STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BAKSO IKAN TUNA SURIMI DAN CAMPURAN (STUDI KASUS PADA CV.BENING JATI ANUGERAH, BOGOR)
DIAN VERANITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul :
Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran (Studi Kasus Pada CV. Bening Jati Anugerah, Bogor )
merupakan hasil karya sendiri dibawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dan program sejenis di perguruan tinggi lain, serta belum pernah dipublikasikan. Semua data dan informasi yang dipergunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,
Agustus 2011
Dian Veranita F352080085
ABSTRACT DIAN VERANITA. Strategy of Business Development of fishballs of Tuna, Surimi and Mixed. Case studies in CV. Bening Jati Anugerah, Bogor. Guided by Rizal Syarief as Chairman and Komar Sumantadinata Komar as members. CV. Jati Bening Anugerah is a small and medium enterprises (SME), which produced fishballs. The company was founded in 2017 in Bogor Regency. In early 2010, the company began to face the problem of shortage of supply of red meat of tuna as a raw material for making fishball. To anticipate the lack of raw materials, companies need to seek alternative raw materials other than red meat tuna. This study aimed (1) find out consumers' assessment of the quality of fishballs produced CV. Bening Jati Anugerah, the fishballs are made from red meat tuna, surimi and mixture (surimi mixed with mackerel), which judging from the smell, taste, color, texture and overall, (2) analyze the feasibility of fishballs with a simple financial analysis, and 3) compilation strategy of bussiness development of fishballs in CV. Bening Jati Anugerah in order to improve marketing. The data needed for this study originated from the primary and secondary data. The data analysis was performed through a hedonic test analysis, an analysis of the level of interest with the company's performance, a feasibility analysis namely Strenghts, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT), and Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). The study used the descriptive and analytical methods of the case study to find the Break Even Point (BEP). Analysis of the hedonic test through the analysis of variance (ANOVA) showed: aroma, flavor, texture, color and overall of the fifth of fishballs tested, ie BTX, BTB, BSB, BCB, and BSX, at 95% confidence intervals were not significantly different. Analysis of the level of interest with the company's performance showed, at a rate of more than 85% of consumers are satisfied with the performance of the company. The Internal Factor Evaluation (IFE) matrix resulted in a score of 2,614, the External Factor Evaluation (EFE) matrix of 2,651, all of which are mapped to the Internal External (IE) matrix, in Quadrant V, namely Growth/Stabilization quadrant, which means that the company must conduct the strategies market penetration and product diversification. The recommended strategies are improving company performance through increasing product quality and market expansion also optimalization in production (TAS 5,819). The results of eligibility criteria analysis showed the BEP 10,756 for tuna meatballs. The quality improvement can be done through improvement of management and human resources, good manufacturing practices and also good tools and fasilities (processing machine) that support.
Keywords: business development strategy, fishballs, market, quality
RINGKASAN DIAN VERANITA. Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran di CV. Bening Jati Anugerah, Bogor. Dibimbing oleh Rizal Syarief sebagai Ketua dan Komar Sumantadinata sebagai Anggota. Bakso merupakan produk olahan daging sapi atau ikan yang sangat populer bagi masyarakat. Berdasarkan jenis daging yang digunakan dikenal dua (2) jenis bakso yaitu bakso ikan dan bakso sapi. Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan (minced) atau surimi, ditambah bahan pengisi berpati atau tepung tapioka dan bumbu-bumbu, yang dibentuk bulat-bulat dan direbus dalam air panas. Mutu bakso ikan yang baik adalah yang warnanya putih bersih, tekstur kompak dan kenyal, tidak rapuh atau lembek. Di Kabupaten Bogor, usaha pengolahan bakso ikan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2007 hanya ada satu pengolah bakso ikan berskala usaha kecil menengah (UKM), maka pada tahun 2010 meningkat menjadi enam (6) pengolah bakso ikan. CV. Bening Jati Anugerah (CV. BJA) merupakan salah satu pengolah bakso ikan yang berlokasi di Kabupaten Bogor. Usaha ini berdiri sejak tahun 2007 dengan investasi awal Rp. 30.000.000,-, dan meningkat menjadi Rp. 250.000.000,- di tahun 2010. Pada awalnya usaha ini hanya memproduksi bakso ikan tuna, namun di awal tahun 2010 juga mengolah produk lainnya seperti siomay ikan, ekado, otak-otak, keong mas, udang gulung, lumpia, kaki naga, dan lain-lain. Omset penjualan rata-rata per bulan untuk semua produk sebesar Rp. 20.000.000,-. Dan sistem pemasaran yang dilakukan melalui penjualan secara langsung dan sistem agen. Awal tahun 2010 CV. BJA mulai mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku daging merah/tetelah ikan tuna yang diperoleh dari hasil samping industri pengolahan tuna beku. Kurangnya pasokan bahan baku diperkirakan karena faktor iklim dan stok ikan tuna di laut yang semakin berkurang sehingga tuna dan hasil sampingnya sulit diperoleh. Untuk mengantisipasi kelangkaan tuna dan keberlangsungan usaha bakso ikan, maka pada awal tahun 2011 dilakukan substitusi bahan baku dengan memproduksi bakso ikan dengan bahan baku surimi dan daging ikan selain tuna. Permasalahannya adalah (1) CV. BJA belum mempunyai gambaran tentang penilaian konsumen terhadap mutu bakso ikan yang diproduksinya, yaitu bakso ikan tuna, bakso surimi dan bakso campuran di nilai dari aroma, rasa, warna, teksur dan penampakan keseluruhannya; (2) apakah usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran tersebut layak secara finansial untuk dikembangkan; 3) strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran agar meningkat pemasarannya. Kajian ini bertujuan (1) mengetahui penilaian konsumen terhadap mutu bakso ikan CV. BJA yang terbuat dari bahan baku ikan tuna (daging merah/tetelan ikan tuna), surimi dan campuran yang dinilai dari aroma, rasa, warna, tekstur dan penampakan keseluruhannya; (2) menganalisis kelayakan usaha bakso ikan
dengan analisis finansial; dan 3) tersusunnya strategi pengembangan usaha bakso ikan CV. BJA dalam rangka meningkatkan pemasaran. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data primer untuk mutu bakso ikan tuna, surimi dan campuran berasal dari penilaian aroma, rasa, warna, teksur dan keseluruhan 30 responden tidak terlatih melalui uji hedonik. Data analisis lingkungan internal dan eksternal bersumber dari pimpinan dan pengelola perusahaan. Data sekunder bersumber dari dokumen perusahaan dan studi pustaka. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan analisis uji hedonik, analisis tingkat kepentingan terhadap kinerja perusahaan, analisis finansial untuk bakso tuna dan surimi, analisis Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) serta Internal and External (IE), analisis Strenght, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) dan analisis Qualitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Secara deskriptif, hasil penilaian konsumen terhadap mutu bakso ikan tuna, surimi dan campuran yang diproduksi CV. BJA, yaitu BTB, BSB dan BCB serta bakso tuna dan bakso surimi yang dijual dipasaran, yaitu BTX dan BSX terhadap aroma, rasa, warna, bentuk dan keseluruhan dari kelima bakso yang diuji adalah netral, agak suka. Analisis uji hedonik dengan menggunakan ANOVA (analisis sidik ragam) menunjukkan: hasil penilaian konsumen terhadap aroma, rasa, warna, tektur dan keseluruhan dari kelima bakso yang diuji, yaitu BTX, BTB, BSB, BCB, dan BSX pada selang kepercayaan 95% tidak berbeda nyata. Hasil analisis tingkat kepentingan terhadap kinerja perusahaan menunjukkan, tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja perusahaan mencapai lebih dari 85%, yaitu 93,08% puas terhadap citarasa kelezatannya, 86,40% puas terhadap aromanya, 104,95% puas terhadap bentuk dan ukurannya, 85,22% dengan harga jualnya, 84,67% puas dengan kandungan gizinya, 92,86% puas terhadap daya tahan produknya, 92,06% puas terhadap manfaat yang dirasakannya, dan 111,54% menyatakan puas dengan kemasannya. Selain itu 80,42% konsumen menilai kehalalan merupakan faktor yang sangat penting dan sisanya penting. Untuk merk, 51,38% konsumen menyatakan penting dan 22,94% menyatakan sangat penting. Hasil analisis kelayakan untuk bakso ikan tuna dan bakso surimi yang di produksi CV. BJA menunjukkan, secara perhitungan finansial sederhana usaha pengembangan bakso ikan tuna dan surimi layak untuk dikembangkan. Hasil analisis ini memberikan nilai BEP sebesar Rp 10,756 untuk bakso ikan tuna. Dari hasil identifikasi faktor strategi, terdapat enam (6) faktor kunci kekuatan internal, adalah : tenaga kerja yang memadai, mutu bakso ikan yang terjamin, fasilitas produksi dan peralatan cukup modern, proses pengolahan sesuai standar mutu, manajemen bersifat kekeluargaan, dan loyalitas karyawan. Lima (5) faktor kunci kelemahan, adalah : modal usaha terbatas, ketersediaan bahan baku terbatas, tenaga pemasaran yang masih kurang dan promosi yang masih kurang.
Lima (5) faktor kunci peluang adalah : pangsa pasar (prospek pasar) 50% yang terpenuhi, kemajuan teknologi, kondisi demografi dan sosial masyarakat yaitu usia produktif meningkat, diversifikasi produk dan kapasitas produksi belum optimal. Lima (5) faktor kunci ancaman, yaitu keberadaan perusahaan sejenis, daya tawar menawar perusahaan menurun, munculnya perusahaan baru, kebijakan pemerintah yang dalam hal ini perbankan cukup menyulitkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk mendapatkan pinjaman modal usaha dan kondisi ekonomi dan politik, yaitu inflasi yang terus meningkat. Hasil analisis lingkungan internal dan eksternal pada CV. BJA menunjukkan nilai IFE dan EFE sebesar 2,614 dan 2,651. Hasil analisis lingkungan ini memetakan CV. BJA pada posisi Kuadran V, yaitu Pertumbuhan/Stabilitas. Pada posisi ini, strategi yang dapat dilakukan CV. BJA untuk mengembangkan usahanya melalui strategi penetrasi pasar dan diversifikasi produk. Analisis SWOT memberikan 14 alternatif strategi. Analisis QSPM merekomendasikan strategi prioritas yang harus dijalankan CV. BJA, yaitu peningkatan mutu kinerja perusahaan yang lebih baik (TAS 5,819), meningkatkan mutu bakso maupun pelayanan (TAS 5,806). perluasan pangsa pasar (TAS 5,761) dan Optimalisasi produksi untuk memenuhi 50% peluang pasar yang masih terbuka (TAS 5.720). Alternatif strategik yang dapat diterapkan oleh pimpinan CV. BJA dalam pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran untuk meningkatkan pemasaran adalah melalui peningkatan mutu kinerja perusahaan yang lebih baik (TAS 5,819) yang dijabarkan melalui perbaikan kinerja manajemen perusahaan agar lebih rapih dan terstruktur, peningkatan kinerja administrasi dan dokumentasi, penetapan kebijakan kebijakan terkait pelaksanaan dan sistematika yang akan diterapkan di perusahaan.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang – Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BAKSO IKAN TUNA SURIMI DAN CAMPURAN (STUDI KASUS PADA CV.BENING JATI ANUGERAH, BOGOR)
DIAN VERANITA
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran (Studi Kasus Pada CV. Bening Jati Anugerah, Bogor)” Nama Mahasiswa : Dian Veranita Nomor Pokok
: F352080085
Program Studi
: Industri Kecil Menengah
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Ketua
Prof.Dr. Ir. Komar Sumantadinata, MSc Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing., DEA
Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian : 18 Agustus 2011
Tanggal Lulus : ……………..
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1979, anak ke dua dari tiga bersaudara dari Bapak Supardi dan Ibu Fatmasari. Pendidikan Sarjana ditempuh dari Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2002. Pada Tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saat lulus dari IPB tahun 2002, penulis mengikuti program Customer Care Apprenticeship Program PT. Pasifik Satelit Nusantara (2002). Penulis diterima dan bekerja untuk PT. Bank BNI (2004-2005). Pada tahun 2005, penulis diterima bekerja di Instansi Pemerintah, yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dan ditempatkan di Direktorat Pengolahan Hasil, SubDirektorat Usaha Kecil dan Menengah. Pada tahun 2007 sampai sekarang penulis ditempatkan di SubDirektorat Industri Pengolahan, Direktorat Pengolahan Hasil, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis atau tugas akhir yang berjudul ”Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran Studi Kasus pada CV. Bening Jati Anugerah Bogor” dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dengan rasa hormat dan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan semangat dalam penyusunan tesis atau tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan semangat dalam penyusunan tesis atau tugas akhir ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing., DEA, selaku Dosen Penguji Luar Komisi untuk Ujian Sidang/Tugas Akhir atas segala arahan dan masukannya. 4. Segenap Dosen Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan bekal ilmu yang tidak ternilai selama menempuh perkuliahan. 5. Ayahanda Supardi, Ibunda Fatmasari dan Adinda Rudi Darmawan, atas kasih sayang, do’a, perhatian dan dukungan, serta Saudara-saudaraku dan Temanteman yang selalu mendoakan.Tanpa kalian mungkin saya tidak bisa menyelesaikan studi ini. 6. Ibu Ir. Nur Retnowati, MS selaku Pimpinan Penulis yang telah memberikan izin, perhatian dan dukungan sehingga penulis lancar dalam penyelesaian studi di MPI. 7. Ibu Purnani, Bapak Kristiono dan Kristiawan dan seluruh Karyawan CV. Bening Jati Anugerah dan Teman-teman di Lingkungan rumah penulis yang telah membantu di lapangan. 8. Rekan-rekan di Sekretriat Program Studi MPI dan Teman-teman seperjuangan MPI Angkatan 11 serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya. Penulis berharap, semoga karya kecil ini dapat berguna dan memberi wawasan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Bogor, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………...
xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………..
vi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………...
vii
I. PENDAHULUAN ……………………………………………….
1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………….
1
1.2 Identifikasi Masalah …………………………………………
4
1.3 Perumusan Masalah ………………………………………….
6
1.4 Tujuan ………………………………………………………..
7
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
8
2.1 Bakso Ikan …………………………………………………...
8
2.2 Bahan Baku Bakso …………………………………………..
8
2.3 Pengolahan Bakso Ikan ……………………………………...
15
2.4 Pengembangan Usaha, Strategi Bersaing, Pemasaran dan Lingkungan …………………………………………………..
17
2.5 Matriks SWOT dan QSPM …………………………………..
26
2.6 Analisis Kelayakan dan Pengembangan Usaha ……………...
30
III. METODE KAJIAN .......................................................................
36
3.1 Lokasi dan Waktu ....................................................................
36
3.2 Metode Kerja ...........................................................................
36
3.2.1
Pengumpulan Data .......................................................
36
3.2.2 Pengolahan dan Analisis Data ........................................
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
44
4.1 Sejarah dan Perkembangan Usaha ...........................................
44
4.2 Karakteristik Responden ..........................................................
44
4.3 Uji Hedonik .............................................................................
45
4.4 Uji Tingkat Kepentingan dan Kinerja .....................................
54
4.5 Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Bakso Ikan di CV. BJA ..........................................................................................
64
4.5.1 Aspek Teknis ..................................................................
64
xi
4.5.2 Aspek Manajemen Operasional ......................................
71
4.5.3 Aspek Pemasaran ............................................................
73
4.5.4 Aspek Sosial ...................................................................
78
4.5.5 Aspek Finansial Sederhana .............................................
79
4.6 Strategi Pengembangan Usaha CV. BJA .................................
83
4.6.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ......................
83
4.6.2 Analisis Matriks IFE dan EFE ........................................
96
4.6.3 Matriks IE .......................................................................
99
4.6.4 Matriks SWOT ...............................................................
101
4.6.5 Pemilihan Alternatif Strategik ........................................
103
4.6.6 Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran di CV. BJA ....................................................
104
4.6.7 Implikasi Hasil Kajian ....................................................
105
V. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
111
5.1 Kesimpulan ..............................................................................
111
5.2 Saran ........................................................................................
111
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
112
LAMPIRAN ........................................................................................
116
xii
DAFTAR TABEL Halaman
Nomor 1. Volume produksi ikan tuna yang didaratkan melalui kapal dan darat Tahun 2009………………………………………………….
5
2. Komposisi nilai gizi beberapa jenias ikan tuna (Thunnus sp) per 100 g daging ………………………………………………………
10
3. Produksi ikan tuna tahun 2005 -2009 …………………………….
10
4. QSPM ……………………………………………………………..
29
5. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan ……………..
39
6. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan……………….
39
7. Matriks IFE ……………………………………………………….
39
8. Matriks EFE ....................................................................................
40
9. Matriks SWOT ……………………………………………………
42
10. Demografi responden pada uji hedonik …………………………..
45
11. Penilaian responden terhadap aroma bakso ikan ............................
46
12. Hasil uji Duncan terhadap parameter aroma bakso ikan ................
47
13. Penilaian responden terhadap rasa bakso ikan ................................
48
14. Hasil uji Duncan terhadap parameter rasa bakso ikan ……………
49
15. Penilaian Responden Terhadap Tekstur Bakso Ikan ......................
49
16. Hasil Uji Duncan Terhadap Parameter Tekstur Bakso Ikan ...........
50
17. Penilaian Responden Terhadap Warna Bakso Ikan ........................
51
18. Hasil Uji Duncan Terhadap Parameter Warna Ikan ........................
52
19. Penilaian Responden Terhadap Overall Bakso Ikan .......................
53
20. Hasil Uji Duncan Terhadap Parameter Overall bakso Ikan ............
54
21. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja citarasa kelezatan ............................................................................
54
22. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja aroma ...............................................................................................
56
23. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja bentuk dan ukuran ...........................................................................
xiii
57
24. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja harga produk ...................................................................................
58
25. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja kandungan gizi ................................................................................
59
26. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja daya tahan produk ...........................................................................
60
27. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja manfaat yang dirasakan ...................................................................
61
28. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja kemasan bawa pulang .....................................................................
62
29. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan Merk ...............
63
30. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan Merk ...............
64
31. Perkembangan investasi CV. BJA ………………………………..
65
32. Sarana dan prasarana CV. BJA …………………………………...
65
33. Hasil uji hedonik bakso ikan ……………………………………...
70
34. Biaya tetap total pembuatan bakso ikan periode 2010 ....................
76
35. Analisis sensitivitas terhadap perubahan harga bahan baku............
83
36. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix) strategi pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran CV. BJA .........................................................................................
97
37. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation Matrix) strategi pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran CV. BJA ..........................................................................................
98
38. Matriks SWOT CV. Benning Jati Anugerah............. .....................
102
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman
Nomor 1. Ikan tuna …………………………………………………………...
9
2. Letak daging merah pada jenis ikan tuna …………………………...
11
3. Matriks internal eksternal (IE) …………………………………….
41
4. Penilaian responden terhadap aroma bakso ikan …………………...
47
5. Penilaian responden terhadap rasa bakso ikan ………………….......
48
6. Penilaian responden terhadap tekstur bakso ikan …………………...
50
7. Penilaian responden terhadap warna bakso ikan ……………………
52
8. Penilaian responden terhadap overall bakso ikan ..............................
53
9. Bakso ikan …………………………………………………………..
56
10. Struktur organisasi CV. BJA .............................................................
72
11. Bakso ikan tuna CV. BJA …………………………………………..
74
12. Brosur penjualan CV. BJA .................................................................
74
13. Perkembangan volume penjualan bakso ikan tuna CV. BJA .............
76
14. Volume produksi bakso ikan tuna oleh CV. BJA ..............................
88
15. Contoh penetapan SBDK ke salah satu bank Nasional
95
16. Matriks internal eksternal (IE) pengembangan bakso ikan tuna,
95
surimi dan campuran CV. BJA .........................................................
xv
99
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Nomor 1. Kuesioner penelitian identitas responden
117
2. Kuesioner penelitian tingkat kepentingan
118
3. Kuesioner penelitian tingkat kinerja
119
4. Kuesioner penelitian uji hedonik bakso ikan
120
5. Kuesioner penilaian bobot internal dan eksternal CV. BJA
121
6. Kuesioner umum untuk manajemen
125
7. Hasil analisis sidik ragam parameter aroma
127
8. Hasil analisis sidik ragam parameter rasa
128
9. Hasil analisis sidik ragam parameter tekstur
129
10. Hasil analisis sidik ragam parameter warna
130
11. Hasil analisis sidik ragam parameter overall
131
12. Perhitungan Bobot Faktor internal dan eksternal
132
13. Perhitungan Rating
134
14. Rekap Bobot
135
15. Matrik QSP CV. Bening Jati Anugrah 1 - 4
136
16. Rencana modal usaha pengembangan usaha bakso ikan tuna
137
17. Nilai penyusutan per bulan pada usaha pengembangan bakso
139
ikan tuna CV. BJA 18. Arus kas usaha pengembangan bakso ikan tuna CV BJA
140
19. Proyeksi rugi/laba usaha pengembangan bakso ikan tuna CV BJA
141
20. Neraca usaha pengembangan usaha bakso ikan tuna CV. BJA
142
21. Rencana kebutuhan modal usaha dan analisa usaha
143
22. Analisis sensitivitas penurunan biaya produksi 6,53%
144
23. Analisis sensitivitas kenaikan biaya produksi 6,53%
145
24. Jumlah produksi dan pendapatan usaha bakso ikan oleh CV BJA
151
25. Jumlah kebutuhan bahan baku dan jam kerja pada usaha bakso
152
ikan tuna di CV BJA 26. Dokumentasi lingkungan kerja CV BJA
xvi
153
27. Katalog produk olahan ikan di CV BJA
156
28. SNI bakso ikan beku. Bagian 1: spesifikasi
160
29. SNI bakso ikan beku. Bagian 2: persyaratan bahan baku
170
30. SNI bakso ikan beku. Bagian 3: penanganan dan pengolahan
177
xvii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakso merupakan produk daging atau ikan olahan yang sangat populer dan tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Produk ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh orang-orang Cina pada masa kerajaan Majapahit maupun Sriwijaya. Menurut sejarahnya, bakso merupakan seni kuliner masyarakat Tionghoa Indonesia. Bakso itu sendiri berasal dari kata Bak-so dalam Bahasa Hokkien yang secara harfiah berarti 'daging babi giling'. Karena kebanyakan penduduk Indonesia adalah muslim, maka bakso lebih umum terbuat dari daging halal seperti daging sapi, ikan atau ayam, dan disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri. Penamaan bakso di beberapa negara di dunia berbeda-beda. Di Malaysia, Singapura, Hongkong dan Australia, bakso dikenal dengan sebutan “meatball”, sedangkan di beberapa negara di dunia bakso memiliki sebutan khusus, seperti di Belgia disebut ballekes atau Flandersdan, di Brussels disebut bouletten dan di Wallonia diberi sebutan boulettes atau boulets. Di Jerman, meatballs atau bakso disebut Frikadellen atau Fleischpflanzerl atau Fleischküchle, sedang di Berlin dan berbagai bagian dari JermanTimur umumnya memakai istilah "Bulette". Bakso Jerman yang paling terkenal adalah Königsberger Klopse yang berisi anchovy atau ikan asin dan dimakan dengan saus. Bakso sangat populer di Indonesia dan ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia mulai dari gerobak pedagang kali lima hingga restoran. Menurut Trio Setyo Budiman, ketua umum Asosiasi Pedagang Mi dan Bakso/APMISO, jumlah kaum pedagang bakso yang termarjinalkan berjumlah sekitar 4 juta orang dengan pendapatan Rp 1,2 triliun per hari (www.indopos.co.id). Omset pedagang mie dan bakso lokal di Indonesia mencapai triliunan rupiah per hari. Omset tersebut dihitung dari total pedagang mie dan bakso
2
yang mencapai 4,5 - 5 juta pedagang. Dari jumlah itu rata-rata omset pedagang bakso mampu memutar roda ekonomi sebanyak 25 juta orang. Dengan omset satu pedagang Rp. 200.000,- per harinya, maka omset pedagang bakso mencapai satu triliun per hari. Bahan baku bakso bermacam-macam, Menurut Wibowo (2006), berdasarkan jenis daging yang digunakan, maka dikenal dua jenis bakso yaitu bakso ikan dan bakso sapi. Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan (minced) atau surimi, ditambah bahan pengisi berpati atau tepung tapioka dan bumbu-bumbu, yang dibentuk bulat-bulat dan direbus dalam air panas. Biasanya dari 100 kg daging ikan lumat dapat diperoleh 120 – 140 kg bakso, rendemennya mencapai 120 – 140%. Rendemen berdasarkan berat ikan sangat bervariasi tergantung jenis ikan yang digunakan, tetapi sebagai gambaran kasar sekitar 40 – 45%. Untuk ikan cunang, rendemen mencapai 70 – 80%. Rendemen itu sangat ditentukan oleh mutu protein ikan dan jumlah es yang ditambahkan ketika pembuatan adonan. Perkembangan usaha pengolahan bakso ikan di Indonesia cukup baik. Untuk wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2007 tercatat hanya ada satu unit pengolahan bakso ikan. Pada tahun 2008 jumlahnya meningkat menjadi empat, selanjutnya pada tahun 2011 meningkat menjadi enam (Dinas Kabupaten Bogor, 2010). Berdasarkan produktivitasnya, usaha pengolahan bakso ikan di Kabupaten Bogor termasuk kategori usaha kecil menengah (UKM). Lima dari enam UKM ini baru mampu memproduksi rata-rata sebanyak 20.000 butir bakso ikan per minggu per pengolah, dan satu UKM telah mampu memproduksi sekitar 1.000.000 butir per bulannya. UKM yang cukup berhasil dalam pengembangan usaha bakso ikan di Kabupaten Bogor adalah CV. Bening Jati Anugerah (CV. BJA). UMKM ini berlokasi di Parung Bogor dan mempunyai merk dagang “Benning Food”. Rata-rata setiap harinya CV. BJA mensuplai sebanyak 10.000 – 20.000 butir bakso ikan setiap hari. Jumlah tersebut tergantung kepada permintaan pasar dan ketersediaan bahan baku yang diperoleh. Wilayah pemasaran CV. BJA meliputi Jakarta dan Bogor. Selain bakso ikan, CV. BJA juga memproduksi
3
olahan lain seperti siomay ikan, ekado, otak-otak, keong mas, udang gulung, lumpia, fish finger, kaki naga udang dan kaki naga ikan. Sistem pemasaran yang dilakukan dengan cara penjualan langsung dan melalui sistem distributor atau agen. CV. BJA berdiri sejak bulan Februari 2007 dengan investasi awal Rp.30.000.000,-. Pada tahun 2010 telah mampu meningkatkan investasinya menjadi
Rp.250.000.000,-
dengan
nilai
omzet
rata-rata
mencapai
Rp.200.000.000,- per bulan. Bahan baku yang dibutuhkan setiap bulannya rata-rata mencapai enam ton untuk daging ikan tuna, dua ton untuk tetelan kakap dan tiga ratus kilogram untuk ikan marlin. Dengan produktivitas tersebut diperkirakan perusahaan telah memenuhi 50% dari permintaan pasar. Jenis bahan baku yang digunakan untuk pengolahan bakso ikan adalah daging merah/tetelan ikan tuna yang merupakan hasil samping industri pengolahan tuna beku yang ada di Jakarta. Seiring perkembangan jaman, dan dengan semakin meningkatnya jumlah pengolah makanan olahan ikan skala UKM yang ada di Jakarta dan Bogor serta faktor iklim dan stok ikan di laut yang semakin berkurang, jumlah suplai bahan baku daging merah ikan tuna dari industri pengolahan tuna beku menjadi terbatas dan harganya semakin kompetitif. Pada tahun 2010 CV. BJA mulai menghadapi kendala untuk mendapatkan bahan baku daging merah/tetelan ikan tuna. Setiap harinya perusahaan hanya mampu mensuplai 7000 butir bakso ikan setiap hari sedangkan permintaan mencapai 15.000 butir bakso per hari. Untuk mengantisipasi keterbatasan bahan baku tersebut pada awal tahun 2011 dilakukan diversifikasi produk dengan cara menggunakan bahan baku alternatif selain daging merah/tetelan ikan tuna, yaitu surimi atau daging ikan selain tuna. Untuk itu perlu dilakukan kajian penelitian tentang “Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran” untuk mendapatkan alternatif strategi yang tepat dalam rangka meningkatkan penjualan bakso ikan di CV. BJA.
4
1.2 Identifikasi Masalah Umumnya UKM seringkali tidak memiliki perencanaan strategik. Pengertian strategik berarti penting dan berskala besar serta berhubungan langsung dengan pihak luar. Para manajer di perusahaan-perusahaan sekecil apapun akan tetap berhadapan dengan perubahan lingkungan yang sangat cepat dan radikal, maka perusahaan harus dilengkapi dengan perencanaan strategik untuk meningkatkan daya saing, yang pada gilirannya mampu meningkatkan penguasaan pasar (market share). Perubahan-perubahan yang harus diantisipasi oleh perusahaan agar dapat memenangkan persaingan di masa-masa mendatang, diantaranya (a) melakukan antisipasi perubahan masa depan, baik perubahan di bidang ekonomi, sosial, maupun politik, (b) perubahan di bidang Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang sangat cepat, (c) perubahan nilai-nilai dalam masyarakat sejalan dengan perkembangan lingkungan, (d) perubahan pasar/persaingan bebas yang harus dihadapi sebagai sesuatu yang
pasti
terjadi. Permasalahan utama yang di alami oleh UKM umumnya ada pada pengelolaan usaha. Pada CV. BJA permasalahan utama yang dihadapi ada pada pengelolaan bahan baku yang ketersediaannya kurang memenuhi kebutuhan yang ada. Bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan bakso ikan adalah daging merah/tetelan ikan tuna yang diperoleh dari hasil samping perusahaan eksportir pengolahan tuna yang ada di Jakarta. Pada tahun 2010 tercatat ada 28 industri pengolahan tuna ada di Jakarta. Berdasarkan Data Statistik Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta 2010, total volume produksi ikan tuna yang didaratkan melalui kapal dan didaratkan melalui darat pada tahun 2009 sebesar 10329,57 ton atau rata-rata sebesar 860,80 ton per bulan (Tabel 1). Secara umum daging merah ikan tuna yang dapat dimakan berkisar 45 – 50% dari tubuh ikan (Suzuki, 1981). Sehingga diperkirakan rata-rata pasokan daging merah ikan tuna yang tersedia di PPS Nizam Zachman sekitar 430,30 ton per bulan.
5
Tabel 1. Volume Produksi Ikan Tuna yang Didaratkan Melalui Kapal dan Darat Tahun 2009 Dalam Ton Bulan
Kapal
Darat
Total
Bulan
Kapal
Darat
Total
Jan
291.72
191.09
482.81
Jul
514.9
558.76
1073.66
Feb
348.06
314.85
662.91
Agt
714.76
476.87
1191.63
Mar
325.58
397.47
723.05
Sep
431.05
231.75
662.8
Apr
424.85
248.2
673.05
Okt
580.19
442.98
1023.17
Mei
803.09
404.54
1207.63
Nop
346.92
245.24
592.16
Jun
663.26
899.07
1562.33
Des
217.51
256.86
474.37
Total
2856.56
2455.22
5311.78
Total
2805.33
2212.46
5017.79
Sumber: Data Statistik PPS Nizam Zachman Tahun 2010
Saat ini dengan semakin menguntungkannya usaha pengolahan makanan olahan ikan, usaha sejenis menjadi semakin banyak bermunculan. Jika pada tahun 2007 di wilayah Bogor hanya ada satu UMKM yang mengolah bakso ikan, maka pada tahun 2011 tercatat ada enam usaha pengolahan bakso ikan. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab semakin sulitnya untuk mendapatkan bahan baku yang diinginkan. Sebagaimana hukum permintaan, semakin tinggi jumlah permintaan terhadap suatu produk maka harga semakin meningkat. Meningkatnya permintaan daging merah/tetelan ikan tuna sedangkan suplai bahan baku yang beredar dipasaran
tetap atau terbatas mengakibatkan harga
daging
merah/tetelan ikan tuna menjadi semakin kompetitif (tinggi). Peningkatan harga bahan baku mengakibatkan biaya produksi ikut meningkat. Peningkatan biaya produksi berpengaruh terhadap harga jual produk. Penentuan harga jual sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap daya saing produk di pasaran. Berdasarkan hasil survey dilapangan, saat ini harga daging merah/tetelan ikan tuna di Muara Baru Jakarta berkisar antara Rp. 16.000,- sampai dengan Rp. 22.000,- per kilogram. Sedangkan harga jual produk bakso ikan dalam kemasan 500 gram berkisar Rp. 17.000,- sampai Rp. 20.000,- dan jumlah 30 – 32 butir bakso per kemasan. Dalam rangka mempertahankan produktivitas dan mengembangkan usahanya, CV. Bening Jati Anugerah perlu menyusun strategi untuk mengatasi
6
keterbatasan bahan baku, diantaranya dengan membuat bakso dengan bahan baku pengganti/substitusi selain daging merah/tetelan ikan tuna. Bahan baku yang dipilih adalah surimi dan daging ikan lainnya selain ikan tuna (campuran daging ikan tenggiri dan surimi) yang dari segi mutu dan harga tetap dapat memenuhi selera pasar. Berdasarkan hal tersebut dilakukan kajian penelitian tentang “Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran” dalam rangka mendapatkan strategi yang efektif, efisien dan tepat dalam rangka peningkatan penjualan bakso ikan di CV. BJA. Diharapkan dengan tersusunnya strategi ini dapat membantu perusahaan dalam menentukan alternatif strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan kurangnya ketersediaan bahan baku di pasaran, menentukan jenis bakso ikan yang paling disukai konsumen dan yang paling menguntungkan dari segi finasial dari ketiga jenis bakso yang akan diujicobakan, dan dapat merekomendasikan strategi pengembangan usaha bakso ikan yang paling tepat untuk meningkatkan penjualan bakso ikan dalam rangka memenuhi 50% peluang pasar yang belum terpenuhi.
1.3 Perumusan Masalah 1.
Bagaimanakah penilaian konsumen terhadap mutu aroma, rasa, tekstur, warna dan penampakan keseluruhan dari ketiga jenis bakso yang dihasilkan CV. BJA yang diujicobakan, yaitu bakso berbahan baku daging merah/tetelan ikan tuna, bakso berbahan baku surimi dan bakso berbahan baku campuran (campuran tenggiri dan surimi) ?
2.
Apakah usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran tersebut layak secara finansial untuk dikembangkan oleh CV. BJA?
3.
Strategi apakah yang paling tepat yang dapat digunakan oleh CV. BJA untuk pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran agar meningkat pemasaran ?
7
1.4 Tujuan 1.
Mengetahui penilaian konsumen terhadap mutu bakso ikan CV. BJA yang terbuat dari bahan baku ikan tuna (daging merah/tetelan ikan tuna), surimi dan campuran (campuran ikan tenggiri dan surimi) yang dinilai dari aroma, rasa, warna, tekstur dan penampakan keseluruhannya.
2.
Menganalisis kelayakan usaha bakso ikan secara finansial
3.
Tersusunnya strategi pengembangan usaha bakso ikan di CV. BJA dalam rangka meningkatkan pemasaran
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakso Ikan Bakso merupakan produk olahan daging atau ikan yang sudah sangat populer dan tidak asing lagi bagi masyarakat. Hampir semua orang dari berbagai kelompok umur mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa sampai manula menyukai bakso, karena rasanya yang gurih, lezat, dan kenyal serta bergizi tinggi. Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan baku untuk membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan dan bakso sapi (Wibowo, 2006). Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan (minced) atau surimi, ditambah bahan pengisi berpati atau tepung tapioka dan bumbu-bumbu, yang dibentuk bulatbulat dan direbus dalam air panas. Daging ikan yang akan digunakan harus sesegar mungkin, karena protein myofibril terutama aktin dan myosin sebagai pembentuk tekstur bakso belum terdenaturasi. Selain itu daya ikat air pada ikan yang segar lebih tinggi. Daging ikan yang kurang segar menyebabkan tekstur bakso yang dihasilkan agak lembek dan warnanya tidak putih lagi. Mutu bakso ikan yang baik adalah yang warnanya putih bersih, tekstur kompak dan kenyal, tidak rapuh atau lembek (Wibowo, 2006). Komponen daging yang berperan dalam produk bakso adalah protein khususnya protein myofibril, terutama aktin dan myosin. Fungsi protein dalam bakso adalah sebagai pengikat hancuran daging dan sebagai emulsifier (Kramlich 1971).
2.2 Bahan Baku Bakso 2.2.1
Ikan Tuna Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti
cerutu, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) dibelakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas,
9
sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam, dengan jari jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan, 1983). Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut : Phylum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata Thunnus
Class
: Teleostei
Sub Class
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Sub Ordo
: Scombroidae
Genus
: Thunnus
Spesies
: Thunnus alalunga (Albacore) Thunnus albacores (Yelowfin Tuna) Thunnus macoyii (Southern Bluefin Tuna) Thunnus obesus (Big eye Tuna) Thunnus tongkol (Longtail Tuna)
Tuna merupakan perenang cepat dan terkuat di antara ikan-ikan yang berangka tulang. Penyebaran tuna mulai dari laut merah, laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut tropis dan daerah beriklim sedang (Djuhanda, 1981).
Gambar 1. Ikan Tuna
10
Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 – 26,2 g/100 g daging. Lemak antara 0,2 – 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (Thiamin, riboflavin dan niasin) (Departemen of Health Education and Walfare yang diacu Maghfiroh, 2000). Kompoisisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna dapat dilihat dalam Tabel 2 dan produksi ikan tuna di Indonesia disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna (Thunnus sp) per 100 g daging Komposisi Energi Protein Lemak Abu Kalsium Fosfor Besi Sodium Retinol Thiamin Riboflavin Niasin
Bluefin 121,0 22,6 2,7 1,2 8,0 190,0 2,7 90,0 10,0 0,1 0,06 10,0
Jenis Ikan Tuna Skipjack Yellowfin 131,0 105,0 26,2 24,1 2,1 0,1 1,3 1,2 8,0 9,0 220,0 220,0 4,0 1,1 52,0 78,0 10,0 5,0 0,03 0,1 0,15 0,1 18,0 12,0
Sumber : Departemen of health, Education and Walfare yang diacu Maghfiroh, 2000)
Tabel 3. Produksi ikan tuna tahun 2005 – 2009 Tahun
Produksi (ton)
2005
183 144
2006
159 404
2007
191 558
2008
194 173
2009
203 269
Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010
Satuan Kal g g g mg mg mg mg mg mg mg mg
11
2.2.2 Daging Merah Ikan Tuna Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar antara 45 – 50% dari tubuh ikan (Suzuki, 1981). Untuk kelompok ikan tuna, bagian ikan yang dimakan berkisar antara 50 – 60%. Kadar protein daging ikan putih tuna lebih tinggi dari pada ikan merahnya. Namun sebaliknya kadar lemak daging putih ikan tuna lebih rendah dari daging merahnya. Pembagian daging merah ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Letak daging merah pada jenis ikan tuna Daging merah tuna dapat dibedakan berdasarkan lapisan lemaknya yaitu otoro, chutoro dan akami. Otoro terdapat pada bagian perut bawah, berwarna lebih terang karena lebih banyak mengandung lemak dan lebih mahal dibandingkan chutoro. Daging merah ikan adalah lapisan daging ikan yang berpigmen kemerahan sepanjang tubuh ikan di bawah kulit tubuh. Jumlah daging merah bervariasi mulai kurang dari 1 – 2% pada ikan yang tidak berlemak hingga 20% pada ikan yang berlemak. Diameter sel atau jaringan otot pada daging merah lebih kecil (Okada, 1990). Daging merah kaya akan lemak, suplai oksigen dan mengandung mioglobin. Daging merah pada ikan pelagis
12
memungkinkan jenis ikan ini berenang pada kecepatan yang tetap untuk memperoleh makanan dan untuk bermigrasi. Okada (1990) menyatakan bahwa daging merah mengandung mioglobin dan hemoglobin yang bersifat prooksidan serta kaya akan lemak. Warna merah pada daging ikan disebabkan kandungan hemoproteinnya yang tinggi yang tersusun atas protein moiety, globin dan struktur heme. Di antara hemoprotein yang ada, mioglobin adalah hemoprotein yang terbanyak. Lebih 80% hemoprotein pada daging merah adalah mioglobin dan hemoglobin. Kandungan mioglobin pada daging merah ikan tuna dapat lebih dari 3.500 mg/100 g (Watanabe, 1990). Hal ini yang menyebabkan mudahnya terjadi ketengikan pada daging merah ikan tuna (Okada, 1990).
2.2.3
Surimi Surimi adalah istilah dari Jepang. Surimi didefinisikan sebagai lumatan
daging ikan yang telah mengalami proses penghilangan tulang, dan penghilangan sebagian komponen larut air dan lemak melalui pencucian dengan air, sehingga disebut sebagai konsentrat basah protein myofibril dari daging ikan (Okada, 1992). Menurut BPPMHP (2001b), beberapa keuntungan dari penggunaan surimi sebagai berikut: 1) Memungkinkan tersedianya bahan baku untuk pengolahan produk-produk fish jelly, terutama pada saat tidak musim ikan. 2) Pengolah tidak perlu menyiapkan daging ikan setiap hari sehingga menghemat waktu dan biaya. 3) Meningkatkan efisiensi produksi karena pengolah dapat mengkhususkan diri pada produksi surimi atau produk-produk fish jelly. 4) Lebih efektif menyimpan ikan dalam bentuk surimi beku daripada ikan utuh jika dilihat dari ruangan penyimpanan, distribusi dan transportasi. 5) Pada musim produksi ikan melimpah, pengolahan surimi merupakan alternatif yang menguntungkan karena memungkinkan dilakukannya persediaan (stock) bahan baku.
13
Ada dua tipe surimi berdasarkan kandungan garamnya, yaitu muen surimi dan kaen surimi. Muen surimi atau surimi tanpa garam dibuat dengan cara menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan polifosfat tanpa penambahan garam dan telah mengalami proses pembekuan. Kaen surimi atau surimi dengan garam dibuat dengan cara menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam tanpa penambahan polifosfat serta telah mengalami proses pembekuan. Selain surimi beku terdapat tipe surimi lain yaitu, raw surimi atau nama surimi, yaitu surimi yang tidak dibekukan dan dibuat dari daging ikan basah segar. Surimi jenis ini digunakan langsung sebagai bahan baku pada pengolahan produk lanjutannya segera setelah dibuat, dan memiliki kelebihan dari surimi beku yaitu kemampuan mengikat air yang lebih besar sehingga meningkatkan rendemen (Suzuki, 1981). Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi produk surimi. Jenis ikan yang ideal untuk produk surimi beku adalah yang mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik, sebab kemampuan pembentukan gel akan mempengaruhi elastisitas produk. Untuk mendapatkan surimi yang baik harus menggunakan ikan yang masih segar, karena elastisitas yang terbaik hanya didapatkan dari ikan yang segar (BBPMHP, 1987).
2.2.4
Ikan Lainnya Jenis ikan yang paling mungkin digunakan dalam sebagai alternatif
bahan baku bakso adalah jenis ikan kuning, ikan mata goyang, maupun ikan kuniran yang banyak diperoleh di DKI Jakarta, Tegal dan Jawa Tengah. Ikan kuning, ikan mata goyang dan ikan kuniran pada awalnya kurang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, pemanfaatannya hanya sebatas bahan baku proses pembuatan ikan asin, bahan baku pakan ternak maupun proses pengolahan tepung ikan. Namun semenjak industri pengolahan fillet ikan berkembang, jenis ikan ini meningkat nilai ekonomisnya dan cukup banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan olahan ikan seperti bakso ikan.
14
Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pengolahan fillet ikan demersal terutama di daerah Tegal, Jawa Tengah. Nama latin untuk ikan kuniran adalah Upenephelus sulphureus. Nama internasional untuk jenis ikan ini adalah Sulphur goatfish, sedangkan nama lokal adalah ikan kuniran atau kamujang atau jenggot. Ikan kuniran masuk ke dalam famili Mullidae, genus Upeneus. Hidup di sekitar terumbu karang. Bentuk badan memanjang sedang, pipih samping dengan penampang melintang bagian depan punggung beberapa garis bengkok yang dalam dan kepala tumpul. Mempunyai pita gelap berwarna coklat kemerahan memanjang di atas gurat sisi mulai dari moncong melewati mata sanpai ke pertengahan dasar pangkal ekor. Ukuran mampu mencapai 20 cm. Ikan ini biasanya ditangkap menggunakan Pukat tarik ikan (Fish net), Dogol (termasuk lampara dasar, cantrang) (Demersal danish seine), Pukat cincin (Purse seine), Bagan tancap (Stationary lift net) dan Sero (Guiding Barrier). Ikan kuniran tersebar di perairan pantai seluruh Indonesia, ke utara dampai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang Laut Cina Selatan, Philipina, ke selatan sampai pantai utara Australia dan ke barat sampai Afrika Timur. Di Indonesia, ikan kuniran didaratkan di PPP Tegalsari, PPN pekalongan, PPN Brondong dan PPP Karangantu. Ikan mata goyang atau swanggi. Nama Internasional untuk jenis ikan ini adalah Purple-spotted bigeye. Nama latin dari ikan mata goyang ini adalah Pricanthus tayenus, sedangkan nama lokalnya antara lain golok sabrang (PPN Brondong), capa (PPN Sibolga), mata bulan (PPN Ambon), camaul (PPN Pelabuhan Ratu), demang, mata goyang, ohyes (PPP Tegalsari), belong (PPN Pekalongan) dan empok asu (PPN Prigi). Ikan ini memiliki bentuk bulat agak memanjang, mata cukup besar dengan bintik hitam pada bagian sirip pectoral. Ikan mata goyang tersebar pada perairan dengan dasar karang berbatu. Alat tangkap yang digunakan untuk mendapatkan ikan mata goyang antara lain Pukat tarik udang ganda (Double rigs shrimp trawl), Pukat tarik ikan (Fish net), Payang termasuk Lampara dasar (Pelagic danish seine), Pukat cincin (Purse seine), Jaring insang hanyut (Drift gill net), Jaring klitik (Shrimp entangling gill net), Jaring
15
tiga lapis (Trammel net), Bagan perahu/rakit (Boat/raft lift net), dan Sero termasuk Kelong (Guiding barrier). Di Indonesia ikan ini didaratkan di PPN Sibolga, PPN Pelabuhan Ratu, PPP Tegalsari, PPN Pekalongan, PPN Brondong dan PPN Ambon. Ikan demersal lainnya yang juga digunakan dalam pengolahan fillet adalah ikan ekor kuning. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata rendemen yang diperoleh untuk fillet dari ikan ekor kuning adalah sebesar 33.84 %. Sedangkan rata-rata rendemen yang diperoleh untuk fillet dari ikan mata goyang dan kuniran adalah 29,25% dan 32,30 %. Perbedaan nilai rendemen dari ketiga jenis ikan ditentukan dari ukuran ikan yang digunakan dan produk akhir yang diperoleh yaitu skin less atau skin on. Ikan ekor kuning memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan dua jenis ikan lainnya sehingga walaupun produk akhir yang dihasilkan berupa fillet skin less, namun rendemen yang diperoleh tetap lebih tinggi. Sedangkan untuk ikan kuniran memiliki nilai rendemen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan rendemen ikan mata goyang karena produk akhir yang dihasilkan berupa fillet skin on. Ukuran ikan yang digunakan baik ikan mata goyang maupun ikan kuniran hampir sama.
2.3 Pengolahan Bakso Ikan Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh atau lumatan daging ikan (minced) atau surimi. Proses pengolahan bakso ikan yang berasal dari bahan baku surimi, terdiri dari penerimaan, pencampuran, pembentukan, perebusan, pendinginan, sortasi, penimbangan dan pengemasan, serta penyimpanan (BSN 2006b). Bahan baku yang digunakan atau diterima diuji secara sensori untuk mengetahui mutunya. Pada tahap pencampuran lumatan daging ikan atau surimi dimasukkan ke dalam alat pencampur untuk digiling hingga hancur. Ditambahkan garam dan di campur kembali sehingga didapatkan adonan yang lengket. Selanjutnya dilakukan penambahan dan bumbu-bumbu lainnya, dicampur sampai homogen. Kemudian adonan dicetak secara manual atau dengan mesin pencetak bakso dengan ukuran yang sudah ditentukan. Tahap
16
selanjutnya adalah perebusan bakso pada suhu 20oC selama 20 menit dan dilanjutkan perebusan pada suhu 90oC selama 20 menit. Tujuan dari perebusan adalah untuk mendapatkan tekstur bakso ikan yang baik. Selanjutnya bakso ikan didinginkan dengan cara dibiarkan pada suhu ruang. Setelah bakso ikan dingin, tahap selanjutnya adalah dengan melakukan sortasi untuk mendapatkan bakso ikan dengan bentuk yang seragam.
Kemudian
bakso ikan dimasukkan ke dalam bahan pengemas, dan ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan dengan menggunakan timbangan yang telah dikalibrasi. Kemasan ditutup menggunakan alat penutup (sealer). Tahap selanjutnya adalah penyimpanan bakso ikan pada suhu rendah (BSN 2006b). Daging lumatan atau surimi, dicampur dengan garam dan bahan pengikat (phosphate) selama kurang lebih 2 menit. Hal ini dilakukan karena pada pembuatan dan pengadonan bakso ikan sangat diperlukan terjadinya pembentukan gel ikan yang akan mempengaruhi tekstur. Jika garam ditambahkan pada awal proses pengadonan maka protein miofibril yang bersifat mudah larut dalam cairan garam akan terpisah dari daging ikan membentuk pekatan sol yang sangat lengket. Apabila pekatan ini dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Pasta elastis ini disebut ashi. Setelah adonan kalis, masukkan bahan pengisi (tepung) kemudian bumbu-bumbu lainnya secara berurutan sedikit demi sedikit mulai dari bawang putih, lada, MSG dan terakhir sorbitol. Pada saat pengadonan juga perlu memperhatikan suhu adonan tidak melebihi 20oC, maka itu diperlukan es atau air es secukupnya dengan memperhatikan tekstur yang akan dihasilkan agar produk tidak terlampau lembek atau keras. Adonan yang telah jadi, dibentuk menjadi bola-bola bakso dengan ukuran sesuai keinginan, selanjutnya bakso dilakukan pemasakan yang terbagi atas dua (2) tahap, yaitu tahap pertama dimasak dalam air panas dengan suhu 60o – 70oC selama 15 menit. Pemanasan dengan suhu tersebut bertujuan agar permukaan bakso halus. Setelah 15 menit pemanasan, dilakukan pemasakan kedua yaitu perebusan dalam air mendidih sampai matang dan mengapung atau sekitar 15 menit, sehingga terbentuknya struktur produk yang kompak.
17
Bakso yang telah matang, didinginkan di suhu ruang atau bisa dibantu menggunakan kipas angin. Penyimpanan bakso ikan pada suhu rendah dapat dilakukan dengan menggunakan suhu dingin maupun suhu beku. Penyimpanan bakso ikan pada suhu dingin dapat dilakukan dalam ruang pendinginan (refrigerator) pada suhu 0 – 5oC. penyimpanan produk pada suhu rendah dimaksudkan untuk menghambat aktivitas mikroba yang menyebabkan kebusukan, sehingga dapat mencegah kemunduran mutu atau memperlambat proses pembusukan (Ilyas 1983).
2.4 Pengembangan Usaha, Strategi Bersaing, Pemasaran dan Lingkungan 2.4.1
Pengembangan Usaha Menurut Syaukat (2002), pengembangan usaha khususnya UKM
sangat tergantung pada beberapa faktor, antara lain: 1) Kemampuan UKM dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal 2) Kemampuan UKM dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing. 3) Menghasilkan produk bermutu dan berorientasi pasar (domestik maupun internasional) 4) Berbasis sumberdaya domestik 5) Substitusi impor Menurut Haryadi (1998), faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kemampuan untuk bertahan bagi UKM dalam menghadapi krisis adalah: 1) Jenis produksi yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 2) Bahan baku yang mendukung aktivitas UKM didatangkan dari luar atau dari daerah desa sekitar industri beroperasi. 3) Industri kecil/UKM merupakan usaha yang padat karya dan bukan padat modal. 4) Tidak menggunakan material impor, baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan pendukung bagi UKM tersebut.
18
Selanjutnya ada lima aspek yang berkaitan erat dengan perkembangan UKM (Haryadi, 1998) yaitu aspek : 1. Pemasaran, 2. Produksi, 3. Ketenagakerjaan, 4. Kewirausahaan, dan 5. Akses pada pelayanan.
2.4.2 Strategi bersaing Didalam persaingan yang semakin ketat dalam suatu industri maka diperlukan adanya suatu strategi yang tepat dalam bersaing. Menurut Hunger dan Wheelen (2001), sebuah strategi perusahaan akan membentuk dasar perencanaan komprehensif. Strategi tersebut dapat mencapai misi dan tujuan dari perusahaan, dengan cara memaksimalkan keunggulan bersaing dan meminimalkan kelemahan-kelemahannya. Menurut Pearce dan Robinson (1997), ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memformulasikan strategi, sehingga strategi tersebut berhasil sukses sebagaimana yang diharapkan, yaitu (1) strategi harus dapat konsisten menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang kompetitif, (2) strategi harus realistis dengan kapabilitas dan sumberdaya uang yang dimiliki perusahaan, dan (3) strategi harus dapat dieksekusi dengan baik. Dalam melaksanakan strategi bersaing, bauran pemasaran sangat penting dikenali oleh perusahaan. Kegiatan pemasaran adalah suatu konsep dasar dari proses kegiatan bisnis dan sosial yang dilakukan oleh individu atau organisasi untuk memperoleh produk atau jasa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan cara menciptakan, menawarkan, serta mengubah nilai dari suatu produk.
2.4.3
Pemasaran Pengertian atau definisi pemasaran menurut Kotler (2002) adalah suatu
proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Bauran pemasaran sebagai kelompok kiat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai target pemasaran. Bauran pemasaran terdiri atas hal-hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi produknya. Empat komponen yang
19
menyusun bauran pemasaran pada barang/jasa adalah produk, harga, distribusi dan promosi (Kertajaya, 2003). Menurut Soemantri (2003), dari kedua pengertian/definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses penciptaan nilai (value) yang diarahkan untuk menciptakan suatu pertukaran yang saling memuaskan. Keberhasilan dalam pemasaran tersebut diharapkan akan mencapai sasaran melalui hal berikut : 1) Omzet penjualan produk dan jasa akan menjadi sangat besar. 2) Untuk tercapainya peningkatan penjualan yang besar, maka harus mampu mengenal dan memahami pelanggan dengan sebaik-baiknya. 3) Kalau sudah mengenal dan memahami pelanggan dengan baik, maka akan sanggup menawarkan produk dan jasa yang memiliki nilai sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 4) Akhirnya melalui pelanggan yang sudah terpuaskan tersebut, secara tidak langsung akan mempromosikan produk dan jasa, sehingga akan terjual dengan sendirinya (dicari konsumen). Analisa Persepsi Pasar 1) Persepsi Konsumen Menurut Kotler (2000), persepsi adalah proses bagaimana seseorang memilih,
mengorganisasi
informasi
untuk
dan
membantu
menginterpretasi
konsumen
masukan-masukan
menginterpretasikan
dunia
sekitarnya. Setiap individu dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang sama. Persepsi konsumen memegang peranan penting dalam pemasaran, karena persepsi yang diterima konsumen dapat mempengaruhi mutu, harga dan juga image yang dihasilkan produk tertentu. 2) Analisis Persaingan Analisis persaingan adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh banyak industri untuk membangun strategi. Intensitas persaingan diantara perusahaan-perusahaan sangat bervariasi. Analisis dasar dalam memahami persaingan adalah industri. Sebuah industri yang menghasilkan produk ataupun jasa adalah sekumpulan pesaing yang menghasilkan produk atau jasa yang bersaing satu sama lain (Porter, 1990). Suyanto (2007)
20
berpendapat bahwa pesaing suatu perusahaan meliputi pihak yang berusaha memuaskan pelanggan dan kebutuhan pelanggan yang sama, serta menyediakan penawaran yang serupa kepada pelanggan. Menurut Pearce and Robinson (1997), analisis persaingan umumnya memiliki tujuan untuk mengidentifikasi pesaing yang ada sekarang dan pesaing potensial serta mengidentifikasi pergerakan potensial, dari pesaing untuk membantu perusahaan merencanakan persaingan yang efektif. Kotler dan Keller (2007) berpendapat bahwa analisis strategi bersaing merupakan bagian penting dalam rencana pemasaran, yaitu : Dalam menilai situasi terkini, perusahaan perlu mengidentifikasi pesaing-pesaing kunci, serta mempelajari kekuatan dan kelemahan pesaing. Analisis dan intelegensi bersaing membentuk strategi bersaing yang didukung oleh bauran pemasaran. Dalam menganalisis persaingan industri, Kotler (2000) mengemukakan bahwa ada delapan hal yang harus diperhatikan, yaitu : (1) Mengidentifikasi Pesaing. Hal ini dapat dibedakan berdasarkan empat tingkat substitusi, yaitu : a. Persaingan Merk, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para pesaingnya adalah perusahaan lain yang menawarkan produk dan jasa yang serupa pada pelanggan sama dengan harga sama. b. Persaingan Industri, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para pesaingnya adalah semua perusahaan yang membuat produk atau kelas produk yang sama. c. Persaingan Bentuk, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para pesaingnya adalah semua perusahaan yang memproduksi produk yang memberikan jasa yang sama. d. Persaingan generik, terjadi apabila suatu perusahaan menganggap para pesaingnya adalah semua perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan harga konsumen yang sama. (2) Mengidentifikasi Strategi Pesaing. Pesaing terdekat perusahaan adalah yang mengejar pasar sasaran sama dengan strategi sama.
21
(3) Menentukan Tujuan Pesaing. Tujuan pesaing beraneka ragam, misalnya profitabilitas, pertumbuhan pangsa pasar, arus kas, keunggulan teknologi dan keunggulan pelayanan. (4) Menilai Kekuatan dan Kelemahan Pesaing. Sumber daya dan kemampuan
dari
masing-masing
pesaing
dapat
menentukan
keberhasilan perusahaan dalam menjalankan strategi. (5) Mengestimasi Pola Reaksi Pesaing. Pola reaksi pesaing ada yang lambat, cepat, penuh perhitungan dan tidak terduga. (6) Merancang Sistem Intelejen Persaingan. (7) Memilih Pesaing untuk Diserang dan Dihindari. (8) Menyeimbangkan Orientasi Pelanggan dan Pesaing. Penciptaan Value 1) Pengertian Value Menurut Tunggal (2009), Value dalam makna persaingan adalah jumlah yang sedia dibayarkan pembeli untuk sesuatu yang diitawarkan perusahaan. Nilai diukur dengan pendapatan total, cerminan harga yang ditentukan perusahaan dan jumlah unit produk yang dapat dijualnya. Porter (1992) berpendapat bahwa value dalam konteks pemasaran adalah selisih antara jumlah nilai bagi pelanggan (nilai yang dinikmati pelanggan) dan jumlah biaya dari pelanggan (biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan). Dan jumlah nilai bagi pelanggan adalah sekelompok keuntungan atau manfaat yang diharapkan pelanggan dari barang dan jasa tertentu. Faktor-Faktor Pembentuk Value Faktor utama dalam membentuk value adalah : (1) Marketing Mix (4P) Marketing Mix mengacu pada paduan strategi produk, distribusi, promosi dan penentuan harga yang bersifat unik yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran saling memuaskan dengan pasar yang dituju, sehingga dapat digunakan untuk merancang strategi produk pada setiap pasar sasaran (Cravens, 2000; Lamb, dkk., 2001). Menurut Kotler dan Armstrong (2001), Marketing Mix atau bauran pemasaran adalah bauran dari empat jenis peubah atau kegiatan yang merupakan
22
inti dari sistem pemasaran perusahaan, yang terdiri dari peubah produk, struktur harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi atau yang lebih dikenal dengan istilah 4P (Product, Price, Promotion dan Place). 4P merupakan salah satu faktor
utama dalam membentuk
value, artinya bagaimana kemampuan perusahaan dalam mengemas 4P tersebut sesuai dengan need, want dan expectation dari konsumen sehingga perusahaan mampu mencapai tujuan pemasaran dalam pasar sasaran. Rincian dari hal di atas sebagai berikut : Product (Produk) Produk adalah sesuatu yang ditawarkan
yang dapat memenuhi
harapan konsumen. Tjiptono (1999) mendefinisikan produk sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Peter dan Olson (2000) menjelaskan bahwa pengetahuan produk oleh konsumen dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pengetahuan tentang ciri atau karakteristik produk, konsekuensi atau manfaat positif menggunakan produk, dan nilai yang akan dipuaskan oleh produk tersebut. Aktivitas pemasaran di bidang produk dapat berupa diversifikasi produk, penciptaan produk baru, penciptaan disain produk, pengemasan produk dan lain-lain. Price (Struktur Harga) Menurut Lamb, dkk., (2001), harga adalah apa yang harus diberikan oleh konsumen (pembeli) untuk mendapatkan suatu produk tertentu. Harga suatu produk merupakan ukuran terhadap besar kecilnya nilai kepuasan konsumen terhadap produk yang dibelinya.
Menurut
Tjiptono (1999), strategi harga adalah satu-satunya strategi yang menghasilkan pendapatan langsung dari hasil penjualan suatu produk kepada konsumen.
Menerapkan kebijakan harga lebih rendah
dibandingkan dengan pesaing dapat tercipta apabila perusahaan memiliki keunggulan bersaing pada biaya rendah (low cost). Selain itu penetapan harga dan persaingan harga merupakan masalah nomor satu yang dihadapi oleh para eksekutif pemasaran (Kotler, 2000). Aktivitas pemasaran dibidang harga dapat berupa penetapan harga produk,
23
pemberian potongan harga, memprakarsai perubahan harga dan memodifikasi harga. Promotion (Strategi Promosi) Fungsi promosi dalam bauran pemasaran adalah untuk mencapai berbagai tujuan komunikasi dengan setiap konsumen. Menurut Kotler (2000),
promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan
untuk mengenalkan dan mengkomunikasikan produk yang dihasilkan kepada konsumen, membujuk dan mengingatkan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk yang dihasilkan. Sedangkan Cravens (2000) menjelaskan bahwa
strategi promosi terdiri dari
aktivitas penentuan (1) tujuan komunikasi, (2) peranan komponenkomponen pembentuk bauran promosi, (3) anggaran promosi dan (4) strategi setiap komponen bauran.
Strategi pemasaran meliputi
kegiatan periklanan, promosi penjualan, personal selling dan publisitas. Kegiatan periklanan dapat dilakukan dengan mengenalkan produk kepada konsumen melalui surat kabar, majalah, radio, televisi dan lain-lain. Kegiatan promosi penjualan dapat dilakukan dengan cara melakukan demonstrasi atau membagi-bagikan contoh produk kepada calon konsumen. Kegiatan personnal selling dapat dilakukan dengan cara direct selling, telephone selling, mail order atau door to door. Sedangkan kegiatan publisitas digunakan untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen sehingga konsumen tertarik dengan produk yang dipasarkan, misalnya dengan mengikuti pameran, menyiarkan berita di surat kabar radio dan televisi. Dalam menetapkan kebijakan promosi, perusahaan sebaiknya mempertimbangkan waktu yang tepat dalam penyampaian, menetapkan anggaran promosi, memilih media yang tepat dan mampu menetapkan tujuan komunikasi, sehingga dengan kegiatan promosi mampu meningkatkan pertumbuhan penjualan produk. Strategi pemasaran di bidang promosi sering dikenal dengan istilah promotional mix.
24
Place (Saluran Distribusi) Saluran distribusi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk membuat produk dapat dengan mudah diperoleh oleh konsumen. Produk yang sudah dikemas dengan baik, harus diikuti dengan sistem distribusi yang baik, agar produk tersebut benar-benar dapat dirasakan oleh konsumen memiliki keunggulan dibanding produk sejenis dari perusahaan pesaing. (2) Strategi STP (Segmentation, Targeting and Positioning) Kebutuhan dan keinginan setiap individu adalah berbeda satu sama lain (unik). Majid (2008) menyatakan bahwa segmentasi pasar adalah kegiatan membagi suatu pasar menjadi kelompok-kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda. Manfaat dari segmentasi (segmentation) pasar bagi produsen adalah untuk mengetahui respon pemasaran yang berbeda-beda, sehingga produsen dapat mengalokasikan anggaran secara lebih tepat pada berbagai segmen. Setelah segmen pasar terbentuk, maka harus ditetapkan segmen mana yang akan dijadikan sebagai target market (targeting). Dengan mengetahui target market maka strategi 4P yang dikembangkan akan lebih terfokus, dan produk yang ditawarkan akan memiliki posisi (positioning) yang jelas di benak konsumen (Kasali, 1998). Faktor penting lainnya yang harus diperhatikan dalam membentuk nilai bagi pelanggan adalah : Brand Equity (Merk) Penamaan merk produk yang kuat dan positif mengandung nilai kepercayaan dan akan tersimpan lama di benak konsumen. Lebih dari 50% keputusan pembelian dipengaruhi oleh merk. Service (Pelayanan) Pelayanan yang memuaskan merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam memilih produk, dan akan dirasakan konsumen
25
ketika mereka mulai bertransaksi untuk membeli produk yang ditawarkan. Menurut Wilkie (1994), ada beberapa alternatif tindakan konsumen apabila merasa tidak puas, yaitu tidak melakukan pembelian ulang, berpindah pada merek lain, menceritakan kepada teman/kerabat dan komplain kepada penjual atau agen. Process (Proses) Konsumen harus dapat merasakan bahwa apa yang dinikmatinya (nilai) adalah merupakan hasil dari suatu proses yang mampu menghasilkan kualitas terbaik.
2.4.4
Faktor Lingkungan Setiap unit bisnis akan selalu mengamati kondisi lingkungannya, baik
lingkungan makro maupun lingkungan mikro, terutama dalam lingkungan pemasaran yang secara terus menerus memunculkan kesempatan dan ancaman baru, dengan tujuan untuk memonitor dan beradaptasi secara kontinyu dan terus menerus terhada perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Menurut Jauch dan Glueck (1999), strategi merupakan rencana yang disatukan menyeluruh dan terpadu mengaitkan keunggulan suatu perusahaan dengan tantangan dan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat. Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan strategi, tahap implementasi dan tahan evaluasi strategi (David, 2006). Tahap perumusan strategi meliputi pernyataan misi, penetapan tujuan, identifikasi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan. Analisa internal meliputi pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi, operasi, permodalan dan keuangan, serta pengembangan SDM. Analisis eksternal meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro. Lingkungan eksternal adalah segala kekuatan yang ada di luar organisasi/perusahaan, pengaruh perusahaan tidak terlihat sama sekali. Lingkungan eksternal sangat mempengaruhi kinerja perusahaan dalam suatu
26
industri. Lingkungan eksternal tersebut terdiri atas lingkungan umum dan lingkungan industri. Lingkungan internal suatu organisasi/perusahaan merupakan hasil analisis dari nilai atau identifikasi segala faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Kumpulan sumberdaya, kapasitas dan kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga mampu memanfaatkan peluang dengan cara efektif dan secara bersama mampu mengatasi ancaman. Setelah dilakukan analisis faktor internal dan eksternal perusahaan, maka selanjutnya dilakukan analisis matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE). Menurut Rangkuti (2005), matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut, yaitu (a) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan, (b) penentuan bobot setiap peubah, (c) penentuan peringkat (rating), dan (d) penggunaan matriks internal dan eksternal (IE).
2.5 Matriks SWOT dan QSPM 2.5.1
Matriks SWOT Analisis matriks Streghts, Weaknesses, Opportunities dan Threats
(SWOT) merupakan salah satu alat analisis yang dapat menggambarkan secara jelas keadaan yang dihadapi perusahaan. Menurut Rangkuti (2005), analisis SWOT untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang secara sistematis untuk merumuskan strategi. Rumusan strategi tersebut didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada, serta secara bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. Sebelum analisis SWOT dilakukan analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan, kemudian dilakukan pembobotan, baik bobot strategik internal maupun eksternal. Setelah didapat hasil analisis faktor internal dan eksternal selanjutnya di susun matriks IFE dan EFE dan diberikan rating. Penentuan rating oleh pakar atau manajemen perusahaan dilakukan terhadap peubah-peubah hasil analisis dan memberikan peringkat dengan skala 1
27
sampai 4. Kemudian diberikan pembobotan dan dikalikan dengan peringkat pada setiap faktor untuk menghasilkan skor. Setelah matriks IFE dan EFE tersusun, maka dilakukan penyusunan matriks IE untuk menentukan posisi mana usaha UMKM
CV. Bening Jati
Anugerah sebaiknya diposisikan, agar strategi yang diterapkan mampu mengembangkan perusahaan dengan baik. Langkah selanjutnya melakukan analisis strategi dengan SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan (strengthsweaknesses) dan peluang-ancaman (opportunities-threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan ancaman lingkungan luar, serta strategi yang menyajikan kombinasi terbaik diantara kesempatannya. Matriks SWOT menghasilkan empat tipe strategi yaitu: a) Strategi S-O Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya b) Strategi S-T Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman c) Strategi W-O Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada d) Strategi W-T Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman Setelah ditentukan strategi-strategi terpilih, maka perusahaan dapat memilih alternatif
strategi
yang
tepat
untuk
menjalankan
usahanya
dengan
memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan ancaman yang ada. 2.5.2 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) QSPM adalah alat yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi
alternatif
strategi
secara
obyektif,
berdasarkan
faktor
28
keberhasilan faktor kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi dan membutuhkan penilaian intuitif yang baik. Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki (David, 2006). Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal perusahaan. Jumlah sel alternatif strategi dimasukan dalam QSPM dapat berapa saja, jumlah strategi dalam satu sel juga dapat berapa saja, tetapi hanya strategi dalam sel yang sama yang dapat di evaluasi satu sama lain. Menurut David (2006), QSPM terdiri atas empat komponen, yaitu (1) Bobot, yang diberikan sama dengan yang ada pada matriks EFE dan IFE, (2) Nilai Daya Tarik, (3) Total Nilai Daya Tarik dan (4) Jumlah Total Nilai Daya Tarik. Enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan matriks tersebut, yaitu : Langkah 1
: mendaftarkan faktor kunci dari kekuatan dan kelemahan internal dan peluang atau ancaman eksternal perusahaan dala kolom kiri matriks.
Langkah 2
: memberikan bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal. Bobot sama dengan yang dipakai dalam matriks IFE dan EFE.
Langkah 3
: memeriksa tahap kedua (pemaduan) dan mengidentifikasi strategi alternatif yang dapat dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan.
Langkah 4
:
menetapkan nilai daya tarik attractiveness score (AS) yang menunjukkan daya tarik relatif setiap strategi dalam alternatife sel tertentu. Nilai daya tarik tersebut adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = amat menarik.
29
Langkah 5
:
menghitung total nilai daya tarik dengan mengalikan antara bobot dengan nilai daya tarik.
Langkah 6
:
menghitung jumlah total nilai daya tarik. Jumlah ini mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi nilainya, menunjukkan strategi tersebut semakin menarik, dan sebaliknya.
Bentuk QSPM secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. QSPM
Faktor Kunci
Bobot (a)
Alternatif Strategi Strategi 1 Strategi 2 AS TAS AS TAS (b) (a x b) (c) (a x c)
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Jumlah Total Nilai Daya Tarik
Keterangan : AS = nilai daya tarik TAS (Total AS) = total nilai daya tarik
QSPM merupakan tahap akhir dari perumusan strategi, dengan menggunakan tahap input dan tahap pemaduan untuk merumuskan strategi mana yang terbaik sebagai strategi alternatif, yang obyektif berdasarkan faktor-faktor sukses internal dan eksternal yang telah dikenali sebelumnya.
30
2.6 Analisis Kelayakan dan Pengembangan Usaha 2.6.1
Analisis kelayakan dan pengembangan usaha Kelayakan menurut aspek-aspek kelayakan usaha, meliputi : (a) aspek
teknis, (b) aspek manajemen operasi, (c) aspek pemasaran, (d) aspek sosial dan (e) aspek finansial. 1) Aspek Teknis Aspek ini berkenaan dengan proses pembangunan usaha secara teknis dan operasional setelah proyek dijalankan. Aspek tersebut menyangkut faktor produksi (input) dan hasil produksi (ouput) yang akan menguji hubunganhubungan teknis yang mungkin dalam suatu usaha (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis aspek teknis meliputi penentuan kapasitas produksi (skala usaha) yang merupakan volume atau jumlah satuan usaha yang dihasilkan selama satuan waktu tertentu, penentuan lokasi usaha, bahan baku dan pembantu serta pendukung lainnya, pemilihan teknologi, penggunaan mesin dan peralatan. 2) Aspek manajemen operasi Analisis manajemen operasional perusahaan meliputi kebutuhan tenaga kerja, bentuk dan struktur organisasi serta spesifikasi jabatan dalam perusahaan. Analisis kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada kebutuhan pada proses produksi manajemen dan proses administrasi. Struktur formal organisasi dapat membantu menjelaskan wewenang tugas dan tanggung jawab manajemen (Kadariah dan Gray, 1999). 3) Aspek pemasaran Analisis terhadap aspek pasar dan pemasaran pada suatu usaha, ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang (a) potensi pasar bagi produk yang tersedia untuk masa yang akan datang. Permintaan dan penawaran produk pada masa yang akan datang, dihitung menggunakan metode peramalan; (b) pangsa pasar yang dapat diserap oleh usaha tersebut dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut dimasa mendatang (Husnan dan Suwarsono, 2000). Strategi pemasaran adalah logika pemasaran dan berdasarkan itu unit usaha diharapkan dapat mencapai sasaran-sasaran pemasarannya. Pada
31
dasarnya, strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan peubah-peubah seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, unsur bauran pemasaran dan biaya bauran pemasaran (Tjiptono, 1999). 4) Aspek sosial Aspek sosial berkenaan dengan dampak sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, seperti penyediaan, pengaruh terhadap lingkungan dan pemerataan pendapatan. 5) Aspek finansial Aspek ini mengukur manfaat ekonomis bagi proyek itu sendiri atau sering disebut manfaat finansial. Manfaat analisis finansial untuk mengetahui apakah kegiatan usaha mampu memenuhi kewajiban finansial ke dalam atau ke luar perusahaan, serta mendatangkan keuntungan yang layak bagi perusahaan atau pemiliknya. Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biayabiaya dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Suatu usaha dapat dinilai layak apabila memberikan keuntungan finansial. 2.6.2
Analisis Finansial finansial dalam persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh-
pengaruh finasial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap peserta yang tergabung di dalamnya. Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan mentode Cash Flow Analysis. Metode tersebut dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponenkomponen tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan (benefit; inflow) dan biaya atau pengeluaran (cost; outflow). Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit), untuk tingkat investasi menggunakan beberapa kriteria penilaian kelayakan yaitu; Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Gittinger, 1996).
32
Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi yaitu (a) Pay Back Period (PBP), (b) Net B/C, (c) Break Even Point (BEP), (d) NPV dan (e) IRR.
1) Pay Back Period (PBP) PBP adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal (Newman, 1990). Perhitungan PBP ini dilengkapi dengan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1, maka proyek tersebut dijalankan karena tidak akan merugi. PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 1997), dapat dinotasi sebagai berikut :
PBP
= n +
m (B n+1 – C n+1 )
Keterangan : n
= periode investasi pada saat nilai akhir kumulatif B t – C t negative terakhir
m
= nilai kumulatif B t – C t negative terakhir
B n+1
= nilai sekarang penerimaan bruto pada akhir tahun n + 1
C n+1
= nilai sekarang biaya bruto tahun n + 1
2) Net B/C Bet B/C adalah perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negative. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan (rugi).
33
Menurut Gittiger (1996), Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negative. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan dinotasikan sebagai berikut :
Bt - Ct
n
Σ Net B/C
t=0
(1 + i)t
n
Ci – Bi
t=0
(1 + i)t
=
Σ
(Untuk Bt - Ct > 0 )
(Untuk Bt - Ct < 0 )
Keterangan : Bt
= benefit bruto pada tahun ke – t (Rp)
Ct
= benefit bruto pada tahu ke – t (Rp)
n
= umur ekonomis usaha (tahun)
i
= tingkat suku bunga (%)
t
= periode investasi (1 = 1,2,3…n)
3) Break Even Point (BEP) BEP adalah suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk mencapai titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil akhir penjualan produk tidak dapat melampaui titik tersebut maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Sutojo, 1996).
BEP
= 1
-
Biaya Tetap Biaya Variabel Total Penerimaan
34
4) Net Present Value (NPV) NPV menunjukkan keuntungan yang akan di peroleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Kriteria NPV sebagai berikut : a) NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan b) NPV = 0, maka proyek tidak untung dan juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga
pelaksanaan
proyek
berdasarkan
penilaian
subyektif
pengambilan keputusan) c) NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik tidak dilaksanakan n
NPV
NPV
=
=
Σ
Bt -
t=0
(1 + i)t
n
Bt - Ct
Σ t=0
n
Ct
t=0
(1 + i)t
Σ
(1 + i)t
Keterangan : Bt
= benefit bruto pada tahun ke – t (Rp)
Ct
= benefit bruto pada tahu ke – t (Rp)
n
= umur ekonomis usaha (tahun)
i
= tingkat suku bunga (%)
t
= periode investasi (1 = 1,2,3…n)
5) Internal Rate of Return (IRR) IRR menunjukkan persentase keuntungan yang sudah diperoleh atau investasi bersih dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto, maka proyek layak untuk dilaksanakan sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
35
Formulasi yang digunakan dalam menghitung IRR adalah:
i*
= i +
NPV1 NPV1 – NPV2
(i2 – i1 )
Keterangan : NPV1 = nilai NPV yang positif (Rp) NPV2 = nilai NPV yang negatif (Rp) i1
= discount rate nilai NPV yang positif (%)
i2
= discount rate nilai NPV yang negatif (%)
i*
= IRR (%)
III.
METODE KAJIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di CV. Bening Jati Anugerah yang terletak di Desa Parung Kabupaten Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian April sampai dengan Agustus 2011.
3.2 Metode Kerja Kajian ini menggunakan metode deskriptif dan analitik yang bersifat studi kasus (Sugiyono, 2003). Untuk mengindentifikasi dan mengevaluasi lingkungan perusahaan (internal dan eksternal) dilakukan wawancara langsung dengan pengelola perusahaan menggunakan kuesioner. Hasil identifikasi kemudian dianalisis sehingga dapat diketahui posisi perusahaan saat
ini.
Selanjutnya
dilakukan
penyusunan
strategi
yang
dapat
diimplementasikan, serta prospek perkembangan usaha ke depan. 3.2.1 Pengumpulan Data Jenis pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: 1) Data Primer Data primer diperoleh dari hasil wawancara atau komunikasi dan observasi. Wawancara atau komunikasi adalah suatu metode pengumpulan data yang melibatkan pengajuan pertanyaan kepada para responden untuk mendapatkan informasi yang diinginkan atau diharapkan, dengan menggunakan instrumen pengumpulan data yang disebut kuesioner. Sedangkan observasi adalah suatu metode pengumpulan data dimana situasi yang menjadi perhatian diamati dan fakta-fakta, tindakan-tindakan, atau perilaku-perilaku yang relevan dicatat. 2) Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini baik dari studi pustaka maupun dari perusahaan.
37
Responden untuk analisis lingkungan ditentukan berdasarkan tingkat kepakarannya yaitu yang dianggap cukup ahli dan menguasai kondisi perusahaan dan permasalahan yang akan ditanyakan. Dalam hal ini responden yang dipilih adalah yang mengetahui kondisi perusahaan (self assesment) yaitu pemilik dan pengelola perusahaan. Kuesioner bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi faktor kunci internal dan eksternal, serta bobot dan peringkat (ordinal). Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : (a) studi kepustakaan (eksplorasi), terutama perkembangan usaha bakso ikan, proses pengolahan dan strategi pengembangan usaha, (b) pengamatan langsung (observasi) dengan cara mempelajari berbagai dokumen, proses produksi dan aspek finansial; (c) membuat daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara terhadap pimpinan perusahaan dan pengelola perusahaan, pakar bidang bakso ikan, konsumen bakso ikan, serta petugas dinas terkait dengan pembinaan UKM CV. Bening Jati Anugerah. 3.2.2 Pengolahan dan Analisis Data Data analisis lingkungan mencakup data internal dan eksternal perusahaan
yang
menjadi
faktor
kunci
dan
berpengaruh
terhadap
perkembangan perusahaan. Data merupakan data ordinal yang kemudian dianalisis dengan menggunakan matriks IFE, EFE, IE dan SWOT serta QSPM. Uji Hedonik diberikan kepada 30 responden tidak terlatih yang suka makan ikan. Uji hedonik dilakukan untuk mengukur penilaian konsumen terhadap aroma, rasa, warna, tekstur dan penampakan keseluruhan dari ketiga produk bakso yang diproduksi CV. BJA yang diujikan, yaitu bakso ikan tuna yang berbahan baku daging merah/tetelan ikan tuna di sebut BTB, bakso surimi yang berbahan baku surimi di sebut BSB dan bakso campuran yang berbahan baku ikan tenggiri yang dicampur dengan surimi disebut BCB. Selain itu juga dilakukan uji hedonik terhadap dua jenis bakso ikan yang dijual dipasaran sebagai pembanding, yaitu bakso ikan tuna yang disebut BTX dan bakso surimi yang disebut BSX. Hasil uji hedonik selanjutnya dianalisis dengan analisis sidik ragam untuk melihat perbedaannya.
38
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks IFE dan EFE bertujuan untuk menganalisis faktor lingkungan, baik internal maupun eksternal perusahaan. Tahapan dalam pembuatan matriks IFE dan EFE adalah : (1) Menentukan dalam kolom 1 faktor strategi eksternal yang menjadi peluang dan ancaman, serta faktor strategi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan. (2) Memberikan bobot untuk masing-masing faktor dalam kolom 2. Dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan semua faktor harus sama dengan 1,0. (3) Memberikan peringkat 1-4 untuk masing-masing faktor kunci dalam kolom 3 tentang seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespons faktor tersebut. Dengan memberi skala mulai dari 1 (di bawah rataan) hingga 4 (di atas rataan). Pemberian nilai rating untuk faktor kekuatan dan peluang bersifat positif (kekuatan atau peluang semakin besar diberi rating 3-4. Pemberian nilai rating kelemahan dan ancaman adalah negatif. (jika kelemahan atau ancaman sangat besar ratingnya adalah 1-2). (4) Mengalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang. (5) Jumlahkan nilai tertimbang dari masing-masing peubah untuk menentukan total dari nilai tertimbang bagi perusahaan. Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot berkisar antara 1,0-4,0 dengan nilai rataan 2,5. Nilai dibawah 2,5 menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah dan nilai diatas 2,5 menunjukkan posisi internal perusahaan kuat. Total nilai 4,0 menunjukkan perusahaan mampu menggunakan kekuatan yang ada untuk mengantisipasi kelemahan dan total nilai 1,0 berarti perusahaan
39
tidak dapat mengantisipasi kelemahan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki.
Tabel 5. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan Faktor Strategik Eksternal
A
B
C
D
….
Total
A B …….. Total
Tabel 6. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan Faktor Strategik Internal
A
B
C
D
….
Total
A B …….. Total
Tabel 7. Matriks IFE Faktor Internal A. Kekuatan (Strenght): 1. 2. … Jumlah (A) B. Kelemahan (Weaknesses) : 1. 2. ... Jumlah (B) Total (A+B)
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
40
Tabel 8. Matriks EFE Faktor Eksternal
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
A. Peluang (Opportunities): 1. 2. … Jumlah (A) B. Ancaman (Threats) : 1. 2. ... Jumlah (B) Total (A+B)
Dalam matriks EFE, total keseluruhan nilai yang dibobot tertinggi adalah 4,0 yang mengindikasikan bahwa perusahaan mampu merespon peluang yang ada dan menghindari ancaman di pasar industri. Nilai terendah adalah 1,0 yang menunjukkan strategi yang dilakukan perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang atau tidak dapat menghindari ancaman yang ada. Setelah tersusun matriks IFE dan EFE dilakukan kombinasi alternatif strategi dengan menggunakan matriks IE dan SWOT (Rangkuti, 2008). 2) Matriks Internal External (IE) Matriks IE digunakan untuk melakukan pemetaan terhadap skor total matriks IFE dan EFE yang dihasilkan dari audit internal dan eksternal perusahaan. Matriks IE terdiri atas dua dimensi, yaitu total skor dari matriks IFE dan total skor dari matriks EFE. Total skor matriks IFE dipetakan pada sumbu X dengan skor 1,0-1,99 yang menyatakan posisi internal adalah lemah, skor 2,0-2,99 posisinya rataan, serta skor 3,04,0 adalah posisi kuat. Total skor dari matriks EFE pada sumbu Y dengan skor 1,0-1,99 adalah posisi rendah, skor 2,0-2,99 adalah posisi rataan dan skor 3,04,0 adalah posisi tinggi. Matriks ini bermanfaat untuk menentukan posisi perusahaan yang terdiri atas sembilan sel. Namun secara garis
41
besar dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu : (1) Strategi tumbuh dan kembang yang meliputi sel I, II, atau IV dan strategi yang cocok untuk diterapkan. Antara lain strategi intensif atau strategi integratif. (2) Strategi jaga dan pertahankan yang meliputi sel III, V, atau VII, dapat dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. (3) Strategi tuai dan divestasi yang meliputi sel VI, VIII, atau IX.
IFE Kuat
Rataan 2,0
Lemah 1,0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
4,0
3,0
Tinggi
E F E
3,0 Sedang 2,0 Rendah 1,0
Gambar 3. Matriks Internal Eksternal (IE)
3) Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesseses) dan ancaman (threats).Matriks SWOT digambarkan sebagai berikut:
42
Tabel 9. Matriks SWOT Internal Eksternal
Kekuatan (S) Faktor-faktor kekuatan
Kelemahan (W) Faktor-faktor kelemahan
Peluang (O) Faktor-faktor peluang
Strategi S-O: Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi W-O : Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
Ancaman (T) Faktor-faktor ancaman
Strategi S-T : Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Strategi W-T : Meinimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : David, 2006
4) Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) QSPM merupakan tahap akhir dari perumusan strategi, QSPM terdiri atas empat komponen, yaitu (1) Bobot, yang diberikan sama dengan yang ada pada matriks EFE dan IFE, (2) Nilai Daya Tarik, (3) Total Nilai Daya Tarik dan (4) Jumlah Total Nilai Daya Tarik (David, 2006). Dengan menggunakan tahap input dan tahap pemaduan untuk merumuskan strategi mana yang terbaik sebagai strategi alternatif, yang obyektif berdasarkan faktor-faktor sukses internal dan eksternal yang telah dikenali sebelumnya.
5) Analisis Titik Impas BEP adalah suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk mencapai titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil akhir penjualan produk tidak dapat melampaui titik tersebut maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Sutojo, 1996).
43
BEP
= 1
-
Biaya Tetap Biaya Variabel Total Penerimaan
6) Uji Hedonik Pengujian hedonik merupakan alat ukur untuk mengukur tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk melalui kesukaan indrawi. Produk yang diujikan adalah bakso ikan, yaitu: (1) BTB untuk bakso ikan tuna berbahan baku daging merah/tetelan ikan tuna yang diproduksi CV. BJA (2) BSB untuk bakso surimi berbahan baku surimi yang diproduksi CV. BJA (3) BCB untuk bakso campuran berbahan baku ikan tenggiri yang dicampur dengan surimi yang diproduksi CV. BJA (4) BTX untuk bakso ikan tuna yang dijual di pasaran sebagai pembanding, dan (5) BSX untuk bakso surimi yang dijual dipasaran, sebagai pembanding. Parameter yang diukur dalam uji hedonik antara lain aroma, rasa, warna, tektur dan penampakan keseluruhan. Skor penilaian yang digunakan dalam uji hedonik ada 7 tingkat, yaitu : 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka dan 1 = sangat tidak suka. Penilaian dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih yang menyukai bakso ikan. Produk yang diujikan adalah produk bakso yang sudah dipersiapkan sesuai ambang penyajian. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tingkat kesukaan panelis maka dilakukan analisis sidik ragam terhadap data hasil uji hedonik.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah dan Perkembangan Usaha CV. Bening Jati Anugerah (BJA) merupakan usaha kecil menengah (UKM) yang mengolah bakso ikan dan produk olahan ikan lainnya seperti siomay, ekado, otak-otak, keong mas, udang gulung, lumpia, fish finger, kaki naga, dan lain-lain dengan merk dagang “Benning Food”. Perusahaan ini berdiri sejak Februari tahun 2007 dengan jumlah tenaga kerja awal 6 orang, kemudian berkembang menjadi 20 orang di tahun 2011 dengan latar belakang pendidikan karyawan adalah SMP sampai dengan Perguruan Tinggi. Awal berdirinya, perusahaan ini bernama UD. Ratu Mina, yaitu usaha yang bergerak dibidang supplier produk-produk perikanan hidup, segar dan olahan yang didistribusikan secara langsung ke hotel-hotel, katering dan pasar-pasar lokal yang ada di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi). Produk-produk perikanan ini diperoleh dari unit pengolahan ikan skala industri yang ada di Jakarta. Tahun 2007 UD. Ratu Mina berganti nama menjadi CV. Bening Jati Anugerah dan pada November tahun 2008 memutuskan untuk mengolah dan memasarkan produk perikanannya sendiri dengan merk dagang “Benning Food” karena melihat potensi pasar yang cukup besar.
4.2 Karakteristik Responden Uji hedonik terhadap aroma, rasa, bentuk, tekstur dan keseluruhan (overall) dari lima bakso ikan yang diujikan diberikan kepada 30 responden tidak terlatih yang suka makan bakso ikan. Karakteristik responden secara umum dikelompokkan berdasarkan karakteristik demografinya mencakup mencakup usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan terakhir, jumlah anggota keluarga, pekerjaan dan tingkat pengeluaran per bulan. Kuesioner untuk responden dapat dilihat pada lampiran 1. Hasil penelitian terhadap demografi responden menunjukkan sebagian besar responden berusia muda, berjenis kelamin wanita, berstatus sudah
45
menikah, berlatar belakang pendidikan sekolah menengah dan perguruan tinggi, pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan PNS, dan penghasilan perbulan rataan kurang dari 10 juta rupiah (Tabel 10). Usia, jenis kelamin, status pernikahan, pekerjaan, tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan menggambarkan gaya hidup, selera dan kesukaan pasar sasaran yang dituju. Seseorang yang berusia muda, umumnya lebih cepat menerima sesuatu yang baru. Wanita umumnya lebih suka camilan daripada pria, dan lebih suka berbelanja makanan dibandingkan pria. Tingkat pendidikan dan penghasilan menunjukkan gaya hidup responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan penghasilan umumnya lebih selektif dalam memilih jenis makanan yang akan dikonsumsi.
Tabel 10. Demografi Responden pada Uji Hedonik No 1
Demografi Usia
Keterangan < 20 tahun
20 - 30 thn
30 - 40 thn
> 40 tahun
8 orang
13 orang
6 orang
3 orang
Pria
Wanita
Jumlah responden
1 orang
29 orang
3
Status Pernikahan
belum menikah
Menikah
22 orang
8 orang
4
Jumlah responden Latar Belakang Pendidikan
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
Akademi
Lainnya
Jumlah responden
2 orang
8 orang
1 orang
Pelajar/Mhsw
19 orang Ibu Rumah Tangga
PNS/Swasta
Wiraswasta
3 orang
17 orang
3 orang
< Rp. 2.5 juta
Rp. 2.5 - 5 juta
7 orang Rp. 5 - 10 juta
> Rp. 10 juta
16 orang
12 orang
2 orang
0
Jumlah responden 2
5
Jenis Kelamin
Pekerjaan Jumlah responden
6
Pengeluaran perbulan Jumlah responden
4.3 Uji Hedonik Uji organoleptik merupakan salah satu metode untuk mengukur mutu dari suatu produk. Pengukuran mutu ini didasarkan pada kepekaan indrawi manusia yang secara langsung menilai satu atau beberapa atribut dari bahan pangan sesuai dengan karakteristik yang diminta. Sedangkan uji hedonik merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan responden terhadap lima bakso ikan yang diujikan berdasarkan parameter yang diminta
46
yaitu aroma, rasa, warna, tekstur dan overall (keseluruhan). Jumlah responden yang diujikan sebanyak 30 orang. Uji rating hedonik merupakan alat untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Sehingga pada penelitian ini dapat diketahui daya terima konsumen terhadap produk bakso yang diuji, yaitu : BTB untuk bakso ikan tuna berbahan baku daging merah/tetelan ikan tuna yang diproduksi CV. BJA, BSB untuk bakso surimi berbahan baku surimi yang diproduksi CV. BJA, BCB untuk bakso campuran berbahan baku ikan tenggiri yang dicampur dengan surimi yang diproduksi CV. BJA, BTX untuk bakso ikan tuna yang dijual di pasaran sebagai pembanding, dan BSX untuk bakso surimi yang dijual dipasaran, sebagai pembanding. Skor penilaian yang digunakan dalam uji hedonik ada 7 tingkat, yaitu : 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka dan 1 = sangat tidak suka. Parameter yang dinilai pada uji rating hedonik adalah aroma, rasa, tekstur, warna dan overall (keseluruhan). Pemilihan atribut ini didasarkan pada atribut penting yang biasa dinilai konsumen terhadap bakso. 4.3.1 Aroma Aroma suatu produk pangan sangat penting, karena turut menentukan daya terima konsumen terhadap produk tersebut. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan rataan responden terhadap aroma bakso ikan. Adapun hasil penilaian responden terhadap aroma bakso ikan dapat dilihat pada Tabel 11 dengan tampilan Gambar 4.
Tabel 11. Penilaian Responden terhadap Aroma Bakso Ikan Kode Produk Nilai Responden
BTX
BTB
BSB
BCB
BSX
sangat suka
1
1
2
1
3
Suka
17
11
7
9
9
agak suka
7
3
7
7
6
Netral
4
6
3
8
1
agak tidak suka
1
7
8
4
8
tidak suka
0
2
0
1
2
sangat tidak suka
0
0
3
0
1
Jumlah
30
30
30
30
30
47
Gambar 4. Penilaian Responden terhadap Aroma Bakso Ikan
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) terhadap parameter aroma bakso ikan menunjukkan pada taraf 5% (p>0,05) perbedaan penilaian responden terhadap parameter aroma dari kelima bakso ikan yang diujikan tidak memberikan pengaruh yang nyata bagi konsumen. Hasil penilaian konsumen terhadap parameter aroma adalah netral dan agak suka dengan nilai berkisar antara 4,33 – 5,43 (Tabel 12). Skor kesukaan tertinggi diperoleh bakso BTX diikuti BCB, BSX, BTB dan yang paling rendah bakso BSB. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 12. Hasil Uji Duncan terhadap parameter Aroma Bakso Ikan
4.3.2
Produk
Skor Rataan Aroma Bakso Ikan
BTX
5,43
BTB
4,53
BSB
4,33
BCB
4,73
BSX
4,60
Rasa Rasa merupakan faktor penting terhadap penerimaan suatu produk
pangan. Penyimpangan terhadap rasa produk akan mempengaruhi penerimaan
48
konsumen. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan rataan responden terhadap rasa bakso ikan. Adapun hasil penilaian responden terhadap rasa bakso ikan dapat dilihat pada Tabel 13 dan tampilan Gambar 5.
Tabel 13. Penilaian Responden terhadap Rasa Bakso Ikan Kode Produk Nilai Responden
BTX
BTB
BSB
BCB
BSX
sangat suka
8
0
3
1
4
suka
15
13
8
4
9
agak suka
7
7
7
8
3
netral
0
1
1
5
3
agak tidak suka
0
5
9
10
9
tidak suka
0
4
1
2
2
sangat tidak suka
0
0
1
0
0
Jumlah
30
30
30
30
30
Gambar 5. Penilaian Responden terhadap Rasa Bakso Ikan
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) terhadap parameter rasa bakso ikan menunjukkan pada taraf 5% (p>0,05) perbedaan penilaian responden terhadap parameter rasa dari kelima bakso ikan yang diujikan tidak memberikan pengaruh yang nyata bagi konsumen. Hasil penilaian konsumen terhadap parameter rasa adalah netral, agak suka dan suka dengan nilai berkisar antara 4,10 – 6,03 (Tabel 14). Skor kesukaan tertinggi diperoleh
49
bakso BTX diikuti BSX, BSB, BTB dan yang paling rendah bakso BCB. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat di Lampiran 8.
Tabel 14. Hasil Uji Duncan terhadap parameter Rasa Bakso Ikan
4.3.3
Produk
Skor Rataan Rasa Bakso Ikan
BTX
6,03
BTB
4,57
BSB
4,57
BCB
4,10
BSX
4,70
Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat menentukan dalam produk
bakso. Menurut Wibowo (2006) Tekstur bakso ikan yang baik adalah yang kompak dan kenyal dan tidak lembek atau mudah rapuh. Hasil uji rating hedonik menunjukkan tingkat penerimaan rataan responden terhadap tekstur bakso ikan. Adapun hasil penilaian responden terhadap rasa tektur bakso ikan dapat dilihat pada Tabel 15 dan tampilan Gambar 6.
Tabel 15. Penilaian Responden terhadap Tekstur Bakso Ikan Nilai Responden sangat suka suka agak suka netral agak tidak suka tidak suka sangat tidak suka Jumlah
BTX 1 16 6 5 2 0 0 30
Kode Produk BTB BSB BCB 1 7 0 8 7 4 6 7 8 7 2 11 6 5 5 2 2 2 0 0 0 30 30 30
BSX 4 12 8 2 3 1 0 30
50
Gambar 6. Penilaian Responden terhadap Tekstur Bakso Ikan
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) terhadap parameter tekstur bakso ikan menunjukkan pada taraf 5% (p>0,05) perbedaan penilaian responden terhadap parameter tekstur dari kelima bakso ikan yang diujikan tidak memberikan pengaruh yang nyata bagi konsumen. Hasil penilaian konsumen terhadap parameter tektur adalah netral dan agak suka dengan nilai berkisar antara 4,20 – 5,30 (Tabel 16). Skor kesukaan tertinggi diperoleh bakso BTX diikuti BSX, BSB, BTB dan yang paling rendah bakso BCB. Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 9.
Tabel 16. Hasil Uji Duncan terhadap parameter Tekstur Bakso Ikan Produk
Skor Rataan Tekstur Bakso Ikan
BTX
5,30
BTB
4,50
BSB
5,10
BCB
4,20
BSX
5,27
51
4.3.4
Warna Warna merupakan karakteristik sensori yang mempengaruhi kesukaan
terhadap suatu produk. Warna makanan yang menarik dapat menggugah selera konsumen dan meningkatkan penilaian konsumen terhadap makanan tersebut. Warna merupakan atribut sensori yang pertama dilihat oleh konsumen. Warna produk yang unik akan lebih menarik perhatian konsumen daripada warna produk yang biasa saja. Warna harus menarik, menyenangkan konsumen, seragam dan dapat mewakili citarasa yang ditambahkan. Warna bakso ikan yang umum dikenal oleh masyarakat adalah berwarna putih bersih (Wibowo, 2006). Hasil uji rating hedonik menunjukkan tingkat penerimaan rataan responden terhadap warna bakso ikan. Adapun hasil penilaian responden terhadap rasa warna bakso ikan dapat dilihat pada Tabel 17 dan tampilan Gambar 7.
Tabel 17. Penilaian Responden terhadap Warna Bakso Ikan Nilai Responden sangat suka Suka agak suka Netral agak tidak suka tidak suka sangat tidak suka Jumlah
BTX 2 13 7 6 2 0 0 30
Kode Produk BTB BSB BCB 1 6 0 12 6 6 5 7 5 9 9 13 2 2 6 1 0 0 0 0 0 30 30 30
BSX 3 10 5 8 3 0 1 30
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) terhadap parameter warna bakso ikan menunjukkan pada taraf 5% (p>0,05) perbedaan penilaian responden terhadap parameter warna dari kelima bakso ikan yang diujikan tidak memberikan pengaruh yang nyata bagi konsumen. Hasil penilaian konsumen terhadap parameter warna adalah netral dan agak suka dengan nilai berkisar antara 4,37 – 5,23 (Tabel 18). Skor kesukaan tertinggi diperoleh bakso BTX diikuti BSB, BTB, BTL dan yang paling rendah bakso BCB. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 10.
52
Gambar 7. Penilaian Responden terhadap Warna Bakso Ikan
Tabel 18. Hasil Uji Duncan terhadap parameter Warna Ikan
4.3.5
Produk
Skor Rataan Tekstur Bakso Ikan
BTX
5,23
BTB
4,93
BSB
5,17
BCB
4,37
BSX
4,93
Overall (Keseluruhan) Overall merupakan penerimaan organoleptik produk secara umum.
Responden melihat keseluruhan sifat sensori yang ada pada produk bakso baik aroma, rasa, tekstur, warna maupun sifat organoleptik lain pada produk. Hasil uji rating hedonik menunjukkan tingkat penerimaan rataan responden terhadap keseluruhan bakso ikan. Adapun hasil penilaian responden terhadap rasa keseluruhan bakso ikan dapat dilihat pada Tabel 19 dan tampilan Gambar 8.
53
Tabel 19. Penilaian Responden terhadap Overall Bakso Ikan Nilai Responden sangat suka Suka agak suka Netral agak tidak suka tidak suka sangat tidak suka Jumlah
BTX 0 21 7 2 0 0 0 30
Kode Produk BTB BSB BCB 0 4 0 11 8 7 8 8 8 5 4 9 4 6 3 2 0 3 0 0 0 30 30 30
BSX 4 11 6 2 5 2 0 30
Gambar 8. Penilaian Responden terhadap Overall Bakso Ikan
Hasil
analisis
sidik
ragam
(ANOVA)
terhadap
parameter
keseluruhan bakso ikan menunjukkan pada taraf 5% (p>0,05) perbedaan penilaian responden terhadap parameter keseluruhan dari kelima bakso ikan yang diujikan tidak memberikan pengaruh yang nyata bagi konsumen. Hasil penilaian konsumen terhadap parameter ini adalah netral dan agak suka dengan nilai berkisar antara 4,43 – 5,63 (Tabel 20). Skor kesukaan tertinggi diperoleh bakso BTX diikuti BSB, BTB, BTL dan yang paling rendah bakso BCB. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 11.
54
Tabel 20. Hasil Uji Duncan Terhadap parameter Overall bakso Ikan Produk
Skor Rataan Tekstur Bakso Ikan
BTX
5,63
BTB
4,73
BSB
5,00
BCB
4,43
BSX
5,03
4.4 Uji Tingkat Kepentingan dan Kinerja Atribut yang dinilai meliputi komponen atribut mutu bakso yang dinilai oleh 30 responden. Atribut-atribut tersebut antara lain: 4.4.1
Citarasa Kelezatan Citarasa kelezatan produk berkaitan dengan mutu bahan baku dan
metode pengolahan yang dilakukan sehingga menghasilkan produk yang lezat dan enak. Citarasa kelezatan produk merupakan hal yang wajib diperhatikan oleh setiap unit pengolahan makanan apabila ingin produknya tetap disukai dan dibeli kosumen. Citarasa kelezatan adalah daya tarik tersendiri untuk memancing konsumen untuk terus membeli produk yang dihasilkan. Semakin lezat suatu produk, maka semakin memiliki nilai tambah dan daya saing untuk tetap eksis di pasaran. Tabel 21. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja citarasa kelezatan Keterangan Penilaian
Tidak Penting
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting
Sangat Penting
1
2
3
4
5
Jumlah Responden
0
0
4
12
14
Total Nilai
0
0
12
48
70
Penilaian
Tidak Lezat
Tingkat Kinerja Kurang Cukup Lezat Lezat Lezat
Total Skor
Persentase perbandingan tingkat kinerja dan kepentingan
130
Sangat Lezat
1
2
3
4
5
Jumlah Responden
0
0
8
13
9
Total Nilai
0
0
24
52
45
93.08% 121
55
Hasil penelitian menunjukkan (Tabel 21), sebagian besar responden menyatakan citarasa kelezatan merupakan unsur sangat penting saat memutuskan untuk membeli atau mengkonsumsi bakso. Total skor kepentingan terhadap atribut citarasa kelezatan sebesar 130. Tentang kinerja CV. BJA terhadap citarasa kelezatan bakso yang diproduksinya dinilai baik oleh responden, terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan sebagian besar responden yaitu 13 dari 30 responden menyatakan bakso yang dihasilkan CV.BJA cenderung lezat dan 9 lainnya menyatakan sangat lezat. Total skor kinerja untuk citarasa kelezatan sebesar 121. Perbandingan antara tingkat kinerja CV. BJA terhadap citarasa kelezatab bakso dengan tingkat kepentingan responden, memberikan tingkat kesesuaian sebesar 93.08% dari yang diharapkan.
4.4.2
Aroma Mutu suatu bakso juga ditentukan oleh aroma, yaitu wangi atau
keharuman khas yang tercium dari bakso tersebut. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 22), sebanyak 21 dari 30 responden menyatakan aroma merupakan unsur penting dalam mutu, 7 diantaranya menyatakan aroma merupakan unsur yang sangat penting. Aroma yang harum dapat menarik perhatian konsumen untuk segera mencicipi bakso. Total skor tingkat kepentingan terhadap aroma sebesar 125. Sedangkan berdasarkan tingkat kinerjanya, dari 30 responden yang di uji 12 responden menilai cukup harum dan 15 responden menyatakan harum. Total skor kinerja CV. BJA untuk aroma sebesar 108. Sehingga jika dibandingkan antara tingkat kinerja dan tingkat kepentingan yang diharapkan, maka didapatkan tingkat kesesuaian sebesar 86,04 % dari tingkat kepuasan yang diharapkan responden.
56
Tabel 22. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja aroma Keterangan Penilaian
Tidak Penting
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting
Sangat Penting
1
2
3
4
5
Jumlah Responden
0
0
2
21
7
Total Nilai
0
0
6
84
35
Penilaian
Tidak Harum
Tingkat Kinerja Kurang Cukup Harum Harum Harum
Persentase perbandingan tingkat kinerja dan kepentingan
125
Sangat Harum
1
2
3
4
5
Jumlah Responden
0
1
12
15
2
Total Nilai
0
2
36
60
10
4.4.3
Total Skor
86.40% 108
Bentuk dan Ukuran Bentuk dan ukuran adalah unsur mutu lainnya yang mendapat
perhatian lebih dari komsumen. Pada bakso ikan, bentuk yang umum dikenal masyarakat adalah bulat seperti bola, berukuran kecil, berwarna putih bersih, kenyal dan tidak lembek atau rapuh. Seperti Gambar 9 dibawah ini.
Gambar 9. Bakso Ikan
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 23), 15 dari 30 responden menilai penting bentuk dan ukuran bakso merupakan unsur yang penting. Total skor tingkat kepentingan untuk bakso ikan sebesar 101. Sedangkan untuk tingkat kinerja perusahaan, total skor menunjukkan nilai 106 dengan kriteria sebagian besar menilai cukup menarik dan menarik. Artinya dari segi bentuk dan ukuran, bakso yang dihasilkan CV. BJA dapat diterima dengan baik oleh responden.
57
Jika dibandingkan antara tingkat kinerja dengan tingkat kepentingan yang diharapkan konsumen, maka diperoleh tingkat kepuasan atau kesesuaian sebesar 104,95%, yaitu lebih tinggi dari tingkat kepentingan yang diharapkan oleh responden, hal ini perlu dipertahankan dan menjadi kekuatan perusahaan untuk tetap eksis dan berkembang.
Tabel 23. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja bentuk dan ukuran Keterangan Penilaian
Tidak Penting
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting
1
2
Juml Responden
2
Total Nilai
2
Penilaian
Tidak Menarik
Sangat Penting
3
4
4
7
15
2
8
21
60
10
Tingkat Kinerja Kurang Cukup Menarik Menarik Menarik
5
101
Persentase perbanding an tingkat kepentinga n dan kinerja
Sangat Menarik
1
2
3
4
5
Juml Responden
0
1
14
13
2
Total Nilai
0
2
42
52
10
4.4.4
Total Skor
104.95% 106
Harga Produk Harga selalu menjadi perhatian konsumen dan merupakan faktor
penting dalam menentukan jadi tidaknya produk dibeli. Umumnya semakin murah harga suatu produk, maka semakin laku / laris dijual, walaupun pada kenyataannya tidak semua konsumen memutuskan membeli suatu produk hanya berdasarkan harganya yang murah. Ada faktor lain seperti kenyamanan, kemudahan dalam mendapatkan produk dan juga prestise dan faktor lainnya yang turut menentukan produk tersebut jadi dibeli atau tidak, seperti kandungan gizi, daya tahan, kemasan, manfaat yang dirasakan dan lain-lain. Namun tetap saja informasi atau iming-iming harga yang murah menjadi perhatian siapa saja khususnya kaum wanita, apalagi jika diketahui mutu produk tersebut baik dan cukup enak untuk dikonsumsi. akan sangat menarik konsumen untuk segera datang, melihat dan membeli produk tersebut.
58
Karena harga merupakan unsur penting dan menentukan jadi tidaknya produk dibeli konsumen, maka penentuan harga pokok penjualan menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan secara cermat oleh produsen apabila ingin mendapatkan angka penjualan yang tinggi sesuai dengan target yang ditetapkan perusahaan.
Tabel 24. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja harga produk Keterangan Penilaian
Tidak Penting
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting
1
2
Juml Responden
0
Total Nilai
0
Penilaian
Sangat Mahal
Sangat Penting
3
4
1
8
16
5
2
24
64
25
Tingkat Kinerja Cukup Mahal Murah Murah
Total Skor
5
Persentase perbandingan tingkat kinerja dan kepentingan
115
Sangat Murah
1
2
3
4
5
Juml Responden
0
0
22
8
0
Total Nilai
0
0
66
32
0
85.22% 98
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 24), 16 dari 30 responden menyatakan harga produk merupakan unsur penting dalam menentukan jadi tidaknya bakso ikan dibeli dan memberikan skor tingkat kepentingan sebesar 115. Sedangkan berdasarkan tingkat kinerja, 22 dari 30 responden yang diuji menyatakan bahwa harga bakso ikan yang ditawarkan cukup murah untuk dikonsumsi. Total skor yang diberikan untuk tingkat kinerja perusahaan sebesar 98. Jika dibandingkan antara tingkat kinerja dan tingkat kepentingan, maka diperoleh tingkat kesesuaian dan kepuasan sebesar 85.22% untuk harga.
4.4.5
Kandungan Gizi Kandungan gizi suatu produk merupakan faktor yang tak kalah penting
untuk dicermati oleh produsen maupun konsumen. Dengan semakin mudahnya informasi dan pengetahuan, serta semakin tingginya akan menjaga kesehatan tubuh, maka konsumen semakin pemilih dalam menentukan makanan yang pantas dan layak untuk dijadikan santapan. Mengkonsumsi
59
makanan yang bergizi, bermutu baik dan menyehatkan tubuh telah menjadi tren dikalangan masyarakat saat ini. Tidak hanya kuantitas tetapi juga mutu dari makanan yang dikonsumsi. Kandungan gizi yang dimaksud antara lain berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan sebagainya. Ikan adalah produk makanan yang terkenal kaya akan protein yang tinggi, menyehatkan karena mengandung lemak yang tak jenuh, dan seratnya sangat baik untuk kesehatan tubuh. Mengkonsumsi makanan yang terbuat dari bahan baku ikan menjadi point penting tersendiri oleh konsumen dalam rangka mendapatkan manfaat yang setinggi-tingginya dari manfaat diberikan dengan mengkonsumsi ikan. Bakso ikan sebagai makanan olahan berbahan baku ikan mendapatkan keuntungan dengan manfaat yang diberikan oleh ikan dan memberi posisi tawar tersendiri untuk mendapat tempat dihati penikmat bakso.
Tabel 25. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja kandungan gizi Keterangan Penilaian
Tidak Penting
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting
Sangat Penting
1
2
3
4
5
Juml Responden
0
0
2
9
19
Total Nilai
0
0
6
36
95
Penilaian
Sangat Rendah
Tingkat Kinerja Cukup Rendah Tinggi Tinggi
Total Skor
Persentase perbandingan tingkat kinerja dan kepentingan
137
Sangat Tinggi
1
2
3
4
5
Juml Responden
0
0
8
18
4
Total Nilai
0
0
24
72
20
84.67% 116
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 25), terlihat bahwa 19 dari 30 responden menyatakan kandungan gizi adalah sangat penting dipertimbangkan dalam memilih produk. Total skor yang diperoleh dari tingkat kepentingan terhadap kandungan gizi sebesar 137. Sedangkan berdasarkan tingkat kinerja, sebanyak 18 dari 30 responden yang diuji menyatakan kandungan gizi yang ditawarkan CV. BJA dalam kategori tinggi dan memberikan total skor kinerja sebesar 166. Apabila dibandingkan antara tingkat kinerja dan tingkat
60
kepentingan, maka tingkat kesesuaian dan kepuasan yang diberikan CV. BJA terhadap kandungan gizi sebesar 84.67%.
4.4.6
Daya Tahan Produk Daya tahan produk memberikan indikasi awet tidaknya suatu produk.
Bakso yang dihasilkan oleh CV. BJA adalah bakso tanpa bahan pengawet. Daya tahan bakso diperoleh melalui cara penyimpanan yang baik dalam suhu beku. Apabila bakso disimpan dalam suhu beku – 18oC akan dapat memberikan daya awet selama enam (6) bulan sejak bakso di produksi.
Tabel 26. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja daya tahan produk Keterangan Penilaian
Tidak Penting
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting
Sangat Penting
1
2
3
4
5
Juml Responden
0
0
6
12
12
Total Nilai
0
0
18
48
60
Penilaian
Tidak Baik
Tingkat Kinerja Kurang Cukup Baik Baik Baik
1
2
Juml Responden
0
Total Nilai
0
Total Skor
Persentase perbandingan tingkat kinerja dan kepentingan
126
Sangat Baik
3
4
5
0
8
17
5
0
24
68
25
92.86% 117
Tabel 26 menunjukkan 12 dari 30 responden yang diuji menetapkan daya tahan produk pada tingkat penting dan 12 lainnya menyatakan sangat penting. Total skor tingkat kepentingan yang diberikan responden sebesar 126. Tingkat kinerja perusahaan terhadap daya tahan dikelompokkan dalam kategori baik, yaitu 17 dari 30 responden yang diuji menyatakan kinerja CV. BJA untuk daya tahan produk adalah baik dan lima responden menilai sangat baik. Total skor yang diberikan untuk tingkat kinerja perusahaan sebesar 117. Jika dibandingkan antara tingkat kinerja dan tingkat kepentingan, maka tingkat kesesuaian dan kepuasan yang dirasakan responden terhadap daya tahan produk bakso sebesar 92.86%.
61
4.4.7
Manfaat yang Dirasakan Pada umumnya konsumen cukup mempertimbangkan manfaat yang
diperoleh pada saat memutuskan untuk membeli suatu produk atau jasa. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 27).
Tabel 27. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja manfaat yang dirasakan Keterangan Penilaian
Tidak Penting
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting
Sangat Penting
1
2
3
4
5
Juml Responden
0
0
8
8
14
Total Nilai
0
0
24
32
70
Penilaian
Tidak Banyak
Tingkat Kinerja Kurang Cukup Banyak Banyak Banyak
Total Skor
Persentase perbandingan tingkat kinerja dan kepentingan
126
Sangat Banyak
1
2
3
4
5
Juml Responden
0
0
10
14
6
Total Nilai
0
0
30
56
30
92.06% 116
Terlihat bahwa 14 dari 30 responden menilai kriteria manfaat yang dirasakan merupakan unsur yang sangat penting pada saat memutuskan membeli bakso, dan 8 diantaranya menyatakan penting. Total skor tingkat kepentingan yang diharapkan responden terhadap manfaat yang dirasakan dari bakso sebesar 126. Sedangkan tingkat kinerja yang dirasakan responden dalam hal manfaat yang dirasakan, yaitu 14 dari 30 responden menyatakan mendapatkan manfaat yang banyak dari adanya bakso ikan dan 6 responden lainnya menyatakan mendapatkan manfaat yang sangat banyak. Total skor tingkat kinerja yang diberikan perusahaan dinilai sebesar sebesar 116. Jika dibandingkan antara tingkat kinerja dan tingkat kepentingan maka akan diperoleh tingkat kesesuaian atau kepuasan sebesar 92.06%.
4.4.8
Kemasan Bawa Pulang Kemasan bawa pulang merupakan salah satu faktor penting. Pada
umumnya konsumen menyukai kemasan yang praktis dan menarik, selain
62
karena alasan prestise juga untuk kemudahan dalam membawanya. Kemasan bawa pulang untuk produk bakso yang ditawarkan oleh CV. BJA berupa kemasan simple dengan berat berkisar antara 500 gram sampai dengan satu kilogram. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 28), sebanyak 14 dari 30 responden menyatakan kemasan bawa pulang cukup penting dan menjadi pertimbangan saat membeli produk, 11 responden lainnya menganggap penting dan 3 lainnya menyatakan sangat penting. Total skor tingkat kepentingan yang diharapkan responden terhadap kemasan bawa pulang sebesar 104. Sedangkan berdasarkan tingkat kinerja, sebanyak 8 responden menyatakan kemasan bawa pulang bakso ikan CV. BJA cukup praktis, 18 responden menyatakan praktis dan 4 responden menyatakan sangat prkatis. Sehingga total kinerja kemasan bawa pulang yang diberikan oleh CV. BJA sebesar 116. Apabila dibandingkan tingkat kinerja perusahaan dan tingkat kepentingan yang diharapkan maka diperoleh tingkat kesesuaian sebesar 111.54% dari nilai kepuasan yang diharapkan.
Tabel 28. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan kinerja kemasan bawa pulang Keterangan Penilaian
Tidak Penting
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting
Sangat Penting
1
2
3
4
5
Jumlah Responden
1
1
14
11
3
Total Nilai
1
2
42
44
15
Penilaian
Tidak Praktis
Tingkat Kinerja Kurang Cukup Praktis Praktis Praktis
Persentase perbandingan tingkat kinerja dan kepentingan
104
Sangat Praktis
1
2
3
4
5
Juml Responden
0
0
8
18
4
Total Nilai
0
0
24
72
20
4.4.9
Total Skor
111.54% 116
Merk Merk merupakan nama atau istilah yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Merk Benning Food adalah
63
nama yang digunakan oleh CV. BJA untuk produk bakso ikan dan juga produk-produk makanan olahan ikan lainnya yang dihasilkannya.
Tabel 29. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan Merk Keterangan Penilaian
Tidak Penting
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting
Sangat Penting
1
2
3
4
5
Juml Responden
1
3
7
14
5
Total Nilai
1
6
21
56
25
Hasil penelitian menunjukkan (Tabel 29), sebanyak 14 dari 30 responden yang diuji menganggap keberadaan merk sebagai faktor yang penting, 7 responden menyatakan cukup penting dan 5 responden menyatakan sangat penting, sedangkan sisanya menganggap kurang penting atau tidak penting. Merk dalam penelitian ini hanya diukur berdasarkan tingkat kepentingan yang diharapkan dan tidak diukur berdasarkan tingkat kinerjanya.
4.4.10 Halal Kehalalan suatu produk menandakan bahwa produk tersebut aman untuk di konsumsi dari segi syariatnya khususnya bagi kaum muslimin yang ada di Indonesia maupun di dunia. Sertifikasi halal itu sendiri merupakan fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat islam, melalui pencantuman label halal pada produk yang dihasilkan. Sertifikat halal memberikan keuntungan bagi semua konsumen, tidak hanya konsumen muslim saja, karena halal tidak saja berarti kandungannya halal namun juga diproses dengan cara yang beretika, sehat dan baik. Adanya sertifikat halal di suatu perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas konsumen serta membuka peluang eksport yang luas ke negara-negara muslim lainnya. Sertifikasi halal bukan suatu kewajiban, namun produk yang telah bersertifikat halal memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan produk pangan lainnya yang tidak bersertifikat halal.
64
Tabel 30. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan Merk Keterangan Penilaian Juml Responden Total Nilai
Tidak Penting 1 0 0
Tingkat Kepentingan Kurang Cukup Penting Penting Penting 2 3 4 0 0
0 0
7 28
Sangat Penting 5 23 115
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 30), 23 dari 30 responden yang diuji menyatakan halal merupakan faktor yang sangat penting yang dinilai dalam memilih produk makanan dan sisanya menyatakaan penting. Sehingga terlihat bahwa halal betul merupakan faktor yang sangat diperhitungkan oleh konsumen pada saat akan memilih makanan yang akan dikonsumsi. Kriteria halal dalam penelitian ini hanya diukur berdasarkan tingkat kepentingan yang diharapkan dan tidak diukur berdasarkan tingkat kinerjanya. 4.5 Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Bakso Ikan CV. BJA Kelayakan usaha pengolahan bakso ikan CV. BJA dilakukan kajian mendalam dalam upaya mengetahui bagaimana usaha dilaksanakan dapat memberikan prospek dan kelayakan sesuai dengan aspek-aspek kelayakan usaha. Aspek-aspek tersebut mencakup (a) aspek teknis, (b) aspek manajemen operasi, (c) aspek pemasaran, (d) aspek sosial, dan (e) aspek finansial. 4.5.1
Aspek Teknis
1) Fasilitas Produksi dan Peralatan Lokasi CV. BJA berdiri di atas lahan seluas 3200 m2 milik sendiri yang berlokasi di Kampung Jati, Desa Parung, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Usaha ini berdiri dengan investasi awal sebesar Rp. 30.000.000,(tiga puluh juta rupiah) pada tahun 2007 dan Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) pada bulan Desember tahun 2010. Perkembangan investasi CV. BJA ditampilkan dalam Tabel 31.
65
Tabel 31. Perkembangan Investasi CV. BJA Tahun
Jumlah Investasi (Rp)
Februari 2007
30.000.000
Januari 2008
35.000.000
1 Januari 2009
45.000.000
Desember 2009
125.000.000
Desember 2010
250.000.000
Terlihat bahwa peningkatan inverstasi di CV. BJA meningkat cukup besar di tahun 2009 yang mencapai 2,77% dari investasi sebelumnya, yaitu dari Rp. 45.000.000 menjadi Rp. 125.000.000. Kemudian meningkat menjadi dua (2) kali lipat di tahun 2010 menjadi Rp. 250.000.000. Peningkatan investasi menggambarkan perubahan CV. BJA dari supplier produk perikanan menjadi pengolah sekaligus pemasar produk olahan hasil perikanan yang diproduksinya. Besarnya nilai yang dikeluarkan CV. BJA adalah untuk membeli peralatan dan fasilitas pengolahan seperti mesin chopper, silent cutter, kompor, mesin cetak bakso, freezer, pisau, talenan, nampan plastik, panci perebusan, gunting, timbangan digital dan timbangan biasa, ember plastik, kipas angin dan vacuum sealer, sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 32.
Tabel 32. Sarana dan Prasarana CV. BJA No
Jenis
Jumlah
Status kepemilikan
1
Kantor
1
Milik sendiri
2
Unit Pengolahan
2
Milik sendiri
3
Gudang
4
5
Bahan baku
1
Milik sendiri
Hasil Produksi
1
Milik sendiri
Peralatan:
Mesin chopper
1
Milik sendiri
Silent cutter
1
Milik sendiri
Kompor satu set
12
Milik sendiri
Mesin cetak bakso
1
Milik sendiri
Freezer
7
Milik sendiri
66
2) Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bakso ikan berupa daging merah/tetelan ikan tuna diperoleh dari supplier (pengumpul) yang berada di Muara Baru dan Muara Angke yang berasal dari perusahaan eksportir pengolahan ikan tuna yang berada di Jakarta, Bitung, Makassar, Ambon dan Bali, dan bahan baku surimi yang diperoleh dari supplier yang berlokasi di Pluit, Pondok Gede dan Bandengan. Sistem pembelian bahan baku dilakukan dengan beli putus, tidak menggunakan kontrak / kerjasama tertentu dan sistem pembayaran dilakukan dengan cash and carry atau pembayaran secara tunai. Harga bahan baku daging merah/tetelan ikan tuna dan surimi bervariatif tergantung dari jenisnya, musim ikan dan ketersediaan ikan yang ada di pasaran. Fluktuasi harga daging merah/tetelan ikan tuna berkisar antara Rp. 15.000,- sampai dengan Rp. 19.000,- per kilogram, sedangkan harga surimi berkisar antara Rp. 18.000,- sampai dengan Rp. 24.000,-. Pembelian bahan baku dilakukan setiap dua hari sekali dan habis pakai, artinya bahan baku dibeli hanya untuk kebutuhan dua hari produksi. Kisaran kebutuhan bahan baku daging merah ikan tuna sebesar 240 kilogram setiap minggunya atau sebesar dua (2) ton per bulan, sedangkan untuk surimi membutuhkan bahan baku sebesar 120 kilogram perminggu atau 500 kilogram setiap bulannya. Total rataan kebutuhan bahan baku yang digunakan oleh CV. BJA setiap bulannya sebesar 6 ton daging tuna, 500 kilogram surimi, 2 ton tetelan kakap, 300 kilogram ikan marlin, 6 ton sagu aren, 10 ton tepung tapioka dan bumbu-bumbu lain sebesar 700 kiligram. Bahan baku tersebut sebagian besar digunakan untuk pembuatan siomay ikan, ekado, otak-otak, keong mas, udang gulung, lumpia, fish finger, kaki naga ikan dan lain-lain. Bahan baku selain ikan seperti tepung tapioka, telur dan bumbu-bumbu lainnya biasanya dibeli dari pasar terdekat di sekitar Parung – Bogor.
67
3) Tenaga Kerja Secara umum ada empat kelompok tenaga kerja, yaitu tenaga kerja manajemen (pemilik dan pengelola), tenaga kerja administrasi dan keuangan, tenaga kerja produksi dan tenaga kerja operasional. Tenaga kerja administrasi dan keuangan dibayar dalam rupiah dan tetap setiap bulannya, sedangkan tenaga kerja produksi dibayar sesuai dengan jumlah jam kerja yang dilakukan. Tenaga kerja selain pemilik dan pengelola umumnya berasal dari masyarakat yang tinggal dekat dengan unit pengolahan CV. BJA. Tidak ada persyaratan khusus dalam perektrutan tenaga kerja, sehingga latar belakang pendidikan pekerja pun beragam, dari lulusan sekolah dasar sampai dengan dengan akademi. Jumlah tenaga kerja di CV. BJA berjumlah 20 orang. Dua orang lulusan Sekolah Dasar, tujuh orang lulusan Sekolah Menengah Pertama dan delapan orang lulusan Sekolah Menengah Atas, dan tiga orang lulusan Akademi/Sekolah Tinggi/Sarjana yang merupakan pemilik dan pengelola CV. BJA. Dari segi usia umumnya tenaga kerja berusia muda berkisar antara 17 – 45 tahun. Gaji tenaga kerja administrasi dan keuangan sebesar Rp. 1.200.000,- setiap bulan dan tenaga operasional sebesar Rp. 1.000.000,- setiap bulannya. Sedangkan tenaga kerja produksi dibayar sebesar Rp. 35.000,- per hari. Lama kerja enam hari dalam seminggu dan waktu kerja per hari selama delapan jam, dari pukul 08.00 sampai dengan 17.00. khusus untuk tenaga kerja produksi, apabila ada kelebihan jam kerja (lembur) akan dibayarkan dengan ketentuan pada tiga jam pertama mendapatkan tambahan upah sebesar Rp. 10.000 dan setelahnya mendapatkan upah sebesar Rp. 5000,-. Selain upah kerja, setiap tenaga kerja memperoleh tunjangan kesehatan sebesar Rp. 50.000,- setiap bulannya.
4) Teknologi Teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan bakso ikan di CV. BJA termasuk kategori semi mekanik karena tidak hanya mengandalkan tenaga manusia, tetapi juga menggunakan tenaga mesin seperti mesin
68
penggiling ikan, mesin pengaduk, mesin pencetak bakso, freezer, vacuum sealer, dan lain-lain.
5) Proses Produksi Proses pembuatan bakso ikan di CV. BJA secara ringkas sebagai berikut: khusus untuk daging merah/tetelan ikan tuna pertama kali dimasukan ke dalam mesin perontok (chopper machine) agar didapatkan tekstur yang lebih halus. Setelah itu daging merah/tetelan ikan tuna atau surimi dimasukan ke dalam mesin pencampur (silent cutter) dan digiling sampai hancur, ditambahkan garam, tepung dan bumbu-bumbu hingga homogen dan tidak lengket. Khusus untuk pembuatan bakso surimi, adonan ditambahkan telur. Selanjutnya adonan dicetak dengan mesin pencetak bakso dengan kecepatan 100 butir bakso per menit. Setelah pencetakan, bakso dikukus atau direbus. Setelah direbus, bakso didinginkan dalam suhu ruang. Untuk mempercepat proses pendinginan, digunakan kipas angin. Setelah bakso dingin dilakukan sortasi dan pengemasan. Untuk bakso ikan tuna dikemas dengan isi 50 butir per kemasan dan bakso surimi di kemas dengan isi 30 butir per kemasan. Kemasan ditutup dengan menggunakan vacuum sealer. Setelah pengemasan adalah pelabelan, selanjutnya penyimpanan bakso pada suhu beku dengan menggunakan freezer. Menurut BSN (2006b) pada tahap pencampuran lumatan daging ikan atau surimi dimasukkan ke dalam alat pencampur untuk digiling hingga hancur. Ditambahkan garam dan di campur kembali sehingga didapatkan adonan yang lengket. Selanjutnya dilakukan penambahan dan bumbu-bumbu lainnya, dicampur sampai homogen. Kemudian adonan dicetak secara manual atau dengan mesin pencetak bakso dengan ukuran yang sudah ditentukan. Tahap selanjutnya adalah perebusan bakso pada suhu 20oC selama 20 menit dan dilanjutkan perebusan pada suhu 90oC selama 20 menit. Tujuan dari perebusan adalah untuk mendapatkan tekstur bakso ikan yang baik. Selanjutnya bakso ikan didinginkan dengan cara dibiarkan pada suhu ruang. Setelah bakso ikan dingin, tahap selanjutnya adalah dengan melakukan sortasi untuk mendapatkan bakso ikan dengan
69
bentuk yang seragam. Kemudian bakso ikan dimasukkan ke dalam bahan pengemas, dan ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan dengan menggunakan timbangan yang telah dikalibrasi. Kemasan ditutup menggunakan
alat
penutup
(sealer).
Tahap
selanjutnya
adalah
penyimpanan baksi ikan pada suhu rendah. Menurut Ilyas (1983) Penyimpanan produk pada suhu beku dimaksudkan untuk menghambat aktivitas mikroba yang menyebabkan kebusukan, sehingga dapat mencegah kemunduran mutu atau memperlambat proses pembusukan. Proses pengolahannya, CV. BJA telah menerapkan sistem sanitasi dan higienis sesuai dengan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan CV. BJA telah memperoleh sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dengan Nomor: 213327603099 dan sertifikat HALAL dari MUI Jabar dengan Nomor: 01101031860608.
6) Kapasitas Produksi Satu kali pengadonan bakso ikan membutuhkan waktu satu jam. Bahan baku yang dibutuhkan untuk satu kali pengadonan adalah 10 kilogram daging ikan. Sedangkan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk satu kali mengadonan adalah empat orang. Sehingga dalam sehari pembuatan bakso ikan dapat dilakukan sebanyak delapan kali pengadonan dengan kebutuhan tenaga kerja sebanyak empat orang. Dalam pembuatan bakso ikan tuna, untuk campuran 10 kilogram daging ikan tuna membutuhkan 10 kilogram tepung terigu dan bumbu-bumbu. Sedangkan untuk pembuatan bakso surimi, untuk 10 kilogram surimi membutuhkan tepung terigu sebanyak dua kilogram, bumbu-bumbu serta telur.
7) Produk dan Mutu Produk utama yang dihasilkan oleh CV. BJA sejak berdirinya di tahun 2007 adalah bakso ikan tuna dengan jumlah mencapai 10.000 – 20.000 butir per hari dengan target pasar adalah anak-anak sekolah dasar. Mutu bakso ikan tuna ini yang lebih dikenal sebagai bakso sate merupakan mutu
70
bakso standar dengan perbandingan daging ikan dan tepung ikan seimbang yaitu 1 : 1 (satu banding satu). Produk ini laku keras di masyarakat terutama anak-anak sekolah dasar karena harganya yang sangat terjangkau, yaitu sekitar Rp. 500,- per butir bakso. Sedangkan harga jual CV. BJA kepada agen sebesar Rp. 15.000,- per kemasan 50 butir atau Rp. 300,- per butir bakso. Produk bakso terbaru yang diproduksi CV. BJA adalah bakso surimi. Pembuatan bakso ini disebabkan semakin sulitnya memperoleh bahan baku daging merah/tetelan ikan tuna di pasaran karena semakin bertambahnya unit pengolahan ikan yang mengolah dan memasarkan bakso ikan tuna dari bahan baku daging merah/tetelan ikan tuna. Mutu bakso surimi lebih tinggi dari bakso ikan tuna. Perbandingan daging ikan (surimi) dan tepung yaitu 5 : 1 (lima banding satu), sehingga menyebabkan mutu bakso surimi lebih baik dari bakso tuna. Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap 30 responden terlihat bahwa penilaian konsumen terhadap tektur, warna dan overall bakso surimi lebih tinggi dari pada bakso ikan tuna. Sedangkan dari sisi rasa, konsumen penilaian konsumen terhadap kedua bakso tersebut sama, sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 33 berikut ini. Tabel 33. Rataan Hasil Uji Hedonik Bakso Ikan Aroma
Rasa
Tekstur
Warna
Overall
BTX
5,43
6,03
5,30
5,23
5,63
BTB
4,53
4,57
4,50
4,93
4,73
BSB
4,33
4,57
5,10
5,17
5,00
BCB
4,73
4,10
4,20
4,37
4,43
BSX
4,60
4,70
5,27
4,93
5,03
Keterangan: BTX : Bakso Tuna Luar (Produk Pembanding) BTB : Bakso Tuna produksi CV. BJA BSB : Bakso Surimi produksi CV. BJA BSX : Bakso Surimi Luar (Produk Pembanding)
71
Sedangkan secara keseluruhan, hasil respon konsumen terhadap ketiga bakso ikan produksi CV. BJA hampir sama, begitu dengan bakso ikan yang dijual di pasaran, walaupun dari sisi harga berbeda. Bakso surimi harganya sedikit lebih mahal dari bakso tuna yaitu Rp.13.000,perkemasan isi 30 butir. Bakso surimi baru mulai dikembangkan oleh CV. BJA di tahun 2011 untuk memenuhi permintaan pasar, yaitu pesanan-pesanan bakso dari hotel dan katering-katering untuk kriteria bakso ikan yang berwarna lebih putih dan tekstur lebih kenyal. Munculnya bakso surimi juga sebagai produk alternatif untuk mencapai segment pasar tertentu dalam rangka pengembangan usaha pengolahan bakso ikan untuk meningkatkan pemasaran selain dalam rangka mengatasi kesulitan mendapatkan bahan baku daging merah/tetelan ikan tuna. Terkait mutu, produk bakso surimi dan olahan lainnya, yaitu siomay, ekado, otal-otak, keong mas, udang gulung, lumpia, fish finger, kaki naga dan lainnya di kemas dalam kemasan plastik polyethylene dengan ukuran 25 cm x 40 cm dan memiliki daya tahan produk mencapai 6 bulan jika o
disimpan dalam ruang beku – 18 C.
4.5.2
Aspek Manajemen Operasional CV. BJA dalam menjalankan usahanya sangat tergantung pada tenaga
kerja yang bekerja baik, baik pimpinan sebagai ujung tombak organisasi, maupun tenaga kerja lainnya sebagai pendukung atau perangkat organisasi di CV. BJA. Jika diperhatikan, struktur organisasi di CV. BJA bersifat sederhana. Pemilik sekaligus bertugas sebagai pengelola (manager), yaitu Ibu Purnani sebagai manager umum, Bapak Kristiono sebagai kepala administrasi dan keuangan, dan Bapak Kristiawan sebagai kepala produksi dan operasional. Menurut Hubeis (2009), struktur organisasi CV. BJA seperti yang ditampilkan dalam Gambar 10 menggambarkan daur hidup unit usaha berada pada fase
72
pertumbuhan maupun kedewasaan, yaitu pemilik ikut berperan dalam hierarki manajerial.
Direktur (Manager Umum) PURNANI
Admin & Keu
Kepala Produksi
Kepala OPR
Kristiono
Kristiawan
Kristiawan
Kasir 1. Yani 2. Endah
1. Kadir 2. Alex 3. Ketol 4. Rahman 5. Prawoto 6. Alpian 7. Feri R 8. Feri S 9. Max Daris 10. Izan
1. 2. 3. 4. 5.
Yandi Anwar Ade Aming Endah
Gambar 10. Struktur Organisasi CV. BJA
Dalam hal ini terlihat hierarki manajerial di CV. BJA, yaitu arus komunikasi, koordinasi dan pengawasan dari manajemen masih bersifat one man show namun sudah disesuaikan dengan pembagian peran yang telah ditetapkan. Dengan memperhatikan peran interpersonal (berhubungan dengan orang lain), peran informasional (menerima, mengumpulkan dan menyebarkan informasi), dan peran pengambilan keputusan (membuat pilihan dan resiko), maka mekanisme koordinasi dan pola interaksi yang telah terbentuk di CV. BJA telah mampu membantu pengelolaan organisasi di perusahaan terkait dengan hubungan dekat antarpersonal, fleksibilitas operasi dan biaya variabel yang rendah, pelayanan yang lebih baik dan respon yang cepat terhadap
73
perkembangan. Dengan pola sentralisasi yang difokuskan pada aspek manajerial, administrasi dan teknis maka usaha CV. BJA dapat lebih berkembang besar karena pengendaliannya jelas dan memiliki otonomi dalam melakukan kerja yang riil yang lebih bebas untuk memungkinkan terjadinya kreativitas dari pekerja maupun manajer. Penjabaran manajemen operasional terlihat dari pembagian tugas yang jelas, yaitu bagian administrasi dan keuangan bertugas meliputi pendataan kebutuhan bahan baku, administrasi pembukuan dan pengaturan distribusi dan pemasaran bakso ikan agar dapat dikirimkan sesuai jumlah dan tanggal pemesanan serta mencatat semua transaksi yang terjadi baik harian, mingguan dan bulanan sehingga arus pengeluaran dan pendapatan dan arus kas dapat dipertanggungjawabkan. Bagian produksi dan operasional bertugas untuk memproduksi bakso ikan dan olahan lainnya sesuai dengan standard dan kriteria yang ditetapkan perusahaan, dengan pengaturan anak buah sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Bagian operasional bertanggung jawab dalam mengatur distribusi produk sesuai dengan pesanan agar tepat jumlah dan tepat waktu.
4.5.3
Aspek Pemasaran Aspek pemasaran bakso ikan tuna meliputi kondisi permintaan,
penawaran, persaingan harga dan proyeksi permintaan bakso ke depan. Sistem pemasaran yang diterapkan di CV. BJA adalah sistem agen dan retail. Tercatat pada tahun 2011 CV. BJA telah mempunyai 7 orang agen dan 25 pedagang retail yang memasarkan secara aktif serta satu buah stand (display) yang terletak di Pasar Ikan Higienis milik Kementerian Kelautan dan Perikanan, Cibinong Bogor. Khusus untuk pedagang retail bakso ikan tuna diberikan fasilitas berupa gerobak dorong dengan sistem pembelian cash and carry dengan ketentuan setiap pembelian 2 kemasan isi 50 butir pedagang retail tersebut mendapatkan secara gratis tusuk sate, saos sambel dan kecap manis. Sedangkan untuk agen yang menjual bermacam-macam produk olahan dari CV. BJA diberikan fasilitas berupa freezer, brosur-brosur serta banner untuk
74
mempermudah penjualan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku (Gambar 11 dan 12).
Gambar 11. Gerobak pedagang retail CV. BJA dan kemasan bakso
Gambar 12. Brosur penjualan CV. BJA
75
Sampai saat ini pangsa pasar bakso ikan dan produk lainnya sudah meliputi Jakarta Bogor Bekasi dan Bandung. CV. BJA dalam pemasaran usahanya juga bekerja sama dengan para supplier produk perikanan makanan olahan yang menjual khusus produknya ke hotel-hotel, pasar dan kateringkatering yang ada di Jakarta dan melayani pesanan pesanan produk dengan kriteria sesuai pesanan konsumen. Persaingan harga merupakan hal yang lumrah, namun bukan sesuatu hal yang perlu dikhawatirkan. Menurut Lamb, dkk., (2001), harga adalah apa yang harus diberikan oleh konsumen (pembeli) untuk mendapatkan suatu produk tertentu. Menurut Tjiptono (1999), strategi harga adalah satu-satunya strategi yang menghasilkan pendapatan langsung dari hasil penjualan suatu produk kepada konsumen. Strategi harga merupakan strategi yang digunakan CV. BJA untuk tetap eksis di penjualan bakso ikan. Harga yang ditawarkan kepada para agen dan retail sejak perusahaan ini berdiri di tahun 2007 sampai dengan 2011 cenderung tetap dan tidak ada mengalami perubahan, yaitu sebesar Rp. 300,- per butir atau Rp. 30.000,- per 100 butir. Setiap pembelian 100 butir bakso, agen akan diberikan bonus berupa tusuk sate, saos dan kecap. Berbeda dengan salah satu pesaingnya yang menawarkan harga sedikit lebih tinggi yaitu Rp. 325,- kepada para agennya mulai perempatan tahun 2011 ini. Kestabilan harga menjadi salah satu kekuatan CV BJA. Dengan menerapkan kebijakan harga lebih rendah dibandingkan pesaingnya diharapkan konsumen dapat dipertahankan untuk tetap membeli produknya. Selain harga, mutu menjadi kriteria yang diperhatikan CV. BJA. Menjaga kestabilan mutu merupakan cara untuk tetap dapat melayani konsumennya dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen. Dengan menerapkan cara produksi yang baik (GMP) dan cara sanitasi yang baik (SSOP) diharapkan mutu produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat terjaga dan lebih tahan lama. Selain itu, adanya sertifikat dari Badan POM berupa sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dengan Nomor: 213327603099 dan sertifikat HALAL dari MUI Jabar dengan Nomor: 01101031860608, diharapkan dapat
76
meningkatkan kepercayaan konsumen bahwa mutu bakso ikan tuna CV. BJA aman dan terjamin untuk dikonsumsi. Perkembangan volume penjualan bakso ikan tuna di CV. BJA cukup berfluktuasi, seperti yang ditampilkan dalam Gambar 13 dan Tabel 34.
Gambar 13. Perkembangan Volume Penjualan Bakso Ikan Tuna CV. BJA Tabel 34. Volume Penjualan Bakso Ikan Tuna Periode Juli 2009 – Juni 2011
Bulan A 2009 JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Jumlah Produksi Bakso (Kotor) B
C = B*97.5%
186,000 84,200 68,000 239,600 298,700 423,500 Jumlah
181,350 82,095 66,300 233,610 291,233 412,913 1,267,500
Jumlah Produksi (Bersih)
Rata-rata penjualan per hari di tiap bulan (25 hari kerja) D = C/25 7,254 3,284 2,652 9,344 11,649 16,517
Rata-rata penjualan
* perbulan : 211,250 ** per hari : 8,450
77
Bulan 2010 JAN FEB MAR APR MEI JUN 2010 JUL AGUST SEP OKT NOP DES 2011 JAN FEB MAR APR MEI JUN
Jumlah Produksi Bakso (Kotor)
Jumlah Produksi (Bersih)
490,236 380,207 345,137 307,708 359,149 565,165 Jumlah
477,980 370,702 336,509 300,015 350,170 551,036 2,386,412
19,119 14,828 13,460 12,001 14,007 22,041
454,615 176,500 322,500 285,383 330,200 358,600 Jumlah
443,250 172,088 314,438 278,249 321,945 349,635 1,879,603 308,753 267,150 215,768 287,723 195,634 152,100 1,427,127
17,730 6,884 12,578 11,130 12,878 13,985
316,670 274,000 221,300 295,100 200,650 156,000 Jumlah
Rata-rata penjualan per hari di tiap bulan (25 hari kerja)
12,350 10,686 8,631 11,509 7,825 6,084
Rata-rata penjualan
* perbulan : 397,735 ** per hari : 15,909
* perbulan : 313,267 ** per hari : 12,531
* perbulan : 237,855 ** per hari : 9,514
Bulan Agustus selalu ditandai dengan penurunan jumlah penjualan bakso, hal ini disebabkan bulan Agustus merupakan waktu liburan bagi anakanak sekolah sedangkan konsumen terbesar bakso tuna adalah anak-anak sekolah. Selain itu juga terlihat di setiap akhir tahun yaitu di bulan Desember terjadi peningkatan jumlah penjualan. Munculnya pesaing baru dalam usaha pengolahan bakso ikan cukup memberi dampak yang berarti bagi volume pemasaran bakso ikan di CV. BJA. Dari gambar terlihat sejak awal Januari – Juni 2011 volume penjualan CV. BJA cenderung mengalami penurunan, berbeda dengan Januari – Juni 2010. Penurunan volume ini disebabkan oleh munculnya pesaing baru yaitu PT. Bintang Anugerah, yang dulunya
78
merupakan karyawan CV. BJA yang mengundurkan diri dan membuat usaha pengolahan bakso sendiri, disamping makin bertambahnya UKM lainnya yang skalanya lebih kecil. Untuk mengatasi munculnya pesaing ini, maka pada tahun 2011 CV. BJA mulai memperluas usahanya dengan memproduksi bakso ikan berbahan baku surimi disamping tetap mengembangkan jenis-jenis olahan ikan lainnya agar dapat meningkatkan volume penjualan, omset dan tingkatan pasar yang lebih tinggi. Di samping, dimunculkannya produk baru yaitu bakso surimi merupakan salah satu strategi CV. BJA dalam upaya mengatasi kelangkaan bahan baku daging merah/tetelan ikan tuna yang semakin sulit untuk didapatkan dengan harganya yang semakin meningkat. Strategi pemasaran lainnya yang telah dilakukan CV. BJA untuk meningkatkan penjualannya adalah melalui promosi. Menurut Kotler (2000), promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengenalkan dan mengkomunikasikan produk yang dihasilkan kepada konsumen, membujuk dan mengingatkan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk yang dihasilkan. Strategi promosi yang dilakukan oleh antara lain dengan ikut dalam pameran-pameran yang diadakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, membuat website di Internet dan direct selling dengan membuat sistem agen dalam promosinya. Namun keikutsertaan dalam pameran masih sangat jarang dilakukan begitupun dengan promosi via website dengan alamat http://benningfood.wordpress.com/. Kegiatan promosi lebih banyak diprioritaskan pada direct selling melalui agen-agen.
4.5.4
Aspek Sosial Kegiatan usaha yang dilakukan CV. BJA selain untuk mendapatkan
keuntungan yang optimal bagi perusahaan juga memberikan manfaat bagi pemberdayaan aktivitas masyarakat disekitar Parung Bogor. Dengan adanya unit pengolahan bakso ikan CV. BJA, masyarakat di sekitar unit pengolahan ikan terbantu untuk mendapatkan sumber mata pencaharian dengan menjadi karyawan perusahaan maupun sebagai tenaga pemasaran. Selain itu CV. BJA seringkali menjadi tempat magang dan penelitian bagi para pelajar dan mahasiswa dari Jakarta, Bogor, Lampung dan wilayah
79
lainnya yang ingin menggali dan mempratekkan ilmu pengolahan hasil perikanan. Di samping CV. BJA selama ini telah menjadi empat pelatihan bagi Dinas Kabupaten/Kota Bogor dan masyarakat dari wilayah lainnya yang ingin belajar dan terampil membuat makanan olahan dari ikan. Keberadaan CV. BJA di Parung Bogor tidak saja memberikan manfaat sosial bagi masyarakat Parung Bogor tapi juga masyarakat Indonesia pada umumnya. Untuk itu pemerintah Kabupaten/Kota Bogor dan Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan penghargaan dan support kepada CV. BJA untuk terus berkembang dan berkontribusi bagi meningkatkan ekonomi masyarakat Parung Bogor pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.
4.5.5
Analisis Finansial Analisis finansial perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
kelayakan usaha bakso ikan CV. BJA mampu menjalankan usahanya untuk menghasilkan keuntungan (profit) yang maksimal untuk perusahaan. Perhitungan kelayakan tersebut harus menggunakan asumsi agar perhitungan cashflow dapat dilakukan dengan benar. Analisis biaya yang terjadi dalam proses pembuatan bakso ikan digolongkan dalam dua kelompok, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tidak berubah dalam volume kegiatan dan tidak bergantung pada volume produksi. Biaya tetap pada pembuatan bakso ikan terdiri dari gaji pimpinan dan manager, gaji tenaga operasional, biaya perawatan, dan biaya administrasi. Berbeda dengan biaya tetap, biaya tidak tetap (variabel) mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat produksi (Soeharto, 1999). Biaya tidak tetap dalam usaha ini terdiri atas biaya bahan baku, biaya bahan tambahan, biaya listrik dan bahan bakar dan biaya tenaga kerja produksi yang dibayar harian. Sedangkan investasi harta tetap berupa tanah milik sendiri, bangunan, mesin produksi, peralatan produksi, pemasangan sarana penunjang, dan kendaraan roda empat. Perkembangan investasi sejak awal berdiri ditampilkan dalam Tabel 31. Sedangkan sesuai hasil perhitungan seperti ditampilkan dalam Lampiran 16, bentuk investasi harta tetap sebesar Rp. 250.000.000,- dengan total biaya
80
produksi sebesar Rp. 63.081.000,- sehingga total modal usaha sendiri sebesar Rp. 313.081.000,-. Penyusutan dari harta tetap, baik tanah, bangunan, mesin produksi, peralatan produksi, sarana penunjang dan kendaraan, penyusutannya mencapai Rp. 11.004.000,-/bulan. Biaya produksi terdiri atas biaya pokok produksi dan biaya pokok usaha. Biaya pokok produksi meliputi biaya bahan baku, bahan tambahan, biaya kemasan, biaya tenaga kerja produksi, biaya listrik, biaya bahan bakar dan biaya transportasi. Dan biaya pokok usaha terdiri atas gaji manajemen, gaji staf operasional, biaya perawatan dan biaya administrasi. Peralatan produksi seperti pisau, talenan, nampan kecil, panci perebusan, gunting, timbangan, ember plastik, komper set, vacuum sealer, dan kipas angin digunakan untuk aktivitas produksi dan sarana pemasangan sarana penunjang seperti instalasi listrik, rak-rak penyimpanan, dan lain-lain. Proses pembuatan bakso ikan di CV. BJA umumnya dilakukan setiap hari selama 25 (duapuluh lima) hari kerja. Namun sejak bulan Mei – Juni 2011 mulai mengalami penurunan yang cukup drastis dikarenakan kurangnya bahan baku dan munculnya pesaing (Tabel 34) sehingga proses produksi bakso ikan tuna, dilakukan setiap dua hari sekali. Rencana produksi bakso tuna adalah mengolah 2 ton daging merah ikan tuna untuk menghasilkan 5460 paket bakso ikan tuna yang dihitung berdasarkan asumsi setiap bulan karyawan bekerja selama 25 hari kerja. Setiap hari perusahaan mengolah 80 kg daging merah ikan tuna yang diolah selama 8 (delapan) jam kerja dengan 4 orang pekerja setiap jamnya. Total pendapatan yang dihasilkan sebesar Rp. 81.900.000,- per bulan yang diperoleh dari penjualan paket dengan harga bakso perpaket sebesar Rp. 15.000,Analisis penentuan jumlah paket sebesar 5460 didasarkan pada analisis finansial perusahaan mengacu pada nilai rata-rata pemakaian bahan baku pada periode Juli 2009 – Juni 2011 yaitu sebesar 2, 125 ton setiap bulan atau dibulatkan menjadi 2 ton per bulan dengan asumsi setiap hari perusahaan mengolah 80 kg daging tuna dalam waktu 8 jam kerja tuna stabil di Rp. 17.000,- dan nilai faktor lainnya tetap, maka diperoleh perkiraan biaya produksi sebesar Rp. 54.281.000,- di luar biaya operasional atau biaya pokok
81
usaha yang terdiri dari gaji manajemen (3 orang), gaji staf operasional (2 orang), biaya perawatan dan administrasi . Dari pembuatan 5460 paket bakso diperoleh total pendapatan sebesar Rp. 81.900.000,- yang dihitung dari penjualan 5460 paket bakso dikalikan dengan harga jual paket Rp. 15.000,(Lampiran 18). Lebih jelasnya perhitungan penyusutan, proyeksi arus kas, proyeksi rugi/laba, proyeksi rencana modal dan analisis kinerja CV. BJA dapat dilihat dalam lampiran 16,17,18,19,20. Hasil perhitungan analisis kelayakan dengan komponen-komponen yang telah disusun, maka nilai-nilai kriteria kelayakan yang didapat oleh CV. BJA adalah sebagai berikut : a. Pay Back Period (PBP) PBP merupakan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal. Perhitungan PBP ini dilengkapi dengan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Berdasarkan hasil analisis perhitungan, PBP usaha pengolahan bakso ikan tuna CV. BJA selama 13 bulan (Lampiran 21). Total investasi Rp. 312.360.000 dengan umur ekonomis 5 tahun. Hasil perhitungan tersebut berdasarkan bahwa perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1, maka usaha CV. BJA layak dan dapat dijalankan karena tidak akan merugi. b. Net B/C Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai B/C Rasio sebesar 1,112 artinya bahwa perusahaan mempunyai B/C lebih dari 1 (Lampiran 22), angka ini menunjukkan indikasi bahwa CV. BJA dalam menjalankan usahanya menguntungkan. c. Break Even Point (BEP) BEP merupakan suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk mencapai titik impas. Kegiatan usaha dikatakan impas jika
82
jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga usaha tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai BEP ada pada posisi produksi 1740 paket atau BEP unit 32%. Nilai ini menunjukkan bahwa CV. BJA tidak mengalami kerugian dalam menjalankan usahanya dengan baik. d. NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan atus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Kriterian NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan. NPV = 0, maka proyek tidak untung dan juga tidak rugi, dan NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai NPV CV. BJA dengan menggunakan DF 8% nilai NPV
(+)
sebesar RP. 279.045.848,- dan
DF 25%, nilai NPV(-) Rp. 225.393.648,-. Melihat nilai NPV positif menunjukkan bahwa usaha bakso ikan tuna CV. BJA layak dijalankan. e. Internal Rate of Return (IRR) IRR menunjukkan persentase keuntungan yang diperoleh atau investasi bersih dari suatu usaha, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto maka proyek layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan NPV I ; DF 8% dan NPV2 ; DF 25% (Lampiran 22) diperoleh IRR 17%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa IRR yang diperoleh lebih besar dari suku bunga yang berlaku saat penelitian (14%) dan usaha CV. BJA layak dijalankan. f. Analisis Sensitivitas Untuk mengetahui seberapa sensitive suatu keputusan terhadap perubahan faktor atau parameter yang mempengaruhinya maka setiap pengambilan keputusan seharusnya disertai dengan analisa sensitivitas. Analisa sensitivitas akan memberikan gambaran sejauh mana suatu keputusan akan konsisten meskipun terjadi perubahan faktor-faktor atau parameterparameter yang mempengaruhinya. Hasil
analisis
sensitivitas
akibat
83
perubahan harga daging merah ikan tuna sebesar + Rp. 2000,- per kilogram atau sebesar + 7,59% dari harga dasar Rp. 17.000,- memberikan pengaruh pengaruh terhadap biaya variabel sebesar + 6,53% dengan asumsi pendapatan tetap dan biaya lainnya tetap, seperti ditampilkan dalam Tabel 35.
Tabel 35. Analisis Sensitivitas Terhadap Perubahan Harga Bahan Baku Harga Daging Merah
Rp. 15.000,-
Ikan Tuna per kg Biaya Produksi / bulan
Rp. 58.961.000,-
Rp. 17.000,-
Rp. 19.000,-
Rp. 63.081.000,-
Rp. 67.201.000,-
BEP
Rp. 51.102.669,-
Rp. 58.725.790,-
Rp. 69.021.984,-
NPV (+)
RP. 272.187.325,-
RP. 279.045.848,-
RP. 285.904.370,-
NPV (-)
Rp. 219.869.552,-
Rp. 225.393.648,-
Rp. 230.917.744,-
11,07 bulan
13,45 bulan
17,14 bulan
Net B/C
1,165
1,112
1,046
IRR
17%
17%
17%
PBP
Tabel 35 menunjukkan adanya perubahan biaya produksi sebesar + 6,53% dengan asumsi pendapatan tetap dan biaya lainnya tetap, maka usaha ini masih layak untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai NPV positif dan Net B/C yang lebih dari 1, juga nilai IRR yang masih diatas NPV 14%. 4.6 Strategi Pengembangan Usaha CV. Bening Jati Anugerah 4.6.1
Identifikasi faktor Internal dan Eksternal Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal maupun eksternal CV.
BJA berupa faktor kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness), serta peluang (opportunities)
dan
ancaman (threats)
yang mempengaruhi
pengembangan usaha pengolahan bakso ikan CV. BJA. Hasil analisis digunakan untuk menetapkan posisi CV. BJA saat ini dengan menggunakan matriks IFI dan EFE, kemudian dirumuskan strategik yang akan dijalankan dengan menggunakan analisis SWOT.
84
Analisis faktor internal dan eksternal CV. BJA tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kekuatan (1) Tenaga kerja. Keahlian tenaga kerja dan kemampuan sumber daya merupakan faktor yang menyebabkan perusahaan dapat lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Keahlian sumberdaya yang tinggi muncul dari kemampuan
membentuk
fungsi
khusus
yang
lebih
efektif
dibandingkan dengan pesaingnya (Day dan Wensley, 1988 dalam Rangkuti 2005). Saat ini jumlah tenaga kerja tetap di CV. BJA berjumlah 20 orang. Jumlah tersebut sudah cukup memadai untuk menjalankan usaha, apalagi didukung latar belakang pendidikan yang cukup baik untuk kriteria tenaga kerja skala UKM, yaitu lebih dari setengahnya merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas. Latar belakang pendidikan yang baik dan keahlian yang dimiliki tenaga kerja dari pengalaman kerja sangat membantu dalam proses transfer informasi dan pendelegasian tugas dan tanggung jawab yang diberikan pihak manajemen. Pembagian kerja yang jelas antara lain bagian administrasi dan keuangan, bagian produksi dan bagian operasional, serta pimpinan dan kepala bagian yang sangat mumpuni dan berpengalaman dalam bidangnya, sangat membantu efektivitas pelaksanaan usaha di CV.BJA dan menjadi kekuatan untuk pengembangan usaha. Namun demikian monitoring and controlling tetap dilakukan untuk mendeteksi apakah pelaksanaan kegiatan usaha berjalan seperti yang direncanakan. Adanya pelajar ataupun mahasiswa dari seluruh Indonesia yang melakukan praktek magang di CV.BJA cukup membantu pelaksanaan kegiatan
usaha.
pelajar/mahasiswa
Disamping ini
menjadi
bantuan
tenaga
kerja,
jembatan
informasi
dan
para ilmu
pengetahuan bagi tenaga kerja dan manajemen CV.BJA untuk lebih mengerti secara teori ilmu-ilmu terkait teknologi pengolahan ikan yang diperoleh di sekolah menengah kejuruan, sekolah tinggi maupun
85
universitas. Berdasarkan hal tersebut, tenaga kerja di CV.BJA merupakan sumber kekuatan perusahaan dalam rangka pengembangan usaha saat ini dan ke depan.
(2) Mutu Produk. Mutu bakso yang dihasilkan CV.BJA bukanlah mutu bakso yang optimal, yaitu bakso ikan yang berwarna putih bersih, kenyal, dan teksturnya kompak, halus dan tidak mudah rapuh. Bakso ikan tuna yang dihasilkan oleh CV.BJA adalah bakso yang terbuat dari daging merah/tetelan ikan tuna yang menghasilkan warna bakso seperti warna bakso daging sapi pada umumnya. Perbandingan daging ikan dan tepung 1 : 1 mengakibatkan tekstur bakso kurang optimal dan kurang kenyal. Sedangkan bakso surimi yang dihasilkan CV.BJA untuk warna, kekenyalan dan tekstur sudah lebih baik dari bakso ikan tuna. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata respon responden terhadap mutu bakso ikan tuna, surimi dan campuran dari aspek aroma, rasa, warna, tekstur, dan keseluruhan (overall) adalah netral, agak suka dan suka. Penetapan standar mutu bakso ikan yang dihasilkan CV.BJA berdasarkan kepada target konsumen yang dituju CV.BJA adalah konsumen kalangan menengah dengan daya beli yang banyak namun harga yang murah dan terjangkau. Sedangkan dari segi aroma, rasa, warna, bentuk dan keseluruhan (overall) yang masih dapat diterima (cukup disukai) konsumen . Porter dalam Rangkuti (2005) menyatakan Perusahaan dapat memperoleh keunggulan bersaing yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaingnya jika dia dapat memberikan harga jual yang lebih murah daripada harga yang diberikan oleh pesaingnya dengan nilai/mutu produk yang sama. Berdasarkan hasil penelitian, mutu bakso ikan yang diberikan oleh CV.BJA tidak berbeda nyata dengan mutu bakso yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing.
86
Harga jual yang lebih rendah dapat dicapai oleh perusahaan karena CV. BJA memanfaatkan skala ekonomis, efisiensi produk, penggunaan teknologi, kemudahan akses dengan bahan baku dan sebagainya (Porter dalam Rangkuti, 2005). Jika dibandingkan, harga bakso ikan tuna CV.BJA sebesar Rp. 15.000,- per 50 butir sedangkan harga bakso ikan tuna dipasaran sebesar Rp. 17.500,- per 30 – 32 butir bakso per kemasan. Untuk bakso surimi, harga jual yang ditetapkan CV.BJA sedikit lebih mahal dari bakso tuna yaitu Rp. 13.000,- per 30 butir bakso per kemasan. Jika dibandingkan dengan bakso surimi dipasaran Rp. 17.000 per 34 butir bakso, sehingga harga bakso surimi CV.BJA masih lebih murah dari harga pesaingnya. Berdasarkan hal ini, mutu produk dengan ditunjang harga yang murah dan terjangkau merupakan sumber kekuatan bagi CV.BJA untuk menjaring pasar dalam rangka pengembangan usaha.
(3) Fasilitas Produksi dan Peralatan. Keberadaan fasilitas produksi dan peralatan dalam kondisi baik sangat penting dan menjadi modal utama pelaksanaan kegiatan produksi. Berdasarkan hasil survey lapangan, fasilitas produksi dan peralatan yang digunakan di CV. BJA cukup mutakhir dengan kapasitas produksi yang cukup besar. Fasilitas produksi dan peralatan tersebut diantaranya mesin pengaduk yang bisa menampung lebih dari 20 kilogram bahan baku, mesin cetak bakso dengan kecepatan 100 butir bakso per menit, mesin penggiling, sillent cutter, vacuum sealer, kompor set dan freezer, serta peralatan lainnya, yang menjadi faktor kekuatan bagi CV. BJA untuk dapat mengembangkan usahanya lebih luas lagi.
(4) Proses Pengolahan. Proses pengolahan yang dilakukan di CV. BJA telah menerapkan sistem sanitasi dan higienis. Perusahaan telah memperoleh sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) yang dikeluarkan oleh
87
Departemen Kesehatan dengan Nomor: 213327603099 dan sertifikat HALAL dari MUI Jabar dengan Nomor: 01101031860608. Selain itu, pada tahun 2008 CV.BJA telah dinobatkan sebagai UMKM Terbaik Tingkat Nasional oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal ini merupakan salah satu kekuatan internal yang telah dimiliki perusahaan untuk dapat berkembang maju. Namun kedepan, untuk menjaring pasar yang lebih luas lagi, perusahaan dapat mengembangkan diri dengan menerapkan sistem manajemen mutu minimal yang dapat diterapkan UMKM.
(5) Manajemen Bersifat kekeluargaan Manajemen yang bersifat kekeluargaan menjadi kekuatan di CV. BJA. Sistem manajemen kekeluargaan untuk CV. BJA menjadikan koordinasi lebih mudah untuk dilakukan terutama dalam mencapai kesepakatan karena ada lebih banyak tenggang rasa dan toleransi diantara sesama pengelola.
(6) Loyalitas Karyawan. Loyalitas karyawan sangat penting karena berpengaruh terhadap kestabilan produksi. Pada CV. Bening Jati Anugerah, karyawan yang ada cukup loyal dengan perusahaan, walaupun tetap ada kemungkinan terjadinya sabotase karyawan oleh perusahaan pesaing. Untuk mengantisipasi hal ini, perusahaan telah mengambil langkah-langkah strategis
dengan
memberikan
kesejahteraan
yang
cukup
dan
lingkungan yang kondusif bagi karyawan yaitu dengan memberikan tunjangan kesehatan tiap bulan dan memberikan fasilitas tempat tinggal untuk karyawan. Loyalitas karyawan merupakan salah satu kekuatan internal bagi perusahaan untuk dapat terus berkembang.
88
2) Kelemahan (1) Ketersediaan Bahan Baku Ketersediaan bahan baku merupakan faktor penting dalam kontinuitas produksi di perusahaan. Jika pada tahun 2007 dan 2008 bahan baku masih sangat banyak, namun semenjak munculnya perusahaanperusahaan baru, bahan baku menjadi masalah pokok dalam produksi. Dari siklus produksi bakso ikan dua tahun terakhir (Gambar. 14) terlihat terjadi penurunan dalam jumlah produksi dikarenakan sulitnya mendapatkan bahan baku daging merah ikan tuna. Kesulitan terbesar mendapatkan bahan baku terlihat jelas sejak akhir tahun 2010 sampai dengan pertengah 2011. Kurangnya bahan baku terlihat menurun cukup tajam di bulan April sampai Juni 2011.
Gambar 14. Volume Produksi Bakso Ikan Tuna oleh CV. BJA
Mencari bahan baku pengganti merupakan salah satu langkah yang dilakukan CV. BJA untuk tetap melayani permintaan konsumen terhadap bakso ikan. Namun kurangnya ketersediaan bahan baku tetap masalah yang krusial bagi perusahaan untuk dapat berkembang. Ketersediaan bahan baku ditempatkan sebagai faktor kelemahan pertama dalam usaha pengembangan bakso ikan di CV. BJA.
89
(2) Tenaga Pemasaran. Dengan semakin banyaknya usaha sejenis dan keberadaan perusahaanperusahaan baru memberikan peluang bagi tenaga pemasaran untuk memasarkan bermacam produk yang ditawarkan. Hal ini menjadi kelemahan bagi perusahaan karena menjadi sulit untuk mendapatkan tenaga pemasaran yang tetap loyal memasarkan merk yang diminta. Saat ini tenaga pemasaran yang dimiliki oleh CV. BJA terdiri dari 25 agen dan satu buah outlet yang terletak di Pasar Ikan Higienis Cibinong. Jumlah tenaga tersebut CV. BJA baru mampu menyediakan 50% dari potensi pasar yang ada. Dengan kurangnya loyalitas tenaga pemasaran menjadi suatu kendala / kelemahan bagi CV. BJA untuk mencapat target sasaran memenuhi pangsa pasar 50% yang masih terbuka. (3) Modal Usaha. Modal usaha yang digunakan oleh perusahaan saat ini adalah modal sendiri atau modal lancar. Hal ini menjadi kelemahan perusahaan karena keterbatasan dana yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha dalam rangka memenuhi target pasar potensial yang belum dipenuhi.
Untuk
mengembangkan
usahanya
CV.BJA
sangat
mengharapkan adanya bantuan untuk mendapatkan supplai dana berupa pinjaman modal dengan sistem pengembalian yang dapat dijangkau dari pemerintah daerah maupun pusat.
(4) Promosi. Promosi merupakan aspek penting dalam pemasaran, dengan promosi maka produk akan lebih dikenal dan jaringan pemasarannya akan lebih luas. Pada awal-awal berdirinya CV. Bening Jati Anugerah, yaitu di tahun 2007 dan tahun 2008, promosi dilakukan melalui pameranpameran yang diadakan di PRJ (Pekan Raya Jakarta). Namun setelah manajemen perusahaan pecah menjadi PT. Sakana dan CV. BJA, maka promosi lebih ditekankan pada pameran yang diadakan oleh Lembaga
90
Pemerintah seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan dan lainnya. Kurangnya promosi merupakan kelemahan yang dihadapi perusahaan. Promosi merupakan faktor penting dan cara yang paling efektif untuk mengenalkan produk secara luas kepada masyarakat. Tanpa promosi yang baik maka produk akan sulit dikenal luas dipasaran.
3) Peluang (1) Pangsa Pasar (prospek pasar). Bakso merupakan makanan olahan yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan makanan olahan ini sangat besar baik untuk masyarakat umum maupun untuk catering, hotel, pasar modern dan rumah makan lainnya. Dengan adanya permintaan dibukanya keran impor untuk produk bakso dan olahan sejenis yang mencapai 25 juta butir per bulan pada April 2011 lalu dari importir di Malaysia membuktikan besarnya kebutuhan (pangsa pasar) masyarakat Indonesia akan produk ini. Dengan tertutupnya keran impor oleh Pemerintah memberikan peluang yang sangat besar bagi UKM untuk memasuki posisi strategis dalam penyediaan bakso dan olahan sejenis. Namun munculnya peluang tanpa peningkatan mutu akan kurang diminati masyarakat, oleh karena itu CV. BJA harus terus mengembangkan usahanya melalui peningkatan mutu agar tetap dapat eksis di usaha pengolahan ikan ini. (2) Kemajuan Teknologi. Berkembangnya teknologi dengan terciptanya mesin-mesin baru memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan pengolahan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam proses produksinya. Peningkatan teknologi berarti peningkatan kapasitas produksi yang mampu dilakukan oleh perusahaan. Dengan kemajuan teknologi saat ini, sudah lebih banyak industri manufacturing alat-alat industri yang menawarkan mesin-mesin pengolahan dengan spesifikasi yang lebih detail dan harga yang kompetitif. Terciptanya mesin-mesin pengolah
91
yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan ini, memberikan peluang bagi CV. BJA untuk memilih mesin mana yang paling baik dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Selain itu, kemajuan teknologi informasi juga turut berperan aktif untuk didayagunakan dalam menjaring pasar lebih luas lagi. (3) Demografi dan Sosial. Semakin tingginya ilmu pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan mutu, gizi dan kesehatan memberi peluang yang sangat besar untuk berkembangnya jenis-jenis makanan olahan berbahan baku ikan. Bakso ikan dan olahan ikan lainnya merupakan produk yang dipercaya memiliki kandungan gizi (protein tinggi dan lemak rendah) yang sangat baik bagi tubuh, memberikan peluang yang sangat nyata untuk dapat berkembang di masyarakat. (4) Diversifikasi Produk. Untuk dapat eksis di masyarakat, diversifikasi produk menjadi sangat penting karena selain dapat berfungsi untuk menghadapi kelangkaan bahan baku, juga untuk tetap menarik pasar yang seringkali mengalami kejenuhan apabila terus-menerus dihadapkan pada produk yang itu itu saja. Diversifikasi produk juga merupakan salah satu strategi dan peluangn yang dapat dilakukan CV. BJA untuk menghadapi munculnya pesaing-pesaing baru. Diversifikasi produk dapat menjadi peluang yang sangat dimungkinkan untuk terus memberikan seleraselera baru bagi masyarakat dan untuk tetap memikat konsumen agar tidak berpaling dari produk lain. Jika di awal tahun 2011, CV. BJA telah melakukan beberapa diversifikasi produk dari bakso tuna menjadi bakso surimi, ke depan diharapkan dapat tercipta produk lain yang lebih kreatif dan inovatif.
(5) Kapasitas Produksi. Saat ini, proses produksi yang dilakukan di CV.BJA belum optimal. Jika untuk mengolah 10 kilogram daging ikan dibutuhkan waktu
92
sebesar satu jam dengan kebutuhan tenaga kerja 4 orang per sekali produksi, maka masih tersisa 6 tenaga kerja lainnya yang dapat diberdayakan untuk mengolah produk lain baik bakso maupun produk olahan lainnya sesuai dengan permintaan konsumen. Dan ini merupakan peluang yang sangat baik untuk mengoptimalkan sumberdaya yang ada dikaitkan dengan permintaan konsumen dan kapasitas produksi dimungkinkan oleh mesin-mesin yang dimiliki oleh perusahaan.
4) Ancaman (1) Keberadaan Perusahaan Sejenis. Wahyudi (1996), tinggi rendahnya tingkat persaingan antar pesaing di dalam suatu industri tergantung dari jumlah pesaing, besarnya ukuran dan kekuatan dari para pesaing, tingkat pertumbuhan industri, antar produk hanya mempunyai sedikit perbedaan, biaya tetap relatif sangat tinggi. Semakin bertambahnya perusahaan sejenis menjadi ancaman yang significan bagi perkembangan usaha CV.BJA. Jika pada tahun 2008 -2009 perusahaan mampu menjual bakso ikan berkisar antara 10.000 – 15.000 butir bakso perminggu, maka dengan makin banyaknya perusahaan sejenis, penjualan CV.BJA pada April – Juni 2011 menurun hingga mencapai 7.000 butir per hari. Hal ini jelas memperlihatkan bahwa munculnya perusahaan-perusahaan sejenis menjadi ancaman yang nyata bagi perusahaan.
(2) Daya Tawar Menawar. Wahyudi (1996), para pemasok akan mempunyai kekuatan tawar menawar yang tinggi jika mereka lebih terkonsentrasi pada industri yang mereka pasok, tidak ada pemasok pengganti dan produk mereka merupakan input paling penting bagi industri. Pada CV. BJA munculnya pendatang baru dan produk pengganti menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup perusahaan. Keberadaan perusahaan baru memberikan keuntungan bagi konsumen karena mengakibatkan daya
93
tawar produsen menurun dan daya tawar konsumen meningkat. Dengan adanya produk baru dan merk baru menjadikan konsumen dapat memilih produk yang lebih disukai dengan harga yang lebih kompetitif. Sehingga dapat dikatakan munculnya pendatang baru dan produk baru menurunkan posisi tawar perusahaan dan menjadi ancaman bagi perusahaan untuk berkembang.
(3) Perusahaan Pendatang Baru. Wahyudi (1996), banyaknya pendatang baru yang tertarik masuk ke dalam industri akan bergantung dari besar kecilnya halangan-halangan untuk memasuki industri tersebut. Halangan-halangan tersebut antara lain skala ekonomi yaitu biaya satuan produk yang lebih rendah karena bertambahnya kuantitas yang dihasilkan, persyaratan modal yaitu kebutuhan modal untuk produksi dan mengelola bahan baku, differensiasi produk, biaya peralihan dan akses ke saluran distribusi. Pendatang baru yang banyak bermunculan seringkali mengganggu siklus produksi perusahaan baik dari segi penjualan maupun untuk mendapatkan bahan baku. Jika halangan-halangan tersebut dapat dilewati perusahaan pendatang baru, artinya perusahaan lama harus siap mencari alternatif lain dalam mempertahankan konsumennya baik dengan penetrasi pasar maupun diversifikasi produk. Munculnya perusahaan baru merupakan ancaman bagi kelangsungan CV. BJA dan menurunkan daya tawar perusahaan. (4) Kondisi Ekonomi dan Politik. Dalam kondisi globalisasi saat ini kemungkinan masuknya produkproduk baru dari luar dengan harga yang kompetitif sangat memungkinkan, sehingga merupakan kompetitor dari luar yang nyata bagi perusahaan. Inflasi yang berfluktuasi sangat berpengaruh terhadap kestabilan harga bahan baku dan bahan bakar dan berimbas kepada biaya produksi yang dikeluarkan, sedangkan kesanggupan masyarakat membeli produk tetap. Inflasi menurut Wikipedia adalah suatu proses
94
meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Terjadinya inflasi di suatu negara menjadi ancaman bagi perusahaan untuk dapat mengembangkan usaha bakso ikan. (5) Kebijakan Pemerintah. Kebijakan pemerintah sangat berperan dalam melindungi UKM untuk tetap dapat eksis mengembangkan usahanya. Namun kebijakan dibidang perbankan belum banyak berpihak kepada UKM, hal ini terlihat dari besarnya bunga yang dibebankan kepada UKM pada saat mengajukan kredit. Sebagai contoh Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang ditetapkan Bank Indonesia pada bank-bank nasional yang ada di Indonesia, sebagai contoh SBDK Bank Mandiri per 30 Juni 2011 yaitu sebesar 11,25% untuk korporasi kredit dan 13% untuk kredit ritel. SBDK adalah suku bunga dasar yang digunakan oleh Bank sebagai acuan dalam penentuan suku bunga kredit rupiah kepada debitur. SBDK belum memperhitungkan risiko kredit yang ditanggung Bank dan besarnya risiko kredit setiap debitur berbeda tergantung pada penilaian Bank atas profil risiko debitur dengan mempertimbangkan kondisi keuangan debitur, prospek pelunasan kredit, prospek sektor industri debitur dan jangka waktu kredit. Sehingga besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan
95
SBDK dan umumnya adalah lebih tinggi. Umumnya kredit yang dibebankan kepada debitur berkisar antara 17,5% - 21% untuk efektif floating dan 30,25% untuk efektif fixed selama 3 tahun. Jumlah angsuran ini jelas masih sangat tinggi dibandingkan dengan kebijakan yang diberikan kepada sektor industri yang umumnya hanya sebesar 14%, sedangkan tingkat suku bunga pada Bank Indonesia itu sendiri hanya pada taraf 6%. Kebijakan pemerintah yang dirasa masih memberatkan bagi UKM untuk mengembangkan usahanya terutama dalam rangka mendapatkan tambahan modal menjadi salah satu ancaman
yang
diperhitungkan
UKM
dalam
mengembangkan
usahanya.
Gambar 15. Contoh Penetapan SBDK Ke Salah Satu Bank Nasional
96
4.6.2
Analisis Matriks IFE dan EFE Faktor-faktor yang dianalisis disini adalah faktor-faktor internal dan
eksternal perusahaan. Faktor-faktor tersebut diidentifikasi, diberi bobot dan dirating untuk mendapatkan skor untuk mengetahui faktor strategik mana yang dominan dan kurang dominan berpengaruh terhadap usaha CV. BJA.
1) Analisis Matriks IFE Faktor internal pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran di CV. BJA dapat dilakukan melalui ketersediaan bahan baku, tenaga kerja yang kompeten dan loyal, fasilitas produksi dan peralatan yang mendukung, dan mutu yang terjamin, oleh CV. BJA disajikan dalam bentuk Internal Factor Evaluation Matrix ( Matriks IFE). Skor yang diperoleh dari matriks tersebut menunjukkan kemampuan CV. BJA dalam memanfaatkan kekuatan dan mengatasi kelemahan yang dimiliki dalam pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran (Tabel 36). Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 36, Faktor kunci yang menjadi kekuatan adalah jumlah tenaga kerja yang memadai. Keberadaan tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan, pengalaman dan kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja merupakan faktor kekuatan penting yang dimiliki CV. BJA dalam mengembangkan usahanya. Selanjutnya mutu produk yang terjamin baik dari segi sanitasi dan higienis, serta mutu bakso ikan dilihat dari aroma, rasa, warna, bentuk dan keseluruhannya yang tidak kalah bersaing dengan produk bakso di pasaran. Proses pengolahan yang efektif dan sesuai dengan persyaratan sanitasi dan higienis untuk pengolahan mendukung berkembangnya usaha CV. BJA, begitu juga dengan keberadaan fasilitas produksi dan peralatan yang baik dan loyalitas karyawan menjadi faktor-faktor kunci yang menjadi kekuatan bagi CV. BJA dalam mengembangkan usaha bakso ikan. Kelemahan dari CV.BJA dalam usaha pengembangan bakso ikan tuna, surimi dan campuran adalah kurangnya ketersediaan bahan baku, terbatasnya modal usaha, kurangnya tenaga pemasaran dan kurangnya promosi.
97
Tabel 36. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix)Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran CV. BJA FAKTOR INTERNAL Kekuatan Tenaga Kerja Mutu Produk Fasilitas Produksi dan Peralatan Proses Pengolahan Loyalitas Karyawan Kelemahan Ketersediaan Bahan Baku Manajemen Bersifat Kekeluargaan Tenaga Pemasaran Modal Usaha Promosi total
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
0.091 0.102 0.076 0.087 0.07
3.333 3.333 3.333 3.333 3
0.302 0.34 0.253 0.29 0.211
0.126 0.104 0.119 0.13 0.096
2 3.667 1.667 2 1.333
0.252 0.38 0.198 0.259 0.128 2.614
Hasil analisis evaluasi Tabel IFE tersebut selanjutnya akan digabungkan dengan hasil analisis evaluasi tabel EFE sehingga dapat memudahkan dalam menentukan posisi strategi pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran di CV.BJA (Matriks IE).
2) Analisis Matriks EFE Faktor analisis Eksternal Factor Evaluation Matrix (Matriks EFE) adalah analisis untuk faktor-faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi pengembangan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran di CV.BJA, melingkupi faktor peluang dan ancaman usaha. Faktor peluang dan ancaman usaha tersebut kemudian diberi bobot, rating untuk mendapatkan skor sehingga dapat mengetahui faktor mana yang menjadi peluang utama dan kelemahan utama dari lingkungan eksternal tersebut. Tabel 37 dibawah ini menjelaskan skor pengaruh faktor peluang dan ancaman terhadap usaha pengembangan bakso ikan tuna, surimi dan campuran di CV.BJA.
98
Tabel 37. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation Matrix)Strategi Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran CV. BJA FAKTOR EKSTERNAL Peluang Kapasitas Produksi Pangsa Pasar (Prospek Pasar) Kemajuan Teknologi Demografi dan Sosial Diversifikasi Produk Ancaman Keberadaan Perusahaan Sejenis Daya Tawar Menawar Perusahaan Pendatang Baru Kondisi Ekonomi dan Politik Kebijakan Pemerintah Total
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
0.113 0.13 0.113 0.107 0.1
3 3.333 3.333 3.333 3.333
0.339 0.432 0.377 0.358 0.333
0.093 0.08 0.096 0.087 0.081
1.333 1.667 1.667 2.667 2
0.123 0.133 0.16 0.232 0.163 2.651
Hasil evaluasi faktor eksternal sesuai Tabel 37, menunjukkan bahwa skor paling besar sebagai faktor-faktor kunci yang menjadi peluang bagi pengembangan usaha bakso ikan di CV.BJA adalah pangsa pasar, kemajuan teknologi, demografi dan sosial, diversifikasi produk dan kapasitas produksi. Pangsa pasar (prospek pasar) yang masih terbuka menjadi faktor kunci utama untuk pengembangan usaha bakso ikan di CV. BJA, faktor demografi dan sosial masyarakat yang menginginkan makanan yang bergizi tinggi, rendah lemak dan kolesterol yang semua ada pada produk-produk perikanan, memberikan peluang yang nyata bagi CV.BJA untuk mengembangkan usaha bakso ikan tuna, surimi dan campuran dan diversifikasi produk merupakan peluang untuk meluaskan pangsa pasar menjadi lebih besar lagi, kemajuan teknologi yang dapat menciptakan mesin-mesin pengolahan dengan efektivitas yang optimal yang memberikan peluang bagi CV.BJA untuk meningkatkan kapasitas produksinya menjadi lebih tinggi dan efektif. Semua itu merupakan faktor-faktor kunci untuk pengembangan usaha di CV. BJA Sedangkan faktor-faktor yang harus dicermati karena memberikan efek mengancam pengembangan usaha bakso ikan di CV.BJA adalah munculnya perusahaan pendatang baru, kondisi ekonomi dan politik yang diinisialir
99
dengan naik turunya harga bahan bakar (bensin dan solar) sehingga berpengaruh terhadap biaya produksi dan ketersediaan bahan baku itu sendiri. Kebijakan pemerintah dalam hal kebijakan perbankan yang belum pro terhadap UMKM, daya tawar menawar yang menurun akibat semakin meningkatnya jumlah penawaran dari usaha bakso sejenis sehingga produsen dipacu untuk memberikan harga bakso ikan yang lebih kompetitif untuk menarik konsumen dan keberadaan perusahaan sejenis menjadi faktor-faktor ancaman yang harus dipertimbangkan saat akan mengembangkan usaha.
4.6.3
Matriks IE Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal
perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis untuk CV.BJA dengan lebih detail. Skor nilai rataan matriks IFE dan EFE dipadukan untuk IE. Rataan Matriks IFE adalah pada skor 2,614 dan rataan Matriks EFE adalah 2,651. Paduan kedua matriks itu dapat dilihat dalam Gambar 11 berikut ini.
IFE Kuat
Rataan 2,0
Lemah 1,0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
4,0 Tinggi
E F E
3,0
3,0 Sedang 2,0 Rendah 1,0
Gambar 16. Matriks Internal Eksternal (IE) Pengembangan Usaha Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran CV.BJA Matriks IE pada Gambar 16, menunjukkan hasil pemetaan posisi usaha CV.BJA berada pada kuadran V yakni Kuadran Pertumbuhan/Stabilitas. Dalam Rangkuti (2005), strategi yang dapat digunakan untuk kuadran V adalah Strategi pertumbuhan (Growth Strategy) yaitu strategi yang didesain
100
untuk mencapai pertumbuhan baik dalam penjualan, asset, profit, atau kombinasi dari ketiganya. Hal ini dapat dicapai dengan cara menurunkan harga, mengembangkan produk baru, menambah mutu produk atau meningkatkan akses ke pasar yang lebih luas. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan cara meminimalkan biaya (minimize cost) sehingga dapat meningkatkan profit. Cara ini merupakan strategi terpenting apabila kondisi perusahaan
berada
dalam
pertumbuhan
yang
cepat
dan
terdapat
kecenderungan pesaing untuk melakukan perang harga dalam usaha meningkatkan pangsa pasar. Dengan demikian, perusahaan yang belum mencapai critical mass (mendapat profit dari large-scale production) akan mengalami kekalahan, kecuali jika perusahaan ini dapat memfokuskan diri pada pasar tertentu yang menguntungkan. Jika di analisis, strategi pertumbuhan merupakan langkah yang paling tepat untuk diterapkan di CV.BJA, sebagai suatu usaha yang sedang berupaya meningkatkan penjualan, asset, dan profitnya. Jika dari segi harga, CV.BJA telah menerapkan strategi penetapan harga lebih rendah dari pesaingnya, maka langkah lain selanjutnya dalam rangka meningkatkan penjualan adalah mengembangkan produk-produk baru baik dari segi rasa, aroma, bentuk, warna maupun keseluruhannya (overall). Meningkatkan mutu bakso ikan yang sudah ada dan memperluas akses pasar. Rangkuti (2005) menyatakan ada dua strategi dasar dari pertumbuhan pada tingkat korporat yaitu konsentrasi pada satu industri atau diversifikasi ke industri lain. Berdasarkan hasil penelitian, perusahaan yang memiliki kinerja yang baik cenderung mengadakan konsentrasi, sedangkan perusahaan yang relatif kurang memiliki kinerja yang baik cenderung mengadakan diversifikasi agar dapat meningkatkan kinerjanya. CV.BJA telah menerapkan strategi diversifikasi sejak awal 2011. Perusahaan ini telah mengembangkan produk bakso baru (diversifikasi produk bakso) dengan memproduksi bakso surimi untuk target pasar yang lebih tinggi, antara lain hotel-hotel, catering dan pasarpasar tertentu serta masyarakat kalangan menengah atas. Mutu yang ditawarkan dalam bakso surimi ada dua kategori yaitu mutu A dan B (Lampiran 23). Mutu A lebih tinggi dari mutu B, begitupun dengan harganya .
101
Bakso surimi ini dipasarkan ke konsumen melalui agen-agen tertentu yang telah membuat kesepakatan kerjasama secara baik dengan CV.BJA, dimana spesifikasi bakso dan merk bakso ditentukan oleh agen tersebut. Langkah ini dilakukan CV.BJA dalam rangka meningkatkan produksi dan perluasan pasar. Kuadran V menempatkan CV.BJA pada posisi moderate attractive industry dimana strategi yang dapat diterapkan adalah konsolidasi yang tujuannya relatif lebih defensif yaitu menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan profit. Langkah lain yang dapat dilakukan CV.BJA untuk pengembangan usahanya yaitu melalui perluasan pasar, peningkatan fasilitas produksi, dan teknologi melalui pengembangan internal maupun eksternal melalui akuisisi atau joint ventures dengan perusahaan lain dalam industri yang sama. Perluasan pasar dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jenis produk baik bakso maupun olahan ikan sejenis, menambah tenaga pemasaran atau memperluas lokasi pemasaran dengan cara merambah lokasi-lokasi pasar baru yang belum terjangkau. Strategi lain adalah membuka jaringan suplai bahan baku untuk mendapatkan kontinuitas bahan baku dengan mutu dan harga yang sesuai. Peningkatan usaha juga dapat dilakukan dengan meningkatkan fasilitas dan sarana produksi dengan mengganti alat-alat produksi yang sudah lama atau rusak dengan yang baru dan memiliki kapasitas produksi dan kecepatan alat yang lebih tinggi. Efisiensi dan optimalisasi mesin dan tenaga kerja merupakan cara untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Efisiensi dan optimalisasi berpengaruh dalam menekan biaya produksi seperti biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya perawatan dan biaya bahan baku. Usaha-usaha efisiensi dan optimalisasi tersebut dapat dilakukan dengan merancang manajemen pengelolaan produksi yang lebih baik dan efisien.
4.6.4
Analisis SWOT Berdasarkan hasil analisis matriks IFE dan EFE diatas, maka dapat
disusun analisis matriks SWOT yang akan mengidentifikasi berbagai faktor
102
secara sistematis untuk merumuskan strategi usaha CV. BJA. Adapun hasil formulasi strategi terdiri atas Strategi Kekuatan – Peluang (S-O), Kekuatan – Ancaman (S-T), Strategi Kelemahan – Peluang (W-O) dan Strategi Kelemahan – Ancaman (W-T), seperti diuraikan dalam Tabel 38 berikut.
Tabel 38. Matriks SWOT CV. BENNING JATI ANUGERAH Kekuatan (Strenght)
Kelemahan (Weakness)
1. Jumlah tenaga kerja memadai 2. Mutu bakso ikan terjamin 3. Fasilitas produksi dan peralatan cukup modern 4. Proses pengolahan sesuai standar mutu 5. Manajemen bersifat kekeluargaan 6. Loyalitas karyawan baik Strategi S-O
1. Modal usaha terbatas 2. Ketersediaan bahan baku terbatas 3. Tenaga pemasaran 4. Promosi masih kurang
1. Pangsa pasar (prospek pasar) masih 50 % terpenuhi 2. Kemajuan teknologi 3. Kondisi demografi dan sosial, usia produktif meningkat 4. Diversifikasi produk 5. Kapasitas produksi
1. Peningkatan mutu kinerja perusahaan (S1, S2, S3, S4, S5, S6, P1, P3, P4, P5) 2. Meningkatkan mutu produk dan pelayanan terhadap konsumen (S2, S3, S4, P2, P4,P5) 3. Perluasan pangsa pasar (S2, S4, P1, P3) 4. Optimalisasi produksi untuk memenuhi 50% pangsa pasar yang terbuka (S1, S6, P1, P5)
5. Efisiensi biaya distribusi (pemasaran) (K1, K2, K3, P1, P2, P3, P5) 6. Peningkatan mutu SDM Pemasaran melalui pelatihan (K3, K4, P1, P4) 7. Perluasan jaringan distribusi (K3, K4, P1, P4)
Ancaman (Threats)
Strategi S-T
Strategi W-T
Internal
Eksternal Peluang (Opportunities)
1. Keberadaan perusahaan sejenis 2. Daya tawar menawar: konsumen semakin sensitif terhadap harga 3. Munculnya perusahaan baru 4. kebijakan pemerintah : birokrasi dan kebijakan perbankan menyulitkan ukm 5. Kondisi ekonomi dan politik: inflasi dan resesi ekonomi
8. Efisiensi biaya (S1, S3, S4, A1, A2, A3) 9. Menetapkan strategi harga (S2, S3, S4, S5, A1, A2, A3, A5) 10. Meningkatkan mutu SDM manajemen dan produksi melalui pelatihan. (S1, S5, S6, A1, A2, A3, A4)
Strategi W-O
11. Memperluas akses modal dan pasar melalui kerjasama (joint venture) (K1, K2, K3, A1, A3, A4) 12. Menetapkan strategi bisnis baru yang lebih efektif dan efisien (K1, K2, K3, A1, A2, A3) 13. Lebih memperhatikan mutu dan pelayanan terhadap konsumen (K3, K4, A1, A2, A3)
103
4.6.5
Pemilihan Alternatif Strategik Penentuan urutan alternatif strategi sebagai strategi prioritas dilakukan
dengan menggunakan rumusan strategi dari hasil analisis SWOT. Faktor strategik internal dan eksternal diformulasikan dengan menentukan tingkat pengaruh setiap strategi yang ada dari hasil SWOT kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing faktor. Berdasarkan hasil perhitungan matriks QSP sebagaimana terlampir dalam Lampiran 24, diperoleh priotitas strategi yang paling menarik untuk diterapkan dalam pengembangan usaha bakso ikan CV. BJA yaitu: 1. Peningkatan mutu kinerja perusahaan (S1, S2, S3, S4, S5, S6, P1, P3, P4, P5)Perluasan pangsa pasar (S2, S4, P1, P3) (TAS 5.819) 2. Meningkatkan mutu produk dan pelayanan terhadap konsumen (S2, S3, S4, P2, P4,P5)Meningkatkan mutu bakso maupun pelayanan (S2, S3, S4, A1, A2, A3) (TAS 5.806) 3. Perluasan pangsa pasar (S2, S4, P1, P3)Optimalisasi produksi untuk memenuhi 50% pangsa pasar yang terbuka (S1, S6, P1, P5) (TAS 5.761) 4. Optimalisasi produksi untuk memenuhi 50% pangsa pasar yang terbuka (S1, S6, P1, P5) (TAS 5.720).
Berdasarkan Matriks QSP terlihat bahwa prioritas utama yang harus dilakukan perusahaan untuk pengembangan usahanya adalah dengan cara melakukan strategi peningkatan mutu kinerja perusahaan yang lebih baik. Peningkatan mutu kinerja perusahaan di mulai dari: 1. perbaikan kinerja manajemen perusahaan agar lebih rapih dan terstruktur 2. peningkatan kinerja administrasi dan dokumentasi 3. penetapan kebijakan kebijakan terkait pelaksanaan dan sistematika yang akan diterapkan di perusahaan mencakup: 1. pengelolaan bahan baku 2. penetapan standar mutu produk 3. penetapan prosedur cara pengolahan produk yang baik (Good Manufacturing Practices/GMP)
104
4. penetapan prosedur sanitasi yang baik sesuai standar prosedur sanitasi (Sanitation Standard Operation Prosedure/SSOP) 5. pengorganisasian karyawan sesuai dengan keahlian yang dimiliki 6. penetapan target dan segmen pasar yang akan di capai 7. penetapan standar produk sesuai dengan target dan segmen pasar 8. penetapan metode perluasan pasar baik melalui direct selling maupun promosi melalui pameran atau media lainnya 9. penetapan program perawatan peralatan produksi dan pemasaran 10. perbaikan dan pergantian peralatan dan mesin-mesin yang rusak dengan mesin baru yang lebih efektif 11. diversifikasi produk disesuaikan dengan permintaan pasar 12. penetapan program peningkatan kompetensi karyawan
4.6.6
Pengembangan
Usaha
Bakso
Ikan
di
CV.
BJA
untuk
meningkatkan pemasaran Pengembangan usaha bakso ikan melalui untuk strategi peningkatan mutu kinerja perusahaan yang lebih baik sebaiknya diterapkan perusahaan dalam rangka pencapaian target –target yang diinginkan perusahaan. Peningkatan strategi dimulai dari penetapan standar-standar kebijakan dan prosedur apa saja yang ingin diterapkan di perusahaan, kemudian cara monitoring pelaksanaannya dan tindakan koreksi yang akan di lakukan jika terjadi ketidaksesuaian. Penetapan standar ini sangat penting untuk menjadi pedoman bagi perusahaan untuk menentukan ke arah mana perusahaan akan dikembangkan. Selain itu untuk memudahkan dalam meninjau sampai sejauh mana perkembangan perusahaan dan sampai seberapa jauh perusahaan telah mencapai target-target yang telah dirancangnya. Penetapan kinerja perusahaan merupakan langkah awal yang harus dilakukan perusahaan untuk menetapkan visi misi perusahaan agar lebih terarah dan tepat sasaran. Dengan penetapan kinerja yang baik diharapkan target untuk menghasilkan mutu produk yang tinggi, perluasan pasar dan keinginan untuk dapat memenuhi peluang pasar yang masih terbuka dapat tercapai.
105
4.6.7
Impikasi Hasil Kajian Implikasi hasil kajian merupakan saran-saran strategi yang dapat
diberikan penulis kepada perusahaan terkait pengembangan usaha bakso ikan dan produk-produk lainnya yang selanjutnya akan dikembangkan perusahaan. Dengan perlu diterapkan strategi peningkatan kinerja perusahaan diharapkan target-target perusahaan dapat tercapai. Implikasi hasil kajian dapat diwujudkan secara langsung ke dalam aspek teknis, aspek manajerial, aspek ekonomi, sosial juga aspek lingkungan. 1) Aspek Teknis Peningkatan kinerja perusahaan pada aspek teknis dapat dilakukan melalui penetapan prosedur dan sistematika di perusahaan antara lain: pengelolaan bahan baku penetapan standar mutu produk penetapan prosedur cara pengolahan produk yang baik (Good Manufacturing Practices/GMP) penetapan prosedur sanitasi yang baik sesuai standar prosedur sanitasi (Sanitation Standard Operation Prosedure/SSOP) penetapan program perawatan peralatan produksi dan pemasaran perbaikan dan pergantian peralatan dan mesin-mesin yang rusak dengan mesin baru yang lebih efektif diversifikasi produk disesuaikan dengan permintaan pasar
2) Aspek Manajerial Peningkatan kinerja di perusahaan di aspek manajerial dapat dilakukan dengan: perbaikan kinerja manajemen perusahaan agar lebih rapih dan terstruktur peningkatan kinerja administrasi dan penetapan kebijakan yang lebih mengutamakan pada: pengorganisasian karyawan sesuai dengan keahlian yang dimiliki penetapan target dan segmen pasar yang akan di capai penetapan standar produk sesuai dengan target dan segmen pasar
106
penetapan metode perluasan pasar baik melalui direct selling maupun promosi melalui pameran atau media lainnya
Dokumentasi Perusahaan dapat berjalan secara optimal apabila adanya sistem manajerial yang baik dari sisi produksi, SDM, keuangan, operasional (distribusi) dan pemasaran, yang dilakukan secara terpadu untuk mencapai tujuan perusahaan. Tanpa adanya skill manajerial tentu mustahil perusahaan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Target-target tidak akan tercapai dan pada akhirnya perusahaan akan mengalami kerugian. Pengelolaan perusahaan membutuhkan suatu manajemen untuk memberikan arahan, pandangan dan cara sehingga karyawan dapat bekerja sesuai dengan keinginan kita. Sehingga manajer perusahaan perlu meningkatkan skill dan pengetahuannya untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul selama proses usaha berjalan. Selain pentingnya skill manajerial dari pihak manajemen, manajemen perlu membuat sebuah master plan yang mengatur sistem pengelolaan (sistem operasional prosedur) yang ada didalam perusahaan, sehingga segala sesuatu yang mungkin timbul dalam usaha bakso ikan dapat terselesaikan sesuai dengan sistem operasional prosedur yang ditetapkan perusahaan.
Pengembangan (diversifikasi) produk untuk antisipasi terhadap kejenuhan pasar, munculnya pesaing baru dan keberadaan perusahaan sejenis merupakan bagian tugas aspek manajerial untuk meyusun kebijakankebijakan yang dapat diterapkan dalam menghadapi ancaman-ancaman tersebut. Perluasan pasar dan jaringan dapat dilakukan melalui strategi segmentasi pasar dan targeting dan peningkatan mutu pelayanan terhadap kosumen. jaminan kontinuitas bahan baku merupakan pelaksanaan aspek teknis dan manajerial. Tanpa adanya pasokan bahan baku, produktivitas tidak dapat berjalan.
107
3) Aspek Ekonomi Peningkatan kinerja perusahaan dalam aspek ekonomi dapat dilakukan dengan melakukan diversifikasi produk dan perluasan pasar. Penempatan posisi perusahaan di kuadran V yaitu menempatkan perusahaan pada pada posisi pertumbuhan/stabilisasi, dalam hal ini usaha yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan mempertahankan usaha melaui strategi harga yang dapat ditekan melalui peningkatan kuantitas produksi dan perluasan pasar. Pengembangan produk dilakukan sebagai alternatif mencari produkproduk baru yang mungkin akan disukai pasar dan untuk mengatasi kejenuhan pasar akan produk yang itu itu saja. Lebih lanjut strategi yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi produksi melalui analisis efisiensi, misalnya mengurangi biaya yang tidak perlu, efisiensi waktu dengan kontrol yang baik, optimalisasi tenaga kerja, dan hal lainnya yang mungkin dapat dioptimalisasikan sehingga dapat mengurangi bisa menghemat biaya pengeluaran. Penerapan
langkah-langkah
yang
disarankan
diharapkan
mampu
memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan, bagi karyawan dan bagi lingkungan sekitar termasuk pemerintah daerah, sehingga keberadaan perusahaan memberikan dampak ekonomi positif bagi banyak pihak. Orientasi ini perlu ditanamkan oleh pimpinan perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya.
4) Aspek Sosial Tumbuh kembangnya perusahaan tidak terlepas kaitannya dengan keadaan sosial. Dinamika yang berkembang menunjukkan bahwa perusahaan dituntut untuk dapat memberikan manfaat sosial yang sebesar-besarnya bagi karyawan dan masyarakat. Dalam berbagai aktivitas diharapkan perusahaan dapat ikut memberikan kontribusi nyata untuk kemajuan dan kesejahteraan. Keberadaaan CV. BJA di Parung telah banyak memberikan kontribusi bagi karyawan maupun masyarakat sekitarnya. Dengan adanya usaha ini telah terjaring 20 orang tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar perusahaan. Selain itu perusahaan telah membuka diri
108
bagi pelajar dan mahasiswa untuk melakukan magang dan penelitian, merupakan kontribusi yang dapat diperhitungkan sebagai manfaat sosial perusahaan bagi masyarakat luas. Pelatihan-pelatihan yang kerap dilakukan di CV. BJA baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat atau lembaga masyarakat lainnya menunjukkan bahwa keberadaan CV. BJA untuk memajukan masyarakat sekitarnya sangat baik dan langkah-langkah ini harus terus dilakukan oleh CV. BJA untuk mendapatkan dukungan sosial dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya untuk lebih maju.
5) Aspek Lingkungan Analisis lingkungan merupakan salah satu strategi intensif yang harus dilakukan oleh perusahaan agar mampu menilai pada posisi mana perusahaan saat ini dan merupakan alat monitor yang baik agar tidak terlena dan pada akhirnya kalah posisi dengan pesaing yang ada. Perubahan-perubahan
lingkungan
perlu
diantisipasi
karena
sering
perubahan yang tidak terduga dan dapat menyebabkan perusahaan berada dalam posisi sulit. Strategi peramalan kadangkala harus diperkuat untuk menentukan sikap apa yang harus dilakukan untuk dapat berjalan pada lingkungan atau situasi yang selalu berubah. Eksistensi perusahaan dapat ditunjukkan
dengan
profesionalisme
para
karyawan,
harmonisasi
perusahaan dengan mitra usaha yaitu pemasok bahan baku, distributor, pemerintah dan masyarakat. Faktor-faktor ini dapat menjadi kekuatan bagi perusahaan untuk dapat bersaing dan bertahan dalam lingkungan yang selalu berubah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1.
Secara umum penilaian responden terhadap mutu ke lima bakso ikan, yaitu BTX, BTB, BSB. BCB, dan BSX yang di nilai melalui uji hedonik berdasarkan parameter aroma, rasa, tekstur, warna dan overall menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Sedangkan hasil analisis tingkat kepentingan konsumen terhadap dan kinerja perusahaan menunjukkan lebih dari 85% konsumen puas dengan kinerja perusahaan dilihat dari atribut citarasa kelezatan, aroma, bentuk dan ukuran, harga jual, kandungan gizi, daya tahan produk, manfaat yang dirasakan, dan kemasan bawa pulang serta menilai penting untuk merk dan kehalalan.
2.
Secara analisis finansial usaha pengembangan usaha bakso ikan di CV. BJA layak untuk dikembangkan, yang ditunjukkan oleh titik impas (BEP) untuk bakso ikan tuna sebesar Rp. 10.756,- per paket.
3.
Alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh CV. BJA untuk mengembangkan usahanya melalui strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk, sesuai dengan hasil pemetaan matriks IE dari hasil analisa IFE dan EFE yang menempatkan CV. BJA pada kuadran V (posisi stabilitas/pertumbuhan). Prioritas utama yang perlu dilakukan perusahaan adalah melalui peningkatan mutu kinerja perusahaan yang lebih baik, yang diwujudkan melalui penerapan dalam aspek teknis, manajerial, ekonomi, sosial dan lingkungan.
5.2 Saran 1.
Implikasi hasil kajian yaitu peningkatan kinerja perusahaan dalam rangka mengembangkan usaha bakso ikan untuk meningkatkan pemasaran dan memenuhi peluang pasar yang masih 50% terbuka perlu diwujudkan antara lain melalui perbaikan kinerja manajemen perusahaan agar lebih rapih dan terstruktur, peningkatan kinerja administrasi dan dokumentasi,
111
dan penetapan kebijakan kebijakan terkait pelaksanaan dan sistematika yang akan diterapkan di perusahaan. 2.
Untuk pengembangan usaha ke depan perlu dilakukan kajian mengenai efisiensi tenaga kerja dan efisiensi fasilitas produksi serta kajian secara finansial untuk produk-produk olahan lain yang dikembangkan oleh CV. BJA.
112
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Bakso Ikan. SNI 01-3819-1995. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional. __________. 2006a. Bakso Ikan Beku - Bagian 1 : Spesifikasi. SNI 01-7266.12006. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional. __________. 2006b. Bakso Ikan Beku - Bagian 3 : Penanganan dan Pengolahan. SNI 01-7266.3-2006. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional. [BBPMHP] Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 2001. Teknologi Pengolahan Surimi dan Produk Fish Jelly. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional. [BBPMHP] Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 1987. Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Jakarta : Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Cravens, D.W. 2000. Strategic Marketing. Mc-Graw Hill, New York. David, F.R. 2006. Strategic Management. Prentice Hall International Inc, New Jersey Direktorat Jenderal Perikanan, 1983. Sumberdaya Perikanan Laut di Indonesia. Jakarta. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Perikanan Tangkap. Jakarta. Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico, Bandung. Gittinger, J.P. 1996. Analisis Ekonomi Proyek Pertanian (Terjemahan). Universitas Indonesia Press, Jakarta Haryadi. 1998. Prinsip Manajemen Kontemporer untuk Mengarungi Lingkungan Bisnis. Global Aditya Media. Yokyakarta. Hunger, J.D dan T.L. Wheelen. 2001. Manajemen Strategis (Terjemahan) Andi, Yokyakarta. Husnan, S dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN, Yokyakarta
113
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid I. Teknik Pendinginan Ikan. CV Paripurna, Jakarta. Jauch, L.R dan W.F. Glueck. 1999. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan (Terjemahan). Erlangga, Jakarta. Kadariah, L.K dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Kasali, R. 1998. Membidik Pasar Indonesia : Segmentasi, Targeting dan Positioning. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Tahun 2009. Jakarta Kertajaya, H. 2003. Hermawan Kertajaya On Marketing. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta . dan G. Amstrong. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran (Terjemahan). Erlangga, Jakarta. . K.L. Keller. 2007. Manajemen Pemasaran (Terjemahan). Prentice Hall, New Jersey. Kotler, P. 2000. Marketing Management : The Milenium Edition, International edition. Prentice Hall, New Jersey.
Kramlich AM, Harson, Tauber FW. 1971. Processed Meats. Conecticut : The AVI Publishing Co Inc. Lamb, C.W., J.F Hair, dan C. McDaniel. 2001. Pemasaran (Terjemahan) Salemba Empat, Jakarta. Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Terhadap Karakteristik Nugget dari Ikan Patin (Pangasius hypothalamus). Skripsi, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Majid, A. 2008. Pengertian, Konsep, Definisi Pemasaran dan Manajemen Pemasaran. http://majidbsz.wordpress.com. Okada, M. 1990. Fish and Raw Material. In Science of Processing Marine Food Product. Vol. I. Editor. T. Motohiro, H. Kadota. K. Hashimoto. M. Katayama and T. Tokunaga. Japan International Coorporation Agency. Hyoga International Centre Japan.
114
Okada, M. 1992. History of Surimi Technology in Japan. Dalam : Surimi Technology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York : Marcel Dekker. Pearce, J.A. dan R.B. Robinson. 1997. Manajemen Strategik : Formulasi, Implementasi dan Pengendalian (Terjemahan, Jilid I). Bina Rupa Aksara, Jakarta. Peter, J.P., dan J.C. Olson. 2000. Consumer Behavior: Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran (Terjemahan). Prentice Hall, New Jersey. Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press. A Division of Macmillan, Inc, New York. Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta. Jakarta. Syaukat, Y. 2002. Pengembangan Ekonomi Berbasis Lokal. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program pascasarjana IPB. Bogor. Soeharto, I. 1999. Manajemen Proyek: Dari Konseptual sampai Operasional. Erlangga, Jakarta. Soekarto, S.T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Jaya Aksara, Jakarta. Soemantri, S. 2003. Strategi Pemasaran Ritel (Studi Kasus di Bank X). Tugas Akhir Institut Banker Indonesia, Jakarta. Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Bandung. Sutojo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek, Teori dan Praktek. Pustaka Binaman, Jakarta Suyanto, M. 2007. Marketing Strategy. Andi, Yogyakarta. Suzuki, T. 1981. Fish Krill Protein Processing Technology. Aplied Science Publisher, Ltd. London. Tjiptono, F. 1999. Strategi Pemasaran. Andi, Yogyakarta. Tunggal, A.W. 2009. Intisari Manajemen Strategik. Havarindo, Jakarta. Umar, H. 1997. Studi Kelayakan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
115
Wahyudi, A. S. 1996. Manajemen Strategik: Pengantar Proses Berfikir Strategik. Binarupa Aksara, Jakarta Wanatabe, S. 1990. The Cemistry of Protein from Marine Animals. In. Food Science of Processing Marine Food Product. Vol. I. Editor. T. Motohiro, H. Kadota, K. Hashimoto, M. Kayama. T, Tokunaga. Japan International Coorporation Agency. Hyoga. International Centre Japan. Wibowo, S. 2006. Pembuatan Bakso IKan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya. Jakarta Wilkie, W.L. 1994. Consumer Behavior. John Wiley & Sons Inc, New York.
116
LAMPIRAN
117
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA BAKSO IKAN TUNA, SURIMI DAN CAMPURAN (Studi Kasus di CV. Bening Jati Anugerah, Bogor) Bagian 1. Identitas Responden Nama Alamat
: …………………………. : ………………………….
Isilah pertanyaan berikut dengan tanda silang (X) pada kolom yang sudah disediakan. 1.
Berapakah usia Bapak/Ibu/Saudara saat ini ? ............tahun a. < 20 tahun c. 30 – 40 tahun b. 20 – 30 tahun d. > 40 tahun, sebutkan
2.
Jenis kelamin : a. Pria b. Wanita
3.
Status a. Menikah b. Belum menikah
4.
Pendidikan terakhir : a. SMP/sederajat b. SMA/sederajat c. Akademi
c. S1/S2/S3 d. Lainnya, sebutkan
5.
Pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara saat ini adalah : a. Belum bekerja d. Pegawai Negeri/Swasta b. Pelajar/mahasiswa e. Wiraswasta c. Ibu rumah tangga f. Lainnya, sebutkan
6.
Berapa rataan penghasilan Bapak/Ibu/ Saudara ?...........per bulan a. < Rp.2.500.000,b. Rp.2.500.000,- s/d Rp. 5.000.000,c. Rp.5.000.000,- s/d Rp.10.000.000,d. >Rp.10.000.000,-, sebutkan
118
Lampiran 2. Kuesioner penelitian
II. Tingkat Kepentingan Petunjuk : Di bawah ini terdapat pertanyaan atribut yang berkaitan dengan tingkat kepentingan yang diharapkan Anda sebagai konsumen. Berilah tanda silang (X) pada tabel dibawah ini sesuai pilihan Anda. Atribut Citarasa kelezatan Aroma Bentuk dan ukuran Harga produk Kandungan gizi Daya tahan produk Manfaat yang dirasakan Kemasan bawa pulang Merek Halal
Tidak Kurang Cukup Penting Penting Penting
Penting
Sangat Penting
119
Lampiran 3. Kuesioner penelitian
III. Tingkat Kinerja Petunjuk : Di bawah ini terdapat pertanyaan atribut yang berkaitan dengan tingkat kepentingan yang diharapkan Anda sebagai konsumen. Berilah tanda silang (X) pada tabel dibawah ini sesuai pilihan Anda. Atribut Citarasa kelezatan
Aroma
Bentuk dan ukuran
Harga produk
Kandungan gizi
Daya tahan produk
Manfaat yang dirasakan
Kemasan bawa pulang
( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (
Tingkat Kinerja ) Sangat Lezat ) Lezat ) Cukup lezat ) Kurang Lezat ) Tidak Lezat ) Sangat Harum ) Harum ) Cukup Harum ) Kurang Harum ) Tidak Harum ) Sangat Menarik ) Menarik ) Cukup Menarik ) Kurang menarik ) Tidak Menarik ) Sangat Mahal ) Mahal ) Cukup Murah ) Murah ) Tidak Murah ) Sangat Tinggi ) Tinggi ) Cukup Tinggi ) Rendah ) Sangat Rendah ) Sangat Baik ) baik ) Cukup baik ) Kurang baik ) Tidak baik ) Sangat Banyak ) Banyak ) Cukup Banyak ) Kurang Banyak ) Tidak Banyak ) Sangat Praktis/ Menarik ) Praktis/Menarik ) Cukup Praltis/Menarik ) Kurang Praltis/Menarik ) Tidak Praktis/Menarik
120
Lampiran 4. Kuesioner penelitian Uji Hedonik Bakso Ikan
Nama : Contoh : Bakso
Tanggal :
Kode :
Instruksi : 1. Cicipi contoh sesuai dengan atribut dan skor penilaian, catatan : Jangan mengulang pengujian contoh dan Jangan membandingkan antar contoh. 2. Anda diminta untuk menilai atribut penampilan umum, label, aroma, rasa, tekstur, warna dan keseluruhan (overall) dari masing-masing contoh. 3. Tuliskan penilaian dengan menuliskan angka yang sesuai menurut tingkat kesukaan anda terhadap contoh bakso, skor penilaian yang digunakan, yaitu : 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka dan 1 = sangat tidak suka.
Atribut 1 a. b. c. d. e.
2
Skor Penilaian 3 4 5
6
7
Aroma Rasa Tekstur Warna Overall
Komentar Umum : . ..................................................................................................................... ..................................................................................................................... .....................................................................................................................
121
Lampiran 5. Kuesioner penilaian bobot internal dan eksternal CV. BJA
KUESIONER : BAGI MANAJEMEN CV. BENING JATI ANUGERAH
Dengan Hormat, Perkenalkan Saya Dian Veranita, S.Pi Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Institut Pertanian Bogor yang sedang melaksanakan kajian tentang Strategi Pengembangan Bakso Ikan Tuna, Surimi dan Campuran di CV. Bening Jati Anugerah Desa Parung Kabupaten Bogor. Kiranya Bapak/Ibu berkenan untuk membantu mengisi kuesioner ini
Tujuan: Bapak/ Ibu diharapkan dapat menilai mengenai faktor strategis internal dan eksternal perusahaan dengan memberikan bobot terhadap seberapa besar faktor strategis tersebut mempengaruhi atau menentukan keberhasilan analisis perumusan strategi pengembangan usaha bakso ikan. Petunjuk Umum: 1. Pengisian kuesioner dilakukan secara langsung dan tertulis oleh responden 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden 3. Dalam mengisi kuesioner, responden diharap melakukannya secara sekaligus (tidak menunda/sebagian) untuk menghindari inkonsistensi jawaban. Petunjuk khusus: 1.
Pembobotan dengan metode paired comparison yaitu penilaian bobot (weight) dengan membandingkan setiap faktor strategi internal dan eksternal organisasi, dimana setiap bobot peubah digunakan skala 1,2,dan 3, dengan keterangan berikut : 1= Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal. 2= Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal. 3= Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal.
2.
Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap setiap faktor strategi internal dan eksternal perusahaan.
122
Lanjutan lampiran 5 I.
Pertanyaan untuk mendapatkan bobot faktor strategi internal A. B. C. D. E. F. G. H. I. J.
FAKTOR INTERNAL Tenaga kerja Mutu produk Fasilitas Produksi dan Peralatan Proses Pengolahan Loyalitas karyawan Ketersediaan bahan baku Manajemen bersifat kekeluargaan Tenaga pemasaran Modal usaha Promosi TOTAL
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Total
Bobot
J
Total Bobot
Contoh pengisian : - “Tenaga kerja” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “Mutu produk” (B) pada kolom vertikal, maka nilainya 3. - “Tenaga kerja” (A) pada baris/horizontal sama penting dari “Mutu produk” (B) pada kolom vertikal, maka nilainya 2. - “Tenaga kerja” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “Mutu produk” (B) pada kolom vertikal, maka nilainya 1. II. Pertanyaan untuk mendapatkan bobot faktor strategi eksternal
A. B. C. D. E. F. G. H. I. J.
FAKTOR EKSTERNAL Kapasitas produksi Pangsa pasar (prospek pasar) Kemajuan teknologi Demografi dan sosial Diversifikasi produk Keberadaan perusahaan sejenis Daya tawar menawar Perusahaan pendatang baru Kondisi ekonomi dan politik Kebijakan pemerintah TOTAL
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Contoh pengisian : - “Kapasitas produksi” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “Pangsa pasar” (B) pada kolom vertikal, maka nilainya 3. - “Tenaga kerja” (A) pada baris/horizontal sama penting dari “Pangsa pasar” (B) pada kolom vertikal, maka nilainya 2. - “Tenaga kerja” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “Pangsa pasar” (B) pada kolom vertikal, maka nilainya 1.
123
Lanjutan lampiran 5 III. Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor-faktor strategi internal Petunjuk pengisian: 1.
Menurut Bapak/Ibu, apakah yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan saat ini khususnya dalam aspek-aspek berikut ini dan berapakah nilainya. Pengisian kolom penilaian peringkat/rating menggunakan tanda (X)
2.
Pemberian nilai peringkat/rating menunjukkan tingkat faktor strategi sebagai kekuatan atau kelemahan. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kekuatan utama. Nilai 3, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kekuatan kecil. Nilai 2, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan kecil. Nilai 1, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan utama. Faktor Internal
Tenaga kerja Mutu produk Fasilitas penunjang Loyalitas karyawan Ketersediaan bahan baku Manajemen bersifat kekeluargaan Tenaga pemasaran Modal usaha Promosi
Kekuatan (K) / Kelemahan (L)
4
3
2
1
124
Lanjutan lampiran 5 IV. Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor-faktor strategi eksternal A. Petunjuk Pengisian : 1. Menurut Bapak/Ibu, apakah yang menjadi peluang dan ancaman perusahaan saat ini khususnya dalam aspek-aspek berikut ini dan berapakah nilainya. Pengisian kolom penilaian peringkat/rating menggunakan tanda (X) 2. Pemberian nilai peringkat/rating didasarkan pada kemampuan organisasi dalam meraih peluang. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut: Nilai 4, jika organisasi mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam meraih peluang tersebut Nilai 3, jika organisasi mempunyai kemampuan yang baik dalam meraih peluang tersebut Nilai 2, jika faktor ancaman memberikan pengaruh biasa terhadap organisasi Nilai 1, jika faktor ancaman tidak memberikan pengaruh terhadap organisasi.
Faktor Eksternal Kapasitas produksi Pangsa pasar (prospek pasar) Kemajuan teknologi Demografi dan social Diversifikasi produk Keberadaan perusahaan sejenis Daya tawar menawar Perusahaan pendatang baru Kondisi ekonomi dan politik Kebijakan pemerintah
Peluang (P) / Ancaman (A)
4
3
2
1
125
Lampiran 6. Kuesioner umum untuk Manajemen
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA BAKSO IKAN TUNA, SURIMI DAN CAMPURAN (Studi Kasus di CV. Bening Jati Anugerah, Bogor) Bagian 1. Identitas Responden Nama
: ………………………….
Jabatan
: Manager Umum / Owner
1. Bergerak di bidang apakah usaha yang Bapak/Ibu pimpin ? 2. Bagaimanakah sejarah berdirinya CV. Bening Jati Anugerah dan perkembangannya hingga saat ini ? 3. Apakah Visi dan Misi perusahaan ? 4. Sejauh apakah perusahaan pada saat ini dapat merealisasikan visi dan misi tersebut ? 5. Bagaimana penerapan proses manajemen di perusahaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan ? 6. Bagaimana kondisi usaha persaingan produk bakso ini ? dan bagaimana posisi perusahaan ? 7. Seperti apakah rencana pengembangan perusahaan pada masa yang akan dating ? 8. Hambatan apa sajakah yang Bapak/Ibu temui dan menjadi kendala bagi kemajuan perusahaan ?
Manajemen dan SDM 1. Apakah perusahaan menggunakan konsep manajemen strategik ? 2. Apakah sasaran dan tujuan perusahaan telah ditentukan dan dikomunikasikan dengan baik ? 3. Apakah para manajer di pilih secara obyektif ? 4. Apakah para manajer mendelegasikan wewenang dengan baik ? 5. Apakah struktur organisasi yang ada telah sesuai dengan kebutuhan perusahaan ? 6. Apakah uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan bagi para pekerja jelas ? 7. Apakah para karyawan memiliki modal yang baik untuk bekerja ? 8. Apakah pelaksanaan reward dan mekanisme pengawasannya efektif ?
126
Lanjutan lampiran 6.
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA BAKSO IKAN TUNA, SURIMI DAN CAMPURAN (Studi Kasus di CV. Bening Jati Anugerah, Bogor) Bagian 1. Identitas Responden Nama
: ………………………….
Jabatan
: Manager Produksi
1. Apakah yang menjadi ruang lingkup tugas dan wewenang Bapak/IBu ? 2. Lingkungan alam apa saja yang mempengaruhi kegiatan produksi perusahaan (ketersediaan bahan baku, polusi yang dihasilkan perusahaan atau factor lainnya ? ) 3. Bagaimana usaha perusahaan dalam menangani limbah hasil produksi ? 4. Berapa jumlah pegawai yang di miliki bagian produksi ? dan apa saja tugasnya ? 5. Proses produksi seperti apakah yang diterapkan oleh perusahaan ? 6. Berapa jumlah produksi yang dihasilkan ? 7. Mesin-mesin
apa
sajakah
yang digunakan
?
bagaimanakah
sistem
pemeliharaannya ? 8. Apakah telah dilakukan inovasi produksi ? jika iya, inovasi apa sajakah yang dilakukan untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan selama ini ? 9. Bagaimanakah standardisasi produk yang dilakukan ? 10. Bagaimana pengaturan kebutuhan bahan baku dan pergudangan ? 11. Hambatan apakah yang ditemui dibagian ini ?
Produksi 1. Apakah para pemasok dapat diandalkan ? 2. Apakah fasilitas, peralatan, mesin-mesin dalam kondisi baik ? 3. Apakah kebijakan pengawasan dan prosedur persediaan sudah efektif ? 4. Apakah kebijakan dan prosedur pengendalian mutunya sudah efektif ? 5. Apakah fasilitas, sumber daya dan letak pasarnya strategis ? 6. Apakah perusahaan mempunyai kemampuan dalam teknologi ?
127
Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam parameter aroma
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Source
Type III Sum of Squares
Model contoh panelis Galat Total
Df
Mean Square
3461.667 20.867 80.133
a
34 4 29
101.814 5.217 2.763
214.333
116
1.848
3676.000
150
a. R Squared = .942 (Adjusted R Squared = .925)
Skor Duncan Subset contoh
N
303
30
4.33
203
30
4.57
503
30
4.60
403
30
4.73
103
30
Sig.
1
2
5.43 .306
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.848.
F 55.103 2.823 1.495
Sig. .000 .028 .070
128
Lampiran 8. hasil analisis sidik ragam parameter rasa
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Source
Type III Sum of Squares
Model contoh panelis Galat Total
df
Mean Square
3588.893 63.893 78.593
a
34 4 29
105.556 15.973 2.710
204.107
116
1.760
3793.000
150
a. R Squared = .946 (Adjusted R Squared = .930)
skor Duncan Subset contoh
N
403
30
4.10
203
30
4.57
303
30
4.57
503
30
4.70
103
30
Sig.
1
2
6.03 .113
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.760.
F 59.990 9.078 1.540
Sig. .000 .000 .056
129
Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam parameter tekstur
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Source
Type III Sum of Squares
Model contoh panelis galat Total
df
Mean Square
3652.027 29.427 60.193
a
34 4 29
107.413 7.357 2.076
180.973
116
1.560
3833.000
150
a. R Squared = .953 (Adjusted R Squared = .939)
skor Duncan Subset contoh
N
403
30
4.20
203
30
4.50
303
30
503
30
5.27
103
30
5.30
Sig.
1
2
3
4.50 5.10
.354
.065
5.10
.563
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.560.
F 68.849 4.715 1.330
Sig. .000 .001 .146
130
Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam parameter warna
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Source
Type III Sum of Squares
Model panelis contoh Galat Total
df
Mean Square
3734.160 79.393 13.960
a
34 29 4
109.828 2.738 3.490
130.840
116
1.128
3865.000
150
a. R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .956)
skor Duncan Subset contoh
N
403
30
4.37
503 203 303
30 30
4.93 4.93
30
5.17
103
30
5.23
Sig.
1
2
.052
4.93 4.93
.326
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.128.
F 97.371 2.427 3.094
Sig. .000 .000 .018
131
Lampiran 11. Hasil analisis sidik ragam parameter overall
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:skor Source
Type III Sum of Squares
Model panelis contoh Galat Total
df
Mean Square
3734.160 79.393 13.960
a
34 29 4
109.828 2.738 3.490
130.840
116
1.128
3865.000
150
a. R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .956)
Skor Duncan Subset contoh
N
403
30
4.37
503 203 303
30 30
4.93 4.93
30
5.17
103
30
5.23
Sig.
1
2
.052
4.93 4.93
.326
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.128.
F 97.371 2.427 3.094
Sig. .000 .000 .018
132
Lampiran 12. Perhitungan bobot faktor internal dan eksternal a. Perhitungan bobot faktor internal
133
Lanjutan lampiran 12. b. Perhitungan bobot faktor eksternal
134
Lampiran 13. Perhitungan rating
135
Lampiran 14. Rekap bobot
136
Lampiran 15. Matrik QSP CV. Bening Jati Anugrah strategi 1 - 4
137