PENGARUH KONSENTRASI KOAGULAN CaSO4.2H2O DAN SUHU TERHADAP PROSES KOAGULASI PROTEIN DAN TEKSTUR CURD
SKRIPSI
DITA ADI SEPTIANITA F 24053053
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
EFFECT OF CaSO4.2H2O (COAGULANT) CONCENTRATION AND TEMPERATURE ON THE PROTEIN COAGULATION PROCESS AND CURD TEXTURE Dita Adi Septianita and Dahrul Syah Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 813 80166208, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Texture is an important aspect to determine consumer preferences for products based curd, one of them is tofu. Differences in texture of are influenced by the parameters of the coagulation process which consists of coagulant concentration and coagulation temperature. Effect of differences in coagulation parameters was represented by the data of whey transmittance, whey protein content, pH value of whey, curd protein profiles, moisture content and total solids of curd, and curd texture (objectively by TPA devices). This study used CaSO4.2H2O as a coagulant for soybean milk with the concentration of 0.015 N (A), 0.030 N (B), and 0.045 N (C). Soy milk was coagulated at the temperature of 60 and 80°C. Coagulation produced curd tofu and whey. The data suggest that whey C had the highest transmittance [23.52% (60°C) and 19.30% (80°C)], whey protein B had the lowest [0.448 mg/mL (80°C) and 0.390 mg/mL (60°C )], while the whey pH values were not significantly different in the range of 5.72 to 5.90. The curd C had the highest moisture content (wet basis) [20.63% (80°C) and 18.69% (60°C)] and the highest total solids/yields (raw material basis) [40.88% (60°C) and 37.75% (80°)]. The function f(x) = y = 2.896x + 1358 was obtained to correlate the curd texture by objective measurement (x) and the sensory evaluation (y). Curd C (80°C) had the highest hardness 2.474 (slightly hard) while the curd A (60°C) had the lowest hardness 1.164 (soft). Meanwhile, the curd protein profiles consists of 7S globulin (β-conglycinin) and 11S globulin (glycinin) protein subunits. The 7S protein consists of subunits α, α’, and β, while the 7S protein consists of the acid subunits (A1, A2, A4, A6) and the base subunit. Percent of 11S subunits in the curd increased with increasing concentration of coagulant in all the coagulation temperature. The percent of 7S subunits indicated otherwise, as well as its components, α+α’ and β. Overall, subunits of proteins that have an influence on the texture are the A1 subunit and the base subunit of the 11S proteins with the highest Pearson correlation on the curd cohesiveness. Key words: tofu, soy protein, CaSO4.2H2O, coagulation, concentration, temperature
DITA ADI SEPTIANITA. F24053053. Pengaruh Konsentrasi Koagulan CaSO4.2H2O dan Suhu terhadap Proses Koagulasi Protein Dan Tekstur Curd. Di bawah bimbingan Dahrul Syah. 2011
RINGKASAN
Tekstur curd merupakan aspek mutu yang penting dalam produk berbasis curd. Contoh produk hasil koagulasi yang umum di Indonesia adalah tahu dan keju. Tekstur mempengaruhi preferensi konsumen ketika mereka membeli produk. Tahu yang diinginkan memiliki tekstur kompak, padat, seperti gel, tidak keras dan tidak terlampau lunak, serta mudah dalam penanganan untuk pengolahan selanjutnya. Teknologi koagulasi protein dalam pembentukan curd telah banyak dikaji dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Curd protein dapat diperoleh dari sumber nabati yakni sari kacang-kacangan, seperti kacang kedelai (Glycine max), yang biasa disebut tahu. Parameter proses yang mempengaruhi mutu curd yang dihasilkan diantaranya adalah jenis koagulan dan konsentrasi koagulan. Perbedaan komponen proses koagulasi tersebut menyebabkan perbedaan mutu curd, terutama dari segi tekstur curd yang dihasilkan. Garam CaSO4.H2O dipilih sebagai koagulan dalam pengujian ini. Curd dihasilkan melalui koagulasi pada skala produksi tahu (seperti di pabrik tahu) dan skala laboratorium. Tekstur tahu dianalisis secara objektif dan subjektif. Tekstur tahu skala makro dikorelasikan dengan komposisi protein skala mikro. Protein yang terkoagulasi membentuk molekul agregat dengan bobot molekul yang spesifik. Komposisi ini diperoleh melalui screening protein dengan metode elektroforesis. Sehingga diketahui bobot molekul protein spesifik (subunit protein) yang mempengaruhi tekstur curd tahu yang dihasilkan pada konsentrasi koagulan CaSO4.H2O dan suhu koagulasi yang berbeda. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, dengan perbedaan konsentrasi koagulan pada 0.015 N (A), 0.030 N (B), dan 0.045 N (C). CaSO4.H2O pada suhu 60°C dan 80°C. Tahap pertama adalah analisis whey dan curd. Analisis whey terdiri atas pengukuran transmitan, kadar protein (metode Bradford), dan pH whey. Analisis curd terdiri atas pengukuran kadar protein curd/tahu dengan metode Bradford dan Kjeldahl, kadar air, total padatan dan tekstur curd secara objektif dengan Texture Profile Analyzer (TPA). Lalu, dilanjutkan ke tahap kedua yaitu analisis komponen protein spesifik curd yang terdiri atas ekstraksi protein curd dan elektroforesis protein terekstraksi. Tahap ini menghasilkan komposisi protein curd berdasarkan bobot molekulnya. Dan tahap ketiga adalah analisis subjektif tahu oleh panelis yang meliputi seleksi panelis terlatih dan pengujian atribut kekerasan tahu. Data ini digunakan untuk mendukung data analisis tekstur objektif sebelumnya. Kemudian dilanjutkan dengan analisis keterkaitan/korelasi antar parameter analisis yang terukur. Data menunjukkan bahwa nilai transmittan whey tertinggi diperoleh whey C [23.52 (60°) dan 19.30% (80°C)], kadar protein whey terendah oleh whey B [0.448 mg/ml (80°) dan 0.390 mg/ml (60°C)], pH whey tidak berbeda signifikan dalam kisaran 5.72-5.90, kadar air curd tertinggi oleh curd C [20.63% (80°C) dan 18.69 (60°C)], total padatan tertinggi curd (basis bahan baku kedelai) oleh curd C [40.88% (60°C) dan 37.75 (80°)], dan kekerasan curd tertinggi 2.474 (agak keras) diperoleh oleh curd C (suhu 80°C) serta kekerasan terendah 1.164 (lunak) oleh curd A (suhu 60°C). Penentuan nilai kekerasan subjektif dilakukan dengan memasukkan nilai kekerasan objektif ke dalam persamaan tekstur yang diperoleh dengan pengujian organoleptik 8 tahu komersil. Fungsi tekstur objektif (x) terhadap tekstur subjektif (y) menggunakan persamaan y = 2.896x + 1.358. Koagulasi protein terjadi sempurna pada konsentrasi koagulan dan suhu yang optimum dengan waktu yang tepat sehingga jumlah protein sari kedelai yang terendapkan semakin banyak dan rendemen yang dihasilkan semakin besar. Struktur mikroskopis curd merupakan manifestasi dari jaringan molekul protein yang dibangun oleh ikatan intermolekul yang bersifat hidrofobik maupun elektrostatik. Dari titik konsentrasi 0.015, 0.030, dan 0.045 N, konsentrasi 0.030 dan 0.045 N memberikan kondisi koagulasi yang lebih baik dari konsentrasi 0.015 N. Dan dari rentang suhu 6080°C, suhu koagulasi 80°C menghasilkan curd yang memiliki total padatan dan kadar air yang lebih banyak daripada suhu 60°C. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi 0.030-0.045 N memberikan kondisi koagulasi yang lebih baik daripada kosentrasi 0.015 N dan suhu 80°C lebih baik daripada suhu 60°C.
Sementara profil protein curd terdiri dari subunit protein globulin 7S (β-conglisinin) dan globulin 11S (glisinin). Protein 7S terdiri dari subunit α, α’, dan β, sedangkan protein 11S terdiri dari subunit asam (A1, A2, A4, A6) dan basa. Persen subunit 7S dalam curd menurun seiring peningkatan konsentrasi koagulan di kedua suhu koagulasi, begitu juga dengan komponen α+α’ dan β. Sedangkan persen subunit 11S menunjukkan hal yang sebaliknya, walaupun kondisinya tidak serupa untuk komponen protein di dalamnya. Dari semua subunit, subunit protein yang memiliki pengaruh terhadap tekstur adalah subunit A1 dan subunit basa dari protein 11S dengan korelasi Pearson tertinggi pada atribut daya kohesif curd. Protein 11S menempati porsi paling besar dalam curd. Antar subunit protein dan variabel terukur yang menjadi parameter mutu tekstur curd memiliki korelasi satu sama lain yang diukur dengan analisis regresi linear. Keterkaitan antara atribut tekstur dan subunit protein tertinggi dimiliki oleh daya kohesif dan subunit A1 (korelasi Pearson = 0.4049, Yx = 0.4003 – 0.0610Xj) namun efeknya tidak signifikan. Efek yang signifikan dan memiliki keterkaitan tertinggi dimiliki oleh daya kohesif dan subunit basa (korelasi Pearson = 0.3660, Yx = 0.1687 + 0.0470Xj) dengan efek linieritas yang berarti, namun masih perlu dilakukan pengujian regresi lengkung. Keterkaitan tertinggi dimiliki oleh daya kohesif dan total padatan (%BBBK) (korelasi Pearson = 0.9613, Yx = 0.4921 – 0.1237Xj). Linieritas terbaik (tidak perlu pengujian regresi lengkung) dimiliki oleh daya kohesif dan total padatan (%BB) (korelasi Pearson = 0.6894, Yx = 0.7935 + 0.0245Xj). Kekerasan curd memiliki keterkaitan paling besar dengan kadar air (%BB) (korelasi Pearson = 0.6513, Yx = 0.1755 + 0.0048Xj). Sementara kelengketan curd memiliki keterkaitan paling besar dengan total padatan (%BB) (korelasi Pearson = 0.6124, Yx = 0.8207 – 0.0096Xj). Keterkaitan tertinggi dan linieritas terbaik selanjutnya dimiliki oleh total padatan (%BBBK) curd dan subunit basa (korelasi Pearson = 0.5258, Yx = 0.3806 0.0053Xj). Linieritas yang berarti pula dimiliki oleh total padatan (%BBBK) dengan subunit A1 (korelasi Pearson = 0.5156, Yx = 0.1512 + 0.0060Xj) namun efeknya tidak signifikan. Maka secara umum, di antara subunit A1 dan subunit basa, subunit basa yang memiliki pengaruh paling tinggi terhadap atribut tekstur, kadar air, dan total padatan. Sementara itu, subunit basa juga berpengaruh terhadap total padatan (%BBBK) yang merepresntasikan kesempurnaan koagulasi protein kedelai. Dan atribut tekstur yang paling dipengaruhi adalah daya kohesif curd, yaitu kemampuan curd dalam menahan deformasi kedua (dengan alat objektif maupun kunyahan subjektif). Tekstur curd juga merupakan produk kestabilan struktur jaringan molekul protein bersama molekul organik lain di dalamnya untuk mengikat air. Daya ikat curd terhadap air menentukan kadar air tahu dipengaruhi oleh suhu koagulasi. Semakin tinggi suhu, semakin cepat koagulasi terjadi, semakin kasar matriks protein, semakin sedikit air yang terikat, semakin padat curd yang dibentuk. Semakin tinggi kadar air ketika struktur curd menyerupai gel pada konsentrasi tidak optimum, kemungkinan sinersesis terjadi akan semakin besar karena kekuatan ionik antarmolekul protein tidak maksimal. Kondisi optimum dipengaruhi oleh ketercapaian nilai pI dari suatu protein. Perbedaan parameter proses menghasilkan pH whey pada kisaran nilai 5.72-5.90 yang tidak berbeda signifikan. Semakin tinggi konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi, nilai pH semakin mendekati pI glisinin (globulin 11S) yaitu 6.3-7.0. Semakin rendah konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi, nilai pH semakin mendekati pI β-conglisinin (globulin 7S) yaitu 4.5-5.0. Suhu yang rendah mengakibatkan proses koagulasi berlangsung lebih lama, sehingga kemungkinan terjadinya pengasaman whey karena kadar protein yang tinggi lebih besar. Adanya keterkaitan antara komposisi protein 11S-7S dan tekstur serta daya ikat air curd disebabkan oleh ikatan disulfida (ikatan –SS–). Jaringan protein 11S memiliki ikatan disulfida yang lebih banyak daripada jaringan protein 7S. Oleh karena itu jumlah protein 11S dalam curd yang tinggi akan diikuti oleh tektstur curd yang lebih keras. Tetapi ketika jumlah protein 7S dalam curd mulai meningkat, tekstur curd mulai menurun. Dan kisaran 0.030-0.045 N pada suhu 80°C merupakan kondisi lebih baik bagi koagulasi protein 11S. Kondisi ini akan membentuk tahu yang agak keras yang dapat dicetak dengan alat pembuat tahu. Jika kondisi dibuat optimum bagi koagulasi protein 7S, tahu yang dihasilkan adalah tahu lembut yang berwujud gel dan tidak bisa dicetak dengan alat.
PENGARUH KONSENTRASI KOAGULAN CaSO4.2H2O DAN SUHU TERHADAP PROSES KOAGULASI PROTEIN DAN TEKSTUR CURD
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh DITA ADI SEPTIANITA F 24053053
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Pengaruh Konsentrasi Koagulan CaSO4.2H2O dan Suhu terhadap Proses Koagulasi Protein dan Tekstur Curd : Dita Adi Septianita : F24053053
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
(Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc.Agr) NIP. 19650814 19902.1.001
Mengetahui : Plt. Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP. 19610802 198703.2.002
Tanggal Ujian Akhir Skripsi: 9 Agustus 2011
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Konsentrasi Koagulan CaSO4.2H2O dan Suhu terhadap Proses Koagulasi Protein dan Tekstur Curd adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011 Yang membuat pernyataan
Dita Adi Septianita F 24053053
© Hak cipta milik Dita Adi Septianita, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Dita Adi Septianita. Lahir di Bogor, 30 September 1988 dari ayah Dedi Andi Soewandi Dinata dan ibu Ismulyati, sebagai putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2005 dari SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian setelah melalui seleksi Tingkat Persiapan Bersama IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Pangan pada tahun 2009-2010 dan Evaluasi Nilai Bahan Pangan pada tahun 2010-2011. Penulis pun aktif berorganisasi di dalam dan luar kampus. Di kampus, penulis aktif di Uni Konservasi Fauna (UKF) sebagai anggota divisi Reptil pada tahun 2005-2008, di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai anggota divisi Profesi pada Emulsi sebagai kartunis pada tahun 2007-2008, dan berperan tahun 2006-2007, di redaksi majalah pangan Emulsi serta dalam berbagai kepanitiaan kegiatan mahasiswa tingkat IPB. Selain itu, penulis juga mengukir prestasi selama duduk di bangku kuliah. Di bidang akademis, penulis menjadi juara III pada Lomba Cepat Tepat Engineering Competition tingkat TPB IPB tahun 2006 dan lolos seleksi pendanaan DIKTI bersama tim dalam dua judul karya ilmiah Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P), yaitu Pemanfaatan Isolat Protein Belalang Sawah (Locusta migratoria) dalam Formulasi Pembuatan Nugget pada tahun 2006 dan Minuman Serbuk Berzim untuk Peningkatan Penyerapan Nutrisi pada Masa Pertumbuhan Anak dengan Pengujian In Vivo pada Mencit pada tahun 2008, serta satu judul karya ilmiah PKMKewirausahaan Nugget Tayashi, Trend Baru Makanan Khas Bogor pada tahun 2010. Dan di bidang nonakademis, penulis meraih juara III pada Lomba Lukis Art IPB Days tingkat IPB tahun 2006, juara I Lomba Poster Muslim Scientist Competition IPB tingkat Nasional tahun 2010, dan juara III Lomba Physics in Comic ITB tingkat Nasional tahun 2011. Di akhir masa perkuliahan, penulis melakukan penelitian skripsi dalam rangka proyek penelitian SEAFAST terkait profil protein curd kedelai pada tahun 2010 di laboratorium Bioteknologi SEFAST Center, Kampus IPB, Bogor.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah WST atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengaruh Konsentrasi Koagulan CaSO4.2H2O dan Suhu terhadap Proses Koagulasi Protein dan Tekstur Curd dilaksanakan sejak bulan April sampai November 2010. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr sebagai dosen pembimbing utama. 2. Victor dan Yogi yang telah bekerja sama dan berbagi ilmu dan pemikiran serta saling menyemangati selama penelitian dan pembuatan laporan skripsi. 3. Dilla dan Rizal yang telah berbagi ilmu dan pengalaman terkait penelitian profil protein curd kedelai. 4. Ayah, ibu, dan adik serta keluarga besar atas do’a dan dukungannya. 5. Sahabat-sahabat tercinta, MK Squad dan Kesebelasan Platina yang tidak pernah lelah menyemangati penulis. 6. Sahabat-sahabat alumni di FORKOM ALIMS, adik-adik mentee, dan guru-guru SMA Negeri 1 Bogor yang selalu memberikan dukungan moril, semangat, dan do’a selama penelitian dan penulisan. 7. Adik-adik ITP 44, yaitu Nadiah, Cynthia, Nadea, Lukman, Rojak, Ajeng, Tami, Rossy, Melia, Belinda, TC, dan Agy, sebagai panelis uji organoleptik curd yang telah membantu terlaksananya penelitian tahap III, serta adik-adik lainnya yang telah bersedia mengikuti seleksi panelis. 8. Teknisi dan pegawai di laboratorium ITP dan SEAFAST yang telah membantu kelancaran penelitian. 9. Teman-teman ITP 42 dan 43 yang telah belajar dan memberikan potret kenangan indah selama melakukan studi di kelas ITP. 10. Adik-adik praktikan Analisis Anpang dan ENBP, yang selalu memberi semangat. 11. Pihak Tanoto Foundation, keluarga IPB, dan Rumah Zakat yang telah memberikan bantuan riil dan moril kepada penulis selama melaksanakan studi. 12. Teman-teman minor ARL 42, 43, 44, dan teman-teman IPB. 13. Serta semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu, yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan penulisan. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan.
Bogor, Juli 2011
Dita Adi Septianita
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. ix I. PENDAHULUAN.........................................................................................................................
1
1.1. LATAR BELAKANG ..........................................................................................................
1
1.2. PERUMUSAN MASALAH .................................................................................................
1
1.3. TUJUAN PENELITIAN ......................................................................................................
2
1.4. MANFAAT PENELITIAN ..................................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................
3
2.1. PROTEIN DALAM SISTEM PANGAN .............................................................................
3
2.1.1. Sifat Fisikokimia Protein ...........................................................................................
4
2.1.2. Sifat Fungsional Protein ............................................................................................
5
2.2. PROTEIN KEDELAI ...........................................................................................................
6
2.3. KOAGULASI PROTEIN .....................................................................................................
7
2.3.1. Ekstraksi Kedelai .......................................................................................................
7
2.3.2. Proses Koagulasi .......................................................................................................
8
2.3.3. Jenis Koagulan ..........................................................................................................
8
2.4. CURD TAHU ....................................................................................................................... 10 2.4.1. Gelasi Protein ............................................................................................................ 11 2.4.2. Tahu Sebagai Curd Kedelai ....................................................................................... 13 2.5. TEKNIK ELEKTROFORESIS DALAM ANALISIS PROTEIN ........................................ 14 2.6. TEKSTUR CURD ................................................................................................................ 16 III. METODE PENELITIAN .............................................................................................................. 17 3.1. BAHAN DAN ALAT ........................................................................................................... 17 3.1.1. Bahan ......................................................................................................................... 17 3.1.2. Alat ............................................................................................................................ 17
iv
3.2. METODE PENELITIAN ..................................................................................................... 17 3.2.1. Tahap I....................................................................................................................... 18 3.2.2. Tahap II ..................................................................................................................... 23 3.2.3. Tahap III .................................................................................................................... 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................................... 31 4.1 EKSTRAKSI DAN KOAGULASI PROTEIN KEDELAI................................................... 31 4.1.1 Analisis terhadap Whey ............................................................................................. 33 4.1.2 Pengaruh Parameter Proses ....................................................................................... 37 4.2 PROFIL PROTEIN CURD ................................................................................................... 38 4.2.1 Ekstraksi .................................................................................................................... 38 4.2.2 Profil Protein dengan Teknik Elektroforesis ............................................................. 39 4.2.3 Pengaruh Parameter Proses ....................................................................................... 41 4.3 ANALISIS CURD.................................................................................................................. 44 4.3.1 Tekstur dan Kadar Air ............................................................................................... 44 4.3.2 Pengaruh Parameter Proses ....................................................................................... 50 4.4 UJI ORGANOLEPTIK .......................................................................................................... 54 V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................................... 57 5.1. SIMPULAN .......................................................................................................................... 57 5.2. SARAN ................................................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 60 LAMPIRAN .................................................................................................................................. 65
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Sifat fungsional yang dapat dihasilkan protein.............................................................
5
Tabel 2. Sifat fungsional protein serta mekanisme pembentukannya dalam sistem pangan ......
6
Tabel 3. Beberapa golongan bahan penggumpal tahu yang umum digunakan...........................
8
Tabel 4. Sifat-sifat curd hasil koagulasi dengan beberapa koagulan .......................................... 10 Tabel 5. Persentase akrilamid yang digunakan untuk pemisahan molekul protein dengan kisaran berat molekul tertentu ...................................................................................... 15 Tabel 6. Pengaturan TA-XT2i untuk pengukuran TPA curd ..................................................... 21 Tabel 7. Parameter rheologi dan cara penentuannya dalam analisis profil................................. 23 Tabel 8. Komposisi separating gel untuk dua plat ..................................................................... 27 Tabel 9. Komposisi stacking gel untuk dua plat ......................................................................... 27 Tabel 10. Nilai pH whey yang terpisah dari curd ........................................................................ 36 Tabel 11. Perbandingan ekstraksi protein dengan 2-ME dan HCl ............................................... 39 Tabel 12. Data analisis tekstur per parameter............................................................................... 45 Tabel 13. Hasil analisis korelasi Pearson antara kadar subunit protein, kadar air, dan total padatan curd ................................................................................................................. 48 Tabel 14. Hasil analisis korelasi Pearson antara atribut tekstur, kadar subunit protein, kadar air, dan total padatan curd .................................................................................................. 49 Tabel 15. Penilaian curd berdasarkan persamaan rating subjektif ............................................... 55
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Ilustrasi pembentukan struktur protein dari asam amino yang sederhana hingga ke bentuk komples sebagai sistem pangan pada produk tahu (iopscience.org, Kusnandar 2010, kvhs.nbed.nb.ca 2008, www.genome.gov 2006, Yasir 2007) .......
4
Gambar 2. Mekanisme gelasi protein dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL (Kohyama et al. 1995) ....................................................................................................................
9
Gambar 3. Mekanisme gelasi tahu yang dikoagulasi oleh CaSO4 (Kohyama et al. 1995).......... 12 Gambar 4. Hasil elektroforesis SDS-PAGE ekstrak protein dari berbagai galur varietas kedelai (Poysa et al. 2006) ....................................................................................... 16 Gambar 5. Kerangka pemikiran penelitian .................................................................................. 18 Gambar 6. Diagram alir pembuatan tahu .................................................................................... 19 Gambar 7. (A) Tipe kurva TPA untuk produk pangan dengan parameter tekstur dan perhitungannya (www.texturetechnologies.com), (B) Kurva profil tekstur curd yang diperoleh dari pengukuran TPA ........................................................................ 22 Gambar 8. Diagram alir ekstraksi protein curd ........................................................................... 24 Gambar 9. Kesetimbangan massa dalam pembuatan tahu........................................................... 32 Gambar 10. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap nilai transmitan whey 33 Gambar 11. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap jumlah protein whey .. 34 Gambar 12. Grafik hubungan antara transmitan whey dan jumlah protein whey .......................... 35 Gambar 13. Profil protein curd hasil SDS-PAGE (diidentifikasi berdasarkan hasil penelitian Poysa et al. 2006 dan Yasir et al. 2006)....................................................................... 40 Gambar 14. Pembacaan tebal pita dengan Image J© ..................................................................... 41 Gambar 15. Pengaruh konsentrasi koagulan terhadap komposisi subunit protein β-conglisinin (7S) dalam curd yang dikoagulasi pada suhu 60°C (A) dan 80°C (B) ...................... 42 Gambar 16. Pengaruh konsentrasi koagulan terhadap komposisi subunit asam pada protein glisinin dalam curd yang dikoagulasi pada suhu 60°C (A) dan 80°C (B) ................. 43 Gambar 17. Pengaruh konsentrasi koagulan terhadap komposisi subunit protein glisinin (11S) dalam curd yang dikoagulasi pada suhu 60°C (A) dan 80°C (B) .............................. 43 Gambar 18. Pengaruh konsentrasi koagulan terhadap komposisi subunit protein 7S san 11S dalam curd yang dikoagulasi pada suhu 60°C (A) dan 80°C (B) .............................. 44 Gambar 19. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap total padatan curd ..... 46 Gambar 20. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap kadar air curd ............ 47 Gambar 21. Pengaruh konsentrasi koagulan terhadap kekerasan curd (A), daya kohesif curd (B), dan kelengketan curd (C) ................................................................................... 50 Gambar 22. Model tipe formasi struktur jaringan protein berdasarkan perubahan konsentrasi protein, pH atau kekukatan ionik (Hegg 1982 & Oakenfull et al. 1997) ................... 51
vii
Gambar 23. Diagram skematik jaringan teruntai (A) dan jaringan teragregasi (B), dengan skala garis 40-50 µm (Renkema 2001) ............................................................................... 52 Gambar 24. Hubungan antara kekerasan objektif dengan subjektif curd komersial ..................... 55 Gambar 25. Skala garis atribut kekerasan curd ............................................................................. 56
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Form seleksi panelis uji organoleptik .................................................................. 66
Lampiran 1a.
Uji segitiga ........................................................................................................... 67
Lampiran 1b.
Uji rangking .........................................................................................................
Lampiran 2.
Analisis ragam/varian (ANAVA) rancangan percobaan faktorial 3 x 2 model tetap ..................................................................................................................... 68
Lampiran 2a.
Model percobaan yang digunakan ....................................................................... 68
Lampiran 2b.
Tabel ANAVA yang digunakan........................................................................... 68
Lampiran 2c.
Perhitungan yang dilakukan ................................................................................. 69
Lampiran 2d.
Tabel distribusi Fα (baris atas α = 0.05, baris bawah α = 0.01) ............................ 71
Lampiran 3.
Data analisis transmittan whey ............................................................................. 71
Lampiran 4.
Hasil analisis ragam (ANAVA) transmittan whey ............................................... 71
Lampiran 5.
Data analisis kadar protein whey.......................................................................... 72
Lampiran 6.
Hasil analisis ragam (ANAVA) kadar protein whey ............................................ 73
Lampiran 6a.
Pengaruh perlakuan terhadap signifikasi data ...................................................... 73
Lampiran 6b.
ANAVA regresi linier antara kadar protein dan transmittan whey ...................... 73
Lampiran 7.
Data analisis pH whey .......................................................................................... 75
Lampiran 8.
Hasil analisis ragam (ANAVA) pH whey ............................................................ 75
Lampiran 9.
Data ekstraksi protein curd .................................................................................. 77
Lampiran 9a.
Dengan buffer tris pH 8.4 + merkaptoetanol ....................................................... 77
Lampiran 9b.
Dengan HCl 0.2 M + merkaptoetanol .................................................................. 78
Lampiran 10.
Data Rf subunit protein curd................................................................................ 79
Lampiran 10a. Standar marker ..................................................................................................... 79 Lampiran 10b. Curd 0.015 N 60°C .............................................................................................. 80 Lampiran 10c. Curd 0.030 N 60°C .............................................................................................. 80 Lampiran 10d. Curd 0.045 N 60°C .............................................................................................. 82 Lampiran 10e. Curd 0.015 N 80°C .............................................................................................. 84 Lampiran 10f. Curd 0.030 N 80°C .............................................................................................. 85 Lampiran 10g. Curd 0.045 N 80°C .............................................................................................. 87 Lampiran 11.
Komposisi subunit protein curd ........................................................................... 89
Lampiran 12.
ANAVA kadar subunit protein curd .................................................................... 90
Lampiran 12a. Subunit α’ + α ...................................................................................................... 90 Lampiran 12b. Subunit β .............................................................................................................. 91 Lampiran 12c. Subunit A4 ............................................................................................................ 92 Lampiran 12d. Subunit A1 ............................................................................................................ 93 Lampiran 12e. Subunit A2 ............................................................................................................ 94 Lampiran 12f. Subunit A6 ............................................................................................................ 95
ix
Lampiran 12g. Total subunit asam .............................................................................................. 96 Lampiran 12h. Subunit basa ......................................................................................................... 97 Lampiran 12i. Total subunit 7S ................................................................................................... 98 Lampiran 12j. Total subunit 11S ................................................................................................. 99 Lampiran 12k. Proporsi subunit 11S/7S....................................................................................... 100 Lampiran 13.
Data analisis tekstur curd ..................................................................................... 101
Lampiran 13a. Hasil Texture Profile Analyzer (TPA) ................................................................. 101 Lampiran 13b. Pengukuran parameter tekstur curd ..................................................................... 103 Lampiran 14.
Hasil analisis ragam (ANAVA) tekstur curd ....................................................... 106
Lampiran 14a. Kekerasan curd .................................................................................................... 106 Lampiran 14b. Daya kohesif curd ................................................................................................ 107 Lampiran 14c. Kelengketan curd ................................................................................................. 108 Lampiran 15.
Data analisis total padatan curd ........................................................................... 110
Lampiran 16.
Hasil analisis ragam (ANAVA) total padatan curd ............................................. 111
Lampiran 16a. Persen basis basah ................................................................................................ 111 Lampiran 16b. Persen basis bahan baku kedelai .......................................................................... 111 Lampiran 17.
Data analisis kadar air curd.................................................................................. 112
Lampiran 18.
Hasil analisis ragam (ANAVA) kadar air curd .................................................... 113
Lampiran 19.
Analisis ragam/varian (ANAVA) untuk regresi linier ......................................... 114
Lampiran 19a. Model percobaan yang digunakan ....................................................................... 114 Lampiran 19b. Tabel ANAVA yang digunakan........................................................................... 114 Lampiran 19c. Perhitungan yang dilakukan ................................................................................. 114 Lampiran 19d. Model linier untuk sampel ................................................................................... 115 Lampiran 19e. Tabel ANAVA regresi linier ................................................................................ 116 Lampiran 19f. Perhitungan ANAVA regresi linier yang dilakukan ............................................ 116 Lampiran 20.
ANAVA regresi linier antara atribut tekstur dan subunit protein curd ................ 117
Lampiran 20a. Kekerasan dan subunit A1 .................................................................................... 117 Lampiran 20b. Kekerasan dan subunit Basa ................................................................................ 118 Lampiran 20c. Daya kohesif dan subunit A1................................................................................ 119 Lampiran 20d. Daya kohesif dan subunit Basa ............................................................................ 120 Lampiran 20e. Kelengketan dan subunit A1................................................................................. 121 Lampiran 20f. Kelengketan dan subunit Basa ............................................................................. 122 Lampiran 21.
ANAVA regresi linier antara subunit protein dan kadar air serta total padatan curd ...................................................................................................................... 123
Lampiran 21a. Kadar air (%BB) dan subunit A1.......................................................................... 123 Lampiran 21b. Kadar air (%BB) dan subunit Basa ...................................................................... 124 Lampiran 21c. Total padatan (%BB) dan subunit A1 ................................................................... 125 Lampiran 21d. Total padatan (%BB) dan subunit Basa ............................................................... 126 Lampiran 21e. Total padatan (%basis bahan baku kedelai) dan subunit A1 ................................ 127
x
Lampiran 21f. Total padatan (%basis bahan baku kedelai) dan subunit Basa ............................. 128 Lampiran 22.
ANAVA regresi linier antara atribut tekstur dan kadar air curd .......................... 129
Lampiran 22a. Kekerasan dan kadar air ....................................................................................... 129 Lampiran 22b. Daya kohesif dan kadar air .................................................................................. 130 Lampiran 22c. Kelengketan dan kadar air ................................................................................... 131 Lampiran 23.
ANAVA regresi linier antara atribut tekstur dan total padatan curd (% basis basah) ................................................................................................................... 132
Lampiran 23a. Kekerasan dan total padatan (%BB) .................................................................... 132 Lampiran 23b. Daya kohesiv dan total padatan (%BB) ............................................................... 133 Lampiran 23c. Kelengketan dan total padatan (%BB) ................................................................. 134 Lampiran 24.
ANAVA regresi linier antara atribut tekstur dan total padatan curd (% basis bahan baku kedelai) ............................................................................................. 135
Lampiran 24a. Kekerasan dan total padatan (% basis bahan baku kedelai) ................................. 135 Lampiran 24b. Daya kohesif dan total padatan (% basis bahan baku kedelai)............................. 136 Lampiran 24c. Kelengketan dan total padatan (% basis bahan baku kedelai).............................. 137 Lampiran 25.
Data penilaian panelis terlatih terhadap sampel curd komersial .......................... 138
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Tekstur curd merupakan aspek mutu yang penting dalam produk berbasis curd. Contoh produk hasil koagulasi yang umum di Indonesia adalah tahu dan keju. Tekstur mempengaruhi preferensi konsumen ketika mereka membeli produk. Tahu yang diinginkan memiliki tekstur kompak, padat, seperti gel, tidak keras dan tidak terlampau lunak, serta mudah dalam penanganan untuk pengolahan selanjutnya. Teknologi koagulasi protein dalam pembentukan curd telah banyak dikaji dalam penelitianpenelitian sebelumnya. Curd protein dapat diperoleh dari sumber nabati yakni sari kacang-kacangan, seperti kacang kedelai (Glycine max), yang biasa disebut tahu. Berbagai parameter terukur yang mempengaruhi mutu curd yang dihasilkan, diantaranya adalah jenis koagulan dan konsentrasi koagulan (Kao et al. 2003). Perbedaan komponen proses koagulasi tersebut disertai suhu koagulasi yang diatur menyebabkan perbedaan mutu curd, terutama dari segi tekstur curd yang dihasilkan. Kacang kedelai mengandung protein 35% bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40%-43% (Margono 1993). Tahu sendiri merupakan agregat protein yang diendapkan dari suspensi kedelai oleh koagulan protein. Protein kedelai dapat dibentuk gel curd jika sari kedelai telah mengalami pemanasan (Liu 1997). Pemanasan ini mendenaturasi protein dan membuka struktur kuartener protein yang akan mempermudah proses koagulasi. Koagulasi protein terjadi saat asam amino memiliki muatan netral yang mangakibatkan kelarutannya menurun. Suasana ini disebut titik isoelektrik. Titik ini dapat dicapai dengan mengubah pH dan menambahkan garam ke dalam sari kacang kedelai. Garam yang umumnya digunakan adalah garam kalsium sulfat (CaSO4.H2O), yang memilihi bilangan valensi 2. Muatan 2+ dari logam Ca dalam garam dapat menetralisir muatan negatif asam amino (Kohyama et al. 1995). Hal ini dapat meningkatkan interaksi hidrofobik sesama molekul asam amino sehingga protein teragregasi dan bobot molekul proteinnya meningkat. Dan terbentuklah endapan protein yang disebut curd atau tahu. Perbedaan parameter proses dapat menyebabkan perbedaan komposisi agregat protein yang terbentuk dan berdampak pada tekstur curd yang dihasilkan. Agregat protein membentuk matriks curd yang mempengaruhi kekompakan tekstur (Oakenfull et al. 1997). Matriks ini pula yang mampu mengikat air, yang turut berkonstribusi terhadap penentuan tekstur. Protein merupakan makromolekul oraganik yang memiliki bobot molekul bervariasi. Perlakuan temperatur koagulasi dan konsentrasi koagulan mempengaruhi mutu tekstur curd. Maka disinyalir perbedaan perlakuan tersebut juga akan menyebabkan perbedaan bobot molekul protein yang terkoagulasi.
1.2 PERUMUSAN MASALAH Adanya perbedaan perlakukan selama proses koagulasi protein menyebabkan perbedaan tekstur curd tahu yang dihasilkan. Parameter perlakuan meliputi konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi. Garam CaSO4.H2O dipilih sebagai koagulan dalam pengujian ini. Curd dihasilkan melalui koagulasi pada skala produksi tahu pada umumnya dan skala laboratorium. Tekstur tahu dianalisis secara objektif dan subjektif, yang didukung pula oleh data kadar air tahu tersebut. Tekstur tahu
objektif (dari curd yang diproduksi pada skala pabrik) dikorelasikan dengan komposisi protein curd (yang dibuat pada skala lab). Protein yang terkoagulasi membentuk molekul agregat dengan bobot molekul yang spesifik. Komposisi protein ini diperoleh melalui screening protein dengan metode elektroforesis.
1.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan mengetahui bobot molekul protein spesifik yang mempengaruhi tekstur curd tahu yang dihasilkan pada konsentrasi koagulan CaSO4.H2O dan suhu koagulasi yang berbeda.
1.4 MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan dalam proses pembuatan tahu. Hal yang dipertimbangkan meliputi jenis koagulan, konsentrasi koagulan, dan suhu koagulasi. Karena faktor-faktor tersebut berkontribusi terhadap pembentukan tekstur tahu. Dan pula dapat menginisiasi konsep modifikasi tekstur curd melalui protein spesifik kedelai. Selain itu, progress penelitian ini dapat menjadi awal sekaligus lanjutan bagi penelitian lainnya terkait mutu tekstur produk semi solid hasil koagulasi protein.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PROTEIN DALAM SISTEM PANGAN Protein merupakan polimer yang disusun oleh asam amino, dengan jumlah yang lebih banyak dari peptida (2-50 asam amino), bahkan mencapai ratusan. Struktur protein dapat disusun oleh sekitar 100-2.000 unit asam amino. Berat molekul protein dapat mencapai sekitar 5.500 hingga 220.000 Dalton1 (Kusnandar 2010). Protein tersusun atas rangkaian 20 jenis asam amino yang berikatan kovalen dalam urutan yang khas. Semua asam amino yang ditemukan dalam protein memiliki susunan dasar yang sama, yaitu gugus karboksil dan gugus amina yang diikat pada atom karbon kiral (kecuali glisin). Perbedaan antar asam amino terletak pada rantai sampingnya (gugus R) yang bervariasi dalam hal struktur, ukuran, muatan listrik, serta kelarutannya dalam air. Lehninger (1995) mengutarakan bahwa ada empat golongan asam amino, yaitu golongan dengan gugus R non-polar (hidrofobik), golongan dengan gugus R polar tapi tidak bermuatan, golongan dengan gugus R bermuatan positif, dan golongan dengan gugus R bermuatan negatif. Protein dapat digolongkan berdasarkan karakternya, antara lain berdasarkan susunan molekulnya, kelarutannya, adanya senyawa lain dalam molekul, tingkat degradasi, dan fungsinya. Menurut Kusnandar (2010), perbedaan rantai samping asam amino dalam protein membuat protein dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk makromolekul, yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan, kuartener. Struktur primer merupakan susunan linier asam amino dalam protein. Struktur sekunder adalah struktur polipeptida yang terlipat-lipat yang merupakan bentuk tiga dimensi dengan cabangcabang rantai polipeptidanya tersusun saling berdekatan. Struktur sekunder ini memberikan bentuk αheliks dan β-sheet. Struktur tersier merupakan susunan dari struktur sekunder yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan struktur kuartener adalah struktur protein yang melibatkan lebih dari satu rantai polipeptida yang terbentuk oleh adanya interaksi antar beberapa rantai molekul protein berbeda melalui ikatan-ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik, dan jembatan sulfida. Kusnandar (2010) juga memaparkan bahwa protein dapat dikelompokan menjadi protein sederhana (simple protein), protein konjugasi (conjugated protein), dan protein turunan (derived protein). Protein sederhana adalah protein yang hanya mengandung residu asam amino. Protein sederhana dapat dikelompokkan menjadi protein globular dan protein fibrilar. Protein globular memiliki struktur molekul bulat (spherical), seperti albumin, globulin, histon, dan protemin. Protein fibrilar memiliki bentuk serat dan bersifat tidak larut dalam air. Protein ini banyak mengandung asam amino prolin, hidroksiprolin, sistein, dan sistin, yang biasanya menyusun struktur jaringan daging mamalia ataupun unggas. Selanjutnya, protein konjugasi, yaitu protein yang berikatan dengan molekul lainnya, seperti karbohidrat (glikoprotein), lemak (lipoprotein), logam (metaloprotein), dan fosfor (fosfoprotein). Sedangkan protein turunan adalah protein yang telah dimodifikasi sifat fungsionalnya, baik secara enzimatis maupun kimia. Protein hasil modifikasi ini dapat berubah sifat kelarutannya dalam air, sifat koagulasi, ataupun panjang rantainya. Skema pembentukan struktur protein bertahap dari primer ke kuartener hingga menjadi sebuah sistem pangan dalam curd tahu dapat dilihat pada Gambar 1.
1
Berat molekul protein sering juga dinyatakan dalam satuan Dalton, dimana satu Dalton sama dengan unit saru masa atom (atomic mass unit). Dengan demikian, protein dengan berat molekul 50.000 memiliki massa atom 50.000 Dalton atau 50 kDa (kilodalton).
Gambar 1. Ilustrasi pembentukan struktur protein dari asam amino yang sederhana hingga ke bentuk komples sebagai sistem pangan pada produk tahu (iopscience.iop.org, Kusnandar 2010, kvhs.nbed.nb.ca 2008, www.genome.gov 2006, Yasir 2007)
2.1.1 Sifat Fisikokimia Protein Protein memiliki sifat fisikokimia yang dipengaruhi oleh jumlah dan jenis asam amino penyusunnya. Berat molekul protein yang sangat besar akan menghasilkan dispersi koloidal jika
4
protein dilarutkan dalam air. Apabila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak ke arah katoda yang bermuatan negatif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi), molekul protein akan bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan bergerak menuju anoda yang bermuatan positif. Pada pH tertentu yang disebut titik isoelektrik (pI), muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Menurut Suciono (1995), pada titik isoelektriknya, muatan total masing-masing asam amino dalam protein sama dengan nol, artinya terjadi kesetimbangan antara gugus bermuatan positif dengan gugus bermuatan negatif. Interaksi elektrostatik antar asam amino akan maksimum karena muatan yang tidak sejenis cenderung untuk tarik menarik, fenomena ini dapat diamati melalui terjadinya penggumpalan protein.
2.1.2 Sifat Fungsional Protein Sifat fungsional protein adalah sifat-sifat protein baik fisik maupun kimia yang mampu mempengaruhi tingkah laku protein dalam sistem pangan selama proses, penyimpanan, persiapan dan konsumsi. Protein memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap sifat fungsional dan kualitas dari sebagian besar produk pangan seperti susu, daging, keju, telur, dan roti. Mutu organoleptik dari produk pangan tersebut tergantung dari sifat fisik, kimia serta interaksi komponen protein (Kinsella 1982). Sifat-sifat fungsional protein akan mempengaruhi mutu organoleptik produk pangan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fungsional yang dapat dihasilkan protein Sifat Umum
Kriteria Fungsional
Organoleptik
Warna, flavor
Kinestetik
Tekstur, mouthfeel, kehalusan, kekeruhan
Hidrasi
Kelarutan, pengembangan, absorpsi air, gelling, sineresis, viskositas, ketebalan
Struktural
Elastisitas, kohesifitas, chewiness, adhesi, agregasi, pembentukan ikatan
Rheologi
Viskositas, gelasi
Enzimatik
Koagulasi (rennet), keempukan (papain)
Sumber: Kinsella (1979)
Produk dengan karakteristik tertentu membutuhkan komponen mayor (contoh protein, karbohidrat, lemak) maupun komponen minor (contoh emulsifier) dengan karakter tertentu. Sifat sensori suatu produk seringkali terbentuk melalui interaksi antara komponen mayor dan komponen minor tersebut. Masing-masing komponen memiliki sifat fisikokimia yang unik (Damodaran 1982). Sehingga, produk pangan yang satu dengan lainnya membutuhkan karakteristik protein yang berbeda sesuai dengan interaksi yang terjadi, seperti yang terinci pada Tabel 2.
5
Tabel 2. Sifat fungsional protein serta mekanisme pembentukannya dalam sistem pangan Sifat Fungsional Daya ikat
Mekanisme Ikatan hidrogen dengan air, pemerangkapan
Sistem Pangan Daging, sosis, bakery, cake
air oleh protein Viskositas
Pengikatan air
Sup
Kohesi-adhesi
Protein bertindak sebagai material adhesif
Daging, sosis, produk pasta
Elastisitas
Ikatan hidrofobik, ikatan disulfida dalam gel
Daging, bakery
Sumber: Kinsella (1982)
Sementara itu, Chaftel et al., (1985) mengklasifikasikan sifat fungsional protein ke dalam tiga golongan, yaitu: 1) sifat hidrasi, yaitu sifat yang ditentukan oleh interaksi protein-air, misalnya absorpsi air, kelarutan, dan viskositas; 2) sifat yang berhubungan dengan interaksi protein-protein, misalnya pengendapan, gelasi dan pembentukan serat-serat protein; 3) sifat permukaan yang terutama berhubungan dengan tegangan permukaan, misalnya pembentukan buih.
2.2 PROTEIN KEDELAI Protein merupakan komponen kimia tertinggi yang terkandung dalam kacang kedelai. Kedelai mengandung jumlah protein yang bervariasi (38-49%) (Saidu 2005). Menurut Koswara (1992), zat gizi dominan yang terdapat dalam kedelai adalah protein dan karbohidrat. Per 100 gramnya, kedelai kering mengandung 34.9 gram protein, 34.8 gram karbohidrat, 18.1 gram lemak, dan 227.0 mg kalsium. Sebagian besar protein terdapat pada bagian hipokotil dan kotiledonnya. Hanya 8.8% protein yang terdapat pada kulitnya. Menurut Liu (1997), protein kedelai mengandung asam amino esensial yang lengkap dengan metionin sebagai asam amino pembatas. Leusin, isoleusin, lisin, dan valin merupakan asam amino yang paling tinggi yang terkandung di dalam kedelai. Kandungan protein yang tinggi menyebabkan protein memiliki peran yang penting dalam memberikan sifat-sifat fungsional yang khas Belitz dan Grosch (1999) menjelaskan bahwa protein kedelai juga dapat digolongkan ke dalam 4 fraksi berdasarkan kelarutannya, yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalam larutan garam), prolamin (larut dalam alkohol 70%) dan glutelin (larut dalam basa encer) (Belitz dan Grosch, 1999). Mereka menambahkan bahwa fraksinasi protein kacang-kacangan berdasarkan kelarutannya, seperti yang dilakukan oleh Osborne, menghasilkan tiga fraksi protein paling dominan dalam kacangkacangan, yaitu albumin, globulin, dan glutelin. Pada kedelai, distribusi ketiga fraksi protein tersebut terdiri atas 10% albumin, 90% globulin, dan 0% glutelin. Melalui ultrasentrifugasi, protein kedelai dapat digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu protein 2S, 7S, 11S, dan 15S. Protein 7S dan 11S merupakan dua protein utama yang menyusun globulin dengan jumlah masing-masing sekitar 18.5% dan 31% dari total protein kedelai. Liu et al. (2008) menjelaskan bahwa baik globulin 7S maupun globulin 11S terdiri atas subunit-subunit protein. Glisinin atau protein 11 S tersusun atas polipeptida asam dan basa yang saling dihubungkan oleh ikatan disulfida. Betaconglisinin atau protein 7S, merupakan protein dengan struktur trimer yang terdiri atas 3 tipe subunit (α’, α dan β). Dan menurut Mujoo et al. (2003), polipeptida asam glisinin
6
memiliki berat molekul sekitar 35 kD, sedangkan polipetida basanya memiliki berat molekul sekitar 20 kD. Betaconglisinin merupakan protein trimer yang tersusun atas 3 subunit, yaitu α’, α dan β. Subunit α’ memiliki berat molekul sekitar 72 kD, sedangkan α dan β memiliki berat molekul masingmasing sekitar 68 dan 52 kD. Blazek (2008) menambahkan bahwa glisinin merupakan protein heksamer (AB 6) dengan berat molekul berkisar 300-380 kD. Subunit-subunit glisinin terdiri atas polipeptida asam (A) dan polipeptida basa (B) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Kombinasi subunit-subunit tersebut memberikan berat molekul sekitar 180 kD tergantung dari subunit penyusunnya. Dan menurut Lewis & Chen (1978), β-conglisinin merupakan glikoprotein yang mengandung 3.8-5.4% karbohidrat. Jenis gula yang terdapat dalam protein ini adalah manosa dan glukosamin.
2.3 KOAGULASI PROTEIN 2.3.1 Ekstraksi Kedelai Ekstraksi kedelai menghasilkan suspensi yang tidak hanya mengandung air dan protein, melainkan juga senyawa organik lain yang jumlahnya makro maupun mikro, seperti karbohidrat, lemak, dan asam fitat. Senyawa ini dapat berinteraksi dengan protein kedelai. Namun, interaksi tersebut tidak selamanya berdampak positif terhadap tekstur tahu yang dihasilkan, contohnya asam fitat. Karena, menurut Kakade (1974) asam fitat dapat bereaksi dengan protein menjadi kompleks fitat-protein sehingga terjadi perubahan konfigurasi protein. Perubahan konfigurasi protein berpengaruh terhadap proses pengikatan ion Ca2+ pada gugus fungsi tertentu. Koswara (1992) menjelaskan bahwa kedelai mentah mengandung 1.4% asam fitat yang tersebar merata di seluruh bagian biji. Asam fitat merupakan senyawa pengkelat mineral Zn, Ca, Mg, dan Fe. Jumlahnya tidak dapat diturunkan dengan pemanasan, tetapi dapat dihirolisis oleh enzim fitase. Fitase dapat diaktivasi dengan perendaman dalam air hangat. Hidrolisis mengubah asam fitat menjadi inositol dan asam fosfat. Bentuk ini tidak akan merusak sifat fungsional protein kedelai. Perendaman dengan air hangat pada pembuatan curd kedelai dapat digantikan dengan melakukan pemanasan pendahuluan. Tahap tersebut dilakukan pada saat pendidihan bubur kedelai, pembilasan ampas kedelai, dan pemanasan kembali untuk pengkondisian suhu koagulasi. Pemanasan ini, yang dilakukan sebelum penambahan garam kalsium, akan memicu pembentukan ikatan silang antara ion kalsium dan molekul protein. Pemanasan akan memodifikasi struktur globular protein susu kedelai menjadi bentuk agregat yang kompak dalam sebuah struktur jaringan tiga dimensi. Pemanasan awal sebelum koagulasi mengubah struktur molekul protein dari fase koloid yang stabil menjadi struktur jaringan tiga dimensi melalui dua tahapan, yaitu denaturasi, agregrasi, dan, dilanjutkan ke tahap ketiga dengan adanya penambahan ion positif (koagulan) yang disebut gelasi (Aguilera 1995, Clark and Ross-Murphy 1987, & Schmidt 1981).
2.3.2 Proses Koagulasi Tahapan utama dalam pembuatan produk berbasis curd adalah tahap koagulasi protein (pengendapan protein). Koagulasi adalah perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan yang berbentuk gel. Koagulasi protein dilakukan dengan bantuan koagulan penggumpal protein susu. Koagulasi protein akan mempengaruhi struktur curd yang dihasilkan, sehingga secara tidak langsung
7
proses ini akan menentukan mutu tekstur produk akhir. Proses penggumpalan merupakan tahapan proses paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik dalam pembuatan tahu. Penambahan koagulan dengan jenis dan konsentrasi tertentu berpengaruh terhadap tekstur curd yang akan diperoleh. Johnson dan Wilson (1984) menyatakan bahwa jumlah koagulan yang dibutuhkan tergantung pada kadar padatan yang terdapat dalam sari kedelai. Koagulasi protein sari kedelai berlangsung pada pH 4.1-4.6. Melalui koagulasi tersebut, akan diperoleh padatan curd dan suspensi cair whey. Curd mengandung protein yang sebagian besar terdiri dari globulin. Whey ekstrak kedelai yang merupakan hasil samping dari koagulasi, mengandung albumin, protease, pepton, nitrogen non protein, gula, antitripsin, urease, lipoksidase, serta enzimenzim lain dan bahan lain yang larut dalam air (Smith, 1958). Menurut Shurtleff & Aoyogi (1986), penambahan bahan penggumpal sebaiknya dilakukan setelah sari kedelai mencapai suhu 70-90oC, hal ini tergantung dari jenis bahan penggumpal yang digunakan.
2.3.3 Jenis Koagulan Poysa & Woodrow (2004) menyatakan bahwa koagulan yang berbeda akan memberikan tekstur serta flavor yang berbeda pula. Lebih rinci lagi Beddows & Wong (1987) menyatakan bahwa kalsium sulfat, yang merupakan koagulan yang umum dipakai dalam produksi tahu, akan membantu memudahkan protein dalam sari kedelai uantuk beragregasi. Kalsium sulfat juga akan berinteraksi dengan protein untuk menciptakan ikatan silang antar polimer protein. Kombinasi panas dengan mekanisme kerja kalsium tersebut akan menghasilkan struktur tahu. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), bahan penggumpal tahu dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu : 1) golongan garam klorida atau nigari, 2) golongan garam sulfat, 3) golongan lakton, dan 4) golongan asam. Contoh senyawa dari keempat golongan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Beberapa golongan bahan penggumpal tahu yang umum digunakan Golongan
Jenis yang umum digunakan
Garam klorida (nigari)
nigari alami, MgCl2.6H2O, air laut, CaCl2, CaCl2.2H2O
Garam sulfat
CaSO4 dan MgSO4.7H2O
Lakton
C6H10O6 (glukono-δ-lakton)/GDL
Asam
Asam laktat, sari buah jeruk, asam asetat, cuka (larutan asam asetat 4%)
Sumber: Shurtleff dan Aoyogi (1984)
2.3.3.1 Garam Klorida (Nigari) Pada koagulan golongan garam, kation logam yang terdapat dalam garam (seperti Mg2+ atau Ca2+) bereaksi dengan protein sari kedelai dan mengendapkannya bersama dengan lemak untuk menghasilkan curd. Menurut Wolf & Cowan (1971), penggunaan koagulan garam menyebabkan terjadinya koagulasi pada pH di atas titik isoelektrik protein globulin kedelai. Garam dapat diperoleh langsung dari alam, contohnya nigari. Shurtleff & Aoyogi (1986) menjelaskan bahwa nigari alami
8
diekstrak dari air laut dengan menghilangkan sebagian besar (NaCl) dan air. Koagulan jenis ini mengandung komponen mineral air laut alami terutama magnesium klorida. Penggunaan koagulan jenis nigari membutuhkan waktu pembuatan tahu yang cukup lama karena koagulan jenis ini harus ditambahkan sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan, akibatnya dibutuhkan teknik yang baik dalam pembuatan tahu. Selain itu, penggunaan koagulan nigari akan menghasilkan tahu dengan tekstur yang cenderung kurang lembut.
2.3.3.2 Garam Sulfat Garam sulfat merupakan golongan koagulan yang paling umum digunakan dalam pembuatan tahu. Jenis yang paling umum adalah kalsium sulfat (garam gypsum) dan magnesium sulfat (garam Epsom). Garam hidrat CaSO4.2H2O memiliki kelarutan yang sangat rendah di dalam air. Sehingga, koagulan ini akan terdispersi perlahan di dalam sari kedelai sehingga memberikan waktu koagulasi yang lambat (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Mekanisme pembentukan gel protein dengan bantuan garam kalsium dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Obatolu (2007), semakin lambat waktu koagulasi dari koagulan, semakin baik rendemen tahu yang akan diperoleh. Cai et al., (1997) mengkorelasikan antara kandungan air yang tinggi dengan rendemen tahu yang diperoleh. Menurutnya, tahu dengan kandungan air yang tinggi akan memberikan penampakan yang lembut, sebaliknya, tahu dengan kandungan air rendah akan memberikan penampakan tekstur kasar.
Gambar 2. Mekanisme gelasi protein dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL (Kohyama et al. 1995)
2.3.3.3 Lakton Pada dasarnya, koagulan golongan lakton berbeda dengan nigari maupun garam sulfat. Lakton, yang dikenal sebagai glukono delta-lakton, merupakan koagulan yang umum digunakan untuk memperoleh tahu Jepang dengan tekstur sangat lembut. Tahu ini dikenal dengan sebutan tahu sutra (silken tofu). Ketika koagulan dicampur dengan sari kedelai dan dipanaskan, lakton akan
9
menghasilkan asam glukonat yang mengkoagulasikan protein sari kedelai menjadi curd tahu sutra (Shurtleff dan Aoyogi, 1984).
2.3.3.4 Asam Koagulan asam yang digunakan untuk mengendapkan protein kedelai antara lain asam laktat, asam asetat dan sari buah jeruk. Asam laktat diperoleh melalui aktivitas bakteri asam laktat. Keberadaan asam laktat akan menurunkan pH sari kedelai menjadi 4.5 yang merupakan titik isoelektrik bagi protein globulin sari kedelai sehingga terjadi koagulasi protein kedelai. Di Indonesia, koagulan asam diperoleh melalui fermentasi whey hasil pengolahan tahu sebelumnya. Fermentasi dilakukan selama semalam. Whey hasil fermentasi kemudian diinokulasikan kembali pada whey hasil pengolahan tahu hari berikutnya untuk memperoleh koagulan yang baru. Penggunaan koagulan yang berbeda akan memberikan tingkat kekerasan yang berbeda pada curd yang dihasilkan. Hang & Jackson (1967) meneliti sifat-sifat curd asetat, kalsium sulfat, dan asam laktat. Hasil analisa sifat-sifat curd kedelai disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat-sifat curd hasil koagulasi dengan beberapa koagulan Kadar Air (%)
Kadar Proteina (%)
Kekerasan b (mm)
Asam asetat 4% pH 4.5
77.6
56.3
126
Kalsium sulfat
84.8
51.3
142
Asam laktat
76.9
52.4
82
Bahan Penggumpal
a
pengukuran berdasar basis kering pengukuran dengan penetrometer dengan beban 50 g selama 10 detik Sumber: Hang & Jackson (1967)
b
2.4 CURD TAHU Tahu merupakan gel protein yang dibuat dengan menambahkan koagulan ke dalam susu2 kedelai yang dipanaskan (Poysa & Woodrow 2002). Gel hasil penggumpalan protein inilah yang selanjutnya disebut curd. Proses pembentukan struktur curd diperlukan dalam proses pembuatan beberapa produk pangan diantaranya dalam proses pembuatan keju dan tahu. Kemampuan pembentukan gel dari protein susu serta proses pembentukan curd adalah proses penting dalam menghasilkan produk berbasis susu protein (Zayas, 1997).
2
Susu dianalogikan sebagai koloid cair yang tersusun utama atas air dan protein. Susu kedelai diperoleh dari ekstraksi proteib kedelai dengan penghancuran dan penyaringan sedangkan susu sapi diperoleh secara alamaiah dari ambing induk sapi.
10
2.4.1 Gelasi Protein Kinsella (1976), mendefinisikan gelasi sebagai sifat struktural, hidrasi, tekstural, dan reologi dari protein. Sedangkan Schmidt (1981) mendefinisikan gel sebagai fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven setimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Dan gel menurut Foegeding (1989) adalah suatu unit struktur yang konsisten dan saling berhubungan dengan fase cair berada di seluruh matriks tiga dimensinya. Gel terbentuk ketika sebagian protein unfolded membentuk segmen uncoilded yang berinteraksi pada titik tertentu sehingga membentuk jaringan tiga dimensi. Zayas (1997) menambahkan bahwa formasi gel tiga dimensi tersebut merupakan hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ion dan hidrofobik, ikatan Van der Waals, dan ikatan kovalen disulfida. Gel bervariasi dalam hal sifat reologinya, yang meliputi kekerasan, kelengketan, kohesivitas, dan adhesivitas. Oleh karena itu, protein sering digunakan untuk menghasilkan sifat reologi (tekstur) tertentu melalui fenomena gelasi protein. Sifat unik dari gel protein adalah bentuknya yang padat tetapi memiliki karakteristik seperti cairan. Mekanisme gelasi dalam pembuatan tahu melibatkan dua tahap utama, yaitu denaturasi protein akibat panas dan agregasi hidrofobik akibat koagulasi. Pada tahap pertama, sisi hidrofobik dari protein kedelai yang terletak di sebelah dalam molekul akan terekspos ke luar. Maka, protein yang terdenaturasi bermuatan negatif akan dinetralkan oleh ion positif dari koagulan, seperti ion Ca2+ (Kohyama and Nishinari 1993). Selanjutnya, pada tahap kedua, protein yang telah dinetralisasi tersebut akan teragregasi oleh adanya interaksi hidrofobik. Interaksi hidrofobik ini terjadi secara acak (deMan et al. 1986), dan berperan dalam pembentukan struktur gel (Kohyama et al. 1995). Ilustrasi mekanisme pembentukan gel oleh koagulan CaSO4 tahap demi tahap dapat dilihat pada Gambar 3. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3, berbeda dengan tahu yang dikoagulasi oleh GDL, GDL mengkoagulasi protein dengan cara mengubah nilai pH suspensi dan meningkatkan konsentrasi ion H+. Sehingga ion H+ inilah yang menetralkan muatan negatif protein. Sedangkan, pada koagulasi yang dilakukan garam kalsium, kalsium berikatan dengan gugus karboksil bebas dari protein kedelai (Saio et al.1969). Sebagian besar sisi protein yang diikat oleh kalsium adalah gugus imidiazole dari histidin (Appu Rao & Narasinga Rao 1975). Dengan kata lain, ion kalsium akan berikatan silang dengan molekul protein. Fenomena inilah yang dikatakan dengan terkoagulasinya susu kedelai membentuk curd (Lee & Ra 1978). Dengan adanya ikatan silang tersebut, koagulasi akan berlangsung lebih cepat daripada koagulasi oleh GDL. Namun, koagulan CaSO4 masih tergolong koagulan lambat seperti GDL (Blazek 2008). Adapaun garam kalsium yang dapat mengkoagulasi protein kedelai dengan cepat adalah CaCl2 dan MgCl2. Hal tersebut dikarenakan kelarutan CaSO4 (0.24 g/100mL pada 20°C dalam bentuk dihidrat CaSO4.2H2O) dalam air yang lebih rendah daripada garam kalsium lainnya (CaCl2 74.5 g/100mL pada 20 °C) (American Chemical Society 2006). Zayas (1997) mengutarakan kembali bahwa gel dapat terbentuk karena adanya pemanasan, penambahan koagulan kalsium ataupun keduanya. Pada proses pembentukan gel, transisi dari bentuk alami menjadi bentuk terdenaturasi merupakan prekursor penting dalam interaksi protein-protein. Derajat denaturasi protein penting dibutuhkan dalam pembentukan gel. Jaringan gel akan terbentuk setelah sebagian protein terdenaturasi. Pembentukan gel protein mempengaruhi sifat fungsional lainnya seperti kemampuan menahan air dan pengikatan lemak. Kapasitas pembentukan gel ini merupakan kriteria yang seringkali digunakan untuk mengevaluasi protein dalam bahan pangan. Karena karakteristik mutu suatu produk pangan, khususnya sifat tekstur dan juiciness, ditentukan melalui kapasitas gelasi protein.
11
Gambar 3. Mekanisme gelasi tahu yang dikoagulasi oleh CaSO4 (Kohyama et al. 1995)
Menurut Wang & Damodaran (1990), kekuatan gel berhubungan dengan ukuran dan bentuk polipeptida dalam matriks gel. Protein dengan berat molekul yang tinggi serta kandungan asam amino dengan gugus hidrofobik yang tinggi akan membentuk sistem gel dengan jaringan yang kuat. Keberadaan asam amino hidrofobik akan mempengaruhi perubahan protein selama pemanasan. Peningkatan jumlah gugus -SH dan ikatan -SS- selama denaturasi akan meningkatkan kekuatan jaringan intermolekul. Berat molekul minimum untuk pembentukan gel adalah 23000.
12
2.4.2 Tahu sebagai Curd Kedelai Tahu adalah protein kedelai yang digumpalkan dengan penambahan suatu bahan penggumpal. Komponen utama tahu terdiri dari protein yang terekstrak, disamping air, lemak, mineral dan vitamin (Shurtleff & Aoyogi 1984). Menurut Obatolu (2007), tahu merupakan makanan serbaguna dengan kandungan nutrisi yang tinggi yang terbuat dari curd kedelai. Kandungan gizi yang tinggi membuat tahu dijadikan sebagai makanan pengganti daging. Dan menurut Zayas (1997), tahu merupakan makanan pertama yang memanfaatkan pembentukan gel dari protein kedelai. Gel protein kedelai memiliki kemampuan bekerja sebagai matriks yang mampu menahan air, lemak, polisakarida, flavor, dan komponen lainnya. Karakteristik utama gel protein kedelai adalah kemampuannya dalam menahan air yang disebut sebagai water holding capacity (WHC). Tahu merupakan produk pangan yang berasal dari Asia Timur. Masyarakat Cina biasa menggunakan sioko untuk membuat tahu. Sioko adalah ramuan CaSO4 dan garam. Di Jepang, tahu atau tofu dibagi menjadi dua jenis, yaitu regular tofu dan kinugishi tofu. Regular tofu disebut juga tahu press sedangkan kinugishi tofu disebut juga tahu sutra (Koswara 1992). Sedangkan Tsai et al. membagi tahu ke dalam 3 kelompok, yaitu soft tofu, hard tofu, dan dry tofu. Soft tofu (tahu sutra) dapat disajikan sebagai tahu yang dapat “disendok”. Hard tofu adalah tahu yang mengalami penekanan untuk menghilangkan sebagian air. Dan dry tofu yang disebut juga tou-kan atau chenchang atau tou-chi dibuat dengan mendidihkan pasta kedelai bersama bumbu, sehingga tekstur tahunya lebih kenyal dan bertekstur seperti daging. Tahu atau curd kedelai, diperoleh melalui pengendapan sari kedelai panas dengan menggunakan koagulan. Secara tradisional, tahu diproduksi dengan menggumpalkan sari kedelai panas menggunakan garam (CaCl2 atau CaSO4) maupun asam (glukono-δ-lakton) sebagai koagulan (Oboh 2006). Proses koagulasi ini akan menghasilkan gel protein kedelai yang mampu memerangkap air, lemak kedelai, dan komponen lainnya di dalam matriks curd. Setelah itu, curd kemudian dipress untuk membentuk padatan tahu (Cai & Chang 1998). Menurut Shurtleff & Aoyagi (1984) tahapan pembuatan tahu terdiri atas dua tahap utama, yaitu pembuatan susu kedelai dan tahap koagulasi (penggumpalan) sari kedelai, sehingga terbentuk curd yang selanjutnya dipress membentuk tahu. Subardjo (1987) menjelaskan bahwa kedelai yang akan dibuat susu, terlebih dahulu direndam dalam air bersih dengan tujuan untuk melunakkan struktur sel kedelai sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan serta menghasilkan ekstrak optimum. Lamanya perendaman perlu diperhatikan, karena perendaman yang terlalu singkat akan membuat biji kedelai sulit pecah ketika penggilingan, sedangkan bila terlalu lama akan terjadi pembentukan busa pada permukaan air rendaman akibat fermentasi kedelai. Lalu Cai et al. (1997) menuturkan bahwa rendemen dan kualitas pada pembuatan tahu dipengaruhi oleh varietas kedelai, kualitas kedelai, kondisi selama proses serta koagulan yang dipakai. Dan berdasarkan Cai & Chang (1998), selama koagulasi sari kedelai, efisiensi dan efektifitas proses dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks antara tipe kedelai, suhu pemasakan sari kedelai, volume, kandungan padatan, pH, tipe koagulan, serta waktu koagulasi. Dijelaskan pula oleh Beddows & Wong (1987), bahwa produk akhir tahu dipengaruhi oleh pH, konsentrasi koagulan, dan kecepatan pengadukan selama proses. Obatolu (2007) melaporkan bahwa perbedaan karakteristik tekstur pada tahu dapat dikaitkan dengan kadar air tahu. Tahu dengan kekerasan tinggi memiliki kemampuan menahan air (WHC) yang rendah. Tahu yang lunak memiliki kadar air yang tinggi, yaitu antara 84 hingga 90%. Lunaknya tahu yang dihasilkan juga dapat disebabkan oleh tidak sempurnanya pengendapan protein kedelai yang terjadi yang mengakibatkan renggangnya jaringan (matriks) yang terbentuk. Tahu dengan kandungan 13
air yang tinggi, secara visual akan memberikan penampakan yang lembut sedangkan tahu dengan kandungan air yang rendah cenderung memiliki penampakan yang kasar. Kualitas pembentukan tahu dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu mutu kedelai, kondisi pengadukan, koagulan serta penekanan yang diberikan pada curd. Blazek (2008) menambahkan bahwa perbedaan penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan, pengadukan yang dilakukan selama koagulasi, dan tekanan terhadap curd akan memberikan variasi tahu mulai dari keras hingga lunak dengan kandungan air berkisar antara 70 hingga 90% dan kandungan protein 5 hingga 16% berdasarkan berat basah.
2.5 TEKNIK ELEKTROFORESIS DALAM ANALISIS PROTEIN Elektroforesis adalah suatu metode pemisahan fraksi-fraksi suatu zat dengan adanya migrasi partikel bermuatan atau ion-ion makromolekul di bawah pengaruh medan listrik. Migrasi partikel bermuatan tersebut dapat terjadi karena perbedaan muatan total, ukuran, dan bentuk (Pomeranz & Meloan 1994). Menurut Rybicky & Purves (1996), tingkat migrasi partikel dipengaruhi oleh muatan total, ukuran partikel, kekuatan ionik, viskositas, dan suhu medium. Teknik elektroforesis telah banyak digunakan dalam analisis protein untuk menentukan tingkat kemurnian sampel, berat molekul, maupun titik isoelektrik (Copeland 1994). Selain itu, teknik ini juga sering digunakan untuk menentukan komposisi protein dari suatu produk pangan. Contohnya adalah dalam penentuan komposisi konsentrat protein kedelai dan konsentrat protein whey (Nielsen 2003). Molekul protein memiliki gugus fungsi yang dapat berionisasi dalam larutan sebagai kation (muatan positif) ataupun anion (muatan negatif). Jenis muatan dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH) larutan. Jika partikel bermuatan ini ditempatkan dalam medan listrik, akan terjadi migrasi pertikel baik ke katoda maupun anoda, tergantung muatan alaminya. Migrasi ini pun dapat dihambat oleh gaya gesek partikel itu sendiri terhadap gel. Gaya gesek tersebut dipengaruhi oleh ukuran molekul, bentuk molekul, ukuran pori medium, dan viskositas buffer (Wilson & Walker 2000). Di samping itu, besarnya muatan protein dan gradien potensial juga akan menentukan jarak migrasi yang dilakukan oleh molekul protein dalam medan listrik (Nielsen 2003). Salah satu teknik elektroforesis yang sering digunakan dalam analisis protein adalah teknik elektroforesis zonal. Dengan teknik ini, protein dipisahkan dari campuran kompleksnya menjadi pita melalui migrasi dalam matriks polimer padat yang disebut gel (gel tersebut direndam di dalam larutan buffer). Gel poliakrilamid merupakan gel yang paling umum digunakan pada teknik pemisahan protein secara elektroforesis zonal (Nielsen 2003). Gel poliakrilamid dibentuk dari polimerisasi akrilamid dengan sejumlah kecil metilenbisakrilamid yang bertindak sebagai cross-linking agent, dan diinisiasi oleh tetrametil-etilendiamin (TEMED) dan amonium persulfat (APS) (Wilson & Walker 2000). Spesies-spesies radikal bebas dari amonium persulfat akan bereaksi dengan akrilamid sehingga terbentuk akrilamid aktif. Akrilamid aktif ini akan bereaksi dengan akrilamid lainnya dengan cara yang sama sehingga terbentuk polimer yang panjang. Larutan yang mengandung polimer yang panjang ini tidak membentuk gel. Gel hanya akan terbentuk apabila terdapat N,N’–metilen-bis-akrilamid. Polimerisasi menyebabkan terbentuknya jala dari rantai akrilamid. Ukuran pori dari jala tersebut ditentukan oleh jumlah akrilamid yang digunakan per unit volume medium reaksi dan derajat ikatan silangnya (Nur & Adijuwana 1989). Adapun tahap pendahuluan yang perlu sebelum melakukan teknik elektroforesis adalah denaturasi protein pada kondisi ekstrim (misalnya panas, penambahan reduktor, deterjen, dan lainlain) yang dilanjutkan oleh pembungkusan dengan deterjen anionik. Pada tahap ini, protein sampel dilarutkan dan didisosiasi menjadi subunit di dalam larutan buffer yang mengandung deterjen dan reducing agent. Detergen anionik yang umum dipakai adalah sodium dodesil sulfat (SDS) sehingga 14
teknik ini lebih dikenal sebagai SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gel Elctrophoresis). Reduktor (reducing agent) seperti merkaptoetanol dan dithiothreithol digunakan untuk mereduksi ikatan disulfida di dalam subunit protein maupun antar subunit protein. Protein yang mengikat SDS akan memiliki muatan negatif, sehingga pemisahan subunit protein hanya didasarkan atas ukuran partikelnya (Nielsen 2003). Bailey (1992) menuturkan, SDS merupakan grup ion sulfat dan rantai alkil lipofilik yang dapat menyebabkan peptida dan protein tidak saling berikatan yang dinamakan denaturasi. Kemudian SDS mengelilinginya sehingga peptida dan protein bermuatan negatif. Akibatnya, semua peptida dan protein dalam campuran akan bermigrasi menuju anoda (elektroda positif). Voet et al. (1999) menambahkan bahwa pergerakannya itu tidak lagi dipengaruhi oleh bentuk partikel karena denaturasi telah mengubah bentuk molekul menjadi seragam, yaitu berbentuk rantai lurus. Dengan demikian pergerakan protein merupakan fungsi dari berat molekulnya. Kompleks SDS-protein yang lebih besar akan memiliki mobilitas yang lebih kecil daripada kompleks yang lebih kecil. Kualitas resolusi data yang dihasilkan oleh teknik SDS-PAGE ditentukan oleh ukuran pori-pori polimer gel. Oleh sebab itu, persentase akrilamid yang digunakan pada tahap persiapan gel akan mempengaruhi kemampuan elektroforesis dalam memisahkan protein. Persentase akrilamid yang diperlukan dalam fraksinasi protein disesuaikan dengan bobot molekul protein yang diperkirakan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase akrilamid yang digunakan untuk pemisahan molekul protein dengan kisaran berat molekul tertentu Kisaran Berat Molekul Protein (kD)
Persentase Akrilamid
200.000-60.000 120.000-30.000 75.000-18.000 60.000-15.000 45.000-12.000
5.0% 7.5% 10.0% 12.5% 15.0%
Sumber: Copeland (1994)
Proses elektroforesis dapat berlangsung dengan bantuan buffer sebagai medium yang menjaga konsistensi pH agar sampel protein tidak rusak. Menurut Copeland (1994), penggunaan buffer dalam elektroforesis gel dapat dilakukan dengan dua macam sistem, yaitu sistem kontinyu (homogenous) dan sitem diskontinyu (multiphasic). Sistem diskontinyu menggunakan dua macam gel dalam satu slab, yakni stacking gel dan separating gel. Buffer dan konsentrasi akrilamid yang digunakan pada kedua jenis gel tersebut berbeda (Boyer 1993). Stacking gel menggunakan buffer dengan pH 6.8 dan konsentrasi akrilamid yang lebih rendah (ukuran pori besar) sedangkan separating gel menggunakan buffer dengan pH 8.8 dan konsentrasi akrilamid yang tinggi (ukuran pori kecil) pada proses pembuatan gelnya. Sistem diskontinyu akan menghasilkan pemisahan yang baik dengan pita yang tajam karena protein terkonsentrasi pada stacking gel dan mengalami resolusi yang tinggi pada separating gel (Wilson & Walker 2000). Setelah sampel melewati separating gel dan mengalami pewarnaan, hasilnya akan tampak seperti pada Gambar 4. Subunit protein akan terkelompokkan berdasarkan bobot molekul yang tampak sebagai pita hitam.
15
Gambar 4. Hasil elektroforesis SDS-PAGE ekstrak protein dari berbagai galur varietas kedelai (Poysa et al. 2006)
2.6 TEKSTUR CURD Tekstur merupakan salah satu faktor penerimaan produk pangan (oleh konsumen), selain rasa, aroma, dan penampakan visual. Menurut Micha (1987), karakteristik dari suatu tekstur ditentukan oleh sifat fisik dan fisikokimia yang berbeda-beda antar produk pangan dan responnya dipengaruhi oleh karakteristik sistem sensori manusia yang kompleks. Persepsi tekstur yang dirasakan pada suatu produk pangan juga dipengaruhi oleh faktor keadaan visual dan auditori produk tersebut, karena menurut Faridi & Faubion (1990), tekstur merupakan atribut sensori yang dipersepsikan oleh indera manusia melalui sentuhan, penglihatan dan pendengaran. Dan ISO (1981) mendefinisikan tekstur produk pangan sebagai semua atribut reologi maupun struktural (geometrik dan permukaan) produk yang dipersepsikan oleh reseptor mekanikal, peraba, visual, dan pendengaran manusia. Tekstur bukan merupakan atribut berdimensi tunggal, akan tetapi merupakan atribut multidimensional Faridi & Faubion (1990) menguraikan tiga kategori parameter tekstur yang digunakan untuk mengklasifikasikan atribut tekstur secara sensori, yaitu karakteristik mekanikal, karakteristik geometrikal, dan karakteristik mouthfeel. Karakteristik mekanikal adalah reaksi bahan pangan terhadap tekanan yang dipersepsikan oleh indra kinestetik, meliputi kekerasan, kohesivitas, viskositas, dan kerenyahan. Karakteristik geometrikal adalah karakteristik yang berhubungan dengan ukuran, bentuk, dan orientasi partikel yang dipersepsikan oleh syaraf pengecap dalam mulut atau dengan sentuhan meliputi gritty, grainy, flaky, stringy, dan smooth. Dan karakteristik mouthfeel meliputi atribut mouthfeel yang berhubungan dengan persepsi terhadap lemak dan air selama proses pengunyahan dan penelanan. Tekstur pangan dapat diukur secara kuantitatif dengan metode instrumental yang digolongkan ke dalam tiga kategori menurut Rosenthal (1999), yaitu pengukuran empiris, pengukuran imitatif, dan pengukuran fundamental. Pengukuran empiris adalah metode pengukuran atribut mekanik produk dengan cara mengkombinasikan beberapa tipe prinsip pengujian seperti penetrasi, kompresi, pemotongan, dan sebagainya. Pengukuran imitatif adalah metode pengukuran yang didesain dengan mengimitasi proses pengunyahan makanan di dalam mulut manusia. Texture Profile Analysis (TPA) merupakan contoh metode pengukuran imitatif yang paling umum dipakai. Sedangkan pengukuran fundamental adalah metode pengukuran atribut reologi atau fisik seperti viskositas atau modulus elastis.
16
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Bahan baku yang digunakan yaitu kacang kedelai (Glycine max) dari koperasi produsen tahu PT. Diazara Tresna, Bogor (Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia [KOPTI]), air, dan koagulan CaSO4.2H2O. Dan bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis terdiri dari NaCl, etanol 70%, NaOH, n-heksana, coomassie brilliant blue G-250, etanol 95%, asam fosforat 85%, bovine serum albumin (BSA), K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, Na2S2O3.5H2O, H3BO3, HCl, akuades, indikator metilen, akrilamid, N,N’-metilen bisakrilamid, ammonium persulfat (APS), sodium dodecyl sulfate (SDS), tetrametil-etilendiamin (TEMED), tris base, glisin, gliserol, bromphenol blue, 2-merkaptoetanol, coomassie brilliant blue R-250, methanol, asam asetat glasial, akua-biodestilat, standar low molecular weight protein (LMW).
3.1.2 Alat Alat-alat yang digunakan selama penelitian meliputi alat pemasakan tahu, alat analisis tekstur, dan alat analisis komposisi protein tahu. Pemasakan tahu memerlukan peralatan dapur seperti blender, panci, kompor, pisau, cetakan tahu, kain blacu dan kain saringan tahu, termometer -10100°C, sendok kayu pengaduk, perlengkapan penyaji, serta neraca kasar. Analisis tekstur secara objektif menggunakan perangkat texture profile analyzer TA-XT2i dan perangkat lunak terkait. Analisis komposisi protein tahu memerlukan sentrifuge, sentrifuge kondisi 4°C, hot plate, perlengkapan elektroforesis SDS-PAGE, spektrofotometer UV-visible, perangkat analisis Kjeldahl, pH meter, termometer -10-100°C, neraca analitik, tabung Eppendorf, tabung sentrifuge, tabung reaksi, kuvet, sudip, magnetic stirrer, mikropipet, sarung tangan, gelas kimia, labu takar 10 mL, labu takar 100 mL, dan labu takar 1000 mL.
3.2 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah analisis kadar protein curd/tahu dan transmitan whey serta kadar air dan tekstur curd secara objektif. Lalu, dilanjutkan ke tahap kedua yaitu analisis komponen protein spesifik curd yang terdiri atas ekstraksi protein curd dan elektroforesis protein terekstraksi. Tahap ini menghasilkan komposisi protein curd berdasarkan bobot molekulnya. Dan tahap ketiga adalah analisis subjektif tahu oleh panelis yang meliputi seleksi panelis terlatih dan pengujian atribut kekerasan tahu. Data ini digunakan untuk mendukung data analisis tekstur objektif sebelumnya. Kemudian dilanjutkan dengan analisis keterkaitan/korelasi antar parameter analisis yang terukur. Secara garis besar, rancangan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 5.
Kacang Kedelai Tahu Komersil Sari Kedelai
Whey
Curd
Analisis pH
Skala Produksi Tahu
Skala Laboratorium
Analisis Tansmitan
Analisis Kadar
Ekstraksi Protein
Analisis Tekstur Objektif (Texture Profile Analyzer)
Analisis Protein Metode Bradford
Analisis Protein Metode Bradford
Analisis Tekstur Subjektif (Uji Organoleptik)
Pemodelan Tekstur ObjektifSubjektif
Analisis Protein Metode Kjeldahl
Elektroforesis
Gambar 5. Kerangka pemikiran penelitian
3.2.1 Tahap I 3.2.1.1 Pembuatan Tahu (Fahmi 2010) Kacang kedelai yang telah dicuci dan direndam air (1:6) selama 6 jam, digiling dengan penambahan air (1:6) hingga diperoleh bubur kedelai. Bubur kedelai ditambah air (1:4) lalu didihkan selama 3 menit sambil terus diaduk. Selanjutnya sari kedelai disaring dan ampas dicuci dengan air mendidih (1:5). Kemudian sari kedelai yang diperoleh tersebut, diatur suhunya seperti desain perlakuan penelitian dan dikoagulasi dengan koagulan yang telah dilarutkan dalam air hangat 55°C (volume pelarut 2% dari volume sari kedelai). Suspensi didiamkan selama 15 menit, lalu dicetak dan dipress dengan tekanan 4.71 g/cm3 selama 30 menit, sehingga diperoleh curd tahu. Whey yang terbentuk dipisahkan untuk analisis selanjutnya. Alir pembuatan tahu tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
18
Kedelai
Dicuci
Direndam air (6:1) selama ±6 jam
Ditiriskan
Air (6:1) Digiling halus
Air (4:1) Dididihkan sambil diaduk
Sari kedelai
Disaring dengan kain blacu
Sari kedelai
Ampas
Dibilas air 80-90ºC (4:1)
Suhu diatur hingga 60ºC dan 80ºC
Ditambah koagulan CaSO4 0.015, 0.030, 0.045 N (1:50 terhadap volume larutan, 55ºC)
Didiamkan 15 menit
Whey
Curd
Dicetak dan ditekan (4.71 g/cm3 selama 30 menit)
Tahu Gambar 6. Diagram alir pembuatan tahu
3.2.1.2 Analisis pH dan Transmitan Whey (Moizuddin et al. 1999)
19
Tingkat keasaman whey hasil pengepresan curd diukur dengan menggunakan pH meter pada suhu ruang, sedangkan persen transmittan (%T) whey diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 400 nm.
3.2.1.3 Analisis Kadar Protein Whey Metode Bradford (Zor-Selinger 1996) 3.2.1.3.1
Preparasi Pereaksi Bradford
Sebanyak 100 mg pewarna CBB G-250 dilarutkan ke dalam 50 mL etanol 95%. Selanjutnya ditambahkan 100 mL asam fosforat 85% dan ditepatkan hingga 1 L dengan menggunakan akuades. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas Whatman No.1 dan disimpan dalam botol gelap.
3.2.1.3.2
Pembentukan Kurva Standar
Sebanyak 100 µL larutan BSA (100-1000 µg/mL) dipipet ke dalam tabung reaksi berukuran 1.2 x 10 cm. Kemudian ditambahkan 5 mL pereaksi Bradford. Larutan kemudian divorteks dan diukur secara spektrofotometri pada λ = 595 nm setelah 5 menit. Untuk blanko, sebanyak 100 µL akuades ditambahkan 5 mL perekasi Bradford dan diukur dengan cara yang sama. Kurva standar yang diperoleh digunakan untuk mengukur konsentrasi sampel.
3.2.1.3.3
Pengukuran Sampel
Sebanyak 100 µL sampel dipipet ke dalam tabung reaksi berukuran 1.2 x 10 cm. Kemudian ditambahkan 5 mL pereaksi Bradford. Larutan kemudian divorteks dan diukur secara spektrofotometri pada λ = 595 nm setelah 5 menit.
3.2.1.4 Analisis Kadar Air Tahu Metode Oven (SNI 1992) Sejumlah sampel (1-2 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105°C hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air berdasarkan berat basah sesuai dengan Persamaan 3.1.
%
100%
(3.1)
Keterangan : a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)
3.2.1.5 Analisis Tekstur Objektif Tahu Pembuatan Tahu (Fahmi 2010)
20
Analisis tekstur curd secara objektif dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer dengan metode Texture Profile Analysis (TPA). Analisis ini dilakukan dengan alat Texture Analyzer TA-XT2i. Alat ini telah dilengkapi dengan sistem komputerisasi. Pengukuran dengan metode texture profile analysis dilakukan dengan terlebih dahulu memilih setting Texture Profile Analysis pada program Texture Analyzer. Pengaturan alat TA-XT2i untuk pengukuran TPA curd dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaturan TA-XT2i untuk pengukuran TPA curd Pre-test speed
1.5 mm/sec
Test speed
1.5 mm/sec
Post-test speed
10 mm/sec
Target mode
0 = distance
Unit distance
% strain
Distance
30%
Time
5 sec
Trigger type
0 = Auto (force)
Unit force
grams
Trigger force
20 g
Tare mode
0 = Auto
Sampel curd yang akan dicetak silinder berdiameter ±3 cm dan tinggi 2 cm. Sampel kemudian ditempatkan pada wadah uji dan dilakukan pengukuran tekstur melalui pemberian gaya tekan (compression) sebanyak dua kali yang merupakan simulasi dari proses pengunyahan di dalam mulut. Pengukuran sampel curd dilakukan sebanyak empat kali dari empat titik yang berbeda. Sampel dianalisis menggunakan probe P/100 dengan diameter 50mm. Parameter yang diukur menggunakan metode TPA adalah hardness, cohesiveness, chewiness, dan gumminess. Output hasil pengukuran berupa grafik kemudian dianalisis untuk menghitung parameter rheologi yang diinginkan. Parameter rheologi dan cara menentukannya dapat dilihat dengan panduan pada Gambar 7 dan Tabel 7. Hardness atau kekerasan adalah puncak kurva (gaya tekan) pertama pada produk. Fracturability atau kerapuhan adalah titik puncak signifikan pertama saat probe menekan produk pertama kali. Cohesiveness atau daya kohesif adalah kemampuan produk menahan deformasi kedua relatif setelah mendapatkan deformasi pertama. Nilai ini diukur sebagai hasil bagi luas area positif di bawah kurva kedua dengan luas area positif di bawah kurva pertama. Resilience atau daya kenyal adalah kemampuan produk untuk tegak kembali ke posisi semula. Daya kenyal ini didapat dengan membagi luas area negatif saat penakanan probe pertama ditarik dengan luas area positif kurva pertama. Springiness atau elastisitas adalah kemampuan fisik produk melenting kembali setelah terdeformasi akibat penekan pertama. Nilai ini diukur dengan membagi jarak penekanan kedua (Length 2 pada Gambar 7) dengan jarak penekan pertama (Length 1). Gumminess atau kelengketan diukur pada produk semi-solid. Nilai kelengketan adalah hasil kali kekerasan dengan daya kohesif. Chewiness atau daya kunyah, untuk produk solid, adalah hasil kali kelengketan dengan elastisitas.
21
Force (kg) 1
2
2.0
3
4
F 1
1.8
F 2 1.6
1.4
1.2
1.0
K_5 y
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
Time (sec) -0.2
(A)
(B) Gambar 7.
(A) Kurva profil tekstur curd yang diperoleh dari pengukuran TPA, (B) Tipe kurva
TPA
untuk
produk
pangan
dengan
parameter
tekstur
dan
perhitungannya
(www.texturetechnologies.com) Tabel 7. Parameter rheologi dan cara penentuannya dalam analisis profil
22
No.
Parameter Rheologi
1.
Kekerasan (hardness)
Cara Menentukan Ditentukan
dari
maksimum
gaya
(nilai
puncak)
pada
tekanan/kompresi pertama. 2.
3.
Kerapuhan
Ditentukan dari puncak yang pertama kali terbaca pada tekanan
(brittlenesss)
pertama.
Elastisitas
Ditentukan dari jarak yang ditempuh oleh sampel pada tekanan
(springiness)
kedua
sehingga
tercapai
nilai
gaya
maksimumnya
(L2)
dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh produk pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya (L1) dan dirumuskan sebagai L2/L1. Elastisitas menentukan seberapa besar produk dapat kembali ke kondisi semula setelah diberikan tekanan pertama. 4.
Daya kohesif
Dihitung dari luasan di bawah kurva pada tekanan kedua (A2)
(cohesiveness)
dibagi dengan luasan di bawah kurva pada tekanan pertama (A1) atau A2/A1
5.
6.
Kelengketan
Dihitung dari nilai kekerasan dikalikan dengan daya kohesif atau
(gumminess)
A2/A1*kekerasan
Daya kunyah
Dihitung dari hasil perkalian nilai kelengketan dengan elastisitas,
(chewiness)
atau L2/L1*kelengketan
3.2.2 Tahap II 3.2.2.1 Ekstraksi Protein Curd Sebanyak 20 mg curd direndam dengan 1 mL methanol selama semalam. Kemudian curd disentrifusi selama 15 menit pada kecepatan 4500 rpm dan suhu 25°C. Lalu methanol berlemak dibuang dan heksana dalam curd diuapkan di suhu ruang dalam lemari asam sampai aroma heksana tidak tercium. Sampel curd yang telah bebas bebas lemak ditambah pelarut merkaptoetanol 2,5% ke dalam tabung Eppendorf 1.5 mL lalu divorteks. Sampel divorteks dan diinkubasi pada penangas air 80°C selama 1 jam sambil divorteks setiap 10 menit, masing-masing selama 1 menit. Kemudian sampel disertifuse selama 20 menit pada kecepatan 11000 rpm suhu 25°C. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf stock dan endapan ditambah 0.5 ml pelarut merkaptoetanol 2.5%. Lalu sampel divorteks dan diinkubasi pada penangas air 80°C selama 1 jam sambil divorteks setiap 20 menit, masing-masing selama 1 menit. Kemudian sampel disertifuse (20 menit, 11000 rpm, 25°C). Filtrat kembali dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf stock dan endapan ditambah 0.5 ml pelarut merkaptoetanol 2,5%. Endapannya ditambah 0,5 ml pelarut merkaptoetanol 2.5% lalu divorteks dan diinkubasi pada penangas air 80°C selama 40 menit sambil divorteks setiap 20 menit, masing-masing selama 1 menit. Kemudian sampel disertifuse kembali (20 menit, 11000 rpm, 25°C). Filtrat kembali
23
dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf stock untuk selanjutnya dianalisis kadar proteinnya dengan metode Bradford. Alur tahap ekstraksi protein curd dapat dilihat pada Gambar 8.
20 mg curd bebas lemak 0.5 mL merkaptoetanol 2.5%
Divorteks Diikubasi dalam penangas air 80ºC, 1 jam (divorteks setiap 10 menit, @1 menit)
Endapan
Disentrifugasi ( 20 menit, 11000 rpm, 25ºC)
0.5 mL merkaptoetanol 2.5%
Divorteks Diikubasi dalam penangas air 80ºC, 1 jam (divorteks setiap 20 menit, @1 menit)
Endapan
Disentrifugasi ( 20 menit, 11000 rpm, 25ºC) 0.5 mL merkaptoetanol 2.5%
Divorteks
Diikubasi dalam penangas air 80ºC, 40 menit (divorteks setiap 20 menit, @1 menit)
Disentrifugasi ( 20 menit, 11000 rpm, 25ºC)
Ekstrak protein total
Endapan Gambar 8. Diagram alir ekstraksi protein curd
3.2.2.2 Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995)
24
Sejumlah sampel (100-250 mg) ditimbang ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1.9±0.1 g K2SO4 , 40±10 mg HgO dan 2±0.1 mL H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih, lalu didinginkan. Sejumlah kecil akuades diteteskan perlahan lewat dinding labu kemudian labu digoyang pelan agar kristal yang terbentuk larut kembali. Isi labu kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 mL akuades. Lalu ditambahkan 8-10 mL larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3 ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer berisi 5 mL H3BO3 dan 2 tetes indikator metilen red-metilen blue diletakkan di bawah kondensor dengan kondisi ujung kondensor terendam di bawah larutan H3BO3. Destilasi dilakukan hingga diperoleh destilat sebanyak ± 15 mL. Destilat yang diperoleh selanjutnya diencerkan hingga ± 50 mL dan dititrasi dengan HCl terstandar sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu keunguan. Perhitungan kadar protein sesuai dengan Persamaan 3.2 dan 3.3.
%
!"
#
0 1234567 < : 7 ; :
* +,- . /899 0
$%&
%
14.007
100%
= >,+ >+.?- @
(3.2)
(3.3)
3.2.2.3 Elektroforesis Protein Terekstraksi (Bolag -Edelstein 1991) Elektroforesis SDS-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) dilakukan dengan metode Bolag dan Edelstein (1991), untuk menentukan berat molekul protein yang mempengaruhi tekstur curd yang terbentuk. Analisis SDS-PAGE dilakukan menggunakan gel akrilamid dengan konsentrasi separating gel 12% dan stacking gel 5%. Sampel yang dielektroforesis adalah supernatan protein hasil ekstraksi dari sampel curd kedelai. Beberapa tahapan utama yang harus dilakukan dalam melakukan elektroforesis SDS-PAGE adalah 1) pembuatan separating gel, 2) pembuatan stacking gel, 3) persiapan sampel, 4) running gel, 5) pewarnaan gel, 6) destaining gel, dan 7) penentuan berat molekul protein-protein yang terpisahkan.
3.2.2.3.1
Pembuatan Larutan Stok
Larutan stok yang dibuat terdiri atas larutan A, larutan B, larutan C, larutan APS, buffer elektroforesis, buffer sampel, larutan pewarna, dan larutan penghilang warna.
3.2.2.3.1.1 Larutan A (Akrilamid 30%; 0.8 bisakrilamid), 100 mL Sebanyak 30.0 g akrilamid dan 0.8 g N,N’-metilen-biasakrilamid dilarutkan dalam 100 mL akuades. Larutan disaring melalui filter 0.45 µm. Pada waktu penimbangan dan selama proses pelarutan, analis selalu harus menggunakan sarung tangan dan tutup wadah dengan parafilm. Larutan akrilamid dapat disimpan selama 1 bulan dalam lemari pendingin bersuhu 4oC.
3.2.2.3.1.2 Larutan B (4x Tris-Cl/SDS, pH 8.8), 100 mL
25
Sebanyak 18.17 g Tris base dan 4 mL 10% SDS dilarutkan dalam 40 mL akuades. Larutan dibuat pada pH 8.8 dengan 1 N HCl dan ditepatkan dengan akuades hingga volume total 100 mL. Kemudian larutan disaring dengan filter 0.45 µm.
3.2.2.3.1.3 Larutan C (4x Tris-Cl/SDS, pH 6.8), 100 mL Sebanyak 6.05 g Tris base dan 4 mL 10% SDS dilarutkan dalam 40 mL akuades. Larutan dibuat pada pH 6.8 dengan 1 N HCl. Dan ditepatkan dengan akuades hingga volume total 100 mL. Kemudian larutan disaring dengan filter 0.45 µm.
3.2.2.3.1.4 10% ammonium persulfat (APS), 0.5 mL APS 10% dibuat segar setiap kali akan melakukan elektroforesis yaitu dengan melarutkan 0.05 g amonium persulfat dalam 0.5 mL akuades.
3.2.2.3.1.5 5x SDS/ buffer elektroforesis, 1 L Sebanyak 15.1 g tris base, 72.0 g glisin, dan 5.0 g SDS dilarutkan dalam 800 mL akuades. Setelah larut, volume ditepatkan hingga 1.0 L. Untuk membuat 1x SDS/buffer elektroforesis, 1 bagian volume larutan di atas diencerkan dalam 4 bagian volume akuades.
3.2.2.3.1.6 2x SDS/buffer sampel, 100 mL Sebanyak 30 mL 10%SDS, 10 mL gliserol, 5.0 mL 2-merkaptoetanol, 12.5 mL 4x TrisCl/SDS, pH 6.8 dan 5-10 mg bromphenol blue dilarutkan dalam akuades dan ditepatkan volume hingga 100 mL. Buffer disimpan pada suhu rendah.
3.2.2.3.1.7 Larutan pewarna (staining) Sebanyak 1 gram coomasie brilliant blue R-250, 450 mL metanol, dan 100 mL asam asetat glasial dilarutkan dalam 450 mL akuades.
3.2.2.3.1.8 Larutan penghilang warna (destaining) Sebanyak 100 mL metanol, 100 mL asam asetat glasial dilarutkan dalam 800 mL akuades.
3.2.2.3.2
Pembuatan Separating Gel
Dua lempengan kaca (mini slab) yang akan digunakan sebagai cetakan gel dirangkai sesuai dengan petunjuk pemakaian. Sebanyak 4 mL larutan A dipipet ke dalam gelas piala, kemudian ditambahkan 2.5 mL larutan B dan 3.5 mL akua-biodestilat. Campuran kemudian diaduk perlahan dengan menggoyangkan gelas piala. Selanjutnya, sebanyak 50 µL APS 10% dan 5 µL TEMED
26
ditambahkan ke dalam campuran dan diaduk kembali dengan perlahan. Campuran dimasukkan ke dalam lempengan kaca (mini slab) tanpa menimbulkan gelembung udara dengan menggunakan mikropipet sampai sekitar 1 cm dari atas lempengan. Bagian yang tidak diisi gel diberi akuades untuk meratakan gel yang terbentuk. Gel kemudian dibiarkan mengalami polimerisasi selama 30-60 menit. Komposisi separating gel dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi separating gel untuk dua plat
Konsentrasi Akhir Poliakrilamid Bahan
3.2.2.3.3
5%
10%
15%
20%
Larutan A
2500 µL
5000 µL
7500 µL
10000 µL
Larutan B
3750 µL
3750 µL
3750 µL
3750 µL
Akuades
8750 µL
6250 µL
3750 µL
1250 µL
APS 10%
50 µL
50 µL
50 µL
50 µL
TEMED
10 µL
10 µL
10 µL
10 µL
Pembuatan Stacking Gel
Air dibuang dari atas separating gel dan dikeringkan dengan menggunakan tissue. Larutan A, C, dan akuades dicampur dalam gelas piala. TEMED dan APS 10% ditambahkan sambil terus diaduk dengan magnetic stirrer. Larutan gel dipipet ke dalam mini slab di atas separating gel sampai mencapai puncak plat. Kemudian sisir dimasukkan dengan cepat untuk menghindari pembentukan gel sebelum sisir dimasukkan. Pemasukan sisir harus dilakukan dengan hati-hati agar udara tidak terperangkap. Stacking gel dibiarkan berpolimerisasi selama 30 menit. Komposisi stacking gel dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Komposisi stacking gel untuk dua plat
Bahan
3.2.2.3.4
Gel 5%
Larutan A
650 µL
Larutan C
1250 µL
Akuades
3050 µL
TEMED
5 µL
APS 10%
25 µL
Preparasi dan Pemasukan Sampel Pembuatan Separating Gel
27
Sampel berupa curd (endapan protein) dilarutkan dalam 50 sampai 100 µL 2 x SDS/ buffer sampel di dalam tabung Eppendorf, kemudian dipanaskan selama 1 menit dalam air mendidih 100oC. Setelah pemanasan, dinginkan pada suhu ruang dan sentrifusa dengan kecepatan rendah selama 5 menit. Sampel siap dimasukkan ke dalam pelat gel.
3.2.2.3.5
Running Elektroforesis (Pemisahan Protein)
Reservoir buffer bawah diisi dengan buffer elektroforesis. Sisir dari slab dilepaskan, kemudian slab direkatkan pada chamber elektroforesis. Reservoir atas kemudian diisi dengan buffer elektroforesis. Sumur-sumur pada gel diatur agar tidak ada gelembung air yang terdapat di dalamnya, kemudian sampel dimasukkan pada masing-masing sumur. Katup elektroda dipasang dengan arus mengalir ke anoda. Sumber listrik dinyalakan dan dijaga konstan pada 125 V. Running dilakukan selama 30-40 menit sampai migrasi dye sekitar 1 cm dari dasar. Setelah selesai, aliran listrik dimatikan dan katup elektroda dilepaskan, lalu plat gel dipindahkan dari elektroda.
3.2.2.3.6
Pewarnaan Gel
Gel diangkat dari slab dan dipindahkan ke dalam wadah yang telah berisi pewarna coomassie brilliant blue. Kemudian diagitasi dalam rotary shaker selama 5-10 menit. Larutan stain dibuang dan diganti dengan larutan penghilang warna (destain).
3.2.2.3.7
Destaining Gel (Penghilangan Warna)
Setelah larutan stain dibuang, ditambahkan larutan penghilang warna (larutan destaining). Penghilangan warna dilakukan dengan merendam gel dalam larutam destaining selama 30 menit, lalu membilasnya dan mengulang perendaman yang serupa sebanyak 3 kali2 (dengan larutan destaining yang baru). Setelah itu pita-pita protein sudah mulai nampak, namun latar gel belum bersih dari larutan pewarna. Maka gel kembali direndam larutan destaining semalaman. Kemudian gel ditiriskan dan gel siap dianalisis. Semua larutan destaining bekas penghilangan warna dibuang dan tidak bisa dipakai ulang.
3.2.2.3.8
Penentuan Berat Molekul Protein yang Terpisahkan
Berat molekul protein sampel dapat dihitung dari persamaan regresi antara mobilitas relatif protein marker (penanda protein) dengan log dari berat molekul marker yang telah diketahui. Mobilitas relatif protein dihitung dengan membandingkan jarak migrasi protein diukur dari garis awal separating gel sampai ujung pita protein yang dibandingkan dengan jarak migrasi tracking dye. Pengukuran mobilitas relatif sesuai dengan Persamaan 3.4.
2
Metode Bolag-Eldestein (1991) menyarankan pencucican/penghilangan warna dilakukan dalam rotary shaker selama 1 malam. Hal tersebut dilakukan karena keterbatasan alat analisis dalam lab
28
A=
3.2.2.3.9
BCDCE FGHDCIG JDKLMGN
BCDCE FGHDCIG 42
O670 PQ5
(3.4)
Pengukuran Tebal Pita Protein Terelektroforesis
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Image J. Program membaca tebal pita per kolom yang dipilih sebagai kurva yang berfluktuasi. Semakin banyak pita yang terbaca, semakin banyak puncak kurva. Tinggi dan lebar kurva dipengaruhi oleh ketebalan dan intensitas pita. Semakin tebal pita, semakin lebar kurva, dan semakin tinggi intensitas warna pita, semikin tinggi puncak pita. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan posisi puncak protein sampel dengan posisi puncak protein standar untuk memperoleh jenis protein yang sama. Konsentrasi protein sampel diperolah dengan pengukuran luas kurva di bawah puncak samapi batas dasar. Batas dasar merupakan satu buah garis lurus yang ditaik dan memotong satu gambar keseluruhan, sehingga diperoleh beberapa kurva utama sesuai dengan jumlah protein standar yang dibandingkan.
3.2.3 Tahap III 3.2.3.1 Seleksi Panelis Terlatih Seleksi dilakukan untuk mendapatkan 12 orang panelis terlatih, yaitu panelis yang mengerti prinsip uji organoleptik dan telah dilatih oleh analis untuk melakukan uji organoleptik tekstur tahu. Penggunaan panelis terlatih dapat memperkecil standar deviasi data subjektif tekstur tahu. Seleksi dilakukan dengan uji penekanan sampel tahu untuk mengukur parameter kekerasan tahu. Seleksi terdiri dari uji segitiga dan uji ranking. Setiap panelis umum mendapat 3 set pengujian. Setiap set terdiri dari 1 uji segitiga dan 1 uji ranking. Panelis yang lolos seleksi adalah panelis yang minimal menjawab dengan benar 2 dari 3 pengujian. Di setiap pengujian, panelis disajikan sampel tahu segar yang dipotong ukuran 1 x 1 x 1 cm3. Sampel disajikan pada suhu ruang segera setelah tahu dipotong. Panelis melakukan pengujian di booth yang terpisah. Penilaian dilakukan dengan menekan tahu, mengapitnya dengan ujung ibu jari dan telunjuk di sisi vertikal tahu, tanpa mengangkat potongan tahu. Panelis hanya menilai atribut kekerasan, tanpa dipengaruhi oleh atribut sensori lain.
3.2.3.1.1
Uji Segitiga
Panelis disajikan 3 potong tahu yang terdiri atas 2 sampel sama dan 1 sampel beda dari segi atribut tekstur. Panelis melakukan pengujian tekstur. Kemudian, di antara ketiga tahu tersebut, panelis harus menentukan 1 tahu yang berbeda, dan mengisinya di lembar jawaban, seperti yang terdapat pada Lampiran 1.
3.2.3.1.2
Uji Ranking
Panelis disajikan 3 potong tahu yang terdiri atas 3 sampel berbeda dari segi atribut tekstur. Panelis melakukan pengujian tekstur. Kemudian, mengurutkan ketiga tahu tersebut dari yang terkeras
29
(diberi nilai 1) samapi terlunak (diberi nilai 3), dan mengisinya di lembar jawaban, seperti yang terdapat pada Lampiran 2.
3.2.3.2 Uji Organoleptik Tahu yang digunakan adalah tahu komersil dari jenis tofu (tahu gel tanpa penambahan telur ataupun rasa) dan tahu press dari berbagai merk. Semua sampel yang akan dijui selama tahap III telah diukur kekerasannya secara objektif dengan metode Texture Profile Analyser (TPA). Sampel tahu segar dipotong ukuran 1 x 1 x 1 cm3. Sampel disajikan pada suhu ruang segera setelah tahu dipotong. Kemudian, sampel dinilai kekerasannya secara subjektif dengan menggunakan skala garis. Garis sepanjang 15 cm mewakili parameter tekstur paling lunak (nilai 0 di titik 0 cm) sampai paling keras (nilai 15 di titik 15 cm). Penilaian dilakukan dengan menekan tahu, mengapitnya dengan ujung ibu jari dan telunjuk di sisi vertikal tahu, tanpa mengangkat potongan tahu. Panelis hanya menilai atribut kekerasan, tanpa dipengaruhi oleh atribut sensori lain. Tahap uji organoleptik terdiri dari 2 langkah, yaitu Focus Group Discussion (FGD) dan pengujian sampel. Langkah pertama, panelis terlebih dahulu diberi standar tahu terlunak yang diberi nilai 1 dan tahu terkeras yang diberi nilai 14. Setelah itu panelis diberi 3 buah sampel tahu yang berbeda dan dinilai kekerasannya. Nilai berada di antara rentang 1 sampai 14. Pemberian nilai dilakukan meletakkan garis vertikal di titik yang sesuai. Setelah itu, penguji berdiskusi bersama panelis untuk membahas hasil pengujian sebelumnya. FGD dilakukan sampai panelis memiliki persepsi yang sama terhadap nilai kekerasan tahu, yang ditandai dengan semakin menurunnya standar deviasi data setiap tahu. Langkah berikutnya adalah pengujian 2 sampel baru. Semua hasil penilaian yang mencakup 2 sampel standar, 3 sampel FGD, dan 2 sampel baru kemudian diplotkan bersama data objektif dan diregresikan sehingga diperoleh sebuah persamaan garis linear.
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 EKSTRAKSI DAN KOAGULASI PROTEIN KEDELAI Bahan baku curd tahu adalah sari kedelai hasil ekstraksi kedelai kering yang telah direndam selama 6 jam. Setiap batch pembuatan tahu untuk penelitian tahap I menggunakan 525 gram kedelai kering. Perendaman dilakukan pada suhu ruang dengan jumlah air 3150 mL (6 kali lipat dari bobot kedelai kering). Selama perendaman, sel-sel dalam biji kedelai mengalami osmosis dan mengembang hingga massanya menjadi 1150 gram (2 kali lipat dari semula). Air rendaman kedelai berwarna kuning seperti warna whey tetapi transmittannya bernilai nol atau negatif. Pengukuran transmittan dilakukan pada panjang gelombang yang sama dengan pengukuran transmittan whey, yaitu pada gelombang λ = 595 nm. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa air rendaman tidak mengandung protein dan proses perendaman tidak mengurangi kadar protein kedelai. Ekstraksi didahului oleh tahap penghancuran kedelai dengan menggunakan blender. Sejumlah 3150 mL air yang bersuhu normal (tanpa pemanasan) ditambahkan untuk membantu proses penghancuran. Langkah ini dilakukan selama 3 menit dengan kecepatan yang meningkat bertahap. Penghancuran bertujuan memecah jaringan sel sehingga protein dapat diekstrak maksimal. Bubur kedelai yang dihasilkan kemudian ditambah air 2100 mL dan dipanaskan sampai mendidih. Tahap berikutnya adalah tahap ekstraksi. Bubur kedelai disaring dengan menggunakan kain blacu sebagai filter. Ampas dibilas dengan air panas yang suhunya berkisar 90-95°C sejumlah 2100 mL. Dengan demikian, total air yang ditambahkan adalah 14 kali lipat dari bobot kedelai kering. Tahap ini menghasilkan sari kedelai yang memiliki massa jenis 1 g/mL dan ampas kedelai sebanyak 810±50 gram. Variabel proses pemanasan seperti kecepatan pengadukan, lama pemanasan, dan jeda waktu tunggu antar tahapan selama perlakuan dapat mempengaruhi karakter sari kedelai yang terbentuk. Karakter tersebut meliputi total padatan terlarut (TPT), kadar protein (yang dapat terkoagulasi), total fitat, nilai pH, total asam tertitrasi (TAT), kadar mineral, dan perbandingan jumlah protein 11S/7S (Liu et al. 2004). Maka kondisi pemasakan suspensi kedelai akan mempengaruhi titik kritis konsentrasi koagulan. Dan setiap koagulan pun memiliki titik kritis/titik optimum penambahan koagulan pada konsentrasi tertentu. Penelitian ini mengamati proses koagulasi dengan perbedaan suhu koagulasi sari kedelai pada suhu 60ºC dan 80ºC. Untuk memperkecil variasi atribut produk tahu yang akan diukur, varibel proses pemanasan diseragamkan kecuali suhu koagulasi. Pemanasan sari kedelai untuk pembuatan tahu pres dilakukan di dalam wadah yang jenis dan ukurannya sama, serta suhu pemanasan yang sama. Pengadukan dilakukan selama pemanasan untuk mencegah suspensi berkerak dan berbusa. Kecepatan pengadukan berkisar 1 putaran per detik. Pada kedua jenis pemanasan tersebut, suhu proses terus dipantau dengan termometer untuk menciptakan suhu koagulasi yang sesuai, yaitu 60ºC dan 80ºC. Setiap koagulasi dilakukan terhadap 1.2 L sari kedelai untuk tahu press dan 12.5 mL pada skala lab pada tabung sentrifuge. Setelah suhu koagulasi 60°C atau 80°C tercapai, larutan koagulan CaSO4 dengan konsentrasi 0.015 N, 0.030 N, 0.045 N dimasukkan ke dalam wadah. Suhu diatur lebih tinggi 1°C dari target, sehingga dipastikan suhu tidak menurun terlalu besar dari suhu koagulasi target selama koagulasi berlangsung (maksimal sampai 2°C di bawah suhu target). Pengadukan dilakukan untuk meratakan koagulan dalam sari kedelai, agar seluruh protein terkoagulasi. Pengadukan dilakukan 3 kali dengan kecepatan pengadukan 2 putaran per 3 detik. Sedangkan homogenisasi
koagulan dalam tabung sentrifugasi dilakukan dengan mengocok atau membolak-balikan tabung sebanyak 3 kali dengan kecepatan 1 balikan per 2 detik.
Air (3150 g)
Kacang Kedelai Kering (525 g)
Air (3150 g)
Perendaman
Kacang Kedelai Basah (1050 g)
Air (2625 g)
Penggilingan
Bubur Kedelai (4200 g)
Air (2100 g)
Air (2100 g) Dilakukan per 1200 g sari kedelai Perebusan
Penyaringan
Uap air & kerak (40 g)
Ampas (860 g)
Sari Kedelai (7500 g)
Pemanasan
Koagulasi
Larutan Koagulan (25 g)
Curd Tahu (130-240 g)
Pencetakan
Whey (9851095 g)
Gambar 9. Kesetimbangan massa dalam pembuatan tahu
32
Koagulasi menghasilkan produk utama curd berupa padatan tahu dan produk samping berupa larutan whey. Dengan melihat diagram kesetimbangan massa tahu pada Gambar 9, jumlah curd yang semakin banyak akan diimbangi dengan jumlah whey yang semakin sedikit. Koagulasi yang berlangsung sempurna akan menghimpun protein lebih banyak ke dalam bentuk curd sehingga protein dalam whey berkurang. Kadar protein whey diinterpretasikan melalui nilai transmittan dan kadar protein whey. Maka hipotesa awal yang diambil adalah semakin tinggi nilai transmittan whey, maka kadar protein whey semakin rendah dan jumlah protein dalam curd semakin tinggi atau koagulasi berlangsung semakin sempurna.
4.1.1 Analisis terhadap Whey Koagulasi sari kedelai menghasilkan dua bagian utama, yaitu curd dan whey. Curd adalah endapan hasil penggumpalan protein kedelai. Curd merupakan gel protein kedelai, yaitu matriks protein yang mampu mengikat air, sehingga tahu (curd kedelai) tergolong produk pangan semisolid basah. Sedangkan whey adalah larutan yang tersisa dari sari kedelai setelah curd diambil. Whey terdiri dari komponen organik larut air, seperti protein, asam amino yang berbobot molekul kecil serta beberapa lemak dan pati berbobot molekul rendah yang diasimilasi oleh pengemulsi alami yang terdapat dalam kedelai, yaitu lesitin. Koagulasi yang sempurna telah tercapai jika curd telah terpisah dan terlihat jelas batas koagulasinya. Adapun parameter/respon yang dapat diukur untuk menyatakan keberhasilan proses koagulasi antara lain nilai transmittan whey, volume whey dan rendemen tahu, nilai pH, dan komposisi protein tahu. Dari parameter-parameter tersebut, titik optimum koagulasi dapat ditentukan, khususnya terkait dengan konsentrasi koagulan optimum (Shurtleff & Aoyagi 1979).
Transmitan Whey
25.00
23.52
20.00
19.30
15.00 10.47 8.30
10.00 5.00
Suhu koagulasi 60°C Suhu koagulasi 80°C
6.12 3.19
0.00 0.015
0.030
0.045
Konsentrasi CaSO4 (N)
Gambar 10. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap nilai transmitan whey
Perbedaan komponen terlarut dalam whey mengakibatkan perbedaan kemampuan larutan whey untuk meneruskan gelombang cahaya. Sifat ini divisualisasikan sebagai kejernihan larutan. Semakin sedikit konsentrasi partikel dalam larutan, semakin jernih larutan, semakin banyak gelombang cahaya 33
yang dapat diteruskan, yang diinterpretasi melalui nilai transmitan pada panjang gelombang 400 nm, yang dapat dilihat pada Gambar 10. Pada taraf signifikasi 0.05, perubahan konsentrasi koagulan memberikan efek yang nyata terhadap transmittan whey, namun tidak dengan perubahan suhu koagulasi. Dan adanya interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi memberikan efek yang juga nyata terhadap transmittan whey (metode analisis varian data analisis whey beserta langkah perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai Lampiran 4). Dari Gambar 10, terlihat bahwa transmitan meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi koagulan CaSO4. Transmittan tertinggi dicapai oleh whey yang dibentuk oleh konsentrasi 0.045 N. Suhu 80°C memberikan nilai transmittan lebih tinggi daripada suhu 60°C, tetapi tidak pada konsentrasi 0.045 N. Mulanya nilai transmittan dianggap dapat merepresentasikan kadar protein di dalam whey, tetapi data melalui Gambar 11 menunjukkan hasil yang tidak sejalan. Kurva pada Gambar 10 menunjukkan kecenderungan yang positif dari pengaruh konsentrasi koagulan terhadap nilai transmittan whey. Semakin tinggi konsentrasi koagulan, semakin tinggi nilai transmittan whey. Namun, setelah diklarifikasi dengan pengukuran kadar protein dalam whey, perubahan konsentrasi tidak selamanya memberikan pengaruh positif. Sementara itu, suhu kogulasi yang diasumsikan dapat meningkatkan optimasi koagulasi protein yang akan berdampak pada menurunnya kadar protein whey, tidak sejalan dengan data dari Gambar 11. Suhu yang lebih tinggi justru memberikan kadar protein yang lebih tinggi pula. Oleh sebab itu, transmitan whey ini belum dapat mewakili jumlah protein terkandung dalam whey. Semakin tinggi transmitan belum tentu mengartikan semakin rendah protein whey. Hal ini disebabkan oleh kehadiran partikel selain protein globular, yakni asam amino larut air, lemak, dan karbohidrat, yang dapat menghalangi cahaya diteruskan.
1.000 0.806 Protein (mg/ml)
0.800 0.600 0.400
0.541
0.743 0.448
0.544
Suhu koagulasi 60°C 0.390
Suhu koagulasi 80°C
0.200 0.000 0.015
0.030
0.045
Konsentrasi CaSO4 (N)
Gambar 11. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap jumlah protein whey
Pada taraf signifikasi 0.05, perubahan konsentrasi koagulan, perubahan suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi memberikan efek yang nyata terhadap kadar protein whey (analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6). Gambar 11 menunjukkan adanya titik konsentrasi CaSO4 tertentu di antara rentang 0.015-0.045 N yang memberikan kadar protein terendah yang diinginkan. Karena jika kadar protein dalam whey rendah,
34
keberhasilan koagulasi protein menjadi curd semakin tinggi. Konsentrasi koagulan tersebut dapat dinyatakan sebagai konsentrasi koagulan optimum [optimum coagulant concentration (OCC)] yang akan membentuk curd yang maksimal dan mengurangi protein whey yang terbentuk. Semakin optimum pembentukan gel curd, semakin rendah jumlah protein yang terdapat dalam whey. Dari Gambar 11 terlihat bahwa kondisi ini ditunjukkan ketika curd dibuat dengan penambahan koagulan CaSO4.H2O 0.030 N baik pada suhu 60°C maupun 80°C. Koagulasi yang dilakukan oleh CaSO4 pada konsentrasi optimum diharapkan mencapai proses koagulasi mendekati sempurna. Sun & Breene (1991) menambahkan bahwa selesainya proses koagulasi ditandai dengan bebasnya whey dari partikel yang kemudian terendapkan kembali jika whey didiamkan. Jika diamati secara kasat mata, semakin rendah konsentrasi koagulan dan semakin rendah suhu koagulasi, semakin banyak partikel terendapkan setelah whey didiamkan. Endapan tersebut menyerupai gel tahu dan bersifat irreversible (tidak dapat larut kembali). Partikel tersebut adalah protein globular yang belum terkoagulasi. Lama koagulasi yang dilakukan adalah seragam 10 menit. Jika koagulasi diperlama, jumlah curd akan semakin banyak setelah dilakukan pengepressan, dan jumlah protein dalam whey akan semakin sedikit. Grafik pada Gambar 12 berikut menunjukkan korelasi antara nilai transmittan whey dan jumlah protein dalam whey. Pada taraf signifikasi 0.05, kedua variabel tersebut memiliki nilai korelasi Pearson = 0.7656 dengan persamaan Yx = 0.3919 + 0.0158 Xj (analisis regresi linier dapat dilihat pada Lampiran 6). Nilai korelasinya berada pada selang 0.70-1.00 yang menandakan bahwa transmittan dan kadar protein whey memiliki keterkaitan yang kuat. Rendahnya transmittan whey pada konsentrasi 0.045 N (whey C) yang tidak diimbangi dengan rendahnya konsentrasi protein, dapat disebabkan oleh adanya partikel lain yang mengganggu jalannya cahaya seperti asam amino larut air, lemak, dan karbohidrat. Jumlah partikel tersebut lebih banyak dari protein globular yang ada, sehingga jika whey didiamkan partikel terendapkan tetap paling sedikit dibandingkan koagulasi pada konsentrasi yang lebih rendah. Dan pada konsentrasi 0.030 N, nilai transmittan masih rendah tetapi kadar proteinnya terendah dan jumlah partikel terendapkan masih lebih banyak dari yang whey C. Hal ini disebabkan oleh masih adanya protein globular dalam whey. Untuk mendapatkan informasi lebih jelas mengenai hal tersebut, perlu dilakukan analisis komponen organik whey lebih lanjut. Namun curd memiliki kemampuan mengikat air yang baik, sehingga partikel lain yang larut air seperti asam amino larut air, lemak, dan karbohidrat ikut terendapkan bersama curd.
Protein (mg/ml)
1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
Transmitan Gambar 12. Grafik hubungan antara transmitan whey dan jumlah protein whey
35
Selain sifat fisik protein yang dapat diukur dengan analisis transmittan dan kadar protein berdasarkan kemampuannya menahan partikel cahaya, molekul protein memiliki sifat fisikokimia yng khas yakni protein memiliki gugus fungsi bermuatan positif dan negatif dalam satu molekulnya, yang kemudian disebut molekul zwitter ion. Perbedaan besar muatan menimbulkan kekuatan ionik yang mempengaruhi kestabilan molekul dalam larutan. Kekuatan ionik molekul protein tersebut dapat direpresentasikan oleh nilai pH larutan. Muatan total protein dapat bernilai positif, negatif, ataupun netral, yang dipengaruhi oleh nilai pH larutan. Nilai pH yang menjadi acuan untuk menentukan nilai muatan total protein disebut titik isoelektrik (pI). Kitchener (1968) mengutarakan bahwa titik isoelektrik merupakan keadaan pH suspensi protein dengan muatan total protein yang bernilai nol dan gaya tolak elektrostatik antar koloid protein yang bernilai minimun. Di titik ini, interkasi antarmolekul yang dominan adalah gaya van der Waals. Suspensi akan mengalami flokulasi/ pengendapan dan berubah menjadi sistem koloid liofobik. Pada titik ini pula, proses koagulasi terjadi. Namun, jika pH larutan berada di bawah pI, protein bermuatan total positif. Muatan positif protein berasal dari ion NH4+ yang tersisa, karena gugus karbolsilat COOtelah berikatan dengan ion H+ yang melimpah. Sedangkan jika pH larutan berada di atas pI, protein bermuatan total negatif. Muatan negatif protein berasal dari ion COO- yang tersisa, karena gugus amino NH4+ telah berikatan dengan ion OH- yang lebih banyak. Koagulasi sari kedelai dengan koagulan CaSO4 berlangsung pada kisaran pH asam. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pH whey yang terbentuk seperti pada Tabel 10. Data tersebut dapat mewakili kondisi pH koagulasi karena pengukuran whey segar dilakukan segera setelah curd tahu dipress. Tabel 10 menunjukkan bahwa koagulasi terjadi pada rentang pH 5.70-5.90 dengan nilai pH yang tidak berbeda nyata, di bawah pH netral. Pada taraf signifikasi 0.05, baik perubahan konsentrasi koagulan, perubahan suhu koagulasi, maupun interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi tidak memberikan efek yang nyata terhadap nilai pH whey (analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8). Kondisi asam dapat meningkatkan daya tarik molekul protein terhadap ion positif dari koagulan CaSO4. Menurut Moizuddin (1999), dalam larutan, gugus fungsi anion protein memiliki afinitas terhadap kation Ca2+ dan H+. Nilai konsentrasi H+ yang besar yang menghasilkan nilai pH di antara 3 dan 7, akan menghasilkan ikatan Ca-protein yang banyak. Sehingga dengan kata lain, semakin tinggi jumlah H+ semakin rendah nilai pH, maka afinitas molekul protein terhadap ion Ca2+ semakin tinggi. Sementara ion SO42- akan berikatan dengan gugus bermuatan positif dari komponen organik (termasuk protein dalam sari kedelai). Peningkatan afinitas tersebut akan menurun setelah semua molekul protein terkoagulasi.
Tabel 10. Nilai pH whey yang terpisah dari curd
Suhu Koagulasi (ºC) Kosentrasi CaSO4 (N) 60
80
0.015
5.72
5.85
0.030
5.76
5.85
0.045
5.90
5.79
36
Menurut Tay & Perera (2004), kondisi pH koagulasi yang sama akan menghasilkan sifat fisik curd yang sama, antara lain tekstur, penampakan visual, dan water holding capacity (WHC). Perbedaan pH di akhir pemberntukan gel akan mempengaruhi perbandingan jumlah protein 11S dalam gel. Proporsi protein 11S yang lebih tinggi akan membuat gel memiliki nilai kekerasan, kohesivitas, daya kunyah, dan kecerahan (L*) yang lebih tinggi. Protein globulin 7S memiliki titik isoelektrik yang lebih rendah (pH 4.5-5.0) daripada globulin 11S (pH 6.3-7.0) (Brooks & Morr 1985).
4.1.2 Pengaruh Parameter Proses 4.1.2.1 Konsentrasi Koagulan Perubahan konsentrasi memberikan efek nyata baik terhadap nilai transmittan maupun kadar protein whey. Dengan pengamatan visual dan analisis whey tersebut, kisaran konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi yang optimum dapat diketahui. Grafik pada Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12 menunjukkan bahwa proses koagulasi yang optimum terjadi ketika sari kedelai dikoagulasi oleh koagulan dengan kisaran konsentrasi CaSO4 0.030 N. Pada daerah tersebut, terdapat nilai transmittan whey yang lebih tinggi dan konsentrasi protein whey terendah. Hal tersebut menggambarkan bahwa protein dalam sari kedelai hampir seluruhnya terkoagulasi oleh koagulan sehingga protein yang terlarut dalam whey tersisa sedikit. Dua variabel ini dapat diketahui secara tidak langsung dengan pengamatan visual. Whey yang dihasilkan pada rentang ini lebih jernih dan tidak mengandung banyak partikel protein globular. Hal tersebut ditandai oleh lebih sedikitnya pengendapan partikel-partikel tersebut dalam 30 menit setelah pengepresan. Koagulasi protein yang optimum secara umum terjadi pada titik isoelektrik (pI). Protein globulin 7S memiliki titik isoelektrik yang lebih rendah (pH 4.5-5.0) daripada globulin 11S (pH 6.37.0) (Brooks & Morr 1985). Dan dalam kedelai termasuk sari kedelai, jumlah protein globulin 11S lebih banyak dari protein globulin 7S. Titik ini direpresentasikan oleh nilai pH koagulasi. Karena keterbatasan alat pH meter yang tidak dapat mengukur pH pada suhu tinggi (lebih tinggi dari suhu ruang) seperti suhu koagulasi yang dilakukan, nilai pH koagulasi diamati dari nilai pH whey yang terbentuk. Meskipun tidak signifikan, peningkatan konsentrasi memberikan nilai pH yang semakin dekat dengan pI globulin 11S, sehingga diasumsikan jumlah protein terkoagulasi semakin banyak yang dibuktikan dengan analisis kadar protein curd. Peningkatan nilai pH juga berpengaruh terhadap kekuatan ionik protein. Semakin dekat dengan pH 7, afinitas protein globulin 11S dengan ion Ca semakin tinggi, sehingga selain meningkatkan jumlah protein terikat, proses koagulasi pun berlangsung lebih cepat. Keadaan ini pun akan menurunkan jumlah partikel-partikel makro dalam whey yang akan terflokulasi kemudian.
4.1.2.2 Suhu Koagulasi Interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi memberikan efek yang nyata terhadap transmittan dan kadar protein, tetapi tidak pada pH whey. Sedangkan perubahan suhu koagulasi tersendiri memberikan efek yang nyata terhadap kadar protein whey, tetapi tidak terhadap nilai transmittan dan pH whey. Suhu koagulasi berpengaruh terhadap kinetika molekul-molekul yang bereaksi meliputi molekul CaSO4 dam protein globular. Peningkatan suhu meningkatkan energi kinetik molekul sehingga rekasi berjalan lebih cepat (kecepatan reaksi lebih tinggi). Oleh sebab itu
37
waktu koagulasi pada suhu 80°C lebih cepat dari pada suhu 60°C. Whey yang dihasilkan lebih jernih dan memiliki transmittan yang lebih tinggi (kecuali pada konsentrasi CaSO4 0.045 N). Pada suhu 60°C, waktu 10 menit untuk koagulasi masih belum cukup. Dengan demikian, pada suhu yang lebih tinggi (80°C), probabilitas kondisi optimum koagulasi lebih besar. Suhu yang lebih rendah (60°C) membutuhkan usaha lebih banyak untuk mencapai hasil maksimal. Sehingga, konsentrasi koagulan lebih tinggi (sampai dekat dengan nilai pI) tetap membutuhkan waktu koagulasi yang lebih lama. Untuk memastikan denaturasi dan agregasi semua subunit protein pada waktu yang bersamaan, dilakukan pengadukan sebanyakan tiga kali sesaat setelah koagulan dimasukkan ke dalam suspensi kedelai. Homogenisasi ini diperlukan karena koagulan CaSO4.H2O akan terdispersi perlahan di dalam sari kedelai sehingga memberikan waktu koagulasi yang lambat (Shurtleff & Aoyogi 1984). Lama koagulasi pada data yang ditampilkan adalah 10 menit. Namun, dengan waktu 10 menit koagulasi pada suhu 60°C konsentrasi 0.015 N dan 0.030 N serta pada suhu 80°C konsentrasi 0.015 N, koagulasi yang terjadi masih belum sempurna. Hal tersebut ditandai dengan peerbedaan penampakan whey sebelum dan sesudah pengepresan. Pada suhu rendah (60°C) dan konsentrasi rendah (0.015 N), sebelum pengepresan, whey tampak seperti suspensi susu. Jika didiamkan selama 30 menit berikutnya, akan terlihat endapan seperti tahu yang menandakan proses koagulasi lanjutan setelah pemisahan curd untuk dicetak. Kemudian, selama pengepreasan, whey yang terbentuk lebih bening transparan seperti whey pada umumnya. Data menunjukkan bahwa proses koagulasi pada suhu 60°C memiliki nilai transmittan whey lebih rendah dan jumlah protein whey yang lebih tinggi.
4.2 PROFIL PROTEIN CURD 4.2.1 Ekstraksi Koagulasi curd merupakan fenomena pembentukan ikatan hidrogen antar rantai polipeptida, di samping ikatan intermolekul lain yang kekuatannya lebih kecil, sehingga membentuk agregat curd. Koagulasi akan semakin terjadi jika ditambahkan koagulan yang mengandung ion yang memiliki afinitas tinggi terhadap gugus fungsi protein, seperti ion Ca2+. Kumpulan protein yang terkumpul tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui komposisi subunit protein yang berpengaruh terhadap tekstur. Oleh karena itu dibutuhkan proses ekstraksi protein yang dapat memutus ikatan SS dan ikatan Ca-protein. Adapun contoh senyawa pereduksi ikatan sulfida antara lain sistein, 2-merkaptoetanol, Na2SO3 (sodium sulfit) dan dithiotreitol (DTT). Senyawa 2-merkaptoetanol dipilih karena memiliki kemampuan paling besar untuk memutuskan ikatan SS dan dengan pertimbangan ketersediaan bahan. Senyawa 2-merkaptoetanol (2-ME) berperan sebagai pemutus ikatan sulfida antara subunit asam (A) dan subunit basa (B) pada glisinin. Disosiasi ikatan sulfida dapat dioptimalisasi dengan mengkondisikan pH larutan, kekuatan ionik, dan suhu proses (Peng et al. 1984). Dengan analisis ultrasentrifugal, kekuatan ionik yang rendah yaitu dengan konsentrasi 2-ME 0.5-0.03 M pada kondisi asam (pH 3.8), glisinin (globulin 11S) mulai muncul dalam fraksi globulin 7S (Lakemond et al. 2000). Dan dengan kekuatan ionik 0.03 M 2-ME pada kondisi sedikit basa (pH 8.6), glisinin mulai terdisosiasi menjadi unit yang lebih kecil yang muncul dalam fraksi 7S dan 2S (Eldridge & Wolf 1967, Koshiyama 1972, Lakemond et al. 2000). Beberapa protein memiliki afinitas yang tinggi terhadap ion, seperti pada ikatan Ca-protein pada proses koagulasi protein kedelai oleh garam sulfat dihidrat. Kehadiran garam dan interaksi ionik tersebut dapat menurunkan efisiensi ekstraksi protein dan mengganggu jalannya elektroforesis protein selanjutnya. Persen protein terekstrak dari kadar protein Kjeldahl, yang disebut dengan persen
38
recovery, menurun seiring meningkatnya konsentrasi CaSO4 sebagai koagulan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 11 (data terperinci dapat dilihat pada Lampiran 9). Antisipasi yang dapat dilakukan adalah dengan menghadirkan ion kelator atau melakukan denaturasi sebagai perlakuan awal (Rabiloud 1996).
Tabel 11. Perbandingan ekstraksi protein dengan 2-ME dan HCl
Suhu
Konsentrasi
Koagulasi
CaSO4
Buffer Tris-HCl pH 8.4 +
HCl 0.2M +
(°C)
(N)
2-merkaptoetanol
2-merkaptoetanol
0.015
68.57
35.41
0.030
19.96
34.90
0.045
16.86
30.16
0.015
41.40
30.33
0.030
37.00
58.01
0.045
14.11
19.45
60
80
Persen Recovery Protein (%)
Pemutusan ikatan Ca-protein juga dapat dilakukan dengan pengasaman. Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa ektraksi protein dengan HCl 0.2 M dan 2-ME dapat meningkatkan persen recovery protein, kecuali untuk curd yang dikoagulasi CaSO4 0.015 N pada 60°C dan 80°C, serta 0.045 N pada 80°C. Selain efektifitas pengasaman hanya efektif pada konsentrasi dan suhu tertentu, pengasaman juga akan mengganggu distribusi molekul protein dalam gel elektroforesis. Oleh karena itu, untuk mendenaturasi ikatan antara Ca dan polipeptida protein, ekstraksi protein tetap menggunakan buffer tris pH 8.4 + 2-ME dengan pemanasan pada suhu 80°C selama 1 jam. Dan untuk mengoptimalkan hasil ekstraksi, ekstraksi pun diulang sebanyak 3 kali dan dilakukan homogenisasi dengan vortex selama 1 menit berkala setiap 20 menit selama pemanasan. Sehubungan dengan syarat kondisi keasaman larutan untuk masuk ke dalam sumur elektroforesis yang mengharuskan larutan ber-pH basa, maka metode ekstraksi protein terpilih adalah ekstraksi dalam kondisi basa buffer Tris-HCl pH 8.4 yang mengandung 2-ME 0.02 M. Jika ektraksi dilakukan dalam kondisi asam, larutan sampel akan tersebar dalam gel separasi dan tidak membentuk barisan pita yang teratur. Walaupun dilakukan pembasaan ekstrak protein dengan penambahan NaOH, larutan sampel tetap menyebar tidak beraturan ke semua sumur gel.
4.2.2 Profil Protein dengan Teknik Elektroforesis Penggunaan sodium dodesil sulfat (SDS) dan merkaptoetanol disertai dengan pemanasan telah memecah struktur tiga dimensi dari protein, terutama ikatan disulfida menjadi subunit-subunit polipeptida secara individual. Wijaya & Rohman 2001 memaparkan bahwa SDS juga membungkus rantai protein yang tidak terikat dengan muatan negatif yang sama membentuk kompleks SDSprotein. Kompleks SDS-protein mempunyai densitas muatan yang identik dan bergerak pada gel 39
hanya berdasarkan ukuran protein. Kompleks SDS-protein yang lebih besar mempunyai mobilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kompleks yang lebih kecil. Hal tersebut disebabkan oleh kerapatan partikel gel yang menghambat mobilitas protein. Berurut-turut dari atas ke bawah adalah subunit protein dari berbobot molekul terbesar sampai terkecil, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13. Profil protein curd hasil SDS-PAGE (diidentifikasi berdasarkan hasil penelitian Poysa et al. 2006 dan Yasir et al. 2006)
Intensitas pita-pita yang terdapat pada gel protein menandakan konsentrasi subunit protein yang terdeteksi. Intensitas pita tersebut diolah dengan menggunakan program Image J© sehingga menghasilkan visualisasi seperti pada Gambar 14. Puncak kurva menandakan subunit protein dengan bobot molekul tertentu. Bobot molekulnya diverisfikasi sesuai dengan bobot molekul marker standar. Lebar kurva menandakan ketebalan pita yang tampak. Dan dengan garis dasar yang sama pada setiap kurva, luas daerah di bawah kurva yang dibatasi oleh garis dasar dihitung sebagai konsentrasi subunit protein yang dicari. Setiap sampel curd memberikan jenis dan konsentrasi subunit protein yang berbeda. Ketebalan pita direpresentasikan oleh luas area dibawah kurva setiap puncak. Data hasil pembacaan luas area tersebut divisualisasikan ke dalam grafik pada Gambar 15-Gambar 18 selanjutnya. Sedangkan hasil analisis terperinci mengenai bobot molekul dan kadar masing-masing subunit dapat dilihat pada Lampiran 10. Gambar 15 secara khusus memperlihatkan perubahan kadar subunit protein 7S akibat perubahan konsentrasi koagulan yang terdiri dari subunit α’ + α dan subunit basa. Sedangkan perubahan kadar subunit protein 11S ditampilkan oleh Gambar 16 dan Gambar 17. Berdasarkan data yang dapat dilihat pada Gambar 16 dan Lampiran 10, subunit protein terbanyak dari semua sampel curd adalah subunit asam dari glisinin (globulin 11S). Dan Gambar 18 menampilkan perubahan proporsi protein 11S/7S akibat perubahan konsentrasi koagulan.
40
Gambar 14. Pembacaan tebal pita dengan Image J©
4.2.3 Pengaruh Parameter Proses 4.2.3.1 Konsentrasi Koagulan Secara keseluruhan, jumlah protein 11S lebih banyak daripada protein 7S. Dan dari protein 11S, subunit asam yang menempati porsi paling besar. Pada taraf signifikasi 0.05, perubahan konsentrasi koagulan memberikan efek yang nyata terhadap kadar subunit A1 dan subunit basa, namun tidak terhadap subunit α’ + α, subunit β, subunit A4, subunit A2, subunit A6, total subunit asam, total subunit 7S, total subunit 11S, dan proporsi subunit 11S/7S (analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 11 dan Lampiran 12). Dengan demikian, subunit A1 dan subunit basa sebagai bagian dari protein 11S dapat dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui keterkaitannya dengan atribut tekstur, kadar air (%BB), total padatan (%BB dan %basis bahan bahan baku kedelai) curd dengan menghitung nilai korelasi beserta tingkat signifikasi linearitasnya. Karena struktur jaringan beserta jenis ikatan di dalam protein 11S yang berbeda dengan protein 7S mengakibatkan konsekuensi yang berbeda bagi kemampuan curd dalam mengikat air dan protein globular ketika koagulasi terjadi. Kadar protein 11S dalam curd lebih banyak dari protein 7S, seperti pada biji kedelai awal sebelum pemasakan. Jumlahnya yang meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi koagulan disebabkan oleh kondisi pH dan kekuatan ionik protein yang mendekati nilai pI glisinin (11S), seperti yang ditampilkan pada Gambar 18. Sebaliknya, penurunan konsentrasi koagulan memberikan proporsi yang besar bagi protein 7S, karena nilai pH koagulasi mendekati pI β-conglisinin (7S). Seperti yang dinyatakan oleh Brooks & Morr (1985) bahwa protein globulin 7S memiliki titik isoelektrik yang lebih rendah (pH 4.5-5.0) daripada globulin 11S (pH 6.3-7.0). Dan subunit asam sebagai subunit yang proporsinya paling besar, akan banyak terkoagulasi seiring dengan semakin
41
basanya larutan atau meningkatnya pH larutan, yaitu dengan meningkatkan kosentrasi koagulan CaSO4. Dengan demikian, konsentrasi optimum koagulasi pada 0.030-0.045 N memberikan porsi protein 11 S yang paling besar, khususnya subunit asam glisinin.
4.2.3.2 Suhu Koagulasi Secara keseluruhan pada taraf signifikasi 0.05, baik perubahan suhu koagulasi maupun interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi tidak memberikan efek yang nyata terhadap kadar semua subunit protein dalam curd. Suhu koagulasi hanya mempengaruhi kecepatan koagulasi subunit-subunit protein tersebut. Jika dibandingkan dengan protein 7S, gelasi protein 11S lebih cepat. Hashizume (1975) membuktikan fenomena tersebut lewat struktur jaringan gel (SEM) globulin 7S yang lebih halus daripada protein 11S. Kenaikan suhu meningkatkan energi kinetik molekul sehingga rekasi berjalan lebih cepat. Akan tetapi, jika pengamatan perubahan kadar masing-masing subunit dilakukan per perlakuan suhu, terlihat bahwa kedua nilai suhu koagulasi memberikan trend perubahan kadar subunit yang tidak selalu sama.
25% 19.64%
20% 15% 9.61%
10.05%
10%
5.89%
5%
1.49%
0.31%
0.030
0.045
0%
19.97%
20% 15% 10%
12.13%
11.20%
3.52%
2.57%
0.030
0.045
5.62%
5% 0%
0.015
[CaSO4] (N) α' + α (A) Gambar 15
% Subunit Protein
% Subunit Protein
25%
0.015
[CaSO4] (N) β
α' + α
β
(B)
Pengaruh konsentrasi koagulan terhadap komposisi subunit protein β-conglisinin (7S) dalam curd yang dikoagulasi pada suhu 60°C (A) dan 80°C (B)
Gambar 15 menunjukkan bahwa kadar subunit α’ + α dan subunit β menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi koagulan. Hal tersebut berlaku di kedua suhu koagulasi. Sedangkan Gambar 16 menunjukkan bahwa selain terhadap subunit A2, perbedaan suhu koagulasi memberikan perbedaan pola perubahan kadar sub-subunit asam yang berbeda. Perubahan tersebut bertolak dari daerah konsentrasi optimum 0.030 N. Misalnya pada kadar subunit A1, semula peningkatan konsentrasi menyebabkan peningkatkan kadar A1, pada suhu 80°C kadar A1 menurun setelah konsentrasi melebihi 0.030 N. Sehingga secara keseluruhan subunit asam dalam protein 11S, pola perubahan berbeda antara suhu 60°C dan 80°C, seperti yang terlihat pada Gambar 17. Pada suhu 60°C proporsi cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi koagulan, tetapi pada suhu 80°C jumlah subunit asam menurun setelah mencapai daerah konsentrasi optimum 0.030 N walaupun 42
masih lebih besar dari 0.015 N. Sedangkan peningkatan konsentrasi koagulan menyebabkan kadar subunit basa dalam protein 11S sama-sama cenderung menurun di kedua suhu koagulasi.
39.65%
45%
40.86%
40%
40%
35%
35%
30%
24.53%
25% 20% 15% 10%
10.75%
8.47%
5%
9.56%
0%
4.73%
12.18% 9.02%
10.71% 14.49% 10.14%
Subunit Protein
Subunit Protein
45%
0.030
25% 20% 15% 10% 5%
A1
10.28% 8.85% 10.52%
7.95%
5.90% 8.17% 6.56%
9.92% 4.02%
0.015
0.045
0.045
[CaSO4] (N) A4
35.21%
32.80%
30%
0%
0.015
39.42%
0.030 [CaSO4] (N)
A2
A6
A4
A1
A2
(A)
A6
(B)
90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
71.59% 47.29% 31.32% 16.87%
17.60%
65.35%
70%
76.20% % Subunit Protein
% Subunit Protein
Gambar 16. Pengaruh konsentrasi koagulan terhadap komposisi subunit asam pada protein glisinin dalam curd yang dikoagulasi pada suhu 60°C (A) dan 80°C (B)
60%
54.81%
59.43%
50% 40% 30%
19.59%
19.00%
18.18%
0.015
0.030
0.045
20% 10% 0%
0.015
0.030
0.045
[CaSO4] (N) Total Asam (A)
[CaSO4] (N) Basa
Total Asam
Basa (B)
Gambar 17. Pengaruh konsentrasi koagulan terhadap komposisi subunit protein glisinin (11S) dalam curd yang dikoagulasi pada suhu 60°C (A) dan 80°C (B)
43
Subunit Protein
80
93.79
70.74
60 40
29.26 11.54 20.64
20 0 2.53 0.015 7S (%)
6.21
8.58
(A)
80
84.35
11S/7S
86.23
74.40
60 40
25.60
20 3.03
0
0.030 0.045 [CaSO4] (N) 11S (%)
100 Subunit Protein
88.46
100
0.015 7S (%)
15.65 13.77 19.53 11.36
0.030 0.045 [CaSO4] (N) 11S (%)
11S/7S
(B)
Gambar 18. Pengaruh konsentrasi koagulan terhadap komposisi subunit protein 7S san 11S dalam curd yang dikoagulasi pada suhu 60°C (A) dan 80°C (B)
Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 18, perubahan kadar protein 7S dan 11S di kedua suhu memiliki pola serupa. Peningkatan konsentrasi koagulan menyebabkan total 11S meningkat sedangkan total 7S menurun. Namun berbeda halnya dengan proporsi 11S/7S. Pada suhu 60°C proporsi cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi koagulan, tetapi pada suhu 80°C proporsi 11S/7S menurun setelah mencapai daerah konsentrasi optimum 0.030 N walaupun masih lebih besar dari proporsi 0.015 N. Dan seperti yang telah diketahui dari Thanh & Shibasaki (1976) bahwa protein dasar yang terdapat dalam kedelai adalah glisinin (11S) dan β-conglisinin (7S), yang jumlahnya berkisar 70% dari total protein dalam biji kedelai. Protein β-conglisinin merupakan glikoprotein trimerik yang terdiri atas tiga subunit, α, α’, dan β (Thanh & Shibasaki 1978). Sedangkan glisinin merupakan heksamer yang disusun oleh polipeptida asam (A) yang berikatan disulfida dengan polipeptida basa spesifik (B) (Staswick et al. 1984). Glisinin merupakan protein dominan yang terdapat dalam biji kedelai, terhitung lebih 50% dari total protein di setiap varietas kedelai, kecuali jika biji kedelai mengalami perlakuan irradiasi yang dapat menurunkan kadar glisinin (Yagasaki et al. 1996) termasuk β-conglisinin (Takahashi et al. 1994, 1996). Karena perlakuan pra proses koagulasi terhadap kedelai dapat mempengaruhi kestabilan ikatan dalam konstruksi molekul glisin, perlakuan suhu koagulasi yang berbeda disinyalir menyebabkan perbedaan kadar masing-masing subunit protein 11S dan 7S yang terkoagulasi bersama protein globular.
4.3 ANALISIS CURD 4.3.1 Tekstur dan Kadar Air Pada dasarnya tekstur dapat dinilai dengan mengandalkan penilaian sensori dengan indera peraba secara alami oleh manusia ataupun dengan alat. Pengukuran ini dilakukan terlebih dahulu dengan analisis tekstur objektif menggunakan alat Texture Profile Analyzer (TPA) sehingga dihasilkan data kuantitatif tekstur curd. Setiap curd akan menghasilkan kurva tekstur yang memiliki pola seperti Gambar 7 pada Bab Metode Penelitian. 44
Sumbu y kurva di atas mewakili gaya tekan yang dikenakan pada curd. Alat TPA akan menekan curd dua kali sehingga data TPA akan menghasilkan 2 puncak kurva dalam satu grafik. Setiap kurva mewakili satu tekanan yang dianalogikan sebagai satu gigitan/kunyahan manusia. Selanjutnya, perhitungan nilai pada sumbu x dan sumbu y akan menghasilkan data parameter tekstur dengan perhitungan seperti yang dijelaskan pada Gambar 7 di Bab Metode Penelitian. Parameter tekstur yang dapat diperoleh dari kurva terdiri atas kerapuhan, kekerasan, daya kohesif, daya kenyal, kelengketan, elastisitas, dan daya kunyah. Tidak semua produk memiliki nilai kerapuhan, begitu juga dengan curd. Beberapa tahu komersil memiliki kerapuhan, namun tidak semua sampel curd tahu yang dibuat dengan CaSO4 pada kelompok yang sama memiliki nilai kerapuhan. Meskipun ada, nilai kerapuhannya pun tidak stabil. Untuk memperkecil bias dan variasi serta untuk kepentingan analisi tekstur objektif selanjutnya yang tidak menekankan parameter kerapuhan, nilai kerapuhan ssemua sampel tidak dimasukkan ke dalam data tekstur objektif. Semua sampel tahu yang dibuat tidak menampilkan area negatif. Dengan demikian, semua sampel tahu tidak tergolong produk kenyal, sehingga nilai daya kenyal tidak diukur. Berbagai atribut tekstur itu sendiri merupakan konsekuensi langsung dari susunan mikrostruktur yang dibangun oleh komposisi kimia dan gaya fisik (Stanley & Tung 1970). Atribut tesktur curd protein kedelai dipengaruhi oleh kondisi koagulasi, seperti suhu, pH, kekuatan ionik, agen koagulan, dan denaturasi protein. Kekuatan curd berbanding lurus dengan interaksi antar molekul protein. Interaksi ini dapat berupa asosiasi hidrofobik, ikatan hidrogen, dan ikatan disulfida. Atibut ini dapat dilihat dengan menggunakan SEM dan mikroskop optik untuk melihat susunan mikrostruktur yang terintegrasi menjadi struktur jaringan yang kompak (Catsimpoolas & Meyer 1970, Aoki 1965).
Tabel 12. Data analisis tekstur per parameter Parameter Tekstur Curd
Kekerasan (Kg Force)
Daya Kohesif
Kelengketan (Kg Force)
Elastisitas
Daya Kunyah (Kg Force)
0.015 N 60°C
1.532
0.442
0.680
1.000
0.680
0.015 N 80°C
1.164
0.341
0.404
1.000
0.404
0.030 N 60°C
1.455
0.435
0.639
1.000
0.640
0.030 N 80°C
1.357
0.330
0.449
1.000
0.449
0.045 N 60°C
1.059
0.317
0.336
1.000
0.336
0.045 N 80°C
2.474
0.394
0.977
1.000
0.977
Tabel 12 di atas merupakan hasil perhitungan dari analisis tekstur dengan TPA (data terperinci, proses perhitungan, dan analisis variannya dapat dilihat pada Lampiran 13 sampai Lampiran 14). Data menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi koagulan CaSO4.H2O menyebabkan trend tekstur curd yang dihasilkan yang berbeda pada suhu 60°C dan 80°C. Pada suhu 60°C, peningkatan konsentrasi koagulan cenderung menurunkan nilai kekerasan dan daya kunyah, sedangkan pada suhu 80°C cenderung meningkatkan nilai kekerasan dan daya kunyah. Perbedaan fenomena ini dipengaruhi oleh mekanisme khusus gelasi yang dilakukan oleh garam CaSO4 seperti yang dapat 45
dilihat sebelumnya pada Gambar 3. Tekstur curd tidak terlepas dari total padatan dan kadar air curd. Matriks curd tahu membentuk sistem pangan yang dapat mengikat air dengan baik, sehingga tahu tergolong produk pangan berkadar air tinggi. Jika kandungan air dihilangkan, tersisa padatan curd yang disebut dengan total padatan. Total padatan dapat mewakili jumlah protein yang terendapkan, disamping adanya molekul lain seperti lemak dan karbohidrat yang ikut tertikat dalam matriks curd. Peningkatan konsentrasi koagulan akan memperbanyak netralisasi muatan asam amino pada protein kedelai sehingga jumlah protein yang teragreagasi dan terendapkan semakin banyak. Konsentrasi koagulan yang optimum akan membentuk curd yang maksimal dan mengurangi protein whey yang terbentuk. Semakin tinggi total padatan curd semakin tinggi keberhasilan proses koagulasi. Dari data total padatan yang dapat dilihat pada Gambar 19 (data kuantitatif terperinci beserta analisis variannya dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16). Total padatan yang terbentuk meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi CaSO4 dan peningkatan suhu (kecuali pada konsentrasi tertinggi).
% Padatan (basis bahan baku kedelai)
45.00 40.88 40.00 37.54
35.00
37.75
34.27 30.00 25.59
25.99
0.015
0.030
Suhu koagulasi 60°C Suhu koagulasi 80°C
25.00 20.00 0.045
Konsentrasi CaSO4 (N) Gambar 19. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap total padatan curd
Kadar air curd diukur dengan metode oven segera setelah tahu diproduksi. Hasil analisis kadar air dapat dilihat pada Gambar 20 (data kuantitatif terperinci dan analisis variannya dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran 18). Grafik menunjukkan bahwa tahu merupakan curd yang memiliki kemampuan gelasi yang cukup baik dalam mengikat air, yakni sebanyak hampir 20% dari bobot utuhnya. Penimbangan sampel mengakibatkan adanya selang waktu sekitar 30-60 menit setelah tahu selesai dicetak sampai kadar air tahu dianalisis. Selama jeda waktu tersebut, tahu yang terkoagulasi pada suhu 60°C mengalami pengeluaran air dari matriks, atau disebut sineresis. Hal tersebut tampak dari berairnya tahu setelah didiamkan beberapa jam, meskipun tahu telah ditiriskan sebelumnya dari cetakan. Sineresis ini terjadi ketika tahu segar berukuran 10 cm x 10 cm disimpan dalam wadah pada suhu ruang tanpa perendaman. Perendaman tidak dilakukan untuk menghilangkan bias kadar air lebih besar. Oleh karena itu, grafik pada Gambar 20 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi koagulan menurunkan kadar air tanpa fluktuasi hanya pada suhu 80°C. Fluktuasi kadar air pada tahu 60°C terjadi karena kondisi koagulasi yang belum optimum, sehingga koagulasi protein tidak disertai dengan kempampuan mengikat air yang baik.
46
Tahu yang dikoagulasi pada suhu rendah (60°C) dan konsentrasi rendah memiliki kadar air yang tinggi. Tahu ini memiliki penampakan tekstur yang halus, basah, serta terlihat lebih lunak dan rapuh. Sedangkan tahu yang dikoagulasi pada konsentrasi koagulan optimum dan pada suhu tinggi (80°C) memiliki kadar air yang lebih rendah. Tahu ini memiliki penampakan tekstur yang lebih kasar, lebih kesat, serta terlihat lebih padat dan kompak. Menurut Cai et al. (1997) pun demikian, bahwa tahu dengan kandungan air yang tinggi akan memberikan penampakan yang lembut, sebaliknya, tahu dengan kandungan air rendah akan memberikan penampakan tekstur kasar. Cai et al. (1997) mengkorelasikan antara kandungan air yang tinggi dengan rendemen tahu yang diperoleh. Semakin rendah kadar air, semakin tinggi rendemen tahu, yang diketahui dari total padatan yang diperoleh, seperti pada data sebelumnya yaitu Gambar 19.
23.00
Kadar Air (%BB)
21.00
20.63 19.87
19.00
18.86
18.69
18.23 17.00
Suhu koagulasi 60°C 16.49
Suhu koagulasi 80°C
15.00 13.00 0.015
0.030
0.045
Konsentrasi CaSO4 (N) Gambar 20. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap kadar air curd
Untuk mendeteksi adanya keterkaitan antara atribut tekstur, kadar air (%BB), total padatan (%BB), dan total padatan (% basis bahan baku kedelai), dan komposisi subunit protein curd dilakukan pengkorelasian antar variabel tersebut dengan analisis regresi linear yang menghasilkan nilai korelasi Pearson seperti yang terangkum pada Tabel 13 dan Tabel 14. Sedangkan data analisis lengkap dapat dilihat pada Lampiran 19 sampai Lampiran 24. Nilai korelasi Pearson merepresentasikan keterkaitan antar dua variabel bersangkutan. Nilai korelasi yang mendekati nilai nol (0) mengartikan hubungan antar variabel yang melemah atau tidak saling berkaitan. Keterkaitan yang moderat direpresentasikan oleh nilai korelasi 0.3 sampai 0.7. Korelasi antar variabel dapat bernilai positif maupun negatif, dilihat dari nilai koefisien Xj pada model linier. Nilai positif mengartikan hubungan antar variabel saling sinergis sedangkan nilai negatif mengartikan hubungan yang berkebalikan. Sedangkan besar koefisien Xj menggambarkan besarnya pengaruh antar variabel jika kedua variabel dikaitkan. Data korelasi Pearson menggambarkan bahwa sebagian besar variabel memiliki keterkaitan sedang dan memerlukan adanya pengujian lengkung, bahkan ada beberapa yang tidak signifikan. Hal ini dapat dikarenakan oleh faktor rendahnya persen recovery ekstraksi protein dan berbedanya skala pembuatan curd antara analisis tekstur (skala tahu pres) dan profil protein (skala curd dalam tabung sentrifuge). Rendahnya nilai persen recovery ekstraksi protein memungkinkakn protein curd tidak
47
terekstrak seluruhnya dan tidak terbaca saat analisis elektroforesis untuk mengetahui komposisi subunit protein. Jika protein curd hampir terekstrak seluruhnya (mendekati 100%), faktor perbedaan skala pembuatan curd dapat diabaikan.
Tabel 13.
Hasil analisis korelasi Pearson antara kadar subunit protein, kadar air, dan total padatan curd
Subunit A1
Kadar Air
Total Padatan
Total Padatan
(%BB)
(%BB)
(%BBBK)*
0.3154
0.0264
0.5156b
Yx = 0.0575 + 1.5780Xj
Yx = 0.4612 – 0.0013Xj
Yx = 0.1512 + 0.0060Xj
F Regresi Linier
2.31
0.02
6.18
F Penyimpangan
3.74
4.31
2.77
0.2759a,c
0.1174a,c
0.5258a,b
Yx = 0.4254 - 1.1764Xj
Yx = -0.2019 + 0.0050Xj
Yx = 0.3806 - 0.0053Xj
F Regresi Linier
2.24
0.41
8.14
F Penyimpangan
5.30
5.76
3.82
Korelasi Pearson Model Linier
Subunit Basa
Korelasi Pearson Model Linier
Keterangan:
F tabel:
FRegresi Linier (1,6) FPenyimpangan (4,6)
= 5.99 = 4.53
* %basis bahan baku kedelai terdapat efek yang signifikan antar variabel pada α = 0.05 b efek linearitas berarti pada α = 0.05 c perlu dilakukan pengujian regresi lengkung a
Berdasarkan Tabel 13, keterkaitan tertinggi dan linieritas terbaik dimiliki oleh total padatan (%BBBK) curd dan subunit basa dengan korelasi Pearson bernilai 0.5258. Peningkatan subunit basa dalam curd akan menyebabkan total padatan curd menurun. Linieritas yang berarti pula dimiliki oleh total padatan (%BBBK) dengan subunit A1 dengan korelasi Pearson bernilai 0.5156 namun efeknya tidak signifikan. Berkebalikan dengan subunit basa, peningkatan subunit A1 dalam curd akan menyebabkan total padatan curd meningkat. Dan berdasarkan Tabel 14 berikut, keterkaitan antara atribut tekstur dan subunit protein tertinggi dimiliki oleh daya kohesif dan subunit A1 dengan korelasi Pearson senilai 0.4049 namun efeknya tidak signifikan. Efek yang signifikan dan memiliki keterkaitan tertinggi antara subunit protein dan atribut tekstur dimiliki oleh daya kohesif dan subunit basa yang berkorelasi positif dengan nilai korelasi Pearson 0.3660 dan efek linieritas yang berarti, namun masih perlu dilakukan pengujian regresi lengkung. Keterkaitan tertinggi dimiliki oleh daya kohesif dan total padatan (%BBBK) yang berkorelasi negatif dengan nilai korelasi Pearson 0.9613. Linieritas terbaik (tidak perlu pengujian regresi lengkung) dimiliki oleh daya kohesif dan total padatan (%BB) yang berkorelasi positif dengan korelasi Pearson bernilai 0.6894. Di antara atribut tekstur lainnya, kekerasan curd memiliki keterkaitan paling besar dengan kadar air (%BB) yang berkorelasi positif
48
dengan korelasi Pearson senilai 0.6513. Sementara kelengketan curd memiliki keterkaitan paling besar dengan total padatan (%BB) dengan nilai korelasi Pearson 0.6124.
Tabel 14.
Hasil analisis korelasi Pearson antara atribut tekstur, kadar subunit protein, kadar air, dan total padatan curd Atribut Tekstur
Subunit A1♣
Kekerasan
Daya Kohesif
Kelengketan
0.1585
0.4049
0.1545
Yx = 0.3405 + 0.0053Xj
Yx = 0.4003 – 0.0610Xj
Yx = 0.3448 + 0.0103Xj
F Regresi Linier
0.58
3.81
0.56
F Penyimpangan
4.17
3.36
4.18
Korelasi Pearson Model Linier
Subunit Basa
♣
Korelasi Pearson Model Linier
0.2725
a,c
0.3660
a,b,c
0.3453a,c
Yx = 0.2242 - 0.0077Xj
Yx = 0.1687 + 0.0470Xj
Yx = 0.2219 - 0.0195Xj
F Regresi Linier
2.19
6.08
3.51
F Penyimpangan
5.31
5.88
Kadar Air
Korelasi Pearson
(%BB)♦
Model Linier
0.6153
a,b,c
0.1733
4.98 a,c
0.5161a,b,c
Yx = 0.1755 + 0.0048Xj
Yx = 0.1926 – 0.0062Xj
Yx = 0.1807 + 0.0081Xj
F Regresi Linier
16.18
1.28
11.38
F Penyimpangan
3.64
7.36
4.84
0.5881a,b,c
0.6894a,b
0.6124a,b,c
Yx = 0.8239 – 0.0046Xj
Yx = 0.7935 + 0.0245Xj
Yx = 0.8207 – 0.0096Xj
F Regresi Linier
17.78
20.31
16.03
F Penyimpangan
3.99
2.61
3.68
Total Padatan
Korelasi Pearson
(%BB)♦
Model Linier
Total Padatan
Korelasi Pearson
(% basis
Model Linier
bahan baku kedelai)♦
0.5054
a,b,c
0.9613
a,b,c
0.5365a,b,c
Yx = 0.2984 + 0.0144Xj
Yx = 0.4921 – 0.1237Xj
Yx = 0.3030 + 0.0304Xj
F Regresi Linier
870.31
3149.07
980.73
F Penyimpangan
631.31
61.62
603.70
Keterangan: ♣ F tabel: FRegresi Linier (1,6) FPenyimpangan (4,6) ♦ F tabel: FRegresi Linier (1,12) FPenyimpangan (4,12)
= = = =
5.99 4.53 4.75 3.26
a
terdapat efek yang signifikan antar variabel pada α = 0.05 efek linearitas berarti pada α = 0.05 c perlu dilakukan pengujian regresi lengkung b
49
Maka secara umum, di antara subunit A1 dan subunit basa, subunit basa yang memiliki pengaruh paling tinggi terhadap atribut tekstur, kadar air, dan total padatan. Sementara itu, subunit basa juga berpengaruh terhadap total padatan (%BBBK) yang merepresntasikan kesempurnaan koagulasi protein kedelai. Dan atribut tekstur yang paling dipengaruhi adalah daya kohesif curd, yaitu kemampuan curd dalam menahan deformasi kedua (dengan TPA maupun kunyahan).
4.3.2 Pengaruh Parameter Proses 4.3.2.1 Konsentrasi Koagulan Perubahan konsentrasi koagulan menghasilkan perubahan nilai atribut tekstur curd yang meliputi nilai kekerasan, daya kohesif, kelengketan, Sementara nilai elatisitas produk tidak terpengaruh. Semua sampel memiliki nilai elastisitas = 1, yang menggambarkan bahwa curd tahu tidak bersifat elastis. Oleh karena daya kunyah merupakan hasil kali kelengketan dengan elastisitas, analisis lebih lanjut terhadap daya kunyah tidak dilakukan, begitu juga dengan elastisitas curd. Grafik yang menampilkan pengaruh konsentrasi terhadap nilai atribut tekstur dapat dilihat pada Gambar 21.
0.550
2.150
2.474
1.532
1.455
1.650
1.059
1.150
1.357
1.164
0.650
Daya Kohesif
Kekerasan
2.650
0.450 0.442
0.350
0.435 0.394
0.341
0.250
0.330
0.317
0.150
0.150 0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050
0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050
Konsentrasi CaSO4 (N)
Konsentrasi CaSO4 (N)
(A)
(B)
Kelengketan
1.150 0.950 0.750
Keterangan:
0.680
0.639
0.550
0.977 0.336
0.350 0.404
♦
: Suhu koagulasi 60°C
▲
: Suhu koagulasi 80°C
0.449
0.150 0.000
0.020
0.040
0.060
Konsentrasi CaSO4 (N) (C) Gambar 21. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap kekerasan curd (A), daya kohesif curd (B), dan kelengketan curd (C)
50
Pada taraf signifikasi 0.05, perubahan konsentrasi koagulan memberikan efek yang nyata terhadap kekerasan, daya kohesif, dan kelengketan curd (analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 14). Hal tersebut dikarenakan konsentrasi protein, pH, dan kekuatan ionik, yang berdampak pada perubahan kekuatan gel, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 22. Perbedaan kekuatan gel protein menyebabkan perbedaan struktur jaringan protein globular termasuk sifat fisik dan teksturnya. Oakenfull et al. (1997) menyatakan bahwa jika konsentrasi koagulan melebihi konsentrasi kritis, kekuatan ionik protein akan meningkat dan mendekati nilai titik isoelektrik. Namun kekuatan gel menurun yang ditandai dengan semakin turbid gel yang terbentuk. Gel yang turbid terlihat dari peningkatan intensitas opak curd. Kekuatan gel yang menurun dapat meningkatkan sineresis selama penyimpanan dan mempengaruhi daya kunyah curd. Pada titik konsentrasi kritis, curd cenderung transparan. Sedangkan jika konsentrasi koagulan kurang dari konsentrasi kritis, kekuatan ionik akan semakin melemah dan menjauhi nilai titik isoelektrik. Kekuatan gel pun makin menurun karena curd tidak akan terbentuk, yakni sari kedelai tetap berupa suspensi.
Gambar 22. Model tipe formasi struktur jaringan protein berdasarkan perubahan konsentrasi protein, pH atau kekukatan ionik (Hegg 1982 & Oakenfull et al. 1997)
Konsentrasi kritis akan menurun seiring peningkatan lama pemanasan sari kedelai atau penurunan kecepatan pemanasan. Adanya rentang waktu pemanasan awal dengan pemanasan kembali untuk persiapan suhu suspensi sari kedelai menjelang koagulasi ikut mempengaruhi konsentrasi kritis tersebut (Liu et al. 2004). Hal ini pula yang menyebabkan adanya sedikit fluktuasi tingkat kekerasan curd dan kadar air curd ketika konsentrasi koagulan ditingkatkan pada suhu yang berbeda (Oakenfull et al. 1997). Terbukti bahwa pada taraf signifikasi 0.05, perubahan konsentrasi koagulan memberikan efek yang nyata terhadap kadar air (%BB), total padatan (%BB), dan total padatan (% basis bahan baku kedelai) curd (analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 18). Suspensi kedelai yang ditambahkan koagulan pada titik optimum akan mengasilkan kekuatan ionik gel yang maksimal, ditandai dengan stabilnya gel yang terbentuk tanpa sineresis berlebihan, dan teksturnya kompak serta disukai oleh konsumen. Selain itu, total padatan (% basis bahan baku kedelai) pun terus meningkat sejalan peningkatan konsentrasi koagulan yang manandakan koagulasi protein sari kedelai semakin sempurna. Kekuatan gel dan kekerasan tekstur curd yang dibangun oleh struktur jaringan curd terbentuk karena adanya ikatan hidrofobik didalamnya. Semakin banyak ikatan antarmolekul, semakin kuat jaringan tersebut, dan semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk merapuhkannya. Struktur gel protein kedelai dominan dibangun oleh subunit protein globulin 7S dan 11S, yang masing-masing
51
mempunyai kekuatan struktur berbeda. Saio & Watanabe (1978) bahwa glisinin (11S) dan βconglisinin (7S) yang merupakan fraksi protein terbesar dalam kedelai, berpengaruh terhadap kekerasan dan kelembutan tekstur tahu. Subunit 11S (glisinin) dapat membuat tekstur mengeras karena banyaknya ikatan SS, gaya elektrostatik, dan ikatan hidrogen di dalamnya. Di dalam subunit 7S itu sendiri dapat dicacah menjadi komponen α, α’, dan β, sedangkan 11S dapat dicacah menjadi komponen asam dan basa. Beberapa penelitian sebelumnya juga telah mencacah lebih rinci subsubunit asam menjadi komponen A1, A2, A4, dan A6. Sehingga perubahan konsentrasi tidak hanya berdampak pada perubahan kadar subunit 7S dan 11S maupun proporsinya, tetapi juga pada subsubunit di dalamnya. Dan kemudian perubahan tiap subsubunit protein dalam curd akan menentukan nilai atribut tekstur, kadar air, dan total padatan yang dapat diamati pada Tabel 13 dan Tabel 14. Jika dibandingkan dengan protein 7S, gelasi protein 11S lebih cepat. Hashizume (1975) membuktikan fenomena tersebut lewat struktur jaringan gel (SEM) globulin 7S yang lebih halus daripada protein 11S (menggunakan koagulan yang berbeda: GDL). Kecepatan dan kesempurnaan proses koagulasi protein selain dipengaruhi oleh keoptimuman konsentrasi koagulan, juga dipengaruhi oleh suhu. Hal inilah yang mengakibatkan protein 11S tidak selalu memberikan pengaruh kekerasan yang sama terhadap gel yang dibentuk. Konsentrasi koagulan menentukan kondisi pH dan kekuatan ionik yang sesuai bagi koagulasi subunit protein tertentu. Unit globulin kedelai memiliki sifat fungsional tersendiri, terutama pada aspek gelasi protein, gel yang terbuat dari glisinin lebih keras daripada gel yang terbuat dari βconglisinin (Renkema et al. 2001, Rickert et al. 2004, Saio et al. 1969, Watanabe 1997, Yagasaki et al. 2000). Subunit spesifik dalam glisinin (Mujoo et al. 2003, Tezuka et al. 2000, Yagasaki et al. 2000) dan β-conglisinin (Ramlan et al. 2004, Mujoo et al. 2003) memberikan konstribusi yang berbeda kepada sifat gelasi protein. Nilai pH koagulasi akan mempengaruhi penampakan visual curd yang dihasilkan akibat perbedaan struktur jaringan gel. Karena koagulasi curd berlangsung pada kisaran pH yang sama yaitu pH asam, curd yang dihasilkan oleh setiap koagulan dengan konsentrasi dan suhu yang berbeda, memiliki penampakan visual yang opak (tidak transparan).
Gambar 23. Diagram skematik jaringan teruntai (A) dan jaringan teragregasi (B), dengan skala garis 40-50 µm (Renkema 2001)
Berdasarkan pengamatan molekul protein di bawah mikroskop yang dilakukan oleh Hermansson (1994), tipe struktur gel dipengaruhi oleh pH koagulasi. Pembentukan gel yang
52
diinduksi panas seperti dalam pembuatan tahu, dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu tipe jaringan beruntai yang halus (tipe A) dan tipe jaringan teragregasi yang kasar (tipe B), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 23. Pada tipe A, molekul protein terikat dengan molekul lainnya seperti rangkaian manik-manik dan menghasilkan gel yang teratur (Nakamura et al. 1984b). Gel tipe ini pada umumnya transparan dan memiliki ketebalan setiap untainya berkisar 12-15 nm untuk glisinin dan 10-14 untuk β-conglisinin (Hermansson 1994 & Hermansson 1986). Gel tipe B tidak transparan dan dibentuk oleh proses agregasi acak protein menjadi bentuk kluster dan menghasilkan untaian yang tebal (Doi 1993). Ketika struktur gel berubah menjadi tipe B, kemampuan gel mengikat air menurun (Hermansson 1994, Hermansson 1986). Struktur gel tipe B diperoleh jika koagulasi berlangsung di sekitar titik isoelektrik atau ketika kekuatan ionik menurun (Doi 1993). Stuktur gel glisinin tipe A diperoleh pada kondisi pH 7.0-7.6 (Hermansson 1985, Mori et al. 1986, Nakamura et al. 1984b). Sehingga menurut Hermansson, jika potongan curd dilihat dibawah mikroskop elektron, maka akan terlihat struktur gel seperti tipe A, yang jika dilihat dengan kasat mata, curd tampak tidak transparan. Sementara ini, penelitian belum dapat memastikan struktur jaringan protein secara mikroskopis. Namun, berdasarkan hasil penelitian Hermansson (1994), dapat diambil hipotesa bahwa curd tahu yang dihasilkan pada semua kisaran nilai konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi memiliki struktur jaringan menyerupai tipe B, yang mengasilkan penampakkan visual opak (tidak transparan).
4.3.2.2 Suhu Koagulasi Data analisis tekstur pada Gambar 21. menunjukkan bahwa peningkatan suhu mengubah trend tekstur tahu. Pada taraf signifikasi 0.05, perubahan suhu koagulasi memberikan efek yang nyata terhadap kekerasan, daya kohesif, dan kelengketan curd. Demikian pula dengan interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi. Sejalan peningkatan konsentrasi pada suhu 60°C, tekstur cenderung melunak, namun pada suhu 80°C tekstur cenderung mengeras. Kekerasan atau kemampuan gel protein menahan tekanan dipengaruhi oleh suhu pemanasan sari kedelai. Dari segi fisik molekul, kenaikan suhu menyebabkan energi kinetik molekul meningkat. Hal ini mengakibatkan ikatan hidrofobik dan elektrostatik antar molekul yang membuat protein terkoagulasi semakin cepat terjadi. Saio et al. (1971) menunjukkan bahwa peningkatan suhu dan waktu pemanasan akan meningkatkan pembentukan gugus sulfidril bebas dalam protein kedelai yang mengakibatkan tekstur tahu mengeras. Kecepatan koagulasi juga berpengaruh terhadap interaksi molekul protein dengan air. Koagulasi perlahan memperbesar peluang masuknya air ke dalam matriks agregat. Akan tetapi, pengikatan air yang tidak diimbangi dengan water holding capacity yang baik akan menyebabkan sineresis pada penyimpanan produk, sehingga tekstur tahu sesaat setelah pencetakan dapat berbeda setelah penyimpanan. Selain itu, suhu menentukan kecepatan subunit protein tersebut membentuk ikatan hidrofobik yang akhirnya menenetukan struktur jaringan protein yang berdampak pada perbedaan kemampuan curd menahan tekanan (kekerasan). Ditinjau dari komposisi protein penyusunnya, peningkatan konsentrasi koagulan sebelum mencapai konsentrasi optimum pada suhu tinggi memberikan pengaruh positif terhadap jumlah protein 11S dan kekerasan curd, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 21. Curd yang dikoagulasi pada kisaran konsentrasi optimum 0.030 N, memiliki jumlah protein 11S yang lebih besar. Meskipun terdapat perbedaan kecenderungan pada suhu yang berbeda setelah konsentrasi koagulan meningkat melebihi 0.030 N, yakni pada suhu 60°C persen 11S cenderung naik sedangkan pada suhu 80°C persen 11S cenderung turun.
53
Suhu pemanasan berdampak pada proporsi glisinin (11S) terhadap β-conglisinin (7S) dan kekerasan curd. Dengan eksperimen dalam tube test pada suhu 70ºC, Hashizume (1975) melaporkan bahwa koagulasi sari kedelai yang mengandung protein 11S banding 7S sebesar 3.2 menghasilkan rendemen 40% lebih banyak dan nilai kekerasan tekstur 8-9% lebih tinggi daripada curd sari kedelai yang perbandingan 11S/7S-nya 1.6. Penelitian pun dilakukan oleh Kong et al. (1991) dan dilaporkan bahwa dengan waktu 30 menit, sari kedelai yang dipanaskan pada suhu di atas 93ºC menghasilkan gel protein dengan proporsi glisinin/β-conglisinin yang lebih besar, yakni senilai 2.41, daripada yang dipanaskan pada suhu di bawah 93ºC (hanya 0.08). Dan pada suhu pemanasan yang sama (96ºC), kekerasan gel protein yang mengandung 11S/7S lebih besar memiliki kekerasan 2.5 kali lipat daripada yang mengandung 11S/7S lebih sedikit. Koagulasi yang dilakukan oleh Hashizume (1975) dan Kong et al. (1991) dilakukan pada konsentrasi koagulan yang optimum dan waktu yang lebih lama dari 10 menit yang dapat memastikan bahwa koagulasi berlangsung sempurna. Namun, pernyataan tersebut tidak berlaku pada rentang peningkatan suhu di bawah suhu 70°C yaitu 60°C, karena koagulasi selama 10 menit pada suhu rendah belum dapat mencapai kesempurnaan koagulasi. Demikian pula halnya pada suhu 80°C, perubahan konsentrasi dari belum optimum ke optimum memberikan pengaruh perubahan proporsi 11S/7S yang tidak signifikan. Perbedaan suhu yang berdampak pada perbedaan kecepatan pembentukan jaringan protein juga mempengaruhi kemampuan curd mengikat air, yang dapat diamati melalui grafik pada Gambar 20. Pada taraf signifikasi 0.05, perubahan suhu koagulasi memberikan efek yang nyata terhadap total padatan (% basis bahan baku kedelai) curd, tetapi tidak nyata terhadap kadar air (%BB) dan total padatan (%BB). Sedangkan interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi memberikan efek yang nyata ketiga variabel tersebut. Sebelum mencapai konsentrasi optimum, peningkatan proporsi 11S/7S meningkatkan kemampuan curd mengikat air sehingga kadar air (%BB) meningkat yang diiringi dengan peningkatan total padatan. Sedangkan setelah mencapai daerah konsentrasi optimum 0.030 N, peningkatan proporsi 11S/7S meningkatkan ikatan hidrofobik sesama protein sehingga total padatan (% basis bahan baku kedelai) meningkat. Namun, pada suhu rendah (60°C), ikatan hidrofobik tersebut melebihi daya tarik terhadap air menurun sehingga kadar air (%BB) pun menurun. Kekuatan jaringan ini dalam mempertahankan kadar air sehingga sineresis dapat dihindari, yang berdampak pula pada kekerasan curd memerlukan pengamatan lebih lanjut dengan analisis visual struktur jaringan protein. Dengan menggunakan scanning electron mirosope (SEM), pengaruh perbedaan struktur dari segi kerapatan dan keteraturan bentuk matriks terhadap daya ikat air dan kekerasan curd akan dapat dianalisis.
4.4 UJI ORGANOLEPTIK Sebanyak 11 orang panelis terlatih digunakan dalam uji organoleptik ini. Semua panelis yang berprofesi sebagai mahasiswa dan telah mengenal tahu. Panelis telah dilatih sebelumnya untuk memiliki persepsi yang sama dalam menilai atribut kekerasan curd/tahu pada skala garis 0-15 cm. Sakal garis terendah mewakili nilai kekerasan paling lunak dan skala garis tertinggi mewakili nilai kekerasan paling keras. Panelis menilai 6 sampel tahu komersil ditambah 2 tahu komersil sebagai standar terlunak dan terkeras untuk mendapatkan nilai kekerasan subjektif (daftar penilaian subjektif dapat dilihat pada Lampiran 25). Keenam tekstur kekerasan tahu tersebut telah dianalisis secara objektif sebelumnya. Hasil analisis subjektif dan objektif 6 sampel tahu komersil digabungkan dalam satu kurva seperti pada Gambar 24 sehingga dihasilkan persamaan garis linear y = 2.876x + 1.358.
54
Dengan linearitas R2 = 0.935, fungsi tersebut memetakan nilai kekerasan objektif (x) menjadi nilai kekerasan subjektif (y).
Rating Subjektif
18.00 15.00 y = 2.876x + 1.358 R² = 0.935
12.00 9.00 6.00 3.00 0.00 0.000
1.000 2.000 3.000 4.000 Kekerasan Objektif (Kg Force)
5.000
Gambar 24. Hubungan antara kekerasan objektif dengan subjektif curd komersial
Nilai kekerasan sampel curd yang diperoleh dari analis tekstur objektif dengan TPA, dimasukkan ke dalam persamaan linear y = 2.876x + 1.358 sehingga diperoleh nilai tekstur subjektif kuantitatif seperti pada Tabel 15. Persamaan ini akan membantu memperoleh nilai kekerasan subjektif dengan melakukan analisis objektif. Analisis dengan menggunakan alat memiliki kelebihan anata lain memiliki kekekuratan lebih tinggi daripada analisis subjektif dan alat dapat dikalibrasi berkala dengan lebih mudah dan lebih cepat daripada melakukan pelatihan panelis.
Tabel 15. Penilaian curd berdasarkan persamaan rating subjektif Kekerasan Curd Subjektif
Suhu
Konsentrasi
Kekerasan Curd
Koagulasi
CaSO4
Objektif
Kuantitatif
(°C)
(N)
(kg Force)
(Skala Rating *)
0.015
1.532
5.76
agak lunak
0.030
1.455
5.54
agak lunak
0.045
1.059
4.40
lunak
0.015
1.164
4.71
lunak
0.030
1.357
5.26
agak lunak
0.045
2.474
8.47
agak keras
60
80
Kualitatif
*Skala garis dengan rentang 0-15 (0 = paling lunak, 15 = paling keras)
Apabila rentang 15 cm pada garis skala kekerasan dibagi ke dalam 9 jenjang kekerasan yang diilustrasikan pada Gambar 25, akan diperoleh data kualitatif kekerasan curd seperti pada Tabel 16. 55
Semua tahu yang dikoagulasi pada suhu rendah (60°C) dengan konsentrasi tinggi (0.045 N) memiliki tekstur lunak, sedangkan dengan konsentrasi yang lebih rendah tahu memiliki tekstur agak lunak seperti tahu yang dikoagulasi pada suhu rendah. Dan tahu yang dikoagulasi pada suhu tinggi (80°C) dengan konsentrasi 0.045 N memiliki tekstur agak keras, dengan konsentrasi 0.030 N memiliki tekstur agak lunak, dan dengan konsentrasi 0.015 N memiliki tekstur lunak.
Gambar 25. Skala garis atribut kekerasan curd
Verifikasi data analisis tekstur objektif dengan analisis tekstur subjektif menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi berpengaruh terhadap penilaian kekerasan oleh konsumen. Dengan demikian, pemilihan konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi yang tepat penting dilakukan untuk mendekatkan kualitas tekstur tahu dengan tekstur yang diinginkan oleh konsumen. Data kualitatif tidak menunjukkan nilai kesukaan konsumen pada tahu. Akan tetapi data tersebut data menjadi acuan awal untuk menilai tahu berdasarkan persepsi kekerasan konsumen pada umumnya.
56
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN Koagulasi yang sempurna ditentukan oleh konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi yang digunakan. Mekanisme proses tersebut selanjutnya akan berpengaruh terhadap tekstur curd yang dihasilkan. Parameter kesempurnaan proses koagulasi secara langsung dapat diamati dari volume whey dan kejernihan whey (ada tidaknya flokulasi lebih lanjut setelah whey didiamkan). Dan secara tidak langsung adalah melalui analisis transmittan dan kadar protein dalam whey. Keberhasilan koagulasi dipengaruhi oleh nilai pH yang merujuk pada nilai pI spesifik. Nilai pI merepresentasikan kekuatan ionik molekul protein dalam larutan. Kecepatan koagulasi dipengaruhi oleh suhu yang akan mempengaruhi tekstur curd yang dibentuk. Keberhasilan koagulasi menentukan kemampuan struktur jaringan curd dalam mengikat air dan menahan gaya tekan dari luar. Daya ikat air menentukan terjadi atau tidaknya sineresis curd ketika curd didiamkan beberapa lama tanpa perlakuan perendaman. Kemampuan curd menahan gaya tekan dari luar selanjutnya disebut sebagai kekerasan yang termasuk atribut kekerasan. Atribut ini mendeskripsikan besar gaya yang dibutuhkan mulut manusia ketika curd dikonsumsi, yang dapat diukur secara objektif maupun subjektif. Data menunjukkan bahwa nilai transmittan whey tertinggi diperoleh whey C [23.52 (60°) dan 19.30% (80°C)], kadar protein whey terendah oleh whey B [0.448 mg/ml (80°) dan 0.390 mg/ml (60°C)], pH whey tidak berbeda signifikan dalam kisaran 5.72-5.90, kadar air curd tertinggi oleh curd C [20.63% (80°C) dan 18.69 (60°C)], total padatan tertinggi curd (basis bahan baku kedelai) oleh curd C [40.88% (60°C) dan 37.75 (80°)], dan kekerasan curd tertinggi 2.474 (agak keras) diperoleh oleh curd C (suhu 80°C) serta kekerasan terendah 1.164 (lunak) oleh curd A (suhu 60°C). Penentuan nilai kekerasan subjektif dilakukan dengan memasukkan nilai kekerasan objektif ke dalam persamaan tekstur yang diperoleh dengan pengujian organoleptik 8 tahu komersil. Fungsi tekstur objektif (x) terhadap tekstur subjektif (y) menggunakan persamaan y = 2.896x + 1.358. Koagulasi protein terjadi sempurna pada konsentrasi koagulan dan suhu yang optimum dengan waktu yang tepat sehingga jumlah protein sari kedelai yang terendapkan semakin banyak dan rendemen yang dihasilkan semakin besar. Struktur mikroskopis curd merupakan manifestasi dari jaringan molekul protein yang dibangun oleh ikatan intermolekul yang bersifat hidrofobik maupun elektrostatik. Dari titik konsentrasi 0.015, 0.030, dan 0.045 N, konsentrasi 0.030 dan 0.045 N memberikan kondisi koagulasi yang lebih baik dari konsentrasi 0.015 N. Dan dari rentang suhu 6080°C, suhu koagulasi 80°C menghasilkan curd yang memiliki total padatan dan kadar air yang lebih banyak daripada suhu 60°C. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi 0.030-0.045 N memberikan kondisi koagulasi yang lebih baik daripada kosentrasi 0.015 N dan suhu 80°C lebih baik daripada suhu 60°C. Sementara profil protein curd terdiri dari subunit protein globulin 7S (β-conglisinin) dan globulin 11S (glisinin). Protein 7S terdiri dari subunit α, α’, dan β, sedangkan protein 11S terdiri dari subunit asam (A1, A2, A4, A6) dan basa. Persen subunit 7S dalam curd menurun seiring peningkatan konsentrasi koagulan di kedua suhu koagulasi, begitu juga dengan komponen α+α’ dan β. Sedangkan persen subunit 11S menunjukkan hal yang sebaliknya, walaupun kondisinya tidak serupa untuk komponen protein di dalamnya. Dari semua subunit, subunit protein yang memiliki pengaruh
terhadap tekstur adalah subunit A1 dan subunit basa dari protein 11S dengan korelasi Pearson tertinggi pada atribut daya kohesif curd. Protein 11S menempati porsi paling besar dalam curd. Antar subunit protein dan variabel terukur yang menjadi parameter mutu tekstur curd memiliki korelasi satu sama lain yang diukur dengan analisis regresi linear. Keterkaitan antara atribut tekstur dan subunit protein tertinggi dimiliki oleh daya kohesif dan subunit A1 (korelasi Pearson = 0.4049, Yx = 0.4003 – 0.0610Xj) namun efeknya tidak signifikan. Efek yang signifikan dan memiliki keterkaitan tertinggi dimiliki oleh daya kohesif dan subunit basa (korelasi Pearson = 0.3660, Yx = 0.1687 + 0.0470Xj) dengan efek linieritas yang berarti, namun masih perlu dilakukan pengujian regresi lengkung. Keterkaitan tertinggi dimiliki oleh daya kohesif dan total padatan (%BBBK) (korelasi Pearson = 0.9613, Yx = 0.4921 – 0.1237Xj). Linieritas terbaik (tidak perlu pengujian regresi lengkung) dimiliki oleh daya kohesif dan total padatan (%BB) (korelasi Pearson = 0.6894, Yx = 0.7935 + 0.0245Xj). Kekerasan curd memiliki keterkaitan paling besar dengan kadar air (%BB) (korelasi Pearson = 0.6513, Yx = 0.1755 + 0.0048Xj). Sementara kelengketan curd memiliki keterkaitan paling besar dengan total padatan (%BB) (korelasi Pearson = 0.6124, Yx = 0.8207 – 0.0096Xj). Keterkaitan tertinggi dan linieritas terbaik selanjutnya dimiliki oleh total padatan (%BBBK) curd dan subunit basa (korelasi Pearson = 0.5258, Yx = 0.3806 0.0053Xj). Linieritas yang berarti pula dimiliki oleh total padatan (%BBBK) dengan subunit A1 (korelasi Pearson = 0.5156, Yx = 0.1512 + 0.0060Xj) namun efeknya tidak signifikan. Maka secara umum, di antara subunit A1 dan subunit basa, subunit basa yang memiliki pengaruh paling tinggi terhadap atribut tekstur, kadar air, dan total padatan. Sementara itu, subunit basa juga berpengaruh terhadap total padatan (%BBBK) yang merepresntasikan kesempurnaan koagulasi protein kedelai. Dan atribut tekstur yang paling dipengaruhi adalah daya kohesif curd, yaitu kemampuan curd dalam menahan deformasi kedua (dengan alat objektif maupun kunyahan subjektif). Tekstur curd juga merupakan produk kestabilan struktur jaringan molekul protein bersama molekul organik lain di dalamnya untuk mengikat air. Daya ikat curd terhadap air menentukan kadar air tahu dipengaruhi oleh suhu koagulasi. Semakin tinggi suhu, semakin cepat koagulasi terjadi, semakin kasar matriks protein, semakin sedikit air yang terikat, semakin padat curd yang dibentuk. Semakin tinggi kadar air ketika struktur curd menyerupai gel pada konsentrasi tidak optimum, kemungkinan sinersesis terjadi akan semakin besar karena kekuatan ionik antarmolekul protein tidak maksimal. Kondisi optimum dipengaruhi oleh ketercapaian nilai pI dari suatu protein. Perbedaan parameter proses menghasilkan pH whey pada kisaran nilai 5.72-5.90 yang tidak berbeda signifikan. Semakin tinggi konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi, nilai pH semakin mendekati pI glisinin (globulin 11S) yaitu 6.3-7.0. Semakin rendah konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi, nilai pH semakin mendekati pI β-conglisinin (globulin 7S) yaitu 4.5-5.0. Suhu yang rendah mengakibatkan proses koagulasi berlangsung lebih lama, sehingga kemungkinan terjadinya pengasaman whey karena kadar protein yang tinggi lebih besar. Adanya keterkaitan antara komposisi protein 11S-7S dan tekstur serta daya ikat air curd disebabkan oleh ikatan disulfida (ikatan –SS–). Jaringan protein 11S memiliki ikatan disulfida yang lebih banyak daripada jaringan protein 7S. Oleh karena itu jumlah protein 11S dalam curd yang tinggi akan diikuti oleh tektstur curd yang lebih keras. Tetapi ketika jumlah protein 7S dalam curd mulai meningkat, tekstur curd mulai menurun. Dan kisaran 0.030-0.045 N pada suhu 80°C merupakan kondisi lebih baik bagi koagulasi protein 11S. Kondisi ini akan membentuk tahu yang agak keras yang dapat dicetak dengan alat pembuat tahu. Jika kondisi dibuat optimum bagi koagulasi protein 7S, tahu yang dihasilkan adalah tahu lembut yang berwujud gel dan tidak bisa dicetak dengan alat.
58
Daya ikat curd terhadap air yang menentukan kestabilan kadar air tahu dipengaruhi oleh suhu koagulasi. Semakin tinggi suhu, semakin cepat koagulasi terjadi, semakin kasar matriks protein, semakin sedikit air yang terikat. Semakin tinggi kadar air ketika struktur curd menyerupai gel, kemungkinan sinersesis terjadi akan semakin besar. Fenomena ini akan lebih jelas dianalisis dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM). Dengan analisis tersebut, pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap perbedaan keturbidan matriks dan daya iakt air dapat diketahui.
5.2 SARAN Berbagai data dan hipotesa berdasarkan analisis yang dilakukan pada penelitian ini memberikan referensi kepada industri tahu agar dapat menggunakan suhu koagulasi dan konsentrasi koagulan CaSO4 optimum agar memperoleh tahu yang disukai konsumen. Dengan persamaan linear yang mengkorelasikan tekstur objektif dan subjektif yang sudah ada, industri dapat melakukan uji ranking kesukaan terhadap curd tahu (telah terukur secara objektif) sekaligus mendeskripsikannya secara kualitatif. Selain itu, memungkinkan juga bagi industri untuk menganalisis varietas kedeleai yang digunakan sebagai bahan baku produksi. Sehingga dapat memilih varietas yang sejak awalnya memliki glisinin lebih banyak agar produksi tahu menghasilkan rendemen, kadar air, dan teksturnya lebih baik dan sesuai dengan keinginan konsumen. Pengamatan pengaruh suhu koagulasi dan konsentrasi koagulan terhadap perubahan tekstur akan lebih jelas diketahui dengan mengamati struktur fisik jaringan secara mikroskopis dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM). Selain itu, dapat dilakukan juga fraksinasi 11S dan 7S protein tahu dengan metode yang tepat untuk mengetahui komponen subuinit protein yang lebih terkelompokkan jelas dan terperinci ketika dilakukan analisis protein dengan elektroforesis. Dan sebagai upaya peningkatakan kontras antar subunit protein, terutama subunit asam dari protein 11S, kepadatan gel elektroforesis dapat ditingkatkan dari yang dilakukan pada penelitian ini. Kemudian, dari segi analisis konsentrasi optimum, penelitian lebih lanjut dapat difokuskan pada selang konsentrasi 0.030-0.045 N sehingga dapat diperoleh korelasi yang lebih akurat antar variabel transmittan whey, kadar protein whey, kadar air curd, total padatan curd, dan profil protein curd. Analisis tekstur dan profil protein curd pun sebaiknya dilakukan dengan bahan analisis curd yang dibuat pada skala yang sama. Di samping itu, waktu koagulasi pengamatan diperpanjang, lebih dari 10 menit, untuk mencapai koagulasi yang lebih sempurna. Koagulasi tersebut dilakukan pada suhu mulai dari 70°C, dan lebih baik pada suhu 93°C.
59
DAFTAR PUSTAKA
American Chemical Society. 2006. Reagent chemicals: specifications and procedures : American Chemical Society specifications, official from January 1, 2006. Oxford University Press. p. 242. ISBN 0841239452. Anomima. -. http://www.texturetechnologies.com. [23 Februari 2011] Anomimb. -. http://iopscience.iop.org. [8 Juni 2011] Anomimc. 2006. National Human Genome Research Institute. http://www.genome.gov/Pages/ Hyperion/DIR/VIP/Glossary/Illustration/Protein.shtml. National Institutes of Health. [8 Juni 2011] Anomimd. 2008. Main Protein Structure Levels. http://kvhs.nbed.nb.ca/gallant/biology/quarternary_ structure.jpg. [8 Juni 2011] Badley RA, Atkinson D, Hauser H, Oldani D, Green JP, Stubbs JM. 1975. The structure, physical, and chemical properties of the soybean protein glycinin. Biochem Biophys Acta 412: 214. Bailey PD. 1992. An Introduction to Peptide Chemistry. Chichester, New York: John Willey and Sons. Beddows CG, Wong J. 1987. Optimization of yield and properties of silken tofu from soybean iii. Coagulant concentration, mixing, and filtration pressure. Intl J Food Technol 22: 29-34. Beilinson V, Chen Z, Shoemaker RC, Fischer RL, Goldberg RB, Nielsen NC. 2002. Genome organization of glycinin genes in soybean. TAG 104: 1132–1140. Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Berlin: Springer-Verlag. Blazek V. 2008. Chemical and biochemical factors that influence the gelation of soybean protein and the yield of tofu [tesis]. Sydney: Faculty of Agriculture, Food and Natural Resources, The University of Sydney. Boyer RF. 1993. Modern Experimental Biochemistry. 2nd ed. California: The Benjamin Cumming Pb. Co., Inc. Burks AW, Butler HL, Brooks JR, Hardin J, Connaughton C. 1988. Identification and comparison of differences in antigens in two commercially available soybean protein isolates. J Food Sci 53: 1456. Cai TD, Chang KC. 1998. Characteristic of production scale tofu as afected by soymilk coagulation method: propellerblade size, mixintime and coagulation concentration. Food Res Intl 31: 289295. Chaftel JC, Cu JJ. 1985. Amino Acids, Peptides, and Proteins. In: Copeland RA (ed). Methods for Protein Analysis: A Practical Guide Laboratory Protocol. 3rd ed. New York, London: Chapman and Hall. Copeland RA. 1994. Methods for Protein Analysis : A Practical Guide Laboratory Protocol. 3rded. New York, London: Chapman and Hall. Damodaran S. 1982. Functional properties. In: Fox PF, Condon JJ (eds). Food Proteins. London, New York: Applied Science Publisher. Danielson CE. 1949. Seed globulins of the gramineae and leguminosae. J Biochem 44: 387. Eldridge AC, Wolf WJ. 1967. Purification of the 11S Component of Soybean Protein. Cereal Chem 44: 645-652. Fahmi R. 2010. Mempelajari pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap pola elektroforesis koagulasi protein serta korelasinya terhadap tekstur curd yang dihasilkan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 60
Faridi H, Faubion JM. 1990. Dough Rheology and Baked Product Texture. New York: An AVI Book. Foegeding EA. 1989. Molecular properties and functionality of proteins in food gels. In: Zayas JF (ed). Functionality of Protein in Food. Verlag Berlin Heidelberg: Springer. Genovese MI, Lajolo FM. 1993. Composition and structural characteristics of isolated soy proteins from broken and damaged seeds. J Food Sci 58: 148. Hang YD, Jackson H. 1967. Preparation of soybean cheese using lactic acid starter organism. J Food Technol 21:95-100. [ISO] International Organization for Standardization. 1981. Sensory Analysis Vocabulary. Jenewa: International Organization for Standardization. Johnson LD, Wilson LA. 1984. Influence of soybean variety and the method of processing in tofu manufacturing: comparison of methods for measuring soluble solids in soymilk. J Food Sci 49: 202. Kao FJ, Su NW, Lee MH. 2003. Effect of calcium sulfate consentration in soymilk on the microstructure of firm tofu and the protein constitution in tofu whey. J Agric Food Chem 66: 159-165. Kim SH, Kinsella JE. 1986. Effects of reduction with dithiothreitol on some molecular properties of soy glycinin. J of Agricl and Food Chem 34: 623-627. Kinsella JE. 1976. Functional properties of proteins in foods: A survey. CRC Critical Reviews in Food Science and Nutrition 7: 219-280. Kinsella JE. 1979. Functional properties of soybean protein. J Am Oil Chem Soc 56: 242. Kinsella JE. 1982. Relationship Between Structure and Functional Properties of Food Proteins. In: Fox PF, Condon JJ (eds). Food Proteins. London, New York: Applied Science Publisher. Kohyama K, Sano Y, Doi E. 1995. Rheological characteristic and gelation mechanism of tofu (soybean curd). J Agric Food Chem 43: 1808-1812. Koshiyama, I. 1972. Comparison of Acid-induced Conformation Changes Between 7S and 11S Globulin in Soybean Seeds. J Sci Food Agric 23: 853-859. Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. Jakarta: Dian Rakyat. Lakemond CMM, deJongh HHJ, Hessing M, Gruppen H, Voragen AGJ. 2000. Soy Glycinin: Influence of pH and Ionic Strength on Solubility and Molecular Structure at Ambient Temperatures. J Agric Food Chem 48: 1985-1995. Lehninger. 1995. Dasar-dasar Biokimia. Vol 1. Jakarta: Erlangga. Lewis BA, Chen JH. 1979. Effect of Conformation and Structure Change Induced by Solvent and Limited Enzyme Modification on the Functionality of Soy Protein. In: El AP (ed). Functionality and Protein Structure. Washington DC: American Chemical Society. Liu C, Wang X, Ma H, Zhang Z, Gao W, Xiao L. 2008. Functional properties of protein isolates from soybeans stored under various conditions. J Food Chem 111:29-37. Liu KS. 1997. Soybean-Chemistry, Technology, and Utilization. New York: Chapman & Hall. Margono T, Suryati D, Hartinah S. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Jakarta: Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation. Maruyama N, Fukuda T, Saka S, Inui N, Kotoha J, Miyagawa M, Hayashi M, Sawada M, Moriyama T, Utsumi S. 2003. Molecular and structural analysis of electrophoretic variants of soybean seed storage proteins. Phytochem 64: 701–708.
61
Maruyama N, Sato R, Wada Y, Matsumura Y, Goto H, Okuda E, Nakagawa S, Utsumi S. 1999. Strucure-physicochemical function relationships of soybean β-conglycinin constituent subunits. Journal of Agricultural and Food Chemistry 47, 5278-5284. Micha P. 1987. The Basic of Solid Foods Rheology. In: Moskowitz HR (ed). Food Texture Instrumental and Sensory Measurement. New York: Marcel Dekker, Inc. Mohamed A, Xu J. 2003. Effect of ionic strength and pH on the thermal and rheological properties of soy protein–amylopectin blend. Food Chem 83: 227–236. Mujoo R, Trinh DT, Ng P. 2003. Characterization of storage proteins in different soybean varieties and their relationship to tofu yield and texture. Food Chemistry 82: 265–273. Nagano T, Akasaka T., and Nishinari, K. 1994a. Dynamic viscoelastic properties of glycinin and βconglycinin gels from soybeans. Biopolymers 34: 1303–1309. Nagano T, Mori H, Nishinari K. 1994b. Effect of heating and cooling on the gelation kinetics of 7S globulin from soybeans. J of Agric and Food Chem 42: 1415-1419. Nielsen NC, Dickinson CD, Cho T, Thanh VH, Scallon BJ, Fischer RL. 1989. Characterization of the glycinin gene family is soybean. Plant Cell 1: 313–328. Nielsen SS. 2003. Food Analysis. 3rded. New York: Plenum Publisher. Nur AM, Adijuwana H. 1989. Teknik Pemisahan dan Analisis Biologi. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Oakenfull D, Pearce J, Burley RW. 1997. Protein gelation. In: Damodaran S, Paraf A (eds). Foods Protein and Their Applications. New York: Marcel Dekker, Inc., pp 111-142. Obatolu VA. 2007. Effect of different coagulants on yield and quality of tofu from soymilk. Eur Food Res Technol 226: 467-427. Oboh G. 2006. Coagulants modulate the hypocholesterolemic effect of tofu (coagulated soymilk). Afr J Biotecnol 5(3): 290-294. Peng IC, Quass DW, Dayton WR, Allen CE. 1984. The Physicochemical and Functional Properties of Soybean 11S Globulin - A Review. Cereal Chem 61: 480-490. Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Pomeranz Y, Meloan CL. 1994. Food Analysis: Theory and Practice. 3rded. New York: Chapman and Hall an International Thomson Publ. Co. Poysa V, Woodrow L. 2004. Stability of soybean composition and its effect on soymilk and tofu yield and quality. Food Res Intl 35: 337-345. Poysa V, Woodrow L, Yu K. 2006. Effect of soy protein subunit composition on tofu quality. Food Res Int 39: 309–317 Puppo MC, Anon MC. 1999. Soybean protein dispersions at acid pH: Thermal and rheological properties. J of Food Sci 64: 50–56. Ramlan BMSM, Maruyama N, Takahashi K, Yagasaki K, Higasa T, Matsumura Y. 2004. Gelling properties of soybean β-conglycinin having different subunit compositions. Biosci Biotech and Biochem 68: 1091–1096. Staswick PE, Hermodson MA, Nielsen NC. 1984. Identification of the cystines which link the acidic and basic components of glycinin subunits. J of Biological Chem 259: 13431–13435. Renkema JMS. 2004. Relations between rheological properties and network structure of soy protein gels. Food Hydrocolloids 18: 39–47. Renkema JMS, Knabben JHM, van Vliet T. 2001. Gel formation by β-conglycinin and glycinin and their mixtures. Food Hydrocolloids 15(4-6): 407–414. Rickert DA, Johnson LA, Murphy PA. 2004. Functional properties of improved glycinin and βconglycinin fractions. J Food Sci 69(4): 303–311. 62
Rhodes AP , Jenkins G. 1978. Improving the protein quality of cereal grain legumes and oilseed by breeding. In: Norton (ed). Plant Protein. London: Buterworth Ltd. Rosenthal AJ. 1999. Food Texture, Measurement and Perception. Maryland: An Aspen Publication. Rybicki E, Purves M. 1996. SDS Poliacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). In: Coyne VE, James MD, Reid SJ, Rybicki EP (eds). Molecular Bology Techniques Manual. 3rded. http://web.uct.ac.za/microbiology/sdspage.htm. Saidu JEP. 2005. Development, Evaluation And Characterization Of Protein- Isoflavone Enriched Soymilk. Disertasi. Faculty of Agricultural and Mechanical. Louisiana State University and College, Louisiana. Saio K, Kamiya M, Watanabe T. 1969. Food processing characteristics of soybean 11S and 7S proteins. Agric and Biological Chem 33: 1301–1308. Schmidt. 1981. Gelation and coagulation. In: Zayas JF (ed). Functionality of Protein in Food. Verlag Berlin Heidelberg: Springer. Sheard PR, Fellows A, Ledward DA, Mitchell JR. 1986. Macromolecule changes associated with the heat treatment of soy flour. J of Food Tech 21: 55–60. Shurtleff W, Aoyagi A. 1984. Tofu and Soymilk Production, The Book of Tofu. Vol II. Lafayete: New Age Food Study. Smith AK. 1958. Vegetable protein isolates. In: Processed Plant Protein Food-stuff. New York: Academic Press Inc. Publ. Subardjo SK, Ridwan IN, Handono SW. 1987. Penerapan Teknologi Pengawetan Tahu. Bogor: BPPIHP. Suciono. 1995. Isolasi dan karakterisasi protein kacang merah (phaseous vulgaris) dan kacang tolo (Vigna unguiculata) lokal serta pengujian sifat antigeniknya sebelum dan sesudah fermentasi asam laktat [skripsi]. Bogor: Fakuktas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Takahashi K, Banba H, Kikuchi A, Ito M, Nakamura S. 1994. An induced mutant line lacking the asubunit of β-conglycinin in soybean (Glycine max (L.) Merrill). Breeding Sci 46: 65–66. Takahashi K, Mizuno Y, Yumoto S, Kitamura K, Nakamura S. 1996. Inheritence of a-subunit deficiency of β-conglycinin in soybean (Glycine max (L.) Merrill) line induced by (γ)-ray irradiation. Breeding Sci 46: 251–255. Tezuka M, Taira H, Igarashi Y, Yagasaki K, Ono T. 2000. Properties of tofus and soy milks prepared from soybeans having different subunits of glycinin. J of Agric and Food Chem 48: 1111– 1117. Thanh VH, Shibasaki K. 1976. Heterogeneity of betaconglycinin. Biochimica et Biophysica Acta 439: 326–338. Tanh VH, Shibasaki K. 1977. β-conglycinin from soybean protein. Isolation and immunological and physicochemical properties of the monomeric forms. Biochim Biophys Acta 490: 370. Thanh VH, Shibasaki K. 1978. Major proteins of soybean seeds: subunit structure of β-conglycinin. J of Agric and Food Chem 26: 692–695. Utsumi S, Kinsella JE. 1985. Forces involved in soy protein gelation: effect of various reagents on the formation, hardness and solubility of heat-induced gels made from 7S, 11S, and soy isolate. J Food Sci 50: 1278. Voet DJ, Voet G, Pratt GW. 1999. Fundamentals of Biochemistry. New York: John Willey and Sons, Inc. Wang CH, Damodaran S. 1990. Thermal gelation of globular protein: weight-average molecular weight dependence of gel strength. J Agric Food Chem 38: 1157.
63
Wijaya SKS, Rohman L. 2001. Fraksinasi dan karakterisasi protein utama biji kedelai. J Ilmu Dasar 2(1): 49-54.Wilson K, Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry. 5thed. Cambridge: Cambridge University Press. Wolf WJ, Briggs DR. 1956. Ultracentrifugal investigation of the effect of neutral salts on the extraction of soybean proteins. Arch Biochem Biophys 63: 40. Wolf WJ, Babcock GE, Smith AK. 1961. Ultracentrifugal differences in soybean protein composition. Nature 191: 395. Yagasaki K, Kaizuma N, Kitamura K. 1996. Inheritance of glycinin subunits and the characterization of glycinin molecules lacking the subunits in soybean (Glycine max (L) Merr.). Breeding Science 46: 11–15. Yagasaki K, Kousaka F, Kitamura K. 2000. Potential improvement of soymilk gelation properties using soybean with modified protein subunit compositions. Breeding Sci 50: 101–107. Yasir SBM, Sutton KH, Newberry MP, Andrews NR , Gerrard JA. 2007. The impact of Maillard cross-linking on soy proteins and tofu texture. Food Chemistry 104: 1502–1508. Zayas JF. 1997. Functionality of Protein in Food. Verlag Berlin Heidelberg: Springer. Zor T, Selinger T. 1996. Linearization of the Bradford protein assay increases its sensitivity: theoretical and experimental studies. Anal Biochem 236: 302-308.
64
LAMPIRAN
Lampiran 1. Form seleksi panelis uji organoleptik
Lampiran 1a. Uji segitiga Uji Segitiga Nama : ........................................... Tanggal : ...................................... Produk : Tahu Instruksi: Di hadapan anda terdapat 3 sampel dimana terdapat 2 sampel yang sama dan 1 sampel beda. Ambil dan tekan sampel dengan ujung jari telunjuk dan jempol secara berurut dari kiri ke kanan. Penekanan hanya diperbolehkan satu kali (tiap set) dan tidak diperkenankan mengulang penekanan. Identifikasi sampel mana yang mempunyai kekerasan berbeda dengan memberikan tanda (√) pada kolom di bawah ini: Set 1 Kode Sampel Sampel beda Set 2 Kode Sampel Sampel beda Set 3 Kode Sampel Sampel beda
66
Lampiran 1b. Uji rangking Uji Rangking Nama : ........................................... Tanggal : ...................................... Produk : Tahu Instruksi: Urutkan sampel-sampel tahu di bawah ini berdasarkan tingkat kekerasan dari dari yang paling keras (tulis angka 1 di bawah kode sampel) hingga yang paling lembek (tulis angka 3 di bawah kode sampel). Ujilah masing-masing sampel dengan melakukan penekanan sampel menggunakan ujung jari telunjuk dan jempol secara berurut dari kiri ke kanan. Penekanan hanya diperbolehkan satu kali (tiap set) dan tidak diperkenankan mengulang penekanan. Set 1 Kode Sampel Rangking Set 2 Kode Sampel Rangking Set 3 Kode Sampel Rangking
67
Lampiran 2. Analisis ragam/varian (ANAVA) pada rancangan percobaan factorial 3 x 2 model tetap Lampiran 2a. Model percobaan yang digunakan Y
µ
A
B
AB
Keterangan: i = 1, 2, 3, …, a j = 1, 2, 3, …, b k = 1, 2, 3, …, n Yijk = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor A dan taraf ke j faktor B yang terdapat pada observasi ke k µ = efek rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan) Ai = efek sebenarnya dari taraf ke i faktor A [konsentrasi CaSO4 (N)] Bj = efek sebenarnya dari taraf ke j faktor B [suhu koagulasi (°C)] ABij = efek sebenarnya dari interaksi antara taraf ke i faktor A dan taraf ke j faktor B k(ij) = efek sebenarnya dari unit eksperimen ke k dalam kombinasi perlakuan (ij)
Lampiran 2b. Tabel ANAVA yang digunakan Sumber Keragaman Rerata
F tabel dk
JK
RJK
α = 0.05 1
Ry
R
A
a-1
Ay
A
B
b-1
By
B
(a-1)(b-1)
ABy
AB
ab(n-1)
Ey
E
Perlakuan
AB Galat Jumlah
F hitung
abn
ΣY
2
–
A
B
AB
E E
E
F
F
F
.
.
.
,
,
α = 0.01
F
,
F
F
.
.
.
,
,
,
–
Keterangan: dk = derajat bebas JK = jumlah kuadrat RJK = rerata jumlah kuadrat-kuadrat/kuadrat tengah α = taraf signifikansi Galat = kekeliruan/eror υ1A = dk pembilang A = a-1 υ1B = dk pembilang B = b-1 υ1AB = dk pembilang AB = (a-1)(b-1) υ2 = dk penyebut = ab(n-1) 68
Lampiran 2c. Perhitungan yang dilakukan ∑Y
J J J
J R" A"
=
∑
=
jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke i faktor A
AB"
=
jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke j faktor B
Y
=
∑
=
jumlah nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke i faktor A dan dalam taraf ke j
=
faktor B ∑ Y
=
jumlah nilai semua pengamatan
= = = =
= =
= =
∑
∑
Y
∑
J
∑
Y
abn
jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk semua taraf ke faktor A & 'Y & bn ∑ Y ∑
(
J
bn) ' R "
jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk semua taraf ke faktor B an ∑
∑
,
J
& *Y
& 'Y
+
an- ' R "
jumlah kuadrat-kuadrat (JK) antara sel antara daftar ax b & & n∑ ∑ Y 'Y
∑
=
jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk interaksi antara faktor A dan faktor B
=
J
=
∑
J
=
= E"
∑
Y
∑
= J
∑
=
= B"
∑
n∑
,
∑
& *Y
' A " ' B"
n- ' R " & 'Y
& 'Y
& Y
+
∑ Y ' R " 'A" 'B" ' AB"
Pengujian F = dengan taraf signikansi yang ditentukan, jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka perlakuan memberikan efek yang signifikan terhadap parameter yang diukur
69
Lampiran 2d. Tabel distribusi Fα (baris atas α = 0.05, baris bawah α = 0.01) ./ .0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
161.448
199.500
215.707
224.583
230.162
233.986
236.768
238.882
240.543
241.882
4052.19
4999.52
5403.34
5624.62
5763.65
5858.97
5928.33
5981.1
6022.5
6055.85
2
18.513
19.000
19.164
19.247
19.296
19.330
19.353
19.371
19.385
19.396
98.502
99.000
99.166
99.249
99.300
99.333
99.356
99.374
99.388
99.399
3
10.128
9.552
9.277
9.117
9.013
8.941
8.887
8.845
8.812
8.786
34.116
30.816
29.457
28.710
28.237
27.911
27.672
27.489
27.345
27.229
7.709
6.944
6.591
6.388
6.256
6.163
6.094
6.041
5.999
5.964
21.198
18.000
16.694
15.977
15.522
15.207
14.976
14.799
14.659
14.546
4
5
6
7
8
9
6.608
5.786
5.409
5.192
5.050
4.950
4.876
4.818
4.772
4.735
16.258
13.274
12.060
11.392
10.967
10.672
10.456
10.289
10.158
10.051
5.987
5.143
4.757
4.534
4.387
4.284
4.207
4.147
4.099
4.060
13.745
10.925
9.780
9.148
8.746
8.466
8.260
8.102
7.976
7.874
5.591
4.737
4.347
4.120
3.972
3.866
3.787
3.726
3.677
3.637
12.246
9.547
8.451
7.847
7.460
7.191
6.993
6.840
6.719
6.620
5.318
4.459
4.066
3.838
3.687
3.581
3.500
3.438
3.388
3.347
11.259
8.649
7.591
7.006
6.632
6.371
6.178
6.029
5.911
5.814
5.117
4.256
3.863
3.633
3.482
3.374
3.293
3.230
3.179
3.137
10.561
8.022
6.992
6.422
6.057
5.802
5.613
5.467
5.351
5.257
4.965
4.103
3.708
3.478
3.326
3.217
3.135
3.072
3.020
2.978
10.044
7.559
6.552
5.994
5.636
5.386
5.200
5.057
4.942
4.849
4.844
3.982
3.587
3.357
3.204
3.095
3.012
2.948
2.896
2.854
9.646
7.206
6.217
5.668
5.316
5.069
4.886
4.744
4.632
4.539
4.747
3.885
3.490
3.259
3.106
2.996
2.913
2.849
2.796
2.753
9.330
6.927
5.953
5.412
5.064
4.821
4.640
4.499
4.388
4.296
4.667
3.806
3.411
3.179
3.025
2.915
2.832
2.767
2.714
2.671
9.074
6.701
5.739
5.205
4.862
4.620
4.441
4.302
4.191
4.100
14
4.600
3.739
3.344
3.112
2.958
2.848
2.764
2.699
2.646
2.602
8.862
6.515
5.564
5.035
4.695
4.456
4.278
4.140
4.030
3.939
15
4.543
3.682
3.287
3.056
2.901
2.790
2.707
2.641
2.588
2.544
8.683
6.359
5.417
4.893
4.556
4.318
4.142
4.004
3.895
3.805
16
4.494
3.634
3.239
3.007
2.852
2.741
2.657
2.591
2.538
2.494
8.531
6.226
5.292
4.773
4.437
4.202
4.026
3.890
3.780
3.691
17
4.451
3.592
3.197
2.965
2.810
2.699
2.614
2.548
2.494
2.450
8.400
6.112
5.185
4.669
4.336
4.102
3.927
3.791
3.682
3.593
18
4.414
3.555
3.160
2.928
2.773
2.661
2.577
2.510
2.456
2.412
8.285
6.013
5.092
4.579
4.248
4.015
3.841
3.705
3.597
3.508
19
4.381
3.522
3.127
2.895
2.740
2.628
2.544
2.477
2.423
2.378
8.185
5.926
5.010
4.500
4.171
3.939
3.765
3.631
3.523
3.434
20
4.351
3.493
3.098
2.866
2.711
2.599
2.514
2.447
2.393
2.348
8.096
5.849
4.938
4.431
4.103
3.871
3.699
3.564
3.457
3.368
10
11
12
13
70
Lampiran 3. Data analisis transmittan whey [CaSO4] (N)
Suhu Koagulasi (°C)
Sampel
60 0.0150 80 60 0.0300 80 60 0.0450 80
Transmittan (%)
1
3.21960
2
3.15190
1
6.04095
2
6.19507
1
8.23669
2
8.37097
1
9.93958
2
10.99243
1
23.73962
2
23.30475
1
19.15283
2
19.44885
Rerata
SD
RSD
3.18575
0.04787
1.50266
6.11801
0.10898
1.78129
8.30383
0.09495
1.14345
10.46601
0.74448
7.11329
23.52219
0.30750
1.30727
19.30084
0.20932
1.08450
Lampiran 4. Hasil analisis ragam (ANAVA) transmittan whey Sumber Keragaman Rerata
F tabel dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
1675.444
1675.444
A
2
597.235
298.617
2503.08
5.14
10.92
B
1
0.254
0.254
2.13
5.99
13.74
AB
2
30.839
15.419
129.25
5.14
10.92
6
0.716
0.119
12
2304.49
Perlakuan
Galat Jumlah
–
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: 1. Perubahan konsentrasi CaSO4 memberikan efek yang signifikan terhadap transmittan whey 2. Perubahan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap transmittan whey 3. Interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang signifikan terhadap transmittan whey
71
Lampiran 5. Data analisis kadar protein whey
Kurva Standar BSA 1 0.92914
Absorbansi
0.8
0.78043 0.6 0.60271 0.50778 y = 0.76987x + 0.07108 0.40302 0.33525 R² = 0.99735
0.4 0.2 0
0.5000 1.0000 Konsentrasi BSA (mg/ml)
0.0000
1.5000
[BSA stok] = 2.2600 mg/ml
[CaSO4] (N)
Suhu Koagulasi (°C) 60
0.0150 80 60 0.0030 80 60 0.0450 80
RSD Sampel
Absorbansi
[protein] (mg/ml)
1
0.48979
0.54387
2
0.49057
0.54488
1
0.48729
0.54062
2
0.48727
0.54060
1
0.36746
0.38497
2
0.37579
0.39579
1
0.41704
0.44937
2
0.41473
0.44637
1
0.63324
0.73020
2
0.65236
0.75504
1
0.69731
0.81342
2
0.68636
0.79920
Rerata
SD
0.544
Analisis
Hitung
0.001
0.13
6.20
0.541
0.000
0.00
6.21
0.390
0.008
1.96
6.52
0.448
0.002
0.47
6.38
0.743
0.018
2.36
5.92
0.806
0.010
1.25
5.84
72
Lampiran 6. Hasil analisis ragam (ANAVA) kadar protein whey
Lampiran 6a. Pengaruh perlakuan terhadap signifikasi data Sumber Keragaman
F tabel dk
JK
Rerata
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
4.019
4.019
A
2
0.260
0.130
1651.18
5.14
10.92
B
1
0.005
0.005
58.28
5.99
13.74
AB
2
0.003
0.001
17.63
5.14
10.92
6
0.000
0.000
12
4.29
Perlakuan
Galat Jumlah
–
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang signifikan terhadap kadar protein whey
Lampiran 6b. ANAVA regresi linier antara kadar protein dan trasmittan whey 60
Suhu Koagulasi (°C)
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Transmittan
3.186
8.304
23.522
6.118
10.466
19.301
Kadar protein Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
0.544 0.545 1.089 0.545
dk 1
0.385 0.396 0.781 0.391
JK
Rerata Antar Kekerasan Galat
5 6
4.0183 0.2674 0.0005
Jumlah
12
4.2862
0.730 0.755 1.485 0.743
RJK 4.0183 0.0535 0.0001
0.541 0.541 1.082 0.541
F hitung
674.22
0.449 0.446 0.895 0.448
Jumlah
0.813 0.799 1.612 0.806
F tabel α = 0.05 4.39
α = 0.01 8.75
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara transmittan dan kadar protein whey 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
73
6.944 0.579
Sumber Keragaman
dk
Antar Kekerasan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
JK 0.2674 0.1570 0.1104 0.0005 0.2679
RJK
F hitung
0.1570 0.0276 0.0001
1979.62 347.86
F tabel α = 0.05 5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
Persamaan: 6.9440 = 12.0000 bo + 141.7932 b1 91.9847 = 141.7932 bo + 2303.7685 b1 Sehingga bo = 0.3919 dan b1 = 0.0158, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 45/5
3. 3/6789 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.7656 2. efek linier yang berarti bagi transmittan dan kadar protein whey 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
74
Lampiran 7. Data analisis pH whey Suhu Koagulasi (°C) [CaSO4] (N)
Ulangan 1
Ulangan 2
60
80
60
80
5.52
5.77
5.90
5.91
5.53
5.78
5.92
5.92
5.53 ± 0.01
5.78 ± 0.01
5.91 ± 0.01
5.92 ± 0.01
0.13
0.12
0.24
0.12
5.66
5.85
5.85
5.85
5.67
5.84
5.85
5.86
Rerata
5.67 ± 0.01
5.85 ± 0.01
5.85 ± 0.00
5.86 ± 0.01
RSDa
0.12
0.12
0.00
0.12
5.91
5.72
5.87
5.86
5.92
5.72
5.88
5.86
Rerata
5.92 ± 0.01
5.72 ± 0.00
5.88 ± 0.01
5.86 ± 0.00
RSDa
0.12
0.00
0.12
0.00
0.015 Rerata ± SD RSDa 0.03
0.045
Lampiran 8. Hasil analisis ragam (ANAVA) pH whey Konsentrasi CaSO4 (N)
Suhu Koagulasi (°C) Jumlah 60 5.53
5.78
5.91
5.92
Jumlah
11.44
11.69
Rerata
5.718
5.845
5.67
5.85
5.85
5.86
Jumlah
11.52
11.70
Rerata
5.758
5.850
5.92
5.72
5.88
5.86
Jumlah
11.79
11.58
Rerata
5.895
5.790
Jumlah Besar
34.74
34.97
Rerata Besar
5.790
5.828
0.015
0.030
0.045
Rerata
80
23.13 5.781
23.22 5.804
23.37 5.843 69.71 5.809
75
ANAVA Sumber Keragaman Rerata
F tabel dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
404.957
404.957
A
2
0.008
0.004
0.21
5.14
10.92
B
1
0.004
0.004
0.24
5.99
13.74
AB
2
0.031
0.016
0.84
5.14
10.92
6
0.112
0.019
12
405.11
Perlakuan
Galat Jumlah
–
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap nilai pH whey
76
Lampiran 9. Data ekstraksi protein curd
0.045
1
2
0.015
1
2
80
0.030
1
2
0.045
1
2
2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
28.4
26.4
26.6
27.4
25.0
24.6
26.2
25.3
27.6
28.4
0.89808 0.85303 0.35093 0.41549 0.33445 0.39769 0.36100 0.29100 0.35020 0.38443 1.01079 1.09064 0.64665 0.66779 0.46146 0.44857 0.42795 0.46993 0.32039 0.34260 0.38866 0.33341
protein stok (mg) [protein] curd (%) Bradford
Massa Curd (mg) 26.6
0.53669
% recovery
2
1
0.48387
SD
[protein] curd (%) Kjeldahl
60
0.030
1
2
25.0
[protein] rerata (mg/mL)
RSD h
2
1
[protein] (mg/mL)
RSD a
0.015
1
Plo Abs
Plo Sampel
[CaSO4] (N)
Suhu (°C)
Lampiran 9a. Dengan buffer tris pH 8.4 + merkaptoetanol
0.51028
0.03735
7.32
6.26
0.77
3.06
7.20
42.52
0.87556
0.03186
3.64
5.77
1.31
4.94
7.20
68.57
0.38321
0.04565 11.91 6.54
0.57
2.02
10.14
19.96
0.36607
0.04472 12.22 6.58
0.55
2.08
10.14
20.51
0.32600
0.04950 15.18 6.70
0.49
1.84
11.93
15.41
0.36732
0.02420
6.59
6.58
0.55
2.01
11.93
16.86
1.05072
0.05646
5.37
5.61
1.58
6.30
9.68
65.13
0.65722
0.01495
2.27
6.03
0.99
4.01
9.68
41.40
0.45502
0.00911
2.00
6.37
0.68
2.61
7.04
37.00
0.44894
0.02968
6.61
6.38
0.67
2.66
7.04
37.81
0.33150
0.01570
4.74
6.68
0.50
1.80
12.77
14.11
0.36104
0.03907 10.82 6.59
0.54
1.91
12.77
14.93
Vol stok = 1.5 mL FP = 1.0
77
60
0.030
1
2
0.045
1
2
0.015
1
80
0.030
2
2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
27.5
26.1
26.4
26.8
25.0
26.6
25.6
1 1
0.045
1
2
2 1 2 1 2
0.45070 0.46716 0.51005 0.59924 0.64022 0.59139 0.56942 0.63621 0.62696 0.65891 0.60290 0.53399 0.44526 0.49063 0.50801 0.49409
protein stock (mg) [protein] curd (%) Bradford
Massa Curd (mg) 27.0
[protein] rerata (mg/mL)
SD
RSD a
RSD h
% recovery
2
1
[protein] (mg/mL)
[protein] curd (%) Kjeldahl
0.015
1
Plo Abs
Plo Sampel
[CaSO4] (N)
Suhu (°C)
Lampiran 9b. Dengan HCl 0.2 M + merkaptoetanol
0.45893
0.01164
2.54
6.36
0.69
2.55
7.20
35.41
0.55465
0.06307
11.37
6.18
0.83
3.03
7.20
42.02
0.61581
0.03453
5.61
6.09
0.92
3.54
10.14
34.90
0.60282
0.04723
7.83
6.10
0.90
3.43
10.14
33.78
0.64294
0.02259
3.51
6.05
0.96
3.60
11.93
30.16
0.56845
0.04873
8.57
6.16
0.85
3.41
11.93
28.59
0.46795
0.03208
6.86
6.34
0.70
2.64
9.68
27.26
0.50105
0.00984
1.96
6.28
0.75
2.94
9.68
30.33
0.72154
0.28098
38.94
5.94
1.08
4.08
7.04
58.01
0.54884
0.03260
5.94
6.19
0.82
3.13
12.77
24.51
0.56834
0.01902
3.35
6.16
0.85
3.11
12.77
19.45
0.52286 26.5
26.3
27.4
0.92022 0.57189 0.52578 0.58179 0.55489
Vol stok = 1.5 mL FP = 1.0
78
Lampiran 10. Data Rf subunit protein curd
Lampiran 10a. Standar marker Curd 1
Curd 2
Marker
Jarak
RF
BM
log BM
Marker
1
0.7429
0.0668
116.0
2.06
1
2
1.7581
0.1582
66.2
1.82
3
3.1799
0.2861
45.0
4
4.3149
0.3882
5
6.3605
6
BM
1.3050
0.1160
116.0
2.06
2
2.4712
0.2196
66.2
1.82
1.65
3
3.7911
0.3369
45.0
1.65
35.0
1.54
4
5.1809
0.4604
35.0
1.54
0.5722
25.0
1.40
5
7.0674
0.6280
25.0
1.40
8.2990
0.7466
18.4
1.26
6
9.1690
0.8148
18.4
1.26
7
9.4940
0.8542
14.4
1.16
7
10.3259
0.9176
14.4
1.16
Range
11.1150
1.0000
Range
11.2536
1.0000
2.50
2.00
2.00
1.50
1.50
log BM
log BM
RF
2.50
1.00 0.50
y = -1.048x + 2.017 R² = 0.957
0.00 0.00000.20000.40000.60000.80001.0000 RF
Jarak
log BM
1.00 0.50
y = -1.034x + 2.073 R² = 0.960
0.00 0.0000 0.2500 0.5000 0.7500 1.0000 RF
79
Lampiran 10b. Curd 0.015 N 60°C Curd 1
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
1.1894
0.1070
1.9049
80.33
460.142
2
1.4338
0.1290
1.8818
76.17
1243.899
3
1.6218
0.1459
1.8641
73.13
1652.314
4
2.0119
0.1810
1.8273
67.19
917.435
5
2.8766
0.2588
1.7458
55.69
1587.92
12.18%
β
6
3.7730
0.3395
1.6613
45.84
1260.213
9.66%
A4
7
4.2587
0.3831
1.6155
41.25
3471.213
26.62%
A1
8
4.9302
0.4436
1.5521
35.66
1392.213
10.68%
A2
9
6.6719
0.6003
1.3879
24.43
1127.87
10
7.7012
0.6929
1.2909
19.54
Range
11.1150
1.0000
TOTAL
Ketebalan Band
2432.184 1
13039.96
Persentase
BM (kDa) agregat
22.21%
α' α 67.19
24.43 18.65%
B
100%
Curd 2
1
Semua persentase subunit protein dihitung per total subunit protein terdefinisi, yaitu subunit α’ + α, subunit β, subunit A4, subunit A1, subunit A2, subunit A6, dan subunit basa
80
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
1.4969
0.1349
1.9335
85.81
263.192
2
1.8488
0.1666
1.9007
79.57
1156.021
3
2.0751
0.1870
1.8796
75.80
1696.021
4
2.1773
0.1962
1.8701
74.15
970.263
5
3.3824
0.3048
1.7578
57.26
1176.799
7.05%
β
6
4.4131
0.3977
1.6618
45.90
1215.92
7.28%
A4
7
4.9411
0.4453
1.6126
40.98
3747.456
22.44%
A1
8
5.5480
0.5000
1.5560
35.98
1409.335
8.44%
A2
9
7.5305
0.6786
1.3713
23.51
1155.092
10
8.1967
0.7386
1.3092
20.38
3617.355
11
9.0012
0.8111
1.2343
17.15
1101.87
12
10.5221
0.9482
1.0926
12.38
1579.355
Range
11.0969
1.0000
TOTAL
Ketebalan Band
Persentase
BM (kDa) agregat
17.08%
α' α 74.15
23.51 28.26%
B
9.46%
A6
16700.13
100%
Ketebalan Band
Persentase
Lampiran 10c. Curd 0.030 N 60°C Curd 1
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
45.95
2
1.4297
0.1286
1.8822
76.24
1499.678
3
1.5486
0.1393
1.8710
74.30
161.899
4
BM (kDa) agregat
12.16%
α' + α 74.30
361.849
2.93%
β
5
3.7729
0.3394
1.6613
45.84
1678.506
13.61%
A4
6
4.2587
0.3831
1.6155
41.25
4801.042
38.92%
A1
7
5.0639
0.4556
1.5395
34.64
1378.92
11.18%
A2
8
6.6052
0.5943
1.3942
24.79
1069.971
9
7.6403
0.6874
1.2966
19.80
1921.184
15.58%
B
10
9.6164
0.8652
1.1103
12.89
693.456
5.62%
A6
Range
11.1150
1.0000
TOTAL
12334.64
24.79
100%
81
Curd 2
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
2.0000
0.1802
1.8866
77.03
Ketebalan Band 271.071 2
2
613.899
3
Persentase 7.94%
13.536 β
4
BM (kDa) α' α 74.15
4.121
0.04%
β
5
4.4014
0.3966
1.6629
46.01
878.556
7.89%
A4
7
4.9426
0.4454
1.6125
40.97
4498.284
40.37%
A1
8
5.6806
0.5119
1.5437
34.97
763.506
6.85%
A2
9
7.4682
0.6730
1.3771
23.83
920.991
10
8.9687
0.8082
1.2373
17.27
1244.234
11
23.51 18.17%
B
18.73%
A6
780.456
12
10.3710
0.9346
Range
11.0969
1.0000
1.1066
12.78 TOTAL
2087.355
11141.48
100%
Lampiran 10d. Curd 0.045 N 60°C Curd 1
2
Jika ada yang pita protein yang memiliki ketebalan band tetapi tidak memiliki nilai Rf, maka pita tersebut tidak dapat dibaca secara visual, namun peaknya dapat jelas teridentifikasi oleh ImageJ
82
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
1.4773
0.1329
1.8777
75.46
Ketebalan Band
Persentase
904.192
8.72%
BM (kDa) α' + α
2
160.192
74.15
3
64.778
0.62%
β
4
1364.092
13.15%
A4
41.13%
A1
12.30%
A2
5
3.7729
0.3394
1.6613
45.84
4266.627
6
4.2587
0.3831
1.6155
41.25
384.485
7
5.0639
0.4556
1.5395
34.64
891.728
8
6.6719
0.6003
1.3879
24.43
571.021
9
8.0167
0.7213
1.2611
18.24
1725.548
16.63%
B
10
9.6164
0.8652
1.1103
12.89
772.577
7.45%
A6
Range
11.1150
1.0000
Band
Jarak
RF
1
2.0000
0.1802
1.8866
77.03
439.142
2
4.4014
0.3966
1.6629
46.01
1182.385
3.07%
A4
3
4.9426
0.4454
1.6125
40.97
5805.234
8.27%
A1
4
5.6806
0.5119
1.5437
34.97
1140.092
40.59%
A2
5
7.4682
0.6730
1.3771
23.83
1175.627
7.97%
23.83
7
8.9687
0.8082
1.2373
17.27
1458.163
18.56%
B
21.53%
A6
23.51
TOTAL
10374.03
100%
BM
Ketebalan Band
Persentase
Curd 2
log BM
8
1196.284
9
10.3710
0.9346
Range
11.0969
1.0000
1.1066
12.78 TOTAL
3079.305
BM (kDa) α' + α
14300.61
83
Lampiran 10e. Curd 0.015 N 80°C Curd 1
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
1.1894
0.1070
1.9049
80.33
2
1.4338
0.1290
1.8818
76.17
3
1.5677
0.1410
1.8692
73.99
4
1.9566
0.1760
1.8325
68.00
278.314
5
2.8049
0.2524
1.7525
56.56
416.728
6.47%
β
6
3.7730
0.3395
1.6613
45.84
540.263
8.39%
A4
7
4.2587
0.3831
1.6155
41.25
2463.335
38.26%
A1
8
4.9302
0.4436
1.5521
35.66
482.092
7.49%
A2
9
6.6719
0.6003
1.3879
24.43
105.192
10
7.7012
0.6929
1.2909
19.54
1012.092
Range
11.1150
1.0000
TOTAL
Ketebalan Band
Persentase
37.243 1523.142
6437.652
BM (kDa) agregat
23.66%
α' + α 73.19
24.43 15.72%
B
100%
Curd 2
84
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
1.5779
0.1424
1.9258
84.29
38.243
2
1.9057
0.1720
1.8952
78.55
901.607
3
2.1460
0.1937
1.8727
74.60
1360.021
4
2.5393
0.2292
1.8360
68.56
425.849
5
3.4251
0.3091
1.7534
56.67
663.385
4.78%
β
6
4.4843
0.4047
1.6545
45.14
1041.92
7.50%
A4
7
5.0521
0.4559
1.6016
39.95
3795.749
27.33%
A1
8
5.6806
0.5127
1.5429
34.91
1229.627
8.85%
A2
9
7.5747
0.6836
1.3662
23.24
724.506
10
8.2529
0.7448
1.3029
20.08
2533.062
11
9.0000
0.8122
1.2332
17.11
726.042
12
10.3710
0.9360
1.1052
12.74
1638.062
Range
11.0806
1.0000
TOTAL
Ketebalan Band
13889.48
Persentase
BM (kDa) agregat
16.28%
α' α 68.56
23.24 23.46%
B
11.79%
A6
100%
Lampiran 10f. Curd 0.030 N 80°C Curd 1
85
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
1.1894
0.1070
1.9049
80.33
2
1.4338
0.1290
1.8818
76.17
3
1.5677
0.1410
1.8692
73.99
4
1.9566
0.1760
1.8325
68.00
461.142
5
2.8049
0.2524
1.7525
56.56
621.263
7.04%
β
6
3.7730
0.3395
1.6613
45.84
815.092
9.24%
A4
7
4.2587
0.3831
1.6155
41.25
2992.749
33.91%
A1
8
4.9302
0.4436
1.5521
35.66
601.971
6.82%
A2
9
6.6719
0.6003
1.3879
24.43
321.728
10
7.7012
0.6929
1.2909
19.54
1888.234
Range
11.1150
1.0000
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
2.0804
0.1875
1.8792
2
4.4842
0.4041
3
5.0521
4
TOTAL
Ketebalan Band
Persentase
BM (kDa)
456.899 1906.263
8825.572
agregat 21.60%
α' + α 68.00
24.43 21.40%
B
100%
Curd 2
Ketebalan Band
Persentase
75.71
256.607
2.66%
α' + α
1.6552
45.20
816.263
8.47%
A4
0.4553
1.6022
40.02
4330.577
44.92%
A1
5.7394
0.5172
1.5382
34.53
606.506
6.29%
A2
5
7.5746
0.6826
1.3672
23.29
645.163
6
9.0000
0.8110
1.2344
17.15
982.577
7
618.213
8
10.3710
0.9346
Range
11.0969
1.0000
1.1066
12.78 TOTAL
2029.184 9639.927
BM (kDa)
23.51 16.61%
B
21.05%
A6
100%
86
Lampiran 10g. Curd 0.045 N 80°C Curd 1
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
1.4338
0.1290
1.8818
76.17
102.071
2
1.5677
0.1410
1.8692
73.99
908.485
3
Ketebalan Band
1307.607
Persentase
BM (kDa) agregat
17.48%
α' α
4
1.9566
0.1760
1.8325
68.00
348.607
5
2.8049
0.2524
1.7525
56.56
651.849
5.14%
β
6
3.7730
0.3395
1.6613
45.84
1534.042
12.10%
A4
7
4.2587
0.3831
1.6155
41.25
4371.335
34.47%
A1
8
5.0226
0.4519
1.5434
34.95
1375.506
10.85%
A2
9
6.6719
0.6003
1.3879
24.43
709.678
10
7.5168
0.6763
1.3083
20.34
2023.184
15.95%
B
11
9.6470
0.8679
1.1074
12.81
509.335
4.02%
A6
Range
11.1150
1.0000
TOTAL
12681.34
68.00
24.43
100%
Curd 2
87
Band
Jarak
RF
log BM
BM
1
2.0804
0.1875
1.8792
75.71
2
Ketebalan Band 196.364 538.192
Persentase 4.93%
BM (kDa) α' α
3
4.4842
0.4041
1.6552
45.20
1262.799
8.47%
A4
4
5.0521
0.4553
1.6022
40.02
5360.991
35.95%
A1
5
5.7394
0.5172
1.5382
34.53
1339.92
8.99%
A2
7
7.5746
0.6826
1.3672
23.29
1372.284
8
9.0740
0.8177
1.2275
16.88
1723.284
9
1320.335
10
10.3710
0.9346
Range
11.0969
1.0000
1.1066
12.78 TOTAL
3168.598 14910.48
23.29 20.41%
B
21.25%
A6
100%
88
Lampiran 11. Komposisi subunit protein curd Suhu Koagulasi (°C) Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015
0.030
0.045
60
Subunit Protein
80
1
2
1
2
22.21%
17.08%
23.66%
16.28%
α' + α
12.18%
7.05%
6.47%
4.78%
β
9.66%
7.28%
8.39%
7.50%
A4
26.62%
22.44%
38.26%
27.33%
A1
10.68%
8.44%
7.49%
8.85%
A2
0.00%
9.46%
0.00%
11.79%
A6
34.39%
28.26%
15.72%
23.46%
Basa
34.39%
24.12%
30.13%
21.06%
7S
65.61%
75.88%
69.87%
78.94%
11S
1.91
3.15
2.32
3.75
11S/7S
46.96%
47.62%
54.15%
55.48%
Asam
12.16%
7.94%
21.60%
2.66%
α' + α
2.93%
0.04%
7.04%
0.00%
β
13.61%
7.89%
9.24%
8.47%
A4
38.92%
40.37%
33.91%
44.92%
A1
11.18%
6.85%
6.82%
6.29%
A2
5.62%
18.73%
0.00%
21.05%
A6
15.58%
18.17%
21.40%
16.61%
Basa
15.09%
7.98%
28.64%
2.66%
7S
84.91%
92.02%
71.36%
97.34%
11S
5.63
11.53
2.49
36.57
11S/7S
69.33%
73.85%
49.97%
80.73%
Asam
8.72%
3.07%
17.48%
4.93%
α' + α
0.62%
0.00%
5.14%
0.00%
β
13.15%
8.27%
12.10%
8.47%
A4
41.13%
40.59%
34.47%
35.95%
A1
12.30%
7.97%
10.85%
8.99%
A2
7.45%
21.53%
4.02%
4.02%
A6
16.63%
18.56%
15.95%
20.41%
Basa
9.34%
3.07%
22.62%
4.93%
7S
90.66%
96.93%
77.38%
95.07%
11S
9.71
31.56
3.42
19.30
11S/7S
74.03%
78.37%
61.43%
57.43%
Asam
*diidentifikasi berdasarkan penelitian Poysa et al. (2006) dan Yasir et al. (2006)
89
Lampiran 12. ANAVA kadar subunit protein curd
Lampiran 12a. Subunit α’ + α Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
22.21% 17.08% 39.29% 19.64% 12.16% 7.94% 20.10% 10.05% 8.72% 3.07% 11.79% 5.89% 71.18% 11.86%
23.66% 16.28% 39.94% 19.97% 21.60% 2.66% 24.26% 12.13% 17.48% 4.93% 22.40% 11.20% 86.61% 14.43%
Jumlah
Rerata
79.23% 19.81%
44.36% 11.09%
34.19% 8.55% 157.78% 13.15%
ANAVA Sumber Variasi
dk
JK
RJK
1
0.2075
0.2075
A
2
0.0279
0.0140
2.59
B
1
0.0020
0.0020
0.37
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0013 0.0323 0.2709
0.0006 0.0054 –
0.12
Rerata Perlakuan
F
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit α' + α
90
Lampiran 12b. Subunit β Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
12.18% 7.05% 19.22% 9.61% 2.93% 0.04% 2.97% 1.49% 0.62% 0.00% 0.62% 0.31% 22.82% 3.80%
6.47% 4.78% 11.25% 5.62% 7.04% 0.00% 7.04% 3.52% 5.14% 0.00% 5.14% 2.57% 23.43% 3.90%
Jumlah
Rerata
30.47% 7.62%
10.01% 2.50%
5.76% 1.44% 46.25% 3.85%
ANAVA Sumber Variasi
dk
Rerata Perlakuan A
JK
RJK
1
0.0178
0.0178
2
0.0087
0.0044
F
4.60
B
1
0.0000
0.0000
0.00
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0025 0.0057 0.0348
0.0013 0.0009 –
1.32 –
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit β
91
Lampiran 12c. Subunit A4 Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
9.66% 7.28% 16.95% 8.47% 13.61% 7.89% 21.49% 10.75% 13.15% 8.27% 21.42% 10.71% 59.86% 9.98%
8.39% 7.50% 15.89% 7.95% 9.24% 8.47% 17.70% 8.85% 12.10% 8.47% 20.57% 10.28% 54.16% 9.03%
Jumlah
Rerata
32.84% 8.21%
39.20% 9.80%
41.98% 10.50% 114.02% 9.50%
ANAVA F tabel
Sumber Variasi
dk
Rerata
JK
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
0.1083
0.1083
A
2
0.0011
0.0005
0.86
5.14
10.92
B
1
0.0003
0.0003
0.42
5.99
13.74
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0001 0.0038 0.1137
0.0001 0.0006 –
0.11
5.14
10.92
Perlakuan
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit A4
92
Lampiran 12d. Subunit A1 Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
26.62% 22.44% 49.06% 24.53% 38.92% 40.37% 79.30% 39.65% 41.13% 40.59% 81.72% 40.86% 210.08% 35.01%
38.26% 27.33% 65.59% 32.80% 33.91% 44.92% 78.83% 39.42% 34.47% 35.95% 70.43% 35.21% 214.85% 35.81%
Jumlah
Rerata
114.65% 28.66%
158.13% 39.53%
152.15% 38.04% 424.93% 35.41%
ANAVA Sumber Variasi
dk
Rerata Perlakuan
JK
RJK
F hitung
F tabel α = 0.05
α = 0.01
1
1.5047
1.5047
A
2
0.0278
0.0139
6.34
5.14
10.92
B
1
0.0002
0.0002
0.09
5.99
13.74
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0098 0.0131 1.5557
0.0049 0.0022 –
2.25
5.14
10.92
–
Pada taraf signifikansi 0.05: 1. Perubahan konsentrasi CaSO4 memberikan efek yang signifikan terhadap subunit A1 2. Perubahan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit A1 3. Interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit A1 Pada taraf signifikansi 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit A1
93
Lampiran 12e. Subunit A2 Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
10.68% 8.44% 19.12% 9.56% 11.18% 6.85% 18.03% 9.02% 12.30% 7.97% 20.27% 10.14% 57.42% 9.57%
7.49% 8.85% 16.34% 8.17% 6.82% 6.29% 13.11% 6.56% 10.85% 8.99% 19.83% 9.92% 49.29% 8.21%
Jumlah
Rerata
35.46% 8.86%
31.14% 7.79%
40.11% 10.03% 106.71% 8.89%
ANAVA Sumber Variasi
dk
Rerata Perlakuan
JK
RJK
F hitung
F tabel α = 0.05
α = 0.01
1
0.0949
0.0949
A
2
0.0010
0.0005
1.25
5.14
10.92
B
1
0.0006
0.0006
1.38
5.99
13.74
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0003 0.0024 0.0991
0.0001 0.0004 –
0.31
5.14
10.92
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit A2
94
Lampiran 12f. Subunit A6 Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
0.00% 9.46% 9.46% 4.73% 5.62% 18.73% 24.36% 12.18% 7.45% 21.53% 28.98% 14.49% 62.79% 10.47%
0.00% 11.79% 11.79% 5.90% 0.00% 21.05% 21.05% 10.52% 4.02% 4.02% 8.03% 4.02% 40.88% 6.81%
Jumlah
Rerata
21.25% 5.31%
45.41% 11.35%
37.01% 9.25% 103.67% 8.64%
ANAVA Sumber Variasi
dk
JK
RJK
1
0.0896
0.0896
A
2
0.0075
0.0038
B
1
0.0040
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0074 0.0521 0.1606
Rerata Perlakuan
F hitung
F tabel α = 0.05
α = 0.01
0.43
5.14
10.92
0.0040
0.46
5.99
13.74
0.0037 0.0087 –
0.42
5.14
10.92
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit A6
95
Lampiran 12g. Total subunit asam Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
46.96% 47.62% 94.58% 47.29% 69.33% 73.85% 143.18% 71.59% 74.03% 78.37% 152.39% 76.20% 390.15% 65.03%
54.15% 55.48% 109.62% 54.81% 49.97% 80.73% 130.70% 65.35% 61.43% 57.43% 118.86% 59.43% 359.18% 59.86%
Jumlah
Rerata
204.20% 51.05%
273.88% 68.47%
271.25% 67.81% 749.33% 62.44%
ANAVA Sumber Variasi
dk
Rerata Perlakuan A
JK
RJK
1
4.6791
4.6791
2
0.0780
0.0390
F hitung
F tabel α = 0.05
α = 0.01
4.66
5.14
10.92 13.74 10.92
B
1
0.0080
0.0080
0.96
5.99
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0297 0.0502 4.8450
0.0148 0.0084 –
1.77
5.14
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap jumlah subunit asam
96
Lampiran 12h. Subunit basa Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
34.39% 28.26% 62.65% 31.32% 15.58% 18.17% 33.75% 16.87% 16.63% 18.56% 35.20% 17.60% 131.59% 21.93%
15.72% 23.46% 39.19% 19.59% 21.40% 16.61% 38.00% 19.00% 15.95% 20.41% 31.91% 18.18% 109.09% 18.18%
Jumlah
Rerata
101.83% 25.46%
71.75% 17.94%
67.10% 16.78% 240.68% 20.06%
ANAVA F tabel
Sumber Variasi
dk
JK
RJK
1
0.5008
0.5008
A
2
0.0152
0.0076
B
1
0.0027
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0115 0.0075 0.5378
Rerata Perlakuan
F hitung
α = 0.05
α = 0.01
6.04
5.14
10.92
0.0027
2.16
5.99
13.74
0.0058 0.0013 –
4.59
5.14
10.92
–
Pada taraf signifikansi 0.05: 1. Perubahan konsentrasi CaSO4 memberikan efek yang signifikan terhadap subunit basa 2. Perubahan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit basa 3. Interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit basa Pada taraf signifikansi 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap subunit basa
97
Lampiran 12i. Total subunit 7S Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
34.39% 24.12% 58.51% 29.26% 15.09% 7.98% 23.07% 11.54% 9.34% 3.07% 12.41% 6.21% 94.00% 15.67%
30.13% 21.06% 51.19% 25.60% 28.64% 2.66% 31.30% 15.65% 22.62% 4.93% 27.54% 13.77% 110.03% 18.34%
Jumlah
Rerata
109.70% 27.43%
54.37% 13.59%
39.95% 9.99% 204.03% 17.00%
ANAVA Sumber Variasi
dk
Rerata Perlakuan
JK
RJK
F
F tabel α = 0.05
α = 0.01
1
0.3469
0.3469
A
2
0.0678
0.0339
3.21
5.14
10.92
B
1
0.0021
0.0021
0.20
5.99
13.74
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0066 0.0633 0.4867
0.0033 0.0105 –
0.31
5.14
10.92
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap jumlah subunit 7S
98
Lampiran 12j. Total subunit 11S Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
60
80
65.61% 75.88% 141.49% 70.74% 84.91% 92.02% 176.93% 88.46% 90.66% 96.93% 187.59% 93.79% 506.00% 84.33%
69.87% 78.94% 148.81% 74.40% 71.36% 97.34% 168.70% 84.35% 77.38% 95.07% 172.46% 86.23% 489.97% 81.66%
Jumlah
Rerata
290.30% 72.57%
345.63% 86.41%
360.05% 90.01% 995.97% 83.00%
ANAVA Sumber Variasi
dk
JK
RJK
1
8.2663
8.2663
A
2
0.0678
0.0339
B
1
0.0021
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
0.0066 0.0633 8.4061
Rerata Perlakuan
F hitung
F tabel α = 0.05
α = 0.01
3.21
5.14
10.92
0.0021
0.20
5.99
13.74
0.0033 0.0105 –
0.31
5.14
10.92
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap jumlah subunit 11S
99
Lampiran 12k. Proporsi subunit 11S/7S Suhu Koagulasi (°C)
Konsentrasi CaSO4 (N) 0.015 Jumlah Rerata 0.030 Jumlah Rerata 0.045 Jumlah Rerata Jumlah Besar Rerata Besar
Jumlah
60
80
1.91 3.15 5.05 2.527 5.63 11.53 17.16 8.579 9.71 31.56 41.27 20.636 63.48 10.580
2.32 3.75 6.07 3.034 2.49 36.57 39.06 19.529 3.42 19.30 22.72 11.360 67.85 11.308
Rerata
11.12 2.780
56.22 14.054
63.99 15.998 131.33 10.944
ANAVA Sumber Variasi
dk
Rerata Perlakuan A
JK
RJK
1
1437.2508
1437.2508
2
407.4545
203.7273
F hitung
F tabel α = 0.05
α = 0.01
1.27
5.14
10.92 13.74 10.92
B
1
1.5874
1.5874
0.01
5.99
AB Kekeliruan Jumlah
2 6 12
204.6184 964.7175 3015.6286
102.3092 160.7862 –
0.64
5.14
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap proporsi subunit 11S/7S
100
Lampiran 13. Data analisis tekstur curd
Lampiran 13a. Hasil Texture Profile Analyzer (TPA) Test ID Start Batch Unknown
Force 1
Distance 1
Area F-T 1:2
Distance 2
Area F-T 3:4
kg
mm
kg.sec
mm
kg.sec
Force 1
Distance 1
Area F-T 1:2
Distance 2
Area F-T 3:4
1_15_6a
1.350
9.328
3.851
9.328
1.515
1_15_6b
1.449
8.511
3.516
8.511
1.575
1_15_6c
1.517
8.698
3.872
8.698
1.571
1_15_6d
1.489
9.310
4.249
9.310
1.728
Ulangan 1 0.015 N 60°C
1.451
8.962
3.872
8.962
1.597
1_15_8a
1.130
13.048
4.725
13.045
1.519
1_15_8b
0.769
12.007
3.048
12.009
0.954
1_15_8c
0.882
12.628
3.541
12.628
1.068
1_15_8d
0.926
12.334
3.702
12.334
1.142
Ulangan 1 0.015 N 80°C
0.927
12.504
3.754
12.504
1.171
1_30_6a
1.766
8.966
4.357
8.966
1.920
1_30_6b
1.819
8.698
4.659
8.698
2.100
1_30_6c
1.818
8.316
4.452
8.321
2.033
1_30_6d
1.902
8.529
4.567
8.529
2.083
Ulangan 1 0.030 N 60°C
1.826
8.627
4.509
8.629
2.034
1_30_8a
1.435
14.139
6.294
14.141
2.136
1_30_8b
1.504
14.219
7.537
14.219
2.497
1_30_8c
1.534
14.069
7.350
14.071
2.556
1_30_8d
1.372
14.441
7.108
14.441
2.288
Ulangan 1 0.030 N 80°C
1.461
14.217
7.072
14.218
2.369
1_45_6a
1.098
15.657
5.625
15.657
1.839
1_45_6b
1.081
16.156
5.494
16.156
1.667
1_45_6c
1.154
15.058
5.528
15.058
1.752
1_45_6d
1.051
15.117
5.231
15.115
1.672
Ulangan 1 0.045 N 60°C
1.096
15.497
5.470
15.497
1.733
101
Lampiran 13a. Hasil Texture Profile Analyzer (TPA) (lanjutan) Test ID Start Batch Unknown
Force 1
Distance 1
Area F-T 1:2
Distance 2
Area F-T 3:4
kg
mm
kg.sec
mm
kg.sec
Force 1
Distance 1
Area F-T 1:2
Distance 2
Area F-T 3:4
1_45_8a
2.933
13.160
11.563
13.160
4.598
1_45_8b
2.210
13.662
8.005
13.662
3.428
1_45_8c
2.053
13.410
8.425
13.410
3.186
1_45_8d
2.362
13.078
9.659
13.078
3.677
Ulangan 1 0.045 N 80°C
2.390
13.328
9.413
13.328
3.722
2_15_6a
1.540
7.637
3.480
7.637
1.606
2_15_6b
1.791
8.364
3.315
8.364
1.687
2_15_6c
1.539
8.209
3.158
8.214
1.473
2_15_6d
1.661
7.545
3.601
7.548
1.660
2_15_6e
1.529
7.577
3.516
7.580
1.591
Ulangan 2 0.015 N 60°C
1.612
7.866
3.414
7.869
1.603
2_15_8a
1.422
11.717
5.171
11.717
1.913
2_15_8b
1.268
12.007
4.901
12.009
1.851
2_15_8c
1.396
11.495
4.981
11.495
1.848
2_15_8d
1.517
11.380
5.348
11.380
1.940
Ulangan 2 0.015 N 80°C
1.401
11.650
5.100
11.650
1.888
2_30_6a
1.042
8.614
2.687
8.614
1.083
2_30_6b
1.000
9.205
2.804
9.205
1.190
2_30_6c
1.046
8.851
2.742
8.851
1.137
2_30_6d
1.244
8.811
3.048
8.811
1.328
Ulangan 2 0.030 N 60°C
1.083
8.870
2.820
8.870
1.185
2_30_8a
1.286
14.721
5.894
14.726
1.774
2_30_8b
1.263
13.347
5.168
13.347
1.780
2_30_8c
1.146
14.598
5.507
14.606
1.746
2_30_8d
1.313
13.417
5.524
13.417
1.866
Ulangan 2 0.030 N 80°C
1.252
14.021
5.523
14.024
1.792
102
Lampiran 13a. Hasil Texture Profile Analyzer (TPA) (lanjutan) Test ID Start Batch Unknown
Force 1
Distance 1
Area F-T 1:2
Distance 2
Area F-T 3:4
kg
mm
kg.sec
mm
kg.sec
Force 1
Distance 1
Area F-T 1:2
Distance 2
Area F-T 3:4
2_45_6a
0.945
14.204
4.324
14.204
1.358
2_45_6b
1.072
13.185
4.122
13.185
1.451
2_45_6c
0.994
13.722
4.375
13.722
1.400
2_45_6d
1.018
14.194
4.920
14.194
1.493
2_45_6e
1.085
13.702
4.833
13.702
1.440
Ulangan 2 0.045 N 60°C
1.023
13.801
4.515
13.801
1.428
2_45_8a
2.192
12.553
7.758
12.553
3.073
2_45_8b
2.572
12.826
9.702
12.826
3.625
2_45_8c
2.913
12.983
10.953
12.988
4.471
Ulangan 2 0.045 N 80°C
2.559
12.787
9.471
12.789
3.723
Lampiran 13b. Pengukuran parameter tekstur curd
Test ID
Kekerasan
Daya kohesif
Kelengketan
Elastisitas
Daya kunyah
Hardness
Cohesiveness
Gumminess
Springiness
Chewiness
kg
kg Start Batch Unknown F1
A2/A1
Kekerasan *Kohesif
kg D2/D1
Kelengketan * Elastisitas
1_15_6a
1.350
0.393
0.531
1.000
0.531
1_15_6b
1.449
0.448
0.649
1.000
0.649
1_15_6c
1.517
0.406
0.615
1.000
0.615
1_15_6d
1.489
0.407
0.606
1.000
0.606
Ulangan 1 0.015 N 60°C
1.451
0.413
0.600
1.000
0.600
1_15_8a
1.130
0.321
0.363
1.000
0.363
1_15_8b
0.769
0.313
0.241
1.000
0.241
1_15_8c
0.882
0.302
0.266
1.000
0.266
1_15_8d
0.926
0.308
0.286
1.000
0.286
Ulangan 1 0.015 N 80°C
0.927
0.311
0.289
1.000
0.289
103
Lampiran 13b. Pengukuran parameter tekstur curd (lanjutan) Kekerasan
Daya kohesif
Kelengketan
Elastisitas
Daya kunyah
Hardness
Cohesiveness
Gumminess
Springiness
Chewiness
Test ID kg
kg
Start Batch Unknown F1
A2/A1
Kekerasan *Kohesif
kg D2/D1
Kelengketan * Elastisitas
1_30_6a
1.766
0.441
0.778
1.000
0.778
1_30_6b
1.819
0.451
0.820
1.000
0.820
1_30_6c
1.818
0.457
0.830
1.001
0.831
1_30_6d
1.902
0.456
0.867
1.000
0.867
Ulangan 1 0.030 N 60°C
1.826
0.451
0.824
1.000
0.824
1_30_8a
1.435
0.339
0.487
1.000
0.487
1_30_8b
1.504
0.331
0.498
1.000
0.498
1_30_8c
1.534
0.348
0.533
1.000
0.534
1_30_8d
1.372
0.322
0.442
1.000
0.442
Ulangan 1 0.030 N 80°C
1.461
0.335
0.490
1.000
0.490
1_45_6a
1.098
0.327
0.359
1.000
0.359
1_45_6b
1.081
0.303
0.328
1.000
0.328
1_45_6c
1.154
0.317
0.366
1.000
0.366
1_45_6d
1.051
0.320
0.336
1.000
0.336
Ulangan 1 0.045 N 60°C
1.096
0.317
0.347
1.000
0.347
1_45_8a
2.933
0.398
1.166
1.000
1.166
1_45_8b
2.210
0.428
0.946
1.000
0.946
1_45_8c
2.053
0.378
0.776
1.000
0.776
1_45_8d
2.362
0.381
0.899
1.000
0.899
Ulangan 1 0.045 N 80°C
2.390
0.396
0.947
1.000
0.947
2_15_6a
1.540
0.461
0.711
1.000
0.711
2_15_6b
1.791
0.509
0.911
1.000
0.911
2_15_6c
1.539
0.466
0.718
1.001
0.718
2_15_6d
1.661
0.461
0.766
1.000
0.766
2_15_6e
1.529
0.453
0.692
1.000
0.692
Ulangan 2 0.015 N 60°C
1.612
0.470
0.760
1.000
0.760
104
Lampiran 13b. Pengukuran parameter tekstur curd (lanjutan) Kekerasan
Daya kohesif
Kelengketan
Elastisitas
Daya kunyah
Hardness
Cohesiveness
Gumminess
Springiness
Chewiness
Test ID kg
kg
Start Batch Unknown F1
A2/A1
Kekerasan *Kohesif
kg D2/D1
Kelengketan * Elastisitas
2_15_8a
1.422
0.370
0.526
1.000
0.526
2_15_8b
1.268
0.378
0.479
1.000
0.479
2_15_8c
1.396
0.371
0.518
1.000
0.518
2_15_8d
1.517
0.363
0.550
1.000
0.550
Ulangan 2 0.015 N 80°C
1.401
0.370
0.518
1.000
0.518
2_30_6a
1.042
0.403
0.420
1.000
0.420
2_30_6b
1.000
0.424
0.424
1.000
0.424
2_30_6c
1.046
0.415
0.434
1.000
0.434
2_30_6d
1.244
0.436
0.542
1.000
0.542
Ulangan 2 0.030 N 60°C
1.083
0.419
0.455
1.000
0.455
2_30_8a
1.286
0.301
0.387
1.000
0.387
2_30_8b
1.263
0.344
0.435
1.000
0.435
2_30_8c
1.146
0.317
0.363
1.001
0.364
2_30_8d
1.313
0.338
0.444
1.000
0.444
Ulangan 2 0.030 N 80°C
1.252
0.325
0.407
1.000
0.407
2_45_6a
0.945
0.314
0.297
1.000
0.297
2_45_6b
1.072
0.352
0.377
1.000
0.377
2_45_6c
0.994
0.320
0.318
1.000
0.318
2_45_6d
1.018
0.303
0.309
1.000
0.309
2_45_6e
1.085
0.298
0.323
1.000
0.323
Ulangan 2 0.045 N 60°C
1.023
0.317
0.325
1.000
0.325
2_45_8a
2.192
0.396
0.868
1.000
0.868
2_45_8b
2.572
0.374
0.961
1.000
0.961
2_45_8c
2.913
0.408
1.189
1.000
1.190
Ulangan 2 0.045 N 80°C
2.559
0.393
1.006
1.000
1.006
105
Lampiran 14. Hasil analisis ragam (ANAVA) tekstur curd
Lampiran 14a. Kekerasan curd Konsentrasi CaSO4 (N)
Suhu Koagulasi (°C) Jumlah 60 1.449
0.769
1.350
0.882
1.489
0.926
Jumlah
4.288
2.577
Rerata
1.4293
0.8590
1.766
1.435
1.819
1.504
1.818
1.534
Jumlah
5.403
4.473
Rerata
1.8010
1.4910
1.098
2.210
1.081
2.053
1.051
2.362
Jumlah
3.230
6.625
Rerata
1.0767
2.2083
Jumlah Besar
12.921
13.675
Rerata Besar
1.4357
1.5194
0.015
0.030
0.045
Rerata
80
6.865 1.1442
9.876 1.6460
9.855 1.6425 26.596 1.4776
ANAVA Sumber Keragaman Rerata
F tabel dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
39.297
39.297
A
2
1.000
0.500
75.76
3.38
6.93
B
1
0.032
0.032
4.78
4.75
9.33
AB
2
2.521
1.261
190.95
3.38
6.93
Galat
12
0.079
0.007
Jumlah
18
42.93
–
Perlakuan
–
106
Pada taraf signifikansi 0.05: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang signifikan terhadap kekerasan curd Pada taraf signifikansi 0.01: 1. Perubahan konsentrasi CaSO4 memberikan efek yang signifikan terhadap kekerasan curd 2. Perubahan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap kekerasan curd 3. Interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang signifikan terhadap kekerasan curd
Lampiran 14b. Daya kohesif curd Konsentrasi CaSO4 (N)
Suhu Koagulasi (°C) Jumlah 60 0.393
0.321
0.406
0.313
0.407
0.308
Jumlah
1.206
0.942
Rerata
0.4020
0.3140
0.451
0.339
0.457
0.331
0.456
0.348
Jumlah
1.364
0.322
Rerata
0.4547
0.3393
0.327
0.398
0.317
0.378
0.320
0.381
Jumlah
0.964
1.157
Rerata
0.3213
0.3857
Jumlah Besar
3.534
2.421
Rerata Besar
0.3927
0.3463
0.015
0.030
0.045
Rerata
80
2.148 0.3580
1.686 0.3970
2.121 0.3535 5.955 0.3695
107
ANAVA Sumber Keragaman
F tabel dk
JK
Rerata
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
2.458
2.458
A
2
0.007
0.003
62.55
3.38
6.93
B
1
0.010
0.010
176.00
4.75
9.33
AB
2
0.028
0.014
256.12
3.38
6.93
Galat
12
0.001
0.000
Jumlah
18
2.50
Perlakuan
–
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang signifikan terhadap daya kohesif curd
Lampiran 14c. Kelengketan curd Konsentrasi CaSO4 (N)
Suhu Koagulasi (°C) Jumlah 60 0.711
0.526
0.718
0.550
0.692
0.518
Jumlah
2.121
1.594
Rerata
0.7070
0.5313
0.420
0.387
0.424
0.435
0.434
0.444
Jumlah
1.278
1.266
Rerata
0.4260
0.4220
0.323
0.869
0.309
0.961
0.318
1.189
Jumlah
0.950
3.019
Rerata
0.3167
1.0063
Jumlah Besar
4.349
5.879
Rerata Besar
0.4832
0.6532
0.015
0.030
0.045
Rerata
80
3.715 0.6192
2.544 0.4240
3.969 0.6615 10.228 0.5682
108
ANAVA
Sumber Keragaman Rerata
F tabel dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
5.812
5.812
A
2
0.193
0.096
20.17
3.38
6.93
B
1
0.130
0.130
27.24
4.75
9.33
AB
2
0.630
0.315
65.96
3.38
6.93
Galat
12
0.057
0.005
Jumlah
18
6.82
Perlakuan
–
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang signifikan terhadap daya kohesif curd
109
Lampiran 15. Data analisis total padatan curd
CaSO4 (N)
Konsentrasi
Suhu Koagulasi (°C) 60
80
Bobot Tahu (g)
Kadar % Total % Air Padatan Padatan Padatan (%BB) * (g) **
Bobot Tahu (g)
Kadar % Total % Air Padatan Padatan Padatan (%BB) * (g) **
164.5
17.54
82.46
135.65
25.84
213.1
18.56
81.44
173.54
33.06
164.5
19.10
80.90
133.09
25.35
213.1
18.56
81.44
173.55
33.06
164.5
18.05
81.95
134.81
25.68
213.1
19.46
80.54
171.63
32.69
Rerata
18.23
81.77
134.5
25.62
213.1
16.49
83.51
178.0
33.90
SD
0.80
0.80
1.3
0.25
0.0
1.58
1.58
3.4
0.64
RSDa
0.04
0.01
0.01
0.01
0.00
0.10
0.02
0.02
0.02
RSDh
2.58
2.06
0.96
2.45
0.89
2.62
2.05
0.92
2.35
170.1
15.69
84.31
143.40
27.32
242.0
19.11
80.89
195.74
37.28
170.1
15.47
84.53
143.79
27.39
242.0
18.24
81.76
197.86
37.69
170.1
18.31
81.69
138.95
26.47
242.0
18.72
81.28
196.71
37.47
Rerata
19.87
80.13
136.3
25.96
242.0
18.86
81.14
196.4
37.40
SD
0.96
0.96
1.6
0.31
0.0
0.52
0.52
1.3
0.24
RSDa
0.05
0.01
0.01
0.01
0.00
0.03
0.01
0.01
0.01
RSDh
2.55
2.07
0.95
2.45
0.88
2.57
2.06
0.90
2.32
263.9
18.85
81.15
214.16
40.79
250.7
22.03
77.97
195.48
37.23
263.9
20.74
79.26
209.16
39.84
250.7
19.87
80.13
200.90
38.27
263.9
20.03
79.97
211.04
40.20
250.7
20.00
80.00
200.57
38.20
Rerata
18.69
81.31
214.6
40.87
250.7
20.63
79.37
199.0
37.90
SD
0.44
0.44
1.2
0.22
0.0
1.21
1.21
3.0
0.58
RSDa
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.06
0.02
0.02
0.02
RSDh
2.57
2.06
0.89
2.29
0.87
2.54
2.07
0.90
2.31
0.015
0.030
0.045
* basis basah (%) ** basis bahan baku kedelai (%)
110
Lampiran 16. Hasil analisis ragam (ANAVA) total padatan curd
Lampiran 16a. Persen basis basah Sumber Keragaman
F tabel dk
Rerata
JK
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
11.8695
11.8695
A
2
0.0019
0.0009
9.4555
3.38
6.93
B
1
0.00003
0.00003
0.3286
4.75
9.33
AB
2
0.0011
0.0006
5.7111
3.38
6.93
Galat
12
0.0012
0.0001
Jumlah
18
11.8738
Perlakuan
–
–
Pada taraf signifikansi 0.05: 1. Perubahan konsentrasi CaSO4 memberikan efek yang signifikan terhadap total padatan curd (%BB) 2. Perubahan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap total padatan curd (%BB) 3. Interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang signifikan terhadap total padatan curd (%BB) (tidak signifikan pada α = 0.01)
Lampiran 16b. Persen basis bahan baku kedelai
Sumber Keragaman Rerata
F tabel dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
1.9994
1.9994
A
2
0.0316
0.0158
127.7647
3.38
6.93
B
1
0.0113
0.0113
91.8115
4.75
9.33
AB
2
0.0159
0.0080
64.5259
3.38
6.93
Galat
12
0.0015
0.0001
Jumlah
18
2.0598
–
Perlakuan
–
Pada taraf signifikansi 0.05 dan 0.01: Perubahan konsentrasi CaSO4, suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang signifikan terhadap total padatan curd (%basis bahan baku kedelai)
111
1 80 2 1 60
0.0300
2 1 80 2 1 60
0.0450
2 1 80 2
Sampel
1
5.4429
6.4285
6.5702
17.5360
2
5.5439
5.4354
6.5819
19.0970
1
6.8692
6.1550
7.8747
16.3363
2
6.7034
5.2324
7.6477
18.0472
1
5.4227
5.2039
6.2394
15.6940
2
5.5226
5.3471
6.3497
15.4682
1
6.7353
6.3476
7.8976
18.3109
2
6.6785
5.4620
7.7128
18.9363
1
5.4722
6.0248
6.6077
18.8471
2
5.4614
5.6651
6.6365
20.7428
1
6.7350
5.5174
7.8402
20.0312
2
6.6342
5.1625
7.4986
16.7438
1
5.5894
6.3961
6.7768
18.5644
2
5.5588
5.5389
6.5867
18.5578
1
6.5531
6.6235
7.9213
20.6568
2
6.7219
5.1263
7.7195
19.4604
1
5.4140
5.6293
6.4900
19.1143
2
5.4849
6.3815
6.6489
18.2402
1
6.5937
5.7148
7.6633
18.7163
2
6.8400
6.6676
7.9595
16.7901
1
5.3329
5.6361
6.5743
22.0259
2
5.5172
5.4143
6.5928
19.8659
1
6.7284
5.0576
7.7398
19.9976
2
6.6960
6.6424
8.2191
22.9300
SD
Hitung
0.0150
2
Cawan
Rerata per ulangan
Analisis
60
Kadar Air (% BB)
Cawan + Sampel Kering
Rerata
1
RSD
Bobot (g) Sampel
Ulangan Tahu
Suhu Koagulasi (°C)
[CaSO4] (N)
Lampiran 17. Data analisis kadar air curd
18.23
0.80
4.37
2.58
16.49
1.58
9.58
2.62
19.87
0.96
4.82
2.55
18.86
0.52
2.75
2.57
18.69
0.44
2.34
2.57
20.63
1.21
5.87
2.54
18.32 17.19 15.58 18.62 19.79 18.39 18.56 20.06 18.68 17.75 20.95 21.46
112
Lampiran 18. Hasil analisis ragam (ANAVA) kadar air curd Konsentrasi CaSO4 (N)
Suhu Koagulasi (°C) Jumlah 60 17.54%
15.69%
19.10%
15.47%
18.05%
18.31%
Jumlah
54.68%
49.47%
Rerata
18.23%
16.49%
18.85%
18.56%
20.74%
18.56%
20.03%
19.46%
Jumlah
59.62%
56.58%
Rerata
19.87%
18.86%
19.11%
22.03%
18.24%
19.87%
18.72%
20.00%
Jumlah
56.07%
61.89%
Rerata
18.69%
20.63%
Jumlah Besar
170.37%
167.95%
Rerata Besar
18.93%
18.66%
0.015
0.030
0.045
Rerata
80
104.15% 17.36%
116.20% 19.37%
117.96% 19.66% 338.32% 18.80%
ANAVA Sumber Keragaman Rerata
F tabel dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
1
0.6359
0.6359
A
2
0.0019
0.0009
9.4555
3.38
6.93
B
1
0.00003
0.00003
0.3286
4.75
9.33
AB
2
0.0011
0.0006
5.7111
3.38
6.93
Galat
12
0.0012
0.0001
Jumlah
18
0.6401
–
Perlakuan
–
Pada taraf signifikansi 0.05: 1. Perubahan konsentrasi CaSO4 memberikan efek yang signifikan terhadap kadar air curd 2. Perubahan suhu koagulasi memberikan efek yang tidak signifikan terhadap kadar air curd 3. Interaksi antara konsentrasi CaSO4 dan suhu koagulasi memberikan efek yang signifikan terhadap kadar air curd (tidak signifikan pada α = 0.01)
113
Lampiran 19. Analisis ragam/varian (ANAVA) untuk regresi linier
Lampiran 19a. Model percobaan yang digunakan Yij
µ
τi
ij
Keterangan: i = 1, 2, 3, …, a j = 1, 2, 3, …, nk Yij = variabel yang akan dianalisis, dimisalkan berdistribusi normal µ = efek umum atau efek rata-rata yang sebenarnya τi = efek sebenarnya dari perlakuan/variabel ke i = efek sebenarnya dari unit percobaan ke j yang berasal dari perlakuan/variabel i ij
Lampiran 19b. Tabel ANAVA yang digunakan F tabel
Sumber Keragaman
dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
Rerata
1
Ry
R
k-1
Py
P
Σ(ni-1)
Ey
Antar Perlakuan Galat
Σ ni
Jumlah
ΣY
2
E
–
sC
P
E
F0.05
1, 2
α = 0.01
F0.01
1, 2
–
Keterangan: dk = derajat bebas JK = jumlah kuadrat RJK = rerata jumlah kuadrat-kuadrat/kuadrat tengah α = taraf signifikansi Galat = kekeliruan/eror υ1 = dk pembilang = k-1 υ2 = dk penyebut = Σ(ni-1)
Lampiran 19c. Perhitungan yang dilakukan Ji
=
J
=
=
=
jumlah nilai pengamatan untuk tiap perlakuan/variabel
∑ki ∑ki
1
Yij
jumlah seluruh nilai pengamatan 1
Ji
114
Ei Y
= =
E Y
= =
∑ Y2 Ry
Ey
Ji
ni
rerata seluruh nilai pengamatan J
∑ki 1 ni
=
∑ki
=
jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk rerata
=
= Py
rerata tiap perlakuan
= =
∑jni i Y2ij
jumlah kuadrat-kuadrat (JK) semua nilai pengamatan 1
J2
G∑k i 1 ni E i ' YE ni Y
jumlah kuadrat-kuadrat (JK) antar perlakuan/variabel
∑ki
1
2
=
∑ki 1 ,J ni - ' Ry
=
jumlah kuadrat-kuadrat (JK) kekeliruan percobaan
= =
∑ki
1
2
∑jni 1 *Yij ' YE i +
2
∑ Y2 ' Ry 'Py
Pengujian F = dengan taraf signikansi yang ditentukan, jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka perlakuan memberikan efek yang signifikan dan parameter yang diukur
Lampiran 19d. Model linier untuk sampel Yx
bo
b1 Xj
Keterangan: Yx = harga ramalan Y apabila X diketahui bo = potongan pada sumbu vertical oleh karena garis regresi b1 = koefisien arah regresi
115
Harga bodan b1 dihitung dari sistem persamaan normal berikut:
∑ Yij
b1 r ∑ Xj
bo n
∑ Xi Yij
bo r ∑ Xj
b1 r ∑ X2 j
Keterangan: n = banyaj observasi keseluruhan r = replikasi atau banyak observasi untuk tiap taraf dari faktor
Lampiran 19e. Tabel ANAVA regresi linier Sumber Keragaman
dk
Antar Perlakuan
JK
RJK
k-1
Py
P
Regresi Linier
1
Ly
L
Penyimpangan
k-2
My
M
Σ(ni-1)
Ey
(k-1) + Σ(ni-1)
Σ Y2
Galat Jumlah
Keterangan: υ1P = dk pembilang antar perlakuan υ1L = dk pembilang regresi linier υ1M = dk pembilang penyimpangan υ2 = dk penyebut
= = = =
E
F hitung
P L
sC –
M
F tabel α = 0.05
α = 0.01
E
F0.05
1P , 2
F0.01
1P , 2
E
F0.05
1M , 2
F0.01
1M , 2
E
F0.05
1L , 2
F0.01
1L , 2
–
k-1 1 k-2 Σ(ni-1)
Lampiran 19f. Perhitungan ANAVA regresi linier yang dilakukan E
=
Ey
L
=
JK regresi linier
=
rb
= =
JK penyimpangan P–L
M
G∑ n ' 1 i
N O∑ X '
R
*∑ PQ +
S
116
Lampiran 20. ANAVA regresi linier antara atribut tekstur dan subunit protein curd
Lampiran 20a. Kekerasan dan subunit A1 60
Suhu Koagulasi (°C)
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kekerasan Curd (kg Force)
1.429
1.801
3.230
0.859
1.491
6.625
Subunit A1
26.62% 22.44% 49.06% 24.53%
38.92% 40.37% 79.29% 39.65%
41.13% 40.59% 81.72% 40.86%
38.26% 27.33% 65.59% 32.80%
33.91% 44.92% 78.83% 39.42%
34.47% 35.95% 70.42% 424.91% 35.21% 35.41%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk
JK
1
Rerata Antar Kekerasan Galat
5 6
1.5046 0.0378 0.0131
Jumlah
12
1.5555
RJK 1.5046 0.0076 0.0022
F hitung
3.45
Jumlah
F tabel α = 0.05
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung < F tabel, maka tidak terdapat efek signifikan antara kekerasan curd dan kadar subunit A1
Sumber Keragaman
dk
Antar Kekerasan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
Persamaan: 4.2491 = 12.0000 bo 11.1729 = 30.8706 bo
JK 0.0378 0.0013 0.0365 0.0131 0.0509
RJK
0.0013 0.0091 0.0022
F hitung
0.58 4.17
F tabel α = 0.05 5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
+ 30.8706 b1 + 125.1420 b1
Sehingga bo = 0.3405 dan b1 = 0.0053, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 4T36
3. 336489 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.1585 2. efek linier yang tidak berarti bagi kekerasan curd dan kadar subunit A1
117
Lampiran 20b. Kekerasan dan subunit Basa Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kekerasan Curd (kg Force)
1.429
1.801
3.230
0.859
1.491
6.625
Subunit Basa
34.39% 28.26% 62.65% 31.33%
15.58% 18.17% 33.75% 16.88%
16.63% 18.56% 35.19% 17.60%
15.72% 23.46% 39.18% 19.59%
21.40% 16.61% 38.01% 19.01%
15.95% 20.41% 36.36% 240.68% 18.18% 20.06%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk
JK
1
Rerata Antar Kekerasan Galat
5 6
0.5008 0.0294 0.0075
Jumlah
12
0.5378
RJK 0.5008 0.0059 0.0013
F hitung
F tabel α = 0.05
4.69
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara kekerasan curd dan kadar subunit Basa 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Kekerasan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
Persamaan: 2.4514 = 12.0000 bo 5.9521 = 30.8706 bo
JK 0.0294 0.0027 0.0267 0.0075 0.0370
RJK
0.0027 0.0067 0.0013
F hitung
F tabel α = 0.05
2.19 5.31
5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
+ 30.8706 b1 + 125.1420 b1
Sehingga bo = 0.2242 dan b1 = -0.0077, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 00T0 ' 3. 33UU89 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.2725 2. efek linier yang tidak berarti bagi kekerasan curd dan kadar subunit Basa 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
118
Jumlah
Lampiran 20c. Daya kohesif dan subunit A1 Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Daya Kohesif Curd
1.206
1.364
0.321
0.942
0.322
0.386
Subunit A1
26.62% 22.44% 49.06% 24.53%
38.92% 40.37% 79.29% 39.65%
41.13% 40.59% 81.72% 40.86%
38.26% 27.33% 65.59% 32.80%
33.91% 44.92% 78.83% 39.42%
34.47% 35.95% 70.42% 35.21%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk 1
JK
Rerata Antar Kekerasan Galat
5 6
0.5008 0.0294 0.0075
Jumlah
12
0.5378
RJK 0.5008 0.0059 0.0013
F hitung
F tabel α = 0.05
4.69
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung < F tabel, maka tidak terdapat efek signifikan antara daya kohesif curd dan kadar subunit A1
Sumber Keragaman
dk
Antar Daya Kohesif Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
Persamaan: 4.2491 = 12.0000 bo 3.0790 = 9.0820 bo
JK 0.0378 0.0083 0.0294 0.0131 0.0509
RJK
0.0083 0.0074 0.0022
F hitung
F tabel α = 0.05
3.81 3.36
5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
+ 9.0820 b1 + 9.1160 b1
Sehingga bo = 0.4003 dan b1 = -0.0610, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. T334 ' 3. 3V/389 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.4049 2. efek linier yang tidak berarti bagi daya kohesif curd dan kadar subunit A1
119
Jumlah
424.91% 35.41%
Lampiran 20d. Daya kohesif dan subunit Basa Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Daya Kohesif Curd
1.206
1.364
0.321
0.942
0.322
0.386
Subunit Basa
34.39% 28.26% 62.65% 31.33%
15.58% 18.17% 33.75% 16.88%
16.63% 18.56% 35.19% 17.60%
15.72% 23.46% 39.18% 19.59%
21.40% 16.61% 38.01% 19.01%
15.95% 20.41% 36.36% 18.18%
Jumlah Rerata
F tabel Sumber Keragaman
dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
Rerata
1
0.5008
0.5008
Antar Daya Kohesif
5
0.0294
0.0059
Galat
6
0.0075
0.0013
Jumlah
12
0.5378
4.69
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara daya kohesif curd dan kadar subunit Basa 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan F tabel Sumber Keragaman
dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
5
Antar Daya Kohesif
α = 0.01
0.0323
Regresi Linier
1
0.0066
0.0066
6.08
5.99
13.74
Penyimpangan
4
0.0256
0.0064
5.88
4.53
9.15
Galat
6
0.0065
0.0011
Jumlah
11
0.0388
Persamaan: 2.4068 = 12.0000 bo 1.9607 = 9.0820 bo
+ 9.0820 b1 + 9.1160 b1
Sehingga bo = 0.1687 dan b1 = 0.0470, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. /V7U
3. 3TU389 , dengan:
3. nilai korelasi Pearson = 0.3660 4. efek linier yang berarti bagi daya kohesif curd dan kadar subunit Basa 5. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
120
Jumlah
240.68% 20.06%
Lampiran 20e. Kelengketan dan subunit A1 Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kelengketan Curd (kg Force)
0.070
0.426
0.950
0.531
0.422
3.019
Subunit A1
26.62% 22.44% 49.06% 24.53%
38.92% 40.37% 79.29% 39.65%
41.13% 40.59% 81.72% 40.86%
38.26% 27.33% 65.59% 32.80%
33.91% 44.92% 78.83% 39.42%
34.47% 35.95% 70.42% 424.91% 35.21% 35.41%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk 1
JK
RJK
Rerata Antar Kelengketan Galat
5 6
1.5046 0.0378 0.0131
Jumlah
12
1.5555
F hitung
1.5046 0.0076 0.0022
3.45
Jumlah
F tabel α = 0.05
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung < F tabel, maka tidak terdapat efek signifikan antara kelengketan curd dan kadar subunit A1
Sumber Keragaman
dk
Antar Kelengketan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
Persamaan: 4.2491 = 12.0000 bo 3.9556 = 10.8366 bo
JK
RJK
0.0378 0.0012 0.0366 0.0131 0.0509
F hitung
0.0012 0.0091 0.0022
0.56 4.18
F tabel α = 0.05 5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
+ 10.8366 b1 + 21.3272 b1
Sehingga bo = 0.3448 dan b1 = 0.0103, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 4TT7
3. 3/3489 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.1545 2. efek linier yang tidak berarti bagi kelengketan curd dan kadar subunit A1
121
Lampiran 20f. Kelengketan dan subunit Basa Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kelengketan Curd (kg Force)
0.070
0.426
0.950
0.531
0.422
3.019
Subunit Basa
34.39% 28.26% 62.65% 31.33%
15.58% 18.17% 33.75% 16.88%
16.63% 18.56% 35.19% 17.60%
15.72% 23.46% 39.18% 19.59%
21.40% 16.61% 38.01% 19.01%
15.95% 20.41% 36.36% 240.68% 18.18% 20.06%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk 1
JK
Rerata Antar Kelengketan Galat
5 6
0.5008 0.0294 0.0075
Jumlah
12
0.5378
RJK
F hitung
0.5008 0.0059 0.0013
Jumlah
F tabel α = 0.05
4.69
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara kelengketan curd dan kadar subunit Basa 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Kelengketan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
Persamaan: 2.4068 = 12.0000 bo 1.9882 = 10.8366 bo
JK 0.0294 0.0044 0.0250 0.0075 0.0370
RJK
F hitung
0.0044 0.0063 0.0013
F tabel α = 0.05
3.51 4.98
5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
+ 10.8366 b1 + 21.3272 b1
Sehingga bo = 0.2219 dan b1 = -0.0195 dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 00/5 ' 3. 3/5689 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.3453 2. efek linier yang tidak berarti bagi kelengketan curd dan kadar subunit Basa 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
122
Lampiran 21. ANAVA regresi linier antara subunit protein dan kadar air serta total padatan curd
Lampiran 21a. Kadar air (%BB) dan subunit A1 60
Suhu Koagulasi (°C)
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kadar Air (BB)
18.23%
19.87%
18.69%
16.49%
18.86%
20.63%
Subunit A1
26.62% 22.44% 49.06% 24.53%
38.92% 40.37% 79.29% 39.65%
41.13% 40.59% 81.72% 40.86%
38.26% 27.33% 65.59% 32.80%
33.91% 44.92% 78.83% 39.42%
34.47% 35.95% 70.42% 35.21%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk 1
JK
Rerata Antar Kadar Air Galat
5 6
1.5046 0.0378 0.0131
Jumlah
12
1.5555
RJK 1.5046 0.0076 0.0022
F hitung
3.45
F tabel α = 0.05
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung < F tabel, maka tidak terdapat efek signifikan antara kadar air curd dan kadar subunit A1
Sumber Keragaman
dk
Antar Kadar Air Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
Persamaan: 4.2491 = 12.0000 bo 0.8018 = 2.2554 bo
JK 0.0378 0.0051 0.0327 0.0131 0.0509
RJK
0.0051 0.0082 0.0022
F hitung
2.31 3.74
F tabel α = 0.05 5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
+ 2.2554 b1 + 0.4259 b1
Sehingga bo = 0.0575 dan b1 = 1.5780, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 36U6
/. 6U7389 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.3154 2. efek linier yang tidak berarti bagi kadar air (%BB) curd dan kadar subunit A1
123
Jumlah
424.91% 35.41%
Lampiran 21b. Kadar air (%BB) dan subunit Basa Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kadar Air (BB)
18.23%
19.87%
18.69%
16.49%
18.86%
20.63%
Subunit Basa
34.39% 28.26% 62.65% 31.33%
15.58% 18.17% 33.75% 16.88%
16.63% 18.56% 35.19% 17.60%
15.72% 23.46% 39.18% 19.59%
21.40% 16.61% 38.01% 19.01%
15.95% 20.41% 36.36% 18.18%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk 1
JK
Rerata Antar Kadar Air Galat
5 6
0.5008 0.0294 0.0075
Jumlah
12
0.5378
RJK 0.5008 0.0059 0.0013
F hitung
F tabel α = 0.05
4.69
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara kadar air curd dan kadar subunit Basa 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Kadar Air Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
Persamaan: 2.4068 = 12.0000 bo 0.4583 = 2.2554 bo
JK 0.0294 0.0028 0.0266 0.0075 0.0370
RJK
0.0028 0.0067 0.0013
F hitung
F tabel α = 0.05
2.24 5.30
5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
+ 2.2554 b1 + 0.4259 b1
Sehingga bo = 0.4254 dan b1 = -1.1764, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. T06T ' /. /UVT89 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.2759 2. efek linier yang tidak berarti bagi kekerasan curd dan kadar subunit Basa 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
124
Jumlah
240.68% 20.06%
Lampiran 21c. Total padatan (%BB) dan subunit A1 60
Suhu Koagulasi (°C)
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Total Padatan (%BB)
81.773
83.509
80.126
81.139
81.310
79.370
26.62% 22.44% 49.06% 24.53%
38.92% 40.37% 79.29% 39.65%
41.13% 40.59% 81.72% 40.86%
38.26% 27.33% 65.59% 32.80%
33.91% 44.92% 78.83% 39.42%
34.47% 35.95% 70.42% 35.21%
Subunit A1 Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk
JK
1
Rerata Antar Total Padatan Galat
5 6
1.5046 0.0378 0.0131
Jumlah
12
1.5555
RJK
F hitung
1.5046 0.0076 0.0022
Jumlah
424.91% 35.41%
F tabel α = 0.05
3.45
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung < F tabel, maka tidak terdapat efek signifikan antara total padatan (%BB) curd dan kadar subunit A1
Sumber Keragaman
dk
JK
RJK
Antar Total Padatan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
0.0378 0.00004 0.0378 0.0131 0.0509
0.00004 0.0094 0.0022
F hitung
F tabel α = 0.05
0.02 4.31
5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
Persamaan: 4.2491 = 12.0000 bo + 974.4540 b1 345.0192 = 974.4540 bo + 79150.4056 b1 Sehingga bo = 0.4612 dan b1 = -0.0013, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. TV/0 ' 3. 33/489 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.0264 2. efek linier yang tidak berarti bagi total padatan (%BB) curd dan kadar subunit A1
125
Lampiran 21d. Total padatan (%BB) dan subunit Basa Suhu Koagulasi (°C) Konsentrasi CaSO4 (N)
60 0.015
Total Padatan (%BB) Subunit Basa Jumlah Rerata
80
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Jumlah
81.773
83.509
80.126
81.139
81.310
79.370
34.39% 28.26% 62.65% 31.33%
15.58% 18.17% 33.75% 16.88%
16.63% 18.56% 35.19% 17.60%
15.72% 23.46% 39.18% 19.59%
21.40% 16.61% 38.01% 19.01%
15.95% 20.41% 36.36% 18.18%
Sumber Keragaman
dk
JK
1
RJK
Rerata Antar Total Padatan Galat
5 6
0.5008 0.0294 0.0075
Jumlah
12
0.5378
F hitung
0.5008 0.0059 0.0013
F tabel α = 0.05
4.69
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara total padatan (%BB) curd dan kadar subunit Basa 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Total Padatan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
JK
RJK
0.0294 0.0005 0.0289 0.0075 0.0370
F hitung
0.0005 0.0072 0.0013
0.41 5.76
F tabel α = 0.05 5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
Persamaan: 2.4068 = 12.0000 bo + 974.4540 b1 199.1665 = 974.4540 bo + 79150.4056 b1 Sehingga bo = -0.2019 dan b1 = 0.0050, dan diperoleh model regresi linier: 12
'3. 03/5
3. 336389 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.1174 2. efek linier yang tidak berarti bagi total padatan (%BB) curd dan kadar subunit Basa 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
126
240.68% 20.06%
Lampiran 21e. Total padatan (%basis bahan baku kedelai) dan subunit A1 60
Suhu Koagulasi (°C) Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
0.030
0.045
0.015
0.030
25.62
27.06
40.28
32.94
37.48
26.62% 22.44% 49.06% 24.53%
38.92% 40.37% 79.29% 39.65%
41.13% 40.59% 81.72% 40.86%
38.26% 27.33% 65.59% 32.80%
33.91% 44.92% 78.83% 39.42%
Total Padatan (%basis kedelai) Subunit A1
80
dk
JK
1
RJK
Rerata Antar Total Padatan Galat
5 6
1.5046 0.0378 0.0131
Jumlah
12
1.5555
F hitung
1.5046 0.0076 0.0022
3.45
0.045
Jumlah
37.90 34.47% 35.95% 70.42% 424.91% 35.21% 35.41% F tabel
α = 0.05
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung < F tabel, maka tidak terdapat efek signifikan antara total padatan (%basis bahan baku kedelai) curd dan kadar subunit A1
Sumber Keragaman
dk
Antar Total Padatan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
JK
RJK
0.0378 0.0135 0.0243 0.0131 0.0509
F hitung
0.0135 0.0061 0.0022
6.18 2.77
F tabel α = 0.05 5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
Persamaan: 4.2491 = 12.0000 bo + 402.5440 b1 144.7754 = 402.5440 bo + 13873.5106 b1 Sehingga bo = 0.1512 dan b1 = 0.0060, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. /6/0
3. 33V389 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.5156 2. efek linier yang berarti bagi total padatan (%basis bahan baku kedelai) curd dan kadar subunit A1 3. penyimpangan regresi linier tidak berarti, sehingga ANAVA regresi lengkung tidak perlu dilakukan
127
Lampiran 21f. Total padatan (%basis bahan baku kedelai) dan subunit Basa Suhu Koagulasi (°C) Konsentrasi CaSO4 (N)
60 0.015
Total Padatan (%basis kedelai) Subunit Basa Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
0.030
80 0.045
0.015
0.030
25.62
27.06
40.28
32.94
37.48
34.39% 28.26% 62.65% 31.33%
15.58% 18.17% 33.75% 16.88%
16.63% 18.56% 35.19% 17.60%
15.72% 23.46% 39.18% 19.59%
21.40% 16.61% 38.01% 19.01%
dk
JK
1
Rerata Antar Total Padatan Galat
5 6
0.5008 0.0294 0.0075
Jumlah
12
0.5378
RJK
F hitung
0.5008 0.0059 0.0013
4.69
0.045
Jumlah
37.90 15.95% 20.41% 36.36% 240.68% 18.18% 20.06% F tabel
α = 0.05
α = 0.01
4.39
8.75
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara total padatan (%basis bahan baku kedelai) curd dan kadar subunit Basa 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Total Padatan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 6 11
JK 0.0294 0.0102 0.0192 0.0075 0.0370
RJK
F hitung
0.0102 0.0048 0.0013
8.14 3.82
F tabel α = 0.05 5.99 4.53
α = 0.01 13.74 9.15
Persamaan: 2.4068 = 12.0000 bo + 402.5440 b1 80.2883 = 402.5440 bo + 13873.5106 b1 Sehingga bo = 0.3806 dan b1 = -0.0053, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 473V ' 3. 336489 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.5258 2. efek linier yang berarti bagi total padatan (%basis bahan baku kedelai) curd dan kadar subunit Basa
128
Lampiran 22. ANAVA regresi linier antara atribut tekstur dan kadar air curd
Lampiran 22a. Kekerasan dan kadar air 60
Suhu Koagulasi (°C)
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kekerasan Curd (kg Force)
1.429
1.801
3.230
0.859
1.491
6.625
Kadar Air (BB)
17.54% 19.10% 18.05% 54.69% 18.23%
18.85% 20.74% 20.03% 59.62% 19.87%
19.11% 18.24% 18.72% 56.07% 18.69%
15.69% 15.47% 18.31% 49.47% 16.49%
18.56% 18.56% 19.46% 56.58% 18.86%
22.03% 19.87% 20.00% 61.90% 20.63%
dk
JK
RJK
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
1
Rerata Antar Kekerasan Galat
5 12
0.6359 0.0031 0.0012
Jumlah
18
0.6402
0.6359 0.0006 0.0001
F hitung
6.15
F tabel α = 0.05
α = 0.01
3.11
5.06
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara kekerasan dan kadar air curd 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Kekerasan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 12 17
Persamaan: 3.3833 = 18.0000 bo 9.0359 = 46.3059 bo
JK 0.0031 0.0016 0.0014 0.0012 0.0043
RJK
0.0016 0.0004 0.0001
F hitung
16.18 3.64
F tabel α = 0.05 4.75 3.26
α = 0.01 9.33 5.41
+ 46.3059 b1 + 187.7130 b1
Sehingga bo = 0.1755 dan b1 = 0.0048, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. /U66
3. 33T789 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.6153 2. efek linier yang berarti bagi kekerasan dan kadar air curd 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
129
Jumlah
338.33% 18.80%
Lampiran 22b. Daya kohesif dan kadar air Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Daya Kohesif Curd
1.206
1.364
0.321
0.942
0.322
0.386
Kadar Air (BB)
17.54% 19.10% 18.05% 54.69% 18.23%
18.85% 20.74% 20.03% 59.62% 19.87%
19.11% 18.24% 18.72% 56.07% 18.69%
15.69% 15.47% 18.31% 49.47% 16.49%
18.56% 18.56% 19.46% 56.58% 18.86%
22.03% 19.87% 20.00% 61.90% 20.63%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk 1
JK
Rerata Antar Daya Kohesif Galat
5 12
0.6359 0.0031 0.0012
Jumlah
18
0.6402
RJK
F hitung
0.6359 0.0006 0.0001
6.15
F tabel α = 0.05
α = 0.01
3.11
5.06
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara daya kohesif dan kadar air curd 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Daya Kohesif Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 12 17
Persamaan: 3.3833 = 18.0000 bo 2.5399 = 13.6230 bo
JK 0.0031 0.0001 0.0029 0.0012 0.0043
RJK
F hitung
0.0001 0.0007 0.0001
1.28 7.36
F tabel α = 0.05 4.75 3.26
α = 0.01 3.88 5.41
+ 13.6230 b1 + 13.6739 b1
Sehingga bo = 0.1926 dan b1 = -0.0062, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. /50V ' 3. 33V089 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.1733 2. efek linier yang tidak berarti bagi daya kohesif dan kadar air curd 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
130
Jumlah
338.33% 18.80%
Lampiran 22c. Kelengketan dan kadar air Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kelengketan Curd (kg Force)
0.070
0.426
0.950
0.531
0.422
3.019
Kadar Air (BB)
17.54% 19.10% 18.05% 54.69% 18.23%
18.85% 20.74% 20.03% 59.62% 19.87%
19.11% 18.24% 18.72% 56.07% 18.69%
15.69% 15.47% 18.31% 49.47% 16.49%
18.56% 18.56% 19.46% 56.58% 18.86%
22.03% 19.87% 20.00% 61.90% 338.33% 20.63% 18.80%
dk
JK
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
1
RJK
Rerata Antar Kelengketan Galat
5 12
0.6359 0.0031 0.0012
Jumlah
18
0.6402
F hitung
0.6359 0.0006 0.0001
6.15
Jumlah
F tabel α = 0.05
α = 0.01
3.11
5.06
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara kelngketan dan kadar air curd 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Kelengketan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 12 17
Persamaan: 3.3833 = 18.0000 bo 3.1953 = 16.2549 bo
JK
RJK
0.0031 0.0011 0.0019 0.0012 0.0043
0.0011 0.0005 0.0001
F hitung
11.38 4.84
F tabel α = 0.05 4.75 3.26
α = 0.01 3.88 5.41
+ 16.2549 b1 + 31.9908 b1
Sehingga bo = 0.1807 dan b1 = 0.0081, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. /73U
3. 337/89 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.5161 2. efek linier yang berarti bagi kelengketan dan kadar air curd 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
131
Lampiran 23. ANAVA regresi linier antara atribut tekstur dan total padatan curd (% basis basah)
Lampiran 23a. Kekerasan dan total padatan (%BB) 60
Suhu Koagulasi (°C)
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kekerasan Curd (kg Force)
1.429
1.801
3.230
0.859
1.491
6.625
Total Padatan (%BB)
82.46% 80.90% 81.95% 245.31% 81.77%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
84.31% 84.53% 81.69% 250.53% 83.51%
81.15% 79.26% 79.97% 240.38% 80.13%
dk
JK
RJK
1
11.8693 0.0006 0.0001
Rerata Antar Kekerasan Galat
5 12
11.8693 0.0031 0.0012
Jumlah
18
11.8736
81.44% 81.44% 80.54% 243.42% 81.14%
F hitung
6.15
80.89% 81.76% 81.28% 243.93% 81.31%
77.97% 80.13% 80.00% 238.10% 1461.67% 79.37% 81.20%
F tabel α = 0.05
α = 0.01
3.11
5.06
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara kekerasan dan total padatan (%BB) curd 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Kekerasan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 12 17
Persamaan: 14.6167 = 18.0000 bo 37.2846 = 46.3059 bo
JK 0.0031 0.0015 0.0016 0.0012 0.0043
RJK
0.0015 0.0004 0.0001
F hitung
14.78 3.99
F tabel α = 0.05 4.75 3.26
α = 0.01 3.88 5.41
+ 46.3059 b1 + 187.7130 b1
Sehingga bo = 0.8239 dan b1 = -0.0046,
dan diperoleh model regresi linier: 12
Jumlah
3. 7045 ' 3. 33TV89 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.5881 2. efek linier yang berarti bagi kekerasan dan total padatan (%BB) curd 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
132
Lampiran 23b. Daya kohesif dan total padatan (%BB) Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Daya Kohesif Curd
1.206
1.364
0.321
0.942
0.322
0.386
82.46% 80.90% 81.95% 245.31% 81.77%
84.31% 84.53% 81.69% 250.53% 83.51%
81.15% 79.26% 79.97% 240.38% 80.13%
81.44% 81.44% 80.54% 243.42% 81.14%
80.89% 81.76% 81.28% 243.93% 81.31%
77.97% 80.13% 80.00% 238.10% 79.37%
dk
JK
RJK
F hitung
1
11.8693 0.0006 0.0001
Total Padatan (%BB)
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman Rerata Antar Daya Kohesif Galat
5 12
11.8693 0.0031 0.0012
Jumlah
18
11.8736
6.15
F tabel α = 0.05
α = 0.01
3.11
5.06
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara daya kohesif dan total padatan (%BB) curd 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Daya Kohesif Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 12 17
Persamaan: 14.6167 = 18.0000 bo 11.1448 = 13.6230 bo
JK 0.0031 0.0020 0.0010 0.0012 0.0043
RJK
0.0020 0.0003 0.0001
F hitung
20.31 2.61
F tabel α = 0.05 4.75 3.26
α = 0.01 3.88 5.41
+ 13.6230 b1 + 13.6739 b1
Sehingga bo = 0.7935 dan b1 = 0.0245, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. U546
3. 30T689 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.6894 2. efek linier yang berarti bagi kelengketan dan total padatan (%BB) curd 3. penyimpangan regresi linier tidak berarti, sehingga ANAVA regresi lengkung tidak perlu dilakukan
133
Jumlah
1461.67% 81.20%
Lampiran 23c. Kelengketan dan total padatan (%BB) Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kelengketan Curd (kg Force)
0.070
0.426
0.950
0.531
0.422
3.019
Total Padatan (%BB)
Jumlah
82.46% 84.31% 81.15% 81.44% 80.89% 77.97% 80.90% 84.53% 79.26% 81.44% 81.76% 80.13% 81.95% 81.69% 79.97% 80.54% 81.28% 80.00% 245.31% 250.53% 240.38% 243.42% 243.93% 238.10% 1461.67% 81.77% 83.51% 80.13% 81.14% 81.31% 79.37% 81.20%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk
JK
RJK
1
11.8693 0.0006 0.0001
Rerata Antar Kelengketan Galat
5 12
11.8693 0.0031 0.0012
Jumlah
18
11.8736
F hitung
6.15
F tabel α = 0.05
α = 0.01
3.11
5.06
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara kelengketan dan total padatan (%BB) curd 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Kelengketan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 12 17
Persamaan: 14.6167 = 18.0000 bo 13.0335 = 16.2549 bo
JK 0.0031 0.0016 0.0015 0.0012 0.0043
RJK
0.0016 0.0004 0.0001
F hitung
16.03 3.68
F tabel α = 0.05 4.75 3.26
α = 0.01 3.88 5.41
+ 16.2549 b1 + 31.9908 b1
Sehingga bo = 0.8207 dan b1 = -0.0096, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 703U ' 3. 335V89 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.6124 2. efek linier yang berarti bagi kelengketan dan total padatan (%BB) curd 3. ANAVA regresi lengkung perlu dilakukan
134
Lampiran 24. ANAVA regresi linier antara atribut tekstur dan total padatan curd (% basis bahan baku kedelai)
Lampiran 24a. Kekerasan dan total padatan (% basis bahan baku kedelai) Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kekerasan Curd (kg Force)
1.429
1.801
3.230
0.859
1.491
6.625
Total Padatan (basis bahan baku kedelai)
25.84% 25.35% 25.68% 76.87% 25.62%
27.32% 27.39% 26.47% 81.18% 27.06%
40.79% 39.84% 40.20% 120.83% 40.28%
33.06% 33.06% 32.69% 98.81% 32.94%
37.28% 37.69% 37.47% 112.44% 37.48%
37.23% 38.27% 38.20% 113.70% 37.90%
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk
JK
1
Rerata Antar Kekerasan Galat
5 12
2.0256 0.0555 0.0002
Jumlah
18
2.0813
RJK 2.0256 0.0111 0.0000
F hitung
679.11
F tabel α = 0.05
α = 0.01
3.11
5.06
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara kekerasan dan total padatan (%basis bahan baku kedelai) curd 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Kekerasan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 12 17
Persamaan: 6.0383 = 18.0000 bo 16.5214 = 46.3059 bo
JK 0.0555 0.0142 0.0413 0.0002 0.0557
RJK
0.0142 0.0103 0.0000
F hitung
870.31 631.31
F tabel α = 0.05 4.75 3.26
α = 0.01 9.33 5.41
+ 46.3059 b1 + 187.7130 b1
Sehingga bo = 0.2984 dan b1 = 0.0144, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 057T
3. 3/TT89 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.5054 2. ANAVA regresi lengkung penting dilakukan, karena F hitung sangat jauh lebih besar daripada F tabel
135
Jumlah
603.83% 33.55%
Lampiran 24b. Daya kohesif dan total padatan (% basis bahan baku kedelai) Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Daya Kohesif Curd
1.206
1.364
0.321
0.942
0.322
0.386
Total Padatan (basis kedelai)
25.84% 25.35% 25.68% 76.87% 25.62%
27.32% 27.39% 26.47% 81.18% 27.06%
33.06% 33.06% 32.69% 98.81% 32.94%
37.28% 37.69% 37.47% 112.44% 37.48%
37.23% 38.27% 38.20% 113.70% 37.90%
Jumlah Rerata
40.79% 39.84% 40.20% 120.83% 40.28%
Jumlah
603.83% 33.55%
F tabel Sumber Keragaman
dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
1
2.0256
2.0256
Antar Daya Kohesif
5
0.0555
0.0111
Galat
12
0.0002
0.0000
Jumlah
18
2.0813
Rerata
679.11
α = 0.01
3.11
5.06
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara daya kohesif dan total padatan (%basis bahan baku kedelai) curd 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan F tabel Sumber Keragaman
dk
JK
RJK
F hitung α = 0.05
α = 0.01
5
0.0555
Regresi Linier
1
0.0515
0.0515
3149.07
4.75
3.88
Penyimpangan
4
0.0040
0.0010
61.62
3.26
5.41
Galat
12
0.0002
0.0000
Jumlah
17
0.0557
Antar Daya Kohesif
Persamaan: 6.0383 = 18.0000 bo 4.1540 = 13.6230 bo
+ 13.6230 b1 + 13.6739 b1
Sehingga bo = 0.4291 dan b1 =-0.1237, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. T50/ ' 3. /04U89 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.9613 2. efek linier yang berarti bagi daya kohesif dan total padatan (%basis bahan baku kedelai) curd 3. ANAVA regresi lengkung penting dilakukan, karena F hitung sangat jauh lebih besar daripada F tabel
136
Lampiran 24c. Kelengketan dan total padatan (% basis bahan baku kedelai) Suhu Koagulasi (°C)
60
80
Konsentrasi CaSO4 (N)
0.015
0.030
0.045
0.015
0.030
0.045
Kelengketan Curd (kg Force)
0.070
0.426
0.950
0.531
0.422
3.019
Total Padatan (basis kedelai)
25.84% 25.35% 25.68% 76.87% 25.62%
27.32% 27.39% 26.47% 81.18% 27.06%
40.79% 39.84% 40.20% 120.83% 40.28%
33.06% 37.28% 37.23% 33.06% 37.69% 38.27% 32.69% 37.47% 38.20% 98.81% 112.44% 113.70% 603.83% 32.94% 37.48% 37.90% 33.55%
JK
RJK
Jumlah Rerata
Sumber Keragaman
dk 1
Rerata Antar Kelengketan Galat
5 12
2.0256 0.0555 0.0002
Jumlah
18
2.0813
2.0256 0.0111 0.0000
F hitung
679.11
Jumlah
F tabel α = 0.05
α = 0.01
3.11
5.06
F hitung > F tabel 1. Terdapat efek signifikan antara kelengketan dan total padatan (%basis bahan baku kedelai) curd 2. ANAVA regresi linier perlu dilakukan
Sumber Keragaman
dk
Antar Kelengketan Regresi Linier Penyimpangan Galat Jumlah
5 1 4 12 17
Persamaan: 6.0383 = 18.0000 bo 5.9796 = 16.2549 bo
JK
RJK
0.0555 0.0160 0.0395 0.0002 0.0557
0.0160 0.0099 0.0000
F hitung
980.73 603.70
F tabel α = 0.05 4.75 3.26
α = 0.01 3.88 5.41
+ 16.2549 b1 + 31.9908 b1
Sehingga bo = 0.3080 dan b1 = 0.0304, dan diperoleh model regresi linier: 12
3. 4373
3. 343T89 , dengan:
1. nilai korelasi Pearson = 0.5365 2. efek linier yang berarti bagi kekerasan dan total padatan (%basis bahan baku kedelai) curd 3. ANAVA regresi lengkung penting dilakukan, karena F hitung sangat jauh lebih besar daripada F tabel
137
Lampiran 25. Data penilaian panelis terlatih terhadap sampel curd komersial No.
Panelis
Kongkee
Mico (Padat)
Giant
Tradisional
Gemelli
Sakura
4.10
5.05
14.05
12.10
5.20
1
Trancy
1.00
2
Tami
0.95
5.90
14.10
3
Melia
1.20
5.45
13.95
11.30
6.33
4
Nadea
1.00
5.50
14.05
11.35
7.00
5
Lukman
1.20
3.35
5.55
13.90
11.20
7.35
6
Rozak
1.00
3.60
14.00
11.60
7
Belinda
1.00
3.30
6.10
8
Rossy
1.00
4.80
5.55
14.00
9
Ajeng
0.95
5.80
14.10
10
Nadiah
11
Chintia
3.80
7.55
12.25 11.80 7.40
14.00
1.00
14.00
Rata-rata
1.03
3.83
5.61
14.02
11.66
6.80
SD
0.09
0.51
0.30
0.06
0.38
0.82
RSD a
8.46
13.41
5.34
0.42
3.25
12.08
138