Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN BIDANG PENELITIAN ERWIN SOETIRTO
Direktorat Jenderal Peternakan, Jalan Harsono R.M. No. 3, Jakarta
PENDAHULUAN Pembangunan peternakan selama PJP 1, khususnya selama Pelita VI telsh menunjukkan hasil-hasil yang cukup nyata dalam pembangunan nasional khususnya sektor pertanian. Sumbangan nyata subsektor peternakan dalam pembangunan nasional akan terkait dengan aspek aspek penyediaan pangan yang berkualitas, penyerapan tenaga kerja, pengentasan kemiskinan, penyediaan bahan baku untuk industri pangan dan non pangan serta membantu kelestarian lingkungan hidup . Dalam aspek penyediaan pangan, selama Pelita VI (1993 - 1997) produksi daging meningkat 1492,9 ribu ton menjadi 1749,0 ribu ton, atsu meningkat 5,47 % per tahun. Produksi telur dari meningkat dari 688,6 ribu ton menjadi 818,0 ribu ton, atau meningkat 5,91% per tahun. Juga produksi susu meningkat dari 426,7 ribu ton menjadi 446,5 ribu ton, atsu meningkat 1,52% per tahun . Dengan tingkat pencapaian produksi tersebut, maka tingkat konsumsi masyarakat akan protein hewani asal ternak per kapita per hari meningkat dari 3,96 gram menjadi 4,55 gram (meningkat 4,75% per tahun) . Tingkat konsumsi tersebut setara dengan 8,90 kg daging/tahun/kapita ; 3,63 kg telur/tahun/kapita clan susu 6,24 kg/talum/kapita . Tingkat pencapaian konsumsi ini apabila dibandingkan dengan standar norma gizi menurut Widyakarya Paugan clan Gizi tahun 1988 sebesar 4,5 gram/kapita/hari berarti telah mencapai 94,50%. Namun dibandingkan anjuran Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1993 sebesar 6 grsm/hari/kapita, maka tingkat pencapaian baru mencapai 70,87 % . Dalam aspek penyerapan tenaga kerja, tampak bahwa selama Pelita VI telsh terjadi penyerapan tenaga kerja sub-sektor peternakan sebanyak 1,5 juts orang (perhitungan berdasarkan perhitungan bahwa 1 orsng tenaga kerja membutuhkan investasi sebesar 3,4 juts rupiah) . Namun demikian, walaupun tingkat penyerapan tenaga kerja melebihi dari target yang ditetapkan sebesar 456 ribu orang selama 5 tslum Pelita V1, tingkat produktifitas tenaga kerja sub-sektor peternakan relatif masih rendah dibandingkan dengan sektor industri . Dalam aspek pengentasan kemiskinan, sub-sektor peternakan berperan sangat penting. Berdasarkan data yang diperoleh selama ini menunjukan bahwa dari Proyek Inpres Desa Tertinggal (IDT), pemilihan komoditinya sebagian besar adalah ternak yaitu sebesar 60-70%. Dalam hal penyedian bahan baku untuk industri pangan dan non sub-sektor peternakan berperan untuk menyediakan bahan baku untuk industri-industri seperti kulit, sepatu, obat-obatan dan lain sebagainya. Dalam membantu kelestarian lingkungan hidup, sub-sektor peternakan dapat menjadi salah satu mata rantai dalam siklus daur ulang . Pupuk kandang rata-rata mengandung nitrogen, phosplkat dan kalium . Selain itu pupuk kandang kaya akan bahan organik yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan reklamasi lahan asam. 15
Seminar Nasional Peternakan Jun beteriner 1997
Keberhasilan daripada peningkatan peran dan misi pembangunan peternakan tersebut salah satunya adalah sumbangan dari hasil-hasil penelitian yang diltasilkan olch lembaga-lembaga penelitian dalant bentuk pakel-pakct teknologi yang diadopsi oleh para peternak . Visi pembangunan peternakan dimasa mendatang (PJP 11) adalah mcwttjudkan peternakan yang maju, efisicn dan tangguh, kompetitif, mandiri dan berkelanjutan yang sekaligus mampu ntentberdayakan ckonomi rakyat kltusus di pcdesaan . Olch karena itu pembangunan peternakan diaraltkan agar mampu bersaing di pasar internasional, memantapkan ketahanan pangan nasional, meningkatkan citra peternakan yang akhirnya ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dan kescjaliteraan pctani pe (ernak scrta masyarakat pada unumtnya . Unluk ntcNvujudkan visi tersebut, peranan lembaga penelitian menjadi sangat pcnting dalam arti pcranannya untuk menlransformasikan dari sistcm tisalia tani tradisional kc sisicnt usaha tani yang bcrciri industri . KINERJA PEMBANGUNAN PETERNAKAN PELITA VI DAN PERSPEKTIF REPELITA VII 1,
Evaluasi pelaksanaan pembangunan peternakan 3 tahun Pelita VI
(1) PDB (Produk Domestik Bruto) Selama 3 tahun terakhir PDB Sub Sektor Peternakan lumbult 4,81%). Bila dibandingkan dengan pertumbuhan sasaran PDB sebesar 6,4% maka pertuntbultan PDB Sub Sektor Petcrnakan masih belunt tercapai .
(2) Investasi Investasi pada tahun ke 3 Pclita VI baik secara absolut maupun pert umbuhan telah melampaui sasaran . Walaupun pada talitin I Pelita VI ntasilt mencapai 85%0 . Nanum demikian investasi yang ada masih berkonsentrasi pada segmcn pra produksi dengan jenis komoditas peninggasan .
(3) Petryerapan tenaga kerja Sampai pada talitin ke 3 Pclita VI tenaga kerja terserap sebanyak 1 .008 ribil orang. Apabila dibandingkan dengan target penyerapan tenaga kerja Pelita VI sebesar 456 ribu maka telah tercapai 221%. Nanuut demikian tingkat produktifitasnya masih 5 kali di bawah scktor industri .
(4) Populasi ternak Pcrtumbuhan populasi ternak secara rata-rata dalam animal unit meningkat 6,9% liap talum. Sehingga talitin ke-3 Pelita VI telah mencapai 39,5 juta satuan tentak bila dibandingkan dengan target Pelita VI maka pada talitin kc-3 Pelita VI maka populasi di alas target adalah ternak sapi perah (101,5"o), kambing (108,8), domba (114,8°/)), Ayam buras (102,9°/,), Ayant ras petelur (112,0%~) dan itik (111,3%); Ternak yang beluni dapat memcmilu target perlambultannya adalah ternak sapi potong dan babi . Untuk sapi potong disebabkan olelt karena pentotongan yang semakin neningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat dan kelahiran yang belunt ntcntenulu target yang ditentukan . Kltusus untuk ternak babi tidak tercapainya target oleh karena munculnya wabalt pada tahun 1995 .
SeminarNasional Peternakan dan Meteriner 1997
(5) Produksi Produksi ternak yang berupa daging, telur dan susu mengalami kenaikan masingmasing daging meningkat rata-rata 5,7%/tahun yakni dari 1,4 juta ton tahun 1994 menjadi 1,6 juta ton tahun 1996 . Berdasarkan jenis ternak maka produksi daging unggas paling tinggi peningkatannya yakni 11,3%/talmn . Produksi telur meningkat cukup tajam yaitu 11,3%/taliun yakni dari 688,6 ribu ton menjadi 786,9 ribu ton selama 3 talmn Pelita VI . Peningkatan terbesar pada ayam ras petelur yakni sebesar 12,6% yakni dari 423,5 ribu ton menjadi 504,2 ribu ton . Produksi susu selama 3 tahun Pelita VI naik sebesar 5,8% yakni dari 426,7 ribu ton menjadi 434,0 ribu ton . (6) Konsumsi Sclama 3 taluin pclaksanaan Pclita VI konsumsi hasil ternak menunjukkan peningkatan . Secara nasional selama 3 taltun Pclita VI konsumsi daging meningkat sebesar 6,1% yakni dari 1,5 juta ton menjadi 1,7 juta ton . Konsumsi telur meningkat 11,4% yakni dari 602,7 ribu ton menjadi 694,5 ribu ton dan untuk susu meningkat 15,8% yakni dari 906,5 ribu ton menjadi 1 . 119,2 ribu ton . Dengan tingkat pencapaian tersebut maka konsumsi perkapita perhari pada taluin 1997 mencapai 4,55 grim atau setara dengan 8,90 kg daging, 3,63 kg telur dan 6,24 kg susu per talum . 2.
Perspektif Repelita VII peternakan
Visi pembangunan peternakan dalam PJP 11 adalah mewujudkan peternakan yang maju, efisien, tangguli, kompetitif, mandiri dan berkelanjutan yang sekaligus berperan dalam pemberdayaan ekonomi rakyat, khususnya di pedesaan . Untuk mewujudkan visi tersebut maka dilakukan reorientasi pembangunan pertanian termasuk peternakan yaitu pertanian berkebudayaan industri dengan pendekatan kewilayalian, dengan landasan baru yaitu efisiensi, produktifitas clan sustainability . Dengan visi tersebut maka perlu dimantapkan lagi pengeinbangan agrobisnis/agroindustri peternakan .
(?) Lingkungan strategis a.
Repelita VII akan mengantarkan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia memasuki abad 21 yang penuh tantangan dan peluang.
b.
Tahun 2003 adalah saal diberlakukannya sistem tarif dalam impor bahan baku susu atau dihapuskannya kebijaksanaan rasio susu yang masih menipakan hambatan non tarif
c.
Diberlakukannya "Technical Barrier on Trade" (TBT) dan "Sanitary and Phytosanitary Measures" (SPS) .
d.
Junilah penduduk yang besar (pert umbulian per tahun 1,5%) memerlukan bahan pangan yang berkualitas .
e.
Transformasi lahan yang menipakan sumberdaya peternakan khususnya di Jawa Bali (pengurangan lalian saat ini diperkirakan 35 .000 lta/talum di Jawa-Bali) .
17
Seminar Nasional Perernakan dan Vetertner 1997
3. Pcrkiraan-pcrkiraan indikator ekonomi Pelita VII Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai dalam Pelita VI sekitar 7-8% masih diperkirakan akan berlanjut dalam Pelita VII (dengan perhitungan akan ada perubahan setelah krisis moneter) . (2) Pertumbuhan penduduk walaupun semakin menurun, diperkirakan masih 1,5% per tahun dan secara absolut angka pertumbuhan penduduk masih besar (3-3,5 juta jiwa per tahun) . Pendapatan per kapita akan meningkat antara 5,5 - 6,5% per tahun . (4) Daging, telur dan susu masili merupakan barang mewah bagi sebagian besar penduduk dan karenanya elastisitas pendapatan terhadap permintaan daging, telur dan susu masih diatas 1 . Sumberdaya peternakan di Jawa menurun dan pemaufaatan sumberdaya peternakan di luar Jawa masih menghadapi banyak kendala (kesuburan tanah, produktivitas ternak, sumberdaya inanusia, prasarana). 4.
Proyeksi suplai dan demand hasil ternak Dengan asumsi indikator-indikator ekonomi Pelita VII tersebut dan dengan tahun dasar 1995 maka (1). Proyeksi Demand Konsunisi nasional untuk daging selama Pelita VII akan meningkat 9,30% yakni dari 2,2 juta ton meningkat 3,1 juta ton. Konsunisi untuk telur meningkat 8,6% yakni dari 0,9 juta ton menjadi 1,2 juta ton dan susu meningkat sebesar 8,5% yakni dari 1,8 juta ton menjadi2,5 juts ton . (2) . Proyeksi Suplai Proyeksi suplai berdasarkan Trend menunjukkan bahwa suplai daging akan Trend sebesar 8,1% selama Repelita VII yakni dari 2,2 juta ton menjadi 3,3 juta ton. Suplai telur akan tumbuli 7,4 % yakni dari 0,9 juta ton menjadi 1,3 juta ton dan untuk suplai susu meningkat 8,1% yaitu dari 0,6 juta ton menjadi 0,8 juta ton .
5.
Analisis suplai dan demand (1) Produksi daging dalam negeri pada awal Pelita VI masili dibawah permintaannya. (2) Dengan demikian tingkat swasembada produksi daging dalam negeri pada awal Pelita VII bani inencapai 99,1% dan pada akhir Pelita VII sudah inencapai 104,5%. (3) Produksi telur dalam negeri telah melampaui pennintaannya, sehingga tingkat pencapaiannya swasembadanya pada awal Pelita VII 111,4% dan pada akhir Pelita VII 107,4%. (4) Produksi susu dalam negeri masih dibawah konsumsinya sehingga tingkat pencapaian swasembada susu pada awal Pelita VII 32,2% dan pada akhir Pelita VII 31,9% .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
Dari ketiga kesimpulan di atas maka untuk memenuhi permintaan daging dalam negeri pada awal Pelita VII masih hares diimpor . Demikian pula untuk susu, sedang kelebihan produksi telur dalam negeri dapat diekspor . (6) Bila dilihat dari pertumbuhan produksi daging ayam ras pedaging yang tinggi, maka pertambahan produksi daging ayam tersebut sebesar 12,41% melampaui pertambahan konsumsinya . Oleh karena itu produksi daging ayam ras pedaging melampaui permintaannya . Kelebihan produksi daging ayam ras ini dapat diekspor atau substitusi daging lainnya klmsusnya daging sapi/kerbau yang pertumbuliannya kecil yaitu 3,24% jauh dibawah pertumbuhan permintaannya sebesar 7,81/0 per tahun.
(5)
PENGEMBANGAN KEBIJAKSANAAN KHUSUS KOMODITI UNGGULAN 1.
Pengembangan sapi potong (1) Perkembangan pengembangan sapi potong sebagai komoditi unggulan
a. Sapi potong menipakan salah satu komoditas unggulan sektor peternakan yang perlu mendapat perhatian karena kuatnya permintaan daging sapi disatu pihak clan di lain pihak kemampuan suplainya belum mampu memenuhi permintaan . b. Aset ternak sapi potong clan kerbau adalah 61,2%. Sehingga memiliki nilai yang relatif besar . c. Selama 3 tahun Pelita VI perkembangan sapi potong di Indonesia dapat dilihat bahwa sasaran populasi sapi belum mencapai sasaran walaupun peningkatan populasinya lebih tinggi dari sasaran Pelita VI . Gambaran tersebut terlihat bahwa sasaran pada tahun 1996 yang ditargetkan 12,3 juta ekor realisasinya 11,9 juta ekor (96%), sedangkan target pertumbuhan 3,23% realisasinya 3,31%. d. Walaupun populasinya belum tercapai tetapi produksi dagingnya melampaui sasaran Pelita VI (110 - 116%) . Pada tahun 1996 sasaran produksi daging sebesar 310,2 ribu ton tercapai 342,3 ribu ton (110,3%) . Tingkat pencapaian produksi yang melampaui target ini oleh karena terjadinya impor sapi bakalan . (2) Skenario pengembangan sapi potong A. Skenario I : Perkembangan produksi daging mengikuti "trend" Hasilnya pada akhir Pelita VII menunjukkan (a) Pemotongan 1,7 jeta ekor (b) Impor sapi bakalan : 1,3 juta ekor (c) Devisa yang dikeluarkan US 1,852 .060 (d) Popelasi sapi akan terus menurun dan suplai daging menurun terus sampai 55,6% B. Skenario 11 : Dengan upaya-upaya terobosan INSAPP clan program pendukungnya. Hasilnya : Pada akhir Pelita VII (2003) (a) Peningkatan proporsi suplai daging sapi lokal sampai 78,5% 19
Seminar Nasional Peternokan dan Veteriner 1997
(b) Impor sapi bakalan hanya 489,2 ribur ekor (3) Upaya yang dilakukan untuk mengentbangkan sapi potong Secara nasional upaya-upaya untuk menangani penurunan populasi sapi potong dan memenuhi permintaan daging yang selalu meningkat ditetapkan kebijaksanaan yang menganut prinsip-prinsip (a) Prinsip Kelestarian sumber sapi potong nasional yaitu letap menjaga agar populasi sapi potong tetap meningkat setiap tahun .
Prinsip Keseimbangan "suplai - demand dengan mengutamakan impor sapi bakalan" sebagai pendukung dan impor daging berkualitas untuk konsumen khusus .
(c) Prinsip Mengurangi Ketergantungan impor dengan program khusus (program terobosan) . (d) Prinsip meningkatkan nilai tambah . (e) Prinsip meningkatkan partisipasi masyarakat (4) Operasionalisasi prinsip-prinsip tersebut akan dilakukan nielalui kegiatan antara lain a. Intensifikasi Sapi Potong (INSAPP) (a)
Menipakan upaya lerobosan untuk peningkatan suplai daging dari produksi dalam negeri melalui intensifikasi sapi polong hasil IB.
(b) Tahun Anggaran 1996/1997 telah dilakukan uji coba di Blora dan Nganjuk dengan sasaran kelahiran 60% dari akseptor. (c) Tahun Anggaran 1997/1998 akan dilakukan program INSAPP di 7 propinsi dengan 771 .000 dosis. Propinsi tersebut adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, DI . Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat Sehingga propinsi lainnya (Non INSAPP) target IB-nya sebesar 807.250 dosis. (d) Dari target INSAPP sebesar 771 .000 dosis tersebut diharapkan ada kelahiran sebesar 231 .400 ekor dan dari non INSAPP 86.940 ekor, sehingga total kelahiran yang diharapkan adalah 318.340 ekor. (e) Dengan INSAPP tersebut, maka akan ada operasional IB secara screntak selama 2 - 3 bulan . Sesudah itu berlaku IB secara reguler. b. Pengembangan ternak sapi potong melalui Gerbang Serba Bisa (GSB) Gerbang Serba Bisa yaitu suatu Gerakan Pembangunan Sentra Bani Pembibitan Pedesaan, nmenipakan suatu gerakan secara terencana, terpadu, terfokus dan terus menerus melalui penanganan masalah teknis untuk menciptakan sentra baru pembibitan pedesaan . Pada tahun anggaran 1997/1998 kegiatan Gerbang Serba Bisa sapi potong dialokasikan pada 26 propinsi . c. Pengembangan sapi potong dengan pengembangan SPAKU SPAKU adalah upaya penciptaan Sentra Pengembangan Agribisnis komoditas unggulan (sapi potong) pada wilayah tertentu sesuai kesesuaian agrokfmat,
Seniinar nlasional Peternakon dan 1'eteriner 199
kelembagaan, pasar, teknologi dan kondisi sumberdaya setempat . Pada Taliun Anggaran 1997/1998 ini dialokasikan kegiatan SPAKU sapi potong di 19 propinsi . d. Transmigrasi poly petcrnakan Kegiatan ini terkait dengan program yang ada di Departemen Transmigrasi dalam rangka nmengembangkan transmigrasi dengan pola usalia peternakan . Pada pola ini akan dikembangkan usaha pembibitan dan pengembangan di wilayah transmigrasi . e. Inpres perbibitan Kegiatan ini diharapkan untuk memperkuat sistim pcrbenihan sapi potong . Tujuannya adalah mendayagunakan kemampuan potensi penangkar ternak bibit sapi potong sehingga tcrcipta pcnycdiaan bibit sapi potong . Pada talum anggaran 1997/1998 telah dialokasikan pada 18 propinsi . f Pemberantasan dan pengendalian penyakit Bniccllosis Pemberantasan dan pengendalian penyakit ini dengan target menekan kasus penyakit dan melakukan vaksinasi massal di daerah endemik, surveilance di propinsi yang dilaporkan ada kasus dan melakukan test and slaughter di daerali sumber bibit yang tertular . 2.
Pengcmbangan komoditas unggas Dari gambaran pro) , eksi yang ada menunjukkan balma baik daging unggas maupun telur produksinya Icbili besar dari pada pcrmintaan . Dari gambaran proyeksi tersebut diatas maka baik daging unggas maupun telurnya produksinya lebih besar dari permintaannya . Oleh karena itu yang perlu diNvaspadai adalah kelebilian produksi ini hanis dapat di ekspor . Sebab kalau tidak bisa ekspor maka harga daging ayam clan telur akan jatuh. Hal ini sudah sering dialami dalam Pelita V dan 3 talitm Pehta VI dimana sering terjadi gejolak penmggasan yang discbabkan karena over suplai atau kenaikan harga pakan. Skenarionya adalah peningkatan efisiensi dan p.roduktivitas penmggasan, agar dapat bersaing dalam mutu, harga clan penyedaannya (delivery) serta dapat ekspor dan tidak tersaingi dengan daging ayam clan telur impor.
3.
Pcngcmhangan komoditas sapi pcrah Dalam analisa pcrmintaan dan penawaran susu scbagaimana digambarkan dimuka, maka suplai susu dari dalam negeri hanya berasal dari sapi pcrah. Jenis ternak lain yang mempunyai potensi untuk mengliasilkan susu seperti kerbau dan kambing belum dimanfaatkan . Skenario pengembangan komoditas susu adalah melaniutkan program yang telah dilaksanakan dalam Pehta VI yaitu melanjutkan konsolidasi sapi pcrah dengan pendekatan agribisnis melalui kerjasama koperasi susu (GKSI) dengan industri pengolah susu (IPS). Yang perlu diwaspadai adalah upaya peningkatan efisiensi clan produktivitas usalia sapi perah agar dapat bersaing dalam harga, mutu clan penyediannya sehingga tidak perlu lagi diprotcksi dengan kebijaksanaan rasio susu . 21
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
KETERKAITAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DENGAN PENELITIAN Arah kebijaksanaan penelitian yang diharapkan
1.
Dalam rangka mengembangkan komoditas-komoditas unggulan sub sektor peternakan dukungan dan arah daripada penelitian memegang peranan yang cukup penting . Penelitian yang diharapkan agar terarah pada upaya-upaya untuk (1) Aeningkatkan Efisiensi don Produktifitas Usaha Tani Yang Berbasis Ternak Dalam hal ini keterkaitan penelitian diharapkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas ternak dalam rangka meraih peluang pasar dan dapat memenangkan persaingan mutu dan harga produk hasil peternakan dalam perdagangan bebas. (2) Meningkatkan Populasi dan Produksi Ternak dan Hasil Ternak
Dalam rangka memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan ekspor diperlukan upaya-upaya melalui peningkatan populasi dan produksi hasil ternak . Upaya-upaya ini dapat dilakukan dengan Intensifikasi (peningkatan produktifitas/satuan ternak), ekstensifikasi (peningkatan populasi dan perluasan areal) dan diversifikasi (horisontal dan vertical) untuk meraih nilai tambah . Oleh karena itu kebijaksanaan penelitian harus diarahkan untuk meningkatkan populasi dan produksi hasil ternak . (3) Aeningkatkan Investasi Sub Sektor Peternakan (Pra Produksi, Produksi dan Pasca Produksi) Faktor permodalan dan investasi merupakan faktor strategis untuk mencapai sasaran umum jangka panjang yaitu terciptanya peluang kesempatan kerja produktif di subsektor peternakan. Penelitian-penelitian dapat diarahkan untuk mengkaji tentang kebijaksanaan moneter (suku bunga, nilai tukar rupiah, infasi) dan kebijaksanaan fiskal (pajak, tarif bea masuk) . Sehingga dari penelitian tersebut akan dapat diciptakan iklim kondusif untuk meningkatkan investasi pada sub sektor peternakan. (4),kfeningkatkan Mutu dan Daya Saing Produk-Produk Peternakan Dengan berlakunya era perdagangan bebas Asean taluin 2003, dihapuskan proteksi terhadap produksi susu dalam negeri, peluang pasar dikawasan Asia Pasifik akan lebih terbuka terutama dengan diberlakukannya perdagangan bebas untuk negara maju tahun 2010 dan 2020 untuk negara berkembang. Maka arah kebijaksanaan penelitian diharapkani terkait dengan upaya-upaya seperti standarisasi, akreditasi, sertifikasi dan pelaksanaan sistim manajemen mutu (ISO, HACCP) yang merupakan bagian umum dari kebijakan strategis penelitian. Hal ini akan berkaitan dengan upaya-upaya penerapan persyaratan kesehatan produk-produk peternakan dalam bentuk Technical Barrier on Trade (TBT) dan Sanitary and Phytosanitary (SPS). (S) Meningkatkan Kemampuon Sumberdaya dan Allenjaga Kelestariannyo Dalam rangka mengembangkan usaha tani yang berbasis ternak Indonesia memiliki sumberdaya yang sangat potensial . Untuk itu diperlukan manliemen pengelolaan yang sesuai agar diperoleh hasil yang optimal dan tidak merusak lingkungan. Penelitian dapat diarahkan untuk mendukung keberhasilan usaha tani yang tidak memsak lingkungan. 22
Seminar Na .sional Peternakan don Vetenner 1997
Oleh karena itu perlu dikembangkan penelitian-penelitian tentang peranan ternak ash Indonesia yang potensi genetiknya belum dimanfaatkan . Selain itu penelitian diarahkan untuk melestarikan ternak asli clan plasma nutfah lainnya. 2.
Operasionalisasi dukungan penelitian Didalam mengembangkan arah kebijaksanaan penelitian yang diharapkan tersebut maka operasionalisasi dukungan-dukungan dari lembaga-lembaga penelitian yang diperlukan mencakup (1) Dukungan Teknologi Prodului Dukungan penelitian yang diperlukan dalam hal ini adalah untuk meningkatkan pembibitan ternak pedesaan, pentbentukan kelompok ternak "Elite" sebagai sumber pejantan donor untuk Inseminasi Buatan (IB) clan betina donor untuk Embrio Transfer (ET). Dalam hal ini peningkatan kualitas semen beku dan embrionya . (2) Dukungan Teknologi Perbibitan Ternak dan Hijouan Pakan Dalam lial ini diperlukan dukungan penelitian untuk mengliasilkan bibit ternak unggld clan bibit HMT serta tata cara budidaya ternak yang baik (Good Farming Practices). (3) Dukungan Teknologi Kesehatan Hetivan Untuk pengembangan vaksin clan antigen dalam rangka pengendalian, pemberantasan clan diagnosa penyakit hewan menular. Dengan perkembangan teknologi clan infonnasi pads saat ini sangat menningkinkan untuk dikembangkan vaksin clan antigen yang lebih murah clan berdayaguna . (4) Dukungan untuk Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Hewan Menular Dalam rangka upaya-upaya pembebasan Bnicellosis clan Rabies serta munculnya beberapa penyakit baru yang dapat menjadi wabah, penelitian clapat memberikan rekomendasi-rekomendasi penting penanggulangannya . (S) Dukungan untuk Peningkatan Pelavanan Inseminasi Buatan (1B), Genlarrampak dan Gerbang Serba Bisa Dalam hal ini IB akan diarahkan kearah swadaya yang dikaitkan dengan SPAKU clan kemitraan dengan feed loters . Sasarannya adalah peningkatan kelahiran, perbaikan mutu ternak dan penyediaan sapi bakalan . Untuk meningkatkan keberhasilan IB akan difokuskan pada program Intensifikasi Sapi Potong (INSAPP) . (6) Dukungan Teknologi Pro Produksi clan Pasca Produkvi Dukungan penelitian diperlukan dalam rangka memberikan kemudahan melalui pelayanan usalia, pelatilian dan magang, inkubator agribisnis, informasi pasar, promosi clan temu usaha. Dukungan terhadap pra produksi dilakukan melalui peningkatan investasi, standarisasi, akreditasi clan sertifikasi agroinput . 23
SemtnarNasionalPeternakan dan Vetertner 1997 (7) Dukungan untuk Pengembangan Sisitim Afanajemen Afutu
Dukungan penclitian diharapkan dapat meningkatkan mutu dan daya saing produkproduk peternakan dan perlindungan konsumen dari cemaran/kontaminasi mikroba, toksin dan residu obat hewan serta pestisida insektisida . 3.
Kcluaran yang diharapkan Melalui arah kebijaksanaan penclitian dan dukungan operasionalisasi yang diharapkan maka keluaran atau output dari pada dukungan tersebut adalah (1)
Percepatan proses transformasi dari usaha tarsi tradisional kearah usaha tarsi yang benvawasan industri .
(2)
Pcningkatan pelayanan kesehatan hewan dan pcternakan .
(3)
Terciptanya Mini yang kondusif untuk mcnarik investasi sub sektor pcternakan
(4)
Intensitikasi produksi pcternakan dan manajcmen mutu hasil produksi peternakan . Pembudayaan usaha tani kccil yang berorientasi pasar, agribisnis dill) benvawasan lingkungan . PENUTUP
Dcmikian pokok-pokok uraian tentang Kebijaksanaan Pembangunan Peternakan yang terkait dengan aspck dukungan penclitian sebagai bahan usulan pada seminar dengan tema "Memacu Pembangunan Peternakan Mclalui Penuttakhiran dan Pemasyarakatan Teknologi Unggttlan" yang diselenggarakan o1ch Pusat Penclitian dan Pcngembangan Peternakan .
DISKUSI Nasipan Usri (Tanggapan Umum) Pembangunan pertanian atau sub scktor peternakan klutsusnya, selama Pembangunan Jangka Panjang tahap pertama serta awal Pemban gtman Jangka Panjang tahap kedua atau Pelita VI sudah berhasil cukup nyata . Dalam kunin waktu ini, kila semua telah berhasil meningkatkan penyediaan pangan yang lebih berktialitas, penycrapan tenaga kerja, pengentasan kemiskinan, penyediaan bahan baku untuk industri dan membantu meningkatkan kelestarian lingktmgan hidup . Keberhasilan seperti ini, mempakan hasil kerja sinergis antara peneliti, aparat dinas pcternakan, para peternak di lapangan serta berbagai komponen lain yang ikut ambil bagian. Urgensi peneliti serta hasil penelitiannya untuk menpgerakkan pembanguman peternakan telah diakui secara unutm. Nanum walaupun demikian, tidak semua hasil penclitian dapat diadopsi oleh para peternak di lapangan karena berbagai alasan . Alasan yang sering mengungkap ke permukaan adalah kemandegan komunikasi antar peneliti dengan piliak konsumen, karena media untuk keperluan tersebut seperti majalah, buletin, selebaran, radio, televisi dan lain-lain kadangkadang kurang berfimgsi . Alasan yang kedua, karena hasil penclitian tersebut bukan untuk dikonsuinsi langsung olch para peternak, tetapi perlu berbagai pengolahan sebelum disampaikan kepada yang bersangkutan, sementara pengolaltmva perlu lebih diaktifkan.
24
Seminar Nasional Peternakan dan Vetertner 1997
Menghadapi Pembangunan Jangka Panjang taliap kedua, barangkali kita perlu memfokuskan diri kepada penelitian-penelitian yang lebih tepat guna agar nilai manfaat praktisnya lebih dapat dirasakan oleh para peternak . Memang kita memerlukan penelitian-penelitian yang berguna untuk pembangunan ilmu, tetapi dalam rangka penghematan biaya tampaknya harapan di atas lebih realistis tanpa melupakan penelitian, lain yang sifatnya rintisan untuk berkembang dikemudian hari. Lahan untuk peternakan
Sejak lama kita sering mendengar herdflying kystent atau peternakan di awing-awang tanpa berpijak di lahan yang kukuh. Ungkapan seperti ini ditujukan kepada peternakan di Jawa yang ternaknya tidak dilengkapi oleh sarana dan prasarana peternakan yang memadai . Mereka tidak memperoleh pakan dari kebun sendiri, kadang-kadang tidak tinggal di lahan milik sendiri tetapi serba "numpang" dan mengharapkan belas kasihan dari berbagai pihak . Peternakan seperti ini sulit berkembang tetapi tersebar luas di Jawa clan melupakan investasi nasional yang cukup besar .
Dalam menata keadaan seperti ini pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan mengembangkan Konsep Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) dan KaNvasan Industri Peternakan (KINAK), dengan harapan agar peternakan mempunyai landasan berpijak yang kukuh . Diantara beberapa daerah yang sudah mulai inelaksanakan KINAK adalah Daerah Khusus IN Kota dengan memindahkan peternakan sapi perab dari Pasar Minggu ke Pondok Ranggon atau peternakan babi dari Kapok ke tempat lain . Jiwa Barat sudah merintis KINAK ayam ras di Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur dan lain-lain, sementara KINAK untuk sapi potong di Arinem Kabupaten Sumedang. Dipandang dari segi kegunaan lalian kawasan usalia peternakan yang mirip KINAK sudah berkembang di berbagai daerah . Jawa Barat memiliki kawasan sapi perch di Lembang, Pangalengan, Garut, Bogor, Sukabumi clan sebagainya, Jiwa Tengah memiliki Boyolali clan Baturaden, sementara Jawa Timur memiliki Pujon dan Bitu. Namun semua daerah-daerah seperi itu dalam keadaan yang kurang menguntungkan karena banyak lahan disekitarnya bentbah fungsi menjadi latian industri, perumahan, jalan dan lain-lain . Menghadapi gejolak perubahan fungsi seperti ini piliak peternakan dengan segala kelengkapannya, hampir bisa dipastikan ada dipihak yang lemah. Oleh karena itu, peternakan sapi perch disentra-sentra tertentu seperti Pangalengan dan Lembing sedikit demi sedikit terkikis . Memang betul, pihak pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan telah menghimbau pemerintah daerah untuk memperhatikan lahan untuk peternakan tetapi pelaksanaannya di tingkat bawah masih perlu dipertanyakan . Hanya beberapa daerah saja yang sudah memasukkan lahan peternakan kedalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) . Untuk mengliadapi hal-hal yang kurang mengimtungkan, barangkali sudah waktunya diterbitkan surat keputusan bersama beberapa menteri yang terlibat dalam kepentingan tersebut . Selain itu, lial penting yang perlu mendapat perhatian adalah pengukuhan suatu kawasan yang telah dimodifikasi menjadi kawasan peternakan, tidak cepat berubah menjadi fimgsi lain. Hal ini tetu saja hints ada pengukuhan secara hukum . Penyediaan daging dalam negeri Sejak lama, Indonesia mengandalkan daging sapi sebagai pemasok utama daging di dalam negeri, tetapi akhir-akhir ini sudah sangat bentbah. Kedudukan daging sapi yang selalu menjadi pemasok utama kebutuhan daging di dalam negeri digeser olelt daging avam tenttama broiler. Namun walaupun demikian, kebutulian daging untuk dalam negeri masill tetap berkembang. 25
Seminar Nasional Peternakan dam Veteriner 1997
Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini adalah impor daging terutama untuk kebutuhan konsumen yang manja selera . Langkah kedua adalah impor sapi bakalan dari Australia yang digemukkan beberapa bulan di Indonesia sebelum dipolong . Kegiatan ini, tentu saja cukup baik untuk masa-masa temporer, tetapi untuk jangka panjang perlu perbaikan karena hasil pembangunan Indonesia kurang baik kalau tenu-terusan dibelanjakan di negeri orang untuk membeli "feeder cattle". Industri penggemukan sapi yang berkembang sekarang tidak saja menggunakan sapi bakalan dari luar negeri, letapi sapi bakalan di dalam negeripun disedot cukup drastis, sehingga beberapa pakar mengkhawatirkan pasokan sapi bakalan akan terus menurun tenitama dari dalam negeri . Untuk mengatasi hal ini, pemerintah cukup cepat tanggap dengan mengembangkan sapi potong melalui Program Gerbang Serba Bisa yaitu Gerakan Pembangunan Sentra Baru Pembibitan Pedesaan yang dicetuskan di Palembang beberapa tahun yang lalu . Hasil gerakan ini sudah mulai dipanen diLampung, Nganjuk dan beberapa daerah lain sementara di Ja%N,a Ban, t bani tahap awal yang dipusatkan di beberapa Kecamatan di Ciamis Selatan. Dalam gerakan ini akan menggunakan teknologi Inseminasi Buatan (IB) dengan target kelahiran 60%. Target seperti ini sebetulnya tidak terlalu spektakuler tetapi akan sangat baik apabila angka panen pedet yang menjadi sasaran. Sasaran angka kelahiran masih menghadapi banyak kendala sebelum panen pedet seperti kematian waktu melahirkan, cacat lahir, kematian masa menyusui dan sebagainya . Dengan demikian bila target kelahiran 60%, maka angka panen pedet akan lebih rendah dari itu, sehingga produksi bakalan yang direalisir agak berkurang. Perunggasan dalam negeri Sekitar tahun tujuh pululian, maliasiswa di Institut Pertanian Bogor yang akan mengadakan penelitian untuk tesisnya sangat sulit mencari ayam petelur yang secara genetis seragam . Sekarang, setelah kebijakan impor ternak ditata dengan baik kesulitan seperti itu, sangat mudah untuk dihindarkan. Kemampuan kita pergi asal di sekitar Jakarta atau Jawa Barat pasti akan menemukan breeder ayam ras yang menghasilkan produksi dengan kemampuan genetik relatif seragam . Demikian banyaknya breeder di sekitar Jakarta menipakan tantangan bagi pemerintah untuk mengalokasikannya agar lebih menycbar ke daerah-daerah lain . Ayam bukan ras (ayam kampung) yang juga mempunyai andil besar dalam memasok daging dan telur perlu segera diadakan penataan dengan baik . Kasus yang sering ditemukan dipasaran seperti daging ayam ras yailu dijual sebagai daging ayam bukan ras lianis segera diatasi dengan berbagai upaya. Hal ini sangat penting karena kita hanis melindungi konsumen dan produsen ayam kampung. Ayam bukan ras (ayam kampung) dipandang dari segi harga telur dan dagingnya mempunyai prospek yang cerah karena harganya bersaing dengan telur atau daging ayam ras. Keadaan ini mcrupakan peluang untuk dikembangkan agar peternak kita menikmati hal tersebut . Berbagai masalah yang menghantui ayam bukan ras hanis segera diatasi agar jenis ternak yang tersebar luas diseluruh nusantara meningkat manfaatnya . Diantara masalah nttin yang sering muncul adalah wabah penyakit tetelo (NCD). Teknologi untuk ini sudah tersedia lianya operasionalisasinya dilapngan perlu penataan yang lebili baik . Masalah lain yang sering muncul dipermukaan adalah pemalsuan daging ayam bukan ras dengan daging ayam ras jantan yang dipelihara sampai umur tertenlu sehingga ukurannya mirip ukuran ayam bukan ras. Rekayasa seperti ini, jelas sangat menigikan konsumen dan produsen. Konsumen dinigikan karena tidak bisa menikmati daging ayam bukan ras sementara produsen dinigikan dengan harga yang bersaing .
26
Seminar h'asional Pefernakan clan Veteriner 1997
Selain itu, yang perlu dipikirkan . mengenai ayam bukan ras adalah sistem usahanya, apakah akan tetap menjadi peternakan rakyat yang kurang tersentuh modal atau akan melibatkan industri peternakan yang padat modal. Bila dibiarkan seperti sekarang, nilai manfaatnya buat peternak dirasakan kecil clan untuk pembangunan peternakan besar-besaran kurang memadai . Sebaliknya . bila industri peternakan padat modal diperbolehkan masuk, takut menggilas peternakan ,*at Oleh karena itu, kita perlu hatti-hati dalam memutuskan hal tersebut . Penutuh Peran kerjasama yang sinergis antara peneliti, aparat dinas peternakan, peternak serta unsur terkait sangat mendukung keberhasilan pembangunan peternakan. Namun walaupun demikian, kita masih perlu berpikir lebih keras dalam menata lahan untuk peternakan, mengurangi impor sapi bakalan clan meningkatkan nilai guna ayam bukan ras untuk kesejahteraan masyarakat .
DISKUSI Tanya Jawab A.R Siregar : Apakah ada lahan yang diusahakan oleh Dirjen Peternakan untuk peternakan ?. Erwin Soetirto : Masalah lahan, Dirjen dengan Bupati menyediakan KUNAK . Selain itu ada kerjasama dengan sektor kehutanan, tanaman industri clan perkebunan . Purnomo Ronohardjo : Bagaimana penganih transfer embrio terhadap bakalan ? Apakah dalam sensus pertanian termasuk sensus ternak ? Bagaimana kebenaran data tersebut ?. Erwin Soctirto : Kebijakan Embrio Transfer bertujuan menciptakan populasi sapi untuk sapi donor hasilnya Mum sampai ke peternak . . Masalah data memang menipakan masalah klasik; sekarang ada sistem yang sedang dikembangkan clan membuat validasi data. Sofjan Iskandar : Apakah ada pemisahan data unggas antara ayam ras clan ayam buras ?. Erwin Soctirto : Sensus tiap 5 talum melakukan survei pertanian dengan cara listing clan dalam sensus ada sampling untuk betina/jantan, tua/muda clan sebagainya .