk segar oleh masyarakat sangat rendah. Kemampuan peternak dalam mengolah susu segar dalam berbagai bentuk produk olahan seperti es krim dan youghurt juga rendah. Peningkatan program pemberdayaan pengolahan susu menjadi hal yang perlu untuk dilakukan guna mendorong kemampuan peternak dalam melakukan diversivikasi produk olahan. Strategi berdasarkan kelemahan (W) dan ancaman (T) adalah pembentukan koperasi guna mendukung keberlanjutan peternakan sapi perah rakyat. Ketersediaan koperasi peternakan sapi perah rakyat sangat diperlukan untuk mendukung keberlanjutan peternakan sapi perah. Keragaan koperasi dimaksudkan agar memberikan manfaat dan mampu mengatasi permasalahan peternak dalam pemasaran susu, penyediaan pakan temak, peralatan teknis petemakan dan pelayanan kesehatan hewan, penyediaan fasilitas kredit sebagai sumber modal usaha, dan penyediaan kebutuhan komplementer serta pemberian kursus dan penyuluhan kepada anggota. Urassa dan Rafael (2002) menyatakan peternakan sapi perah rakyat harus didukung dengan ketersediaan koperasi yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan susu dan penyedian sarana produksi. Yunasaf (2006) menyatakan terdapat hubungan positif antara ketersediaan fungsi fungsi koperasi dengan
30 keberdayaan peternak sapi perah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil evaluasi teknis berdasarkan nilai rata rata Good Dairy Farming Practices (GDFP) pada peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Karo termasuk kategori cukup baik. Nilai rata rata GDFP tertinggi berada pada aspek pengelolaan sebesar 3.05 (kategori baik). Nilai terendah berada pada aspek kesehatan ternak sebesar 1.52 (kategori kurang baik). Strategi pengembangan sapi perah rakyat yang sesuai adalah pertumbuhan melalui integrasi horizontal. Alternatif strategi berdasarkan analisis SWOT adalah meningkatkan skala pemeliharaan ekonomis, meningkatkan kemampuan teknis peternak melalui pelatihan dan penyuluhan intensif, program pengolahan produk susu yang berdaya saing, dan pembentukan koperasi guna mendukung keberlanjutan peternakan sapi perah rakyat.
Saran Perlu perbaikan aspek teknis terutama kesehatan hewan dan seleksi ternak untuk pembibitan dan reproduksi. Pencatatan sangat diperlukan untuk mengevaluasi performa usaha. Perbaikan pemberian konsentrat agar memperhatikan kebutuhan ternak dan tersedia secara berkesinambungan. Kebijakan pengembangan sapi perah rakyat perlu mendapat perhatian serius pemerintah dan pengambil keputusan (stakeholders).
DAFTAR PUSTAKA Aisyah S. 2012. Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha ternak sapi perah rakyat di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. EDAJ. 1(1):1 [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2014. Provinsi Sumatera Utara dalam Angka. Sumatera Utara (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo. 2014. Karo dalam Angka. Karo (ID): BPS. Chandan R C, Kilara A, Shah N P. 2008. Dairy processing & quality assurance : Wiley-Blackwell, United states (US). Costa C H J, Hotzel J M, Longo C, Balcao F L. 2013. A survey of management practices that influence production and welfare of dairy cattle on family farms in southern Brazil. J Dairy Sci. 96(1): 307–317 [DJP] Direktorat Jenderal Peternakan. 1983. Laporan pertemuan pelaksanaan uji coba faktor-faktor penentu dan perencanaan tata penyuluhan subsektor peternakan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
31 [DJP] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Agribisnis Persusuan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Ensminger ME. 1960. Animal Science. Ed ke-4. Illinois (US): The Interstate Printers and Publishers Inc. Fahmi I. 2011. Manajemen Teori, Aplikasi dan Kasus. Bandung (ID). Alfabeta. Ginting N, Sitepu P. 1989. Teknik Beternak Sapi Perah di Indonesia. Jakarta (ID) : PT. Rekan Anda Setiawan. Haskell J M, Rennie J L, Bowel A V, Bell J M, Lawrence B A. 2006. Housing system, milk production, and zero-grazing effects on lameness and leg injury in dairy cows. J Dairy Sci. 89(11): 4259–4266. Hernanto F. 1989. Ilmu Usaha Tani. Jakarta (ID). Penebar Swadaya Hertanto S B, Widiati R, Adiarto. 2012. Analisis ekonomi peternakan sapi perah rakyat dan strategi pengembangannya di dataran rendah. Buletin Peternakan. 36(2): 129-140. Hidayat A, Effendi P, Fuad A A, Patyadi Y, Taguchi K, Sugiwaka T. 2002. Bandung (ID): Kesehatan Pemerahan. Dairy Technology Improvement Project in Indonesia. Hosein A, Gibson N. 2006. Dairy Cattle Management: Heat Detection for Improved Breeding Management. Caribean (US): Factsheet Caribean Agricultural Research and Development Institute. Jansen J, Renes J R, Lam M G. 2010. Evaluation of two communication strategies to improve udder health management. J Dairy Sci. 93(2):604-612. Lyimo N L H, Laswai H G, Mtenga A L, Kimambo E A, Mgheni M D, Hvelplund T, Weisbjerg, Madsen J. 2004. A survey on calf feeding systems, problems and improvement options available for the smallholder dairy farmers of turiani in tanzania. Livestock research for rural depelopment. 16(4): 1-7. Marimim. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID) : Grasindo. Mekonnen M H, Asmamaw K, Courreau J F. 2006. Husbandry practices and health in smallholder dairy farms near Addis Ababa, Ethiopia. Prev Vet Med. 74(2): 99-107. Mugisha A, Kayiizi V, Owiny D, Mburu J. 2014. Breeding services and the factors influencing their use on smallholder dairy farms in Central Uganda. Veterinary Medicine International. 14(1): 1-7. Muriithi K M, Huka S G, Njati C I. 2014. Factors influencing growth of dairy farming business in amentia south district of mere county, Kenya. IOSR Journal of Business and Management. 16(4): 21-31. Mwambilwa K, Yambayamba E K, Simbaya J. 2013.Evaluation of the reproductive performance and effectiveness of artificial insemination on smallholder dairy farms in Zambia. Scholarly Journal. 3(10): 391-400. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia Ngongoni N T, Mapiye C, Mwale M, Mupeta. 2006. Factors affecting milk production in the smallholder dairy sector of Zimbabwe. Livestock Research for Rural Development. 18(5): 11-21. Pulungan I, Pambudy R. 1993. Peraturan dan Undang-Undang Peternakan. Produksi Media Informasi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Quddus M A. 2013. Adoption of dairy farming technologies by small farm holders: practices and constraints. Bang J Anim Sci. 41(2):124-135.
32 Rangkuti F. 1999. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID): PT SUN. Siregar S B, Rangkuti M, Rahardja Y T, Budiman H. 1996. Informasi Teknologi Budidaya, Pascapanen, dan Analisis Usaha Ternak Sapi Perah. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Siregar S B. 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Saaty S, Eriyatno. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian Pasca Sarjana. Bogor (ID). IPB Press. Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Sudono A, Rosdiana R F, Setiawan B S. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung (ID): Alfabeta. Suharno B, Nazarudin. 1994. Ternak Komersial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Urassa K J, Rafael E. 2002. The contribution of small scale dairy farming to community welfare: a case study of Morogoro municipality. Esap Project. 1 (1): 1-10 Yani A, Purwanto B. 2005. Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologis sapi peranakan fries holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitas. Media Peternakan. 29(1): 35-46. Yunasaf U. 2006. Hubungan fungsi-fungsi koperasi dengan keberdayaan peternak sapi perah. Jurnal Ilmu Ternak. 6(2): 1-1
Lampiran 1 Aspek Pembibitan dan Reproduksi Sapi Perah Rakyat No Faktor Penentu 1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni impor b. FH murni lokal c. Peranakan FH d. Persilangan e. Lain lain 2. Cara seleksi a. Produksi susu b. Silsilah c. Kesehatan d. Bentuk luar e. Tidak diseleksi 3. Cara kawin a. IB dari BIB dinas b. IB dari koperasi
Jumlah Peternak (orang) 18 0 0 0 0 3 0 0 0 15 18 0
% 100 0 0 0 0 16.67 0 0 0 83.33 100 0
33
4.
5.
6.
7.
c. Alam pejantan unggul d. Alam pejantan tidak unggul e. Tidak dikawinkan Pengetahuan berahi a. Sangat paham b. Paham c. Kurang paham d. Tidak paham e. Tidak tahu Umur beranak a. 21-30 bulan b. 31-36 bulan c. 36-42 bulan d. > 42 bulan e. Tidak tahu Dikawinkan setelah beranak a. 40-60 hari b. 61-90 hari c. < 60 hari d. > 90 hari e. Tidak dikawinkan lagi Calving interval a. 12 bulan b. 13-18 bulan c. 19-24 bulan d. < 12 bulan e. > 12 bulan
0 0 0
0 0 0
0 5 13 0 0
0 27.78 72.22 0 0
0 13 4 1 0
0 72.22 22.22 5.56 0
0 14 0 3 1
0 77.78 0 16.66 5.56
0 9 7 2 0
0 50 38.89 11.11 0
Lampiran 2 Aspek pakan dan air minum No Peternak (orang) % Hijauan 1. Cara pemberian a. Setelah diperah b. Sebelum diperah c. Saat diperah d. Tidak tentu e. Tidak diberi 2. Jumlah pemberian a. Sesuai kebutuhan b. Cukup c. Berlebihan d. Kurang e. Tidak diberi 3. Frekuensi Pemberian
Faktor Penentu
18 0 0 0 0 0 17 0 1 0
Jumlah
100 0 0 0 0 0 94.44 0 5.56 0
34 a. b. c. d. e.
1.
2.
3.
1.
2 kali/hari tepat waktu 2 kali/hari tidak tepat waktu Satu kali Tidak teratur Tidak diberi Konsentrat Cara pemberian a. Setelah diperah b. Sebelum diperah c. Saat diperah d. Tidak tentu e. Tidak diberi Jumlah pemberian a. Sesuai kebutuhan b. Cukup c. Berlebihan d. Kurang e. Tidak diberi Frekuensi Pemberian a. 2 kali/hari tepat waktu b. 2 kali/hari tidak tepat waktu c. Satu kali d. Tidak teratur e. Tidak diberi Air minum a. Tersedia ad libitum b. 3 kali/hari c. 2 kali/hari d. 1 kali/hari e. Tidak diberi
18 0 0 0 0
100 0 0 0 0
3 0 0 10 5
16.66 0 0 55.56 27.78
0 1 0 10 7
0 5.56 0 55.55 38.89
2 2 0 14 0
11.11 11.11 0 77.78 0
0 0 17 1 0
0 0 94.44 5.56 0
Lampiran 3 Aspek pengelolaan sapi perah rakyat No Faktor Penentu 1. Membersihkan Sapi a. 2 kali/hari sebelum diperah b. 2 kali/hari setelah diperah c. 1 kali sehari d. Jarang e. Tidak dibersihkan 2. Cara membersihkan sapi a. Semua disiram dan dibersihkan b. Semua disiram saja c. Bagian sekitar ambing saja d. Bagian ambing saja e. Tidak dibersihkan 3. Membersihkan kandang a. 2 kali/ hari sebelum diperah
Jumlah Peternak (orang)
%
18 0 0 0 0
100 0 0 0 0
9 9 0 0 0
50 50 0 0 0
16
88.89
35
4.
5.
6.
7.
b. 2 kali/ hari setelah diperah c. 1 kali sehari d. Jarang e. Tidak dibersihkan Cara pemerahan a. Benar dan baik b. Benar namun kurang baik c. Baik namun kurang benar d. Kurang baik dan kurang benar e. Salah Penanganan Pasca Panen a. Benar dan baik b. Benar namun kurang benar c. Baik namun kurang benar d. Kurang benar dan kurang baik e. Salah Pemeliharaan sapi pedet dan dan dara a. Benar baik b. Benar namun kurang baik c. Baik namun kurang benar d. Kurang benar dan kurang baik e. Salah Pengeringan sapi laktasi a. 2 bulan sebelum beranak b. 1.5 bulan sebelum beranak c. 1 bulan sebelum beranak d. < 1 bulan sebelum beranak e. Tidak dikeringkan
0 2 0 0
0 11.11 0 0
0 12 6 0 0
0 66.67 33.33 0 0
0 11 7 0 0
0 61.11 38.89 0 0
0 12 6 0 0
0 66.67 33.33 0 0
18 0 0 0 0
100 0 0 0 0
Lampiran 3 Aspek pengelolaan sapi perah rakyat (lanjutan) 8. Pencatatan usaha a. Ada, baik dan lengkap b. Ada, lengkap dan kurang baik c. Ada, baik dan kurang lengkap d. Ada dan kurang keduanya e. Tidak ada 9. Manajemen kotoran a. Menjadi biogas b. Menjadi pupuk c. Dibuang ke kebun d. Dibuang ke sungai
0 1 2 15 0
0 5.56 11.11 83.33 0
1 17 0 0
5.56 94.44 0 0
36
Lampiran 4 Aspek kandang dan peralatan sapi perah rakyat No Faktor Penentu 1. Tata letak kandang a. Tersendiri > 10 m dari rumah b. Tersendiri 5-9 m dari rumah c. Tersendiri 0-4 dari rumah d. Menyatu dengan rumah e. Tidak ada kandang 2. Konstruksi Kandang a. Baik dan memenuhi syarat b. Kurang baik dan memenuhi syarat c. Baik, kurang memenuhi syarat d. Kurang keduanya e. Tidak baik dan tidak memenuhi 3. Drainase kandang
Jumlah Peternak (orang)
%
6 12 0 0 0
33.33 66.67 0 0 0
5 12 0 1 0
27.77 66.67 0 5.56 0
37 a. Baik dan memenuhi syarat b. Kurang baik dan memenuhi syarat c. Baik, kurang memenuhi syarat d. Kurang keduanya e. Tidak baik dan tidak memenuhi 4. Tempat kotoran a. Baik dan memenuhi syarat b. Kurang baik dan memenuhi syarat c. Baik, kurang memenuhi syarat d. Kurang keduanya e. Tidak baik dan tidak memenuhi 5. Peralatan kandang a. Lengkap memenuhi syarat b. Lengkap tidak memenuhi syarat c. Tidak lengkap, memenuhi syarat d. Tidak keduanya e. Tidak ada 6. Peralatan pemerahan susu a. Lengkap memenuhi syarat b. Lengkap tidak memenuhi syarat c. Tidak lengkap, memenuhi syarat d. Tidak keduanya e. Tidak ada
3 12 2 1 0
16.66 66.67 11.11 5.56 0
17 0 0 1 0
94.44 0 0 5.56 0
3 1 14 0 0
16.66 5.56 77.78 0 0
2 1 2 1 12
11.11 5.56 11.11 5.56 66.66
Lampiran 5 Aspek Kesehatan hewan sapi perah rakyat No Faktor Penentu 1. Pengetahuan penyakit a. Sangat baik b. Baik c. Cukup d. Kurang baik e. Tidak baik 2. Pencegahan penyakit a. Sangat teratur b. Teratur c. Cukup teratur d. Kurang teratur e. Tidak dilakukan 3. Pengobatan penyakit
Jumlah Peternak (orang)
%
0 0 0 4 14
0 0 0 22.22 77.78
0 0 0 6 12
0 0 0 33.33 66.67
38 a. b. c. d. e.
Dilakukan benar jasa keswan Dilakukan benar sendiri Dilakukan cukup benar Dilakukan kurang benar Tidak dilakukan
18 0 0 0 0
100 0 0 0 0
Lampiran 6 Pair comparison matrix lingkungan internal sapi perah rakyat F
1
aktor
1 1 1
.00
2
.33
3
.00
4
.00
5
.00
6
.00
7
.00
8
.00
9 1
.00
2 3 .00
0
1
1
1
1
0
1
1
1 .00
1
0 .33
3 .00
1 1
1
0
1
0 .20
0 .20
1
1
0
1
0 .20
0 .20
0 .20
7
1
5 .00
7 .00
0 .14
3 .00
.00
.00 0
.14
5
3
0
5 .00
.00
.00
.33
5
5
1
5 .00
.00
.00
.00
5
1
5
3 .00
.00
.00
.00
.20
.00 0
.20
1
5
1
1
3 .00
.00
.00
.00
.00
.00
.00 0
.20
3
1
0
0
5
3
1
3 .00
.00
.00
.00
.33
.00
.00
.33
1
1
0
1 .00
.00
.00
.33
.00
1
1
3
1
5
1
3 .00
3 .00
.00
.00
1 1
5
1
0
1
0 .00
.00
.33
.00
.00
.00
.00
.00
.00
0
1
1
1
1
1
3
9 1 .00
.00
.00
.00
.00
.33
.00
.00
0
0
3
3
8 1 .00
.33
.00
.00
.33
1
1
1
7 1 .00
.00
.00
.00
.00
3
1
1
6 1 .00
.00
.00
.00
.33
1
1
1
5 1 .00
.00
.00
.00
4 1 .00
.00
.00 1
.20
.00
.00 1
0
3 1
3 .00
1 .00
0 .20
39 1
0
1
0
.33 J
umlah
0
.33 8
.86667
1 2.8667
0
.33
.33 1
0 .20
6
0.8667
.86667
0
1 5.4
3.4
0
.20
.33 1 .6
0
0
.20
.33
5
1
.00
6 1 1 4.0095 7.4762 5
.00 5 4.2
3
Lampiran 7 Pair comparison matrix lingkungan eksternal sapi perah rakyat F 1
2
3
4
5
6
7
8
9 0
1 1
2
1 3
4
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
3 .00
3 .00
3 .00
3 .00
.0 3 0
.0 0
2 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
3 .00
3 .00
3 .00
3 .00
.0 3 0
.0 0
3 .00
1 .00
1 .00
1 .00
3 .00
3 .00
3 .00
3 .00
3 .00
3 .00
3 .00
3 .00
.0 1 0
.0 0
4 .00
1 .00
1 .33
0 .00
1 .33
0 .33
0 .00
3 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .33
.3 0 3
.3 3
5 .00
1 .33
0 .33
0 .00
3 .00
1 .33
0 .00
3 .00
1 .00
1 .00
1 .00
3 .00
.0 1 0
.0 0
6 .00
1 .00
1 .33
0 .00
3 .00
3 .00
1 .00
3 .00
3 .00
3 .00
3 .00
3 .00
.0 3 0
.0 0
7 .33
0 .33
0 .33
0 .33
0 .33
0 .33
0 .00
1 .33
0 .00
1 .00
1 .00
1 .33
.2 0 0
.3 3
8 .33
0 .33
0 .33
0 .00
1 .00
1 .33
0 .00
3 .00
1 .00
3 .00
3 .00
3 .00
.3 1 3
.0 0
9 .33
0 .33
0 .33
0 .00
1 .00
1 .33
0 .00
1 .33
0 .00
1 .00
3 .00
3 .00
.3 1 3
.3 3
.33
0 .33
0 .33
0 .00
1 .00
1 .33
0 .00
1 .33
0 .33
0 .00
1 .33
0 .00
.0 1 0
.0 0
.33
0 .33
0 .33
0 .00
1 .33
0 .33
0 .00
1 .33
0 .33
0 .00
3 .00
1 .00
.0 1 0
.0 0
.33
0 .33
0 .00
1 .00
3 .00
1 .33
0 .00
3 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
.3 1 3
.0 0
.33
0 .33
0 .00
1 .00
3 .00
1 .33
0 .00
3 .00
3 .00
3 .00
1 .00
1 .00
.0 3 0
.0 0
.33
0 .33
0 .33
0 .00
3 .00
1 .00
1 .00
3 .00
1 .00
1 .00
1 .00
1 .00
.0 1 0
.0 0
.33
0 .33
0 .33
0 .00
3 .00
3 .33
0 .00
3 .00
1 .00
3 .00
1 .00
1 .00
.0 3 0
.0 0
8
8
8
2
1
1
3
2
2
2
2
2 7. 52
8. 99
aktor
1
1 3
.31
.32
8.33
8.99
0.31
3.00
2.33
7.66
9.00
8.33
3.66
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
.0 0 1
.98
0
.0 0 1
J
3
.0 0 1
umlah
1
.3 3 1
5
0
.0 0 0
1
1
.0 0 1
4
0
.3 3 1
1
0
.0 0 0
3
3
.3 3 0
1
3
.0 0 0
2
3
.3 3 3
1
3
.3 3 1
1
3
.0 0 0
1
3
.0 0 1
0
1
.0 0 3
1
1 5
9. 66
40
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Dairi pada tanggal 12 Oktober 1989 merupakan anak ketiga dari Bapak tercinta Santun Simamora dan Mama terkasih Bunga Purba. Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan Bidang Kajian Pembangunan dan Bisnis Peternakan Universitas Andalas Padang dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor.