SKRIPSI
PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK
Oleh : VERAWATY F24104109
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Verawaty. F24104109. Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan dan Konjak. Di bawah bimbungan Rizal Syarief dan Rahadi Kusuma. 2008. RINGKASAN
Jelly merupakan sumber serat yang baik bagi tubuh. Banyak orang menyukai jelly dikarenakan teksturnya yang khas. Salah satu produsen dalam industri pangan melakukan inovasi terhadap produk jelly yang dihasilkan. Inovasi tersebut berupa pencarian bahan baku baru yang berpotensi menggantikan bahan baku exist yang selama ini digunakan. Bahan baku baru yang dicoba dikembangkan adalah kombinasi antara karagenan dan konjak. Kombinasi antara karagenan dan konjak akan menghasilkan suatu sinergisme dimana penambahan konjak dapat memperbaiki sifat – sifat gel kappa karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Gel yang dihasilkan dari kombinasi kappa karagenan dan konjak memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan gel yang hanya terbuat dari kappa karagenan saja. Sifat sinergisme inilah yang menjadi dasar pemilihan karagenan dan konjak sebagai bahan baku dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ratio optimal dari kombinasi karagenan dan konjak, menentukan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak agar gel yang dihasilkan memiliki gel strength yang sama dengan gel strength standar, memetakan tekstur gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak, dan memetakan karakteristik gel seperti laju sineresis dan perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam dari gel yang dihasilkan dari dan kombinasi karagenan dan konjak. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan formulasi gel, penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength, verifikasi setting Texture Analyser, dan penentuan waktu tunggu gel. Penelitian utama terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan ratio dari kombinasi karagenan dan konjak, penentuan konsentrasi karagenan dan konjak, analisis tekstur menggunakan TPA, pengamatan terhadap sineresis, pengukuran perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam, dan uji organoleptik. Formulasi gel yang digunakan adalah 0.80% hidrokoloid, 0.20% kalium sitrat, dan 0.50% gula. Untuk pengukuran gel strength, jarak penetrasi probe (distance) yang digunakan adalah 37 mm. Sedangkan waktu tunggu yang digunakan adalah 5 jam. Nilai gel strength tertinggi didapat pada perbandingan 60% karagenan : 40% konjak yaitu 1891.197 gram force (karagenan A), 1876.969 gram force (karagenan B), dan 1786.114 gram force (karagenan C). Nilai gel strength standar adalah 470.986 ± 7.627 gram force. Untuk menghasilkan gel strength yang setara dengan gel strength tersebut maka konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak yang digunakan adalah 0.260% untuk karagenan A dan C sedangkan untuk karagenan B dibutuhkan 0.278%. Hasil analisis tekstur dengan Texture Profile Analyser menunjukkan gel yang terbuat dari ketiga kombinasi karagenan dan konjak memiliki tekstur yang
hampir sama. Hanya saja pada beberapa parameter terdapat perbedaan nilai parameter seperti pada parameter hardness, fracturability, dan adhesiveness. Kombinasi karagenan B dan konjak memiliki nilai hardness dan fracturability tertinggi dibandingkan dua kombinasi lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran sineresis diketahui bahwa gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B memiliki laju sineresis yang rendah dibandingkan gel hasil kombinasi lainnya. Hal ini disebabkan jumlah konjak yang terdapat pada kombinasi karagenan B lebih banyak dibandingkan jumlah konjak pada kombinasi karagenan A dan C. Pada penentuan perubahan gel strength akibat pemanasan dan penambahan asam diketahui bahwa laju hidrolisis dari ketiga karagenan memiliki nilai yang hampir sama. Hal ini terlihat dari nilai slope grafik yang dihasilkan. Hasil uji organoleptik menunjukkan jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan B dan konjak memiliki nilai kesukaan tertinggi sedangkan jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan C dan konjak memiliki nilai kesukaan yang terendah. Berdasarkan hasil uji Duncan terlihat bahwa jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan C dan konjak berbeda nyata dengan sampel jelly lainnya (P < 0.05 ). Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi dari bahan baku pembuat jelly yang digunakan berpengaruh terhadap penerimaan konsumen.
PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : VERAWATY F24104109
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOBINASI KARAGENAN DAN KONJAK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : VERAWATY F24104109 Dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1986 Di Bandung, Jawa Barat Tanggal Lulus : 5 September 2008 Bogor, September 2008 Menyetujui :
Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Pembimbing Akademik
Iwan Surjawan, Ph.D Pembimbing Lapang I
Rahadi Kusuma, STP Pembimbing Lapang II Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Juli 1986. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari keluarga bapak Walter Malau (alm.) dan ibu Lince Nainggolan. Penulis mengawali jenjang pendidikan di SD. Maria, Jakarta pada tahun 1992 sampai 1996. Tahun 1996, penulis pindah ke SD. St. Antonius, Jakarta dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP. St. Antonius pada tahun 1998 sampai 2001 dan di SMU Negeri 81 pada tahun 2001 sampai 2004. Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATETA - IPB) pada tahun 2004. Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA). Kegiatan kepanitiaan juga pernah diikuti penulis antara lain National Student Paper Competition (2005), BAUR (2006), dan Natal Civitas Akademika IPB (2007). Penulis
melakukan
kegiatan
magang
sebagai
tugas
akhir
yang
berjudul ”Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan dan Konjak” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Rahadi Kusuma, STP.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala berkat dan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berupa kegiatan magang dengan judul Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan dan Konjak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. 2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc dan Dian Herawati, STP selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan yang berarti demi perbaikan skripsi ini. 3. Rahadi Kusuma, STP selaku pembimbing lapang. Terima kasih untuk bimbingan dan masukan selama penulis melaksanakan kegiatan magang. 4. Ou (alm.) dan Namtom yang telah memberikan begitu banyak dukungan baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat dan dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Keluarga besar Op. Santi Malau, terima kasih atas doa dan dukungannya. 6. Teman satu bimbingan : Indra Akbar Dilana, yang telah menjadi rekan seperjuangan selama 4 tahun berada di ITP. 7. Rekan – rekan magang : Dini, Gina, Yuke, Mayland, Lia, Iqbal, Indra, dan Andri. Terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan selama melaksanakan kegiatan magang. Semoga sukses teman – teman. 8. Kru HIMARSIS : Riska Rozida Bastomi dan Tika Amalia, terima kasih karena telah memberikan semangat untuk bangkit dan terus maju. 9. Rekan – rekan di tempat magang yang telah banyak membantu : Mbak Wati, Mbak Tuti, Mbak Ririn, Mbak Yuni, Indah, Vita, Eny, Irna, Nanda,
Bu ratih, Mbak Tri, Mbak Suzan, Mas Willy, Santi, Mbak Sesil, Mbak Lia, Ranto, dan Christin. 10. Teman – teman angkatan 41 : Dikin (terima kasih untuk literatur konjaknya), Mequ, Nona (semoga kita bisa pergi ke Japang bersama sama), Sisi, Erma, Inke, Prita, Jamal, Gema (kelompok D3, kumpulan para deadliners), Auu, April, Novia, Arum, Ros, Mas Taqi, Hans CW, Nene’, Jeng Rani, dan teman – teman ITP 41 lainnya. Semoga kita dapat berkumpul lagi di masa yang akan datang. 11. Segala pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan.
Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Hal. KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i DAFTAR ISI...........................................................................................................iii DAFTAR TABEL...................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................viii I.
II.
PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG...........................................................................1
B.
TUJUAN................................................................................................2
C.
MANFAAT............................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA A.
GEL........................................................................................................3
B.
KARAGENAN......................................................................................4 1.
Struktur Kimia Karagenan..............................................................4
2.
Kelarutan Karagenan.......................................................................8
3.
Stabilitas pH....................................................................................8
4.
Pembentukan Gel............................................................................8
5. Sinergisme dengan Konjak............................................................10 C.
KONJAK GLUKOMANNAN.............................................................11
D.
TEKSTUR............................................................................................13 1. Gel Strength...................................................................................14 2. Texture Profile Analyser................................................................15
III. BAHAN DAN METODE A.
BAHAN DAN ALAT..........................................................................19 1. Bahan............................................................................................. 19 2. Alat.................................................................................................19
B.
METODE PENELITIAN.....................................................................19 1. Penelitian Pendahuluan..................................................................19
a. Penentuan Formulasi Gel.........................................................19 b. Penentuan Setting Texture Analyser untuk pengukuran Gel Strength....................................................................................20 c. Verifikasi Setting Texture Analyser.........................................20 d. Penentuan Waktu Tunggu........................................................20 2. Penelitian Utama............................................................................21 a. Penentuan Ratio dari Kombinasi Karagenan dan Konjak........21 b. Penenetuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak......................................................................................21 c. Analisis Tekstur.......................................................................22 d. Pengamatan terhadap Sineresis................................................22 e. Pengukuran Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan pada Kondisi Asam..................................................................22 f. Uji Organoleptik.......................................................................22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
PENELITIAN PENDAHULUAN.......................................................24 1. Penentuan Formulasi Gel...............................................................24 2. Penentuan Setting Texture Analyser untuk pengukuran Gel Strength..........................................................................................25 3. Verifikasi Setting Texture Analyser...............................................28 4. Penentuan Waktu Tunggu..............................................................28
B.
PENELITIAN UTAMA.......................................................................30 1. Penentuan Ratio dari Kombinasi Karagenan dan Konjak..............30 2. Penenetuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak............................................................................................32 3. Analisis Tekstur.............................................................................34 4. Pengamatan terhadap Sineresis......................................................37 5. Pengukuran Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan pada Kondisi Asam........................................................................39 6. Uji Organoleptik.............................................................................42
V.
KESIMPULAN DAN SARAN A.
KESIMPULAN....................................................................................44
B.
SARAN................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46 LAMPIRAN...........................................................................................................49
DAFTAR TABEL
Hal. Tabel 1. Komponen penyusun karagenan..............................................................6 Tabel 2. Stabilitas karagenan dalam berbagai kondisi pH.....................................8 Tabel 3. Parameter – parameter tekstur dan definisinya......................................14 Tabel 4. Parameter tekstur dan penentuan nilai parameter dari grafik hasil keluaran TPA....................................................................16 Tabel 5. Kombinasi karagenan dan konjak dengan beberapa tingkat konsentrasi............................................................................................21 Tabel 6. Setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength......................25 Tabel 7. Hasil pengukuran gel strength gel kombinasi karagenan dan konjak pada berbagai jarak penetrasi probe...................................27 Tabel 8. Verifikasi nilai gel strength kombinasi karagenan dan konjak dengan konsentrasi tertentu.......................................................34 Tabel 9. Setting Texture Analyser untuk pengukuran TPA.................................34
DAFTAR GAMBAR
Hal. Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan................................5 Gambar 2. Struktur kimia mu karagenan.................................................................6 Gambar 3. Proses perubahan struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan.....................................................................................7 Gambar 4. Proses pembentukan gel karagenan........................................................9 Gambar 5. Struktur kimia konjak glukomannan....................................................12 Gambar 6. Grafik hubungan waktu dan gaya yang menunjukkan gel strength...........................................................................................15 Gambar 7. Stable Micro System TA.XTplus.........................................................25 Gambar 8. Grafik hubungan lama proses pembentukan gel dan gel strength.......29 Gambar 9. Grafik hubungan waktu pengukuran dan nilai gel strength yang terukur…………………………………….....……………….29 Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi karagenan dan gel strength.................31 Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak dengan gel strength...........................................................................33 Gambar 12. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter hardness, gumminess, dan chewiness................................................................35 Gambar 13. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter fracturability, adhesiveness, springiness, cohesiveness, dan resilience…………...35 Gambar 14. Grafik laju sineresis pada gel yang terbuat dari jelly powder maupun yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak............38 Gambar 15. Grafik pengaruh pemanasan dan beberapa tingkat keasaman terhadap perubahan gel strength.......................................................40 Gambar 16. Grafik perubahan gel strength akibat pemanasan dan penambahan asam.............................................................................41 Gambar 17. Hasil pengujian organoleptik terhadap tekstur gel.............................42
DAFTAR LAMPIRAN
Hal. Lampiran 1. Spesifikasi alat Texture Analyser TA.XTplus...................................50 Lampiran 2. Nilai gel strength dari pengukuran 10 cup jelly................................51 Lampiran 3. Pengukuran gel strength dari kombinasi karagenan dan konjak dengan berbagai ratio konsentrasi..................................51 Lampiran 4. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan A dan konjak………………………………………………………….52 Lampiran 5. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan B dan konjak………………………………………………………….52 Lampiran 6. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan C dan konjak………………………………………………………….52 Lampiran 7. Pengukuran gel strength dengan berbagai konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak………………………………………………53 Lampiran 8. Grafik hasil pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile Analyser............................................................................................53 Lampiran 9. Hasil pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile Analyser……………………………………………………………54 Lampiran 10. Hasil pengamatan terhadap sineresis gel........................................55 Lampiran 11. Pengukuran gel strength gel setelah pemanasan selama waktu tertentu pada kondisi asam.....................................................56 Lampiran 12. Hasil pengujian sensori terhadap jelly dengan parameter tekstur................................................................................................56 Lampiran 13. Tabel analisis sidik ragam hasil pengujian organoleptik jelly.........57
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi yang pesat, tingginya harapan konsumen terhadap suatu produk, serta peningkatan biaya produksi merupakan beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh produsen di industri pangan. Saat ini, produsen dituntut untuk terus menggali segala potensi yang ada agar dapat menjawab tantangan tersebut. Penggalian potensi yang dapat dilakukan seperti pengembangan alat – alat produksi ataupun pengembangan produk dari segi bahan baku. Salah satu produsen dalam industri pangan, khususnya produk jelly, menjawab tantangan tersebut dengan melakukan inovasi terhadap bahan baku produknya. Inovasi yang dilakukan berupa pencarian bahan baku baru yang berpotensi menggantikan bahan baku yang selama ini telah digunakan. Bahan baku baru yang dicoba dikembangkan adalah kombinasi antara karagenan dan konjak. Penggunaan bahan baku baru pada formula produk jelly diharapkan dapat mengurangi biaya produksi namun mutu produk yang dihasilkan tidak mengalami perubahan. Karagenan termasuk dalam kelompok hidrokoloid yang banyak digunakan di industri pangan. Dalam produk pangan, karagenan berfungsi sebagai pengental dan penstabil. Jenis karagenan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kappa karagenan. Jenis karagenan ini memiliki kemampuan membentuk gel paling baik dibandingkan dua jenis karagenan lainnya, iota dan lambda karagenan. Sama halnya dengan karagenan, konjak juga termasuk dalam kelompok bahan pembentuk gel. Konjak mampu membentuk gel reversible dan irreversible pada kondisi yang berbeda. Gel yang reversible terbentuk bila konjak dikombinasikan dengan polisakarida lainnya seperti xanthan gum dan karagenan. Sedangkan gel irrevesible didapat dari gel konjak yang terbentuk pada kondisi basa (pH 9 – 10) dengan pemanasan mencapai 85 0C. Penambahan konjak dapat memperbaiki sifat – sifat gel kappa karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Gel yang dihasilkan dari kombinasi
kappa karagenan dan konjak memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan gel yang hanya terbuat dari kappa karagenan saja. Sifat sinergisme inilah yang menjadi dasar pemilihan karagenan dan konjak sebagai bahan baku dalam penelitian ini. Sinergisme yang terjadi antara kappa karagenan dan konjak diharapkan dapat menghasilkan gel yang memiliki tekstur dan karakteristik yang sama dengan gel yang dihasilkan dari bahan baku exist. Dengan demikian, kombinasi tersebut dapat digunakan untuk menggantikan bahan baku exist dalam pembuatan produk jelly.
B. TUJUAN Tujuan dari kegiatan magang ini, yaitu : •
Menentukan ratio optimal dari kombinasi karagenan dan konjak,
•
Menentukan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak agar gel yang dihasilkan memiliki gel strength sesuai dengan gel strength standar
•
Memetakan tekstur gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak,
•
Memetakan karakteristik gel seperti laju sineresis dan perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam dari gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak.
C. MANFAAT Manfaat dari kegiatan magang ini, yaitu : •
Memberikan pengetahuan mengenai karakteristik gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak sehingga dapat diketahui apakah kombinasi tersebut berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan produk jelly,
•
Memberikan masukan kepada perusahaan mengenai kombinasi karagenan dan konjak terbaik serta karakteristik gel yang dihasilkan sehingga dapat dilakukan pengembangan (improvement) terhadap bahan baku produk jelly.
II.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
GEL Gel merupakan suatu sistem koloid dimana cairan didispersikan dalam padatan. Gel mungkin mengandung 99.9% air tetapi mempunyai sifat yang lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastisitas dan kekakuan (Winarno, 1992). Bahan – bahan yang dapat digunakan untuk membentuk gel pada produk pangan banyak berasal dari kelompok hidrokoloid. Hidrokolid adalah suatu polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid, dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut (Anonim, 2006a). Jenis hidrokoloid yang digunakan pada produk pangan diantaranya adalah agar, karagenan, furselaran, sodium alginat, pektin, LMC (low methoxyl pectin), gum arab, pati, dan kombinasi xanthan gum dengan LBG (locust bean gum). Menurut Fardiaz (1989), sifat pembentukan gel bervariasi dari satu jenis hidrokoloid ke jenis hidrokoloid yang lainnya tergantung pada jenisnya. Proses pembentukan gel, terutama pada hidrokoloid, terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya (Anonim, 2006a). Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi hidrokoloid yang digunakan, suhu, tingkat keasaman, keberadaan ion logam tertentu, dan komponen aktif lainnya. Berdasarkan sifatnya, gel dapat dibedakan atas dua jenis yaitu gel yang bersifat reversible dan gel yang bersifat irreversible. Gel yang bersifat reversible apabila dipanaskan ketika telah membentuk gel maka gel tersebut akan mencair. Tetapi saat larutan gel tersebut didinginkan maka akan membentuk gel kembali (Glicksman, 1983). Contoh gel yang bersifat reversible adalah agar yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba. Gel yang bersifat irreversible menunjukkan hasil yang berbeda ketika dipanaskan kembali. Gel yang telah terbentuk tidak berubah menjadi larutan dan tetap berbentuk gel. Contoh gel yang bersifat irreversible yaitu gel
cincau. Beberapa jenis hidrokoloid yang dapat membentuk gel reversible yaitu gelatin, agar, kappa dan iota karagenan, LMC, gellan gum, metil selulosa, dan kombinasi antara xanthan gum dengan LBG atau dengan konjak. Sedangkan alginat, HMP (high methoxyl pectin), konjak dan LBG merupakan jenis hidrokoloid pembentuk gel yang irreversible.
B.
KARAGENAN Karagenan merupakan hidrokoloid hasil ekstraksi yang banyak diperoleh dari rumput laut. Selain karagenan, ekstraksi rumput laut juga menghasilkan agar, fulselaran, dan alginat (Anonim, 2006a). Karagenan adalah polisakarida yang diekstrak dari beberapa anggota Rhodophyceae (rumput laut merah) seperti Chondrus, Euchema, Gigartina, Gloiopeltis, dan Iridea (Belitz dan Grosch, 1999). Sama halnya dengan karagenan, agar dan fulselaran juga dihasilkan dari ekstrak rumput laut merah (Rhodopyceae) sedangkan
alginat
merupakan
hasil
ekstraksi
rumput
laut
coklat
(Phaeophyceae) (Anonim, 2006a). Euchema cottonii dan E. spinosum merupakan jenis Rhodophyceae yang banyak ditemui di perairan Indonesia sedangkan Gigartina banyak ditemui di daerah selatan Eropa (Anonim, 2007b). E. cottonii (Kappaphycus alvarezii) merupakan jenis rumput laut penghasil kappa karagenan, E. spinosum merupakan penghasil iota karagenan, dan Gigartina merupakan penghasil lambda karagenan (Anonim, 2007b).
1. Struktur Kimia Karagenan Menurut Imeson (2000), karagenan merupakan polisakarida berantai linear dengan berat molekul yang tinggi. Rantai polisakarida tersebut terdiri dari ikatan berulang antara gugus galaktosa dengan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik yang berikatan dengan sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-(1,3) dan β-(1,4). Struktur kimia karagenan disajikan pada Gambar 1. Gugus molekul
yang
diberi
lingkaran
merah
merupakan
gugus
3,6-
anhidrogalaktosa sedangkan gugus molekul yang tidak diberi lingkaran merah adalah gugus galaktosa.
Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan (Bubnis, 2000) Kappa karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa. Kappa karagenan mengandung 25% ester sulfat dan 34% 3,6-anhidrogalaktosa. Jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang terkandung dalam kappa karagenan adalah yang terbesar diantara dua jenis karagenan lainnya. Iota karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa-2-sulfat. Iota karagenan mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa. Lambda karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-2-sulfat dan β-(1,4) D-galaktosa-2,6-disulfat. Lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat dan hanya mengandung sedikit atau tidak mengandung 3,6anhidrogalaktosa (Imeson, 2000). Selain ketiga jenis tipe karagenan tersebut, terdapat pula dua jenis tipe karagenan lain yaitu, mu (µ) dan nu (ν) karagenan. Komponen penyusun karagenan disajikan secara lengkap pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen penyusun karagenan Jenis karagenan Komponen penyusun Iota karagenan
D-galaktosa-4-sulfat, 3,6-anhidrogalaktosa-2-sulfat
Kappa karagenan
D-galaktosa-4-sulfat, 3,6-anhidrogalaktosa
Lambda karagenan
D-galaktosa-2-sulfat, D-galaktosa-2,6-disulfat
Mu karagenan
D-galaktosa-4-sulfat, D-galaktosa-6-sulfat,
Nu karagenan
D-galaktosa-4-sulfat, D-galaktosa-2,6-disulfat,
Sumber : Glicksman (1979) Mu karagenan merupakan prekursor dari kappa karagenan sedangkan nu karagenan adalah prekursor dari iota karagenan (Imeson, 2000). Kedua jenis karagenan ini tidak memiliki gugus 3,6anhidrogalaktosa tetapi memiliki gugus sulfat yang berikatan dengan C6 dari gugus galaktosa seperti terlihat pada Gambar 2.
Gugus sulfat pada C6
Gambar 2. Struktur kimia mu karagenan (Bubnis, 2000) Menurut Bubnis (2000), gugus sulfat yang berikatan dengan C6 dapat menghambat terjadinya proses pembentukan gel. Hal ini disebabkan gugus sulfat tersebut membuat rantai panjang polisakarida menjadi kaku (kink) sehingga tidak bisa membentuk heliks. Adanya enzim ”dekinkase” yang terdapat pada rumput laut dapat memecah ikatan gugus sulfat tersebut dan menghasilkan 3,6-anhidrogalaktosa seperti disajikan pada Gambar 3. Penambahan alkali pada proses
ekstraksi rumput laut juga membantu proses pemutusan ikatan pada gugus sulfat. Hal ini menyebabkan berubahnya struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan. Proses yang sama juga terjadi pada struktur nu karagenan yang berubah menjadi iota karagenan.
Gambar 3. Proses perubahan struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan (Bubnis, 2000) Hal inilah yang menjadi prinsip pemisahan fraksi karagenan menggunakan teknik presipitasi. Menurut Anonim (2008c), presipitasi merupakan teknik pemisahan dengan menambahkan senyawa kimia. Pada proses pengolahan karagenan, presipitasi digunakan untuk memisahkan fraksi – fraksi karagenan yang terdapat pada ekstrak rumput laut. Senyawa kimia yang digunakan adalah senyawa alkali seperti KCl. Fraksi yang peka terhadap ion kalium disebut kappa karagenan sedangkan fraksi yang tidak peka terhadap ion kalium disebut lambda karagenan (Belitz dan Grosch, 1999). Perbedaan fraksi hasil pemisahan karagenan tersebut didasarkan pada jumlah 3,6-anhidrogalaktosa dan posisi dari gugus ester sulfat (Glicksman, 1983). Kappa karagenan mengandung dibandingkan
jumlah lambda
3,6-anhidrogalaktosa karagenan.
Namun
yang
lebih
lambda
banyak karagenan
mengandung lebih banyak gugus sulfat dibandingkan kappa karagenan.
2. Kelarutan Karagenan Menurut Imeson (2000), semua jenis karagenan dapat larut pada air panas tetapi hanya lambda serta bentuk garam sodium dari kappa dan iota karagenan yang dapat larut dalam air dingin. Kappa karagenan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin sehingga dibutuhkan panas untuk dapat melarutkannya. Lambda karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (Glicksman, 1969). 3. Stabilitas pH Karagenan cukup stabil pada kisaran pH di atas 7 dan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9. Stabilitas karagenan akan mengalami penurunan pada pH di bawah 7 terutama jika terjadi kenaikan temperatur (Glicksman, 1969). Menurut Imeson (2000), larutan karagenan akan mengalami penurunan viskositas dan kekuatan gel (gel strength) pada pH 4,3. Hal ini disebabkan terputusnya ikatan glikosidik yang mengakibatkan terjadinya hidrolisis. Laju hidrolisis akan meningkat seiring peningkatan suhu. Stabilitas karagenan dalam berbagai tingkat keasaman disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Stabilitas karagenan dalam berbagai kondisi pH Stabilitas Kappa Iota Lambda pH netral dan Stabil Stabil Stabil alkali Terhidrolisis Terhidrolisis. jika dipanaskan. Stabil dalam pH asam Terhidrolisis Stabil dalam membentuk membentuk gel. gel. Sumber : Glicksman (1969) 4. Pembentukan Gel Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai – rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini
beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gambar 4 menunjukkan proses terjadinya gel karagenan. Proses ini diawali dengan perubahan polimer karagenan menjadi bentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel karagenan. Ketika suhu diturunkan, maka polimer karagenan akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan menghasilkan titik - titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman, 1979).
Gambar 4. Proses pembentukan gel karagenan (Bubnis, 2000) Hanya kappa dan iota karagenan saja yang mampu membentuk gel. Lambda karagenan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung
3,6-anhidrogalaktosa
(Glicksman,
1983).
Proses
pembentukan gel karagenan terjadi ketika larutan panas karagenan dibiarkan menjadi dingin. Gel yang dihasilkan bersifat thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel kembali bila didinginkan (Glicksman, 1983). Belitz dan Grosch (1999) menyatakan bahwa kemampuan membentuk gel dari kappa karagenan dipengaruhi oleh beberapa jenis kation seperti K+, Rb+, dan Cs+. Akan tetapi diantara ketiga jenis kation tersebut hanya ion K+ yang memberikan efek terbaik dalam pembentukan gel kappa karagenan. Gel yang dihasilkan oleh kappa
karagenan memiliki tekstur yang solid. Iota karagenan dapat membentuk gel jika direaksikan dengan ion Ca2+ dan akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lembut (soft) (BeMiller dan Whistler, 1996). Struktur kimia kappa karagenan yang disajikan pada Gambar 1 menunjukkan hanya terdapat satu gugus sulfat yang berikatan dengan gugus galaktosa. Menurut Bubnis (2000), adanya gugus sulfat membuat baik kappa maupun iota karagenan menjadi bersifat anionik (bermuatan negatif). Penambahan kation dapat membantu pembentukan gel karagenan. Penambahan ion kalium (K+) dan kalsuim (Ca2+) pada kappa karagenan dan iota karagenan akan menetralkan muatan dari karagenan tersebut. Kedua kation tersebut, kalium pada kappa karagenan dan kalsium pada iota karagenan, akan berikatan dengan sulfat. Hal ini menyebabkan dua rantai panjang karagenan bergerak mendekat dan membentuk ikatan hidrogen dan akhirnya membentuk double helix. 5. Sinergisme dengan Konjak Polisakarida seperti karagenan dapat membentuk gel pada kondisi tertentu. Tetapi jika dicampurkan dengan konjak yang tidak memiliki kemampuan membentuk gel maka akan terjadi interaksi yang sinergis. Sinergisme tersebut akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lebih elastis (BeMiller dan Whistler, 1996; Imeson, 2000; Takigami, 2000; dan Penroj et al., 2005). Menurut Widjanarko (2008), adanya konjak glukomannan dalam gel kappa karagenan dapat memperbaiki sifat – sifat gel kappa karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Kekuatan gel akan makin menurun dengan proporsi glukomannan yang makin meningkat. Sifat elastis gel akan makin meningkat dengan makin banyak penggunaan glukomannan. Sedangkan untuk tingkat sineresis gel akan makin berkurang dengan makin banyaknya proporsi glukomannan yang digunakan.
C.
KONJAK GLUKOMANNAN Konjak
glukomannan
banyak
terdapat
pada
jenis
tanaman
Amorphophallus. Sama halnya dengan karagenan, konjak glukomannan juga merupakan hidrokoloid yang diperoleh dari hasil ekstraksi umbi tanaman konjak. Penyebaran tanaman konjak lebih banyak di daerah Asia seperti Timur
Tengah,
Jepang,
dan
Asia
Tenggara.
Beberapa
spesies
Amorphophallus yang tumbuh di daerah tersebut yaitu Amorphophallus konjak K Koch, A. rivierii, A. bulbifier, dan A. oncophyllus (Takigami, 2000). Jenis Amorphophallus juga banyak dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah iles – iles (A. muelleri Blume) dan suweg (A. paeoniifolis). Klasifikasi Amorphophallus konjac menurut Anonim (2008d) adalah sebagai berikut : Kelas
: Magnoliophyta
Suku
: Alismatales
Famili
: Araceae
Marga
: Amorphophallus
Jenis
: Amorphophallus konjac Konjak glukomannan merupakan senyawa yang banyak terkandung
dalam tepung konjak yakni mencapai 70 - 90%. Bahan baku pembuatan tepung konjak adalah umbi dari tanaman konjak. Tepung konjak dapat digunakan sebagai bahan pengental, bahan pembentuk gel, dan pengikat air (Thomas, 1997). Konjak glukomannan adalah heteropolisakarida yang terdiri atas β-D-glukosa (G) dan β-D-manosa (M) dengan rasio perbandingan G dan M yaitu 1:1,6 (Penroj et al., 2005). Struktur kimia dari konjak glukomannan disajikan pada Gambar 5. Konjak glukomannan memiliki gugus asetil dalam jumlah kecil dan deasetilasi terjadi ketika konjak glukomannan direaksikan dengan alkali. Konsentrasi kritis terendah konjak glukomannan yang dibutuhkan untuk membentuk gel adalah 0,5% (Takigami, 2000).
Gambar 5. Struktur kimia konjak glukomannan (Johnson, 2002) Konjak glukomannan adalah polimer yang larut dalam air dan dapat menyerap 100 kali dari volumenya sendiri dalam air. Larutan yang terbentuk merupakan larutan pseudoplastic. Viskositas konjak lebih tinggi daripada bahan pengental alami lainnya dan stabil terhadap asam, tidak ada pengendapan walaupun pH diturunkan dibawah 3,3. Larutan konjak tahan terhadap garam walaupun pada konsentrasi tinggi (Widjanarko, 2008). Sebagai bahan pembentuk gel, konjak memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk gel yang reversible dan irreversible pada kondisi yang berbeda. Gel reversible terbentuk jika konjak dikombinasikan dengan hidrokoloid lain seperti karagenan atau xanthan gum. Gel irreversible didapat dari gel konjak yang terbentuk pada kondisi basa. Larutan konjak tidak akan membentuk gel karena gugus asetilnya mencegah rantai panjang glukomannan untuk bertemu satu sama lain (Widjanarko, 2008). Konjak dapat membentuk gel kecuali dengan adanya kappa karagenan dan xanthan gum, dimana asosiasi antar rantai mendukung gelasi atau pengentalan (Thomas, 1997). Gel konjak merupakan dietary fibre yang tidak akan diserap oleh usus, melainkan dapat memenuhi lambung dan mempercepat rasa kenyang sehingga cocok untuk makanan diet bagi penderita diabetes. Manfaat lain yang didapat dari konsumsi gel konjak yaitu mengurangi kolestrol darah, memperlambat pengosongan perut, dan mencegah penyakit tekanan darah tinggi (Johnson, 2002).
D.
TEKSTUR Tekstur merupakan aspek penting dalam penilaian mutu produk pangan. Tekstur juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk pangan (Hellyer, 2004). Menurut Larmond (1976), karakteristik tekstur dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu karakteristik mekanik (mechanical characteristics), karakteristik geometrik (geometrical characteristics), dan karakteristik lainnya yang mencakup kelembaban (moisture) dan kandungan minyak. Karakteristik mekanik terdiri dari lima parameter primer dan tiga parameter sekunder. Parameter primer yaitu hardness, cohesiveness, viscosity, elastisity, dan adhesiveness sedangkan parameter sekunder yaitu brittleness (fracturability), chewiness, dan gumminess. Brittleness dan gumminess sangat berkaitan dengan hardness dan cohesiveness sedangkan chewiness berkaitan dengan hardness, cohesiveness, dan elastisity (Larmond, 1976). Beberapa definisi dari parameter – parameter tersebut disajikan pada Tabel 3. Analisis tekstur produk pangan dapat dilakukan secara organoleptik dengan menggunakan panca indera ataupun secara instrumen dengan menggunakan alat. Hasil yang didapat dari analisis secara organoleptik merupakan hasil yang subyektif. Hasilnya pun beragam tergantung pada penilaian yang diberikan oleh panelis. Berbeda dengan analisis secara organoleptik, analisis tekstur dengan menggunakaan alat akan menghasilkan data yang lebih akurat karena bersifat obyektif (Peleg, 1983). Menurut Smewing (1999), analisis tekstur dapat dilakukan menggunakan alat atau instrumen seperti Instron, LFRA Texture Analyser, dan Stable Micro System TA.XT Texture Analyser. Analisis tekstur secara organoleptik dinilai belum dapat memberikan data yang akurat karena penilaian panelis dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis kelamin, usia, kondisi fisik, dan faktor lainnya. Pengukuran tekstur dengan menggunakan alat dianggap akurat karena tidak dipengaruhi oleh faktor – faktor tersebut.
Tabel 3. Parameter – parameter tekstur dan definisinya Parameter Definisi Hardness / Gaya yang diberikan kepada objek hingga terjadi firmness perubahan bentuk (deformasi) pada objek. Fracturability / Titik dimana besarnya gaya yang diberikan membuat brittleness objek menjadi patah (break / fracture). Fracturability sangat berkaitan dengan hardness dan cohesiveness. Adhesiveness Gaya yang dibutuhkan untuk menahan tekanan yang timbul diantara permukaan obyek dan permukaan benda lain saat terjadi kontak antara obyek dengan benda tersebut. Springiness / Laju suatu obyek untuk kembali ke bentuk semula elastisity setelah terjadi deformasi (perubahan bentuk). Cohesiveness Kekuatan dari ikatan – ikatan yang berada dalam suatu obyek yang menyusun ”body” dari obyek tersebut. Gumminess Tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan (memecah) pangan semi-solid menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Gumminess berhubungan dengan hardness dan cohesiveness. Chewiness Tenaga yang dibutuhkan mengunyah (menghancurkan) pangan yang solid menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Chewiness berhubungan dengan hardness, cohesiveness, dan elastisity. Sumber : DeMan (1985) 1. Gel Strength Gel strength (kekuatan gel) merupakan salah satu karakteristik gel. Pengukuran gel strength dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan jaringan (network) dari suatu gel (Sadar, 2004). Menurut Salvador dan Fiszman (1998), gel strength dapat didefinisikan sebagai massa (dalam gram) yang dibutuhkan untuk memasukkan probe ke dalam gel. Nilai gel strength (breaking force) ditunjukkan oleh peak (puncak) pertama dimana terjadi penurunan yang signifikan saat probe berpenetrasi ke dalam gel, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik hubungan waktu dan gaya yang menunjukkan gel strength (Salvador dan Fiszman, 1998) 2. Texture Profile Analysis Texture Profile Analysis (TPA) merupakan bentuk penilaian obyektif dari analisis tekstur secara sensori. Pada TPA, probe akan melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dapat dianalogikan sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah / menggigit makanan (Larmond, 1976). Oleh karena itu, TPA disebut juga sebagai ”two-bite test”. Larmond (1976) menyatakan bahwa analisis menggunakan TPA merupakan analasis yang multipoint karena hanya dengan sekali analisis akan didapatkan nilai dari beberapa parameter tekstur. Parameter tekstur yang dapat diukur menggunakan TPA yaitu hardness, fracturability, springiness, cohesiveness, adhesiveness, gumminess, chewiness, dan resilience. Nilai dari beberapa parameter tekstur dapat langsung ditentukan dari grafik yang dihasilkan. Namun terdapat pula beberapa parameter yang nilainya bergantung pada parameter lain. Parameter tersebut yaitu gumminess dan chewiness. Gumminess berkaitan dengan nilai hardness dan cohesiveness sedangkan chewiness selain berkaitan dengan kedua parameter tersebut juga dipengaruhi oleh nilai springiness. Penentuan nilai parameter tekstur disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter tekstur dan penentuan nilai parameter dari grafik hasil keluaran TPA Parameter Keterangan Gambar Satuan Tekstur Hardness Kg, g, atau N (tergantung satuan yang digunakan)
Puncak (peak) tertinggi yang dihasilkan dari siklus pertama analisis Fracturability
Kg, g, atau N (tergantung satuan yang digunakan)
Perubahan signifikan pertama yang terjadi pada siklus pertama gram. sec
Adhesiveness
Area force yang bernilai negatif pada siklus pertama (Area3-4)
Springiness
Tidak memiliki satuan
Perbandingan waktu berlangsungnya siklus kedua dan siklus pertama (T4-5 : T1-2) Cohesiveness
Gumminess
Chewiness
Tidak memiliki satuan
Perbandingan area dari siklus kedua dan siklus pertama (Area4-6 : Area1-3) Hardness x Cohesiveness
Hardness x Cohesiveness x Springiness (Gumminess x Springiness)
Tidak memiliki satuan Tidak memiliki satuan
Resilience
Tidak memiliki satuan
Perbandingan area saat sampel mengalami penekanan dan saat sampel sudah mengalami break (Area2-3 : Area1-2)
III.
BAHAN DAN METODE
a. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, tiga jenis karagenan (kode A, B, C), konjak, kalium sitrat, tri sodium sitrat, gula, asam sitrat, aquades, sodium benzoat, flavor blackcurrant, dan pewarna makanan carmoisine dan violet. 2. Alat Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, necara analisis, gelas piala, hot plate, magnetic stirrer, waterbath - circulation, sealer, dan cup plastik, Stable Micro System TA.XTplus, refrigerator, pHmeter.
b. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan formulasi gel, penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength, verifikasi setting Texture Analyser, dan penentuan waktu tunggu gel. Penelitian utama terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan ratio dari kombinasi karagenan dan konjak, penentuan konsentrasi karagenan dan konjak, analisis tekstur menggunakan TPA, pengamatan terhadap sineresis, pengukuran perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam, dan uji organoleptik. 1. Penelitian Pendahuluan a. Penentuan Formulasi Gel Formulasi gel yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak ditentukan dari hasil trial. Formulasi yang digunakan adalah formulasi dengan hasil terbaik.
b. Penentuan Setting Texture Analyser untuk Pengukuran Gel Strength Sebelum digunakan untuk mengukur tekstur, harus ditentukan terlebih dahulu setting dari Texture Analyser yang sesuai dengan sampel jelly. Penentuan setting didapat dengan melakukan trial hingga mendapatkan setting yang sesuai. c. Verifikasi Setting Texture Analyser Verifikasi setting Texture Anayser dilakukan untuk melihat repeatability dari setting yang sudah didapatkan. Verifikasi dilakukan dengan melakukan pengukuran gel strength dari 10 cup jelly. Untuk mengetahui data dapat diterima atau tidak maka digunakan perhitungan nilai RSD dengan persamaan Horwitz. RSDanalisis
=
100 × SD x
Persamaan Horwitz : RSDhitung
= 2 exp (1 – 0.5 log C)
dimana : RSD
: Standar deviasi untuk pengulangan
SD
: Standar Deviasi data yang dihasilkan
C
: Konsentrasi dinyatakan dalam fraksi desimal
d. Penentuan Waktu Tunggu Nilai gel strength akan mengalami kenaikan yang berbanding lurus dengan waktu pembentukan gel. Gel strength kemudian akan mengalami penurunan jika sudah mencapai titik optimal. Penentuan waktu tunggu dilakukan untuk mengetahui rentang waktu yang tepat dalam pengukuran gel strength. Waktu tunggu yang dipilih adalah sebelum gel strength mengalami penurunan.
2. Penelitian Utama a. Penentuan Ratio Optimal dari Kombinasi Karagenan dan Konjak Ratio optimal dari kombinasi karagenan dan konjak dapat diketahui dengan cara membandingkan nilai gel strength dari berbagai ratio kombinasi karagenan dan konjak. Ratio optimal didapat dari kombinasi yang memiliki nilai gel strength tertinggi. b. Penentuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak Agar gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak memiliki karakteristik yang sama dengan gel standar maka dilakukan penentuan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak. Pada konsentrasi tersebut diharapkan gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak memiliki gel strength yang sama dengan gel strength standar. Untuk mendapatkan konsentrasi yang sesuai maka dilakukan pengukuran gel strength dari gel kombinasi karagenan dan konjak dengan beberapa tingkat konsentrasi. Kombinasi yang akan dibuat disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kombinasi karagenan dan konjak dengan beberapa tingkat konsentrasi Gel strength dari beberapa Ratio optimal konsentrasi campuran Jenis karagenan – karagenan konjak *) P% Q% R% S% A a:b B c:d C e:f Keterangan : *) = diperoleh dari langkah 2a Jika dari beberapa konsentrasi tersebut belum didapat nilai gel strength yang ekivalen dengan gel strength standar, maka data yang didapat akan dipetakan dalam grafik sehingga menghasilkan suatu persamaan linear hubungan antara gel strength dan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak.
c. Analisis Tekstur (Rosenthal, 1999) Parameter yang diukur menggunakan TPA yaitu hardness, fracturability, adhesiveness, springiness, cohesiveness, gumminess, chewiness, dan resilience. Alat yang digunakan adalah ialah Stable Micro System TA.XTplus. d. Pengamatan terhadap Sineresis (AOAC, 1995) Sineresis yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan menyimpan jelly pada suhu refrigerator (100C) selama 24, 48, dan 72 jam. Masing – masing jelly diwadahi dengan cawan untuk menampung air yang dibebaskan dari dalam jelly selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur kehilangan berat selama penyimpanan lalu dibandingkan dengan berat awal jelly. Perhitungan : Sineresis jelly =
A− B × 100% A
dimana : A = berat awal sampel sebelum penyimpanan (g) B = berat akhir sampel setelah penyimpanan (g)
e. Pengukuran Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan pada Kondisi Asam Gel akan mengalami hidrolisis bila dipanaskan dan berada pada kondisi asam. Hidrolisis gel akan mengakibatkan penurunan gel
strength. Suhu yang digunakan dalam proses pemanasan ialah 85 0C, sedangkan waktu pemanasannya adalah 0, 10, 20, 30, dan 40 menit. Kondisi asam dibuat pada pH ≤ 4.5 sesuai dengan tingkat keasaman pada jelly dengan flavour buah – buahan.
f. Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 1999) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur jelly secara keseluruhan. Uji yang digunakan
adalah uji hedonik dengan skala 1 hingga 5 (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka).
IV.
A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Penentuan Formulasi Gel Bahan – bahan yang digunakan pada pembuatan gel yaitu kombinasi karagenan dan konjak, gula, dan kalium sitrat dengan konsentrasi masing – masing sebesar 1.0, 0.5, dan 0.2%. Dalam pembuatan gel, gula akan membantu kelarutan hidrokoloid dalam air sedangkan kalium sitrat membantu proses pembentukan gel. Penambahan kalium sitrat pada formulasi gel dikarenakan keberadaan ion K+ dapat membantu proses pembentukan gel (Belitz dan Grosch, 1999). Tanpa adanya kation, gel karagenan tidak akan terbentuk karena kargenan merupakan senyawa anionik dengan gugus ester sulfat yang tinggi (Lee et al., 2008). Lee et al. (2008) juga menyatakan bahwa diantara ion K+, Ca2+, dan Na+, hanya ion K+ yang memberikan efek signifikan dalam pembentukan gel. Gel yang mengandung K+ memiliki gel strength yang lebih tinggi dibandingkan dengan gel yang mengandung Ca2+ ataupun Na+. Adanya gula dalam formulasi gel dapat membantu kelarutan karagenan dalam air. Gula dapat mencegah terjadinya penggumpalan pada karagenan yang dapat menyebabkan konsentrasi gel menjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, diperlukan juga pencampuran kering (dry mix) pada bahan – bahan yang digunakan agar gula bisa tercampur rata dengan bahan lainnya terutama karagenan. Gel yang dihasilkan dari formulasi tersebut memiliki tekstur yang sangat solid dan terlalu keras untuk digigit. Jika gel dengan tekstur yang
keras
dianalisis
menggunakan
Texture
Analyser
akan
menyebabkan terjadinya overload pada alat. Oleh karena itu, konsentrasi hidrokoloid yang digunakan diturunkan menjadi 0.8%.
2. Penentuan Setting Texture Analyser untuk Pengukuran Gel Strength Texture Analyser merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur tekstur dengan berbagai parameter yang diinginkan. Jenis Texture Analyser yang digunakan adalah Stable Micro System TA.XTplus seperti terlihat pada Gambar 7. Spesifikasi alat Texture Analyser yang digunakan disajikan pada Lampiran 1.
Gambar 7. Stable Micro System TA.XTplus Penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength dilakukan dengan mencoba berbagai jarak penetrasi probe ke dalam gel. Jenis probe yang digunakan adalah probe silinder P/1KSS (Kobe 1 cm Cylinder Stainless). Menurut Poppe (1997), metode standar yang digunakan untuk mengukur gel strength adalah dengan menggunakan British Standard Method for Sampling and Testing Gelatine (BS757 – Gelatine Bloom). Setting Texture Analyser yang digunakan untuk pengukuran gel strength disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength Sequence title Return to Start Test – Mode 1 = Compression Pre – test Speed 0.5 mm/sec Test Speed 0.5 mm/sec Post – test Speed 1 mm/sec Target Mode 0 = Distance Distance 20 mm Trigger Type 0 = Auto (Force) Trigger Force 4g Break Mode 0 = Off Stop Plot At 2 = Start Position Tare Mode 0 = Auto
Sequence Title menunjukkan posisi probe setelah analisis selesai dilakukan. Untuk pilihan Return to Start, probe akan kembali ke titik awal sebelum dilakukan analisis. Test – mode adalah pilihan yang menunjukkan perlakuan probe terhadap sampel. Test – mode terdiri dari dua pilihan yaitu compression dan tension. Pre – test Speed, Test Speed, dan Post – test Speed menunjukkan laju pergerakan probe sebelum mengenai sampel, sewaktu di dalam sampel, dan setelah analisis dilakukan. Target Mode adalah pilihan yang digunakan untuk memilih parameter uji, yaitu distance atau strain. Distance menunjukkan seberapa dalam penetrasi yang akan dilakukan probe ke dalam sampel. Trigger type menunjukkan titik permulaan data yang terbaca sedangkan trigger force adalah sejumlah gaya yang diberikan oleh Texture Analyser untuk memulai analisis. Pilihan break mode menunjukkan bagaimana Texture Analyser mendeteksi kerusakan yang terjadi (break) pada sampel yang sedang dianalisis. Stop plot at merupakan suatu pilihan yang digunakan untuk menentukan sampai titik mana pengambilan data akan dilakukan. Tare mode merupakan pilihan yang digunakan untuk menentukan letak titik dimana gaya yang diberikan akan di-nol-kan kembali (di-tare). Pada penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength, pilihan menu yang mengalami perubahan adalah distance. Beberapa jarak penetrasi probe yang dicobakan yaitu 20, 25, 30, 35, dan 37 mm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jarak penetrasi yang tepat agar gel yang memiliki sifat paling elastis mengalami kerusakan. Sampel yang digunakan adalah gel yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak dengan konsentrasi 0.80%. Hasil yang diperoleh dari pengukuran gel strength disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil pengukuran gel strength gel kombinasi karagenan dan konjak pada berbagai jarak penetrasi probe Gel Strength Keterangan Distance Kombinasi (mm) karagenan dan (gram force) konjak (%) 20 : 80 29.138 40 : 60 162.182 20 60 : 40 1441.042 80 : 20 903.41 break 100 : 0 94.482 break 20 : 80 23.807 25 40 : 60 245.877 60 : 40 1690.143 break 20 : 80 59.888 30 40 : 60 535.152 60 : 40 1677.248 break 20 : 80 143.549 35 40 : 60 1067.700 60 : 40 1844.886 break 20 : 80 250.217 37 40 : 60 1196.652 60 : 40 1875.264 break Gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak memiliki sifat yang beragam tergantung jumlah karagenan dan konjak yang terkandung di dalamnya. Gel yang terbuat dari karagenan saja (kombinasi 100 : 0) memiliki tekstur yang solid dan brittle. Saat dilakukan pengukuran gel strength, gel sudah mengalami kerusakan (break) pada jarak penetrasi 20 mm. Gel dengan kombinasi 80 : 20 memiliki tekstur yang berbeda dari gel yang dihasilkan dari karagenan saja (kombinasi 100 : 0). Gel ini memiliki tekstur yang solid tetapi masih memiliki sifat sedikit brittle. Pada jarak peneretrasi 20 mm gel tersebut juga sudah mengalami kerusakan (break). Bertambahnya jumlah konjak yang terkandung dalam gel menyebabkan tekstur gel menjadi lebih elastis. Hal ini terjadi pada gel dengan kombinasi 60 : 40, 40 : 60, dan 20 : 80. Gel tersebut bersifat elastis sehingga pada jarak penetrasi 20 mm belum mengalami kerusakan (break).
Namun gel dengan kombinasi 60 : 40 sudah mengalami kerusakan (break) pada jarak penetrasi 25 mm. Begitu pula dengan jarak penetrasi 30, 35, dan 37 mm. Gel dengan kombinasi 40 : 60 dan 20 : 80 belum mengalami kerusakan baik pada jarak penetrasi 25, 30, 35, maupun 37 mm. Agar gel tersebut mengalami kerusakan (break) hal yang dapat dilakukan adalah menambah jarak penetrasi probe. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat dilakukan karena kemasan cup yang digunakan memiliki tinggi ± 4 cm. Kombinasi 0 : 100 (hanya mengandung konjak) tidak diukur gel strengthnya karena kombinasi tersebut tidak membentuk gel dan hanya berupa larutan yang sangat kental. Oleh karena itu, jarak penetrasi probe dalam mengukur gel strength pada kombinasi 0 : 100 tidak mempengaruhi nilai gel strength yang dihasilkan. Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 7, dapat ditentukan bahwa jarak penetrasi probe yang digunakan untuk mengukur gel strength adalah 37 mm. 3. Verifikasi Setting Texture Analyser untuk Pengukuran Gel Strength Setting pengukuran gel strength yang sudah diperoleh kemudian diverifikasi untuk mengetahui apakah setting tersebut sudah sesuai untuk mengukur gel strength gel. Verifikasi ini dilakukan untuk melihat repeatability dari pengukuran gel strength dengan menggunakan setting tersebut. Pada tahap verifikasi dilakukan pengukuran gel strength 10 cup gel yang terbuat dari karagenan saja dengan konsentrasi 0.80%. Hasil yang diperoleh dari pengukuran gel strength 10 cup gel disajikan pada Lampiran 2. Nilai gel strength yang didapat adalah sebesar 165.60 ± 2.36 gram force. Nilai RSDanalisis dan RSDhitung yang didapat yaitu 1.46 dan 1.79. Karena RSDanalisis memiliki nilai yang lebih kecil dari RSDhitung maka dapat dikatakan bahwa data dapat diterima. 4. Penentuan Waktu Tunggu Proses pembentukan gel karagenan terjadi saat larutan panas karagenan didinginkan selama rentang waktu tertentu. Menurut Bubnis (2000), selama proses pembentukan gel jumlah 3,6-anhidrogalaktosa
mengalami peningkatan. Semakin lama waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan gel maka semakin banyak 3,6-anhidrogalaktosa yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan nilai gel strength seperti terlihat pada Gambar 8. Kealy (2003) menyatakan bahwa sedikitnya dibutuhkan waktu selama 12 jam agar karagenan dapat mencapai gel strength optimal. Namun setelah mencapai kondisi optimal, gel strength cenderung akan mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan terjadinya reduksi bobot molekul karagenan yang kontinu (Bubnis, 2000).
Gambar 8. Grafik hubungan lama proses pembentukan gel dan gel strength (Bubnis, 2000) Penentuan waktu tunggu dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh gel hasil kombinasi karagenan dan konjak untuk mencapai gel strength optimal. Data yang dihasilkan menunjukkan peningkatan gel strength yang terjadi tiap pengukuran seperti terlihat pada Gambar 9.
Gel Strength (gram force)
120 100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
Waktu pengamatan (Jam)
Gambar 9. Grafik hubungan waktu pengukuran dan nilai gel strength yang terukur.
Berdasarkan grafik pada Gambar 9 gel strength yang terukur pada jam ke-2 adalah sebesar 62.621 gram force. Pada pengukuran jam berikutnya gel strength mulai mengalami kenaikan. Nilai gel strength pada pengukuran jam ke-3, ke-4, dan ke-5 yaitu sebesar 79.609; 83.081; dan 101.185 gram force. Berdasarkan hasil tersebut maka waktu tunggu yang digunakan sebelum dilakukan pengukuran gel strength adalah 5 jam. Pengukuran gel strength tidak dilakukan hingga jam ke-6 ataupun hingga 24 jam dikarenakan keterbatasan waktu kerja. Selain itu, gel tidak dipasteurisasi sehingga pada pengukuran 24 jam sudah terdapat mikroba yang tumbuh pada gel. B.
PENELITIAN UTAMA 1. Penentuan Ratio Optimal dari Kombinasi Karagenan dan Konjak Kombinasi antara karagenan dan konjak akan menghasilkan suatu sinergisme. Gel karagenan bila dikombinasikan dengan konjak glukomannan akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lebih baik. Karagenan yang digunakan pada penelitian ini adalah kappa karagenan. Sistem pengkodean yang digunakan (A, B, dan C) bukan untuk menunjukkan perbedaan yang terdapat pada ketiga jenis karagenan tersebut. Karagenan tersebut berasal dari suplier yang sama, hanya saja ketiganya diproduksi pada batch yang berbeda. Untuk
mengetahui
kombinasi
terbaik
maka
dilakukan
pengukuran gel strength dari gel hasil kombinasi. Jumlah karagenan dalam formulasi gel dikurangi secara bertahap dan disubstitusi dengan konjak. Kombinasi karagenan dan konjak yang digunakan yaitu 100 : 0, 80 : 20, 60 : 40, 40 : 60, 20 : 80, dan 0 : 100. Hasil pengukuran gel strength dari kombinasi karagenan dan konjak dengan berbagai ratio konsentrasi disajikan pada Gambar 10 (selengkapnya pada Lampiran 3).
2000.0 1800.0
Gel Strength
1600.0 1400.0 1200.0 1000.0 800.0 600.0 400.0 200.0 0.0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi Konjak (%) A
B
C
Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi karagenan dan gel strength Nilai gel strength pada perbandingan 100 : 0 untuk karagenan A, B, dan C yaitu 162.000, 184.191, dan 150.155 gram force. Nilai gel strength untuk ketiga karagenan tersebut mulai mengalami kenaikan saat ditambahkan konjak ke dalam formulasi gel. Seperti terlihat pada Gambar 10, gel dengan perbandingan 80 : 20 mengalami kenaikan gel strength yang signifikan yaitu 1010.416 gram force (karagenan A), 941.538 gram force (karagenan B), dan 1073.094 gram force (karagenan C). Peningkatan ini terus terjadi hingga perbandingan 60 : 40. Pada perbandingan tersebut nilai gel strength kombinasi karagenan dan konjak mencapai 1891.197 gram force (karagenan A), 1876.969 gram force (karagenan B), dan 1786,114 gram force (karagenan C). Menurut Akesowan (2002), meningkatnya nilai gel strength disebabkan glukomannan yang teradsorbsi pada permukaan junction zone karagenan yang teragregasi. Hal ini menyebabkan terjadinya penggabungan karagenan dan glukomannan. Namun pada perbandingan 40 : 60, gel strength mulai mengalami penurunan hingga pada perbandingan 0 : 100. Selain itu, tekstur gel yang dihasilkan juga mengalami perubahan. Jumlah konjak yang lebih besar dari jumlah karagenan menyebabkan gel yang terbentuk dari kombinasi ini memiliki tekstur yang elastis seperti terlihat pada Lampiran 4, 5, dan 6. Grafik pada Lampiran 4, 5, dan 6 menunjukkan gel yang mengandung konjak lebih landai dibandingkan gel yang hanya terbuat dari karagenan saja (kombinasi 100 : 0). Selain itu, bentuk grafik menjadi semakin
landai
seiring
dengan
bertambahnya
jumlah
konjak.
Hal
ini
menunjukkan dengan bertambahnya jumlah konjak maka tekstur gel akan semakin elastis. Saat dilakukan pengukuran gel strength, gel dengan perbandingan 20 : 80 belum mengalami kerusakan (break) saat probe berpenetrasi sedalam 37 mm. Hal berbeda terjadi pada gel dengan perbandingan 0 : 100. Karena hanya terdiri dari konjak, proses pembentukan gel tidak terjadi walaupun sudah didiamkan selama 5 jam. Menurut Widjanarko (2008), hal ini dapat disebabkan gugus asetil yang mencegah rantai panjang glukomannan untuk saling bertemu satu sama lain sehingga gel tidak dapat terbentuk. Berdasarkan grafik pada Gambar 10, dapat diketahui bahwa nilai gel strength akan meningkat seiring dengan penambahan konjak. Tetapi setelah mencapai titik optimal, nilai gel strength akan cenderung mengalami penurunan. Titik optimal yang dicapai dari kombinasi karagenan (A, B, dan C) dengan konjak adalah pada perbandingan 60 : 40. 2. Penentuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak Setelah
diketahui
perbandingan
optimal
dari
kombinasi
karagenan dan konjak, tahap selanjutnya adalah menentukan konsentrasi dari kombinasi tersebut. Penentuan konsentrasi ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi yang sesuai agar tekstur gel yang dihasilkan dapat menyerupai tekstur gel standar. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan mengukur gel strength dari beberapa konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak. Konsentrasi kombinasi yang digunakan yaitu 0.80, 0.60, 0.40, dan 0.20%. Hasil pengukuran gel strength dari ketiga jenis karagenan dengan beberapa konsentrasi kombinasi disajikan pada Gambar 11 (selengkapnya pada Lampiran 7)
Gel Strength (gram force)
2000 1750 1500 1250 1000 750 500 250 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Konsentrasi Kombinasi (%) A
B
C
Linear (C)
Linear (B)
Linear (A)
Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak dengan gel strength Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 11, nilai gel strength dari kombinasi karagenan dan konjak mengalami peningkatan yang sebanding dengan meningkatnya konsentrasi yang digunakan. Titik yang menunjukkan nilai - nilai gel strength tersebut bila dihubungkan akan menghasilkan garis lurus yang memiliki persamaan linear. Persamaan linear untuk karagenan A adalah Y = 2657.9 X – 219.47 dengan nilai R2 = 0.9994. Karagenan B memiliki persamaan linear Y = 2683.8 X – 275.51 dengan nilai R2 = 0.9997 sedangkan persamaan linear untuk karagenan C adalah Y = 2488.5 X – 174.92 dengan nilai R2 = 0.9974. Nilai gel strength standar adalah 470.986 ± 7.627 gram force. Besarnya konsentrasi dari kombinasi karagenan dan konjak agar memiliki nilai gel strength yang sama dengan nilai gel strength standar dapat dihitung dari persamaan linear grafik yang disajikan pada Gambar 11. Nilai gel strength yang diinginkan dimasukkan sebagai nilai Y sedangkan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak merupakan nilai X. Untuk karagenan A besarnya konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak yang didapat yaitu sebesar 0.260%. Hal yang sama juga berlaku untuk karagenan C. Untuk karagenan B besarnya konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak yang didapat sebesar 0.278%. Nilai
konsentrasi tersebut kemudian diverifikasi kembali dan data yang dihasilkan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Verifikasi nilai gel strength kombinasi karagenan dan konjak dengan konsentrasi tertentu. Gel Strength Konsentrasi Jenis (gram force) Kombinasi Rata - rata Karagenan (%) Ulangan 1 Ulangan 2 A 0.260 481.215 478.115 479.665 B 0.278 495.326 482.183 488.755 C 0.260 469.560 466.708 468.134 Data yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa gel strength yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak hampir mendekati nilai gel strength standar. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan gel strength yang sama dengan gel strength standar hanya dibutuhkan 0.260% (untuk karagenan A dan C) dan 0.278% (untuk karagenan B) kombinasi karagenan dan konjak. 3. Pemetaan Tekstur Gel yang Terbuat dari Kombinasi Karagenan dan Konjak Analisis tekstur dilakukan dengan menggunakan Texture Profile Analyser (TPA). Analisis tekstur dengan TPA dimaksudkan untuk menilai parameter tekstur secara obyektif. Parameter yang dapat diukur menggunakan TPA adalah hardness, fracturability, adhesiveness, springiness, cohesiveness, gumminess, chewiness, dan resilience. Setting yang digunakan pada analisis tekstur disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Setting Texture Analyser untuk pengukuran TPA Pre – test Speed 1 mm/sec Test Speed 5 mm/sec Post – test Speed 5 mm/sec Target Mode 0 = distance Distance 20 mm Time 5 sec Trigger type 0 = Auto (force) Trigger Force 5g Tare Mode 0 = Auto
Pemetaan tekstur menggunakan TPA dilakukan terhadap gel yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak. Hasil pemetaan tekstur dari gel tersebut disajikan pada Gambar 12 dan 13 (selengkapnya pada Lampiran 8 dan 9).
Nilai parameter
400.0 300.0 200.0 100.0 0.0 Hardness
Gumminess
Chewiness
Parameter Tekstur A
B
C
Gambar 12. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter hardness, gumminess, dan chewiness. 12.0 10.0 6.0 4.0 2.0
-8.0
nc e
s
es ilie R
oh e
siv en
in e
es
ss
ss
C
Fr a
-6.0
Sp rin g
ct ur
-4.0
Ad he si ve ne
-2.0
y
0.0 ab ilit
Nilai Parameter
8.0
Parameter Tekstur A
B
C
Gambar 13. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter fracturability, adhesiveness, springiness, cohesiveness, dan resilience. Hardness dan fracturability merupakan parameter tekstur yang saling berkaitan (DeMan, 1985). Pada grafik hasil keluaran TPA (Tabel 4) nilai hardness ditunjukkan oleh titik puncak pada siklus pertama analisis sedangkan nilai fracturability ditunjukkan oleh titik dimana
terjadi penurunan yang signifikan pada grafik. Semakin tinggi nilai hardness maka semakin tinggi pula nilai fracturability dari suatu sampel. Berdasarkan data yang ditunjukkan pada Gambar 12, gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B dan konjak memiliki tekstur yang lebih kompak (solid) dibandingkan dengan gel yang dihasilkan dari kombinasi lainnya. Hal ini terlihat dari nilai hardness kombinasi karagenan B dan konjak lebih tinggi daripada dua kombinasi lainnya. Tingginya nilai hardness dari kombinasi karagenan B dan konjak mempengaruhi nilai fracturability dari kombinasi tersebut. Bila dibandingkan dengan kombinasi karagenan A dan C, kombinasi karagenan B memiliki nilai fracturability yang lebih tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B lebih solid dibandingkan dengan dua kombinasi lainnya. Hal ini dapat disebabkan perbedaan konsentrasi dari ketiga kombinasi tersebut. Parameter gumminess dan chewiness merupakan parameter yang menunjukkan sifat kenyal dari sampel yang dianalisis. Kedua parameter tersebut berkaitan dengan nilai hardness dan cohesiveness. Selain berkaitan dengan kedua parameter tersebut, nilai chewiness juga dipengaruhi oleh nilai springiness. Nilai cohesiveness menyatakan kekuatan dari ikatan – ikatan yang berada dalam suatu obyek yang menyusun ”body” dari obyek tersebut. Kombinasi karagenan C dan konjak memiliki nilai cohesiveness tertinggi sedangkan kombinasi karagenan B dan konjak memiliki nilai terendah. Nilai cohesiveness kombinasi karagenan A tidak berbeda dengan nilai cohesiveness kombinasi karagenan C. Nilai cohesiveness ini mempengaruhi nilai gumminess dan chewiness dari ketiga kombinasi karagenan dan konjak. Kombinasi karagenan C memiliki nilai gumminess dan chewiness tertinggi dari dua kombinasi lainnya. Sedangkan nilai gumminess dan chewiness dari kombinasi karagenan A dan karagenan B tidak berbeda jauh. Adhesiveness berhubungan dengan sifat kelengketan gel. Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 13, diketahui bahwa
kombinasi karagenan A dan konjak memiliki nilai adhesiveness paling tinggi. Nilai adhesiveness kombinasi karagenan C dan konjak memiliki nilai terkecil. Springiness merupakan parameter yang menunjukkan laju perubahan sampel ke bentuk semula setelah mengalami deformasi (Larmond, 1976). Nilai springiness dari keempat sampel yang disajikan pada Gambar 13 menunjukkan hasil yang hampir sama. Hal ini juga terlihat dari nilai springiness yang disajikan pada Lampiran 9. Resilience merupakan parameter yang berhubungan dengan sifat kekenyalan sampel. Data yang disajikan pada Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai resilience dari gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan nilai resilience dari kombinasi karagenan A dan C. 4. Pengamatan terhadap Sineresis Peristiwa sineresis merupakan masalah yang umum terjadi pada beberapa jenis hidrokoloid yang diaplikasikan dalam produk pangan. Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari dalam gel. Menurut Anonim (2006a), saat terjadi proses pembentukan gel, ikatan – ikatan silang membentuk bangunan tiga dimensi yang kontinyu sehingga molekul pelarut akan terjebak di dalamnya. Kemudian terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu. Glicksman (1983) menyatakan bahwa pembentukan agregat yang terus berlanjut selama penyimpanan dapat menjadi penyebab terjadinya sineresis. Pembentukan agregrat ini menyebabkan gel menjadi mengkerut (shrinked) sehingga cenderung memeras air keluar dari dalam sel. Imeson (2000) juga menyatakan bahwa diantara ketiga jenis karagenan, kappa, iota, dan lambda, hanya kappa karagenan yang akan mengalami sineresis jika berada dalam bentuk gel. Selama pengukuran sineresis, gel disimpan pada refrigerator bersuhu 10 0C selama 24, 48, dan 72 jam. Hasil pengukuran laju sineresis dari keempat jenis gel disajikan pada Gambar 14 (selengkapnya pada Lampiran 10).
20%
% Sineresis
16%
12%
8%
4%
0% 0
24
48
72
96
Waktu pengamatan A
B
C
Gambar 14. Grafik laju sineresis pada gel yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa gel yang terbuat dari kombinasi karagenan B memiliki laju sineresis yang lebih rendah dibandingkan dengan laju sineresis kombinasi karagenan A dan karagenan C. Hal ini terlihat dari persamaan linear yang didapat dari grafik pada Gambar 14. Kombinasi karagenan A dan konjak memiliki persamaan Y = 0.0015X + 0.0727, kombinasi karagenan B dan konjak memiliki persamaan Y = 0.0012X + 0.0596, sedangkan kombinasi karagenan C dan konjak memiliki persamaan Y = 0.0015X + 0.0686. Laju sineresis dari ketigat gel tersebut ditunjukkan oleh nilai slope (kemiringan) grafik. Nilai slope ini juga menunjukkan laju perubahan sineresis (dy) terhadap waktu penyimpanan (dx). Semakin kecil nilai slope maka semakin rendah laju sineresisnya. Berbedanya laju sineresis karagenan B dengan karagenan A dan C dikarenakan nilai konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak yang digunakan yaitu 0.278% sedangkan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak untuk karagenan A dan C hanya 0.260%. Perbedaaan nilai konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak untuk karagenan A, B, dan C menyebabkan perbedaan jumlah konjak yang terkandung dalam gel. Konjak yang terkandung dalam gel yang terbuat dari karagenan B jumlahnya lebih banyak dari jumlah konjak yang terkandung dalam gel yang terbuat dari karagenan A dan C. Menurut (Widjanarko, 2008),
tingkat sineresis gel akan semakin berkurang dengan semakin meningkatnya konjak yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan konjak dalam mengikat air. Konjak merupakan polisakarida yang memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi. Lee et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah junction zone dapat menjadi satu alasan tingginya tingkat sineresis. Jumlah junction zone yang lebih banyak dapat menyebabkan peningkatan sineresis. Hal ini disebabkan pembentukan helix dan pembentukan agregat yang terus terjadi selama penyimpanan sehingga ikatan gel mengkerut dan membebaskan air bebas yang lebih banyak. 5. Pengamatan Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan pada Kondisi Asam Hidrolisis pada gel yang terbuat dari karagenan dapat menyebabkan putusnya ikatan glikosidik antara gugus galaktosa dan 3,6anhidrogalaktosa.
Putusnya
ikatan
tersebut
dapat
menyebabkan
perubahan nilai gel strength pada gel yang terbentuk. Menurut Laustsen (2006), gel strength akan mengalami penurunan jika diaplikasikan pada pH rendah dan mengalami pemanasan selama rentang waktu tertentu (holding time) seperti terlihat pada Gambar 15. Proses hidrolisis terjadi saat karagenan masih dalam bentuk larutan (belum membentuk gel). Ketika karagenan sudah membentuk gel maka hidrolisis tidak terjadi lagi. Hidrolisis dapat menyebabkan penurunan viskositas dan kemampuan membentuk gel. Laju hidrolisis dipengaruhi oleh nilai pH, temperatur, dan waktu (Bubnis, 2000).
Gambar 15. Grafik pengaruh pemanasan dan beberapa tingkat keasaman terhadap perubahan gel strength (Bubnis, 2000). Menurut Anonim (2008e), reaksi hidrolisis digunakan untuk memecah struktur dari beberapa jenis polimer. Agar dapat memecah polimer – polimer tersebut maka dibutuhkan katalis seperti asam atau basa. Kondisi asam pada gel pada penelitian ini dibuat dengan cara menambahkan asam sitrat ke dalam gel. Jumlah asam sitrat yang ditambahkan disesuaikan dengan nilai pH yang diinginkan yaitu pada kisaran 4,3 - 4,4. Konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan untuk kombinasi karagenan dan konjak sebesar 0.16%. Suhu pemanasan yang digunakan adalah 85 0C dengan 5 variasi waktu pemanasan (holding time) yaitu 0, 10, 20, 30, dan 40 menit. Alat yang digunakan untuk dapat memanaskan larutan gel dengan suhu yang konstan selama rentang waktu tertentu adalah waterbath – circulation. Data yang dihasilkan dari pengukuran gel yang terhidrolisis disajikan pada Gambar 16 (selengkapnya pada Lampiran 11).
% Perubahan GS
120.0% 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% y = -0.0116x + 1.0307 y = -0.0117x + 0.9585 R2 = 0.9714 R2 = 0.9661
20.0%
y = -0.0119x + 0.999 R2 = 0.9434
0.0% 0
10
20
30
40
50
Lama Pemanasan (menit) A
B
C
Linear (B)
Linear (A)
Linear (C)
Gambar 16. Grafik perubahan gel strength akibat pemanasan dan penambahan asam Seperti dijelaskan oleh Bubnis (2000), laju hidrolisis dipengaruhi oleh nilai pH, temperatur, dan waktu. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran gel strength yang didapat. Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 16 diketahui bahwa penurunan gel strength berbanding lurus dengan lamanya waktu pemanasan. Semakin lama gel dipanaskan maka gel strengthnya akan semakin menurun. Hidrolisis yang dialami oleh gel yang terbuat kombinasi karagenan dan konjak menyebabkan terjadinya penurunan gel strength. Penurunan gel strength pada ketiga kombinasi tersebut memiliki lau yang tidak berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai slope masing – masing grafik. Nilai slope ini menunjukkan laju perubahan gel strength (dy) terhadap lama pemanasan gel (dx). Semakin kecil nilai slope maka semakin rendah perubahan gel strength yang terjadi akibat hidrolisis. Kombinasi karagenan A memiliki nilai slope 0.0116, kombinasi karagenan B memiliki nilai slope - 0.0117 sedangkan kombinasi karagenan C memiliki nilai slope sebesar - 0.0119. Data yang dihasilkan dapat digunakan sebagai acuan dalam proses pembuatan jelly. Adanya pemanasan dapat mengakibatkan penurunan gel strength. Hal ini dapat menyebabkan tekstur gel yang dihasilkan menjadi brittle (mudah pecah). Untuk itu, dengan mengetahui
karakteristik dari bahan baku (ketahanan terhadap panas dan asam) maka dapat ditentukan lamanya waktu pemanasan yang sesuai agar penurunan gel strength tidak terjadi secara signifikan. 6. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk menilai tekstur gel yang dihasilkan. Pada tahap sebelumnya (tahap 3), tekstur gel telah dianalisis secara obyektif menggunakan Texture Analyser. Pengujian organoleptik dilakukan sebagai bentuk analisis tekstur gel secara subyektif. Jenis uji yang digunakan adalah uji hedonik dengan parameter tekstur
secara
keseluruhan.
Dalam
uji
ini
panelis
diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan ataupun ketidaksukaan terhadap tekstur jelly. Skala yang digunakan terdiri dari 5 skala yaitu sangat suka (5), suka (4), biasa / netral (3), tidak suka (2), dan sangat tidak suka (1). Pengujian dilakukan terhadap 25 orang panelis yang terdiri dari 5 orang pria dan 20 orang wanita. Sampel yang diujikan adalah jelly yang terbuat ketiga kombinasi karagenan dan konjak. Hasil pengujian organoleptik jelly disajikan pada Gambar 17 (selengkapnya
Rata - rata kesukaan panelis
pada Lampiran 12). 3.40 3.30 3.20 3.10 3.00 2.90 2.80 2.70 A
B
C
Sampel Gambar 17. Hasil pengujian organoleptik terhadap tekstur gel
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13) diketahui bahwa bahan baku pembuatan jelly berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis (P < 0.05). Uji lanjutan yang dilakukan yaitu uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara tiap sampel. Jelly yang dihasilkan dari karagenan C berbeda nyata dengan jelly yang terbuat dari karagenan A dan B sedangkan kedus sampel jelly tersebut tidak berbeda nyata. Hal ini terlihat dari letak subset dimana ketiga jelly tersebut berada pada subset yang sama sedangkan jelly yang terbuat dari karagenan C berada pada subset yang berbeda. Tingkat kesukaan panelis berdasarkan urutan sampel yaitu jelly yang terbuat dari karagenan B, A, dan karagenan C. Jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan B merupakan sampel jelly yang memiliki nilai kesukaan tertinggi sedangkan jelly yang terbuat dari karagenan C memiliki nilai kesukaan terendah.Bila dihubungkan dengan data tekstur yang disajikan pada Lampiran 9, maka dapat dikatakan bahwa panelis lebih menyukai jelly dengan tekstur yang solid seperti jelly yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B dan konjak. Seperti
dijelaskan
sebelumnya
bahwa
penilaian
secara
organoleptik menghasilkan data yang kurang akurat dibandingkan penilaian menggunakan alat (penilaian secara obyektif). Hal ini terlihat dari hasil penilaian panelis terhadap sampel. Berdasarkan uji organoleptik, sampel yang terbuat dari karagenan C berbeda nyata dengan sampel yang terbuat dari karagenan A. Tetapi bila dilihat dari penilaian tekstur menggunakan Texture Analyser, kedua sampel tersebut memiliki nilai – nilai parameter yang tidak jauh berbeda.
V.
A.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN Kombinasi karagenan dan konjak merupakan bahan yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan jelly menggantikan bahan baku exist. Kombinasi tersebut memiliki gel strength optimal pada perbandingan 60% karagenan : 40% konjak. Dengan perbandingan tersebut dihasilkan gel dengan nilai gel strength tertinggi dibandingkan dengan ratio perbandingan lainnya. Dengan menggunakan kombinasi karagenan dan konjak, pada konsentrasi yang rendah dapat dihasilkan gel yang memiliki nilai gel strength yang menyamai nilai gel strength standar. Konsentrasi kombinasi yang digunakan adalah 0.260% untuk kombinasi karagenan A dan C, dan 0.280%
kombinasi
karagenan
B.
Perbedaan
konsentrasi
ini
juga
mempengaruhi tekstur gel yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile Analyser (TPA). Tekstur gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B memiliki nilai yang lebih tinggi untuk beberapa parameter seperti hardness. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gel tersebut memiliki tekstur yang lebih solid dibandingkan gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak lainnya. Karakteristik lain yang dianalisis adalah laju sineresis dan perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam. Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa gel yang terbuat dari kombinasi karagenan B memiliki laju sineresis yang lebih rendah dibandingkan dengan laju sineresis kombinasi karagenan A dan karagenan C. Hal ini terlihat dari nilai slope yang didapat dari masing – masing grafik. Pada analisis perubahan gel strength terhadap panas, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiga kombinasi karagenan memiliki laju perubahan gel strength yang hampir mendekati. Hasil uji sensori menunjukkan bahwa jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan B memiliki nilai kesukaan tertinggi dengan parameter
pengujian yaitu tekstur secara keseluruhan. Dari hasil tersebut terlihat bahwa panelis lebih menyukai tekstur jelly yang solid seperti jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan B dan konjak. Hasil yang didapat pada penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi karagenan dan konjak berpotensi sebagai bahan baku pembuatan produk jelly. Namun karakteristik gel yang dihasilkan dari kombinasi tersebut belum dapat menyamai karakteristik gel standar. Karakteristik tersebut diantaranya adalah laju sineresis dan perubahan gel strength akibat pemanasan. Begitu pula dengan tekstur gel yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari analisis tekstur yang dilakukan baik secara subyektif (uji sensori) maupun secara obyektif (menggunakan TPA).
B.
SARAN Pada penelitian ini masih diperlukan pencarian kombinasi karagenan dan konjak yang optimal pada kisaran perbandingan 80 : 20 sampai 60 : 40 agar dapat menyamai karakteristik gel standar seperti laju sineresis, perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam, serta memiliki tekstur yang sama dengan gel yang dihasilkan dari gel standar.
DAFTAR PUSTAKA
Akesowan, A. 2002. Viscosity and Gel Formation of a Konjac Flour from Amorphophallus oncophyllus. http://www.jounal.au.edu/ [6 Pebruari 2008]. Anonim. 2006a. Hidrokoloid dan Gum. http://ebookpangan.com. [10 Agustus 2008]. Anonim. 2007b. Carrageenan. http://en.wikipedia.org/wiki/Carrageenan. [4 Pebruari 2008] Anonim. 2008c. Precipitation Chemistry. http://en.wikipedia.org. [30 Agustus 2008]. Anonim. 2008d. Konjac. http://en.wikipedia.org/wiki/Konjac . [4 Pebruari 2008] Anonim. 2008e. Hydrolysis. http://en.wikipedia.org/wiki/Hydrolysis. [14 Agustus 2008] AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington D. C. Belitz, H. D dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin. BeMiller, J. N dan R. L. Whistler. 1996. Carbohydrates di dalam Food Chemistry. O. R. Fennema (ed.). Marcel Dekker Inc., New York. Bubnis, W. A. 2000. Carrageenan. http://www.fmcbiopolymer.com/ [12 Agustus 2008]. DeMan, J. M. 1985. Principles of Food Chemistry. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Glicksman, M. 1969. Carrageenan di dalam Gum Technology in Food Industry. Academic Press, New York. Glicksman, M. 1979. Gelling Hydrocolloids in Food Product Appliction di dalam Polysaccharides in Food. J. M. V. Blanshard dan J. R. Mitchell (eds.). Butteworths, London. Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids. Vol. II. CRC Press, Boca Raton, Florida.
Hellyer, J. 2004. Quality Testing with Instrumental Texture Analysis in Food Manufacturing. http://www.labplusinternational.com/ [10 Agustus 2008]. Imeson. A. P. 2000. Carrageenan di dalam Handbook of Hydrocolloids. G. O. Phillips dan P. A. Williams (eds.). CRC Press, New York. Johnson, A. 2002. Konjac Glucomanan. http://www.glucomannan.com/ [12 Agustus 2008]. Kealy, R. 2003. Characterisation of Carrageenan. http://www.cheque.uq.edu.au/ [12 Agustus 2008]. Larmond, E. 1976. The Texture Profile di dalam Rheology and Texture in Food Quality. J. M. DeMan, P. W. Voisey., V. F. Rasper., dan D. W. Stanley (eds.). The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Laustsen, K. 2006. Getting Closer to Gelatine. http://www.harnisch.com [14 Agustus 2008]. Lee, J. S., Lou Y.L., dan Chye F. Y. 2008. Effect of K+, Ca2+, and Na+ on Gelling Properties of Euchema cottonii. Sains Malaysiana 37(1)(2008) : 71 – 77. Meilgaard, M. C., G. V. Civille, and B. T. Carr, 1999. Sensory Evaluation Techniques, 3rd ed. CRC Press, New York. Peleg, M. 1983. The Semantics of Rheology and Texture. Food Technol., 11, 5461. Penroj, P., J. R. Mitchell., S. E. Hill., dan W. Ganjanagunchorn. 2005. Effect of Konjac Glucomannan Deacetylation on The Properties of Gels Formed from Mixtures of Kappa Carrageenan and Konjac Glucomannan. Carbohydrates Polymers, 59, 367 – 376. Poppe, J. 1997. Gelatine di dalam Thickening and Gelling Agents for Food. A. P. Imeson (ed.). Blackie Academic and Professional, London. Rosenthal, A. J. 1999. Food Texture : Measurement and Perception. Aspen Publishers. Inc, Maryland. Sadar, L. N. 2004. Rheological and Textural Characteristics of Copolymerized Hydrocolloidal Solutions Containing Curdlan Gum. http://www.lib.umd.edu [12 Agustus 2008]. Salvador, A. dan S. M. Fiszman. 1998. Textural Characteristics and Dynamic Oscillatory Rheology of Maturation of Milk Gelatin Gels with Low Acidity. http://jds.fass.org/cgi/reprint/81/6/1525.pdf. [15 Agustus 2008]
Smewing, J. 1999. Hydrocolloids di dalam Food Texture : Measurement and Perception. A. J. Rosenthal (ed.). Aspen Publisher, Gaithersbrug, Maryland. Takigami, S. 2000. Konjac Mannan di dalam Handbook of Hydrocolloids. G.O. Phillips dan P. A. Williams (eds.). CRC Press, New York. Thomas, W. R. 1997. Konjac Gum di dalam Thickening and Gelling Agents for Food. A. P. Imeson (ed.). Blackie Academic and Professional, London. Widjanarko, S. B. 2008. Bahan Pembentuk http://simonbwidjanarko.files.wordpress.com [14 Agustus 2008].
Gel.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Spesifikasi alat Texture Analyser TA.XTplus Spesifikasi Keterangan Force Range +/- 5kg +/-30kg +/-50kg Force Resolution 0.1gm 0.1gm 0.1gm Loadcells Directly interchangeable by the user. All loadcells store their unique calibration and identification information in 'onboard' nonvolatile memory Speed Range 0.01 - 40mm-sec Speed Accuracy Better than 0.1% Range Setting 0.001-295mm Range Resolution 0.001mm Data Channels Filtered force at 20 bit Distance at 24 bit Unfiltered force at 16 bit Two linear analogue inputs (range +/- 4.5v at 16 bit) or PT100 temperature probe inputs (range 50°C to +250°C) Biphase digital encoder input at 24 bit suitable for any compatible linear or rotary extensometer. Data Acquisition Up to 500 points per second (pps) for each data Rate channel. Filtered Force Oversampled at 8000 samples per second and digitally filtered to 500 pps at 20 bit resolution. External Four channels of RS485 using an industry Instrumentation standard MODBUS protocol. Each channel logs Channels at one sample per ten seconds at 16 bit and is suitable for external sensing of temperature, humidity etc. Operating 0 - 40°C Temperature Operating Laboratory conditions. Dust and splash resistant. Environment Net weight 16.2kg PC Interface Interface to PC through a standard RS232 serial port at 115200 BAUD. Power supply Universal mains input voltage. Firmware updates FLASH update of firmware via PC.
Lampiran 2. Nilai gel strength dari pengukuran 10 cup jelly Pengukuran Gel ke strength 1 168.50 2 162.10 3 162.70 4 164.90 5 166.40 6 165.40 7 169.60 8 165.70 9 166.00 10 167.80 Rata -rata 165.60 Lampiran 3. Pengukuran gel strength dari kombinasi karagenan dan konjak dengan berbagai ratio konsentrasi Gel Strength Kombinasi Jenis (gram force) karagenan dan Rata - rata Karagenan Pengukuran Pengukuran konjak (%) ke - 1 ke - 2 100 : 0 167.800 156.200 162.000 80 : 20 1005.952 1014.879 1010.416 60 : 40 1973.714 1808.680 1891.197 A 40 : 60 1618.723 1588.221 1603.472 20 : 80 399.876 373.342 386.609 0 : 100 6.324 6.324 6.324 100 : 0 182.889 185.493 184.191 80 : 20 962.802 920.273 941.538 60 : 40 1877.651 1876.287 1876.969 B 40 : 60 1492.747 1461.625 1477.186 20 : 80 256.789 311.593 284.191 0 : 100 8.308 7.688 7.998 100 : 0 156.603 143.707 150.155 80 : 20 1078.363 1067.824 1073.094 60 : 40 1812.648 1759.579 1786.114 C 40 : 60 1501.426 1468.568 1484.997 20 : 80 305.890 308.246 307.068 0 : 100 7.440 8.060 7.750
Lampiran 4. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan A dan konjak Force (g) 2000
1800
1600
1400 Kombinasi 1,0 - 0,0 (2) Kombinasi 0,0 - 1,0 (1) Kombinasi 0,0 - 1,0 (2) Kombinasi 0,2 - 0,8 (1) Kombinasi 0,2 - 0,8 (2) Kombinasi 0,4 - 0,6 (1) Kombinasi 0,4 - 0,6 (2) Kombinasi 0,6 - 0,4 (1) Kombinasi 0,6 - 0,4 (2) Kombinasi 0,8 - 0,2 (1) Kombinasi 0,8 - 0,2 (2) Kombinasi 1,0 - 0,0 (1)
1200
1000
800
600
400
F 1 200
0 0
20
40
60
80
100
120
140
Time (sec) -200
Lampiran 5. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan B dan konjak Force (g) 2000
1800
1600
1400 Kombinasi 1,0 - 0,0 (2) Kombinasi 0,0 - 1,0 (1) Kombinasi 0,0 - 1,0 (2) Kombinasi 0,2 - 0,8 (1) Kombinasi 0,2 - 0,8 (2) Kombinasi 0,4 - 0,6 (1) Kombinasi 0,4 - 0,6 (2) Kombinasi 0,6 - 0,4 (1) Kombinasi 0,6 - 0,4 (2) Kombinasi 0,8 - 0,2 (1) Kombinasi 0,8 - 0,2 (2) Kombinasi 1,0 - 0,0 (1)
1200
1000
800
600
400
F 1 200
0 0
20
40
60
80
100
120
140
Time (sec) -200
Lampiran 6. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan C dan konjak Force (g) 2000
1800
1600
1400 Kombinasi 1,0 - 0,0 (2) Kombinasi 0,0 - 1,0 (1) Kombinasi 0,0 - 1,0 (2) Kombinasi 0,2 - 0,8 (1) Kombinasi 0,2 - 0,8 (2) Kombinasi 0,4 - 0,6 (1) Kombinasi 0,4 - 0,6 (2) Kombinasi 0,6 - 0,4 (1) Kombinasi 0,6 - 0,4 (2) Kombinasi 0,8 - 0,2 (1) Kombinasi 0,8 - 0,2 (2) Kombinasi 1,0 - 0,0 (1)
1200
1000
800
600
400
F 1
200
0 0
20
40
60
80
100
120
140
Time (sec) -200
Lampiran 7. Pengukuran gel strength dengan berbagai konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak. Gel Strength (gram force) Konsentrasi Jenis kombinasi Rata - rata Pengukuran Pengukuran Karagenan karagenan dan ke - 1 ke - 2 konjak (%) 0.80 1973.714 1808.680 1891.197 0.60 1422.443 1373.838 1398.141 A 0.40 844.885 844.761 844.823 0.20 303.162 304.278 303.720 0.80 1877.651 1876.287 1876.969 0.60 1349.163 1321.637 1335.400 B 0.40 780.371 780.619 780.495 0.20 270.428 275.016 272.722 0.80 1812.648 1759.579 1786.114 0.60 1374.210 1327.961 1351.086 C 0.40 845.381 842.778 844.080 0.20 294.234 297.954 296.094 Lampiran 8. Grafik pengukuran tekstur menggunakan Texture Profile Analyser Force (g) 1
2
300
3
4
5
6
F 2
325
F 3
275
F 1 250 225 200 TPA_C (2) TPA_A (1) TPA_A (2) TPA_B (1) TPA_B(2) TPA_C (1)
175 150 125 100 75 50 25 0 0 -25
5
10
15
20
25
Time (sec)
Lampiran 9. Hasil pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile Analyser. Pengukuran Hardness Fracturability Adhesiveness Sampel Springiness Cohesiveness Gummines Chewiness Resilience ke (g) (g) (g.sec) 1 310.353 10.043 -5.127 0.955 0.493 152.922 146.075 0.266 A 2 287.663 7.564 -6.135 0.963 0.466 134.108 129.104 0.250 Rata2 299.008 8.804 -5.631 0.959 0.480 143.515 137.590 0.258 1 320.257 11.655 -4.284 0.940 0.473 151.366 142.329 0.243 B 2 318.273 9.299 -4.987 0.960 0.431 137.305 131.840 0.217 Rata2 319.265 10.477 -4.636 0.950 0.452 144.336 137.085 0.230 1 304.030 7.936 -3.435 0.937 0.478 145.291 136.075 0.247 C 2 305.022 9.423 -4.278 0.943 0.492 149.974 141.393 0.245 Rata2 304.526 8.680 -3.857 0.940 0.485 147.633 138.734 0.246
Lampiran 10. Hasil pengamatan terhadap sineresis gel. Bobot awal sampel Bobot sampel setelah sebelum penyimpanan penyimpanan (gram) (gram) Jam ke- Sampel (A) (B) Ul. 1 Ul. 2 Ul. 1 Ul. 2 126. 7046 A 125.0465 113.0989 112.0988 24 B 122.0102 127.2750 112.2134 115.5090 C 125.3204 128.6500 112.2315 115.3128 A 126.4917 126.1582 108.3551 107.9965 48 B 128.3332 129.0276 111.7722 115.1145 C 128.6809 123.7470 110.5663 106.0893 A 125.7527 126.8108 103.7959 104.4265 72 B 125.7471 128.5159 108.0610 109.9312 C 123.4283 127.5675 101.7535 10.9627
A–B (gram) Ul. 1 13.6057 9.7968 13.0889 18.1366 16.5610 18.1146 21.9568 17.6861 21.6748
Ul. 2 12.9477 11.7660 13.3372 18.1617 13.9131 17.6577 22.3843 18.5847 22.6048
% Sineresis Ul. 1 10.74 8.03 10.44 14.34 12.90 14.08 17.46 14.06 17.56
Ul. 2 10.35 9.24 10.37 14.40 10.78 14.27 17.65 14.46 17.72
Rata – rata (%) 10.55 8.64 10.41 14.37 11.84 14.17 17.56 14.26 17.64
Lampiran 11. Pengukuran gel strength gel setelah pemanasan selama waktu tertentu pada kondisi asam Gel strength Waktu % Perubahan (gram force) Sampel pemanasan Gel strength (menit) Ul. 1 Ul. 2 Rata -rata 0 410.084 406.364 408.224 100.00 10 400.784 386.895 393.840 96.48 A 20 334.193 302.820 318.507 78.02 30 298.852 265.949 282.173 69.12 40 217.257 236.849 227.053 55.62 0 481.015 475.435 478.225 100.00 10 391.483 362.714 377.099 78.85 B 20 301.084 389.747 345.416 72.23 30 287.567 290.667 289.117 60.46 40 244.166 240.569 242.368 50.68 0 436.373 438.605 437.489 100.00 10 401.776 408.968 405.372 92.66 C 20 290.915 329.109 310.012 70.86 30 264.502 261.650 263.076 60.13 40 224.449 271.695 248.072 56.70 Lampiran 12. Hasil pengujian sensori terhadap jelly dengan parameter tekstur Panelis Sampel A Sampel B Sampel C 1 3.50 3.00 3.50 2 3.50 3.50 3.50 3 3.00 4.00 3.00 4 3.00 3.00 2.50 5 3.00 3.00 2.00 6 3.00 3.00 3.00 7 3.00 3.00 3.00 8 3.50 3.00 3.50 9 3.00 3.00 3.00 10 2.50 3.00 3.00 11 3.00 3.00 2.00 12 3.50 3.00 3.00 13 3.00 3.00 2.00 14 3.00 3.00 3.00 15 4.00 4.00 3.00 16 3.00 2.50 2.50 17 2.50 3.50 2.50 18 3.00 3.50 3.00 19 3.00 3.00 3.00 20 4.00 2.00 3.00 21 4.00 5.00 3.00 22 3.00 4.00 3.00 23 3.00 4.00 3.00
24 25 Rata2
3.00 4.00 3.20
3.00 4.00 3.28
3.00 4.00 2.92
Lampiran 13. Tabel analisis sidik ragam hasil pengujian organoleptik jelly Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Model Panelis Sampel Error Total
Type III Sum Mean of Squares df Square F 748.287(a) 27 27.714 152.673 10.167 24 .424 2.334 1.787 2 .893 4.921 8.713 48 .182 757.000 75 a R Squared = .988 (Adjusted R Squared = .982)
Sig. .000 .006 .011
Post Hoc Tests Sampel Homogeneous Subsets Skor Duncan Subset Sampel C A B Sig.
N 25 25 25
1 2.920
2
3.200 3.280 1.000 .510 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .182. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 25.000. b Alpha = .05.