STRATEGI UNTUK MENCAPAI PENGELOLAAN WUTAN PRODUKSI LESTAWI MENUJU ERA ECOLABEL
Selama peride h a w a r s a yang lalu, kfiususnya sejak diselenggarakan KTT Bunri di Rio De Janeiro pa& tahun 1992, lernbaga peme~ntah rnaupun swasta m a h sadar bahwa kekuatan pasar dm peril& konswen mempakan salah satu faktor yang sangat penting per dalam p umberdaya a l m . , timbul kecendemngan yang sangat kuat untuk mengaitkan perdagangan dengan aspek lingkungan. Agenda 21 mencakup konsep pengelolaan hutan secara berkelmjutafi untuk memenuhi tunbtan yang s kuat akan prduk-prduk yang r m a h lingkungan tanpa rnengorb kemmpuan generasi sekarang d m yang akan &tang unbk memenuhi kebutuhmya Meskipun tuntutan tersebut bukan mempakan isu yang bam, kepuhsan dari K I T Bumi menuntut suatu tindakan nyata untuk mengintegrasikan perdagangan hasil hutan dengan masalah lingkungan. Kepedulian masyarakat dunla &an kerusakan lingkungan muncul sebaga~ahbat dari semakin berkurangnya sumberdaya hutan temtama kayu. Ketergantungm pada komoditi kayu untuk memperoleh devisa (input) semakin meningkat dan konversi kawasan hutan untuk lahan pertanim dan kepentingan laimya semakin be bah tanpa perencanaan terpadu, serta kurang berhasilnya upaya rehabilitas~dan pengembangan sumberdaya hutan, maka kerusakan lingkungan semakin be Khususnya untuk hutan di negara-negara tropis, meningkatnya produksi kayu tropis dan makin tingginya kesadaran masyarakat intemsional akan masalah lingkungan hidup makin mendorong konsumen kayu tropis, terutarna di Eropa dan Amerika Utara, menuntut suatu jaminan akan kelestarian hutan trop~syang sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim secara global
Situasi tersebut di atas mendorong lahimya suatu kesepakatan antara negara produsen dan konsumen kayu tropis yang tergabung dalam Organisasi Kayu Tropis Inremasional (International Tropical Timber Organization, ITTO) untuk mengadopsi tahun 2000 sebagai tahun target pengelolaan hutan secara berkelanjutan untuk seluruh hutan tropis.
Pembangunan Hutan Berkelanjutan, Sertifikgsi d m Komitmen Indonesia terhadap Target ITTO Tahun 2800 PengePolaan hutan secara berkeldutm menekankan suatu kondisi yang seirnbang antara kelestarian produksi, kelestarian ekologi, dan kecelangsungan fungsi sosial ekonomi dm budaya. Sistern pengelolaan tersebut menekankan bahwa teknik rnanajemen yang diterapkan adalah tehologi yang ramah lingkungan serta mengupayakm peningkatan kondisi sosial ekonorni dan budaya masyarakat. Sebagai konsekvuensinya, kita dituntut untuk tidak hanya rnengelola hutan berdasarkan prinsip kelestarian hasil, tetapi juga dituntut menerapkan praktek pengelolaan hutan yang berkelmjutan (Pnnsip Manajernen Hutan Eestari). Suatu unit pengelolaan hutan dapat dikatakan rnelaksanakan pengelolaan hutan secara lestari bila u n ~ t pengelolaan tersebut rnernperhatikan d m mengintegrasikm faktor manajernen. sistim ekologi dan sistim sosial ekonomi. Poor (1988) dalam laporannya kepada ITTO menyebutkan 7 (tujuh) kondisi yang hams tercipta dalam rangka rnencapai suatu pengelolm hutan berkelanjutan di hutan tropis, yaitu :
1. Penetapan suatu luasan kawasan hutan alam yang mernadai sebagai hutan produksi tetap dengan jaminan keutuhan jangka panjang sebagai .bagian dari kebijaksmaan nasional mengenai gemanfaatan lahan secara menyeiuruh. Penetapan lokasi kawasan hutan produksi tetap ini hams dilaksanakan secara tepat di selunth kawasan nasional. Kawasan hutan produksi dimaksud dapat dikategorikan sebagai hutan produksi yang dikelola secara sisternatis dibiwah pengelolaan hasil yang berkelanjutan untuk menjamin viabilitas dalam jangka panjmg, produktivitas, cfan kelestanan surnberdaya, serta perlindungan hutan untuk menjaga kestabilan kondisi cuaca, pengmanan fungsi tata air, kesuburan tanah, kualitas lingkungan, perlindungan sumber plasma nutfah, d m perlindungan satwa liar. Kualitas air d m tanah hams dipertahankan agar ekosistern hutan tetap dapat mendukung produksi secara berkelanjutan.
2. Jaminan kondisi kerja yang sehat bagi pihak gengelola hutan, siapagun mereka, baik aparat pemenntah, agarat perusahaan. masyarakat di &lam dan sekitar hutan ataugun pihak-pihak lainnya. 3 . Penetalpan batas untuk jatah tebangan tahunan d m rotasi tebang yang sesuai dengan konsep pengelolaan hasil yang berkelanjutan, penetapan peraturan-peraturm dan teicnik-tehik gemanenan, dan tehik-tehik penjag an lingkungan. 4. Perlakuan rerhadap teg utan setelah kegiaran penibalakm untuk menjamin peningkatan produktivitas tegakan untuk masa yang akan datang . 5. Kebgaksanaan yang tepat dibidang ekonorni dan keuangan yang ti& menuntut Pebih. kecuali hngsi-hngsi hutan yang &pat membenkan kelestarian hasil. Ini memerlukan : pasar, kebijaksanam pemerintapl yang memperlakuan h u m sebagai sumberdaya yang hams dkelola, tidak sekedar deksploitasi, serta pendistribusian pendapatan dan keuntungan secara proporsional antara pihak-pihak yang terlibat (pemerintah, rnanajer, karyawan perusahaan, masyarakat seterngat, para pengolah hasil hutan, eksportir dan sebagainya). 6 . Kebijaksanam yang tepat untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan hidup untuk menjawab tuntutan masyarakat yang semakin sadar &an masalah-masalah lingkungan. 7 . Informasi ymg mernadai, baik teknis rnaupun non teknis. untuk pelaksanaan kegiatan secara efektif guna terciptanya kondisi tersebur di atas. Untuk menilai kelestarian suatu pengelolaan hutan, telah dikembangkan program sertifikasi sebagai suatu m e h i s m e untuk secara &if dapat menjawab tuntutan masyarakat dunia &an produk-produk yang rarnah lingkungan. Secara umum, sertifikasi meliputi suatu penilaian praktek pengelolaan hutan dan atau sistim pengeiolaan hutan berdasarkan indikator kinerja yang henyangkut standar ekologi, sosial ekonomi dan budaya. Beberapa lembaga pemerintahan, organisasi-organisasi multirateral, dan organisasi internasional telah mengajukan konsep, atau pada saat ini sedang menyusun program-program sertifikasi yang spesifik untuk keperluan mereka. Sebagai akibatnya, sampai saat in1 belum ada satupun pedoman atau standar pengelolaan hutan berkelanjutan yang benar-benar diterima secara menyelumh oleh pihak yang berkompeten. Masih terdapat kesimpangsiuran definisi kelestarian. Berbagai pihak mencoba untuk secara spesifik menjabarkan konsep kelestarian dan beragumentasi dengan pihak lain tentang apakah definisi kelestarian itu sendiri. Dari pada sekedar terkungkung dalam suatu debat akademis
"
berkepanjangan tentang definisi kelestarian, kita seyogyanya hams slebih terfokus pada aktivitas untuk memmuskan suatu upaya untuk menciptakan suatu kebijaksanam yang tepat serta mengupayakan suatu teknolog~ inovatif unt& memju&an harapan pembangunan berkelanrjutan yang dicita-citakan. Kita sama-sma menyadari bahwa sejak dari awal, komitmen pembangunan kehutanan di Indonesia adalah pembangunan kehutanan berdasarkan pada konsep kelestarian. Gans-gasris Besar Maluan Negara menegaskan tentang arah tujuan pembangunan kehutman di Indones~a yang selalu mengacu kepada prinsip keiestanan. Untuk itu sangatlah tidak beralasan seandainya ada pihak-pihak yang meragukan komitmen pemerintah Indonesia &an pembangunan hutan secara berkelanjutan di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, banyak o r g h s a s i independen yang telah berhasil nlengembangkan pedoman pengelolaan h u m berkelanlutan. Sebagai contoh, FSC (Forest Stwardship Council) telah mengembangkan prinsip-prksip dan kriteria pengelolaan hutan lestari, dan sedang mengupayakan untuk mendapat pengakuan internasional secara menyeluruh. ITTO juga telah mengem-bangkan beberapa gedoman untuk .mengelola hutan secara berkelqutan untuk hutan alam, hutan tanaman, konservasi keanekaragaman hayati dl hutan produksi, dan pengelolaan hutan di kawasan tropis. Standar-staridar tersebut merinci kriteria d m indikator yang hams dipenuhi untuk mencapai suatu pengeloiaan hutan lestari. Untuk maksud tersebut, sebagai komitmen pemerintab Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan dan target yang telah disepakati oleh ITTO untuk melaksanakan pengelolaan hutan secara berkelanjutan mulai t&un 2000, Departemen Kehutanan atas nama p e m e r i n a Indonesia telah menunjuk Kelornpok Kerja untuk menyiapkan suatu lembaga yang indipenden, yaitu Lembaga EkoPabel Indones~a(LEI). Kelompok kerja LEI telah menyusun suam proposal knter~a dan indlkator pengelolaan hutan berkelanjutan serta memmuskan konsep prosedur dan mekanisme pemberian sertifikasi serta konsep kelembagaan yang sesuai untuk LEI. Sementara itu, APHI juga telah mengembangkan suatu cheklisl kriteria dan indikator pengelolaan hutan berkelanjutan dan membentuk suatu Komite Pembinaan HPH yang antara lain untuk memantau d m rnenilai pra-kondisi para pemegang HPM &lam menerapkan kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari di lapangan mengahadapi target ITTO tahun 2000. Dilaporkan bahwa kineja para pemegang I4PI-I dinyatakan meningkat setelah dilaksanakannya pembinaan tersebut.
Di lain phak, Departemen Kehu juga telah menyusun beberapa peraturan yang terkait dalam enerapan pengelolm hutan berkelanjutan Q Indonesia. Pa& saat ini sdang disiapkan pula konsep keputusan pemenntah tentang Stmdarisasi, sertifikasi dan akreQtasi, serta te tas. suatu proyek penelitian uji Lapang CIFOR Juga s terhadap beberapa standar w t e r i a dan indikator) pengelolaan hutan berkefanjutan. Di%aarapkan dari penelitian tersebut akan diperoleh masukan yang bemanfmt bagi pengernbmgan b t e r i a dan indikator pengelolaan hutan berkelan~utanyang sesuai untuk kondisi Indonesia. Dengan keqasarna yang hannonis antara seluruh pikak yang berkompeten, diharapkm &an &pat disusm satu kriteria dan mdikator yang sesuai untuk kondisi kavvasan hutan di Indonesia, serta Qakui pa& tin&at nnasiomi dan intemasiond guna tercapainya gercepatan penerapm pengelolw hutan secara berkelanjutan untuk memenuh target ~ u 2000. n Gambar konsep dasar sertifrkasi h i 1 hutan di Indonesia akan ierdiri dari tiga tahapm proses sertifikasi yang meliputi :
1. Sertifikasi terhadap pengelolaan hutan yang menjadi sumber bahan baku. 2 . Chain of custody atau wood tracking yang mempakan sertifikasi terhadap bahan baku sebelum mereka mencapai industri hulu. Hal ini untuk menjmin bahwa bahan baku diperoleh dari sebagai target dari proses sertifikasi pada tahap industri pengolahm kayu hulu yang telah m e n e r a p h Total Quality and Environment Management (TQEM). Industn-indust;tri yang menjadi target sertifrkasi pa& tahap ini acialah indush yang menggunakan bahan baku yang berasal dari kawasan hutan yang telah dikelola dengm baik sebagai target dan proses sertiaasi pada W p pe
Strategi untuk MencapJ Bengelolaan Nut= Secara Lestari Menuju Era Ecolabel Beberapa strategi penting yang perlu segera dilaksanakan untuk mennpercepat penerapan pengelolaan hutan secara berkelanjum di Indonesia menuju era ekolabel, antara lain meliiputl :
1 . Kebijaksmaan dan adrmnistrasi di bidang Kehutanm : a. Meningkatkan kesadarm umum, dukungan dm komitmen untuk melalcsanakan kebijaksmaan-kebijaksmam yang eelah dirumusk m dan disepakati secara nasional. b. Menjamin suatu luasan hutan alam yang cukup, bebas dari k o d i k kepentingan berbagai pihak yang terkait temtama kepentingm hidup rnasyarakat lokal, untuk ditetapkm menjadi kawasm hutan produksi tetap. c. Pemanfaam hasil hutan alam hams dilakukm sesual dengan dukungmya sehingga kelestarian dapat dicapai. Oleh karena itu j a t . tebang tal~unan (AAC) hams ditetapkm berdasarkm kondisi fisik setempat. d. Menghapuskan insentif subsidi dan atau kebijaatsanaankebijhanaan dan ketentuan-ketentuan lain yang tidak sesuai yang akan mendorong terciptanya economic inefficiency dan . over-ltarvesfimg sumberdaya hutan.
2. Manajemen pengernbangan hutan dengan wstem silvikultur a. Menjmin dan mengalokasikan secara cukup penerimm pernerin&, terutama yang berasal dari iuran kehutanan, untuk membiayai kegiatan rehabilitasi hutan pada umumya dan pengelolaan areal bekas tebangan pada khususnya. b. Mengembangkan sistem pengelolaan hutan yang lebih memperhatikan persyaratan ekologis d m lingkungan dan kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat, terutma untuk mengintegrasikan para perarnbah hutan dan peladang berpindah ke dalam sistem manajemen pengelolaan hutan. c. Menduhng d m melaksanaPtan pengelolaan hutan secara berkelanjutan rnelalui upaya peningkatan pemaharnan terhadap ekologi . d m silvlkultur seluruh hutan tropis. &an lebih pentlng untuk mengukuhkan..dan mengkonsentrasikan praktek-praktek di hutan a I m yang telah mapan. 3. Penelitian d m Pengembangan Kehutanan : a. Mengembangkan sistem manajemen hutan yang inovatif, ekonomis, benvawasan ekologi dan benvawasan Zingkungan untuk hutan alam, hutan tanaman dan hutan lainnya. di dalam kawasan hutan produksi, untuk meningkatkan potensi produksi. b. Meningkatkan kualitas forest resource base dengan memperba~ki produktivitas kawasan hutan dan lahan-lahan yang kritis dan terdegradasi.
c. Mengembangkan teknologi yang sesuai untuk mencapai suatu tingkat pemulihan ekonomis (economic recovery) dengan efisiensi yang optlmaI untuk tegakan hutan potensial $an smberdaya lain yang potensial dengan m e m i n i d m Yirnbah dan d. Diverslfikasi industri kehutanan dengan memberikan insentif untuk rnemacu pengolahan lokal untuk produk-produk sekunder dan tersier dari kayu dan hasil hutan lainnya untuk mefigkatkan pengolahan dan ekspor produk dengan nilai tambah $an kualitas yang tinggi. e. Mefin&atkan pemanfaatan kayu dan h a i l hutan non kayu, s e m dengan rneningkatkan penggu lesser use species. f. Meningkatkan dukungan p e n h a a n , sarana dan pelatihan sumberdaya manusia &lam kemmguan institusi kehu g. Menciptakan suatu siste ddam bidang perencanam, pengarnbilan keputusan dan interpretasi hasil guna memaksblkan manfaat infomasi dan mengurangi kemunglunm pe an d m duplikasi obyek dan keg~atan penelitian dalam dengan efisiensi w&, biaya dan tenaga. Penutup
Sehubungan dengan makin meningkatnya kebutuhan &an hasil hutan dan fungsi hutan lainnya, diperlukan suatu upaya unhk mengelola hutan secara berkelanjutan untuk generasi sekarang dan yang &tang. Unh& itu diperlukan suatu tindakan untuk menetapkan clan mengmankan suam luasan minimum dari areal h u m , dengan rnempertirnbanw kebutuhan akan bnversi areal hutan untuk k e b u ~ a nlainnya seperti kawasan pemkiman. areal pertarnian, dan sebagainya. Sejak awal gembangunan sektor Kehutanan di Indonesia, pemerintah selalu menjaga komitmemya d a l m rangka menciptakan suatu pernbangunan hutan secara berkelmjutan. ang cukup relevan pada akhir-&r ini adalah upaya suatu konsensus tentang kriterla yang hams dipenuhi mencip apabila suatu komoditi hasil hutan &an disertifikasi. Pengembangan d m penilaian knteria dan indikator yang hams diteragkan hams marnpu menyder-hanakan upaya untuk menilai dan membandingkan kualitas pengelolaan hutan untuk berbagai situasi dan kondsi hutan yang b e m e k a ragam.
Untuk itu gerlu diciptakan suatu kerjasama antar sernua pihak yang terkait dalarn upaya untuk mendapatkan suatu standar (kriteria d m indikator) yang hamonis sesuai dengan kondisi spesifik kawasan hutan 1 Indonesia, serta diakui pada tingkat nasional dan internasional guna tercapainya percegatan penerapan pengelolaan hutan secara befitelanjutan guna memenuhi target tahun 2000. Untuk menciptakm pengelolaan hutan berkelmjutan di Indonesia, ada beberapa strategi penting yang perlu dilaksanakm teikait dengan kebijaks dan administrasi di bidang kehutanan, praktek-praktek pengelolaan hutan dan kegiatan-kegiam silvikultur, serta genelitian dm pengembangan kehutanan.