Studi Baseline Kualitatif Program Keluarga Harapan dan PNPM Generasi:
Temuan Utama
Menuju Kebijakan Promasyarakat Miskin melalui Penelitian
Lembaga Penelitian SMERU
Ragangan
Latar Belakang Tujuan Studi Pertanyaan Penelitian Metodologi Wilayah Studi Temuan Utama
1
Latar Belakang Capaian MDGs (UNDP-Bappenas, 2007): Angka kematian bayi, balita, dan ibu menurun, walaupun masih tinggi Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan: 72,41% APM dan APK untuk SD dan SMP membaik, tapi untuk SMP masih rendah
Rencana Pelaksanaan Program Dana Tunai Bersyarat: PNPM Generasi / Community-CCT Program Keluarga Harapan (PKH) / Household CCT
Perlu data baseline (kuantitatif dan kualitatif): Sebelum program dilaksanakan Dasar untuk mengukur / mengetahui efektivitas program: Membandingkan hasil evaluasi program dengan data baseline ini (di wilayah yang sama): Æ kondisi ‘sebelum - sesudah’ 2
Tujuan Mendukung survei baseline kuantitatif: Memahami ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’ program berjalan (atau tidak berjalan)
Mendokumentasikan Kondisi pelayanan dasar kesehatan ibu dan anak (KIA) dan pendidikan dasar Mengait pada program Dana Tunai Bersyarat Di wilayah ‘treatment’ dan ‘control’
Memahami: Penyebab dan faktor-faktor yang memengaruhi ketersediaan dan penggunaan pelayanan yang menjadi syarat program dan kemungkinan memengaruhi pelaksanaan program dan hasilnya
3
Pertanyaan Penelitian
Mengapa sebagian masyarakat Indonesia tidak menggunakan pelayanan dasar KIA? Mengapa sebagian masyarakat Indonesia tidak menyekolahkan anak mereka ke SD dan SMP?
Ketersediaan Penggunaan Aktor yang memengaruhi Interaksi pengguna-penyedia
Metodologi
Wawancara mendalam (15 informan per desa/ kecamatan) FGD (8 FGD / sekitar 64 rumah tangga per desa/kelurahan) Pengamatan: posyandu, SD, SMP Studi lapangan:
September - Oktober 2007
Antara 7-10 hari per desa/kelurahan 4
Wilayah Studi
2 provinsi: Jawa Barat dan NTT 4 kabupaten: Sumedang, Cirebon, TTU, TTS 1 kota: Kupang 14 kecamatan:
PNPM Generasi: 4 kecamatan PKH: 4 kecamatan Control: 6 kecamatan
24 desa/ kelurahan (12 per provinsi) Pengamatan:
18 posyandu 24 SD 12 SMP 5
Temuan Studi: KIA (1) Beberapa pernyataan menarik Sebagian besar masyarakat telah menggunakan pelayanan KIA modern: “…sudah tidak ada lagi ibu-ibu yang sama sekali tidak memeriksakan diri ke tenaga kesehatan/bidan, walaupun pada saat melahirkan dibantu ‘paraji’, namun banyak di antara mereka yang tetap melakukan pemeriksaan secara rutin” (Bidan Koordinator, Cirebon)
Alasan menggunakan dukun beranak: “kehamilan lancar-lancar saja, tidak bermasalah kalau ke dukun” “…harus jalan kaki lebih 10 km, belum lagi kalau malam, tidak ada penerangan, jalanpun terjal”
Alasan tidak diimunisasi: “takut nanti anak demam tinggi”’
Alasan tidak menimbangkan balita: “..malas ke posyandu…berat anak tidak naik-naik…timbangannya salah”
Gizi yang baik tidak selalu membuat ibu bahagia: “Kami tidak puas karena anak gizi buruk saja yang mendapat bantuan. Anak saya menang lomba bayi sehat malah tidak dapat apa-apa. Belum lagi ibu-ibu yang dapat bantuan sering kasi iri kami yang tidak dapat bantuan” (Ibu Balita, TTU) 6
Temuan Studi: KIA (2) Ketersediaan Alasan tidak dapat menyediakan pelayanan KIA secara menyeluruh:
Terpencil: jarak jauh, jalan buruk, ketiadaan transportasi NTT: Bidan desa tidak bersedia tinggal di desa (tidak tersedia fasilitas dasar, terpisah dari keluarga) Jumlah bidan desa kurang
Masalah dalam menjangkau kelompok tertentu:
Secara umum: tidak ada yang sulit dijangkau Ya, pada kasus-kasus khusus: Ketika petani sedang bekerja di ladang yang jauh dari pemukiman, Ketika nelayan sedang melaut ke luar daerah Kelompok yang mempercayai adat (antara lain se’i)
7
Temuan Studi: KIA (3) Penggunaan Alasan masyarakat tidak menggunakan pelayanan KIA modern (1): Saat hamil, melahirkan, dan setelah melahirkan: Kendala akses fisik dan keuangan
Terpencil: Jauh, jalan buruk-berbukit-becek-menyeberang sungai (tidak ada jembatan)-melewati hutan, tidak ada transportasi (bila ada mahal), tidak ada listrik (jalanan gelap dan rawan perampokan) Ketiadaan bidan desa Hanya mengandalkan posyandu, pusling, petugas puskesmas yang tidak setiap waktu ada Di sebagian wilayah, biaya melahirkan dengan bidan relatif mahal dibandingkan dengan dukun beranak Askeskin tidak mencakup semua keluarga miskin, dan kadang hanya untuk anak pertama Bekerja jauh dari pemukiman (bertani, melaut) 8
Temuan Studi: KIA (4) Alasan menggunakan bidan desa / dukun beranak Bidan desa
Dapat menangani kelahiran berisiko Peralatan lengkap Obat lengkap Anak pertama, takut dengan dukun Memberi ‘suntik sehat’ Dapat memberi rujukan ke RS Takut didenda, dilarang bidan Bila melahirkan tidak dengan bidan, takut sesudahnya bidan tidak periksa Biaya persalinan dapat ‘dicicil’ Biaya persalinan termasuk akte kelahiran, perlengkapan bayi, ditindik
Dukun beranak
Akses fisik dan keuangan terbatas Bidan tidak di tempat Malu (banyak anak) Turun-temurun Memiliki sentuhan ‘keibuan’ Berpengalaman Memiliki hubungan darah Kelahiran diperkirakan lancar Dapat meluruskan janin sungsang Memberikan ‘jampe-jampe’, do’a Melakukan upacara adat termasuk mengubur ari-ari Melakukan ‘tetobi’ (kompres air hangat) Kepercayaan ‘se’i’ (panggang) 9
Temuan Studi: KIA (5) Alasan masyarakat tidak menggunakan pelayanan KIA modern (2):
Imunisasi: tidak diimunisasi karena takut anak demam Penimbangan bayi: tidak ke posyandu karena:
Anak takut dimasukkan ke timbangan (‘dacin’) Timbangan dinilai salah Anak sakit Malas: imunisasi sudah lengkap, tidak ada PMT, tempat tidak menarik/tidak ada tempat bermain anak, biasa dijemput kader posyandu/aparat desa, jalan becek Sibuk bekerja (berjualan di pasar, melaut, panen) Tidak ada yang mengantar (ibu menjadi TKI, nenek yang dititipi sudah tua) Persepsi yang salah tentang penimbangan balita yaitu tidak ada hubungan dengan kesehatan Malu ke posyandu karena kebiasaan memiliki anak banyak (> 5) Banjir
Penanganan gizi buruk: tidak menggunakan rawat gizi karena takut bayar
10
Temuan Studi: KIA (6) Kualitas pelayanan Bidan desa desa// polindes polindes::
Sebagian besar besar pengguna pengguna puas Sebagian pengguna tidak puas puas:: karakter bidan bidan,, obat tidak manjur manjur,, pengalaman pengalaman kurang kurang,, sulit sulit dijangkau dijangkau,, bidan bidan tidak tidak ada ada di di tempat
Kader/ posyandu: Kader/posyandu:
Hampir Hampir semua semua pengguna pengguna puas puas
Puskesmas Puskesmas::
Sebagian besar pengguna tidak puas puas:: karakter pemberi pelayanan pelayanan,, antrian panjang panjang,, penerima penerima Askeskin Askeskin disepelekan disepelekan,, obat tidak manjur manjur,, obat sama rata
11
Temuan Studi: KIA (7) Penggunaan Perbedaan alasan dalam menggunakan atau tidak menggunakan pelayanan KIA moderen bagi kelompok yang berbeda:
Kelompok masyarakat terpencil: jarak jauh, jalan buruk, tidak ada transport, tidak ada bidan
Kelompok miskin: biaya pelayanan dan transportasi mahal
Kelompok petani dan nelayan: bekerja di luar pemukiman dengan membawa keluarga
Kelompok yang sudah biasa (percaya, turun-temurun) dengan dukun: bila janin diperkirakan lancar tidak perlu ke bidan, diurut saat hamil, bisa meluruskan letak janin
Kelompok dengan anak banyak: malu, biasa melahirkan sendiri (dibantu suami, keluarga)
12
Temuan Studi: KIA (8) Aktor Aktor di tingkat desa yang memengaruhi masyarakat untuk menggunakan (+) atau tidak menggunakan (-) pelayanan KIA: Aparat desa: (+)
Menerapkan denda Sumedang: denda / ‘pangloh’ (program ‘tri mitra’) bila tidak menggunakan bidan desa TTU, TTS: penerapan denda bila tidak hadir ke posyandu
Melakukan ‘sweeping’: mendatangi rumah-rumah saat posyandu, dan selalu hadir ke posyandu (Cirebon, TTU, TTS) Tokoh agama dan pemangku adat: (+) mendorong pentingnya KIA Kader posyandu: (+) aktif mengajak ke posyandu, ‘sweeping, bersama dengan bidan desa memberikan penyuluhan kesehatan PKK: (+) aktif dalam kegiatan KIA (persiapan Desa Siaga di Sumedang) Tetangga: (+) mengajak ke posyandu, memberikan informasi KIA
Suami-istri dan keluarga besar:
Jawa Barat: suami dan istri berperan dalam memutuskan (+, -) NTT: keluarga besar dan adat berperan memutuskan (+, -) 13
Temuan Studi: Pendidikan Dasar (1) Beberapa pernyataan menarik Alasan bersekolah: “membangun desa” “supaya masa depan bisa lebih baik dari orangtua” “bisa membaca dan menulis” Alasan tidak bersekolah: “…bupati su ada, desa su ada, mu ganti sapa?” Alasan tidak melanjutkan sekolah: “otak berat” “pengaruh dari teman-teman luar” “ada yang bapaknya mati…jadi dia tidak mau sekolah” “ada juga karena malu nggak bisa bayar uang buku” Alasan kadang-kadang absen bersekolah: “tidak senang dengan guru…guru jahat” “..pas panen Pak, soalnya bantuin orangtua…tidak pakai ijin sudah kebiasaan” “kalau seragam robek, sepatu basah (terkena banjir)…tidak mau sekolah” “minta uang jajan tidak kasih…alpha …tidak pi sekolah” 14
Temuan Studi: Pendidikan Dasar (2) Ketersediaan
Alasan sekolah-sekolah tidak dapat menampung dan memastikan kehadiran seluruh anak usia sekolah:
Daya tampung terbatas terutama untuk sekolah ‘favorit’ Ketiadaan sumberdaya untuk menambah daya tampung dan memperbaiki sarana dan prasarana Kasus menolak karena usia anak < 7 tahun untuk SD, tidak memenuhi syarat nilai untuk masuk SMP, atau cacat. Akses fisik: jarak jauh, jalan buruk, ketiadaan transportasi Akses keuangan masyarakat:
BOS tidak dapat mencakup biaya penunjang pendidikan seperti seragam, biaya transportasi, jajan, kecukupan nutrisi Sejak ada BOS, sulit meminta partisipasi masyarakat
15
Temuan Studi: Pendidikan Dasar (3) Ketersediaan
Kondisi guru:
Kualifikasi guru SD: bukan sarjana, tidak bisa mengajar Karakter guru: datang terlambat, tidak disiplin, galak (kadang memukul) NTT: jumlah sedikit, honorer, kekurangan guru mata pelajaran (matematika, IPA) Rumah jauh sehingga sering terlambat sehingga kualitas KBM rendah
Lingkungan yang tidak menarik untuk proses KBM:
Sarana dan prasarana sekolah kurang memadai: meja, kursi, bangunan, perpustakaan, wc NTT: ketiadaan air bersih sehingga tiap hari murid diwajibkan membawa air
16
Temuan Studi: Pendidikan Dasar (4) Ketersediaan
Masalah penyedia pelayanan/sekolah dalam menjangkau kelompok yang berbeda:
SD: tidak ada masalah SMP: Nelayan Miskin Masyarakat yang tinggal di tempat terpencil Masyarakat yang lebih mementingkan adat (NTT) Masyarakat yang tidak merasa pentingnya sekolah: tidak ada masa depan Perempuan Anak ‘bandel’ (nakal)
17
Temuan Studi: Pendidikan Dasar (5) Penggunaan: Alasan sebagian orang tua tidak menyekolahkan anak mereka:
Kendala akses fisik dan keuangan
Terpencil: jauh, jalan buruk-berbukit-becek-menyeberang sungai (tidak ada jembatan), tidak ada transportasi (bila ada mahal) Ketiadaan SMP yang dekat
Biaya penunjang sekolah: biaya transportasi, seragam, buku cetak/fotokopi, LKS, peralatan sekolah, uang jajan
Kebutuhan ekonomi lain untuk kehidupan keluarga sehari-hari: pekerja anak (nelayan, buruh, TKI, pengamen, dll)
Perempuan: tidak perlu sekolah tinggi (belis, akhirnya menikah dan mengurus rumah tangga, dll)
18
Temuan Studi: Pendidikan Dasar (6) Penggunaan: Alasan sebagian orangtua tidak menyekolahkan anak mereka: Anak tidak mau sekolah:
Ingin membantu orangtua mengalami kendala ekonomi
‘Otak berat’: rendahnya kemampuan menyerap pelajaran, sebagai akibat kurangnya asupan nutrisi
Merasa/menganggap tidak ada masa depan
Kenakalan anak (akibat pengaruh buruk lingkungan masyarakat dan kurangnya perhatian orangtua): main PS, diajak teman, narkoba, pergaulan bebas (menyebabkan kehamilan)
Kurang perhatian dari orangtua: sibuk bekerja, orangtua menjadi TKI, bapak menikah lagi, tidak menyiapkan sarapan, tidak mendampingi mengerjakan tugas sekolah 19
Temuan Studi: Pendidikan Dasar (7) Penggunaan: Perbedaan alasan dari kelompok yang berbeda di suatu desa untuk tidak menyekolahkan anak mereka:
Kelompok yang tinggal di wilayah terpencil: akses jarak dan keuangan (transportasi mahal) Kelompok miskin: akses keuangan (memenuhi penunjang sekolah) Kelompok yang mementingkan adat (TTU, TTS):
takut kehilangan harta (untuk biaya sekolah) yang akhirnya tidak diakui adat,
anak perempuan tidak suci lagi (karena tinggal di asrama) sehingga nilai ‘belis’ turun Kelompok yang tidak melihat manfaat sekolah (tidak ada masa depan) 20
Temuan Studi: Pendidikan Dasar (8) Aktor lain:
Aktor-aktor di tingkat desa yang memengaruhi orangtua untuk menyekolahkan anak mereka:
Aparat desa: (+)
Pemberlakuan denda (TTU,TTS) Rapat dengan orangtua saat kelulusan SD agar orangtua menyekolahkan anak mereka ke SMP/sederajat Memasukkan lulusan SD yang tidak melanjutkan sekolah ke Paket B
Komite Sekolah: perannya lebih banyak mencari dana untuk perbaikan gedung sekolah Tetangga: (+) mengingatkan tetangga untuk menyekolahkan anak
Interaksi sekolah dan orangtua:
Keterlibatan orangtua dalam pengambilan keputusan tentang pengelolaan SD dan SMP:
Hanya ketika rapat di sekolah saat pengambilan rapor anak Orangtua sering tidak mau/berani menyampaikan pendapat Mengatasi jarak (NTT): mendirikan ‘Sekolah Kecil’ dan menyediakan asrama di dekat SMP 21
Temuan Studi: Pendidikan Dasar (9) Kualitas pelayanan dan tingkat kepuasan Kriteria sekolah berkualitas: Pergaulan dan lingkungan di sekolah bagus, disiplin (guru dan siswa), lingkungan bagus, tingkat kelulusan tinggi, anaknya cerdas - berprestasi, menang lomba, pendidikan guru bagus, lulusannya banyak diterima di sekolah yang lebih tinggi, lulusannya banyak menjadi orang, dapat berinteraksi dengan orangtua, bangunan nyaman, prasarana memadai
Kriteria guru berkualitas: Dapat menyampaikan materi pelajaran dengan baik, banyak menerangkan (tidak hanya menulis), cara mendidik bagus, disiplin, bijaksana, kreatif, tidak sering meninggalkan kelas, tidak galak, ramah, memberi tugas kepada murid, taat agama, menjadi panutan
Tingkat kepuasan orangtua terhadap sekolah dan guru:
SD: sebagian besar orangtua tidak peduli terhadap kualitas SD karena masyarakat memilih sekolah yang terdekat SMP: sebagian besar orangtua puas Guru SD: sebagian orangtua puas, sebagian orangtua tidak puas (terlambat hadir, galak, tidak bisa mengajar, murid ditinggal) Guru SMP: sebagian besar orangtua tidak tahu, ada yang berpendapat guru tidak kreatif, tidak bisa mengajar, murid ditinggal 22
Penutup Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan program: Menjawab persoalan utama Menjangkau kelompok-kelompok khusus Melibatkan aktor pendukung utama
23
Lembaga Penelitian SMERU