TUGAS AKHIR - MN141581
ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT (COLD STORAGE) KAPAL IKAN DI INDONESIA
HARISUDDIN HAWALI NRP. 4112 100 115 Dosen Pembimbing Sri Rejeki Wahyu Pribadi, S.T., M.T.
DEPARTEMEN TEKNIK PERKAPALAN Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017 i
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT (COLD STORAGE) KAPAL IKAN DI INDONESIA
TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Bidang Keahlian Industri Perkapalan Program S1 Departemen Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh:
HARISUDDIN HAWALI NRP. 4112 100 115
Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir: Dosen Pembimbing
Sri Rejeki Wahyu Pribadi, S.T., M.T. NIP. 19750814 200312 2 001
SURABAYA, 26 JANUARI 2017
iv
LEMBAR REVISI ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT (COLD STORAGE) KAPAL IKAN DI INDONESIA TUGAS AKHIR Telah direvisi sesuai dengan hasil Ujian Tugas Akhir Tanggal 13 Januari 2017 Bidang Keahlian Industri Perkapalan Program S1 Departemen Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh:
HARISUDDIN HAWALI NRP. 4112 100 115
Disetujui oleh Tim Penguji Ujian Tugas Akhir: 1. Dr. Ir. Heri Supomo, M.Sc.
........................
2. Ir. Triwilaswandio Wuruk Pribadi, M.Sc.
........................
3. Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T.
........................
Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir: 1. Sri Rejeki Wahyu Pribadi, S.T., M.T.
........................
SURABAYA, 23 JANUARI 2017 i
Dipersembahkan kepada akademisi dan praktisi industri perkapalan di seluruh Indonesia
ii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas ridho dan karunia-Nya lah sehingga Tugas Akhir dengan judul “ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT (COLD STORAGE) KAPAL IKAN DI INDONESIA” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Sri Rejeki Wahyu Pribadi, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan dan motivasinya selama pengerjaan dan penyusunan Tugas Akhir ini 2. Bapak Dr. Ir. Heri Supomo, M.Sc., Bapak Ir. Triwilaswandio W.P., M.Sc, Ibu Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T., dan Bapak Moh. Solikhan Arif, S.T., M.T. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang membangun untuk laporan Tugas Akhir serta memberikan wawasan baru terhadap industri perkapalan. 3. Bapak Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Perkapalan sekaligus Dosen Wali yang selalu memberikan motivasi kehidupan dan perkuliahan selama menjalani studi di Jurusan Teknik Perkapalan 4. Seluruh Dosen di Jurusan Teknik Perkapalan FTK-ITS, khususnya pada bidang keahlian Industri Perkapalan yang senantiasa memberikan manfaat dalam bidang akademik. 5. Orang Tua tercinta, khususnya Ibu Kurniawati yang selalu mendoakan dan mendukung baik secara moril maupun materiil yang tiada terkira hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini dengan baik 6. Seluruh staf Ruang Baca FTK ITS, khususnya Ibu Arum Andayani atas bantuan literaturnya selama proses penyusunan Laporan Tugas Akhir 7. Bapak Tri Satya, Bapak Wiwid, Bapak Yan Cerry, Bapak Budi Tri, Bapak Usman, Mas Arie Irawan, Mbak Riska Puspa, Mbak Anita, dan seluruh staf PT. Koronka Nusantara Semarang yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam memperoleh data 8. Teman-teman angkatan FORECASTLE P-52, khususnya teman seperjuangan Tugas Akhir bidang keahlian Industri Perkapalan 9. Teman-teman Futsal Sehat Selamat dan Generasi Ayok yang telah menemani penulis selama penyusunan Laporan Tugas Akhir ini dengan penuh motivasi berfaedah dan canda tawa tiada akhir 10. Kepada Fakhriy Rizaldi, Pandu Satrio, Dimas Hadiansyah, Haris Zulfikar, Anisa Prasetyo, Patrick Prabowo, Kukuh Prakoso, Luqmannul Hakim, Nella Amalina, dan teman-teman yang senantiasa memberikan pertolongan yang hakiki baik langsung maupun tak langsung 11. Serta semua pihak yang telah mendukung atas dapat diselesaikannya Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu. Penulis sadar bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama dalam memajukan industri kemaritiman. Surabaya, 31 Januari 2017 Harisuddin Hawali
ii
ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT (COLD STORAGE) KAPAL IKAN DI INDONESIA Nama Mahasiswa
: Harisuddin Hawali
NRP
: 4112 100 115
Departemen / Fakultas : Teknik Perkapalan / Fakultas Teknologi Kelautan Dosen Pembimbing
: Sri Rejeki Wahyu Pribadi, S.T., M.T.
ABSTRAK Ikan hasil tangkapan dari laut harus segera diawetkan untuk memperlambat proses pembusukan. Pembusukan ikan menjadi hal yang dihindari oleh para nelayan karena dapat menurunkan nilai jual ikan. Kapal-kapal penangkap ikan memerlukan alat pendingin yang dapat mengawetkan ikan hasil tangkapan lebih lama dibandingkan es balok, maka dilakukanlah penelitian tugas akhir mengenai analisa teknis dan ekonomis pengembangan industri komponen peralatan pendingin ruang muat kapal ikan di Indonesia. Komponen pendingin yang dimaksud adalah komponen utama penyusun sistem refrigerasi yaitu: Kondensor, Evaporator, dan Insulasi. Tujuan dari tugas akhir ini adalah melakukan analisa teknis meliputi pemilihan lokasi industri, proses produksi, pemeriksaan hasil produksi, penentuan kapasitas produksi, penentuan peralatan dan mesin yang digunakan, serta pembuatan layout pabrik dengan luas bangunan 1.927 m2 serta luas tanah 3.108 m2 yang berlokasi di Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik. Analisa ekonomis meliputi analisa kondisi pasar di Indonesia mengenai permintaan komponen pendingin ruang muat kapal ikan untuk tahun 2017 sampai tahun 2025 serta perhitungan keuangan industri. Biaya investasi pembangunan industri ini diperkirakan sebesar Rp 13.446.846.320 yang berupa biaya pembelian tanah, pembangunan gedung pabrik, serta pembelian peralatan dan mesin. Lalu dilakukan perhitungan biaya operasional dan pemasukan perusahaan agar dapat melakukan analisa kelayakan investasi dengan menggunakan metode Break Event Point, Return of Investment, dan Internal Rate of Return yang hasilnya digunakan untuk menentukan kelayakan pengembangan industri. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan Break Event Point terjadi pada 6 tahun 2 bulan dengan nilai Return on Investment kira-kira sebesar Rp 5.799.250.000. Nilai Internal Rate on Return adalah sebesar 20,40% lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman bank sebesar 10,25%
Kata kunci: Industri pendukung kapal, Kapal ikan, Kelayakan investasi, Refrigerasi ruang muat
iii
TECHNICAL AND ECONOMICAL ANALYSIS DEVELOPMENT OF FISHING VESSEL’S REFRIGERATION COMPONENTS INDUSTRY IN INDONESIA Author
: Harisuddin Hawali
ID Number
: 4112 100 115
Dept. / Faculty
: Teknik Perkapalan / Fakultas Teknologi Kelautan
Supervisor
: Sri Rejeki Wahyu Pribadi, S.T., M.T.
ABSTRACT Fish catches from the sea should be preserved to slow down the process of decay. Fish spoilage becomes avoided by fishermen because it can reduce the sale value of fish. Fishing vessels require refrigeration to preserve the fish longer than ice cubes, we conducted research thesis on the technical and economic analysis of industrial development cooling component load space fishing vessels in Indonesia. Cooling component that was the main component of a refrigeration system are: condenser, evaporator, and insulation. The purpose of this research is a technical analysis covers site selection industry, production process, inspection of production, the determination of production capacity, determination of the equipment and machinery used, and manufacturing plant layout with an area of 1.927 m2 and a land area of 3.108 m2, located in the District Panceng, Gresik. Economic analysis includes the analysis of market conditions in Indonesia regarding space demand refrigeration components and unloading of ships fish for the next 10 years of industrial and financial calculations. The investment cost of development the industry is estimated at Rp 13.446.846.320 in the form of the purchase cost of land, construction of factory buildings, as well as the purchase of equipment and machinery. Then the calculation of operational costs and revenues of the company to conduct a feasibility analysis of investment by using the method of Break Event Point, Return of Investment, and Internal Rate of Return whose results are used to determine the feasibility of the development of the industry. Based on the analysis that has been done Break Event Point occurred in 6 years and 2 month and Return on Investment of approximately Rp 5.799.250.000. Internal Rate of Return value at 20.40% is greater than the interest rate of bank loans amount of 10.25%
Keywords: Ship supporting industry, Fishing vessel, Investment feasibility, Cold storage
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................................. i LEMBAR REVISI ........................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... ii ABSTRAK ..................................................................................................................................... iii ABSTRACT ..................................................................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 I.1. Latar Belakang Masalah........................................................................................................ 1 I.2. Perumusan Masalah .............................................................................................................. 3 I.3. Batasan Masalah ................................................................................................................... 3 I.4. Tujuan Penelitian .................................................................................................................. 4 I.5. Manfaat Penelitian ................................................................................................................ 4 I.5.1. Manfaat Bagi Akademisi ............................................................................................... 4 I.5.2. Manfaat Bagi Praktisi .................................................................................................... 5 I.6. Hipotesis ............................................................................................................................... 5 I.7. Sistematika Penulisan ........................................................................................................... 5 BAB II STUDI LITERATUR ......................................................................................................... 7 II.1. Gambaran Umum Industri Perkapalan ................................................................................ 7 II.1.1. Kelemahan Industri Perkapalan .................................................................................... 8 II.1.2. Peluang dan Tantangan Industri Perkapalan ................................................................ 9 II.1.3. Hubungan Industri Perkapalan dengan Industri Komponen ....................................... 11 II.1.4. Klasifikasi Industri Penunjang Perkapalan ................................................................. 12 II.1.5. Pelabuhan Perikanan................................................................................................... 13 II.2. Ruang Muat Kapal Ikan ..................................................................................................... 14 II.2.1. Tipe Pendinginan Ruang Muat ................................................................................... 15 II.2.2. Penyimpanan Beku diatas Kapal ................................................................................ 18 II.3. Sistem Refrigerasi.............................................................................................................. 18 II.3.1. Kecepatan Pembekuan ................................................................................................ 19 II.3.2. Pengawetan Ikan ......................................................................................................... 20 II.3.3. Alat-alat Pembeku Ikan .............................................................................................. 21 II.4. Komponen Utama Sistem Refrigerasi Kapal Ikan............................................................. 23 II.4.1. Kompresor .................................................................................................................. 24 II.4.2. Kondensor ................................................................................................................... 25 II.4.3. Alat Ekspansi .............................................................................................................. 25 II.4.4. Evaporator .................................................................................................................. 29 II.4.5. Bahan Pendingin (Refrigerant) ................................................................................... 31 II.4.6. Insulasi ........................................................................................................................ 32 II.5. Komponen Pendukung Sistem Refrigerasi Kapal IKan .................................................... 34 II.5.1. Filter Drier .................................................................................................................. 34 II.5.2. Akumulator ................................................................................................................. 35 II.5.3. Liquid Receiver ........................................................................................................... 35 II.5.4. Saluran Hisap .............................................................................................................. 36 II.5.5. Vibration Eliminator / Shock Absorber ...................................................................... 36 II.5.6. Strainer ....................................................................................................................... 36 II.5.7. Sight Glasses ............................................................................................................... 37 II.5.8. Solenoid Valve ............................................................................................................ 37 v
II.5.9. Defrost Heater ............................................................................................................ 38 II.5.10. High & Low Pressurestat (HLP) .............................................................................. 38 II.6. Konsep dan Dasar Ekonomi Teknik .................................................................................. 38 II.7. Peramalan (Forecasting) ................................................................................................... 41 II.7.1. Pola Data..................................................................................................................... 41 II.7.2. Metode Peramalan ...................................................................................................... 43 II.7.3. Harga Error ................................................................................................................ 46 II.8. Penentuan Lokasi Industri ................................................................................................. 47 II.8.1. Kondisi Lahan ............................................................................................................. 48 II.8.2. Ketersediaan Bahan Baku ........................................................................................... 48 II.8.3. Ketersediaan Tenaga Kerja ......................................................................................... 49 II.8.4. Kecukupan Infrastruktur ............................................................................................. 50 II.8.5. Rencana Tata Ruang Terkait ...................................................................................... 50 II.8.6. Pemasaran ................................................................................................................... 50 II.8.7. Modal .......................................................................................................................... 51 II.9. Perencanaan Industri .......................................................................................................... 51 II.9.1 Kapasitas Produksi ...................................................................................................... 51 II.9.2. Biaya Produksi ............................................................................................................ 52 II.9.3. Penjadwalan Produksi ................................................................................................. 52 II.9.4. Harga Pokok Produksi ................................................................................................ 53 II.9.5. Perancangan Alur Material dan Tata Letak Pabrik..................................................... 53 II.10. Harga Penjualan Produk .................................................................................................. 55 II.10.1. Penentu Harga Jual ................................................................................................... 56 II.10.2. Tujuan Penentuan Harga Jual ................................................................................... 56 II.10.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Jual......................................................... 57 II.10.4. Cara Penghitungan Harga Jual.................................................................................. 57 II.10.5. Metode Penentu Harga Jual ...................................................................................... 57 II.11. Investasi ........................................................................................................................... 58 II.11.1. Kriteria Investasi ....................................................................................................... 58 II.11.2. Metode Penilaian Investasi ....................................................................................... 59 II.12. Analisa Pesaing Usaha ..................................................................................................... 62 II.13. Referensi Penelitian Lain` ............................................................................................... 63 II.13.1. Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Hidrokarbon Sebagai Refrigeran Sistem Pendingin Muatan Kapal Penangkap Ikan (Fajar Her, 2012) ............................................... 63 II.13.2. Analisa Teknis dan Ekonomis Pembangunan Industri Manufaktur Baling-baling Kapal (Faizal Riza, 2012) ...................................................................................................... 64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................................... 65 III.1 Jenis Metodologi Penelitian .............................................................................................. 65 III.2 Jenis dan Sumber Data ...................................................................................................... 65 III.2.1 Jenis Data ................................................................................................................... 65 III.2.2 Sumber Data ............................................................................................................... 65 III.3 Proses Pengerjaan .............................................................................................................. 66 III.3.1 Tahap Persiapan ......................................................................................................... 67 III.3.2. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................................... 68 III.3.3. Tahap Analisis dan Pembahasan ............................................................................... 69 III.3.4. Tahap Penarikan Kesimpulan.................................................................................... 70 BAB IV KONDISI INDUSTRI KOMPONEN PENDINGIN RUANG MUAT KAPAL PERIKANAN SAAT INI .............................................................................................................. 71 IV.1. Pengumpulan Data dan Survei Kondisi Saat ini .............................................................. 71 IV.1.1. Data Kapal Ikan Bermotor yang Beroperasi Berdasarkan Ukuran GT ..................... 72
vi
IV.1.2. Kondisi Penggunaan Pendingin Ruang Muat Saat Ini .............................................. 73 IV.1.3. Kondisi Industri Refrigerasi di Indonesia ................................................................. 76 IV.1.4. Segmentasi Konsumen dan Pasar ............................................................................. 78 IV.1.5. Fluktuasi Produksi Ikan di Indonesia ........................................................................ 80 IV.1.6. Proses Pembuatan Cold Storage ............................................................................... 81 IV.2. Pengolahan Data .............................................................................................................. 84 IV.2.1. Identifikasi Jumlah Kapal Ikan di Indonesia ............................................................. 84 IV.2.2. Peramalan Jumlah Kapal Ikan di Indonesia .............................................................. 88 IV.2.3. Proyeksi Permintaan Komponen Refrigerasi Berdasarkan Jumlah Kapal ................ 93 BAB V PERENCANAAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT KAPAL IKAN .................................................................................................................. 97 V.1. Analisis Teknis .................................................................................................................. 97 V.1.1. Identifikasi Tempat Penangkapan Ikan ...................................................................... 97 V.1.2. Perencanaan Lokasi Industri..................................................................................... 102 V.1.3. Perencanaan Produk ................................................................................................. 156 V.1.4. Proses Pembuatan Produk ........................................................................................ 161 V.1.5. Pemeriksaan Hasil Produk ........................................................................................ 178 V.1.6. Peralatan dan Mesin ................................................................................................. 187 V.1.7. Perhitungan Kapasitas Produksi ............................................................................... 207 V.1.8. Jadwal Produksi ........................................................................................................ 221 V.1.9. Layout Pabrik ........................................................................................................... 226 V.1.10. Struktur Organisasi ................................................................................................. 237 V.1.11. Standar Keselamatan Kerja .................................................................................... 239 V.2. Analisis Ekonomis ........................................................................................................... 241 V.2.1. Analisa Penentuan Biaya Pengembangan Industri Komponen Cold Storage .......... 241 V.2.2. Analisa Biaya Operasional ....................................................................................... 248 V.2.3. Analisa Penentuan Harga Pokok Produksi ............................................................... 250 V.2.4. Analisa Penentuan Harga Penjualan Produk ............................................................ 254 V.2.5. Analisa Target Produksi dan Pendapatan ................................................................. 256 V.2.6. Analisa Kelayakan Investasi Industri Komponen Cold Storage .............................. 259 V.2.7. Analisa Pesaing Usaha ............................................................................................. 260 V.2.8. Strategi Pemasaran Industri Komponen Cold Storage ............................................. 262 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 265 VI.1. Kesimpulan .................................................................................................................... 265 VI.2. Saran............................................................................................................................... 265 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 267 BIODATA PENULIS ................................................................................................................. 271 DAFTAR LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar I. 1. Presentase Usaha Penangkapan Ikan menurut Bentuk Penjualan dan Jenis Kapal ... 2 Gambar II. 1. Grafik Jumlah Kapal Ikan Bermotor di Indonesia .................................................. 10 Gambar II. 2. Keterkaitan Industri Perkapalan.............................................................................. 11 Gambar II. 3. Ruang Muat Kapal Penangkap Ikan ....................................................................... 14 Gambar II. 4. Balok Es .................................................................................................................. 15 Gambar II. 5. Condensing Unit ..................................................................................................... 16 Gambar II. 6. Ice Scaler................................................................................................................. 17 Gambar II. 7. Proses Pembekuan Cairan Tubuh Ikan ................................................................... 19 Gambar II. 8. Horizontal Plate Freezer ......................................................................................... 22 Gambar II. 9. Vertival Plate Freezer ............................................................................................. 22 Gambar II. 10. Air Blast Freezer ................................................................................................... 22 Gambar II. 11. Brine Freezer......................................................................................................... 23 Gambar II. 12. Kompresor ............................................................................................................ 24 Gambar II. 13. Water-Cooled Kondensor ..................................................................................... 25 Gambar II. 14. Pipa Kapiler .......................................................................................................... 26 Gambar II. 15. Konstruksi Automatic Expansion Valve............................................................... 27 Gambar II. 16. Penempatan Automatic Expansion Valve............................................................. 28 Gambar II. 17. Penampang Melintang Thermostatic Expansion Valve ........................................ 28 Gambar II. 18. Penempatan Thermostatic Expansion Valve ........................................................ 29 Gambar II. 19. Bare Tube Evaporator .......................................................................................... 30 Gambar II. 20. Plate Tube Evaporator .......................................................................................... 30 Gambar II. 21. Finned Tube Evaporator ....................................................................................... 31 Gambar II. 22. Refrigeran R-22 .................................................................................................... 31 Gambar II. 23. Bahan Penyusun Dinding Ruang Penyimpanan Ikan. .......................................... 34 Gambar II. 24. Filter Drier ............................................................................................................ 34 Gambar II. 25. Akumulator ........................................................................................................... 35 Gambar II. 26. Liquid Receiver ..................................................................................................... 35 Gambar II. 27. Shock Absorber ..................................................................................................... 36 Gambar II. 28. Strainer ................................................................................................................. 36 Gambar II. 29. Sight Glasses ......................................................................................................... 37 Gambar II. 30. Solenoid Valve ...................................................................................................... 37 Gambar II. 31. Defrost Heater ...................................................................................................... 38 Gambar II. 32. High & Low Pressurestat (HLP) dan High Pressurestat (HP) .............................. 38 Gambar II. 33. Grafik Permintaan ................................................................................................. 39 Gambar II. 34. Kegiatan Ekonomi pada Pandangan Sistem Produksi .......................................... 39 Gambar II. 35. Siklus Ekonomi Berdasarkan Sifat Perputaran Uang ........................................... 40 Gambar II. 36. Grafik Permintaan Berdasarkan Pola Tren ........................................................... 41 Gambar II. 37. Grafik Komponen Permintaan Berdasarkan Pola Musiman ................................. 42 Gambar II. 38. Grafik Komponen Permintaan Berdasarkan Pola Siklik ...................................... 43 Gambar II. 39. Skema Pembagian Metode Peramalan .................................................................. 45 Gambar II. 40. Pola Straight Line ................................................................................................. 54 Gambar II. 41. Pola Aliran Zig-zag............................................................................................... 54 Gambar II. 42. Pola Aliran U ........................................................................................................ 55 Gambar II. 43. Pola Aliran Sudut Ganjil ....................................................................................... 55 Gambar III. 1. Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir ..................................................................... 66 Gambar III. 2. Tahap Persiapan Penelitian.................................................................................... 67 Gambar III. 3. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data ........................................................... 68
viii
Gambar III. 4. Tahap Analisis dan Pembahasan ........................................................................... 69 Gambar III. 5. Tahap Penarikan Kesimpulan ................................................................................ 70 Gambar IV. 1. Rak Ikan dalam Ruang Muat Kapal di Kawasan Juwana ..................................... 74 Gambar IV. 2.Ruang Muat Kapal Ikan di Kawasan Juwana......................................................... 74 Gambar IV. 3. Pendinginan dengan Es Batu ................................................................................. 75 Gambar IV. 4. Ruang Muat Kapal Ikan di Pelabuhan Benoa, Bali ............................................... 75 Gambar IV. 5. Ruang Kendali Suhu Pendinginan......................................................................... 76 Gambar IV. 6. Perusahaan Pembuat Cold Storage ........................................................................ 76 Gambar IV. 7. Perusahaan Pembuat Kompresor ........................................................................... 77 Gambar IV. 8. Perusahaan Pembuat Kondensor dan Evaporator.................................................. 77 Gambar IV. 9. Grafik Peningkatan Produksi Perikanan Laut ....................................................... 81 Gambar IV. 10. Ruangan Cold Storage ......................................................................................... 82 Gambar IV. 11. Grafik Jumlah Kapal Perikanan 2003-2015 ........................................................ 86 Gambar IV. 12. Grafik Kapal Ikan 51-100 GT ............................................................................. 86 Gambar IV. 13. Grafik Kapal Ikan 101-200 GT ........................................................................... 87 Gambar IV. 14. Grafik Kapal Ikan 201-300 GT ........................................................................... 87 Gambar IV. 15.Grafik Kapal Ikan 301-500 GT ............................................................................ 88 Gambar IV. 16. Analisis Tren untuk Peramalan Kapal Ikan Ukuran 50-100 GT ......................... 89 Gambar IV. 17. Analisis Tren untuk Peramalan Kapal Ikan Ukuran 101-200 GT ....................... 90 Gambar IV. 18. Analisis Tren untuk Peramalan Kapal Ikan Ukuran 201-300 GT ....................... 92 Gambar IV. 19. Analisis Tren untuk Peramalan Kapal Ikan Ukuran 201-300 GT ....................... 93 Gambar V. 1. Jumlah Usaha Perikanan Berdasarkan Provinsi (2013) .......................................... 98 Gambar V. 2. Letak Pelabuhan Perikanan Samudera ................................................................... 99 Gambar V. 3. Letak Pelabuhan Perikanan Nasional ................................................................... 100 Gambar V. 4. Letak Pelabuhan Perikanan Pantai ....................................................................... 101 Gambar V. 5. Lokasi Pertama di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang .................................... 103 Gambar V. 6. Peta Lokasi Pertama di Kota Semarang ............................................................... 103 Gambar V. 7. Jumlah Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota Semarang (2015) ....... 109 Gambar V. 8. Jalan Raya di Dalam Kawasan Industri Candi Semarang .................................... 113 Gambar V. 9. Rencana Tata Kota untuk Kecamatan Ngaliyan ................................................... 115 Gambar V. 10. Lokasi Kedua di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan ............................ 119 Gambar V. 11. Peta Lokasi Kedua .............................................................................................. 120 Gambar V. 12. Jumlah Calon Pekerja di Kabupaten Lamongan (2015) ..................................... 126 Gambar V. 13. Grafik Perkembangan Sarana dan Pemakaian Air di Kabupaten Lamongan ..... 129 Gambar V. 14. Akses Jalan Raya pada Lokasi Kedua ................................................................ 131 Gambar V. 15. Kepengurusan Ruas Jalan Raya di Kabupaten Lamongan (2015) ..................... 131 Gambar V. 16. Kondisi Jalan Raya Aspal di Kabupaten Lamongan .......................................... 133 Gambar V. 17. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan Tahun 2011-2031 .......... 134 Gambar V. 18. Lokasi Ketiga di Kabupaten Gresik.................................................................... 138 Gambar V. 19. Peta Lokasi Ketiga di Kabupaten Gresik ............................................................ 138 Gambar V. 20. Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten Gresik (2015) .................................. 143 Gambar V. 21. Jumlah Pelanggan Telepon Berdasarkan Sumbernya ......................................... 148 Gambar V. 22. Akses Jalan Raya pada Lokasi Ketiga ................................................................ 149 Gambar V. 23. Grafik Kondisi Pengerasan Jalan Raya di Kabupaten Gresik Tahun 2015 ........ 149 Gambar V. 24. Grafik Kondisi Jalan Raya di Kabupaten Gresik Tahun 2015 ........................... 150 Gambar V. 25. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik .............................................. 151 Gambar V. 26. Rencana Produk Evaporator ............................................................................... 156 Gambar V. 27. Breakdown Produk Evaporator........................................................................... 157 Gambar V. 28. Rencana Produk Air-Cooled Condensor ............................................................ 157 Gambar V. 29. Desain Produk Air-Cooled Condenser ............................................................... 158
ix
Gambar V. 30. Rencana Produk Water-cooled Condenser ......................................................... 158 Gambar V. 31. Desain Produk Water-cooled Condensor ........................................................... 159 Gambar V. 32. Breakdown Produk Kondensor ........................................................................... 159 Gambar V. 33. Rencana Produk Insulasi .................................................................................... 160 Gambar V. 34. Insulasi Ruang Muat Kapal Ikan ........................................................................ 160 Gambar V. 35. Breakdown Produk Panel Insulasi ...................................................................... 161 Gambar V. 36. Alur Proses Pembuatan Komponen Refrigerasi Kapal Ikan .............................. 162 Gambar V. 37. Gudang Inventari ................................................................................................ 163 Gambar V. 38. Contoh Permintaan Barang Fabrikasi ................................................................. 164 Gambar V. 39. Coil Roller .......................................................................................................... 165 Gambar V. 40. Proses Pemotongan Pelat .................................................................................... 165 Gambar V. 41. Proses Penekukan Pelat ...................................................................................... 166 Gambar V. 42. Fin Process ......................................................................................................... 167 Gambar V. 43. Tube Process ...................................................................................................... 167 Gambar V. 44. Pembuatan Adonan Polyurethane ...................................................................... 168 Gambar V. 45. Meja Jig .............................................................................................................. 168 Gambar V. 46. Proses Cleaning .................................................................................................. 169 Gambar V. 47. Pemasangan Karet Kedap Udara ........................................................................ 170 Gambar V. 48. Coil Assembly ..................................................................................................... 170 Gambar V. 49. U-bend ................................................................................................................ 171 Gambar V. 50. Proses Brazing .................................................................................................... 171 Gambar V. 51. Density Test ........................................................................................................ 172 Gambar V. 52. Pengelasan Dudukan Condensing Unit .............................................................. 174 Gambar V. 53. Pemeriksaan Koneksi Kelistrikan ....................................................................... 175 Gambar V. 54. Proteksi Kabel .................................................................................................... 176 Gambar V. 55. Packaging ........................................................................................................... 178 Gambar V. 56. Personal Computer ............................................................................................. 188 Gambar V. 57. Tampilan Autodesk Fusion 360 .......................................................................... 189 Gambar V. 58. Tampilan Autodesk AutoCAD 2017 .................................................................. 190 Gambar V. 59. Plate Roller ......................................................................................................... 192 Gambar V. 60. Mesin Potong Pelat ............................................................................................. 193 Gambar V. 61. Mesin Bending Hidrolik ..................................................................................... 193 Gambar V. 62. Mesin Table Saw ................................................................................................ 194 Gambar V. 63. Abrasive Cutoff Machine .................................................................................... 195 Gambar V. 64. Mesin Gerinda Tangan ....................................................................................... 196 Gambar V. 65. Pengaduk Polyurethane ...................................................................................... 197 Gambar V. 66. Mesin Bor Meja .................................................................................................. 198 Gambar V. 67. Electric Hand Drilling Machine ......................................................................... 199 Gambar V. 68. Bench Vice Clamp .............................................................................................. 200 Gambar V. 69. Proses Pencetakan PU Foam .............................................................................. 200 Gambar V. 70. Meja Jig .............................................................................................................. 201 Gambar V. 71. Mesin Ampelas ................................................................................................... 202 Gambar V. 72. Mesin Las SMAW .............................................................................................. 203 Gambar V. 73. Mesin Las Brazing .............................................................................................. 204 Gambar V. 74. Forklift Kapasitas 3 ton ...................................................................................... 205 Gambar V. 75. Manual Stacker ................................................................................................... 206 Gambar V. 76. Overhead Crane ................................................................................................. 206 Gambar V. 77. Spesifikasi Coil Plate ......................................................................................... 212 Gambar V. 78. Rencana Activity Relationship Diagram............................................................. 227 Gambar V. 79. Rencana Space Relationship Diagram ............................................................... 229
x
Gambar V. 80. Denah Pabrik Komponen Refrigerasi Kapal Ikan Lantai 1 ................................ 231 Gambar V. 81. Denah Pabrik Komponen Refrigerasi Kapal Ikan Lantai 2 ................................ 232 Gambar V. 82. Rencana Aliran Material..................................................................................... 236 Gambar V. 83. Struktur Organisasi Industri Komponen Refrigerasi Kapal Ikan ....................... 237 Gambar V. 84. Peralatan Keselamatan untuk Pekerja................................................................. 239 Gambar V. 85. Peralatan Keselamatan untuk Operator .............................................................. 240 Gambar V. 86. Peralatan Keselamatan untuk Welder ................................................................. 240 Gambar V. 87. Peralatan Keselamatan untuk Supervisor ........................................................... 241
xi
DAFTAR TABEL Tabel II. 1. Hubungan Suhu Pendingin dengan Ketahanan Pengawetan ...................................... 21 Tabel II. 2. Ukuran Pipa Kapiler ................................................................................................... 27 Tabel II. 3. Ketebalan dan Konduktivitas Thermal Bahan Insulasi .............................................. 33 Tabel II. 4. Metode Penentuan Lokasi Industri ............................................................................. 47 Tabel II. 5. Metode Penentuan Harga Jual .................................................................................... 57 Tabel II. 6. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pay Back Period ............................................... 60 Tabel II. 7. Kelebihan dan Kekurangan Metode Net Present Value ............................................. 61 Tabel II. 8. Kelebihan dan Kekurangan Metode Internal Rate of Return ..................................... 62 Tabel IV. 1. Jumlah Kapal Ikan Berpendingin di Indonesia (2003-2012) .................................... 72 Tabel IV. 2. Jumlah Kapal Ikan Berpendingin di Indonesia (2003-2015) .................................... 73 Tabel IV. 3. Konsumen Potensial untuk Industri Komponen Cold Storage ................................. 78 Tabel IV. 4. Produksi Perikanan Laut ........................................................................................... 80 Tabel IV. 5. Jumlah Kapal Ikan Ukuran 50-500 GT di Indonesia ................................................ 85 Tabel IV. 6. Hasil Peramalan Kapal Ikan Ukuran 51-100 GT ...................................................... 88 Tabel IV. 7. Hasil Peramalan Kapal Ikan Ukuran 101-200 GT .................................................... 90 Tabel IV. 8. Hasil Peramalan Kapal Ikan Ukuran 201-300 GT .................................................... 91 Tabel IV. 9. Hasil Peramalan Kapal Ikan Ukuran 301-500 GT .................................................... 92 Tabel IV. 10. Jumlah Komponen Kapal untuk Setiap Ukuran GT ............................................... 94 Tabel IV. 11. Proyeksi Kebutuhan Insulasi Ruang Muat Tahun 2017-2025 ................................ 94 Tabel IV. 12. Proyeksi Kebutuhan Kondensor Ruang Muat Tahun 2017-2025 ........................... 95 Tabel IV. 13. Proyeksi Kebutuhan Evaporator Ruang Muat Tahun 2017-2025 ........................... 95 Tabel V. 1. Daftar Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) di Indonesia ....................................... 99 Tabel V. 2. Daftar Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) di Indonesia ...................................... 100 Tabel V. 3. Daftar Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Pulau Jawa......................................... 101 Tabel V. 4. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Kemampuan Lahan pada Lokasi Pertama .......... 104 Tabel V. 5. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Penggunaan Lahan pada Lokasi Pertama ........... 105 Tabel V. 6. Ketersediaan Bahan Baku pada Lokasi Pertama ...................................................... 106 Tabel V. 7. Ketersediaan Bahan Baku - Kuantitas Bahan Baku pada Lokasi Pertama............... 106 Tabel V. 8. Ketersediaan Bahan Baku - Kontinuitas Bahan Baku pada Lokasi Pertama ........... 107 Tabel V. 9. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Jarak Bahan Baku pada Lokasi Pertama ... 108 Tabel V. 10. Data Pencari Kerja di Semarang (2015) ................................................................. 108 Tabel V. 11. Jumlah Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kawasan Semarang ............. 109 Tabel V. 12. Daftar Sekolah Menengah di Lokasi Pertama ........................................................ 110 Tabel V. 13. Kriteria Ketersediaan Tenaga Kerja pada Lokasi Pertama .................................... 110 Tabel V. 14. Data Jumlah Penggunaan Air PDAM di Kawasan Semarang (2015) .................... 111 Tabel V. 15. Kecukupan Air Bersih pada Lokasi Pertama ......................................................... 112 Tabel V. 16. Informasi Kelistrikan Kota Semarang (2015) ........................................................ 112 Tabel V. 17. Kecukupan Suplai Listrik dan Telepon pada Lokasi Pertama ............................... 113 Tabel V. 18. Data Proses Pengerasan Jalan Raya Kota Semarang (2015) .................................. 114 Tabel V. 19. Kondisi Jalan Raya di Wilayah Semarang (2015) ................................................. 114 Tabel V. 20. Kecukupan Jaringan Jalan pada Lokasi Pertama ................................................... 114 Tabel V. 21. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Tata Ruang Terkait pada Lokasi Pertama ............ 115 Tabel V. 22. Daftar Galangan di Sekitar Kota Semarang ........................................................... 116 Tabel V. 23. Permintaan Pasar untuk Komponen Cold Storage ................................................. 117 Tabel V. 24. Pelabuhan Perikanan di Semarang dan Sekitarnya ................................................ 118 Tabel V. 25. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Permintaan Pasar pada Lokasi Pertama ............... 118 Tabel V. 26. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Harga Tanah ......................................................... 119
xii
Tabel V. 27. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Kemampuan Lahan pada Lokasi Kedua ........... 121 Tabel V. 28. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Penggunaan Lahan pada Lokasi Kedua ............ 122 Tabel V. 29. Ketersediaan Bahan Baku pada Lokasi Kedua ...................................................... 122 Tabel V. 30. Ketersediaan Bahan Baku - Kuantitas Bahan Baku pada Lokasi Kedua ............... 123 Tabel V. 31. Ketersediaan Bahan Baku - Kontinuitas Bahan Baku pada Lokasi Kedua ............ 124 Tabel V. 32. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Jarak Bahan Baku pada Lokasi Kedua .... 124 Tabel V. 33. Jumlah Pencari Kerja yang Terdaftar di Lamongan (2015) ................................... 125 Tabel V. 34. Tingkat Pendidikan Pencari Kerja di Lamongan Selama Tahun 2015 .................. 125 Tabel V. 35. Daftar SMK dan Perguruan Tinggi di Lamongan .................................................. 126 Tabel V. 36. Kriteria Ketersediaan Tenaga Kerja pada Lokasi Kedua ....................................... 127 Tabel V. 37. Jumlah Pelanggan PDAM Menurut Jenis Konsumen di Kabupaten Lamongan.... 128 Tabel V. 38. Perkembangan Sarana dan Pemakaian Air di Kabupaten Lamongan .................... 128 Tabel V. 39. Kecukupan Air Bersih pada Lokasi Kedua ............................................................ 129 Tabel V. 40. Informasi Kelistrikan Kabupaten Lamongan (2015).............................................. 130 Tabel V. 41. Kecukupan Suplai Listrik dan Telepon pada Lokasi Kedua .................................. 130 Tabel V. 42. Data Proses Pengerasan Jalan Raya Kabupaten Lamongan Tahun 2015 ............... 131 Tabel V. 43. Kecukupan Jaringan Jalan pada Lokasi Kedua ...................................................... 133 Tabel V. 44. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Tata Ruang Terkait pada Lokasi Kedua ............... 135 Tabel V. 45. Daftar Galangan di Kabupaten Lamongan dan Sekitarnya .................................... 136 Tabel V. 46. Daftar Pelabuhan Perikanan di Lamongan dan Sekitarnya .................................... 136 Tabel V. 47. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Permintaan Pasar pada Lokasi Kedua .................. 137 Tabel V. 48. Kriteria Penilaian Lokasi Berdasarkan Harga Tanah ............................................. 137 Tabel V. 49. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Kemampuan Lahan pada Lokasi Ketiga ........... 139 Tabel V. 50. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Penggunaan Lahan pada Lokasi Ketiga ............ 140 Tabel V. 51. Ketersediaan Bahan Baku pada Lokasi Ketiga ...................................................... 141 Tabel V. 52. Daftar SMK dan Perguruan Tinggi di Gresik ........................................................ 144 Tabel V. 53. Kriteria Ketersediaan Tenaga Kerja pada Lokasi Ketiga ...................................... 144 Tabel V. 54. Jumlah Pelanggan PDAM - Jenis Konsumen di Kabupaten Gresik Tahun 2015 .. 145 Tabel V. 55. Kecukupan Air Bersih pada Lokasi Ketiga ............................................................ 146 Tabel V. 56. Informasi Kelistrikan Kabupaten Gresik (2015) .................................................... 146 Tabel V. 57. Segmentasi Pelanggan Listrik di Kabupaten Gresik .............................................. 147 Tabel V. 58. Jumlah Pelanggan Telepon Berdasarkan Segmentasi Pelanggan Tahun 2015 ...... 147 Tabel V. 59. Kecukupan Suplai Listrik dan Telepon pada Lokasi Ketiga .................................. 148 Tabel V. 60. Kecukupan Jaringan Jalan pada Lokasi Ketiga ...................................................... 150 Tabel V. 61. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Tata Ruang Terkait pada Lokasi Ketiga ............... 151 Tabel V. 62. Daftar Galangan di Kabupaten Gresik dan Sekitarnya .......................................... 152 Tabel V. 63. Daftar Pelabuhan Perikanan di Gresik dan Sekitarnya ......................................... 153 Tabel V. 64. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Permintaan Pasar pada Lokasi Ketiga .................. 153 Tabel V. 65. Kriteria Penilaian Lokasi Berdasarkan Harga Tanah ............................................. 154 Tabel V. 66. Bobot Calon Lokasi Industri Komponen Pendingin Ruang Muat ......................... 154 Tabel V. 67. Penilaian Calon Lokasi Industri Komponen Pendingin Ruang Muat Kapal Ikan .. 155 Tabel V. 68. Checklist Tahap Desain Produk - Insulasi Ruang Pendingin ................................. 179 Tabel V. 69. Checklist Tahap Desain Produk - Kondensor......................................................... 180 Tabel V. 70. Checklist Tahap Desain Produk - Evaporator ........................................................ 180 Tabel V. 71. Checklist Tahap Produksi – Insulasi Ruang Pendingin ......................................... 181 Tabel V. 72. Checklist Tahap Inspeksi – Insulasi Ruang Pendingin ........................................... 182 Tabel V. 73. Checklist Tahap Produksi – Kondenser.................................................................. 182 Tabel V. 74. Checklist Tahap Inspeksi – Kondensor .................................................................. 183 Tabel V. 75. Checklist Pemasangan Kelistrikan– Kondensor ..................................................... 184 Tabel V. 76. Checklist Tahap Produksi – Evaporator ................................................................. 185
xiii
Tabel V. 77. Checklist Tahap Inspeksi – Evaporator .................................................................. 185 Tabel V. 78. Checklist Pemasangan Kelistrikan– Evaporator..................................................... 186 Tabel V. 79. Spesifikasi CPU...................................................................................................... 188 Tabel V. 80. Spesifikasi Monitor ................................................................................................ 189 Tabel V. 81. Spesifikasi Autodesk Fusion 360 ........................................................................... 189 Tabel V. 82. Spesifikasi Autodesk AutoCAD 2017 .................................................................... 190 Tabel V. 83. Spesifikasi Mesin Rol............................................................................................. 192 Tabel V. 84. Spesifikasi Mesin Potong ....................................................................................... 193 Tabel V. 85. Spesifikasi Mesin Bending Hidrolik ...................................................................... 194 Tabel V. 86. Spesifikasi Table Saw............................................................................................. 194 Tabel V. 87. Spesifikasi Abrasive Cutoff Machine ..................................................................... 195 Tabel V. 88. Spesifikasi Mesin Geringa Tangan......................................................................... 196 Tabel V. 89. Spesifikasi Mixer Polyurethane ............................................................................. 197 Tabel V. 90. Spesifikasi Mesin Bor Meja ................................................................................... 198 Tabel V. 91. Spesifikasi Electric Hand Drill .............................................................................. 199 Tabel V. 92. Spesifikasi Vice Clamp........................................................................................... 200 Tabel V. 93. Spesifikasi Meja Jig ............................................................................................... 201 Tabel V. 94. Spesifikasi Mesin Ampelas .................................................................................... 202 Tabel V. 95. Spesifikasi Mesin Las SMAW................................................................................. 203 Tabel V. 96. Spesifikasi Mesin Brazing Weld............................................................................. 204 Tabel V. 97. Spesifikasi Stacker Manual .................................................................................... 206 Tabel V. 98. Spesifikasi Overhead Crane................................................................................... 207 Tabel V. 99. Waktu untuk Penyelesaian Desain Insulasi ............................................................ 210 Tabel V. 100. Waktu untuk Penyelesaian Desain Kondensor ..................................................... 210 Tabel V. 101. Waktu untuk Penyelesaian Desain Evaporator .................................................... 211 Tabel V. 102. Identifikasi Bahan Baku ....................................................................................... 212 Tabel V. 103. Spesifikasi Coil Plate (Roll) ................................................................................. 212 Tabel V. 104. Jumlah Produksi Tahun 2022 ............................................................................... 212 Tabel V. 105. Konsumsi Coil Plate untuk Produksi ................................................................... 213 Tabel V. 106. Jumlah Material Coil Plate untuk Setiap Produk per Tahun................................ 213 Tabel V. 107. Konsumsi Pipa Tembaga ...................................................................................... 214 Tabel V. 108. Konsumsi Kabel ................................................................................................... 219 Tabel V. 109. Rekapitulasi Pekerja di Workshop........................................................................ 220 Tabel V. 110. Rencana Jadwal Produksi Panel Insulasi ............................................................. 221 Tabel V. 111. Rencana Jadwal Produksi Kondensor .................................................................. 222 Tabel V. 112. Rencana Jadwal Produksi Evaporator .................................................................. 224 Tabel V. 113. Aktivitas dalam Industri Komponen Refrigerasi.................................................. 226 Tabel V. 114. Daftar Area beserta Pekerjaannya ........................................................................ 228 Tabel V. 115. Luas Ruangan dalam Industri Komponen Refrigerasi ......................................... 229 Tabel V. 116. Biaya Pembelian Tanah ........................................................................................ 242 Tabel V. 117. Biaya Pembangunan Lantai 1 ............................................................................... 242 Tabel V. 118. Biaya Pembangunan Lantai 2 ............................................................................... 243 Tabel V. 119. Biaya Pemasangan Instalasi Industri .................................................................... 243 Tabel V. 120. Biaya Peralatan Desain......................................................................................... 244 Tabel V. 121. Biaya Peralatan Angkut ........................................................................................ 244 Tabel V. 122. Biaya Peralatan Manual........................................................................................ 244 Tabel V. 123. Biaya Mesin Produksi .......................................................................................... 245 Tabel V. 124. Biaya Pembelian Keperluan Kantor ..................................................................... 245 Tabel V. 125. Biaya Perlengkapan Keselamatan ........................................................................ 246 Tabel V. 126. Rekapitulasi Investasi Industri Komponen Refrigerasi Kapal Perikanan ............ 248
xiv
Tabel V. 127. Rencana Gaji Karyawan Industri Komponen Refrigerasi Kapal Ikan ................. 248 Tabel V. 128. Tagihan Bulanan................................................................................................... 249 Tabel V. 129. Perhitungan Bahan Baku Insulasi Ruang Muat Kapal Ikan ................................. 250 Tabel V. 130. Biaya Aksesoris untuk Insulasi ............................................................................ 250 Tabel V. 131. Bahan Baku Pembuatan Kondensor ..................................................................... 250 Tabel V. 132. Biaya Aksesoris Kondensor ................................................................................. 251 Tabel V. 133. Biaya Electrical untuk Produk Kondensor ........................................................... 251 Tabel V. 134. Biaya Bahan Baku Pembuatan Evaporator .......................................................... 252 Tabel V. 135. Biaya Aksesoris Evaporator ................................................................................. 252 Tabel V. 136. Biaya Komponen Electrical untuk Evaporator ..................................................... 253 Tabel V. 137. Target Produksi Industri Komponen Refrigerasi Kapal Ikan ............................... 256 Tabel V. 138. Daftar Harga Jual Produk ..................................................................................... 256 Tabel V. 139. Rencana Pendapatan dari Produksi Tahun 2016-2025 ......................................... 257 Tabel V. 140. Revenue dan Nilai Perbaikan Komponen Refrigerasi .......................................... 258 Tabel V. 141. Rencana Pendapatan dari Reparasi Tahun 2016-2025 ......................................... 258 Tabel V. 142. Rekapitulasi Arus Kas .......................................................................................... 259 Tabel V. 143. Penilaian Investasi Industri .................................................................................. 259 Tabel V. 144. Perusahaan Lokal Pembuat Komponen Refrigerasi ............................................. 260 Tabel V. 145. Perusahaan Internasional Pembuat Komponen Refrigerasi ................................. 261 Tabel V. 146. Perbandingan Harga Water Cooled Condeser...................................................... 261 Tabel V. 147. Perbandingan Harga Water Cooled Evaporator .................................................. 262
xv
ii
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penanganan ikan setelah penangkapan di laut mempunyai peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Tahap penanganan ini menentukan nilai jual dan langkah selanjutnya dalam pemrosesan hasil tangkapan. Tingkat kesegaran ikan dari laut dipengaruhi oleh penanganan yang tepat dan fasilitas pendukung yang ada dalam ruang muat kapal penangkap ikan. Ikan segar adalah ikan yang masih memiliki sifat asli seperti ikan yang masih hidup seperti bau, tekstur, dan rasanya. Berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan bentuk bau dan terkstur ikan dapat di minimalisir dengan mengawetkan ikan di dalam ruang penyimpanan bersuhu rendah. Oleh karena itu setelah ikan ditangkap di tengah laut, sesegera mungkin untuk diawetkan di dalam pendingin. Proses pendinginan ikan juga memiliki berbagai macam cara, antara lain menggunakan Es Batu, air laut yang didinginkan, dan menggunakan refrigeran di dalam condensing unit. Guna memenuhi kebutuhan pengawetan tersebut, kapalkapal penangkap ikan dilengkapi dengan alat pendingin mekanik pada ruang muatnya untuk menjaga kesegaran hasil tangkapan. Pembangunan kapal ikan juga semakin banyak dilakukan seiring dengan dukungan pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Asas Cabotage yang mengharuskan transportasi yang digunakan untuk logistik di Indonesia menggunakan kapalkapal berbendera Indonesia. Seiring dengan permintaan yang meningkat tersebut, keharusan untuk menyelesaikan suatu project dengan cepat menjadi suatu keharusan. Sayangnya hampir semua galangan di Indonesia memiliki masalah pada sulitnya mendapatkan suplai perlengkapan komponen kapal ikan. Ada juga masalah pada distribusi komponen yang memakan waktu berminggu-minggu. Hal tersebut menimbulkan banyak sekali idle time pada proses pembangunan kapal baru. Ketergantungan akan barang impor ini membuat industri perkapalan menjadi kurang berkembang. Padahal apabila dibandingkan dengan industri perkapalan di luar negeri, mereka mampu menyokong sembilan puluh persen bahan baku termasuk komponen kapal dari industri lokal (Kompas, 2015). Hal tersebut disebabkan salah satunya karena kemampuan industri penunjang dan pendukung nasional yang masih rendah. Sebagian negara yang menguasai industri galangan dunia adalah negara yang memiliki ketersediaan terhadap industri penunjang komponen kapal. Pemerintah Indonesia seharusnya tidak setengah-setengah dalam mendukung 1
industri pembangunan kapal. Pemerintah tentunya bisa memainkan perannya selaku pembuat kebijakan. Salah satunya bisa untuk mengurangi atau mentiadakan pajak dari impor material dari luar negeri. Pemerintah juga bisa membuat industri khusus komponen kapal dalam negeri atau setidaknya mengusahakan investor untuk industri komponen ini (Kompas, 2015). Salah satu industri penunjang dan pendukung komponen kapal adalah industri peralatan pendingin khusus kapal. Industri penunjang ini belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Kebanyakan kapal yang dibangun menggunakan peralatan pendingin yang ditujukan untuk pemukiman dan perkantoran yang notabene dicipatakan hanya untuk mengkondisilkan udara yang terdapat manusia di dalamnya. Terdapat spesifikasi yang lebih detil untuk pendingin kapal dikarena peralatan pendingin ini turut menjaga komponen lain yang terdapat di dalam kapal agar tidak mengalami suhu yang berlebihan dengan cara mengkondisikan suhu udara. Dengan adanya industri penunjang peralatan pendingin kapal di Indonesia, diharapkan dapat mendukung industri galangan kapal di Indonesia, salah satu diantaranya mengurangi biaya produksi kapal sehingga dapat meningkatkan daya saing terhadap industri pembuatan kapal luar negeri.
Gambar I. 1. Presentase Usaha Penangkapan Ikan menurut Bentuk Penjualan dan Jenis Kapal (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014)
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dalam Gambar1.1. tersebut, lebih dari 80 persen rumah tangga usaha penangkapan ikan menjual hasil produksinya dalam bentuk segar. Terutama kapal motor dan perahu motor di laut serta kapal motor di perairan umum. Dengan rincian kapal motor dan perahu motor di laut masing-masing 86,14% dan 91,86%, sedangkan kapal motor dan perahu motor di perairan umum masing-masing 81,77% dan 58,40%. Ikanikan segar yang digunakan untuk diolah ini tidak lain didapatkan dari proses pengawetan di atas kapal sesaat setelah penangkapan di laut. Aspek lainnya adalah ketika ikan-ikan hasil tangkapan tidak langsung laku terjual, cold storage yang dibangun di pelabuhan perikanan dapat menjadi tempat penyimpanan untuk jangka waktu yang panjang. Menurut salah satu pedagang ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Lamongan, perlunya cold storage dalam industri perikanan
2
adalah dapat mempersiapkan apabila terjadi musim paceklik ikan sebab produk yang sudah disimpan di dalam ruangan pendingin dapat tahan berbulan-bulan lamanya. Para nelayan dan penjual ikan di pelabuhan perikanan mengeluhkan peralatan pendingin yang mereka gunakan sekarang ini masih tradisional yaitu ikan-ikan dimasukkan ke dalam kotak plastik lalu diberi balok es batu. Untuk kapal ikan sendiri, nelayan biasanya masih menggunakan balok es untuk menjaga kesegaran ikan. Namun karena suhu di lautan yang cukup panas, balok-balok es tersebut cepat mencair. Ikan yang lama terendam air pun akan turun dalam aspek kualitas dan harga. Sistem pendinginan dengan balok es tersebut dirasa kurang efektif dan mengeluarkan banyak biaya jika semakin lama digunakan. Terlebih lagi ketika semakin lama ikan disimpan di dalam kotak penyimpanan berisi es batu tersebut, es batu akan banyak yang mencair dan ikan yang terendam air malah akan semakin cepat mengalami proses pembusukan. Jadi dilihat dari sisi kebutuhan dalam pengolahan ikan, industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan dirasa perlu untuk dikembangkan lebih lanjut guna memenuhi kebutuhan dan menjaga kelangsungan industri perkapalan di Indonesia. Tidak hanya untuk pemasangan di palka kapal ikan, tapi juga dapat menjadi cold storage untuk ikan-ikan hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nasional. Oleh karena itu dilakukanlah penelitian berikut ini yang menitikberatkan pada perencanaan industri yang akan memproduksi komponen pendingin untuk palka kapal ikan. Komponen yang diproduksi nantinya juga akan dapat digunakan untuk cold storage yang menyimpan ikan di pelabuhan perikanan untuk keperluan penyimpanan disaat ikan-ikan tidak langsung laku terjual.
I.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Berapa kebutuhan komponen peralatan pendingin untuk ruang muat kapal ikan di Indonesia? 2. Bagaimana analisis teknis pembangunan industri komponen pendingin kapal ikan di Indonesia? 3. Bagaimana analisis ekonomis pembangunan industri komponen pendingin kapal ikan di Indonesia?
I.3. Batasan Masalah Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini antara lain :
3
1. Komponen pendingin ruang muat kapal perikanan yang menjadi objek penelitian adalah panel insulasi, kondensor, dan evaporator pada kapal ikan ukuran 50-500 GT di Indonesia. 2. Harga material, peralatan, dan mesin industri disesuaikan dengan harga pasar dan/atau standar yang digunakan di Indonesia. 3. Perusahaan yang menjadi tempat penelitian adalah PT. Koronka Nusantara Semarang dan Galangan Kapal Ikan CV. Sumber Makmur, Juwana, Jawa Tengah 4. Penelitian tidak menganalisa dampak refrigeran terhadap lingkungan 5. Penelitian tidak menghitung beban pendinginan untuk ruang muat kapal ikan 6. Survei kondisi saat ini penggunaan komponen pendingin ruang palka kapal ikan dilakukan di sepanjang jalur Pantai Utara Pulau Jawa dari Surabaya sampai ke Kabupaten Pati, Kecamatan Juwana, Provinsi Jawa Tengah 7. Faktor eksternal seperti kondisi perekonomian, politik, dan sosial diasumsikan dalam keadaan stabil. 8. Kurs Dollar terhadap Rupiah saat penelitian dilaksanakan adalah 13.000 pada tanggal 20 Oktober 2016 (tanpa pembulatan).
I.4. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan estimasi permintaan komponen pendingin ruang muat kapal ikan di Indonesia tahun 2017 – 2025 2. Melakukan analisis teknis pembangunan industri komponen pendingin kapal ikan di Indonesia 3. Melakukan analisis ekonomis pembangunan industri komponen pendingin kapal ikan di Indonesia.
I.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan untuk dapat memberikan manfaat bagi orang-orang di sekitar. Manfaat yang dihasilkan dapat ditujukan untuk akademisi dan praktisi di bidang perkapalan khususnya industri perkapalan. I.5.1. Manfaat Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademisi yang membutuhkan informasi mengenai industri perkapalan khususnya di bidang refrigerasi kapal ikan: 1. Memberikan informasi mengenai komponen cold storage
4
2. Memberikan informasi proses pembuatan komponen pendingin untuk cold storage baik untuk di ruang muat kapal ikan maupun untuk pengawetan ikan di darat 3. Memberikan informasi saat ini mengenai proses pengawetan ikan yang dilakukan di Pesisir Utara pulau Jawa 4. Memberikan informasi saat ini mengenai industri komponen pendingin ruang palka kapal ikan di Indonesia I.5.2. Manfaat Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi praktisi yang membutuhkan informasi saat ini mengenai keadaan industri komponen kapal di bidang refrigerasi kapal ikan: 1. Memberikan informasi mengenai jumlah investasi untuk industri komponen cold storage kapal perikanan di Indonesia 2. Memberikan informasi mengenai rencana teknis pengembangan industri komponen cold storage kapal perikanan di Indonesia 3. Memberikan usulan-usulan untuk membantu memajukan industri perkapalan dalam negeri
I.6. Hipotesis Industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan ini layak dibangun di Indonesia karena mampu menjadi penunjang dan pendukung industri pembangunan kapal ikan dan mempercepat realisasi negara Indonesia sebagai poros maritim
I.7. Sistematika Penulisan Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari 6 Bab. Masing-masing bab berisi pemaparan hasil penelitian yang dijabarkan sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian secara umum dan singkat meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, hipotesis, batasan masalah dan sistematika penulisan dari Tugas Akhir yang sedang disusun. BAB II: STUDI LITERATUR Bab ini berisi penjelasan tentang berbagai referensi dan teori yang terkait dengan judul penelitian yang meliputi berbagai macam metode pendinginan dan pengawetan ikan, komponen penunjang sistem refrigerasi, teori peramalan industri, teori perencanaan fasilitas manufaktur, teori investasi, dan referensi penelitian lain.
5
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi langkah-langkah yang dilakukan selama penelitian, mulai dari tahap persiapan, tahap pengambilan data, tahap pengolahan data, sampai penyusunan laporan penelitian, sehingga nantinya didapatkan kesimpulan BAB IV: SURVEI KONDISI SAAT INI INDUSTRI REFRIGERASI Bab ini berisi laporan kondisi saat ini dari industri refrigerassi di Indonesia, kegiatan survei yang telah dilakukan selama penyusunan laporan Tugas Akhir, penjabaran data yang didapat dari hasil survei, dan peramalan jumlah kapal ikan di Indonesia Tahun 20162025 BAB V: PERENCANAAN INDUSTRI KOMPONEN PENDINGIN RUANG MUAT KAPAL IKAN Bab ini berisi pembahasan permasalahan mengenai analisis teknis dan analisis ekonomis untuk mendirikan industri komponen pendingin ruanng muat kapal ikan di Indonesia BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta rekomendasi dan saran untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB II STUDI LITERATUR II.1. Gambaran Umum Industri Perkapalan Industri perkapalan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor sehingga komposisi pangsa pasar negara penghasil kapal di tingkat dunia berubah pesat. Banyak galangan yang memfokuskan pekerjaannya pada produk kapal tertentu saja. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengerjaan dan menghasilkan produk yang berkualitas dalam waktu sesuai kontrak kerja. Penguasaan teknologi, tenaga kerja yang terampil dan efisien, dukungan kebijakan pemerintah terhadap galangan kapal, dan gejolak komoditi termasuk harga minyak sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup dari industri perkapalan. Industri perkapalan merupakan industri yang memiliki keterkaitan dengan industri lain sebagai penunjang dan pendukung dalam bidang kelautan dan kemaritiman. Sebagai contoh industri pelat baja, industri mesin kapal, industri peralatan tangkap untuk kapal ikan, industri baling-baling kapal, industri cat kapal, serta industri konsol untuk pengaturan pusat pada sistem perkapalan. Indonesia sebagai negara yang memiliki luas lautan lebih besar daripada daratan sedang mengusahakan kiprahnya di dunia perkapalan dengan memperbanyak jumlah kapal yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia. Kapal berbagai ukuran yang dibuat dari berbagai bahan dasar pun sudah mulai banyak beroperasi di wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Galangangalangan di Indonesia juga sudah mulai memperluas pasarnya sampai ke mancanegara guna menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim dunia. Untuk menunjang hal ini, banyak juga industri-industri penunjang yang bermunculan untuk ikut menyokong pembangunan kapal dari galangan setempat. Kemunculan industri-industri penunjang ini juga membantu galangan dari Indonesia untuk semakin menghargai produk dalam negeri. Dengan begitu, pembangunan kapal yang biasanya terhambat oleh pasokan komponen yang datang terlambat karena impor dari luar negeri pun dapat dikurangi dengan menggantinya ke komponen dalam negeri (Kompas, 2015). Negara-negara Eropa Timur seperti Polandia dan Ukraina yang telah memasuki pasar Internasional sebelumnya saat ini semakin memperkokoh posisinya dalam waktu-waktu dekat ini. Demikian halnya dengan Korea Selatan dan Jepang yang banyak membangun kapal-kapal Container dan Tanker berukuran besar. Industri kapal di negara bekas Jerman Timur yang selanjutnya bergabung dengan Jerman Barat juga semakin menambah pasokan kapal terhadap pasar. Cina dengan tenaga kerja murah juga semakin memperkuat posisinya di pasar Internasional 7
untuk kapal curah dan muatan umum. Di samping itu, negara-negara dalam lingkup ASEAN juga semakin bersiap diri di industri perkapalan. Thailand dan Malaysia muncul sebagai pemain yang cukup handal sementara Singapore semakin mengkhususkan diri dalam usaha perbaikan dan pemeliharaan kapal. Pada saat yang sama, galangan kapal di Indonesia semakin menguasai teknologi pembangunan kapal. Hal ini diperlihatkan dengan kemampuan untuk membuat kapal-kapal yang lebih besar seperti Tanker 17.500 DWT di Batam dan Jakarta. Pada saaat bersamaan, galangan di tanah air juga menerobos pasar Internasional dengan kepercayaan pada pemilik kapal di Inggris, Jerman, dan Belanda yang memesan kapal jenis curah dan reefer vessel. Tidak ketinggalan juga kapal perang pesanan Filipina yang dikerjakan oleh PT. PAL Surabaya. II.1.1. Kelemahan Industri Perkapalan Industri perkapalan sebagai sarana penunjang transportasi dan logistik di negara kepulauan seperti Indonesia menjadi lahan bisnis yang mempunyai prospek yang jelas. Karena dalam perkembangannya, sektor perkapalan turut membantu perkembangan realisasi negara Indonesia menjadi Negara Maritim yang sebenarnya. Namun secara keseluruhan, untuk dapat bertahan dalam market competition bagi industri perkapalan adalah suatu hal yang sangat penting. Dukungan dari berbagai pihak dan elemen pemerintahan sangat dibutuhkan untuk membuat industri ini terus berjalan. Hal ini tidak hanya dibutuhkan oleh galangan-galangan kelas kecil dan menengah saja, namun juga pada galangan pembuat kapal-kapal besar dan modern di Indonesia. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain dalam hal suku bunga untuk peminjaman modal usaha di Indonesia berkisar dari 10%-14%, sedangkan negara-negara dengan basis maritim memberikan insentif kepada Praktisi Industri dengan suku bunga rendah di bawah 5%. Kesulitan didalam pendanaan ini juga merupakan salah satu penyebab kelesuan Industri Perkapalan Indonesia. Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam dunia perancangan kapal, membawa dampak pada tingkat kecepatan dan ketelitian dalam desain serta analisis perancangan kapal, baik itu kapal ikan maupun kapal niaga lainnya. Tuntutan owner requirements yang diminta oleh calon pemilik kapal menjadi lebih tinggi. Hal ini berdampak pada galangan dan desainer kapal yang kesulitan untuk memenuhi permintaan dikarenakan keterbatasan pada peralatan produksi yang mencakup software
dan hardware. Kurangnya anggaran yang ada pada
perusahaan membuat masalah seperti itu semakin sulit untuk diatasi. Dampaknya kemudian keterlambatan dalam hal desain dan produksi kapal yang juga membuat pihak galangan terkena denda.
8
Kendala lainnya adalah ketersediaan komponen kapal yang 65% merupakan produkproduk dari luar negeri menyebabkan kapal buatan dalam negeri lebih mahal 10%-30% dibandingkan dengan kapal buatan luar negeri. Waktu pengerjaan juga menjadi lebih panjang dikarenakan proses menunggu komponen tersebut datang ke lokasi pembuatan kapal. Padahal dikatakan dalam harian Tempo, 2015, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan yang mengatakan bahwa pemerintah tidak memungut PPN untuk alat transportasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang impor dan penyerahan alat angkutan tertentu dan penyerahan jasa kena pajak. Pemerintah tidak akan memungut PPN untuk transportasi kapal laut, pesawat terbang, dan kereta api, termasuk suku cadangnya. Akan tetapi, ketidakpastian kondisi ekonomi Indonesia dengan semakin merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang pernah mencapai Rp 14.811 pada beberapa waktu yang lalu. Oleh karena itu, jika hanya mengandalkan komponen-komponen impor Industri Perkapalan sulit untuk berkembang dan bersaing dengan galangan luar negeri yang telah mampu menciptakan industri komponen kapalnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan industri negaranya. II.1.2. Peluang dan Tantangan Industri Perkapalan Peluang dalam industri perkapalan khususnya di Negara Indonesia ini termasuk yang mempunyai masa depan di bidang kemaritiman yang jelas. Karena dari segi geografis sendiri, negara kepulauan yang terdiri dari 17.667 pulau dan memiliki luas lautan mencapai 3.257.483 km2 dan belum termasuk perairan ZEE. Apabila ditambah dengan luas perairan ZEE, maka luas perairan Indonesia menjadi sekitar 7,9 Juta km 2 atau 81% dari luas keseluruhan wilayah Indonesia (Ginting, 2003). Dari jumlah itu sudah bisa diperkirakan betapa banyaknya potensi bisnis dari perairan Indonesia dari sektor transportasi sampai sektor perikanan. Ditambah lagi visi pemerintah saat ini yang menjadikan “Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia” lewat salah satu kebijakannya mengeluarkan larangan institusi-institusi di bawah pemerintah untuk membeli kapal baru dari galangan luar negeri. Kebijakan tersebut berimbas pada produsen kapal-kapal di Indonesia yang kemudian berlomba-lomba membuat kapal dengan kualitas yang tidak kalah dari kapal buatan luar negeri, namun dengan harga yang lebih terjangkau dan rasional. Hal ini kemudian memberikan tantangan baru untuk produsen komponen kapal yang beroperasi di Indonesia. Dengan banyaknya jenis kapal yang berlayar di perairan Indonesia, mereka dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan untuk negaranya sendiri. Dari mulai industri komponen untuk kapal penumpang, kapal kargo, sampai kapal penangkap ikan.
9
Ditambah lagi penanangan agenda pembuatan “Sistem Tol Laut” oleh pemerintah yang bertujuan sebagai sarana konektivitas pengiriman logistik dan orang dari pulau satu ke pulau lainnya mengakibatkan peningkatan pada permintaan pembangunan kapal baru di galangan Indonesia. Tantangan inilah yang kemudian membuat investasi pada industri komponen kapal merupakan hal yang mempunyai prospek jelas ke depannya. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) memprioritaskan pembangunan kapal perikanan dalam kegiatan 2016. Menurut pemaparan KKP melalui websitenya, kapal-kapal yang akan dibuat mulai tahun 2016 berjumlah 3.325 unit dengan rincian sebagai berikut: 1. Kapal penangkap ukuran < 5 GT sebanyak 1.020 unit 2. Kapal penangkap ukuran 5 GT sebanyak 1.000 unit 3. Kapal penangkap ukuran 10 GT sebanyak 1.000 unit 4. Kapal penangkap ukuran 20 GT sebanyak 250 unit 5. Kapal penangkap ukuran 30 GT sebanyak 30 unit 6. Kapal penangkap ukuran 30 GT dengan pendingin sebanyak 30 unit Sementara ini, kapal ikan bermotor yang beroperasi di perairan Indonesia sejak tahun 2000 sampai 2013 sudah mencapai 226.573 unit dari berbagai ukuran GT kapal. Jumlahnya yang meningkat setiap tahun membuat kebutuhan akan komponen kapal ikan turut berkembang. Data jumlah kapal ikan bermotor yang beroperasi di perairan Indonesia tersebut dapat dilihat pada Lampiran, sementara peningkatannya dapat dilihat dalam grafik berikut ini:
Jumlah Kapal Ikan Bermotor di Indonesia 250.000
Jumlah Kapal
200.000
150.000 100.000 50.000 0 1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Tahun
Gambar II. 1. Grafik Jumlah Kapal Ikan Bermotor di Indonesia (sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
10
Gambar II.1. menjelaskan peningkatan jumlah kapal ikan bermotor di Indonesia yang meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi dampak dari peningkatan hasil perikanan laut yang membutuhkan armada lebih banyak untuk menangani hasil tangkapan ikan. II.1.3. Hubungan Industri Perkapalan dengan Industri Komponen Industri perkapalan adalah industri yang tidak semata-mata berdiri dan bergerak sendiri. Terdapat sebuah sistem yang membantu dan mendukung industri ini agar tetap berjalan dan dapat menghasilkan keuntungan. Industri perkapalan mempunyai keterkaitan yang erat dengan industri-industri lainnya (industri pendukung dan industri penunjang di bidang perkapalan) di dalam membangun suatu kapal. Berikut ini adalah diagram keterkaitan industri perkapalan dengan industri pendukung dan penunjang Industri Penunjang
Kebutuhan Unit Kapal
INDUSTRI PERKAPALAN
Produk Kapal
Industri Pendukung
Gambar II. 2. Keterkaitan Industri Perkapalan
Diagram pada Gambar II. 2. menerangkan keterkaitan antara industri pendukung dan penunjang perkapalan terhadap industri perkapalan. Kebutuhan kapal yang menuntut industri perkapalan untuk menghasilkan kapal-kapal baru membuat kebutuhan akan industri penunjang dan industri pendukung perkapalan meningkat. Hal ini didasarkan pada kebutuhan industri perkapalan untuk menghasilkan produk kapal dengan mutu yang tinggi dan pengerjaan yang selesai tepat waktu sesuai dengan rencana. Pada gambar tersebut, terlihat bahwa yang terpenting adalah adanya tingkat kebutuhan terhadap unit kapal, karena hal tersebut yang menggerakan industri perkapalan untuk terus menghasilkan produk kapal. Pada tahun 1980-an, Pemerintah Indonesia telah membuat suatu kebijakan berkaitan dengan kapal niaga apapun yang telah berusia 25 tahun untuk dilakukan scrapping (dibesituakan) dengan tujuan sebagai peremajaan kapal dan regenerasi armada perkapalan Indonesia. Hal ini tentunya berimbas pada permintaan pembuat kapal baru guna menggantikan armada kapal yang sebelunya telah dilakukan scrapping. Harapannya adalah
11
industri perkapalan Indonesia akan lebih “aktif” dan “hidup”. Namun kebijakan ini juga tidak berjalan lancar seperti yang direncanakan karena faktor penghematan finansial pemilik kapal. Industri perkapalan merupakan industri yang memiliki struktur yang kompleks dibandingkan dengan industri lainnya, karena menyangkut unsur keselamatan penumpang, keamanan kargo, keamanan muatan, dan faktor lingkungan. Selain itu industri yang membutuhkan investasi besar ini juga termasuk dalam industri yang padat modal namun memakan waktu yang lama dalam pengembaliannya sehingga mengakibatkan investor jadi berfikir dua kali untuk terjun ke dalam bisnis ini. Dilain pihak, industri perkapalan juga sangat memerlukan adanya campur tangan investor untuk tetap dapat melakukan aktivitas dan pergerakan. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk tetap dapat membuat industri perkapalan ini tetap bergerak dengan investor adalah mempertimbangkan aspek investasi pada industri penunjang dan industri pendukung perkapalan. Disamping modalnya yang tidak setinggi industri perkapalan yang sesungguhnya, waktu pengembalian modal (hal yang dapat dilakukan untuk tetap dapat membuat industri perkapalan ini tetap bergerak dengan investor adalah mempertimbangkan aspek investasi pada industri penunjang dan industri pendukung perkapalan. Selain modalnya yang tidak setinggi industri perkapalan yang sesungguhnya, waktu pengembalian modal (payback period) bisnis ini yang lebih singkat layak dijadikan pertimbangan. II.1.4. Klasifikasi Industri Penunjang Perkapalan Galangan sebagai perusahaan utama yang membangun bangunan kapal tidak dapat mengerjakan pekerjaannya dengan berdiri sendiri. Dibutuhkan perusahaan lain yang menunjang pekerjaa galangan tersebut terutama sebagai penyedia komponen. Supplier atau pemasok komponen merupakan salah satu bagian penting dari proses produksi sebuah kapal, terutama kapal penangkap ikan. Dari industri penunjang tersebut galangan dapat menentukan pilihan produk-produk komponen kapal yang akan digunakan untuk pembangunan kapal. Juga dapat mempercepat proses pembangunan kapal tepat sesuai pada waktunya. Peranan industri penunjang komponen kapal ini dapat berupa industri manufaktur langsung yang membuat produk komponen kapal, maupun agen dari suatu industri di luar negeri yang memasarkan produknya. Agen komponen ini dapat menawarkan produk impor beserta layanan perawatan berkesinambungan untuk produk yang telah dipasarkan. Sedangkan industri manufaktur komponen kapal membuat langsung produk yang diinginkan dan
12
memasarkannya langsung kepada calon pembeli untuk dapat langsung melakukan aktivitas jual-beli. Untuk melihat besar kecilnya suatu industri penunjang dapat ditentukan dari penggolongan industri menurut Badan Pusat Statistik. Mereka menggunakan jumlah pekerja dalam suatu badan usaha sebagai kriteria untuk mengklasifikasikan ukuran suatu industri. Penggolongan industri menurut Badan Pusat Statistik tersebut adalah sebagai berikut: 1. Industri Besar: Industri yang mempekerjakan 100 orang pekerja atau lebih 2. Industri Menengah: Industri yang mempekerjakan 20 sampai 99 orang pekerja 3. Industri Kecil: Industri yang mempekerjakan 5 sampai 19 orang pekerja 4. Industri Rumah Tangga: Industri yang mempekerjakan 1 sampai 4 orang pekerja II.1.5. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu kawasan perikanan yang berfungsi sebagai tempat berlabuhnya kapal perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, tempat pengumpulan data tangkapan, tempat pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat nelayan, dan tempat untuk memperlancar operasional kapal perikanan (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2005) Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, klasifikasi besar/kecilnya skala usaha pelabuhan perikanan dibedakan menjadi empat tipe pelabuhan, yaitu: 1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Pelabuhan perikanan yang diperuntukkan bagi kapal perikanan yang dioperasikan di perairan samudera yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan jarak jauh sampai ke perairan laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), dan laut lepas. 2. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhan perikanan yang diperuntukkan bagi kapal ikan yang beroperasi di perairan Nusantara yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan jarak sedang sampai ke perairan ZEEI dan laut teritorial. 3. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pelabuhan perikanan yang diperuntukkan bagi kapal ikan yang beroperasi di perairan pantai/pedalaman, perairan kepulauan, dan laut territorial. 4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Diperuntukkan bagi kapal perikanan yang beroperasi di perairan pedalaman untuk sekedar mendaratkan ikan lalu kembali melaut.
13
II.2. Ruang Muat Kapal Ikan
Gambar II. 3. Ruang Muat Kapal Penangkap Ikan
Kapal ikan dalam pengertian penangkapan untuk usaha perikanan cukup banyak jenisnya. Ada kapal penangkap ikan (fishing vessel/catcher), kapal pengangkut ikan (fish carrier) yang khusus mengangkut hasil kumpulan tangkapan ikan seperti pada Gambar II.3, kapal pengangkut muatan umum (general cargo liner) yang juga mempunyai palka khusus untuk hasil perikanan, dan kapal pabrik ikan (fish factory ship). Kapal pengangkut ikan biasanya digunakan untuk mengumpulkan muatan dan angkutan hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan (catcher). Kapal pabrik yang besar bergerak sampai beberapa bulan di samudera menjalankan tugasnya sebagai tempat pengolahan ikan sampai bentuk olahan yang siap untuk dikonsumsi. Selain itu, kapal pabrik juga bertugas untuk memanfaatkan hasil sampingan dan limbah sisa olahan ikan yang sebagian berasal dari bahan mentah menjadi bahan tepung ikan. (Ilyas, 1993) Ruang muat dalam kapal merupakan hal yang paling penting dalam bisnis perkapalan karena disitulah sumber pendapatan sebuah kapal pengangkut ditentukan. Ruang muat menampung benda-benda yang akan diantar dari satu tempat ke tempat lain. Dari situlah biaya pengangkutan akan dibebankan kepada penyewa kapal dan pihak pemilik kapal yang akan mendapat keuntungannya. Kapal ikan dibangun untuk melakukan penangkapan ikan di tengah laut. Hasil tangkapan yang telah diangkat dari jaring lantas dimasukkan ke dalam ruang muat untuk kemudian diangkut menuju ke pelabuhan. Jarak antara lokasi penangkapan ikan dengan pelabuhan ikan yang cukup jauh mengharuskan nelayan mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Hal ini dilakukan agar ikan yang baru saja ditangkap dari laut tetap dalam keadaan segar sampai di Pelabuhan Perikanan. Ikan dalam kondisi segar memiliki harga yang tinggi saat dijual di tempat pelelangan ikan. Tentunya hal ini akan memberikan keuntungan untuk para nelayan dan pemilik kapal.
14
II.2.1. Tipe Pendinginan Ruang Muat Berdasarkan karakteristik kapal ikan untuk beberapa sampel daerah di Pulau Jawa, maka pendingin ruang muat kapal penangkap ikan yang berukuran >30 GT dapat digolongkan ke dalam tiga jenis: 1. Pendinginan dengan Balok Es 2. Pendinginan dengan Condensing Unit 3. Pendinginan dengan Es Curah Masing-masing tipe tersebut memiliki karakteristiknya masing-masing sesuai dengan tempat digunakan dan kapasitas ruang muat yang ada. Berikut adalah penjelasan dari masingmasing tipe pendinginan ruang muat: Pendinginan dengan Balok Es
Gambar II. 4. Balok Es (Sumber: Bayu, 2016)
Balok es yang dimaksud adalah hasil pembekuan air berbentuk balok berukuran kurang lebih 800 x 350 x 350 milimeter yang dilakukan di pelabuhan perikanan untuk keperluan pembekuan ikan tangkap dari kapal perikanan. Balok es dijual kepada nelayan untuk pasokan bahan pendingin selama durasi pelayaran tertentu. Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan Balok Es untuk pendinginan palka ikan: Kelebihan: 1. Harga yang terjangkau oleh nelayan 2. Bentuknya yang praktis mempermudah dalam penggunaan karena hanya tinggal dipecahkan dengan palu lalu dimasukkan ke ruang muat bersama ikan hasil tangkapan 3. Mudah didapatkan apabila stoknya habis Kekurangan: 1. Mudah mencair saat terjadi kesalahan dalam penyimpanan
15
2. Apabila ruang muat kapal ikan belum penuh dengan hasil tangkapan namun es batunya sudah habis, maka pelayaran harus segera dihentikan untuk mencegah ikannya membusuk 3. Membutuhkan ruang khusus dalam lambung kapal untuk menyimpan stok Pendinginan dengan Condensing Unit
Gambar II. 5. Condensing Unit
Pendinginan jenis ini mengadaptasi sistem pendinginan pada penyimpanan beku di darat. Terdapat evaporator yang melakukan pertukaran udara dingin di dalam ruangan pendingin dan condensing unit yang terdiri dari pipa kapiler dan kondensor untuk melakukan pembuangan panas keluar dari sistem pendingin. Refrigeran yang berperan sebagai obat pendingin, yaitu pembawa suhu panas dari ruangan pendingin, dipompa ke dalam sistem pendingin oleh kompresor. Hal ini dimaksudkan agar siklus pendinginan berjalan lancar dan dapat terjadi pertukaran udara panas dan dingin dari dalam cold storage ke lingkungan. Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan Condensing Unit untuk pendinginan palka ikan: Kelebihan: 1. Dapat mendinginkan hasil tangkapan ikan sampai 4 bulan 2. Memperpanjang durasi pelayaran guna mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak 3. Lebih efektif dari segi penyimpanan, karena dalam ruang muat hanya terdapat ikan saja yang disusun dalam rak khusus Kekurangan: 1. Memakan biaya perawatan yang lebih tinggi dari es batu 2. Saat terjadi kebocoran pipa pendingin, refrigeran yang ada didalamnya akan cepat habis dan harus dilakukan reparasi di galangan 3. Dibutuhkan proses defrosting untuk membersihkan pipa evaporator dari bunga es setelah pemakaian
16
Pendinginan dengan Es Curah
Gambar II. 6. Ice Scaler (Sumber: www.gea-rsa.com)
Pendinginan palka kapal ikan dengan metode ini membutuhkan alat khusus yang diletakkan di dalam kapal untuk membuat es curah. Alat pembuat es ini biasa disebut ice scaler pada Gambar II.6. Alat ini memanfaatkan air laut agar dapat diproses menjadi es beku kering dengan bentuk serpihan yang memiliki suhu antara -10o s/d -15o celcius. Es curah yang telah selesai dibuat dengan ice scaler dapat dituang ke dalam ruang muat kapal, lalu ikan diletakkan diatasnya, kemudian ikan-ikan tersebut dapat ditimbun lagi dengan es curah agar kristal es dapat masuk ke dalam tubuh ikan untuk pengawetan. Kelebihan: 1. Memudahkan nelayan untuk pengawetan ikan di tengah laut tanpa membawa es batu 2. Tidak khawatir kehabisan stok balok es saat sedang menangkap ikan di tengah laut karena dapat membuat lagi 3. Menggunakan air laut yang melimpah untuk mengawetkan ikan Kekurangan: 1. Investasi alat ice scaler yang cenderung mahal 2. Konsumsi sumber daya listrik yang besar 3. Sulitnya suku cadang untuk perawatan alat ketika terjadi kerusakan Penggunaan berbagai macam pendingin diatas juga menyesuaikan dengan ukuran kapal ikan yang digunakan, karena apabila kapal yang berukuran <50GT dipasangi pendingin condensing unit akan membebani kapal itu sendiri dari segi berat kapal dan biaya operasionalnya. Hal tersebut akan berimbas pada penurunan keuntungan yang didapatkan. Sama halnya dengan kapal ikan besar berukuran >50GT, jika hanya menggunakan balok es sebagai alat pendingin tidak akan efektif untuk mendinginkan hasil tangkapan yang terlampau banyak. Terlebih lagi durasi pelayaran kapal tersebut yang mencapai 4 bulan. Hal
17
tersebut hanya akan mempercepat proses pencairan es batu dan membuat pendinginan hasil tangkapan menjadi tidak efektif lagi. II.2.2. Penyimpanan Beku diatas Kapal Kapal berukuran agak besar (>60GT) yang mengolah ikan dan mendinginkannya untuk kemudian dibekukan, maka desain, tata letak, dan konstruksi peralatannya haruslah memenuhi persyaratan seperti pengolahan di darat termasuk juga persyaratan higieniknya. Menurut Ilyas (1993) dalam subbab Petunjuk Praktek untuk Ikan Beku adalah sebagai berikut: 1. Palka ikan harus didesain agar penanganan dan pembekuan ikan terlaksana cepat dan efisien, sedangkan konstruksi tidak boleh menyebabkan kerusakan dan pencemaran terhadap hasil tangkapan 2. Palka atau tangki ikan yang memuat ikan sebelum pengolahan dan pembekuan harus diinsulasi dengan material yang baik. Setiap pipa, rantai, atau pipa penyalur yang melewati palka sebisa mungkin ditanam dibawah palka atau dibungkus dengan insulasi. 3. Palka atau tangki ikan yang terbuat dari kayu harus diberi lapisan penutup dari material yang baik dan tepat. Lapisan dalam dilindungi dengan lapisan penutup yang terbuat dari lembaran logam tahan karat atau dengan material lainnya yang senilai dan mempunyai sambungan kedap air. 4. Pada semua kapal yang menggunakan air laut yang direfrigerasi bagi pendinginan atau sistem air garam yang direfrigerasi untuk membekukan ikan, maka semua tangka, alat pertukaran panas, pompa, dan pipa penghubung haruslah dibuat dari atau dilindungi dengan material yang baik dan tahan karat. Desainnya harus sedemikian rupa agar peralatan itu mudah dibersihkan dan didisinfeksi. 5. Tangka-tangki alat refrigerasi harus diinsulasi dengan meminimumkan kebocoran panas lingkungan sekitarnya. 6. Gudang beku maupun ruang muat kapal ikan harus cukup kapasitasnya bagi jumlah produksi yang diinginkan dan harus dikonstruksi sedemikian rupa guna melindungi ikan beku terhadap fluktuasi suhu, dehidrasi, dan kerusakan fisik.
II.3. Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah produksi atau pengusahaan dan pemeliharaan tingkat suhu dari suatu bahan atau ruangan pada tingkat yang lebih rendah dari pada suhu lingkungan atau atmosfir sekitarnya dengan cara penarikan atau penyerapan panas dari bahan atau ruangan tersebut. Refrigrasi dapat dikatakan juga sebagai sebagai proses pemindahan panas dari suatu bahan atau ruangan ke bahan atau ruangan lainnya (Ilyas, 1993), sedangkan menurut Hartanto (1986)
18
pendinginan atau refrigerasi adalah suatu proses penyerapan panas pada suatu benda dimana proses ini terjadi karena proses penguapan bahan pendingin/refrigeran. Selanjutnya menurut Arismunandar dan Saito (1998) refrigerasi adalah usaha untuk mempertahankan suhu rendah yaitu suatu proses mendinginkan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan terhadap kondisi udara dari suatu ruangan tertentu, faktor suhu dan temperatur sangat berperan dalam memelihara dan mempertahankan nilai kesegaran ikan. Provinsi Jawa Timur memiliki potensi perikanan yang tersebar di banyak lokasi pesisir Pantai Utara. Banyak dari penduduk sekitar pantai di kawasan Jawa Timur yang mendedikasikan pemukimannya sebagai pemukiman nelayan dan menjadi pusat pelelangan ikan. Setiap kepala keluarga yang tinggal di pinggir laut biasanya menjadi seorang nelayan. Hal ini sudah menjadi tradisi sejak tahun 1980-an. Tak heran jika kemampuan mereka dalam mengolah hasil laut tergolong tinggi dan ikan hasil tangkapan mereka berharga mahal di tempat pelelangan ikan. Untuk menunjang proses penangkapan ikan tersebut, tak jarang nelayan melakukan pelayaran sampai ke tengah laut. Jarak dari pelabuhan ke tempat penangkapan ikan tergolong sangat jauh dan memakan waktu berhari-hari untuk satu kali pelayaran. Maka dari itu nelayan memasang alat pendingin berupa cold storage di dalam ruang muat kapal mereka guna mencegah penurunan kualitas ikan hasil tangkapan. Jadi ikan-ikan yang baru saja ditangkap dari laut langsung disusun di dalam ruang muat yang sudah dilengkapi oleh sistem pendingin. II.3.1. Kecepatan Pembekuan
Gambar II. 7. Proses Pembekuan Cairan Tubuh Ikan (Sumber: Afrianto dan Liviawaty, 1989)
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) yang dijelaskan dalam Gambar II.7., proses pembekuan ikan terjadi dalam tiga tahap, yaitu: 1. Tahap I suhu ikan menurun dengan cepat sampai 0o C yaitu titik beku air
19
2. Tahap II suhu ikan turun dengan perlahan-lahan untuk merubah air menjadi kristalkristal es. 3. Tahap III sering disebut periode Thermal Arrest Time, yaitu suhu kembali turun dengan cepat ketika kira-kira 55% air telah menjadi es. Pada tahap ini sebagian besar atau hampir seluruh air di dalam tubuh ikan sudah membeku. Dalam proses pembekuan, yang dimaksud dengan kecepatan pembekuan adalah kecepatan penetrasi ice front ke dalam tubuh ikan. Semakin cepat ice front bergerak secara merata ke dalam tubuh ikan, makin besar pula kecepatan pembekuan. Proses pembekuan dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pembekuan Cepat (quick freezing), yaitu proses pembekuan dimana waktu untuk mencapai titik pengkristalan kandungan air dalam tubuh ikan kurang dari 2 jam. 2. Pembekuan Lambat (slow freezing), yaitu proses pembekuan dimana waktu untuk mencapai titik pengkristalan kandungan air dalam tubuh ikan lebih dari 2 jam. Proses pembekuan cepat dianggap lebih menguntungkan secara ekonomis karena hanya membutuhkan waktu relatif singkat untuk berada dalam lemari pendingin (freezer) sehingga dapat digunakan kembali. Suhu untuk kedua jenis pembekuan juga tidak sama, hal ini berpengaruh pada proses pelambatan pembusukan yang lebih cepat tercapai pada proses pembekuan cepat sehingga bakteri tidak mempunyai banyak kesempatan untuk berkembang (Afrianto & Liviawaty, 1989, p. 41). II.3.2. Pengawetan Ikan Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan karena dapat mempengaruhi mutu. Baik buruknya penanganan ikan segar akan mempengaruhi mutu ikan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan mentah untuk proses pengolahan lebih lanjut. (Afrianto & Liviawaty, 1989, p. 24) Dengan kandungan air yang cukup banyak dalam tubuh ikan merupakan media yang paling cocok untuk pertumbuhan bakteri dalam hasil tangkapan. Hal ini membuat ikan menjadi lebih cepat mengalami proses pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan nelayan karena semakin banyak ikan yang mengalami pembusukan, semakin banyak pula ikan yang tidak bisa dimanfaatkan dan harus dibuang. Jadi diperlukan suatu perlakuan khusus diatas kapal sejak ikan baru ditangkap di laut sampai diangkut menuju ke pelabuhan perikanan. Proses pendinginan ikan maupun pembekuan ikan mempunyai prinsip yang sama, yaitu mengurangi aktivitas mikroba dalam tubuh ikan untuk kemudian menghentikan penyebab pembusukan. Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan ikan terletak pada suhu yang
20
dicapai saat proses berlangsung. Pendinginan ikan akan berakhir saat suhu ruang pendingin untuk ikan menunjukan 0° C. sedangkan untuk proses pembekuan ikan, suhu yang dicapai di akhir proses dapat mencapai -42° C (Afrianto & Liviawaty, 1989) Tinggi rendahnya suhu pendinginan yang dapat dicapai sangat berpengaruh terhadap daya pengawetan dan daya penyimpanan ikan seperti tercantum dalam tabel berikut ini: Tabel II. 1. Hubungan Suhu Pendingin dengan Ketahanan Pengawetan
Suhu Pendinginan (oC)
Ketahanan Pengawetan (Hari)
16
1–2
11
3
5
5
0
14 - 15 (Sumber: Afrianto dan Liviawaty, 1989)
Berdasarkan data pada Tabel II.1, semakin rendah suhu pendinginan maka durasi pengawetan muatan ikan akan semakin panjang. Hal inilah yang mendasari pentingnya sebuah ruangan pada palka kapal perikanan dengan mesin pendingin agar mampu mengatur suhu ruangan pendingin tetap pada suhu rendah. II.3.3. Alat-alat Pembeku Ikan Alat pendingin yang digunakan dalam proses pembekuan ikan disebut freezer. Pada prinsipnya, alat ini akan menyerap panas dalam tubuh ikan yang akan dibekukan dan memindahkannya ke tempat lain dengan perantara obat pendingin (refrigeran). Afrianto dan Liviawaty (1989) dalam bukunya yang berjudul “Pengawetan dan Pengolahan Ikan” membagi alat pembeku ikan berdasarkan cara kerjanya menjadi empat golongan, yaitu: 1. Sharp Freezer Sharp Freezer adalah alat pembeku yang menggunakan aliran udara dingin sebagai obat pendingin. Alat ini mempunyai sejumlah rak pendingin yang tersusun secara horizontal. Ikan yang akan dibekukan disusun secara teratur pada rak-rak tersebut dan udara dingin akan segera dialirkan untuk membekukan ikan-ikan tersebut. Sharp freezer akan membekukan ikan secara lambat dan suhu yang dapat dicapai sekitar -25oC. Untuk mempercepat proses pembekuan, biasanya dipasang sebuah kipas angin agar aliran udara dingin dapat disebarkan secara merata ke seluruh tempat penyimpanan ikan.
21
2. Multi Plate Freezer Alat pembeku ikan ini memanfaatkan susunan pelat logam (aluminium) sebagai pendingin. Pelat-pelat ini didinginkan dengan cara menguapkan refrigeran yang ada didalamnya lalu mendinginkan ikan melalui kontak langsung dengan pelat tersebut. Alat pembeku ini umunya membutuhkan waktu 3 – 5 jam untuk membekukan ikan, tergantung jenis ikan dan ketebalan daging ikan.
Gambar II. 9. Vertival Plate Freezer
Gambar II. 8. Horizontal Plate Freezer
(Sumber: Johnston, 1977)
(Sumber: Johnston, 1977)
3. Air Blast Freezer Bahan pendingin yang digunakan pada air blast freezer adalah udara dingin yang disemprotkan langsung ke produk yang ingin dibekukan. Udara yang digunakan diatur sedemikian rupa agar bersirkulasi pada produk dengan suhu sampai -30oC dengan kecepatan 1,5 – 6 m/s. Udara dingin yang dialirkan dengan cepat ini menipiskan lapisan film dan meningkatkan koefisien perpindahan panas permukaan produk, dalam hal ini adalah ikan segar. Produk yang kemudian akan didinginkan dapat diletakkan dalam ruangan tertutup kemudian dihembuskan udara dingin, dapat juga dengan cara diletakkan pada conveyor belt melalui ruangan yang diinsulasi.
Gambar II. 10. Air Blast Freezer (Sumber: Johnston 1977)
Dalam penggunaannya, air blast freezer relative ekonomis dan fleksibel karena produk dengan berbagai bentuk dan ukuran dapat dibekukan. Unit operasinya memiliki nilai investasi yang kecil namun berkapasitas tinggi. Kekurangannya adalah dapat terjadi bunga es pada kumparannya karena kelembaban yang dibawa oleh udara pendingin, sehingga dibutuhkan defrosting untuk menghilangkan bunga es tersebut.
22
4. Brine Freezer
Gambar II. 11. Brine Freezer (Sumber: www.imsinc.co)
Berbeda dengan alat pembeku yang lainnya, brine freezer membekukan produknya dengan cara merendam langsung ke dalam air garam bersuhu rendah. Hanya ikan tertentu saja yang menggunakan alat pembeku jenis ini seperti Salmon. Umumnya alat pembeku jenis ini dipakai untuk membekukan produk laut yang berkulit lebih keras, seperti kepiting dan udang. Penanganan pertama yang dilakukan saat akan memproses tangkapan ini adalah dengan merendam salmon maupun udang yang baru ditangkap ke dalam refrigerated seawater untuk menghilangkan panas dari tubuhnya. Lalu memasukkan produk tadi ke dalam brine freezer untuk proses pembekuan.
II.4. Komponen Utama Sistem Refrigerasi Kapal Ikan Sistem pendingin pada ruang muat kapal ikan memiliki komponen utama yang sama dengan komponen sistem pendingin pada alat refrigerasi lainnya, yaitu: kompresor; kondensor; katup ekspansi; evaporator, dan insulasi. Semua komponen tersebut merupakan komponen standar yang harus dimiliki sebuah sistem refrigerasi agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik yaitu menurunkan suhu dan mengawetkan produk di dalamnya. Untuk komponen lainnya dapat ditambahkan sesuai kebutuhan dimana sistem refrigerasi tersebut diaplikasikan. Beberapa komponen pendukung refrigerasi juga ditambahkan pada sistem untuk meningkatkan performa dan efisiensi. Namun dengan adanya komponen utama ini, suatu sistem pendingin sudah dapat bekerja sebagaimana mestinya.
23
II.4.1. Kompresor
Gambar II. 12. Kompresor
Kompresor dalam sistem pendingin merupakan bagian yang penting seperti jantung pada tubuh manusia. Kompresor berfungsi untuk menghisap dan menekan bahan pendingin (refrigerant) yang kemudian memompanya ke dalam sistem agar dapat bersirkulasi. Pada sistem refrigerasi kompresi, kompresor bekerja membuat perbedaan tekanan, sehingga refrigeran dapat mengalir dari satu bagian ke bagian lainnya (Ilyas, 1993). Fungsi utama kompresor adalah sebagai berikut: 1. Menurunkan tekanan refrigeran di dalam evaporator, sehingga refrigeran cair yang berada di dalam evaporator dapat mendidih dan menguap pada suhu yang rendah dan menyerap panas lebih banyak dari ruangan yang ada di dekat evaporator. Hal ini yang membuat kalor yang ada pada ikan dalam ruang pendingin menjadi terserap. 2. Menghisap gas refrigeran dari dalam evaporator dengan suhu rendah dan tekanan rendah. Lalu memampatkan gas refrigeran tersebut sehingga menjadi gas yang mempunyai tekanan dan suhu tinggi, kemudian mengalirkan refrigeran ke kondenser, sehingga gas tersebut dapat memberikan panasnya kepada media condenser dan akan terjadi proses pengembunan kalor (kondensasi). Penggunaannya dalam sistem pendingin, terdapat berbagai jenis kompresor yang dibagi berdasarkan cara kerjanya dalam mengatur pergerakan refrigeran di dalam sistem pendingin. Ada 3 macam jenis kompresor: 1. Kompresor Torak (Reciprocating) 2. Kompresor Rotasi (Rotary) 3. Kompresor Sentrifugal (Centrifugal) Kompresor dibagi berdasarkan konstruksi unitnya: 1. Kompresor Hermetik 2. Kompresor Semihermetik 3. Kompresor Open Type
24
II.4.2. Kondensor
Gambar II. 13. Water-Cooled Kondensor (Sumber: Dorin, 2016)
Kondenser pada Gambar II.3. adalah alat untuk membuat kondensasi refrigeran gas dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Refrigeran di dalam kondensor dapat mengeluarkan kalor yang diserap dari evaporator dan panas yang ditambahkan oleh kompresor. Kondensor ditempatkan antara kompresor dan alat ekspansi, jadi pada sisi tekanan tinggi dari sistem. Kondensor ditempatkan di luar ruangan yang sedang didinginkan, agar dapat membuang panasnya ke luar kepada media pendinginnya. Pemilihan jenis dan ukuran kondensor untuk suatu sistem, terutama didasarkan pada yang paling ekonomis, seperti: harga dari kondensor, jumlah energi yang diperlukan, dan media pendingin yang akan dipakai untuk mendinginkan kondensor (air atau udara). Selain itu tempat ruangan yang diperlukan oleh kondensor juga harus diperhitungkan. Kondensor berfungsi untuk membuang kalor keluar ruangan dari media yang sedang didinginkan, dan mengubah fase refrigeran dari gas menjadi cair (Ilyas, 2993). Ada dua metoda mengalirkan udara pada jenis ini, yaitu konveksi alamiah (natural convection) dan konveksi paksa dengan bantuan kipas. Konveksi secara alamiah mempunyai laju aliran udara yang melewati kondensor sangatlah rendah, karena hanya mengandalkan kecepatan angin yang terjadi pada saat itu. Oleh karena itu kondensor jenis ini hanya cocok untuk unit-unit yang kecil seperti kulkas, dan freezer untuk keperluan rumah tangga. Kondensor berpendingin udara yang menggunakan bantuan kipas dalam mensirkulasikan media pendinginannya dikenal sebagai kondensor berpendingin udara konveksi paksa. II.4.3. Alat Ekspansi Alat ekspansi (meterieng device) dalam sistem pendingin meripakan suatu tahanan yang terletak diantara sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah, yaitu diantara filter drier dan evaporator. Alat ekspansi ini berfungsi untuk menurunkan tekanan dan mengatur jumlah aliran refrigeran cair yang mengalir sesuai dengan kebutuhan evaporator. Alat ekspansi harus
25
memberikan kapasitas yang maksimum kepada evaporator namun tidak boleh membuat beban lebih kepada evaporator. Alat ekspansi bekerja berdasarkan: perubahan tekanan; perubahan suhu; perubahan volume refrigerant; atau gabungan dari perubahan tekanan, suhu, dan volume refrigeran (Ilyas, 2993). Karena kompresor harus mempunyai daya hisap yang cukup besar untuk menghisap refrigeran dari evaporator, refrigeran yang dihisap harus lebih besar jumlahnya daripada yang dialirkan keluar dari alat ekspansi. Hal ini dilakukan agar tekanan yang rendah atau vakum di dalam evaporator dapat dipertahankan, sehingga refrigeran di evaporator dapat menguap pada suhu yang rendah. Berikut ini adalah contoh alat ekspansi yang biasa digunakan dalam sistem pendingin: 1. Pipa Kapiler (Capillary Tube)
Gambar II. 14. Pipa Kapiler
Pipa kapiler merupakan komponen pendingin yang terbuat dari pipa tembaga dengan diameter dalam yang sangat kecil. Panjang dan lubang pipa kapiler dapat mengontrol jumlah refrigeran yang mengalir ke evaporator. Selain itu, pipa kapiler juga berfungsi untuk menurunkan tekanan refrigeran yang menuju ke evaporator. Penanganan untuk bagian ini harus dilakukan dengan hati-hati karena jika terjadi pembengkokan dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran pipa kapiler tersebut. Penggunaan pipa kapiler haruslah disesuaikan dengan diameter dan panjang pipa sebelumnya. Beberapa sistem pendingin ada yang menggunakan 2 sampai 3 pida kapiler yang dihubungkan secara parallel dari filter drier ke evaporator. Karena adanya tahanan dan gesekan yang sangat besar dari pipa kapiler, maka pada saat keluar dari pipa kapiler menuju ke evaporator, refrigeran telah berubah menjadi cairan dengan suhu rendah dan tekanan rendah. Berbeda dengan pipa tembaga yang diukur diameter luarnya (outside diameter/ OD), pipa kapiler mempunyai banyak jenis berdasarkan ukurannya. Bagian yang diukur adalah diameter dalam (inside diameter/ ID). II.2. berikut ini menampilkan klasifikasi diameter dan panjang pipa kapiler yang disarankan untuk berbagai kapasitas kompresor dan penggunaan refrigerant tertentu: 26
Tabel II. 2. Ukuran Pipa Kapiler
(Sumber: Bahtiar, 2016)
2. Katup Ekspansi Otomatis (Automatic Expansion Valve)
Gambar II. 15. Konstruksi Automatic Expansion Valve (Sumber: Bahtiar, 2016)
Alat ekspansi yang berupa katup ini dapat mempertahankan tekanan yang tetap pada beban evaporator yang berubah-ubah. Contohnya tekanan pegas telah disetel untuk mempertahankan tekanan evaporator pada 10 psig1. Jika hanya sedikit refrigeran yang menguap di evaporator, tekanan di dalam evaporator akan turun karena terus dihisap oleh kompresor. Jarum akan bergerak kearah membukanya lubang saluran refrigeran, sehingga refrigeran cair akan lebih banyak mengalir ke dalam evaporator untuk kemudian menguap. Tekanan evaporator akan bertambah sampai 10 psig2 dan membuat membran dalam keadaan seimbang lagi dengan tekanan dari pegas. Apabila tekanan evaporator naik sampai lebih dari 10 psig, maka membran akan mendapat tekanan ke atas, sehingga jarum bergerak ke atas menutup lubang saluran refrigerant ke evaporator.
1 2
pounds per square inch gauge ibid.
27
Refrigeran yang menguap berkurang dan membuat tekanan di evaporator menurun, sehingga terjadi kesimbangan lagi pada membran.
Gambar II. 16. Penempatan Automatic Expansion Valve (sumber: Bahtiar, 2016)
Skema pada Gambar II.6 menunjukkan penempatan katup ekspansi di dalam sistem refrigerasi, sementara perbedaan warna menunjukkan tingkat tekanan refrigeran yang sedang melewati pipa tersebut. 3. Katup Ekspansi Termostat (Thermostatic Expansion Valve)
Gambar II. 17. Penampang Melintang Thermostatic Expansion Valve (Sumber: Bahtiar, 2016)
Keran ekspansi thermostatis adalah suatu alat yang secara otomatis mengukur jumlah aliran refrigeran cair yang masuk ke evaporator, dengan mempertahankan gas panas lanjut pada akhir evaporator seperti yang telah direncanakan. Karena tekanan di evaporator yang rendah, maka sebagian refrigeran cair yang masuk melalui keran ekspansi masuk ke dalam evaporator fasenya berubah dari cair menjadi gas dingin. Keran ekspansi thermostatis sampai saat ini merupakan alat ekspansi yang terbanyak 28
dipakai untuk sistem refrigerasi dan Air Conditioner. Kapasitas keran ekspansi harus tepat, keran ekspansi dengan kapasitas yang terlalu besar dapat menyebabkan kontrol yang tidak menentu. Kapasitas yang terlalu kecil dapat menjadikan kapasitas dari sistem berkurang. Perbedaannya dengan keran ekspansi otomatis dari luar yaitu keran ekspansi thermostatis mempunyai sebuah thermal bulb yang dihubungkan dengan pipa kapiler dengan keran tersebut.
Gambar II. 18. Penempatan Thermostatic Expansion Valve (Sumber: Bahtiar, 2016)
Alat ekspansi jenis ini diletakkan pada tempat yang sama seperti penempatan automatic expansion valve seperti pada Gambar II.18. Jadi satu sistem pendingin hanya dapat mengunakan satu jenis katup ekspansi dalam satu posisi, contohnya pada pipa sebelum memasuki evaporator. II.4.4. Evaporator Evaporator atau bisa juga disebut freezing unit atau cooling unit adalah alat untuk menyerap panas (kalor) dari udara atau benda-benda di dalam ruangan yang didinginkan. Kalor yang diserap kemudian dibawa oleh refrigeran dari evaporator menuju ke condenser. Kalor tersebut kemudian dibuang melalui kondenser ke luar ruangan yang didinginkan. Kompresor bertugas menghisap refrigeran yang ada di dalam evaporator, sehingga tekanan di dalam evaporator menjadi rendah. Evaporator memiliki fungsi kebalikan dari kondenser, yaitu mengambil panas dari disekitarnya sehingga hanya menyisakan hawa dingin di dalam ruangan (Ilyas, 2993).
29
Evaporator ditempatkan di dalam ruangan yang sedang didinginkan, tepatnya diantara alat ekspansi dan kompresor, jadi pada sisi tekanan rendah dari sistem. Evaporator terbuat dari berbagai macam logam, tergantung dari refrigeran yang dipakai dan pemakaian dari evaporator itu sendiri. Logam yang banyak dipakai adalah kuningan, besi, baja, aluminium, dan tembaga. Berikut ini adalah beberapa jenis Evaporator berdasarkan bentuknya: 1. Bare Tube
Gambar II. 19. Bare Tube Evaporator (Sumber: Bahtiar, 2016)
Bare tube evaporator terbuat dari pipa baja atau pipa tembaga. Penggunaan pipa baja biasanya untuk evaporator berkapasitas besar yang menggunakan refrigeran berupa ammonia. Pipa tembaga biasa digunakan untuk evaporator berkapasitas rendah dengan refrigeran selain ammonia. 2. Plate Surface
Gambar II. 20. Plate Tube Evaporator (Sumber: Global Sources, 2016)
Plate surface evaporator atau evaporator permukaan plat, dirancang sedemikian rupa. Beberapa diantaranya dibuat dengan menggunakan dua plat tipis yang dipress dan dilas sehingga membentuk alur untuk mengalirkan refrigerant. Cara lainnya adalah, menggunakan pipa yang dipasang diantara dua plat tipis kemudian dipress dan dilas.
30
3. Finned Tube
Gambar II. 21. Finned Tube Evaporator (Sumber: Bahtiar, 2016)
Finned tube evaporator adalah bare-tube evaporator tetapi dilengkapi dengan sirip-sirip yang terbuat dari plat tipis alumunium yang dipasang disepanjang pipa untuk menambah luas permukaan perpindahan panas. Sirip-sirip aluminium ini berfungsi sebagai permukaan transfer panas sekunder. Sistem pendingin pada cold storage banyak menggunakan jenis evaporator ini. II.4.5. Bahan Pendingin (Refrigerant)
Gambar II. 22. Refrigeran R-22 (Sumber: Refrigerant Manufacturer, 2016)
Dalam pengertian refrigerasi, Refrigeran adalah bahan zat alir yang menyerap panas dari produk atau ruangan yang direfrigerasi lalu memindahkan dan membuang panas itu keluar dari sistem refrigerasi (Ilyas, 1993, p. 87) Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan suatu proses pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Atau dapat juga dikatakan sebagai proses pengambilan panas dari ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu di raungan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah daripada suhu di luar ruangan. (Afrianto & Liviawaty, 1989, p. 27) Guna menunjang pemindahan panas ini, dibutuhkan suatu media pemindah panas yang lebih dikenal sebagai obat pendingin atau refrigeran. Suatu media dapat digunakan sebagai obat pendingin, apabila memiliki sifat-sifat tertentu yang menguntungkan dan tidak menimbulkan bahaya. Sifat-sifat tersebut adalah:
31
1. Bersifat non-korosif terhadap logam 2. Memiliki titik didih dan titik penguapan yang rendah 3. Tidak berbahaya, tidak merusak aroma khas ikan, tidak mengubah warna maupun bentuk ikan, harga murah, dan mudah diperoleh Menurut Ilyas (1993), dari sejumlah refrigeran yang terdapat di pasaran terdapat dua jenis yang sering digunakan dalam bidang penangkapan ikan, yaitu: 1. Freon Refrigeran tipe ini sangat banyak digunakan dan terkenal dengan sebutan fluorinated hydrocarbons yang merupakan suatu komponen yang sebagian besar terdiri dari senyawa ethan dan methan. Untuk penggunaan yang paling banyak di industri perikanan Indonesia adalah R-22, karena memiliki sifat sebagai berikut: a. Tidak beracun dan tidak mudah terbakar b. Dalam bentuk gas maupun cair mempunyai warna bening c. Uapnya lebih berat dari udara dan berbau chloroform d. Pada temperatur biasa merupakan zat cair e. Tidak berpengaruh terhadap kelembaban 2. Ammonia (NH3) Refrigeran tipe ini juga banyak digunakan dalam bidang perikanan karena memiliki sifat yang menguntungkan dan mudah diperoleh di pasaran. Adapun sifatsifat dari zat Amonia adalah sebagai berikut: a. Mempunyai daya larut yang tinggi dalam air b. Tidak bereaksi dengan sebagian besar logam, tetapi jika dicampur dengan air dapat bereaksi terhadap tembaga atau kuningan c. Apabila terjadi kebocoran didalam sistem pendingin akan langsung terdeteksi, karena mempunyai bau yang tajam d. Dapat menimbulkan ledakan bila kadarnya di udara mencapai 16% II.4.6. Insulasi Instalasi pendingin baik di dalam ruang palka kapan ikan maupun dalam cold storage untuk penyimpanan ikan dalam industri makanan adalah komponen yang penting dan tak terpisahkan dari perhitungan investasi sebuah ruang pendingin. Karena proporsi biaya untuk insulasi ini termasuk besar dan menghabiskan paling banyak nominal dari total biaya. Komponen inilah yang akan mempertahankan suhu rendah yang telah diatur oleh peralatan
32
pendingin. Insulasi akan menghambat panas dari luar ruangan untuk masuk ke dalam ruang pendingin dan menjaga produk di dalamnya tetap dalam suhu yang diinginkan (Ilyas, 2993). Bahan dan ketebalan dari insulasi sebuah pendingin juga penting dari segi konsumsi energi. Bahan insulasi haruslah memenuhi kriteria sebagai penahan suhu dingin, yaitu: 1. Mampu menahan bau dari luar 2. Mencegah pembusukan produk 3. Tidak dapat ditembus oleh kutu dan binatang kecil lainnya 4. Tahan api 5. dan tidak dapat ditembus uap air Thermal Conductivity merupakan kata kunci penting dalam memahami material insulasi pendingin, bisa juga disebut konduktivitas thermal atau daya hantar suhu. Semakin rendah nilai konduktivitas thermal suatu bahan, maka semakin baik pula bahan tersebut untuk dijadikan insulasi ruangan pendingin karena daya hantar suhu yang sangat rendah membuat udara dingin akan tetap di dalam ruangan dan udara panas akan tetap berada di luar ruangan. Untuk meningkatkan efisiensi bahan dan biaya dalam memilih insulasi untuk cold store, konduktivitas thermal suatu bahan tidak boleh melebihi 0.15 kcal/m hoC. Konduktivitas thermal untuk bahan lain yang biasa digunakan sebagai insulasi ruang pendingin dapat dilihat pada tabel dari “FAO Fisheries Technical Paper 340” hlm. 69 berikut ini: Tabel II. 3. Ketebalan dan Konduktivitas Thermal Bahan Insulasi
Insulation Glass Wood Fiberglass Polystyrene Styrofoam FR Polyurethane
Calculated Thermal Conductivity (kcal/m hoC) 1.050 0.144 0.050 0.033 0.030 0.025
Thickness (mm) 220 200 170
(Sumber: Johnston, 1994)
Berdasarkan Tabel II.3. dapat dilihat bahwa Polyurethane merupakan yang paling layak untuk dijadikan bahan insulasi karena konduktivitas thermal-nya yang rendah sangat bagus untuk dijadikan bahan insulasi ruangan pendingin. Juga karena ketebalan 170 mm sudah dapat menghalau suhu dari luar pendingin sama seperti Polystyrene dan Styrofoam. Sementara untuk bahan kaca, kayu, dan fiberglass tidak cocok sebagai bahan insulasi cold storage karena tingginya biaya dan rendahnya konduktivitas thermal yang dimiliki.
33
Gambar II. 23. Bahan Penyusun Dinding Ruang Penyimpanan Ikan.
Gambar II.23. memperlihatkan urutan bahan yang menyusun lapisan dinding ruang penyimpanan ikan. Dinding yang dimaksud adalah seluruh bagian yang menyelubungi ruang penyimpanan ikan untuk proses pengawetan selama pelayaran. Ruang muat kapal ikan yang berbentuk kurva mengikuti bentuk lambung kapal dibuat dengan cara di-cor langsung saat pembuatan kapal, sementara ruang penyimpanan ikan di deck kapal yang berbentuk seperti ruangan pada umumnya diselubungi dengan menggunakan panel-panel insulasi yang dibuat di tempat lain.
II.5. Komponen Pendukung Sistem Refrigerasi Kapal IKan Selain komponen utama dalam sistem pendingin, terdapat komponen pendukung yang berperan sebagai penunjang sistem kerja alat pendingin dalam menjalankan siklus. Alat-alat ini tidak harus ada dalam sistem pendingin namun jika dipasang akan dapat menunjang kinerja sistem pendingin dan memperpanjang umur mesin. II.5.1. Filter Drier
Gambar II. 24. Filter Drier
Filter Drier berfungsi untuk menyaring refrigeran yang datang dari condenser agar kotoran berupa potongan timah, lumpur, dan karat yang terbawa bersama refrigeran dapat tersaring dan tidak ikut masuk ke dalam pipa kapiler, karena hal tersebut dapat membuat buntu pipa kapiler maupun katup ekspansi nantinya. Saringan harus menyaring semua kotoran di dalam sistem, tetapi tidak boleh menyebabkan penurunan tekanan (pressure drop)
34
atau membuat sistem menjadi buntu. Apabila terjadi kerusakan pada kompresor atau motornya terbakar, maka filter drier ini harus diganti dengan unit yang baru. II.5.2. Akumulator
Gambar II. 25. Akumulator (Sumber: Bahtiar, 2016)
Akumuator adalah komponen pendukung yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara untuk refrigeran yang berasal dari evaporator (berbentuk cair) agar tidak mengalir ke dalam kompresor. Hal ini dilakukan agar refrigeran yang masuk ke dalam kompresor nantinya hanya yang berbentuk gas. Tidak semua sistem pendingin menggunakan akumulator, biasanya fungsi akumulator disatukan dengan evaporator yaitu pada pipa yang terakhir pada bagian teratas dari evaporator. Hal ini akan menyebabkan cairan selalu berada di bagian bawah evaporator dan hanya gas yang mengalir masuk ke kompresor. II.5.3. Liquid Receiver
Gambar II. 26. Liquid Receiver (Sumber: Bahtiar, 2016)
Liquid receiver berfungsi untuk menyimpan refrigeran yang berasal dari kompresor (berbentuk gas) supaya fase refrigeran keluaran kondensor seluruhnya telah menjadi fase cair.
35
II.5.4. Saluran Hisap Saluran hisap merupakan bagian teratas dari evaporator dan terletak di akhir pipa pada evaporator. Fungsinya adalah menghubungkan evaporator dengan kompresor untuk mengalirkan bahan pendingin berbentuk gas dengan suhu (T) dan tekanan (P) rendah. Hanya refrigeran yang berwujud gas saja yang diperkenankan memasuki saluran hisap kemudian kembali ke kompresor. II.5.5. Vibration Eliminator / Shock Absorber
Gambar II. 27. Shock Absorber (Sumber: Bahtiar, 2016)
Kompresor menghasilkan getaran yang sangat tinggi ketika sistem pendingin sedang dioperasikan, sehingga akan menimbulkan getaran juga pada komponen lainnya. Shock absorber berfungsi untuk meredam getaran pada bagian kompresor. Pemasangan shock absorber ini diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya kebocoran pada sistem, pipa retak, dan pipa pecah akibat getaran. II.5.6. Strainer
Gambar II. 28. Strainer (Sumber: Bahtiar, 2016)
Strainer memiliki fungsi yang sama dengan filter drier, yaitu untuk menyaring kotoran yang terdapat dalam sistem dan mengeringkan uap air yang terkandung dalam refrigeran. Komponen pendukung ini dipasang antara kondensor dan pipa kapiler. Strainer biasanya digunakan dalam sistem yang berskala lebih kecil seperti AC, kulkas, dan freezer kecil.
36
II.5.7. Sight Glasses
Gambar II. 29. Sight Glasses (Sumber: Bahtiar, 2016)
Sight glasses ditempatkan setelah filter drier. Komponen ini berfungsi untuk melihat apakah refrigeran yang melewatinya benar-benar cair atau berbentuk uap dan melihat cukup tidaknya refrigeran yang mengalir dalam sistem. Indikator warna menunjukan kandungan uap air yang masih terdapat di dalamnya. Warna biru menunjukkan tidak terdapat uap air di dalam sight glasses, sementara warna merah menunjukan menunjukan bahwa terdapat banyak uap air di dalam komponen ini. II.5.8. Solenoid Valve
Gambar II. 30. Solenoid Valve (Sumber: Bahtiar, 2016)
Solenoid Valve (SV) adalah komponen pendukung sistem pendingin yang berbentuk katup dan berfungsi hanya jika ada arus listrik yang masuk ke dalam kumparan atau coil. Komponen ini bekerja hanya membuka dan menutup saja. Dalam sistem refrigerasi, biasanya solenoid valve ini digunakan untuk membuat pump down atau pengumpulan refrigeran di saluran liquid line. Proses pump down ini diterapkan dan dimanfaatkan agar daya awal atau beban awal kompresor ketika akan dinyalakan kembali tidak terlalu berat. Proses pump down ini juga sangat membantu untuk proses perbaikan pada pipa yang terdapat masalah dikarenakan refrigeran yang terkumpul di liquid line (dalam condensing unit), sehingga permasalahan yang terdapat dalam perpipaan dapat diperbaiki tanpa membuang refrigeran yang masih bisa digunakan dalam sistem.
37
II.5.9. Defrost Heater
Gambar II. 31. Defrost Heater (Sumber: Bahtiar, 2016)
Defrost heater berfungsi sebagai pemanas bunga es pada evaporator. Bunga es yang sudah menumpuk di evaporator akan mengurangi efek pendinginan dalam cold storage, alat ini yang kemudian akan mencairkan bunga es yang sudah menumpuk di evaporator, sehingga defrost heater ini sangat membantu untuk mengembalikan efek pendinginan yang baik dan evaporator dapat bekerja kembali. Alat ini dipasang pada sistem pendingin yang menghasilkan bunga es seperti pada ruangan pendingin kapal ikan. II.5.10. High & Low Pressurestat (HLP)
Gambar II. 32. High & Low Pressurestat (HLP) dan High Pressurestat (HP) (Sumber: Bahtiar, 2016)
Pressurestat ini berfungsi untuk menjaga cold storage dari tekanan yang berlebihan, sehingga ketika sistem pendingin bertekanan terlalu tinggi atau terlalu rendah maka akan memutuskan kontaknya menuju kompresor. Pengaman tekanan ini dipasang di saluran vapor line dan liquid line.
II.6. Konsep dan Dasar Ekonomi Teknik Kegiatan ekonomi dilakukan oleh dua belah pihak untuk mendapatkan keuntungan dan manfaat dengan adanya perbedaan waktu, tempat, fisik, atau kepemilikan terhadap objek yang diperjualbelikan. Orang atau kelompok yang melakukan kegiatan transaksi ekonomi disebut pelaku ekonomi, sementara kegiatan yang mereka lakukan disebut dengan transaksi ekonomi.
38
Kegiatan atau transaksi ekonomi akan terjadi sekurang-kurangnya bila ada dua pihak, yaitu pihak penyedia barang/jasa dan pihak pemakainya. Praktek teknik melibatkan banyak pilihan diantara desain-desain alternatif prosedur, rencana, dan metode. Karena cara bertindak alternatif melibatkan jumlah investasi yang berbeda, biaya operasi, dan pendapatan yang berbeda pula. Akan selalu ada pertanyaan “apakah menguntungkan?” dalam setiap rencana yang akan dilakukan (Grant, 1987). Dalam ilmu ekonomi, nilai ekonomis suatu objek sangat tergantung dari hokum kebutuhan dan ketersediaan (supply and demand). Dimana jika supply banyak sementara demand kecil, maka harga produk akan menurun. Sebaliknya apabila supply sedikit dan demand banyak, maka harga produk akan meningkat. Setiap pelaku ekonomi perlu memahami dan mengetahui kondisi supplydemand tersebut secara baik dan memanfaatkan situasi sebagai peluang dalam mendapatkan keuntungan yang optimal.
Gambar II. 33. Grafik Permintaan (Sumber: Ramadani, 2016)
Grafik pada Gambar II.33. dapat dilihat bahwa harga dari suatu produk (P) ditentukan oleh keseimbangan antara tingkat produksi pada harga tertentu, yaitu penawaran (S) dan tingkat keinginan dari orang-orang yang memiliki kekuatan membeli pada harga tertentu (D). Grafik pada gambar tersebut memperlihatkan adanya peningkatan permintaan dari D1 ke D2 seiring dengan peningkatan harga dan kuantitas (Q) produk yang terjual.
Gambar II. 34. Kegiatan Ekonomi pada Pandangan Sistem Produksi (Sumber: Pratama, 2014)
39
Nilai ekonomis dari suatu sistem produksi didapatkan dari input yang dalam hal ini adalah faktor-faktor produksi yang didapatkan perusahaan tersebut. Jika input yang dihasilkan tidak sesuai dengan target, hal yang harus dilakukan adalah memperbaiki nilai ekonomis dengan melakukan proses konversi sehingga didapatkan output berupa produk yang sesuai dengan target yang telah ditentukan. Kegiatan ekonomi pada sebuah perusahaan adalah keuntungan usaha yang diperoleh pada siklus kegiatan dan transaksi usaha. Siklus kegiatan usaha dapat dilihat pada Gambar II.35. berikut ini:
Gambar II. 35. Siklus Ekonomi Berdasarkan Sifat Perputaran Uang (Sumber: Pratama, 2014)
Corporate atau perusahaan adalah sebuah simbol formal dari sekelompok orang yang menjalankan kegiatan usaha. Capital atau modal diperlukan oleh perusahaan untuk penanaman investasi pada setiap unit aktivitas usaha dan alat-alat penunjang termasuk fasilitas produksi. Cash Out dihasilkan setelah melewati proses dan fakor produksi dengan hasil produk. Produk yang dijual akan menghasilkan Cash In pada unit produksi. Siklus ini dijalankan secara simultan, dimana pada tiap awal kegiatan ekonomi kemungkinan cash in < cash out, namun seiring berjalannya waktu kondisinya akan berbalik sehingga dihasilkan selisih positif dan menghasilkan profit. Profit inilah yang dikembalikan pada perusahaan secara periodic dalam bentuk ROI (Return of Investment). Pada tahap berikutnya, ROI dipakai oleh perusahaan untuk mengembalikan modal dalam bentuk ROC (Return of Capital). Apabila ROI > ROC, maka perusahaan akan memperoleh profit atau keuntungan. Namun apabila ROI < ROC, perusahaan akan merugi. Oleh karena itu, kondisi finansial perusahaan perlu dijaga dengan ROI yang lebih besar dibandingkan dengan ROC. Macam-macam usaha yang dapat dilakukan perusahaan agar ROI yang didapat lebih besar daripada ROC, antara lain:
40
1. Memperbaiki ROI-Meningkatkan produktivitas fasilitas produksi dan penambahan investasi baru (revitalisasi, rekapitulasi, reinvestasi, konversi, dan sebagainya) agar mendapat ROI gabungan yang bertambah baik 2. Investasi baru dapat dilakukan dalam rangka: intensifikasi, diversifikasi, membuka usaha baru, dan sebagainya 3. Menutup perusahaan (likuidasi) jika perbaikan usaha tidak memungkinkan lagi
II.7. Peramalan (Forecasting) Menurut Baroto (2002), peramalan adalah kegiatan memperkirakan tingkat permintaan produk yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Menurut Sumayang (2003), peramalan atau forecasting dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Pengukuran kualitatif diputuskan berdasarkan pendapat (judgement) dari orang yang melakukan peramalan, sedangkan pengukuran kuantitatif menggunakan metode statistik. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam peramalan terdapat istilah prakiraan dan prediksi. Prakiraan didefinisikan sebagai proses peramalan suatu kejadian (variable) di masa yang akan datang dengan berdasarkan data variabel yang berkaitan pada masa sebelumnya. Sedangkan prediksi adalah proses peramalan suatu variabel di masa yang akan datang dengan lebih mendasarkan pada pertimbangan subjektif dari data kejadian pada masa sebelumnya. II.7.1. Pola Data Melakukan peramalan diawali dari memahami pola data yang telah tersedia untuk kemudian dilakukan metode peramalan sesuai dengan karakteristik data yang ada. Pola-pola tersebut memberikan interpretasi yang berbeda terhadap suatu kejadian. Dari pola tersebut dapat ditentukan metode peramalan mana yang paling cocok untuk dilakukan. Berikut adalah pola data yang sering muncul: a. Pola Tren
Gambar II. 36. Grafik Permintaan Berdasarkan Pola Tren (Sumber: Hendro, 2016)
41
Pola tren adalah suatu pola yang menunjukkan adanya kenaikan atau bahkan penurunan atas data permintaan untuk jangka waktu tertentu seperti pada Gambar II.36. Pola ini sesuai apabila diterapkan dalam metode peramalan regresi linear dan exponential smoothing (Baroto, 2002). Model time series memprediksi urutan data dengan asumsi bahwa masa depan adalah fungsi waktu dari masa lalu. Model ini melihat pada apa yang terjadi selama periode waktu dan menggunakan seri data masa lalu untuk membuat ramalan berdasarkan pola yang telah terbentuk. Dalam metode ini, terdapat beberapa komponen permintaan yang dapat diketahui, yaitu: 1. Tren (trend) 2. Rata-rata (average level) 3. Musiman (seasonal) 4. Fluktuasi (cycle) 5. Eratik (random) 6. Kesalahan/deviasi (error) b. Pola Musiman
Gambar II. 37. Grafik Komponen Permintaan Berdasarkan Pola Musiman (Sumber: Priyana, 2016)
Pola musiman adalah suatu pola yang menunjukan perubahan dan pergerakan angka pada data permintaan yang membentuk suatu kejadian yang musiman. Hal ini menyebabkan grafik data terlihat berulang dalam interval perulangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Pada pola ini, akan terlihat fluktuasi permintaan dalam satu interval waktu tersebut. Metode peramalan yang sesuai dengan pola ini adalah moving average dan weighted moving average (Baroto, 2002)
42
c. Pola Siklikal
Gambar II. 38. Grafik Komponen Permintaan Berdasarkan Pola Siklik (Sumber: Dinten, 2016)
Pola siklik (cycle) menunjukan fluktuasi permintaan secara jangka panjang akan membentuk pola sinusoidal atau gelombang. Pola yang terlihat mirip dengan pola musiman, bedanya hanya pada pola musiman yang mempunyai bentuk kurva permintaan terhadap waktu yang variatif dan waktu yang secara umum berulang setiap tahun. Metode peramalan yang sesuai dengan pola ini adalah metode moving average dan exponential smoothing. (Baroto, 2002) II.7.2. Metode Peramalan Terdapat dua metode dalam pengukuran kuantitatif, yaitu metode deret berkala (time series) dan metode kausal. Metode deret waktu adalah metode yang digunakan untuk menganalisa serangkaian data berdasarkan fungsi waktu yang berurutan. Sedangkan metode kausal (causal explanatory model) mengasumsikan bahwa faktor yang diperkirakan menunjukan adanya hubungan sebab akibat dengan satu atau beberapa variabel bebas (independency), misalnya permintaan akan pembangunan kapal penangkap ikan berhubungan dengan jumlah produktivitas perikanan. Menentukan metode peramalan yang sesuai dengan kondisi sebenarnya tidak bisa langsung memakai salah satu dari sekian banyak metode yang ada, melainkan harus melalui pertimbangan-pertimbangan yang sesuai untuk dapat menghasilkan prakiraan yang mendekati kebenaran. Sumayang (2003) membagi metode peramalan kedalam tiga klasifikasi: a. Metode Kualitatif Metode ini digunakan apabila hanya terdapat sedikit data historis. Pada umumnya digunakan dalam meramal perkenalan produk dan jasa baru. Caranya adalah dengan menganalisa situasi pasar atau dengan pendekatan sistematik.
43
Pengolahan data kuesioner diperlukan untuk melihat kondisi pasar dalam bentuk asumsi. b. Metode Kuantitatif Deret Berkala (Time Series) Metode ini dilakukan dengan cara membuat analisa data berdasarkan urutan waktu yang selanjutnya akan didapatkan nilai peramalan untuk satuan waktu berikutnya sesuai pola data dan trend. Hasil peramalan yang telah dilakukan dapat diproyeksikan ke dalam peramalan permintaan atau demand untuk waktu yang akan datang. Rumus dasar metode ini adalah:
Y(t) = (a+bt) [f(t)] + t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.1) Keterangan: Y(t)
= demand selama periode t
a
= average level
b
= trend
f(t)
= seasonal
c. Metode Kuantitatif Kausal (Explanatory) Kita dapat menggunakan metode ini apabila terdapat data historis dan data yang berkaitan dengan faktor ekonomi dengan pola kecenderungan musiman dan fluktuasi. Sehingga dapat dibuat ramalan demand untuk masa mendatang. Faktor ekonomi yang dibutuhkan adalah: Persediaan (inventories) Pendapatan (disposable income) Pembangunan fasilitas baru Biaya hidup (cost of living) Rumah tangga baru (new marriage) Metode peramalan tersebut dapat dibagi lagi menjadi beberapa metode. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar II.39. berikut ini:
44
PERAMALAN (FORECASTING)
METODE KUALITATIF (JUDGEMENT)
METODE KUANTITATIF (TIME SERIES)
1. Metode Delphi 2. Metode Nominal Group 3. Market Survey 4. Historical Analysis 5. Analogy and Lifecycle
METODE KUANTITATIF KAUSAL (EXPLANATORY)
1. Simple Moving Average 2. Weighted Moving Average 3. Exponential Smoothing 4. Advanced Time Series 5. Mathematics Model 6. Bob-Jenkins Method
Gambar II. 39. Skema Pembagian Metode Peramalan (Sumber: Aji, 2010)
Exponential memiliki dua jenis pembagian yaitu Single Exponential Smoothing dan Double Exponential Smoothing. Untuk data yang telah terpola dan konstan dapat menggunakan metode Single Exponential Smoothing, sementara untuk data yang memiliki tren tertentu dapat menggunakan metode Double Exponential Smoothing. Karakteristik penyesuaian dikontrol dengan menggunakan faktor smoothing (0 ≤ μ ≤ 1). Nilai μ yang digunakan adalah interval 0.1 – 0.9, sedangkan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut ini (Sumayang, 2003):
At = μ Dt (1- μAt-1) . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . (2.2) Keterangan: At-1
= angka rata-rata lama
μ
= faktor smoothing
Dt
= demand terbaru
Apabila dalam suatu perhitungan data tidak terdapat beban suatu permintaan (Dt = 0), maka dapat dilakukan pendekatan besar (demand) berdasarkan besar demand sebelumnya. Rumus pendekatan yang dapat digunakan adalah:
At + 1 = At + (
𝑫𝒕 𝑵
+
𝑭𝟏 𝑵
) . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . (2.3)
Keterangan: At + 1
= angka rata-rata untuk periode berikutnya
At
= angka rata-rata terbaru
Dt
= demand terbaru
N
= jumlah periode
45
II.7.3. Harga Error Dalam perhitungan peramalan, akan ada harga error yang menunjukan seberapa akurat perhitungan yang telah dilakukan. Besar-kecilnya harga error tergantung dari besar kecilnya faktor smoothing yang dipilih. Selain itu juga akan terjadi absolute deviation (nilai error yang dijumlahkan agar tanda negative menjadi positif). Tujuan dari peramalan dengan metode ini adalah mencari nilai μ. Sehingga didapatkan error dan absolute deviation sekecil mungkin. Menurut Sumayang (2003), tujuan didapatkannya harga error adalah: Mengetahui ada tidaknya data yang tidak sesuai dan harus diperhitungkan dalam peramalan, apabila mungkin dihilangkan Menyiapkan safety stock agar saat proses produksi tidak terjadi kekurangan persediaan Mengetahui kapan peramalan tidak lagi mengikuti permintaan yang sesungguhnya, sehingga perlu diadakan pengaturan dan peramalan lagi Pemeriksaan error atau kesalahan dalam perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan rumusan sebagai berikut: a. Mean Absolute Deviation (MAD) MAD dihitung dari nilai absolute error setiap periode dan merupakan nilai ratarata dari jumlah periode. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝟏
MAD = 𝒏 ∑𝒏𝒕=𝟏 |𝑬𝒕| . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . (2.4) Keterangan: Et
= Error = Dt – Ft
Dt
= Demand tahun ke-t
Ft
= Ramalan pada periode ke-t
n
= Jumlah periode yang digunakan
b. Mean Square of Error (MSE) MSE merupakan nilai total rata-rata error yang dipangkatkan 2 sehingga nilai error menjadi positif, namun nilai error tidak akan berpengaruh. Formula yang dipakai adalah: 𝟏
MSE = 𝒏 ∑𝒏𝒕=𝟏 𝑬𝒕𝟐 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.5) Nilai akar dari MSE disebut dengan standar deviasi (E = √𝑀𝑆𝐸 )
46
c. Mean Absolute Percentage Error (MAPE) Merupakan rata-rata dari keseluruhan persentase kesalahan (selisih) antara data aktual dengan data hasil peramalan. Ukuran akurasi dicocokkan dengan data time series dan ditunjukkan dalam persentase
MAPE
...........
(2.6)
II.8. Penentuan Lokasi Industri Industri yang akan direncanakan memerlukan lahan yang berada di lokasi strategis. Hal ini bertujuan untuk memperlancar kegiatan bisnis yang akan dilakukan kedepannya. Menurut Rahmawaty (2016), pemilihan lokasi pabrik baru maupun perluasan/ekspansi dimaksudkan untuk memperoleh lokasi yang mampu memberikan unit cost dari proses produksi dan distribusi yang rendah atau mampu memberikan efisiensi yang maksimum. Terdapat enam metode yang dipakai untuk penentuan lokasi pabrik, penjabarannya dapat dilihat pada Tabel II.4. berikut ini: Tabel II. 4. Metode Penentuan Lokasi Industri
No.
Metode
1
Beban Skor (AHP)
Penjelasan Metode penentuan pabrik secara kualitatif. Metode ini sangat mudah digunakan tetapi penilaiannya sangat subjektif, sehingga jarang digunakan.
2
Perbandingan Biaya
Metode ini dilakukan dengan membandingkan total biaya masing-masing alternatif lokasi. Besaran yang digunakan dalam perhitungan adalah Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Variabel (Variable Cost)
3
Break Even Point (BEP)
BEP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisa alternatif pemilihan lokasi pabrik yang optimum. BEP sendiri adalah titik dimana Total Pendapatan = Total Biaya
4
Transportasi
Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama ke tempat-tempat yang membutuhkan secara optimal
5
Load Distance
Metode load distance adalah metode yang mempertimbangkan beban pekerja (load) serta jarak (distance). Lokasi yang dipilih adalah tempat yang meminimumkan jumlah perkalian antara load dan distance.
47
No.
Metode
Penjelasan
6
Centre of Gravity
Dalam metode center of gravity, akan dicari koordinat X dan Y dari lokasi pabrik/perusahaan yang direncanakan dengan menggunakan rata-rata hitung. Koordinat X sebesar rata-rata tertimbang dari koordinat X semua titik. Timbangan menggunakan load atau beban kerja masing-masing tempat pabrik/perusahaan. (Sumber: Rahmawaty, 2016)
Sementara itu menurut Djojodipuro (1992), metode yang paling umum digunakan adalah Beban Skor. Pertimbangan yang harus dilakukan dalam menentukan lokasi industri adalah kondisi lahan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan bahan baku, pemasaran, rencana tata ruang dalam lokasi yang dipilih, modal, dan kecukupan infrastruktur. Berikut adalah penjelasan lengkapnya: II.8.1. Kondisi Lahan Faktor pertimbangan kondisi lahan dalam penentuan lokasi untuk industri pendingin ruang muat kapal ikan terdiri dari aspek penggunaaan lahan dan kemampuan lahan. 1. Penggunaan Lahan Lahan yang terdapat di lokasi manapun yang dipilih akan memberikan pengaruh terhadap industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan. Penggunaan lahan oleh masyarakat dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: kawasan perumahan, kawasan industri, dan kawasan pelabuhan. Penggunaan lahan seperti ini akan menjadi pertimbangan dalam memilih lokasi untuk mendirikan industri. Mengingat ketiganya memiliki karakteristik masing-masing apabila dijadikan tempat beraktivitas dan akan berdampak pada kelancaran pergerakan material beserta keuntungan yang didapatkan di masa mendatang. 2. Kemampuan Lahan Kemampuan lahan dinilai berdasarkan sudut kemiringan lahan yang ada. Dari nilai tersebut, kemampuan lahan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: kelas rendah dengan kemiringan > 15%, kelas menengah dengan kemiringan 5% - 15%, dan kelas tinggi dengan kemiringan 0% - 5%. II.8.2. Ketersediaan Bahan Baku Dalam merencanakan sebuah industri, tidak bisa lepas dari kebutuhan akan bahan baku. Bahan baku inilah yang akan menjadi salah satu hal utama yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merencanakan lokasi industri adalah kualitas bahan baku yang tersedia, kuantitas bahan baku yang tersedia, 48
kontinuitas bahan baku, serta jarak yang dibutuhkan bahan baku tersebut untuk sampai ke lokasi industri. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan berikut ini: 1. Kualitas Bahan Baku Kualitas bahan yang baik akan mempermudah proses produksi dan pemasangan dalam instalasi hasil akhir produk nantinya, karena perusahaan tidak perlu lagi memikirkan pengolahan dan pengendalian kualitas terhadap bahan baku yang baru dibeli untuk proses produksi. 2. Kuantitas Bahan Baku Jumlah bahan baku yang tersedia untuk satu kali siklus produksi mempengaruhi seberapa besar perusahaan harus memproduksi barang industri. Hal tersebut jelas akan mempengaruhi supply produk akhir yang akan beredar di pasaran nantinya. 3. Kontinuitas Bahan Baku Ketersediaan bahan baku untuk produksi komponen cold storage kapal ikan akan sulit diprediksi apabila tidak dipertimbangkan dengan baik, seperti komponen polyurethane untuk membuat insulasi ruang pendingin dan pelat baja untuk membuat komponen pedingin seperti evaporator. Kontinuitas bahan baku sangat dibutuhkan untuk tetap membuat aktivitas produksi tetap berjalan. 4. Jarak Bahan Baku Bahan baku yang dibeli oleh perusahaan untuk menghasilkan barang jadi didapatkan dari tempat lain yang memiliki jarak dari lokasi industri. Hal ini menjadi pertimbangan dalam merencanakan industri, karena ongkos kirim beserta transportasi untuk mendatangkan bahan baku tersebut ke lokasi industri merupakan pengeluaran yang mempunyai pengaruh besar. Semakin dekat bahan baku tersebut dari lokasi industri komponen cold storage, maka biaya kirim akan bisa ditekan. II.8.3. Ketersediaan Tenaga Kerja Industri yang direncanakan membutuhkan tenaga kerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dalam aspek manajerial dan produksi. Perencanaannya mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja, dalam hal ini adalah seberapa banyak jumlah angkatan kerja yang secara resmi terdaftar sebagai pengangguran atau sedang mencari pekerjaan. Selain secara kuantitas, hal lain yang harus diperhatikan adalah kualitas tenaga kerja, kemampuannya, tingkat pendidikannya, serta keterampilan yang menjadi kebutuhan industri tersebut. Tenaga kerja sendiri dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu tenaga kerja kasar, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja manajerial.
49
Faktor lain dari tenaga kerja yang telah tersedia dalam suatu lokasi industri adalah tingkat upah tenaga kerja. Sebagai contoh adalah industri besar skala Internasional banyak mendirikan cabang di negara berkembang karena upah minimum regional yang lebih rendah dibandingkan di negara asalnya. Contoh lainnya adalah mendirikan industri di DKI Jakarta akan membutuhkan nominal minimum upah tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan di provinsi lainnya. II.8.4. Kecukupan Infrastruktur Keberadaan infrastruktur dapat mendukung industri komponen cold storage di Indonesia. Infrastruktur penunjang pada penelitian ini adalah air bersih, listrik, telepon, dan jalan raya. 1. Kecukupan Air Bersih Air bersih diperlukan selain untuk sanitasi tenaga kerja di dalam industri komponen cold storage, juga untuk proses pembuatan insulasi ruang pendingin palka kapal ikan 2. Kecukupan Listrik Operasinal industri membutuhkan kecukupan suplai listrik untuk dapat menggunakan peralatan industri, mesin industri, dan penerangan. 3. Kecukupan Jaringan Telepon Jaringan telepon digunakan untuk komunikasi jarak jauh, seperti dengan supplier bahan baku maupun dengan client. 4. Kecukupan Akses Jalan Raya Akses jalan raya yang baik akan memperlancar proses pemindahan bahan baku ke lokasi industri dan produk akhir ke lokasi client. II.8.5. Rencana Tata Ruang Terkait Rencana tata ruang dalam suatu lokasi yang akan dijadikan lokasi industri perlu dipertimbangkan untuk memperlancar kegiatan bisnis yang akan dilakukan nantinya. Dengan megetahui rencana tata ruang tersebut kita dapat mengetahui langkah apa yang harus kita lakukan untuk mengembangkan bisnis ke arah yang lebih luas. Dari rencana tersebut juga kita dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti sengketa lahan dan mencegah perusahaan kita agar tidak berbenturan dengan peraturan daerah yang melarang adanya industri di lokasi tersebut. II.8.6. Pemasaran Kemudahan dalam pemasaran produk dari lokasi yang akan ditempati adalah hal yang utama. Besaran permintaan pasar sesuai dengan jarak dari calon pembeli ke lokasi industri.
50
Calon pembeli komponen cold storage ini adalah galangan kapal ikan dan industri pengolahan ikan di pelabuhan perikanan. Selain itu, pesaing usaha yang mempunyai bisnis yang mirip atau sama dengan perusahaan ini juga menjadi faktor yang berpengaruh dalam pemasaran produk industri. II.8.7. Modal Aspek terpenting dari seluruh perencanaan lokasi industri ini adalah modal. Modal yang dimaksud adalah harga tanah yang akan dijadikan lokasi industri untuk setiap meter persegi. Hal ini perlu dipertimbangkan karena apabila luas tanah yang dibutuhkan cukup besar sementara harga permeter perseginya tergolong mahal, biaya awal untuk mendirikan industrinya akan menjadi terlalu tinggi. Investor akan berfikir dua kali untuk melakukan investasi terhadap bisnis ini.
II.9. Perencanaan Industri Perencanaan merupakan proses dimana manajemen merumuskan suatu tujuan dan menyusun langkah-langkah untuk dapat mencapainya. Perencanaan menitikberatkan pada pemilihan tentang apa saja yang harus dilakukan, kapan dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan oleh siapa kegiatan akan dilakukan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Perencanaan industri dilakukan untuk menentukan tujuan dari didirikannya sebuah organisasi bisnis dan menyusun rencana serta strategi untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Setelah lokasi yang akan didirikan industri telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan industri dan menyusun rencana mengenai apa saja yang akan dilakukan selama menjalankan kegiatan perindustrian. II.9.1 Kapasitas Produksi Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang dapat dihasilkan sebuah perusahaan dalam periode waktu tertentu (Yamit, 2003). Kapasitas produksi memiliki keterkaitan yang erat dengan peralatan, sumberdaya manusia, dan waktu. Hal ini dikarenakan proses produksi suatu barang dibutuhkan suatu sinergi antara unsur peralatan yang digunakan, sumber daya manusia, dan penjadwalan kegiatan. Selain itu kapasitas produksi berhubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menentukan jumlah produk yang dapat dihasilkan. Kapasitas produksi yang tinggi berpengaruh pada peningkatan biaya tetap yang dikeluarkan. Selain itu jika pemanfaatannya sedikit, maka biaya produksi akan menjadi mahal. Karena itu, penentuan kapasitas produksi dalam merencanakan suatu industri harus direncanakan dengan matang dengan melakukan observasi dan penelitian terlebih dahulu. Pengukuran kapasitas produksi dapat dilakukan berdasarkan output maupun input yang diinginkan tergantung jenis industri maupun kegiatan yang akan dilakukan. Contohnya pabrik
51
gula pasir yang mengukur kapasitas produksi berdasarkan output. Sementara lembaga pendidikan mengukur kapasitas berdasarkan input yang ditunjukan oleh daya tampung. Dasar untuk menentukan rencana kapasitas produksi adalah skala ekonomi, contoh yang memiliki biaya per unit paling rendah dan focus facility yaitu fasilitas yang tersedia diusahakan agar dapat menghasilkan beberapa macam produk sekaligus. Misalnya satu pabrik memproduksi komponen produk yang mirip. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan kapasitas produksi: 1. Jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi 2. Kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa mendatang 3. Tersedianya kapasitas mesin-mesin yang dibatasi oleh kapasitas teknis maupun ekonomis 4. Batasan permintaan yang telah diketahui dalam perhitungan market share II.9.2. Biaya Produksi Sebuah industri dapat berdiri dengan adanya perencanaan yang matang. Salah satu aspek perencanaan dalam mendirikan sebuah industri adalah menghitung biaya produksi. Dari biaya itulah dapat diketahui barang-barang dan jasa-jasa dari mana sajakah suatu industri akan didirikan. Semua komponen tersebut akan memakan biaya yang nantinya digunakan untuk memulai sebuah kegiatan bisnis. Untuk menjaga agar bisnis tersebut tetap berjalan untuk kurun waktu yang lama, dilakukan penghitungan biaya pengeluaran. Pengeluaran awal untuk perencanaan sebuah industri dibagi kedalam dua jenis (Yamit, 2003), yaitu: 1. Biaya (cost) Nominal pertama yang dikeluarkan saat pertama kali mendirikan industri disebut dengan biaya. Nominal ini adalah semua pengorbanan yang dibutuhkan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang diukur dengan nilai uang. Pengorbanan yang dimaksud adalah kegiatan awal seperti membeli tanah, mengurus perizinan mendirikan bangunan, biaya pembangunan workshop, dan pembelian peralatan industri. 2. Pengeluaran (expense) Pengeluaran merujuk pada sejumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan suatu hasil yang diharapkan. Dalam hal ini untuk tetap membuat biaya yang telah dikeluarkan di awal menjadi tetap bergerak untuk menghasilkan keuntungan. II.9.3. Penjadwalan Produksi Penjadwalan adalah kegiatan perencanaan dalam proses produksi berupa pengalokasian sumber daya baik mesin, peralatan, maupun tenaga kerja untuk menjalankan sekumpulan tugas
52
sesuai prosesnya dalam jangka waktu tertentu. Tujuan dari penjadwalan menurut (Kusuma, 2001) adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktivitas mesin dengan cara mengurangi waktu mesin menganggur 2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi dengan cara mengurangi jumlah rata-rata pekerjaan yang menunggu dalam antrian suatu mesin 3. Meminimalisir keterlambatan suatu pekerjaan 4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas produksi II.9.4. Harga Pokok Produksi Penentuan harga pokok produksi adalah cara untuk memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Menurut Kusuma (2001), terdapat dua pendekatan dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, yaitu: 1. Full Costing Full
Costing
merupakan
metode
penentuan
harga
pokok
produksi
yang
memperhitungkan unsur-unsur keseluruhan ke dalam haga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur tersebut, turut dimasukkan biaya ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead baik secara variabel maupun tetap. 2. Variable Costing Variable Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead secara variabel. II.9.5. Perancangan Alur Material dan Tata Letak Pabrik Tata letak pabrik direncanakan untuk mempermudah aliran material dari bahan mentah hingga menjadi produk akhir. Penanganan material dirancang menggunakan metode yang tepat dan menyediakan sejumlah material yang tepat pada tempat yang tepat, waktu yang tepat, dalam urutan yang tepat, posisi yang tepat, dan ongkos yang tepat (Tompkins, 2010). Material handling tidak memberikan nilai tambah pada produk, namun biaya produksi dibutuhkan untuk material handling. Pada perusahaan tertentu, material handling menggunakan 25% pekerja, 55% lahan industri, dan 87% waktu produksi. Manajemen jualitas juga tidak kalah penting selama proses produksi, dimana 3-5% barang produksi biasanya rusak dikarenakan material handling yang buruk (Tompkins, 2010). Maka dari itu perlu dilakukan
53
perancangan tata letak pabrik dengan seksama untuk meningkatkan efisiensi material handling dalam aktivitas industri. Tujuan utama pelaksanaan perencanaan sistem pemindahan material adalah mengurangi ongkos produksi. Secara khusus ditujukan untuk: 1. Meningkatkan kapasitas produksi 2. Memperbaiki kondisi kerja 3. Memperbaiki pelayanan pada palanggan 4. Meningkatkan pemanfaatan ruang dan peralatan 5. Mengurangi ongkos yang tidak perlu Perancangan tata letak industri harus memperhatikan proses yang terjadi di dalam keseluruhan fasilitas tersebut. Untuk itu, salah satu hal yang perlu diperhatikan adlaah pola aliran material dalam proses tersebut. Ada beberapa pola aliran material yang umum digunakan, yaitu: 1. Pola Aliran Garis Lurus (Straight Line)
Gambar II. 40. Pola Straight Line (Sumber: Elita, 2016)
Pola aliran material pada Gambar II.40. umumnya digunakan untuk proses produksi yang pendek dan relatif sederhana. Produk yang dibuat hanya terdiri dari beberapa komponen. Proses produksi dengan aliran material seperti ini harus sudah distandarisasi karena apabila ada mesin yang rusak dalam aliran prosesnya, maka kegiatan produksi akan terhenti. Waktu produksi per unit dengan aliran seperti ini adalah rendah namun membutuhkan investasi peralatan yang tinggi. 2. Pola Aliran Zig-zag (Serpentine)
Gambar II. 41. Pola Aliran Zig-zag (Sumber: Elita, 2016)
54
Pola aliran material pada Gambar II.41. biasa digunakan apabila aliran proses produksi jauh lebih panjang daripada luas area yang tersedia. Pada pola ini, aliran diarahkan membelok sehingga menambah panjang garis aliran yang ada. Pola ini digunakan untuk mengatur keterbatasan area. 3. Pola Aliran U (U-Shaped Flow)
Gambar II. 42. Pola Aliran U (Sumber: Elita, 2016)
Pola aliran material pada Gambar II.42. digunakan apabila kita menginginkan akhir dan awal dari proses produksi berada di lokasi yang sama. Keuntungannya adalah meminimalisasi penggunaan fasilitas material handling dan mempermudah pengawasan. 4. Pola Aliran Sudut Ganjil (Odd Angle)
Gambar II. 43. Pola Aliran Sudut Ganjil (Sumber: Elita, 2016)
Pola aliran material pada Gambar II.43. jarang dipakai karena sebenarnya pola ini digunakan untuk perpindahan material secara mekanis dalam ruangan yang sangat terbatas. Dalam keadaan tersebut, pola ini memberi lintasan terpendek dan berguna banyak pada area yang terbatas.
II.10. Harga Penjualan Produk Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa. Harga merupakan jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk/jasa tersebut (Kotler, 2001: 439). Sederhananya, harga adalah sejumlah uang yang harus 55
dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk atau jasa yang dibelinya guna memenuhi kebutuhan dan keinginan. Proses penetapan harga dilakukan sesuai dengan harga pasar. Karena itulah harga suatu barang merupakan struktur yang kompleks dari syarat-syarat penjualan yang saling berhubungan. Setiap perubahan dari struktur tersebut merupakan keputusan harga dan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh. II.10.1. Penentu Harga Jual Peranan perusahaan dalam proses penetapan harga jual barang sangat berbeda, tergantung dari bentuk pasar yang dihadapinya. Menurut Kusuma (2001), ada tiga bentuk penetapan harga jual: 1. Market Pricing Penetepan harga jual seperti ditentukan oleh pasar, jadi penjual tidak dapat mengendalikan harga yang dilempar ke pasaran. Harga suatu produk benar-benar ditetapkan oleh mekanisme penawaran dan permintaa. Keadaan ini memaksa penjual untuk tidak bisa menetapkan harga jual dengan pasti. 2. Government Controlled Pricing Penetapan harga jual dengan bentuk seperti ini dilakukan oleh pemerintah. Dalam beberapa hal, pemerintah berwenang untuk menetapkan harga barang atau jasa yang dijual di pasaran, terutama barang/jasa yang menyangkut kepentingan masyarakat. Perusahaan yang bergerak dalam bisnis barang/jasa yang sudah tertulis dalam penetapan oleh pemerinah tidak dapat menetapkan harga jual barang/jasanya sendiri. 3. Bussiness Controlled Pricing Penetapan harga dengan bentuk ini dilakukan oleh perusahaan yang berwenang. Penjual menetapkan harga jual barang dan pembeli bebas memilih untuk membeli produk tersebut atau tidak. Harga yang diputuskan oleh perusahaan telah melewati berbagai pertimbangan pasar dan faktor mekanisme internal perusahaan. Walaupun penawaran dan permintaan pasar serta peraturan-peraturan pemerintah tetap diperhatikan, namun harga akhir suatu produk tetap ditentukan oleh perusahaan. II.10.2. Tujuan Penentuan Harga Jual Perusahaan memiliki dua tujuan dalam penentuan harga, pertama adalah tujuan primer seperti target penjualan tertentu dan laba yang diinginkan, dan kedua adalah tujuan sekunder sepeti perluasan pangsa pasar. Adapun tujuan utama dari penentuan harga jual adalah sebagai berikut: Menstabilkan keuntungan dan memaksimalkan laba
56
Mencapai target return of investment agar segera balik modal Mencapai target penjualan dalam waktu sesingkat-singkatnya Meningkatkan penjualan dan mempertahankan atau memperluas pangsa pasar II.10.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Selain ditentukan oleh pasar dan pemerintah, harga jual dapat ditentukan oleh perusahaan itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga jual, juga pertimbangan yang dipakai perusahaan untuk menentukan harga jual adalah sebagai berikut: Harga bahan baku untuk produksi Kualitas dan upah karyawan Biaya penuh untuk memproduksi barang jadi Biaya penuh ini dijadikan harga minimal untuk penjualan suatu produk. Biaya penuh ini jangan melebihi harga jual ke konsumen untuk mencegah adanya kerugian. II.10.4. Cara Penghitungan Harga Jual Formula untuk menghitung harga jual per unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumusan berikut ini: Harga Jual per Unit = Biaya (HPP) + % (persentase mark up) Persentase Mark Up = ekspektasi laba + biaya lainnya Keterangan: Biaya (HPP)
= Harga pokok produksi untuk unit yang dijual
Ekspektasi laba = Keuntungan dan besaran balik modal yang diinginkan Biaya-biaya
= Biaya-biaya lain diluar HPP
II.10.5. Metode Penentu Harga Jual Ada beberapa metode untuk menentukan harga jual suatu produk. Metode ini nantinya dapat dipakai oleh perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan sesuai target perusahaan. Perbedaan dari ketiganya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel II. 5. Metode Penentuan Harga Jual
Pendekatan Full Costing (Absorption
Unsur Biaya Biaya Produksi (HPP)
Approach)
Unsur Mark-up Ekspektasi laba + biaya lain non produksi
Variable Costing
Biaya Produksi (HPP) + Biaya
Ekspektasi laba + biaya lain
(Contribution Approach)
non produksi yang bersifat
non produksi yang bersifat
variabel
tetap
57
Pendekatan Total Costing
Unsur Biaya Biaya Produksi (HPP) + biaya
Unsur Mark-up Ekspektasi laba
non produksi (Sumber: Prasetyo, 2016)
II.11. Investasi Investasi merupakan salah satu hal yang penting dalam proses perencanaan bisnis dan industri. Menurut Yuliati (1996), investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal baik langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan tertentu sebagai hasil penanaman modal tersebut. Sementara itu menurut Kertonegoro (1999), investasi merupakan wahana dimana dana ditempatkan pada suatu bisnis dengan harapan akan dapat memelihara atau memperoleh nilai dan memberikan penghasilan yang meningkat. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa keputusan investasi mempertimbangkan tiga unsur pokok, yaitu: 1. Keuntungan yang akan diperoleh 2. Pengorbanan yang dilakukan saat ini untuk memperoleh manfaat di masa yang akan datang 3. Berlaku jangka panjang Pertimbangan-pertimbangan itu kemudian membuat kegiatan investasi menjadi terencana dan dilaksanakan dalam bentuk kesatuan dan berlaku untuk jangka waktu tertentu. Kegiatan yang dilakukan meliputi perhitungan untung atau rugi, perhitungan jangka waktu pengembalian modalnya, dan perhitungan kelayakan investasi tersebut. Rangkaian proses tersebut dapat disebut sebagai studi kelayakan investasi. Menurut Husnan (1994), kegiatan yang dimaksud dengan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil, proyek yang dimaksud biasanya merupakan proyek investasi. Keberhasilan tersebut dapat ditafsirkan dalam arti terbatas yaitu keberhasilan dalam manfaat ekonomis dan keberhasilan arti luas yaitu manfaatnya bagi masyarakat. Karakteristik dasar dari suatu investasi adalah umumnya memerlukan pengeluaran saat ini untuk memperoleh manfaat pada masa yang akan datang. Tujuan dari diadakannya studi kelayakan investasi adalah untuk menghindari suatu langkah yang salah dalam penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan studi kelayakan relatif lebih kecil dibandingkan dengan risiko kegagalan suatu investasi dalam jumlah yang besar. II.11.1. Kriteria Investasi Investasi dilakukan pada suatu rencana industri untuk membantu pergerakan bisnisnya. Kriteria untuk suatu investasi diperlukan untuk menentukan apakah suatu usulan investasi 58
feasible atau unfeasible. Pada dasarnya, semua kriteria menggunakan perbandingan atau hubungan antara penerimaan dan seluruh pengeluaran. Usulan investasi yang feasible adalah usulan yang manfaatnya lebih besar atau sama dengan pengeluarannya. Sutrisno (2008) membagi kriteria investasi ke dalam dua jenis: 1. Kriteria Internal Kriteria internal adalah kriteria yang terletak dalam proyek bersangkutan sehingga tidak dapat dibandingkan dengan investasi atau keadaan lain seperti keadaan lingkungan ekonomi, inflasi keuangan, dan lain-lain. Dalam kriteria ini tidak diperlukan suatu reevaluasi apabila terjadi suatu perubahan-perubahan yang bersifat eksternal. Reevaluasi hanya diperlukan apabila terjadi perubahan-perubahan yang bersifat internal. Contoh dari kriteria internal adalah Metode Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. 2. Kriteria Eksternal Kriteria eksternal adalah kriteria yang dibandingkan dengan keadaan lain, terutama dengan usulan investasi lain. Kriteria ini juga dibandingkan dengan keadaan eksternal seperti tingkat inflasi dan perkembangan ekonomi. Oleh karena itu apabila terjadi perubahan-perubahan seperti perubahan tingkat inflasi, maka perlu diadakan reevaluasi pada kriteria ini, contohnya adalah Benefit Cost of Ratio. Untuk usulan investasi berdasarkan kriteria ini harus diperhitungkan dengan kecermatan yang tinggi. Peramalan (forecasting) yang diadakan harus dilakukan dengan kecermatan tinggi. Menurut Handoko (1997), peramalan dan lingkungan eksternal makro sangatlah penting bagi operasi atau investasi perusahaan. Hal ini juga tergantung pada antisipasi dan adaptasi terhadap perkembangan lingkungan eksternal. Jadi sudah ada persiapan yang siap dilakukan apabila rencana tidak berjalan sesuai perkiraan. II.11.2. Metode Penilaian Investasi Setelah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya mengenai kriteria investasi yang dibagi menjadi kriteria internal dan kriteria eksternal, berikut ini adalah metode-metode yang sering digunakan untuk mengajukan usulan investasi: 1. Metode Payback Period (PP) Metode ini adalah suatu metode yang diperlukan untuk menutup pengeluaran yang telah dikeluarkan untuk investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Sederhananya, Payback Period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash flow yang hasilnya merupakan satuan waktu (Umar, 2008). Sementara itu
59
menurut Husnan (1994), metode Payback Period adalah metode untuk mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa kembali. Hasil yang didapatkan bukan berupa presentase, melainkan satuan waktu. Riyanto (1998) juga berpendapat bahwa metode Payback Period adalah satuan periode yang diperlukan untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan proses atau aliran kas netto (Net Cash Flow). Singkatnya, metode ini menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang ditanam dalam suatu rencana investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya. Rumus dasar untuk mendapatkan PP adalah:
Keterangan: t = Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum dapat menutup investasi awal lo = Jumlah investasi awal C = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke-t D = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke (t + 1)
Metode Payback Period kemudian dapat membandingkan setiap usulan investasi yang masuk kepada calon investor sehingga investor dapat membandingkan setiap usulan investasi dan menerima usulan investasi yang menghasilkan payback period yang lebih pendek dari payback maximum yang ditetapkan (umur ekonomis proyek). Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari Metode Payback Period: Tabel II. 6. Kelebihan dan Kekurangan Metode Payback Period
No. 1
Kelebihan
Kekurangan
Mengutamakan investasi yang menghasilkan
Mengabaikan penerimaan-penerimaan
aliran kas yang lebih cepat
investasi atau proses setelah pay back period tercapai
2
Asumsi bahwa semakin lama waktu
Mengabaikan nilai waktu dari uang (time
pengembalian investasi berarti semakin tinggi
value of money)
risikonya
3
Akurat untuk mengukur nilai investasi yang dibandingkan untuk beberapa kasus dan bagi pembuat keputusan (Sumber: Akhmad, 2016)
2. Metode Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah metode investasi dengan menghitung selisih antara nilai investasi sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang (Husnan, 1994). Pada metode ini, selisih antara cash
60
flow yang di-discounted pada tingkat bunga minimum. Apabila jumlah present value dari keseluruhan proses yang diharapkan lebih besar dari present value investasinya, maka usulan dapat diterima. Hal ini ditandai dengan nilai Net Present Value yang positif yang artinya lebih besar dari nol, membuat usulan investasi dapat diterima. Rumus dasar untuk mendapatkan nilai NPV adalah:
NPV = -C0 + ( 𝐶1 1+𝑟
)
Keterangan: C1 = Uang yang akan diterima di tahun ke-1 (cashflow) r = Discount rate/ opportunity cost of capital. Tingkat pengembalian/hasil investasi (%) dari investasi yang sebanding C0 = Jumlah uang yang diinvestasikan (karena ini adalah pengeluaran, maka menggunakan bilangan negatif).
Setiap kriteria investasi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka dari itu harus digunakan seluruh metode untuk saling menutup kekurangan pada metode satu dengan yang lainnya. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari Metode Net Present Value: Tabel II. 7. Kelebihan dan Kekurangan Metode Net Present Value
No. 1
2
3
Kelebihan
Kekurangan
Mengutamakan aliran kas yang lebih
Memerlukan perhitungan cost of capital
awal
seabgai discount rate
Tidak mengabaikan aliarn kas selama
Penerapannya lebih sulit daripada pay
periode proyek atau investasi
back period
Memperhatikan nilai waktu dari uang (time value of money) (Sumber: Akhmad, 2016)
3. Metode Internal Rate of Return (IRR) Riyanto (1998) menyebutkan bahwa Metode Internal Rate of Return adalah metode yang mempertimbangkan tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proses yang diharapkan akan diterima sama dengan jumlah nilai pengeluaran modal sekarang. Metode ini harus dilakukan dengan cara trial and error atau cara coba-coba. Singkatnya, Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate yang disamakan dengan present value dari future cash keluar dan masuk yang diharapkan. Metode ini mengukur return rate atas suatu proyek, tetapi mengasumsikan bahwa semua cash flow
61
dapat diinvestasikan kembali pada IRR rate. Rumus dasar untuk mendapatkan IRR adalah:
Keterangan: R1 = Lower Discount Rate R2 = Higher Discount Rate NPV1 = Higher Net Present Value (berdasarkan R1) NPV2 = Lower Net Present Value (berdasarkan R2)
Penilaian untuk metode IRR adalah jika Internal Rate of Return yang diperoleh lebih kecil dari biaya bunga yang dipergunakan, maka proyek tersebut ditolak. Sebaliknya apabila Internal Rate of Return yang diperoleh lebih besar, maka proyek tersebut diterima. Gambar II.8. berikut ini menerangkan keuntungan dan kelemahan dari Metode Internal Rate of Return: Tabel II. 8. Kelebihan dan Kekurangan Metode Internal Rate of Return
No. 1
Kelebihan
Kekurangan
Memperhitungkan nilai waktu dari
Memerlukan perhitungan COC (Cost of
uang (time value of money)
Capital) sebagai batas minimal dari nilai yang akan dicapai
2
Mengutamakan aliran kas awal
Lebih sulit dalam melakukan perhitungan
daripada aliran kas akhir 3
Tidak mengakibatkan aliran kas selama periode proyek (Sumber: Akhmad, 2016)
II.12. Analisa Pesaing Usaha Pesaing Usaha adalah pihak lain atau perusahaan lain yang menghasilkan atau menjual barang/jasa yang sama maupun mirip dengan produk yang kita tawarkan. Pesaing suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai pesaing yang kuat dan pesain yang lemah. Kategori lainnya adalah pesaing dekat, yaitu perusahaan yang memiliki produk yang sama (Kasmir, 2006). Untuk memantau kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh pesaing dapat dilakukan analisa pesaing. Kegiatan ini meliputi: 1. Identifikasi Pesaing Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah, jenis, dan kekuatan serta kelemahan pesaing yang dimiliki. Langkah awalnya yaitu memetakan pesaing yang sudah lebih dulu ada di dunia industri dan memiliki bisnis sama dengan yang kita miliki. Langkah tersebut perlu dilakukan agar analisa pesaing tepat sasaran dan tidak salah arah. Dari sini dapat diketahui kondisi pesaing yang dapat memudahkan untuk menetapkan langkah selanjutnya. Hal yang perlu diidentifikasi dari pesaing adalah: 62
Jenis produk yang ditawarkan Melihat besarnya market share (pasar yang dikuasai) oleh pesaing Identifikasi peluang dan ancaman Identifikasi keunggulan dan kelemahan
2. Analisa Kelebihan dan Kekurangan Pesaing Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan pesaing dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Menganalisa market share yang telah dikuasai oleh pesaing dan tindakan pesaing terhadap pelanggan Mengumpulkan data tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan sasaran, strategi, dan kinerja pesaing Menganalisa kekuatan dan kelemahan pesaing dalam hal keuangan, sumber daya manusia, teknologi produksi, manajemen perusahaan, serta lobbying di pasaran. 3. Strategi Menghadapi Pesaing Setelah mengetahui seluruh informasi yang dibutuhkan, kita dapat menentukan strategi untuk menghadapi pesaing bisnis yang ada. Strategi dapat dilakukan dengan cara melemahkan pesaing dengan menggunakan strategi yang kompetitif. Strategi kompetitif ini dilakukan dengan melihat posisi perusahaan pesaing sebelum melakukan penyerangan. Posisi ini akan menentukan model serangan yang akan dilakukan. Posisi perusahaan kita dibandingkan dengan posisi pesaing dapat diukur dengan membandingkan kemampuan keuangan, aspek teknologi produksi, tingkat manajemen perusahaann, dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Strategi untuk menghadapi pesaing dapat dilakukan dengan menduduki posisi-posisi berikut ini dipasaran:
Strategi Pemimpin Pasar (Market Leader) Strategi Penantang Pasar (Market Challenger) Strategi Pengikut Pasar (Market Follower) Strategi Relung Pasar (Market Nicker)
II.13. Referensi Penelitian Lain` Referensi digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah penulisan dan aspek teknis yang ada pada tugas akhir terdahulu. Berikut ini adalah referensi mengenai Tugas Akhir yang memiliki kesamaan topik dengan Analisa Teknis dan Ekonomis Pengembangan Indsutri Komponen Pendingin Ruang Muat (Cold Storage) Kapal Ikan di Indonesia : II.13.1. Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Hidrokarbon Sebagai Refrigeran Sistem Pendingin Muatan Kapal Penangkap Ikan (Fajar Her, 2012) Penelitian ini menitikberatkan pembahasan pada analisa beban pendingin yang digunakan pada sistem pendingin muatan kapal penangkap ikan. Penulisnya menganalisa penggunaan Hidrokarbon sebagai refrigeran dalam ruangan pendingin tersebut. Data yang
63
diambil oleh penulisnya adalah spesifikasi kapal ikan yang menggunakan pendingin di dalam ruang palka. Kemudian menghitung beban pendingin jika refrigeran yang digunakan adalah Hidrokarbon dan dibandingkan tingkat efisiensinya dengan refrigeran yang lain. Hal yang dapat diambil dari Tugas Akhir tersebut adalah kesamaan objek yang digunakan sebagai bahan penelitian, yaitu Pendingin Ruang Muat kapal ikan. Jadi dari Tugas Akhir mengenai refrigeran Hidrokarbon ini, penulis dapat mengetahui seluk beluk pendingin ruang muat kapal penangkap ikan untuk kemudian dijabarkan mengenai aspek-aspek mana saja yang dapat dipertimbangkan dan dikembangkan dalam membuat industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan. II.13.2. Analisa Teknis dan Ekonomis Pembangunan Industri Manufaktur Balingbaling Kapal (Faizal Riza, 2012) Penelitian ini mengambil aspek bisnis dari sebuah industri komponen kapal. Produk yang diteliti dalam laporan Tugas Akhir tersebut adalah baling-baling kapal yang sudah dapat dipastikan kebutuhannya untuk setiap kapal yang ada di Indonesia. Penulisnya menganalisis kelayakan industri baling-baling ini dari segi teknis dan ekonomis jika didirikan di Indonesia. Kesamaan dari Tugas Akhir tersebut terletak pada metode analisis yang digunakan untuk memperkirakan seberapa layak sebuah industri komponen kapal dapat didirikan di wilayah Indonesia. Metode peramalan untuk proyeksi pembangunan kapal beberapa tahun ke depan juga dilakukan untuk menentukan kapasitas produksi perusahaan, sehingga dapat diketahui jumlah produk yang harus diproduksi dalam jangka waktu tertentu dan memperkirakan waktu balik modal untuk investasi dalam industri baling-baling kapal.
64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Jenis Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang bersifat deskriptif dimana data yang didapat merupakan hasil wawancara, observasi, dan studi pustaka. Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif ini adalah memberikan deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta di lapangan serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Adapun metode deskriptif ditujukan untuk meenggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yaitu berlangsung saat ini atau saat yang lampau.
III.2 Jenis dan Sumber Data Data merupakan hal yang diperlukan untuk menunjang setiap argumen dan gagasan yang dikemukaan dalam sebuah karya tulis. Dalam laporan tugas akhir ini, terdapat data yang didapat dari berbagai sumber untuk keperluan riset. Data tersebut dapat dibagi berdasarkan jenis dan sumber data. III.2.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data kualitatif Yaitu data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi langsung dengan pihak terkait seperti industri manufaktur komponen alat pendingin (cold storage). Bentuk lain dari data kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui internet dan pemotretan di lapangan. 2. Data kuantitatif Yaitu data yang berbentuk angka atau bilangan sesuai dengan kebutuhan peneliti, meliputi data-data statistik dan data-data numerik. III.2.2 Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan adalah: 1. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya. Teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer adalah: melakukan wawancara dan observasi dengan pihak terkait yaitu PT. Koronka Nusantara Semarang sebagai produsen komponen cold storage dan beberapa galangan 65
kapal penangkap ikan di sepanjang jalur Pantai Utara, terutama di kawasaan Juwana, Jawa Tengah. 2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka, internet, Badan Pusat Statistik, serta Kementrian Kelautan dan Perikanan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas oleh peneliti yaitu perawatan perikanan tangkap.
III.3 Proses Pengerjaan Dalam penyusunan laporan tugas akhir, terdapat beberapa langkah yang dilakukan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan awal. Langkah-langkah tersebut saling berhubungan satu sama lain sehingga harus dikerjakan dengan teliti secara keseluruhan. Setiap tahapan dapat dilihat pada bagan berikut ini: MULAI
TAHAP PERSIAPAN
LATAR BELAKANG MASALAH
IDENTIFIKASI MASALAH
STUDI PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
STUDI LAPANGAN
TAHAP PERNGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
SURVEI KONDISI SAAT INI
DATA PRIMER
PENGUMPULAN DATA
DATA SEKUNDER
PENGOLAHAN DATA
ANALISA TEKNIS
ANALISA
ANALISA EKONOMIS
TAHAP ANALISIS DAN PAMBAHASAN
PEMBAHASAN
KESIMPULAN DAN SARAN
TAHAP PENARIKAN KESIMPULAN
PENYUSUNAN LAPORAN TUGAS AKHIR
SELESAI
Gambar III. 1. Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir
66
III.3.1 Tahap Persiapan MULAI
1. 2. 3. 4. 5. 6.
LATAR BELAKANG MASALAH : Pembusukan ikan menjadi hal yang dihindari nelayan Indonesia sebagai Negara Maritim Instruksi Presiden nomor 5 Tahun 2005 tentang Asas Cabotage Menghilangkan ketergantungan barang impor Mengatasi idle time dalam pembangunan kapal Industri penunjang perkapalan kurang perhatian dari pemerintah
IDENTIFIKASI MASALAH: 1. Berapa estimasi permintaan komponen pendingin ruang muat kapal ikan tahun 2017-2025? 2. Bagaimana analisis ekonomis pengembangan industri peralatan pendingin kapal ikan di Indonesia? 3. Bagaimana analisis teknis pengembangan industri peralatan pendingin kapal ikan di Indonesia?
STUDI LAPANGAN : 1. Mengetahui kebutuhan pendingin kapal ikan di Jawa Timur 2. Mengetahui kondisi industri pendukung peralatan pendingin kapal di sekitar Kota Surabaya 3. Observasi dan mengamati berbagai macam peralatan pendingin kapal ikan di pesisir Jawa Timur 4. Mengetahui proses produksi dan mekanisme teknis pembuatan peralatan pendingin ruang muat kapal 5. Mengetahui layout dan aliran produksi peralatan pendingin kapal 6. Mengidentifikasi komponen pendingin ruang muat kapal ikan
TINJAUAN PUSTAKA
A
STUDI PUSTAKA : 1. Tugas Akhir terdahulu yang membahas tentang refrigerasi kapal ikan 2. Tugas Akhir terdahulu yang membahas analisa teknis dan ekonomis industri komponen kapal: - Industri Baling-baling kapal - Studi Pembuatan Sistem Refrigerasi Kapal Ikan 3. Buku terkait: - Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan 1 & 2 (Ilyas,1998) - Pengawetan dan Pengolahan Ikan (Afrianto & Liviawaty, 1989) - FAO Fisheries Technical Paper - Diktat Sistem Pendingin (FTK 1999) 4. Konsep dan aplikasi ekonomi teknik 5. Teori tentang analisa kelayakan investasi
Gambar III. 2. Tahap Persiapan Penelitian
Tahap persiapan pada Gambar III.2 adalah bagian yang berisi latar belakang masalah yang berisikan kemampuan industri penunjang dan pendukung kapal ikan nasional yang masih rendah. Negara-negara yang menguasai industri perkapalan dunia adalah negara yang memiliki industri penunjang dan pendukung. Salah satu industri penunjang dan pendukung adalah industri pendingin untuk ruang muat kapal ikan. Industri ini sangat potensial di Indonesia dikarenakan tingkat permintaan yang tinggi dan persaingan yang masih rendah. Dengan adanya pengembangan industri pendingin ruang muat kapal di Indonesia, diharapkan dapat menyokong industri perkapalan Indonesia untuk menghemat waktu pembangunan kapal. Sehingga dapat meningkatkan daya saing terhadap industri perkapalan luar negeri. Perumusan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah menentukan nilai estimasi permintaan komponen pendingin ruang muat kapal ikan pada tahun 2016-2025, analisa teknis, dan analisa ekonomis pengembangan industri pendukung komponen pendingin ruang muat kapal ikan di Indonesia.
67
Tahap studi literatur dilakukan guna memahami teori yang dipakai dalam metode peramalan suatu kajian ekonomis dan proses pembuatan suatu industri manufaktur. Cara kerja pengawetan ikan pada industri pengoahan ikan juga dipelajari melalui buku-buku yang terdapat di kampus yang spesifik membahas hal tersebut. Dengan memahami proses pengawetan ikan juga dapat diketahui komponen pendingin mana yang nantinya dinilai penting untuk diproduksi. Studi lapangan juga dilakukan di sepanjang jalur Pantai Utara Pulau Jawa dari Surabaya sampai ke daerah Juwana di Jawa Tengah untuk mengidentifikasi hal-hal yang sudah dipelajari dari literasi dan membandingkannya dengan yang terjadi di lapangan mengenai penggunaan sistem refrigerasi untuk pengawetan ikan di atas kapal pasca penangkapan. Galangan-galangan kapal ikan di sepanjang pesisir Pantai Utara sebagai pembuat kapal ikan juga tidak luput dari pengamatan. Karena perusahaan inilah yang nantinya menjadi salah satu konsumen untuk komponen-komponen pendingin yang akan diproduksi. III.3.2. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data
Gambar III. 3. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data
Tahapan pengumpulan data pada Gambar III.3 adalah pengumpulan data yang menunjang dalam penulisan Tugas Akhir. Data tersebut terdiri atas: 1. Data Teknis Manufaktur Komponen Pendingin
68
Data teknis perusahaan didapat dari PT. Koronka Nusantara (Semarang), perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur komponen pendingin dan insulasi cold storage.
2. Data Jumlah Kapal Ikan > 50 GT yang beroperasi di Indonesia tahun 2003-2012 Data kapal diperoleh dari website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id). Selanjutnya dilakukan peramalan (forecasting) jumlah kapal di Indonesia sampai Tahun 2025. 3. Data Konsumen Data konsumen merupakan daftar pembeli yang menjadi pelanggan dari PT. Koronka Nusantara, Semarang. 4. Data komponen pendingin ruang muat kapal Data komponen alat pendingin merupakan detail komponen yang terdapat pada sistem pendingin yang umum, baik untuk pabrik pengolahan ikan di darat maupun dalam ruang palka kapal ikan berupa data teknis dan harga setiap komponennya. Pada tahap pengolahan data, data yang sudah diperoleh kemudian diolah untuk digunakan tahap selanjutnya pada penyusunan tugas akhir ini, pengolahan data ini meliputi: 1. Proyeksi pembangunan kapal ikan ukuran 50 – 500 GT tahun 2016-2025 2. Proyeksi permintaan komponen cold storage untuk kapal perikanan tahun 2016-2025 III.3.3. Tahap Analisis dan Pembahasan
B 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
ASPEK TEKNIS : Identifikasi tempat penangkapan ikan Perencanaan lokasi industri Perencanaan produk Perancangan proses pembuatan produk Identifikasi peralatan dan mesin industri Penghitungan kapasitas produksi Pembuatna layout pabrik Pembuatan struktur organisasi
ANALISA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
ASPEK EKONOMIS : Penentuan biaya pengembangan industri Analisa biaya operasional Penentuan Harga Pokok Produksi Penentuan harga penjualan produk Analisa target produksi dan pendapatan Analisa kelayakan investasi Analisa sensitivitas Strategi pemasaran
PEMBAHASAN
C Gambar III. 4. Tahap Analisis dan Pembahasan
Gambar III.4 merupakan tahap Analisis dan pembahasan yang dilakukan untuk menjawab permasalahan dalam Tugas Akhir ini dan terbagi menjadi Analisa Teknis dan Analisa Ekonomis.
69
Analisa teknis dilakukan dengan pemilihan lokasi industri, perencanaan produk, proses pembuatan produk, pemeriksaan hasil produksi, peralatan dan mesin yang digunakan untuk proses produksi, perhitungan kapasitas produksi, jadwal produksi, layout pabrik, struktur organisasi, dan standar keselamatan kerja.
Setelah diketahui analisa teknis dan aspek lainnya, maka langkah selanjutnya adalah analisa secara ekonomis. Pada tahap ini yang dilakukan adalah penentuan biaya pengembangan industri pendingin ruang muat kapal ikan, biaya operasional, penentuan harga pokok produksi, penentuan harga penjualan produk, analisa pesaing usaha, analisa target produksi dan pendapatan, analisa kelayakan investasi, analisa sensitivitas, dan strategi pemasaran. III.3.4. Tahap Penarikan Kesimpulan
C KESIMPULAN : 1. Jumlah permintaan komponen pendingin ruang muat kapal ikan tahun 2016-2025 2. Rekomendasi teknis industri peralatan pendingin kapal ika (cold
storage)
3. Periode Break Event Point (BEP) industri yang direncanakan 4. Kelayakan investasi pembangunan industri komponen peralatan pendingin ruang muat kapal ikan di Indonesia
SARAN : Untuk pengembangan penelitian lebih lanjut
PENYUSUNAN LAPORAN
SELESAI
Gambar III. 5. Tahap Penarikan Kesimpulan
Gambar III.5 merupakan tahap penarikan kesimpulan yang berisi benang merah dari analisa-analisa yang telah dilakukan sebelumnya, serta dikemukakan saran-saran yang diperlukan untuk pengembangan lebih lanjut dari Tugas Akhir bertema refrigerasi kapal ikan.
70
BAB IV KONDISI INDUSTRI KOMPONEN PENDINGIN RUANG MUAT KAPAL PERIKANAN SAAT INI IV.1. Pengumpulan Data dan Survei Kondisi Saat ini Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, tahap pengumpulan data dilakukan sebelum melakukan analisa. Pengumpulan data diperoleh dari PT. Koronka Nusantara Semarang berupa data penjualan, harga jual komponen, dan proses produksi dari sistem pendinginan untuk cold storage. PT. Koronka Nusantara Semarang merupakan perusahaan pembuat konstruksi insulasi dan condensing unit untuk sistem pendingin beberapa perusahaan yang memerlukan ruangan pendingin di lokasi yang diinginkan. Sementara data yang diperoleh dari pihak yang membangun kapal ikan didapat dari Kementrian Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur yang berupa banyaknya kapal ikan yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia beserta lokasi yang biasa dituju oleh para nelayan penangkap ikan. Data tambahan berupa jumlah kapal ikan yang beroperasi di perairan Indonesia sejak tahun 2000 sampai 2013 didapatkan dari website Badan Pusat Statistik. Data jumlah kapal ikan yang sudah ada di perairan Indonesia sampai tahun 2015 dibutuhkan untuk mengukur besarnya jumlah permintaan komponen sistem pendingin untuk pengawetan ikan. Data tersebut didapatkan dari website Badan Pusat Statistik dan Kementrian Kelautan dan Perikanan. Komponen pendingin ini nantinya tidak hanya dapat digunakan di ruang palka kapal ikan, namun juga dapat digunakan untuk cold storage di pelabuhan perikanan maupun industri pengolahan ikan. Untuk memprediksi jumlah permintaan komponen mesin pendingin pada tahun 2016 sampai 2025 dibutuhkan sejumlah data kapal yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini menggunakan data kapal ikan berdasarkan kelas GT kapal dari tahun 2003-2012 untuk diramalkan menggunakan software pengolah data guna mendapatkan peramalan jumlah kapal ikan sampai tahun 2025. Keterbatasan data yang ada membuat data kapal 2003-2012 harus diolah agar dapat menghasilkan ramalan jumlah kapal ikan di Indonesia sampai tahun 2025 berdasarkan kelas GT kapal. Selanjutnya dari hasil peramalan jumlah kapal ikan dapat diproyeksikan menjadi peramalan jumlah komponen pendingin kapal ikan yang dibutuhkan sampai tahun 2025. Informasi lebih detail mengenai kapal perikanan yang menggunakan pendingin dan juga kapal pengangkut ikan yang menggunakan pendingin ruang muat didapatkan dari website World Shipping Register (www.world-ships.com). Dari website tersebut tercantum kapal-kapal pendingin ikan yang beroperasi di perairan Indonesia beserta ukuran GT dan tahun pembuatannya. 71
Dalam pengolahan data ini, asumsi yang digunakan untuk menemukan data kapal yang digunakan untuk peramalan adalah semua tipe kapal perikanan yang berfungsi sebagai penangkap ikan, pengangkut ikan, dan pengolah ikan dengan bendera Indonesia. IV.1.1. Data Kapal Ikan Bermotor yang Beroperasi Berdasarkan Ukuran GT Dalam merencanakan sebuah,industri, diperlukan data calon pembeli yang potensial terhadap produk yang diproduksi. Industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan ini menargetkan konsumen dari jumlah kapal ikan 50 - 500 GT yang beroperasi di perairan Indonesia. Kapal-kapal dalam interval kapasitas tersebut adalah kapal yang menggunakan komponen mesin pendingin sebagai sarana pengawetan ikan diatas kapal, karena itulah dapat dijadikan sebagai target pasar. Berikut ini adalah data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan mengenai kapal-kapal perikanan bermotor yang beroperasi di perairan Indonesia berdasarkan ukuran GT dari tahun 2003 sampai 2012: Tabel IV. 1. Jumlah Kapal Ikan Berpendingin di Indonesia (2003-2012)
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
50 - 100 GT 1.698 1.740 2.160 1.926 1.832 1.665 1.976 2.142 1.801 1.702
100 200 GT 1.373 1.415 1.835 1.601 1.507 1.340 1.651 1.817 1.476 1.377
200 300 GT 229 251 201 218 234 227 208 254 204 217
300 500 GT 132 121 124 132 146 147 139 125 132 143
(Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016)
Data jumlah kapal-kapal yang telah beroperasi pada Tabel IV.1. tersebut adalah jumlah kapal setiap tahun untuk setiap ukuran GT kapal dari setiap provinsi yang ada di Indonesia. Kapal-kapal inilah yang nantinya akan menggunakan produk komponen pendingin dari industri yang akan direncanakan. Kurangnya informasi dan keterbatasan data penunjang dari Kementrian Kelautan dan Perikanan mengharuskan penulis untuk melakukan estimasi jumlah kapal yang tersedia dari tahun 2013 sampai tahun 2015 untuk kemudian dilakukan peramalan jumlah kapal ikan dari tahun 2016 sampai 2025. Estimasi jumlah kapal ikan dilakukan dengan menggunakan metode moving average (MA length = 3) pada software pengolah data karena memiliki tingkat kesalahan (error) yang paling rendah. Hasilnya didapatkan sebagai berikut:
72
Tabel IV. 2. Jumlah Kapal Ikan Berpendingin di Indonesia (2003-2015)
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
50 - 100 GT 1.698 1.740 2.160 1.926 1.832 1.665 1.976 2.142 1.801 1.702 1.882 1.795 1.793
100 200 GT 1.373 1.415 1.835 1.601 1.507 1.340 1.651 1.817 1.476 1.377 1.557 1.470 1.468
200 300 GT 229 251 201 218 234 227 208 254 204 217 225 216 220
300 500 GT 132 121 124 132 146 147 139 125 132 143 141 139 144
Data jumlah kapal pada Tabel IV.2. diatas merupakan hasil estimasi untuk jumlah kapal perikanan di Indonesia ukuran 50-500 GT dari tahun 2003-2015. Hasil tersebut digunakan untuk melakukan peramalan (forecast) jumlah kapal perikanan dari tahun 2016 sampai 2025. Hasil peramalan akan digunakan untuk menjadi bahan proyeksi komponen pendingin ruang muat kapal ikan di Indonesia sampai tahun 2025. Selanjutnya hasil proyeksi komponen pendingin ruang muat kapal ikan tersebut akan digunakan untuk menghitung kapasitas produksi dari industri yang direncanakan. IV.1.2. Kondisi Penggunaan Pendingin Ruang Muat Saat Ini Kapal-kapal perikanan yang beroperasi di perairan Indonesia, terutama Pulau Jawa, terdiri atas berbagai kelas ukuran dan ditempatkan sesuai dengan potensi perikanan yang ada. Kapal-kapal kecil berukuran 5 GT – 30 GT banyak terdapat di pesisir utara Jawa Timur tepatnya di Kabupaten Lamongan. Adanya Pelabuhan Perikanan Nasional yang terdapat di Kecamatan Brondong membuat jumlah kapal-kapal ukuran ini menjadi lebih banyak. Potensi perikanan di perairan Lamongan yang tidak terlalu jauh dari pesisir membuat kapal-kapal ikan yang terdapat disana hanya menggunakan balok es sebagai bahan pengawet untuk ruang muatnya. Lain halnya dengan Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kawasan yang terkenal dengan industri perikanan dan kapal perikanannya adalah Kawasan Juwana. Banyak sekali kapal perikanan yang berukuran 30 GT – 500 GT yang beroperasi di kawasan ini. Terlebih lagi banyaknya galangan pembuat kapal penangkap ikan yang berpendingin ruang muat beserta
73
tempat reparasinya, membuat daerah Juwana menjadi terkenal sebagai kawasan perikanan yang menggunakan kapal-kapal besar diatas 100 GT. Potensi perikanan yang harus dicapai untuk mendapatkan ikan dari daerah ini terletak agak jauh dari pesisir pantai, jadi pelayaran yang dilakukan juga dapat mencapai tiga bulan. Hal tersebut menjadikan kebutuhan akan komponen pendingin untuk mengawetkan hasil tangkapan ikan jadi meningkat. Hal tersebut dilakukan demi menjaga kesegaran ikan saat dibawa kembali ke pelabuhan perikanan. Berikut ini adalah hasil pengamatan mengenai kondisi penggunaan pendingin di dalam ruang muat kapal ikan di Pulau Jawa dan Bali: 1. Kawasan Jawa Tengah
Gambar IV. 1. Rak Ikan dalam Ruang Muat Kapal di Kawasan Juwana
Survei dilakukan di Jawa Tengah, tepatnya di kawasan Juwana, Kabupaten Pati. Kawasan ini dipilih karena merupakan tempat pelelangan ikan di Jawa Tengah. Juga banyak terdapat galangan pembuat kapal ikan yang memakai mesin pendingin. Mayoritas kapal-kapal yang ada di pesisir Jawa Tengah menggunakan mesin pendingin untuk mengawetkan hasil tangkapan. Sistem yang dipakai berupa berupa condensing unit dan kompresor seperti pada pendinginan ikan di darat. Kapal-kapal ikan ini mencari ikan sampai ke tengah Laut Jawa dan durasi pelayaran hingga 4 bulan. Jadi ikan hasil tangkapan bisa lebih segar untuk waktu yang lama.
Gambar IV. 2.Ruang Muat Kapal Ikan di Kawasan Juwana
Gambar IV.2. menunjukkan suasana di dalam cold storage di lambung kapal. Ikan yang sudah dibekukan di dalam rak ikan, kemudian diletakkan di dalam cold storage yang berada di lambung kapal. Saat alat pendingin sudah dinyalakan, pipa-pipa tersebut
74
akan dilapisi es dan membuat suhu ruangan pendingin turun sampai 2 o Celcius. Suhu tersebut akan menjaga hasil tangkapan awet sampai kapal kembali ke darat. 2. Kawasan Jawa Timur
Gambar IV. 3. Pendinginan dengan Es Batu
Survei yang dilakukan di Jawa Timur dilakukan di sepanjang jalur pantai utara. Lokasi yang disinggahi adalah Kabupaten Lamongan yang memiliki Pelabuhan Perikanan Nasional. Banyak terdapat kapal ikan di kabupaten ini karena posisinya yang setrategis di pinggir laut. Alat pendingin yang digunakan para nelayan di kawasan pesisir Jawa Timur untuk mengawetkan hasil tangkapan mereka adalah bongkahan es batu seperti pada Gambar IV.3. Semua balok es yang mereka beli dari penjual es di pelabuhan sudah dirasa cukup untuk mengawetkan ikan-ikan yang mereka dapatkan dari laut untuk kemudian dijual ke tempat pelelangan ikan tidak jauh dari dermaga tempat mereka menambatkan kapal. Biasanya mereka membeli + 500 batang es batu untuk pelayaran selama 15 hari. Semuanya digunakan untuk mendinginkan ikan hasil tangkapan. Apabila sisa es mencair maka mereka terpaksa harus pulang karena sudah tidak bisa mengawetkan ikan. Hal ini juga mengingat bahwa nelayan harus membawa ikan segar ke palabuhan untuk mendapatkan harga yang tinggi. 3. Kawasan Pelabuhan Benoa, Bali
Gambar IV. 4. Ruang Muat Kapal Ikan di Pelabuhan Benoa, Bali
Kawasan Bali juga melakukan penangkapan ikan. Daerah penghasil ikan sekaligus tempat bersandarnya kapal-kapal perikanan adalah Pelabuhan Benoa di Kota Denpasar. Kapal perikanan di kawasan ini menangkap ikan tuna dari laut dan melakukan pelayaran selama + 3 bulan. Alat pendingin yang digunakan oleh para nelayan adalah sistem 75
refrigerasi dengan condensing unit dengan refrigerant seperti pada Gambar IV.4. Sama halnya dengan pendinginan ikan di kawasan Jawa Tengah, di Pelabuhan Benoa ini Ikan Tuna yang telah dibekukan kemudian dimasukkan ke dalam cold storage yang diberi suhu 1 – 5 derajat Celcius.
Gambar IV. 5. Ruang Kendali Suhu Pendinginan
Terdapat ruangan khusus untuk mengendalikan suhu dan jumlah refrigeran yang masuk ke dalam ruangan pendingin seperti pada Gambar IV.5. Pipa-pipa yang menyalurkan refrigeran dilengkapi valve untuk mengatur suhu yang diinginkan di dalam ruang palka. Setiap valve terhubung ke dalam satu ruang palka, jadi terdapat banyak valve untuk satu kapal penangkap ikan. IV.1.3. Kondisi Industri Refrigerasi di Indonesia Industri komponen pendingin di Indonesia termasuk ke dalam industri besar yang dibutuhkan oleh banyak industri lainnya. Pabrik makanan, minuman, pengolahan ikan, dan gedung bertingkat di Indonesia membutuhkan ruangan pendingin sebagai pelengkap gudang untuk menyimpan persediaan dalam keadaan beku. Komponen utama sistem pendingin yang terdiri dari kompresor, kondensor, evaporator, dan insulasi diproduksi secara terpisah oleh industri.
Gambar IV. 6. Perusahaan Pembuat Cold Storage
Beberapa penggunaan seperti cold storage untuk produk minuman kesehatan memerlukan penyimpanan berukuran besar yang pada akhirnya dibuat berbentuk ruangan dengan insulasi khusus untuk menjaga suhu di dalam tetap dingin. Permintaan seperti ini 76
ditangani oleh perusahaan yang memproduksi cold storage bernama PT. Koronka Nusantara yang terletak di Semarang seperti pada Gambar IV.6. Perusahaan ini memproduksi insulasi dan menjual kondensor beserta evaporatornya dalam satu paket cold storage. Harga yang diberikan tergantung pada ukuran cold storage yang diinginkan dan merk produk yang digunakan didalam cold storage tersebut.
Gambar IV. 7. Perusahaan Pembuat Kompresor (Sumber: Bitzer, 2016)
Perusahaan pada Gambar IV.7 memproduksi kompresor untuk keperluan refrigerasi kapal ikan dan refrigerasi pada cold storage di darat. Banyak kapal perikanan dan galangan kapal di Juwana, Jawa Tengah yang menggunakan produk dari perusahaan ini untuk instalasi pendingin pada kapal ikan yang sedang dibangun. Lokasi pabriknya yang terletak di Gunung Putri, Kabupaten Bogor tidak membuat konsumennya berpindah ke merk dagang lain kerena kualitasanya yang baik dan termasuk merk dagang yang terkenal di kalangan pembuat ruangan refrigerasi.
Gambar IV. 8. Perusahaan Pembuat Kondensor dan Evaporator (Sumber: Guntner, 2016)
Perusahaan pada Gambar IV.8. memproduksi kondensor dan evaporator untuk instalasi cold storage. Perusahaan pengolah makanan dan minuman maupun perhotelan yang memerlukan air-cooled evaporator biasa memesan produk dari perusahaan ini. Induk perusahaan yang berada di Jerman membuat manajemen mendirikan pabrik di Desa Wonokoyo, Beji, Kabupaten Pasuruan untuk memebuhi kebutuhan pasar di Indonsia.
77
IV.1.4. Segmentasi Konsumen dan Pasar Perencanaan industri komponen pendingin untuk cold storage mencakup segmentasi konsumen sebagai pihak yang nantinya akan membeli produk tersebut sehingga dapat memberikan pemasukan bagi perusahaan. Dari data konsumen yang menjadi pelanggan perusahaan PT. Koronka Nusantara, dapat diketahui besarnya kesempatan membangun industri komponen pendingin khusus palka kapal ikan di Indonesia. Beberapa perusahaan pengolahan makanan, pengolahan ikan, restoran dan perhotelan juga dapat menjadi target pasar untuk meningkatkan market share perusahaan. Jadi selain memproduksi komponen pendingin untuk ruang muat kapal ikan, perusahaan yang akan direncanakan ini juga tidak menutup kemungkinan memproduksi komponen untuk cold storage di darat karena spesifikasi komponennya yang kurang lebih sama dengan komponen dalam palka kapal ikan. Berikut ini adalah segmentasi konsumen dan market potential dari industri komponen cold storage: Tabel IV. 3. Konsumen Potensial untuk Industri Komponen Cold Storage
Jenis Usaha Galangan Kapal Perikanan
Pengolahan Ikan
78
Nama Perusahaan
Kota
CV. GINANTOS PUTERA JATENG
Batang
CV. SUMBER MAKMUR
Juwana
CV. BERSAUDARA
Juwana
PT. PAL
Surabaya
PT. DAYA RADAR UTAMA
Lamongan
PT. AORTA
Semarang
PT. CEJAMP
Semarang
PT. SEKAR ABADI JAYA
Semarang
PT. MADEWA
Semarang
PT. HUMPUSS TRADING
Semarang
PT. INDOSIGMA SURYA
Semarang
PT. INDO SUISAN
Semarang
PT. WINDIKA UTAMA
Semarang
PT. KENDUY SAGARA
Semarang
PT. MULTINDO SARVA
Semarang
PT. RAJUNGAN SAPTA NUSA
Indramayu
PT. MIJASA MITRA
Pati
PT. KARYA JAYA ABADI
Yogyakarta
PT. TONGA TIUR
Semarang
PT. TONGA TIUR
Cirebon
PT. TONGA TIUR
Medan
PT. TONGA TIUR
Rembang
PT. TONGA TIUR
Kendal
PT. WINDIKA UTAMA
Semarang
PT. NUANSA CIPTA
Lampung
PT. PANDU ANDIKA PUTRA
Semarang
Tabel IV.3. Konsumen Potensial untuk Industri Komponen Cold Storage (Lanjutan)
Jenis Usaha
Pengolahan Makanan
Pengolahan Minuman
Restoran
Hotel
Nama Perusahaan
Kota
PT. AGARINDO
Semarang
CV. KEM FARM
Semarang
PT. WIDYA PRASTUTI
Food
PT. INDOFOOD
Food
PT.TUNAS GR
Semarang
PT. ELANGSARI
Boyolali
PT. NY. WEEK
Boyolali
PT. EXCELLENT BAKERY
Semarang
PT. MEKARSARI
Semarang
PT. ADHITAMA FRESHINDO
Semarang
KUD MEKAR
Ungaran
PT. BAPAK JENGGOT
Semarang
PT. RAMA CANDI
Semarang
PARKIEW RESTAURANT
Semarang
WARNA ASLI
Solo
PT. RAMA CANDI
Semarang
PONYO
Bandung
MAYASARI
Surabaya
KENTUCKY FRIED CHICKEN
Semarang
KENTUCKY FRIED CHICKEN
Bandung
McDONALDS
Semarang
McDONALDS
Yogyakarta
McDONALDS
Cirebon
McDONALDS
Bogor
McDONALDS
Bandung
McDONALDS
Tangerang
TAMAN LAUT
Semarang
SOTO BANGKONG
Semarang
BE.CAFE
Jakarta
DEC.BLUB
Semarang
INDAH SARI
Semarang
PESTA PERAK
Yogyakarta
PANDAN PERAK
Yogyakarta
RM. SARI RAJA
Yogyakarta
RM. NUSANTARA
Semarang
LEQUIN CATERING
Semarang
PATRA JASA HOTEL
Semarang
GRAHA SANTIKA HOTEL
Semarang
SANTIKA HOTEL
Semarang
SANTIKA HOTEL
Yogyakarta
79
Tabel IV.3. Konsumen Potensial untuk Industri Komponen Cold Storage (Lanjutan)
Jenis Usaha
Hotel
Nama Perusahaan
Kota
PURI ASRI HOTEL
Semarang
PURI GARDEN HOTEL
Semarang
PLAZA HOTEL
Semarang
PERMATA HOTEL
Semarang
HOTEL SAHID KUSUMA
Solo
KUSUMA SAHID GRAND HOTEL
Solo
CIPAKU INDAH HOTEL
Bandung
REGENT PARK HOTEL
Malang
CIPUTRA HOTEL
Semarang
(Sumber: PT. Koronka Nusantara, 2016)
Tabel IV.3. tersebut merupakan daftar konsumen dari PT. Koronka Nusantara (Semarang) yang dapat dijadikan sebagai calon konsumen potensial untuk industri komponen pendingin. Beberapa perusahaan tidak hanya bergerak di bidang pengawetan ikan, ada pula perusahaan pengolah makanan dan minuman serta restoran yang membutuhkan komponen pendingin untuk cold storage di dalam perusahaannya. IV.1.5. Fluktuasi Produksi Ikan di Indonesia Sistem refrigerasi ruang palka berhubungan erat dengan produksi perikanan, karena produk yang didinginkan di dalam ruang palka adalah ikan. Menurut data yang disajikan Badan Pusat Statistik, produksi perikanan laut di Indonesia sejak tahun 2002 sampai 2014 mengalami peningkatan yang konstan. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel IV.4 Angka yang tercantum merupakan jumlah ikan yang diproduksi dari laut dalam ‘ribu ton’. Ikan-ikan hasil produksi ini tentunya didapatkan dari laut dan tidak akan bisa menjadi produk yang berkualitas apabila tidak dibawa ke pelabuhan perikanan dalam keadaan segar. Cara terbaik untuk menjaga kesegaran ikan tangkap adalah dengan mengawetkannya dalam ruang palka kapal ikan dengan bahan pendingin. Tabel IV. 4. Produksi Perikanan Laut Rincian
Produksi (dalam ribu Ton)
80
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Perikanan Laut 4074 4383 4320 4409 4512 4734 4702 4812 5039 5346
Perikanan Tangkap Perairan Umum 305 309 331 297 294 310 494 373 345 369
Sub Jumlah 4379 4692 4651 4706 4806 5045 5196 5185 5384 5714
Rincian
Tahun
Perikanan Laut
Perikanan Tangkap Perairan Umum
Sub Jumlah
2012 5436 394 2013 5707 398 2014 6038 447 (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
5829 6105 6484
Dengan mengubah data dalam tabel tersebut menjadi bentuk grafik, akan terlihat peningkatan perlahan yang terajdi setiap tahunnya terhadap hasil produksi perikanan laut. Grafik peningkatan produksi ikan di Indonesia dapat dilihat pada gambar. berikut ini:
Ribu Ton
Peningkatan Jumlah Produksi Perikanan Laut 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
Tahun Gambar IV. 9. Grafik Peningkatan Produksi Perikanan Laut (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
Pada Gambar IV.9. tersebut dapat dilihat penurunan hanya terjadi pada tahun 2004 dan 2008, yang artinya dalam 4 tahun peningkatan hasil produksi perikanan laut akan terjadi penurunan di tahun kelima. Kemudian akan kembali mengalami peningkatan lagi di 4 tahun berikutnya. Komponen pendingin ruang muat akan dibutuhkan dalam membantu produksi perikanan laut di Indonesia. Komponen pendingin yang diproduksi tidak hanya dapat digunakan untuk instalasi pendingin di ruang muat kapal ikan, namun juga dapat membantu menyusun instalasi cold storage di darat untuk penyimpanan jangka panjang. IV.1.6. Proses Pembuatan Cold Storage Ruangan pendingin dirancang khusus untuk membuat benda apapun yang ada di dalamnya menjadi lebih dingin dari suhu lingkungan dan membekukan produk tersebut untuk pengawetan. Banyak sekali produk industri yang membutuhkan proses pengawetan dengan cara didinginkan di dalam ruangan pendingin, terutama produk peengolahan makanan dan minuman.
81
Gambar IV. 10. Ruangan Cold Storage
Gambar IV.10. menunjukkan ruangan cold storage yang digunakan untuk mendinginkan dan mengawetkan produk ayam potong. Ruangan tersebut didesain dan dibangun oleh PT. Koronka Nusantara, Semarang. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui proses produksi ruangan pendingin untuk industri di darat. Perusahaan yang dijadikan tempat pengamatan adalah PT. Koronka Nusantara yang terletak di Kota Semarang, Jawa Tengah. Perusahaan ini memproduksi cold storage dan memproduksi insulasi sendiri untuk ukuran ruangan pendingin sesuai permintaan pembeli. Berikut adalah proses pembuatan komponen cold storage: 1. Kontrak Kontrak dilakukan untuk mencapai kesepakatan antara perusahaan dengan klien mengenai komponen seperti apa yang ingin dibuat beserta harganya. Jadwal pengerjaan dan daftar merk komponen yang dipakai juga dapat dilihat oleh klien untuk memastikan produk yang dibelinya sesuai kebutuhan. 2. Warehouse Tahap ini merupakan koordinasi antara pihak marketing dengan divisi gudang. Hal ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan komponen yang diinginkan oleh pembeli. Jika tidak ada, maka pihak gudang akan segera membelinya kepada supplier agar pekerjaan dapat segera dilakukan. 3. Fabrikasi Fabrikasi dilakukan dengan cara membuat seluruh komponen yang dibutuhkan untuk membangun cold storage untuk ruang muat kapal ikan. Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini adalah Penandaan (marking), Pemotongan (cutting), dan Pembengkokan (bending)
82
4. Foaming Pada tahap ini, insulasi disiapkan untuk menjadi dinding pada ruangan pendingin. Bahan utama yang digunakakn untuk membuat insulasi ruang pendingin adalah Bahan utama yang digunakakn untuk membuat insulasi ruang pendingin adalah polyurethane atau biasa disebut PU. Untuk ruang pendingin di darat, panel insulasi dapat dibuat di pabrik kemudian dapat dipasang langsung di lokasi yang diinginkan. Sementara untuk insulasi ruang muat kapal ikan, insulasi langsung dicetak di dalam ruang muat kapal ikan agar membentuk lambung kapal. 5. Cleaning Pembersihan yang dilakukan pada tahap ini adalah membuang sisa-sisa polyurethane yang masih menempel karena proses pencetakan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar tidak terbentuk rongga diantara panel insulasi. Rongga yang terbentuk dapat membuat refrigeran keluar dari ruang pendingin dan membuat proses pendinginan menjadi tidak efektif. 6. Assembling Salah satu komponen utama dalam sistem pendingin adalah condensing unit. Pada tahap ini, dilakukan proses pemasangan/perakitan condensing unit tersebut agar sistem pendingin dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk ruangan pendingin di darat, condensing unit dipasang di pabrik untuk kemudian dibawa ke lokasi yang diinginkan untuk dipasang. Sementara condensing unit pada kapal perikanan dipasang langsung di dalam ruang operator palka kapal ikan. Dari segi fungsi alat ini memiliki fungsi yang sama, perbedaan mendasar pada kedua conedensing unit tersebut ada pada proses pemasangannya. 7. Pengelasan Beberapa komponen yang terbuat dari logam dilas untuk menjaga keutuhan alat agar tidak ada yang terlepas. Untuk ruangan pendingin kapal ikan, pengelasan juga dilakukan pada pipa-pipa evaporator yang terletak di dalam ruang muat. Pipa-pipa inilah yang nantinya mengeluarkan suhu rendah dan membentuk es untuk mendinginkan muatan kapal ikan. 8. Kelistrikan Kelistrikan pada instalasi dipasang setelah setelah semua komponen terpasang untuk mencegah hubungan arus pendek listrik. Komponen yang dipasang pada ruang operator palka kapal ikan adalah panel-panel untuk mengendalikan kelistrikan sistem pendingin.
83
Thermostat diperlukan untuk mengendalikan suhu di dalam ruang palka kapal ikan agar sesuai dengan kebutuhan. 9. Finishing Tahap ini memeriksa setiap komponen kelistrikan dan kompresi dari alat-alat pendingin yang telah terpasang. Jika ada kegagalan fungsi, maka akan segera terdeteksi dan dapat langsung dilakukan perbaikan. Pengecekan yang dilakukan terdiri dari function test dan shop internal test. 10. Delivery Untuk beberapa komponen yang dapat diangkut menggunakan kendaraan, dapat langsung diantarkan ke galangan kapal untuk dilakukan pemasangan langsung di kapal ikan. Sementara komponen yang harus dilakukan pengecoran seperti panel insulasi, dikerjakan langsung di dalam ruang muat kapal ikan. 11. Commissioning Tahap ini adalah pengujian akhir dari seluruh pekerjaan yang telah dilakukan. Kegiatan ini memastikan apakah alat pendingin yang dipasang berfungsi dengan baik atau tidak dengan disaksikan oleh pemilik kapal. Setelah semua komponen yang terpasang dapat berfungsi dengan baik, maka perusahaan dapat melakukan serah terima kepada pemilik kapal.
IV.2. Pengolahan Data Tahap pengolahan data ini dilakukan dalam beberapa proses, yaitu peramalan jumlah kapal ikan di Indonesia tahun 2016-2025 dan proyeksi permintaan komponen pendingin ruang muat kapal ikan untuk tahun tersebut. Peramalan dilakukan dengan mengolah data jumlah kapal perikanan existing dari tahun 2003-2015, lantas akan didapatkan estimasi jumlah kapal perikanan untuk tahun 2016-2025. Hasil estimasi tersebut akan menjadi acuan dari kondisi pasar untuk 10 tahun yang akan datang. Berikut ini adalah penjelasan mengenai peramalan jumlah kapal ikan dan proyeksi permintaan komponen pendingin untuk ruang muat kapal ikan. IV.2.1. Identifikasi Jumlah Kapal Ikan di Indonesia Perencanaan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan diawali dengan melakukan analisa pasar dengan memperkirakan jumlah calon konsumen yang terdapat di Indonesia. Komponen pendingin ruang muat kapal ikan digunakan pada kapal perikanan untuk mendinginkan muatan ikan yang dibawa dari laut. Komponen pendingin tersebut dapat dipasang saat awal pembangunan kapal ikan maupun saat reparasi kapal untuk penggantian
84
unit. Dari asumsi tersebut, maka calon konsumen dapat diperkirakan dari jumlah kapal ikan berukuran 50-500 GT yang beroperasi di seluruh provinsi dalam wilayah Indonesia. Data jumlah kapal perikanan yang beroperasi di Indonesia didapatkan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan via website resmi data pemerintahan (www.data.go.id). Data yang didapatkan berisi nominal jumlah seluruh kapal ikan bermotor yang beroperasi di seluruh provinsi di Indonesia berukuran <5 GT – 500 GT dari tahun 2003 sampai 2012. Penulis mengambil interval ukuran kapal 50-500 GT berdasarkan survei di lapangan bahwa kapal berukuran mulai >50 GT menggunakan komponen pendingin untuk sistem refrigerasinya, sementara kapal-kapal perikanan < 50 GT masih menggunakan sistem pendinginan berupa es batu. Kapal 50-500 GT dianggap merupakan target pasar yang meyakinkan dan dapat digunakan untuk melakukan forecasting (peramalan) jumlah kapal ke depannya sebagai calon konsumen industri komponen pendingin ruang muat. Keterbatasan data jumlah kapal membuat data harus diolah untuk mendapatkan data kapal sampai tahun 2015. Estimasi dengan regresi linear dalam software pengolah data kemudian dilakukan untuk melengkapi data kapal perikanan tahun 2003-2012. Setelah itu didapatkan data jumlah kapal perikanan ukuran 50-500 GT dari tahun 2003 sampai 2015. Berikut ini adalah data yang telah diolah: Tabel IV. 5. Jumlah Kapal Ikan Ukuran 50-500 GT di Indonesia
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
50 - 100 GT 1.698 1.740 2.160 1.926 1.832 1.665 1.976 2.142 1.801 1.702 1.882 1.795 1.793
100 200 GT 1.373 1.415 1.835 1.601 1.507 1.340 1.651 1.817 1.476 1.377 1.557 1.470 1.468
200 300 GT 229 251 201 218 234 227 208 254 204 217 225 216 220
300 500 GT 132 121 124 132 146 147 139 125 132 143 141 139 144
Jumlah 3.432 3.527 4.320 3.877 3.719 3.379 3.974 4.338 3.613 3.439 3.805 3.620 3.625
Ratarata 858 882 1.080 969 930 845 994 1.085 903 860 951 905 906
(Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016)
Data pada Tabel IV.5. menunjukkan hasil estimasi jumlah kapal perikanan tahun 20132015 untuk melengkapi rangkaian data untuk proses peramalan jumlah kapal ikan selama 10
85
tahun mendatang. Proses peramalan dilakukan dengan menggunakan bantuan software pengolah data Minitab 17 untuk mengurangi risiko human error. Langkah pertama untuk melakukan peramalan adalah melihat pola grafik dari data historis yang tersedia. Dari bentuk grafik yang terlihat dapat ditentukan metode yang cocok untuk melakukan peramalan. Data pada Tabel IV.5 tersebut diubah kedalam bentuk grafik seperti berikut ini:
Jumlah Kapal Perikanan 2003-2015
Jumlah Kapal
2.500 2.000 1.500 1.000 500 0 2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
Tahun 50 - 100 GT
100 - 200 GT
200 - 300 GT
300 - 500 GT
Gambar IV. 11. Grafik Jumlah Kapal Perikanan 2003-2015
Data yang telah diubah kedalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar IV.11. tersebut menunjukkan pola dari keempat data kapal berdasaran kelas ukurannya. Untuk lebih jelasnya, pola dari masing-masing kelas ukuran kapal dijabarkan dalam grafik berikut ini: 1. Kapal Ikan Ukuran 51-100 GT
Kapal Ikan 50 - 100 GT 2.500
JUMLAH KAPAL
2.000 1.500 1.000 500 0 2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
TAHUN
Gambar IV. 12. Grafik Kapal Ikan 51-100 GT
86
2016
Grafik pada Gambar IV.12. menunjukkan bahwa pola data pada kapal ukuran 50100 GT dari tahun 2003 sampai 2015 membentuk pola musiman, yaitu pola yang menunjukkan perubahan dan pergerakan angka pada data jumlah kapal yang membentuk suatu kejadian yang musiman. Hal ini menyebabkan grafik pada data terlihat berulang dalam interval perulangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Metode peramalan yang dipakai untuk pola data ini adalah moving average dengan MA length = 3. 2. Kapal Ikan Ukuran 101-200 GT
Kapal Ikan 100-200 GT JUMLAH KAPAL
2.000 1.500 1.000 500 0 2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
TAHUN
Gambar IV. 13. Grafik Kapal Ikan 101-200 GT
Grafik pada Gambar IV.13. menunjukkan kenaikan dan penurunan yang berupa pola musiman dengan degradasi pada tahun 2008 kemudian beranjak naik pada tahun 2010. Metode peramalan yang dipakai pada pola data ini adalah moving average karena setelah dilakukan pemeriksaan dengan Minitab 17, metode tersebut memiliki tingkat kesalahan yang paling rendah diantara metode lainnya. 3. Kapal Ikan Ukuran 201-300 GT
Kapal Ikan 200-300 GT JUMLAH KAPAL
300 250 200 150 100 50 0 2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
TAHUN
Gambar IV. 14. Grafik Kapal Ikan 201-300 GT
87
Grafik pada Gambar IV.14. juga menunjukkan adanya pola musiman karena pola yang terbentuk menunjukkan perubahan dan pergerakan angka yang membentuk suatu kejadian musiman dengan puncak yang terjadi pada tahun 2004 dan 2010. Metode yang digunakan dalam pola data ini adalah moving average dengan MA length = 3. 4. Kapal Ikan Ukuran 301-500 GT
Kapal Ikan 300-500 GT JUMLAH KAPAL
200 150 100 50 0 2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
TAHUN
Gambar IV. 15.Grafik Kapal Ikan 301-500 GT
Grafik pada Gambar IV.15. menunjukkan adanya pola musiman yang terjadi dengan lebih acak. Namun pola yang terjadi masih menunjukkan perubahan dan pergerakan angka yang membentuk suatu kejadian yang musiman. Metode yang digunakan dalam pola data ini adalah moving average dengan MA length = 3. IV.2.2. Peramalan Jumlah Kapal Ikan di Indonesia Peramalan dilakukan menggunakan bantuan software pengolah data dengan metode moving average (MA length = 3). Hasil peramalan setiap kelas ukuran kapal untuk tahun 20162025 adalah sebagai berikut: 1. Kapal Ikan Ukuran 51-100 GT Tabel IV. 6. Hasil Peramalan Kapal Ikan Ukuran 51-100 GT
88
Tahun
Jumlah Kapal
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
1.823 1.804 1.807 1.812 1.808 1.809 1.810 1.809 1.810
MOVING AVERAGE METHOD MAPE MAD MSD 6,8 130 24193,8 6,3 120,8 22208,8 5,9 111,7 20501,1 5,5 104,1 19038 5,1 97,4 17770,1 4,8 91,4 16659,5 4,5 86,1 15679,6 4,3 81,3 14808,5 4 77,1 14029,2
Tahun
2025
Jumlah Kapal 1.810 Error =
MOVING AVERAGE METHOD MAPE MAD MSD 3,8 0,051
73,2
13327,7
Hasil permalan jumlah kapal ikan ukuran 51-100 GT dapat dilihat pada Tabel IV.6. dengan jumlah kapal ikan pada tahun 2016 sebanyak 1.823 unit, tahun 2017 sebanyak 1.804 unit, tahun 2018 sebanyak 1.807 unit, tahun 2019 sebanyak 1.812 unit, tahun 2020 sebanyak 1.808 unit, tahun 2021 sebanyak 1.809 unit, tahun 2022 sebanyak 1.810 unit, tahun 2023 sebanyak 1.809 unit, tahun 2024 sebanyak 1.810 unit, dan tahun 2025 sebanyak 1.810 unit dengan persentase kesalahan rata-rata (MAPE) yang dimiliki adalah 5,1% atau 0,051. Pengamatan terhadap trend analysis untuk hasil peramalan jumlah kapal ikan ukuran 50-100 GT dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar IV. 16. Scatter Plot untuk Peramalan Kapal Ikan Ukuran 50-100 GT
Hasil plot yang terlihat pada Gambar IV.16. menunjukkan bahwa tren yang terjadi pada jumlah kapal ikan berukuran 50-100 GT dari tahun 2003 – 2025 akan mengalami peningkatan mulai tahun 2016 yang ditandai dengan garis hitam. tingkat kesalahan (MAPE) sebesar 3,8. Sumbu Y menunjukkan jumlah kapal dalam satuan unit, sementara sumbu X menunjukkan garis waktu dalam satuan tahun.
89
2. Kapal Ikan Ukuran 101-200 GT Tabel IV. 7. Hasil Peramalan Kapal Ikan Ukuran 101-200 GT
Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Jumlah Kapal 1.499 1.479 1.487 1.489 1.485 1.487 1.487 1.488 1.487 1.487 Error =
MOVING AVERAGE METHOD MAPE MAD MSD 1,427 19,364 587,424 1,31 17,778 538,481 1,213 16,462 497,094 1,132 15,357 461,659 1,058 14,356 430,889 0,993 13,479 403,965 0,936 12,706 380,209 0,884 12 359,086 0,838 11,368 340,187 0,796 0,011
10,8
323,178
Hasil peramalan jumlah kapal ikan ukuran 101-200 GT dapat dilihat pada Tabel IV.7. dengan jumlah kapal ikan pada tahun 2016 sebanyak 1.499 unit, tahun 2017 sebanyak 1.479 unit, tahun 2018 sebanyak 1.487 unit, tahun 2019 sebanyak 1.489 unit, tahun 2020 sebanyak 1.485 unit, tahun 2021 sebanyak 1.487 unit, tahun 2022 sebanyak 1.487 unit, tahun 2023 sebanyak 1.488 unit, tahun 2024 sebanyak 1.487 unit, dan tahun 2025 sebanyak 1.487 unit dengan persentase kesalahan rata-rata (MAPE) yang dimiliki adalah 1,1% atau 0,011. Pengamatan terhadap trend analysis untuk hasil peramalan jumlah kapal ikan ukuran 101-200 GT ini dapat dilihat gambar berikut:
Gambar IV. 17. Scatter Plot untuk Peramalan Kapal Ikan Ukuran 101-200 GT
90
Hasil plot yang terlihat pada Gambar IV.17. menunjukkan bahwa tren yang terjadi pada kapal ikan berukuran 101-200 GT meningkat dari tahun 2003 – 2025 dengan tingkat kesalahan (MAPE) sebesar 4,4. Sumbu Y menunjukkan jumlah kapal dalam satuan unit, sementara sumbu X menunjukkan garis waktu dalam satuan tahun. 3. Kapal Ikan Ukuran 201-300 GT Tabel IV. 8. Hasil Peramalan Kapal Ikan Ukuran 201-300 GT
Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Jumlah Kapal 221 219 220 220 220 220 220 220 220 220 Error =
MOVING AVERAGE METHOD MAPE MAD MSD 5,268 11,545 207,404 4,904 10,75 190,454 4,562 10 175,88 4,236 9,286 163,317 3,964 8,689 152,437 3,716 8,146 142,91 3,498 7,667 134,503 3,303 7,241 127,031 3,13 6,86 120,345 2,973 0,040
6,517
114,328
Hasil peramalan jumlah kapal perikanan ukuran 201-300 GT seperti tertera pada Tabel IV.8. menunjukkan bahwa jumlah kapal pada tahun 2016 sebanyak 221 unit, tahun 2017 sebanyak 219 unit, tahun 2018 sebanyak 220 unit, tahun 2019 sebanyak 220 unit, tahun 2020 sebanyak 220 unit, tahun 2021 sebanyak 220 unit, tahun 2022 sebanyak 220 unit, tahun 2023 sebanyak 220 unit, tahun 2024 sebanyak 220 unit, dan tahun 2025 sebanyak 220 unit dengan persentase kesalahan rata-rata (MAPE) yang dimiliki adalah 4,0 % atau 0,040. Pengamatan terhadap trend analysis untuk hasil peramalan jumlah kapal ikan ukuran 201-300 GT dapat dilihat pada grafik berikut:
91
Gambar IV. 18. Scatter Plot untuk Peramalan Kapal Ikan Ukuran 201-300 GT
Hasil plot yang terlihat pada Gambar IV.18. menunjukkan bahwa tren yang terjadi pada jumlah kapal ikan berukuran 201-300 GT dari tahun 2003 – 2025 akan mengalami peningkatan mulai tahun 2016 yang ditandai dengan garis hitam. tingkat kesalahan (MAPE) sebesar 2,831. Sumbu Y menunjukkan jumlah kapal dalam satuan unit, sementara sumbu X menunjukkan garis waktu dalam satuan tahun. 4. Kapal Ikan Ukuran 301-500 GT Tabel IV. 9. Hasil Peramalan Kapal Ikan Ukuran 301-500 GT
Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Jumlah Kapal 142 141 143 142 142 143 143 143 143 143 Error =
MOVING AVERAGE METHOD MAPE MAD MSD 10,358 11,848 249,667 9,569 10,944 228,944 8,856 10,128 211,342 8,244 9,429 196,254 7,734 8,844 183,2 7,269 8,312 171,757 6,842 7,824 161,654 6,461 7,389 152,673 6,121 7 144,637 5,815 0,077
6,65
137,406
Hasil peramalan untuk jumlah kapal perikanan ukuran 301-500 GT di Indonesia dapat dilihat pada Tabel IV.9. bahwa tahun 2016 sebanyak 142 unit, tahun 2017 sebanyak 141 unit, tahun 2018 sebanyak 143 unit, tahun 2019 sebanyak 142 unit, tahun 2020 sebanyak 142 unit, tahun 2021 sebanyak 143 unit, tahun 2022 sebanyak 143 unit, tahun
92
2023 sebanyak 143 unit, tahun 2024 sebanyak 143 unit, dan tahun 2025 sebanyak 143 unit dengan persentase kesalahan rata-rata (MAPE) yang dimiliki adalah 7,0 % atau 0,070. Pengamatan terhadap trend analysis untuk hasil peramalan jumlah kapal ikan ukuran 301-500 GT dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar IV. 19. Scatter plot untuk Peramalan Kapal Ikan Ukuran 201-300 GT
Hasil plot yang terlihat pada Gambar IV.19. menunjukkan bahwa tren yang terjadi pada jumlah kapal ikan berukuran 301-500 GT dari tahun 2003 – 2025 terlihat meningkat. Tingkat kesalahan untuk analisa ini adalah 2,0157. Sumbu Y menunjukkan jumlah kapal dalam satuan unit, sementara sumbu X menunjukkan garis waktu dalam satuan tahun. IV.2.3. Proyeksi Permintaan Komponen Refrigerasi Berdasarkan Jumlah Kapal Jumlah permintaan komponen pendingin ruang muat kapal ikan yang terdiri dari lapisan insulasi, kondensor, dan evaporator pada tahun 2016-2025 dihitung dengan menggunakan hasil peramalan jumlah kapal ikan ukuran 50-500 GT tahun 2016-2025 pada subbab sebelumnya. Kebutuhan masing-masing komponen untuk setiap ukuran GT kapal adalah berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan ukuran ruang muat dan kebutuhan pendinginan di dalam ruang muat. Berikut ini adalah jumlah komponen yang dibutuhkan untuk setiap kelas ukuran kapal ikan berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan:
93
Tabel IV. 10. Jumlah Komponen Kapal untuk Setiap Ukuran GT
Ukuran Kapal Ikan 50-100 GT 100-200 GT 200-300 GT 300-500 GT
Insulasi (m2) 408 912 1416 1920
Kondensor (unit) 2 2 4 6
Evaporator (unit) 2 4 6 6
Data pada Tabel IV.10. didapatkan dari hasil pengamatan dan penghitungan di pelabuhan kapal ikan. Setiap range ukuran kapal diambil dua sampel dari ukuran GT yang terbesar untuk kemudian ditentukan kebutuhan komponennya. Nominal angka yang diambil adalah jumlah terbesar yang kemungkinan ada di dalam kapal, hal ini dimaksudkan agar kebutuhan komponen untuk seluruh kapal ikan ukuran 50-500 GT di Indonesia dapat terhitung. Kebutuhan insulasi dihitung berdasarkan luas permukaan ruang muat yang ada di dalam palka kapal ikan beserta cold storage yang ada diatas deck kapal. Kebutuhan kondensor dihitung berdasarkan keadaan sebenarnya di dalam ruang kendali palka ikan. Kondensor yang ada di dalam kapal ikan sudah terpasang kompresor, jadi kebutuhan kompresor adalah sama dengan jumlah kondensornya. Kebutuhan evaporator merupakan jumlah unit yang ada di dalam ruang pendingin untuk menyimpan ikan yang telah membeku, unit yang dihitung berupa air blast evaporator yang menjaga ruangan penyimpanan tetap dingin selama pelayaran berlangsung. Selanjutnya proyeksi kebutuhan komponen refrigerasi kapal ikan berdasarkan jumlah kapal ikan di Indonesia untuk Tahun 2017-2025 dapat dilihat pada penjelasan berikut ini: 1. Kebutuhan Insulasi Kapal 50-500 GT Tabel IV. 11. Proyeksi Kebutuhan Insulasi Ruang Muat Tahun 2017-2025
Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
50-100 GT 743.784 736.032 737.256 739.296 737.664 738.072 738.480 738.072 738.480 738.480
101-200 GT 1.367.088 1.348.848 1.356.144 1.357.968 1.354.320 1.356.144 1.356.144 1.357.056 1.356.144 1.356.144
201-300 GT 312.936 310.104 311.520 311.520 311.520 311.520 311.520 311.520 311.520 311.520
301-500 GT 272.640 270.720 274.560 272.640 272.640 274.560 274.560 274.560 274.560 274.560
Jumlah (m2) 2.696.448 2.665.704 2.679.480 2.681.424 2.676.144 2.680.296 2.680.704 2.681.208 2.680.704 2.680.704
Hasil proyeksi pada Tabel IV.11. menunjukkan luas (satuan = m2) insulasi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pada ruang muat kapal ikan ukuran 50-500 GT di Indonesia dari tahun 2017-2025.
94
2. Kebutuhan Kondensor Kapal 50-500 GT Tabel IV. 12. Proyeksi Kebutuhan Kondensor Ruang Muat Tahun 2017-2025
Tahun
50-100 GT
101-200 GT
201-300 GT
301-500 GT
Jumlah (unit)
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
3.646 3.608 3.614 3.624 3.616 3.618 3.620 3.618 3.620 3.620
2.998 2.958 2.974 2.978 2.970 2.974 2.974 2.976 2.974 2.974
884 876 880 880 880 880 880 880 880 880
852 846 858 852 852 858 858 858 858 858
8.380 8.288 8.326 8.334 8.318 8.330 8.332 8.332 8.332 8.332
Hasil proyeksi pada Tabel IV.12. menunjukkan banyaknya kondensor yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pada ruang muat kapal ikan ukuran 50-500 GT di Indonesia dari tahun 2017-2025. 3. Kebutuhan Evaporator Kapal 50-500 GT Tabel IV. 13. Proyeksi Kebutuhan Evaporator Ruang Muat Tahun 2017-2025
Tahun
50-100 GT
101-200 GT
201-300 GT
301-500 GT
Jumlah
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
3.646 3.608 3.614 3.624 3.616 3.618 3.620 3.618 3.620 3.620
5.996 5.916 5.948 5.956 5.940 5.948 5.948 5.952 5.948 5.948
1.326 1.314 1.320 1.320 1.320 1.320 1.320 1.320 1.320 1.320
852 846 858 852 852 858 858 858 858 858
11.820 11.684 11.740 11.752 11.728 11.744 11.746 11.748 11.746 11.746
Hasil proyeksi pada Tabel IV.13. menunjukkan jumlah evaporator yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pada ruang ruang penyimpanan kapal ikan ukuran 50-500 GT di Indonesia dari tahun 2017-2025. Berdasarkan proyeksi permintaan komponen pendingin ruang muat kapal ikan yang telah dilakukan tersebut, diperkirakan industri perikanan di Indonesia akan sangat membutuhkan industri penunjang seperti pembuat komponen dan instalasi pendingin ruang muat untuk memenuhi kebutuhan komponen refrigerasi kapal perikanan di Indonesia.
95
Halaman ini sengaja dikosongkan
96
BAB V PERENCANAAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT KAPAL IKAN V.1. Analisis Teknis Perencanaan industri yang dilakukan ini diawali dengan analisis teknis untuk pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan di Indonesia. Analisis teknis yang dilakukan adalah kegiatan pemilihan lokasi industri komponen pendingin kapal, perencanaan produk, proses pembuatan produk, mesin dan peralatan yang dibutuhkan, dan layout pabrik. Pemilihan lokasi industri meliputi kondisi lahan, ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, rencana tata ruang, pemasaran, dan kecukupan infrastruktur. Proses pembuatan produk secara garis besar diawali dari desain produk secara digital, lalu tahap fabrikasi, tahap produksi, tahap inspeksi, tahap perakitan, tahap electrical, tahap pengemasan, dan pengiriman . Dari proses-proses tersebut, dapat ditentukan mesin dan peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang pekerjaan. Kemudian dari alur kerja dan peralatan mesin yang akan digunakan, dapat dirancang layout pabrik untuk menentukan tata letak peralatan dan alur manufaktur untuk rencana pekerjaan. Analisa teknis akan memberikan gambaran mengenai industri komponen pendingin ruang muat ini dengan jelas. V.1.1. Identifikasi Tempat Penangkapan Ikan Perencanaan lokasi industri dilakukan dengan mempertimbangkan permintaan pasar yang membutuhkan komponen pendingin ruang muat kapal ikan. Target pasar dari industri yang direncanakan adalah kapal-kapal perikanan yang memiliki muatan ikan. Tempat yang banyak terdapat kapal-kapal perikanan adalah lokasi yang terdapat pelabuhan perikanan. Lokasi di sekitar pelabuhan perikanan tersebut juga terdapat galangan untuk reparasi kapal dan pembangunan kapal ikan yang membutuhkan komponen pendingin untuk ruang muatnya. Langkah menentukan calon lokasi untuk industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan adalah mengidentifikasi jumlah dan letak usaha perikanan yang terdapat di Indonesia. Dengan mengetahui letak usaha perikanan di Indonesia, dapat diperkirakan lokasi yang membutuhkan komponen pendingin ruang muat untuk kapal perikanan. Selain dapat membantu meningkatkan produktivitas industri perkapalan di daerah tersebut, juga dapat menjaring pasar yang lebih mudah untuk pemasaran produk. Usaha perikanan dalam suatu provinsi dapat mencerminkan jumlah kapal ikan dan usaha perikanan yang terdapat di provinsi tersebut. Jumlah usaha perikanan berdasarkan provinsi dapat dilihat pada data berikut ini:
97
Gambar V. 1. Jumlah Usaha Perikanan Berdasarkan Provinsi (2013) (Sumber: www.bps.go.id)
Berdasarkan data pada Gambar V.1. mengenai jumlah usaha perikanan yang terdapat di tiap provinsi di Indonesia, didapatkan bahwa Pulau Jawa memiliki paling banyak usaha perikanan. Setiap usaha perikanan ini didukung oleh adanya Pelabuhan Perikanan (PP) yang menjadi tempat aktivitas bongkar muat serta jual-beli ikan hasil tangkapan dari laut. Setiap ikan-ikan yang ditangkap di tengah laut kemudian diawetkan di dalam palka ikan berpendingin kemudian disimpan kembali dalam ruangan pendingin yang terdapat di PP tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, industri peralatan pendingin untuk pengawetan ikan menjadi sebuah kebutuhan untuk menangani kebutuhan para nelayan penangkap ikan dan usaha perikanan yang terdapat di Pulau Jawa. Selanjutnya adalah mengidentifikasi lokasi Pelabuhan Perikanan yang terdapat di Indonesia. Pelabuhan perikanan yang terdaftar oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan dapat di-plot pada peta Indonesia. Dari lokasi-lokasi tersebut dapat ditentukan lokasi yang sekiranya layak untuk dijadikan tempat pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal perikanan. Berikut ini adalah daftar pelabuhan perikanan yang terdapat di seluruh Indonesia:
98
1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Berikut ini adalah letak Pelabuhan Perikanan Samudera yang terdapat di Indonesia:
Gambar V. 2. Letak Pelabuhan Perikanan Samudera (Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016)
Hasil plotting pada Gambar V.2. adalah lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera yang tersebar di seluruh Indonesia (ditandai oleh pin biru). Jarak yang jauh antara pelabuhan ini disebabkan oleh tingkat kepentingan terhadap tempat pendaratan ikan untuk penangkapan Samudera. Pelabuhan-pelabuhan tersebut dibangun di tempat-tempat yang strategis terhadap pelayaran Samudera. Berikut ini adalah lokasi lengkap dari masingmasing pelabuhan: Tabel V. 1. Daftar Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) di Indonesia
No.
Nama Pelabuhan
1 2 3 4 5 6 7
PPS Kendari PPS Bungus PPS Nizam Zachman PPS Cilacap PPS Belawan PPS Bitung PPS Lampulo
Provinsi Sulawesi Tenggara Sumatera Barat DKI Jakarta Jawa Tengah Sumatera Utara Sulawesi Utara Aceh
(Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016)
Berdasarkan data pada Tabel V.1, dapat dilihat bahwa terdapat tiga Pelabuhan Perikanan Samudera di Pulau Sumatera, dua pelabuhan di Pulau Jawa, dan dua pelabuhan di Pulau Sulawesi. Sementara Pulau Kalimantan dan Irian Jaya tidak memiliki Pelabuhah Perikanan Samudera karena tidak memiliki arus penangkapan ikan dari samudera.
99
2. Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Berikut ini adalah letak Pelabuhan Perikanan Nasional yang ada di Indonesia:
Gambar V. 3. Letak Pelabuhan Perikanan Nasional (Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016)
Hasil plotting pada Gambar V.3 menunjukkan lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera yang tersebar di seluruh Indonesia (ditandai oleh pin merah). Dapat dilihat bahwa terdapat empat pelabuhan yang terdapat di Pulau Sumatera, satu pelabuhan yang terdapat di Pulau Kalimantan, enam pelabuhan yang terdapat di Pulau Jawa, dan satu pelabuhan yang terdapat di Pulau Bali. Pelabuhan-pelabuhan tersebut dibangun di tempat-tempat yang strategis terhadap pelayaran Nasional. Berikut ini adalah lokasi lengkap dari masing-masing pelabuhan: Tabel V. 2. Daftar Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) di Indonesia
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Pelabuhan PPN Idi PPN Sibolga PPN Ambon PPN Pekalongan PPN Pelabuhan Ratu PPN Prigi PPN Sungailiat PPN Kwandang PPN Kejawanan PPN Ternate PPN Brondong PPN Tanjung Pandan PPN Tual PPN Pemangkat PPN Karangantu PPN Pengambengan
Provinsi Aceh Sumatera Utara Maluku Jawa Tengah Jawa Barat Jawa Timur Kep. Bangka Belitung Gorontalo Jawa Barat Maluku Utara Jawa Timur Kep. Bangka Belitung Maluku Kalimantan Barat Banten Bali
(Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016)
Berdasarkan data pada Gambar V.3, dapat diketahui letak dari Pelabuhan Perikanan Nasional di Indonesia mayoritas terdapat di Pulau Jawa.
100
3. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Berikut ini adalah letak Pelabuhan Perikanan Pantai yang ada di Indonesia:
Gambar V. 4. Letak Pelabuhan Perikanan Pantai (Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016)
Hasil plotting pada Gambar V.4. menunjukkan lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera yang berjumlah 44 dan tersebar di seluruh Indonesia (ditandai oleh pin ungu). Berikut ini adalah lokasi lengkap dari masing-masing pelabuhan yang terdapat di Pulau Jawa: Tabel V. 3. Daftar Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Pulau Jawa
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nama Pelabuhan PPP Labuan PPP Blanakan PPP Bondet PPP Ciparage PPP Eretan Wetan PPP Muara Ciasem PPP Cilauteureun PPP Bajomulyo PPP Asem Doyong PPP Tasik Agung PPP Morodemak PPP Tawang PPP Klidang Lor PPP Tegalsari PPP Karimun Jawa PPP Wonokerto PPP Sadeng PPP Paiton PPP Pondok Dadap PPP Muncar PPP Lekok PPP Mayangan PPP Puger PPP Tamperan PPP Bawean
Provinsi Banten Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
(Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016)
101
Berdasarkan data pada Tabel V.3, dapat disimpulkan bahwa terdapat enam pelabuhan di Provinsi Jawa Barat, sembilan pelabuhan di Provinsi Jawa Tengah, dan delapan pelabuhan di Provinsi Jawa Timur. Artinya, banyak terdapat pelabuhan perikanan dari kelas Pelabuhan Perikanan Samudera, Pelabuhan Perikanan Nasional, dan Pelabuhan Perikanan Pantai yang dapat menjadi target pasar untuk industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan. Jadi tempat yang akan dipilih sebagai calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan adalah di Pulau Jawa, terutama Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mengingat lokasi industri harus memiliki akses yang mudah terhadap administrasi, promosi, infrastruktur, dan transportasi bahan baku maupun barang jadi, maka dipilihlah Kota Semarang, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Gresik sebagai calon lokasi industri komponen refrigerasi kapal ikan sebagai lokasi yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk pembobotan calon lokasi industri yang sedang direncanakan. V.1.2. Perencanaan Lokasi Industri Pertimbangan yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah: kondisi lahan, ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, kecukupan infrastruktur, rencana tata ruang terkait, pertimbangan pemasaran, dan modal. Lokasi yang dilakukan penilaian adalah: 1. Kawasan Industri Candi Jln. Gatot Subroto, Blok 27 No. 9 Kav. 14, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah 2. Jalan Raya Daendels Km 53 Tuban-Gresik, Kelurahan Sidokelar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 62264 3. Jalan Raya Daendels Km. 34 Tuban-Gresik, Kelurahan Wotan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61156 Masing-masing lokasi memiliki kriteria dan kualitas yang layak, namun harus dipilih satu lokasi sebagai lahan untuk industri komponen pendingin. Pemilihan lahan yang tersedia menggunakan dasar pemilihan lokasi industri dengan pembobotan. Terdapat beberapa aspek yang dinilai, lalu masing-masing aspek tersebut diberikan penilaian sesuai kenyataan. Calon lokasi dengan nilai paling tinggi yang akan dipilih sebagai lokasi untuk pengembangan industri komponen refrigerasi ruang muat kapal perikanan. Penjelasan lebih detail mengenai penilaian masing-masing lokasi adalah sebagai berikut:
102
a. Lokasi Pertama
Gambar V. 5. Lokasi Pertama di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang
Kawasan Industri Candi yang terletak di Kota Semarang merupakan kawasan industrial estate yang terkenal di Semarang. Dapat dilihat pada Gambar V.5. bahwa kawasan yang didirikan khusus untuk aktivitas industri ini membuat akses dan lingkungannya mendukung untuk dilewati truk-truk container dan kendaraan berat lainnya. Kawasan ini juga memiliki jarak yang dekat dengan pelabuhan Tanjung Emas dan jalan raya antar kota. Dapat dilihat peta lokasi pertama pada Gambar V.6. yang ditandai dengan pin merah bahwa kavling tersebut memiliki luas 1297,17 m2. Kavling tersebut terletak diatas kontur tanah yang padat dengan sedikit bebatuan disekitarnya.
Gambar V. 6. Peta Lokasi Pertama di Kota Semarang (Sumber: Google Maps, 2016)
103
Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada lokasi pertama yang terletak di Kawasan Industri Candi Jalan Gatot Subroto, Blok 27 No. 9 Kav. 14, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah maka didapatkan informasi sebagai berikut: a. Kondisi Lahan Pertimbangan kondisi lahan dalam penentuan lokasi industri komponen pendingin ruang muat ikan terdiri atas kemampuan lahan dan penggunaan lahan. Keterangan lebih lanjut dijabarkan dalam penjelasan berikut ini: Kemampuan Lahan Kemampuan lahan diperoleh dari kondisi kemiringan yang ada di lokasi. Berdasarkan data tersebut, diperoleh klasifikasi menjadi tiga kelas yaitu kemampuan lahan Rendah (kelas 1) yaitu kemiringan >15%, kemampuan lahan Menengah (kelas 2) yaitu kemiringan 5%-15%, dan kemampuan lahan Tinggi (kelas 3) yaitu kemiringan 0%-5%. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V. 4. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Kemampuan Lahan pada Lokasi Pertama
Kelas Kemampuan Lahan
Nilai
Faktor Pertimbangan
Rendah (Kelas 1)
1
Rendahnya kemampuan lahan dikarenakan kondisi yang curam dan rawan bencana
Menengah (Kelas 2)
2
Kemampuan lahan yang cukup baik, walaupun terletak di tanah yang memiliki kemiringan 5%-15%
Tinggi (Kelas 3)
3
Kemampuan lahan yang baik, dari segi topografi memiliki lahan yang landai, tekstur tanah cocok untuk didirikan bangunan, dan bukan merupakan daerah yang rawan bencana
Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa kemampuan lahan untuk lokasi Kawasan Industri Candi Jalan Gatot Subroto, Blok 27 No. 9 Kav. 14, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah tergolong ke dalam Klasifikasi Tinggi (Kelas 3). Hal tersebut dikarenakan daya dukung calon lokasi yang baik ditinjau dari kontur lahan yang landau, jenis tekstur tanah sedang, dan lokasi terletak di lokasi yang bukan rawan terjadi bencana. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 3.
104
Penggunaan Lahan Lahan tempat calon lokasi industri komponen pendingin nantinya akan sangat penting bagi kelancaran proses produksi dan distribusi. Lahan yang telah ada memiliki fungsinya masing-masing. Penggunaan lahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: Kawasan Perumahan, Kawasan Industri, dan Kawasan Pelabuhan. Adapun klasifikasi penggunaan lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V. 5. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Penggunaan Lahan pada Lokasi Pertama
Kelas Kemampuan Lahan
Nilai
Faktor Pertimbangan
Kawasan Perumahan
1
Calon lokasi yang kurang sesuai untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage
Kawasan Industri
2
Calon lokasi yang cukup baik untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage
Kawasan Pelabuhan
3
Calon lokasi yang sangat baik untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage
Berdasarkan hasil pengamatan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa penggunaan lahan untuk lokasi Kawasan Industri Candi Jalan Gatot Subroto, Blok 27 No. 9 Kav. 14, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah termasuk ke dalam klasifikasi Kawasan Industri yang merupakan calon lokasi yang cukup baik untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 2. b. Ketersediaan Bahan Baku Faktor berikutnya dalam pertimbangan pemilihan lokasi industri adalah ketersediaan bahan baku. Bahan baku merupakan hal penting dan faktor yang mempengaruhi kelancaran kegiatan suatu industri. Variabel yang terkait dengan pembobotan ketersediaan bahan baku untuk lokasi industri komponen cold storage adalah kuantitas bahan baku, kontinuitas bahan baku, dan jarak bahan baku tersebut ke lokasi yang akan kita pilih. Ketiganya memiliki keterkaitan namun tidak menutup kemungkinan untuk variabel lain sebagai varaibel yang dominan. Berikut ini merupakan data mengenai perusahaan pengolah baja dan supplier untuk produk polyurethane di sekitar Wilayah Semarang:
105
Tabel V. 6. Ketersediaan Bahan Baku pada Lokasi Pertama
No. 1
2
3
Nama Perusahaan
Alamat
Semarang Perkasa Stalindo (Pelat
Jln. Gatot Subroto Blok B/1, Kawasan Industri
Baja)
Candi, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang
PT. Semarang Makmur (Pelat
Jln. Simongan 102, Kecamatan Semarang Barat,
Baja)
Kota Semarang
PT. Raja Besi
Jln. Dr. Setiabudi No. 117 Srondol Wetan, Banyumanik, Kota Semarang
4
Davin Cool Refrigeration Parts
Jln. Jendral Sudirman 141A, Kota Semarang
Data diatas didapatkan berdasarkan pengamatan dan pencarian selama melakukan survei. Sementara itu, perusahaan tempat penulis melakukan pengamatan menyuplai bahan baku insulasi yaitu polyurethane dari Surabaya. Jadi hanya bahan baku pelat baja dan material saja yang dapat menunjang industri komponen pendingin di lokasi pertama. Berikut ini adalah pembobotan lokasi berdasarkan kuantitas bahan baku, kontinuitas ketersediaan bahan baku, dan jarak bahan baku: Kuantitas Bahan Baku Jumlah bahan baku yang akan digunakan selama proses produksi sangat penting untuk diperhitungkan dalam perencanaan lokasi industri karena merupakan input kegiatan produksi. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan kuantitas bahan baku untuk industri komponen pendingin adalah sebagai berikut: Tabel V. 7. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Kuantitas Bahan Baku pada Lo kasi Pertama.
Kuantitas Bahan Baku
Nilai
Faktor Pertimbangan
Jumlah Bahan Baku Tidak Ada
1
Sama sekali tidak terdapat bahan baku, maka tidak akan mendukung industri komponen pendingin
Jumlah Bahan Baku Terbatas
2
Bahan
baku
terbatas,
namun
masih
dapat
mendukung industri komponen pendingin Jumlah Bahan Baku Melimpah
3
Bahan baku berlimpah, akan sangat mendukung untuk industri komponen pendingin
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah bahan baku pada lokasi pertama adalah terbatas pada baja saja, sementara bahan baku untuk membuat insulasi ruangan pendingin baru ada di Surabaya Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 2.
106
Kontinuitas Bahan Baku Setelah jumlah bahan baku dapat diperkirakan, ketersediaan bahan baku yang kontinu dan berkelanjutan setiap tahun sangat mendukung industri komponen pendingin. Untuk itulah kontinuitas bahan baku menjadi pertimbangan berikutnya dalam menentukan calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat. Analisa yang dipakai untuk pembobotan kontinuitas bahan baku adalah tidak kontinu, kontinuitas menengah, dan kontinuitas tinggi. Tabel V. 8. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Kontinuitas Bahan Baku pada Lokasi Pertama
Tingkat Kontinuitas
Nilai
Faktor Pertimbangan
Tidak Kontinu
1
Ketersediaan bahan baku sama sekali tidak kontinu, tidak cocok untuk lokasi industri komponen pendingin
Kontinuitas Menengah
2
Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas menengah yang masih dapat mendukung proses produksi dalam industri komponen pendingin
Kontinuitas Tinggi
3
Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas tinggi, sangat mendukung proses produksi dalam industri komponen pendingin
Berdasarkan data diatas, lokasi pertama memiliki kriteria kontinuitas bahan baku yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perusahaan yang memproduksi bahan baku yang dibutuhkan untuk menjalan produksi dalam industri komponen pendingin. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 3. Jarak Bahan Baku Jarak bahan baku yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah jarak antar kecamatan dalam satu kota antara calon lokasi yang ditinjau dengan lokasi penghasil bahan baku. Semakin dekat lokasi yang kita tinjau terhadap lokasi bahan baku, maka semakin mudah juga kita memperoleh bahan baku untuk proses produksi. Kesesuaian lokasi industri komponen pendingin ruang muat berdasarkan jarak bahan baku adalah sebagai berikut:
107
Tabel V. 9. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Jarak Bahan Baku pada Lokasi Pertama
Tingkat Kontinuitas Kecamatan tersebut tidak
Nilai
Faktor Pertimbangan
1
Jarak antara calon lokasi industri
berbatasan langsung dengan
dengan lokasi penghasil bahan baku
kecamatan penghasil bahan baku
adalah jauh
Kecamatan tersebut berbatasan
2
Jarak antara calon lokasi industri
langsung dengan kecamatan
dengan lokasi penghasil bahan baku
penghasil bahan baku
cukup dekat
Kecamatan tersebut merupakan
3
Jarak antara calon lokasi industri dengan lokasi penghasil bahan baku
kecamatan penghasil bahan baku
adalah dekat
Berdasarkan data diatas, kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku dan terletak di dalam kota yang sama yaitu Kota Semarang. Artinya jarak antara calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan ini cukup dekat dengan penghasil bahan baku. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 2. c. Ketersediaan Tenaga Kerja Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia akan menggerakan proses produksi dalam
industri
komponen
pendingin.
Penentuan
lokasi
industri
mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja secara kuantitas, seberapa banyak jumlah angkatan kerja yang secara resmi terdaftar sebagai pengangguran atau sedang mencari pekerjaan. Secara kualitas, tenaga kerja juga dipertimbangkan
dengan
memperhatikan
aspek
tingkat
pendidikan,
kemampuan, serta keterampilan yang menjadi kebutuhan industri tersebut. Jumlah penduduk Semarang yang membutuhkan pekerjaan dapat dilihat dari data pencari kerja yang mendaftarkan diri di Kantor Disnakertrans Kota Semarang. Data tersebut dirinci menurut jenis pendidikan pada tahun 2015, dapat dilihat dalam Tabel berikut ini: Tabel V. 10. Data Pencari Kerja di Semarang (2015)
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA/SMK Diploma Sarjana Total
Pria
Wanita
Subtotal
3 52 172 1138 1727
8 73 1136 1897 2014
11 125 1308 3035 3741
3092
5128
8220
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
108
Jumlah calon pekerja berdasarkan pendidikan terakhirnya per tahun 2015 dapat dilihat dalam Tabel V.11. berikut ini: Tabel V. 11. Jumlah Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kawasan Semarang
2015 Banyaknya Pekerja menurut Pendidikan (Jiwa) D1- D2SD SMP SMA D4 - S1 D3 3508 2035 12983 9687 6040
Kecamatan Mijen Gunungpati
4135
4217
10587
4468
4785
Banyumanik
8645
10010
23495
16860
25706
603
17454
27714
9211
4732
Smg Selatan
3753
6523
12682
5079
5461
Candisari
1357
8294
16031
9992
6015
Tembalang
19150
27449
31373
6044
7619
Pedurungan
9118
20053
34523
8864
5271
11589
10588
16225
4747
4382
Gayamsari
5732
10223
17356
5957
5715
Smg Timur
9844
10734
17043
4512
5438
Smg Utara
13796
13899
30850
5401
5418
5265
15068
9692
4468
3665
10261
20135
32718
12959
10660
3520
4487
5714
1506
1455
14054
14779
17450
8420
8519
124330
195948
316436
118175
110881
Gajahmungkur
Genuk
Smg Tengah Smg Barat Tugu Ngaliyan Kota Semarang
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Tingkat pendidikan penduduk dari 17 Kecamatan yang ada di Semarang pada Tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar V.7 berikut ini:
Jumlah Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Semarang D4 - S1 13%
SD 14% SD
D1- D2- D3 14%
SMP SMP 23%
SMA 36%
SMA D1- D2- D3 D4 - S1
Gambar V. 7. Jumlah Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota Semarang (2015) (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
109
Dari grafik diatas, dapat diketahui bahwa lulusan terbanyak untuk penduduk Semarang yang potensial kerja adalah pada jenjang SMA. Hal tersebut dapat menunjang industri komponen pendingin dalam hal ketersediaan tenaga kerja. Tabel V.12. berikut adalah daftar lembaga pendidikan setingkat SMK dan Perguruan Tinggi yang terdapat di Kawasan Semarang: Tabel V. 12. Daftar Sekolah Menengah di Lokasi Pertama
No.
Nama Lembaga Pendidikan
Alamat
1
SMK Bagimu Negeriku
Jln. Palir Raya No. 66-68, Kota Semarang
2
SMK Bina Nusantara
Jln. Kemantren No. 5, Kota Semarang
3
SMK Islamic Centre Baiturrahman
Jln. Abdul Rahman Saleh No.285, Kota Semarang
4
SMK Setiabudhi Semarang
Jln. WR. Supratman No. 37, Kota Semarang
5
SMK Nusa Bhakti Semarang
Jln. Wologito Barat No. 125, Kembang Arum, Seamrang Barat, Kota Semarang
6
Universitas Diponegoro
Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Kota Semarang
7
Universitas Negeri Semarang
Jln. Taman Siswa, Sekarang, Gunung Pati, Kota Semarang
8
Politeknik Negeri Semarang
Jln. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang, Kota Semarang
9
Universitas Dian Nuswantoro
Jln. Nakula I No. 5-11, Kota Semarang
10
STIE Pelita Nusantara
Jln. Slamet Riyadi No. 40, Gayamsari, Kota Semarang
11
STIE Totalwin
Jln. Kyai Soleh, Randusari, Semarang Selatan, Kota Semarang
12
STIE Widya Maggala
Jln. Sriwijaya 32, Wonodri, Semarang Selatan, Kota Semarang
(Sumber: Dinas Pendidikan Kota Semarang, 2016)
Berdasarkan data diatas, jumlah penduduk Semarang yang berusia potensial kerja dengan ditambah sarana pendidikan yang memadai, dirasa cukup untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan handal sesuai bidangnya. Adapun klasifikasi ketersediaan tenaga kerja adalah sebagai berikut: Tabel V. 13. Kriteria Ketersediaan Tenaga Kerja pada Lokasi Pertama
Ketersediaan Tenaga Kerja Ketersediaan Tenaga Kerja Tidak Ada
Nilai
Faktor Pertimbangan
1
Tidak ada persediaan tenaga kerja sama sekali, maka tidak mendukung industri komponen pendingin
110
Ketersediaan Tenaga Kerja
Nilai
Faktor Pertimbangan
2
Terbatasnya persediaan tenaga kerja, maka
Ketersediaan Tenaga Kerja
masih dapat mendukung industri komponen
Terbatas
pendingin 3
Ketersediaan Tenaga Kerja
Ketersediaan
tenaga
kerja
yang
sangat
memadai, sangat mendukung untuk industri
Banyak
komponen pendingin
Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ketersediaan tenaga kerja di lokasi pertama berlimpah. Banyaknya ketersediaan calon tenaga kerja yang terdapat di suatu lokasi menandakan bahwa lokasi tersebut cocok untuk didirikan industri komponen pendingin dari segi ketersediaan tenaga kerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 3. d. Kecukupan Infrastruktur Pertimbangan selanjutnya untuk menentukan pembobotan calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat adalah kecukupan infrastruktur untuk calon lokasi industri komponen pendingin. Infrastruktur penunjang pada penelitian ini adalah air bersih, listrik, jaringan telepon, dan akses jalan raya. Berikut adalah pembobotan untuk masing-masing aspek pertimbangan: Kecukupan Air Bersih Proses pembuatan komponen pendingin kapal yang salah satunya membutuhkan air bersih untuk proses pengecoran insulasi membuat kecukupan air bersih patutu dipertimbangkan. Air bersih ditinjau dari ketersediaan PDAM maupun air tanah pada daerah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan air bersih. Berikut adalah data penggunaan air bersih di Kota Semarang, meliputi jumlah pelanggan, jumlah volume pemakaian air, dan penjualan air oleh PDAM: Tabel V. 14. Data Jumlah Penggunaan Air PDAM di Kawasan Semarang (2015)
N Uraian
o
2013
2014
2015
144.626
152.014
160.427
1
Jumlah Pelanggan
2
Pemakaian Air (m3)
43.162.544
44.488.536
45.996.714
3
Penjualan Air (Rp)
156.163.337.640
163.453.646.690
170.330.479.455
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
111
Data tersebut memaparkan jumlah yang ada sampai tahun 2015. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan air bersih adalah sebagai berikut: Tabel V. 15. Kecukupan Air Bersih pada Lokasi Pertama
Kecukupan Air Bersih Tidak Memadai
Nilai
Faktor Pertimbangan
1
Tidak terlayaninya kecukupan air bersih untuk mendukung industri komponen pendingin
3
Memadai
Suplai Air bersih yang sudah memadai dapat mendukung industri komponen pendingin kapal
Dari data pada Tabel V.14. dapat disimpulkan bahwa pasokan air bersih di kawasan Semarang terutama Kecamatan Ngaliyan adalah memadai dan terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 3. Kecukupan Listrik dan Telepon Operasional suatu industri didukung penuh oleh suplai listrik yang cukup untuk menggerakan peralatan dan mesin industri serta penerangan. Selain itu jaringan telepon untuk sebuah industri juga sangat penting untuk komunukasi jarak jauh. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan listrik dan telepon. Berikut adalah data mengenai listrik yang terpasang, listrik yang tersambung, dan distribusi listrik ditinjau dari jumlah kWh yang terjual: Tabel V. 16. Informasi Kelistrikan Kota Semarang (2015)
No
Uraian
1
Jumlah Pelanggan
2
Daya Tersambung (kWh)
3
Listrik yang Terjual (kWh) Total
2013
2014
2015
411.575
1.324.677
1.324.677
1.097.490.457
2.269.871.857
2.269.871.857
205.881.082
4.586.648.043
4.586.648.043
1.303.783.114
6.857.844.577
6.857.844.577
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama sudah mendapat distribusi listrik yang memadai. Hal tersebut menguntungkan untuk lokasi pertama dan menjadi nilai tambah untuk aspek pembobotan ketersediaan suplai listrik. Klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan listrik dan telepon adalah sebagai berikut:
112
Tabel V. 17. Kecukupan Suplai Listrik dan Telepon pada Lokasi Pertama
Kecukupan Suplai Listrik dan Telepon Tidak Memadai
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Tidak terlayaninya kecukupan listrik dan telepon untuk mendukung industri komponen pendingin
Memadai
3
Suplai listrik yang sudah memadai dapat mendukung industri komponen pendingin kapal
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan suplai listrik dan akses telepon di lokasi pertama terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 3. Kecukupan Akses Jalan Raya
Gambar V. 8. Jalan Raya di Dalam Kawasan Industri Candi Semarang
Akses jalan raya diperlukan dalam aktivitas industri untuk keperluan logistik dan transportasi bahan baku serta produk jadi. Kecukupan jaringan jalan raya yang baik dapat mendukung proses proses industri komponen pendingin kapal ikan. Kendaraan yang digunakan untuk alat transportasi juga memerlukan akses yang layak. Menurut Badan Pusat Statistik (2016), panjang jalan di seluruh wilayah kota Semarang mencapai 2.785,28 km. Dimana bila diliaht dari jenis permukaannya, 1.885,28 km sudah diaspal. Sementara dari kondisinya 56,63% dalam keadaan baik, 26,57% dalam keadaan sedang, dan 16.8% dalam keadaan rusak. Berikut ini adalah data proses pengerasan jalan raya di wilayah Semarang:
113
Tabel V. 18. Data Proses Pengerasan Jalan Raya Kota Semarang (2015)
Jenis Permukaan Jalan Raya
Status Jalan (km) Nasional
Provinsi
Kab/Kota/Lokal
Jumlah/Total
Aspal
68,12
27,16
1.745,00
1.840,28
Kerikil
0,00
0,00
83,00
83,00
Tanah
0,00
0,00
171,00
171,00
Tidak dirinci
0,00
0,00
691,00
691,00
68,12
27,16
2.690,00
2.785,28
JUMLAH
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Dari data proses pengerasan jalan raya yang telah dipaparkan tersebut, kondisi ruas jalan masing-masing dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel V. 19. Kondisi Jalan Raya di Wilayah Semarang (2015)
Status Jalan (km) Kondisi Jalan
Nasional
Provinsi
Kab/Kota/Lokal
Jumlah/Total
Baik
68,12
27,16
1.433,00
1.528,28
Sedang
0,00
0,00
767,00
767,00
Rusak
0,00
0,00
351,00
351,00
Rusak Berat
0,00
0,00
139,00
139,00
68,12
27,16
2.690,00
2.785,28
JUMLAH
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan jaringan jalan raya adalah sebagai berikut ini: Tabel V. 20. Kecukupan Jaringan Jalan pada Lokasi Pertama
Kecukupan Jaringan Jalan Akses jalan tidak memadai
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Akses jalan yang tidak memadai dari segi kondisi jalan dan ketersediaan ruas jalan raya
Akses jalan memadai
3
Akses jalan yang memadai dari segi kondisi jalan dan ketersediaan ruas jalan raya
Berdasarkan data yang tersedia dan kondisi jalan raya dalam Tabel V.19., dapat disimpulkan bahwa ketersediaan jaringan jalan raya untuk lokasi pertama adalah memadai dan layak untuk digunakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 3. e. Rencana Tata Ruang Terkait Penentuan Lokasi Menentukan lokasi yang akan didirikan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan harus menyesuaikan rencana tata ruang pada lokasi yang akan dipilih. Rencana tata ruang dalam suatu wilayah akan menentukan rencana
114
pengembangan suatu wilayah. Jadi di masa yang akan datang tidak akan terjadi hal-hal yang menyulitkan seperti wilayah industri yang berubah fungsi menjadi area perumahan atau area pendidikan.
Gambar V. 9. Rencana Tata Kota untuk Kecamatan Ngaliyan (Sumber: Peraturan Daerah Kota Semarang, 2011)
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031 pada Gambar V.9. lokasi pertama yang terletak di Kecamatan Ngaliyan (lingkaran putih) akan dikembangkan menjadi kawasan industri. Hal ini dapat menguntungkan karena lokasi yang ditinjau menjadi semakin layak untuk dijadikan industri komponen pendingin. Pertimbangan selanjutnya dalam rencana tata ruang terkait lokasi pertama adalah SSWP. Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) dalam suatu kawasan dibagi kedalam empat jenis, yaitu Wilayah Pertanian, Wilayah Peternakan, Wilayah Industri, dan Wilayah Pelabuhan. Klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan tata ruang adalah sebagai berikut: Tabel V. 21. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Tata Ruang Terkait pada Lokasi Pertama
Rencana Tata Ruang Terkait SSWP 1 untuk wilayah Pertanian
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri komponen pendingin
SSWP 2 untuk wilayah Peternakan
1
Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri komponen pendingin
SSWP 3 untuk wilayah Industri
3
Arahan pengembangan sesuai untuk industri komponen pendingin
115
Rencana Tata Ruang Terkait
Nilai
Faktor Pertimbangan
3
Arahan pengembangan sangat sesuai untuk
SSWP 4 untuk wilayah Pelabuhan
industri komponen pendingin
Nilai indikator hanya ada dua pembobotan, 1 untuk lokasi yang tidak sesuai untuk industri komponen pendingin ruang muat ikan dan 3 untuk lokasi yang sesuai untuk industri komponen refrigerasi kapal ikan. Hal ini dikarenakan kriteria kecocokan lokasi berdasarkan rencana tata ruang hanya dapat ditentukan dengan tidak cocok dan cocok saja, jadi tidak ada nilai 2 (cukup cocok) dalam pembobotan. Berdasarkan data dalam Gambar V.9. menunjukkan lokasi pertama yang terletak di kawasan Ngaliyan, Kota Semarang masuk ke dalam SSWP 3 yang merupakan kawasan untuk pengembangan industri dan sesuai untuk industri komponen pendingin. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 3. f. Pemasaran Pemasaran hasil produk dari industri komponen pendingin diperlukan untuk dapat meraih keuntungan. Untuk dapat melakukan pemasaran, perlu diketahui permintaan pasar di sekitar lokasi yang akan dipilih. Pertimbangan berikut ini menjadi bahan pembobotan untuk menentukan kelayakan lokasi yang akan didirikan industri komponen pendingin: Galangan Kapal Ikan Berikut ini adalah daftar galangan kapal pembuat kapal perikanan yang membutuhkan pasokan komponen pendingin dan terdapat di Wilayah Semarang dan sekitarnya: Tabel V. 22. Daftar Galangan di Sekitar Kota Semarang
No.
Nama Galangan
Alamat
1
CV. Ginantos Putera Jateng
Jln. RE. Martadinata Gg. Tongkol, Milingan, Batang
2
CV. Sumber Makmur
Jln. Juwana—Rembang km. 8, Desa Bumimulyo, Kabupaten Pati
3
CV. Bersaudara
Jln. Juwana—Rembang km. 8, Desa Bumimulyo, Kabupaten Pati
4
Kodja Bahari (Persero)
Jln. Asahan No. 3 (Pelabuhan), Kota Semarang
5
PT. Yasa Wahana Tirta Samudera
Jln. Deli No. 17, Kota Semarang
(Sumber: Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2016)
116
Permintaan Pasar Industri Komponen Pendingin Cold Storage Komponen pendingin yang akan diproduksi tentunya akan dibutuhkan oleh kapal perikanan yang mengangkut ikan. Namun tidak menutup kemungkinan perusahaan lain yang bergerak di bidang pengolahan makanan dan minuman untuk menjadi target pemasaran karena tidak hanya ikan saja yang butuh diawetkan di dalam cold storage, namun juga makanan dan minuman, suplai restoran, dan dapur hotel. Data perusahaan yang membutuhkan cold storage didapatkan dari PT. Koronka Nusantara dan validasi lokasi dari internet. Berikut adalah data perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan dan pengawetan makanan: Tabel V. 23. Permintaan Pasar untuk Komponen Cold Storage
No. 1
Nama Perusahaan
Jenis Usaha
PT. Windika Utama
Jln. Puspawarnol No. 5, Kota Semarang Pengolahan Ikan
2
Alamat
PT. AORTA
50143 Jln. Raya Semarang—Demak No.156, Kota Semarang
3
4
5
PT. Pandu Andika Putra
Jln. Raya Tugu 56, RT 001/01, Kota Pengolahan
PT. Tonga Tiur
Makanan
Marimas Food Company
Yakult Indonesia Persada
7
Kampung Laut
Jln. Muradi No. 73, Kota Semarang 50145 Kawasan Industri Candi, Jln. Gatot
Pengolahan 6
Semarang 50159
Minuman
Subroto Jln. Beteng No. 114, Kota Semarang Komplek Puri Maerokoco, PRPP, Semarang
8
RM. Nusantara
Restoran
Jln. Pandanaran No. 2-6, Ruko Pandanaran Blok 11-12, Kota Semarang
9
Santika
Jln. Pandanaran No. 116-120, Kota Semarang 50134
10
Ciputra
Hotel
Jln. Simpang Lima, Pekunden, Semarang Tengah, Kota Semarang
(Sumber: PT. Koronka Nusantara, 2016)
Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan juga memegang peranan penting dalam alur pengolahan hasil laut. Ikan-ikan yang baru sampai di pelabuhan dapat langsung dijual, namun ikan-ikan yang tidak laku hari itu harus diawetkan. Minimnya fasilitas pengawetan membuat para pekerja masih menggunakan 117
balok es. Atas dasar inilah, pelabuhan perikanan menjadi salah satu sasaran pemasaran untuk komponen pendingin cold storage. Berikut adalah daftar pelabuhan perikanan yang terdapat di Semarang dan sekitarnya: Tabel V. 24. Pelabuhan Perikanan di Semarang dan Sekitarnya
No. 1
2
Nama Pelabuhan
Alamat
Pelabuhan Perikanan Samudera -
Jln. Lingkar Timur No. 2, Teluk Penyu, Cilacap
Cilacap
53200
Pelabuhan Perikanan Nasional -
Jln. WR. Supratman No. 1, Pekalongan
Pekalongan 3
Pelabuhan Perikanan Pantai -
PO BOX 3 Jepara
Karimunjawa 4
Pelabuhan Perikanan Pantai -
Desa Purworejo, Kecamatan Bonang, Demak
Morodemak (Sumber: Alam Ikan, 2016)
Berikutnya adalah klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan permintaan pasar adalah sebagai berikut: Tabel V. 25. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Permintaan Pasar pada Lokasi Pertama
Permintaan Pasar Tidak ada permintaan pasar
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Tidak terdapat perusahaan yang membutuhkan komponen pendingin seperti galangan kapal, pelabuhan perikanan,
pada daerah tersebut
perusahaan pengolahan makanan, dan cold storage Terdapat beberapa permintaan
2
Terdapat
beberapa
perusahaan
yang
membutuhkan
komponen pendingin seperti galangan kapal ikan, pelabuhan
pasar pada daerah tersebut
perikanan, perusahaan pengolahan makanan, dan cold storage Terdapat banyak permintaan pasar pada daerah tersebut
3
Terdapat banyak perusahaan yang membutuhkan komponen pendingin seperti galangan kapal ikan, pelabuhan perikanan, perusahaan pengolahan makanan, dan cold storage
Berdasarkan data-data diatas, terdapat beberapa galangan yang ada di sekitar Semarang, Pati, dan Rembang. Juga terdapat beberapa perusahaan pengolahan yang membutuhkan komponen pendingin untuk industrinya. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat dijadikan segmentasi pasar untuk industri komponen pendingin ikan jika dibangun di Kawasan Industri Candi, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Juga belum adanya pesaing usaha yang memiliki komoditi sama maupun mirip seperti industri komponen pendingin di lokasi ini mempengaruhi peningkatan permintaan
118
pasar. Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan pasar di lokasi pertama bernilai 3. g. Modal Modal yang dbutuhkan untuk memiliki lahan yang diinginkan di Kawasan Industri Candi ini dihitung berdasarkan harga tanahnya per meter persegi. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan modal adalah sebagai berikut: Tabel V. 26. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Harga Tanah
Harga Tanah
Nilai
Harga > Rp 4juta/m2
1
Faktor Pertimbangan Harga tanah yang melebihi 4juta per meter persegi membuatnya menjadi mahal apabila sudah dikalikan dengan luas tanah
Harga Rp 2juta – Rp 4juta/m
2
2
Harga tanah antara 2juta—4juta per meter persegi merupakan tingkat menengah
Harga < Rp 2juta/m2
3
Harga tanah antara dibawah 2juta per meter persegi dapat menguntungkan investor
Berdasarkan hasil peninjauan dan menghubungi kontak yang tersedia, didapatkan bahwa harga tanah per meter persegi di Kawasan Industri Candi Jalan Gatot Subroto, Blok 27 No. 9 Kav. 14, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah adalah Rp 2.200.000/m2. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat harga di lokasi pertama bernilai 2. b. Lokasi Kedua
Gambar V. 10. Lokasi Kedua di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan
119
Calon lokasi berikutnya adalah Kabupaten Lamongan seperti pada Gambar V.10. Menurut Hakim seperti dilansir Kompasiana (2012), bahwa Kabupaten Lamongan direncanakan sebagai daerah industri maritim untuk kedepannya. Potensi yang ada turut ditunjang oleh posisinya yang berada di sepanjang Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa dengan panjang pantai mencapai 47 km dan kedalaman 12 meter. Lalu kedekatan kabupaten ini dengan Kota Surabaya memudahkan arus distribusi barang dan jasa dari Lamongan ke daerah di luar Pulau Jawa Timur sampai Mancanegara. Melihat potensi tersebut, Pemerintah Kabupaten Lamongan pada tahun 2009 menetapkan Kawasan Industri Maritim (KIM) Lamongan seluas +450 ha yang meliputi tiga desa di Kecamatan Paciran, yaitu Desa Kemantren, Desa Sidokelar, dan Desa Tlogosadang. Menurut survei dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, daerah tersebut sudah memiliki kecukupan kedalaman laut untuk menjadi tepat berlabuh kapal bertonase besar. Calon lokasi yang terletak di Kecamatan Paciran ini terletak di lokasi yang strategis dan termasuk ke dalam calon lokasi yang direncanakan akan menjadi Kawasan Industri Maritim (KIM) Lamongan seperti yang dapat dilihat pada Gambar V.11 ditantai dengan pin merah berikut ini:
Gambar V. 11. Peta Lokasi Kedua (Sumber: Google Maps, 2016)
Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada lokasi kedua yang terletak di Jalan Raya Daendels Km 53 Tuban-Gresik, Kelurahan Sidokelar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan 62264, maka didapatkan informasi sebagai berikut: a. Kondisi Lahan Pertimbangan kondisi lahan dalam penentuan lokasi industri komponen pendingin ruang muat ikan terdiri atas kemampuan lahan dan penggunaan lahan. Keterangan lebih lanjut dijabarkan dalam penjelasan berikut ini:
120
Kemampuan Lahan Kemampuan lahan diperoleh dari kondisi kemiringan yang ada di lokasi. Berdasarkan data tersebut, diperoleh klasifikasi menjadi tiga kelas yaitu kemampuan lahan Rendah (kelas 1) yaitu kemiringan >15%, kemampuan lahan Menengah (kelas 2) yaitu kemiringan 5%-15%, dan kemampuan lahan Tinggi (kelas 3) yaitu kemiringan 0%-5%. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V. 27. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Kemampuan Lahan pada Lokasi Kedua
Kelas Kemampuan Lahan
Nilai
Faktor Pertimbangan
Rendah (Kelas 1)
1
Rendahnya kemampuan lahan dikarenakan kondisi yang curam dan rawan bencana
Menengah (Kelas 2)
2
Kemampuan lahan yang cukup baik, walaupun terletak di tanah yang memiliki kemiringan 5%-15%
3
Tinggi (Kelas 3)
Kemampuan lahan yang baik, dari segi topografi memiliki lahan yang landai, tekstur tanah cocok untuk didirikan bangunan, dan bukan merupakan daerah yang rawan bencana
Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa kemampuan lahan untuk lokasi Jalan Raya Daendels Km 53 TubanGresik,
Kelurahan
Sidokelar,
Kecamatan
Paciran,
Kabupaten
Lamongan 62264 tergolong ke dalam Klasifikasi Tinggi (Kelas 3). Hal tersebut dikarenakan daya dukung calon lokasi yang baik ditinjau dari kontur lahan yang datar, jenis tekstur tanah sedang, dan lokasi terletak di lokasi yang bukan rawan terjadi bencana. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi kedua bernilai 3. Penggunaan Lahan Lahan tempat calon lokasi industri komponen pendingin nantinya akan sangat penting bagi kelancaran proses produksi dan distribusi. Lahan yang telah ada memiliki fungsinya masing-masing. Penggunaan lahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: Kawasan Perumahan, Kawasan Industri, dan Kawasan Pelabuhan. Adapun klasifikasi penggunaan lahan tersebut adalah sebagai berikut:
121
Tabel V. 28. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Penggunaan Lahan pada Lokasi Kedua
Kelas Kemampuan Lahan
Nilai
Faktor Pertimbangan
Kawasan Perumahan
1
Calon lokasi yang kurang sesuai untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage
Kawasan Industri
2
Calon lokasi yang cukup baik untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage
Kawasan Pelabuhan
3
Calon lokasi yang sangat baik untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage
Berdasarkan hasil pengamatan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa penggunaan lahan untuk lokasi Jalan Raya Daendels Km 53 Tuban-Gresik, Kelurahan Sidokelar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan 62264 termasuk ke dalam klasifikasi Kawasan Industri yang merupakan calon lokasi yang cukup baik untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi kedua bernilai 2. b. Ketersediaan Bahan Baku Faktor berikutnya dalam pertimbangan pemilihan lokasi industri adalah ketersediaan bahan baku. Bahan baku merupakan hal penting dan faktor yang mempengaruhi kelancaran kegiatan suatu industri. Variabel yang terkait dengan pembobotan ketersediaan bahan baku untuk lokasi industri komponen cold storage adalah kuantitas bahan baku, kontinuitas bahan baku, dan jarak bahan baku tersebut ke lokasi yang akan kita pilih. Ketiganya memiliki keterkaitan namun tidak menutup kemungkinan untuk variabel lain sebagai variabel yang dominan pada saat-saat tertentu. Berikut ini merupakan data mengenai perusahaan pengolah baja dan supplier untuk produk polyurethane di sekitar Wilayah Lamongan: Tabel V. 29. Ketersediaan Bahan Baku pada Lokasi Kedua
No. 1
Nama Perusahaan PT. Hidup Makmur Steel
Alamat Kantor Jln. Raya Tuban—Gresik km. 17, Kabupaten Lamongan
2
3
PT. Sutindo Chemical Indonesia
Jln. Tanjungsari IV/44, Sukomanunggal, Kota
(Polyurethane)
Surabaya 60181
PT. Bluescope Steel Indonesia
Jln. Basuki Rachmat, Kota Surabaya
(Sumber: Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2016)
Data diatas didapatkan berdasarkan pengamatan dan pencarian selama melakukan survei. Sementara itu, perusahaan tempat penulis melakukan
122
pengamatan saat di Semarang (lokasi pertama), perusahaan menyuplai bahan baku insulasi yaitu polyurethane dari Surabaya. Jadi hanya bahan baku pelat baja dan material saja yang dapat menunjang industri komponen pendingin di lokasi kedua. Berikut ini adalah pembobotan lokasi berdasarkan kuantitas bahan baku, kontinuitas ketersediaan bahan baku, dan jarak bahan baku: Kuantitas Bahan Baku Jumlah bahan baku yang akan digunakan selama proses produksi sangat penting untuk diperhitungkan dalam perencanaan lokasi industri karena merupakan input kegiatan produksi. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan kuantitas bahan baku pada lokasi kedua untuk industri komponen pendingin adalah sebagai berikut: Tabel V. 30. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Kuantitas Bahan Baku pada Lokasi Kedua
Kuantitas Bahan Baku
Nilai
Faktor Pertimbangan
Jumlah Bahan Baku Tidak Ada
1
Sama sekali tidak terdapat bahan baku, maka tidak akan mendukung industri komponen pendingin
Jumlah Bahan Baku Terbatas
2
Bahan baku terbatas, namun masih dapat mendukung industri komponen pendingin
Jumlah Bahan Baku Melimpah
3
Bahan
baku
mendukung
berlimpah, untuk
akan
industri
sangat
komponen
pendingin
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah bahan baku pada lokasi kedua adalah terbatas, karena bahan baku lebih dekat ke Surabaya. Namun masih dapat mendukung industri komponen pendingin. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi kedua bernilai 2. Kontinuitas Bahan Baku Setelah jumlah bahan baku dapat diperkirakan, ketersediaan bahan baku yang kontinu dan berkelanjutan setiap tahun sangat mendukung industri komponen pendingin. Untuk itulah kontinuitas bahan baku menjadi pertimbangan berikutnya dalam menentukan calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan. Analisa yang dipakai untuk pembobotan kontinuitas bahan baku adalah tidak kontinu, kontinuitas menengah, dan kontinuitas tinggi.
123
Tabel V. 31. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Kontinuitas Bahan Baku pada Lokasi Kedua
Tingkat Kontinuitas
Nilai
Faktor Pertimbangan
Tidak Kontinu
1
Ketersediaan bahan baku sama sekali tidak kontinu, tidak cocok untuk lokasi industri komponen pendingin
Kontinuitas Menengah
2
Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas menengah yang masih dapat mendukung proses produksi dalam industri komponen pendingin
Kontinuitas Tinggi
3
Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas tinggi, sangat mendukung proses produksi dalam industri komponen pendingin
Berdasarkan data diatas, lokasi pertama memiliki kriteria kontinuitas bahan baku yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perusahaan yang memproduksi bahan baku walaupun letaknya di luar kecamatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi kedua bernilai 3. Jarak Bahan Baku Jarak bahan baku yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah jarak antar kecamatan dalam satu kota antara calon lokasi yang ditinjau dengan lokasi penghasil bahan baku. Semakin dekat lokasi yang kita tinjau terhadap lokasi bahan baku, maka semakin mudah juga kita memperoleh bahan baku untuk proses produksi. Kesesuaian lokasi industri komponen pendingin ruang muat berdasarkan jarak bahan baku adalah sebagai berikut: Tabel V. 32. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Jarak Bahan Baku pada Lokasi Kedua
Tingkat Kontinuitas Kecamatan tersebut tidak
Nilai
Faktor Pertimbangan
1
Jarak antara calon lokasi industri dengan lokasi penghasil bahan baku adalah jauh
berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut berbatasan
2
Jarak antara calon lokasi industri dengan lokasi penghasil bahan baku cukup dekat
langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut merupakan kecamatan penghasil bahan baku
124
3
Jarak antara calon lokasi industri dengan lokasi penghasil bahan baku adalah dekat
Berdasarkan data diatas, kecamatan tersebut berbatasan dengan kecamatan penghasil bahan baku walaupun berbeda kabupaten. Artinya jarak antara calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan ini cukup dekat dengan penghasil bahan baku. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi kedua bernilai 2. c. Ketersediaan Tenaga Kerja Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia akan menggerakan proses produksi dalam
industri
komponen
pendingin.
Penentuan
lokasi
industri
mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja secara kuantitas, seberapa banyak jumlah angkatan kerja yang secara resmi terdaftar sebagai pengangguran atau sedang mencari pekerjaan. Secara kualitas, tenaga kerja juga dipertimbangkan dengan
memperhatikan
aspek
tingkat
pendidikan,
kemampuan,
serta
keterampilan yang menjadi kebutuhan industri tersebut. Jumlah calon pekerja yang terdaftar tahun 2015 dapat dilihat dari data pada tabel berikut ini: Tabel V. 33. Jumlah Pencari Kerja yang Terdaftar di Lamongan (2015)
Bulan
Pria
Wanita
Jumlah
Januari
96
95
191
Februari
94
53
147
Maret
116
88
204
April
81
36
117
Mei
49
42
91
Juni
21
16
37
Juli
51
35
86
Agustus
45
76
121
103
99
202
Oktober
66
60
126
November
72
44
116
Desember
40
28
68
834
672
September
Jumlah
1506
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Tabel V.33 menjelaskan data jumlah pekerja terdaftar yang mencari pekerjaan pada tahun 2015. Jumlah totalnya adalah 1.506 calon pekerja. Jumlah inilah yang nantinya akan mengisi posisi karyawan pada calon industri yang akan didirikan. Dengan adanya calon pekerja di wilayah tersebut, akan meningkatkan bobot untuk lokasi tersebut. Data diatas merupakan data keseluruhan penduduk pencari kerja, rincian mengenai tingkat pendidikan mereka dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel V. 34. Tingkat Pendidikan Pencari Kerja di Lamongan Selama Tahun 2015
125
Jenis Kelamin Status Pendidikan Utama
Laki-laki
Perempuan
Sub Total
3 9 401 5 6 53 354 3 834
0 14 156 4 5 203 285 5 672
3 23 557 9 11 256 639 8 1506
Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Diploma 1 Diploma 2 Diploma 3 Strata 1 Strata 2 Total
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Tabel V.34. menerangkan porsi masing-masing jumlah calon pencari pekerjaan berdasarkan tingkat pendidikannya pada tahun 2015. Dapat dilihat bahwa jumlah seluruhnya adalah 1.506 orang. Dari jumlah itu, paling banyak adalah dari tingkat pendidikan D4 - S1. Lebih lengkapnya dapat melihat grafik berikut ini: Jumlah Calon Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan S2 SD 0%
1%
D4-S1 42%
SMP 2%
SD SMP SMA/SMK D1-D3 D4-S1 S2
SMA/SMK 37%
D1-D3 18%
Gambar V. 12. Jumlah Calon Pekerja Berdasar Tingkat Pendidikan di Kabupaten Lamongan (2015) (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Dari Gambar V.12 dapat diketahui bahwa lulusan SMA/SMK yang mencari pekerjaan pada tahun 2015 sebesar 37%, lulusan D1-D3 sebesar 18 persen, dan lulusan D4-S1 sebesar 42%. Jumlah tersebut diperkirakan dapat mengisi posisi karyawan pada industri komponen pendingin yang akan didirikan. Berikut adalah daftar lembaga pendidikan setingkat SMK dan perguruan tinggi yang terdapat di kawasan Lamongan: Tabel V. 35. Daftar SMK dan Perguruan Tinggi di Lamongan
No.
Nama Lembaga Pendidikan
Alamat
1
SMKN 1 Brondong
Jln. Raya Brondong
2
SMKN 1 Lamongan
Jln. Jend. Sudirman No. 84, Kota Lamongan
126
3
SMKN 2 Lamongan
Jln. Veteran No. 7A, Kota Lamongan
4
SMKN Kalitengah
Jln. Mahkota No. 280
No. 5
Nama Lembaga Pendidikan SMKN Sambeng
Alamat Jln. Raya Pasar Legi, Kecamatan Lambeng, Kabupaten Lamongan
6
SMKN Wachid Hasyim
Desa Glagah, Kecamatan Glagah
7
SMK Trisakti
Desa Mojorejo Modo
8
SMK Patria
Jln. Jombang No. 4 Babat
9
STIE KH. Ahmad Dahlan
Jln. KH. Ahmad Dahlan No. 41, Kecamatan Sidoharjo, Lamongan
10
Universitas Islam Lamongan
Jln. Veteran 53A, Tlogoanyar, Lamongan
(Sumber: www.umm.ac.id, 2016)
Berdasarkan data diatas, jumlah penduduk Lamongan yang sedang mencari pekerjaan, ditambah dengan sarana pendidikan yang memadai, dirasa cukup untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan handal sesuai bidangnya. Adapun klasifikasi ketersediaan tenaga kerja adalah sebagai berikut: Tabel V. 36. Kriteria Ketersediaan Tenaga Kerja pada Lokasi Kedua
Ketersediaan Tenaga Kerja Ketersediaan Tenaga Kerja
Nilai
Faktor Pertimbangan
1
Tidak ada persediaan tenaga kerja sama sekali, maka tidak mendukung industri komponen
Tidak Ada
pendingin Ketersediaan Tenaga Kerja
2
Terbatasnya persediaan tenaga kerja, maka masih dapat mendukung industri komponen
Terbatas
pendingin Ketersediaan Tenaga Kerja
3
Ketersediaan
tenaga
kerja
yang
sangat
memadai, sangat mendukung untuk industri
Banyak
komponen pendingin
Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ketersediaan tenaga kerja di lokasi kedua berlimpah. Banyaknya ketersediaan calon tenaga kerja yang terdapat di suatu lokasi menandakan bahwa lokasi tersebut cocok untuk didirikan industri komponen pendingin dari segi ketersediaan tenaga kerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi kedua bernilai 3. d. Kecukupan Infrastruktur Pertimbangan selanjutnya untuk menentukan pembobotan calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat adalah kecukupan infrastruktur untuk calon lokasi industri komponen pendingin. Infrastruktur penunjang pada penelitian ini adalah air bersih, listrik, jaringan telepon, dan akses jalan raya. Berikut adalah pembobotan untuk masing-masing aspek pertimbangan:
127
Kecukupan Air Bersih Proses pembuatan komponen pendingin kapal yang salah satunya membutuhkan air bersih untuk proses pengecoran insulasi membuat kecukupan air bersih patut untuk dipertimbangkan. Air bersih ditinjau dari ketersediaan PDAM maupun air tanah pada daerah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan air bersih. Berikut adalah data penggunaan air bersih di Kabupaten Lamongan berdasarkan jumlah pelanggan: Tabel V. 37. Jumlah Pelanggan PDAM Menurut Jenis Konsumen di Kabupaten Lamongan
Jenis Konsumen
2013
2014
2015
Sosial – Umum
31
25
27
Sosial – Khusus
129
146
175
11.391
12.787
14.580
Non Niaga – Instansi Pemerintah
211
229
241
Niaga - Kecil
939
1.058
1.059
Niaga - Besar
42
42
41
Industri – Kecil
4
4
4
Industri - Besar
3
4
5
12.750
14.295
16.132
Non Niaga – Rumah Tangga
Total
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Dari Tabel V.37. dapat kita amati bahwa jumlah pelanggan PDAM di Kabupaten Lamongan terus meningkat sejak tahun 2013 sampai 2015. Hal ini turut ditunjang dengan adanya sarana dan prasarana memadai dari pemerintah setempat terhadap pengolahan air. Berikut ini adalah data perkembangan sarana dan pemakaian air di Kabupaten Lamongan sampai tahun 2015 meliputi kapasitas produksi, kapasitas distribusi, kapasitas kebutuhan, air yang diproduksi, air yang didistribusi, dan air yang terjual: Tabel V. 38. Perkembangan Sarana dan Pemakaian Air di Kabupaten Lamongan
Uraian
2013
2014
2015
Jumlah Kapasitas Produksi (Unit)
310
420
420
Jumlah Kapasitas Distribusi (liter/dt)
185
340
340
Jumlah Kapasitas Kebutuhan (liter/dt)
148
200
200
Jumlah Air yang Diproduksi (ribu m3)
5.154
5.280
5.951
3
Jumlah Air yang Didistribusi (ribu m )
4.618
4.952
5.615
Jumlah Air yang Terjual (ribu m3)
3.122
3.363
3.871
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
128
Data pada Tabel V.38. memberikan nominal untuk setiap uraian kegiatan pengairan di Kabupaten Lamongan Tahun 2013-2015. Data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik tersebut memperjelas bahwa Kabupaten Lamongan merupakan lokasi yang telah terjamah oleh sarana air bersih. Peningkatannya dalam beberapa tahun belakangan ini dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Perkembangan Sarana dan Pemakaian Air di Kabupaten Lamongan 7000 6000
Axis Title
5000 4000 3000
2013
2000
2014
1000
2015
0 Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Air Jumlah Air Jumlah Air Kapasitas Kapasitas Kapasitas yang yang yang Produksi Distribusi Kebutuhan Diproduksi Didistribusi Terjual (Unit) (liter/dt) (liter/dt) (ribu m3) (ribu m3) (ribu m3)
Gambar V. 13. Grafik Perkembangan Sarana dan Pemakaian Air di Kabupaten Lamongan (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Grafik pada Gambar V.13 tersebut menerangkan bahwa terjadi peningkatan dalam sarana air bersih di Kabupaten Lamongan sampai tahun 2015. Datadata tersebut memaparkan jumlah yang ada sampai tahun 2015. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan air bersih adalah sebagai berikut: Tabel V. 39. Kecukupan Air Bersih pada Lokasi Kedua
Kecukupan Air Bersih Tidak Memadai
Nilai
Faktor Pertimbangan
1
Tidak terlayaninya kecukupan air bersih untuk mendukung industri komponen pendingin
Memadai
3
Suplai Air bersih yang sudah memadai dapat mendukung industri komponen pendingin kapal
Berdasarkan data berupa grafik pada Gambar V.13. dapat disimpulkan bahwa pasokan air bersih di kawasan Lamongan adalah memadai dan terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 3. Kecukupan Listrik dan Telepon
129
Operasional suatu industri didukung penuh oleh suplai listrik yang cukup untuk menggerakan peralatan dan mesin industri serta penerangan. Selain itu jaringan telepon untuk sebuah industri juga sangat penting untuk komunukasi jarak jauh. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan listrik dan telepon. Berikut adalah data mengenai listrik yang terpasang, listrik yang tersambung, dan distribusi listrik yang telah terpasang untuk golongan industri di Lamongan pada tahun 2015: Tabel V. 40. Informasi Kelistrikan Kabupaten Lamongan (2015)
No
Uraian
Golongan I-1
Golongan I-2
Golongan I-3
6
39
11
1
Jumlah Pelanggan
2
Daya Terpasang (VA)
52.400
4.160.000
14.020.000
3
Listrik yang Terjual (kWh)
46.015
4.171.393
20.295.495
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Tabel V.40 adalah data pengguna listrik di Lamongan. Jumlah total untuk seluruh Kabupaten Lamongan dari golongan Industri, Rumah Tangga, Hotel, dan Gedung Kantor berjumlah 132.811 pelanggan, sementara jumlah listrik yang terjual mencapai 228.205.819 kWh (Badan Pusat Statistik, 2016). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi kedua sudah mendapat distribusi listrik yang memadai. Hal tersebut menguntungkan untuk lokasi kedua dan menjadi nilai tambah untuk aspek pembobotan ketersediaan suplai listrik. Klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan listrik dan telepon adalah sebagai berikut: Tabel V. 41. Kecukupan Suplai Listrik dan Telepon pada Lokasi Kedua
Kecukupan Suplai Listrik dan Telepon Tidak Memadai
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Tidak terlayaninya kecukupan listrik dan telepon untuk mendukung industri komponen pendingin
Memadai
3
Suplai listrik yang sudah memadai dapat mendukung industri komponen pendingin kapal
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan suplai listrik dan akses telepon di lokasi kedua terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama bernilai 3. Kecukupan Akses Jalan Raya
130
Gambar V. 14. Akses Jalan Raya pada Lokasi Kedua
Akses jalan raya diperlukan dalam aktivitas industri untuk keperluan logistik dan transportasi bahan baku serta produk jadi. Kecukupan jaringan jalan raya yang baik dapat mendukung proses proses industri komponen pendingin kapal ikan pada Gambar V.14 menunjukan kondisi akses jalan raya pada lokasi kedua di Kabupaten Lamongan. Kendaraan yang digunakan untuk alat transportasi juga memerlukan akses yang layak. Menurut setatus kepengurusannya, jalan raya di Kabupaten Lamongan dibagi menjadi ruas jalan negara, ruas jalan provinsi, dan ruas jalan kabupaten. Pembagiannya dapat dilihat dalam grafik berikut ini: Kepengurusan Ruas Jalan Raya di Kabupaten Lamongan Tahun 2015 Jalan Negara (km) 14% Jalan Provinsi (km) 12% Jalan Negara (km) Jalan Kabupaten (km) 74%
Jalan Provinsi (km) Jalan Kabupaten (km)
Gambar V. 15. Kepengurusan Ruas Jalan Raya di Kabupaten Lamongan (2015) (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Berdasarkan grafik pada Gambar V.15, sebesar 74% dari ruas jalan yang ada di Kabupaten Lamongan adalah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Lamongan. Jadi apabila ada kerusakan, akan lebih mudah untuk mengurusnya ke kantor Pemerintah Kabupaten. Selanjutnya adalah proses pengerasan ruas jalan raya. Berikut ini adalah data mengenai panjang jalan raya berdasarkan metode pengerasan di Kabupaten Lamongan: Tabel V. 42. Data Proses Pengerasan Jalan Raya Kabupaten Lamongan Tahun 2015
131
No.
Kecamatan
Aspal (km)
Lainnya (km)
1
Sukorame
11.75
1.40
2
Bluluk
9.36
4.00
3
Ngimbang
11.88
3.25
4
Sambeng
18.99
5
Mantup
13.99
6
Kembangbahu
19.92
7
Sugio
27.39
8
Kedungpring
25.15
9
Modo
7.16
10
Babat
6.40
11
Pucuk
2.00
12
Sukodadi
10.28
13
Lamongan
32.01
14
Tikung
9.95
15
Sarirejo
1.80
16
Deket
9.55
17
Glagah
15.80
18
Karangbinangun
8.70
19
Turi
6.65
20
Kalitengah
12.75
21
Karanggeneng
10.40
22
Sekaran
29.10
23
Maduran
4.20
24
Laren
2.00
25
Solokuro
32.41
26
Paciran
8.40
27
Brondong
2.00
JUMLAH
349.99
8.65
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Dari Tabel V.42. dapat diketahui bahwa total panjang jalan raya beraspal yang terdapat dari 27 Kecamatan di Kabupaten Lamongan berjumlah 349.99 km, sementara lainnya merupakan jalan dengan pengerasan tanah dan bebatuan berjumlah 8.65 km. Seluruh ruas aspal tersebut terbagi lagi menjadi beberapa kriteria yaitu kriteria baik, sedang, dan rusak. Data mengenai aspek tersebut dapat dilihat dalam grafik berikut ini:
132
Sedang (km) 7%
Rusak (km) 3%
Kondisi Jalan Raya Aspal di Kabupeten Lamongan
Baik (km) Sedang (km) Baik (km) 90%
Rusak (km)
Gambar V. 16. Kondisi Jalan Raya Aspal di Kabupaten Lamongan (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Gambar V.16 menjelaskan bahwa ruas jalan aspal yang tersedia dalam kondisi baik adalah 90%, sementara kondisi sedang adalah 7%, dan kondisi rusak 3%. Calon lokasi industri di Kabupaten ini terletak di kecamatan yang memiliki kondisi jalan raya aspal yang baik, jadi dinilai layak untuk dilalui oleh kendaraan untuk distribusi bahan baku dan bahan jadi. Selanjutnya klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan jaringan jalan raya adalah sebagai berikut: Tabel V. 43. Kecukupan Jaringan Jalan pada Lokasi Kedua
Kecukupan Jaringan Jalan Akses jalan tidak memadai
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Akses jalan yang tidak memadai dari segi kondisi jalan dan ketersediaan ruas jalan raya
Akses jalan memadai
3
Akses jalan yang memadai dari segi kondisi jalan dan ketersediaan ruas jalan raya
Berdasarkan data yang terdapat pada grafik pada Gambar V.16 mengenai kondisi jalan raya di Kabupaten Lamongan, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan dan kondisi jaringan jalan raya untuk lokasi kedua adalah memadai. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi kedua bernilai 3. e. Rencana Tata Ruang Terkait Menentukan lokasi yang akan didirikan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan harus menyesuaikan rencana tata ruang pada lokasi yang akan dipilih. Rencana tata ruang dalam suatu wilayah akan menentukan rencana pengembangan suatu wilayah. Jadi di masa yang akan datang tidak akan terjadi hal-hal yang menyulitkan seperti wilayah industri yang berubah fungsi menjadi
133
area perumahan atau area pendidikan. Berikut ini adalah rencana tata ruang untuk Kabupaten Lamongan:
Gambar V. 17. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan Tahun 2011-2031 (Sumber: Pemerintah Kabupaten Lamongan, 2012)
Gambar V.17. menjelaskan rencana tata ruang untuk Kabupaten Lamongan (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran). Rencana tersebut disusun dengan membagi wilayah kabupaten menjadi beberapa wilayah sesuai dengan karakteristik geografis dan sosialnya. Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) dalam wilayah Kabupaten Lamongan ini dibagi kedalam lima Wilayah Pengembangan dalam jangka waktu 2011-2031.
Berikut ini adalah sistem
perwilayahan di Kabupaten Lamongan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan 2011-2031: 1. WP I – Kecamatan Lamongan Arahan: Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa skala kota 2. WP II – Kecamatan Paciran dan Brondong Arahan: Pengembangan industri besar dan kegiatan pelabuhan perikanan 3. WP III – Kecamatan Babat Arahan: Pengembangan perdagangan dan jasa skala kabupaten 4. WP IV – Kecamatan Sukodadi Arahan: Kegiatan industri kerajinan rakyat dan pengolahan hasil ternak 5. WP V – Kecamatan Ngimbang 134
Arahan: Pengembangan kegiatan agribisnis dan kehutanan Kelima kecamatan di masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) ini nantinya akan menjadi pusat dari kegiatan yang direncanakan oleh pemerintah setempat sesuai dengan arahan yang ada. Selanjutnya klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan tata ruang adalah sebagai berikut: Tabel V. 44. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Tata Ruang Terkait pada Lokasi Kedua
Rencana Tata Ruang Terkait SSWP untuk wilayah Pertanian
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri komponen pendingin
SSWP untuk wilayah Peternakan
1
Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri komponen pendingin
SSWP untuk wilayah Industri
3
Arahan pengembangan sesuai untuk industri komponen pendingin
SSWP untuk wilayah Pelabuhan
3
Arahan pengembangan sangat sesuai untuk industri komponen pendingin
Nilai indikator hanya ada dua pembobotan, yaitu: 1 untuk lokasi yang tidak sesuai untuk industri komponen pendingin ruang muat ikan dan 3 untuk lokasi yang sesuai untuk industri komponen refrigerasi kapal ikan. Hal ini dikarenakan kriteria kecocokan lokasi berdasarkan rencana tata ruang hanya dapat ditentukan dengan ‘tidak cocok’ dan ‘cocok’ saja, jadi tidak ada nilai 2 (cukup cocok) dalam pembobotan. Berdasarkan data dalam Gambar V.17. yang menunjukan Rencana Tata Ruang Wilayah lokasi kedua di Kecamatan Paciran yang terletak dalam Wilayah Pengembangan II (WP-II) merupakan lokasi dengan arahan sebagai wilayah Industri Besar dan Pelabuhan Perikanan, maka calon lokasi tersebut dapat digolongkan ke dalam SSWP untuk wilayah Pelabuhan dan sesuai untuk lokasi industri komponen pendingin kapal ikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi kedua bernilai 3. f. Pemasaran Pemasaran hasil produk dari industri komponen pendingin diperlukan untuk dapat meraih keuntungan. Untuk dapat melakukan pemasaran, perlu diketahui permintaan pasar di sekitar lokasi yang akan dipilih. Pertimbangan berikut ini menjadi bahan pembobotan untuk menentukan kelayakan lokasi yang akan didirikan industri komponen pendingin:
135
Galangan Kapal Ikan Daftar galangan kapal pembuat kapal perikanan yang terdaftar di Kementrian Perindustrian serta memiliki jarak terdekat ke Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel V.45 berikut ini: Tabel V. 45. Daftar Galangan di Kabupaten Lamongan dan Sekitarnya
No.
Nama Galangan
Alamat
1
PT. Perikanan Samodra Besar
Jln. Nilam Barat 16, Kota Surabaya
2
PT. Indo Ardina Mandiri
Jln. Haluan, Kota Surabaya
3
PT. Karya Putra Mandiri
Jln. Anjungan Timur, Kota Surabaya
4
PT. Mitra Artha Gema Pertiwi
Jln. Ikan Sumbal No. 7-9, Kota Surabaya
5
PT. Indonesia Marina Shipyard
Jln. Amak Khasim III, Kabupaten Gresik
6
CV. Timur Maju Wawan
Jln. Ikan Mungsing VIII/1A, Kota Surabaya
(Sumber: Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2016)
Pelabuhan Perikanan Ikan-ikan yang baru sampai di pelabuhan dapat langsung dijual, namun ikanikan yang tidak laku hari itu harus diawetkan. Minimnya fasilitas pengawetan membuat para pekerja masih menggunakan balok es. Atas dasar inilah, pelabuhan perikanan menjadi salah satu sasaran pemasaran untuk komponen pendingin cold storage. Berikut ini adalah daftar pelabuhan perikanan yang terdapat di Kabupaten Lamongan dan sekitarnya: Tabel V. 46. Daftar Pelabuhan Perikanan di Lamongan dan Sekitarnya
No.
Nama Pelabuhan
Alamat
1
Pelabuhan Perikanan Samudera - Cilacap
Jln. Lingkar Timur No. 2 Teluk Penyu, Cilacap
2
Pelabuhan Perikanan Nasional -
Jln. Raya Brondong No. 17, Kabupaten Lamongan
Brondong 3
Pelabuhan Perikanan Nasional - Prigi
Jln. Pantai Prigi, Desa Tasikmandu, Kabupaten Trenggalek
4
Pelabuhan Perikanan Pantai - Lekok
Jln. Pelabuhan Perikanan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan
5
Pelabuhan Perikanan Pantai - Muncar
Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi
6
Pelabuhan Perikanan Pantai - Paiton
Jln. Raya Dlingu km 6, Ds. Sumber Anyar, Kecamatan Paiton, Probolinggo
(Sumber:Alam Ikan, 2016)
Selanjutnya adalah klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan permintaan pasar adalah sebagai berikut:
136
Tabel V. 47. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Permintaan Pasar pada Lokasi Kedua
Permintaan Pasar Tidak ada permintaan pasar
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Tidak terdapat perusahaan yang membutuhkan komponen pendingin seperti galangan kapal, pelabuhan perikanan,
pada daerah tersebut
perusahaan pengolahan makanan, dan cold storage Terdapat beberapa permintaan
2
Terdapat
beberapa
perusahaan
yang
membutuhkan
komponen pendingin seperti galangan kapal ikan, pelabuhan
pasar pada daerah tersebut
perikanan, perusahaan pengolahan makanan, dan cold storage Terdapat banyak permintaan
3
Terdapat banyak perusahaan yang membutuhkan komponen pendingin seperti galangan kapal ikan, pelabuhan perikanan,
pasar pada daerah tersebut
perusahaan pengolahan makanan, dan cold storage
Berdasarkan data diatas, terdapat beberapa galangan yang ada di sekitar Kabupaten Lamongan. Belum adanya pesaing usaha yang memiliki komoditi sama maupun mirip seperti industri komponen pendingin di lokasi ini mempengaruhi peningkatan permintaan pasar. Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan pasar di lokasi kedua bernilai 3. g. Modal Modal yang dibutuhkan untuk memiliki lahan yang diinginkan di Kecamatan Paciran-Brondong ini dihitung berdasarkan harga tanahnya per meter persegi. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan modal adalah sebagai berikut: Tabel V. 48. Kriteria Penilaian Lokasi Berdasarkan Harga Tanah
Harga Tanah Harga > Rp 4juta/m2
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Harga tanah yang melebihi 4juta per meter persegi membuatnya menjadi mahal apabila sudah dikalikan dengan luas tanah
Harga Rp 2juta – Rp 4juta/m2
2
Harga tanah antara 2juta—4juta per meter persegi merupakan tingkat menengah
Harga < Rp 2juta/m2
3
Harga tanah antara dibawah 2juta per meter persegi dapat menguntungkan investor
Berdasarkan hasil peninjauan dan menghubungi kontak yang tersedia, didapatkan informasi bahwa harga tanah per meter persegi di Jalan Raya Daendels Km 53 Tuban-Gresik, Kelurahan Sidokelar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan 62264 tersebut adalah Rp 1.500.000/m2. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat harga di lokasi pertama bernilai 3.
137
c. Lokasi Ketiga
Gambar V. 18. Lokasi Ketiga di Kabupaten Gresik
Lokasi ketiga yang berada di Kabupaten Gresik terletak di Jalan Raya TubanGresik yang merupakan jalur distribusi bahan-bahan mentah dan produk industri. Seperti dapat dilihat pada Gambar V.18. bahwa lokasi yang akan digunakan sebagai lokasi pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan ini berbentuk lahan datar dengan karakteristik tanah yang tidak terlalu keras. Kabupeten Gresik sendiri dipilih dengan pertimbangan lokasi yang berbatasan langsung dengan Kota Surabaya sebagai sumber bahan baku yang melimpah. Juga lokasinya yang dekat dari Kabupaten Lamongan sebagai salah satu penghasil ikan laut dan tempat berlabuh kapal perikanan di Provinsi Jawa Timur.
Gambar V. 19. Peta Lokasi Ketiga di Kabupaten Gresik (Sumber: Google Maps, 2016)
Gambar V.19. menunjukkan calon lokasi industri ketiga yang terletak di Jalan Raya Tuban-Gresik yang ditandai dengan pin merah. Lokasi tersebut bersebrangan
138
dengan industri lainnya yang bergerak dibidang perpipaan. Petak tanah yang dalam rencana akan digunakan dalam pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan dapat dilihat juga pada gambar tersebut. Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada lokasi ketiga yang terletak di Jalan Raya Daendels Km. 34 Tuban-Gresik, Kelurahan Wotan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61156 ini maka didapatkan informasi sebagai berikut: a. Kondisi Lahan Pertimbangan kondisi lahan dalam penentuan lokasi industri komponen pendingin ruang muat ikan terdiri atas kemampuan lahan dan penggunaan lahan. Keterangan lebih lanjut dijabarkan dalam penjelasan berikut ini: Kemampuan Lahan Kemampuan lahan diperoleh dari kondisi kemiringan yang ada di lokasi. Berdasarkan data tersebut, diperoleh klasifikasi menjadi tiga kelas yaitu kemampuan lahan Rendah (kelas 1) yaitu kemiringan >15%, kemampuan lahan Menengah (kelas 2) yaitu kemiringan 5%-15%, dan kemampuan lahan Tinggi (kelas 3) yaitu kemiringan 0%-5%. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V. 49. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Kemampuan Lahan pada Lokasi Ketiga
Kelas Kemampuan Lahan
Nilai
Faktor Pertimbangan
Rendah (Kelas 1)
1
Rendahnya kemampuan lahan dikarenakan kondisi yang curam dan rawan bencana
Menengah (Kelas 2)
2
Kemampuan lahan yang cukup baik, walaupun terletak di tanah yang memiliki kemiringan 5%-15%
Tinggi (Kelas 3)
3
Kemampuan lahan yang baik, dari segi topografi memiliki lahan yang landai, tekstur tanah cocok untuk didirikan bangunan, dan bukan merupakan daerah yang rawan bencana
Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa kemampuan lahan untuk lokasi Jalan Raya Daendels Km. 34 TubanGresik, Kelurahan Wotan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61156 tergolong ke dalam Klasifikasi Tinggi (Kelas 3). Hal tersebut dikarenakan daya dukung calon lokasi yang baik ditinjau dari kontur lahan yang datar, jenis tekstur tanah sedang, dan lokasi terletak di lokasi yang
139
bukan rawan terjadi bencana. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga bernilai 3. Penggunaan Lahan Lahan tempat calon lokasi industri komponen pendingin nantinya akan sangat penting bagi kelancaran proses produksi dan distribusi. Lahan yang telah ada memiliki fungsinya masing-masing. Penggunaan lahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: Kawasan Perumahan, Kawasan Industri, dan Kawasan Pelabuhan. Adapun klasifikasi penggunaan lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V. 50. Kriteria Kesesuaian Berdasarkan Penggunaan Lahan pada Lokasi Ketiga
Kelas Kemampuan Lahan
Nilai
Faktor Pertimbangan
Kawasan Perumahan
1
Calon lokasi yang kurang sesuai untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage
Kawasan Industri
2
Calon lokasi yang cukup baik untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage
Kawasan Pelabuhan
3
Calon lokasi yang sangat baik untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage
Berdasarkan hasil pengamatan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa penggunaan lahan untuk lokasi Jalan Raya Daendels Km. 34 TubanGresik, Kelurahan Wotan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61156 termasuk ke dalam klasifikasi Kawasan Industri yang merupakan calon lokasi yang cukup baik untuk didirikan industri komponen pendingin cold storage. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga bernilai 2. b. Ketersediaan Bahan Baku Faktor berikutnya dalam pertimbangan pemilihan lokasi industri adalah ketersediaan bahan baku. Bahan baku merupakan hal penting dan faktor yang mempengaruhi kelancaran kegiatan suatu industri. Variabel yang terkait dengan pembobotan ketersediaan bahan baku untuk lokasi industri komponen cold storage adalah kuantitas bahan baku, kontinuitas bahan baku, dan jarak bahan baku tersebut ke lokasi yang akan kita pilih. Ketiganya memiliki keterkaitan namun tidak menutup kemungkinan untuk variabel lain sebagai variabel yang dominan pada saat-saat tertentu. Berikut ini merupakan data mengenai
140
perusahaan pengolah baja dan supplier untuk produk polyurethane di sekitar Wilayah Gresik: Tabel V. 51. Ketersediaan Bahan Baku pada Lokasi Ketiga
No. 1
Nama Perusahaan
Alamat
PT. Aneka Steel (Pelat Aluminium)
Jln. Randegan Sari No. 22, Kecamatan Driyorejo, Kabupeten Gresik
2
3
PT. Sutindo Chemical Indonesia
Jln. Tanjungsari IV/44, Sukomanunggal, Kota
(Polyurethane)
Surabaya 60181
PT. Bluescope Steel Indonesia
Jln. Basuki Rachmat, Kota Surabaya
(Sumber: Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2016)
Data pada Tabel V.51 didapatkan berdasarkan pengamatan dan pencarian selama melakukan survei. Sementara itu, perusahaan tempat penulis melakukan pengamatan saat di Semarang (lokasi pertama), perusahaan menyuplai bahan baku insulasi yaitu polyurethane dari Surabaya. Jadi untuk lokasi ketiga ini dapat menyuplai bahan baku polyurethane dari Surabaya karena jaraknya yang relatif dekat. Berikut ini adalah pembobotan lokasi berdasarkan kuantitas bahan baku, kontinuitas ketersediaan bahan baku, dan jarak bahan baku: Kuantitas Bahan Baku Jumlah bahan baku yang akan digunakan selama proses produksi sangat penting untuk diperhitungkan dalam perencanaan lokasi industri karena merupakan input kegiatan produksi. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan kuantitas bahan baku pada lokasi ketiga ini untuk industri komponen pendingin adalah sebagai berikut: Tabel 5. 1. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Kuantitas Bahan Baku pada Lokasi Ketiga
Kuantitas Bahan Baku
Nilai
Faktor Pertimbangan
Jumlah Bahan Baku Tidak Ada
1
Sama sekali tidak terdapat bahan baku, maka tidak akan mendukung industri komponen pendingin
Jumlah Bahan Baku Terbatas
2
Bahan baku terbatas, namun masih dapat mendukung industri komponen pendingin
Jumlah Bahan Baku Melimpah
3
Bahan
baku
mendukung
berlimpah, untuk
akan
industri
sangat
komponen
pendingin
Berdasarkan data pada Tabel V.51 sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa jumlah perusahaan penyedia bahan baku pembuatan komponen refrigerasi di
141
lokasi ketiga adalah terbatas karena masih harus membeli dari Surabaya. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga bernilai 2. Kontinuitas Bahan Baku Setelah jumlah bahan baku dapat diperkirakan, ketersediaan bahan baku yang kontinu dan berkelanjutan setiap tahun sangat mendukung industri komponen pendingin. Untuk itulah kontinuitas bahan baku menjadi pertimbangan berikutnya dalam menentukan calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan. Berdasarkan data pada Tabel V.51 diatas, lokasi ketiga memiliki kriteria kontinuitas bahan baku yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perusahaan yang memproduksi bahan baku walaupun letaknya di luar kecamatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga ini bernilai 3. Jarak Bahan Baku Jarak bahan baku yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah jarak antar kecamatan dalam satu kota antara calon lokasi yang ditinjau dengan lokasi penghasil bahan baku. Semakin dekat lokasi yang kita tinjau terhadap lokasi bahan baku, maka semakin mudah juga kita memperoleh bahan baku untuk proses produksi. Kesesuaian lokasi industri komponen pendingin ruang muat berdasarkan jarak bahan baku adalah sebagai berikut: Tabel 5. 2. Ketersediaan Bahan Baku berdasarkan Jarak Bahan Baku pada Lokasi Ketiga
Tingkat Kontinuitas Kecamatan tersebut tidak
Nilai
Faktor Pertimbangan
1
Jarak antara calon lokasi industri dengan lokasi penghasil bahan baku adalah jauh
berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut berbatasan
2
Jarak antara calon lokasi industri dengan lokasi penghasil bahan baku cukup dekat
langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut merupakan kecamatan penghasil bahan
3
Jarak antara calon lokasi industri dengan lokasi penghasil bahan baku adalah dekat
baku
Berdasarkan data pada Tabel V.51 kecamatan tersebut berbatasan dengan kecamatan penghasil bahan baku walaupun berbeda kabupaten. Artinya jarak antara calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan ini
142
cukup dekat dengan penghasil bahan baku. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga bernilai 2. c. Ketersediaan Tenaga Kerja Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia akan menggerakan proses produksi dalam
industri
komponen
pendingin.
Penentuan
lokasi
industri
mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja secara kuantitas, seberapa banyak jumlah angkatan kerja yang secara resmi terdaftar sebagai pengangguran atau sedang mencari pekerjaan. Secara kualitas, tenaga kerja juga dipertimbangkan dengan
memperhatikan
aspek
tingkat
pendidikan,
kemampuan,
serta
keterampilan yang menjadi kebutuhan industri tersebut. Keadaan tenaga kerja di Kabupaten Gresik dapat dilihat pada data berikut ini: Tingkat Pendidikan Penduduk Gresik Usia 7Belum Tamat 24 Tahun SD SD 0%
1%
SMP 3%
Sarjana 33%
Belum Tamat SD SD SMP SMA SMA 52%
Diploma Sarjana
Diploma 11%
Gambar V. 20. Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten Gresik (2015) (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Grafik pada Gamabr V.20. menunjukkan tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Gresik usia 7-24 tahun pada tahun 2015. Terlihat bahwa peringkat tertinggi ditempati oleh calon pekerja dengan tingkat pendidikan terakhir SMA/sederajat, Diploma sebanyak 11%, dan Sarjana sebesar 33%. Jumlah tersebut dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk industri komponen refrigerasi di Kabupaten Gresik. Ditambah lagi banyak terdapat lembaga pendidikan setara SMA dan perguruan tinggi di Kabupaten Gresik yang dapat mencetak calon tenaga kerja yang terampil dan berbakat di bidangnya. Berikut ini adalah daftar lembaga pendidikan setara SMA/SMK dan perguruan tinggi yang terdapat di Kabupaten Gresik dan sekitarnya:
143
Tabel V. 52. Daftar SMK dan Perguruan Tinggi di Gresik
No.
Nama Lembaga Pendidikan
1
SMK Negeri 1 Driyorejo
Alamat Jln. Raya Tenaru, Driyorejo, Kab. Gresik 61177
2
SMK Negeri 1 Cerme
Jln. Jurit Cerme Kidul, Cerme, Kabupaten Gresik 61171
3
SMK Negeri 1 Duduksampeyan
Desa Sumari, Kecamatan Duduksampeyan, Kabupaten Gresik
4
SMK Negeri 1 Sidayu Gresik
Jln. Raya Wadeng Sidayu Gresik, Wadeng, Sidayu, Kabupaten Gresik 61153
5
SMK Al-Azhar
Jln. Raya Menganti Krajan No. 474, Menganti, Kabupaten Gresik 61174
6
SMK Semen Gresik
Jln. Arief Rachman Hakim 90, Kecamatan Sidomoro, Kabupaten Gresik 61111
7
Universitas Gresik
Jln. Arief Rahman Hakim No. 2B, Gapurosukolilo, Kabupaten Gresik
8
Universitas Internasional Semen
Kompleks PT. Semen Indonesia Jln.
Indonesia
Veteran, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik
9
Universitas Tritunggal
Jln. R.A. Kartini 294, Kawisanyar Kebomas, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik
10
11
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Jln. KH. Abdul Karim 60, Kemuteran,
Nadhlatul Ulama Gresik
Kabupaten Gresik
Sekolah Tinggi Teknik Qomarudin
Jln. Raya Bungah No. 1, Desa Bungah, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik
(Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik, 2016)
Berdasarkan data yang telah dipaparkan, ketersediaan lembaga pendidikan yang memadai dirasa cukup untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan handal sesuai bidangnya. Adapun klasifikasi ketersediaan tenaga kerja adalah sebagai berikut: Tabel V. 53. Kriteria Ketersediaan Tenaga Kerja pada Lokasi Ketiga
Ketersediaan Tenaga Kerja Ketersediaan Tenaga Kerja Tidak Ada
Nilai
Faktor Pertimbangan
1
Tidak ada persediaan tenaga kerja sama sekali, maka tidak mendukung industri komponen pendingin
144
Ketersediaan Tenaga Kerja
Nilai
Faktor Pertimbangan
2
Terbatasnya persediaan tenaga kerja, maka
Ketersediaan Tenaga Kerja
masih dapat mendukung industri komponen
Terbatas
pendingin 3
Ketersediaan Tenaga Kerja
Ketersediaan
tenaga
kerja
yang
sangat
memadai, sangat mendukung untuk industri
Banyak
komponen pendingin
Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ketersediaan tenaga kerja di lokasi ketiga adalah berlimpah. Banyaknya ketersediaan calon tenaga kerja yang terdapat di suatu lokasi menandakan bahwa lokasi tersebut cocok untuk didirikan industri komponen pendingin dari segi ketersediaan tenaga kerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga bernilai 3. d. Kecukupan Infrastruktur Pertimbangan selanjutnya untuk menentukan pembobotan calon lokasi industri komponen pendingin ruang muat adalah kecukupan infrastruktur untuk calon lokasi industri komponen pendingin. Infrastruktur penunjang pada penelitian ini adalah air bersih, listrik, jaringan telepon, dan akses jalan raya. Berikut adalah pembobotan untuk masing-masing aspek pertimbangan: Kecukupan Air Bersih Proses pembuatan komponen pendingin kapal yang salah satunya membutuhkan air bersih untuk proses pengecoran insulasi membuat kecukupan air bersih patut untuk dipertimbangkan. Air bersih ditinjau dari ketersediaan PDAM maupun air tanah pada daerah tersebut. Berikut adalah data penggunaan air bersih di Kabupaten Gresik berdasarkan jumlah pelanggan: Tabel V. 54. Jumlah Pelanggan PDAM Menurut Jenis Konsumen di Kabupaten Gresik Tahun 2015 No.
Jenis Konsumen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sosial - Umum Sosial - Khusus Rumah Tangga Instansi Pemerintah Niaga Kecil Niaga Besar Industri Kecil Industri Besar Khusus Tangkian TOTAL
Jumlah Pemakaian Air Pelanggan (m3) 63 938 78,226 147 3,142 344 83 203 1 83,147
60,258 450,851 17,877,285 101,459 995,692 217,238 38,396 3,947,129 10,502 19,936 23,718,746
Pendapatan Pemakaian Air (Rp) 119,452,350 940,680,500 48,590,932,475 524,487,500 6,288,559,550 2,011,559,000 253,087,500 51,214,586,000 146,932,000 334,320,000 110,424,596,875
145
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Data pada Tabel V.54. dapat diamati bahwa pelanggan PDAM di Kabupaten Gresik pada tahun 2015 tidak hanya dari kalangan sosial dan rumah tangga saja, namun terdapat pula industri skala kecil dan skala besar. Dengan jumlah 203 pelanggan dari golongan industri besar, dapat dipastikan PDAM dapat mengalirkan air untuk industri komponen pendingin kapal ikan apabila didirikan di Kabupaten Gresik. Selanjutnya adalah klasifikasi kesesuaian lokasi terhadap rencana pengembangan industri komponen pendingin kapal perikanan di Kabupaten Gresik. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan air bersih adalah sebagai berikut: Tabel V. 55. Kecukupan Air Bersih pada Lokasi Ketiga
Kecukupan Air Bersih Tidak Memadai
Nilai
Faktor Pertimbangan
1
Tidak terlayaninya kecukupan air bersih untuk mendukung industri komponen pendingin
3
Memadai
Suplai Air bersih yang sudah memadai dapat mendukung industri komponen pendingin kapal
Berdasarkan data pada Tabel V.54, kecukupan air bersih pada lokasi ketiga termasuk memadai dan terlayani dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan untuk menunjang pengembangan industri komponen pendingin kapal ikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga bernilai 3. Kecukupan Listrik dan Telepon Operasional suatu industri didukung penuh oleh suplai listrik yang cukup untuk menggerakan peralatan dan mesin industri serta penerangan. Selain itu jaringan telepon untuk sebuah industri juga sangat penting untuk komunukasi jarak jauh. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan listrik dan telepon. Berikut ini adalah data mengenai daya listrik terpasang, produksi listrik, dan listrik yang terjual di Kabupaten Gresik pada 2013-2015: Tabel V. 56. Informasi Kelistrikan Kabupaten Gresik (2015)
No.
Uraian
2013
1
Daya Terpasang (kW)
2
Produksi Listrik (kWh)
3
Listrik Terjual (kWh)
2014
744,051
797,015
805,445
1,788,390,991
1,890,628,061
1,856,886,569
1738542181
1,837,048,667
1,806,781,849
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
146
2015
Data pada Tabel V.56. menunjukkan jumlah daya listrik terpasang di Kabupaten Gresik sejak tahun 2013-2015 yang mengalami peningkatan untuk memenuhi kebutuhan listrik di kabupaten tersebut. Selanjutnya adalah segmentasi pelanggan listrik di Kabupaten Gresik pada tahun 2014 dan 2015 yang didominasi oleh Rumah Tangga tidak menutup kemungkinan pelanggan industri untuk mendapatkan suplai listrik. Terlihat dari data berikut ini: Tabel V. 57. Segmentasi Pelanggan Listrik di Kabupaten Gresik
No.
Jenis Pelanggan
2014
2015
242,069
252,507
13,588
15,851
401
419
1
Rumah Tangga
2
Bisnis
3
Industri
4
Sosial
7,482
7,996
5
Pemerintah
1,115
1,271
264,655
278,044
JUMLAH
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Data pada Tabel V.57. tersebut menjelaskan jumlah pelanggan listrik di Kabupaten Gresik tahun 2014 dan 2015 dari kalangan Industri yang mengalami peningkatan dari 401 pelanggan menjadi 419 pelanggan. Hal tersebut mengindikasikan terbukanya kesempatan untuk mendapatkan suplai listrik apabila dilakukan pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan di Kabupaten Gresik. Aspek berikutnya adalah ketersediaan akses telepon. Telepon dibutuhkan dalam industri komponen pendingin ruang muat untuk memudahkan komunikasi perusahaan dengan supplier bahan baku dan mempermudah komunikasi dengan pembeli. Berikut ini adalah segmentasi pelanggan telepon yang telah terpasang di Kabupaten Gresik pada tahun 2015: Tabel V. 58. Jumlah Pelanggan Telepon Berdasarkan Segmentasi Pelanggan Tahun 2015
No.
Stasiun Telepon
Bisnis
Residensial
Jumlah
1
STO Balongpanggang
69
738
807
2
STO Bawean
50
1,192
1,242
3
STO Cerme
322
2,054
2,376
4
STO Duduksampeyan
54
371
425
5
STO Gresik
3,537
13,734
17,271
6
STO Kedamean
232
1,355
1,587
7
STO Sidayu
201
1,973
2,174
4,465
21,417
25,882
TOTAL
147
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Berdasarkan data jumlah pelanggan telepon di Kabupaten Gresik pada Tabel V.58, calon lokasi industri komponen pendingin kapal ikan yang direncanakan di Kecamatan Panceng menggunakan stasiun dari STO Sidayu yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Panceng. STO Balongpanggang 3% STO Bawean STO Sidayu 5% 8% STO Kedamean 6%
Jumlah Pelanggan Telepon Berdasarkan Sumbernya
STO Cerme 9%
STO Balongpanggang
STO Duduksampeyan 2%
STO Bawean STO Cerme STO Duduksampeyan STO Gresik STO Kedamean
STO Gresik 67%
STO Sidayu
Gambar V. 21. Jumlah Pelanggan Telepon Berdasarkan Sumbernya
Berdasarkan data pada Gambar V.21, STO Sidayu yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Panceng masih melayani 8% dari permintaan pemasangan telepon di sekitar kawasan Gresik. Klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan listrik dan telepon adalah sebagai berikut: Tabel V. 59. Kecukupan Suplai Listrik dan Telepon pada Lokasi Ketiga Kecukupan Suplai Listrik dan Telepon Tidak Memadai
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Tidak terlayaninya kecukupan listrik dan telepon untuk mendukung industri komponen pendingin
Memadai
3
Suplai listrik yang sudah memadai dapat mendukung industri komponen pendingin kapal
Berdasarkan data yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa kecukupan suplai listrik dan akses telepon di lokasi ketiga terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga bernilai 3.
148
Kecukupan Akses Jalan Raya
Gambar V. 22. Akses Jalan Raya pada Lokasi Ketiga
Akses jalan raya diperlukan dalam aktivitas industri untuk keperluan logistik dan transportasi bahan baku serta produk jadi. Kecukupan jaringan jalan raya yang baik dapat mendukung proses industri komponen pendingin kapal ikan. Menurut Badan Pusat Statistik, Kabupaten Gresik memiliki jalan raya sepanjang 512,16 km. dari panjang jalan tersebut, kondisi yang sudah diaspal sepanjang 339.22 km. Gambar V.22 menunjukkan kondisi akses jalan raya pada lokasi ketiga di Kabupaten Gresik. Kendaraan yang digunakan untuk alat transportasi juga memerlukan akses yang layak. Menurut setatus kepengurusannya, jalan raya di Kabupaten Gresik dibagi menjadi ruas jalan negara, ruas jalan provinsi, dan ruas jalan kabupaten. Berikut ini adalah data kondisi ruas jalan raya di Kabupaten Gresik berdasar pengerasannya:
Pengerasan Jalan Raya di Kabupaten Gresik
Batu Pasir Tanah 0.4% 0.4%
Aspal
Paving 29%
Batu Beton
Beton 3%
Paving Batu 2%
Aspal 66%
Tanah Batu Pasir
Gambar V. 23. Grafik Kondisi Pengerasan Jalan Raya di Kabupaten Gresik Tahun 2015 (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Menurut grafik pada Gambar V.23, dapat dilihat bahwa 66% jalan raya di Kabupaten Gresik merupakan jalan aspal. Jalan tersebut dirasa cukup untuk dilewati oleh kendaraan industri untuk proses distribusi bahan baku dan produk jadi.
149
Berikutnya adalah data mengenai kondisi jalan raya di Kabupaten Gresik. Lebih lengkapnya dapat melihat tabel berikut ini:
Kondisi Jalan Raya di Kabupaten Gresik Rusah Berat 9%
Rusah 3% Baik Menengah Rusah Menengah 31%
Baik 57%
Rusah Berat
Gambar V. 24. Grafik Kondisi Jalan Raya di Kabupaten Gresik Tahun 2015 (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016)
Berdasarkan data pada Gambar V.24, dari 512,16 km ruas jalan raya yang terdapat di Kabupaten Gresik, 57% dalam keadaan baik, 31% dalam keadaan mengengah, dan hanya 11% ruas jalan yang rusak. Ruas jalan dalam kondisi baik tersebut dapat menunjang proses distribusi untuk pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan. Calon lokasi industri di Kabupaten ini terletak di kecamatan yang memiliki kondisi jalan raya aspal yang baik, jadi dinilai layak untuk dilalui oleh kendaraan untuk distribusi bahan baku dan bahan jadi. Selanjutnya adalah klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan jaringan jalan raya adalah sebagai berikut: Tabel V. 60. Kecukupan Jaringan Jalan pada Lokasi Ketiga
Kecukupan Jaringan Jalan Akses jalan tidak memadai
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Akses jalan yang tidak memadai dari segi kondisi jalan dan ketersediaan ruas jalan raya
Akses jalan memadai
3
Akses jalan yang memadai dari segi kondisi jalan dan ketersediaan ruas jalan raya
Berdasarkan data pada Gambar V.24. mengenai kondisi jalan raya di Kabupaten Gresik, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan dan kondisi jalan raya di lokasi ketiga ini adalah memadai. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga bernilai 3.
150
e. Rencana Tata Ruang Terkait Menentukan lokasi yang akan didirikan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan harus menyesuaikan rencana tata ruang pada lokasi yang akan dipilih. Rencana tata ruang dalam suatu wilayah akan menentukan rencana pengembangan suatu wilayah. Jadi di masa yang akan datang tidak akan terjadi hal-hal yang menyulitkan seperti wilayah industri yang berubah fungsi menjadi area perumahan, area pendidikan, atau area lainnya yang tidak mendukung adanya industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik Tahun 2010-2030, pasal 51 menyebutkan:
Gambar V. 25. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik (Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Gresik, 2011)
Kutipan pada Gambar V.25, sesuai pasal-pasal yang tercantum didalam pasal tersebut, menerangkan bahwa lokasi dimana terdapat Pelabuhan Perikanan di Campurejo,
Kecamatan
Panceng
diarahkan
untuk
menjadi
kawasan
pengembangan transportasi laut dan kawasan pelabuhan perikanan. Hal ini dapat mendukung adanya industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan apabila didirikan di Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik. Selanjutnya klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan tata ruang adalah sebagai berikut: Tabel V. 61. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Tata Ruang Terkait pada Lokasi Ketiga
Rencana Tata Ruang Terkait SSWP 1 untuk wilayah Pertanian
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri komponen pendingin
SSWP 2 untuk wilayah Pemukiman
1
Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri komponen pendingin
SSWP 3 untuk wilayah Industri
3
Arahan pengembangan sesuai untuk industri komponen pendingin
SSWP 4 untuk wilayah Pelabuhan
3
Arahan pengembangan sangat sesuai untuk industri komponen pendingin
151
Nilai indikator hanya ada dua pembobotan, yaitu: 1 untuk lokasi yang tidak sesuai untuk industri komponen pendingin ruang muat ikan dan 3 untuk lokasi yang sesuai untuk industri komponen refrigerasi kapal ikan. Hal ini dikarenakan kriteria kecocokan lokasi berdasarkan rencana tata ruang hanya dapat ditentukan dengan ‘tidak cocok’ dan ‘cocok’ saja, jadi tidak ada nilai 2 (cukup cocok) dalam pembobotan. Berdasarkan rencana tata wilayah Kabupaten Gresik yang telah dipaparkan diatas, didapatkan bahwa Kecamatan Panceng termasuk ke dalam SSWP 4 karena termasuk wilayah untuk pengembangan wilayah pelabuhan. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi ketiga bernilai 3. f. Pemasaran Pemasaran hasil produk dari industri komponen pendingin diperlukan untuk dapat meraih keuntungan. Untuk dapat melakukan pemasaran, perlu diketahui permintaan pasar di sekitar lokasi yang akan dipilih. Pertimbangan berikut ini menjadi bahan pembobotan untuk menentukan kelayakan lokasi yang akan didirikan industri komponen pendingin: Galangan Kapal Daftar galangan pembuat kapal perikanan yang terdaftar di Kementrian Perindustrian serta memiliki jarak terdekat ke Kabupaten Gresik dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel V. 62. Daftar Galangan di Kabupaten Gresik dan Sekitarnya
No. 1
Nama Galangan PT. Indonesia Marina Shipyard
Alamat Jln. Amak Khasim III, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik
2
PT. Perikanan Samodra Besar
Jln. Nilam Barat 16, Kota Surabaya
3
PT. Indo Ardina Mandiri
Jln. Haluan, Kota Surabaya
4
PT. Karya Putra Mandiri
Jln. Anjungan Timur, Kota Surabaya
5
CV. Timur Maju Wawan
Jln. Ikan Mungsing VIII/1A, Kota Surabaya
(Sumber: Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2016)
Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan juga memegang peranan penting dalam alur pengolahan hasil laut. Ikan-ikan yang baru sampai di pelabuhan dapat langsung dijual, namun ikan-ikan yang tidak laku hari itu harus diawetkan. Minimnya fasilitas pengawetan membuat para pekerja masih menggunakan balok es. Atas dasar inilah, pelabuhan perikanan menjadi salah satu sasaran pemasaran untuk
152
komponen pendingin cold storage. Berikut ini adalah daftar pelabuhan perikanan yang terdapat di Kabupaten Gresik dan sekitarnya: Tabel V. 63. Daftar Pelabuhan Perikanan di Gresik dan Sekitarnya No. 1
Nama Pelabuhan
Alamat
Pelabuhan Perikanan Pantai - Bawean
Jln. Pedoman Sangkapura, Kecamatan Bawean, Kabupaten Gresik
2
Pelabuhan Perikanan Capurejo
Desa Campurejo, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik
3
Pelabuhan Perikanan Nasional -
Jln. Raya Brondong No. 17, Kabupaten Lamongan
Brondong 4
Pelabuhan Perikanan Nasional - Prigi
Jln. Pantai Prigi, Desa Tasikmandu, Kabupaten Trenggalek
5
Pelabuhan Perikanan Nasional - Prigi
Jln. Pantai Prigi, Kabupaten Trenggalek
(Sumber:Alam Ikan, 2016)
Selanjutnya adalah klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan permintaan pasar sebagai berikut: Tabel V. 64. Pemilihan Lokasi Berdasarkan Permintaan Pasar pada Lokasi Ketiga
Permintaan Pasar Tidak ada permintaan pasar
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Tidak terdapat perusahaan yang membutuhkan komponen pendingin seperti galangan kapal, pelabuhan perikanan,
pada daerah tersebut
perusahaan pengolahan makanan, dan cold storage Terdapat beberapa permintaan
2
Terdapat
beberapa
perusahaan
yang
membutuhkan
komponen pendingin seperti galangan kapal ikan, pelabuhan
pasar pada daerah tersebut
perikanan, perusahaan pengolahan makanan, dan cold storage Terdapat banyak permintaan pasar pada daerah tersebut
3
Terdapat banyak perusahaan yang membutuhkan komponen pendingin seperti galangan kapal ikan, pelabuhan perikanan, perusahaan pengolahan makanan, dan cold storage
Berdasarkan data-data diatas, terdapat beberapa galangan yang ada di sekitar Kabupaten Gresik. Juga terdapat beberapa pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Disamping itu, belum adanya pesaing usaha yang memiliki komoditi sama maupun mirip seperti industri komponen pendingin di lokasi ini dapat mempengaruhi peningkatan permintaan pasar. Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan pasar di lokasi ketiga bernilai 3.
153
g. Modal Modal yang dibutuhkan untuk memiliki lahan yang diinginkan di Kecamatan Panceng ini dihitung berdasarkan harga tanahnya per meter persegi. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan modal adalah sebagai berikut: Tabel V. 65. Kriteria Penilaian Lokasi Berdasarkan Harga Tanah
Harga Tanah Harga > Rp 4juta/m2
Nilai 1
Faktor Pertimbangan Harga tanah yang melebihi 4juta per meter persegi membuatnya menjadi mahal apabila sudah dikalikan dengan luas tanah
Harga Rp 2juta – Rp 4juta/m2
2
Harga tanah antara 2juta—4juta per meter persegi merupakan tingkat menengah
Harga < Rp 2juta/m2
3
Harga tanah antara dibawah 2juta per meter persegi dapat menguntungkan investor
Berdasarkan hasil peninjauan dan pencarian informasi, didapatkan informasi bahwa harga tanah per meter persegi di Jalan Raya Daendels Km. 34 TubanGresik, Kelurahan Wotan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61156 tersebut + Rp 1.500.000/m2. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat harga di lokasi ketiga bernilai 3. d. Pembobotan Pembobotan dilakukan untuk menentukan pilihan lokasi dari berbagai pertimbangan yang telah dilakukan. Lokasi yang terpilih kemudian akan menjadi tempat pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan di Indonesia. Tabel berikut ini adalah aspek pertimbangan dan pembobotan dalam memilih lokasi industri: Tabel V. 66. Pertimbangan dan Bobot Calon Lokasi Industri Komponen Pendingin Ruang Muat
Aspek Pertimbangan
154
Bobot
Kondisi Lahan
0.095
Ketersediaan Bahan Baku
0.190
Ketersediaan Tenaga Kerja
0.143
Kecukupan Infrastruktur
0.143
Rencana Tata Ruang Terkait Pemasaran Modal JUMLAH
0.095 0.143 0.190 1
Sub Aspek Pertimbangan
Bobot
Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan Kuantitas Bahan Baku Kontinuitas Bahan Baku Jarak Bahan Baku Ketersediaan Tenaga Kerja Kecukupan Air Bersih Kecukupan Listrik dan Telepon Kecukupan Akses Jalan Raya Rencana Tata Ruang Terkait Adanya permintaan pasar Harga Tanah per Meter JUMLAH
0.048 0.048 0.063 0.063 0.063 0.143 0.048 0.048 0.048 0.095 0.143 0.190 1
Data pada Tabel V.66. tersebut merupakan pembobotan yang digunakan untuk menentukan lokasi dari industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan. Masingmasing aspek pertimbangan diberikan bobot untuk menentukan skala prioritas dan seberapa besar pengaruhnya terhadap perhitungan investasi. Pertimbangan ini kemudian digunakan untuk penilaian pemilihan lokasi industri komponen pendingin kapal ikan. Hasil penilaian dari masing-masing calon lokasi industri dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel V. 67. Penilaian Calon Lokasi Industri Komponen Pendingin Ruang Muat Kapal Ikan
Aspek Pertimbangan
Kondisi Lahan
Ketersediaan Bahan Baku
Ketersediaan Tenaga Kerja
Kecukupan Infrastruktur
Rencana Tata Ruang Terkait Pemasaran Modal
Sub Aspek Pertimbangan Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan Kuantitas Bahan Baku Kontinuitas Bahan Baku Jarak Bahan Baku Ketersediaan Tenaga Kerja Kecukupan Air Bersih Kecukupan Listrik dan Telepon Kecukupan Akses Jalan Raya Rencana Tata Ruang Terkait Adanya permintaan pasar Harga Tanah per Meter TOTAL
Semarang
Lamongan
Gresik
Penilaian Lokasi Pertama
Penilaian Lokasi Kedua
Penilaian Lokasi Ketiga
3
3
3
0.143
0.143
0.143
2
2
2
0.095
0.095
0.095
2
2
3
0.127
0.127
0.190
3
3
3
0.190
0.190
0.190
2
2
2
0.127
0.127
0.127
3
3
3
0.429
0.429
0.429
3
3
3
0.143
0.143
0.143
3
3
3
0.143
0.143
0.143
3
3
3
0.143
0.143
0.143
3
3
3
0.286
0.286
0.286
3
3
3
0.429
0.429
0.429
2
3
3
0.381
0.571
0.571
32
33
34
0.220
0.235
0.241
Berdasarkan hasil penilaian dalam pembobotan calon lokasi yang telah dilakukan, didapatkan bahwa pemilihan lokasi untuk pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan ini adalah lokasi ketiga dengan nilai 0.241 yang terletak di Jalan Raya Daendels Km. 34 Tuban-Gresik, Kelurahan Wotan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61156.
155
V.1.3. Perencanaan Produk Perencanaan produk dilakukan untuk mengetahui detail dari setiap produk yang akan menjadi output dari sebuah industri. Komponen pendingin yang akan diproduksi adalah komponen utama yang menyusun sistem pendinginan pada ruang muat kapal perikanan, yaitu: Evaporator, Kondensor, dan Insulasi. Komponen tersebut akan diproduksi oleh industri yang direncanakan ini dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar lokasi yang telah ditentukan. Untuk beberapa bagian dari produk tersebut yang tidak tersedia di Indonesia maka akan dilakukan import dari luar negeri untuk kemudian dilakukan assembly langsung di bengkel. Tujuan pemilihan ketiga produk ini adalah tingkat kepentingannya di dalam sistem pendingin ruang muat kapal ikan yang tinggi serta kesamaan alur produksi yang dapat mempermudah proses pembuatan. Produk-produk ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan komponen refrigerasi untuk kapal perikanan maupun cold storage di darat untuk ikan, makanan mentah, maupun produk minuman. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing produk yang akan diproduksi: 1. Evaporator Evaporator yang digunakan pada palka kapal ikan adalah ‘evaporator banjir’ yang artinya pipa tembaga yang berisi refrigeran dibiarkan terbuka dan akan terbenam oleh lapisan es apabila sedang digunakan. Berikut ini adalah rencana produk yang akan dibuat oleh industri komponen refrigerasi:
Gambar V. 26. Rencana Produk Evaporator (Sumber: Isotherm, 2016)
Evaporator pada Gambar V.26. dipasang pada ruang muat palka ikan untuk mendinginkan muatan ikan. Refrigeran yang melewati pipa-pipa tersebut memiliki suhu yang rendah dan akan mendinginkan ikan yang ada didalam ruang palka. Pipa-pipa outlet yang berasal dari dalam unit evaporator akan mendinginkan lingkungan di sekitarnya lalu akan terbentuk lapisan es. Berikut ini adalah breakdown produk Evaporator:
156
LEVEL 0
EVAPORATOR
CASING
PENUTUP
KAKI PENYANGGA
U-PIPE
PIPA TEMBAGA 1,5"
LEVEL 3
PELAT BAJA 5mm
PIPA LURUS
SISTEM FLUIDA
LEVEL 2
TABUNG
PERPIPAAN
LEVEL 1
SISTEM KELISTRIKAN
Keterangan: Membeli Membuat
Gambar V. 27. Breakdown Produk Evaporator
Breakdown pada Gambar V.27. menjelaskan bagian-bagian yang menyusun produk Evaporator dan komponen mana saja yang akan dibuat atau dibeli. Analisis ini memudahkan untuk proses produksi pada tahap selanjutnya serta dapat menentukan urutan untuk membeli komponen dan membuat komponen. 2. Kondensor Berikut ini adalah rencana produk yang akan dibuat oleh industri komponen refrigerasi berupa kondensor:
Gambar V. 28. Rencana Produk Air-Cooled Condensor (Sumber: Dorin, 2016)
157
Rencana produk yang akan dibuat seperti pada Gambar V.28. adalah Air Cooled Condenser. Kondensor ini digunakan pada cold storage yang ada diatas deck. Media pendingin yang digunakan adalah udara. Berikut ini adalah gambar teknik dari produk tersebut:
Gambar V. 29. Desain Produk Air-Cooled Condenser (Sumber: Dorin, 2016)
Desain pada Gambar V.29. merupakan desain produk yang telah ada pada salah satu perusahaan di Italia bernama Dorin. Rencana produk untuk industri komponen refrigerasi di Indonesia akan dapat dibuat sesuai dengan permintaan calon pembeli. Produk Kondenser yang digunakan pada ruang palka kapal ikan adalah Watercooled Condenser. Berikut adalah rencana produk yang akan diproduksi:
Gambar V. 30. Rencana Produk Water-cooled Condenser (Sumber: Dorin, 2016)
158
Rencana produk yang akan dibuat seperti pada Gambar V.30. adalah Water-cooled Condenser. Kondensor ini digunakan pada ruang palka kapal ikan dibawah deck. Media pendingin yang digunakan adalah air. Berikut ini adalah gambar teknik dari produk tersebut:
Gambar V. 31. Desain Produk Water-cooled Condensor (Sumber: Dorin, 2016)
Desain pada Gambar V.31. merupakan desain produk yang telah ada pada salah satu perusahaan di Italia bernama Dorin. Rencana produk untuk industri komponen refrigerasi di Indonesia akan dapat dibuat sesuai dengan permintaan calon pembeli. Berikut ini adalah breakdown produk kondensor: LEVEL 0
KONDENSOR
CASING
PENUTUP
KAKI PENYANGGA
PIPA LURUS
U-PIPE
PIPA TEMBAGA 1,5"
SISTEM KELISTRIKAN
LEVEL 3
PELAT BAJA 5mm
PERPIPAAN
LEVEL 2
TABUNG
KOMPRESOR
LEVEL 1
SISTEM FLUIDA
Keterangan: Membeli Membuat
Gambar V. 32. Breakdown Produk Kondensor
159
Breakdown pada Gambar V.32. menjelaskan bagian-bagian yang menyusun produk Kondensor dan komponen mana saja yang akan dibuat atau dibeli. Analisis ini memudahkan untuk proses produksi pada tahap selanjutnya serta dapat menentukan urutan untuk membeli komponen dan membuat komponen. 3. Insulasi
Gambar V. 33. Rencana Produk Insulasi
Rencana produk Insulasi dapat dilihat pada Gambar V.33. Produk tersebut direncanakan berupa panel-panel berukuran 2500x1250x100 milimeter. Untuk ruang palka yang berbentuk melengkung akan dilakukan pengecoran langsung pada kapal apabila dibutuhkan. Desain yang dibuat mengikuti permintaan calon pembeli.
Gambar V. 34. Insulasi Ruang Muat Kapal Ikan
Produk insulasi yang akan diproduksi adalah polyurethane foam. Bahan ini terdiri dari dua material yaitu komponen A (polyol-based resin blend) dan komponen B (isocyanate) yang terdiri dari Methilene diisocianate (MDI). Apabila komponen A dan komponen B bercampur, akan terjadi reaksi kimia berupa adonan yang mengembang dalam beberapa detik dan membentuk busa (foam) yang berkontur padat. Keunggulan bahan tersebut untuk insulasi ruangan pendingin adalah: 1. Memiliki daya lekat yang tinggi 2. Dapat dilakukan diatas media apapun (logam, pelat aluminium, kayu, dan fiberglass)
160
3. Tidak berbahaya bagi kesehatan 4. Anti binatang pengerat 5. Tidak berdebu setelah pemasangan 6. Tidak mudah rontok 7. Bahan yang ringan tidak membebani kapal Berikut ini adalah breakdown produk panel insulasi: LEVEL 0
PANEL INSULASI
`
POLYOL
AKSESORIS
CASING
RESIN
PELAT COIL ~0.5 mm
CLAMP LOCK
PIPA PVC 1,25"
KNEE PVC 1,25"
PLYWOOD
LEVEL 2
ISOCYANATE
LEVEL 1
POLYURETHANE FOAM
Keterangan: Membeli Membuat
Gambar V. 35. Breakdown Produk Panel Insulasi
Breakdown pada Gambar V.35. menjelaskan bagian-bagian yang menyusun produk Panel Insulasi dan komponen mana saja yang akan dibuat atau dibeli. Analisis ini memudahkan untuk proses produksi pada tahap selanjutnya serta dapat menentukan urutan untuk membeli komponen dan membuat komponen. V.1.4. Proses Pembuatan Produk Industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan yang direncanakan akan memproduksi tiga komponen utama memerlukan prosedur pembuatan yang digambarkan berupa flowchart yang harus mudah dimengerti oleh seluruh staf produksi. Ketiga produk yang akan dibuat tidak memiliki alur produksi yang sama persis, namun masih dapat diselaraskan dengan membuat alur produksi paralel. Kondensor dan Evaporator memiliki alur produksi yang sama sementara Panel Insulasi ruang pendingin memiliki alur produksi yang sedikit berbeda. Ketiganya akan mengalami proses fabrikasi di tempat yang sama, kemudian akan terpisah pada tahap produksi, lalu bertemu lagi pada tahap Final Assembly. Berikut ini adalah alur proses pembuatan komponen refrigerasi kapal perikanan:
161
CONTRACT OWNER REQUIREMENTS
TIDAK LOLOS
DESIGN
APPROVE?
LOLOS
PREPARATION ula Ins
si
FABRICATION
MARKING
& or ens ator nd Ko apor Ev
FIN PROCESS
CUTTING
TIDAK LOLOS
BENDING
TUBE PROCESS
FOAMING
COIL ASSEMBLY
CLEANING
EXPANDING U-BEND
BRAZING TIDAK LOLOS
LEAK TEST
DENSITY TEST
LOLOS
LOLOS
WASHING
DRYING
FINAL ASSEMBLY
ELECTRICAL INSTALLATION
FINAL INSPECTION
PACKAGING
DELIVERY
Gambar V. 36. Alur Proses Pembuatan Komponen Refrigerasi Kapal Ikan
Gambar V.36. merupakan alur proses produksi komponen refrigerasi kapal ikan yang terdiri dari Insulasi, Kondensor, dan Evaporator. Proses produksi diawali dengan kesepakatan bisnis antara perusahaan dengan klien, proses pembuatan produk membutuhkan beberapa
162
tahap, diawali dari proses Desain komponen yang akan dibuat, kemudian proses Produksi yang dilakukan di Bengkel Produksi, masing-masing produk yang telah selesai dibuat kemudian diuji di Area Inspeksi, kemudian setiap produk yang telah lulus uji akan memasuki Assembly Area, selanjutnya dilakukan pemasangan instalasi kelistrikan agar memudahkan pengguna saat akan dipasang di kapal. Setelah itu produk akan memasuki Area Packaging untuk kemudian dikirim kepada pembeli dari Area Shipping. Berikut adalah pejelasan lebih lanjut mengenai alur produksi industri komponen refrigerasi kapal ikan: 1. Kontrak Tahapan dalam pembuatan produk diawali dengan kontrak antara pihak pembeli dan pembuat produk. Kesepakatan yang dicapai oleh kedua belah pihak ditulis dalam tulisan hitam diatas putih. Kontrak berisikan spesifikasi produk, keterangan instalasi, penjadwalan, denda jika melewati batas penjadwalan, dan metode pembayaran. Diawal kontrak ini juga pihak pembuat produk memastikan detail pesanan owner untuk mengantisipasi hal-hal yang bersifat mendadak. 2. Desain Pada tahap ini, owner requirement yang telah diterima oleh desainer kemudian dibuat dalam bentuk gambar digital. Proses perancangan yang dilakukan menyesuaikan produk yang akan dibuat dengan ruang pendingin yang akan dipasangi komponen refrigerasi. Hal ini akan mencegah adanya kesalahan pemasangan karena sistem refrigerasi memiliki banyak pipa refrigeran yang sama sekali tidak boleh salah dalam pemasangan. 3. Persiapan Produksi
Gambar V. 37. Gudang Inventari
Setelah terjadi kesepakatan kerja, Manajer Produksi akan membuat daftar PBF (Permintaan Barang Fabrikasi) seperti pada Gambar V.38 kepada bagian Produksi. Kemudian pihak Produksi akan membuatkan gambar kerja sesuai dengan pesanan dari pihak marketing. Komponen yang akan digunakan untuk membuat instalasi tersebut 163
kemudian akan diperiksa ketersediaannya di gudang. Apabila ada stok yang belum mencukupi, maka akan dipesankan kepada beberapa supplier untuk selanjutnya masuk ke gudang sebagai stok perusahaan. Pihak gudang akan mencatat daftar inventari yang masuk dan memberikan laporan setiap barang yang keluar untuk digunakan dalam proses produksi kompoen refrigerasi.
Gambar V. 38. Contoh Permintaan Barang Fabrikasi (sumber: PT. Koronka Nusantara, 2016)
Contoh daftar permintaan barang fabrikasi pada Gambar V.38 akan memudahkan bagian produksi untuk meminta barang dari gudang dalam proses produksi 4. Tahap Fabrikasi Tahap Fabrikasi adalah proses pengolahan bahan baku yang telah sampai dari supplier untuk dibentuk menjadi berbagia bentuk sesuai gambar desain. Produk insulasi memiliki tiga proses Fabrikasi, yaitu marking, cutting, dan bending. Sementara produk Kondensor dan Evaporator memiliki dua proses Fabrikasi, yaitu Fin Process dan Tube Process. Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing proses: Marking (Penandaan)
Gambar 5. 1. Proses Marking
164
Proses marking adalah kegiatan menandai dan menggambar pola pada pelat coil yang sudah siap dalam area kerja. Pola-pola yang telah digambar ini didapatkan dari gambar kerja dari Departemen Produksi untuk membuat insulasi ruang pendingin. Proses ini membutuhkan beberapa peralatan, diantaranya: Gambar kerja, busur derajat, penggaris, spidol, dan meteran. Berikut adalah rincian proses marking: Menyiapkan gambar kerja; Menyiapkan peralatan kerja berupa spidol, penggaris, meteran, dan busur derajat; Menaruh gulungan coil sepanjang 250 meter diatas coil roller; Memastikan ketebalan pelat coil sesuai dengan gambar kerja; Membuat marking (penandaan) dengan teliti menggunakan spidol, penggaris, dan busur derajat.
Gambar V. 39. Coil Roller
Coil Roller pada Gambar V.39 digunakan untuk membantu pekerjaan fabrikasi. Komponen insulasi, kondensor, maupun evaporator membutuhkan pelatpelat baja setebal 0.5-4 mm ini untuk membuat kerangka produk Cutting (Pemotongan)
Gambar V. 40. Proses Pemotongan Pelat
165
Pola yang sudah tergambar pada pelat dapat langsung dipotong pada proses seperti pada Gambar V.40. agar dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Proses pemotongan ini membutuhkan beberapa peralatan, diantaranya: mesin potong, mesin jigsaw, mesin gerinda, kacamata safety, sarung tangan, dan kikir. Rincian proses pemotongan adalah sebagai berikut: Pekerja mengguanakan kacamata safety dan sarung tangan selama melakukan pekerjaan; Pelat yang telah terdapat pola pemotongan dibawa ke mesin pemotong; Pemotongan dilakukan menyesuaikan pola yang telah tergambar; Mesin Jigsaw digunakan untuk memotong bagian-bagian yang tidak terjangkau oleh mesin pemotong biasa; Hasil akhir dari pemotongan kemudian digerinda agar halus dan tidak tajam. Bending (Penekukan)
Gambar V. 41. Proses Penekukan Pelat
Hasil dari pemotongan kemudian dibawa ke area kerja penekukan. Tahap ini menghasilkan pelat-pelat yang sudah terbentuk untuk menjadi panel-panel insulasi ruang pendingin sesuai dengan gambar kerja. Alat yang dibutuhkan adalah alat bending, sarung tangan, dan kacamata safety. Berikut adalah rincian dari proses penekukan: Memastikan seluruh ukuran dan sudut bending sesuai dengan gambar kerja; Merapikan pinggiran pelat yang kelebihan dari pola yang tergambar Sampai tahap ini, fabrikasi untuk produk insulasi telah selesai
166
Fin Process
Gambar V. 42. Fin Process (Sumber: Goodman Air Conditioning, 2016)
Proses fabrikasi untuk produk kondensor dan evaporator diawali dengan mengolah bahan baku pelat menjadi sirip-sirip yang nantinya akan dipasang pada kondensor dan evaporator seperti pada Gambar V.42. Alat yang dibutuhkan adalah alat pemotong, kacamata safety, dan sarung tangan: Berikut adalah rincian dari proses Fin Process: Menyiapkan pelat yang akan diproses Menyiapkan alat pemotong Melubangi sirip sebagai jalur masuk pipa refrigeran Tube Process
Gambar V. 43. Tube Process (Sumber: Goodman Air Conditioning, 2016)
Pemrosesan pipa dilakukan dengan memotong-motong pipa sepanjang 80cm lalu membengkokkannya tepat di tengah seperti pada Gambar V.43. Pipa-pipa ini nantinya akan disusun dengan cara memasukkannya ke dalam lubang pada siripsirip pada proses sebelumnya. Berikut ini adalah rincian dari tube process: Menyiapkan gambar kerja Menyiapkan pipa tembaga yang akan diproses
167
Memotong pipa sepanjang 80cm Membengkokkan pipa tepat di tengah untuk membentuk U 5. Tahap Produksi Tahap Produksi adalah tahap pengolahan material yang telah selesai dibuat di tahap fabrikasi. Tahap ini terbagi menjadi tiga proses yaitu produksi insulasi, produksi, kondensor, dan produksi evaporator. Insulasi memiliki dua proses produksi, yaitu Foaming dan Cleaning, sementara Kondensor dan Evaporator memiliki dua proses yang sama yaitu Coil Assembly dan Brazing. Berikut ini adalah penjelasan untuk masingmasing proses: Foaming
Gambar V. 44. Pembuatan Adonan Polyurethane
Tahapan foaming adalah membuat lapisan insulasi untuk ruangan pendingin dari pelat-pelat insulasi yang telah selesai dibentuk pada tahap sebelumnya. Inti pekerjaan dalam proses foaming adalah pencampuran zat polyurethane seperti pada Gambar V.44.
Gambar V. 45. Meja Jig
Adonan yang telah bercampur kemudian dituangkan diatas cetakan yang telah disiapkan di meja jig seperti Gambar V.45. Peralatan yang dibutuhkan untuk proses ini diantaranya adalah: sarung tangan, kacamata safety, pelat coil, ember, polyurethane A (ISO), polyurethane B (polyol), mixer, meja jig, serta cukil.
168
Berikut ini adalah rincian dari proses foaming: Pelat coil diletakkan di atas meja jig; Polyurethane A (polyol) dan Polyurethane B (Isocyanate) dicampur ke dalam mixer untuk membentuk adonan Adonan polyurethane kemudian dituangkan diatas pelat lapisan pertama; Lapisa kedua diletakkan diatas adonan yang telah setengah kering; Clamplock ditanamkan ke dalam adonan polyurethane; Lapisan polyurethane akan membentuk busa padat Panel insulasi ini kemudian ditekan dengan menggunakan mesin jig sampai adonan mengering sempurna. Hasil akhir dari adonan adalah berupa material yang terasa seperti gabus dan berwarna putih kekuningan Hasil akhir ini kemudian dilapisi lagi dengan kayu setebal 4 mm dan fiberglass untuk melindungi lapisan insulasi dari tekanan berlebihan dari muatan ikan Cleaning
Gambar V. 46. Proses Cleaning
Setelah proses foaming selesai, panel insulasi tersebut dibawa ke area cleaning untuk dibersihkan dari sisa-sisa adonan polyurethane yang mengering diluar lapisan coil seperti pada Gambar V.46. Hal ini dimaksudkan agar saat setiap unit panel disatukan untuk menjadi dinding, tidak ada udara dingin atau refrigeran yang keluar dari dalam ruangan pendingin. Proses pembuatan penutup ruangan pendingin pada gambar diatas dapat dilakukan pula pada penutup ruang palka ikan. Peralatan yang dibutuhkan untuk proses ini diantaranya: Mesin bor, mesin jig, sarung tangan, masker, lem karet, kikir, dan gerinda. Berikut adalah rincian dari proses cleaning: Proses pembersihan dilakukan sesuai dengan gambar kerja;
169
Kikir digunakan untuk merapikan ujung-ujung insulasi yang tidak rapi dan tajam; Gunakan mesin bor untuk membuat lubang skrup; Setiap celah antara hasil cetakan polyutehrane dengan coil diberi lem karet agar kedap air dan udara.
Gambar V. 47. Pemasangan Karet Kedap Udara
Proses cleaning speerti pada Gambar V.47. dilakukan untuk memberikan proteksi tambahan pada pinggiran insulasi agar udara panas tidak masuk ke dalam ruang pendingin ikan pada kapal. contoh tersebut diaplikasikan pada penutup palka ikan maupun pintu cold storage. Sampai proses ini selesai, tahap produksi untuk insulasi telah selesai dan siap untuk masuk ke tahap berikutnya. Coil Assembly
Gambar V. 48. Coil Assembly (Sumber: Goodman Air Conditioning, 2016)
Tahap produksi untuk evaporator dan kondensor adalah pembuatan rangkaian pipa dan sirip (fin) yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Sirip-sirip yang telah siap kemudian disusun sejajar untuk menjadi jalur masuk pipa refrigeran seperti pada Gambar V.48. Proses ini berjalan paralel dengan tahap produksi pada insulasi. Proses coil assembly ini berlangsung di Production Area. Berikut ini adalah rincian dari proses Coil Assembly: Mempersiapkan fin dan tube yang akan dirangkai
170
Menyusun fin berjajar Memasukkan pipa tembaga ke dalam lubang fin yang telah dipersiapkan Melakukan Expanding yaitu pembesaran diameter pipa yang terletak diujung Melakukan U-bend yaitu pembengkokan pipa tembaga untuk melengkapi jalur pipa refrigeran seperti Gambar V.49. berikut ini.
Gambar V. 49. U-bend (Sumber: Goodman Air Conditioning, 2016)
Melakukan Brazing yaitu proses penyambungan pipa lurus dengan pipa dengan pipa U, dan penutupan celah antara pipa tembaga dengan lubang fin seperti pada Gambar V.50. Proses pengelasan dilakukan dengan brazing karena material logam yang dipakai tembaga.
Gambar V. 50. Proses Brazing (Sumber: Goodman Air Conditioning, 2016)
Sampai pada di tahap ini, proses produksi evaporator dan kondensor telah selesai. Produk yang setengah jadi tersebut kemudian dapat dibawa ke tahap berikutnya yaitu Tahap Inspeksi. 6. Tahap Inspeksi Tahap berikutnya adalah Inspeksi. Dalam tahap ini, produk setengah jadi yang telah melalui proses produksi kemudian diuji agar dapat bertahan sesuai kondisi dimana alatalat tersebut akan digunakan. Proses yang dilakukan dalam Tahap Inspeksi untuk produk Insulasi adalah Density Test, sementara produk Kondensor dan Evaporator melalui Tahap
171
Inspeksi dengan Leak Test. Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing proses yang dilakukan: Density Test
Gambar V. 51. Density Test (Sumber: Test Resources, 2016)
Proses inspeksi untuk insulasi ini dilakukan setelah produk telah melalui Tahap Produksi. Insulasi yang telah selesai dibuat dilakukan pengujian kepadatan lapisan polyurethane dengan mesin. Hasil akhir dari test ini adalah target density dari insulasi polyurethane yang selesai diproduksi memiliki nilai 42 gram/cm3. Prosedur pengujian yang dilakukan didasarkan pada American Society for Testing and Material, dengan mengacu pada ASTM D1621 ketahanan material terhadap deformasi dan kemampuannya untuk mempertahankan bentuk apabila terkena tekanan karena dalam hal ini lapisan insulasi juga menahan beban ikan di dalam ruang palka, serta ASTM D1623 untuk menguji kerapatan unsur polyurethane di dalam insulasi (Test Resources, 2016). Berikut ini adalah rincian dari proses Density Test: Menyiapkan lembar inspeksi Sampel insulasi diletakkan pada mesin pengujian Sampel diberikan beban Sampel diberikan tekanan pada permukaan Leakage Test
Gambar 5. 2. Leakage Test
Uji kebocoran dilakukan pada kondensor dan evaporator untuk memeriksa keadaan pipa dan memastikan tidak ada kebocoran di sepanjang jalur refrigeran. 172
Untuk ‘evaporator banjir’ yang ada di dalam ruang palka kapal ikan diuji menggunakan tekanan 35 bar ketika rangkaian pipa sudah selesai dipasang di dalam ruang penyimpanan ikan. Berikut ini adalah rincian dari Leakage Test: Menyiapkan unit yang telah selesai dari Tahap Produksi Menyiapkan lembar inspeksi Leakage Test Mencelupkan evaporator ke dalam air Mengalirkan pipa refrigeran dengan udara bertekanan 35 bar (Guntner, 2016) Proses berlangsung selama 10 menit Apabila terjadi kebocoran, maka unit dipisahkan untuk dibawa kembali ke proses brazing Unit yang lolos dapat melanjutkan ke tahap berikutnya 7. Final Assembly Dalam tahap ini dilakukan pemasangan (assembling) untuk setiap komponen instalasi pendingin, mulai dari dudukan untuk evaporator, kerangka untuk panel insulasi, karet insulasi, dan pipa-pipa refrigeran. Pada proses ini juga ditentukan bagian mana yang dilas di workshop dan bagian mana yang dilas di dalam kapal saat instalasi. Peralatan yang dibutuhkan untuk proses ini diantaranya adalah: Palu, Pahat, sarung tangan, gunting, dan pisau cutter. Berikut adalah rincian proses assembling: Menyiapkan gambar kerja Panel insulasi yang telah lolos Tahap Inspeksi dibawa ke Assembly Area Evaporator dan Kondensor yang telah lolos Tahap Inspeksi dibawa ke Assembly Area. Produk insulasi dipasangi komponen-komponen penyambung antar panel Produk evaporator dan kondensor dipasangi penutup (casing) untuk menutup komponen agar terlindungi dari debu dan kotoran Pipa-pipa refrigeran dipasangi valve untuk mempermudah proses penyambungan dengan pipa lainnya di dalam kapal Proses pengelasan untuk produk water-cooled condenser, terdapat penutup yang mengharuskan kondensor untuk dilas SMAW
173
8. Welding (pengelasan)
Gambar V. 52. Pengelasan Dudukan Condensing Unit
Setelah proses assembling selesai, komponen pendingin untuk ruang muat kapal ikan dapat dilas sesuai dengan gambar kerja. Peralatan yang dibutuhkan untuk proses pengelassan ini adalah: sarung tangan las, mesin las, kacamata las, palu, gerinda, sikat baja, dan kursi kecil. Berikut adalah rincian proses pengelasan: Mempersiapkan dan mengecek kesiapan dari mesin las Memilih kawat las sesuai dengan ketebalan pelat Mengatur arus (ampere) mesin las sesuai dengan jenis kawat las yang digunakan Pembersihan pada bagian yang akan dilas Melakukan proses pengelasan Membersihkan hasil pengelasan dari spatter lalu digerinda Pengecekan akhir hasil pengelasan 9. Pemasangan Komponen Kelistrikan Setelah semua komponen selesai dibuat, pihak elektrik akan menyambungkan setiap komponen kelistrikan sesuai dengan diagram kerja untuk memudahkan pengoperasian cold storage. Proses elektrikal ini terbagi menjadi 3 pekerjaan: pemasangan komponen, koneksi sistem, dan proteksi kabel. a. Pemasangan Komponen Pekerjaan ini dilakukan saat semua komponen sudah datang dari supplier dan tercatat di gudang. Teknisi di workshop menyiapkan semua komponen kelistrikan untuk pengaturan cold storage. Dalam hal ini adalah condensing unit yang membutuhkan paling banyak listrik. Berikut adalah rincian pekerjaan pemasangan komponen:
174
Komponen yang berukuran kecil dipasang terlebih dahulu didalam panel box Jarak antar komponen sesuai dengan rekomendasi supplier Untuk ruang pendingin kapal yang terletak di atas deck, panel box diletakkan setinggi 1500 mm dari lantai di bagian luar ruangan pendingin. Memasang kondensor pada dudukannya dan sesuai dengan jalurnya agar tidak terjadi kebocoran refrigeran. Untuk ruang pendingin kapal yang terletak di ruang muat lambung kapal, panel box diletakkan di ruang operator yang terintegrasi dengan seluruh pengaturan komponen pendingin. Pemasangan komponen di workshop hanya sebatas bagian-bagian yang dapat dibawa dengan kendaraan pengangkut seperi panel box, panel insulasi, ruas pipa, dan pipe-junction. Untuk instalasi komponen yang besar seperti condenser beserta dudukannya dilakukan langsung di kapal. Untuk kondisi tertentu penempatan komponen dapat dikonsultasikan dengan pemilik kapal b. Koneksi Sistem
Gambar V. 53. Pemeriksaan Koneksi Kelistrikan
Pekerjaan ini dilakukan untuk menyambungkan setiap komponen elektrik satu dengan yang lainnya sesuai dengan gambar kerja agar dapat terintegrasi dengan baik sesuai dengan fungsinya. Berikut ini adalah rincian dari pekerjaan koneksi sistem: Memastikan bahwa setiap komponen yang telah terpasang sesuai dengan gambar kerja. Menggunakan kabel dengan luas penampang yang sesuai dengan arus yang nantinya mengaliri jalur tersebut
175
Jarak antar kabel diatur sedemikian rupa agar tidak bersentuhan langsung antara permukaan konduktor. Jika terpaksa ada yang bersentuhan maka harus diberi separasi berupa isolator agar tidak terjadi konsleting, dalam hal ini bisa digunakan isolasi listrik dan insulasi karet untuk kabel. c. Proteksi Kabel
Gambar V. 54. Proteksi Kabel
Kabel-kabel pada Gambar V.54 tersebut kemudian diberikan perlindungan agar memiliki awet dalam penggunaannya. Berikut adalah rincian dari proteksi kabel: Setiap kabel dari komponen yang sejenis disatukan dengan cable tie untuk memudahkan saat proses maintenance di kemudian hari Protektor plastic digunakan untuk melindungi kabel yang berdiameter < 10 mm Spiral plastik digunakan untuk melindungi kabel yang berdiameter > 10 mm Kabel yang telah ditata dan diikat harus diberikan ruang bebas gerak yang cukup tanpa ada risiko kerusakan dan tidak menghambat proses buka tutup pintu panel. d. Keamanan Condensing Unit Pada pekerjaan ini, dilakukan pengamanan untuk setap komponen yang terpasang dalam sistem pendingin. Berikut adalah rincian dari proses pemasangan komponen: Pemberian perlindungan komponen tidak boleh menghambat sirkulasi udara di sekitar komponen Pelindung konduktor menggunakan bahan non-logam untuk menghindari adanya hubungan arus pendek listrik
176
Komponen yang terbuka diberikan satu lapis insulasi untuk menghindari sentuhan langsung dengan komponen terbuka lainnya
10. Final Inspection Setelah panel kelistrikan untuk mengatur sistem pendingin selesai dibuat, tahap berikutnya adalah melakukan percobaan sistem kelistrikan yang dilakukan di workshop. Pengujian ini hanya disaksikan oleh pihak elektrikal dan pihak produksi untuk memastikan bahwa produk yang baru saja dibuat dapat berfungsi dengan baik sebelum dipasang di kapal. Pengujian yang dilakukan meliputi function check dan shop internal test. a. Function Check Langkah awal dari function test adalah memeriksa kondisi fisik dari insulasi, kondensor, dan evaporator apakah sesuai dengan gambar kerja yang diinginkan oleh klien Memeriksa rangkaian konstruksi komponen yang telah terpasang Memeriksa satu-persatu spesifikasi komponen yang telah terpasang dan mencocokkannya dengan gambar kerja dan material list Memeriksa semua ukuran dan nama kabel untuk kesesuaian dengan electrical diagram Memeriksa kekencangan semua mur dan baut yang menyambungkan setiap komponen ke dudukannya Memeriksa kekencangan koneksi kabel pada setiap komponen Jika terjadi kesalahan, dapat diberikan tanda dan langsung diperbaiki saat itu juga b. Shop Internal Test Pada tahap ini, dilakukan pengujian fungsi kerja dari rangkaian yang telah terpasang Pengujian dilakukan oleh pihak pembuat komponen sistem pendingin sesuai dengan standar yang digunakan dalam perusahaan Setiap bagian yang telah diperiksa langsung diberi tanda “check” untuk memastikan bahwa bagian tersebut sudah diperiksa dan tidak ada kesalahan
177
11. Packaging
Gambar V. 55. Packaging (Ilustrasi: Hermary Machine Vision, 2016)
Produk yang telah selesai melalui seluruh tahap produsi sampai Final Inspection dapat memasuki Tahap Packaging. Tahap ini dilakukan dengan membungkus produk yang telah lulus uji dengan kemasan untuk dikirim kepada supplier maupun pembeli. Sebelum dimasukkan ke dalam kemasan, setiap produk akan mendapatkan stiker berupa bar code untuk memberikan identitas kepada unit tersebut. Hal ini akan memudahkan dalam pendataan barang keluar serta untuk perawatan produk pasca pembelian 12. Delivery Delivery dilakukan setelah semua komponen pendingin ruang muat kapal ikan telah selesai dibuat di workshop dan telah melalui serangkaian pengujian. Komponen kemudian dibawa menuju ke galangan kapal tempat komponen pendingin akan dipasang. Serah terima dilaksanakan sesuai jadwal yang telah disepakati dalam jadwal pelaksaan pekerjaan (time schedule) yang telah ditetapkan dalam kontrak. Apabila waktu delivery tidak sesuai dengan kontrak, maka pembuat komponen pendingin wajib membayar sanksi sesuai dengan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak di awal perjanjian. 13. Commisioning Pengujian yang resmi ini dilakukan oleh pembuat komponen pendingin dengan disaksikan oleh pihak pemesan dan dilakukan langsung di atas kapal saat komponen pendingin ruang muat selesai dipasang. Commissioning termasuk pengujian operasional dari suatu pekerjaan secara nyata untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan memenuhi peraturan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan adalah menyaksikan tercapainya suhu ruangan pendingin sesuai dengan permintaan dan kontrak di awal. Apabila suhu yang direncanakan tidak tercapai, maka pembuat komponen pendingin akan bertanggung jawab sampai suhu yang direncakan dapat tercapai. V.1.5. Pemeriksaan Hasil Produk Proses produksi yang telah diselesaikan oleh karyawan harus diperiksa oleh quality control untuk memastikan mutu dan kualitas produk sesuai dengan standar perusahaan. Untuk
178
mendapatkan hasil produk yang berkualitas dan memenuhi persyaratan, diperlukan pengawasan yang sistematis pada setiap tahapan proses produksi. Berikut ini adalah mekanisme pengawasan pemeriksaan produk komponen pendingin: 1. Desain Produk Desain produk yang dibuat diperiksa untuk memastikan bahwa unit yang dirancang sesuai dengan kebutuhan pada kapal perikanan dan dimensinya tidak melebihi ruangan yang tersedia. Berikut ini adalah checklist untuk quality control tahap desain produk insulasi ruang pendingin: Tabel V. 68. Checklist Tahap Desain Produk - Insulasi Ruang Pendingin
Nama Unit No. Gambar No. Serial Panel Ketebalan Panel No 1
2
3
4 5
Pemeriksaan Visual dan Fisik
Lolos
Tidak Lolos
Keterangan
Spesifikasi Project 1.1. Owner 1.2. Ukuran Kapal 1.3. Bahan Insulasi 1.4. Density Arrangement 2.1. Ketebalan Insulasi 2.2. Luasan Insulasi 2.3. Tata letak clamp lock 2.4. Penempatan Partisi Kesesuaian Gambar dengan Dimensi Ruang Muat Kapal Ikan Pemakaian Simbol-simbol Gambar Daftar Material
Tabel V.68 tersebut menunjukkan bahwa saat tahap desain produk insulasi, bagianbagian yang diperiksa adalah spesifikasi project, arrangement, kesesuaian gambar dengan dimensi ruang muat kapal ikan, pemakaian simbol gambar, dan daftar material penyusun untuk membuat produk. Arrangement yang diperiksa pada produk ini adalah ketebalan insulasi, luasan insulasi, tata letak clamplock, dan penempatan panel partisi. Selanjutnya adalah quality control tahap desain produk kondensor ruang pendingin kapal ikan. Berikut ini adalah checklist yang digunakan:
179
Tabel V. 69. Checklist Tahap Desain Produk - Kondensor
Nama Unit No. Gambar No. Serial Kerangka Media Pendingin No 1
2
3
4 5
Water Cooled / Air Cooled Tidak Pemeriksaan Visual dan Fisik Lolos Lolos
Keterangan
Spesifikasi Project 1.1. Owner 1.2. Ukuran Kapal 1.3. Kapasitas Kondensor 1.4. Jenis Refrigeran 1.5. Compressor Power (HP) Arrangement 2.1. Jalur Pipa Refrigeran 2.2. Peletakkan Komponen 2.3. Kapasitas Kompresor 2.4. Valve Masuk 2.5. Valve Keluar Kesesuaian Gambar dengan Dimensi Ruang Muat Kapal Ikan Pemakaian Simbol-simbol Gambar Daftar Material
Tabel V.69. tersebut menunjukkan bahwa saat tahap desain produk kondensor, bagian-bagian yang diperiksa adalah spesifikasi project, arrangement, kesesuaian gambar dengan dimensi ruang muat kapal ikan, pemakaian simbol gambar, dan daftar material penyusun untuk membuat produk. Arrangement yang diperiksa pada produk ini adalah jalur pipa refrigeran, pelatakkan komponen, kapasitas kompresor, valve masuk, dan valve keluar. Berikutnya adalah quality control tahap desain produk evaporator ruang pendingin kapal ikan. Berikut ini adalah checklist yang digunakan: Tabel V. 70. Checklist Tahap Desain Produk - Evaporator
Nama Unit No. Gambar No. Serial Kerangka Cooling Medium No 1
180
Pemeriksaan Visual dan Fisik Spesifikasi Project 1.1. Owner
Lolos
Tidak Lolos
Keterangan
1.2. Ukuran Kapal 1.3. Volume Ruang Palka 1.4. Kapasitas Evaporator (liter/proses) Arrangement 2.1. Jalur Pipa Refrigeran 2.2. Peletakkan Komponen 2.3. Valve Masuk 2.4. Valve Keluar Kesesuaian Gambar dengan Dimensi Ruang Muat Kapal Ikan Pemakaian Simbol-simbol Gambar Daftar Material
2
3 4 5
Tabel V.70. tersebut menunjukkan bahwa saat tahap desain produk evaporator, bagian-bagian yang diperiksa adalah spesifikasi project, arrangement, kesesuaian gambar dengan dimensi ruang muat kapal ikan, pemakaian simbol gambar, dan daftar material penyusun untuk membuat produk. Arrangement yang diperiksa pada produk ini adalah jalur pipa refrigeran, pelatakkan komponen, valve masuk, dan valve keluar. 2. Tahap Produksi Insulasi Tahap poduksi ini melibatkan karyawan produksi yang akan melakukan proses fabrikasi, assembly, dan inspeksi. Bahan baku yang telah tersedia selanjutnya diproses sesuai dengan alur produksi. Pengawasan dilakukan selama proses Fabrikasi dan Assembly berlangsung. Berikut ini adalah checklist yang digunakan: a. Fabrikasi dan Assembly - Insulasi Tabel V. 71. Checklist Tahap Produksi – Insulasi Ruang Pendingin
Nama Unit No. Gambar No. Serial Panel Ketebalan Panel No
Pemeriksaan Visual dan Fisik
1
Kesesuaian Pemotongan Pelat dengan Gambar Kerja
2
Pinggiran Pelat tidak boleh ada yang tajam
3
Hasil penekukkan tidak boleh ada yang retak/pecah
4
Kesesuaian lubang cutout dengan ukuran panel lainnya
5
Komposisi ideal polyurethane: PU A dan PU B
Lolos
Tidak Lolos
Keterangan
181
6
Tidak ada udara pada adonan polyurethane yang dituang
7 8
Pemasangan clamplock
9
Kerapihan hasil cetakan
Kepadatan polyurethane 40-42 gram/cm3
Tabel V.71. menunjukkan daftar pemeriksaan yang dilakukan pada tahap produksi Insulasi ruang pendingin kapal ikan. Aspek yang diperiksa adalah seputar ketelitian dan tingkat presisi pada proses fabrikasi, kesesuaian komposisi polyurethane, kepadatan lapisan insulasi ruang pendingin (density) dari hasil foaming, dan kerapuhan hasil akhir. b. Inspeksi Produk - Insulasi Tabel V. 72. Checklist Tahap Inspeksi – Insulasi Ruang Pendingin
Nama Unit Ketebalan Panel Jenis Pengetesan No
Density Test
Pemeriksaan Visual dan Fisik
1 2
Density + 42 gram/cm3
3
Ketebalan minimal untuk Blast Freezer adalah 150mm
Lolos
Tidak Lolos
Keterangan
Ketebalan minimal untuk Insulasi Freezer adalah 100mm
4
Pastikan Clamplock berfungsi dengan baik Komentar :
Tabel V.72. menunjukkan daftar aspek yang diperiksa saat inspeksi produk insulasi. Insulasi yang dibuat pada perusahaan ini dapat berupa panel-panel untuk ruangan penyimpanan ikan di atas deck dan insulasi untuk palka ikan di lambung kapal. 3. Tahap Produksi Kondenser a. Fabrikasi dan Assembly – Kondenser Tabel V. 73. Checklist Tahap Produksi – Kondenser
Nama Unit No. Gambar No. Serial Kerangka Media Pendingin No
182
Water Cooled
Pemeriksaan Visual dan Fisik
/
Air Cooled Tidak Lolos Lolos
Keterangan
1
Kesesuaian Pemotongan Pelat dengan Gambar Kerja
2
Pinggiran Pelat tidak boleh ada yang tajam
3
Hasil penekukkan tidak boleh ada yang retak/pecah
4
Kesesuaian lubang cutout dengan ukuran panel lainnya
5
Pastikan tersedia lubang pada sirip (fin) untuk pipa
6
Memastikan panjang pipa sesuai dengan gambar kerja
7
Memastikan diameter pipa sesuai gambar kerja
8 9
U-bend telah dilakukan
10 11
Menutup Komponen
Brazing untuk menyambungkan pipa lurus dan pipa U Pastikan tidak ada komponen yang belum di-las
12
Unit telah memasuki tahap Inspeksi Komentar :
Tabel V.73. menunjukkan daftar pemeriksaan yang dilakukan pada tahap produksi Kondensor ruang pendingin kapal ikan. Aspek yang diperiksa adalah seputar ketelitian dan tingkat presisi pada proses fabrikasi, panjang pipa refrigeran, proses brazing, dan memastikan bahwa seluruh komponen sudah dilas sesuai prosedur. b. Inspeksi Produk – Kondensor Tabel V. 74. Checklist Tahap Inspeksi – Kondensor
Nama Unit Media Pendingin Water Cooled Jenis Pengetesan Leaking Test No
Pemeriksaan Visual dan Fisik
1
Unit sudah dimasukan ke dalam bejana berisi air sabun
2 3 4
Tekanan 35 bar Durasi pengujian = 10 menit Tidak ada kebocoran pada pipa
/
Air Cooled Lolos
Tidak Lolos
Keterangan
183
5
Tidak ada kebocoran pada sambungan sirip
6
Tidak ada kebocoran pada konstruksi kondensor Komentar :
Tabel V.74 menunjukkan daftar aspek yang diperiksa saat inspeksi produk Kondensor. Kondensor yang dibuat ada dua jenis yaitu jenis water-cooled dan aircooled. Watercooled digunakan di dalam ruang palka dibawah deck kapal, sementara air-cooled digunakan di dalam cold storage diatas deck kapal ikan. c. Pemasangan Kelistrikan - Kondensor Tabel V. 75. Checklist Pemasangan Kelistrikan– Kondensor
Nama Unit Media Pendingin Jenis Pekerjaan No 1 2
Water Cooled / Electrical Inspection
Air Cooled
Pemeriksaan Visual dan Fisik
Lolos
Tidak Lolos
Keterangan
Kelengkapan komponen listrik Kelengkapan aksesoris panel 2.1. Tanda Arus Nominal 2.2. Tanda Batas Ukur untuk Instrumen Pengukuran
3 4 5 6 7
2.3. Label Komponen 2.4. Plate Product 2.5. Identifikasi Kabel 2.6. Ketersediaan Baut dan Mur 2.7. Kekencangan Baut dan Mur yang terpasang Kekencangan koneksi kabel pada komponen Pemasangan penutup electrical box Isolasi pengaman untuk kabel Check Line Test Fungsi kerja rangkaian
Tabel V.74 menunjukkan daftar aspek yang diperiksa saat pemasangan kelistrikan pada produk Kondensor. Aspek yang diperiksa meliputi kelengkapan kelistrikan, kelengkapan aksesoris panel, kekencangan koneksi kabel pada komponen, pemasangan penutup electrical box, isolasi pengaman untuk kabel, dan fungsi kerja rangkaian kelistirkan. 4. Tahap Produksi Evaporator a. Fabrikasi dan Assembly – Evaporator
184
Tabel V. 76. Checklist Tahap Produksi – Evaporator
Nama Unit No. Gambar No. Serial Kerangka Cooling Medium No
Pemeriksaan Visual dan Fisik
1
Kesesuaian Pemotongan Pipa Refrigeran dengan Gambar Kerja
2
Memastikan panjang pipa sesuai dengan gambar kerja
3
Memastikan diameter pipa sesuai gambar kerja
4
Pinggiran bekas pemotongan tidak boleh ada yang tajam
5
Hasil penekukkan tidak boleh ada yang retak/pecah
6
Kesesuaian lubang cutout dengan ukuran ruas pipa lainnya
7 8
U-bend telah dilakukan
9
Memasang pipa-pipa Evaporator ke Dinding ruang muat
10
Pastikan seluruh pipa sudah dipasang dengan presisi pada dinding ruang muat
11
Pastikan tidak ada komponen yang belum di-las agar tidak terjadi kebocoran
Lolos
Tidak Lolos
Keterangan
Brazing untuk menyambungkan pipa lurus dan pipa U
12
Unit telah memasuki tahap Inspeksi Komentar :
Tabel V.76. menunjukkan daftar pemeriksaan yang dilakukan pada tahap produksi Evaporator untuk ruang pendingin kapal ikan. Aspek yang diperiksa adalah seputar ketelitian dan tingkat presisi pada proses fabrikasi, panjang pipa refrigeran, proses brazing, dan memastikan bahwa seluruh komponen sudah dipasang pada dinding ruang muat dan ruang penyimpanan ikan. b. Inspeksi Produk – Evaporator Tabel V. 77. Checklist Tahap Inspeksi – Evaporator
185
Nama Unit Jenis Pengetesan Leaking Test Cooling Medium No
Pemeriksaan Visual dan Fisik
1
Refrigeran dimasukkan lewat 'valve masuk' dengan tekanan 35 bar, sementara 'valve keluar' ditutup
2 3 4
Durasi pengujian = 10 menit Tidak ada kebocoran pada pipa
Lolos
Tidak Lolos
Keterangan
Tidak ada kebocoran pada sambungan sirip
5
Tidak ada kebocoran pada konstruksi kondensor Komentar :
Tabel V.77. menunjukkan daftar aspek yang diperiksa saat inspeksi produk Evaporator. Evaporator yang dibuat ada dua jenis yaitu jenis water-cooled dan aircooled. Watercooled digunakan di dalam ruang palka dibawah deck kapal, sementara air-cooled digunakan di dalam cold storage diatas deck kapal ikan. c. Pemasangan Kelistrikan - Evaporator Tabel V. 78. Checklist Pemasangan Kelistrikan– Evaporator
Nama Unit Jenis Pekerjaan Cooling Medium No 1 2
Electrical Inspection
Pemeriksaan Visual dan Fisik Kelengkapan komponen listrik Kelengkapan aksesoris panel 2.1. Tanda Arus Nominal 2.2. Tanda Batas Ukur untuk Instrumen Pengukuran
3 4 5
186
2.3. Label Komponen 2.4. Plate Product 2.5. Identifikasi Kabel 2.6. Ketersediaan Baut dan Mur 2.7. Kekencangan Baut dan Mur yang terpasang Kekencangan koneksi kabel pada komponen Isolasi pengaman untuk kabel Check Line Test
Lolos
Tidak Lolos
Keterangan
6 Fungsi kerja rangkaian Komentar :
Tabel V.78. menunjukkan daftar aspek yang diperiksa saat pemasangan kelistrikan pada produk Kondensor. Aspek yang diperiksa meliputi kelengkapan kelistrikan, kelengkapan aksesoris panel, kekencangan koneksi kabel pada komponen, pemasangan penutup electrical box, isolasi pengaman untuk kabel, dan fungsi kerja rangkaian kelistirkan. V.1.6. Peralatan dan Mesin Peralatan dan mesin yang digunakan dalam industri manufaktur komponen pendingin cold storage bergantung pada proses yang terjadi dalam pembuatan produk manufakturnya. Peralatan dan mesin tersebut dibagi kedalam beberapa bengkel kerja sesuai dengan fungsinya. Selain mesin dan peralatan produksi juga dibutuhkan peralatan untuk handling untuk memposisikan komponen diatas sebuah alat kerja serta peralatan transport untuk memindahkan produk antar bengkel dan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Jenis teknologi dan peralatan yang dipilih nantinya akan mempengaruhi tingkat investasi. Mesin dan peralatan yang lebih canggih tentunya akan memakan biaya investasi yang semakin besar pula. Setiap alat yang dibutuhkan untuk membuat masing-masing komponen adalah sama, namun berbeda dari segi produksi. Peralatan dan mesin yang akan ada dalam industri komponen pendingin akan dibagi ke dalam 3 jenis berdasarkan fungsinya, yaitu: 1. Peralatan Desain 2. Peralatan Produksi (Manual dan Semi Otomatis) 3. Peralatan Angkut Berikut ini adalah peralatan dan mesin yang dibutuhkan untuk pengembangan industri komponen cold storage: 1. Peralatan Desain Tahap pertama dalam membuat komponen pendingin untuk ruang muat kapal ikan adalah desain. Pada tahap ini, instalasi cold storage baik kapal ikan maupun cold storage perikanan akan dirancang dalam bentuk digital sehingga calon pemilik dapat melihat dan memberi masukan beserta koreksi. Komponen yang akan dibuat juga dirancang pada tahap ini dengan menggunakan bantuan software untuk produk industri. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah komunikasi antara desainer dengan bagian produksi mengenai produk yang akan dibuat. Proses desain produk secara umum dibagi menjadi
187
tiga langkah, yaitu: Penentuan desain produk, pembuatan desain produk, dan pembuatan gambar kerja. Langkah pertama untuk penentuan desain produk dimulai dari dimensi (panjang, lebar, dan tinggi). Penentuan dimensi ini bertujuan untuk memastikan produk yang akan dibuat sesuai dengan ruang muat kapal ikan yang akan dipasangi komponen. Langkah berikutnya adalah membuat bentuk 3D dari komponen pendingin ruang muat kapal ikan dengan menggunakan Solidworks 3D. Proses pembuatan bentuk 3D ini juga termasuk instalasi ruang muat kapal ikan yang akan dipasangi komponen pendingin menggunakan AutoCAD. Gambar 3D produk komponen pendingin inilah yang kemudian menjadi acuan untuk pembuatan gambar kerja di tahap berikutnya. Gambar kerja akan digunakan pihak produksi untuk membuat komponen yang dibutuhkan untuk merangkai sistem pendingin di dalam ruang muat kapal ikan. Tahap desain ini memerlukan perlengkapan penunjang berupa: Personal Computer, Software Solidworks, dan Software AutoCAD. Berikut ini adalah alat penunjang yang dibutuhkan dalam proses desain komponen ruangan pendingin: a. Personal Computer
Gambar V. 56. Personal Computer (Sumber: www.pricebook.com)
Salah satu alat bantu yang penting digunakan dalam proses desain dewasa ini adalah komputer. Komputer digunakan untuk menjalankan software yang digunakan untuk melakukan desain produk. Proses desain ini membutuhkan spesifikasi grafis yang memadai untuk menunjang pekerjaan. Dalam industri ini, dibutuhkan komputer yang dapat bertahan saat dipakai untuk waktu yang lama. Maka dipilihlah personal computer (PC) untuk menunjang hal tersebut. Spesifikasi PC untuk digunakan dalam industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan adalah sebagai berikut: Tabel V. 79. Spesifikasi CPU Brand Tipe Operating System
188
LENOVO ThinkCentreE73-DYiF Windows 8
Processor RAM Penyimpan Harga
Intel Core i7 4770S 16GB 2TB HDD Rp 10.800.000/set
(Sumber: www.pricebook.com)
Berikut ini adalah spesifikasi dari monitor yang akan digunakan: Tabel V. 80. Spesifikasi Monitor Brand Tipe Tipe Panel Ukuran Layar Resolusi Layar Tipe Monitor Harga
LG LED 20MP47 IPS 19.5 inch 1600 x 900 px Light Emitting Diode Rp 1.060.000/unit
(Sumber: www.pricebook.com)
b. Software Autodesk Fusion 360
Gambar V. 57. Tampilan Autodesk Fusion 360
Perangkat lunak yang digunakan dalam proses desain adalah Autodesk Fusion 360. Perangkat lunak ini memungkinkan proses desain dengan tingkat akurasi yang tinggi. Model tiga dimensi yang ditampilkan dapat mempermudah pemilihan bentuk dan warna dari produk yang akan dibuat. Keluaran dari software ini juga dapat di-import ke dalam AutoCAD untuk pengembangan model menjadi gambar kerja. Perangkat lunak ini memberikan sistem manajemen data terpadu untuk menjamin keamanan data proyek dan melacak semua perubahan desain yang terjadi selama proses pengerjaan. Berikut ini adalah spesifikasi Autodesk Fusion 360 yang akan digunakan dalam indsutri: Tabel V. 81. Spesifikasi Autodesk Fusion 360
Publisher AUTODESK Software Fusion 360 Feature Freeform Modeling and Sculpting Solid Modeling Parametric Modeling Simulation and Engineering Testing Assembly and Modeling Harga $ 300/year
189
Rp 3.900.000/tahun (Sumber: knowledge.autodesk.com)
c. Software Autodesk AutoCAD
Gambar V. 58. Tampilan Autodesk AutoCAD 2017 (Sumber: www.caddmicrosystems.com)
Perangkat lunak berukutnya yang digunakan untuk proses desain adalah AutoCAD. Software ini dipilih karena fungsinya yang banyak dan mudah untuk digunakan semua kalangan. Keluaran dari software ini pun dapat dijadikan berbagai format agar memudahkan dalam komunikasi antara desainer dan klien. AutoCAD dapat membuat model 2D maupun 3D dari suatu benda maupun rancangan sistem. Gambar kerja untuk produksi juga dapat digunakan dengan software ini dengan detail dan ukuran yang presisi dari setiap bagian dari produk. Berikut ini adalah spesifikasi dari AutoCAD yang akan digunakan dalam industri: Tabel V. 82. Spesifikasi Autodesk AutoCAD 2017
Publisher AUTODESK Software AutoCAD 2016 Feature 2D and 3D Engineering Design Smart Dimensioning High Compatiblity Software Surface Analysis Technical Drawing Harga $ 1.400/year Rp 18.200.000/tahun (Sumber: www.novedge.com)
2. Peralatan dan Mesin untuk Proses Produksi Tahap desain akan menghasilkan gambar kerja untuk dibuat bentuk nyata suatu produk industri. Gambar kerja tersebut dapat dikerjakan dengan bantuan perlatan dan mesin produksi. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pembuatan komponen pendingin ruang muat kapal ikan dibagi ke dalam 2 jenis sesuai fungsi kerjanya, yaitu: Alat Manual dan Mesin Semi-Otomatis. Berikut ini adalah spesifikasi dari peralatan dan mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi komponen ruang pendingin kapal ikan: 190
a. Alat Manual (hand tools) Proses produksi yang harus dilewati untuk menghasilkan suatu produk membutuhkan peralatan dasar yang digunakan untuk membantu karyawan dalam pekerjaannya. Kelengkapan peralatan yang akan digunakan dapat mendukung tingkat presisi untuk memenuhi prinsip ketepatan dan keakuratan pembuatan komponen pendingin ruang muat. Peralatan yang dibutuhkan akan dibagi ke dalam 3 jenis berdasarkan fungsi utamanya, yaitu: Alat Ukur, Alat Penanda, dan Alat Pendukung. Berikut ini adalah daftar peralatan tersebut: 1) Alat Ukur (Measuring Tool) Alat ukur adalah peralatan kerja yang digunakan untuk mengukur panjang dan lebar dari suatu benda kerja sesuai arahan gambar kerja, diantaranya adalah mistar, penggaris siku, dan meteran. 2) Alat Penanda (Marking Tool) Alat penanda adalah peralatan kerja yang digunakan untuk menandai hasil pengukuran agar dapat dibedakan mana bagian yang akan dipotong, dilipat, maupun ditempeli komponen lain. Penanda yang digunakan haruslah yang tidak mudah hilang saat tersapu. Setiap permukaan material mempunyai alat penanda yang berbeda, hal ini dimaksudkan agar tanda yang ditorehkan terlihat jelas dan tidak mudah hilang selama proses pengerjaan untuk mencapai tujuan ketelitian. Alat penanda yang dibutuhkan diantaranya adalah spidol, pensil, pulpen, dan kapur tulis. 3) Alat Pendukung (Supporting Tool) Alat pendukung adalah alat yang membantu proses pembersihan hasil kerja, menyempurnakan sambungan, mengecek mutu bahan, mengecek kontur, dan memeriksa kecukupan dimensi. Alat pendukung yang dibutuhkan adalah sikat baja, palu las, palu biasa, alat pahat, gunting, kalkulator, dan pisau cutter. b. Mesin dan Alat Semi-Otomatis Alat-alat berikut ini dibutuhkan untuk ditempatkan di dalam industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan. Beberapa alat kemudian akan ditempatkan di bengkel yang khusus mengerjakan pekerjaan tertentu. Alat lainnya akan difungsikan sesuai peruntukannya dalam proses produksi.
1) Mesin Rol
191
Gambar V. 59. Plate Roller
Mesin Rol digunakan untuk mengeluarkan pelat dari gulungannya. Alat ini menopang gulungan pelat dalam pembuatan kerangka panel insulasi ruang pendingin ruang pendingin dan meratakan permukaannya agar memudahkan dalam proses produksi.
Gambar 5. 3. Mesin Rol Baru (Sumber: www.aliexpress.com)
Berikut ini adalah spesifikasi mesin rol: Tabel V. 83. Spesifikasi Mesin Rol
Item Name Tipe Lebar Maksimal Ketebalan Maksimal Diameter Dimensi Harga
Slip Roll Machine SRW-1300 1300 mm 0.8 mm 60 mm 1450 x 590 x 80 mm $ 3840 (include shipping) Rp 49.920.000
(Sumber: www.aliexpress.com)
192
2) Mesin Potong
Gambar V. 60. Mesin Potong Pelat (Sumber: www.alibaba.com)
Alat ini digunakan untuk memotong pelat-pelat baja yang sudah melewati mesin rol. Pelat yang digunakan dalam produksi komponen pendingin memiliki ketebalan 0.4 mm – 3 mm. Berikut ini adalah spesifikasi alat pemotong pelat: Tabel V. 84. Spesifikasi Mesin Potong
Item Name Tipe Lebar Maksimal Ketebalan Maksimal Ram Stroke Sudut Pemotongan Motor Berat Unit Dimensi Harga
Sheet Metal Plates Plasma Cutter SNC-18 T10 2500 mm 8 mm 20-40 n/min 0.5o – 1.5o 5500 Watt 3150 kg 3100 x 1600 x 1700 mm $ 6600/set Rp 85.800.000/set
(Sumber: www.alibaba.com)
3) Mesin Bending Hidrolik
Gambar V. 61. Mesin Bending Hidrolik (Sumber: www.aliexpress.com)
Alat penekuk digunakan untuk menekuk pelat logam sesuai kebutuhan poduksi. Sudut yang biasa dibentuk adalah 90o untuk membuat siku pada produk
193
industri. Mesin ini juga banyak digunakan dalam industri karoseri, pembuatan panel listrik, rumah lampu, dan kitchen set. Sumber tenaga untuk menekukkan pelat pada alat ini adalah hidrolik. Berikut adalah spesifikasi mesin bending hidrolik: Tabel V. 85. Spesifikasi Mesin Bending Hidrolik
Brand Tipe Lebar Maksimal Sumber power Daya Tekan Slider Travel Work Speed Rotate Speed Power Requirement Dimensi Harga
HARSLE WC67Y-125 3200 mm Hidrolik up to 1250 kN 120 mm 15 mm/sec 31.5 Mpa 380V; 50Hz 2200 x 1300 x 1900 mm $ 11.000/unit Rp 143.000.000/unit
(Sumber: www.aliexpress.com)
4) Table Saw
Gambar V. 62. Mesin Table Saw (Sumber: www.alibaba.com)
Mesin berupa meja yang dapat memotong material diatasnya dengan presisi ini dipakai dalam industri komponen cold storage untuk memotong pelat sesuai bentuk gambar produksi. Baik dipakai untuk memotong pelat dengan bentuk lengkung dan kurva pada baja, aluminium, dan kayu. Berikut ini adalah spesifikasi mesin table saw: Tabel V. 86. Spesifikasi Table Saw
Brand Tipe Panjang Maksimal Lebar Maksimal Diameter Blade Diameter Kumparan Speed of Saw Blade Sudut Kemiringan Blade Main Motor Power
194
WFSEN MJ 6228 TD 3200 mm 1250 mm 300 mm 30 mm up to 8000 rpm 45o – 90o 5.5 kW
Height Cutting at 45o Berat Unit Dimensi Harga
60 mm 950 kg 2850 x 3150 x 900 mm $ 1.950/set Rp 25.350.000/set
(Sumber: www.alibaba.com)
5) Abrasive Cutoff Machine
Gambar V. 63. Abrasive Cutoff Machine (Sumber: www.alibaba.com)
Alat ini biasa disebut dengan cutting wheel. Fungsinya adalah memotong pelat, profil, dan pipa dengan menggunakan piringan pisau yang berkontur kasar seperti amplas, namun bedanya alat ini difungsikan untuk membelah material. Jadi benda kerja terpotong dikarenakan permukaan kasar dari piringan tersebut berputar dengan cepat sehingga membelah material. Alat pemotong ini digunakan dalam industri komponen ruangan pendingin untuk memotong pipa evaporator, profil dudukan condensing unit, dan semua kerangka logam yang ada dalam ruangan pendingin ikan dalam kapal ikan. Berikut ini adalah spesifikasi dari abrasive cutoff machine yang akan digunakan: Tabel V. 87. Spesifikasi Abrasive Cutoff Machine
Brand Tipe Diameter Pisau Daya Kedalaman Pemotongan Panjang Pemotongan Kecepatan Putaran Voltase Berat Spindle Thread Dimensi Harga
BOSCH 3814 14 inch 15 A 6 inch 11.25 inch 3.100 rpm (no load) 120V 21 kg 5/8-11 UNC 286 x 127 $ 145/unit Rp 1.885.000/unit
(Sumber: www.alibaba.com)
195
6) Mesin Gerinda Tangan
Gambar V. 64. Mesin Gerinda Tangan (Sumber: indonesian.alibaba.com)
Mesin Gerinda adalah alat kerja yang umum digunakan dalam sebuah bengkel dan industri. Pengoperasiannya cukup mudah dan dilakukan oleh satu pekerja, namun harus menggunakan peralatan keselamatan untuk mencegah kecelakaan kerja. Alat ini dapat dipakai untuk menghaluskan hasil pemotongan, merapikan hasil las, membentuk lengkungan pada benda kerja yang bersudut, menyiapkan permukaan benda kerja untuk dilas, dan menghaluskan benda keras seperti aluminium dan stainless steel. Blade yang dapat diganti dari mata amplas menjadi pisau, membuat alat ini menjadi multifungsi sehingga dapat juga digunakan sebagai alat pemotong pipa-pipa kecil. Berikut ini adalah spesifikasi dari mesin gerinda tangan: Tabel V. 88. Spesifikasi Mesin Geringa Tangan
Brand Tipe Kecepatan Daya Listrik Berat Unit Tebal Blade Sudut Chamfering Diameter Blade Panjang Unit Harga
MEIRI MR-R100B 8200 rpm 670 Watt; 220 V; 50Hz 3.5 kg up to 3 mm 45o 100 mm 153 mm $ 36/unit Rp 468.000/unit
(Sumber: indonesian.alibaba.com)
196
7) Mixer
Gambar V. 65. Pengaduk Polyurethane (Sumber: indonesian.alibaba.com)
Mixer digunakan untuk mencapur dan meratakan adonan polyurethane pada pembuatan panel insulasi maupun pengecoran insulasi untuk dinding ruangan pendingin. Adonan diaduk dengan menggunakan mesin ini agar dapat dicampur dan dicetak didalam cetakan khusus untuk membuat panel insulasi. Berikut adalah spesifikasi dari mixer yang akan digunakan dalam industri komponen ruangan pendingin: Tabel V. 89. Spesifikasi Mixer Polyurethane
Brand Tipe Kecepatan Rotasi Diameter Disk Stroke Berat Maksimal Volume Wadah Daya Pompa Daya Dimensi (P x T) Harga
ELE MIX EBF-55 1250 rpm 400 – 500 mm 1500 mm 2000 kg 350 liter 2.2 kW 55 kW 2830 x 2750 mm $ 13.000/set Rp 169.000.000/set
(Sumber: indonesian.alibaba.com)
197
8) Mesin Bor
Gambar V. 66. Mesin Bor Meja (Sumber: www.aliexpress.com)
Mesin bor digunakan untuk membuat lubang pada permukaan pelat logam maupun kayu sampai diameter 16 mm. Dudukan yang kokoh untuk melubangi berbagai permukaan material membuatnya semakin banyak digunakan pada banyak industri. Tuas yang tersedia dapat digunakan untuk mengatur tekanan mata bor ke permukaan yang akan dibuat lubang. Berikut ini adalah spesifikasi mesin bor yang akan digunakan: Tabel V. 90. Spesifikasi Mesin Bor Meja
Brand Tipe Diameter Bor Maksimal Tinggi Mata Bor ke Meja Spindle Speed Range Table Size Daya Listrik Berat Unit Dimensi Harga
HARSLE HS 12-40 mm 70 – 410 mm 250 – 3200 rpm 500 x 200 mm 750 Watt 260 kg 850 x 1780 x 1200 mm $ 124/unit Rp 1.612.000/unit
(Sumber: www.aliexpress.com)
198
9) Hand Drill
Gambar V. 67. Electric Hand Drilling Machine (Sumber: indonesian.alibaba.com)
Bor ini tidak digunakan diatas meja, melainkan dipegang oleh operator dan langsung diarahkan ke permukaan yang akan diberi lubang. Penggunaannya dalam industri komponen ruangan pendingin diantaranya adalah melubangi panel insulasi untuk pemasangan skrup, melubangi pelat baja untuk perakitan komponen, dan memasang skrup pada pipa-pipa evaporator yang ada di dalam ruangan muat kapal ikan. Berikut ini adalah spesifikasi dari electric hand drilling machine yang akan digunakan dalam industri komponen ruangan pendingin: Tabel V. 91. Spesifikasi Electric Hand Drill
Brand Tipe Kecepatan Rotasi Diameter Mata Bor Input Power Voltase Berat Unit Dimensi (P x T) Harga
BOSCH GBM-350 2800 rpm up to 10 mm (steel) up to 20 mm (kayu) 350W 240 V 1.2 kg 220 x 189 mm $ 35/unit Rp 455.000/unit
(Sumber: indonesian.alibaba.com)
199
10) Bench Vice Clamp
Gambar V. 68. Bench Vice Clamp (Sumber: www.alibaba.com)
Alat ini merupakan salah satu jenis clamp yang biasa digunakan dalam industri. Kegunaannya adalah menjepit benda kerja agar mudah untuk digerinda maupun diamplas. Biasanya unit dipasang di pinggiran meja kerja agar dekat dengan sumber listrik untuk menyuplai listrik ke gerinda maupun mesin bor. Pipa evaporator yang akan dibengkokan juga dipegang oleh alat ini. Berikut ini adalah spesifikasinya: Tabel V. 92. Spesifikasi Vice Clamp
Nama Tipe Ukuran Lebar Jaws Harga
OLIMA 8910 10” 300 mm $ 40/unit Rp 520.000/unit
(Sumber: www.alibaba.com)
11) Jig Table
Gambar V. 69. Proses Pencetakan PU Foam (Sumber: PT. Koronka Nusantara, 2016)
Meja jig adalah alat bantu kerja dalam banyak industri. Alat bantu ini dapat menopang mesin pencetak untuk polyurethane foam. Bentuknya seperti meja pada umunya, namun memiliki lubang berdiameter + 7mm yang tersebar
200
merata di seluruh permukaannya. Lubang ini akan mempermudah pemasangan clamp untuk menjepit benda kerja dan mempercepat proses pengeringan adonan dalam cetakan (mold). Dalam industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan, meja ini akan digunakan dalam proses produksi panel insulasi ruang pendingin. Selain membuat cetakan insulasi sesuai bentuk lambung kapal, industri ini juga akan membuat panel insulasi untuk ruang penanganan ikan di atas deck kapal yang berbentuk ruangan yang memiliki lantai, dinding, dan langit-langit. Panel inilah yang kemudian akan menutupi bagian tersebut. Berikut ini adalah spesifikasi meja jig yang akan digunakan: Tabel V. 93. Spesifikasi Meja Jig
Brand Tipe Diameter Lubang Grid Lines Hole Pitch Tebal Tinggi Sisi Dimensi Harga
BOTOU JIANXIN JX28D3015 28mm 100 x 100 mm 100 mm 23 mm 200 mm 3000 x 2000 x 200 mm $ 450/piece Rp 5.850.000/buah
(Sumber: www..alibaba.com)
Berikut adalah gambar produknya:
Gambar V. 70. Meja Jig (Sumber: www..alibaba.com)
201
12) Mesin Amplas
Gambar V. 71. Mesin Ampelas (Sumber: www.aliexpress.com)
Mesin Amplas digunakan untuk membersihkan dan meratakan permukaan benda agar tidak ada bagian permukaan kasar yang akan mengganggu pekerjaan. Material yang dapat diproses oleh alat ini adalah kayu dan logam. Alat ini merupakan pengembangan dari amplas konvensional yang biasa dipakai manual, sehingga pekerjaan mengamplas dapat dilakukan dengan lebih cepat untuk menghemat waktu dan tenaga. Berikut ini adalah spesifikasi mesin amplas yang akan digunakan: Tabel V. 94. Spesifikasi Mesin Ampelas
Brand Tipe Ukuran Sand Pad Orbits per Minutes Input Power Voltase Frekuensi Panjang Kabel Berat Unit Dimensi Harga
MAKITA Sander 9035H 228 x 93 mm 11000 rpm 180 Watt 220 V 50-60 Hz 2m 1.5 kg 300 x 150 x 200 mm $ 85/piece Rp 1.105.000/buah
(Sumber: www.aliexpress.com)
202
13) Mesin Las SMAW
Gambar V. 72. Mesin Las SMAW (Sumber: wholesaler.alibaba.com)
Mesin las digunakan untuk menyambung material logam dengan cara melelehkan sebagian logam induk dengan sebagian logam pengisi untuk menghasilkan sambungan yang kontinu. Mesin las yang digunakan dalam industri komponen pendingin adalah mesin las SMAW untuk menyambung bagian-bagian logam pada komponen seperti dudukan evaporator, penutup kompresor, dan penyambungan valve ke komponen lain. Berikut ini adalah spesifikasi mesin las yang akan digunakan dalam industri ini: Tabel V. 95. Spesifikasi Mesin Las SMAW
Brand Tipe Pilot Arc Current Duty Cycle Pulse Frequency Open Circuit Voltage Power Voltase Berat Unit Dimensi Harga
TOPWELL PROTIG-250Di 5 - 250 A 80% 0.2-20 Hz 60 V 7.4 – 10 kVA 230 V + 15% 15 kg 410 x 190 x 305 mm $ 659/unit Rp 8.567.000/unit
(Sumber: wholesaler.alibaba.com)
203
14) Mesin Las Brazing
Gambar V. 73. Mesin Las Brazing (Sumber: wholesaler.alibaba.com)
Mesin brazing weld digunakan untuk menyambung pipa berbahan tembaga. Dalam industri komponen refrigerasi, alat ini digunakan untuk mengelas pipapipa pada evaporator dan kondensor. Pipa berhbahan tembaga tersebut dimasukkan kedalam bilah aluminium kemudian disusun sedemikian rupa agar dapat menurunkan tekanan refrigeran di dalam evaporator. Berikut ini adalah spesifikasi dari mesin las brazing: Tabel V. 96. Spesifikasi Mesin Brazing Weld
Brand Tipe Rated Output Max Working Pressure Max. Water Consumption Ventilation Space Requirement Power Consumption Voltase Berat Unit Dimensi Harga
OKAY ENERGY OH200 0.8 kW/h 2 kg/cm2 0.11 L/h 200 mm 800 W 220 V 20 kg 450 x 250 x 510 mm $ 1000/unit Rp 13.000.000/unit
(Sumber: wholesaler.alibaba.com)
3. Peralatan Angkut Selama proses produksi, bahan baku dari gudang penyimpanan harus dipindahkan ke workshop dan bengkel sesuai jadwal pekerjaan. Beberapa bagian tidak selalu dapat diangkat menggunakan tenaga manusia, ada beberapa bagian besar yang perlu diangkat dengan bantuan mesin. Komponen yang telah setengah jadi juga harus diangkut dari satu tahap ke tahap berikutnya. Komponen dari bengkel yang telah selesai dibuat juga perlu diangkut untuk dirakit menjadi satu komponen utuh. Dibutuhkan alat angkut khusus untuk memindahkan barang-barang dan komponen setengah jadi tersebut. Alat angkut yang dibutuhkan adalah Forklift, Hydraulic Lifter, dan Overhead Crane. Ketiga alat ini 204
memiliki fungsi yang sama yaitu untuk memindahkan barang, perbedaannya terletak pada fungsi daerah kerjanya. Berikut ini adalah alat angkut yang akan digunakan dalam industri komponen pendingin ruang muat kapal perikanan: a. Forklift
Gambar V. 74. Forklift Kapasitas 3 ton (Sumber: Alibaba, 2016)
Forklift digunakan untuk mengangkut bahan baku dari gudang ke workshop dan ruangan produksi. Bahan baku yang diangkut dapat berupa gulungan pelat, tabung polyurethane, dan tabung refrigeran. Alat ini dioperasikan oleh satu pekerja dan bertugas memindahkan barang dari gudang ke tempat produksi serta dari satu bengkel ke bengkel berikutnya. Area kerja forklift ini adalah seluruh kawasan produksi dalam industri ini. Jadi operatornya memiliki akses untuk mengoperasikan alat ini diseluruh ruangan produksi untuk proses pemindahan barang. Berikut ini adalah spesifikasi dari forklift yang akan digunakan dalam industri ini: Tabel 5. 3. Spesifikasi Forklift
Brand Model Kapasitas Panjang Fork Lebar Fork Tinggi Maksimal Kecepatan Pengangkatan Sudut Kemiringan Power Source Dimensi Harga
UN FORKLIFT FD30T-E 3000 kg 1070 mm 125 mm 4070 mm 430 mm/s 6o / 12o Diesel 2773 x 1225 x 2235 mm $ 12.000/unit Rp 156.000.000/unit
(Sumber: www.alibaba.com)
205
b. Stacker Manual
Gambar V. 75. Manual Stacker (Sumber: Alibaba, 2016)
Lain halnya dengan forklift, alat pengangkat ini dioperasikan tidak dengan cara dikendarai, melainkan didorong seperti biasa. Namun dengan kapasitas yang cukup besar, cukup membantu pekerjaan pemindahan material di dalam gudang. Area kerja alat ini adalah di dalam gudang, jadi ketika ada stok komponen yang baru datang dapat diangkut menggunakan alat ini dan langsung disusun dalam rak-rak yang ada di gudang. Berikut ini adalah spesifikasi manual stacker yang akan digunakan: Tabel V. 97. Spesifikasi Stacker Manual
Brand Model Kapasitas Panjang Fork Tinggi Maksimal Dimensi Harga
HWGK SYG-I-2016 2000 kg 900 mm 90-1600 mm 2080 x 1380 mm $ 550/set Rp 7.150.000/set
(Sumber: www.alibaba.com)
c. Overhead Crane
Gambar V. 76. Overhead Crane (Sumber: Alibaba, 2016)
Crane yang digunakan adalah tipe gantry overhead. Jadi crane dapat beroperasi di seluruh ruangan produksi karena terdapat tiang penyangga yang menopang serta dapat bergerak kearah manapun di dalam ruangan. Penggunaannya akan
206
difokuskan pada penanganan material, barang setengah jadi, barang jadi, dan pengemasan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pekerjaan dan mempersingkat waktu pemindahan barang dari satu bengkel ke bengkel berikutnya dan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Berikut ini adalah spesifikasi dari overhead crane yang akan digunakan: Tabel V. 98. Spesifikasi Overhead Crane
Brand Model Kapasitas Angkat Rated Lifting Moment Rentang Tinggi Maksimal Lifting Mechanism Harga
KUANGYUAN CRANE Gantry Crane 10 ton 100 kN up to 22 m 6m Electric hoist $ 10.000/set Rp 130.000.000/set
(Sumber: www.alibaba.com)
V.1.7. Perhitungan Kapasitas Produksi Kapasitas adalah jumlah output maksimum yang dihasilkan oleh suatu fasilitas selama periode waktu tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan unit produk per satuan waktu. Sementara produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan unit barang sesuai tujuan awal suatu industri. Kapasitas produksi perlu dihitung untuk mengetahui besarnya kemampuan dari industri pendukung komponen refrigerasi kapal perikanan untuk menghasilkan produk dengan kualitas dan jumlah tertentu dalam waktu tertentu. Faktor yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan kapasitas produksi adalah kapasitas dari permesinan dan tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi serta besarnya jumlah permintaan komponen pendingin untuk ruang muat untuk kapal perikanan. Berikut ini adalah penjelasan untuk setiap prosesnya: 1. Rekapitulasi Jumlah Produk yang akan Diproduksi Berdasarkan hasil proyeksi jumlah komponen refrigerasi kapal ikan untuk tahun 2017-2015 pada subbab IV.2.3., didapatkan rencana jumlah unit produksi yang akan diproduksi dari tahun 2017 sampai tahun 2025. Kemudian diambil market share sebesar 13% dari seluruh permintaan di Indonesia sebagai asumsi jumlah kapal ikan bangunan baru yang membutuhkan komponen refrigerasi untuk ruang muatnya seperti pada tabel berikut ini:
207
Tabel V.98. Target Produksi Komponen Pendingin Ruang Muat Kapal Ikan
Tahun
Insulasi (m2)
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Rata-rata
76.104 101.008 126.438 151.908 177.176 202.520 227.871 253.150 278.509 303.828 189.851
Kondensor (unit) 239 317 397 477 556 636 716 795 875 954 596
Evaporator (unit) 336 446 558 670 781 893 1.005 1.116 1.228 1.340 837
Market Share 3,0% 4,0% 5,0% 6,0% 7,0% 8,0% 9,0% 10,0% 11,0% 12,0%
76.952 lembar insulasi
Berdasarkan proyeksi tersebut, didapatkan rata-rata produksi untuk satu tahun selama rentang waktu 2016-2025 dengan market share yang meningkat sampai tahun ke-10. Maka target produksi untuk produk insulasi yang akan diproduksi adalah seluas 189.851 m2 yang akan dipasarkan dalam bentuk sandwich panel berukuran 2500 x 1250 x 100 mm menjadi 76.952 lembar, 596 unit kondensor, dan 837 unit evaporator setiap tahun kapal ikan ukuran 50-500 GT di Indonesia. Tabel V.98. Target Produksi Komponen Pendingin Ruang Muat Kapal Ikan (Lanjutan)
INSULASI (m2) Tahun
50-100 GT
101-200 GT
201-300 GT
301-500 GT
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
22.314 29.441 36.863 44.358 51.636 59.046 66.463 73.807 81.233 88.618
41.013 53.954 67.807 81.478 94.802 108.492 122.053 135.706 149.176 162.737
9.388 12.404 15.576 18.691 21.806 24.922 28.037 31.152 34.267 37.382
8.179 10.829 13.728 16.358 19.085 21.965 24.710 27.456 30.202 32.947
Jumlah
Rata-rata per Tahun untuk setiap GT
Rata-rata per Bulan untuk Setiap GT
80.893 106.628 133.974 160.885 187.330 214.424 241.263 268.121 294.877 321.684
20.223 m2 26.657 m2 33.494 m2 40.221 m2 46.833 m2 53.606 m2 60.316 m2 67.030 m2 73.719 m2 80.421 m2
1.685 m2 2.221 m2 2.791 m2 3.352 m2 3.903 m2 4.467 m2 5.026 m2 5.586 m2 6.143 m2 6.702 m2
Rata-rata =
4.188 m2
Rata-rata per Tahun untuk setiap GT 63 83 104
Rata-rata per Bulan untuk Setiap GT 5 7 9
KONDENSOR (unit)
208
Tahun
50-100 GT
101-200 GT
201-300 GT
301-500 GT
Jumlah
2016 2017 2018
109 144 181
90 118 149
27 35 44
26 34 43
251 332 416
KONDENSOR (unit) Tahun
50-100 GT
101-200 GT
201-300 GT
301-500 GT
Jumlah
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
217 253 289 326 362 398 434
179 208 238 268 298 327 357
53 62 70 79 88 97 106
51 60 69 77 86 94 103
500 582 666 750 833 917 1.000
Rata-rata per Tahun untuk setiap GT 125 146 167 187 208 229 250 Rata-rata =
Rata-rata per Bulan untuk Setiap GT 10 12 14 16 17 19 21
13 unit
EVAPORATOR (unit) Tahun
50-100 GT
101-200 GT
201-300 GT
301-500 GT
Jumlah
Rata-rata per Tahun untuk setiap GT
Rata-rata per Bulan untuk Setiap GT
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
109 144 181 217 253 289 326 362 398 434
180 237 297 357 416 476 535 595 654 714
40 53 66 79 92 106 119 132 145 158
26 34 43 51 60 69 77 86 94 103
355 467 587 705 821 940 1.057 1.175 1.292 1.410
89 117 147 176 205 235 264 294 323 352
7 10 12 15 17 20 22 24 27 29
Rata-rata =
18 unit
Berdasarkan Tabel V.98, didapatkan bahwa rata-rata produksi untuk produk Insulasi adalah 4.188 m2 perbulan untuk setiap ukuran GT kapal ikan. Selanjutnya untuk produk Kondensor akan diproduksi rata-rata 13 unit per bulan untuk setiap ukuran GT kapal. Sementara produk Evaporator kan diproduksi sebanyak 18 unit per bulan untuk setiap ukuran GT kapal. 2. Kapasitas Tahap Desain Target produksi untuk industri komponen refrigerasi ruang muat kapal perikanan didapatkan berdasarkan besarnya permintaan maksimum untuk masing-masing produk yang akan dibuat yang ada pada subbab 4.2.3. Peramalan produk insulasi didapatkan bahwa permintaan tertinggi diperkirakan akan terjadi pada Tahun 2022 dengan permintaan insulasi sejumlah 2.680.704 m2. Angka ini merupakan luasan seluruh kebutuhan insulasi untuk kapal perikanan berukuran 50500 GT di seluruh Indonesia. Berikutnya adalah permintaan tertinggi untuk produk kondensor diperkirakan akan terjadi pada Tahun 2019 dengan permintaan sejumlah 8.334 209
unit. Lalu produk Evaporator yang diperkirakan akan memiliki permintaan tertinggi pada 2022 dengan jumlah 11.746 unit. Angka-angka tersebut merupakan kebutuhan Kondensor dan Evaporator untuk kapal berukuran 50-500 GT di seluruh Indonesia. Setiap kebutuhan komponen tersebut diambil nilai market share sebesar 3% untuk diproduksi oleh perusahaan yang sedang direncanakan dan meningkat 1% setiap tahunnya selama 10 tahun seperti pada Tabel V.98. Asumsi penyelesaian didapatkan dari pengamatan pada perusahaan pembuat cold storage dan merupakan asumsi tahap desain tanpa revisi. Berikut ini adalah perhitungan jumlah desainer untuk produk Insulasi: Tabel V. 99. Waktu untuk Penyelesaian Desain Insulasi
Jumlah Desainer
Waktu Penyelesaian Desain (hari)
Jumlah Produk dalam Setahun (Unit)
Luasan Insulasi (m2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
250 500 750 1,000 1,250 1,500 1,750 2,000 2,250 2,500 2,750 3,000
62,500 125,000 187,500 250,000 312,500 375,000 437,500 500,000 562,500 625,000 687,500 750,000
(Asumsi: 1 tahun terdapat 250 hari kerja) V.99. merupakan perhitungan untuk jumlah desainer Insulasi. Didapatkan bahwa untuk memenuhi target produksi 321.648 m2 atau 102.939 lembar insulasi dibutuhkan 6 desainer. Selanjutnya adalah jumlah desainer untuk produk Kondensor pada tabel berikut ini: Tabel V. 100. Waktu untuk Penyelesaian Desain Kondensor
Jumlah Desainer
Waktu Penyelesaian Desain
Jumlah Produk dalam Setahun (Unit)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
125 250 375 500 625 750 875 1,000 1,125 1,250 1,375
(Asumsi: 1 tahun terdapat 250 hari kerja)
210
Tabel V.100. merupakan perhitungan untuk jumlah desainer Kondensor. Didapatkan bahwa untuk memenuhi target produksi per tahun 1.000 unit kondensor dibutuhkan 9 desainer. Selanjutnya adalah waktu desain produk Evaporator pada tabel berikut ini: Tabel V. 101. Waktu untuk Penyelesaian Desain Evaporator
Jumlah Desainer
Waktu Penyelesaian Desain
Jumlah Produk dalam Setahun (Unit)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
250 500 750 1,000 1,250 1,500 1,750 2,000 2,250 2,500 2,750 3,000
(Asumsi: 1 tahun terdapat 250 hari kerja)
Gambar V.101 merupakan perhitungan untuk jumlah desainer Evaporator. Didapatkan bahwa untuk memenuhi target produksi 1.410 unit Evaporator dibutuhkan 6 desainer. Diketahui bahwa 1 desainer dapat menyelesaikan 1 desain insulasi dalam waktu 1 hari, 1 desain Kondensor dalam waktu 2 hari, dan 1 Desain Evaporator dalam waktu 1 hari. Jumlah Produk dalam satu tahun = (jumlah hari kerja/waktu penyelesaian) x jumlah desainer. Ambil contoh Produk Kondensor: didapatkan (250/2) x 2 = 250 unit. Hal ini menandakan 2 desainer dapat menyelesaikan 250 desain Kondensor. Jumlah desainer minimal untuk menyelesaikan target produksi 1.037 unit Kondensor adalah 9 Desainer. Begitu pula untuk produk lainnya. Jadi dibutuhkan 9 desainer untuk tahap Desain guna menghasilkan desain produk untuk membantu proses produksi (diambil dari produk dengan jumlah desainer terbanyak). 3. Perhitungan Bahan Baku Perhitungan kapasitas pada tahap fabrikasi dan produksi diawali dengan perhitungan berdasarkan jumlah permintaan komponen refrigerasi hasil forecasting, lalu perhitungan konsumsi material yagn digunakan, kemudian menentukan jumlah mesin yang digunakan untuk proses produksi seperti cutting machine, bending machine, overhead crane, dan mesin las. Berikut ini adalah penjelasannya. Ketiga produk yang akan dibuat membutuhkan bahan baku sebagai berikut: 211
Tabel V. 102. Identifikasi Bahan Baku
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Bahan Baku Polyol A (kg) Isocyanate B (kg) Resin Coil Plate Roll (@ 2.05 ton) Pipa Tembaga 3/8" (per meter) Pipa Tembaga 5/8" (per meter) Coil Plate Roll (@ 2.05 ton) Stainless Steel
Produk Insulasi
Kondensor & Evaporator
Berdasarkan data pada Tabel V.102., didapatkan bahan baku yang dibutuhkan untuk memproduksi komponen refrigerasi. Kesamaan bahan baku antara produk insulasi dan produk lainnya adalah coil plate. Coil Plate yang akan menjadi bahan baku nantinya akan dibeli dalam bentuk gulungan sepanjang 450 meter. Berikut ini adalah spesifikasinya:
Gambar V. 77. Spesifikasi Coil Plate
Gambat V.77. merupakan spesifikasi coil plate yang digunakan pada industri refrigerasi yang sudah berjalan. Berikut ini adalah spesifikasi yang akan digunakan: Tabel V. 103. Spesifikasi Coil Plate (Roll)
Coil Plate Berat Roll Panjang Roll Berat per Meter Berat per Meter Berat per 2,5 Meter
2050 450 4.56 0.00456 0.01139
kg m kg ton ton
Selanjutnya adalah mengindentifikasi target produksi berdasarkan permintaan komponen refrigerasi kapal ikan yang tertinggi yaitu pada Tahun 2022 dimana permintaan komponen insulasi, kondensor, dan evaporator memiliki permintaan paling tinggi, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel V. 104. Jumlah Produksi Tahun 2022
No. 1 2 3
212
Nama Produk Insulasi Kondensor Evaporator
Jumlah Produksi Tertinggi 321.684 m2 1.000 unit 1.410 unit
Berdasarkan data pada Gambar V.104., didapatkan bahwa permintaan untuk pembuatan insulasi sebesar 321.684 m2, Kondensor sebanyak 1.000 unit, dan Evaporator sebanyak 1.410 unit. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka diperlukan perhitungan konsumsi bahan baku sebagai berikut: Tabel V. 105. Konsumsi Coil Plate untuk Produksi
No. 1 2 3
Nama Produk Insulasi (per m2) Kondensor Evaporator
Material Coil yang Terpakai (m)
Berat yang terpakai (kg)
Berat yang terpakai (ton)
2,5 5 5
11 23 23
0,011 0,023 0,023
Perhitungan pada Gambar V.105 didapatkan berdasarkan pengamatan gambar produksi di pabrik pembuatan cold storage dan asumsi bahwa satu meter coil plate memiliki berat 4,56 kg sesuai data pada Tabel V.103. Selanjutnya adalah perhitungan konsumsi material untuk produksi per tahun: Tabel V. 106. Jumlah Material Coil Plate untuk Setiap Produk per Tahun
No. 1 2 3
Nama Produk Insulasi Kondensor Evaporator
Jumlah Produksi per Tahun
Berat Coil Plate yang terpakai (ton)
Lembar Pelat yang terpakai
321.684 1.000 1.410
3.664 23 32 3.719
321.684 2.000 2.819 326.503
Jumlah
Perhitungan berat coil plate pada Tabel V.106. didapat dari hasil perkalian antara konsumsi material per produk dengan jumlah permintaan per tahun. Contoh: Produk Kondensor memiliki permintaan sebesar 1.000 unit per tahun, dengan konsumsi material per produknya adalah 0,023 ton. Untuk mendapatkan berat pelat per tahun maka: 1.000 x 0,023 = 23 ton. Sedangkan perhitungan lembar pelat didasarkan pada pelat yang awalnya berupa gulungan dipotong menjadi pelat sepanjang 2,5 meter yang memiliki berat 0,01139 ton/lembar.3 Contoh: Produk Kondenser memerlukan coil plate sebesar 23 ton per tahun, untuk mengetahui jumlah lembarannya adalah: 23/0,01139 = 1999,523 lembar lalu dibulatkan ke atas menjadi 2.000 lembar untuk satu tahun. Berikutnya adalah kebutuhan Stainless Steel untuk pembuatan kerangka dan penutup produk Kondensor dan Evaporator dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
3
pelat sepanjang 1 meter memiliki berat 0.00456 ton
213
Tabel V.106a. Jumlah Material Stainless Steel
No.
Nama Produk
Jumlah Produksi per Tahun
Kebutuhan Komponen (kg)
321.684
0
1
Insulasi
2
Kondensor
1.000
30
3
Evaporator
1.410
25
Jumlah
Berat Stainless Steel yang terpakai (kg)
Berat Stainless Steel yang terpakai (ton)
0 29.995 35.238 65.233
0
55
30 35 65
Perhitungan pada tabel tersebut didasari pada asumsi konsumsi stainless steel untuk produk Kondensor adalah 30kg sementara produk Evaporator sebesar 25kg. Produk Insulasi tidak menggunakan stainless steel di dalamnya. Selanjutnya adalah kebutuhan pipa tembaga untuk produk Kondensor dan Evaporator dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel V. 107. Konsumsi Pipa Tembaga
No. 1 2 3
Nama Produk
Jumlah Produksi per Tahun
Kebutuhan Pipa Tembaga per Produk (m)
Kebutuhan Pipa Tembaga per Tahun (m)
321.684 1.000 1.410
0 60 60
0 59.990 84.571
120
144.562
Insulasi Kondensor Evaporator
Jumlah
Data pada Tabel V.107. menjelaskan tentang kebutuhan pipa tembaga untuk produk Kondensor dan Evaporator yang didapatkan dari
hasil pengamatan dan asumsi
Kondensor memiliki 60 ruas pipa tembaga yang masing-masingnya memiliki panjang 100 cm, sementara Evaporator memiliki 48 ruas pipa tembaga yang masing-masingnya memiliki panjang 125 cm. Berikutnya adalah kebutuhan adonan polyurethane untuk keperluan pembuatan lapisan insulasi ruangan pendingin: Tabel V.107a. Konsumsi Adonan Polyurethane
No. 1 2 3
Nama Bahan Polyol A (kg) Isocyanate B (kg) Resin (liter)
Jumlah 5 5,50 0,25
Jumlah Produksi per Tahun (m2) 321.684 321.684 321.684 Jumlah
Berat yang terpakai (kg)
Berat yang terpakai (ton)
1.608.422 1.769.265 80.421 3.458.108
1.608 1.769 80 3.458
Berdasarkan perhitungan pada tabel tersebut, didapatkan bahwa berat seluruh campuran untuk membuat adonan polyurethane pada produk insulasi dalam satu tahun adalah 3.558 ton.
214
4. Jumlah Mesin untuk Tahap Fabrikasi dan Produksi Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah penentuan jumlah pekerja dan jumlah mesin yang digunakan. Langkah ini diawali dengan menghitung efisiensi dari masing-masing mesin yang dianggap memiliki waktu pekerjaan yang sama. Perhitungan yang dipakai menurut Wignjosoebroto (1991) adalah sebagai berikut:
E=1-
+𝑆
Keterangan: E = Faktor efisiensi kerja pada mesin DT = Down Time dari sebuah mesin setiap harinya (menit) ST = Setup Time untuk setiap proses operasi (menit) D = Jam operasi kerja mesin yang tersedia
E=1-
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡+15 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
E = 0,81 Maka dapat diketahui bahwa efisiensi mesin produksi dalam pabrik komponen refrigerasi adalah 0,81. Nilai efisiensi ini dipakai sebagai pengganti waktu persiapan awal mesin di pagi hari dan istirahat siang dimana mesin tidak dipakai oleh karyawan. Selanjutnya adalah menghitung jumlah mesin yang dibutuhkan di dalam industri yang sedang direncanakan. Perhitungan yang dipakai dalam mencari jumlah kebutuhan mesin ini mengacu pada Wignjosoebroto (1991). Berikut adalah perhitungan lebih jelas: a. Cutting Machine CUTTING MACHINE Kecepatan Mesin (T) :
35 menit/ton 3784 ton (Coil Plate + Stainless Steel) Beban kerja per hari (P) : 15,13 ton/hari Ukuran Pelat : 0.45 x 1250 x 2500 mm : 0,0046 ton/lembar Total Kebutuhan Pelat : 326503 lembar (Coil Plate + Stainless Steel) 1306 lembar/hari Waktu Pengerjaan : 250 hari (dalam setahun) Jam Kerja Mesin (D) : 6,5 jam/hari Efisiensi Mesin (E) : 0,811 Jumlah Mesin :
N=
= 1,6756183 mesin = 2 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator: Helper:
2 orang 2 orang
215
Perhitungan Cutting Machine berjumlah 2 buah mesin yang membutuhkan 2 orang pekerja sebagai Operator dan Helper. b. Bending Machine BENDING MACHINE Waktu Pengerjaan : 250 hari Waktu Pekerja : 8 jam/hari Kecepatan Mesin (T): 8,34 menit/lembar : 0,14 jam/ton Berat Baja Total (Wtot) : 3784 ton (dalam setahun) Beban kerja per hari (P) : 15,13 ton/hari Ukuran Pelat : 0.45 x 1250 x 2500 mm : 2,5 m : 0,00456 ton/Lembar 326503 lembar (Coil Plate + Stainless Steel) Jumlah Kebutuhan Pelat : Panjang Total Pelat : 816258 m (dalam setahun) Jam Kerja Mesin (D) : 6,5 jam/hari 0,811 Efisiensi Mesin ( E) : maka, dalam 1 hari : 3265 m : 1306 lembar
N= : 3,49 mesin ≈ 4 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : Helper :
4 orang 4 orang
Perhitungan bending machine berjumlah 4 buah mesin yang membutuhkan 4 orang Operator dan 4 orang Helper. c. Overhead Crane OVERHEAD CRANE Waktu Pengerjaan : 250 hari waktu pekerja (t) : 8 jam/hari Kecepatan Mesin (V): 2 menit/lembar : 0,03 jam/lembar Ukuran Pelat : 0.45 x 1250 x 2500 mm : 2,5 m : 0,00456 ton/lbr Jumlah Kebutuhan Pelat : 326503 lembar Panjang Total Pelat : 816258 m (dalam setahun) Beban kerja mesin (T) : 8 jam/hari Beban Kerja (W) : 3265 m : 1306 lembar/hari Total Kebutuhan Mesin :
M
𝑡
: 0,510 mesin ≈ 1 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : Rigger :
1 orang 1 orang
Perhitungan overhead crane berjumlah 1 buah yang membutuhkan 1 orang Operator dan 1 orang Rigger.
216
d. Brazing Weld Machine BRAZE WELDING MACHINE Produktivitas : Total Berat : Waktu Pengerjaan : maka dalam sehari dihasilkan : Jam Orang : Duty Cycle : Kebutuhan Mesin :
98,33 3054,07 20 122 122162,6 8 80%
N=
kg/JO ton (Coil Plate + Pipa Tembaga) Hari (untuk satu unit) ton/hari kg/hari jam/hari 6,4 jam
𝑚
Jumlah Mesin : 24,3 mesin : 25 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : 25 orang Helper : 25 orang
Perhitungan mesin las brazing didapatkan bahwa alat yang digunakan adalah 25 buah, dengan 25 orang pekerja sebagai Operator dan 25 orang sebagai Helper. Dari perhitungan brazing weld machine tersebut, total berat yang akan dilas didapatkan dari total berat pelat dan pipa yang akan dilas. Karena produk insulasi tidak memerlukan pengelasan, hanya Produk Kondensor dan Evaporator saja yang memerlukan proses pengelasan yang terdiri dari pelat dan pipa tembaga. Diketahui kebutuhan pipa tembaga selama satu tahun adalah seberat 149.510 meter (berdasarkan Tabel V.107.) dan berat pipa tembaga adalah 0,020747 ton/meter 4. Jadi untuk mengetahui berat total pipa tembaga selama satu tahun adalah: 149.510 x 0,020747 = 3101,857 ton. Kemudian diketahui berat coil plate yang digunakan selama satu tahun untuk pembuatan Kondensor dan Evaporator adalah 24 ton dan 33 ton (berdasarkan Tabel V.106.). Jadi total material yang dilas brazing selama satu tahun adalah 3101,857 + 24 + 33 = 3054 ton.
4
berat pipa tembaga = 20,74677 kg/meter
217
e. SMAW Welding Machine SMAW WELDING MACHINE Produktivitas : Total Berat Baja : Waktu Pengerjaan : maka dalam sehari dihasilkan :
42,63 kg/JO 65,23 ton (Stainless Steel) 25 Hari (untuk satu unit) 3 ton/hari 2609,3 kg/hari 8 jam/hari 80% 6,4 jam
Jam Orang : Duty Cycle : Kebutuhan Mesin :
N=
𝑚
Jumlah Mesin : 1,2 mesin : 2 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : 2 orang Helper : 2 orang
Perhitungan tersebut digunakan untuk mencari kebutuhan mesin las SMAW. Alat ini digunakan untuk proses pengelasan kerangka dan casing produk kondensor dan evaporator. Total berat baja didapat dari kebutuhan stainless steel pada Tabel V.106a sejumlah 65,23 ton. Kemudian didapatkan bahwa dibutuhkan mesin las SMAW berjumlah 2 buah dengan 2 orang welder dan 2 orang helper. f. Mixer Polyurethane MIXER POLYURETHANE Produktivitas Bengkel (T) : Total Berat Polyurethane : Waktu Pengerjaan : Beban Kerja Mesin (P): Jam Operasi Mixer (D) :
Efisiensi (E ) : Kebutuhan Mixer :
60 3458,11 250 14 13832,4 7 0,8
menit/ton ton Hari ton/hari kg/hari jam/hari
(Polyol + Isocyanate + Resin)
N=
Jumlah Mesin : 2,5 mesin : 3 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : Helper :
3 orang 3 orang
Perhitungan kebutuhan mixer polyurethane digunakan untuk mengetahui kebutuhan mixer dalam industri komponen refrigerasi untuk memproduksi insulasi ruang pendingin. Berdasarkan perhitungan bahan baku pada Tabel V.107A didapatkan bahwa total berat adonan polyurethane yang terdiri dari polyol, isocyanate, dan resin untuk setahun adalah seberat 3458,11 ton. Maka dibutuhkan 3 mixer polyurethane untuk membantu proses produksi.
218
Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan bahwa jumlah seluruh pekerja yang bertugas di pada bagian Desain, Area Fabrikasi, Produksi, dan Assembly adalah 76 orang. 5. Jumlah Orang untuk Bengkel Electrical Selanjutnya adalah kebutuhan kabel untuk produk yang akan dibuat, berikut ini adalah rinciannya: Tabel V. 108. Konsumsi Kabel
No.
Nama Produk
Jumlah Produksi per Tahun
Kebutuhan Kabel per Produk (m)
Kebutuhan Kabel per Tahun (m)
321.684
0
0
1
Insulasi
2
Kondensor
1.000
10
9.998
3
Evaporator
1.410
10
14.095
20
24.094
Jumlah
Berdasarkan data pada Tabel V.108., didapatkan bahwa produk Kondensor dan Kompresor masing-masing mempunyai kebutuhan kabel sepanjang 10 meter. Kabelkabel ini digunakan untuk mengalirkan daya listrik untuk energi dan koneksi antar komponen kelistrikan. Berikut ini adalah perhitungan pekerja di Bengkel Electrical: ELECTRICAL SHOP Produktivitas Bengkel (P) : 100 m/JO Total panjang kabel (L) : 24.094 m Rata-rata panjang kabel per produk : 8.031 m Waktu Pengerjaan (t) : 25 hari Maka dalam sehari dihasilkan : 964 m Jam Orang (JO): 8 jam/hari Total Kebutuhan Orang : M = 𝑡
Jumlah pekerja yang dibutuhkan : 2 pekerja
Perhitungan jumlah pekerja pada bengkel electrical adalah 2 pekerja untuk menangani pemasangan kabel pada produk Evaporator dan Kondensor. 6. Rekapitulasi Jumlah Pekerja di Workshop Berikut ini adalah rekapitulasi pekerja pada Area Fabrikasi dan Produksi: Tabel V.108. Pekerja pada Mesin Fabrikasi dan Produksi
No. 1 2 3
Mesin Cutting Machine Bending Machine Overhead Crane
Worker 4 8 2
219
No.
Mesin
Worker
4 5 6
Braze Welding Machine SMAW Welding Machine Mixer Polyurethane Subtotal
52 4 6 76
Tabel V. 109. Rekapitulasi Pekerja di Workshop
No
Jumlah Pekerja pada workshop 9
Nama Area
1
Desain
2 3
Gudang Fabrikasi, Produksi, dan Assembly Inspeksi Electrical Packaging
4 76 6 2 6
Delivery
2 105
4 5 6 7
Total
Berdasarkan hasil rekapitulasi pada Tabel V.109, didapatkan bahwa total pekerja pada Desain dan Area Workshop adalah 105 orang.
220
V.1.8. Jadwal Produksi Proses pembuatan satu produk komponen refrigerasi kapal perikanan membutuhkan waktu + 1 bulan. Tahap yang dilalui untuk setiap produk tidak jauh berbeda karena melalui Area yang sama namun berbeda proses perlakuan bahan baku. Produk yang akan dibuat adalah Insulasi ruangan pendingin berupa lapisan polyurethane dan panel-panel untuk dipasang di dalam cold storage kapal ikan, kondensor, dan evaporator. Tahapan yang dilalui masing-masing produk adalah Administrasi, Tahap Persiapan, Tahap Fabrkasi, Tahap Produksi, Tahap Inspeksi, Tahap Assembly, Tahap Pengemasan, dan Tahap Pengiriman. Berikut ini adalah jadwal produksi untuk produk insulasi ruangan pendingin: Tabel V. 110. Rencana Jadwal Produksi Panel Insulasi
No
Jenis Kegiatan
1
Administrasi Administrasi dan Dokumentasi Desain Produk
2
Tahap Persiapan Material Handling
3
Tahap Fabrikasi Persiapan Material Produksi Marking Cutting Bending
4
Tahap Produksi Foaming Mixing Casting Cleaning
5
Tahap Inspeksi Density Test
6
Tahap Assembly
Durasi (hari) 4 1 3 2 2 2 1 1 1 2 5 1 2 2 2 1 1 1
1 2 3 4 5
221
No
Jenis Kegiatan Pemasangan Mur dan Baut
7
Tahap Pengemasan Penempelan Stiker Barcode Pemasangan Gabus Penegar Pemasangan Plastik Kemasan
8
Tahap Shipping Pencatatan Produk Loading produk ke dalam truk
Durasi (hari) 1 2 1 1 1 1 1 1
1 2 3 4 5
Jadwal pada Tabel V.110. tersebut merupakan jadwal produksi untuk membuat panel insulasi seluas 50 m2. Waktu yang dibutuhkan adalah 5 hari kerja yang terdiri dari 2 hari untuk Administrasi, 2 hari untuk Tahap Persiapan, 2 hari untuk Tahap Fabrikasi, 2 hari untuk Tahap Produksi, 1 hari untuk Tahap Inspeksi, 1 hari untuk Tahap Assembly, 2 hari untuk Tahap Pengemasan, dan 1 hari untuk Tahap Pengiriman. Berikutnya penjadwalan untuk produk Kondensor dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel V. 111. Rencana Jadwal Produksi Kondensor
No 1
2 3
Jenis Kegiatan Administrasi Administrasi dan Dokumentasi Desain Produk Tahap Persiapan Material Handling Tahap Fabrikasi Persiapan Material Produksi Marking Cutting Bending Fin Process
222
Durasi (hari) 4 1 3 2 2 4 1 1 1 2 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
No
Jenis Kegiatan Tube Process
4
Tahap Produksi Coil Assembly U-Bend Expanding Brazing
5
Tahap Inspeksi Leakage Test
6
Tahap Assembly Pemasangan Kabel-kabel Pemasangan Mur dan Baut Penutupan Casing Permanen
7
8
Pengetesan Kelistrikan Tahap Pengemasan Penempelan Stiker Barcode Pemasangan Gabus Penegar Memasukkan Produk ke Dalam Kemasan Kayu Tahap Shipping Pencatatan Produk Loading produk ke dalam truk
Durasi (hari) 2 5 1 2 2 2 1 1 3 1 1 1 1 2 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 1 1 1
Jadwal pada Tabel V.111 tersebut merupakan jadwal produksi untuk membuat produk Kondensor. Waktu yang dibutuhkan adalah 20 hari kerja yang terdiri dari 3 hari untuk Administrasi, 2 hari untuk Tahap Persiapan, 4 hari untuk Tahap Fabrikasi, 5 hari untuk Tahap Produksi, 1 hari untuk Tahap Inspeksi, 3 hari untuk Tahap Assembly, 2 hari untuk Tahap Pengemasan, dan 1 hari untuk Tahap Pengiriman. Berikutnya penjadwalan untuk produk Evaporator dapat dilihat pada tabel berikut ini:
223
Tabel V. 112. Rencana Jadwal Produksi Evaporator
No
Jenis Kegiatan
1
Administrasi Administrasi dan Dokumentasi Desain Produk
2
Tahap Persiapan Material Handling
3
Tahap Fabrikasi Persiapan Material Produksi Marking Cutting Bending Fin Process
4
5
Tahap Inspeksi Leakage Test
6
Tahap Assembly Pemasangan Kabel-kabel
7
224
Tube Process Tahap Produksi Coil Assembly U-Bend Expanding Brazing
Pemasangan Mur dan Baut Penutupan Casing Permanen Pengetesan Kelistrikan Tahap Pengemasan Penempelan Stiker Barcode Pemasangan Gabus Penegar
Durasi (hari) 4 1 3 2 2 4 1 1 1 2 2 2 5 1 2 2 2 1 1 3 1 1 1 1 2 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
No
Jenis Kegiatan
8
Memasukkan Produk ke Dalam Kemasan Kayu Tahap Shipping Pencatatan Produk Loading produk ke dalam truk
Durasi (hari)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 1 1 1
Jadwal pada Tabel V.112. tersebut merupakan jadwal produksi untuk membuat produk Evaporator. Waktu yang dibutuhkan adalah 20 hari kerja yang terdiri dari 3 hari untuk Administrasi, 2 hari untuk Tahap Persiapan, 4 hari untuk Tahap Fabrikasi, 5 hari untuk Tahap Produksi, 1 hari untuk Tahap Inspeksi, 3 hari untuk Tahap Assembly, 2 hari untuk Tahap Pengemasan, dan 1 hari untuk Tahap Pengiriman.
225
V.1.9. Layout Pabrik Proses pembuatan produk dilaksanakan dalam suatu alur produksi yang ada di dalam sebuah industri. Perencanaan letak area produksi dan kantor dalam industri komponen refrigerasi perlu dibuat dengan efisien. Perencanaan area industri akan menghasilkan layout pabrik yang akan menjadi dasar penentuan letak setiap area dan mesin-mesin produksi. Layout tersebut harus mencakup tahapan produksi komponen refrigerasi yang telah direncanakan, yaitu: Fabrikasi, Produksi, Inspeksi, Assembly, Kelistrikan, Pengepakan, dan Pengiriman. Selain itu perlu adanya alokasi area untuk gudang penyimpanan material dan komponen kecil penyusun produk yang dibuat. Hal yang dilakukan untuk membuat layout industri adalah melakukan analisa hubungan antara setiap pekerjaan yang dilakukan dan hubungan antara setiap area yang ada, sehinggan dapat ditentukan suatu area akan ditempatkan dimana dan harus berdekatan/berjauhan dengan area lainnya. Berikut ini adalah analisa layout industri yang telah dilakukan: 1. Activity Relationship Diagram (ARD) Diagram hubungan antar aktivitas atau dapat disebut ARD adalah diagram yang memperlihatkan hubungan antar aktivitas (departemen/mesin) berdasarkan tingkat prioritas kedekatan. Hal ini dimaksudkan untuk menekan ongkos handling dalam proses produksi suatu produk industri. Berdasarkan diagram alur produksi pada Gambar V.36, berikut ini adalah aktivitas yang akan dilakukan di dalam industri komponen refrigerasi kapal ikan: Tabel V. 113. Aktivitas dalam Industri Komponen Refrigerasi
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
226
Aktivitas Kontrak Desain Produk Persiapan Material Fabrikasi Fin Process Tube Process Marking Cutting Bending Foaming Cleaning Expanding U-bend Coil Assembly Brazing
No. 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Aktivitas Density Test Leakage Test Pencucian Pengeringan Sheet Metal Process Assembly Electrical Installation Final Inspection Comissioning Packaging Delivery Toilet Mushola Cafetaria
Berdasarkan daftar pada Tabel V.113, dapat dibuat sebuah hubungan antar aktivitas tersebut untuk melihat prioritas kedekatannya untuk meminimalisir pergerakan produk. Berikut ini adalah Activity Relationship Diagram dari industri komponen refrigerasi kapal ikan yang direncanakan: PERSIAPAN MATERIAL
DESIGNING
FABRIKASI
CAFÉ TARIA
MCB (marking, cutting, bending)
EXPAN DING
FIN PROCESS
TUBE PROCESS
U-BEND
COIL ASSEMBLY
BRAZING
LEAK TEST TOILET
FOAMING
CLEANING
DENSITY TEST
MUSH OLA
WASHING
DELIVERY
PACKAGING
FINAL INSPECTIO N
ELECTRICAL INSTALLATI ON
ASSEMBLY
SHEET METAL PROCESS
DRYING
Keterangan Garis: Mutlak Perlu didekatkan Sangat Penting untuk didekatkan Penting untuk didekatkan Cukup/Biasa Tidak Penting Tidak dikehendaki Berdekatan
Gambar V. 78. Rencana Activity Relationship Diagram
Gambar V.78 tersebut menjelaskan hubungan antara aktivitas yang ada di dalam industri komponen refrigerasi kapal perikanan. Aktivitas tersebut saling berhubungan satu sama lain dan mempunyai derajat kedekatan dengan tingkat mutlak, sangat penting, penting, cukup penting, tidak penting, dan tidak boleh berdekatan. Dari diagram hubungan antar aktivitas tersebut, selanjutnya dapat dibuat Space Relationship Diagram.
227
2. Space Relationship Diagram (SRD) Space Relationship Diagram adalah diagram untuk mengetahui hubungan antara ruangan maupun area yang ada di dalam sebuah tempat. Industri komponen refrigerasi kapal perikanan menggunakan diagram hubungan antar ruangan untuk menyederhanakan diagram hubungan antar aktivitas. Setiap aktivitas yang ada akan dikelompokkan ke dalam area tertentu sesuai dengan jenis pekerjaan dan kesamaan peralatan yang digunakan. Berikut ini adalah daftar area beserta pekerjaan yang dilakukan di area tersebut: Tabel V. 114. Daftar Area beserta Pekerjaannya
No.
Area
1
Office
2
Warehouse
3
Area Fabrikasi
4
Area Produksi
5
Area Inspeksi
6
Area Assembly
7
Area Kelistrikan
9
Area Pengepakan
10
Area Pengiriman
Pekerjaan Administrasi Desain Produk Penyimpanan Material Persiapan Material Produksi Marking Cutting Bending Fin Process Tube Process Foaming Mixing Casting Cleaning Coil Assembly U-Bend Expanding Brazing Density Test Leakage Test Perakitan Insulasi Pemasangan Casing Kondensor Pemasangan Casing Evaporator Pemasangan Kabel Pemasangan Mur dan Baut Penutupan Casing Permanen Pengetesan Kelistrikan Penempelan Stiker Barcode Pemasangan Gabus Penegar Memasukkan Produk ke Dalam Kemasan Kayu Pencatatan unit produk Loading produk ke dalam truk angkut
Berdasarkan daftar area yang menaungi pekerjaan yang dilakukan di dalam industri komponen refrigerasi pada Tabel V.114, dapat dilakukan pembuatan diagram hubungan antara area seperti berikut ini:
228
GUDANG BAHAN BAKU U-BEND
DESIGNIN G
TOILET wudhu
MUSH OLA
EXPAN DING
FABRIKASI
FIN PROCESS
TUBE PROCESS
COIL ASSEMBLY
BRAZING
MCB (marking, cutting, bending)
FOAMING
CLEANING
DENSITY TEST
LEAK TEST
WASHING
CAFÉ TARIA
DELIVERY
PACKAGIN G
FINAL INSPECTIO N
ELECTRICA L INSTALLAT ION
SHEET METAL PROCESS
ASSEMBLY
DRYING
Keterangan Warna: Office
Assembly Area
Toilet
Fabrication Area
Electrical Area
Rest Area
Production Area
Packaging Area
Warehouse
Inspection Area
Shipping Area
Gambar V. 79. Rencana Space Relationship Diagram
Gambar V.79 menjelaskan hubungan antar ruangan yang ada di dalam industri refrigerasi kapal perikanan yang sedang direncanakan. Diagram ini menjelaskan hubungan antara setiap area yang ada beserta kegiatan yang dilakukan didalam area tersebut. Diagram dan analisa inilah yang mendasari pembuatan layout industri komponen refrigerasi kapal perikanan. 3. Detail Layout Pabrik Total luas tanah yang diperlukan untuk membangun pabrik komponen pendingin ruang muat kapal ikan adalah 3108 m2 dengan luas bangunan sebesar 1.823 m2. Berikut ini adalah detail untuk ruangan pada lantai satu: Tabel V. 115. Luas Ruangan dalam Industri Komponen Refrigerasi
No. 1 2 3 4
LANTAI 1 Nama Bagian Ukuran (m) Ruang General Manager Ruang Desain Ruang Departemen Produksi Dapur
5 7 7 5
x x x x
4 5 3 2
Luas (m2) 20 35 21 10
229
No. 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
No. 22 23 24 25 26 27 28 29
LANTAI 1 Nama Bagian Ukuran (m) Toilet Mushola Lobby Gudang Bahan Baku Gudang Electrical Gudang Komponen Refrigerasi Area Fabrikasi Area Produksi Area Inspeksi Area Assembly Area Kelistrikan Area Pengemasan
Area Pengiriman Repair Area Parkir Kendaraan Lantai Loading barang Ruang Security
6 4 3 10 4 4 18 36 12 12 12 12 14 14 12 30 8
x x x x x x x x x x x x x x x x x
6 3 3 4 3 3 12 12 9 16 11 14 6 6 5 5 9
36 12 9 40 12 12 216 432 108 192 132 168 84 84 60 150 72
Total
1927
LANTAI 2 Nama Bagian Ukuran (m) Ruang Direktur Utama Ruang Departemen Keuangan Ruang Departemen Pemasaran Ruang Departemen Purchasing Ruang Departemen Personalia Ruang Rapat Ruang Tamu Toilet
4 6 6 6 4 10 4 5
x x x x x x x x
Luas (m2)
Luas (m2)
5 7 7 7 7 10 5 5
20 42 42 42 28 99 20 25
Total
347
Berdasarkan Tabel V.115, didapatkan bahwa luas bangunan untuk industri komponen peralatan pendingin ruang muat kapal ikan adalah 1.927 m2. Setiap luas ruangan sudah disesuaikan dengan kondisi mesin yang terdapat di dalam ruangan tersebut beserta akses pergerakan untuk pekerja workshop. Keadaan interior dan penempatan mesin produksi dapat dilihat pada Lampiran D dalam laporan ini. Berikut ini adalah detail dari layout pabrik yang dirancang berdasarkan alur produksi komponen refrigerasi kapal ikan serta memenuhi SNI 03-1728-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Bangunan Baja untuk mengarahkan terciptanya perencanaan dan pelaksanaan bangunan konstruksi baja yang memenuhi ketentuan minimum serta mendapatkan hasil pekerjaan struktur yang aman, nyaman, dan ekonomis.
230
l
DAPUR
6 Pintu Keluar Alat Packaging
Office
l
AREA PENGEMASAN
AREA INSPEKSI
l
Meja
Bending Machine Plate Roller
Office
l
Forklift
l
AREA KELISTRIKAN
81 sq. m.
l
12 AREA FABRIKASI
l
Bench Drill
l
12
3
11
DEPARTEMEN PRODUKSI
RUANG DESAIN
LOBBY
l
l
3
Up
4
RUANG GM
18
75 sq. m.
Pintu Masuk
No. Stalls
Stall width 2500mm. Stall length 5000mm. Stall angle 70deg.
Strip Dimensions 10885mm. x 5554mm.
l
Cutting Machine
AREA UNLOADING
3
l
36
14
81 sq. m.
AREA PENGIRIMAN
No. Stalls
Stall width 2500mm. Stall length 5000mm. Stall angle 70deg.
Strip Dimensions 10885mm. x 5554mm.
SECURITY
Mixer Polyurethane
Meja
Meja
l
Meja Jig
(84 m2)
l
Curtain Door
Meja
l
REPAIR AREA
84
l
37 l l
l
GUDANG l
l
l
l
Table Saw
Overhead Crane
l
MUSHOLA AREA PERAKITAN
AREA PRODUKSI
Brazing Weld Machine
TOILET
l
12
Gambar V. 80. Denah Pabrik Komponen Refrigerasi Kapal Ikan Lantai 1
(Satuan = meter)
231
12
10 5 5
DIREKTUR UTAMA
3
DEPARTEMEN PEMASARAN
7
Office 2616 sq. m.
DEPARTEMEN PERSONALIA
DEPARTEMEN KEUANGAN
30
DEPARTEMEN PURCHASING
RUANG TAMU
Up
RUANG RAPAT
l
6
2 l
4
AREA LANTAI 1
Gambar V. 81. Denah Pabrik Komponen Refrigerasi Kapal Ikan Lantai 2 (Satuan = meter)
232
Denah pada Gambar V.80. dan Gambar V.81. merupakan layout keseluruhan dari bangunan yang direncananakan. Letak setiap Area menyesuaikan alur produksi untuk mempermudah aktivitas pemindahan barang. Denah tersebut terdiri dari sembilan area, yaitu: Kantor, Gudang, Area Fabrikasi, Area Produksi, Area Inspeksi, Area Perakitan, Area Kelistrikan, Area Pengemasan, dan Area Pengiriman. Berikut adalah penjelasan dari setiap area yang ada di dalam industri komponen refrigerasi kapal ikan: a. Kantor Kantor (office) menjadi tempat kegiatan administrasi, desain produk, rapat direksi, dan penerimaan tamu berlangsung. Segala kegiatan diluar kegiatan produksi komponen refrigerasi dilakukan di Area kantor. b. Gudang Gudang (warehouse) merupakan tempat penyimpanan bahan baku, material produksi, komponen kelistrikan, dan peralatan cadangan selama proses produksi komponen refrigerasi. Alat/mesin yang terdapat di dalam Gudang adalah alat angkut seperti forklift dan manual stacker. Gudang terbagi kedalam tiga area, yaitu: Bahan Baku Area ini menjadi tempat penyimpanan bahan baku pembuat produk yang dihasilkan oleh industri komponen refrigerasi, diantaranya adalah polyurethane, resin, pelat coil, dan pipa tembaga. Kelistrikan Bagian gudang kelistrikan menjadi tempat penyimpanan komponen kelistrikan yang terdapat di dalam produk Kondensor dan Evaporator. Saat proses pemasangan di Area Kelistrikan, komponen diambil dari area ini. Komponen Refrigerasi Produk Kondensor dan Evaporator mempunyai bagian yang menyusun sistemnya, seperti valve, defrost heater, filter drier, saluran hisap, sight glasses, dan strainer. Komponen ini disimpan di gudang sebagai bahan penyusun produk tersebut. Saat proses produksi berlangsung, komponen refrigerasi diambil dari gudang dan dipasang pada produk yang sedang dibuat.
233
c. Area Fabrikasi Area Fabrikasi menjadi area awal dalam proses pembuatan komponen refrigerasi. Material yang telah dipindahkan dari Gudang diolah di area ini. Pekerjaan yang dilakukan di area ini antara lain persiapan material produksi, penandaan pola, pemotongan pelat, pembengkokan pelat, fin process, dan tube process. Ketiga produk melalui proses fabrikasi dalam area ini, namun dalam alur produksi yang berbeda. Mesin yang terdapat dalam area ini adalah mesin roll pelat, coil roller, mesin cutting, bench drill, mesin bending, dan abrasive cutoff machine. d. Area Produksi Proses produksi yang sesungguhnya terjadi di dalam area ini. Seluruh material yang telah selesai pada tahap fabrikasi siap untuk dioleh menjadi produk setengah jadi. Pekerjaan yang terdapat di area ini antara lain proses produksi insulasi, yaitu foaming, mixing, casting, dan cleaning. Sementara proses produksi untuk produk Kondensor dan Evaporator, yaitu coil assembly, U-bend, expanding, dan brazing. Peralatan yang terdapat di dalam area ini adalah mixer polyurethane, meja jig, mesin ampelas, bench vice clamp, dan mesin las brazing. e. Area Inspeksi Produk yang telah selesesai diproduksi kemudian diuji untuk memenuhi standar. Pengujian dilakukan di Area Inspeksi. Pekerjaan yang dilakukan di area ini untuk produk Insulasi adalah Density Test Pengujian ini dilakukan untuk memastikan bahwa lapisan insulasi yang telah dibuat telah memenuhi kriteria kepadatan sebesar 42 gr/cm3. Hal ini dimaksudkan agar panas di luar ruang pendinginan tidak masuk ke dalam dan juga sebaliknya. Sementara pengujian untuk produk Kondensor dan Evaporator yang memiliki banyak pipa didalamnya adalah Leakage Test. Pengujian ini memastikan bahwa pipa refrigeran yang telah dibuat tidak terdapat kebocoran di permukaannya. Peralatan dan mesin yang terdapat di area ini adalah pressure tester dan bejana berisi air sabun berukuran 9 m2. Produk yang telah lolos inspeksi akan ditempeli stiker penanda bahwa unit tersebut telah melewati proses inspeksi dan dinyatakan lolos. f. Area Perakitan (Assembly) Area Assembly digunakan untuk proses perakitan produk yang telah lolos inspeksi. Pekerjaan yang dilakukan di area ini adalah penyusunan panel insulasi, pemasangan
234
casing kondensor, pemasangan casing evaporator, dan pemeriksaan visual. Peralatan/mesin yang digunakan adalah overhead crane dan meja-meja panjang g. Area Kelistrikan Produk yang telah dipasangi casing kemudian dipasangi komponen kelistrikan di area ini. Pekerjaan yang dilakukan di area ini adalah pemasangan kabel, pemasangan mur dan baut, pemasangan casing permanen, dan pengetesan kelistrikan. h. Area Pengemasan Barang jadi yang telah dipasangi segala komponen pendukungnya kemudian masuk ke Area Pengepakan untuk proses packaging. Unit akan dikemas di dalam kotak kayu untuk melindungi dari guncangan selama proses pengiriman. Pekerjaan yang dilakukan di Area Pengepakan adalah penempelan stiker barcode, pemasangan gabus penegar, dan pengemasan produk dengan packing kayu. i. Area Pengiriman Unit produk yang telah dikemas akan masuk ke Area Pengiriman ini. Sudah terdapat kendaraan pengiriman di area ini dimana produk akan dimasukkan ke dalamnya dan dikirim kepada supplier dan konsumen lainnya. Pekerjaan yang dilakukan di Area ini adalah pencatatan setiap unit produk yang keluar dan proses loading produk ke dalam truk angkut. j. Area Reparasi Komponen refrigerasi yang mengalami kerusakan baik di dalam pabrik maupun dari konsumen dapat diperbaiki oleh pekerja reparasi di area ini.
235
4. Rencana Aliran dan Pemindahan Material Aliran material direncanakan untuk memudahkan karyawan memahami perpindahan material dari mulai masuk sampai keluar dari pabrik dalam bentuk produk jadi. Berikut ini adalah aliran material industri komponen refrigrasi kapal ikan: l l
l
Office
Up
178 sq. m.
l
3
l
No. Stalls
Stall width 2500mm. Stall length 5000mm. Stall angle 70deg.
Strip Dimensions 10885mm. x 5554mm.
l
Pintu Masuk
AREA UNLOADING
3
Material Masuk
No. Stalls
Stall width 2500mm. Stall length 5000mm. Stall angle 70deg.
Strip Dimensions 10885mm. x 5554mm.
l
Office
108 sq. m.
l
Forklift
1
l
4000mm. l
l
l
1
Office
8
3
7
16100mm.
81 sq. m.
l
2
l
Keterangan Flow Material: 1 Gudang
3
l
2 Area Fabrikasi 3 Area Produksi
l
SPARE AREA
l
l
6
4 Area Inspeksi 5 Area Perakitan
2
6 Area Kelistrikan
l
3
86 sq. m.
7 Area Pengemasan 8 Area Pengiriman
5
3
l
l
Keterangan Alat Angkut: 1 Forklift
MUSHOLA
2 Overhead Crane
3 l
2
DAPUR l
TOILET
3 Manual Stacker
4 l
Gambar V. 82. Rencana Aliran Material
236
V.1.10. Struktur Organisasi Perusahaan yang akan didirikan membutuhkan sebuah tatanan organisasi yang disusun berdasarkan hirarki kepemimpinan. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan mempunyai arahan yang jelas dalam menjalankan kegiatannya dalam dunia industri kemaritiman. Berikut ini adalah diagram organisasi industri komponen refrigerasi kapal ikan: DIREKTUR UTAMA
MANAJER KEUANGAN
STAF ACC
GENERAL MANAGER
MANAJER PRODUKSI
MANAJER PURCHASING
MANAJER PERSONALIA
STAF PEMBELIAN
KEPALA GUDANG
TEKNISI KELISTRIKAN
QUALITY CONTROL
STAF GUDANG
STAF FABRIKASI
STAF PRODUKSI
KEPEGAWAIAN
STAF DESAIN
MANAJER PEMASARAN
STAF PROMOSI
STAF PENJUALAN
TEKNISI PENGELASAN
WELDER
STAF ASSEMBLY
MANAJER DESAIN
HELPER
INSPECTOR
COMMISIONING
Gambar V. 83. Struktur Organisasi Industri Komponen Refrigerasi Kapal Ikan
237
Struktur perusahaan pada Gambar V.83. tersebut menjelaskan tingkatan yang ada pada industri komponen refrigerasi yang sedang direncanakan. Industri ini akan memiliki sejumlah direksi yang akan mengarahkan pekerjaan karyawan sesuai dengan visi perusahaan serta membawahi enam departemen, yaitu: 1. Departemen Keuangan Departemen ini bertugas melakukan pencatatan dan pengaturan apapun yang berkaitan dengan keuangan perusahaan. Alokasi anggaran untuk pembelian bahan baku, perawatan bangunan, dan perawatan mesin juga harus melalui departemen ini. 2. Departemen Pemasaran Departemen ini bertugas melakukan kegiatan promosi dan memasarkan produk yang diproduksi oleh perusahaan. Departemen ini juga bertugas menemui pembeli apabila akan melakukan jual beli. 3. Departemen Purchasing Departemen ini bertugas melakukan pembelian terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan, termasuk pembelian bahan baku produksi, peralatan untuk perawatan mesin, dan konsumsi harian untuk karyawan. Setiap pengeluaran akan dicatat dalam bentuk laporan yang akan dipertanggungjawabkan kepada General Manajer. 4. Departemen Personalia Departemen ini melakukan pengaturan terhadap seluruh karyawan yang ada di perusahaan. Termasuk melakukan perekrutan karyawan baru dan pengaturan posisi setiap karyawan di dalam hirarki organisasi. 5. Departemen Desain Departemen ini bertugas membuat desain produk komponen dan rencana instalasi untuk cold storage pada kapal perikanan yang akan dibuat. Permintaan owner yang baru masuk dibuat desain awal untuk mendapatkan saran dan perbaikan. 6. Departemen Produksi Departemen ini menjalankan tugas paling penting di dalam industri komponen refrigerasi kapal ikan, yaitu melakukan proses produksi guna menghasilkan produk-produk untuk memenuhi permintaan pasar. Seluruh alur produksi dari awal hingga
akhir akan
dikerjakan oleh departemen ini. Manajer Produksi juga akan berhubungan langsung dengan Manajer Keuangan apabila akan mengajukan pembelian bahan baku untuk proses produksi dalam kurun waktu tertentu.
238
Setiap departemen dipimpin oleh masing-masing satu manajer yang bertugas mengatur karyawan sesuai dengan arahan kerja departemen tersebut. Pekerjaan yang dilakukan akan selalu diawasi dan dievaluasi oleh jajaran direksi guna menjaga kualitas sumber daya manusia untuk dapat menghasilkan produk berkualitas kepada konsumen. V.1.11. Standar Keselamatan Kerja Proses pembuatan produk industri yang menggunakan peralatan dan mesin dengan beban berat membuat pekerja harus menerapkan konsep keselamatan sesuai dengan sistem Kesehatan dan Keselamata Kerja (K3). Hal ini merupakan upaya untuk meminimalisir dampak berbahaya yang kemungkinan dapat terjadi saat bekerja. Peralatan keselamatan yang dipakai pada tubuh personil disebut dengan Alat Pelindung Diri (APD) atau Personal Equipment (PE). Semua peralatan yang digunakan dalam suatu industri turut memperhatikan kemungkinan terjadinya kecelakaan saat pekerjaan dilakukan. Peralatan keselamatan kerja khusus di dalam area workshop manufaktur komponen cold storage ini terbagi kedalam empat kategori, yaitu: 1. Pekerja
Gambar V. 84. Peralatan Keselamatan untuk Pekerja (Sumber: Ace Hardware, 2016)
Pekerja yang dimaksud adalalah personil yang bertugas menjalankan prosedur pembuatan komponen cold storage. Termasuk didalamnya adalah staf gudang, staf produksi, dan staf quality control. Mereka rentan dengan kecelakaan kerja yang disebabkan oleh peralatan dan mesin-mesin kerja. Kegiatan hariannya yang melakukan pekerjaan kontak langsung dengan peralatan berat seperti mesin cutting dan mesin bending dengan intensitas tinggi meningkatkan risiko mereka mengalami kecelakaan kerja berupa jari terjepit, kejatuhan material, dan mata terkena serpihan khususnya pada tahap fabrikasi, assembly, dan foaming. Peralatan keselamatan yang diperlukan seperti pada Gambar V.84. Pekerjaan tersebut perlu dilengkapi dengan masker, helm kerja, kacamata, sepatu steel toe, dan sarung tangan.
239
2. Operator
Gambar V. 85. Peralatan Keselamatan untuk Operator (Sumber: Ace Hardware, 2016)
Operator adalah personil yang menjalankan semua peralatan, mesin, dan alat angkut yang bergerak di dalam workshop baik manual, semi otomatis, maupun otomatis. Operator memiliki risiko yang tinggi terhadap kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kesalahan pemindahan material, kejatuhan material, dan mata terkena serpihan material khususnya pada tahap warehouse handling, fabrikasi, assembly, foaming, dan electrical. Peralatan keselamatan yang diperlukan seperti pada Gambar V.85. Pekerjaan ini perlu dilengkapi dengan masker, helm kerja, kacamata, sepatu steel toe, dan sarung tangan. 3. Welder
Gambar V. 86. Peralatan Keselamatan untuk Welder (Sumber: Alibaba, 2016)
Welder melakukan pekerjaan yang berisiko tinggi dalam industri manufaktur komponen cold storage. Pekerjaannya yang berhubungan dengan listrik tegangan tinggi dan termasuk dalam pekerjaan panas (hot work) membuatnya harus terlindungi dari kemungkinan bahaya yang mengancam guna meminimalisir kecelakaan kerja. Risiko kerja yang mungkin dialami oleh welder disebabkan oleh tersengat listrik, terkena panasnya alat las, pernafasan terganggu oleh asap las SMAW, dan kejatuhan material pada kepala maupun kaki. Peralatan keselamatan yang diperlukan seperti pada Gambar V.86. Peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh welder adalah sarung tangan las, welding mask, apron, dan sepatu steel toe.
240
4. Supervisor dan Direksi
Gambar V. 87. Peralatan Keselamatan untuk Supervisor (Sumber: Ace Hardware, 2016)
Supervisor dalam industri pembuatan komponen cold storage bertugas melakukan pengawasan terhadap proses pembuatan produk industri yang telah direncanakan. Jalur kerjanya yang meliputi ruang kantor dan workshop dengan frekuensi rendah membuatnya lebih terhindar dari risiko kerja yang berbahaya. Namun tanggung jawabnya besar terhadap konsumen karena mengendalikan mutu produk sesuai dengan standar perusahaan. Peralatan keselamatan yang diperlukan seperti pada Gambar V.87. Pekerjaan ini perlu dilengkapi dengan masker, helm kerja, kacamata, sepatu steel toe, dan sarung tangan.
V.2. Analisis Ekonomis Perencanaan industri berikutnya adalah aspek ekonomis. Analisa ekonomis meliputi kegiatan menentukan daftar inventari dan biaya dari seluruh aspek teknis yang telah dijabarkan. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis ekonomis meliputi penentuan biaya pengembangan industri, biaya operasional, penentuan harga pokok dan harga penjualan, analisa pesaing usaha, perhitungan target produksi dan pendapat, kelayakan investasi, analisa sensitivitas, dan strategi pemasaran produk. Setelah dilakukan analisa ekonomis, akan didapatkan nilai modal yang harus dikeluarkan oleh investor apabila akan menanam sahamnya dalam industri komponen pendingin beserta dengan kriteria kelayakan untuk industri ini dalam periode produksi yang .telah ditentukan. V.2.1. Analisa Penentuan Biaya Pengembangan Industri Komponen Cold Storage Mengembangkan industri komponen pendingin untuk ruang muat kapal ikan diawali dengan analisa investasi untuk pembangunan industri ini di lokasi yang telah ditentukan. Besarnya investasi awal untuk pembangunan industri komponen pendingin ruang muat kapal perikanan dibagi menjadi 4 aspek, yaitu: biaya kavling, biaya pembangunan dan instalasinya, biaya investasi peralatan dan mesin, serta biaya perlengkapan lain seperti alat tulis kantor dan peralatan keselamatan dalam gedung. Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing analisa yang dilakukan:
241
1. Biaya Kavling Tanah Harga tanah pada lokasi yang akan dijadikan tempat pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan menjadi aspek pertama dalam perhitungan investasi. Berdasarkan hasil peninjauan dan informasi dari Badan Pertanahan Nasional (www.peta.bpn.go.id), didapatkan bahwa lokasi yang telah ditentukan bernilai Rp500.000 – Rp1.500.000. Untuk melakukan perhitungan, nominal investasi yang digunakan adalah Rp 1.500.000/m2. Tabel V. 116. Biaya Pembelian Tanah
No.
Aspek
1
Harga Tanah
Panjang Lebar 37
84
Luas (m2) 3108
Unit Harga (Rp)/m2 Rp
1.500.000
Subtotal
Total Harga (Rp) Rp
4.662.000.000
Rp
4.662.000.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.116., didapatkan bahwa total biaya yang dibutuhkan untuk membeli tanah di Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, dengan luas 3108 m2 adalah Rp 4.662.000.000,2. Biaya Pembangunan Bangunan industri komponen refrigerasi direncanakan berupa dua lantai. Lantai pertama merupakan area produksi dan ruang penerimaan tamu dari pihak luar, sedangkan lantai kedua merupakan tempat bekerja untuk para direksi perusahaan. Satuan harga untuk pembangunan diambil nominal harga per meter persegi berdasarkan tingkat kualitas ruangan yang direncanakan berdasarkan “Pedoman Teknis Bangunan Gedung” dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/2006. Berikut ini adalah rincian biaya untuk bangunan lantai satu: Tabel V. 117. Biaya Pembangunan Lantai 1
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Bagian Ruang General Manager Ruang Desain Ruang Departemen Produksi Dapur Toilet Mushola Lobby Gudang Bahan Baku Gudang Electrical Gudang Aksesoris Area Fabrikasi Area Produksi Area Inspeksi Area Assembly Area Kelistrikan Area Pengemasan Area Pengiriman
242
Panjang
Lebar
Luas (m2)
5 7 7 5 6 4 3 10 4 4 16 34 12 12 12 12 14
4 5 3 2 6 3 3 4 3 3 13 13 9 16 11 14 6
20 35 21 10 36 12 9 40 12 12 208 442 108 192 132 168 84
Unit Harga (Rp)/m2
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
3.000.000 3.000.000 3.000.000 2.000.000 2.000.000 2.200.000 2.200.000 2.200.000 2.200.000 2.200.000 2.300.000 2.300.000 5.000.000 2.300.000 2.300.000 2.300.000 2.000.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total Harga (Rp) 60.000.000 105.000.000 63.000.000 20.000.000 72.000.000 26.400.000 19.800.000 88.000.000 26.400.000 26.400.000 478.400.000 1.016.600.000 540.000.000 441.600.000 303.600.000 386.400.000 168.000.000
No. Nama Bagian 18 Parkir Kendaraan 19 Lantai Loading barang 20 Ruang Security
Panjang
Lebar
12 30 8
5 5 9
Luas (m2)
60 150 72 1823
Unit Harga (Rp)/m2
Rp Rp Rp
500.000 1.000.000 750.000 Subtotal
Total Harga (Rp) Rp 30.000.000 Rp 150.000.000 Rp 54.000.000 Rp 4.075.600.000
Dari hasil perhitungan pada Tabel V.117 didapatkan bahwa luas seluruh bangunan yang ada di lantai 1 adalah 1.823 m2 dengan subtotal biaya pembangunan pabrik lantai 1 adalah Rp 4.075.600.000,Berikutnya rincian biaya pembangunan untuk gedung lantai dua dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel V. 118. Biaya Pembangunan Lantai 2
No.
Nama Bagian
Panjang
Lebar
21 22 23 24 25 26 27
Ruang Direktur Utama Ruang Departemen Keuangan Ruang Departemen Pemasaran Ruang Departemen Purchasing Ruang Departemen Personalia Ruang Rapat Toilet
11 6 6 6 6 11 5
5 7 7 7 7 9 5
Luas (m2)
55 42 42 42 42 99 25 347
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Unit Harga (Rp)/m2 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 2.000.000 Subtotal
Total Harga (Rp) Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
165.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 297.000.000 50.000.000 1.016.000.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.118 didapatkan bahwa luas seluruh lantai dua adalah 347 m2 dengan total biaya pembangunan untuk gedung pabrik lantai dua adalah Rp 1.016.000.000,3. Biaya Instalasi Gedung Industri komponen refrigerasi kapal ikan ini membutuhkan instalasi listrik, air, dan sambungan telepon untuk menunjang proses produksi dan memudahkan komunikasi dengan supplier dan pembeli. Unit harga untuk masing-masing instalasi didapatkan dari masing-masing penyedia jasa: Listrik dari PLN, Air dari PDAM, dan Telepon dari Telkom. Rincian untuk masing-masing biaya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel V. 119. Biaya Pemasangan Instalasi Industri
No. Aspek 1 Biaya Pemasangan Listrik 11.000 VA 2 Biaya Pemasangan Air 3 Biaya pemasangan Telepon
Jumlah 1 1 1
Unit Harga (Rp)/m2 Rp 13.500.000 Rp 32.277.000 Rp
450.000 Subtotal
Total Harga (Rp) Rp 13.500.000 Rp 32.277.000 Rp 450.000 Rp 46.227.000
Berdasarkan data pada Tabel V.119., listrik yang akan digunakan adalah listrik pascabayar 11.000 VA dengan biaya pemasangan sebesar Rp 13.500.000, kemudian biaya pemasangan instalasi air bersih untuk kelas Industri dengan diameter pipa 4 inch adalah Rp 32.277.000, selanjutnya adalah pemasangan instalasi telepon di Kabupaten 243
Gresik untuk bangunan industri dengan biaya pemasangan baru sebesar Rp 450.000 sehingga jumlah keseluruhan biaya instalasi industri komponen refrigerasi ini adalah Rp 46.227.000,4. Biaya Peralatan Desain, Peralatan Angkut, dan Mesin Produksi Peralatan dan mesin-mesin digunakan untuk membantu proses produksi dalam industri komponen refrigerasi. Peralatan dan mesin ini akan ditempatkan di Kantor, Area Fabrikasi, Area Produksi, Area Inspeksi, dan Area Assembly. Berikut ini adalah daftar harga dan jumlah untuk peralatan desain: Tabel V. 120. Biaya Peralatan Desain
No.
Jenis
1 2 3 4
Harga Satuan
Jumlah
PC Monitor Autodesk Fusion 360 Autodesk AutoCAD 2017
8 8 2 2
Rp Rp Rp Rp
Harga Total
10.800.000 1.060.000 3.900.000 18.200.000
Rp Rp Rp Rp
Subtotal
Rp
86.400.000 8.480.000 7.800.000 36.400.000
139.080.000
Berdasarkan perhitungan pada V.120., didapatkan bahwa subtotal biaya yang dibutuhkan untuk memiliki Peralatan desain yang terdiri dari komputer dan software adalah Rp 139.080.000,-. Selanjutnya adalah biaya peralatan angkut untuk memudahkan material handling saat proses produksi berlangsung. Berikut ini adalah daftar biaya untuk peralatan pengangkutan: Tabel V. 121. Biaya Peralatan Angkut
No.
Jenis
Jumlah
1 2 3
Forklift Manual Stacker Overhead Crane
1 1 1
Harga Satuan Rp Rp Rp
Harga Total
156.000.000 7.150.000 150.000.000
Rp Rp Rp
156.000.000 7.150.000 150.000.000
Subtotal
Rp
313.150.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.121., didapatkan bahwa subtotal biaya yang dibutuhkan untuk membeli peralatan angkut adalah Rp 313.150.000,Selanjutnya adalah biaya peralatan manual untun membantu karyawan dalam proses produksi. Perlatan ini nantinya akan digunakan di dalam Tahap Fabikasi dan Tahap Produksi untuk membantu meningkatkan tingkat presisi pembuatan produk. Berikut ini adalah rincian biaya peralatan manual: Tabel V. 122. Biaya Peralatan Manual
No. 1 2 3
244
Nama Alat Alat Ukur Alat Penanda Alat Pendukung
Jumlah 50 25 25
Harga Satuan Rp Rp Rp
300.000 200.000 300.000
Harga Total Rp Rp Rp
15.000.000 5.000.000 7.500.000
No. 4 6 7 8
Nama Alat
Jumlah
Palu Obeng (1 set) Mur dan Baut (1 set) Tang (1 set)
20 30 200 15
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp
Harga Total
50.000 30.000 10.000 50.000
Rp Rp Rp Rp
Subtotal
Rp
1.000.000 900.000 2.000.000 750.000
32.150.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.122.., didapatkan bahwa subtotal biaya yang dibutuhkan untuk membeli peralatan manual adalah Rp 32.150.000,Selanjutnya adalah biaya mesin produksi yang menjadi inti dari proses pembuatan produk komponen refrigerasi. Berikut ini adalah rincian biaya untuk membeli mesin produksi semi-otomatis: Tabel V. 123. Biaya Mesin Produksi
No.
Nama Alat
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Plate Roll Mesin Potong Mesin Bending Table Saw Abrasive Cutoff Machine Gerinda Tangan Mixer Polyurethane Bench Drill Hand Drill Bench Vice Clamp Meja Jig Mesin Amplas Mesin Las SMAW Mesin Las Brazing
1 2 4 2 2 10 3 2 10 8 8 4 2 26
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Harga Total
49.920.000 85.800.000 143.000.000 25.350.000 1.885.000 468.000 169.000.000 1.612.000 455.000 520.000 5.850.000 1.105.000 8.567.000 13.000.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Subtotal
Rp
49.920.000 171.600.000 572.000.000 50.700.000 3.770.000 4.680.000 507.000.000 3.224.000 4.550.000 4.160.000 46.800.000 4.420.000 17.134.000 325.000.000
1.764.958.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.123., didapatkan bahwa terdapat 14 jenis mesin untuk membantu pengerjaan pada Tahap Fabrikasi, Tahap Produksi, dan Tahap Assembly. Subtotal biaya seluruh peralatan tersebut adalah Rp 1.764.958.000,5. Biaya Peralatan Kantor Peralatan kantor dibutuhkan untuk menunjang pekerjaan administrasi dan manajemen dalam industri komponen refrigerasi kapal perikanan. Alat-alat dan perlengkapan perkantoran disediakan untuk setiap manajer dan seluruh staf di dalam Area Office. Berikut ini adalah rincian rencana biaya pembelian peralatan penunjang kantor: Tabel V. 124. Biaya Pembelian Keperluan Kantor
No. 1 2 3
Nama Inventari Alat Tulis Lengkap Lemari File Meja Kantor
Jumlah
50 12 36
Harga Satuan Rp 150.000 Rp 320.000 Rp 400.000
Harga Total Rp 7.500.000 Rp 3.840.000 Rp 14.400.000
245
No. 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Inventari Kursi Kantor Lemari Kursi Sofa Meja Panjang Meja Rapat White Board 240 x 120 White Board 120 x 60 PC untuk Desain PC untuk Kantor Printer Mesin Fotocopy Peralatan Sholat Televisi 29" Proyektor Peralatan Toilet Pendingin Ruangan Layar Proyektor
Jumlah
175 12 3 3 1 5 3 4 17 8 1 2 3 1 6 12 1
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Harga Satuan 250.000 150.000 5.500.000 1.500.000 2.500.000 1.100.000 500.000 11.860.000 6.250.000 1.100.000 9.000.000 800.000 3.500.000 2.500.000 2.500.000 1.800.000 1.800.000 Subtotal
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Harga Total 43.750.000 1.800.000 16.500.000 4.500.000 2.500.000 5.500.000 1.500.000 47.440.000 106.250.000 8.800.000 9.000.000 1.600.000 10.500.000 2.500.000 15.000.000 21.600.000 1.800.000 326.280.000
Alat kantor diperuntukkan bagi karyawan di dalam industri komponen refrigerasi terutama untuk direksi dan kepala departemen beserta stafnya. Harga satuan yang diperhitungkan didapat dari supplier alat tulis kantor untuk kebutuhan industri. Subtotal untuk biaya pembelian keperluan kantor adalah sebesar Rp 326.280.000,6. Biaya Perlengkapan Keselamatan Perlengkapan keselamatan diperlukan oleh seluruh karyawan yang terlibat dalam industri komponen refrigerasi. Selain Alat Pelindung Diri (APD), diperlukan juga perlengkapan standar untuk industri seperti sistem alarm pendeteksi api, tabung pemadam kebakaran, serta peralatan P3K. hal ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko kecelakaan dan meminimalisir cidera apabila terjadi keadaan darurat saat bekerja. Berikut ini adalah daftar harga dari setiap perlengkapan keselamatan: Tabel V. 125. Biaya Perlengkapan Keselamatan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
246
Nama Inventari Helm Safety Sarung Tangan Masker Kacamata Safety Pelindung Telinga Tabung Pemadam Kebakaran Fire alarm System Peralatan P3K
Jumlah
140 175 175 175 25 25 6 10
Harga Satuan Rp 80.000 Rp 20.000 Rp 55.000 Rp 55.000 Rp 25.000 Rp 240.000 Rp 500.000 Rp 400.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Harga Total 11.200.000 3.500.000 9.625.000 9.625.000 625.000 6.000.000 3.000.000 4.000.000
No. 9
Nama Inventari Sepatu Safety
Jumlah
150
Harga Satuan Rp 160.000 Subtotal
Harga Total 24.000.000 71.750.000
Rp Rp
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.125, didapatkan jumlah masing-masing inventari yang akan digunakan dan harga masing-masing. Biaya keseluruhan untuk membeli perlengkapan keselamatan dalam industri komponen refrigerasi kapal ikan ini adalah Rp 71.750.000,7. Biaya Administrasi Terdapat biaya yang dikeluarkan untuk sumber daya dalam bentuk harta benda atau hak yang dikuasai perusahaan dalam bentuk non moneter yang bisa diidentifikasi namun tidak memiliki wujud fisik secara nyata serta harus dimiliki guna menghasilkan barang maupun jasa untuk tujuan administrasi dikarenakan perusahaan berpotensi mendapatkan manfaat ekonomi dimasa yang akan datang dari aset tersebut (Pujawan, 2009). Biaya yang dimaksud seperti biaya perizinan lahan, pembuatan akta tanah, pendaftaran merk dagang, pendaftaran paten, dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dasar hukum Hak Kekayaan Intelektual mengacu pada UU Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang “Hak Paten”, UU Republik Indonesia Nomor 15 tentang “Merk”, dan UU Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang “Hak Cipta”. Harga pendaftaran merk dagang dan pendaftaran hak paten produk industri didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2016 tentang “Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak” pada kriteria Perseroan Terbatas dengan modal dasar lebih dari Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah). Berikut ini adalah penjelasan lebih jelas mengenai biaya-biaya administrasi non moneter perusahaan: Tabel V.126. Biaya Administrasi
No
Unsur Administrasi
1
Pembuatan Akta Usaha PT Asuransi (10 tahun) meliputi bangunan, instalasi, mesin produksi, dan alat pengangkut Biaya Perizinan Pendaftaran Merk Dagang Perusahaan Biaya Hak Paten Produk Biaya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Pre FS dan FS Engineering Design
2 3 4 5 6 7 8
Indeks
Total Rp
11.250.000
2%
Rp
234.969.620
1,50%
Rp Rp Rp
186.707.925 1.000.000 1.600.000
Rp
4.000.000
Rp Rp
124.471.950 311.179.875
1% 2,5 x FS
Total Biaya Administrasi
Rp
999.651.320
247
Berdasarkan Tabel V.126 didapatkan bahwa subtotal investasi untuk aspek administrasi, perizinan, dan lainnya berjumlah Rp 999.651.320. Indeks merupakan asumsi awal untuk pengalokasian dana guna mendirikan perusahaan baru. Biaya masingmasing didapatkan dengan mengacu pada indeks dikalikan total investasi biaya pembangunan dan fasilitas industri yang berjumlah Rp 12.447.195.000 (berupa biaya kavling, biaya pembangunan pabrik dan kantor, biaya instalasi, biaya alat-alat kantor, dan biaya mesin-mesin produksi). 8. Total Investasi Pembangunan Workshop Komponen Pendingin Ruang Muat Kapal Ikan Seluruh nominal telah dijumlahkan untuk masing-masing aspek penghitungan biaya pembangunan industri, kemudian didapatkan jumlah total seluruh biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun sebuah industri komponen refrigerasi kapal ikan. Rincian biayanya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel V. 126. Rekapitulasi Investasi Industri Komponen Refrigerasi Kapal Perikanan
No.
Nama Inventari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kavling Bangunan Lantai 1 Bangunan Lantai 2 Air, Listrik, dan Telepon Biaya Peralatan Desain Biaya Peralatan Angkut Biaya Peralatan Manual Biaya Mesin Biaya Alat Perkantoran Biaya Alat Keselamatan Biaya Pembangunan dan Fasilitas Biaya Administrasi Total
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4.662.000.000 4.075.600.000 1.016.000.000 46.227.000 139.080.000 313.150.000 32.150.000 1.764.958.000 326.280.000 71.750.000 12.447.195.000 999.651.320 13.446.846.320
Berdasarkan data pada Tabel V.126. tersebut, dapat dilihat rekapitulasi dari keseluruhan investasi untuk mendirikan industri komponen refrigerasi kapal ikan adalah senilai Rp 13.446.846.320,V.2.2. Analisa Biaya Operasional Biaya operasional akan dikeluarkan setelah industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan telah beroperasi. Biaya-biaya yang dikeluarkan pada satu tahun pertama ini meliputi gaji karyawan, biaya tagihan listrik, tagihan air, tagihan telepon, dan tagihan internet. Berikut ini adalah daftar biaya operasional untuk gaji karyawan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2013 tentang Gaji Pokok Pegawai: Tabel V. 127. Rencana Gaji Karyawan Industri Komponen Refrigerasi Kapal Ikan
No. Jabatan 1 Direktur Utama
248
Minimum Pendidikan
Jumlah Orang
S1
1
Gaji Pokok per Bulan Rp
15.000.000
Total Gaji Rp
15.000.000
No. Jabatan 2 General Manager 3 Manajer Kuangan 4 5 6 7 8
9 10
Minimum Pendidikan
Jumlah Orang
S1 S1 D3 S1 D3 S1 D3 S1 D3 S1 D3 D3 S1 D3 SMK S1 S1 SMK SMK D3 SMK D3 D3
1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 1 1 3 2 1 12 6 27 27 3 4
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
13.000.000 8.000.000 4.000.000 8.000.000 4.000.000 8.000.000 4.000.000 8.000.000 4.000.000 8.000.000 4.000.000 4.000.000 8.000.000 4.000.000 3.000.000 4.500.000 6.000.000 3.500.000 3.500.000 4.200.000 3.000.000 4.000.000 4.000.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
13.000.000 8.000.000 4.000.000 8.000.000 4.000.000 8.000.000 32.000.000 8.000.000 4.000.000 8.000.000 4.000.000 4.000.000 8.000.000 4.000.000 9.000.000 9.000.000 6.000.000 42.000.000 21.000.000 113.400.000 81.000.000 12.000.000 16.000.000
SMK
10
Rp
3.500.000
Rp
35.000.000
SMK
15
Rp
2.500.000
Rp
37.500.000
Jumlah
132
Staf Accounting Manajer Purchasing Staf Pembelian Manajer Desain Staf Desain Manajer Personalia Staf Personalia Manajer Pemasaran Staf Promosi Staf Penjualan Manajer Produksi Kepala Gudang Staf Gudang Teknisi Kelistrikan QC Staf Fabrikasi Staf Produksi Staf Assembly (Welder) Staf Assembly (Helper) Inspector Commisioning (Electrical) Karyawan Organik (Resepsionist, Satpam, dan OB) Karyawan Non-Organik (Pekerja bengkel reparasi)
Gaji Pokok per Bulan
Jumlah
Total Gaji
Rp
513.900.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.127, didapatkan bahwa jumlah karyawan yang direncanakan berjumlah 132 orang termasuk para staf produksi, staf reparasi, dan jajaran direksi. Seluruh karyawan ini akan menerima gaji setiap bulan dan akan memakan biaya operasional perusahaan dengan total Rp 513.900.000,- setiap bulannya. Selanjutnya adalah tagihan bulanan yang terdiri dari tagihan listrik, tagihan air (per m 3), tagihan telepon, dan tagihan internet. Berikut ini adalah rincian biayanya: Tabel V. 128. Tagihan Bulanan
No. 1 2 3 4
Nama Tagihan Listrik 11.000 VA Tarif Air (per m3) Tagihan Telepon Internet
Jumlah
Harga
Harga Total
20000 300 1 1
Rp 1.462 Rp 11.250 Rp 4.000.000 Rp 2.000.000 Total
Rp 29.236.000 Rp 3.375.000 Rp 4.000.000 Rp 2.000.000 Rp 38.611.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.128., didapatkan bahwa total pengeluaran bulanan untuk membayar tagihan adalah Rp 38.611.000. Sehingga didapatkan total biaya yang harus dikeluarkan setiap bulan untuk biaya operasional industri komponen refrigerasi kapal ikan di Indonesia adalah Rp 552.511.000,-
249
V.2.3. Analisa Penentuan Harga Pokok Produksi Penentuan harga pokok produksi komponen refrigerasi kapal ikan yang digunakan adalah metode full costing dengan tujuan untuk mendapatkan nilai barang sesuai dengan tingkat harga bahan baku dan sumber daya yang digunakan. Dalam hal ini, produk yang akan diproduksi adalah insulasi ruangan pendingin, Kondensor, dan Evaporator 1. Estimasi Biaya Pokok Produksi Insulasi Biaya bahan baku yang terpakai adalah besarnya dimensi, luasan, atau volume material yang terpakai dalam pembuatan suatu produk. Penentuan ini direncanakan dari desain produk, dimensi barangnya, dan material apa saja yang terpasang. Penentuan harga pokok produksi untuk satu m2 insulasi ruang pendingin kapal ikan adalah sebagai berikut: Tabel V. 129. Perhitungan Bahan Baku Insulasi Ruang Muat Kapal Ikan
No. 1 2 3 4
Nama Bahan Polyol A (kg) Isocyanate B (kg) Resin (liter) Pelat 0.5 mm (panjang 2,5 meter)
Jumlah 5 5,5 0,25 2
Harga Satuan Rp 40.000 Rp 40.000 Rp 70.000 Rp 27.500 Subtotal
Harga Total Rp 200.000 Rp 220.000 Rp 17.500 Rp 55.000 Rp 492.500
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.129., didapatkan bahwa bahan baku untuk membuat insulasi ruang pendingin pada kapal ikan adalah Polyol, Isocyanate, Resin, dan Pelat 0.5 mm. Setelah keseluruhan bahan baku dijumlahkan, maka didapatkan bahwa bahan baku untuk membuat 1 m2 insulasi ruang pendingin adalah Rp 492.500,Tabel V. 130. Biaya Aksesoris untuk Insulasi
No. 1 2 3 4
Nama Komponen Clamp Lock Pipa PVC 1 1/4 x 300 mm Knee PVC 1 1/4 Triplek Kayu (@2 meter)
Jumlah 4 set 1 pc 1 pc 2 pc
Harga Satuan Rp 40.000 Rp 35.000 Rp 5.000 Rp 12.000 Subtotal
Harga Total Rp 160.000 Rp 35.000 Rp 5.000 Rp 24.000 Rp 224.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.130, didapatkan bahwa aksesoris untuk satu m2 insulasi berjumlah Rp 224.000. Sehingga didapatkan total estimasi biaya material satu m2 memerlukan biaya sebesar Rp 716.500. Kemudian harga bahan tersebut ditambahkan dengan aspek operasional dan produksi lainnya seperti biaya pekerja langsung, cutting, bending, biaya pengiriman bahan baku, dan biaya overhead cost sebesar 15% dari biaya material. Jadi total seluruh HPP untuk produk satu m2 insulasi ruang pendingin adalah Rp 716.500 + Rp 107.475 = Rp 823.975,2. Estimasi Biaya Pokok Produksi Kondensor Berikut ini adalah biaya bahan baku untuk pembuatan Kondensor: Tabel V. 131. Bahan Baku Pembuatan Kondensor
250
No. 1 2 3 4
Nama Bahan
Jumlah
Pelat Stainless Steel (kg) Pelat 0.5 mm (panjang 2,5 meter) Pipa Tembaga 3/8" (per meter) Pipa Tembaga 5/8" (per meter)
30 2 60 60
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp
35.000 27.500 20.000 25.000 Subtotal
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp
1.050.000 55.000 1.200.000 1.500.000 3.805.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.131, didapatkan bahwa bahan baku untuk pembuatan Kondensor adalah pelat stainless steel, coil plate, dan pipa tembaga. Total biaya bahan baku pembuatan Kondensor adalah Rp 3.805.000,Tabel V. 132. Biaya Aksesoris Kondensor
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama Komponen Kompresor Dorin H1501CC-E Filter Dyer (FD) 1/4 Oil Separator Receiver Tank Stop Kran (SK) Manometer Low Armaflex Soft 1/4" Soft 5/8" Flare Nut 1/4" Flare Nut 5/8" Flare Nut 3/8" Base Frame Dobel Nepel 5/8 Nepel Kasar Halus 3/8 Baut Hexa M8 x 25 Ring Pelat M8 Mur M8 Tapping Screw PH+10 x 3/4 Baut M6 x 25 Ring Pelat M6 Mur M6
Jumlah 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit SK 1/4; SK 5/8 1 unit 0,5 batang 3 meter 1,5 meter 4 pcs 2 pcs 5 pcs 1 set 1 pc 1 pc 4 pcs 8 pcs 4 pcs 8 pcs 4 pcs 4 pcs 4 pcs
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
39.000.000 135.000 387.000 295.000 110.000 250.000 25.000 20.000 50.000 6.000 15.000 14.000 200.000 45.000 30.000 350 250 500 3.125 200 500 400 Sub total
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
39.000.000 135.000 387.000 295.000 400.000 250.000 12.500 60.000 75.000 24.000 30.000 70.000 200.000 45.000 30.000 1.400 2.000 2.000 25.000 800 2.000 1.600 41.048.300
Berdasarkan data pada Tabel V.132., didapatkan bahwa total biaya aksesoris untuk produk Kondensor adalah Rp 41.048.300,Tabel V. 133. Biaya Electrical untuk Produk Kondensor
No.
Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Box Panel Control (30 x 40 x 20 cm) Thermostat DEI 107 FE Relay 220V MCB 1~ 16A MCB 1~ 12A Rail MCB Fuse 5A Contactor LC1 D09 Overload Relay LRD 12 Overload Relay LRD 08 Pilot Lamp Terminal unit TR 10
Jumlah 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 5 1
unit unit pcs pc pcs set pc pcs pc pc pcs pc
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
310.000 475.000 60.000 50.000 50.000 25.000 7.500 175.000 245.000 245.000 8.000 150.000
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
310.000 475.000 120.000 50.000 100.000 25.000 7.500 350.000 245.000 245.000 40.000 150.000
251
No.
Nama Komponen
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jumlah
Emergency Stop Saklar On/Off Stopper Kebel NYYHY 4 x 2.5mm Kebel NYYHY 4 x 0.75mm Kebel NYYHY 3 x 1.5mm Kebel NYYHY 3 x 0.75mm Kebel NYYHY 2 x 0.75mm kabel NYAF 0.75mm (Hitam) kabel NYAF 0.75mm (Biru) Kabel NYA 4mm Skun kabel 2~4Y Skun Kabel U Skun Kabel Pin Addhesive Kabel Cable Tie 100 Cable Tie 300 Cable Duct
1 1 2 12 25 25 20 30 25 10 2 150 15 10 30 100 1 2
Harga Satuan
pc pc pcs meter meter meter meter meter meter meter meter pcs pcs pcs pcs pcs pack btg
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Harga Total
100.000 20.000 5.500 19.000 9.000 14.000 5.000 3.500 3.300 3.300 5.600 250 1.500 1.200 2.500 450 30.000 23.000 Subtotal
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
100.000 20.000 11.000 228.000 225.000 350.000 100.000 105.000 82.500 33.000 11.200 37.500 22.500 12.000 75.000 45.000 30.000 46.000 3.651.200
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.133, didapatkan bahwa total komponen elektrik untuk produk kondensor adalah Rp 3.651.200. Sehingga didapatkan total estimasi biaya material pembuatan satu unit Kondensor memerlukan biaya sebesar Rp 48.504.500. Kemudian harga bahan tersebut ditambahkan dengan aspek operasional dan produksi lainnya seperti biaya pekerja langsung, cutting, bending, biaya pengiriman bahan baku, dan biaya overhead cost sebesar 15% dari biaya material. Jadi total seluruh HPP untuk produk Kondensor adalah Rp 48.504.500 + Rp 7.275.675 = Rp 55.780.175,3. Estimasi Biaya Pokok Produksi Evaporator Berikut ini adalah biaya bahan baku untuk pembuatan Evaporator: Tabel V. 134. Biaya Bahan Baku Pembuatan Evaporator
No. 1 2 3 4
Nama Bahan
Jumlah
Pelat Stainless Steel (kg) Coil Plate Roll (@ 2.05 ton) Pipa Tembaga 3/8" (per meter) Pipa Tembaga 5/8" (per meter)
25 2 60 60
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp
35.000 27.500 20.000 25.000 Subtotal
Harga Total Rp 875.000 Rp 55.000 Rp 1.200.000 Rp 1.500.000 Rp 3.630.000
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.134., didapatkan bahwa bahan baku untuk pembuatan Evaporator adalah pelat stainless steel, coil plate, dan pipa tembaga. Total biaya bahan baku pembuatan Evaporator adalah Rp 3.630.000,Tabel V. 135. Biaya Aksesoris Evaporator
No. 1 2 3 4
252
Nama Komponen Filter Dryer Solenoid Valve Besar Solenoid Valve Kecil Expansion Valve
Jumlah 1 1 1 1
buah buah buah buah
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp
135.000 99.000 76.000 105.000
Harga Total Rp Rp Rp Rp
135.000 99.000 76.000 105.000
No. 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nama Komponen Orifice Suction Accumulator Stop Kran Manometer Besar Manometer Kecil HP & LP Switch Pipa Kapiler T Elbow Tembaga Elbow Tembaga Elbow Tembaga Pentil R Tembaga Flare Nut 3/8 Flare Nut 5/8 Flare Nut 1/4 Armaflex Tube Armaflex Sheet Lakban Balut Lakban Balut dengan Lem Lakban Kertas Lakban Bening Air hose Selang Spiral Putih Clamp Selang Clamp Pipa PVC Clamp Clipsal S Clipsal Pipa PVC Pipa Clipsal Knee PVC Lem PVC
Jumlah
Harga Satuan
1 1 1 1 1 1 3 6 9 10 12 1 1 7 8 2 6 0,5 4 1 1 1 1 3 3 6 10 1 1,5 1 6 1
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
buah buah buah buah buah buah meter buah buah buah buah buah buah buah buah buah batang lembar buah buah buah buah meter meter buah buah buah buah batang meter buah buah
40.000 240.000 34.500 250.000 12.500 120.000 12.500 35.000 11.000 13.500 15.000 2.500 5.600 2.500 4.500 4.000 50.000 43.000 6.000 7.000 6.000 9.000 12.500 25.000 9.000 10.000 2.200 3.000 21.000 12.000 3.000 6.000 Subtotal
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
40.000 240.000 34.500 250.000 12.500 120.000 37.500 210.000 99.000 135.000 180.000 2.500 5.600 17.500 36.000 8.000 300.000 21.500 24.000 7.000 6.000 9.000 12.500 75.000 27.000 60.000 22.000 3.000 31.500 12.000 18.000 6.000 2.477.600
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.135., didapatkan bahwa biaya aksesoris untuk produk Evaporator berjumlah Rp 2.477.600,Tabel V. 136. Biaya Komponen Electrical untuk Evaporator
No.
Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Box Panel Control (30 x 40 x 20 cm) Thermostat DEI 107 FE Relay 220V MCB 1~ 16A MCB 1~ 12A Rail MCB Fuse 5A Contactor LC1 D09 Overload Relay LRD 12 Overload Relay LRD 08 Pilot Lamp Terminal unit TR 10 Emergency Stop Saklar On/Off
Jumlah
Harga Satuan
1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 5 1 1 1
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
unit unit pcs pc pcs set pc pcs pc pc pcs pc pc pc
310.000 475.000 60.000 50.000 50.000 25.000 7.500 175.000 245.000 245.000 8.000 150.000 100.000 20.000
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
310.000 475.000 120.000 50.000 100.000 25.000 7.500 350.000 245.000 245.000 40.000 150.000 100.000 20.000
253
No. 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Komponen Stopper Kebel NYYHY 4 x 2.5mm Kebel NYYHY 4 x 0.75mm Kebel NYYHY 3 x 1.5mm Kebel NYYHY 3 x 0.75mm Kebel NYYHY 2 x 0.75mm kabel NYAF 0.75mm (Hitam) kabel NYAF 0.75mm (Biru) Kabel NYA 4mm Skun kabel 2~4Y Skun Kabel U Skun Kabel Pin Addhesive Kabel Cable Tie 100 Cable Tie 300 Cable Duct
Jumlah
2 12 25 25 20 30 25 10 2 150 15 10 30 100 1 2
pcs meter meter meter meter meter meter meter meter pcs pcs pcs pcs pcs pack btg
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
5.500 19.000 9.000 14.000 5.000 3.500 3.300 3.300 5.600 250 1.500 1.200 2.500 450 30.000 23.000 Subtotal
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
11.000 228.000 225.000 350.000 100.000 105.000 82.500 33.000 11.200 37.500 22.500 12.000 75.000 45.000 30.000 46.000 3.651.200
Berdasarkan perhitungan pada Tabel V.136, didapatkan bahwa komponen kelistrikan untuk produk Evaporator berjumlah Rp 3.651.200. Sehingga didapatkan total estimasi biaya material untuk 1 unit Evaporator memerlukan biaya sebesar Rp 9.758.800. Kemudian harga bahan tersebut ditambahkan dengan aspek operasional dan produksi lainnya seperti biaya pekerja langsung, cutting, bending, biaya pengiriman bahan baku, dan biaya overhead cost sebesar 15% dari biaya material. Jadi total seluruh HPP untuk produk Kondensor adalah Rp 9.758.800 + Rp 1.463.820 = Rp 11.222.620,V.2.4. Analisa Penentuan Harga Penjualan Produk Penentuan harga jual produk per unit yang dipakai adalah variable costing dengan tujuan agar seluruh aspek ekonomis yang menjadi biaya produksi dapat ikut terhitung untuk dapat mengembalikan modal. Data yang dipakai adalah Harga Pokok Produksi setiap unit yang telah dijelaskan pada subab sebelumnya. Berikut adalah rinciannya: 1. Harga Penjualan Produk Insulasi Total investasi workshop
= Rp 13.446.846.320,-
Biaya operasional per bulan
= Rp 552.511.000,-
Harga Pokok Produksi
= Rp 823.975,-
Ekspektasi laba (5% dari investasi) = Rp 672.342.316,Persentase Penambahan Harga Jual = Biaya Operasional + Ekspektasi Laba = Rp 552.511.000 + Rp 672.342.316 = Rp 1.224.853.316 =
254
𝑅𝑝 1.224.853.31 𝑅𝑝 13.44 .84 .32
x 100 = 9 %
Jadi, harga penjualan minimum untuk produk insulasi adalah: Harga Jual Minimum
= HPP + 9%HPP = Rp 823.975 + Rp 75.055 = Rp 899.030 /m2
2. Harga Penjualan Produk Kondensor Total investasi workshop
= Rp Rp 13.446.846.320,-
Biaya operasional per bulan
= Rp 552.511.000,-
Harga Pokok Produksi
= Rp 55.780.175,-
Ekspektasi laba (5% dari investasi) = Rp 672.342.316,Persentase Penambahan Harga Jual = Biaya Operasional + Ekspektasi Laba = Rp 552.511.000 + Rp 672.342.316 = Rp 1.224.853.316 =
𝑅𝑝 1.224.853.31 𝑅𝑝 13.44 .84 .32
x 100 = 9 %
Jadi, harga penjualan minimum untuk produk Kondensor adalah: Harga Jual Minimum
= HPP + 9%HPP = Rp 55.780.175 + Rp 5.080.934 = Rp 60.861.109 /unit
3. Harga Penjualan Produk Evaporator Total investasi workshop
= Rp 13.446.846.320,-
Biaya operasional per bulan
= Rp 552.511.000,-
Harga Pokok Produksi
= Rp 11.222.620,-
Ekspektasi laba (5% dari investasi) = Rp 672.342.316,Persentase Penambahan Harga Jual = Biaya Operasional + Ekspektasi Laba = Rp 552.511.000 + Rp 672.342.316 = Rp 1.224.853.316 =
𝑅𝑝 1.224.853.31 𝑅𝑝 13.44 .84 .32
x 100 = 9 %
Jadi, harga penjualan minimum untuk produk Evaporator adalah: Harga Jual Minimum
= HPP + 9%HPP = Rp 11.222.620 + Rp 1.022.252 = Rp 12.244.872 /unit
255
V.2.5. Analisa Target Produksi dan Pendapatan Produk komponen refrigerasi kapal ikan dapat dipasang saat pembangunan kapal baru maupun untuk penggantian komponen yang rusak. Peramalan jumlah kapal ikan yang dilakukan merupakan peramalan jumlah kapal yang ada di seluruh Indonesia. Dari keseluruhan jumlah kapal ikan tersebut, diambil market share sebesar 3% sebagai asumsi jumlah kapal ikan bangunan baru yang membutuhkan komponen refrigerasi untuk ruang muatnya dalam proses pembangunan, kemudian ditingkatkan 1% setiap tahun guna meningkatkan pendapatan perusahaan. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada subbab sebelumnya, telah didapatkan harga penjualan produk untuk masing-masing komponen yang diproduksi. Berikut ini adalah analisa target produksi komponen kapal untuk tahun 2017 sampai 2025: Tabel V. 137. Target Produksi Industri Komponen Refrigerasi Kapal Ikan
Tahun 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Rata-rata
Insulasi (m2) 76.104 101.008 126.438 151.908 177.176 202.520 227.871 253.150 278.509 303.828 189.851
Kondensor (unit) 239 317 397 477 556 636 716 795 875 954 596
Evaporator (unit) 336 446 558 670 781 893 1.005 1.116 1.228 1.340 837
Market Share
3,0% 4,0% 5,0% 6,0% 7,0% 8,0% 9,0% 10,0% 11,0% 12,0%
Berdasarkan data pada Tabel V.137., didapatkan target produksi per tahun untuk masingmasing komponen dengan market share meningkat 1% setiap tahun. Berikutnya adalah rekapitulasi harga penjualan produk berdasarkan hasil perhitungan dari harga pokok produksi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel V. 138. Daftar Harga Jual Produk
Produk Insulasi (m2) Kondensor (unit) Evaporator (unit)
Harga Jual Minimum Rp 899.030 Rp 60.861.109 Rp 12.244.872
Harga Jual Produk (Final) Rp 900.000 /m2 Rp 60.875.000 /unit Rp 12.250.000 /unit
Berdasarkan data pada Tabel V.138, didapatkan harga masing-masing produk dengan pembulatan keatas sebagai harga produk final. Masing-masing harga merupakan harga ratarata dari setiap produk dengan variasi spesifikasinya. Kemudian dapat diperkirakan rencana pendapatan untuk 10 tahun mendatang. Perhitungannya dapat melihat tabel berikut ini:
256
Tabel V. 139. Rencana Pendapatan dari Produksi Tahun 2016-2025
Tahun
2016
2017
2018
2019
Insulasi (m ) Kondensor (unit) Evaporator (unit) Jumlah
Rp45.613.168.952 Rp9.710.998.477 Rp2.740.402.317 Rp58.064.569.745
Rp68.107.106.873 Rp14.475.206.052 Rp4.091.501.475 Rp86.673.814.400
Rp90.937.209.965 Rp19.329.488.069 Rp5.463.172.018 Rp115.729.870.051
Rp113.808.524.577 Rp24.204.462.862 Rp6.836.311.945 Rp144.849.299.384
Tahun
2020
2021
2022
Insulasi (m ) Kondensor (unit) Evaporator (unit) Jumlah
Rp136.531.391.410 Rp29.023.445.435 Rp8.200.635.565 Rp173.755.472.411
Rp159.312.299.599 Rp33.869.206.896 Rp9.569.122.441 Rp202.750.628.937
Rp182.100.543.870 Rp38.717.402.801 Rp10.938.099.112 Rp231.756.045.784
Tahun
2023
2024
2025
Rp204.830.099.485 Rp43.546.123.152 Rp12.303.157.425 Rp260.679.380.061
Rp227.625.679.838 Rp48.396.753.502 Rp13.672.623.891 Rp289.695.057.230
Rp250.388.247.822 Rp53.236.428.852 Rp15.039.886.280 Rp318.664.562.953
2
2
2
Insulasi (m ) Kondensor (unit) Evaporator (unit) Jumlah
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel V.139., didapatkan rencana pendapatan untuk tahun 2017-2025 mendatang dengan rata-rata per tahun sebesar Rp 188.261.870.096. Pendapatan didapatkan dari jumlah target produksi dikalikan dengan harga produk per unit maupun per meter persegi. Rencana pendapatan tersebut merupakan rencana pemasukan dari produk yang terjual seluruhnya. Untuk mendapatkan keuntungan bersih setiap tahunnya, maka rencana pemasukan tersebut harus dikurangi terlebih dahulu dengan aspek biaya operasional, bunga pinjaman bank, overhead cost, dan biaya lainnya. Pendapatan lain dari industri ini didapatkan dari reparasi komponen refrigerasi guna meningkatkan internal rate of return. Investasi pengadaan alat/mesin tidak akan berubah karena reparasi komponen refrigerasi hanya mengandalkan pemeriksaan visual, pengecekan sistem di dalam ruang inspeksi yang telah tersedia, dan penggantian unit baru untuk unit yang sudah mengalami kerusakan parah. Survei rutin khusus komponen refrigerasi, menurut nelayan dan produsen komponen refrigerasi yang telah diwawancarai adalah tidak ada. Kerusakan yang disebabkan penggunaan akan segera ditangani di tempat reparasi dengan membawa unit ke workshop. Sementara untuk annual survey kapal ikan dilakukan di galangan dan bukan lagi tanggung jawab produsen. Repair list untuk setiap komponen pendingin ruang muat kapal ikan dapat dilihat di Lampiran dalam laporan Tugas Akhir ini. Berikut ini adalah perhitungan revenue untuk sumber pemasukan perusahaan dari reparasi komponen refrigerasi:
257
Tabel V. 140. Revenue dan Nilai Perbaikan Komponen Refrigerasi No. 1 2 3 4
Jenis Perbaikan Kondensor Evaporator Insulasi (panel) Aksesoris Refrigerasi
Bobot Pekerjaan
30% 30% 25% 15%
Nilai Perbaikan Komponen
Target Perbaikan Komponen per Tahun
Rp Rp Rp Rp
78 unit 73 unit 1.580 m2 37 unit
2.080.980 2.080.980 1.734.150 1.040.490
Berdasarkan Tabel V.140 dapat dilihat bahwa bobot pekerjaan untuk reparasi komponen Kondensor dan Evaporator bernilai 30% karena komponen ini bekerja paling sering di dalam sistem pendingin ruang muat kapal ikan. Nilai perbaikan komponen didapatkan dari total keseluruhan reparasi komponen peralatan pendingin ruang muat kapal ikan yaitu Rp 6.936.600 (dapat melihat Lampiran C). Sementara target perbaikan komponen per tahun didapatkan dari rata-rata market share yang diambil perusahaan dari seluruh permintaan di Indonesia. Nominal tersebut merupakan kesanggupan perusahaan untuk memperbaiki komponen refrigerasi, dimana perusahaan ini sekaligus memproduksi komponen peralatan pendingin ruang muat. Berikut ini adalah rencana pendapatan perusahaan dari reparasi komponen refrigerasi: Tabel V. 141. Rencana Pendapatan dari Reparasi Tahun 2016-2025 No. 1 2 3 4
No. 1 2 3 4
No. 1 2 3 4
Jenis Perbaikan Kondensor Evaporator Insulasi (panel) Aksesoris Refrigerasi Jumlah Nett (After Tax 10%) Jenis Perbaikan Kondensor Evaporator Insulasi (panel) Aksesoris Refrigerasi Jumlah Nett (After Tax 10%) Jenis Perbaikan Kondensor Evaporator Insulasi (panel) Aksesoris Refrigerasi Jumlah Nett (After Tax 10%)
258
2016 Rp161.306.957 Rp151.006.314 Rp2.739.218.679 Rp38.781.643 Rp3.090.313.592 Rp3.399.344.952
2020 Rp164.557.373 Rp154.049.167 Rp2.794.415.307 Rp39.563.112 Rp3.152.584.958 Rp3.467.843.454
2023 Rp167.038.095 Rp156.371.477 Rp2.836.541.467 Rp40.159.531 Rp3.200.110.571 Rp3.520.121.628
2017 Rp162.113.491 Rp151.761.345 Rp2.752.914.773 Rp38.975.551 Rp3.105.765.160 Rp3.416.341.676
2021 Rp165.380.159 Rp154.819.412 Rp2.808.387.384 Rp39.760.928 Rp3.168.347.883 Rp3.485.182.671
2024 Rp167.873.286 Rp157.153.334 Rp2.850.724.174 Rp40.360.329 Rp3.216.111.124 Rp3.537.722.236
2018 Rp162.924.059 Rp152.520.152 Rp2.766.679.347 Rp39.170.429 Rp3.121.293.986 Rp3.433.423.385
2022 Rp166.207.060 Rp155.593.509 Rp2.822.429.321 Rp39.959.732 Rp3.184.189.623 Rp3.502.608.585
2025 Rp168.712.652 Rp157.939.101 Rp2.864.977.795 Rp40.562.130 Rp3.232.191.679 Rp3.555.410.847
2019 Rp163.738.679 Rp153.282.753 Rp2.780.512.743 Rp39.366.281 Rp3.136.900.456 Rp3.450.590.502
V.2.6. Analisa Kelayakan Investasi Industri Komponen Cold Storage Kelayakan suatu investasi dalam pembangunan suatu perusahaan dapat dihitung secara ekonomis dengan menggunakan metode Break Event Point (BEP), Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR). Perhitungan kelayakan investasi dilakukan dengan didasarkan pada biaya investasi awal, biaya produksi, biaya operasional, pajak, bunga pinjaman, dan pendapatan per bulan. Biaya investasi awal yang direncanakan adalah sebesar Rp 13.446.846.320 dengan proporsi 30% dari modal pribadi sebesar Rp 4.034.053.896 dan 70% dari pinjaman bank sebesar Rp 9.412.792.424 dengan pendapatan rata-rata setiap tahunnya dari produksi komponen adalah Rp 188.261.870.096,- sementara dari reparasi sebesar Rp 3.476.858.994,Tabel V. 142. Rekapitulasi Arus Kas
Tahun 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Kas Akhir Tahun Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(13.446.846.320) (1.547.327.872) (129.183.743) 1.311.121.104 2.753.843.668 4.184.735.834 5.619.331.979 7.053.565.566 8.482.668.945 9.915.599.306 11.345.212.691 48.989.567.479
Tabel V.142 merupakan rekapitulasi kas akhir tahun dari aliran keuangan perusahaan. Kas akhir tahun didapat dari selisih antara pemasukan dan pengeluaran perusahaan. Pemasukan didapatkan dari hasil penjualan produk peralatan refrigerasi, lalu pengeluaran merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk keperluan biaya operasional, biaya produksi, cicilan pinjaman bank beserta bunganya, dan pajak pendapatan sebesar 12,5%. Data keuangan tersebut kemudian dapat dihitung kriteria kelayakan investasi untuk industri ini diantaranya adalah nilai net present value, internal rate of return, dan nilai break even point. Tabel V. 143. Penilaian Investasi Industri
Kriteria Return on Investment IRR Payback Period Break Even Point
Nilai Rp 5.799.240.217 20,45% 6 tahun 2 bulan 724.755 unit
Berdasarkan rekapitulasi pada Tabel V.143, didapatkan bahwa nilai return on investment dari arus kas kira-kira sebesar Rp 5.799.240.217. Break even point akan terjadi pada 6 tahun 2
259
bulan dengan nilai internal rate of return sebesar 20,45%. Lebih besar dari tingkat suku bunga pengembalian minimum yang dikehendaki sebesar 15% per tahun dan suku bunga pinjaman bank sebesar 10,25% per tahun. Perhitungan lengkap kelayakan investasi perusahaan dapat dilihat pada Lampiran C dalam laporan Tugas Akhir ini. V.2.7. Analisa Pesaing Usaha Hasil pengamatan terkait pemenuhan kebutuhan komponen pendingin ruang muat kapal ikan di Indonesia berupa panel insulasi, kondensor, dan evaporator oleh perusahaanperusahaan yang turut memproduksi komponen tersebut, didapatkan bahwa pasar Indonesia telah terisi oleh beberapa segmentasi produsen dan terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Galangan Kapal Galangan kapal pembuat kapal perikanan turut membuat komponen refrigerasi untuk ruang palka berupa sistem perpipaan yang mengalirkan refrigeran ke seluruh ruang penyimpanan ikan. Komponen yang diproduksi oleh mereka hanya sebatas komponen pendukung yang telah dijelaskan pada Subbab II.5 dalam laporan Tugas Akhir ini. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya sumber daya manusia dan fasilitas penunjang untuk dapat memproduksi komponen utama refrigerasi kapal ikan oleh mereka sendiri. 2. Perusahaan Lokal Perusahaan lokal merupakan unit bisnis yang tingkat operasional dan pangsa pasarnya berada di dalam wilayah negara tersebut. Beberapa perusahaan yang diketahui memproduksi komponen refrigerasi berupa panel insulasi, kondensor, dan evaporator untuk penggunanaan di darat maupun untuk marine industry adalah berikut ini: Tabel V. 144. Perusahaan Lokal Pembuat Komponen Refrigerasi
No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama Perusahaan PT. Koronka Nusantara (Semarang) PT. Tecumseh (Bogor) PT. Sanyo Jaya Components (Bogor) PT. GEA RSA (Jakarta) PT. Indotara Persada (Tangerang) PT. Aicool (Bekasi) Guntner (Pasuruan)
Produk Cold Storage & Panel Insulasi Kompresor Kondensor Freezer & Evaporator Evaporator Kondensor & Evaporator Kondensor & Evaporator
Data pada Tabel V.146. merupakan beberapa perusahaan yang memproduksi komponen refrigerasi di kawasan Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan produsen dari panel insulasi cold storage, kondensor, kompresor, dan evaporator.
260
3. Perusahaan Internasional Perusahaan internasional merupakan unit bisnis dengan pangsa pasar yang luas dan mencakup beberapa negara di seluruh dunia. Berdasarkan data yag dihimpun, terdapat beberapa perusahaan yang memproduksi berbagai komponen refrigerasi untuk keperluan penyimpanan dingin (cold storage) baik di darat maupun pada kapal perikanan. Berikut ini adalah perusahaan pembuat komponen refrigerasi tersebut: Tabel V. 145. Perusahaan Internasional Pembuat Komponen Refrigerasi
No.
Nama Perusahaan
1 2 3 4 5 6 7
Bitzer Dorin Guntner Daikin Danfoss Bonnet Value
Produk Kompresor & Kondensor Kompresor, Kondensor, Evaporator Kondensor & Evaporator Air Cooled Evaporator Thermostat, High/Low Pressure Monitor, Sight Glass Freezer Manifold Gauge
Berdasarkan data pada Tabel V.147 didapatkan bahwa produsen untuk komponen refrigerasi yang memiliki pangsa pasar di berbagai negara lebih banyak daripada perusahaan lokal. Oleh sebab itulah galangan kapal pembuat kapal perikanan sejauh ini lebih terbiasa memesan komponen pendingin untuk ruang palka pada produsen internasional maupun produk yang diimpor oleh distributor yang ada di Indonesia. 4. Perbandingan Harga Harga yang telah ditetapkan perusahaan kemudian dibandingkan dengan perusahaan serupa yang memproduksi unit yang mirip maupun sama persis dari produsen lokal maupun internasional. Berikut ini adalah hasil penelusuran harga unit di pasaran: Tabel V. 146. Perbandingan Harga Water Cooled Condeser
No.
Produsen
1 2 3
Produsen China Produsen Jerman Perusahaan yang sedang direncanakan
Harga Rp Rp Rp
67.035.000 95.189.700 60.861.109
Sumber: Alibaba, 2017 Kurs Dollar terhadap Rupiah = Rp 13.407 per tanggal 21 Januari 2017
Berdasarkan data pada Tabel V.148, didapatkan bahwa harga produk water cooled kondesor dari industri yang sedang direncanakan masih lebih murah dibandingkan dengan harga dari produsen-produsen yang ada di mancanegara. Perusahaan dari Indonesia tidak dicantumkan karena belum ada produsen yang benar-benar memproduksi komponen refrigerasi untuk kapal perikanan. Kebanyakan dari mereka hanya impor dari perusahaan yang ada di luar negeri untuk kemudian dijual di Indonesia. Berikutnya adalah perbandingan harga untuk produk water cooled evaporator:
261
Tabel V. 147. Perbandingan Harga Water Cooled Evaporator
No.
Produsen
1 2
Perusahaan Internasional Perusahaan yang sedang direncanakan
Harga Rp Rp
26.814.000 12.244.872
Sumber: Alibaba, 2017 Kurs Dollar terhadap Rupiah = Rp 13.407 per tanggal 21 Januari 2017
Berdasarkan data pada Tabel V.149, didapatkan bahwa harga produk water cooled evaporator dari industri yang sedang direncanakan lebih murah dibandingkan dengan harga dari produsen-produsen yang ada di mancanegara, dikarenakan menggunakan bahan baku dari dalam negeri. V.2.8. Strategi Pemasaran Industri Komponen Cold Storage Strategi pemasaran merupakan faktor penting dalam proses berbisnis. Cara penjualan produk yang kurang tepat dapat menyebabkan produk yang paling baik sekalipun jadi tidak memberikan keuntungan maksimal. Berlaku juga untuk komponen cold storage yang ditujukan guna memenuhi kebutuhan komponen pendingin ruang muat kapal perikanan. Namun karena banyaknya tempat pengolahan ikan yang sama-sama membutuhkan komponen pendingin, serta mengingat spesifikasi komponen cold storage kapal ikan yang sama dengan komponen cold storage di darat, maka pemasaran juga dilakukan kepada industri lain yang membutuhkan komponen pendingin. Oleh karena itu, strategi pemasaran yang perlu diterapkan untuk penjualan produk komponen pendingin ini adalah sebagai berikut: 1. Ordering System Konsumen dapat memesan komponen cold storage beserta instalasinya berdasarkan desain dan permintaan konsumen sendiri. Seperti untuk panel insulasi, tinggi dan lebarnya dapat disesuaikan sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan konsumen. 2. Online Marketing Media promosi berupa pembuatan website untuk calon konsumen dari luar kota berbasis online agar dapat melihat katalog produk dan daftar harga beserta kontak perusahaan dengan lebih cepat. 3. Bazaar Participation Turut berpartisipasi dalam acara bazaar, gelar produk, atau event kemaritiman lainnya guna menjaring konsumen dari dunia kelaiklautan. 4. Sponsorship Hal ini dilakukan jika keuntungan perusahaan sudah dirasa cukup untuk menjadi sponsor suatu acara yang melibatkan industri pengolahan ikan dan industri perkapalan. Hal ini
262
akan dapat menjaring lebih banyak calon konsumen dan turut memperkenalkan produk perusahaan kepada masyarakat luas. 5. Member of Association Berpartisipasi menjadi anggota asosiasi di Indonesia. Salah satunya adalah Asosiasi Industri Komponen Kapal Indonesia (AIKKI). 6. Mass Product Adanya beberapa komponen yang diproduksi massal sehingga produk tersebut siap dijual dan langsung dipakai tanpa ada permintaan desain dari konsumen. Media untuk penjualan dengan strategi ini adalah membuat katalog produk 7. Consignment Product Kerjasama bisnis dengan pihak-pihak distributor atau penjual produk komponen refrigerasi dengan pembagian prosentase keuntungan yang telah disepakati. Distributor yang dimaksud mencakup galangan kapal perikanan dan toko komponen refrigerasi
263
Halaman ini sengaja dikosongkan
264
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan Penelitian dilakukan untuk menjawab rumusan masalah yang telah disusun. Setelah dilakukan penelitian maka kesimpulan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan komponen peralatan pendingin ruang muat (cold storage) kapal ikan untuk kondensor adalah 8.330 unit per tahun, evaporator 11.745 unit per tahun, dan lapisan insulasi ruang pendingin adalah 2.680.000 m2. Jumlah tersebut merupakan kebutuhan untuk seluruh kapal perikanan ukuran 50-500 GT di seluruh perairan Indonesia tahun 2017-2025. 2. Analisa teknis industri komponen peralatan pendingin ruang muat kapal ikan: a. Komponen yang menyusun sistem pendingin di darat maupun di kapal perikanan adalah sama, namun komponen pada kapal perikanan harus terbuat dari bahan yang tahan korosi air laut dan harus sesuai dengan dimensi ruang palka pada kapal ikan. b. Komponen peralatan pendingin ruang muat kapal ikan saat ini masih berbentuk completely knocked down dengan mengimpor komponen setengah jadi dari produsen di negara lain lalu melakukan assembly di Indonesia. c. Pemilihan lokasi untuk pengembangan industri komponen refrigerasi kapal perikanan terletak di Kelurahan Wotan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik dengan luas tanah 3.108 m2 dan luas bangunan sebesar 1.823 m2. 3. Biaya investasi yang diperlukan dalam pengembangan industri komponen pendingin ruang muat kapal ikan sebesar Rp 13.446.850.000 yang sudah termasuk biaya investasi bangunan, fasilitas produksi, beserta biaya administrasi perizinan. Payback period akan terjadi setelah 6 tahun 2 bulan dengan nilai return on investment kira-kira sebesar Rp 5.799.250.000 dan nilai internal rate of return sebesar 20,40%.
VI.2. Saran Setelah melakukan penelitian ini, terdapat beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut: 1. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai beban pendinginan untuk setiap ukuran GT kapal agar didapatkan spesifikasi yang lebih lengkap untuk sistem pendinginan ruang muat kapal ikan dalam setiap ukuran Gross Tonnage. 2. Diperlukan analisa ekonomis lebih lanjut untuk mengembangkan industri komponen refrigerasi kapal ikan di Indonesia. 265
Halaman ini sengaja dikosongkan
266
DAFTAR PUSTAKA Aji, A. B.. 2010. Analisa Kebutuhan Industri Komponen Kelistrikan Kapal Secara Nasional. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Afrianto, E. dan Evi Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Akhmad. (2016, Oktober 07). Capital Budgeting Decision Process. Retreived http://www.madces.blogspot.co.id/: http://www.madces.blogspot.co.id/2011/02/capital-budgeting-decision-process.html
from:
Alam Ikan. (2016, Oktober 16). Daftar Pelabuhan Perikanan di Indonesia. Retrieved from http://www.alamikan.com: http://www.alamikan.com/2012/11/daftar-pelabuhan-perikanan-di-indonesia.html Arismunandar, W. dan Heizo Saito. 1998. Penyegaran Udara. Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Badan Pusat Statistik. 2014. Analisis Rumah Tangga Usaha Perikanan di Indonesia: Hasil Survei Rumah Tangga Usaha Penangkapan Ikan dan Survei Rumah Tangga Usaha Budidaya Ikan. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. (2016, September 05). Analisis Rumah Tangga Usaha Perikanan di Indonesia. Retrieved from http://www.bps.go.id/: http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/AnalisisRumah-Tangga-Usaha-Perikanan-di-Indonesia-Hasil-Survei-Rumah-Tangga-UsahaPenangkapan-Ikan-dan-Survei-Rumah-Tangga-Usaha-Budidaya-Ikan-2014.pdf Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Gresik Dalam Angka. Gresik: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Lamongan Dalam Angka. Lamongan: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2016. Kota Semarang Dalam Angka. Semarang: Badan Pusat Statistik. Bahtiar, Y. (2016, April 20). Komponen Pendukung Sistem Pendingin. Retrieved from http:// www.panduanrefrigerasi.blogspot.com: http://www.panduanrefrigerasi.blogspot.com/2015/01/mengenal-komponen-pendukungsistem.html Bahtiar, Y. (2016, April 20). Komponen Utama Sistem Pendingin. Retrieved from http:// www.panduanrefrigerasi.blogspot.com: http:// www.panduanrefrigerasi.blogspot.com /2015/01/mengenal-komponen-utama-sistem.html Baroto, T.. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Bayu. (2016, Oktober 16). Cara Pembuatan Es Balok. Retrieved from http://www.rumah-belajarbzet.blogspot.co.id/: http://rumah-belajar-bzet.blogspot.co.id/2015/09/cara-pembuatan-esbalok.html Bitzer. (2016, Desember 18). Bitzer Logo. Retrieved from http://www.bitzer.de/ Budidarma. (2016, September 2). Pengawetan Ikan dengan Metode Penggaraman. Retrieved from http://budidarma.com: http://budidarma.com/2011/05/pengawetan-ikan-dengan-metodepenggaraman-pengeringan.html Buffin, D. S. 1997. Tracking Signal Forecasting. Tracking Signal, 15-20. CADD Microsystems. (2016, Oktober 16). Top 5 Reasons to Choose Autodesk AutoCAD 2016. Retrieved from http://www.caddmicrosystems.com/: http://www.caddmicrosystems.com/blog/2015/05/top-5-reasons-to-choose-autodesk-autocad2016/ Darma, B. (2016, September 08). Pengawetan Ikan dengan Metode Penggaraman dan Pengeringan. Retrieved from http://www.budidarma.com/:
267
http://www.budidarma.com/2011/05/pengawetan-ikan-dengan-metode-penggaramanpengeringan.html Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik. (2016, November 14). Daftar Alamat Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Gresik. Retrieved from http://alamatsmk.blogspot.com/: http://alamatsmk.blogspot.co.id/2015/06/daftar-alamat-sekolah-menengah-kejuruan.html Dinas Pendidikan Kota Semarang. (2016, Oktober 05). Daftar Nama Sekolah dan Perguruan Tinggi di Kota Semarang. Retrieved from http://disdik.semarangkota.go.id/: http://disdik.semarangkota.go.id/v11/node/355730 Dinten, N. W. (2016, September 27). Grafik permintaan berdasarkan Pola Siklik. Retrieved from http://indigomenulis.blogspot.co.id: http://indigomenulis.blogspot.co.id/2013/08/analisis-time-series.html Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. (2016, Desember 15). Definisi Pelabuhan Perikanan. Retrieved from https://www.scribd.com/doc/99674321/Definisi-Pelabuhan-Perikanan Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Elita. (2016, November 24). Tipe Pola Aliran Material pada Perancangan Tata Letak dan Fasilitas. Retrieved from http://www.atimeyjourney.blogspot.co.id/: http://atimejourney.blogspot.co.id/2013/05/tipe-pola-pola-aliran-material-pada.html GEA-RSA. (2016, Oktober 16). Ica Scaler. Retrieved from http://www.gea-rsa.com/: http://www.gearsa.com/?ms=99&cat=Ice%20Scaler%20(Sea%20Water) Ginting, P., dkk. 2007. IPS Geografi untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga Gitosudarmo, I. & Basri. 1998. Manajemen Keuangan Edisi 3. Yogyakarta: BPFE. Global
Sources. (2016, September 14). Plate Tube Evaporator. Retrieved http://www.globalsources.com: http://www.globalsources.com/si/AS/Hefei-Great/6008836026677/pdtl/plate-tubeevaporator/1025923807.htm
from
Grant, E. L. 1987. Dasar-Dasar Ekonomi Teknik. Jakarta: PT. Bina Aksara. Guntner. (2016, Desember 18). Guntner Logo. Retrieved from http://www.guntner.co.uk/ Hakim, A. R. 2012. “Lamongan Sebagai Kawasan Industri Maritim Baru”. Retrieved from http://www.kompasiana.com: http://www.kompasiana.com/arifhakim/lamongan-sebagaikawasan-industri-maritim-baru_5512a2eba33311625eba7e6f Handoko, H. 1997. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi: Edisi 1. Yogyakarta: BPFE UGM Yogyakarta. Hartanto, B. 1986. Teknik Mesin Pendingin. Tegal: BKPI. Hendro, T. (2016, September 27). Grafik Demand Pola Trend. Retrieved from http://3an.blogspot.co.id/: http://3an.blogspot.co.id/2015_01_01_archive.html Husnan, S. & Suwarsono Muhammad. 1994. Studi Kelayakan Proyek: Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid I:. Teknik Pembekuan Ikan. Jakarta : CV. Paripurna. Integrated Marine Systems, Inc. (2016, September 14). Brine Freezing. Retrieved http://www.imsinc.co: http://www.imsinc.co/wp-content/themes/imsinc/assets/img/content/products/freezing/
from
Johnston, W.A., dkk. 1977. FAO Fisheries Technical Paper No. 167: Freezing in Fisheries. United Kingdom: CSL Food Science Laboratory.
268
Johnston, W.A., dkk. 1994. FAO Fisheries Technical Paper No. 340: Freezing and Refrigerated Storage in Fisheries. United Kingdom: CSL Food Science Laboratory. Kasmir. 2006. Kewirausahaan Edisi 1. Jakarta: Raja Grafindo. Kementrian Kelautan dan Perikanan. (2016, Oktober 02). 2015. Jumlah Kapal Penangkap Ikan di Laut dan Perairan Umum Menurut Jenis Kapal dan Provinsi. Retrieved from http://www.data.go.id/: http://data.go.id/dataset/jumlah-kapal-penangkap-ikan-nasional Kementrian Kelautan dan Perikanan. (2016, Agustus 30). “KKP Prioritaskan Pembangunan Kapal di Tahun 2016”. Retrieved from http://news.kkp.go.id/: http://news.kkp.go.id/index.php/kkpprioritaskan-pembangunan-kapal-di-tahun-2016/ Kementrian Kelautan dan Perikanan. (2016, Desember 15). Peta Pelabuhan PPIP: Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan. Retrieved from http://www.ppip.djpt.kkp.go.id: http://pipp.djpt.kkp.go.id/profil_pelabuhan/kategori_pelabuhan Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2016. Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Tanggal 01-02 Februari 2016. Jembrana: Balai Penelitian dan Obervasi Laut. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. (2016, November 23). Direktori Perusahaan Pembuat Baja di Provinsi Jawa Timur. Retrieved from http://www.kemenperin.go.id/: http://kemenperin.go.id/direktori-perusahaan?what=Baja&prov=35 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. (2016, Oktober 16). Direktori Perusahaan Pembuat Kapal di Provinsi Jawa Tengah. Retrieved from http://www.kemenperin.go.id/: http://www.kemenperin.go.id/direktori-perusahaan?what=kapal&prov=33 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. (2016, Oktober 25). Direktori Perusahaan Pembuat Kapal di Provinsi Jawa Timur. Retrieved from http://www.kemenperin.go.id/: http://www.kemenperin.go.id/direktori-perusahaan?what=kapal&prov=35 Kertonegoro. 1999. Studi Kelayakan Bisnis dan Investasi. Yogyakarta: Jalasutra. Kompas. (2015, April 20). “Industri Komponen Kapal Dinanti Rakyat Indonesia”. Retrieved from http://print.kompas.com/: http://print.kompas.com/baca/ekonomi/sektor-riil/2015/04/20/IndustriKomponen-Kapal-Dinanti Kotler, P. & Gary Armstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran Edisi 12 (Jilid 1). Jakarta: Erlangga. Kusuma, H. 2001. Manajemen Produksi: Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta: Andi. Novedge. (2016, Oktober 16). Autodesk AutoCAD 2017 for Windows. http://www.novedge.com/: http://www.novedge.com/autodesk/products/4212
Retrieved
from
Pemerintah Kabupaten Lamongan. 2012. Materi Teknis RTRW Kabupaten Lamongan Tahun 2011-2031. Lamongan: Pemerintah Kabupaten Lamongan. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupten Gresik Tahun 20112030. Gresik: Pemerintah Kabupaten Gresik. Peraturan Daerah Kota Semarang. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031. Semarang: Pemerintah Daerah Kota Semarang. Prasetyo, A. 2016. Analisa Teknis dan Ekonomis Pembangunan Industri Konsol Kapal di Indonesia. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Pratama, A. H. 2014. Analisa Teknis dan Ekonomis Pengembangan Industri Pendukung Furniture Kapal. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Priyana, E. (2016, September 27). Grafik permintaan berdasarkan Pola Musiman. Retrieved from http://eftadhartikasari.blogspot.co.id: http://eftadhartikasari.blogspot.co.id/2011/12/peramalan-peramalan-adalahkegiatan.html
269
PT. Koronka Nusantara. 2016. Data Segmentasi Konsumen Industri Cold Storage. Semarang: Koronka Nusantara. Pujawan, N. 2009. Ekonomi Teknik: Edisi Kedua. Surabaya: Guna Widya. Rahmawaty, P. (2016, Oktober 5). “Modul Perencanaan Lokasi Pabrik”. Retrieved from http://staff.uny.ac.id: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Penny%20Rahmawaty,%20M.Si./Modul%20M O%20BAB%205-PERENCANAAN%20LOKASI.pdf Ramadani, D.Y. (2016, September 22). Grafik Demand. Retrieved from http://13candys.blogspot.co.id: http://13candys.blogspot.co.id/2011/02/ekonomimikro-dan-ekonomi-makro.html Refrigerant Manufacturer. (2017, Januari 02). Refrigeran R-22. Retrieved from http://www.refrigerantmanufacturer.com: http://www.refrigerant-manufacturer.com/Single-Refrigerant/205.html Riyanto, B. 1998. Analisis Kelayakan Investasi Bisnis. Yogyakarta: Jalasutra. Riza, M. F. 2012. Analisa Teknis dan Ekonomis Pembangunan Industri Manufaktur Baling-baling Kapal. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sudarmo, I. G. 1998. Prinsip Dasar Manajemen. Yogyakarta: BPFE Universitas Gadjah Mada. Sumayang, L. 2003. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Salemba Empat. Sutrisno, B. & Salim H.S. 2008. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Test Resources. (2016, November 28). Rigid Cellular Plastic Foam Testing. Retrieved from http://www.testresources.net/: http://www.testresources.net/applications/by-materials/rigid-foam Tompkins, W. dan Bozer. 2010. Facilities Planning 4th Edition. New York: John Wiley & Sons. Umar, H. 2008. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Universitas Muhammadiyah Malang. (2016, Oktober 25). Daftar SMA dan SMK di Kabupaten Lamongan. Retrieved from http://www.umm.ac.id/: http://www.umm.ac.id/id/pages/jawa-timur-2/data-smadan-smk-kab-lamongan.html Wicaksana, F. H. 2012. Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Hidrokarbon Sebagai Refrigeran Sistem Pendingin Muatan Kapal Penangkap Ikan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Wignjosoebroto, S. 1991. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya: Guna Widya. Yuliati, S. H. 1996. Manajemen Portofolio dan Investasi. Yogyakarta: Andi. Yamit, Z. 2003. Manajemen Produksi dan Operasi Edisi 2. Yogyakarta: Ekonisia.
270
BIODATA PENULIS Harisuddin Hawali dilahirkan di Kota Metro, Provinsi Lampung pada tanggal 17 Mei 1994. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dalam keluarga. Penulis sempat tinggal di Lampung, lalu mengikuti orang tua yang bersekolah di Kota Dallas, Amerika Serikat pada tahun 1996-1998. Setelah itu pindah ke Kota Tangerang pada tahun 1999, lalu mulai menempuh pendidikan formal di Kota Bogor pada tahun yang sama tepatnya di TK Kartika Jaya III36, lalu melanjutkan ke SD Insan Kamil, SMP Negeri 4 Bogor, dan SMA Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2012, penulis diterima untuk program pendidikan Sarjana di Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya melalui jalur mandiri. Penulis melakukan Kerja Praktek di PT. Anggrek Hitam Shipyard (Batam) pada tahun 2015 dan Biro Klasifikasi Indonesia (Semarang) pada tahun yang sama. Saat menempuh perkuliahan, penulis mengambil Bidang Keahlian Industri Perkapalan. Selain aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Perkapalan (HIMATEKPAL) sebagai Kepala Divisi Creative Campaign 2014/2015, penulis juga menyukai aktivitas videografi, fotografi, dan desain grafis yang membuatnya turut dipercaya menjadi Ketua Tim Kreatif untuk acara Semarak Mahasiswa Teknik Perkapalan ke-9 (SAMPAN 9) pada tahun 2015. Penulis aktif mengikuti pelatihan dalam pembentukan soft skill seperti LKMM Pra-TD (2012) dan LKMM TD HIMATEKPAL (2013). Selain itu, penulis juga mengikuti pelatihan penunjang kebutuhan akademik seperti AutoCAD, Maxsurf, Marine Coating System, dan ANSYS.
E-mail:
[email protected]
271
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A: Estimasi (FORECAST) Jumlah Kapal Ikan Ukuran 50-500 GT di Indonesia untuk Tahun 2016-2025 LAMPIRAN B: Perhitungan Jumlah Mesin dan Pekerja di dalam Workshop LAMPIRAN C: Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) LAMPIRAN D: Analisa Kelayakan Investasi LAMPIRAN E: Desain Interior dan Eksterior Industri Peralatan Pendingin LAMPIRAN F: Rencana Tata Ruang Wilayah Semarang, Lamongan, dan Gresik LAMPIRAN G: Peraturan Pemerintah untuk Pendirian Industri
272
LAMPIRAN A ESTIMASI (FORECASTING) JUMLAH KAPAL IKAN UKURAN 50-500 GT DI INDONESIA TAHUN 2016-2025
Forecasting Jumlah Kapal Ikan di Indonesia 5. Kapal Ikan Ukuran 51-100 GT Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
274
Jumlah Kapal 1.823 1.804 1.807 1.812 1.808 1.809 1.810 1.809 1.810 1.810 Error =
MOVING AVERAGE METHOD MAPE MAD MSD 6,8 130 24193,8 6,3 120,8 22208,8 5,9 111,7 20501,1 5,5 104,1 19038 5,1 97,4 17770,1 4,8 91,4 16659,5 4,5 86,1 15679,6 4,3 81,3 14808,5 4 77,1 14029,2 3,8 0,051
73,2
13327,7
6. Kapal Ikan Ukuran 101-200 GT
Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Jumlah Kapal 1.499 1.479 1.487 1.489 1.485 1.487 1.487 1.488 1.487 1.487 Error =
MOVING AVERAGE METHOD MAPE MAD MSD 1,427 19,364 587,424 1,31 17,778 538,481 1,213 16,462 497,094 1,132 15,357 461,659 1,058 14,356 430,889 0,993 13,479 403,965 0,936 12,706 380,209 0,884 12 359,086 0,838 11,368 340,187 0,796 0,011
10,8
323,178
7. Kapal Ikan Ukuran 201-300 GT Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
276
Jumlah Kapal 221 219 220 220 220 220 220 220 220 220 Error =
MOVING AVERAGE METHOD MAPE MAD MSD 5,268 11,545 207,404 4,904 10,75 190,454 4,562 10 175,88 4,236 9,286 163,317 3,964 8,689 152,437 3,716 8,146 142,91 3,498 7,667 134,503 3,303 7,241 127,031 3,13 6,86 120,345 2,973 0,040
6,517
114,328
8. Kapal Ikan Ukuran 301-500 GT Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Jumlah Kapal 142 141 143 142 142 143 143 143 143 143 Error =
MOVING AVERAGE METHOD MAPE MAD MSD 10,358 11,848 249,667 9,569 10,944 228,944 8,856 10,128 211,342 8,244 9,429 196,254 7,734 8,844 183,2 7,269 8,312 171,757 6,842 7,824 161,654 6,461 7,389 152,673 6,121 7 144,637 5,815 0,077
6,65
137,406
LAMPIRAN B PERHITUNGAN JUMLAH MESIN DAN PEKERJA PADA WORKSHOP
278
EFISIENSI
E=1-
+𝑆
0,810606061
Keterangan: E = Faktor efisiensi kerja pada mesin DT = Down Time dari sebuah mesin setiap harinya (menit) ST = Setup Time untuk setiap proses operasi (menit) D = Jam operasi kerja mesin dalam sehari (menit/hari)
CUTTING MACHINE Kecepatan Mesin (T) :
35 menit/ton 3880 ton (Coil Plate + Stainless Steel) Beban kerja per hari (P) : 15.52 ton/hari Ukuran Pelat : 0.45 x 1250 x 2500 mm : 0.0046 ton/lembar Total Kebutuhan Pelat : 334768 lembar (Coil Plate + Stainless Steel) 1339 lembar/hari Waktu Pengerjaan : 250 hari (dalam setahun) Jam Kerja Mesin (D) : 6.5 jam/hari Efisiensi Mesin (E) : 0.811 Jumlah Mesin :
N=
= 1.7182962 mesin = 2 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator: Helper:
2 orang 2 orang
BENDING MACHINE Waktu Pengerjaan : 250 hari Waktu Pekerja : 8 jam/hari Kecepatan Mesin (T): 8.34 menit/lembar : 0.14 jam/ton Berat Baja Total (Wtot) : 3880 ton (dalam setahun) Beban kerja per hari (P) : 15.52 ton/hari Ukuran Pelat : 0.45 x 1250 x 2500 mm : 2.5 m : 0.00456 ton/Lembar 334768 lembar (Coil Plate + Stainless Steel) Jumlah Kebutuhan Pelat : Panjang Total Pelat : 836919 m (dalam setahun) Jam Kerja Mesin (D) : 6.5 jam/hari 0.811 Efisiensi Mesin ( E) : maka, dalam 1 hari : 3348 m : 1339 lembar
N= : 3.58 mesin ≈ 4 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : Helper :
4 orang 4 orang
OVERHEAD CRANE Waktu Pengerjaan : 250 hari waktu pekerja (t) : 8 jam/hari Kecepatan Mesin (V): 2 menit/lembar : 0.03 jam/lembar Ukuran Pelat : 0.45 x 1250 x 2500 mm : 2.5 m : 0.00456 ton/lbr Jumlah Kebutuhan Pelat : 334768 lembar Panjang Total Pelat : 836919.2 m (dalam setahun) Beban kerja mesin (T) : 8 jam/hari Beban Kerja (W) : 3348 m : 1339 lembar/hari Total Kebutuhan Mesin :
M
𝑡
: 0.523 mesin ≈ 1 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : Rigger :
1 orang 1 orang
BRAZE WELDING MACHINE Produktivitas : Total Berat : Waktu Pengerjaan : maka dalam sehari dihasilkan : Jam Orang : Duty Cycle : Kebutuhan Mesin :
98.33 3158.62 20 126 126344.7 8 80%
N=
kg/JO ton (Coil Plate + Pipa Tembaga) Hari (untuk satu unit) ton/hari kg/hari jam/hari 6.4 jam
𝑚
Jumlah Mesin : 25.1 mesin : 26 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : 26 orang SMAW WELDING MACHINE Helper : 26 orang
Produktivitas : Total Berat Baja : Waktu Pengerjaan : maka dalam sehari dihasilkan : Jam Orang : Duty Cycle : Kebutuhan Mesin :
N=
42.63 kg/JO 67.48 ton (Stainless Steel) 25 Hari (untuk satu unit) 3 ton/hari 2699.3 kg/hari 8 jam/hari 80% 6.4 jam 𝑚
Jumlah Mesin : 1.2 mesin : 2 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : 2 orang Helper : 2 orang
280
MIXER POLYURETHANE Produktivitas Bengkel (T) : Total Berat Polyurethane : Waktu Pengerjaan : Beban Kerja Mesin (P):
60 3545.18 250 14 14180.7 7 0.8
Jam Operasi Mixer (D) :
Efisiensi (E ) : Kebutuhan Mixer :
menit/ton ton Hari ton/hari kg/hari jam/hari
(Polyol + Isocyanate + Resin)
N=
Jumlah Mesin : 2.5 mesin : 3 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : Helper :
3 orang 3 orang
ELECTRICAL SHOP Produktivitas Bengkel (P) : 100 m/JO Total panjang kabel (L) : 24,918 m Rata-rata panjang kabel per produk : 8,306 m Waktu Pengerjaan (t) : 25 hari Maka dalam sehari dihasilkan : 997 m Jam Orang (JO): 8 jam/hari Total Kebutuhan Orang : M = 𝑡
Jumlah pekerja yang dibutuhkan : 2 pekerja PAWANG MESIN No.
Mesin
Worker
1 2 3 4 5 6
CUTTING MACHINE BENDING MACHINE OVERHEAD CRANE BRAZE WELDING MACHINE SMAW WELDING MACHINE MIXER POLYURETHANE Subtotal
4 8 2 52 4 6 76
REKAPITULASI PEKERJA DI WORKSHOP Jumlah Pekerja pada No Nama Area workshop 1 Desain 9 2 Gudang 4 3 Fabrikasi, Produksi, dan Assembly 76 4 Inspeksi 6 5 Electrical 2 6 Packaging 6 7 Delivery 2 Total 105
LAMPIRAN C PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP)
282
1. Panel Insulasi No. 1 2 3
Nama Bahan
BAHAN BAKU Jumlah Harga Satuan
Polyol A (kg) Isocyanate B (kg) Resin (liter) Pelat 0.5 mm (panjang 2,5 meter)
4
No. 1 2 3 4
Nama Komponen Clamp Lock Pipa PVC 1 1/4 x 300 mm Knee PVC 1 1/4 Triplek Kayu (@2 meter)
Harga Total
5 5.5 0.25
Rp Rp Rp
40,000 40,000 70,000
Rp Rp Rp
200,000 220,000 17,500
2
Rp
27,500
Rp Rp
55,000 492,500
AKSESORIS Jumlah Harga Satuan 4 1 1 2
set pc pc pc
Rp Rp Rp Rp
Harga Total
40,000 35,000 5,000 12,000 Subtotal
Biaya Material Biaya Operasional (Biaya pegawai, biaya listrik, ongkos kirim material, overhead cost, dll) diasumsikan 15% dari biaya material Harga Pokok Produksi = Biaya Material + Biaya Operasional Harga Jual Produk Panel Insulasi = HPP + 55%HPP
Rp
716,500
Rp
107,475
Rp
823,975
Rp
1,278,391
Rp Rp Rp Rp Rp
160,000 35,000 5,000 24,000 224,000
2. Kondensor No. 1 2 3 4
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Bahan Pelat Stainless Steel (kg) Pelat 0.5 mm (panjang 2,5 meter) Pipa Tembaga 3/8" (per meter) Pipa Tembaga 5/8" (per meter)
Nama Komponen Kompresor Dorin H1501CC-E Filter Dyer (FD) 1/4 Oil Separator Receiver Tank Stop Kran (SK) Manometer Low Armaflex Soft 1/4" Soft 5/8" Flare Nut 1/4" Flare Nut 5/8" Flare Nut 3/8" Base Frame Dobel Nepel 5/8 Nepel Kasar Halus 3/8 Baut Hexa M8 x 25 Ring Pelat M8
BAHAN BAKU Jumlah Harga Satuan 30 2 60 60
Rp Rp Rp Rp
35,000 27,500 20,000 25,000 Subtotal
AKSESORIS Jumlah 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit SK 1/4; SK 5/8 1 unit 0.5 batang 3 meter 1.5 meter 4 pcs 2 pcs 5 pcs 1 set 1 pc 1 pc 4 pcs 8 pcs
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp
1,050,000 55,000 1,200,000 1,500,000 3,805,000
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
39,000,000 135,000 387,000 295,000 110,000 250,000 25,000 20,000 50,000 6,000 15,000 14,000 200,000 45,000 30,000 350 250
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
39,000,000 135,000 387,000 295,000 400,000 250,000 12,500 60,000 75,000 24,000 30,000 70,000 200,000 45,000 30,000 1,400 2,000
18 19 20 21 22
Mur M8 Tapping Screw PH+10 x 3/4 Baut M6 x 25 Ring Pelat M6 Mur M6
4 8 4 4 4
pcs pcs pcs pcs pcs
Rp Rp Rp Rp Rp
500 3,125 200 500 400 Sub total
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Komponen
ELECTRICAL Jumlah
Box Panel Control (30 x 40 x 20 cm) Thermostat DEI 107 FE Relay 220V MCB 1~ 16A MCB 1~ 12A Rail MCB Fuse 5A Contactor LC1 D09 Overload Relay LRD 12 Overload Relay LRD 08 Pilot Lamp Terminal unit TR 10 Emergency Stop Saklar On/Off Stopper Kebel NYYHY 4 x 2.5mm Kebel NYYHY 4 x 0.75mm Kebel NYYHY 3 x 1.5mm Kebel NYYHY 3 x 0.75mm Kebel NYYHY 2 x 0.75mm kabel NYAF 0.75mm (Hitam) kabel NYAF 0.75mm (Biru) Kabel NYA 4mm Skun kabel 2~4Y Skun Kabel U Skun Kabel Pin Addhesive Kabel Cable Tie 100 Cable Tie 300 Cable Duct
Biaya Material Biaya Operasional (Biaya pegawai, biaya listrik, ongkos kirim material, overhead cost, dll) diasumsikan 15% dari biaya material Harga Pokok Produksi = Biaya Material + Biaya Operasional Harga Jual Produk Kondensor= HPP + 55%HPP
284
1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 5 1 1 1 2 12 25 25 20 30 25 10 2 150 15 10 30 100 1 2
unit unit pcs pc pcs set pc pcs pc pc pcs pc pc pc pcs meter meter meter meter meter meter meter meter pcs pcs pcs pcs pcs pack btg
2,000 25,000 800 2,000 1,600
Rp
41,048,300
Harga Satuan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Rp
48,504,500
Rp
7,275,675
Rp
55,780,175
Rp
Rp Rp Rp Rp Rp
86,542,537
310,000 475,000 60,000 50,000 50,000 25,000 7,500 175,000 245,000 245,000 8,000 150,000 100,000 20,000 5,500 19,000 9,000 14,000 5,000 3,500 3,300 3,300 5,600 250 1,500 1,200 2,500 450 30,000 23,000 Subtotal
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
310,000 475,000 120,000 50,000 100,000 25,000 7,500 350,000 245,000 245,000 40,000 150,000 100,000 20,000 11,000 228,000 225,000 350,000 100,000 105,000 82,500 33,000 11,200 37,500 22,500 12,000 75,000 45,000 30,000 46,000 3,651,200
3. Evaporator No. 1 2 3 4
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 31 32 33 34 35 36
Nama Bahan
BAHAN BAKU Jumlah Harga Satuan
Pelat Stainless Steel (kg) Coil Plate Roll (@ 2.05 ton) Pipa Tembaga 3/8" (per meter) Pipa Tembaga 5/8" (per meter)
Nama Komponen Filter Dryer Solenoid Valve Solenoid Valve Expansion Valve Orifice Suction Accumulator Stop Kran Manometer Manometer HP & LP Switch Pipa Kapiler T joint Elbow Tembaga Elbow Tembaga Elbow Tembaga Pentil R Tembaga Flare Nut Flare Nut Flare Nut Armaflex Tube Armaflex Sheet Lakban Balut Lakban Balut dengan Lem Lakban Kertas Lakban Bening Air hose Selang Spiral Putih Clamp Selang Clamp Clipsal S Clipsal Pipa PVC Pipa Clipsal Knee PVC Lem PVC
25 2 60 60
Rp Rp Rp Rp
35,000 27,500 20,000 25,000 Subtotal
Harga Total
Rp
AKSESORIS Jumlah Harga Satuan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 6 9 10 12 1 1 7 8 2 6 0.5 4 1 1 1 1 3 3 10 1 1.5 1 6 1
buah buah buah buah buah buah buah buah buah buah meter buah buah buah buah buah buah buah buah buah batang lembar buah buah buah buah meter meter buah buah buah batang meter buah buah
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
135,000 99,000 76,000 105,000 40,000 240,000 34,500 250,000 12,500 120,000 12,500 35,000 11,000 13,500 15,000 2,500 5,600 2,500 4,500 4,000 50,000 43,000 6,000 7,000 6,000 9,000 12,500 25,000 9,000 2,200 3,000 21,000 12,000 3,000 6,000 Subtotal
Rp 875,000 Rp 55,000 Rp 1,200,000 Rp 1,500,000 3,630,000
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
135,000 99,000 76,000 105,000 40,000 240,000 34,500 250,000 12,500 120,000 37,500 210,000 99,000 135,000 180,000 2,500 5,600 17,500 36,000 8,000 300,000 21,500 24,000 7,000 6,000 9,000 12,500 75,000 27,000 22,000 3,000 31,500 12,000 18,000 6,000 2,477,600
ELECTRICAL Jumlah Harga Satuan
No.
Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Box Panel Control (30 x 40 x 20 cm) Thermostat DEI 107 FE Relay 220V MCB 1~ 16A MCB 1~ 12A Rail MCB Fuse 5A Contactor LC1 D09 Overload Relay LRD 12 Overload Relay LRD 08 Pilot Lamp Terminal unit TR 10 Emergency Stop Saklar On/Off Stopper Kebel NYYHY 4 x 2.5mm Kebel NYYHY 4 x 0.75mm Kebel NYYHY 3 x 1.5mm Kebel NYYHY 3 x 0.75mm Kebel NYYHY 2 x 0.75mm kabel NYAF 0.75mm (Hitam) kabel NYAF 0.75mm (Biru) Kabel NYA 4mm Skun kabel 2~4Y Skun Kabel U Skun Kabel Pin Addhesive Kabel Cable Tie 100 Cable Tie 300 Cable Duct
1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 5 1 1 1 2 12 25 25 20 30 25 10 2 150 15 10 30 100 1 2
unit unit pcs pc pcs set pc pcs pc pc pcs pc pc pc pcs meter meter meter meter meter meter meter meter pcs pcs pcs pcs pcs pack btg
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
310,000 475,000 60,000 50,000 50,000 25,000 7,500 175,000 245,000 245,000 8,000 150,000 100,000 20,000 5,500 19,000 9,000 14,000 5,000 3,500 3,300 3,300 5,600 250 1,500 1,200 2,500 450 30,000 23,000 Subtotal
Biaya Material Biaya Operasional (Biaya pegawai, biaya listrik, ongkos kirim material, overhead cost, dll) diasumsikan 15% dari biaya material Harga Pokok Produksi = Biaya Material + Biaya Operasional Harga Jual Produk Evaporator = HPP + 55%HPP
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
310,000 475,000 120,000 50,000 100,000 25,000 7,500 350,000 245,000 245,000 40,000 150,000 100,000 20,000 11,000 228,000 225,000 350,000 100,000 105,000 82,500 33,000 11,200 37,500 22,500 12,000 75,000 45,000 30,000 46,000 3,651,200
Rp
9,758,800
Rp
1,463,820
Rp Rp
11,222,620 17,411,814
4. Rekapitulasi Harga Produk Produk Insulasi (m2) Kondensor (unit) Evaporator (unit)
286
HARGA JUAL PRODUK Harga Jual Minimum Harga Produk (Final) Rp 899.030 Rp 899.030 Rp 60.861.109 Rp 60.861.109 Rp 12.244.872 Rp 12.244.872
LAMPIRAN D ANALISA KELAYAKAN INVESTASI DAN PERHITUNGAN EKONOMIS
1. Rekapitulasi Investasi Industri
BIAYA ADMINISTRASI Biaya Administrasi
No
1 Pembuatan Akta Usaha PT Asuransi (10 tahun) meliputi bangunan, instalasi, 2 mesin produksi, dan alat pengangkut 3 Biaya Perizinan 4 Pendaftaran Merk Dagang 5 Biaya Hak Paten 6 Biaya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 7 Pre FS dan FS 8 Engineering Design 9 Biaya AMDAL
Indeks
Total Rp
11.250.000
2%
Rp
234.969.620
1,50%
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
186.707.925 1.000.000 1.600.000 4.000.000 124.471.950 311.179.875 124.471.950
1% 2,5 x FS 1%
Total Biaya Administrasi Rp
999.651.320
REKAPITULASI PERHITUNGAN INVESTASI No.
Nama Inventari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kavling Bangunan Lantai 1 Bangunan Lantai 2 Air, Listrik, dan Telepon Biaya Peralatan Desain Biaya Peralatan Angkut Biaya Peralatan Manual Biaya Mesin Biaya Alat Perkantoran Biaya Alat Keselamatan Biaya Pembangunan dan Fasilitas Biaya Administrasi Total
No.
4.662.000.000 4.075.600.000 1.016.000.000 46.227.000 139.080.000 313.150.000 32.150.000 1.764.958.000 326.280.000 71.750.000 12.447.195.000 999.651.320 13.446.846.320
REKAPITULASI BIAYA OPERASIONAL Nama Inventari Harga Total
1 Gaji Karyawan 2 Tagihan Bulanan
288
Harga Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Rp Rp Jumlah Rp
513.900.000 38.611.000 552.511.000
2. Perhitungan Jumlah Pinjaman KREDIT PINJAMAN Biaya Investasi Rp 13.446.846.320 Modal Sendiri 30,0% Rp 4.034.053.896 dari investasi Pinjaman 70,0% Rp 9.412.792.424 Bunga Pinjaman 10,25% (Bank Mandiri) Masa Pinjaman 10 tahun Grace Period 0 tahun Pembayaran per tahun Rp 1.548.378.974 per tahun Asumsi Umur Ekonomis Pabrik 30 tahun Nilai Akhir Pabrik Rp 1.344.684.632 Depresiasi per Tahun Rp 403.405.390
3. Target Produksi
Produk Insulasi (m2) Kondensor (unit) Evaporator (unit)
HARGA PRODUK Harga Jual Minimum Harga Jual Produk (Final) Rp 899.030 Rp 899.030 Rp 60.861.109 Rp 60.861.109 Rp 12.244.872 Rp 12.244.872
TARGET PRODUKSI PER TAHUN Tahun Insulasi (m2) Kondensor (unit) Evaporator (unit) 2016 76.104 239 336 2017 101.008 317 446 2018 126.438 397 558 2019 151.908 477 670 2020 177.176 556 781 2021 202.520 636 893 2022 227.871 716 1.005 2023 253.150 795 1.116 2024 278.509 875 1.228 2025 303.828 954 1.340 Rata-rata 189.851 596 837 76.952 lembar insulasi
290
Market Share 3,0% 4,0% 5,0% 6,0% 7,0% 8,0% 9,0% 10,0% 11,0% 12,0%
4. Rencana Pendapatan (Produksi) Tahun
2016
2017
2018
2019
Rp45.613.168.952 Rp9.710.998.477 Rp2.740.402.317 Rp58.064.569.745
Rp68.107.106.873 Rp14.475.206.052 Rp4.091.501.475 Rp86.673.814.400
Rp90.937.209.965 Rp19.329.488.069 Rp5.463.172.018 Rp115.729.870.051
Rp113.808.524.577 Rp24.204.462.862 Rp6.836.311.945 Rp144.849.299.384
2020
2021
2022
Jumlah
Rp136.531.391.410 Rp29.023.445.435 Rp8.200.635.565 Rp173.755.472.411
Rp159.312.299.599 Rp33.869.206.896 Rp9.569.122.441 Rp202.750.628.937
Rp182.100.543.870 Rp38.717.402.801 Rp10.938.099.112 Rp231.756.045.784
2023
2024
2025
Jumlah
Rp204.830.099.485 Rp43.546.123.152 Rp12.303.157.425 Rp260.679.380.061
Rp227.625.679.838 Rp48.396.753.502 Rp13.672.623.891 Rp289.695.057.230
Rp250.388.247.822 Rp53.236.428.852 Rp15.039.886.280 Rp318.664.562.953
Insulasi (m2) Kondensor (unit) Evaporator (unit) Jumlah
Tahun Insulasi (m2) Kondensor (unit) Evaporator (unit)
Tahun Insulasi (m2) Kondensor (unit) Evaporator (unit)
Rencana Pendapatan 2017-2025 Rp350.000.000.000 Rp300.000.000.000
Rp250.000.000.000 Rp200.000.000.000 Rp150.000.000.000 Rp100.000.000.000 Rp50.000.000.000 Rp2016
2018
2020
2022
2024
2026
REPAIR LIST KOMPONEN REFRIGERASI KAPAL PERIKANAN 50-500 GT No. Komponen
Jenis Kerusakan
3
EVAPORATOR
2
INSULASI
1
KONDENSOR
Pengendapan oli yang mengendap terlalu lama akan berubah menjadi semacam lumpur yang pekat Kondensor bocor (pipa suhu panas), menyebabkan bunga es untuk mendinginkan muatan menjadi berkurang dengan cepat (<1 bulan) karena tekanannya mencapai 200-250 psi Kompresor tiba-tiba berhenti bekerja
150.000
Penggantian unit Kondensor
Rp
-
Defrosting Timer terlalu sering bekerja dapat menyebabkan compressor cut-out , periksa dan perbaiki defrost timer Oli berbusa dapat menyebabkan berkurangnya tekanan oli = pastikan tidak ada foaming , kalau masih berbusa maka ganti olinya Low Pressure = pastikan semua suction valve pada posisi terbuka Kompresor sering hidup-mati Kerusakan pada solenoid valve akan menyebabkan bervariasinya sensor tekanan dan sering hidup-mati = ganti valve yang rusak Kompresor tidak bisa mati (menyala terus) Refrigeran tidak cukup untuk mendinginkan evaporator = pastika thermostatic expansion valve (TEV) bekerja normal dan bersihkan filter dalam TEV Refrigeran kurang banyak = cek kebocoran pada jalur pendingin/ ditambahkan freon kedalam sistem pendingin
Rp
250.000
Rp
150.000
Rp
200.000
Rp
99.000
Rp
150.000
Lube Oil dibawah level minimum (kebocoran oil seal ) Tekanan kompresor menurun
Memperbaiki kebocoran dan isi oli pada level yang tepat
Rp
150.000
Klep piston bocor, maka harus diganti
Rp
550.000
Pengendapan oli yang mengendap terlalu Penggantian oli lama akan berubah menjadi semacam lumpur yang pekat Evaporator bocor (pipa suhu rendah), Penggantian unit evaporator menyebabkan bunga es untuk mendinginkan muatan menjadi berkurang (1-3bulan) karena tekanannya hanya 0-15 psi Munculnya kristal es pada coil evaporator Defrost tidak bekerja = periksa apakah alat defrost bekerja normal/ ganti komponen tsb. Bisa disebabkan karena kapasitas coil kurang = pasang coil yang lebih besar Insulasi retak (keropos) Penggantian Panel
Rp
150.000
Rp
-
Rp
300.000
Rp
2.755.000
Rp
-
Ruang Muat kurang dingin/tidak dingin sama sekali
Tambah refrigeran
Rp
603.000
Cek atau ganti lapisan insulasi
Rp
-
Ruang pendingin diisi melebihi kapasitas
Rp
-
Pintu ruangan ditutup rapat
Rp
-
Sirkulasi Freon tidak lancar
LAINNYA
Harga Rp
Pipa Kapiler Buntu
4
Mitigasi Penggantian oli
Berkurangnya oli dalam kompresor (indikasi bahwa ada kebocoran maupun peningkatan konsumsi lube oil )
Perlu dilakukan pengantian kapiler dan pembersihan Rp saluran refrigran. Pemeriksaan jalur pipa kapiler, kalau ada yang Rp menyumbat maka harus dilakukan penggantian pipa kapiler Pastikan bahwa nozzle pada filter solenoid valve bersih Rp dan tidak buntu Piston ring atau line r sudah jelek menyebabkan oli ikut Rp masuk ke dalam pipa refrigeran = ganti piston ring atau liner Oli berbusa dapat menyebabkan berkurangnya tekanan Rp oli = pastikan tidak ada foaming, kalau masih berbusa maka ganti olinya Jumlah = Rp
200.000 200.000
99.000
150.000
150.000
6.306.000
Pajak = 10%
292
Total Biaya Reparasi Refrigerasi = Rp
6.936.600
4. Rencana Pendapatan (Reparasi)
No. 1 2 3 4 No. 1 2 3 4
No.
Jenis Perbaikan Kondensor Evaporator Insulasi (panel) Aksesoris Refrigerasi
Jenis Perbaikan Kondensor Evaporator Insulasi (panel) Aksesoris Refrigerasi Jumlah Nett (After Tax 10%) Jenis Perbaikan
1
Kondensor
2
Evaporator
3
Insulasi (panel)
4
Aksesoris Refrigerasi Jumlah
No.
Nett (After Tax 10%) Jenis Perbaikan
1
Kondensor
2
Evaporator
3
Insulasi (panel)
4
Aksesoris Refrigerasi Jumlah Nett (After Tax 10%)
2016 Rp161.306.957 Rp151.006.314 Rp2.739.218.679 Rp38.781.643 Rp3.090.313.592 Rp3.399.344.952 2020 Rp164.557.373 Rp154.049.167 Rp2.794.415.307 Rp39.563.112 Rp3.152.584.958 Rp3.467.843.454 2023 Rp167.038.095 Rp156.371.477 Rp2.836.541.467 Rp40.159.531 Rp3.200.110.571 Rp3.520.121.628
Bobot Pekerjaan 30% 30% 25% 15%
Nilai Perbaikan Komponen Rp Rp Rp Rp
2017 Rp162.113.491 Rp151.761.345 Rp2.752.914.773 Rp38.975.551 Rp3.105.765.160 Rp3.416.341.676 2021 Rp165.380.159 Rp154.819.412 Rp2.808.387.384 Rp39.760.928 Rp3.168.347.883 Rp3.485.182.671 2024 Rp167.873.286 Rp157.153.334 Rp2.850.724.174 Rp40.360.329 Rp3.216.111.124 Rp3.537.722.236
2.080.980 2.080.980 1.734.150 1.040.490
Marke t Share 15,0% 10,0% 3,0% 3,0%
Target Perbaikan Komponen per Tahun 78 73 1.580 37
2018 Rp162.924.059 Rp152.520.152 Rp2.766.679.347 Rp39.170.429 Rp3.121.293.986 Rp3.433.423.385 2022 Rp166.207.060 Rp155.593.509 Rp2.822.429.321 Rp39.959.732 Rp3.184.189.623 Rp3.502.608.585 2025 Rp168.712.652 Rp157.939.101 Rp2.864.977.795 Rp40.562.130 Rp3.232.191.679 Rp3.555.410.847
Kenaikan Keuntungan per Tahun
1%
2019 Rp163.738.679 Rp153.282.753 Rp2.780.512.743 Rp39.366.281 Rp3.136.900.456 Rp3.450.590.502
5. Lifetime Machine
Nama peralatan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tanah dan Bangunan Forklift Manual Stacker Overhead Crane Plate Roll Mesin Potong Mesin Bending Table Saw Abrasive Cutoff Machine Gerinda Tangan Mixer Polyurethane Bench Drill Hand Drill Bench Vice Clamp Meja Jig Mesin Amplas Mesin Las SMAW Mesin Las Brazing
294
Nilai Investasi Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
9.799.827.000 156.000.000 7.150.000 150.000.000 49.920.000 85.800.000 143.000.000 25.350.000 1.885.000 468.000 169.000.000 1.612.000 455.000 520.000 5.850.000 1.105.000 8.567.000 13.000.000
Lifetime (Tahun) 20 15 15 15 15 15 15 5 3 3 10 5 3 3 10 3 5 5
Penyusutan 20% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% TOTAL
Harga Penyusutan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1.959.965.400 15.600.000 715.000 15.000.000 4.992.000 8.580.000 14.300.000 2.535.000 188.500 46.800 16.900.000 161.200 45.500 52.000 585.000 110.500 856.700 1.300.000 2.041.933.600
Depresiasi Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
391.993.080 9.360.000 429.000 9.000.000 2.995.200 5.148.000 8.580.000 4.563.000 565.500 140.400 15.210.000 290.160 136.500 156.000 526.500 331.500 1.542.060 2.340.000 453.306.900
6. Penyusutan (Depresiasi) Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
TAHUN 1 2016
Harga Perolehan Tanah dan bangunan Mesin dan Peralatan Forklift Manual Stacker Overhead Crane Plate Roll Mesin Potong Mesin Bending Table Saw Abrasive Cutoff Machine Gerinda Tangan Mixer Polyurethane Bench Drill Hand Drill Bench Vice Clamp Meja Jig Mesin Amplas Mesin Las SMAW Mesin Las Brazing Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
TAHUN 3 2018
TAHUN 4 2019
TAHUN 5 2020
TAHUN 6 2021
TAHUN 7 2022
TAHUN 8 2023
TAHUN 9 2024
TAHUN 10 2025
9,105,137,000
9,105,137,000
9,105,137,000
9,105,137,000
9,105,137,000
9,105,137,000
9,105,137,000
9,105,137,000
9,105,137,000
9,105,137,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 9,904,819,000
TAHUN 1 2016 Penyusutan Tanah dan bangunan Mesin dan Peralatan Forklift Manual Stacker Overhead Crane Plate Roll Mesin Potong Mesin Bending Table Saw Abrasive Cutoff Machine Gerinda Tangan Mixer Polyurethane Bench Drill Hand Drill Bench Vice Clamp Meja Jig Mesin Amplas Mesin Las SMAW Mesin Las Brazing Total
TAHUN 2 2017
TAHUN 2 2017
TAHUN 3 2018
TAHUN 4 2019
TAHUN 5 2020
TAHUN 6 2021
TAHUN 7 2022
TAHUN 8 2023
TAHUN 9 2024
TAHUN 10 2025
20%
1,821,027,400
1,821,027,400
1,821,027,400
1,821,027,400
1,821,027,400
1,821,027,400
1,821,027,400
1,821,027,400
1,821,027,400
1,821,027,400
10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
TAHUN 1 2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nilai Buku Tanah dan bangunan Mesin dan Peralatan Forklift Manual Stacker Overhead Crane Plate Roll Mesin Potong Mesin Bending Table Saw Abrasive Cutoff Machine Gerinda Tangan Mixer Polyurethane Bench Drill Hand Drill Bench Vice Clamp Meja Jig Mesin Amplas Mesin Las SMAW Mesin Las Brazing Total
7,284,109,600 140,400,000 6,435,000 117,000,000 44,928,000 77,220,000 128,700,000 22,815,000 1,696,500 421,200 152,100,000 1,450,800 409,500 468,000 5,265,000 994,500 7,710,300 11,700,000 8,003,823,400 TAHUN 1 2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Akumulasi Penyusutan Tanah dan bangunan Mesin dan Peralatan Forklift Manual Stacker Overhead Crane Plate Roll Mesin Potong Mesin Bending Table Saw Abrasive Cutoff Machine Gerinda Tangan Mixer Polyurethane Bench Drill Hand Drill Bench Vice Clamp Meja Jig Mesin Amplas Mesin Las SMAW Mesin Las Brazing Total
296
1,821,027,400 15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 1,900,995,600
TAHUN 2 2017 5,463,082,200 124,800,000 5,720,000 104,000,000 39,936,000 68,640,000 114,400,000 20,280,000 1,508,000 374,400 135,200,000 1,289,600 364,000 416,000 4,680,000 884,000 6,853,600 10,400,000 6,102,827,800 TAHUN 2 2017 3,642,054,800 31,200,000 1,430,000 26,000,000 9,984,000 17,160,000 28,600,000 5,070,000 377,000 93,600 33,800,000 322,400 91,000 104,000 1,170,000 221,000 1,713,400 2,600,000 3,801,991,200
TAHUN 3 2018 3,642,054,800 109,200,000 5,005,000 91,000,000 34,944,000 60,060,000 100,100,000 17,745,000 1,319,500 327,600 118,300,000 1,128,400 318,500 364,000 4,095,000 773,500 5,996,900 9,100,000 4,201,832,200 TAHUN 3 2018 5,463,082,200 46,800,000 2,145,000 39,000,000 14,976,000 25,740,000 42,900,000 7,605,000 565,500 140,400 50,700,000 483,600 136,500 156,000 1,755,000 331,500 2,570,100 3,900,000 5,702,986,800
TAHUN 4 2019 1,821,027,400 93,600,000 4,290,000 78,000,000 29,952,000 51,480,000 85,800,000 15,210,000 1,131,000 280,800 101,400,000 967,200 273,000 312,000 3,510,000 663,000 5,140,200 7,800,000 2,300,836,600 TAHUN 4 2019 7,284,109,600 62,400,000 2,860,000 52,000,000 19,968,000 34,320,000 57,200,000 10,140,000 754,000 187,200 67,600,000 644,800 182,000 208,000 2,340,000 442,000 3,426,800 5,200,000 7,603,982,400
TAHUN 5 2020 78,000,000 3,575,000 65,000,000 24,960,000 42,900,000 71,500,000 12,675,000 942,500 234,000 84,500,000 806,000 227,500 260,000 2,925,000 552,500 4,283,500 6,500,000 399,841,000 TAHUN 5 2020 9,105,137,000 78,000,000 3,575,000 65,000,000 24,960,000 42,900,000 71,500,000 12,675,000 942,500 234,000 84,500,000 806,000 227,500 260,000 2,925,000 552,500 4,283,500 6,500,000 9,504,978,000
TAHUN 6 2021 (1,821,027,400) 62,400,000 2,860,000 52,000,000 19,968,000 34,320,000 57,200,000 10,140,000 754,000 187,200 67,600,000 644,800 182,000 208,000 2,340,000 442,000 3,426,800 5,200,000 (1,501,154,600) TAHUN 6 2021 10,926,164,400 93,600,000 4,290,000 78,000,000 29,952,000 51,480,000 85,800,000 15,210,000 1,131,000 280,800 101,400,000 967,200 273,000 312,000 3,510,000 663,000 5,140,200 7,800,000 11,405,973,600
TAHUN 7 2022 (3,642,054,800) 46,800,000 2,145,000 39,000,000 14,976,000 25,740,000 42,900,000 7,605,000 565,500 140,400 50,700,000 483,600 136,500 156,000 1,755,000 331,500 2,570,100 3,900,000 (3,402,150,200) TAHUN 7 2022 12,747,191,800 109,200,000 5,005,000 91,000,000 34,944,000 60,060,000 100,100,000 17,745,000 1,319,500 327,600 118,300,000 1,128,400 318,500 364,000 4,095,000 773,500 5,996,900 9,100,000 13,306,969,200
TAHUN 8 2023 (5,463,082,200) 31,200,000 1,430,000 26,000,000 9,984,000 17,160,000 28,600,000 5,070,000 377,000 93,600 33,800,000 322,400 91,000 104,000 1,170,000 221,000 1,713,400 2,600,000 (5,303,145,800) TAHUN 8 2023 14,568,219,200 124,800,000 5,720,000 104,000,000 39,936,000 68,640,000 114,400,000 20,280,000 1,508,000 374,400 135,200,000 1,289,600 364,000 416,000 4,680,000 884,000 6,853,600 10,400,000 15,207,964,800
TAHUN 9 2024 (7,284,109,600) 15,600,000 715,000 13,000,000 4,992,000 8,580,000 14,300,000 2,535,000 188,500 46,800 16,900,000 161,200 45,500 52,000 585,000 110,500 856,700 1,300,000 (7,204,141,400) TAHUN 9 2024 16,389,246,600 140,400,000 6,435,000 117,000,000 44,928,000 77,220,000 128,700,000 22,815,000 1,696,500 421,200 152,100,000 1,450,800 409,500 468,000 5,265,000 994,500 7,710,300 11,700,000 17,108,960,400
TAHUN 10 2025 (9,105,137,000) -
(9,105,137,000) TAHUN 10 2025 18,210,274,000 156,000,000 7,150,000 130,000,000 49,920,000 85,800,000 143,000,000 25,350,000 1,885,000 468,000 169,000,000 1,612,000 455,000 520,000 5,850,000 1,105,000 8,567,000 13,000,000 19,009,956,000
7. Present Value
Tahun Tahun 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Total
Pendapatan Setelah Pajak (p-q) (Rp1.547.327.872) (Rp129.183.743) Rp1.311.121.104 Rp2.753.843.668 Rp4.184.735.834 Rp5.619.331.979 Rp7.053.565.566 Rp8.482.668.945 Rp9.915.599.306 Rp11.345.212.691 Rp14.050.119.642 Rp13.987.083.162 Rp13.922.972.359 Rp48.989.567.479
PRESENT VALUE Discount Factor (DF) 1,00 0,91 0,82 0,75 0,68 0,61 0,56 0,51 0,46 0,42 0,38 0,34 0,31 0,28 6
Proceed (df) / Present Value
PC (df) Rp13.446.846.320
(Rp1.403.471.993) (Rp106.279.785) Rp978.378.755 Rp1.863.909.792 Rp2.569.064.791 Rp3.129.054.311 Rp3.562.529.922 Rp3.886.008.381 Rp4.120.136.317 Rp4.275.891.344 Rp4.803.031.589 Rp4.336.945.647 Rp3.915.706.979 Rp35.930.906.049
Rp13.446.846.320
8. Perhitungan Pengembalian Modal
PENGEMBALIAN PINJAMAN MODAL BUNGA BANK : Tahun Tahun ke-
10,25% Bunga Pinjaman
2015
0
2016
1
964.811.223
2017
2
904.995.529
2018
3
839.048.726
2019
4
766.342.375
2020
5
686.183.624
2021
6
597.808.601
2022
7
500.375.137
2023
8
392.954.744
2024
9
274.523.760
2025 2026
10 11 Jumlah
143.953.601
298
Angsuran
Pembayaran
Sisa Pinjaman 9.412.792.424
6.070.997.320
583.567.751 643.383.445 709.330.249 782.036.599 862.195.350 950.570.374 1.048.003.837 1.155.424.231 1.273.855.214 1.404.425.374 9.412.792.424
1.548.378.974
8.829.224.673
1.548.378.974
8.185.841.228
1.548.378.974
7.476.510.979
1.548.378.974
6.694.474.380
1.548.378.974
5.832.279.029
1.548.378.974
4.881.708.656
1.548.378.974
3.833.704.818
1.548.378.974
2.678.280.588
1.548.378.974
1.404.425.374
1.548.378.974
-
15.483.789.744
9. Perhitungan Arus Kas (Cash Flow)
PERHITUNGAN CASH FLOW Bunga Bank : 10,25% (Bank Mandiri) Nilai Inflasi : 3,02% - Bank Indonesia Inflasi Desember 2016 http://www.bi.go.id/en/moneter/inflasi/data/Default.aspx Pajak : 12,50% - Indonesia Investments Desember 2016 http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/sistem-pajak/item277 TAHUN 0
Dana Awal a Modal Sendiri b Pinjaman
Rp Rp
4.034.053.896 9.412.792.424
Rp Rp Rp Rp
9.799.827.000 2.647.368.000 999.651.320 13.446.846.320
TAHUN 1
TAHUN 2
TAHUN 3
TAHUN 4
TAHUN 5
TAHUN 6
TAHUN 7
TAHUN 8
TAHUN 9
TAHUN 10
TAHUN 11
Investasi Awal
c Investasi Bangunan d Investasi Peralatan dan Mesin e Biaya Administrasi Pendirian Perusahaan f Total Investasi Awal (c+d+e) Cash In
g Penjualan Produk h Reparasi dan Suku Cadang i Total Pemasukan (g+h)
Rp Rp Rp
58.064.569.745 3.399.344.952 61.463.914.697
Rp Rp Rp
86.673.814.400 3.416.341.676 90.090.156.076
Rp Rp Rp
115.729.870.051 3.433.423.385 119.163.293.436
Rp Rp Rp
144.849.299.384 3.450.590.502 148.299.889.885
Rp Rp Rp
173.755.472.411 3.467.843.454 177.223.315.865
Rp Rp Rp
202.750.628.937 3.485.182.671 206.235.811.608
Rp Rp Rp
231.756.045.784 3.502.608.585 235.258.654.369
Rp Rp Rp
260.679.380.061 3.520.121.628 264.199.501.689
Rp Rp Rp
289.695.057.230 3.537.722.236 293.232.779.466
Rp Rp Rp
318.664.562.953 3.555.410.847 322.219.973.800
Rp Rp Rp
347.587.897.230 3.573.011.601 351.160.908.832
Rp Rp
6.630.132.000 54.650.373.044
Rp Rp
6.696.433.320 81.577.394.113
Rp Rp
6.763.397.653 108.924.953.692
Rp Rp
6.831.031.630 136.332.160.580
Rp Rp
6.899.341.946 163.538.650.633
Rp Rp
6.968.335.365 190.828.891.955
Rp Rp
7.038.018.719 218.128.790.292
Rp Rp
7.108.398.906 245.351.432.514
Rp Rp
7.179.482.895 272.660.987.865
Rp Rp
7.251.277.724 299.927.086.652
Rp Rp
7.323.790.502 327.236.642.003
Rp
403.405.390
Rp
415.588.232
Rp
428.138.997
Rp
441.068.795
Rp
454.389.072
Rp
468.111.622
Rp
482.248.593
Rp
496.812.501
Rp
511.816.238
Rp
527.273.089
Rp
543.196.736
Rp Rp Rp
583.567.751 964.811.223 63.232.289.408
Rp Rp Rp
643.383.445 904.995.529 90.237.794.640
Rp Rp Rp
709.330.249 839.048.726 117.664.869.317
Rp Rp Rp
782.036.599 766.342.375 145.152.639.979
Rp Rp Rp
862.195.350 686.183.624 172.440.760.626
Rp Rp Rp
950.570.374 597.808.601 199.813.717.917
Rp Rp Rp
1.048.003.837 500.375.137 227.197.436.579
Rp Rp Rp
1.155.424.231 392.954.744 254.505.022.895
Rp Rp Rp
1.273.855.214 274.523.760 281.900.665.973
Rp Rp Rp
1.404.425.374 143.953.601 309.254.016.439
Rp Rp Rp
335.103.629.240
Rp Rp (13.446.846.320) Rp Rp
(1.768.374.711) (221.046.839) (1.547.327.872) (1.547.327.872)
Rp Rp Rp Rp
(147.638.564) (18.454.820) (129.183.743) (1.676.511.616)
Rp Rp Rp Rp
1.498.424.119 187.303.015 1.311.121.104 (365.390.511)
Rp Rp Rp Rp
3.147.249.907 393.406.238 2.753.843.668 2.388.453.157
Rp Rp Rp Rp
4.782.555.239 Rp 6.422.093.691 Rp 8.061.217.790 Rp 9.694.478.794 Rp 11.332.113.493 Rp 12.965.957.361 Rp 16.057.279.591 597.819.405 Rp 802.761.711 Rp 1.007.652.224 Rp 1.211.809.849 Rp 1.416.514.187 Rp 1.620.744.670 Rp 2.007.159.949 4.184.735.834 Rp 5.619.331.979 Rp 7.053.565.566 Rp 8.482.668.945 Rp 9.915.599.306 Rp 11.345.212.691 Rp 14.050.119.642 6.573.188.991 Rp 12.192.520.971 Rp 19.246.086.537 Rp 27.728.755.482 Rp 37.644.354.788 Rp 48.989.567.479 Rp 63.039.687.122
Cash Out
j Biaya Operasional k Biaya Produksi Aktivitas Investasi
l Penyusutan m n o p q r s
Aktivitas Keuangan Pembayaran Angsuran Pinjaman Pembayaran Bunga Pinjaman Total Pengeluaran (j+k+l+m+n) Pendapatan Pendapatan Sebelum Pajak (i-o) Pajak 12,5% (Gross Revenue < 50M) Pendapatan Setelah Pajak (p-q) Accumulative Revenue
t Discount Factor (DF) u Present Value (r*t) Return on Investment v
Rp
1,00
Rp
0,91 0,82 0,75 0,68 0,61 0,56 Rp (1.403.471.993) Rp (106.279.785) Rp 978.378.755 Rp 1.863.909.792 Rp 2.569.064.791 Rp 3.129.054.311 Rp (13.446.846.320) Rp (14.994.174.192) Rp (15.123.357.936) Rp (13.812.236.831) Rp (11.058.393.163) Rp (6.873.657.329) Rp (1.254.325.349) Rp
ROI : Rp 5.799.240.217 IRR : 20,4% Payback Period : 6,18 6 2 BEP : 724.755
Tahun Tahun Bulan unit
0,51 3.562.529.922 5.799.240.217
0,46 Rp 3.886.008.381 Rp 14.281.909.162
0,42 Rp 4.120.136.317 Rp 24.197.508.468
0,38 Rp 4.275.891.344 Rp 35.542.721.159
0,34 Rp 4.803.031.589 Rp 49.592.840.802
10. Perhitungan Unit Break Event Point Diketahui dari data yang didapatkan, sebagai berikut: 1. Sisa Investasi pada tahun sebelum Payback Period 2. Pendapatan sesudah pajak pada tahun Payback Period 3. Target produksi pada tahun Payback Period 4. Jumlah unit yang terjual sebelum Payback Period Untuk mendapatkan jumlah BEP, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut >>>
=
= =
1
= Rp 1.254.325.349,27 = Rp 7.053.565.566,36 = 204.082 unit = 688.463 unit
+
724.754,28 unit 724.755 unit yang terdiri dari: 2.259 unit Kondensor 3.172 unit Evaporator 719.324 m2 lapisan Insulasi
Jadi, perusahaan akan mengalami balik modal setelah menjual 2.259 unit Kondensor, 3.172 unit Evaporator, dan 719.324 m2 lapisan insulasi (setara 230.184 lembar panel insulasi @ 2500 x 1250 x 100 mm)
300
h1
LAMPIRAN E DESAIN INTERIOR DAN EKSTERIOR PABRIK DAN KANTOR INDUSTRI PERALATAN PENDINGIN KAPAL IKAN
301
302
303