EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOURAL THERAPY UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI PADA IDU (INJECTION DRUG USERS) YANG TERINFEKSI HIV Martina Kusumawati Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta Email:
[email protected] Abstract The research aims to observe the effectiveness of cognitive behavioral therapy to improve self-acceptance in IDU (Injection Drug Users) with HIV infection. The cognitive behavioral therapy is therapy that emphasizing the change of thoughts pattern, emotions or feelings and maladaptive behavior becomes more rational and adaptive. This therapy uses a series of behavior cognitive treatment through cognitive and behavioral combination that consist of: (a) psychoeducation, (b) self-presentation, ( c) home work, (d) thought catching, (e) reality testing, (f) positive thinking, (g) focus group discussions, and (h) relaxation. The research subjects are five IDU (Injection Drug Users s) with HIV infection. The data collection base is conducted using self-acceptance scale, interviews and observations. The research design used is The One Group Pre Test- Post Test Design. The analysis used is visual inspection analysis, quantitative analysis and qualitative analysis. The quantitative analysis with hypothesis test is usingnon-parametric Wilcoxon test to observe the existence or absence of the cognitive behavioral therapy influence to improve self-acceptance in IDU (Injection Drug Users s) whit HIV infection. The qualitative analysis is based on interviews, observations and worksheet given during therapy. The results on the effectiveness of cognitive behavioral therapy to improve selfacceptance in IDU (InjectionDrug Users s) with HIV infection indicated that there is significant improvement. According to the statistical tests results of pre-test and post-test measurement with value of Z= -2.023 and p = 0.043, p <0.05. The value also represents the post-test measurement and follow-up stated that there is significant improvement. The conclusion is the cognitive behavioral therapy can improve self-acceptance in IDU (Injection Drug Users) with HIV infection. Keywords: cognitive behavioral therapy, self acceptance, IDU (Injection Drug Users), HIV/AIDS
Sejak awal dekade 1980-an sampai dengan saat ini, penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi fenomena dan masalah baru dalam bidang kedokteran maupun ilmu-ilmu sosial (Carroll dalam Tambunan, 2000). Penyakit yang sejak berhasil diidentifikasi untuk pertama kalinya tersebut sampai saat ini telah menjadi pandemi penyakit menular yang paling serius dalam masyartakat modern, serta menjadi prioritas yang tinggi dalam agenda kesehatan dunia. Selain itu sebagai masalah kesehatan, kasus-kasus dengan penyakit ini juga dimuati oleh Jurnal Psikologi Mandiri
berbagai macam masalah psikososial dan etika. AIDS itu sendiri adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala yang timbul karena runtuhnya sistem kekebalan tubuh, akibat infeksi HIV (Human Immunodefiency Virus). HIV adalah sejenis virus perusak sel pusat sistem pertahanan tubuh, sehingga sistem pertahanan/kekebalan tubuh menjadi tidak berfungsi. Bila sistem pertahanan/kekebalan tubuh menjadi rusak, tubuh tidak lagi memiliki “benteng” sebagai pelindung terhadap berbagai macam 51
Martina Kusumawati
penyakit. Akibatnya, berbagai macam penyakit dapat bersarang di dalam tubuh. Keadaan semacam ini, pada akhirnya akan menyebabkan kematian dan penderitaan secara psikologis (Tambunan, 2000). HIV (Human Immunodefiency Virus) akan diderita seumur hidup oleh penderita dan sangat mudah menular melalui berbagai macam cara yaitu hubungan heteroseksual, baik dari laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya. Selain hal tersebut penularan HIV melalui jarum suntik biasanya pada pengguna narkoba secara bergantian dan perempuan yang terinfeksi HIV juga dapat menularkan pada anaknya selama kehamilan. Pernyataan di atas diperkuat dengan hasil wawancara dengan Bapak K, salah satu cara penggunaan narkoba membutuhkan alat bantu berupa jarum suntik. Maraknya operasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap peredaran jarum suntik mengakibatkan jumlah jarum suntik menjadi semakin sedikit dan sulit diperoleh. Menurut Bapak K yang merupakan salah satu anggota rapat yang dilakukan oleh KPAI dan BNN pada tahun 2003, hal tersebut mendorong perilaku bergantian jarum suntik yang mengakibatkan merebaknya HIV pada IDU (Injection Drug Users). Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek A yang merupakan mantan pengguna narkoba dengan jarum suntik dan terinfeksi HIV. Menurut subjek A penularan HIV dapat terjadi pada kelompok beresiko seperti para pemakai narkoba dengan jarum suntik, dimana mereka menggunakan jarum suntik yang sama dengan pengguna lain sehingga terjadi kontaminasi dalam darah dan kelompok ini yang paling banyak terkena virus HIV. Selain itu perilaku seks tidak aman atau bebas, individu yang berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan alat kontasepsi meskipun telah mengetahui terkena virus tersebut. Dampak secara fisik dari virus HIV adalah rusaknya sistem kekebalan tubuh dan penderita mudah terkena berbagai macam penyakit. Sementara dampak psikologis adalah beberapa penderita merasa dirinya 52
tidak berharga, merasa kurang percaya diri, muncul perasaan takut dan belum siap menerima keadaannya. Dari hasil wawancara tersebut, kondisi beberapa ODHA menunjukkan adanya perasaan dan pikiran bahwa mereka tidak yakin mampu menjalani kehidupan, perasaan tidak berharga, ada perasaan bersalah, tidak percaya diri dengan kondisi fisik, pikiran ditolak oleh lingkungan sekitar dan upaya membatasi bahkan menarik diri dari lingkungan. Kondisi ODHA dengan pikiran dan perasan tersebut menggambarkan bahwa mereka memiliki pandangan negatif dan rendah tentang dirinya sendiri. Dimana perasaan bahkan pikiran negatif akan muncul, karena selain dampak secara fisik pada umumnya ODHA merasakan yang lebih berat secara psikologis. Dapat disimpulkan bahwa kondisi yang di alami oleh ODHA di atas adalah kurangnya penerimaan diri. Menurut Supratiknya (1995), penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan membuka diri atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain, kesehatan psikologis individu serta penerimaan terhadap orang lain. Penerimaan diri pada ODHA adalah suatu proses yang berkelanjutan setelah positif dinyatakan terkena HIV/AIDS. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. Sementara AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu penyakit fatal yang disebabkan oleh virus penurun kekebalan tubuh manusia (HIV), biasanya ditularkan dalam hubungan seksual atau dengan menggunakan jarum suntik yang sebelumnya terinfeksi oleh orang yang positif terinfeksi HIV. Penyakit ini menurunkan sistem imun hingga ke tingkat yang membuat seseoarang akhirnya tewas karena kanker atau karena salah satu dari sejumlah infeksi yang di alami oleh Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOURAL THERAPY UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI PADA IDU (INJECTION DRUG USERS) YANG TERINFEKSI HIV
penderita (Davison, Neale, Kring, 2006). Seperti telah dipaparkan di atas bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit yang masih sulit disembuhkan. Selain karena obat yang bisa membuat penderitanya sembuh total belum ditemukan hanya terapi obat yang menekan jumlah virus yang tersedia, sementara laju penularan virusnya juga sangat cepat. Terlepas dari kemajuan terapi obat terdapat kesepakatan luas bahwa sejauh ini strategi terbaik adalah pemberian psikoterapi baik melalui perubahan perilaku (behavioural therapy) maupun terapi psikologi yang berkaitan dengan kognitif (Davison, Neale, Kring, 2006). Berdasarkan wawancara lebih lanjut dengan subjek D, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh ODHA dalam kaitannya untuk meningkatkan penerimaan diri adalah memberikan dukungan kelompok. Dukungan kelompok ODHA ini berupa kunjungan rumah, kunjungan rumah sakit dan pertemuan rutin. Kunjungan rumah dan kunjungan rumah sakit dilakukan ketika ada ODHA yang mengalami masalah baik kesehatan fisik maupun psikis. Salah satu psikoterapi yang dapat diberikan kepada ODHA yang IDU adalah dukungan sosial. Menurut Jacobson (dalam Orford, 1992) dukungan sosial adalah salah satu bentuk tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa individu dihormati, dihargai, dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberikan perhatian dan keamanan. Terapi ini dapat berjalan jika terdapat kerjasama yang baik antara beberapa pihak antara lain keluarga, lingkungan sekitar dan LSM terkait, hal tersebut juga yang menjadi keterbatasan dalam terapi dukungan sosial. Menurut Wrastari dan Handadari (2003) terapi untuk meningkatkan penerimaan diri adalah NLP (Neuro Linguistic Programming). NLP salah satu terapi kognitif yang merupakan salah satu cara membuat seseorang dapat mampu untuk memetakan semua proses yang terjadi di dalam otaknya (didasarkan pada Jurnal Psikologi Mandiri
pengalaman-pengalamannya) adalah dengan memprogram fungsi neuro-nya (otak) dengan menggunakan bahasa (linguis). Setelah kedua proses terjadi, maka selanjutnya seseorang akan berusaha untuk belajar bereaksi tertentu pada suatu situasi tertentu, dan membangun pola-pola otomatis atau program-program, yang terjadi di sistem neurologi maupun di sistem bahasa kita (ini yang disebut dengan istilah programming). NLP (Neuro Linguistic Programming) telah diberikan kepada penyandang cacat tubuh namun terdapat kelemahan yaitu tidak mudah untuk melakukan standarisasi dalam terapi NLP (Neuro Linguistic Programming). Terapi yang lain adalah cognitive behavioural therapy. Cognitive behavioural therapy merupakan gabungan beberapa teknik terapeutik yang tidak hanya terfokus pada perilaku tetapi juga kesalahan berpikir dan kognisi (Nevid, Rathus, Greene, 1997). Cognitive behavioural therapy memiliki asumsi bahwa pola berpikir dan keyakinan mempengaruhi perilaku dan perubahan pada kognisi ini dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan. Salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk mengubah pola pikir, perasaan dan perilaku yang maladaptif menjadi adaptif adalah cognitive behavioural therapy. Dimana cognitive behavioural therapy ini pada dasarnya akan mempengaruhi perasaan dan perilaku kita, pemikiran yang negatif dan tidak realistis akan menyebabkan distres dan berpengaruh pada pengambilan k e p u t u s a n (http://wikipedia.org/wiki/cognitivebehavi oraltherapy, Maret 2013). Adapun dasar pemilihan cognitive behavioural therapy dalam penelitian ini yang pertama adalah sesuai dengan masalah penerimaan diri pada ODHA dimana terdapat skema kognitif yang negatif ataupun munculnya distorsi kognitif dengan karakteristik berupa perasan dan pikiran bahwa mereka tidak yakin mampu menjalani kehidupan dan perasaan tidak berharga. Proses kognisi akan mempengaruhi seseorang dalam 53
Martina Kusumawati
berperilaku. Proses kognisi ini akan menjadi faktor penentu dan menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Alasan kedua adalah pikiran, perasaan dan tingkah laku saling berhubungan secara kasual atau saling berpengaruh. Dengan demikian pendekatan yang digunakan harus dapat mengatasi kecenderungan yang dialami oleh ODHA yang kurang dalam penerimaan diri dalam hal ini sudah muncul perilaku seperti marah, membatasi pergaulan bahkan menarik diri. Cognitive behavioural therapy dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk kelompok terapi dengan pertimbangan bahwa terapi kelompok membantu individu mengurangi isolasi sosial, memperoleh dukungan, motivasi, membangun lingkungan yang aman untuk menguji pemikiran dan perilaku melalui masukan perspektif dari anggota lain, mencontoh dan mempelajari bagaimana strategi yang diterapkan anggota lain. Sesuai dengan konsep Yalom (Bieling, Mccabe & Antony, 2006) yang mendeskripsikan sembilan faktor terapeutik yang relevan yang disediakan oleh kelompok dan bagaimana tiap faktor dapat dikembangkan dalam lingkungan kelompok untuk menghasilkan perubahan. Sembilan faktor tersebut adalah penanaman harapan, universality, memberi atau menanamkan informasi, altruisme, rekapitulasi korektif dari kelompok keluarga utama dan pembelajaran interpersonal, perkembangan teknik-teknik sosialisasi, perilaku meniru, kohesi kelompok, dan katarsis. Cognitive behavioural therapy merupakan kombinasi strategi kognitif dan perilaku. Konsep dasar terapi ini adalah bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisirespon, yang saling terkait dan membentuk jaringan dalam otak. Terapi lain seperti terapi kognitif tidak dipilih oleh peneliti dikarenakan terapi NLP (Neuro Linguistic Programming) hanya menfokuskan pada perubahan skema kogntif dan kurang tidak berperan dalam mengubah perilaku yang maladaptif pada ODHA, begitu pula dengan 54
terapi dukungan sosial yang hanya menangani gejala-gejala yang terlihat dari luar saja dan tidak menangani akar permasalahan yang sebenarnya sehingga kondisi tersebut dapat memungkinkan terulang kembali gangguan yang dialami individu tersebut. Menurut Nevid (1997), cognitive behavioural therapy merupakan gabungan beberapa teknik terapi yang tidak hanya berfokus pada perilaku tetapi juga kesalahan berpikir dan kognisi, sehingga peneliti ingin melakukan penelitian mengenai efektivitas terapi kognitif perilaku untuk meningkatkan penerimaan diri pada IDU (Injection Drug Users) yang terinfeksi HIV. Cognitive behavioural therapy merupakan hasil dari evolusi pemikiran dari beberapa tokoh seperti Aaron Beck, Albert Ellis dan Donald Meichenbaum secara bertahap dalam ilmu psikologi yang dimulai sebagai reaksi dari teori psikoanalisa yang mendominasi psikologi klinis dan psikiatri pada tahun 1960an. Teori behavior atau perilaku yang muncul pada tahun 1960an dan awal tahun 1970an memiliki asumsi bahwa perkembangan dan pemeliharaan perilaku mengacu pada prinsip-prinsip belajar. Cognitive behavioural therapy berusaha untuk mengintegrasikan teknikteknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu untuk melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata, tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya. Te o r i c o g n i t i v e b e h a v i o r y a n g dikembangkan oleh Aaron Beck yang berfokus pada proses pikir dan emosi klien, terapis mengkonfrontasi pikiran dan emosi yang salah dengan memodifikasi proses berpikir klien terhadap masalah yang dihadapinya. Terapis diharapkan mampu membantu klien untuk mencari keyakinan yang bersifat dogmatis dalam diri klien dan secara kuat dicoba untuk menguranginya (Sundberg, 2007). Pendekatan dalam cognitive behavioural therapy juga menggunakan model psikoedukasi, menekankan pada Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOURAL THERAPY UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI PADA IDU (INJECTION DRUG USERS) YANG TERINFEKSI HIV
peran tugas rumah, menempatkan tanggung jawab pada klien untuk secara aktif mengikuti terapi baik selama proses terapi ataupun diluar terapi,memberikan gambaran tentang proses kognitif dan strategi perilaku untuk menciptakan perubahan, sehingga terapi tepat digunakan untuk social problem solving. Menurut D'Zurilla (dalam Sundberg, 2007) bahwa intervensi dan prevensi klinis berdasarkan asumsi bahwa social problem solving berkorelasi positif dengan kompetensi sosial dan berkorelasi negatif dengan psikopatologi atau perilaku maladaptif. Hal ini juga diasumsikan bahwa latihan ketrampilan mengatasi masalah akan meningkatkan kompetensi sosial dan membantu mengurangi perilaku maladaptif serta membantu orang mengatasi stres dan masalah-masalah baru. Masalah kesehatan dalam kehidupan kita sangat menarik perhatian, setiap hari bahkan setiap saat. Berita-berita mengenai timbulnya penyakit baru, yang belum ditemukan penanggulangannya, pengobatan, bahkan penyebabnya, sangat mencemaskan kita semua Penyakit kronis yang telah lama merupakan tantangan di bidang kesehatan, seperti penyakit kanker, penyakit jantung, diabetes dan hepatitis, ditambah lagi munculnya virus HIV/AIDS yang masih merupakan masalah baru, semua itu merupakan sumber stres/stresor yang tak dapat diabaikan. Sehat menjadi idaman, bahkan dambaan setiap orang dan perlu disadari, bahkan sehat dan sakit dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, antara lain kondisi fisik, latihan fisik, kondisi makan, kondisi stres, hubungan sosial, gaya hidup, pola perilaku, penyesuaian diri dan penerimaan diri (Partosuwido, 1995). Cronbach (1963) menjelaskan bahwa penerimaan diri merupakan karakteristik yang ada pada seseorang dimana orang tersebut menyadari dan menerima bahwa dirinya memiliki keterbatasan, kelemahan dan ketidaksempuraan namun mampu mampu menjalani kehidupannya. Sejalan dengan Jurnal Psikologi Mandiri
Helmi (1998) yang menyatakan penerimaan diri yang baik adalah sejauhmana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani keberlangsungan hidupnya. Sikap penerimaan diri ditunjukkan oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihan-kelebihannya sekaligus kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan yang terus menerus untuk mengembangkannya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada ODHA mantan pengguna narkoba jarum suntik menjelaskan bahwa mereka merasa tidak mampu menghadapi kehidupan, tidak berharga, merasa dirinya lebih rendah dari orang lain, tidak mampu memikul tanggung jawabnya dan membatasi pergaulan. Hal ini menunjukkan bahwa OHDA tersebut tidak memiliki penerimaan diri yang baik. Sarafino (2002) yang telah melakukan penelitian dan wawancara terhadap orangorang yang terinfeksi HIV/AIDS menjelaskan bahwa mereka mengalami beberapa masalah seperti penolakan, marah dan penerimaan diri. Pada penelitian ini cognitive behavioural therapy yang akan dilakukan untuk meningkatkan penerimaan diri pada ODHA mantan pengguna narkoba jarum suntik, komponen yang akan diberikan adalah psikoedukasi, self presentation, tugas rumah (home work), thought catching, testing realitas, berpikir positif, FGD (focus group discussion) dan relaksasi. Adapun alasan diberikan psikoedukasi dalam terapi ini adalah untuk pengetahuan dan pemahaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Pemberian tugas rumah (home work) adalah untuk memonitoring perunahan yang ada pada subjek penelitian dan melatih kemampuan atau ketrampilan yang telah diberikan saat proses terapi. Subandi (2003) menjelaskan thought catching adalah penangkapan pikiran untuk memantau dan merekam atau memunculkan dialog pada diri sendiri saat dihadapkan pada situasi apapun, thought catching juga akan dimanfaatkan pada 55
Martina Kusumawati
proses selanjutnya yaitu testing realitas yang akan menggugurkan pikiran negatif dan mengubah serta mengganti pikiran menjadi positif. Komponen lain adalah focus group discussion (FGD) dalam bentuk terapi kelompok dimana para subjek saling memberikan motivasi dan dukungan terhadap langkah-langkah yang akan dilakukan dalam situasi tertentu dimana individu harus dapat menentukan sikapnya tanpa menyinggung orang lain. Terakhir adalah teknik relaksasi yang bertujuan untuk membuat subjek merasa lebih rileks dan mengurangi perasaan tidak nyaman. Pelaksanaannya akan dilakukan dalam lima sesi per sesinya 60-150 menit selama empat kali pertemuan dan setiap minggunya akan dilakukan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama sampai dengan ketiga akan dilakukan proses terapi dan pada pertemuan keempat akan dilakukan follow up untuk mengetahui sejauhmana pengaruh cognitive behavioural therapy dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, judul penelitian yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah ”efektivitas cognitive behavioural therapy untuk meningkatkan penerimaan diri pada IDU (Injection Drug Users) yang terinfeksi HIV”. METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Sumber data yang digunakan dalam penelitian pada ODHA dengan beberapa karakteristik tertentu dengan berbagai pertimbangan seperti : a. Pengguna narkoba jarum suntik (Injection Drug Users) b. Subjek pada fase denial sudah mengisi skala penerimaan diri dengan hasil menunjukkan berada pada kategori rendah atau sedang. c. Terdeteksi infeksi HIV antara 6 bulan 2 tahun d. Pendidikan minimal SMU dengan alasan pada cognitive behavior therapy akan diberikan psikoedukasi sehingga kemampuan secara kognitif dalam hal 56
pemahaman dibutuhkan. e. Usia minimal 20 tahun dengan alasan
jumlah kasus AIDS terbanyak pada rentang usia 20-29 tahun dan 30-39 tahun seperti yang telah dipaparkan pada bab I. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah The One Group Pre-test – Post-test Design yaitu sebuah rancangan yang digunakan dengan cara memberikan perlakuan pada jangka waktu tertentu serta mengukurnya dengan tes sebelum (pre-test) dan sesudah (posttest) perlakuan dilakukan. Pada paradigma ini terdapat pra tes sebelum diberi perlakuan sehingga hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan (Cook & Campbell, 1979). Rancangan ini dipilih karena pada penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok yang akan diberikan perlakukan. Pre-test dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan diri sebelum diberikan perlakukan atau terapi. Post-test digunakan untuk kembali perubahan yang mungkin terjadi pada tingkat penerimaan diri ODHA pengguna narkoba jarum suntik setelah mengikuti seluruh proses cognitive behavioural therapy. Berikut rancangan penelitiannya: Tabel 1. Rancangan Penelitian
Pretest T1
Treatment X
Posttest T2
Follow Up T3
Keterangan : T1 = Pengukuran Pre-Test T2 = Pengukuran Post-Test T3 = Pengukuran Follow Up X = Perlakuan
Pengumpulan Data Menurut Bungin (2007) metode pengumpulan data dilakukan melalui beberapa hal antara lain adalah penentuan sampel, pembuatan quesioner, dan teknik wawancara. Menurut Gray, Williamson, Karp, Dalphin, 2007) metode pengumpulan Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOURAL THERAPY UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI PADA IDU (INJECTION DRUG USERS) YANG TERINFEKSI HIV
data terdiri dari observasi, alat ukur, dan rekaman informasi. Ada 3 cara metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tentang efektifitas cognitive behavioural therapy untuk meningkatkan pada ODHA pengguna narkoba jarum suntik : a. Observasi dan Wawancara Observasi yang digunakan adalah observasi eksperimental, dimana observer melakukan pengamatan pada saat subjek dalam situasi eksperimental atau diberikan perlakuan. Sedangkan pencatatan observasi menggunakan anecdotal record, yaitu pencatatan segera semua perilaku yang ditunjukkan oleh subjek, baik selama proses eksperimen maupun wawancara. Wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, dimana terdapat interview guide yang digunakan oleh peneliti, namun cara penyajiannya bersifat fleksibel disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kebijaksanaan interviewer. Wa w a n c a r a d i l a k u k a n p a d a s a a t pengumpulan data awal dan pada saat melakukan follow up kepada subjek setelah diberikan tritmen. Adapun pertanyaan yang akan diberikan adalah (a) bagaimana perasaan subjek saat positif terinfeksi HIV, (b) bagaimana reaksi subjek saat positif terinfeksi HIV, (c) bagaimana reaksi lingkungan subjek saat positif terinfeksi HIV, seperti keluarga, teman, dan lingkungan sekitar, (d) apa pengaruh penyakit HIV baik secara psikis, fisik, dan kehidupan sosial, (e) upaya yang telah dilakukan, (f) harapan subjek. b. Pembuatan Quensioner Salah satu metode pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan quesioner yang berupa skala penerimaan diri (Sari, 2002) yang telah dimodifikasi disesuaikan dengan pada kondisi subjek pada penelitian ini berdasarkan teori Sheerer yang sudah memenuhi syarat validitas dan reabilitas. Penggunanaan skala penerimaan diri (Sari, 2002) adalah untuk mengetahui tingkat penerimaan diri ODHA pengguna narkoba jarum suntik. Jurnal Psikologi Mandiri
Intervensi Desain perlakuan yang diberikan mengacu pada konsep cognitive behavioural therapy, yaitu mengubah pola pikir, emosi atau perasaan dan perilaku yang maladapitif menjadi lebih rasional dan adaptif. Peneliti akan menggunakan kombinasi dari beberapa teknik cognitive behavioural therapy yang berisi psikoedukasi, self presentation, self monitoring, home work, thought catching, berpikir positif, FGD (focus group discussion) , testing realitas dan relaksasi yang akan dilakukan dalam empat kali pertemuan. Dengan keterangan sebagai berikut ini: a. Perkenalan dan psikoedukasi tentang terapi yang akan diberikan, pada sesi ini termasuk pemberian pre-test dan perkenalan terapis serta observer. b. Psikoedukasi tentang penerimaan diri dan HIV/AIDS c. Self presentation, home work, self monitoring, thought catching, berpikir positif, FGD (focus group discussion), testing realitas dan relaksasi. d. Evaluasi dan terminasi dimana pemberian post-test dan penguatan oleh terapis dengan mengevaluasi semua sesi, diharapkan peserta mempraktekkan dalam kehidupannya dan dapat menjalani hidup lebih baik. e. F o l l o w u p u n t u k m e n g e t a h u i sejauhmana pengaruh sejauh mana pengaruh terapi kognitif perilaku pada klien dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian terapi akan dilakukan sebanyak lima sesi dalam empat kali pertemuan, dimana setiap pertemuan akan dilakukan selama 60-150 menit. Follow up akan dilakukan pada pertemuan keempat dengan jarak satu bulan dari pertemuan ketiga. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan penelitian dengan menggunakan cognitive behavioural therapy untuk meningkatkan penerimaan diri pada mantan 57
Martina Kusumawati
pengguna narkoba dengan jarum suntik yang terinfeksi HIV dari suami adalah dengan menggunakan standar skoring skala penerimaan diri telah diciptakan dan diujicobakan oleh Sari (2002) untuk melihat tingkat penerimaan diri yang dialami oleh individu. Analisis kuantitatif untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis statistik Non-Parametric Wilcoxon untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara sebelum diberikan perlakuan (pretest), sesudah perlakuan (post-test) dan tindak lanjut (follow up) dalam sebuah kelompok. Analisis data menggunakan SPSS for Windows versi 16.0 (Santoso, 2008). Peneliti juga akan menggunakan analisis data dengan analisa visual atau visual inspection yaitu analisis yang menginterpretasikan hasil melalui data grafik secara akurat dan bermakna dengan melihat perubahan perilaku yang terjadi dan melihat hubungan perubahan perilaku dengan pemberian intervensi (Coopper, Heron & Heward, 1987). Analisis kualitatif akan dilakukan dalam penelitian ini yang bertujuan untuk melihat reflektif dan menjelaskan dinamika psikologis proses cognitive behavioural therapy yang terjadi pada masing-masing subjek yang mendukung hasil standar skala penerimaan diri yang telah didapat dari masing-masing subjek. Analisis data secara kualitatif dilakukan berdasarkan hasil observasi, wawancara, hasil skor skala penerimaan diri, lembar kerja dan tugas rumah. HASIL PENELITIAN Analisis Visual Inspection Analisa visual inspection adalah berupa grafik, dimana grafik ini akan menyajikan data subjek dalam penelitian mengenai efektifitas cognitive behavioural therapy untuk meningkatkan penerimaan diri pada IDU (Injection Drug Users). Berikut adalah data hasil peningkatan penerimaan diri subjek berdasarkan skala penerimaan diri yang telah diberikan pada saat pre-tes, post-test dan follow up : 58
Grafik 1. Hasil Skor Skala Penerimaan Diri Subjek Penelitian Grafik di atas menunjukkan perbandingan adanya perubahaan penerimaan diri pada tiap-tiap subjek penelitian pada saat pre-test, post-test, dan follow up. Perubahan penerimaan diri yang signifikan dapat dilihat melalui perubahan skor penerimaan diri yang diperoleh oleh subjek penelitian. Analisis Kuantitatif Data penelitian di bawah ini mendeskripsikan hasil yang diperoleh dari 5 subjek penelitian. Data tersebut merupakan hasil dari pengukuran awal (pre-test), pengukuran akhir (post-test) dan pengukuran ulang (follow-up). Deskripsi data subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Deskripsi Statistik Penerimaan Diri Total
Skor
Pre-Test PostTest Follow Up
Subjek SH 30 (Rendah)
Subjek EA 28 (Rendah)
Subjek DI 50 (Sedang)
Subjek LD 34 (Rendah)
Subjek DA 33 (Rendah)
50 (Sedang)
36 (Sedang)
71 (Tinggi)
64 (Sedang)
46 (Sedang)
63 (Sedang)
46 (Sedang)
76 (Tinggi)
75 (Tinggi)
50 (Sedang)
175 267 310
Berdasarkan perolehan skor dan kategori pada tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian memiliki tingkat penerimaan diri yang tergolong rendah dan sedang. Setelah diberikan cognitive behavioural therapy, diketahui adanya peningkatan penerimaan diri pada subjek, hal ini dapat dilihat dari skor yang diperoleh dan peningkatan tingkat penerimaan diri Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOURAL THERAPY UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI PADA IDU (INJECTION DRUG USERS) YANG TERINFEKSI HIV
atas menunjukan adanya peningkatan skor post-test penerimaan diri setelah pemberian cognitive behavioural therapy. Pada hasil tindak lanjut (follow Up) atau pengukuran ulang kepada subjek penelitian setelah satu bulan mendapatkan cognitive behavioural therapy diketahui tidak ada penurunan penerimaan diri berdasarkan kategori. Dan terdapat satu subjek yang mengalami peningaktan penerimaan dari tingkat sedang ke tingkat tinggi. Hipotesis dalam penelitian ini adalah cognitive behavioural therapy memiliki efektivitas dalam meningkatkan penerimaan diri pada IDU (Injection Drug Users) yang terinfeksi HIV. Ada peningkatan penerimaan diri pada subjek penelitian antara sebelum dan sesudah diberikan terapi kognitif perilaku. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik Non-Parametric Wilcoxon. Hasil analisis data dengan uji 2 related sample Wilcoxon terdapat pada tabel di bawah ini : Rangkuman Uji statistik NonParametric Wilcoxon Pengukuran Pre test-Post test Post testFollow up
Z 2,023 2,023
p 0,043
Keterangan Signifikan
0,043
Signifikan
Pada tabel 11 menunjukkan bahwa pada pre-test dan post-test ada perbedaan penerimaan diri yang signifikan pada subjek penelitian, hal ini ditunjukkam dengan nilai Z= -2,023, p=0,043 (p<0,05). Pada post test dan follow up ada perbedaan penerimaan diri pada subjek penelitian, hal ini ditunjukkan dengan Z= -2,023, p=0,043. Dari hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan penerimaan diri yang signifikan setelah diberikan terapi pada subjek penelitian dab ada perbedaan penerimaan diri pada subjek setelah dilakukan follow up. Analisis Kualitatif Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah cognitive behavioural Jurnal Psikologi Mandiri
therapy berhasil meningkatkan diri pada IDU (Injection Drug Users) yang terinfeksi HIV. Hasil penelitian ini secara umum menemukan bahwa cognitive behavioural therapy mampu membantu IDU yang terinfeksi HIV dalam meningkatkan penerimaan diri. Hasil analisa statistik terhadap uji hipotesis menyatakan adanya perbedaan yang signifikan pada tingkat penerimaan diri pada subjek setelah mendapat cognitive behavior therapy. Pada saat pengukuran ulang (Follow Up) terlihat juga peningkatan penerimaan diri pada subjek. Berdasarkan hasil dari berbagai analisa yang dilakukan, secara analisa visual inspection, analisa kuantitatif dan analisa kualitiatif ditemukan adanya peningkatan penerimaan diri pada IDU yang terinfeksi HIV. Peningkatan penerimaan diri tidak terjadi secara dramatis namun secara bertahap, karena adanya insight dan proses pengenalan serta pembelajaran mengenai ketrampilan baru selama terapi. Peningkatan yang dialami oleh subjek penelitian dipantau melalui pre-test, posttest dan follow up. Banyak proses yang dialami oleh subjek penelitian sehingga di awal terapi, baik terapis dan subjek berusaha menjalin rapport yang baik untuk memberikan rasa nyaman dan aman selama terapi berlangsung. Secara analisa visual inspection yang didapatkan dari hasil pre-test, post-test dan follow up menunjukkan adanya peningkatan penerimaan diri dengan hasil yang beragam. Pada pre-test, terdapat empat dari lima subjek yang berada pada kategori penerimaan diri rendah dan satu subjek berada pada kategori penerimaan diri sedang. Subjek dengan kategori penerimaan diri sedang adalah DI, diketahui dari hasil wawancara yang telah dilakukan DI mengaku bahwa dirinya mempunyai kesadaran akan resiko sebagai IDU (Injection Drug Users), yaitu dapat dengan mudah terinfeksi HIV. Berbeda dengan subjek-subjek yang lain, kurang adanya kesadaran tentang resiko menjadi IDU. Faktor lain yang berkaitan adalah dukungan 59
Martina Kusumawati
orang terdekat, DI mengaku bahwa dirinya mendapatkan dukungan dari orang terdekat yaitu pacar. DI mempunyai keberanian untuk “open status” dengan pacarnya dan mendapatkan respon yang baik, berbeda dengan kondisi yang dialami oleh DA yang berada pada kategori penerimaan diri rendah. DA menceritakan bahwa dirinya mengalami penolakan bahkan perceraian dengan orang terdekatnya (isteri) ketika DA berusaha untuk “open status”. Sehingga dapat dikatakan bahwa dukungan dari orang terdekat juga memberikan pengaruh terhadap penerimaan diri pada subjek penelitian. Temuan lain pada analisa visual inspection adalah terdapat dua subjek yang berada pada kategori penerimaan diri tinggi setelah mengikuti cognitive behavioural therapy, dua subjek tersebut adalah DI dan LD. Dari data yang ada diketahui bahwa kedua subjek ini memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi (mahasiswa strata-1) dibandingan dengan tiga subjek yang lain (lulusan SMA). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa latar belakang pendidikan ikut berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan diri. Secara analisa kualitatif ditemukan bahwa masalah-masalah yang seringkali dialami oleh subjek penelitian mulai menemukan cara penyelesaiannya. Permasalahan seperti perasaan tidak mampu menjalani masa depan, perasaan tidak berharga, tidak percaya diri, menarik diri dari lingkungan dan stigma negatif dari masyarakat terhadap IDU yang terinfeksi HIV. Permasalahan tersebut diatasi dengan cara berpikir positif, subjek LD dan SH mengaku ketika mereka berpikir secara positif maka harapan-harapan akan tercapai. Menurut SH, berpikir positif juga memberikan pengaruh terhadap kesehatannya dan aktivitasnya. DI dan LD mengutarakan mampu menumbuhkan kepercayaan diri dan mereka yakin mampu untuk melanjutkan kuliahnya lagi yang sempat tertunda. Ada keinginan dari beberapa subjek yang akan mengikuti VCT dan ARV. Semua subjek mengaku telah 60
berusaha untuk membuka diri terhadap lingkungan dan mau bersosialisasi seperti orang pada umumnya. Dari beberapa keberhasilan subjek yang mengikuti terapi, yaitu SH dan LD adalah dua orang subjek yang terlihat secara sungguh-sungguh mengikuti apa yang telah diajarkan selama terapi. Peningakatan perilaku yang dialami, dibuktikan dengan berkurangnya perasaan gelisah, cemas dan pola tidur yang membaik. Di awal terapi semua subjek penelitian mengaku mengalami kekhawatiran, kecemasan, gelisah dan ada masalah pola tidur, tetapi yang berhasil mengalami peningkatkan hanya SH dan LD. Mereka berdua melatih (melakukan di rumah) apa yang diajarkan dalam hal ini adalah relaksasi selama terapi sedangkan tiga subjek lain tidak melakukannya. Keberhasilan terapi ini sangat didukung oleh kemauan dan keseriusan para subjek selama mengikuti terapi. Selain dari faktor internal, terdapat pula faktor lain yang berpengaruh selama proses terapi yaitu kegiatan yang dilakukan melibatkan subjek secara aktif dengan mengerjakan lembar kerja dan tugas rumah. Walaupun selama mengerjakan lembar kerja menimbulkan kebosanan, namun subjek diajak secara langsung untuk berpikir dan mengenali dirinya sendiri, sehingga mereka tidak berperan pasif selama proses terapi. Latar belakang pendidikan, dukungan orang terdekat dan pengetahuan yang berhubungan dengan penyakit yang diderita merupakan faktor eksternal yang mempunyai pengaruh terhadap peningkatan penerimaan diri. Faktor ekternal lainnya adalah proses terapi ini dilakukan secara berkelompok, yaitu dengan lima orang yang positif terinfeksi HIV yang tertular melalui narkoba dengan jarum suntik. Hal ini berpengaruh dalam peningkatan penerimaan diri pada subjek karena mereka tidak merasa sendiri mengalami permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan. Hal ini membuat mereka bisa lebih terbuka selama proses terapi Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOURAL THERAPY UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI PADA IDU (INJECTION DRUG USERS) YANG TERINFEKSI HIV
dilakukan. Adanya keterbukaan sangat membantu dalam proses terapi, karena subjek dapat saling belajar dan memiliki banyak referensi untuk bisa mengenal pikiran dan perasaan dari suatu perilaku yang mereka lakukan. Sejalan dengan Yalom (Bieling, Mccabe & Antony, 2006) yang menyatakan bahwa dalam terapi kelompok, memungkinkan individu untuk memperoleh dukungan, motivasi dan dapat membangun lingkungan yang aman untuk menguji pemikiran dan perilaku melalui masukan perspektif dari anggota lain, serta untuk mencontoh dan mempelajari bagaimana strategi yang diterapkan anggota lain. Dinamika kelompok yang terjadi dimana terdapat saran langsung dari terapis maupun dari anggota kelompok lain dapat membangun informasi baru dan berguna bagi partisipan, baik untuk menemukan distorsi kognitif yang dialami maupun untuk mencari strategi kompensasi sehingga dapat meningkatkan regulasi diri partisipan. Adanya pengaruh dari tahapantahapan terapi yang diberikan kepada subjek saling terkait memberikan kemudahan para subjek penelitian untuk lebih memahami maksud atau tujuan dari cognitive behavioural therapy. Sehingga manfaat dari cognitive behavioural therapy dapat dirasakan subjek penelitian secara langsung. Adapun masalah yang selama ini dirasakan oleh subjek seperti merasa tidak mampu menjalani masa depannya, merasa tidak percaya diri, menarik diri dari lingkungan, mengalami kecemasan, mengalami gangguan tidur, hal-hal yang bersifat negatif tersebut apa akhirnya menghilang dan berganti dengan hal-hal yang positif. Penelitian yang di lakukan oleh Leake, dkk (1999) menyatakan self presentation cukup efektif dalam meningkatkan penyesuaian diri, belajar untuk menerima pendapat, belajar mendengar, dan membeikan umpan balik yang tidak lain merupakan relfeksi dari masalah yang sedang dihadapi. Penelitian tesebut memperkuat bahwa cognitive behavioural therapy yang diberikan kepada IDU yang positif terinfeksi HIV/AIDS Jurnal Psikologi Mandiri
dapat mengatasi masalah yang mereka alami baik dari segi kognisi, afeksi maupun perilaku. Dalam tahapan self presentation, subjek diajak untuk menggambarkan atau mempresentasikan dirinya baik kelebihan maupun kekurangnya kemudian dilakukan testing realita. Di awal terapi masih ditemuakan perasaan dan pikiran negatif yang dialami oleh subjek penelitian, sehingga diminta untuk menemukan buktibukti nyata tentang apa yang mereka alami. Testing realita disini dimaksudkan untuk menggugurkan perasaan dan pikiran negatif dengan bukti-bukti nyata dan menggantinya dengan pikiran yang positif. Peale (1977) menjelaskan bahwa berpikir positif adalah memandang segala persoalan yang muncul dari sudut pandang yang positif karena dengan berpikir positif individu mempunyai pandangan bahwa setiap hasil pasti ada pemecahannya dan suatu pemecahan yang tepat diperoleh melalui proses intelektual yang sehat. Tahapan ini dapat mengubah cara pandang ODHA agar mendapatkan menyikapi masalah dengan cara positif guna meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Ada perasaan tidak berharga yang muncul pada subjek penelitian, biasanya individu yang merasa dirinya tidak berharga atau dengan harga diri rendah mempunyai kecenderungan memandang dirinya maupun lingkungan secara negatif. Hal ini dialami oleh subjek penelitian, efek dari harga diri yang rendah adalah subjek merasa berbeda dengan individu lain, merasa lingkungan tidak dapat menerima kondisinya dan merasa tidak percaya diri. Sulit untuk menjalin hubungan dengan lingkungan karena sudah merasa terdiskriminasi dengan perasaan dan pikirannya sendiri sehingga mempengaruhi penerimaan diri individu tersebut. Dikuatkan dengan pendapat Afiatin (2008) yang menjelaskan bahwa individu yang dapat menilai dirinya secara baik pada umumnya akan bahagia, sukses, menerima kondisinya, dan adaptif dalam situasi yang membuat stress. Sebaliknya individu yang 61
Martina Kusumawati
menilai dirinya buruk atau memiliki harga diri rendah akan merasa dirinya terasing, tertekan dan kurang berani melakukan sesuatu. Menurut Sheeres (dalam Machdan & Hartini, 2012) adapun faktor yang menghambat penerimaan diri adalah sikap anggota masyarakat yang tidak menyenangkan atau kurang terbuka, ada hambatan dalam lingkungan, memiliki hambatan emosional yang berat, selalu berpikir dengan masa depan. Beberapa faktor penghambat tersebut dialami oleh subjek penelitian, subjek merasa bahwa dirinya tidak mampu menjalin hidup dan merasa tidak mempunyai masa depan. Upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan kembali harapan dan semangat subjek penelitian, dalam terapi ini mengajarkan untuk membuat goal setting. Goal setting membantu mengidentifikasikan tujuan hidup yang jelas, sehingga subjek termotivasi untuk menjalani hidup lebih baik. Untuk mengatasi masalah lain yang dirasakan oleh subjek seperti perasaan cemas dan gangguan tidur (subjek susah tidur), terapis mengajarkan relaksasi. Relaksasi disini bertujuan untuk mengurangi kecemasan, membuat subjek lebih tenang, dan mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stress. Goldfried dan Trier (dalam Subandi, 2003) menjelaskan relaksasi dapat digunakan sebagai ketrampilan coping yang aktif jika digunakan untuk mengajar individu kapan dan bagaimana menerapkan relaksasi di bawah kondisi yang menimbulkan kecemasan. Dalam cognitive behavioural therapy, proses relaksasi yang dilakukan subjek telah terbukti menggurangi kecemasan dan subjek merasa lebih tenang serta lebih mudah untuk tidur. Relaksasi dapat dilakukan kapan saja, ketika subjek merasa tidak nyaman dan membutuhkan ketenangan. Tahapan-tahapan dalam cognitive behavioural therapy pada penelitian ini seperti self presentation, testing realita, pemberian keterampilan dan pengetahuan 62
melalui psikoedukasi, dan relaksasi dirasa memberikan pengaruh terhadap peningkatan penerimaan diri. Sejalan dengan Safren, dkk (2004) yang telah terlebih dahulu melakukan penelitian pada penderita HIV yang mengalami depresi dengan memberikan cognitive behavioural therapy. Dalam terapinya terdapat beberapa tahapan seperti cognitive restructuring, pemberian keterampilan problem solving, pemantauan aktivitas sehari-hari dan relaksasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa cognitive behavior therapy efektif diberikan kepada ODHA SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian mengenai efektivitas cognitive behavioural therapy untuk meningkatkan penerimaan diri pada IDU (Injection Drug Users) yang terinfeksi HIV ini menunjukan bahwa ada peningkatan tingkat penerimaan diri yang signifikan. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah cognitive behavioural therapy dapat meningkatkan penerimaan diri pada IDU yang terinfeksi HIV. Secara analisis kuantitif, ada peningkatan penerimaan diri pada IDU yang positif terinfeksi HIV. Dibuktikan hasil dengan analisis statistik Non Parametric Wilcoxon dengan nilai p= 0,043 < (p= 0,05) yang artinya ada perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan terapi atau perlakuan. Secara analisis visual inspection, ada peningakatan penerimaan diri pada IDU yang positif terinfeksi HIV setelah mengikuti cognitive behavioural therapy. Latar belakang pendidikan, pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit yang diderita dan dukungan orang terdekat merupakan faktor yang mempengaruhi peningkatan penerimaan diri. Cognitive behavioural therapy efektif diberikan kepada subjek yang berpendidikan di atas SMA. Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOURAL THERAPY UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI PADA IDU (INJECTION DRUG USERS) YANG TERINFEKSI HIV
Secara kualitatif, setelah diberikan terapi kognitif perilaku diketahui adanya peningkatan penerimaan diri pada subjek. Secara perasaan, subjek penelitian merasa lebih tenang, dapat menumbuhkan harapan baru untuk hidupnya, dan optimis menghadapi masa depannya. Secara perilaku, subjek penelitian mulai untuk membuka diri dan bersosialisasi dengan l i n g k u n g a n s e k i t a r, m e n g h a d a p i permasalahan yang muncul dengan berpikir positif, beberapa subjek yang mengalami gangguan tidur menjadi lebih mudah tidur, dan tumbuh rasa percaya diri pada diri subjek. Hal ini dipengaruhi oleh perubahaan subjek yang saat ini memiliki kemampuan atau ketrampilan dalam memahami masalah dan mengenali perasaan. Adanya peningkatan penerimaan diri pada subjek, mendorong munculnya perilaku yang adaptif seperti menjadi mampu mengatasi masalah dengan lebih positif. Saran
Dengan ditemukannya kelemahan dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait agar menyempurnakan dengan penelitian selanjutnya sehingga memberikan hasil yang lebih optimal. Adapun saran-saran tersebut adalah: a. Bagi Subjek Penelitian Agar dapat memanfaatkan secara maksimal terapi yang pernah diikuti, dapat mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari. Membagi pengetahuan tentang terapi ini kepada teman lain yang membutuhkan, selain itu subjek penelitian harus terus meningkatkan kualitas hidupnya dengan cara tetap berpikir positif dalam menjalani kehidupan sehingga dapat mencapai kondisi kesehatan yang lebih baik. b. Bagi Keluarga dan Lingkungan ODHA Kepada keluarga dan lingkungan ODHA diharapkan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang HIV dan AIDS sehingga Jurnal Psikologi Mandiri
keluarga dapat lebih memahami kondisi ODHA bahkan diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap ODHA. c. Bagi LSM yang terkait Dengan keberhasilan yang dicapai dalam penelitian ini, diharapkan LSM yang terkait perlu mengawasi atau mendamping para ODHA untuk terus melakukan terapi yang telah diberikan pada subjek penelitian. Agar kondisi subjek penelitian tetapi stabil baik secara psikis maupun fisik, karena keduanya saling berpengaruh d. Bagi Peneliti Selanjutnya Mengingat adanya kekurangan dan kelemahan pada penelitian ini, diharapkan penelitian selanjutnya lebih mampu meminimalisir kelemahan yang ada. Untuk meningkatkan keefektifan terapi ini perlu memperhatikan kriteria subjek penelitian, dalam penelitian ini adalah latar belakang pendidikan subjek penelitian. Perlu memberikan psikoedukasi yang lebih mendalam agar supaya subjek mendapatka informasi yang lebih lengkap dan menambah pengetahuan tentang apa yang sebenarnya dialami oleh subjek penelitian. Untuk mengetahui perubahan perilaku secara lebih cermat perlu diberikan behavioral check list selama proses terapi yang kemudian dituangkan kedalam analisis visual inspection. Selain itu, ada beberapa yang dapat ditindaklanjuti yang antara lain tentang dukungan orang terdekat dan kepercayaan diri karena dirasa sebagai salah satu masalah yang sering kali dihadapi oleh ODHA
DAFTAR PUSTAKA A f i t i n , T. ( 2 0 0 8 ) . P e n c e g a h a n Penyalahgunaan Narkoba Dengan Program AJI. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 63
Martina Kusumawati
Azwar, S. (2004). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Press.
Azwar, S. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cronbach, L. J. (1963). Educational Psychology, second edition. New York: Harcourt, Brace and World Inc.
Bieling, P. J., McCabe, R. E. & Antony, M. M. (2006). Cognitive Behavioural Therapy in Groups. New York: The Guilford.
Davison, G. C., Neale. & Kring. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi KeSembilan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bungin, B. (2007). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Gray, P. S., Williamson, J. B., Karp, D. A. & Dalphin, J. R. (2007). The Research Imagination : An Introduction To Qualitative And Quantitative Methods. New York : Cambridge University Press.
Burns, D. D. (1988). Terapi Kognitif. Pendekatan baru Bagi Penanganan Depresi. Jakarta: Penerbit Airlangga Calhoun, J. F & Acocella, J. R. (1990). Psychology of Adjustment and Human Relatioonships. New York: McGrow Hill. Campbell, D. T & Cook, D. T. (1979). Quasi-Experimentation, Design And Analysis Issues For Field Setting. Boston : Houghton Mifflin Company. Campbell, D. T & Stanley, J. C. (1966). Experimental And Quasi Experimental Design For Research. Chicago : Rand Mcnally College Publishing Company. Chaplin, J. P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Citron, K., Brouillette, M. J. & Beckett. A. (2005). HIV and Psychiatry Training and Resource Manual. Second Edition. United Kingdoms : Cambridge University Press Cooper, Z., Fairburn, C. G. & Hawker, D. M. (2004). Cognitive Behavioral Treatment of Obesity (A Clinical's Guide). New York: The Guildford 64
Haeba, N., Moordiningsih. (2009). Terapi Kognitif Perilakuan untuk Penanganan Depresi Pasca Melahirkan. Jurnal Intervensi Psikologi. Vol. 1. No. 1. Hal 41-68. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Helmi, A. F., Handayani, M. M. & Ratnawati, S. (1998). Efektivitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri. Jurnal Psikologi No.2. Hal.47-55. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hjelle, L. A & Ziegler, D. J. (1997). Personality Theories: Basic Assumptions, Research and Applications. Tokyo: Mc Graw Hill. Hurlock, E. B. (1973). Adolescent Development, fourth edition. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha. Hurlock, E. B. (1974). Personality Development. New Delhi: McGraw Hill Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan : Suatu Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOURAL THERAPY UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI PADA IDU (INJECTION DRUG USERS) YANG TERINFEKSI HIV
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga. Kaplan. (1993). Health and Human Behavior. New York: Mc Grow Hill, Inc. Kaplan. (1993). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara Koentjoro. (2008). Materi Kuliah Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Komalasari, A. D. (2011). Metode Cognitive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Penerimaan Diri Pada Penderita Kanker Payudara. Tesis. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Leake, R. Friend, R., & Wadhwa, N. (1999). Improving Adjustment to Chronic Illmess Through Strategic Self Presentation: An Experimental Study on A Renal Dyalisis. Health Psychology. Vol. 18 No.1. Hal 5-62 Listyawati. (2004). Penelitian Kepustakaan Te n t a n g F a k t o r - F a k t o r Meningkatnya Pengidap HIV/AIDS. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial. Vol. III. M a re t 2 0 0 4 . H a l 2 0 - 3 5 . Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial.
Intervention for HIV-Positive Injection Drug Users. Health Psychology. Vol. 22. No. 2. Hal 223-228. University School of Medicine. Marlatt, G. A & Range, B. P. (2008). Cognitive Behavioral Therapy for Alcohol and Drug User Disoder. Rev Bras Psiquiatr, hal 588-595. Brazil: Universidade Federal do Rio de Jeniro Mawandha, H. G & Ekowarni, E. (2009). Terapi Kognitif Perilaku dan Kecemasan Menghadapi Prosedur Medis Pada Anak Penderita Leukemia. Jurnal Intervensi Psikologi. Vol. 1. No. 1. Hal 75-91. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Nazir. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nevid, J. S. (1997). Abnormal Psychology in a Changing World, third edition. New Jersey: Prentice Hall Oemarjoedi, A. K. (2004). Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi. Jakarta: Creative Media. Orford, J. (1992). Community Psychology: Theory and Practicel. New York: John Wiley and Sons, Ltd Partosuwido, S. R. (1995). Psikologi Kesehatan: Sumbangan Psikologi Di Bidang Kesehatan, Prevensi dan Intervensi. Anima, Vol.X. No. 40. Juli- September
Machdan, D.M., & Hartini, N. (2012). Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Kecemasan menghadpi Dunia Kerja Pada Tunadaksa Di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan. Jurnal Psikologi Klinis Dan Kesehatan Mental. Vol. 1 No.2. Hal. 79-85
Peale, N. V. (1997). Cara Hidup dan Berpikir Positif: The Amazing Result of Positive Thinking. Jakarta: Gunung Jati.
Margolin, A & Lara, A. K. (2003). A Randomized Clinical Trial of a Manual-Guide Risk Reduction
Safren, S. A., Hendriksen, E. S., Mayer, K. H., Otto, M. W., & Mimiaga, M. J. (2004). Cognitive Behavioral
Jurnal Psikologi Mandiri
65
Martina Kusumawati
Therapy for HIV Medication Adherence and Depression. http://www.fenwayhealth.org/site/ DocServer/depression_cbp_case_ series.pdf?docID=162. Diunduh 12 Maret 2013 Santoso, S. (2008). Panduan Lengkap Menguasi SPSS 16. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo.
Tambunan, R. A. (2000). Gambaran Nilai Pengemudi Truk yang Bertingkah Laku Beresiko dan yang Tidak Bertingkah Laku Beresiko Tertular HIV. Anima. Vol. 15. No. 4. Hal. 332-345. Jakarta: Unika Atma Jaya. Taylor, S. E. (1995). Health Psychology, third edition. New York: McGrow Hill.
Sari, E. P & Nuryoto, S. ( 2002). Penerimaan Diri pada Lanjut Usia Ditinjau dari Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi, No.2, Hal 73-88. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Utami, M. S. (2009). Materi Kuliah Intervensi Psikologi: Cognitive Behavior Therapy. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Sarafino. E. P. (2006). Health Psychology: Biopsuchosocial Interactions. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Wulandari, L. H. (2004). EfektivitasModifikasi Perilaku Kognitif untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. Universitas Sumatera Utara.
Sheridan & Radmacher. (1992). Health Psychology: Challenging The Biomedical Model. New York: John Wiley and Sons.Inc Subandi, M. A. (2003). Psikoterapi : Pendekatan Konvensional dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sundberg, N. D., Winebarger, A. A & Taplin, J. R. (2007). Psikologi Klinis. Edisi Empat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
66
Wrastari, A. T & Hadadari, W. (2003). Pengaruh Pemberian Pelatihan Neuro Linguistic Programing (NPL) Terhadap penerimaan Diri Penyandang Cacat Tubuh Di Pusat Rehabilitasi Panti Sosial Bina Daksa”Suryatama” Bangi Pasuruan. Insan. Vol.5. No 1, Hal 17-35. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Jurnal Psikologi Mandiri