JURNAL STRATEGI KOMUNIKASI DALAM SOSIALISASI PEMILU 2014 (Studi Kasus KPU Kota Surakarta Dalam Pemilu Legislatif 2014)
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: Astriani Liana Putri D0210019
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET i
STRATEGI KOMUNIKASI DALAM SOSIALISASI PEMILU 2014 (Studi Kasus KPU Kota Surakarta dalam Sosialisasi Pemilu Legislatif 2014)
Astriani Liana Putri Sri Hastjarjo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Starting from 2004 elections, instead of choosing the political party, Indonesian citizens have the rights to choose their representatives in parliament and also president directly. On the other hand, the statistic shows a degradation on citizens’ political participation. 2004 Legislative Election, Indonesian citizens’ political participation was around 84,07% and decreased to 70,96% on 2009 Legislative Election. There are many factors that cause this trend. One of them is the lack of socialization which is the responsbility of the General Election Commission (Komisi Pemilihan Umum – KPU). In this study, the author tries to find out the communication strategy made and used by KPU Surakarta to socialize 2014 Legislative Election. This study is a qualitative-case study research, uses in depth interview and literary study as the information source. Informants are selected by purposive sampling with a hint of snowball sampling. The result of this study are: (1) KPU Surakarta has 3 strategies, which are interpersonal communication strategy, media communication strategy and last cultural communication strategy. (2) The supportive factors are usage of democration volunteer and agreement with related stakeholder that enrich the variation of strategy applied. (3) KPU Surakarta succesfully overcome all the difficulties, as it doesn’t affect too much to the process. Keywords : communication strategy, socialization, election, qualitative-case study.
1
Pendahuluan Tahun 2014 akan menjadi tahun yang bersejarah bagi Indonesia. Pernyataan ini sesungguhnya tidak sepenuhnya salah, mengingat pada tahun ini bangsa kita akan menyelenggarakan hajat besar yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Peristiwa yang sering disebut sebagai “pesta demokrasi” ini memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menyalurkan aspirasi mereka dan menentukan arah jalannya pemerintahan untuk lima tahun ke depan. Pemilihan Umum alias Pemilu yang dilaksanakan secara rutin setiap lima tahun sekali merupakan salah satu ciri dari sistem pemerintahan demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Mengutip pernyataan Mayo dalam bukunya Introduction to Democratic Theory disebutkan bahwa salah satu nilai yang mendasari demokrasi adalah
“Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur (orderly
succession of rules), pergantian atas dasar keturunan atau dengan jalan mengangkat diri sendiri, ataupun melalui coup d’etat dianggap tidak wajar dalam suatu demokrasi.”1 Akan tetapi, berdasarkan rilis data yang diperoleh dari Litbang Kompas, partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu terus menunjukkan trend penurunan. Seperti yang dapat dilihat pada grafik di bawah ini, masyarakat semakin lama menjadi semakin apatis terhadap pelaksanaan Pemilu.
1
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta, 2008), hal. 119
2
Gambar 1 Grafik Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilu 1999 - 2009
Sumber: http://politik.kompasiana.com/2014/02/28/jangan-golput-jadilahpemilih-cerdas-635439.html Berdasarkan grafik tersebut, partisipasi politik masyarakat yang paling rendah nampak pada pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. Tingkat golput dalam pelaksanaan Pemilu tersebut menembus angka 29,04%, yang artinya hanya terdapat 70,96% masyarakat yang berpartisipasi dalam Pemilu. Angka tersebut menurun dari partisipasi masyarakat dalam Pemilu Legislatif 2004 yang mencapai angka 84,07%. Tingginya angka golput dalam Pemilu Legislatif 2009 juga dirasakan di Kota Surakarta. Pada pelaksanaannya, dari 393.750 pemilih yang terdaftar, hanya terdapat 281.798 orang yang menggunakan hak pilih. Berangkat dari angka tersebut maka diperoleh tingkat partisipasi politik masyarakat pada Pemilu Legislatif 2009 di Surakarta adalah sebesar 71,57%. Banyak hal ditengarai menjadi pemicu turunnya angka partisipasi politik masyarakat ini. Paling sedikit ditemukan ada empat persoalan yang memicu kemunduran proses demokrasi di Indonesia. Empat persoalan tersebut adalah 2: Persoalan sosialisasi Pemilihan Umum, persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Distribusi logistik dan banyaknya kasus pelanggaran tanpa penanganan dari pihak yang berwajib Komisi Pemilihan Umum kerap kali dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab jikalau terdapat ketidak beresan dalam penyelenggaraan Pemilu. Anggapan tersebut tidak dapat sepenuhnya disalahkan, mengingat dalam UU No. 15 tahun 2
Pawito, Pemilihan Umum Legislatif 2009 dan Media Massa, (Surakarta: 2012), hal.69
3
2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum pasal 8 ayat 1 poin c dan d disebutkan bahwa KPU memiliki tugas, wewenang dan kewajiban untuk: menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu serta mengoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan Pemilu. KPU memiliki tanggung jawab penuh untuk mengawal proses jalannya Pemilu mulai dari awal persiapan, penyelenggaraan hingga pada proses penghitungan suara dan penentuan pemenang Pemilu. Berkaitan dengan masalah golput, tanggung jawab KPU adalah untuk memastikan masyarakat ikut berpartisipasi memberikan suara dalam Pemilu seperti yang tercantum dalam poin p berikut ini: KPU memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat; Berkaca pada trend penurunan partisipasi politik masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu 2004 dan 2009, pada Pemilu 2014, KPU menetapkan target partisipasi politik masyarakat sebesar 75%. Akan tetapi perlu dicatat bahwa angka 75% semata – mata bukan jumlah kuantitatif saja. Sebab KPU ingin membangun Pemilu 2014 sebagai awal generasi “Pemilih Cerdas untuk Pemilu Berkualitas”.3 Yang menjadi maksud dari slogan ini adalah, KPU ingin membentuk masyarakat Indonesia menjadi melek politik sehingga dapat benar – benar memilih calon yang terbaik. Pilihan mereka juga bukan didasari karena ikut – ikutan atau karena dihasut dengan politik uang, namun memilih yang berangkat dari mencermati visi dan misi calon yang bersangkutan. Berkenaan dengan kebutuhan tersebut, KPU memerlukan rencana yang terstruktur untuk dapat memenuhi target. Rancangan yang dibuat oleh KPU haruslah mampu menarik perhatian dan minat masyarakat yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi politik masyarakat. Oleh sebab itu, KPU perlu merancang serangkaian strategi komunikasi sebagai pedoman untuk melakukan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014. Strategi komuncikasi tersebut tentunya tidak hanya asal dibuat, melainkan melalui 3
Wawancara dengan Setyo Budiarto, Kasubag Teknis dan Hubmas KPU Kota Surakarta pada tanggal 28 Februari 2014
4
berbagai pertimbangan dan riset yang mendalam mengenai kondisi masyarakat sasaran. Dengan merancang strategi komunikasi ini, diharapkan masyarakat dapat menjadi lebih paham mengenai pentingnya mempergunakan hak pilih dalam Pemilu, sehingga semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk berpartisipasi dalam perhelatan tersebut
Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, dirumuskan masalah yang akan menjadi bahan penelitian yaitu: Bagaimana strategi komunikasi yang digunakan Komisi Pemilihan Umum Kota Surakarta dalam mensosialisasikan Pemilu Legislatif 2014?
Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan untuk: Mengetahui strategi komunikasi yang digunakan Komisi Pemilihan Umum Kota Surakarta dalam mensosialisasikan Pemilu Legislatif 2014.
Tinjauan Pustaka a. Komunikasi William I. Gorden, seperti yang dikutip oleh Deddy Mulyana memaparkan sedikitnya terdapat empat fungsi komunikasi, yaitu komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi instrumental.4 Strategi komunikasi dapat dikategorikan sebagai fungsi instrumental komunikasi. Mengingat strategi komunikasi dibuat untuk mempengaruhi pendapat dan pikiran masyarakat sesuai dengan pandangan komunikan melalui berbagai metode komunikasi. Senada dengan fungsi instrumental yang merupakan fungsi untuk mempengaruhi pikiran dan pendapat orang lain.
4
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. (Bandung : 2008), hal. 7.
5
Menurut Steven A. Beebe et. al., komunikasi disebut efektif jika dapat memenuhi beberapa kriteria, yaitu5: 1. Pesan yang disampaikan dipahami Salah satu tujuan dasar komunikasi adalah untuk membangunkesepahaman atas pesan baik antara komunikator maupun komunikan. Sehingga pemahaman komunikan atas pesan yang disampaikan merupakan ukuran mutlak keberhasilan proses komunikasi. 2. Pesan yang disampaikan dapat mencapai efek yang diinginkan Mengingat komunikasi selalu bersifat intensional, komunikasi yang efektif harus dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan tersebut dapat bervariasi. Untuk komunikasi publik, tujuan dapat berupa informasi, persuasi atau sebagai hiburan. Sementara dalam komunikasi kelompok, tujuan dapat berupa pencapaian kesepakatan untuk menyelesaikan masalah dan mencapai segala sesuatu yang dicita – citakan 3. Pesan yang disampaikan harus sesuai dengan etika komunikasi Sebuah pesan yang dapat memenuhi kedua kriteria di atas namun menggunakan cara yang tidak sesuai dengan etika komunikasi tidak dapat dikategorikan sebagai komunikasi yang efektif dan berhasil. Salah satu cara menyimpang yang dilakukan adalah berupa pemberian informasi palsu. Tiga kriteria tersebut menjadi tolok ukur keberhasilan komunikasi. Sebagai komunikator, tigaa hal tersebut wajib dijadikan sebagai bahan evaluasi setelah melakukan proses komunikasi publik. Komunikator yang ditunjuk harus dapat membuat masyarakat memahami pesan yang disampaikan dan terdorong untuk merubah
perilaku
mereka.
Serta tidak
ketinggalan
komunikator
harus
menyediakan informasi yang seakurat mungkin untuk masyarakat.
5
Steven A. Beebe, Susan J. Beebe, Diana K. Ivy. Communication: (USA: 2011), hal. 6-7.
6
Principles for A Lifetime.
b. Strategi Komunikasi Mengikuti definisi strategi dari Onong Uchjana, maka strategi komunikasi dapat diartikan sebagai sebuah proses gabungan antara perencanaan komunikasi (communication
planning)
dan
manajemen
komunikasi
(communication
management) yang dilakukan secara terukur untuk mencapai suatu tujuan. Konteks dari perencanaan dan manajemen komunikasi di sini adalah bahwa sebelum dilakukan komunikasi terlebih dahulu harus sudah mengetahui pendekatan seperti apa yang akan digunakan untuk berkomunikasi dengan masyarakat sasaran, sehingga komunikasi yang berlangsung akan menjadi lebih efektif. Pendekatan komunikasi yang digunakan tentunya akan berbeda – beda, bergantung pada situasi dan kondisi khalayak. Onong menyebutkan, sedikitnya ada dua fungsi yang dapat diperoleh dengan membuat sebuah strategi komunikasi. Kedua fungsi tersebut adalah6: 1. Dapat menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan instruktif secara sistematis kepada sasaran sehingga dapat beroleh hasil yang optimal. 2. Menjembatani kesenjangan budaya (cultural gap). Faktor yang menentukan keberhasilan strategi komunikasi adalah proses awal perencanaan. Dengan perencanaan yang matang, maka komunikator dapat berkomunikasi dengan lebih efektif kepada masyarakat. Terdapat empat tahap yang harus dilalui dalam proses penyusunan strategi komunikasi, yaitu: Identifikasi khalayak, menyusun pesan, menentukan metode dan menentukan media.
c. Sosialisasi Menurut kacamata Sosiologi, sosialisasi didefinisikan sebagai proses dalam diri seseorang ketika mereka belajar mengenai nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat, sehingga mereka mampu memainkan peran masing – masing dengan tepat dalam masyarakat (“socialization is the process through which
6
Onong Uchjana Effendy. Dinamika Komunikasi. (Bandung : 1986), hal. 35.
7
people learn attitudes, values, and actions appropriate for members of a particular culture”).7 Melalui proses sosialisasi, diharapkan setiap anggota masyarakat dapat belajar untuk mengetahui nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga mereka dapat bertindak sesuai dengan nilai, norma dan keyakinan tersebut. Dalam pelaksanaannya sosialisasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni dengan jalan represif yang menekankan pada pemberian hukuman, partisipatif yang menekankan pada pemberian imbalan dan ekualitas yang menekankan pada kerjasama.8
Metodologi Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian studi kasus kualitatif. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai sesuatu atau kejadian. Sementara jenis penelitian studi kasus dapat didefinisikan sebagai: “Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi, suatu program atau suatu situasi sosial. Peneliti berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subyek yang diteliti.”9 Data utama dari penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi wawancara dengan narasumber. Sementara data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, riset melalui internet dan berbagai sumber lainnya.
Sajian dan Analisis Data Pada sub bab ini akan dipaparkan sejumlah data yang berkaitan dengan strategi komunikasi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Surakarta dalam mensosialisasikan Pemilu Legislatif 2014. Data yang diperoleh berasal dari
7
Richard T. Schaefer, Sociology: A Brief Introduction, (New York: 2007), hal. 96. Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: 2011), hal. 159. 9 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, 2003). 8
8
proses wawancara mendalam (in depth interview) dan studi pustaka. Informan dalam penelitian ini dianggap sudah memenuhi prinsip keterwakilan data. Strategi komunikasi yang dirancang oleh KPU Kota Surakarta dapat diidentifikasi kedalam tiga bagian besar, yakni: a. Strategi Komunikasi Interpersonal Strategi komunikasi interpersonal adalah jenis strategi komunikasi yang memanfaatkan sarana komunikasi interpersonal dan komunikasi tatap muka kepada masyarakat. Baik KPU maupun komunikator lainnya yang ditunjuk hadir secara langsung di tengah – tengah masyarakat untuk memberikan sosialisasi dan berbagai penjelasan lainnya. Beberapa strategi komunikasi interpersonal yang digunakan adalah: 1. Sosialisasi terhadap struktur birokrasi pemerintah kota Surakarta 2. Sosialisasi terhadap struktur penyelenggara Pemilu 3. Sosialisasi kepada masyarakat di lokasi keramaian dan ruang publik seperti pasar, pusat perbelanjaan, terminal, stasiun dan Car Free Day. 4. Sosialisasi kepada kelompok – kelompok masyarakat dengan menggunakan program Relawan Demokrasi. Terdapat lima kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program Relawan Demokrasi, yakni kelompok pemilih pemula, difabel, perempuan, agama dan marginal. b. Strategi Komunikasi Media Jenis strategi komunikasi lain yang diterapkan adalah dengan menggunakan media sebagai sarana untuk menyampaikan pesan. Dengan memanfaatkan media, maka didapatkan manfaat pesan yang disampaikan akan dapat menjangkau kelompok masyarakat yang lebih luas. Media yang digunakan baik melalui media cetak, elektronik, media luar ruang dan tidak ketinggalan juga memanfaatkan keberadaan internet. c. Strategi Komunikasi Budaya Strategi komunikasi dengan memanfaatkan budaya merupakan salah satu pengembangan yang dilakukan oleh KPU Kota Surakarta untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Mengingat Surakarta adalah kota yang terkenal
9
dengan kebudayaannya, penggunaan budaya sebagai sarana sosialisasi diharapkan mampu dapat lebih lagi menarik perhatian masyarakat. Dalam proses penyusunannya, KPU Kota Surakarta telah melakukan sesuai dengan tahapan – tahapan yang diperlukan dalam penyusunan strategi komunikasi. Mulai dari tahap identifikasi khalayak hingga penentuan media untuk sarana penyampaian pesan. Tahapan tersebut dapat dilihat sebagai berikut: a. Identifikasi Khalayak Proses identifikasi khalayak lebih banyak dilakukan oleh komunikator yang ditunjuk oleh KPU Kota Surakarta untuk melakukan sosialisasi. Posisi tiap – tiap komunikator yang juga merupakan bagian dari kelompok sasaran memudahkan KPU Kota Surakarta untuk mengenali kebutuhan dan apa yang menjadi perhatian dari kelompok sasaran mereka. Berikut adalah gambaran karakteristik dari setiap kelompok masyarakat yang termasuk dalam tataran strategi komunikasi KPU Kota Surakarta untuk sosialisasi Pemilu Legislatif 2014.
Tabel 1 Karakteristik Kelompok Sasaran No. 1.
Kelompok Struktur Birokrasi
2.
Struktur Penyelenggara
3.
Pemilih Pemula
4.
Difabel
Karakteristik 1. Tingkat pendidikan relatif tinggi. 2. Sudah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai Pemilu sebelumnya 1. Tingkat pendidikan cukup tinggi. 2. Memiliki pengalaman sudah pernah mengikuti Pemilu terdahulu. 1. Usia masih muda (17 – 21 tahun) 2. Belum memiliki pengetahuan tentang Pemilu. 3. Belum mempunyai pilihan sendiri (memiliki kecenderungan ikut – ikutan) 4. Belum stabil 1. Dipandang sebelah mata dalam pelaksanaan Pemilu sebelumnya. 2. Pemalu dan kurang suka menonjolkan diri. 10
5.
Perempuan
6.
Agama
7.
Marginal
3. Minim pengetahuan tentang Pemilu. 1. Pengetahuan mengenai Pemilu belum banyak. 2. Pilihannya mudah dipengaruhi oleh pihak lain (misal : suami). 1. Banyak terdapat kekecewaan karena pemimpin yang dipilih sebelumnya dinilai tidak mampu mengemban amanat rakyat. 2. Banyak terdapat keinginan untuk golput atau tidak menggunakan hak pilih yang mereka miliki. 1. Terdapat kekecewaan karena Pemilu tidak mampu membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka, sehingga banyak yang menjadi tidak tertarik untuk mengikuti Pemilu. 2. Kualitas SDM yang rendah.
Sumber : Diolah dari data penulis
b. Penyusunan Pesan Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah proses penyusunan pesan. Pesan yang disampaikan dalam sosialisasi pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 dibagi menjadi dua macam, yakni pesan umum dan pesan khusus. Pesan umum merupakan pesan yang wajib disampaikan dalam sosialisasi kepada setiap kelompok, termasuk juga dalam strategi komunikasi yang menggunakan media dan budaya. Sementara pesan khusus adalah pesan
- pesan tambahan yang
digunakan untuk mengakomodir kebutuhan tiap – tiap kelompok. Pesan khusus yang diberikan tentunya akan berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Pesan umum yang diberikan ketika melakukan sosialisasi diantaranya adalah: 1. Slogan Pemilihan Umum 2014, “Pemilih Cerdas, Pemilu Berkualitas” Dalam pelaksanaan Pemilu 2014, KPU mengusung sebuah slogan yakni “Pemilih Cerdas, Pemilu Berkualitas”. Slogan ini dimaksudkan sebagai wujud gambaran Pemilu yang harus dicapai oleh bangsa Indonesia pada tahun 2014.
11
Adapun, Kajad Pamudji Joko Waskito menjelaskan, slogan “Pemilih Cerdas, Pemilu Berkualitas” merupakan ajakan kepada masyarakat untuk memilih dengan menggunakan rasio. Bukan lagi memilih karena imbalan atau iming – iming tertentu. Maksud dari “Pemilih Cerdas, Pemilu Berkualitas” itu adalah bahwa dalam Pemilu ini masyarakat tidak hanya sekedar berbondong – bondong menggunakan hak pilih. Tapi juga harus berpikir dalam menggunakan hak pilihnya. Tapi itu tetap diserahkan pada pemilih itu sendiri. Kita tidak boleh memberikan gambaran partai mana yang bagus atau caleg mana yang bagus.10 2. Tanggal pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 Sosialisasi Pemilu Legislatif 2014 tidak akan ada artinya jikalau KPU Kota Surakarta tidak menyampaikan mengenai tanggal dan waktu pemungutan suara. Sehingga pesan mengenai tanggal pemungutan suara (9 April 2014) adalah pesan yang wajib untuk diberitahukan kepada setiap lapisan masyarakat sasaran. 3. Syarat – syarat untuk menjadi pemilih Permasalahan utama yang selalu muncul dalam setiap penyelenggaraan Pemilu adalah mengenai data pemilih. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, KPU lebih memberikan kelonggaran kepada masyarakat untuk memastikan dirinya dapat menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Legislatif 2014. Terdapat 4 jenis daftar pemilih yang diakui keabsahannya oleh KPU, yaitu DPT, DPT B, DPK, dan DPKTB. Masyarakat banyak yang belum paham mengenai perbedaan setiap daftar pemilih tersebut, sehingga tentunya sosialisasi wajib dilakukan oleh KPU dan jajarannya. Selain itu sosialisasi juga meliputi cara – cara yang harus mereka lakukan untuk memastikan bahwa namanya sudah benar – benar terdaftar dalam daftar pemilih. 4. Kriteria suara sah dan tidak sah Salah satu poin yang sering membingungkan masyarakat dalam Pemilu adalah cara menggunakan hak pilih. Terutama dalam pelaksanaan Pemilu 10
Wawancara dengan Kajad Pamudji Joko Waskito di KPU Kota Surakarta tangal 14 Mei 2014 pukul 13:00.
12
Legislatif, terdapat banyak kolom, baik itu nama partai, nomor, nama caleg dan nomor urut caleg. Isi surat suara yang demikian tidak jarang membuat masyarakat bingung bagaimana cara yang tepat untuk memilih. Total jenis suara sah dan tidak sah yang diakui oleh KPU dalam Pemilu Legislatif 2014 ini ada 15 variasi coblosan. Bentuk – bentuk suara sah dan tidak sah yang demikian harus menjadi pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Yang penting untuk disampaikan itu tanggal jangan lupa. Lalu spesimen surat suara. Ada 4 suara untuk Pileg besok, DPR, DPRD Provinsi, DPD dan DPRD Kabupaten / Kota. Masing – masing surat suara memiliki keunikan tersendiri. Terus ada juga tata cara pencoblosan yang benar. Karena untuk Pemilu yang sekarang dengan Pemilu yang kemarin agak berbeda.11 5. Ajakan untuk menggunakan hak pilih Tujuan utama KPU Kota Surakarta merancang beragam program dan pesan untuk sosialisasi Pemilu Legislatif 2014 adalah peningkatan partisipasi politik masyarakat. Jika mengacu pada target nasional, partisipasi politik masyarakat pada Pileg 2014 harus menyentuh angka 75%. Selain memberikan pesan informatif dan edukatif mengenai pelaksanaan Pemilu 2014, KPU Kota Surakarta juga menambahkan pesan persuasif. Salah satu pesan persuasif yang wajib untuk dibicarakan pada setiap kelompok adalah ajakan untuk menggunakan hak pilih pada Pileg 2014.
11
Wawancara dengan Eka Rochmawati di Unisri tanggal 19 Mei 2014 pukul 10:30.
13
Sementara, pesan khusus yang diberikan antara lain:
Tabel 2 Pesan Khusus Kelompok Sasaran No. 1.
Kelompok
Pesan Khusus
Struktur Penyelenggara Pemilu
1. Peraturan dan teknis Pemilu 2. Tahapan Pemilu
2.
Pemilih Pemula
1. Pengetahuan tentang Pemilu 2. Kesadaran mengenai hak pilih
3.
Difabel
1. Teknis menggunakan hak pilih 2. Kesadaran mengenai hak pilih 3. Pengetahuan tentang Pemilu
4.
Agama
1. Memberikan pesan kalau golput itu haram, memberikan motivasi agar mau menggunakan hak pilih. 2. Pengertian Pemilu
5.
Perempuan
1.
Kebebasan
perempuan
untuk
menentukan pilihan 6.
Marginal
1. Manfaat Pemilu
7.
Kirab Budaya
1. Deklarasi Pemilu damai
Sumber : Diolah dari data penulis
c. Menentukan Metode Mengingat kondisi khalayak yang dihadapi oleh KPU Kota Surakarta sebagai sasaran sosialisasi sangat variatif, maka kedua metode tersebut diaplikasikan untuk menyampaikan pesan. Tentunya penggunaannya juga disesuaikan dengan kondisi khalayak yang dihadapi.
14
1. Redundancy (pengulangan) Metode redundancy adalah salah satu metode untuk menyampaikan pesan dengan cara memanfaatkan pengulangan. Pengulangan dimaksudkan agar masyarakat semakin memahami pesan yang disampaikan. Redundancy tergolong tepat untuk diaplikasikan apabila strategi komunikasi atau sosialisasi yang dilakukan memiliki tujuan untuk mempengaruhi khalayak. Akan tetapi tidak jarang ketika terlalu banyak dilakukan pengulangan masyarakat cenderung menjadi bosan dan tidak menghiraukan apa yang disampaikan oleh komunikator. KPU Kota Surakarta juga menggunakan metode redundancy pada beberapa kelompok tertentu, salah satunya adalah sosialisasi pada kelompok difabel, khususnya tuna grahita atau slow learner. Estiono, Relawan Demokrasi untuk kelompok difabel menyatakan sebagai berikut: “Slow learner memang harus mengulang – ulang. Mengulangnya juga jangan dengan cara yang monoton. Harus dengan gaya yang atraktif.”12 Selain dilakukan untuk kelompok slow learner sosialisasi dengan cara pengulangan juga dilakukan ketika KPU Kota Surakarta melakukan sosialisasi melalui
jaringan
struktur
penyelenggara.
Terutama
apabila
poin
yang
disosialisasikan berkaitan dengan peraturan Pemilu. Beberapa perubahan peraturan membuat KPU harus memastikan seluruh anggota kepanitiaan ad hoc mengetahui aturan yang baru. Sehingga tidak menimbulkan masalah nantinya. 2. Canalizing Alternatif metode penyampaian pesan lain adalah canalizing. Berbeda dengan sebelumnya, canalizing lebih menekankan pada penyesuaian dengan motif dan kondisi khalayak. Dengan kata lain komunikator menganalisa terlebih dahulu bagaimana kondisi khalayak yang dihadapi. Kemudian memanfaatkan kondisi tersebut untuk menarik perhatian khalayak baru kemudian perlahan – lahan disisipi dengan tujuan yang diinginkan oleh komunikator. Terdapat setidaknya dua jenis metode canalizing yang dilakukan oleh KPU Kota Surakarta. Yang pertama adalah menyesuaikan dengan pengetahuan masyarakat yang dihadapi. Dengan menyesuaikan pesan yang disampaikan dengan tingkat pengetahuan 12
Wawancara dengan Estiono di KPU Kota Surakarta tanggal 20 Mei 2014 pukul 14:00.
15
masyarakat akan membuat masyarakat lebih mudah dalam menerima pesan. Selain menyesuaikan dengan pengetahuan masyarakat, salah satu penyesuaian yang juga dilakukan adalah menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. 3. Diskusi Metode yang juga sering dipakai untuk menyampaikan pesan adalah dengan cara melakukan diskusi. Metode diskusi digunakan agar masyarakat terlibat dalam proses sosialisasi secara aktif. Baik itu dengan mendiskusikan masalah – masalah yang sering mereka alami berkaitan dengan Pemilu. Atau dengan melakukan tanya jawab usai komunikator melakukan sosialisasi. Metode ini banyak dipakai oleh komunikator, karena dinilai lebih mudah dan dapat digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan dan penerimaan masyarakat atas pesan yang baru saja disampaikan.
d. Penentuan Instrumen (Media) yang Digunakan Salah satu faktor yang dapat memaksimalkan proses penyampaian pesan adalah penentuan instrumen atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Dalam melakukan sosialisasi Pemilu Legislatif 2014, KPU Kota Surakarta membekali komunikator dengan beberapa instrumen, seperti: leaflet, poster, spesimen surat suara, video dan berbagai cindera mata lainnya.
Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dan dianalisa oleh penulis, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh KPU Kota Surakarta didominasi oleh strategi komunikasi interpersonal, berupa komunikasi publik terhadap masyarakat sasaran melalui berbagai saluran seperti dengan memanfaatkan Relawan Demokrasi, struktur penyelenggara maupun sosialisasi di ruang publik. Selain itu, juga dilakukan strategi komunikasi melalui media, seperti media cetak dan elektronik lokal dan pemasangan baliho sebagai sosialisasi melalui media luar ruang. Strategi komunikasi yang terakhir adalah strategi komunikasi budaya dengan menggunakan metode kirab budaya. 16
2. Dalam pelaksanaan strategi komunikasi yang dirancang oleh KPU Kota Surakarta, faktor yang menjadi pendukung diantaranya adalah: Penggunaan Relawan Demokrasi untuk melakukan sosialisasi kepada kelompok masyarakat sasaran. Relawan Demokrasi yang merupakan bagian dari komunitas – komunitas kelompok sasaran tersebut memudahkan proses pendekatan kepada kelompok sasaran. Selain itu faktor lain yang menjadi pendukung adalah kerjasama dan kesepahaman yang dibangun oleh KPU Kota Surakarta dengan Pemkot Surakarta, Disdikpora Kota Surakarta dan Diskominfo Kota Surakarta. Kerjasama tersebut membantu mengembangkan variasi strategi komunikasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Kota Surakarta. 3. Dalam pelaksanaan strategi komunikasi, tidak terdapat hambatan berarti yang mempengaruhi jalannya strategi komunikasi.
Saran Terdapat beberapa saran yang disampaikan penulis terhadap riset atau penelitian lanjutan dan terhadap KPU Kota Surakarta 1. Untuk riset dan penelitian lanjutan Demi perkembangan studi komunikasi, khususnya pada tataran strategi komunikasi dan pendidikan politik masyarakat, penulis menyarankan untuk diadakan penelitian lanjutan mengenai strategi komunikasi dalam Pemilu Legislatif 2014 yang dirancang oleh KPU Kabupaten / Kota lainnya atau dalam Pemilu Legislatif berikutnya. 2. Untuk KPU Kota Surakarta Perlunya alokasi dana yang maksimal untuk sosialisasi pada berbagai tingkatan. Kurangnya dana yang diberikan untuk melakukan sosialisasi di tingkat struktur penyelenggara menjadikan sosialisasi kurang maksimal. Sehingga terdapat PPK dan PPS yang tidak menjalankan kewajibannya untuk melakukan sosialisasi. Selain itu, pendidikan politik terhadap masyarakat juga harus dimaknai sebagai suatu gerakan yang berkelanjutan. Sehingga sangat perlu bagi KPU bersama dengan stakeholder terkait dalam Pemilu merancang metode untuk memberikan pendidikan politik yang berkesinambungan terhadap masyarakat. Dengan 17
pendidikan politik yang berkesinambungan, lambat laun akan membangun masyarakat yang semakin melek politik dan tentunya dapat meningkatkan kualitas Pemilu di Indonesia.
Daftar Pustaka Arifin, Anwar. (1984). Strategi Komunikasi. Bandung: Armico. Beebe, Steven A., Susan J. Beebe, Diana K. Ivy. (2011). Communication: Principles for A Lifetime. USA: Allyn & Bacon. Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Effendy, Onong Uchjana. (1986). Dinamika Komunikasi. Bandung: CV Remadja Karya. Mulyana, Deddy. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. ______________. (2008). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pawito. (2012). Pemilihan Umum Legislatif 2009 dan Media Massa : Jalan Menuju Peningkatan Kualitas Demokrasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Schaefer, T. Richard. (2007). Sociology: A Brief Introduction. New York: McGraw-Hill International Edition. Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. (2011). Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Arsyudin, Munzir. (2014). Jangan Golput Jadilah Pemilih Cerdas. www.politik.kompasiana.com. Diakses tanggal 10 Mei 2014 pukul 20:00.
18