STRATEGI DAN PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS BERBASIS KOMPETENSI Tina Mariany Kariman Universitas Negeri Medan Abstract This paper discusses the strategies and new paradigm in the teaching and learning processes in Indonesia today. In this regard, the writer focuses on the strategies and the competency‐based teaching and learning processes of English. Various issues and concepts behind them are also dealt with like the components that closely related to competency‐based curriculum of English, that is standardized competency, preliminary (basic) competency, main studying materials, and its achievement indicator. According to the writer, the success of an educational (language) program is mainly supported by available supra and infrastructure including professionalism in delivering or transferring the knowledge to the learners and other supporting factors like special attention on educators’ welfare and the improvement of their existing knowledge.
1.
PENGANTAR
Pendidikan adalah suatu proses berkelanjutan dan berkembang bukan hanya sekadar pendidikan untuk semua (PUS) tetapi pendidikan berkualitas untuk semua (PBUS) sesuai dengan tuntutan era globalisasi, abad XXI (abad pengetahuan), dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Konsekuensinya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia harus dipersiapkan lebih terarah. Kemampuan SDM 2020 yang akan merupakan “human capital” ditantang untuk bersaing di arena global. Kompetisi global di era pasar bebas ASEAN 2003 telah dirasakan dampaknya terlebih lagi menjelang ASIA PASIFIK 2020 dengan pergeseran dari basis keunggulan komparatif (comparative advantage) ke basis keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang sangat mengandalkan kreativitas dan kualitas SDM.
Berbagai hasil survai dan laporan seperti UNDP 2002 menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada urutan 109, jauh di bawah Malaysia (61) dan Brunei (30); laporan UNESCO 2001 memperjelas keberadaan kualitas pendidikan Indonesia pada urutan 119 jauh di bawah kebanyakan negara sedang berkembang; dan survai Asiaweek (1999 dan 2000) menunjukkan bahwa perguruan tinggi (PT) seperti Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada belum dapat menduduki urutan 50 dari 104 PT sejenis di Asia Pasifik. Data tersebut adalah masukan yang sangat bernilai tinggi bagi Departemen Pendidikan Nasional dan pakar pendidikan untuk terus berupaya menjawab pertanyaan “Ada apa dengan program pendidikan di Indonesia?”. Proses globalisasi dan “kesepakatan” antarnegara yang telah disetujui tidak dapat membendung arus komunikasi dan infromasi canggih (media cetak dan elektronik), mobilitas individu/institusi untuk mengisi peluang pasar kerja (work market) dan strategi pemasaran (marketing strategy) dari berbagai institusi pendidikan “luar” yang menerobos Indonesia
Strategi dan Proses Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Kompetensi (Tina Mariany Kariman)
65
dengan program pendidikan dan tenaga “profesional” asing dalam bentuk “franchise”. Salah satunya adalah “kerja sama” dengan institusi pendidikan “Singapore” dengan program general level (O level) untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan advanced level (A level) untuk tingkat sekolah menengah atas (SMA), dengan mata pelajaran tertentu seperti Biologi, Kimia, Fisika, Matematika, dan Bahasa Inggris yang diajarkan dalam bahasa Inggris, belum lagi banyaknya kursus dengan penerapan joint kurikulum (seperti Amerika, Australia, Inggris, dan Singapura). Untuk mengantisipasi hal tersebut, dunia pendidikan kita sarat dengan inovasi, perbaikan, serta pengembangan di berbagai bidang termasuk pengembangan kurikulum dan berbagai perangkat penunjangnya. Guru/dosen sebagai ujung tombak dari kegiatan pendidikan harus benar‐benar mampu berperan sebagai seorang profesional. Kurikulum 2004 (Departemen Pendidikan Nasional, 2004) yang paradigmanya adalah kurikulum berbasis kompetensi menitikberatkan pada upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan yang pengimplementasiannya memberdayakan semua komponen terkait secara institusional dan fungsional. Berbagai upaya telah dan akan dilaksanakan untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas, dan salah satunya adalah hasil lulusan dari suatu tingkat pendidikan terus ditingkatkan kriteria penentuan kelulusan yaitu dengan mata pelajaran dan batas nilai Ujian Nasional (UN). Penetapan ini telah menimbulkan banyak pro dan kontra di tengah‐tengah masyarakat. Di samping itu, berbagai kebijakan dalam upaya peningkatan proses pembelajaran akan dilaksanakan seperti program sertifikasi guru/dosen. Upaya ini dilihat sebagai suatu hal yang
66
positif untuk memposisikan SDM Indonesia dalam kompetisi global. Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat langkah‐langkah positif ke arah pengembangan diri dan tanggung jawab guru/dosen dalam proses pengabdian secara profesional untuk mempersiapkan generasi penerus yang berkualitas. 2. STRATEGI PEMBELAJARAN Permasalahan utama yang sedang dihadapi negara kita adalah (1) pemerataan, (2) kualitas, (3) relevansi, dan (4) efisiensi pendidikan. Kualitas pendidikanlah yang akan membangun bangsa ini untuk bersaing bebas. Penerapan teknologi untuk peningkatan kualitas dan akses pendidikan (Kariman 1992) akan banyak merupakan alternatif dalam penerapan SDM yang berkualitas. Di samping itu, reformasi dan inovasi dalam dunia pendidikan dengan misi jauh ke depan harus dilakukan yaitu dengan institusi pendidikan yang difokuskan pada kebutuhan siswa (learners’ needs) yang memungkinkan fleksibilitas tentang gaya belajar (Kariman 1988 dan 1996a). Sekolah‐sekolah abad XXI akan benar‐ benar berbeda dengan menciptakan (1) learner‐ centered schools, (2) teacher professionalism, dan (3) accountability (Darling‐Hammond 1994). Dengan menerapkan hal‐hal yang berpusat pada kebutuhan siswa, maka upaya beberapa institusi pendidikan (pemerintah dan swasta) telah melihat sesuatu yang positif untuk pengembangan pendidikan berwawasan unggulan dalam menghadapi tantangan pengembangan abad XXI (Kariman 1997). Cakupan materi dan pengetahuan yang harus dimiliki peserta didik telah banyak bergeser dan disesuaikan dengan revolusi cara belajar (Dryden & Vos 1999) dengan standar nasional dan internasional (global) mengingat mobilitas yang tinggi di antara mereka yang ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi di dalam dan luar negeri. Bagaimanapun strategi pembelajaran yang akan diterapkan harus berorientasi pada hal‐hal baru dengan cara menambah wawasan yang lebih luas (Naisbitt & Aburdene 1990 dan Naisbitt & Aburdene 1994) yaitu seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur kegiatan belajar dalam mencapai tujuan
ENGLONESIAN: Jurnal Ilmiah Linguistik dan Sastra, Vol. 2 No. 1, Mei 2006: 64 – 68
pembelajaran yang telah ditetapkan (Kariman 2002) dan untuk persiapan menempuh ujian bertaraf internasional untuk belajar ke luar negeri (Sharpe 2006 dan Rogers 2006). 2. 1 Pembelajaran Multimedia Proses pembelajaran yang konvensional secara bertahap diarahkan kepada pemanfaatan multimedia (Kariman, 1996b) sebagai hasil dari beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa kita belajar sebanyak 90% dari yang dikatakan dan dilakukan; “chalk and talk” harus dikurangi dan “say it and do it” harus lebih diintensifkan (kita belajar 10% dari yang dibaca, 20% didengar, 30% dilihat dan didengar, dan 70% dilakukan). Saat ini, berbagai produk teknologi komunikasi dan informatika yang canggih tersedia di tengah‐tengah masyarakat walaupun penerapannya suatu proses pembelajaran harus “mix and match” dengan yang konvensional atau pembelajaran dengan berbasis aneka sumber (BEBAS). Pemanfaatan buku teks, surat kabar, majalah, jurnal, papan reklame, dapat menambah wawasan pembelajaran yang “up to date” di era ini dilihat dari peran bahasa Inggris (Richards, 1985), dan pengetahuan komputer untuk menelusuri international network (internet) dengan online learning, e‐learning, dan web‐based learning. E‐learning dan penerapan information communication technology (ICTs) lainnya (Kariman 2005) dengan materi yang dapat di‐download akan menambah bobot materi yang akan disampaikan. Walaupun e‐learning di Indonesia saat ini masih belum maksimal tetapi secara bertahap harus dimanfaatkan fasilitas ini (Kariman 2006). Cooperative learning (belajar secara kooperatif) adalah suatu pendekatan yang sangat potensial dalam proses pembelajaran sebab akan terjadi partisipasi dan kerjasama kelompok (Lie 2002) yang akan menghasilkan prestasi
kerja yang “sama” (Jacobs, Lee, & Ball 1996). Bagaimanapun canggihnya teknologi komunikasi dan informatika yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran, satu hal yang sangat perlu adalah profesionalisme guru/dosen dalam mengelola kelas (classroom management). 3. KURIKULUM DAN PROSES PEMBELAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI 3. 1 Kurikulum Konsep kurikulum yang paling sempit adalah suatu daftar mata pelajaran yang diberikan di institusi pendidikan; jika kurikulum berfungsi sebagai instrumen pencapaian tujuan pendidikan, kurikulum harus dipahami seluas mungkin yang meliputi semua aktivitas pembelajaran. Definisi kurikulum sebagai “the aggregate of course given in a school, college, university, etc.” (The Macquarie Dictionary 1988: 452) harus lebih dikembangkan untuk mencapai tujuan yang lebih luas dari suatu proses pembelajaran. Dari dulu sampai saat ini telah terjadi perubahan kurikulum. Kurikulum tersebut bukan dirubah untuk asal berubah tetapi ada hal‐hal yang akan lebih difokuskan sesuai dengan perkembangan dan tutuntutan serta tantangan nasional dan global. Sejauh ini telah diberlakukan Rencana Pelajaran (1947), Kurikulum 1968 (1968 – 1973), Kurikulum 1975 (1973 – 1978), Kurikulum 1984 (1983 – 1985), Kurikulum 1994 (1993 – 1998), Kurikulum 1994 yang disempurnakan dan “terakhir” adalah Kurikulum 2004 yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum erat kaitannya dengan materi dan metode pembelajaran “hidden curriculum” dan ekstra kurikulum. 3. 2 Proses Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Kompetensi 3. 2. 1 Kompetensi Persoalan kompetensi mencuat terutama jika dikaitkan dengan proses pembelajaran (pendidikan) dalam dua tahun terakhir ini; mulai dari pendidikan dasar sampai PT. Seluruh aspek dan proses pembelajaran harus memastikan
Strategi dan Proses Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Kompetensi (Tina Mariany Kariman)
67
prinsip dan asas‐asas pembelajaran yang dikaitkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Pada dasarnya, setiap proses pembelajaran haruslah bermuara pada kompetensi yang akan dimiliki oleh siswa. Kompetensi seorang pendidik yang dituntut yaitu profesionalisme dalam penyampaian materi kurikulum. Di dunia pendidikan, dikenal Pendidikan Guru Berbasis Kompetensi (Competency‐Based Teacher Education: CBTE (Hall & Jones (1976)) menyatakan dalam pendidikan berbasis kompetensi penggunaan sarana dan prasarana lebih efektif, realistis, dan relevan. Secara umum kompetensi lulusan yang diharapkan mencakup (1) kompetensi kognitif, (2) afektif, dan (3) psikomotorik. Pembelajaran berbasis kompetensi merupakan pendekatan ganda dari bidang‐bidang pendidikan lainnya, seperti Psikologi Pendidikan, Media Pendidikan, Teknologi Pendidikan, dan Evaluasi Pendidikan. Dalam peningkatan kualitas pembelajaran, komponen kurikulum (konten, metode, media, dan evaluasi) harus ‘lebih terarah’ untuk pencapaian kompetensi. Standar proses implementasi perkuliahan dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi berfokus pada aktivitas yaitu perubahan dari teaching‐ oriented menjadi learning‐oriented dan secara kontekstual (Contextual Teaching and Learning [CTL]). Dalam CTL ada tujuh komponen utama yaitu: (1) constructivism (pengetahuan dibangun oleh manusia dengan strategi memperoleh lebih diutamakan; (2) inquiry dengan siklus: observation, questioning, hypothesis, data gathering untuk memotivasi proses berpikir; (4) learning community yaitu pembelajaran berkelompok; (5) modelling, dosen memberikan model seperti apa yang dikehendaki untuk dilakukan oleh
68
mahasiswa; (6) refleksi yaitu berorientasi pada apa yang telah dilakukan; dan (7) authentic assessment yaitu penilaian dari proses pembelajaran dan tes hanya salah satu bentuk penilaian. 3. 2. 2 Kompetensi Bahasa dan Kompetensi Komunikatif Salah satu pengertian kompetensi yang sering digunakan ialah pengetahuan, keterampilan, dan nilai‐nilai dasar yang direfleksikan dalam proses berpikir dan bertindak. Kompetensi berbahasa Inggris yang diharapkan untuk dicapai setelah suatu tingkat pendidikan adalah: (1) mendengar (listening), (2) berbicara (speaking), (3) membaca (reading), dan (4) menulis (writing). Chomsky (1965) berpendapat bahwa kemampuan (kompetensi) berbahasa mencakup seluruh pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang struktur bahasa, memahami kalimat‐kalimat, dan penggunaan bahasa di dalam suatu situasi. Belajar bahasa adalah bagaimana menggunakan bahasa itu sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial yang baik dan benar. Hymes (1972) menjelaskan tentang empat kompetensi komunikatif yang saling mendukung yaitu (1) kegramatikalan (benar tidaknya suatu kalimat), (2) kelaikan (layak tidaknya kalimat dari segi makna dan alaminya), (3) kesesuaian (sesuai tidaknya sebuah kalimat dengan konteks, dan (4) kemarkahan (umum atau tidaknya sebuah kalimat digunakan). Kompetensi komunikatif merupakan prasyarat bagi prilaku bahasa yang baik dan benar. Dalam penggunaan bahasa Indonesia, masih banyak tuturan dan tulisan yang belum sesuai dan dalam pembelajaran bahasa Inggris masih banyak tantangan yang dihadapi (Kariman 2005) terutama dalam keempat ‘aspek tersebut dan sarana serta prasarana yang tersedia. Kompetensi bahasa haruslah kompetensi komunikatif yang dapat diterima dengan pemahaman konteks kultural, sosial, dan fungsi komunikasi. Selain itu tidak kurang pentingnya adalah pengetahuan linguistik. Fungsi bahasa (Finocchiaro 1980) mencakup fungsi‐fungsi komunikatif bahasa yaitu personal, interpersonal, direktif, referensial, dan imaginatif.
ENGLONESIAN: Jurnal Ilmiah Linguistik dan Sastra, Vol. 2 No. 1, Mei 2006: 64 – 68
4. SIMPULAN DAN SARAN Perubahan pendidikan, kurikulum, dan pembelajaran selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu sebagai proses reformasi dan inovasi di berbagai bidang termasuk pengembangan strategi pembelajaran yang erat terkait dengan pengembangan kurikulum sebagai dampak dari globalisasi, perkembangan IPTEK, dan abad pengetahuan. Untuk pencapaian target SDM yang berkualitas secara nasional dan internasional, untuk peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan telah diberlakukan Kurikulum 2004 (yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi). Paradigma pendidikan Indonesia mengalami perubahan dengan penyesuaian sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum. Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki lulusan dari proses pembelajaran pada suatu jenjang pendidikan yang mencakup komponen‐ komponen: (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian. Keberhasilan suatu program pendidikan sangat didukung oleh sarana dan prasarana yang tersedia, termasuk
profesionalisme dalam proses penyampaian pengetahuan kepada para siswa. Faktor‐faktor pendukung lainnya, termasuk antara lain perhatian untuk “kesejahteraan” dan peningkatan kualitas ilmu yang dimiliki oleh para pendidik. Kita semua menyadari bahwa: .......... the development of a nation will be determined by the level of its education ................ (Kariman, 1988). DAFTAR PUSTAKA Darling‐Hammond, L. 1994. Will 21st century schools really be different? The Education Digest, September, 4 – 8. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dryden, G. and Voss, J. S. 1999. The learning revolution: To change the way the world learns. New Zealand: The Learning Web. Chomsky, N. 1965. Aspects of the theory of syntax. Cambridge, Mass: MIT Press. Finocchiaro, M. 1980. Developing communicative competence. A TEFL anthology: Washington D.C.: International communication agency. Hall, G. E. & Jones, H. L. 1976. Competency‐based education: A process for the improvement of education. New Jersy: Prentice Hall Inc. Hymes, D. 1972. On communicative competence, in pride, J.B & Holmes, J. Ed. Sociolinguistics. Harmondsworth: Penguin. Jacob, G.M., Lee, G.S., and Ball, J. 1996. Learning cooperative learning.
Strategi dan Proses Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Kompetensi (Tina Mariany Kariman)
69