1
STRATEGI PEMASARAN ANYAMAN TIKAR BERBAHAN BAKU MENDONG (Cyperus Sp) DI KABUPATEN WONOGIRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh : Danang Tri Utomo H 0306050 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman hasil alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun demikian, kekayaan alam tersebut baru akan dapat memberikan nilai guna yang lebih banyak bagi masyarakat apabila diolah menjadi aneka macam produk. Salah satu pemanfaatannya adalah dengan pengolahan hasil alam menjadi barang kerajinan untuk meningkatkan nilai ekonominya. Oleh karena itu, saat ini di berbagai daerah di Indonesia bermunculan agroindustri yang memanfaatkan potensi alam yang dimiliki daerah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat serta bertujuan mengembangkan dan memandirikan daerah masing-masing. Bersama-sama dengan sektor pertanian primer, sektor agroindustri akan dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia dan mengurangi kemiskinan. Pentingnya peran sektor agroindustri bukan hanya dilihat dari ketangguhannya dalam menghadapai krisis ekonomi namun juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya keterkaitan produk, tetapi juga melalui keterkaitan lain, yaitu keterkaitan konsumsi, investasi dan tenaga kerja. Hal ini berimplikasi melalui pengembangan sektor agroindustri, akan tercipta kesempatan kerja dan sumber pendapatan masyarakat, sehingga rumah tangga petani tidak hanya menggantungkan sumber penghidupan mereka pada sebidang tanah yang semakin
menyempit,
namun secara
luas
mampu
mendukung
pertumbuhan produktivitas (Susilowati, 2007). Menurut Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (2009) salah satu bentuk agroindustri di Indonesia adalah agroindustri kerajinan yang saat ini cukup berkembang di masing-masing daerah. Dengan ciri-ciri usaha yang bertumpu pada usaha rumah tangga atau industri kecil dan menengah dari berbagai daerah, maka pengembangan
1
3
industri kerajinan potensial sebagian besar daerah di Indonesia. Untuk menggerakkan pengembangan industri kreatif seperti usaha kerajinan, kunci keberhasilannya terutama tergantung pada dua hal. Pertama, perlu upaya sistematis dan berkelanjutan dengan tahapan seleksi, pengembangan, dan ekspos. Tahap seleksi untuk menemukan pelaku usaha yang potensial, melakukan pengembangan, menemukan narasumber pengembangan, dan seleksi terhadap produk yang potensial dikembangkan sesuai dengan pasar yang dituju dengan sumber daya yang tersedia. Kedua, perlu upaya pihak terkait, baik pelaku usaha UMKM, termasuk lembaga pendukung usaha seperti lembaga keuangan, akademisi sebagai sumber inovasi dan kemajuan, pemerintah sebagai regulator, fasilitator, maupun masyarakat sebagai pendorong, penilai, konsumen kerajinan dan produk kreatif lainnya secara sinergis dan berkelanjutan. Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu daerah di Indonesia yang berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada pengembangan ekonomi kerakyatan, terutama Koperasi dan UMKM. Perekonomian Kabupaten Wonogiri ditopang oleh usaha ekonomi berskala mikro, kecil dan menengah baik yang bergerak pada sektor industri dan perdagangan yang kebanyakan berbasis pertanian. Namun demikian untuk bisa berkembang masih menghadapi kendala antara lain kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan marketable. Oleh
karena itu, Pemerintah
Kabupaten
Wonogiri
berupaya
untuk
meningkatkan pemberdayaan ekonomi kerakyatan (Anonima, 2006). Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Wonogiri giat menata kegiatan ekonomi dan bisnis dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Potensi unggulan Kabupaten Wonogiri sebagai andalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan juga peluang bagi investor untuk menanamkan modal (Anonima, 2008). UMKM merupakan salah satu usaha untuk memanfaatkan potensi daerah. Oleh karena itu, pemerintah berupaya meningkatkan peran UMKM termasuk industri kerajinan dalam kontribusi terhadap PAD Kabupaten Wonogiri. Berikut ini
4
data yang menunjukkan industri kecil potensial yang ada di Kabupaten Wonogiri. Tabel 1. Jenis, Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri Kecil Potensial di Kabupaten Wonogiri No
Jenis Industri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sumber
Jumlah Usaha (unit)
Tempe 3.616 Jamu Gendong 1.246 Mebel 1.529 Anyaman Bambu 1.734 Batu Bata 925 Makanan Olahan 888 Anyaman Tikar 848 Kacang Mete 720 Tahu 299 : Dinas Perindustrian, Perdagangan, Kabupaten Wonogiri Tahun 2007
Jumlah Tenaga Kerja (orang) 8.111 2.957 4.686 3.128 2.569 1.949 1.552 2.532 794 Koperasi dan Penanaman Modal
Pada Tabel 1 disebutkan industri potensial yang ada di Kabupaten Wonogiri. Dari beberapa industri yang ada, agroindustri merupakan bagian yang saat ini berkembang di Kabupaten Wonogiri. Hal ini dipengaruhi adanya dukungan potensi daerah yang menunjang bagi perkembangan agroindustri. Salah satu manfaat pemberdayaan agroindustri adalah dapat menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Wonogiri. Selain itu, pemberdayaan agroindustri merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat. Potensi agroindustri yang saat ini berkembang di Kabupaten Wonogiri diantaranya adalah kerajinan anyaman tikar. Anyaman tikar yang berkembang di Kabupaten Wonogiri merupakan pemanfaatan mendong (Cyperus Sp) menjadi suatu produk kerajinan yang meningkat nilai guna dan nilai ekonominya. Dengan adanya dukungan ketersediaan mendong sebagai bahan baku utama anyaman tikar yang cukup memadai serta penerimaan pasar terhadap produk anyaman tikar yang cukup baik menjadikan usaha ini dapat bertahan hingga sekarang. Oleh karena itu, dalam mengembangkan industri anyaman tikar perlu menerapkan manajemen yang baik dalam segala lini. Industri anyaman tikar tersebar ke beberapa kecamatan di Kabupaten
5
Wonogiri. Berikut ini adalah data yang menunjukkan persebaran industri anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri di berbagai wilayah kecamatan. Tabel 2. Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri Anyaman Tikar di Kabupaten Wonogiri No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 Total
Puhpelem Purwantoro Bulukerto Pracimantoro Eromoko Wuryantoro Giritontro
Jumlah Usaha (unit) 540 102 83 81 30 7 5 848
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 1.131 204 83 81 41 7 5 1552
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri Tahun 2007 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa usaha anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri mayoritas berada di wilayah Kecamatan Puhpelem dengan jumlah 540 unit usaha. Dalam keberlangsungan usaha anyaman tikar para pengrajin mengalami berbagai kendala. Persaingan pasar yang semakin ketat, terlebih dengan terbukanya pasar bebas menuntut para pengrajin untuk mengembangkan berbagai inovasi dalam memasuki pasar bebas agar mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Masalah lain yang juga dihadapi adalah dalam hal permodalan yang terbatas, pengelolaan keuangan, manajemen produksi serta pemasaran produk anyaman tikar. Terkait dengan permasalahan dalam pemasaran anyaman tikar, maka pada penelitian ini akan lebih memfokuskan dalam menganalisis strategi pemasaran efektif yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal yang ada dalam pemasaran anyaman tikar. B. Perumusan Masalah Perkembangan jaman membawa dampak besar terhadap sistem perdagangan dunia dengan mengandalkan tingkat kompetisi tinggi sehingga pengrajin berusaha untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Persaingan di dunia usaha semakin ketat seiring
6
dengan terus meningkatnya laju pertumbuhan industri. Persaingan ini menuntut setiap pengrajin untuk lebih cermat dalam merumuskan strategi pemasaran produk mereka agar mempunyai daya saing yang kuat. Seperti halnya dengan industri yang lain, usaha anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri juga mengalami permasalahan yang kompleks termasuk permasalahan dalam bidang pemasaran. Masalah yang dihadapi pengrajin anyaman tikar meliputi produk, harga, promosi, distribusi, dan persaingan. Terkait dengan produk anyaman tikar merupakan salah satu kerajinan yang memanfaatkan tanaman mendong dengan kualitas anyaman yang bagus dilihat dari segi kerapatan dan kerapian anyamannya sehingga terlihat kuat dan menarik. Kontinyuitas produksi anyaman tikar cukup terjamin sehingga ketersediaan produk ini di pasar cukup stabil. Harga yang dipatok oleh pengrajin untuk tiap anyaman tikar disesuaikan dengan ukuran anyaman tikar. Selain itu, promosi yang dilakukan pengrajin belum menjadikan anyaman tikar mending kurang dikenal oleh masyarakat secara luas. Anyaman tikar yang dihasilkan didistribusikan ke pasar-pasar lokal di sekitar tempat pengusaha. Persaingan yang dihadapi datang dari pengrajin sejenis serta maraknya produk subtitusi berupa karpet dan tikar berbahan plastik. Permasalahan-permasalahan dalam pemasaran yang dihadapi menuntut pengrajin anyaman tikar untuk mampu merumuskan strategi pemasaran yang efektif untuk meningkatkan pemasaran produk anyaman tikar sehingga industri anyaman tikar mendong ini dapat berkembang . Dalam upaya merumuskan pemasaran produk anyaman tikar, pengrajin perlu melakukan analisis kondisi internal dan eksternal yang mempengaruhi pemasaran anyaman tikar. Dengan menganalisis faktor internal dan eksternal pengrajin dapat mengetahui dan memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pemasaran anyaman tikar sehingga diharapkan mampu memanfaatkan seluruh kekuatan dan peluang yang ada serta mampu meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yang dihadapi. Hasil analisis akan menjadi pertimbangan dalam merumuskan alternatif strategi pemasaran anyaman tikar. Dari beberapa alternatif strategi yang dihasilkan
7
dapat dipilih strategi yang paling sesuai dan efektif untuk dijalankan. Melalui penerapan strategi pemasaran yang efektif diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengrajin dalam meningkatkan pemasaran produk. Berdasarkan uraian
tersebut
maka dapat
dirumuskan
beberapa
permasalahan sebagai berikut : 1. Apa faktor-faktor strategis dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri ? 2. Alternatif strategi apa yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri? 3. Prioritas Strategi apa yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor strategis dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. 2. Merumuskan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. 3. Menentukan prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang permasalahan yang dikaji serta merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi pengrajin anyaman tikar, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan strategi pemasaran yang lebih baik di masa yang akan datang untuk mengembangkan usahanya.
8
3. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk menentukan kebijakan mengenai pemasaran produk kerajinan UMKM termasuk anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. 4. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi serta wacana untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan referensi untuk permasalahan yang sejenis pada masa yang akan datang.
9
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Hastuti (2008) yang berjudul “Kerajinan Enceng Gondok (Studi kasus pada industri rumah tangga di Desa Tegaron Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang) menerangkan bahwa kegiatan pemasaran merupakan usaha yang sangat penting untuk mendorong proses produksi. Semakin lancar pemasaran suatu barang maka akan meningkatkan produksi suatu barang sebab permintaan akan terus meningkat. Salah satu penghambat perkembangan industri kerajinan adalah pemasaran mengingat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap penggunaan produk dalam negeri masih cukup rendah. Sebagian dari mereka beranggapan produk luar negeri mempunyai mutu yang lebih baik. Meskipun demikian, sekarang ini sebagian produk Indonesia yang berupa kerajinan sudah banyak yang diekspor ke luar negeri. Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia dalam menggunakan produk dalam negeri dapat menghambat pemasaran produk kerajinan seperti kerajinan enceng gondok yang ada di Tegaron. Seperti halnya pendirian sebuah perusahaan yang menawarkan produk baru kendala awal yang dihadapi adalah masalah pemasaran. Seiring perkembangan jaman dan lancarnya saluran informasi dan komunikasi peluang pasar untuk produk kerajinan semakin terbuka lebar, terlebih adanya gerakan kembali ke alam yang diserukan negara maju membuat pamor kerajinan tangan menjadi semakin terkenal. Dalam pemasaran produknya, perusahaan menggunakan metode pemasaran langsung dan tidak langsung. Metode langsung dengan menjual di tempat produksi atau dengan memasarkannya di toko souvenir ditempat-tempat wisata. Sedangkan untuk metode tidak langsung dilakukan dengan kemitraan melalui pedagang skala besar untuk memasarkan hasil kerajinan hingga bisa menembus pasar internasional. Penelitian Winarsih (2005) mengenai Strategi Pemasaran Ekspor Furniture (Studi kasus pada PT Amalia Surya Cemerlang Kabupaten Klaten
8
10
Propinsi Jawa Tengah). Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa suatu usaha industri furniture kegiatan utamanya adalah mengolah bahan baku menjadi barang atau produk jadi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Untuk memasarkan produknya, maka perusahaan harus mempunyai strategi pemasaran yang tangguh dan handal dalam menghadapi persaingan yang ketat di dunia bisnis. Dalam memasarkan produknya strategi pemasaran yang ditempuh meliputi variabel keragaman bauran pemasaran sebagai berikut : 1. Inovasi Produk Perusahaan selalu melakukan inovasi terhadap produk-produknya yang telah dihasilkan dengan cara penciptaan desain baru sesuai dengan permintaan konsumen dan pemilihan bahan baku yang berkualitas baik. Manfaat dilakukannya inovasi produk adalah untuk memberikan kepuasan kepada konsumen dan juga meningkatkan volume penjualan yang nantinya secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan laba yang didapatkan. 2. Harga Perusahaan bertujuan agar produknya bisa diterima pembeli dengan baik dan pembeli sendiri tidak merasa keberatan atas harga yang ditetapkan perusahaan. Selain itu dalam menentukan harga juga disesuaikan dengan situasi serta kondisi lingkungan perusahaan. 3. Promosi Tujuan
perusahaan
melakukan
promosi
adalah
mencari,
mempengaruhi, dan menjaring pembeli sebanyak mungkin karena dengan adanya promosi akan memudahkan perusahaan untuk mencari pembeli dan meyakinkan pembeli agar tetap setia kepada produk yang dihasilkan perusahaan. 4. Tempat Pemilihan tempat untuk memasarkan produk agar sampai kepada pasar sasaran secara tepat perusahan menempuh jalan dengan saluran distribusi langsung dan tidak langsung. Distribusi langsung yang ditempuh
11
perusahaan dengan cara memasarkan produk langsung ke tangan konsumen. Sedangkan distribusi tidak langsung dilakukan dengan cara menggunakan jasa atau perantara dalam pemasaran. Penelitian-penelitian tersebut dipilih sebagai bahan referensi dalam penelitian ini karena topik penelitian yang dikaji memiliki kemiripan yaitu mengenai usaha kerajinan serta pemasaran hasil kerajinannya. Oleh karena itu, hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan pada penelitian ini dalam menganalisis faktor strategis pemasaran serta merumuskan alternatif strategi pemasaran yang dapat dilaksanakan pengrajin anyaman tikar dalam memasarkan produk mereka. B. Tinjauan Pustaka 1. Mendong (Cyperus Sp) Tanaman Mendong (Cyperus Sp) merupakan salah satu famili dari Cyperacea yang hidup di area dengan sistem irigasi yang baik atau tumbuh di daerah yang lembek serta kandungan air yang cukup. Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara tetapi saat ini bisa ditemukan hampir disemua negara di Asia seperti China dan India. Tanaman ini bisa mempunyai panjang sampai 1,5 meter di daerah yang ketinggiannya 300700 diatas permukaan air laut. Tanaman ini berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif (akar). Pemanenan bisa dilakukan kira kira setelah 5 bulan dari awal penanamannya. Disamping itu tanaman ini bisa dipanen sampai 7 kali dari awal penanamannya. Cara pemanenannya harus dilakukan dengan cara dikeringkan dulu airnya. Setelah kering, memotong tanaman tersebut dengan jarak kira-kira 3 cm dari permukaan tanah. Kemudian proses pengeringannya dilakukan dibawah sinar matahari langsung (Anonimb, 2006) .
12
Gambar 1 : Tanaman Mendong
2. Usaha Anyaman Tikar Berbahan Baku Mendong Berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam menjalankan usahanya, industri digolongkan menjadi 3 macam. Pertama industri mikro yang merupakan industri dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang. Kedua adalah industri kecil dengan jumlah tenaga kerja 5-19 orang. Kemudian industri menengah adalah industri yang memperkerjakan 20-99 orang (Bappekab Sidoarjo, 2008). Anyaman merupakan hasil dari proses menyilangkan bahan-bahan tumbuh-tumbuhan untuk dijadikan satu rumpun yang kuat dan dapat digunakan. Berbagai bentuk kerajinan tangan anyaman dapat dibentuk melalui proses dan teknik menganyam dan dibuat berdasarkan fungsi yang diinginkan. Misalnya anyaman dibentuk menjadi topi, bakul, tudung saji, tikar, dan aneka rupa yang di bentuk untuk digunakan sehari-hari. Seni kerajinan tangan anyaman adalah suatu karya yang unik dan rumit proses pembuatannya. Namun usaha untuk mempertahankannya harus diteruskan agar tidak termakan oleh perkembangan jaman. Budaya bangsa bukan hanya dilihat dari bahasa dan ragamnya saja, tetapi juga dilihat dari hasil karyanya yang bermutu tinggi (Pratama, 2009). Kerajinan Tikar dengan bahan baku mendong merupakan salah satu warisan budaya Jawa. Saat ini anyaman mendong tidak hanya digunakan sebagai tikar ataupun alas tempat duduk saja tetapi telah berkembang penggunaannya sebagai salah satu bahan dasar pembuatan dompet, tas,
13
peci, tempat tisu dan lain-lain Seperti halnya produk kerajinan lainnya, produk kerajinan anyaman mendong ditekuni oleh banyak orang, sehingga setiap upaya pengembangannya akan membawa dampak multiplier yang luas terhadap perekonomian masyarakat ( Anonimb, 2008). 3. Pemasaran Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasikan keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan mengatur seberapa besarnya, menentukan pasar-pasar target mana yang paling baik dilayani oleh organisasi, dan menentukan berbagai produk, jasa dan program yang tepat untuk melayani pasar tersebut. Jadi pemasaran berperan sebagai penghubung antara kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan pola jawaban industri (dalam hal ini termasuk industri di bidang pertanian) yang bersangkutan (Kotler, 1992). Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengrajin dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan untuk mendapatkan laba. Berhasil tidaknya dalam pencapaian tujuan bisnis tergantung kepada keahlian pengrajin di bidang pemasaran, produksi, keuangan maupun bidang lain. Selain itu tergantung pula pada kemampuan pengrajin untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar( Anonimc, 2008). Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Sedangkan proses pemasaran terdiri dari analisa peluang pasar, meneliti dan memilih pasar sasaran, merancang strategi pemasaran, merancang program pemasaran, dan mengorganisir, melaksanakan serta mengawasi usaha pemasaran (Ilmanoz, 2008). 4. Arti Penting Strategi Strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumberdaya suatu organisasi untuk mencapai sasaranya melalui hubunganya yang
14
efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan (Salusu, 2003). Sedangkan menurut David (2004), strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. Strategi adalah bakal tindakan yang menuntut keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk merealisasikannya. Di samping itu, strategi juga mempengaruhi kehidupan organisasi dalam jangka panjang, paling tidak selama lima tahun. Oleh karena itu, sifat strategi adalah berorientasi ke masa depan. Strategi dalam perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal yang dihadapi perusahaan. Konsep-konsep strategik selalu memberi perhatian serius terhadap perumusan tujuan dan sasaran organisasi, faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahannya, serta peluang-peluang dan tantangan yang senantiasa dihadapi oleh setiap organisasi. Analisis mengenai faktor-faktor ini sangat berguna dalam merumuskan alternatif-alternatif yang akan memudahkan para pengambil keputusan tertinggi dalam setiap organisasi memilih alternatif terbaik. Pilihan atau alternatif terbaik ini biasanya dilakukan setelah memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi yang akan timbul apabila suatu alternatif dipilih (Salusu, 2003). 5. Strategi Pemasaran Salah satu bentuk dari strategi pemasaran yang sering dilakukan oleh suatu perusahaan adalah dengan cara melakukan penyebaran pemasaran itu sendiri, atau lebih sering dikenal dengan istilah bauran pemasaran. Bauran pemasaran sendiri didefinsikan sebagai suatu strategi yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang dapat meliputi menentukan masterplan dan mengetahui serta menghasilkan pelayanan (penyajian) produk yang memuaskan pada suatu segmen pasar tertentu yang mana segmen pasar tersebut telah dijadikan sasaran pasar untuk produk yang telah diluncurkan untuk menarik konsumen sehingga terjadi pembelian. Dalam melakukan dan merencanakan strategi pemasaran, beberapa perusahaan
telah
menggunakan
berbagai
cara
yang
kemudian
dikombinasikan menjadi satu, mulai dari pemenuhan produk (product),
15
penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion) (Endi, 2009). 6. Perumusan Strategi Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk manajemen efektif dari kesempatan dan ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan Strategi yang dirumuskan bersifat lebih spesifik tergantung kegiatan fungsional manajemen (Hunger and Wheelen, 2003). Umpan Balik
Melakukan Audit Eksternal
Membuat Pernyata an Visi dan Misi
Menetap kan Tujuan Jangka Panjang
Membuat, Mengevalua si, dan Memilih
Melaksana kan Strategi, Isu-isu
Melaksana kan Strategi, Isu-isu Pemasaran , Keuangan,
Menguku r dan Mengeval uasi
Melakukan Audit Internal Perumusan Strategi
Pelaksanaan Strategi
Evaluasi Strategi
Gambar 2. Skema Model Proses Manajemen Strategis yang Komprehensif Sesuai dengan skema tersebut di atas, manajemen strategis adalah proses yang sangat interaktif yang memerlukan koordinatif diantara para manajer pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi manajemen. Meskipun proses manajemen strategis diawasi oleh para perencana strategi, agar berhasil proses tersebut harus melibatkan para manajer dan karyawan dari semua bidang fungsional untuk bekerja sama memberikan gagasan atau informasi (David, 2004). Perumusan strategi didasarkan pada analisis yang menyeluruh terhadap pengaruh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal
16
perusahaan. Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat berubah dengan cepat sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman yang datang dari pesaing utama maupun dari iklim bisnis yang senantiasa berubah. Konsekuensi perubahan faktor eksternal tersebut juga mengakibatkan perubahan faktor internal perusahaan seperti perubahan terhadap kekuatan maupun kelemahan yang dimiliki perusahaan tersebut (Rangkuti, 2001). a. Penentuan Visi, Misi dan Tujuan Bisnis Visi bisnis merupakan pernyataan apa yang perusahaan inginkan di masa depan. Visi dapat memberikan aspirasi dan motivasi disamping memberikan panduan atau rambu-rambu dalam menyusun strategi. Sedangkan misi mengandung tujuan pokok perusahaan, dan misi juga merupakan visi dari si pendiri perusahaan. Misi perusahaan adalah sebuah ekspresi dari ambisi untuk mengembangkan perusahaan. Pernyataan misi yang efektif adalah mendefinisikan bisnis dari tiap group kecil dalam organisasi. Pernyataan tersebut akan membuat para karyawan lebih mengerti mengenai tujuan mereka (Kusuma, 2009). Tujuan dapat didefinisikan sebagai hasil tertentu yang perlu dicapai organisasi dalam memenuhi misi utamanya. Tujuan juga penting untuk keberhasilan organisasi karena tujuan menentukan arah, membantu
dalam
melakukan
evaluasi,
menciptakan
sinergi,
menunjukkan prioritas, memusatkan koordinasi, dan menjadi dasar perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, serta pengendalian kegiatan yang efektif. Tujuan haruslah menantang, dapat diukur, konsisten, wajar, dan jelas (David, 2004). b. Analisis Faktor-Faktor Strategis 1) Faktor Internal Menurut
Salusu
(2003)
kekuatan
adalah
situasi
dan
kemampuan internal yang bersifat positif, yang memungkinkan organisasi sasarannya,
memiliki
keuntungan
sedangkan
strategik
kelemahan
dalam
adalah
mencapai
situasi
dan
ketidakmampuan internal yang mengakibatkan organisasi tidak dapat
17
mencapai sasaranya. Kekuatan dan kelemahan tersebut menurut David (2004) ada dalam kegiatan manajemen, pemasaran, keuangan, produksi atau operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi manajemen di setiap perusahaan. Faktor-faktor internal dapat ditentukan dengan banyak cara, termasuk dengan menghitung rasio, mengukur kerja, dan membandingkan dengan prestasi masa lalu atau dengan rata-rata industri. Kekuatan adalah sesuatu yang paling baik dilakukan oleh organisasi atau suatu karakteristik yang memberinya kemampuan yang sangat besar. Kekuatan itu dapat berupa ketrampilan, kompetensi, sumber daya organisasi yang sangat bernilai atau kemampuan kompetitif, atau hasil yang menempatkanya pada kedudukan yang superior, misalnya mutu produk yang lebih baik, adanya pengakuan dari pihak luar dan penguasa, teknologi yang superior, atau pelayanan yang memuaskan. Kelemahan dipihak lain, adalah sesuatu yang membuat organisasi sangat lemah, miskin, berpenampilan buruk, atau suatu kondisi yang menempatkanya pada posisi ketidak-beruntungan dan tidak kompetitif (Salusu, 2003). 2) Faktor Eksternal Analisis lingkungan menurut Dirgantoro (2004) adalah suatu proses monitoring terhadap lingkungan organisasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi peluang (opportunities) dan tantangan (threats) yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya. Menurut Salusu (2003) lingkungan eksternal terdiri atas dua faktor strategik, yaitu peluang dan ancaman atau tantangan. Peluang sebagai situasi dari faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi mencapai atau bahkan bisa melampaui pencapaian sasarannya, sedangkan ancaman adalah faktor-faktor eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya.
18
Menurut David (2004) audit eksternal terfokus pada upaya mengidentifikasi dan menilai tren serta peristiwa di luar kendali perusahaan. Audit eksternal tidak ditujukan untuk membuat daftar yang panjang mengenai setiap faktor yang mungkin dapat mempengaruhi bisnis, melainkan ditujukan untuk mengidentifikasi variabel-variabel kunci yang dapat memberikan respon yang dapat dilaksanakan. Audit ekstrnal mengungkapkan peluang dan ancaman utama yang dihadapi oleh organisasi. Dengan demikian para manajer dapat merumuskan strategi agar dapat mengambil manfaat dari peluang dan menghindari atau mengurangi dampak ancaman. Peluang dan ancaman eksternal merujuk pada peristiwa dan tren ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum, pemerintahan, teknologi dan persaingan yang dapat menguntungkan atau merugikan suatu organisasi secara berarti di masa depan. Peluang dan ancaman sebagian besar di luar kendali suatu organisasi karena itu digunakan istilah eksternal (David, 2004). c. Analisis SWOT Perencana strategis (strategic planner) dalam mengambil keputusan harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) pada kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Analisis SWOT banyak dipakai dalam penyusunan perencanaan strategis bisnis yang bertujuan untuk menyusun strategi-strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera diambil keputusan, berikut semua sikap dalam menghadapi pesaing. Proses
19
pengambilan
keputusan
strategis
selalu
berkaitan
dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan (Rangkuti, 2001). d. Matriks SWOT Menurut Rangkuti (2001), matrik SWOT adalah alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Matrik ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat diselesaikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks Strengths Weakness Opportunities Threats (SWOT) menurut David (2004), merupakan perangkat pencocokan yang penting yang membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi: Strategi SO (Strengths-Opportunities), Strategi WO (Weakness-Opportunities), Strategi ST (Strengths-Threats) dan Strategi WT (Weakness-Threats). Mencocokkan faktor-faktor eksternal dan internal kunci merupakan bagian yang sangat sulit dalam mengembangkan Matriks SWOT dan memerlukan penilaian yang baik dan tidak ada sekumpulan kecocokan yang paling baik. Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal (David, 2004). e. QSPM (Quantitave Strategic Planning Matrix) QSPM merupakan alat yang membuat para perencana strategi dapat menilai secara obyektif strategi alternatif yang dapat dijalankan, didasarkan atas factor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal
20
yang dapat dikenali terlebih dahulu. QSPM juga memerlukan penilaian intuitif yang baik dari para perencana strategi dalam memilih strategistrategi yang akan dimasukkan ke dalam QSPM. Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik dari berbagai strategi
yang
didasarkan
sampai
seberapa
jauh
faktor-faktor
keberhasilan kritis eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik dari masing-masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari masing-masing factor keberhasilan kritis eksternal dan internal. Setiap jumlah rangkaian strategi alternatif dapat diikutkan dalam QSPM, dan setiap jumlah strategi dapat menyusun rangkaian strategi tertentu. Tetapi, hanya strategi-strategi dari suatu rangkaian tertentu yang dinilai relatif terhadap satu sama lain (David, 2004). C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Anyaman merupakan hasil dari proses menyilangkan bahan-bahan tumbuh-tumbuhan untuk dijadikan satu rumpun yang kuat dan dapat digunakan. Anyaman tikar yang berkembang di Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu usaha memanfaatkan tanaman mendong yang awalnya tumbuh liar di alam menjadi produk kerajinan yang meningkat nilai ekonominya. Seperti halnya dengan industri yang lain, usaha anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri juga mengalami permasalahan yang kompleks termasuk permasalahan dalam pemasaran produk. Pemasaran yang baik sangat diperlukan oleh pengrajin agar produknya dapat sampai kepada konsumen. Oleh karena itu perlu adanya perumusan strategi pemasaran yang efektif dalam memasarkan produk. Perumusan strategi yang efektif merupakan serangkaian proses yang dilakukan oleh perencana strategi yang terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut : 1. Analisis terhadap visi, misi dan tujuan usaha Analisis ini diperlukan untuk mengetahui keragaan obyek penelitian yang dalam hal ini adalah visi, misi, dan tujuan pengrajin kerajinan
21
anyaman tikar. Menganalisis visi, misi, dan tujuan usaha merupakan tahap awal yang logis dalam perumusan strategi. 2. Analisis Identifikasi Faktor-faktor Strategis Analisis terhadap faktor internal dan eksternal sangat diperlukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan serta peluang dan ancaman terhadap keberjalanan usaha yang dilakukan. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam perusahaan yang terdiri dari kondisi keuangan, sumberdaya manusia, produksi, serta faktor pemasaran yang terdiri dari 4 aspek (produk, promosi, harga, dan distribusi). Faktor eksternal meliputi pemerintah, pesaing, pemasok, lembaga pemasaran, dan konsumen. 3. Perumusan Alternatif Strategi Pemasaran Perumusan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri menggunakan analisis SWOT dan matriks SWOT. Matriks SWOT menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman dapat dipadukan dengan kekuatan dan kelemahan
sehingga
dihasilkan empat rumusan alternatif strategi pemasaran yaitu strategi penyesuaian kekuatan dan peluang (SO), kelemahan dan peluang (WO), kekuatan dan ancaman (ST) serta strategi penyesuaian kelemahan dan ancaman (WT). 4. Penentuan Strategi Pemasaran Efektif Dari beberapa alternatif strategi yang didapatkan dari matriks SWOT perlu dilakukan penilaian untuk menentukan prioritas strategi yang dapat dilaksanakan. Alat analisis kuantitatif yang digunakan adalah Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) yang memungkinkan perencana strategi mengevaluasi alternatif strategi secara obyektif dan menentukan strategi yang paling efektif. Dari uraian di atas dapat disusun dalam bagan kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
22
Industri Anyaman Tikar (visi, misi, dan tujuan) Lingkungan Pemasaran Identifikasi faktor-faktor Strategis
· · · · · ·
Faktor Eksternal : konsumen Pesaing Pemerintah Lembaga Pemasaran Pemasok Teknologi
Faktor Internal : · Pemasaran: o Produk o Harga o Promosi o Distribusi · Sumber Daya Manusia · Keuangan · Produksi
Analisis SWOT) Alternatif Strategi Pemasaran (Matrik SWOT) Prioritas Strategi Pemasaran (Matrik QSP) Strategi Pemasaran Efektif Gambar 3 . Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah D. Pembatasan Masalah 1. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2010 dengan menggunakan data pemasaran bulan Maret 2010. 2. Responden adalah pengrajin anyaman tikar, konsumen, lembaga pemasaran, pesaing, pemasok bahan baku serta Instansi Pemerintah yang terkait dengan pemasaran anyaman tikar yaitu Dinas perindustrian, perdagangan dan koperasi Kabupaten Wonogiri.
23
3. Data lingkungan internal dan eksternal yang dianalisis berupa data kualitatif yang disajikan dalam bentuk hasil wawancara dengan responden dan hasil pengamatan selama penelitian. 4. Faktor internal yang diteliti meliputi : aspek keuangan, aspek produksi, aspek sumber daya manusia, serta aspek pemasaran (produk, harga, promosi, dan distribusi). 5. Faktor eksternal yang diteliti meliputi : konsumen, pemerintah, pemasok, pesaing, dan lembaga pemasaran, dan teknologi. E. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel 1. Pengrajin anyaman tikar adalah para pembuat kerajinan anyaman tikar, yang memproduksi mendong menjadi kerajinan anyaman tikar hingga memasarkannya kepada konsumen. 2. Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. 3. Pemasaran adalah sebuah proses mengalirnya barang dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan. 4. Strategi pemasaran adalah merupakan respon secara terus-menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman dari faktor eksternal serta kekuatan dan kelemahan dari faktor internal yang dapat mempengaruhi pemasaran produk di masa yang akan datang. 5. Lingkungan internal adalah faktor-faktor di dalam industri yang dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari segi produksi (manajemen produksi), keuangan (sumber dan pengelolaan keuangan), sumber daya manusia (kualitas dan ketersediaan tenaga kerja), serta pemasaran ( bauran pemasaran). 6. Lingkungan eksternal merupakan faktor-faktor di luar industri yang mempengaruhi kinerja dalam pemasaran produk berupa peluang dan ancaman bagi pemasaran produk berasal dari konsumen (pemakai anyaman tikar), pemasok bahan baku (ketersediaan dan kuantitas bahan baku), lembaga pemasaran meliputi saluran dan kelancaran distribusi yang
24
dilalui, kebijakan pemerintah dalam pemasaran produk anyaman tikar serta perkembangan teknologi yang ada. 7. Analisis SWOT merupakan suatu analisis situasi yang mencakup kondisi internal dan ekternal dalam pemasaran anyaman tikar. 8. Kekuatan adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam industri dan merupakan keunggulan bagi pemasaran produk itu sendiri. 9. Kelemahan adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam industri dan merupakan keterbatasan atau kekurangan bagi pemasaran produk itu sendiri. 10. Peluang dapat juga diartikan kesempatan merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar industri dan bersifat menguntungkan bagi pemasaran produk. 11. Ancaman adalah faktor-faktor yang berasal dari luar industri dan bersifat mengganggu bagi pemasaran produk. 12. Matriks SWOT ( Matriks Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman) adalah matriks yang akan digunakan untuk menyusun berbagai alternatif strategi pemasaran produk melalui strategi SO, WO, ST, dan WT. 13. QSPM (Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif) adalah alat yang digunakan untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif untuk menentukan prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran hasil usaha.
25
III. METODE PENELITIAN A.
Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan ciri memusatkan diri pada pemecahan masalahmasalah yang ada pada masa sekarang dan pada masalah-masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis sehingga metode ini sering pula disebut metode analitik. Teknis pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dengan teknik survey yaitu cara pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu (atau jangka waktu) yang bersamaan (Surakhmad, 1998). B.
Metode Penentuan Sampel
1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Wonogiri. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu penentuan daerah sampel
yang
diambil
secara
sengaja
berdasarkan
pertimbangan-
pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995). Lokasi penelitian dipilih Kecamatan Puhpelem dengan pertimbangan karena merupakan wilayah yang terdapat industri anyaman tikar dengan jumlah paling banyak diantara kecamatan lain di Kabupaten Wonogiri. Data mengenai jumlah industri anyaman tikar pada Tabel 2. 2. Metode Penentuan Responden a. Penentuan Responden Untuk Penentuan Faktor-faktor Strategis Faktor strategis adalah faktor-faktor yang dijadikan sebagai komponen dalam melakukan perumusan strategis. Sifat dasar dari faktor strategis adalah suatu keadaan yang dibangun dari situasi benchmark
dalam
lingkungan
persaingan
(Harisudin,
2009).
Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas yang bersifat unik dan kompleks. Di dalamnya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). Data atau informasi harus ditelusuri seluas-luasnya dan sedalam mungkin sesuai 24
26
dengan variasi yang ada. Berkenaan dengan tujuan tersebut, maka dalam prosedur sampling menurut Bungin (2003) mengacu seperti dalam penelitian kualitatif yang lebih mementingkan informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian. Informan kunci ditentukan dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangannya adalah orang tersebut dianggap paling tahu tentang informasi yang diharapkan, orang yang paling berpengaruh sehingga memudahkan peneliti menjelajahi dan menggali informasi dari obyek yang dibutuhkan (Sugiyono, 2006). Menurut Bungin (2003) untuk memilih sampel informan kunci lebih tepat dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling). Sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pengrajin anyaman tikar dengan pertimbangan pihak tersebut dianggap paling tahu mengenai informasi yang dibutuhkan peneliti. Melalui wawancara secara mendalam (indepth interview) kepada informan kunci yang selanjutnya untuk mencari kedalaman informasi ditelusuri melalui teknik Snowball Sampling yang dimulai dari informan kunci tersebut diperoleh responden lainnya yang dapat menjelaskan faktor-faktor internal dan eksternal dengan menelusurinya sehingga mendapatkan responden pemasok bahan baku, konsumen, lembaga pemasaran dan pesaing. Selain itu untuk menambah informasi dilakukan wawancara dengan pemerintah yang dilaksanakan kepada pegawai dinas perindustrian yang secara struktural mengurusi UMKM di Kabupaten Wonogiri. Informasi mengenai faktor-faktor internal dan eksternal diidentifikasi menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. b. Penentuan Responden Untuk Penentuan Bobot dan Nilai Daya Tarik (Atractive Score / AS) Penentuan bobot dan nilai daya tarik (Atractive score/AS) dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun kuisioner yang berisi
27
faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan ekternal (peluang dan ancaman) serta alternatif strategi yang akan dipertimbangkan untuk menjadi prioritas strategi dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. Pengambilan responden dilakukan secara purposive sampling (sengaja) yaitu orang-orang yang masih terlibat secara penuh/aktif pada kegiatan yang menjadi perhatian peneliti. Responden tersebut dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian yang sedang dilakukan. Responden untuk penentuan bobot adalah 15 orang pengrajin anyaman tikar karena dianggap sebagai pihak yang mengetahui mengenai anyaman tikar serta masih aktif dalam kegiatan yang menjadi fokus penelitian. Penentuan bobot dapat dilakukan dengan memberi bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (amat penting) dan jumlah seluruh bobot yang diberikan harus sama dengan 1,0. Nilai daya tarik merupakan angka yang menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi pada suatu rangkaian alternatif tertentu. Nilai Daya Tarik ditentukan dengan memeriksa masing-masing faktor eksternal atau faktor internal, satu per satu, sambil mengajukan pertanyaan, “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat?” Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah ya, maka strategi tersebut harus dibandingkan secara relatif dengan faktor kunci. Khususnya, Nilai Daya Tarik harus diberikan pada masing-masing strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif suatu strategi terhadap yang lain, dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Cakupan Nilai Daya Tarik adalah : 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = wajar menarik; dan 4 = sangat menarik. Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah tidak, hal tersebut menunjukkan bahwa masing-masing faktor kunci tidak mempunyai pengaruh atas pilihan khusus yang dibuat dengan menggunakan garis (-) sebagai tandanya. Kemudian menghitung jumlah total nilai daya tarik (TAS) yang menunjukkan daya tarik relatif dari masing-masing strategi alternatif, dengan hanya
28
mempertimbangkan dampak dari faktor keberhasilan kritis eksternal atau internal yang berdekatan. Semakin tinggi total nilai daya tarik menunjukkan semakin menarik strategi tersebut (David, 2004). Responden yang digunakan dalam penentuan nilai daya tarik (Atractive score/AS) adalah 15 orang pengrajin anyaman tikar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan pengrajin anyaman tikar sebagai pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan serta melaksanakan strategi pemasaran anyaman tikar. C.
Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidik (Surakhmad, 1998). Data primer yang diperoleh pada penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan kerajinan anyaman tikar dengan menggunakan pedoman wawancara sesuai informasi yang dibutuhkan peneliti. Sumber data primer adalah pengrajin anyaman tikar, konsumen, lembaga pemasaran, pemasok bahan baku, pesaing serta instansi pemerintah yaitu Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Wonogiri). 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang diluar diri penyelidik (Surakhmad, 1998). Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah BPS Kabupaten Wonogiri, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Wonogiri, serta Bappeda Kabupaten Wonogiri. Data sekunder tersebut meliputi keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, keadaan penduduk serta data-data lain yang berhubungan dengan kajian dalam penelitian ini.
29
D.
Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi Pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan data dimana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (Gulo, 2002). Teknik ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti, sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai kondisi obyek yang diteliti. 2. Wawancara (Interview) Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi (Nasution, 2004). Teknik wawancara yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan melakukan wawancara secara langsung kepada responden berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Terdapat dua jenis teknik wawancara, yaitu: wawancara mendalam (Indept Interview) dan wawancara (Interview). Dalam penelitian ini digunakan wawancara mendalam untuk memperoleh informasi dan data yang lebih akurat. 3. Pencatatan Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan melakukan pencatatan data primer (hasil wawancara) dan data sekunder dari instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian. E.
Metode Analisis Data
1. Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Analisis faktor internal bertujuan untuk mengidentifikasi faktorfaktor internal kunci yang menjadi kekuatan dan kelemahan di dalam pemasaran. Faktor internal yang dianalisis meliputi kondisi keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, serta produksi /operasional. Sedangkan analisis faktor eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksternal kunci yang menjadi peluang dan ancaman bagi pemasaran. Faktor eksternal yang dianalisis meliputi konsumen, pemasok bahan baku, lembaga pemasaran, pesaing, dan peran pemerintah.
30
Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari faktor internal serta peluang dan ancaman dari faktor eksternal dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pemasaran. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). 2. Alternatif Strategi Untuk merumuskan alternatif strategi pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri digunakan analisis Matriks SWOT. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi oleh suatu usaha dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis SWOT digambarkan ke dalam Matriks SWOT dengan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu stategi kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (WO strategies), strategi kekuatan-ancaman (S-T strategies), dan strategi kelemahan-ancaman (W-T strategies). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut : Tabel 3. Matriks SWOT Strenght (S) Menentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal
Weakness (W) Menentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal
Opportunities (O) Menentukan 510 faktor-faktor
Strategi S-O Menciptakan strategi
Menentukan 5-
Menciptakan strategi
yang menggunakan kekuatan
yang meminimalkan
untuk memanfaatkan peluang
kelemahan untuk
peluang eksternal Threats (T)
Strategi W-O
memanfaatkan peluang Strategi S-T Menciptakan strategi
Strategi W-T Menciptakan strategi
10 faktor-faktor
yang menggunakan kekuatan
yang meminimalkan
ancaman eksternal
untuk mengatasi ancaman
kelemahan dan menghindari
31
ancaman
Sumber : Rangkuti, 2001 Delapan tahapan dalam penentuan alternatif strategi yang dibangun melalui matriks SWOT adalah sebagai berikut : a. Menuliskan peluang faktor eksternal kunci dalam pemasaran anyaman tikar. b. Menuliskan ancaman faktor eksternal kunci dalam pemasaran anyaman tikar. c. Menuliskan kekuatan faktor internal kunci dalam pemasaran anyaman tikar. d. Menuliskan kelemahan faktor internal kunci dalam usaha anyaman tikar. e. Mencocokkan kekuataan faktor internal dengan peluang faktor eksternal dan mencatat Strategi S-O dalam sel yang sudah ditentukan. f. Mencocokkan kelemahan faktor internal dengan peluang faktor eksternal dan mencatat Strategi W-O dalam sel yang sudah ditentukan. g. Mencocokkan kekuatan faktor internal dengan ancaman faktor eksternal dan mencatat Strategi S-T dalam sel yang sudah ditentukan. h. Mencocokkan kelemahan faktor internal dengan ancaman faktor eksternal dan mencatat Strategi W-T dalam sel yang sudah ditentukan. 3. Prioritas Strategi Menentukan prioritas strategi dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri menggunakan analisis Matriks QSP. Matriks QSP digunakan untuk memilih strategi terbaik yang paling cocok dengan lingkungan eksternal dan internal. Alternatif strategi yang memiliki nilai total daya tarik terbesar merupakan strategi yang paling baik. Tabel 4. Matriks QSP Faktor Faktor Kunci Faktor-Faktor Kunci Internal Total Bobot
Bobot
Alternatif Strategi Strategi I Strategi 2 AS TAS AS TAS
Strategi 3 AS TAS
32
Faktor-Faktor Kunci Eksternal Total Bobot Jumlah Total Nilai Daya Tarik Sumber : David, 2004 Enam tahapan dalam pembuatan matriks QSP yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Membuat daftar peluang/ancaman dari faktor eksternal dan kekuatan/ kelemahan faktor internal.
b.
Memberi bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (amat penting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut. Jumlah seluruh bobot yang diberikan harus sama dengan 1,0.
c.
Memeriksa matriks SWOT dan mengenali strategi-strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan.
d.
Menentukan Nilai Daya Tarik (AS) yang didefinisikan sebagai angka yang menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi pada suatu rangkaian alternatif tertentu. Nilai Daya Tarik ditentukan dengan memeriksa masing-masing faktor eksternal atau faktor internal, satu per satu, sambil mengajukan pertanyaan, “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat?” Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah ya, maka strategi tersebut harus dibandingkan secara relatif dengan faktor kunci. Khususnya, Nilai Daya Tarik harus diberikan pada masing-masing strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif suatu strategi terhadap yang lain, dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Cakupan Nilai Daya Tarik adalah : 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = wajar menarik; dan 4 = sangat menarik. Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah tidak, hal tersebut menunjukkan bahwa masingmasing faktor kunci tidak mempunyai pengaruh atas pilihan khusus yang dibuat.
e.
Menghitung TAS (Total Nilai Daya Tarik). Total Nilai Daya Tarik didefinisikan sebagai hasil mengalikan bobot (langkah b) dengan
33
Nilai Daya Tarik di masing-masing baris (langkah d). Total Nilai Daya Tarik menunjukkan daya tarik relatif dari masing-masing strategi alternatif, dengan hanya mempertimbangkan dampak dari faktor keberhasilan krisis eksternal atau internal yang berdekatan. Semakin tinggi Nilai Total Daya Tarik, semakin menarik strategi alternatif tersebut. f.
Menghitung Jumlah Total Nilai Daya Tarik. Jumlah Total Nilai Daya Tarik (STAS) mengungkapkan strategi yang paling menarik dalam rangkaian alternatif. Besarnya perbedaan antara Jumlah Total Nilai Daya Tarik suatu rangkaian strategi-strategi alternatif menunjukkan tingkat relatif dikehendakinya suatu strategi daripada yang lain.
34
IV.
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam 1.
Letak Geografis dan Wilayah Administratif Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak antara 7°32’-8°15’ Lintang Selatan dan 110°41’-111°18’ Bujur Timur, berada 32 km di sebelah selatan Kota Solo, sementara jarak dengan ibukota propinsi (Kota Semarang) sejauh 133 km. Kabupaten Wonogiri terdiri dari wilayah dataran, wilayah pegunungan dan wilayah pantai. Wilayah pegunungan memanjang dari sisi selatan sampai ke timur dan wilayah pantai berada di sisi selatan Kabupaten Wonogiri. Dengan kondisi geografis ini, maka Kabupaten Wonogiri mempunyai sejumlah obyek wisata alam berupa pantai dan air terjun. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut : Sebelah utara
: Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
Sebelah timur
: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur)
Sebelah selatan : Kabupaten Pacitan (Jawa Timur) dan Samudra Indonesia Sebelah barat
: Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kabupaten Wonogiri memiliki luas wilayah 182.236,02 ha, yang secara administratif terbagi menjadi 25 kecamatan dengan 43 kelurahan dan 251 desa. Kecamatan Pracimantoro merupakan kecamatan yang terluas, yaitu seluas 14.214,32 ha serta memilki jumlah desa terbanyak yaitu 17 desa. Kecamatan Puhpelem merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah tersempit diantara kecamatan lain di Kabupaten Wonogiri yang terdiri dari 5 desa. Berikut ini merupakan data yang menunjukkan jumlah kelurahan, jumlah desa, dan luas kecamatan di Kabupaten Wonogiri :
33
35
Tabel 5.
Jumlah Kelurahan, Jumlah Desa dan Luas Kecamatan di Kabupaten Wonogiri
No. Kecamatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Pracimantoro Paranggupito Giritontro Giriwoyo Batuwarno Karangtengah Tirtomoyo Nguntoronadi Baturetno Eromoko Wuryantoro Manyaran Selogiri Wonogiri Ngadirojo Sidoharjo Jatiroto Kismantoro Purwantoro Bulukerto Puhpelem Slogohimo Jatisrono Jatipurno Girimarto Jumlah
Jumlah Jumlah Luas Kelurahan Desa (ha) 1 17 14.214,32 0 8 6.475,42 2 5 6.163,22 2 14 10.060,13 1 7 5.165,00 0 5 8.459,00 2 12 9.301,08 2 9 8.040,51 0 13 8.910,38 2 13 12.035,86 2 6 7.260,77 2 5 8.164,43 1 10 5.017,98 6 9 8.292,36 2 9 9.325,55 2 10 5.719,70 2 13 6.277,36 2 8 6.986,11 2 13 5.952,78 1 9 4.051,84 1 5 3.161,54 2 15 6.414,79 2 15 5.002,74 2 9 5.546,40 2 12 6.236,68 43 251 182.236,02
Persentase (%) 7,80 3,55 3,38 5,52 2,84 4,64 5,10 4,42 4,88 6,60 3,98 4,48 2,75 4,55 5,11 3,18 3,44 3,83 3,27 2,22 1,74 3,52 2,74 3,04 3,42 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 Tabel 5 menunjukkan bahwa wilayah kecamatan terluas memiliki luas 7,8% dari seluruh luas Kabupaten Wonogiri yaitu Kecamatan Pracimantoro, sedangkan wilayah tersempit memiliki luas wilayah 1,72% dari seluruh luas wlayah Kabupaten Wonogiri yaitu Kecamatan Puhpelem. Perbedaan luas wilayah yang cukup mencolok ini disebabkan wilayah Wonogiri yang tidak rata serta bergunung-gunung. 2.
Topografi Daerah Topografi daerah di Kabupaten Wonogiri sebagian besar tanahnya berbukit berupa pegunungan kapur terutama di bagian selatan, termasuk
36
jajaran pegunungan seribu yang merupakan mata air dari Bengawan Solo. Topografi wilayah Kabupaten Wonogiri pada umumnya tidak rata, dengan kemiringan rata-rata 30°. Kabupaten Wonogiri memiliki ketinggian tempat yang cukup bervariasi antar wilayah kecamatan, yaitu mulai dari ketinggian 101 m dpl (meter di atas permukaan laut) sampai dengan > 600 m dpl. Tabel 6 berikut menyajikan ketinggian daerah beserta luas wilayahnya di Kabupaten Wonogiri : Tabel 6. Luas Wilayah Kabupaten Wonogiri Berdasarkan Ketinggian dari Permukaan Laut No. Ketinggian (m dpl) Luas (ha) Persentase (%) 1. 101 - 300 133.978,05 73,52 2. 301 - 600 39.798,97 21,84 3. ≥ 601 8.459,00 4,64 Jumlah 182.236,02 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 Berdasarkan ketinggian tempat pada Tabel 6, dapat dikatakan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Wonogiri berada pada ketinggian antara 101 - 300 m dpl, yang meliputi 17 kecamatan yaitu Kecamatan Wonogiri, Kecamatan Selogiri, Kecamatan Ngadirojo, Kecamatan
Nguntoronadi,
Kecamatan
Wuryantoro,
Kecamatan
Manyaran, Kecamatan Eromoko, Kecamatan Pracimantoro, Kecamatan Baturetno, Kecamatan Giritontro, Kecamatan Paranggupito, Kecamatan Giriwoyo, Kecamatan Batuwarno, Kecamatan Tirtomoyo, Kecamatan Jatipurno, Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Wilayah di Kabupaten Wonogiri yang memiliki ketinggian antara 301-600 m dpl terdiri dari 7 kecamatan, yaitu Kecamatan Jatisrono, Kecamatan Sidoharjo, Kecamatan Girimarto, Kecamatan Jatiroto, Kecamatan Slogohimo, Kecamatan Kismantoro dan Kecamatan Puhpelem. Dan wilayah di Kabupaten Wonogiri yang memiliki ketinggian ≥ 601 m dpl adalah Kecamatan Karangtengah. Dengan topografi daerah yang tidak rata, perbedaan antara satu kawasan dengan kawasan lain membuat kondisi sumber daya alam yang potensial di masing-masing daerah juga berbeda.
37
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Wonogiri, yaitu aluvial, litosol, regosol, andesol, grumusol, mediterian, dan latosol. Kondisi tanah yang berbeda-beda demikian mengakibatkan penggunaan tanah yang berbeda-beda pula. Luas lahan di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2008 menurut penggunaannya disajikan pada Tabel 7 berikut ini : Tabel 7. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Penggunaan Tanah Sawah Tegal Bangunan/Pekarangan Hutan Negara Hutan Rakyat Lain-lain Jumlah
Luas (ha) 32.236 68.434 28.252 15.769 7.288 30.257 182.236
Persentase (%) 17,70 37,55 15,50 8,65 4,00 16,60 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Wonogiri dimanfaatkan untuk tanah tegal yang luasnya mencapai 37,55% dari luas lahan seluruhnya. Penggunaan lahan untuk sawah menepati urutan kedua, yaitu sebesar 17,7% dari luas lahan seluruhnya. Persentase penggunaan lahan yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Wonogiri masih digunakan untuk pertanian sehingga akan mendukung perkembangan usaha agroindustri di Kabupaten Wonogiri dengan ketersediaan bahan baku yang memadai. 3.
Keadaan Iklim dan Cuaca Kabupaten Wonogiri memiliki iklim tropis, dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Temperatur di Kabupaten Wonogiri berkisar antara 24ºC - 32ºC. Berdasarkan data pada tahun 2008, suhu udara rata-rata di Kabupaten Wonogiri sebesar 26,47oC dengan kelembaban udara rata-rata sebesar 87,81oC. Data mengenai jumlah curah hujan dan jumlah hari hujan di Kabupaten Wonogiri tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini :
38
Tabel 8. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Wonogiri tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Curah Hujan (mm) 352,08 558,72 456,32 187,64 40,60 23,76 0,00 1,20 1,04 197,00 510,36 143,92
Hari Hujan (hari) 11,60 16,08 15,20 8,24 2,80 0,48 0,00 0,16 0,12 6,36 12,88 8,36
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 Tabel 8 menunjukkan bahwa curah hujan tahunan rata-rata yang tertinggi di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2008 adalah pada bulan Februari yaitu 558,72 mm dengan 16 hari hujan. Curah hujan tahunan rata-rata terendah di Kabupaten Wonogiri tahun 2008 terjadi pada bulan Juli yaitu 0 mm dengan 0 hari hujan atau tidak ada hujan sama sekali. B. Keadaan Penduduk 1.
Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Wonogiri dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan disebabkan adanya kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk. Berikut ini tabel yang menunjukkan perkembangan jumlah penduduk dari tahun 2005-2009 : Tabel 9. Perkembangan Penduduk Kabupaten Wonogiri Tahun 20052009 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Jumlah Penduduk (jiwa) 1.121.454 1.127.907 1.181.114 1.212.677 1.234.880 1.175.605
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2009
39
Tabel 9 mengenai perkembangan penduduk Kabupaten Wonogiri menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di Kabupaten Wonogiri dari tahun 2005 sampai tahun 2009 selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 penduduk di Kabupaten Wonogiri sejumlah 1.121.454 jiwa, pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 1.127.907 jiwa, pada tahun 2007 meningkat menjadi 1.181.114 jiwa, pada tahun 2008 menjadi 1.212.677 jiwa serta pada tahun 2009 menjadi 1.234.880 jiwa. 2.
Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur Keadaan penduduk menurut kelompok umur bagi suatu daerah dapat digunakan untuk mengetahui besarnya penduduk yang produktif dan penduduk yang non produktif, yang pada akhirnya akan dapat diketahui Angka Beban Tanggungan (ABT) dari daerah tersebut. Angka Beban Tanggungan (ABT) atau Dependency Ratio yaitu angka yang menunjukkan jumlah penduduk pada usia tidak produktif yang harus ditanggung oleh setiap penduduk usia produktif di suatu wilayah . Menurut Mantra (2003), kelompok umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum produktif secara ekonomis, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan kelompok penduduk umur 65 tahun ke atas sebagai kelompok penduduk yang sudah tidak produktif. Penghitungan besarnya Angka
Beban
Tanggungan (ABT) suatu wilayah dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ABT =
Penduduk umur (0 - 14th) + Penduduk umur (> 65th) xk Penduduk umur (15 - 64th)
Keterangan : k = Konstanta, yang besarnya adalah 100 Keadaan penduduk Kabupaten Wonogiri menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini :
40
Tabel 10. Keadaan Penduduk Kabupaten Wonogiri Menurut Kelompok Umur Tahun 2009 No. 1. 2. 3.
Umur (thn) Jumlah (jiwa) Persentase (%) ABT 0-14 251.811 20,40 15-64 852.003 68,99 44,94 ≥65 131.066 10,61 Jumlah 1.234.880 100,00 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri Tahun 2009 Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk menurut kelompok umur yang terbesar di Kabupaten Wonogiri adalah kelompok umur 15-64 tahun, sekaligus merupakan kelompok penduduk produktif, sebanyak 852.003 jiwa atau sebesar 68,99% dari jumlah penduduk di Kabupaten Wonogiri seluruhnya. Kelompok penduduk tidak produktif (kelompok umur 0-14 tahun dan kelompok umur ≥ 65 tahun) di Kabupaten Wonogiri sejumlah 382.877 jiwa, atau sebesar 31,01% dari jumlah penduduk Kabupaten Wonogiri seluruhnya. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Wonogiri, yaitu : ABT di Kabupaten Wonogiri =
382877 x 100 = 44,94 852003
Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Wonogiri yang diperoleh, yaitu sebesar 44,94, berarti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif di Kabupaten Wonogiri harus menanggung atau memberi penghidupan kepada 45 orang penduduk usia tidak produktif. 3.
Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Keadaan penduduk menurut jenis kelamin yang sering disebut dengan Sex ratio merupakan angka perbandingan antara jumlah penduduk perempuan dan laki-laki. Dalam menentukan besarnya sex ratio perlu diketahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin. Sex ratio (SR), yaitu angka/bilangan yang menunjukkan banyaknya penduduk
laki-laki
terhadap
100
mengetahui nilai Sex Ratio dengan cara :
penduduk
perempuan.
Untuk
41
SR =
M xk F
Keterangan : S = Sex ratio M = Jumlah penduduk laki-laki F = Jumlah penduduk perempuan k = Konstanta, yang besarnya adalah 100 (Mantra, 2003). Berikut ini data yang menunjukkan keadaan penduduk di Kabupaten Wonogiri menurut jenis kelamin. Tabel 11. Keadaan Penduduk Kabupaten Wonogiri Menurut Jenis Kelamin Tahun 2009 No. 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (jiwa) 620.385 614.495 1.234.880
Persentase (%) 50,24 49,76 100,00
Sex Ratio
100,96
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri Tahun 2009 Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009 lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan, namun perbedaan tersebut tidak terlalu jauh yang ditunjukkan dengan persentase yang hanya selisih 0,48%, di mana untuk penduduk laki-laki sebesar 50,24% atau sebanyak 620.385 jiwa, dan penduduk perempuan sebesar 49,76% atau sebanyak 614.495 jiwa dari keseluruhan penduduk Kabupaten Wonogiri. Sex Ratio di Kabupaten Wonogiri =
620385 x 100 614495
= 100,96 Berdasarkan nilai Sex Ratio yang diperoleh, yaitu sebesar 100,96, menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan di Kabupaten Wonogiri terdapat 101 orang penduduk laki-laki.
42
4.
Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Keadaan
penduduk
berdasarkan
mata
pencaharian
dapat
menggambarkan kesejahteraan penduduk suatu daerah. Keadaan mata pencaharian penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh keadaan alam dan sumber daya yang ada, serta keadaaan sosial ekonomi masyarakat seperti keterampilan, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, dan modal yang tersedia.. Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kabupaten Wonogiri ditunjukkan pada Tabel 12 berikut ini : Tabel 12. Keadaan Penduduk Kabupaten Wonogiri Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009 No. 1. 2. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Mata Pencaharian Belum/Tidak Bekerja Industri Konstruksi Mengurus Rumah Tangga Pedagang Petani Peternak Pelajar/Mahasiswa PNS TNI dan POLRI Pensiunan Transportasi Lain-lain Jumlah
Jumlah (jiwa) 135.685 15.687 6.928 122.877 69.380 371.424 1.028 52.302 14.659 1.793 7.783 9.693 425.641 1.234.880
Persentase (%) 10,99 1,27 0,56 9,95 5,62 30,08 0,08 4,24 1,19 0,14 0,63 0,78 34,47 100,00
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri Tahun 2009 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa mata pencaharian penduduk Kabupaten Wonogiri terbesar adalah lain-lain yang bermata pencaharian selain yang disebutkan dalam tabel, yaitu sejumlah 425.641 jiwa atau 34,47% dari seluruh jumlah penduduk Kabupaten Wonogiri. Mata pencaharian lain-lain tersebut diantaranya adalah dari sektor jasa, seperti karyawan atau pegawai, pembantu rumah tangga, dokter, guru, swasta, dan lain-lain. Mata pencaharian yang mempunyai persentase terbesar kedua adalah sektor pertanian, yaitu sebesar 30,08%, hal tersebut menunjukkan bahwa pertanian memegang peranan yang cukup penting
43
dalam perekonomian daerah Kabupaten Wonogiri terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian diharapkan mampu mendorong perkembangan industri yang berbahan baku dari hasil–hasil pertanian karena terjaminnya ketersediaan bahan baku yang digunakan untuk usahanya. Mata pencaharian sebagai peternak menempati persentase yang paling kecil, yaitu sebesar 1.028 jiwa atau 0,08% dari jumlah seluruh penduduk Kabupaten Wonogiri. 5.
Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per satuan unit wilayah, atau dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut : Kepadatan Penduduk =
JumlahPendudukSuatuWilayah( jiwa ) LuasWilaya h(km 2 )
(Mantra, 2003). Laju kepadatan penduduk di Kabupaten Wonogiri dari tahun 2005 sampai tahun 2009 ditunjukkan pada Tabel 13 di bawah ini : Tabel 13. Kepadatan Penduduk Kabupaten Wonogiri Tahun 2005-2009 No Tahun 1. 2. 3. 4. 5.
2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Penduduk Luas Daerah Kepadatan Penduduk (Jiwa) (km2) (Jiwa/Km2) 1.121.454 1.822,36 615 1.127.907 1.822,36 619 1.181.114 1.822,36 648 1.212.677 1.822,36 665 1.234.880 1.822,36 678
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2009 dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri Tabel 13 menunjukkan adanya peningkatan kepadatan penduduk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 kepadatan penduduk di Kabupaten Wonogiri sebesar 615 jiwa/km2, tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 619 jiwa/km2, pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 648 jiwa/km2, pada tahun 2008 juga mengalami peningkatan menjadi 665 jiwa/km2, dan pada tahun 2009 peningkatan terjadi sampai 678jiwa/km2. Meningkatnya kepadatan penduduk di Kabupaten Wonogiri ini dapat menimbulkan berbagai masalah, diantaranya adalah masalah penggunaan
44
lahan. Peningkatan kepadatan penduduk menyebabkan banyak lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi permukiman, maka penggunaan lahan untuk lahan pertanian akan semakin berkurang. 6.
Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pembangunan suatu daerah. Tingkat pendidikan akan berbanding lurus dengan perkembangan suatu daerah. Pendidikan dipengaruhi antara lain oleh kesadaran pentingnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi serta sarana pendidikan yang ada. Berikut ini data mengenai keadaan penduduk Kabupaten Wonogiri menurut tingkat pendidikan tahun 2009 : Tabel 14. Keadaan Penduduk Kabupaten Wonogiri Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009 No. 1. 2. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Tingkat Pendidikan Tidak/Belum Sekolah Tidak Tamat SD/Sederajat Tamat SD/ Sederajat Tamat SLP/ Sederajat Tamat SLA/Sederajat Tamat D1/D2 Tamat D3 Tamat D4/S1 Tamat S2 Tamat S3 Jumlah
Jumlah (jiwa) 218.674 185.202 461.546 187.309 150.755 6.425 9.197 14.962 734 76 1.234.880
Persentase (%) 17,71 15,00 37,38 15,17 12,21 0,52 0,74 1,21 0,06 0,01 100,00
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri Tahun 2009 Tabel 14 menunjukkan bahwa meningkatnya jenjang pendidikan di Kabupaten Wonogiri, jumlah penduduk yang menempuh pendidikan cenderung semakin menurun atau mengerucut. Sebagian besar penduduk di
Kabupaten
Wonogiri
berpendidikan
tamat
Sekolah
Dasar
(SD)/sederajat, yaitu sebesar 461.546 jiwa atau 37,38% dari jumlah seluruh penduduk di Kabupaten Wonogiri. Walaupun demikian, dapat dikatakan tingkat pendidikan di Kabupaten Wonogiri cukup baik karena sebagian besar penduduk telah mengenyam pendidikan.
45
Tinggi
rendahnya
tingkat
pendidikan
seseorang
dapat
mempengaruhi pola pikir orang tersebut sehingga memiliki pandangan dan pengetahuan yang lebih luas. Pengrajin anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri sebagian besar hanya berpendidikan sampai pada tingkat SD atau SLTP saja, namun dengan tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi tersebut, usaha anyaman tikar masih dapat bertahan hingga saat ini karena di dukung dengan ketlatenan dan keterampilan pengrajin dalam menganyam serta adanya pemanfaatan waktu luang di luar pekerjaan pokok mereka sebagai petani. C. Keadaan Sarana Perekonomian 1.
Keadaan Sarana Perhubungan Kegiatan perekonomian di suatu daerah mempunyai kaitan erat dengan keadaan sarana perhubungan yang dimiliki daerah tersebut. Kelancaran
perekonomian
suatu
daerah
didukung
oleh
sarana
perhubungan yang ada di daerah tersebut. Salah satu sarana perhubungan yang
sangat
penting
dalam
mendukung
kelancaran
kegiatan
perekonomian adalah jalan. Jalan merupakan prasarana pokok dalam kelancaran arus barang dan jasa serta mobilitas penduduk antar wilayah. Kondisi jalan yang baik akan memperlancar arus distribusi barang dan jasa dari produsen baik dari satu daerah maupun antar daerah. Oleh karena itu sebagai upaya membangun suatu daerah sudah seharusnya daerah tersebut membenahi kondisi jalan sehingga akses daerah tersebut juga semakin baik. Hal ini akan menjadi perhatian penting terlebih pada daerah
yang
masih
mengandalkan
pertanian
sebagai
penopang
perekonomian mengingat sifat produk pertanian yang cepat rusak sehingga kelancaran distribusi harus ditingkatkan. Tabel 15 berikut menunjukkan panjang jalan di Kabupaten Wonogiri menurut status jalan, jenis permukaan dan kondisi jalan :
46
Tabel 15. Panjang Jalan Menurut Status Jalan, Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 Jalan Jalan Jalan Negara Provinsi Kabupaten Panjang % Panjang % Panjang % (km) (km) (km) 1. Jenis Permukaan 35,52 100 160,26 100 1029,62 100 a. Diaspal 35,52 100 160,26 100 801,49 77,85 b. Kerikil 0,00 0 0,00 0 180,53 17,53 c. Tanah 0,00 0 0,00 0 6,00 0,58 d. Beton 0,00 0 0,00 0 41,60 4,04 2. Kondisi Jalan 35,52 100 160,26 100 1029,62 100 a. Baik 5,35 15,06 19,07 11,89 623,19 60,52 b. Sedang 26,17 73,68 136,92 85,45 333,89 32,43 c. Rusak 4,00 11,26 4,27 2,66 67,14 6,52 d. Rusak Berat 0,00 0,00 0,00 0,00 5,40 0,53
No
Uraian
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 Tabel 15 menunjukkan bahwa status jalan di Kabupaten Wonogiri terbagi menjadi jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten. Jalan yang terpanjang adalah jalan kabupaten, yaitu sepanjang 1.029,62 km. Menurut jenis permukaannya, sebagian besar jalan kabupaten telah diaspal yaitu sejumlah 77,85% dari total panjang jalan kabupaten seluruhnya, 17,53% jenis permukaan jalan berupa kerikil, 4,04% berupa beton, dan 0,58% masih berupa tanah. Dan menurut kondisi jalannya, sebagian besar jalan kabupaten dalam kondisi baik yaitu sebesar 60,52% dari total panjang jalan kabupaten seluruhnya, 32,43% jalan kabupaten dalam kondisi sedang, 6,52% dalam kondisi rusak, dan 0,53% dalam kondisi rusak berat. Jalan kabupaten yang sebagian besar kondisinya baik dan telah diaspal tersebut menunjukkan bahwa arus transportasi di Kabupaten Wonogiri cukup lancar. Jalan kabupaten mempunyai pengaruh terhadap pemasaran dan pendistribusian produk dari produsen ke konsumen, mengingat pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri masih dalam lingkup pasar lokal dan belum sampai pemasaran ke luar kota/ke luar kabupaten. Jalan provinsi di Kabupaten Wonogiri mempunyai panjang 160,26 km dan jenis permukaannya berupa jalan aspal. Sebagian besar jalan
47
dalam kondisi sedang sejumlah 73,68% dari total panjang jalan provinsi seluruhnya, 15,06% dalam kondisi baik dan 11,26% dalam kondisi rusak. Jalan di Kabupaten Wonogiri yang paling pendek adalah jalan negara, yaitu sepanjang 35,52 km dan telah diaspal, dengan sebagian besar jalan dalam kondisi sedang sejumlah 85,45% dari total panjang jalan negara seluruhnya, 11,89% dalam kondisi baik dan 2,66% dalam kondisi rusak. 2.
Keadaan Sarana Perdagangan Keadaan perekonomian yang maju juga didukung dengan adanya sarana perekonomian yang memadai di daerah tersebut, salah satunya adalah sarana perdagangan. Sarana perdagangan sangat menunjang kelancaran kegiatan perekonomian suatu daerah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat. Sarana perdagangan yg ada pada suatu dareah akan dapat berfungsi dengan baik jika ada dukungan dari sarana dan prasarana lain termasuk sarana transportasi seperti jalan, jembatan, bus, truk, angkutan, dan lainlain. Oleh karena itu, perlu upaya revitalisasi pasar sebagai sarana perdagangan utama. Pada Tabel 16 berikut menunjukkan keadaan sarana perdagangan yang terdapat di Kabupaten Wonogiri : Tabel 16. Sarana Perdagangan di Kabupaten Wonogiri No Sarana Perdagangan 1. Pasar Umum 2. Pasar Desa 3. Pasar Hewan
Jumlah 28 68 9
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 Tabel 16 menunjukkan bahwa jumlah pasar umum di Kabupaten Wonogiri sebanyak 28 unit dan jumlah pasar desa sebanyak 68 unit, dengan banyaknya jumlah pasar yang ada di Kabupaten Wonogiri maka akan memudahkan kegiatan pemasaran anyaman tikar dari produsen ke konsumen. D. Keadaan Pertanian Lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri adalah berupa lahan sawah dan lahan kering yang ditanami berbagai macam komoditi pertanian. Tabel 17
48
berikut ini menunjukkan tentang perincian penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri tahun 2008 : Tabel 17. Perincian Penggunaan Lahan Pertanian di Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 No Uraian 1. Lahan Sawah a. Irigasi Teknis b. Irigasi Setengah Teknis c. Irigasi Sederhana d. Irigasi Desa e. Tadah Hujan f. Pasang Surut 2. Lahan Kering a. Pekarangan/Bangunan b. Tegal/Kebun c. Padang Rumput d. Rawa (Tidak Ditanami) e. Tambak f. Tidak Diusahakan g. Hutan Rakyat h. Hutan Negara i. Perkebunan j. Lain-lain Jumlah
Luas (ha) 31.925 5.672 6.816 9.615 944 8.245 633 150.000 28.252 68.434 199 506 2 83 7.288 15.769 484 28.983 181.925
Persentase (%) 17,55 3,12 3,75 5,28 0,52 4,53 0,35 82,45 15,53 37,62 0,11 0,29 0,001 0,04 4,00 8,66 0,27 15,93 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008 Berdasarkan Tabel 17, sebagian besar lahan di Kabupaten Wonogiri berupa lahan kering yaitu seluas 150.000 ha atau sebesar 82,45% dari jumlah seluruh luas lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri. Penggunaan lahan kering di Kabupaten Wonogiri sebagian besar untuk tegal/kebun sebesar 37,62%, untuk lain-lain sebesar 15,93%, pekarangan/bangunan sebesar 15,53%, hutan negara sebesar 8,66%, hutan rakyat sebesar 4%, rawa sebesar 0,29%, perkebunan sebesar 0,27%, padang rumput sebesar 0,11%, tidak diusahakan sebesar 0,04%, dan penggunaan lahan kering terkecil adalah untuk tambak yaitu sebesar 0,001%. Penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri sebagai lahan sawah meliputi 31.925 ha atau sebesar 17,55% dari luas keseluruhan lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri. Sebagian besar lahan sawah di Kabupaten Wonogiri adalah lahan sawah dengan irigasi sederhana yaitu sebesar 5,28%. Penggunaan lahan sawah yang lain adalah sawah tadah
49
hujan sebesar 4,53%, sawah dengan irigasi setengah teknis sebesar 3,75%, sawah irigasi teknis sebesar 3,12%, sawah dengan irigasi desa sebesar 0,52%, dan sawah pasang surut sebesar 0,35%. Dengan persentase penggunaan lahan untuk sawah yang cukup memadai sebagai tempat budidaya mendong sangat menunjang dalam ketersediaan bahan baku anyaman tikar E. Keadaan Perindustrian Sektor industri sampai saat ini masih merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan dalam perekonomian Kabupaten Wonogiri. Salah satu industri yang saat ini berkembang di Kabupaten Wonogiri adalah industri kecil termasuk di dalamnya adalah anyaman tikar. Data mengenai kelompok industri kecil potensial di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini : Tabel 18. Data Kelompok Industri Kecil Potensial di Kabupaten Wonogiri Tahun 2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Uraian Jenis Industri (industri) Jumlah Unit Usaha (unit) Jumlah Tenaga Kerja (orang) Nilai Produksi (Rp) Nilai Mesin/Peralatan (Rp) Nilai Investasi (Rp) Nilai Penjualan/Tahun (Rp)
Jumlah 65 15.296 36.460 567.636.374 40.232.269 210.328.344 783.098.825
Sumber : Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri Tahun 2007 Berdasarkan Tabel 18 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007, terdapat 65 jenis usaha industri kecil potensial di Kabupaten Wonogiri, yang jumlah unit usahanya tercatat sebanyak 15.296 unit dengan jumlah tenaga kerja seluruhnya sebanyak 36.460 orang. Nilai produksi usaha industri kecil tersebut sebesar Rp 567.636.374,00, dengan nilai mesin/peralatan sebesar Rp 40.232.269,00, nilai investasi sebesar Rp 210.328.344,00, dan nilai penjualan/tahunnya sebesar Rp 783.098.825,00. Salah satu jenis industri yang ada di Kabupaten Wonogiri adalah anyaman tikar (Tabel 1) dan jumlah industri anyaman tikar terbanyak berada di Kecamatan Puhpelem (Tabel 2).
50
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Responden Identitas responden dalam penelitian ini merupakan gambaran secara umum tentang keadaan responden yang meliputi umur, lama pendidikan formal dan lama mengusahakan. Pada penelitian ini responden yang dipilih meliputi pengrajin anyaman tikar, pemasok bahan baku, pedagang pengumpul selaku lembaga pemasaran, konsumen, serta pesaing yaitu pengusaha anyaman tikar dari luar Kecamatan Puhpelem. 1. Responden Pengrajin Anyaman Tikar Identitas responden pengrajin anyaman tikar di Kecamatan Puhpelem Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 19 berikut. Tabel 19. Identitas Responden Pengrajin Anyaman Tikar di Kecamatan Puhpelem Kabupaten Wonogiri No
Identitas Responden
1.
Umur (tahun)
2.
Lama pendidikan formal (tahun)
3.
Lama mengusahakan anyaman tikar (tahun)
Rata-rata (th) 50 6 27
Sumber : Analisis Data Primer Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pengrajin anyaman tikar dalam mengelola usahanya antara lain umur, pendidikan dan pengalaman usaha. Dari hasil penelitian mayoritas umur responden pengrajin adalah 50 tahun yang menunjukkan bahwa umur pengrajin masih tergolong usia produktif, lama pendidikan formal yang diikuti yaitu 6 tahun atau setingkat dengan lulusan Sekolah Dasar serta pengalaman mengusahakan anyaman tikar rata-rata adalah 27 tahun. Umur, pendidikan dan pengalaman usaha anyaman tikar akan mempengaruhi pola pikir pengrajin sehingga akan berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam pengelolaan dan pemasaran anyaman tikar mereka.
51
Pengrajin anyaman tikar melakukan kegiatan usaha menganyam mendong menjadi anyaman tikar sebagai usaha sampingan. Keseluruhan responden adalah wanita yang pekerjaan utamanya adalah petani. Pengrajin melakukan usaha karena melihat pengrajin yang lebih dulu menganyam serta terdorong ingin 49 memanfaatkan waktu luang sekaligus menambah pendapatan keluarga. 2. Identitas Responden Pemasok Identitas responden pemasok yang dikaji dalam penelitian ini meliputi: umur, lama pendidikan, dan pengalaman bekerja seperti pada tabel berikut. Tabel 20. Identitas Responden Pemasok Mendong N
Uraian
Responden
o 1
Umur (Tahun)
2
Lama
Pendidikan
3 (Tahun) Pengalaman (Tahun)
1
2
3
45
49
4
6
4
20
20
6 6
Usaha
1 5
Sumber : Analisis Data Primer Tabel 20 dapat diketahui bahwa mayoritas umur responden pemasok termasuk dalam umur produktif dengan tingkat pendidikan adalah 6 tahun atau setingkat Sekolah Dasar (SD). Keseluruhan responden pemasok mempunyai pengalaman bekerja sebagai pemasok mendong lebih dari 15 tahun. Dengan memiliki pengalaman bekerja mendukung para pemasok untuk memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam memasok mendong sebagai bahan baku utama anyaman tikar kepada para pengrajin. Selain itu, pemasok akan mengetahui karakteristik bahan baku yang diinginkan pengrajin sehingga dapat berupaya memasok bahan baku sesuai keinginan pengarajin. Kemampuan pemasok dalam mengatur pasokan bahan baku
52
dapat menunjang ketersediaan bahan baku dan kontinyuitas produksi anyaman tikar. 3. Identitas Responden Lembaga Pemasaran Identitas responden pedagang pengumpul selaku lembaga pemasaran dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri yang dikaji dalam penelitian ini meliputi : umur, lama pendidikan, dan pengalaman usaha. Adapun identitas responden seperti pada Tabel 21 berikut.
Tabel 21. Identitas Responden Pedagang Pengumpul Anyaman Tikar Uraian
Responden
o Umur (Tahun)
1
2
3
4
4
4
5
0
5
Lama Pendidikan (Tahun)
6
6
5
Pengalaman Usaha (Tahun)
1
1
1
5
0
5
Sumber : Analisis Data Primer Tabel 21 dapat diketahui bahwa mayoritas umur responden pedagang pengumpul anyaman tikar adalah 45 tahun yang termasuk dalam umur produktif dengan tingkat pendidikan adalah 6 tahun atau setingkat dengan SD. Sedangkan untuk pengalaman bekerja sebagai pedagang pengumpul anyaman tikar adalah lebihdari 10 tahun. Dengan wawasan serta pengetahuan
yang
dimiliki
pedagang
pengumpul
selama
memperjualbelikan anyaman tikar dapat bermanfaat dalam rantai pemasaran anyaman tikar. Kelancaran dalam pemasaran akan menunjang keberadaan dan keberlanjutan usaha anyaman tikar. 4. Identitas Responden konsumen Identitas responden konsumen pengguna anyaman tikar pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 22. Identitas Responden Konsumen Anyaman tikar
53
Uraian
Responden
o Umur (Tahun)
1
2
3
5
4
4
0 Lama Pendidikan Pengalaman
menggunakan
(Tahun)
8
5
9
9
6
2
2
2
2
5
0
Sumber : Analisis Data Primer Tabel 22 menunjukkan bahwa mayoritas umur responden konsumen adalah 48 tahun yang berarti konsumen termasuk dalam usia produktif untuk bekerja dan menghasilkan pendapatan sendiri sehingga mempunyai kemampuan untuk membeli anyaman tikar. Selain itu Tabel 22 juga menunjukkan bahwa mayoritas lama pendidikan responden konsumen adalah 9 tahun yang berati tingkat pendidikan responden konsumen setingkat SLTP sehingga konsumen mempunyai pertimbangan rasional dalam memutuskan untuk menggunakan anyaman tikar. Dengan lamanya pengalaman konsumen menggunakan anyaman tikar menunjukkan kesetiaan konsumen dalam menggunakan anyaman tikar. 5. Identitas Responden konsumen Responden pesaing pada penelitian ini adalah pengusaha anyaman tikar dari luar Kecamatan puhpelem yaitu dari Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri. Adapun identitas respondennya seperti pada Tabel 23 berikut. Tabel 23. Identitas Responden Pesaing Pengrajin Anyaman Tikar No
Uraian
1.
Umur responden
2.
Lama pendidikan Lama mengusahakan
3.
Sumber : Analisis Data Primer
Rata-rata(Tahun) 48 6 22,4
54
Tabel 23 menunjukkan bahwa mayoritas umur responden pesaing pengrajin anyaman tikar adalah 48 tahun yang menunjukkan responden pesaing anyaman tikar termasuk dalam usia produktif untuk bekerja. Lama pendidikan responden pesaing adalah 6 tahun yang menunjukkan responden pesaing telah menyelesaikan tingkat pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD). Selain itu pengalaman usaha selama 22,4 tahun menjadikan responden pesaing memiliki kemampuan yang seimbang dengan pengrajin anyaman tikar dalam pengelolaan usaha anyaman tikar. B. Perumusan Strategi Pemasaran Anyaman Tikar di Kabupaten Wonogiri 1. Penentuan Tujuan Usaha Setiap usaha berjalan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai salah satu industri kecil yang masih menerapkan manajemen sederhana, industri anyaman tikar ini belum menentukan visi, misi, serta tujuan usaha secara jelas dan tertulis. Namun, pengrajin anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri
menjalankan
usaha
anyaman
tikar
bertujuan
untuk
meningkatkan pendapatan keluarga. Oleh karena itu pengrajin anyaman tikar berusaha untuk meningkatkan laba usaha dengan menjaga kontinyuitas serta meningkatkan kualitas produk mereka. Dengan memanfaatkan waktu luang, para pengrajin menganyam mendong menjadi tikar mendong. Hal ini didukung oleh kemampuan dan ketrampilan dalam menganyam serta kemauan mereka memanfaatkan potensi mendong yang ada di daerah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi sehingga mendatangkan pendapatan yang lebih tinggi bagi pengusaha. 2. Analisis Faktor-Faktor Strategis Strategi
pemasaran anyaman
tikar merupakan
usaha untuk
meningkatkan pemasaran anyaman tikar baik di wilayah pemasaran Kabupaten Wonogiri maupun wilayah pemasaran di luar Kabupaten Wonogiri. Dengan menerapkan strategi pemasaran yang efektif diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pengrajin anyaman tikar. Perumusan strategi pemasaran anyaman tikar diawali dengan menganalisis faktor internal dan eksternal untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis yang
55
menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. a. Analisis Faktor Internal Analisis faktor internal dilaksanakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam pemasaran anyaman tikar selama ini sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan alternatif strategi pemasaran. Adapun faktor internal dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri yaitu: 1) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan faktor yang penting dalam kegiatan
pemasaran.
Kualitas
sumber
daya
manusia
yang
berkecimpung dalam usaha anyaman tikar akan berpengaruh pada keputusan maupun kebijakan-kebijakan yang diambil pengrajin dalam memasarkan produknya. Rata-rata sumber daya manusia yang berkecimpung dalam usaha anyaman tikar mempunyai tingkat pendidikan formal yang cukup rendah yaitu setingkat Sekolah Dasar (SD). Kondisi ini akan mempengaruhi kemampuan pengrajin dalam mengelola usaha anyaman tikar terutama pola pikir serta wawasan dan pengetahuan para pengrajin. Namun, dengan pengalaman usaha yang mereka miliki, para pengrajin mampu mengelola dan mempertahankan usaha mereka hingga sekarang. Selain itu, dengan ketlatenan serta semangat kerja yang kuat para pengrajin mampu menghasilkan karya kerajinan anyaman tikar dari bahan baku mendong yang dapat diterima pasar. 2) Pemasaran Pemasaran merupakan kombinasi dari empat variabel atau inti dari sistem pemasaran. Empat variabel tersebut menunjukkan bagian yang berpengaruh pada pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. Adapun empat variabel tersebut adalah: a) Produk
56
Produk yang ditawarkan merupakan hasil anyaman dari bahan baku berupa tanaman mendong menjadi anyaman tikar. Kegunaan produk ini secara umum di masyarakat sebagai alas pada saat pertemuan maupun alas tidur. Kualitas produk anyaman sering dilihat berdasarkan kerapian dan kerapatan anyaman, kombinasi serta kecerahan warna tikar, dan kelenturan anyaman. Selain itu, dengan seleksi terhadap bahan baku yang digunakan dengan baik berpengaruh pada kualitas anyaman yang dihasilkan Ukuran anyaman tikar yang diproduksi adalah 2x3 m dan 1,5x2 m. b) Harga Harga merupakan variabel pemasaran yang berpengaruh langsung terhadap laba yang diperoleh pengusaha. Pengrajin menentukan patokan harga anyaman tikar berdasarkan ukuran dengan pertimbangan biaya produksi serta laba yang diinginkan. Pengaruh persaingan yang menuntut harga produk harus dapat bersaing dengan produk yang lain menyebabkan pengrajin tidak sembarangan dalam menetapkan harga. Namun demikian, harga yang berlaku di pasar merupakan harga yang masih terjangkau oleh konsumen. Harga di tingkat pengrajin berkisar Rp 40.000,- untuk 1 anyaman tikar ukuran 1,5x2 m. Sedangkan harga untuk 1 anyaman tikar ukuran 2x3 m seharga Rp 60.000,-. Dengan harga tersebut pengrajin mendapatkan laba sebesar Rp 20.000,00 c) Distribusi Distribusi atau penyaluran produk anyaman tikar dari pengrajin sebagai produsen kepada konsumen. Lancarnya arus pendistribusian barang akan memperlancar penyampaian barang tersebut ke tangan konsumen. Dalam pemasaran anyaman tikar ada 2 tipe saluran pemasaran yang digunakan yaitu : Ø Saluran 1 ( Produsen
Konsumen)
Dalam saluran pemasaran ini pengrajin tidak melakukan pemasaran dari rumah ke rumah dengan tenaga penjual,
57
melainkan para konsumen secara langsung datang ke pengrajin dengan sistem pesanan. Jika anyaman sudah jadi konsumen dapat mengambil ke tempat pengrajin atau pengrajin yang mengantarkan tikar ke tempat konsumen sesuai kesepakatan. Konsumen yang datang ke pengrajin ini berasal dari kalangan warga setempat ataupun relasi pengusaha. Ø Saluran 2 (Produsen
Pedagang Pengumpul
Konsumen )
Pada saluran pemasaran kedua ini pengrajin anyaman tikar mendistribusikan tikar mereka ke pedagang tikar di pasar Puhpelem dan Pasar Bulukerto. Selanjutnya para pedagang menjualnya kepada konsumen baik di pasar tersebut maupun pasar di daerah lain yaitu Ponorogo dan Sampung Jawa Timur. Para pedagang memasarkan di stan-stan yang mereka miliki di berbagai pasar sesuai hari pasaran. d) Promosi Promosi yang digunakan dalam pemasaran anyaman tikar di kabupaten Wonogiri selama ini hanya mengandalkan media komunikasi dari mulut ke mulut. Oleh karena itu, dalam hal promosi pengrajin terbantu oleh pedagang serta konsumen. Selama ini belum ada inovasi sistem promosi yang dilakukan pengrajin dalam mengenalkan produk anyaman tikar ini ke masyarakat yang lebih
luas
dengan
memanfaatkan
perkembangan
teknologi
informasi yang ada. 3) Kondisi Keuangan Keuangan merupakan salah satu indikator kondisi dan keberjalanan suatu usaha. Sebagai bagian dari keuangan modal merupakan komponen yang cukup pokok dalam setiap usaha termasuk pada usaha anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. Keseluruhan pengrajin anyaman tikar menjalankan usaha ini dengan mengandalkan modal pribadi yang jumlahnya terbatas. Untuk mempersiapkan besarnya uang yang akan digunakan dalam usaha
58
anayaman tikar terkadang mereka mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan prosedur peminjaman yang terlalu rumit untuk mendapatkan pinjaman dana dari lembaga keuangan maupun instansi Pemerintah yang terkait menjadikan para pengrajin menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Dalam hal manajemen keuangan pengrajin anyaman tikar juga masih menerapkan sistem manajemen yang sederhana. Pengrajin hanya memperhitungkan aliran keuangan usaha mereka tanpa mencatat atau membukukannya secara rapi dan terstruktur. Oleh karena itu, pengrajin tidak dapat mengkalkulasi secara tepat keuangan usaha anyaman tikarnya. 4) Produksi/Operasional Produksi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk merubah input menjadi output. Dalam proses produksi pembuatan anyaman tikar membutuhkan waktu produksi yang cukup lama karena prosesnya yang lama dalam beberapa tahapan proses serta kegiatan menganyam merupakan pekerjaan yang cukup rumit dan butuh ketelatenan dalam kegiatannya. Sebelum melakukan penganyaman pengrajin terlebih dahulu melakukan seleksi bahan dengan memisahkan mendong yang utuh serta mempunyai panjang yang sama untuk mendapatkan kualitas bahan baku yang baik. kemudian melakukan pewarnaan selanjutnya mendong dikeringkan terlebih dahulu baru kemudian dilakukan penganyaman. Kurang fokusnya pengarajin dalam mengelola usaha anyaman tikar karena hanya menjadikannya sebagai usaha sampingan manyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk menganyam 1 anyaman tikar dibutuhkan waktu 810 hari. Adapun alur pembuatan anyaman tikar dapat dilihat pada gambar berikut: Bahan Baku Tanaman Mendong Seleksi Bahan Baku Pewarnaaan Mendong Dikeringkan
59
Gambar 4. Pembuatan Anyaman Tikar b. Analisis Faktor Eksternal Analisis faktor eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi faktorfaktor kunci di luar pengrajin yang menjadi peluang dan ancaman dalam pemasaran anyaman tikar. Adapun hasil analisis faktor eksternal adalah sebagai berikut : 1) Pemerintah Pemerintah merupakan salah satu elemen kelembagaan pendukung dalam kegiatan UMKM. Peran pemerintah cukup strategis dan berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang yang berkaitan dengan perkembangan UMKM. Pemerintah melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
diharapakan dapat
berperan besar terhadap kemajuan UMKM di Kabupaten Wonogiri termasuk pada usaha anyaman tikar ini. Adapun usaha-usaha yang dilakukan pemerintah daerah untuk mendukung perkembangan UMKM di Kabupaten Wonogiri adalah dengan melakukan bimbingan-bimbingan terhadap proses produksi supaya produk terlihat lebih menarik, memberi bantuan sarana produksi, pembuatan brosur/leaflet profil tentang industri potensial, mengadakan pameran dan promosi ke daerah lain serta mengadakan showroom untuk memajang produk-produk dari UMKM binaan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Wonogiri. 2) Konsumen Konsumen membeli suatu barang dan jasa bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Demikian juga konsumen anyaman tikar
60
di Kabupaten Wonogiri membeli anyaman tikar dengan karena untuk memenuhi kebutuhan, yaitu menggunakan tikar sebagai alas tidur ataupun untuk bersantai bersama keluarga. Masyarakat Kabupaten Wonogiri yang masih sering mengadakan pertemuan baik pertemuan keluarga maupun pertemuan masyarakat yang dilakukan dengan membutuhkan tempat yang luas agar dapat menampung banyak orang maka masyarakat menggunakan tikar sebagai alas. Oleh karena itu, menjadikan tikar mendong masih diminati di Kabupaten Wonogiri. 3) Pemasok Pemasok merupakan orang yang berperan sebagai penyedia bahan baku mendong untuk proses produksi anyaman tikar. Pasokan berasal dari daerah sekitar Kecamatan Puhpelem. Para pengrajin anyaman tikar mendapatkan bahan baku mendong dari petani yang membudidayakan mendong kemudian memasoknya ke Pasar Puhpelem. Harga mendong di pasar adalah Rp 7.000,-per ikat. Kebutuhan bahan baku untuk anyaman tikar berukuran 2x3 m sebanyak 4 ikat, sedangkan untuk anyaman tikar ukuran 1,5x2 m membutuhkan bahan baku sebanyak 2 ikat mendong.
4) Pesaing Pesaing pengrajin anyaman tikar berasal dari pengrajin sejenis dari luar wilayah Kecamatan Puhpelem yaitu pengrajin dari Kecamatan Bulukerto dan Purwantoro. Selain itu, persaingan juga berasal dari adanya produk subtitusi berupa tikar berbahan plastik dan karpet yang semakin luas pemasarannya serta dengan promosi yang lebih intensif dan inovatif. Selain itu, produk subtitusi tersebut juga menawarkan keunggulan produk mereka. Adanya persaingan dalam pemasaran anyaman tikar menuntut pengrajin untuk dapat menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar sehingga usaha anyaman tikar mendong ini dapat terjaga kelangsungan hidupnya.
61
5) Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri terdiri dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul berperan mengumpulkan atau membeli produk dari para pengrajin anyaman tikar kemudian menjualnya kepada konsumen. Para pengrajin anyaman tikar mendistribusikan anyaman tikar mereka ke Pasar Puhpelem pada hari wage atau ke Pasar Bulukerto pada hari pahing. Para pedagang pengumpul mempunyai stan-stan di beberapa pasar dan memasarkan anyaman tikar sesuai hari ramai di pasar yang bersangkutan. Dalam pemasaran anyaman tikar menggunakan saluran pemasaran yang cukup pendek sehingga harga di tingkat konsumen masih terjangkau oleh konsumen
serta margin yang
didapatkan juga lebih tinggi. 3. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal pada usaha anyaman tikar, maka dapat diidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. Adapun hasil identifikasi tersebut seperti pada Tabel 24 berikut. Tabel 24.Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman dalam Pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri Faktor Internal
Kekuatan
Sumber Daya Manusia - Pengalaman usaha - Ketrampilan menganyam
Kelemahan -Kurang inovasi -Usia tua
-Ketlatenan Pemasaran
-Kualitas anyaman -Saluran distribusi pendek - Harga yang terjangkau konsumen
- Promosi terbatas
62
Keuangan
- Permodalan terbatas - Pengelolaan keuangan/pembukuan belum tersusun secara rapi
Produksi
-Kontinyuitas produksi
-Waktu produksi lama -Variasi desain produk kurang
Faktor Eksternal Pemerintah
Peluang
Ancaman
- Pelatihan -Bantuan
-Alokasi modal
dengan
anggaran
terbatas
subsidi bunga - Event pameran -Showroom Produk kabupaten Pemasok
-Ketersediaan
bahan
baku - Kualitas bahan baku
memadai -Hubungan
di musim kemarau baik
dengan
pemasok
menurun - fluktuasi harga bahan baku - Meningkatnya produk tikar plastik dan karpet - Persaingan dari pengrajin sejenis
Pesaing
Lembaga pemasaran
-Adanya langganan
Konsumen
-Turunnya konsumen
pada
anyaman
tikar
mendong Teknologi
-Perkembangan informasi
Sumber : Analisis Data Primer
teknologi
minat
63
a. Identifikasi Faktor Kekuatan 1) Kualitas Anyaman Pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk adalah salah satunya dengan melihat kualitas produk yang akan digunakan. Produk anyaman tikar yang ada di Kecamatan Puhpelem
ini
menunjukkan
kualitas
yang
sesuai
dengan
permintaan pasar. Hal ini diwujudkan dengan keberlangsungan usaha anyaman tikar hingga sekarang dan permintaan yang cukup stabil. Dalam pelaksanaan penganyaman dilakukan seleksi bahan baku
sehingga
berpengaruh
pada kualitas
anyaman
yang
dihasilkan. Penilaian kualitas pada produk anyaman tikar lebih ditekankan pada kerapatan dan kerapian anyamansehingga terlihat kuat, kecerahan dan kombinasi warna yang bagus sehingga terlihat tidak kusam dan menarik, serta kelenturan tikar yang dipengaruhi kualitas bahan bakunya serta pewarnaan yang dilakukan sehingga dengan kelenturan tikar tidak mudah rusak sekaligus mudah dalam melipatnya. Anyaman tikar mendong yang dihasilkan pengrajin ini mempunyai kualitas yang cukup bagus didukung adanya seleksi bahan baku yang digunakan serta dilihat dari lenturnya anyaman tikar yang dihasilkan dan rapatnya anyaman tikar mendong. Selain itu, kombinasi warna yang menjadikan anyaman tikar terlihat menarik dan cerah. 2) Pengalaman Produksi Pengalaman produksi dalam menganyam sangat diperlukan untuk menunjang anyaman tikar yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Semakin lama mereka mengusahakan anyaman tikar semakin membuat mereka terlatih dan terampil dalam menganyam tikar mendong. Menganyam mendong merupakan pekerjaan yang cukup rumit dan membutuhkan ketlatenan dari para penganyam agar
64
anyaman dapat selesai cepat dengan kualitas yang terjaga. Salah satu hal yang mempengaruhi hasil anyaman adalah keterampilan pengrajin dalam menganyam. Dengan ketrampilan pengrajin secara turun temurun serta pengalaman yang cukup lama dalam mengelola usaha sehingga mampu menjadikan usaha anyaman tikar ini dapat bertahan dan berkembang sampai sekarang. 3) Kontinyuitas Produksi Selama ini, para pengrajin senantiasa menjaga kontinyuitas produksinya. Didukung dengan pasokan bahan baku yang terjamin serta pengrajin senantiasa menganyam di waktu-waktu luangnya menjadikan ketersediaan anyaman tikar ini akan senantiasa ada. Selain itu, permintaan konsumen yang cukup stabil juga mempengaruhi pengrajin untuk menjaga kontinyuitas produksi anyaman tikarnya. 4) Saluran Distribusi Pendek Distribusi merupakan proses penyampaian barang dan jasa dari
produsen
ke
konsumen.
Adanya
ketersediaan
alat
pengangkutan dan pedagang pengumpul maupun tenaga penjual lainnya membuat produk sampai ke tangan konsumen sehingga dapat membantu dalam penyaluran produk anyaman dari produsen kepada konsumen. Saluran distribusi yang digunakan oleh pengrajin anyaman tikar dalam menjual produknya adalah pedagang pengumpul. Pengrajin menyalurkan anyaman tikar mereka kepada pedagang pengumpul yang berada di pasar-pasar lokal sekitar Kecamatan Puhpelem. Selanjutnya pedagang pengumpul yang memasarkan anyaman tikar kepada konsumen melalui stan-stan yang mereka miliki di beberapa pasar. Pendeknya saluran distribusi yang ada pada pemasaran anyaman tikar ini berpengaruh pada harga satuan tikar di tangan konsumen. Harga satuan anyaman tikar pada tingkat konsumen masih terjangkau serta menunjukkan kesesuaian dengan
65
produk
yang
didapatkan.
Dengan
harga
yang
terjangkau
merupakan salah satu pertimbangan para konsumen dalam memilih anyaman tikar ini sehingga akan berpengaruh pada tingkat permintaan akan produk anyaman tikar. 5) Potensi Daerah Anyaman tikar merupakan salah satu usaha potensial di Kabupaten Wonogiri. Hal ini didukung kemampuan sumber daya manusia untuk menganyam serta dengan adanya pembudidayaan mendong oleh petani sebagai bahan pokok anyaman tikar. Dengan adanya petani yang membudidayakan mendong, maka akan menjamin pasokan bahan baku yang dibutuhkan dalam produksi anyaman tikar. Oleh karena itu sampai saat ini masih banyak pengrajin yang mengusahakan anyaman tikar. Sebagai salah satu potensi daerah, maka usaha anyaman tikar mempunyai hak mendapat perhatian pemerintah dalam pengembanganan usaha anyaman tikar. Pembinaan dan pelatihan
yang dilakukan
pemerintah menunjang kemampuan teknis pengusaha serta kemampuan manajemen mereka. Selama ini pemerintah telah melakukan
pelatihan
kepada
pelaku
usaha
dalam
rangka
meningkatkan manajemen usaha serta memberikan bantuan alat yang dibutuhkan. Sehingga Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh pengarajin anyaman tikar untuk peningkatan dan pengembangan usaha mereka. b. Identifikasi Faktor Kelemahan 1) Kurang Inovasi Produk Inovasi yang ada pada produk ini tergolong rendah, sehingga produk tikar yang dihasilkan terkesan monoton. Selain karena keterbatasan kreativitas pengrajin karena usia mereka yang mayoritas sudah tua juga karena kekurangberanian pengrajin dalam mencoba hal-hal baru yang memungkinkan membuat produk lebih dapat bersaing di pasar. Produk yang dihasilkan sekedar yang
66
diterima konsumen pada saat sekarang. Desain anyaman tikar yang diproduksi pengrajin menggunakan pola dan bentuk anyaman yang sama saja. 2) Promosi Terbatas Promosi anyaman tikar selama ini yang dilakukan oleh pengrajin adalah dengan media mulut ke mulut. Para pengrajin belum memanfaatkan kemajuan teknologi yang berkembang dalam mempromosikan produk mereka. Selain karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan dalam mengakses teknologi tersebut, faktor
keengganan
dalam
memanfaatkan
teknologi
baru
mempengaruhi pengrajin untuk tetap mempertahankan metode promosi mereka. Dengan hanya mengandalkan media promosi mulut ke mulut maka jangkauan promosi anyaman tikar juga terbatas serta membutuhkan
jangka
waktu
lama.
Meskipun
metode
ini
mempunyai keuntungan karena pengrajin terbantu oleh pedagang dan konsumen dalam mempromosikan anyaman tikar. Namun demikian, perlu upaya yang lebih baik dalam meningkatkan jangkauan promosi sehingga anyaman tikar ini dapat dikenal oleh masyarakat yang lebih luas. 3) Permodalan Terbatas Salah satu hal yang menjadi sorotan dalam setiap usaha adalah masalah permodalan. Pada usaha anyaman tikar permodalan didapatkan dari kekayaan pengrajin sendiri. Adanya peluang bantuan modal dari pemerintah seringkali para pengrajin sulit mendapatkan karena prosedur yang masih cukup rumit bagi kalangan pengrajin kecil. Oleh karena itu, pengrajin menjalankan usaha ini dengan modal mandiri yang seadanya. Dengan adanya keterbatasan
modal,
maka
pengrajin
kesulitan
dalam
mengembangkan usaha serta termasuk dalam melakukan inovasi pemasaran anyaman tikar.
67
4) Pengelolaan Keuangan/Pembukuan Belum Tersusun Rapi Seperti halnya dengan usaha kecil yang lain, salah satu kelemahan yang sering ditemui adalah terkait pembukuan keuangan usaha yang belum tersusun secara rapi. Pengrajin hanya mengadministrasikan keuangan dalam usaha mereka secara abstrak tanpa dituliskan dalam pembukuan usaha secara rapi. Hal ini menyebabkan
informasi-informasi
yang
seharusnya
dapat
dimanfaatkan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya tidak terinventaris secara sempurna. Oleh karena itu, pengrajin tidak dapat mengkalkulasi keuangan usaha secara tepat dan akurat. 5) Pengrajin Kurang Fokus dalam Usaha Rumitnya proses penganyaman mendong serta kurang fokusnya pengrajin dalam mengelola usaha menyebabkan waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan anyaman tikar cukup lama. Selain itu, karena pengrajin menjadikan pekerjaan menganyam sebagai pekerjaan sampingan sehingga alokasi waktu yang dicurahkan untuk menganyam adalah antara 2-3 jam setiap hari. Hal ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 anyaman tikar berukuran 2x 3 m dapat mencapai 10 hari. c. Identifikasi Faktor Peluang 1) Pelatihan dan Pembinaan Perhatian Pemerintah dalam upaya mengembangkan UMKM yang ada di Kabupeten Wonogiri adalah dengan menggiatkan pelatihan dan pembinaan kepada pengrajin sehingga kemampuan teknis ataupun kreativitas pengrajin juga meningkat. Selain itu, pembinaan yang dilakukan juga bertujuan untuk perbaikan manajemen UMKM. Sebagai salah satu industri kecil yang mendapat perhatian pemerintah untuk memperoleh pelatihan dan
68
pembinaan adalah industri anyaman tikar dari bahan baku mendong. 2) Bantuan Modal dengan Subsidi Bunga Langkah Pemerintah dalam membantu masyarakat golongan ekonomi lemah dalam mempertahankan usaha mereka adalah melalui program bantuan modal dengan subsidi bunga. Hal ini merupakan wujud perhatian Pemerintah dalam pemberdayaan UMKM yang ada di Kabupaten Wonogiri. Program ini dilaksanakan agar pengrajin mendapatkan tambahan modal dengan tingkat bunga yang lebih rendah daripada lembaga keuangan lainnya seperti bank. Untuk lebih memudahkan para pengrajin dalam mengakses program ini, maka pemerintah senantiasa melakukan perbaikan sistem dan aturan peminjaman sehingga program ini dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pelaku UMKM yang membutuhkan tambahan modal. 3) Event Pameran dan Showroom Produk Kabupaten Salah satu langkah promosi yang dapat dimanfatkan dalam memperkenalkan produk-produk kabupaten adalah dengan adanya showroom
produk
kabupaten
yang
dikelola
oleh
Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Wonogiri. Hal ini dilakukan untuk memajang produk-produk UMKM binaan Pemerintah Kabupaten Wonogiri sehingga lebih mudah dalam menawarkan produk kepada calon pembeli mupun kepada para investor serta wisatawan yang datang ke Wonogiri. Selain itu, usaha pemerintah dalam memasarkan atau memperkenalkan produk dari Kabupaten adalah melakukan pameran ataupun dengan mengikuti pameran yang diselenggarakan di kota lain. Dalam rangkaian promosi tersebut, Pemerintah juga membuat leaflet mengenai produk-produk UMKM binaan Dinas Perindustrian
dan
Koperasi
Kabupaten
Wonogiri.
Dengan
pengoptimalan langkah ini diharapkan mampu meningkatkan
69
pemasaran produk-produk UMKM dari Kabupaten Wonogiri sehingga mampu mengembangkan UMKM tersebut. 4) Perkembangan Obyek Wisata Wilayah Kabupaten Wonogiri mempunyai beberapa obyek wisata yang potensial untuk dikembangkan guna menarik wisatawan datang ke Wonogiri. Pengembangan di bidang pariwisata merupakan salah satu strategi yang dapat dimanfaatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri untuk meningkatkan pendapatan
daerah.
Adanya
perkembangan
obyek
wisata
merupakan salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para pengrajin kerajinan termasuk kerajinan anyaman tikar untuk meningkatkan pemasaran produk mereka sebagai salah satu souvenir para wisatawan dari tempat wisata. 5) Ketersediaan Bahan Baku Memadai Bahan baku anyaman tikar adalah tanaman mendong. Selama ini masih banyak petani yang membudidayakan mendong, sehingga ketersediaan mendong sebagai bahan baku utama anyaman ini cukup terjamin. Ketika pasokan dari dalam daerah kurang memenuhi, maka kebutuhan bahan baku didapatkan dari pasokan luar daerah yaitu dari wilayah sampung kabupaten Magetan Jawa Timur. Namun, perlu upaya pengrajin untuk dapat mengkombinasikan mendong dengan bahan lain sehingga tidak hanya menggantungkan pada mendong sekaligus juga sebagai bentuk inovasi produk anyaman tikar. 6) Hubungan Baik dengan Pemasok Adanya hubungan yang baik dengan pemasok menimbulkan keuntungan bagi pengusaha. Salah satu bentuk keuntungan yang diperoleh adalah ketika pengrajin membutuhkan bahan baku maka pemasok akan segera memasok bahan baku mendong yang dibutuhkan pengusaha. Selain itu, karena adanya rasa kepercayaan yang sudah terjalin antara pemasok dengan pengrajin maka
70
pengrajin lebih mudah dalam mendapatkan bahan baku mendong dengan kualitas yang baik. 7) Adanya Langganan Pedagang Dalam
hal
pemasaran
produk,
pengrajin
mempunyai
langganan pedagang pengumpul. Oleh karena itu, jika tidak ada pembeli yang datang langsung ke tempat pengrajin maka pengrajin dapat menjualnya ke pedagang pengumpul langganan mereka di pasar Puhpelem. Dengan adanya langganan pedagang yang ada di pasar Puhpelem pengrajin lebih mudah dalam menjual produknya serta adanya keterjaminan produk mereka terjual. 8) Perkembangan Teknologi Informasi Kemajuan
jaman
yang
semakin
tinggi
mendorong
perkembangan peradaban manusia yang ke arah modern. Hal ini berdampak pada perkembangan teknologi yang digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu bentuk kemajuan terlihat pada teknologi informasi yang semakin canggih. Dengan kecanggihan teknologi informasi dapat memfasilitasi manusia untuk semakin cepat berkomunikasi dalam ruang lingkup yang lebih luas dalam waktu yang singkat. Adanya perkembangan teknologi informasi merupakan peluang
yang
maningkatkan
dapat
dimanfaatkan
pemasaran
produk
para
pengrajin
mereka.
Salah
dalam satu
pemanfaatannya untuk melaksanakan fungsi pemasaran produk baik
untuk
promosi
maupun
transaksi.
Selain
itu
juga
mempermudah pengrajin mengakses informasi mengenai usaha mereka sehingga dapat dijadikan sumber inspirasi dalam mengelola usaha. Oleh karena itu dalam penerapannya para pengrajin harus menentukan segmen pasar yang akan dituju sehingga jelas sasaran promosi yang akan dilakukan.
71
d. Identifikasi Faktor Ancaman 1) Alokasi Anggaran Pemerintah dalam Pengembangan UMKM Terbatas Banyaknya industri potensial di Kabupaten Wonogiri yang mengharapkan perhatian pemerintah dalam keberjalanan usahanya menuntut alokasi anggaran pemerintah yang cukup tinggi pula. Dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah harus membagi prioritas anggaran sehingga tidak semua industri yang ada di Kabupaten Wonogiri mendapat bantuan dari pemerintah secara bersamaan. Misalnya dalam hal pelatihan, pemerintah harus memilih industri yang prioritas untuk mendapat pelatihan lebih dahulu. 2) Kualitas Bahan Baku di Musim Kemarau Menurun Mendong sebagai bahan baku anyaman tikar merupakan sejenis rumput-rumputan. Pada musim kemarau kualitas mendong menurun karena terlalu kering dan mudah putus sehingga lebih sulit dalam menganyamnya. Dalam mengatasi permasalahan kualitas bahan baku memerlukan perlakuan yang lebih banyak agar mendong lebih kuat sehingga mudah dianyam. Oleh karena itu, waktu produksi yang dibutuhkan lebih lama lagi sehingga produksi anyaman tikar pada musim kemarau mengalami penurunan baik kualitas maupun kuantitasnya. 3) Fluktuasi Harga Bahan Baku Mendong mempunyai masa panen yang hampir bersamaan sehingga menyebabkan fluktuasi harga antara musim panen dan musim paceklik. Seperti halnya padi atau produk pertanian pada umumnya, ketika panen raya maka harga akan mengalami penurunan dan sebaliknya pada saat bukan musim panen harga kembali naik. Hal ini cukup mempengaruhi keberjalanan usaha
72
anyaman tikar sehingga pengrajin harus berusaha mengambil kebijakan yang tepat agar tetap mampu menjual anyaman tikar dengan harga yang stabil. Pada saat harga bahan baku melonjak maka pengrajin berupaya meminimalkan penggunaan bahan baku dengan merubah ukuran anyaman tikar. 4) Meningkatnya Produk Tikar Plastik dan Karpet Kemajuan teknologi yang cukup pesat dalam peridustrian menjadikan manusia terus berinovasi dalam menghasilkan produkproduk yang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Demikian halnya dalam produk tikar atau dalam hal ini produk yang berfungsi sebagai alas. Oleh karena itu, pada masa sekarang marak bermunculan berbagai jenis produk tikar dari plastik serta karpet yang dalam hal ini sebagi subtitusi dari tikar mendong. Perkembangan jaman yang semakin maju mempengaruhi sikap konsumen dalam menggunakan produk baik barang maupun jasa. Selain itu, kecenderungan manusia untuk mencoba hal-hal baru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi minat konsumen dalam menggunakan suatu produk. Salah satu tantangan yang terasa pada pemasaran anyaman tikar adalah turunnya minat konsumen dalam membeli tikar mendong. Hal ini dipengaruhi adanya beragam produk pengganti anyaman tikar mendong yang mempunyai fungsi sama dengan berbagai mode dan bahan yang bervariasi. Turunnya minat konsumen dalam menggunakan tikar mendong ini dapat dilihat dengan menurunnya jumlah pengguna tikar mendong. Pada jaman dahulu di wilayah sekitar penelitian hampir setiap rumah atau keluarga mempunyai tikar mendong, namun pada masa sekarang kondisi tersebut tidak ditemui lagi. 5) Persaingan dari Pengrajin Sejenis Persaingan dalam pemasaran suatu produk antar pengrajin merupakan hal yang tak terhindarkan lagi. Begitu pula dalam
73
pemasaran anyaman tikar di kabupaten Wonogiri. Banyaknya pengrajin yang menghasilkan kerajinan anyaman tikar menuntut para pengrajin harus mampu bersaing agar dapat mempertahankan usahanya.
Usaha
yang
dilakukan
pengrajin
dengan
mempertahankan kualitas anyaman tikar serta menjaga hubungan baik dengan pemasok serta pedagang. Persaingan antar pengrajin sejenis berasal dari pengrajin anyaman tikar yang dari Kecamatan Bulukerto dan Kecamatan Purwantoro. 4. Alternatif Strategi Alternatif strategi pemasaran anyaman tikar yang dapat diterapkan dirumuskan dengan menggunakan analisis Matriks SWOT. Sebagai suatu rangkaian dari tahap sebelumnya dalam matriks SWOT menggambarkan secara jelas kekuatan dan kelemahan internal yang ada pada pemasaran anyaman tikar dipadukan dengan peluang dan ancaman eksternal sehingga dapat dihasilkan rumusan alternatif strategi pemasaran. Pada matriks SWOT ini terdapat empat sel kemungkinan alternatif strategi yang merupakan kombinasi dari faktor internal dan eksternal, yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi W-T, dan strategi S-T. Melalui identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal maka diperoleh kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. Perumusan alternatif strategi pemasaran dipertimbangkan berdasarkan hasil dari identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal tersebut. Dengan mengkombinasikan faktor internal dan eksternal maka diperoleh beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri, sebagaimana yang tertulis dalam matriks SWOT.
74
Tabel 25
Matriks SWOT Pemasaran Anyaman Tikar di Kabupaten Wonogiri Kekuatan-S
Kelemahan-W
1) 2) 3) 4) 5)
1) 2) 3) 4)
Kualitas anyaman Pengalaman produksi Kontinyuitas produksi Saluran distribusi pendek Potensi daerah
Peluang-O
Strategi S-O
Kurang inovasi Promosi terbatas Permodalan terbatas Pengelolaan keuangan/pembukuan belum tersusun rapi 5) Pengrajin Kurang fokus dalam usaha Strategi W-O
1) Pembinaan dan Pelatihan 2) Bantuan modal dengan subsidi bunga 3) Event pameran dan Showroom produk kabupaten 4) Perkembangan obyek wisata 5) Ketersediaan bahan baku memadai 6) Hubungan baik dengan pemasok 7) Adanya langganan pedagang 8) Perkembangan teknologi informasi Ancaman-T
1. Meningkatkan kualitas 1. Optimalisasi penggunaan SDM pengrajin dalam berbagai media dalam rangka meningkatkan daya meningkatkan promosi saing produk serta (W2, O3,O4,O8) memperkuat jejaring 2. Pemanfaatan fasilitas permodalan, promosi, dan pemerintah untuk pelanggan. meningkatkan inovasi, (S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4, permodalan, dan O7,O8) pemasaran. 2. Menjaga hubungan baik (W1,W2,W3,O1,O2,O4) dengan pemasok untuk menjamin kontinyuitas bahan baku. (S1,S3,O5,O6,O7)
1) Alokasi anggaran Pemerintah dalam Pengembangan UMKM terbatas 2) Kualitas bahan baku di musim kemarau menurun 3) Fluktuasi harga bahan baku 4) Meningkatnya produk tikar plastik dan karpet 5) Persaingan dari pengrajin sejenis
1. Meningkatkan efisiensi 1. Meningkatkan inovasi produk dan margin dengan dan promosi produk menggunakan saluran dengan melihat distribusi yang pendek perkembangan pasar (S1,S3,S4,T2,T3) serta meningkatkan 2. Menjaga kepercayaan alokasi waktu konsumen dengan kualitas pengusaha. dan kontinyuitas produk (W1,W5,T4,T5) melalui manajemen 2. Melakukan pencatatan produksi yang lebih baik. data produksi dan (S1,S2,S3,T2,T3,T4,T5) penguatan dana mandiri. (W3,W4,T1,T2,T3)
Strategi S-T
Sumber : Analisis Data Primer
Strategi W-T
75
Pada Tabel 25 dapat ditunjukkan beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri antara lain :
a. Strategi S-O Strategi S-O (Strength-Opportunity) atau strategi kekuatan-peluang merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. Alternatif strategi S-O yang dapat dirumuskan adalah : 1) Meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam rangka meningkatkan daya saing produk serta memperkuat jejaring permodalan, promosi, dan pelanggan. Pelaksanaan strategi ini didukung dengan adanya kekuatan berupa pengalaman usaha yang menjadikan pengrajin mempunyai wawasan dan pengetahuan mengenai usaha yang dijalankan. Selain itu juga, dengan kualitas anyaman yang didukung oleh potensi daerah dalam menyediakan bahan baku serta tenaga kerja yang terampil. Adanya peluang perhatian dari Pemerintah Kabupaten Wonogiri terhadap UMKM yang diwujudkan melalui pembinaan dan pelatihan serta adanya fasilitas penunjang pemberdayaan UMKM yang ada di Kabupaten Wonogiri. Kekuatan yang dimiliki tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam meningkatkan pemasaran produk anyaman tikar. 2) Menjaga hubungan baik dengan pemasok untuk menjamin kontinyuitas bahan baku. Salah satu relasi yang perlu diperhatikan oleh pengrajin dalam menjalankan usahanya adalah pemasok bahan baku. Hubungan yang baik antara pengrajin dengan pemasok bahan baku akan berpengaruh pada ketersediaan dan kualitas bahan baku untuk produksi anyaman tikar. Oleh karena itu, upaya pengrajin untuk menjaga hubungan baik dengan pemasok akan mempengaruhi kualitas anyaman tikar serta kontinyuitas produksi sehingga akan menjaga loyalitas para pelanggan dalam menerima produk mereka.
76
b. Strategi W-O Strategi W-O (Weakness-Opportunity) atau strategi kelemahanpeluang merupakan strategi untuk meminimalkan kelemahan yang ada untuk memanfaatkan peluang eksternal. Alternatif strategi W-O yang dapat dirumuskan adalah : 1) Optimalisasi penggunaan berbagai media dalam meningkatkan promosi. Salah satu kelemahan pengrajin dalam dalam pemasaran anyaman tikar adalah keterbatasan promosi yang dilakukan. Adanya berbagai peluang yang ada terkait promosi produk yang diantaranya adalah event pameran dan perkembangan teknologi informasi diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang promosi produk. Oleh karena itu, keterbatasan dalam hal promosi dapat dikendalikan dengan penggunaan media-media promosi yang saat ini berkembang. 2) Pemanfaatan
fasilitas
pemerintah
untuk
meningkatkan
inovasi,
permodalan, dan pemasaran. Adanya perhatian pemerintah terhadap pemberdayaan UMKM merupakan
peluang
yang
dapat
dimanfaatkan
pengrajin
dalam
meningkatkan kualitas usaha mereka. Progam pembinaan dan pelatihan yang dapat meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam manajemen usaha serta bantuan permodalan dalam bentuk subsidi bunga. Selain itu, adanya showroom yang digunakan untuk memajang produk UMKM serta pameran dapat menunjang pemasaran produk. Beberapa fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan pengrajin untuk meminimalkan permasalahan dalam hal inovasi produk, permodalan, dan pemasaran.
c. Strategi S-T Strategi S-T (Strength-Threat) atau strategi kekuatan-ancaman merupakan strategi untuk mengoptimalkan kekuatan internal yang dimiliki dalam menghindari ancaman. Alternatif strategi S-T yang dapat dirumuskan adalah :
77
1) Meningkatkan efisiensi produk dan margin dengan menggunakan saluran distribusi yang pendek. Ancaman dalam usaha anyaman tikar diantarnya adalah fluktuasi harga bahan baku serta menurunnya kualitas bahan baku pada musim kemarau. Hal ini akan mempengaruhi harga anyaman tikar dan biaya produksinya. Untuk meminimalkan ancaman tersebut maka pengrajin berupaya menjaga efisiensi produk dan margin pemasarannya dengan menggunakan saluran distribusi yang pendek. 2) Menjaga kepercayaan konsumen dengan kualitas produk melalui manajemen produksi yang lebih baik. Perkembangan produk subtitusi anyaman tikar mendong yaitu tikar plastik dan karpet perlu diwaspadai oleh pengusaha. Selain itu juga keberadaan para pengrajin anyaman tikar sebagai pesaing mereka. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pengrajin dalam menghadapi persaingan adalah dengan memanfaatkan kekuatan berupa kualitas anyaman yang dimiliki dan kontinyuitas produk serta dengan menerapkan manajemen produksi yang lebih baik diharapkan mampu menjaga loyalitas konsumen dalam menggunakan anyaman tikar mereka. Oleh karena itu, pengrajin harus mampu mengelola usahanya secara baik sehingga menjamin kualitas dan kontinyuitas produksinya.
d. Strategi W-T Strategi W-T (Weakness-Threat) atau strategi kelemahan-ancaman merupakan strategi defensif untuk meminimalkan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Alternatif strategi yang dapat dirumuskan adalah :
1) Meningkatkan inovasi dan promosi produk dengan melihat perkembangan pasar serta meningkatkan alokasi waktu pengusaha. Kelemahan dalam usaha anyaman tikar diantaranya adalah keterbatasan dalam promosi serta kurangnya inovasi yang dilakukan pengrajin terhadap produk anyaman tikar. Minimnya alokasi waktu yang
78
dicurahkan pengrajin dalam menganyam menyebabkan waktu pengerjaan semakin lama. Untuk meminimalkan kelemahan- kelemahan tersebut pengrajin dapat
melihat
perkembangan pasar sehingga mampu
melahirkan ide-ide kreatif dalam melakukan inovasi produk dan metode promosi yang efektif serta pengetahuan pengelolaan usaha yang baik. 2) Melakukan pencatatan data produksi dan penguatan dana mandiri. Salah satu kelemahan yang terdapat dalam usaha anyaman tikar adalah pengelolaan keuangan atau pembukuan usaha yang belum rapi. Hal ini akan berdampak pada kesulitan pengrajin dalam mengkalkulasi keuangan dalam usahanya. Oleh karena itu, melalui pencatatan dalam pengelolaan keuangan akan membantu pengrajin dalam menentukan keputusan. Selain itu, pengrajin juga dapat mengetahui tingkat pendapatan dari usaha anyaman tikar sehingga mampu mengatur aliran keuangannya.
5. Prioritas Strategi a. Meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam rangka meningkatkan daya saing produk serta memperkuat jejaring permodalan, promosi, dan pelanggan (5,66). Kualitas produk merupakan salah satu pertimbangan suatu produk dapat diterima pasar. Agar produk tersebut dapat bersaing di pasar, maka kualitas harus menjadi perhatian setiap pengusaha. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri adalah dengan meningkatkan kualitas SDM yang berkecimpung dalam usaha anyaman tikar. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan pengrajin dalam mengelola usaha mereka. Didukung pengalaman pengrajin yang cukup lama dalam menggeluti usaha anyaman tikar serta adanya program
pemerintah
untuk
meningkatkan
skill
pengrajin
akan
mempermudah pengrajin anyaman tikar untuk menerapkan strategi ini. Selanjutnya kualitas SDM yang baik juga akan berpengaruh pada kemampuan pengrajin dalam memperkuat dan menambah jaringan dalam permodalan, promosi dan pelanggan sehingga usaha anyaman tikar akan semakin berkembang.
79
Dalam rangka meningkatkan sumber daya pengrajin anyaman tikar dapat dilakukan dengan mengikuti pembinaan dan pelatihan yang diadakan pemerintah serta secara aktif meningkatkan motivasi dan pengetahuan pengrajin dalam menjalankan usahanya. Oleh karena itu, adanya perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat pada masa sekarang diharapkan mampu dimanfaatkan oleh para pengrajin untuk meningkatkan pemasaran produk anyaman mereka. Kualitas SDM yang baik akan berpengaruh pada kemampuan manajemen usaha yang lebih baik sehingga mampu menghasilkan produk dengan daya saing tinggi. Selanjutnya untuk mendukung hal itu, pengrajin seharusnya berupaya mempererat jejaring permodalan sehingga akan lebih kuat dari sisi permodalan. Meningkatkan relasi dan jaringan promosi serta pelanggan untuk memperluas dan memperkuat pemasaran anyaman tikar. b. Pemanfaatan fasilitas pemerintah untuk meningkatkan inovasi, permodalan, dan pemasaran (5,26). Kondisi masyarakat pengrajin
anyaman tikar yang secara umum
memiliki tingkat pendidikan rendah berpengaruh pada pola pikir mereka dalam mengelola usaha anyaman tikar. Selain itu, latar belakang perekonomian pengrajin anyaman tikar yang kurang memberikan dukungan permodalan
menjadikan usaha ini juga kurang berjalan lancar. Sikap
pengrajin yang belum berani berinovasi secara mandiri dan masih mengandalkan peran pemerintah dalam menjalankan usahanya. Ada beberapa program/fasilitas yang diadakan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri dalam upaya pemberdayaan usaha kerajianan di Wonogiri. Dalam hal permodalan, pemerintah mempunyai program pemberian bantuan modal dengan subsidi bunga, sehingga pengrajin dapat memperoleh tambahan modal dengan bunga yang lebih rendah. Dalam hal manajemen usaha pemerintah mengadakan pelatihan serta pemberian bantuan alat. Oleh karena itu, setelah mengikuti pelatihan tersebut pengrajin diharapkan mampu menerapkan ilmu yang sudah didapatkan selama pelatihan pada usaha mereka. Pada bidang pemasaran produk, pemerintah mengadakan pameran serta mengikuti pameran-pameran di daerah lain
80
untuk memperkenalkan produk dari Kabupaten Wonogiri. Selain itu, juga ada showroom produk kerajinan Kabupaten Wonogiri untuk memajang produk kerajinan dari Wonogiri. c. Menjaga kepercayaan konsumen dengan kualitas dan kontinyuitas produk melalui manajemen produksi yang lebih baik (5,34). Adanya fluktuasi harga dan kualitas bahan baku merupakan salah satu ancaman dalam pemasaran anyaman tikar. Dalam upaya mempertahankan usahanya pengrajin harus mampu menjaga kualitas dan kontinyuitas produk anyaman sehingga dapat menjaga loyalitas konsumen. Untuk itu, pengrajin perlu menerapkan manajemen produksi yang lebih baik, misalnya dalam seleksi bahan baku yang akan digunakan. Pada saat kualitas bahan baku menurun pengrajin berusaha mengendalikannya dengan perlakuan
agar
tetap dapat mempertahankan kualitas anyaman tikar yang dihasilkan. Pengrajin harus menjaga kualitas anyaman tikar meskipun dalam kondisi apapun. Karena kepercayaan konsumen yang sudah terbentuk dapat hilang ketika konsumen mendapatkan kekecewaan dalam menggunakan anyaman tikar mendong ini. Oleh karena itu, pengrajin dapat menerapkan manajemen produksi yang lebih baik guna mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas produk anyaman tikar. Tabel 26. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Pemasaran Anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri
Faktor-Faktor Strategis
BOBOT
Alternatif Strategi 1 2 3 AS TAS AS TAS AS
TAS
Faktor Kunci Internal 1. Kualitas Anyaman
0,13
2. Pengalaman produksi
0,11
3. Kontinyuitas produksi
0,11
4. Saluran distribusi pendek
0,09
5. Potensi daerah
0,09
6. Kurang inovasi
0,11
7. Promosi terbatas
0,11
8. Permodalan terbatas
0,09
4
0,48
4
0,48
4
0,36
4
0,33
4
0,22
4
0,33
4
0,44
4
0,33
4
0,33
3
0,18
3
0,09
3
0,18
3
0,14
3
0,14
3
0,14
2
0,30
2
0,40
1
0,40
2
033
2
0,44
1
0,22
1
0,30
2
0,40
1
0,20
81
9. Pengelolaan keuangan/pembukuan belum tersusun rapi
0,09
10. Pengrajin kurang fokus dalam usaha
0,07
Total Bobot
1
0,20
1
0,10
1
0,10
2
0,09
1
0,18
2
0,36
1,00
Faktor Kunci Eksternal 1. Pembinaan dan Pelatihan 2. Bantuan dan Subsidi bunga 3. Event Pameran dan showroom produk Kabupaten 4. Perkembangan obyek wisata 5. Ketersediaan bahan baku memadai 6. Hubungan yang baik dengan pemasok 7. Adanya langganan pedagang 8. Perkembangan teknologi informasi 9. Alokasi anggaran terbatas 10. Kualitas bahan baku di musim kemarau menurun 11. Fluktuasi harga bahan baku 12. Meningkatnya produk tikar plastik dan karpet 13. Persaingan dari pengrajin sejenis
Total Total nilai daya tarik
0,09 4 0,06 4 0,08 4
0,36 0,24 0,32
4 4 4
0,36 0,24 0,32
4 4 4
0,36 0,24 0,32
0,06 3 0,08 4 0,08 3
0,18 0,32 0,24
4 3 3
0,24 0,24 0,24
4 4 3
0,24 0,32 0,24
4 4 2 2
0,28 0,28 0,16 0,16
3 4 1 1
0,21 0,28 0,08 0,08
4 4 1 1
0,28 0,28 0,16 0,08
0,08 1 0,09 1
0,08 0,09
1 1
0,08 0,09
1 2
0,08 0,18
0,08 1
0,08
1
0,08
2
0,16
0,07 0,07 0,08 0,08
1,00 5,66
5,26
5,34
Sumber :Analisis data primer Berdasarkan hasil analisis menggunakan matriks QSP strategi pemasaran terbaik yang dapat diterapkan dalam memasarkan anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri adalah alternatif strategi I yaitu meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam rangka meningkatkan daya saing produk serta memperkuat jejaring permodalan, promosi, dan pelanggan yang akan berpengaruh dalam peningkatan kualitas teknis, kemampuan manajemen dan motivasi pengrajin anyaman tikar dalam mengelola usaha mereka sehingga diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk anyaman tikar. Nilai TAS (Total Attractive Score) dari alternatif strategi I sebesar 5,66 sekaligus nilai TAS tertinggi diantara nilai TAS alternatif strtaegi pemasaran yang lain. Pelaksanaan alternatif strategi pemasaran berdasarkan nilai TAS pada matriks QSP dilaksanakan dari nilai TAS strategi yang tertinggi, kemudian tertinggi kedua, dan diikuti strategi urutan berikutnya sampai nilai TAS strategi yang terkecil.
82
Melalui penerapan strategi pemasaran yang efektif yang dihasilkan dari analisis matriks QSP diharapkan mampu meningkatkan pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. Dengan peningkatan pemasaran anyaman tikar akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan pengrajin serta kemajuan usaha anyaman tikar sebagai salah satu usaha potensial di Kabupaten Wonogiri. Sehingga strategi pemasaran tersebut dapat menunjang ketercapaian tujuan pengrajin yaitu untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam pelaksanaannya perlu adanya koordinasi yang lebih baik antara pengrajin dengan pemerintah sehingga dapat lebih efektif hasil yang dicapai. Dengan meningkatkan kualitas SDM pengrajin maka akan bermanfaat bagi pelaksanaan usaha anyaman tikar. Pengrajin dapat menggunakan waktu luang mereka untuk kegiatan yang bermanfaat dan sekaligus meningkatkan pendapatan keluarganya. Peningkatan kualitas SDM
juga akan meningkatkan kemampuan
manajemen pengrajin serta dalam mengakses segala hal yang dapat bermanfaat untuk mengembangkan usaha anyaman tikar mendong mereka sehingga tujuan usahanya dapat tercapai yaitu peningkatan pendapatan keluarga.
83
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Strategi Pemasaran Anyaman Tikar berbahan baku mendong di Kabupaten Wonogiri, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor strategis dalam pemasaran anyaman tikar mendong di Kabupaten Wonogiri meliputi : a. Kekuatan : kualitas anyaman tikar, pengalaman produksi pengrajin, kontinyuitas produksi anyaman tikar, saluran distribusi pendek, serta merupakan salah satu potensi daerah. b. Kelemahan : kurangnya inovasi, promosi terbatas, permodalan terbatas, pengelolaan keuangan/pembukuan yang belum tersusun rapi, dan pengrajin kurang fokus dalam usaha. c. Peluang : adanya pembinaan dan pelatihan, bantuan dengan susidi bunga, event pameran dan showroom produk kabupaten, perkembangan obyek wisata, ketersediaan bahan baku memadai, hubungan yang baik dengan pemasok, adanya langganan pedagang, serta adanya perkembangan teknologi. d. Ancaman : alokasi anggaran pemerintah dalam mengembangkan UMKM terbatas, kualitas bahan baku di musim kemarau menurun, adanya fluktuasi harga bahan baku, meningkatnya produk subtitusi berupa tikar dari plastik dan karpet, serta persaingan antar sesama pengrajin anyaman tikar.
2. Alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam memasarkan anyaman tikar mendong di Kabupaten Wonogiri yaitu e. Strategi S-O (Strength-Opportunity) 3) Meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam rangka meningkatkan daya saing produk serta memperkuat jejaring permodalan, promosi, dan pelanggan. 4) Menjaga hubungan baik dengan pemasok untuk menjamin kontinyuitas bahan baku.
81
84
f. Strategi W-O (Weakness-Opportunity) 1) Optimalisasi penggunaan berbagai media dalam meningkatkan promosi. 2) Pemanfaatan
fasilitas
pemerintah
untuk
meningkatkan
inovasi,
permodalan, manajemen produksi, dan pemasaran.
g. Strategi S-T (Strength-Threat) 1) Meningkatkan efisiensi produk dan margin dengan menggunakan saluran distribusi yang pendek. 2) Menjaga kepercayaan konsumen dengan kualitas dan kontinyuitas produk melalui manajemen produksi yang lebih baik.
h. Strategi W-T (Weakness-Threat) 1) Meningkatkan
inovasi
dan
promosi
produk
dengan
melihat
perkembangan pasar serta meningkatkan alokasi waktu pengrajin. 2) Melakukan pencatatan data produksi dan penguatan dana mandiri.
3. Berdasarkan analisis matriks QSP, menunjukkan bahwa prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam memasarkan anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri adalah dengan meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam rangka meningkatkan daya saing produk serta memperkuat jejaring permodalan, promosi, dan pelanggan. B.
SARAN Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini dapat diberikan saran kepada pihak-pihak sebagai berikut : 1. Pengrajin Anyaman Tikar a. Sebaiknya ada regenerasi pengrajin untuk menjaga kelangsungan usaha anyaman tikar mendong di Kabupaten Wonogiri. b. Meningkatkan ketrampilan, pengetahuan dan kreativitas dalam diversifikasi produk serta kemampuan manajemen usaha yang lebih baik dengan mengakses informasi terkini mengenai industri kerajinan serta giat mengikuti pembinaan dan pelatihan yang dilaksanakan pemerintah. 2. Pemerintah Kabupaten Wonogiri a. Pembinaan dan pelatihan untuk generasi muda untuk meningkatkan kemauan dan kemampuan pengembangan usaha anyaman tikar.
85
b. Menggalakkan pembinaan dan pendampingan kepada UMKM dalam rangka meningkatkan semangat pengrajin untuk berkreasi dan berinovasi serta peningkatan kualitas produk serta diversifikasi produk. c. Menjadi fasilitator dalam mempertemukan lembaga keuangan dan lembaga pemasaran dengan pengrajin (forum pertemuan bisnis). d. Meningkatkan promosi produk UMKM melalui pameran, promosi online, dan showroom.
86
DAFTAR PUSTAKA Anonima, 2006. RPJMD Kabupaten Wonogiri. Bappeda Kabupaten Wonogiri. Anonimb, 2006. Komoditi Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan. http://ditjenbun.deptan.go.id. Diakses tanggal 19 Juni 2010 Anonim, 2007. Kelompok Industri Kecil Potensial di Kabupaten Wonogiri. Disperindagkop Kabupaten Wonogiri. Anonima, 2008. Ekonomi dan Bisnis. http://www.wonogirikab.go.id. Diakses tanggal 13 januari 2010. Anonima, 2008. Pembuatan Tikar Dari Mendong. http://www.solo-kedu.com Diakses tanggal 13 januari 2010 Anonimb, 2008. Analisis Pengaruh Strategi Pemasaran Terhadap Volume Penjualan Benih Padi Unggul Pada Pt Sang Hyang Seri (Persero) Kulonprogo. http//www.skripsi-thesis.com. Diakses tanggal 13 januari 2010 Anonim, 2009. Kerajinan Tasik, Pengembangan Terpadu Industri Kreatif. Kemenegkopukm. http//www.mediacenterkopukm.com. Diakses tanggal 19 juni 2010 Bappekab Sidoarjo, 2008. Penyusunan Recana Induk Pengembangan Terpadu Usaha Kecil Menengah dan koperasi Kabupaten Sidoarjo. http//www.sidoarjokab.go.id. Diakses tanggal 13 Januari 2010 Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif :Pemahaman Fisolofi dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta David, F R. 2004. Manajemen Strategis Konsep-Konsep. Terjemahan. PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. Endi, 2009. Strategi Pemasaran. http://go-kerja.com/strategi-pemasaran Diakses tanggal 25 Januari 2010 Gulo,W. 2002. Metodologi Penelitian. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Harisudin, M. 2009. Manajemen strategi. Handout perkuliahan Fakultas Pertanian Universitasa Sebelas Maret Surakarta Hastuti, RW. 2008. Kerajinan Enceng Gondok (Studi Kasus Pada Industri Rumah Tangga di Desa Tegaron Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang). Skripsi FKIP UNS. Surakarta Hunger, J. David and Thomas L Wheelen. 2003. Manajemen Strategis.Penerbit Andi. Yogyakarta.
84
87
Ilmanoz, 2008. Strategi Pemasaran dan Pengendalian Mutu Produk. http//.www.Indoskripsi.com. Diakses tanggal 13 januari 2010 Kotler, P. 1992. Manajemen Pemasaran. Erlangga. Jakarta Kusuma, Bagus. 2009. Mengapa Visi dan Misi Perusahaan itu?. www. arthapanghuripan.blogspot.com . Diakses tanggal 13 januari 2010 Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Pratama, 2009. Anyaman. http//www.educationsyndicate.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Februari 2010. Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Salusu, J. 2003. Pengambilan Keputusan Strategik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung. Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik. CV Tarsito. Bandung. Susilowati, S H, 2007. Peran Sektor Agroindustri dalam Perekonomian Nasional dan Pendapatan Rumah Tangga Pertanian. http://pse.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 8 Juni 2010. Umar, H. 2002. Strategic Management in Action. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Winarsih, S. 2005. Strategi Pemasaran Ekspor Furniture (Studi Kasus pada PT Amalia Surya Cemerlang Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah). Fakultas Ekonomi UNS. Surakarta
88