perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STRATEGI KOMUNIKASI PERCIK DALAM SOSIALISASI DAN KAMPANYE POLMAS DI SALATIGA (Studi Deskripsi Kualitatif Mengenai Strategi Komunikasi LSM Percik dalam Sosialisasi dan Kampanye Program Perpolisian Masyarakat di Salatiga)
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh : MAYANG TISTIA D0207071
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu” Ibrani 10 : 36
“Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” 1 Korintus 15 :58b
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini teruntuk: Tuhan Yesus Kristus, Bapa dan Sahabatku My super family: Mama, Bapak, Tyka My Precious commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena oleh kasih dan anugrahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul STRATEGI KOMUNIKASI PERCIK DALAM SOSIALISASI DAN KAMPANYE POLMAS DI SALATIGA (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Strategi komunikasi LSM Percik dalam Sosialisasi dan Kampanye Program Perpolisian Masyarakat di Salatiga) sebagai syarat memperoleh gelar sarjana (S-1) Program
Studi
Ilmu
Komunikasi,
Fakultas
Ilmu
Sosial
dan
Ilmu
PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta. Semoga Skipsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu komunikasi. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan: 1. Prof. Drs. Pawito Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prahastiwi Utari, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, Ph. D selaku Dosen Pembimbing, terima kasih untuk waktu yang diberikan untuk membimbing dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Drs. IGN. Agung Satyawan, SE ,S.Ikom, M.Si, selaku Pembimbing Akademis, terimakasih atas bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi. 5. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, terima kasih atas semua ilmu yang telah dibagikan. 6. Mbak Christin, Mas Seto, Mas Hery, Mbak Dewi, Mbak Dwi, Mas Yusman, Mas Damar, Mas Singgih (Tim COP Percik), Om Lomo, Om Nick, Pak Budi, Pak Pradjarta, Pak Made, Pak Slamet, Mas Wahid, dan semua saudara-saudara di LSM Percik, terimakasih telah menerima penulis dengan sambutan hangat. 7. Semua informan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk penulis. 8. Mama dan Bapak yang sangat kukasihi terima kasih atas segala limpahan dukungan, doa, kasih sayang, perhatian dan pengertian yang diberikan dengan tulus kepada penulis. 9. Rumpii (Agnes, Nanda, Nindut, Beta), saudara seiman di PMK Fisip (terkhusus Mas Abe, Haryo, Ezra, Yohana, Pepi) terimakasih untuk segala dukungan dan sharing yang membuat penulis merasakan persahabatan yang indah dalam Tuhan. 10. Adi Nugroho yang selalu sabar mendengar keluh kesah dan selalu memberikan semangat bagi penulis. Terimakasih untuk dukungan doa, kasih sayang dan perhatiannya.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Teman berpetualang di Salatiga, Widayani Utami, terimakasih untuk segala dukungan yang diberikan kepada penulis. 12. Teman-teman Kompi, terkhusus teman-teman Segitiga Production, POINT Advertising, UNO advertising, Puente Production, SBTV, KTV, UNS MAXI Event Organizer, Portal 10, terima kasih untuk segala pelajaran berharga dan kenangan indah tentang totalitas, kebersamaan dan kekompakan yang diberikan selama menuntaskan segala tugas-tugas perkuliahan. 13. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih ada beberapa kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis terbuka akan setiap kritik dan saran yang membangun.
Surakarta, 3 Januari 2011
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii HALAMAN MOTTO ......................................................................................... iv PERSEMBAHAN .............................................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii ABSTRAKSI ..................................................................................................... xiv ABSTRACTION................................................................................................ xv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................
10
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian..........................................................................
11
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
11
E. Telaah Pustaka .............................................................................. 12 F. Implementasi Konsep .................................................................... 34 G. Metodologi Penelitian ................................................................... 35 H. Definisi Konsep ………………………………………………….. 44
BAB II : DESKRIPSI LOKASI 1. LSM Percik Salatiga ..................................................................... 47 A. Latar Belakang.......................................................................... 47 B. Visi dan Misi ………..................................................................48 C. Profil Kegiatan ......................................................................... 50 2. Kota Salatiga ………………………………..……...……………. 75 A. Sejarah Kota ……………………………………………..…... 75 B. Gambaran Wilayah …………………………………..………. 78 C. Pemerintah …………………………………………………… 80 D. Visi dan Misi ……………………………………………...…. 81 E. Lambang Daerah ……………………………………..…….. 83 F. Sesanti Kota ………………..……………………………..… 85 G. Politik, Hukum dan Keamanan ……..……………………..… 85
BAB III : Strategi Komunikasi Percik dan Pengaruhnya commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Temuan Data ..........................................................................
88
B. Strategi Komunikasi Percik …………...…………...………..
90
C. Pengaruh penerapan Strategi …………...…..………………. 127 D. Kendala dan Faktor Pendorong …...………..……………….. 137
BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................... 143 B. Saran .............................................................................................................. 145
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 147
\
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Komponen-komponen analisa data model interaktif ……………..
41
Gambar 2 Skema Kerangka Pikir ……………………………………………
43
Gambar 3 Tabel Perkara/Kasus Pelanggaran Hukum………………...………
86
Gambar 4 Tabel penggunaan media…………………………..……….…….
124
Gambar 5 Bagan Strategi Komunikasi Percik……………………..………… 136
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I
: Proposal Perencanaan LSM Percik
Lampiran II
: Foto dan Arsip Kegiatan Sosialisasi dan Kampanye Polmas oleh Percik
Lampiran III
: 1. Pedoman Interview Informan 2. Transkrip Wawancara, Tabel Profil Informan
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
MAYANG TISTIA, 2012, STRATEGI KOMUNIKASI PERCIK DALAM SOSIALISASI DAN KAMPANYE POLMAS DI SALATIGA (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi LSM Percik dalam Sosialisas dan Kampanye Program Perpolisian Masyarakat di Salatiga). Perpolisian masyarakat (Polmas) adalah paradigma baru di lingkungan organisasi Polri. Perumusan model Polmas diadopsi dari keberhasilan konsep Community Policing (COP) yang diterapkan di berbagai Departemen Kepolisian Negara Bagian Amerika Serikat dan Kepolisian Nasional Jepang. Sebelum model Polmas diterapkan, Polri menganut model perpolisian tradisional dan militeristik. Konsep ini memunculkan citra bahwa polisi belum melihat masyarakat sebagai mitra sehingga menimbulkan jarak antara polisi dengan masyarakat. Polmas diidealkan dapat meraih kepercayaan publik pada Polri, namun implementasinya masih diwarnai berbagai masalah. Oleh karena itu terlibatnya lembaga diluar kepolisian sangat diperlukan. Salah satu lembaga di luar kepolisian yang dapat berperan dalam proses tersebut adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Percik adalah salah satu LSM yang ada di Kota Salatiga. Percik ingin ikut serta untuk merealisasikan nilai-nilai Polmas yang bermuara pada keamanan dan ketertiban di tingkat lokal. Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengetahui bagaimanakah strategi komunikasi Percik dalam sosialisasi dan kampanye Polmas di Salatiga. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif, pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi non partisipan, wawancara mendalam, dan studipustaka. Informan dipilih berdasarkan purposive sampling dengan sedikit bubuhan Snowball Sampling. Analisis data menggunakan model interaksi Miles dan Huberman, dan keabsahan data itu sendiri diuji menggunakan triangulasi sumber. Hasil yang diperoleh dari strategi komunikasi ini adalah (1) Polmas di Salatiga dibagi atas dua model, yaitu kawasan dan wilayah, (2) Strategi komunikasi yang dilakukan telah melewati beberapa tahap seperti proses analisis khalayak melalui need assessment, menyusun pesan, menetapkan metode serta menyeleksi penggunaan media (3) Strategi Komunikasi telah membawa pengaruh pada pencairan hubungan antara polisi dan masyakarat, peningkatan kapasitas polisi dan FKPM, turunnya dana keamanan dari Pemerintah Daerah ke wilayah dan terlibatnya mahasiswa dalam proses reformasi kepolisian. (4) Dalam sosialisasi dan kampanye ini ada beberapa hal yang menjadi faktor pendorong yaitu kekuatan komunikator dan kekuatan opinion leader. (5) Adapun kendalanya adalah masalah kultur dan birokrasi, keterbatasan biaya dan SDM dan tidak adanya support dari lembaga lain. commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACTION Mayang Tistia, 2012, COMMUNICATION STRATEGIES DONE BY PERCIK IN SOCIALIZING AND CAMPAIGNING POLMAS IN SALATIGA (Qualitative Descriptive Study of Communication Strategies done by Percik NGO in socializing and campaigning Polmas in Salatiga) Polmas is a new paradigm within the Indonesian Police Department. The formulation of Polmas is adopted from the success of the Community Policing (COP) concept which is applied in various Department of States Police in United States and the Japanese National Police Department. Before Polmas is applied, Indonesian Police Department adopts traditional and militaristic model of policing. This concept leads to an image that the police has not seen the Indonesian society as a partner, so that it creates a gap between the police and the society. Polmas program, which aims to achieve public reliance toward Indonesian police, is still be marred by various problems. Therefore, the involvement of agencies beyond the police are needed. One of institutions outside the police that play a role in that process is non-governmental organizations (NGOs). Percik is one of the NGOs in Salatiga. Percik purposes to participate for the realization of the values of Polmas which brings to security and order at the local level. In this study, the author tries to find out the strategy and campaign used in the socialization of Polmas in Salatiga. This study is a qualitative descriptive research. The data collection technique is non-participant observation, thorough interviews, and literary study. Informants are selected based on purposive sampling with Snowball Sampling. Data analysis is obtained by using the Miles and Huberman interaction model, and the validity of the data is tested using a triangulation of sources. The results of this communication strategy are (1) Polmas in Salatiga is divided into two models, Polmas kawasan and Polmas wilayah (2) communication strategy undertaken has gone through several stages as the process of audience analysis through needs assessment, composing messages, set the method as well as selecting use of media (3) Communication strategies bring influence on the relationship between police and communities, increasing capacity building police and FKPM, local government gives the security fund and college student join the process of police reform. (4) In this campaign and socialization, there are some factors that support, they are the power of the communicator and strength of leaders opinion. (5) The difficulties are problem of culture and bureaucracy; cost and human resource limitations; and the deficiency of money and support from other institutions. commit to user
xv
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Era reformasi telah mengantarkan perubahan yang signifikan pada posisi dan peran Polri. Hal ini ditandai dengan keputusan politik berupa pemisahan Polri dari lembaga dan garis komando TNI pada 1 April 1999. Karena adanya dukungan politik yang cukup kuat, keputusan politik tersebut kemudian diikuti dengan munculnya dua ketetapan (TAP) MPR RI, yakni TAP MPR/VI/2000 tentang pemisahan ABRI (TNI dan Polri), serta TAP MPR/VII/2000 tentang peran kedua lembaga tersebut, yakni dengan menempatkan TNI dibawah Departemen Pertahanan dan Polri secara langsung berada di bawah Presiden. Tindak lanjut dari kedua TAP MPR tersebut adalah dikeluarkannya UndangUndang (UU) No.2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara. 1 Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan
dan
ketertiban
masyarakat, penegakan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
2
hukum,
Untuk mencapai
hasil yang maksimal dari fungsi ini dibutuhkan kerjasama antara polisi dengan masyarakat. Polisi akan mengalami kesulitan dalam menciptakan situasi yang
1
Muradi. 2009. Penantian Panjang Reformasi Polri. Yogyakarta: Tiara Wacana, hal.7
2
Pasal 2 UU No.2/2002
commit to user
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kondusif tanpa adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri akan pentingnya membangun suasana yang aman dan tertib. Selain itu, image atau citra sangat penting bagi Polri karena dasar utama Polri menyelenggarakan tugasnya adalah kepercayaan dari masyarakat. Untuk membangun kepercayaan (trust building) masyarakat, berbagai upaya untuk melakukan reformasi Polri terus dilakukan. Untuk itu melalui Skep Kapolri No.Pol : Skep/737/X/2005, tanggal 13 Oktober 2005, mulailah diterapkan model Perpolisian Masyarakat dalam penyelenggaraan tugas Polri. Sebagaimana yang dikemukakan Arianto (2008:3): “Community Policing (Perpolisian Masyarakat) adalah gaya perpolisian yang mendekatkan polisi dengan masyarakat yang dilayaninya. Namun dapat pula didefinisikan sebagai cara, gaya atau model pemolisian dimana polisi bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk mengidentifikasikan penyelesaian masalah sosial dalam masyarakat”. Perpolisian masyarakat (Polmas) adalah paradigma baru di lingkungan organisasi kepolisian di Negara Indonesia. Perumusan model Polmas diadopsi dari keberhasilan konsep Community Policing (COP) yang diterapkan di berbagai Departemen Kepolisian Negara Bagian di Amerika Serikat dan Kepolisian Nasional Jepang. Jepang menduduki peringkat ke-3 negara teraman di dunia menurut survey yang dilakukan oleh Global Peace Index Ranking.3 Hal ini terjadi karena tingginya kepedulian masyarakat. Masyarakat Jepang menyadari bahwa menjadi polisi bagi diri sendiri adalah sikap yang sangat mendukung bagi pencegahan berkembangnya kejahatan. Department of Policy Studies, Universitas
3
http://www.visionofhumanity.org/gpi-data/#/2011/scor
commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lincoln, UK mengeksplorasi bagaimana konsep Policing perlu di kembangkan dalam masyarakat masa kini. Dengan model ini isu-isu yang berkembang dapat di deteksi sehingga mencegah kejahatan, bermanfaat bagi penegakan ketertiban umum, polisi tanggap tuntutan publik terhadap jaminan keamanan masyakat, dan meningkatkan kerjasama polisi dan masyarakat.
4
Sejalan dengan itu penelitian
kantor Community Policing Service United States Department of Justice, menyatakan bahwa Community Policing merupakan pencegahan gangguan dan kejahatan secara proaktif yang strategis dibanding dengan patroli rutin yang dilakukan Kepolisian. Community Policing merupakan solusi jangka panjang untuk mengurangi kejahatan dan tindak pidana. 5 Studi kepolisian membuktikan model kepolisian konvensional kurang efektif bila dibandingkan pesatnya perkembangan masalah dalam masyarakat sehingga direkomendasikan model kepolisian modern dengan konsep Community Policing. Konsep Community Policing diadopsi Polisi Republik Indonesia (Polri) disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat Indonesia serta diubah dengan nama Indonesia. Secara formal oleh jajaran Polri, model tersebut diberi nama Perpolisian Masyarakat. Selanjutnya, secara konseptual dan
4
Peter Somerville, “Understanding Community Policing”, The Journal of Police Strategies and
Management, Nomor 2 Volume 32, (2009), hlm 261-277 5
Matthew
C. Scheider, Robert Chapman and Amy Schapiro, “Towards the Unification of
Policing Innovations Under Community Policing”, The Journal of Police Strategies and Management, Nomor 4 Volume 32 No. 4, (2009), hlm 694-718
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
operasional disebut Polmas. Perpolisian dalam hal ini adalah membuat masyarakat berfungsi seperti polisi. Dalam aplikasinya kehadiran polisi di tengah masyarakat lebih mengedepankan aspek-aspek pre-emtif dan preventif bukan lagi represif.
6
Namun menurut Peneliti Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, kepolisian Indonesia masih menerapkan dan menganut model perpolisian tradisional. Model ini dalam aplikasinya berupaya mengendalikan terjadinya kejahatan melalui penegakan hukum yang reaktif, melakukan patroli preventif dan memberikan respon cepat terhadap tindak kejahatan dan menindaklanjutinya dengan investigasi kejahatan7. Banyaknya serentetan kasus yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti penembakan di Aceh, kasus Mesuji, Bima dan Papua mengungkap fakta bahwa polisi masih menerapkan konsep polisi tradisional dan militeristik. Konsep perpolisian tradisional dan militeristik yang telah dianut selama beberapa dekade ini memunculkan citra bahwa polisi belum melihat masyarakat sebagai mitra utama dalam perpolisian sehingga menimbulkan jarak antara polisi dengan masyarakat. Budaya militeristik yang lebih menekankan pada hierarki dan kewenangan telah membuat sistem Polri menjadi tertutup dan kurangnya akuntabilitas kepada masyarakat. Pada konteks inilah sebenarnya pendekatan Polmas berbeda dengan kepolisian tradisional dan militeristik. Polmas berupaya mengendalikan kejahatan melalui pencegahan secara proaktif melalui
6 7
Kadarmanta. 2007. Membangun Kultur Kepolisian. Jakarta: Forum Media Utama, hal.164 Ari Wahyono, “Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM): Sebuah Pendekatan
Perpolisian Masyarakat Untuk Membangun Citra Polisi. Jurnal Masyarakat dan Budaya Volume 11 No.1 tahun 2009, hal 125 - 143
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hubungan kemitraan yang sudah terjalin dengan masyarakat. Konsep Polmas menunjukkan bahwa konteks network atau jaringan antar manusia merupakan sumber untuk mengontrol kejahatan. Selain itu Perpolisian Masyarakat menuntut adanya kesediaan untuk mempertanyakan aturan, prosedur, dan strategi yang berlaku guna mencapai efektivitas yang optimal serta menjamin pemberian pelayanan sebaik mungkin. Polri dituntut memiliki kemampuan beradaptasi dan keterbukaan komunikasi. Konsep Polmas sebenarnya sederhana yaitu masyarakat dengan kepolisian bisa duduk bersama dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Dua komponen utamanya adalah kemitraan dan pemecahan persoalan bersama antara polisi dan masyarakat dalam soal keamanan dan ketertiban masyarakat agar tercipta situasi yang aman dan nyaman demi kesejahteraan seluruh komponen masyarakat. Namun pelaksanaannya tidaklah sesederhana itu. Ada satu prinsip dasar yang harus ditegakkan di lapangan yaitu bagaimana mengajak masyarakat untuk bekerjasama dengan kepolisian. Syarat utama dari paradigma baru ini adalah terjalinnya kedekatan hubungan antara polisi dengan masyarakat. Penerapan Polmas di Indonesia tidak bisa diterapkan dengan sistem yang baku, yaitu dengan memakai metode yang sama di semua daerah di Indonesia. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia bersifat multikultural. Keragaman budaya, adat istiadat dan bahasa menjadi tantangan tersendiri. Selain itu perbedaan kondisi tingkat ekonomi, pendidikan dan strata dalam masyarakat juga dapat
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempengaruhi dalam pemilihan pendekatan dalam mengimplementasikan Polmas. Berbagai upaya telah dilakukan Polri dalam mengimplementasikan Polmas. Salah satunya adalah dengan membentuk FKPM (Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat) di Kecamatan dan Kelurahan/Desa. Keanggotaan FKPM terdiri dari polisi dan perwakilan masyarakat setempat yang dipilih secara demokratis. FKPM adalah wadah komunikasi, konsultasi, transparansi dan akuntabilitas Polri dengan masyarakat yang dilayaninya. Dalam rapat-rapat FKPM akan dibahas bersama berbagai masalah yang dihadapi warga, harapan dan keluhan warga, sebaliknya Polri akan menyampaikan rencana-rencana kegiatan Polri untuk mendapat dukungan warga. Namun dalam pelaksanaannya, program Polmas yang sebenarnya diidealkan untuk dapat meraih kepercayaan publik pada Polri, dalam implementasinya masih diwarnai dengan berbagai masalah. Hal tersebut diantaranya adalah sosialisasi yang belum merata, pemahaman mengenai filosofi Polmas yang belum tuntas dan merata di kepolisian sehingga seringkali dalam implementasinya hanya sekedar formalitas saja dan belum menyentuh kepada substansi dari Polmas. Selain itu masyarakat juga masih apatis terhadap keberadaan Polmas. Oleh karena itu terlibatnya lembaga diluar kepolisian sangat diperlukan dalam memperkuat akuntabilitas Polri sehingga proses sosialisasi dan kampanye Polmas dapat menyentuh seluruh stake-holders yang ada. Salah satu lembaga di commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
luar kepolisian yang dapat berperan dalam proses tersebut adalah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). LSM dipandang dapat melihat secara lebih netral, bersama masyarakat dapat melakukan pengawasan pada kinerja Polri dan memperjuangkan proses penanganan keluhan masyarakat dilakukan secara obyektif dan transparan. Lembaga Percik (Persemaian Cinta Kemanusiaan) adalah salah satu LSM yang ada di Kota Salatiga. Sebagai bagian dari masyarakat Percik ingin turut serta dalam kemitraan dengan polisi untuk merealisasikan nilai-nilai Polmas yang bermuara pada keamanan dan ketertiban di tingkat lokal. Sejak tahun 2004, Percik atas dukungan The Asia Foundation Jakarta bahkan telah menginisiasi Program Community Policing (COP) di Salatiga. COP sendiri merupakan cikal bakal lahirnya Polmas di Indonesia. Awalnya, pelaksanaan program dilaksanakan di dua RW (Rukun Warga), yaitu RW VII, Kelurahan Turusan (area perkotaan) dan RW IV, V, Kelurahan Nobowetan (area pedesaan). Program ini bertujuan untuk menyemai benih-benih saling percaya antara polisi dan masyarakat antara lain dengan cara mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat yang dilayaninya. Dalam program ini, paling tidak, masyarakat, polisi dan pemerintah mengetahui prinsip-prinsip dan filosofi program COP karena program ini sulit direalisasikan manakala tidak memperoleh dukungan dan atau legitimasi dari stakeholder di Kota Salatiga. 8 Program awal lebih dititikberatkan kepada masyarakat sipil kemudian dalam program lanjutan, Percik dan The Asia Foundation merancang dan 8
Lembaga Percik. Laporan Pelaksanaan Program Community Policing (COP) Percik di Kota
Salatiga tahun 2007 hal.1
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melaksanakan program yang menitikberatkan pada peningkatan kapasitas dan fungsi Perpolisian Masyarakat (Polmas) kepada Petugas Polmas di Kota Salatiga. Dalam kegiatannya, stakeholder Perpolisian Masyarakat diajak untuk memberikan komitmennya bagi terlaksananya program Polmas di Kota Salatiga. Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam program Perpolisian Masyarakat (Polmas) yaitu : 1. Mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat yang dilayaninya agar tercipta kemitraan
yang dilandasi oleh
saling percaya dan
saling
membutuhkan. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan polisi dalam jalinan kerjasama proaktif dengan masyarakat. 3. Menciptakan suasana kondusif bagi upaya meniadakan terjadinya tindakan kriminalitas. Sejak awal Percik menyadari bahwa untuk mencapai tujuan seperti dirumuskan di atas
diperlukan suatu proses panjang karena didalamnya
terkandung unsur adanya tuntutan terjadi perubahan sikap dan perilaku baik pada diri polisi maupun masyarakat yang selama ini sudah terlanjur saling memberi stigma yang kurang baik antara satu dengan yang lain. Sebagai Lembaga di luar Polri, Percik telah mengambil peran dalam mendukung program Polmas di Salatiga. Hal itu dilakukan dengan turut terlibat dalam proses sosialisasi dan kampanye program Perpolisian Masyarakat khususnya dalam hal normatif.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Program Polmas ini bisa dikatakan berhasil apabila masyarakat dapat paham tentang konsep Polmas, kesan negatif terhadap polisi terkikis, masyarakat terkesan polisi membaik, tumbuh empati, simpati dan percaya, paham hak dan kewajibannya, paham hukum tertulis dan tidak tertulis, paham cara mengatasi masalah dan akarnya. Sedangkan bagi kepolisian adalah polisi mampu mengikis tindakan yang menyakiti masyarakat, berperilaku sesuai harapan masyarakat, mampu bersikap sebagai mitra, terbuka bagi kerjasama, professional, etis, dan bermoral dalam bertugas, mampu menfasilitasi dan memberdayakan masyarakat.9 Melalui setiap tindakan komunikasinya Percik hendak mengawal program Polmas di Salatiga. Setiap komunikasi memiliki fungsi dan tujuan. Menurut Onong Uchjana Effendi tujuan komunikasi adalah perubahan sosial dan partisipasi sosial, perubahan sikap, perubahan pendapat dan perubahan perilaku. Demikian juga dengan komunikasi yang dilakukan Percik untuk mencapai tataran ideal perwujudan Polmas di Salatiga. Namun tidak setiap komunikasi dapat mencapai tujuannya. Sebagai sebuah proses, komunikasi mungkin saja mengalami kegagalan. Kegagalan komunikasi merupakan suatu aspek yang menggambarkan bahwa suatu tindakan dan bentuk komunikasi baik verbal, non verbal maupun simbolik tidak berjalan maksimal. Problem bisa terjadi pada tingkat komunikator, pesan, saluran dan komunikan sehingga berpotensi menyebabkan hambatan dalam melakukan tindakan komunikasi.
9
Irjen Pol. Drs. Nanan Sukarna, “Reformasi Kepolisian Negara RI (Taking The Heart and Mind)”,
disampaikan pada Diskusi Publik ProPatria. 2008, hal. 26
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk menghindari kegagalan dalam berkomunikasi diperlukan strategi komunikasi yang efektif. Strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan
komunikasi
(communication
planning)
dan
manajemen
(communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi. Penelitian ini akan mengambil titik fokus pada strategi komunikasi yang dilakukan LSM Percik dalam sosialisasi dan kampanye Polmas di Salatiga. Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif. Artinya, penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara sistematis dan akurat mengenai gejala komunikasi yang diteliti. Data dalam penelitian ini merupakan data kualitatif, yaitu berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka.
B. RUMUSAN MASALAH Setiap komunikasi memiliki fungsi dan tujuan. Demikian juga dengan komunikasi yang dilakukan Percik untuk mencapai tataran ideal bagi perwujudan Polmas di Salatiga. Namun tidak setiap komunikasi dapat mencapai tujuannya. Sebagai sebuah proses, komunikasi mungkin saja mengalami kegagalan. Untuk menghindari kegagalan dalam berkomunikasi diperlukan strategi komunikasi yang efektif. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah pokok penelitian commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana strategi komunikasi LSM Percik dalam sosialisasi dan kampanye program Polmas di Salatiga?
C. TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan strategi komunikasi Percik dalam sosialisasi dan kampanye program Polmas di Salatiga, dengan mengarahkan kajiannya pada: 1. Gambaran model Polmas di Salatiga. 2. Strategi komunikasi LSM Percik dalam Sosialisasi dan Kampanye Program Polmas di Salatiga. 3. Pengaruh dari penerapan strategi komunikasi LSM Percik terhadap sosialisasi dan kampanye program Polmas di Salatiga. 4. Kendala dan faktor pendukung dalam sosialisasi dan kampanye program Polmas di Salatiga.
D. MANFAAT PENELITIAN Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan ilmu komunikasi, khusunya pada kajian yang berkaitan dengan strategi komunikasi dalam sosialisasi dan kampanye. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini juga diharapkan bisa bermanfaat sebagai informasi dan bahan masukan untuk LSM Percik, pegiat Polmas, polisi, serta lembaga lain dalam menentukan strategi secara khusus bagi sosialisasi dan kampanye program Perpolisian Masyarakat (Polmas) di berbagai daerah di Indonesia.
E. TELAAH PUSTAKA Dalam penelitian ini, teori-teori yang relevan adalah Komunikasi, Strategi Komunikasi, Komunikasi Persuasif, Teori Opinion Leader, Social Relationship Theory. 1. Komunikasi Secara etimologis, komunikasi mempunyai arti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Istilah komunikasi diambil dari bahasa Inggris “communication”. Istilah ini diambil dari bahasa Latin communicatio bersumber pada kata “communis” yang berarti sama, dalam arti sama makna. Jadi antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat kesamaan makna (Onong U. Effendy, 1993: 27).
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya.
Perasaan
bisa
berupa
keyakinan,
kepastian,
keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan sekunder. 1) Proses Komunikasi secara primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menterjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Media primer atau lambang yang paling sering digunakan dalam komunikasi adalah bahasa. Kata-kata mengandung dua jenis pengertian, yakni pengertian denotatif (mengandung arti sebagaimana di kamus dan diterima secara umum dengan bahasa dan kebudayaan yang sama) dan pengertian konotatif (mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu). Dengan perkataan lain, komunikasi adalah sebuah proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan. Pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan menafsirkan commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengertiannya (decode). Menurut Schram, bidang pengalaman (field of experience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Umpan balik memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi sebab ia menentukan berkelanjutanya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Umpan balik bisa bersifat positif maupun negatif. Umpan balik dapat disampaikan oleh komunikan secara verbal maupun non verbal. 2) Proses Komunikasi secara Sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah lambang sebagai media pertama. Media yang sering digunakan adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, film. Pentingnya peranan media yakni media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio, televisi misalnya, merupakan media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Akan tetapi, oleh para ahli komunikasi diakui bahwa keefektifan dan efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat informatif. Menurut mereka, yang efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan persuasif adalah komunikasi tatap muka karena kerangka acuan (frame of commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
reference) komunikan dapat diketahui komunikator, sedangkan umpan balik berlangsung seketika. Dalam sebuah proses komunikasi ada unsur-unsur sebagai berikut: · · · · ·
Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan; Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang; Komunikan : Orang yang menerima pesan; Media : Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya; Efek : Dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy, 2009 : 10) Model komunikasi diatas menegaskan faktor-faktor kunci dalam
komunikasi efektif. Komunikator harus tahu khalayak mana yang dijadikannya sasaran dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam menyandi pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasarannya biasanya mengawasandi pesan. Komunikator harus mengirimkan pesan melalui media yang efisien dalam mencapai khalayak sasaran. Yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya (Effendy, 2004: 7), yaitu : a. Dampak kognitif, adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya. b. Dampak afektif, tujuan dari komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya.
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Dampak behavioral, yakni dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan. Seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasinya komunikatif. Komunikator mampu berkomunikasi sesuai dengan komunikannya. Selain itu pula, seorang komunikator harus mempunyai rencana dan tujuan, tidak saja pesan itu tersampaikan, tapi juga dapat merubah sikap dan pendapat serta mempengaruhi komunikan, hal ini dipertegas dari definisi komunikasi, yaitu “Komunikasi atau upaya–upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas penyampaian informasi serta pembentukan sikap dan pendapat”. Secara khusus Hovland menjelaskan bahwa “Communication is the process to modify the behavior of other individual”, (komunikasi adalah perubah perilaku orang lain) (Hovland dalam Effendy, 2009:10). Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). 2. Strategi Komunikasi Keberhasilan kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh penentuan strategi komunikasi. Strategi komunikasi merupakan panduan perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun tujuan strategi komunikasi antara lain: 1. To secure understanding, yaitu memastikan komunikan mengerti pesan yang diterimanya
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. To establish acceptance, yaitu pembinaan atau pengelolaan pesan yang diterima oleh komunikan. 3. To motivate action, yaitu mendorong komunikan untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang kita inginkan. Arti dari strategi komunikasi Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku yang berjudul “Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek” menyatakan bahwa : “Strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi” (Effendy, 2009 : 32). Definisi singkat disampaikan oleh Harold D Laswell, cara tepat untuk menerangkan tindakan komunikasi adalah dengan: Who says What In Which Channel To Whom With What effect ? Who? (Siapakah komunikatornya?), Says What? (pesan apa yang dikatakannya?), In Which Channel? (media apa yang digunakannya), To Whom? (Siapa komunikannya?), With What Effect (Efek apa yang diharapkannya? (kapan dilaksanakannya?, bagaimana melaksanakannya?, mengapa dilaksanakan demikian?) Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi komunikasi sangat penting karena pendekatan terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan komunikasi bisa berjenis-jenis, yakni informasi, persuasi dan instruksi. Agar pesan yang disampaikan kepada sasaran menjadi efektif, Arifin (1992:50) menawarkan strategi-strategi komunikasi sebagai berikut: commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Mengenal khalayak Untuk mencapai hasil yang positif dalam proses komunikasi, maka komunikator harus menciptakan persamaan kepentingan dengan khalayak terutama dalam pesan metode dan media. Untuk menciptakan persamaan kepentingan tersebut, maka komunikator harus mengerti dan memahami, pola pikir (frame of reference) dan lapangan pengalaman (field of experince) khalayak secara tepat dan seksama meliputi : 1) Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak yang terdiri atas: a. Pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan b. Pengetahuan khalayak untuk menerima pesan – pesan lewat media yang digunakan c. Pengetahuan khalayak terutama pembendaharaan kata yang digunakan 2) Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai – nilai dan norma – norma dalam kelompok dan masyarakat yang ada. 3) Situasi dimana kelompok itu berada. Dalam observasi atau penelitian, publik dapat diidentifikasikan dari berbagai segi, dari segi pengetahuan khalayak misalnya terdapat pesan – pesan yang disampaikan dapat ditemukan khalayak yang tidak memiliki pengetahuan, memiliki hanya sedikit, memiliki banyak, dan yang ahli tentang masalah yang disajikan. Sedang dari segi sikap khalayak terhadap isi pesan yang disampaikan dapat ditemukan khalayak yang setuju, ragu- ragu, dan yang menolak. Mengenal pengaruh kelompok dan nilai-nilai kelompok, memang merupakan hal yang harus commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikenal dan diteliti oleh komunikator untuk menciptakan komunikasi yang efektif, sebab manusia hidup dalam dan dari kelompoknya. Dalam identifikasi publik ini dapat dilihat, bahwa makin modern hidup seseorang makin banyak kelompok referensinya (reference group), selanjutnya semakin luas pula lingkungan referencenya (frame of reference). Sebaliknya semakin tradisional seseorang, makin kecil kelompok referencenya, makin sempit pula lingkungan referencenya. Artinya makin modern seseorang makin kurang dan renggang hubungannya dengan kelompok, sebaliknya makin tradisional seseorang makin kuat dan erat hubungannya dalam kelompoknya Pengenalan mengenai khalayak sangat diperlukan, unsur manusia dalam proses komunikasi adalah unsur yang sangat penting dan merupakan inti dari komunikasi. b) Menyusun pesan Syarat – syarat perlu diperhatikan dalam menyusun pesan yaitu menentukan tema dan materi. Syarat utama dalam mempengaruhi khalayak dari pesan tersebut, ialah mampu membangkitkan “ perhatian”. Hal ini sesuai dengan A-A
Procedure
atau
From
Attention
To
Action
Procedure.
Artinya
membangkitkan perhatian (attention) untuk selanjutnya menggerakkan seseorang atau banyak orang melakukan suatu kegiatan (action) sesuai tujuan yang dirumuskan. Selain A-A Procedure, dikenal pula rumus klasik AIDDA yang juga dikenal dengan adoption process, yaitu attention, interest, desire, decision, dan action. Artinya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention), kemudian commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menimbulkan minat dan kepentingan (interest), sehingga banyak memiliki hasrat (desire), untuk menerima keputusan untuk mengamalkan dalam tindakan (action). Menurut Wilbur Schramm, sebagaimana yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy (2009 : 11 – 19), syarat- syarat berhasilnya suatu pesan sebagai berikut : 1. Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan itu dapat menarik perhatian yang ditujukan. 2. Pesan haruslah menggunakan tanda–tanda yang dirasakan pada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga kedua pengertian bertemu. 3. Pesan
harus
membangkitkan
kebutuhan
pribadi
pada
sasaran
dan
menyarankan cara – cara mencapai kebutuhan itu. 4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh suatu kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok dimana sasaran pada saat digerakkan untuk memberi jawaban yang dikehendaki. c) Menetapkan Metode Setelah mengidentifikasikan situasi dan kondisi khalayak serta telah menyusun pesan sedemikian rupa, maka tahap selanjutnya adalah memilih metode penyampaian yang sesuai. Pemilihan metode ini harus disesuaikan dengan bentuk pesan, keadaan khalayak, fasilitas dan biaya. Arifin (1984 : 73) menawarkan merode komunikasi yang efektif yaitu : 1. Redundancy (repetition) Adalah mempengaruhi khalayak dengan cara mengulang-ulang pesan kepada khalayak. Dengan metode ini banyak manfaat yang dapat ditarik. Manfaat commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itu antara lain bahwa khalayak akan lebih memperhatikan pesan itu, karena justru berkonsentrasi pada pesan yang diulang-ulang, sehingga ia akan lebih banyak menarik perhatian. Manfaat lainnya, bahwa khalayak tidak akan mudah melupakan hal yang penting disampaikan berulang-ulang itu. Selanjutnya dengan metode repetition ini, komunikator memperoleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja dalam penyampaian- penyampaian sebelumnya. 2. Analizing Untuk mempengaruhi khalayak haruslah lebih dahulu mengerti tentang kerangka referensinya dan lapangan pengalaman dari khalayak tersebut dan kemudian menyusun pesan dan metode sesuai dengan itu. Hal tersebut dimaksudkan, agar khalayak tersebut pada permulaan dapat menerima pesan yang dikehendaki. Maksudnya komunikator menyediakan saluran-saluran tertentu untuk menguasai motif – motif tertentu yang ada pada khalayak, juga termasuk dalam proses canalizing ialah memahami atau meneliti dan memahami pengaruh kelompok terhadap individu atau khalayak. 3. Informatif Dalam dunia komunikasi massa dikenal salah satu bentuk pesan yang bersifat informatif, yaitu suatu bentuk isi pesan, yang bertujuan mempengaruhi khalayak dengan cara (metode) memberikan penerangan. Penerangan berarti penyampaian suatu apa adanya, apa sesungguhnya. Dengan kata lain, penyampaian sesuatu sesuai dengan fakta-fakta dan data-data yang benar serta commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendapat-pendapat yang benar. Jadi dengan penerangan (information) berarti pesan-pesan yang dilontarkan itu berisi tentang fakta-fakta dan pendapat-pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga bagi komunikan dapat diberi kesempatan untuk menilai, menimbang-nimbang dan mengambil keputusan atas dasar pemikiran-pemikiran yang sehat. 4. Persuasif Persuasif berarti, mempengaruhi khalayak dengan cara membujuk. Dalam hal ini khalayak digugah baik pikirannya, terutama perasaannya. Komunikasi persuasif lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan komunikasi informatif. Jika komunikasi informatif bertujuan hanya untuk memberi tahu, komunikasi persuasif bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku. Misal dalam sebuah penyuluhan mengenai pemakaian helm pada pengendara sepeda motor. Tataran komunikasi persuasif sampai kepada mengubah sikap pengendara untuk selalu menggunakan helm saat berkendara, tidak hanya tahu mengenai pentingnya memakai helm (komunikasi informatif). Istilah persuasi (persuasion) bersumber pada perkataan Latin persuasio. Kata kerjanya persuadere yang berarti membujuk, mengajak atau merayu. Persuasi adalah kegiatan psikologis. Agar komunikasi persuasif mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu dilakukan perencanaan yang matang. Perencanaan dilakukan berdasarkan komponenkomponen proses komunikasi (komunikator, pesan, media, dan komunikan). Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif itu berikut ini adalah teknikteknik yang dapat dipilih : commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Teknik asosiasi : adalah penyajian pesan komunikasi dengan cara menumpangkannya pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak. b. Teknik integrasi : adalah kemampuan komunikator untuk menyatukan diri secara komunikatif dengan komunikan, contohnya adalah penggunaan perkataan “kita”, bukan “saya” atau “kamu” c. Teknik ganjaran : adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara mengiming-iming hal yang menguntungkan atau yang menjanjikan harapan d. Teknik tataan : adalah upaya menyusun pesan komunikasi sedemikian rupa, sehingga enak di dengar atau dibaca serta termotivasikan untuk melakukan sebagaimana disarankan oleh pesan tersebut. e. Teknik red-herring : adalah seni seorang komunikator untuk meraih kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakkan argumentasi yang lemah untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke aspek yang dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh untuk menyerang lawan. Komunikasi persuasif perlu dilaksanakan secara sistematis. Formula AIDDA dapat dijadikan landasan pelaksanaan yaitu A – attention (perhatian), I – interest – (minat), D – desire (hasrat), D – decision (keputusan), A – action (kegiatan). Komunikasi persuasif didahulukan dengan upaya membangkitkan perhatian. Upaya ini tidak hanya dilakukan dalam gaya bicara dengan kata-kata yang merangsang, tetapi juga dalam penampilan (appearance) ketika menghadapi commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
khalayak. Ketika perhatian
sudah
terbangkitkan, kini menyusul upaya
menumbuhkan minat. Upaya ini bisa berhasil dengan mengutarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan komunikan. Tahap berikutnya dengan memunculkan hasrat pada komunikasi untuk melakukan ajakan, bujukan, atau rayuan komunikator. Disini imbauan emosional (emotional appeal) perlu ditampilkan oleh komunikator, sehingga pada tahap berikutnya komunikan mengambil keputusan untuk melakukan suatu kegiatan sebagaimana yang diharapkan. 5. Edukatif Method (metode pendidikan) Salah satu usaha untuk mempengaruhi khalayak dari suatu pertanyaan umum yang dilontarkan, dapat diwujudkan dalam bentuk pesan yang berisi: pendapat-pendapat, fakta-fakta, dan pengalaman-pengalaman. Metode ini dapat juga disebut metode mendidik. Mendidik berarti memberikan ide kepada khalayak, apa adanya dari segi kebenarannya, dengan sengaja, teratur dan berencana, dengan tujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang diinginkan. 6. Cursive Method Yang berarti mempengaruhi khalayak dengan cara memaksa. Dalam hal ini khalayak dipaksa, tanpa perlu berfikir lebih banyak lagi, untuk menerima gagasan-gagasan atau ide-ide yang dilontarkan, oleh karena itu pesan dari komunikator ini selain pendapat-pendapat juga berisi ancaman-ancaman. Metode kursif ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk peraturan-peraturan, perintah-
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perintah, dan intimidasi-intimidasi dan untuk pelaksanaannya yang lebih lancar, biasanya dibelakangnya berdiri kekuatan yang cukup tangguh. d) Seleksi dan penggunaan media. Sebelum suatu pesan disampaikan perlu dipertimbangkan tentang penggunaan media atau saluran yang paling efektif. Didalam ilmu komunikasi dikenal komunikasi langsung (face to face) dan media massa. Media komunikasi adalah sarana atau alat yang digunakan untuk mempermudah proses penyampian warta/pesan/informasi dari komunikator kepada komunikan untuk mecapai tujuan tertentu. Media komunikasi banyak jenisnya, mulai dari cetak, tulis hingga elektronik. Namun efektifitas dari masing-masing media itu sendiri juga berbeda. Karena itu seorang komunikator yang handal harus dapat memahami karakteristik media komunikasi, sehingga pada akhirnya dapat memilih media apa yang tepat dan sesuai dengan karakter pesan maupun karakter khalayaknya. Fungsi media komunikasi adalah sebagai berikut : 1. Menumbuhkan motivasi bagi para komunikan 2. Menumbuhkan daya tarik pesan atau informasi yang akan disampaikan 3. Mengefektifkan proses penyampaian pesan atau informasi 4. Mempercepat waktu yang diperlukan untuk menyampaiakan informasi 5. Menjelaskan isi dan maksud pesan atau informasi yang akan disampaikan 6. Membuat isi pesan atau informasi lebih nyata 7. Sebagai media hiburan dan pendidikan bagi komunikan
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jika sasarannya hanya terdiri dari beberapa orang saja dan lokasinya dapat dijangkau saja digunakan komunikasi langsung, termaksud jika sasarannya internal publik biasa digunakan pertemuan – pertemuan. Jika sasarannya banyak orang dan tersebar dimana – mana, maka salurannya yang sesuai adalah media massa. Sebagaimana dalam penyusunan pesan harus selektif dalam artian menyesuaikan keadaan dan kondisi khalayak, maka dengan sendirinya dalam penggunaan mediapun harus demikian adanya. e) Hambatan dalam komunikasi Dalam komunikasi, pada saat penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan sering terjadi tidak tercapainya pengertian sebagaimana yang dikehendaki, malah timbul kesalahpahaman. Tidak dapat diterimanya pesan tersebut dengan sempurna dikarenakan perbedaan lambang atau bahasa antara apa yang dipergunakan dengan yang diterima. Atau terdapat hambatan teknis lainnya yang
dipergunakan
dengan
yang
diterima.
Menurut Kreitner di
dalam
Rosady Ruslan (2003:8), menerangkan empat macam hambatan yang dapat mengganggu dalam sistem komunikasi tersebut, yaitu: 1. Hambatan dalam proses penyampaian ( process barrier) Hambatan ini bisa datang dari pihak komunikator (sender barrier) yang mendapat kesulitan dalam penyampaian pesan – pesannya, tidak menguasai materi pesan, dan belum memiliki kemampuan sebagai komunikator yang handal. Hambatan ini bisa juga berasal dari penerima pesan tersebut (receiver barrier) karena sulitnya komunikan dalam memahami pesan itu dengan baik. Hal ini dapat commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disebabkan oleh rendahnya tingkat penguasaan bahasa, pendidikan, intelektual dan sebagainya yang terdapat dalam diri komunikan. Kegagalan komunikasi dapat pula terjadi dikarenakan faktor- faktor, feed backnya (hasil tidak tercapai), medium barrier (media atau alat dipergunakan kurang tepat) dan decoding barrier (hambatan untuk memahami pesan secara tepat) 2. Hambatan secara fisik (physical barrier) Sarana fisik dapat menghambat komunikasi yang efektif, misalnya pendengaran kurang tajam dan gangguan pada sistem dan gangguan pada sistem pengeras suara (sound system) yang sering terjadi dalam suatu ruangan kuliah / seminar / pertemuan, dll. Hal ini dapat membuat pesan – pesan tidak efektif sampai dengan tepat kepada komunikannya. 3. Hambatan semantik (semantik barrier) Hambatan segi semantik (bahasa dan arti perkataan), yaitu adanya perbedaan pengertian dan pemahaman antara pemberi pesan dan penerima tentang satu bahasa atau lambang Mungkin saja bahasa yang disampaikan terlalu teknis dan formal, sehingga menyulitkan pihak komunikan yang tingkat pengetahuan dan pemahaman bahasa teknisnya kurang. Atau sebaliknya, tingkat pengetahuan dan pemahaman bahasa teknis komunikator yang kurang. 4. Hambatan psiko – sosial (psychosocial barrier) Adanya perbedaan yang cukup lebar dalam aspek kebudayaan, adat istiadat, kebiasaan, persepsi dan nilai-nilai yang dianut sehingga kecenderungan, kebutuhan serta harapan-harapan dari kedua belah pihak yang berkomunikasi juga commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbeda. Misalnya, seorang komunikator (pembicara) menyampaikan kata “momok “ yang dalam kamus besar bahasa Indonesia sudah benar. Nyatanya kata tersebut dalam bahasa sunda berkonotasi kurang baik. Jika kata tersebut diucapkan pada pidato/kata sambutan dalam sebuah acara formal yang dihadiri para pejabat, tokoh dan sesepuh masyarakat sunda, maka citra yang bersangkutan (komunikator) dapat turun karena adanya salah pengertian bahasa. f) Peranan Komunikator dalam Komunikasi Keefektifan
komunikasi
tidak
saja
ditentukan
oleh
kemampuan
berkomunikasi, tetapi juga oleh diri si komunikator. Fungsi komunikator adalah sebagai pengutara pikiran dan perasaan dalam bentuk pesan untuk membuat komunikan menjadi tahu atau berubah sikap, pendapat, dan perilakunya. Komunikan yang dijadikan sasaran akan mengkaji siapa komunikator yang menyampaikan informasi itu. Jika ternyata komunikasi yang diutarakan tidak sesuai dengan diri komunikator betapapun tingginya teknik komunikasi yang dilakukan hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. a. Etos Komunikator Keefektifan komunikasi ditentukan oleh etos komunikator. Etos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dari kognisi (proses memahami), afeksi (perasaan yang ditimbulkan oleh perangsang dari luar), dan konasi (aspek psikologis yang berkaitan dengan upaya atau perjuangan). Etos tidak timbul begitu saja, tetapi ada faktor-faktor tertentu yang mendukungnya. Faktor-faktor tersebut adalah : commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Kesiapan (preparedness) Seorang komunikator yang tampil di mimbar harus menunjukkan kepada khalayak, bahwa ia muncul di depan forum dengan persiapan yang matang. Kesiapan ini akan tampak pada gaya yang meyakinkan dan penguasaan materi yang akan dibahas. 2. Kesungguhan (seriousness) Seorang komunikator yang berbicara dan membahas suatu topic dengan menunjukkan kesungguhan akan menimbulkan kepercayaan komunikan padanya. 3. Ketulusan (sincerity) Seorang komunikator harus membawakan kesan kepada khalayak, bahwa ia berhati tulus dalam niat dan perbuatannya. 4. Kepercayaan diri (confidence) Seorang komunikator harus senantiasa memancarkan kepastian. Ini harus selalu muncul dengan penguasaan diri dan situasi secara sempurna. 5. Ketenangan (poise) Khalayak cenderung akan menaruh kepercayaan kepada komunikator yang tenang dalam penampilan dan tenang dalam mengutarakan kata-kata. 6. Keramahan (friendship) Keramahan komunikator akan menimbulkan rasa simpati komunikan kepadanya. Keramahan tidak hanya ditentukan dari ekspresi wajah tetapi pengutaraan paduan pikiran dan perasaan.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Kesederhanaan (moderation) Kesederhanaan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik tetapi juga dalam penggunaan bahasa. b. Sikap Komunikator Dalam hubungannya dengan kegiatan komunikasi yang melibatkan manusia sebagai sasarannya, pada diri komunikator terdapat lima jenis sikap, yaitu : 1. Reseptif, yaitu kesediaan menerima gagasan orang lain 2. Selektif, yaitu kemampuan memilah gagasan atau informasi 3. Dijektif, yaitu kemampuan komunikator dalan mencerna gagasan atau informasi dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan ia komunikasikan. 4. Asimilatif, yaitu kemampuan mengkorelasikan gagasan atau informasi yang ia terima dari orang lain secara sistematis dengan apa yang telah ia miliki dalam benaknya sebagai hasil pendidikan dan pengalamannya. 5. Transmisif, yaitu kemampuan komunikator dalam mentransmisikan konsep yang telah ia formulasikan secara kognitif, afektif dan konatif kepada orang lain
3. Model Komunikasi Dalam proses komunikasi yang bertujuan untuk mengubah sikap model komunikasi yang biasa dilakukan adalah: commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Model Aliran Satu Tahap Pesan model aliran satu tahap ini, langsung berhubungan dengan audincenya. Dengan kata lain, pesan yang disampaiakan mengalir tanpa ada perantara. Model aliran satu tahap mengakui bahwa tidak semua media mempunyai kekeuatan yang sama. Dan model jarum hypodermik meyakini bahwa media itu all powerfull, ibarat peluru yang ditembakkan. Pesan yang diterima sangat tergantung pada sistem seleksi yang ada pada masing-masing audience. Model aliran satu tahap mempengaruhi kemungkinan timbulnya reaksi atau efek yang berbeda dikalangan audience terhadap pesan-pesan dari media yang sama. Artinya pesan media yang sama diterima beberapa audience belum tentu menimbulkan reaksi yang sama, begitu pula dengan efek yang ditimbulkan. b. Model Aliran Dua Tahap Dalam model ini pesan-pesan tidak seluruhnya langsung mengenai audience, tetapi pesan tersebut disampaikan oleh pihak tertentu artinya pihak tertentu tersebut dikenal dengan opinion leader (pemimpin opini/pemuka pendapat). Ada dua tahap penyampaian pesan dalam aliran ini. Pertama pesan media pada opinion leader dan kedua pesan opinion leader pada audience. Menurut Everett M. Rogers (1973) ada tiga cara mengukur dan mengetahui adanya opinion leader yaitu : 1) Metode Sosiometrik Dalam metode ini, masyarakat ditanya kepada siapa mereka meminta nasihat atau mencari informasi mengenai masalah kemasyarakatan yang commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihadapinya. Misalnya masalah itu mengenai difusi inovasi, kepada masyarakat diajukan pertanyaan: “dari mana anda memperoleh informasi tentang difusi inovasi?” jadi orang yang paling banyak mengetahui dan dimintai nasihat tentang masalah tersebut dialah yang disebut sebagai opinion leader. 2) Informast Ratting Metode ini mengajukan pertanyaan tertentu kepada orang atau responden yang dianggap sebagai key informants dalam masyarakat mengenai siapa yang dianggap masyarakat sebagai pemimpin mereka. Jadi dalam hal ini responden tersebut haruslah jeli dalam mimilih siapa yang benar-benar harus memimpin dalam masyarakat tersebut. Dari segi kepribadian, pendidikan, serta tindakan yang dilakukannya terhadap masyarakat tersebut. 3) Self Designing Method. Metode ini mengajukan pertanyaan kepada responden dan meminta tendensi orang lain untuk menunjuk siapa yang mempunyai pengaruh. Misalnya. Apakah seseorang yang memerlukan suatu informasi perlu meminta keterangan kepada ibu /bapak. Jika jawabannya tidak maka hal tersebut belum menunjukkan siapa yang sering dimintai keterangan. Hal ini sangat bergantung kepada ketepatan (akurasi) responden untuk mengindentifikasi dirinya sebagai pemimpin. Opinion leader adalah orang yang mempunyai keungulan dari masyarakat kebanyakan. Adapun karakteristik tersebut adalah : a. Lebih tinggi pendidikan formalnya dibanding anggota masyarakat lainnya. b. Lebih tinggi status sosial ekonominya. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Lebih inovatif dalam menerima dan mengambil ide baru. d. Lebih tinggi pengenalan medianya (media exposure) e. Kemampuan empatinya lebih besar f. Partisipasinya lebih besar. g. Lebih Kosmopolit (mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas). Floyd Ruch (Slamet Santoso, 1992) mengatakan syarat seorang pemimipin (termasuk pemimpin opini) adalah : a. Social perception, artinya seorang pemimpin harus dapat memiliki ketajaman dalam menghadapi situasi. b. Ability in abstrac thinking, artinya pemimpin harus memiliki kecakapan secara abstrak terhadap masalah yang dihadapi. c. Emotional stability, artinya pemimpin harus memiliki perasaan stabil, tidak mudah terkena pengaruh dari luar (yang tidak dinyakini dan bertolak belakang dengan keyakinan masyarakat). c) Model Aliran Banyak Tahap Pada prinsipnya., model ini adalah gabungan dari semua model yang sudah disebutkan diatas. Model ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa menyebar kepada audience atau khalayak melalui interaksi yang kompleks. 4. Social Relationship Theory Menurut teori ini, sebuah pesan komunikasi mula-mula disiarkan melalui media massa kepada sejumlah perorangan yang terang lengkap (well-informed), yang dinamakan “pemuka pendapat” (opinion leaders). Oleh pemuka pendapat commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pesan komunikasi tersebut diteruskan melalui saluran antarpesona (dari mulut ke mulut), kepada orang-orang yang kurang terpaan media massa. Dalam hubungan sosial yang informal seperti itu, si pemuka pendapat tadi bukan saja meneruskan informasi tetapi juga menginterpretasikannya. Disini tampak adanya pengaruh pribadi yang merupakan mekanisme penting yang bisa mengubah pesan komunikasi.
F. IMPLEMENTASI KONSEP Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi berarti pelaksanaan atau penerapan. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti Strategi Komunikasi LSM Percik dalam Sosialisasi dan Kampanye Program Polmas di Salatiga. Perumusan strategi tersebut diwujudkan dalam heading pertanyaan wawancara kepada stakeholders Polmas yang merupakan target sasaran sosialisasi dan kampanye Polmas yang dilakukan Percik, yaitu masyarakat, polisi, pemerintah, dan akademisi. Dalam hal ini peneliti akan membahas dari tiap heading pertanyaan yang meliputi pendapat mengenai komunikator, pesan yang ditangkap, media yang mempengaruhi, sejauh mana efek/dampak sosialisasi dan kampanye yang dilakukan Percik, serta faktor pendorong dan penghambat dari program tersebut.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dikategorikan dalam penelitian deskriptif kualitatif. Deskriptif artinya hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. 10 Penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasanpenjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan prediksi-prediksi, atau menguji teori apapun, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan/atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi. 11 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah LSM Percik dan wilayah kerjanya di Salatiga. Percik beralamat di Jl. Patimura Km 1, Kampung Percik, Turusan, Salatiga. Alasan pemilihan LSM ini adalah karena Percik telah melakukan pilot project di Salatiga terlebih dahulu sebelum Skep Kapolri No.Pol : Skep/737/X/2005 tentang Polmas turun. LSM ini telah melakukan pengembangan Community Policing (COP) di wilayah pilot project Turusan dan Nobowetan yang menjadi embrio dari program Polmas. Adapun untuk wilayah Salatiga yang terdiri dari 22 kelurahan, penulis memilih 4 kelurahan dari 4 kecamatan yang berbeda untuk diteliti. Kelurahan tersebut adalah Kelurahan Pulutan, Kutowinangun, Kecandran dan
10
Jalaluddin Rakhmat. 1999. Metode Penelitian Komunikasi .Bandung: PT Remadja Rosdakarya,
hal.24 11
Pawito.2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS.hal.35
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Noborejo. Pemilihan 4 kelurahan tersebut mewakili karakteristik masyarakat desa dan kota. 3. Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland (1984:17) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a.
Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan melalui wawancara. Informan adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang akan dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan.
b.
Data Sekunder yaitu data yang berupa kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari buku, laporan kegiatan, media massa atau internet sebagai bahan tambahan data.
4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui beberapa cara, yaitu: a. Observasi Dalam penelitian ini digunakan observasi non partisipan atau pengamatan tidak berperan serta. Menurut Moleong (2002:126), pada pengamatan tidak berperan serta pengamatan hanya melakukan satu fungsi yaitu melakukan pengamatan.
Sehingga
peneliti
tidak
masuk
secara
langsung
dalam
mengumpulkan informasi, tetapi tetap berdiri sebagai orang luar dalam situasi sosial yang tengah diamati. Peneliti mengamati, memahami, dan mencatat segala commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan informan dan segala data yang diperlukan sehubungan dengan kegiatan penelitian. Observasi dilakukan agar peneliti dapat mengetahui kondisi atau situasi dari informan maupun wilayah penelitian. Selain itu dari hasil pengamatan peneliti memperoleh data yang dapat digunakan untuk melengkapi hasil penelitian. b. Wawancara Mendalam Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan dua pihak, pihak pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong, 2002:135). Maksud mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985:266), antara lain mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian. Teknik wawancara mendalam ini tidak dilakukan secara ketat dan terstruktur, tertutup, dan formal, tetapi lebih menekankan pada suasana akrab dan mengajukan pertanyaan terbuka. Cara pelaksanaan wawancara yang lentur dan longgar ini mampu menggali dan menangkap kejujuran informasi di dalam memberikan informasi yang sebenarnya. Hal ini semakin bermanfaat bila informasi yang diperlukan berkaitan dengan pendapat, memperlancar jalannya wawancara yang digunakan petunjuk umum wawancara yang berupa daftar pertanyaan yang telah disusun sebelum terjun ke lapangan.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Dokumen Studi dokumen digunakan untuk mendapatkan data yang diperoleh di luar informan, seperti studi pustaka, hasil penelitian terkait, laporan kegiatan, foto, maupun artikel yang sesuai dengan penelitian ini. 5. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling atau sampel bertujuan. Maksud sampling dalam hal ini adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya. Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Logika pemilihan sampel yang dipakai adalah keterwakilan dari informasi atau data. Pemilihan sampel penelitian ini bersifat purposive sampling di mana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam. Namun demikian informan yang dipilih dapat menunjukkan informan lain yang lebih tahu, maka pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan yang ada dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Di samping itu, peneliti juga membubuhkan snowball sampling sebagai awal dari proses pengambilan data. Peneliti berangkat dari seorang informan untuk mengawali pengumpulan data. Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh informasi utama dari komunikator di Percik, kemudian berlanjut kepada sasaran komunikasi program seperti anggota FKPM, pemerintah, polisi dan akademisi. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Teknik pengambilan snowball mengimplikasikan jumlah sampel yang membesar seiring dengan perjalanan waktu pengamatan. Peneliti berangkat dari seorang informan untuk mengawali pengumpulan data. Kepada informan ini peneliti menanyakan siapa lagi yang berikutnya (atau siapa saja) orang yang selayaknya diwawancarai, kemudian peneliti beralih menemui informan berikutnya sesuai disarankan oleh informan pertama, dan begini seterusnya hingga peneliti merasa yakin bahwa data yang dibutuhkan sudah didapatkan secara memadai. Untuk menghindari bias, peneliti meminta informan yang tergolong awal didatangi untuk menyebutkan beberapa (relatif banyak) nama yang disarankan untuk didatangi. 6. Validitas Data Dalam penelitian kualitatif, validitas data sering diragukan. Untuk dapat meningkatkan validitas data yang diperoleh selama penelitian, maka peneliti mengadakan member chek yaitu pada saat akhir wawancara juga pada saat wawancara berlangsung. Peneliti mengulangi dalam garis besarnya apa yang dikatakan oleh responden dengan maksud agar dia memperbaiki bila ada kekeliruan atau menambah apa yang masih kurang. Untuk meningkatkan kredibilitas data yang diperoleh selama proses penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Trianggulasi terdiri dari empat macam, yaitu dengan penggunaan sumber, metode, penyidik,
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan teori. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain. Adapun di dalam penelitian ini, trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi dengan sumber. Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal tersebut dapat dicapai dengan a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi. c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu d. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen. e. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa orang yag berpendidikan menengah, atau orang yang berpendidikan tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan. 7. Analisis Data Analisis data dilakukan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Analisa data dalam penelitian komunikasi kualitatif pada dasarnya dikembangkan dengan maksud memberi makna terhadap data, menafsirkan, atau mentranformasikan data ke dalam bentuk narasi yang kemudian mengarah pada temuan-temuan ilmiah hingga sampai pada kesimpulan-kesimpulan final. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (interactive commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
models of analysis), seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Penelitian ini bergerak di antara tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi, di mana aktivitas ketiga komponen tersebut bukanlah linear namun lebih merupakan siklus dalam struktur kerja interaktif. Di dalam penelitian kualitatif proses analisis yang digunakan tidak dilakukan setelah data terkumpul seluruhnya, tetapi dilakukan pada waktu bersamaan dengan proses pengumpulan data. Hal ini dilakukan karena analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran khusus yang bersifat menyeluruh tentang apa yang tercakup dalam permasalahan yang akan diteliti. Setelah data terkumpul, dilakukan reduksi data. Data ini sebagai bahan deskripsi keadaan, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Adapun teknik analisis data digambarkan sebagai berikut.
Pengumpulan
Penyajian
data
data
Reduksi data Kesimpulan-kesimpulan Penarikan/Verifikasi
Gambar 1. Komponen-komponen analisa data: model interaktif (Miles dan Huberman, 1992: 20)
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: a. Reduksi data (data reduction) Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data (kasar) yang ada dalam fieldnote. Proses ini berlangsung terussepanjang pelaksanaan riset yang dimulai dari bahan reduction yang sudah dimulai sejak peneliti mengambil keputusan. Data reduction adalah bagian dari analisis, suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan. b. Penyajian data (data display) Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset untuk dilakukan.dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengejakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut. Display meliputi berbagai jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja keterkaitan kegiatan, dan tabel. Kesemuanya dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti. c. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing) Dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, polapola, pernyataan-pernyataan, dan proposisi-proposisi. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Kerangka Pemikiran Penelitian ini berusaha menggambarkan bagaimana strategi komunikasi LSM Percik dalam sosialisasi dan kampanye perpolisian masyarakat di Salatiga, karena itu diperlukan kerangka berpikir yang akan membawa kepada simpulan. Berikut adalah skema kerangka pemikiran yang dipakai dalam penelitian ini: WHO?
LSM Percik Salatiga
Sosialisasi dan Kampanye
SAYS WHAT?
Polmas di Salatiga
A
Strategi Komunikasi · · · ·
I
Mengenal khalayak Menyusun pesan Menyusun metode Seleksi dan penggunaan media
IN WHICH
D
CHANNEL?
D A
TO
Masyarakat, Polisi,
WHOM?
Pemerintah, Akademisi
Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
Implementasi perpolisian
WITH WHAT
masyarakat di Salatiga
EFFECT?
Gambar 2 Skema Kerangka Pikir commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Polmas merupakan paradigma baru di kepolisian Indonesia sehingga pelibatan lembaga diluar kepolisian sangat diperlukan dalam memperkuat akuntabilitas Polri sehingga proses sosialisasi dan kampanye Polmas dapat menyentuh seluruh stake-holders yang ada. Salah satu lembaga di luar kepolisian yang dapat berperan dalam proses tersebut adalah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Lembaga Percik (Persemaian Cinta Kemanusiaan) adalah salah satu LSM yang ada di Kota Salatiga. LSM ini telah menginisiasi program Community Policing (COP) yang merupakan embrio Polmas sejak tahun 2004. Untuk mewujudkan cita-cita ideal perwujudan nilai-nilai Polmas maka dalam sosialisasi dan kampanye Polmas dibutuhkan strategi komunikasi yang tepat. Strategi pada hakikatnya adalah suatu perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mecapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. H. DEFINISI KONSEP Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu memberi batasan pengertian sebagai berikut: 1. Strategi Komunikasi Keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Sosialisasi Menurut Charlotte Buhler, sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya. Sosialisasi dapat terjadi melalui interaksi sosial secara langsung ataupun tidak langsung. Proses sosialisasi dapat berlangsung melalui kelompok sosial, seperti keluarga, teman sepermainan dan sekolah, lingkungan kerja, maupun media massa. Adapun media yang dapat menjadi ajang sosialisasi adalah keluarga, sekolah, teman bermain media massa dan lingkungan kerja. Sosialisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sosialisasi normatif, mencakup nilai dan falsafah yang terkandung dalam program Perpolisian Masyarakat seperti kesetaraan, kemitraan, pencegahan konflik dan pemecahan masalah. 3. Kampanye Kampanye adalah kegiatan komunikasi terencana yang dilakukan serentak bertujuan untuk mempengaruhi individu, kelompok atau masyarakat mengenai suatu masalah/isu/pesan. Kampanye yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan komunikasi terencana yang dilakukan Percik dalam mengkampanyekan nilai-nilai program Perpolisian Masyarakat. 4. Polmas Polmas adalah penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari kepada pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi aman dan tertib tidak mungkin dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subjek dan masyarakat sebagai objek. Oleh commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena itu dalam upaya menciptakan keamanan dan ketertiban ini harus dilakukan bersama oleh Polisi dan masyarakat, dengan cara mengajak masyarakat untuk bermitra dengan polisi. Sebagai falsafah, Polmas mengandung makna suatu model pemolisian
yang
menekankan
hubungan
yang
menjunjung
nilai-nilai
sosial/kemanusiaan dalam kesetaraan, menampilkan sikap perilaku yang santun serta saling menghargai antara polisi dan warga. Tujuannya adalah menimbulkan rasa saling percaya dan kebersamaan dalam rangka menciptakan kondisi yang menunjang kelancaran penyelenggaraan fungsi kepolisian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II DESKRIPSI LOKASI
1. LSM PERCIK A. Latar Belakang Percik Percik, merupakan lembaga independen yang diperuntukan bagi penelitian sosial, demokrasi dan keadilan sosial. Lembaga ini didirikan pada 1 Februari 1996 oleh sekelompok ilmuwan di Salatiga yang terdiri dari sejumlah peneliti sosial, pengajar universitas, serta aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang bantuan hukum serta pengorganisasian masyarakat. Para pendiri ini merupakan sebagian dari staf akademik sebuah universitas di Salatiga yang terpaksa keluar dari universitas tersebut karena menolak beberapa kebijakan dari pengurus yayasan dan pimpinan universitas yang dinilai tidak demokratis, bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan tidak menjunjung tinggi kebebasan akademis serta otonomi kampus. Berdirinya Lembaga Percik merupakan wadah baru untuk mewujudkan idealisme mereka mengenai masyarakat yang demokrastis dan berkeadilan sosial. Kelahiran Percik juga tidak dapat dilepaskan dari tuntutan yang semakin luas dalam masyarakat Indonesia tentang perlunya proses demokratisasi dilaksanakan dengan segera di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tuntutan tersebut muncul sebagai bagian dari keprihatinan yang meluas di masyarakat terhadap sistem politik yang semakin sentralistik, commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hegemonik, opresif, dan tidak toleran. Sistem politik yang tidak sehat tersebut berakibat pada rendahnya kesadaran dan partisipasi politik rakyat, tiadanya ruang publik yang memungkinkan terjadinya pertukaran wacana publik secara bebas, tidak berkembangnya lembaga-lembaga demokrasi, lemahnya penegakan hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM), serta birokrasi pemerintahan yang korup. Di lain pihak perkembangan masyarakat menunjukan kecederungan kearah masyarakat plural yang tersekat-sekat yang di dalamnya mengandung potensi konflik horisontal yang besar. Kondisi politik yang tidak sehat tersebut melanda kehidupan politik baik pada aras nasional, maupun pada aras lokal. Keterlibatan panjang staf Percik dalam berbagai penelitian dan studi pada aras lokal yang dimiliki secara individual oleh staf Percik dan dilandasi pula oleh keyakinan bahwa bagi masa depan Indonesia karena politik pada aras lokal ini justru semakin penting dan menentukan, maka lahirnya Percik merupakan perwujudan dari keinginan untuk ikut menggulirkan proses demokratisasi politik pada aras lokal. B. Visi dan Misi 1. Visi a) Visi Jangka Panjang Percik sebagai Lembaga independen yang didirikan untuk penelitian sosial, demokrasi dan keadilan sosial memiliki visi jangka panjangnya sebagai berikut:
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i.
Mendukung penciptaan masyarakat sipil, melalui pemberdayaan lembaga lembaga demokrasi dan pengembangan nilai-nilai demokrasi.
ii.
Mendorong masyarakat pada penyadaran akan dasar-dasar kehidupan masyarakat plural dan toleransi dalam seluruh kehidupan sosial.
iii.
Memberikan
perhatian
pada dasar-dasar masyarakat
sipil, HAM
khususnya bagi orang-orang yang telah dilemahkan dan dipinggirkan dari pelayanan pemerintah dan sistem hukum. b) Visi Jangka Pendek i.
Peningkatan kinerja pemerintah lokal menuju kearah pemerintahan lokal yang sehat dan baik.
ii.
Meningkatkan kesadaran politik masyarakat kearah perwujudan prinsipprinsip bernegara dan bermasyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi penegakan hukum dan menghormati Hak Azasi Manusia (HAM)
iii.
Memperkuat civil society yang berbasis pada nilai-nilai pluralisme dan toleransi.
2. Misi Untuk mewujudkan ketiga segi dari visi tersebut, misi Percik berpusat kepada tiga pilar kegiatan berikut: i. Menyelenggaraan kegiatan-kegiatan studi dan penelitian yang memenuhi standart keilmuan yang tinggi, independen, serta memenuhi nilai-nilai kegunaan bagi kehidupan masyarakat luas.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ii. Melakukan kegiatan refleksi sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap berbagai gejala yang diteliti, serta menghubungkannya dengan berbagai nilai luhur yang diyakini dan menjadi komitmen Percik. iii. Melakukan program aksi yang ditujukan kepada terciptanya masyarakat demokratis dan berkeadilan. C. Profil Kegiatan Percik Dalam perjalanan waktu kegiatan Percik telah berkembang dengan pesat pada empat areas of concern, yaitu (1) bidang politik lokal, (2) pluralisme masyarakat dan budaya, (3) civil society dan demokrasi, serta (4) hukum dan HAM. Keempat bidang perhatian ini saling kait mengait satu sama lain. Di empat bidang perhatian tersebut Percik telah mengembangkan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) Kegiatan Penelitian Percik menempatkan kegiatan penelitian sebagai salah satu pilar utama disamping kegiatan advokasi dan refleksi. Kegiatan penelitian
dilaksanakan
berdasar minat dari dalam lingkungan Percik sendiri, kerjasama dengan lembaga lain, ataupun atas ‘pesanan’dari pihak luar. Khususnya terhadap penelitian pesanan, Percik berusaha secara kritis mempertimbangkan kepentingan
dan
kemanfaatan
dari
penelitan
yang
kandungan
dipesan.
Untuk
mengembangkan kegiatan di bidang penelitian Percik mengembangkan dua pusat
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian, yaitu
Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL), serta Pusat Studi
Transformasi Praktek-Praktek Keagamaan Lokal. (2) Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL) Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL), semula bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan Politik Lokal (P3PL), berdiri pada pertengahan tahun 1999. Pendirian pusat penelitian ini merupakan wujud keinginan Percik untuk mengkaji dinamika dan perkembangan politik lokal sesudah Orde Baru, memberikan dukungan kepada kebijakan yang mempertimbangkan situasi dan kondisi politik lokal, mengembangkan fungsi pusat informasi tentang politk lokal, dan mendorong upaya pemberdayaan masyarakat dalam bidang sosial politk oleh masyarakat yang bersangkutan dengan memperhitungkan temuan penelitian. (3) Pusat Studi Transformasi Praktek-Praktek Keagamaan Lokal Disamping Pusat Penelitian Politik Lokal, Percik mengambangkan Pusat Studi
dan
Penelitian
Transformasi
Praktek-Praktek
Keagamaan
Lokal.
Pengembangan pusat studi dan penelitian ini dilatar belakangi oleh pemikiran bahwa kajian praktek-praktek keagamaan lokal sangat diperlukan untuk memahami sifat perubahan politik pada aras lokal. Kajian praktek-praktek keagamaan lokal dapat membantu mencermati berbagai bentuk ‘keagenan’ lokal dalam arti luas; ‘akar dan rute’ perubahan yang bermula sebagai proses lokal. Studi agama lokal sering diabaikan karena dianggap kurang relevan bagi pemahaman terhadap perubahan politik dan ekonomi. Pada hal praktek-praktek keagamaan membantu mengungkapkan cara-cara pemegang peran lokal commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memahami situasi setempat dan berupaya mengatasi hambatan yang mereka hadapi. Dalam praktek keagamaan, masyarakat setempat merenungkan dan menanggapi isu-isu penting serta hambatan yang mereka hadapi. Praktek keagamaan dapat dipandang sebagai cara-cara mengatasi isu-isu serta hambatan konkret yang menantang para pemegang peran lokal. Pemahaman tentang agamaagama setempat dapat menjadi kunci untuk memahami transformasi politik dalam arti yang lebih luas. (4) Seminar, Diskusi dan Loka Karya (Workshop). Kegiatan seminar, diskusi, dan loka karya diselenggarakan oleh Percik sebagai wahana untuk bertukar wacana, belajar bersama mengenai topik-topik yang diminati,
mendesiminasikan dan membahas hasil-hasil penelitian, serta
melakukan refleksi kritis terhadap perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Dalam penyelenggaraan seminar, diskusi, dan lokakarya, nilai-nilai kebebasan, keterbukaan, dan kritis mendapat perhatian dan pengutamaan. Tematema berikut menjadi pokok bahasan Lembaga Percik: a) Seminar di seputar masalah HAM dan Kebebasan Beragama. b) Seminar, Lokakarya dan Diskusi mengenai Pemilu c) Seminar tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah. d) Seminar Internasional Tahunan Dinamika Politik Lokal di Indonesia. e) Seminar Jurnal Renai yang diadakan dua kali per tahun f) Seminar Tamu. g) Seminar dengan Tema Khusus commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h) Seminar mengenai Metodologi Penelitian (5) Kegiatan Advokasi. Selain kegiatan penelitian dan penyelenggaraan seminar, lokakarya dan diskusi, Percik juga menyelenggarakan program yang bersifat advokasi. Diantaranya adalah: a) Program Kepemerintahan Lokal (Local Good Governance programme) Program ini secara khusus bertujuan untuk penguatan lembaga-lembaga demokrasi di tingkat lokal, peningkatan mutu SDM, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam penentuan kebijakan publik. Bentuk-bentuk kegiatan yang dikembangkan antara lain adalah: skill training programme di bidang kelegislatifan (legal drafting, analisis budget, dsb), pengembangan kapasitas organisasi, dan penyelesaian sengketa alternatif. Skill training programme ini antara lain diperuntukkan bagi para anggota legislatif, eksekutif, para anggota kelompok perempuan, para aktifis muda di pedesaan, dsb. Sebagai contoh kegiatan advokasi di bidang kepemerintahan lokal, adalah: 1. Lokakarya dan Pelatihan Peningkatan Kinerja Kepemerintahan yang Baik (Agustus, September 2000 dan Januari 2001) Pada bulan Agustus, September tahun 2000 dan Januari 2001, misalnya Percik menyelenggarakan serangkaian training dibidang Legislatif Drafting bagi para anggota DPRD Salatiga, bersama dengan beberapa Staf Pemerintah Kota, dan aktivis Partai Politik. Materi pelatihan dan lokakarya ini antara lain meliputi pendalaman
konsep
tetang
pengembangan commit to user
civil
society,
demokratisasi
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemerintahan lokal, serta partisipasi politik; peningkatan ketrampilan dalam bidang legislative drafting, penyerapan aspirasi masyarakat, perencanaan keuangan daerah, pencegahan konflik dan Alternative Dispute Resolution (ADR), dsb. Sebagai salah satu tindak lanjut dari progam pelatihan di atas, Percik melakukan process documentation research (PDR) terhadap kegiatan dan peranan sejumlah sampel tamatan pelatihan. Selama tiga bulan (November, Desember 2000 dan Januari 2001) kegiatan para sampel tamatan, terkait dengan materi pelatihan yang telah diterima, dipantau. Berdasar laporan pemantauan itu, para sampel tamatan membahas pelaksanaan dan perkembangan peran mereka pasca pelatihan, mengupayakan jalan keluar terhadap persoalan dan hambatan yang dihadapi,
dan/atau
memodifikasi
peran
yang
dianggap
perlu,
demi
mengembangkan optimalisasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan yang makin baik. 2. Proces Documentation Research (PDR) dan Forum Belajar Bersama Para Pengambil Keputusan di Tingkat Desa di Kecamatan Suruh. (Maret 2003) Kegiatan Process Documentation Research (PDR) untuk para pengambil keputusan di tingkat desa diawali dengan kegiatan Forum Belajar Bersama (FBB). Forum belajar Bersama yang diadakan di Percik berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama ditujukan kepada pemerintah desa dan BPD, berlangsunng pada tanggal 21-22 Maret 2003, dengan materi otonomi desa, demokratisasi, dan penyerapan aspirasi masyarakat. Sedangkan tahap kedua, yang dilaksanakan pada commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanggal 28-29 Maret 2003, dengan materi yang sama dengan melibatkan tokohtokoh masyarakat, pengurus partai politik tingkat desa, tokoh agama, tokoh pemuda, dan lain-lain. Harapan dari dilaksanakan FBB oleh Lembaga Percik ini adalah supaya elemen-elemen masyarakat desa (dalam hal ini elit-elit desa baik yang menduduki jabatan formal desa maupun yang tidak menduduki jabatan formal) dapat mengintegrasikan dirinya dengan sistem yang
terjadi di desa
sehingga peluang untuk melaksanakan otonomi dan demokratisasi di desa dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dengan tetap melibatkan partisipasi masyarakat bagi peningkatan kualitas pengelolaan pemerintahan desa. b) Program Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) dan Peningkatan Kesadaran Politik Masyarakat. Program pendidikan politik ini antara lain bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai demokrasi, hak-hak politik warga negara, serta penegakan hukum dan HAM. Untuk tujuan itu selain menyelenggarakan pelatihan (antara lain Pendidikan HAM untuk Perempuan, untuk para pamong desa, serta untuk warga gereja), berbagai bentuk advokasi, Percik juga mengembangkan materi dan modul pelatihan advokasi politik dan pendidikan HAM. Dalam rangka menyongsong Pemilu 1999, Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2004, serta Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadal), Percik ikut melakukan serangkaian kegiatan berikut: 1) Pendidikan Pemilih Pemilu 1999 di Jawa Tengah - DIY, serta di Sumba Timur. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pendidikan pemilih di Jawa Tengah dan DIY diawali dengan workshop pembentukan jaringan komunikasi dan kerja antar-LSM untuk pemberdayaan pemilih. Lima puluh empat LSM dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan DIY bersepakat untuk bekerja bersama-sama melaksanakan pendidikan pemilih di wilayah kerja masing-masing. Selain melalui jaringan 54 LSM tersebut, pendidian pemilih di Jateng dan DIY juga dilakukakan melalui Konsorsium Pendidikan Pemilih untuk Warga Gereja yang terdiri dari Lembaga Percik, Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Jateng, dan LSP Gereja Kristen Jawa. Di Sumba Timur pendidikan pemilih dilakasanakan bersama Gereja Kristen Sumba (GKS). Program pendidikan pemilih ini selain menyediakan informasi-informasi penting mengenai pelaksanaan pemilu, juga menekankan kepada penyadaran terhadap hak-hak warga negara dalam Pemilu. 2) Pendidikan Pemilih dan Pemantauan Pemilu Legislatif dan Pilpres 2004 Menjelang Pemilu Legislatif 2004, Percik melaksanakan beberapa kegiatan pendidikan Pemilih. Dengan dukungan dana dari ICCO dan PCN, Percik melaksanakan pendidikan pemilih lintas agama di Lampung, Jawa Tengah dan Sumba. Penyelenggaraan pendidikan pemilih lintas agama ini dimulai dengan melakukan pelatihan untuk pelatih (TOT atau trainning of trainners) yang diselenggarakan besama dengan berbagai lembaga dan organisasi keagamaan di wilayah setempat. Melalui tokoh-tokoh agama dan lembaga-lembaga keagamaan pendidikan pemilih dilakukan di gereja-gereja, pesantren, ataupun di tempattempat umum. Pilihan penyelenggaraan pendidikan pemilih melalui tokoh agama commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan lembaga keagamaan ini didasarkan pada hasil survey need assesment yang dilakukan oleh The Asia Foundation yang menunjukkan bahwa mereka merupakan sumber informasi dengan score tertinggi bagi pemilih di Indonesia. 3)
Pendidikan Pemilih dan Pemantauan Pilkadal 2005. Untuk pemilihan kepala daerah secara langsung di berbagai kabupaten dan
kota di Indonesia Percik bersama anggota JPPR lainnya, melaksanaan kegiatan pemantauan. Berdasar pembagian tugas, Percik diserahi tugas untuk ikut melakukan pemantauan di 12 propinsi, di 8 kabupaten atau kota, yang meliputi 43 kecamatan dan 542 desa.
Secara khusus Percik memberi perhatian kepada
partisipasi Umat Kristiani dalam kegiatan pemantauan, berdasar pertimbangan bahwa partisipasi Umat Islam telah diperhatikan oleh ormas NU dan Muhamadiah. Melalui kegiatan Desk Pembangunan Kehidupan Bergereja, Percik melakukan
kegiatan
pendidikan
kewarganegaraan
menyangkut
Pilkada.
Pendidikan kewarganegaraan ini dilaksanakan melalui kerjasama dengan lembaga dan organisasi kegerejaan. (6) Program Pemberdayaan Civil Society Program pemberdayaan Civil Society terutama menekankan pada upaya pengembangan nilai-nilai pluralisme dan toleransi, serta mendorong semakin luasnya partisipasi masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik. Diantara berbagai kegiatannya, termasuk didalamnya adalah pembentukan forum-forum komunikasi
lintas
agama
dan
lintas
golongan
commit to user
kemasyarakatan
serta
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengembangan forum warga (CBO) di tingkat lokal. Termasuk dalam program ini adalah: a) Forum Sarasehan Lintas Iman: SOBAT Perkembangan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini
menunjukkan
menguatnya cirri-ciri sebagai segregated plural society. Di banyak tempat di Indonesia, relasi antar kelompok umat beragama acap kali menegang, bahkan diwarnai dengan konflik dan kekerasan. Relasi lintas agama sering diwarnai dengan ketidak percayaan dan buruk sangka yang berkepanjangan. Komunikasi lintas agama acap kali sangat terbatas dan cenderung bersifat formal dan seremonial. Kegiatan dialog lintas iman dimulai sejak pertengahan tahun 1999. Bersama dengan Gereja Kristen Jawa (GKJ) di Salatiga, dan Pesantren Edi Mancoro, Gedangan, Percik memprakarsai pertemuan tiga hari, antara 15 pendeta GKJ dengan 15 kiai dari beberapa pesantren di Jawa Tengah. Keberhasilan pertemuan tersebut dalam mencipkatan suasana akrab, dan terbuka, melahirkan ide untuk mengembangkan program dialog lintas iman di tingkat lokal. Selama periode 1999-2004 kegiatan dialog lintas iman ini telah melahirkan 32 simpul lokal di Jawa Tengah yang pesertanya tidak terbatas kepada para tokoh agama saja. Para peserta itu berasal dari berbagai latar belakang agama yang ada (tidak lagi hanya Islam dan Kristen). Pada pertengahan tahun 2004 Percik mulai memprakarsai forum lokal dialog lintas iman di Lampung dan Sumba Barat. Di Propinsi Lampung forum commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lokal dialog lintas iman tersebut berkembang secara cepat di lima kabupaten dan di kota Bandar Lampung. Menjelang Pemilu 2004 kegiatan forum lintas iman ini meliputi juga berbagai kegiatan pendidikan pemilih lintas agama. Pogram Sobat pada dasarnya berusaha untuk (1) memperbaiki relasi lintas iman melalui hubungan pertemanan yang langsung dan akrab, (2) menciptakan kesediaan untuk belajar bersama tentang konteks lokal kehidupan mereka (3) menciptakan kesediaan untuk belajar bersama mengembangkan kemampuan untuk menghadapi ketidakpastian, krisis dan kekerasan (4) menekankan pentingnya refleksi yaitu merenungkan dan mengevaluasikan kembali proses yang sudah dilalui, dan menempatkannya dalam konteks perkembangan yang lebih luas dan menyeluruh (5) kebersamaan dalam mengembangkan etika relasi yang menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan umum, kesama derajatan, kebebasan serta kearifan lokal, (6) menghargai sejarah atau konteks lokal sebagai sumber kehidupan pokok bersama, serta (7) menekankan segi-segi praktek pada tingkat akar rumput. Untuk mencapai tujuan itu program Sobat sangat menekankan kepada proses, khususnya dalam merumuskan/ mendefinisikan persoalan bersama, dan mencari penyelesaian bersama, berdasar sumber-sumber lokal. Beberapa tema Seminar dan Workshop Sobat yang dilakukan sepanjang kurun waktu 2006: ·
“Makna Kebebasan Beragama dalam Konteks Pluralitas Umat Beragama di Indonesia Pasca Reformasi.” Pilihan tema ini antara lain diinspirasi oleh kasus pengusiran jemaat Ahmadiyah di Lombok (Nusa Tenggara Barat) dan kasus commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sama juga terjadi di Bogor, Jawa Barat. Bagi Sobat peristiwa itu penting untuk dikaji bahwa makna kebebasan beragama dalam konteks pluralitas di Indonesia khususnya, menjadi relevan. ·
“Pertemuan Persaudaraan Antar Umat Beriman Se-Jawa Tengah: Peran Umat Beriman Dalam Memperteguh Bhineka
Tunggal Ika”. Seminar
ini
diselenggarakan di Pendopo Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Dalam acara seminar yang dipercakapkan adalah implementasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah
Dalam
Pemeliharaan
Kerukunan
Umat
Beragama,
Pemberdayaan Forum Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah. ·
“Memaknai Hubungan Agama dan Negara di Indonesia (Belajar dari Polemik PBM No 9/8 Tahun 2006). Seminar ini diselenggarakan di Kampoeng Percik pada tanggal 18 Desember 2006, dan dilanjutkan dengan workshop internal Sobat pada tanggal 19 – 20 Desember 2006 di Wisma Santri Edi Mancoro Gedangan, Kabupaten Semarang.
b) Forum Kata Hawa : Forum Perempuan Lintas Iman Sebagai upaya untuk mendorong partisipasi perempuan dalam kegiatan publik lintas iman, sejak awal tahun 2004 telah terbentuk Forum Kata Hawa di Banyu Biru dan Wonogiri. Forum perempuan lintas iman ini beranggotakan perempuan dengan berbagai latar belakang agama. Dalam awal kegiatannya commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Forum ini memfokuskan diri pada upaya pengembangan wacana gender dan meminimalisir terjadinya kekerasan domestik terhadap perempuan. Forum ini menyelenggarakan pertemuan rutin bulanan dengan tempat yang berpindahpindah. Khusus pada tahun 2006 pertemuan Forum Kata Hawa mengadakan Diskusi Nasional dengan tema, “Poligami dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Tinjauan Teologi, Yuridis dan HAM.” Dalam membahas tema tersebut, permasalahannya didekati dari tiga perspektif dengan menghadirkan tiga nara sumber, masing-masing Drs Amir Mahmud S.Sos, M.Ag (Forum Kita-Solo, mewakili perspektif Islam), Pdt. Nani Minarni Sag (Kata Hawa-Wonogiri, dari perspektf Kristen) dan Prof. Dr. Siti Musdah Mulia (ICRP Jakarta dari perspektif Gender dan HAM). c) Program Belajar Bersama: Sohbat. Dalam rangka kerjasama dengan gereja-gereja di Negeri Belanda, pada Februari 2003 Percik ikut memfasilitasi dan mendukung dimulainya program lintas iman di Negeri Belanda. Program Belajar Bersama Lintas Iman yang diberi nama SOHBAT (dari bahasa Turki yang dalam bahasa Indonesia berarti sahabat atau SOBAT) berusaha mempertemuakan para pendeta dan imam masjid Turki dari lima provinsi di Negeri Belanda. Pada pertengahan tahun 2004 serombongan peserta Sohbet berkunjung selama tiga minggu ke Jawa Tengah untuk melakukan studi banding lima simpul Sobat
yaitu
Salatiga,
Pekalongan,
Purwodadi,
commit to user
Wonogiri,
dan
Klaten.
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perkunjungan balik kemudian dilakukan oleh 10 delegasi Sobat Indonesia yang berkunjung ke Negeri Belanda pada bulan Maret 2006 dengan dukungan dari PCN Belanda. Kesepeuluh delegasi tersebut terdiri dari Pendeta, Ulama dan Staf Sobat Percik. d) Desk Pengembangan Kehidupan Bergereja (DPKB) DPKB merupakan wadah yang diluncurkan pada tanggal 9 Desember 2003 oleh dua lembaga yaitu CRWRC dan Lembaga PERCIK. Area of concern dari Desk PKB adalah pembangunan masyarakat sipil dalam bergereja. Corncern ini pada satu pihak tertuju pembangunan kehidupan bergereja ke dalam, yaitu kehidupan bergereja dari anggota gereja dengan menampakkan nilai-nilai kristiani dalam interaksi sehari-hari, dan pada pihak lain ia sekaligus menjadi kehidupan dan interaksi yang membangun masyarakat sipil dengan mengacu pada nilai-nilai kesetaraan, partisipasi, transformasi, demokratisasi, pluralitas, kesinambungan dan pemberdayaan. Nilai-nilai yang diangkat ini adalah nilai-nilai kristiani yang perlu dikembangkan di dalam kehidupan publik dalam masyarakat sipil, sehingga ruang publik menjadi ajang yang di dalamnya semua anggota masyarakat dapat berinteraksi secara terus menerus dengan setara, partisipatif, demokratis dan mengakui kemajemukan menuju masyarakat yang mampu menentukan bagi diri sendiri apa yang mereka inginkan dan kemana mereka akan mengarah. e) Teologi Lokal (2006) Dalam program ini, secara ringkas yang dimaksud dengan Teologi Lokal adalah semua bentuk atau jenis refleksi iman yang menggunakan sumber-sumber commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lokal. Berbagai isu dan persoalan lokal yang menyangkut kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat luas menjadi materi penting dalam berteologi lokal. Istilah lokal dipilih untuk memberikan penegasan terhadap pentingnya kepekaan terhadap realitas lokal dalam proses berteologi. f) Wacana Lintas Iman Program ini diharapkan dapat memberikan refleksi teologis antropologis terhadap kegiatan dari hasil Sobat dan Kata Hawa. (7) Program Pendampingan di Bidang Hukum Percik memiliki dua program di bidang pendampingan hukum yaitu program bantuan hukum di bidang litigasi dan non litigasi yang dilakukan oleh Biro Pelayanan dan Bantuan Hukum (BPBH), dan program peningkatan fungsi kepolisian beorientasi masyarakat (COP) di Salatiga. a)
Program Biro Pelayanan dan Bantuan Hukum (BPBH) Dalam pelayanannya biro ini mengutamakan pelayanan kepada golongan
yang secara ekonomi, sosial, hukum dan politik terpinggirkan. Sejak tahun 1996 hingga 2004 BPBH telah menangani secara selektif 52 perkara yang berupa perkara pidana, perdata, keluarga, tanah dsb. Sejak dua tahun terakhir BPBH Percik menangani kasus-kasus class action, antara lain berkenaan dengan kasus penggunaan air dan reclaiming tanah. b)
Program
Peningkatan
Fungsi
Kepolisian
(Community Policing - COP) di Salatiga.
commit to user
Beorientasi
Masyarakat
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Program ini dilatarbelakangi oleh buruknya citra polisi di mata masyarakat yang berakibat pada kurang harmonisnya hubungan masyarakat dengan polisi. Masyarakat takut dan enggan berhubungan dengan polisi karena mereka memandang polisi sebagai sosok yang mengancam, bukan sebagai pengayom. Rasa takut masyarakat terhadap polisi dan citra polisi yang buruk itu tidak boleh dibiarkan, karena rasa takut itu
bisa berkembang menjadi apatisme atau
sebaliknya bisa menjadi sangat agresif, dengan mengambil alih peran polisi dalam bentuk main hakim sendiri, seperti gejala yang cukup banyak di masyarakat. Baik apatisme maupun agresivisme harus dicegah. Hubungan sinergi antara polisi dan masyarakat perlu dikembangkan. Polisi tidak boleh dibiarkan bermain sendiri dalam pemeliharaan keamanan. Hubungan yang kaku dan tegang antara masyarakat dengan polisi harus dicairkan dan diakrabkan agar tercipta hubungan kemitraan yang saling menguntungkan (saling membutuhkan). Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan keamanan perlu diupayakan, kecurigaan masyarakat terhadap polisi perlu dikikis, rasa saling-percaya perlu dibangun. Ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam program ini yaitu : 1. Mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat yang dilayaninya agar tercipta
kemitraan yang dilandasi oleh saling percaya dan saling
membutuhkan. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan polisi dalam jalinan kerjasama proaktif dengan masyarakat.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Menciptakan suasana kondusif bagi upaya meniadakan terjadinya tindakan kriminalitas. Dari tujuan tersebut di atas, perubahan yang diharapkan antara lain adalah meningkatnya kinerja polisi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta berubahnya persepsi masyarakat terhadap polisi dari yang menganggap polisi sebagai sosok yang menakutkan, ”pemeras”, korup, ”pelindung” penyakit masyarakat, menjadi polisi sebagai mitra masyarakat dalam menciptakan ketertiban dan keamanan. Kegiatan program COP ini antara lain meliputi (1) Need assesment untuk memperoleh pengetahuan awal tentang masalah-masalah di masyarakat yang berkaitan dengan peranan dan tugas polisi (kamtibmas). Persoalan kamtibmas tidak selalu muncul dalam bentuk “statistik” (besar-kecilnya angka kriminalitas di masyarakat) tetapi bisa dalam bentuk respek dan respon masyarakat terhadap polisi. Meskipun jumlah kriminalitas
di satu wilayah kecil misalnya, belum
tentu respon dan respek masyarakat terhadap polisi positip. Hal-hal semacam ini tidak bisa diketahui secara pasti tanpa adanya penelusuran secara mendalam. (2) Seminar mengenai temuan-temuan dalam need assesment untuk memperoleh masukan dari berbagai kalangan dan juga untuk membangun komitmen bersama antara polisi dan stakeholder di wilayah terpilih. (3) penyeleggaraan FGD (Focus Group Discussion) untuk secara bersama-sama melakukan pemetaan terhadap persoalan-persoalan yang ada di masyarakat, serta secara bersama-sama pula merumuskan cara pengatasannya, (4) malaksanakan program-program aksi yang commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menunjang tujuan adsvokasi. Seluruh bentuk dan jenis kegiatan advokasi dikoordinir oleh sebuah kelompok kerja (Pokja) yang dibentuk dan dipilih oleh komunitas di wilayah program. Kemudian dalam kurun waktu 2006 COP melakukan beberapa kegiatan lanjutan yaitu: 1. Seminar dengan tema: (a) “Hak Asasi Hidup Aman bagi Individu” (Januari 2006) dengan serangkaian diskusi mengetengahkan persoalan-persoalan terkait, antara lain: -
Citra Polisi Masa Lalu & Ke Depan
-
Belajar COP dari Yogyakarta
-
Aturan Terkait Perwujudan Rasa Aman
-
Polmas Atau COP
-
Jaring Asmara Bukan untuk Elite Saja
-
Perda tentang Kesejahteraan Sosial
-
Perubahan Kultur Polisi dari Militer ke Sipil
(b) “Kontribusi Peran Pemangku Hak Dalam Arena
PILKADA Langsung
Salatiga 2006” (Maret 2006). Dalam seminar itu dibahas antara lain mengenai isuisu terkait dengan: -
Bagaimana Mengawal Demokrasi Melalui Pilkada Salatiga
-
KPUD, Regulasi dan Sosialisasi Pilkada
-
Peran Panwas dalam Mengawasi Pilkada 2006
-
Peran Pemantau dalam Pikadal Salatiga 2006 commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Peran Polisi dalam Pengamanan Pilkada 2006
2. Publikasi: -
Koran Visi dan Misi calon Walikota dan Wakil Walikota Salatiga dalam Pilkakada 2006.
-
Leaflet serta selebaran-selebaran mengenai hak hidup aman dan beberapa sosialisasi kepada para pengguna jalan diantaranya penggunaan helm yang benar.
-
Majalah Kenthongan: yang merupakan wahana saling bertukar informasi untuk pokja-pokja COP.
(8) Pengembangan Unit Penunjang Untuk mendukung kinerja lembaga, Percik mengembangkan unit-unit penunjang yaitu perpustakaan dan dokumentasi dengan koleksi khusus, publikasi, teknologi informasi, dan pengembangan Kampoeng Percik. Lembaga Percik mengembangkan Perpustakaan dengan koleksi khusus di bidang politik lokal, perkembangan civil society, demokrasi, keadilan sosial, Hak Asasi Manusia, serta praktek-praktek keagamaan lokal. a) Perpustakaan Hingga saat ini koleksi buku-buku pada perpustakaan telah mencapai lebih dari 3500 judul. Perpustakaan ini selain dimanfaatkan oleh staf Percik untuk mendukung program-programnya, juga dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Para pengguna perpustaan ini sangat bervariasi, meliputi para peneliti, mahasiswa (diantaranya mahasiswa S2 dan S3 yang sedang melakukan penelitian), aktivis commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
LSM, anggota DPRD, tokoh masyarakat, dsb. Hingga saat ini tercatat 722 anggota dari dalam maupun luar Kota Salatiga. Disamping pengembangan koleksi buku serta penambahan jumlah anggota, bagian perpustakaan sebagai unit penunjang juga memfasilitasi diadakan diskusi bedah buku yang menurut agenda akan dilaksanakan setiap 2 bulan sekali. Untuk bulan Nopember 2006 Perpustakaan telah melakukan diskusi buku: Baptisan Massal Pasca Peristiwa 30 September 1965 (Studi Kasus Perpindahan ke Agama Kristen Pada Tahun-tahun Sesudah 1965 – 1966 di Salatiga dan Sekitarnya) b. Unit publikasi Pustaka Percik sebagai Unit penerbitan telah menerbitkan beberapa publikasi, diantaranya adalah: 1
Renai: Jurnal Politik Lokal dan Sosisal-Humaniora. Jurnal ini mengutamakan hasil-hasil penelitian dan terbit empat kali setahun.
2
Telaga: Majalah ini berfungsi sebagai media komunikasi dan pembentukan opini publik di tingkat lokal Salatiga. Sampai dengan saat ini majalah Telaga sudah terbit sebanyak sebelas terbitan.
3
Deras: Buletin ini berfungsi sebagai sarana komunikasi antar anggota jaringan untuk kegiatan advokasi. Buletin ini terbit berdasarkan isu-isu penting yang sedang berkembang di masyarakat.
4
Seri Monografi: Seri monografi merupakan terbitan sementara dari laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Percik ataupun artikel lepas.
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5
Prosiding Seminar Tahunan Dinamika Politik Lokal: Presentasi makalah dan diskusi yang berlangsung dalam seminar tahunan dinamika politik lokal diterbitkan dalam bentuk prosiding (rekaman proses).
6
Buku: Penerbitan buku-buku Percik dilakukan melalui kerjasama Pustaka Percik dengan penerbit umum seperti LKIS dan Pustaka Pelajar. Buku-buku tersebut antara lain: 90 Menit Bersama Gus Dur, Desentralisasi Dalam Perspektif Lokal, Yang Pusat dan Yang Lokal, Civil Society Pada Aras Lokal, Konflik dan Kekerasan Pada Aras Lokal, dan sebagainya.
c. Unit Teknologi Informasi Unit ini dikembangkan untuk memberikan dukungan teknis informatika terhadap berbagai kegiatan Percik yang jangkauannya semakin meluas. Selain pengembangan Web site unit ini bermaksud memberikan dukungan teknis kepada penerbitan
journal
electronik
Renai,
pengembangan
program
jaringan
perpustakaan dan pengolahan data secara electronis. Pada bulan Nopember 2006, unit ini telah melakukan pemasangan jaringan LAN di semua komputer milik Percik. Dengan demikian saat ini ada (1) sistem penyimpanan data yang lebih terstruktur, (2) komunikasi data antar komputer, (3) sharing penggunaan printer. Kemudian pada bulan Desember 2006, untuk meningkatkan konelsi internet, Percik berlangganan enam (6) account internet Wafe LAN.
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(9) Pengembangan Relasi dan Kerjasama Relasi dan kerjasama Percik dengan berbagai mitra telah berkembang dengan pesat. Relasi tersebut antara lain dengan: a. Relasi dengan berbagai pusat studi Melalui penyelenggaraan seminar internasional tahunan di bidang politik lokal, telah terjalin jaringan antar para pemerhati dan peneliti di bidang politik lokal dari berbagai pusat studi di dalam maupun luar negeri. Kerjasama dengan berbagai pusat studi juga terbina melalui kerjasama di bidang penelitian. Beberapa diantaranya adalah kerjasama dengan P3PK Gajah Mada, kantor Menteri Riset dan Teknologi, Universitas Melbourne, dan Free University di Amsterdam. Sejak tahun 2000 Universitas Twente di Negeri Belanda mengirimkan beberapa mahasiswanya untuk berada 6 bulan di Percik dalam rangka kuliah kerja atau penulisan tesis mereka. Bersama-sama dengan Free University di Negeri Belanda, beberapa universitas dari Vietnam, Thailand, Singapore, Malaysia, dan Indonesia, Percik ikut mengembangkan jaringan studi Asia Tenggara. Jaringan ini semakin memperoleh bentuknya melalui penyelenggaraan seminar dan konferensi pada akhir Maret 2005 yang lalu. Selain kerjasama di bidang penelitian, kerjasama dengan Free University di Amsterdam mengambil bentuk kesediaan Universitas tersebut mendukung program studi lanjut staf Percik. Empat orang staf Percik memperoleh dukungan pendanaan dari Free University untuk melanjutkan studi S2 mereka di beberapa Universitas di Indonesia. commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mulai awal Januari 2006 Percik telah melakukan kerjasama dengan program Sourth East Asia - ANU (Australian National University), yaitu menerima mahasiswa dari universitas tersebut untuk melakukan Practical Assigment (KKN) di Percik. Pada tahun 2006 sudah ada dua mahasiswa dari ANU yang melakukan Practical Assigment, dan akan dilanjutkan pada tahuntahun berikutnya. b. Relasi dengan berbagai kelompok dan organisasi keagamaan Relasi dengan berbagai kelompok keagamanaan, khususnya di tingkat lokal, terbina melalui kerjasama di bidang advokasi. Relasi dengan Matakin terbina dangan baik melalui keikutsertaan Percik dalam memperjuangkan pengakuan terhadap Kong Hoe Tjoe sebagai agama resmi di Indonesia. Relasi dan kerjasama dengan organisasi gereja-gereja di Indonesia, dengan pesantren, organisasi Islam, Hindu dan Budha terjalin melalui kerjasama dalam mengembangkan
forum-forum dialog pada tingkat
lokal dan
dalam
penyelenggaraan program bersama untuk kepentingan umum (antara lain misalnya
program
besama
dalam
pengentasan
kemiskinan,
program
pengembangan wacana pluralisme, demokrasi, dan pendidikan kewarganegaraan). c. Relasi dengan berbagai LSM di tingkat lokal, profinsial, nasional Relasi Percik dengan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat terbentuk melalui keikutsertaan dalam beberapa jaringan lembaga atau organisasi swadaya masyarakat baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Beberapa jaringan itu antara lain adalah: commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(a) Kelompok Indonesia bagi Penanggulangan Kemiskinan Struktural (KIKIS).12 (b) Forum Pengembangan Partisipasi Masayarakat (FPPM). 13 (c) Forum Partisipasi Pembaharuan Desa (FPPD)14 (d) Kaukus 17 ++. 15 (e) Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR)16 d. Relasi dengan berbagai lembaga donor Relasi dengan The Ford Foundation terjalin sejak tahun 1999. The Ford Foundation
telah
memberikan
dukungan
pendanaan
antar
lain
bagi
pengembangkan Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL). Dukungan dana tersebut memungkinkan Percik melakukan kegiatan penelitian, mengorganisir seminar tahunan dinamika politik lokal, menyelenggarakan pelatihan penelitian bagi peneliti pemula dari beberapa daerah di luar Jawa. The Ford Foundation juga telah memfasilitasi keikutsertaan staf percik dalam perkunjungan studi ke beberapa negara, yaitu India, Brazilia dan Inggris. Dalam salah satu penyelenggaraan 12
KIKIS beranggotakan beberapa LSM, organisasi masyarakat, lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang bergerak di
bidang advokasi kebijakan bagi penanggulangan kemiskinan struktural. Jaringan ini antara memfungsikan diri sebagai resouce sharing dalam rangka memperkuat kapasitas gerakan advokasi bersama. Percik menjadi anggota dari focal point petani sawah, satu diantara 6 focal point yang menjadi perhatian KIKIS. 13
FPPM merupakan wahana terbuka bagi lembaga-lembaga pemerintah, swadaya masyarakat,perguruan tinggi dan swasta
yang mempromosikan pendekatan partisipatoris dalam program-program pembangunan. Melalui FPPM gagasan dan pengalaman mengenai pengembangan partisipasi masyarakat saling dipertukarkan. Pertukaran ini pada gilirannya dapat mendorong prakarsa, perancangan, dan proses perubahan yang inovatif dengan menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama.
14
FPPD merupakan merupakan arena bagi proses pembelajaran
dan pertukaran pengetahuan multi pihak yang
memungkinkan penyebarluasan gagasan pembaharuan desa, konsolidasi gerakan dan jaringan, serta kelahiran kebijakan yang responsive terhadap desa. 15 16
Jaringan ini merupakan forum bersama untuk pengembangan Forum Warga. JPPR merupakan koalisi dari 30 organisasi yang bekerjasama untuk melakukan program pendidikan pemilih dan
pemantauan Pemilu.
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seminar tahunan dinamika politik lokal, selain dari Ford Foundation, Percik memperoleh dukungan pendanaan dari Oxfam Hongkong. Sejak akhir tahun 1998 the Asia Foundation di Jakarta telah bekerjasama dengan Percik antara lain dalam program-program pemberdayaan pemilih dan pendidikan kewarganegaraan, peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan lokal, dan program peningkatan kinerja kepolisian berbasis masyarakat. Percik bekerjasama dengan Christian Reformed World Relief Committee dalam
melaksanakan
program-program
pendidikan
kewarganegaraan
dan
peningkatan kapasitas organisasi di lingkungan warga dan lembaga gereja. Sejak awal tahun 2005 kerjasama dengan CRWRC ini juga meliputi program pemulihan Aceh pasca tsunami. Sejak tahun 2003 Percik telah bekerjasana dengan Uniting Protestant Chuches in the Netherlands untuk pengembangan program-program dialog dan kerjasama lintas Iman di Indonesia dan di Negeri Belanda. Bersama dengan ICCO Gereja-gereja Belanda ini
ikut mendukung pelaksanaan program pendidikan
pemilih lintas agama di Sumatra Selatan, Sumba dan Jawa Tengah. (10)
Pengembangan Kampoeng Percik Sejak tahun 2002 secara bertahap Percik mengembangkan tempat kerja
yang diberi nama Kampoeng Percik. Tempat kerja ini terletak di kota Salatiga berjarak sekitar 1 km dari pusat kota. Di atas tanah seluas 1.25 ha, tempat kerja ini terdiri dari 6 rumah tradisional Jawa dari kayu jati tua yang semula merupakan
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rumah-rumah penduduk di pedesaan.17 Rumah-rumah tersebut kini difungsikan sebagai kantor administrasi, ruang kerja staf, ruang perpustakaan, aula seminar, kantin, dan rumah tamu. Dengan lokasi yang berada ditengah persawahan, lingkungan pepohonan yang hijau, udara yang sejuk dan segar, Kampoeng Percik memberi suasana yang akrab dengan alam, nyaman untuk bekerja dan berseminar. Di masa mendatang Percik bermaksud melengkapi Kampoeng Percik ini dengan fasilitas untuk pusat pelatihan.
17
Rumah-rumah tersebut dipindahkan dari tempat asalnya tanpa mengubah bentuk aslinya.
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. KOTA SALATIGA A. Sejarah Kota Salatiga adalah kota kecil di propinsi Jawa Tengah, mempunyai luas wilayah ± 56,78 km², terdiri dari 4 kecamatan, 22 kelurahan, berpenduduk 176.795 jiwa. Terletak pada jalur regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota Semarang dan Surakarta, mempunyai ketinggan 450-800 meter dai permukaan laut dan berhawa sejuk serta dikelilingi oleh keindahan alam berupa gunung (Merbabu, Telomoyo, Gajah Mungkur). Kota
Salatiga
dikenal
sebagai
kota
pendidikan,
olah
raga,
perdagangan, dan transit pariwisata. Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkapkan asalusul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti, maupun penelitian dan kajian yang cukup detail. Dari beberapa sumber tersebut Prasasti Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal-usul Kota Salatiga. Berdasarkan prasasti ini Hari Jadi Kota Salatiga dibakukan, yakni tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Nomor 15 Tahun 1995 Tentang Hari Jadi Kota Salatiga. a. Prasasti Plumpungan Cikal bakal lahirnya Salatiga tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut prasasti Plumpungan. Berdasarkan Prasasti yang berada di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo itu, maka commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, yang ada pada saat itu merupakan wilayah Perdikan. Sejarahwan yang sekaligus ahli Epigraf Dr. J. G. de Casparis mengalihkan tulisan tersebut secara lengkap yang selanjutnya disempurnakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka. Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum tentang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang ketika itu bernama Hampra, yanng kini bernama Salatiga. Pemberian perdikan tersebut merupakan hal yang istimewa pada masa itu oleh seorang raja dan tidak setiap daerah kekuasaan bisa dijadikan daerah Perdikan. Perdikan berarti suatu daerah dalam kerajaan tertentu yang dibebaskan dari segala kewajiban pembayaran pajak atau upeti karena memiliki kekhususan tertentu. Dasar pemberian daerah perdikan itu diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang raja. Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli tahun 750 Masehi itu, ditulis oleh seorang Citraleka, yang sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa jawa kuno: "Srir Astu Swasti Prajabyah" yang berarti "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian". Sejarahwan memperkirakan, bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya, yang memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali. Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah Perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan. Atas dasar
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No. 15 tahun 1995 maka ditetapkan Hari Jadi Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli. b. Zaman Penjajahan Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota Salatiga, berdasarkan Staatblad 1917 No. 266 mulai 1 Juli 1917 didirikan Stood Gemente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa. karena dukungan faktor geografis, udara sejuk dan letaknya sangat strategis, maka Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa penjajahan Belanda. c. Zaman Kemerdekaan Kota Salatiga adalah Staat Gemente yang dibentuk berdasarkan Staatblad 1923 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-Undang No. 17 tahun 1995 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ditinjau dari segi administratif pemerintah dikaitkan dengan kondisi fisik dan fungsi Kotamadya Daerah Tingkat II, keberadaan Daerah Tingkat II Salatiga yang memiliki luas 17,82 km dengan 75% luasnya merupakan wilayah terbangun adalah tidak efektif. Berdasarkan kesadaran
bersama dan didorong kebutuhan
areal pembangunan demi
pengembangan daerah, muncul gagasan mengadakan pemekaran wilayah yang dirintis tahun 1983. Kemudian terealisir tahun 1992 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1992 yang menetapkan luas wilayah Salatiga menjadi 5.898 Ha dengan 4 Kecamatan yang terdiri dari 22 Kelurahan. Berdasarkan
commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
amanat Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Kota Salatiga B. Gambaran Wilayah Kota Salatiga terletak antara 007.17’ dan 007.17’.23” Lintang Selatan dan
antara 110.27’.56,81” dan 110.32’.4,64” di kelilingi oleh wilayah Kabupaten Semarang, antara lain: ·
Sebelah Utara: Kecamatan Pabelan (Desa Pabelan dan Desa Pajaten) dan Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo, Desa Watu serta Desa Agung)
·
Sebelah Selatan: Kecamatan Getasan (Desa Sumogawe, Desa Samirono serta Desa Jetak) dan Kecamatan Tengaran (Desa Patemon dan Desa Karang Duren)
·
Sebelah Timur: Kecamatan Pabelan (Desa Ujung-ujung, Desa Sukoharjo serta Desa Glawan) dan Kacamatan Tengaran (Desa Bener, Desa Tegal Waton serta Desa Nyamat)
·
Sebelah Barat: Kecamatan Tuntang (Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa Sraten serta Desa Gendongan) dan Kecamatan Getasan (Desa Polobogo). Kota Salatiga dilalui oleh jalan Arteri Primer (jalan nasional) Semarang –
Solo. Salatiga menjadi perlintasan dua kota besar di Jawa Tengah (Semarang – Solo) serta perlintasan dari Jawa Timur (jalur tengah) ke Semarang dan Jawa Barat sehingga transportasi darat melalui Salatiga cukup ramai. Salatiga berjarak 100 km dari Yogyakarta dan 53 km dari Solo, serta Secara administratif Kota Salatiga mempunyai 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan, dengan Jumlah RT 1038 dan commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
RW 198 pada Tahun 2010. Berikut adalah Luas Wilayah Kota Salatiga per kelurahan. Pada awalnya Kotamadya Salatiga hanya terdiri dari satu kecamatan saja, yaitu Kecamatan Salatiga. Seiring dengan adanya pemekaran wilayah, Kota Salatiga mendapatkan beberapa tambahan daerah yang berasal dari Kabupaten Semarang. Hingga sekarang, secara administratif Kota Salatiga terdiri dari 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan. 1. KECAMATAN SIDOREJO ·
Kelurahan Blotongan
·
Kelurahan Sidorejo Lor
·
Kelurahan Salatiga
·
Kelurahan Bugel
·
Kelurahan Kauman Kidul
·
Kelurahan Pulutan
2. KECAMATAN TINGKIR ·
Kelurahan Kuto Winangun
·
Kelurahan Gendongan
·
Kelurahan Kali Bening
·
Kelurahan Sidorejo Kidul
·
Kelurahan Tingkir Lor
·
Kelurahan Tingkir Tengah
3. KECAMATAN ARGO MULYA ·
Kelurahan Noborejo commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
·
Kelurahan Ledok
·
Kelurahan Tegalrejo
·
Kelurahan Kumpulrejo
·
Kelurahan Randuacir
·
Kelurahan Cebongan
4. KECAMATAN SIDOMUKTI ·
Kelurahan Kecandran
·
Kelurahan Dukuh
·
Kelurahan Mangunsari
·
Kelurahan Kalicacing
C. Pemerintahan Untuk memenuhi standar pelayanan bagi masyarakat, Salatiga memiliki organisasi perangkat daerah yaitu: 1 Sekretariat Daerah (9 Bagian), 1 Sekretariat DPRD, 4 lembaga teknis daerah/badan, 10 Dinas, 4 Kantor,1 Inspektorat, 4 Kecamatan dengan 22 Kelurahan dan 25 UPT. Menurut data sampai dengan Oktober 2010, jumlah PNS di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga adalah 4172 orang. Pada tahun 2010 jumlah PNS golongan I berjumlah 219 orang, golongan II 943 orang, golongan III 1996 dan golongan IV 1014 orang. Sementara banyaknya PNS tingkat pendidikan adalah 205 Orang lulusan SD, 200 Orang lulusan SMP. 845 Orang lulusan SMU/SMK, 426 Orang lulusan Diploma III, 1686 Orang lulusan Strata 1 dan 181 Orang lulusan Strata 2 dan Strata 3.
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Visi dan Misi 1) Visi : Salatiga yang sejahtera, mandiri dan bermartabat ·
“Sejahtera” mempunyai arti meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar, fasilitas umum, pelayanan publik dan pembangunan berwawasan lingkungan.
·
“Mandiri” mengandung arti mewujudkan Kota Salatiga sebagai pusat kegiatan masyarakat yang berkemampuan serta berperan aktif dalam pembangunan yang dilandasi oleh jiwa dan semangat kewirausahaan untuk meningkatkan potensi dan daya saing daerah.
·
“Bermartabat” bermakna untuk mewujudkan Kota Salatiga sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan yang tunduk pada prinsip-prinsip tata pemerintahan yang bersih, profesional, berwibawa, demokratis, menjunjung tinggi supremasi hukum, dan penghormatan yang tinggi terhadap hak asasi manusia.
2. Misi 2.1 Menyediakan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar a. Peningkatan akses pendidikan b. Peningkatan akses pelayanan kesehatan 2.2 Mengelola tata ruang kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan a. Mengembangkan penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial b. Penanganan atas penyandang masalah sosial c. Kemiskinan, konflik-konflik sosial, kesenjangan pemerataan pendapatan.
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.3 Meningkatkan perekonomian daerah berbasisi ekonomi kerakyatan dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan c. Pemberdayaan ekonomi lokal d. Pemberdayaan rumah tangga kurang mampu e. Produksi dan produktifitas hasil pertanian dan perikanan f. Peningkatan partisipasi publik dalam pembangunan. 2.4 Melestarikan nilai-nilai kearifan lokal dalam rangka memperkuat identitas dan jati diri daerah a. Menyelaraskan pembangunan dengan budaya serta nilai kearifan lokal masyarakat (local wisdom). b. Mengembangkan hubungan yang sinergis antara pemangku kepentingan pembangunan c. Mengembangkan hubungan yang sinergis antara pemangku kepentingan menuju terciptanya pembangunan yang berbasis pada upaya peningkatan kesejahteraan, kemandirian. d. Meningkatkan tata kelola pemerintah dengan prinsip-prinsip good governance e. Mewujudkan konsep good governance, pembangunan daerah dan pengelolaan sektor publik dilakukan dengan berbasis pada partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. f. Mengembangkan pemahaman politik melalui budaya politik demokratis yang santun dan mengedepankan supremasi hukum commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.5 Peningkatan
kualitas
masyarakat
menuju
masyarakat
demokratis
membutuhkan adanya pendidikan politik. a. Mengembangkan
pengarustamaan
gender
dalam
berbagai
bidang
kehidupan dan perlindungan anak, remaja, serta perempuan dalam segala bentuk diskriminasi dan eksploitasi E. Lambang Daerah
1. Makna warna dalam lambang daerah: a. Putih : kejujuran/ kesucian b. Kuning emas : berarti keluhuran / keagungan / kemulian/ kejayaan c. Hijau : kemakmuran d. Biru : kedamaian e. Hitam : keabadian/ keteguhan f. Merah : keberanian 2. Makna bentuk dan motif yang terkandung dalam lambang daerah: a. Bentuk Perisai: melambangkan pertahanan dan ketahanan wilayah/daerah. b. Lukisan dasar tanpa batas berwarna biru laut: melambangkan kesetiaan. commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Bintang bersudut lima berwarna kuning emas yang disebut "Nur Cahaya" melambangkan bahwa rakyat Salatiga adalah insan yang percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. d. Lukisan Sadak Kinang: melambangkan kesuburan daerah Salatiga dan sumber kekuatan. e. Lukisan
dua
buah
gunung
yang
berhimpit
menjadi
satu:
melambangkan bersatunya rakyat dengan Pemerintah Daerah, disamping melambangkan Kota Salatiga berada di daerah pegunungan yang berhawa sejuk. f. Lukisan Padi dan Kapas: melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Salatiga, sedangkan jumlah biji padi 24 buah dan daun kelopak bunganya berjumlah 7, melambangkan tanggal dan bulan hari jadi Kota Salatiga g. Lukisan Patung Ganesa: melambangkan peranan dan fungsi Salatiga sebagai kota pendidikan. h. Susunan Batu Bata: melambangkan status Kota / Kotamadya; sedangkan 4 lekukan serta 5 kubu perlindungan melambangkan diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada Tahun 1945. i. Pita
dengan
tulisan
"SRIR
ASTU
SWASTI
PRAJABHYAH":
mempunyai makna "Semoga Bahagia Selamatlah Rakyat Sekalian".
commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
j. Diatas lambang bertuliskan "SALATIGA": menyatakan bahwa lambang ini adalah milik Daerah Kota Salatiga. F. Sesanti Kota Sesanti Kota Salatiga adalah: "HATI BERIMAN", yang ditetapkan dalam Perda Kodya Tingkat II Salatiga Nomor 10 Tahun 1993 tentang Penetepan Semboyan Kota Salatiga Hati Beriman. Adapun kepanjangan dari sesanti Hati Beriman adalah: a. S E H A T : kesehatan jasmani, rohani, dan lingkungan; b. T E R T I : kesadaran sosial dan disiplin; c. B E R S I H : kondisi kehidupan yang bersih secara fisik dan psikis; d. I N D A H : keindahan alam; e. A M A N : keamanan lingkungan pemukiman, kerja, dan umum. Keindahan alam di kaki Gunung Merbabu adalah motivasi untuk mewujudkan sesanti "Hati Beriman". G. Politik, Hukum dan Keamanan Kota Salatiga merupakan Kota yang tenang dan dan memiliki kondisi politik, hukum dan keamanan yang stabil. Kondisi yang stabil merupakan salah satu modal dasar bagi tumbuh berkembangnya investasi perekonomian dan pembangunan. Politik dalam negeri di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga didukung oleh adanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dimana salah satu fungsinya mewakili aspirasi rakyat yang dalam hal ini adalah masyarakat Kota Salatiga. commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Beberapa kasus pelanggaran hukum baik pidana, perdata dan lalu lintas yang dilaporkan maupun yang sudah ditangani, yaitu.
Gambar 3 Tabel Perkara/Kasus Pelanggaran Hukum Kota Salatiga Tahun 2006 – 2010
Tahun
Kasus pelanggaran hukum
Perkara Pidana Perdata
Politik
Lakalantas
dan HAM 2006
Dilaporkan
190
-
-
158
49
11
-
647
186
-
-
165
81
36
-
1907
Dilaporkan
200
-
-
97
Terselesaikan
113
42
-
4532
-
-
-
-
Terselesaikan
147
44
-
12.799
Dilaporkan
188
52
-
2914
Terselesaikan
165
43
-
2914
Terselesaikan 2007
Dilaporkan Terselesaikan
2008
2009
2010
Dilaporkan
Sumber : Pengadilan Negeri / Bagian Hukum Setda Kota Salatiga Catatan: Data tahun 2010 sampai Oktober Untuk menangani kasus di Kota Salatiga, pada tahun 2009 Polres Salatiga memiliki sarana Prasarana dan personil 515 personil polres, 1 kantor polres, 1 commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kantor polsek, 1 kantor pos polisi dan 1 kantor lantas. Adapun pelanggaran yang terjadi dalam lalu lintas, salah satunya karena para pengendara tidak memiliki SIM, jumlah pencari SIM di Kota Salatiga yang dirinci sesuai kategorinya pada tahun 2009 adalah 5025 pencari SIM A, 815 pencari SIM B, 15408 pencari SIMC. Kondisi Kota Salatiga yang cukup aman, namun masih terdapat 8 kasus unjuk rasa politik dan 1 unjuk rasa ekonomi. Peran aparat keamanan dan msyarakat pada umumnya diperlukan untuk menjaga stabilitas kemanan agar tetap kondusif.
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III STRATEGI KOMUNIKASI LSM PERCIK DAN PENGARUHNYA
Pada Bab III ini akan dipaparkan sejumlah data dan pembahasan mengenai strategi komunikasi LSM Percik dalam sosialisasi dan kampanye Polmas di Salatiga dan pengaruhnya. Data diperoleh selama penelitian dari proses observasi, studi pustaka dan wawancara (interview) dengan sejumlah informan yang dianggap memenuhi prinsip keterwakilan data, yaitu dari: a. Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat b. Polisi c. Pemerintah d. Akademisi
A. TEMUAN DATA 1. Sekilas Tentang Gambaran Perpolisian Masyarakat di Salatiga Program perpolisian masyarakat diawali tahun 2005 melalui Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, melalui model ini penyelenggaraan fungsi kepolisian lebih menekankan pendekatan kemanusiaan (humanistic approach) sebagai perwujudan dari kepolisian sipil dan menempatkan masyarakat sebagai mitra kerja yang setara dalam upaya penegakan commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum dan pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Masyarakat terbagi atas beberapa kelompok, sehingga dalam implementasinya model Polmas dibagi 2 (dua) yaitu : 1. Polmas model wilayah Polmas wilayah mencakup satu atau gabungan beberapa area/kawasan pemukiman (RW). Pembentukan Polmas model ini harus lebih didasarkan pada keinginan masyarakat itu sendiri, walaupun proses ini bisa saja dilatarbelakangi oleh dorongan polisi. 2. Polmas model Kawasan Polmas kawasan merupakan model Polmas yang diterapkan pada satu kesatuan area kegiatan dengan pembatasan yang jelas. Pembentukan Polmas model ini dapat dilakukan atas inisiatif bersama. Hal ini sesuai dengan keterangan dari Kanit Bin Polmas, AIPDA Tri Wibowo yang menyatakan bahwa: Polmas di Salatiga itu dibagi Polmas wilayah dan Polmas kawasan. Kalau Polmas wilayah di kelurahan dengan membentuk FKPM. Kalau Polmas kawasan itu berdasarkan kawasan yang sama misalnya dalam satu universitas. Untuk penyelesaian masalah menggunakan pendekatan dengan tokoh, hampir sama dengan FKPM. (Wawancara 12 Desember 2011 di Polres Salatiga) Christina Arief, koordinator wilayah Salatiga dari Percik, juga mengatakan hal yang senada : Pemilihan program ada Polmas kawasan dan Polmas wilayah. Polmas wilayah itu adalah berbasis dimana mereka tinggal pada wilayah yang sama (RT, RW, Kelurahan). Tetapi ketika kami memilih universitas tertentu itu kan kawasan, dimana mereka tidak tinggal dalam satu wilayah commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sama tetapi mereka memiliki kepentingan yang sama di dalamnya. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
2. Strategi Komunikasi Percik dalam Sosialisasi dan Kampaye Program Polmas di Salatiga Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya.
Perasaan
bisa
berupa
keyakinan,
kepastian,
keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan, baik itu dampak kognitif, afektif maupun behavioral. Untuk mencapai tujuan dalam mensosialisasikan dan mengkampanyekan tentang Perpolisian Masyarakat, maka Percik perlu didukung oleh suatu strategi komunikasi yang efektif agar hal – hal yang disampaikan dalam rangka sosialisasi dan kampanye Polmas di Salatiga dapat berjalan dengan baik. Empat hal yang merupakan inti dalam penyusunan suatu strategi komunikasi yaitu: a. Mengenal khalayak b. Menyusun pesan c. Menetapkan metode d. Seleksi dan Penggunaan Media
commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan menggunakan keempat hal tersebut maka dapat diketahui
mengenai
strategi komunikasi yang digunakan Percik dalam mensosialisasikan dan mengkampanyekan program perpolisian masyarakat. Strategi tersebut adalah:
a. Mengenal Khalayak (Analisis Khalayak) Langkah pertama dalam melakukan kegiatan komunikasi yang terencana adalah dengan melakukan analisis khalayak. Hal ini dilakukan untuk dapat menetapkan strategi komunikasi yang tepat dan mengenali dengan pasti siapa yang menjadi khalayak sasaran. Upaya untuk mengenali khalayak sasaran dapat ditempuh melalui kegiatan analisis khalayak, yang berisi langkah-langkah: pengumpulan fakta, analisis kebutuhan khalayak, dan identifikasi permasalahan yang dihadapi khalayak. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya digunakan untuk menganalisis kebutuhan khalayak dan mengidentifikasi permasalahan yang sedang dihadapi yang akan dijadikan patokan dalam merumuskan tujuan program komunikasi. Hal ini sejalan dengan yang dilakukan Percik. Manajer program COP Percik, Hery Wibowo, menjelaskan : Need assessment merupakan penelitian awal apakah masyarakat itu masih percaya kepada polisi, apakah polisi masih percaya kepada masyarakat untuk soal-soal reformasi keamanan atau soal-soal pengamanan lingkungan di wilayah mereka masing-masing. Hal yang lain adalah kita melakukan pemetaan, kita petakan apa kebutuhan masyarakat. (Wawancara 2 November 2011 di Percik)
commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tahap pertama program COP/Polmas adalah melakukan penelitian awal atau yang disebut dengan need assesment (NA). Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperoleh pengetahuan awal tentang masalah-masalah di masyarakat, pengetahuan dan persepsi serta harapan-harapan masyarakat terhadap peranan dan kinerja polisi. Secara lebih spesifik, tujuan need assesment ini adalah untuk : (1). Membantu mendapatkan isu utama dalam kegiatan COP; (2). Menolong melakukan penentuan wilayah pelaksanaan program COP secara bertanggung jawab, lebih akurat dan terarah; dan (3) Mendapatkan model kegiatan COP di tingkat wilayah. Selanjutnya dijelaskan lebih mendalam oleh koordinator Polmas untuk wilayah Salatiga, Christina Arief dari Percik. Beliau mengatakan : Proses awalnya kami mengadakan need assessment di enam wilayah RW, tetapi karena keterbatasan tenaga juga biaya pada saat itu sehingga kami hanya memilih 2 wilayah pilot project. Nah 2 wilayah itu ya memang pertemuannya terpisah, antara masyarakat saja lalu polisi saja. Baru setelah masyarakat mau baru ditemukan, lalu ada kelompok kerja (pokja). Pokja itulah yang kemudian bekerja merancang kegiatan. (Wawancara 8 November 2011 di Percik) Penelitian awal atau Need Assesment (NA) dilakukan di enam RW di empat kelurahan (Kelurahan Sidorejo Lor, Salatiga di Kecamatan Sidorejo; Kelurahan Noborejo di Kecamatan Argomulyo, dan Kelurahan Kecandran di Kecamatan Sidomukti). Wilayah-wilayah tersebut termasuk dalam wilayah kerja tiga Kepolisian Sektor (Polsek), yakni Polsek Sidorejo, Argomulyo dan Sidomukti. Pilihan atas wilayah penelitian didasarkan pada pembagian wilayah perkotaan dan pedesaan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
corak dan dinamika masalah antara komunitas pedesaan dan perkotaan. Selanjutnya dari dua karakter wilayah terpilih, ditetapkan dua RW di Kelurahan Sidorejo Lor, dua RW di Kelurahan Salatiga dan masing-masing satu RW di Kelurahan Noborejo serta Kecandran. Pemilihan RW tersebut dilakukan berdasarkan karakteristik sosial masyarakatnya, diantaranya perluasan wilayah pedesaan menjadi perkotaan, lokasi yang berdekatan dengan lingkungan kampus (banyaknya tempat kos) dengan berbagai konsekuensinya, dan tingkat kriminalitas. Selain itu, juga dimaksudkan untuk memberi fokus terhadap kemungkinan kemampuan jangkauan program. Warga Noborejo, Jamiludin, menjelaskan kondisi wilayahnya yang terpilih menjadi pilot project Percik: Nobo itu wilayah peralihan, sebenarnya dari desa pindah menjadi kelurahan kan, masih dalam peralihan. Jadi karakter desa itu masih kuat, jadi jiwa kegotong royongan pada dasarnya masih kuat. Terus di satu sisi kesiapan warga untuk menerima perubahan belum ada. Karena sekarang Noborejo dijadikan sentra industri. (Wawancara 17 November 2011 di tempat kerja pak Jamiludin)
Sumber informasi dikumpulkan dari 30 responden yang dipilih secara acak dan tersebar di masing-masing RT dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
di masing-masing
RW
melalui
wawancara
tertutup
(close
questionaire) dan terbuka (open questionaire). Keterangan yang didapat dari Siswoyo, warga Nobowetan : Awalnya Percik melakukan pendekatan, jalan-jalan ke masyarakat. Tanya-tanya tentang banyak hal sampai akhinya perlu ada program COP commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di Noborejo. Waktu itu ada tawaran dari Percik. Percik itu sebagai jembatan, sebagai fasilitator, menjembatani polisi dengan masyarakat. Sebagai perwakilan dari masyarakat sebagai sampel adalah kami. Waktu itu juga kegiatan-kegiatannya dipandu oleh Percik. (Wawancara 24 November 2011 di Nobowetan)
Penelitian need assesment (termasuk analisa) dilakukan pada bulan Januari-Pebruari 2005. Penulisan laporan dilakukan pada bulan Maret 2005. Tentang hasil analisis khalayak, Hery Wibowo, mengatakan : Dari hasil survey yang kita lakukan ternyata lebih dari 60% masyarakat masih mempercayai bahwa polisi masih merupakan sosok yang dianggap mampu untuk melakukan pengamanan di lingkungan masyarakat. Itu memang berbanding terbalik dengan persepsi-persepsi masyarakat selama ini mengenai polisi sebelum program Polmas (Wawancara 2 November 2011 di Percik) Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan Christina Arief : Meski dalam penelitian ini ditemukan sejumlah persepsi masyarakat yang kurang baik terhadap polisi, tapi bersamaan dengan itu pula masyarakat masih menaruh kepercayaan kepada polisi dalam menyelesaikan persoalan kamtibmas dan pelanggaran hukum. (Wawancara 8 Novemver di Percik)
Kesimpulan yang didapat dari need assement tersebut adalah meski telah terjadi pemisahan antara Polri dengan TNI, namun polisi belum serta merta bisa meninggalkan kultur lama yang mengedepankan watak militeristik. Perubahan watak yang belum tuntas itu berpengaruh terhadap cara pandang dan bertindak kepada masyarakat. Polisi dianggap masih menampakkan wajah militeristik, kurang ramah, masih membedakan status sosial masyarakat, cenderung mempersulit, terkesan mudah mengancam (main kuasa), dan berperilaku korup. Akibatnya masyarakat merasa takut, enggan, trauma dan merasa tidak menerima commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manfaat saat berhubungan dengan polisi. Meski persepsi masyarakat terhadap polisi kurang baik namun ternyata masyarakat masih menaruh rasa percaya kepada polisi dalam menyelesaikan persoalan Kamtibmas dan pelanggaran hukum. Kepercayaan ini merupakan modal besar untuk melanjutkan program reformasi polisi ke arah fungsi polisi yang dicita-citakan. Setelah proses need assessment dilakukan, kemudian Percik mengadakan review dalam bentuk seminar. Seminar ini bertujuan untuk memperoleh masukan dari berbagai pihak atas hasil need assesment dan membangun komitmen bersama antara polisi dan stakeholder khususnya dengan wilayah terpilih. Beberapa tema dalam seminar COP Percik ialah: 1. Perjalanan Reformasi Polisi Pasca UU No. 2 Tahun 2002 oleh Irjen Farouk Muhammad [Gubernur PTIK], (Makalah : Merealisasikan Konsep Kepolisian “Sipil”). 2. Diskusi Hal Ikhwal tentang Community Policing (COP) oleh Erlyn Indarti [Dosen FH UNDIP dan Akpol Semarang], (Makalah: Padi Masak, Jagung Mengupih: Membangun Community Policing, Mewujudkan Civil Society). 3. Program COP dan penguatan masyarakat sipil oleh Kepala Biro Binamitra Polisi Daerah Jawa Tengah dan Drs. Soekamid, M.Sc (International Organization for Migration Indonesia - IOM) 4. Diskusi laporan Penelitian NA dan Sharing pengalaman COP di Indonesia oleh Tim COP Percik dan Herbin Siahaan [The Asia Foundation], (Makalah: Pengembangan Community Policing (COP) di Indonesia). commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Topik 1,2 dan 3 dimaksudkan untuk membuka wawasan peserta tentang COP, sedangkan topik ke-4 adalah penyajian dan diskusi hasil NA oleh Percik. Awalnya Percik menduga akan terjadi pembelaan, baik secara pribadi maupun secara institusional dari pihak Polres Salatiga terhadap hasil penelitian ini, juga ada kekhawatiran sebahagian peserta, khususnya para responden yang juga diundang hadir dalam seminar ini akan mendapat ”tekanan” dari pihak polisi karena informasi yang mereka berikan. Ternyata hal tersebut tidak terjadi, pihak polisi (Polres Salatiga) menerima hasil penelitian ini sebagai sebuah harapan besar dari masyarakat untuk merubah kinerja dan citra kepolisian. Kritik yang sangat pedas juga ditanggapi secara baik oleh Polres Salatiga. Setelah mendapatkan gambaran melalui proses need assesment dan review dalam bentuk seminar, tim COP Percik melakukan evaluasi dan memilih wilayah pilot project yaitu di wilayah RW VII Dusun Turusan Kelurahan Salatiga (wilayah kerja Polsek Sidorejo) dan Dusun Nobo Wetan [RW V&VI] (wilayah kerja Polsek Argomulyo). Pemilihan ini didasarkan beberapa pertimbangan antara lain: 1. Dusun Turusan merupakan wilayah perkotaan yang cukup rawan (pencurian, perjudian) dan Percik berada dalam wilayah ini. Oleh karena itu Percik juga memiliki
tanggung jawab
sosial untuk mengembangkan
community
developmentnya dengan masyarakat setempat; 2. Berdasarkan hasil penelitian, wilayah Dusun Nobo Wetan lebih rawan dibandingkan dengan Dusun Kecandran. Di samping itu, masyarakat Nobo commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terlanjur apriori terhadap keberadaan NGO karena mereka
pernah
’dikecewakan’ oleh NGO berkaitan dengan tanah bengkok desa.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Jamiludin, penduduk Noborejo : Dulu di Nobo mayoritas kan petani, mendapat tanah bengkok, nah sekarang tanah bengkok sudah beralih menjadi industri. Otomatis mengurangi dan menghilangkan mata pencaharian sebagian besar penduduk. Itu sedikit banyak berpengaruh pada warga sehingga cenderung sensitive. (Wawancara 17 November di tempat kerja pak Jamiludin – Noborejo)
Setelah itu, Percik beserta wilayah terpilih melakukan penyusunan program melalui FGD. Dalam FGD ini bersama-sama stakeholder melakukan pemetaan persoalan-persoalan yang ada, kemudian merumuskannya berdasarkan skala prioritas, dan merencanakan tindak lanjut dalam bentuk kegiatan-kegiatan bersama menyangkut apa bentuknya, bagaimana dilaksanakan, bagaimana cara pengawalannya, bagaimana anggarannya. Tugas Pokja yang terbentuk ini adalah: 1. Menjadi fasilitator sekaligus mediator hubungan antara polisi dengan masyarakat, terutama di komunitasnya, tanpa mengambil alih tugas kepolisian yang represif 2. Merancang program berdasarkan aspirasi yang berkembang di komunitas dan sumber-sumber lain yang dianggap relevan 3. Melakukan sosialisasi program COP ke masyarakat 4. Mengawal pelaksanaan program COP 5. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Membangun relasi kemitraan dengan kepolisian tanpa mengabaikan sikap kritis-obyektif 7. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program kepada Percik sebagai penggagas dan komunitas sebagai stakeholder
Siswoyo yang waktu itu menjabat sebagai ketua pokja COP menjelaskan : Waktu itu saya yang menjadi ketua Pokja COP di Nobowetan, Pokja itu tugasnya menjembatani polisi dan masyarakat supaya bisa membaur dan ada komunikasi yang terbangun (Wawancara 24 November dengan pak Siswoyo di Noborejo) Lebih lanjut Christina Arief selaku koordinator wilayah Salatiga dari Percik mengatakan : Nah awalnya baik di 2 wilayah, Nobowetan dan Turusan memang pertemuannya terpisah, antara masyarakat saja lalu polisi saja. Mau tidak kami mau melakukan hal ini baru setelah masyarakat mau polisi mau baru ditemukan, lalu kemudian kami membentuk kelompok kerja (pokja). Pokja itulah yang kemudian bekerja merancang kegiatan. (Wawancara 8 November di Percik)
Pokja kemudian menyusun sejumlah kegiatan formal dan informal untuk mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang bersifat fun dan menarik perhatian masyarakat, yaitu: 1. Kegiatan Formal : a. Pelatihan Siskamling untuk warga oleh polisi b. Penyuluhan hukum (termasuk hukum adat), narkoba, kenakalan remaja, serta bidang-bidang lain terkait commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Peningkatan SDM anggota polisi, diantaranya kursus bahasa Inggris serta komputer d. Membuat program Polisi sahabat anak e. Sosialisasi mengenai informasi kriminal kontemporer baik yang sudah maupun akan terjadi serta cara penanganannya 2. Kegiatan Informal : e. Olahraga bersama f. Kesenian bersama g. Memasak bersama h. Kegiatan sosial bersama i. Kegiatan siskamling bersama j. Kunjungan siskamling k. Meningkatkan forum kantibcarlantas l. Turnamen olahraga bersama
Hal ini sejalan dengan pernyataan Hery Wibowo dari Percik yang menjelaskan bahwa: Untuk tahap pertama itu cuma bermain bersama, main catur bareng, main badminton bareng supaya mereka duduk dan bermain bersama (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
Siswoyo, ketua Pokja Nobowetan menjelaskan bahwa :
Kami sebagai Pokja merancang kegiatan seperti sosialisasi, lomba, permainan, sarasehan, kerja bakti bersama antara polisi dengan commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat. Waktu itu juga pernah diadakan pentas seni tari, kami pilihkan campur sari yang main adalah Cinde Laras, kelompok campur sari terkenal di daerah sini. Sehingga betul masyarakat yang datang banyak. (Wawancara 24 November 2011 di rumah pak Siswoyo – Noborejo)
Dalam program yang dirancang Percik dan Pokja terlihat masyarakat dan polisi antusias. Sejalan dengan itu tujuan program ini juga sedikit demi sedikit tercapai. Hal ini tampak
pada olah raga, baik jalan santai, sepak bola,
bulutangkis, ping-pong, catur, paling tidak sudah mulai tampak bahwa kebekuan hubungan antara polisi dan masyarakat sudah mulai mencair. Hal ini juga terlihat dalam beberapa kegiatan lain seperti, masak bersama, lomba mewarnai gambar tentang polisi idaman anak. Haryati yang mengikuti proses awal pembentukan Pokja sampai terlaksananya program-program mengatakan bahwa : Saya melihat program itu berhasil karena di setiap acara masyarakat yang datang banyak, polisi dan masyarakat juga bisa membaur. Waktu itu acaranya diselenggarakan beruntun, olahraga, lomba masak, mewarnai anak, dan hubungan antara polisi dengan masyarakat itu lama-lama mulai cair (Wawancara 24 November 2011 di rumah ibu Haryati – Nobowetan)
Setelah penguatan kapasitas masyarakat untuk memiliki kesetaraan sehingga memiliki kecairan hubungan dengan Polisi tercapai di wilayah pilot project desa Turusan dan Nobowetan, maka langkah selanjutnya adalah fase peningkatan partisipasi masyarakat untuk memberikan perhatian terhadap persoalan Kamtibmas dan juga mendorongkan advokasi untuk kepolisian. Dijelaskan Christina Arief bahwa : commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari tahun 2004-2007 itu adalah penguatan kapasitas masyarakat untuk memiliki kesetaraan atau kecairan hubungan dengan Polisi. Setelah itu ada pergeseran supaya lebih balance, kami berharap kedua belah pihak saling mempunyai kerjasama yang baik untuk meningkatkan pelayanan polisi.(Wawancara 8 November di Percik) Hal senada diungkapkan Hery Wibowo : Setelah hubungan mulai cair kita mulai mengelompokkan sesuai dengan kebutuhan dan persoalannya. Ada advokasi Kebijakan khusunya untuk institusi kepolisian dan peningkatan kapasitas pegiat Polmas kalau di salatiga pengurus FKPM baik pengetahuan, kemampuan untuk mengadvokasi, dan melibatkan juga unsur pemerintah. (Wawancara 2 November 2011 di Percik)
b. Menyusun pesan Percik terjun dalam sosialisasi dan kampanye Polmas dalam hal normatif, yaitu bagaimana mensosialisasikan dan mengkampanyekan nilai dan filosofi yang terkandung dalam perpolisian masyarakat. Nilai-nilai tersebut adalah kemitraan, kesetaraan, problem solving dan conflict prevention. Pesan komunikasi yang disampaikan adalah mendorongkan reformasi keamanan dan ketertiban melalui kinerja kepolisian yang baik (good governance). Hal tersebut seperti yang diungkapkan Christina Arief, koordinator program COP wilayah Salatiga, bahwa : Sosialisasi program Polmas itu dilakukan kepolisian, tetapi ketika mensosialisasikan nilai dan filosofi di dalam Program Polmas itu yang kami lakukan. Pencapaiannya ada pelayanan public yang baik melalui good governance. Bagaimana mendorongkan pelayanan publik. Kita menggunakan kegiatan advokasi yang didalamnya ada komunikasi sebagai kunci. (Wawancara 8 November 2011 di Percik) Koordinator program COP/Pomas dari Percik, Hery Wibowo juga mengatakan bahwa : commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Percik mendorong adanya forum-forum dimana masyarakat dan polisi bisa duduk setara, forum itu bisa digunakan untuk menagih pelayanan yang maksimal dari pemerintah, dari polisi, dari pengambil kebijakan. Forum itu juga digunakan untuk memecahkan masalah, mencegah konflik bahkan mendorong terciptnaya good governance (Wawancara 2 November 2011 di Percik)
Secara lebih spesifik pesan komunikasi yang coba disampaikan Percik kepada Pemerintah (Kesbangpol dan Linmas) adalah bagaimana mendorong turunnya anggaran keamanan di wilayah-wilayah. Pada detik terakhir itu disadari ternyata di seluruh kegiatan tetap membutuhkan pembiayaan kegiatan. Maka disana lalu didorongkan pihak pemerintah untuk memberikan perhatian. Karena pemerintah itu punya dana banyak di Kesbangpol dan Linmas. Nah itu didorongkan melalui pertemuan dengan pihak Pemerintah, Bappeda, Kesbangpol dan Linmas. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
Untuk mensosialisasikan dan mengkampanyekan nilai-nilai dan filosofi yang ada Polmas, Percik memilih khalayak potensial agar pesan-pesan yang disampaikannya efektif dan efisien. Sejalan dengan itu untuk mendukung strategi komunikasi, pesan komunikasi yang akan disampaikan kepada komunikan harus disesuaikan dengan kerangka referensinya. Komunikan atau khalayak sasaran dalam hal ini adalah masyarakat (FKPM), polisi, pemerintah dan akademisi. Mereka perlu mengetahui prinsip-prinsip dan filosofi program Polmas karena program ini sulit direalisasikan bila tidak memperoleh dukungan dan atau legitimasi dari stakeholder di Kota Salatiga. Hal ini dijelaskan oleh pernyataan Hery Wibowo dari Percik bahwa : Untuk Polmas ada beberapa stakeholders, polisi, pemerintah, pegiat Polmas, dan masyarakat itu sendiri. Masyarakat ini kita pilah-pilah juga, commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
golongan masyarakat di kawasan tertentu dan di wilayah tertentu. Misalnya di wilayah pedesaan nanti kita progamnya yang berkaitan dengan isu-isu yang terjadi di desa itu sendiri. Kalau di suatu desa yang lain juga menyesuaikan. Isu apa yang sebaiknya dibicarakan disana. Jadi masih hal-hal seperti itu yang kita lakukan. Mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten. Jadi kita tidak merancang begitu ketat kegiatan kita, tapi apa kebutuhan masyarakat untuk suatu program Polmas. Nah sasaran yang lain kalau polisi itu polisi secara umum. Tapi yang akan kita gembar-gemborkan adalah bagaimana mereformasi polisi di dua fungsi, fungsi rekrim (reserse dan criminal) dan fungsi lalu lintas. Karena dua fungsi ini yang merupakan dua etalase kepolisian. (Wawancara 2 November 2011 di Percik)
Lebih lanjut Christina Arief, koordinator wilayah Salatiga menjelaskan : Dari tahun 2004-2007 itu adalah penguatan kapasitas masyarakat untuk memiliki kesetaraan atau kecairan hubungan dengan Polisi. Tahun 2007 sampai sekarang itu ada pergeseran supaya lebih balance, karena masyarakat itu dari tahun 2004-2007 sudah mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan polisi tapi belum ada sambutannya. Tahun 2007 kami berharap kedua belah pihak saling mempunyai kerjasama yang baik untuk meningkatkan pelayanan polisi.. Tahun 2007 partisipannya juga bergeser karena ada mahasiswa, artinya ada kelompok-kelompok muda yang kemudian diharapkan bisa mengawal proses reformasi keamanan kedepannya. Karena teman-teman akademisi ini kan lebih independent, tidak memiliki kepentingan untuk memberikan suara yang baik terhadap kinerja kepolisian di masyarakat. Lalu yang lain adalah pergeseran sasaran terhadap kelompok-kelompok agama. Hal ini sebagai bagian dari conflict prevention dan untuk kehidupan beragama yang baik. (Wawancara 8 November 2011 di Percik) Sasaran yang dianggap potensial oleh Percik adalah sebagai berikut : 1. Polisi Semenjak reformasi, institusi kepolisian memiliki kewenangan yang sangat luas dalam bidang keamanan dalam negeri dan penegakan hukum. Namun sejumlah kendala masih dihadapi oleh institusi kepolisian. Kendala-kendala yang hingga saat ini masih menyelimuti institusi kepolisian antara lain: commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Kapasitas Sumber Daya Manusia dan dana belum cukup memadai untuk memikul tanggung jawab di atas. b. Problem kultural polisi berwatak militeristik sulit untuk dihilangkan atau diminimalisir. c. Citra negatif polisi di mata masyarakat masih sangat dominan (korup, pemeras dan keras). d. Sistem politik dalam negeri yang relatif belum stabil bisa mengakibatkan reformasi kepolisian dibawa seperti masa Orde Baru bahkan bisa lebih buruk. e. Problem sistemik yang masih dialami oleh kepolisian.
Sejalan dengan itu, Kanit Bin Polmas, AIPDA Tri Wibowo menjelaskan bahwa: Jumlah polisi di Indonesia saat ini masih jauh dari angka memadai jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia. Untuk Polmas selama ini juga tidak ada dana dari kepolisian, jadi semuanya sukarela. (Wawancara 12 Desember di Polres Salatiga) AIPTU Sriyati juga menambahkan bahwa: Untuk menghilangkan kultur polisi yang militer butuh proses baik untuk polisi sendiri atau bagi masyarakat untuk menghilangkan predikat itu. (Wawancara 12 Desember di Polres Salatiga)
2. Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Tujuan pembentukan FKPM antara lain sebagai salah satu perangkat yang diharapkan bisa mewujudkan kemitraan polisi dan masyarakat. Di satu sisi patut diapresiasi khususnya dalam konteks reformasi kepolisian. Namun disamping itu commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses pembentukan dan pengisian organisasi tersebut ternyata masih menyisakan sejumlah masalah, antara lain ialah: a. Proses
pembentukan
FKPM,
bagi
sebagian
pihak
menilai
kurang
mengedepankan prinsip partisipatif, dan lebih mengutamakan aspek mobilisasi. b. Kapasitas pengurus FKPM belum memadai, dimana sebagian besar mempunyai keterbatasan sumber daya manusia dan pengetahuan yang cukup tentang tugas dan kewajibannya dalam program Polmas. Situasi ini, bisa membuka peluang, munculnya relasi polisi-masyarakat tetap tidak seimbang. c. Dari sisi keorganisasian, FKPM belum mempunyai strategi advokasi bagi keberlanjutan organisasi ini dalam reformasi keamanan.
Alasan ini diperkuat oleh pernyataan Syafii, ketua FKPM Pulutan : Pembentukan FKPM itu kan karena SKEP Kapolri 737 tahun 2005. Setelah ada itu langsung dibentuk dimana-mana. Dulu tidak melalui kelurahan tapi dari babin langsung ke tokoh masyarakat. Mencari orangorang yang memang tokoh masyarakat di masing-masing wilayah. Dulu awalnya juga tidak memahami tentang FKPM. (Wawancara 11 November 2011 di rumah Pak Syafii – Pulutan) Sejalan dengan pernyataan Syafii, ketua FKPM Noborejo, Jamiludin mengatakan bahwa : Itu yang membentuk dari kepolisian. Itu kita waktu itu dikoordinasi pak Lurah mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat, dari ketua RW, tokoh pemuda, tokoh agama dan teman-teman yang selama ini punya power cukup di lingkungan. Setelah dibentuk diberi penyuluhan dari babinnya. (Wawancara 17 November 2011 di rumah pak Jamiludin – Noborejo) commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Begitupula yang diungkapkan Sujiono, FKPM Kutowinangun : Itu terbentuk tahun 2005 oleh polisi. Prosesnya satu orang tiap RW, yang sudah terbiasa menangani masalah di tiap wilayah diseleksi lalu kita undangi. Setelah itu dibentuk kepengurusannya. Prosesnya seperti itu, jadi ada tokoh-tokoh masyarakat dan dari keamanan kampung. (Wawancara 8 November 2011 di rumah bapak Sujiono – Kutowinangun) Senada dengan pernyataan sebelumnya, Yudi, ketua FKPM Kecandran mengungkapkan : Awalnya kita bertemu, dari kepala kelurahan, mengumpulkan beberapa tokoh-tokoh. Disana kita membentuk forum kemitraan polisi dan masyarakat. Dari awal ada bayangan bahwa FKPM itu tangan panjang dari Kepolisian terkait masalah kamtibmas. Ternyata independent. (Wawancara 8 November 2011 di rumah bapak Yudi – Kecandran)
3. Masyarakat Umum Motto polisi adalah pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Motto ini sejatinya juga bisa berarti bahwa masyarakat adalah pemilik (owner), sekaligus subyek dari polisi. Sayangya untuk mengimplementasikan motto itu polisi belum sepenuhnya berhasil karena sikap dan perilaku polisi yang korup, militeristik, serta lebih berorientasi pada kekuasaan dan materi masih dominan. Dalam konteks ini penting untuk melibatkan masyarakat sebagai pihak ekstenal untuk mengontrol dan mengawal reformasi kepolisian. Upaya itu harus disertai juga dengan gerakan advokasi kepada masyarakat. Pelibatan masyarakat memiliki posisi strategis, antara lain, karena: a. Bargaining position masyarakat dengan polisi masih sangat rendah.
commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Sebagian besar masyarakat belum memiliki pengetahuan cukup tentang anatomi polisi dalam segi struktur, fungsi, tugas dan kewenangannya dalam reformasi keamanan. c. Demoralisasi di kalangan anggota polisi, dalam beberapa kasus, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor intern kepolisian, tetapi terkadang (sebagian) masyarakat malah turut mendukungnya. d. Masyarakat belum sepenuhnya appresiatif terhadap reformasi internal kepolisian untuk berubah ke civilian police. e. Partisipasi masyarakat, khususnya kelompok minoritas (anak-anak, pemuda, perempuan, kelompok marginal) untuk mendukung program reformasi kepolisian belum terbangun.
Syafii, warga Pulutan mengungkapkan bahwa: Dulu memang ada jarak antara polisi dengan masyarakat. Lalu kalau polisi ada di tengah masyarakat orang itu asumsinya siapa yang akan ditangkap, siapa yang bermasalah. Nah orang akan takut.(Wawancara 11 November di rumah Pak Syafii – Pulutan) Hampir serupa dengan itu, Jamil juga menambahkan bahwa : kalau hubungan dengan polisi sebelumnya sosok yang namanya polisi itu adalah sosok yang kalau orang desa bilang itu sosok yang paling diemohi. Yang paling tidak di maui. Ah polisi paling gini-gini. Kalau dulu kalau sudah ada melibatkan polisi, wah pasti ada masalah, kalau ada polisi di jalan, wah pasti ada masalah. (Wawancara 17 November di rumah Pak Jamil – Noborejo) Bejo, warga Kutowinangun menerangkan juga bahwa : Awalnya hubungan dengan polisi itu jauh, kebanyakan ketakutan, karena dari masyarakat taunya kalau ada polisi masuk pasti ada apa-apa. commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Istilahnya mau cari orang atau ada apa. (Wawancara 9 November di rumah Pak Bejo - Kutowinangun) Prapti, warga Kecandran mengungkapkan bahwa : Kalau dulu orang malas berhubungan dengan polisi, ujung-ujungnya ada apa-apa. Masyarakat kalau bisa ya tidak berurusan dengan polisi. (Wawancara 24 November di rumah Bu Prapti – Kecandran)
4. Pemerintah Sebagai salah satu pihak yang memegang mandat untuk terwujudnya tertib sosial, pemerintah selayaknya ikut mendukung program reformasi keamanan. Namun sayangnya, reformasi keamanan masih dianggap kebutuhan sekunder dalam pembangunan. Hal ini disebabkan oleh, antara lain: a. Pemerintah beranggapan bahwa sektor keamanan tidak menghasilkan pendapatan untuk anggaran belanja negara baik pusat maupun daerah. b. Pemerintah beranggapan bahwa sektor keamanan merupakan urusan instansi vertikal khususnya lembaga kepolisian. c. Pemerintah seringkali menggunakan polisi sebagai ‘pemadam kebakaran’ apabila terjadi gejolak di masyarakat. d. Upaya pemerintah dalam koordinasi dan konsolidasi untuk membangun reformasi sektor keamanan belum tersistematisir dengan baik.
Umbu Dedo Ngara dari Kesbangpol dan Linmas menjelaskan bahwa: Pemda memberi kontribusi sejauh yang diminta. Jadi kita berdasarkan inisiatif dari pihak bawah. Pada akhirnya disadari bahwa Polmas ini sesuai dengan salah satu moto atau sesanti Salatiga Beriman yaitu nyaman. (Wawancara 15 Desember 2011 di Kesbangpol dan Linmas) commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Christina Arief menyatakan bahwa: Pada detik terakhir itu disadari ternyata di seluruh kegiatan tetap membutuhkan pembiayaan kegiatan. Maka disana lalu didorongkan pihak pemerintah untuk memberikan perhatian. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
5. Akademisi Kalangan akademisi dipandang memiliki intelektualitas yang tinggi, dapat berpikir kritis dan pro pada perubahanan. Selain itu kalangan ini lebih independent, tidak memiliki kepentingan sehingga dapat memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan mengawal kinerja kepolisian di masyarakat. Hery Wibowo, program manajer COP Percik menjelaskan bahwa : kelompok muda ini yang kemudian diharapkan bisa mengawal proses reformasi keamanan kedepannya. Karena teman-teman akademisi ini kan lebih independent, tidak memiliki kepentingan untuk memberikan suara yang baik terhadap kinerja kepolisian di masyarakat. (Wawancara 8 November di Percik) Teguh Kayan, mahasiswa Hukum STAIN juga menambahkan bahwa : Mahasiswa itu lebih pro aktif dalam menyikapi masalah yang terjadi di masyarakat terutama masalah keamanan. Selain itu mahasiswa dapat menjadi contoh di masyarakat. (Wawancara 20 Desember di STAIN)
c. Menetapkan Metode Tujuan komunikasi yang dilakukan dituangkan dalam tujuan program yang dirumuskan sebagai berikut : 1. Mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat yang dilayaninya agar tercipta
kemitraan yang dilandasi oleh saling percaya dan saling
membutuhkan. commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Meningkatkan kualitas pelayanan polisi dalam jalinan kerjasama proaktif dengan masyarakat. 3. Menciptakan suasana kondusif bagi upaya meniadakan terjadinya tindakan kriminalitas. Melalui tujuan program yang dirumuskan tersebut, aktivitas komunikasi yang dilakukan Percik hendak menyentuh pada perubahan perubahan sikap dan perilaku baik pada diri polisi maupun masyarakat yang selama ini sudah terlanjur saling memberi stigma yang kurang baik antara satu dengan yang lain (efek behavioral), bukan hanya menyentuh aspek kognitif dan afektif. Reformasi
sektor
keamanan
merupakan
pekerjaan
besar
yang
membutuhkan proses panjang dan melibatkan berbagai aktor. Terkait dengan program reformasi sektor keamanan, khususnya reformasi kepolisian, Percik memilih metode pelaksanaan program, antara lain: 1. Menghargai proses dan keanekaragaman tradisi dan kebudayaan lokal. 2. Menghargai dan saling belajar dari kemajemukan pengalaman yang menyertainya. 3. Membangun hubungan antar aktor dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan dalam ranah kepelbagaian etnis, agama, suku, jenis kelamin dan kelas sosial. 4. Penghormatan terhadap nilai-nilai HAM dan demokrasi.
commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Menumbuhkembangkan budaya partisipasi, kemandiran dan kreatifitas untuk selalu belajar dari proses-proses sebagai modal sosial untuk memecahkan persoalan yang ada. 6. Memperluas dan memperkuat jaringan sebagai salah satu sarana peningkatan kapasitas (teknis dan substantif).
Mengenai hal ini, Prapti, anggota FKPM Kecandran mengungkapkan bahwa : Percik itu merangsang kami, FKPM, untuk merancang sendiri seminarseminar yang ada di wilayah. Pembiayaan dari mereka tapi kita diberi kepercayaan untuk mengelola. Hubungan FKPM dengan Percik itu sangat erat sekali, komunikasinya enak. (Wawancara 24 November 2011 di rumah ibu Prapti – Kecandran) Lebih lanjut, Hery Wibowo, Manajer Program COP Percik menjelaskan bahwa : Dalam perjalanan waktu ada proses belajar bersama, bukan training namanya, kami mengambil experience masyarakat, masyarakat belajar dari kami, teoritis, filing, pembuatan proposal. Mereka membuat, jadi sampai merencanakan kegiatan membuat, setelah itu mereka mempraktekkan di masyarakat. Mereka juga diberi keleluasaan mengundang polisi atau pemerintah yang diharapkan datang atas nama FKPM masing-masing. Tapi kalau macet dan mereka butuh bantuan, kami akan membantu untuk menghubungkan. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif, teknik-teknik yang dipilih Percik adalah :
commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Teknik asosiasi Penyajian
pesan
komunikasi
Percik
seringkali
dilakukan
dengan
cara
menumpangkannya pada suatu peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak.
Hal ini seperti yang diungkapkan Syafii, ketua FKPM Pulutan, Jadi masalah yang dibahas itu selalu yang hangat, contohnya menjelang pemilu kemarin, bagaimana pemilu bisa berjalan tertib, aman, damai. Lalu pada waktu hangat kasus teroris itu membuat acara seminar tindakan terorisme. (Wawancara 11 November 2011 di rumah Pak Syafii) Sejalan dengan itu, Prapti, anggota FKPM Kecandran mengatakan bahwa: Mungkin lewat diskusi waktu itu Percik melihat permasalahan yang ada di masyarakat akhirnya diangkatlah tema sarasehan dampak sosilogis JLS karena isunya JLS juga masih hangat. (Wawancara 24 November di rumah Bu Prapti) Akademisi dari STAIN, Ilyya Muchsin, juga menyatakan hal yang serupa, Pemilihan tema dilakukan melalui diskusi dengan Percik, kita ke depan mau diskusi apa dalam rangka keamanan dan polmas. Kita melihat isu yang aktual juga. Seperti pada waktu itu ada pemilukada, perlindungan perempuan kemudian waktu munculnya NII dimunculkan seminar radikalisme. (Wawancara 20 Desembe di STAIN Salatiga)
2. Teknik integrasi Dalam setiap aktivitas komunikasinya, komunikator Percik menyatukan diri secara komunikatif dengan komunikan. Seperti yang dikatakan oleh Sujiono, FKPM Kutowinangun bahwa: Komunikasinya baik. Hubungan kami dengan Percik itu sudah sangat baik dan terjalin akrab. Percik itu menjadi pendamping untuk kami. (Wawamcara 8 November 2011 di rumah bapak Sujiono-Kutowinangun) commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sejalan dengan itu mantan Kapolres Salatiga, AKBP Susetio Cahyadi menyatakan bahwa: Singkat kata, saya sengat dekat dengan Percik seperti saudara kandung. Percik itu punya konsep yang baik untuk pembelajaran pengetahuan anggota Polri dan masyarakat kecil juga dicoba ditolong oleh Percik untuk memiliki beberapa pengetahuan. (Wawancara 1 Desember 2011 di Polres Sragen) Ilyya Muchsin, Kepala Prodi Ahwalus-al Syakhiyyah Jurusan Syariah STAIN juga menambahkan bahwa: Komunikasi dengan Percik terjalin baik. Dalam setiap kesempatan kita selalu berdiskusi bersama mengangkat satu tema yang nantinya diusung dalam seminar. (Wawancara 20 Desember 2011 di STAIN)
Umbu Dedo Ngara, Kesbangpol dan Linmas juga menjelaskan bahwa: Dengan Pecik kami selalu berkomunikasi dan Percik juga sangat bagus, kegiatan Polmas apapun selalu memberikan laporan kepada kesbang. Kita juga terlibat dalam diskusi dengan Percik dan pernah bersama sosialisasi lewat radio. (Wawancara 15 Desember 2011 di Kesbangpol dan Linmas)
d. Pemilihan Media Dalam komunikasi persuasif yang dilakukan Percik, komunikasi tatap muka merupakan sesuatu yang sangat penting karena komunikator dapat secara langsung mengontrol efektif tidaknya komunikasi yang terjadi. Komunikasi tatap muka yang dilakukan Percik diwujudkan dalam bentuk-bentuk kegiatan sebagai berikut:
commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Lobi-lobi Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh dukungan dari berbagai aktor dan atau lembaga. Di samping itu, kegiatan ini juga hendak mensosialisasikan secara terbatas kepada sejumlah tokoh-tokoh kunci agar pelaksanaan
program
di wilayah-wilayah
tidak menemui kendala
dan
melapangkan kegiatan-kegiatan lanjutan. Percik melobi kepada sejumlah tokoh kunci, antara lain Kapolda, Kapolres, Pemkot/Pemkab, Kyai, dan Tokoh Masyarakat. 2. Seminar (Workshop) Beberapa seminar dan workshop yang pernah digelar Percik adalah: a. Penyamaan Persepsi tentang Perpolisian Masyarakat untuk Seluruh Kabag Bina Mitra se-Polda Jateng. b. Membangun komitmen dan kerjasama antara Pemerintah, Polisi dan Masyarakat dalam mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Sosial c. Reformasi Kepolisian, Governance, dan Demokrasi d. Realisasi Program Polmas (Belajar dari pengalaman kota Jogjakarta) e. Workshop menggagas implemetasi Polmas di kota Salatiga Dalam seminar yang diadakan oleh Percik pembahasan masalah dilakukan secara ilmiah. Tujuan seminar adalah mencari suatu pemecahan, oleh karena itu suatu seminar selalu diakhiri dengan kesimpulan atau keputusan-keputusan yang merupakan hasil pendapat bersama, yang kadang-kadang diikuti dengan resolusi atau rekomendasi. Pembahasan dalam seminar berpangkal pada makalah atau commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kertas kerja yang telah disusun sebelumnya oleh beberapa orang pembicara sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang diminta oleh sesuatu panitia penyelenggara. Kelebihan metode seminar adalah: 1) Membangkitkan pemikiran yang logis. 2) Mendorong pada analisa menyeluruh. 3) Prosedurnya dapat diterapkan untuk berbagai jenis problem. 4) Membangkitkan tingkat konsentrasi yang tinggi pada diri peserta. 5) Meningkatkan keterampilan dalam mengenal problema. Kekurangannya adalah: 1) Membutuhkan banyak waktu. 2) Memerlukan pimpinan yang terampil. 3) Sulit dipakai bila kelompok terlalu besar. 4) Mengharuskan setiap anggota kelornpok untuk mempelajari terlebih dahulu. 5) Mungkin perlu dilanjutkan pada diskusi yang lain. Untuk waktu-waktu tertentu Percik menyadari bahwa bentuk seminar dan workshop kurang tepat untuk diselenggarakan di wilayah-wilayah. Pembicara yang ditunjuk juga kadang enggan menyiapkan makalah. Kini Percik mulai menerapkan bentuk-bentuk diskusi tanpa pemakalah. Christina Arief menjelaskan: Supaya tidak bosan kami mulai mencari bentuk-bentuk baru di luar seminar, yang baru-baru ini kami coba terapkan adalah diskusi seperti model Indonesia Lawyers Club dibantu dengan fasilitator dari kami. (Wawancara 8 November 2011 di Percik)
commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Training/ Pelatihan Demi meningkatkan kapasitas pegiat Polmas, Percik melakukan beberapa training, diantaranya: a. Training manajerial kepada pengurus FKPM se- Kota Salatiga (Forum Belajar Bersama Perpolisian Masyarakat) Percik memberikan pemahaman mengenai latar belakang dan teknis pelaksanaan Polmas kepada salah satu perwakilan pengurus FKPM di masingmasing kelurahan se-Kota Salatiga pada tanggal 26 dan 27 Maret 2007. Sebagian besar yang hadir dalam forum ini adalah para Ketua, Seksi Keagamaan, Seksi Keamanan dan Seksi Pemuda (dan Olah Raga). Di samping itu, Percik juga melibatkan para Babinkamtibmas (Wakil Ketua FKPM) dalam forum ini agar terjadi dialog mengenai Polmas dengan Pengurus FKPM yang lain secara langsung. Dalam forum ini, Percik memberikan pemahaman mengenai hal-ihwal mengenai latar belakang reformasi kepolisian dan pentingnya Program Perpolisian Masyarakat (COP) kepada pengurus FKPM agar bisa merancang dan menyusun program Polmas di wilayahnya masing-masing. Di samping itu, Percik juga telah memberikan bahan-bahan (piranti lunak) mengenai Polmas berupa Modul Pelatihan Polmas, Skep Kapolri 737 dan 433 untuk dipelajari dan disosialisasikan kepada pengurus dan khalayak lain.
commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Training Perpolisian Masyarakat untuk Petugas Polmas (Training of Trainer) Materi-materi yang diberikan dalam training sebagian besar berasal dari manual pelatihan Polmas yang dipersiapkan oleh Tim Khusus Percik dan telah dibahas dalam workshop penyusunan modul yang terdiri dari: 1. Modul Kognitif (Selayang Pandang tentang Perpolisian Masyarakat); 2. Modul Psikomotorik (Kemampuan Membangun Komunikasi, Penyerapan dan penggalian Aspirasi); 3. Modul Afektif (Penyadaran dan Pengembangan Nilai-nilai Pendukung Penyelenggaraan Perpolisian Masyarakat di Lingkungan Polres – Salatiga. Sementara itu, materi tambahan yang diberikan dalam training adalah “Mendekati Kelompok-Kelompok Sosial dengan Simpatik” dan Kemampuan Menjadi Mediator. Materi yang disebutkan terakhir telah diintegrasikan dalam manual pelatihan. Materi Mendekati Kelompok-Kelompok Sosial dengan Simpatik merupakan ‘nada dasar’ untuk membuka wawasan peserta training mengenai sejumlah kelompok sosial yang ada di Kota Salatiga. Terkait dengan program Polmas, materi ini memberikan pemahaman bahwa Polmas dapat dilihat sebagai salah satu corak kelompok sosial yang keanggotaanya terdiri dari kelompok sosial (polisi dan kelompok sosial yang ada di masyarakat). Untuk itu diperlukan pihakpihak yang mampu mengorganisasikan kelompok-kelompok sosial yang dijadikan mitra ke dalam suatu sistem penataan yang sesuai dengan filosofi Polmas.
commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Salah satu contoh yang dianggap baik dalam mendekati kelompok sosial oleh lembaga kepolisian adalah mengenai sosialisasi pemakaian helm terkait dengan pemberlakuan UU No. 14 tahun 1992 mengenai Lalu Lintas dan Jalan Raya. Dalam diskusi terungkap bahwa polisi tidak secara serentak melakukan pemberlakuan pemakaian helm di seluruh Indonesia kepada masyarakat. Sosialisasi dan pendekatan secara persuasif dilakukan dengan menyesuaikan karekateristik daerah masing-masing. Sebagai misal, Polres Salatiga (melalui Polantas) melakukan sosialisasi pemakaian helm standard secara berkala, dengan metode melakukan razia di beberapa titik jalan di Kota Salatiga. Bagi pengendara yang tidak memakai helm standard tidak akan terkena ‘Tilang’, justru malah diberikan pinjaman helm standard oleh Polantas (dengan tanda terima). Namun helm tersebut harus dikembalikan kepada Polantas sesegera mungkin setelah yang bersangkutan bisa menunjukkan helm standard yang akan dipakainya.
AKBP Susetio Cahyadi menerangkan bahwa : Percik itu punya program, punya materi dan punya anggaran untuk melakukan pelatihan-pelatihan. Contoh misalkan bagaimana penegakan hukum yang tidak melanggar HAM. Itu sering disampaikan di Polres oleh staff-staff dari Percik. (Wawancara 1 Desember 2011 di Polres Sragen) Syafii, ketua FKPM Pulutan menerangkan bahwa : Percik mengadakan Training FKPM dan itu sangat membantu dalam menjalankan tugas FKPM, hal itu kita pelajari betul-betul. Yang namanya menyelesaikan masalah orang lain itu kan tidak mudah. (Wawancara 11 November 2011 di rumah pak Syafii – Pulutan)
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Diskusi-diskusi tematik antara pengurus FKPM dan polisi di wilayah Percik memberi kesempatan kepada pengurus FKPM untuk merencanakan proses diskusi dengan polisi dengan melihat kebutuhan di setiap wilayah. Proses penentuan tema dilakukan melalui proses diskusi antara Percik dengan FKPM. Percik membiayai segala kebutuhan diskusi dan menyerahkan kepanitiaan dan pengelolaan anggaran kepada FKPM. Tidak semua masyarakat diundang dalam proses diskusi, hanya perwakilan yang merupakan tokoh di masyarakat.
Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Prapti, anggota FKPM Kecandran: Percik sendiri selalu memberikan dana yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Semua itu dicukupi oleh Percik. Misalnya waktu terdekat kemarin kami mengadakan diskusi di mbok Berek, sosialisasi tentang Jalan Lingkar itu. (Wawancara 24 November 2011 di rumah Bu Prapti) Anggota FKPM Pulutan, Tri Wahyuningsih menambahkan, FKPM itu menjadi panitia diskusi, segala acara dan perencanaan anggaran yang menghandle panitia, tapi Percik juga membantu kalau ada hambatan. Pesertanya itu tidak semua masyarakat tapi dengan perantara tokoh-tokoh masyarakat seperti RW, pak Lurah, tokoh wanita, pemuda. (Wawancara 16 November 2011 di Pulutan)
Untuk menjangkau lebih banyak khalayak dalam sosialisasi dan kampanye program Perpolisian Masyarakat, Percik juga menggunakan berbagai media massa diantaranya adalah : commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Media Cetak 1. Buletin Kenthongan Buletin Kenthongan mengusung tag line “Menyemai Benih Saling Percaya Antara Polisi dan Masyarakat. Buletin ini terbit tiga bulan sekali dicetak hingga 2000 ekspemplar dan digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan sosialisasi dan kampanye yang telah Percik lakukan. Pendistribusiannya diberikan secara cuma-cuma kepada stake holder Polmas seperti FKPM, polisi, pemerintah dan akademisi. Harapannya mereka akan mengkomunikasikan kepada orangorang disekitarnya. 2. Modul dan buku Percik juga membuat modul pengembangan Community Policing. Modul yang dibuat berisi rangkuman kegiatan yang berisi pengalaman-pengalaman yang sudah dipraktekkan oleh pegiat COP di berbagai provinsi sejak tahun 2002. Metode dan teknik yang dipilih lebih menekankan pada aktivitas bersama antara fasilitator dan peserta. Modul ini dibuat untuk bisa digunakan oleh fasilitator baik pemula maupun profesional yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya mempraktekkan pola-pola hubungan sosial yang didasari nilai partisipasi, demokrasi, transparansi dan kesetaraan. 3. Pamflet, Sticker, tas dan kaos Di awal masa kampanye-kampanye Percik membuat pamflet, sticker dan kaos untuk dibagikan kepada masyarakat. Desainnya membuat berbagai tagline seperti: “Mewujudkan Polisi Sipil di kota Salatiga”, “Ayo Nyedulur”, “Ayo commit to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perbaiki Polisi”, “Sekedar mencaci maki itu tidak menyelesaikan masalah”. Dalam beberapa kali diskusi wilayah, Percik membagikan tas kepada peserta diskusi dengan tagline “Melalui Perpolisian Masyarakat Menciptakan Masyarakat yang Damai, Aman dan Tertib” b. Media elektronik 1. Talk Show Radio Pelaksanaan talkshow mengenai Polmas dilakukan di salah satu radio milik Pemerintah Kota Salatiga (RSPD) yang banyak diminati oleh berbagai kalangan. Talkshow ini dilaksanakan dalam 8 kali putaran. Awalnya, talkshow dilaksanakan pada jam 10.00 WIB, namun dalam perkembangannya diubah menjadi jam 14.00 WIB.18 Perubahan jam siaran dilakukan mengingat pada jam 10.00 WIB sebagian besar pendengar radio masih sibuk dengan aktivitas pekerjaan. Talkshow ini dilaksanakan secara rutin setiap Hari Jumat dengan maksud bahwa hari tersebut merupakan hari yang dianggap ‘santai’ untuk mendengarkan persoalan-persoalan yang agak ‘berat’. Talkshow ini dilaksanakan pada bulan Januari (26 dan 31 Januari 2007), Februari (7, 14, 21 dan 28 Februari 2007), Maret (14 dan 28 Maret 2007). Sebelum pelaksanaan Talkshow, Percik telah memberikan Term of Reference kepada calon narasumber yang akan menjadi pembicara, namun karena kesibukan dan acara yang mendadak, tidak semua narasumber yang telah diundang bisa menyediakan waktunya untuk berbicara dalam forum ini. Peristiwa 18
Menurut pihak radio, jam yang dianggap lebih efektif untuk melaksanakan talkshow adalah
pukul 10.00 WIB dan pukul 14.00 WIB.
commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketidakhadiran narasumber pada saat talkshow telah diantisipasi oleh Percik, sehingga ketika salah satu narasumber tidak hadir, Percik telah siap untuk menjadi narasumber pengganti. Namun secara keseluruhan narasumber yang hadir dalam pelaksanaan talkshow telah memenuhi keterwakilan dalam rangka sosialisasi dan pelaksanaan Program COP/Polmas. Berikut disajikan topik dan narasumber dalam talkshow mengenai Polmas di RSPD: 1. Reformasi Polri dan Sosialisasi Polmas. Narasumber: Wakapolres Salatiga, Hery Wibowo dan Christina Arief (Percik), tanggal 26 Januari 2007; 2. Peran Polisi dalam Penanganan dan Penanggulangan Kejahatan. Narasumber: Andis Tofani (Kaur Bin Ops Reskrim) dan Dayusman Junus (Percik), tanggal 31 Januari 2007; 3. Perspektif Masyarakat Terhadap Polisi Sebagai Pelindung, Pelayan dan Pengayom masyarakat. Narasumber: Sukamto (Pokja COP Kampung Turusan) dan Dewi Retnowati (Percik), tanggal 7 Pebruari 2007; 4. Sosialisasi dan Penegasan Program Polmas di Kota Salatiga. Narasumber: Wakapolres Salatiga dan I Made Samiana (Percik), tanggal 14 Pebruari 2007; 5. Membangun
Kerjasama
Polisi
dan
Masyarakat
dalam
Kamtibmas.
Narasumber: Agus Suryanto (Kabag Bina Mitra Polres Salatiga) dan Singgih Nugroho (Percik), tanggal 21 Pebruari 2007;
commit to user
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Hak Asasi Manusia Bagi Kelompok Rentan (Perempuan dan Anak-anak). Narasumber: Meyria (Aktivis Perempuan LSKAR) dan Christina Arief (Percik), tanggal 28 Pebruari 2007; 7. Sosilaisasi Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat. Narasumber: Agus Suryanto (Kabag Bina Mitra Polres Salatiga) dan Suwarto (Pokja COP Turusan/FKPM Kelurahan Salatiga), tanggal 14 maret 2007; 8. Membangun Kerjasama Polisi dan Pemerintah Kota Salatiga dalam Memberikan Rasa Aman Kepada Masyarakat. Narasumber: Wakapolres Salatiga, Husodo, SH. M.Si (Kepala Kantor Kesbang Linmas Kota Salatiga) dan Hery Wibowo (Percik), tanggal 28 Maret 2007. Sementara itu, partisipasi masyarakat dalam talkshow masih dianggap kurang, rata-rata tiga orang penelpon. Menurut beberapa kalangan yang ditemui oleh Percik, seharusnya pihak Percik dan Polres Salatiga bekerjasama dengan Kantor Telkom untuk membuka akses bagi masyarakat yang akan berinteraksi (telepon bebas pulsa) agar masyarakat tidak dibebani biaya telepon. Namun yang cukup menggembiarakan bahwa talkshow ini dijangkau secara luas oleh masyarakat yaitu dengan turut berpartisipasinya masyarakat di luar Kota Salatiga, yaitu Kabupaten Semarang dalam talkshow ini.
commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4 Tabel Penggunaan Media
Sasaran
Pesan
FKPM (Opinion leader di masyarakat)
1. Mencairkan hubungan 2. meningkatkan kapasitas 3. mendorong partisipasi
Penggunaan Media 1. Seminar, diskusi, sarasehan melibatkan polisi dan masyarakat 2. Training/ pelatihan 3. Talkshow radio 4. Buletin
commit to user
Alasan 1. Melalui seminar, diskusi, sarasehan, masyarakat dan polisi bisa duduk bersama untuk memecahkan persoalan sehingga tercapai kesetaraan hubungan dan pemecahan masalah. 2. Melalui pelatihan, FKPM dapat mendapat pemahaman mengenai latar belakang dan teknis pelaksanaan Polmas 3. Melalui talkshow radio dapat menyosialisasikan Polmas kepada masyarakat luas dan membuka akses bagi masyarakat untuk berinteraksi 4. Melalui Buletin masyarakat mengetahui kegiatan Polmas yang telah dilakukan dan mafaatnya
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemerintah (DPRD, Kepala daerah tingkat kelurahan, kecamatan, kota, Bappeda, Kesbangpoli dan Linmas, Depag)
Advokasi agar menaruh perhatian pada masalah keamanan dan menurunkan anggaran
1. Lobi 2. Seminar, diskusi 3. Talkshow radio 4. Buletin
commit to user
1. Dengan lobi dapat menjelaskan keberadaan Polmas yang bisa menyelesaikan persoalan ringan melalui jalur musyawarah kepada tokohtokoh kunci. 2. Melalui seminar dan diskusi dapat menghadirkan berbagai stakeholder dalam satu forum gunamendiskusikan isu keamanan di tingkat lokal melalui Program Polmas; memperoleh komitmen dari pemerintah untuk mewujudkan keamanan di tingkat lokal melalui Polmas. 3. Melalui talkshow bersama polisi dan masyarakat dapat menunjukkan pengaruh baik Polmas terhadap keamanan dan menagih janji Pemerintah 4. Melalui Buletin Pemerintah mengetahui kegiatan Polmas yang telah dilakukan dan mafaatnya
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Polisi
1. Mencairkan hubungan, 2. Meningkatkan kapasitas SDM, 3. Meminimalisir citra negatif Polri
1. Lobi 1. Lobi dilakukan 2. Training untuk menjelaskan 3. Workshop progam Polmas penyusunan yang dilakukan Modul Percik dan 4. Diskusi dan menjalin kerjasama Seminar dengan Polri 5. Buletin 2. Training dilakukan agar semua fungsi kepolisian mengetahui dan memahami Perpolisian Masyarakat 3. Pembuatan modul merupakan salah satu perubahan budaya dan kinerja di kepolisian dimana modul yang dibahas dalam workshop memuat sisi kognitif, afektif dan psikomotorik. 4. Melalui seminar, diskusi, sarasehan, masyarakat dan polisi bisa duduk bersama untuk memecahkan persoalan sehingga tercapai kesetaraan hubungan dan pemecahan masalah. 5. Melalui Buletin Pemerintah mengetahui kegiatan Polmas yang telah dilakukan dan mafaatnya
commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Akademisi
1. Mencairkan hubungan 2. Akademisi peduli pada masalah keamanan dan ketertiban wilayah dan mengawal kinerja kepolisian
1. Seminar dan 1. Melalui Seminar diskusi dan diskusi, 2. Buletin akademisi dan polisi dapat duduk bersama membicarakan masalah keamanan, 3. Melalui Buletin akademisi mengetahui kegiatan Polmas yang telah dilakukan dan mafaatnya
3. Pengaruh dari penerapan strategi komunikasi a. Evaluasi Tahap evaluasi dilakukan Percik setiap 2 tahun sekali dengan mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk melihat apakah tujuan program komunikasi telah tercapai. Dengan hasil evaluasi dilakukan rancang ulang untuk bagian-bagian tertentu, misalnya menspesifikasikan perumusan tujuan tertentu, memfokuskan pada khalayak tertentu dan lain-lain. Percik membagi proses komunikasi dalam beberapa fase sebagai berikut : ·
Tahun 2004 – 2006 merupakan fase awal yang bertujuan untuk mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat.
·
Tahun 2007 - 2008 merupakan fase advokasi kebijakan khusunya untuk institusi kepolisian dan peningkatan kapasitas pegiat Polmas
commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
·
Tahun 2008 - 2010 merupakan fase advokasi kebijakan di bidang Polmas dengan melibatkan unsur masyarakat dan pemerintah
·
Tahun 2010 - 2011 merupakan fase advokasi kebijakan yang melibatkan pemerintah, polisi, tokoh masyarakat dan akademisi.
b. Mengukur dampak keseluruhan Aktivitas komunikasi yang dipadukan dengan strategi dijalankan sesuai pembagian fase. Hal ini cukup berdampak di tingkat khalayak dalam hal perubahan perilaku, bisa menyangkut perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan. Hery wibowo, menjelaskan bahwa : Capaian kami tahun 2004 – 2007 adalah pencairan hubungan dan itu terjadi. Tahun 2007 – sekarang adalah masuknya substansi, masuk lebih dalam, misalnya seperti aspek pelayanan public, toleransi beragama, masuk disana. Lalu bagaimana teman-teman akademisi mau peduli dengan persoalan Kamtibmas di sekitar wilayah kampusnya. (Wawancara 8 November 2011 di Percik) Lebih lanjut, Chrstina Arief menjelaskan bahwa: Paling tidak sudah ada hubungan antara masyarakat dengan polisi, hubungan egaliter antara masyarakat dengan polisi, pelayanan polisi yang diberikan kepada masyarakat menjadi meningkat, Polisi cukup responsif terhadap laporan-laporan dari masyarakat. Kalau ada laporan langsung didatangi. Masyarakat sudah mulai speak up, berani mengungkapkan pendapatnya, berani menagih janji-janji, berani meminta pertanggungjawaban polisi atas pelayanan yang diberikan. Intensitas pertemuan antara polisi dan masyarakat di tingkat desa itu menjadi agak sering. (Wawancara 2 November 2011 di Percik) Pernyataan tersebut dibenarkan Tri Wahyunungsih dari Kelurahan Pulutan bahwa:
Sekarang ini masyarakat sudah mulai mempunyai kesadaran untuk menjaga lingkungannya, kesadaran hukumnya juga baik. Hubungannya commit to user
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan polisi juga cenderung meningkat. (Wawancara 16 November di rumah ibu Tri Wahyuningsih – Pulutan) Senada dengan itu Yudi dari Kecandran juga mengungkapkan bahwa: Polisi sudah banyak turun ke masyarakat, mau bekerjasama dengan masyarakat. Meskipun atribut polisi tetap melekat tetapi kalau ada dalam masyarakat ya mereka sama dengan masyarakat yang lain. Sebagian besar sudah begitu. (Wawancara 8 November di rumah pak Yudi – Kecandran) Bejo, dari Kutowinangun juga menjelaskan bahwa: Setelah adanya Polmas jadi polisi dengan masyarakat bisa membaur, jadi tidak ada rasa takut. Kriminalitas juga cenderung berkurang karena masyarakat punya kesadaran. Kalau ada pidana ringan bisa diselesaikan di FKPM dulu tidak perlu langsung ke atas (Wawancara 9 November 2011 di rumah pak Bejo – Kutowinangun) Jamiludin, warga Noborejo menyatakan bahwa : Sekarang senang bergaul dengan pak polisi. Karena pertama merasa nyaman, yang kedua dapat ilmu, wawasan yang lebih luas lagi. Kalau dulu kalau sudah ada melibatkan polisi, wah pasti ada masalah, kalau ada polisi di jalan, wah pasti ada masalah. Tapi sekarang nggak, kalau ada pak polisi berarti pak polisi baru kontrol, baru patroli, mendekatkan diri pada masyarakat. (Wawancara di tempat kerja 17 November 2011 pak Jamiludin – Noborejo)
Percik memilih khalayak potensial agar pesan-pesan yang disampaikannya efektif dan efisien. Penerapan strategi komunikasi pada komunikan atau khalayak sasaran yang dalam hal ini adalah FKPM, polisi, pemerintah dan akademisi memiliki pengaruh yaitu: 1. Masyarakat (FKPM) Anggota Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat menganggap Percik adalah mitra kerja yang banyak membantu dalam meningkatkan kapasitas mereka commit to user
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai anggota FKPM untuk memecahkan persoalan di wilayah. Dengan adanya FKPM setiap tindak pidana ringan yang terjadi masyarakat dapat diselesaikan melalui FKPM dengan kesepakatan bersama. Hubungan yang tercipta antara FKPM dan Percik adalah hubungan yang setara dan berlangsung harmonis. Hal ini seperti yang diungkapkan Prapti, FKPM Kecandran, yang menyatakan bahwa : Jadi dengan adanya Percik itu sangat membantu kita di dalam FKPM. Kalau dari Percik malah sering mengundang untuk memecahkan sesuatu yang ada di masyarakat lewat FKPM. Nah itu enaknya ada Percik itu. Jadi memang hubungannya sangat erat sekal. (Wawancara 24 November 2011 di Kecandran) Bejo, ketua FKPM Kutowinangun mengungkapkan bahwa: Percik itu sebagai mitra dan juga memberi pengarahan-pengarahan. Jadi seperti FKPM sendiri bisa melangkah dan bekerja yang sesuai dengan aturan-aturan itu karena sudah ada petunjuk-petunjuk dari Percik. Jadi Percik adalah sebagai penunjuk atau pengarah tugas-tugas dari FKPM. Jadi tahunya tentang Polmas ini juga penjelasan-penjelasan dari Percik. (Wawancara 9 November di Kutowinangun) Lebih lanjut, Jamiludin, ketua FKPM Noborejo memberi penjelasan bahwa:
Percik itu lebih kepada penguatan lembaga FKPM. Jadi selama ini Percik memberikan bantuan yang begitu besar dalam bentuk pelatihan. Jadi berdiri kan tahun 2007, bulan Maret, April, Mei, Juni kita ada pelatihan disana sekitar 1 minggu. Itu per kelurahan atau FKPM. Disana kita dilatih teknik-teknik menyelesaikan masalah dan berkomunikasi, pokoknya berkaitan tentang tugas-tugas yang berkaitan dengan FKPM. Disana ada diskusi, ada praktek penyelesaian masalah, lalu ada evaluasi dan juga ada sharing pengalamanan. (Wawancara 17 November di Noborejo)
commit to user
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Syafii, ketua FKPM Pulutan menjelaskan hal senada: Itu hubungan kemitraan. Jadi Percik itu kan punya wawasan yang luas dalam membantu polisi dengan masyarakat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Dan juga untuk mensejajarkan dengan masyarakat, jadi banyak hal yang dibagi kepada masyarakat sehingga menambah wawasan masyarakat. (Wawancara 11 November 2011 di Pulutan) Hal tersebut didukung pernyataan mantan Kapolres Salatiga, AKBP Susetio Cahyadi: Kita punya FKPM disana. Nah FKPM-FKPM itu diberikan support oleh Percik. Baik dalam bentuk materi atau anggaran untuk melakukan seminar-seminar kecil di tingkat-tingkat desa. Jadi ketua FKPM di Salatiga itu menurut saya se Indonesia paling aktif untuk mengadakan seminar lokal di tingkat desa dan kecamatan. Dia juga mengundang Muspida untuk selalu hadir. Dia membicarakan permasalahan yang lokal begitu. (Wawancara 1 Desember di Polres Sragen)
Peningkatan kapasitas FKPM yang dilakukan Percik melalui training/ pelatihan membawa pengaruh, hal ini terlihat dari sejumlah permasalahan yang berhasil di selesaikan melalui FKPM dan adanya kesadaran masyarakat untuk menangani kasus – kasus lokal yang bersifat tindak pidana ringan. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Yudi dari FKPM Kecandran: Kami melaukan banyak hal. Antara lain menangani kasus-kasus ringan. Bulan Oktober kemarin, ada dua kasus yang kami tangani. Sebetulnya kasus itu kriminal murni, pencurian, akan tetapi dilakukan anak di bawah umur, masih anak sekolah. (Wawancara 8 November 2011) Sujiono, anggota FKPM Kutowinangun juga menjelaskan bahwa: Kami sudah pernah menyelesaikan masalah kumpul kebo, akhirnya mereka sadar dan mau menikah. Lalu masalah KDRT, KDRT juga bisa selesai, sepakat untuk tidak menuntut ke hukum. Akhirnya sekarang malah punya anak lagi. Kemudian tentang warisan itu juga bisa selesai tidak sampai ke perdata. Kemudian ada juga tentang jual beli tanah yang commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bermasalah karena sudah membayar tetpai tanahnya tidak diberikan. Lalu yang banyak masalah pencurian (Wawancara 8 November 2011) Ketua FKPM Noborejo juga menyatakan bahwa: Kemarin ada kasus pencurian di perusahaan tapi justru pelakunya orang luar Noborejo tapi bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Soal keamanan sekarang sudah bagus termasuk masalah tawuran. Dulu wilayah kami ini paling terkenal tawurnya. Jadi lewat sepakbola itu ada tawuran antar penonton. (Wawancara 17 November 2011) Demikian pula dijelaskan Syafi’i, ketua FKPM Pulutan: Masalah tindak pidana ringan, seperti pencurian yang sifatnya ringan, perkelahian warga karena pembagian gas LPG, masalah keluarga seperti perselingkuhan, kumpul kebo, KDRT, dan sebagainya. Sekarang kalau ada masalah apa-apa masyarakat menghubungi FKPM tidak langsung main hakim atau langsung lapor polisi. (Wawancara 11 November 2011)
2. Polisi Untuk mengatasi problem kultur kepolisian dan peningkatan sumber daya manusia, Percik mengadakan sejumlah kegiatan pelatihan dan seminar untuk anggota kepolisan resor Salatiga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Binmas Polres Salatiga, AIPTU Sriyati yang menyatakan bahwa : Setahu saya Percik itu terlibat sejak awal terbentuk Polmas. Polmas kan didirikan 2005, nah sebelum itu Percik terlibat dalam Community Policing, nah waktu Polmas dan FKPM sudah terbentuk Percik ikut membantu. Kita juga pernah sama-sama pelatihan di Percik. Semua anggota babin yang ada di Salatiga maupun warga yang terlibat Polmas dilatih oleh Percik. (Wawancara 12 Desember di Polres Salatiga) Sejalan dengan itu Kanit Bin Polmas, AIPDA Tri Wibowo juga menerangkan bahwa : commit to user
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Percik mengadakan pelatihan yang isinya tentang materi filosofi dan pengetahun umum tentang Perpolisian Masyarakat, bagaimana membangun Komunikasi, Penggalian dan Penyerapan Aspirasi. (Wawancara 12 Desember di Polres Salatiga 3. Pemerintah Sosialisasi dan kampanye yang dilakukan Percik ke Pemerintah lebih kepada penyadaran akan hak atas rasa aman masyarakat yang berujung pada dukungan Pemerintah atas dana keamanan di wilayah. Hal ini memakan waktu dan melewati proses yang panjang hingga akhirnya 22 kelurahan di Salatiga lewat FKPM menerima dana dari Pemerintah Daerah lewat pintu Kesbangpol dan Linmas. Hal ini seperti yang diungkapkan Christina Arief dari Percik bahwa : Proses itu panjang. Karena intinya dana dari pemerintah tidak bisa diturunkan ketika tidak ada permintaan kegiatan dari masyarakat. Maka jalan menuju kesana adalah dengan mendorong melalui musrengbangkel, kemudian naik. Nah beberapa FKPM melakukan itu. Jalan yang lain adalah kami melakukan advokasi kebijakan. Advokasi kebijakan ini memang khusus untuk mendorongkan anggaran Pemerintah bagi pendanaan kegiatan FKPM. Itu khusus. Maka yang diundang adalah pihak-pihak strategis, ada Bappeda, Sekda, Kesbangpolingmas, Dewan, Walikota. Dalam satu tahun kami mengadakan 3 kali diskusi. Itu berlangsung selama 2 tahun. Lalu selama satu tahun itu kami juga melakukan talkshow di radio. Dan itu juga mengudang mereka. (Wawancara 8 November di Percik)
Proses panjang itu berhasil karena pemerintah daerah akhirnya mengeluarkan dana untuk keamanan wilayah. Umbu Dedo Ngara dari badan Kesbangpol dan Linmas yang menyatakan bahwa : Kesbang itu hanya fasilitator lebih kepada menyiapkan semacam dana bantuan jadi karena Polmas itu filosofinya adalah sistem pengamanan yang sifatnya berangkat dari inisiatif masyarakat, jadi kita lebih sifatnya support saja dengan dana-dana yang diberikan. Boleh dikatakan memang tidak signifikan dengan dana kebutuhan Polmas. Tetapi karena begitu commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pentingnya Polmas itu untuk wilayah Salatiga, dan sudah jelas manfaatnya untuk semua masyarakat maka Pemerintah Daerah itu mendukung. Polmas ini sesuai dengan salah satu moto atau sesanti Salatiga Beriman yaitu nyaman. Nah kenyamanan itu kan aman lahir batin. Kalau aman saja mungkin sifatnya lahir, kelihatannya saja tapi kita hendak menyentuh bukan pada aspek fisik tetapi spiritualnya juga. (Wawancara 15 Desember di Kesbangpol dan Linmas) Lebih lanjut Umbu mengungkapkan bahwa : Proses sampai turunnya dana butuh campur tangan banyak pihak. Pertama Polmas, pihak Polmas, Polmas itu ada tembusan ke polres, di Polres itu ada bagian binamitra yang sekarang binmas. Kemudian mereka menyampaikan rincian anggarannya sekaligus untuk rasionalisasi anggarannya, diusulkan ke walikota Salatiga melalui badan kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat. Kemudian bersama usulan kesbang yang lain di akumulasikan kemudian diusulkan ke Bappeda. Bappeda kemudian melakukan akumulasi selanjutnya ke SKPD-SKPD lain , kemudian tim anggaran Pemda akan merumuskan ke RAPBD. RAPBD itu kemudian diusulkan ke Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disetujui atau ditolak atau dikurangi dan sebagainya kemudian akhirnya oleh Walikota ditetapkan sebagai program daerah lewat APBD. (Wawancara 15 Desember di Kesbangpol dan Linmas)
Kukuh Ngudiono, Kepala bidang ideology politik kesbangpol dan linmas menyatakan bahwa : Proses penurunan dana itu yang jelas ada penetrasi dari berbagai pihak secara vertikal. Tidak semua kabupaten Kota memberikan dana bagi Polmas. Tapi untuk kota Salatiga memang segala sesuatu yang mendukung kenyamanan dan keamanan lingkungan kita bantu. Untuk tahun ini dana yang diberikan kepada FKPM dari 22 kelurahan di Salatiga, itu 1 Kelurahan mendapat 2.640.000. Jumlahnya meningkat tiap tahunnya. Jumlah total yang dibagikan ada 30.800.000. (Wawancara 15 Desember di Kesbangpol dan Linmas)
4. Akademisi Percik melibatkan
unsur akademisi dalam
kegiatan
sosialisasi dan
kampanyenya. Kegiatan dilakukan dengan seminar dalam bentuk diskusi commit to user
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
panel yang digelar tiap 3 bulan sekali. Meskipun baru dimulai sejak tahun 2010 namun proses ini sudah membuahkan hasil. Seperti yang dikatakan oleh Ilyya Muhsin, dosen STAIN Salatiga bahwa: Percik sudah sangat bagus dalam berusaha memfasilitasi masyarakat dalam hal ini masyarakat kampus agar mengetahui Polmas secara umum. Nah dengan menfasilitsi ini sebetulnya ada dua keuntungan di tingkatan Polri dan juga di tingkatan masyarakat yang dalam hal ini di tingkat akademisi. Polisi bisa sosialisasi terhadap program kerja mereka dan di satu sisi masyarakat kampus bisa memberikan masukan, kritik, evaluasi, saran bagi polisi supaya menjadi lebih baik. Masyarakat juga untung, polisi juga untung oleh adanya fasilitasi dari Percik. Kalau tidak ada kegiatan ini kan banyak mahasiswa yang tidak tahu apa itu Polmas. (Wawancara 20 Desember di STAIN Salatiga)
Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Teguh Kayan, mahasiswa Hukum STAIN yang menyatakan bahwa:
Peran percik itu mampu mengarahkan mahasiswa, menjadi semacam mediator antara polisi dengan mahasiswa. Selama ini kan mahasiswa memandang polisi itu sebagai musuh, sering berseberangan. Tapi setelah ada proses diskusi dengan polisi, tahu tentang Polmas ibaratnya mahasiswa mau bersalaman dengan polisi bahkan mau ikut proses reformasi kepolisian, mengaplikasikan yang didapat kepada masyarakat. (Wawancara 20 Desember di STAIN Salatiga)
Berikut dipaparkan dalam bagan mengenai strategi komunikasi yang dilakukan Percik dalam sosialisasi dan kampanye Polmas di Salatiga:
commit to user
136
LSM Percik Salatiga
Sosialisasi dan Kampanye Nilai dan Filosofi Polmas (kemitraan, kesetaraan, problem solving, conflict prevention)
Mendorongkan Reformasi Keamanan dan Ketertiban Melalui Kinerja Kepolisian Yang Baik (Good Governance)
Mencairkan hubungan, meningkatkan kapasitas FKPM, mendorong partispasi masyarakat
Mencairkan hubungan, meningkatkan kapasitas SDM, meminimalisir citra negatif Polri
Advokasi agar menaruh perhatian pada masalah keamanan, turun anggaran keamanan
Akademisi peduli pada masalah keamanan dan ketertiban wilayah dan mengawal kinerja kepolisian
Masyarakat (FKPM)
Polisi
Pemerintah
Akademisi
Training, Seminar, Diskusi, Buletin, pamflet, sticker, tas
Lobi, Training, Workshop penyusunan Modul, Diskusi dan Seminar, Buletin, pamflet, sticker, tas
Lobi, Diskusi dan Seminar, Talkshow radio
Seminar, Diskusi, Buletin
Pencairan hubungan antara polisi dan masyarakat, peningkatan kapasitas FKPM dalam menyelesaikan persoalan di wilayah
Pencairan hubungan antara polisi dan masyarakat, peningkatan kapasitas Polisi terutama dalam merubah diri menjadi polisi sipil
Turunnya dana keamanan untuk wilayah melalui pintu Kesbang Pol dan Linmas
Mahasiswa peduli dan ikut terlibat dalam mengawal proses reformasi kepolisian
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Kendala dan Faktor Pendorong Program Polmas telah berjalan dari tahun 2004 hingga tahun 2011 dan akan dilanjutkan kembali hingga tahun 2013. Oleh karena itu perlu kajian secara menyeluruh mengenai evaluasi (tantangan, kendala, capaian dan harapan). Hal tersebut akan bermanfaat untk menyusun rencana ulang untuk periode sosialisasi dan kampanye yang baru, yaitu 2012-2013. Beberapa tantangan dan kendala yang dialami selama periode waktu 20042011 adalah : 1. Kendala kultur dan birokrasi Kadang-kadang untuk hal tertentu pemerintah tidak terbuka untuk dikritik. Apalagi polisi kinerjanya berdasarkan komando. Kalau diatas mengatakan jangan hadir mereka tidak akan hadir. Sebetulnya polisi juga memiliki ide-ide agar mereka dekat dengan masyarakat tapi selalu itu terbentur oleh struktur yang lebih atas. Rotasi di kepolisian juga terhitung cepat paling tidak 2 tahun sekali, sehingga Percik dituntut harus membangun komunikasi terus-menerus. 2. Keterbatasan Biaya Biaya untuk mensupport kegiatan-kegiatan di tengah masyarakat terbatas padahal masyarakat memiliki keinginan yang besar untuk mengadakan kegiatan seminar atau diskusi dengan polisi dan pemerintah di wilayahnya. Karena keterbatasan dana inilah sosialisasi dan kampanye nilai Polmas tidak bisa dilakukan secara massive kepada seluruh masyarakat khususnya Salatiga. commit to user
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Tidak adanya support dari lembaga yang lain Kendala yang lain adalah bahwa yang bergerak di bidang perpolisian masyarakat di Salatiga hanya Percik. Sehingga untuk mendorongkan kegiatankegiatan perpolisian masyarakat yang lebih massif dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang lain masih agak kurang. Selama ini Percik hanya memberdayakan FKPM-FKPM yang ada di kota Salatiga, sementara pengurus FKPM yang aktif hanya orang-orang tertentu. 4. Kendala Sumber Daya Manusia Kendala yang lain adalah sumber daya manusia yang secara kuantitas masih sangat kurang. Orangnya hanya beberapa untuk mengadvokasi banyak wilayah, banyak kegiatan. Percik telah mengadakan perluasan wilayah ke Magelang dan Semarang sehingga kini wilayah Salatiga hanya dipegang oleh 2 orang saja.
Hal ini seperti yang diungkap Christina Arief, bahwa : Hambatan dari masyarakat adalah banyaknya keinginan masyarakat, seringkali kami tidak bisa memuaskan semuanya. Nah itu yang membuat kami tidak bisa mengakomodir semuanya karena masalah pendanaan. Seringkali kepesertaan kami batasi, hanya kepada tokoh-tokoh saja yang kami undang. Padahal sosialisasi nilai ini harus massive, sehingga bukan hanya program yang jalan tetapi nilainya massif di masyarakat itu yang paling penting. Keterbatasan dana itu membuat sosialisasi nilai yang ada di dalam Polmas itu tidak bisa massive. (Wawancara 8 November di Percik)
commit to user
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
AKBP Susetio Cahyadi mengungkap hambatan lain bahwa: Hambatannya kultur, kultur orang Indonesia dan kultur polisi. Yang pertama masih minta dilayani. Yang kedua cenderung mau enak. Sedangkan bagaimana kita mengedepankan Polmas itu pertama kita harus melayani dan yang kedua memang capek menerima aspirasi masyarakat. Dan ketika saya mau mengajak anggota saya begitu belum tentu semuanya mau. Itu kendalanya. (Wawancara 1 Desember 2011 di Polres Sragen dengan mantan Kapolres Salatiga yang kini menjabat sebagai Kapolres Sragen)
Adapun faktor pendorong dalam hal ini adalah kekuatan komunikator, peran pemuka pendapat (opinion leader) dalam masyarakat. a. Komunikator Komunikator Percik dianggap memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, mampu menjadi mediator, menghargai gagasan orang lain dan memiliki kapasitas untuk bicara mengenai masalah reformasi keamanan sehingga pesan komunikasi dapat diterima dengan baik. Ada lima jenis sikap yang dimiliki Komunikator Percik, yaitu: 1. Reseptif, yaitu kesediaan menerima gagasan orang lain 2. Selektif, yaitu kemampuan memilah gagasan atau informasi 3. Dijektif, yaitu kemampuan komunikator dalan mencerna gagasan atau informasi dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan ia komunikasikan. 4. Asimilatif, yaitu kemampuan mengkorelasikan gagasan atau informasi yang ia terima dari orang lain secara sistematis dengan apa yang telah ia miliki dalam benaknya sebagai hasil pendidikan dan pengalamannya. commit to user
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Transmisif, yaitu kemampuan komunikator dalam mentransmisikan konsep yang telah ia formulasikan secara kognitif, afektif dan konatif kepada orang lain Hal ini seperti yang diungkapkan anggota FKPM Kutowinangun, Sujiono: Percik itu bisa memberikan gairah untuk berinovasi istilahnya, sehingga yang semula kita itu merasa sebagai orang yang tidak berani tampil di depan, akhirnya berani, seperti itu. (Wawancara 8 November 2011) Jamiludin, ketua FKPM Noborejo juga menyatakan bahwa: Percik itu selalu mengajak FKPM untuk berdiskusi, ide kita juga dipakai dan ditambahi mereka. (Wawancara 17 November 2011 di Noborejo) Ilyya Muchsin dari STAIN menambahkan, Saya senang dengan proses diskusi yang terjalin dengan Percik, mereka punya pengetahuan yang luas dan baik komunikasinya. (Wawancara 20 Desember 2011) AKBP Susetio Cahyadi juga menerangkan bahwa: Kita sangat welcome dan berterimakasih Percik yang telah memberikan perubahan di bidang pengetahuan. Singkat kata, saya sengat dekat dengan Percik. Percik itu punya konsep yang baik untuk pembelajaran pengetahuan anggota Polri dan masyarakat kecil juga dicoba ditolong oleh Percik untuk memiliki beberapa pengetahuan. (Wawancara 1 Desember di Polres Sragen)
b. Kekuatan opinion leader Percik memilih FKPM sebagai salah satu target sasaran dalam sosialisasi dan kampanye Polmas dan mereka yang tergabung dalam FKPM merupakan tokoh di wilayahnya. Mereka yang disebut tokoh masyarakat ini dianggap memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan masyarakat lain dan bisa menjadi teladan di lingkungannya. commit to user
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal ini seperti yang diungkapkan Yudi mengenai proses awal pembentukan FKPM: Awalnya kita bertemu, dari kepala kelurahan, mengumpulkan beberapa tokoh-tokoh. Saat itu saya menjabat sebagai ketua RW. Disana kita membentuk forum kemitraan polisi dan masyarakat. (Wawancara 8 November di Percik) AIPDA Tri Wibowo juga menyatakan hal serupa mengenai pembentukan FKPM Orang-orang yang ditunjuk sebagai FKPM dan safe house ini dasarnya sama , mereka yang dianggap masyarakat sebagai tokoh di wilayahnya. Entah itu tokoh pemuda, wanita atau agama. Kita menggunakan adat orang Jawa yang biasanya ewuh pekewuh terhadap orang yang dihargai. Jadi tidak bisa orang sembarangan. (Wawancara 12 Desember 2011 di Polres Salatiga) Demikian pula dalam setiap diskusi dan seminar Percik selalu menyertakan tokoh-tokoh masyarakat di setiap wilayahnya dan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Tokoh masyarakat yang merupakan pemuka pendapat ini berperan dalam menyebarkan nilai-nilai Polmas di masyarakat.
Hal ini seperti yang dikatakan Syafii, ketua FKPM Pulutan bahwa: Kami FKPM selalu menyebarkan pengetahuan kepada warga yang lain. (Wawancara 11 November 2011 di Pulutan) Prapti, anggota FKPM Kecandran menambahkan pula: Dari FKPM sering melakukan sosialisasi ke masyarakat, saya sendiri lewat PKK, pertemuan RT. (Wawancara 24 November 2011 di Kecandran)
commit to user
142 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Anggota FKPM Noborejo, Siswoyo juga mengungkapkan hal serupa: Dari FKPM ada sosialisasi kepada warga. FKPM itu kan ada di semua RW. Dulu diambilkan dari ketua RW setempat. Sosialisasi yang dilakukan anggota FKPM disampaikan masyarakat lewat pertemuan RT, RW, PKK seperti itu. (Wawancara 24 November di Noborejo) Demikian juga yang diungkapkan Sujiono dari FKPM Kutowinangun, Di Kutowinangun setiap RW ada anggota FKPMnya, pada saat sarasehan di tingkat RW maupun RT itu mereka datang. Jadi setiap anggota FKPM bertanggungjawab di wilayahnya untuk sosialisasi disitu. Pada saat rapat FKPM nanti anggota melaporkan apa saja kejadian yang terjadi di wilayahnya dan juga rencana kegiatan sebulan kedepan
commit to user
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan data yang telah diperoleh dan telah dianalisa, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Perpolisian masyarakat di Salatiga dibagi dalam dua model, yaitu Polmas model wilayah yang melibatkan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) gabungan dari beberapa RW dalam satu kelurahan dan Polmas model kawasan yang diterapkan pada satu kesatuan area kegiatan dengan pembatas jelas yang dalam penelitian ini adalah institusi pendidikan (universitas) yang dilakukan atas inisiatif bersama. 2. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh LSM Percik telah melewati beberapa tahap yang sesuai dengan teori strategi komunikasi seperti proses analisis khalayak atau riset khalayak (melalui proses need assessment), bagaimana menyusun pesan, menetapkan metode yang digunakan serta menyeleksi penggunaan media yang disampaikan secara menyeluruh melalui media cetak dan elektronik. Percik melakukan kegiatan komunikasi secara terencana dan membagi proses komunikasi dalam beberapa fase yang dievaluasi setiap 2 tahun sekali. 3. Strategi komunikasi yang diterapkan oleh Percik membawa pengaruh pada pencairan hubungan antara polisi dan masyakarat, peningkatan kapasitas polisi commit to user
144 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan FKPM, turunnya dana keamanan dari Pemerintah Daerah ke wilayah dan terlibatnya mahasiswa dalam proses reformasi kepolisian. 4. Dalam sosialisasi dan kampanye ini ada beberapa hal yang menjadi faktor pendorong. Yang menjadi faktor pendorongnya adalah kekuatan komunikator dan kekuatan opinion leader. Komunikator Percik dianggap memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, mampu menjadi mediator antara masyarakat, mahasiswa dan polisi, menghargai gagasan orang lain dan memiliki kapasitas untuk bicara mengenai masalah reformasi keamanan sehingga pesan komunikasi dapat diterima dengan baik. Selain itu kekuatan opinion leader dalam masyarakat Salatiga memegang peranan penting dalam sosialisasi dan kampanye perpolisan masyarakat di wilayah. Pengurus FKPM berasal dari tokoh masyarakat memiliki dukungan yang luar biasa terhadap program Polmas meskipun terlibat dalam FKPM bisa dikatakan sebagai kerja sosial karena tidak dibayar. 5. Dalam sosialisasi dan kampanye Polmas yang dilakukan Percik ditemukan beberapa faktor pengambat yaitu (1) kendala kultur dan birokrasi yang menyebabkan dalam hal tertentu pemerintah tidak terbuka untuk dikritik, selain itu komunikasi vertikal polisi menyebabkan kinerja polisi berdasar komando, belum lagi rotasi kepolisian yang cenderung cepat (2) keterbatasan biaya dan Sumber Daya Manusia yang mengakibatkan sosialisasi dan kampanye Polmas tidak bisa dilakukan massive kepada seluruh masyarakat
commit to user
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Salatiga, (3) Tidak adanya support dari lembaga lain karena hanya Percik satusatunya LSM di Salatiga yang bergerak di bidang perpolisian masyarakat.
B. SARAN Ada beberapa saran yang disampaikan penulis kepada riset atau penelitian lanjutan, pihak LSM Percik, dan polisi. 1. Bagi riset atau penelitian lanjutan Demi
perkembangan
studi
komunikasi,
khususnya
pada
tataran
komunikasi dan perpolisian masyarakat, penulis menyarankan untuk diadakan penelitian lanjutan mengenai strategi komunikasi dalam sosialisasi dan kampannye Polmas yang dilakukan oleh LSM di daerah lain sebagai pembanding. 2. Bagi LSM Percik Mengingat belum maksimalnya penggunaan media massa, sehingga perlu untuk lebih membangun jejaring dengan media massa paling tidak media massa lokal supaya Polmas lebih dikenal dan dirasakan manfaatnya. 3. Bagi Polisi Melihat campur tangan lembaga di luar kepolisian dalam hal ini LSM begitu nyata dan sangat berpengaruh bagi implementasi program Polmas, ada baiknya perlu untuk terus-menerus menjaga hubungan baik dalam bahumembahu membangun keamanan dan ketertiban. Terkait dengan hambatan soal kultur dan birokrasi ada baiknya untuk benar-benar mengimplementasikan
commit to user
146 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Polmas dalam tubuh Polri dengan menjunjung akuntabilitas dan lebih bijak dalam merotasi anggota Polri.
commit to user