Seminar Nasional Peternakan don Veteriner ]999
STRATEGI PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI INDONESIA PADA MILENIUM KE TIGA : KEBIJAKSANAAN BIDANG KESEHATAN HEWAN SRI DADI WIRYOSUHANTO
Ketua Umuni PB PDHI
PENDAHULUAN Latar belakang Dalam 3 (tigi) dekade akhir abad 20 pembangunan peternakan telah berhasil mengantarkan masyarakat Indonesia swasembada dibidang produksi daging dan telur, namun dengan terjadinya krisis moneter pada 3 tahun tcrakhir abad 20 ternyata memberikan dampak negatif pada industri peternakan yang menggantungkan bahan baku impor sebaliknya telah mendorong industri peternakan yang berbasis pedesaan dan bahan baku lokal. Untuk menetapkan strategi ke depan yang tepat memasuki milenium ke tiga perlu dicermati kebijakan, strategi dan langkah-langkah yang telah dilakukan selama 3 dekade akhir abad 20 clan hasil-hasilnya . Apa yang akan dilakukan (strategi) ke depan tidak terlepas dari apa yang sudah dan sedang dilakukan masyarakat peternzlcan Indonesia dalam melaksanakan visi dan misinya . Makalah ini membatasi diri pada kebijaksanaan bidang kesehatan hewan yang berperan sangat menonjol dalam (1) penyediaan pangan yang sehat dan bergizi, (2) kesehatan masyarilcat clan lingkungan, dan (3) pembangunan pertanian dalam arti luas. Faktor-faktor eksternal (penganih global, regional, nasional) clan faktor-faktor internal (geografi, agro ecosystem, jenis ternak, tipologi usaha budidaya, dsb .) akin berpengaruli dalam penetapan strategi pembangunan biding kesehatan hewan pads milenium ketiga. Penerapan clan penlanfaatan teknologi tepat guna di bidang kesehatan hewan akan berperan penting dalam peningkatan pendapatan clan kesejallteraan masyarakat, peningkatan produksi pangan asal ternak, peningkatan investasi dan kesempatan berusaha tenitama dalam upaya (1) menekan angka kematian (mortahty) dan angki kesakitan (morbidity), (2) meningkatkan kelahiran (reproduksi), (3) menurunkan biaya produksi, clan (4) mengurangi resiko usalia dan (5) menghasilkan produk yang sehat untuk dikonsumsi (WIRYOSUHANTO, 1993) . Ruangfngkup Agar diperoleh kejelasan clan kesamaan persepsi dalam mencermati makalah ini, maka perlu batasan-batasan kata-kata kunci dalam makalah ini yaitu Strategi, Pembangunan Peternakan, Milenium Ketiga, Kebijaksanaan, Kesehatan Hewan. Strategi dapat diartikan sebagai segala usaha, tindakan clan kegiatan yang berhubungan dengan upaya untuk mencapai tujuan clan memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal dengan pengorbanan yang minimal, dapat dikerjakan dengan baik, tertib, teratur, rapi clan seksama sesuai dengan ketentuan, petunjuk, norma, sistem dan metoda yang diterapkan secara efektif clan efisien . 90
Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1999
Pembangunan Peternakan adalah pembangunan di bidang budidaya ternak, kesehatan hewan dan usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan (UU NO. 6, 1967) . Milenium ketiga adalah seribu tahun ketiga dari tahun 2000 sampai dengan tahun 3000, yang dimulai dengan abad pertama milenium ketiga yaitu abad 21 . Kebijaksanaan adalah ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah sehingga tercapai kelancaran dan kesempurnaan dalam mencapai tujuan tertentu (SISTEM ADMINISTRASI NEGARARI, 1990). Kebijaksanaan dapat berupa kebijaksanaan internal (yang mengikat aparatur pemerintah) dan kebijaksanaan eksternal (yang mengikat masyarakat) . Ada beberapa tingkatan kebijaksanaan yaitu (1) Kebijaksanaan Nasional (LJLJD, TAP NPR, UU), (2) Kebijaksanaan Umum (Peraturan Pemerintah/Keppres/Inpres), (3) Kebijaksanaan Pelaksanaan (Peraturan, Keputusan, Instniksi Menteri), dan (4) Kebijaksanaan Teknis (Peraturan, Keputusan, Instruksi, Surat Edaran Direktur Jenderal) . Dalam makalah ini akan lebih banyak disinggung tentang kebijaksanaan pelaksanaan (tingkat Menteri) dan kebijaksanaan teknis (tingkat Direktur Jenderal) . Kesehatan hewan dalam arti luas meliputi urusan kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan . Kesehatan hewan dalam arti sempit meliputi urusan penolakan, pencegahan, pemberantasan dan pengobatan penyakit hewan baik secara masal maupun individual . Kesehatan masyarakat veteriner meliputi urusan kesehatan bahan makanan asal hewan dan penyakit-penyakit hewan yang termasuk anthropozoonosis . Kesejahteraan hewan meliputi urusan pemeliharaan, perawatan, pengangkutan, pemakaian, pemotongan dan pembunulian hewan (UU No. 6, 1997) . Alur pikir Pembangunan kesehatan hewan merupakan bagian terpenting dalam pembangunan peternakan karena memegang peranan yang besar dalam upaya (1) peningkatan populasi dan produksi ternak, (2) pendapatan, kesejahteraan dan kesempatan kerja, (3) peluang _ekspor dan investasi, dan (4) menjamin kesehatan dan keamanan konsumen produk-produk peternakan. Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan kesehatan hewan adalah kondisi ideal pembangunan peternakan yaitu (1) ternak dan hewan yang sehat, (2) lingkungan budidaya ternak dan hewan yang sehat, dan (3) produk-produk peternakan yang sehat dan aman untuk konsumsi masyarakat dan ekspor . Kondisi yang ideal seperti itu merupakan syarat yank tidak boleh ditinggalkan (condition signe quanon) agar peternak dapat memperoleh hasil yang optimal dari usahanya sehingga pendapatan dan kesejaliteraannya meningkat karena hanya ternak yang sehat yang efisiensi penggunaan pakannya baik, resiko kesakitan (ntorbidity) dan kematiannya (mortality) kecil, dan kelahirannya normal sehingga biaya produksi dapat ditekan . Dengan kondisi ideal lingkungan budidaya yang bebas dari penyakit hewan menular (LISTA) memberi peluang untuk ekspor dan mendorong investasi . Sedang bagi konsumen, kondisi ideal tersebut akan memberikan jaminan dan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap 91
SeminarNasional Peternakon dan Veteriner 1999
keamanan mengkonsumsi produk-produk peternakan yang sehat dan bergizi yang berakibat meningkatnya permintaan produk-produk peternakan. Faktor-faktor eksternal (pengaruh global, regional dan nasional) serta faktor-faktor internal (ternak, agent penyakit, lingkungan budidaya, geografi, agroekosistem, dsb .) merupakan faktorfaktor penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun strategi dan kebijaksanaan pembangunan kesehatan hewan pada milenium ketiga . Masukan (input) akan sangat tergantung dari seberapa besar pengaruh faktor-faktor eksternal dan internal tersebut dalam proses pembangunan kesehatan hewan untuk mencapai sasaran kondisi ideal sebagaimana diuraikan dimuka. Keberhasilan pembangunan kesehatan hewan dapat diukur dari indikator-indikator keberhasilan untuk (1) menekan angka kesakitan (morbidity) dan kematian (mortality), (2) tiogkat pemotongan, (3) tiogkat kelahiran, (4) status kesehatan lingkungan budidaya, (5) status bebas penyakit hewan menular LISI A, dcn (6) tiogkat kesehatan (soundness), keamanan (safety), dan kemurnian (wholesomeness) produk-produk peternakan . Untuk mencapai sasaran kondisi ideal yang diharapkan, dalam menetapkan kebijaksanaan bidang kesehatan hewan perlu dicermati kondisi awal saat ini dan strategi, serta kebijaksanaan untuk mengubah kondisi awal ke kondisi yang ideal tersebut . GAMBARAN KONDISI AWAL Fakta dan data Kondisi peternakan dalam sebagai berikut :
3
dekade akhir mfenium kedua yaitu dari tahun
1969
s/d
1998
1 . Populcsi ternak a)
Sapi perch meningkat
b)
Scpi potong meningkat
c)
Kerbcu sedikit mengalami peningkatan yaitu dari
d)
Kudc mengalami penurunan dari
e)
Kambing mengalami kenaikan dari
f)
Domba mengalami peningkatan yang lebih baik dari kambing, yaitu dari juta ekor (hampir 3 kali lipat) .
3,0
g)
Bcbi mengalami peningkatan yang cukup besar dari
9,8 juta
h)
Ayam buras meningkat dari
i)
Ayam petelur mengalami kenaikan yang fantastik, yaitu dari 688 .000 ekor tahun menjadi 48 juta ekor bahkan sebelum krismon pernah mencapai 78,7 juta (l996) .
1969
J)
Populasi ayam broiler meningkat dari 3l,0 juta ekor tahun 1983 menjadi 540 juta. tahun dan bahkan pernah mencapai 755 juta ekor pada tahun 1996 (sebelum krismon).
1995
k)
Populcsi itik juga meningkat tajam dari 2 jutc ekor
92
kali lipat dari
7
2
52 .000
kcli lipat dari
6,4 jutc
642 .000
(1969)
ekor
2,9 jutc
2,8
343 .497
menjadi
menjadi
581 .000
ekor menjadi
ekor menjadi
menjadi
(1969)
ekor menjadi
7,5 jutc
61,7 juta.
ekor
12,2 juta
ekor (l998) .
jutc ekor.
3
ekor (dua kali lipat).
jutc ekor menjadi
(1969)
(l998) .
ekor.
14,8 juta
267,8 juta
ekor
ekor
menjadi
(4
jutc menjadi
7,6
ekor.
kcli lipat).
30 jutc
ekor tahun
1998 .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
2 . Produksi daging, telur, clan susu a) b) c)
Produksi daging meningkat cukup tinggi dari 309.300 ton (1969) menjadi 1.472.300 ton tahun 1998 clan sebelum krismon pernah mencapai 1,6 juta ton (1996) . Produksi telur meningkat lebih tinggi dari pada daging yaitu dari 57.700 ton (1969) menjadi 599 .900 ton (1998) clan sebelum krismon (1996) mencapai 779 .800 ton.
Produksi susu meningkat sangat cepat yaitu darn 28.900 ton (1969) menjadi 405 .600 ton (1998) clan sebelum krismon (1996) mencapai 441.200 ton .
3 . Produktivitas ternak
Produktivitas ternak yang diukur dari produksi (kg) per populasi ternak (ekor) pada tahun yang sama menunjukkan peningkatan dalam 3 dekade terakhir dari 1969 s/d 1998. a) b) c) d) e) t) g)
Produktivitas sapi perah naik dari 556 kg susu/ekor/th Menjadi 1 .182 kg/ekor/th . Produktivitas sapi potong naik dari 25,6 kg/ekor/th menjadi 28,8 kg/ekor/th . Produktivitas kambing naik daari 1,6 kg/ekor/th menjadi 4,6 kg/ekor/th . Produktivitas domba naik dari 3,2 kg/ekor/th menjadi 4,9 kg/ekor/th . Produktivitas babi naik dari 11,9 kg/ekor/th menjadi 15,8 kg/ekor/th .
Produktivitas ayam buras naik dari 0,6 kg telur/ekor/th menjadi 1,2 kg telur/ekor/th . Produktivitas itik naik dari 3,1 kg telur/ekor/th menjadi 5,2 kg telur/ekor/th .
h)
Produktivitas ayam petelur dan broiler tetap. Masing-masing 6,5 kg telur/ckor/th clan 0,8 kg telur/ekor/th .
i)
Produktivitas ternak yang tetap adalah kerbau yaitu 16,5 kg daging/ekor/th .
4. Konsumsi per kapita, daging, telur, dan susu Konsumsi per kapita daging, telur dan susu dalam 3 dekade terakhir milenium kedua meningkat masing-masing untuk : a)
Daging dari 2,74 kg/kapita/th (1969) menjadi 7,34 kg/kapita/th (1998), sebelum krismon 8,41 kg/kapita/th (1996) .
b)
Telur dari 0,23 kg/kapita/th (1969) menjadi 2,6 kg/kapita/th (1998) clan sebelum krismon (1996) 3,49 kg/kapita/th .
c)
Susu dari 1,46 kg/kapita/th (1969) menjadi 5,1 kg/kapita/th (1998) clan sebelum krismon 6,99 kg/kapita/th (1995).
5. Konsumsi produksi hewani asal ternak Dalam dekade terakhir abad 20, konsumsi produksi hewani per kapita/hari naik dai 1,4 gram/kapita/hari (1969) menjadi 3,62 gram/kapita/hari (1998) dan pernah mencapai 4,31 gram/kapita/hari tahun 1996 (sebelum krismon).
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1999
6. Sumbangan peternakan pada PDB Pada tahun 1969 sumbangan peternakan terhadap PDB Nasional 2,5% dan terhadap PDB Pertanian 6% atas harga konstan dan pada tahun 1997 turun menjadi 1,7% terhadap PDB Nasional tetapi naik menjadi 14,79% terhadap PDB Pertanian . Sedangkan sumbangan sektor pertanian terhadap PDB Nasional turun dari 42,3% tahun 1996 menjadi 14,79% tahun 1997. Dari data ini menunjukkan bahwa subsektor peternakan dapat menjadi sumber pertambahan baru sektor pertanian, tetapi menurunnya sumbangan subsektor peternakan terhadap PDB Nasional membuktikan bahwa pertumbuhannya masih dibelakang sektor industri . Kondisi awal kesehatan hewan 1 . Status kesehatan hewan Status atau derajat kesehatan hewan dapat diukur dari tingkat kelahiran (reproduksi), tingkat kematian (mortality rate), tingkat pertambahan alami (natural increase) dan tingkat kesakitan (morbidity) . Data semacam ini sulit diperoleh, kecuali melalui sample survey seperti yang dilakukan Biro Pusat Statistik atau studi kasus. Dari beberapa data yang layak dipercaya dari tahun 1976 s/ 1983 misalnya : a)
Sapl perah yang paling buruk status kesehatan ternaknya, tingkat kelahiran menurun dari 28,6% (1976) menjadi 22,8%, tingkat kematian naik dari 1,6% menjadi 4,0%, sehingga pertambahan alaminya turun dari 27% menjadi 18,6%.
b)
Status kesehatan sapi potong lebih baik, tingkat kelahirannya naik dari 15,0% (1978) menjadi 22,8% (1983), tingkat kematiannya naik dari 1,6% menjadi 4,0%, pertambahan alaminya naik dari 13,4% menjadi 18,9% per tahun .
c)
Status kesehatan kambing/domba juga buruk, tingkat kelahirannya menurun dari 53,0% (1976) menjadi 42,7% (1983), tingkat kematiannya naik dari 4,68% menjadi 9,25% dan pertambahan alaminya turun dari 48,3% menjadi 33,4% per tahun.
d)
Status kesehatan babi cukup bagus, tingkat kelahirannya meningkat dari 62,9% (1976) menjadi 83,2% (1983), tingkat kematiannya naik dari 2,9% menjadi 17,13% sedang pertambahan alaminya naik dari 60% (1976) menjadi 66,0% tahun 1983 .
e)
Status kesehatan kerbau relatif bagus, tingkat kelahirannya meningkat dari 12,3% (1976) menjadi 17,67% (1983), tingkat kematiannya naik dari 2,2% menjadi 4,5%, pertambahan alaminya naik dari 10,1% menjadi 13,2% per tahun .
2. Status kesehatan lingkungan budidaya Derajat atau status kesehatan lingkungan dapat diukur dari status bebas kasus (case free) atau status bebas agent penyakit menular (agent free status), status higiene dan sanitasi lingkungan. a)
Status bebas penyakit (agent free) a.l. penyakit mulut dan kuku (PMK), rinder pest, pleuropneumoonia .
b)
Status bebas kasus (case free) untuk penyakit brucellosis di dua propinsi, rabies di 6 propinsi dan beberapa pulau bebas SE (Madura, Lombok) .
94
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1999
c)
Status sanitasi dan higiene lingkungan .
d)
Pencemaran salmonella pada telur itik dan ayam buras, kerusakan air susu yang masih tinggi, cepat membusuknya daging/karkas, sering terjadinya penyakit gastrointestinal menunjukkan status sanitasi dan higiene lingkungan budidaya yang masih rendah.
e)
Status penyakit yang masih mewabah
f)
Ada beberapa penyakit hewan yang masih sering mewabah diantaranya Anthrax, S.E, Rabies, Brucellosis, Diare ganas, ND, Gumboro, dsb .
3. Status kesehatan bahan pangan asal ternak Status atau derajat kesehatan bahan pangan asal ternak dapat diukur dari kesehatan daging, telur dan susu. Dari kandungan bakteri (Total Plate Count), residu antibiotik/pestisida/obat sulfa/clopidal, banyak sedikitnya daging karkas yang di reject, kandungan hormon, logam berat, dsb . Sampai saat ini belum ada kelulian dari masyarakat, namun dari beberapa hasil surveillance residu dan cemaran pada daging, telur dan susu menunjukkan untuk beberapa produk ternak melampaui ambang batas (Maximum Residune Level) . Hal ini berarti bahwa kondisi awal status kesehatan bahan pangan asal ternak masih belum sepenuhnya aman (safe) dan sehat (sound) . Kondisi awal sarana dan prasarana kesehatan hewan 1 . Sarana pelayanan kesehatan heNvan Pemeliharaan dan perawatan kesehatan hewan dan ternak sangat penting artinya untuk menciptakan kondisi ideal status kesehatan ternak untuk dapat berproduksi optimal . Sarana pelayanan kesehatan hewan yang berupa Pos Kesehatan Hewan (Poskeswan) sejak diperkenalkan talum 1978 sampai saat ini telah berkembang menjadi 400 buah (1998) yang berlokasi di 198 Kabupaten . Jumlali dokter hewan Poskeswan saat ini 229 orang dan para vet-nya 367 orang. 2. Sarana pengamanan lingkungan budidaya Kondisi awal saat ini mengenai jumlah sarana pendukung dalam mengamankan lingkungan budidaya serta wilayah Indonesia dari mewabahnya atau masuknya penyakit hewan exotic adalah Balai Penyidikan Penyakit Hewan (BPPH), Laboratorium Kesehatan Hewan type B dan C serta Karantina Hewan. Jumlah BPPH sejak tahun 1978 7 buah, Laboratorium B 24 buah, Laboratorium C 43 buah. Jumlah karantina hewan terdiri dari 5 satuan kerja balai, 12 satuan kerja stasiun dan 10 satuan kega pos . 3. Samna pengamanan produk-produk peternakan Sarana pendukung untuk mengamankan produk-produk peternakan terdiri dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Rumali Tempat Pemotongan Ayam (RPA/TPA), Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BPMSOH), Loka Pengujian Mutu Produk Peternakan dan Loka Pengujian Mutu Pakan.
95
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
Sarana-sarana ini penting karena pemerintah harus menjamin keamanan (safety), kesehatan ,soundness), dan kemurnian (wholesomeness) produk-produk peternakan . Pengawasannya dimulai sejak produksi (budidaya), pengolahan dan penanganan produk sampai ke konsumen atau lebih dikenal dengan From Farm To Table Concept. Kondisi awal RPH dan RPA tahun 1997 sebagai berikut : a) RPH Sapi Potong, 2 type A, 14 type B dan 762 type C dan D. b) RPH Babi, 1 buah type A, 4 buah type B dan 163 buah type C/D . c) RPH Ayam, 3 buah type A dan 3 buah type B serta ribuan tempat pemotongan ayam (TPA). Petugas yang bekerja dibidang ini sebanyak 1028 orang terdiri dari 61 orang Dokter Hewan dan 967 orang pemeriksa kesehatan daging (PKD) . TANTANGAN DAN PELUANG Lingkungan strategis global Anis globalisasi memberi dampak positif terhadap pengalokasian dan penggunaan sumber daya sehingga terjadi keseimbangan antara penghematan dan efisiensi disektor produksi dan investasi . Dengan globalisasi berarti memberi peluang yang sama bagi setiap negara untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan produk-produk sejenis dari negara lain di dunia . a)
Tahun 2003 saat diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN (AFTA).
b)
Tahun 2010 saat diberlakukannya perdagangan bebas untuk negara maju dan 2020 untuk negara berkembang .
Dengan diberlakukannya perdagangan bebas maka proteksi terhadap semua sektor dihapuskan a .l. proteksi melalui subsidi (kecuali unhik penelitian dan penyululian), subsidi export, non tariff barier, dsb . Proteksi hanya dibolelikan dengan sistem tarif (tarification) yang juga diatur hanya boleh maksimum 5%. Dibidang kesehatan hewan, arus globalisasi menipakan titik raivan tenitama masuknya penyakit hewan exotik melalui lalu lintas orang, barang, bahan pakan dan bahan pangan asal ternak. Persetujuan yang meriyangkut hak setiap negara untuk melindungi kesehatan manusia, hewan, tanaman dan lingkungan dari ancaman masuknya penyakit ternak merupakan troeef Card bagi setiap negara untuk melindungi diri . Hal ini menjadi tantangan sendiri karena oleh banyak negara, khususnya negara maju, persetujuan SPS ini digunakan sebagai barier teknis untuk menghambat impor balian pangan asal ternak dari negara lain . Balai Penyelidikan Penyakit Hewan, Laboratorium Kesehatan Hewan, Loka Pengujian Mutu Produk Peternakan, Loka Pengujian Mutu Pakan dan Karantina Hewan merupakan sarana dan
96
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
prasarana yang sangat penting dalam menghadapi tantangan ini . Di lain pihak berupa peluang bagi profesi dokter hewan serta pengembangan kelembagaan-kelembagaan tersebut di atas. Lingkungan strategi nasional 1. Pertambahan penduduk Indonesia mempunyai jumlah penduduk nomor 4 di dunia setelah Cina, India, Amerika Serikat yang pertambahannya dibilang cepat. Pada tahun 1961 jumlah penduduk Indonesia baru 97 juta jiwa, dua puluh tahun berikutnya bertambah 70 juta menjadi 164 juta jiwa tahun 1985, dan dalam 20 tahun berikutnya tahun 2005 tambah 60jutajiwa menjadi 223 juta jiwa (Aris Anantan: 74) . Bisa dibayangkan bila pertambahan penduduk Indonesia tetap 3 juta jiwa per tahun maka akhir milenium ketiga, jumlah penduduk Indonesia lebih dari 3 milyar atau separuh dari jumlah penduduk dunia saat ini . Hal ini berarti menjadi tantangan sekaligus peluang pasar untuk produk-produk peternakan. Dengan tingkat konsumsi per kapita per tahun sama dengan kondisi awal (1998), maka tiap tahun diperlukan tambahan produksi daging 22.020 ton, 9.900 ton telur dan 15.300 ton susu. Tantangan dan peluang utama memasuki milenium ketiga adalah penyediaan pangan asal ternak yang sangat besar magnitudenya, karena penduduk Indonesia yang besar jumlahnya. Pangan bergizi seperti protein hewan sangat penting dalam upaya meningkatkan kecerdasan bangsa dan peningkatan kualitas sumber daya manusia . Apabila terjadi kekurangan akan menghasilkan sumber daya manusia yang kurang gizi clan menjadi beban negara. 2 . Transformasi struktural Dalam 20 tahun terakhir telah terjadi transformasi struktural yang cepat . Peranan sektor pertanian menunin dari 53,9% menjadi 35,1% (1991) dan tahun 1993 tinggal 17,2 clan saat ini (1998) tinggal 16%. Di lain pihak tunmnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian tidak secepat turunnya PDB pertanian, yaitu pada tahun 1971 tenaga sektor pertanian 73,6% dan dua puluh tahun kemudian baru menjadi 55,3% dan saat ini masih 51%. Hal ini berarti merupakan tantangan tersendiri untuk menciptakan lapangan kerja on farm, maupun offfann di pedesaan . Sebaliknya akan menjadi peluang tumbuh berkembangnya agribisnis di pedesaan . 3. Pengaruh geografi Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga harus memikul biaya komunikasi dan transfortasi yang malial . Di bidang kesehatan pengaruh geografi itu dikaitkan dengan arus globalisasi merupakan ancaman terhadap status kesehatan hewan di Indonesia . Seorang ekonom menyebut Indonesia sebagai negara yang disebut born asfree trader karena amat sulit mencegah penyelundupan ke dalam negara kepulauan yang detnikian luasnya. .
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1999
STRATEGI DAN KEBIJAKSANAAN NASIONAL Kebijaksanaan nasional Kebijaksanaan Nasional dibidang peternakan dan kesehatan hewan dimuat dalam UU No.6 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan atau Kehewanan . Menghadapi milenium ke tiga kebijaksanaan nasional ini perlu diubah dan disesuaikan dengan perkembangan global terutama yang berkaitan dengan kesepakatan-kesepakatan dalam kebijaksanaan perdagangan dan investasi serta persetujuan mengenai Sanitary and Phytosanitary Measures. Contoh : 1) Dikotomi antara peternakan clan perusahaan peternakan (pasal 10 clan 11). 2) Diskriminasi dalam usaha dan investasi dalam mendirikan perusahaan peternakan (pasal 11). 3)
Campur tangan pemerintah dalam perdagangan ternak clan bahan-bahan yang berasal dari tentak (pasal 16).
Kebijaksanaan umum Kebijaksanaan umum dibidang peternakan dan kesehatan hewan dimuat dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Instruksi Presiden . Menghadapi milenium ketiga, perubahan clan penyesuaian PP, Keppres clan Inpres merupakan kebijaksanaan yang strategis karena ada beberapa hal yang bertentangan dengan GATT, SPS dan kepentingan kesejahteraan hewan . Contoh : 1)
Keppres Nomor 29 tahun 1990 tentang Budidaya Ayam Ras yang mendorong terjadinya konglomerat clan monopoli, harus dicabut .
2)
Inpres pembibitan yang dilaksanakan melalui anggaran belanja negara membebani masyarakat pembayar pajak dan menambah hutang War negeri, hanis diganti dengan mekanisme perbankan dengan subsidi bunga misainya.
3)
Kesejahteraan hewan (anintal welfare) perlu diatur dengan peraturan pemerintalt (pasal 22 UU NO. 6 Tahun 1967) yang menyangkut perlakuan manusia terhadap ternak yang meliputi, tempat, kandang, pemeliharaan, perawatan, pengangkutan, penggunaan, cara memotong hewan, cara membunuh (euthanasia) clan perlakuan-perlakuan lainnya, sampai sekarang belum ada aturannya .
Kebijaksanaan pelaksanaan (operasional) Kebijaksanaan pelaksanaan pembangunan peternakan clan kesehatan hewan dimuat dalam Repelita Nasional (Bappenas) dan Repelita Pertanian (Mentan), Keputusan Rapat Pimpinan, Rapat Kerja dan Keputusan lainnya . Menghadapi milenium ke tiga perlu penyesuaian terutama dengan adanya perubahan ketatanegaraan dan paradigma baru yang sampai saat ini masih berproses . Penyesuaian kebijaksanaan pelaksanaan sangat drastis perubahannya sehubungan dengan terbitnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi clan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
98
SeminarNasional Peternakan dan Yeteriner 1999
dan Daerah Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 seluruh urusan pertanian diserahkan kepada Daerah Tingkat 11. Urusan pertanian ditingkat propinsi hanya mengangkat masalah pencegahan dan pengendalian penyakit tanaman, hewan dan ikan. Urusan pertanian ditingkat Nasional hanya karantina, surveilans dan penyidikan penyakit hewan dengan eksterualitas . Kebijaksanaan teknis Kebijaksanaan Teknis dimuat dalam Repelita Peternakan, Keputusan-keputusan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan.
Keputusan Rapat Kerja,
Kebijaksanaan Teknis inipun harus disesuaikan atau bahkan semuanya dicabut kecuali yang berhubungan dengan luar negeri (impor, ekspor), kerjasama teknis luar negeri (harmonisasi, transparansi, equivalensi), keamanan (perlindungan produsen dan konsumen berdasarkan SPS agreement). Strategi nasional Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas maka menghadapi milenium ketiga perlu ditetapkan strategi nasional yang meliputi : 1)
Deregulasi atau pentbahan/penyesuaian kebijaksanaan yang mengangkat perdagangan dan investasi .
2)
Debirokratisasi atau perubalian perilaku pemerintah dari perilaku penguasa (power state, sistem kontando, top down approach) menjadi berperilaku memerintah dengan baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (good government).
3) Descntralisasi atau pemberian kewenangan yang lebih besar kepada Daerah Otonom (TK 1) untuk mengatur sendiri, melaksanakan sendiri, membiayai sendiri dan kepolisian sendiri . 4)
Privatisasai dan swastanisasi yaitu pembatasan campur tangan pemerintah hanya pada public good saja sedangkan yang bersifat private good diserahkan kepada sivasta .
Strategi operasional Strategi operasional (yang perlu disusun menghadapi milenium ketiga) adalah : 1) 2)
Strategi pemberdayaan ekonomi kerakyatan yaitu pembangunan ekonomi yang berorientasi pasar dan berbasis pada kelompok usaha kecil dan menengah dipedesaan. Strategi pemberdayaan aparatur yaitu pembangunan infrastniktur dan peningkatan mutu pelayanan yang berorientasi pada klien (pelanggan) bukan berorientasi pada kekuasaan (power) . KEBIJAKSANAAN TEKNIS KESEHATAN HEWAN
Campur tangan pemerintah di bidang kesehatan hewan UMALI et al . (1992) mendifinisikan 11 (sebelas) jenis pelayanan kesehatan hewan dan diklasifikasikan berdasarkan ciri-cirinya menjadi pelayanan yang optimal bila dilakukan oleh pemerintah atau swasta .
Kesebelas jenis pelayanan kesehatan hewan dan klasifikasinya disajikan pada Tabel 1 .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
Tabel 1.
Klasifikasi pelayanan kesehatan hewan menttntt sektor pelayanan yang tepat
Pelayanan Kesehatan Hewan
Pelayanan yang optimal Pemerintah
Pelayanan pemeriksaan klinik
Swasta
Tidak
Pelayanan diagnosa penyakit
Ya
Tidak
Produksi obat dan vaksin
Ya
Tidak
Distribusi obat dan vaksin
Ya
Tidak
Pengendalian penyakit hewan menular dengan ekstemalitas Penelitian veteriner
Ya
Ya
Ya
Ya
Penyuhthan
Tidak-
Ya
Stirveilatts dan Pevyidikan Penyakit
Tidak-
Ya
Karantina hewan
Tidak-
Ya
Pengawasan tnutu obat
Tidak-
Ya
Higiene makanan/pemeriksaan daging dan susu
Tidak
Ya
Tidak-
Ciri-ciri pelayanan pemerintah (public good) adalah pelayanan yang memberikan manfaat bagi semtta orang seperti penelitian, penyuluhan, surveilans dan penyidikan penyakit, karantina hewan, pengawasan mutu obat, higiene dan pemeriksaan makanan (daging, susu) dan pengendalian penyakit inenular . Sedang ciri-ciri pelayanan swasta adalah hanya memberikan manfaat bagi orang yang mendapat pelayanan seperti pelayanan jasa klinik, diagnosa laboratorium, produksi dan distribusi obat dan vaksin . Gambaran di Indonesia berdasarkan informasi yang ada disajikan dalatu Tabel 2. Tabel 2.
Pelayanan kesehatan hewan di hidonesia oleh pemerintah dan swasta
Jenis Pelayanan Pelayanan klinik
Pelayanan diagnosa penyakit Produksi vaksin dan obat
Distribusi vaksin dan obat
Pengendalian penyakit hewan menular dengan ekstenialitas Penelitian veteriner Penyttluhan
Surveilans dan Pevyidikan Penyakit Hewan
Karantina hewan
Pengawasan mutu obat
Higiene dan pemeriksaan daging/susu 100
Pelayanan oleh Pemerintah
Swasta
Ya*
Ya
Ya*
Ya
Ya* Ya*
Ya Ya
Instansi Pemerintah *Poskeswati *Lab B/C
*PUSVETMA *Divas
Ya*
Tidak
Ya*
Tidak
*Balitvet
Ya*
Ya
Tidak
*Divas
Ya*
Tidak
*PUSKARA
Ya*
Ya* Ya*
Tidak Tidak
*BPPH
*BPMSOH
*Dinas/RPH
SeminarNasionalPeternakan don Veteriner 1999
Memasuki milenium ketiga, peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan hewan harus dikurangi . Pelayanan oleh pemerintah hanya difokuskan pada jenis pelayanan yang berupa public goodyaitu yang memberi manfaat bagi masyarakat (penelitian, penyuluhan, surveilans, karantina), pelayanan yang berkaitan dengan moral hazard seperti pengamanan mutu obat, higiene dan pemeriksaan makanan (daging, susu), yang memiliki ekternalitis seperti pengendalian penyakit menular, dan yang belum mampu dibayar petani karena pendapatannya rendah seperti pelayanan klinik (Poskeswan) dan diagnosa penyakit (lab. Type B dan C). Kebijaksanaan tcknis kesehatan hewan 1 . Meningkatkan mutu pelayanan klinik melalui : a)
Revitalisasi dan privatisasi Poskeswan
b)
Standarisasi dan akreditasi pelayanan klinik
c)
Pemberian kewenangan kepada profesi untuk self regulation, tenitama pelayanan klinik untuk hewan kecil
d)
Pendidikan yang berkelanjutan
2 . Meningkatkan upaya pengendalian penyakit hewan menular yang mempunyai ekternalities : a)
Pemberantasan penyakit Rabies, Brucellous, Hog Cholera
b)
Revitalisasi Lab. Diagnostik Type B, C, BPPH, PUSKARA, BALITVET, Penyululian
c)
Meningkatkan partisipasi masyarakat peternzk melalui kelompok petani
3. Meningkatkan upaya mengamankan wilayah kepulauan Indonesia dari ancaman masuknya penyakit hewan eksotik, melalui : a)
Kerjasama luar negeri
b)
Revitalisasi PUSKARA, BALITVET, BPPH
c)
Pendidikan berkelanjutan, klutsusnya dalani perkarantinaan
4. Meningkatkan upaya pengamanan hasil peternakan melalui : a)
Revitalisasi Laboratorium Pengujian Mutu Pakan, Hasil Ternak dan Obat-obatan
b)
Law Enforcement dibidang higiene; sanitasi dan pemeriksaan daging dan susu
c)
Modernisasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Rumah Pemotongan Ayam (TPA)
5. Meningkatkan kegiatan penelitian veteriner untuk menemukan obat, vaksin, antigen, dan caracara diagnosa dan pengendalian penyakit hewan yang efektif dan murah 6. Meningkatkan mutu pendidikan dokter hewan dan para medik 7. Mengikut sertakan masyarakat dalam pelayanan kesehatan hewan melalui : a)
Peningkatan pelayanan kesehatan hewan oleh kelompok kepada anggotanya (member organisation participation)
b)
Peningkatan mutu pelayanan oleh dokter hewan praktek pribadi yang bukan anggota kelompok (non member organisation)
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
Kondisi ideal pelayanan keschatan Kondisi Ideal Pelayanan Kesehatan Hewan dimasa mendatang perlu melibatkan masyarakat yang memerlukan pelayanan, baik dalam bentuk kelompok dan di War kelompok Gambaran pelayanan kesehatan hewan yang optimal disajikan pada Tabel 3 . Tabel 3.
Pelayanan keschatan hewan yang optimal Pemerintah
Jenis Pelayanan
Swasta
XXXXXXXX XXXXXXX XXXXXXX XXXXXXX XXXXXXX XXXXXXX XXXXXXX XXXXXXX XXXXXXX XXXXXXX
Pelayanan klinik Pelayanan diagnosa Distribusi vaksin dan obat Pengendalian penyakit hewan Karantina Penelitian Penyuluhan Surveilans, Penyidikan Penyakit Pengawasan Mutu Obat Pemeriksaanlliigiene makanan asal ternak
MO XXXXX
NMO XXX
XXXXX XXXXX
XXX XXX
. . . . . . . . . .. XXXXX
KESIMPULAN Untuk metnpersiapkan kondisi yang kondusif untuk pembangunan peternakan clan kesehatan hewan dalam milenium ketiga perlu kerja besar atau "Maha Karya" yaitu keberanian untuk mengubah dan meluniskan kebijaksanaan nasional yang dimuat dalam UU No.G Tahun 67, kebijaksanaan unnim yang dimuat dalam PP, Kcppres, Inpres, Kebijaksanaan operasional dalam Repelita Nasional clan Repelita DepTan, kebijaksanaan teknis yang diterbitkan setingkat Direktorat Jenderal. Untuk menciptakan kondisi yang ideal pembangunan peternakan perlu diupayakan agar ternak sehat, lingkungan budidaya bebas dari penyakit menular dan sehat, dan produk-produk yang sehat clan aman untuk dikonsumsikan atau di ekspor. Kebijaksanaan Teknis yang perlu dilakukan untuk mencapai kondisi ideal tersebut adalah peningkatan mutu pelayanan klinik, peningkatan upaya pengamanan lingkungan budidaya, peningkatan upaya pengamanan produk peternakan, peningkatan kegiatan penelitian veteriner, pendidikan dokter hewan dan para medik veteriner, keikut sertaan partisipasi masyarakat. DAFTAR PUSTAKA ANoNimovs . 1998 . Buku Statistik Petentakan .
Direktorat Jenderal Petemakan, Departemen Pertanian .
ANoNimous . 1994 . Kanius Istilah Kesehatan Hewan dan Petemakan.
BPPH PDHI Cabang DIY .
ANoNimous. 1990 . Sistent Administrasi Negara Republik Indonesia . Law.
SeminarNasional Peternakan dan Yeteriner 1999
ANONIMOUS . 1996 . UU Nomor 6 Tahun 67 dimuat pada Kumpulan Peraturan Perundangan di Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. MuTHALIP, A.
1997 . Sistem kesehatan Hewan nasional Pembangunan Peternakan dalam Era hldustrialisasi .
HARDJONO . 1997. Sistem Kesehatan Hewan Nasional Peternakan dalam Era Industrialisasi.
dari
aspek pelayanan kesehatan. Perspektif
dari Aspek Karantina. Perspektif Pembangunan
HOLDEN S.J, S. A. and P.B .S . BAZELY . 1995 . hnproving the Delivery of Animal Health Services In Developing Countries, ODA, May 1995 . HOLDEN, S., PETER BAZELY, and STEvE ASHLEY . 1995 . The Case of Veterinary Services . ODA Natural Resource Advisers' Conference, - 13 July 1995 . UMAm D.L, FEDER G, and DE HAAN G. 1992 . The Balance Between Public and Private Sector Activities in the Delivery of Livestock Services. Word Basil: Discussion Paper, Washington D.C . WIRYOSUHANTO, S., D. 1997 .Sistem Kesehatan Hewan Nasional Dalam Era Kebijaksanaan Unuun dan Operasional, Pola dan Model Pengembangan, Perspektif Pembangunan Peternakan dan Era hldustrialisasi. WIRYOSUHANTO, S., D. 1993 . Sistem Kesehatan Hewan Nasional Dalam Era Tinggal Landas, Rekonteknas DitjenNak, Cisarua. WIRYOSUHANTO, S., Mataram.
D.
1994 . Sistem hifonnasi Kesehatan Hewan Nasional Rekonteknas DitjenNak,