1113
Studi kelayakan teknis dan ekonomis pengolahan ... (Singgih Wibowo)
STUDI KEL AYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOL AHAN ALKALI TREATED COT TONII (ATC) SKAL A PILOT PL ANT Singgih Wibowo, Rosmawaty Peranginangin, Bagus Sediadi Bandol Utomo, dan Arif Rahman Hakim Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jl. K.S. Tubun, Petamburan VI, Slipi, Jakarta 10260
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pengolahan ATC skala pilotplant dari rumput laut Eucheuma cottonii. Dari hasil pengujian mutu menunjukkan bahwa ATC yang diproduksi mempunyai mutu yang sama baiknya dengan ATC yang dibuat dalam skala laboratorium. Mutu ATC yang dihasilkan yaitu kekuatan gel 1.172,08 g/cm2; kekentalan 257,92 cPs; kadar abu 18,32%; kadar air 6,97%; kadar sulfat 15,53%; kadar abu tak larut asam 0,3%; dan rendemen 24,5%. Sedangkan hasil perhitungan kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa usaha pengolahan ATC mempunyai Internal Rate Return (IRR) 14,27%; Net Present Value (NPV) Rp 45.281.440,19,Benefit/ cost (B/C) 43,47%; Payback Period (PBP) tahun kelima Rp 70.489.268,33,- Break event point (BEP) Rp 194.399.465,- dan Return on Invesment (ROI) 48,96%. KATA KUNCI: pengolahan ATC, kelayakan ekonomi, kelayakan teknis, rumput laut, pilot plant
PENDAHULUAN Produksi rumput laut nasional tahun 2010 mencapai 3,082 juta ton, di atas target yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar 2,574 juta. Namun secara umum, ekspor rumput laut Indonesia dan produk turunannya tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 23,15% dalam volume dan 24,5% dalam nilai dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tercatat total ekspor tahun 2009 mencapai 96,8 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 104,92 juta. Penurunan ini diperkirakan antara lain dipengaruhi oleh wacana pemerintah untuk membatasi ekspor komoditas rumput laut kering pada tahun 2012 (SeaPlant, 2007). Sebagai negara produsen utama rumput laut dunia, sampai saat ini ekspor Indonesia masih didominasi oleh komoditas rumput laut kering (lebih dari 80% dalam volume). Rumput laut yang mempunyai peluang pasar yang cukup potensial adalah jenis Eucheuma cottonii, hal ini dikarenakan permintaan rumput laut Euchemua cottonii sangat tinggi. Rumput laut jenis ini bisa dimanfaatkan sebagai Alkali Treated Cottonii (ATC), Semi Refined Carrageenan (SRC), dan Refined Carrageenan (RC) yang merupakan produk karaginan (Guiseley et al., 1980; Imeson, 2000; Guiseley &Stanley, 1980). Untuk memenuhi kebutuhan karaginan dalam negeri, Indonesia masih mengimpor. Dari tahun ke tahun impor karaginan Indonesia terus meningkat sehubungan dengan peningkatan industri yang menggunakan karaginan sebagai bahan baku seperti industri makanan, es krim, pasta gigi, dan tekstil. Jika hal ini tidak diimbangi oleh produksi dalam negeri, impor Indonesia akan sangat besar. Pada periode Januari-September 2009 impor karaginan Indonesia mencapai 513 ton dengan nilai US$ 3.279 juta. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi karaginan dalam negeri harus segera ditingkatkan, minimal untuk memenuhi pasar dalam negeri. Produk karaginan yang paling sederhana dan mudah di lakukan oleh para petani maupun pengolahan rumput laut adalah pembuatan ATC atau karaginan semi murni. Penelitian mengenai teknologi pengolahan ATC sampai saat ini telah banyak dilakukan baik oleh para peneliti maupun akademisi namun masih sebatas penelitian pengolahan skala laboratorium
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1114
belum sampai ke skala lebih besar (scale up dan pilotplant) sehingga informasi uji kelayakan teknis dan ekonomis pengolahan ATC skala pilot plant belum banyak diketahui oleh masyarakat. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis kelayakan ekonomis usaha pengolahan ATC yang telah tersusun menjadi pilot plant sehingga layak untuk dikembangkan oleh masyarakat. BAHAN DAN METODE Jenis rumput laut yang digunakan adalah jenis rumput laut Eucheuma cottonii yang diperoleh dari petani rumput laut Kabupaten Takalar, Makasar. Rumput laut dipanen pada umur tanam 40-45 hari kemudian dilakukan pengeringan dengan sinar matahari di atas para-para sampai kadar air 35%40%. Rumput laut kering kemudian dikemas dalam karung dengan bobot rata-rata 50 kg, kemudian dikirim ke Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan ATC ialah potassium hydroxide (KOH) teknis. Ekstraksi ATC Skala Laboratorium Metode pengolahan atau ekstraksi ATC skala laboratorium berdasarkan metode (Basmal et al., 2003; Istini & Zatnika, 1991) yang telah dimodifikasi. Untuk 1 kg rumput laut kering dicuci terlebih dahulu sampai bersih dengan perbandingan rumput laut dan air 1:4 dilakukan 5 kali. Setelah itu, lakukan perebusan dalam larutan KOH 8% yang telah dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu 80°C85°C, selama 2 jam. Volume larutan KOH yang digunakan sebagai perebus sebanyak 6 kali bobot rumput laut kering. Selama perebusan rumput laut diaduk sesekali sehingga pemanasan merata. Selanjutnya rumput laut dicuci berulang-ulang sampai air pencuci dengan pH 8-9. Pencucian dilakukan 4 kali dengan perbandingan rumput laut dan air 1:6 dan diberi aerasi untuk mempercepat penurunan pH. Rumput laut kemudian dipotong-potong sepanjang 2-3 cm, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari, sehingga diperoleh ATC dalam bentuk kepingan (chips). Ekstraksi ATC Skala Pilot Plant Pada skala pilot plant dilakukan peningkatan jumlah bahan baku yang digunakan, dari 1 kg rumput laut kering menjadi 50 kg, dengan menggunakan metode yang sama dengan ekstraksi ATC skala laboratorium. Perbedaannya adalah pada perlatan yang digunakan, yaitu tangki ekstraksi kapasitas 400 L berbahan bakar minyak tanah, rotary drum washing untuk pencucian bahan baku. Parameter pengamatan: proksimat (AOAC, 1984; Apriyantono et al., 1989 ), kekuatan gel (Anonymous, 1977), viskositas (Marine Colloids FMC Corp., 1977), kadar sulfat (Moirano, 1977), rendemen, dan pH. HASIL DAN BAHASAN Optimasi Ekstraksi ATC Skala Laboratorium Tabel 1. Uji mutu ATC skala laboratorium Parameter Kekuatan gel (gr/cm2) Kekentalan (cPs) Kadar abu (%) Kadar sulfat (%) Kadar abu tak larut asam (%) Kadar air (%) Rendemen (%) pH *)
A/S Kobenhvns Pektifabrik. 1978
Nilai Ekstraksi 2 jam
Ekstraksi 3 jam
Standar * (PES/EU 4 0 7 a)
992,5 ± 188,73 184,8 ± 37,35 17,1±1,56 15,5±0,24 0,02±0,006 6,8 ± 4,06 30,4 ±1,11 8,97±0,16
986,2 ± 71,40 133,1±49,29 16,3±0,46 16,2±0,45 0,07±0,001 6,9 ± 2,58 28,5±0,69 8,98±0,06
? 400 ?5 15-40 15-40 Maks. 1 ? 12 8-10
1115
Studi kelayakan teknis dan ekonomis pengolahan ... (Singgih Wibowo)
Tabel 2. Uji kimia dan fisik ATC skala pilot plant Par ameter Kekuatan gel (gr/cm2) Kekentalan (cPs)
Nilai 1172,08 ± 92,98 257,92 ± 74,84
Kadar abu (%)
18,32 ± 1,29
Kadar sulfat (%)
19,02 ± 1,65
Kadar abu tak larut asam (%)
0,3 ± 0,08
Kadar air (%)
6,97 ± 0,68
Rendemen (%) pH
30,79 ± 1,39 8,9 ± 0,35
Optimasi teknologi ekstraksi ATC dilakukan untuk memperoleh standar baku teknik pengolahan ATC yang bisa menjadi acuan penelitian berikutnya sekaligus menjadi acuan dalam pembuatan ATC skala pilot plant. Dalam penelitian ini dilakukan variasi waktu ekstraksi. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap mutu ATC yang dihasilkan bisa dilihat pada Tabel 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variasi perlakuan antara lama waktu ekstraksi rumput laut selama 2 dan 3 jam tidak mempengaruhi kualitas ATC yang dihasilkan secara signifikan (F sig>0,05), kecuali pada parameter rendemen. Hal ini disebabkan rumput laut yang diekstraksi selama 3 jam menyebabkan sebagian kandungan karaginan terlarut pada media, sehingga mengurangi bobot ATC yang dihasilkan. Bila dibandingkan dengan standar yang ditetapkan (PES/EU 407a), kualitas ATC yang telah diperoleh rata-rata lebih baik. Sehingga untuk pembuatan ATC skala pilot plant akan menggunakan waktu ekstraksi selama 2 jam. Hal ini karena dengan lama ekstraksi lebih pendek akan menghemat energi yang digunakan dengan kualitas yang sama. Pembuatan ATC Skala Pilot Plant Penggandaan skala (scale up) merupakan tindakan menggunakan hasil penelitian yang diperoleh dari laboratorium untuk mendesain prototype produk dan proses dalam sebuah pilot plant (Glicksman, 1983). Pada penelitian ini penggandaan skala dilakukan 50 kalinya yaitu dari 1 kg rumput laut kering pada skala laboratorium menjadi 50 kg rumput laut kering. Hasil pengujian mutu ATC skala pilot plant yang hasilkan bisa dilihat pada Tabel 2.
Gambar 1. Alat pencucian bahan baku rumput laut
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1116
Gambar 2. Tangki ekstraksi kapasitas 450 Liter Data pada Tabel 2 menunjukkan, ATC yang diperoleh dari ekstraksi skala laboratorium. Sehingga secara teknologi metode dan peralatan yang digunakan dalam pengolahan ATC skala pilot plant telah sesuai atau layak secara aspek teknologis. Jenis-jenis peralatan yang digunakan di tiap tahapan dalam pengolahan ATC skala pilot plant adalah sebagai berikut: Pencucian Pencucian dilakukan menggunakan drum washer dengan kapasitas 50 kg. Prinsip kerja alat ini adalah mencuci rumput laut dengan air mengalir. Untuk membersihkan rumput laut dari kotoran berupa pasir, garam, dan sisa-sisa tali, membutuhkan waktu selama 30 menit. Dengan debit air yang dimasukkan 2 L/menit, sehingga kebutuhan air untuk pencucian tersebut adalah 60 L. Ekstraksi Ekstraksi dilakukan menggunakan larutan KOH 8% dengan perbandingan rumput laut dan larutan KOH ialah 1:6, ekstraksi dilakukan selama 2 jam dengan suhu 80°C. Penggunaan alkali berfungsi untuk meningkatkan kekuatan gel. Larutan KOH bisa digunakan berulang-ulang dengan tetap menghitung konsentrasi KOH-nya sebelum dipakai kembali. Ekstraksi rumput laut dalam larutan KOH menggunakan alat ekstraksi dengan sistem double jacket dengan pemanas oli atau air. Alat ini dilengkapi dengan termometer, filter larutan, dan safety valve. Bahan terbuat dari plat stainless steel. Alat ini mempunyai ukuran diameter 76 cm dan tinggi 120 cm, mampu menampung air sampai 450 L. Pencucian II Pencucian kedua adalah untuk mencuci rumput laut setelah dimasak dalam larutan KOH. Pencucian bertujuan untuk menurunkan pH rumput laut. Dalam proses pencucian diberikan aerasi untuk mempercepat penurunan pH. Pencucian dilakukan sebanyak 4 kali atau sampai pH mencapai 8-9 dengan volume air tawar 6 kali rumput laut atau sebanyak 300 L/satu kali cuci. Tanki pencucian berkapasitas 735 L yang dilengkapi pipa saluran udara sebagai aerasi.
1117
Studi kelayakan teknis dan ekonomis pengolahan ... (Singgih Wibowo)
Gambar 3. Bak pencucian ATC Pencacahan Pencacahan bertujuan untuk mengurangi ukuran dari ATC yang dihasilkan sehingga mempermudah proses pengeringan. Alat pencacah yang digunakan bertenaga listrik dengan kebutuhan daya sebesar 320 watt, alat ini mempunyai kapasitas mencacah 120 kg/jam. Sedangkan pada penelitian ini bobot ATC yang dihasilkan setelah dicuci sekitar 120-130 kg sehingga akan membutuhkan waktu 60-80 menit. ATC yang telah dipotong akan berukuran 2-4 cm. Pengeringan Pengeringan dilakukan dengan pengeringan alami yaitu dengan sinar matahari. Pengeringan membutuhkan waktu 2-3 hari sampai kadar air berkisar 9%-10%. Rendemen yang dihasilkan adalah 30%. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengeringan adalah tray-tray berukuran 1 m x 1 m. Untuk mengeringkan 120-130 kg ATC basah dibutuhkan 15-17 buah tray. Kelayakan Usaha Pengolahan ATC (UPA) Metode perhitungan yang digunakan di dalam analisis finansial adalah metode arus tunai (SeaPlant, 2007) sesuai dengan suku bunga berlaku tahun 2011. Dalam usaha (UPA) output yang dihasilkan adalah nilai rupiah/kg dari ATC chip kering. Komponen biaya yang dipertimbangkan adalah: (1) Biaya
Gambar 4. Alat pencacah rumput laut
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1118
Tabel 3. Komponen biaya usaha pengolahan ATC Komponen biaya
J umlah (Rp)
Investasi pengadaan peralatan dan bangunan Biaya tetap Biaya variabel
192. 820.367 37.885.010 179.280.000
Tabel 4. Data kelayakan ekonomi Parameter
Satuan
Nilai
Harga Pokok Penjualan
Rp
40.215,74
Harga Jual Produsen
Rp
70
Keuntungan per Kilogram
Rp
29.784
%
74,06
Nilai Penjualan per Tahun
Rp
378.000.000
Keuntungan per Tahun (Tanpa resiko)
Rp
123.034.000
Keuntungan Per Tahun (dengan resiko)
Rp
61.517.495
BEP per Tahun
Rp
194.399.465
IRR
%
14,27
NPV
Rp
45.281.440,19
ROI
%
48,96
Rp
70.489.268,33
Persentase Keuntungan
Payback Period (PBB) Tahun Ke-5
investasi: dalam perhitungan awal yang dilakukan yaitu investasi awal yang ditanamkan terinci adalah: UPA terdiri atas alat pencuci, pompa air, tandon air, alat ekstraksi, bak pencucian, troli, mesin pencacah, gedung/gudang pemproses, peralatan pelengkap (keranjang plastik, pengaduk kayu, timbangan, dan lain-lain); (2) Biaya tetap: merupakan biaya yang dikeluarkan setiap tahun terdiri atas biaya pemeliharaan (service dan maintenance), bunga bank, pajak, dan peralatan habis pakai (ember, jerigen, dan lain-lain); (3) Biaya variabel: merupakan biaya yang dikeluarkan untuk operasional yang terdiri dari: bahan baku (rumput laut), BBM (minyak tanah), bahan kimia (KOH), listrik, dan tenaga kerja. Pendapatan bersih merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya. Pada tahun ke-0 dan ke-1 akan bernilai negatif, hal ini karena pada awal investasi butuh biaya tinggi dan sampai dengan tahun pertama belum berproduksi sehingga nilai negatif, dan pada tahun ke-2 sampai dengan tahun kelima sesuai dengan nilai ekonomis peralatan; nilai bangunan/gudang dan alat bantu lainnya. Nilai investasi dan biaya produksi UPA disajikan pada Tabel 3. Dari hasil perhitungan, diperoleh data kelayakan ekonomis usaha pengolahan ATC seperti terlihat pada Tabel 4. Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa usaha pengolahan ATC layak untuk dikembangkan dengan melihat beberapa parameter. Dilihat dari sisi tingkat pengembalian modal atau Internal Rate Return (IRR) sebesar 14,27% lebih besar dari suku bunga berlaku saat ini yaitu 12 %, yang menunjukkan bahwa usaha UPA tersebut layak dari segi IRR. Begitu pula bila ditinjau dari sisi NPV (net present value) memberikan nilai NPV sebesar Rp 45.281.440,19,-. Yang berarti usaha penglahan ATC selama 5 tahun investasi memberikan keuntungan sebesar Rp 45.281.440,19,-. Sehingga dalam kondisi normal usaha ini layak dan memberikan manfaat nyata bagi para pengolah.
1119
Studi kelayakan teknis dan ekonomis pengolahan ... (Singgih Wibowo)
DAFTAR ACUAN Anonymous. 1977. Raw Material Test Laboratory Standard Practice. Marine Colloids Div. Corp. Springfield. New Yersey. USA, 42 pp. AOAC. 1984. Official Method of Analysis of the Associates of official Analytical chemist. 14 edth A.O.A.C. Inc Arlington Virginia. Apriyantono, A., Fardiaz, D., Pupitasari, N.L., Yasni, S., & Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press, 275 hlm. A/S Kobenhvns Pektifabrik. 1978. Carrageenan. Lilleskensved. Denmark, p. 156-157. Basmal, J., Syarifuddin, & Farid Ma’ruf, W. 2003. Pengaruh Konsentrasi Larutan Potasium Hidroksida Terhadap Mutu Kappa- Karaginan yang Diekstraksi dari Euchema cottonii. J. Pen. Perik. Indonesia, 9(5): 95-103. Basmal, J. 2000. Prospek Industri Rumput Laut Eucheuma sp. Penghasil Semi Refine Karaginan dan Refine Karaginan. Makalah disampaikan pada Temu Bisnis Industri Pengolahan Rumput Laut. Puslitbang Perikanan, 11 hlm. Chapman, V.J. & Chapman, V.J. 1980. Seaweeds and Their Uses. Third Edition. London, New York: Chapman and Hall, 334 pp. cP Kelco Aps. Carrageenan. Denmark. http://www.cPKelco.com.19 Juli 2010. Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids. Volume I. Florida: CRC Press Boca Raton, 207 pp. Guiseley, K.B., Stanley, N.F., & Whitehouse, P.A. 1980. Carrageenan. In. Davids, R.L. (Ed.). Hand Book of Water Soluble Gums and Resins. New York, Toronto, London: Mc Graw Hill Book Company, p. 125-142. Imeson, A. 2000. Carrageenan. In. Phililps, G.O. & Williams, P.A. (Eds.). Handbook of Hydrocolloids. Wood head Publishing. England, p. 87-102. Istini, S. & Zatnika, A. 1991. Optimasi Proses Semirefine Carrageenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Dalam. Teknologi Pasca Panen Rumput Laut. Prosiding Temu Karya Ilmiah, Jakarta, 11-12 Maret 1991. Jakarta: Departemen Pertanian, hlm. 86-95. Marine Colloids FMC Corp. 1977. Carragenan. Marine Colloid Monograph Number One. Marine Colloid Division FMC Coorporation. Springfield, New Jersey, USA. Moirano, A.L. 1977. Sulfated Seaweed Polysaccharides. In. Graham, H.D. Food Colloids The AVI Publishing. Westport. Conn., p. 347-381. SeaPlant. 2007. Dalam. Rahman, F.A. 2009. Perancangan Klaster Aquabisnis Rumput Laut Eucheuma cottonii di Kabupaten Lombok Timur. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1120