STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE
ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI SERUI TANGGAL 10 JANUARI 2017
OLEH : EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr
NABIRE 2017
ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI SERUI TANGGAL 10 JANUARI 2017
I. PENDAHULUAN Berdasarkan informasi dari media online (www.harianpapua.com) dan (papua.antaranews.com) tertanggal Rabu, 11 Januari 2017, menyebutkan telah terjadi pohon tumbang di lapangan Trikora, pohon beringin di alun-alun tepatnya berhadapan dengan Kantor Polres Kota Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, pada dini hari tanggal 11 Januari 2017 yang diakibatkan oleh adanya angin kencang dengan kecepatan angin maksimum mencapai 35 knots (70 Km/Jam) disertai hujan lebat dengan durasi cukup lama.
Gambar 1. Kejadian pohon tumbang di Serui dimana tercatat curah hujan di Stasiun Meteorologi Serui adalah sebagai berikut :
Stasiun Meteorologi Serui : 64.0 mm ( Hujan Lebat )
II. ANALISIS METEOROLOGI DAN PEMBAHASAN A. Sea Surface Temperature
Gambar 2. Analisa SST & Anomali SST tanggal 10 Januari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au) Secara umum, suhu muka laut di wilayah perairan sekitar Indonesia pada tanggal 10 Januari 2017 berkisar antara 27 - 30 0C dengan anomali (-1) – (+3) 0C terhadap normalnya. Untuk wilayah perairan Serui, suhu muka laut pada kisaran 29 – 30 0C dengan nilai anomali positif antara (+1) – (+2) 0C terhadap normalnya. Suhu muka laut yang hangat tersebut ini menyebabkan kandungan di udara cukup banyak. Kondisi tersebut menyebabkan potensi pembentukan awan – awan konvektif sangat besar dan kondisi cuaca cenderung berawan hingga hujan lebat serta angin kencang di wilayah sekitar kota Serui.
B. Outgoing Longwave Radiation (OLR)
Gambar 3. Outgoing Longwave Radiation (OLR) tanggal 12 Juli 2016 s/d 10 Januari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au) Berdasarkan hasil analisis Outgoing Longwave Radiation (OLR) tanggal 12 Juli 2016 s/d 10 Januari 2017 nilai anomali OLR disekitar wilayah Serui : -10 W/m2 s/d -30 W/m2. Anomali OLR bernilai negatif menandakan tutupan awan cenderung lebih tebal dari rata-rata klimatologisnya.
C. ENSO (El Nino – South Osciilation)
Gambar 4. Grafik Indeks Nino 3.4 dan SOI Tanggal 10 Januari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au) Berdasarkan data indeks Nino 3.4 tanggal 10 Januari 2017 yang bernilai – 0.39 dan data SOI tanggal 10 Januari 2017 yang bernilai + 8.0, maka dapat dikatakan bahwa pada tanggal 10 Januari 2017, menunjukkan kondisi normal yaitu pengaruhnya tidak signifikan terhadap hujan harian di wilayah Indonesia serta suplai uap air dari samudera pasifik timur ke pasifik barat tidak signifikan yaitu aktivitas potensi pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia bagian timur rendah.
D. MJO (Madden – Julian Oscillation)
Gambar 5. Track MJO tanggal 10 Januari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au) Berdasarkan data diagram fase MJO pada tanggal 10 Januari 2017 yang berada di tengah lingkaran kuadran, sehingga tidak mempengaruhi kondisi curah hujan di sekitar wilayah Indonesia.
E. Pola Tekanan Udara (Isobar)
Gambar 6. Analisa Tekanan Udara Permukaan jam 00.00 tanggal 10 Januari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au) Berdasarkan gambar isobar dari tanggal 10 Januari 2017 terlihat bahwa secara umum wilayah Indonesia bagian utara terdapat beberapa pola gangguan cuaca yakni 2 (dua) daerah tekanan rendah (Low Pressure) dan wilayah Indonesia bagian selatan terdapat 8 (delapan) daerah tekanan rendah (Low Pressure). Hal tersebut menandakan bahwa kondisi yang mendukung aktifnya pergerakan massa udara dari wilayah Indonesia bagian utara menuju wilayah Indonesia bagian selatan. Hal ini menyebabkan massa udara bergerak dari BBU (daerah bertekanan lebih tinggi) menuju BBS (daerah bertekanan lebih rendah).
F. Pola Angin (Streamline)
Gambar 7. Analisa arus angin Jam 12.00 tanggal 10 Januari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au) Berdasarkan gambar pola arus angin streamline pada tanggal 10 Januari 2017 jam 12.00 UTC diatas terlihat adanya pergerakan angin yang membawa massa udara dingin dari samudera pasifik dan melewati wilayah Serui. Selain itu adanya pola shearline diatas wilayah Serui yang dapat berperan untuk pembentukan awan – awan konvektif penghasil hujan lebat serta angin kencang adanya daerah sirkulasi tertutup (Eddy) di atas wilayah perairan Samudera Pasifik yang berdekatan dengan wilayah perairan Serui.
G. Relative Humidity
Gambar 8. Prediksi Kelembaban Udara Lapisan 700 mb pada Jam 06.00 UTC tanggal 10 Januari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au) Berdasarkan data kelembaban relatif (Sumber: BOM Australia), pada lapisan 700 mb di atas wilayah Serui, kelembaban relatif bernilai 60 – 70 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada lapisan atas udara cukup basah dan pada saat kejadian hujan lebat dan angin kencang, kondisi udara basah tersebut sangat berpotensi untuk perbentukan awan-awan konvektif di sekitar wilayah Serui.
H. Citra Satelit
Gambar 9. Citra Satelit Himawari 8 IR & EH Jam 16.50 s/d 21.20 UTC tanggal 10 Januari 2017 Berdasarkan citra satelit, terlihat kumpulan awan – awan konvektif yang bergerak masuk ke wilayah Serui awalnya berasal dari arah barat daya wilayah perairan Serui. Dari klasifikasi jenis awan diketahui awan yang terbentuk adalah Cumulonimbus (Cb) yang dapat diketahui berdasarkan suhu puncak awan pada counter line satelit Himawari 8 IR & EH yaitu (-62) s/d (-69) 0C, yang berpotensi menimbulkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Kumpulan awan Cumulunimbus tersebut bergerak menuju wilayah Serui pada jam 16.50 UTC dan bergerak menjauhi wilayah Serui pada jam 21.20 UTC.
J. Analisa Udara Atas (Sounding)
Gambar 10. Profil udara atas Stasiun Meteorologi Biak tanggal 10 Januari 2017 jam 12 UTC Berdasarkan data profil diatas (sounding) stasiun meteorologi Biak (+ 110 Km dengan Stasiun Meteorologi Serui) di dapatkan indeks – indeks pola labilitas udara antara lain :
K. Indeks
= 34.10 (Konvektif sedang)
L. Indeks
= -4.38 (Labil, potensi badai guntur yang kuat)
S. Indeks
= -1.23 (Kemungkinan hujan dan badai guntur)
SWEAT
= 234.98 (Tidak ada TS kuat)
CAPE
= 2277.87 (Energi sedang)
TOT-TOT
= 44.60 (Konvektif sedang)
Dari indeks – indeks pola labilitas udara di atas dapat disimpulkan akan kemungkinan terjadi hujan disertai TS. Jika melihat profil udara atas tersebut terlihat pada antara lapisan 100 – 800 mb dan 500 - 400, garis suhu udara dan garis titik embun saling berimpit. Hal ini sangat mendukung pembentukan awan – awan konvektif (awan cumulunimbus). Jika melihat nilai CAPE (Convective Available Potential Energy) yang bernilai di atas 2000 menandakan bahwa proses pembentukkan awan – awan cumulunimbus terjadi melalui proses konvektif (pemanasan daratan).
III. KESIMPULAN 1. Adanya tutupan awan-awan konvektif yang sangat tebal di hampir seluruh wilayah Serui dari malam hari hingga dini hari menandakan hujan turun dengan intensitas lebat. 2. Nilai anomali OLR disekitar wilayah Serui : -10 W/m2 hingga -30 W/m2. Anomali OLR bernilai negatif menandakan tutupan awan cenderung lebih tebal dari rata-rata klimatologisnya. 3. Analisa pola angin (Streamline) terlihat adanya pola shearline diatas wilayah Serui yang dapat berperan untuk pembentukan awan – awan konvektif penghasil hujan lebat dan angin kencang serta adanya daerah sirkulasi tertutup (Eddy) di atas wilayah perairan Samudera Pasifik yang berdekatan dengan wilayah perairan Serui. 4. Kelembaban relatif pada lapisan 850 mb di atas wilayah Serui, kelembaban relatif berkisar 60 – 70 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada lapisan atas udara cukup basah dan pada saat kejadian hujan lebat serta angin kencang kondisi udara basah tersebut sangat berpotensi untuk perbentukan awanawan konvektif di sekitar wilayah Serui. 5. Dari klasifikasi jenis awan diketahui awan yang terbentuk adalah Cumulonimbus (Cb) yang dapat diketahui berdasarkan suhu puncak awan pada counter line satelit Himawari 8 IR & EH yaitu (-62) s/d (-69) 0C, yang berpotensi menimbulkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat serta angin kencang.