1087
Studi penambahan Polyaluminium Chloridae dalam ... (Jamal Basmal)
STUDI PENAMBAHAN POLYALUMINIUM CHLORIDAE (PAC) DAL AM PROSES KOAGUL ASI LIMBAH CAIR PADA PRODUKSI ALKALI TREATED COT TONII (ATG) Jamal Basmal dan Bakti Berlyanto Sedayu Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jl. K.S. Tubun, Petamburan VI, Slipi, Jakarta
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendaur ulang limbah cair hasil pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC) dari industri pengolahan rumput laut penghasil karaginan. Hasil pengamatan terhadap limbah cair menunjukkan bahwa limbah cair hasil pengolahan ATC memiliki pH 12-14, untuk itu, perlu dilakukan penentuan nilai pH efektif dengan menambahkan H2SO4 ke dalam limbah cair. Berdasarkan pengamatan didapatkan nilai pH efektif proses koagulasi limbah cair yaitu pada pH 6-7 dengan nilai TSS 137,4 mg/L. Untuk mengoptimalkan proses koagulasi limbah cair pengolahan ATC telah dilakukan variasi konsentrasi polialuminium khlorida (PAC) berturut-turut: 300 mg/L, 600 mg/L, 900 mg/L, 1.200 mg/L, 1.500 mg/L, dan 2.400 mg/L. Hasil pengamatan ditemukan bahwa pemakaian PAC dalam proses koagulasi dapat meningkatkan nilai TSS dan TDS, OD dan menurunkan nilai COD. Hasil percobaan yang mempunyai nilai terbaik di antara perlakuan yang diberikan ditemukan pada perlakuan PAC 600 mg/L dengan nilai pH efektif 6 ditinjau dari TDS sebesar 8.500 mg/L, kadar abu 6.375 mg/L, TSS 449,1 mg/L, COD sebesar 499,2 mg/L, dan OD 5,01 mg/ L. KATA KUNCI: alkali treated cottonii, proses koagulasi, limbah cair polyaluminium chloride
PENDAHULUAN Karaginan merupakan salah satu hidrokolloid yang berasal dari laut dan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dari kelas Rhodophyceae (alga merah) yang memiliki kegunaan sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi. Dengan karakteristik tersebut maka karaginan banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, dan berbagai macam industri lainnya (Indriani & Sumiarsih, 1991). Berdasarkan prosesnya kualitas karaginan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yakni karaginan yang diproses menggunakan larutan alkali panas biasa dikenal dengan alkali treated cottonii (ATC), karaginan yang diproses dengan cara ekstraksi yakni dipisahkan karaginannya dari bahan-bahan lain seperti selulosa karaginan yang dihasilkan dengan cara ini lebih dikenal dalam dunia perdagangan dengan nama semi refined carrageenan (SRC) dan karaginan yang diekstrak dengan alkohol dikenal dengan nama refined carrageenan (RF). Di antara ketiga proses tersebut yang paling banyak menggunakan air dalam prosesnya adalah karaginan yang diproses menggunakan alkali panas (ATC). Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan pemakaian air dalam proses ATC dapat mencapai 1:21. Dalam proses pembuatan karaginan semi-murni dan refined carrageenan penggunaan air dalam proses ekstraksi lebih ekonomis dan tidak mempunyai dampak negatif terhadak lingkungan dalam upaya untuk menghasilkan bubuk karaginan (Phillips & Williams, 2000). Pada pengolahan karaginan menggunakan larutan alkali panas limbah cair yang dihasilkan mempunyai karakteristik warna coklat muda sampai dengan coklat tua, bersifat alkalis, mengandung bahan-bahan organik dan anorganik sehingga apabila langsung dibuang akan dapat mencemari lingkungan dan bahkan akan mematikan mahluk air. Oleh sebab itu, perlu dicarikan solusi agar limbah pengolahan rumput laut tidak mencemari lingkungan maka dilakukan penelitian proses daur ulangnya. Secara umum penanganan limbah cair terbagi atas perlakuan secara fisik, perlakuan secara kimia dan perlakuan biologi. Penggunaan koagulan kerap dilakukan untuk mengendapkan partikel-partikel
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1088
yang terlarut dalam limbah dan juga untuk menjernihkan air. Koagulasi adalah proses untuk meningkatkan kecenderungan partikel-partikel berukuran kecil yang tersuspensi dalam suatu zat cair untuk melekat satu sama lain dan berguna untuk menghilangkan zat-zat terlarut melalui pengikatan atau pengendapan. Pada pengolahan air proses koagulasi berguna untuk meningkatkan energi kinetik penggumpalan partikel dan pembentukan flok, tujuannya yaitu mengubah suspensi yang stabil (tahan terhadap penggumpalan) menjadi suspensi yang terdestabilisasi (Letterman et al., 1999). Dalam usaha pendaur ulangan limbah pengolahan rumput laut ini akan digunakan dua jenis bahan pengendap yakni: zeolit dan polyaluminium chloride (PAC). Zeolit adalah sekumpulan mineral senyawa alumina silikat terhidrasi dengan kation-kation alkali tanah yang memiliki struktur tiga dimensi dan berpori atau memiliki ruang yang diisi kation-kation atau molekul air. Secara umum rumus molekul zeolit adalah M2/nO.AL2O2.xSIO2.yH2O. Dalam proses daur ulang limbah cair pengolahan rumput laut ini zeolit digunakan untuk mengendapkan sedimen/partikel-partikel halus dalam limbah cair pengolahan rumput laut. Pada penelitian ini digunakan pula polyaluminium chloride (PAC) sebagai koagulan dalam mengolah limbah cair hasil pembuatan ATC. PAC adalah polinuklear kompleks hasil polimerisasi ion aqua alumunium yang mempunyai rumus molekul Aln(OH)mCl3n-m dan bergabung dengan sedikit komponen lain. “n” menunjukkan derajat polimerisasi dan “m” ditentukan oleh derajat netralisasi (Ramdani, 2000). PAC merupakan garam dasar aluminium klorida yang khusus dibuat untuk memberikan daya flokulasi, koagulasi yang lebih kuat dari garam aluminium biasa (Juntai, 1995 dalam Ramdani, 2000). Selanjutnya dikatakan bahwa PAC mempunyai keunggulan tertentu di antaranya: 1. Efektif pada daerah pH luas sehingga penggunaannya lebih luas. 2. Mengurangi pemakaian alat katalis 3. Tidak memerlukan flokulasi lagi dalam penjernihan air 4. Dapat dipakai langsung tanpa melarutkan terlebih dahulu 5. Cocok pada kondisi alkalis 6. Membentuk flok lebih cepat dan lebih besar dari pada aluminium sulfat.
Berdasarkan keunggulan yang ada pada PAC ini penelitian ditujukan untuk mengetahui efektivitas PAC dalam mengkoagulasi partikel-partikel terlarut yang ada dalam limbah cair, di samping itu, juga bertujuan untuk meminimalkan pemakaian air dalam pengolahan ATC. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pengolahan rumput laut yang menggunakan larutan alkali panas (proses pembuatan ATC). Untuk mendapatkan limbah cair terlebih dahulu rumput laut yang berasal dari Bali dicuci untuk menghilangkan garam-garam yang menempel pada permukaan talus rumput laut. Limbah pencucian awal ini dikumpulkan untuk disatukan dengan limbah pencucian rumput laut setelah mendapatkan perlakuan alkali panas. Setelah rumput laut dimasak dengan larutan KOH 8%, rumput laut di cuci hingga netral, sedangkan air cuciannya dikumpulkan untuk dilakukan proses penjernihan. Jumlah air cucian yang diperoleh untuk 10 kg rumput laut kering adalah sebanyak 200 L. Bahan kimia yang digunakan untuk penjernihan limbah cair hasil samping pengolahan rumput laut adalah: zeolit, H2SO4 10%, dan Polyaluminium Sulfat (PAC). Metode Penentuan pH efektif Penentuan pH efektif pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengaturan nilai pH limbah cair pembuatan ATC dengan penambahan H2SO4 10%, hingga pH sampel masing-masing yaitu: pH 5, 6, 7, dan 8. Kemudian pada tiap sampel ditambahkan polyaluminium chloride (PAC) sebesar 200 mg/
1089
Studi penambahan Polyaluminium Chloridae dalam ... (Jamal Basmal)
L dan dilakukan pengadukan selama ± 1 menit. Dari hasil terbaik pada penentuan pH efektif ini dilanjutkan dengan memvariasikan konsentrasi PAC. Penentuan konsentrasi Polyaluminium Chloride (PAC) Air limbah yang digunakan sebagai sampel terlebih dahulu diendapkan dengan zeolit selama 8 jam dengan perbandingan zeolit : limbah cair = 1:2 (v/v). Hal ini dilakukan untuk mengurangi partikelpartikel terlarut dalam limbah, karena limbah yang dihasilkan sangat pekat oleh partikel-partikel terlarut. Kemudian dilakukan pengadukan untuk menghomogenkan sampel. Limbah cair yang telah mendapatkan perlakuan zeolit ini kemudian disaring untuk memisahkan partikel-partikel yang sudah tertangkap oleh zeolit, selanjutnya dilakukan pengaturan nilai pH berdasarkan peneilitan penentuan nilai pH efektif. Hasil penelitian awal nilai pH efektif adalah berkisar antara pH 6-6,5. Proses penurunan nilai pH menggunakan larutan H 2SO4 10%. Sebagai perlakuan utama dalam penelitian ini adalah konsentrasi PAC yakni: 0 mg/L, 300 mg/L, 600 mg/L, 900 mg/L, 1.200 mg/L, 1.500 mg/L, dan 2.400 mg/L yang diulang sebanyak 3 (tiga) kali percobaan. Kemudian dilakukan pengadukan selama ± 1 menit dan diendapkan pada suhu ruang selama 8 jam. Setelah diendapkan kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring (pori @ 10 mm). Uji yang dilakukan terhadap limbah cair perlakuan konsentrasi PAC yaitu: Penghitungan Total Dissolved Solids (TDS), dilakukan dengan cara menyaring sampel dengan filter kertas, dengan menggunakan cawan porselin cairan yang lolos dikeringkan pada 105°C, kemudian dihitung berat endapan juga koloid yang tertinggal dalam cawan (Alaerts & Sumestri, 1984). Uji Total Suspended Solids (TSS), dilakukan dengan cara menyaring limbah cair yang telah diendapkan semalam dengan filter kertas (pori @ 10 mm), kemudian filter kertas dikeringkan dengan oven 105°C selama 2 jam dan dihitung berat endapan yang tersaring dalam filter kertas (Alaerts & Sumestri, 1984). HASIL DAN BAHASAN Limbah cair yang dihasilkan pada pembuatan alkali treated carrageenan (ATC) memiliki nilai pH yang sangat tinggi yaitu berkisar antara 12 hingga 14, hal ini berasal dari larutan potasium hidroksida (KOH) yang digunakan dalam proses ekstraksi karaginan yang digunakan adalah berlebihan. KOH dalam air terionisasi, di mana ion K+ mengikat gugus sulfat dari rumput laut dan melepaskan ionion OH- dalam larutan sehingga menaikan derajat kebasaan limbah cair. Hasil uji pH efektif ditemukan nilai total suspended solids (TSS) berkisar antara 60,6-137,4 mg/L dengan nilai terendah TSS ditemukan pada perlakuan pH 8 sedangkan nilai tertinggi TSS ditemukan pada perlakuan pH 6. Efektivitas penambahan koagulan dalam pengolahan air dipengaruhi oleh nilai pH air yang ingin diperlakukan.
Zat padat tersuspensi (mg/L)
160
137.4
140 120
104
100
83.8
80
60.6
60 40 20 0 5
6
7
8
Niali pH
Gambar 1. Perlakuan pH terhadap total suspended solids (TSS) limbah cair pengolahan rumput laut
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1090
Nilai pH efektif pada percoban menggunakan PAC ditemukan pada pH 6. Hal ini berdasarkan banyaknya endapan yang terbentuk dan tingginya nilai Total Suspended Solids (TSS) pada sampel. Pada kondisi pH asam (pH<5), penambahan PAC terhadap limbah cair membentuk suatu larutan koloid, dan tidak terjadi pembentukan endapan, sehingga air limbah sukar untuk disaring. Sedangkan pada pH 8 daya koagulasi PAC mengikat partikel-partikel dalam larutan semakin menurun berdasarkan pada menurunnya jumlah endapan yang terbentuk. Pengaturan pH terhadap larutan mempengaruhi proses koagulasi, yaitu dalam proses destabilisasi partikel-partikel tersuspensi yang merupakan proses awal terjadinya ikatan antara ion-ion logam (yang berasal dari hidrolisis PAC) dengan partikel-partikel terlarut. Proses koagulasi dan flokulasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti warna, nilai pH, tingkat kekeruhan, konsentrasi dan komposisi mineral, suhu, kecepatan pengadukan dan lama pengadukan, serta sifat-sifat koaglasi atau flokulan yang digunakan (Cohen, 1971 dalam Ristiadi, 1995). Penambahan bahan koagulan yang kurang akan menyebabkan destabilisasi partikel terjadi kurang sempurna (Clark, 1977 dalam Ristiadi, 1995). Partikel-partikel terlarut dalam limbah cair pembuatan ATC mengandung banyak senyawa anorganik dan juga senyawa organik. Proses pencucian awal material bertujuan untuk menghilangkan kotorankotoran yang menempel pada permukaan rumput laut seperti pasir dan lumpur serta bahan asing lainnya. Perebusan dengan KOH panas selama beberapa jam pada proses ekstraksi juga menghilangkan bahan-bahan pengotor seperti protein, DNA, lemak, garam-garam laut, dan pigmen dari rumput laut (Bixler & Johndro, 2000). Koagulan yang paling umum digunakan dalam pengolahan air adalah garam sulfat atau klorida yang mengandung ion Al 3+ atau Fe 3+. Dalam suatu larutan zat cair, ion-ion bermuatan positif tersebut membentuk ikatan kuat dengan atom-atom oksigen yang mengelilingi molekul air, dan menyebabkan gabungan atom oksigen-hidrogen pada air melemah, kemudian atom-atom hidrogen cenderung terlepas/bebas dalam larutan. Proses ini dikenal sebagai hidrolisis, dan pembentukan senyawa aluminum dan feri hidroksida disebut sebagai produk hidrolisis (Letterman et al., 1999). PAC yang ditambahkan ke dalam sampel mengkoagulasi partikel-partikel terlarut yang terkandung dalam limbah cair. Hasil penelitian yang dilakukan terdeteksi jumlah TDS awal 15.925 mg/L dan setelah diperlakukan dengan zeolit kadar TDS dapat ditekan hingga 8.625 mg/L. Nilai TDS setelah mendapatkan perlakuan PAC dengan variasi konsentrasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.
Zat padat terlarut (mg/L)
Pada Gambar 2 dilihat bahwa nilai TDS cenderung mengalami peningkatan setara dengan peningkatan jumlah PAC yang diberikan. Kisaran nilai TDS antara 8.275-9.375 mg/L dengan nilai 9600 9400 9200 9000 8800 8600 8400 8200 8000 7800 7600
9375
8825 8600 8400
0
8500
8425 8275
300
600
900
1,200
1,500
2,400
Polialuminium klorida (mg/L)
Gambar 2. Perlakuan penambahan PAC terhadap total dissolved solids (TDS) limbah air
1091
Studi penambahan Polyaluminium Chloridae dalam ... (Jamal Basmal)
Zat padat tersuspensi (mg/L)
1400
1264.3
1200 973.7
1000
852.7 703.8
800 600 341
400 200
449.1
10.3
0 0
300
600
900
1,200
1,500
2,400
Polialuminium klorida (mg/L)
Gambar 3. Perlakuan penambahan PAC terhadap total padat tersuspensi (TSS) limbah cair
terendah pada perlakuan pemberian PAC sebanyak 900 mg/L sebesar 8.275 mg/L dan yang tertinggi pada perlakuan PAC sebanyak 2.400 mg/L sebesar 9.375 mg/L. Penambahan konsentrasi PAC terhadap limbah cair harus diperhatikan jumlah dosis yang efisien. Penambahan koagulan yang kurang akan menyebabkan destabilisasi partikel terjadi kurang sempurna (Clark, 1977 dalam Ristiadi, 1995). Namun penambahan dosis PAC yang berlebih ke air limbah menyebabkan naiknya nilai residu terlarut (TDS) pada air limbah, hal ini disebabkan oleh larutnya endapan logam hidroksida (aluminium hidroksida) yang berasal dari koagulan (PAC). Kelarutan logam hidroksida merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam usaha meningkatkan efektivitas koagulan dan meminimalkan jumlah residu Al3+ dan Fe2+ dalam air limbah (Letterman et al., 1999). Partikel-partikel padat tersuspensi dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yakni zat padat tersuspensi organik dan anorganik seperti ion Na+, K+, Mg++, Ca++, Fe++, dan sebagainya, terlarut pada limbah cair hasil proses pembuatan ATC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TSS berkisar antara 341-1264,3 mg/L. Peningkatan jumlah PAC yang digunakan telah meningkatkan pula jumlah TSS yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 3. Jika diperhatikan pada Gambar 2 dan 3 ada korelasi peningkatan TSS dan TDS, namun demikian peningkatan nilai TSS adalah sangat baik untuk penjernihan air limbah pengolahan rumput laut tetapi kebalikan dari peningkatan TDS adalah tidak baik dalam penjernihan air karena TDS adalah merupakan senyawa anorganik yang terbentuk dari garam-garam terlarut yang sukar untuk diikat oleh PAC sehingga menyebabkan tingginya nilai residu terlarut (TDS) dari limbah cair pada pembuatan ATC. Nilai TDS yang tinggi di dalam limbah cair pengolahan ATC disebabkan oleh adanya mineral seperti ion Na+, K+, Ca++, Mg++, dan Fe++. Pada proses rumput laut diolah menjadi ATC di dalam pengolahannya telah ditambahkan KOH yang berlebihan sehingga di duga penyebab tingginya nilai TDS diakibatkan adanya kelebihan KOH di dalam limbah cair. Hasil analisis kadar KOH di dalam limbah cair berkisar anatar 0,4%-0,6%. Larutan KOH di dalam proses pengolahan ATC mutlak digunakan karena fungsinya adalah untuk menurunkan kadar sulfat dalam rumput laut, agar sulfat mudah tertarik dari talus rumput laut maka larutan KOH yang digunakan harus mempunyai konsentrasi berlebih, sebagai akibatnya sejumlah KOH yang tidak bereaksi dengan sulfat dalam rumput laut harus dinetralkan. Pada saat proses penetralan ini sejumlah ion K + dari larutan KOH dan mineral lain tercuci dari talus rumput laut dan larut dalam larutan pencuci. Mineral terlarut tersebut diklasifikasikan sebagai TDS. Di samping itu, PAC yang mengandung logam Al 3+ juga merupakan logam yang dikelompokkan dalam TDS sehingga dalam penelitian ini kadar TDS meningkat paralel dengan
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1092
7200
7100 6975
Kadar abu (mg/L)
7000 6800 6600
6650 6425
6375
6400
6425
6425
900
1,200
6200 6000 0
300
600
1,500
2,400
Polialuminium klorida (mg/L)
Gambar 4. Kadar abu limbah cair rumput laut setelah mendapatkan perlakuan polialuminium klorida peningkatan konsentrasi PAC yang diberikan dalam cairan limbah pengolahan rumput laut (Gambar 2). Proses hidrolisis dengan koagulan garam-garam logam digunakan untuk membentuk endapan dari flok-flok yang mengikat bahan organik dan beberapa bahan anorganik tertentu seperti fosfat, senyawa arsen dan flourida (Letterman et al., 1999). Hasil analisis kadar abu limbah cair yang telah diperlakukan dengan PAC berkisar antara 6.425 mg/L-7.100 mg/L dengan nilai kadar abu terendah pada perlakuan PAC 600 mg/L sebesar 6.375 mg/ L dan yang tertinggi pada perlakuan PAC 2.400 mg/L sebesar 7.100 mg/L. Pada Gambar 4 dapat dilihat kadar abu limbah cair rumput laut setelah mendapatkan perlakuan. Poly aluminiumchloride selain dapat mengikat partikel-partikel organik dan beberapa bahan anorganik dalam limbah cair hasil pembuatan ATC, juga dapat meningkatkan tingkat kejernihan air limbah. Berdasarkan pengamatan visual dan sensori semakin tinggi konsentrasi PAC yang diberikan ke limbah cair menunjukkan tingkat kejernihan yang semakin tinggi, selain itu, PAC juga mampu menghilangkan bau yang dihasilkan oleh limbah cair.
8 Nilai OD (mg/L)
7 6 5 4 3 2 1 0 0
300
600
900
1,200
1,500
2,400
Polialuminium klorida (mg/L)
Gambar 5. Nilai kebutuhan oksigen limbah cari setelah mendapatkan perlakuan konsentrasi polialuminium klorida
1093
Studi penambahan Polyaluminium Chloridae dalam ... (Jamal Basmal)
800
Nilai COD (mg/L)
750 700 650 600 550 500 450 0
300
600
900
1,200
1,500
2,400
Polialuminium klorida (mg/L)
Gambar 6. Nilai chemical oxygen demand (COD) limbah cair pengolahan ATC setelah mendapatkan perlakuan polialuminium klorida Limbah cair yang dihasilkan pada pembuatan ATC memiliki nilai oxygen demand (OD) yang rendah yaitu ± 2,09 mg/L, setelah mendapatkan perlakuan PAC dengan variasi konsentrasi PAC nilai OD berkisar antara 3,16-7,02 dengan nilai terendah pada perlakuan PAC 300 mg/L dan tertinggi pada perlakuan PAC 2.400 mg/L. Hasil pengamatan ternyata peningkatan pemakaian PAC dalam proses koagulasi limbah cair hasil samping pengolahan ATC cenderung meningkatkan nilai OD seperti terlihat pada Gambar 5. Sedangkan nilai chemical oxygen demand (COD) limbah cair hasil samping pengolahan ATC sebesar 752,4 mg/L dan setelah mendapatkan perlakuan berbagai konsentrasi PAC nilai COD menurun hingga mencapai 500 mg/L. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai COD berkisar antara 493,2-554,2 mg/L dengan nilai tertinggi ditemukan pada perlakuan PAC 0,00 mg/L, sedangkan antara perlakuan 1.500 mg/L dan 2.400 mg/L tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap nilai COD. Nilai terendah COD ditemukan pada perlakuan konsentrasi PAC 600 mg/L sebesar 493,2 mg/L. Pada Gambar 6 dapat dilihat fluktuasi COD untuk masing-masing perlakuan PAC. Terendapkannya partikel-partikel terlarut dalam limbah menyebabkan terjadinya penurunan nilai COD, di mana jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis dalam limbah cair menurun. KESIMPUL AN Kombinasi zeolit dan polialuminium klorida dapat digunakan dalam proses koagulasi limbah cair hasil samping pengolahan ATC. Nilai pH efektif dalam proses koagulasi limbah cair hasil samping pengolahan ATC adalah pada pH 6. Peningkatan konsentrasi PAC dapat meningkatkan nilai TSS tetapi juga telah meningkatkan nilai TDS. Hasil percobaan yang mempunyai nilai terbaik ditemukan pada perlakuan PAC 600 mg/L dengan nilai pH efektif 6 ditinjau dari TDS sebesar 8.500 mg/L; kadar abu 6.375 mg/L; TSS 449,1 mg/L; COD sebesar 493,2 mg/L; dan OD 5,01 mg/L. DAFTAR ACUAN Alaerts, G. & Sumestri, S.S. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya, Indonesia. Bixler, H.J. & Johndro, K.D. 2000. Philippine Natural Grade or Semi-refined Carrageenan. In. Phillips, G.O. & Williams, P.A. (Eds.). Handbook of Hydrocolloids. CRC Pres. Cambridge England. Indriani, H. & Sumiarsih, E. 1991. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Jakarta.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1094
Letterman, R.D., Appiah, A., & Charles R.O. 1999. Coagulation and Flocculation. In Letterman, R.D. (Eds.). Water Quality and Treatment A Handbook of Community Water Suplies. Mc. Graw Hill-Inc. United States of America. Ramdani, Y.Y. 2000. Penggunaan Polyaluminium Chlorida (PAC) untuk Pendarihan dalam Proses Pembuatan Kertas. Akademi Teknologi Pulp dan Kertas. Bandung. Ristiadi, Y. 1995. Efektivitas Penetralan pada Pengolahan Air Limbah Industri Pulp dengan Proses Koagulasi dan Flokulasi. Akademi Teknologi Pulp dan Kertas. Bandung.