SKRIPSI
MEMPELAJARI PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI KOAGULAN TERHADAP POLA ELEKTROFORESIS PROTEIN TERKOAGULASI SERTA KORELASINYA TERHADAP TEKSTUR CURD KEDELAI
(Glycine max) YANG DIHASILKAN
Oleh : RIZAL FAHMI F24052486
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
MEMPELAJARI PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI KOAGULAN TERHADAP POLA ELEKTROFORESIS PROTEIN TERKOAGULASI SERTA KORELASINYA TERHADAP TEKSTUR CURD KEDELAI
(Glycine max) YANG DIHASILKAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : RIZAL FAHMI F24052486
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi
:
Mempelajari Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Koagulan terhadap Pola Elektroforesis Protein Terkoagulasi serta Korelasinya terhadap Tekstur Curd Kedelai (Glycine max) yang Dihasilkan
Nama
:
Rizal Fahmi
NIM
:
F24052486
Menyetujui, Pembimbing 1
Pembimbing 2
(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP : 19650814.199002.1.001
(Ir. Dadang Supriatna, MP) NIP : 19630304.199003.1.004
Mengetahui, Ketua Departemen
(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP : 19650814.199002.1.001
Tanggal Lulus
: 17
Februari
2010
Rizal Fahmi. F24052486. Mempelajari Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Koagulan terhadap Pola Elektroforesis Protein Terkoagulasi serta Korelasinya terhadap Tekstur Curd Kedelai (Glycine max) yang Dihasilkan. Di bawah bimbingan Dahrul Syah dan Dadang Supriatna.
RINGKASAN Curd merupakan produk hasil koagulasi (penggumpalan) protein menggunakan bahan penggumpal (koagulan). Pembentukan struktur curd menjadi tahapan kritis dalam menentukan preferensi konsumen terhadap produk akhir. Perbedaan dalam penggunaan koagulan pada taraf konsentrasi tertentu akan memberikan hasil koagulasi yang berbeda dan mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap tekstur curd yang dihasilkannya. Perbedaan dalam pembentukan tekstur curd ini dapat pula disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah mutu kedelai, kondisi proses yang dilakukan dan komposisi protein penyusun curd. Pengetahuan mengenai pengaruh koagulan, baik dari segi jenis maupun konsentrasi yang digunakan, terhadap tekstur curd yang diperoleh akan membantu pelaku produksi pangan dalam menciptakan produk yang konsisten secara organoleptik dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkannya. Melalui penelitian ini, dipelajari pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap komposisi protein yang difraksinasi dengan metode Osborne, pola elektroforesis masing-masing protein fraksi Osborne, dan pengaruhnya terhadap tekstur produk curd yang diperoleh, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan produk berbasis curd. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama berupa persiapan, penentuan proses standar, serta pembuatan curd, sedangkan tahap kedua berupa tahap analisis curd. Curd diperoleh melalui proses koagulasi menggunakan koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH pada tiga konsentrasi, yaitu 0.015 N, 0.030 N, dan 0.045 N. Analisis yang dilakukan meliputi analisis tekstur curd secara subjektif dan objektif, analisis kadar protein Kjeldahl, analisis kadar air, analisis pH whey curd, analisis transmittan whey curd, fraksinasi protein metode Osborne, analisis kadar protein Bradford, dan analisis SDS-PAGE. Jenis dan konsentrasi koagulan yang digunakan memberikan variasi profil koagulasi protein yang diperoleh dan dapat diamati melalui pengukuran parameterparameter kimia seperti pH, kadar protein whey dan curd, nilai transmittan whey, serta kadar air curd. Penggunaan koagulan CaSO4.2H2O akan menghasilkan curd dengan pH yang lebih tinggi (5.69-5.96) dibandingkan koagulan CH3COOH (4.71-5.26). Selain itu curd yang dihasilkan melalui penggunaan koagulan CaSO4.2H2O memiliki kandungan protein (bb) yang lebih rendah (6.91%-10.81%) dan kadar air (bb) yang lebih tinggi (79.30%-87.83%) dibandingkan koagulan CH3COOH (kadar protein (bb) = 10.75%11.06%; kadar air (bb) = 76.44%-80.14%). Kandungan protein curd yang rendah menyebabkan whey hasil pengepressan curd memiliki kandungan protein yang tinggi dan berbanding terbalik dengan nilai transmittannya. Parameter tekstur curd yang diamati secara objektif menggunakan instrumen TA-XT2i menunjukkan bahwa nilai hardness sampel curd koagulan CaSO4.2H2O lebih rendah daripada curd dari koagulan CH3COOH dengan nilai kisaran masing-masing (pada konsentrasi 0.015N-0.045N) adalah 401.85g-749.21g dan 667.93g-862.93g. Kisaran nilai untuk parameter cohesiveness dan gumminess sampel curd koagulan
CaSO4.2H2O dan curd koagulan CH3COOH masing-masing adalah 74.36%-76.03% dan 69.44%-71.24% serta 298.75g-563.15g dan 468.22g-599.23g. Hasil analisis tekstur subjektif dengan metode penekanan menunjukkan bahwa koagulasi dengan CaSO4.2H2O memberikan nilai kekerasan terendah, selain itu peningkatan konsentrasi cenderung meningkatkan kekerasan. Urutan sampel dari yang terlunak hingga yang terkeras menurut metode penggigitan adalah CaSO4.2H2O-0.015 N, CaSO4.2H2O-0.030 N, CH3COOH-0.045 N, CH3COOH-0.030 N, CaSO4.2H2O-0.045 N dan CH3COOH0.015 N. Sementara itu, urutan sampel dari yang terlunak hingga yang terkeras menurut metode penggigitan adalah CaSO4.2H2O-0.030 N, CH3COOH-0.045 N, CaSO4.2H2O0.045 N, CaSO4.2H2O-0.015 N, CH3COOH-0.030 N dan CH3COOH-0.015 N. Hasil pengukuran kerapuhan sampel curd dengan penggigitan memberikan urutan sampel (dari yang paling rapuh hingga yang paling tidak rapuh) CH3COOH-0.045 N, CaSO4.2H2O-0.030 N, CH3COOH-0.030 N, CaSO4.2H2O-0.045 N, CaSO4.2H2O-0.015 N, CH3COOH-0.015 N. Kesukaan panelis secara umum menunjukkan bahwa sampel curd CaSO4.2H2O lebih disukai. Nilai korelasi antara kekerasan objektif dengan kekerasan subjektif menggunakan metode penekanan menunjukkan nilai yang lebih tinggi (0.757 untuk CaSO4.2H2O dan 0.649 untuk CH3COOH) dibandingkan dengan metode penggigitan (-0.383 untuk CaSO4.2H2O dan 0.455 untuk CH3COOH). Proporsi masing-masing fraksi protein albumin, globulin, prolamin dan glutelin dalam sampel curd untuk masing-masing sampel adalah 2.29%, 0.41%, 0.13%, 64.01% (curd CaSO4.2H2O konsentrasi 0.015 N), 1.68%, 1.07%, 0.07%, 55.75% (curd CaSO4.2H2O konsentrasi 0.030 N), 1.48%, 1.37%, 0.27%, 56.74% (curd CaSO4.2H2O konsentrasi 0.045 N), 1.19%, 0.96%, 0.10%, 66.48% (curd CH3COOH konsentrasi 0.015 N), 0.74%, 1.15%, 0.30%, 69.17% (curd CH3COOH konsentrasi 0.030 N), 0.70%, 1.27%, 0.96%, 63.05% (CH3COOH konsentrasi 0.045 N). Melalui analisis regresi linear berganda, hubungan antara porsi protein fraksi Osborne dengan parameter kekerasan objektif dapat dijelaskan dengan persamaan Y = 401.306 -178.043 X1 +270.204 X2 -298.194 X3 +5.415 X4, dimana Y adalah kekerasan curd terhadap porsi protein fraksi Osborne, X1 adalah porsi fraksi albumin, X2 adalah porsi fraksi globulin, X3 adalah porsi fraksi prolamin, dan X4 adalah porsi fraksi glutelin. Globulin menjadi fraksi protein Osborne yang berkorelasi positif terhadap kekerasan curd, dimana berat molekul protein dominan untuk koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing-masing adalah 40 kDa dan 15 kDa. Secara umum, pembentukan kekerasan tekstur curd dipengaruhi oleh profil koagulasi protein, terutama kandungan air yang terdapat di dalam sampel curd. Proporsi protein fraksi Osborne diduga juga berpengaruh terhadap kekerasan yang ditimbulkan curd, dimana porsi fraksi albumin dan prolamin bersifat menurunkan kekerasan sampel curd, sedangkan fraksi protein globulin berkorelasi positif terhadap kekerasan curd yang ditimbulkan.
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Lampung pada tanggal 17 Oktober 1986. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Hari Nugraha dan Puspita Dewi. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Regina Pacis Bogor pada tahun 1999, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Regina Pacis Bogor pada tahun 2002, dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMA Regina Pacis Bogor pada tahun 2005. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai
kegiatan
dan
organisasi
kemahasiswaan,
diantaranya
menjadi
koordinator divisi beverages (Food Proscessing Club, HIMITEPA IPB) serta kepanitian di berbagai kegiatan seperti BAUR 2007, HACCP ke-5 (Hazard Analysis and Critical Control Point), Penyuluhan Makanan Tambahan Anak Sekolah 2008 (PMTAS), dll. Penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan seminar dan pelatihan seperti Seminar Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) with ISO 22000, pelatihan Sistem Manajemen Halal, pelatihan PMTAS (Penyuluhan Makanan Tambahan Anak Sekolah), dan pelatihan Auditor Sistem HACCP. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian dengan judul “Bubur Sorgum (Sorghum bicolor) Instan sebagai Pangan Alternatif Berindeks Glisemik Rendah bagi Penderita Diabetes” serta menjadi asisten praktikum Evaluasi Sensori di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (2009). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Mempelajari Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Koagulan terhadap Pola Elektroforesis Protein Terkoagulasi serta Korelasinya terhadap Tekstur Curd Kedelai (Glycine max) yang Dihasilkan” di bawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah dan Ir. Dadang Supriatna, MP.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan tahap Sarjana di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Laporan tugas akhir ini mempelajari pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap pola elektroforesis protein terkoagulasi serta korelasinya terhadap tekstur curd kedelai (Glycine max) yang dihasilkan. Laporan ini juga mencakup pembahasan mengenai profil koagulasi protein dan pengenalan fraksinasi protein dengan menggunakan metode Osborne. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam pembuatan laporan tugas akhir ini, yaitu: 1. Dr. Ir. Dahrul Syah selaku dosen pembimbing akademik atas waktu, pengertian, kritik, saran, dan seluruh bentuk bimbingan yang diberikan. 2. Ir. Dadang Supriatna, MP selaku pembimbing lapang atas waktu, arahan, kritik, dan saran yang mendukung terselesaikannya laporan akhir ini. 3. Ir. Sutrisno Koswara, MSi selaku dosen penguji atas waktu, kritik, dan saran yang diberikan. 4. Keluarga tercinta (Bapak Hari Nugraha, Ibu Puspita Dewi, Farah Dina, Ariansyah, Ervin Farhan dan Fahri Rasyadhan) atas segala bentuk dukungan, semangat dan doa yang diberikan hingga penulis mampu menuntaskan tugas akhir ini. 5. Teman-teman pondok sahabat: Mas Stefanus, Dolly, Janji, Aris, Agung, Bembeng, Apid, Kemal, Mas Daud, Ade, Gunawan, Acuy, Eldi, Joger atas semua persahabatan serta canda dan tawa yang selalu memberikan semangat. 6. Tuti, Nanda, Haris, Zaqaw, Aji, Juju, Umam, Adi Woko, Beqi, Wiwi, Hesti, Fera, Indri, Cha2, Eping, Beli, Dion, Wahyu, Nina, dan Venty atas persahabatannya selama ini, semoga tidak akan pernah berakhir.
7. Teman-teman lab biokim dan SEAFAST: Siyam, Arya, Dina, Esther, Dewi, Tere, Ceu2, Riza, Veni, Bombay, Adi Leo, Marcel, Mba Ria, Mba Desty, Mas Arif, Mba Maya dll. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama ini. 8. Sahabat-sahabatku ITP 42, The Golden Generation !!!! 9. Teman satu bimbingan, Septi, Dita, Yogi, Yua, Victor, Jessica. 10. Laboran yang sangat saya hormati, Mba Ari, Abah, Pak Jun, Pak Deni, Bu Rub, Pak Gatot, Pak Wahid, Pak Yahya, Pak Sidiq, Pak Rojak untuk semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang diberikan. 11. ITP 40, 41, 43 dan keluarga besar ITP. 12. Semua pihak yang sudah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan baik dalam penyampaian maupun dalam kajian masalah. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi semua yang menggunakannya.
Bogor, Februari 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ....................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii I.
PENDAHULUAN ............................................................................................1 A. LATAR BELAKANG ................................................................................1 B. TUJUAN .....................................................................................................2 C. MANFAAT .................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................4 A. KEDELAI ...................................................................................................4 1. Komposisi Kimia Kedelai .....................................................................5 2. Protein Kedelai ......................................................................................6 3. Gelasi Protein Kedelai ..........................................................................7 4. Curd Kedelai .........................................................................................9 B. KOAGULASI ...........................................................................................10 C. TEKNIK ELEKTROFORESIS DALAM ANALISIS PROTEIN ............13 D. TEKSTUR.................................................................................................15 III. METODOLOGI PENELITIAN......................................................................20 A. BAHAN DAN ALAT ...............................................................................20 B. TAHAPAN PENELITIAN .......................................................................20 1. Tahap Persiapan ..................................................................................20 2. Tahap Penelitian Utama ......................................................................21 C. PROSEDUR ANALISIS ..........................................................................21 1. Analisis Kadar Air Metode Oven .......................................................21 2. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl ............................................23 3. Analisis pH dan Transmittan Whey Curd ...........................................23 4. Fraksinasi Protein Metode Osborne ....................................................23 5. Analisis Kadar Protein Metode Bradford ...........................................25 6. Analisis SDS-Polyacrylamide Gel Electrophoresis ........................... 25
7. Analisis Tekstur Curd secara Objektif ................................................28 8. Analisis Tekstur Curd secara Subjektif ..............................................29 D. RANCANGAN PERCOBAAN ................................................................30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................31 A. TAHAP PERSIAPAN ..............................................................................31 1. Penguasaan Teknik Pembuatan Curd .................................................31 2. Penentuan Proses Standar Pembuatan Curd .......................................33 B. PENELITIAN UTAMA............................................................................36 1. Profil Koagulasi ..................................................................................36 2. Fraksinasi Osborne..............................................................................42 3. Analisis Tekstur Objektif ....................................................................48 4. Analisis Tekstur Subjektif...................................................................51 5. Korelasi Tekstur Subjektif dan Objektif .............................................56 6. Korelasi Fraksi Protein dengan Tekstur ..............................................57 7. Analisis Elektroforesis ........................................................................62 V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................68 A. KESIMPULAN .........................................................................................68 B. SARAN .....................................................................................................69 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................70 LAMPIRAN ...........................................................................................................74
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Komposisi kimia kedelai dan bagian-bagiannya ...................................5
Tabel 2
Beberapa contoh koagulan penggumpal protein kedelai.....................12
Tabel 3
Definisi parameter tekstur dari grafik TPA .........................................17
Tabel 4
Setting TA-XT2i untuk pengukuran TPA curd ...................................28
Tabel 5
Kadar protein whey dan transmittan whey...........................................38
Tabel 6
Kadar protein dan kadar air curd.........................................................41
Tabel 7
Kadar protein sampel untuk masing-masing fraksi Osborne ..............43
Tabel 8
Analisis sensori curd dengan metode penggigitan ..............................54
Tabel 9
Proporsi fraksi protein masing-masing sampel curd ...........................58
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
Struktur biji kedelai ..........................................................................4
Gambar 2
Mekanisme gelasi protein dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL .........................................................................................13
Gambar 3
Diagram skematik dari persepsi indera manusia terhadap produk pangan ...............................................................................15
Gambar 4
Grafik TPA untuk produk pangan secara umum beserta parameter analisis dan perhitungannya ..........................................18
Gambar 5
Contoh grafik TPA pada pengukuran tahu .....................................19
Gambar 6
Skema penelitian tahap 2: Analisis.................................................22
Gambar 7
Skema fraksinasi protein metode Osborne .....................................24
Gambar 8
Diagram alir pembuatan tahu Sumedang di pabrik ‘Diazara Tresna ..............................................................................32
Gambar 9
Proses standar pembuatan curd yang meliputi: (a) persiapan susu kedelai, (b) koagulasi, (c) persiapan koagulan .......................34
Gambar 10 Grafik hubungan pH whey dengan jenis dan konsentrasi koagulan .........................................................................................37 Gambar 11 Grafik hubungan antara konsentrasi koagulan dengan transmittan dan kadar protein Bradford whey pada penggunaan koagulan: (a) CaSO4.2H2O dan (b) CH3COOH .........40 Gambar 12 Persentase fraksi protein Osborne per total protein yang terekstrak ........................................................................................44 Gambar 13 Perbandingan komposisi tiga protein fraksi Osborne pada enam sampel curd yang diekstrak ..................................................47 Gambar 14 Perbandingan fraksi protein glutelin pada ketujuh sampel.............48 Gambar 15 Hasil pengukuran tekstur curd untuk parameter: (a) hardness, gumminess dan (b) cohesiveness ..............................49 Gambar 16 Grafik tekstur penekanan untuk variabel jenis koagulan ...............52 Gambar 17 Grafik tekstur penekanan untuk variabel konsentrasi koagulan .....53 Gambar 18 Grafik tekstur penekanan untuk variabel jenis dan konsentrasi koagulan ......................................................................53 Gambar 19 Plot grafik evaluasi kekerasan objektif dan subjektif sampel CaSO4.2H2O .......................................................................56 Gambar 20 Plot grafik evaluasi kekerasan objektif dan subjektif sampel CH3COOH..........................................................................57
vi
Gambar 21 Perbandingan porsi fraksi albumin, globulin dan prolamin curd .................................................................................................60 Gambar 22 Profil SDS-PAGE protein fraksi Osborne tepung kedelai .............62 Gambar 23 Profil SDS-PAGE protein fraksi Osborne curd dari CaSO4.2H2O konsentrasi: (a) 0.015 N, (b) 0.030 N, (c) 0.045 N ......................................................................................65 Gambar 24 Profil SDS-PAGE protein fraksi Osborne curd dari CH3COOH konsentrasi: (a) 0.015 N, (b) 0.030 N, (c) 0.045 N ......................................................................................66
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
Larutan-larutan untuk SDS-PAGE ............................................74
Lampiran 2
Kuesioner uji penekanan sampel curd .......................................76
Lampiran 3
Kuesioner uji rating sensori curd kukus ....................................76
Lampiran 4
Hasil pengukuran tekanan penekan cetakan curd di ‘Diazara Tresna’ ........................................................................77
Lampiran 5
Data analisis pH whey hasil penekanan curd .............................78
Lampiran 6
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap pH whey .............................79
Lampiran 7
Data analisis kadar protein metode Bradford untuk whey hasil penekanan curd .................................................................80
Lampiran 8
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap kadar protein whey dengan metode Bradford ..................................................81
Lampiran 9
Data analisis transmittan whey hasil penekanan curd................81
Lampiran 10
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap transmittan whey ................82
Lampiran 11
Hasil analisis korelasi antara kadar protein metode Bradford dan transmittan whey ..................................................83
Lampiran 12
Data analisis kadar protein curd metode Kjeldahl (%basis basah) ...........................................................................83
Lampiran 13
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap kadar protein Kjeldahl curd (%basis basah) ....................................................84
Lampiran 14
Data analisis kadar air curd (%basis basah) ..............................85
Lampiran 15
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap kadar air curd (%basis basah) ...................................................................86
Lampiran 16
Data analisis kadar protein fraksi Osborne dengan metode Bradford ........................................................................87
Lampiran 16a Sampel tepung kedelai ...............................................................87 Lampiran 16b Sampel curd CaSO4.2H2O-0.015N ............................................88 Lampiran 16c Sampel curd CaSO4.2H2O-0.030N ............................................89 Lampiran 16d Sampel curd CaSO4.2H2O-0.045N ............................................90 Lampiran 16e Sampel curd CH3COOH-0.015N...............................................91 viii
Lampiran 16f
Sampel curd CH3COOH-0.030N...............................................92
Lampiran 16g Sampel curd CH3COOH-0.045N...............................................93 Lampiran 17
Data analisis protein fraksinasi Osborne ...................................94
Lampiran 18
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk fraksinasi protein metode Osborne .........................................................................96
Lampiran 18a Fraksi protein albumin ...............................................................96 Lampiran 18b Fraksi protein globulin ...............................................................96 Lampiran 18c Fraksi protein prolamin..............................................................97 Lampiran 18d Fraksi protein glutelin ................................................................98 Lampiran 18e Total protein ekstraksi fraksi Osborne .......................................99 Lampiran 18f
Kadar protein Kjeldahl sampel fraksinasi Osborne .................100
Lampiran 18g Persentase recovery protein fraksinasi Osborne ......................100 Lampiran 19
Data analisis tekstur objektif ...................................................101
Lampiran 19a Sampel Curd CaSO4.2H2O ......................................................101 Lampiran 19b Sampel Curd CH3COOH .........................................................102 Lampiran 20
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk parameter tekstur curd ..............................................................................103
Lampiran 20a Hardness curd ..........................................................................103 Lampiran 20b Cohesiveness curd ...................................................................104 Lampiran 20c Gumminess curd ......................................................................104 Lampiran 21
Data skor analisis tekstur subjektif: penekanan curd ..............105
Lampiran 22
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk tekstur subjektif: penekanan curd ........................................................................106
Lampiran 23
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk respon panelis terhadap skor ............................................................................107
Lampiran 24
Data analisis tekstur subjektif: penggigitan curd.....................108
Lampiran 25
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk tekstur subjektif: penggigitan curd ...................................................................... 110
Lampiran 25a Kekerasan penggigitan sampel curd ........................................110 Lampiran 25b Mouthfeel rapuh sampel curd ..................................................110 Lampiran 25c Kesukaan tekstur secara umum selama berada di dalam mulut .............................................................................111 Lampiran 26
Hasil analisis korelasi kekerasan objektif dan subjektif ..........112
Lampiran 26a Sampel Curd CaSO4.2H2O ......................................................112
ix
Lampiran 26b Sampel Curd CH3COOH .........................................................112 Lampiran 27
Data analisis proporsi protein fraksi Osborne .........................113
Lampiran 28
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk proporsi fraksi protein pada fraksinasi protein metode Osborne .....................114
Lampiran 28a Persen fraksi albumin ..............................................................114 Lampiran 28b Persen fraksi globulin ..............................................................114 Lampiran 28c Persen fraksi prolamin .............................................................115 Lampiran 28b Persen fraksi glutelin ...............................................................116 Lampiran 29
Data analisis multiple linear regression kekerasan terhadap proporsi fraksi protein ...............................................117
Lampiran 30
Hasil analisis multiple linear regression kekerasan terhadap proporsi fraksi protein ...............................................117
Lampiran 30a Sampel curd CaSO4.2H2O .......................................................117 Lampiran 30b Sampel curd CH3COOH ..........................................................118 Lampiran 30c Sampel curd keseluruhan .........................................................119 Lampiran 31
Hubungan Rf dengan log BM ..................................................119
Lampiran 31a Sampel tepung kedelai .............................................................119 Lampiran 31b Sampel curd CaSO4.2H2O-0.015N ..........................................120 Lampiran 31c Sampel curd CaSO4.2H2O-0.030N ..........................................120 Lampiran 31d Sampel curd CaSO4.2H2O-0.045N ..........................................120 Lampiran 31e Sampel curd CH3COOH-0.015N.............................................121 Lampiran 31f
Sampel curd CH3COOH-0.030N.............................................121
Lampiran 31g Sampel curd CH3COOH-0.045N.............................................121
x
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Preferensi konsumen terhadap suatu produk pangan tidak hanya ditentukan melalui kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Bentuk, rasa dan mouthfeel yang baik seringkali menjadi faktor utama yang berperan dalam penerimaan konsumen, sehingga yang terjadi saat ini adalah upaya peningkatkan kualitas produk pangan dari segi organoleptiknya tanpa melupakan kandungan gizi produk tersebut. Hal inilah yang mendorong dilakukannya berbagai penelitian ilmiah dalam bidang rekayasa pangan. Upaya peningkatan mutu organoleptik produk pangan juga terjadi pada berbagai produk yang menggunakan kacang-kacangan sebagai bahan baku maupun bahan penyusunnya. Melalui pemanfaatan kacang-kacangan, seringkali diperoleh produk akhir dengan karakteristik yang unik. Hal ini didukung oleh fakta bahwa kacang-kacangan mengandung protein yang tinggi sehingga mampu memberikan sifat fungsional yang dapat memperbaiki karakteristik produk pangan yang diinginkan secara organoleptik. Salah satu sifat fungsional protein kacang-kacangan yang sering dimanfaatkan untuk menghasilkan karakteristik organoleptik tertentu adalah sifat gelasi protein melalui penambahan koagulan, yang prosesnya dikenal sebagai koagulasi protein. Di Indonesia, produk yang paling umum memanfaatkan koagulasi protein kacang-kacangan adalah tahu. Pada dasarnya, produk ini memanfaatkan kemampuan koagulasi protein kacang-kacangan untuk membentuk struktur curd-nya, yaitu matriks yang komponennya terdiri atas protein yang terekstrak disamping komponen air, mineral, dan vitamin. Fenomena koagulasi protein kacang-kacangan menjadi gumpalan yang disebut curd menjadi bagian penting dalam proses pengolahan produk seperti tahu. Curd yang terbentuk akan menentukan mutu akhir dari produk yang dihasilkan, dan secara tidak langsung akan mempengaruhi preferensi konsumen terhadap produk tersebut. Pada produk tahu sendiri, dikenal berbagai jenis tahu dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda mulai dari tahu sangat keras (extra firm tofu) hingga yang paling lembut (silken tofu).
Koagulan dalam hal ini, memberikan peran yang dominan terhadap karakteristik curd yang dihasilkan. Perbedaan dalam penggunaan jenis koagulan dengan konsentrasi tertentu akan memberikan variasi pembentukan curd, baik dalam hal kekerasan, mouthfeel maupun komponen proteinnya. Oleh karena itu, untuk memperoleh produk dengan karakteristik organoleptik yang seragam diperlukan pengetahuan mengenai penggunaan koagulan serta sifat-sifat organoleptik yang dihasilkan, khususnya tekstur. Pada tingkat molekuler, perubahan tekstur dapat diduga karena adanya perubahan komposisi protein dalam curd. Penggunaan koagulan yang berbeda dalam hal jenis dan konsentrasinya akan mengendapkan fraksi protein tertentu, sehingga mampu mengikat komponen lain pembentuk tekstur curd. Akibat fraksi protein yang berbeda-beda ini akan dihasilkan sensasi tekstur produk yang berbeda pula selama berada di dalam mulut (mouthfeel). Mekanisme koagulasi protein dalam menghasilkan sensasi tekstur tertentu melalui koagulasi fraksi protein belum banyak diteliti, meskipun hal ini penting dalam upaya memperoleh produk pangan yang konsisten secara organoleptik. Melalui penelitian ini, diharapkan akan diperoleh korelasi yang spesifik antara pengaruh penggunaan koagulan dengan koagulasi fraksi protein. Selain itu diharapkan akan diperoleh pula hubungan antara fraksi endapan protein yang terbentuk dengan pengaruhnya terhadap tekstur yang dihasilkan secara objektif dan subjektif, sehingga akan bermanfaat bagi proses pembuatan produk-produk berbasis curd. B. TUJUAN Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik koagulasi protein dan hubungannya dengan tekstur curd yang dihasilkan. Secara khusus, tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: 1. Memperoleh standar operasional prosedur untuk proses produksi curd pada skala laboratorium. 2. Mempelajari pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap profil koagulasi protein serta pola elektroforesis protein terkoagulasi yang muncul.
2
3. Mempelajari tekstur curd yang dihasilkan secara objektif serta sensasi subjektif yang timbul melalui penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan. 4. Mempelajari korelasi antara fraksi protein yang terkoagulasi dengan tekstur curd, khususnya kekerasan, yang dihasilkan. C. MANFAAT Manfaat penelitian ini adalah memberikan dasar ilmiah dalam proses rekayasa pangan, khususnya dalam teknik pembuatan produk pangan berbasis curd.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEDELAI Kedelai merupakan tanaman kacang-kacangan yang termasuk dalam famili Leguminosa, sub famili Papillionaceae dan genus Glycine L. Struktur biji kedelai terdiri atas 3 bagian utama, yaitu kulit biji, keping biji (kotiledon) dan hipokotil (Wolf dan Cowan, 1971). Struktur biji kedelai secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur biji kedelai (Anonima, 2009) Penampakan fisik kedelai memiliki keragaman yang cukup luas. Warna, ukuran, bentuk biji, sifat fisik maupun sifat kimia kacang kedelai sangat bervariasi. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor varietas dan keadaan lingkungan tanamnya (Smith dan Circle, 1977). Menurut Saidu (2005), seluruh bagian kedelai termasuk daun, batang dan bijinya dapat dimanfaatkan untuk pangan, obat dan pakan. Bagian keping biji (kotiledon) merupakan bagian yang paling umum untuk diolah menjadi berbagai produk olahan pangan. Hal ini disebabkan oleh komposisi yang tinggi pada kandungan protein dan lemaknya (Wolf dan Cowan, 1971).
1. Komposisi Kimia Kedelai Kedelai mengandung jumlah protein yang bervariasi antara 38% hingga 49% (Saidu, 2005). Menurut Liu (1997), protein kedelai mengandung asam amino essensial yang lengkap dengan methionin sebagai asam amino pembatas. Leusin, isoleusin, lisin dan valin merupakan asam amino yang paling tinggi yang terkandung di dalam kedelai. Kadar protein kedelai yang tinggi menjadikan tanaman ini memiliki kualitas yang sama dengan protein hewani. Kandungan lemak dalam kedelai adalah sekitar 18% dan sebanyak 85% bagian lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh yang tinggi akan kandungan asam linoleat dan asam linolenat (Saidu, 2005). Kandungan asam lemak lainnya dalam kedelai antara lain asam oleat (23%), asam palmitat (16%) serta asam stearat dan arachidat (2%) (Saidu, 2005; Syarief dan Irawati, 1988). Sebagian besar asam lemak dalam kedelai beserta turunannya merupakan asam lemak tak jenuh, sehingga mudah sekali teroksidasi (Penalvo et al.,2004 yang dikutip oleh Saidu, 2005) Kandungan karbohidrat dalam kedelai sekitar 30% yang terdiri dari 15% karbohidrat tak dapat larut (insoluble carbohydrate) dan 15% karbohidrat yang dapat larut (soluble carbohydrate). Selain itu kedelai juga memiliki kandungan isoflavone dan zat anti-nutrisi seperti saponin, fosfolipid, protease inhibitor, fitat dan tripsin inhibitor (Saidu, 2005). Komposisi kimia bagian bji kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia kedelai dan bagian-bagiannya. Porsi Keseluruhan (%) Keseluruhan -
Bagian Kedelai
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Abu (%)
40
21
34
4.9
Kotiledon
90
43
23
29
5
Kulit
3-8
9
1
86
4.3
2
41
11
23
4.4
Hipokotil
Sumber: Wolf dan Cowan (1971)
5
Vitamin-vitamin yang terdapat dalam kacang kedelai antara lain vitamin A, vitamin B, terutama niacin, ribovlafin, dan thiamin, vitamin D,E dan K. Sedangkan mineral yang dikandungnya antara lain Ca, P, Fe, Na, K dan yang terdapat dalam jumlah kecil Mg, Mn, Zn, Co, Cu, Se, dan F (Smith dan Circle, 1977) 2. Protein Kedelai Protein merupakan komponen kimia tertinggi yang terkandung dalam kacang kedelai. Kandungan protein kacang kedelai didominasi oleh 85% sampai 95% globulin serta sisanya adalah albumin, proteosa, prolamin, dan glutelin (Wolf, 1977). Kandungan protein yang tinggi menyebabkan protein memiliki peran yang penting dalam memberikan sifat-sifat fungsional yang khas. Menurut Wolf dan Cowan (1971), protein kedelai terdiri dari campuran komponen-komponen yang mempunyai berat molekul 8 sampai 600 kilo Dalton. Melalui ultrasentrifugasi, protein kedelai dapat digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu protein 2S, 7S, 11S, dan 15S. Protein kedelai juga dapat digolongkan ke dalam 4 fraksi berdasarkan kelarutannya, yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalam larutan garam), prolamin (larut dalam alkohol 70%) dan glutelin (larut dalam basa encer) (Belitz dan Grosch, 1999). Globulin merupakan protein terpenting pada kedelai. Protein ini tidak larut dalam air di sekitar titik isoelektriknya, tetapi akan segera larut dengan penambahan garam seperti natrium klorida atau kalsium klorida. Globulin larut dalam larutan garam encer pada pH di atas atau di bawah titik isoelektriknya (Pearson, 1983). Protein 7S dan 11S merupakan dua protein utama yang menyusun globulin dengan jumlah masing-masing sekitar 18.5% dan 31% dari total protein kedelai (Wolf dan Cowan, 1971). Baik globulin 7S maupun globulin 11S terdiri atas subunit-subunit protein. Glycinin atau protein 11 S tersusun atas polipeptida asam dan basa yang saling dihubungkan oleh ikatan
6
disulfida. -conglycinin atau protein 7S, merupakan protein dengan struktur trimer yang terdiri atas 3 tipe subunit ( ’,
dan ) (Liu et al., 2008)
Glycinin merupakan protein heksamer (AB)6 dengan berat molekul berkisar 300-380 kD. Subunit-subunit glycinin terdiri atas polipeptida asam (A) dan polipeptida basa (B) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida (Blazek, 2008). Polipeptida asam glycinin memiliki berat molekul sekitar 35 kD, sedangkan polipetida basanya memiliki berat molekul sekitar 20 kD (Mujoo et al., 2003). -conglycinin merupakan protein trimer yang tersusun atas 3 subunit, yaitu
’,
sedangkan
dan
. Subunit
’ memiliki berat molekul sekitar 72 kD,
dan
memiliki berat molekul masing-masing sekitar 68 dan 52
kD (Mujoo et al., 2003). Kombinasi subunit-subunit tersebut memberikan berat molekul sekitar 180 kD tergantung dari subunit penyusunnya (Blazek, 2008). Menurut Lewis dan Chen (1978)
-conglycinin merupakan
glikoprotein yang mengandung 3.8-5.4% karbohidrat. Jenis gula yang terdapat dalam protein ini adalah manosa dan glukosamin. 3. Gelasi Protein Kedelai Menurut Liu et al. (2008), protein kedelai memiliki banyak sifat fungsional yang telah dipelajari dengan sangat luas. Sifat fungsional itu diantaranya adalah kemampuan larut, kemudahan terdenaturasi oleh panas, kemampuan membentuk gel, emulsifier, kemampuan membentuk busa, kemampuan mengikat air (water holding capacity), pembentuk karakteristik struktur, sifat reologi, dan kemampuan membentuk tekstur. Karakteristik mutu suatu produk pangan, khususnya sifat tekstur dan juiciness, ditentukan melalui kapasitas gelasi protein. Gel dapat bervariasi dalam hal sifat reologinya yaitu kekerasan, kelengketan, kohesivitas, dan adhesivitas. Dalam hal ini, protein sering digunakan untuk menghasilkan sifat tekstur tertentu melalui fenomena gelasi protein. Sifat unik dari gel protein adalah bentuknya yang padat tetapi memiliki karakteristik seperti cairan (Zayas, 1997).
7
Sifat gelasi protein berhubungan dengan agregasi protein. Gelasi protein terjadi ketika protein beragregasi membentuk jaringan (Tay et al., 2005). Menurut Schmidt (1981) yang dikutip oleh Zayas (1997), gelasi protein adalah fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven setimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Agregasi protein sendiri menurut Tay et al. (2005) dapat terjadi melalui proses pemanasan, pengaturan pH atau pengaturan kekuatan ionik dalam larutan protein. Gel terbentuk ketika protein yang strukturnya terbuka sebagian (unfold) terurai menjadi segmen-segmen polipeptida yang kemudian berinteraksi pada titik tertentu untuk membentuk jaringan ikatan silang tiga dimensi. Protein dengan struktur unfold, dimana struktur sekundernya mengalami perubahan, diperlukan pada proses gelasi protein. Perubahan ini dapat terjadi melalui perlakuan panas, asam, alkali dan urea (Zayas, 1997). Menurut Zayas (1997), pada proses pembentukan gel, transisi dari bentuk alami menjadi bentuk terdenaturasi merupakan prekursor penting dalam interaksi protein-protein. Jaringan gel baru akan terbentuk setelah sebagian protein mengalami denaturasi. Pembentukan gel protein merupakan hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ionik dan hidrofobik, ikatan Van der Waals, dan ikatan kovalen disulfida. Sifat gelasi protein kedelai sering dihubungkan dengan keberadaan protein 7S dan 11S yang merupakan penyusun utama protein globulin kedelai. Kandungan protein 11S dan rasio 11S/7S dilaporkan memberikan korelasi positif terhadap kekerasan gel dari protein kedelai (Mujoo, 2003). Menurut Corredig (2006), gel yang diperoleh dari isolasi glycinin (11S) memberikan karakter gel yang lebih keras dibandingkan gel yang diperoleh dari -conglycinin, dan struktur jaringan yang terbentuk memiliki perbedaan antar keduanya, tergantung dari komposisi protein. Blazek (2008) melaporkan bahwa rasio 11S/7S mempengaruhi karakter kekerasan dan elastisitas gel. Glycinin berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dan kekokohan gel, sedangkan -conglycinin memberikan pengaruh terhadap elastisitas gel yang dihasilkan.
8
4. Curd Kedelai Curd adalah produk hasil penggumpalan protein dalam larutan susu. Curd kedelai diperoleh dengan terlebih dahulu mengekstrak protein kacang kedelai, kemudian mengendapkannya dengan menggunakan koagulan. Pembentukan curd merupakan fenomena yang memanfaatkan sifat fungsional protein kedelai, yaitu sifat gelasi protein. Gel dari protein kedelai ini, atau yang dikenal sebagai curd, memiliki kemampuan untuk membentuk matriks yang mampu menahan air, lemak, polisakarida, flavor dan komponen lainnya (Zayas, 1997). Secara komersial, produk curd kedelai dikenal sebagai tahu. Tahapan pembuatan tahu terdiri atas dua tahap utama, yaitu pembuatan susu kedelai dan tahap koagulasi (penggumpalan) susu kedelai, sehingga terbentuk curd yang selanjutnya dipress membentuk tahu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Kedelai yang akan dibuat susu terlebih dahulu direndam dalam air bersih dengan tujuan untuk melunakkan struktur seluler kedelai sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan serta menghasilkan ekstrak
optimum.
Lamanya perendaman
perlu
diperhatikan,
karena
perendaman yang terlalu singkat akan membuat biji kedelai sulit pecah ketika penggilingan, sedangkan bila terlalu lama akan terjadi pembentukan busa pada permukaan air rendaman akibat fermentasi kedelai (Subardjo et al., 1987). Kedelai yang telah direndam kemudian digiling hingga menghasilkan bubur kedelai. Penggilingan kedelai ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas ekstraksi kedelai selama pemasakan. Selanjutnya, bubur kedelai disaring dan dimasak pada suhu mendidih. Literatur lain (Supriatna, 2005) menyebutkan bahwa untuk menghasilkan sari kedelai yang optimal dari segi kualitas dan kuantitasnya, bubur kedelai terlebih dahulu dimasak sebelum akhirnya disaring. Menurut Liu et al.(2004), pemanasan optimal dalam pembuatan susu kedelai dilakukan selama 3-10 menit setelah mendidih yang tujuannya untuk mengekstrak protein kedelai dan mendenaturasi protein serta memudahkan proses koagulasi. Fungsi lain dari pemanasan dalam pembuatan susu kedelai menurut Koswara (1992) adalah mengurangi bau langu,
9
menginaktifasi antitripsin, meningkatkan daya cerna dan menambah daya awet produk. Proses selanjutnya adalah penggumpalan protein susu kedelai dengan bantuan bahan penggumpal. Proses penggumpalan dilakukan pada suhu tertentu, tergantung pada jenis koagulan yang dipakai. Gumpalan protein kedelai ini selanjutnya dipress dan dicetak. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), untuk mendapatkan hasil yang baik pengepressan dilakukan pada tekanan sebesar 0.15-0.21 psi selama 15-20 menit. Menurut Obatolu (2007), kualitas pembentukan tahu dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu mutu kedelai, kondisi pengadukan, koagulan serta penekanan yang diberikan pada curd. Perbedaan penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan, pengadukan yang dilakukan selama koagulasi, dan tekanan terhadap curd akan memberikan variasi tahu mulai dari keras hingga lunak dengan kandungan air berkisar antara 70 hingga 90% dan kandungan protein 5 hingga 16% berdasarkan berat basah (Blazek, 2008). Obatolu (2007) melaporkan bahwa perbedaan karakteristik tekstur, khususnya kekerasan, dapat dihubungkan dengan kandungan air di dalam tahu. Tahu dengan kekerasan tinggi memiliki kemampuan menahan air (WHC) yang rendah. Hal ini disebabkan oleh pembentukan matriks curd yang lebih rapat sehingga menurunkan kemampuannya dalam menahan air. Sebaliknya tahu yang lunak memiliki matriks yang renggang sehingga air dapat terperangkap dalam jumlah yang lebih banyak. Tahu yang lunak memiliki kandungan air yang tinggi yaitu antara 84 hingga 90%. Tahu dengan kandungan air yang tinggi secara visual akan memberikan penampakan yang lembut sedangkan tahu dengan kandungan air yang rendah cenderung memiliki penampakan yang kasar. B. KOAGULASI Koagulasi dan gelasi merupakan sifat fungsional protein pangan yang penting yang memberikan kontribusi terhadap mouthfeel dan tekstur dari berbagai sistem pangan. Koagulasi didefinisikan sebagai interaksi acak molekul-molekul protein yang menyebabkan pembentukan agregat-agregat protein baik bersifat
10
larut ataupun tidak larut (Meng et al., 2002). Koagulasi dapat terjadi melalui penambahan bahan penggumpal protein (koagulan). Koagulasi susu kedelai merupakan langkah yang paling penting dalam proses pembuatan curd sekaligus menjadi tahapan paling sulit untuk dikendalikan karena merupakan hasil interaksi yang kompleks dari berbagai variabel (Prabhakaran et al., 2006; Blazek, 2008). Penggunaan jenis maupun konsentrasi koagulan yang berbeda akan mempengaruhi rendemen, sifat tekstur dan flavor curd yang berbeda pula (Blazek, 2008; Mujoo, 2003). Menurut Obatolu (2007), proses koagulasi susu kedelai dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara jenis kedelai, suhu pemasakan susu kedelai, volume, kandungan padatan, pH, jenis dan jumlah koagulan serta waktu koagulasi. Menurut Blazek (2008), kurangnya jumlah koagulan yang digunakan untuk koagulasi akan menyebabkan pengendapan protein menjadi tidak sempurna serta menyulitkan proses pemisahan whey dan curd. Jumlah koagulan yang kurang juga akan menghasilkan pembentukan struktur matriks curd yang renggang karena tidak sempurnanya pengendapan, akibatnya curd yang terbentuk terlalu lunak (Obatolu, 2007). Sebaliknya, kelebihan jumlah koagulan akan membuat tekstur curd kedelai menjadi keras dan mengurangi palatabilitas. Perbedaan jenis koagulan yang digunakan akan menghasilkan perbedaan kandungan air di dalam curd. Hal ini disebabkan karena pembentukan struktur jaringan gel oleh koagulan dipengaruhi oleh perbedaan kekuatan anion dan kation terhadap kemampuan pengikatan air (WHC) dalam gel protein kedelai. Oleh karena itu, konsentrasi koagulan dan jenis anion ini mempengaruhi kekerasan curd yang dihasilkan (Prabhakaran, 2006). Rendemen pembentukan curd juga dipengaruhi oleh penggunaan koagulan. Semakin lambat kemampuan koagulan dalam mengkoagulasi susu akan memberikan rendemen curd yang lebih baik karena agregat protein akan memerangkap air lebih banyak di dalam curd. Sebaliknya, koagulan yang mengkoagulasikan protein lebih cepat, kurang memerangkap air sehingga curd yang dihasilkan lebih sedikit (Obatolu, 2007). Peningkatan temperatur koagulasi dan kecepatan pengadukan sesaat setelah penambahan koagulan juga akan
11
menurunkan rendemen curd dan mempengaruhi kekerasan curd yang terbentuk (Blazek, 2008). Menurut Shurtleff dan Aoyogi (1984), bahan penggumpal protein kedelai dalam pembuatan tahu dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu : 1) golongan garam klorida atau nigari; 2) golongan garam sulfat; 3) golongan lakton; dan 4) golongan asam. Beberapa contoh koagulan penggumpal protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Beberapa contoh koagulan penggumpal protein kedelai Golongan
Contoh yang umum dipakai
Garam klorida (nigari)
MgCl2.6H2O, air laut, CaCl2, CaCl2.2H2O
Garam sulfat
CaSO4. 2H2O dan MgSO4.7H2O
Lakton
C6H10O6 (glukono- -lakton)
Asam
Asam laktat, asam asetat, sari buah jeruk
Sumber : Shurtleff dan Aoyagi (1984) Garam sulfat merupakan golongan koagulan yang paling umum digunakan dalam pembuatan curd protein kedelai. Koagulan ini akan terdispersi perlahan di dalam susu kedelai sehingga memberikan waktu koagulasi yang lambat (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Koagulan sulfat mengkoagulasi protein kedelai dengan cara membentuk jembatan antar molekul protein dan meningkatkan ikatan silang polimer sehingga terjadi agregasi protein (Obatolu, 2007). Ilustrasi mekanisme koagulasi dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL dapat dilihat pada Gambar 2. Pengendapan menggunakan koagulan asam akan menurunkan pH sistem dan memungkinkan agregasi protein terjadi (Obatolu, 2007). Melalui proses pemanasan susu kedelai, sebagai prasyarat terbentuknya gel, struktur molekul protein kedelai akan terbuka (unfold), akibatnya ikatan hidrogen (-SH), ikatan disulfida (S-S), dan sisi rantai asam amino hidrofobik akan terekspos. Selanjutnya, dengan penambahan koagulan, misalnya koagulan asam, muatan negatif molekul protein akan berkurang akibat protonasi COO- pada residu asam amino. Sebagai akibatnya, molekul-molekul protein akan cenderung saling mendekat karena memiliki muatan yang sama. Keadaan ini membuat ikatan 12
hidrogen (-SH), ikatan disulfida (S-S) serta interaksi hidrofobik terjadi secara intermolekul. Reaksi ini memfasilitasi terjadinya agregasi protein membentuk struktur jaringan tiga dimensi gel curd (Liu et al., 2004).
Gambar 2. Mekanisme gelasi protein dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL (Kohyama et al., 1995) C. TEKNIK ELEKTROFORESIS DALAM ANALISIS PROTEIN Elektroforesis didefinisikan sebagai migrasi molekul atau partikel bermuatan di dalam larutan atau medium melalui pengaruh medan listrik (Nielsen, 2003). Migrasi partikel bermuatan tersebut dapat terjadi karena perbedaan muatan total, ukuran dan bentuk partikel (Pomeranz dan Meloan, 1994). Metode analisis elektroforesis protein merupakan metode analisis yang memisahkan molekul protein berdasarkan berat molekulnya (Bolag dan Edelstein, 1991). Teknik elektroforesis telah banyak digunakan dalam analisis protein untuk menentukan tingkat kemurnian sampel, berat molekul, maupun titik isoelektrik (Copeland, 1994). Selain itu, teknik elektroforesis juga sering digunakan untuk menentukan komposisi protein dari suatu produk pangan (Nielsen, 2003). Pemisahan protein berdasarkan muatannya tergantung pada karakter asam dan basa protein. Hal ini ditentukan oleh jumlah dan jenis rantai samping (gugus R) yang dapat terionisasi dalam rantai polipeptida serta pH lingkungan. Pada pH lingkungan yang lebih besar daripada pH isoelektriknya (pI), protein akan memiliki muatan negatif sehingga migrasi protein akan menuju anoda yang bermuatan positif. Sebaliknya, bila pH lingkungan di bawah pI, muatan protein 13
menjadi positif yang membuatnya akan bermigrasi menuju katoda yang bermuatan negatif (Autran, 1996). Hal inilah yang menjadi dasar pemisahan protein dengan elektroforesis. Metode elektroforesis protein yang paling umum dan banyak dilakukan adalah SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis). SDS-PAGE merupakan teknik elektroforesis dalam sistem buffer diskontinyu yang menggunakan dua tipe gel sebagai medianya, yaitu stacking gel dan separating gel. Sistem buffer yang diskontinyu membuat sampel terkonsentrasi dalam stacking gel sehingga menghasilkan resolusi yang lebih baik ketika pemisahan protein terjadi di separating gel (Garfin, 1990). Gel poliakrilamid dibentuk dari hasil ko-polimerisasi monomer akrilamid (CH2=CH-CO-NH2) dengan bantuan senyawa yang bertindak sebagai crosslinking agent yaitu N,N’-metilen-bisakrilamid (CH2=CH-CO-NH-CH2-NH-COCH=CH2). Mekanisme polimerisasi akrilamid tersebut dikatalisis oleh TEMED (tetrametietilendiamin)
dan
APS
(amonium
persulfat).
TEMED
akan
menyebabkan pembentukan radikal bebas dari amonium persulfat yang mengakibatkan reaksi pembentukan akrilamid aktif. Akrilamid aktif ini akan bereaksi dengan akrilamid lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. Hasil dari polimerisasi ini adalah terbentuknya gel dengan struktur jala dari rantai akrilamid. Ukuran pori dan jala gel tersebut ditentukan oleh jumlah akrilamid yang digunakan per unit volumenya dan derajat ikatan silangnya (Garfin, 1990; Autran, 1996). Sodium dodecyl sulfate (SDS) adalah detergen anionik yang paling umum digunakan dalam elektroforesis. SDS memiliki dua fungsi, yaitu : (1) untuk memisahkan protein-protein yang beragregasi, hidrofobik, atau memiliki kelarutan yang rendah, seperti membran protein; dan (2) memisahkan protein berdasarkan bentuk, ukuran dan berat molekulnya. SDS menyelimuti protein dengan muatan negatif serta mengikat protein dengan rasio yang konstan, yaitu 1.4 g SDS per gram polipeptida (Garfin, 1990; Autran, 1996). Interaksi SDS dengan protein akan merusak seluruh ikatan non-kovalen protein sehingga struktur protein akan terbuka. Selanjutnya, penggunaan reducing agent seperti 2-merkaptoetanol atau ditiothreitol akan membantu mendenaturasi
14
protein melalui pemutusan ikatan disulfida pada protein sehingga memecahnya menjadi subunit-subunit protein. Akibatnya, mobilitas elektroforetik dari kompleks detergen-polipeptida hanya merupakan fungsi dari berat molekul protein (Garfin, 1990). D. TEKSTUR Tekstur merupakan aspek penting dalam penilaian mutu produk pangan oleh konsumen selain flavor dan penampakan. Menurut Smith (2004), tekstur menjadi faktor kunci penerimaan konsumen atas produk pangan. Bourne (2002), yang dikutip oleh Smith (2004), mendefinisikan sifat tekstur produk pangan sebagai sekelompok karakteristik fisik yang: (1) diperoleh dari elemen struktural produk pangan, (2) dipersepsikan oleh indera peraba, (3) berhubungan dengan deformasi, disintegrasi, dan gaya yang diberikan serta (4) diukur secara objektif sebagai fungsi dari massa, waktu dan jarak. Persepsi manusia terhadap tekstur tidak hanya ditentukan ketika produk pangan berada di dalam mulut. Faktor lain seperti penampakan dan pengaruh indera pendengaran juga memberikan persepsi tentang tekstur suatu produk (Kilcast, 2004). Skema persepsi manusia terhadap kualitas suatu produk pangan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram skematik dari persepsi indera manusia terhadap produk pangan (Kilcast, 2004)
15
Persepsi tekstur yang diterima oleh manusia melalui indera peraba dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu: somesthesis (secara taktil) yang merupakan respon yang diperoleh manusia melalui sentuhan dari kulit, dan kinesthesis yaitu respon yang diterima melalui aktivitas otot dan tendon. Stimulus sentuhan dapat dilakukan melalui pengujian produk pangan menggunakan tangan dan jari sedangkan kontak oral (kinesthesis) diperoleh melalui pengujian di dalam mulut akibat aktivitas bibir, lidah, langit-langit mulut dan gigi (Kilcast, 1999). Analisis tekstur produk pangan dapat dilakukan secara organoleptik menggunakan indera manusia ataupun secara instrumen menggunakan alat. Analisis tekstur secara organoleptik memberikan hasil yang subjektif dan beragam, tergantung pada penilaian yang diberikan oleh panelis dalam pengujian. Sebaliknya, analisis secara instrumen akan memberikan hasil yang lebih akurat karena bersifat objektif (Peleg, 1983). Menurut Smewing (1999), analisis tekstur dapat dilakukan menggunakan alat atau instrumen seperti Instron, LFRA Texture Analyser, dan Stable Micro System TA-XT2i Texture Analyser. Menurut Scott-Blair (1958) yang dikutip Rosenthal (1999) teknik instrumental untuk pengukuran tekstur pangan dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu : (1) pengukuran empiris, yaitu metode yang mengukur atribut mekanik produk dengan mengkombinasikan beberapa tipe prinsip pengujian seperti penetrasi, kompresi, pemotongan, dan sebagainya; (2) pengukuran imitatif, yaitu metode pengukuran yang didesain dengan mengimitasi proses pengunyahan makanan di dalam mulut manusia. Dalam hal ini Texture Profile Analysis (TPA) merupakan metode yang paling umum dipakai; (3) pengukuran fundamental, yaitu metode yang mengukur atribut reologi atau fisik seperti viskositas atau modulus elastis. Texture Profile Analysis (TPA) merupakan bentuk penilaian objektif dari analisis tekstur secara sensori. Pada TPA, probe akan melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dapat dianalogikan sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah atau menggigit makanan (Larmond, 1976). Oleh karena itu, TPA disebut juga sebagai “two-bite test”. Larmond (1976), menyatakan bahwa analisis menggunakan TPA merupakan analisis yang multipoint karena hanya dengan sekali analisis akan
16
diperoleh nilai dari beberapa parameter tekstur. Parameter tekstur yang dapat diukur menggunakan TPA meliputi hardness, fracturability, springiness, cohesiveness, adhesiveness, gumminess dan chewiness. Definisi parameterparameter dari grafik TPA tersebut beserta cara perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4. Tabel 3. Definisi parameter tekstur dari grafik TPA Parameter Hardness/ firmness
Definisi Gaya
yang
diberikan
hingga
terjadi
perubahan
bentuk
(deformasi) pada objek
Fracturability/ Titik dimana besarnya gaya yang diberikan membuat objek brittleness
menjadi patah (break/fracture). Fracturability sangat berkaitan dengan hardness dan cohesiveness.
Adhesiveness
Gaya yang dibutuhkan untuk menahan tekanan yang timbul diantara permukaan objek dan permukaan benda lain saat terjadi kontak antara objek dengan benda tersebut
Springiness/ elasticity Cohesiveness
Laju suatu objek untuk kembali kebentuk semula setelah terjadi perubahan bentuk (deformasi) Kekuatan dari ikatan-ikatan yang berada di dalam objek yang menyusun bentuk objek
Gumminess
Tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan (memecah) pangan semi padat menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Gumminess berhubungan dengan hardness dan cohesiveness
Chewiness
Tenaga yang dibutuhkan untuk mengunyah (menghancurkan) pangan padat menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Chewiness berhubungan dengan hardness, cohesiveness dan elasticity
Sumber : DeMan (1985) Nilai dari beberapa parameter tekstur TPA dapat langsung ditentukan dari grafik yang dihasilkan. Namun terdapat pula beberapa parameter yang nilainya bergantung pada parameter lain. Parameter tersebut yaitu gumminess dan chewiness. Gumminess merupakan hasil perkalian antara hardness dan 17
cohesiveness, sedangkan chewiness merupakan hasil perkalian antara gumminess dan springiness.
Gambar 4. Grafik TPA untuk produk pangan secara umum beserta parameter analisis dan perhitungannya (Anonimb, 2010) Szczesniak (1963) yang dikutip oleh Faridi dan Faubion (1990) menyatakan
bahwa
parameter-parameter
tekstur
yang
digunakan
untuk
mengklasifikasikan atribut tekstur secara sensori terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1) karakteristik mekanikal, yaitu reaksi bahan pangan terhadap tekanan yang dipersepsikan oleh indera kinesthesis diantaranya kekerasan, kohesivitas, viskositas, dan kerenyahan, (2) karakteristik geometrikal, yaitu karakteristik yang berhubungan dengan bentuk, ukuran dan orientasi partikel yang dipersepsikan oleh syaraf pengecap dalam mulut atau dengan sentuhan diantaranya gritty, grainy, flaky, stringy, dan smooth, dan (3) karakteristik lainnya meliputi atribut mouthfeel yang berhubungan dengan persepsi terhadap lemak dan air selama proses pengunyahan dan penelanan. Sifat tekstural tahu memainkan peran penting dalam mempengaruhi kualitas dan penerimaan konsumen (Liu et al., 2004). Tekstur tahu yang baik memiliki penampakan yang lembut, kokoh, kompak namun tidak keras dan tidak
18
terlalu elastis (Blazek, 2008). Umumnya, karakteristik tekstur tahu secara objektif dianalisis menggunakan instrumen texture analyser TA-XT2i dengan metode Texture Profile Analysis (TPA). Analisis dilakukan terhadap parameter-parameter mekanik seperti hardness, cohesiveness dan gumminess (Prabhakaran et al., 2006). Hasil analisis TPA menggunakan instrumen TA-XT2i menghasilkan output berupa grafik profil tekstur seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Contoh grafik TPA pada pengukuran tahu (Prabhakaran et al., 2006)
19
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kedelai impor yang diperoleh dari KOPTI, koagulan CaSO4.2H2O dan koagulan CH3COOH. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain NaCl, etanol 70%, NaOH, n-heksana, coomassie brilliant blue G-250, etanol 95%, asam fosforat 85%, dan bovine serum albumin (BSA), K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, Na2S2O3.5H2O, H3BO3, HCl, akuades, indikator metilen, akrilamid, N,N’-metilen bisakrilamid, amonium persulfat (APS), sodium dodecyl sulfate (SDS), tetrametiletilendiamin (TEMED), tris base, glisin, gliserol, bromphenol blue, 2merkaptoetanol, coomassie brilliant blue R-250, methanol, asam asetat glasial, akua-biodestilat, standar low molecular weight protein (LMW). Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan curd antara lain waring blender, blender, hammer-mill, heater, panci, kain saring, penekan curd. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah alat soxhlet, alat kjeldahl, sentrifuge, refraktometer, perangkat alat elektroforesis, tabung Eppendorf, mikropipet, magnetic stirrer, shaker, gelas piala, timbangan analitik, pH meter, labu takar, gelas ukur, hot plate, sudip, sarung tangan, spektrofotometer, tabung reaksi, kuvet, pipet, vortex, alat gelas untuk analisis sensori dan perangkat alat analisis tekstur (TA-XT2i). B. TAHAPAN PENELITIAN Secara umum, penelitian ini terdiri dari dua tahapan. Tahap pertama merupakan tahap persiapan berupa penguasaan teknik pembuatan curd dan penetapan
proses standar pembuatan curd. Tahap kedua merupakan tahapan
penelitian utama. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap bahan baku kacang kedelai serta produk hasil berupa curd dan whey curd. 1. Tahap Persiapan Penguasaan teknik pembuatan curd dilakukan di pabrik tahu Sumedang ‘Diazara Tresna’ di daerah Dermaga Bogor selama satu minggu.
Teknik dan proses yang diperoleh selama tahapan ini diaplikasikan dalam pembuatan curd pada skala laboratorium. Penetapan proses standar pembuatan curd skala laboratorium dilakukan secara trial and error dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan tekstur curd. Faktor-faktor yang dipertimbangkan yaitu jenis dan konsentrasi koagulan yang digunakan, perbandingan total penambahan air, kandungan padatan total susu kedelai, suhu koagulasi, waktu koagulasi serta tekanan penekan cetakan curd. 2. Tahap Penelitian Utama Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap bahan baku tepung kedelai, curd yang diperoleh melalui standar proses pada tahapan pertama, serta whey hasil sampingan produk curd. Analisis yang dilakukan meliputi analisis tekstur curd secara subjektif dan objektif, analisis kadar protein Kjeldahl, analisis kadar air, analisis pH whey curd, analisis transmittan whey curd, fraksinasi protein metode Osborne, analisis kadar protein Bradford, dan analisis SDS-PAGE. Skema penelitian pada tahap analisis ini dapat dilihat pada Gambar 6. C. PROSEDUR ANALISIS 1. Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI, 1992 yang Dimodifikasi) Sejumlah sampel (1-2 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan berdasarkan berat basah dengan menggunakan rumus :
Dimana : a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)
21
%
! "
$
$
$
Gambar 6. Skema penelitian tahap 2 : Analisis
#
22
2. Analisis
Kadar
Protein
Metode
Kjeldahl
(AOAC,
1995
yang
Dimodifikasi) Sejumlah sampel (100-250 mg) ditimbang ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4 , 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih, lalu didinginkan. Sejumlah kecil akuades diteteskan secara perlahan lewat dinding labu kemudian labu digoyang pelan agar kristal yang terbentuk larut kembali. Isi labu kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml akuades. Selanjutnya ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3 ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer yang berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator metilen red-metilen blue diletakkan di bawah kondensor dengan kondisi ujung kondensor terendam di bawah larutan H3BO3. Destilasi dilakukan hingga diperoleh destilat sebanyak ± 15 ml. Destilat yang diperoleh selanjutnya diencerkan hingga ± 50 ml dan dititrasi dengan HCl terstandar sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan rumus : N=
ml HCl-ml blanko)
Kadar protein
× N HCl ×
g g bahan basah =%N ×Faktor konversi 100
3. Analisis pH dan Transmittan Whey Curd (Moizuddin et al., 1999) Tingkat keasaman whey hasil koagulasi dan pengepresan curd diukur dengan menggunakan pH meter pada suhu ruang, sedangkan % transmittan (%T) whey diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 400 nm. 4. Fraksinasi Protein Metode Osborne (Lookhart dan Bean, 1995 yang Dimodifikasi) Fraksinasi Osborne dilakukan terhadap kacang kedelai giling dan curd tahu dengan terlebih dahulu menghilangkan kandungan lemak yang terdapat di dalam sampel. Sampel yang telah dihilangkan lemaknya (50-100 mg) diekstraksi secara bertahap dengan menggunakan pelarut akua-biodestilat,
23
NaCl 0.5 N, etanol 70%, dan NaOH 0.2% untuk memperoleh fraksi albumin, globulin, prolamin dan glutelin secara berturut-turut. Skema fraksinasi Osborne dapat dilihat pada Gambar 7. &0("+((
"
2 3 .% (40 3 2 5(6 2 3 (4/6 &-((7%,
&'(
)*
,
+
+(
&+/0((
,
-. ,
10
# "
2 3 .% (40 3 2 5(6 2 3 (4/6 &-((7%,
&*
1+
,
0
&+/0((
10
-. ,
# "
2 3 .% (40 3 2 5(6 2 3 (4/6 &-((7%,
&*
1+
,
0
&+/0((
10
-. ,
#
Gambar 7. Skema fraksinasi protein metode Osborne 24
5. Analisis Kadar Protein Metode Bradford (Owusu-Apenten, 2002) a. Preparasi pereaksi Bradford Sebanyak 100 mg pewarna CBB G-250 dilarutkan ke dalam 50 ml etanol 95%. Selanjutnya ditambahkan 100 ml asam fosforat 85% dan ditepatkan hingga 1 L dengan menggunakan akuades. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas Whatman No.1 dan disimpan dalam botol gelap. b. Pembentukan kurva standar Sebanyak 100 ul larutan BSA (100-1000 ug/ml) dipipet ke dalam tabung reaksi berukuran 1.2 x 10 cm. Kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi Bradford. Larutan kemudian divorteks dan diukur secara spektrofotometri pada
= 595 nm setelah 5 menit. Untuk blanko,
sebanyak 100 ul akuades ditambahkan 5 ml perekasi Bradford dan diukur dengan cara yang sama. Kurva standar yang diperoleh digunakan untuk mengukur konsentrasi sampel. c. Pengukuran sampel Sebanyak 100 ul sampel dipipet ke dalam tabung reaksi berukuran 1.2 x 10 cm. Kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi Bradford. Larutan kemudian divorteks dan diukur secara spektrofotometri pada = 595 nm setelah 5 menit. 6. Analisis SDS-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (Bolag dan Edelstein, 1991) Analisis SDS-PAGE dilakukan menggunakan gel akrilamid dengan konsentrasi separating gel 12% dan stacking gel 5%. Sampel yang dielektroforesis adalah supernatan protein hasil fraksinasi dengan metode Osborne dari sampel kacang kedelai giling dan curd kedelai. Tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan SDS-PAGE adalah 1) pembuatan separating gel; 2) pembuatan stacking gel; 3) preparasi dan injeksi sampel;
25
4) running SDS-PAGE; 5) pewarnaan gel; 6) destaining gel; dan 7) penentuan berat molekul protein-protein yang terpisahkan. Pembuatan larutan stok dan larutan kerja untuk analisis SDS-PAGE dapat dilihat pada Lampiran 1. 1) Pembuatan separating gel Dua lempengan kaca (mini slab) yang akan digunakan sebagai cetakan gel dirangkai sesuai dengan petunjuk pemakaian. Sebanyak 4 ml larutan A dipipet ke dalam gelas piala, kemudian ditambahkan 2.5 ml larutan B dan 3.5 ml akua-biodestilat. Campuran kemudian diaduk perlahan dengan menggoyangkan gelas piala. Selanjutnya, sebanyak 50 ul APS 10% dan 5 ul TEMED ditambahkan ke dalam campuran dan diaduk kembali dengan perlahan. Campuran dimasukkan ke dalam lempengan kaca (mini slab) tanpa menimbulkan
gelembung udara dengan
menggunakan mikropipet sampai sekitar 1 cm dari atas lempengan. Bagian yang tidak diisi gel diberi akuades untuk meratakan gel yang terbentuk. Gel kemudian dibiarkan mengalami polimerisasi selama 30-60 menit. 2) Pembuatan stacking gel Air dibuang dari atas separating gel dan dikeringkan dengan menggunakan tissue. Akua-biodestilat, larutan A, dan larutan C masingmaasing sebanyak 2.3 ml, 0.67 ml, dan 1.0 ml dicampurkan ke dalam gelas piala dan diaduk perlahan dengan cara menggoyangkan gelas piala. Selanjutnya, sebanyak 30 ul APS 10% dan 5 ul TEMED ditambahkan ke dalam campuran dan diaduk kembali dengan perlahan. Kemudian sisir dimasukkan dengan cepat tanpa menimbulkan gelembung udara. Stacking gel dibiarkan mengalami polimerisasi selama 30-60 menit. Setelah gel berpolimerisasi, sisir diangkat dari atas gel dengan perlahan dan slab ditempatkan ke dalam wadah elektroforesis. Buffer elektroforesis dimasukkan ke dalam wadah elektroforesis di bagian dalam dan luar agar gel terendam.
26
3) Preparasi dan injeksi sampel Sebanyak 40 ul sampel dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf dan ditambahkan 10 ul buffer sampel. Tabung kemudian dipanaskan selama 5 menit dalam air mendidih 100oC. Sampel kemudian siap diinjeksikan ke dalam sumur menggunakan mikropipet. Mikropipet dibilas menggunakan akuades setiap kali ingin memesukkan sampel lain. Pada salah satu sumur, ditempatkan sebanyak 7 ul protein marker. 4) Running SDS-PAGE Katup elektroda dipasang dengan arus mengalir ke anoda. Sumber listrik dinyalakan dan dijaga konstan pada 70 V. Running dilakukan selama 180 menit sampai migrasi dye tersisa sekitar 0.5 cm dari dasar. Setelah selesai, aliran listrik dimatikan dan katup elektroda dilepaskan, lalu plat gel dipindahkan dari elektroda. 5) Pewarnaan gel Gel diangkat dari slab dan dipindahkan ke dalam wadah tertutup yang telah berisi pewarna coomassie brilliant blue (kurang lebih 20 ml). Kemudian diagitasi dalam rotary shaker selama 5-10 menit. 6) Destaining gel Gel diangkat dan dicuci dengan menggunakan akuades beberapa kali. Larutan penghilang warna ditambahkan (destaining solution) dan diagitasi dalam rotary shaker hingga latar belakang pita protein menjadi terang. Selanjutnya, larutan penghilang warna dibuang dan gel siap dianalisis. 7) Penentuan berat molekul protein yang terpisahkan Berat molekul protein sampel dapat dihitung dari persamaan regresi antara mobilitas relatif protein marker (penanda protein) dengan logaritma dari berat molekul marker yang telah diketahui.
27
Mobilitas relatif protein dihitung dengan membandingkan jarak migrasi protein diukur dari garis awal separating gel sampai ujung pita protein yang dibandingkan dengan jarak migrasi tracking dye. Mobilitas relatif tersebut dirumuskan sebagai: jarak migrasi protein ! " #$ %&'( )*+ 7. Analisis Tekstur Curd secara Objektif Tekstur curd dianalisis dengan metode Texture Profile Analysis (TPA) menggunakan alat TA-XT2i. Setting alat TA-XT2i untuk pengukuran TPA curd dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Setting TA-XT2i untuk pengukuran TPA curd Pre-test speed
1.5 mm/sec
Test speed
1.5 mm/sec
Post-test speed 1.0 mm/sec Target mode
0 = distance
Unit distance
% strain
Distance
30%
Time
5 sec
Trigger type
0 = Auto (force)
Unit force
grams
Trigger force
20 g
Tare mode
0 = Auto
Pengukuran sampel curd dilakukan sebanyak empat kali dari empat titik yang berbeda. Sampel curd yang akan diukur dipotong berbentuk silinder dengan diameter ±1 cm. Sampel dianalisis menggunakan probe P/100 dengan diameter 100mm. Parameter yang diukur menggunakan metode TPA adalah hardness, cohesiveness dan gumminess.
28
8. Analisis Tekstur Curd secara Subjektif Sampel curd segar dianalisis secara subjektif dengan melakukan dua pendekatan sensori, yaitu penekanan menggunakan telunjuk dan ibu jari oleh panelis terlatih dan pengujian sensori oleh panelis umum terhadap 3 parameter sensori, yaitu: kekerasan pada saat penggigitan, mouthfeel rapuh (brittle) pada saat pengunyahan dan kesukaan terhadap tekstur tahu secara keseluruhan. a. Penekanan sampel curd menggunakan telunjuk dan ibu jari Serangkaian uji segitiga terhadap kekerasan penekanan curd dilakukan dalam beberapa tahap untuk menyeleksi panelis. Selanjutnya, calon panelis terlatih diberikan pelatihan mengenai pengujian kekerasan curd menggunakan telunjuk dan ibu jari. Pelatihan yang dilakukan meliputi teknik pengujian, penyamaan persepsi kekerasan, penentuan sampel referen dan teknik penilaian organoleptik. Dalam proses pelatihan, dilakukan uji rating sampel tahu komersial terhadap sampel referen hingga diperoleh konsistensi panelis pada penilaian sampel tahu komersial. Selanjutnya, panelis diminta menguji sampel curd segar mentah menggunakan uji rating 9 skala, dimana skala 1 = amat sangat lunak dan skala 9 = amat sangat keras. Kuesioner uji penekanan sampel curd dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengolahan data uji penekanan menggunakan bantuan program statistik SPSS. b. Pengujian sensori oleh panelis umum Sebanyak 30 orang panelis umum diminta untuk melakukan penilaian terhadap 3 parameter sensori, yaitu kekerasan pada saat penggigitan, mouthfeel rapuh (brittle) pada saat pengunyahan dan kesukaan terhadap tekstur curd secara keseluruhan ketika berada di dalam mulut. Pengujian dilakukan menggunakan 9 skala rating terhadap sampel curd yang telah dikukus. Kuesioner uji rating oleh panelis umum dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengolahan data uji rating menggunakan bantuan program statistik SPSS.
29
D. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan meliputi jenis koagulan ( ) dan konsentrasi koagulan ( ). Faktor jenis koagulan terdiri atas dua taraf, yaitu CaSO4.2H2O ( 1) dan CH3COOH ( 2), sedangkan konsentrasi koagulan terdiri atas tiga taraf, yaitu 0.015 N ( 1), 0.030 N ( 2), dan 0.045 N ( 3). Model matematika untuk rancangan percobaan ini adalah: Yijk = µ + dimana: Yijk µ
i+
j
= respon pada perlakuan
+(
)ij +
ij
ke-i, perlakuan
ke-j, ulangan ke-k
= pengaruh rata-rata sebenarnya i
= pengaruh perlakuan jenis koagulan ke-i
j
= pengaruh perlakuan konsentrasi koagulan ke-j
(
)ij = pengaruh interaksi ij
ke-i dan
ke-j
= pengaruh acak (galat pada perlakuan ke-i kelompok ke-j)
i
= 1, 2
j
= 1, 2, 3
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TAHAP PERSIAPAN 1. Penguasaan Teknik Pembuatan Curd Pada tahap pertama persiapan dalam penelitian ini, dilakukan kegiatan magang selama satu minggu di pabrik tahu Sumedang ‘Diazara Tresna’ yang terletak di daerah Dermaga, Bogor. Melalui kegiatan magang ini, peneliti diharapkan dapat mengetahui dan menguasai teknik dan tata cara pembuatan tahu yang baik dan benar. Teknik dan tata cara pembuatan tahu yang diperoleh kemudian dijadikan sebagai acuan dalam proses pembuatan curd. Pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ menggunakan kacang kedelai yang diperoleh dari KOPTI (Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia). Kedelai yang digunakan merupakan kedelai varietas Amerika dengan mutu baik yang biasa digunakan untuk pembuatan tahu. Kedelai yang dipesan dikirimkan ke pabrik setiap kali stok bahan baku mendekati habis. Kedelai yang belum diolah disimpan di dalam karung plastik dalam ruangan gudang khusus bahan. Pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ memiliki alat penggiling kedelai (waring blender), tungku api dengan kuali perebus bubur kedelai di atasnya yang berukuran besar (diameter 90 cm, kedalaman 40 cm) dan terbuat dari stainless steel, tempat penampungan susu kedelai yang terbuat dari kayu, perangkat pengepress dan pencetak kayu dengan ukuran 42 cm x 42 cm, serta tungku api besar dengan wajan penggorengan besar (diameter 105 cm kedalaman 30 cm) yang terbuat dari stainless steel. Dalam proses pembuatan tahu, pabrik tahu ini menggunakan whey tahu hasil fermentasi selama 2 hari sebagai koagulan. Proses pembuatan tahu dilakukan setiap hari mulai pukul 7 pagi hingga selesai pukul 2 siang. Lamanya waktu kerja mereka ditentukan dari jumlah produksi yang akan mereka lakukan pada hari itu, sedangkan jumlah produksi mereka tergantung dari berapa banyaknya pesanan tahu pada hari yang sama.
Takaran proses yang digunakan dalam proses produksi tahu di pabrik ini cenderung tidak spesifik. Produsen tidak memiliki takaran yang tetap dalam proses produksinya, sehingga diperlukan penetapan proses baku dalam penelitian utama nantinya. Tahapan proses produksi tahu Sumedang secara umum di pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ disajikan dalam Gambar 8.
!
!
8-$
1
!
9
!
9
!
! !
1 !
!
!
!
!
Gambar 8. Diagram alir pembuatan tahu Sumedang di pabrik ‘Diazara Tresna’ 32
2. Penentuan Proses Standar Pembuatan Curd Penentuan proses standar pembuatan curd merupakan langkah kedua dalam tahap persiapan. Hal ini dilakukan karena adanya beberapa alasan teknis, yaitu: (1) tidak adanya takaran yang tepat dalam proses produksi tahu di pabrik yang menjadi acuan proses, (2) penelitian utama dilakukan pada skala laboratorium yang lebih kecil sehingga diperlukan adanya penyesuaian dengan keadaan dan alat yang tersedia, (3) penelitian memerlukan proses pembuatan curd yang reproducible, yang dapat memberikan hasil konsisten. Penentuan proses standar pembuatan curd dilakukan melalui trial and error dengan menggunakan acuan proses pembuatan tahu di pabrik ’ Diazara Tresna’ . Standar proses pembuatan curd dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9. Proses koagulasi susu kedelai menjadi curd merupakan proses interaksi yang kompleks antar beberapa variabel. Setidaknya terdapat 11 variabel yang mempengaruhi proses terbentuknya curd yaitu jenis kedelai, kualitas kedelai, suhu pemasakan, volume air yang ditambahkan, kandungan padatan, pH, jenis koagulan, jumlah koagulan yang digunakan, waktu koagulasi, jumlah pengadukan dan penekanan curd (Obatolu, 2007). Oleh karena itu, dalam penentuan standar proses pembuatan curd ini perlu ditentukan variabel proses yang mungkin mempengaruhi variasi hasil curd sehingga hanya variabel jenis dan konsentrasi koagulanlah yang diharapkan akan mempengaruhi pembentukan tekstur curd. Variabel proses tersebut adalah jenis dan konsentrasi koagulan yang akan digunakan, perbandingan total penambahan air, kandungan padatan total susu kedelai, suhu koagulasi, waktu koagulasi serta tekanan penekan curd. Koagulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah CaSO4.2H2O dan CH3COOH. Dua koagulan ini dipilih karena merupakan koagulan yang berbeda dalam hal jenisnya, yaitu jenis sulfat (CaSO4.2H2O) dan asam (CH3COOH).
Konsentrasi
koagulan
ditentukan
melalui
pengamatan
koagulasi pada konsentrasi rendah yaitu 0.005 N; 0.010 N; 0.015 N; dan 0.020 N. Adapun penghitungan normalitas koagulan didasarkan pada volume susu kedelai yang digunakan, sehingga massa koagulan yang harus ditimbang
33
mengikuti rumus m = N x Tv x M, dimana m = massa koagulan (gram), N = normalitas (N), Tv = total volume susu kedelai (L), M = massa ekivalen koagulan (gr ekivalen). Dari hasil pengamatan, penggunaan koagulan CH3COOH pada konsentrasi 0.010 N telah dapat mengkoagulasi protein dalam susu kedelai sedangkan penggunaaan koagulan CaSO4.2H2O baru dapat mengkoagulasi susu pada konsentrasi 0.015 N. Sehingga konsentrasi minimal koagulan yang akan digunakan adalah 0.015 N.
!
&+:+(,
8;$
!
!
!
&+:;,
<( .
!
= &,
! &+:-,
!
!
'
+(
! -45+ 2
/
'(
!
&+:0,
(b)
!
!
06
(a) !
=
+,/,
! 1)
Akuades : susu kedelai = 1:50 Untuk CaSO4.2H2O dilarutkan pada akuades 55oC
2)
(c)
Gambar 9. Proses standar pembuatan curd yang meliputi: (a) persiapan susu kedelai, (b) koagulasi, (c) persiapan koagulan
34
Penentuan perbandingan total penambahan air dilakukan dengan melihat kondisi proses koagulasi apabila digunakan total penambahan air sebanyak 1:10, 1:15, dan 1:20. Dari hasil pengamatan secara visual, perbandingan 1:15 dipilih sebagai perbandingan terbaik karena lapisan film dan kerak yang terbentuk relatif sangat sedikit dan rendemen curd yang dihasilkan cukup banyak. Pada total penambahan air 1:10 terjadi pembentukan kerak yang terlalu banyak pada dasar wadah yang digunakan untuk memanaskan susu, selain itu permukaan susu kedelai membentuk lapisan film sehingga menyulitkan proses penambahan koagulan ke dalam susu. Berbeda dengan perbandingan 1:20 dimana rendemen curd yang dihasilkan terlalu sedikit, akibatnya dibutuhkan susu dalam jumlah yang lebih banyak untuk menghasilkan jumlah curd yang sama. Kandungan padatan total, yang diukur dengan refraktometer, berhubungan dengan penambahan total air ketika pembuatan susu kedelai. Pada perbandingan 1:10, 1:15, dan 1:20 masing-masing memberikan total padatan yang tidak pernah kurang dari 6%, 5%, dan 4% Brix sehingga padatan total untuk perbandingan air 1:15 dapat langsung ditentukan, yaitu 5% Brix. Suhu koagulasi kedelai ditentukan melalui evaluasi proses koagulasi pada temperatur 70 oC,80 oC, dan 90oC menggunakan konsentrasi koagulan terkecil. Pada suhu koagulasi rendah, yaitu 70oC, proses koagulasi berlangsung sangat lambat sehingga proses pembuatan curd cenderung terlalu lama, sebaliknya pada suhu koagulasi yang tinggi, yaitu 90oC, koagulasi berlangsung terlalu cepat sehingga partikel koagulat yang dihasilkan kecil, akibatnya curd menjadi sulit untuk dicetak. Suhu 80oC dipilih karena memberikan waktu koagulasi yang tidak terlalu lambat dan curd masih dapat dicetak. Waktu koagulasi ditentukan melalui pengamatan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mengkoagulasi seluruh protein menggunakan koagulan CaSO4.2H2O dengan konsentrasi minimal. Hal ini dikarenakan koagulan CaSO4.2H2O memiliki kelarutan yang sangat rendah di dalam air, sehingga menyebabkan proses koagulasi menggunakan jenis koagulan ini relatif lambat
35
dibandingkan jenis koagulan lainnya (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Indikator selesainya waktu koagulasi dilihat dari telah terpisahnya bagian curd dengan bagian whey dan warna whey menjadi jernih (transparan). Waktu koagulasi 10 menit dipilih karena waktu tersebut telah mampu mengkoagulasi seluruh protein susu menggunakan koagulan CaSO4.2H2O pada konsentrasi koagulan minimal, yaitu 0.015 N. Tekanan penekan curd ditentukan sebesar 4.71g/cm2 selama 30 menit. Nilai ini ditentukan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ . Besar tekanan penekan sebesar 4.71 g/cm2 dan waktu penekanan selama 30 menit dipilih karena pertimbangan kesamaan desain alat penekan curd dengan yang dimiliki oleh pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ . Hasil pengukuran tekanan penekan curd di ‘Diazara Tresna’ dapat dilihat pada Lampiran 4. Kedelai yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari satu sumber yang sama (kedelai KOPTI). Suhu pemasakan bubur kedelai dan jumlah pengadukan dijaga agar selalu sama setiap kali pembentukan curd dilakukan, sedangkan pH susu kedelai relatif tidak akan memiliki perbedaan bila digunakan bahan dan teknik yang sama. Oleh karena itu variabel-variabel tersebut diasumsikan tidak akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukan tekstur curd. B. PENELITIAN UTAMA 1. Profil Koagulasi Proses koagulasi protein kedelai diawali dengan pembuatan susu kedelai. Total penambahan air yang digunakan untuk membuat susu kedelai dalam penelitian ini adalah 1:15 yang menghasilkan padatan total susu kedelai sebesar 5% Brix. Padatan ini diasumsikan mewakili konsentrasi protein yang terdapat dalam susu. Total padatan susu kedelai penting dalam tahap koagulasi susu, karena semakin banyak protein yang terdapat dalam susu, koagulan yang dibutuhkan akan semakin banyak (Blazek, 2008).
36
Proses koagulasi koagulasi susu kedelai memerlukan pemanasan sebagai prekursor terjadinya agregasi protein (Boye, et al., 1997). Pada penelitian ini, dilakukan dua kali pemanasan, yaitu: (1) pemanasan pada suhu 100oC selama 3 menit saat pembuatan susu kedelai, yang tujuan utamanya utamanya adalah untuk mengekstrak protein kedelai serta mendenaturasi struktur alami protein kedelai, dan (2) pemanasan susu kedelai pada suhu 80oC sebelum tahap koagulasi yang tujuannya adalah mempercepat proses koagulasi protein. Koagulasi dengan koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH pada konsentrasi 0.015 N, 0.030 N dan 0.045 N menunjukkan bahwa proses koagulasi dengan masing-masing koagulan terjadi pada kondisi pH yang berbeda. Dari hasil pengujian statistik ANOVA (Lampiran 6), terlihat adanya pengaruh yang nyata dalam hal penggunaan penggunaan koagulan terhadap pH whey.
Koagulan CaSO4.2H2O memberikan kondisi koagulasi pada pH yang lebih tinggi dibandingkan koagulan CH3COOH. Selain itu, peningkatan konsentrasi koagulan juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH whey. Semakin
tinggi konsentrasi koagulan yang digunakan akan menyebabkan pH whey semakin rendah. Nilai pH whey tertinggi (yang terjadi pada konsentrasi 0.015 N) untuk koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing-masing adalah 5.96 dan 5.26, sedangkan nilai pH whey terendah (yang terjadi pada konsentrasi 0.045 N) untuk koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing-masing adalah 5.69 dan 4.71. Grafik hubungan pH whey dengan jenis dan konsentrasi koagulan dapat dilihat pada Gambar 10.
5
;4-+ ;4-+
;
04>; 04<+ 04;>
;4-+ 04/;
0 -
-4>(
-45+ (4(+0 3
'
(4('( 3
/
(4(-0 3
+ ( .
Gambar 10.
-4/ /
. '.
Grafik hubungan pH whey dengan jenis dan konsentrasi koagulan
37
Mekanisme koagulasi dengan CH3COOH disebabkan oleh penurunan pH di sekitar titik isoelektrik kedelai. Menurut Pearson (1983), kedelai memiliki kelarutan minimum pada pH 3.75-5.25, sedangkan kelarutan maksimal protein kedelai pada sisi asam (di bawah titik isoelektriknya) terjadi pada pH 1.5-2.5 dan pada sisi basa
(di atas titik isoelektriknya) pada pH 6.3.
Sebaliknya, koagulasi dengan koagulan CaSO4.2H2O terjadi pada kondisi pH yang jauh dari titik isoelektrik protein kedelai. Hal ini disebabkan karena CaSO4.2H2O mengkoagulasi protein melalui mekanisme pembentukan ikatan antara protein dengan ion Ca2+. Pengukuran kadar protein Bradford whey dan transmittan whey hasil pengepresan curd dilakukan dengan tujuan untuk menduga banyaknya protein yang terkoagulasi oleh perlakuan jenis dan konsentrasi koagulan. Tabel 5 menunjukkan hasil pengukuran kadar protein Bradford whey dan transmittan whey. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8), terlihat bahwa jenis koagulan berpengaruh nyata terhadap kadar protein whey, dimana nilai ratarata untuk koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing-masing adalah 0.7852 mg/ml dan 0.7104 mg/ml. Sementara itu, jenis maupun konsentrasi koagulan berpengaruh nyata terhadap nilai transmittan whey yang dihasilkan (Lampiran 10). Nilai rata-rata transmittan whey untuk penggunaan koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing-masing adalah 45.25% dan 64.35%. Peningkatan konsentrasi koagulan cenderung memberikan nilai transmittan yang semakin tinggi meskipun pada konsentrasi 0.030 N dan 0.045 N tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Tabel 5. Kadar protein whey dan transmittan whey Jenis Koagulan CaSO4.2H2O
CH3COOH
Konsentrasi Kadar Protein* Transmittan (N) (mg/ml) (%T) 0.015 0.030 0.045 0.015 0.030 0.045
0.8533a 0.7613a 0.7409a 0.7353a 0.6888a 0.7071a
22.55a 56.32b 56.87b 60.95bc 67.29d 64.80cd
Nilai rataan dengan superskrip yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) *Diukur dengan metode Bradford
38
Dari data-data tersebut, ada indikasi bahwa koagulan CH3COOH lebih efektif dalam mengkoagulasi protein. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya nilai transmittan whey yang diperoleh pada penggunaan koagulan CH3COOH, yang berarti rendahnya kadar protein terlarut yang tersisa di dalam whey. Indikasi ini didukung oleh data kandungan protein whey yang terukur dengan metode Bradford, dimana koagulan CH3COOH memberikan nilai rata-rata kadar protein yang lebih rendah daripada koagulan CaSO4.2H2O. Selain itu, peningkatan konsentrasi koagulan juga memberikan indikasi peningkatan jumlah protein yang terkoagulasi melalui peningkatan transmittan whey, meskipun pengaruh peningkatan konsentrasi koagulan ini tidak diiringi dengan pengaruh yang nyata pada penurunan konsentrasi protein whey yang terukur. Parameter kadar protein Bradford dan transmittan whey memberikan hubungan yang berbanding terbalik satu dengan lainnya dengan nilai korelasi yang tinggi (Lampiran 11). Grafik hubungan antara kadar protein Bradford dan transmittaan whey dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan
Tabel
5,
rentang
nilai
transmittan
whey
curd
CaSO4.2H2O lebih besar dibandingkan CH3COOH. Secara teori, koagulasi dengan koagulan CaSO4.2H2O membutuhkan interaksi antara ion Ca2+ dengan protein, dimana ion tersebut akan bertindak sebagai jembatan yang menghubungkan molekul-molekul protein sehingga agregasi dapat terjadi. Konsentrasi yang rendah pada penggunaan koagulan ini akan mengurangi agregasi protein yang terbentuk sebagai akibat dari kurangnya ion Ca2+. Hal inilah yang menyebabkan besarnya rentang nilai transmittan whey curd CaSO4.2H2O. Pada konsentrasi 0.015 N, ion Ca2+ belum mampu mengkoagulasi protein dengan optimal. Koagulan CaSO4.2H2O baru dapat mengkoagulasi dengan optimal pada konsentrasi 0.030 N dan 0.045 N. Sebaliknya, pada penggunaan koagulan CH3COOH, koagulasi terjadi dengan memanfaatkan kondisi pH isoelektrik protein tanpa membutuhkan kehadiran ion yang bertindak sebagai penghubung molekul protein, akibatnya pada konsentrasi koagulan yang rendah (0.015 N) penggunaan koagulan ini telah dapat mengkoagulasi protein lebih banyak karena titik isoelektrik telah tercapai.
39
$
(4>( (4<0 (4<(
!" !#
;( 0( -( '( /( +( (
6
(450 (45( (4;0
(4(((
(4(+0 %
(4('( %
(4(-0
"
;<
(45(45' (45/ (45+ (45( (4;> (4;<
$
;; ;;/ ;(
!" !#
(a)
6
(4((( (4(+0 (4('( (4(-0 %
%
"
(b) Gambar 11.
Grafik hubungan antara konsentrasi koagulan dengan transmittan dan kadar protein Bradford whey pada penggunaan koagulan: (a) CaSO4.2H2O dan (b) CH3COOH
Tabel 6 menunjukkan kadar protein dan kadar air sampel curd yang terbentuk melalui penggunaan koagulan pada konsentrasi tertentu. Melalui analisis ragam (Lampiran 13 dan 15), terlihat bahwa penggunaan jenis serta konsentrasi koagulan berpengaruh nyata terhadap kadar protein maupun kadar air sampel curd. Nilai rata-rata kadar protein dan kadar air untuk penggunaan koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH dalam basis basah masing-masing adalah 8.86% dan 10.93% untuk kadar protein serta 83.48% dan 77.96% untuk kadar air. Data protein curd tersebut ikut menjelaskan bahasan yang telah dipaparkan sebelumnya. Protein yang terkoagulasi menggunakan koagulan CaSO4.2H2O membentuk matriks curd dengan kandungan protein yang lebih 40
rendah dibandingkan dengan curd yang terbentuk oleh koagulan CH3COOH. Data tersebut juga menunjukkan bahwa konsentrasi koagulan berpengaruh dalam meningkatkan konsentrasi protein curd yang dihasilkan, dimana perbedaan yang nyata terlihat pada konsentrasi 0.015 N dan 0.045 N. Pada curd CaSO4.2H2O, semakin tinggi konsentrasi koagulan yang digunakan akan membuat protein yang terkoagulasi semakin banyak karena peningkatan konsentrasi ion Ca2+ untuk membentuk jembatan penghubung protein. Sementara itu, pada curd CH3COOH, peningkatan konsentrasi koagulan akan membuat protonasi pada gugus COO- semakin banyak sehingga koagulasi protein akan meningkat. Tabel 6. Kadar protein* dan kadar air curd Jenis Koagulan
Konsentrasi (N)
Kadar Protein** (g/100g)
0.015 0.030 0.045 0.015 0.030 0.045
6.91a 8.86b 10.81c 10.75c 10.97c 11.06c
CaSO4.2H2O
CH3COOH
Kadar Air** (g/100 g) d 87.83 83.32c 79.30b 80.14b 77.29a 76.44a
Nilai rataan dengan superskrip yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) * Diukur dengan metode Kjeldahl ** Diukur dalam basis basah
Curd yang dihasilkan melalui koagulasi dengan CaSO4.2H2O memiliki kandungan air yang lebih tinggi dibandingkan curd dengan koagulan CH3COOH. Selain itu, peningkatan konsentrasi kedua koagulan mengurangi kandungan air di dalam curd secara signifikan. Perbedaan kandungan air pada curd ini disebabkan oleh mekanisme agregasi protein dalam membentuk matriks. Menurut Prabhakaran et al. (2006) penurunan pH pada penggunaan
koagulan
CH3COOH akan
menurunkan
interaksi
elektrostatik yang berupa gaya tolak-menolak antar molekul protein sehingga menyebabkan agregasi protein dan melepaskan air. Sebaliknya, pada koagulan CaSO4.2H2O, air yang terperangkap dalam matriks lebih banyak karena agregasi protein disebabkan oleh koneksi antara ion Ca2+ dengan 41
molekul protein sehingga struktur curd akan lebih renggang dan memerangkap air lebih banyak. Penggunaan koagulan CaSO4.2H2O dengan konsentrasi yang rendah (0.015 N) membuat ikatan yang dihasilkan oleh ion Ca2+ lemah sehingga struktur matriks curd terlalu renggang dan memerangkap air lebih banyak di dalam curd. Apabila konsentrasi CaSO4.2H2O dinaikkan, maka ikatan ion Ca2+ dengan protein yang terbentuk semakin banyak, akibatnya struktur matriks menjadi lebih rapat, koagulasi berjalan lebih cepat dan air yang terperangkap semakin sedikit. Pada penggunaan koagulan CH3COOH, apabila konsentrasi koagulan dinaikkan dari 0.015 N menjadi 0.030 N, kandungan air curd mengalami penurunan yang signifikan dari 80.14% menjadi 77.29%. Selanjutnya, kenaikan konsentrasi koagulan menjadi 0.045 N tidak menurunkan kandungan air curd secara signifikan. Hal ini diduga terjadi karena pada konsentrasi 0.045 N curd dengan koagulan ini sudah tidak dapat lagi mengeluarkan air dari jaringan matriksnya. Curd CH3COOH pada konsentrasi 0.030 N dan 0.045 N diduga memiliki kemampuan menahan air yang paling minimum. 2. Fraksinasi Osborne Fraksinasi Osborne dilakukan untuk memisahkan empat fraksi protein berdasarkan kelarutannya yaitu: (1) albumin yang dilarutkan dalam akuabiodestilat, (2) globulin yang dilarutkan dalam NaCl 0.5 N, (3) prolamin yang dilarutkan dalam etanol 70% dan (4) glutelin yang dilarutkan dalam NaOH 0.2%. Sampel yang akan difraksinasi terlebih dahulu dihilangkan kandungan lemaknya agar tidak mengganggu proses fraksinasi. Untuk sampel tepung, penghilangan lemak dilakukan dengan ekstraksi soxhlet, sedangkan untuk sampel curd, lemak dihilangkan dengan perendaman dalam larutan heksan selama semalam kemudian disentrifuse pada 12500 rpm selama 5 menit. Supernatan yang diperoleh dari proses fraksinasi Osborne diukur kadar proteinnya dengan metode Bradford. Hasil pengukuran kadar protein fraksinasi Osborne untuk seluruh sampel dapat dilihat pada Tabel 7.
42
Tabel 7. Kadar protein sampel untuk masing-masing fraksi Osborne* Sampel
Albumin
Globulin
Prolamin
Glutelin
Total Protein Ekstraksi
Total Protein Kjeldahl
Recovery (%)
Tepung Kedelai
10.4104
3.2546
0.0527
4.5216
18.2393
39.8534
45.77
0.015 N
0.2584a
0.0475a
0.0142a
7.2943a
7.6144a
11.3771a
66.84a
0.030 N
0.2321a
0.1482c
0.0098a
7.7079a
8.0979a
13.8243a
58.57a
0.045 N
0.2092a
0.1934d
0.0377b
8.0279a
8.4682a
14.1568a
59.86a
0.015 N
0.1374a
0.1107b
0.0115a
7.6940a
7.9536a
11.5632a
68.72a
0.030 N
0.0942a
0.1457c
0.0386b
8.7835a
9.0620a
12.7039a
71.36a
0.045 N
0.1117a
0.2027d
0.1521c
10.0866a
10.5532a
16.0330a
65.98a
CaSO4.2H2O
CH3COOH
Nilai rataan dengan superskrip yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) *Diukur dalam satuan mg/100mg berat sampel
Gambar 12 menunjukkan persentasi protein fraksi Osborne per total protein yang terekstrak. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat adanya perubahan persentase protein fraksi Osborne yang terekstrak dari sampel tepung kedelai menjadi sampel-sampel curd. Pada tepung kedelai, albumin menjadi fraksi protein terbesar yang dapat terekstrak, diikuti oleh fraksi glutelin dan fraksi globulin. Prolamin menjadi fraksi terendah yang dapat terekstrak dengan kadar protein yang tidak mencapai 0.1 mg/100mg berat tepung. Belitz dan Grosch (1999) menjelaskan bahwa fraksinasi protein kacang-kacangan berdasarkan kelarutannya, seperti yang dilakukan oleh Osborne, menghasilkan tiga fraksi protein paling dominan dalam kacangkacangan, yaitu albumin, globulin, dan glutelin. Pada kedelai, distribusi ketiga fraksi protein tersebut terdiri atas 10% albumin, 90% globulin, dan 0% glutelin. Perbedaan antara hasil fraksinasi Osborne yang diperoleh dalam penelitian dengan data literatur lebih disebabkan oleh faktor teknis, yaitu metode fraksinasi yang digunakan. Pada penelitian ini, metode fraksinasi Osborne yang dilakukan hanya mencakup pelarutan protein di dalam empat pelarut yang berbeda, tanpa adanya modifikasi lain seperti adanya tahapan dialisis pada setiap langkah fraksinasi.
43
+((6
%
%
506
0(6
/06
(6
Gambar 12.
Persentase protein fraksi Osborne per total protein yang terekstrak
Perbedaan kandungan fraksi protein tepung kedelai yang muncul dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh tidak murninya fraksi Osborne yang diperoleh. Sebagian fraksi globulin memiliki kemampuan untuk dapat larut dalam air (Anglemier dan Montgomery, 1976), sehingga dimungkinkan globulin yang terukur dalam fraksi albumin dalam penelitian ini, ikut larut ketika ekstraksi tahap pertama, yang menggunakan pelarut air, dilakukan. Selain itu tiga kali pelarutan tepung kedelai di dalam pelarut globulin, seperti yang dilakukan dalam penelititan ini, diduga kurang mengekstrak fraksi globulin dengan sempurna, sehingga pada pelarutan terakhir menggunakan NaOH, sisa protein globulin tepung terikut dalam fraksi glutelin. Dugaan ini diperkuat pula dengan hasil elektroforesis yang diperoleh untuk sampel tepung kedelai (Gambar 22). Profil SDS-PAGE fraksi Osborne untuk sampel ini menunjukkan adanya pita-pita dengan berat molekul yang sama antara fraksi albumin, globulin, maupun glutelin. Hasil elektroforesis tepung akan dibahas secara mendalam pada bagian selanjutnya. Pembentukan curd membuat kadar fraksi protein albumin yang terekstrak dengan metode Osborne menjadi lebih rendah (Gambar 12).
44
Albumin curd yang terekstrak dalam penelitian ini memiliki kisaran konsentrasi 0.0942 mg/100mg curd sampai 0.2584 mg/100mg curd dari konsentrasi awal 10.4104 mg/100mg tepung kedelai. Penurunan yang besar ini diduga karena sebagian besar albumin, yang merupakan protein larut air, terbuang ketika pengepressan pada tahap pembentukan curd. Hasil analisis ragam untuk konsentrasi protein fraksi albumin (Lampiran 18a) menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan koagulan maupun pada peningkatan konsentrasi koagulan. Meskipun demikian, hasil interaksi keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein yang dihasilkan. Nilai rataan konsentrasi albumin untuk penggunaan koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing-masing adalah 0.2332 mg/100mg curd dan 0.1144 mg/100mg curd. Konsentrasi albumin pada penggunaan koagulan CaSO4.2H2O lebih tinggi karena matriks curd yang dihasilkan melalui penggunaan koagulan ini memerangkap air lebih banyak sehingga secara tidak langsung akan memerangkap protein larut air lebih banyak. Peningkatan konsentrasi koagulan mempengaruhi konsentrasi albumin yang terbentuk di dalam matriks curd secara signifikan. Semakin tinggi konsentrasi koagulan yang digunakan akan membuat konsentrasi albumin yang terukur dalam matriks curd semakin rendah. Secara teori, peningkatan konsentrasi koagulan akan menurunkan kemampuan struktur matriks curd dalam memerangkap air sebagai akibat dari rapatnya struktur matriks gel yang terbentuk yang mengakibatkan terjadinya sineresis dan curd kehilangan whey lebih banyak. Hal inilah yang diduga menyebabkan penurunan konsentrasi protein larut air dalam matriks curd. Fraksi globulin curd yang terekstrak memperlihatkan penurunan bila dibandingkan dengan fraksi globulin tepung kedelai. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 18b) terlihat bahwa jenis, konsentrasi maupun interaksi keduanya berpengaruh secara nyata terhadap kandungan protein globulin curd. Penggunaan koagulan CH3COOH memberikan konsentrasi protein globulin yang lebih tinggi daripada koagulan CaSO4.2H2O dengan nilai rataan masing-masing adalah 0.1530 mg/100mg curd dan 0.1297 mg/100mg
45
curd. Peningkatan konsentrasi koagulan menghasilkan peningkatan pada konsentrasi globulin secara signifikan. Dari hasil analisis, konsentrasi globulin terendah terdapat pada sampel curd yang dikoagulasi oleh CaSO4.2H2O dengan konsntrasi 0.015 N, sedangkan konsentrasi tertinggi terdapat pada sampel CaSO4.2H2O dan CH3COOH dengan konsentrasi 0.045 N. Kenaikan konsentrasi globulin curd diduga disebabkan oleh peningkatan kadar protein total yang terbentuk. Koagulan dengan konsentrasi lebih tinggi akan mengkoagulasikan protein kedelai lebih banyak sehingga globulin, yang merupakan protein utama penyusun kedelai (Kinsella, 1979), akan terkonsentrasi lebih banyak pula. Berdasarkan bahasan sebelumnya, koagulan CH3COOH akan memberikan konsentrasi protein lebih tinggi daripada koagulan CaSO4.2H2O, oleh karena itu konsentrasi globulin yang terbentuk pada curd yang dikoagulasi oleh CH3COOH cenderung akan lebih tinggi. Sama halnya dengan konsentrasi fraksi globulin, pada fraksi prolamin, juga terdapat pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi yang terbentuk melalui
penggunaan
koagulan
maupun
peningkatan
konsentrasinya
(Lampiran 18c). Nilai rataan pada penggunaan koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing-masing adalah 0.0206 mg/100mg curd dan 0.0674 mg/100mg curd. Peningkatan konsentrasi koagulan dalam pembuatan curd memberikan pengaruh terhadap peningkatan konsentrasi prolamin yang terbentuk secara signifikan. Perbandingan komposisi protein curd untuk fraksi albumin, globulin dan prolamin dapat dilihat pada Gambar 13. Ekstraksi curd dalam larutan NaOH 0.02% menghasilkan nilai konsentrasi yang tinggi untuk fraksi protein glutelin. Kisaran konsentrasi fraksi glutelin pada curd dalam penelitian ini adalah 7.6144 mg/100mg curd sampai 10.5532 mg/100mg curd, lebih tinggi dari fraksi glutelin awal dalam tepung (4.5216 mg/100mg tepung). Secara statistik, penggunaan koagulan dan peningkatan konsentrasi berpengaruh nyata dalam menentukan konsentrasi
protein
glutelin
(Lampiran
18d).
Koagulan
CH3COOH
memberikan nilai rataan lebih tinggi daripada koagulan CaSO4.2H2O.
46
Peningkatan konsentrasi dari 0.015 N menjadi 0.045 N memberikan peningkatan kadar protein secara nyata. Meskipun demikian, konsentrasi glutelin antar sampel yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan yang nyata pada taraf signifikansi 5%. Gambar 14 menyajikan perbandingan konsentrasi glutelin dalam sampel.
.
.
- " (4(+03
(4'(((
.
.
- " (4('(3
(4/0((
.
.
- " (4(-0 3
(4/(((
.
" (4(+03
(4+0((
.
" (4('(3
(4+(((
.
" (4(-03
(4(0(( (4((((
Gambar 13. Perbandingan komposisi tiga protein fraksi Osborne pada enam sampel curd yang diekstrak Menurut Zayas (1997), kelarutan protein akan meningkat dalam larutan yang bersifat basa (di atas titik isoelektrik) dibandingkan pada larutan bersifat asam. NaOH 0.02% merupakan larutan basa encer yang melarutkan seluruh protein yang tersisa dalam tahap fraksinasi sebelumnya. Inilah yang menyebabkan kadar protein glutelin yang terukur pada sampel curd jauh lebih tinggi dibandingkan fraksi lainnya. Berdasarkan data pada Tabel 7, terlihat adanya peningkatan persentase recovery dari sampel tepung menjadi sampel curd yaitu 45.77% menjadi 58.77% sampai 71.36%. Peningkatan persentase recovery ini terjadi karena
47
protein curd lebih mudah diekstraksi daripada protein dalam tepung kedelai. Matriks tepung yang terdiri atas serat menyulitkan ekstraksi oleh medium
pengekstrak dibandingkan curd yang merupakan hasil koagulasi protein kedelai. Secara statistik (Lampiran 18g), penggunaan koagulan akan mempengaruhi persentase recovery, dimana dalam hal ini koagulan
CH3COOH memberikan persentase recovery yang tinggi.
! " '((! " )&
+/4(( <4(( -4(( (4((
Gambar 14. Perbandingan fraksi protein glutelin pada ketujuh sampel 3. Analisis Tekstur Objektif Karakteristik tekstur merupakan salah satu atribut penting yang menentukan penerimaan konsumen. Dalam penelitian ini karakteristik tekstur
curd kedelai diukur melalui tiga parameter dengan metode TPA, yaitu hardness, cohesiveness, dan gumminess. Ketiga parameter tersebut dipilih karena mewakili karakteristik tekstur curd secara keseluruhan. Hardness menunjukkan kekerasan curd ketika penggigitan. Cohesiveness menunjukkan kekompakan struktur matriks curd, sedangkan gumminess menunjukkan daya
kunyah curd ketika berada di dalam mulut. Hasil pengukuran ketiga parameter tersebut dapat dilihat pada grafik dalam Gambar 15. Jenis koagulan maupun peningkatan peningkatan konsentrasinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai hardness curd pada tingkat signifikansi 5% (Lampiran 20a). Penggunaan koagulan CaSO4.2H2O menghasilkan curd yang lebih lunak daripada CH3COOH dengan rataan masing-masing nilai
hardness adalah 597.99 g dan 782.57 g. Peningkatan konsentrasi koagulan 48
secara umum terlihat meningkatkan nilai hardness curd, meskipun pada konsentrasi 0.045 N nilai kekerasan tidak berbeda nyata dengan kekerasan pada konsentrasi 0.030 N.
+(((4(( <((4(( ;((4(( -((4(( /((4(( (4((
(a)
5<4(( 5;4((
5;4(' 5-4';
504++
5-4(( 5+4/-
5/4((
;>4--
5(4((
5(4(<
;<4(( ;;4((
(b) Gambar 15. Hasil pengukuran tekstur curd untuk parameter: (a) hardness, gumminess dan (b) cohesiveness
49
Peningkatan
kekerasan
curd
seringkali
dihubungkan
dengan
penurunan kemampuan matriks dalam menahan air (Water Holding Capacity) (Obatolu, 2007). Curd yang keras memiliki struktur matriks yang padat karena molekul-molekul protein berdekatan satu dengan lainnya sebagai akibat dari hilangnya air pada tahap koagulasi. Curd dari koagulan CaSO4.2H2O memiliki kepadatan yang lebih rendah daripada curd dari koagulan CH3COOH, yang terlihat dari kadar protein total yang relatif lebih rendah dan kadar air curd yang relatif lebih tinggi dibandingkan curd dari koagulan CH3COOH. Oleh karena itu, kekerasan curd dari koagulan CaSO4.2H2O lebih lunak dibandingkan curd dari koagulan CH3COOH. Peningkatan
konsentrasi
koagulan
CaSO4.2H2O
meningkatkan
kekerasan curd secara teratur. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kepadatan curd sebagai akibat dari semakin rapatnya matriks curd yang terbentuk. Pada curd dari koagulan CH3COOH, kekerasan curd meningkat ketika konsentrasi dinaikkan dari 0.015 N menjadi 0.030 N. Akan tetapi, kekerasan kemudian menurun pada peningkatan konsentrasi selanjutnya. Peristiwa ini terjadi karena struktur curd dari koagulan CH3COOH secara visual menunjukkan bentuk yang rapuh, mudah pecah. Rapuhnya struktur curd secara visual ini disebabkan karena partikel koagulat yang terbentuk pada konsentrasi 0.045 N memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga membuat
curd sulit untuk
dicetak. Menurut Puppo dan Anon (1999), pada pH asam gel yang terbentuk akan semakin mudah pecah seiring dengan menurunnya kemampuan menahan air (WHC). Kekompakan struktur matriks curd, yang ditunjukkan melalui parameter cohesiveness, dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan koagulan (Lampiran 20b). Nilai rataan cohesiveness untuk curd dari koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing masing adalah 75.17% dan 70.25%. Nilai cohesiveness yang kecil menunjukkan bahwa curd yang terbentuk memiliki struktur yang tidak kompak. Penggunaan koagulan CH3COOH memberikan struktur curd yang kurang kompak meskipun kekerasannya lebih tinggi dibandingkan curd dari koagulan CaSO4.2H2O. Hal ini terbukti secara visual, curd yang dibentuk melalui koagulasi dengan koagulan CH3COOH
50
lebih sulit dicetak dan memberikan penampakan yang kasar, terlebih pada konsentrasi koagulan yang tinggi (0.045 N). Partikel koagulat yang kecil ketika tahap koagulasi menjadi penyebab kurang kompaknya struktur curd CH3COOH. Daya kunyah sampel curd (gumminess) menunjukkan seberapa mudah sampel dipecah menjadi bagian-bagian kecil sebelum ditelan ketika sampel berada di dalam mulut. Nilai gumminess dipengaruhi oleh kekerasan serta kekompakan sampel (DeMan, 1985). Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 20c, jenis koagulan dan konsentrasi yang digunakan berpengaruh nyata terhadap daya kunyah curd. Curd dari koagulan CaSO4.2H2O memberikan daya kunyah yang lebih rendah dengan nilai rataan 450.13 g berbanding 549.56 g pada koagulan CH3COOH. Daya kunyah yang rendah ini disebabkan karena kekerasan curd dari koagulan CaSO4.2H2O memiliki nilai yang lebih kecil daripada curd dari koagulan CH3COOH, meskipun kekompakan struktur pada curd dari koagulan CaSO4.2H2O lebih tinggi. Semakin tinggi kekerasan sampel dan semakin kompak struktur sampel tersebut akan membuat daya kunyahnya menjadi semakin tinggi. Dalam hal ini, meskipun struktur curd dari koagulan CH3COOH mudah pecah namun memiliki daya kunyah yang tinggi karena nilai kekerasan yang jauh lebih tinggi. Daya kunyah yang tinggi dari keenam perlakuan dihasilkan oleh sampel curd CaSO4.2H2O konsentrasi 0.015 N, serta curd CH3COOH konsentrasi 0.015 N dan 0.045 N. Curd dari koagulasi dengan CaSO4.2H2O konsentrasi 0.015 N memberikan daya kunyah terendah karena matriks curd yang terbentuk terlalu renggang sehingga mudah dipecah oleh proses pengunyahan. 4. Analisis Tekstur Subjektif Selain analisis tekstur secara objektif, sampel curd juga dievaluasi secara subjektif dengan dua pendekatan sensori, yaitu penekanan dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari serta pengujian terhadap tiga parameter meliputi kekerasan pada saat penggigitan, mouthfeel rapuh (brittle) pada saat pengunyahan dan kesukaan terhadap tekstur tahu secara keseluruhan selama
51
berada di dalam mulut. Pengujian sensori ini diperlukan untuk melihat respon konsumen terhadap sampel curd. Menurut Szczesniac (1987) yang dikutip oleh Faridi dan Faubion (1990) uji sensori dilakukan karena tekstur merupakan atribut sensori dimana hanya indera manusia seperi peraba, penglihatan dan pendengaran yang dapat mempersepsikan, menjelaskan dan mengukur tekstur. Evaluasi kekerasan curd dilakukan dengan dua macam metode pengujian, yaitu
melalui penekanan dengan telunjuk dan ibu jari serta
penggigitan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui metode mana yang memiliki tingkat korelasi yang tinggi dengan pengujian kekerasan secara objektif. Hasil pengujian dan analisis ragam kekerasan curd dengan penekanan oleh masing-masing panelis dapat dilihat pada Lampiran 21 dan Lampiran 22. Respon panelis terhadap tingkat kekerasan curd dipengaruhi secara nyata oleh jenis koagulan yang digunakan maupun konsentrasinya. Secara statistik, panelis merespon bahwa kekerasan curd yang diperoleh melalui koagulasi dengan CH3COOH memberikan kekerasan yang lebih tinggi, selain itu peningkatan konsentrasi koagulan secara umum direspon meningkatkan kekerasan curd, meskipun pada konsentrasi 0.015 N dan 0.030 N tidak berbeda nyata. Grafik tekstur penekanan untuk variabel jenis maupun konsentrasi koagulan dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.
;4((
&
-4((
%
'4((
*
04((
/4(( +4(( (4(( .
-4/ /
. '.
Huruf yang berbeda pada bar menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Gambar 16. Grafik tekstur penekanan untuk variabel jenis koagulan
52
; &
-
%
'
*
0
/ + ( (4(+0 3
(4('( 3
(4(-0 3
Huruf yang berbeda pada bar menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Gambar 17. Grafik tekstur penekanan untuk variabel konsentrasi koagulan Data uji penekanan curd oleh panelis menunjukkan bahwa kekerasan curd tertinggi diperoleh melalui penggunaan koagulan CaSO4.2H2O dengan konsentrasi 0.045 N dan koagulan CH3COOH dengan konsentrasi 0.015 N (Gambar 18). Sementara itu, kekerasan terendah diperoleh melalui koagulasi dengan koagulan CaSO4.2H2O konsentrasi 0.015 N dan 0.030 N. Pada penggunaan koagulan CH3COOH dengan konsentrasi 0.030 N dan 0.045 N, panelis merespon adanya penurunan kekerasan curd. Hal ini diduga karena panelis terpengaruh oleh penampakan visual curd tersebut. Curd yang dibentuk dengan koagulan ini memberikan penampakan yang kasar, tidak kompak dan mudah pecah akibat partikel koagulat yang kecil.
54((
&
;4(( 04((
%
'4((
.
*
-4(( /4((
. '.
-4/ /
+4(( (4(( (4(+0
(4('(
%
(4(-0
%
Huruf yang berbeda pada bar menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Gambar 18. Grafik tekstur penekanan untuk variabel jenis dan konsentrasi koagulan 53
Tabel 8 menyajikan hasil analisis sensori dengan metode pengigitan. Pengujian kekerasan dengan metode penggigitan ternyata memberikan hasil yang berbeda dibandingkan dengan metode penekanan. Sampel curd paling lunak justru diberikan oleh penggunaan koagulan CaSO4.2H2O pada konsentrasi 0.030 N. Selain itu, melalui pengujian statistik, sampel curd CaSO4.2H2O konsentrasi 0.015 N dan curd CaSO4.2H2O konsentrasi 0.045 N tidak berbeda nyata, meskipun secara objektif keduanya berbeda nyata. Perbedaan ini terjadi karena adanya pengaruh faktor lain yang dapat menentukan respon subjektif panelis, seperti tekanan penggigitan, laju pengunyahan, persepsi panelis, serta keberadaan flavor sampel ketika pengujian. Faktor-faktor ini berasosiasi dalam pirkiran panelis dan mempengaruhi persepsi mereka dalam memberikan skor. Pada analisis ragam untuk kekerasan penggigitan sampel (Lampiran 25a), terlihat bahwa nilai signifikansi panelis terhadap skor lebih kecil dari 0.05. Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan panelis berpengaruh terhadap respon skor kekerasan curd yang dihasilkan. Berbeda dengan pengukuran kekerasan subjektif menggunakan metode penekanan, dimana hasil analisis ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara panelis dengan skor yang diberikan (Lampiran 23), yang berarti bahwa panelis memberikan skor dengan trend yang relatif sama. Adanya pelatihan, mempengaruhi persepsi panelis dalam pengujian menggunakan metode penekanan. Metode penekanan cenderung membuat panelis lebih objektif dalam memberikan penilaian terhadap kekerasan sampel curd. Tabel 8. Analisis sensori curd dengan metode penggigitan Jenis Koagulan CaSO4.2H2O
CH3COOH
Konsentrasi Kekerasan 0.015 0.030 0.045 0.015 0.030 0.045
4.90b 3.97a 4.73b 6.47c 5.03b 4.70b
Mouthfeel rapuh 5.83c 4.83a 5.60bc 6.63d 5.03ab 4.57a
Kesukaan 4.13a 4.40a 4.47a 5.27b 5.17b 5.57b
Nilai rataan dengan superskrip yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
54
Evaluasi mouthfeel rapuh sampel curd secara subjektif menunjukkan bahwa curd dengan koagulan CH3COOH konsentrasi 0.045 N merupakan sampel yang paling rapuh dan tingkat kerapuhannya tidak berbeda nyata dengan sampel CaSO4.2H2O konsentrasi 0.030 N serta CH3COOH konsentrasi 0.030 N. Sampel yang relatif paling tidak rapuh terdapat pada sampel CH3COOH konsentrasi 0.015 N. Dalam pengujian mouthfeel rapuh curd, trend kerapuhan terlihat pada sampel curd yang dikoagulasi dengan CH3COOH, peningkatan konsentrasi koagulan ini membuat sampel curd yang terbentuk semakin rapuh. Hasil analisis ragam untuk evaluasi mouthfeel rapuh dapat dilihat pada Lampiran 25b. Secara visual, curd dengan koagulan CaSO4.2H2O membentuk struktur matriks yang kompak dengan gumpalan koagulat yang relatif lebih besar dibandingkan curd dengan koagulan CH3COOH. Pengujian secara objektif pada parameter cohesivenees juga menunjukkan bahwa kekompakan struktur matriks curd dengan koagulan CaSO4.2H2O lebih tinggi daripada curd dengan koagulan CH3COOH. Akan tetapi pengujian secara subjektif tidak menunjukkan hal yang sama. Sampel CaSO4.2H2O konsentrasi 0.030 N direspon memiliki kerapuhan yang tinggi dan tidak berbeda nyata dengan CH3COOH konsentrasi 0.030 N. Disamping itu sampel CH3COOH konsentrasi 0.015 N direspon memiliki ketidakrapuhan tertinggi. Kesalahan ini mungkin terjadi akibat beberapa hal, diantaranya kesulitan panelis dalam mempersepsikan mouthfeel rapuh, terlalu banyaknya sampel yang diuji, serta perlakuan sampel sebelum diuji. Curd yang akan diuji oleh panelis dikukus terlebih dahulu, sehingga mengurangi kerapuhan sampel uji. Hasil analisis ragam untuk parameter kesukaan tekstur curd secara umum menunjukkan bahwa curd dengan koagulan CaSO4.2H2O lebih disukai daripada curd dengan koagulan CH3COOH (Lampiran 25c). Hal ini mengindikasikan bahwa panelis cenderung lebih menyukai curd dengan tekstur yang lebih lunak, karena memiliki daya kunyah yang lebih rendah yang membuat partikel koagulat mudah dipecah ketika penggigitan dan pengunyahan. Selain itu karena curd dengan koagulan ini memerangkap air
55
dengan baik, sehingga memberikan sensasi juicy selama berada di dalam mulut. 5. Korelasi Tekstur Subjektif dan Objektif Analisis korelasi antara hasil objektif dan subjektif seringkali diperlukan dalam berbagai pengamatan. Szczesniak (1987) yang dikutip dalam Faridi (1994) mengemukakan beberapa alasan perlunya hal ini, diantaranya adalah: (1) sebagai sarana pemilihan alat quality control, (2) memprediksi respon yang diberikan konsumen, (3) pemahaman yang lebih tepat tentang uji sensori dan (4) untuk optimasi metodologi penilaian secara instrumental. Pada bagian ini, analisis korelasi dilakukan antara hasil yang diperoleh melalui pengukuran subjektif, yaitu penekanan dan penggigitan, dengan hasil yang diperoleh melalui pengukuran objektif, dalam hal ini kekerasan curd. Tujuan dilakukannya korelasi ini adalah sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan metode yang tepat dalam pengukuran kekerasan secara sensori. Plot hasil evaluasi tekstur objektif dan subjektif untuk sampel CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing-masing dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar
<((4((
54((
5((4((
;4(( 04((
;((4((
-4(( 0((4(( '4(( -((4((
/4((
'((4((
+4((
/((4((
(4(( (4(+0
(4('( %
&+, * -
+, * - "
20.
$
&
,
$
&
,
$
&
,
(4(-0
%
Gambar 19. Plot grafik evaluasi kekerasan objektif dan subjektif sampel CaSO4.2H2O 56
54((
<0(4((
;4((
<((4((
04((
50(4((
-4((
5((4((
'4((
;0(4(( ;((4((
/4((
00(4((
+4((
0((4((
(4(( (4(+0
(4('(
%
&+, * -
+, * - "
>((4((
$
&
,
$
&
,
$
&
,
(4(-0
%
Gambar 20. Plot grafik evaluasi kekerasan objektif dan subjektif sampel CH3COOH Hasil analisis korelasi pada Lampiran 26a dan Lampiran 26b menunjukkan bahwa metode penekanan untuk sampel curd
CaSO4.2H2O
dan CH3COOH masing-masing memiliki koefisien korelasi 0.757 dan 0.649 sedangkan metode penggigitan memiliki koefisien korelasi -0.383 dan 0.455. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode penekanan untuk mengukur parameter kekerasan memberikan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode penggigitan, meskipun nilai korelasi dengan metode tersebut tidak terlalu tinggi. Menurut Kramer (1951) yang dikutip Faridi (1994), tingkat korelasi merupakan nilai yang penting dalam menentukan besarnya tingkat kepercayaan suatu metode pengukuran instrumental dalam memprediksi hasil penilaian sensori. Semakin tinggi nilai korelasi maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan metode tersebut. 6. Korelasi Fraksi Protein dengan Tekstur Salah satu faktor yang mempengaruhi karakteristik pembentukan curd dari kedelai adalah kandungan proteinnya. Menurut Blazek (2008), karena perbedaan sifat gelasi protein simpanan pada kedelai, banyak peneliti berusaha mengkorelasikan protein dengan kualitas curd kedelai (tahu) yang dihasilkan. Cai dan Chang (1999) di dalam Blazek (2008) melaporkan bahwa kontribusi protein simpanan dalam kedelai, khususnya glycinin and
-
57
conglycinin, terhadap rendemen tahu, kekerasan, dan mutu sensorinya dipengaruhi oleh proses yang dilakukan. Artinya, proses yang berbeda akan memberikan kontribusi pada protein simpanan kedelai yang berbeda dan akan mempengaruhi mutu curd, dalam hal ini rendemen, kekerasan, serta atribut sensorinya. Pada bagian ini, fraksi protein yang diperoleh pada tahap fraksinasi Osborne, sebagai protein simpanan dalam kedelai, dikorelasikan terhadap tekstur curd yang diperoleh. Dalam kasus ini, tekstur curd yang dimaksud hanya dibatasi untuk parameter kekerasan curd. Proporsi fraksi protein dalam tiap sampel dihitung dan dikorelasikan menggunakan metode statistik multiple linear regression (MLR) sehingga diperoleh persamaan yang menggambarkan porsi fraksi protein terhadap kekerasan curd. Proporsi protein curd untuk tiap sampel dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Proporsi fraksi protein masing-masing sampel curd* Fraksi
CaSO4.2H2O
CH3COOH
0.015 N
0.030 N
0.045 N
0.015 N
0.030 N
0.045 N
Albumin
2.29a
1.68a
1.48a
1.19a
0.74a
0.70a
Globulin
0.41a
1.07bc
1.37d
0.96b
1.15bcd
1.27cd
Prolamin
0.13ab
0.07a
0.27ab
0.10a
0.30b
0.96c
Glutelin
64.01a
55.75a
56.74a
66.48a
69.17a
63.05a
Nilai rataan dengan superskrip yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) *Diukur dalam satuan % dengan basis protein Kjeldahl
Proporsi protein Osborne dihitung berdasarkan total protein masingmasing curd yang terukur dengan metode Kjeldahl. Berdasarkan hasil analisis ragam untuk fraksi albumin (Lampiran 28a), jenis dan konsentrasi koagulan berpengaruh nyata terhadap proporsi protein, meskipun secara umum nilai yang diberikan antar sampel (Tabel 9) tidak berbeda nyata (p>0.05). Curd dari koagulan CaSO4.2H2O memiliki porsi albumin lebih besar dibandingkan curd dari koagulan CH3COOH. Peningkatan konsentrasi juga memberikan penurunan porsi albumin secara nyata. Dengan menghubungkan kekerasan
58
dan kadar air curd, dapat kita simpulkan bahwa proporsi albumin di dalam sampel curd tergantung pada kemampuan curd dalam memerangkap air. Semakin baik sampel curd memerangkap air akan membuat fraksi protein albumin semakin tinggi karena fraksi albumin yang dapat terkoagulasi semakin banyak. Pengujian ragam untuk fraksi globulin menunjukkan adanya pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap porsi fraksi globulin yang muncul (Lampiran 28b). Secara umum, koagulan CH3COOH membentuk curd fraksi globulin
lebih
banyak
daripada
koagulan
CaSO4.2H2O,
sedangkan
peningkatan konsentrasi koagulan cenderung memperbesar porsi fraksi ini. Pada penggunaan CaSO4.2H2O dengan konsentrasi 0.045 N teruji memberikan porsi fraksi globulin terbesar daripada sampel lainnya namun penggunaan konsentrasi 0.015 N untuk koagulan ini menunjukkan porsi globulin terendah. Hasil yang sama dengan globulin diperoleh pada proporsi prolamin di dalam sampel curd. Melalui pengujian ragam, jenis maupun konsentrasi koagulan mempengaruhi masing-masing porsi sampel (Lampiran 28c). Porsi prolamin tertinggi diperoleh melalui penggunaaan koagulan CH3COOH dan peningkatan konsentrasi koagulan menyebabkan porsi yang terbentuk semakin
banyak.
Porsi
prolamin
terendah
diperoleh
dengan
mengkoagulasikan susu kedelai menggunakan koagulan CaSO4.2H2O dengan konsentrasi berapapun dan porsi prolamin tertinggi diperoleh melalui koagulasi dengan CH3COOH pada konsentrasi 0.045 N. Gambar 21 menunjukkan perbandingan porsi tiga fraksi Osborne dalam curd. Glutelin merupakan fraksi protein dengan porsi terbesar yang terdapat dalam setiap sampel curd. Hal ini terjadi karena NaOH, sebagai pelarut fraksi glutelin, melarutkan seluruh protein yang tersisa dan yang tidak dapat terekstrak dalam curd melalui fraksinasi Osborne. Melalui analisis ragam (Lampiran 28d) diperoleh bahwa jenis koagulan mempengaruhi porsi glutelin yang terbentuk dimana porsi terbesar diperoleh melalui penggunaan CH3COOH sebagai koagulan. Meskipun demikian, pengujian statistik tidak
59
memberikan perbedaan yang nyata (p>0.05) antar porsi yang terbentuk dalam setiap curd sampel.
/40(
% $
/4(( +40( +4(( (40( (4((
Gambar 21. Perbandingan porsi fraksi albumin, globulin, dan prolamin curd Analisis MLR yang dilakukan terhadap masing-masing jenis koagulan (Lampiran 30a dan 30b) memberikan nilai koefisien determinasi regresi yang tinggi yaitu 0.992 untuk CaSO4.2H2O dan 0.882 untuk CH3COOH. Dengan persamaan linear untuk masing-masing porsi fraksi protein terhadap kekerasan Y=1953.391 -190.092 X1 -0.327 X2 +453.290 X3 -18.350 X4 untuk
CaSO4.2H2O dan Y=532.366 -107.375 X1 +130.675 X2 -260.134 X3 +4.762 X4 untuk CH3COOH, dimana Y adalah kekerasan curd terhadap porsi fraksi protein Osborne, X1 adalah porsi fraksi albumin, X2 adalah porsi fraksi
globulin, X3 adalah porsi fraksi prolamin, dan X4 adalah porsi fraksi glutelin. Meskipun demikian, kedua persamaan tersebut belum dapat menggambarkan hubungan antara kekerasan terhadap porsi fraksi protein Osborne untuk
masing-masing sampel karena nilai signifikan F yang berada di bawah 0.05 yaitu 0.138 dan 0.595. Analisis MLR untuk sampel secara keseluruhan, yang menghubungkan antara kekerasan curd dengan proporsi fraksi protein Osborne, memberikan hasil yang berbeda dibandingkan apabila dilakukan terhadap
60
masing-masing koagulan. Berdasarkan hasil yang dapat dilihat dalam Lampiran 30c, hubungan proporsi protein fraksi Osborne terhadap kekerasan sampel yang diuji keseluruhan, secara matematis mengikuti persamaan Y = 401.306 -178.043 X1 +270.204 X2 -298.194 X3 +5.415 X4, dimana Y adalah kekerasan curd terhadap porsi fraksi protein Osborne, X1 adalah porsi fraksi albumin, X2 adalah porsi fraksi globulin, X3 adalah porsi fraksi prolamin, dan X4 adalah porsi fraksi glutelin. Koefisien determinasi regresi untuk persamaan ini sebesar 0.895 dengan nilai signifikan F sebesar 0.002 pada taraf signifikansi 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kekerasan sampel curd dan porsi fraksi protein Osborne dapat dijelaskan secara matematis melalui fungsi tersebut karena porsi protein berpengaruh nyata terhadap kekerasan sampel curd. Berdasarkan hasil analisis MLR, porsi fraksi protein albumin, globulin dan prolamin memiliki nilai-P (P-value) yang lebih kecil dari 0.05 yang berarti bahwa ketiga porsi fraksi protein tersebut merupakan fraksi yang paling berpengaruh terhadap kekerasan curd, sedangkan porsi fraksi glutelin tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kekerasan curd. Persamaan matematis yang diperoleh menunjukkan bahwa keberadaan fraksi albumin dan fraksi prolamin di dalam sampel curd bersifat menurunkan kekerasan curd yang dihasilkan, sebaliknya globulin berpengaruh nyata dalam meningkatkan kekerasan curd. Pengaruh globulin dalam meningkatkan tekstur curd dapat dijelaskan melalui fraksi globulin yang menyusunnya. Globulin kedelai, yang merupakan komponen protein simpanan terbesar pada kedelai, terdiri atas 4 fraksi yang terpisahkan berdasarkan nilai sedimentasinya, yaitu 2S, 7S, 11S dan 15S (Tay et al., 2005). Fraksi-fraksi tersebut memiliki kemampuan pembentukan gel yang berbeda-beda, dan yang paling berkontribusi terhadap pembentukan jaringan tiga dimensi gel protein adalah fraksi 7S dan 11S (Zayas, 1997). Menurut Poysa dan Woodrow (2006), globulin kedelai memiliki sifat fungsional yang berbeda, terutama pada sifat gelasi proteinnya, dimana gel yang terbentuk oleh fraksi glycinin (11S) memberikan kekerasan gel yang
61
lebih tinggi dibandingkan gel yang terbentuk dari fraksi -conglycinin (7S). Blazek (2008) melaporkan bahwa rasio 11S/7S mempengaruhi karakter kekerasan dan elastisitas gel. Glycinin berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dan kekokohan gel, sedangkan
-conglycinin memberikan
pengaruh terhadap elastisitas gel yang dihasilkan. 7. Analisis Elektroforesis Supernatan yang diperoleh melalui hasil fraksinasi Osborne kemudian dielektroforesis untuk mengetahui berat molekul protein penyusun masingmasing fraksi. Pewarnaan yang dilakukan dalam elektroforesis pada penelitian ini adalah pewarna coomassie yang memiliki sensitifitas deteksi protein hingga 0.1µg (Bolag dan Edelstein, 1991). Jumlah protein yang dimasukkan ke dalam sumur dihitung agar tidak kurang dari limit deteksi pewarna coomassie. Khusus untuk sampel fraksi prolamin, supernatan diangin-anginkan agar kandungan etanol dalam sampel berkurang. Hal ini disebabkan karena keberadaan etanol dalam sampel akan menimbulkan efek carry over yang menyebabkan sampel mengambang ke permukaan buffer elektroforesis ketika dimasukkan ke dalam sumur.
9
/
+
/
'
+
'
-
-
++; ! ;;4/ !
55 50
-04( !
0-
'04( !
-'<
/04( !
55 5' 00 '<
'< '/
/>
/(
/( +<
+; +-
+0 +-
+<4- ! +-4- !
<' 5;> ;( 0-
+0
+0
1: albumin; 2: globulin; 3: prolamin; 4: glutelin; M : marker protein
Gambar 22. Profil SDS-PAGE protein fraksi Osborne tepung kedelai
62
Marker, yang digunakan sebagai standar protein, dalam penelitian ini terdiri atas protein-protein dengan berat molekul kecil (Low Molecular Weight). Marker tersebut mengandung tujuh jenis protein standar, yaitu galactosidase (BM : 116 kDa), bovine serum albumin (BM : 66.2 kDa), ovalbumin (BM : 45 kDa), lactase dehidrogenase (BM : 35 kDa), REase BSP 981 (BM : 25 kDa), -Lactoglobulin (BM : 18.4 kDa), dan lysozime (BM : 14.4 kDa). Penentuan berat molekul sampel dihitung berdasarkan kurva standar marker, yang diperoleh melalui hubungan antara mobilitas elektroforetik (Rf) dengan nilai logaritma berat molekul (Log BM) marker. Profil SDS-PAGE untuk fraksi protein Osborne tepung kedelai dapat dilihat pada Gambar 22. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa fraksi albumin dan globulin sampel tepung memiliki pita protein dengan berat molekul yang hampir serupa. Meskipun demikian, terdapat beberapa pita protein yang hanya terbaca pada fraksi albumin, diantaranya yaitu pita dengan BM 83, 69, 60, 32, 18 dan 15 kDa. Sebaliknya, beberapa pita yang hanya terdeteksi pada fraksi globulin yaitu pita dengan BM 77, 29 dan 16 kDa. Menurut Fukushima (2004), sekitar 90% protein kedelai merupakan protein simpanan yang sebagian besar terdiri atas -conglicynin dan glycinin. Berat molekul-molekul subunit penyusun -conglicynin sekitar 72 kDa ( ’ ), 68 kDa ( ), dan 52 kDa ( ) (Thanh dan Shibasaki, 1977 di dalam Fukushima, 2004). Selain itu terdapat pula subunit
yang terdapat dalam jumlah kecil
dengan berat molekul 42 kDa (Murphy, 1985). Sementara itu, molekulmlolekul subunit penyusun glycinin terdiri atas polipeptida asam dan polipeptida basa dengan berat molekul sekitar 35 kDa dan 20 kDa. Berdasarkan hasil di atas, pada fraksi globulin tepung kedelai terdeteksi adanya pita dengan berat molekul 77 dan 75 kDa yang diduga sebagai subunit ’ serta 54 dan 44 kDa yang diduga sebagai subunit
dan
pada -conglicynin. Pita dengan berat molekul 38 dan 20 kDa pada fraksi ini diduga sebagai subunit asam dan basa penyusun glycinin. Diperolehnya pita-pita dengan berat molekul yang sama pada fraksi yang berbeda dimungkinkan karena fraksinasi Osborne yang dilakukan belum sempurna. Globulin merupakan komponen protein terbesar dalam kedelai dan
63
mengisi sekitar 90% total protein dalam kedelai (Belitz and Grosch, 1999). Kandungan albumin yang tinggi pada tahap fraksinasi Osborne, yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, dimungkinkan karena terekstraknya globulin pada pelarut fraksi albumin. Jumlah pita prolamin yang terdeteksi pada sampel tepung kedelai merupakan yang paling sedikit dibandingkan fraksi lainnya. Tercatat hanya pita dengan berat molekul 15 kDa yang diperoleh pada penelitian ini. Fraksi glutelin memiliki berat molekul yang serupa dengan berat molekul pada fraksi lainnya, dimana pita-pita dominan yang terdeteksi pada fraksi tersebut terdiri atas pita dengan berat molekul sekitar 77, 73, 55, 38 dan 15 kDa. Koagulasi susu kedelai menjadi curd dengan menggunakan jenis dan konsentrasi koagulan tertentu akan menghasilkan perbedaan porsi protein Osborne yang terbentuk pada curd. Melalui teknik fraksinasi Osborne dan dilanjutkan dengan analisis elektroforesis terhadap sampel curd, diperolehlah profil SDS-PAGE dari masing-masing sampel. Hasil elektroforesis untuk curd yang dikoagulasi dengan koagulan CaSO4.2H2O dapat dilihat pada Gambar 23, sedangkan hasil elektroforesis untuk curd yang dikoagulasi dengan koagulan CH3COOH dapat dilihat pada Gambar 24. Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui korelasi kekerasan dengan proporsi protein Osborne yang terbentuk, diperoleh dugaan bahwa porsi fraksi globulin memiliki korelasi yang positif terhadap peningkatan kekerasan curd. Sedangkan keberadaan fraksi albumin dan prolamin cenderung menurunkan kekerasan sampel curd. Hasil yang teramati secara visual menunjukkan adanya perbedaan pita protein dominan yang muncul antara sampel curd CaSO4.2H2O dengan sampel curd CH3COOH yang keduanya secara kuantitatif telah dijelaskan memiliki kekerasan yang berbeda nyata.
64
9
+
+
/
/
'
'
-
-
?
++; ! ;;4/ ! -04( ! '04( !
-/ -(
-+ '; '+
55 5( ;/ 05
0<
-(
-+
55
55
;5"05
--"/-
'/
/04( ! +<4- !
/("+'
+0 +-
+-4- !
(a) +
+
/
/
9
'
'
-
-
?
++; 5( ;'
'> '-
'> '5 '0 />
;;
5< 5/
55 5+
-0
0;
0;
'0
'<
'< '/
5+"00 -/ -("/5
/0 /+
/(
+<4+; +-
5;
+<"+-
+-4-
+0
(b) 9
+
+
/
/
'
'
-
-
?
++; ! ;;4/ ! -04( !
5/ ;0
5/ ;; ;'
'04( ! '+
<(
5> ;>"
0< -'
-+ '> '; '+
'>
//
//
-+"
/04( ! +<4- ! +-4- !
+< +;
/0"
+;
(c) 1: albumin; 2: globulin; 3: prolamin; 4: glutelin; M : marker protein; W : whey
Gambar 23. Profil SDS-PAGE protein fraksi Osborne curd dari CaSO4.2H2O konsentrasi: (a) 0.015 N, (b) 0.030 N, (c) 0.045 N
65
+
+
/
/
9
'
'
-
-
?
++; 5+ ;/
5-
;;
5+
5> 5/ + 0; +
-0 '> '/>
/>
'0
'<
;<"05 -/ +
'5 +
''"/5
/0 /+ +<
+0 +-
/( +
+<4+-4-
/0"+'
(a) 9
+
+
/
/
'
'
-
-
?
++; ! 5; 5( ;'
;;4/ !
5;
5;;"00
-04( !
0-
'04( !
-(
00 -' -(
'< '5"/>
'/ '+
'+ /04( !
/;"/'
/'
+<4- ! +-4- !
+>"+'
+;
+0 +-
+-
(b) 9
+
+
/
/
'
'
-
-
?
++; ! ;;4/ !
5 +
-04( ! '04( ! /04( !
/ >
5 5 5 ( 0 0 ' 5
; ; > ' ' / > ' / + >
+<4- ! +-4- !
+ 0
+ 0
(c)
/ ++ + <+ 5 0
/ (
;;"00 / '0"/5 / + +>"+-
1: albumin; 2: globulin; 3: prolamin; 4: glutelin; M : marker protein; W : whey
Gambar 24. Profil SDS-PAGE protein fraksi Osborne curd dari CH3COOH konsentrasi: (a) 0.015 N, (b) 0.030 N, (c) 0.045 N
66
Pada penggunaan koagulan CaSO4.2H2O, pita protein dominan pada fraksi globulin yang terbentuk memiliki berat molekul sekitar 40 kDa, sedangkan pada penggunaan koagulan CH3COOH, pita fraksi globulin yang dominan memiliki berat molekul sekitar 15 kDa. Fraksi albumin curd CaSO4.2H2O dan CH3COOH menunjukkan pembentukan pita dominan yang relatif sama. Pita dengan berat molekul 15 kDa menjadi penyusun dominan albumin sampel dari dua jenis koagulan ini. Meskipun demikian terdapat pula pita dominan lain dalam fraksi albumin curd CaSO4.2H2O konsentrasi 0.015 N dan 0.030 N yaitu pita protein dengan berat molekul sekitar 35 kDa dan 40 kDa. Kedua pita protein ini tidak ditemukan dominan pada sampel albumin curd CH3COOH. Fraksi prolamin yang terbentuk melalui penggunaan dua jenis koagulan tersebut menunjukkan bahwa sampel curd dengan koagulan CaSO4.2H2O lebih banyak didominasi pada pita dengan berat molekul tinggi, yaitu sekitar 70 kDa, sebaliknya fraksi prolamin curd CH3COOH lebih didominasi oleh pita dengan berat molekul rendah, yaitu sekitar 15-20 kDa. Sementara itu, berdasarkan hasil yang diperoleh, teramati bahwa fraksi glutelin melalui penggunaan kedua jenis koagulan menunjukkan pita dengan berat molekul yang relatif sama. Fraksi glutelin curd dalam penelitian ini didominasi oleh pita-pita dengan berat molekul sekitar 20, 40 dan 75 kDa. Protein-protein yang terbuang saat pembentukan curd memiliki keragaman yang tinggi dalam hal berat molekul penyusunnya. Hal ini dapat dilihat melalui analisis elektroforesis whey hasil pengepressan curd.
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Penggunaan koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH dalam pembentukan curd berpengaruh terhadap nilai pH, kadar protein whey dan transmittan whey, kadar protein dan kadar air curd, serta tekstur dan hasil fraksinasi protein Osborne sampel curd secara umum. Peningkatan konsentrasi koagulan dalam kisaran konsentrasi 0.015 N sampai 0.045 N berpengaruh dalam menurunkan pH, kadar protein whey, kadar air curd dan kadar protein fraksi albumin serta meningkatkan kadar protein total curd, kadar protein fraksi globulin, kadar protein fraksi prolamin, kadar protein fraksi glutelin, kekerasan curd, dan daya kunyah sampel curd. Koagulan CaSO4.2H2O membentuk tekstur curd yang lebih lunak dan daya kunyah yang lebih rendah serta kohesivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan curd yang dibentuk oleh koagulan CH3COOH. Secara umum, koagulan CaSO4.2H2O memberikan tingkat kesukaan curd yang lebih tinggi dibandingkan curd dari koagulan CH3COOH. Parameter kekerasan curd berhubungan dengan kemampuan matriks dalam memerangkap air serta proporsi fraksi protein Osborne dalam curd. Proporsi fraksi albumin, globulin dan prolamin di dalam curd berpengaruh nyata terhadap pembentukan kekerasan curd, dimana albumin dan prolamin bersifat menurunkan kekerasan, sedangkan globulin berpengaruh positif pada peningkatan kekerasan curd. Secara matematis hubungan ini dapat digambarkan dengan persamaan Y = 401.306 -178.043 X1 +270.204 X2 -298.194 X3 +5.415 X4, dimana Y adalah kekerasan curd terhadap porsi fraksi protein Osborne, X1 adalah porsi fraksi albumin, X2 adalah porsi fraksi globulin, X3 adalah porsi fraksi prolamin, dan X4 adalah porsi fraksi glutelin. Pola elektroforesis pada penggunaan kedua jenis koagulan memberikan perbedaan pada pita fraksi protein globulin, yang merupakan fraksi protein yang berpengaruh terhadap kekerasan curd. Protein globulin curd hasil koagulasi dengan CaSO4.2H2O didominasi oleh protein dengan berat molekul sekitar 40
kDa, sedangkan globulin curd hasil koagulasi dengan CH3COOH didominasi oleh protein dengan berat molekul sekitar 15 kDa. B. SARAN Pola fraksi protein yang terbentuk selama proses koagulasi memiliki konsekuensi yang besar dalam kaitannya dengan peningkatan mutu produk dan penerimaan konsumen. Melalui hasil penelitian ini, perlu diselidiki pengaruh porsi fraksi protein tersebut terhadap kemampuan curd dalam meningkatkan komponen esensial, seperti isoflavon kedelai. Selain itu, penelitian dasar mengenai koagulasi protein kacang-kacangan serta pola elektroforesis protein fraksi Osborne belum banyak dilakukan, sehingga perlu dikembangkan baik dari optimalisasi metode fraksinasinya, variasi penggunaan koagulan, maupun dari jenis sampel kacangkacangan lainnya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2009. http//www.pssc.ttu.edu/pss1321/images/soybeanA.jpg. Desember 2009]
[29
---------b. 2010. http: //www.texturetechnologies.com/texture_profile_analysis .html [10 Februari 2010] Anglemier AF dan Montgomery MW. 1976. Amino Acids, Peptides and Proteins di dalam Fennema OR (ed). Principles of Food Science Part I Food Chemistry. Marcell Dekker Inc., New York. AOAC [Analysis of the Asociation of Official Agriculture Chemistry]. 1995. Microchemical Determination of Nitrogen. Method 960.52. Chapter 12,p.7. Autran JC. 1996. Elctrophoresis di dalam Lindex G (ed). 1996. Analytical Techniques for Foods and Agricultural Products. VCH Pub Inc, New York. Badan Standardisasi Nasional. 1992. Penentuan Kadar Air (SNI 01-3182-1992). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Belitz HD dan Grosch W. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag, Berlin. Blazek V. 2008. Chemical and Biochemical Factors that Influence the Gelation of Soybean Protein and the Yield of Tofu. Thesis Faculty of Agriculture, Food and Natural Resources. Univ of Sydney, Sydney. Bollag DM dan Edelstein SJ. 1991. Protein Method. Willey-Liss Inc, New York. Boye JI, Ma CY, Harwalkar VR. 1997. Thermal Denaturation and Coagulation of Proteins di dalam Damodaran S dan Alain P (ed). 1997. Food Proteins and Their Applications. Marcel Dekker Inc, New York. Copeland, R.A. 1994. Methods for Protein Analysis: A Practical Guide Laboratory Protocol. 3rd ed. Chapman and Hall. New York, London. Corredig M. 2006. Protein-protein Interaction in Food di dalam Gaonkar AG dan McPherson A (ed). 2006. Ingredient Interactions; Effect on Food Quality 2nd Edition. CRC Taylor & Francis, London. DeMan JM. 1985. Principles of Food Chemistry. The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut Faridi H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Chapman and Hill, New York. Faridi, H dan Faubion JM 1990. Dough Rheology and Baked Product Texture. An AVI Book, New York.
Fukushima D. 2004. Soy Proteins di dalam Yada RY (ed). 2004. Proteins in Food Processing. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Garfin DE, 1990. One-Dimensional Gel Electrophoresis di dalam Deutscher MP (ed). 1990. Guide to Protein Purification. Academic Press Inc, London. Kilcast D. 1999. Sensory Techniques to Study Food Texture di dalam Rosenthal AJ. 1999. Food Texture (Measurement and Perception). Aspen Publishing Inc, Gatherburg Maryland. Kilcast D. 2004. Measuring Consumer Perception of Texture: an Overview di dalam Kilcast D (ed). 2004. Texture in Food Volume 2: Solid Foods. Woodhead Publising Limited, Cambridge England. Kinsella J.E. 1979. Functional properties of soy protein. Journal of American Chemistry Society 50:242. Kohyama K, Sano Y, Doi E. 1995. Rheological characteristics and gelation mechanism of tofu (soybean curd). J Agric Food Chem 43 (7): 1808-1812. Koswara S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Larmond E.1976. The Texture Profile di dalam DeMan JM, Voisey PW, Rasper VF dan Stanley DW (eds.). 1976. Rheology and Texture in Food Quality. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Lewis BA dan Chen JH. 1979. Effect of Conformation and Structure Change Induced by Solvent and Limited Enzyme Modification on the Functionality of Soy Protein di dalam El AP (ed). 1979. Functionality and Protein Structure. American Chemical Society, Washington DC. Liu C, Wang X, Ma H, Zhang Z, Gao W, Xiao L. 2008. Functional properties of protein isolates from soybeans stored under various conditions. J Food Chem 111:29-37. Liu K. 1997. Soybean: Chemistry, Technology, and Utilization. Chapman and Hall International Thompson Publishing, New York. Liu ZS, Chang SKC, Li LT, Tatsumi E. 2004. Effect of selective thermal denaturation of soybean proteins on soymilk viscosity and tofu’ s physical properties. J Food Res Intl. 37:815-822. Lookhart G dan Bean S. 1995. Separation and characterization of wheat protein fractions by high-performance capillary electrophoresis. J Cereal Chem 72(6):527-532. Meng GT, Ching KM, Ma CY. 2002. Thermal aggregation of globulin from an indigenous chinese legume, phaseolus angularis (red bean). J Food Chem 79:93-103. Moizuddin S, Johnson LD, Wilson LA. 1999. Rapid method for determining optimum coagulant concentration in tofu manufacture. J Food Sci 64:4. 71
Muchtadi D. 1988. Pengantar Bahan Nabati II. Jurusan TPG IPB, Bogor. Mujoo R, Trinh DT, Ng PKW. 2003. Characterization of storage proteins in different soybean varieties and their relationship to tofu yield and texture. J Food Chem 82:265-273. Murphy PA. 1985. Structural Characteristic of Soybean Glycinin and and Conglycinin di dalam Shibles R (ed) World Soybean Reference Conference III: Proceedings. 1985. Westview Press. Inc., Colorado. Nielsen S.S. 2003. Food Analysis. 3rd Edition. Plenum Publisher, New York. Obatolu V.A. 2007. Effect of different coagulants on yield and quality of tofu from soymilk. J Eur Food Res and Tech 226:467-427. Owusu Apenten RK. 2002. Food Protein Analysis: Quantitative Efffects Processing. Marcel Dekker Inc, New York.
on
Pearson AM. 1983. Soy Protein di dalam Hudson PJF (ed). Development in Food Protein-2. The Applied Science Publisher, London. Peleg M. 1983. The semantics of rheology and texture. J Food Techl 11:54-61 Pomeranz Y dan Meloan CL. 1994. Food Analysis: Theory and Practice 3rd ed. Chapman and Hall ITP an International Thompson Publ. Co., New York. Pomeranz Y. dan Meloan C.L. 1994. Food Analysis: Theory and Practice. 3rd ed. Chapman and Hall an International Thomson Publ. Co, New York. Poysa V, Woodrow L, Yu K. 2006. Effect of soy protein subunit composition on tofu quality. J Food Res Intl 39:309-317 Prabhakaran MP, Perera CO, Valiyaveettil S. 2006. Effect of different coagulants on the isoflavone levels and physical properties of prepared firm tofu. J Food Chem 99:492-499. Puppo MC, Anon MC. 1999. Rheological properties of acidic soybean protein gels: salt addition effect. J Food Hydrocolloid 13: 167-176. Rosenthal A.J. 1999. Food Texture, Measurement and Perception. An Aspen Publication, Maryland. Saidu JEP. 2005. Development, Evaluation And Characterization Of ProteinIsoflavone Enriched Soymilk. Dissertation Faculty of Agricultural and Mechanical. Louisiana State University and College, Louisiana. Shurtleff W. dan Aoyagi A. 1984. Tofu and Soymilk Production, The Book of Tofu Vol II. New Age Food Study, Lafayete. Smewing J. 1999. Hydrocolloids di dalam Rosenthal AJ. 1999. Food Texture : Measurement and Perception. Aspen Publisher, Gaithersburg, Maryland.
72
Smith AC. 2004. Texture and Mastication di dalam Kilcast D (ed). 2004. Texture in Food Volume 2: Solid Foods. Woodhead Publising Limited, England. Smith AK dan Circle SJ. 1977. Chemical Composition of Seed di dalam Smith AK dan Circle SJ (ed) . 1977. Soybean : Chemistry and Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Westport Connecticut. Subardjo SK, Ridwan IN dan Handono SW. 1987. Penerapan Teknologi Pengawetan Tahu. BPPIHP, Bogor. Supriatna D. 2005. Membuat Tahu Sumedang. Penebar Swadaya, Jakarta. Syarief R dan Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Tay SL, Xu GQ, Perera CO. 2005. Aggregation Profile of 11S, 7S and 2S coagulated with GDL. J Food Chem 91:457-462. Wolf WJ dan Cowan JC. 1971. Soybean as a Food Source. CRC Press, Ohio Wolf WJ. 1977. Purification and Properties of the Protein di dalam Smith AK dan Circle SJ (ed). 1977. The AVI Publishing Co. Inc., Westport Connecticut. Yu M dan Damodaran S. 1991. Kinetics of destabilization of soy protein foams. J Agric Food Chem 39:1563. Zayas J.F. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jerman.
73
LAMPIRAN
Lampiran 1. Larutan-larutan untuk SDS-PAGE
Larutan stok : 1. Larutan A (Akrilamid 30%; 0.8 bisakrilamid), 100 ml Sebanyak 30.0 g akrilamid dan 0.8 g N,N’ -metilen-biasakrilamid dilarutkan dalam 100 ml akuades. Saring larutan melalui filter 0.45 m. Pada waktu penimbangan selalu harus menggunakan sarung tangan dan tutup wadah dengan parafilm selama proses pelarutan. Larutan akrilamid dapat disimpan selama beberapa bulan dalam lemari pendingin bersuhu 4oC. 2. Larutan B (4x Tris-Cl/SDS, pH 8.8), 100 mL Sebanyak 18.17 g Tris base dan 4 ml 10% SDS dilarutkan dalam 40 ml akuades. Tepatkan pada pH 8.8 dengan 1 N HCl. Tambahkan akuades hingga volume total 100 ml. Saring larutan melalui filter 0.45 m. 3. Larutan C (4x Tris-Cl/SDS, pH 6.8), 100 ml Sebanyak 6.05 g Tris base dan 4 ml 10% SDS dilarutkan dalam 40 ml akuades. Tepatkan pada pH 6.8 dengan 1 N HCl. Tambahkan akuades hingga volume total 100 ml. Saring larutan melalui filter 0.45 m. 4. 10% APS, 0.5 ml Dibuat segar setiap kali akan melakukan elektroforesis. Larutkan 0.05 g amonium persulfat dalam 0.5 ml akuades. 5. 5x SDS/ buffer elektroforesis, 1 L Larutkan 15.1 g Tris base, 72.0 g glisin, dan 5.0 g SDS dalam 800 ml akuades. Setelah larut, tepatkan volume hingga 1.0 L. Untuk membuat 1x SDS/buffer elektroforesis, encerkan 1 bagian volume larutan di atas dalam 4 bagian volume akuades.
74
Lampiran 1. (lanjutan)
6. 2x SDS/buffer sampel, 100 ml Campurkan 30 ml 10%SDS, 10 ml gliserol, 5.0 ml 2-merkaptoetanol, 12.5 ml 4x Tris-Cl/SDS, pH 6.8 dan 5-10 mg brompgenol blue. Tepatkan volume hingga 100 ml dengan akuades. Simpan pada suhu rendah. 7. Larutan pewarna (staining) Sebanyak 1 gram coomasie brilliant blue R-250, 450 ml metanol, dan 100 ml asam asetat glasial dilarutkan dalam 450 ml akuades. 8. Larutan penghilang warna (destaining) Sebanyak 100 ml metanol, 100 ml asam asetat glasial dilarutkan dalam 800 ml akuades.
75
Lampiran 2. Kuesioner uji penekanan sampel curd ./ 3
/
: :
:
! ! ""& +A
= * * % #& ,&* +& , )/A )>A
*
@
4
@& +">4 )-A
)'A
!
)0A
#
/
*
, );A
% %
)5A
)
1 ! & 0- #
&0
*
%
Lampiran 3. Kuesioner uji rating sensori curd kukus ./ 3
23 4
: :
:
! &
/
; * * * %&*
1= : "& 1 0 1
, 4. 43
4 %
* 0
* *% &
"" " 0&
1
= =
Kode Sampel
Parameter Penilaian Mouthfeel Rapuh
Kekerasan
4
Kesukaan Tekstur
: +: /: ': -: 0: ;: 5: <: >:
2
2
2 2
2
2
2
2
2
2
2
2 2
2 2
2
76
Lampiran 4. Hasil pengukuran tekanan penekan cetakan curd di ‘Diazara Tresna’
Massa dan Dimensi Penekan Cetakan Ulangan 1 2 3 Rataan
Penekan Cetakan 1 Massa Dimensi (kg) (cm2) 3.00 42.0 x 41.8 3.00 41.0 x 41.9 2.50 41.8 x 41.8 2.83 1740.25
Penekan Cetakan 1 Massa Dimensi (kg) (cm2) 2.75 41.5 x 41.5 2.50 41.7 x 41.4 2.25 41.5 x 41.5 2.50 1723.63
Penekan Cetakan 1 Massa Dimensi (kg) (cm2) 2.50 41.7 x 41.6 2.50 41.7 x 41.6 2.25 41.6 x 41.5 2.42 1731.95
Beban penekan Ulangan 1 2 3 Rataan
Massa Beban 1 (kg) 6.00 5.50 5.75 5.75
Massa Beban 2 (kg) 5.50 5.50 5.75 5.58
Massa Beban 3 (kg) 5.25 5.50 5.50 5.42
2.83 + 2.50 + 2.42 = 2.58 3 1740.25 + 1723.63 + 1731.95 = 1731.94 Dimensi rata-rata penekan cetakan (cm2) = 3 5.75 + 5.58 + 5.42 Massa rata-rata beban penekan (kg) = = 5.58 3 F (massa penekan cetakan + massa beban penekan) Tekanan press tahu (P) = = A dimensi cetakan penekan
Massa rata-rata penekan cetakan (kg) =
=
2.58 + 5.58 kg 1731.94 cm2
= 4.71 g/cm2
77
Lampiran 5. Data analisis pH whey hasil penekanan curd
Koagulan
Konsentrasi (N)
CaSO4.2H2O
0.015
0.030
0.045
CH3COOH
0.015
0.030
0.045
Repetisi
pH
1-a
5.97
1-b
5.93
2-a
5.90
2-b
6.04
1-a
5.81
1-b
5.86
2-a
5.80
2-b
5.76
1-a
5.79
1-b
5.75
2-a
5.60
2-b
5.61
1-a
5.34
1-b
5.09
2-a
5.29
2-b
5.30
1-a
4.97
1-b
4.84
2-a
4.89
2-b
4.90
1-a
4.73
1-b
4.63
2-a
4.73
2-b
4.73
Rataan Duplo
Rataan Hitung
5.95 5.96 ± 0.01 5.97 5.84 5.81 ± 0.04 5.78 5.77 5.69 ± 0.12 5.61 5.22 5.26 ± 0.06 5.30 4.91 4.90 ± 0.01 4.90 4.68 4.71 ± 0.04 4.73
78
Lampiran 6. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap pH whey. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Type III Sum of Squares 2.625a 348.410 2.236 .346 .043 .019 351.054 2.645
Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square .525 348.410 2.236 .173 .022 .003
F 163.229 108313.9 695.140 53.785 6.718
Sig. .000 .000 .000 .000 .029
a. R Squared = .993 (Adjusted R Squared = .987)
POST HOC - KONSENTRASI pH Duncan
a,b
Konsentrasi 0.045 0.030 0.015 Sig.
N
Subset 2
1 4 4 4
3
5.20 5.36 1.000
5.61 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .003. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
POST HOC – INTERAKSI (a1=CaSO4.2H2O; a2=CH3COOH; b1=0.015 N; b2=0.030 N; b3=0.045 N) pH Duncan
a,b
Interaksi a2b3 a2b2 a2b1 a1b3 a1b2 a1b1 Sig.
N
1 2 2 2 2 2 2
Subset 3
2
4
5
4.71 4.91 5.26 5.69 5.81 1.000
1.000
1.000
.079
5.96 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .003. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
79
Lampiran 7. Data analisis kadar protein metode Bradford untuk whey hasil penekanan curd Vol stok BSA (ml/ml akuades) 0.1000
mg protein standar
Vol Akuades (ml)
Konsentrasi (mg/ml)
Absorbansi
0.9000
0.1040
0.1428
0.0104
0.2000
0.8000
0.2080
0.2420
0.0208
0.4000
0.6000
0.4160
0.4344
0.0416
0.6000
0.4000
0.6240
0.6325
0.0624
0.8000
0.2000
0.8320
0.8439
0.0832
1.0000 0.0000 1.0400 Stok BSA = 0.1044 mg/ml
0.9743
0.1040
Absorbansi
(mg/0.1ml)
Kons (mg/ml)
1-a
0.8256
0.0847
0.8465
1-b
0.8140
0.0834
0.8338
2-a
0.8593
0.0883
0.8835
2-b
0.8281
0.0849
0.8493
1-a
0.7378
0.0750
0.7501
1-b
0.7128
0.0723
0.7226
2-a
0.7359
0.0748
0.7480
2-b
0.8055
0.0824
0.8244
1-a
0.7316
0.0743
0.7432
1-b
0.7231
0.0734
0.7339
2-a
0.7132
0.0723
0.7230
2-b
0.7500
0.0764
0.7635
1-a
0.6864
0.0694
0.6936
1-b
0.6923
0.0700
0.7001
2-a
0.7535
0.0767
0.7673
2-b
0.7652
0.0780
0.7802
1-a
0.6549
0.0659
0.6590
1-b
0.6527
0.0657
0.6565
2-a
0.7074
0.0717
0.7167
2-b
0.7130
0.0723
0.7229
1-a
0.6843
0.0691
0.6913
1-b
0.6322
0.0634
0.6341
2-a
0.7385
0.0751
0.7508
2-b
0.7397
0.0752
0.7522
Koagulan
Konsentrasi
CaSO4.2H2O
0.015
0.030
0.045
CH3COOH
0.015
0.030
0.045
Repetisi
+% +
%
+40((( +4(((( = A >4+('B C (4(00 @DA (4>>;
(40((( (4(((( (4((((
(4(0(( %
Rataan Duplo (mg/ml)
(4+(((
(4+0((
% !"
Rataan Hitung (mg/ml)
0.8402 0.8533 ± 0.0185 0.8664 0.7363 0.7613 ± 0.0353 0.7862 0.7386 0.7409 ± 0.0033 0.7433 0.6968 0.7353 ± 0.0544 0.7737 0.6578 0.6888 ± 0.0439 0.7198 0.6627 0.7071 ± 0.0628 0.7515
80
Lampiran 8. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap kadar protein whey dengan metode Bradford. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kadar Protein Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .033a 6.710 .017 .013 .004 .010 6.754 .044
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square .007 6.710 .017 .006 .002 .002
F 3.835 3863.434 9.660 3.735 1.023
Sig. .066 .000 .021 .088 .415
a. R Squared = .762 (Adjusted R Squared = .563)
Lampiran 9. Data analisis transmittan whey hasil penekanan curd Koagulan
Konsentrasi
CaSO4.2H2O
0.015
0.030
0.045
CH3COOH
0.015
0.030
0.045
Repetisi
% Transmittan
1-a
21.91
1-b
20.68
2-a
25.47
2-b
22.14
1-a
56.77
1-b
53.85
2-a
56.86
2-b
57.81
1-a
57.25
1-b
59.28
2-a
59.28
2-b
51.65
1-a
62.85
1-b
62.94
2-a
57.85
2-b
60.17
1-a
68.41
1-b
68.70
2-a
66.90
2-b
65.14
1-a
66.26
1-b
66.38
2-a
64.04
2-b
62.52
Rataan Duplo (%)
Rataan Hitung (%)
21.30 22.55 ± 1.78 23.81 55.31 56.32 ± 1.43 57.34 58.27 56.87 ± 1.98 55.46 62.89 60.95 ± 2.74 59.01 68.55 67.29 ± 1.79 66.02 66.32 64.80 ± 2.15 63.28
81
Lampiran 10. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap transmittan whey. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Transmittan Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 2680.055a 36032.096 1094.048 1022.793 563.214 24.507 38736.658 2704.562
df
Mean Square 536.011 36032.096 1094.048 511.397 281.607 4.085
5 1 1 2 2 6 12 11
F 131.231 8821.666 267.854 125.204 68.945
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
a. R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .983)
POST HOC - KONSENTRASI Transmittan Duncan
a,b
Konsentrasi 0.015 0.045 0.030 Sig.
N 4 4 4
Subset 1 41.75
2 60.83 61.81 .522
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4.085. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
POST HOC – INTERAKSI (a1=CaSO4.2H2O; a2=CH3COOH; b1=0.015 N; b2=0.030 N; b3=0.045 N) Transmittan Duncan
a,b
Subset Interaksi a1b1 a1b2 a1b3 a2b1 a2b3 a2b2 Sig.
N 2 2 2 2 2 2
1 22.5550
2
3
56.3250 56.8650 60.9500
1.000
4
60.9500 64.8000
.069
.105
64.8000 67.2850 .265
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4.085. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
82
Lampiran 11. Hasil analisis korelasi antara kadar protein metode Bradford dan transmittan whey Correlations Kadar Protein
Transmittan
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Kadar Protein 1
Transmittan -.977** .001 6 6 -.977** 1 .001 6 6
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 12. Data analisis kadar protein curd metode Kjeldahl (%basis basah) Koagulan
Konsentrasi (N)
CaSO4.2H2O
0.015
0.030
0.045
CH3COOH
0.015
0.030
0.045
Repetisi
Kadar Protein (g/100g)
1-a
5.89
1-b
6.54
2-a
7.50
2-b
7.70
1-a
8.69
1-b
9.04
2-a
8.82
2-b
8.89
1-a
10.37
1-b
10.78
2-a
11.03
2-b
11.05
1-a
10.91
1-b
10.56
2-a
10.79
2-b
10.75
1-a
12.27
1-b
10.38
2-a
10.65
2-b
10.59
1-a
12.43
1-b
11.30
2-a
10.86
2-b
9.63
Rataan Duplo (g/100g)
Rataan Hitung (g/100g)
6.22 6.91 ± 0.98 7.60 8.87 8.86 ± 0.01 8.85 10.58 10.81 ± 0.33 11.04 10.73 10.75 ± 0.02 10.77 11.33 10.97 ± 0.50 10.62 11.87 11.06 ± 1.14 10.25
83
Lampiran 13. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap kadar protein Kjeldahl curd (%basis basah) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kadar Protein Curd Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 28.138a 1174.517 12.837 8.845 6.456 2.620 1205.274 30.758
df
Mean Square 5.628 1174.517 12.837 4.422 3.228 .437
5 1 1 2 2 6 12 11
F 12.887 2689.579 29.397 10.127 7.392
Sig. .004 .000 .002 .012 .024
a. R Squared = .915 (Adjusted R Squared = .844)
POST HOC - KONSENTRASI Kadar Protein Curd Duncan
a,b
Subset Konsentrasi 0.015 0.030 0.045 Sig.
N
1 4 4 4
2 8.83 9.92
9.92 10.93 .072
.059
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .437. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
POST HOC – INTERAKSI (a1=CaSO4.2H2O; a2=CH3COOH; b1=0.015 N; b2=0.030 N; b3=0.045 N) Kadar Protein Curd Duncan
a,b
Interaksi a1b1 a1b2 a2b1 a1b3 a2b2 a2b3 Sig.
N
Subset 2
1 2 2 2 2 2 2
3
6.91 8.86
1.000
1.000
10.75 10.81 10.97 11.06 .671
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .437. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 14. Data analisis kadar air curd (% basis basah) 84
Koagulan
Konsentrasi (N)
CaSO4.2H2O
0.015
0.030
0.045
CH3COOH
0.015
0.030
0.045
1-a
Kadar Air (g/100g) 87.77
1-b
88.71
2-a
87.66
2-b
87.18
1-a
83.81
1-b
83.20
2-a
82.84
2-b
83.43
1-a
79.16
1-b
81.75
2-a
78.00
2-b
78.31
1-a
78.36
1-b
80.89
2-a
80.40
2-b
80.90
1-a
75.29
1-b
79.00
2-a
75.85
2-b
79.03
1-a
74.85
1-b
78.75
2-a
75.49
2-b
76.68
Repetisi
Rataan Duplo (g/100g)
Rataan Hitung (g/100g)
88.24 87.83 ± 0.58 87.42 83.50 83.32 ± 0.26 83.13 80.46 79.30 ± 1.63 78.15 79.62 80.14 ± 0.73 80.65 77.15 77.29 ± 0.20 77.44 76.80 76.44 ± 0.51 76.08
85
Lampiran 15. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap kadar air curd (%basis basah) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Kadar Air Curd POST HOC –Variable: KONSENTRASI Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 179.359a 78188.621 91.632 75.698 12.030 3.904 78371.884 183.264
df
Mean Square 35.872 78188.621 91.632 37.849 6.015 .651
5 1 1 2 2 6 12 11
F 55.125 120154.6 140.814 58.163 9.243
Sig. .000 .000 .000 .000 .015
a. R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .961)
POST HOC - KONSENTRASI Kadar Air Curd Duncan
a,b
Konsentrasi 0.045 0.030 0.015 Sig.
N 4 4 4
Subset 2
1 77.87
3
80.31 1.000
83.98 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .651. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
POST HOC – INTERAKSI (a1=CaSO4.2H2O; a2=CH3COOH; b1=0.015 N; b2=0.030 N; b3=0.045 N) Kadar Air Curd Duncan
a,b
Subset Interaksi a2b3 a2b2 a1b3 a2b1 a1b2 a1b1 Sig.
N 2 2 2 2 2 2
1 76.44 77.30
2
3
4
79.31 80.14 83.32 .330
.343
1.000
87.83 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .651. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
86
Lampiran 16. Data analisis kadar protein fraksi Osborne dengan metode Bradford Lampiran 16a. Sampel tepung kedelai Konsentrasi (mg/ml)
Absorbansi
mg protein standar
0.1000
0.9000
0.1012
0.0518
0.0101
0.2000
0.8000
0.2024
0.1805
0.0202
0.4000
0.6000
0.4048
0.3650
0.0405
0.6000
0.4000
0.6072
0.5147
0.0607
0.8000
0.2000
0.8096
0.7557
0.0810
1.0000
0.0000
1.0120
0.8975
0.1012
+4(((( %
Vol aquades (ml)
+% +
Vol stok BSA (ml)
(4(((( (4((((
Stok BSA = 1.0120 mg/ml Fraksi Sampel
Alb
Glo
Pro
Glu
= A >4/->B " (4(// @DA (4>>0
(40(((
(4(-(( %
(4(<(( % !"
87
Repetisi
Vstok (mL)
Pengenceran (ml/0.5 ml)
Vreaksi (ml)
Absorbansi
Kons Rx (mg)
Kons (mg)
Ms awal Tpg (mg)
Kadar Protein (mg/100mg tpg)
1-a
1.0200
0.0250
0.1000
0.4678
0.0530
10.8039
99.2
10.8910
1-b
1.0000
0.0250
0.1000
0.4140
0.0471
9.4274
99.2
9.5034
2-a
1.0900
0.0250
0.1000
0.4574
0.0518
11.2988
99.5
11.3556
2-b
1.0300
0.0250
0.1000
0.4186
0.0476
9.8125
99.2
9.8916
1-a
1.1200
0.0500
0.1000
0.2364
0.0279
3.1290
99.2
3.1542
1-b
1.1100
0.0500
0.1000
0.2505
0.0295
3.2707
99.2
3.2971
2-a
1.1300
0.0500
0.1000
0.2436
0.0287
3.2449
99.5
3.2612
2-b
1.0700
0.0500
0.1000
0.2615
0.0306
3.2794
99.2
3.3059
1-a
1.2100
-
0.1000
0.0010
0.0025
0.0301
99.2
0.0304
1-b
1.2500
-
0.1000
0.0278
0.0054
0.0673
99.2
0.0678
2-a
1.2600
-
0.1000
0.0324
0.0059
0.0741
99.5
0.0745
2-b
1.2100
-
0.1000
0.0070
0.0031
0.0380
99.2
0.0383
1-a
1.0900
0.0500
0.1000
0.3727
0.0427
4.6512
99.2
4.6887
1-b
1.0200
0.0500
0.1000
0.3869
0.0442
4.5090
99.2
4.5454
2-a
1.0300
0.0500
0.1000
0.3943
0.0450
4.6361
99.5
4.6594
2-b
1.0200
0.0500
0.1000
0.3552
0.0408
4.1594
99.2
4.1929
Rataan Duplo (mg/100mg) 10.1972
10.6236
3.2256
3.2835
0.0491
0.0564
4.6170
4.4262
(4+/(( Rataan Hitung (mg/100mg) 10.4104 ± 0.3015
3.2546 ± 0.0409
0.0527 ± 0.0052
4.5216 ± 0.1350
Lampiran 16b. Sampel curd CaSO4.2H2O - 0.015 N Vol aquades (ml)
Konsentrasi (mg/ml)
Absorbansi
mg protein standar
0.1000
0.9000
0.1044
0.1253
0.0104
0.2000
0.8000
0.2088
0.2485
0.0209
0.4000
0.6000
0.4176
0.4469
0.0418
0.6000
0.4000
0.6264
0.6735
0.0626
0.8000
0.2000
0.8352
0.8396
0.0835
1.0000
0.0000
1.0440
1.0226
0.1044
+40((( +% +
%
Vol stok BSA (ml)
+4(((( (40((( (4(((( (4((((
Alb
Glo
Pro
Glu
(4(-(( %
Stok BSA = 1.0440 mg/ml Fraksi Sampel
= A >40/>B C (4(-0 @DA (4>>5
88
Repetisi
Vstok (mL)
Pengenceran (ml/0.5 ml)
Vreaksi (ml)
Absorbansi
Kons Rx (mg)
Kons (mg)
Ms awal Tpg (mg)
Kadar Protein (mg/100mg tpg)
1-a
1.2050
-
0.1000
0.2025
0.0165
0.1991
72.20
0.2758
1-b
1.1400
-
0.1000
0.2256
0.0190
0.2161
76.10
0.2839
2-a
1.1500
-
0.1000
0.1781
0.0140
0.1606
74.70
0.2150
2-b
1.1450
-
0.1000
0.2013
0.0164
0.1877
72.50
0.2590
1-a
1.0850
-
0.1000
0.0545
0.0010
0.0108
72.20
0.0150
1-b
1.1700
-
0.1000
0.0833
0.0040
0.0471
76.10
0.0619
2-a
1.1650
-
0.1000
0.0782
0.0035
0.0406
74.70
0.0544
2-b
1.1500
-
0.1000
0.0802
0.0037
0.0425
72.50
0.0586
1-a
1.0900
-
0.1000
0.0558
0.0011
0.0123
72.20
0.0171
1-b
1.1700
-
0.1000
0.0536
0.0009
0.0105
76.10
0.0138
2-a
1.1500
-
0.1000
0.0544
0.0010
0.0114
74.70
0.0152
2-b
1.1500
-
0.1000
0.0515
0.0007
0.0078
72.50
0.0108
1-a
1.2200
0.0250
0.1000
0.1963
0.0159
3.8750
72.20
5.3670
1-b
1.2350
0.0250
0.1000
0.2810
0.0248
6.1163
76.10
8.0372
2-a
1.2100
0.0250
0.1000
0.2552
0.0221
5.3373
74.70
7.1449
2-b
1.2100
0.0250
0.1000
0.2913
0.0258
6.2553
72.50
8.6280
(4(<((
(4+/((
% !" Rataan Duplo (mg/100mg) 0.2799
0.2370
0.0384
0.0565
0.0155
0.0130
6.7021
7.8865
Rataan Hitung (mg/100mg) 0.2584 ± 0.0303
0.0475 ± 0.0128
0.0142 ± 0.0017
7.2943 ± 0.8375
Lampiran 16c. Sampel curd CaSO4.2H2O - 0.030 N Konsentrasi (mg/ml) 0.1008
0.2000
0.8000
0.4000
0.1247
mg protein standar 0.0101
0.2016
0.2348
0.0202
0.6000
0.4032
0.4407
0.0403
0.6000
0.4000
0.6048
0.6362
0.0605
0.8000
0.2000
0.8064
0.8344
0.0806
1.0000
0.0000
1.0080
0.9787
0.1008
Absorbansi
+40((( = A >40';B C (4(-@DA (4>>;
%
Vol aquades (ml) 0.9000
+% +
Vol stok BSA (ml) 0.1000
+4(((( (40((( (4(((( (4((((
Stok BSA = 1.0880 mg/ml Fraksi Sampel
Alb
Glo
Pro
Glu
(4(-(( %
(4(<(( % !"
89
Repetisi
Vstok (mL)
Pengenceran (ml/0.5 ml)
Vreaksi (ml)
Absorbansi
Kons Rx (mg)
Kons (mg)
Ms awal Tpg (mg)
Kadar Protein (mg/100mg tpg)
1-a
0.9050
-
0.1000
0.2006
0.0164
0.1486
60.00
0.2477
1-b
1.0200
-
0.1000
0.1927
0.0156
0.1590
74.00
0.2149
2-a
1.0100
-
0.1000
0.1886
0.0152
0.1531
75.50
0.2028
2-b
0.8600
-
0.1000
0.2011
0.0165
0.1417
53.90
0.2629
1-a
0.8800
-
0.1000
0.1365
0.0097
0.0853
60.00
0.1422
1-b
0.9750
-
0.1000
0.1627
0.0124
0.1214
74.00
0.1640
2-a
0.9800
-
0.1000
0.1366
0.0097
0.0951
75.50
0.1260
2-b
0.8500
-
0.1000
0.1410
0.0102
0.0865
53.90
0.1604
1-a
0.8200
-
0.1000
0.0513
0.0008
0.0063
60.00
0.0105
1-b
0.8800
-
0.1000
0.0555
0.0012
0.0106
74.00
0.0144
2-a
1.0050
-
0.1000
0.0474
0.0004
0.0036
75.50
0.0048
2-b
0.8350
-
0.1000
0.0498
0.0006
0.0051
53.90
0.0094
1-a
0.9300
0.0250
0.1000
0.2803
0.0248
4.6088
60.00
7.6814
1-b
1.0950
0.0250
0.1000
0.2786
0.0246
5.3880
74.00
7.2810
2-a
1.1000
0.0250
0.1000
0.2790
0.0246
5.4206
75.50
7.1797
2-b
0.9250
0.0250
0.1000
0.2854
0.0253
4.6836
53.90
8.6894
(4+/((
Rataan Duplo (mg/100mg) 0.2313
0.2328
0.1531
0.1432
0.0124
0.0071
7.4812
7.9345
Rataan Hitung (mg/100mg) 0.2321 ± 0.0011
0.1482 ± 0.0070
0.0098 ± 0.0038
7.7079 ± 0.3205
Vol stok BSA (ml)
Vol aquades (ml)
Konsentrasi (mg/ml)
Absorbansi
mg protein standar
0.1000
0.9000
0.1040
0.1242
0.0104
0.2000
0.8000
0.2080
0.2181
0.0208
%
0.4000
0.6000
0.4160
0.4217
0.0416
0.6000
0.4000
0.6240
0.6576
0.0624
+% +
Lampiran 16d. Sampel curd CaSO4.2H2O - 0.045 N
0.8000
0.2000
0.8320
0.8344
0.0832
1.0000
0.0000
1.0400
1.0221
0.1040
+40((( +4(((( (40((( (4(((( (4((((
Stok BSA = 1.0400 mg/ml
Fraksi Sampel
Alb
Glo
Pro
90
Glu
= A >45/'B C (4(/' @DA (4>><
(4(-(( %
Repetisi
Vstok (mL)
Pengenceran (ml/0.5 ml)
Vreaksi (ml)
Absorbansi
Kons Rx (mg)
Kons (mg)
Ms awal Tpg (mg)
Kadar Protein (mg/100mg tpg)
1-a
1.1600
-
0.1000
0.1451
0.0126
0.1457
76.00
0.1917
1-b
1.1650
-
0.1000
0.1604
0.0141
0.1646
73.80
0.2231
2-a
1.1600
-
0.1000
0.1444
0.0125
0.1448
63.20
0.2292
2-b
1.1450
-
0.1000
0.1538
0.0135
0.1540
79.90
0.1928
1-a
1.1450
-
0.1000
0.1409
0.0121
0.1388
76.00
0.1826
1-b
1.1300
-
0.1000
0.1570
0.0138
0.1558
73.80
0.2111
2-a
1.1900
-
0.1000
0.1369
0.0117
0.1394
63.20
0.2206
2-b
1.1550
-
0.1000
0.1301
0.0110
0.1273
79.90
0.1593
1-a
1.0800
-
0.1000
0.0420
0.0020
0.0211
76.00
0.0277
1-b
1.1300
-
0.1000
0.0543
0.0032
0.0364
73.80
0.0494
2-a
1.1350
-
0.1000
0.0452
0.0023
0.0259
63.20
0.0409
2-b
1.1450
-
0.1000
0.0453
0.0023
0.0263
79.90
0.0329
1-a
1.2150
0.0250
0.1000
0.2528
0.0236
5.7435
76.00
7.5572
1-b
1.2400
0.0250
0.1000
0.2609
0.0245
6.0675
73.80
8.2215
2-a
1.2300
0.0250
0.1000
0.2375
0.0221
5.4275
63.20
8.5879
2-b
1.2500
0.0250
0.1000
0.2637
0.0248
6.1882
79.90
7.7449
(4(<(( % !"
(4+/((
Rataan Duplo (mg/100mg) 0.2074
0.2110
0.1968
0.1899
0.0385
0.0369
7.8894
8.1664
Rataan Hitung (mg/100mg) 0.2092 ± 0.0026
0.1934 ± 0.0049
0.0377 ± 0.0012
8.0279 ± 0.1959
Lampiran 16e. Sampel curd CH3COOH - 0.015 N Konsentrasi (mg/ml)
Absorbansi
mg protein standar
0.1000
0.9000
0.0988
0.1112
0.0099
0.2000
0.8000
0.1976
0.2231
0.0198
0.4000
0.6000
0.3952
0.4069
0.0395
0.6000
0.4000
0.5928
0.6018
0.0593
0.8000
0.2000
0.7904
0.7879
0.0790
1.0000
0.0000
0.9880
0.9388
0.0988
+40((( %
Vol aquades (ml)
+% +
Vol stok BSA (ml)
+4(((( (40((( (4(((( (4((((
Alb
Glo
Pro
91
Glu
(4(-(( %
Stok BSA = 0.9880 mg/ml Fraksi Sampel
= A >4';/B C (4('' @DA (4>><
Repetisi
Vstok (mL)
Pengenceran (ml/0.5 ml)
Vreaksi (ml)
Absorbansi
Kons Rx (mg)
Kons (mg)
Ms awal curd (mg)
Kadar Protein (mg/100mg tpg)
1-a
1.0200
-
0.1000
0.1327
0.0106
0.1086
76.40
0.1421
1-b
1.0200
-
0.1000
0.1328
0.0107
0.1088
72.20
0.1507
2-a
1.0100
-
0.1000
0.1197
0.0093
0.0935
73.50
0.1272
2-b
1.0000
-
0.1000
0.1324
0.0106
0.1062
81.90
0.1296
1-a
1.0300
-
0.1000
0.1167
0.0089
0.0921
76.40
0.1206
1-b
1.0250
-
0.1000
0.1127
0.0085
0.0872
72.20
0.1208
2-a
0.9800
-
0.1000
0.0969
0.0068
0.0669
73.50
0.0910
2-b
1.0150
-
0.1000
0.1164
0.0089
0.0904
81.90
0.1104
1-a
0.9300
-
0.1000
0.0481
0.0016
0.0150
76.40
0.0196
1-b
0.9800
-
0.1000
0.0421
0.0010
0.0096
72.20
0.0132
2-a
0.9900
-
0.1000
0.0356
0.0003
0.0027
73.50
0.0037
2-b
0.9650
-
0.1000
0.0404
0.0008
0.0076
81.90
0.0093
1-a
1.0750
0.0250
0.1000
0.3128
0.0299
6.4250
76.40
8.4096
1-b
1.0650
0.0250
0.1000
0.2876
0.0272
5.7919
72.20
8.0220
2-a
1.0700
0.0250
0.1000
0.2633
0.0246
5.2647
73.50
7.1629
2-b
1.0400
0.0250
0.1000
0.2977
0.0283
5.8816
81.90
7.1815
(4(<((
(4+/((
% !" Rataan Duplo (mg/100mg) 0.1464
0.1284
0.1207
0.1007
0.0164
0.0065
8.2158
7.1722
Rataan Hitung (mg/100mg) 0.1374 ± 0.0127
0.1107 ± 0.0142
0.0115 ± 0.0070
7.6940 ± 0.7279
Lampiran 16f. Sampel curd CH3COOH - 0.030 N Vol stok BSA (ml)
Vol aquades (ml)
Konsentrasi (mg/ml)
Absorbansi
mg protein standar
0.1000
0.9000
0.0984
0.1116
0.0098
0.2000
0.8000
0.1968
0.2013
0.0197
0.4000
0.6000
0.3936
0.3971
0.0394
0.6000
0.4000
0.5904
0.5943
0.0590
0.8000
0.2000
0.7872
0.7936
0.0787
1.0000
0.0000
0.9840
0.9312
0.0984
+40((( +% +
%
= A >4-<5B C (4(// @DA (4>>5
+4(((( (40((( (4(((( (4((((
Stok BSA = 0.9840 mg/ml Fraksi Sampel
Alb
Glo
Pro
Glu
(4(-(( %
92
Repetisi
Vstok (mL)
Pengenceran (ml/0.5 ml)
Vreaksi (ml)
Absorbansi
Kons Rx (mg)
Kons (mg)
Ms awal curd (mg)
Kadar Protein (mg/100mg tpg)
1-a
1.1100
-
0.1000
0.0957
0.0078
0.0862
65.80
0.1310
1-b
1.1350
-
0.1000
0.0624
0.0043
0.0483
72.20
0.0669
2-a
1.1300
-
0.1000
0.0569
0.0037
0.0415
66.00
0.0629
2-b
1.1000
-
0.1000
0.0918
0.0074
0.0809
69.70
0.1160
1-a
1.1050
-
0.1000
0.1120
0.0095
0.1048
65.80
0.1593
1-b
1.1100
-
0.1000
0.0917
0.0073
0.0815
72.20
0.1129
2-a
1.0900
-
0.1000
0.1191
0.0102
0.1116
66.00
0.1691
2-b
1.0450
-
0.1000
0.1115
0.0094
0.0986
69.70
0.1415
1-a
1.0450
-
0.1000
0.0462
0.0026
0.0267
65.80
0.0406
1-b
1.0400
-
0.1000
0.0456
0.0025
0.0259
72.20
0.0359
2-a
1.0200
-
0.1000
0.0498
0.0029
0.0299
66.00
0.0453
2-b
1.0450
-
0.1000
0.0427
0.0022
0.0228
69.70
0.0327
1-a
1.2450
0.0250
0.1000
0.2750
0.0267
6.6409
65.80
10.0925
1-b
1.2600
0.0250
0.1000
0.2212
0.0210
5.2923
72.20
7.3301
2-a
1.2700
0.0250
0.1000
0.2230
0.0212
5.3801
66.00
8.1517
2-b
1.2300
0.0250
0.1000
0.2790
0.0271
6.6630
69.70
9.5596
(4(<(( % !" Rataan Duplo (mg/100mg) 0.0989
0.0895
0.1361
0.1553
0.0382
0.0390
8.7113
8.8556
(4+/((
Rataan Hitung (mg/100mg) 0.0942 ± 0.0067
0.1457 ± 0.0136
0.0386 ± 0.0005
8.7835 ± 0.1021
Lampiran 16g. Sampel curd CH3COOH - 0.045 N Vol aquades (ml)
Konsentrasi (mg/ml)
Absorbansi
mg protein standar
0.1000
0.9000
0.0980
0.1215
0.0098
0.8000
0.1960
0.2161
0.0196
0.4000
0.6000
0.3920
0.4210
0.0392
0.6000
0.4000
0.5880
0.6218
0.0588
0.8000
0.2000
0.7840
0.8166
0.0784
1.0000
0.0000
0.9800
0.9411
0.0980
+% +
0.2000
+40((( %
Vol stok BSA (ml)
+4(((( (40((( (4(((( (4((((
Alb
Glo
Pro
93
Glu
(4(-(( %
Stok BSA = 0.9800 mg/ml Fraksi Sampel
= A >400 @DA (4>>0
Repetisi
Vstok (mL)
Pengenceran (ml/0.5 ml)
Vreaksi (ml)
Absorbansi
Kons Rx (mg)
Kons (mg)
Ms awal curd (mg)
Kadar Protein (mg/100mg tpg)
1-a
1.1000
-
0.1000
0.1126
0.0077
0.0847
69.60
0.1218
1-b
1.0900
-
0.1000
0.1139
0.0078
0.0854
77.00
0.1110
2-a
1.0850
-
0.1000
0.1133
0.0078
0.0844
76.10
0.1109
2-b
1.0550
-
0.1000
0.1055
0.0070
0.0734
71.10
0.1033
1-a
1.1200
-
0.1000
0.1436
0.0109
0.1226
69.60
0.1761
1-b
1.1000
-
0.1000
0.1899
0.0158
0.1737
77.00
0.2256
2-a
1.1000
-
0.1000
0.1546
0.0121
0.1330
76.10
0.1748
2-b
1.0800
-
0.1000
0.1865
0.0154
0.1666
71.10
0.2343
1-a
1.0200
-
0.1000
0.1557
0.0122
0.1246
69.60
0.1790
1-b
1.0500
-
0.1000
0.1393
0.0105
0.1102
77.00
0.1431
2-a
1.0300
-
0.1000
0.1528
0.0119
0.1226
76.10
0.1611
2-b
1.0350
-
0.1000
0.1212
0.0086
0.0890
71.10
0.1252
1-a
1.2600
0.0250
0.1000
0.2728
0.0245
6.1637
69.60
8.8559
1-b
1.2000
0.0250
0.1000
0.3596
0.0335
8.0492
77.00
10.4535
2-a
1.2000
0.0250
0.1000
0.3328
0.0307
7.3775
76.10
9.6945
2-b
1.2300
0.0250
0.1000
0.3523
0.0328
8.0646
71.10
11.3426
(4(<(( % !" Rataan Duplo (mg/100mg) 0.1164
0.1071
0.2008
0.2046
0.1610
0.1432
9.6547
10.5186
Rataan Hitung (mg/100mg) 0.1117 ± 0.0066
0.2027 ± 0.0026
0.1521 ± 0.0126
10.0866 ± 0.6109
0.030 N 0.045 N
CaSO4.2H2O
0.015 N
1-a
0.2758
1-b
0.2839
2-a
0.2150
2-b
0.2590
1-a
0.2477
1-b
0.2149
2-a
0.2028
2-b
0.2629
1-a
0.1917
1-b
0.2231
2-a
0.2292
2-b
0.1928
0.2799
0.2370
0.2313
0.2328
0.2074
0.2110
3.3059 0.0150 0.2584 ± 0.0303
0.0619 0.0544 0.0586 0.1422
0.2321 ± 0.0011
0.1640 0.1260 0.1604 0.1826
0.2092 ± 0.0026
0.2111 0.2206 0.1593
3.2835
0.0384
0.0565
0.1531
0.1432
0.1968
0.1899
0.0678 0.0745 0.0383 0.0171
0.0475 ± 0.0128
0.0138 0.0152 0.0108 0.0105
0.1482 ± 0.0070
0.0144 0.0048 0.0094 0.0277
0.1934 ± 0.0049
0.0494 0.0409 0.0329
0.0564
0.0155
0.0130
0.0124
0.0071
0.0385
0.0369
4.6887 0.0527 ± 0.0052
4.5454 4.6594 4.1929 5.3670
0.0142 ± 0.0017
8.0372 7.1449 8.6280 7.6814
0.0098 ± 0.0038
7.2810 7.1797 8.6894 7.5572
0.0377 ± 0.0012
8.2215 8.5879 7.7449
4.6170
4.4262
6.7021
7.8865
7.4812
7.9345
7.8894
8.1664
4.5216 ± 0.1350
7.2943 ± 0.8375
7.7079 ± 0.3205
8.0279 ± 0.1959
18.0890
18.3896
7.0358
8.1930
7.8781
8.3177
8.3321
8.6042
18.2393 ± 0.2126
7.6144 ± 0.8182
8.0979 ± 0.3108
8.4682 ± 0.1924
39.8749
39.8320
10.8365
11.9177
13.4845
14.1640
13.6660
14.6476
39.8534 ± 0.0303
11.3771 ± 0.7646
13.8243 ± 0.4805
14.1568 ± 0.6941
45.36
46.17
64.93
68.75
58.42
58.72
60.97
58.74
Rataan Hitung (%)
Recovery (%)
Rataan Hitung (mg/100mg)
Total Protein Kjeldahl (mg/100mg)
Rataan Hitung (mg/100mg)
Total Protein Ekstraksi (mg/100mg)
Rataan Hitung (mg/100mg)
Rataan Duplo (mg/100mg)
Glutelin (mg/100mg)
9.8916
3.2612
3.2546 ± 0.0409
0.0491
Rataan Hitung (mg/100mg)
2-b
10.6236
0.0304
Rataan Duplo (mg/100mg)
11.3556
3.2971
Prolamin (mg/100mg)
2-a
10.4104 ± 0.3015
3.2256
Rataan Hitung (mg/100mg)
9.5034
3.1542
Rataan Duplo (mg/100mg)
1-b
10.1972
Globulin (mg/100mg)
10.8910
Rataan Hitung (mg/100mg)
Albumin (mg/100mg)
1-a
Rataan Duplo (mg/100mg)
Repetisi
Tepung Kedelai
Sampel
Lampiran 17. Data analisis protein fraksinasi Osborne
45.77 ± 0.57
66.84 ± 2.70
58.57 ± 0.21
59.86 ± 1.58
94
1-a
0.1218
1-b
0.1110
2-a
0.1109
2-b
0.1033
0.1164
0.1071
0.1415 0.1761 0.1117 ± 0.0066
0.2256 0.1748 0.2343
0.1553
0.2008
0.2046
0.0453 0.0327 0.1790
0.2027 ± 0.0026
0.1431 0.1611 0.1252
0.0390
0.1610
0.1432
0.0386 ± 0.0005
7.3301 8.1517 9.5596 8.8559
0.1521 ± 0.0126
10.453 5 9.6945 11.342 6
8.7113
8.8556
9.6547
10.518 6
8.7835 ± 0.1021
10.086 6 ± 0.6109
8.9846
9.1394
10.1329
10.9734
9.0620 ± 0.1095
10.5532 ± 0.5943
11.7541
11.3723
12.3860
13.0218
14.8653
17.2007
11.5632 ± 0.2700
12.7039 ± 0.4495
16.0330 ± 1.6513
72.31
65.14
72.54
70.19
68.16
63.80
Rataan Hitung (%)
0.1160
0.1691
0.0359
10.092 5
7.4078
7.9536 ± 0.7718
Recovery (%)
2-b
0.0895
0.1457 ± 0.0136
0.0382
7.1722
8.4993
Rataan Hitung (mg/100mg)
0.0629
0.1129
0.0406
7.1815
7.6940 ± 0.7379
Total Protein Kjeldahl (mg/100mg)
2-a
0.0942 ± 0.0067
0.1361
7.1629
8.2158
Rataan Hitung (mg/100mg)
0.0669
0.1593
8.0220
Total Protein Ekstraksi (mg/100mg)
1-b
0.0989
0.0093
0.0065
0.0115 ± 0.0070
Rataan Hitung (mg/100mg)
0.1310
0.0037
8.4096
Rataan Duplo (mg/100mg)
1-a
0.1104
0.1007
0.0132
Glutelin (mg/100mg)
0.1296
0.0910
0.1107 ± 0.0142
0.0164
Rataan Hitung (mg/100mg)
2-b
0.1284
0.0196
Rataan Duplo (mg/100mg)
0.1272
0.1208
Prolamin (mg/100mg)
2-a
0.1374 ± 0.0127
0.1207
Rataan Hitung (mg/100mg)
0.1507
0.1206
Rataan Duplo (mg/100mg)
1-b
0.1464
Globulin (mg/100mg)
0.1421
Rataan Hitung (mg/100mg)
Albumin (mg/100mg)
1-a
Rataan Duplo (mg/100mg)
Repetisi
0.030 N 0.045 N
CH3COOH
0.015 N
Sampel
Lampiran 17. (Lanjutan)
68.72 ± 5.07
71.36 ± 1.66
65.98 ± 3.09
95
Lampiran 18. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk fraksinasi protein metode Osborne Lampiran 18a. Fraksi protein albumin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Albumin Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .047a .363 .042 .003 .001 .001 .410 .048
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square .009 .363 .042 .002 .000 .000
F 47.548 1848.320 215.735 8.904 2.099
Sig. .000 .000 .000 .016 .204
a. R Squared = .975 (Adjusted R Squared = .955) POST HOC - KONSENTRASI
Albumin a,b
Duncan
Konsentrasi 0.045 0.030 0.015 Sig.
Subset 1 2 .160475 .163125 .197925 .798 1.000
N 4 4 4
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 18b. Fraksi protein globulin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Globulin Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .033a .240 .002 .028 .002 .001 .273 .033
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square .007 .240 .002 .014 .001 .000
F 62.238 2289.845 15.668 136.042 11.718
Sig. .000 .000 .007 .000 .008
a. R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .965)
96
Lampiran 18b. (Lanjutan) POST HOC - KONSENTRASI Globulin a,b
Duncan
Konsentrasi 0.015 0.030 0.045 Sig.
N 4 4 4
Subset 2
1 .079075
3
.146925 1.000
1.000
.198025 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
POST HOC - INTERAKSI Globulin Duncan
a,b
Subset Interaksi CaSO4.2H2O - 0.015 N CH3COOH - 0.015 N CH3COOH - 0.030 N CaSO4.2H2O - 0.030 N CaSO4.2H2O - 0.045 N CH3COOH - 0.045 N Sig.
N 2 2 2 2 2 2
1 .047450
2
3
4
.110700 .145700 .148150
1.000
1.000
.819
.193350 .202700 .396
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 18c. Fraksi protein prolamin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Prolamin Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .030a .023 .007 .016 .007 .000 .053 .030
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square .006 .023 .007 .008 .004 3.77E-005
F 157.797 615.547 174.418 209.774 97.510
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
a. R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .986)
97
Lampiran 18c. (Lanjutan) POST HOC - KONSENTRASI Prolamin Duncan
a,b
Konsentrasi 0.015 0.030 0.045 Sig.
N 4 4 4
Subset 2
1 .012850
3
.024175 1.000
.094900 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.77E-005. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
POST HOC - INTERAKSI Prolamin Duncan
a,b
Interaksi CaSO4.2H2O - 0.030 N CH3COOH - 0.015 N CaSO4.2H2O - 0.015 N CaSO4.2H2O - 0.045 N CH3COOH - 0.030 N CH3COOH - 0.045 N Sig.
N
1 .009750 .011450 .014250
2 2 2 2 2 2
Subset 2
3
.037700 .038600 .504
.888
.152100 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.77E-005. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 18d. Fraksi protein glutelin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Glutelin Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 10.444a 819.860 4.163 4.889 1.392 1.771 832.075 12.215
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square 2.089 819.860 4.163 2.445 .696 .295
F 7.078 2778.197 14.107 8.284 2.358
Sig. .017 .000 .009 .019 .175
a. R Squared = .855 (Adjusted R Squared = .734)
98
Lampiran 18d. (Lanjutan) POST HOC – KONSENTRASI Glutelin a,b
Duncan
Konsentrasi 0.015 0.030 0.045 Sig.
N 4 4 4
Subset 1 2 7.494150 8.245650 8.245650 9.057275 .098 .079
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .295. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 18e. Total protein ekstraksi fraksi Osborne Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total Protein Ekstraksi Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 11.367a 892.658 3.827 5.975 1.565 1.764 905.789 13.131
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square 2.273 892.658 3.827 2.987 .782 .294
F 7.732 3036.103 13.016 10.161 2.661
Sig. .014 .000 .011 .012 .149
a. R Squared = .866 (Adjusted R Squared = .754)
POST HOC – KONSENTRASI Total Protein Ekstraksi a,b
Duncan
Konsentrasi 0.015 0.030 0.045 Sig.
N 4 4 4
Subset 1 2 7.783975 8.579950 8.579950 9.510650 .083 .051
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .294. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
99
Lampiran 18f. Kadar protein Kjeldahl sampel fraksinasi Osborne Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kadar Protein Kjeldahl Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 31.088a 2115.146 .296 26.279 4.514 4.299 2150.533 35.388
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square 6.218 2115.146 .296 13.139 2.257 .717
F 8.678 2951.929 .413 18.337 3.150
Sig. .010 .000 .544 .003 .116
a. R Squared = .879 (Adjusted R Squared = .777) POST HOC – KONSENTRASI
Kadar Protein Kjeldahl Duncan
a,b
Konsentrasi 0.015 0.030 0.045 Sig.
N 4 4 4
Subset 2
1 11.470150
3
13.264075 1.000
1.000
15.094900 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .717. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 18g. Persentase recovery protein fraksinasi Osborne Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: % Recovery Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 252.507a 51047.694 144.283 47.727 60.498 47.798 51348.000 300.306
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square 50.501 51047.694 144.283 23.863 30.249 7.966
F 6.339 6407.908 18.111 2.996 3.797
Sig. .022 .000 .005 .125 .086
a. R Squared = .841 (Adjusted R Squared = .708)
100
Lampiran 19. Data analisis tekstur objektif Lampiran 19a. Sampel curd CaSO4.2H2O Sampel
Konsentrasi
CaSO4.2H2O
0.015
0.030
0.045
Repetisi
Hardness (g)
1-a
364.34
1-b
393.01
1-c
393.50
1-d
401.01
2-a
410.93
2-b
413.69
2-c
417.17
2-d
421.19
Rataan Plo (g)
Rataan Hitung (g)
Cohesiveness (%)
Rataan Plo (%)
Rataan Hitung (%)
73.60 74.03 401.85 ± 19.64
291.31 74.36 ± 0.61
74.18
73.10
289.24
74.79
75.74
73.59
415.74
304.95
676.97
74.73
505.89
666.62
75.35
502.30
1-c
641.32
1-d
696.63
2-a
638.70
2-b
609.02
2-c
586.48
2-d
627.56
75.19
76.28
78.04
481.91 76.03 ± 1.19
75.52
76.83
615.44
457.68
101
670.46
73.95
495.80
744.31
74.07
551.34
1-c
766.00
1-d
702.63
2-a
838.71
2-b
739.33
2-c
800.19
2-d
732.04
777.57
73.60
77.17
75.89 76.41
561.10 75.11 ± 2.14
73.12
77.01
472.96
479.06
1-a
749.21 ± 40.11
488.50 ± 21.98
487.21
1-b
73.25
504.05
526.08
467.90
76.87
76.34
720.85
307.38
315.35
1-a
642.91 ± 38.86
298.75 ± 12.21
304.82
1-b
75.14
Rataan Hitung (g)
290.11
303.74
304.42
73.93
74.87
670.39
Rataan Plo (g)
276.16
75.80 387.96
Gumminess (g)
76.62
530.50
513.75
563.15 ±
647.24 569.33 607.29 559.32
595.80
Lampiran 19b. Sampel curd CH3COOH Sampel
Konsentrasi
CH3COOH
0.015
0.030
0.045
Rataan Plo (g)
Rataan Hitung (g)
Cohesiveness (%)
Rataan Plo (%)
Rataan Hitung (%)
Gumminess (g)
102
Repetisi
Hardness (g)
1-a
814.39
1-b
728.95
1-c
848.77
1-d
738.94
2-a
915.89
2-b
852.04
2-c
810.41
2-d
825.47
69.33
572.31
1-a
927.71
69.40
643.87
1-b
826.01
1-c
878.75
1-d
819.51
2-a
935.83
2-b
839.52
2-c
859.17
2-d
816.96
68.84
562.39
1-a
731.07
69.16
505.63
1-b
638.20
1-c
637.44
1-d
754.13
2-a
707.42
2-b
675.20
2-c
556.44
2-d
643.55
73.03 70.94 816.86 ± 48.22
70.56
862.99
71.20 862.93 ± 0.09
71.44
690.21
71.62 667.93 ± 31.51
645.65
69.08
68.20
68.42
69.37
605.02 599.23 ± 8.19
646.44
585.92
455.92 456.56 70.08 ± 1.01
594.98
567.66
579.03
70.80
68.95
68.70
625.68
68.77
70.96
71.42
582.87 69.44 ± 0.95
581.24 ± 19.43
632.59
572.61
70.11
567.50
537.11
602.42
69.94
69.27
68.97
862.87
602.14 71.24 ± 1.83
69.07
70.66
532.32
72.53
72.69
70.70
850.95
Rataan Hitung (g)
598.42
73.48 782.76
Rataan Plo (g)
593.44
488.31 468.22 ± 28.41
535.15 487.76 482.22 382.26 440.30
448.13
Lampiran 20.
Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk parameter tekstur
curd Lampiran 20a. Hardness curd Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Hardness Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 270473.657a 5717865.352 102209.329 43231.469 125032.859 6821.937 5995160.946 277295.594
df
Mean Square 54094.731 5717865.352 102209.329 21615.734 62516.430 1136.989
5 1 1 2 2 6 12 11
F 47.577 5028.952 89.895 19.011 54.984
Sig. .000 .000 .000 .003 .000
a. R Squared = .975 (Adjusted R Squared = .955)
POST HOC – KONSENTRASI Hardness Duncan
a,b
Subset Konsentrasi 0.015 0.045 0.030 Sig.
N 4 4 4
1 609.3525
1.000
2 708.5700 752.9225 .112
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1136.989. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
POST HOC - INTERAKSI Hardness Duncan
a,b
Interaksi CaSO4.2H2O - 0.015 N CaSO4.2H2O - 0.030 N CH3COOH - 0.045 N CaSO4.2H2O - 0.045 N CH3COOH - 0.015 N CH3COOH - 0.030 N Sig.
N 2 2 2 2 2 2
1 401.85
Subset 3
2 642.92 667.93
1.000
.486
667.93 749.21
.053
4
5
749.21 816.86 .092
816.86 862.93 .221
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1136.989. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
103
Lampiran 20b. Cohesiveness curd Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Cohesiveness Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 78.528a 63440.929 72.423 .084 6.022 11.616 63531.073 90.144
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square 15.706 63440.929 72.423 .042 3.011 1.936
F 8.113 32770.486 37.410 .022 1.555
Sig. .012 .000 .001 .979 .286
a. R Squared = .871 (Adjusted R Squared = .764)
Lampiran 20c. Gumminess curd Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Gumminess Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 124155.628a 2998187.974 29660.158 23084.534 71410.937 4016.235 3126359.837 128171.863
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square 24831.126 2998187.974 29660.158 11542.267 35705.468 669.373
F 37.096 4479.102 44.310 17.243 53.342
Sig. .000 .000 .001 .003 .000
a. R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .943)
POST HOC – KONSENTRASI
104
Gumminess Duncan
a,b
Konsentrasi 0.015 0.045 0.030 Sig.
N 4 4 4
Subset 1 2 439.9939 515.6844 543.8687 1.000 .174
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 669.373. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 20c. (Lanjutan) POST HOC - INTERAKSI Gumminess Duncan
a,b
Interaksi CaSO4.2H2O - 0.015 N CH3COOH - 0.045 N CaSO4.2H2O - 0.030 N CaSO4.2H2O - 0.045 N CH3COOH - 0.015 N CH3COOH - 0.030 N Sig.
N 2 2 2 2 2 2
1 298.75
Subset 2
3
468.22 488.50
1.000
.463
563.15 581.24 599.23 .226
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 669.373. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 21. Data skor analisis tekstur subjektif: penekanan curd
Panelis 1 2 3 4
CaSO4.2H2O 0.015 N 0.030 N 0.045 N 2 2 6 3 5 7 3 2 6 3 3 7
CH3COOH 0.015 N 0.030 N 0.045 N 5 5 4 7 5 4 6 5 4 7 6 5
105
5 6 7 8 9 Jumlah Rataan
3 2 3 4 3 26 2.89
3 2 2 5 3 27 3.00
7 5 5 5 5 53 5.89
6 6 6 5 5 53 5.89
4 4 5 5 5 44 4.89
5 3 4 4 5 38 4.22
Lampiran 22. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk tekstur subjektif: penekanan curd Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 80.315a 1075.574 15.574 11.259 53.481 33.111 1189.000 113.426
df 5 1 1 2 2 48 54 53
Mean Square 16.063 1075.574 15.574 5.630 26.741 .690
F 23.286 1559.221 22.577 8.161 38.765
Sig. .000 .000 .000 .001 .000
a. R Squared = .708 (Adjusted R Squared = .678) POST HOC – KONSENTRASI Skor Duncan
a,b
Subset Konsentrasi 0.030 N 0.015 N 0.045 N Sig.
N
1 18 18 18
2 3.94 4.39 .115
5.06 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .690. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000. b. Alpha = .05.
POST HOC – INTERAKSI
106
Skor a,b
Duncan
Interaksi CaSO4.2H2O - 0.015 N CaSO4.2H2O - 0.030 N CH3COOH - 0.045 N CH3COOH - 0.030 N CaSO4.2H2O - 0.045 N CH3COOH - 0.015 N Sig.
N
1 2.89 3.00
9 9 9 9 9 9
Subset 2
3
4.22 4.89
.778
.095
5.89 5.89 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .690. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 23. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk respon panelis terhadap skor Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Corrected Model Intercept Panelis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 12.259a 1075.574 12.259 101.167 1189.000 113.426
df 8 1 8 45 54 53
Mean Square 1.532 1075.574 1.532 2.248
F .682 478.427 .682
Sig. .705 .000 .705
a. R Squared = .108 (Adjusted R Squared = -.050)
107
Lampiran 24. Data analisis tekstur subjektif: penggigitan curd
Panelis
Kekerasan Pengigitan
Mouthfeel Rapuh
Kesukaan Tekstur
127
711
549
445
793
734
127
711
549
445
793
734
127
711
549
445
793
734
1
8
6
7
7
7
5
4
6
7
5
3
3
3
6
4
5
6
7
2
3
3
6
6
3
4
6
3
7
7
2
2
4
4
4
6
6
7
3
5
2
3
7
4
3
6
3
3
7
4
3
5
5
5
4
5
4
4
5
4
5
6
5
3
5
6
5
6
5
4
5
5
5
4
4
7
5
5
5
4
5
4
3
7
6
4
5
5
3
3
3
4
4
4
7
6
4
4
6
8
6
5
6
4
7
6
5
4
4
6
4
6
4
5
7
3
3
2
4
3
3
4
4
3
3
3
3
5
5
6
6
7
7
8
5
5
5
6
6
5
5
6
6
7
7
6
2
3
3
6
6
3
9
5
4
4
6
7
4
7
4
6
6
6
7
3
6
5
5
7
7
10
6
4
6
7
5
5
7
3
7
6
4
3
3
5
4
4
4
4
11
3
4
5
6
6
6
4
6
5
7
7
6
3
4
4
6
7
7
12
6
3
6
6
4
4
7
4
7
7
7
6
4
3
4
4
3
3
13
6
2
4
7
4
3
7
2
4
7
4
3
6
4
3
6
4
6
14
3
3
3
6
5
6
6
4
5
7
7
7
4
4
6
5
5
6
15
4
5
5
6
3
7
5
6
5
7
4
7
4
5
5
6
3
6
16
6
3
5
6
4
4
7
2
7
6
3
3
6
8
3
4
6
7
17
7
6
5
6
3
3
7
7
4
7
4
3
6
3
6
3
6
6
18
3
4
6
7
7
4
3
4
6
7
6
6
3
4
6
7
7
6
19
7
5
5
7
3
3
8
7
6
7
3
3
3
4
4
3
6
6
20
6
3
4
7
5
6
6
5
5
8
6
7
4
3
3
7
4
6
21
6
6
6
7
6
6
4
3
4
7
3
4
5
7
5
7
7
5
22
3
4
3
6
5
6
7
7
7
9
9
8
4
4
4
2
2
3
108
Lampiran 24. (Lanjutan)
Panelis
Mouthfeel Rapuh
Kekerasan Pengigitan
Kesukaan Tekstur
127
711
549
445
793
734
127
711
549
445
793
734
127
711
549
445
793
734
23
4
6
3
8
6
6
7
7
7
9
7
7
3
3
5
4
3
6
24
6
4
4
7
4
7
6
7
3
7
4
4
4
3
4
6
5
6
25
6
3
3
3
7
4
8
4
7
4
6
4
5
6
3
3
6
4
26
6
6
7
7
6
5
7
8
9
9
7
6
7
5
7
6
7
4
27
6
5
6
8
7
7
6
6
6
8
7
6
5
5
5
7
7
7
28
3
2
4
7
6
5
3
2
4
6
6
4
3
2
3
7
6
4
29
3
2
6
8
4
3
6
5
8
9
4
2
3
2
5
9
3
5
30
4
3
4
7
6
6
4
4
4
3
3
3
5
5
5
6
5
6
Rataan
4.90
3.97
4.73
6.47
5.03
4.70
5.83
4.83
5.60
6.63
5.03
4.57
4.13
4.40
4.47
5.27
5.17
5.57
Keterangan : 127 : CaSO4.2H2O – 0.015 N 711 : CaSO4.2H2O – 0.030 N 549 : CaSO4.2H2O – 0.045 N 445 : CH3COOH – 0.015 N 793 : CH3COOH – 0.030 N 734 : CH3COOH – 0.045 N
109
Lampiran 25. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk tekstur subjektif: penggigitan curd Lampiran 25a.
Kekerasan penggigitan sampel curd Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kekerasan Source Corrected Model Intercept Sampel Panelis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 206.000a 4440.200 101.533 104.467 201.800 4848.000 407.800
df 34 1 5 29 145 180 179
Mean Square 6.059 4440.200 20.307 3.602 1.392
F 4.353 3190.431 14.591 2.588
Sig. .000 .000 .000 .000
a. R Squared = .505 (Adjusted R Squared = .389)
POST HOC – SAMPEL Kekerasan Duncan
a,b
Sampel CaSO4.2H2O-0.030N CH3COOH-0.045N CaSO4.2H2O-0.045N CaSO4.2H2O-0.015N CH3COOH-0.030N CH3COOH-0.015N Sig.
N
Subset 2
1 30 30 30 30 30 30
3
3.97 4.70 4.73 4.90 5.03 1.000
.326
6.47 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.392. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 25b. Mouthfeel rapuh sampel curd Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Mouthfeel Source Corrected Model Intercept Sampel Panelis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 293.167a 5281.250 86.917 206.250 262.583 5837.000 555.750
df 34 1 5 29 145 180 179
Mean Square 8.623 5281.250 17.383 7.112 1.811
F 4.761 2916.336 9.599 3.927
Sig. .000 .000 .000 .000
a. R Squared = .528 (Adjusted R Squared = .417)
110
Lampiran 25b. (Lanjutan) POST HOC – SAMPEL Mouthfeel Duncan
a,b
Subset Sampel CH3COOH-0.045N CaSO4.2H2O-0.030N CH3COOH-0.030N CaSO4.2H2O-0.045N CaSO4.2H2O-0.015N CH3COOH-0.015N Sig.
N
1 30 30 30 30 30 30
2 4.57 4.83 5.03
3
5.03 5.60
.209
.105
4
5.60 5.83 .503
6.63 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.811. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 25c. Kesukaan tekstur secara umum selama berada di dalam mulut Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kesukaan Source Corrected Model Intercept Sampel Panelis Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 146.467a 4205.000 49.467 97.000 228.533 4580.000 375.000
df 34 1 5 29 145 180 179
Mean Square 4.308 4205.000 9.893 3.345 1.576
F 2.733 2667.992 6.277 2.122
Sig. .000 .000 .000 .002
a. R Squared = .391 (Adjusted R Squared = .248)
POST HOC – SAMPEL Kesukaan Duncan
a,b
Subset Sampel CaSO4.2H2O-0.015N CaSO4.2H2O-0.030N CaSO4.2H2O-0.045N CH3COOH-0.030N CH3COOH-0.015N CH3COOH-0.045N Sig.
N
1 30 30 30 30 30 30
2 4.13 4.40 4.47
.337
5.17 5.27 5.57 .248
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.576. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
111
Lampiran 26.
Hasil analisis korelasi kekerasan objektif dan subjektif
Lampiran 26a. Sampel curd CaSO4.2H2O Correlations
Objektif CaSO4.2H2O
Penekanan CaSO4.2H2O
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Objektif CaSO4.2H2O 1 3 .757 .453 3
Penekanan CaSO4.2H2O .757 .453 3 1 3
Correlations
Objektif CaSO4.2H2O
Penggigitan CaSO4. 2H2O
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Objektif CaSO4.2H2O 1 3 -.383 .750 3
Penggigitan CaSO4.2H2O -.383 .750 3 1 3
Lampiran 26b. Sampel curd CH3COOH Correlations
Objektif CH3COOH
Penekanan CH3COOH
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Objektif CH3COOH 1 3 .649 .551 3
Penekanan CH3COOH .649 .551 3 1 3
Correlations
Objektif CH3COOH
Penggigitan CH3COOH
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Objektif CH3COOH 1 3 .455 .700 3
Penggigitan CH3COOH .455 .700 3 1 3
112
Lampiran 27. Data analisis proporsi protein fraksi Osborne
Sampel
PERSENTASE (%) per TOTAL PROTEIN KJELDAHL
Repetisi
CaSO4.2H2O 0.015N 1 2
CaSO4.2H2O 0.030N 1 2
CaSO4.2H2O 0.045N 1 2
CH3COOH 0.015N 1 2
CH3COOH 0.030N 1 2
CH3COOH 0.045N 1 2
Albumin
2.58
1.99
1.72
1.64
1.52
1.44
1.25
1.13
0.80
0.69
0.78
0.62
Globulin
0.35
0.47
1.14
1.01
1.44
1.30
1.03
0.89
1.10
1.19
1.35
1.19
Prolamin
0.14
0.11
0.09
0.05
0.28
0.25
0.14
0.06
0.31
0.30
1.08
0.83
Glutelin
61.85
66.17
55.48
56.02
57.73
55.75
69.90
63.07
70.33
68.01
64.95
61.15
113
Lampiran28. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk proporsi fraksi protein pada fraksinasi protein metode Osborne Lampiran 28a. Persen fraksi albumin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Albumin Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 3.628a 21.762 2.632 .947 .050 .207 25.597 3.835
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square .726 21.762 2.632 .473 .025 .034
F 21.084 632.314 76.476 13.751 .721
Sig. .001 .000 .000 .006 .524
F 26.595 1489.939 10.380 48.211 13.086
Sig. .001 .000 .018 .000 .006
a. R Squared = .946 (Adjusted R Squared = .901)
POST HOC - KONSENTRASI Albumin Duncan
a,b
Konsentrasi 0.045 0.030 0.015 Sig.
Subset 1 1.0900 1.2125
N 4 4 4
2
1.7375 1.000
.386
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .034. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 28b. Persen fraksi globulin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Globulin Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 1.155a 12.938 .090 .837 .227 .052 14.144 1.207
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square .231 12.938 .090 .419 .114 .009
a. R Squared = .957 (Adjusted R Squared = .921)
114
Lampiran 28b. (Lanjutan) POST HOC - KONSENTRASI Globulin Duncan
a,b
Konsentrasi 0.015 0.030 0.045 Sig.
N
1 .6850
4 4 4
Subset 2
3
1.1100 1.000
1.000
1.3200 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .009. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
POST HOC - INTERAKSI Globulin Duncan
a,b
Subset Interaksi CaSO4.2H2O - 0.015 N CH3COOH - 0.015 N CaSO4.2H2O - 0.030 N CH3COOH - 0.030 N CH3COOH - 0.045 N CaSO4.2H2O - 0.045 N Sig.
N
1 .4100
2 2 2 2 2 2
2
3
.9600 1.0750 1.1450
1.000
.104
4
1.0750 1.1450 1.2700 .090
1.1450 1.2700 1.3700 .059
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .009. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 28c. Persen fraksi prolamin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Prolamin Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 1.107a 1.104 .270 .576 .262 .036 2.248 1.144
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square .221 1.104 .270 .288 .131 .006
F 36.712 183.006 44.751 47.695 21.709
Sig. .000 .000 .001 .000 .002
a. R Squared = .968 (Adjusted R Squared = .942)
115
Lampiran 28c. (Lanjutan) POST HOC - KONSENTRASI Prolamin Duncan
a,b
Konsentrasi 0.015 0.030 0.045 Sig.
Subset 1 2 .1125 .1875 .6100 .221 1.000
N 4 4 4
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .006. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
POST HOC - INTERAKSI Prolamin Duncan
a,b
Interaksi CaSO4.2H2O - 0.030 N CH3COOH - 0.015 N CaSO4.2H2O - 0.015 N CaSO4.2H2O - 0.045 N CH3COOH - 0.030 N CH3COOH - 0.045 N Sig.
N
1 .0700 .1000 .1250 .2650
2 2 2 2 2 2
Subset 2
.055
3
.1250 .2650 .3050 .067
.9550 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .006. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 28d. Persen fraksi glutelin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Glutelin Source Corrected Model Intercept JK KONS JK * KONS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 283.370a 46926.264 164.354 57.332 61.684 44.673 47254.307 328.042
df 5 1 1 2 2 6 12 11
Mean Square 56.674 46926.264 164.354 28.666 30.842 7.445
F 7.612 6302.656 22.074 3.850 4.142
Sig. .014 .000 .003 .084 .074
a. R Squared = .864 (Adjusted R Squared = .750)
116
Lampiran 29. Data analisis multiple linear regression kekerasan dengan proporsi fraksi protein Jenis
Konsentrasi
Hardness
% Albumin
% Globulin
%Prolamin
% Glutelin
Koagulan
(N)
(Y)
(X1)
(X2)
(X3)
(X4)
387.96
2.58
0.35
0.14
61.85
415.74
1.99
0.47
0.11
66.17
670.39
1.72
1.14
0.09
55.48
615.44
1.64
1.01
0.05
56.02
720.85
1.52
1.44
0.28
57.73
777.57
1.44
1.30
0.25
55.75
782.76
1.25
1.03
0.14
69.90
850.95
1.13
0.89
0.06
63.07
862.99
0.80
1.10
0.31
70.33
862.87
0.69
1.19
0.30
68.01
690.21
0.78
1.35
1.08
64.95
645.65
0.62
1.19
0.83
61.15
CaSO4.2H2O
0.015
0.030 0.045
CH3COOH
0.015 0.030 0.045
Lampiran 30. Hasil analisis multiple linear regression kekerasan dengan proporsi fraksi protein Lampiran 30a. Sampel curd CaSO4.2H2O
E 9 9 @F E
9
E
@
(4>>;
@ G
(4>0<
@ G
(4>>/
$
#
''4/;(
*
;
3
@
-
+/>+++4/0+
'//554<+'
@
+
++(;4/'+
++(;4/'+
0
+'(/+54-
/>4+5<
(4+'<
117
Lampiran 30a. (Lanjutan) #
#
!"
!"
!$%"
!$%"
+>0'4'>+
<+<4>('
/4'<0
(4/0'
"<-0+450-
+/'0<40'0
"<-0+450-
+/'0<40'0
H
+
"+>(4(>/
++04+'>
"+4;0+
(4'-5
"+;0'4(5'
+/5/4<<>
"+;0'4(5'
+/5/4<<>
H
/
"(4'/5
+<+4>-5
"(4((/
(4>>>
"/'+/4+5<
/'++40/-
"/'+/4+5<
/'++40/-
H
'
-0'4/>(
/>04;'-
+40''
(4';<
"''('4(>-
-/(>4;50
"''('4(>-
-/(>4;50
H
-
"+<4'0(
>4(>'
"/4(+<
(4/>'
"+''4<<5
>54+<<
"+''4<<5
>54+<<
Lampiran 30b. Sampel curd CH3COOH E 9 9 @F E
9
E
@
(4>(5
@ G
(4/
$
@ G
(4++/
#
<>4/<;
*
;
3
@
-
';<>;45'/
>//-4+<'
@
+
5>5/4(0+
5>5/4(0+
0
--<;<45<'
+4+05
!" 0'/4';;
<-045->
(4;/>
(4;-/
"+(/+'4>((
(40>0
#
# !"
!$%"
!$%"
++/5<4;''
"+(/+'4>((
++/5<4;''
H
+
"+(54'50
/;;4//0
"(4-('
(450;
"'->(4(5<
'/504'/>
"'->(4(5<
'/504'/>
H
/
+'(4;50
+('<4'';
(4+/;
(4>/(
"+'(;/4;'/
+''/'4>
"+'(;/4;'/
+''/'4>
H
'
"/;(4+'-
'<-4+5+
"(4;55
(4;/+
"0+-+4-<-
-;/+4/+5
"0+-+4-<-
-;/+4/+5
H
-
-45;/
/+4'/5
(4//'
(4<;(
"/;;4///
/5045-;
"/;;4///
/5045-;
118
Lampiran 30c. Sampel curd keseluruhan E 9 9 @F E
9
E
@
(4>-;
@ G
(4<>0
$
@ G
(4<'0
#
;-4-5<
*
+/
3
@
-
/-<+>'4;/>
;/(-<4-(5
@
5
/>+(+4>;0
-+054-/-
++
/55/>040>-
+-4>/0
(4((/
#
#
!"
!"
!$%"
!$%"
-(+4'(;
0(>40>;
(45<5
(4-05
"<('4;>5
+;(;4'(<
"<('4;>5
+;(;4'(<
H
+
"+5<4(-'
5+4-0'
"/4->/
(4(-+
"'-54((/
">4(<-
"'-54((/
">4(<-
H
/
/5(4/(-
++'4+';
/4'<<
(4(-<
/4;<+
0'545/<
/4;<+
0'545/<
H
'
"/><4+>-
504-+;
"'4>0-
(4((;
"-5;40/-
"++>4<;'
"-5;40/-
"++>4<;'
H
-
04-+0
04-(/
+4((/
(4'0(
"54'0>
+<4+>(
"54'0>
+<4+>(
Lampiran 31.
Hubungan Rf dengan log BM
Lampiran 31.a Sampel tepung kedelai Rf Marker (x) 0.1189
BM Marker 116.0
Log BM (y) 2.0645
0.2271
66.2
1.8209
0.3643
45.0
1.6532
0.5061
35.0
1.5441
+4(
0.6875
25.0
1.3979
(40
0.8948
18.4
1.2648
0.9665
14.4
1.1584
/40
" 2
/4(
= A "(4>05B C /4(5/ @DA (4>;'
+40
(4(
(40
+4( -2
+40
*
119
Lampiran 31b. Sampel curd CaSO4.2H2O – 0.015 N Rf Marker (x) 0.1175
BM Marker 116.0
Log BM (y) 2.0645
0.2270
66.2
1.8209
0.3619
45.0
1.6532
0.5016
35.0
1.5441
+4(
0.6825
25.0
1.3979
(40
0.8921
18.4
1.2648
0.9730
14.4
1.1584
/40
" 2
/4( = A "(4>0'B C /4(;> @DA (4>;/
+40
(4(
(40
+4(
-
+40
Lampiran 31c. Sampel curd CaSO4.2H2O – 0.030 N BM Marker 116.0
Log BM (y) 2.0645
0.2548
66.2
1.8209
0.4013
45.0
1.6532
0.5589
35.0
1.5441
0.7580
25.0
1.3979
0.8901
18.4
1.2648
0.9793
14.4
1.1584
/40 /4( " 2
Rf Marker (x) 0.1401
= A "(4>55B C /4++' @DA (4>5'
+40 +4( (40 (4(
(40
-
+4(
+40
Lampiran 31d. Sampel curd CaSO4.2H2O – 0.045 N
116.0
Log BM (y) 2.0645
0.2592
66.2
1.8209
0.4064
45.0
1.6532
0.5753
35.0
1.5441
0.7809
25.0
1.3979
0.8796
18.4
1.2648
0.9783
14.4
1.1584
BM Marker
/40 /4( " 2
Rf Marker (x) 0.1405
+40 = A "(4><(B C /4+/( @DA (4>5-
+4( (40 (4(
(40
+4(
+40
-
120
Lampiran 31e. Sampel curd CH3COOH – 0.015 N BM Marker 116.0
Log BM (y) 2.0645
0.2604
66.2
1.8209
0.3957
45.0
1.6532
0.5643
35.0
1.5441
0.7613
25.0
1.3979
0.8598
18.4
1.2648
0.9599
14.4
1.1584
/40 = A "+4(('B C /4+// @DA (4>50
/4( " 2
Rf Marker (x) 0.1352
+40 +4( (40 (4(
(40
-
+4(
+40
Lampiran 36. Sampel curd CH3COOH – 0.030 N BM Marker 116.0
Log BM (y) 2.0645
0.2184
66.2
1.8209
0.3576
45.0
1.6532
0.4968
35.0
1.5441
0.6845
25.0
1.3979
0.8738
18.4
1.2648
0.9693
14.4
1.1584
/40 /4( " 2
Rf Marker (x) 0.1149
= A "(4>0>B C /4(;; @DA (4>;'
+40 +4( (40 (4(
(40
+4(
+40
-
Lampiran 37. Sampel curd CH3COOH – 0.045 N
116.0
Log BM (y) 2.0645
0.2576
66.2
1.8209
0.4017
45.0
1.6532
0.5695
35.0
1.5441
0.7746
25.0
1.3979
0.9119
18.4
1.2648
0.9949
14.4
1.1584
BM Marker
/40 = A "(4>00B C /4+++ @DA (4>5(
/4( " 2
Rf Marker (x) 0.1458
+40 +4( (40 (4(
(40
-
+4(
+40
121