PERAN PANITIA PENGAWAS PEMILU KOTA TANJUNGPINANG DALAM PELAKSANAAN PEMILU LEGISLATIF KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh : SUGIONO NIM : 110565201215
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI TANJUNGPINANG 2015
1
PERAN PANITIA PENGAWAS PEMILU KOTA TANJUNGPINANG DALAM PELAKSANAAN PEMILU LEGISLATIF KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014
SUGIONO Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH ABSTRAK Agar pemilu dapat berjalan secara kondusif maka dibutuhkan pengawasan sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Panitia pengawas pemilu (Panwaslu) Kota Tanjungpinang juga tidak lepas dari polemik dan banyak menuai kritikan dan tuntutan pada pemilihan legislatif tahun 2014. Pada Pemilu Legislatif Kota Tanjungpinang tahun 2014 pemilu legislatif Kota Tanjung Pinang Tahun 2014, tercatat melakukan beberapa pelanggaran di antaranya: masih ada pelanggaran pemilu yang terjadi seperti dalam kampanye para caleg berkampanye tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, misalnya potik uang, kemudian melakukan kampanye di tempat-tempat yang dilarang, dan waktu-waktu yang tidak sesuai aturannya. Kinerja Panwaslu kemudian menjadi pertanyaan besar karena masih ada penyimpangan yang terjadi namun tidak mampu diselesaikan oleh panwaslu. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peran panitia pengawas pemilu Kota Tanjungpinang dalam pelaksanaan pemilu legislatif kota Tanjungpinang Tahun 2014. Jenis Penelitian deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian yang dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu cara penentuan informan yang ditetapkan secara sengaja atas dasar kriteria atau pertimbangan tertentu, informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pemilu legeslatif Kota Tanjungpinang Tahun 2014 Panwaslu Kota Tanjungpinang belum dapat berperan sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Panwaslu minta agar pemerintah daerah memberi dukungan anggaran yang memadai dan personil yang dibutuhkan penyelenggara Pemilu legislatif untuk menyelenggarakan tugas mereka. Banyak permasalahan yang luput dari tindakan panwaslu, banyak kendala-kendala yang juga diadapi oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini Pengawas Pemilukada, masih ada anggota panwaslu yang belum menjalankan tugasnya dengan baik, hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman anggota panwaslu tersebut terhadap pelaksanaan pemilu yang diselenggarakan. Kata Kunci : Peran, Panitia Pengawas Pemilihan Umum
1
CITY ELECTION SUPERVISORY COMMITTEE ROLE IN THE IMPLEMENTATION TANJUNGPINANG LEGISLATIVE ELECTION CITY TANJUNGPINANG 2014
SUGIONO Students of Science Of Government, FISIP, UMRAH ABSTRACT
Conducive to elections can run it is required supervision and avoid problems. Election supervisory committee kota tanjungpinang also not separated from the polemic and reaped criticism and the demands on many legislative election year 2014 .The city legislative elections in 2014 tanjungpinang tanjung pinang city legislative election year 2014 , recorded do some offense in them: there are still in violation of election campaign that happened as the caleg is campaigning not in accordance with rules that apply , for example potik money , then do a campaign in places which are prohibited , is not appropriate and times of the rules .The performance of the committee later became the big question because there are irregularities occurring but not capable of being resolved by the committee . The research objective was to determine the role of the electoral supervisory committee Tanjungpinang in the implementation of legislative elections Tanjungpinang 2014. Type a descriptive qualitative study. Informants in the study using purposive sampling technique is a way of determining informant intentionally set on the basis of certain criteria or considerations, informants in this study amounted to 9 people. Based on the results of the study it can be concluded that the elections legeslatif Tanjungpinang Tanjungpinang 2014 Supervisory Committee has not been able to act in accordance with the duties and authority. Supervisory Committee requested that the government provide adequate budgetary support and personnel required legislative election organizers to organize their tasks. Many of the problems that escaped from the action Supervisory Committee, many constraints also diadapi by the organizers of the election in this case Trustees Election, there are still Panwaslu members who have not done their job well, this is due to lack of understanding of the members of the Supervisory Committee on the implementation of the elections are held. Keywords: Roles, Election Supervisory Committee
2
PERAN PANITIA PENGAWAS PEMILU KOTA TANJUNGPINANG DALAM PELAKSANAAN PEMILU LEGISLATIF KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014
A. Latar Belakang Demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut campur tangan dalam memberikan partisipasi dan memberikan aspirasi dalam perumusan kebijakan publik melalui perantaraan wakil-wakil rakyat atau pemerintahan rakyat. Sistem demokrasi dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik dan ideal karena dipandang sebagai sistem yang menjungjung tinggi kebebasan rakyat dan mengedepankan aspek persamaan maupun kesetaraan. Demokrasi juga dapat diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara. Prinsip demokrasi adalah meletakkan kekuasaan di tangan rakyat. Tolak ukur keberhasilan sistem demokrasi ialah semakin tinggi partisipasi masyarakat semakin tinggi pula kadar demokraoosinya. Dalam sistem demokrasi partisipasi politik rakyat merupakan sebuah pilar yang membangun keberhasilan sistem tersebut. Bentuk-bentuk partisipasi rakyat seperti ikut serta dalam pemilihan umum, pengawasan terhadap pejabat negara, maupun penentuan dalam kebijakan publik. Pemilihan Umum diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat baik di tingkat pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh
3
dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan Umum dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan
dengan
kebebasan
berpendapat
dan
berserikat,
dianggap
mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat (Budiarjo, 2008:461). Pemilihan
Umum
merupakan
mekanisme
utama
dalam
tahapan
penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan. Proses pelaksanaan Pemilihan Umum tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang timbul dari masyarakat, peserta Pemilu, hingga penyelenggara Pemilu. Uraian dari berbagai permasalahan ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang dapat berakhir menjadi tindak pidana Pemilu. Dalam penanganan proses ini dibutuhkan sebuah lembaga yang dapat menyelesaikan persoalan pelanggaran Pemilu tersebut. Salah satunya adalah Panitia Pengawas Pemilihan Umum yang berdasarkan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum memiliki tugas dan dan wewenang guna mewujudkan Pemilu yang bersih, jujur, dan adil. Pemilihan umum legislatif adalah salah satu bentuk pengejawantahan dari sistem demokrasi yang selalu terjadi persoalan dan sengketa. Pemilihan umum
4
legislatif juga merupakan pemilihan umum yang terbesar dan terumit, karena terdapat 560 kursi DPR RI yang diperebutkan di 77 daerah pemilihan. Di tingkat DPRD Provinsi terdapat 2.112 kursi yang diperebutkan dalam 259 daerah pemilihan. Pada tingkat kabupaten/kota, terdapat 16.895 kursi di 2.102 daerah pemilihan. Kemudian 132 kursi dari 33 Provinsi diperebutkan untuk anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Jika dihitung secara keseluruhan, menurut Ketua KPU RI kurang lebih terdapat 200 ribu caleg dari 12 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh yang bertarung di Pileg lalu (detik.com diakses 3 Maret 2015). Sehingga pengawasan kecurangan terhadap jalan pemilihan legislatif mutlak harus dilakukan. Fungsi pengawasan dalam pemilihan umum dilaksanakan oleh Banwaslu ditingkat pusat dan Panwaslu yang mengawasi pelaksanaan pileg di daerah. Lembaga pengawas pemilu sebenarnya baru muncul pada pemilu tahun 1982 secara resmi diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980. Pengawasan dalam pemilihan umum 1982 dilakukan oleh suatu lembaga resmi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang. Terbentuknya panitia pengawas pelaksanaan Pemilihan Umum pada Pemilu tahun 1982 karena dalam Pemilu banyak diwarnai pelanggaran-pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan Umum dalam Pemilihan Umum 1971 dan 1977. Adapun sasaran pengawasan terhadap Pemilu Tahun 1982 adalah Pendaftaran pemilih dan jumlah penduduk, Kampanye Pemilu, Pengawasan Pemungutan Suara, Pengawasan Penghitungan Suara, Pengawasan Terhadap Penetapan Hasil Pemilu, Pengawasan Terhadap Pembagian Kursi.
5
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan umum, Pengawasan penyelenggaraan pemilihan umum dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Ruang Lingkup Pengawasan diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum Pasal 6 ayat (3) yaitu Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap : a. Tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota yang meliputi: 1. Pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap; 2. Verifikasi partai politik calon peserta pemilu; 3. Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara, calon anggota DPD, anggota DPRD Kabupaten/Kota dan verifikasi pencalonan Bupati/Walikota; 4. Proses penetapan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota dan calon Bupati/Walikota; 5. Penetapan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota dan calon Bupati/Walikota; 6. Pelaksanaan kampanye di wilayah kabupaten/kota; 7. Pengadaan logistik pemilu dan pendistribusiannya; 8. Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil pemilu; 9. Pergerakan surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK; 10. Pergerakan surat suara dan/atau berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat kecamatan; 11. Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dari seluruh kecamatan; 12. Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara ulang, pemilu lanjutan, dan pemilu susulan; dan 13. Proses penetapan hasil pemilu anggota DPRD kabupaten/kota dan pemilihan Bupati/Walikota. b. Menindaklanjuti temuan dan laporan pelanggaran pemilu; c. Pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan pemilu; dan d. Pelaksanaan tindaklanjut rekomendasi pengawas pemilu. 6
Pelaksanaan pemilihan wakil rakyat yang berkualitas mengharuskan adanya sistem pengawasan yaitu pengawasan yang independen. Lembaga ini dibentuk untuk memperkuat pilar demokrasi dan meminimalkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran maupun kecurangan. Pengawasan ini memiliki fungsi sebagai pemantau terhadap penyelenggaraan Pemilihan legislatif. Fungsi utama sistem pengawasan dalam Pemilihan legislatif merupakan peningkatan kualitas dan mencegah maupun mengontrol terjadinya hal-hal yang dapat menghambat jalannya sebuah proses penyelenggaraan Pemilihan legislatif. Adapun beberapa yang menjadi ciri-ciri utama dari pengawasan yang independen yakni: 1. Dibentuk berdasarkan perintah konstitusi atau undang-undang; 2. Tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politik tertentu; 3. Bertanggung jawab kepada parlemen; 4. Menjalankan tugas sesuai dengan tahapan Pemilu legislatif; 5. Memiliki integritas dan moralitas yang baik dan 6. Memahami tata cara penyelenggaraan Pemilu legislatif. Dengan begitu Panwaslu Pemilu legislatif, tidak hanya bertanggungjawab terhadap pembentukan pemerintahan yang demokratis, tetapi juga ikut andil dalam membuat rakyat memilih kandidat kepala daerah yang mereka anggap mampu (Nainggolan, 2014:7). Namun, tentunya perhelatan besar ini menyisakan beberapa permasalahan di antaranya yaitu: 1. Persoalan distribusi surat suara. Persiapan pengadaan logistik khususnya surat, KPU melakukan tender pengadaan logistik Pemilu 2014 yang
7
dilakukan secara terdesentralisasi ke KPU Kabupaten dan Provinsi. Desentralisasi tender pengadaan logistik dilakukan untuk meminimalisasi penyimpangan dan memudahkan pengontrolan, efisiensi, dan efektifitas. Namun
dalam
kenyataannya
terjadi
persoalan
distribusi
yang
menyebabkan surat suara tertukar. KPU mencatat sedikitnya 770 TPS yang tersebar di 107 kabupaten/kota di 30 provinsi harus menggelar pemungutan suara ulang karena surat suara pada pileg tertukar. Sebagian dari 770 TPS itu telah menggelar pemilu ulang (kompas.com diakses pada tanggal 3 Maret 2015). 2. Permasalahan kedua adalah meningkatnya praktik politik uang pada saat Pileg 2014. Hasil temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat praktik politik uang pada pemilu legislatif 2014 sebanyak 313 kasus. Angka ini melonjak 100 persen dari pemilu legislatif 2009. Anggota Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, menjelaskan, ada empat isu yang menjadi fokus pemantauannya selama masa kampanye terbuka, masa tenang, dan hari pencoblosan Pileg 2014. Keempat hal itu adalah pemberian barang, jasa, uang, dan penggunaan sumber daya negara (suaramerdeka.com di akses pada tanggal 5 Maret 2015). Persoalan maraknya praktik politik uang dikarenakan sistem proporsional terbuka menyebabkan persaingan ketat diantara para caleg. Sehingga perilaku caleg akan melakukan segala cara untuk memenangkan kursi. Lemahnya kontrol KPU baik pusat dan daerah terhadap pihak ketiga yang mencetak dan mendistribusikan surat suara, memunculkan permasalahan distribusi surat suara.
8
Begitupula dengan lemahnya pencegahan, pengawasan dan penindakan dari Bawaslu yang memunculkan peningkatan angka politik uang. Kinerja Bawaslu disoroti karena tidak dapat mencegah praktik politik uang ini. Ditambah lagi masih minimnya kesadaran dari Parpol untuk mendisiplinkan calegnya agar tidak melakukan pelanggaran menjadi catatan dari penyelenggaraan Pileg lalu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tanjungpinang menetapkan jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kota Tanjungpinang sebanyak 146.270 orang. Pemilih terbanyak berada di Kecamatan Tanjungpinang yang mencapai 50.496 orang. Total jumlah DPT Tanjungpinang adalah 146.270 orang, dengan rincian pemilih laki-laki 72.591 orang dan perempuan 73.319 orang, dengan total TPS sebanyak 385 TPS, jumlah pemilih di Kecamatan Tanjungpinang Barat sebanyak 39.248 orang, masing-masing 19.389 pemilih lakilaki dan 19.850 pemilih perempuan. Tempat pencoblosan di kecamatan yang terbagi dalam empat kelurahan, yakni Tanjungpinang Barat, Kamboja, Kampung Baru, dan Bukit Cermin itu sebanyak 105 TPS. Sementara, jumlah pemilih di Kecamatan Tanjungpinang Kota mencapai 16.191 orang, terdiri dari pemilih laki-laki berjumlah 8.317 orang, dan pemilih perempuan 7.874 orang. Tempat pemilihan di kecamatan yang terbagi dalam empat kelurahan, yakni Tanjungpinang Kota, Kampung Bugis, Senggarang, dan Penyengat itu sebanyak 41 TPS. Sedangkan, Kecamatan Tanjungpinang Timur memiliki jumlah pemilih terbanyak, yakni 50.496 orang, terdiri dari pemilih laki-laki 25.233 orang dan perempuan 25.263 orang. Jumlah TPS di kecamatan yang terdiri dari Kelurahan
9
Melayu Kota Piring, Kampung Bulang, Air Raja, Batu Sembilan, dan Pinang Kencana itu sebanyak 130 TPS yang terakhir Kecamatan Bukit Bestari ada 40.335 orang pemilih, yang terdiri dari pemilih laki-laki 20.003 orang dan perempuan 20.332 orang. Tempat pemilih di lima kelurahan di Bukit Bestari yakni Kelurahaan Tanjungpinang Timur, Tanjungayun Sakti, Dompak, Seijang dan Tanjungunggat itu sebanyak 109 TPS. Agar pemilu dapat berjalan secara kondusif maka dibutuhkan pengawasan sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Panitia pengawas pemilu (Panwaslu) Kota Tanjungpinang juga tidak lepas dari polemik dan banyak menuai kritikan dan tuntutan pada pemilihan legislatif tahun 2014. Hal tersebut dikarenakan tidak jelasnya mekanisme pengawasan. Mekanisme Pengawas Pemilu seharusnya menemukan temuan dan menerima laporan dari 3 pihak yaitu: Masyarakat, Pemantau, dan Peserta Pemilu. Mengkaji laporan dan temuan tersebut dan mengklasifikasikannya
kedalam 3
yaitu:
Apakah termasuk
pelanggaran
administrative. Apakah termasuk dalam tindak pidana Pemilu. Apakah termasuk dalam sengketa. Setelah itu meneruskan laporan dan temuan tersebut jika termasuk dalam klasifikasi maka diteruskan laporannya ke Komisi Pemilihan Umum, dan jika termasuk dalam klasifikasi tindak pidana Pemilu maka diteruskan ke Kepolisian RI. Jika termasuk sengketa dapat diklasifikasikan jika laporan dan temuan yang didapat menyangkut dasar hukum yang tidak jelas dan pihak yang ada lebih dari satu) maka ditindaklanjuti dengan melakukan penyelesaian sengketa oleh Pengawas Pemilu. Semua laporan dan temuan harus diselesaikan sebelum Pemilu usai. Karena telah disesuaikan waktu dan penyelesaiannnya yang harus
10
dilakukan oleh Pengawas Pemilu. Namun bagi masyarakat para petugas panwaslu bergerak tidak sigap sehingga ada penyimpangan yang tidak di proses. Lembaga Pengawas Pemilu ini jika diteliti dari penjelasan diatas maka Panitia Pengawas Pemilu mempunyai fungsi untuk menerima laporan dan mencari temuan (informasi) yang berkaitan dengan pelanggaran Pemilu dan kemudian menindaklanjutinya kepada lembaga yang berwenang yaitu KPU dan Kepolisian RI, tapi ada satu kewenangan yang diberikan langsung kepada Panwas yaitu penyelesaian sengketa namun efektifitasnya dipertanyakan dan kinerja lembaga ini diragukan. Tidak sedikit masyarakat yang kecewa terhadap kinerja Panwaslu karena dianggap tidak mampu berperan dengan baik menangani permasalahan saat pemilu berlangsung oleh sebab itu efektivitas pengawasan pemilu ditentukan oleh para pengawas dalam memahami dan mengerti bagaimana proses pengawasan itu dijalankan dengan baik. Dengan demikian, Kemandirian Panwaslu merupakan pilar inti dalam penyelenggaraan Pileg, karena Pileg yang jujur, adil, dan demokratis, sangat tergantung pada sejauh mana Panwaslu bekerja dengan baik dan menjamin Pileg berlangsung secara demokratis. Pada Pemilu Legislatif Kota Tanjungpinang tahun 2014 berdasarkan keterangan yang penulis peroleh baik dari media elektronik maupun media cetak Pemilu Legislatif Kota Tanjung Pinang Tahun 2014, tercatat melakukan beberapa pelanggaran di antaranya: masih ada kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota Panwaslu Kota Tanjungpinang bagian Divisi Hukum dan Pelanggaran Pemilu. Kemudian yang perlu diperhatikan masih ada anggota Panwaslu yang berada di bawah kendali suatu golongan yang menjadi tim sukses
11
maupun tim kampanye, partai politik, pemerintah daerah, dan DPRD. Selain itu, tidak adanya aturan yang berlaku tentang sanksi apa yang diberikan jika anggota Panwaslu tidak bekerja secara efektif. Kinerja Panwaslu kemudian menjadi pertanyaan besar dalam setiap lapis masyarakat apakah baiknya lembaga ini dibubarkan saja karena seharusnya kinerja Panwaslu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Pelaksana Pemilu. Kemudian masih ada penyimpangan yang terjadi namun tidak mampu diselesaikan oleh panwaslu. Oleh karena itu, penulis tertarik ingin melihat dan meneliti Peran Panwaslu Kota Tanjungpinang dalam Pelaksanaan Pemilu Legeslatif Kota Tanjungpinang Tahun 2014. B. Landasan Teoritis Pengawasan yaitu usaha sistematik menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar, menentukan dan mengukur deviasi-deviasai dan mengambil tindakan koreksi yang menjamin bahwa semua sumber daya yang dimiliki telah dipergunakan dengan efektif dan efisien. Pengendalian atau Pengawasan adalah proses mengarahkan seperangkat variable ( manusia, peralatan, mesin, organisasi ) kearah tercapainya suatu tujuan atau sasaran manajemen. Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi
12
juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11) mengatakan bahwa pada pokoknya pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Kesimpulannya, pengawasan merupakan suatu usaha sistematik untuk menetapkan
standar
pelaksanaan
tujuan
dengan
tujuan-tujuan
perencanaan,merancang system informasi umpan balik,membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya,menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan. Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi (2000, hal. 589). Fungsi pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe, atas dasar fokus aktivitas pengawasan, antara lain: Pengawasan Pendahuluan (preliminary control), Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control), Pengawasan Feed Back (feed back control). Prosedurprosedur pengawasan pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan.
13
Dipandang dari sudut prespektif demikian, maka kebijaksanaankebijaksanaan merupakan pedoman-pedoman untuk tindakan masa mendatang. Tetapi, walaupun demikian penting untuk membedakan tindakan menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan
dan
tindakan
mengimplementasikannya.
Merumuskan kebijakan-kebijakan termasuk dalam fungsi perencanaan sedangkan tndakan mengimplementasi kebijaksanaan merupakan bagian dari fungsi pengawasan. Solihin (2001:116) memberikan beberapa pengertian tentang pengawasan yaitu : a. Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai sebuah proses seleksi terhadap lahirnya pemimpin dalam rangka perwujudan demokrasi diharapkan menjadi representasi dari rakyat, karena pemilu merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung kepentingan masyarakat, yang kemudian dirumuskan dalam berbagai bentuk kebijaksanaan (policy).ngawasan atas penyelengaraan Pemerintah Daerah b. Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat daerah terhadap Pemerintah Daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya. Pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah c. Pengawasan represif yaitu pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah Pengawasan yaitu pengawasan berdasarkan pengawasan represif yang berdasarkan supremasi hukum..
14
Pengawasan menurut Amirullah dan Budiyono (2004:298) menyebutkan bahwa
“pengawasan
(pengendalian)
merupakan
kegiatan
memberikan
pengamatan, pemantauan, penyelidikan, dan pengevaluasian keseluruhan kegiatan manajemen agar tujuan yang sudah ditetapkan dapat dicapai secara tepat.” Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut. Secara umum, Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengetahui dan memantau apakah kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan dengan norma, nilai, dan peraturan perundang-undangan. Pengawasan pemilihan umum kepala daerah adalah kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa dan menilai proses penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas dan wewenang mengawasi setiap tahapan pemilu, apa yang dilakukan Pengawas Pemilu sebetulnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan pemantau pemilu atau pengamat pemilu, yakni samasama mengkritik, mengimbau dan memproses apabila terdapat hal yang
15
menyimpang dari undang-undang. Namun terkait dengan penanganan kasus-kasus dugaan pelanggaran pemilu, maka disini terdapat perbedaan yang fundamental, karena Pengawas Pemilu menjadi satu-satunya lembaga yang berhak menerima laporan, dengan kata lain Pengawas Pemilu adalah merupakan satu-satunya pintu masuk untuk penyampaian laporan pelanggaran pemilu. Selain itu pula Pengawas Pemilu juga satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melakukan kajian terhadap laporan atau temuan dugaan pelanggaran pemilu untuk memastikan apakah hal tersebut benar-benar mengandung pelanggaran. Bila terjadi pelanggaran administrasi maka Pengawas Pemilu merekomendasikan kepada KPU/KPUD untuk dikenakan sanksi administratif kepada pelanggar, sedangkan bila laporan tersebut mengandung unsur pelanggaran pidana maka Pengawas Pemilu meneruskannya kepada penyidik kepolisian. Oleh karena itu dalam pemilu 2004 dikatakan bahwa dalam menangani kasus-kasus pelanggaran pemilu, tugas Pengawas Pemilu tidak lebih dari sekedar “tukang pos” yang mengantar kasus ke KPU/KPUD atau ke kepolisian. Pengawas Pemilu pada pemilu 2004 tidak bisa berbuat apa-apa jika rekomendasi ke KPU/KPUD tidak ditindaklanjuti. Di dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 disebutkan bahwa fungsi Pengawas Pemilu yang dijabarkan dalam tugas, wewenang dan kewajiban Pengawas Pemilu. Berkaitan dengan tugas pengawasan pemilu ada pembagian tugas pengawasan pemilu yang dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Bawaslu melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu; (b) Panwaslu Provinsi mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah
16
provinsi; (c) Panwaslu kabupaten/kota mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kabupaten/kota;
(d)
Panwaslu
Kecamatan
mengawasi
tahapan
penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan; (e) Pengawas Pemilu Lapangan mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu ditingkat desa/kelurahan; (f) Pengawas Pemilu Luar Negeri mengawssi tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. Adapun tugas dan wewenang Pengawas Pemilu dapatlah dijelaskan secara umum sebagai berikut : 1. Mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu; 2. Menerima laporan dugaan pelanggaran perundang-undangan pemilu; 3. Menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU/KPU provinsi/KPU kabupaten/kota atau kepolisian atau instansi lainnya untuk ditindaklanjuti; 4. Mengawasi tindak lanjut rekomendasi; 5. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan 6. Melaksanakan: Tugas dan wewenang lain ditetapkan oleh undang-undang (untuk Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota); Melaksanakan tugas lain dari Panwaslu Kecamatan (untuk Pengawas Pemilu lapangan); dan Melaksanakan tugas lain dari Bawaslu (untuk Pengawas Pemilu Luar Negeri). Panwas Pemilu mempunyai peranan yang penting dalam rangka mengawal pelaksanaan pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pentingnya peranan Pengawas Pemilu karena semua pengaduan haruslah melewati satu pintu yaitu Pengawas Pemilu. Oleh karena itu dalam melaksanakan
17
tugasnya sangat diharapkan Pengawas Pemilu dapat bekerja secara professional serta bertindak cepat dan tepat dalam penanganan setiap laporan dari masyarakat maupun temuan dari Pengawas Pemilu sendiri. C. Hasil Penelitian 1. Dalam pemutakhiran data ditemukan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh panwaslu diupayakan optimal mulai dari awal pemilu hingga pemilu berakhir. Panwaslu minta agar pemerintah daerah memberi dukungan anggaran yang memadai dan personil yang dibutuhkan penyelenggara Pemilu legislatif untuk menyelenggarakan tugas mereka. Hal ini untuk mengantisipasi sejumlah aspek yang tidak diinginkan. Pemilu bisa berjalan demokratis jika ada pengawasan yang dilakukan secara terbuka jujur dan adil. Untuk menciptakan pemilu yang bersih diperlukan pengawasan yang efektif. 2. Dalam pengawasan kampanye Panwaslu diketahui Panwaslu yang bertugas di lapangan jarang sekali memberikan laporan tentang keadaan di lapangan bahkan menurut masyarakat banyak permasalahan yang luput dari tindakan panwaslu. 3. Dalam penghitungan suara perilaku anggota Panwaslu secara umum sudah netral, hanya saja perlu adanya perbaikan kedepannya bagi para anggota panwaslu, mereka tidak hanya diharapkan untuk netral tetapi juga memahami tentang tugas dan kewajiban seorang panwaslu. Semua anggota panwas diharapkan tetap menjaga netralitasnya. Bukan hanya itu, anggota panwaslu juga harus nampak netral. Netralitas itu kunci utama sebagai
18
anggota panwaslu. Panwaslu harus tetap independen dan mandiri serta mengimbau agar menguasai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dapat menjaga netralisasi dan bekerja sesuai tugas dan fungsinya. 4. Dibalik
kesuksesan
penyelenggara
pemilu
dalam
melaksanakan
pemilukada yang jujur dan adil ini, tentunya banyak kendala-kendala yang juga diadapi oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini Pengawas Pemilukada, masih ada anggota panwaslu yang belum menjalankan tugasnya dengan baik, hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman anggota panwaslu tersebut terhadap pelaksanaan pemilu yang diselenggarakan. diketahui yaitu ditemukan fakta bahwa anggota Panwaslu masih banyak menggunakan Ijazah SMA dan usia rata-rata 40-60 tahun. Melihat tugas seorang anggota Panwaslu yang harus menerima laporan dan menelaah laporan tersebut, dengan menggunakan pendekatan hukum (UU Nomor 32 tahun 2004), nyatanya bahwa pengawasan oleh Panwaslu tidaklah efektif. D. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Peran Panwaslu Kota Tanjungpinang dalam pelaksanaan pemilu legeslatif Kota Tanjungpinang Tahun 2014 belum berjalan dengan baik. Dalam pemutakhiran data ditemukan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh panwaslu diupayakan optimal mulai dari awal pemilu hingga pemilu berakhir. Panwaslu minta agar pemerintah daerah memberi dukungan anggaran yang memadai dan personil yang dibutuhkan
19
penyelenggara Pemilu legislatif untuk menyelenggarakan tugas mereka. Dalam pengawasan kampanye Panwaslu diketahui Panwaslu yang bertugas di lapangan jarang sekali memberikan laporan tentang keadaan di lapangan bahkan menurut masyarakat banyak permasalahan yang luput dari tindakan panwaslu 2. Saran a. Diharapkan adanya bantuan dana yang jelas dari pemerintah dalam kegiatan yang dilakukan oleh Panwaslu sehingga Panwaslu bisa bekerja lebih efektif b. Diharapkan panwaslu agar memperhatikan kualifikasi yang jelas terhadap anggota panwaslu seperti dari pendidikan, umur serta pengalaman sehingga dapat bekerja lebih baik saat di lapangan. c. Bagi Komisi Pemilihan Umum Daerah sebaiknya memberikan sosialisasi atau penyuluhan khusus bagi para anggota panwaslu agar dapat selalu bersikap netral dan tidak memihak partai politik manapun agar pengawasan dapat berjalan lancer tanpa intervensi dari pihak manapun. d. Untuk masyarakat diharapkan mampu bekerja sama dengan panwaslu untuk saling mengawasi penyelenggaraan pemilu dan melaporkan penyimpangan yang terjadi. e. Untuk pihak kepolisian diharapkan mampu bekerjasama dengan panwaslu dalam menindak tegas oknum yang melakukan penyimpangan dalam penyelenggaraan pemilu.
20
DAFTAR PUSTAKA
A. Rahman.H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Amirullah dan Haris Budiyono. 2004. Pengantar Manajemen. Yogyakarta : Graha. Ilmu. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Ali, Achmad. 2002. Menguak Takbir Hukum :Suatu Kajian Sosiologis dan. Filisofis, Jakarta: Gunung Agung Ali, Faried. 1997. Metodologi Penelitian Sosial Dalam Bidang Ilmu Administrasi dan Pemerintahan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Group Febriani, 2005. Pengertian dan Tujuan Pengawasan. Jakarta : PT. Garmedia Pustaka Utama Miriam, Budiarjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia. Pustaka Utama. Moleong, Lexy J. 2000. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya Mudrajad Kuncoro, Ph. D. 2004. Otonomi dan Pembangunan daerah. Jakarta. Penerbit Erlangga Ndraha, Talidziduhu. 2005. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta : CV. Rineka Cipta. Ramlan. 2007. Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Rusli Karim. 1991. Pemilu Demokratis Kompetitif, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogyakarta. Siagian, Sondang. 1990; Administrasi Pembangunan. Jakarta : Gunung Agung Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta. Syafei, Inu Kencana. 2005 Pengantar Ilmu Pemerintahan. Jakarta : Bumi Aksara Soerjono, Soekanto. 2010. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
21
Solihin. 2001. Otonomi Penyelenggaraan. Pemerintahan Daerah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Soehardono, Edy. 1994. Teori Peranan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum Wasistiono Sadu. 2003. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Fokusmedia, Bandung Winardi,J, 2000, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Yakarta
Lain-Lain : Tikawija.wordpress.com. Pengertian dan Tujuan Pengawasan, Febriani, 2005. diakses tanggal 14 April 2011.
22