Studi Kelayakan Teknis dan Ekonomis Konversi Kapal Tanker MARLINA XV 29990 DWT Menjadi Bulk Carrier Fadwi Mukti Wibowo1, Wasis Dwi Aryawan1 1 Jurusan Teknik Perkapalan, FTK – ITS Abstrak --- Konversi kapal khususnya tanker, akhirakhir ini marak dilakukan, karena mempunyai nilai ekonomis yang lebih menguntungkan dan waktu pembuatan yang bisa lebih cepat dari membuat sebuah kapal baru. Banyak kapal tanker yang dikonversi karena kapal-kapal tersebut sudah berumur cukup tua dan tidak bisa beroperasi lagi karena adanya peraturan MARPOL 73/78 mengenai double hull dan double bottom.Pada penelitian ini akan dibahas mengenai konversi kapal pengangkut minyak (Tanker) MARLINA XV (IMO number 7925778) menjadi kapal pengangkut muatan curah batubara (Bulk Carrier) dengan pertimbangan dalam menyikapi adanya kebutuhan dalam pengiriman batubara berkalori rendah untuk PLTU 2 Papua Jayapura (2x10MW) yang membutuhkan batubara sebesar 250,000 ton/tahun. Analisa teknis yang dilakukan yaitu kapal hasil konversi harus dapat memenuhi beberapa kriteria seperti: karakteristik ruang muat kapal bulk carrier, Lambung Timbul minimum , kekuatan konstruksi kapal memenuhi Rules BKI, verifikasi desain dengan menggunakan FEM Analysis berdasarkan CSR ,dan stabilitas kapal berdasarkan IMO. Sedangkan analisa ekonomis dapat dihitung biaya yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah konversi kapal dari tanker menjadi bulk carrier. Setelah dilakukan perhitungan didapatkanlah kapal bulk carrier dengan kapasitas ruang muat sebesar 24,139 ton batubara berkalori rendah dengan massa jenis 1,346 ton/m3 pada sarat kapal 10,252 m. Tegangan maksimal yang terjadi pada kapal secara memanjang sebesar 1465.33 (Kg/cm2) memenuhi tegangan ijin yang diberikan BKI dan stabilitas kapal memenuhi kriteria stabilitas IMO. Sedangkan biaya untuk konversi kapal adalah sebesar 105.290.220.300,00 rupiah.
Kata kunci : MT MARLINA XV, Konversi tanker menjadi bulk carrier. I.
PENDAHULUAN
Berdasarkan data European Maritime Safety Agency (EMSA), kapal-kapal tanker single hull yang ada saat ini berjumlah 488 kapal. Sekitar 274 tidak menunjukkan pergerakkan atau sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 2005. Salah satunya adalah Kapal Tanker Marlina XV.Kapal Marlina XV (IMO Number 7925778) adalah kapal berjenis tanker, salah satu kapal yang dimiliki PT. Sukses Ocean Khatulistiwa Line (Soechi Line), Jakarta. Kapal ini dibangun pada tahun 1983 dan sampai saat ini masih menggunakan konstruksi single hull dan single bottom. Kapal ini mempunyai ukuran panjang 170,485 meter, lebar 26 meter, dan sarat 10,99 meter dengan kapasitas 29990 DWT. Berdasarkan peraturan MARPOL 73/78, kapal-kapal tanker berkapasitas lebih dari 5.000 DWT harus menggunakan double hull dan double bottom. Peraturan ini berlaku sejak 5 April 2005. Jadi, Kapal Tanker Marlina XV sekarang sudah tidak diizinkan beroperasi lagi jika belum menerapkan konstruksi double hull dan double bottom.
Di sisi lain, bidang transportasi laut yang mengangkut batu bara sedang berkembang signifikan. Departemen Perindustrian dan Perdagangan memperkirakan tahun 2010 akan banyak kebutuhan kapal laut. Khusus untuk sektor batu bara saja, sekitar 37 unit kapal Handymax dan 55 unit kapal laut akan dibutuhkan. Oleh karena itu, dibutuhkan banyak kapal muat curah (bulk carrier) guna mengangkut batu bara baik untuk tujuan dalam negeri maupun luar negeri (ekspor). Cadangan batu bara Indonesia yang tercatat di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah 19 miliar ton, termasuk sepuluh besar di dunia. Indonesia juga menjadi negara pengekspor batu bara terbesar kedua di dunia, setelah Australia sekitar 160 juta ton pada 2008. Harga batubara yang terus membaik membuat sektor ini makin menggiurkan bagi investor. Selain itu batubara juga tidak terpengaruh langsung dengan kondisi krisis pangan dan minyak mentah yang terjadi secara global. Dalam beberapa tahun terakhir, batubara telah memainkan peran yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara yang jumlahnya meningkat setiap tahun. Pada 2004 misalnya, penerimaan negara dari sektor batubara ini mencapai Rp 2,57 triliun, pada 2007 telah meningkat menjadi Rp 8,7 triliun, dan diperkirakan mencapai Rp 10,2 triliun pada 2008 dan lebih dari Rp 20 triliun pada 2009. Sementara itu, perannya sebagai sumber energi pembangkit juga semakin besar. Saat ini sekitar 71,1% dari konsumsi batubara domestik diserap oleh pembangkit listrik, 17% untuk industri semen dan 10,1% untuk industri tekstil dan kertas. Sejalan dengan hal diatas mengenai batubara yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri pembangkit listrik, pemerintah memiliki program percepatan pembangunan pembangkit listrik dengan menggunakan bahan bakar batubara, pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2006 telah menugaskan kepada PT PLN (Persero) untuk melakukan pembangunan proyek 10,000 MW yang tersebar di seluruh Indonesia dan salah satunya adalah PLTU 2 Papua Jayapura (2x10MW) . Lokasi PLTU 2 Papua Jayapura (2x10 MW) ini berada di Desa Holtekamp, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua dengan titik koordinat Latitude S 2o 36.796’; Longitude E140o 47.321’.
II.
Gambar 1 Lokasi Proyek di Papua Juga dengan latar belakang untuk memenuhi kebutuhan akan energi listrik yang semakin meningkat pada sistim Sulawesi, Maluku dan Papua, PT PLN (Persero) melakukan penandatanganan kontrak pengadaan PLTU Sulawesi Selatan No. 454.PJ/041/DIR/2008 tanggal 4 Juli 2008 di Jakarta. Kontrak ini dilakukan antara pihak Pemerintah Indonesia, cq. PT PLN (Persero) dan kontraktor Modern Boustead Maxitherm Consortium. PLTU 2 Papua Jayapura (2x10 MW) adalah pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara dengan sistem pendinginan berupa sistem once through. Adapun lahan yang tersedia selain digunakan untuk bangunan power blok dan balance of plant, lahan digunakan pula untuk penampungan batubara, abu hasil pembakaran, fasilitas pelabuhan, tangki timbun HSD, serta beberapa bangunan penunjang lainnya. Bahan bakar yang digunakan untuk kebutuhan PLTU 2 Papua Jayapura adalah batubara dengan nilai kalori rendah (Low Rank Coal). Perkiraan kebutuhan batubara sekitar 250,000 ton/tahun. Berdasarkan Pusat Sumber Daya Geologi di Indonesia, bahwa batubara dengan kualitas rendah kalori paling banyak terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, dengan nilai cadangan batubara mencapai 2.426,00 juta ton . Untuk mendukung program pemerintah tersebut dibutuhkan kapal-kapal bulk carrier sebagai transportasi untuk pengangkut batubara dengan kapasitas minimum 21,000 ton agar dapat mengangkut batubara dan mencukupi kebutuhan dari pembangkit listrik tersebut. Pembuatan kapal bulk carrier membutuhkan biaya investasi yang tidak sedikit. Demikian juga dengan harga kapal-kapal bekas. Saat ini, konversi kapal kian marak dilakukan para investor ataupun pemilik kapal. Mulai dari merubah fungsi kapal seperti konversi tanker menjadi FSO dan FPSO, hingga merubah jenis muatan seperti konversi kapal ikan menjadi kapal penumpang barang. Maka dalam tugas akhir ini akan menganalisa kelayakan teknis dan ekonomis konversi kapal tanker menjadi bulk carrier untuk muatan batu bara. Terutama pada desain ruang muatnya. Kelayakan teknis meliputi kekuatan konstruksi dan stabilitas, sedangkan segi ekonomis meliputi estimasi biaya yang dikeluarkan untuk konversi tanker menjadi bulk carrier. Kapal yang dijadikan studi khasus adalah Kapal Tanker Marlina XV berkapasitas 29990 DWT.
KAJIAN TEKNIS KONVERSI KAPAL TANKER MENJADI BULK CARRIER
Secara garis besar, Analisa teknis yang dilakukan yaitu kapal hasil konversi harus dapat memenuhi beberapa kriteria seperti: karakteristik ruang muat kapal bulk carrier, Lambung Timbul minimum , kekuatan konstruksi kapal memenuhi Rules BKI, verifikasi desain dengan menggunakan FEM Analysis berdasarkan CSR ,dan stabilitas kapal berdasarkan IMO. Jika setelah dianalisa terdapat salahsatuhal yang tidak memenuhi maka harus dilakukan modifikasi lagi atau kembali ke langkah sebelumnya hingga dapat memenuhi kriteria diatas, atau dikenal dengan nama spiral design. Sedangkan analisa ekonomis dapat dihitung biaya yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah konversi kapal dari tanker menjadi bulk carrier. 1.
Studi Literatur Studi literatur dilakukan guna lebih memahami permasalahan yang ada, sehingga memunculkan dugaandugaan awal yang selanjutnya bisa disusun menjadi sebuah hipotesa awal. Studi literatur yang dilakukan adalah yang berkaitan dengan pemahaman teori dan konsep dari kapal Bulk carrier baik dari segi rencana umum kapal, desain ruang muat kapal, peraturan klasifikasi sebagai acuan untuk konstruksi dan kekuatan kapal, batasan lambung timbul minimal, stabilitas kapal dan biaya untuk melakukan konversi sebuah kapal. Studi literatur ini dilakukan dengan menggunakan buku-buku literatur dan browsing internet. 2.
Pengumpulan Data Pengumpulan data yang menyangkut objek dari tugas akhir ini meliputi Lines Plan, General Arrangement, Midship section, Construction Profile, Spesifikasi Teknis, dan harga jual kapal dari kapal MT Marlina XV. Sehingga didapatkan data seperti pada Tabel 1 Ukuran Utama Kapal Marlina XV MT MARLINA XV 30000 DWT Loa= Lpp= Lwl= B= H= T= Cb= Displ= V= Main Engine= Type= RPM= BHP= Flag= IMO Number= LWT= Price=
3.
170.4 162 166.6 26 14.45 10.99 0.78 37092 16 Man B&W 6L67GFCA 123 13100
m m m m m m 3
m knot
7925792
Indonesia 7460 ton 450 US$/ton
Pemodelan Bentuk Kapal Dengan Maxsurf dan Hydromax
Pemodelan dilakukan karena data yang didapatkan untuk gambar kapal secara keseluruhan masih dalam bentuk cetak (Hardcopy) , sehingga dibutuhkan software untuk mengubahnya dalam bentuk file komputer( Softcopy)
Tabel 2 Perbandingan Kesesuaian Gambar Dengan Data Kapal NO ITEM 1 Volume 2 Draft to Baseline 3 Lwl 4 Beam wl 5 Cb 6 Cm 7 LCB from zero pt
5.
Gambar 2 Lines Plan Kapal MARLINA XV Hal ini dimaksudkan agar dapat memudahkan, dan mendapatkan akurasi yang lebih tepat pada saat analisa konversi kapal dilakukan. Sedangkan untuk melakukan pemodelan kapal dapat digunakan software maxsurf sebagai langkah awal untuk mendapatkan model yang mendekati dengan keadaan yang sebenarnya sebelum model digunakan untuk analisa lanjutan dengan menggunakan Hydromax untuk analisa stabilitas dan kekuatan memanjang dan semua hydrostatic properties dari kapal.
Gambar 3 Model pada Maxsurf
Gambar 4 Model tangki kapal pada Hydromax 4.
Pemeriksaan Kesesuaian Model Dengan Data
Pada tahap ini merupakan tahap dimana seluruh gambar yang dalam kondisi cetak (Hardcopy) sudah menjadi dalam bentuk komputerisasi. Pemeriksaan dilakukan untuk mencocokkan kebenaran model yang dibuat dalam komputer dengan data kapal yang sebenarnya.
DATA KAPAL HASIL PADA MODEL SELISIH PERSENTASE (%) 37092 37058.3 33.7 0.090855171 10.99 10.99 0 0 166.6 166.532 0.068 0.040816327 26 26 0 0 0.7827 0.779 0.0037 0.472722627 0.9962 0.997 ‐0.0008 ‐0.08030516 85.2 85.155 0.045 0.052816901
Modifikasi Ruang Muat
Metode untuk mengubah file gambar menjadi file computer menggunakan software Autocad yang dikenal dengan nama (redrawing), digunakan untuk menggambar ulang Rencana Umum , Rencana Garis, dan Gambar Konstruksi. Pada tahap ini dilakukan modifikasi ruang muat dari kapal Tanker menjadi kapal Bulk Carrier, baik dari segi gambar Penampang Melintang maupun Rencana Umum serta penambahan dan pengurangan yang perlu dilakukan terhadap kondisi kapal yang akan dikonversi. Tentunya modifikasi tersebut harus sesuai dengan peraturan klasifikasi yang berlaku (Terutama untuk pemeriksaan konstruksi kapal yang akan ditambahkan dan Modulus kapal secara melintang) dalam hal ini peraturan yang dipakai adalah BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) modifikasi ruang muat ini akan dijadikan ruang muat untuk pengangkut batubara yang menggunakan double bottom dan double side. , peraturan internasional yang mengatur keselamatan jiwa di laut (SOLAS) dan Peraturan Garis Muat Indonesia untuk lambung timbul minimum Pada langkah ini dilakukan desain perubahan sketsa dari penampang melintang kapal tanker dengan penambahan konstruksi pendukung yang dibutuhkan menjadi konstruksi bulk carrier, namun yang harus diperhatikan yaitu mendesain agar konstruksi yang di ganti tidaklah terlalu banyak, sehingga nilai ekonomi dari konversi kapal tetap terjaga. Untuk itu pada saat sketsa penampang melintang yang baru bagian kulit kapal baik bagian atas , bagian bawah maupun bagian sisi sebisa mungkin dipertahankan beserta konstruksi pendukung lainnya, seperti: 1. Pelat kulit kapal (pelat alas, pelat sisi, pelat geladak) 2. Konstruksi yang mendukung (center girder, pembujur alas, pembujur sisi, pembujur geladak) Sedangkan bagian yang harus ditambahkan karena adanya perubahan muatan adalah sebagai berikut: 1. Penambahan Konstruksi Hopper Side Tank dan Top Side Tank 2. Penambahan Konstruksi Double Hull dan Double Bottom 3. Penambahan Side Girder 4. Penambahan pembujur pada seluruh bagian konstruksi Inner Hull 5. Pembuatan Lubang Palkah sebagai akases bongkar muat batu bara 6. Pemberian penutup palkah (hatch cover) Perhitungan scantling menggunakan BKI volume II : Rules for The Classification and Construction of Seagoing Steel Ships (2006) untuk scantling yang ditambahkan sebagai berikut
Tabel 3 Rekapitulasi Perhitungan Scantling yang ditambahkan Rekapitulasi Ukuran Scantling yang di Tambahkan
Lwl= 166.6 m Lpp= 162 m B= 26 m
NO
pemberian ukuran - ukuran pada gambar dan penamaan pada gambar sesuai dengan hasil dari perhitungan.
H= 14.45 m T(awal)= 10.99 m Cb= 0.78
DIMENSION
ITEM
PLATE (mm)
PROFIL
1
Inne Bottom Long
-
370 x 13 HP
2
Inner Hopper Side Long
-
300x 15 HP
3
Inner Side Long
-
300x11 HP
4
Inner Top Side Long
-
300x11 HP
Gambar 5 Penampang Melintang Sebelum Konversi 5
Pembujur Deck Tambahan
-
400x19 HP
6
Wrang Plate in Double Bottom
14
-
7
Wrang Plate in Hopper Side Tank
14
-
8
Wrang Plate in Wing Tank
13
-
9
Wrang Plate in Top Side Tank
12
-
10
Wrang Plate Stiffner in Double Bottom
-
180x14 FB
11
Wrang Plate Stiffner in Hopper Side Tank
-
180x14 FB
12
Wrang Plate Stiffner in Wing Tank
-
160x15 FB
13
Wrang Plate Stiffner in Top Side Tank
-
160X14 FB
14
Side Girder Plate
12
-
15
Bracket In Double Bottom Structure
14
-
16
Bracket In Hopper Side Tank Structure
14
-
17
Bracket In Wing Tank Structure
13
-
18
Bracket In Top Side Tank Structure
12
-
19
Hatchway Coaming
-
L1250x500x14
20
Crossties 1
14
-
21
Crossties 2
13
-
Dalam memodifikasi ruang muat ada beberapa yang harus dipertimbangkan yaitu sebisa mungkin hanya sedikit bagian yang akan dilakukan perubahan . karena hal ini nantinya akan menyangkut masalah biaya untuk konversi. Sehingga dalam gambar ini bagian kulit kapal untuk alas, sisi dan geladak akan dipertahankan. Begitu juga untuk pembujur yang melekat pada pelat tersebut. Namun untuk bagian geladak akan dilakukan pemotongan pelat sebesar bukaan ruang muat yang telah direncanakan .Sekat memanjang juga dilepas agar dapat membuat ruang muat yang lebih besar.
Setelah semua ukuran dari profil dan pelat yang sesuai dengan peraturan BKI didapatkan maka dilakukan penggambaran pada Autocad untuk pendetailan konstruksi secara melintang pada bagian ruang muat di parallel middle body . Proses penggambaran berupa
Gambar 6 Penmapang Melintang Setelah Konversi Menjadi Bulk Carrier Karena terjadi perubahan pada penampang melintang di ruang muat maka Rencana Umum dari kapal juga akan berubah.
7.
Gambar 7 Rencana Umum kapal setelah konversi 6.
PemeriksaanModulus Penampang Kapal dan Momen Inersia .
Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap nilai minimal yang diijinkan oleh BKI dengan rumus sebagai berikut. Modulus Penampang Minimum Dari BKI 2006 Vol.II, Section 5.C.2 2
Wmin = k.Co.L .B.(Cb + 0.7).10
-6
3
m
dimana; k=
1.00
L=
161.60 1.5
Co = 10.75 - [(300-L)/100]
; untuk L < 300 m
= 10.75 - [(300-161.60)/100]^1.5 = 9.122
B=
26.00
Cb =
0.780
m
Momen Inersia Minimum
momen Inersia Minimum pada Daerah midship (BKI 2006, Volume II, section 5.C.3): -2
J = 3x10 x W x L/k
4
m
dimana; W=
9.315047810
L=
161.60
k=
1.00
3
m
Tabel 4 Pemeriksaan Modulus Penampang dan
Momen Inersia N o
Item
After Conversion
Before Conversion
1
W Bottom (cm3)
14982472.84
12162867.17
2
W Deck (cm3)
12436164.03
11792744.01
3
W Min (cm3)
9315047.81
9315047.81
OK
OK
Modulus Check 1 2
Inertia Moment (cm4) Inertia Minimum (cm4)
9819557736
8651898715
4515935178
4515935178
Perhitungan Berat dan Titik Berat
Kapal mengalami modifikasi pada ruang muat, hal ini tentunya menyebabkan adanya perubahan pada berat dari kapal tersebut. Karena adanya penambahan baja maupun pengurangan baja yang tidak sesuai untuk karakteristik kapal yang baru. Langkah perhitungan berat baja dan titik berat dapat dijabarkan menjadi poin-poin di bawah ini: 1. Pembagian seluruh panjang kapal menjadi 40 station, pembagian menggunakan panjang dari AP hingga FP agar memudahkan dalam perhitungan. Sehingga perlu ditambahkan adanya station tambahan yaitu AE (After End = jarak dari ujung buritan kapal hingga station 0) dan FORE ( jarak dari station FP hingga ujung depan kapal). 2. Setelah itu dihitung berat baja kapal per station beserta titik beratnya. Tabel 5 Rekapitulasi Perhitungan LWT Station Aft 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
OK
OK
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Fore 1 =
61.257 82.004 124.075 133.741 173.392 194.063 219.939 218.050 262.663 195.332 140.156 144.207 146.635 208.368 149.312 149.312 212.140 149.312 153.813 149.312 209.703 149.312 149.312 149.312 209.703 149.312 149.312 149.312 209.703 144.728 149.312 149.020 209.727 144.088 142.608 146.909 226.450 85.656 80.332 84.723 71.587 14.674 6441.88
Titik berat (mm) LCG VCG -2782.32 14512.13 2123.38 12292.31 6033.26 10986.63 10293.81 10735.50 14261.83 11067.52 18300.13 10870.90 22332.80 12198.12 29175.26 12186.04 30540.33 11214.30 34027.79 6809.49 38527.84 6817.47 44748.22 6733.94 46477.81 6716.80 50169.27 6723.46 54698.08 6698.55 58670.29 6698.55 66785.80 6740.13 68082.98 6698.55 70937.62 6713.95 74901.92 6698.55 79428.75 6716.21 83123.83 6698.55 87096.04 6698.55 91068.25 6698.55 95547.18 6716.21 99315.11 6698.55 103223.86 6698.55 107234.58 6698.55 111665.61 6716.21 115457.49 6864.30 119428.70 6698.55 123401.16 6700.85 117154.30 6686.58 131649.45 6848.50 135664.60 6753.67 136632.29 6622.75 140587.80 6988.82 147923.07 8382.28 148389.98 8269.98 155996.01 8279.19 160041.80 8049.26 163400.00 8126.27
1 = = 6441.88 Ton LCGTOTAL = 2/1 = 76272.33 mm = 76.27 m
Momen MAFG MVCG -170437.06 888970.94 174126.44 1008021.25 748577.88 1363168.38 1376709.53 1435781.55 2472894.64 1919024.70 3551378.43 2109639.08 4911851.85 2682842.39 6361673.00 2657168.17 8021799.71 2945575.07 6646701.87 1330107.69 5399895.40 955507.45 6453014.94 971082.93 6815295.71 984921.33 10453651.21 1400951.93 8167096.05 1000175.97 8760195.95 1000175.97 14167971.90 1429855.11 10165627.76 1000175.97 10911122.09 1032692.79 11183779.47 1000175.97 16656417.07 1408407.79 12411411.71 1000175.97 13004511.61 1000175.97 13597611.51 1000175.97 20036494.20 1408407.79 14828969.02 1000175.97 15412592.56 1000175.97 16011443.56 1000175.97 23416571.34 1408407.79 16709912.85 993454.85 17832175.70 1000175.97 18389194.17 998558.54 24570388.97 1402353.77 18969068.30 986784.72 19346829.32 963125.96 20072507.44 972940.98 31836084.87 1582616.09 12670507.19 717993.06 11920520.73 664347.51 13216489.71 701439.99 11456927.11 576223.01 2397660.89 119241.41 491337216.59 51021549.73 2 3
62.5 83.6 127 136 177 198 224 222 268 199 143 147 150 213 152 152 216 152 157 152 214 152 152 152 214 152 152 152 214 148 152 152 214 147 145 150 231 87.4 81.9 86.4 73 15 6493
BERAT TOTAL TITIK BERAT
3. Inertia Check
-
Berat (ton)
VCGTOTAL = = =
3/1 7920.29 7.92
Untuk perhitungan lainnya seperti permesinan dan outfitting kapal dilakukan dengan pendekatan rumus karena tidak diketahui datanya. Sehingga dilakukan rumus pendekatan (Schneekluth, H and V. Bertram , 1998)
mm m
8.
Pemeriksaan Lambung Timbul
Pada proses ini semua komponen LWT harus sudah dihitung dan di rekapitulasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Begitu juga untuk komponen DWT di modelkan dalam bentuk tangki- tangki yang mempunyai massa jenis berbeda -beda ,seperti tangki bahan bakar ataupun tangki diesel oil . Karena kapal ini merupakan kapal yang dilakukan modifikasi ruang muat beserta muatannya maka harus diperiksa terlebih dahulu bagaimana kondisi Lambung Timbul dari kapal ini, bisa dipastikan Lambung Timbul pada Kapal Tanker berbeda dengan Bulk Carrier. Maka harus dicari sarat maksimal kapal pada kondisi muatan penuh. Peraturan garis Muat Indonesia mengatur mengenai perhitungan ini beserta koreksinya. Sehingga didapatkan nilai lambung timbul minimal kapal adalah 400.114 cm.
keadaan kosong (0%) dengan tangki 6 dan tangki 3 ruang muat dalam keadaan kosong (0%) 10. Perencanaan Kondisi (Load Case ) Pada tahap ini sudah diketahui Capacity Plan awal dengan pertimbangan total displacement kapal dan Lambung Timbul minimal. Perencanaan Load Case harus dilakukan mengingat analisa berikutnya untuk pemenuhan desain kapal selanjutnya mensyaratkan dilakukannya hal tersebut. Dengan adanya bermacam kondisi (Load Case) maka bisa diketahui keadaan kapal secara teknis dalam berbagai kondisi. Dalam Tugas akhir ini akan dibuat kondisi menjadi empat kondisi secara garis besar, yaitu
A. Kondisi (A1): kapal dalam keadaan kosong B. Kondisi Stabilitas IMO 1.
9.
Perhitungan Kapasitas Ruang Muat
Setelah didapatkan nilai Lambung Timbul minimum maka bisa dilakukan untuk perhitungan ulang kapasitas dari ruang muat untuk muatan batubara. Hal yang membatasi kapasitas ruang muat ini adalah sebagai berikut: Total LWT +DWT kapal tidak melebihi displacement kapal karena adannya perubahan masa jenis muatan dari product oil menjadi batu bara. Sarat Maksimal dari kapal adalah 10.449 dikarenakan dibatasi oleh Lambung Timbul . Dengan memasukkan nilai dari massa jenis batubara sebesar 1.346 ton/m3 maka dapat dihitung nilai dari total payload. Maka dengan menggunakan metode Trial Eror dicarilah muatan yang dapat ditampung secara maksimal pada kapal dengan mengurangi nilai presentase pada muatan di setiap tangki ruang muat. Didapatkanlah kombinasi pemuatan ruang muat dengan nilai yang paling maksimal yaitu dengan membuat ruang muat menjadi tidak 100% namun 98%. Tabel 6 Capacity Plan Optimum Density CHT 7 CHT 6 CHT 5 CHT 4 CHT 3 CHT 2 CHT 1 TOTAL
1.346 ton/m^3 4678.23 0.00 5136.90 5137.26 0.00 5032.54 4153.67 24138.59 ton
Maka kondisi ini dapat diambil menjadi kondisi full load awal kapal MARLINA XV dengan muatan batu bara karena telah memenuhi dua aspek yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kapasitas ruang muat yaitu Payload maksimal (total displacement) dan Lambung Timbul minimal. Maka kondisi full load kapal dalam proses analisa teknis konversi kapal MARLINA XV adalah kapasitas tangki ruang muat diisi penuh sebesar (98 %) , tangki Consumable penuh (98%) dan tangki balas dalam
Kondisi (B1): pada saat kapal keadaan full load , tanpa pengisian tangki ballas , dan kondisi tangki consumable dalam keadaan penuh. 2. Kondisi (B2): pada saat kapal keadaan full load , tanpa pengisian tangki ballas , dan kondisi tangki consumable dalam keadaan 10 % . 3. Kondisi (B3): pada saat kapal dengan keadaan muatan kapal kosong , namun tangki consumable penuh dan tangki ballas dalam keadaan penuh. 4. Kondisi (B4): pada saat kapal dengan keadaan muatan kosong , namun tangki consumable 10 % dan tangki balllas penuh . C. Kondisi Bongkar Muat 1. Kondisi (C1): Tangki Ruang Muat 4 Penuh (98%) , tangki consumable dalam keadaan penuh (98%) dan kondisi tangki ballas menyesuaikan. 2. Kondisi (C2): Tangki Ruang Muat 4 & 2 Penuh (98%) , tangki consumable dalam keadaan penuh (98%) dan kondisi tangki ballas menyesuaikan. 3. Kondisi (C3): Tangki Ruang Muat 4, 2, 5 Penuh (98%) , tangki consumable dalam keadaan penuh (98%) dan kondisi tangki ballas menyesuaikan. 4. Kondisi (C4): Tangki Ruang Muat 4, 2, 5 & 1 Penuh (98%) , tangki consumable dalam keadaan penuh (98%) dan kondisi tangki ballas menyesuaikan. 11. Perhitungan Kekuatan Memanjang Kapal Pada Air Tenang( Longitudinal Strength) Dengan adanya perubahan pada desain konstruksi ruang muat dan perubahan muatan yang diangkut berubah dari Product Oil menjadi batubara, oleh sebab itu kekuatan memanjang harus diperiksa. Penentuan nilai kekuatan memanjang akan dijelaskan pada sub bab ini. Standar nilai kekuatan memanjang menggunakan nilai minimal yang diberikan oleh Biro Klasifikasi Indonesia Volume II Section 5. Namun dalam
mencari kekuatan memanjang dengan menggunakan Hydromax harus dilakukan dahulu penyebaran berat kapal Penyebaran dilakukan karena gaya angkat yang terjadi pada kapal sudah dalam keadaan yang tersebar merata pada seluruh permukaan body kapal. Maka dari itu untuk gaya berat kapal juga haruslah disebarkan agar bisa sama dengna gaya angkat yang telah tersebar. Setelah pada pembahasan sebelumnya berat per station sudah didapatkan beserta nilai LCG dan VCG maka dengan menggunakan Hydromax penyebaran berat dapat dilakukan hingga mendapatkan Momen dan Gaya lintang maksimal pada kapal dengan berbagai macam kondisi yang telah ditentukan di awal. Sebagai contoh akn dilakukan untuk kondisi B1 yaitu kondisi kapal dalam keadaan muatan penuh.
Gambar 10 Hydromax Report Longitudinal Strength B1 Condition
Gambar 8 Ilustrasi Kondisi B1
Terlihat bahwa untuk kapal kosong didapatkan nilai momen terbesar pada nilai 52.090 ton.m , nilai ini nantinya yang akan dibandingkan dari nilai tegangan yang di ijinkan oleh BKI , nilai ini harus lebih kecil dari nilai tegangan ijin yang diberikan BKI. Nilai momen pada air tenang ini selanjutnya akan digunakan untuk pemeriksaan pada air bergelombang (sagging & hogging.) Setelah momen maksimum ditemukan maka kita bisa memeriksa apakah nilai tegangan yang terjadi pada kapal masih memenuhi nilai atau lebih kecil dari nilai tegangan yang diijinkan oleh BKI. Tegangan merupakan nilai dari Momen maksimum dibagi dengan modulus penampang. Untuk pemeriksaan tegangan ini dilakukan pada dua bagian yaitu deck dan bottom. Maka nilai yang diijinkan oleh BKI adalah:
Dengan menggunakan running pada hydromax maka didapatkanlah nilai dari gaya lintang dan momen maksimal yang terjadi pada kapal saat kondisi B1 dan keadaan air tenang. Didapatkan grafik untuk gaya lintang dan momen air tenang dari Hydromax Result Window. 60
2.5
400
Legend Buoy ancy Weight Net Load Shear Moment
2 300 40 1.5 Moment
200 Weight
1
100
Net Load
0
Load t/m
0.5
0
Shear tx10^3
Moment tonne.mx10^3
20
0
-0.5
Buoyancy -100
-20 -1 -200 Shear -1.5 -40 -300 -2
-60
-2.5
-400 -25
Buoyancy = -4.097 t/m
0
25
50
75 Long. Pos. m
100
125
150
Long. Pos. = 0.000 m
Gambar 9 Hydromax Result Window Untuk Grafik
Pada grafik terlihat persebaran gaya berat dan persebaran gaya angkat sehingga gaya lintang dan momen bending pun bisa ditentukan. Hasil dari hydromax secara keseluruhan dapat dilihat pada report hydromax.
175
Longitudinal Stress (p) yang diijinkan
p = 175/k [N/mm2]
untuk L >90 m 2
=
175
N/mm
=
17500
N/cm
=
1783.893986
kg/cm
2 2
Dengan menggunakan nilai modulus penampang pada bagian deck dan bottom yang telah didapatkan maka perhitungan kekuatan memanjang kapal pada kondisi B1 dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
Wbottom = Wdeck =
14,982,472.84 12,436,164.03
1 kg =
9.81
3
cm
3
cm N
Pada Kondisi Air Tenang M'(x)swmax =
52090.0000000
ton.m
=
5209000000.00
kg.cm
perhitungan hydromax. Dikarenakan input satuan untuk momen yang digunakan pada perhitungan ini adalah kN.m sedangkan pada perhitungan momen air tenang masih dala satuan Ton.m . Maka harus dikonversi dahulu dengan nilai bahwa 1 Ton.m = 9.81 KN.m. Perhitungannya adalah sebagai berikut MT = Msw + Mwv (kNm)
(Geladak mengalami beban tarik, bottom mengalami beban tekan)
Mwv = L2 . B. Co .c1 . cL. CM (kNm)
deck = M'max/W Deck
Msw = Momen bending pada kondisi air tenang (kNm)
= 5209000000.00 / 12436164.03 =
kg/cm2
418.8591
Komponen Perhitungan nilai Mwv :
bottom = M'max/W bottom
Co for 90 ≤ L ≤ 300 m
= 5209000000.00 / 14982472.84 =
347.6729
kg/cm2
Co = 10.75 – [(300 – L)/100]1.5
Maka kesimpulannya adalah nilai tegangan yang terjadi pada kapal MARLINA XV untuk kondisi B1 memenuhi nilai dari yang diijinkan oleh BKI karena nilainya dibawah dari maksimal yang didijinkan. Dari hasil seluruh perhitungan dari hydromax terdapat pada Lampiran maka didapatkanlah nilai untuk masing – masing nilai maksimum dari tegangan pada bagian geladak dan alas, yang kemudian dilakukan pengumpulan atau rekapitulasi .
C1S = - 0.11 ( Cb + 0.7 ) C1H = 0.19 Cb CM = Distribution factor hogging condition 2.5 . x/L CMH = CMH = 1
A1 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4
69.135 52.089 28.776 71.369 42.518 43.257 40.122 92.025 33.717
Max Stress SWBM (kg/cm2)
MAX SWBM (kg cm)
6913500000 5208900000 2877600000 7136900000 4251800000 4325700000 4012200000 9202500000 3371700000
461.4391811 347.66624 192.0644229 476.3499373 283.7849295 288.7173596 267.7929099 614.2176993 225.0429575
Max Stress SWBM Deck (kg/cm2)
555.9190104 418.8510209 231.3896788 573.882749 341.8899904 347.8323372 322.6235993 739.9789822 271.1205796
untuk x/L > 0.65
sagging condition . CMS = cv.2.5 x/L
permisible (Kg/cm2RESULT
1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89
untuk x/L <0.4 untuk 0.4 ≤ x/L ≤ 0.65
CMH = [1-x/L]/0.35
Tabel 7 Rekapitulasi Pemeriksaan Tegangan Maksimum Kondisi Air Tenang 3) CONDITION MAX SWBM (Tonne.m *10
for L ≥ 90 m
CL = 1 ,
untuk x/L <0.4
untuk 0.4 ≤ x/L ≤ 0.65 cv CMS = cv.[(x/L-0.65cv )/ 1-0.65cvuntuk x/L > 0.65 CMS =
OK OK OK
Cv = 3√(Vo/1.4√L) ; Cv ≥ 1.0
OK OK OK OK OK OK
Dapat disimpulkan bahwa, kapal MARLINA XV memenuhi nilai dari tegangan minimum yang di berikan oleh BKI pada kondisi kosong, kondisi muatan penuh, kondisi berlayar dan kondisi bongkar muat.
Sebagai contoh akan dilakukan perhitungan tegangan pada saat sagging & hogging untuk kondisi B1 yaitu kondisi kapal dalam keadaan muatan penuh. Untuk memudahkan dalam perhitungan maka dilakukan dengan menggunakan Microsoft Exel , untuk kondisi B1 atau kondisi dalam keadaan muatan penuh yang akan disajikan dalam bentuk table. Tabel 8 Perhitungan Momen Total Kondisi Hogging (B1) St.
12. Perhitungan Kekuatan Memanjang Kapal Pada Air Bergelombang Setelah mengetahui kondisi tegangan pada saat kapal dalam kondisi air tenang maka selanjutnya dilakukan perhitungan untuk kapal dalam kondisi bergelombang atau sagging dan hogging. Data yang dibutuhkan pada perhitungan ini adalah nilai dari gaya lintang dan momen kapal pada air tenang. Dengan menggunakan rumus pendekatan yang diberikan oleh BKI maka dapat dilakukan perhitungan. Perhitungan pada kondisi air bergelombang menggunakan bantuan Microsoft Exel. Pada perhitungan ini perlu diperhatikan bahwa kondisi sarat kapal dan Koefisien Blok kapal berubah sesuai dengan kondisi pemuatan yang dilakukan terhadap kapal. Nilai momen yang digunakan pada setiap station juga berubah pada setiap kondisinya, sesuai dengan hasil
x/L
cMH
AE 0
0 0.000 0.027954361 0.070
ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 ST9 ST10 ST11 ST12 ST13 ST14 ST15 ST16
0.051749057 0.075543753 0.099338449 0.123133145 0.14692784 0.170722536 0.194517232 0.218311928 0.242106624 0.26590132 0.289696015 0.313490711 0.337285407 0.361080103 0.384874799 0.408669495
MWV
MSW
MT
(kNm) 0.000 63406.651
(kNm)
(kNm)
MT
0 -1657.89
0.000 61748.761
(tonm) 0.000 6294.471
0.129
117378.263
-10967.58
106410.683
10847.164
0.189
171349.876
-34903.98
136445.896
13908.858
0.248 0.308 0.367 0.427 0.486 0.546 0.605 0.665 0.724 0.784 0.843 0.903 0.962 1.000
225321.489 279293.102 333264.715 387236.328 441207.941 495179.554 549151.167 603122.780 657094.393 711066.006 765037.619 819009.232 872980.845 907288.134
-68493.42 -108635.94 -150259.77 -189460.53 -224089.83 -250802.46 -275298.03 -313655.13 -365236.11 -430747.29 -488802.87 -510993.09 -495905.31 -444775.59
156828.069 170657.162 183004.945 197775.798 217118.111 244377.094 273853.137 289467.650 291858.283 280318.716 276234.749 308016.142 377075.535 462512.544
15986.551 17396.245 18654.938 20160.632 22132.325 24911.019 27915.712 29507.406 29751.099 28574.793 28158.486 31398.180 38437.873 47147.048
St.
ST16 ST17 ST18 ST19 ST20 ST21 ST22 ST23 ST24 ST25 ST26 ST27 ST28 ST29 ST30 ST31 ST32 ST33 ST34 ST35 ST36 ST37 ST38 ST39 ST40 FORE
x/L
cMH
0.408669495 0.43246419 0.456258886 0.480053582 0.503848278 0.527642974 0.55143767 0.575232365 0.599027061 0.622821757 0.646616453 0.670411149 0.694205845 0.718000541 0.741795236 0.765589932 0.789384628 0.813179324 0.83697402 0.860768716 0.884563411 0.908358107 0.932152803 0.955947499 0.979742195
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.942 0.874 0.806 0.738 0.670 0.602 0.534 0.466 0.398 0.330 0.262 0.194 0.126 0.058 1 0.000
M(T) max =
MWV
MSW
MT
MT
(kNm)
(kNm)
(kNm)
(tonm)
907288.134 907288.134 907288.134 907288.134 907288.134 907288.134 907288.134 907288.134 907288.134 907288.134 854377.297 792695.453 731013.610 669331.766 607649.923 545968.080 484286.236 422604.393 360922.549 299240.706 237558.863 175877.019 114195.176 52513.332 0.000
-383443.47 -336590.91 -304217.91 -287462.43 -286363.71 -299773.98 -327712.86 -371171.16 -399747.69 -391330.71 -345959.46 -265478.22 -182210.94 -113766.57 -59870.43 -19835.82 8122.68 26290.8 34756.83 32539.77 25947.45 14096.97 3325.59 88.29 0
523844.664 570697.224 603070.224 619825.704 620924.424 607514.154 579575.274 536116.974 507540.444 515957.424 508417.837 527217.233 548802.670 555565.196 547779.493 526132.260 492408.916 448895.193 395679.379 331780.476 263506.313 189973.989 117520.766 52601.622 0.000
Tabel 9 Rekapitulasi Perhitungan Momen Maksimal Hogging
53399.048 58175.048 61475.048 63183.048 63295.048 61928.048 59080.048 54650.048 51737.048 52595.048 51826.487 53742.837 55943.188 56632.538 55838.888 53632.238 50194.589 45758.939 40334.289 33820.640 26860.990 19365.340 11979.691 5362.041 0.000
CONDITION MT Max Hogging (Kg.cm)
Max Stress Hogging Bottom (Kg/cm2)
Max Stress Hogging Deck (Kg/cm2)
permisible (Kg/cm2) RESULT
11,351,870,672.15 757.676706 912.8112693 1783.89 6,329,504,833.04 422.4606244 508.959581 1783.89 B1 B2 9,143,236,940.71 610.2622068 735.2136012 1783.89 16,637,412,357.68 1110.458369 1337.825098 1783.89 B3 B4 13,318,044,465.34 888.9083 1070.912577 1783.89 12,268,817,413.44 818.8780011 986.5435504 1783.89 C1 C2 11,435,231,674.65 763.2406075 919.5143815 1783.89 C3 18,223,188,501.23 1216.300453 1465.338384 1783.89 10,989,358,958.65 733.4809863 883.6614678 1783.89 C4 Tabel 10 Rekapitulasi Perhitungan Momen Maksimal Sagging A1
CONDITION MT Max Sagging (Kg.cm) A1 B1 B2 B3
63,295.05 kNm
Dari perhitungan diatas diketahui nilai maksimal dari kondisi (B1) pada saat terkena gelombang hogging mengalami momen dalam satuan kN.m, oleh sebab itu dirubah terlebih dahulu sehingga menjadi satuan Ton.m, karena pada perhitungan sebelumnya telah menggunakan satuan Ton.m . Sehingga bisa lebih mudah dalam perhitungan dan pemeriksaan serta analisa selanjutnya. Nilai total momen hogging maksimal kapal pada kondisi (A1) sebesar 63295.048 Ton.m . Sedangkan grafik yang dihasilkan oleh perhitungan ini dapat dilihat dibawah ini.
B4 C1 C2 C3 C4
3,284,001,002.72 14,884,637,549.67 12,165,371,114.26 4,483,869,910.57 7,377,045,265.14 11,923,400,996.72 13,956,807,987.99 8,435,347,576.90 11,504,460,047.97
Max Stress Sagging Bottom (Kg/cm2)
219.1895181 993.4700169 811.9735134 299.2743559 492.3783505 795.8233011 931.5423518 563.0143745 767.8612315
Max Stress Sagging Deck (Kg/cm2)
264.0686465 1196.883341 978.2253665 360.5508821 593.1929853 958.7683927 1122.275965 678.2917592 925.0810798
800000.000
1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89 1783.89
600000.000
kNm
400000.000
13. Verifikasi Design Menggunakan ShipRight 2010.1 Lloyd Register Fenite Element Method (FEM).
MWv 200000.000
MSw MT
0.000 AE ST1 ST3 ST5 ST7 ST9 ST11 ST13 ST15 ST17 ST19 ST21 ST23 ST25 ST27 ST29 ST31 ST33 ST35 ST37 ST39FORE -200000.000
-400000.000
-600000.000
Gambar 11 Grafik Momen Hogging Kondisi B 1 Langkah diatas dilakukan untuk semua Load case pada keadaan sagging dan hogging yang kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap nilai tegangan yang diijinkan oleh BKI. Sehingga dapat dilakukan rekapitulasi untuk pemeriksaan tegangan pada kondisi sagging & hogging.
OK OK OK OK OK OK OK OK
permisible (Kg/cm2) RESULT
Maka dapat dilihat bahwa semua nilai tegangan yang terjadi, berada dibawah nilai dari tegangan maksimal yang diberikan oleh BKI. Sehingga untuk kapal MARLINA XV memenuhi kriteria tegangan maksimal dari BKI untuk kondisi kapal kosong, kapal muatan penuh, kapal berlayar dan kapal saat bongkar muat pada saat hogging dan sagging.
1000000.000
OK
1. Pembuatan model tiga tangki ruang muat pada software Lloyd’s Register ShipRight 2010.1 berdasarkan CSR for Bulk Carrier 2. Melakukan pembebanan pada model yang sudah dibuat dengan input Still Water Bending Moment pada kapal dan sarat kapal sesuai CSR for Bulk Carrier 3. Running membrane von-mises stress dan stiffener stress pada software Lloyd’s Register ShipRight 2010.1 4. Membandingkan hasil running (stress) yang terjadi pada model dengan pemenuhan kriteria maximum stress pada CSR for Bulk Carrier
OK OK OK OK OK OK OK OK OK
Gambar 12 Stress yang terjadi pada struktur kapal ditunjukkan dengan perbedaan warna Maka dilakukan pemeriksaan untuk setiap bagian terhadap stress yang diijinkan dengan melihat tabel dibawah ini. Tabel 11 Rekapitulasi Nilai Tegangan Hasil Analisa ShipRight 2010 No
Structures 1 Deck Plating 2 Side Plating 3 Bottom Plating 4 Bilge Kell Plating 5 Inner Bottom Plating 6 Bottom Center Girder 7 Bottom Side Girder 8 Hopper Side Tank Plating 9 Inner Hull Tank Plating 10 Top Side Tank Plating 11 Hopper Transverse Plating 12 Topside Transverse Plating
Properties
λy perm
Yield Stress
0.9 0.9 0.8 0.8 0.8 0.8 1 0.9 0.9 0.9 1 1
283.5 283.5 252 252 252 252 315 283.5 283.5 283.5 315 315
Full Load BC‐A Mid Loaded σ vm status 219.9 OK 212.6 OK 145.6 OK 226.6 OK 91.31 OK 150.1 OK 137.5 OK 139 OK 152.5 OK 180.6 OK 128.5 OK 99.75 OK
13 Cargo Tank Bulkhead
0.8
252
14 Hopper Side Transverse Tank Bulkhead
0.8
252
88.84
OK
15 Top Side Transverse Tank Bulkhead
0.8
252
76.98
OK
116.5
14. Perhitungan dan Pemeriksaan Stabilitas Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk kembali pada kondisi setimbangnya, setelah memperoleh gaya luar. Kapal yang memiliki kemampuan untuk kembali ke posisi semula (seimbang/equilibrium) setelah terkena gaya luar (gelombang, angin, atau arus), maka dapat dikatakan sebagai kapal yang stabil. Namun kapal stabil saja tidak cukup, tetapi diperlukan sebuah kapal yang mempunyai stabilitas yang baik. Kapal dengan stabilitas yang baik adalah kapal yang telah memenuhi kriteria stabilitas yang telah ditentukan, seperti ketentuan
OK
yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime Organization). Stabilitas kapal sangat ditentukan oleh beberapa faktor seperti bentuk badan kapal, berat dan letak titik berat pada saat kapal beroperasi (kondisi pemuatan). Kondisi kapal yang beroperasi selalu mengalami perubahan berat dan letak titik berat. Adanya variasi pada kondisi pemuatan, maka pemeriksaan terhadap stabilitas kapal mengacu pada beberapa kondisi. Selain itu, jika terjadi perubahan bentuk badan kapal, pergantian/penambahan peralatan, ataupun penambahan konstruksi juga berpengaruh terhadap stabilitas kapal. Hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan berat dan letak titik berat. Penilaian tentang stabilitas dilihat dari bentuk kurva stabilitas statis (kurva GZ), dimana GZ merupakan besarnya lengan pengembali kapal pada kondisi oleng tertentu. Sedangkan besarnya GZ tergantung dari besarnya KN (Cross Curve) dan KG (letak titik berat kapal). Kriteria stabilitas didasarkan pada persyaratan IMO (International Maritime Organization), INTACT STABILITY for all types of ship covered by IMO instrument resolution A.749 (18), Chapter 3.1 - General intact stability criteria for all ships. yaitu : o Luas di bawah kurva lengan pengembali (kurva GZ) sampai sudut 30° tidak kurang dari 0.055 m.rad atau 3.151 m.degree. o Luas di bawah kurva lengan pengembali (kurva GZ) sampai sudut 40° atau sudut downflooding (θf) jika sudut tersebut kurang dari 40°, tidak kurang dari 0.090 m.rad atau 5.157 m.degree. Sudut downflooding (θf) adalah sudut oleng dimana bukaan pada lambung, bangunan atas atau rumah geladak yang tidak dapat ditutup kedap air tercelup. Dalam aplikasi, bukaan kecil yang dapat dilewati kebocoran tidak dipertimbangkan sebagai terbuka. o Luas di bawah kurva lengan pengembali (kurva GZ) antara sudut 30° dan sudut 40° atau antara sudut 30° dan sudut downflooding (θf) jika sudut tersebut kurang dari 40°, tidak kurang dari 0.030 m.rad atau 1.719 m.degree. o Lengan pengembali GZ pada sudut oleng sama atau lebih dari 30° minimal 0.20 m o Lengan pengembali maksimum terjadi pada oleng lebih dari 30° tetapi tidak kurang dari 25° o Tinggi metacenter awal GMo tidak kurang dari 0.15 m Letak KG akan berubah – ubah jika terdapat muatan cair yang diangkut oleh kapal seperti air tawar, bahan bakar dan air ballast. Pengaruh muatan cair ini disebut dengan pengaruh permukaan bebas (FSM/ Free Surface Moment). Hal ini dapat disebabkan oleh karena tangki – tangki muat tersebut tidak sepenuhnya terisi oleh cairan. Sehingga terdapat ruang yang cukup untuk muatan cairan tersebut dapat bergerak – gerak. Suatu tangki terisi penuh dengan cairan maka tidak akan ada gerakan cairan dalam tangki, hal ini sama
III.
juga jika tangki tersebut diisi material padat. Sehingga tidak berpengaruh pada stabilitas kapal. Namun bila tangki berisi cairan tersebut mengalami pengurangan isi, maka situasi akan berubah dan stabilitas kapal akan terpengaruh oleh apa yang dikenal dengan “Pengaruh Permukaan Bebas (Free Surface Effect)”. Akibat buruk pada stabilitas disebut sebagai “Kerugian GM (loss in GM)” atau sebagai “Kenaikan virtual KG (Virtual Rise in KG)” Dengan menggunakan Hydromax perhitungan stabilitas dilakukan dengan kriteria penerimaan stabilitas IMO seperti yang telah dijelaskan diatas. Kurva dibawah ini adalah hasil running Hydromax untuk nilai stabilitas pada kondisi muatan penuh (B1).
Pada bab ini akan dibahas mengenai biaya yang harus dikeluarkan namun biaya yang dihasilkan pada bab ini hanyalah Preliminary Engineer Estimate yang dapat digunakan sebagai perkiraan biaya untuk pihak owner. Berdasarkan salah satu situs di Internet Cleaves Shipbroking : week 36 , 6th-10th September 2010 didapatkanlah keterangan bahwa kapal MARLINA XV ini akan dijual dengan nilai 450 US$ per Ton. Dengan berat kapal kosong berdasarkan situs tersebut adalah 8029 Ton , maka harga sebuah kapal tanker bekas dengan nilai DWT sebesar 29990 adalah sebesar 3.613.050,00 US$. Dengan nilai ini maka dikonversi menjadi nilai rupiah dengan asumsi nilai tukar dolar ke rupiah adalah 1US$ = Rp 9000,00 , maka harga kapal MARLINA XV ini adalah 32.517.450.000,00 rupiah. Untuk pendekatan waktu pekerjaan menggunakan standar jam orang di PT DPS (Jansumarno,2010). Didapat nilai total waktu untuk pengerjaan konversi kapal ini di salah satu galangan di Indonesia yaitu selama 174 hari.
2.5 3.1.2.4: Initial GMt GM at 0.0 deg = 2.721 m 2 Max GZ = 1.421 m at 39 deg.
1.5 1
GZ m
KAJIAN EKONOMIS KONVERSI KAPAL TANKER MARLINA XV MENJADI BULK CARRIER
0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2
0
40
80 Heel to Starboard deg.
120
160
Gambar 13 Grafik Nilai Stabilitas Kondisi B1
Maka dapat dilakukan rekapitulasi untuk nilai stabilitas kapal pada tabel dibawah ini. Tabel 12 Rekapitulasi Nilai Stabilitas Untuk Semua Kondisi NO
KRITERIA
IMO
UNIT
Gambar 14 Biaya Standart Docking PT DPS
KONDISI A1
B1
B2
B3
B4
C1
C2
C3
C4
1 Area 0 to 30
3.151 m.deg
66.946 21.949 21.69 32.81 33.913 29.166 27.848 25.642 23.433
2 Area 0 to 40
5.157 m.deg
98.292 35.927 36.792 59.77 61.718 51.423 48.298 41.157 38.067
3 Area 30 to 40
1.719 m.deg
31.346 13.978 15.102 26.96 27.805 22.257 20.451 15.516 14.634
4 Max GZ at 30 0r Greater
0.2
m
5 Angle of maximum GZ
25
deg
0.15
m
6 Initial GM Status
Pass
Pass
3.2 1.421 1.555 2.942 28.9
39
3.045
2.386 2.167 1.582 1.493
43
43
11.549 2.721 2.543 3.809
3.891
3.462 3.342 3.361 2.989
Pass
Pass
Pass
Pass
40
Pass
Pass
43
43
Pass
41
Pass
Dapat dilihat bahwa nilai terkecil untuk momen pengembali kapal ketika oleng terdapat pada kondisi B1 (Full Load) , namun walaupun begitu pada kondisi ini tetap masih aman karena nilainya tetap masih lebih besar dari nilai minimal dari IMO. Secara keseluruhan perhitungan stabilitas tersebut, nilai aktual untuk persyaratan stabilitas kapal masih lebih besar jika dibandingkan dengan kriteria persyaratan IMO . Terutama untuk nilai area di bawah kurva GZ, hal ini menandakan bahwa kapal mempunyai momen pengembali yang lebih besar jika dibandingkan dengan yang disyaratkan oleh peraturan INTACT STABILITY IMO A.749 (18).
40
Pass
Pada tahap ini selanjutnya dihitung biaya yang timbul akibat dilakukannya modifikasi bentuk ruang muat, dengan mengacu pada standart repair PT DPS untuk nilai biaya pada setiap pengerjaannya. Pembedaan biaya dapat dibagi menjadi beberapa bagian pengerjaan. Pada pengerjaan ini dilakukan di dua bagian yakni bagian geladak, bagian tangki, dan bagian dalam kapal. Biaya yang dikenakan adalah fungsi total berat material yang dikerjakan pada kapal.
Gambar 15 Biaya Standart Repair PT DPS Maka total biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan konversi kapal Tanker MARLINA XV menjadi Bulk Carrier adalah sebesar 105.290.220.300.00 Rupiah.
IV.
KESIMPULAN
Pada Tugas Akhir ini telah dilakukan proses desain dan analisa untuk modifikasi pada ruang muat dengan tujuan untuk melakukan konversi kapal tanker menjadi bulk carrier. Modifikasi ruang muat ini dikarenakan adanya perubahan dari segi muatan yang diangkut, yang semula minyak sekarang menjadi batubara. Modifikasi pada ruang muat berupa: : Penambahan Konstruksi Hopper Side Tank dan Top Side Tank Penambahan Konstruksi Double Hull dan Double Bottom Penambahan Side Girder Penambahan pembujur pada seluruh bagian konstruksi Inner Hull Penambahan pembujur geladak tambahan untuk memperbesar nilai modulus agar modulus penmpang pada deck setelah konversi lebih besar dari nilai modulus penampang sebelum konversi Pembuatan Lubang Palkah sebagai akses bongkar muat batu bara Pemberian penutup palkah (hatch cover) Berdasarkan kajian teknis yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka kriteria yang harus dipenuhi sebagai aspek pemenuhan kelayakan teknis dalam konversi kapal tanker menjadi bulk carrier adalah sebagai berikut: 1. Lambung Timbul minimum untuk kapal Bulk Carrier MARLINA XV berdasarkan perhitungan Peraturan Garis Muat Indonesia pada sub bab 4.6 adalah 400.114 cm , maka sarat kapal maksimal adalah 10.449 m. Sedangkan pada desain kondisi kapal muatan penuh, memiliki sarat sebesar 10.252 m, maka sarat kapal telah memenuhi Peraturan Garis Muat Indonesia agar kapal dapat beroperasi di perairan Indonesia. 2. Kapasitas ruang muat kapal hasil konversi sudah memenuhi owner requirement karena kapasitas ruang muat sebesar 24.139 ton untuk muatan batubara dengan massa jenis 1.346 ton/m3 dan memiliki sarat 10.252 m. Sedangkan berdasarkan owner requirement kapasitas minimal dari ruang muat adalah 21.000 ton. 3. Kondisi muatan penuh pada kapal adalah dengan kondisi tangki ruang muat 1,2,4,5,7 terisi sebesar 98% sedangkan tangki 3 dan 7 dalam keadaan kosong 0%. 4. Nilai Modulus penampang kapal dan Momen Inersia kapal setelah konversi memiliki nilai lebih besar dari nilai minimal peraturan Biro Klasifikasi Indonesia 2006 Vol.II, Section 5.C.2 dapat dilihat pada Error! Reference source not found. 5. Pada analisa pemenuhan kekuatan memanjang kapal digunakan Hydromax Longitudinal Strength untuk mendapatkan nilai momen maksimal yang terjadi pada kapal. Nilai tegangan (deck dan bottom)
6.
7.
8.
nilainya harus lebih kecil dari tegangan maksimum yang diijinkan (p) oleh Biro Klasifikasi Indonesia untuk nilai dari tegangan kapal. Berdasarkan rekapitulasi pada beberapa table diatas, dapat disimpulkan bahwa semua tegangan yang terjadi pada kapal masih memenuhi tegangan ijin yang diberikan oleh Biro Klasifikasi Indonesia, maka kapal konversi tanker menjadi bulk carrier memenuhi secara kekuatan memanjang. Verifikasi design untuk nilai tegangan kapal dengan analisa FEM menggunakan Shipright memenuhi maximum permissible stress CSR for Bulk Carrier sesuai Appendix B/2.7.1 Berdasarkan hasil running Hydromax Large Angle Stability, nilai dari analisa stabilitas telah memenuhi kriteria nilai Intact Stability IMO A.749 (18) Maka kapal konversi dari tanker menjadi bulk carrier dapat disimpulkan sudah memenuhi aspek kelayakan teknis berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan pemenuhan kriteria seperti tersebut diatas.
Tabel 13 Perbandingan Kapal Sebelum Konversi dan Setelah Konversi After Conversion
Before Conversion
Draft Amidsh. m Displacement tonne
10.252
10.99
35276
38019
WL Length m
165.225
166.6
WL Beam m
26
26
Block Coeff.
0.771
0.78
LWT (tonne)
8753
8029
DWT (tonne)
26523
29990
Item
9.
Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan konversi kapal MARLINA XV dari Kapal Tanker Menjadi Kapal Bulk Carrier adalah sebesar 105.290.220.300.00 Rupiah.
V.
DAFTAR PUSTAKA
Schneekluth, H and V. Bertram . 1998 . Ship Design Efficiency and Economy, Second edition . Oxford, UK : Butterworth Heinemann. Parsons, Michael G. . 2001 . Chapter 11, Parametric Design . Univ. of Michigan, Dept. of naval Architecture and Marine Engineering. Taggart, Robert, Ed . 1980 . Ship Design and contruction . The Society of Naval Architect & Marine Engineers. Watson, David G.M . 1998 . Practical ship Design, Volume I . Oxford, UK : Elsevier Science Ltd. Henryk Jarzyna, Tadensz koronowicz, Jan Szantyr . 1996 . Design of Marine Propellers ( Selected Problem ) . Poland : Polska Akademia Nauk , Institut Maszyn Przeplywowych . Lewis, Edward . 1980 . Principle Naval Architect, Volume II. The Society of Naval Architect & Marine Engineers. Safety of Life at Sea ( SOLAS ) 1974/1978. International Convention of Tonnage Measurement 1969. Biro Klasifikasi Indonesia . Volume II ( Rule Construction of Hull for Sea Going Steel Ship ) 2006. Soekarson N.A . 1995 . Sistem dan Perlengkapan Kapal (Out Fitting). Ing. J. P. De Haan . 1957 . Practical Shipbuilding B, Part I . The Technical Publishing Company H. Stam . Haarlem . Holand. Lloyd’s Register Rulefinder 2007 – Version 9.8 untuk code : Load Lines, 1966/1988 - International Convention on Load Lines, 1966, as Amended by the Protocol of 1988 Intact Stability (IS) Code - Intact Stability for All Types of Ships Covered by IMO Instruments Resolution A.749(18)