STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI BALI (Bos javanicus) PADA SISTEM PEMELIHARAAN EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF DESA TAWALI KECAMATAN WERA KABUPATEN BIMA NUSA TENGGARA BARAT
SKRIPSI NURUL JANNAH
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN NURUL JANNAH. D14080016. 2012. Strategi Pengembangan Sapi Bali (Bos javanicus) pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif Desa Tawali Kecamatan Wera Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Ir. Hj. Komariah, M. Si. : Ir. Dwi Joko Setyono, MS.
Sapi bali merupakan salah satu ternak asli Indonesia. Sapi bali banyak dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu propinsi yang mengembangkan sapi bali. Nusa Tenggara Barat sebagai Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS) merupakan program yang dicanangkan oleh Gubernur NTB untuk mendukung program pemerintah swasembada daging nasional pada tahun 2014. Daerah-daerah yang berada di NTB diharapkan dapat mendukung program ini. Salah satunya adalah Desa Tawali di Kabupaten Bima. Sapi bali di Desa Tawali dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan lahan untuk pemukiman dan pertanian menjadikan ancaman bagi pengembangan sapi bali di desa ini. Strategi pengembangan sapi bali dengan pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dibutuhkan untuk mendukung secara optimal program NTB-BSS. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi pengembangan sapi bali (Bos javanicus) pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan di Desa Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 dengan jumlah peternak yang dijadikan responden sebanyak 42 orang peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan 16 orang peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif. Strategi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif disusun menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Strategi yang diperoleh dari analisis SWOT untuk pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif diantaranya adalah dengan pembelian bibit sapi bali dari bantuan pinjaman modal dari pemerintah dan pihak swasta, pembuatan hay, menggunakan lahan tegalan untuk penanaman HMT (Hijauan Makanan Ternak) yang berkualitas dan membentuk kelompok peternak. strategi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif diantaranya adalah pembuatan gudang penyimpanan pakan, mengadakan pelatihan pengolahan pakan, pencatatan reproduksi ternak dan kesehatan ternak melalui kerjasama dengan pemerintah, kerjasama pengadaan pakan antara anggota kelompok dan melakukan pertemuan rutin untuk bertukar informasi terkait ternak antar anggota kelompok. Kata-kata kunci: sapi bali, NTB, sistem pemeliharaan, strategi pengembangan
ABSTRACT Development Strategy of Bali Cattle (Bos javanicus) In Extensive and Semi Intensive Farming System in Tawali Village Subdistrict Wera Bima Regency West Nusa Tenggara Jannah, N, Komariah, D. J. Setyono West Nusa Tenggara has a program called “Bumi Sejuta Sapi” (NTB BSS). The highest population cattle in NTB was bali cattle. Tawali village in NTB was one of village which developed bali cattle in two farming system. Farming system in Tawali village were extensive and semi intensive. The aims of this study arranged development strategy of bali cattle in two diferrent farming system. Primary data obtained from 42 farmers who farmed with extensive farming systems and 16 farmers who farmed in semi intensive. Secondary data obtained from the village government and related agencies. The Strategies formula of development bali cattle with extensive farming system is purchase breed of bali cattle from the government and the private sector, making hay, using moor for the cultivation of forage with good quality and forming groups of farmers. The strategies formula of development bali cattle with semi intensive farming system is making a warehouse for food storage, organize training about recording of reproduction animal and recording about animal health with cooperation with the government, cooperation between members of the group to supply forage and meet regularly to exchange information between members of the group. Keywords: cattle bali, NTB, system maintenance, development strategy
STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI BALI (Bos javanicus) PADA SISTEM PEMELIHARAAN EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF DESA TAWALI KECAMATAN WERA KABUPATEN BIMA NUSA TENGGARA BARAT
NURUL JANNAH D14080016
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
: Strategi Pengembangan Sapi Bali (Bos javanicus) pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif Desa Tawali Kecamatan Wera Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat
Nama
: Nurul Jannah
NIM
: D14080016
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Ir. Hj. Komariah, M.Si) NIP. 19590515 198903 2 001
Pembimbing Anggota,
(Ir. Dwi Joko Setyono, MS) NIP. 19601123 198903 1 001
Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc) NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : ………..
Tanggal Lulus : ………..
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Nurul Jannah dilahirkan di Kefamenanu Nusa Tenggara Timur pada tanggal 17 September 1990. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Ibrahim, S. E. dan Ibu Aminah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN 06 Bima. Pendidikan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2005 di MTS Negeri
Kota Bima. Pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Kota Bima. Penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi pada tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008. Semasa di Perguruan Tinggi IPB, penulis aktif
berorganisasi di
HIMAPROTER selama 2 periode yakni pada tahun 2010-2011 di divisi ruminansia. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti magang di Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor.
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmaanirrahiim Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pengembangan Sapi Bali (Bos javanicus) pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif Desa Tawali Kecamatan Wera Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat”. Skripsi ini disusun dibawah bimbingan Ir. Hj. Komariah, MSi dan Ir. Dwi Joko Setyono, MS. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Desa Tawali merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Peternak yang berada di Desa Tawali memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Strategi pengembangan sapi bali dengan dua sistem pemeliharaan ini diperlukan agar pengembangan sapi bali di Desa Tawali ini berjalan optimal sehingga dapat mendukung program pemerintah Nusa Tenggara Barat yang mencanangkan Nusa Tenggara Barat sebagai Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS). Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan sripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ....................................................................................................
i
ABSTRACT
....................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
xi
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan ....................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
3
Sapi Bali .................................................................................................. Sistem Pemeliharaan .............................................................................. Strategi Pengembangan .......................................................................... Analisis Lingkungan Internal...................................................... Analisis Lingkungan Eksternal .................................................. Analisis SWOT .....................................................................................
3 5 6 6 7 8
MATERI DAN METODE ................................................................................. 10 Lokasi dan Waktu .................................................................................... Materi .................................................................................................... Metode ................................................................................................... Rancangan dan Analisis Data ................................................................ Analisis Deskriptif ...................................................................... Analisis SWOT ........................................................................... Analisis Sifat Reproduksi ............................................................ Uji-t .............................................................................................
10 10 10 10 10 10 14 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 15 Keadaan Umum Lokasi Penelitian .......................................................... Desa Tawali ................................................................................ Keadaan Demografi dan Topografi (Potensi Wilayah) .............. Karakteristik Usaha Ternak Sapi Bali ....................................... Analisis Lingkungan Internal Pemeliharaan Sapi Bali ...........................
15 15 15 16 17
Manajemen Pemeliharaan ........................................................... Ekstensif ......................................................................... Semi Intensif .................................................................. Pemasaran Sapi Bali.................................................................... Keuangan .................................................................................... Ekstensif ......................................................................... Semi Intensif .................................................................. Sumber Daya Manusia ................................................................ Umur .............................................................................. Tingkat Pendidikan ........................................................ Mata Pencaharian ........................................................... Lama Beternak ............................................................... Analisis Lingkungan Eksternal Pemeliharaan Sapi Bali......................... Ekonomi ...................................................................................... Teknologi .................................................................................... Kebijakan Pemerintah ................................................................. Sosial, Budaya dan Lingkungan.................................................. Performa Sifat Reproduksi ...................................................................... Analisis SWOT ........................................................................................ Matriks IFAS dan EFAS ............................................................. Sistem Pemeliharaaan Ekstensif ..................................... Sistem Pemeliharaaan Semi Intensif............................... Strategi Pengembangan .............................................................. Sistem Pemeliharaaan Ekstensif ..................................... Sistem Pemeliharaaan Semi Intensif...............................
17 17 18 21 21 22 22 22 22 23 24 25 26 26 26 27 29 30 32 32 32 35 38 39 41
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 44 Kesimpulan ............................................................................................. 44 Saran ……. .............................................................................................. 44 UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. 45 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 46 LAMPIRAN…. .................................................................................................. 50
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Matrik Evaluasi Internal (IFAS)............................................................. 12 2. Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) ........................................................ 12 3. Matriks SWOT ........................................................................................ 13 4. Sebaran Peternak Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Bali . 17 5. Sebaran Umur Peternak Sapi Bali di Desa Tawali ................................. 23 6. Sebaran Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Bali .................................... 24 7. Populasi Ternak Desa Tawali ................................................................. 24 8. Sifat Reproduksi Sapi Bali yang Dipelihara pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif .................................................................... 31 9. Matriks Evaluasi Internal (IFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif ............................................................... 34 10.
Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif ............................................................... 35
11.
Matriks Evaluasi Internal (IFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif ........................................................ 37
12.
Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif ........................................................ 38
13.
Matriks SWOT Pemeliharaan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif .................................................................................................. 42
14.
Matriks SWOT Pemeliharaan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif ........................................................................................... 43
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Sapi Bali Jantan.......................................................................................
3
2. Sapi Bali Betina ......................................................................................
3
3. Matrik Grand Strategy ............................................................................
13
4. Kandang Sapi Bali ..................................................................................
19
5. Matriks Grand Strategy Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif di Desa Tawali ....................
39
PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu ternak asli Indonesia. Sapi bali merupakan ternak dwiguna yang sering digunakan sebagai ternak pekerja dan ternak sumber penghasil daging. Sapi bali banyak dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Daerah-daerah yang mengembangkan sapi bali diantaranya adalah daerah Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali dan Kalimantan. Sapi bali memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah memiliki fertilitas yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan beriklim tropik. Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu propinsi yang mengembangkan dan memelihara sapi bali. Kemampuan adaptasi yang baik dari sapi bali pada kondisi lingkungan yang kering
(merupakan
karakteristik kondisi alam propinsi NTB) menjadikan sapi bangsa ini tepat untuk dikembangkan di daerah NTB. Nusa Tenggara Barat sebagai Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS), merupakan salah satu program yang dicanangkan oleh Gubernur NTB. Program ini dimaksudkan untuk mendukung adanya program swasembada daging nasional pada tahun 2014. Daerah-daerah yang berada di NTB diharapkan dapat mendukung program ini dengan memaksimalkan potensi lokal. Kota dan kabupaten yang memiliki potensi dioptimalkan sebagai daerah pengembangan sapi. Salah satu Desa yang mengembangkan sapi bali di Kabupaten Bima adalah Desa Tawali. Desa Tawali merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Desa ini memiliki luas 2900 ha dengan suhu rata-rata desa 27,61 oC dengan suhu terendah 21,3 oC dan suhu tertinggi 36,1 oC dengan kelembaban
udara rata-rata 75,58%. Curah hujan di Desa Tawali adalah 757
mm/tahun (Badan Pusat Statistik, 2010). Lama bulan kering 8 bulan-9 bulan dan lama bulan basah 3 bulan-4 bulan (Pemerintah Kabupaten Bima, 2012). Sapi bali merupakan satu-satunya bangsa sapi yang dipelihara oleh masyarakat di
Desa
Tawali. Pemeliharaan sapi bali di desa ini menggunakan dua sistem pemeliharaan yakni sistem pemeliharaan secara ekstensif dan sistem pemeliharaan secara semi intensif. Meningkatnya kebutuhan akan lahan yang digunakan untuk lahan pertanian dan pemukiman bagi penduduk, penyakit yang menyerang sapi bali serta kualitas
hijauan yang rendah pada musim kemarau menjadi ancaman bagi pengembangan sapi bali di Desa Tawali. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun strategi pengembangan sapi bali baik yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif maupun sistem pemeliharaan semi intensif. Strategi diperoleh dari hasil analisis faktor internal dan eksternal dari suatu usaha yang dilakukan untuk mengantisipasi adanya perubahan lingkungan. Analisis faktor internal dan faktor eksternal dari usaha pemeliharaan sapi bali di Desa Tawali dilakukan untuk menyusun strategi pengembangan sapi bali guna mengoptimalkan Desa Tawali dalam mendukung program NTB sebagai Bumi Sejuta Sapi. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi pengembangan sapi bali (Bos javanicus) pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia bagian Barat (Talib et al., 2003). Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Peternakan (2011) rumpun sapi potong yang terbanyak dipelihara di Indonesia adalah rumpun sapi bali mencapai 4,8 juta ekor (32,31%). Pada Negara berkembang beternak sapi bali dapat menjadi salah satu industri utama yang dapat memperbaiki sektor ekonomi dari negara tersebut (Rouse, 1969).
Gambar 1. Sapi Bali Jantan Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (2012)
Gambar 2. Sapi Bali Betina Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (2012)
Sapi bali merupakan bangsa sapi yang memiliki fertilitas tinggi meskipun berada pada kondisi kekurangan nutrisi pakan dan mampu beradaptasi pada lingkungan yang kurang baik (Toelihere, 2003). Sapi bali memiliki keistimewaan dalam hal daya reproduksi, persentase karkas serta kualitas daging, tetapi memiliki keterbatasan dalam hal kecepatan pertumbuhan dan ukuran bobot badan (Diwyanto dan Priyanti, 2008). Karakteristik fisik dari sapi bali diantaranya adalah memiliki ukuran badan sedang, berdada dalam, seringkali memiliki warna bulu merah, warna keemasan dan coklat tua namun warna ini tidak umum. Bibir, kaki dan ekor berwarna hitam. Pada bagian lutut ke bawah berwarna putih dan terdapat warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang amat jelas pada bagian pantatnya. Ciri fisik lainnya yang dapat ditemui pada sapi bali adalah terdapatnya suatu garis hitam yang jelas, dari bahu dan berakhir di atas ekor. Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat mencapai dewasa. Pada waktu lahir anak-anaknya yang jantan atau betina keduanya memiliki warna bulu keemasan sampai warna coklat kemerah-merahan dengan bagian warna terang yang khas pada bagian belakang kaki (Williamson dan Payne, 1993). Sapi ini merupakan hasil domestikasi dari banteng, dengan rata-rata berat pejantan 360 kg dan berat betina rata-rata 270 kg. Pada pejantan yang dikastrasi akan terjadi perubahan warna bulu menjadi lebih gelap setelah 4 bulan dilakukan kastrasi, sedangkan pada betina yang telah berumur 1 tahun akan memiliki warna bulu berwarna coklat (Rouse, 1969). Sapi bali mencapai dewasa kelamin pada umur berkisar antara 12 bulan-24 bulan (Fordyce et al., 2003). Umur kawin pertama pada sapi bali yang dianjurkan yakni pada umur 14 bulan-22 bulan (Toelihere, 1977). Aspek reproduksi lainnya pada sapi bali diantaranya adalah tingkat kelahiran yang merupakan salah satu aspek penting dalam usaha peternakan. Kondisi yang paling baik adalah seekor induk mampu menghasilkan satu anak setiap tahunnya (Ball dan Peters, 2004). Bamualim dan Wirdahayati (2003) menyebutkan bahwa sapi bali di Nusa Tenggara Barat memiliki nilai tingkat kelahiran anak sebesar 75%-90%. Tingkat kelahiran dihitung dari jumlah anak dibagi jumlah total sapi betina dewasa dalam satu tahun (Martojoyo, 2003). Kematian anak pada sapi bali dipengaruhi oleh beberapa faktor di Nusa Tenggara Timur. Penyebab kematian anak sapi bali adalah
4
kesulitan makanan pada musim kemarau panjang, persediaan yang kurang atau tidak cukup dan adanya parasit (Mallessy et al, 1990). Persentase kematian anak sapi bali di daerah Sumbawa adalah sebesar 7%-31% dan di daerah Lombok 2%-14% (Bamualim dan Wirdahayati, 2003). Umur sapi bali beranak untuk pertama kali adalah 2 tahun, hal ini bergantung pada pakan yang diberikan (Toelihere, 1981). Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa dalam prakteknya induk beranak pertama kali pada umur 3 tahun, hal ini tergantung pada bangsa ternak, pemberian pakan pada ternak dan pengelolaan lainnya. Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan di Indonesia terdiri dari pemeliharaan secara ekstensif, intensif dan semi intensif. Pemeliharaan secara ekstensif didefinisikan sebagai sistem pemeliharaan ternak, dimana ternak dipelihara secara bebas, merumput yang tumbuh secara alam atau tanaman yang tidak dipakai untuk keperluan pertanian (Williamson dan Payne, 1993). Sistem pemeliharaan ekstensif ternak dilepas di padang penggembalaan yang terdiri dari beberapa ternak jantan dan betina (Graser, 2003). Pada sistem pemeliharaan ini aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan dilakukan di padang penggembalaan. Keuntungan dari sistem pemeliharaan ini adalah biaya produksi yang sangat minim (Parakkasi, 1999). Pada pemeliharaan ekstensif nutrisi yang berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak digunakan sebesar 65%-85% untuk kebutuhan hidup pokok. Ternak mencapai bobot potong yang lebih lama yakni 3 tahun-6 tahun (Parakkasi, 1999). Sistem
pemeliharaan
secara
intensif
didefinisikan
sebagai
sistem
pemeliharaan ternak, dimana ternak dipelihara dengan sistem kandang yang dibuat secara khusus (Williamson dan Payne, 1993). Pengertian sistem pemeliharaan intensif lainnya dijelaskan oleh Parakkasi (1999) sebagai pemeliharaan hewan ternak dengan dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry. Sistem pemeliharaan lainnya yakni sistem pemeliharaan semi intensif, seringkali disebut dengan sistem pemeliharaan campuran. Pada sistem pemeliharaan ini petani biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan dengan bahan makanan yang ada di dalam atau di sekitar usaha pertanian (Parakkasi, 1999).
5
Strategi Pengembangan Strategi didefinisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan (Rangkuti, 1997). Siagian (2008) menjelaskan strategi merupakan cara yang akan digunakan suatu perusahaan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai. Suatu strategi harus merupakan hasil dari analisis kekuatan, kelemahan yang terdapat pada suatu perusahaan dan berbagai kemungkinan peluang yang akan timbul serta ancaman yang akan dihadapi. Strategi menentukan keunggulan kompetitif jangka panjang (David, 2009). Strategi pada suatu perusahaan dapat dikembangkan untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Perencanaan strategis merupakan proses analisis, perumusan dan evaluasi dari strategi-strategi yang telah dibuat dari suatu perusahaan. Tujuan dari perencanaan strategis ini adalah agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan eksternal. Perencanaan strategis merupakan hal penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dengan dukungan yang optimal dari sumber daya yang dimiliki (Rangkuti, 1997). Analisis Lingkungan Internal Strategi harus memperhitungkan secara realistik dari kemampuan perusahaan dalam menyediakan berbagai daya, sarana, prasarana dan dana yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi tersebut (Siagian, 2008). David (2009) menjelaskan bahwa kekuatan dan kelemahan yang termasuk dalam lingkungan internal merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi yang mampu dijalankan dengan sangat baik atau buruk. Penilaian kekuatan dan kelemahan didasarkan pada: 1. Manajemen Manajemen merupakan suatu sistem yang mengatur suatu organisasi. Manajemen ini terdiri dari lima aktivitas pokok diantaranya adalah perencanaan, pengorganisasian, penempatan staf dan pengkontrolan. 2. Pemasaran Pemasaran didefinisikan sebagai proses pendefinisian, pengantisipasian, penciptaan, serta pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk dan jasa. Fungsi dari pemasaran diantaranya adalah analisis konsumen, penjualan 6
produk, perencanaan produk dan jasa, penetapan harga, distribusi, riset pemasaran dan analisis peluang. 3. Keuangan Menentukan kekuatan dan kelemahan kondisi keuangan pada suatu organisasi sangat penting, hal ini disebabkan kondisi keuangan digunakan untuk merumuskan strategi secara efektif. Kondisi keuangan pada suatu organisasi kerap kali dianggap sebagai ukuran tunggal terbaik posisi kompetitif perusahaan sebagai daya tarik bagi investor. 4. Produksi Fungsi dari operasi pada suatu usaha mencakup seluruh aktivitas yang mengubah input (masukan) menjadi barang atau jasa (output). Manajemen produksi menangani masukan, transformasi dan keluaran yang beragam dari satu industri dan pasar ke industri dan pasar yang lain. 5. Penelitian dan pengembangan Organisasi yang menjalankan strategi pengembangan produk perlu memiliki orientasi penelitian dan pengembangan yang kuat. Penelitian dan pengembangan dilakukan untuk mengembangkan produk-produk baru untuk meningkatkan kualitas produk. 6. Sistem informasi manajemen Informasi menghubungkan semua fungsi bisnis dan menyediakan landasan bagi semua keputusan manajerial. Tujuan dari sistem informasi manajemen adalah untuk meningkatkan kinerja sebuah bisnis dengan cara meningkatkan kualitas keputusan manajerial. Sistem informasi manajemen yang efektif mengumpulkan, mengkodekan, menyimpan, mensintesa dan menyajikan informasi. Analisis Lingkungan Eksternal Lingkungan
eksternal
merupakan
faktor-faktor
yang
berada
diluar
kemampuan suatu organisasi untuk mengendalikannya. Penilaian yang dilakukan secara simultan terhadap lingkungan eksternal dari suatu perusahaan akan memungkinkan teridentifikasinya peluang yang mungkin timbul dan dapat dimanfaatkan (Siagian, 2008). Pearce dan Robinson (2009) membagi lingkungan eksternal ini ke dalam tiga sub kategori diantaranya adalah faktor-faktor dalam lingkungan jauh, lingkungan industri, dan lingkungan operasional. Lingkungan jauh 7
terdiri dari berbagai kekuatan dan kondisi yang timbul terlepas dari suatu perusahaan. Kekuatan dan kondisi tersebut dapat bersifat politik, ekonomi, teknologi, keamanan, hukum, sosial budaya, pendidikan dan kultur dari masyarakat. Lingkungan industri memiliki dampak pada kegiatan-kegiatan operasional organisasi seperti situasi persaingan dan situasi pasar yang memberikan pengaruh pada pemilihan alternatif strategi yang diperkirakan mendukung organisasi mencapai tujuannya (Siagian, 2008). Lingkungan operasional dipengaruhi oleh daya saing dari perusahaan. Lingkungan operasional terdiri dari pelanggan, pesaing, pemasok, kreditor dan tenaga kerja (Pearce dan Robinson, 2009). Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) Pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan yang berbeda di Desa Tawali dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi usaha sapi bali sehingga dapat disusun strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk pengembangan ternak sapi bali di desa ini. Penyusunan strategi dapat dilakukan dengan analisis SWOT. Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi dengan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 1997). Analisis SWOT merupakan salah satu metode yang popular digunakan untuk menghasilkan suatu strategi, hal ini didasari asumsi bahwa strategi yang efektif diperoleh dari faktorfaktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) (Pearce dan Robinson, 2009). Alat yang dapat digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis yakni matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi agar dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Penggunaan matrik ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif
strategi yang dapat digunakan diantaranya adalah : (1)
strategi SO yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya. (2) Strategi ST yakni strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada.
8
(3) Strategi WO yakni memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. (4) Strategi WT yakni strategi berusaha meminimalkan kelemahan yang ada untuk menghindari adanya ancaman (Rangkuti, 1997). David (2009) menjelaskan terdapat delapan langkah dalam membentuk sebuah matriks SWOT diantaranya adalah: 1. Membuat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan 2. Membuat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan 3. Membuat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan 4. Membuat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan 5. Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal sehingga diperoleh strategi SO 6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal sehingga diperoleh strategi WO 7. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal sehingga diperoleh strategi ST 8. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal sehingga diperoleh strategi WT
9
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011di Desa Tawali Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Materi Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternak sapi bali yang berada di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima. Peternak yang diwawancarai berjumlah 58 peternak yang terdiri dari 42 peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan ekstensif dan 16 peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan semi intensif. Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Bima, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima dan Dinas Pemerintah Desa Tawali. Alat yang digunakan adalah borang kueisioner, alat tulis dan alat dokumentasi. Metode Responden dalam penelitian dipilih berdasarkan metode purposive sampling dimana ditetapkan beberapa kriteria yakni: (1) merupakan penduduk Desa Tawali; (2) memiliki sapi bali; (3) memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif atau semi intensif; (4) bersedia diwawancarai. Teknik pengumpulan data berdasarkan observasi dan wawancara dengan menggunakan kuisioner. Rancangan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan umum Desa Tawali berupa keadaan topografi, keadaan demografi, manajemen pemeliharaan, serta profil Desa Tawali. Analisis SWOT (Rangkuti, 1997) Analisis ini digunakan untuk mengetahui aspek internal berupa kelemahan dan kekuatan. Aspek eksternal berupa peluang dan ancaman ketika akan merencanakan pengembangan sapi bali di Desa Tawali. Penyusunan perencanaan
strategi terdapat beberapa tahapan yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Data diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai faktor internal atau faktor eksternal pada usaha peternakan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Data yang telah diidentifikasi dan diklasifikasikan kemudian disusun ke dalam tabel IFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary) dan tabel EFAS (Eksternal Strategic Factor Analysis Summary) untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal dan strategis eksternal dari usaha peternakan sapi bali. Tahapan dari pembuatan tabel IFAS dan EFAS ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor-faktor dalam pembuatan tabel IFAS dan peluang dan ancaman sebagai faktor-faktor dalam pembuatan tabel EFAS dari usaha peternakan
sapi
bali
ditempatkan
pada
kolom pertama. 2. Faktor-faktor tersebut kemudian diberikan bobot masing-masing dengan skala 1 (paling penting) hingga 0 (tidak penting), penentuan bobot ini didasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap usaha sapi bali. Pembobotan faktorfaktor ini ditempatkan pada kolom kedua. 3. Pada kolom ketiga ditempatkan nilai rating dari faktor-faktor yang diperoleh dengan memberikan skala mulai dari angka 4 (paling berpengaruh) hingga 1(tidak berpengaruh) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap usaha sapi bali di Desa Tawali. 4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh nilai pembobotan pada kolom 4. Matriks IFAS dan EFAS dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
11
Tabel 1. Matriks Evaluasi Internal (IFAS) No. Faktor Internal
Bobot (B)
Rating (R)
Nilai (BxR)
Kekuatan (Strenght) :
Kelemahan (Weakness) :
Total
Tabel 2. Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) No. Faktor Eksternal
Bobot (B)
Rating (R)
Nilai (BxR)
Peluang (Opportunities) :
Ancaman (Threats) :
Total Faktor-faktor yang berpengaruh pada usaha kemudian disususun kedalam matrik SWOT untuk menggambarkan peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi peternak sehingga dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki peternak dalam menjalankan usaha sapi bali ini. Matrik ini dapat menghasilkan empat alternatif strategis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Posisi usaha dari sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali dapat dilihat pada matrik Grand Strategy. Matrik Grand Strategy diperoleh dari total nilai matriks IFAS dan EFAS. Matrik Grand Strategy dapat dilihat pada Gambar 3.
12
Tabel 3. Matriks SWOT (Rangkuti, 1997) Faktor Strengths (S) Internal Faktor-faktor kekuatan usaha sapi bali
Weakness (W) Faktor-faktor kelemahan usaha sapi bali
Faktor Eksternal Opportunities (O) Faktor-faktor peluang usaha sapi bali
Strategi SO Strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi WO Strategi yang memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan
Threats (T) Faktor-faktor ancaman usaha sapi bali
Strategi ST Strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Strategi WT Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman
Peluang IV Turnaround
I Agresif
Kelemahan
Kekuatan
III Defensif
II Diversifikasi Ancaman
Gambar 3. Matrik Grand Strategy Sumber : Rangkuti (1997)
Keterangan : Kuadran I
: Strategi agresif yakni pengembangan dengan memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk meraih peluang yang ada.
Kuadran II : Strategi diversifikasi yakni pengembangan dengan memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk menghindari ancaman yang ada. Kuadran III : Strategi defensif yakni pengembangan dengan melakukan usaha-usaha defensif serta menghindari ancaman. Kuadran IV : Strategi
turnaround
memanfaatkan
peluang
yakni yang
strategi ada
pengembangan dengan
cara
dengan mengatasi
kelemahan-kelemahan yang dimiliki.
13
Analisis Sifat Reproduksi Sifat reproduksi dianalisis berdasarkan data hasil wawancara. Sifat reproduksi sapi bali yang dianalisis adalah umur pubertas yaitu umur organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan terjadi, umur kawin pertama yakni umur pertama kali sapi bali dikawinkan, persentase kematian anak, umur induk melahirkan pertama, persentase tingkat kelahiran anak yang dihitung dari jumlah anak dibagi jumlah total sapi betina dewasa dalam satu tahun dan rasio jantan dan betina. Uji-t Uji t digunakan untuk membandingkan sifat-sifat reproduksi sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Walpole (1997) merumuskanya sebagai berikut:
√ Keterangan : X1 : merupakan nilai rata-rata perlakuan 1 X2 : merupakan nilai rata-rata perlakuan 2 n1
: jumlah sampel 1
n2
: jumlah sampel 2
S
: simpangan baku
Do : selisih dua rataan yang berbeda
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Tawali Desa Tawali merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Tawali merupakan Ibukota Kecamatan Wera. Desa Tawali terletak 35 m dari permukaan laut (DPL). Desa Tawali memiliki luas wilayah sebesar 2900 ha. Batas-batas wilayah desa Tawali ini diantaranya sebagai berikut: Sebelah Selatan
: Desa Nunggi
Sebelah Timur
: Desa Oitui
Sebelah Utara
: Desa Hidirasa
Sebelah Barat
: Desa Wora
Keadaan Demografi dan Topografi (Potensi Wilayah) Jumlah penduduk Desa Tawali berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2010) terdiri atas 2277 jiwa laki-laki dan 2505 jiwa perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Tawali sebanyak 1273 jiwa. Berdasarkan keadaan topografi Desa Tawali memiliki luas wilayah sebesar 2900 ha. Lahan yang terdapat di desa ini diusahakan untuk ditanami tanaman padi, kacang tanah dan bawang merah. Pola tanam yang dilakukan masyarakat desa selama satu tahun adalah padi-padi-palawija dan pola tanam lainnya yakni padi-padi-bawang merah. Desa ini merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Wera yang menyuplai kacang tanah dan bawang merah yang menempatkan Kecamatan Wera sebagai urutan pertama penghasil kacang tanah dan urutan ke tiga kecamatan penghasil bawang merah.
Iklim
merupakan salah satu hal penting untuk diketahui pada suatu daerah. Iklim merupakan gabungan dari beberapa elemen diantarannya adalah suhu, kelembaban, curah hujan, pergerakan angin, radiasi, tekanan udara dan ionisasi (Williamson dan Payne, 1993). Suhu rata-rata desa ini adalah 27,61 oC dengan suhu terendah 21,3 oC dan suhu tertinggi 36,1 oC dengan kelembaban udara rata-rata 75,58%. Kecepatan angin rata-rata per tahun sebesar 3,5 m/s. Luas tegalan 1020 ha dan luas perkebunan 101 ha (Badan Pusat Statistik, 2010).
Karakteristik Usaha Ternak Sapi Bali Motivasi peternak merupakan salah satu aspek penting pada suatu usaha peternakan. Motivasi peternak yang paling banyak dalam menjalankan usaha ternak sapi bali di Desa Tawali adalah sebagai tabungan masa depan dan menambah penghasilan. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Sudrajat dan Pambudy (2003) bahwa peternak tradisional lebih memilih ternak sebagai alternatif usaha menyimpan dana. Hadiyanto (2007) menjelaskan bahwa salah satu ciri peternakan skala kecil adalah ternak dimanfaatkan sebagai tabungan. Bahan pakan adalah sesuatu yang dapat dikonsumsi oleh ternak, dicerna dan diserap dengan baik sebagian atau seluruhnya tanpa menimbulkan keracunan pada ternak yang bersangkutan (Sukria dan Krisnan, 2009). Berlimpahnya limbah pertanian dan luasnya ladang penggembalaan ternak di desa ini membuat biaya yang dikeluarkan oleh peternak dalam mengusahakan sapi bali menjadi kecil. Penggunaan pakan berupa limbah pertanian dan biaya produksi yang rendah menunjukkan bahwa usaha sapi bali di Desa Tawali merupakan peternakan skala kecil dan tradisional. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hadiyanto (2007) yang menyatakan bahwa peternakan dengan skala yang kecil memiliki ciri-ciri diantaranya adalah berkesinambungan karena didukung oleh sumber daya lokal yang dapat diperbahrui, terjadi pendaurulangan limbah pertanian campuran yang terintegrasi, biaya pakan rendah, kandang dan peralatan menggunakan bahan lokal, biaya produksi rendah dan dimanfaatkan sebagai tabungan. Peternak sapi bali di Desa Tawali rata-rata memiliki sapi bali sebanyak 1-5 ekor dengan persentase 50% untuk peternak yang memelihara ternaknya dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan sebesar 93,75% untuk peternak yang memelihara ternaknya dengan sistem pemeliharaan semi intensif. hal ini menunjukkan bahwa Desa Tawali merupakan peternakan dengan skala kecil. Bamualim dan Tiesnamurti (2009) menyatakan bahwa peternakan sapi potong didominasi oleh peternak dengan skala kecil dengan rata-rata kepemilikan ternak sebanyak 2-3 ekor sapi/KK. Jumlah kepemilikan sapi bali peternak di Desa Tawali dapat dilihat pada Tabel 4.
16
Tabel 4. Sebaran Peternak Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Bali Jumlah Ternak Sapi Bali (Ekor) 1 ekor-5 ekor 6 ekor- 10 ekor >10 ekor Jumlah
Persentase
Jumlah Responden Ekstensif
Semi Intensif
Ekstensif
Semi Intensif
21 14 7 42
15 1 0 16
50 33,33 16,67 100
93,75 6,25 0 100
Sumber : Data yang diolah (2011)
Analisis Lingkungan Internal Pemeliharaan Sapi Bali Lingkungan internal merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi (David, 2009). Analisis faktor-faktor internal dibutuhkan untuk menganalisis sistem pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif untuk memberikan penilaian kondisi internal dari usaha pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Berdasarkan analisis lingkungan internal pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dapat dibagi menjadi empat bagian diantaranya adalah manajemen pemeliharaan sapi bali pada masing-masing sistem pemeliharaan, pemasaran sapi bali, keuangan dari peternak sapi bali untuk masing-masing sistem pemeliharaan dan sumber daya manusia untuk usaha pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Manajemen Pemeliharaan Sistem pemeliharaan sapi bali di Desa Tawali dilakukan dengan dua sistem pemeliharaan yakni sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Manajemen pemeliharaan untuk masing-masing sistem pemeliharaan dijelaskan sebagai berikut: Ekstensif. Pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dilakukan dengan melepas sapi ke padang penggembalaan tanpa dikandangkan. Ternak melakukan aktivitas seperti makan, kawin dan beranak di padang penggembalaan. Sistem pemeliharaan ini dapat digolongkan kedalam sistem pemeliharaan ekstensif sebagaimana yang dikemukakan oleh Parakkasi (1999) yang menyatakan bahwa sistem pemeliharaan ekstensif merupakan sistem peliharaan dimana ternak melakukan aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan di
17
padang penggembalaan. Peternak melakukan pengontrolan ternak sebanyak 1-2 kali dalam satu bulan. Peternak memberikan tambahan mineral berupa garam dapur pada ternak yang dipelihara pada saat melakukan pengontrolan ternak. Bibit sapi bali diperoleh peternak dari peternak lainnya yang berada di Desa Tawali atau desa lain yang berada disekitar desa. Pencatatan ternak tidak dilakukan oleh peternak. Sebagian peternak sapi bali memberikan tanda berupa sobekan telinga untuk membedakan dengan sapi bali milik peternak lain dan sebagian lainnya memberikan tanda berupa kalung yang dipasangkan di leher ternak. Pakan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ini bergantung pada ketersediaan alam. Rumput lapang merupakan sumber pakan dari ternak selain beberapa legum pohon dan daun-daunan tanaman yang berada di sekitar ladang penggembalaan. Berdasarkan pakan yang dikonsumsi oleh sapi bali ini dapat dikategorikan pada sistem pemeliharaan ekstensif. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa pada siste m pemeliharaan ekstensif ternak menggantungkan sepenuhnya sumber pakan pada padang penggembalaan. Sapi bali yang dipelihara sulit mendapatkan penanganan kesehatan jika ternak terserang penyakit. Hal ini disebabkan oleh lokasi padang penggembalaan yang jauh dari pemukiman milik peternak. Kondisi ini akan merugikan peternak sebagaimana yang dijelaskan oleh Williamson dan Payne (1993) bahwa penyakit pada ternak merupakan faktor pembatas keuntungan bagi peternak. Produksi ternak akan berkurang sebanyak 15-20 persen jika terserang penyakit. Semi intensif. Sistem pemeliharaan lainnya yang diterapkan peternak yakni sistem pemeliharaan semi intensif. Sistem pemeliharaan secara semi intensif ini merupakan sistem pemeliharaan yang baru diterapkan di Desa Tawali. Sistem ini dilakukan oleh sekelompok peternak yang tergabung dalam kelompok peternak yang dibentuk oleh seorang SMD (Sarjana Membangun Desa). Ternak dipelihara dalam sebuah kandang sederhana yang terletak di sekitar rumah peternak masing-masing dengan bentuk kandang kelompok yang terdiri dari beberapa ekor ternak. Ternak dilepas pada pagi hari sekitar jam 07.00 dan dikandangkan kembali pada jam 17.00. Kandang merupakan salah satu aspek penting dalam suatu usaha peternakan, hal ini disebabkan fungsi dari kandang itu sendiri yang dapat melindungi ternak dari perubahan cuaca yang ekstrim. Fungsi kandang diantaranya adalah melindungi
18
ternak dari perubahan cuaca atau iklim, melindungi ternak dari penyakit, menjaga ternak dari pencurian, memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi seperti pemberian pakan, minum dan perkawinan serta meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, 2010). Kandang akan memberikan pengaruh pada kesehatan ternak (Masudana, 1990). Atap kandang terbuat dari rumbia dan terpal. Dinding terbuat dari kayu hutan dan bambu, sedangkan lantai kandang masih berupa tanah. Keadaan kandang terbuka tanpa adanya penghalang bagi angin dan cahaya matahari yang masuk. Tempat pakan bagi ternak terbuat dari ban bekas yang dibalik di letakkan dalam naungan kandang. Air minum disediakan dalam beberapa ember yang ditempatkan dalam naungan kandang. Jenis kandang yang digunakan pada pemeliharaan semi intensif merupakan jenis kandang kelompok yang terdiri dari beberapa ekor ternak selain itu beberapa responden menggabungkan ternak lain berupa kuda ke dalam kandang sapi.
Gambar 4. Kandang Sapi Bali Kebersihan kandang merupakan salah satu aspek yang diperhatikan oleh peternak di Desa Tawali. Rata-rata peternak membersihkan kandang mereka minimal satu kali setiap harinya yakni pada pagi setelah ternak dilepas dari kandang. Peralatan kandang merupakan salah satu alat pendukung dalam suatu usaha peternakan. Peralatan yang digunakan peternak dalam menjalankan usaha peternakan diantaranya adalah sapu, sekop dan sabit. Pakan yang diberikan berupa rumput lapang, jerami padi dan jerami kacang tanah selain itu peternak memberikan tambahan pakan yang berupa dedak padi. Pemberian pakan ini dilakukan untuk menunjang pemenuhan nutrisi pada ternak
19
yang dilepas pada rentang waktu tertentu. Pemberian dedak padi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dari sapi bali yang dipelihara. Paat dan Winugroho (1990) melaporkan bahwa produktivitas sapi bali yang dipelihara di pedesaan dapat ditingkatkan dengan pemberian dedak padi sebagai pakan tambahan. Alasan peternak memberikan pakan berupa jerami padi dan jerami kacang tanah adalah karena ketersediaannya yang berlimpah.
Jerami padi memiliki
kekurangan sebagai sumber pakan diantaranya adalah kandungan lignin yang tinggi menyebabkan ikatan lignin-selulosa dan lignin-hemiselulosa sangat kuat, sehingga hidrolisis enzimatis mikroba didalam rumen sapi sangat rendah derajatnya. Kandungan lignin yang tinggi ini menyebabkan penurunan daya cerna jerami padi sebagai pakan sapi (Hargono, 2004). Pakan berupa limbah pertanian diperoleh dari sawah peternak. Pengangkutan pakan dari tempat pengambilan pakan ke kandang dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua. Frekuensi pemberian pakan dilakukan secara terus menerus sehingga ketersedian pakan di dalam kandang selalu tersedia. Tempat pemberian pakan terbuat dari ban luar bekas kendaraan roda dua. Beberapa tempat pakan diletakkan dalam kandang. Hal ini dilakukan untuk menghindari ternak berebut pakan. Air minum untuk ternak selalu tersedia di dalam kandang. Peternak memberikan pengenal berupa sobekan pada telinga dan kalung pada sapi bali untuk membedakan dengan ternak milik peternak lainnya. Williamson dan Payne (1993) menjelaskan bahwa peternak sebaiknya memberikan tanda agar memudahkan dalam mengidentifikasi ternak yang dimilikinya. Bibit sapi bali berasal dari bantuan pemerintah melalui program SMD. Setiap peternak yang tergabung dalam kelompok mendapatkan bibit sapi bali berupa satu ekor pejantan dan dua ekor betina. Penanganan penyakit merupakan aspek lain pada manajemen pemeliharaan. Peternak sapi bali yang memelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif tidak mengalami kesulitan dalam penanganan ternak, hal ini terkait lokasi pemeliharaan sapi bali yang berada di sekitar rumah peternak. Kemudahan dalam penanganan kesehatan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif menjadikan kekuatan bagi sistem pemeliharaan dengan sistem ini.
20
Pencatatan ternak merupakan aspek lainnya dari manajemen pemeliharaan sapi. Pencatatan berfungsi untuk memudahkan dalam pengenalan pada ternak yang dipelihara, memudahkan dalam penanganan, perawatan dan pengobatan pada ternak dan menunjang pelaksanaan program tatalaksana yang lebih baik. Pada peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif pencatatan ternak dilakukan namun belum dilakukan secara optimal. Pemasaran Sapi Bali Sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dijual sendiri oleh peternak pada para pengumpul ternak yang datang ke Desa
Tawali.
Pengumpul
ternak
terlebih
dahulu
akan
memberitahukan
kedatangannya pada para peternak beberapa hari sebelum kedatangannya pada peternak. Informasi kedatangan pengumpul kemudian disebarkan dari mulut ke mulut antara peternak yang berada di Desa Tawali. Selain dijual kepada pengumpul ternak sapi bali juga dijual kepada warga desa lainnya yang datang langsung ke rumah peternak. Hasil penelitian dari Sukardono et al. (2009) menunjukkan sebagian besar (73,1%) penjagal membeli sapi hidup langsung dari peternak. sebanyak 25,2% membeli dari pasar hewan dan 1,7% dar kelompok-kelompok peternak. Penjagal memotong sapi di Rumah Pemotongan Hewan kecamatan/kabupaten/kota dan menjual daging langsung ke pelanggan perorangan 58,7%, ke pasar 38,5% dan ke restoran-restoran 2,9%. Saluran tata niaga sapi di NTB menunjukkan bahwa subsistem hilir pada agribisnis sapi potong belum berkembang dan masih tradisional. Tidak ada perbedaan harga antara sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Harga sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif tidak berdasarkan bobot badan namun dinilai berdasarkan penampilan fisik. Harga jual sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif berkisar antara Rp 3.000.000 – 6.500.000/ ekor bergantung pada umur dan kondisi fisik sapi bali yang dipelihara. Keuangan Modal adalah faktor penting bagi seseorang yang akan memulai beternak sapi (Masudana, 2009). Aspek modal juga tidak dapat dipisahkan pada usaha
21
pemeliharaan sapi bali di Desa Tawali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Ekstensif. Modal usaha peternak sapi bali yang menerapkan sistem pemeliharaan secara ekstensif berasal dari dana pribadi peternak. Peternak tidak mengeluarkan biaya pakan, biaya pembuatan pakan dan biaya peralatan. Hal ini menjadikan salah satu kekuatan bagi sistem pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif. Biaya pakan merupakan biaya produksi terbesar dalam suatu usaha peternakan. Mariyono dan Romjali (2007) menjelaskan bahwa biaya pakan dapat mencapai 60%-80% dari keseluruhan biaya produksi. Semi intensif. Pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif tidak mengeluarkan biaya pembelian bibit. Hal ini disebabkan peternak mendapatan bantuan bibit dari pemerintah melalui program SMD. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak berupa biaya pengangkutan pakan yang berasal dari limbah pertanian. Pakan diangkut dari sawah milik peternak. Biaya lainnya adalah biaya perawatan ternak jika terdapat ternak yang sakit. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia dapat dilihat dari karakteristik umur, tingkat pendidikan dan mata pencaharian. Karakteristik tersebut dijabarkan sebagai berikut: Umur. Berdasarkan umur peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan secara ekstensif sebagian besar berumur 25 tahun-40 tahun dengan persentase sebesar 59,52% dan diikuti dengan peternak yang berumur lebih dari 40 tahun sebanyak 17 responden dengan persentase 40,48%. Umur peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan semi intensif sebanyak 2 orang responden memiliki umur kurang dari 25 tahun dengan persentase sebesar 12,5%. Sebanyak 7 orang responden yang berumur berkisar antara 25 tahun-40 tahun dengan persentase 43,75% sedangkan responden yang berumur diatas 40 tahun yang mererapkan sistem pemeliharaan semi intensif sebanyak 7 orang responden dengan persentase sebesar 43,75%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intesif berada pada usia produktif. Badan Pusat Statistik (2010) mengelompokkan usia penduduk
22
menjadi 3 kelompok diantaranya adalah usia belum produktif (0 tahun-14 tahun), usia produktif (15 tahun-65 tahun) dan usia tidak produktif (66 tahun keatas). Tingginya jumlah peternak yang berada pada usia produktif akan memberikan pengaruh pada produktivitas kerja. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Pasaribu (2007) bahwa usia akan mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Hal ini didasarkan bahwa produktivitas kerja akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya usia seseorang. Sebaran umur peternak sapi bali di Desa Tawali dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran Umur Peternak Sapi Bali di Desa Tawali Jumlah Responden Umur Peternak (Tahun)
Persentase
Ekstensif
Semi Intensif
Ekstensif
Semi Intensif
0 25 17 42
2 7 7 16
0 59,52 40,48 100
12,5 43,75 43,75 100
<25 25-40 >40 Jumlah Sumber : Data yang diolah (2011)
Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan aspek lainnya yang diamati pada penelitian ini. Tingkat pendidikan menggambarkan tingkat pengetahuan, wawasan dan pandangan seseorang. Tingkat pendidikan yang memadai transfer teknologi akan mudah terlaksana sehingga dapat memacu pengembangan teknologi pada tingkat petani (Kanro et al., 2002). Sebagian besar tingkat pendidikan peternak sapi bali di Desa Tawali yang memelihara ternaknya dengan sistem pemeliharaan ekstensif adalah lulusan SD dengan persentase 50% dan diikuti oleh peternak yang tidak tamat SD dengan persentase 47,62%. Peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan secara semi intensif tidak tamat SD sebanyak 75%, sebanyak 62,5% untuk peternak yang lulus SD dan SLTP dan diikuti dengan responden yang menyelesaikan pendidikan formal pada tingkat SLTA sebesar 12,5%. Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 6.
23
Tabel 6. Sebaran Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Bali Persentase
Jumlah Responden Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD SD SLTP SLTA Jumlah
Ekstensif 20 21 0 1 42
Semi Intensif 12 1 1 2 16
Ekstensif 47,62 50 0 2,38 100
Semi Intensif 75 6,25 6,25 12,5 100
Sumber : Data yang diolah (2011)
Mata pencaharian. Mata pencaharian utama masyarakat desa Tawali ini didominasi oleh petani, kemudian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pedagang dengan skala kecil. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani mengusahakan lahannya untuk tanaman padi, kacang tanah, dan bawang merah. Petani yang berada di Desa Tawali sebagian besar memiliki usaha sambilan yakni beternak. Beternak sebagai usaha sampingan merupakan karakteristik dari peternak di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Bamualim dan Wirdahayati (2003) bahwa peternakan merupakan salah satu sumber penghasilan bagi peternak namun merupakan usaha sambilan selain bertani. Ternak yang dipelihara oleh penduduk Desa Tawali diantaranya adalah sapi bali, kerbau, ayam, kambing, kuda dan itik. Jumlah ternak di daerah ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Populasi Ternak Desa Tawali
1.607
Populasi NTB (ribu ekor) 685.810
566
105.391
30
77.282
Kambing
412
457.735
5.
Domba
135
29.924
6.
Ayam Buras
6.627
4.578.526
No Ternak 1.
Sapi
2.
Kerbau
3.
Kuda
4.
Populasi (ekor)
Sumber : Pemerintah Desa Tawali (2011)
24
Lama beternak. Lama beternak merupakan faktor lain yang diamati pada penelitian ini. Peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif memiliki pengalaman beternak yang tinggi yakni rata-rata ≥8 tahun. Peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif memiliki pengalaman beternak yang kurang yakni rata-rata kurang dari ≤4 tahun. Lama beternak ini menunjukkan keterampilan dari peternak. Febrina dan Liana (2008) menyatakan bahwa pengalaman beternak yang cukup lama pada peternak dapat menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap manajemen pemeliharaan ternak memiliki kemampuan yang lebih baik. Berdasarkan analisis lingkungan internal diperoleh faktor-faktor internal yang terdiri dari kekuatan serta kelemahan dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali. Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif diantaranya adalah: 1. Peternak tidak mengeluarkan biaya pakan, kandang dan peralatan 2. Tingkat kelahiran anak tinggi (96,37%) 3. Pengalaman beternak tinggi (≥8 tahun) Kelemahan dari sistem pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif diantaranya adalah : 1. Peternak kesulitan mengontrol ternak 2. Tidak ada pencatatan reproduksi 3. Lahan yang luas dibutuhkan untuk padang penggembalaan Sedangkan lingkungan internal berupa kekuatan dan kelemahan dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif diantaranya adalah : 1. Kemudahan dalam penanganan kesehatan ternak 2. Adanya pencatatan reproduksi 3. Tidak membutuhkan lahan yang luas untuk penggembalaan ternak 4. Adanya kelompok peternak Adapun kelemahan dari sistem pemeliharaan semi intensif di Desa Tawali diantaranya adalah : 1. Memerlukan biaya transportasi pakan 2. Pengalaman beternak kurang (≤4 tahun)
25
3. Keterbatasan tenaga kerja Analisis Lingkungan Eksternal Pemeliharaan Sapi Bali Lingkungan
eksternal
merupakan
faktor-faktor
yang
berada
diluar
kemampuan suatu organisasi untuk mengendalikannya (Siagian, 2008). Evaluasi lingkungan eksternal dibutuhkan untuk merumuskan berbagai strategi untuk mengambil keuntungan dari peluang eksternal dan meminimalkan atau menghindari dampak ancaman eksternal (David, 2009). Lingkungan eksternal pada pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dapat dilihat dari beberapa faktor diantaranya adalah: Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima meningkat pada tahun 2008 yakni sebesar 5,96% lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan pada tahun 2007 yakni sebesar 4,56% (Badan Pusat Statistik, 2010). Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat dan meningkatnya daya beli masyarakat hal ini juga akan berdampak pada peningkatan konsumsi pangan asal hewani pada masyarakat. Konsumsi hasil ternak berupa daging pada masyarakat Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar 6,297 kg/kapita/tahun meningkat pada tahun 2010 menjadi 6,953 kg/kapita/tahun (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Tingkat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) adalah sebesar 2 kg/kapita/tahun. Teknologi Menurut data yang dirilis oleh Direktorat Jendral Peternakan (2009) Nusa Tenggara merupakan daerah kelompok II berdasarkan jumlah populasi ternak sapi potong beserta faktor pendukung lainnya berupa daya dukung lahan untuk pakan, budidaya, kondisi geografis dan kualitas sumber daya peternak. Pada daerah yang berada pada kelompok II merupakan daerah prioritas pengembangan Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA). Teknologi IB di desa Tawali belum tersedia. Hal ini disebabkan tidak ekonomisnya penyediaan semen beku ke Desa Tawali. Salah satu kesulitan pengembangan teknologi IB untuk daerah
26
Indonesia bagian Timur yang dilaporkan Toelihere (2003) adalah sistem pemeliharaan masih dilakukan dengan sistem pemeliharaan ekstensif, sehingga menyulitkan ketika pendeteksian birahi pada ternak. Perkawinan pada sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif sepenuhnya bergantung pada perkawinan alam. Kebijakan Pemerintah Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah merupakan pembuat kebijakan dan peraturan yang akan berpengaruh pada upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempersentasikan peluang dan ancaman bagi suatu organisasi (David, 2009). Berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus berpihak pada peternak skala kecil. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong peran dari peternak dengan skala kecil diantaranya dengan menyediakan berbagai kebutuhan bagi peternak seperti infrastruktur pasar, peningkatan kemampuan teknis peternak, instrumen manajemen resiko dan tindakan kolektif melalui berbagai organisasi produsen (Daryanto, 2009). Faktor pendukung pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif adalah adanya dukungan dari pemerintah berupa keputusan dan kebijakan untuk memecahkan permasalahan yang teridentifikasi. Adanya program NTB-BSS merupakan salah satu kebijakan pemerintah NTB untuk menumbuhkan ekonomi pedesaan berbasis sumber daya lokal. Salah satu sumber daya lokal NTB yang telah terbukti memberikan sumbangan besar terhadap kesejahteraan masyarakat adalah sub sektor peternakan. Berbagai kebijakan dilakukan untuk mendukung program NTB-BSS diantaranya adalah dengan meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas dari sapi yang dipelihara. Pengendalian penyakit pada pedet akan menurunkan jumlah kematian pedet. Kebijakan lainnya adalah tata ruang padang penggembalaan yang meliputi penerbitan sertifikat lahan penggembalaan dan adanya program perluasan padang penggembalaan bagi ternak yang menjadikan peluang bagi peternak yang memelihara sapi dengan sistem pemeliharaan ekstensif. Program pengembangan kawasan sentra pembibitan sapi rakyat atau VBC (Village Breeding Centre) dengan Bantuan Pemerintah Langsung Masyarakat (BPLM) dilakukan dengan sistem pemeliharaan ekstensif untuk Pulau Sumbawa dan untuk Pulau Lombok dikembangkan dengan sistem pemeliharaan semi intensif. 27
Perbedaan sistem pemeliharaan yang digunakan disebabkan ketersediaan padang penggembalaan yang lebih luas untuk Pulau Sumbawa (28.070 Ha) jika dibandingkan dengan Pulau Lombok yakni seluas 876 Ha (Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2010). Program VBC ini dapat menjadi peluang bagi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif di Desa Tawali. Kebijakan lain yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah pemanfaatan teknologi pakan, lahan basis pakan dan limbah pertanian. Kebijakan ini diambil untuk mengurangi ketergantungan ketersediaan lahan untuk pengembangan sapi. Penggunaan limbah pertanian berbasis limbah pertanian merupakan salah satu peluang untuk pengembagan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif. Program SMD adalah program pendampingan peternak oleh sarjana bidang peternakan. Program SMD ini telah dilakukan di Desa Tawali. Peternak yang tergabung dalam kelompok diharuskan memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif. Program lainnya adalah adanya pembukaan kebun hijauan makanan ternak. Program SMD dan pembukaan kebun hijauan merupakan peluang bagi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kelembagaan adalah kebijakan yang diambil untuk meningkatkan kapasitas SDM petugas, penyuluh dan peternak. Pengembangan kelompok tani ternak dimaksudkan dapat menjadi lembaga pemberdayaan dengan manejemen modern dan dapat mengatasi pencurian ternak. Abdullah (2008) menjelaskan bahwa melalui kelembagaan dengan membentuk kelompok peternak sapi potong, diharapkan peternak dapat saling berinteraksi, sehingga memiliki dampak saling membutuhkan, saling meningkatkan, saling memperkuat, sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola sistem usaha agribisnis secara potensial.Hal ini sesuai dengan penjelasan Suryana (2009) yang mengemukakan bahwa penyuluhan dan pembinaan terhadap peternak dilakukan untuk mengubah cara beternak dari pola tradisional menjadi usaha ternak komersial dengan menerapkan cara-cara yang meliputi penggunaan bibit unggul, perkandangan yang sehat, penyediaan dan pemberian pakan yang cukup nutrien, pengendalian terhadap penyakit, pengelolaan reproduksi, pengelolaan pasca panen dan pemasaran hasil yang baik.
28
Sosial, Budaya dan Lingkungan Perubahan sosial, budaya, demografis dan lingkungan memiliki dampak yang besar bagi produk, jasa dan konsumen (David, 2009). Bulan kering yang yang lebih panjang (6-8 bulan) dan curah hujan yang kurang dari 1500 mm/tahun menyebabkan penurunan kualitas hijauan bagi pakan ternak. Penelitian yang dilakukan oleh Bamualim dan Wirdahayati (2003) menunjukkan bahwa berat kering hijauan akan menurun sebesar 50% pada musim kemarau di Daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Penurunan kualitas hijauan pada musim kemarau ini
menjadikan ancaman bagi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif. Hal ini disebabkan karena sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif menggantungkan sepenuhnya kebutuhan nutrisi yang berasal dari hijauan di padang penggembalaan. Pengaruh iklim dapat menjadikan faktor ancaman bagi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif. Peternak mengangkut pakan menggunakan kendaraan roda dua. Pengangkutan pakan dari sawah ke kandang dimana sapi bali dipelihara akan mengalami kesulitan pada musim hujan. Berdasarkan analisis lingkungan eksternal. Faktor-faktor lingkungan eksternal yang meliputi peluang ancaman dari pemeliharaan sapi bali pada sistem pemeliharaan ekstensif diantaranya adalah : 1. Adanya program pemerintah terkait perluasan padang penggembalaan 2. Penerbitan sertifikat padang penggembalaan oleh pemerintah 3. Limbah pertanian yang belum dimanfaatkan sebagai pakan 4. Program pengembangan kawasan atau sentra pembibitan sapi rakyat Adapun ancaman pada pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif diantaranya adalah : 1. Perubahan fungsi lahan untuk pemukiman 2. Parasit 3. Berkurangnya bahan kering di padang penggembalaan pada musim kemarau 4. Pencurian ternak Sedangkan untuk sistem pemeliharaan sapi bali pada pemeliharaan semi intensif faktor-faktor yang menjadi peluang diantaranya adalah :
29
1. Program SMD 2. Program pembbukaan kebun hijauan makanan ternak Adapun ancaman untuk pemeliharaan sapi bali pada sistem pemeliharaan semi intensif diantaranya adalah : 1. Hambatan pengangkutan pakan limbah pertanian dari sawah ke kandang 2. Kenaikan biaya transportasi Performa Sifat Reproduksi Pengamatan sifat reproduksi sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif diantaranya adalah pubertas atau dewasa kelamin adalah umur atau waktu organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan proses perkembangbiakan terjadi (Salisbury dan VanDemark, 1985). Pada penelitian ini diperoleh bahwa umur pubertas sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif tidak berbeda nyata yakni pada umur 2 tahun. Umur pubertas yang tidak berbeda nyata ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah jenis dan kualitas pakan yang diberikan pada sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif relatif sama. Panjaitan et al. (2003) menjelaskan bahwa sapi bali yang berada di Sumbawa mengalami dewasa kelamin pada umur 2,5 tahun-3 tahun. Dewasa kelamin pada ternak dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah bangsa sapi dan nutrisi pakan (Abeygunawardena dan Dematadewa, 2004). Umur kawin pertama sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai yang tidak berbeda nyata ini disebabkan pada pemeliharaan semi intensif pencatatan tentang reproduksi belum dilakukan secara optimal sehingga manajemen reproduksi yang dilakukan belum maksimal. Umur kawin pertama pada sapi bali yang dianjurkan adalah pada umur 14 bulan-22 bulan (Toelihere, 1977). Data sifat reproduksi sapi bali yang dipelihara pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dapat dilihat pada Tabel 8.
30
Tabel 8. Sifat Reproduksi Sapi Bali yang Dipelihara pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif No.
Sifat Reproduksi
Hasil Ekstensif
Semi Intensif
2 ± 0,42
2 ± 0,25
2,2 ± 0,42
2,1 ± 0,25
1.
Pubertas/ puberty (tahun)
2.
Umur kawin pertama/ first mating (tahun)
3.
Tingkat kelahiran/ calving rate (%)
96,37
87,5
4.
Kematian anak /calf mortality (%)
26,82
14,28
5.
Umur Induk Melahirkan I/ first parturition (tahun) Rasio jantan betina
3,2 ± 0,42a
2,9 ± 0,25b
1,4a
1,1b
6.
Keterangan: Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tingkat kelahiran merupakan aspek reproduksi lainnya yang diamati dalam penelitian ini. Tingkat kelahiran ini dihitung berdasarkan jumlah anak dibagi dengan jumlah total sapi betina dewasa dalam satu tahun (Martojoyo, 2003). Tingkat kelahiran sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif adalah sebesar 96,37% namun tingkat kematian anak pada sistem pemeliharaan ini juga tinggi yakni sebesar 26,82% jika dibandingkan dengan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif yang memiliki nilai tingkat kelahiran anak sebesar 87,5% dan angka kematian anak sebesar 14,28%. Tingginya tingkat kelahiran dan kematian anak pada sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif disebabkan oleh kurangnya kontrol yang dilakukan oleh peternak. Sapi bali melahirkan di padang penggembalaan pada lingkungan yang kurang menguntungkan bagi anak sapi yang baru lahir sehingga angka kematian pada anak sapi yang baru lahir juga tinggi pada sistem pemeliharaan ini. Umur induk sapi bali pertama melahirkan pada sistem pemeliharaan ekstensif adalah pada umur 3,2 tahun sedangkan pada sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif yakni pada umur 2,9 tahun. Umur melahirkan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif lebih lama bila dibandingkan dengan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif faktor yang diduga mempengaruhi nilai adalah abortus pada induk. Berdasarkan hasil yang diperoleh umur pertama kali induk beranak dari ke-dua sistem pemeliharaan lebih lama jika dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Bamualim dan Wirdahayati 31
(2003) bahwa sapi bali dapat melahirkan pada umur 2,75 tahun jika diberikan pakan dengan kualitas baik. Rasio jantan dan betina sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0,05). Situmorang dan Gede (2005) menyatakan bahwa perbandingan jumlah jantan dan betina sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Penentuan perbandingan jantan dan betina dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
diantaranya
adalah
topografi
padang
penggembalaan, umur ejantan kondisi pastura, pakan, sumber air yang tersedia dan lama perkawinan. Topografi yang jelek, keadaan pastura dan pakan yang terbatas memerlukan jumlah pejantan yang lebih banyak. Analisis SWOT Analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunities, threats) dilakukan untuk mengetahui strategi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali. Penyusunan strategi dengan mentode ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan yang pertama kali dilakukan yakni menentukan dan mengidentifikasi faktor-faktor internal yang berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor eksternal yang berupa peluang dan ancaman. Faktorfaktor tersebut kemudian dianalisis menggunakan matriks IFAS dan EFAS. Matriks IFAS dan EFAS Rangkuti (1997) menjelaskan bahwa membuat matriks faktor strategi internal dan eksternal dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS). Penjelasan tentang faktor-faktor strategi internal dan eksternal pada pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif diantaranya adalah: Sistem pemeliharaan ekstensif. Kekuatan dalam sistem pemeliharaan ekstensif adalah peternak tidak mengeluarkan biaya pakan, kandang dan peralatan. Hal ini disebabkan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ini dilepas ke padang penggembalaan di derah perbukitan. Sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif di Desa Tawali menggantungkan sumber pakan dari ketersediaan alam, pembuatan kandang tidak dilakukan pada sistem pemeliharaaan
32
ini.
Kekuatan lainnya dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan
ekstensif yakni tingkat kelahiran anak sapi bali yang tinggi yakni sebesar 96,37%. Tingkat kelahiran merupakan aspek penting dalam suatu peternakan, hal ini terkait dengan fungsi anak sebagai ternak pengganti induk dan penghasil daging (Ball dan Peters, 2004). Pengalaman peternak dalam beternak sapi bali merupakan kekuatan lainnya dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif. Kelemahan dari sistem pemeliharaan ekstensif yakni peternak kesulitan ketika akan mengontrol ternak. Hal ini disebabkan oleh letak padang penggembalaan yang jauh dari tempat tinggal peternak dan letak padang penggembalaan yang berada di daerah perbukitan. Tingginya kematian anak pada sistem pemeliharaan ekstensif merupakan kelemahan lainnya dari sistem pemeliharaan ekstensif. Hal ini diduga kelahiran anak sapi yang banyak terjadi pada musim kemarau. Bamualim (2011) menjelaskan bahwa pemeliharaan secara ekstensif di Daerah Nusa Tenggara memiliki dampak negatif yang mencolok pada musim kemarau yakni tingginya kematian anak sapi, hal ini disebabkan kelahiran anak yang terkonsentrasi pada pertengahan musim kemarau dimana terjadi kesulitan pakan. Kelemahan lainnya dari sistem pemeliharaan ekstensif adalah tidak adanya pencatatan reproduksi yang dilakukan oleh peternak, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan peternak akan pentingnya pencatatan ternak terhadap usaha sapi bali di desa ini. Lahan yang luas dibutuhkan untuk padang penggembalaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan hal ini menjadikan kelemahan bagi sistem pemeliharaan ekstensif. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dapat dilihat pada Tabel 9.
33
Tabel 9. Matriks Evaluasi Internal (IFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif No
Faktor Internal
Bobot (B)
Rating (R)
Nilai (BxR)
Kekuatan (Strenght) 1.
Peternak tidak mengeluarkan biaya pakan, kandang dan peralatan
0,19
4
0,76
2.
Tingkat kelahiran anak tinggi sebesar 96,37%
0,19
4
0,76
3.
Pengalaman beternak tinggi (≥8 tahun)
0,14
3
0,43
Jumlah
0,52
11
1,95
Kelemahan (Weakness) 1.
Kesulitan mengontrol ternak
0,17
-3,5
-0,58
2.
Tidak ada pencatatan reproduksi
0,14
-3
-0,43
3.
Lahan yang luas dibutuhkan untuk padang penggembalaan Jumlah
0,17
-3,5
-0,58
0,48
-10
-1,60
Skor
1
0,36
Faktor-faktor yang dapat menjadi peluang bagi usaha pemeliharaan sapi bali di Desa Tawali diantaranya adalah adanya program Pemerintah Provinsi NTB terkait perluasan padang penggembalaan dan penerbitan sertifikat padang penggembalaan bagi peternak. Peluang lainnya adalah limbah pertanian yang belum dimanfaatkan sebagai pakan dan adanya program pengembangan kawasan atau sentra pembibitan sapi rakyat dengan sistem pemeliharaan ekstensif untuk pulau Sumbawa. Ancaman yang akan menghambat pengembangan sapi bali adalah adanya perubahan fungsi lahan untuk pemukiman yang dapat memperkecil padang penggembalaan sapi bali. Parasit merupakan ancaman lainnya bagi sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemelihaaran ekstensif. Berkurangnya kandungan bahan kering pakan pada musim kemarau di padang penggembalaan akan membuat sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ini kekurangan nutrisi untuk hidup hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Bamualim (2011) bahwa mutu hijauan pakan dipengaruhi oleh musim, terutama protein, mineral dan serat kasar. Berkurangnya bahan kering pakan pada musim kemarau akan menyebabkan bobot badan ternak akan berkurang, hal ini terjadi karena ternak mengalami defisisensi nutrisi. Kondisi padang penggembalaan
34
yang jauh dari tempat tinggal peternak akan memungkinkan adanya pencurian ternak yang akan menjadi ancaman bagi pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif ini. Faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif No Faktor Eksternal
Bobot (B)
Rating (R)
Nilai (BxR)
Peluang (Opportunities) 1.
Adanya program pemerintah perluasan padang penggembalaan
terkait
0,16
4
0,63
2.
Penerbitkan sertifikat padang penggembalaan oleh pemerintah
0,12
3
0,35
3.
Limbah pertanian yang belum dimanfaatkan sebagai pakan
0,14
3
0,41
4.
Program pengembangan kawasan atau sentra pembibitan sapi rakyat Jumlah
0,08
2
0,16
0,48
12,5
1,52
Ancaman (Threats) 1.
Perubahan fungsi lahan untuk pemukiman
0,12
-3
-0,41
2.
Parasit
0,12
-3
-0,38
3.
Berkurangnya bahan kering di padang penggembalaan pada musim kemarau
0,16
-4
-0,55
4.
Pencurian ternak Jumlah Skor
0,12 0,52
-2 -12,20
-0,24 -1,6
1
-0,02
Sistem pemeliharaan semi intensif. Faktor-faktor yang menjadi faktor internal dan faktor eksternal pada sistem pemeliharaan semi intensif diidentifikasi. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ini diantaranya adalah kemudahan peternak dalam menangani kesehatan ternak. Kemudahan penanganan kesehatan ternak digolongkan ke dalam kekuatan disebabkan pentingnya aspek kesehatan ternak pada suatu usaha peternakan. Masudana (1990) menjelaskan bahwa kesehatan merupakan hal yang sering
35
dikeluhkan oleh peternak. Masalah kesehatan pada ternak ini jika diabaikan oleh peternak akan menimbulkan beberapa resiko diantaranya adalah terjadinya penurunan bobot badan ternak, terhambatnya pertumbuhan ternak hingga menyebabkan pada ternak. Hal ini akan berakibat pada modal peternak tidak berkembang dengan baik hingga hilangnya modal peternak. Kandang yang terletak di sekitar rumah peternak memudahkan peternak dalam mengontrol kesehatan ternak. Jika ditemukan adanya ternak yang memiliki permasalahan kesehatan, peternak dengan mudah dapat memanggil mantri hewan. Kekuatan lainnya adalah adanya pencatatan yang dilakukan oleh peternak terkait reproduksi ternak dan faktor kekuatan lainnya adalah sistem pemeliharaan ini tidak membutuhkan lahan yang luas untuk menggembalakan ternak jika dibandingkan dengan sistem pemeliharaan ekstensif yang membutuhkan lahan yang luas untuk padang penggembalaan. Faktor-faktor yang menjadi kelemahan dalam pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif adalah peternak memerlukan biaya transportasi pakan. Pakan yang diberikan pada sapi bali yang dipelihara oleh peternak diambil dari sawah-sawah yang berada di sekitar rumah peternak dan peternak sapi bali yang menerapkan sistem pemeliharaan ini menggunakan alat transportasi untuk membawa pakan yang berupa rumput dan legum untuk diberikan pada sapi bali yang dipelihara. Kelemahan lainnya yakni keterbatasan tenaga kerja untuk mengambil pakan berupa limbah pertanian yang akan diberikan pada ternak setiap harinya pada pemeliharaan ini. Pengalaman peternak memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif yang masih baru menjadikan kelemahan bagi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif di Desa Tawali. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif dapat dilihat pada Tabel 11.
36
Tabel 11. Matriks Evaluasi Internal (IFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif No Faktor Internal
Bobot (B)
Rating (R)
Nilai (BxR)
Kekuatan (Strenght) 1.
Kemudahan dalam penanganan kesehatan ternak
0,16
3,5
0,56
2.
Adanya pencatatan reproduksi
0,14
3,5
0,48
3.
Tidak membutuhkan lahan yang luas untuk penggembalaan ternak
0,16
3
0,48
4.
Adanya kelompok peternak
0,18
4
0,73
Jumlah Kelemahan (Weakness)
0,64
14,00
2,24
1.
Memerlukan biaya transportasi pakan
0,14
-3
-0,43
2.
Pengalaman beternak kurang (≤4 tahun)
0,19
-4
-0,76
3.
Keterbatasan tenaga kerja
0,09
-2
Jumlah Skor
0,36 1
-9,00
-1,14 1,10
Faktor-faktor yang menjadi peluang pada pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif diantaranya adalah adanya program SMD dan adanya program pembukaan kebun hijauan makanan ternak. Faktor lainnya adalah faktor yang menjadi ancaman bagi pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif adalah jika cuaca di desa kurang baik peternak mengalami hambatan ketika akan megangkut pakan limbah pertanian dari sawah ke kandang selain itu ancaman lainnya yang dihadapi petani adalah kenaikan biaya transportasi. Hal ini akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan peternak dalam mengangkut pakan berupa limbah pertanian. Peluang dan ancaman dari sistem pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif dapat dilihat pada Tabel 12.
37
Tabel 12. Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif No Faktor Eksternal
Bobot (B)
Rating (R)
Nilai (BxR)
Peluang (Opportunities) 1.
Program SMD
0,29
4
1,14
2.
Program pembukaan kebun hijauan makanan ternak Jumlah
0,25
3,5
0,88
0,54
7,50
2,02
Ancaman (Threats) 1.
Hambatan pengangkutan pakan limbah pertanian dari sawah ke kandang
0,25
-3,5
-0,9
2.
Kenaikan biaya transportasi
0,21
-3
-0,6
Jumlah Skor
0,46 1,00
-6,50
-1,52 0,50
Strategi Pengembangan Faktor internal dan eksternal dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif digunakan untuk menentukan posisi usaha dan strategi yang sesuai untuk pengembangan sapi bali di Desa Tawali. Posisi usaha pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali dapat dilihat pada Gambar 5. Skor nilai untuk faktor internal dan eksternal pada usaha pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif adalah sebesar 0,36 dan -0,02. Nilai ini menunjukkan posisi pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif di Desa Tawali berada pada posisi diversifikasi sehingga strategi yang perlu diambil adalah dengan memanfaatkan peluang yang ada dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki. Skor nilai faktor-faktor internal dan eksternal pada pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif di Desa Tawali diperoleh sebesar 1,10 untuk faktor internal dan 0,50 untuk faktor eksternal. Skor nilai ini menunjukkan posisi pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif berada pada posisi agresif sehingga strategi yang perlu diambil adalah dengan memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk meraih peluang yang ada. Posisi dari pemeliharaan
38
sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dapat dilihat pada Gambar 5. Peluang
IV Turnaround
I Agresif
Semi Intensif (1,10;0,50) Kekuatan Ekstensif (0,36;-0,02)
Kelemahan
III Defensif
II Diversifikasi
Ancaman Gambar 5. Matrik Grand Strategy Pengembangan Sapi Bali dengan sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif di Desa Tawali Strategi Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif 1. Pembelian bibit sapi bali dari bantuan pinjaman modal dari pemerintah dan pihak swasta. Pembelian bibit ini bertujuan untuk menambah jumlah kepemilikan sapi bali dari peternak sapi bali di Desa Tawali yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif. Dana yang digunakan untuk pembelian bibit sapi bali ini diperoleh dari kredit usaha yang berasal dari pemerintah dan pihak swasta (pinjaman bank). 2. Pembuatan hay. Teknologi pengolahan pakan ini dilakukan karena peternak sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif belum memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. 3. Menggunakan lahan tegalan untuk penanaman HMT yang berkualitas. Pencegahan
adanya
ancaman
berkurangnya
bahan
kering
di
padang
penggembalaan pada musim kemarau dapat dihindari dengan menggunakan lahan tegalan yang belum dimanfaatkan di Desa Tawali dengan menanami lahan
39
tersebut Hijauan Makanan Ternak (HMT) yang berupa rumput dan leguminosa yang berkualitas. 4. Membentuk kelompok peternak. Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk mengatasi kesulitan peternak dalam mengontrol ternak. Anggota kelompok yang tergabung didalamnya dapat membuat jadwal untuk mengontrol ternak secara rutin dan bergantian antar peternak lainnya yang tergabung didalam kelompok. Selain itu adanya kontrol pada ternak secara rutin peternak lebih mudah dalam mengontrol adanya ternak yang mengalami masalah kesehatan. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) menyatakan bahwa jumlah anggota kelompok minimal sebanyak 10 orang. Kelompok harus memiliki struktur organisasi yang jelas dan kelengkapan administrasi. Strategi Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif 1. Pembuatan gudang penyimpanan pakan. Pembuatan gudang penyimpanan pakan ini dilakukan untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki yakni pada sistem pemeliharaan ini
tidak membutuhkan lahan
yang luas untuk
padang
penggembalaan untuk meraih peluang yang dimiliki yakni adanya program pembukaan kebun hijauan makanan ternak. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menyebutkan bahwa gudang pakan berfungsi sebagai lumbung penyimpanan pakan atau bahan pakan. 2. Mengadakan pelatihan
pengolahan pakan, pencatatan reproduksi ternak dan
kesehatan ternak bagi peternak melalui kerjasama dengan pemerintah. Adanya peluang pelatihan bagi peternak dapat digunakan untuk mengatasi pengalaman beternak yang kurang. Febrina dan Liana (2008) menyatakan bahwa pengalaman beternak yang cukup lama pada peternak dapat menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap manajemen pemeliharaan ternak memiliki kemampuan yang lebih baik. 3. Kerjasama antara anggota kelompok untuk pengadaan pakan. Adanya hambatan pengangkutan pakan berupa limbah pertanian dari sawah ke kandang pada saat cuaca yang kurang baik dan kenaikan biaya transportasi menjadikan ancaman bagi peternak. Pembagian tugas secara bergilir antar anggota kelompok dalam
40
menyediaan pakan dapat dilakukan untuk menghindari ancaman yang akan timbul dari sistem pemeliharaan ini. 4. Melakukan pertemuan rutin untuk bertukar informasi terkait ternak antar anggota kelompok. Pertemuan rutin antar anggota ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi peternak untuk bertukar informasi yang berhubungan dengan ternak sapi bali yang dipelihara.
41
Tabel 13. Matriks SWOT Pemeliharaan Sapi Bali Dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif Strengths (S): Faktor Internal
1. Peternak tidak mengeluarkan biaya pakan, kandang dan peralatan 2. Tingkat kelahiran anak tinggi sebesar 96,37% 3. Pengalaman beternak tinggi (≥8 tahun)
Weakness (W): 1. Kesulitan mengontrol ternak 2. Tidak ada pencatatan reproduksi 3. Lahan yang luas dibutuhkan untuk padang penggembalaan
Faktor Eksternal Opportunities (O): 1. Adanya program pemerintah terkait perluasan padang penggembalaan 2. Penerbitkan sertifikat padang penggembalaan oleh pemerintah 3. Limbah pertanian yang belum dimanfaatkan sebagai pakan 4. Program pengembangan kawasan atau sentra pembibitan sapi rakyat Threats (T): 1. Perubahan fungsi lahan untuk pemukiman 2. Parasit 3. Berkurangnya bahan kering di padang penggembalaan pada musim kemarau 4. Pencurian ternak
Strategi SO: 1. Pembelian bibit sapi bali dari bantuan pinjaman modal dari pemerintah dan pihak swasta (S1, S3, O1)
Strategi ST: 1. Menggunakan lahan tegalan untuk penanaman HMT yang berkualitas (S1, T1, T3)
Strategi WO: 1. Pembuatan hay (W3,O3)
Strategi WT: 1. Membentuk kelompok peternak (W1, W3, T2, T3)
42
Tabel 14. Matriks SWOT Pemeliharaan Sapi Bali Dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif Strengths (S): Faktor Internal
1. Kemudahan dalam penanganan kesehatan ternak 2. Adanya pencatatan reproduksi 3. Tidak membutuhkan lahan yang luas untuk penggembalaan ternak 4. Adanya kelompok peternak
Weakness (W): 1. Memerlukan biaya transportasi pakan 2. Pengalaman beternak kurang (≤4 tahun)
Faktor Eksternal Opportunities (O): 1. Program SMD 2. Program pembukaan kebun hijauan makanan ternak
Threats (T): 1. Hambatan pengangkutan pakan limbah pertanian dari sawah ke kandang 2. Kenaikan biaya transportasi 3. Keterbatasan tenaga kerja
Strategi SO: 1. Pembuatan gudang penyimpanan pakan (S3,O2)
Strategi ST: 1. Kerjasama antara anggota kelompok untuk pengadaan pakan (S4, T1, T3)
Strategi WO: 1. Mengadakan pelatihan pengolahan pakan, pencatatan reproduksi ternak dan kesehatan ternak melalui kerjasama dengan pemerintah (W2,O1)
Strategi WT: 1. Melakukan pertemuan rutin untuk bertukar informasi terkait ternak antar anggota kelompok (W2,T1)
43
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif diantaranya adalah pembelian bibit sapi bali dari bantuan pinjaman modal dari pemerintah dan pihak swasta, pembuatan hay, menggunakan lahan tegalan untuk penanaman HMT yang berkualitas dan membentuk kelompok peternak.
Strategi pengembangan sapi bali
yang dapat dilakukan untuk
pengembangan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif diantaranya adalah pembuatan gudang penyimpanan pakan, mengadakan pelatihan pengolahan pakan, pencatatan reproduksi ternak dan kesehatan ternak melalui kerjasama dengan pemerintah. Melakukan kerjasama antara anggota kelompok untuk pengadaan pakan dan melakukan pertemuan rutin untuk bertukar informasi terkait ternak antar anggota kelompok. Saran Perlu dilakukan sosialisasi yang intensif dalam penerapan teknologi Inseminasi Buatan (IB) untuk memaksimalkan produktivitas sapi bali yang dipelihara. Pengolahan pakan berupa hay dan silase dapat dilakukan untuk menanggulangi penurunan kualitas pakan pada musim kemarau. Penyuluhan dan pelatihan dari pemerintah atau pihak swasta bagi peternak diperlukan untuk memaksimalkan pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam tak lupa penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan manusia ke gerbang ilmu pengetahuan. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua bapak Ibrahim, S. E. dan mama Aminah H. Anwar atas do’a, dukungan serta motivasi yang diberikan selama ini, serta untuk adik Rahmawati Akeda atas dukungannya selama ini. Terimakasih juga penulis ucapkan pada keluarga besar penulis atas semua dukungan dan motivasinya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu Ir. Hj. Komariah, M. Si. dan bapak Ir. Dwi Joko Setyono, MS. sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. Selain itu, penulis ucapkan terimakasih kepada bapak Ir. Kukuh Budi Satoto MS. dan ibu Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si sebagai dosen penguji sidang yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Ir. Niken Ulupi, MS. sebagai pembimbing akademik. Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada semua pihak dan instansi yang terkait yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian di Kabupaten Bima. Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan pada rekan sepenelitian Ayu Lestari, Dwi Wahyu Nugraeni dan seluruh teman-teman IPTP 45 atas kenangan dan dukungan yang telah diberikan. Bogor, Agustus 2012
Penulis
45
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A. 2008. Peranan penyuluhan dan kelompok tani ternak untuk meningkatkan adopsi teknologi dalam peternakan sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong, Fakultas Peternakan, Universitas Tadulako, Palu, 24 November 2008. Abeygunawardena, H. & C. M. B. Dematawewa. 2004. Pre pubertal and postpartum anestrus in tropical zebu cattle. J. Anim. Sci. 82: 373-387. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima. 2010. Bima dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik, Bima. Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus penduduk 2010. http://sp2010.bps.go.id/. [4 Agustus 2012]. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. 2010. Petunjuk Praktis Perkandangaan Sapi. Agro Inovasi, Mataram. Ball, P. J. H. & A. R. Peters. 2004. Reproduction In Cattle 3th Edition. Blackwell Publishing, Iowa. Bamualim, A. 2011. Pengembangan teknologi pakan sapi potong di daerah semi-arid Nusa Tenggara. Litbang Pertanian Vol. 4. No. 3: 175-188. Bamualim, A. & B. Tiesnamurti. 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman padi, sawit dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia dalam Sistem Integrasi Ternak Tanaman: Padi-Sawit-Kakao Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. LIPI Press, Jakarta. Bamualim, A. & A. Wirdahayati. 2003. Nutrition and management strategies to improve bali cattle productivity in Nusa Tenggara. Prosiding seminar strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002. Darmadja, D. 1990. Potensi sapi bali sebagai kebanggaan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Sapi Bali. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar, 20-22 September 1990. Daryanto, A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Press, Bogor. David, F. 2009. Strategic Management. Edisi ke-12. Salemba Empat, Jakarta. Dinas Desa Tawali. 2011. Profil Desa Tawali. Kabupaten Bima. Dinas Kabupaten Bima. 2012. Karakteristik wilayah Kabupaten Bima. http://bima kab.go.id/pages-karakteristik-umum-wilayah.html. [27 Juli 2012]. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Pengembangan Lumbung Pakan Ruminansia Tahun 2012. Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Sapi bali betina. http://ditjennak.deptan.go.id/-imggaleri/74615Bali%20Btn.jpg. [26 April 2012].
Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Sapi bali jantan http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=galerifoto&action=detail_album&id=25&halaman=2. [26 April 2012]. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Rilis hasil akhir PSPK 2011.http://ditjennak.deptan.go.id/download.php?file=rilis%20akhir%20PSP K2011%20u%20wartawan.pdf. [11 Juni 2012]. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik peternakan dan kesehatan hewan 2011. http://199.91.154.124/ndfo6kn55ulg/41cjlk41fcdan3w/StatistikPeternakan 2011.pdf. [11 Juni 2012]. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Sarjana Membangun Desa (SMD) Tahun 2012. Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Blue Print Program Swasembada daging 2014. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta. Diwyanto, K. & A. Priyanti. 2008. Keberhasilan pemanfaatan sapi bali berbasis pakan lokal dalam pengembangan usaha sapi potong di Indonesia. Wartazoa Vol. 18. No. 1: 34-45. Febrina, D. & M. Liana. 2008. Pemanfaatan limbah peternakan sebagai pakan ruminansia pada peternak rakyat di Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu. J. Peternakan Vol. 5. No. 1: 28-37. Fordyce, G, T. Panjaitan, Muzani & D. Poppi. 2003. Management to facilitate genetic improvement of bali cattle in Eastern Indonesia. Prosiding seminar strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002. Graser, H. 2003. Option for genetic improvement of bali cattle assessing the strengths and weaknesses of alternative strategies. Prosiding seminar strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002. Hadiyanto. 2007. Komunikasi pembangunan dan pemeberdayaan: kasus pada peternakan rakyat. Jurnal Transdisiplin Komunikasi Vol. 01. No. 3: 321-344. Hardjopranjoto, S. 1981. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya. Hargono. 2004. Pemanfaatan limbah jerami padi sebagai pakan ternak dengan cara fermentasi menggunakan starter BMF biofad (suatu upaya peningkatan protein pakan). Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang. Kanro, Z. M., Lestari, A. W. Rauf, Atekan, & A. Malik. 2002. Pengelolaan sistem usaha tani tanaman pangan dan upaya perbaikannya di Papua. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 21. No. 4: 140-147. Mallessy, C, T. E. Soka, H. J Schottler. 1990. Potensi sapi bali sebagai kebanggaan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Sapi Bali. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar, 20-22 September 1990.
47
Mariyono & E. Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan Murah untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Grati. Martojoyo, H. 2003. A simple selection program for smallholder bali cattle farmers. Prosiding seminar strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002. Masudana, I. W. 1990. Perkembangan sapi bali di Bali dalam sepuluh tahun terakhir (1980-1990). Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar, 20-22 September 1990. Oka, L. 2003. Performance of bali cattle heifers and calves prior to weaning in a feedlot system. Prosiding seminar strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002. Paat, C. P. & M. Winugroho. 1990. Peningkatan produktivitas sapi bali pada kondisi pedesaan dengan memanfaatkan dedak padi sebagai pakan tambahan. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar, 20-22 September 1990. Panjaitan, T., T. Fordyce & D. Poppi. 2003. Bali performance in the dry tropics of Sumbawa. JITV 8(3): 183-188. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Pasaribu, F. 2007. Hubungan karakteristik pegawai dengan produktivitas kerja. Jurnal Ichsan Gorontalo Vol. 2. No. 1: 627-637. Pearce, J. A. & Robinson. R. B. 2009. Competitive Strategy. McGraw-Hill, New York. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2010. Blue print NTB Bumi Sejuta Sapi. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Nusa Tenggara Barat. Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep, Strategi Untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rouse, E. J. 1969. Cattle of Africa and Asia. University of Oklahoma Press, Publishing Division of University. USA. Salisbury G. W. & N. L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Terjemahan R. Djanuar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Siagian, P. S. 2008. Manajemen Stratejik. PT Bumi Aksara, Jakarta. Situmorang, P. & I. P. Gede. 2005. Peningkatan efisisensi reproduksi melalui perkawinan alam dan pemanfaatan inseminasi buatan (IB) untuk mendukung program pemuliaan. http:// peternakan. litbang.deptan. go.id/fullteks/ lokakarya/probklu03-10.pdf. [27 Juli 2012].
48
Sudrajat, S. & R. Pambudi. 2003. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan di Indonesia: Peduli Peternakan Rakyat. Yayasan Agrindo Mandiri, Jakarta. Sukardono, Sutaryono, Y. A., Ali, Taqiudin, M., & Wirapribadi, L. 2009. Pengembangan industri sapi potong. Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian, NTB. http://www.blhp.litbangyasa.ntbprov.go.id. [6 Agustus 2012]. Sukria, H. A. & R. Krisnan. 2009. Sumber dan Ketersediaan bahan Baku Pakan di Indonesia. IPB Press, Bogor. Suryana. 2009. Pengembangan usaha sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 28. No. 1: 29-37. Talib, C., K. Entwistle, A. Siregar, S. B. Turner, & D. Lindsay. 2003. Performance of bali cattle heifers and calves prior to weaning in a feedlot system. Prosiding seminar strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002. Toelihere, M. 2003. Increasing the success rate and adoption of artificial insemination for genetic improvement of bali cattle. Prosiding seminar strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002. Toelihere, M. 1981. Ilmu Kemajiran pada Ternak Sapi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Toelihere, M. 1977. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa Bandung, Bandung. Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika. edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan SGN Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
49
LAMPIRAN
Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak LampiraN 1. Form Kuisioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUISIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA TAWALI I.
Identitas Responden
1.
Nama
:……………………………………………………
2.
Umur
:………tahun.
3.
Alamat
:……………………………………………………
4.
Telp.
:……………………………………………………
5.
Pendidikan terakhir :………………………………………………
6.
Mulai beternak sapi bali :…………………………………………..
7.
Alasan beternak sapi bali :………………………............................
8.
Jumlah anggota keluarga…………..orang.
9.
Anak
Dewasa :……………………..orang (>16tahun)
:………………………orang (<16tahun)
Beternak sapi bali sebagai…………….. a.
Usaha utama
b.
Usaha sambilan
10. Jika usaha sambilan maka pekerjaan utamanya……………… a.
petani
e. pedagang
b.
buruh
f. tukang/pengrajin
c.
pegawai negeri
g. wirausaha
d.
pegawai swasta
h. lainnya……………………
11. Pendapatan keluarga/bulan :………………………………….. 12. Jenis ternak lain yang dipelihara a.
Kerbau
b.
Ayam/itik/angsa/puyuh
c.
Kambing/domba
d.
Kuda
e.
Lainnya……………….
II.
Ternak Sapi Bali 1.
Jumlah ternak sapi bali yang dipelihara :…………………………ekor
2.
Perbandingan jantan : betina = …….:………
Umur Sapi Bali
Jumlah
Jantan
Betina
0 – 2 tahun 3 tahun – 4 tahun >4 tahun 3.
Status kepemilikan sapi bali a.
Milik sendiri :……………ekor
b.
Gaduhan/bagi hasil : a). …………………ekor untuk peternak b). …………………ekor untuk pemilik
III.
Manajemen Pemeliharaan Ternak Sapi Bali 1.
2.
Sistem perkandangan/pemeliharaan ……… a.
Dikandangkan terus menerus (intensif)
b.
Digembalakan (ekstensif)
c.
Malam dikandangkan, siang diikat di luar rumah/digembalakan (semi intensif)
Jika jawaban no.1 adalah c, maka a.
Jam keluar kandang adalah……………
b.
Jam dikandangkan kembali adalah…………………
3.
Kepemilikan kandang :…………………………………………………
4.
Bentuk kandang…….. a.
Sendiri-sendiri
b.
Kelompok kecil
c.
Kelompok besar/digembalakan
5.
Luas kandang :…………………………………………………………
6.
Frekuensi pembersihan kandang :……………………………………
7.
Kapan kandang dibersihkan?...........................................................
8.
Bibit berasal dari………………….
9.
a.
beli di pasar hewan
b.
beli di peternak lain
c.
orang yang menitipkan
d.
pemerintah
Apakah dilakukan pemberian identitas atau tidak? a.
Ya…..Bentuknya :………………………
b.
Tidak
10. Hal/aspek apa saja yang Bapak catat selama ini? a.
Manajemen perkawinan/reproduksi (tanggal kawin, tanggal dll………………………………………………………………)
beranak,
b.
Performa anak yang dilahirkan dll………………………………)
kelamin,
c.
Kesehatan sapi
(bobot
lahir,
jenis
52
d.
Kelahiran dan mortalitas
e.
Lainnya…………………………..
f.
Tidak ada pencatatan
11. Peralatan yang digunakan untuk beternak :……………………………………………… …………………………………………………………………………………………… IV.
Pakan Ternak Sapi Bali 1.
Sistem pemberian pakan a). disediakan pakan oleh peternak b). digembalakan (ternak mencari pakan sendiri)
2.
Jika jawaban nomor 1 adalah b, maka berapa rata-rata hijauan/rumput yang diberikan?..................kg/ekor/hari
3.
Jika jawaban nomor 1 adalah b, maka frekuensi pemberian hijauan a.
Terus-menerus
b.
3 kali/hari
c.
2 kali/hari
d.
1 kali/hari
e. Lainnya………………………… 4. Sumber pakan rumput yang digunakan………………… a). tumbuh sendiri b). ditanam 5.
6.
7.
8.
Pakan rumput yang diberikan/dimakan ternak……………………. a.
Rumput gajah
b.
Jerami padi
c.
Rumput raja
d.
Rumput lapang
e.
Lainnya…………………..
Apakah pemberian konsentrat dilakukan?... a.
Ya
b.
Tidak
Jika jawaban no.6 adalah ya, jenis konsentrat yang diberikan adalah…. a.
Ampas tahu
b.
Dedak padi
c.
Lainnya…………………………..
Frekuensi pemberian konsentrat a.
Terus-menerus
b.
3 kali/hari
c.
2 kali/hari
d.
1 kali/hari
53
e. 9.
Tidak teratur
Berapa rata-rata konsentrat yang diberikan?.......................kg/ekor/hari
10. Banyaknya air minum yang diberikan?................................................... 11. Bagaimana cara pemberian air minum?
V.
a.
Diberikan langsung
b.
Dicampur dengan konsentrat
c.
Lainnya…………
Reproduksi 1.
Umur berapa sapi bali a.
Berahi pertama :……………………………………
b.
Kawin pertama :……………………………………
c.
Beranak pertama :…………………………………
2.
Lama siklus berahi ;……………………………………
3.
Lama berahi :………………………………………….
4.
Lama bunting :………………………………………...
5.
Berapa bulan sapi bali kawin lagi setelah beranak?...........................bulan.
6.
Jumlah panen anak/tahun adalah……………ekor dari …………….ekor induk.
7.
Waktu yang diperlukan untuk berahi kembali setelah melahirkan…………………
8.
Lama selang beranak adalah…………tahun……………bulan
9.
Untuk sapi bali kawin alam a.
Berapa kali kawin hingga bunting (S/C) =…….kali
b.
Siapa milik pejantannya?......................................
10. Adakah sapi bali yang di IB? a.
Jika ya, berasal dari…………………………………..
b.
Jika tidak, alasannya………………………………….
11. Apakah ada kesulitan saat proses melahirkan (distokia)? a.
Ya, cara mengatasinya………………………………………………………
b.
Tidak
12. Apakah pernah terjadi kematian anak a.
Ya, umur……………………., banyaknya rata-rata…………….ekor/tahun
b.
Tidak
13. Apakah kesulitan mencari pejantan?
VI. 1.
a.
Ya, karena…………………………………………………………………
b.
Tidak
Penanganan Kesehatan Pemberian obat/vitamin a.
Pernah
54
b. 2.
Tidak pernah
Penyakit apa yang pernah menyerang sapi bali selama ini? ……………………………………………………….
3.
4.
Bagaimana cara mengobatinya? a.
Ditangani sendiri
b.
Memanggil teman peternak yang berpengalaman
c.
Memanggil dokter/mantri hewan
Apakah jika terdapat penyakit serius, langsung dikonsultasikan dengan dokter/mantri hewan? a.
Ya
b.
Tidak,karena……………………………………………………………
VII.
Pemasaran Sapi Bali
1.
Biaya yang dikeluarkan untuk ternak sapi bali Rp…………………….bulan/tahun.
2.
Tujuan atau motivasi penjualan sapi bali:
3.
a.
Sudah tua atau tidak produktif
b.
Kebutuhan sehari-hari
c.
Kebutuhan sekolah anak-anak (tabungan masa depan)
d.
Menambah jumlah sapi bali
e.
Mendapatkan keuntungan besar karena harganya relatif mahal
f.
Membuka usaha lain
g.
Lainnya…………………
Sapi bali sering digunakan oleh konsumen atau peternak sebagai : a.
Sumber daging
b.
Hewan penghela
c.
Acara pernikahan
d.
Upacara khitanan
e.
Lainnya…………………….
4.
Harga rata-rata seekor sapi bali : Rp…………………../ekor
5.
Apakah harga tersebut menguntungkan?
6.
a.
Ya, karena………………………………………………………………..
b.
Tidak, karena…………………………………………………………….
Kepada siapa sapi bali dijual? a.
Langsung ke pasar hewan
b.
Melalui pengumpul
c.
Pesanan tetangga atau kenalan lainnya
d.
Lainnya…………………………………..
7.
Rata-rata umur sapi yang dijual adalah…………………………..tahun
8.
Hambatan dalam penjualan adalah……………………………………………
9.
Adakah yang dijual dalam bentuk potongan komersil?
55
a.
Ya
b.
Tidak, karena……………………………………………………………………
10. Jika jawaban pertanyaan nomor 9 ya, maka a.
Tempat pemotongan………………………………………………………………..
b.
Umur sapi bali yang dipotong……………………tahun.
c.
Siapa yang memotong?.....................................................
d.
Alat transportasi ke tempat pemotongan?....................................................
Jenis kelamin sapi yang umum dipotong……………..
56