STRATEGI KOMUNIKASI TVONE DALAM PENAYANGAN MAKELAR KASUS PALSU Oleh Tatik Yuniarti Dosen Program Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi, Sastra, dan Bahasa Universitas Islam ”45” Bekasi Abstract This article discusses an example the case a broker of a major media company that is TVOne. A private television station in Indonesia is experiencing problems related to the credibility of the election of a resource person in the show. Problems occur when one a journalist of TVOne displays case a broker in the body of the Indonesian Police Headquarters (Police Headquarters) in the program Apa Kabar Indonesia Pagi, on March 18, 2010. The program was to discuss the hot topics by displaying a competent resource persons. Incidentally when the topics discussed, the public was case a broker highlighted the discovery of cases of tax at the Directorate General of Taxation. But in that program, presented by resource persons found not credible. This is because the testimony presented regarding the existence of a case a broker at Police Headquarters body was counterfeit. Resource persons named Andris Ronaldi told presenter confessed TVOne, Indi Rahmawati pretend to be a case a broker at Police Headquarters. Based on these cases, in this article will discuss how a major television station as a trusted community of reference television news maintained its reputation after the case occurred. As a television station that has not been long standing, TVOne is building the image into news television station in Indonesia. Keywords: TVOne, Apa Kabar Indonesia Pagi, Credibility, Case a broker PENDAHULUAN Mempertahankan reputasi memang lebih sulit dibandingkan ketika membangun image. Hal inilah seperti yang dialami TVOne, stasiun televisi besar di Indonesia milik pengusaha Abu Rizal Bakri. Sebagai televisi baru, TVOne sedang membangun image menjadi televisi berita, bersaing dengan stasiun televisi lain milik pengusaha Surya Paloh, Metro TV. Menjadi stasiun televisi berita tentu saja tidak mudah, karena berita berhubungan dengan fakta. Sehingga tantangan untuk stasiun televisi ini adalah bagaimana menyajikan fakta dengan hasil reportase dan nara sumber yang terpercaya. Bagaimana seorang produser setiap acara di stasiun televisi ini memilih narasumber sesuai dengan kompetensinya. Acara ”Apa Kabar Indonesia Pagi” edisi 18 Maret 2010 adalah salah satu acara andalan di TVOne. Dalam setiap edisinya acara ini membahas topik hangat yang sedang menjadi sorotan publik. Salah satu topik yang hangat ketika itu adalah mengenai terbongkarnya mafia makelar kasus di Direktorat Jendral Pajak yang melibatkan salah seorang pegawainya. Kasus ini sangat menjadi sorotan publik, karena uang yang dikorupsi dari hasil pajak yang seharusnya masuk ke negara nilainya cukup besar. Terbukanya kasus ini ke ranah publik membuat kasus yang lain juga bermunculan. Salah satunya yang diungkap oleh TV One mengenai makelar kasus di tubuh kepolisian, khususnya di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Sayangnya stasiun televisi ini tidak mendatangkan nara sumber yang kredibel atau terpercaya sehingga terjadi pembohongan publik. TV One menghadirkan nara sumber di sebuah acara talk show yang ternyata palsu. Terungkapnya ketika polisi membuntuti nara sumber yang hadir dalam talkshow Apa Kabar Indonesia Pagi edisi 18 Maret 2010. Narasumber tersebut ditangkap, dan mengaku hanya
disuruh menjadi makelar kasus palsu karena diberi imbalan uang. Kejadian ini tentu saja sangat menampar nama besar TV One yang oleh publik sudah dijadikan media referensi pemberitaan. Dalam kasus ini kita dapat mempelajari bagaimana sebuah media massa harus berhati-hati dalam menyajikan materi siarannya. Apalagi materi siaran yang berhubungan dengan kepentingan publik. Ketidak hati-hatian akan mengakibatkan pertaruhan reputasi dan turunnya kepercayaan dari publik. Hal ini pula yang terjadi dengan TV One setelah terungkap adanya makelar kasus palsu yang dihadirkan dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi. Bagaimana kemudian TV One melaporkan kepada Dewan Pers untuk memediasi persoalan dengan polisi. Persoalan ini juga menjadi lebih serius karena melibatkan nama baik dari kepolisian. Dari narasumber yang tidak kompeten membuat nama baik polisi tercoreng, karena pernyataan dari oknum yang mengaku sebagai makelar kasus di Mabes Polri tersebut membuat publik menjadi beranggapan bahwa di Mabes Polri pun ada praktek yang melibatkan makelar kasus. Ketidakakuratan informasi yang disampaikan dalam acara tersebut seharusnya diimbangi dengan adanya klarifikasi oleh TV One bahwa memang adanya kesalahan nara sumber yang dihadirkan serta informasinya yang salah. Namun hal itu tidak dilakukan oleh TV One sampai dengan adanya kesepakatan damai dengan polisi dan Dewan Pers. Dari kasus yang terjadi tersebut dapat pula terlihat seberapa besar ketidakpercayaan publik terhadap TV One. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap image dan reputasi TV One. Untuk itulah dalam artikel ini akan diulas lebih mendalam mengenai bagaimana TV One sebagai salah satu perusahaan di bidang media massa melakukan komunikasi kepada publik dan instansi terkait untuk memperbaiki citranya yang turun akibat kasus makelar kasus palsu tersebut. Selain itu diulas juga mengenai bagaimana TV One mengembalikan kepercayaan publik terhadap sajian informasi yang disampaikan. Makelar Kasus Palsu di TV One 18 Maret 2010 lalu, acara ’Apa Kabar Indonesia Pagi’ di TV One menghadirkan salah seorang nara sumber seorang makelar kasus. Bukan sembarang makelar kasus (markus) biasa, karena makelar ini beroperasi di Markas Besar Kepolisian Indonesia (Mabes Polri) selama 12 tahun. Namanya Andris Ronaldi, yang mengaku berprofesi sebagai makelar kasus. Dia bercerita lancar dan panjang lebar tentang praktik markus yang dilakukannya di Mabes Polri. Informasi yang disampaikan pria tersebut sangat menarik dan penting, sebab bukan perkara mudah untuk menemukan narasumber seorang markus. Kehadiran markus tersebut menarik pihak kepolisian, karena ada sejumlah keterangan atau pernyataannya yang dinilai janggal. Secara diam-diam, karena curiga polisi pun melakukan penyelidikan untuk mengetahui siapa sebenarnya sang markus tersebut. Sejumlah anggota kepolisian berpakaian preman akhirnya dikirim ke studio TVOne. Mereka selanjutnya menguntit pria yang mengaku sebagai markus tersebut usai tampil di TVOne. Bahkan, pengejaran terhadap orang itu dilakukan hingga Bali. Polisi akhirnya menangkap Andris Ronaldi, pria yang mengakuaku sebagai makelar kasus dalam tayangan TV One tersebut. Ia mengaku mendapat bayaran Rp 1,5 juta untuk menjalankan peran sebagai markus (www.detik.com, 8 April 2010). Menurut Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), yang juga Ketua Komite I DPD RI, Farouk Muhammad, makelar kasus (markus) pada hakikatnya mencerminkan pengertian intervensi terhadap suatu proses administrasi, dalam hal ini proses penegakan hukum. Berbeda dengan proses intervensi lainnya yang mungkin bertujuan positif, markus meletakkan "memenangkan klien dengan segala cara" sebagai kepentingan dan tujuan. Target markus tidak selalu harus berupa tindakan yang menyimpang dari hukum, tetapi juga, seperti dalam dunia perdagangan, tampil sebagai makelar yang profesional, dengan menjembatani kepentingan pihak-pihak terkait. Walau dalam prakteknya sudah telanjur dipersepsikan jelek, markus tidak selalu membela yang salah, tetapi juga membela yang benar (korban) ( Koran Tempo, 1 April 2010).
Temuan polisi yang menyatakan bahwa makelar kasus yang dihadirkan di stasiun TV One tersebut menuai kontroversi. TV One dianggap merekayasa tayangan di ’Apa Kabar Indonesia Pagi’ tersebut. Acara ini merupakan salah satu andalan acara di TV One berupa pembahasan mengenai topik-topik yang sedang hangat dibicarakan. Dalam acara tersebut biasa dipandu oleh dua presenter. Salah satu diantaranya adalah Indy Rahmawati, presenter yang sebenarnya sudah cukup berpengalaman, karena sebelum di TV One, Ia juga pernah menjadi reporter dan presenter di SCTV. Dalam pengakuannya kepada polisi, Andris Ronaldi mengaku disuruh oleh presenter Indy Rahmawati berpura-pura menjadi seorang markus. Polisi kemudian memeriksa Indy Rahmawati yang dianggap merekayasa tayangan tersebut. Tayangan mengenai markus tersebut menjadi perhatian publik, karena di waktu yang bersamaan masalah makelar kasus telah terungkap di Direktorat Jendral Pajak. Tersebut pegawai pajak, Gayus Tambunan yang telah terbukti menjadi makelar kasus pajak dan sedang dalam proses hukum. Hal lain adalah pengakuan Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal, Susno Duaji mengenai adanya korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat di Mabes Polri. Tayangan di TV One tersebut seolah meyakinkan publik bahwa memang ada praktek makelar kasus di tubuh institusi kepolisian yang seharusnya menjadi penegak hukum. Insitusi kepolisian yang sedang disorot publik menjadi semakin peka terhadap setiap informasi yang berkembang di masyarakat. Termasuk tayangan yang ditampikan di acara TV One tersebut. Informasi mengenai adanya makelar kasus di institusi kepolisian mengakibatkan reputasi polisi semakin jatuh di mata publik. Tayangan tersebut menjadikan kepolisian tidak dipercaya lagi menjadi institusi penegak hukum, karena terbukti bersedia dibayar oleh pihak yang berkepentingan. Hal inilah yang kemudian menjadikan polisi memeriksa pihak TV One yang dianggap sangat berperan dalam penayangan makelar kasus tersebut. PEMBAHASAN Jatuhnya Reputasi TV One Tidak hanya institusi kepolisian yang semakin jelek reputasinya di mata publik dengan adanya tayangan mengenai makelar kasus palsu tersebut. Namun institusi yang juga jelas menjadi turun reputasinya adalah stasiun televisi TV One sendiri yang telah menayangkan informasi yang tidak akurat. Tidak kredibelnya nara sumber yang dihadirkan membuat TV One tidak dipercaya lagi oleh publik sebagai televisi yang menjadi media referensi sajian berita dan informasi. Dalam teori komunikasi, dikenal teori elemen komunikasi yang digunakan sebagai cara untuk memandang komunikasi. Teori ini didasarkan pada elemen atau unsur-unsur yang membentuk komunikasi. Proses penyampaian informasi yang disampaikan TV One dalam setiap acaranya merupakan bentuk dari komunikasi, lebih spesifik lagi yakni merupakan bentuk komunikasi massa karena informasi yang disampaikan bisa diterima oleh khalayak secara serentak melalui saluran televisi. Baik komunikasi maupun komunikasi massa terdapat elemen atau unsur-unsur yang membentuknya. Definisi komunikasi klasik oleh Harold Laswell pada tahun 1948, menyatakan komunikasi adalah who says what, in what channel, to whom, with what effect ( siapa mengatakan apa, pada saluran apa, kepada siapa, dengan efek seperti apa ). Menurut Joseph Dominick (2002), setiap komunikasi akan melibatkan delapan eleman komunikasi, yang meliputi: sumber, enkoding, pesan, saluran, dekoding, penerima, umpan balik, dan gangguan. Proses komunikasi dimulai atau berawal dari sumber (source) atau pengirim pesan, yaitu dimana gagasan, ide atau pikiran berasal, yang kemudian akan disampaikan kepada pihak lainnya, yaitu penerima pesan. Sumber atau pengirim pesan sering pula disebut dengan ’komunikator’. Menurut Hovland (1953), karakteristik sumber berperan dalam
mempengaruhi penerimaan awal pada pihak penerima pesan, namun memiliki efek minimal dalam jangka panjang. Hovland menyebut efek jangka panjang dari sumber sebagai efek tidur (sleeper effect). Sumber yang dapat dipercaya (credibel) akan dapat memperkuat nilai informasi yang disampaikan. Dengan demikian, teori ini menegaskan bahwa status, kehandalan dan keahlian sumber menambah bobot kualitas pesan. Sumber yang memiliki ketiga hal tersebut sekaligus akan menambah bobot sumber dalam proses komunikasi. ( Morissan, Wardhany. Andy Corry; 2009, 17-18) Berdasarkan teori tersebut, nara sumber yang dihadirkan TV One dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi jelas bukan orang yang terpercaya dalam mengungkapkan makelar kasus di institusi Polri. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang si nara sumber atau komunikatornya yang tidak jelas terungkap dalam acara tersebut. Apabila ditilik dari teori elemen inti di atas, status Andris Ronaldi tidak memenuhi syarat menjadi nara sumber yang terpercaya. Hal lain yang dilihat adalah tentang kehandalan dan keahlian dari sang nara sumber, dimana Andris Ronaldi sama sekali tidak memiliki kehandalan dan kehalian dalam mengungkapkan adanya dugaan makelar kasus di institusi Polri. Hal ini disebabkan karena status dan latar belakangnya yang tidak jelas baik kapasitas maupun kompetensinya dalam mengungkapkan adanya makelar kasus dalam institusi Polri. Bahkan dalam penayangannya, wajah Andris Ronaldi ditutup dengan topeng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun sumber yang kredibel dapat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, namun dampak sumber terhadap penerima pesan bervariasi dari satu situasi kepada situasi lainnya, dari satu topik ke topik lainnya dan dari satu waktu ke waktu lainnya. Namun demikian, setidaknya sumber yang memiliki kredibilitas tinggi dapat memberikan pengaruh kepada penerima pesan dalam hal daya penerimaan awal dari suatu pesan. ( Morissan, Wardhany. Andy Corry; 2009, 18) Aris Toteles juga menegaskan, salah satu kunci sukses persuasi adalah tergantung kredibilitas sumber. Kepercayaan publik tergantung siapa sumber yang menyampaikan pesan tersebut (Larson, 2010:20). Aristoteles menyatakan persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak baik, dan maksud yang baik ( good sense, good moral character, good will ). Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur: Experrtise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal : (1) Kredibilitias adalah persepsi komunikate; jadi tidak inheren dalam diri komunikator; (2) Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya disebut sebagai komponen-komponen kredibilitas. Karena kredibilitas itu masalah persepsi, kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi (Jalaluddin Rakhmat, 2008:255-257). Sebagai televisi yang fokus penyajiannya informasi atau berita, faktor kredibiitas ini haruslah dijaga oleh TV One. Pemilihan nara sumber seharusnya dipilih secara lebih selektif, apalagi informasi yang disampaikan berkaitan dengan institusi publik dan topik permasalahannya yang menyangkut banyak orang. Nara sumber yang dihadirkan TV One dalam acara ’Apa Kabar Indonesia Pagi’ tidak jelas namanya disebutkan dalam acara tersebut. Pemakaian topeng dalam acara tersebut juga membuat publik jadi bertanya-tanya apakah betul pernyataan yang disampaikan nara sumber tersebut berkaitan dengan praktek makelar kasus di institusi kepolisian. Hal inilah yang kemudian membuat polisi juga akhirnya bergerak untuk menyelidiki kebenaran dari informasi yang disampaikan. Nara sumber yang tidak kredibel mengakibatkan informasi yang disajikan juga kurang dapat dipercaya oleh masyarakat. Dalam kasus makelar palsu tersebut, pihak TV One menggunakan nara sumber yang kurang kompeten. Menurut Agus Sudibyo, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan
Etika Dewan Pers, kredibilitas nara sumber yang lemah itu mengakibatkan ketidakakuratan kesaksian sekaligus ketidakakuratan informasi. Dalam acara di TV One tersebut, Andris mengaku sebagai makelar kasus-kasus kakap. Padahal temuan Dewan Pers menyebutkan Andris hanya makelar kasus-kasus kecil. Namun di sisi lain Dewan Pers tidak menemukan bukti bahwa telah terjadi rekayasa pemberitaan atau manipulasi wawancara yang dilakukan TV One. (Koran Tempo, 29 Mei 2010) Ketidakpercayaan publik terhadap TV One pasca terjadinya penayangan makelar kasus palsu tersebut salah satunya dapat dilihat dari komentar-komentar mengenai pemberitaan makelar kasus palsu di media massa. Beberapa komentar menyatakan : “TVONE menurut saya tidak fair dalam jurnalistiknya, terlalu memojokkan pemerintah tetapi dalam kasus lumpur lapindo dan kasus penggelapan pajak big bossnya mereka tidak pernah mengekspose secara detail. Kalaupun menyiarkan masalah lapindo, hanya hal2 yang menguntungkan big bossnya dan sangat terasa nuansa advertisingnya; heeemmmm . . sekarang c belum bisa dilihat mana yang benar dan salah . . cuma sebatas saran , sebaiknya qta jangan terlalu langsung percaya dengan suatu berita . . bisa saja tv one yang berbohong tapi bisa juga c markus palsu yang bohong . . tidak ada yang tahu . . karena itu kita sebagai sasaran dalam suatu pemberitaan (penonton) harusnya bisa melihat lebih kritis lagi masalah ini agar tidak terjebak pada satu pihak . . mungkin ini salah satu pelajaran juga buat tv one agar bisa lebih berhati2 lagi dalam menghadirkan nara sumber jika memang c markus palsu itu terbukti bersalah . . ^^; Ketahuan dech semua belang2nya TV One. Kita semua tahu siapa yg punya tv one...... kalo mo cari sensasi yg logis donk... pemirsa sdh pinter2 gk bisa dibohongi oleh indy... emange reputasi indy kayak apa sich kok blm pernah denger tuch; wah PAYAH TVONE kecewa saya menjadikanmu sumber berita..........manalagi yang bisa dipecaya...media pun mencari keuntungan dari carut marutnya negeri ini..........; Itu lah akibatnya kalau TV ONE terlalu percaya diri, sehingga beritanya cenderung memvonis orang. Akhirnya kena batunya” (www.kompas.com, 9 April 2010 diakses 27 Mei 2010 ). Dari komentar-komentar tersebut, dapat menjadi bukti turunnya reputasi TV One sebagai media televisi yang menjadi panutan masyarakat sebagai media berita. Hal inilah kemudian yang harus diatasi oleh pihak TV One agar reputasinya tidak semakin turun di mata masyarakat, mengingat stasiun ini belum lama pula membangun image sebagai televisi referensi dengan sajian berita. Jika terus konsisten pada segmentasi tersebut, pihak TV One harus melakukan pelbagai langkah agar image sebagai televisi referensi berita dan informasi kembali terbangun. Martineau (1958) memandang istilah image sebagai suatu perpaduan dari fungsi kualitas dan psikologis dari kelengkapan suatu institusi yang telah melekat pada benak pengguna dari institusi tersebut. Boulding (1973) mendefinisikan image sebagai pengetahuan yang subyektif. Kennedy (1977) menyampaikan bahwa image institusi mempunyai kesamaan dengan reputasi institusi. Sedangkan Dowling (1993) dan Dichter (1985) mendefinisikan bahwa image sebagai ekspresi penuh dari suatu institusi atau perusahaan. Bernstein (1984) sepakat bahwa reputasi adalah bagian dari transaksi images. (Gotsi, Manto and Wilson, Alan M. 2001) Adanya permasalahan makelas kasus palsu jelas telah menurunkan rerputasi TV One di mata publik. Berdasarkan definisi image dan reputasi di atas, keduanya sangat berkaitan. Dapat dijabarkan dalam artikel ini bahwa image atau citra yang nampak dari kasus tersebut adalah bagaimana TV One menghadirkan nara sumber dalam acaranya. Semula mungkin TV One beranggapan bahwa dengan menampilkan nara sumber yang berbicara banyak mengenai adanya dugaan makelar kasus dalam institusi Polri, maka akan semakin membuat publik tidak memindahkan salurannya, karena nara sumber ini hanya hadir di stasiun ini. Harapan berikutnya adalah masyarakat dapat betul-betul menjadikan TV One sebagai televisi referensi
untuk mencari berita-berita yang berbeda dengan stasiun televisi lainnya. Namun kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya, dimana justru TV One harus mengembalikan reputasinya sebagai televisi referensi berita setelah adanya makelar kasus palsu. Nama TVOne menggantikan stasiun televisi Lativi pada 14 Februari 2008. Sejak itulah TVOne mulai membangun citranya sebagai media yang komposisinya 70 persen berita dan sisanya gabungan program olahraga dan hiburan. Tidak hanya programnya yang diganti, namun sistem, tema serta visi misinya pun diganti. TVOne dinamakan TV news, sport, dan entertainment. Salah satu terobosan TVOne membangun citranya sebagai televisi yang dominan ke berita dan informasi adalah dengan melakukan pemberitaan interaktif secara live, antara kantor pusat TVOne dengan kantor-kantor biro TVOne yang ada di berbagai kota di Indonesia. Cara ini dilakukan agar semua informasi yang disajikan dapat diterima oleh pemirsa di seluruh tanah air. Dengan langkah ini, TVOne sekaligus mengubah citra lama Lativi yang kerap dikeluhkan publik dengan tayangan-tayangan mistik dan tontonan yang sekedar menjual paha atau dada (www.gatra.com, 13 Februari 2008). Berdasarkan hasil penelitian Yayasan Sains dan Estetika, Yayasan TIFA, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Komunitas Pemerhati Televisi 11 kota di Indonesia, program acara stasiun TVOne merajai program acara yang berkaitan dengan Pemilu Legislatif 2009. Kategorinya antara lain: stasiun televisi yang paling baik kualitasnya dalam memberitakan Pemilu Legislatif 2009, kategori program berita yang paling baik kualitasnya dalam memberitakan Pemilu Legislatif, dan kategori program khusus pemilu yang paling baik kualitasnya dalam memberitakan Pemilu. Di kategori lain program-program di TVOne menempati lima besar. Kategori tersebut antara lain program televisi terbaik (Apa Kabar Indonesia Malam), program televisi yang paling menambah pengetahuan pemirsa (Apa Kabar Indonesia), program televisi yang paling memberikan kewaspadaan/ pengawasan sosial (Apa Kabar Indonesia dan Kabar Petang), program televisi yang paling meningkatkan daya kritis pemirsa (Apa Kabar Indonesia dan Debat). Riset dilaksanakan pada kurun waktu bulan April – Mei 2009 di Jakarta, Medan, Batam, Palembang, Bandung, Semarang, Pontianak, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar. Metode penelitian menggunakan peer review assessment. Caranya menjaring penilaian dari 212 responden terhadap program-program televisi secara umum dan penilaian kualitas program-program televisi berating tinggi. Hasil riset tersebut disampaikan dalam Seminar Nasional bertema “Rating Publik IV: Menuju Televisi Ramah Keluarga” di Universitas Tarumanegara, Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, program-program acara di TVOne terbukti telah membentuk reputasi TVOne sebagai media referensi berita dan informasi. Pelbagai program acara yang dibuat dan ditayangkan terbukti banyak diminati oleh publik. Sebagai stasiun televisi yang baru, TVOne cukup cepat menyedot perhatian publik. Stasiun televisi ini, kini bersaing dengan Metro TV yang lebih dahulu memfokuskan penyajian informasinya pada berita. Hal inilah yang disebut Gotsi dan Wilson sebagai hubungan antara citra perusahaan dan reputasi perusahaan. Dari apa yang sudah dilakukan oleh TVOne telah terbukti berhasil mengubah citra dari sebelumnya Lativi sebagai televisi yang terkesan dengan program mistiknya, saat ini berubah menjadi TVOne yang berfokus pada penyajian berita. Berhasilnya TVOne mengubah citra tersebut membuat reputasi stasiun televisi tersebut menjadi referensi publik untuk mendapatkan berita dan informasi. Namun reputasi yang dengan susah payah dibangun tersebut, turun dengan cepat setelah tayangan makelar kasus palsu di program acara ‘Apa Kabar Indonesia Pagi’, 18 Maret 2010 lalu. Untuk mengatasi kejadian tersebut, pihak TVOne langsung membantah tuduhan yang menyatakan bahwa TVOne telah melakukan rekayasa dalam program acara tersebut. Menurut Manajer Umum Pemberitaan TVOne Totok Suryanto, penayangan setiap program selalu dikawal oleh produser yang mengecek kebenaran narasumber, apakah sesuai dengan
kapasitas sesuai dengan tema yang dibicarakan. Stasiun televisi TVOne juga menyatakan siap dikonfrontasi dengan pria yang ditangkap oleh polisi dengan sangkaan terlibat merekayasa pemberitaan tentang adanya praktek makelas kasus di Mabes Polri. Kepolisian akhirnya melaporkan peristiwa dugaan rekayasa pemberitaan yang dilakukan oleh TVOne tentang adanya makelar kasus ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers. Sikap keterbukaan TVOne tersebut menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan persoalan. Sikap yang dilakukan oleh TVOne ini di mata publik dipandang sebagai bentuk pertanggungjawaban, sehingga publik beranggapan bahwa meskipun TVOne melakukan kesalahan, namun tidak menghindari melakukan pemeriksaan lebih lanjut sebagai bentuk klarifikasi terhadap duduk persoalan yang sebenarnya. Akibat kejadian itu pula TVOne juga semakin berhati-hati untuk menghadirkan nara sumber. Penggunaan nara sumber yang tidak jelas identitasnya tidak digunakan lagi, pasca kasus tersebut. Hal ini dilakukan untuk memberikan kepercayaan lepada publik terhadap setiap tayangan program acara di TVOne. Kelanjutan dan klarifikasi terhadap perkembangan pemeriksaan makelar kasus di TVOne juga dilakukan, terbukti dari beberapa acara berita di stasiun televisi tersebut terdapat peliputan dari perkembangan kasus tersebut. SIMPULAN Sebagai media massa, TVOne harus berhati-hati dalam memilih nara sumber. Hal ini tentu saja berlaku untuk semua media massa. Tidak kredibelnya nara sumber akan berakibat fatal dalam pemberitaan. Latar belakang nara sumber harus dicek lagi apakah mempunyai kompeten dalam berbicara mengenai topic tertentu. Reputasi media massa apalagi media yang berfokus pada informasi sangat ditentukan dengan sajian atau tayangan yang disampaikan. Apabila ada kesalahan dan tidak ada klarifikasi maka, citranya akan jatuh, karena tidak lagi dipercaya oleh masyarakat. Seperti yang dialami TVOne yang tidak berhatihati terhadap nara sumber yang dihadirkan. Apalagi siaran yang sifatnya langsung, setidaknya dipersiapkan dengan matang, karena tidak melalui proses editing ketika ditayangkan. Langkah yang dilakukan pihak TVOne bisa menjadi contoh media lain yang menyelesaikan persoalan secara damai. Pihak media massa harus juga menerima jika memang ada kesalahan pada penayangan materi acara yang disampaikan. Tindakan yang dilakukan TVOne yang berdamai dengan polri tersebut, membatasi isyu semakin berkembang, sehingga jatuhnya citra bisa dapat segera teratasi. DAFTAR PUSTAKA Gotsi, Manto and Wilson, Alan M. 2001. Corporate Communications: An International Journal Volume 6. MCB : University Press
Larson, C. U. (2010). Persuasion: Reception and responsibility (12th ed.) Boston: Wadsworth. Morrisan, Wardhany. Andy Corry. 2009. Teori Komunikasi. Bogor : Ghalia Indonesia Rakhmat. Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sumber Lain Koran Tempo, 1 April 2010 Koran Tempo, 29 Mei 2010 www.detik.com, diakses 8 April 2010 www.gatra.com, diakses 13 Februari 2008
www.kompas.com, diakses 9 April 2010 www.tvone.co.id, diakses 9 April 2010