TUGAS AKHIR – MN 141581
ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PEMBANGUNAN KAPAL IKAN TRADISIONAL UKURAN <10 GT BERBAHAN KAYU UTUH DENGAN TEKNOLOGI LAMINASI KAYU MAHONI
ADITYA AMOR PATRIA NRP. 4112 100 002 Dosen Pembimbing Ir. Triwilaswandio Wuruk Pribadi, M.Sc Departemen Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
TUGAS AKHIR – MN 141581
ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PEMBANGUNAN KAPAL IKAN TRADISIONAL UKURAN <10 GT BERBAHAN KAYU UTUH DENGAN TEKNOLOGI LAMINASI KAYU MAHONI
ADITYA AMOR PATRIA NRP. 4112 100 002 Dosen Pembimbing Ir. Triwilaswandio Wuruk Pribadi, M.Sc
Departemen Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
FINAL PROJECT – MN 141581
TECHNICAL AND ECONOMIC ANALYSIS CONSTRUCTING TRADITIONAL FISHING VESSEL <10 GT SIZE WITH INTACT WOODS BASED ON MAHOGANY LAMINATE TECHNOLOGY
ADITYA AMOR PATRIA NRP. 4112 100 002 Supervisor Ir. Triwilaswandio Wuruk Pribadi, M.Sc
DEPARTMENT OF NAVAL ARCHITECTURE & SHIPBUILDING ENGINEERING Faculty of Marine Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017
ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PEMBANGUNAN KAPAL IKAN TRADISIONAL UKURAN <10 GT BERBAHAN KAYU UTUH DENGAN TEKNOLOGI LAMINASI KAYU MAHONI Nama Mahasiswa NRP Departemen / Fakultas Dosen Pembimbing
: Aditya Amor Patria : 4112 100 002 : Teknik Perkapalan / Teknologi Kelautan : Ir. Triwilaswandio Wuruk Pribadi, M. Sc.
ABSTRAK Langkanya kayu utuh berukuran besar yang biasa digunakan untuk bahan baku kapal ikan tradisional tipe lesung dan tingginya minat komunitas nelayan yang menggunakan kapal ikan tradisional tidak sebanding dengan pertumbuhan kayu yang membutuhkan waktu hingga 20 hingga 30 tahun untuk dapat di produksi. Maka dari itu dilakukan penelitian dengan menganalisa segi teknis proses pembangunan kapal lesung dengan teknologi laminasi dan menganalisa secara ekonomis dari pembangunan kapal ikan dengan teknologi laminasi kayu dengan kayu yang dipilih yaitu kayu Mahoni. Kayu Mahoni berpotensi sebagai bahan baku pambangunan kapal dengan teknologi laminasi dikarenakan tingginya produktivitas tebangan hutan kayu Mahoni di Jawa Timur dan juga pertumbuhan kayu Mahoni yang cepat yaitu 15 tahun. Analisa teknis yang dilakukan adalah dengan membangun model kapal dimulai dari survei kapal dan kuisioner nelayan untuk menentukan ukuran utama, lalu membuat mould loft kapal yang dilanjutkan dengan penyusunanan bilah yang nantinya akan dilakukan pengeleman dan pembentukan badan kapal. Kekuatan laminasi kayu Mahoni didapatkan dengan melakukan pengujian tarik yang nantinya dibandingkan dengan kayu Mahoni utuh dan Jati utuh. Analisa ekonomis dilakukan dengan menentukan harga kapal dengan teknologi laminasi kayu Mahoni dan menentukan investasi galangan kapal ikan tradisional ukuran <10 GT dengan teknologi laminasi kayu Mahoni. Dari hasil kuisioner yang dilakukan, nelayan setuju adanya pembangunan kapal dengan teknologi laminasi kayu Mahoni dan berdasarkan pembangunan model kapal yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa teknologi laminasi kayu Mahoni dapat digunakan untuk membangun kapal ikan tradisional ukuran <10 GT dengan kayu utuh (lesung) dengan hasil kuat tarik laminasi kayu Mahoni rata– rata 115,625 MPa yang nilainya lebih besar dibanding dengan kuat tarik rata- rata kayu Mahoni utuh 90,833 MPa dan kayu Jati utuh 97,1 MPa. Dari analisa ekonomis, didapat harga jual produk sebesar Rp 6.200.000,00 lebih tinggi dari harga kapal pada umumnya Rp 6.000.000,00. Biaya investasi yang diperlukan dalam pembangunan industri galangan kapal ikan tradisional sebesar Rp 588.100.000,00. ROI sebesar Rp 212.400.000,00dan pay back periode terjadi pada 5 tahun 9 bulan. Nilai IRR sebesar 29% lebih besar dari bunga bank yang telah ditetapkan yakni 10,25% sehingga investasi ini layak digunakan bila dilihat dari analisa ekonomisnya. Kata kunci : Konstruksi, Kayu, Laminasi, Mahoni
v
TECHNICAL AND ECONOMIC ANALYSIS CONSTRUCTING TRADITIONAL FISHING VESSEL UNDER <10 GT SIZE WITH INTACT WOODS BASED ON MAHOGANY LAMINATE TECHNOLOGY Author ID No. Dept. / Faculty Supervisor
: Aditya Amor Patria : 4112 100 002 : Naval Architecture & Shipbuilding Engineering / Marine Technology : Ir. Triwilaswandio Wuruk Pribadi, M. Sc.
ABSTRACT Scarcity of large sized piece of wood used as raw material for traditional fishing boats and mortar type of high interest in fishing communities who use traditional fishing vessels is not comparable to the growth of timber which takes up to 20 to 30 years to be in production. Thus the research by analyzing the technical aspects of ship building process dimples with laminate technology and economic analyzes of the construction of fishing boats with wooden laminate technology with selected wood is mahogany wood. Mahogany potential as raw material pambangunan ship with laminate technology due to the high productivity of forest felling in Eastern Java Mahogany wood and Mahogany wood rapid growth that is 15 years old. Technical analysis is done by building a model of the ship starts from surveys and questionnaires fishing boats to determine the size of the main, and then make a mold loft vessel followed by penyusunanan blades and be done gluing and forming the hull. Mahogany wood laminate strength obtained by performing tensile tests that will be compared with intact Mahogany and Teak wood intact. Economic analysis carried out by determining the price of the ship with Mahogany wood laminate technology and determine investment shipyard traditional fish size <10 GT with Mahogany wood laminate technology. From the results of questionnaires conducted, fishermen agree to the construction of the ship with the technology of laminated Mahogany wood and by building models of ships that have been done, it can be concluded that the technology laminated Mahogany wood can be used to build fishing boats traditionally size <10 GT with a piece of wood (lesung) with results of Mahogany wood laminate tensile strength of 115.625 MPa average of greater value than the average tensile strength Mahogany wood intact 90.833 MPa and 97.1 MPa rosewood intact. From the economic analysis, obtained the selling price of Rp 6,200,000.00 higher than the price of the ship in general Rp 6.000.000,00. The cost of the necessary investment in the development of shipbuilding industry traditional fishing Rp 588,100,000.00. Rp 212.400.000,00dan ROI payback period occurs in 5 years and 9 months. IRR of 29% greater than the bank rate has been set which is 10.25% so this investment is appropriate to use when viewed from the economic analysis Keywords: Construction, Wood, Laminate, Mahogany
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas asung kerta wara nugraha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan judul ” Analisa Teknis Dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Tradisional Ukuran <10 GT Berbahan Kayu Utuh Dengan Teknologi Laminasi Kayu Mahoni“ yang merupakan salah satu syarat kelulusan pada Departemen Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik tentunya tidak lepas dari dukungan banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Triwilaswandio Wuruk Pribadi, M.Sc. selaku dosen pembimbing, atas ilmu dan kesabarannya dalam mengarahkan dan memberi nasehat kepada Penulis selama penyelesaian Tugas Akhir ini. 2. Ibu Sri Rejeki Wahyu Pribadi, S.T., M.T. selaku koordinator bidang studi Industri Perkapalan, terima kasih atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan selama ini. 3. Bapak Ir. Wasis Dwi Aryawan, M. Sc., Ph. D. selaku Ketua Departemen Teknik Perkapalan FTK ITS. 4. Bapak Dr.Ir. Heri Supomo, M.Sc. yang telah membantu penulis dalam proses pembangunan model kapal di Laboratorium Teknologi Produksi dan Manajemen Perkapalan. 5. Kedua orang tua yang tiada henti-hentinya mendoakan Penulis dan memberikan dukungan baik moril maupun materiil. 6. Bapak Supardi dan Mas Joko Iswanto yang telah membantu Penulis dalam persiapan spesimen uji dan pembagunan model kapal di Laboratorium Teknologi Produksi dan Manajemen Perkapalan. 7. Bapak Fairil, Mas Agil, dan Bapak Didik yang telah membantu Penulis dalam pelaksanaan pengujian di Laboratorium Konstruksi dan Kekuatan. 8. Teman-teman seperjuangan Yudha, Wisnu, Ridho, Pepi, Syaghaf, dan Paul yang senantiasa menemani saya dalam pembuatan model kapal dan saling memberikan dukungan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini. 9. Ni Putu Rista Yuliantari, terima kasih atas waktu, perhatian, dan dukungan yang tiada henti-hentinya diberikan kepada Penulis hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini. 10. Teman-teman angkatan 2012 (FORECASTLE-P52) yang telah menemani dan memberikan dukungan sejak menjadi mahasiswa baru sampai penulis lulus. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi pembahasan maupun penyusunan didalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi perkembangan positif dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis bahwa laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan informasi dan manfaat yang seluas-luasnya bagi pembaca pada khususnya dan mahasiswa Teknik Perkapalan pada umumnya. Surabaya, Januari 2017
ADITYA AMOR PATRIA
vii
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................iii LEMBAR REVISI ..................................................................................................................... iv ABSTRAK.................................................................................................................................. v ABSTRACT .............................................................................................................................. vi KATA PENGANTAR .............................................................................................................. vii DAFTAR ISI ...........................................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ................................................................................................................... xiv BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2 Tujuan....................................................................................................................... 2 Batasan Masalah....................................................................................................... 3 Manfaat..................................................................................................................... 3 Hipotesis ................................................................................................................... 3 Sistematika Penulisan Laporan ................................................................................ 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 5 Gambaran Umum Kayu Mahoni .............................................................................. 5 II.1.1.
Sifat Fisis Kayu Mahoni ....................................................................................... 6
II.1.2.
Sifat Fisis Kayu Secara Umum ............................................................................. 7
II.1.3.
Sifat Mekanis Kayu Secara Umum ...................................................................... 7
II.1.4.
Potensi Hutan Kayu Mahoni................................................................................. 9
II.1.5.
Harga Pasar Kayu Mahoni .................................................................................. 11 Teknologi Laminasi Kayu Secara Umum .............................................................. 11
II.2.1.
Keunggulan Dan Kekurangan Teknologi Laminasi ........................................... 11
II.2.2.
Teknik laminasi Kayu ......................................................................................... 12
II.2.3.
Jenis Sambungan Kayu ....................................................................................... 13
II.2.4.
Standar Uji Tarik Laminasi Kayu Mahoni ......................................................... 14 Kapal Kayu Tradisional ......................................................................................... 16
II.3.1.
Konstruksi Kapal Ikan Tradisional ..................................................................... 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................ 17 Tempat Dan Waktu Penelitian ............................................................................ 17 Pemilihan Kayu .................................................................................................. 17 viii
Pembuatan Bilah ................................................................................................. 17 Pembuatan Spesimen Uji .................................................................................... 18 Langkah Pengujian ............................................................................................. 20 Diagram Alir Penelitian ...................................................................................... 22 BAB IV. TAHAPAN PEMBANGUNAN KAPAL ................................................................. 25 Tahapan Pambangunan Kapal Teknologi Laminasi ........................................... 25 IV.1.1.
Tahap Preparation ........................................................................................... 25
IV.1.2.
Tahap Fabrikasi ............................................................................................... 32
IV.1.3.
Proses Assembly ............................................................................................. 33
IV.1.4.
Tahap Finishing .............................................................................................. 50
IV.1.5.
Alat- Alat Dalam Pembangunan Kapal Dengan Teknologi Laminasi ............ 57
IV.1.6.
Kendala- Kendala Dalam Pembangunan Kapal Dengan Teknologi Laminasi ... ......................................................................................................................... 58 Tahapan Pambangunan Kapal Pada Umumnya .................................................. 58
IV.2.1.
Tahap Preparation ........................................................................................... 58
IV.2.2.
Tahap Pengolahan Kayu (Fabrikasi) ............................................................... 59
IV.2.3.
Peralatan Untuk Pembuatan Kapal ................................................................. 61
IV.2.4.
Tahap Pembangunan Badan Kapal (Assembly) ............................................. 62
IV.2.5.
Kendala- Kendala Dalam Pembangunan Kapal Pada Umumnya ................... 63
BAB V. ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS.................................................................... 65 Analisa Teknis ........................................................................................................ 65 V.1.1. Perbandingan Pembangunan Kapal Dengan Teknologi Laminasi Dan Pembangunan Kapal Pada Umumnya ............................................................................... 65 V.1.2. Rekomendasi Pembangunan Kapal Ikan Tradisional Dengan Teknologi Laminasi Kayu Mahoni ..................................................................................................... 67 V.1.3.
Data Hasil Pengujian Tarik................................................................................. 68
V.1.4.
Perhitungan Hasil Pengujian Tarik ..................................................................... 70
V.1.5.
Perbandingan Kekuatan Tarik ............................................................................ 73
V.1.6.
Tegangan Izin Laminasi Kayu Mahoni .............................................................. 74
V.1.7.
Perencanaan Layout Industri Galangan .............................................................. 74 Analisa Perhitungan Ekonomis .............................................................................. 76
V.2.1.
Perhitungan Biaya Laminasi Kayu Mahoni Dalam Bentuk Balok ..................... 76
V.2.2. Analisa Industri Pembangunan Galangan Kapal Ikan Tradisional Dengan Teknologi Laminasi........................................................................................................... 79 V.2.3.
Analisa Biaya Operasional Industri Galangan Kapal Ikan Tradisional .............. 81
V.2.4.
Analisa Penentuan Harga Pokok Produksi ......................................................... 84 ix
V.2.5.
Analisa Penentuan Harga Penjualan Produk ...................................................... 86
V.2.6.
Analisa Target Produksi dan Pendapatan ........................................................... 86
V.2.1.
Analisa Kelayakan Investasi ............................................................................... 87
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 91 Kesimpulan ......................................................................................................... 91 Saran ................................................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 93 LAMPIRAN BIODATA PENULIS
x
DAFTAR GAMBAR Gambar II.1 Pohon Kayu Mahoni .............................................................................................. 5 Gambar II.2 Bunga Mahoni ........................................................................................................ 6 Gambar II.3 Buah Mahoni .......................................................................................................... 6 Gambar II.4 Kelas Kuat Kayu .................................................................................................... 9 Gambar II.5 Diagram Luasan Kawasan Hutan Produksi Jawa Timur ....................................... 9 Gambar II.6 Diagram Luas Kawasan Hutan Jawa Timur .......................................................... 9 Gambar II.7 Diagram Produktifitas Tebangan Hutan Perum Perhutani ................................... 10 Gambar II.8 Spesimen Standar ASTM ..................................................................................... 15 Gambar III.1 Kayu Mahoni Bentuk Balok ............................................................................... 17 Gambar III.2 Proses Perataan Bilah Dengan Mesin Planer ..................................................... 18 Gambar III.3 Bilah yang Telah di Planer ................................................................................. 18 Gambar III.4 Proses Pengeleman Bilah .................................................................................... 19 Gambar III.5 Proses Pengempaan Bilah ................................................................................... 20 Gambar III.6 Papan Laminasi Setelah Di Bersihkan ................................................................ 20 Gambar III.7 Proses Uji Tarik .................................................................................................. 21 Gambar III.8 Kondisi Spesimen Putus Setelah Uji Tarik......................................................... 21 Gambar IV.1 Kuisioner Sosialisasi Kepada Nelayan ............................................................... 25 Gambar IV.2 Diagram Hasil Survei NelayanTahap Pengukuran Kapal .................................. 26 Gambar IV.3 Tampak Samping Kapal yang Akan Dilakukan Pengukuran ............................. 27 Gambar IV.4 Proses Pengukuran Kapal ................................................................................... 27 Gambar IV.5 Cara Pengukuran Lambung Kapal ...................................................................... 27 Gambar IV.6 Lines Plan Kapal yang Akan Di Bangun ........................................................... 28 Gambar IV.7 Model 3D Kapal yang Akan Di Bangun ............................................................ 29 Gambar IV.8 Proses Pembuatan Cetakan ................................................................................. 29 Gambar IV.9 Kondisi Cetakan yang Selesai Di Potong ........................................................... 30 Gambar IV.10 Perakitan Cetakan ............................................................................................. 30 Gambar IV.11 Proses Pemilihan Kayu Log ............................................................................. 31 Gambar IV.12 Proses Pemilihan Kayu Log ............................................................................. 31 Gambar IV.13 Proses Pembuatan Bilah ................................................................................... 32 Gambar IV.14 Proses Pemasangan Cetakan Lambung Kapal .................................................. 33 Gambar IV.15 Tampak Samping Penyusunan Sistem Bata ..................................................... 33 Gambar IV.16 Proses Pembentukan Bilah Saat Penyusunan ................................................... 34 Gambar IV.17 Proses Pemotongan Bilah ................................................................................. 34 Gambar IV.18 Penyusunan Bilah Pada Bagian AP dan FP ...................................................... 35 Gambar IV.19 Kondisi Setelah Penyusunan Bilah Bagian AP ................................................ 35 Gambar IV.20 Proses Pancampuran Lem................................................................................. 36 Gambar IV.21 Proses Pembersihan Bilah Dengan Amplas ..................................................... 36 Gambar IV.22 Kondisi Sebelum Pembersihan ......................................................................... 37 Gambar IV.23 Kondisi Kayu Setelah Dibersihkan .................................................................. 37 Gambar IV.24 Proses Pengeleman ........................................................................................... 38 Gambar IV.25 Proses Press ...................................................................................................... 38 Gambar IV.26 Kondisi Hasil Pengeleman Sebelum Dibersihkan ............................................ 39 Gambar IV.27 Proses Pembersihan Lem Pada Hasil Laminasi Dengan Gerinda .................... 39 Gambar IV.28 Kondisi Laminasi Setelah Dibersihkan ............................................................ 40 xi
Gambar IV.29 Proses Pembentukan Kapal Dengan Menggunakan Tatah ............................... 40 Gambar IV.30 Proses Pembentukan Kapal Dengan Menggunakan Hand Plannar .................. 41 Gambar IV.31 Proses Pembentukan Kapal Dengan Menggunakan Pacul ............................... 41 Gambar IV.32 Proses Pembentukan Lambung Kapal Dengan Tatah ...................................... 42 Gambar IV.33 Proses Penghalusan Dengan Gerinda ............................................................... 42 Gambar IV.34 Proses Pembentukan Cadik .............................................................................. 43 Gambar IV.35 Proses Pengukuran Dengan Selang Ukur ......................................................... 43 Gambar IV.36 Cat Minyak Avian dan Kuas Untuk Mengecat Pipa Paralon ........................... 44 Gambar IV.37 Proses Pengecatan Dasar Pipa Paralon ............................................................. 44 Gambar IV.38 Proses Pengecatan Motif Bambu Pada Pipa ..................................................... 45 Gambar IV.39 Kayu Jati Sebelum Di Tipiskan ........................................................................ 45 Gambar IV.40 Bilah Hasil Planer ............................................................................................ 46 Gambar IV.41 Proses Pengeleman Bilah Jati ........................................................................... 46 Gambar IV.42 Proses Penguncian Dengan Ragum .................................................................. 47 Gambar IV.43 Kapur Gamping ................................................................................................ 47 Gambar IV.44 Campuran Kapur Gamping dan Air ................................................................. 48 Gambar IV.45 Proses Pelapisan Dengan Kapur Gamping ....................................................... 48 Gambar IV.46 Proses Pengecekan Kebocoran ......................................................................... 49 Gambar IV.47 Terjadi Kebocoran Pada Kulit Lambung .......................................................... 49 Gambar IV.48 Penandaan Pada Bagian Kulit yang Mengalami Kebocoran ............................ 50 Gambar IV.49 Proses Pelapisan Lem Pada Titik Kebocoran ................................................... 50 Gambar IV.50 Pembersihan Sebelum Pengecatan ................................................................... 51 Gambar IV.51 Hasil Pembersihan Akhir Kapal Sebelum Dilakukan Penyemprotan Clear .... 51 Gambar IV.52 Clear Acrilic Epoxy Spray Paint ...................................................................... 52 Gambar IV.53 Proses Penyemprotan Clear Pada Kapal........................................................... 52 Gambar IV.54 Proses Penyemprotan Clear Pada Cadik Kapal................................................ 53 Gambar IV.55 Proses Pengeringan Cadik ................................................................................ 53 Gambar IV.56 Pemasangan Cadik Kapal ................................................................................. 54 Gambar IV.57 Proses Pengaturan Pipa Paralon Pada Cadik Kapal ......................................... 54 Gambar IV.58 Penandaan Pada Cadik dan Pipa Paralon ......................................................... 55 Gambar IV.59 Proses Pengikatan Pipa Paralon Pada Cadik Kapal .......................................... 55 Gambar IV.60 Kondisi Kapal Setelah Proses Instalasi ............................................................ 56 Gambar IV.61 Proses Pengelasan Dudukan Kapal .................................................................. 56 Gambar IV.62 Proses Pengecatan Dudukan Mesin .................................................................. 57 Gambar IV.63 Hand Planer, Bor Listrik, Gerinda, Pacul ........................................................ 58 Gambar IV.64 Gambar Proses Pengeringan Kayu ................................................................... 59 Gambar IV.65 Pembentukan Gading Kapal ............................................................................. 60 Gambar IV.66 Pemotongan Kayu Dengan Mesin Potong Selendang ...................................... 61 Gambar IV.67 Pembuatan Lunas Kapal ................................................................................... 61 Gambar IV.68 Mesin Potong Kayu .......................................................................................... 62 Gambar IV.69 Ketebalan Sambungan yang Memiliki Beda Ukuran ....................................... 63 Gambar IV.70 Pemasangan Baut yang Mudah Rusak ............................................................. 64 Gambar IV.71 Sambungan yang Tidak Sesuai Antara Kulit Lambung dan Lunas .................. 64 Gambar IV.72 Bagian Kayu yang Memiliki Getah .................................................................. 64 Gambar V.1 Tahapan Pembangunan Kapal Ikan Tradisional .................................................. 65 Gambar V.2 Grafik Uji Tarik Kayu Mahoni Utuh ................................................................... 71 Gambar V.3 Grafik Uji Tarik Laminasi Kayu Mahoni ............................................................ 72 xii
Gambar V.4 Lokasi Pembangunan Industri Galangan ............................................................. 75 Gambar V.5 Denah Workshop .................................................................................................. 75 Gambar V.6 Denah Industri Galangan ..................................................................................... 76
xiii
DAFTAR TABEL Tabel II.1 Realisasi Pengadaan Benih Tahun 2009- 2013........................................................ 10 Tabel II.2 Realisasi Pengadaan Bibit Tahun 2009- 2013 ......................................................... 10 Tabel V.1 Perbandingan Pembangunan Kapal Laminasi dan Kapal Pada Umumnya ............. 65 Tabel V.2 Hasil Pengujian Tarik Spesimen Kayu Mahoni Utuh ............................................. 68 Tabel V.3 Hasil Pengujian Tarik Spesimen Laminasi Kayu Mahoni....................................... 69 Tabel V.4 Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Kayu Mahoni Utuh ................................... 70 Tabel V.5 Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Laminasi Kayu Mahoni............................. 71 Tabel V.6 Perbandingan Uji Tarik Laminasi Kayu Mahoni, Mahoni Utuh dan Jati ................ 73 Tabel V.7 Ukuran Kayu Mahoni Di Pasaran ............................................................................ 76 Tabel V.8 Harga Kayu Mahoni Di Pasaran .............................................................................. 76 Tabel V.9 Harga Kayu Mahoni dalam Jenis Potongan ............................................................ 76 Tabel V.10 Jumlah Kayu Mahoni Per Volume ........................................................................ 77 Tabel V.11 Penentuan Biaya Laminasi Per 1 m3 ..................................................................... 77 Tabel V.12 Perhitungan Waktu Pengerjaan ............................................................................. 78 Tabel V.13 Biaya Tenaga Kerja ............................................................................................... 78 Tabel V.14 Biaya Laminasi dan tenaga kerja untuk 1m3......................................................... 79 Tabel V.15 Perhitungan Biaya Laminasi dan Tenaga Kerja Pembangunan Kapal .................. 79 Tabel V.16 Rincian Biaya Pembangunan Gedung Office ........................................................ 80 Tabel V.17 Rincian Biaya Peralatan Ukur dan Permesinan ..................................................... 80 Tabel V.18 Rincian Biaya Peralatan Kantor dan Permesinan .................................................. 81 Tabel V.19 Rincian Peralatan Safety ........................................................................................ 81 Tabel V.20 Biaya Operasional.................................................................................................. 82 Tabel V.21 Rekapitulasi Luasan Dimensi dan Kebutuhan Bahan Baku .................................. 84 Tabel V.22 Rincian Biaya Pengecatan Produk ......................................................................... 85 Tabel V.23 Rincian Komponen yang Terinstalasi.................................................................... 85 Tabel V.24 Rincian Biaya Harga Jual Produk .......................................................................... 86 Tabel V.25 Jumlah Pendapatan Tahun 2018-2033 ................................................................... 86 Tabel V.26 Rekapitulasi Perolehan Laba/Rugi ........................................................................ 87 Tabel V.27 Nilai NPV, IRR, dan Payback Periode .................................................................. 89
xiv
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Eksploitasi kayu yang berlebihan telah berlangsung cukup lama menyebabkan kondisi hutan alam rusak parah dan memprihatinkan. Kondisi ini berimplikasi terhadap berkurangnya produksi kayu dari hutan alam, sehingga ketersediaan kayu berdiameter besar yang berasal dari hutan alam semakin terbatas. Di lain pihak, kebutuhan kayu untuk berbagai keperluan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Untuk populasi kayu, Indonesia memiliki populasi pohon kayu yang sangat banyak, salah satunya adalah kayu mahoni. Kayu mahoni merupakan salah satu jenis kayu khas daerah tropis. Dapat diartikan, kayu ini berasal dan hanya ada di daerah-daerah yang memiliki iklim tropis contohnya adalah Indonesia. Di Indonesia, kayu mahoni sangat populer khususnya untuk banyak daerah di pulau Jawa. Kayu ini dikenal sebagai jenis kayu yang bernilai komersial tinggi sehingga banyak orang yang membudidayakan dan diperjual belikan pada pasar komoditas domestik. Di pulau Jawa ini juga, persedian untuk kayu mahoni tidak perlu dikhawatirkan sebab jumlahnya masih sangat banyak, mulai dari yang masih berupa pohon maupun yang sudah berupa kayu yang sudah dipotong atau diproses. Di daerah Bojonegoro, Jawa Timur, banyak pengusaha kayu yang menjual produk kayunya dalam bentuk olahan atau potongan, sehingga para konsumen dapat memesan sesuai keinginan dan dapat dengan mudah untuk diolah selanjutnya. Karena jenis pohon penghasil kayu ini memiliki masa pertumbuhan yang cepat yakni kurang lebih dalam kurun waktu 7 hingga 15 tahun, pohon mahoni sudah tumbuh besar dan sudah bisa dipotong dan diambil kayunya. Hal ini jelas berbeda dengan masa pertumbuhan pohon jati maupun pohon sonokeling yang mana pertumbuhannya membutuhkan waktu yang lama. Disamping dari kondisi diatas, penggunaan kayu ukuran besar dalam pembuatan kapal ikan tradisional saat ini tidak sesuai dengan pertumbuhan kayu yang membutuhkan waktu beberapa tahun, sehingga nantinya akan terjadi kelangkaan kayu yang akan berimbas ke kelangkaan material produksi kapal ikan. Jenis kapal ikan tradisional yang membutuhkan material kayu yang berukuran besar salah satunya adalah kapal jenis lesung, dimana kapal lesung ini masih banyak digunakan oleh masyarakat- masyarakat pelosok sebagai alat transportasi di daerah sungai dan rawa. Dikarenakan ciri khas dari kapal lesung ini adalah 1
ukurannya yang kecil, tidak begitu lebar namun panjang, sehingga sangat cocok untuk di daerah sungai dan rawa. Biasanya kapal lesung di buat dari kayu yang utuh dan di keruk untuk mendapatkan bentuk lambung dan yang lainnya. Ini akan membuat banyak material kayu yang terbuang dan juga produksi kapal lesung akan berkurang seiring berkurangnya populasi kayu. Seiring dengan kemajuan teknologi perkapalan, ditemukan alternatif-alternatif lain dalam pembangunan kapal kayu yaitu dengan sistem laminasi. Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai bahan struktural adalah balok laminasi. Hubungan menggunakan teknologi laminasi dan kondisi populasi kayu saat ini adalah dapat mengganti kayu yang berukuran besar untuk konstruksi kapal yang besar sekalipun dengan kayu laminasi, sehingga dalam produksi kapal ikan, ukuran kayu tidak tergantung dengan ukuran konstruksinya. Selain dimensi, kayu yang digunakan untuk keperluan struktural juga memerlukan persyaratan tertentu menyangkut kekuatannya dalam menahan suatu beban. Dalam pembuatan balok laminasi, penyusunan setiap lapisan (laminasi) dapat diatur sedemikian rupa sehingga bisa meningkatkan sifat-sifat kekuatan kayu yang digunakan. Secara teori kapal laminasi lebih efektif dan efisien dari kapal tradisional dalam aspek bahan, kekuatan, ekonomis, produksi dan perawatan. Dari hasil analisa tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai pembangunan kapal ikan dengan menggunakan bahan laminasi kayu mahoni dengan menganalisa dari segi teknis dan ekonomis kapal tersebut. Rumusan Masalah Dengan paparan latar belakang diatas, permasalah yang akan dikaji dalam Tugas Akhir ini sebagai berikut: 1. Apakah teknologi laminasi kayu mahoni dapat digunakan untuk membangun kapal ikan tradisional ukuran <10 GT dengan kayu utuh (lesung)? 2. Apakah dengan teknologi laminasi dalam pembangunan kapal dapat mengurangi kebutuhan bahan baku? 3. Apakah dengan teknologi laminasi dalam pembangunan kapal ikan tradisional mendapatkan harga yang lebih ekonomis? Tujuan Tugas akhir ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas para nelayan dengan membangun kapal dengan teknologi yang lebih mudah dan ekonomis. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 2
1. Melakukan observasi teknis pembangunan kapal ikan dengan bahan laminasi kayu mahoni 2. Menghitung kebutuhan bahan baku yang efektif sesuai hasil pengujian 3. Menghitung biaya pembangunan kapal Batasan Masalah Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini permasalahan difokuskan pada: 1. Dilakukannya identifikasi langkah dan biaya pembangunan untuk kapal ukuran di bawah 10 GT. 2. Kayu mahoni yang digunakan adalah kayu yang telah terpotong menjadi lembaran. 3. Lem yang di gunakan yaitu lem Epoxy Marine Use 4. Standar pengujian menggunakan ASTM 5. Standar kualitas BSN (Badan Standarisasi Nasional) Manfaat Tugas akhir ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas para nelayan dengan membangun kapal dengan teknologi yang lebih mudah dan ekonomis. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui teknis pembangunan kapal ikan dengan bahan laminasi kayu mahoni 2. Mengetahui kebutuhan bahan baku yang efektif sesuai hasil pengujian 3. Mengetahui biaya pembangunan kapal Hipotesis Hipotesis dari tugas akhir ini adalah: Didapatkannya biaya produksi kapal yang ekonomis dengan kualitas yang tinggi. Sistematika Penulisan Laporan Laporan Tugas Akhir ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian secara umum dan singkat yang meliputi latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan dari Tugas Akhir yang disusun. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi penjelasan tentang berbagai referensi dan teori yang terkait dengan judul penelitian yang meliputi gambaran umum bambu, pengawetan bambu, teknologi bambu laminasi, bambu laminasi sebagai material komposit, gambaran umum kapal ikan, standarisasi bambu dalam bidang konstruksi. 3
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi langkah-langkah selama penelitian, mulai dari tahap persiapan, pembuatan spesimen uji, perlakuan spesimen uji, langkah pengujian, analisis data hasil pengujian, sampai pembahasan dan penarikan kesimpulan. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi pembahasan permasalahan dan studi komparatif dari hasil penelitian yang telah dilakukan. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serta rekomendasi dan saran untuk penelitian selanjutnya.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kayu Mahoni Mahoni adalah anggota suku Meliaceae yang mencakup 50 genera dan 550 spesies tanaman kayu. Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35–40 m dan diameter mencapai
125 cm. Batang
lurus
berbentuk
silindris
dan
tidak
berbanir. Kulit luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari putih, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak, bulat telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau cokelat. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat tumbuh subur bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai dilihat pada Gambar II.1.
Gambar II.1 Pohon Kayu Mahoni
(Sumber : http://www.bibithijau.blospot.com ) Tanaman mahoni ini merupakan tanaman tropis dan banyak ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai. Tanaman yang memiliki bunga dan biji pada Gambar II.2 dan Gambar II.3 ini dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan pantai. Tanaman ini menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung (tidak ternaungi). Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang mampu berttahan hidup di tanah gersang sekalipun. Walaupun tidak disirami selama berbulan-bulan, mahoni masih mampu untuk bertahan hidup. (Jaker, 2001) 5
Gambar II.2 Bunga Mahoni
(Sumber : http://www.bibithijau.blospot.com )
Gambar II.3 Buah Mahoni
(Sumber : http://www.bibithijau.blospot.com ) II.1.1. Sifat Fisis Kayu Mahoni Sifat fisik dari kayu mahoni bisa bervareasi tergantung pada asal dari kayu, spesies kayu dan usia pohon, namun secara umum sifat fisik kayu mahoni dapat dilihat pada data di bawah ini: Berat kering rata- rata
: 43 lbs/ft3 (685 kg/m3)
Specific Grafity (Basis, 12% MC)
: .55,.69
Kekerasan dengan tes jangka
: 910 lbf (4.040 N)
Modulus patah
: 12,240 lbf/in2 (84.4 MPa)
Modulus elastis
: 1,383,000 lbf/in2 (9,54 GPa)
Penyusutan (dari kayu basah ke mc 12%) : Radial 3.7%, Tangensial :6.6%, Volumetrik Warna Kayu
: 10,3% : Kuning kemerahan untuk kayu muda dan putih untuk kayu muda data diambil dari: http://www.wood-database.com/
6
II.1.2. Sifat Fisis Kayu Secara Umum Kayu yang tumbuh akan mempunyai bentuk fisik tergantung pada jenis, lingkungan pertumbuhan dan asalnya. Sifat fisik kayu antara lain: 1. Kadar Air Kadar air kayu merupakan berat air dalam kayu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase dari berat kering tanur kayu. Berat, penyusustan, kekuatan, dan sifat –sifat kayu lainnya tergantung pada kadar air kayunya. 2. Lama Pemakaian Kayu memiliki life time atau waktu guna yang merupakan batas umur pemakaian, hal ini terjadi karena pengaruh seasoning, weathering, ataupun perubahan kimia disamping lama pembebanan. 3. Struktur Anatomi Kayu Kayu secara umum mempunyai sifat anisotropic, yaitu sifat kayu yang berbeda pada ketiga arahnya sebagai akibat susunan sel – sel serabut yang membentuk tiga arah yaitu longitudinal. tangensial, dan radial. 4. Lama Pembebanan Pemberian beban pada kayu akan mempengaruhi besarnya tegangan yang terjadi di dalam kayu tersebut, semakin lama maka semakin besar tegangan yang terjadi. 5. Berat Jenis dan Kerapatan Kayu disusun oleh zat yang lebih berat daripada air, berat jenis zat kayu sekitar 1.5 yang berlaku untuk semua jenis kayu. 6. Pengaruh Cacat Lingkungan mempengaruhi pertumbuhan pohon salahs satunya yaitu kelainan (cacat) pada kayu. Cacat pada kayu antara lain mata kayu, serat berpilin, kayu reaksi, kayu rapuh, kantung damar dan kulit tersisip. (Wood Handbook, 1999)
II.1.3. Sifat Mekanis Kayu Secara Umum Sifat mekanik adalah ukuran kemampuan sepotong kayu untuk menahan gaya luar yang dapat merubah bentuk dan ukurannya. Gaya luar atau aksi tersebut berupa tekanan, tarikan atau geseran. Beberapa sifat mekanik kayu secara umum sebagai berikut : 1. Keteguhan Tekan Keteguhan tekan merupakan kemampuan maksimum sampel untuk menahan beban yang diberikan secara perlahan – lahan sampai terjadi kerusakan (tekanan maksimal). Keteguhan tekan dilakukan pada arah sejajar serat dan tegak lurus serat. Pengujian tekan sejajar serat digunakan untuk menentukkan beban yang dapat dipikul 7
suatu tiang atau pancang pendek, sedangkan tegak lurus serat penting digunakan untuk rancangan sambungan – sambungan antar kayu dalam suatu bangunan dan pada penyangga gelagar. 2. Keteguhan Lentur Statik Keteguhan lentur statik merupakan sifat yang digunakan untuk menentukkan beban yang dapat dipikul suatu gelagar. Dari pengujian keteguhan lentur akan diperoleh nilai keteguhan kayu pada batas proporsi dan keteguhan kayu maksimum. Di bawah batas proporsi terdapat hubungan garis lurus antara besarnya tegangan dengan regangan, dimana nilai perbandingan antara regangan dan tegangan ini disebut modulus elastisitas (MOE). Keteguhan lengkung maksimum (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) dalam uji keteguhan lengkung dengan menggunakan pengujian yang sama untuk menentukkan MOE. 3. Keteguhan Tarik Keteguhan tarik sangat penting diketahui untuk suku bawah (busur) pada penopang kayu dan dalam rancangan sambungan antara suku – suku bangunan. 4. Keteguhan Geser Keteguhan geser adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja dan berusaha untuk menggeser bagian benda. Tegangan geser tersebut akan timbul akibat adanya gaya geser tersebut. Dalam pengujian geser, tegangan geser cenderung untuk membuat satu bagian bergeser terhadap bagian disebelahnya. Kayu rendah dalam kekuatan geser sejajar serat tetapi sangat tinggi dalam keteguhan geser melintang serat. 5. Kekerasan Kekerasan tergantung pada cara pengujian dan dalamnya penetrasi berdasarkan kekuatannya, BKI tahun 1996 Peraturan Kapal Kayu menggolongkan jenis kayu menjadi lima kelas kuat yang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tiap kelas kuat memiliki perbedaan berat jenis kering udara, kukuh lentur mutlak dan kukuh tekanan mutlak. Kukuh lentur mutlak suatu kayu tergantung pada berat jenis kering udara kayu tersebut. Dapat dilihat pada Gambar II.4. (BKI, 1996)
8
Gambar II.4 Kelas Kuat Kayu (data diambil dari: BKI th.1996 Tentang Praturan Kapal Kayu)
II.1.4. Potensi Hutan Kayu Mahoni Dari survei yang dilakukan di Perum Perhutani Surabaya, didapatkan data luas hutan kayu mahoni dan penyediaan bibit tiap tahunnya dari tabel Gambar II.5, Gambar II.6, Gambar II.7 dan Tabel II.2, Tabel II.3
Luas Kawasan Hutan Produksi Jawa Timur Berdasarkan Klas Perusahaan Tahun 2013 Hutan Kayu Lain-lain 28%
Hutan Kayu Mahoni 2%
Hutan Kayu Jati 70%
Hutan Kayu Mahoni
Hutan Kayu Jati
Hutan Kayu Lain-lain
Gambar II.5 Diagram Luasan Kawasan Hutan Produksi Jawa Timur
Luas Kawasan Hutan Jawa Timur Berdasarkan Peruntukan Tahun 2013 Hutan Konservasi 17% Hutan Produksi 60%
Hutan Konservasi
Hutan Lindung 23%
Hutan Lindung
Hutan Produksi
Gambar II.6 Diagram Luas Kawasan Hutan Jawa Timur
9
Produktifitas Tebangan Hutan Perum Perhutani Jawa Timur Berdasarkan Klas Perusahaan Tahun 2013
1000
779
500
259 68
0 Jati (m/Ha)
Mahoni Lain-lain (m/Ha) (m/Ha) Luas Etat Tebangan (Ha)
Gambar II.7 Diagram Produktifitas Tebangan Hutan Perum Perhutani Tabel II.1 Realisasi Pengadaan Benih Tahun 2009- 2013
No.
Jenis
1
Jati
2
Pinus
3
Damar
4
Mahoni
5
Sonokeling
6
Kesami
7
Lain-lain
JUMLAH TOTAL
2009
2010
2011
2012
2013
55,051
12,719
565
-
-
358
245
154
157
219
31
7
42
24
23
5,192
5,547
3,436
3,386
2,398
-
50
11
13
12
9,490
6,790
4,900
2,762
3,936
37,368
11,975
7,172
2,388
1,645
107,490
37333
16,280
8,731
8,234
Tabel II.2 Realisasi Pengadaan Bibit Tahun 2009- 2013
No.
Jenis
2009
2010
2011
2012
2013
25,335,286
20,428,586
17,987,606
12,076,429
11,805,818
2,280,014
2,483,915
1,425,192
1,553,135
2,131,066
208,934
51,177
378,966
250,900
179,655
5,501,602
4,984,443
3,741,688
3,586,479
2,622,731
903
526,260
78,051
106,914
17,243
1
Jati
2
Pinus
3
Damar
4
Mahoni
5
Sonokeling
6
Kesami
5,676,856
4,189,809
2,722,789
1,626,920
2,311,852
7
Sengon
2,393,935
3,247,226
2,564,091
1,940,208
1,606,638
8
Lain-lain
24,505,591
16,180,011
10,816,481
4,794,716
4,847,734
65,903,121
52,091,427
39,714,864
25,935,701
25,522,737
JUMLAH TOTAL
Kayu mahoni juga sering digunakan sebagai bahan baku pengganti dari kayu jati. Ini dilakukan karena, selain jumlah atau persedian kayu mahoni banyak, harganya pun jauh lebih murah dari pada kayu jati. (PerumPerhutani, 2009) 10
II.1.5. Harga Pasar Kayu Mahoni Berdasarkan survei harga pada web Indonesia wood-database menunjukan bahwa harga dari kayu mahoni dalam relatif terjangkau yang pastinya disesuaikan denan kualitas dan grade, harga mahoni dengan spesifikasi sebagai berikut yaitu berada pada kisaran: Kayu Mahoni (Log)
: Rp 800.000 – Rp 1.800.000
Kayu Mahoni (Olahan / Lembaran) : Rp 1.600.000 – Rp 3.000.000 (data diambil dari: http://www.wood-database.com/) Teknologi Laminasi Kayu Secara Umum Teknologi laminasi adalah teknik penggabungan bahan dengar bantuan perekat, bahan bangunan berukuran kecil dapat direkatkan membentuk komponen bahan sesuai keperluan. Teknik laminasi juga dapat dilakukan untuk menggabungan bahan baku yang tidak seragam atau dari berbagai kualitas. (Morisco, 2006). II.2.1. Keunggulan Dan Kekurangan Teknologi Laminasi Menurut Manik (1997), keunggulan teknologi laminasi sebagai berikut: 1. Pengadaan material di pasaran mudah karena ketebalan papan pelapis yang digunakan maksimum 2 cm, panjang pelapis tidak dibatasi. 2. Penggunaan material kayu lebih efisien, penyediaan kayu akan lebih cepat dan murah karena potongan kayu yang tipis (sampai 5 mm), pendek, serta ada cacatnya masih bisa digunakan untuk membuat konstruksi. 3. Sedikit menggunakan bahan pengikat mekanis dengan dimensi lebih kecil dan bersifat hanya menyatukan permukaan bidang leman. 4. Mudah dilakukan pemeriksaan cacat karena dimensi bahan baku penyusun laminasi lebih kecil dan tipis. Mudah dalam pemilihan bahan penyusun laminasi yang baik tanpa cacat. 5. Kekedapan dapat terjamin, konstruksi rigit atau kaku, perubahan dimensi kayu dapat teratasi dengan pengaturan arah serat kayu yang efektif. 6. Perlindungan berganda dapat dilaksanakan, kayu yang kering dan dijenuhkan (kayu oven) akan lebih tahan terhadap kerusakan, dan sifat lapisan lem yang diciptakan khusus juga merupakan perlindungan terhadap kerusakan pula. Namun menurut Wirjomartono (1958) dalam Nurleni (1993) menyatakan bahwa balok laminasi mempunyai beberapa kekurangan :
11
1. Persiapan pembuatan kayu berlapis majemuk ummnya memerlukan biaya yang lebih besar dari konstruksi biasa. 2. Karena baik buruknya bergantung kepada kekuatan sambungannya, maka pembuatannya memerlukan alat-alat khusus dan orang-orang ahli. 3. Kesukaran-keaukaran pengangkutan untuk yang besar seperti perlengkungan dan sebagainya. II.2.2. Teknik laminasi Kayu Sebelum dilakukan perekatan kayu laminasi, hal yang perlu diperhatikan adalah kadar air dari bilah kayu yang akan direkatkan. Mengacu pada regulasi BKI tahun 2013 tentang Kapal Kecil ≤ 24 meter, nilai kadar air untuk kayu lapis/laminasi sebelum proses perekatan adalah kurang dari 20%. Bilah kayu mahoni yang basah (kadar air ≥ 20%) menghasilkan perekatan laminasi yang tidak maksimal akibat kandungan air berlebih yang mempengaruhi proses curing dari perekat. Teknologi laminasi yang digunakan sebagai konstruksi kapal harus memiliki tebal tiap lapisan pada kisaran 5-20 milimeter (BKI Kapal Kecil ≤ 24 m, 2013). Adapun lebar dan panjang lapisan tidak diberi batasan, namun untuk mencapai standar maka ditetapkan ukuran bilah harus seragam. Menurut BKI tahun 2013 tentang Kapal Kecil ≤ 24, kayu lapis atau laminasi secara keseluruhan sebagai material konstruksi harus memiliki kuat tarik lebih besar dari 42,169 MPa, sedangkan untuk kuat tekuk, tegangan izin yang disyaratkan untuk kuat tekuk kayu Kelas Kuat III adalah minimum sebesar 71,098 Mpa. Dalam pembuatan kapal kayu tradisional khususnya laminasi kapal, terdapat beberapa teknologi yang telah digunakan untuk pemasangan planking atau kulit lambung, diantaranya: 1. Carvel planking, yaitu metode tradisional pemasangan kulit pada lambung secara umum dengan cara menempelkan papan kayu dengan kerangka (ribcage/frame) maupun pembujur (stringer) menggunakan paku, sekrup, atau paku keling. Setelah pemasangan papan atau kulit lambung yang menghasilkan bentuk dari badan kapal, kemudian dilakukan pemakalan pada celah papan terpasang yang diisi dengan bilah kayu pinus lalu diberi perekat. 2. Lapstrake planking, yaitu metode pemasangan kulit lambung dimana papanpapan saling bertumpang tindih atau overlap. Pengencangan papan-papan menggunakan paku keling dengan panjang memadai yang dapat mengikat kedua papan yang saling bertumpang tindih atau overlap. Pemasangan kulit dengan 12
metode ini menghasilkan lambung menjadi lebih kuat. Celah yang terjadi akibat pemasangan yang bertumpang tindih atau overlap dapat dikedapkan dengan cara mengisi celah dengan pengeleman epoxy atau sejenisnya. 3. Strip planking, yaitu metode dimana pada dasarnya metode strip adalah bilah. Yang membedakan adalah pada metode ini menggunakan strip atau bilah kayu, bukan papan seperti yang digunakan pada metode carvel. Strip atau bilah yang dibentuk berupa cekungan di bagian atas, cembung pada bagian bawahnya dan diikat (dikencangkan) dengan paku agar rekat dalam pemasangannya. Agar lebih kuat, maka strip atau bilah dilapisi perekat sebelum diikat. Dapat juga strip atau bilah berbentuk persegi empat dengan pengikatan sama seperti diatas. Bentuk ini tidak mudah dalam perbaikan dikarenakan strip atau bilah yang digunakan diikat bersama. (BKI, 2013) II.2.3. Jenis Sambungan Kayu Dalam proses pembangunan kapal kayu yang tidak didukung dengan ketersediaan ukuran kayu yang sesuai dimensi panjangnya maka diperlukan teknik penyambungan untuk menghasilkan konstruksi yang kuat. Sambungan kayu adalah proses penyambungan dua batang kayu atau lebih sehingga menjadi satu batang kayu yang panjang. Sambungan pada kayu dibagi menjadi tiga macam yaitu sambungan arah memanjang, sambungan arah melebar dan sambungan menyudut. Untuk konstruksi sendiri, sambungan yang paling umum digunakan adalah sambungan jenis memanjang. Jenis-jenis sambungan yang umum digunakan sebagai konstruksi diantaranya: 1. Sambungan Bibir Lurus Merupakan jenis sambungan yang paling sederhana, kekuatan sambungan lemah karena masing-masing ditakik separo sepeerti yang terlihat pada gambar, sehingga digunakan untuk batang yang seluruh permukaannya tertahan (contoh balok tembok/murplat). Sambungan diperkuat dengan paku atau baut. Sesuai dengan peraturan BKI Kapal Kayu 1996, sambungan bibir lurus tidak boleh digunakan untuk konstruksi lunas kapal.
2. Sambungan Kait Lurus 13
Merupakan sambungan lurus dengan pengait pada bagian tengahnya. Jenis sambungan ini digunakan apabila ada gaya tarik yang timbul pada batang, dan seluruh permukaan batang tertahan. Sambungan diperkuat dengan paku atau baut. Sambungan tipe ini tidak dianjurkan dipakai untuk konstruksi kapal ikan.
3. Sambungan Lurus Miring Merupakan sambungan dengan sisi miring pada sambungannya. Sambungan ini digunakan untuk menyambung gording yang dipikul oleh kuda-kuda. Letak didekatkan kuda-kuda, bukan bibir penutup. Sambungan tipe ini juga tidak dianjurkan dipakai untuk konstriksi kapal.
4. Sambungan Kait Miring Jenis sambungan ini hampir sama dengan bibir miring, namun pada bagian tengahnya terdapai kait sambungan seperti yang terlihat pada. Sesuai dengan ketentuan BKI tahun 1996 tentang kapal kayu, jenis sambungan ini disyaratkan untuk lunas kapal dengan panjang kurang dari 15 meter.
II.2.4. Standar Uji Tarik Laminasi Kayu Mahoni Laminasi kayu mahoni termasuk dalam standar ASTM mengenai Kayu dan Komposit meliputi material polywood, papan laminasi, papan komposit, dan papan lapis lainnya yang berbahan dasar kayu dengan kode D-3500 untuk pengujian tarik. Pada D-3500, metode pengujian dibagi menjadi dua katagori, katagori metode uji A dan katagori metode uji B. Katagori metode uji A untuk spesimen berukuran kecil dan katagori metode uji B untuk spesimen yang berukuran besar. Pada katagori metode uji A dimensi spesimen dibagi menjadi tiga tipe yaitu tipe A, tipe B, tipe C. Tipe A untuk bilah dengan tebal bilah lebih atau sama dengan 6 mm, tipe B untuk tebal bilah kurang dari atau sama dengan 6 mm, sedangkan tipe C digunakan untuk 14
kayu lapis dengan sudut serat 0 derajat dan 90 derajat namun ketebelan bilah tidak dibatasi. Kayu mahoni masuk dalam tipe A dan B, dikarenakan tebal bilah bisa disesuaikan dengan aturan pengujian yang berlaku, tetapi peneliti menggunakan tipe A dikarenakan menyesuaikan peralatan uji tarik yang tersedia yang dapat dilihat sesuai dengan gambar II.16 berikut:
Gambar II.8 Spesimen Standar ASTM
Nilai kuat tarik (stress) dan regangan (strain) spesimen laminasi kayu mahoni dihitung dengan menggunakan formula berikut (ASTM D-3500, 2004):
σ=
ࡼࢇ࢙ ઢۺ
ε =
…..…………………….. (2.1)
…..…………………….. (2.2)
Dimana :
σ = Kuat Tarik [N/mm2] Pmaks = Beban Maksimum [N] A0 = Luas Penampang Spesimen [mm2]
ε = Regangan ΔL = L1 – L0 L0 = Panjang Awal [mm] 15
Modulus elastisitas tarik spesimen laminasi mahoni dihitung dengan menggunakan formula berikut (ASTM D-3500, 2004):
MoE =
ો ઽ
…..…………………….. (2.3)
Dimana: MoE = Modulus Elastisitas Tarik [N/mm2],
σ = Kuat Tarik [N/mm2] ε = Regangan Kapal Kayu Tradisional Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia no. 16 tahun 2010, yang termasuk kapal ikan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. Selain itu, berdasarkan jenis/tipe tenaga penggerak yang digunakan, terdapat beberapa jenis kapal ikan, antara lain tenaga manusia (dayung), tenaga angin (layar), dan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) atau yang lebih dikenal dengan sebutan mesin bensin untuk tenaga kecil seperti mesin tempel (outboard) dan mesin diesel untuk tenaga yang lebih besar. Perbedaan mesin bensin dan mesin diesel terletak pada penempatan mesin, bila mesin tempel umumnya diletakkan di atas geladak dan bersifat portable, maka mesin diesel diletakkan khusus secara permanen di bawah geladak (kamar mesin). Jadi, kapal ikan adalah kapal khusus untuk aktivitas perikanan yang memiliki tenaga penggerak berupa dayung, angin, atau mesin pembakaran dalam. (DKP, 2010) II.3.1. Konstruksi Kapal Ikan Tradisional Kapal ikan yang diteliti dalam Tugas Akhir ini menggunakan material jenis kayu sebagai konstruksi utamanya. Peraturan konstruksi kapal ikan di Indonesia berada dalam wewenang Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) melalui regulasi tahun 2013 tentang Kapal Kecil ≤ 24 meter, dimana dalam regulasi ini disebutkan empat jenis material yang diperbolehkan untuk konstruksi kapal ikan, antara lain: Glass Fiber Reinforced Plastic 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian Untuk pembuatan spesimen uji dilakukan di tempat pengolahan kayu di daerah Surabaya dan untuk pengujian spesimen dilakukan di Laboratorium Konstruksi dan Kekuatan Kapal Jurusan Teknik Pekapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS Pemilihan Kayu Material utama yang diperlukan dalam tugas akhir ini adalah kayu mahoni dimana kayu mahoni didapat dari supplier kayu di daerah Surabaya yang didapat dari daerah Nganjuk. Kayu Mahoni yang digunakan berusia tanam diatas 15 tahun dengan kondisi yang telah dipotong tipis sesuai kebituhan dalam pengujian dan material pembuatan kapal laminasi. Gambar III.1 merupakan gambar kayu mahoni yang telah dipotong dalam bentuk balok.
Gambar III.1 Kayu Mahoni Bentuk Balok
Pembuatan Bilah Dari balok kayu diatas, balok dipotong secara melintang untuk mendapatkan panjang 40 cm. Dari panjang kayu yang telah dipotong menjadi 40 cm, kayu ditipiskan dengan mesin potong untuk mendapatkan ketebalan rata- rata 5 mm. Namun karena dari mesin potong kayu tidak dapat di tipiskan hingga 5 mm maka mesin potong hanya menipiskan hingga ketebalan 7-8 mm. Dan bilah kayu yang sudah memiliki ketebalan hingga 7-8 mm ditipiskan lagi untuk mencapai ketebalan rata- rata 5 mm. Tiap bilah kayu ditipiskan dengan 17
menggunakan mesin planar dengan ketebalan rata-rata 5 mm dimana hasil pemotongan ditunjukkan pada Gambar III.2.
Gambar III.2 Proses Perataan Bilah Dengan Mesin Planer
Setelah proses penipisan bilah, dilakukan pemilihan terhadap bilah yang memiliki ketebalan 5 mm. Pemilihan bilah juga perlu memperhatikan bilah yang kondisinya baik, bilah yang dalam kondisi retak tidak dapat digunakan karena dapat merusak specimen yang akan dibuat seperti pada Gambar III.3.
Gambar III.3 Bilah yang Telah di Planer
Pembuatan Spesimen Uji Spesimen uji dibentuk dari papan laminasi utuh, dimana bahan bakunya berupa bilah-bilah bambu yang telah diproses. Adapun urutan langkah-langkah pembuatan papan laminasi dijelaskan sebagai berikut: 1. Persiapan Alat Dan Bahan
18
Alat dan bahan yang dipersiapkan sebelum pembuatan spesimen untuk pengujian tarik sebagai berikut: Alat: 1) Mesin Planar 2) Alat Press 3) Alat ukur ( penggaris, meteran, dll) 4) Kapi, amplas 5) Mesin Potong (Jig Saw) Bahan: 1) Balok Kayu Mahoni ukuran 200 x 15 x 6 cm3 2) Lem Epoxy Resin Marie Use 3) Hardener 2. Pengolahan Balok Kayu Mahoni Menjadi Bilah Laminasi Kayu Mahoni 1) Bilah-bilah disusun dan diberi nomor sebagai perencanaan awal setiap papan laminasi yang akan dibentuk. 2) Sesuai aturan susunan metode tumpuk bata, bilah disusun satu per satu dengan ukuran 500 x 250 x 28 mm untuk spesimen uji tarik. 3) Perekat epoxy dipersiapkan dengan rasio resin-hardener adalah 1:1 dan berat total kedua senyawa tersebut sebesar 600 gram untuk satu papan laminasi spesimen uji tarik. 4) Susunan bilah yang telah diberi nomor diletakkan sesuai urutannya di atas mesin press yang diberi alas kertas, kemudian tiap lapisan dioleskan perekat menggunakan kapi secara merata hingga lapisan terakhir/teratas ditunjukan pada Gambar III.4.
Gambar III.4 Proses Pengeleman Bilah
19
5) Setelah proses pengeleman selesai, lapisan terakhir ditutupi kertas diikuti dengan peletakkan pelat bagian atas dan kemudian tiap penumpu diposisikan segaris agar proses pengempaan merata. Gambar III.5.
Gambar III.5 Proses Pengempaan Bilah
6) Proses pengeringan perekat membutuhkan waktu kurang lebih selama 12 jam. 7) Papan laminasi yang telah kering dibersihkan dari sisa kertas yang menempel dan perekat yang berlebih menggunakan mesin planar dan amplas, dimana hasil pembersihannya dapat dilihat pada Gambar III.6
Gambar III.6 Papan Laminasi Setelah Di Bersihkan
8) Proses terakhir, papan laminasi yang telah dibersihkan selanjutnya dibentuk menjadi spesimen uji. Langkah Pengujian Luas penampang melintang (A0) di bagian tengah tiap spesimen diukur, dimana nilai A0 digunakan dalam perhitungan kuat tarik kayu laminasi. Setelah pencatatan nilai A0, kedua ujung spesimen dipasangi klem yang berfungsi sebagai alat bantu pengujian. 20
Universal Testing Machine (UTM) untuk pengujian tarik spesimen kayu laminasi diatur menggunakan skala beban 40 agar grafik beban-pemuluran lebih mudah dibaca. Jarum penunjuk beban pada UTM harus berada pada angka 0 sebelum diberikan pembebanan. Pembebanan diberikan secara kontinyu dengan laju pembebanan konstan dan dilakukan hingga spesimen uji patah di bagian tengah. Selama proses pengujian, spesimen yang dijepit pada UTM harus dikontrol untuk menghindari terjadinya selip, sehingga besarnya beban dan pemuluran tiap spesimen yang ditampilkan dalam bentuk grafik pada kertas milimeter block dapat terbaca dengan baik. Proses pengujian ditunjukan pada Gambar III.7 dan Gambar III.8.
Gambar III.7 Proses Uji Tarik
Gambar III.8 Kondisi Spesimen Putus Setelah Uji Tarik
21
Diagram Alir Penelitian Berdasarkan diagram alir pada di halaman selanjutnya, dapat diuraikan secara singkat penelitian dalam Tugas Akhir ini dilatar belakangi oleh keterbatasan kayu dalam ukuran besar sebagai bahan baku pembuatan kapal, dimana kemudian kayu laminasi digunakan sebagai teknologi alternatif, termasuk penggunaannya sebagai material pokok dalam pembangunan kapal ikan tradisional ukuran <10 GT. Penelitian diawali dengan mempelajari berbagai referensi dan teori yang terkait dengan latar belakang permasalahan yang secara berurutan dimulai dari gambaran umum kayu, teknologi kayu laminasi, gambaran umum kapal ikan, serta dilakukan pengujian yang serupa dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan data hasil pengujian, dilakukan analisis dan pembahasan untuk mengetahui apakah laminasi kayu mahoni dapat digunakan sebagai material konstruksi kapal ikan. Kerangka Kerja Analisa Teknis Dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Tradisional Ukuran <10 Gt Berbahan Kayu Utuh Dengan Teknologi Laminasi Kayu Mahoni”.
22
23
24
BAB IV. TAHAPAN PEMBANGUNAN KAPAL Tahapan Pambangunan Kapal Teknologi Laminasi IV.1.1. Tahap Preparation 1. Tahap Survei Nelayan Dalam Tugas Akhir ini, sebelum memulai penelitian terlebih dahulu dilakukannya sosialisasi dan survei pandangan nelayan tentang teknologi laminasi kayu dalam pembangunan kapal ikan tradisional. Dalam survei ini diawali dengan sosialisasi definisi dari laminasi kayu dan penggunaannya dalam konstruksi kapal ikan tradisional. Gambar IV.1 adalah kuisioner dan beberapa pertanyaannya yang nantinya akan digunakan untuk tolak ukur bagaimana pandangan para nelayan terhadap pembangunan kapal ikan tradisional dengan teknologi laminasi melalui tugas akhir ini.
Gambar IV.1 Kuisioner Sosialisasi Kepada Nelayan
Dari hasil survei yang telah dilakukan di kelompok nelayan di daerah Singaraja, Bali dan Lamongan, Jawa Timur didapatkan hasil pada Gambar IV.2 sebagai berikut :
25
Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Gambar IV.2 Diagram Hasil Survei NelayanTahap Pengukuran Kapal
Tahap awal dalam pembangunan sebuah kapal, khususnya pada Tugas Akhir ini adalah menentukan data utama kapal yang akan dibangun. Data ukuran utama pada tugas akhir ini didapatkan dari mengukur ukuran utama kapal yang telah ada dan akan dijadikan sebagai model yang sama dengan kapal laminasi yang akan dibangun. Sebelumnya telah ditentukan kapal yang akan diukur yaitu kapal berukuran dibawah 10 GT yang berlokasi di Kabupaten Singaraja, Provinsi Bali. Pada tahap ini, selain dilakukannya pengukuran ukuran utama kapal, dilakukan juga pengukuran pada lambung kapal yang tujuannya untuk data awal dalam pembuatan lines plan. Dari hasil wawancara, didapat harga kapal ikan yang akan diukur sebesar Rp 6.000.000,00. Data yang didapat hanyalah biaya total pembangunan dikarenakan pada saat pembuatan kapal tersebut belum ada perencanaan maupun rincian anggaran biaya Alat- alat yang diperlukan saat pengukuran kapal diantaranya bandul, tali, selotip, meteran, gunting, mistar, dan atk lainnya. Berikut langkah- langkah pengukuran kapal. 1) Pengukuran kapal dilakukan di darat ditunjukan pada Gambar IV.4. 2) Sebelum pengukuran dimulai, kapal dipastikan dalam posisi tegak atau tidak miring untuk mempermudah pengukuran seperti pada Gambar IV.3. 3) Lalu dilakukan pengukuran panjang konstruksi kapal LPP dengan menggunakan meteran. Pengukuran meliputi panjang, lebar dan tinggi kapal. 26
4) Setelah didapat panjang kapal, panjang kapal dibagi 20 untuk nantinya akan dijadikan jarak station. 5) Setiap jarak station yang didapat ditandai dengan selotip.
Gambar IV.3 Tampak Samping Kapal yang Akan Dilakukan Pengukuran
6) Dilakukan pengukuran jarak antara lengkung lambung kapal dengan center line pada setiap station yang telah ditandai dengan selotip.
Gambar IV.4 Proses Pengukuran Kapal
7) Pengukuran jarak lengkung kapal dengan center line dilakukan per 10cm pada setaip station ditunjukan pada Gambar IV.5. 8) Selanjutnya dilakukan pengukuran pada cadik kapal dan tiang atap kapal.
Gambar IV.5 Cara Pengukuran Lambung Kapal
27
Dari tahap proses pengukuran kapal diatas, didapatkan ukuran utama kapal yaitu : L : 3,8 m B : 0.53 m H : 0.37 m 2. Pembuatan Lines Plan Pada tahap pembuatan desain kapal, hasil pengukuran kapal dilapangan digunakan sebagai data awal dalam pembuatan desain. Data tersebut diolah menggunakan software autocad dengan membuat lines plan berupa body plan, sheer plan dan halfbreadth plan ditunjukan pada Gambar IV.6. Pembuatan lines plan dilakukan dengan membuat body plan terlebih dahulu dengan melakukan proyeksi dari data pengukuran jarak center line dengan lengkung lambung dilapangan. Dilanjutkan dengan pembuatan sheer plan dan half breadth plan dengan memproyeksi garis dari body plan. Lengkung station pada body plan dilakukan extend 5cm dikarenakan lengkung station yang diperlukan adalah lengkung lambung kapal bagian luar sedangkan pada saat pengukuran dilapangan dilakukan pengukuran lengkung lambung kapal bagian dalam. Dilakukannya extend 5cm dikarenakan tebal kulit kapal adalah 5cm.
Gambar IV.6 Lines Plan Kapal yang Akan Di Bangun
3. Pembuatan Desain 3D Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan desain 3D kapal dengan data lines plan sebelumnya. Desain 3D kapal dibuat dengan tujuan mengetahui bentuk kapal 28
yang akan dibangun dan menetukan banyaknya keperluan material bilah kayu yang dibutuhkan saat pembangunan ditunjukan pada Gambar IV.7.
Gambar IV.7 Model 3D Kapal yang Akan Di Bangun
4. Pembuatan Cetakan Lambung Kapal Cetakan lambung kapal berbahan triplek ketebalan 3mm dan ukuran cetakan didapat dari data body plan ditunjukan pada Gambar IV.8. Cetakan lambung kapal ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui lengkung dalam kapal yang dapat meminimalisir material yang terbuang dikarenakan cetakan telah terpasang sebelum kapal mulai dibangun.
Gambar IV.8 Proses Pembuatan Cetakan
29
Pembuatan cetakan kapal pada Gambar IV.9 dengan bahan triplek ini dibuat sebanyak station yang ada pada body plan yaitu 20 station.
Gambar IV.9 Kondisi Cetakan yang Selesai Di Potong
Setelah cetakan lambung selesai dibuat, kemudian cetakan dipasang pada sebuah kayu yang memiliki panjang yang sama dengan kapal yang akan dibangun, cetakan dipasang pada setiap jarak station sehingga cetakan berbentuk 3 dimensi ditunjukan pada Gambar IV.10.
Gambar IV.10 Perakitan Cetakan
5. Pemilihan Kayu 30
Kayu mahoni yang digunakan dalam pembangunan kapal tugas akhir ini dipesan dari Kabupaten Pasuruan ditunjukan pada Gambar IV.11. Dalam pemesanan awal, kayu dipesan sebanyak 3 log dengan ukuran 1 log panjang 2 m dengan diameter 30 cm dan 2 log panjang 1 m dengan diameter 20 cm. Dalam penelitian ini, kayu yang digunakan untuk membangun model kapal dalam kondisi basah atau mengandung kadar air yang cukup tinggi. Namun disarankan untuk pembangunan kapal ikan, kayu yang digunakan sebagai bahan baku harus dalam keadaan kering. Untuk pengeringan dapat dilakukan dengan cara dikeringkan secara alami dibawah sinar matahari atau dengan cara memasukan kayu kedalam mesin oven. Kayu dikeringkan hingga mengandung kadar air maksimal 20%. Ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kembang susut pada kayu jika terkena air laut maupun sinar matahari.
Gambar IV.11 Proses Pemilihan Kayu Log
Kayu dalam bentuk log ini lalu dibelah menjadi papan di pemotongan kayu dengan ketebalan papan 30 mm. Ini dilakukan untuk mempermudah pengiriman kayu dan pembentukan bilah ditunjukan pada Gambar IV.12.
Gambar IV.12 Proses Pemilihan Kayu Log
31
IV.1.2. Tahap Fabrikasi 1. Pemotongan Bilah Kayu Bilah yang digunakan dalam pembangunan kapal dalam rules BKI 1996 dan 2013 memiliki ketebalam maksimal 20 mm atau kisaran 5 – 20 mm. Untuk bilah pada pembangunan kapal ini menggunakan ketebalan bilah 20 mm dikarenakan meminimalisir penggunaan lem dan mempermudah persiapan pengolahan kayu. Kayu papan dari pengolahan kayu sebelumnya dipotong menjadi papan yang lebih kecil dengan dimensi 100 cm x 10 cm x 2 cm menggunakan planer dan gergaji mesin seperti pada Gambar IV.13. Adapun lebar lapisan tidak diberi batasan, namun untuk mencapai standar maka ukuran lebah bilah harus diseragamkan.
Gambar IV.13 Proses Pembuatan Bilah
2. Pemasangan Cetakan Lambung Kapal pada Meja Kerja Cetakan dipasang pada meja kerja bertujuan untuk mempermudah dalam penyusunan bilah kayu nantinya ditunjukan pada Gambar IV.14. Pemasangan cetakan lambung kapal dibantu dengan menggunakan alat tumpu yang dipasang pada meja kerja dengan tujuan agar cetakan tidak tergeser saat proses penyusunan bilah. Cetakan diapasang dengan mempertimbangkan panjang kapal dan tinggi kapal. Tinggi cetakan diatur agar bilah bagian bawah pada kapal yang nantinya akan menjadi keel dapat diletakan pada bagian bawah cetakan dapat dilihat pada gambar.
32
Gambar IV.14 Proses Pemasangan Cetakan Lambung Kapal
IV.1.3. Proses Assembly 1. Tahap Penyusunan Kayu Laminasi Pada tahap ini, penyusunan bilah kayu menggunakan penyusunan sistem bata ditunjukan pada Gambar IV.15 dikarenakan penempatan sambungan metode tumpuk bata akan lebih kuat dibandingkan dengan yang segaris dan menjadikan bersifat kedap oleh karena susunan antar bilah yang tidak mudah ditembus fluida, selain itu penempatan sambungan metode tumpuk bata menjadikan kembang susut produk laminasi yang relatif kecil.
Gambar IV.15 Tampak Samping Penyusunan Sistem Bata
Bilah yang akan disusun disesuaikan dengan cetakan yang telah dipasang. Saat penyusunan bilah, untuk memastikan bilah tetap pada posisinya, digunakan paku dan ragum untuk mengunci posisi bilah. Langkah yang dilakukan dalam penyusunan bilah ini adalah dengan menyiapkan bilah yang akan digunakan dan diukur pada cetakan, bilah diukur dan ditandai untuk dilakukan pemotongan.pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran agar bilah dapat masuk kedalam cetakan dan juga dilakukan pengukuran tebal kulit lambung dengan cara menandai ketebalan kulit lambung pada kayu dari sisi cetakan hingga sisi terluar bilah pada setiap lembar cetakan. Setelah didapatkan titik tebal kulit lambung kapal, ditarik garis sehingga membentuk lengkung luar lambung kapal seperti pada Gambar IV.16. Tujuan dilakukan 33
pemotongan adalah untuk mendapat bentuk kasar dari badan kapal dan juga mempermudah saat pembentukan badan kapal.
Gambar IV.16 Proses Pembentukan Bilah Saat Penyusunan
Pada tahap ini, penyusuan bilah dimulai dari dasar (keel) hingga bagian atas, pemotongan dilakukan meggunakan gergaji potong ditunjukan pada Gambar IV.17.
Gambar IV.17 Proses Pemotongan Bilah
Penyusunan bilah dilakukan terlebih dahulu pada bagian AP dan FP dikarenakan di bagian tersebut memiliki kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian midship seperti pada Gambar IV.18 dan Gambar IV.19, maka dari itu bilah yang digunakan di bentuk lebih kecil agar dapat mempermudah penyusunannya dan penyusunan dilanjutkan munuju bagian midship.
34
Gambar IV.18 Penyusunan Bilah Pada Bagian AP dan FP
Pada proses penyusunan ini, pada tahap pembentukan bilah diberikan ukuran yang lebih untuk mengantisipasi ketidakcocokan badan kapal dengan cetakan. Jika hal tersebut terjadi, akan menambah pekerjaan untuk menambah bilah pada bagian kapal yang tidak cocok dengan cetakan.
Gambar IV.19 Kondisi Setelah Penyusunan Bilah Bagian AP
2. Tahap Penomoran Bilah Laminasi Setelah penyusunan bilah pada cetakan kapal telah selesai dilakukan, dilanjutkan dengan penomoran bilah pada setiap layer. Penomoran dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah saat dilakukannya pengeleman. Penomoran dimulai dari bilah paling dasar sampai atas. Penomoran bilah menggunakan kode A untuk starboard dan B untuk portside. Untuk layer pertama diberikan nomor 1 dan seterusnya. 3. Tahap Pengeleman Bilah Laminasi Pada tahap pengeleman bilah, pengeleman dilakukan bertahap dengan mengelem per 2 layer dan membutuhkan waktu sekitar 8- 12 menit untuk mengelem 35
permukaan bilah. Hal tersebut dikarenakan lem yang telah tercampur akan menjadi keras dalam rentan waktu 10- 15 menit. Lem yang digunakan untuk pengeleman adalah Lem Epoxy Avian yang terdiri dari hardener dan resin. Pada penggunaannya, hardener dan resin dicampur dengan perbandingan 1:1 dan diaduk hingga tercampur rata ditunjukan pada Gambar IV.20.
Gambar IV.20 Proses Pancampuran Lem
Permukaan bilah yang akan dilakukan pengeleman dibersihkan serat- serat kayu yang timbul, dikarenakan serat- serat kayu membuat lem tidak merekat dengan baik. Pembersihan dilakukan menggunakan amplas hingga permukaan halus dan setelah itu kotoran- kotoran yang masih tersisa dibersihan dengan kain seperti pada Gambar IV.21.
Gambar IV.21 Proses Pembersihan Bilah Dengan Amplas
36
Bilah yang belum dibersihkan memiliki serat yang cukup banyak yang timbul akibat proses pemotongan kayu sebelumnya dan juga sisa kerutan hasil potongan dari pisau planer masih terlihat jelas seperti pada Gambar IV.22.
Gambar IV.22 Kondisi Sebelum Pembersihan
Penggunaan amplas dikarenakan kondisi area yang dibersihkan harus dilakukan dengan hati- hati agar bilah tidak ikut termakan amplas seperti pada Gambar IV.23. Amplas yang digunakan adalah amplas kayu kasar yang dapat membuat pembersihan dlakukan lebih cepat.
Gambar IV.23 Kondisi Kayu Setelah Dibersihkan
Pengeleman harus dilakukan dengan cepat dikarenakan lem yang cepat mengeras. Proses pengeleman ini menggunakan kapi untuk mempermudah meratakan 37
lem ke semua permukaan bilah. Pada tahap ini, pelapisan lem harus terbagi secara merata agar tidak terdapat celah berlubang yang nantinya dapat membuat air masuk kedalam kapal ditunjukan pada Gambar IV.24.
Gambar IV.24 Proses Pengeleman
Setelah pengeleman, dilakukan penguncian pada 2 layer yang telah dilakukan pengeleman ditunjukan pada Gambar IV.25. Penguncian ini bertujuan untuk memberikan hasil yang maksimal dari 2 layer yang telah dilem tersebut. Penguncian dilakukan menggunakan ragum yang dilapisi kertas dan potongan kayu pada bagian bilah agar lebih mudah melepas potongan kayu yang terkena lem saat penguncian selesai dilakukan. Dapat dilihat pada gambar
Gambar IV.25 Proses Press
38
Tahap pengeringan bilah yang telah selesai di lem di diamkan sekitar 24 jam agar lem dapat merekat dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal. Setelah proses pengeringan, dilakukan pembersihan pada hasil pengeleman yang terdapat kertas sisa hasil pengeleman seperti pada Gambar IV.26.
Gambar IV.26 Kondisi Hasil Pengeleman Sebelum Dibersihkan
Pembersihan dilakukan menggunakan gerinda dengan mata flapdisk ditunjukan pada Gambar IV.27. Penggerindaan ini harus dilakukan dengan hati- hati agar tidak sampai memakan kayu hasil laminasi. Setelah pembersihan selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pengeleman pada layer selanjutnya.
Gambar IV.27 Proses Pembersihan Lem Pada Hasil Laminasi Dengan Gerinda
Dalam proses pembersihan sisa pengeleman, pembersihan harus dilakukan dengan rata karena permukaan yang tidak rata akan membuat hasil yang tidak baik pada pengeleman berikutnya ditunjukan pada Gambar IV.28.
39
Gambar IV.28 Kondisi Laminasi Setelah Dibersihkan
4. Tahap Pembentukan Badan Kapal Tahap pembentukan badan kapal dapat dilakukan setelah proses pengeleman seluruh layer telah selesai dilakukan seperti pada Gambar IV.29. Pembentukan yang dilakukan tidak terlalu banyak dikarenakan pada tahap penyusunan bilah, bilah telah dibentuk mengikuti cetakan. Alat- alat yang digunakan dalam pembentukan badan kapal ini adalah hand plannar, pacul, tatah dan gerinda. Penggunaan alat- alat tersebut memiliki fungsi sesuai dengan area yang akan dibentuk.
Gambar IV.29 Proses Pembentukan Kapal Dengan Menggunakan Tatah
Hand planer biasanya digunakan untuk bagian yang hanya perlu diratakan saja yaitu bagian midship. Hand planer mulai digunakan pada saat bentuk badan kapal 40
sudah mulai terlihat. Jika dalam penggunaan hand planer tidak hati- hati dapat memangkas kayu dalam jumlah banyak sehingga bentuk kapal dapat berubah ditunjukan pada Gambar IV.30.
Gambar IV.30 Proses Pembentukan Kapal Dengan Menggunakan Hand Plannar
Penggunaan pacul untuk memotong kayu yang besar atau tebal biasanya digunakan saat mencari bentuk kasar kapal. Bagian haluan dan buritan adalah area yang paling banyak proses pembentukannya menggunakan pacul ditunjukan pada Gambar IV.31.
Gambar IV.31 Proses Pembentukan Kapal Dengan Menggunakan Pacul
Pembentukan lambung kapal bagian dalam dilakukan meggunakan tatah karena dilihat dari posisi dan area yang tidak memungkinkan menggunakan hand plannar dan pacul. Saat proses pembentukan lambung dalam, bentuk lambung kapal dicocokan dengan cetakan yang telah dibuat sebelumnya ditunjukan pada Gambar IV.32. 41
Gambar IV.32 Proses Pembentukan Lambung Kapal Dengan Tatah
Proses gerinda dilakukan setelah badan kapal terbentuk, proses gerinda bertujuan untuk menghaluskan hasil dari proses pembentukan yang menggunakan hand plannar dan tatah seperti pada Gambar IV.33.
Gambar IV.33 Proses Penghalusan Dengan Gerinda
5. Tahap Pembuatan Cadik Kapal Cadik adalah bagian dari perahu yang dipasang di luar lambung secara sejajar. Cadik bisa berupa batangan atau lambung yang lebih sempit dari kapal itu sendiri ditunjukan pada Gambar IV.34. Tujuannya dari ditambahkannya cadik pada kapal adalah untuk menstabilkan kapal. Pada tahap ini cadik dibuat dengan pipa paralon dan kayu laminasi. Proses penyambungan cadik pada lengan atas dan bawah meggunakan lem epoxy dan baut dan mur.
42
Gambar IV.34 Proses Pembentukan Cadik
Panjang cadik pada lengan bawah disejajarkan dengan garis air. Untuk mensejajarkannya, digunakan selang ukur berisi air agar lengan bawah cadik sejajar dengan garis air ditunjukan pada Gambar IV.35. Penggunaan selang ukur dalam proses ini yaitu dengan menempatkan ujung air salah satu ujung selang di titik garis air. Ujung selang yang kedua ditempatkan pada lengan cadik dan diberi tanda dimana ujung air berhenti lalu dilakukan pemotongan pada lengan cadik.
Gambar IV.35 Proses Pengukuran Dengan Selang Ukur
Bagian lain dari lengan cadik adalah pipa paralon yang menghubungkan cadik bagian belakang dan depan, digunakannya pipa paralon dengan tujuan jika menggunakan bambu yang sesuai dengan ukuran kapal ini, bambu mudah pecah karena umur bambu yang muda. Pipa paralon di cat dengan motif bambu yang berwarna kuning menggunakan kuas dan cat minyak avian dengan campuran thiner seperti pada Gambar IV.36. Pipa paralon diletakan di meja kerja dengan posisi tergantung yang bertujuan agar saat pengecatan dilakukan, pipa tidak perlu dipindah namun seluruh area dapat dilapisi cat. 43
Gambar IV.36 Cat Minyak Avian dan Kuas Untuk Mengecat Pipa Paralon
Pada tahap awal dilakukan pengecatan warna dasar yaitu warna putih dikarenakan warna biru dari pipa yang membuat warna kuning menjadi gelap seperti pada Gambar IV.37. Proses pengecatan warna dasar dilakukan 2 tahap tahap pertama pipa dicat tipis dengan warna putih dan dikeringkan selama 3-4 jam dan dilanjutkan tahap kedua dengan meratakan cat dasar hingga warna biru dari pipa tidak terlihat. Pengecatan dengan 2 tahap ini dilakukan karena proses pengeringan untuk cat minyak membutuhkan waktu yang lama dan jika cat tidak kering dengan baik, cat akan pecah saat ditumpuk dengan cat lainnya.
Gambar IV.37 Proses Pengecatan Dasar Pipa Paralon
Pengecatan selanjutnya dilakukan dengan wana kuning agar terlihat seperti motif bamboo ditunjukan pada Gambar IV.38. Ini bertujuan agar cadik terlihat menggunakan bambu asli dan juga untuk menambah estetika dari cadik.
44
Gambar IV.38 Proses Pengecatan Motif Bambu Pada Pipa
6. Tahap Pelapisan Kulit Jati Pada pembangunan kapal dengan teknologi laminasi ini, semua konstruksi menggunakan kayu mahoni. Dengan karakteristik kayu mahoni yang memiliki daya tahan yang kurang terhadap air laut sehingga kayu dapat dengan mudah terserang lumut saat berada di air, dilakukan pelapisan kulit lambung luar dengan menggunakan bilah kayu jati yang memiliki tebal 3-4 mm seperti pada Gambar IV.39. Karakteristik kayu jati yang memiliki daya tahan yang baik terhadap air laut dapat memperpanjang umur kapal dan melindungi konstruksi mahoni didalamnya.
Gambar IV.39 Kayu Jati Sebelum Di Tipiskan
45
Kayu jati tipis yang didapat dari pasaran tidak dapat langsung digunakan namun perlu dilakukan penitisan dengan menggunakan mesin plannar. Ukuran kayu jati dari pasaran 150 cm x 3 cm x 1 cm dan dilakukan planer untuk mendapatkan ukuran bilah 30 cm x 3 cm x 0.3 cm. Bilah di planer setipis mungkin agar dapat menempelkan dengan mudah pada lambung kapal seperti pada Gambar IV.40.
Gambar IV.40 Bilah Hasil Planer
Proses pengeleman hampir sama seperti bilah mahoni sebelumnya namun satu tahap pengeleman hanya dapat mengelem 1-2 bilah karena posisi yang sempit dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal ditunjukan pada Gambar IV.41.
Gambar IV.41 Proses Pengeleman Bilah Jati
Kendala pada tahap ini adalah saat proses penguncian karena lengkung badan kapal membuat ragum tidak dapat mengunci dengan baik dan ragum tidak dapat mencapai seluruh area yang akan dikunci, cara untuk mengunci daerah yang tidak
46
dapat dicapai oleh ragum, digunakan tali untuk pengunciannya ditunjukan pada Gambar IV.42.
Gambar IV.42 Proses Penguncian Dengan Ragum
7. Tahap Cek Kebocoran Dalam pembangunan dengan teknologi laminasi memiliki kelemahan salah satunya kebocoran pada sambungan lem. Kebocoran dapat terjadi jika proses pengeleman tidak sempurna. Pada tahap ini, dilakukan proses cek kebocoran pada kapal. Sebelum dilakukan tes kebocoran, bagian lambung dalam dilapisi kapur gamping Gambar IV.43. Kapur gamping berfungsi untuk memperlihatkan daerah yang mengalami kebocoran.
Gambar IV.43 Kapur Gamping
47
Kapur gamping yang berupa serbuk dicampur dengan air secukupnya dan diaduk hingga rata. Pencampuran kapur gamping dengan air tidak boleh terlalu cair karena campuran kapur gamping tidak dapat melekat dengan baik pada kapal ditunjukan pada Gambar IV.44.
Gambar IV.44 Campuran Kapur Gamping dan Air
Kuas digunakan untuk meratakan adonan kapur gamping pada lambung kapal ditunjukan pada Gambar IV.45. Setelah semua bagian lambung terlapisi dengan rata, proses pengeringan dilakukan selama 24 jam hingga kapur benar- benar mengering dengan baik.
Gambar IV.45 Proses Pelapisan Dengan Kapur Gamping
Setelah tahap pengeringan lapisan kapur selesai, cek kebocoran dilakukan pada kolam kecil dimana seluruh badan kapal dapat tercelup di air secara bersamaan 48
ditunjukan pada Gambar IV.46. Kapal yang tercelup diberikan tekanan dari atas dan didiamkan 2-3 menit untuk memastikan ada kebocoran atau tidak.
Gambar IV.46 Proses Pengecekan Kebocoran
Dari hasil pengecekan, didapatkan 4 titik kebocoran pada lambung kapal. Kebocoran dapat diketahui memalui kapur yang terlihat basah seperti pada gambar dan selanjutnya diberikan tanda pada bagian yang mengalamai kebocoran untuk diberikan treatment nantinya ditunjukan pada Gambar IV.47 dan Gambar IV.48.
Gambar IV.47 Terjadi Kebocoran Pada Kulit Lambung
Kebocoran terjadi pada bagian sambungan bilah antar layer, untuk diperkirakan terjadi karena kurang baiknya proses pengeleman sebelumnya yang menyebabkan lem tidak merekat dengan sempurna pada kedua layer sehingga terdapat celah yang membuat air dapat masuk kedalam kapal.
49
Gambar IV.48 Penandaan Pada Bagian Kulit yang Mengalami Kebocoran
Treatment yang dilakukan untuk menutup titik yang mengalami kebocoran adalah dengan 2 cara yaitu menutup dengan melapisi lem pada area yang mengalami kebocoran dan melapisi kulit lambung luar dengan bilah jati tipis. Lambung bagian luar dan dalam kapal dilapisi lem yang secara merata. Pada pelapisan ini, lem harus dapat menjangkau celah antar bilah yang mengalami kebocoran ditunjukan pada Gambar IV.49.
Gambar IV.49 Proses Pelapisan Lem Pada Titik Kebocoran
IV.1.4. Tahap Finishing 1. Tahap Pengecatan Pada tahap pengecatan, umumnya pada pembangunan kapal menggunakan cat yang sama yang berfungsi untuk mencegah tumbuhnya lumut pada daerah kapal yang terkena air, kedap terhadap air dan memberikan estetika pada kapal. Namun untuk pembangunan kapal ini dikarenakan kapal ini adalah model yang sedang dilakukan penelitian, maka cat kapal tidak diperlukan namun hanya diberikan clear untuk memberikan tampilan yang lebih baik. Penyemprotan clear dimaksudkan agar 50
konstruksi laminasi tetap dapat terlihat. Ada beberapa tahapan sebelum proses penyemprotan clear dilakukan diantaranya proses pengamplasan akhir pada kapal dengan menggunakan amplas ditunjukan pada Gambar IV.50.
Gambar IV.50 Pembersihan Sebelum Pengecatan
Setelah menggunakan amplas, seluruh permukaan kapal dibersihkan menggunakan lap bersih untuk membersihkan kotoran sisa amplas seperti pada Gambar IV.51. Cat tidak akan dapat menempel dengan sempurna jika badan kapal masih terdapat kotoran debu.
Gambar IV.51 Hasil Pembersihan Akhir Kapal Sebelum Dilakukan Penyemprotan Clear
Clear yang digunakan untuk penyemprotan adalah acrilic epoxy spray paint Gambar IV.52. Keuntungan dari cat clear ini selain tidak merubah warna kayu juga memiliki waktu kering yang sangat cepat sekitar 15 – 30 menit.
51
Gambar IV.52 Clear Acrilic Epoxy Spray Paint
Pada saat proses pengecatan, cuaca menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas cat clear dikarenakan cat clear akan lebih cepat mengering dan hasilnya pun akan lebih baik ditunjukan pada Gambar IV.53.
Gambar IV.53 Proses Penyemprotan Clear Pada Kapal
Proses penyemprotan clear dilakukan sebanyak 3 kali, penyemprotan tidak boleh dilakukan terlalu tebal karena akan muncul gelembung udara. Maka dari itu saat penyemprotan diberikan jarak sekitar 30 cm antara permukaan yang akan di cat clear dengan spray paint untuk mendapatkan hasil yang tipis dan baik ditunjukan pada Gambar IV.54.
52
Gambar IV.54 Proses Penyemprotan Clear Pada Cadik Kapal
Pengeringan setelah penyemprotan dilakukan selama 15 menit dan dilanjutkan tahap kedua dengan perlakuan yang sama seperti tahap satu.
Pengeringan dilakukan
langsung dibawah sinar matahari agar mendapat kering yang sempurna seperti pada Gambar IV.55.
Gambar IV.55 Proses Pengeringan Cadik
2. Tahap Instalation Tahapan instalasi seluruh bagian kapal dapat dilakukan jika seluruh bagiannya sudah selesai dilakukan penyemprotan clear. Proses instalasi ini meliputi pemasangan cadik kapal, pengikatan pipa paralon pada cadik kapal. Pemasangan cadik pada kapal dilakukan menggunakan skrup yang dipasang pada setiap sisi kapal ditunjukan pada Gambar IV.56.
53
Gambar IV.56 Pemasangan Cadik Kapal
Proses instalasi pipa paralon pada cadik kapal sebelum diikat permanen, diatur agar posisi titik tengah pipa tepat segaris dengan midship dan pipa segaris dengan garis air. Posisi lengkung pipa harus menghadap kebawah untuk menambah daya apung pada kapal ditunjukan pada Gambar IV.57.
Gambar IV.57 Proses Pengaturan Pipa Paralon Pada Cadik Kapal
Setelah pengaturan dilakukan, diberikan tanda pada pipa paralon dan cadik yang akan diikat agar posisi pipa tidak berpindah saat dilakukan pengikatan. Penandaan dapat menggunakan spidol yang memiliki warna berbeda dengan pipa dan cadik ditunjukan pada Gambar IV.58.
54
Gambar IV.58 Penandaan Pada Cadik dan Pipa Paralon
Proses pengikatan dilakukan menggunakan tali plastik, dikarenakan pipa paralon tidak diijinkan dilakukan pengeboran yang nantinya membuat pipa menjadi berlubang dan air dapat masuk. Masuknya air membuat pipa paralon tidak dapat memberikan daya apung tambahan pada kapal melainkan memberikan beban tambahan untuk kapal. Tali plastik yang digunakan berukuran kecil untuk mencegah pecahnya pipa saat dilakukan pengikatan ditunjukan pada Gambar IV.59.
Gambar IV.59 Proses Pengikatan Pipa Paralon Pada Cadik Kapal
Setelah instalasi dilakukan, terdapat kegiatan pengecatan kecil yang dilakukan pada cadik karena terdapat goresan- goresan yang menyebabkan cat terkelupas dan dikeringkan seperti pada Gambar IV.60. Selain itu juga dilakukan pengecekan akhir pada kapal mulai dari cat, baut hingga hasil pengelaman.
55
Gambar IV.60 Kondisi Kapal Setelah Proses Instalasi
3. Tahap Pembuatan Dudukan Kapal Dudukan kapal dibuat dengan tujuan agar kapal memiliki tempat yang sesuai bentuknya dan juga untuk menjaga lapisan kulit kapal agar tidak mengalami kerusakan. Dudukan kapal dibuat dengan menggunakan besi beton yang diukur sedemikian rupa. Pemotongan besi beton menggunakan gerinda dan penyambungan besi menggunakan las listrik seperti pada Gambar IV.61. Lengkung dudukan yang bersentuhan dengan badan kapal dicetak pada badan kapal agar besi dapat megikuti bentuk dari badan kapal.
Gambar IV.61 Proses Pengelasan Dudukan Kapal
Setelah pengelasan dilakukan, dudukan kapal dicat dengan cat minyak berwarna hitam, pengecatan dilakukan untuk menambah estetika dan juga memperlambat terjadinya korosi pada besi ditunjukan pada Gambar IV.62. 56
Gambar IV.62 Proses Pengecatan Dudukan Mesin
IV.1.5. Alat- Alat Dalam Pembangunan Kapal Dengan Teknologi Laminasi Dalam pembangunan kapal dengan teknologi laminasi ini, kualitas hasil pembangunan dapat dipengaruhi oleh alat- alat yang digunakan. Berikut adalah alatalat yang digunakan diantaranya adalah palu, gergaji, gerinda, hand planer, pacul, tatah, golok, meja kerja, mesin planer, pisau, gunting, meteran, bandul, selang ukur, ragum, marker, cutter, kapi, mesin las, bor listrik, obeng, kunci pass, tang ditunjukan pada Gambar IV.63.
57
Gambar IV.63 Hand Planer, Bor Listrik, Gerinda, Pacul
IV.1.6. Kendala- Kendala Dalam Pembangunan Kapal Dengan Teknologi Laminasi 1. Terjadi Kebocoran Setelah Proses Pengeleman Pada saat pengecekan kebocoran, terdapat beberapa titik yang mengalami kebocoran. Seluruh kebocoran terjadi pada sambungan bilah antar layer. Diperkirakan ini terjadi karena pada saat proses pengeleman, lem tidak tersebar merata sehingga terdapat sambungan yang tidak merekat dengan sempurna. Perbaikan yang dilakukan hanya dengan melapisi lem epoxy pada bagian luar bagian yang bocor dan melapisinnya dengan bilah jati. Belum didapat cara yang lebih baik untuk pencegahan agar tidak terjadi kebocoran. 2. Kurangnya Teknis Pembentukan Lambung Luar Kapal Pada proses pembentukan lambung, lambung dalam dibentuk dengan menggunakan cetakan dari lines plan lalu disesuaikan dengan bentuk lambung luar dengan cara memberikan lebar 6 cm pada bilah saat penyusunan. Saat pembentukan, bilah dibentuk mencapai lebar 5 cm untuk membentuk lengkung lambung luar kapal. Dari proses ini tidak dapat dipastikan ketebalan kulit kapal telah mencapai 5 cm dikarenakan tidak terdapat alat yang dapat mengukurnya. 3. Penyusunan Bilah Kayu Proses assembly bagian penyusunan kayu pada pembangunan kapal ini memerlukan waktu yang lama karena harus menyesuaikan dengan bentuk cetakan. Untuk saat ini belum didapat teknik yang lebih efektif dalam proses penyusunan bilah tersebut. Tahapan Pambangunan Kapal Pada Umumnya IV.2.1. Tahap Preparation Sebagaimana diketahui secara umum bahwa bahan baku utama dari pembuatan perahu atau kapal tradisional adalah kayu. Pemilihan bahan umumnya sedapat 58
mungkin diperoleh dari daerah dimana perahu dibangun. Hal ini bertujuan untuk menghemat biaya pembuatan. Jika untuk jenis kayu tertentu yang dibutuhkan tidak didapatkan, maka akan didatangkan bahan kayu dari daerah lain. Dengan begitu kebutuhan kayu dapat terpenuhi dari daerah penghasil kayu tersebut, missal Kalimantan, Sumatra, jawa, dll. Peraturan kapal kayu BKI 1996 pada halaman lampiran, memberikan suatu informasi tentang daerah penghasil berbagai jenis kayu serta rekomendasi penggunaannya untu bagian konstruksi tertentu dalam kapal. Bahan baku kayu yang telah didatangkan dari sumber bahan baku, akan ditempatkan di lapangan atau tempat terbuka ditunjukan pada Gambar IV.64. Bahan kayu tersebut umunya masih bersifat mentahan, proses selanjutnya kayu akan dipotong, dibelah atau digergaji dan di ketam untuk keperluan konstruksi profil kerangka dan kulit lambung kapal. Untuk jenis kayu jati terdapat perbedaan antara kayu jati yang dijemur ditempat terbuka dengan kayu jati yang terdapat di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) milik perhutani. Kayu dari TPK perhutani ini adalah kayu jati yang ditebang setelah satu tahun dimatikan pohonnya. Hal ini menyebabkan tekstur kayu mengeras dan kandungan air didalamnya telah mongering. Kayu jati ini memiliki kualitas terbaik, umumnya digunakan untuk konstruksi bagian bawah kapalyang mmbutuhkan ketahanan yang tinggi.
Gambar IV.64 Gambar Proses Pengeringan Kayu (Sumber: http://www.mongabay.co.id/, 2013)
IV.2.2. Tahap Pengolahan Kayu (Fabrikasi) Sebelum proses perakitan atau pembangunan kapal dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengolahan kayu mentah yang telah disediakan. Tujuan dari pengolahan kayu adalah untuk mendapatkan profil- profil konstruksi untuk kebutuhan system kerangka dan papan- papan untuk kebutuhan kulit lambung maupun geladak ditunjukan pada Gambar IV.67. Profil- profil konstruksi dan kulit tersebut dibentuk dengan cara memotong, membelah, melakukan proses penyambungan, dan mengetam 59
untuk mendapatkan permukaan yang halus seperti pada Gambar IV.65 dan Gambar IV.66. Sebelumnya dilakukan pemrosesan terlebih dahulu dari material mentah menjadi material siap untuk dibentuk., dengan menggunakan alat mekanis bertenaga mesin. Setelah itu dilakukan pembentukan profil konstruksi sesuai fungsinya. Pekerjaan detail konstruksi dapat secara manual atau dipercepat dengan bantuan peralatan mekanis bertenaga listrik, seperti gergaji listrik , alat ketam dan gerinda listrik, bor listrik dan sebagainya. Penggunaan teknologi mekanis sesuai perkembangannya untuk proses pengolahan kayu tidak serta merta menghilangkan ciri khas utama dari kapal tradisional, karena keberadaan alat tersebut bersifat mempercepat proses pengolahan bahan. Ciri khas kapal tradisional masih tetap ada, dimana hal ini disebabkan karena secara umum pola pembangunan kapalnya masih mengikuti cara yang lama, yaitu kapal dibangun tanpa proses desain atau hanya berdasarkan pengalaman pembuatnya.
Gambar IV.65 Pembentukan Gading Kapal (Sumber : https://benyaminlakitan.files.wordpress.com/ ,2014)
Untuk profil konstruksi gading melengkung, dibentuk dengan menggunakan beberapa potong kayu.
Bagian lengkung gading dapat diperoleh dari kayu yang
melengkung atau diproleh melalui proses pengolahan terhadap suatu balok kayu. Khusus untuk papan kulit, guna mendapatkan kelengkungan yang sesuai dengan yang diharapkan, dilakukan proses pemanasan diatas api. Pemanasan dapat berlangsung hingga beberapa jam, dimana lama waktu pemanasan ditentukan oleh jenis kayu dan 60
ukuran ketebalannya. Proses pemanasan ini baru berhenti setelah bentuk kelengkungan papan sesuai dengan yang diharapkan. Selain pemanasan, lengkungan kayu juga dapat diperoleh dengan menggunakan katrol.
Gambar IV.66 Pemotongan Kayu Dengan Mesin Potong Selendang (Sumber: http://www.kayu-jati.com/, 2012)
Pemanasan dapat berlangsung hingga beberapa jam, dimana lama waktu pemanasan ditentukan oleh jenis kayu dan ukuran ketebalannya. Proses pemanasan ini baru berhenti setelah bentuk kelengkungan papan sesuai dengan yang diharapkan. Selain pemanasan, lengkungan kayu juga dapat diperoleh dengan menggunakan katrol.
Gambar IV.67 Pembuatan Lunas Kapal (Sumber: http://berau.prokal.co//, 2012)
IV.2.3. Peralatan Untuk Pembuatan Kapal Peralatan yang digunakan dalam
proses
pembuatan
perahu
atau
kapaltradisional pada umumnya berkembang mengikuti perkembangan teknologi dibidang peralatan mekanis, baik yang bertenaga mesin maupun peralatanperalatanyang menggunakan tenaga listrik sebagai sumber tenaga penggeraknya. Contoh gergaji besar yang masih digunakan oleh pengrajin perahu asal Brondong Lamongan Jawa Timur adalah gergaji Denso (chainsaw) yang digerakan oleh mesin 61
diesel ditunjukan pada Gambar IV.68. Sedangkan untuk penghalus permukaan dapat digunakan mesin ketam listrik,gerinda, atau penggunaan mesin bor untuk membuat lubang pasak atau paku, mesin bor besar untuk lubang poros, dan sebagainya. Meskipun demikian untuk bagian-bagian tertentu pengrajin masih menggunakan peralatan manual, seperti palu, gada,kapak, parang, dan sebagainya.
Gambar IV.68 Mesin Potong Kayu
IV.2.4. Tahap Pembangunan Badan Kapal (Assembly) Kapal berukuran relatif besar umunya memiliki struktur yang sedemikian komplek. Bagian yang satu terkain mutlak dengan bagian yang lain dan merupakan suatu urutan yang harus dikerjakan secara bertahap. Pada contohnya peletakan lunas, merupakan bagian awal yang harus disediakan terlebih dahulu sebelum pemasangan gading atau kulit. Selain itu bagian- bagian dari konstruksi profil dalam badan kapal juga bersifat spesifik baik dari bentuk, ukuran maupun cara penanganannya. Perbedaan yang mencolok antara kapal tradisional dengan kapal modern adalah proses perakitan profil gading dengan kulit kapal. Untuk kapal tradisional pada umumnya pembentukan lambung dimulai dari pemasangan kulit kapal setelah peletakan lunas, baru kemudian dipasang gading dari sisi bagian dalam lambung kapal. Hal ini berlaku sebaliknya untuk kapal – kapal modern, yaitu menyelesaikan terlebih dahulu sistem kerangka, baru disusul dengan pemasangan kulit. Proses perakitan atau pembangunan kapal tradisional umumnya dimulai dari peletakan lunas. Profil lunas ini memegang peranan penting terutama dalam perkiraan biaya produksi atau pembuatannya, umunya biaya produksi dapat diperkirakan menurut panjang lunas. Untuk langkah berikutnya lunas ini akan disambung dengan profil kayu dari linggi haluan dan buritan. Setelah linggi haluan dan buritan terpasang pada lunas, tahap berikutnya dapat dilakukan pemasangan kulit lambung. Hingga ketinggian tertentu sebelum pemasangan kulit sampai pada tinggi geladak maksimum, 62
pemasangan profil gading dapat dilaksanakan dari sisi dalam lambung kapal mulai dari alas kapal. Penyempurnaan dari setiap bentuk gading dalam kapal dapat berjalan seiring penyelesaian dari pemasangan kulit lambung. Setelah proses perakitan lambung selesai, langkah selanjutnya adalah pembuatan konstruksi geladak. Keberadaan konstruksi geladak ini akan memberikan kekuatan memanjang yang cukup besar dari kapal. Konstruksi geladak dibangun dengan mempertimbangkan bukaan bukaan dalam kapal, seperti ambang palka, bukaan kamar mesin, dan sebagainya. Setelah konstruksi geladak selesai dibangun, proses selanjutnya dapat dimulai pembangunan rumah geladak. Rumah geladak ini selain difungksikan sebagai ruang navigasi, dengan perluasan tertentu dapat digunakan sebagai ruang akomodasi ABK. Dalam pelaksanaannya, pembangunan kapal tradisional tidak selalu berada pada satu tempat (galangan). Proses pembuatan bagian- bagian tertentu dapat berlangsung ditempat lain. Demikian juga untuk finishing seperti pemasangan instalasi listrik, dapat dilaksanakan ketika kapal sudah turun ke air. Tahap sebelum kapal turun ke air adalah proses pemakalan. Tujuan dari kegiatan pemakalan ini adalah untuk menjamin kekedapan antar sambungan papan. Guna mencapai tujuan itu, biasanya pemakalan dilakukan dengan menggunakan kulit kayu yang ulet dan tahan lama, missal kulit kayu gelam. (Bintang Sinambela,2015) IV.2.5. Kendala- Kendala Dalam Pembangunan Kapal Pada Umumnya 1. Sambungan yang tidak sesuai pada haluan akan mengakibatkan ketebalan papan yang telah direncanakan tidak terpenuhi, sehingga megurangi kekuatan kapal hingga pada titik terlemah ditunjukan pada Gambar IV.69.
Gambar IV.69 Ketebalan Sambungan yang Memiliki Beda Ukuran (Mike Savins, Robert Lee)
2. Baut yang mudah rusak dan yang tersisa tidak dapat menahan susunan palang kayu yang ada seperti pada Gambar IV.70. 63
Gambar IV.70 Pemasangan Baut yang Mudah Rusak (Mike Savins, Robert Lee)
3. Lokasi yang paling perlu diperhatikan yaitu bagian sambungan antara kulit lambung dan lunas jika tidak tersambung dengan baik dapat mengkibatkan kebocoran seperti pada Gambar IV.71.
Gambar IV.71 Sambungan yang Tidak Sesuai Antara Kulit Lambung dan Lunas (Mike Savins, Robert Lee)
4. Penggunaan kayu yang memiliki bagian bergetah adalah tidak aman dan mudah lapuk oleh air laut dengan begitu dapat mengurangi kekuatan kapal. Terutama untuk bagian haluan dan dasar kapal ditunjukan pada Gambar IV.72. (Mike Savins, Robert Lee)
Gambar IV.72 Bagian Kayu yang Memiliki Getah (Mike Savins, Robert Lee)
64
BAB V. ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS Analisa Teknis V.1.1. Perbandingan
Pembangunan
Kapal
Dengan
Teknologi
Laminasi
Dan
Pembangunan Kapal Pada Umumnya Dari penjelasan tahapan pembangunan kapal dengan teknologi laminasi dan pembangunan kapal pada umumnya diatas, terdapat perbedaan dalam proses pengerjaannya yang dimulai dari tahap persiapan hingga finishing.
Gambar V.1 Tahapan Pembangunan Kapal Ikan Tradisional
Berikut adalah perbedaan 2 proses pembangunan kapal pada Tabel. V.1: Tabel V.1 Perbandingan Pembangunan Kapal Laminasi dan Kapal Pada Umumnya
Tahapan
Pembangunan Kapal Teknologi
Pembangunan Kapal Saat Ini
Laminasi Preparation x
x
Dilakukan
proses
desain
berupa x
Tahap
persiapan
untuk
pembuatan lines plan yang nantinya
pembangunan saat ini hanya
digunakan untuk membuat cetakan
melaukan
lambung kapal.
pengeringan kayu yang akan
Kayu yang dipakai adalah kayu sisa
digunakan nantinya
hasil pemotongan yang sudah kering x
Tidak menggunakan desain
proses
65
dan siap dipakai.
karena nelayan membangun dengan
berdasarkan
pegalaman Fabrikasi
x x
Pemasangan cetakan lambung kapal x
Proses pembentukan kayu
pada meja kerja
yang
Proses pembentukan bilah dengan
cara dipanaskan diatas api x
menggunakan mesin plannar
melengkung
dengan
Pembentukan kayu lainnya dilakukan gergaji
menggunakan
listrik
dan
hand
plannar Assembly
x
Pembentukan bilah sesuai dengan x
Pemasangan
cetakan kapal yang nantinya akan
dilanjutkan
disusun per layer
dari
x
Penomoran bilah di setiap layer
buritan.
x
Pengeleman tiap layer dengan lem x
Pemasangan kulit lambung
x
epoxy x
Pembentukan badan kapal dengan x
linggi
lunas, dengan haluan
profil dan
Pembuatan geladak Pembangunan rumah geladak
hand plannar, gerinda, tatah dan pacul
Finishing
Kendala
x
Pembuatan cadik kapal
x
Pengecekan kebocoran
x
Pelapisan kayu jati
x
Pengecatan dengan menggunakan cat x
Proses pengecatan
clear
x
Pemasangan intalasi listrik
x
Pemasangan cadik
x
Proses pemakalan
x
Pembuatan dudukan kapal
x
Keterbatasan alat
x
Ketebalan sambungan yang
x
Penyusunan
bilah
kayu
memerlukan waktu cukup lama x
memiliki beda ukuran
yang x
baut
yang
mudah rusak
Terjadi beberapa titik kebocoran pada lapisan yang dilakukan pengeleman
Pemasangan
x
Sambungan yang tidak sesuai antara kulit lambung dan lunas
66
x
Penggunaan
kayu
yang
memiliki getah Dengan pembangunan kapal menggunakan teknologi laminasi kayu mahoni, dapat mengurangi kebutuhan bahan baku. Hal itu disebabkan karena pada penelitian ini, bahan baku bilah laminasi yang berukuran kecil berasal dari kayu log. Dari hasil potongan tersebut, potongan kayu yang terbuang menjadi sedikit dibandingkan dengan pembangunan kapal ikan pada umumnya yang menggunakan papan dimana papan memiliki harga yang tinggi dan juga jika papan didapat dari potongan kayu log akan menghasilkan jumlah material terbuang yang cukp besar. V.1.2. Rekomendasi Pembangunan Kapal Ikan Tradisional Dengan Teknologi Laminasi Kayu Mahoni Dalam pembangunan model kapal yang dilakukan penulis dari penelitian ini ada beberapa kendala selama proses pembangunannya. Beberapa kendala teknis yang terjadi didapat selama proses pembangunan kapal. Berikut adalah rekomendasi teknis yang disarankan untuk pembangunan kapal ikan tradisional dengan teknologi laminasi untuk kedepannya. 1.
Dalam proses pembentukan badan kapal pada penelitian ini, untuk mengukur ketebalan kulit kapal sebesar 50 mm hanya dari cetakan dalam kapal. Kurangnya alat untuk memastikan bahwa lengkung lambung luar kapal telah sama dengan lines plan. Saran yang diberikan adalah dengan membuat cetakan lambung luar yang digunakan saat proses pembentukan untuk menyesuaikan bentuk lambung kapal dengan lines plan. Cetakan luar lambung kapal didapat dari bentuk lines plan yang dikonversi pada triplek.
2.
Kebocoran yang terjadi saat proses pengecekan menjadi salah satu kendala pembangunan kapal ini. Kebocoran terjadi pada daerah pengeleman antar bilah yang dikarenakan kurang maksimalnya lem melekat sehingga terdapat celah yang menjadikan air masuk kedalam lambung kapal. Saran yang diberikan adalah dengan memperhatikan proses pengeleman dan pengawasan bahwa lem telah terbagi dengan rata pada permukaan bilah dan juga melakukan perbaikan dalam proses pengetaman dengan menggunakan cetakan untuk proses pengetaman. Cetakan yang dimaksud adalah cetakan sepanjang dan selebar kapal yang akan dibangun. Keuntungan menggunakan cetakan ini ialah tidak perlu menggunakan ragum dalam jumlah yang banyak, dapat mencakup seluruh daerah yang akan 67
dilakukan pengetaman, pengerjaan lebih mdah dikarenakan alat untuk mengetam telah menempel pada bagian atas cetakan dan juga bilah yang akan dilakukan pengetaman dapat terkunci dengan baik. 3.
Dalam masalah kebocoran yang terjadi pada lambung kapal dengan teknologi laminasi kayu mahoni, selain dilakukannya pengawasan juga perlu dilakukan penambahan material pada lambung kapal untuk menghindari terjadinya kebocoran. Beberapa material yang disarankan adalah dengan menambahkan material bilah jati pada lambung luar kapal untuk menahan air yang masuk kedalam lambung kapal dan juga kayu jati memiliki daya tahan yang baik dari kayu mahoni terhadap air laut. Saran selanjutnya, lambung kapal juga dapat dilapisi dengan fiber dimana fiber memiliki berat yang lebih ringan dari kayu dan juga pemasangan fiber yang mudah serta proses repair yang cepat jika terjadi kebocoran.
4.
Pada proses penyusunan bilah diperlukan waktu yang cukup lama dikarenakan bilah harus menyesuaikan bentuk dari cetakan lambung kapal. Disarankan dalam proses penyusunan bilah menggunakan cetakan dari half breadth plan di setiap layer. Dari cetakan tersebut akan dikonversikan pada bilah kayu dan dibentuk menggunakan gergaji mesin duduk. Dengan teknik tersebut akan mempersingkat waktu penyusunan bilah laminasi.
5.
Bilah yang digunakan sebagai bahan baku pembangunan kapal ini disarankan mengandung kadar air dibawah 20% untuk mencegah terjadinya kembang susut kayu saat terkena air laut dan sinar matahari.
V.1.3. Data Hasil Pengujian Tarik Prosedur pengujian tarik dilakukan berdasarkan peraturan pengujian ASTM. Pengujian tarik terdiri dari 4 spesimen kayu mahoni utuh dan spesimen laminasi kayu mahoni. Hasil uji tarik didapatkan dari pembacaan jarum ukur pada mesin uji tarik dan grafik yang dihasilkan oleh mesin uji tarik. 1.
Hasil Pengujian Tarik Spesimen Kayu Mahoni Utuh Pengujian tarik spesimen kayu mahoni utuh menghasilkan beban maksimum
dan regangan sebelum material patah seperti terlihat pada Tabel V.2. Tabel V.2 Hasil Pengujian Tarik Spesimen Kayu Mahoni Utuh Spesimen
68
w
t
L0
∆L
Force
Strain
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
(kN)
(%)
1
6
20
64
3.8
11
5.9375
2
6
20
64
2.24
10
3.5
3
6
20
64
4.6
10.8
7.1875
4
6
20
64
4.8
11.8
7.5
3.86
10.9
6.03125
Rata- rata
Pengujian tarik dilakukan sampai dengan spesimen uji pertama menerima beban tarik maksimum sebesar 11 kN dengan regangan 5.94%, spesimen uji kedua menerima beban tarik maksimum 10 kN dengan regangan 3.5%, spesimen uji ketiga menerima beban tarik maksimum sebesar 10.8 kN dengan regangan 7.19%, spesimen uji keempat menerima beban tarik maksimum 11.8 kN dengan regangan 7.5%. 2. Hasil Pengujian Tarik Spesimen Laminasi Kayu Mahoni Pengujian tarik spesimen laminasi kayu mahoni menghasilkan beban maksimum dan regangan sebelum material patah seperti terlihat pada Tabel V.3 dibawah ini. Tabel V.3 Hasil Pengujian Tarik Spesimen Laminasi Kayu Mahoni Spesimen
w
t
L0
∆L
Force
Strain
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
(kN)
(%)
1
6
20
64
3.4
14
5.3125
2
6
20
64
4.2
13.5
6.5625
3
6
20
64
3.6
13.5
5.625
4
6
20
64
7.8
14.5
7.5
4.75
13.875
6.25
Rata- rata
Pengujian tarik dilakukan sampai dengan spesimen uji pertama menerima beban tarik maksimum sebesar 14 kN dengan regangan 5.31%, spesimen uji kedua menerima beban tarik maksimum 13.5 kN dengan regangan 6.56%, spesimen uji ketiga menerima beban tarik maksimum sebesar 13.5 kN dengan regangan 5.625%,
69
spesimen uji keempat menerima beban tarik maksimum 14.5 kN dengan regangan 7.5%. V.1.4. Perhitungan Hasil Pengujian Tarik Berdasarkan hasil pengujian tarik selama proses uji tarik didapatkan nilai beban maksimum dan total regangan tiap spesimen uji seperti yang dipaparkan pada pon IV.1 di atas, selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan formulasi ASTM D3500 untuk menghitung nilai regangan, dan modulus elastisitas tarik dari laminasi kayu mahoni. Hasil akhir kekuatan tarik tiap spesimen uji diperoleh dari nilai ratarata pada empat kali pengujian. 1. Perhitungan Hasil Pengujian Tarik Spesimen Kayu Mahoni Utuh Berdasarkan data pada Tabel V.2, dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai kuat tarik spesimen laminasi kayu mahoni dengan menggunakan persamaan (2.1) dan modulus elastisitas (MoE) spesimen laminasi kayu mahoni dengan menggunakan persamaan (2.3). Tabel V.4 Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Kayu Mahoni Utuh Spesimen
Pmaks
A
Strain
Stress
MoE
(N)
(mm2)
(%)
(Mpa)
(Gpa)
1
11000
120
5.9375
91.67
19.56
2
10000
120
3.5
83.33
15.24
3
10800
120
7.1875
90
14.4
4
11800
120
7.5
98.33
15.73
Rata-rata
10900
120
6.03125
90.83
16.23
Didapatkan Tabel V.4 perhitungan nilai kuat tarik untuk spesimen uji pertama 91.67 MPa dengan modulus elastisitas tarik sebesar 19.56 Gpa, kuat tarik spesimen uji kedua 83.33 MPa dengan modulus elastisitas tarik sebesar 15.24 Gpa,kuat tarik spesimen uji ketiga 90 MPa dengan modulus elastisitas tarik sebesar 14.4 Gpa, kuat tarik spesimen keempat 98.33 MPa dengan modulus elastisitas tarik sebesar 15.73 Gpa.
70
GRAFIK UJI TARIK KAYU MAHONI UTUH Spesimen 1
Spesimen 2
Spesimen 3
Spesimen 4
0
20
70 60 FORCE (N)
50 40 30 20 10 0 10
30
DISPLACMENT (MM2)
Gambar V.2 Grafik Uji Tarik Kayu Mahoni Utuh
Grafik Gambar V.2 menunjukan hubungan antara regangan dengan tegangan tarik pada spesimen uji kayu mahoni utuh. Dari Gambar V.2 diatas diketahui bahwa masing-masing spesimen memiliki nilai kuat tarik yang tidak terpaut jauh satu dengan yang lainnya, spesimen 4 memiliki nilai kuat tarik tertinggi dan spesimen 2 memiliki nilai kuat tarik paling rendah dari ketiga spesimen lainnya. Hal tersebut terjadi karena beban maksimum yang dapat ditahan oleh spesimen 4 paling tinggi dibandingan spesimen lainnya. 2. Perhitungan Hasil Pengujian Tarik Spesimen Laminasi Kayu Mahoni Berdasarkan data pada Tabel V.3, dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai kuat tarik spesimen laminasi kayu mahoni dengan menggunakan persamaan (2.1) dan modulus elastisitas (MoE) spesimen laminasi kayu mahoni dengan menggunakan persamaan (2.3). Tabel V.5 Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Laminasi Kayu Mahoni Spesimen
Pmaks
A
Strain
Stress
MoE
(N)
(mm2)
(%)
(Mpa)
(Gpa)
1
14000
120
5.3125
116.67
21.961
2
13500
120
6.5625
112.5
17.143
71
3
13500
120
5.625
112.5
20
4
14500
120
7.5
120.83
16.11
Rata-rata
13875
120
6.25
115.625
18.803
Didapatkan pada Tabel V.5 perhitungan nilai kuat tarik untuk spesimen uji pertama 116.67 MPa dengan modulus elastisitas tarik sebesar 21.961 Gpa, kuat tarik spesimen uji kedua 112.5 MPa dengan modulus elastisitas tarik sebesar 17.143 Gpa,kuat tarik spesimen uji ketiga 112.5 MPa dengan modulus elastisitas tarik sebesar 20 Gpa, kuat tarik spesimen keempat 120.83 MPa dengan modulus elastisitas tarik sebesar 18.803 Gpa. Hubungan antara nilai kuat tarik dan regangan tiap-tiap spesimen pada laminasi kayu mahoni dapat dilihat pada Gambar V.3 dibawah: GRAFIK UJI TARIK LAMINASI KAYU MAHONI Spesimen 1
Spesimen 2
Spesimen 3
Spesimen 4
0
40
80 70
FORCE (N)
60 50 40 30 20 10 0
20
60
DISPLACMENT (MM2)
Gambar V.3 Grafik Uji Tarik Laminasi Kayu Mahoni
Gambar V.3 menunjukan hubungan antara regangan dengan tegangan tarik pada spesimen uji laminasi kayu mahoni. Dari Gambar V.3 diatas diketahui bahwa masing-masing spesimen memiliki nilai kuat tarik yang tidak terpaut jauh satu dengan yang lainnya, spesimen 4 memiliki nilai kuat tarik tertinggi dan berturut-turut spesimen 2 dan spesimen 3 memiliki nilai kuat tarik paling rendah dari ketiga spesimen lainnya. Hal tersebut terjadi karena beban maksimum yang dapat ditahan oleh spesimen 4 paling tinggi dibandingan spesimen lainnya. 72
V.1.5. Perbandingan Kekuatan Tarik Dari hasil perhitungan kuat tarik, regangan, dan modulus elastisistas spesimen laminasi kayu mahoni dan spesimen kayu mahoni utuh yang dalam hal ini sebagai variabel kontrol, diperoleh nilai kuat tarik, regangan, dan modulus elastisitas rata-rata yang dibahas pada Tabel V.4 dan Tabel V.5, selanjutnya direkapitulasi pada Tabel V.6 dibawah ini. Tabel V.6 Perbandingan Uji Tarik Laminasi Kayu Mahoni, Mahoni Utuh dan Jati Laminasi
Kayu Mahoni
Spesimen
Kayu Mahoni
Utuh
Kayu Jati Utuh
Kuat Tarik Rata-rata (Mpa)
115.625
90.833
97.1
Regangan Rata-rata (%)
6.25
6.031
-
Modulus Elastisitas Rata-rata (Gpa)
18.803
16.220
12.28
Satuan MPa % GPa
Berdasarkan pada Tabel V.6 diatas dapat dinyatakan bahwa spesimen laminasi kayu mahoni memilik nilai kuat tarik rata-rata 115.625 Mpa yang berarti memiliki nilai kuat tarik rata-rata lebih tinggi dibandingkan spesimen kayu mahoni utuh 90.833 MPa. Hasil grafik yang didapatkan dari pengujian yang telah dilakukan memberikan hasil bahwa specimen kayu laminasi mahoni memiliki kuat Tarik yang lebih besar dari specimen laminasi utuh, hal ini karena meningkatknya nilai kuat tarik laminasi kayu mahoni akibat sambungan dua komponen antara lem epoxy dan bilah laminasi kayu mahoni. Untuk nilai regangan rata-rata laminasi kayu mahoni 6.25%, sedangkan regangan rata-rata kayu mahoni utuh 6.031%, dari nilai regangan rata-rata yang dihasilkan antara laminasi kayu mahoni dengan kayu mahoni utuh
tidak jauh berbeda, hal ini disebabkan karena material materal yang
dipergunakan sama dan juga memiliki berat jenis yang sama, pengaruh sambungan lem epoxy antara bilah laminasi kayu mahoni tidak memberikan perubahan yang signifikan. Sedangkan untuk nilai modulus elastisitas rata-rata laminasi kayu mahoni 18.803 GPa, pada kayu mahoni utuh 16.220 GPa, dan pada kayu jati utuh 12.28 GPa dari nilai modulus elastisitas rata-rata, laminasi kayu mahoni lebih besar dibandingkan dengan kayu mahoni utuh maupun jati. Pengaruh sambungan lem epoxy antara bilah laminasi mahoni cenderung membuat material lebih getas apabila sambungan lem epoxy mengering dan keras.
73
V.1.6. Tegangan Izin Laminasi Kayu Mahoni Menurut BKI tahun 2013 tentang kapal kecil < 24 m, bahwa kelas kuat kayu di bagi menjadi 5 kelas, pengelompokan kelas-kelas tersebut menyesuaikan konstruksi kekuatan, yaitu kelas kuat I, II, III, IV, dan V seperti yang ditunjukan pada tabel diatas. Menurut BKI tahun 2013 tentang kapal kecil < 24 m, kayu lapis atau laminasi yang digunakan secara keseluruhan sebagai material konstruksi harus memiliki kuat tarik lebih besar dari 42.169 MPa, sedangkan berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan menunjukan bahwa nilai kuat tarik rata-rata laminasi kayu mahoni menunjukan 100 MPa, hal ini membuktikan bahwa nilai kuat tarik memenuhi syarat BKI. V.1.7. Perencanaan Layout Industri Galangan Pengaturan layout industri berguna untuk pemaksimalan luas area penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan perpindahan material, penyimpanan material baik yang bersifat temporer maupun permanen. Dalam perencanaannya, industri ini menggunakan 2 gedung yakni front office dan workshop dimana area workshop terdiri dari area fabrikasi, gudang dan area assembly ditunjukan pada Gambar V.4 dan Gambar V.5. Untuk tambahan lain yakni lokasi parkir, lokasi penerimaan dan pengiriman barang, dan lokasi pengujian produk (sarana pulling test). Lokasi industri galangan berada di daerah Pandaan, Kabupaten Pasuruan.. Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan lokasi ini, diantaranya : 1. Lokasi yang ditentukan dekat dengan penyedia bahan baku. Bahan baku utama untuk industri ini adalah kayu mahoni dimana kayu mahoni banyak terdapat di Kabupaten Pasuruan. Untuk lokasi ini, jarak antara lokasi galangan dengan lokasi bahan baku berjarak ± 20 km. 2. Harga tanah di lokasi industri galangan ini menjadi pertimbangan penting karena akan mempengaruhi biaya investasi pembangunan industri galangan itu sendiri. Untuk lokasi di daerah pandaan ini, harga tanah per m2 sebesar Rp 850,000.00. 3. Dalam penentuan lokasi, jarak lokasi galangan yang akan dibangun dengan pantai berjarak ± 20 km dapat ditempuh dengan waktu 20 menit. Produk kapal yang berukuran kecil ini menjadi alasan galangan yang akan dibangun tidak
74
harus didekat pantai dan dalam prose pengirimannya, kapal dapat dikirim menggunakan truk. 4. Untuk akses menuju lokasi galangan, dapat dilalui truk kontainer dan dekat dengan jalan utama yang memiliki 4 jalur kendaraan. (Sumber : https://www.rumah123.com/detil-tanah-dijual-di-pandaan-pasuruan-98384-id.html) Berikut beberapa foto lokasi industri galangan kapal ikan tradisional ditunjukan pada Gambar V.4 :
Gambar V.4 Lokasi Pembangunan Industri Galangan
(Sumber : https://www.rumah123.com/detil-tanah-dijual-di-pandaan-pasuruan-98384-id.html) Berikut perencanaan dari layout industri ditunjukkan pada Gambar V.5 dan Gambar V.6.
Gambar V.5 Denah Workshop
75
Gambar V.6 Denah Industri Galangan
Analisa Perhitungan Ekonomis V.2.1. Perhitungan Biaya Laminasi Kayu Mahoni Dalam Bentuk Balok Perhitungan ekonomis dihitung berdasarkan satu meter kubik kayu mahoni untuk dibuat konstruksi kapal. Harga material kayu mahoni didapat dari survei secara langsung pada industri pemotongan kayu dengan berbagai ukuran. Untuk kayu mahoni dalam log atau gelondongan berukuran panjang 2 m, diameter 30 cm, dan untuk kayu mahoni dalam bentuk balok berukuran panjang 1 m, lebar 10 cm, tebal 2 cm, berikut rincian ukuran kayu mahoni pada Tabel V.7 Tabel V.7 Ukuran Kayu Mahoni Di Pasaran
Nama Kayu Mahoni (log) Kayu Mahoni (balok)
Ukuran
Volume (m3)
2 m x 0.3 m (diameter)
0.141
1 m x 0.1 m x 0.02 m
0.002
Tabel V.8 Harga Kayu Mahoni Di Pasaran
Nama
Harga (IDR)
Kayu Mahoni (log)
400.000
Kayu Mahoni (balok)
6.000
Laminasi Kayu Mahoni/m3
3.000.000
Tabel V.9 Harga Kayu Mahoni dalam Jenis Potongan
Nama
76
Jumlah Potongan
Harga (IDR)
Kayu Mahoni (log)
1
400.000
Kayu Mahoni (balok)
70
420.000
Tabel V.10 Jumlah Kayu Mahoni Per Volume
Keterangan
Jumlah
Satuan
Velume Satu Balok Kayu Mahoni
0.002
m3
Jumlah Balok Kayu Mahoni 1 m3
500
Balok
Sedangkan pada tabel, dapat diketahui nilai volume kayu mahoni/m3 dan juga harga kayu mahoni/m3. Balok kayu mahoni berukuran 100 x 10 x 2 cm sehingga didapatkan volume balok kayu mahoni 2000 cm 3 dikonversi dalam satuan m3 yaitu 0.002 m3. Karena dilakukan perhitungan laminasi kayu mahoni dalam 1 m 3 akan dibagi dengan volume balok kayu mahoni sehingga didapatkan jumlah balok dalam 1 m3 yaitu 500 bilah. Untuk harga satu log kayu mahoni adalah 400.000 rupiah, sedangkan jika dijual dalam bentuk balok dihargai 6.000 rupiah ditunjukan pada Tabel V.8. Jika dihitung harga untuk 1 m3 kayu mahoni yaitu 3.000.000 rupiah yang didapat dari jumlah balok 1 m3 yakni sebanyak 500 balok dikalikan dengan harga per balok 6.000 rupiah ditunjukan pada Tabel V.10 dan jika harga setiap satu log kayu mahoni 400.000 rupiah, dari satu log kayu mahoni dapat menghasilkan 70.71 potong atau bisa dibulatkan menjadi 70 potong dalam bentuk balok karena nilai 0.71 bagian dianggap bagian tepi kayu yang tidak digunakan ditunjukan pada Tabel V.9. Didapat harga 70 balok dengan ukuran tersebut yaitu 420.000 rupiah, sehingga dapat disimpulkan pembelian dalam satu log kayu mahoni lebih hemat 5% dibanding dengan pembelian dalam potongan balok atau bisa dianggap dengan ongkos pemotongan kayu dari bentuk gelondongan menjadi bentuk balok-balok kayu. Harga epoxy 1 kg 140.000 rupiah dengan luasan area pengeleman mencapai 58.064 cm2. Luas permukaan sisi atas dan bawah balok ( 1 m x 0.1 m), permukaan sisi samping bilah diketahui ukurannya ( 1 m x 0.02 m) sehingga untuk luasan permukaan total laminasi kayu mahoni yang dilem nlainya 60 m2. Kebutuhan epoxy 1 m3 adalah 10.33 Kg, nilai ini didapat dari luasan total laminasi kayu mahoni dibagi luasan permukaan yang dicakup oleh 1 kg epoxy. Total biaya pengeleman 1 m3 adalah 1.446.679,526 rupiah. Perhitungan harga lem per meter kubik di tunjukakan pada Tabel V.11. Tabel V.11 Penentuan Biaya Laminasi Per 1 m3
Perincian Biaya Laminasi Harga Epoxy Avian (1 kg)
Ukuran/Harga/Luasan 140.000 (IDR)
Satuan 140.000
Rupiah
77
Coverage Area Epoxy (1 kg)
58064 (cm2)
5,8064
m2
Luas Permukaan Atas Balok
( 1 m x 0., m)
0,1
m2
( 1 m x 0,02 m)
0,02
m2
(0,1 m2 + 0,02 m2 ) x 500 Balok
60
m2
1 x 50 m2/ 5,8064 m2
10,33
Kg
Rp 140.000 x 10,33 kg
1.446.200
Rupiah
(100 cm x 10 cm) Luas Permukaan Samping Balok (100 cm x 2 cm) Luas Permukaan Atas Balok dan Samping Balok Kebutuhan Epoxy Untuk 3
Laminasi 1 m Kayu Mahoni Total Biaya Laminasi
Waktu bekerja tenaga kerja dalam sehari yaitu 8 jam, biaya jam orang didapatkan dari biaya tenaga kerja dibagi dengan jam kerja. Biaya tenaga kerja didapatkan dari total waktu x biaya jam orang. Total biaya tenaga kerja 506.613 rupiah dengan rincian perhitungan pada Tabel V.12 dan Tabel V.13. Tabel V.12 Perhitungan Waktu Pengerjaan
Kegiatan
Satuan
Log yang diperlukan untuk 1 m3
7.14
Log
7.14 log dibelah jadi 70 balok per 5 menit
140
Menit
70 balok diratakan dengan multistripsaw per 2 menit
140
Menit
70 balok dihaluskan dengan mesin planer per 2 menit
140
Menit
Waktu pengeleman dan pengepresan
240
Menit
Total Waktu
11
Jam
Tabel V.13 Biaya Tenaga Kerja Rincian Biaya tenaga kerja per hari
Satuan 125.000 Rupiah
Jumlah tenaga kerja
2 Orang
Jam Kerja per hari
8 Jam
Biaya jam orang per jam Biaya tanaga kerja per 1 m3 Biaya overhead (10% dari biaya tenaga kerja 1 m3) Total biaya tenaga kerja per 1m3
15.625 Rupiah 171.875 Rupiah 17.188 Rupiah 378.126 Rupiah
Harga total laminasi didapat dari harga laminasi kayu mahoni per m 3 ditambah harga lem yang diperlukan dalam 1 m 3. Harga total laminasi merupakan faktor yang 78
paling penting dalam perhitungan biaya produksi konstruksi kapal, karena semakin besar harga total laminasi maka semakin mahal pula total biaya produksi pembuatan konstruksi lambung kapal. Rincian harga total laminasi kayu mahoni dapat dilihat pada Tabel V.14: Tabel V.14 Biaya Laminasi dan tenaga kerja untuk 1m3
Total Biaya Laminasi Kayu Mahoni 1 m3
Biaya (IDR)
Biaya Laminasi Kayu Mahoni + Perekat per m3
4.446.200
Biaya Tenaga Kerja per 1 m3
378.126 4.824.326
Total
Jadi dari perhitungan diatas, telah didapat biaya perhitungan laminasi kayu mahoni 1 m3 sebesar Rp 4.685.929,53. Dari hasil tersebut dapat dihitung biaya pembuatan model kapal pada tugas akhir ini pada Tabel V.15. Tabel V.15 Perhitungan Biaya Laminasi dan Tenaga Kerja Pembangunan Kapal
Total Biaya Laminasi Kayu Mahoni Biaya Laminasi Kayu Mahoni 1 m3
Biaya (IDR) 4.824.326
Biaya Laminasi Kayu Mahoni 0.745 m3
3.594.122,87
Biaya Laminasi Kayu Mahoni 0.126 m3
606.345
V.2.2. Analisa Industri Pembangunan Galangan Kapal Ikan Tradisional Dengan Teknologi Laminasi Analisa investasi atau modal usaha untuk pembangunan sebuah industri perlu dilakukan agar investasi yang dikeluarkan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Hal yang dilakukan adalah menentukan biaya besarnya investasi pembangunan industri galangan kapal . tentunya analisa tersebut dilakukan dengan efektif dan efisien untuk pengembangan usaha dari industry galangan kapal ikan tradisional. Besarnya investasi awal untuk pembangunan industri ini terbagi menjadi beberapa biaya, diantaranya : 1. Biaya Pembangunan, Tanah dan Instalasi Biaya pembangunan gedung, pembelian tanah serta instalasi tiap bangunan dijabarkan pada Tabel V.16 :
79
Tabel V.16 Rincian Biaya Pembangunan Gedung Office INVESTASI BANGUNAN NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
UKURAN
DESKRIPSI
P 38
Tanah Bangunan Lobby Ruang Rapat Divisi Produksi Toilet Divisi Financial Ruang General Manager Mushola Dapur Workshop JUMLAH
HARGA TOTAL (JUTA RUPIAH) DEPRESIASI) (RUPIAH) 850.000,00 904.400.000,00 750.000,00 12.000.000,00 10 750.000,00 18.000.000,00 10 750.000,00 18.000.000,00 10 750.000,00 3.000.000,00 10 750.000,00 18.000.000,00 10
LUAS (M2)
L 28
1064
4 4 4 2 4
4 6 6 2 6
16 24 24 4 24
4 4 4 28
6 4 4 17
24 16 16 476
750.000,00 750.000,00 750.000,00 500.000,00
18.000.000,00 12.000.000,00 12.000.000,00 238.000.000,00 349.000.000,00
10 10 10 10
Dari Tabel V.16 diadapatkan bahwa biaya total untuk bangunan dalam pembangunan industri galangan kapal ikan tradisional yaitu sejumlah Rp 349.000.000,00 2. Biaya Peralatan dan Mesin Rincian biaya yang dibutuhkan untuk pembelian peralatan dan mesin industri galangan kapal ikan tradisional dijelaskan pada Tabel V.17: Tabel V.17 Rincian Biaya Peralatan Ukur dan Permesinan INVESTASI PERALATAN DAN PERMESINAN NO
DESKRIPSI
JUMLAH
HARGA RUPIATOTAL (JUTA RUPIAH) DEPRESIASI) UNIT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Peralatan ukur Peralatan marking Palu All Size Obeng 1 set Gergaji kombinasi kunci pas 1 set Tang 1 set Tatah 1 set Ragum Pacul Manual Stacker 2 ton AutoCAD/tahun Personal Computer for de Mesin Hand Planer Mesin Gerinda Tangan Mesin Bor Gergaji Mesin Duduk Mesin Bor Duduk Mesin Amplas kompresor spray gun JUMLAH
5 5 10 5 10 3 10 15 200 10 1 1 5 20 10 4 3 2 10 3 3
300.000 200.000 50.000 30.000 100.000 200.000 50.000 50.000 50.000 20.000 7.549.300 19.216.400 11.860.000 1.200.000 500.000 450.000 1.200.000 1.600.000 300.000 5.846.000 195.000
1.500.000 1.000.000 500.000 150.000 1.000.000 600.000 500.000 750.000 10.000.000 200.000 7.549.300 19.216.400 59.300.000 24.000.000 5.000.000 1.800.000 3.600.000 3.200.000 3.000.000 17.538.000 585.000 160.988.700
5 1 2 5 1 5 5 1 5 5 5 5 5 5 10 10 5 10 1 15 5
Sehingga didapatkan total keseluruhan biaya pembelian dari peralatan dan mesin untuk aktivitas produksi sejumlah Rp 160.988.700,00 3. Biaya Peralatan dan Perlengkapan Lain Biaya-biaya pembelian peralatan selain peralatan produksi antara lain peraltan kantor dan peralatan keselamatan. Penjelasan dari biaya-biaya tersebut dapat dijelaskan pada Tabel V.18 : 80
Tabel V.18 Rincian Biaya Peralatan Kantor dan Permesinan NO DESKRIPSI 1 alat tulis lengkap 2 kabinet file/unit 3 meja kantor/unit 4 kursi kantor/unit 5 kursi sofa/set 6 meja panjang 7 meja panjang untuk meet 8 Papan tulis (white board) 9 Personal computer untuk 10 Printer 11 Peralatan solat 12 televisi 29'' 13 Proyektor 14 peralatan toilet 15 Air Conditioner JUMLAH
INVESTASI PERALATAN DAN PERMESINAN JUMLAH HARGA (RUPIAH) TOTAL (JUTA RUPIAH) DEPRESIASI 5 100.000,00 500.000,00 1 3 320.000,00 960.000,00 10 5 400.000,00 2.000.000,00 10 10 300.000,00 3.000.000,00 5 1 5.000.000,00 5.000.000,00 10 2 1.000.000,00 2.000.000,00 10 1 2.500.000,00 2.500.000,00 10 1 1.100.000,00 1.100.000,00 5 4 6.250.000,00 25.000.000,00 10 2 1.650.000,00 3.300.000,00 5 1 2.000.000,00 2.000.000,00 5 2 3.500.000,00 7.000.000,00 10 1 2.500.000,00 2.500.000,00 5 2 2.500.000,00 5.000.000,00 10 5 1.800.000,00 9.000.000,00 10 70.860.000,00
Dari Tabel V.18 didapatkan bahwa total biaya yang dibutuhkan untuk biaya pembelian peralatan kantor sejumlah Rp 70.860.000,00. Tabel V.19 Rincian Peralatan Safety NO DESKRIPSI 1 helm safety/unit 2 sarung tangan/unit 3 masker cartridge/unit 4 Kaca mata keselamatan 5 tabung pemadam kebakar 6 fire alarm system 7 peralatan P3K 8 Sepatu safety JUMLAH
INVESTASI PERALATAN SAFETY JUMLAH HARGA (RUPIAH) TOTAL (JUTA RUPIAH) DEPRESIASI 10 60.000,00 600.000,00 1 20 50.000,00 1.000.000,00 1 10 55.000,00 550.000,00 1 10 55.000,00 550.000,00 1 5 230.000,00 1.150.000,00 1 2 500.000,00 1.000.000,00 1 1 400.000,00 400.000,00 1 10 200.000,00 2.000.000,00 1 7.250.000,00
Dari Tabel V.19 didapatkan bahwa total biaya yang dibutuhkan untuk biaya pembelian peralatan keselamatan sejumlah Rp 7.250.000,00. Sehingga didapat jumlah biaya peralatan dan perlengkapan lain-lain Rp 78.110.000,00 4. Total Investasi Pembangunan Industri Galangan Kapal Ikan Tradisional Dari total semua biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan industri galangan kapal ikan tradisional, total biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan industri galangan kapal ikan tradisional sebesar Rp 588.098.700,00 V.2.3. Analisa Biaya Operasional Industri Galangan Kapal Ikan Tradisional Biaya- biaya yang dikeluarkan selama menjalankan industri galangan kapal ikan tradisional dalam sebulan gaji karyawan, biaya tagihan listrik, biaya tagihan PDAM dan lain-lain. Rincian biaya operasional yang dikeluarkan tersebut dapat dijelaskan pada Tabel V.20 :
81
Tabel V.20 Biaya Operasional DESKRIPSI BIAYA LANGSUNG BIAYA MATERIAL : Biaya Bahan Baku Material PEKERJA SUB KONTRAK : Pekerja Sub Kontrak BIAYA UTILITY : Listrik Air Internet TOTAL BIAYA LANGSUNG BIAYA TIDAK LANGSUNG General Manager Manager produksi Staff Engineering Manager Finance Staff Purchasing & Finance Staff Marketing Organik TOTAL BIAYA TIDAK LANGSUNG
82
ESTIMASI BIAYA Volume
BIAYA
KENAIKAN HARGA/ 5%
TAHUN 2018
5% 480.967.504,00
30
1.500.000,00
0,5% x pendapatan 0,1% x pendapatan 0,5% x pendapatan JUMLAH ORANG GAJI 1 6.500.000,00 1 4.500.000,00 5 2.500.000,00 1 4.500.000,00 1 2.500.000,00 1 2.500.000,00 10 2.000.000,00
2019
2020
2021
2022
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
5%
22.500.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
5% 5% 5%
3.098.305,02 309.830,50 3.098.305,02 509.973.944,55
6.506.440,55 619.661,00 6.196.610,05 1.020.257.719,60
6.831.762,58 650.644,06 6.506.440,55 1.020.923.855,18
7.173.350,71 683.176,26 6.831.762,58 1.021.623.297,54
7.532.018,24 717.335,07 7.173.350,71 1.022.357.712,02
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
961.935.008,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
7.908.619,15 753.201,82 7.532.018,24 1.023.128.847,22
8.304.050,11 790.861,92 7.908.619,15 1.023.938.539,18
8.719.252,62 830.405,01 8.304.050,11 1.024.788.715,74
9.155.215,25 871.925,26 8.719.252,62 1.025.681.401,13
9.612.976,01 915.521,52 9.155.215,25 1.026.618.720,78
10.093.624,81 961.297,60 9.612.976,01 1.027.602.906,42
10.598.306,05 1.009.362,48 10.093.624,81 1.028.636.301,34
11.128.221,35 1.059.830,61 10.598.306,05 1.029.721.366,01
11.684.632,42 1.112.822,14 11.128.221,35 1.030.860.683,91
12.268.864,04 1.168.463,24 11.684.632,42 1.032.056.967,71
12.882.307,25 1.226.886,40 12.268.864,04 1.033.313.065,69
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
6.500.000,00 4.500.000,00 12.500.000,00 4.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 20.000.000,00 53.000.000,00
83
Dari Tabel V.20 didapatkan bahwa total biaya operasional setiap tahun. Kenaikan harga setiap tahun sebanyak 5% diasumsikan terjadi kenaikan harga pada setiap tahunnya. Kenaikan sebesar 5% didapat dari rata- rata inflasi yang terjadi pada tahun 2015 dan 2016. (Sumber : http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/Default.aspx) V.2.4. Analisa Penentuan Harga Pokok Produksi Untuk penentuan harga pokok produksi digunakan metode Full Costing sebagai metode yang digunakan untuk menentukan HPP. Dalam hal ini diambil salah satu contoh produk dari industri galangan kapal ikan tradisional yakni kapal ikan tradisional dengan teknologi laminasi kayu mahoni sebagai bahan penjelasan. Dalam metode ini, penentuan harga pokok produksi dibagi menjadi tiga yakni : 1. Estimasi Biaya Bahan Baku yang Dipakai Untuk estimasi biaya bahan baku yang dipakai, digunakan volume dari produk kapal ikan laminasi
yang diasumsikan berbentuk balok sebagai acuan untuk seberapa
banyak bilah kayu yang akan digunakan. Dari volume balok yang diasumsikan dibagi dengan ukuran bilah yang digunakan dalam pembangunan kapal ialah 1m x 0,1m x 0.02m didapatkan jumalah bilah dalam satu kapal sebanyak 373 bilah. Perhitungan ditunjukan pada Tabel V.21 : Tabel V.21 Rekapitulasi Luasan Dimensi dan Kebutuhan Bahan Baku No
Nama material Bobot (kg) 1 Bilah Kayu Mah 5,76
Harga per kg 4166
harga per lembar 23996,16
Total
Jumlah 94
Harga Total 2.255.639,04 2.255.639,04
Dari tabel diatas, total harga material yang dibutuhkan untuk menyusun balok dari produk kapal ikan tradisional dengan teknik laminasi sejumlah Rp 2.255.639,04. 2. Estimasi Biaya Pengecatan Produk Untuk pengecatan produk, dilakukan dua tahap pengecatan yakni primer coat dan top coat. Dalam menentukan biaya pengecatan produk, digunakan luasan dimensi panjang lebar dan tinggi kapal sebagai luasan lingkup pengecatan produk yang dilakukan. Berikut adalah perhitungan dari estimasi biaya painting : x
Luasan permukaan kerja keseluruhan dari produk kapal ikan laminasi adalah 5,62 m2
84
x
Standar pemakaian cat adalah 10-12 m2/liter
x
Jadi tiap lapis dibutuhkan : 5,62 m2 : 10 m2/liter = 0,562 liter
Berikut adalah rincian dari perhitungan harga painting kapal ikan tradisional laminasi pada Tabel V.22. Tabel V.22 Rincian Biaya Pengecatan Produk
No
Material Harga (per liter) 1 primer coating/ 125.000,00 2 top coating/lite 140.000,00
Pemakaian (liter) 0,56 0,56
Total
Harga Total 70.300,00 78.736,00 149.036,00
Dari Tabel V.22, didapatkan biaya total pengecatan produk sebesar Rp 149.036,00 dengan rincian untuk tahap primer coating menghabiskan 0,56 liter dan untuk tahap top coat menghabiskan 0,56 liter. 3. Estimasi Biaya Komponen- Komponen yang Terinstalasi Untuk menentukan biaya komponen yang terinstalasi, dilakukan perincian data komponen- komponen yang dipasang dari jumlah tiap komponen yang dipakai dan biaya tiap komponen yang digunakan pada kapal. Berikut adalah perhitungan dari estimasi biaya komponen yang terinstalasi pada Tabel V.23 : Tabel V.23 Rincian Komponen yang Terinstalasi
No Nama Komponen 1 Baut M8x45mm 2 Triplek 3 Flap Disk 4 Kuas 5 Paku 6 Mata Planer 7 Cat Minyak 8 Thinner 9 Cat Clear 10 Mata Bor 11 Pipa Paralon 12 Terpal 13 Lem Epoxy Resi Total
Biaya Bahan Baku Harga Jumlah 1.000,00 60.000,00 10.000,00 5.000,00 10.000,00 85.000,00 15.000,00 16.000,00 21.000,00 25.000,00 180.000,00 45.000,00 140.000,00
16 3 8 8 2 2 5 4 10 1 2 1 8
Harga Total 16.000,00 180.000,00 80.000,00 40.000,00 20.000,00 170.000,00 75.000,00 64.000,00 210.000,00 25.000,00 360.000,00 45.000,00 1.120.000,00 2.405.000,00
Berdasarkan tabel diatas, dari rincian data komponen yang terpasang didapat estimasi biaya komponen yang terinstalasi sebesar Rp 2.405.000,00. Sehingga didapat total biaya untuk pembuatan produk kapal sejumlah Rp 4.809.675,04.
85
V.2.5. Analisa Penentuan Harga Penjualan Produk Metode penentuan harga penjualan produk per unit menggunakan metode variable cost. Langkah- langkah perhitungannya dapat diaplikasikan pada Tabel V.24: Tabel V.24 Rincian Biaya Harga Jual Produk
Harga Pokok Produksi Estimasi Laba Biaya Tenaga Kerja Overhead (listrik, air dll) 5 % dari HPP Harga jual produk
4.809.675,04 15% 721.451,26 425.000,00 5% 240.483,75 6.196.610,05
Jadi harga produk kapal yang akan dijual adalah harga pokok produksi ditambahkan laba yang diasumsikan sebesar 15% dari harga pokok produksi. Jadi harga jual produk kapal ikan dengan teknologi laminasi kayu mahoni sebesar Rp 6.196.610,05. Sedangkan biaya pembangunan kapal lesung pada umumnya yang didapat dari survey wawancara nelayan sebesar Rp 6.000.000,00. Lebih tingginya harga kapal ikan dengan teknologi laminasi kayu mahoni dikarenakan adanya material tambahan yang digunakan namun tidak digunakan pada kapal lesung. Salah satu contoh adalah penggunaan lem epoxy sebagai bahan pokok laminasi kayu pada pembangunan kapal. V.2.6. Analisa Target Produksi dan Pendapatan Dalam menetukan target produksi, pada produk ini diasumsikan industri galangan dapat membuat 200 kapal dalam setahun. Setelah mengetahui target produksi, selanjutnya adalah mengetahui estimasi pendapatan dari penjualan produk kapal. Besarnya pendapatan dapat diketahui dari banyakanya produk yang terjual dikalikan dengan harga produk. Dari perhitungan harga produk kapal sebelumnya dan didapatkan jumlah pendapatan untuk 15 tahun ke depan sebagai pada Tabel V.25 : Tabel V.25 Jumlah Pendapatan Tahun 2018-2033 PRODUK Kapal Ikan Tradisional
WAKTU KERJA
HARGA
14
6.196.610,05
TARGET PEMBANGUNAN KENAIKAN PENDAPATAN
Total Pendapatan
200
5%
2018
2019 50% 100% 619.661.004,80 1.239.322.009,60 619.661.004,80 1.239.322.009,60
2020
2021 2022 2023 2024 2025 2026 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 1.301.288.110,08 1.366.352.515,58 1.434.670.141,36 1.506.403.648,43 1.581.723.830,85 1.660.810.022,40 1.743.850.523,52 1.301.288.110,08 1.366.352.515,58 1.434.670.141,36 1.506.403.648,43 1.581.723.830,85 1.660.810.022,40 1.743.850.523,52 2027
2028 2029 2030 2031 2032 2033 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 1.831.043.049,69 1.922.595.202,18 2.018.724.962,28 2.119.661.210,40 2.225.644.270,92 2.336.926.484,46 2.453.772.808,69 1.831.043.049,69 1.922.595.202,18 2.018.724.962,28 2.119.661.210,40 2.225.644.270,92 2.336.926.484,46 2.453.772.808,69
86
Dari tabel V.25 didapatkan data pendapatan dari tahun 2018-2033. Dalam target pendapatan di asumsikan terjadi kenaikan pendapatan setiap tahunnya sebesar 5%. V.2.1. Analisa Kelayakan Investasi Untuk menganalisa hasil kelayakan pembangunan suatu perusahaan diperlukan analisis secara ekonomis, dalam hal ini yang digunakan adalah Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Perhitungan kelayakan investasi dilakukan berdasarkan biaya investasi, biaya produksi, biaya
operasional,
tax,
dan
pendapatan.
Dengan
biaya investasi awal dari pembangunan industri sebesar Rp 588.098.700,00 yang dibebankan 30% dari modal pribadi sebesar Rp 176.429.610,00 dan 70% merupakan pinjaman dari bank sebesar Rp 411.669.090,00. Berikut adalah rekapitulasi untuk menghitung laba (rugi) dari industri galangan kapal pada Tabel V.26 : Tabel V.26 Rekapitulasi Perolehan Laba/Rugi TAHUN DESKRIPSI
2017 0
Dana Awal Modal Sendiri Pinjaman
2019 2
2020 3
176.429.610,00 411.669.090,00
Investasi INVESTASI BANGUNAN INVESTASI PERALATAN DAN PERMESINAN INVESTASI PERALATAN DAN PERMESINAN INVESTASI PERALATAN SAFETY Total Uang Masuk Pendapatan Uang Keluar Biaya Langsung Biaya Tidak Langsung Uang Keluar Berdasarkan Aktivitas Investasi Investasi Ulang Uang Keluar Berdasarkan Aktivitas Keuangan Pembayaran Angsuran Pinjaman Pembayaran Angsuran Bunga Pinjaman Total Pengeluaran Pendapatan Sebelum Pajak Pajak Pendapatan Setelah Pajak Akumulasi Pendapatan Return of Invesment
2018 1
349.000.000,00 160.988.700,00 70.860.000,00 7.250.000,00 588.098.700,00 619.661.004,80
1.239.322.009,60
1.301.288.110,08
(509.973.944,55) (1.020.257.719,60) (1.020.923.855,18) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (14.647.500,00)
21%
(15.892.537,50)
(17.243.403,19)
(12.702.231,69) (14.004.210,44) (15.439.642,01) (42.196.081,73) (40.894.102,98) (39.458.671,41) (632.519.757,97) (1.144.048.570,52) (1.146.065.571,79) (12.858.753,17) 95.273.439,08 155.222.538,29 2.700.338,17 20.007.422,21 32.596.733,04 (588.098.700,00) (15.559.091,34) 75.266.016,87 122.625.805,25 (15.559.091,34) 59.706.925,54 182.332.730,78 (588.098.700,00) (603.657.791,34) (528.391.774,46) (405.765.969,22)
87
TAHUN 2021 4
1.366.352.515,58
2022 5
1.434.670.141,36
2023 6
1.506.403.648,43
2024 7
1.581.723.830,85
2025 8
1.660.810.022,40
2026 9
1.743.850.523,52
(1.021.623.297,54) (1.022.357.712,02) (1.023.128.847,22) (1.023.938.539,18) (1.024.788.715,74) (1.025.681.401,13) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (18.709.092,46)
(93.503.838,72)
(22.024.811,37)
(23.896.920,34)
(25.928.158,56)
(28.132.052,04)
(17.022.205,32) (18.766.981,37) (20.690.596,96) (22.811.383,14) (25.149.549,92) (27.727.378,78) (37.876.108,10) (36.131.332,05) (34.207.716,46) (32.086.930,28) (29.748.763,50) (27.170.934,64) (1.148.230.703,42) (1.223.759.864,16) (1.153.051.972,01) (1.155.733.772,94) (1.158.615.187,72) (1.161.711.766,59) 218.121.812,16 210.910.277,20 353.351.676,42 425.990.057,92 502.194.834,67 582.138.756,93 45.805.580,55 44.291.158,21 74.203.852,05 89.457.912,16 105.460.915,28 122.249.138,95 172.316.231,61 166.619.118,99 279.147.824,37 336.532.145,75 396.733.919,39 459.889.617,97 354.648.962,39 521.268.081,39 800.415.905,76 1.136.948.051,51 1.533.681.970,90 1.993.571.588,87 (233.449.737,61) (66.830.618,61) 212.317.205,76 548.849.351,51 945.583.270,90 1.405.472.888,87 TAHUN 2027 10
1.831.043.049,69
2028 11
1.922.595.202,18
2029 12
2.018.724.962,28
2030 13
2.119.661.210,40
2031 14
2.225.644.270,92
2032 15
2.336.926.484,46
(1.026.618.720,78) (1.027.602.906,42) (1.028.636.301,34) (1.029.721.366,01) (1.030.860.683,91) (1.032.056.967,71) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (53.000.000,00) (194.861.275,25)
(33.117.754,97)
(35.932.764,14)
(38.987.049,09)
(42.300.948,26)
(271.035.321,71)
(30.569.435,11) (33.702.802,21) (37.157.339,43) (40.965.966,72) (45.164.978,31) (49.794.388,59) (24.328.878,31) (21.195.511,21) (17.740.973,99) (13.932.346,70) (9.733.335,11) (5.103.924,83) (1.329.378.309,46) (1.168.618.974,81) (1.172.467.378,90) (1.176.606.728,52) (1.181.059.945,59) (1.410.990.602,84) 501.664.740,23 753.976.227,37 846.257.583,38 943.054.481,88 1.044.584.325,32 925.935.881,63 105.349.595,45 158.335.007,75 177.714.092,51 198.041.441,19 219.362.708,32 194.446.535,14 731.489.346,49 396.315.144,79 595.641.219,62 668.543.490,87 745.013.040,68 825.221.617,01 2.389.886.733,66 2.985.527.953,28 3.654.071.444,15 4.399.084.484,83 5.224.306.101,84 5.955.795.448,33 1.801.788.033,66 2.397.429.253,28 3.065.972.744,15 3.810.985.784,83 4.636.207.401,84 5.367.696.748,33
88
Berdasarkan Tabel V.26, didapatkan nilai laba/rugi dari pembangunan industri ini. Dari data tersebut dilakukan perhitungan untuk mengetahui Pay Back Periode, Return on Invesment, dan Internal Rate of Return dari pembangunan industri galangan kapal. Tabel V.27 Nilai ROI, IRR, dan Payback Periode
ROI IRR
: :
Payback Periode
:
212.317.206 rupiah 29% 5.71 tahun 5.00 tahun 9 bulan
Berdasarkan Tabel V.27 didapatkan bahwa Pay Back Periode untuk pengembangan industri galangan kapal selama 5 tahun 9 bulan. Didapatkan bahwa presentase dari Internal Rate of Return adalah 29%. Jadi berdasarkan penilaian kelayakan investasi didapatkan bahwa nilai ROI sebesar Rp 212.317.206,00. Nilai IRR sebesar 29% lebih besar dari bunga bank yang telah ditetapkan yakni 10.25% sehingga investasi ini layak dilakukan bila dilihat dari analisa ekonomisnya. Potensi pasar yang luas dan jumlah kompetitor industri galangan kapal ikan tradisional dengan teknologi laminasi kayu mahoni yang sedikit menjadi keuntungan untuk investasi ini.
89
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
90
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan pembangunan model kapal yang telah dilakukan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa teknologi laminasi kayu Mahoni dapat digunakan untuk membangun kapal ikan tradisional ukuran <10 GT dengan kayu utuh (lesung) yang didukung oleh ketersedian hutan produksi kayu Mahoni yang tinggi di Jawa Timur. 2. Laminasi kayu Mahoni memiliki nilai kuat tarik rata-rata yaitu 115.625 MPa yang nilainya lebih besar dibanding dengan kuat tarik rata-rata kayu Mahoni utuh yaitu 90.833 MPa, dengan ketebalan bilah 20 mm yang diijinkan BKI 2013 adalah ketebalan bilah yang efektif untuk pembangunan kapal. Teknologi laminasi dapat mengurangi kebutuhan bahan baku karena material yang terbuang dari kayu log menjadi bilah lebih sedikit dibandingkan dengan kayu log menjadi papan dimana papan adalah bahan baku pembuatan kapal pada umumnya 3. Biaya investasi yang diperlukan dalam pembangunan industri galangan kapal ikan tradisional sebesar Rp 588.100.000,00. Harga jual produk sebesar Rp 6.200.000,00 lebih tinggi dari harga kapal pada umumnya sebesar Rp 6.000.000,00. Nilai Return on Invesment sebesar Rp 212.400.000,00. Pay Back Periode terjadi pada 5 tahun 9 bulan. Nilai IRR sebesar 29% lebih besar dari bunga bank yang telah ditetapkan yakni 10.25% sehingga investasi ini layak dilakukan bila dilihat dari analisa ekonomisnya. Saran Dalam penelitian ini terdapat beberapa sara diantaranya : 1. Kayu mahoni termasuk kayu yang memiliki nilai penyerapan terhadap air yang tinggi. Oleh karenan itu, diharapkan pada penelitian seanjutnya disarankan pada permukaan kapal yang terkena air laut diberi lapisan kayu yang memiliki kelas awet yang tinggi seperti kayu jati. 2. Pembangunan kapal ikan tradisional dengan tekonologi laminasi ini memerlukan alat- alat pendukung yang berbeda dengan pembangunan kapal kayu utuh, maka disarankan penelitian barikutnya untuk merancang galangan untuk kapal berbahan kayu utuh dengan teknologi laminasi.
91
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
92
DAFTAR PUSTAKA ASTM D-3500. (2004). Standard Test Methods For Structural Panel In Tension. New York: American Society For Testing And Materials (Astm). Ayodhyoa, A. (1972). Craft And Gear. Jakarta: Correspondance Course Center. Bagus, A (2015). Analisis Teknis Dan Ekonomis Pengaruh Jarak Sambungan Bilah Bambu Antar Lapisan Terhadap Kekuatan Bambu Laminasi Untuk Konstruksi Kapal. Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Biro Klasifikasi Indonesia Kapal Kayu. (1996). Buku Peraturan Klasifikasi Dan Konstruksi Kapal Laut.Jakara: Biro Klasifikasi Indonesia (Bki) Biro Klasifikasi Indonesia Kapal Kayu.(2013). Buku Peraturan Klasifikasi Dan Konstruksi Kapal Laut.Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia (Bki) Djoen Seng Oey (1964). Berat Jenis Dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia Dan Pengertian Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek No. 1 Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Jaker, D. 2001. Informasi Singkat Benih. Indonesia Forest Seed Project. Bandung Manik, P. (1997), Teknologi Pembuatan Kapal Kayu Laminasi. Universitas Diponegoro Mike Savins, Master Boatbuilder Robert Lee, Master Fisherman FAO Fisheries Team NAD Morisco. (2006). Pemberdayaan Bambu Untuk Kesejahteraan Rakyat Dan Kelestarian Lingkungan. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada. Nurleni, L (1994) Produktivitas Pembuatan Papan Sambung Di Pt Albasi Parahayangan Banjar – Ciamis. Skripsi. Bogor: Fakultas Kehutanan, Instritut Pertanian Bogor Purnomo Ahmad (2014).Analisis Kekuatan Kapal Bambu Laminasi dan Pengaruhnya Terhadap Ukuran Konstruksi dan Biaya Produksi. Jurnal Pomits. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Render, B. (2001). Prinsip-Prisnsip Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat.Sim Statistik Perum Perhutani Tahun (2013). Soekarsono, N. A. (1994). Pengantar Bangunan Kapal Dan Ilmu Kemaritiman. Jakarta 93
Pamator Pressindo. Sutrisno, R. A (2012). Produksi Kapal Ikan Tradisional Dengan Kulit Lambung Dan Geladak Kayu Laminasi Serta Konstruksi Gading Dan Geladak Aluminium, Jurnal Tenik Pomits, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Wood Handbook (1999), Wood As An Engineering Materia
94
95
LAMPIRAN DAFTAR LAMPIRAN: LAMPIRAN 1 Grafik Uji Tarik Kayu Mahoni Utuh dan Laminasi Kayu Mahoni LAMPIRAN 2 Hasil Uji Tarik Kayu Mahoni Utuh LAMPIRAN 3 Hasil Uji Tarik Laminasi Kayu Mahoni LAMPIRAN 4 Rekapitulasi Hasil Uji Tarik Kayu Mahoni Utuh dan Laminasi Kayu Mahoni LAMPIRAN 5 Standar ASTM D3500 LAMPIRAN 6 Sampel Kuisioner Nelayan Tentang Pembangunan Kapal Laminasi LAMPIRAN 7 Perhitungan Ekonomis Investasi Galangan Kapal Ikan Tradisional
LAMPIRAN 1 Grafik Uji Tarik Kayu Mahoni Utuh dan Laminasi Kayu Mahoni Grafik Uji Tarik Kayu Mahoni Utuh
Grafik Uji Tarik Laminasi Kayu Mahoni
LAMPIRAN 2 Hasil Uji Tarik Kayu Mahoni Utuh GRAFIK UJI TARIK K AY U M AH O N I UTUH
GRAFIK UJI TARIK K AY U M AH O N I UTUH Spesimen 2
60
60
50
50
STRESS (MPA)
STRESS (MPA)
Spesimen 1
40
30 20 10
40
30 20 10 0
0 0
10
20
0
30
GRAFIK UJI TARIK K AY U M AH O N I UTUH
Spesimen 4
50
STRESS (MPA)
STRESS (MPA)
60 40 30 20 10 0 10
20
70 60 50 40 30 20 10 0 0
30
10
20
30
STRAIN %
STRAIN %
Spesimen
20
GRAFIK UJI TARIK K AY U M AH O N I UTUH
Spesimen 3
0
10 STRAIN %
STRAIN %
Pmaks
A
Strain
Stress
MoE
(N)
(mm2)
(%)
(Mpa)
(Gpa)
1
11000
120
4.69
91.67
18.56
2
10000
120
5.47
83.33
15.24
3
10800
120
6.25
90
14.4
4
11800
120
6.25
98.33
15.73
Rata-rata
10900
120
5.66
90.83
16.23
LAMPIRAN 3 Hasil Uji Tarik Laminasi Kayu Mahoni
GRAFIK UJI TARIK LAMINASI KAYU MAHONI
GRAFIK UJI TARIK LAMINASI KAYU MAHONI
Spesimen 1
Spesimen 2 STRESS (MPA)
STRESS (MPA)
80 60 40 20
80 60 40
20 0
0 0
10
20
0
30
40
STRAIN %
STRAIN %
GRAFIK UJI TARIK LAMINASI KAYU MAHONI
GRAFIK UJI TARIK LAMINASI KAYU MAHONI
Spesimen 3
Spesimen 4
80 STRESS (MPA)
80 STRESS (MPA)
20
60 40 20 0
60 40 20 0
0
20
40
0
STRAIN %
50 STRAIN %
Pmaks
A
Strain
Stress
MoE
(N)
(mm2)
(%)
(Mpa)
(Gpa)
1
14000
120
6.25
116.67
18.67
2
13500
120
4.69
112.5
24
3
13500
120
4.69
112.5
24
4
14500
120
6.25
120.33
19.33
Rata-rata
13875
120
5.47
115.625
21.5
Spesimen
LAMPIRAN 4 Rekapitulasi Hasil Uji Tarik Kayu Mahoni Utuh dan Laminasi Kayu Mahoni
GRAFIK UJI TARIK KAYU MAHONI UTUH Spesimen 1
Spesimen 2
Spesimen 3
Spesimen 4
GRAFIK UJI TARIK LAMINASI KAYU MAHONI
70
Spesimen 1
Spesimen 2
Spesimen 3
Spesimen 4
80
60
70 60 STRESS (MPA)
STRESS (MPA)
50 40 30 20
50 40 30 20
10
10
0
0 0
10
20
30
0
STRAIN %
20
40
60
STRAIN %
Laminasi
Kayu Mahoni
Kayu Mahoni
Utuh
Satuan
Kuat Tarik Rata-rata (Mpa)
115.63
90.83
MPa
Regangan Rata-rata (%)
5.47
5.66
%
Modulus Elastisitas Rata-rata (Gpa)
21.5
16.23
GPa
LAMPIRAN 5 Standar ASTM D3500
LAMPIRAN 6 Sampel Kuisioner Nelayan Tentang Pembangunan Kapal Laminasi
LAMPIRAN 7 Perhitungan Ekonomis Investasi Galangan Kapal Ikan Tradisional Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) No
Nama material Bobot (kg) 1 Bilah Kayu Mah 5.76
Harga per kg 4166
harga per lembar 23996.16
Total
No
Nama Komponen 1 Baut M8x45mm 2 Triplek 3 Flap Disk 4 Kuas 5 Paku 6 Mata Planer 7 Cat Minyak 8 Thinner 9 Cat Clear 10 Mata Bor 11 Pipa Paralon 12 Terpal 13 Lem Epoxy Resi
Biaya Bahan Baku Harga Jumlah 1,000.00 60,000.00 10,000.00 5,000.00 10,000.00 85,000.00 15,000.00 16,000.00 21,000.00 25,000.00 180,000.00 45,000.00 140,000.00
16 3 8 8 2 2 5 4 10 1 2 1 8
Total
No
Material Harga (per liter) 1 primer coating/ 125,000.00 2 top coating/lite 140,000.00
Total Harga Pokok Produksi Estimasi Laba Harga jual produk
4,809,675.04 30% 1,442,902.51 6,252,577.55
Pemakaian (liter) 0.56 0.56
Harga Total 16,000.00 180,000.00 80,000.00 40,000.00 20,000.00 170,000.00 75,000.00 64,000.00 210,000.00 25,000.00 360,000.00 45,000.00 1,120,000.00 2,405,000.00
Harga Total 70,300.00 78,736.00 149,036.00
Jumlah 94
Harga Total 2,255,639.04 2,255,639.04
Perhitungan Analisa Investasi Industri Galangan
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DESKRIPSI Tanah Bangunan Lobby Ruang Rapat Divisi Produksi Toilet Divisi Financial Ruang General Manager Mushola Dapur Workshop JUMLAH
INVESTASI BANGUNAN HARGA UKURAN TOTAL (JUTA RUPIAH) DEPRESIASI) LUAS (M2) (RUPIAH) P L 38 28 1064 850,000.00 904,400,000.00 4 4 16 750,000.00 12,000,000.00 10 4 6 24 750,000.00 18,000,000.00 10 4 6 24 750,000.00 18,000,000.00 10 2 2 4 750,000.00 3,000,000.00 10 4 6 24 750,000.00 18,000,000.00 10 4 4 4 28
6 4 4 17
24 16 16 476
750,000.00 750,000.00 750,000.00 500,000.00
18,000,000.00 12,000,000.00 12,000,000.00 238,000,000.00 349,000,000.00
10 10 10 10
INVESTASI PERALATAN DAN PERMESINAN NO DESKRIPSI JUMLAH HARGA RUPIATOTAL (JUTA RUPIAH) DEPRESIASI) UNIT 1 Peralatan ukur 5 300000 1500000 5 2 Peralatan marking 5 200000 1000000 1 3 Palu All Size 10 50000 500000 2 4 Obeng 1 set 5 30000 150000 5 5 Gergaji 10 100000 1000000 1 6 kombinasi kunci pas 1 set 3 200000 600000 5 7 Tang 1 set 10 50000 500000 5 8 Tatah 1 set 15 50000 750000 1 9 Ragum 200 50000 10000000 5 10 Pacul 10 20000 200000 5 12 Manual Stacker 2 ton 1 7549300 7549300 5 13 AutoCAD/tahun 1 19216400 19216400 5 14 Personal Computer for de 5 11860000 59300000 5 15 Mesin Hand Planer 20 1200000 24000000 5 16 Mesin Gerinda Tangan 10 500000 5000000 10 17 Mesin Bor 4 450000 1800000 10 18 Gergaji Mesin Duduk 3 1200000 3600000 5 19 Mesin Bor Duduk 2 1600000 3200000 10 20 Mesin Amplas 10 300000 3000000 1 21 kompresor 3 5846000 17538000 15 22 spray gun 3 195000 585000 5 JUMLAH 160,988,700.00
NO DESKRIPSI 1 alat tulis lengkap 2 kabinet file/unit 3 meja kantor/unit 4 kursi kantor/unit 5 kursi sofa/set 6 meja panjang 7 meja panjang untuk meet 8 Papan tulis (white board) 9 Personal computer untuk 10 Printer 11 Peralatan solat 12 televisi 29'' 13 Proyektor 14 peralatan toilet 15 Air Conditioner JUMLAH
INVESTASI PERALATAN DAN PERMESINAN JUMLAH HARGA (RUPIAH) TOTAL (JUTA RUPIAH) DEPRESIASI 5 100,000.00 500,000.00 1 3 320,000.00 960,000.00 10 5 400,000.00 2,000,000.00 10 10 300,000.00 3,000,000.00 5 1 5,000,000.00 5,000,000.00 10 2 1,000,000.00 2,000,000.00 10 1 2,500,000.00 2,500,000.00 10 1 1,100,000.00 1,100,000.00 5 4 6,250,000.00 25,000,000.00 10 2 1,650,000.00 3,300,000.00 5 1 2,000,000.00 2,000,000.00 5 2 3,500,000.00 7,000,000.00 10 1 2,500,000.00 2,500,000.00 5 2 2,500,000.00 5,000,000.00 10 5 1,800,000.00 9,000,000.00 10 70,860,000.00
NO DESKRIPSI 1 helm safety/unit 2 sarung tangan/unit 3 masker cartridge/unit 4 Kaca mata keselamatan 5 tabung pemadam kebakar 6 fire alarm system 7 peralatan P3K 8 Sepatu safety JUMLAH
INVESTASI PERALATAN SAFETY JUMLAH HARGA (RUPIAH) TOTAL (JUTA RUPIAH) DEPRESIASI 10 60,000.00 600,000.00 1 20 50,000.00 1,000,000.00 1 10 55,000.00 550,000.00 1 10 55,000.00 550,000.00 1 5 230,000.00 1,150,000.00 1 2 500,000.00 1,000,000.00 1 1 400,000.00 400,000.00 1 10 200,000.00 2,000,000.00 1 7,250,000.00
Biaya Investasi Rp 588,098,700.00 Modal Sendiri (30%) Rp 176,429,610.00 Pinjaman Rp 411,669,090.00 Bunga Pinjaman 10.25% Masa Pinjaman 15 Grace Period 0 Pembayaran per tahun Rp 54,898,313.42 Asumsi Umur 30 Ekonomis Pabrik Nilai Akhir Pabrik Rp 58,809,870.00 Depresiasi Per tahun Rp 17,642,961.00
BNI tahun tahun per tahun tahun
Perhitungan Pengembalian Pinjaman Bank BUNGA BANK : Tahun Tahun ke2017 0 2018 1 2019 2 2020 3 2021 4 2022 5 2023 6 2024 7 2025 8 2026 9 2027 10 2028 11 2029 12 2030 13 2031 14 2032 15 2033 16 Jumlah
10.25% Bunga Pinjaman 42,196,081.73 40,894,102.98 39,458,671.41 37,876,108.10 36,131,332.05 34,207,716.46 32,086,930.28 29,748,763.50 27,170,934.64 24,328,878.31 21,195,511.21 17,740,973.99 13,932,346.70 9,733,335.11 5,103,924.83 0.00 411,805,611
Angsuran 12,702,231.69 14,004,210.44 15,439,642.01 17,022,205.32 18,766,981.37 20,690,596.96 22,811,383.14 25,149,549.92 27,727,378.78 30,569,435.11 33,702,802.21 37,157,339.43 40,965,966.72 45,164,978.31 49,794,388.59 411,669,090
Pembayaran
Sisa Pinjaman
54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42 54,898,313.42
411,669,090.00 398,966,858.31 384,962,647.86 369,523,005.85 352,500,800.53 333,733,819.16 313,043,222.21 290,231,839.06 265,082,289.15 237,354,910.37 206,785,475.26 173,082,673.06 135,925,333.62 94,959,366.90 49,794,388.59 0.00
823,474,701
Perhitungan Biaya Reinvesment
Depresiasi 5 1 2 5 1 5 5 1 5 5 5 5 10 10 5 10 1 15 5 1 10 10 1 1 1 1 1 1 1 1
Tahun 2017 0 Peralatan ukur 1,500,000.00 Peralatan marking 1,000,000.00 Palu All Size 500,000.00 Obeng 1 set 150,000.00 Gergaji 1,000,000.00 kombinasi kunci pas 1 set 600,000.00 Tang 1 set 500,000.00 Tatah 1 set 750,000.00 Ragum 10,000,000.00 Pacul 200,000.00 Manual Stacker 2 ton 7,549,300.00 Mesin Hand Planer 24,000,000.00 Mesin Gerinda Tangan 5,000,000.00 Mesin Bor 1,800,000.00 Gergaji Mesin Duduk 3,600,000.00 Mesin Bor Duduk 3,200,000.00 Mesin Amplas 3,000,000.00 kompresor 17,538,000.00 spray gun 585,000.00 alat tulis lengkap 500,000.00 peralatan toilet 5,000,000.00 Air Conditioner 9,000,000.00 helm safety/unit 600,000.00 sarung tangan/unit 1,000,000.00 masker cartridge/unit 550,000.00 Kaca mata keselamatan 550,000.00 tabung pemadam kebakaran/unit 1,150,000.00 fire alarm system 1,000,000.00 peralatan P3K 400,000.00 Sepatu safety 2,000,000.00 JUMLAH Deskripsi investasi
2018 1
2019 2
2020 3
1,085,000.00
1,177,225.00
1,277,289.13
1,085,000.00
1,177,225.00
1,277,289.13
813,750.00
882,918.75
957,966.84
3,255,000.00
3,531,675.00
3,831,867.38
542,500.00
588,612.50
638,644.56
651,000.00 1,085,000.00 596,750.00 596,750.00 1,247,750.00 1,085,000.00 434,000.00 2,170,000.00 14,647,500.00
706,335.00 1,177,225.00 647,473.75 647,473.75 1,353,808.75 1,177,225.00 470,890.00 2,354,450.00 15,892,537.50
766,373.48 1,277,289.13 702,509.02 702,509.02 1,468,882.49 1,277,289.13 510,915.65 2,554,578.25 17,243,403.19
2021 4 1,385,858.70
1,385,858.70
1,039,394.03
2022 5 2,255,485.04 1,503,656.69 225,548.50 1,503,656.69 902,194.01 751,828.35 1,127,742.52 15,036,566.90 300,731.34 11,351,555.45 36,087,760.56
2023 6
2024 7
2025 8
2026 9
1,631,467.51
1,770,142.25
1,920,604.34
2,083,855.71
1,631,467.51
1,770,142.25
1,920,604.34
2,083,855.71
1,223,600.63
1,327,606.69
1,440,453.25
1,562,891.78
5,413,164.08 4,157,576.10
4,510,970.07
4,894,402.53
5,310,426.74
5,761,813.01
6,251,567.12
692,929.35
879,639.16 751,828.35
815,733.75
885,071.12
960,302.17
1,041,927.85
831,515.22 1,385,858.70 762,222.29 762,222.29 1,593,737.51 1,385,858.70 554,343.48 2,771,717.40 18,709,092.46
902,194.01 1,503,656.69 827,011.18 827,011.18 1,729,205.19 1,503,656.69 601,462.68 3,007,313.38 93,503,838.72
978,880.51 1,631,467.51 897,307.13 897,307.13 1,876,187.64 1,631,467.51 652,587.00 3,262,935.02 22,024,811.37
1,062,085.35 1,770,142.25 973,578.24 973,578.24 2,035,663.58 1,770,142.25 708,056.90 3,540,284.49 23,896,920.34
1,152,362.60 1,920,604.34 1,056,332.39 1,056,332.39 2,208,694.99 1,920,604.34 768,241.74 3,841,208.68 25,928,158.56
1,250,313.42 2,083,855.71 1,146,120.64 1,146,120.64 2,396,434.06 2,083,855.71 833,542.28 4,167,711.41 28,132,052.04
2027 10 3,391,475.16 2,260,983.44 339,147.52 2,260,983.44 1,356,590.07 1,130,491.72 1,695,737.58 22,609,834.42 452,196.69 17,068,842.30 54,263,602.61 11,304,917.21 4,069,770.20 8,139,540.39 7,235,147.01 6,782,950.33 1,322,675.31 1,130,491.72 11,304,917.21 20,348,850.98 1,356,590.07 2,260,983.44 1,243,540.89 1,243,540.89 2,600,130.96 2,260,983.44 904,393.38 4,521,966.88 194,861,275.25
2028 11 2,453,167.03
2029 12 2,661,686.23
2030 13 2,887,929.56
2031 14 3,133,403.57
2,453,167.03
2,661,686.23
2,887,929.56
3,133,403.57
1,839,875.28
1,996,264.67
2,165,947.17
2,350,052.68
2032 15 5,099,614.32 3,399,742.88 509,961.43 3,399,742.88 2,039,845.73 1,699,871.44 2,549,807.16 33,997,428.79 679,948.58 25,665,678.92 81,593,829.09
12,239,074.36 7,359,501.10
7,985,058.70
8,663,788.69
9,400,210.72
1,226,583.52
1,330,843.12
1,443,964.78
1,566,701.79
10,199,228.64 59,624,690.61 1,988,849.58 1,699,871.44
1,471,900.22 2,453,167.03 1,349,241.87 1,349,241.87 2,821,142.09 2,453,167.03 981,266.81 4,906,334.07 33,117,754.97
1,597,011.74 2,661,686.23 1,463,927.43 1,463,927.43 3,060,939.17 2,661,686.23 1,064,674.49 5,323,372.46 35,932,764.14
1,732,757.74 2,887,929.56 1,588,361.26 1,588,361.26 3,321,119.00 2,887,929.56 1,155,171.82 5,775,859.12 38,987,049.09
1,880,042.14 3,133,403.57 1,723,371.97 1,723,371.97 3,603,414.11 3,133,403.57 1,253,361.43 6,266,807.15 42,300,948.26
2,039,845.73 3,399,742.88 1,869,858.58 1,869,858.58 3,909,704.31 3,399,742.88 1,359,897.15 6,799,485.76 271,035,321.71
DESKRIPSI BIAYA LANGSUNG BIAYA MATERIAL : Biaya Bahan Baku Material PEKERJA SUB KONTRAK : Pekerja Sub Kontrak BIAYA UTILITY : Listrik Air Internet TOTAL BIAYA LANGSUNG BIAYA TIDAK LANGSUNG General Manager Manager produksi Staff Engineering Manager Finance Staff Purchasing & Finance Staff Marketing Organik TOTAL BIAYA TIDAK LANGSUNG
ESTIMASI BIAYA Volume
30
BIAYA
1,500,000.00
0.5% x pendapatan 0.1% x pendapatan 0.5% x pendapatan JUMLAH ORANG GAJI 1 6,500,000.00 1 4,500,000.00 5 2,500,000.00 1 4,500,000.00 1 2,500,000.00 1 2,500,000.00 10 2,000,000.00
TAHUN
KENAIKAN HARGA/ 5%
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
5%
480,967,504.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
5%
22,500,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
5% 5% 5%
3,098,305.02 309,830.50 3,098,305.02 509,973,944.55
6,506,440.55 619,661.00 6,196,610.05 1,020,257,719.60
6,831,762.58 650,644.06 6,506,440.55 1,020,923,855.18
7,173,350.71 683,176.26 6,831,762.58 1,021,623,297.54
7,532,018.24 717,335.07 7,173,350.71 1,022,357,712.02
7,908,619.15 753,201.82 7,532,018.24 1,023,128,847.22
8,304,050.11 790,861.92 7,908,619.15 1,023,938,539.18
8,719,252.62 830,405.01 8,304,050.11 1,024,788,715.74
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00 2026
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00 2027
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00 2028
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00 2029
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00 2030
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00 2031
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00 2032
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00 2033
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
961,935,008.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
45,000,000.00
9,155,215.25 871,925.26 8,719,252.62 1,025,681,401.13
9,612,976.01 915,521.52 9,155,215.25 1,026,618,720.78
10,093,624.81 961,297.60 9,612,976.01 1,027,602,906.42
10,598,306.05 1,009,362.48 10,093,624.81 1,028,636,301.34
11,128,221.35 1,059,830.61 10,598,306.05 1,029,721,366.01
11,684,632.42 1,112,822.14 11,128,221.35 1,030,860,683.91
12,268,864.04 1,168,463.24 11,684,632.42 1,032,056,967.71
12,882,307.25 1,226,886.40 12,268,864.04 1,033,313,065.69
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00
6,500,000.00 4,500,000.00 12,500,000.00 4,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 20,000,000.00 53,000,000.00
TAHUN DESKRIPSI
TAHUN 2017 0
Dana Awal Modal Sendiri Pinjaman
2018 1
2019 2
2020 3
TAHUN 2021 4
2022 5
2023 6
2024 7
2025 8
2026 9
2027 10
2028 11
2029 12
2030 13
2031 14
2032 15
176.429.610,00 411.669.090,00
Investasi INVESTASI BANGUNAN INVESTASI PERALATAN DAN PERMESINAN INVESTASI PERALATAN DAN PERMESINAN INVESTASI PERALATAN SAFETY Total Uang Masuk Pendapatan
349.000.000,00 160.988.700,00 70.860.000,00 7.250.000,00 588.098.700,00
Uang Keluar Biaya Langsung Biaya Tidak Langsung Uang Keluar Berdasarkan Aktivitas Investasi Investasi Ulang Uang Keluar Berdasarkan Aktivitas Keuangan Pembayaran Angsuran Pinjaman Pembayaran Angsuran Bunga Pinjaman Total Pengeluaran Pendapatan Sebelum Pajak Pajak Pendapatan Setelah Pajak Akumulasi Pendapatan Return of Invesment
21% (588.098.700,00) (588.098.700,00) ROI IRR
: :
Payback Periode
:
212.317.205,76 29% 5,71 5,00 9
619.661.004,80
1.239.322.009,60
1.301.288.110,08
1.366.352.515,58
1.434.670.141,36
1.506.403.648,43
1.581.723.830,85
1.660.810.022,40
1.743.850.523,52
1.831.043.049,69
1.922.595.202,18
2.018.724.962,28
2.119.661.210,40
2.225.644.270,92
2.336.926.484,46
(509.973.944,55) (53.000.000,00)
(1.020.257.719,60) (53.000.000,00)
(1.020.923.855,18) (53.000.000,00)
(1.021.623.297,54) (53.000.000,00)
(1.022.357.712,02) (53.000.000,00)
(1.023.128.847,22) (53.000.000,00)
(1.023.938.539,18) (53.000.000,00)
(1.024.788.715,74) (53.000.000,00)
(1.025.681.401,13) (53.000.000,00)
(1.026.618.720,78) (53.000.000,00)
(1.027.602.906,42) (53.000.000,00)
(1.028.636.301,34) (53.000.000,00)
(1.029.721.366,01) (53.000.000,00)
(1.030.860.683,91) (53.000.000,00)
(1.032.056.967,71) (53.000.000,00)
(14.647.500,00)
(15.892.537,50)
(17.243.403,19)
(18.709.092,46)
(93.503.838,72)
(22.024.811,37)
(23.896.920,34)
(25.928.158,56)
(28.132.052,04)
(194.861.275,25)
(33.117.754,97)
(35.932.764,14)
(38.987.049,09)
(42.300.948,26)
(271.035.321,71)
(12.702.231,69) (42.196.081,73) (632.519.757,97) (12.858.753,17) 2.700.338,17 (15.559.091,34) (15.559.091,34) (603.657.791,34)
(14.004.210,44) (40.894.102,98) (1.144.048.570,52) 95.273.439,08 20.007.422,21 75.266.016,87 59.706.925,54 (528.391.774,46)
(15.439.642,01) (39.458.671,41) (1.146.065.571,79) 155.222.538,29 32.596.733,04 122.625.805,25 182.332.730,78 (405.765.969,22)
(17.022.205,32) (37.876.108,10) (1.148.230.703,42) 218.121.812,16 45.805.580,55 172.316.231,61 354.648.962,39 (233.449.737,61)
(18.766.981,37) (36.131.332,05) (1.223.759.864,16) 210.910.277,20 44.291.158,21 166.619.118,99 521.268.081,39 (66.830.618,61)
(20.690.596,96) (34.207.716,46) (1.153.051.972,01) 353.351.676,42 74.203.852,05 279.147.824,37 800.415.905,76 212.317.205,76
(22.811.383,14) (32.086.930,28) (1.155.733.772,94) 425.990.057,92 89.457.912,16 336.532.145,75 1.136.948.051,51 548.849.351,51
(25.149.549,92) (29.748.763,50) (1.158.615.187,72) 502.194.834,67 105.460.915,28 396.733.919,39 1.533.681.970,90 945.583.270,90
(27.727.378,78) (27.170.934,64) (1.161.711.766,59) 582.138.756,93 122.249.138,95 459.889.617,97 1.993.571.588,87 1.405.472.888,87
(30.569.435,11) (24.328.878,31) (1.329.378.309,46) 501.664.740,23 105.349.595,45 396.315.144,79 2.389.886.733,66 1.801.788.033,66
(33.702.802,21) (21.195.511,21) (1.168.618.974,81) 753.976.227,37 158.335.007,75 595.641.219,62 2.985.527.953,28 2.397.429.253,28
(37.157.339,43) (17.740.973,99) (1.172.467.378,90) 846.257.583,38 177.714.092,51 668.543.490,87 3.654.071.444,15 3.065.972.744,15
(40.965.966,72) (13.932.346,70) (1.176.606.728,52) 943.054.481,88 198.041.441,19 745.013.040,68 4.399.084.484,83 3.810.985.784,83
(45.164.978,31) (9.733.335,11) (1.181.059.945,59) 1.044.584.325,32 219.362.708,32 825.221.617,01 5.224.306.101,84 4.636.207.401,84
(49.794.388,59) (5.103.924,83) (1.410.990.602,84) 925.935.881,63 194.446.535,14 731.489.346,49 5.955.795.448,33 5.367.696.748,33
rupiah tahun tahun bulan
BIODATA PENULIS Penulis, Aditya Amor Patria dilahirkan di Denpasar pada tanggal 7 Januari 1994, merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dalam keluarga. Penulis memulai pendidikan formal tingkat sekolah dasar di Denpasar, penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 10 Denpasar dan SMAN 3 Denpasar. Pada tahun 2012 Penulis diterima di perguruan tinggi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabayatingkat S1 Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan melalui jalur SNMPTN jalur undangan. Di Jurusan Teknik Perkapalan penulis mengambil Bidang Keahlian Industri Perakapalan. Aktif dalam kegiatan SAMPAN 7 ITS sebagai panitia sub acara Tender pada athun 2013, kemudian Penulis melanjutkan aktivitas non akademik pada Tim Pembina Kerohanian Hindu ITS dengan menjadi ketua acara suksesi TPKH ITS pada tahun 2013, wakil ketua bazzar TPKH pada tahun 2013, dilanjutkan dengan menjadi steering committee kegiatan kaderisasi mahasiswa baru TPKH ITS pada tahun 2013. Pada tahun 2014 penulis menjadi wakil ketua harian TPKH ITS selama satu periode serta mengikuti kepanitian acara TPKH Festival sebagai koordinator perlengkapan dan dekorasi. Selain itu, Penulis aktif mengikuti pelatihan baik untuk pembentukan soft skill seperti LKMM Pra-TD maupun pelatihan penunjang kebutuhan akademik seperti AutoCad, Marine Coatting System dan Basic Training of Project Management .