STRATEGI KOMUNIKASI DALAM ADVOKASI DAN KAMPANYE SANITASI (Studi Evaluatif Pada Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Oleh Pokja AMPL Kota Bandung)
COMMUNICATION STRATEGY FOR ADVOCACY AND CAMPAIGN IN SANITATION DEVELOPMENT (An Evaluative Study On the Acceleration of Sanitation Development Program By Pokja AMPL Bandung City)
Soraya Ratna Pratiwi1, Freddy Yusanto, S.Sos., M.Ds2, Berlian Primadani Satria Putri, S.I.Kom., M.Si3 1
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom 2
Dosen S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom
3
Dosen S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom
1
[email protected] ,
[email protected],
[email protected]
Abstrak Pemerintah Indonesia tengah memperbaiki kondisi sanitasi masyarakat dengan menyelenggarakan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Program PPSP diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Nasional. Dalam hal ini Pokja AMPL Nasional selain menyediakan anggaran sanitasi pada tingkat nasional juga memberikan asistensi teknik kepada Pokja AMPL di tingkat provinsi dan Pokja AMPL di tingkat kabupaten/kota. Penelitian ini mengambil fokus pada aktivitas advokasi dan kampanye dalam penyelenggaraan Program PPSP di Kota Bandung periode 2010-2014. Tujuan penelitian adalah memahami strategi komunikasi advokasi dan kampanye, berikut hambatan dan efektivitas implementasinya. Dalam hal ini indikator efektivitas strategi komunikasi adalah meningkatnya alokasi anggaran untuk sector sanitasi dan kepedulian masyarakat berupa peningkatan cakupan pelayanan sanitasi di Kota Bandung. Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi evaluatif. Evaluasi dilakukan setelah program berakhir pada implementasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada program PPSP di Kota Bandung pada periode 2010-2014. Diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa: (1) Pokja AMPL Kota Bandung belum menerapkan dan menggarap setiap tahapan strategi komunikasi secara konsisten. (2) Hambatan yang terjadi adalah Pokja AMPL Kota Bandung belum dapat memberikan fokus perhatian sepenuhnya pada Program PPSP, keterbatasan sumber daya manusia sebagai pelaksana kampanye sosial, keterbatasan tempat serta waktu, keterbatasan metode penyampaian kampanye, dan keterbatasan anggaran. (3) Strategi komunikasi pada advokasi dan kampanye sosial Program PPSP di Kota Bandung periode 2010-2014 belum efektif apabila ditinjau dari pencapaian peningkatan cakupan pelayanan sanitasi pada skala kota. Kata kunci: Strategi komunikasi, Kampanye, Advokasi, Sanitasi
Abstract The Indonesian government has been improving sanitary conditions through the Acceleration of Sanitation Development Program (Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman/ PPSP). PPSP Program is organized by the National Drinking Water and Sanitation Working Group (Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan / Pokja AMPL Nasional). In this case the Pokja AMPL Nasional provides sanitation
1
budgets at the national level as well as technical assistances to the Pokja AMPLs at provincial level and at district / city level. This study focuses on advocacy and campaigning activities in the implementation of PPSP Program in Bandung, which is one of the participants of PPSP program 2010-2014. The research purposes are to understand the communication strategies of advocacy and campaigning including their implementation barriers and effectiveness. In this case the indicatosr of the communication strategy effectiveness are the amount of budget allocation for sanitation sector and community awareness which in turn lead to increased sanitation services coverage in Bandung city. The author applied a qualitative approach of evaluative studies. It evaluated the implementation of communication strategies of advocacy and campaigns on PPSP Program in Bandung at the end of period 20102014. The research revealed the following results: (1) Pokja AMPL Kota Bandung did not implement every stage of the communication strategies consistently. (2) In doing so, Pokja AMPL faced the following barriers: (i) the members have not been able to provide a focus entirely on the PPSP Program activities, (ii) limitations of human resources (HR) as social campaign organizers, limited time, limitations of campaign delivery methods, and budget constraints. (3) the communication strategies on advocacy and social campaigns have not been effectively implemented yet in terms of the achievement of city scale improved sanitation coverage. Keywords: communication strategies, campaigns, advocacy, sanitation 1.
Pendahuluan
Dalam upaya menyejahterakan masyarakat, Pemerintah Indonesia telah membuat banyak program yang dipromosikan melalui kampanye sosial. Salah satunya dengan melaksanakan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) yang tengah diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Nasional. Lembaga ini merupakan lembaga lintas sektor terdiri dari 8 kementerian, yaitu BAPPENAS, Kementerian PU, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Perindustrian. Dalam hal ini Pokja AMPL Nasional selain menyediakan anggaran sanitasi pada tingkat nasional juga memberikan asistensi teknik kepada Pokja AMPL di tingkat provinsi dan Pokja AMPL di tingkat kabupaten/kota. Program ini dimaksudkan untuk menjadikan pembangunan sanitasi sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan infrastruktur, baik di tingkat nasional, provinsi maupun di kabupaten/kota. Pada saat Program ini disiapkan, akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana sanitasi layak masih rendah, dimana 70 juta penduduk masih melakukan praktek buang air besar sembarangan (BABS), 92% Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah masih bersifat open dumping, 14.000 ton tinja dan 176.000 m3 urine terbuang setiap harinya ke badan air, tanah, danau dan pantai [1]. Situasi demikian menyebabkan tingginya tingkat pencemaran dan meningkatkan dampak resiko kesehatan bagi masyarakat. Sebagai obyek penelitian dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih penyelenggraan program PPSP di Kota Bandung dengan alasan: Kota Bandung merupakan salah satu dari empat kota pertama (Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kota Cirebon) yang menjadi peserta PPSP di Indonesia sejak tahun 2010. Dengan demikian Pokja AMPL Kota Bandung telah melewati fase yang lengkap selama 5 tahun periode pelaksanaan PPSP sebagaimana dituangkan dalam SSK Kota Bandung [1]. Ada 6 tahapan PPSP yang harus dijalankan oleh Pokja AMPL. Advokasi dan kampanye merupakan langkah pertama dari pelaksanaan Program PPSP. Caranya adalah dengan melakukan berbagai pendekatan kepada para pemangku kepentingan guna membangun kesadaran bahwa “Sanitasi adalah urusan bersama seluruh pihak” [1]. Dalam melakukan advokasi dan kampanye, diperlukan strategi komunikasi yang tepat agar penyampaian pesan kepada pihak yang dituju berjalan efektif dan mendapat umpan balik yang positif. Tujuan penelitian adalah memahami strategi komunikasi advokasi dan kampanye, berikut hambatan dan efektivitas implementasinya pada program PPSP Kota Bandung periode 2010-2014. Dalam hal ini indikator efektivitas strategi komunikasi adalah meningkatnya alokasi anggaran untuk sector sanitasi dan kepedulian masyarakat berupa peningkatan cakupan pelayanan sanitasi di Kota Bandung. Peneliti ingin mengevaluasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada program PPSP di Kota Bandung (periode pertama) yang telah berjalan selama lima tahun sejak tahun 2010.
2
2.
Dasar Teori / Material dan Metodologi / Perancangan
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi evaluatif guna mengkaji keberhasilan suatu program. Penelitian kualitatif mencoba memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dan menyajikannya dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa [2]. Proses pada penelitian evaluative menekankan pada proses sesuatu dan hasilnya dapat terjadi, bukan hanya melihat hasilnya saja. Proses evaluasi kebanyakan memerlukan deskripsi berdasarkan pada observasi atau wawancara [3]. Data primer yang terkumpul merupakan hasil dari proses penelitian melalui metode wawancara semistruktur yang dilakukan kepada Pokja AMPL Kota Bandung, observasi non-partisipan, dan dokumentasi yang didapat selama melakukan proses penelitian untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis data. Pada wawancara semistruktur, selain peneliti mengacu pada daftar pertanyaan yang sudah disiapkan juga memungkinkan peneliti untuk mengembangkan pertanyaan demi mendapatkan data yang lebih lengkap [4]. Untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data, peneliti juga menggunakan pencarian informasi melalui buku, jurnal, website resmi PPSP, media online, dan dokumen-dokumen lain yang terkait dengan program PPSP yang selanjutnya dijadikan sebagai data sekunder. Informan pada penelitian ini berasal dari Pokja AMPL dan warga Kota Bandung. Lokasi penelitian dari warga yang menjadi informan pada penelitian ini adalah RT 03 / RW 10 Kelurahan Tamansari, RW 08 Kelurahan Kujangsari, dan RW 10 Kelurahan Cipadung. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling sebagai cara untuk menentukan informan dalam penelitian. Peneliti menyeleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat berdasarkan tujuan riset [4].
Tabel 1 Informan Penelitian dari Pokja AMPL Kota Bandung No.
Nama Informan
Instansi
1 Ibu Ir. Nunun Yanuati, MT.
Bappeda Kota Bandung
2 Bapak Anhar Hadian
Dinas Kesehatan Kota Bandung
3 Ibu Aas Siti Asyiah
Tim Penggerak PKK Kota Bandung
4 Ibu Tini Martini Tapran
Tim Penggerak PKK Kota Bandung
Tabel 2 Informan Penelitian dari Warga Kota Bandung No.
Nama Informan
Wilayah
1
Ibu Yanny Rochani, SmHk.
Kader Kesehatan Kel. Kujangsari RW 08
2
Ibu Rita Wianti
Kader Kesehatan Kel. Tamansari RW 10
3
Ibu Dede Watiah Yayan
TPK Kelurahan Cipadung
4
Ibu Temi Ratnasari
Kader Kesehatan Kel. Cipadung RW 10
5
Bapak Iskandar
Kader Kesehatan Lingkungan Kel. Cipadung RW 10
3
3.
Pembahasan
Peneliti mengkategorisasikan hasil penelitian berdasarkan tahapan strategi komunikasi, yaitu penetapan komunikator, penetapan target sasaran, penyusunan pesan, media dan saluran komunikasi, produksi media, pengujian materi komunikasi, penyebarluasan media komunikasi, efek komunikasi, mobilisasi kelompok berpengaruh, penyusunan rencana anggaran belanja, penyusunan jadwal kegiatan, pembentukan tim kerja, evaluasi [5]. Pada tahap evaluasi, peneliti mengulas mengenai hambatan pada advokasi dan kampanye, dan efektivitas strategi komunikasi yang ditinjau dari peningkatan cakupan pelayanan sanitasi serta alokasi anggaran pendanaan sanitasi pada program PPSP periode 2010-2014 di Kota Bandung. 3.1 Penetapan Komunikator Komunikator merupakan pemegang peranan yang paling startegis dalam komunikasi. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi seorang komunikator, yakni: (1) tingkat kepercayaan orang lain kepada dirinya (kredibilitas), (2) daya tarik (attractive), dan kekuatan (power) [5]. Pelaksanaan advokasi dan kampanye sosial pada program PPSP di Kota Bandung dilakukan oleh seluruh anggota Pokja AMPL. Pembentukan Pokja AMPL Kota Bandung sendiri ditetapkan pada 28 April 2010 oleh Walikota Bandung. Pokja AMPL terdiri dari anggota yang merupakan gabungan dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Bandung yang diarahkan khusus untuk menangani sanitasi. Tidak ada pembentukan tim khusus yang ditunjuk sebagai komunikator. Namun demikian Ketua Pokja AMPL memberikan mandat kepada setiap anggotanya untuk menjalankan aktivitas advokasi dan kampanye social. Selanjutnya dinas-dinas terkait melaksanakan mandat ini dengan berbagai cara sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsinya (Tupoksi). Fungsi koordinasi dalam melaksanakan advokasi dan kampanye social ini ditangani oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung. 3.2 Penetapan Target Sasaran Masyarakat merupakan subyek sekaligus obyek yang menentukan bagaimana keberhasilan dari penyelenggaraan suatu program. Oleh karena itu, komunikator harus memahami lebih dahulu karakteristik masyarakat. Untuk memahami karakteristik masyarakat, komunikator dapat melakukan segmentasi masyarakat terlebih dahulu. Segmentasi masyarakat dapat dilakukan dengan cara memetakan karakteristik masyarakat. Untuk mengetahui pemetaan khalayak dapat diperoleh dari survey, analisis isi media, kecenderungan parlemen, focus group, dan open forum [5]. Advokasi dan kampanye sosial memiliki sasaran komunikasi yang berbeda. Hal ini dikarenakan masingmasing aktivitas komunikasi tersebut memiliki tujuan yang berbeda dari pelaksanaannya. Sasaran dari advokasi program PPSP Kota Bandung adalah DPRD, media masa, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan dunia usaha. SKPD lain yang tidak terlibat dalam tim Pokja AMPL Kota Bandung juga merupakan sasaran advokasi dan kampanye sosial. Hal ini bertujuan agar para SKPD tersebut mengetahui seberapa pentingnya sanitasi terutama bagi masyarakat Kota Bandung. Sedangkan sasaran dari kampanye adalah masyarakat Kota Bandung. Pokja AMPL telah membuat pemetaan wilayah berdasarkan kondisi sanitasinya yang dituangkan dalam sebuah matriks resiko sanitasi di Kota Bandung [1]. Hanya saja pelaksanaan pembangunan sanitasi pada matriks tersebut masih terhambat karena tidak adanya lahan yang memadai dan tidak ada sumber daya yang mencukupi untuk melaksanakan pembangunan sanitasi tersebut. 3.3 Penyusunan Pesan Pesan sangat bergantung pada program yang mau disampaikan. Program penyuluhan untuk penyadaran masyarakat maka sifat pesannya harus persuasif dan edukatif. Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam menyusun pesan, apabila program yang dipasarkan sifatnya tidak nyata maka memerlukan penjelasan yang lebih lengkap, mudah dimengerti, dan memberikan prospek apa yang akan diperoleh setelah menerima program tersebut [5]. Pada saat melakukan advokasi kepada DPRD, pesan-pesan yang biasa disampaikan adalah usulan anggaran berikut penjelasan tingkat kepentingannya dari masing-masing SKPD. Sedangkan saat melakukan advokasi ke pihak
4
dunia usaha atau SKPD di luar Pokja AMPL, yang biasa disampaikan adalah mengusulkan adanya alokasi anggaran untuk kebutuhan sanitasi (walau pun SKPD tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan sanitasi) dan bantuan koordinasi untuk sama-sama berkomitmen mendukung program PPSP di Kota Bandung. Pesan yang disampaikan saat kampanye sosial sanitasi adalah pesan yang terkait dengan air bersih, air limbah domestik, penanganan sampah, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui cuci tangan memakai sabun, dan penanganan drainase lingkungan. Walau pun topik pesan yang disampaikan sama, namun teknik penyampaian pesan dilakukan dengan cara yang berbeda dan disampaikan secara bertahap pada setiap sasaran. 3.4 Media dan Saluran Komunikasi Memilih media komunikasi harus mempertimbangkan karakteristik isi dan tujuan isi pesan yang ingin disampaikan, dan jenis media yang paling banyak diakses oleh khalayak [5]. Media yang digunakan saat melakukan advokasi adalah surat dan dokumen untuk presentasi. Media kampanye sosial sanitasi berupa surat kabar, talkshow atau interview di radio, pamphlet, brosur, video, event dan buku. Media yang digunakan tersebut dinilai sudah cukup efektif menurut para informan. Pada Buku Putih Sanitasi Kota Bandung terdapat hasil survey EHRA mengenai penggunaan media oleh masyarakat Kota Bandung. Namun demikian menurut salah seorang informan, hasil studi tersebut ternyata tidak digunakan dengan optimal. 3.5 Produksi Media Setelah menetapkan media yang akan digunakan, maka tahap selanjutnya adalah memproduksi materi kampanye. Memproduksi materi kampanye sangat tergantung tipe atau bentuk kampanye mana yang akan dibuat [5]. Materi kampanye yang diproduksi oleh Pokja AMPL Kota Bandung berupa dokumen presentasi, video, buku, pamphlet, billboard, dan brosur. Produksi materi kampanye ini dilakukan oleh Pokja AMPL Nasional dan juga SKPD yang tergabung pada SK Pokja AMPL Kota Bandung. 3.6 Uji Awal Materi Komunikasi Untuk menguji materi komunikasi, dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli atau pakar dalam bidang komunukasi, psikologi massa, agama, bahasa, dan seni (estetika). Selain itu pandangan para ahli untuk mendapatkan masukan terhadap hal-hal yang sering tidak diperhatikan oleh pembuat materi kampanye [5]. Pada advokasi anggaran, pengujian materi dilakukan saat usulan anggaran diserahkan kepada TAPD Kota Bandung. Sedangkan materi untuk kampanye sosial sanitasi belum melalui pengujian terlebih dahulu dan belum melibatkan ahli di bidang komunikasi. Salah seorang informan berharap agar di lain waktu, pengujian materi komunikasi dapat dilakukan. Berdasarkan pernyataan informan, pengujian tidak dilakukan karena mereka kurang memahami bahwa materi kampanye sosial seharusnya dilakukan uji materi terlebih dahulu. 3.7 Penyebarluasan Media Komunikasi Penyebarluasan media menentukan berhasil atau tidaknya sebuah program. Penyebaran media dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung dari sifat, karakteristik, dan jangkauan media itu sendiri [5]. Penyebarluasan media advokasi dan kampanye sosial dilakukan dengan cara yang berbeda. Karena ada advokasi media yang digunakan berupa surat, maka surat tersebut disebarluaskan ke beberapa pihak yang terkait dalam pelaksanaan advokasi. Sedangkan dokumen presentasi digunakan pada saat ada forum SKPD di kota Bandung. Informasi event khusus sanitasi seperti City Sanitation Summit disebarluaskan melalui radio dan surat kabar. Media kampanye sosial seperti brosur, buku, dan pamphlet disebarluaskan melalui TP PKK Kota Bandung dan kader kesehatan di tiap wilayah. Sedangkan video disebarluaskan di media online seperti Youtube. 3.8 Efek Komunikasi Tujuan program dari komunikasi adalah memengaruhi target sasaran. Pengaruh dapat dilihat dari perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku [5].
5
Efek yang diharapkan dari aktivitas advokasi dan kampanye adalah meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya sanitasi, cakupan pelayanan sanitasi di lingkungan warga meningkat, lembaga-lembaga di luar Pokja AMPL turut andil dan berperan serta dalam peningkatan cakupan layanan sanitasi, dan anggaran untuk sanitasi meningkat. Namun, efek yang diharapkan terjadi setelah pelaksanaan advokasi dan kampanye sosial ternyata belum sepenuhnya terjadi. Menurut informan, hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang belum peduli akan sanitasi, teknik penyampaian pesan yang belum tepat, dan anggaran yang belum mencukupi. 3.9 Mobilisasi Kelompok Berpengaruh Selain memanfaatkan media, memobilisasi massa juga perlu dilakukan dalam sebuah program komunikasi. Tujuannya untuk membuat masyarakat mengerti, memahami, dan menerima program-program yang ditawarkan [5]. Kelompok berpengaruh digunakan untuk mendorong keberhasilan advokasi dan kampanye sosial program PPSP periode 2010-2014 di Kota Bandung. Kelompok berpengaruh yang dimaksud adalah Pokja AMPL Nasional, Pokja AMPL Provinsi, TP PKK Kota Bandung, tokoh masyarakat, LSM, dan kader PKK. 3.10 Penyusunan Rencana Anggaran Belanja (RAB) Besarnya anggaran belanja media tergantung pada target sasaran. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan survey terlebih dahulu apakah media yang akan digunakan sesuai dengan target sasaran [5]. Anggaran bagi advokasi dan kampanye sosial dibuat satu tahun sebelum anggaran diajukan. Anggaran yang dikeluarkan saat melakukan advokasi berupa anggaran untuk perjalanan dalam daerah atau pun luar daerah yang ada di masing-masing SKPD. Sedangkan anggaran yang dikeluarkan untuk kampanye diperuntukkan untuk makan dan minum saat penyuluhan, alat tulis, honor narasumber apabila narasumber berasal dari luar Pokja AMPL, dan media massa. 3.11 Penyusunan Jadwal Kegiatan Kegiatan kampanye atau sosialisasi harus benar-benar mempertimbangkan jadwal pelaksanaan, sehingga sasaran kampanye mengena. Dalam penetapan waktu harus diperhitungkan waktu-waktu awal dan waktu-waktu akhir kampanye [5]. Pembuatan jadwal kegiatan baik advokasi dan kampanye sosial dibuat bersamaan dengan pembuatan anggaran, yaitu satu tahun sebelum anggaran diajukan. Jadwal kegiatan yang ada pada Memorandum Program Sektor Sanitasi (MPSS) Kota Bandung belum dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana karena terbentur keadaan saat di lapangan. Berdasarkan informasi dari warga, pada implementasi aktivitas kampanye sosial yang dilakukan kepada masyarakat memiliki frekuensi yang berbeda-beda. Kelurahan Kujangsari dan Kelurahan Tamansari jarang menerima kampanye sosial. Berbeda dengan Kelurahan Cipadung yang sering mendapatkan kunjungan kampanye sosial sanitasi, terutama sejak wilayah ini dijadikan unggulan. 3.12 Pembentukan Tim Kerja Diperlukan personil yang memiliki kemampuan dan memahami tugas-tugas komunikasi yang akan dilaksanakan untuk melaksanakan program komunikasi. Besaran tim dapat diatur sesuai dengan ruang lingkup kampanye, apakah itu untuk kampanye yang berskala nasional atau berskala daerah [5]. Karena advokasi dan kampanye sosial dilakukan oleh Pokja AMPL Kota Bandung, maka pembentukan tim khusus saat akan terjun ke lapangan tidak ada. Terutama kampanye sosial yang implementasinya dilaksanakan oleh masing-masing SKPD yang tercantum di SK Walikota mengenai Pokja AMPL Kota Bandung. 3.13 Evaluasi Tujuan evaluasi adalah memperbaiki atau meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai sebelumnya. Kegiatan evaluasi dapat dilakukan dengan mengacu pada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, apakah tercapai atau tidak, atau apakah tingkat pencapaiannya cukup tinggi atau rendah [5]. Berdasarkan pengakuan dari informan yang merupakan anggota Poka AMPL Kota Bandung, keberhasilan program PPSP periode 2010-2014 belum dapat dikatakan berhasil. Hal ini terjadi karena dinilai ada gangguan dan hambatan komunikai, baik pada kampanye mengenai air bersih, kampanye penanganan limbah domestik rumah tangga, maupun kampanye drainase lingkungan.
6
Gangguan komunikasi terjadi jika adanya intervensi pada salah satu elemen komunikasi, sehingga komunikasi tidak dapat berlangsung secara efektif. Sedangkan hambatan komunikasi adalah adanya suatu hal yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sesuai degan harapan komunikator dan penerima [7]. Hambatan yang terjadi pada advokasi dan kampanye sosial program PPSP periode 2010-2014 di Kota Bandung adalah kurangnya kesadaran baik pada SKPD di Kota Bandung maupun masyarakat mengenai pentingnya sanitasi. Pokja AMPL dinilai kurang fokus menangani isu sanitasi karena memiliki Tupoksi lain di masing-masing SKPD, teknik penyampaian pesan yang dianggap masih terlalu berat untuk dipahami, dan keterbatasan SDM untuk melaksanakan kampanye sosial. Komunikasi dianggap efektif apabila menghasilkan lima hal, yaitu informasi yang menghasilkan pengertian, informasi yang menghasilkan kesenangan, informasi yang memengaruhi sikap, menghasilkan hubungan sosial yang lebih baik, dan menghasilkan tindakan nyata [8]. Salah satu indikator dalam menilai efektivitas komunikasi pada advokasi dan kampanye sosial program PPSP adalah meningkatnya cakupan layanan sanitasi di masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, ada perubahan cakupan pelayanan sanitasi di Kelurahan Tamansari, Kelurahan Cipadung, dan Kelurahan Kujangsari. Masing-masing wilayah mengalami perubahan cakupan pelayanan sanitasi yang berbeda-beda, baik perubahan itu berarti menurun maupun meningkat. Menurut informan dari warga, di lokasi Kelurahan Cipadung khususnya RW 10, cakupan pelayanan sanitasi dinilai meningkat dan kesadaran masyarakat pun meningkat pula. Di RW 08 Kelurahan Kujangsari, cakupan pelayanan sanitasi dinilai meningkat saat adanya kampanye dari Pokja AMPL. Namun, setelah rangkaian kampanye selesai dilaksanakan, lokasi ini tidak mengalami peningkatan. Demikian juga yang terjadi di RT 03 / RW 10 Kelurahan Tamansari. Setelah rangkaian kampanye mengenai pembangunan septic tank komunal oleh Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya selesai dilaksankan, terjadi penurunan cakupan pelayanan sanitasi. Tercermin dari warga yang berhenti menggunakan septic tank komunal.
Gambar 1 Jumlah Sarana Sanitasi di Kota Bandung Berdasarkan data yang ditampilkan di atas [6], cakupan pelayanan sanitasi di Kota Bandung mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Grafik di atas menunjukkan fluktuasi jumlah sarana sanitasi di Kota Bandung dari tahun 2010-2013. Sampai dengan waktu peneliti melakukan penelitian, data tahun 2014 belum selesai dibuat. Anggaran sanitasi dinilai meningkat karena adanya kegitan pembangunan sarana sanitasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung. Untuk data peningkatan anggaran itu sendiri ada di masing-masing SKPD terkait. Fungsi rekapitulasi anggaran sanitasi seharusnya ada di Bappeda Kota Bandung, hanya saja sejauh ini belum dilakukan secara efektif. Namun, berdasarkan pernyataan informan walau pun mengalami peningkatan, anggaran sanitasi belum dapat mencukupi kebutuhan pembangunan sanitasi di Kota Bandung. 4.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1.
Pokja AMPL Kota Bandung belum menerapkan dan menggarap secara konsisten setiap tahapan strategi komunikasi pada advokasi dan kampanye Program PPSP periode 2010-2014 karena:
7
a.
2.
3.
Hasil studi media yang pernah dilakukan pada saat penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Bandung belum digunakan dengan optimal b. Pengujian awal materi kampanye belum dilakukan oleh Pokja AMPL Kota Bandung Hambatan yang terjadi pada pelaksanaan advokasi dan kampanye program PPSP periode 2010-2014 di Kota Bandung dibagi menjadi dua bagian, yaitu hambatan yang dialami oleh Pokja AMPL dan hambatan yang dialami oleh warga. a. Hambatan yang dialami oleh Pokja AMPL adalah belum bisa memberikan fokus perhatian yang memadai terhadap pembangunan sanitasi karena sanitasi hanya merupakan bagian kecil dari Tupoksi di SKPD masing-masing, adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana kampanye sosial, keterbatasan tempat serta waktu, anggaran, dan keterbatasan metode penyampaian kampanye. b. Hambatan yang dialami oleh warga adalah meyakinkan bahwa pesan kampanye sosial yang dilaksanakan sampai kepada seluruh warga dan dapat dipahami dengan baik. Hal ini ditandai dengan minimnya tingkat penggunaan sarana sanitasi yang telah dibangun oleh Pemerintah Kota Bandung, dan warga setempat yang tidak lagi menuruti himbauan yang disampaikan saat kampanye sosial. Strategi komunikasi pada advokasi dan kampanye sosial program PPSP di Kota Bandung periode 20102014 belum efektif apabila ditinjau dari pencapaian peningkatan cakupan pelayanan sanitasi pada skala kota. Hal ini ditandai dengan adanya fluktuasi cakupan layanan sanitasi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Berdasarkan pernyataan dari informan yang berasal dari Pokja AMPL Kota Bandung, alokasi anggaran sanitasi dalam APBD juga masih belum dapat mencukupi kebutuhan pembangunan sanitasi.
Pokja AMPL Kota Bandung sebaiknya menerapkan seluruh strategi komunikasi pada advokasi dan kampanye sosial secara konsisten. Seperti mulai melakukan pengujian awal materi komunikasi dan memanfaatkan hasil studi media. Perencanaan dan pelaksanaan strategi komunikasi yang konsisten dapat membantu Pokja AMPL dalam mencapai tujuan dan sasaran kampanye sosial pada program ini. Efek dari adanya hambatan pada teknik penyampaian pesan tidak hanya dialami oleh Pokja AMPL sebagai komunikator, namun juga dialami oleh warga sebagai penerima pesan (komunikan). Oleh karena itu sebaiknya Pokja AMPL Kota Bandung mulai berkerja sama dan melibatkan ahli komunikasi yang kompeten dalam bidangnya. Supaya strategi komunikasi yang diterapkan oleh Pokja AMPL Kota Bandung berjalan efektif, maka harus diperhatikan juga indikator dari komunikasi yang dianggap efektif. Misalnya menyusun pesan dan menyampaikannya supaya menghasilkan pengertian disertai kesenangan, hingga dapat memengaruhi sikap atau perilaku, menghasilkan hubungan sosial yang lebih baik dan pada gilirannya akan menghasilkan tindakan nyata. Daftar Pustaka [1] Pokja AMPL. 2010. Buku Putih Sanitasi Kota Bandung. Bandung [2] Moeloeng, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya [3] Patton, Michael Quinn. 2009. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar [4] Kriyantono, Rachmat. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group [5] Cangara, Hafied. 2013. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada [6] Dinas Kesehatan. 2010. Laporan Tahunan Hasil Kegiatan Penyehatan Lingkungan di Kota Bandung, Bandung Dinas Kesehatan. 2011. Laporan Tahunan Hasil Kegiatan Penyehatan Lingkungan di Kota Bandung, Bandung Dinas Kesehatan. 2012. Laporan Tahunan Hasil Kegiatan Penyehatan Lingkungan di Kota Bandung, Bandung Dinas Kesehatan. 2013. Laporan Tahunan Hasil Kegiatan Penyehatan Lingkungan di Kota Bandung, Bandung [7] Cangara, Hafied. 2014. Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi Kedua. Jakarta: RajaGrafindo Persada [8] Daryanto. 2011. Ilmu Komunikasi. Bandung: Sarana Tutorial Nurani Sejahtera
8