STUD1 ETNOGRAFI PENGGUNA INJECTION DRUG USER (IDU) PADA KELOMPOK WARlA Dl SURABAYA Setia Pranata* dan Yusuf Ernawan**
ABSTRACT Injection Drug User (IDU) as abuse activities is one of causes to increase HIV/AIDS cases. Toprovide a holistic overview on IDU users behaviour, it needs an ethnography study This ethnography study would focuss to potrait IDU users on each community group. One of there was transvestate group. A specifis effort was conducted to get and provide profile of each IDU users, history of use, their activities and their sexual activities. Because the IDU users group was exclusively closed, so data collection were more relied on key informan. If thouroughly observed on the main problem, most influencing factor drive them to drug abuse was psychologic distress associated with their characteristics. To observe the overview on IDU users activities in transvestate group, we shoud be open-hearted in seeing the problem of drug abuse, especially not only on law enforcement aspect but also on humanistic aspect. For the reasons, it is a need to minimalize psichologic distress for IDU users presence. Withconcern to drug abuse, especially IDU users, the government should facilitate social respectable organizations to do control activities by attendanship.
Key words: ethnography, injection drug user, transvestate group
PENDAHULUAN
Dilihat dari perkembangan kasus, Injection Drug Users (IDUs) merupakan media penyebaran Human lmmune Deficiency Virus/Auto Immune Deficiency Syndrome (HIVIAIDS) yang sangat ideal. Kasus AIDS yang berhubungan dengan penggunaan IDUs, pada awalnya ditemukan sembilan kasus pada tahun 1980an di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 1981 berkembang menjadi 29 kasus, tahun 1983 menjadi 148 kasus, tahun 1986 ada 4.500 kasus dan pada tahun 1989 berkembang menjadi 26.321 kasus. Jumlah tersebut merupakan 17% dari seluruh penderita AlDS (http://www.link.med.ed.ac.uk/RIDU/ Hxidu.htm). Di beberapa negara lain, perkembangan kasus HIVIAIDS terkait dengan penggunaan IDU memperlihatkan fenomena yang relatif serupa. Saat ini 25% pemakai lDUs di Thailand, Myanmar dan India telah berperansebagai pembawa virus. Sementara itu di China, sekitar 70-80% pengguna IDU sebagai pembawa virus. Kalau dilihat dari usia, 30-40%
Peneliti Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan
" Pengajar di Program Studi Antropologi FlSlP Universitas Airlangga
b e r u s i a antara 13-19 tahun. ( s e a
[email protected]) Di Indonesia, kasus HIV/AIDS juga memperlihatkan perkembangan yang pesat. Kasus AlDS yang ditemukan pertama kali tahun 1987, kemudian berkembangmenjadi 502 kasus pada tahun 2001. Sementara itu, kasus HIV pada tahun 2001 telah mencapai 1.454. Diantara kasus HIVIAIDS tersebut, yang berhubungan dengan penggunaan IDU ditemukan 309 kasus HIV dan 104 kasus AIDS. Kondisi penggunaan Narkotika, Psikotrofin, Zat Aditif (NAPZA) di Jawa Timur, setiap tahunnya memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Data kasus penyalahgunaan Narkoba yang dapat diungkap oleh Polda Jawa Timur menunjukkan kecenderunganyang meningkatdari 94 kasus di tahun 1998 hingga 595 kasus di tahun 2002 (Kepolisian Negara RI Daerah JawaTimur, 2003) Kecenderungan ini juga tampak dari jumlah kasus yang ditangani oleh pihak yang berwenang di kota Surabaya. Sejak tahun 1998 sampai 2000, jurnlah kasus yang tercatat di
Buletin Penelitian Sistern Kesehatan-Vol. 8 No. 2 Desember 2005: 77-83
Kejaksaan Negeri Surabaya memperlihatkan jumlah yang meningkat. Studi terhadap penyalahguna narkoba suntik di Surabaya yang dilakukan oleh tim RapidAssessment and Respond RAR (2000) menunjukkan bahwa pengguna lDUs tersebar dalam hampir semua lapisan masyarakat, mulai yang menengah atas sampai kalangan menengah ke bawah. Semua kelompok pengguna CDUs bersifat tertutup terhadap masyarakat diluar kelompoknya. Kesulitan untuk mendapatkan jarum suntik mengakibatkan hampir 80% pengguna lDUs mempunyai perilaku berbagi jarum suntik dan memakai jarum suntik bekas. Terkait dengan perilaku seksual dalam kelompok IDU, ditemukan bahwa sebagian besar mereka pernah melakukan hubungan seks pranikah dan melakukannya secara bergantiganti pasangan tanpa menggunakan kondom. Mengingat kegiatan penyalahgunaan NAPZA dengan penggunaan IDU sebagaimana terpapar diatas menjadi salahsatu penyebab meningkatnya kasus HIVIAIDS, maka perlu dilakukan studi etnografi, sebagai suatu rangkaian tehnik (Tarwotjo, 1994) untuk memberikan suatu gambaran holistik tentang perilaku pengguna lDUs. Studi etnografi pengguna lDUs akan difokuskan pada potret perilaku pengguna dari tiap kelompok masyarakat yang ada, salah satunya adalah kelompok waria. Kelompok waria menjadi salah satu fokus perhatian karena saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat 8-15 ribu waria dan telah teridentifikasi adanya peningkatan kejadian HIV dari 6% di tahun 1997 menjadi 21,7% di tahun 2002. (Komisi PenanggulanganAIDS Nasional, 2002) Secara lebih spesifik studi pada kelompok waria pengguna lDUs dilakukan dalam upaya memperoleh dan memberikan gambaran tentang profil individu pengguna, sejarah penggunaan, aktivitas dalam melakukan lDUs dan aktivitas seksualnya. METODE
Mengingat eksklusifitas ketertutupan dari kelompok pengguna IDU, kemungkinan munculnya resiko yang tidak diharapkan dari para pengedar dan juga penegak hukum, maka data yang dikumpulkan dalam studi ini lebih mengandalkan pada key informan. lnforman kunci ini sengaja dipilih mereka yang berkedudukan sebagai active bearerdan juga mereka yang passive bearer. Hal tersebut dilakukan semata-
mata untuk mendapatkan akses kedalam komunitas pengguna IDU. Karena itu informan kunci dalam studi ini terdiri dari individu pengguna IDU, mantan pengguna, pembina tempat-tempat rehabilitasi, teman-teman relawan Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan khususnya yang menangani masalah NAPZA. Untuk memperoleh pengayaan data, dilakukan kegiatan observasi yang ditujukan untuk mengamati aktivitas individu dan setting lokasi yang berkaitan dengan IDU sekaligus melakukan interview mendalam. Dalam proses ini terkandung maksud learning from people. (Dyson, 2003) Mengingat kepekaan permasalahan maka proses ini dilakukan bersama dengan informan kunci agar terbina rapporl dengan subjek penelitian. Strategi sampling yang digunakan adalah snowballing sampling. Dengan metode snowball ini diharapkan dapat diperoleh subjek penelitian dan sekaligus gambaran aktivitas subjek penelitian.
Gambaran tentang Waria dan Kehidupannya Waria di kota Surabaya merupakan komunitas yang perlu untuk mendapat perhatian. Dengan ciri-ciri biologis yang dimilikinya dan penampilan yang berbeda dengan orang kebanyakan, mereka kemudian mendapatkan label tidak nornal dari masyarakat kebanyakan. Namun demikian, mereka tampaknya ingin menunjukkan pada dunia bahwa mereka juga manusia yang perlu diakui keberadaannya. Bukan kehendak mereka untuk menjadi waria. Untuk menunjukkanaktualisasi dirinya, komunitas waria di kota Surabaya memiliki lembaga yang dikenal dengan nama persatuan waria kota surabaya (Perwakos) walau pada kenyataannya tidak semua waria yang ada menjadi anggota Perwakos tersebut. Karena itu, tidak semua aktivitas individu dapat terekam oleh lembaga. Terkait dengan studi ini, tampak dengan jelas bahwa pemakaian IDU merupakan salah satu aktivitas yang bersifat privacy. Lembaga tidak tahu banyak tentang ha1 tersebut. Hal ini tampak ketika peneliti mencoba melakukan approach melalui lembaga yang diharapkan tahu banyak tentang aktivitas anggotanya. Para pengurus organisasi waria ini tidak dapat memberikan informasi tentang anggotanya yang
Studi Etnografi Pengguna Injection Drug User (Setia Pranata, Yusuf Ernawan) menjadi pengguna IDU. Gagalnya pendekatan kelembagaan, membuat peneliti memakai strategi pendekatan secara personal. Dengan cara ini kemudian diperoleh informasi tentang pengguna IDU di kelompok waria. Responden Waria yang dapat diwawancari berjumlah8 orang. Kebetulan semua responden yang berhasil diwawancarai berasal dari suku Jawa. Usia mereka berada pada kisaran usia antara 20 sampai dengan 29 tahun. Dalam rnenjalankan kehidupan sehari-hari subjek penelitian sadar bahwa kondisi secara gender adalah waria. Menyadari kondisi tersebut, mereka memutuskan untuk tidak tinggal dalam satu rumah dengan keluarganya. Mereka semua merasa kasihan terhadap keluarganya bila mereka harus tinggal bersamanya, karena itu mereka memutuskan untuk hidup mandiri di kos-kosan bersama sesama waria di lingkungan di mana orang yang dapat menerima keberadaan mereka. Ada seorang yang menyatakan bahwa kebanyakan dia tinggal di jalanan dan sekali-kalinumpang di kos-kosan temannya sesama waria. Dari segi pendidikan, seorang mengaku hanya dapat menyelasaikan SD, 4 orang tamat SMP dan 3 orang lainnya dapat tarnat SMA. Mengenai pekerjaan, 6 waria bekerja sebagai pekerja seks dan 2 lainnya rnengaku bekerja serabutan seperti mengarnen walau diakui pula bahwa pada saat-saat tertentu dia juga ngeber di jalanan. Dari pekerjaan tersebut, diakui dalam sebulan hasil yang diperoleh berkisar 350-750 ribu rupiah. Bagi waria, khususnya yang berprofesi sebagai pekerja seks, kehidupan mereka dimulai pada saat rnatahari mulai tenggelam. Pola umum dari kegiatan mereka yakni antara jam 18.00-20.00 mereka
melakukan berbagai persiapan seperti, mandi, menyiapkan perlatan yang' diperlukan sebagai kelengkapanpekerjaannyaseperti baju, sepatulsandal dan rnakan malam. Sekitar jam 20.00-21 .OO mereka mulai dandan dan pakai make-up. Baru setelah jam 21.OO mereka mulai berangkat ke tempat dimana mereka biasa mangkal. Setiap malam biasanya mereka beroperasi sampai sekitar jam 24.00. Dalam kondisi tertentu, khususnya jika merasa sedang "bete", setelah beroperasi mereka merasa perlu mencari pelarian ke tempat yang dianggap mampu menghilangkan rasa betenya seperti ke kafe dan tempat karaoke. Kondisi ini seringkali dijadikan pemicu sekaligus pembenaran bagi mereka untuk "pakai" (baca: mengonsumsi NAPZA). Pola paling sering bagi mereka mencari dan memperoleh "barang" (atau: NAPZA yang akan dikonsumsi) adalah karena ada yang mengantar ke tempat kos. Sekain itu "barang" dapat diperoleh di tempat mangkal, membeli pada waktu di kafe dan kalau terpaksa kadang mereka keluar untuk mencari "barang" tersebut. Yang jelas selama barang masih banyak di pasaran, mereka tidak kesukaran memperolehnya karena yang menjadi pengedarnya adalah teman sesama waria. Tapi bila merasa "biasa-biasa saja", rnereka lebih memilih untuk pulang ke kos-kosan dan menghabiskan waktu bersama sesarna waria. Pada situasi "normal" mereka berangkat tidur antara jam 02.00-03.00 dini hari dan baru bangun pada jam 09.00-1 0.00 pagi. Aktivitas yang dilakukan pada pagi hari kebanyakan berkaitan dengan kegiatan rutin seperti mencuci, setrika, bersih-bersih dan setelah itu baru rnenghabiskan waMu dengan sesama waria atau bersosialisasidengan masyarakat sekitar.
Tabel 1. ldentitas Waria lDUs di Surabaya tahun 2004 No. Lokasi Idu 144 Margomulyo Idu 145 Balongsari Idu 146 Wonokromo Idu 147 Balongsari Idu 148 Prapat kurung Idu 149 Kandangan Idu 150 Manukan Idu 151 Tdk tetap Keterangan: PS = pekerja seks
Usia 29 22 25 27 21 27 22 20
Profesi PS Ngamen PS Ngamen PS PS PS PS
Status lajang Lajang Lajang Lajang Lajang Lajang Lajang Lajang
Tempat Tinggal kos Kos Kos Kos Kos Kos Kos Tidak tetap
Pendidikan SMP SMP SMP SD SMP SMP SMA SMA
Buletin Penellitian Sistem Kesehatan-Vol. 8 No. 2 Desember 2005: 77-83 SeJarahPenggunaan IDU Ternyata mereka sudah cukup lama mengenal dan menggunakan IDU. Seorang mengaku baru menggunakansejak setahun yang lalu, 3 orang sudah menggunakan sejak 2 tahun yang lalu dan bahkan 4 lainnya mengaku sudah menggunakan antara 4-6 tahun yang lalu. Sebelum mereka menggunakan IDU, 3 teman waria sudah biasa mengkonsumsi minuman keras dan 5 lainnya mengaku sudah menggunakan minuman keras dan ganja. Semua mengaku bahwa yang pertama kali mengenalkan pada pemakaian IDU adalah teman sesama waria. Alasan yang mereka kemukakan saat menggunakan pertama kali mengapa pakai antara lain: Disuruh nyoba teman, katanya supaya percaya. Untuk mengikuti trendlmode. Menghilangkanstress. Sebagai pelarian dari masalah Memang kepingin nyoba seperti apa rasanya. Kepingin sesuatu yang lebih. Semua mengaku bahwa tempat dimana pertama kali menggunakan IDU adalah di tempat kos. Mereka menganggaptempat kos adalah tempat paling "aman" karena kalau terjadi "sesuatu" tidak akan ketahuan. Bagaimana pengalaman pertama menggunakan IDU dapat dilihat pada komentar yang dikemukakan oleh teman waria sebagai berikut:
"Pettama kalilihatjaromnya, agak takutjuga. Tapi setelah diajati oleh teman, akhirnya biasa juga". " Waktu petfama pakai, kepala terasa pusing dan kepingin muntah, tapi setelah itu badan terasa enteng dan sepetti mau terbangJ'. "Yang menyuntikkan saat petfama kali adalah teman karena saya tidak berani". "Prosesnya menegangkan karena lengan pake diikat-ikat terus disuntik". "Petfama kali yang saya rasakan adalah mual, pusing danjantung berdebar-debar,tapisetelah itu badan terasa ringan sekali". Aktivitas Menggunakan IDU Untuk memperoleh "barangnada beberapa cara yang dilakukan oleh responden waria, antara lain: Membeli pada pengedar yang datang ke tempat kos Titip pada teman yang juga membeli Langsung beli sendiri ke tempat bandar.
Dalam upaya memenuhi kebutuhannya itu, kalau punya uang maka dia akan membeli untuk kemudian dipakai sendiri, tapi kalau lagi pas-pasan maka dia akan membelisecara "patungan" sama teman. Namun tidak jarang dia juga "ngutang" kepada pengedar yang lagi menawarkan barangnya di tempat kosnya. Satu paket putauw dibeli dengan harga Rp50.000,OO. Ketika ditanya apakah dia tahu betapa gram berat barangyang dibelinya itu, tidak seorangpun yang tahu secara pasti. Komentar yang dilontarkan antara lain: ... nggak pernah nimbang" ...ya nggak tahu, pokoknya kita beli satu pakef" Kalau mau pakai, normalnyasatu paket biasanya dicampur dengan air sebanyak 5 mili dan digunakan untuk dua kali pemakaian. Tapi semua itu bergantung pada kondisi keuangan, kalau lagi krisis dan terutama kalau belinya secara "patungan" maka campuran aimya bisa lebih banyak yakni sekitar 8 mili. Dosis yang biasanya digunakan untuk sekali pakai adalah sekitar 2-3 mili, dimana dalam setiap minggunya mereka menggunakan sekitar 2-3 paket. Perlengkapanyang digunakan untuk IDU terdiri dari: Sendowgelas kacalplastik yang difungsikan sebagai tempat mencampur. Air sebagai bahan campuran. Tali plastiklikat pinggang sebagai alat untuk mengikat lengan. Alat suntik. Tentang alat suntik, mereka memperoleh dengan cara membeli di apotik dan toko obat terdekat. Untuk memperoleh alat suntik tersebut, mereka mengaku tidak pernah kesulitan untuk mendapatkannya. Bagian tubuh mana saja yang disuntik tampaknya masih konfensional, sementara ini hampir semua masih menyuntik di bagian lengan. Hanya ada seorang yang mengaku selain di lengan, dia juga pernah bereksperimen menyuntikkan di belakangtelinga dan di kaki. Mengenai kecepatan pengaruhnya, aia mengaku tidak terlalu banyak perbedaannya. Yang pasti kalau yang dibelakangtelinga agak merepotkan dan memerlukanbantuan orang lain, sedangkan kalau yang di kaki diakui reaksinya kurang begitu cepat. Dalam penggunaan alat suntik, ada beberapa cara yang sering mereka gunakan yakni: Ada yang digunakan untuk satu kali pakai terus di buang 'I.. 'I..
Studi Etnografi Pengguna Injection Drug User (Setia Pranata, Yusuf Ernawan) Dipakai berulang-ulangoleh satu orang Satu alat suntik dipakai bersama-sama. Tapi yang pasti, rnereka selalu menyimpan alat suntik dan juga perlengkapan lainnya di suatu tempat yang dianggapnya aman dan hanya diketahui oleh kelornpoknya sesama pemakai. Beberapa tempat yang diakui sebagai lokasi arnan untuk menyimpan perlengkapan khususnya alat suntik adalah plafon, bawah ternpat tidur dan lubang angin yang ada di kamar. Pengalaman dalam Penggunaan IDU Semua responden mengaku berlum pernah mengalami over dosis (OD). Salah satu komentar yang dikemukakan oleh responden sehubungan dengan pengalaman OD adalah:
" ..... kita kan orang melarat, tidak mungkin punya barang yang berlebihan karena itu kita tidak mungkin OD". "...... kalau OD nggak, tapi kalau kekurangan obat ya ': Mengenai pengalaman sakauw, semua responden mengaku pernah mengalaminya. Ada dua ha1yang melatar belakangi mengapa mereka sakauw. pertama adalah tidak punya uang untuk membeli barang dan kedua karena barang lagi sepi di pasaran. Gejala yang dirasakan seperti: gelisah, cemas, badan rneriang, dan kondisi terparah yang pernah dialami salah satu responden adalah badan menggigill gernetar dan tidak dapat berdiri. Bila keadaan sakauw ini terjadi maka beberapa upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi kondisi ini antara lain: Mengguyur kepala dengan air Mernakai pakaian yang tebal Minum obat (tradosik) Minurn obat untuk membantu agar dapat dan cepat tidur Pergi ke teman dengan harapan dapat memperoleh barang Menggunakan ganja Mengkonsumsi alkohol/minum sampai mabuk Mengambillmenyedot darah sendiri atau teman untuk kemudian darah tersebut dimasukkan lagi ke tubuh yang dilakukan berulang-ulang. Walau rnereka tidak puas, tapi ha1tersebut diatas dianggap sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi penderitaan akibat gejala yang dialaminya. Cukup efektif sehingga tak seorangpun mengaku pernah dibawa ke tempat pelayanan kesehatan akibat kondisi sakauw yang dialaminya itu. Semua upaya dapat dilakukan sendiri atau paling tidak dapat dilakukan oleh teman koslsesama tanpa diketahui oleh orang lain. Begitu kuatnya pengaruh adiksi yang ditimbulkan, sehingga tidak seorangpun rnengaku pernah berhenti menggunakan IDU. Kata "berhenti" bagi mereka masih sebatas pada keinginan dan belum mengarah pada tindakan. Pengalaman berurusan dengan Polisi terkait dengan penggunaan obat-obatanterlarang diakui oleh semua responden bahwa ha1itu belum pernah dialami. Tapi kalau terkait dengan operasi di tempat mangkal mereka, itu adalah ha1yang sering dialaminya. Dalam hubungannya dengan keluarga, semua merasa bahwa keluarganyatidak tahu dengan apa yang dilakukannya terutama tentang obat-obatan terlarang. Aktivitas Seksual, lnfeksi Menular Seksual (IMS) dan HIVIAIDS Karena profesi mereka sebagai pekerja seks, maka dalam kesehariannva rnereka selalu berhubungan dengan aktivitas seksual. Sadar dengan posisinya sebagai waria pemberi jasa layanan seksual yang sangat bergantung pada pelanggan, mereka tampaknya sama sekali tidak punya "bargaining position". Segala bentuk aktivitas seksual yang dikehendaki oleh pelanggan akan selalu dia penuhi. Demikian halnya dalam pernakaian kondom. Semua terserah pelanggan, mau pakai atau tidak, bukan menjadi masalah. Bagi mereka yang penting dapat uang. Ketika ditanya tentang pengalarnan perilaku seksualnya diantara jawabannya adalah sebagai berikut: " ...... macem-macem tergantung konsumennya saja, mau minta yang bagaimana kita cuma ikut saja." "...... pokoknya asik, mau depan, belakang, atas, ba wah semua oke." Dalam melakukan aktivitas seksualnya, pasangan mereka cukup bervariasi. Ada tukang becak, sopir, buruh pabrik, anak sekolahan dan juga "pegawai". Bagi mereka, semua pelanggannya dikategorikansebagai "lelaki iseng".
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan-Vol. 8 No. 2 Desember 2005: 77-83 Mengenai pengalaman terkena infeksi menular seksual, hanya dua responden yang mengaku belum pernah mengalami gejala-gejala sebagaimana IMS. Selama ini mereka mengaku belum pernah memanfaatkan tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan dokter praktek. Mereka lebih memilih untuk mengobati sendiri bila ada gejala yang mengindikasikan IMS, dengan cara membeli obat di apotik atau toko obat. Pengalaman mereka yang pernah terkena IMS menyebutkan:
" ...... pernah sekitar dubur perih saat hubungan seks". " ...... kasih supertetra saja, nanti khan sembuh". " ...... kalau ada gejala, saya langsung beli obat di apotik". Tentang HIVIAIDS, semua mempunyai persepsi bahwa HIVIAIDS adalah penyakit yang berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Bagi mereka HIVI AIDS adalah penyakit yang berhubungan dengan perilaku seks. Tidak seorangpun yang mengaitkan penularan HIVIAIDS dengan penggunaan jarum sebagaimana yang biasa mereka lakukan ketika berlDU. Gambaran pengetahuan merekatentang HIVI AIDS sekilas adalah sebagai berikut:
...... penyakit ini menyerang kekebalan tubuh". "...... yang kena penyakit ini akan kurus dan sakit"
sakitan". "...... belum ada obat untuk menyembuhkannya". " ...... penyakit yang rnenular lewat hubungan seks". " ...... katanya dapat dicegah dengan menggunakan kondom". Untuk menghindari bahaya penularan HIVIAIDS, upaya yang dilakukan oleh mereka antara lain: minum obat seperti supertera menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat pilih-pilihteman kencan makan makanan yang bergizi. Walau secara sederhana mereka tahu tentang HIVIAIDS, tapi pengetahuan ini tidak selalu ditindaklanjuti dengan perilaku seks yang aman sebagaimana dalam penggunaan kondom. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Para "waria" sudah cukup lama mengenal dan menggunakan Injection Drug User(lDU).Penggunaan
IDU merupakan tindak lanjut dari kegiatan mereka mengkonsumsi minuman keras dan ganja. Semua mengaku mengenal dan menggunakan IDU dari sesama "waria". "Barang" untuk kebutuhan injeksi diperoleh dengan cara membeli kepada pengedar, sedangkan alat suntiknya dapat diperoleh dengan mudah di apotik atau toko obat. Dalam melakukan aktifitas penyuntikan, satu alat suntik masih digunakan secara bersama dengan menyuntikkan pada lengan. Karena lemah secara finansial, selama menggunakan obat-obatan tersebut, mereka belum pernah mengalami "over dosis". Suatu kondisi yang pernah dialami dalam menggunakan IDU adalah "sakauw". Namun demikian mereka mempunyai suatu cara tertentu untuk mengatasi kondisi "sakauw"-nya. Terkena infeksi menular seksual (IMS) dianggap sebagai resiko yang harus ditanggung. Langkah pertama yang dlakukan bila mengalami gejala IMS adalah dengan mengkonsumsi obat yang dibeli di apotik atau took obat. Mengenai HIVIAIDS, mereka tahu namun belum ditindaklanjutidengan melakukan safe-sex atau seks yang aman. Saran Dengan memperhatikan gambaran aktivitas penggunaan IDU di kalangan waria, kita nampaknya harus berbesar hati untuk melihat masalah penyalahgunaan NAPZA dan secara khusus IDU tidak semata-matadari tinjauan hukum, tapi hendaknyajuga dilihat dari persoalan kemanusiaan. Kalau diperhatikan secara lebih dalain tentang akar permasalahan, faktor yang banyak mempengaruhi mereka untuk menyalahgunakan NAPZA adalah bermuara pada tekanan-tekanan psikologis terkait dengan steriotipe yang mereka sandang. Untuk itu pertama kali yang perlu dilakukan adalah meminimalisasi tekanan psikologis terhadap keberadaan mereka. Akan lebih bijak bila orang-orang yang merasa normal secara gender mau menerima mereka sebagaimana adanya. Kedua, terkait dengan penggunaan NAPZA khususnya IDU, pemerintah perlu memfasilitasi lembaga-lembaga sosial yang mereka percaya untuk melakukan kegiatan penanggulangan melalui pendampingan. Pendampingan ini dapat dilakukan dengan mengembangkan semacam terapi kelompok, di mana para relawan dari organisasitersebut bersama dengan para profesional, petugas kesehatan, aparat
Studi Etnografi Pengguna Injection Drug User (Setia Pranata, Yusuf Ernawan)
penegak hukum (kalau memungkinkan) dan pengguna NAPZA dapat duduk bersama, berbagi pengalaman dan berdiskusi untuk membuat solusi yang terbaik. DAFTAR PUSTAKA Dyson P,2003.Metode Etnografi, Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, XVI, (1) Januari: 29-38. Jawa Tirnur, Kepolisian Negara RI, 2003. Serniloka Pengembangan Model Jaringan Sistern Pelayanan Penyalahgunaan NAPZA di Sekolah, Surabaya.
Kornisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2002.Ancaman HIV/AIDS di Indonesia Semakin Nyata, Perlu Penanggulangan Lebih Nyata, Jakarta. Tim RAR Surabaya, 2000.Laporan HasilAssesrnent Cepat terhadap Penyalahguna Narkoba ~untikdi Surabaya, Resume, Surabaya. htt~://www. 1ink.rned.ed.ac,uWRIDU/Hxidu.htm. sea-aids @lists.healthdev.net.