SKRIPSI
STUDI PENGARUH FORMULASI DAN PERLAKUAN PROSES TERHADAP TEKSTUR SNACK MAKARONI KERANG DARI MOKAF
Oleh YUSI STEPHANIE SURYA F24050438
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
STUDI PENGARUH FORMULASI DAN PERLAKUAN PROSES TERHADAP TEKSTUR SNACK MAKARONI KERANG DARI MOKAF
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh YUSI STEPHANIE SURYA F24050438
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR STUDI PENGARUH FORMULASI DAN PERLAKUAN PROSES TERHADAP TEKSTUR SNACK MAKARONI KERANG DARI MOKAF
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh YUSI STEPHANIE SURYA F24050438
Dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1987 di Jakarta Tanggal lulus : Menyetujui, Bogor,
Desember 2009
Ir. Subarna, M.Si Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Yusi Stephanie Surya. F24050438. Studi Pengaruh Formulasi dan Perlakuan Proses terhadap Tekstur Snack Makaroni Kerang dari MOKAF. Dibawah bimbingan Subarna.
RINGKASAN MOKAF merupakan salah satu komoditi lokal yang diharapkan dapat menyukseskan program diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap terigu di Indonesia yang saat ini sedang digalakkan pemerintah. Potensi penggunaan MOKAF pada produk pangan masih belum banyak digali, salah satunya pada produk makanan ringan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan snack makaroni kerang dengan bahan baku MOKAF, sedangkan tujuan khususnya mempelajari pengaruh variabel formulasi (jumlah MOKAF dikukus dan jumlah air formulasi) dan waktu pengeringan terhadap tekstur snack makaroni kerang yang dibuat dari MOKAF, sehingga dapat diketahui variabel yang harus digunakan untuk menghasilkan tekstur snack makaroni kerang tertentu. Proses pembuatan snack yang dilakukan meliputi pengukusan sebagian tepung MOKAF dengan air, pencampuran adonan dengan bahan – bahan lainnya, pencetakan adonan dengan ekstruder pasta, pengeringan, dan penggorengan. Terdapat tiga tahap penelitian yang dilakukan yaitu, penentuan taraf perlakuan formulasi dan proses, pemilihan bumbu (flavor), dan penelitian utama. Penentuan taraf perlakuan formulasi dan proses untuk penelitian utama dilakukan dengan pengamatan terhadap snack basah hasil berbagai formulasi, sedangkan pemilihan bumbu untuk tahap penelitian utama dilakukan dengan uji rangking hedonik. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah rancangan acak lengkap dengan tiga faktor perlakuan yaitu jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan, yang masing – masing terdiri dari tiga taraf. Pengamatan dilakukan pada 7 respon, yaitu kadar air dan densitas kamba snack mentah, derajat pengembangan tengah dan pinggir snack kering, densitas kamba snack matang, kerenyahan, dan kekerasan. Selain itu, dilakukan juga pengamatan pori – pori snack matang dengan mikroskop. Uji rating hedonik dilakukan untuk mengetahui formulasi snack yang paling disukai dari beberapa variasi formulasi snack yang telah dipilih. Formulasi snack yang paling disukai kemudian dibuat kurva pengeringannya. Taraf formulasi dan proses yang digunakan, yaitu 80, 90, dan 100% MOKAF dikukus; 30, 40, dan 50% jumlah air formulasi; dan 1, 2, dan 3 jam waktu pengeringan. Bumbu yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah barbeque, kaldu sapi, keju, dan kaldu ayam. Hasil kedua ulangan uji rangking hedonik menunjukkan bahwa snack matang dengan bumbu kaldu ayam paling disukai, sehingga pada penelitian utama digunakan bumbu kaldu ayam. Perlakuan 40% dan 50% jumlah air formulasi menghasilkan snack mentah dengan nilai kadar air, densitas kamba, derajat pengembangan tengah dan pinggir yang cenderung tidak berbeda jauh pada perlakuan waktu pengeringan yang sama di setiap perlakuan jumlah MOKAF dikukus. Semakin rendah perlakuan jumlah air formulasi, pori – pori snack matang lebih merata.
Kandungan granula pati tidak tergelatinisasi pada snack mentah cenderung menyebabkan fluktuasi nilai densitas kambanya selama pengeringan. Seiring dengan kecenderungan meningkatnya derajat pengembangan snack kering dengan semakin lama waktu pengeringan, nilai densitas kamba snack matang menjadi semakin rendah. Waktu pengeringan yang semakin meningkat juga memberikan pori – pori snack matang yang lebih merata. Perbedaan jumlah MOKAF dikukus cenderung tidak berpengaruh terhadap kadar air snack mentah. Perlakuan 90% MOKAF dikukus menghasilkan snack mentah dan matang dengan nilai densitas kamba yang paling rendah serta pori – pori snack matang yang paling merata. Nilai derajat pengembangan tengah paling rendah didapatkan pada perlakuan 80% MOKAF dikukus, sedangkan nilai derajat pengembangan pinggir semakin rendah dengan semakin rendahnya jumlah MOKAF dikukus. Pengembangan snack kering cenderung lebih besar pada bagian pinggirnya dibandingkan dengan bagian tengah. Tekstur snack matang yang diperoleh dengan berbagai perlakuan menunjukkan bahwa nilai peak force pertama yang diperoleh cenderung tidak beraturan dan tidak dapat diprediksi. Snack matang MOKAF semakin tidak keras dengan semakin sedikitnya jumlah MOKAF yang dikukus. Terdapat korelasi yang rendah antara derajat pengembangan tengah dengan kadar air snack kering dan antara densitas kamba snack matang dengan derajat pengembangan pinggir snack kering, keduanya berupa kurva kuadratik, dengan derajat pengembangan tengah optimum terjadi pada kadar air snack kering yang berkisar antara 20 – 25%, serta densitas kamba snack matang paling tinggi diperoleh saat nilai derajat pengembangan pinggirnya berkisar antara 1.6-1.8. Hasil uji rating hedonik pada parameter warna, rasa, tekstur, dan overall memberikan nilai kesukaan terhadap variasi snack matang dengan rata – rata sekitar 5 (agak suka), dan formula yang paling disukai adalah formula dengan kombinasi perlakuan 90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan. Formula yang paling disukai mempunyai nilai tekstur obyektif, yaitu nilai kekerasan 1378.12 gf (kekerasan agak rendah) dan nilai peak force pertama 268.75 gf (agak tidak renyah). Kurva pengeringan yang dibuat pada formula terpilih, menunjukkan bawa pengeringan snack basah yang efektif dengan cabinet dryer pada suhu 60oC diperoleh pada 3 jam pertama. Kadar air optimum untuk penggorengan snack dengan formulasi 90% MOKAF dikukus dan 30% jumlah air formulasi adalah sekitar 13%.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Yusi Stephanie Surya, dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1987 di Jakarta dan merupakan putri pertama dari pasangan Junus Surya dan Susilana Muchtar. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDK Notre Dame (1993 - 1999), pendidikan menengah pertama di SLTPK IPEKA TOMANG (1999 - 2002), dan pendidikan menengah atas di SMUK IPEKA Tomang (2002 - 2005). Penulis lulus dan diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) untuk mengikuti Tahap Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun dan pada tahun 2006 diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan non-akademik seperti mengikuti berbagai kepengurusan di organisasi dan terlibat dalam kepanitiaan sejumlah acara. Penulis menjadi pengurus organisasi sebagai pemerhati Komisi Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (2007 - 2008) dan pemerhati Kelompok Pra Alumni Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB
(2008 - 2009). Penulis juga aktif mengikuti seminar berskala
nasional maupun internasional, seperti Half Day Seminar on Antioxidant by SEAFAST, Seminar Pangan Fungsional, dan Seminar Nasional Pangan Halal. Penulis pernah bekerja sebagai Asisten Praktikum Mikrobiologi Pangan (2008 - 2009). Penulis juga mengikuti beberapa pelatihan, di antaranya Pelatihan Auditor HACCP oleh Embrio (2007) dan Pelatihan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 oleh PT. Bika Solusi Perdana (2008).
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan penyertaanNya dalam hidup penulis, termasuk dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Studi Pengaruh Formulasi dan Perlakuan Proses Terhadap Tekstur Snack Makaroni Kerang dari MOKAF”. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang besar kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, doa, dan dukungan yang diberikan selama masa kuliah, penelitian, dan penulisan skripsi ini kepada: 1. Keluarga Penulis. Terima kasih atas semua doa, dukungan materi dan non materi, nasihat, semangat, dan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis. 2. Ir. Subarna, M.Si, sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan selama penulisan skripsi ini. 3. Ir. Sutrisno Koswara, M.Si, atas kesediaannya menjadi Dosen Penguji dan saran – saran yang diberikan. 4. Tjahja Muhandri, STP, MT, atas kesediaannya menjadi Dosen Penguji dan saran – saran yang diberikan. 5. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis. 6. Semua laboran laboratorium ITP, Seafast, dan AP4, terutama Bu Rubiyah, Pak Gatot, Pak Jun, Pak Ujang, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu – persatu. 7. Teman-teman yang sudah membantu dan mendukung dalam penelitian dan pembuatan skripsi ini : Diana, Angky, Adi Leo, Adi Prawoko, Riska, Isna, Gia, dan Erick. 8. Teman-teman baik di IPB: Diana, Belinda, Eveline, Irene, Sisi, Nova, Ola, Tuthie, Stella, Vero, Catherine, Chaca, Arya, Agustina, Santy. O. Terima kasih telah menjadi teman untuk berbagi suka dan duka.
ii
9. Teman – teman sebimbingan, Kak Ami, Kak Jamal Lula, Aji, Waisak, dan teman – teman sebimbingan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 10. Galih, Kamlit, Santi, Marcel, Vera, Suhendri, Glenn, Rheiner, Dewi, Ririn, Indri, Hesti, Peye, Harist, Nanda, Wiwi, Midun, Olo, Isna, Tere, Muji, Dina, esther, twi, melissa, Tjan, dan semua teman – teman ITP 42 “Golden Generation” yang tidak dapat disebutkan – satu per satu. 11. Teman-teman ITP 43 dan 44, terima kasih atas dukungan dan keceriaan yang telah diberikan. 12. Teman – teman pengurus Kopral : Maria Lita, Tiur, Leni, Tumpal, Meiyu, Olive, Bontor, terima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan. 13.Teman – teman Komkes dan PMK : Ivan S., Ivan M., Ivan Cipit, Gusti, Risna, Rohani, Ayu, Deni, Ko yo, Bang Icok, Mathias, Tiurmaida, Deni, Mediwan, dan yang lainnya, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 14. Teman – teman IPB lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan.
Penulis berharap karya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan berguna bagi kemajuan pangan di Indonesia.
Bogor, Desember 2009
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ i KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix I.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4 C. Manfaat ............................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5 A. Makanan Ringan .............................................................................. 5 B. MOKAF ........................................................................................... 7 C. Teknologi Pembuatan Snack ............................................................ 10 D. Pati ................................................................................................... 15 E.
Gelatinisasi Pati ................................................................................ 17
F.
Ekstrusi ............................................................................................. 20
G. Tekstur Produk Snack ...................................................................... 23 III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 25 A. Bahan dan Alat ................................................................................. 25 B. Metode Penelitian ............................................................................ 25 1. Penentuan Taraf Perlakuan Formulasi dan Proses ...................... 25 2. Pemilihan Bumbu (Flavor) .......................................................... 26 3. Penelitian Utama .......................................................................... 27 C. Rancangan Percobaan ...................................................................... 28 D. Prosedur Pengamatan ....................................................................... 30 1. Analisis Kadar Air Metode Oven ................................................ 30 2. Analisis Tekstur, Rheoner ........................................................... 30 3. Uji Rangking Hedonik ................................................................ 30
iv
4. Uji Rating Hedonik ..................................................................... 31 5. Pembuatan Kurva Pengeringan ................................................... 31 6. Pengukuran Ketebalan Snack Kering dan Snack Matang .......... 32 7. Densitas Kamba Snack Mentah dan Matang ............................. 32 8. Pengamatan Pori – Pori Snack Matang ...................................... 32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 33 A.
Penentuan Taraf Perlakuan Formulasi dan Proses ........................... 33
B.
Pemilihan Bumbu (Flavor) ............................................................... 35
C.
Penelitian Utama .............................................................................. 36 1. Kadar Air Snack Mentah ............................................................ 36 2. Densitas Kamba Snack Mentah ................................................. 42 3. Derajat Pengembangan Snack Kering ....................................... 46 a. Derajat Pengembangan Tengah Snack Kering ...................... 47 b. Derajat Pengembangan Pinggir Snack Kering ....................... 50 c. Pengembangan Bagian Tengah dan Pinggir ........................... 53 d. Struktur Pori – Pori Snack Matang ....................................... 54 4. Densitas Kamba Snack Matang ................................................. 60 5. Tekstur Snack Matang ............................................................... 64 a. Kerenyahan Snack Matang ................................................... 64 b. Kekerasan Snack Matang ...................................................... 68
D.
Uji Rating Hedonik .......................................................................... 72
E.
Hubungan Antara Nilai Tekstur Obyektif dengan Subyektif pada Snack Matang ........................................................................... 77
F.
Kurva Pengeringan Snack Basah ..................................................... 79
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 82 A. Kesimpulan ....................................................................................... 82 B. Saran ................................................................................................. 84 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 85 LAMPIRAN ................................................................................................... 90
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jumlah responden yang kontinyu membeli snack ............................ 1 Tabel 2. Spesifikasi MOKAF yang diproduksi oleh Koperasi Loh Jinawi Trenggalek ........................................................................................ 9 Tabel 3. Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-198 (Rev. 1-1995) .................................................................................... 10 Tabel 4. Karakteristik granula pati ................................................................. 16 Tabel 5. Snack basah hasil berbagai taraf perlakuan formulasi ..................... 34 Tabel 6. Waktu untuk penurunan kadar air snack basah dari 30% hingga 20% ....................................................................................... 38 Tabel 7. Spesifikasi formula 90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan ....................................................... 77 Tabel 8. Nilai tekstur obyektif dan subyektif keempat sampel terpilih ............ 78
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Diagram alir pembuatan MOKAF .............................................. 8 Gambar 2. Diagram alir pembuatan snack “ONION RING” ....................... 15 Gambar 3. Struktur amilosa .......................................................................... 17 Gambar 4. Struktur amilopektin ................................................................... 17 Gambar 5. Mekanisme gelatinisasi butiran pati ........................................... 19 Gambar 6. Penampang dan bagian – bagian ekstruder ulir tunggal ............. 22 Gambar 7. Diagram alir pembuatan snack makaroni kerang ....................... 28 Gambar 8. Jumlah peringkat pada snack matang dengan bumbu berbeda hasil uji rangking hedonik ........................................................... 36 Gambar 9. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap kadar air snack mentah pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus ............................................................ 39 Gambar 10. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap densitas kamba snack mentah pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus .............................................. 45 Gambar 11. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap derajat pengembangan tengah snack kering pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus .................. 48 Gambar 12. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap derajat pengembangan pinggir snack kering pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus .................. 52 Gambar 13. Penampakan pori – pori snack matang dengan perlakuan 100% MOKAF dikukus (JAL: Jumlah Air Formulasi, WP: Waktu Pengeringan)............................................................ 57
vii
Gambar 14. Penampakan pori – pori snack matang dengan perlakuan 90% MOKAF dikukus (JAL: Jumlah Air Formulasi, WP: Waktu Pengeringan)............................................................ 58 Gambar 15. Penampakan pori – pori snack matang dengan perlakuan 80% MOKAF dikukus (JAL: Jumlah Air Formulasi, WP: Waktu Pengeringan)............................................................ 59 Gambar 16. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap densitas kamba snack matang pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus ............................... 63 Gambar 17. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap nilai peak force pertama snack matang pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus .................. 66 Gambar 18. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap nilai kekerasan snack matang pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus ............................... 70 Gambar 19. Nilai rata – rata kesukaan pada parameter warna snack matang ......................................................................................... 73 Gambar 20. Nilai rata – rata kesukaan pada parameter rasa snack matang ........................................................................................ 74 Gambar 21. Nilai rata – rata kesukaan pada parameter tekstur snack matang ........................................................................................ 76 Gambar 22. Nilai rata – rata kesukaan pada parameter overall snack matang ........................................................................................ 76 Gambar 23. Kurva pengeringan snack basah dengan formula terpilih........... 80
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tabulasi data urutan kesukaan uji rangking hedonik ............. 91 Lampiran 2. Hasil uji rangking hedonik ....................................................... 92 Lampiran 3. Rekapitulasi data penelitian utama ......................................... 93 Lampiran 4. Hasil ANOVA univariat terhadap kadar air snack mentah....... 95 Lampiran 5. Hasil ANOVA univariat terhadap densitas kamba snack mentah .......................................................................... 96 Lampiran 6. Korelasi antara densitas kamba dengan kadar air snack mentah .......................................................................... 97 Lampiran 7. Hasil ANOVA univariat terhadap derajat pengembangan tengah snack kering ................................................................. 98 Lampiran 8. Korelasi antara derajat pengembangan tengah dengan kadar air snack kering ............................................................ 99 Lampiran 9. Hasil ANOVA univariat terhadap derajat pengembangan pinggir snack kering .............................................................. 100 Lampiran 10. Korelasi antara derajat pengembangan pinggir dengan kadar air snack kering .......................................................... 101 Lampiran 11. Korelasi antara derajat pengembangan pinggir dengan densitas kamba snack kering ................................................. 102 Lampiran 12. Korelasi antara derajat pengembangan tengah dengan derajat pengembangan pinggir .............................................. 102 Lampiran 13. Hasil ANOVA univariat terhadap densitas kamba snack matang .................................................................................... 103 Lampiran 14. Korelasi antara densitas kamba snack matang dengan derajat pengembangan pinggir .............................................. 104 Lampiran 15. Hasil ANOVA univariat terhadap nilai peak force pertama (tingkat kerenyahan) ............................................................... 105 Lampiran 16. Korelasi antara nilai peak force pertama dengan kadar air snack kering ............................................................................ 106
ix
Lampiran 17. Korelasi antara nilai peak force pertama dengan densitas kamba snack kering ................................................................ 107 Lampiran 18. Korelasi antara nilai peak force pertama dengan densitas kamba snack matang .............................................................. 107 Lampiran 19. Korelasi antara nilai peak force pertama dengan derajat pengembangan tengah ................................................ 108 Lampiran 20. Hasil ANOVA univariat terhadap kekerasan snack matang .................................................................................... 108 Lampiran 21. Korelasi antara kekerasan dengan kadar air snack kering ..... 110 Lampiran 22. Korelasi antara kekerasan dengan densitas kamba snack kering ........................................................................... 110 Lampiran 23. Korelasi antara kekerasan dengan derajat pengembangan tengah ............................................................ 111 Lampiran 24. Korelasi antara kekerasan dengan densitas kamba snack matang .......................................................................... 111 Lampiran 25. Korelasi antara kekerasan dengan nilai peak force pertama ................................................................. 112 Lampiran 26. Tabulasi nilai kesukaan pada uji rating hedonik ................... 112 Lampiran 27. Hasil ANOVA univariat uji rating hedonik terhadap parameter warna ..................................................................... 115 Lampiran 28. Hasil ANOVA univariat uji rating hedonik terhadap parameter rasa ........................................................................ 116 Lampiran 29. Hasil ANOVA univariat uji rating hedonik terhadap parameter teksur ..................................................................... 116 Lampiran 30. Hasil ANOVA univariat uji rating hedonik terhadap parameter overall ................................................................... 117 Lampiran 31. Data penurunan bobot snack basah pada pengeringan .......... 118 Lampiran 32. Gambar snack makaroni kerang matang ................................. 119 Lampiran 33. Form uji rangking hedonik ..................................................... 119 Lampiran 34. Form uji rating hedonik .......................................................... 120 Lampiran 35. Contoh grafik hasil pengujian rheoner ................................... 120
x
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan ringan telah menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari – hari. Makanan ringan bersama dengan minuman ringan masih memberikan kontribusi yang sangat besar pada total pengeluaran rumah tangga yaitu sekitar 40–45% (Purwanti, 2005). Menurut penelitian CIC (1992), konsumen snack terbesar di Indonesia adalah anak usia sekolah yaitu dari TK hingga Perguruan Tinggi. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh CIC (1992) terhadap 1300 anak usia sekolah yang tersebar di wilayah Jakarta disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah responden yang kontinyu membeli snack Membeli Ya Tidak Total
Sumber
TK Orang 270 55 325
% 83.1 16.9 100
SD Orang 228 97 325
Pendidikan Konsumen (%) SMP SMA % Orang % Orang % 70.1 229 70.6 220 67.7 27.9 96 29.4 105 33.3 100 325 100 325 100
UMUM Orang % 229 70.4 96 29.6 325 100
: CIC (1992)
Menurut CIC (1992), terdapat perubahan pola konsumsi masyarakat dari makanan kecil tradisional ke makanan kecil dalam kemasan yang mudah dibawa. Hal ini terlihat dari meningkatnya market size pasar snack modern. Survei CIC tahun 2005 menyebutkan, pada tahun 2004 market size pasar snack modern mencapai 59.5 ribu ton atau naik dari tahun 2003 sebesar 53.6 ribu ton, sementara nilai bisnisnya pun pada tahun 2004 sebesar Rp 1.9 triliun, sedangkan tahun 2003 sebesar Rp 1.7 triliun (Hidayat, 2006). Berbagai jenis makanan ringan yang beredar di pasaran Indonesia umumnya menggunakan bahan baku yang berbasiskan terigu, seperti biskuit, snack mi, cracker, cookies, dan lain – lain. Selain itu, terigu juga banyak digunakan untuk produk – produk pangan lainnya. Hal ini menyebabkan tingginya penggunaan terigu di Indonesia dan tingginya impor gandum per tahunnya. Impor gandum pada tahun 2009 mencapai angka 5 juta ton per tahun (Syamsul, 2009). Persentase penggunaan terigu untuk makanan ringan di Indonesia mencapai 15% (Anonimb, 2004). Kebutuhan terigu di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya,
1
menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan gandum di Indonesia yang selama ini seluruhnya dipenuhi oleh impor. Kenaikan harga gandum internasional yang disebabkan karena menurunnya produksi gandum global mengakibatkan kenaikan harga terigu di Indonesia. Tercatat sejak Desember 2007, harga tepung terigu naik secara bertahap dan mencapai kenaikan sekitar 30% (Anonimc, 2007). Program diversifikasi pangan berbasis pangan lokal yang saat ini digalakkan oleh pemerintah bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras dan terigu. Saat ini, banyak sumber daya lokal yang sudah mulai dikembangkan untuk menggantikan terigu, salah satunya adalah MOKAF. MOKAF merupakan produk turunan dari tepung singkong yang menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi (Subagio, 2006). Penggunaan MOKAF sebagai pengganti terigu sudah banyak dilakukan. Pada pembuatan mie, MOKAF dapat menggantikan terigu sebanyak 15 – 20% dan bahkan 100% pada pembuatan biskuit atau kue (Subagio, 2006). Keuntungan penggunaan MOKAF dibandingkan dengan tepung terigu adalah MOKAF tidak mengandung glutein sehingga baik untuk dikonsumsi penderita autis, seratnya lebih tinggi, dan kadar gulanya jauh lebih rendah. Produksi MOKAF saat ini terus meningkat karena teknologinya yang sederhana dan bernilai ekonomis. Harga MOKAF di pasar berkisar antara Rp. 3500,00 – Rp. 4000,00 per kg, jauh lebih murah daripada harga tepung terigu, yaitu sekitar Rp. 7000,00 per kg (Anonimc, 2007). Pengembangan MOKAF diharapkan akan dapat mengurangi ketergantungan terhadap terigu. Kementrian Negara Koperasi dan UKM menargetkan peningkatan produksi tepung MOKAF mencapai 2 juta ton pada tahun 2012, sekaligus menggantikan sekitar 30% kebutuhan tepung terigu nasional (Munthe, 2008). Penggunaan MOKAF pada produk – produk pangan di Indonesia perlu terus diteliti dan dikembangkan mengingat masih banyak potensinya yang belum digali, salah satunya yaitu pada produk makanan ringan. Pengembangan produk dari MOKAF yang dilakukan pada penelitian ini adalah produk makanan ringan. Pembuatan makanan ringan dari MOKAF didasarkan pada prinsip pembuatan kerupuk dan mengacu kepada pembuatan snack “ONION RING” oleh PT Radiance (William, 1989). Penelitian pembuatan
2
snack dari MOKAF ini ditujukan untuk diterapkan pada industri kecil dan diharapkan dapat memberikan peluang serta pengembangan bagi usaha industri kecil. Oleh karena itu, walaupun mengacu pada pembuatan snack “ONION RING”, alat ekstruder yang digunakan bukanlah ekstruder pemasak, tetapi ekstruder pasta, mengingat investasi untuk alat ekstruder pemasak lebih besar, tidak ekonomis untuk industri kecil. Pada ekstruder pasta, tidak terjadi pemanasan, hanya pencetakan menjadi bentuk yang diinginkan, sehingga perlu adanya modifikasi dari proses yang diacu. Berdasarkan hasil trial and error yang telah dilakukan, didapatkan metode pembuatan yang dapat digunakan, tetapi perlu dilakukan optimasi lebih lanjut. Faktor perlakuan dan faktor proses penting yang perlu dioptimasi (hasil trial and error), yaitu jumlah MOKAF yang dikukus, jumlah air formulasi yang digunakan, dan waktu pengeringan. Ketiga faktor ini kemudian digunakan sebagai faktor perlakuan pada penelitian untuk mendapatkan produk makanan ringan dari MOKAF dengan tekstur yang baik. Penggunaan bentuk die yang khusus pada ekstruder pasta untuk penelitian ini menghasilkan snack dengan bentuk seperti kerang, sehingga snack yang dihasilkan pada penelitian ini adalah snack makaroni kerang. Penelitian ini difokuskan kepada tekstur snack makaroni kerang yang dihasilkan, karena tekstur merupakan salah satu parameter sensori yang menentukan penerimaan konsumen terhadap makanan ringan. Hasil survei mengenai produk snack umum yang dilakukan oleh Tricahyanti (1999), menyatakan bahwa responden lebih cenderung menyukai snack seperti chiki / taro dan jenis keripik / kerupuk karena rasanya enak, renyah, gurih, dan sangat ideal untuk dijadikan makanan ringan kapan saja. Analisis multiatribut yang juga dilakukan Tricahyanti (1999), menunjukkan bahwa atribut dari snack yang juga penting adalah rasa dan harga, sehingga dilakukan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan rasa yang disukai. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat dihasilkan suatu metode proses pembuatan snack makaroni kerang dari MOKAF dengan tekstur yang diinginkan, rasa yang enak, dan harga yang murah, untuk dapat diterapkan pada industri – industri kecil.
3
B. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pembuatan snack makaroni kerang dengan bahan baku MOKAF, sedangkan tujuan khususnya yaitu mempelajari pengaruh variabel formulasi (jumlah MOKAF dikukus dan jumlah air formulasi) dan waktu pengeringan terhadap tekstur snack makaroni kerang yang dibuat dari MOKAF, sehingga dapat diketahui variabel yang harus digunakan untuk menghasilkan tekstur snack makaroni kerang tertentu. C. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah dihasilkannya suatu metode proses pembuatan snack makaroni kerang dari MOKAF dengan tekstur yang diinginkan, rasa yang enak, dan harga yang murah, untuk dapat diterapkan pada industri – industri kecil.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Ringan Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama dan umumnya sudah merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari – hari, terutama pada kalangan anak – anak dan remaja (Muchtadi et al.,1988). Makanan yang termasuk makanan ringan, tidak hanya mencakup produk seperti popcorn, produk ekstrusi, keripik kentang, dan produk sejenis, tapi juga memiliki konotasi yang luas mencakup berbagai jenis produk pangan yang umumnya dikonsumsi sebagai bagian dari makanan utama. Menurut Booth (1990), yang termasuk makanan ringan (snack food) antara lain adalah permen dan produk konfeksioneri; cookies/cracker dan produk asal tepung lainnya; acar dan saus; meat snacks, snack berbasis susu; fish snacks dan shellfish snacks, extruded snacks; snack berbasis buah; kacang – kacangan; potato-based textured snacks; dan health food snacks. Harper (1981) membagi makanan ringan ke dalam tiga kelompok. Makanan ringan kelompok pertama atau generasi pertama meliputi produk – produk konvensional seperti keripik singkong, keripik kentang, dan cracker. Kelompok makanan ringan generasi kedua adalah makanan ringan yang diolah melalui proses ekstrusi, yang tidak memerlukan tahapan pengolahan lanjutan seperti halnya makanan ringan generasi ketiga. Makanan ringan generasi kedua dan ketiga tersebut terus mengalami perkembangan dan sangat beragam. Harper (1981) juga menyatakan, bahwa berdasarkan bahan dasarnya maka makanan ringan dibedakan atas dua macam. Jenis yang pertama adalah makanan ringan yang hanya menggunakan satu macam bahan utama, seperti produk – produk ekstrusi dari jagung kemudian ditambah garam dan bumbu penyedap. Jenis makanan ringan yang kedua adalah makanan ringan yang memakai bahan baku campuran dari berbagai sumber pati, seperti campuran jagung dengan beras, bahkan dicampur dengan kacang – kacangan seperti kedelai, kacang hijau, dan kacang lainnya.
5
Matz (1997) membagi produk makanan ringan ke dalam beberapa kategori, diantaranya snack berbasis popcorn, keripik yang dibuat dari adonan, snack yang mengembang (puffed snack), snack gurih panggang (baked savory snacks), snack manis panggang (baked sweet snacks), snack berbasis kacang – kacangan, keripik kentang, snack berbasis daging – dagingan, snack berbasis buah – buahan, dan snack jenis lainnya. Produk snack makaroni kerang yang dikembangkan pada penelitian ini termasuk ke dalam kategori snack yang mengembang (puffed snack). Terdapat dua teknik pembuatan snack yang mengembang, yaitu konsep produk antara dan pengembangan langsung dengan ekstrusi. Pada konsep produk antara, snack yang dihasilkan berasal dari potongan adonan yang telah dimasak dan diekstrusi tetapi tidak mengembang, juga dapat dibentuk dengan ekstruder kedua. Produk antara dapat mengembang melalui pemanggangan / penggorengan, tanpa menggunakan peralatan ekstrusi tekanan tinggi yang kompleks (Matz, 1997). Sementara itu, ekstruder pengembang didesain untuk menekan adonan dan memanaskannya hingga suhu lebih dari 212oF, sehingga air di dalam ekstrudat secara tiba – tiba berubah jadi uap ketika adonan keluar dari die. Adonan kemudian mengembang menjadi berpori – pori dan berongga – rongga, serta akhirnya mengeras akibat pendinginan dan pengeringan (Matz, 1997). Banyak tepung dan sereal yang digunakan untuk produk snack yang mengembang (puffed snack), beberapa yang paling sering digunakan adalah tepung beras, jagung, oat, terigu, kentang, tapioka, dan kedelai (Matz, 1997). Pati merupakan komponen utama yang terdapat pada snack yang mengembang (puffed snack). Granula pati yang belum dimasak adalah basis yang cocok untuk produk antara, selain itu, beberapa pati yang telah mengalami pregelatinisasi dan perlakuan kimia, juga digunakan secara khusus sebagai basis produk antara (Matz, 1997). Besarnya pengembangan dan tekstur dari snack dipengaruhi oleh rasio amilosa:amilopektin. Pati dengan kandungan amilopektin tinggi cenderung menghasilkan produk yang rapuh dengan densitas rendah. Sejumlah amilosa dibutuhkan untuk memberikan tekstur yang dapat diterima dan mempunyai penahanan yang cukup terhadap pemecahan. Tekstur produk dapat dilunakkan
6
dengan penambahan plasticizers seperti sukrosa, dekstrosa / sorbitol, tetapi pada umumnya, 50% atau lebih amilopektin dibutuhkan untuk produk dengan kualitas yang baik (Matz, 1997). B. MOKAF MOKAF adalah produk tepung dari singkong (Manihot esculenta crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi, di mana mikrobia BAL mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini (Subagio et al., 2008). Proses pengolahan MOKAF dapat dilihat pada Gambar 1. Proses pengolahannya yaitu, pertama – tama singkong dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci sampai bersih, kemudian dilakukan pengecilan ukuran singkong yang dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12 – 72 jam. Setelah fermentasi, singkong tersebut dikeringkan, kemudian ditepungkan sehingga dihasilkan produk MOKAF. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati (Subagio et al., 2008). Hasil uji viskositas pasta panas dan dingin terhadap MOKAF menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi, maka viskositas pasta panas dan dingin akan meningkat. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi, mikroba akan mendegradasi dinding sel yang menyebabkan pati dalam sel akan keluar, sehingga akan mengalami gelatinisasi dengan pemanasan (Subagio et al., 2008). Dengan demikian, viskositas pasta panas (5255 mPa.s (2%)) maupun viskositas pasta dingin (75–77 mPa.s (2%)) MOKAF lebih tinggi dibandingkan dengan tepung singkong yang tidak mengalami fermentasi (viskositas pasta panas : 20-40 mPa.s (2%), viskositas pasta dingin : 30-50 mPa.s (2%)) (Subagio et al., 2008). Jika dibandingkan dengan pati tapioka, viskositas MOKAF lebih rendah karena pada tapioka komponen pati mencakup hampir seluruh bahan kering, sedangkan pada MOKAF, komponen selain pati masih dalam jumlah yang signifikan. Namun demikian, dengan lama fermentasi 72 jam akan didapatkan produk MOKAF yang mempunyai viskositas mendekati
7
tapioka, karena semakin lama fermentasi, semakin banyak sel singkong yang pecah, sehingga liberasi granula pati jadi sangat ekstensif (Subagio et al., 2008).
Singkong
Pengupasan
Pencucian
Pengecilan ukuran Senyawa aktif A dan B
Perendaman
Penggaraman
Larutan Garam
Pengeringan matahari
Penepungan
Pengayakan
MOKAF Gambar 1. Diagram alir pembuatan MOKAF (Subagio, 2007) Selain enzim – enzim pektinolitik dan selulolitik, mikroba yang tumbuh juga menghasilkan enzim – enzim yang menghidrolisis granula pati menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku penghasil asam – asam organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan, sehingga aroma dan cita rasa singkong tertutupi sampai 70% (Subagio et al., 2008). Proses hidrolisis pati menjadi monosakarida dapat menurunkan viskositas MOKAF, akan tetapi, proses hidrolisis pati ini terjadi setelah proses liberasi granula pati yang menaikkan
8
viskositas. Selain itu, proses liberasi granula pati lebih dominan dibandingkan dengan proses hidrolisis pada fermentasi yang terjadi. Hal ini nampak dari semakin meningkatnya viskositas pasta dan pasta dingin MOKAF dengan semakin lama fermentasi pada penelitian Subagio et al. (2008). Kedua proses yang terjadi selama fermentasi seperti yang telah dijelaskan di atas menyebabkan perubahan karakterisik dari tepung yang dihasilkan, yaitu naiknya viskositas pasta panas dan dingin, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, kemudahan melarut, dan tertutupinya aroma dan cita rasa singkong. MOKAF merupakan produk hasil olahan dari singkong yang dapat dimakan (edible cassava). Oleh karena itu, syarat mutu MOKAF dapat mengacu kepada CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) tentang edible cassava flour (dapat dilihat pada Tabel 3). Pada penelitian ini digunakan MOKAF yang diproduksi oleh koperasi Loh Jinawi Trenggalek dengan spesifikasi yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Spesifikasi MOKAF yang diproduksi oleh Koperasi Loh Jinawi Trenggalek No. 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Parameter Keadaan : - Warna - Aroma - Rasa Kadar air Kadar protein Kadar abu Kadar pati Kadar serat Kadar lemak Kadar HCN Derajat keputihan
Satuan
Hasil
% % % % % % mg/kg %
Putih Netral Netral Max. 13 Max. 1.0 Max. 0.2 82 – 87 1.9 – 3.4 0.4 – 0.8 Tidak terdeteksi 88 – 91
Sumber : Subagio (2007) MOKAF dapat digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies, hingga makanan semi basah. Kue brownies, kue kukus, dan sponge cake dapat dibuat dengan bahan baku MOKAF sebagai campuran tepungnya hingga 80%.
9
Tabel 3. Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-198 (Rev.1-1995) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Uji Kadar air Kadar abu Kadar serat kasar Kadar HCN Residu pestisida Logam berat Bahan tambahan
Satuan % % % mg/kg -
Persyaratan Mutu Max. 13 Max. 3 Max. 2 Max. 10 Sesuai dengan aturan yang berlaku Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
Sumber : CAC (1995) MOKAF juga dapat menjadi bahan baku beragam kue kering, seperti cookies, nastar, dan kastengel. Untuk kue basah, MOKAF dapat diaplikasikan pada produk yang umumnya berbahan baku tepung beras, atau tepung terigu dengan ditambah tapioka. Untuk produk berbasis adonan, MOKAF akan menghasilkan mutu prima jika menggunakan proses sponge dough method, yaitu penggunaan biang adonan. Selain itu, adonan dari MOKAF akan lebih baik jika dilakukan dengan air hangat (40-60oC) (Subagio et al., 2008). C. Teknologi Pembuatan Snack Pembuatan snack makaroni kerang pada penelitian ini didasarkan pada teknik pembuatan kerupuk, digabungkan dengan pencetakan menggunakan mesin ekstrusi, yaitu ekstruder pasta. Proses pembuatan kerupuk pada dasarnya sama, tetapi dalam operasinya sangat bervariasi tergantung jenis kerupuk yang dibuat. Tahap – tahap pembuatan kerupuk secara garis besar meliputi pencampuran bahan baku, pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pengirisan, pengeringan, dan penggorengan (Anonima, 1983; Setiawan, 1988). Berikut ini adalah penjelasan mengenai tahapan pembuatan kerupuk : 1.
Formulasi Formulasi kerupuk sangat bervariasi, tergantung jenis kerupuk yang
dibuatnya. Bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk terdiri dari bahan baku, yaitu tepung tapioka atau sagu dan ditambah dengan bumbu – bumbu serta sumber protein pada kerupuk halus.
10
2.
Pembuatan adonan kerupuk Pembuatan adonan kerupuk merupakan tahap yang penting dalam
pembuatan kerupuk mentah. Menurut Wijandi et al. (1975), pembuatan adonan kerupuk dilakukan dengan mencampurkan bahan – bahan utama dan bahan – bahan tambahan yang diaduk secara merata, lalu diuleni dengan tangan sehingga dihasilkan adonan yang liat dan homogen. Djumali et al. (1982), melakukan pembuatan adonan kerupuk sagu dengan cara mencampurkan 1/3 bagian tepung dengan air sehingga diperoleh campuran sagu, kemudian garam dan bawang putih yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam larutan sagu tersebut. Larutan sagu tersebut dipanaskan sehingga diperoleh campuran seperti bubur. Bubur yang sudah dibuat dipindahkan ke meja adonan dan dicampur dengan sisa tepung sagu sedikit demi sedikit sampai terbentuk adonan yang homogen. Setiawan (1988) membuat adonan kerupuk dengan cara mencampurkan tapioka, tepung kentang, tepung jagung, garam, bleng, dan air. Garam dan bleng terlebih dahulu dilarutkan dalam sejumlah air, kemudian dicampur dengan bahan bakunya. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan mixer. Pengukusan awal dilakukan untuk mendapatkan sifat adonan yang lebih kompak. Selanjutnya adonan diuleni sampai homogen. Menurut Wiriano (1984), pembuatan adonan kerupuk di daerah Jawa Timur dapat dilakukan dengan proses panas atau proses dingin. Pada proses panas, bahan tambahan dimasak dahulu kemudian dicampur dengan tepung tapioka dan diaduk sampai adonan homogen. Sedangkan dengan proses dingin, semua bahan dicampur dan diaduk sampai homogen. 3.
Pencetakan adonan kerupuk Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan
ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk goreng dengan warna yang seragam (Muchtadi et al., 1979). Menurut Widowati (1987), pencetakan adonan kerupuk dapat dibuat menjadi bentuk silinder, lembaran, dan melingkar. Pencetakan adonan
11
kerupuk berbentuk silinder dilakukan dengan tangan untuk membuat adonan berukuran panjang 25 – 30 cm dan diameter 4 – 5 cm. Selanjutnya, adonan berbentuk silinder tersebut dikukus sehingga diperoleh tekstur yang kenyal. Setelah didinginkan selama dua malam, selanjutnya diiris dengan pisau sehingga diperoleh lembaran kerupuk mentah dengan ketebalan yang sama sekitar 1 – 2 mm (Djumali et al., 1982). Adonan kerupuk bentuk lembaran dicetak dengan menggunakan alat penggiling mie. Dengan alat ini ketebalan adonan kerupuk dapat diatur sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Widowati (1987) juga melakukan pencetakan adonan dengan menggunakan alat penggiling mie dengan ketebalan 0.7–1.2 mm sehingga diperoleh bentuk lembaran, lalu dipotong dengan pisau menjadi ukuran 4x4 cm2. Pencetakan adonan bentuk melingkar, dilakukan dengan alat pencetak yang disebut gencetan. Di Palembang, alat tersebut dinamakan sangku. Daya tampung alat pencetak ini sebesar 5 kg adonan dengan kapasitas kerja 15 kg/jam. Adonan dimasukkan ke dalam pencetak berbentuk silinder yang bagian bawahnya tertutup lempengan dengan 1–2 buah lubang yang bergaris tengah 1-2 mm, selanjutnya penekanan dilakukan sehingga adonan keluar dari lubang tersebut dan ditampung dalam piring kecil yang digerakkan melingkar (Djumali et al., 1982). 4.
Pengukusan Siahaan (1988), menyatakan bahwa pengukusan merupakan proses
kritikal dalam pembuatan kerupuk. Pengukusan dilakukan setelah adonan terbentuk. Djumali et al. (1982), melakukan pengukusan adonan berbentuk silinder pada suhu 80oC selama 1.5–2 jam, yaitu sampai adonan berbentuk silinder tersebut masak yang ditandai dengan seluruh bagiannya berwarna bening serta teksturnya kenyal. 5.
Pendinginan dan pengirisan Menurut Djumali et al. (1982), setelah adonan berbentuk silinder masak,
yang ditandai dengan warna bening, adonan tersebut diangkat dari penangas kemudian diangin – anginkan selama dua malam.
12
Setelah dingin, adonan berbentuk silinder diiris setebal 1–2 mm. Pengirisan dilakukan dengan menggunakan pisau dan talenan atau alat pengiris. 6.
Pengeringan Proses pengeringan kerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan
bahan dengan kadar air tertentu. Kadar air yang terkandung dalam kerupuk mentah akan mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan kerupuk dalam proses penggorengan selanjutnya. Menurut Wiriano (1984), diperlukan suatu tingkat kadar air tertentu dari kerupuk mentah untuk menghasilkan tekanan uap yang maksimum pada poses penggorengan sehingga gel pati kerupuk bisa mengembang. Pengeringan kerupuk bertujuan juga untuk pengawetan, pengurangan ongkos transportasi, dan mempertahankan mutu. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven yang biasa dilakukan untuk skala laboratorium. Keuntungan pengeringan dengan oven, yaitu suhu dan waktu pemanasan dapat
diatur.
Akan
tetapi,
daya
tampungnya
terbatas
dan
biaya
operasionalnya cukup mahal. Pengeringan menggunakan panas matahari selain biayanya murah, juga mempunyai daya tampung yang besar. Tetapi cara ini sangat tergantung pada cuaca dan suhu pengeringan yang tidak dapat diatur. Waktu pengeringan dengan oven pada suhu 60–70oC akan dicapai sekitar 7–8 jam. Sedangkan Tahir (1985), menggunakan oven pada suhu 55oC memerlukan waktu 15–20 jam. Setiawan (1988) melaporkan bahwa pengeringan dengan panas matahari memerlukan waktu selama dua hari, bila cuaca cerah dan sekitar 4–5 hari bila cuaca kurang cerah. Dari proses pengeringan ini, dihasilkan kerupuk mentah dengan kadar air sekitar 14% atau kerupuk mentah yang mudah dipatahkan. Selain mengacu kepada teknik pembuatan kerupuk, pembuatan snack makaroni kerang juga mengacu kepada pembuatan snack yang dilakukan oleh PT. Radiance dengan merek ”ONION RING” (William, 1989). Snack ini mempunyai tekstur yang renyah dan bentuk seperti cincin (ring). Proses pembuatan snack “ONION RING” dapat dilihat pada Gambar 2. 13
Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan“ONION RING” ini adalah tepung tapioka, tepung terigu, MSG, garam, bubuk bawang, bahan pengembang, bubuk cabai, minyak, dan air. Bahan – bahan tersebut dimasukkan dalam mesin pencampur untuk dibuat adonan dengan cara memutar – mutar sampai adonan yang terbentuk homogen. Adonan yang terbentuk lalu dimasukkan ke ektruder berulir tunggal panjang. Dalam ekstruder terjadi proses pemasakan adonan makanan akibat panas yang diberikan dari luar dan juga panas yang timbul dari gesekan ulir dengan bahan. Dalam eksruder ini terdapat lima tempat yang berbeda suhunya, yaitu 100, 165, 125, 100 dan 80oC secara berturut – turut. Diameter produk yang keluar dari ekstruder sama dengan diameter “die” yakni 5 mm. Jadi fungsi ekstruder adalah sebagai pemasak adonan dan mencetak bentuk produk sesuai keinginan tetapi produk yang keluar dari ekstruder masih mentah. Produk yang keluar dari ekstruder langsung dipindahkan ke bak pengering yang menggunakan aliran udara untuk mengeringkan produk. Mula – mula produk didinginkan dengan aliran udara dingin, setelah agak mendingin, aliran udara dipanaskan sehingga produk akan menjadi lebih kering. Pengeringan dihentikan apabila kadar air produk mentah telah mencapai 10%. Uji kadar air dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar air “infra red”. Penetapan kadar air sebesar 10% untuk produk mentah bertujuan untuk memperoleh pengembangan yang baik bila digoreng. Produk mentah digoreng pada suhu 220oC. Untuk 1 kg produk mentah, diperlukan waktu penggorengan selama 10 detik. Setelah penggorengan selesai, wadah terangkat sendiri dan produk tertuang ke “konveyor” yang akan membawa produk ke drum pelapis. Pengembangan produk setelah penggorengan mencapai kurang lebih tiga kali dari produk mentah. Bahan pelapis yang digunakan adalah garam dan tepung cabai. Penggunaan minyak dalam proses penggorengan selain berfungsi sebagai media penghantar panas, juga membantu pelapisan bumbu – bumbu yang ditambahkan dalam bentuk bubuk kering. Selama proses pelapisan, drum pelapis berputar terus sehingga membantu meratakan pelapisan bumbu – bumbu pada produk. Setelah keluar dari drum
14
pelapis, produk siap dikemas dan pengemasan dilakukan dengan menggunakan mesin pengemas.
Tepung terigu, tepung tapioka, dan bahan tambahan
Pencampuran
Pemasakan dan pencetakan dalam ekstruder
Pengeringan
Penggorengan
Pelapisan
Pengemasan Produk Jadi
Gambar 2. Diagram alir pembuatan snack “ONION RING” (William, 1989) Berdasarkan trial and error yang sudah dilakukan sebelumnya, pembuatan snack makaroni kerang dapat dilakukan berdasarkan teknik pembuatan kerupuk dan mengacu pada pembuatan snack “ONION RING” dengan modifikasi sehingga diperoleh hasil snack dengan tekstur yang baik. D. Pati Pati merupakan cadangan karbohidrat yang banyak terdapat pada tanaman. Pati merupakan sumber karbohidrat utama bagi manusia. Pati memiliki karakteristik tertentu berdasarkan bentuk, ukuran, distribusi ukuran, komposisi, dan kekristalan granulanya (Belitz dan Grosch, 1999). Pada tanaman, pati terdapat dalam bentuk butiran – butiran kecil yang disebut granula. Bentuk, ukuran, keseragaman, dan permukaan granula merupakan karakteristik granula yang berbeda antara jenis pati yang satu dengan yang lainnya. Karakteristik granula 15
beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 4. Bentuk granula pati secara fisik berupa semi kristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorphous. Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim. Bagian amorphous dapat menyerap air dingin sampai 30 % tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan (Hodge dan Osman, 1967). Tabel 4. Karakteristik granula pati Jenis Pati
Ukuran Granula (μm)
Bentuk Granula
Padi
3–8
Poligonal
Gandum
20 – 35
Lentikular atau bulat
Jagung
15
Polihedral atau bulat
Sorgum
25
Bulat
Rye
28
Lentikular atau bulat
Barley
20 – 25
Bulat atau elips
Sumber : Hoseney (1998) Pati tersusun atas tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin, dan bahan antara seperti lipid dan protein. Perbandingan jumlah diantara ketiga komponen tersebut berbeda – beda untuk tiap jenis pati, tergantung dari sifat – sifat botani sumber pati tersebut. Berikut ini akan dijelaskan dua komponen utama pati, yaitu amilosa dan amilopektin : Amilosa Amilosa merupakan homopolimer dari D-glukosa dengan ikatan α(1,4) glikosidik. Struktur amilosa dapat dilihat pada Gambar 3. Amilosa seringkali dikatakan sebagai struktur linear dari pati, meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan β-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil yang sempurna. β-amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit – unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α-(1,4) dari ujung nonpereduksi rantai amilosa (Hoseney, 1998). Bobot molekul amilosa beragam tergantung pada sumber dan metode ekstraksi yang digunakan. Secara umum, amilosa yang diperoleh dari umbi – umbian dan pati batang mempunyai bobot molekul yang lebih tinggi dibandingkan amilosa dari pati biji – bijian. Amilosa tidak dapat larut dalam air, hanya dapat larut pada kondisi yang drastis seperti suhu yang tinggi atau dengan 16
pemotongan ikatan hidrogen dengan alkali atau reagen yang sesuai (Belitz dan Grosch, 1987).
Gambar 3. Struktur amilosa Amilopektin Amilopektin adalah polimer dengan ikatan α-(1,4) pada rantai lurusnya serta ikatan α-(1,6) pada titik percabangannya. Struktur amilopektin dapat dilihat pada Gambar 4. Jumlah ikatan cabang pada amilopektin adalah sekitar 4–5 % dari keseluruhan ikatan yang ada pada amilopektin. Tiap cabang mengandung sekitar 15–25 unit anhidroglukosa dengan ikatan α-1,4-glukosida (Wurzburg, 1968). Amilopektin dapat larut dalam air dan tidak mempunyai kecenderungan untuk mengendap kembali. Amilopektin dan amilosa dapat dipisahkan dengan cara melarutkan pati dalam air panas di bawah suhu gelatinisasi. Fraksi terlarut dalam air panas adalah amilosa dan fraksi tidak larut adalah amilopektin
Gambar 4. Struktur amilopektin E. Gelatinisasi Pati Granula pati mentah jika dimasukkan ke dalam air akan menyerap air dan membengkak, akan tetapi jumlah air yang diserap dan pembengkakannya terbatas,
17
pati kemudian dapat kembali ke kondisi semula (Charley, 1970). Menurut Belitz dan Grosch (1987), jika pati membengkak, beratnya akan meningkat beberapa kali lipat dibandingkan dengan berat kering pati. Peningkatan berat tersebut disebut swelling power yang nilainya berbeda – beda pada setiap jenis pati. Apabila granula pati dimasukkan ke dalam air hangat atau air panas, juga apabila dipanaskan dalam air, maka pengembangan akan terjadi melebihi pengembangannya dalam air dingin. Pengembangan granula pati tersebut akan menjadi tidak dapat balik ke kondisi semula (irreversible) jika sudah melewati suhu gelatinisasi. Fennema (1996), menyatakan bahwa suhu atau titik gelatinisasi adalah titik saat sifat birefringence pati mulai menghilang. Sifat birefringence adalah sifat granula pati yang merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga terlihat kristal gelap terang (biru – kuning) di bawah mikroskop polarisasi. Pada pati mentah tanpa perlakuan, granula pati akan memperlihatkan pola birefringence yang jelas daerah terang gelapnya, tetapi pada pati yang dipanaskan bersama air sifat birefringence akan hilang secara bertahap tergantung suhu dan waktu yang digunakan. Ketika suhu pemanasan di atas suhu gelatinisasi pati tersebut, maka molekul pati akan pecah dan menyebabkan granula pati kehilangan sifat birefringence. Pada suatu larutan pati, suhu gelatinisasi berupa kisaran. Hal ini disebabkan populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Selain itu, suhu gelatinisasi juga dipengaruhi oleh ukuran amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan (Collison, 1968). Suhu gelatinisasi pati bervariasi, tergantung jenis dan sumber pati. Menurut Belitz dan Grosch (1987), pati yang lebih besar cenderung membengkak pada suhu yang lebih rendah. Suhu gelatinisasi pati jagung berkisar 62–70oC, pati sorghum berkisar 69–75oC, sedangkan pati kacang – kacangan berkisar 68–74oC (Belitz dan Grosch, 1987). Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh konsentrasi pati, pH suspensi,
konsentrasi
gula,
dan
garam
(Charley,
1970).
Menurut
Wirakartakusumah (1981), keadaan media pemanasan yang mempengaruhi proses gelatinisasi adalah rasio air / pati, laju pemanasan, dan adanya komponen – komponen lain dalam media pemanasnya.
18
Mekanisme gelatinisasi pati diawali dengan perubahan suspensi pati yang keruh menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Translusi larutan pati tersebut biasanya diikuti dengan pembengkakan granula yang terjadi akibat energi kinetik molekul – molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik – menarik antar molekul pati di dalam granula, sehingga air dapat masuk ke dalam butir – butir pati. Indeks refraksi butir – butir pati yang membengkak itu mendekati indeks refraksi air, menyebabkan sifat translusen. Air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini berada dalam butir – butir pati dan tidak dapat bergerak bebas menyebabkan peningkatan viskositas (Winarno, 1997). Semakin naik suhu pemanasan, pengembangan granula semakin besar, sehingga ikatan – ikatan hidrogen lemah yang mempertahankan molekul - molekul amilosa dan amilopektin secara fisik akan putus. Jika suhu suspensi tetap semakin naik, granula pati akan pecah sehingga molekul – molekul pati akan keluar terlepas dari granula masuk ke dalam sistem larutan. Kejadian ini akan menyebabkan terjadinya perubahan kekentalan (Hodge dan Osman, 1976). Secara ringkas, mekanisme gelatinisasi pati dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Mekanisme gelatinisasi butiran pati (Harper, 1981) Pada proses ekstrusi, komponen pati mengalami gelatinisasi yang disebabkan oleh suhu, tekanan, dan gesekan (Smith, 1981). Tingkat gelatinisasi pati selama
19
proses ekstrusi tergantung pada asal bahan baku dan kondisi proses ekstrusi (Linko et al., 1981). Tingkat gelatinisasi meningkat dengan semakin rendahnya kadar air (Gomez dan Aguilera, 1983), serta waktu dan suhu proses yang semakin tinggi (Smith, 1981). Perbedaan jenis pati mempengaruhi karakteristik produk ekstrusi. Produk dengan kandungan amilosa tinggi menghasilkan produk ekstrusi yang lebih cerah, permukaan dan tekstur halus, elastis, dan karakteristik yang kompak. Pati dengan amilopektin yang tinggi menghasilkan produk yang keras dan pengembangan yang lebih rendah (Harper, 1981). F. Ekstrusi Webster mendefinisikan kata mengekstrusi sebagai “Membentuk dengan cara memaksa melalui lubang (bukaan) yang didesain secara khusus yang seringkali dilakukan setelah terjadi pemanasan sebelumnya terhadap material” (Harper, 1981). Dengan demikian, proses ekstrusi tidak hanya menghasilkan produk – produk makanan puff (yang mengembang) yang langsung dapat dikonsumsi saja, tetapi berbagai produk lainnya, seperti produk pasta, produk konfeksionari, dan sebagainya, selama produk tersebut dibuat dengan menggunakan mesin ekstruder dan melibatkan pembentukan dengan melewati lubang tertentu dengan pemanasan yang minimal maupun pemanasan dengan tujuan pemasakan. Variasi dari produk makanan ekstrusi sangatlah banyak. Contoh dari produk pemasakan ekstrusi adalah pati dengan pemasakan pendahuluan dan pati modifikasi, sereal siap santap, makanan ringan, basis minuman, makanan hewan kering maupun semi basah, TPP (Textured plant protein), tepung kedelai tinggi lemak, konfeksionari, dan sebagainya. Variasi produk tiap kategorinya memperluas cakupan dari produk ekstrusi. Banyak dari variasi ini melibatkan perubahan yang relatif kecil, seperti flavor atau bentuk. Sedangkan yang lain melibatkan perubahan yang mendasar seperti kombinasi bahan baru atau kondisi proses (Harper, 1981). Bahan – bahan yang digunakan pada makanan ekstrusi sangatlah banyak dan terdiri dari hampir setiap bahan makanan. Bahan dasarnya adalah semua serealia dan biji – bijian. Agar ekstruder dapat menghasilkan tekstur dan bentuk makanan yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, pati termodifikasi dan
20
hidrokoloid lain dapat digunakan. Emulsifier, lemak, dan pemanis juga mempunyai peranan pada formulasi dari produk ekstrusi. Alat untuk melakukan proses ekstrusi dinamakan ekstruder (Harper, 1981). Alat ekstruder dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis produk atau fungsinya, sifat termodinamika, dan jumlah kadar air bahan yang diproses (Harper, 1981). Berdasarkan fungsinya, Harper (1981) mengklasifikasikan ekstruder sebagai berikut : a. Ekstruder pasta Ekstruder ini dipakai untuk membentuk makaroni dan produk serupa dari suatu adonan. Ekstruder ini mempunyai screw pengalir yang dalam (biasanya dengan barrel halus) dan kecepatan screw yang rendah sehingga ideal untuk membentuk adonan (dengan adanya penambahan air) dari tepung semolina dan menekannya melalui die dengan sedikit atau tanpa pemasakan. Pada ekstruder pasta, input energi yang minimal disebarkan karena shear rate produk rendah ketika digunakan barrel yang halus. Alat ini juga yang paling mendekati jenis pengekstrusi isotermal, karena hanya mengakibatkan kenaikan suhu yang paling rendah. b. High-pressure forming extruder Banyak produk makanan yang sudah dibentuk sebelumnya, dibuat dengan mengekstrusi pregelatinisasi adonan sereal melalui die menjadi pellet bentuk pertama yang tidak di-puff, pellet ini kemudian dikeringkan secara parsial dan di-puff dengan digoreng, dengan puffing gun atau pemanggang roti. Untuk dapat menghasilkan tekanan tinggi, ekstruder ini umumnya mempunyai barrel yang bergelombang untuk mencegah slip pada dinding dan memberikan kompresi lebih besar pada desain screw, yang menghasilkan kemampuan untuk memproduksi tekanan yang lebih tinggi pada die. Suhu yang terlalu tinggi pada adonan di screw dapat menyebabkan pengembangan yang tidak diinginkan pada die dan kinerja yang tidak memuaskan. Panas yang berlebihan dihilangkan dengan air yang bersirkulasi dalam screw yang mempunyai lubang atau pada jacket disekeliling barrel.
21
c. Low-shear cooking extruder Ekstruder ini mempunyai shear sedang dengan kompresi yang tinggi untuk meningkatkan pengadukan. Barrelnya juga beralur untuk mencegah slip pada dinding barrel. Untuk memanaskan produk, panas diaplikasikan pada barrel atau screw (ulir). Ekstruder jenis ini cocok untuk memproduksi pangan basah. d. Collet extruder Ekstruder ini digunakan untuk mengekstrusi bahan pangan yang relatif kering dengan pemanasan cepat pada temperatur di atas 175oC sehingga pati dapat tergelatinisasi dan sebagian menjadi dekstrin. e. High-shear cooking extruder Ekstruder ini digunakan untuk memproduksi produk yang bahan awalnya telah mengalami pemasakan / pemanasan awal atau yang telah digelatinisasi sebelumnya. Bahan pangan diberi pemanasan awal dengan uap panas atau air panas, lalu diproses lebih lanjut dengan ekstruder ini. Produk yang dihasilkan alat ini meliputi pakan hewan piaraan, texturized plant protein, dan makanan ringan.
Gambar 6. Penampang dan bagian – bagian ekstruder ulir tunggal (Fellows, 1990) Hauck (1985) membagi ekstruder berdasarkan jumlah ulir yang digunakan dalam proses ekstrusi, yaitu ekstruder ulir tunggal dan ekstruder ulir ganda. Ekstruder ulir tunggal dapat dibagi lagi menjadi empat, yaitu low shear pembentukan, low shear pemasakan, medium shear pemasakan, dan high shear pemasakan. Penampang dan bagian – bagian ekstruder ulir tunggal dapat dilihat
22
pada Gambar 6. Ekstruder ulir ganda dapat dibagi menjadi empat, yaitu yang berputar searah saling berkaitan, berputar searah tidak berkaitan, berputar berlawanan saling berkaitan, dan berbentuk kerucut berkaitan. Ekstruder terutama digunakan untuk memproduksi dan mengembangkan produk – produk baru, seperti makanan ringan, makanan bayi, breakfast cereal food, makanan ternak atau produk modifikasi pati (Mercier dan Feillet, 1975). Selain itu, ekstruder banyak digunakan untuk menghasilkan produk pasta, cookies, dan permen (Linko et al., 1981). Ekstruder yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstruder berulir tunggal, yang termasuk ke dalam jenis ekstruder pasta, yaitu Noodle Machine. Ekstruder ini digunakan terutama untuk proses pencampuran dan pencetakan adonan noodle / pasta, sehingga proses pemanasan pada ekstruder ini hanya sedikit dan produk yang dihasilkan dari ekstruder hanyalah produk antara yang memerlukan pemanasan lanjut untuk pemasakannya. G. Tekstur Produk Snack Organisasi Standardisasi Internasional mendefinisikan tekstur produk pangan sebagai keseluruhan atribut reologi dan struktural (geometri dan permukaan) dari produk yang diterima oleh reseptor mekanikal, taktil, dan jika sesuai, visual dan pendengaran (ISO, 1998). Tekstur dari sebuah obyek diterima sebagai rangsangan penglihatan (tekstur visual), sentuhan (tekstur taktil), dan suara (tekstur pendengaran) (Lawless dan Heymann, 1998). Tekstur dapat diukur dengan teknik sensori atau instrumental (Sahin dan Sumnu, 2009). Tekstur merupakan salah satu atribut dari produk makanan ringan (snack) yang mempengaruhi penerimaan konsumen selain dari atribut - atribut lainnya seperti rasa snack tersebut. Terdapat berbagai jenis snack, dan preferensi konsumen terhadap tekstur tiap jenis snack juga berbeda - beda. Pada produk flakes, tekstur yang diinginkan adalah tekstur yang padat, sementara pada snack – snack seperti kerupuk, keripik, dan banyak snack hasil ekstrusi, tekstur yang diinginkan adalah tekstur yang renyah, tingkat kekerasan yang pas, tidak terlalu keras, juga tidak liat atau alot. Dengan demikian, agar suatu produk snack dapat
23
diterima oleh konsumen, maka preferensi konsumen pada tekstur jenis snack tersebut harus dipenuhi. Produk snack makaroni kerang yang dikembangkan pada penelitian ini termasuk ke dalam jenis snack yang mengembang dengan komponen dasar pati. Pengembangan dilakukan melalui penggorengan secara deep fat frying. Karakteristik crust dan sifat pori – pori yang terbentuk dari penggorengan mempengaruhi tekstur dari produk yang digoreng. Tekstur garing dari produk goreng dengan kadar air rendah seperti keripik kentang, tortilla jagung, dan sebagainya, dapat disebabkan oleh struktur sel yang rapuh, berpori – pori seperti sarang lebah. Struktur ini dihasilkan dari pengembangan yang terjadi ketika air dalam produk menguap secara cepat dan menimbulkan tekanan internal yang cukup untuk mengembangkan matriks padat yang melunak karena panas. Pembentukan pori – pori adalah perubahan struktur utama selama deep fat frying. Evaporasi air dari produk pangan selama penggorengan menciptakan jalur kapiler ketika keluar dari produk (Sahin dan Sumnu, 2009). Perubahan kimia dan fisik dari komponen makanan seperti pengembangan pati (dari produksi CO2) dan gelatinisasinya, serta denaturasi protein, yang terjadi dalam bentuk pengembangan / penyusutan, juga berkontribusi pada jaringan renggang yang dikarakterisasi sebagai pori – pori pada produk goreng (Sahin dan Sumnu, 2009). Parameter yang menggambarkan tekstur produk snack yang mengembang terutama adalah kekerasan dan kerenyahan. Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menggigit sampel diantara gigi geraham hingga putus seluruhnya (Lawless dan Heymann, 1998), sedangkan kerenyahan adalah gaya yang dibutuhkan untuk deformasi sampel pada penggigitan pertama sebelum pecah (Vickers dan Bourne, 1976). Pada pengukuran secara obyektif, kekerasan dibaca sebagai nilai gaya pada puncak paling tinggi di grafik, sedangkan kerenyahan dibaca sebagai nilai gaya pada puncak pertama yang dihasilkan di grafik. Snack makaroni kerang yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan mempunyai tekstur yang renyah seperti pada produk keripik / kerupuk yang beredar di pasaran.
24
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung MOKAF (dengan pH 4.84) yang diproduksi oleh Koperasi Loh Jinawi Trenggalek. Bahan – bahan lain yang digunakan yaitu, air, garam, baking soda, bumbu – bumbu, yaitu bumbu barbeque, kaldu sapi, kaldu ayam, dan keju, minyak goreng, tissue, dan plastik. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baskom, sendok, pisau, panci, dandang, kompor gas, kain kassa, wajan, timbangan, nampan, wadah penyimpanan, cawan alumunium, manik – manik (beads), gelas ukur, mikrometer sekrup, mikroskop, noodle machine (ekstruder pasta), cabinet dryer, deep fat fryer, dan rheoner. Penelitian pembuatan snack makaroni kerang dari MOKAF dan pengamatannya menggunakan beberapa lokasi laboratorium, yaitu Pilot Plant Seafast Center, Pilot Plant PAU, Techno park, dan Lab. Departemen ITP. B. Metode Penelitian Penelitian ini terbagi ke dalam 3 tahap, yaitu : 1. Penentuan Taraf Perlakuan Formulasi dan Proses Tahapan ini bertujuan untuk menentukan taraf perlakuan formulasi dan proses yang digunakan pada penelitian utama. Pemilihan taraf didasarkan pada snack basah yang dihasilkan (untuk memudahkan penulisan, maka untuk selanjutnya, snack makaroni kerang disebut dengan snack saja), di mana snack basah harus dapat dibentuk, dipotong, kompak, dan tidak rapuh. Perlakuan formulasi yang digunakan yaitu jumlah MOKAF yang dikukus dan jumlah air formulasi, sedangkan perlakuan proses yang digunakan adalah waktu pengeringan. Ketiga perlakuan ditentukan berdasarkan trial and error pada proses pembuatan snack matang. Proses pembuatan snack mengacu kepada proses pembuatan kerupuk dan ”ONION RING” pada PT. Radiance (William, 1989), yaitu meliputi tahapan pengukusan sebagian MOKAF dengan air, pencampuran adonan hasil pengukusan dengan MOKAF sisa dan
25
bahan
lain, pencetakan
dengan
ekstruder pasta,
pengeringan, dan
penggorengan. Taraf formulasi (% basis total MOKAF yang digunakan) yang diujikan pada tahapan ini yaitu 70% MOKAF dikukus dengan 50% jumlah air formulasi, 80% MOKAF dikukus dengan 50%, 40%, dan 30% jumlah air formulasi, serta 100% MOKAF dikukus dengan 50%, 40%, 30%, dan 20% jumlah air formulasi. Taraf waktu pengeringan yang digunakan yaitu 1, 2, dan 3 jam. Snack basah yang dihasilkan dari berbagai taraf perlakuan yang diujikan diamati
proses
pencetakannya
/
pembentukannya,
pemotongannya,
kekompakan dan kerapuhannya. Taraf – taraf perlakuan yang menghasilkan snack basah yang dapat dibentuk, dapat dipotong, kompak dan tidak rapuh kemudian digunakan pada penelitian utama. 2. Pemilihan Bumbu (Flavor) Tahap ini bertujuan untuk menentukan bumbu yang digunakan pada penelitian utama. Jenis bumbu yang digunakan adalah barbeque, kaldu ayam, kaldu sapi, dan keju. Formula yang digunakan yaitu formula dengan jumlah MOKAF yang dikukus seluruhnya, yaitu 400 gram, jumlah air 120 gram, 8 gram garam, 1 gram baking soda, dan bumbu yang diujikan, sedangkan pengeringan dilakukan selama 3 jam. Proses pembuatan snack matang untuk tahap ini, yaitu garam dilarutkan dalam air. Larutan garam kemudian dicampur merata dengan campuran MOKAF, baking soda, dan bumbu, lalu dikukus selama 15 menit. Adonan yang telah dikukus, diekstrusi menghasilkan snack basah. Snack basah lalu dikeringkan dengan cabinet dryer pada suhu 60oC, di-temper (didiamkan semalaman) sehingga menghasilkan snack kering. Snack kering kemudian digoreng dengan metode deep fat frying pada suhu 180oC menghasilkan snack matang. Penentuan bumbu untuk penelitian utama dilakukan berdasarkan hasil uji organoleptik, yaitu rangking hedonik dengan dua kali ulangan.
26
3. Penelitian Utama Penelitian utama bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa perlakuan, yaitu formulasi dan proses terhadap tekstur snack matang, serta mendapatkan kombinasi perlakuan yang paling baik. Berdasarkan hasil tahap pertama, perlakuan – perlakuan yang digunakan pada formulasi yaitu persentase jumlah air formulasi dan persentase jumlah MOKAF yang dikukus terhadap total MOKAF yang digunakan. Taraf persentase jumlah air formulasi yang digunakan yaitu 50%, 40%, dan 30%; sedangkan taraf persentase jumlah MOKAF yang dikukus yaitu 100%, 90%, dan 80%. Faktor proses yang digunakan, yaitu waktu pengeringan dengan taraf 1, 2, dan 3 jam. Formula dasar yang digunakan adalah 400 gram MOKAF, 1 gram baking soda, 8 gram garam, dan 8 gram bumbu. Proses pembuatan snack pada penelitian utama ini yaitu, garam dilarutkan dalam air. Larutan garam kemudian dicampur merata dengan sebagian MOKAF dan dikukus selama 15 menit. Adonan yang telah dikukus, dicampur dengan MOKAF sisa yang telah dicampur dengan baking soda dan bumbu. Campuran tersebut kemudian diekstrusi menghasilkan snack basah. Snack basah lalu dikeringkan dengan cabinet dryer pada suhu 60oC, ditemper (didiamkan semalaman) sehingga menghasilkan snack kering. Snack kering kemudian digoreng dengan metode deep fat frying pada suhu 180oC menghasilkan snack matang. Diagram alir pembuatan snack makaroni kerang dapat dilihat pada Gambar 7. Pengaruh perlakuan formulasi dan proses dianalisis dengan parameter – parameter yang diukur, yaitu kadar air dan densitas kamba snack mentah, densitas kamba snack matang, derajat pengembangan tengah snack kering, derajat pengembangan pinggir snack kering, kekerasan dan kerenyahan snack matang, serta dilakukan pengamatan terhadap struktur pori – pori snack matang. Kombinasi perlakuan paling baik ditentukan berdasarkan kombinasi yang paling disukai dari hasil uji rating hedonik, kemudian dilakukan pembuatan kurva pengeringan snack basah dengan kombinasi tersebut.
27
8 gr garam + air (50%, 40%, 30%)
MOKAF sisa + 1 gr baking soda + 8 gr bumbu
Ditambah tepung MOKAF (100%, 90%, 80%)
Dicampur rata
= Dikukus 15 menit +
Dicampur rata
Diekstrusi
Snack basah
Dikeringkan pada suhu 60oC (1, 2, 3 jam)
Didiamkan semalaman
Snack kering
Digoreng pada suhu 180oC
Snack matang
Gambar 7. Diagram alir pembuatan snack makaroni kerang C. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah rancangan faktorial dengan tiga faktor perlakuan yang masing – masing terdiri dari 3 taraf (ulangan dilakukan dua kali). Faktor perlakuan beserta tarafnya yaitu :
28
Faktor A A1 A2 A3 Faktor B B1 B2 B3 Faktor C C1 C2 C3
: Persentase jumlah air formulasi : 50% : 40% : 30% : Persentase jumlah MOKAF yang dikukus : 100% : 90% : 80% : Waktu pengeringan : 1 jam : 2 jam : 3 jam
Model persamaannya adalah sebagai berikut : Yijkl = μ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + εijkl Keterangan : Yijkl
: Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, faktor C taraf ke-k, dan ulangan ke-l
μ
: Nilai tengah umum
Ai
: Pengaruh persentase jumlah air formulasi taraf ke-i
Bj
: Pengaruh persentase jumlah MOKAF yang dikukus taraf ke-j
Ck
: Pengaruh waktu pengeringan taraf ke-k
(AB)ij
: Pengaruh interaksi persentase jumlah air formulasi taraf ke-i dengan persentase jumlah MOKAF yang dikukus taraf ke-j
(AC)ik
: Pengaruh interaksi persentase jumlah air formulasi taraf ke-i dengan waktu pengeringan taraf ke-k
(BC)jk
: Pengaruh interaksi persentase jumlah MOKAF yang dikukus taraf ke-j dengan waktu pengeringan taraf ke-k
(ABC)ijk : Pengaruh interaksi persentase jumlah air formulasi taraf ke-i, persentase jumlah MOKAF yang dikukus taraf ke-j, dan waktu pengeringan taraf ke-k εijk
: Galat percobaan
29
D. Prosedur Pengamatan 1. Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992) Penetapan kadar air dengan metode oven diawali dengan pengeringan cawan alumunium pada suhu 105oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sekitar 2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama kurang lebih 6 jam. Kemudian cawan berisi sampel yang telah dikeringkan tersebut didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Cawan tersebut dikeringkan kembali dalam oven sehingga diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan. Analisis kadar air dilakukan pada snack mentah (snack basah dan kering). 2. Analisis Tekstur, Rheoner Parameter tekstur yang diukur pada produk snack matang adalah kekerasan dan kerenyahannya. Kekerasan didefinisikan sebagai gaya maksimal
yang
dibutuhkan untuk
memecahkan
sampel,
sedangkan
kerenyahan adalah gaya pertama yang dibutuhkan untuk memecahkan lapisan terluar sampel. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rheoner. Probe yang digunakan adalah silinder berujung runcing (d = 2 mm) Hasil tes berupa grafik (Contoh dapat dilihat pada Lampiran 35) yang diplot pada bidang 2 dimensi antara sumbu x (waktu) dan sumbu y (tekanan atau force). Kekerasan didapat dari nilai puncak tertinggi dan kerenyahan didapat dari nilai puncak pertama yang muncul selama pengujian. 3. Uji Rangking Hedonik Uji rangking hedonik dilakukan kepada 30 orang panelis dengan latar belakang mahasiswa SI IPB terhadap snack matang pada tahapan pemilihan bumbu. Pada uji ini, panelis diminta untuk mengevaluasi 4 contoh snack matang dengan bumbu yang berbeda dan kemudian mengurutkan rangking dari contoh dengan bumbu yang paling disukai (diberi rangking 1) hingga yang paling tidak disukai (diberi rangking 4). Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Friedman, sehingga diperoleh hasil snack matang dengan
30
bumbu yang paling disukai untuk kemudian digunakan pada penelitian utama. 4. Uji Rating Hedonik (Soekarto, 1985) Uji rating hedonik dilakukan kepada 30 orang panelis terhadap produk snack matang dengan latar belakang mahasiswa SI IPB. Uji rating hedonik dilakukan hanya pada beberapa snack matang dengan variasi nilai tekstur obyektif yang beragam (dari yang paling keras hingga yang paling renyah) tanpa membandingkan antar sampel. Parameter yang diuji pada uji rating hedonik ini yaitu warna, tekstur, rasa, dan keseluruhan (overall). Uji rating hedonik ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap berbagai parameter pada variasi snack matang dengan faktor yang berbeda – beda, serta melihat hubungan antara nilai tekstur obyektif yang didapat dengan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur. Tingkat kesukaan pada uji rating hedonik dinyatakan dengan 7 skala numerik yang menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap produk dari skala 1 untuk sangat tidak suka dan skala 7 untuk sangat suka. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisa sidik ragam, data yang didapat kemudian dibandingkan antara contoh yang diujikan dan hasil pengukuran tekstur obyektif, serta dilihat contoh mana yang paling disukai oleh panelis secara keseluruhan. 5. Pembuatan Kurva Pengeringan Pembuatan kurva pengeringan dilakukan terhadap snack basah dengan kombinasi taraf - taraf perlakuan yang terpilih. Snack basah yang dihasilkan dari ekstruder dikeringkan di dalam cabinet dryer bersuhu 60oC. Setiap 15 menit, sampel ditimbang untuk mengetahui bobot air yang diuapkan. Percobaan pengeringan berhenti sampai bobot sampel konstan, kemudian dibuat kurva pengeringan antara kadar air sampel dengan waktu pengeringan. Pengukuran kadar air dilakukan pada sampel yang telah memiliki bobot konstan.
31
6. Pengukuran Derajat Pengembangan Snack Kering Ketebalan bagian tengah dan pinggir snack kering juga snack matang diukur menggunakan mikrometer. Derajat pengembangan tengah dan pinggir diperoleh dari pembagian nilai ketebalan snack matang dengan nilai ketebalan snack kering. 7. Densitas Kamba Snack Mentah dan Matang Pada sebuah wadah dengan permukaan rata dimasukkan manik – manik hingga memenuhi seluruh wadah dengan permukaan rata. Sebagian manik – manik dikeluarkan, kemudian beberapa produk (sampel) yang telah ditimbang beratnya (w) dimasukkan ke dalam wadah berisi manik – manik, dan wadah dipenuhi lagi dengan manik - manik. Manik – manik yang harus keluar karena digantikan sampel kemudian diukur volumenya dengan gelas ukur (v). Densitas kamba produk / sampel adalah berat produk / sampel (w) dibagi dengan volume manik – manik yang keluar (v) dengan satuan gram/ml. 8. Pengamatan Pori – Pori Snack Matang Snack matang yang akan diamati pori – porinya dipotong pada bagian tengah juga pinggirnya, sehingga dihasilkan lapisasn tipis snack matang bagian tengah yang rata. Lapisan tersebut kemudian diletakkan
di atas
preparat kaca dan diamati pori – porinya dengan mikroskop cahaya perbesaran 40x10.
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Taraf Perlakuan Formulasi dan Proses Metode pembuatan snack didapatkan berdasarkan trial and error yang dilakukan serta mengacu kepada metode pembuatan kerupuk dan pembuatan snack “ONION RING” oleh PT. Radiance (William, 1989). Tahapan pembuatan snack makaroni kerang secara umum meliputi tahapan pencampuran sebagian MOKAF dengan air dan pengukusan, pencampuran adonan hasil pengukusan dengan MOKAF sisa dan bahan lain, pencetakan dengan ekstruder pasta, pengeringan, dan penggorengan. Penggunaan ekstruder pasta memberikan efisiensi dan kemudahan pada tahap pencetakan untuk jumlah besar, serta memberikan pengadonan yang lebih merata dibandingkan dengan pencetakan manual seperti pada kerupuk sehingga akan lebih ekonomis untuk diterapkan pada skala industri. Tahapan pengukusan diperlukan untuk menghasilkan perekat dengan proses gelatinisasi pati, karena tanpa adanya sebagian MOKAF yang terlebih dahulu dikukus, snack basah yang dihasilkan sangat rapuh dan mudah hancur. Perlakuan formulasi dan proses yang digunakan dipilih berdasarkan trial and error. Perlakuan formulasi dan proses yang dipilih yaitu persentase jumlah MOKAF yang dikukus, persentase jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan. Pemilihan perlakuan – perlakuan tersebut didasarkan pada faktor – faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap tekstur snack matang yang dihasilkan dari proses penggorengan yaitu gelatinisasi dan kandungan air dari snack mentah. Menurut Rossell (2001), air adalah salah satu bahan paling penting yang menentukan tekstur dari produk yang digoreng. Panas yang ditransfer dari minyak menyebabkan peningkatan suhu dan penguapan air dari produk. Pada proses penguapan air selama penggorengan, salah satu fenomena penting adalah peningkatan secara cepat volume molekular dari air selama perubahan fase dari cair ke gas. Peningkatan ini seringkali menyebabkan pengembangan volume dari produk yang digoreng apabila uap tidak dapat keluar dengan mudah menuju permukaan antara produk dengan minyak, terutama pada produk yang memiliki permukaaan luar yang tebal (Rossel, 2001). Pada snack makaroni kerang ini,
33
gelatinisasi menghasilkan struktur yang menyebabkan penahanan terhadap uap air saat penggorengan seperti pada kerupuk. Menurut Zulviani (1992), pada proses penggorengan kerupuk akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga – rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng. Kedua faktor penting tersebut, gelatinisasi dan kandungan air, pada pembuatan snack makaroni kerang dapat dikontrol melalui perlakuan – perlakuan yang telah dipilih, sehingga untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tekstur dari snack matang yang dihasilkan, ditentukan berbagai taraf perlakuan formulasi dan waktu pengeringan yang efisien dalam proses produksinya tetapi juga dapat memberikan berbagai pengaruh pada tekstur snack matang. Penentuan taraf – taraf tersebut dilakukan melalui pengujian berbagai taraf perlakuan dan taraf – taraf yang dipilih didasarkan pada snack basah yang dihasilkan, di mana snack basah yang dihasilkan harus dapat dibentuk, dipotong, kompak, dan tidak rapuh. Tabel 5. Snack basah hasil berbagai taraf perlakuan formulasi Jumlah air MOKAF Kukus
20%
30%
40%
50%
Dapat dibentuk, dipotong, kompak, tidak rapuh Dapat dibentuk, dipotong, kompak, tidak rapuh
Dapat dibentuk, dipotong, tidak kompak, rapuh Dapat dibentuk, dipotong, kompak, tidak rapuh Dapat dibentuk, dipotong, kompak, tidak rapuh
70%
80%
100%
Tidak dapat dibentuk, tidak kompak, rapuh
Dapat dibentuk, dipotong, kompak, tidak rapuh Dapat dibentuk, dipotong, kompak, tidak rapuh
Keterangan : Persentase yang digunakan adalah persentase basis total MOKAF yang digunakan Hasil snack basah dengan berbagai taraf perlakuan formulasi menunjukkan bahwa, 70% jumlah MOKAF dikukus menghasilkan snack basah yang dapat dibentuk dan dipotong, tetapi tidak terjadi pencampuran merata antara MOKAF yang dikukus dengan MOKAF mentah, sehingga snack basah tidak kompak dan 34
rapuh. Oleh karena itu, batas taraf jumlah MOKAF dikukus yang digunakan hanya sampai 80% saja. Pengukusan 100% MOKAF menghasilkan snack basah yang baik dan praktis dalam produksinya, sehingga juga digunakan. Selain itu, taraf 90% MOKAF dikukus digunakan pada penelitian utama. Hal ini disebabkan karena taraf 90% MOKAF dikukus berada diantara taraf 80% dan 100% MOKAF dikukus, yang mempunyai hasil snack basah yang baik. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa taraf 90% MOKAF dikukus juga akan menghasilkan snack basah yang dapat dibentuk, dipotong, kompak, dan tidak rapuh. Dengan demikian, persentase jumlah MOKAF dikukus untuk penelitian utama yaitu 100%, 90%, dan 80% terhadap total MOKAF yang digunakan. Penggunaan 20% jumlah air formulasi dengan 100% jumlah MOKAF dikukus menghasilkan snack basah yang tidak dapat dibentuk, rapuh, dan mudah hancur, sehingga jumlah air formulasi yang digunakan hanya sampai 30%. Di atas 50% jumlah air formulasi yang digunakan pada 100% jumlah MOKAF dikukus, menghasilkan snack basah yang sangat liat dan tidak dapat dipotong. Dengan demikian, pada penelitian utama, taraf jumlah air formulasi yang digunakan yaitu 50%, 40%, dan 30% terhadap total MOKAF yang digunakan. Penggunaan waktu pengeringan hanya sampai 3 jam pada suhu 60oC, karena pengeringan tersebut sudah dapat memberikan penurunan kadar air yang signifikan pada snack basah. B. Pemilihan Bumbu (Flavor) Hasil dari kedua ulangan uji rangking hedonik seperti yang terlihat pada Gambar 8 menunjukkan bahwa snack matang rasa kaldu ayam paling disukai (peringkat 1), sementara untuk peringkat yang lainnya, diantara kedua ulangan tersebut berbeda. Hasil uji LSD (lampiran 2) pada ulangan 1 menunjukkan bahwa peringkat kesukaan terhadap rasa kaldu ayam, barbeque, dan keju tidak berbeda nyata, sedangkan pada ulangan 2, peringkat kesukaan kaldu ayam hanya berbeda nyata dengan keju. Dengan demikian, peringkat kesukaan panelis terhadap snack matang rasa kaldu ayam tidak berbeda nyata dengan snack matang rasa barbeque, artinya bumbu yang paling disukai diantara keempat bumbu yang digunakan adalah kaldu ayam dan barbeque. Harga bumbu kaldu ayam lebih murah
35
dibandingkan dengan barbeque, sehingga untuk penelitian utama dipilih bumbu kaldu ayam.
Hasil Uji Rangking Hedonik pada Bumbu Berbeda
Jumlah Peringkat
100 80 60
Ulangan 1
40
Ulangan 2
20 0 Barbeque
Kaldu Sapi
Kaldu Ayam
Keju
Bumbu
Gambar 8. Jumlah peringkat pada snack matang dengan bumbu berbeda hasil uji rangking hedonik C. Penelitian Utama 1. Kadar Air Snack Mentah Pada produk snack yang mengembang, khususnya dengan pembuatan produk antara (pellets) dan penggorengan, kandungan air pada produk antara / pellet sangat mempengaruhi tekstur snack yang dihasilkan, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan penentuan taraf perlakuan formulasi dan proses. Hal ini juga sama seperti pada kerupuk. Proses pengeringan kerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan bahan dengan kadar air tertentu. Kadar air yang terkandung dalam kerupuk mentah akan mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan kerupuk dalam proses penggorengan selanjutnya (Zulviani, 1992). Menurut Wiriano (1984), diperlukan suatu tingkat kadar air tertentu dari kerupuk mentah untuk menghasilkan tekanan uap yang maksimum pada proses penggorengan, sehingga gel pati kerupuk bisa mengembang. Kadar air yang dibutuhkan untuk pengembangan kerupuk yang baik adalah sekitar 14% (Zulviani, 1992). Pembuatan snack makaroni kerang mengacu kepada pembuatan kerupuk, karena itu diharapkan snack kering dengan kadar air sekitar 14% akan menghasilkan pengembangan dan tekstur yang baik.
36
Pengeringan menyebabkan penurunan kadar air snack basah. Penurunan kadar air snack basah tersebut tidak terjadi secara konstan, tetapi mempunyai gradien penurunan kadar air yang semakin rendah dengan meningkatnya waktu pengeringan yang digunakan, yaitu sampai 3 jam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengeringan, air semakin sulit untuk keluar dari snack basah. Pada saat pengeringan terjadi, penguapan air dari permukaan snack basah menyebabkan permukaannya memadat. Kondisi ini disebut dengan case hardening. Case hardening sangat mempengaruhi penghilangan air pada tahap pengeringan selanjutnya (Aguilera dan Stanley, 1999). Case hardening ini menghalangi keluarnya air, sehingga semakin lama waktu pengeringan, air semakin sulit dihilangkan dari snack basah. Hasil ANOVA univariat terhadap kadar air snack mentah (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan jumlah MOKAF yang dikukus tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air snack mentah (p>0.05), sedangkan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan, masing – masing memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap kadar air snack mentah. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) antara jumlah MOKAF dikukus dengan jumlah air formulasi, serta antara jumlah air formulasi dengan waktu pengeringan terhadap kadar air snack mentah. Akan tetapi, tidak terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara jumlah MOKAF dikukus dengan waktu pengeringan (p>0.05) terhadap kadar air snack mentah. Diantara ketiga perlakuan, yaitu jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan, terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) terhadap kadar air snack mentah. Pengaruh interaksi yang nyata diantara ketiga perlakuan menunjukkan bahwa tren pengaruh taraf perlakuannya berbeda pada taraf perlakuan lain yang berbeda, seperti dapat dilihat pada Gambar 9. Terlihat dari Gambar 9, bahwa semakin rendah penambahan jumlah air formulasi, kadar air snack basah juga semakin rendah. Secara umum, snack basah mempunyai kadar air yang tidak berbeda nyata (Lampiran 4) pada penambahan jumlah air formulasi yang sama walaupun jumlah MOKAF yang dikukus berbeda. Perbedaan hanya nampak pada perlakuan penambahan jumlah air formulasi 30% dan 50% dengan 90% dan 100% MOKAF dikukus,
37
tetapi perbedaan ini tidaklah terlalu jauh, dan kadar air snack basahnya relatif sama (Lampiran 4). Hal ini berarti, bahwa perbedaan jumlah MOKAF yang dikukus tidak berpengaruh pada kadar air snack basah, karena jumlah total MOKAF yang digunakan pada semua perlakuan adalah sama. Dengan demikian, kadar air snack basah hanya dipengaruhi oleh jumlah air formulasi dan waktu pengeringan. Untuk melihat pengaruh ketiga perlakuan, dilakukan perbandingan waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar air snack basah dari 30% hingga 20% (dapat dilihat pada Tabel 6). Tabel 6. Waktu untuk penurunan kadar air snack basah dari 30% hingga 20% Jumlah MOKAF dikukus (%) 100
90
80
Jumlah air formulasi (%) 50 40 30 50 40 30 50 40 30
Waktu (jam) 1.78 1.50 0.89 1.79 1.87 1.09 1.56 1.71 1.25
Secara umum, pada perlakuan penambahan jumlah air formulasi 30%, penurunan kadar air snack basah adalah yang paling cepat dibandingkan dengan perlakuan 40% dan 50% jumlah air formulasi. Hal ini disebabkan karena dengan penambahan jumlah air formulasi yang semakin rendah, derajat gelatinisasi yang terjadi selama pengukusan menjadi semakin rendah.
38
Kadar air (%)
50 40 30 20 10 0 0
a
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Kadar air (%)
50 40 30 20 10 0 0
b
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Kadar air (%)
50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
c
Waktu pengeringan (jam)
Gambar
9. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap kadar air snack mentah pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus
39
Pada saat terjadi gelatinisasi, selama pemanasan yang bersamaan dengan penyerapan air, material keluar dari granula pati. Material ini sebagian besar adalah amilosa, walaupun amilopektin juga dapat keluar. Jumlahnya tergantung pati dan kondisinya (Eliasson, 2006). Menurut Davidek et al. (1990), ketika suhu meningkat setelah gelatinisasi dimulai, granula pati terus membengkak dan menyerap air, tetapi tetap terjaga keutuhannya karena masih terdapat ikatan – ikatan yang tersisa. Apabila tidak terdapat gaya memotong, beberapa granula tetap utuh pada 100oC, dan hanya sebagian amilosa keluar. Hal ini yang terjadi pada pengukusan MOKAF, di mana hasil pengukusan masih berbentuk butiran – butiran padat dengan beberapa bagian mencair dan lengket akibat tidak adanya pengadukan saat pengukusan. Akan tetapi, gaya memotong dan tekanan yang dihasilkan dari ekstrusi dengan ekstruder pasta saat pencetakan merusak struktur membengkak granula yang masih utuh dan menyebabkan terjadi pengeluaran amilosa dan amilopektin yang lebih banyak sehingga terbentuk massa adonan yang dapat dicetak. Amilosa dan amilopektin yang bebas pada snack basah yang dihasilkan membentuk ikatan diantara satu dengan yang lainnya, juga dengan air (karena bersifat hidrofilik) sehingga terbentuk ikatan – ikatan yang kuat dan mampu menahan air selama pengeringan. Dengan demikian, semakin tinggi derajat gelatinisiasi, semakin banyak amilosa dan amilopektin yang terlepas, sehingga penahanan air pada snack basah selama pengeringan semakin tinggi, dan sebaliknya. Penambahan jumlah air formulasi 40% dan 50% cenderung memberikan penurunan kadar air snack basah yang sama pada setiap perlakuan jumlah MOKAF dikukus (Lampiran 4). Hal ini nampak dari kurva penurunan kadar air kedua perlakuan tersebut yang berhimpit pada 90% dan 100% MOKAF dikukus serta kurva keduanya yang relatif sejajar pada perlakuan 80% MOKAF dikukus. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar air snack basah dari 30% hingga 20% pada perlakuan penambahan jumlah air formulasi 40% dan 50% tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan penambahan jumlah air formulasi 30%.
40
Kecenderungan berhimpitnya kurva penurunan kadar air pada perlakuan 40% dan 50% jumlah air formulasi disebabkan karena penurunan kadar air snack basah dengan perlakuan 50% jumlah air formulasi di awal pengeringan lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan 40% jumlah air formulasi. Hal ini dapat disebabkan karena tekanan uap snack basah dengan perlakuan 50% jumlah air formulasi lebih besar dibandingkan dengan 40% jumlah air formulasi akibat kadar air snack basah yang lebih besar. Menurut Parikesit (1984), air yang berada dalam suatu bahan akan memberikan tekanan uap tertentu, tergantung pada jumlah air dan sifat bahannya. Oleh karena itu, semakin tinggi kandungan air dalam snack basah, semakin besar tekanan uap yang dihasilkan dan air lebih cepat keluar saat pengeringan. Dapat dilihat dari Gambar 9, bahwa penurunan kadar air yang lebih cepat pada perlakuan 50% jumlah air formulasi akibat tekanan uap yang lebih besar terjadi pada awal pengeringan, yaitu sampai 1 jam pengeringan pada 90% dan 100% MOKAF dikukus, juga sampai 2 jam pengeringan pada 80% MOKAF dikukus, dan kemudian penurunan kadar airnya sama dengan perlakuan 40% jumlah air formulasi ketika tekanan uapnya menjadi sama. Perbedaan perlakuan jumlah MOKAF dikukus, cenderung memberikan penurunan kadar air yang tidak berbeda (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa struktur snack basah yang terbentuk relatif sama walaupun jumlah MOKAF yang dikukus berbeda. Akan tetapi, dapat dilihat pada Tabel 6, bahwa penurunan kadar air snack basah dari 30% hingga 20% pada perlakuan 90% MOKAF dikukus cenderung membutuhkan waktu yang paling lama (air cenderung paling sulit keluar). Derajat gelatinisasi dengan perlakuan 90% MOKAF dikukus lebih besar daripada 100% MOKAF dikukus, sehingga memberikan penahanan air yang lebih kuat saat pengeringan. Pada perlakuan 80% MOKAF dikukus terdapat campuran MOKAF mentah yang lebih banyak dibandingkan dengan 90% MOKAF dikukus, sehingga struktur snack basah yang terbentuk lebih lemah akibat banyak granula pati utuh yang tidak tergelatinisasi menyebabkan penahanan airnya lebih rendah saat pengeringan. Walaupun demikian, secara umum, penurunan kadar air snack basah dengan perlakuan jumlah MOKAF dikukus yang berbeda cenderung sama.
41
Ketiga grafik respon kadar air snack mentah pada Gambar 9 menunjukkan bahwa interval waktu pengeringan 1 jam sudah dapat memberikan penurunan kadar air snack mentah yang signifikan / berbeda nyata (Lampiran 4) pada semua perlakuan jumlah MOKAF dikukus dan jumlah air formulasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Panikulata (2008), MOKAF mempunyai nilai viskositas breakdown yang tinggi, menujukkan bahwa granula – granula MOKAF yang telah membengkak secara keseluruhan (tergelatinisasi) bersifat rapuh dan tidak tahan proses pemanasan. Snack basah yang dihasilkan pada penelitian ini mempunyai struktur yang terutama terdiri dari struktur hasil gelatinisasi MOKAF, yang tidak tahan pemanasan, maka cenderung tidak dapat menahan air yang terkandung di dalamnya selama pengeringan, walaupun suhu yang digunakan cukup rendah, yaitu 60oC, sehingga interval waktu pengeringan 1 jam dapat memberikan penurunan kadar air snack basah yang cukup besar. 2. Densitas Kamba Snack Mentah Densitas dan porositas adalah sifat fisik penting yang mengkarakterisasi tekstur dan kualitas dari makanan kering dan IMF (Intermediate Moisture Foods) (Schubert, 1987 dalam Marousis dan Saravacos, 1990). Nilai sifat fisik tersebut, hasil dari penelitian, penting dalam mendesain dan pembuatan model berbagai operasi transfer panas dan massa seperti pengeringan, pemanasan, pendinginan, dan ekstrusi dari produk makanan tertentu (Marousis dan Saravacos, 1990). Densitas kamba adalah nilai berat produk per volume produk tersebut. Oleh karena itu, semakin rendah berat produk dengan volume konstan, maka nilai densitas kambanya akan semakin rendah. Hasil ANOVA univariat terhadap densitas kamba snack mentah (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan masing - masing berpengaruh secara nyata (p<0.05) terhadap densitas kamba snack mentah. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan jumlah air formulasi, antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan waktu
42
pengeringan, dan antara perlakuan jumlah air formulasi dengan waktu pengeringan terhadap densitas kamba snack mentah. Pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) juga terdapat diantara ketiga perlakuan, yaitu jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan terhadap densitas kamba snack mentah. Pengaruh interaksi yang nyata diantara ketiga perlakuan menunjukkan bahwa tren pengaruh taraf perlakuannya berbeda pada taraf perlakuan lain yang berbeda, seperti dapat dilihat pada Gambar 10. Secara umum, perlakuan penambahan jumlah air formulasi 40% pada perlakuan baik 80%, 90%, maupun 100% MOKAF dikukus menghasilkan snack mentah dengan densitas kamba yang cenderung paling besar, walaupun nilainya tidak berbeda jauh / relatif sama dengan perlakuan 50% jumlah air formulasi. Struktur snack basah yang terbentuk diantara perlakuan 40% dan 50% jumlah air formulasi relatif sama, hanya saja penurunan kadar air dengan perlakuan 50% jumlah air formulasi cenderung lebih besar dibandingkan dengan 40% jumlah air formulasi pada awal pengeringan, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan kadar air snack mentah. Dengan demikian, densitas kamba snack mentah dengan 50% jumlah air formulasi relatif lebih rendah nilainya pada awal pengeringan akibat penurunan kadar air yang besar tanpa diimbangi penurunan volume yang besar pula. Pada perlakuan 100% MOKAF dikukus, nampak bahwa densitas kamba snack mentah dengan berbagai jumlah air formulasi relatif tetap / konstan walaupun mendapatkan perlakuan waktu pengeringan yang berbeda, menunjukkan bahwa perbandingan penurunan berat produk dan penyusutan volume produk saat pengeringan sebanding dan perbandingan diantara keduanya tetap, sehingga densitas kambanya menjadi konstan. Hal ini dapat disebabkan karena seluruh MOKAF yang digunakan mengalami pengukusan, sehingga komposisi struktur yang terbentuk cenderung seragam pada seluruh bagian snack basah. Dengan demikian, kemampuan menahan air dan penyusutan volume relatif seragam pada seluruh bagian snack basah. Snack mentah dengan kombinasi perlakuan 50% jumlah air formulasi dan 100% MOKAF dikukus, pada awal pengeringan mengalami penurunan densitas
43
kamba dan juga mengalami peningkatan densitas kamba pada akhir pengeringan. Penurunan densitas kamba di awal pengeringan dapat disebabkan karena kehilangan kandungan air yang besar tidak diimbangi dengan penyusutan volume yang besar pula. Peningkatan densitas kamba pada akhir pengeringan dapat disebabkan karena terjadinya case hardening, di mana kehilangan air menjadi rendah tetapi terjadi penyusutan volume yang besar. Pada perlakuan 80% dan 90% MOKAF dikukus, densitas kamba snack mentah tidaklah konstan dengan perlakuan waktu pengeringan yang berbeda. Struktur snack basah pada kedua perlakuan tersebut adalah campuran dari ikatan – ikatan amilosa dan amilopektin bebas (struktur hasil gelatinisasi) serta granula pati utuh yang tidak tergelatinisasi, di mana kemampuan penahanan air keduanya berbeda. Pengadukan dan pencetakan dengan ekstruder pasta belum memberikan persebaran yang merata diantara kedua struktur berbeda tersebut pada keseluruhan snack basah yang dihasilkan, sehingga laju pengeluaran air dan penyusutan volume berbeda – beda pada tiap bagian. Hal ini menyebabkan penurunan berat dan penyusutan volume secara keseluruhan yang tidak seimbang, terutama terjadi pada perlakuan 80% MOKAF dikukus, di mana perubahan densitas kambanya tidak beraturan. Penurunan densitas kamba snack basah dengan semakin lamanya waktu pengeringan pada perlakuan 90% MOKAF dikukus dapat disebabkan karena struktur snack basah yang terbentuk cenderung kuat dan kompak, tampak dari penahanan airnya yang cenderung kuat pada pembahasan tentang kadar air snack mentah. Dengan demikian, penyusutan volume yang terjadi relatif lebih rendah dibandingkan penurunan berat akibat kehilangan air, menyebabkan densitas kambanya menjadi semakin rendah dengan semakin lamanya waktu pengeringan. Hal ini berbeda dengan perlakuan 30% jumlah air formulasi dan 90% MOKAF dikukus yang densitas kamba snack basahnya semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu pengeringan, menunjukkan bahwa terjadi penyusutan volume yang besar tanpa kehilangan air yang besar pula.
44
Densitas kamba snack mentah (g/ml)
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
Densitas kamba snack mentah (g/ml)
3
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
b Densitas kamba snack mentah (g/ml)
2
Waktu pengeringan (jam)
a
1
2
3
Waktu pengeringan (jam) 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
c
1
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 10. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap densitas kamba snack mentah pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus
45
Ketiga grafik nilai densitas kamba snack mentah (Gambar 10) menunjukkan bahwa secara keseluruhan, snack mentah
yang dibentuk
dengan perlakuan 100% dan 80% MOKAF dikukus mempunyai densitas kamba yang kisaran nilainya relatif sama, sedangkan snack mentah dengan 90% MOKAF dikukus lebih rendah kisaran nilai densitas kambanya. Hal ini dapat disebabkan karena snack basah yang dihasilkan pada perlakuan 90% MOKAF dikukus memiliki volume yang paling besar dibandingkan perlakuan jumlah MOKAF dikukus lainnya, tetapi produk cenderung tidak tebal dan ringan, sehingga densitas kambanya lebih rendah. 3. Derajat Pengembangan Snack Kering Penggorengan mengembang.
snack
Mekanisme
kering
menghasilkan
pengembangan
snack
snack
matang
kering
yang
mengikuti
mekanisme pengembangan kerupuk karena prinsip pembuatannya yang mirip dan struktur adonannya yang juga dibentuk dari gelatinisasi pati. Pada dasarnya, fenomena pengembangan kerupuk disebabkan oleh tekanan uap yang terbentuk dari pemanasan kandungan air bahan sehingga mendesak struktur bahan membentuk produk yang mengembang (Wiriano, 1984 dan Setiawan, 1988). Mekanisme terjadinya pengembangan kerupuk akibat terlepasnya air yang terikat pada gel pati sewaktu penggorengan adalah sebagai berikut : air mula – mula menjadi uap karena ada peningkatan suhu dan mendesak gel pati untuk keluar sekaligus, sehingga terjadi pengosongan yang membentuk kantong – kantong udara pada kerupuk (Rumbay et al., 1985). Mutu tekstur dari produk snack tidak hanya dipengaruhi oleh derajat pengembangannya, tetapi juga oleh struktur pori – pori, kekuatan dinding pori – pori, dan sebagainya. Hal ini nampak dari hasil yang berbeda diantara penelitian Muliawan (1991) dengan penelitian Kawas dan Moreira (2001). Pada penelitian Muliawan (1991), peningkatan volume pengembangan kerupuk goreng memberikan penurunan kekerasan, sedangkan pada penelitian Kawas dan Moreira (2001), keripik tortilla dengan pengembangan
46
terbesar memberikan tekstur yang paling keras dibandingkan nilai pengembangan lain yang lebih rendah. Pengembangan snack kering dilihat dari derajat pengembangannya. Derajat pengembangan ini diperoleh dari pembagian ketebalan snack matang dengan ketebalan snack kering. Derajat pengembangan yang diamati tidak hanya derajat pengembangan produk bagian tengah, tetapi juga bagian pinggirnya. a. Derajat Pengembangan Tengah Snack Kering Hasil ANOVA univariat terhadap derajat pengembangan tengah snack kering (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan, masing - masing berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap derajat pengembangan tengah snack kering. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan jumlah air formulasi, antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan waktu pengeringan, dan antara perlakuan jumlah air formulasi dengan waktu pengeringan terhadap derajat pengembangan tengah snack kering. Diantara ketiga perlakuan, yaitu jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan, terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) pada derajat pengembangan tengah snack kering. Pengaruh interaksi perlakuan jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan terhadap derajat pengembangan tengah snack kering dapat dilihat pada Gambar 11.
47
Derajat pengembangan tengah
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
Derajat pengembangan tengah
a
1
2
3
Waktu pengeringan (jam) 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
b
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Derajat pengembangan tengah
3
c
2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 11. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap derajat pengembangan tengah snack kering pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus
48
Pada perlakuan 90% dan 100% MOKAF dikukus, derajat pengembangan tengah snack kering dengan perlakuan penambahan jumlah air formulasi 40% dan 50% tidak berbeda jauh, nampak dari kurva keduanya yang cenderung berhimpit (Gambar 11). Derajat pengembangan tengah yang tidak berbeda jauh diantara kedua perlakuan jumlah air formulasi itu disebabkan karena struktur snack kering kedua perlakuan itu yang tidak berbeda jauh, terlihat dari kurva penurunan kadar air keduanya yang cenderung berhimpit. Struktur dan kadar air snack kering keduanya yang tidak berbeda jauh menyebabkan transfer panas dan penahanan uap air saat penggorengan yang tidak berbeda jauh sehingga nilai derajat pengembangan tengahnya juga cenderung sama. Pada kombinasi perlakuan 90% juga 100% MOKAF dikukus dengan 30% jumlah air formulasi cenderung terjadi penurunan derajat pengembangan tengah terutama pada jam ketiga pengeringan yang disebabkan
karena
derajat
gelatinisasinya
yang
lebih
rendah
dibandingkan dengan penambahan jumlah air formulasi yang lain sehingga penahanan uap air saat penggorengan rendah. Selain itu kadar air snack keringnya juga rendah, lebih rendah dari kadar air snack kering yang memberikan derajat pengembangan tengah optimum. Pada perlakuan 80% MOKAF dikukus, terjadi penurunan derajat pengembangan tengah snack kering dengan perlakuan 30% dan 40% jumlah air formulasi pada jam ketiga pengeringan yang dapat disebabkan karena kadar airnya relatif lebih rendah dari kadar air snack kering yang cenderung memberikan derajat pengembangan tengah optimum. Secara umum, terjadi peningkatan derajat pengembangan tengah snack kering dengan semakin lamanya waktu pengeringan pada kombinasi jumlah air formulasi tertentu dengan 80%, 90%, dan 100% jumlah MOKAF dikukus yang disebabkan karena kadar airnya yang semakin rendah pada kisaran yang semakin mendekati kadar air snack kering untuk derajat pengembangan tengah yang cenderung optimum (Lampiran 4).
49
Perlakuan 90% dan 100% MOKAF dikukus cenderung tidak memberikan derajat pengembangan tengah yang berbeda. Perbedaan nampak pada perlakuan 80% MOKAF dikukus, di mana derajat pengembangan tengahnya lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada snack kering dengan 80% MOKAF dikukus, banyak terdapat granula – granula pati yang tidak tergelatinisasi, sehingga strukturnya lebih lemah dan tidak dapat menahan keluarnya uap air saat penggorengan dengan baik, menghasilkan derajat pengembangan tengah lebih rendah. Derajat pengembangan tengah snack kering mempunyai korelasi yang rendah dengan kadar air snack keringnya (Lampiran 8), menunjukkan bahwa derajat pengembangan tengah tidak hanya dipengaruhi oleh kadar air snack keringnya, tetapi juga oleh faktor – faktor lain. Korelasi yang ada berupa kurva kuadratik dengan derajat pengembangan tengah optimum cenderung didapatkan pada kadar air snack kering berkisar 20% - 25%, di atas dan di bawah nilai kadar air tersebut, derajat pengembangan tengahnya menurun. b. Derajat Pengembangan Pinggir Snack Kering Derajat pengembangan pinggir diperoleh dengan cara membagi ketebalan bagian pinggir snack matang dengan ketebalan bagian pinggir snack kering. Hasil ANOVA univariat terhadap derajat pengembangan pinggir snack kering (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan masing masing berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap derajat pengembangan pinggir snack kering. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan jumlah air formulasi, antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan waktu pengeringan, dan antara perlakuan jumlah air formulasi dengan waktu pengeringan terhadap derajat pengembangan pinggir snack. Diantara ketiga perlakuan, yaitu jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan terdapat pengaruh interaksi yang signifikan
50
(p<0.05) pada derajat pengembangan pinggir snack kering. Pengaruh interaksi perlakuan jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan terhadap derajat pengembangan pinggir snack kering dapat dilihat pada Gambar 12. Struktur snack kering yang dihasilkan berbeda antara bagian tengah dan bagian pinggirnya, nampak dari pola nilai derajat pengembangan pinggir yang cenderung berbeda dengan pola nilai derajat pengembangan tengah snack kering dengan perlakuan yang sama. Secara keseluruhan, nilai derajat pengembangan pinggir snack kering dengan perlakuan 40% jumlah air formulasi tidak berbeda jauh dengan snack kering hasil dari perlakuan 50% jumlah air formulasi (Lampiran 9). Hal ini disebabkan karena struktur snack kering hasil kedua perlakuan tersebut tidak berbeda jauh, kadar airnya juga tidak berbeda jauh. Sedikit perbedaan yang terjadi dapat disebabkan karena faktor – faktor lain yang mempengaruhi pengembangan bagian pinggir snack kering. Pada perlakuan 100% jumlah MOKAF dikukus, semakin rendahnya kadar air snack kering dengan semakin lama waktu pengeringan tidak berpengaruh pada derajat pengembangan pinggir dengan perlakuan jumlah air formulasi 30% dan 50%, di mana derajat pengembangan pinggirnya konstan. Hal ini berbeda dengan perlakuan 40% penambahan jumlah air formulasi, di mana derajat pengembangan pinggirnya semakin tinggi dengan semakin lama waktu pengeringan, karena dengan semakin lama waktu pengeringan, kadar air snack kering semakin rendah, transfer panasnya menjadi lebih cepat ke bahan, tidak banyak yang digunakan untuk penguapan air.
51
Derajat pengembangan pinggir
2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
Derajat pengembangan pinggir
a
1
2
3
Waktu pengeringan (jam) 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
b
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Derajat pengembangan pinggir
2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
c
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 12. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap derajat pengembangan pinggir snack kering pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus
52
Pada perlakuan 90% MOKAF dikukus, ketiga perlakuan jumlah air formulasi yang digunakan cenderung tidak memberikan perbedaan derajat pengembangan pinggirnya (Lampiran 9). Hal ini dapat disebabkan karena struktur bagian pinggir snack kering yang cenderung mirip. Waktu pengeringan yang berbeda juga memberikan derajat pengembangan pinggir yang tidak berbeda. Derajat pengembangan pinggirnya konstan, kecuali pada perlakuan 40% jumlah air formulasi. Secara umum, derajat pengembangan pinggir snack kering pada perlakuan 80% MOKAF dikukus juga cenderung tidak berbeda jauh walaupun dengan perlakuan jumlah air formulasi yang berbeda (Lampiran 9). Derajat pengembangan pinggir cenderung konstan walau waktu pengeringan yang digunakan berbeda. Penurunan derajat pengembangan pinggir cukup besar yang terjadi pada perlakuan 50% jumlah air formulasi dan 3 jam pengeringan dapat disebabkan karena kadar air snack keringnya yang tidak dapat memberikan tekanan uap yang cukup untuk pengembangan yang baik dengan pengeringan 3 jam. Semakin rendah perlakuan jumlah MOKAF dikukus, cenderung memberikan penurunan derajat pengembangan pinggir snack kering, karena semakin rendah jumlah MOKAF dikukus, semakin banyak MOKAF mentah yang ditambahkan sehingga semakin banyak granula pati tidak tergelatinisasi pada snack kering dan penahanan terhadap keluarnya uap air saat penggorengan semakin rendah akibat struktur snack kering yang semakin rapuh. c. Pengembangan Bagian Tengah dan Pinggir Nilai derajat pengembangan tengah dan pinggir snack kering tidak berkorelasi. Selain itu, nilai keduanya juga cenderung tidak sama. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan pada snack kering (Lampiran 3) tidaklah merata / tidak sama antara bagian tengah dan juga pinggirnya. Kecenderungan yang terjadi adalah bagian pinggir snack mempunyai nilai derajat pengembangan pinggir yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah. Ketika snack kering digoreng, pengembangan
53
lebih dulu terjadi pada bagian pinggir baru ke bagian tengah snack kering, tetapi pengembangan yang terjadi tidak merata, di mana, pengembangan bagian tengah lebih kecil dibandingkan dengan bagian pinggir. Pengembangan snack kering yang terjadi mirip dengan pengembangan kerupuk, di mana menurut Muliawan (1991), proses pengembangan kerupuk dimulai dari bagian pinggir kerupuk diikuti pengembangan bagian tengah. Derajat pengembangan tengah yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan derajat pengembangan pinggir disebabkan karena ketebalan snack kering bagian tengah lebih besar daripada bagian pinggir akibat bentuknya yang melengkung (seperti kerang). Dengan demikian, penetrasi panas pada bagian tengah snack kering lebih tidak merata dan menghasilkan pengembangan lebih rendah. Pengembangan yang tidak merata antara bagian tengah dan pinggir dapat diatasi dengan menggunakan cara penggorengan yang berbeda, diantaranya
dapat
dilakukan
penggorengan
2
suhu,
di
mana
penggorengan dilakukan dengan mencelupkan terlebih dahulu kerupuk mentah yang akan digoreng ke dalam minyak dingin / hangat, baru kemudian digoreng dalam minyak yang telah dipanaskan untuk mendapatkan pengembangan kerupuk (Zulviani,1992). Penggorengan dengan 2 suhu memberikan penetrasi panas yang lebih merata. Selain itu, dapat juga dilakukan pengadukan pada saat penggorengan snack kering untuk membuat transfer panas lebih merata. d. Struktur Pori – Pori Snack Matang Derajat pengembangan tengah dan pinggir snack kering dengan perlakuan 100% dan 90% MOKAF dikukus cenderung mempunyai kisaran nilai yang sama, akan tetapi struktur pori - pori snack matang keduanya berbeda. Respon derajat pengembangan tengah maupun pengembangan pinggir menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat gelatinisasi dan semakin rendah jumlah granula pati tidak tergelatinisasi pada snack
54
kering, pengembangannya akan cenderung semakin tinggi. Derajat gelatinisasi yang lebih tinggi dan jumlah granula pati tidak tergelatinisasi yang lebih rendah dapat dicapai baik dengan perlakuan penambahan jumlah air formulasi yang lebih tinggi maupun dengan lebih banyaknya jumlah MOKAF yang dikukus. Menurut penelitian yang dilakukan Kawas dan Moreira (2001), tortilla yang diproses dengan gelatinisasi berlebihan melalui pengukusan dan pemanggangan (derajat gelatinisasi 87%) memberikan pengembangan paling tinggi (140.0 ± 1.2%) dan tortilla dengan perlakuan freeze drying (derajat gelatinisasi 5%) memberikan pengembangan yang paling rendah (8.3 ± 0.1%). Tortilla kontrol (derajat gelatinisasi 45%) memberikan derajat pengembangan menengah (100.0 ± 1.0%). Pengembangan sampel yang dikukus dan dipanggang disebabkan karena gelatinisasi yang besar menghasilkan penghalang yang kuat, yaitu crust yang terbentuk selama pengukusan dan pemanggangan yang menyebabkan uap air tidak mudah keluar. Ketika uap berusaha keluar dari bagian dalam chips (tortilla), gelembung – gelembung / kantong – kantong terbentuk. Sampel dengan freeze drying mempunyai struktur yang menyebabkan uap keluar dengan mudah selama penggorengan (Kawas dan Moreira, 2001). Pori – pori yang terbentuk akibat pengembangan snack kering tidaklah merata, ukuran pori – pori yang terbentuk ada yang relatif kecil, sedang, dan besar. Pada produk dengan perlakuan 100% MOKAF dikukus (dapat dilihat pada Gambar 13) nampak bahwa pada penambahan jumlah air yang lebih tinggi serta waktu pengeringan singkat, pori – pori pada permukaan cenderung besar – besar dengan dinding permukaan tipis, sedangkan bagian dalam mempunyai pori – pori yang relatif kecil dengan dinding tebal, tetapi semakin sedikit penambahan jumlah air formulasi dan semakin lama waktu pengeringan yang digunakan, pori – pori besar di permukaan cenderung tidak ada sedangkan bagian dalam mempunyai pori – pori lebih besar dengan dinding lebih tipis. Hal yang sama juga cenderung terjadi pada snack matang dengan perlakuan 90%
55
MOKAF dikukus (Gambar 14) dan 80% MOKAF dikukus (Gambar 15), hanya saja pori – pori pada bagian dalam snack matang dengan 90% MOKAF dikukus relatif lebih besar dan merata, sedangkan pada 80% MOKAF dikukus pada bagian dalam bercampur antara pori – pori besar dan kecil. Pengembangan yang tidak merata pada produk disebabkan karena penggorengan yang dilakukan hanya memakai satu suhu, sehingga ketika digoreng terjadi pengembangan besar pada bagian permukaan, di mana air menguap lebih dahulu lalu panas berpindah ke bagian dalam produk, dan tercipta gradien suhu ke bagian dalam produk, yang tidak cukup memberikan pengembangan pada bagian dalam produk, sehingga pori – pori di bagian dalam cenderung lebih kecil ukurannya. Pada derajat gelatinisasi yang lebih rendah dan lebih banyak terdapat granula pati utuh, snack kering cenderung mempunyai ketebalan yang lebih rendah, serta penahanan terhadap uap air saat penggorengan pada bagian permukaan tidak terlalu besar, sehingga pengembangan bagian permukaan tidak terlalu besar, dan gradien suhu bagian luar dengan bagian dalam tidak terlalu tinggi, karena itu pengembangannya lebih merata.
Kandungan
air
yang
lebih
rendah
juga
memberikan
pengembangan lebih merata, karena panas yang dibutuhkan untuk penguapan air lebih rendah. Pada snack matang, secara umum pori – pori yang terbentuk relatif kecil pada bagian dalam dengan dinding tebal, hal ini disebabkan karena granula – granula tepung MOKAF yang membengkak secara keseluruhan (tergelatinisasi) bersifat rapuh dan tidak tahan proses pemanasan (Panikulata, 2008), sehingga cenderung tidak dapat menahan air pada penggorengan dan pori – pori yang dihasilkan relatif kecil.
56
50% JAF, 1 WP
40% JAF, 1 WP
30% JAF, 1 WP
50% JAF, 2 WP
50% JAF, 3 WP
40% JAF, 2 WP
40% JAF, 3 WP
30% JAF, 2 WP
30% JAF, 3 WP
Gambar 13. Penampakan pori – pori snack matang dengan perlakuan 100% MOKAF dikukus (JAL : Jumlah Air Formulasi, WP : Waktu Pengeringan)
57
50% JAF, 1 WP
50% JAF, 2 WP
50% JAF, 3 WP
40% JAF, 1 WP
40% JAF, 2 WP
40% JAF, 3 WP
30% JAF, 1 WP
30% JAF, 2 WP
30% JAF, 3 WP
Gambar 14. Penampakan pori – pori snack matang dengan perlakuan 90% MOKAF dikukus (JAL : Jumlah Air Formulasi, WP : Waktu Pengeringan)
58
50% JAL, 1 WP
50% JAL, 2 WP
50% JAL, 3 WP
40% JAL, 1 WP
40% JAL, 2 WP
40% JAL, 3 WP
30% JAL, 1 WP
30% JAL, 2 WP
30% JAL, 3 WP
Gambar 15. Penampakan pori – pori snack matang dengan perlakuan 80% MOKAF dikukus (JAL : Jumlah Air Formulasi, WP : Waktu Pengeringan)
59
4. Densitas Kamba Snack Matang Ketika snack kering digoreng, terjadi proses penguapan air, pati yang tergelatinisasi pada snack kering memberikan penahanan pada uap air untuk keluar sehingga kemudian terbentuk pori – pori / kantong – kantong pada produk yang digoreng. Hilangnya air dan terbentuknya pori – pori pada snack matang memberikan penurunan berat dari produk dan peningkatan volume produk secara drastis. Kedua perubahan ini menyebabkan nilai densitas kamba snack matang menjadi rendah, lebih rendah daripada densitas kamba snack kering. Densitas kamba mengalami penurunan selama penggorengan karena kehilangan air, penyerapan minyak dan pembentukan pori – pori (Sahin dan Sumnu, 2009) Hasil ANOVA univariat (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perlakuan jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan, masing - masing memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap densitas kamba snack matang. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan jumlah air formulasi, antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan waktu pengeringan, dan antara perlakuan jumlah air formulasi dengan waktu pengeringan terhadap densitas kamba snack matang. Diantara ketiga perlakuan, yaitu jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan, terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) terhadap densitas kamba snack matang.
Pengaruh interaksi jumlah MOKAF dikukus,
jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan terhadap densitas kamba snack matang dapat dilihat pada Gambar 16. Perlakuan waktu pengeringan yang semakin meningkat, secara umum menyebabkan densitas kamba snack matang yang semakin rendah pada setiap kombinasi perlakuan jumlah MOKAF dikukus dan jumlah air formulasi, walaupun ada yang penurunannya tidak signifikan (Lampiran 13). Penurunan densitas kamba snack matang dengan meningkatnya waktu pengeringan disebabkan karena derajat pengembangan tengah dan derajat pengembangan pinggir yang cenderung meningkat dengan meningkatnya waktu pengeringan
60
(Gambar 11 dan 12). Semakin tinggi derajat pengembangan, artinya semakin banyak dan besar pori – pori yang terbentuk, sehingga produk menjadi lebih ringan dan volume besar dengan densitas kamba yang semakin rendah. Pengembangan yang lebih besar akibat waktu pengeringan yang lebih lama disebabkan karena kadar air snack keringnya yang semakin rendah, seperti yang dijelaskan pada pembahasan mengenai derajat pengembangan tengah dan pinggir snack kering. Akan tetapi, terdapat snack kering dengan kombinasi perlakuan jumlah MOKAF dikukus dan jumlah air formulasi tertentu yang mengalami penurunan derajat pengembangan pinggir / tengah pada waktu pengeringan tertentu. Walaupun demikian, penurunan densitas kamba snack matang dapat terjadi karena kombinasi antara kedua derajat pengembangannya. Pada kasus ini, umumnya nilai densitas kamba snack matang yang dihasilkan mengalami penurunan yang tidak signifikan (Lampiran 13), cenderung konstan seperti pada kombinasi perlakuan 100% MOKAF dikukus dengan 50% jumlah air formulasi, di mana derajat pengembangan tengahnya meningkat pada jam ketiga pengeringan, tetapi derajat pengembangan pinggirnya konstan, sehingga densitas kamba snack matang hanya mengalami penurunan yang tidak signifikan pada jam ketiga pengeringan. Hal ini juga menunjukkan bahwa densitas kamba snack matang cenderung lebih dipengaruhi oleh derajat pengembangan snack kering bagian pinggirnya. Pada perlakuan 100% jumlah MOKAF dikukus, semakin tinggi penambahan jumlah air formulasi, maka densitas kamba snack matang semakin rendah karena pada perlakuan 100% MOKAF dikukus, semakin tinggi penambahan jumlah air formulasi, derajat pengembangan pinggir relatif semakin tinggi, walaupun derajat pengembangan tengahnya cenderung tidak berbeda (Gambar 11 dan 12). Pada perlakuan 90% MOKAF dikukus, perbedaan jumlah air formulasi cenderung tidak memberikan perbedaan pada densitas kamba snack matang, terutama pada penambahan jumlah air formulasi 40% dan 50%. Hal ini disebabkan oleh derajat pengembangan pinggir dan tengah keduanya yang cenderung tidak berbeda nyata (Gambar 11 dan 12). Derajat pengembangan
61
tengah pada kombinasi 90% MOKAF dikukus dengan 30% jumlah air formulasi pada waktu pengeringan 2 jam dan 3 jam adalah yang paling rendah (Gambar 11) dibandingkan penambahan jumlah air formulasi lainnya pada jam pengeringan yang sama, sehingga densitas kamba snack matangnya cenderung mempunyai nilai yang paling besar dibandingkan penambahan jumlah air formulasi lainnya. Perlakuan jumlah air formulasi 30% dan 50% menghasilkan densitas kamba snack matang yang tidak berbeda nyata pada perlakuan 80% MOKAF dikukus (Lampiran 13), walaupun derajat pengembangan pinggir dan tengahnya cenderung berbeda. Hal ini disebabkan karena terjadi kombinasi derajat pengembangan tengah dan pinggir yang saling mempengaruhi. Derajat pengembangan tengah keduanya pada waktu pengeringan dua jam tidak berbeda jauh, tetapi derajat pengembangan pinggir keduanya berbeda jauh, juga pada pengeringan jam ketiga di mana derajat pengembangan tengah keduanya berbeda jauh, tetapi derajat pengembangan pinggirnya tidak bebeda jauh, kombinasi perbedaan keduanya menghasilkan densitas kamba snack matang yang cenderung sama. Perbedaan jumlah MOKAF dikukus menunjukkan bahwa perlakuan 90% MOKAF dikukus secara umum memberikan densitas kamba snack matang yang paling rendah nilainya. Hal ini disebabkan karena snack kering hasil perlakuan 90% MOKAF dikukus mempunyai bentuk yang tipis dan ringan, dengan densitas kamba yang paling rendah juga sehingga ketika digoreng transfer panas pada bahan lebih cepat, menyebabkan snack matang yang dihasilkan lebih kering, lebih ringan dibandingkan dengan snack matang hasil perlakuan 80% dan 100% MOKAF dikukus yang snack keringnya lebih tebal. Snack kering dengan 80% MOKAF dikukus juga mempunyai ketebalan yang lebih rendah dibandingkan dengan 100% jumlah MOKAF dikukus, sehingga densitas kamba snack matangnya lebih rendah.
62
Densitas kamba snack matang (g/ml)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
a
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Densitas kamba snack matang (g/ml)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
Densitas kamba snack matang (g/ml)
b
2
3
Waktu pengeringan (jam) 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
c
1
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 16. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap densitas kamba snack matang pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus
63
Densitas kamba snack matang mempunyai korelasi yang rendah dengan derajat pengembangan pinggir snack kering (Lampiran 14). Korelasinya berupa kurva kuadratik, di mana densitas kamba snack matang paling besar cenderung terjadi pada derajat pengembangan pinggir sekitar 1.6 -1.8. Di atas dan di bawah nilai tersebut, densitas kamba snack matang akan menurun. Korelasi
yang
rendah
ini
menunjukkan
bahwa
pengaruh
derajat
pengembangan pinggir terhadap densitas kamba snack matang rendah, dan terdapat faktor – faktor lain seperti derajat pengembangan tengah, struktur snack kering, dan sebagainya yang juga mempengaruhi densitas kamba snack matang. 5. Tekstur Snack Matang Dalam pengukuran secara obyektif menggunakan alat, tekstur biasanya dideskripsikan sebagai atribut multi parameter yang biasanya dihubungkan dengan parameter mekanik, geometri, dan abstrak (Szczesnak, 1987 dalam Pedreschi dan Moyano, 2004). Tekstur yang dianalisa pada produk snack matang adalah kerenyahan dan kekerasannya. Alat yang digunakan adalah rheoner dengan uji puncture. Uji puncture (puncture test) ini mengukur gaya yang diperlukan untuk menekan probe ke makanan (Bourne, 2002 dalam Pedreschi dan Moyano, 2004). Hasilnya berupa grafik dengan dua puncak gaya yang diperlukan untuk deformasi produk. Puncak pertama akan menunjukkan kerenyahan, dan gaya maksimal di puncak paling tinggi akan menunjukkan kekerasan sampel. a. Kerenyahan Snack Matang Kerenyahan diukur sebagai nilai peak force pertama dari grafik yang diperoleh pada rheoner. Semakin tinggi nilai peak force pertama, artinya semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk memecahkan permukaan snack matang dan snack matang semakin tidak renyah, sedangkan semakin rendah nilai peak force pertamanya, semakin rendah gaya yang dibutuhkan untuk memecahkan permukaan snack matang dan snack matang semakin renyah.
64
Hasil ANOVA univariat terhadap nilai peak force pertama snack matang (Lampiran 15) menunjukkan bahwa perlakuan jumlah MOKAF dikukus dan waktu pengeringan, masing - masing
memberikan
pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap nilai peak force pertama snack matang. Akan tetapi, perlakuan jumlah air formulasi yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p>0.05) pada nilai peak force pertama snack matang. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan jumlah air formulasi, antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan waktu pengeringan, dan antara perlakuan jumlah air formulasi dengan waktu pengeringan terhadap nilai peak force pertama snack matang. Diantara ketiga perlakuan, yaitu jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) terhadap nilai peak force pertama snack matang. Pengaruh interaksi perlakuan jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan terhadap nilai peak force pertama snack matang dapat dilihat pada Gambar 17. Perbedaan jumlah air formulasi relatif tidak memberikan perbedaan nilai peak force pertama yang nyata pada snack matang dengan perlakuan 100% MOKAF dikukus (Lampiran 15). Waktu pengeringan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda – beda pada perlakuan jumlah air fomulasi yang berbeda untuk snack matang dengan perlakuan 100% jumlah MOKAF dikukus, dan pengaruhnya fluktuatif, cenderung tidak beraturan, tetapi perubahan tersebut cenderung tidak berbeda jauh.
65
Peak force pertama (gf)
600 500 400 300 200 100 0 0
a
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Peak force pertama (gf)
600 500 400 300 200 100 0 0
b
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Peak force pertama (gf)
600
c
500 400 300 200 100 0 0
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 17. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap nilai peak force pertama snack matang pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus
66
Pada perlakuan 90% MOKAF dikukus, perlakuan jumlah air formulasi yang berbeda memberikan nilai peak force pertama yang cenderung tidak berbeda jauh (Lampiran 15). Perbedaan yang nyata hanya pada snack matang dengan perlakuan 30% jumlah air formulasi, yaitu pada jam ke dua pengeringan. Nilai peak force pertama pada snack matang dengan perlakuan jumlah air formulasi 30% dan 40% konstan walaupun mendapatkan perlakuan waktu pengeringan yang berbeda (Lampiran 15). Pada perlakuan jumlah air formulasi 50% dengan 90% MOKAF dikukus terjadi peningkatan lalu penurunan nilai peak force pertama. Ketiga jumlah air formulasi juga cenderung tidak memberikan nilai peak force pertama yang berbeda jauh pada perlakuan 80% MOKAF dikukus, yaitu saat 1 dan 2 jam waktu pengeringan (Lampiran 15). Nilai peak force pertama cenderung turun dengan semakin lama waktu pengeringan, kecuali pada jumlah air formulasi 30% yaitu pada jam pengeringan ketiga. Pada jam ketiga, nilai peak force pertama yang paling besar diperoleh pada jumlah air formulasi 30% dan paling rendah pada jumlah air formulasi 40%. Perbedaan dan fluktuasi nilai peak force pertama pada snack matang dengan kombinasi taraf perlakuan yang berbeda – beda disebabkan karena persebaran pori – pori snack matang yang tidak merata akibat penggorengan dengan satu suhu saja, sehingga pengembangannya cenderung tidak merata. Nilai peak force pertama yang rendah disebabkan karena pada permukaan snack matang terdapat pori – pori besar dengan dinding tipis sehingga sewaktu ditekan dengan probe, gaya yang dibutuhkan rendah dan nilai peak force pertama rendah, sehingga produk tergolong renyah. Akan tetapi, jika produk snack matang pada permukaannya mempunyai pori – pori yang cenderung tidak besar dengan dinding relatif tebal, maka nilai peak force pertama yang dihasilkan tinggi, produk tergolong tidak renyah. Secara umum, perlakuan 90% MOKAF dikukus memberikan nilai peak force pertama yang paling besar dan perlakuan 100% MOKAF
67
dikukus adalah yang paling rendah. Hal ini dapat disebabkan karena pada perlakuan 100% MOKAF dikukus, pori – pori yang dihasilkan besar dengan dinding tipis pada permukaan snack matang, sedangkan pada perlakuan 90% MOKAF dikukus, pengembangannya lebih merata, sehingga pori – pori pada permukaan lebih kecil dengan dinding lebih tebal sehingga nilai peak force pertamanya menjadi tinggi. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada pembahasan mengenai struktur pori pori. b. Kekerasan Snack Matang Hasil ANOVA univariat terhadap respon kekerasan snack matang (Lampiran 20) menujukkan bahwa perlakuan jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan masing – masing berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai kekerasan snack matang. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan jumlah air formulasi, antara perlakuan jumlah MOKAF dikukus dengan waktu pengeringan, dan antara jumlah air formulasi dengan waktu pengeringan terhadap nilai kekerasan snack matang. Diantara ketiga perlakuan, yaitu jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan, terdapat pengaruh interaksi yang signifikan (p<0.05) terhadap
nilai kekerasan snack
matang. Pengaruh interaksi perlakuan jumlah MOKAF dikukus, jumlah air formulasi, dan waktu pengeringan terhadap kekerasan snack matang dapat dilihat pada Gambar 18. Pada snack matang dengan perlakuan 100% MOKAF dikukus, nilai kekerasan dengan berbagai perlakuan penambahan jumlah air formulasi dan perlakuan waktu pengeringan tidak berbeda nyata (Lampiran 20), nampak dari ketiga kurva perlakuan jumlah air formulasi yang berhimpit, dan nilai kekerasan yang konstan walaupun waktu pengeringan yang digunakan berbeda. Dengan demikian, berapa pun penambahan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan yang digunakan, nilai kekerasan yang diperoleh pada snack matang dengan
68
perlakuan 100% MOKAF dikukus akan cenderung konstan / tidak berbeda nyata. Hal ini dapat disebabkan karena pada perlakuan 100% MOKAF dikukus dengan berbagai perlakuan penambahan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan, struktur snack matang yang dihasilkan, persebaran pori – pori serta ketebalan dindingnya pada bagian dalam produk cenderung sama, sehingga gaya deformasi yang dibutuhkan untuk memecahkannya relatif sama, dengan nilai kekerasan yang sama. Dapat dilihat pada Gambar 13, snack matang dengan perlakuan 100% MOKAF dikukus secara umum mempunyai pori – pori bagian dalam yang sedang juga kecil, dengan dinding tebal. Pada snack matang dengan perlakuan 90% MOKAF dikukus, penambahan jumlah air formulasi 30% dan 40% mempunyai nilai kekerasan yang konstan walaupun mendapatkan waktu pengeringan yang berbeda. Akan tetapi, snack matang dengan perlakuan 90% MOKAF dikukus dan 50% jumlah air formulasi mempunyai nilai kekerasan yang semakin menurun dengan semakin lama waktu pengeringan. Snack matang dengan kombinasi 90% MOKAF dikukus dan 40% penambahan jumlah air formulasi memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi daripada snack matang dengan kombinasi perlakuan 90% MOKAF dikukus dan 30% jumlah air formulasi. Hal ini dapat disebabkan karena derajat gelatinisasi yang lebih rendah, di mana struktur pori – pori yang terbentuk pada kombinasi perlakuan 90% MOKAF dikukus dengan 30% penambahan jumlah air formulasi mempunyai pori – pori bagian dalam relatif lebih besar dengan dinding yang lebih tipis dibandingkan dengan produk yang dihasilkan dari kombinasi 90% MOKAF dikukus dan 40% penambahan jumlah air formulasi (seperti telah dijelaskan dalam pembahasan mengenai struktur pori – pori snack matang), sehingga gaya yang dibutuhkan untuk menghancurkannya lebih rendah.
69
Kekerasan (gf)
2000 1500 1000 500 0 0
a
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Kekerasan (gf)
2000 1500 1000 500 0 0
b
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Kekerasan (gf)
2000 1500 1000 500 0 0
c
1
2
3
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 18. Grafik pengaruh perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan terhadap nilai kekerasan snack matang pada perlakuan a) 100% MOKAF dikukus b) 90% MOKAF dikukus c) 80% MOKAF dikukus
70
Penurunan nilai kekerasan yang terjadi pada kombinasi perlakuan 90% MOKAF dikukus dengan 50% jumlah air formulasi, menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan yang berbeda memberikan struktur snack matang yang berbeda nyata, di mana, pengembangan bagian dalam lebih besar dengan dinding lebih tipis, dengan semakin sedikitnya kadar air snack kering, sehingga nilai kekerasannya lebih rendah. Nilai kekerasan pada produk dengan perlakuan 80% MOKAF dikukus tidak berbeda nyata (Lampiran 20) pada perlakuan jumlah air formulasi dan waktu pengeringan yang berbeda. Jadi, pada produk dengan 80% MOKAF dikukus, nilai kekerasannya konstan (tidak berubah) berapapun waktu pengeringan dan jumlah air formulasinya. Hal ini dapat disebabkan karena pori – pori bagian dalam dari snack matang mempunyai struktur yang relatif sama, sehingga gaya yang dibutuhkan untuk menghancurkannya relatif sama. Semakin sedikit jumlah MOKAF yang dikukus, nilai kekerasan cenderung semakin rendah. Hal ini dapat disebabkan karena semakin rendah jumlah MOKAF dikukus, semakin rendah derajat gelatinisasi yang terjadi juga semakin banyak pati yang tidak tergelatinisasi pada snack kering. Pati yang tidak tergelatinisasi pada snack matang menyebabkan struktur snack matang menjadi rapuh sehingga semakin banyak pati tidak tergelatinisasi pada snack matang, semakin rendah nilai kekerasannya karena produk cenderung semakin rapuh. Derajat gelatinisasi yang tinggi memberikan penahanan yang kuat, sehingga uap air tidak mudah keluar dan membentuk pori – pori besar di bagian permukaan, sehingga panas lebih lambat merambat ke bagian dalam produk dan menyebabkan suhu bagian dalam tidak cukup untuk memberikan pengembangan yang besar pada bagian dalam. Akan tetapi, pada produk dengan derajat gelatiniasi lebih rendah dan lebih banyak granula pati tidak tergelatinisasi, penahanan tidak terlalu besar, sehingga pori – pori pada bagian permukaan tidak terlalu besar juga, dengan demikian perambatan panas lebih cepat dan memberikan kenaikan suhu yang cepat pada bagian dalam untuk pengembangan yang lebih besar
71
dan pori – pori cenderung lebih besar pada bagian dalam sehingga nilai kekerasan juga lebih rendah. Derajat gelatinsasi yang lebih tinggi juga memberikan struktur kering snack matang yang lebih kuat akibat ikatan – ikatan yang kuat hasil gelatinisasi pati. Berdasarkan hasil penelitian Kawas dan Moreira (2001), tortilla yang diberikan perlakuan freeze drying (derajat gelatinisasi 5%) menunjukkan lebih banyak pori – pori kecil yang berdekatan satu sama lain, sementera tortilla yang diberi perlakuan dikukus dan dipanggang (derajat gelatinisasi 87%) mempunyai pori – pori yang sangat besar dan terisolasi satu sama lain. Tortilla dengan perlakuan freeze drying lebih tidak keras dibandingkan tortilla dengan perlakuan dikukus dan dipanggang, yang disebabkan karena distribusi pori – pori yang lebih kecil dan tersebar merata pada sampel dengan perlakuan freeze drying. D. Uji Rating Hedonik Uji rating hedonik dilakukan terhadap 4 sampel snack matang MOKAF dengan variasi nilai kekerasan serta kerenyahan. Uji rating hedonik ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap berbagai parameter pada variasi snack matang dengan faktor perlakuan yang berbeda – beda, serta mendapatkan sampel dengan kombinasi faktor perlakuan dan proses yang paling disukai, juga hubungannya dengan nilai tekstur obyektif. Keempat sampel yang dipilih yaitu sampel dengan kombinasi faktor : -
100% MOKAF dikukus, 40% jumlah air formulasi, dan 1 jam pengeringan
-
90% MOKAF dikukus, 50% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan
-
90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan
-
80% MOKAF dikukus, 50% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan Pemilihan keempat formula ini didasarkan pada variasi nilai kekerasan dan
kerenyahan obyektif yang berbeda nyata dengan ANOVA univariat (p<0.05) (Lampiran 20 dan Lampiran 15). Kriteria nilai tekstur obyektif yang mendasari pemilihan sampel akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya tentang hubungan antara nilai tekstur obyektif dengan subyektif pada snack matang.
72
Parameter yang diujikan pada rating hedonik ada 4 yaitu, warna, rasa, tekstur, dan overall. Parameter warna dan rasa yang diuji, dipilih karena
adanya
kecenderungan perbedaan diantara parameter tersebut pada snack matang yang dihasilkan dari berbagai formulasi. Parameter tekstur adalah parameter utama yang ingin dilihat nilai kesukannya, sedangkan parameter overall diujikan untuk membantu dalam pemilihan formulasi yang paling disukai. Tingkat kesukaan pada uji rating hedonik dinyatakan dengan 7 skala numerik, yang menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap parameter produk dari skala 1 untuk sangat tidak suka
Nilai Rata - Rata Kesukaan Warna
dan skala 7 untuk sangat suka. 6 5 4
5,2
5,1
5,3
B
C
D
4,3
3 2 1 0 A
A : 100% MOCAL kukus, 40% jumlah air, 1 jam pengeringan B : 90% MOCAL kukus, 50% jumlah air, 3 jam pengeringan C : 90% MOCAL kukus, 30% jumlah air, 3 jam pengeringan D : 80% MOCAL kukus, 50% jumlah air, 3 jam pengeringan
Gambar 19. Nilai rata – rata kesukaan pada parameter warna snack matang Hasil ANOVA univariat rating hedonik (Lampiran 27) pada parameter warna snack matang MOKAF, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) diantara keempat sampel yang diujikan. Berdasarkan uji lanjutan yang digunakan, yaitu Duncan, diketahui bahwa diantara keempat sampel tersebut, nilai rata – rata kesukaan pada parameter warna hanya berbeda pada sampel A, sedangkan sampel B, C, dan D tidak berbeda. Dapat dilihat dari Gambar 19, tingkat kesukaan panelis terhadap warna dari snack matang berkisar pada nilai sekitar 5, yaitu agak suka, dan sampel yang paling tinggi nilai kesukaan warnanya adalah sampel B, C, dan D.
73
Produk snack matang yang dihasilkan mempunyai warna coklat kekuningan. Pembentukan warna coklat ini disebabkan oleh reaksi maillard yang terjadi saat penggorengan. Warna coklat pada makanan yang biasa terjadi saat pemanasan atau penyimpanan disebabkan oleh reaksi kimia antara gula pereduksi, biasanya D-glukosa, dan asam amino bebas atau gugus amino bebas dari asam amino yang merupakan bagian dari rantai protein. Reaksi ini disebut reaksi maillard (Fennema, 1996). Pada pembuatan MOKAF dihasilkan monosakarida hasil hidrolisis pati oleh BAL, selain itu, walaupun kandungan protein dari MOKAF rendah, tetapi digunakan bumbu kaldu ayam, yang mengandung protein, sehingga menyebabkan terjadinya reaksi maillard saat penggorengan. Semakin lama waktu penggorengan, maka warna coklat hasil reaksi maillard menjadi semakin kuat. Snack kering dengan perlakuan 100% MOKAF dikukus dan 40% jumlah air formulasi mempunyai bentuk yang paling tebal dibandingkan dengan sampel lain yang diujikan, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan tentang densitas kamba snack matang. Semakin tebal snack kering, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan air dan mematangkannya, sehingga waktu penggorengan semakin lama dan warna snack matang semakin coklat. Hal ini menyebabkan nilai rata – rata kesukaan terhadap warna snack matang dengan
Nilai Rata - Rata Kesukaan Rasa
kombinasi 100% MOKAF dikukus dan 40% jumlah air formulasi paling rendah. 6 5,5
5 5,0
4.9
A
B
5.2
4 3 2 1 0 C
D
A : 100% MOCAL kukus, 40% jumlah air, 1 jam pengeringan B : 90% MOCAL kukus, 50% jumlah air, 3 jam pengeringan C : 90% MOCAL kukus, 30% jumlah air, 3 jam pengeringan D : 80% MOCAL kukus, 50% jumlah air 3 jam pengeringan
Gambar 20. Nilai rata – rata kesukaan pada parameter rasa snack matang
74
Hasil ANOVA univariat rating hedonik pada parameter rasa snack matang (Lampiran 28), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata diantara keempat sampel (p<0.05). Berdasarkan uji lanjutan yang digunakan, yaitu Duncan, diketahui bahwa hanya sampel B dan C yang berbeda nilai rata – rata kesukaan pada parameter rasa snack matang. Tampak dari Gambar 20, bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa dari snack matang berkisar pada nilai sekitar 5, yaitu agak suka, dan sampel yang paling tinggi nilai kesukaanya pada parameter rasa adalah sampel C. Hasil analisis ANOVA univariat rating hedonik pada parameter tekstur snack matang (Lampiran 29) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) diantara keempat sampel yang diujikan. Berdasarkan uji lanjutan yang digunakan, yaitu Duncan, diketahui bahwa hanya sampel A yang berbeda nilai rata – rata kesukaan pada parameter tekstur snack matang, sedangkan sampel B, C, dan D tidak berbeda nyata. Dapat dilihat pada Gambar 21, bahwa nilai kesukaan terhadap teksur sampel yang paling rendah yaitu pada sampel A, dan yang paling tinggi pada sampel C. Pembahasan mengenai nilai kesukaan tekstur lebih lanjut serta hubungannya dengan nilai tekstur obyektif akan dijelaskan pada pembahasan tentang hubungan antara nilai tekstur obyektif dengan subyektif pada snack matang. Pada parameter overall, nilai rata – rata kesukaan panelis berkisar antara 4 (netral) – 5 (agak suka). Dapat dilihat pada Gambar 22, sampel C paling disukai secara keseluruhan, sedangkan sampel A paling rendah nilai kesukaannya. Hasil Analisis ANOVA univariat rating hedonik pada parameter overall snack matang MOKAF (Lampiran 30) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) diantara keempat sampel tersebut. Berdasarkan uji lanjutan yang digunakan, yaitu uji Duncan, diketahui bahwa hanya sampel A yang berbeda nyata nilai rata – rata kesukaan pada parameter overall snack matang dengan sampel C dan D.
75
Nilai Rata - Rata Kesukaan Tekstur
6 5
5,6
5,6
C
D
5,2
4 3
3.7
2 1 0 A
B
A : 100% MOCAL kukus, 40% jumlah air, 1 jam pengeringan B : 90% MOCAL kukus, 50% jumlah air, 3 jam pengeringan C : 90% MOCAL kukus, 30% jumlah air, 3 jam pengeringan D : 80% MOCAL kukus, 50% jumlah air , 3 jam pengeringan
Nilai Rata - Rata Kesukaan overall
Gambar 21. Nilai rata – rata kesukaan pada parameter tekstur snack matang 6 5 4
5,0
5,5
5,4
C
D
4.6
3 2 1 0 A
B
A : 100% MOCAL dikukus, 40% jumlah air, 1 jam pengeringan B : 90% MOCAL dikukus, 50% jumlah air, 3 jam pengeringan C : 90% MOCAL dikukus, 30% jumlah air, 3 jam pengeringan D : 80% MOCAL dikukus, 50% jumlah air, 3 jam pengeringan
Gambar 22. Nilai rata – rata kesukaan pada parameter overall snack matang Secara keseluruhan, dari keempat parameter yang diuji, sampel C mempunyai nilai rata – rata kesukaan yang paling tinggi, akan tetapi nilai rata – rata kesukaan sampel C dan sampel D tidak berbeda nyata pada keempat parameter tersebut, sehingga diketahui bahwa produk snack matang yang paling disukai adalah sampel C dan D. Untuk penerapan pada industri, sampel C (formula 90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam waktu pengeringan) lebih
76
menguntungkan, lebih praktis dalam produksinya, karena snack mentahnya lebih baik bentuknya serta tidak lengket seperti snack mentah sampel D (formula 80% MOKAF dikukus, 50% jumlah air formulasi, dan 3 jam waktu pengeringan). Spesifikasi formula yang paling disukai terdapat pada Tabel 7. Tabel 7. Spesifikasi formula 90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan Spesifikasi Kadar Air Densitas Kamba Snack Kering Derajat Pengembangan Tengah Snack Kering Derajat Pengembangan Pinggir Snack Kering Densitas Kamba Snack Matang Nilai Peak Force Pertama Snack Matang Nilai Kekerasan Snack Matang
Nilai 13.68% 0.62 g/ml 1.62 1.98 0.31 g/ml 268.75 gf 1378.12 gf
E. Hubungan Antara Nilai Tekstur Obyektif dengan Subyektif pada Snack Matang Kriteria nilai tekstur obyektif yang digunakan pada pemilihan sampel untuk uji rating hedonik didasarkan pada nilai kekerasan dan peak force pertama obyektif yang diperoleh dari pengujian dengan rheoner pada snack - snack matang hasil seluruh perlakuan di penelitian utama. Nilai kekerasan dan nilai peak force pertama obyektif masing – masing dibagi menjadi 4 kategori yang berbeda nyata dengan ANOVA univariat (p<0.05) (Lampiran 20 dan 15). Kategori untuk nilai kekerasan : -
Nilai kekerasan rendah : 1248.12 gf
-
Nilai kekerasan agak rendah : 1343.75-1443.75 gf
-
Nilai kekerasan agak tinggi : 1623.75-1638.75 gf
-
Nilai kekerasan tinggi : 1830.00-1884.75 gf
Kategori untuk nilai peak force pertama (kerenyahan) : -
Nilai peak force pertama rendah : 91.50-190.62 gf
-
Nilai peak force pertama agak rendah : 203.12-243.75 gf
-
Nilai peak force pertama agak tinggi : 259.38-270.62 gf
-
Nilai peak force pertama tinggi : 283.12-382.50 gf
Keempat formula yang dipilih untuk uji rating hedonik mewakili variasi nilai kekerasan dan peak force pertama obyektif, yaitu formula 90% MOKAF dikukus,
77
50% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan mewakili snack matang dengan nilai kekerasan rendah, serta nilai peak force pertama tinggi (tidak renyah); formula 90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan mewakili snack matang dengan nilai kekerasan agak rendah serta nilai peak force pertama agak tinggi; formula 80% MOKAF dikukus, 50% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan mewakili snack matang dengan nilai kekerasan agak rendah serta nilai peak force pertama agak rendah; dan formula 100% MOKAF dikukus, 40% jumlah air formulasi, dan 1 jam pengeringan mewakili snack matang dengan nilai kekerasan tinggi serta nilai peak force pertama rendah. Tabel 8. Nilai tekstur obyektif dan subyektif keempat sampel terpilih Sampel
Nilai Kekerasan (gf)
Nilai peak force pertama (gf)
A B C D
1841.25 1248.12 1378.12 1365.62
125.62 283.12 268.75 243.75
Nilai Rata – Rata Kesukaan pada Parameter Tekstur 3.7 5.2 5.6 5.6
Keterangan : A : 100% MOCAL dikukus, 40% jumlah air, 1 jam pengeringan B : 90% MOCAL dikukus, 50% jumlah air, 3 jam pengeringan C : 90% MOCAL dikukus, 30% jumlah air, 3 jam pengeringan D : 80% MOCAL dikukus, 50% jumlah air, 3 jam pengeringan Nilai tekstur obyektif dan nilai rata – rata kesukaan terhadap parameter tekstur keempat sampel yang dipilih terdapat pada Tabel 7. Terlihat dari Tabel 7 bahwa, nilai kekerasan obyektif yang rendah mempunyai nilai rata – rata kesukaan terhadap parameter tekstur yang tinggi, sedangkan untuk nilai peak force pertama obyektif, semakin rendah nilai peak force pertama, nilai rata – rata kesukaan terhadap tekstur semakin tinggi. Akan tetapi, nilai peak force pertama yang rendah justru tidak disukai (nilai rata – rata kesukaan terhadap teksturnya paling rendah). Dengan demikian, pada lingkup nilai tekstur obyektif hasil penelitian utama, snack matang yang keras tidak disukai, sedangkan snack matang yang terlalu renyah tidak disukai, snack matang yang tidak terlalu renyahlah yang lebih disukai. Berdasarkan hasil ANOVA univariat uji rating hedonik pada parameter tekstur (Lampiran 29), nilai rata – rata kesukaan terhadap tekstur snack matang dengan nilai kekerasan rendah hingga agak tinggi, serta nilai peak force pertama
78
agak rendah hingga tinggi tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa perbedaan nilai – nilai tekstur obyektif pada kisaran tersebut tidak terlalu berpengaruh pada nilai kesukaan teksturnya. Snack matang dengan nilai kekerasan agak rendah dan peak force pertama agak tinggi (agak tidak renyah) adalah yang paling disukai. F.
Kurva Pengeringan Snack Basah Snack basah yang dibuat kurva pengeringannya adalah snack basah dengan
formula 90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam waktu pengeringan. Formula ini dipilih, karena berdasarkan uji rating hedonik yang dilakukan, snack matang dengan formula ini memiliki nilai kesukaan paling tinggi dan lebih praktis untuk penerapannya pada industri. Pengeringan snack basah pada penelitian ini dilakukan dengan cabinet dryer yang terdapat di laboratorium Techno park IPB pada suhu rata – rata 60oC, sehingga kurva pengeringan yang dibuat spesifik untuk pengeringan pada alat pengering dan suhu tersebut terhadap snack basah dengan formula 90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam waktu pengeringan. Pada cabinet dryer, udara dipanaskan oleh pemanas pada pintu masuk udara dan kemudian dialirkan melalui tumpukan rak dan produk yang dikeringkan. Pengering ini terdiri dari lemari yang terisolasi dari panas, rak, dan sumber panas untuk sirkulasi udara yang dipanaskan (Karel, 1975 di dalam Barbosa, 1996). Pemanas udara bisa berupa pembakar gas langsung, koil uap, exchangers, atau pemanas elektrik. Kecepatan aliran udara yang terjadi yaitu 2/5 m/s (Brennan et al., 1990). Menurut Parikesit (1984), yang berperan dalam pengeringan adalah hubungan kesetimbangan air dalam bahan dengan uap air dalam udara pengering. Air yang berada dalam suatu bahan akan memberikan tekanan uap tertentu, tergantung pada jumlah air dan sifat bahannya. Apabila bahan yang mengandung air dipertemukan dengan suatu aliran udara yang memiliki kondisi tertentu dan tetap, maka bahan dapat mengalami salah satu hal berikut; a) bahan tidak mengalami perubahan kadar air, apabila tekanan uap yang diberikan bahan sama dengan tekanan uap di udara sehingga tidak ada gaya dorong untuk perpindahan air, kadar air dalam bahan tersebut dinamakan kadar air kesetimbangan, b) kadar
79
air menurun karena penguapan, hal ini terjadi apabila tekanan uap air yang diberikan bahan lebih besar dari tekanan uap di dalam udara dan akan berlangsung sampai tekanan uap yang diberikan bahan sama dengan tekanan uap di udara, c) kadar air bertambah apabila tekanan uap yang diberikan bahan lebih kecil daripada tekanan uap di udara dan akan berlangsung sampai tekanan uap yang diberikan sama dengan tekanan uap di udara. 35
Kadar air (%)
30 25 20 15 10 5 0 0
60
120 180 240 300 360 420 480 540 600 660 720 780 Waktu pengeringan (menit)
Gambar 23. Kurva pengeringan snack basah dengan formula terpilih Pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu 60oC, memberikan penurunan kadar air. Hal ini berarti tekanan uap air yang diberikan bahan lebih besar dari tekanan uap di dalam udara pengering pada cabinet dryer dengan suhu 60oC, dan kadar air akan terus menurun sampai tekanan uap yang diberikan bahan sama dengan tekanan uap di udara pengering. Proses pengeringan snack basah tidak mempunyai fase laju pengeringan konstan pada awal pengeringan, tetapi fase yang terjadi adalah fase laju pengeringan yang menurun. Hal ini dapat dilihat dari kurva pengeringan yang diperoleh (Gambar 23), di mana penurunan kadar air tidaklah konstan, tetapi gradien penurunan kadar airnya semakin rendah dengan semakin lamanya pengeringan. Penurunan kadar air yang terjadi tidak sama setiap interval 1 jam waktu pengeringan, tetapi semakin rendah dengan semakin lama waktu pengeringan. Penurunan kadar air yang drastis didapatkan pada 3 jam pengeringan
80
pertama, di mana penurunan kadar air pada 1 jam, 2 jam, dan 3 jam pertama secara berurutan adalah 7.66%, 4.74%, dan 3.31%. Penurunan kadar air pada jam – jam berikutnya hanya berkisar antara 0.26% - 2.19%. Gradien penurunan kadar air yang semakin rendah dengan semakin lamanya pengeringan ini disebabkan karena perpindahan air yang terjadi dipengaruhi oleh laju perpindahan uap air di dalam bahan. Laju perpindahan uap air di dalam bahan ini dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya adalah terjadinya case hardening yang menyebabkan uap air sulit untuk keluar sehingga penurunan kadar airnya menjadi semakin rendah. Penurunan kadar air yang besar pada 3 jam pertama, menunjukkan bahwa pengeringan snack basah MOKAF dengan menggunakan cabinet dryer pada 60oC sudah efektif untuk memberikan snack mentah yang kering sebelum penggorengan. Menurut Wiriano (1984), diperlukan suatu tingkat kadar air tertentu dari kerupuk mentah untuk menghasilkan tekanan uap maksimum pada proses penggorengan sehingga gel pati kerupuk bisa mengembang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Zulviani (1992), kadar air yang dibutuhkan untuk pengembangan kerupuk adalah sekitar 14%. Dengan demikian, dibutuhkan kadar air optimum untuk penggorengan snack kering agar dihasilkan snack matang dengan tekstur yang optimum. Pada snack mentah dengan kombinasi perlakuan 90% MOKAF dikukus dan 30% jumlah air formulasi, kadar air optimum untuk penggorengan adalah sekitar 13%.. Hal ini disebabkan karena kisaran kadar air tersebut diperoleh dengan waktu pengeringan yang efektif. Selain itu, kisaran kadar air 13% pada kombinasi snack mentah tersebut menghasilkan nilai kekerasan yang cenderung rendah dengan kerenyahan sedang, nilai densitas kamba yang paling rendah dibandingkan perlakuan waktu pengeringan lain, serta derajat pengembangan tengah dan pinggir yang cukup tinggi. Hasil uji rating hedonik juga menunjukkan bahwa formulasi 90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan paling disukai oleh panelis.
81
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Jumlah MOKAF yang dikukus, jumlah air formulasi yang ditambahkan, dan waktu pengeringan adalah faktor – faktor yang mempengaruhi tekstur snack makaroni kerang yang dihasilkan. Berdasarkan uji rangking hedonik yang dilakukan, maka dipilih bumbu kaldu ayam untuk pembuatan snack makaroni kerang. Snack mentah dengan perlakuan 40% dan 50% jumlah air formulasi cenderung memiliki penurunan kadar air dan nilai densitas kamba yang sama untuk setiap perlakuan jumlah MOKAF dikukus. Secara umum, jumlah air formulasi dan waktu pengeringan lebih berpengaruh terhadap kadar air snack mentah dibandingkan dengan jumlah MOKAF yang dikukus. Kandungan granula pati tidak tergelatinisasi pada snack mentah cenderung menyebabkan fluktuasi nilai densitas kambanya selama pengeringan. Perlakuan 90% MOKAF dikukus menghasilkan snack mentah dengan nilai densitas kamba yang paling rendah. Nilai derajat pengembangan tengah snack kering dengan perlakuan 40% dan 50% jumlah air formulasi cenderung tidak berbeda jauh. Dibandingkan dengan perlakuan jumlah MOKAF dikukus lainnya, perlakuan 80% MOKAF dikukus memberikan nilai derajat pengembangan tengah paling rendah. Terdapat korelasi yang rendah antara derajat pengembangan tengah dengan kadar air snack kering berupa kurva kuadratik, dengan derajat pengembangan tengah optimum terjadi pada kadar air snack kering yang berkisar antara 20 – 25%. Perbedaan jumlah air formulasi cenderung tidak memberikan nilai derajat pengembangan pinggir yang berbeda. Semakin rendah jumlah MOKAF yang dikukus, derajat pengembangan pinggirnya semakin rendah. Pengembangan snack kering cenderung lebih besar pada bagian pinggirnya dibandingkan dengan bagian tengah. Persebaran pori – pori pada snack matang cenderung tidak merata. Pori – pori bagian tengah snack matang yang besar, seragam dengan dinding tipis didapatkan pada perlakuan 90% MOKAF dikukus. Semakin rendah jumlah air formulasi dan semakin lama waktu pengeringan, pori – pori bagian permukaan snack matang
82
MOKAF cenderung semakin kecil dengan dinding tebal, sedangkan pori – pori bagian dalamnya menjadi semakin besar dengan dinding semakin tipis. Seiring dengan kecenderungan meningkatnya derajat pengembangan snack kering dengan semakin lama waktu pengeringan, nilai densitas kamba snack matang menjadi semakin rendah. Perlakuan 90% MOKAF dikukus secara umum memberikan nilai densitas kamba snack matang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan jumlah MOKAF dikukus lainnya. Terdapat korelasi yang rendah antara densitas kamba snack matang dengan derajat pengembangan pinggir snack kering berupa kurva kuadratik, dengan densitas kamba snack matang paling tinggi diperoleh saat nilai derajat pengembangan pinggirnya berkisar antara 1.61.8. Tekstur snack matang yang diperoleh dengan berbagai perlakuan menunjukkan bahwa nilai peak force pertama yang diperoleh cenderung tidak beraturan dan tidak dapat diprediksi. Snack matang semakin tidak keras dengan semakin sedikitnya jumlah MOKAF yang dikukus. Hasil uji rating hedonik pada parameter warna, rasa, tekstur, dan overall memberikan nilai kesukaan terhadap variasi snack matang dengan rata – rata sekitar 5 (agak suka), dan formula yang paling disukai adalah formula dengan kombinasi perlakuan 90% MOKAF dikukus, 30% jumlah air formulasi, dan 3 jam pengeringan. Formula yang paling disukai mempunyai nilai tekstur obyektif, yaitu nilai kekerasan 1378.12 gf (kekerasan agak rendah) dan nilai peak force pertama 268.75 gf (agak tidak renyah). Kurva pengeringan yang dibuat pada formula terpilih, menunjukkan bawa pengeringan snack basah yang efektif dengan cabinet dryer pada suhu 60oC diperoleh pada jam ke-3 pengeringan. Kadar air optimum untuk penggorengan snack kering dengan formulasi 90% MOKAF dikukus dan 30% jumlah air formulasi adalah sekitar 13%.
83
B. Saran Perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai derajat gelatinisasi dan struktur snack matang dan kering hasil berbagai perlakuan serta persebaran pori – pori snack matang yang lebih mendetail agar dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap tekstur dengan lebih baik. Analisis yang dilakukan sebaiknya mempelajari mikrostuktur yang terbentuk. Untuk pengembangan produk pada skala industri, perlu dilakukan analisis biaya untuk dapat melihat nilai ekonomis dari produk snack makaroni kerang. Penjualan produk pada skala industri tidak hanya berupa snack matang yang siap santap, tetapi juga dapat berupa snack kering yang belum digoreng, ditambah dengan kemasan berisi bumbu tabur yang dapat langsung digunakan.
84
DAFTAR PUSTAKA
Aguilera, J. M., dan D. W. Stanley. 1999. Microstructural Priciples of Food Processing and Engineering 2nd Ed. Maryland: Aspen Publication. Anonima. 1983. Kerupuk Atom. Di dalam : Seri Teknolgi Pangan Jilid. Paket Industri Pangan Untuk Daerah Pedesaan. IPB, Bogor. Anonimb. 2004. Pasokan Terigu Sampai Lebaran http://www.bogasariflour.com. [8 Januari 2009].
Mencukupi.
Anonimc. 2007. Giliran Harga Terigu yang Naik. http://www.kompas.com. [8 Januari 2009]. Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1987. Food Chemistry. Springer Verlag Berlin, Heidelberg. 794p. Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin. Booth, R. G. 1990. Snack Food. New York : Van Nostrand Reinhold. Bourne, M. C. 2002. Food Texture and Viscosity : Concepts and Measurements. London: Academic Press. Di dalam: Pedreschi, F., dan P. Moyano. 2005. Oil Uptake and Texture Development in Fried Potato Slices. J. Food eng. Vol 70: 557-563. Brennan, J. G., Butters, J. R., Cowell, N. D., dan Lilley, A. E. V. 1990. Dehydration in Food Engineering Operations 3rd Ed. New York: Elsevier Applied Science. [CAC] Codex Alimentarius Commision. 1995. Edible Cassava Flour (CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995I). Codex Alimentarius Commision, USA. Charley, H. 1970. Food Science. John, Wiley and Sons, New York. 520p. Chen, C-S., C-Y. Chang, dan C-J. Hsieh. 2001. Improving the Texture and Colour of Fried Products. Di dalam : Rossel, J. B (Ed). 2001. Frying Improving quality. England : Woodhead Publishing Collison. 1968. Swelling Gelation of Starch. Di dalam : Starch and Its Derivatives. Chapmen and Hall Ltd., London. Corinthian Infopharma Corpora (CIC). 1992. Pemasaran Biskuit dan Snack Indonesia. Jakarta.
85
Eliasson, A-C., M. Gudmundsson. 2006. Starch : Physicochemical and Functional Aspects. Di dalam : Eliasson, A-C (Ed). 2006. Carbohydrates in Food 2nd Ed. New York : Taylor and Fancis. Davidek, J., J. Velisek dan J. Pokorny. 1990. Chemical Changes during Food Processing. Amsterdam : Elsevier Science Publisher. Djumali, Z. Nasution, I. Sailah, dan M.S. Ma’arif. 1982. Teknologi Kerupuk. Buku Pegangan Petugas Lapang Penyebarluasan Teknologi Sistem Padat Karya. FATEMETA-IPB, Bogor. Fellows, P. 1990. Food Processing Technology : Principles and Practice. London : Ellis Horwood. Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York. Gomez, M. H. dan Aguilera. 1983. Change in Starch Fraction During Extrusion Cooking of Corn. J. Food Sci. 48 : 387-381. Harper, J. M. 1981. Extrusion of Foods. vol I dan II. CRC Press Inc. Florida. Hauck, B. W. 1985. Comparison of Single and Twin Screw Cooking Extruder-I. A. F. H. B. – Technical Information Service, Kuala Lumpur, Malaysia. Hidayat, T. 2006. Bisnis Snack. http://www.swa.co.id. [8 Januari 2009]. Hodge, J. E and E. M. Osman. 1976. Carbohydrates. Di dalam : T.R. Muchtadi, P. Hariyadi, dan A. B. Azra. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Hoseney, R. C. 1998. Principles of Cereal Science and Technology, second edition. American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota, USA. Huber, Gordon R. 2001. Developments and Trends in Extruded Snack. http://www.foodproductdesign.com. [8 Januari 2009]. ISO. 1981. Sensory Analysis Vocabulary, Part 4. International Organization for Standardization. Geneva, Switzerland. Karel, M. 1975. Dehydration of Foods. InPrinciples of Food Science. Part II: Physical Principles of Food Engineering; edited by D. R. Heldman dan D. B. Lund. Marcel Dekker, New York. Di dalam: Barbosa, G. V. 1996. Dehydration of Foods. USA: Chapman & Hall. Kawas, M. L., dan R. G. Moreira. 2001. Effect of Degree of Starch Gelatinization on Quality Attributes of Fried Tortilla Chips. International J. Food sci.Vol 66: 300-306.
86
Lawless, H. T., dan Heymann, H. 1998. Sensory Evaluation of Food Principles and Practices. Kluwer Academic, New York. Linko, P., P. Colonna dan C. Mercier. 1981. High Temperature Short Extrusion Cooking. Di dalam: Pomeranz, Y (ED). Advance in Cereal Science and Technology, vol IV. The American’s Association of Cereal Chemistry. Inc. Paul, Minnesota. Marousis, S. N., dan G. D Saravacos. 1990. Density and Porosity in Drying Starch Materials. International J. Food sci. Vol 55: 1367-1372. Matz, S. A. 1997. Snack Food Technology 3rd edition. Pan-Tech International, Inc., Texas Mercier, C. dan P. Feillet. 1975. Modification of Carbohydrate Component by Extrusion Cooking of Cereal Product. J. Cereal Chem 53(3)283-286. Muchtadi, D., T.R. Muchtadi, dan E. Gumbira. 1979. Pengolahan Hasil Pertanian II Nabati. FATEMETA-IPB, Bogor. Muchtadi, T. R., Purwiyatno, dan A. Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Lembaga Sumber Daya Informasi. IPB, Bogor. Muliawan, D. 1991. Pengaruh Berbagai Tingkat Kadar Air Terhadap Pengembangan Kerupuk Sagu Goreng. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA-IPB, Bogor. Munthe, G. M. 2008. Tepung MOKAF Ditarget Gantikan Terigu Impor. http://www.perumhutani.com. [8 Januari 2009]. Nelson, H. M. 2003. Protein Rich Extruded Snack Food Using Hydrolyzed Proteins. A Research Paper Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the Master of Science Degree with A Major in Food & Nutritional Sciences The Graduated School University of Wisconsin-Stout. Panikulata, G. 2008. Potensi Modified Cassava Flour (MOCAF) sebagai Substituen Tepung Terigu pada Produk Kacang Telur. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pedreschi, F., dan P. Moyano. 2005. Oil Uptake and Texture Development in Fried Potato Slices. J. Food eng. Vol 70: 557-563. Purwanti, D. E. 2005. Pemanfaatan Pati Jagung (Corn Starch) dan Protein Jagung (Corn Gluten Meal) dalam Pembuatan Snack Mie Jagung. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB, Bogor.
87
Rosenthal, A. J. 1999. Food Texture Measurement and Perception. Aspen Publishers, Inc., Maryland. Rumbay, J. C., S. Sumarni, K. Banteng, D. Tani, J. E. Manoppo dan F. Wangka. 1985. Pengembangan Pembuatan Kerupuk Sagu Baruk. Badan Penelitian dan Penelitian Industri, Departemen Perindustrian. Sahin, S., dan Sumnu, S. G. 2009. Advances in Deep-Fat Frying of Foods. CRC Press, Boca Raton. Schubert, H. 1987. Food Particle Technology. Part I : Properties of particles and particulate food systems. J. Food eng. 6:1. Di dalam: Marousis, S. N., dan G. D. Saravacos. 1990. Density and Porosity in Drying Starch Materials. International J. Food sci. Vol 55: 1367-1372. Setiawan, H. 1988. Mempelajari Karakteristik Fisiko-kimia Kerupuk dari Berbagai Taraf Formulasi Tapioka, Tepung Kentang dan Tepung Jagung. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA-IPB, Bogor. Siahaan, D. 1988. Mengkaji Pengaruh Suplementasi Protein Terhadap Karakteristik Fisiko-kimia dan Organoleptik Kerupuk Sagu. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA-IPB, Bogor. Smith, O. B. 1981. Extrusion Cooking of Cereal and Fortified Foods. Makalah pada Proceeding Extruder Technology, 8th ASEAN Workshop, 14-25 Januari 1980. Bangkok, Thailand. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Kanya Aksara, Jakarta. Subagio, A. 2006. Ubi Kayu : Substitusi Berbagai Tepung – Tepungan. Food Review. April 2006 : 18-22. Subagio, A., W. Siti, Y. Witono, dan F. Fahmi. 2008. Prosedur Operasi Standar (POS) Produksi Mocal Berbasis Klaster. Ristek, Jakarta. Syamsul. 2009. Mengurangi Impor Gandum. timur.com/read/artikel/230/60. [20 Desember 2009].
http://www.tribun-
Szczesniak, A. S. 1987. Correlating Sensory with Instrumental Texture Measurements. An overview of recent developments. Journal of Texture Studies, 18, 1-1. Di dalam: Pedreschi, F., dan P. Moyano. 2005. Oil Uptake and Texture Development in Fried Potato Slices. J. Food eng. Vol 70: 557-563.
88
Tahir, S. 1985. Mempelajari Pembuatan dan Karakteristik Kerupuk dari Tepung Sagu (Metrxylon sagu R). Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA-IPB, Bogor. Tricahyanti, V. 1999. Analisis Atribut yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen untuk Makaroni Snack. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA-IPB, Bogor. Vickers, Z., dan Bourne, M. C. 1976. Crispiness in Foods - A Review. J. Food Sci. Vol 41: 1153-1157. Widowati, T. 1987. Pembuatan Kerupuk Kimpul. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA-IPB, Bogor. Wijandi, S., B. Djatmiko, Y. Haryadi, D. Muchtadi, Setijahartini, H. Syarif dan Kussupiyanti. 1975. Pengolahan Kerupuk Di Sidoarjo. Kerjasama Ditjen Aneka Industri dan Kerajinan dengan Dept. Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA-IPB, Bogor. William. 1989. Mempelajari Aspek Teknologi Pangan Makanan Ringan di PT. Radiance, Jakarta. Laporan Magang. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. FATETA-IPB, Bogor. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Wirakartakusumah, M. A. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and Water Adsorption in Rice. Ph. D. Thesis. Dept. Of Food Sci., University of Wisconsin, Madison Wiriano, H. 1984. Mekanisasi dan Teknologi Pembuatan Kerupuk. Balai Pengembangan Makanan dan Phyto-kimia, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian. Wuzburg, O. B. 1968. Modified Strarches : Properties and Uses. CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida. 277p. Zulviani, R. 1992. Mempelajari Pengaruh Berbagai Tingkat Suhu Penggorengan terhadap Pengembangan Kerupuk Sagu Goreng. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
89
LAMPIRAN
90
Lampiran 1. Tabulasi data urutan kesukaan uji rangking hedonik Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Barbeque U1 U2 3 2 3 1 3 4 1 2 4 1 1 4 4 4 2 3 3 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 1 2 1 1 4 1 2 4 2 3 2 2 4 4 4 3 4 4 1 1 4 3 1 2 2 3 1 2 4 3 1 3 2
Kaldu sapi U1 U2 4 3 2 4 4 1 3 3 2 3 3 3 3 3 4 2 4 3 3 1 3 1 3 1 3 2 3 4 4 2 3 3 2 3 2 1 1 3 4 2 3 3 4 2 2 2 4 2 1 2 4 3 4 2 3 3 4 2 4 3
Kaldu ayam U1 U2 2 1 1 2 1 3 2 1 1 4 4 1 2 1 1 4 2 2 1 2 2 2 4 2 4 1 2 2 1 3 4 1 4 4 3 3 2 1 3 1 1 2 1 1 1 3 2 1 4 3 1 1 1 3 4 1 1 3 2 1
Keju U1 1 4 2 4 3 2 1 3 1 4 4 2 2 4 3 2 3 1 4 1 2 2 3 3 2 3 2 1 2 1
U2 4 3 2 4 2 2 2 1 1 3 4 4 4 3 4 2 1 4 4 3 1 3 4 3 4 4 4 2 4 4
91
Lampiran 2. Hasil uji rangking hedonik Jumlah panelis
: 30 orang
Taraf signifikansi
: 5%
Sampel
:
-
Snack matang rasa Barbeque (A)
-
Snack matang rasa Kaldu Sapi (B)
-
Snack matang rasa Kaldu Ayam (C)
-
Snack matang rasa Keju (D) Ulangan 1
Ulangan 2
Hasil Peringkat Uji Rangking Hedonik Snack matang rasa Barbeque
2
3
Snack matang rasa Kaldu Sapi
4
2
Snack matang rasa Kaldu Ayam
1
1
Snack matang rasa Keju
3
4
Hasil Analisis Friedman Nilai T
9.4
9.36
Nilai X2 untuk db 3
7.82
7.82
19.6
19.6
Hasil Uji LSD LSD rank
Nilai Beda Peringkat A dengan B
22
6
A dengan C
7
18
A dengan D
1
12
B dengan C
29
12
B dengan D
21
18
C dengan D
8
30
92
Lampiran 3. Rekapitulasi data penelitian utama
Jumlah MOKAF dikukus (%)
Jumlah Air formulasi (%)
Waktu Pengeri ngan (jam)
0 1 50 2 3 `0 1 100
40 2 3 0 1 30 2 3 0 1
90
50 2 3 0 1 40 2 3
Ul
Kadar Air (%)
Densitas kamba snack mentah (gr/ml)
Derajat pengemb angan tengah
Derajat pengemb angan pinggir
Densitas kamba snack matang (g/ml)
Nilai peak force pertama (gf)
Kekerasan (gf)
1
40.38
1.09
2
40.49
1.12
1
27.20
0.89
1.91
2.11
0.40
209.25
1863.00
2
27.88
0.88
1.94
2.14
0.45
256.25
1901.25
1
21.88
0.92
1.84
2.00
0.42
119.25
1923.75
2
23.02
0.89
1.87
2.34
0.37
63.75
1890.00
1
17.97
1.03
2.36
2.23
0.31
266.25
1916.25
2
18.64
1.03
2.37
2.20
0.34
193.75
1931.25
1
36.07
1.23
2
36.31
1.18
1
28.28
1.21
1.79
1.36
0.52
146.25
1837.50
2
28.25
1.24
1.75
1.36
0.54
105.00
1845.00
1
21.48
1.22
1.99
1.97
0.58
292.50
1897.50
2
21.23
1.22
1.98
2.05
0.60
193.75
1965.00
1
16.62
1.19
2.30
2.10
0.49
165.00
1908.75
2
16.30
1.13
2.29
2.08
0.48
125.00
1901.25
1
31.25
0.96
2
30.70
0.98
1
20.67
0.84
1.56
1.69
0.97
300.00
1908.75
2
19.02
0.88
1.55
1.67
0.96
312.5
1856.25
1
16.30
0.89
2.04
1.66
0.65
435.00
1887.00
2
15.76
0.84
1.97
1.63
0.61
256.25
1882.50
1
12.72
0.86
1.33
1.53
0.54
243.75
1811.25
2
12.45
0.82
1.32
1.88
0.52
137.50
1848.75
1
39.34
0.99
2
39.88
0.97
1
26.42
0.74
2.08
2.06
0.42
303.75
1867.50
2
26.29
0.76
2.08
2.05
0.42
237.50
1871.25
1
22.60
0.63
2.45
2.07
0.29
592.50
1518.75
2
24.44
0.61
2.39
2.07
0.33
438.75
1368.75
1
16.49
0.58
2.55
2.21
0.28
322.50
1215.00
2
16.72
0.61
2.48
2.21
0.29
243.75
1281.25
1
35.51
0.96
2
35.53
0.92
1
27.49
0.81
1.87
1.71
0.48
390.00
1631.25
2
27.66
0.81
1.89
1.65
0.48
375.00
1616.25
1
22.37
0.74
2.17
1.91
0.26
453.75
1620.00
2
21.91
0.76
2.17
1.94
029
457.50
1638.75
1
17.45
0.63
2.46
2.22
0.32
390.00
1635.00
2
19.19
0.63
2.46
2.20
0.25
341.25
1642.50
93
Jumlah MOKAF dikukus (%)
Jumlah Air formulasi (%)
Waktu Pengeri ngan (jam)
0 1 90
30 2 3 0 1 50 2 3 0 1
80
40 2 3 0 1 30 2 3
Ul
Kadar Air (%)
Densitas kamba snack mentah (gr/ml)
Derajat pengemb angan tengah
Derajat pengemb angan pinggir
Densitas kamba snack matang (g/ml)
Nilai peak force pertama (gf)
Kekerasan (gf)
1
32.66
0.39
2
32.37
0.38
1
22.19
0.58
2.12
1.78
0.44
387.50
1393.75
2 1
22.13
0.59
2.00
2.09
0.38
325.00
1425.00
15.76
0.67
1.58
1.89
0.38
225.00
1343.75
2
15.59
0.68
1.55
1.84
0.36
243.75
1343.75
1
13.72
0.65
1.64
1.98
0.31
268.75
1381.25
2
13.65
0.59
1.60
1.98
0.30
268.75
1375.00
1
41.14
1.42
2
41.11
1.72
1
30.24
0.86
1.55
1.74
0.63
412.50
1368.75
2
30.00
0.94
1.57
1.76
0.64
406.25
1393.75
1
22.76
0.99
1.74
2.34
0.46
250.00
1362.50
2
22.66
1.03
1.72
2.34
0.49
268.75
1362.50
1
17.72
1.06
2.34
2.01
0.39
250.00
1375.00
2
18.35
1.06
2.06
1.96
0.34
237.50
1356.25
1
35.73
1.04
2
36.46
1.04
1
25.05
1.22
1.83
1.67
0.48
343.75
1356.25
2
24.80
1.16
1.83
1.65
0.44
318.75
1331.25
1
20.47
1.09
1.99
1.82
0.37
256.25
1368.75
2
21.41
1.08
2.01
1.85
0.38
343.75
1368.75
1
17.03
1.26
1.65
1.69
0.38
106.25
1356.25
2
17.27
1.23
1.66
1.68
0.38
118.75
1362.50
1
30.54
1.24
2
30.86
1.26
1
21.78
0.98
1.92
1.87
0.59
400.00
1393.75
2
21.33
0.96
1.92
1.87
0.59
412.50
1400.00
1
16.65
0.77
1.87
1.96
0.51
225.00
1343.75
2
16.24
0.77
1.86
2.00
0.49
187.50
1350.00
1
14.36
0.88
1.45
2.21
0.33
400.00
1400.00
2
14.03
0.89
1.46
2.10
0.32
425.00
1400.00
94
Lampiran 4. Hasil ANOVA univariat terhadap kadar air snack mentah
Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
47467.103a
36
1318.531
6102.425
.000
1.295
2
.647
2.996
.063
576.687
2
288.343
1334.511
.000
3952.488
3
1317.496
6097.636
.000
18.411
4
4.603
21.302
.000
1.304
6
.217
1.006
.437
47.718
6
7.953
36.808
.000
31.580
12
2.632
12.180
.000
Error
7.778
36
.216
Total
47474.881
72
Model Jml_MOKAF_kukus Jml_air Waktu_pengeringan Jml_MOKAF_kukus * Jml_air Jml_MOKAF_kukus
*
Waktu_pengeringan Jml_air
*
Waktu_pengeringan Jml_MOKAF_kukus * Jml_air * Waktu_pengeringan
a.
R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Matriks kadar air snack mentah dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 100% MOKAF dikukus Jumlah air WP Tanpa pengeringan 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
40.44% (s,t) 27.54% (o) 22.45% (j,k) 18.30% (f)
36.19% (r) 28.26% (o) 21.36% (h,i) 16.46% (c,d)
30.98% (p) 19.84% (g) 16.03% (c) 12.58% (a)
Matriks kadar air snack mentah dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 90% MOKAF dikukus Jumlah air WP Tanpa pengeringan 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
39.61% (s) 26.36% (n) 23.52% (l) 16.60% (c,d)
35.52% (r) 27.58% (o) 22.14% (i,j,k) 18.32% (f)
32.52% (q) 22.16% (i,j,k) 15.68% (c) 13.68% (b)
95
Matriks kadar air snack mentah dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 80% MOKAF dikukus Jumlah air WP Tanpa pengeringan 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
41.12% (t) 30.12% (p) 22.71% (k,l) 18.04% (e,f)
36.09% (r) 24.92% (m) 20.94% (h) 17.15% (d,e)
30.70% (p) 22.16% (h,i,j) 15.68% (c,d) 13.68% (b)
Keterangan : WP : Waktu pengeringan Jumlah air : Jumlah air formulasi yang ditambahkan (Huruf di samping nilai kadar air yang berbeda menunjukkan perbedaan nilai kadar air yang nyata pada p<0.05) Lampiran 5. Hasil ANOVA univariat terhadap densitas kamba snack mentah
Type III Sum of Squares 67,020 a
Source Model Jml_MOKAF_kukus
df 36
Mean Square 1,862
F 1006,300
Sig. ,000
2,079
2
1,040
561,939
,000
Jml_air
,683
2
,342
184,637
,000
Waktu_pengeringan
,340
3
,113
61,326
,000
Jml_MOKAF_kukus * Jml_ air
,113
4
,028
15,289
,000
Jml_MOKAF_kukus * Waktu_pengeringan
,155
6
,026
13,977
,000
Jml_air * Waktu_ pengeringan
,300
6
,050
27,009
,000
Jml_MOKAF_kukus * Jml_ air * Waktu_pengeringan
,517
12
,043
23,278
,000
Error
,067
36
,002
Total
67,086
72
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,998)
Matriks densitas kamba snack mentah dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 100% MOKAF dikukus Jumlah air WP Tanpa pengeringan 1 jam 2 jam 3 jam
50% 1.10 g/ml (k,l,m) 0.88 g/ml (f,g,h) 0.90 g/ml (f,g,h) 1.03 g/ml (i,j,k)
40%
30%
1.21 g/ml (n) 0.97 g/ml (h,i,j) 1.23 g/ml (n) 0.86 g/ml (e,f,g) (n) 1.22 g/ml 0.86 g/ml (e,f,g) 1.16 g/ml (l,m,n) 0.84 g/ml (d,e,f,g)
96
Matriks densitas kamba snack mentah dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 90% MOKAF dikukus Jumlah air WP Tanpa pengeringan 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
0.98 g/ml (h,i,j) 0.75 g/ml (c,d) 0.62 g/ml (b) 0.60 g/ml (b)
0.94 g/ml (g,h,i) 0.81 g/ml (d,e,f) 0.75 g/ml (c,d) 0.63 g/ml (b)
0.39 g/ml (a) 0.58 g/ml (b) 0.68 g/ml (b,c) 0.62 g/ml (b)
Matriks densitas kamba snack mentah dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 80% MOKAF dikukus Jumlah air WP Tanpa pengeringan 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
1.58 g/ml (o) 0.90 g/ml (f,g,h) 1.01 g/ml (i,j,k) 1.06 g/ml (j,k)
1.04 g/ml (j,k) 1.19 g/ml (m,n) 1.08 g/ml (k,l) 1.25 g/ml (n)
1.25 g/ml (n) 0.97 g/ml (h,i,j) 0.77 g/ml (d,e) 0.88 g/ml (f,g,h)
Keterangan : WP : Waktu pengeringan Jumlah air : Jumlah air formulasi yang ditambahkan (Huruf di samping nilai densitas kamba yang berbeda menunjukkan perbedaan nilai densitas kamba yang nyata pada p<0.05) Lampiran 6. Korelasi antara densitas kamba dengan kadar air snack mentah Fitted Line Plot
Densitas kamba produk antara = 0.6691 + 0.01083 Kadar air
Densitas kamba produk antara
1.75
S R-Sq R-Sq(adj)
1.50
0.231731 13.0% 10.5%
1.25 1.00 0.75 0.50 10
15
20
25 30 Kadar air
35
40
45
97
Lampiran 7. Hasil ANOVA univariat terhadap derajat pengembangan tengah snack kering Type III Sum of Squares
Source Model Jml_MOKAF_kukus Jml_air Waktu_pengeringan Jml_MOKAF_kukus * Jml_air Jml_MOKAF_kukus * Waktu_pengeringan Jml_air * Waktu_pengeringan Jml_MOKAF_kukus * Jml_air * Waktu_pengeringan Error Total
Df
Mean Square
F
Sig.
a
206.060 .751 1.354 .210 .438
27 2 2 2 4
7.632 .375 .677 .105 .110
3599.299 176.984 319.302 49.491 51.647
.000 .000 .000 .000 .000
.150
4
.037
17.667
.000
1.434
4
.359
169.127
.000
.926
8
.116
54.570
.000
.057
27
.002
206.117
54
a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = ,999)
Matriks derajat pengembangan tengah snack kering dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 100% MOKAF dikukus Jumlah air WP 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
1.92 (g,h) 1.86 (f,g) 2.36 (l,m)
1.77 (e,f) 1.98 (h,i) 2.29 (l)
1.56 (c) 2.00 (h,i) 1.32 (a)
Matriks derajat pengembangan tengah snack kering dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 90% MOKAF dikukus Jumlah air WP 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
2.08 (i,j) 2.42 (m,n) 2.52 (n)
1.88 (g) 2.17 (j,k) 2.46 (m,n)
2.06 (i) 1.56 (c) 1.62 (c)
98
Matriks derajat pengembangan tengah snack kering dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 80% MOKAF dikukus Jumlah air WP 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
1.56 (c) 1.73 (d,e) 2.2 (k)
1.83 (f,g) 2.00 (h,i) 1.66 (c,d)
1.92 (g,h) 1.86 (f,g) 1.46 (b)
Keterangan : WP : Waktu pengeringan Jumlah air : Jumlah air formulasi yang ditambahkan (Huruf di samping nilai derajat pengembangan tengah yang berbeda menunjukkan perbedaan nilai derajat pengembangan tengah yang nyata pada p<0.05) Lampiran 8. Korelasi antara derajat pengembangan tengah dengan kadar air snack kering Fitted Line Plot
Derajat pengembangan tengah = - 1.338 + 0.3205 Kadar air - 0.007462 Kadar air**2
Derajat pengembangan tengah
2.6
S R-Sq R-Sq(adj)
2.4
0.274223 31.3% 25.6%
2.2 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 10
15
20 Kadar air
25
30
99
Lampiran 9. Hasil ANOVA univariat terhadap derajat pengembangan pinggir snack kering
Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
204.545a
27
7.576
1106.847
.000
Jml_MOKAF_kukus
.102
2
.051
7.475
.003
Jml_air
.788
2
.394
57.559
.000
Waktu_pengeringan
.565
2
.282
41.267
.000
Jml_MOKAF_kukus * Jml_air
.444
4
.111
16.221
.000
.150
4
.037
5.471
.002
.273
4
.068
9.989
.000
.460
8
.058
8.406
.000
Error
.185
27
.007
Total
204.730
54
Model
Jml_MOKAF_kukus
*
Waktu_pengeringan Jml_air
*
Waktu_pengeringan Jml_MOKAF_kukus * Jml_air * Waktu_pengeringan
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,998)
Matriks derajat pengembangan pinggir snack kering dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 100% MOKAF dikukus Jumlah air WP 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
2.12 (h,i,j) 2.17 (i,j,k) 2.22 (j,k)
1.36 (a) 2.01 (e,f,g,h,i) 2.09 (g,h,i,j)
1.68 (b,c) 1.64 (b) 1.70 (b,c)
Matriks derajat pengembangan pinggir snack kering dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 90% MOKAF dikukus Jumlah air WP 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
2.06 (f,g,h,i,j) 2.07 (g,h,i,j) 2.21 (j,k)
1.68 (b,c) 1.92 (d,e,f,g) 2.21 (j,k)
1.94 (d,e,f,g,h) 1.86 (c.d,e,f) 1.98 (e,f,g,h,i)
100
Matriks derajat pengembangan pinggir snack kering dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 80% MOKAF dikukus Jumlah air WP 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
1.75 (b,c,d) 2.34 (k) 1.98 (e,f,g,h,i)
1.66 (b) 1.84 (b,c,d,e) 1.68 (b,c)
1.87 (c,d,e,f) 1.98 (e,f,g,h,i) 2.16 (i,j,k)
Keterangan : WP : Waktu pengeringan Jumlah air : Jumlah air formulasi yang ditambahkan (Huruf di samping nilai derajat pengembangan pinggir yang berbeda menunjukkan perbedaan nilai derajat pengembangan pinggir yang nyata pada p<0.05) Lampiran 10. Korelasi antara derajat pengembangan pinggir dengan kadar air snack kering Fitted Line Plot
Derajat pengembangan pinggir
Derajat pengembangan pinggir = 0.7984 + 0.1238 Kadar air - 0.003167 Kadar air**2 S R-Sq R-Sq(adj)
2.3 2.2
0.223399 14.6% 7.5%
2.1 2.0 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 10
15
20 Kadar air
25
30
101
Lampiran 11. Korelasi antara derajat pengembangan pinggir dengan densitas kamba snack kering Fitted Line Plot
Derajat pengembangan pinggir
Derajat pengembangan pinggir = 1.829 + 0.607 Densitas kamba produk antara - 0.523 Densitas kamba produk antara**2 S R-Sq R-Sq(adj)
2.3 2.2
0.228654 10.6% 3.1%
2.1 2.0 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 0.5
0.6
0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 Densitas kamba produk antara
1.2
1.3
Lampiran 12. Korelasi antara derajat pengembangan tengah dengan derajat pengembangan pinggir Fitted Line Plot
Derajat pengembangan tengah = 0.7290 + 0.6203 Derajat pengembangan pinggir
Derajat pengembangan tengah
2.6
S R-Sq R-Sq(adj)
2.4
0.288904 20.6% 17.4%
2.2 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.4
1.5
1.6 1.7 1.8 1.9 2.0 2.1 2.2 Derajat pengembangan pinggir
2.3
102
Lampiran 13. Hasil ANOVA univariat terhadap densitas kamba snack matang
Type III Sum Source of Squares df Model 12,153a 27 Jml_MOKAF_kukus ,332 2 Jml_air ,121 2 Waktu_pengeringan ,298 2 Jml_MOKAF_kukus * Jml_ ,227 4 air Jml_MOKAF_kukus * ,010 4 Waktu_pengeringan Jml_air * Waktu_ ,039 4 pengeringan Jml_MOKAF_kukus * Jml_ ,120 8 air * Waktu_pengeringan Error ,013 27 Total 12,167 54 a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,998)
Mean Square ,450 ,166 ,060 ,149
F 920,712 339,436 123,345 304,845
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000
,057
115,833
,000
,002
5,004
,004
,010
20,100
,000
,015
30,708
,000
,000
Matriks densitas kamba snack matang dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 100% MOKAF dikukus Jumlah air WP 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
0.43 (e,f) 0.39 (c,d,e) 0.32 (a,b)
0.54 (h) 0.59 (i) 0.49 (g,h)
0.96 (j) 0.63 (i) 0.54 (h)
Matriks densitas kamba snack matang dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 90% MOKAF dikukus Jumlah air WP 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
0.42 (d,e,f) 0.32 (a) 0.29 (a)
0.48 (g,h) 0.28 (a) 0.28 (a)
0.41 (c,d,e) 0.38 (b,c,d) 0.31 (a)
103
Matriks densitas kamba snack matang dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 80% MOKAF dikukus Jumlah air WP 1 jam 2 jam 3 jam
50%
40%
30%
0.64 (i) 0.48 (g) 0.36 (b,c)
0.46 (f,g) 0.38 (b,c,d) 0.38 (c,d,e)
0.59 (i) 0.50 (g,h) 0.32 (a,b)
Keterangan : WP : Waktu pengeringan Jumlah air : Jumlah air formulasi yang ditambahkan (Huruf di samping nilai densitas kamba snack matang yang berbeda menunjukkan perbedaan nilai densitas kamba snack matang yang nyata pada p<0.05) Lampiran 14. Korelasi antara densitas kamba snack matang dengan derajat pengembangan pinggir Fitted Line Plot
Densitas kamba produk akhir = - 1.993 + 3.064 Derajat pengembangan pinggir - 0.8936 Derajat pengembangan pinggir**2
Densitas kamba produk akhir
1.0
S R-Sq R-Sq(adj)
0.9
0.157705 27.0% 20.9%
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 1.4
1.5
1.6 1.7 1.8 1.9 2.0 2.1 2.2 Derajat pengembangan pinggir
2.3
104
Lampiran 15. Hasil ANOVA univariat terhadap nilai peak force pertama (tingkat kerenyahan)
Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
5.013E6a
27
185648.921
84.053
.000
169701.194
2
84850.597
38.416
.000
8336.924
2
4168.462
1.887
.171
37936.965
2
18968.483
8.588
.001
101394.194
4
25348.549
11.477
.000
60173.028
4
15043.257
6.811
.001
45976.361
4
11494.090
5.204
.003
169443.833
8
21180.479
9.590
.000
Error
59635.250
27
2208.713
Total
5072156.125
54
Model Jml_MOKAF_kukus Jml_air Waktu_pengeringan Jml_MOKAF_kukus * Jml_air Jml_MOKAF_kukus
*
Waktu_pengeringan Jml_air
*
Waktu_pengeringan Jml_MOKAF_kukus * Jml_air * Waktu_pengeringan
a. R Squared = ,988 (Adjusted R Squared = ,976)
Matriks nilai peak force pertama snack matang dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 100% MOKAF dikukus Jumlah air
50%
40%
30%
232.75gf (c,d,e,f,g,h) 91.50 gf (a) 230.00gf (c,d,e,f,g)
125.62gf (a,b,c) 243.12gf (d,e,f,g,h) 145.00gf (a,b,c,d)
306.25gf (f,g,h,i,j,k,l) 345.62gf (h,i,j,k,l,m) 190.62gf (a,b,c,d,e)
WP 1 jam 2 jam 3 jam
Matriks nilai peak force pertama snack matang dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 90% MOKAF dikukus Jumlah air
50%
40%
30%
270.62gf (e,f,g,h,i) 515.62 gf (n) 283.12gf (e,f,g,h,i,j)
382.50gf (j,k,l,m) 455.62gf (m,n) 365.62gf (i,j,k,l,m)
356.25gf (i,j,k,l,m) 234.38gf (c,d,e,f,g,h) 268.75gf (e,f,g,h,i)
WP 1 jam 2 jam 3 jam
105
Matriks nilai peak force pertama snack matang dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 80% MOKAF dikukus Jumlah air
50%
40%
30%
409.38gf (k,l,m) 259.38 gf (e,f,g,h,i) 243.75gf (d,e,f,g,h)
331.25gf (g.h.i,j,k,l) 300.00gf (e,f,g,h,i,j,k) 112.50gf (a,b)
406.25gf (k,l,m) 206.25gf (b.c,d,e,f) 412.50gf (l,m)
WP 1 jam 2 jam 3 jam
Keterangan : WP : Waktu pengeringan Jumlah air : Jumlah air formulasi yang ditambahkan (Huruf di samping nilai peak force pertama snack matang yang berbeda menunjukkan perbedaan nilai peak force pertama snack matang yang nyata pada p<0.05) Lampiran 16. Korelasi antara nilai peak force pertama dengan kadar air snack kering Fitted Line Plot
Peak force pertama = 193.9 + 4.491 Kadar air S R-Sq R-Sq(adj)
Peak force pertama
500
106.600 4.2% 0.3%
400
300
200
100 10
15
20 Kadar air
25
30
106
Lampiran 17. Korelasi antara nilai peak force pertama dengan densitas kamba snack kering Fitted Line Plot
Peak force pertama = 255.0 + 324.9 Densitas kamba produk antara - 308.5 Densitas kamba produk antara**2 S R-Sq R-Sq(adj)
Peak force pertama
500
97.5155 23.0% 16.6%
400
300
200
100 0.5
0.6
0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 Densitas kamba produk antara
1.2
1.3
Lampiran 18. Korelasi antara nilai peak force pertama dengan densitas kamba snack matang Fitted Line Plot
Peak force pertama = 278.6 - 96.3 Densitas kamba produk akhir + 183.8 Densitas kamba produk akhir**2 S R-Sq R-Sq(adj)
Peak force pertama
500
107.766 6.0% 0.0%
400
300
200
100 0.3
0.4
0.5 0.6 0.7 0.8 Densitas kamba produk akhir
0.9
1.0
107
Lampiran 19. Korelasi antara nilai peak force pertama dengan derajat pengembangan tengah Fitted Line Plot
Peak force pertama = 550.4 - 346.9 Derajat pengembangan tengah + 106.1 Derajat pengembangan tengah**2 S R-Sq R-Sq(adj)
Peak force pertama
500
108.265 5.1% 0.0%
400
300
200
100 1.2
1.4
1.6 1.8 2.0 2.2 Derajat pengembangan tengah
2.4
2.6
Lampiran 20. Hasil ANOVA univariat terhadap kekerasan snack matang Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
1.395E8a
27
5167395.351
6651.881
.000
2585643.808
2
1292821.904
1664.223
.000
Jml_air
68082.169
2
34041.084
43.820
.000
Waktu_pengeringan
39762.863
2
19881.432
25.593
.000
132260.067
4
33065.017
42.564
.000
113575.310
4
28393.828
36.551
.000
94864.866
4
23716.216
30.529
.000
178679.106
8
22334.888
28.751
.000
Error
20974.469
27
776.832
Total
1.395E8
54
Model Jml_MOKAF_kukus
Jml_MOKAF_kukus * Jml_air Jml_MOKAF_kukus
*
Waktu_pengeringan Jml_air
*
Waktu_pengeringan Jml_MOKAF_kukus * Jml_air * Waktu_pengeringan
a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
108
Matriks nilai kekerasan snack matang dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 100% MOKAF dikukus Jumlah air
50%
40%
30%
1882.12gf (e,f,g) 1906.88 gf (g) 1923.75gf (g)
1841.25gf (e.f) 1931.25gf (g) 1905.00gf (f,g)
1882.50gf (e,f,g) 1884.75gf (e,f,g) 1830.00gf (e)
WP 1 jam 2 jam 3 jam
Matriks nilai kekerasan snack matang dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 90% MOKAF dikukus Jumlah air
50%
40%
30%
1869.38gf (e,f,g) 1443.75 gf (c) 1248.12gf (a)
1623.75gf (d) 1629.38gf (d) 1638.75gf (d)
1409.38gf (b,c) 1343.75gf (b) 1378.12gf (b)
WP 1 jam 2 jam 3 jam
Matriks nilai kekerasan snack matang dengan perlakuan waktu pengeringan dan jumlah air formulasi pada perlakuan 80% MOKAF dikukus Jumlah air
50%
40%
30%
1381.25gf (b,c) 1362.50 gf (b) 1365.62gf (b)
1343.75gf (b) 1368.75gf (b) 1359.38gf (b)
1396.88gf (b,c) 1346.88gf (b) 1400.00gf (c)
WP 1 jam 2 jam 3 jam
Keterangan : WP : Waktu pengeringan Jumlah air : Jumlah air formulasi yang ditambahkan (Huruf di samping nilai kekerasan snack matang yang berbeda menunjukkan perbedaan nilai kekerasan snack matang yang nyata pada p<0.05)
109
Lampiran 21. Korelasi antara kekerasan dengan kadar air snack kering Fitted Line Plot
Kekerasan = 1444 + 7.05 Kadar air 2000
S R-Sq R-Sq(adj)
1900
251.067 1.9% 0.0%
Kekerasan
1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 10
15
20 Kadar air
25
30
Lampiran 22. Korelasi antara kekerasan dengan densitas kamba snack kering Fitted Line Plot
Kekerasan = 196.2 + 2934 Densitas kamba produk antara - 1463 Densitas kamba produk antara**2 2000
S R-Sq R-Sq(adj)
1900
244.709 10.5% 3.1%
Kekerasan
1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 0.5
0.6
0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 Densitas kamba produk antara
1.2
1.3
110
Lampiran 23. Korelasi antara kekerasan dengan derajat pengembangan tengah Fitted Line Plot
Kekerasan = 705 + 872 Derajat pengembangan tengah - 208.9 Derajat pengembangan tengah**2 2000
S R-Sq R-Sq(adj)
1900
256.882 1.4% 0.0%
Kekerasan
1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1.2
1.4
1.6 1.8 2.0 2.2 Derajat pengembangan tengah
2.4
2.6
Lampiran 24. Korelasi antara kekerasan dengan densitas kamba snack matang Fitted Line Plot
Kekerasan = 1460 + 473 Densitas kamba produk akhir - 394 Densitas kamba produk akhir**2 2000
S R-Sq R-Sq(adj)
1900
258.126 0.5% 0.0%
Kekerasan
1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 0.3
0.4
0.5 0.6 0.7 0.8 Densitas kamba produk akhir
0.9
1.0
111
Lampiran 25. Korelasi antara kekerasan dengan nilai peak force pertama Fitted Line Plot
Kekerasan = 1920 - 1.651 Peak force pertama + 0.001524 Peak force pertama**2 2000
S R-Sq R-Sq(adj)
1900
243.470 11.4% 4.1%
Kekerasan
1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 100
200
300 400 Peak force pertama
500
Lampiran 26. Tabulasi nilai kesukaan pada uji rating hedonik Panelis
Sampel
Warna
Tekstur
Rasa
Overall
1
A
4.0
3.0
6.0
5.0
1
B
4.0
6.0
5.0
6.0
1
C
4.0
7.0
6.0
6.0
1
D
4.0
6.0
6.0
6.0
2
A
6.0
3.0
5.0
5.0
2
B
5.0
6.0
6.0
6.0
2
C
6.0
6.0
6.0
5.0
2
D
6.0
7.0
5.0
6.0
3
A
4.0
3.0
5.0
4.0
3
B
6.0
6.0
5.0
5.0
3
C
5.0
6.0
6.0
6.0
3
D
5.0
5.0
4.0
5.0
4
A
5.0
6.0
6.0
6.0
4
B
5.0
6.0
5.0
5.0
4
C
5.0
7.0
6.0
6.0
4
D
6.0
7.0
7.0
7.0
5
A
4.0
3.0
6.0
5.0
5
B
4.0
6.0
4.0
5.0
5
C
4.0
6.0
4.0
5.0
5
D
5.0
6.0
3.0
5.0
112
6
A
3.0
3.0
6.0
5.0
6
B
4.0
6.0
5.0
5.0
6
C
4.0
5.0
5.0
5.0
6
D
5.0
4.0
5.0
6.0
7
A
3.0
3.0
5.0
4.0
7
B
6.0
5.0
6.0
6.0
7
C
6.0
5.0
4.0
6.0
7
D
6.0
6.0
5.0
6.0
8
A
4.0
3.0
4.0
3.0
8
B
7.0
6.0
5.0
6.0
8
C
6.0
7.0
4.0
5.0
8
D
5.0
7.0
5.0
4.0
9
A
6.0
4.0
4.0
5.0
9
B
6.0
5.0
6.0
6.0
9
C
5.0
6.0
6.0
6.0
9
D
5.0
7.0
6.0
6.0
10
A
3.0
4.0
5.0
5.0
10
B
4.0
5.0
5.0
5.0
10
C
5.0
6.0
6.0
6.0
10
D
5.0
2.0
5.0
5.0
11
A
3.0
2.0
5.0
3.0
11
B
3.0
5.0
3.0
5.0
11
C
4.0
6.0
6.0
6.0
11
D
4.0
4.0
3.0
5.0
12
A
3.0
3.0
6.0
4.0
12
B
4.0
4.0
6.0
3.0
12
C
4.0
5.0
6.0
5.0
12
D
4.0
4.0
6.0
3.0
13
A
4.0
3.0
6.0
4.0
13
B
6.0
4.0
3.0
4.0
13
C
4.0
4.0
5.0
4.0
13
D
5.0
5.0
4.0
5.0
14
A
5.0
3.0
4.0
5.0
14
B
5.0
4.0
6.0
6.0
14
C
6.0
6.0
6.0
6.0
14
D
6.0
4.0
6.0
6.0
15
A
6.0
3.0
6.0
6.0
15
B
5.0
6.0
6.0
5.0
15
C
6.0
5.0
5.0
3.0
15
D
6.0
6.0
6.0
6.0
16
A
4.0
5.0
6.0
5.0
16
B
4.0
5.0
5.0
5.0
16
C
4.0
6.0
5.0
5.0
113
16
D
4.0
5.0
5.0
5.0
17
A
6.0
5.0
6.0
6.0
17
B
7.0
6.0
5.0
6.0
17
C
6.0
5.0
4.0
5.0
17
D
6.0
7.0
6.0
6.0
18
A
6.0
3.0
6.0
6.0
18
B
6.0
3.0
6.0
6.0
18
C
6.0
3.0
7.0
7.0
18
D
6.0
4.0
6.0
6.0
19
A
6.0
6.0
6.0
5.0
19
B
5.0
5.0
5.0
5.0
19
C
3.0
5.0
6.0
4.0
19
D
3.0
4.0
6.0
3.0
20
A
6.0
5.0
4.0
5.0
20
B
6.0
5.0
3.0
4.0
20
C
6.0
6.0
5.0
6.0
20
D
5.0
5.0
5.0
5.0
21
A
3.0
5.0
5.0
5.0
21
B
5.0
6.0
4.0
5.0
21
C
6.0
5.0
6.0
6.0
21
D
6.0
7.0
6.0
6.0
22
A
5.0
5.0
6.0
5.0
22
B
5.0
6.0
6.0
6.0
22
C
6.0
7.0
7.0
7.0
22
D
6.0
7.0
7.0
7.0
23
A
6.0
3.0
6.0
5.0
23
B
6.0
5.0
5.0
5.0
23
C
6.0
5.0
6.0
6.0
23
D
6.0
6.0
6.0
6.0
24
A
3.0
3.0
4.0
4.0
24
B
4.0
4.0
5.0
4.0
24
C
5.0
5.0
5.0
5.0
24
D
5.0
5.0
5.0
5.0
25
A
2.0
3.0
2.0
2.0
25
B
6.0
6.0
5.0
5.0
25
C
3.0
6.0
6.0
6.0
25
D
5.0
5.0
2.0
3.0
26
A
6.0
5.0
7.0
7.0
26
B
6.0
5.0
6.0
6.0
26
C
6.0
6.0
6.0
7.0
26
D
6.0
7.0
6.0
7.0
27
A
2.0
3.0
3.0
3.0
27
B
6.0
6.0
4.0
5.0
114
27
C
7.0
7.0
5.0
6.0
27
D
6.0
7.0
6.0
7.0
28
A
4.0
2.0
4.0
4.0
28
B
5.0
3.0
3.0
3.0
28
C
6.0
5.0
6.0
6.0
28
D
6.0
6.0
4.0
5.0
29
A
3.0
3.0
4.0
3.0
29
B
4.0
4.0
4.0
4.0
29
C
4.0
5.0
4.0
4.0
29
D
5.0
6.0
4.0
5.0
30
A
3.0
6.0
3.0
4.0
30
B
6.0
6.0
5.0
5.0
30
C
6.0
6.0
7.0
6.0
30
D
6.0
6.0
6.0
6.0
Lampiran 27. Hasil ANOVA univariat uji rating hedonik terhadap parameter warna Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Model
2969.633a
4
742.408
626.931
.000
sampel
2969.633
4
742.408
626.931
.000
Error
137.367
116
1.184
Total
3107.000
120
a. R Squared = ,956 (Adjusted R Squared = ,954)
Duncan Subset sampel
N
1
2
A
30
C
30
5.13
B
30
5.17
D
30
5.27
Sig.
4.27
1.000
.659
115
Lampiran 28. Hasil ANOVA univariat uji rating hedonik terhadap parameter rasa Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
3210.067a
4
802.517
695.062
.000
3210.067
4
802.517
695.062
.000
Error
133.933
116
1.155
Total
3344.000
120
Model Sampel
a. R Squared = ,960 (Adjusted R Squared = ,959)
Duncan Subset Sampel
N
1
2
B
30
4.90
A
30
5.03
5.03
D
30
5.20
5.20
C
30
5.53
Sig.
.313
.091
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,155.
Lampiran 29. Hasil ANOVA univariat uji rating hedonik terhadap parameter tekstur Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
4
773.300
637.094
.000
3093.200
4
773.300
637.094
.000
Error
140.800
116
1.214
Total
3234.000
120
Model Sampel
3093.200
a. R Squared = ,956 (Adjusted R Squared = ,955)
116
Duncan Subset sampel
N
1
2
A
30
B
30
3.70 5.17
D
30
5.57
C
30
5.63
Sig.
1.000
.124
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,214.
Lampiran 30. Hasil ANOVA univariat uji rating hedonik terhadap parameter overall Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3209.100a
4
802.275
789.346
.000
3209.100
4
802.275
789.346
.000
Error
117.900
116
1.016
Total
3327.000
120
Model Sampel
a. R Squared = ,965 (Adjusted R Squared = ,963)
Duncan Subset sampel
N
1
2
A
30
4.60
B D
30
5.07
30
5.43
C
30
5.53
Sig.
.076
5.07
.093
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,016.
117
Lampiran 31. Data kadar air snack basah pada pengeringan
Waktu pengeringan (menit) 0
32.01
Waktu pengeringan (menit) 570
15
29.73
585
9.59
30
27.87
600
9.50
45
25.82
615
9.40
60
24.35
630
9.34
75
22.94
645
9.24
90
21.74
660
9.17
105
20.52
675
9.09
120
19.60
690
9.02
135
18.58
705
8.97
150
17.71
720
8.91
165
16.99
735
8.84
180
16.29
195
15.65
210
15.09
225
14.57
240
14.10
255
13.69
270
13.32
285
12.97
300
12.66
315
12.37
330
12.10
345
11.85
360
11.64
375
11.42
390
11.24
405
11.06
420
10.92
435
10.76
450
10.61
465
10.47
480
10.35
495
10.22
510
10.11
525
9.99
540
9.88
555
9.78
Kadar air snack basah (%)
Kadar air snack basah (%) 9.69
118
Lampiran 32. Gambar snack makaroni kerang matang
Lampiran 33. Form uji rangking hedonik Uji Rangking Hedonik Produk : Snack dari MOCAL (Modified Cassava Flour) Nama : No. HP :
Tanggal :
Petunjuk : 1. Tulislah kode keempat sampel dihadapan anda pada kolom kode yang telah disediakan 2. Netralkan indra pencicip anda terlebih dahulu dengan air minum yang sudah disediakan 3. Cicipilah keempat sampel secara berurutan dari kiri ke kanan 4. Netralkan indra pencicip anda dengan air minum setiap pergantian sampel 5. Bandingkanlah rasa keempat sampel 6. Urutkan sampel dari yang rasanya paling anda sukai hingga yang paling sedikit anda sukai dengan menuliskan angka 1 (paling disukai) hingga 4 (paling sedikit disukai) pada kolom rangking. Diperbolehkan untuk, mencicip ulang sampel sebelum melakukan penilaian Kode Sampel
Rangking
Komentar :
119
Lampiran 34. Form uji rating hedonik Uji Rating Hedonik Produk Nama No. HP
: Snack dari MOCAL (Modified Cassava Flour) : :
Tanggal :
Instruksi 1. Tulislah kode keempat sampel dihadapan anda pada kolom kode yang disediakan 2. Anda diminta untuk menilai atribut warna, tekstur, rasa, dan overall masing – masing sampel 3. Lakukan penilaian terhadap sampel paling kiri terlebih dahulu sampai selesai, lalu pindahlah ke sampel di sebelah kanannya dan lakukan hal yang sama hingga sampel yang paling kanan. Netralkan indera pencicip anda dengan air minum sebelum dan diantara penilaian sampel 4. Penilaian dilakukan dengan menuliskan angka yang sesuai dengan tingkat kesukaan anda terhadap atribut sampel. Skor penilaian yang digunakan yaitu : 7 = sangat suka, 6 = suka, 5= agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka. 5. Jangan mengulang pengujian sampel. Jangan membandingkan antar sampel Atribut
Kode Sampel
Warna Tekstur Rasa Overall Komentar (harap diisi) :........................................................................... Lampiran 35. Contoh grafik hasil pengujian rheoner Nilai kekerasan (gf)
Nilai peak force pertama (gf) (kerenyahan)
120