i
SKRIPSI
SCREENING AWAL ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI SPESIFIK DARI BAKTERI
Oleh: FENNI RUSLI F24102090
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ii
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SCREENING AWAL ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI SPESIFIK DARI BAKTERI Oleh: FENNI RUSLI F24102090
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1984 Di Jakarta Tanggal lulus:
September 2006
Menyetujui, Bogor,
September 2006
Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Dosen Pembimbing
iii
Fenni Rusli. F24102090. Screening Awal Enzim Endonuklease Restriksi Spesifik dari Bakteri. Di bawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono. RINGKASAN Enzim endonuklease restriksi tipe II adalah enzim yang mampu mengenali dan memotong sekuens nukleotida tertentu. Kerja enzim yang spesifik ini berperan penting dalam perkembangan bioteknologi, termasuk di dalamnya bioteknologi pangan yang telah memberikan hasil nyata, seperti varietas pangan yang dimodifikasi secara genetik. Enzim ini dihasilkan oleh setiap bakteri yang tersebar luas di alam, dan dalam penelitian ini isolat bakteri tongkol jagung diteliti potensinya dalam menghasilkan enzim restriksi. Penelitian bertujuan untuk screening keberadaan enzim restriksi yang memiliki situs spesifik. Penelitian dimulai dengan screening bakteri dari tongkol jagung busuk. Dari 16 macam isolat bakteri mesofilik, diambil 10 macam isolat kemudian masing-masing isolat ditumbuhkan untuk kemudian diambil pelet selnya dan diekstrak enzim restriksinya. Selain bakteri isolat tongkol jagung, juga diambil ekstrak enzim dari beberapa bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, yaitu Bacillus pumillus Y1, B. licheniformis MB2, Pseudomonas syringae, P. fluorescens, dan beberapa strain dari Xanthomonas axonopodis pv. glycines (Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, dan Xag YR69). Tahap ekstraksi enzim restriksi meliputi pemecahan sel bakteri dan ekstraksi enzim dengan metode sistem dua fase. Pemecahan sel menggunakan metode sonikasi diskontinu (4 dan 6 × 30 detik). Ekstraksi enzim dua fase menggunakan polimer PEG 8000 28,4% dan dekstran T500 7,1% yang akan memisahkan enzim resktriksi dari asam nukleat bakteri. Ekstrak enzim restriksi yang diperoleh diujikan aktivitasnya dengan mereaksikannya dengan substrat DNA plasmid dan DNA fage lambda. Plasmid yang digunakan adalah plasmid pBR322 dan plasmid pRK415 yang diperoleh dari penumbuhan kultur E. coli pembawa plasmid dan isolasi plasmid dari sel dengan metode lisis alkali. Hasil reaksi kemudian ditambahkan blue juice dan diamati dengan elektroforesis gel agarosa dengan konsentrasi 1% dan 0,8%. Pada pengujian dengan DNA plasmid sebagai substrat, ditunjukkan bahwa terdapat beberapa isolat yang memiliki potensi sebagai enzim endonuklease restriksi, yaitu bakteri MBXi K1, MBXi K2, MBXi P1, bakteri A, dan B. pumillus Y1. Namun setelah pengujian lebih lanjut dengan DNA fage lambda sebagai substrat, tidak terbentuk pita DNA dengan ukuran yang lebih kecil. Bakteri A menunjukkan terbentuknya pita dengan ukuran yang lebih kecil, namun masih terdapat kontaminan nuklease non-spesifik yang menimbulkan smear pada gel. Terbentuknya smear juga dihasilkan pada pengujian ekstrak enzim P. fluorescens, Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, dan Xag YR69. Ekstrak enzim tersebut perlu dimurnikan lebih lanjut untuk memastikan berpotensi memiliki aktivitas endonuklease spesifik.
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Pengasih, hanya karena berkat dan perlindungan-Nya kepada penulis, skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono, sebagai dosen pembimbing akademik penulis atas inspirasi, waktu, dukungan, kesabaran, fasilitas dan pengetahuan yang diberikan sejak kuliah hingga penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Zakaria-Rungkat, MSc., sebagai dosen penguji saat sidang dan moderator saat seminar, atas kesediaannya meluangkan waktu dan masukan-masukan yang membangun. 3. Bapak Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, MSc., sebagai dosen penguji, atas kesediaannya meluangkan waktu dan masukan-masukan yang membangun selama sidang. 4. Keluarga tercinta: Papi, Mami, dan Cici, terima kasih atas kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Penulis merasa sangat beruntung dan terberkati memiliki kalian sebagai keluarga terdekat. 5. Teman-teman terdekat: Ledyana, Cecile, Theresia, Sylvia, dan Paul, atas persahabatan, cerita di saat suka dan duka, serta perhatian dan pengertiannya. 6. Teman-teman seperjuangan: Karen dan Steisi, atas segala suka dan duka dalam persahabatan dan perjuangan yang dialami bersama sejak awal kuliah hingga kini, serta doa, dukungan, kritik, dan saran untuk penulis. Juga kepada rekan seperjuangan selama penelitian: Inda, terimakasih atas kerjasama, dukungan, dan canda tawa, hingga penelitian yang diawali bersama dapat diselesaikan bersama pula. 7. Rekan-rekan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia dan Laboratorium lainnya di PPSHB: Bu Sri, Bu Luki, Kak Agnes, Prasna, Bu Ummu, Bu Rika, Pak Wilmar, Bu Ika, Bu Eni, Mas Huda, Mas Firdaus, Mas Mbah, Mas Ade, Bu Pepi, dan Bu Dewi atas segala
v
bimbingan, bantuan, canda tawa, dan dorongan semangat selama penulis melakukan penelitian. 8. Teman-teman TPG 39: Pretty, Inggrid, Shinta, Nanda, Hanna, Ribka, anak-anak Pubi, Randy, Inal, terimakasih atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Masa kuliah bersama kalian tidak akan terlupakan. 9. Teman-teman Buddhis 39: Nia, Vivi, Lisa, Delly, Robin, Inan, Pocil, Leo, dan Andi, atas kebersamaan dan bimbingan yang sangat berharga untuk penulis. 10. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, September 2006 Penulis
6
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii I.
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1 B. TUJUAN ............................................................................................... 2 C. MANFAAT ........................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI .......................... 3 B. SUMBER ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI .......................... 4 C. KLASIFIKASI ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI .................. 7 D. KARAKTERISTIK ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI........... 12 1. Suhu .................................................................................................. 12 2. pH ...................................................................................................... 12 3. Kekuatan Ionik .................................................................................. 13 4. Kofaktor ............................................................................................ 14 5. Waktu Reaksi .................................................................................... 14 6. Aditif Penstabil ................................................................................. 14 E. DETEKSI AKTIVITAS ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI.... 15 1. Digesti ............................................................................................... 15 a. Plasmid sebagai substrat................................................................ 15 b. DNA fage lambda sebagai substrat ............................................... 16 2. Elektroforesis Agarosa ...................................................................... 17
7
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan .............................................................................................. 20 2. Alat .................................................................................................. 21 B. METODE PENELITIAN 1. Isolasi Bakteri dari Tongkol Jagung Busuk .................................... 21 2. Kultivasi Sel .................................................................................... 21 3. Pemecahan Membran Sel ................................................................ 22 4. Ekstraksi Enzim Restriksi ............................................................... 22 5. Isolasi Plasmid ................................................................................ 23 6. Digesti dengan Ekstrak Enzim Endonuklease Restriksi ................. 24 7. Elektroforesis Gel Agarosa ............................................................. 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SCREENING BAKTERI DARI TONGKOL JAGUNG ....................... 25 B. EKSTRAKSI ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI..................... 27 1. Pemecahan Membran Sel .................................................................. 27 2. Pemisahan dari Materi Genetik Bakteri ............................................ 30 C. PENGUJIAN AKTIVITAS EKSTRAK ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI ......................................................... 34 a. DNA Plasmid sebagai Substrat ....................................................... 35 b. DNA Fage Lambda sebagai Substrat .............................................. 42 V.
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ..................................................................................... 52 B. SARAN ................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 54 LAMPIRAN ........................................................................................................ 58
8
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Endonuklease restriksi dari berbagai bakteri ...................................... 5 Tabel 2. Klasifikasi endonuklease restriksi ...................................................... 8 Tabel 3. Buffer reaksi optimum enzim restriksi ............................................... 13 Tabel 4. Metode lisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi ......... 29 Tabel 5. Metode ekstraksi enzim endonuklease pada berbagai penelitian ....... 33
9
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Mekanisme pemotongan DNA oleh enzim restriksi ....................... 3 Gambar 2. Berbagai hasil pemotongan dengan enzim restriksi ........................ 9 Gambar 3. Struktur enzim PvuI yang mengikat DNA ...................................... 9 Gambar 4. Peta restriksi DNA fage lambda...................................................... 17 Gambar 5. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim K1, K2, dan K7 dengan substrat plasmid pBR322 dan pRK415 ........................................... 36 Gambar 6. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim A, P1, P2, P3, 7B, P.syringae, dan B. licheniformis MB2 dengan substrat plasmid pRK415 ......... 38 Gambar 7. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim P1, P2, P3 dengan substrat plasmid pBR322 dan ekstrak enzim K8, K9, dan B. pumillus Y1 dengan substrat plasmid pRK415 ................................................... 39 Gambar 8. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim K1 dan A dengan substrat plasmid pRK415 ............................................................................. 41 Gambar 9. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim A dengan substrat DNA fage lambda ........................................................................... 42 Gambar 10. Hasil uji aktivitas enzim A yang diekstrak ulang dengan substrat DNA fage lambda ........................................................................... 44 Gambar 11. Hasil uji aktivitas enzim A ekstrak baru dengan substrat DNA fage lambda ........................................................................... 45 Gambar 12. Hasil uji aktivitas enzim P1 ekstrak baru dengan substrat DNA fage lambda ........................................................................... 46 Gambar 13. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, Xag YR69, dan P. fluorescens ekstraksi polimer konsentrat 1× ..... 48 Gambar 14. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, Xag YR69, dan P. fluorescens ekstraksi polimer konsentrat 2× ..... 49 Gambar 15. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim Xag YR58 dan Xag YR69 dengan substrat DNA fage lambda ................................................. 50
10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Komposisi media Luria Bertani (LB), Dung et al. (1993), dan Yeast Dextrose Carbonate (YDC).......................................... 58 Lampiran 2. Komposisi dan pembuatan polimer konsentrat ............................. 59 Lampiran 3. Komposisi gel loading buffer dan buffer TAE stok 50×............... 60
11
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Dewasa ini perkembangan bioteknologi pangan sudah demikian pesat dan menunjukkan hasil-hasil yang menarik perhatian dunia. Salah satu keberhasilan dari aplikasi bioteknologi pangan yang nyata adalah pangan transgenik, antara lain pengembangan varietas kedelai hasil rekayasa genetika yang tahan terhadap pestisida, varietas kentang yang tahan terhadap virus, hama koleoptera dan lepidoptera; mengandung lemak lebih sedikit; dan memiliki rasa yang lebih manis. Produk-produk hasil bioteknologi pangan tersebut kini telah dikenal dan banyak dimanfaatkan baik di luar negeri maupun di Indonesia. Perkembangan bioteknologi pangan berakar dari ilmu bioteknologi molekuler. Penelitian di bidang ini memungkinkan dilakukannya modifikasi materi genetik (asam deoksiribonukleat atau DNA) suatu organisme, sehingga organisme tersebut dapat memiliki karakteristik yang lebih baik. Penelitian yang melibatkan modifikasi DNA ini membutuhkan peranan enzim endonuklease restriksi yang dapat mengenal dan memotong DNA pada sekuens spesifik tertentu, yaitu enzim endonuklease restriksi tipe II. Enzim ini dimanfaatkan dalam penelitian kloning gen, pemetaan DNA, karakterisasi gangguan genetik menurun pada tingkat DNA, analisis proses degenerasi sel, dan analisis keterkaitan filogenetik. Sedangkan secara luas, enzim endonuklease restriksi juga digunakan dalam bidang pertanian, industri, dan kesehatan. Beragamnya aplikasi dari enzim restriksi menyebabkan tingginya permintaan akan enzim tersebut. Total penjualan di seluruh dunia mencapai US$ 200 juta pada tahun 2001, dengan angka pertumbuhan 8% pertahunnya (Glick dan Pasternak, 2003). Permintaan yang tinggi akan enzim ini mendukung eksplorasi terhadap enzim endonuklease restriksi jenis baru, sehingga kini telah ditemukan lebih dari 3000 macam enzim restriksi. Namun dari bermacam enzim tersebut hanya terdapat 250 situs pemotongan yang berbeda (Roberts dan Macelis, 2006). Hal ini mengindikasikan masih adanya peluang untuk menemukan enzim endonuklease restriksi spesifik
12
dengan situs pemotongan baru. Selain itu penelitian dan pendidikan bioteknologi di Indonesia yang kini telah mendapat dukungan nyata juga mendorong upaya produksi enzim restriksi lokal secara optimal. Keberadaan enzim endonuklease restriksi yang khas pada semua makhluk hidup berimplikasi bahwa pelacakan pada organisme prokariot berpotensi menghasilkan penemuan enzim endonuklease restriksi baru, terutama dengan dukungan keanekaragaman hayati di Indonesia. Pelacakan enzim endonuklease restriksi pada penelitian ini akan dilakukan terhadap sejumlah bakteri yang diisolasi dari tongkol jagung, serta Bacillus, Pseudomonas, dan Xanthomonas yang merupakan koleksi dari Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia. Diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan enzim restriksi baru dengan spesifisitas baru atau enzim restriksi yang merupakan isoschizomer atau neoschizomer dari enzim komersial yang telah ada.
B.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mencari enzim endonuklease restriksi yang spesifik dan mudah dihasilkan dengan melakukan screening terhadap bakteri-bakteri yang diisolasi dari tongkol jagung dan bakteri-bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Riset Biologi dan Bioteknologi.
C.
Manfaat Penelitian ini bermanfaat untuk mendukung produksi reagen bioteknologi secara lokal, sehingga dapat mendukung kesinambungan penelitian dan pendidikan di bidang bioteknologi, khususnya bioteknologi pangan di Indonesia.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Enzim Endonuklease Restriksi Enzim endonuklease restriksi adalah enzim yang mengenali dan memotong kedua utas dari asam deoksiribonukleat (DNA) pada urutan pasang basa (sekuens) tertentu. Enzim ini mencari sekuens spesifiknya dengan cara menempel pada DNA baik secara spesifik maupun secara non-spesifik, kemudian berdifusi secara linear dengan kecepatan tertentu hingga ditemukannya sekuens spesifik yang dikenalinya. Proses ini dipengaruhi oleh konsentrasi ion Mg2+. Setelah sekuens spesifik dikenali, akan terjadi perubahan konformasi enzim dan DNA (Anonimf, 2006). Mekanisme pemotongan DNA oleh enzim endonuklease restriksi dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Mekanisme pemotongan DNA oleh enzim restriksi (Pingoud dan Jelstch, 2001) Enzim ini ditemukan oleh Arber pada tahun 1962, kemudian dipurifikasi dan dikarakterisasi oleh Nathans dan H. Smith pada tahun 1974 (Alberts et al., 1983). Penemuan akan enzim ini merupakan suatu penemuan besar di bidang biologi molekuler dan membuahkan penghargaan Nobel bagi penemunya.
14
Kini telah ditemukan lebih dari 3000 jenis enzim restriksi dan banyak di antaranya yang merupakan isoschizomer atau neoschizomer. Isoschizomer suatu enzim adalah enzim lain memiliki sekuens pengenalan dan pemotongan DNA yang sama dengan enzim tersebut (Pingoud et al., 1993). Sedangkan neoschizomer suatu enzim adalah enzim lain yang mengenal sekuens DNA yang sama tapi memotong pada situs yang berbeda dengan enzim tersebut (Roberts dan Halford, 1993).
B. Sumber Enzim Endonuklease Restriksi Endonuklease restriksi tipe II tersebar luas di alam. Sebagian besar enzim ini ditemukan pada bakteri, namun enzim ini juga dapat diisolasi dari virus, archaea, dan eukariota (Anonimd, 2006). Keberadaan enzim ini pada organisme merupakan suatu mekanisme pertahanan dari DNA asing. Bagi bakteri, endonuklease restriksi berfungsi untuk menghancurkan DNA dari sumber-sumber asing, seperti infeksi bakteriofage, dengan cara memotong DNA asing tersebut pada sekuens yang dikenalinya. Sedangkan sekuens pada genom bakteri yang serupa dilindungi dengan metilasi oleh enzim metiltransferase. Dengan demikian kemampuan fage untuk tumbuh di dalam sel bakteri dibatasi, meskipun terdapat kemungkinan termetilasinya DNA asing sebelum dipotong oleh enzim endonuklease restriksi, sehingga DNA tersebut dapat bertahan (Alberts et al., 1983). Pelacakannya pada bakteri berpotensi menghasilkan penemuan enzim endonuklease restriksi. Hal ini didukung dengan kemungkinan terdapatnya kira-kira satu diantara empat bakteri yang diteliti ternyata memiliki satu jenis atau lebih endonuklease restriksi tipe II. Serta dalam satu spesies dapat ditemukan hingga 7 macam enzim restriksi (Anonimd, 2006). Tabel 1 berikut merupakan contoh beberapa enzim endonuklease restriksi, organisme penghasilnya, dan beberapa karakteristiknya.
15
Tabel 1. Endonuklease restriksi dari berbagai bakteri (Pingoud et al., 1993) Situs Suhu pH pemotongan*) optimum optimum EcoRI Escherichia coli G↓AATTC 37oC 7,5 BamHI Bacillus amyloliquefaciens G↓GATCC 37oC 7,9 HindIII Haemophilus influenzae R4 8,0 A↓AGCTT 37oC o HinfI 7,4 G↓ACTC 37 C Haemophilus influenzae R4 PvuI CGAT↓CG 37oC 7,4 Proteus vulgaris o PvuII CAG↓CTG 37 C 7,5 Proteus vulgaris PstI CTGCA↓G 37oC 7,5 Providencia stuartii RsaI 37oC 8,0 Rhodopseudomonas sphaeroides GT↓AC o RshI 37 C 7,9 Rhodopseudomonas sphaeroides CGAT↓CG Sau3A Staphylococcus aureus ↓GATC 37oC 7,5 MboI ↓GATC 37oC 7,4 Moraxella bovis o ApaI GGGCC↓C 30 C 7,4 Acetobacter pasteurianus SmaI CCC↓GGG 25oC 8,0 Serratia marcescens XmaI C↓GGCCG 25oC 7,5 Xanthomonas campestris *) sekuens DNA yang ditunjukkan hanya satu utas dengan arah 5’→3’ Enzim
Organisme penghasil
Asal kultur bakteri yang digunakan dalam pelacakan enzim restriksi sangat beragam. Hingga kini lebih dari 10.000 bakteri dan archaebakteria yang berasal dari kultur koleksi, rumah sakit, tanah, dan air telah di-screening untuk melacak keberadaan enzim endonuklease restriksi (Sharma et al., 2003). Sebagai contoh, Stephens (1981) mengisolasi enzim SciNI dari Spiroplasma citri yang merupakan patogen tanaman. Sedangkan Yun et al. (1995) melacak keberadaan enzim restriksi pada mikroba yang tumbuh pada limbah kompos dan
melaporkan
dihasilkannya
enzim
SviI
dari
Streptomyces
violochromogenes D1-5 yang bersifat termostabil. Welch dan Williams (1995) berhasil mengisolasi enzim restriksi termostabil yang dihasilkan dari genus Thermus, yaitu Tsp4CI dan Tsp8EI yang diisolasi dari tanah di Islandia. Pada tahun 1996, peneliti yang sama juga berhasil mengisolasi enzim restriksi thermostabil Tsp49I dari Thermus SM49 yang diisolasi dari sumber air panas. Enzim yang bersifat tahan panas tinggi ini merupakan penemuan perangkat molekul yang sangat berarti bagi dunia pengetahuan, khususnya bagi peneliti di bidang bioteknologi dan biologi molekuler. Enzim restriksi yang diduga merupakan isoschizomer dari PstI telah berhasil diekstrak oleh Juliana (1996). Enzim tersebut berasal dari
16
bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodobacter sphaeroides MW5 asal pantai Ancol, Jakarta. Karakterisasi enzim tersebut dilakukan oleh Setiawan (1998). Penelitian
dilakukan
terus
menerus
untuk
menemukan
dan
mengembangkan enzim endonuklease restriksi. Dalam penelitian ini, dilakukan screening terhadap beberapa bakteri, yaitu bakteri hasil isolasi dari tongkol jagung busuk, serta beberapa bakteri dari genus Bacillus (B. pumilus Y1 dan B. licheniformis MB2), Pseudomonas (P. syringae dan P. fluorescens), dan Xanthomonas axonopodis pv. glycines (Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, dan Xag YR69). Tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji serta merupakan modifikasi dari cabang dan mulai berkembang pada ruas-ruas batang. Jagung mengandung kurang lebih 30% tongkol jagung, sedangkan sisanya adalah kulit dan biji (Koswara, 1991). Irawadi (1992) menyatakan bahwa tongkol jagung mengandung selulosa (40%), hemiselulosa (36%), lignin (16%), serta zat-zat lainnya sebesar 6%. Bacillus sp. merupakan bakteri batang pembentuk spora yang bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif, katalase positif dan Gram positif. Terdapat beberapa spesies dari genus Bacillus, diantaranya B. subtilis, B. licheniformis dan B. pumilus (Gordon, 1973). B. pumilus Y1 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan galur lokal dari Bacillus sp. yang diisolasi dari limbah cair tahu oleh Likumahwa (1993). B. pumilus Y1 berbentuk batang dalam rantai yang panjang (streptobacilli). B. licheniformis MB2 merupakan bakteri termofilik yang diisolasi dari sumber air panas Tompaso, Sulawesi Utara. Temperatur alami di Tompaso berkisar antara 50-90oC dengan pH antara 4,0-6,0. Suhu optimum untuk pertumbuhan B. licheniformis MB2 adalah pada suhu 55oC, dengan range suhu pertumbuhan 37-60oC. Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif. Pseudomonas adalah salah satu bakteri patogen tanaman yang penting. Bakteri Gram negatif ini tidak membentuk spora, berbentuk batang, dan obligat aerobik. Spesies Pseudomonas terdiri dari beberapa grup. Salah satu grupnya
mencakup
spesies
yang
menghasilkan
pigmen
fluoresens
17
(fluorescein) seperti P. aeruginosa, P. fluorescens, P. cichorii, dan P. syringae (Todar, 2004). Pseudomonas fluorescens adalah bakteri saprofit yang dapat ditemukan di tanah, air, dan permukaan tanaman. Bakteri ini mudah ditumbuhkan di media yang mengandung senyawa organik, memiliki pH netral, pada range suhu mesofilik (Palleroni, 1984). P. syringae merupakan patogen yang menyerang berbagai tanaman. Beberapa patovar P. syringae memproduksi fitotoksin, seperti syringotoksin dan syringomicin (Todar, 2004). Xanthomonas campestris merupakan salah satu spesies utama dari Xanthomonas, yaitu bakteri Gram negatif berbentuk batang yang pada umumnya merupakan patogen tanaman. Xanthomonas campestris sendiri terbagi atas beberapa patovar, yaitu subgroup berdasarkan kespesifikan tanaman inang yang terinfeksi asal bakteri tersebut diisolasi (Moffet dan Croft, 1983). Xanthomonas campestris pv. glycines dikenal sebagai penyebab penyakit bisul pada tanaman kedelai. Bakteri dalam spesies ini menghasilkan pigmen lipid terlarut berwarna kuning, yaitu xanthomonadin (Palleroni, 1984).
C. Klasifikasi Enzim Endonuklease Restriksi Enzim endonuklease restriksi dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan perbedaan dalam komposisi subunit, kofaktor yang diperlukan, dan cara pemotongannya. Terdapat tiga tipe endonuklease restriksi yaitu tipe I (EC 3.1.21.3), tipe II (EC. 3.1.21.4), dan tipe III (EC 3.1.21.5) (Pingoud et al., 1993). Perbandingan karakteristik masing-masing tipe enzim tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Endonuklease restriksi tipe I membutuhkan ion Mg dan ATP untuk aktivitas endonuklease dan S-adenosilmetionin (SAM) untuk aktivitas metilasinya. Enzim ini dikenal akan karakteristik pemotongannya yang acak dan berada di luar situs pengenalannya. Karakteristik ini menyebabkan enzim endonuklease tipe I tidak digunakan secara luas (Anonime, 2006). Hal yang serupa juga dijumpai pada enzim endonuklease tipe III. Enzim ini merupakan kombinasi dari enzim restriksi dan modifikasi, serta memiliki situs pemotongan yang berada di luar situs pemotongannya. Enzim ini
18
membutuhkan dua sekuens yang letaknya berlawanan untuk memberikan hasil pemotongan yang sempurna. Hal ini menyebabkan pemotongan oleh enzim endonuklease restriksi tipe III jarang memberikan hasil pemotongan yang sempurna. Enzim ini tidak digunakan secara luas di laboratorium dan tidak tersedia secara komersial (Anonime, 2006). Tabel 2. Klasifikasi endonuklease restriksi (Pingoud et al., 1993) Karakteristik Tipe I Subunit 3 subunit berbeda Kofaktor Mg2+, ATP, Sadenosilmetionin (SAM) Posisi Acak (random), jauh pemotongan dari situs pengenalan Aktivitas Restriksi, modifikasi, topoisomerase, dan ATPase Contoh EcoK Sekuen AACNNNNGTGC pengenalan* *) G = Guanin A = Adenin T = Timin C = Cytosin N = Nukleotida tidak spesifik
Tipe II 2 subunit sama Mg2+
Tipe III 2 subunit berbeda Mg2+, ATP, SAM
Di dalam situs pengenalan Hanya restriksi
25 pb dari situs pengenalan Restriksi, modifikasi, dan ATPase
EcoRI GAATTC
EcoP AGACC
Endonuklease restriksi tipe II adalah enzim yang dapat mengenali sekuens DNA tertentu yang berukuran 4-8 pasang basa (bp) dan memotong DNA di dalam atau di dekat sekuens pengenalan tersebut (Pingoud et al., 1993). Sebagian besar enzim restriksi yang telah diidentifikasi membutuhkan 6 bp (Brown, 1990). Pemotongan DNA di dalam atau di dekat situs pengenalan oleh enzim endonuklease restriksi tipe II dapat menghasilkan ujung menggantung (sticky end) atau ujung tumpul (blunt end), yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Hasil pemotongan yang spesifik ini dimanfaatkan secara luas dalam bidang biologi molekuler, seperti kloning.
19
a. Hasil pemotongan ujung menggantung 5’
b. Hasil pemotongan ujung menggantung 3’
c. Hasil pemotongan ujung tumpul Gambar 2. Berbagai hasil pemotongan dengan enzim restriksi (Owen, 1999) Sekuens DNA yang dikenali enzim seringkali berupa sekuens palindromik. Sekuens palindromik merupakan sekuens yang pembacaan dari arah 5’ ke 3’ sama untuk kedua utas DNA. Hal ini berkaitan dengan struktur enzim yang terdiri dari dua subunit yang identik (homodimer) (Pingoud et al., 1993). Bentuk struktur homodimer ini dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu enzim PvuI yang memiliki sekuens pengenalan CGATCG.
Gambar 3. Struktur enzim PvuI yang mengikat DNA (Owen, 1999) Seiring dengan perkembangan teknologi, terutama sekuensing asam amino, klasifikasi enzim ini mengalami perkembangan. Pemetaan sekuens
20
asam amino menunjukkan pada tingkat molekuler, enzim endonuklease restriksi tidak hanya terdiri dari tiga tipe saja. Hal ini menyebabkan berkembangnya klasifikasi modern yang membagi enzim endonuklease restriksi tipe II menjadi delapan subtipe enzim. Perbedaan kedelapan tipe enzim ini terdapat pada karakteristiknya, seperti sekuens pengenalan, subunit, kofaktor, dan posisi pemotongan (Pingoud dan Jeltsch, 2001). Enzim yang paling umum dalam tipe II adalah enzim dengan karakteristik yang telah dijelaskan di atas. Sekuens pengenalan enzim bersifat palindromik, subunitnya merupakan homodimer, dan membutuhkan ion Mg2+. Posisi pemotongannya tertentu, berada di dalam situs pengenalan, dan memiliki
hasil
pemotongan
berupa
ujung
menggantung
5’,
ujung
menggantung 3’, atau ujung tumpul. Enzim tipe ini tersedia secara komersial (Anonime, 2006). Enzim restriksi tipe IIb (juga sering disebut tipe IV) merupakan enzim restriksi tipe II yang memiliki aktivitas metilasi. Adanya SAM dibutuhkan untuk aktivitas restriksinya. Subunitnya dapat berupa heterotrimer (contoh BcgI) ataupun heterodimer (BplI). Sekuens pengenalannya dapat berupa sekuens yang simetrik maupun asimetrik. Contoh enzim dengan sekuens simetrik adalah BplI, dengan sekuens pengenalan N5↓N8GAGN5CTCN13↓ ↑N13CTCN5GAGN8↑N5 (Pingoud dan Jeltsch, 2001). Kedua utas DNA pada kedua sisi situs pengenalan akan dipotong secara simetris. Letak pemotongannya agak jauh dari situs pengenalan dan selalu menghasilkan ujung menggantung 3’ (Anonimg, 2006). Enzim ini berukuran sekitar 850-1250 asam amino. Tipe enzim lain yang menyerupai enzim IIb adalah enzim IIg. Enzim ini juga membutuhkan SAM untuk aktivitasnya. Perbedaannya dengan enzim IIb adalah aktivitas restriksi dan modifikasi enzim ini terletak pada rantai polipeptida tunggal. Contohnya adalah Eco57I. Enzim restriksi tipe II lainnya adalah subtipe IIe. Enzim ini memiliki keunikan pada kebutuhannya akan sebuah situs pengenalan kedua untuk dapat memotong dengan sempurna. Situs pengenalan kedua tersebut berfungsi sebagai efektor alosterik cis atau trans agar enzim dapat mengikat DNA. Sekuens pengenalannya dapat bersifat palindromik ataupun non-palindromik.
21
Pemotongan dapat terletak di dalam atau di dekat situs pengenalan. Subunit enzim ini dapat berupa homodimer atau monomer. Contohnya adalah enzim NaeI yang memiliki situs pengenalan GCCGGC (Anonimg, 2006). Seperti halnya enzim subtipe IIe, enzim IIf membutuhkan dua situs pengenalan untuk memotong. Perbedaannya adalah enzim IIf akan memotong kedua situs tersebut. Enzim IIf merupakan enzim homotetramer. Contohnya adalah NgoMIV yang memiliki sekuens pengenalan G↓CCGGC (Pingoud CGGCC↑G dan Jeltsch, 2001). Subtipe enzim berikutnya adalah enzim IIt. Enzim ini terdiri dari subunit yang berbeda dan memiliki aktivitas restriksi dan modifikasi. Contohnya adalah enzim Bpu10I dan BslI. Bpu10I mengenali sekuens yang asimetrik, yaitu CC↓TNAGC dan berfungsi sebagai heterodimer dimana GGANT↑CG kedua subunit diduga memiliki sebuah sisi aktif. Sedangkan BslI mengenali sekuens yang palindromik dan merupakan suatu heterotetramer. Enzim subtipe IIs merupakan enzim restriksi yang berukuran sedang, yaitu 400-650 asam amino. Sekuens pengenalannya bersifat non-palindromik, kontinu, dan asimetrik. Struktur subunitnya berupa suatu monomer yang memiliki dua buah domain, yaitu domain pengikatan DNA dan domain pemotongan DNA. Contohnya adalah enzim FokI dengan sekuens pengenalan GGATG(N)9↓ (Anonime, 2006; Anonimg, 2006). CCTAC(N)13↓ Subtipe enzim restriksi II yang berbeda dengan yang lainnya adalah subtipe IIm. Keunikannya terletak pada substratnya, dimana enzim ini mengenali DNA yang termetilasi. Aktivitas ini dimiliki oleh enzim BisI yang diteliti oleh Chmusz et al. (2005) dan GlaI yang diteliti oleh Chernukin et al. (2005). Kedua enzim ini memotong sekuens spesifik pada DNA yang termetilasi, yaitu sekuens 5’-G(5mc) NGC-3’ untuk BisI dan 5’-G(m5C) GC3’ untuk GlaI. Sebelumnya, tipe enzim yang hanya memotong pada DNA yang termetilasi ini sangat langka. Sejak tahun 1975 hanya satu enzim, yaitu DpnI, yang dilaporkan memiliki aktivitas demikian. Enzim-enzim yang berkarakteristik unik ini diduga terlibat dalam tahap proteksi sel bakteri terhadap infeksi dari DNA bakteriofage yang termetilasi.
22
D. Karakteristik Enzim Endonuklease Restriksi Bagi enzim endonuklease restriksi, satu unit (U) aktivitas didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat memotong 1 μg DNA dari fage λ selama 1 jam dalam kondisi buffer yang optimum pada suhu 37oC (Pingoud et al., 1993). Seperti sifat enzim pada umumnya, enzim restriksi juga membutuhkan kondisi tertentu untuk menghasilkan aktivitas pemotongan yang optimum, seperti suhu, pH, kekuatan ionik, ion Mg2+, waktu reaksi, dan aditif penstabil (Pingoud et al., 1993). 1. Suhu Suhu optimum enzim adalah suhu dimana aktivitas enzim optimum. Peningkatan suhu hingga suhu tertentu akan menyebabkan kenaikan kecepatan reaksi enzim karena bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi, dan rotasi enzim dengan substrat, sehingga memperbesar peluang keduanya untuk bereaksi (Suhartono, 1989). Namun suhu yang terlalu tinggi juga dapat mempercepat pemecahan atau kerusakan enzim. Suhu merupakan parameter kritis bagi penggunaan endonuklease restriksi secara optimum. Sebagian besar endonuklease restriksi memiliki suhu optimum sekitar 37oC. Beberapa enzim terutama yang diisolasi dari bakteri cryofilik atau termofilik membutuhkan suhu yang lebih rendah atau suhu yang lebih tinggi untuk aktivitasnya (Pingoud et al., 1993). Hal ini berkaitan dengan suhu optimum yang erat hubungannya dengan suhu optimum pertumbuhan mikroba asal enzim. Parameter lingkungan ini harus diperhatikan dalam digesti oleh enzim restriksi agar reaksi berjalan optimum. 2. pH Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yaitu mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun basa, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya. Semua reaksi enzim dipengaruhi pH medium tempat reaksi terjadi. Oleh karena itu pada setiap percobaan dengan enzim diperlukan buffer untuk mengontrol pH
23
reaksi. Pada umumnya, enzim aktif pada pH netral, yaitu pH cairan makhluk hidup, namun kisaran kereaktifan enzim dapat mencapai pH 5-9 (Suhartono, 1989). Menurut Pingoud et al. (1993), hampir semua enzim restriksi bekerja dengan baik pada range pH 7,2-8,0, meskipun beberapa enzim memiliki kisaran yang lebih sempit. 3. Kekuatan Ionik Keakuratan dan aktivitas enzim restriksi sangat dipengaruhi oleh kekuatan ionik. Kekuatan ionik yang diperlukan dapat diperoleh dengan penambahan garam NaCl atau KCl ke dalam buffer Tris-HCl. Konsentrasi dan jenis kekuatan ionik yang tepat sangat diperlukan karena kekuatan ionik yang terlalu rendah akan menginduksi aktivitas bintang dan kekuatan ionik yang terlalu tinggi dapat mengaktivasi endonuklease non-spesifik kontaminan atau menghambat enzim restriksi itu sendiri. Hampir semua enzim restriksi dapat menerima kekuatan ionik dari NaCl ataupun KCl, namun beberapa enzim restriksi hanya aktif pada kekuatan ionik yang diberikan oleh KCl, seperti enzim SmaI (Pingoud et al., 1993). Tabel 3 berikut ini adalah contoh preferensi beberapa enzim terhadap suhu, pH, dan kekuatan ionik tertentu. Tabel 3. Buffer reaksi optimum enzim restriksi (Pingoud et al., 1993) Nama pH enzim optimum
Jenis dan konsentrasi garam
Suhu optimum
AhaI
8,0
KCl 150 mM
37oC
BamHI
7,9
NaCl 100 mM
37oC
EcoRI
7,5
NaCl 50 mM
37oC
HindIII
8,0
NaCl 50 mM
37oC
MboII
7,4
KCl 10 mM
37oC
TaqI
8,4
NaCl 100 mM
65oC
XhoI
8,0
NaCl 150 mM
37oC
Keterangan KCl dapat digantikan oleh NaCl Konsentrasi garam >100 mM menurunkan aktivitas Konsentrasi garam <50 mM menginduksi star activity Konsentrasi garam <50 mM dan >100 mM menurunkan aktivitas Tidak sensitif terhadap konsentrasi garam Aktivitas pada 37oC separuh aktivitas pada 65oC Membutuhkan 0,01% Triton
24
4. Ion Mg2+ Dalam reaksinya, enzim endonuklease restriksi membutuhkan ion Mg2+, meskipun beberapa enzim seperti NlaIII dan NlaIV memerlukan tambahan 50 mM (NH4)2SO4 untuk aktivasi enzim. Konsentrasi yang optimum berkisar antara 5-10mM MgCl2. Peranan Mg2+ diduga untuk menyebabkan polarisasi ikatan fosfodiester yang akan dipotong atau untuk mengaktivasi molekul air untuk membentuk nukleofil yang dibutuhkan (Pingoud et al., 1993). Dengan demikian, adanya pengkelat ion seperti EDTA dapat mengganggu aktivitas pemotongan DNA. 5. Waktu Reaksi Lamanya waktu reaksi pada umumnya ditentukan berdasarkan unit aktivitas enzim. Penggunaan enzim dalam jumlah yang lebih sedikit dimungkinkan dengan memperpanjang waktu reaksi. Hal ini tidak akan menimbulkan masalah kecuali jika terdapat kontaminasi nuklease lainnya (Anonimd, 2006). 6. Aditif Penstabil Enzim restriksi juga memiliki kebutuhan akan aditif penstabil untuk mencegah terjadinya oksidasi residu sistein. Pada umumnya, aditif yang digunakan
adalah
1,4-dithiothreitol,
1,4-dithioerithritol,
atau
β-
merkaptoetanol. Aditif juga diperlukan untuk mencegah terjadinya agregasi dan presipitasi. Dalam hal ini, aditif yang umum digunakan adalah Triton X-100, Tween, Lubrol, deterjen lainnya, atau Bovine Serum Albumin (BSA) (Pingoud et al., 1993). Pada kondisi tertentu, beberapa enzim restriksi dapat mengalami aktivitas bintang (star activity). Aktivitas bintang adalah keadaan dimana enzim restriksi kehilangan spesifisitasnya terhadap sekuens DNA, sehingga selain memotong sekuens spesifik yang dikenalnya, enzim restriksi juga memotong substrat pada situs lainnya yang tidak spesifik. Hal ini dapat disebabkan kekuatan ionik yang terlalu rendah, pH buffer reaksi yang terlalu
25
tinggi (di atas 8,5), substitusi ion Mg2+ dengan kation divalen lainnya, waktu inkubasi yang terlalu lama atau jumlah enzim yang terlalu banyak, konsentrasi gliserol
yang
terlalu
tinggi,
dan
adanya
pelarut
organik
(etanol,
b
dimetilsulfoksida) (Anonim , 2006). Menurut Davis et al. (1986), faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kondisi-kondisi reaksi seperti kemurnian DNA dan keadaan enzim itu sendiri juga mempengaruhi aktivitasnya. Metilasi DNA, ikatan dengan protein atau kekentalan yang berlebihan dari DNA berberat molekul tinggi dalam larutan yang pekat dapat menurunkan efisiensi pemotongan oleh enzim. Pada umumnya DNA yang akan dipotong harus bebas dari pengotor. Adanya RNA dan DNA utas tunggal tidak berpengaruh buruk terhadap aktivitas sebagian enzim restriksi.
E. Deteksi Aktivitas Enzim Endonuklease Restriksi 1.
Digesti Kemampuan enzim endonuklease restriksi untuk mengenali dan memotong pada situs tertentu dapat dibuktikan dengan mereaksikannya dengan substrat DNA (digesti). Substrat DNA tersebut akan mengalami pemotongan bila terdapat sekuens yang sesuai dengan sekuens spesifik enzim restriksi. Pemotongan akan menyebabkan terbentuknya fragmenfragmen DNA yang berukuran lebih kecil. Pengujian aktivitas ekstrak enzim dilakukan dengan mereaksikannya dengan dua macam substrat DNA, yaitu DNA plasmid dan DNA fage lambda, dalam kondisi reaksi yang dioptimalkan dengan buffer reaksi. a. Plasmid sebagai substrat DNA plasmid adalah DNA sirkuler berutas ganda yang terdapat dalam suatu bakteri sebagai DNA ekstrakromosomal yang independen dan dapat bereplikasi sendiri (Glick dan Pasternak, 2003). Ukuran plasmid beragam dari kurang dari 1 kpb hingga lebih dari 500 kpb. Plasmid memiliki beberapa fenotipe, yaitu resisten terhadap antibiotik tertentu, produksi antibiotik, degradasi senyawa organik
26
kompleks, produksi kolisin dan enterotoksin, dan modifikasi atau restriksi oleh enzim (Old dan Primrose, 1989). Plasmid dapat dipotong oleh enzim restriksi karena adanya bermacam
situs
pengenalan
dalam
suatu
plasmid.
Dalam
perkembangannya, plasmid direkayasa secara genetik agar memiliki berbagai situs pengenalan oleh enzim restriksi untuk menfasilitasi kebutuhan kloning (Brown, 1990). Terdapatnya berbagai situs pengenalan dalam plasmid dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas pemotongan dari ekstrak enzim restriksi. Umumnya plasmid berbentuk molekul DNA sirkuler berutas ganda. Apabila kedua utas berupa lingkaran utuh, molekulnya digambarkan sebagai CCC (Covalently Closed Circular) DNA yang berarti lingkaran tertutup kovalen. Apabila hanya satu utas yang utuh molekulnya digambarkan sebagai OC DNA atau lingkaran terbuka (Open Circular). Ketika diisolasi dari sel, CCC memiliki defisiensi lengkungan pada heliks rangkap, sehingga terbentuk konfigurasi kumparan terpilin (superkoil) (Old dan Primrose, 1989). Perbedaan konfigurasi struktural menyebabkan DNA superkoil dan OC DNA terpisah pada elektroforesis dengan gel agarosa. Bentuk DNA superkoil memiliki pergerakan yang tercepat. Plasmid yang mempunyai satu situs pemotongan akan mengalami perubahan bentuk menjadi linier jika terpotong. Jika pemotongan berjalan kurang sempurna, dapat pula dihasilkan bentuk OC yang menyertai bentuk linier (Roberts dan Halford, 1993). Pada hasil elektroforesis, plasmid OC memiliki pergerakan yang lebih lambat dibandingkan plasmid
linier,
sehingga
bila
ketiga
konfigurasi
plasmid
dielektroforesis bersama, plasmid superkoil memiliki pergerakan tercepat, diikuti plasmid linier dan plasmid OC (Brown, 1990). b. DNA fage lambda sebagai substrat DNA fage lambda merupakan salah satu DNA yang paling banyak digunakan sebagai vektor dalam kloning karena sekuensnya
27
yang tidak analog dengan DNA kromosomal. DNA ini memiliki banyak situs yang dapat dikenali dan dipotong oleh banyak enzim restriksi seperti terlihat pada Gambar 4. Enzim-enzim tersebut dapat memotong DNA fage lambda pada satu situs atau lebih, sehingga terbentuk beberapa potongan (fragmen) DNA. Ukuran DNA fage lambda cukup besar, yaitu 48.502 pb. Ujung-ujung utas ganda liniernya merupakan ujung menggantung 5’ sebanyak 12 pb yang bersifat komplementer (Old dan Primrose, 1989).
Gambar 4. Peta restriksi DNA fage lambda (Anonimc, 2006)
2.
Elektroforesis Agarosa Setelah tahap digesti, hasil reaksi diamati dengan elektroforesis gel agarosa. Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkan pergerakan partikel koloid yang bermuatan
28
dibawah pengaruh medan listrik. Elektroforesis digunakan untuk menganalisis virus, asam nukleat, enzim, protein, dan molekul-molekul organik berberat molekul rendah seperti asam amino (Suhartono, 1989). Untuk pemisahan fragmen DNA utas ganda, DNA akan bermuatan negatif pada pH netral (pH 7,0-8,0), sehingga dengan adanya aliran listrik, sampel DNA dalam sumur gel akan bergerak dari kutub negatif (katoda) ke kutub positif (anoda) (Suwanto, 1993). Elektroforesis
memisahkan
fragmen-fragmen
DNA
dengan
panjang yang berbeda dan konfigurasi molekul DNA yang berbeda. Jarak pergerakan dalam gel tergantung dari ukuran makromolekul, dimana makromolekul yang berukuran lebih kecil memiliki pergerakan yang lebih jauh daripada makromolekul besar (Glick dan Pasternak, 2003). Konfigurasi molekul DNA yang berbeda seperti konfigurasi plasmid dapat dipisahkan dengan urutan kecepatan pergerakan dari yang paling tinggi adalah superkoil, linier, dan terakhir lingkar terbuka (Old dan Primrose, 1989). Gel agarosa merupakan salah satu gel elektroforesis yang dapat digunakan dalam pengujian ukuran, keutuhan, homogenitas, dan kemurnian DNA. Agarosa merupakan suatu polimer linear yang diperoleh dari ekstrak rumput laut. Gel agarosa dibuat dengan mencampurkan agarosa dengan larutan buffer yang sesuai dan dipanaskan sampai larutan menjadi bening. Larutan yang encer tersebut kemudian dituang ke dalam cetakan dan dibiarkan sampai membeku (Sambrook et al., 1989). Agarosa membentuk gel pada kondisi dingin akibat adanya ikatan hidrogen. Ukuran pori yang terbentuk ditentukan oleh konsentrasi agarosa. Semakin tinggi konsentrasi maka ukuran pori akan semakin kecil, sehingga kemampuan untuk memisahkan fragmenfragmen berukuran kecil lebih baik (Sambrook et al., 1989). Gel agarosa memiliki kapasitas pemisahan yang lebih rendah dibandingkan dengan gel poliakrilamida, tetapi memiliki spektrum pemisahan yang lebih besar. Gel poliakrilamida sangat efektif dalam pemisahan fragmen DNA yang kecil (5-500 pb). Hasil yang diperoleh
29
amat baik, dan fragmen DNA yang berbeda sampai 1 pb dapat dipisahkan satu sama lain. Walaupun metode ini dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, gel poliakrilamida lebih sulit dalam penanganan dan penyiapannya daripada gel agarosa (Sambrook et al., 1989). Keuntungan elektroforesis gel agarosa ini adalah cepat, sederhana, memberikan hasil dengan resolusi tinggi, dan sangat peka karena dalam analisis hanya dibutuhkan sampel dengan jumlah yang sedikit. Jumlah DNA sekecil 10 ng dapat terdeteksi dengan baik sebagai suatu pita (Anonima, 2006). Perlengkapan utama yang diperlukan pada proses elektroforesis adalah sumber arus listrik dan sistem buffer reservoir. Sistem buffer dalam elektroforesis berfungsi untuk mempertahankan pH konstan di dalam reservoir dan di dalam gel serta bertindak sebagai elektrolit penghantar arus listrik dalam medan listrik. Cara penggunaan buffer untuk gel agarosa dapat dilakukan karena lebih cepat dan sederhana. Pada cara ini gel direndam satu milimeter di bawah permukaan buffer dan DNA biasanya dicampur dengan bahan yang mempunyai densitas tinggi seperti sukrosa, ficoll, atau gliserol sebelum dimasukkan ke dalam sumur gel. Bahan pemberat ini dicampur dengan bahan pewarna bromfenol biru dan xylene cyanol di dalam larutan penghenti reaksi atau blue juice (Suwanto, 1993). Penambahan blue juice (gel loading buffer), bertujuan untuk meningkatkan densitas sampel dan memberikan warna pada sampel untuk mempermudah pengamatan jalannya elektroforesis (Sambrook et al., 1989). Setelah elektroforesis selesai, gel direndam dalam larutan ethidium bromida dan
dilakukan destaining. Destaining berfungsi untuk
menghilangkan ethidium bromida yang terikat non-spesifik pada bagian gel selain DNA. Gel diamati dengan UV-transilluminator. Sinar UV yang dipakai ada dua macam, yaitu dengan gelombang pendek (280 nm) dan gelombang panjang (310-320 nm). Gel biasanya dipotret dengan filter jingga untuk menyaring UV, sehingga diperoleh dokumen hitamputih yang jelas. Untuk keperluan analisa rutin lebih disukai kamera polaroid (instant photo) (Suwanto, 1993).
30
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan Tongkol jagung hibrida CP 2 yang dibusukkan digunakan sebagai sumber mikroba yang diisolasi. Selain itu juga digunakan beberapa kultur koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia yaitu Bacillus pumilus Y1, B. licheniformis MB2, Pseudomonas syringae, P. fluorescens, dan beberapa strain Xanthomonas axonopodis (campestris) pv. glycines (Xag R8, Xag YR58, Xag YR63 dan Xag YR69). Untuk mendapatkan plasmid, juga digunakan isolat Escherichia coli DH5α carrier plasmid pRK415 dan E. coli DH5α carrier plasmid pBR322. Media yang digunakan dalam screening adalah media Dung et al. (1993) yang terdiri dari ekstrak khamir, oat spelt xylan, garam-garam NaCl, K2HPO4, MgSO4.7H2O, NH4Cl, Na2HPO4 dengan pH 7,0. Media pertumbuhan yang digunakan adalah media Luria Bertani (LB) yang terdiri dari tripton, ekstrak khamir, dan garam NaCl dengan pH 7,0. Untuk media pertumbuhan E. coli pembawa plasmid dilakukan penambahan antibiotik tetrasiklin. Media penyegaran kultur X. axonopodis (campestris) pv. glycines adalah media Yeast Dextrose Carbonate, yang terdiri dari ekstrak khamir, dekstrosa, CaCO3, dan agar. Komposisi media dan cara pembuatannya dapat dilihat pada Lampiran 1. Buffer dalam tahap sonikasi terdiri dari Tris-HCl 10 mM pH 7,5, Na2EDTA 1 mM, dan β-merkaptoetanol 7 mM. Enzim restriksi diekstrak dengan akuabides steril, NaCl 2 M, dan polimer konsentrat. Polimer konsentrat terdiri dari polietilen glikol (PEG) 8000 28,4% (w/w), dekstran T500 7,1% (w/w). Cara pembuatan polimer konsentrat dapat dilihat pada Lampiran 2. Ekstrak enzim restriksi diujikan aktivitasnya dengan bahan-bahan seperti buffer reaksi yang dibuat menjadi stok 10×, DNA fage lambda komersial dari New England Biolabs (NEB), enzim restriksi komersial PstI dan HindIII dari Gibco BRL, dan akuabides steril. Buffer reaksi yang digunakan bervariasi pada komposisi dan konsentrasi garamnya. Untuk mendapatkan konsentrasi Mg2+ yang optimum, digunakan buffer reaksi 10× yang mengandung Tris-HCl
31
100 mM dengan konsentrasi MgCl2 yang dibuat bervariasi, yaitu 70 mM, 100 mM, 120 mM, dan 170 mM, serta β-merkaptoetanol 70 mM. Juga dilakukan penambahan Bovine Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 1 mg/ml. Untuk melihat pengaruh kekuatan ion digunakan buffer 10× yang mengandung Tris-HCl 100 mM, MgCl2 70 mM, β-merkaptoetanol 70 mM, dan garam NaCl atau KCl dengan konsentrasi 50 mM atau 100 mM. Bahan-bahan dalam elektroforesis gel agarosa terdiri dari gel loading buffer, gel agarosa, buffer TAE 10×, dan ethidium bromida. Komposisi gel loading buffer dan buffer TAE dapat dilihat pada Lampiran 3.
B. Alat Alat-alat yang digunakan adalah eppendorf, tips, pipet mikro, sentrifus mikro berpendingin, sonikator Soniprep-150, shaker, neraca analitik, pH meter, otoklaf, refrigerator, freezer -20oC, vorteks, perangkat elektroforesis, UV-transiluminator, pengering vakum, dan alat-alat gelas.
C. Metode Penelitian 1. Isolasi Bakteri dari Tongkol Jagung Tongkol jagung busuk yang dihancurkan dimasukkan ke dalam air akuades steril. Kemudian 1,0 ml suspensi mikroba diinokulasikan ke media cair Dung et al. (1993), kemudian diinkubasi dengan shaker. Setelah 24, 36, dan 72 jam dilakukan inokulasi ke media padat dan diinkubasi pada suhu kamar dan suhu 70oC. Setelah tiga hari dipilih koloni yang terpisah dan digoreskan ke media padat yang baru. Seleksi koloni dilakukan secara bertahap
dimana
galur-galur
yang
mampu
menghasilkan
xylanase
menghasilkan zona bening di sekeliling koloni dengan luas lebih dari 3 mm. Kemudian dipisahkan antara koloni yang membentuk zona bening dan yang tidak membentuk zona bening untuk ditumbuhkan pada media LB cair.
2. Kultivasi Sel Media LB yang telah diinkubasi selama 48 jam dipindahkan ke dalam eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC
32
selama 10 menit. Pelet sel pada bagian bawah tabung dikumpulkan, sedangkan cairan supernatan dibuang. 3. Pemecahan Membran Sel (Setiawan, 1998) Pelet sel yang terkumpul disuspensikan dengan buffer sonikasi yang terdiri dari Tris-HCl 10 mM pH 7,5, Na2EDTA 1 mM, dan β-merkaptoetanol 7 mM. Suspensi bakteri tersebut disonikasi secara diskontinu, yaitu sonikasi selama 30 detik sebanyak empat kali yang diselingi istirahat selama 2 menit di antara setiap ulangan dengan amplitudo 15-16 μm. Selama sonikasi, tabung yang berisi suspensi bakteri direndam dalam wadah berisi es untuk menjaga agar suhu suspensi tetap di bawah 10oC. Suspensi bakteri yang telah disonikasi dipindahkan ke dalam beberapa tabung mikro steril dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC selama 30 menit untuk mengendapkan sel-sel debris. Supernatan yang terbentuk mengandung enzim restriksi dan selanjutnya digunakan dalam proses ekstraksi. 4. Ekstraksi Enzim Restriksi (Setiawan, 1998) Ke dalam tabung mikro steril diisikan 255 μl akuabides steril, 45 μl NaCl 2 M, dan 300 μl polimer konsentrat. Tabung mikro yang berisi campuran tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang berisi es agar suhunya menjadi sekitar 4oC. Sebanyak 600 μl supernatan hasil sentrifugasi ditambahkan ke dalam campuran dan divorteks secara diskontinu, yaitu divorteks selama 1-2 detik sebanyak 10 kali. Di antara setiap ulangan, tabung dimasukkan ke dalam es, sehingga suhunya dapat dipertahankan sekitar 4oC. Selanjutnya campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC selama 15 menit untuk mengendapkan asam nukleat. Enzim restriksi yang diinginkan berada pada bagian supernatan. Ekstraksi diulangi lagi dengan cara menambahkan 300 μl polimer konsentrat ke dalam tabung mikro steril dan dimasukkan ke dalam es. Sebanyak 900 μl cairan supernatan hasil sentrifugasi pada ekstraksi tahap pertama ditambahkan ke dalam tabung mikro tersebut. Campuran divorteks
33
secara diskontinu dan disentrifugasi pada kondisi yang sama dengan ekstraksi tahap pertama. Tahap ekstraksi dengan polimer konsentrat dapat diulangi dengan cara yang sama. Enzim restriksi pada bagian supernatan selanjutnya dapat diuji aktivitasnya. 5. Isolasi plasmid (Sambrook et al., 1989) Kultur E. coli DH5α pBR322 dan E. coli DH5α pRK415 ditumbuhkan selama semalam dalam 50 ml LB yang telah ditambahkan antibiotik yang sesuai. Kultur dipelet dalam eppendorf dengan sentrifus mikro berkecepatan 12.000 rpm suhu 4oC. Perlakuan tersebut diulangi hingga kultur habis. Pelet sel diresuspensi dengan 120 μl Larutan 1 (Tris-HCl 25 mM, glukosa 50 mM, Na2EDTA 10 mM) dingin, kemudian divorteks. Kemudian ke dalam campuran ditambahkan 200 μl Larutan 2 (0.2 N NaOH, 1% SDS) yang dibuat segar. Eppendorf dibalik-balik 5 kali secara cepat, tidak divorteks, lalu diinkubasi selama 10 menit di atas es. Lisis sel ditandai dengan terbentuknya cairan yang kental dan jernih. Lalu ke dalam campuran ditambahkan 150 μl Larutan 3 (KAc/HAc) dingin, dan diinkubasi selama 10 menit di atas es. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC, dan bagian supernatannya dipisahkan ke dalam eppendorf lain. Supernatan tersebut ditambahkan 400 μl PCI (fenol : kloroform : isoamilalkohol – 25:24:1), divorteks selama 10 detik dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Campuran membentuk dua lapisan dan lapisan atas dipindahkan ke eppendorf steril lain dan dipresipitasi selama 2 menit dengan menambahkan 600 μl etanol absolut (suhu ruang). Kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4oC. Pelet sel kemudian dikeringkan dengan pengering vakum. Setelah kering, pelet dilarutkan dalam buffer TE (Tris-HCl 10 mM pH 8.0, EDTA 1 mM pH 8.0) bila ingin disimpan dalam freezer atau dalam akuades bila ingin langsung dipakai.
34
6. Digesti dengan Ekstrak Enzim Endonuklease Restriksi Digesti DNA plasmid dilakukan dengan mereaksikan 15 μl ekstrak enzim dengan 5 μl substrat DNA dan 2 μl buffer reaksi 10×. Reaksi dilakukan selama semalam pada suhu 37oC. Sebagai pembanding digunakan plasmid utuh yang tidak direaksikan dengan ekstrak enzim. Digesti DNA fage lambda dilakukan dengan cara yang sama, namun dalam jumlah yang berbeda, yaitu 4 μl DNA fage lambda, 16 μl ekstrak enzim dan 2 μl buffer reaksi 10×. 7. Elektroforesis Gel Agarosa (Suwanto, 1993) Aktivitas pemotongan oleh enzim restriksi dihentikan dengan cara memindahkan campuran enzim restriksi-substrat-buffer ke dalam freezer. Hasil reaksi diuji dengan elektroforesis gel agarosa 1% atau 0,8%. Sebanyak 0,25 g agarosa dicampur dengan 25 ml buffer TAE 1× untuk membuat gel kecil 1% atau 0,4 g agarosa dengan 40 ml buffer TAE 1× untuk membuat gel besar. Campuran agarosa dan buffer TAE dipanaskan hingga mendidih dan didinginkan sampai suhu 55-60oC, kemudian dituang ke dalam cetakan yang telah diberi sisir. Setelah gel membeku, sisirnya diambil dan gel diletakkan dalam wadah elektroforesis. Wadah elektroforesis diisi dengan buffer TAE 1× sampai gel berada sekitar 1 mm di bawah permukaan cairan buffer. Sampel yang akan dianalisis ditambah dengan 1,5 μl blue juice. Sebanyak 20 μl sampel dimasukkan ke dalam sumur gel. Untuk menentukan ukuran fragmen, sebanyak 3 μl marker DNA 1 kb juga dimasukkan ke dalam salah satu sumur gel. Pelindung ditutup dan alat elektroforesis dijalankan pada arus 110 mA, tegangan 50 V selama 75-90 menit untuk gel kecil. Setelah proses elektroforesis selesai, gel direndam dalam larutan ethidium bromida selama 15-20 menit untuk proses staining. Proses destaining dilakukan dengan cara merendam gel dalam akuades selama 10-15 menit. Pita-pita DNA yang terbentuk diamati dengan UV-transilluminator. Untuk keperluan dokumentasi, gel difoto dengan kamera digital.
35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Screening Bakteri dari Isolat Tongkol Jagung Media yang digunakan dalam screening adalah komposisi media oleh Dung et al. (1993). Media oleh Dung et al. terdiri dari beberapa macam garam, ekstrak khamir, dan oat spelt xylan. Oat spelt xylan merupakan sumber karbon dalam bentuk xylan. Xylan memberikan kekeruhan pada media padat, sehingga bila xylan dimanfaatkan bakteri sebagai sumber karbonnya, aktivitas ini akan terdeteksi dengan adanya zona bening. Bakteri penghasil enzim xylanase didapatkan dengan mengambil koloni terpisah yang dikelilingi zona bening dengan luas lebih dari 3 mm. Sampel screening adalah tongkol jagung busuk. Xylan merupakan salah satu komponen yang terkandung dalam tongkol jagung, sehingga screening
terhadap
mikroorganisme
pembusuknya
berpotensi
untuk
mendapatkan bakteri memiliki aktivitas xylanolitik. Metode pengambilan sampel adalah metode pencelupan (dipping method). Permukaan tongkol jagung busuk tidak rata, sehingga pengambilan sampel dengan metode swab sulit untuk mendapatkan sampel yang representatif. Tekstur tongkol jagung juga masih terlalu keras untuk dihancurkan, sehingga untuk mendapatkan sampel yang mewakili, metode pencelupan dianggap paling sesuai. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC dan 70oC. Inkubasi pada suhu 37oC bertujuan untuk mendapatkan bakteri mesofilik, sedangkan inkubasi pada suhu 70oC bertujuan untuk mendapatkan bakteri termofilik. Namun dari inkubasi pada suhu 70oC ini tidak terdapat bakteri yang tumbuh, sehingga keseluruhan isolat bakteri yang diperoleh merupakan bakteri mesofilik. Hal ini mungkin disebabkan pembusukan tongkol jagung yang dilakukan pada suhu ruang, sehingga tidak menunjang pertumbuhan bakteri termofilik. Screening terhadap bakteri termofilik dilakukan karena bakteri termofilik dapat menghasilkan enzim restriksi termostabil. Menurut Sharma et al. (2003), enzim restriksi termostabil memiliki beberapa keuntungan, yaitu stabilitas termal yang lebih baik, stabilitas saat pembekuan-thawing
36
yang lebih baik, dan hasil purifikasi yang lebih banyak karena stabilitas termal yang lebih baik. Screening menghasilkan 16 koloni terpisah, yaitu 12 koloni penghasil enzim xylanase dan 4 koloni yang tidak dapat menghasilkan xylanase. Dari 16 koloni terpisah, dipilih 8 penghasil xylanase, yaitu MBXi P1, MBXi P2, MBXi P3, MBXi K1, MBXi K2, MBXi K7, MBXi K8, dan MBXi K9; dan 2 yang tidak menghasilkan xylanase, yaitu 7B dan A, untuk diujikan aktivitas enzim endonuklease restriksinya. Pada pembahasan selanjutnya ekstrak enzim restriksi dari isolat bakteri MBXi P1 akan disebut ekstrak enzim P1 dan begitu pula dengan ekstrak enzim dari isolat lainnya. Bakteri-bakteri hasil isolasi tongkol jagung busuk tersebut diharapkan dapat menghasilkan enzim endonuklease restriksi yang spesifik karena penelitian Yun et al. (1995) menunjukkan bakteri yang diisolasi dari limbah, yaitu limbah kompos, dapat menghasilkan enzim endonuklease restriksi spesifik SviI. Selain 10 isolat bakteri tongkol jagung, akan diujikan pula beberapa koleksi kultur dari Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Riset Biologi dan Bioteknologi, yaitu Bacillus pumilus Y1, B. licheniformis MB2, Pseudomonas syringae, Pseudomonas fluorescens, dan empat macam strain dari Xanthomonas axonopodis (campestris) pv. glycines (Xag). Bacillus pumilus Y1 dipilih untuk mewakili sampel yang berasal dari limbah karena diisolasi dari limbah tahu cair, sedangkan B. licheniformis MB2 sebagai sampel yang diisolasi dari sumber air panas. P. syringae, P. fluorescens, dan beberapa strain dari Xanthomonas axonopodis (campestris) pv. glycines yang merupakan patogen tanaman juga diharapkan dapat menghasilkan enzim endonuklease restriksi spesifik. Dengan keberadaannya sebagai patogen diperkirakan bakteri tersebut memiliki pertahanan yang baik terhadap DNA asing yang dapat menginfeksi, sehingga mungkin terdapat endonuklease spesifik sebagai bentuk pertahanan terhadap DNA asing tersebut. Hal ini juga didukung dengan adanya penelitian yang menunjukkan dihasilkannya enzim endonuklease spesifik dari bakteri patogen tanaman, seperti SciNI dari Spiroplasma citri, bakteri patogen tanaman jeruk (Stephens, 1982).
37
Penumbuhan isolat dilakukan selama 48-72 jam pada media cair LB. Bakteri pada umumnya dipanen pada saat pertumbuhannya mencapai fase logaritmik. Endow dan Roberts (1977) melakukan kultivasi sel saat Xanthomonas malvacearum memasuki fase logaritmik akhir untuk mendapatkan XmaI dan XmaII. Namun menurut Pirrota dan Bickle (1990), jumlah enzim restriksi yang dihasilkan per sel bakteri tidak banyak berbeda selama siklus pertumbuhannya. Bakteri dapat ditumbuhkan sampai mencapai fase stationer sebelum dipanen. Hal ini dilakukan pada banyak penelitian, seperti pada purifikasi parsial enzim MboI dan MboII (Gelinas et al., 1977) dan enzim HhaI (Roberts et al., 1976). Hal ini menguntungkan karena pertumbuhan kultur bakteri tidak perlu dimonitor secara teliti.
B.
Ekstraksi Enzim Endonuklease Restriksi 1. Pemecahan Membran Sel Ekstraksi enzim diawali dengan pemecahan sel bakteri karena enzim ini merupakan enzim intraseluler. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk memecah dinding sel. Menurut Suhartono (1989) pemecahan membran sel dapat dilakukan secara fisik atau secara kimiawi. Pemecahan secara fisik dilakukan dengan metode sonikasi, French pressure, homogenasi, hammer-mill, freeze-thaw, dan kejutan osmotik. Untuk membantu pemecahan ini sering pula ditambahkan bubuk alumina, pasir, atau silika. Dalam pemecahan secara kimiawi sering digunakan detergen dan enzim lisozim terutama untuk bakteri Gram positif. Beberapa penelitian dalam isolasi enzim restriksi menggunakan berbagai metode yang bervariasi. Lynn et al. (1980) menggunakan French pressure untuk mengisolasi RsaI. Sel yang diresuspensi buffer dengan perbandingan 1:2 (w/v) dihancurkan dengan sel French pressure dengan kekuatan 20.000 lb/in2. Sharma et al. (2003) menggunakan pemecahan dengan manik-manik gelas berdiameter 2 mm yang divorteks diskontinu. Pemecahan dengan manik-manik gelas disebut sebagai metode yang baik untuk screening awal enzim restriksi dalam volume
38
yang kecil. Hal ini menguntungkan karena murah, tidak membutuhkan alat tertentu, dan DNA yang dihasilkan oleh lisis sel dapat terpisah secara efektif karena menempel pada permukaan manik-manik gelas. Namun cara ini tidak efektif untuk volume besar. Cara yang serupa digunakan oleh Yun et al. (1995) dengan menggunakan alat bead beater. Metode pemecahan sel yang digunakan dalam penelitian adalah metode sonikasi dengan alat sonikator. Metode ini merupakan metode yang paling umum dan memuaskan dalam pemecahan sel dengan jumlah tidak lebih dari 20 gram berat basah. Alat sonikator akan memberikan getaran (vibrasi) pada frekuensi tinggi, sehingga timbul gesekan mekanis pada membran sel dan membran sel akan hancur (Bollag dan Edelstein, 1991). Amplitudo yang digunakan adalah sebesar 15-16 μm. Panas yang ditimbulkan dari energi mekanis dapat merusak enzim restriksi, maka selama sonikasi suspensi sel direndam dalam es untuk mempertahankan suhu rendah. Untuk mencegah kenaikan suhu, sonikasi juga diselingi istirahat selama dua menit di antara setiap ulangan sonikasi selama 30 detik (sonikasi diskontinu). Sonikasi yang berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya debris seluler yang terlalu halus, yang dapat menyulitkan proses pemisahan enzim dari debris dengan cara sentrifugasi. Oleh karena itu sonikasi dilakukan dalam waktu seminimal mungkin dengan hasil pemecahan sel yang maksimal. Berdasarkan penelitian Juliana (1996) dan Setiawan (1998), pengulangan sonikasi dilakukan sebanyak 4 kali untuk semua bakteri, kecuali untuk bakteri P. fluorescens, Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, dan Xag YR69. Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop, kelima bakteri ini belum lisis sepenuhnya setelah ulangan sonikasi yang keempat, sehingga pengulangan ditambah hingga total 6 kali ulangan. Bakteribakteri tersebut membentuk koloni seperti lendir pada media LB. Struktur demikian mungkin melindungi sel dari gesekan mekanis pada membran sel dan mengurangi efektivitas sonikasi dalam melisis sel, sehingga dibutuhkan pengulangan sonikasi hingga 6 kali. Banyaknya pengulangan sonikasi beragam untuk setiap bakteri. Lisis sel Bacillus
39
globigii dengan sonikasi membutuhkan waktu selama 5 menit untuk pelet sel sebanyak 250 gram (Imber dan Bickle, 1981). Sedangkan pelet sel Thermus sp. sebanyak 3 gram hanya membutuhkan sonikasi diskontinu 3 × 30 detik (Welch dan Williams, 1995). Tabel 4 berikut ini membandingkan metode-metode yang digunakan untuk melisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi pada berbagai penelitian. Tabel 4. Metode lisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi Organisme penghasil Thermus sp.; Thermus SM49
Nama Komposisi buffer Metode lisis sel enzim sonikasi Tsp4CI, Sonikasi 20 mM Tris-HCl Tsp49I diskontinu 0.1 mM EDTA 2 mM dithiothreitol (Welch dan Williams, (3 × 30 detik) pH 7,6 1995; Ibid, 1996) BglII Sonikasi kontinu 20 mM Tris-HCl Bacillus globigii (5 menit) 0,1 mM EDTA (Imber dan Bickle, 1981) 7 mM β-merkaptoetanol pH 8,0 100 μg/ml lisozim BflI Vorteks Anoxybacillus 10 mM Tris-HCl diskontinu flavithermus 1 mM EDTA dengan manik(Sharma et al., 2003) 10 mM MgCl2 manik gelas (5-10 × 1 menit) 5 mM β-merkaptoetanol 5 mM phenylmethylsulphonyl fluoride (PMSF) pH 8,0 SviI Bead beater 10 mM potassium fosfat Streptomyces 10 mM β-merkaptoetanol violochromogenes 5% gliserol D2-5 pH 6,5 (Yun et al., 1995) Rhodopseudomonas RsaI French pressure 10 mM potassium fosfat 20.000 lb/in2 0.1 mM EDTA sphaeroides 10 mM β-merkaptoetanol (Lynn et al., 1980) 0.05 mM PMSF pH 7,4 10 mM Tris-HCl Sonikasi Rhodobacter sphaeroides 1 mM EDTA diskontinu (Juliana, 1996; Setiawan, 1998) 7 mM β-merkaptoetanol (4 × 30 detik) pH 7,5 Sonikasi 10 mM Tris-HCl Penelitian ini diskontinu 1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol (4 dan 6 × 30 pH 7,5 detik)
40
Pemecahan membran sel setelah sonikasi menyebabkan komponen intraseluler sel tidak terlindungi lagi. Protein-protein intraseluler seperti enzim restriksi dapat teroksidasi dan terdegradasi akibat aktivitas protease ekstraseluler. Gugus sulfhidril pada residu sistein yang terdapat pada sisi aktif enzim mudah teroksidasi dan membentuk ikatan disulfida (-S-S-) dengan gugus sulfhidril lain. Proses ini dimungkinkan dengan adanya ion-ion logam berat atau ion divalen yang dapat mengaktifkan molekul oksigen dan membentuk kompleks dengan gugus sulfhidril. Oleh karena itu dalam buffer sonikasi ditambahkan EDTA dan βmerkaptoetanol yang dapat mencegah kerusakan enzim. EDTA merupakan pengkelat ion logam, sehingga ion logam tidak membentuk kompleks dengan gugus sulfhidril pada sisi aktif enzim dan menyebabkan oksidasi. Selain itu EDTA juga dapat mengikat ion divalen yang diperlukan untuk aktivitas protease ekstraseluler, sehingga mencegah degradasi proteolitik enzim restriksi oleh protease tersebut. β-merkaptoetanol berfungsi sebagai antioksidan yang dapat melindungi gugus sulfhidril pada sisi aktif enzim dari oksidasi. βmerkaptoetanol mempunyai gugus sulfhidril yang mudah teroksidasi. Konsentrasi β-merkaptoetanol dalam buffer berkisar antara 5-20 mM. Konsentrasi yang lebih rendah akan menyebabkan senyawa ini teroksidasi dalam waktu singkat, sehingga tidak mampu memberikan perlindungan lebih lama, bahkan dapat berikatan dengan sisi aktif enzim yang dapat mempercepat inaktivasi enzim yang akan diekstrak. Senyawa antioksidan lain seperti dithiothreitol dan dithioeritritol juga dapat digunakan untuk melindungi gugus sulfhidril. 2. Pemisahan dari Materi Genetik Bakteri Ekstrak enzim yang diperoleh setelah sonikasi dipisahkan dari debris sel dengan cara sentrifugasi. Enzim restriksi terdapat pada bagian supernatan, namun supernatan tersebut masih mengandung berbagai senyawa intraseluler, seperti materi genetik bakteri. Enzim restriksi yang akan digunakan harus bebas dari DNA bakteri karena DNA bakteri dapat
41
berikatan dengan enzim restriksi dan menjadi inhibitor yang mengganggu kerja enzim terhadap substrat. DNA bakteri yang tidak dipisahkan akan muncul sebagai fragmen-fragmen pada proses elektroforesis, sehingga menyebabkan kesalahan analisis hasil pemotongan enzim restriksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memisahkan protein adalah dengan metode pemisahan dua fase (aqueous two-phase system). Dalam sistem ini makromolekul seperti protein dan asam nukleat akan memisah berdasarkan struktur dan komposisi ionik dalam sistem fase (Franks, 1993). Cara ini banyak diterapkan untuk pemisahan biomolekul seperti protein, lemak, asam nukleat, toksin, virus, dan sel utuh. Sistem dua fase diperoleh dengan mencampur dua polimer di dalam air. Polimer yang banyak digunakan dan dipelajari dalam sistem dua fase adalah polietilen glikol (PEG) dengan dekstran, atau PEG dengan garam, seperti potasium fosfat. Menurut Pingoud et al. (1993), polietilen imin (PEI) juga umum digunakan sebagai pengganti PEG. Penambahan polimer
konsentrat
yang
dilanjutkan
dengan
sentrifugasi
akan
membentuk dua fase, yaitu fase atas (PEG atau PEI) yang merupakan fase yang lebih ringan dan melarutkan enzim restriksi dan protein-protein lainnya, dan fase bawah (dekstran atau garam) yang melarutkan asam nukleat. Fase atas merupakan ekstrak enzim restriksi. Pada berbagai penelitian tentang enzim endonuklease restriksi, polimer yang umum dipakai dalam presipitasi asam nukleat adalah PEI. Imber dan Bickle (1981) menggunakan PEI 10% yang ditambahkan pada supernatan hingga memiliki konsentrasi PEI akhir sebesar 1%. Garam yang digunakan adalah NaCl dengan konsentrasi akhir 0,2 M. Vitkute et al. (1998) juga menggunakan PEI pH 7,5 dengan konsentrasi akhir 0,2% dan garam KCl 0,1 M dalam presipitasi asam nukleat enzim AbeI. Untuk enzim KpnI, Chandrashekaran et al. (1999) menggunakan PEI dengan konsentrasi akhir 1% dan KCl 250 mM. Setelah sentrifugasi, bagian supernatan diambil dan purifikasi ketiga enzim tersebut dilanjutkan dengan presipitasi amonium sulfat.
42
Sementara
itu,
beberapa
peneliti
lainnya
menggunakan
streptomisin sulfat dalam presipitasi asam nukleat. Gelinas et al. (1977), dalam penelitiannya tentang enzim restriksi MboI dan MboII, menambahkan streptomisin sulfat dengan stirring selama 30 menit. Sedangkan Yun et al. (1995) menggunakan streptomisin sulfat konsentrasi akhir 2% dengan stirring selama 1 jam. Setelah sentrifugasi, enzim juga dipresipitasi dengan amonium sulfat. Presipitasi asam nukleat terkadang tidak dilanjutkan dengan presipitasi amonium sulfat, seperti yang ditunjukkan Gelinas et al. (1977) dalam penelitiannya tentang enzim endonuklease restriksi BalI. Juliana (1996) memperlihatkan penggunaan polimer konsentrat PEG 6000 28,4% dan dekstran 7,1% dalam presipitasi asam nukleat memberikan hasil yang baik. Pengulangan ekstraksi dengan polimer konsentrat sebanyak 2 kali menghasilkan enzim restriksi dengan aktivitas yang baik dalam pemotongan substrat DNA fage lambda. Ekstraksi sebanyak satu kali menghasilkan enzim restriksi yang tidak dapat memotong DNA fage lambda. Hal ini disebabkan masih banyaknya senyawa pengotor dalam ekstrak enzim. Enzim restriksi hasil ekstraksi sebanyak tiga kali juga tidak mempunyai aktivitas yang baik karena mungkin ikut mengendap bersama polimer konsentrat atau mengalami kerusakan akibat ekstraksi berlebihan. Penambahan garam merupakan salah satu cara memberikan kekuatan ionik dalam sistem fase, yang dapat mencegah perikatan antara enzim restriksi dengan DNA bakteri (Johansson, 1998). Namun konsentrasinya perlu diperhatikan pula karena konsentrasi yang terlalu rendah dapat menurunkan aktivitas enzim restriksi dan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan enzim tidak mampu mengikat substrat DNA dan memotongnya. Dari hasil penelitian Juliana (1996) penambahan NaCl sebanyak 75 mM dalam ekstraksi ini dapat memberikan hasil yang terbaik. Tabel 5 berikut ini membandingkan penggunaan metode presipitasi asam nukleat dan purifikasi enzim endonuklease restriksi yang dilakukan pada berbagai penelitian.
43
Tabel 5. Metode ekstraksi enzim endonuklease pada berbagai penelitian Nama enzim
Presipitasi asam nukleat
Pemekatan enzim
BglI (Imber dan Bickle, 1981)
PEI 10% + NaCl 0,2 M
(NH4)2SO4 70%
AbeI (Vitkute et al., 1998)
PEI 0,2% pH 7,5 + KCl 0,1 M
(NH4)2SO4 35-50%
BalI (Gelinas et al., 1977)
streptomisin sulfat
–
SviI (Yun et al., 1995)
streptomisin sulfat 2%
(NH4)2SO4 45-80%
Ekstrak enzim R. sphaeroides MW5 (Juliana, 1996)
Penelitian ini
Polimer konsentrat PEG 6000 28,4% dan dekstran 7,1% (2×) Polimer konsentrat PEG 8000 28,4% dan dekstran 7,1% (2×)
Purifikasi lanjut 1. kromatografi kolom Heparin-Agarosa (HA) 2. kromatografi DEAESephacel 1. kromatografi DEAESephacel 2. kromatografi kolom HA 1. kromatografi DEAEselulosa 2. kromatografi kolom fosfoselulosa (2×) 3. kromatografi kolom ωaminoheptil sepharosa 1. kromatografi kolom fosfoselulosa P11 2. kromatografi kolom DEAE-selulosa 3. kromatografi Sephacryl S-200 HR
–
–
–
–
Penelitian ini menggunakan presipitasi asam nukleat dengan polimer konsentrat PEG 8000 28,4% dan dekstran 7,1% dengan penambahan NaCl 75 mM dan pengulangan ekstraksi polimer konsentrat sebanyak 2 kali. PEG yang digunakan berbeda, yaitu PEG 8000. Menurut Chaplin (2006), penggunaan PEG dengan polimerisasi atau bobot molekul yang lebih besar menyebabkan banyaknya kelompok air yang terhidrasi semakin banyak, dimana kondisi ini sangat sensitif terhadap hidrofobisitas permukaan protein dan dapat meningkatkan efektivitas
44
menghidrasi protein. Kondisi demikian dapat meningkatkan partisi protein. Namun bila PEG terlalu besar, protein dapat keluar dari fase PEG karena kondisi yang terlalu hidrofobik dan rendahnya available water dalam fase. Pada umumnya ekstraksi enzim endonuklease restriksi dilanjutkan dengan purifikasi atau purifikasi parsial dengan kromatografi. Menurut Pingoud et al. (1993), pada umumnya 2-3 tahap kromatografi cukup untuk menghilangkan nuklease non-spesifik. Tahap kromatografi juga dapat memisahkan beberapa enzim restriksi yang terdapat dalam satu ekstrak kasar. Kromatografi yang umum digunakan adalah kromatografi fosfoselulosa, hydroxyapatite, dan heparin-agarosa. Tabel 6 juga menunjukkan tahap purifikasi enzim restriksi yang digunakan dalam beberapa penelitian. Hasil penelitian Juliana (1996) menunjukkan bahwa ekstraksi enzim endonuklease restriksi dengan tahap presipitasi asam nukleat saja telah dapat menghasilkan ekstrak enzim restriksi yang memiliki aktivitas baik. Hasil ekstrak enzim restriksi tersebut dapat memotong substrat DNA fage lambda dengan pola yang hampir serupa dengan enzim komersial PstI dan hasil elektroforesis menghasilkan pita yang jelas. Dengan demikian, dalam penelitian screening awal enzim endonuklease restriksi ini, tahap ekstraksi hanya dilakukan hingga tahap presipitasi asam nukleat.
C.
Pengujian Aktivitas Ekstrak Enzim Restriksi Enzim endonuklease restriksi tipe II memiliki kemampuan mengenali dan memotong DNA pada sekuens spesifik tertentu. Kespesifikan ini sulit ditentukan pada hasil uji yang hanya menunjukkan satu situs pemotongan pada substrat, walaupun pengulangan memberi hasil yang sama. Tetapi apabila diperoleh minimal dua pita linier dan pengulangan menunjukkan pita yang sama, maka enzim restriksi tersebut mungkin memiliki situs pemotongan yang spesifik dan berpotensi sebagai enzim endonuklease restriksi tipe II. Untuk itu digunakan berbagai macam substrat DNA, dengan
45
harapan didapatkannya substrat yang mempunyai situs pemotongan lebih dari satu. Pengujian aktivitas ekstrak enzim dilakukan dengan mereaksikannya dengan dua macam substrat DNA, yaitu DNA plasmid dan DNA fage lambda, dalam kondisi reaksi yang dioptimalkan dengan buffer reaksi. Setelah digesti berlangsung semalam, hasil reaksi diamati dengan elektroforesis gel agarosa.
1. Plasmid sebagai Substrat Pada percobaan ini digunakan DNA plasmid utuh (tidak direaksikan dengan enzim restriksi) sebagai kontrol. Plasmid utuh dapat memiliki dua macam konfigurasi, yaitu superkoil dan OC (Brown, 1991). Superkoil memiliki pergerakan tercepat dan OC memiliki pergerakan terlambat. Plasmid yang direaksikan dengan ekstrak enzim restriksi diharapkan menghasilkan plasmid linier, berupa pita yang terletak di antara pita plasmid superkoil dan pita plasmid OC. Namun bila pemotongan berjalan kurang sempurna, dapat pula dihasilkan bentuk OC yang menyertai bentuk linier (Roberts dan Halford, 1993). Reaksi antara ekstrak enzim restriksi dengan substrat plasmid difasilitasi dengan kondisi optimum dengan menambahkan buffer reaksi. Setelah pencampuran dengan enzim dan substrat, buffer reaksi terdiri dari 10 mM Tris-HCl pH 7,5, 7 mM MgCl2, dan 7 mM β-merkaptoetanol. Komposisi ini ditentukan berdasarkan kondisi yang dibutuhkan oleh kebanyakan enzim restriksi. Tris-HCl merupakan buffer yang umum dibutuhkan dalam reaksi enzim restriksi untuk mempertahankan pH dan pH 7,5 merupakan pH optimum yang umum dimiliki oleh enzim-enzim restriksi komersial. MgCl2 berfungsi untuk memberikan sejumlah ion Mg2+ ke dalam buffer, dimana ion Mg2+ dibutuhkan oleh enzim restriksi tipe II dalam scanning sekuens sepanjang rantai DNA dan sebagai kofaktor pengikatan pada sekuens DNA spesifik yang dikenalinya (Pingoud dan Jeltsch,
46
2001). β-merkaptoetanol berfungsi sebagai antioksidan yang mencegah oksidasi gugus sulfhidril pada enzim, terutama bagian sisi aktifnya. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama semalam. Suhu 37oC merupakan suhu optimum enzim restriksi pada umumnya. Waktu inkubasi yang cukup lama diberikan agar enzim dapat bereaksi sempurna. Ekstrak enzim yang didapatkan masih mengandung kontaminankontaminan, sehingga diperkirakan aktivitasnya tidak dapat menyamai aktivitas enzim restriksi komersial. Bila aktivitas enzim sangat kecil, diharapkan waktu inkubasi selama semalam dapat memberikan kesempatan pada enzim untuk bereaksi sempurna. 1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 5. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim K1, K2, dan K7 dengan substrat plasmid pBR322 dan pRK415, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1. Plasmid pBR322 utuh 2. Plasmid pBR322 dengan ekstrak enzim K1 3. Plasmid pBR322 dengan ekstrak enzim K2 4. Plasmid pBR322 dengan ekstrak enzim K7 5. Plasmid pRK415 utuh 6. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim K1 7. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim K2 8. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim K7 Gambar 5 menunjukkan hasil elektroforesis DNA plasmid yang direaksikan dengan berbagai ekstrak enzim restriksi. Sumur pertama hingga keempat menunjukkan adanya pita. Hal ini memperlihatkan bahwa isolasi plasmid pBR322 gagal dilakukan, sehingga analisis aktivitas enzim restriksi dengan substrat pBR322 tidak dapat dilakukan. Sumur kelima, yaitu plasmid pRK415 memperlihatkan terdapatnya dua konformasi plasmid, yaitu OC (pita tipis di bagian atas) dan superkoil (pita yang lebih tebal di bagian bawah). Proses digesti dapat mengganggu
47
konformasi plasmid seperti proses pelinieran akibat perlakuan fisik seperti memipet dan menggoyang. Untuk mengetahui seberapa jauh kerusakan karena perlakuan fisik, digunakan kontrol negatif, yaitu DNA substrat utuh dengan jumlah volume dan perlakuan fisik yang sama. Pita pada sumur keenam dan ketujuh kemungkinan menunjukkan plasmid yang telah terpotong menjadi bentuk linier karena letak pergerakannya di antara kedua pita plasmid utuh, yaitu pita yang menunjukkan letak OC dan superkoil. Namun pemotongannya yang kurang sempurna karena masih terdapat sedikit bagian plasmid superkoil. Dengan demikian ekstrak enzim restriksi dari bakteri K1 dan K2 berpotensi memiliki aktivitas pemotongan pada plasmid pRK415 dan diperlukan pengujian lebih lanjut. Sumur ketiga, keempat, dan kedelapan memperlihatkan adanya smear yang menunjukkan bahwa masih terdapat sisa RNA dari isolasi plasmid. Selain terdapatnya smear, penggunaan DNA plasmid hasil isolasi miniprep sebagai substrat memiliki beberapa kelemahan, yaitu kemungkinan tinggi terkontaminasi oleh garam dalam buffer lisis, serta fenol dan kloroform dari presipitasi alkohol. Bila plasmid disimpan terlebih dahulu, EDTA dalam buffer TE dapat menghambat aktivitas nukleolitik dengan mengkelat ion Mg2+. Kandungan kontaminan tersebut dapat menghambat aktivitas enzim secara parsial ataupun keseluruhan (Pingoud et al., 1993). Kontaminasi garam dapat diatasi dengan pencucian DNA berulang kali setelah presipitasi ethanol 70% pada suhu ruang. Kontaminasi protein, terutama nuklease nonspesifik dapat dihilangkan dengan ekstraksi fenol dan kloroform setelah inkubasi dengan proteinase K. Sedangkan RNA seluler dapat dihilangkan dengan penambahan DNasefree RNase (Pingoud et al., 1993). Bila plasmid harus disimpan dalam buffer TE, sebelum plasmid digunakan dapat dilakukan presipitasi ethanol terlebih dahulu, sehingga plasmid dapat dipisahkan dari buffer, dikeringkan kembali, dan dilarutkan dalam akuades.
48
Uji aktivitas ekstrak enzim restriksi dari bakteri lainnya, yaitu A, P1, P2, P3, 7B, Pseudomonas syringae, dan B. licheniformis MB2 ditunjukkan pada Gambar 6. Substrat yang digunakan adalah plasmid pRK415 dan digesti dilakukan selama semalam. 1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 6. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim A, P1, P2, P3, 7B, Pseudomonas syringae, dan B. licheniformis MB2 dengan substrat plasmid pRK415, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1. Plasmid pRK415 utuh 2. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim A 3. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim P1 4. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim P2 5. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim P3 6. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim 7B 7. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim P. syringae 8. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim B. licheniformis MB2 Sumur pertama merupakan plasmid pRK415 utuh, sehingga pita diperkirakan menunjukkan plasmid superkoil. Potensi memiliki aktivitas pemotongan diduga terdapat pada ekstrak enzim restriksi A. Bila pita pada sumur pertama merupakan plasmid superkoil dan pita teratas pada sumur ketiga merupakan plasmid OC, maka pita pada sumur ekstrak enzim A merupakan pita plasmid linier. Ekstrak enzim P1 juga diduga memiliki aktivitas pemotongan karena memiliki sebuah pita yang terletak di bawah plasmid OC. Terdapatnya dua buah pita dalam satu sumur menunjukkan aktivitas pemotongan parsial atau kurang sempurna. Sumur P2 juga memiliki sebuah pita yang terletak sedikit di bawah pita plasmid OC pada sumur ketiga, sehingga ekstrak enzim P2 juga diduga memiliki
49
aktivitas restriksi. Pita pada sumur keenam, yaitu ekstrak enzim 7B terlalu tipis untuk pendugaan apakah memiliki aktivitas restriksi. Uji aktivitas ekstrak enzim restriksi dari bakteri lainnya, yaitu K8, K9, dan B. pumillus Y1 ditunjukkan pada Gambar 7. Substrat yang digunakan adalah plasmid pRK415 dan digesti dilakukan selama semalam. Pada elektroforesis ini juga dilakukan pengujian aktivitas ekstrak enzim restriksi P1, P2, dan P3 dengan substrat plasmid pBR322. 1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 7. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim P1, P2, P3 dengan substrat plasmid pBR322 dan ekstrak enzim K8, K9, dan B. pumillus Y1 dengan substrat plasmid pRK415, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1. Plasmid pBR322 utuh 2. Plasmid pBR322 dengan ekstrak enzim P1 3. Plasmid pBR322 dengan ekstrak enzim P2 4. Plasmid pBR322 dengan ekstrak enzim P3 5. Plasmid pRK415 utuh 6. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim K8 7. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim P9 8. Plasmid pRK415 dengan ekstrak enzim B. pumillus Y1 Pengujian dengan substrat DNA plasmid pBR322 tidak dapat dianalisis karena plasmid utuh pBR3222 tidak terlihat, sehingga tidak ada plasmid utuh sebagai pembanding. Pada pengujian dengan substrat plasmid pRK415, diduga plasmid utuh pada sumur kelima merupakan plasmid superkoil. Pita teratas pada sumur keenam diduga merupakan plasmid OC. Dengan demikian pada pengujian ini terdapat potensi aktivitas restriksi dari ekstrak enzim B. pumillus Y1 karena pita teratas pada sumur kedelapan terdapat sedikit di bawah pita plasmid OC yang ditunjukkan pada sumur keenam.
50
Pengujian lebih lanjut menggunakan dua buah kontrol, yaitu kontrol plasmid utuh (kontrol negatif) dan kontrol plasmid yang telah dipotong oleh enzim restriksi komersial (kontrol positif). Plasmid yang dipotong pada salah satu situs restriksinya digunakan sebagai penunjuk letak pita linier. Selain penggunaan kontrol negatif, upaya lain yang dapat dilakukan untuk memberikan hasil elektroforesis yang lebih baik adalah dengan memberikan kondisi reaksi optimum pada tahap digesti. Kekuatan ionik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi reaksi optimum. Kekuatan ionik dapat diperoleh dengan penambahan NaCl atau KCl ke dalam buffer reaksi stok 10x. Masing-masing enzim memiliki preferensi tersendiri terhadap jenis garam dan konsentrasinya, contohnya enzim SmaI yang memiliki aktivitas optimum pada konsentrasi 20 mM KCl. Pengaturan kekuatan ionik harus diperhatikan karena konsentrasi yang terlalu kecil akan menginduksi terjadinya star activity, dan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menginaktivasi enzim endonuklease nonspesifik kontaminan atau menghambat enzim restriksi (Pingoud et al., 1993). Dalam uji aktivitas ekstrak enzim reaksi berikut ini, dilakukan penambahan garam NaCl dengan konsentrasi 50 dan 100 mM. Jenis garam dan konsentrasi ditentukan berdasarkan data kondisi reaksi optimum berbagai enzim restriksi komersial dalam Pingoud et al. (1993), dimana garam yang paling umum digunakan adalah NaCl dalam konsentrasi yang paling sering digunakan 50 dan 100 mM (variasi konsentrasi 0-200 mM). Hasil uji dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.
51
1
2
3
4
5
6
7
8
23130 9416 6557 4316 2332 2027 564
Gambar 8. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim K1 dan A dengan substrat plasmid pRK415, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1. Marker DNA 1 kb ladder 2. pRK415 utuh 3. pRK415 dengan enzim komersial HindIII 4. pRK415 dengan ekstrak enzim K1 5. pRK415 dengan ekstrak enzim K1 dengan 50 mM NaCl 6. pRK415 dengan ekstrak enzim K1 dengan 100 mM NaCl 7. pRK415 dengan ekstrak enzim A 8. pRK415 dengan ekstrak enzim A dengan 100 mM NaCl Sumur kedua memperlihatkan pita pRK415 utuh yang berukuran 14,5 kbp (terletak antara pita marker 23130 dan 9416 pb). Smear pada bagian atas sumur ketiga hingga kedelapan diduga merupakan genom dari E. coli pembawa plasmid yang mengkontaminasi substrat plasmid. Sumur keempat hinga keenam memperlihatkan pita plasmid pRK415 yang diduga tidak terpotong (plasmid OC), karena pita tersebut sejajar dengan pita plasmid utuh pRK415. Hal ini mengindikasikan bahwa enzim K1 yang awalnya diduga berpotensi memiliki aktivitas restriksi ternyata tidak menunjukkan pemotongan. Sumur ketujuh dan kedelapan diduga merupakan pita plasmid linier karena pergerakannya yang lebih cepat daripada sumur keempat hingga keenam. Pita ini juga sejajar dengan pita plasmid yang dipotong dengan enzim restriksi komersial HindIII. Untuk mengkonfirmasi aktivitas pemotongan oleh ekstrak enzim A, maka dilakukan digesti dengan substrat yang berbeda, yaitu DNA fage lambda.
52
2. DNA Fage Lambda sebagai Substrat DNA fage lambda memiliki banyak situs yang dapat dikenali dan dipotong oleh banyak enzim restriksi. Untuk membuktikan dalam ekstrak enzim restriksi terdapat endonuklease restriksi yang spesifik, diharapkan terjadi pemotongan pada beberapa situs yang menghasilkan beberapa fragmen yang terlihat sebagai pita DNA yang jelas. Ukuran DNA fage lambda cukup besar, yaitu 48.502 pb, sehingga untuk mendapatkan pemisahan yang jelas antara pita-pita DNA, dalam elektroforesis digunakan gel agarosa dengan konsentrasi 0,8%. Berikut ini adalah hasil digesti DNA fage lambda oleh ekstrak enzim A dengan berbagai macam buffer reaksi. 1
2 3
4
5
6 7
8
Gambar 9. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim A dengan substrat DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 0,8%. 1. DNA fage lambda 2. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x) 3. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 50 mM MgCl2) 4. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 50 mM NaCl) 5. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 100 mM NaCl) 6. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 50 mM KCl) 7. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 100 mM KCl) 8. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 100 mM CaCl2)
53
Sumur pertama merupakan DNA fage lambda utuh. Sumur ketiga hingga kelima menunjukkan hasil pemotongan yang baik, dimana terdapat tiga pita yang terlihat dengan jelas. Dua pita terletak di bagian atas gel, dan satu pita terletak pada bagian dasar gel. Pita-pita tersebut terlihat dengan jelas pada sumur keempat dan kelima, dimana hal ini menunjukkan enzim A membutuhkan buffer dengan NaCl. Bila terdapat tiga fragmen DNA setelah pemotongan, dapat disimpulkan ekstrak enzim A memiliki dua situs pemotongan di DNA fage lambda. Menurut Pingoud et al. (1993), terdapat beberapa enzim restriksi yang memiliki dua situs pemotongan di DNA fage lambda, yaitu AocI (dengan isoschizomer AxyI, Bsu361, CvnI, Eco811, EcoO109, MstII, SauI), Asp718, AspI (dengan isoschizomer Tth111I), AvrII, EagI (dengan isoschizomer EclXI, Eco521, XmaIII), Ecl136II, Eco31I, Eco47III, KpnI, SacI (dengan isoschizomer SstI), dan SalI. Namun bila pita teratas merupakan sisa dari DNA fage lambda yang belum mengalami pemotongan, maka ekstrak enzim A hanya membentuk dua fragmen dan memiliki satu situs pemotongan pada DNA fage lambda. Menurut Pingoud et al. (1993), enzim restriksi komersial yang memiliki satu situs pemotongan pada DNA fage lambda adalah ApaI, BbeI, Bsp120I, XhoI (dengan isoschizomer CcrI, PaeR7I, dan SexI), Eco57I, Eco105I (dengan isoschizomer SnaBI), EheI, NaeI, NarI (dengan isoschizomer NunII), NheI, SplI, dan XbaI. Pada uji selanjutnya dapat digunakan DNA fage lambda yang didigesti dengan enzim restriksi komersial tersebut untuk memperkirakan apakah ekstrak enzim A merupakan isoschizomer dari salah satu enzim restriksi komersial. Ekstrak enzim A berpotensi memiliki aktivitas pemotongan yang unik, yaitu hanya memiliki sedikit situs pemotongan pada DNA fage lambda. Pada bagian tengah masih terdapat smear yang kemungkinan merupakan DNA fage lambda yang tidak terpotong dengan sempurna atau pada ekstrak enzim restriksi masih terdapat senyawa kontaminan. Senyawa kontaminan dapat berupa eksonuklease dan endonuklease nonspesifik. Nuklease-nuklease tersebut ikut melakukan aktivitas digesti
54
dalam reaksi, sehingga menimbulkan degradasi DNA. Konsentrat makromolekul yang tidak memiliki perbedaan ukuran atau sedikit perbedaan ukuran menyebabkan timbulnya smear pada gel (Glick dan Pasternak, 2003) Untuk membersihkan senyawa kontaminan, dicoba ekstraksi kembali oleh polimer konsentrat sebanyak satu kali terhadap ekstrak enzim A. Gambar 10 berikut ini merupakan hasil pengujian terhadap enzim A yang mengalami ekstraksi ulang. 1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 10. Hasil uji aktivitas enzim A yang diekstrak ulang dengan substrat DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 0,8%. 1. DNA fage lambda 2. Marker DNA 1 kb ladder 3. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 50 mM MgCl2) 4. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 100 mM MgCl2) 5. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 50 mM NaCl) 6. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 100 mM NaCl) 7. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 50 mM KCl) 8. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 100 mM KCl) Hasil pengujian di atas menunjukkan semua pita pada sumur ketiga hingga kedelapan memiliki ukuran lebih dari 23.130 kb dan hampir sejajar dengan DNA fage lambda utuh. Hal ini menunjukkan bahwa
55
enzim A yang diekstrak ulang tidak memiliki aktivitas pemotongan yang lebih baik dibanding sebelumnya. Untuk menghindari kesalahan pada saat ekstraksi enzim dilakukan, untuk enzim A dan P1 dilakukan ekstraksi enzim restriksi dari tahap awal. Hasil pengujian ekstraksi enzim yang baru ditunjukkan pada Gambar 11 dan 12 sebagai berikut. 1
2
3
4
5
6
7
8
23130 9416 6557 4316 2322 2027
564
Gambar 11. Hasil uji aktivitas enzim A ekstrak baru dengan substrat DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 0,8%. 1. DNA fage lambda 2. DNA fage lambda + enzim komersial HindIII 3. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 50 mM MgCl2) 4. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 100 mM MgCl2) 5. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 50 mM NaCl) 6. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 100 mM NaCl) 7. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 50 mM KCl) 8. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim A (buffer reaksi stok 10x + 100 mM KCl) Hasil pengujian dengan ekstrak enzim A yang baru ini menunjukkan adanya potensi pemotongan yang ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada sumur ketiga dan keempat yang kira-kira berukuran kurang dari 23.130 kb. Namun pemotongannya masih kurang optimal yang ditunjukkan dengan tipisnya pita DNA yang dihasilkan.
56
1
2
3
4
5
6
7
8
23130 9416 6557 4361 2322 2027
564
Gambar 12. Hasil uji aktivitas enzim P1 ekstrak baru dengan substrat DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 0,8%. 1. DNA fage lambda 2. Marker DNA 1 kb ladder 3. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim P1 (buffer reaksi stok 10x + 50 mM MgCl2) 4. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim P1 (buffer reaksi stok 10x + 100 mM MgCl2) 5. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim P1 (buffer reaksi stok 10x + 50 mM NaCl) 6. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim P1 (buffer reaksi stok 10x + 100 mM NaCl) 7. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim P1 (buffer reaksi stok 10x + 50 mM KCl) 8. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim P1 (buffer reaksi stok 10x + 100 mM KCl) Pita DNA hasil restriksi oleh ekstrak enzim P1 diperkirakan memiliki ukuran sekitar 23.130 kb karena letak pita yang hampir sejajar dengan pita dari marker DNA. Potensi pemotongan diperlihatkan pada sumur kelima hingga kedelapan, sehingga diperkirakan enzim ini memerlukan kekuatan ion dari garam NaCl maupun KCl. Namun kontrol negatif menunjukkan pergerakan DNA yang hampir sama dengan DNA yang direaksikan dengan ekstrak enzim restriksi. Hal ini menyebabkan ekstrak enzim restriksi tidak dapat dikatakan memiliki aktivitas pemotongan DNA yang baik. Untuk mencari potensi sumber enzim restriksi lainnya, dilakukan pula ekstraksi enzim restriksi pada beberapa bakteri Gram negatif, yaitu Xanthomonas axonopodis (campestris) pv. glycines (Xag) R8, Xag YR58, Xag YR63, Xag YR69, dan Pseudomonas fluorescens. Bakteri-
57
bakteri tersebut membentuk struktur padat menyerupai lendir pada media cair LB. Pada tahap pemecahan membran dengan sonikasi, setelah total enam ulangan sonikasi, membran sel baru sepenuhnya terpecah. Untuk mengetahui banyak pengulangan ekstraksi enzim dengan polimer konsentrat yang tepat, untuk masing-masing lima sampel ini diambil dua macam ekstraksi enzim, yaitu ekstraksi enzim dari satu kali ekstraksi polimer konsentrat dan ekstraksi enzim dari dua kali ekstraksi polimer konsentrat. Gambar 13 dan 14 berikut ini adalah hasil elektroforesis dari DNA fage lambda yang direaksikan dengan ekstrak enzim dari satu dan dua kali ekstraksi dengan polimer konsentrat. Pengujian aktivitas ekstrak enzim dilakukan dengan buffer yang ditambahkan Bovine Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 0,1 mg/ml. BSA memiliki pengaruh pada aktivitas beberapa enzim restriksi komersial karena BSA dapat menstabilkan enzim dan mengikat beberapa kontaminan. Bagi enzim yang tidak membutuhkan BSA, keberadaan BSA dalam buffer juga tidak akan mengganggu aktivitas enzim tersebut (Anonima, 2006).
58
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 13. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, Xag YR69, dan Pseudomonas fluorescens ekstraksi polimer konsentrat 1× dengan substrat DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 0,8%. 1. DNA fage lambda 2. Marker DNA 1 kb ladder 3. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim P. fluorescens 4. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag R8 5. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR58 6. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR63 7. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR69 Pada hasil uji ini, terlihat bahwa tidak ada pita yang terbentuk pada gel, melainkan hanya terdapat smear. Seperti sampel-sampel yang sebelumnya diujikan, timbulnya smear diduga karena senyawa kontaminan nuklease-nuklease non spesifik. Ekstrak enzim dengan satu kali ekstraksi polimer konsentrat masih mengandung banyak senyawa kontaminan.
59
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 14. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim P. fluorescens Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, dan Xag YR69 ekstraksi polimer konsentrat 2× dengan substrat DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 0,8%. 1. DNA fage lambda 2. Marker DNA 1 kb ladder 3. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim P. fluorescens 4. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag R8 5. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR58 6. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR63 7. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR69 Pada hasil uji ini juga tidak terlihat adanya pita yang terbentuk pada gel. Seperti pada hasil uji yang sebelumnya, setiap hasil reaksi menghasilkan smear. Namun smear pada hasil uji ini mengindikasikan berkurangnya kontaminan nuklease non-spesifik pada hasil ekstraksi enzim restriksi yang ditunjukkan dengan lebih besarnya ukuran DNA pada smear. Terdapat dua kemungkinan dari hasil uji ini. Yang pertama, dalam ekstrak enzim tersebut terdapat endonuklease restriksi tipe II, namun aktivitasnya tertutupi dengan adanya kontaminan-kontaminan. Dalam hal ini, purifikasi enzim lebih lanjut dengan kromatografi dapat dilakukan untuk memperoleh ekstrak enzim yang lebih murni. Kemungkinan lainnya adalah diduga kandungan nukleat isolat terlalu tinggi sehingga enzim endonuklease masih terikat dengan nukleat dari sel, sehingga aktivitasnya tidak terlihat. Menurut Schildkraut (1984),
60
isolat bakteri demikian tidak produktif untuk ekstraksi enzim restriksi dan disarankan untuk mencari galur lainnya. Untuk melihat pengaruh kekuatan ion NaCl dan KCl terhadap ekstrak enzim restriksi, ekstrak enzim restriksi Xag YR58 dan Xag YR69 direaksikan dengan substrat DNA fage lambda dengan buffer reaksi yang ditambahkan dengan NaCl dan KCl pada konsentrasi tertentu. Gambar 15 berikut adalah hasil elektroforesisnya. 1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 15. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim Xag YR58 dan Xag YR69 dengan substrat DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 0,8%. 1. DNA fage lambda 2. DNA fage lambda + enzim komersial HindIII 3. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR58 (buffer reaksi + 50 mM NaCl) 4. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR58 (buffer reaksi + 100 mM NaCl) 5. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR58 (buffer reaksi + 100 mM KCl) 6. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR69 (buffer reaksi + 50 mM NaCl) 7. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR69 (buffer reaksi + 100 mM NaCl) 8. DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Xag YR58 (buffer reaksi + 100 mM KCl) Hasil uji tersebut mengindikasikan tidak sesuainya ekstrak enzim Xag YR58 dan Xag YR69 dengan pemberian kekuatan ion NaCl atau KCl. Substrat DNA fage lambda tidak mengalami pemotongan. Genom yang berukuran besar dapat mengalami penarikan selama running, sehingga membentuk garis memanjang pada gel.
61
Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa hasil ekstraksi enzim restriksi yang didapatkan masih menunjukkan hasil yang kurang baik, yaitu aktivitas pemotongan spesifik yang kurang baik dan masih terdapatnya kontaminan nuklease non-spesifik. Hal ini mungkin disebabkan penggunaan polimer konsentrat dengan bobot molekul atau konsentrasi PEG yang kurang sesuai untuk enzim restriksi. Bobot molekul dan konsentrasi PEG mempengaruhi hidrofobisitas fase PEG, sehingga enzim restriksi dapat tidak sepenuhnya terpartisi ke dalam fase PEG dan enzim nuklease non-spesifik yang merupakan kontaminan terpartisi ke dalam fase PEG.
62
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN Screening terhadap mikroba yang tumbuh pada tongkol jagung busuk menghasilkan 16 isolat bakteri dan 10 diantaranya, yaitu 8 bakteri xilanolitik dan 2 bakteri non-xilanolitik diekstraksi enzim endonuklease restriksinya. Beberapa jenis bakteri Bacillus, Pseudomonas, dan Xanthomonas koleksi Laboratorium
Mikrobiologi
dan
Biokimia
juga
diekstraksi
enzim
endonuklease restriksinya. Hasil uji aktivitas endonuklease restriksi dengan substrat DNA plasmid memperlihatkan adanya beberapa ekstrak enzim yang memiliki potensi, yaitu ekstrak enzim MBXi K1, MBXi K2, MBXi P1, A, dan B. pumillus Y1. Pengujian selanjutnya dengan DNA fage lambda sebagai substrat memperlihatkan ekstrak enzim yang berpotensi memiliki aktivitas endonuklease yang spesifik adalah ekstrak enzim A. Namun ekstrak enzim tersebut masih mengandung kontaminan nuklease non-spesifik. Potensi sebagai enzim endonuklease spesifik juga dimiliki oleh ekstrak enzim P. fluorescens, Xag R8, Xag YR58, Xag YR63, dan Xag YR69. Namun masih diperlukan pemurnian lebih lanjut untuk memisahkannya dari kontaminan nuklease non-spesifik yang menyebabkan smear pada hasil elektroforesis. Aktivitas ekstrak enzim restriksi yang kurang baik mungkin disebabkan polimer konsentrat dengan PEG 8000 28,4% yang digunakan pada presipitasi asam nukleat kurang optimal untuk pemisahan enzim restriksi. Untuk mengoptimalkan kerja enzim restriksi juga diperlukan pengujian dengan berbagai komposisi buffer reaksi dalam digesti. Komposisi yang dapat dioptimalkan antara lain adalah konsentrasi ion Mg2+, kekuatan ion NaCl dan KCl, dan penambahan BSA.
B.
SARAN Beberapa ekstrak enzim yang berpotensi dapat diujikan lebih lanjut aktivitas pemotongannya pada substrat DNA lainnya, terutama dengan substrat DNA yang telah diketahui peta restriksinya. Sehingga bila terdapat
63
aktivitas restriksi dapat dilakukan analisa pendugaan situs restriksinya. Pendugaan situs restriksi lebih lanjut dapat dilakukan dengan double digest dengan beberapa enzim restriksi komersial atau dengan perbandingan fragmen hasil restriksi antara enzim restriksi yang diekstrak dengan enzim restriksi komersial. Kondisi dalam ekstraksi enzim, yaitu pada tahap presipitasi asam nukleat, perlu untuk dioptimalkan agar kontaminan seperti nuklease nonspesifik dalam ekstrak enzim dapat diminimalkan. Agar optimal, dapat dilakukan penggantian PEG dengan bobot molekul yang lebih sesuai, atau optimasi konsentrasi PEG yang lebih sesuai. Pemurnian ekstrak enzim lebih lanjut dengan kromatografi diperlukan untuk memisahkan enzim endonuklease restriksi yang spesifik dari kontaminan-kontaminannya atau untuk memisahkan antar beberapa jenis enzim endonuklease restriksi spesifik. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apakah ekstrak enzim tersebut hanya terdiri dari satu macam endonuklease restriksi spesifik atau lebih. Pemekatan enzim juga perlu dilakukan untuk mendapatkan ekstrak enzim dengan aktivitas yang lebih baik. Setelah itu juga diperlukan karakterisasi enzim restriksi secara umum yang meliputi suhu, pH reaksi yang optimum, kekuatan ion yang sesuai. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui sekuens pengenalan dan pemotongannya, sehingga dapat diketahui apakah enzim merupakan jenis baru atau merupakan isoschizomer atau neoschizomer dari enzim yang telah ada.
64
DAFTAR PUSTAKA Alberts, B., D. Bray, J. Lewis, M. Raff, K. Roberts, dan J.D. Watson. 1983. Molecular Biology of the Cell. Garland Publishing, Inc., New York. Anonima, 2006. Digesting DNA with Restriction Endonucleases. http://www.facstaff.bucknell.edu/pizzorno/327-lab4.html. [8 Juli 2006]. Anonimb. 2006. FAQs about Restriction Enzyme. http://www.fermentas.com/techinfo/re/troubleshoot.html. [10 Juni 2006]. Anonimc. 2006. Lambda. http://www.neb.com/nebecomm/tech_reference/ restriction_enzymes/maps/Lambda_map.pdf. [10 Juni 2006]. Anonimd. 2006. Restriction Enzyme History. http://www.promega.com/guides/re_ guide/chapone/1_1.html. [8 Juli 2006]. Anonime. 2006. Restriction Enzymes Overview. http://www.neb.com/nebecomm/ tech_reference/restriction_enzymes/restrictrion_enzymes_overview.html. [15 Juni 2006]. Anonimf. 2006. Restriction Enzymes: Structure and Mechanism of Actions http://www.promega.com/guides/re_guide/chapone/1_3.html. [8 Juli 2006]. Anonimg. 2006. Types and General Properties of Restriction Endonucleases. http://www.promega.com/guides/re_guide/chapone/1_2.html. [8 Juli 2006]. Bollag, D.M. dan S.J. Edelstein. 1991. Protein Methods. Wiley Liss, USA. Brown, T.A. 1990. Gene Cloning: An Introduction, 2nd Edition. Chapman and Hall, London. Chandrashekaran, S., P. Babu, dan V. Nagaraja. 1999. Characterization of DNA binding activities of over-expressed KpnI restriction endonuclease and modification methylase. J. Biochemistry, Mol. Biol. and Biophysics. 3:225-229. Chaplin, M. 2006. Aqueous Biphasic System. http://www.lsbu.ac.uk/water/ biphasic.html. [31 Agustus 2006]. Chmusz, E.V., J.G. Kashirina, J.E. Tomilova, N.V. Mezentzeva, V.S. Dedkov, D.A. Gonchar, M.A. Abdurashitov, dan S.K. Degtyarev. 2005. Restriction endonuclease BisI from Bacillus subtilis T30 recognizes methylated sequence 5’-G(m5C) NGC-3’. Biotekhnologia (Russian) 3:22-26.
65
Chernukin, V.A., T.N. Najakshina, M.A. Abdurashitov, J.E. Tomilova, N.V. Mezentzeva, V.S. Dedkov, N.A. Mikhnenkova, D.A. Gonchar, S.K. Degtyarev. 2005. A novel restriction endonuclease GlaI recognizes methylated sequence 5’-G(m5C) GC-3’. Biotekhnologia (Russian) 3:2226. Published OnLine – October 2005. Davis, L.G., M.D. Dibner, dan J.F. Battey. 1986. Basic Methods in Molecular Biology. Elsevier, New York. Dung, N.V., S. Vetayasuporn, Y. Kamio, N. Abe, J. Kaneko, dan K. Izaki. 1993. Purification and properties of β-1,4 xylanase 2 and 3 from Aeromonas caviae W. Biosci. Biotech. Biochem 57:1708-1712. Endow, S.A. dan R.J. Roberts. 1977. Two restriction-like enzymes from Xanthomonas malvacearum. J. Mol. Biol. 112:521-529. Franks, F. 1993. Protein Biotechnology: Isolation, Characterization, and Stabilization. Humana Press, New Jersey. Gelinas, R.E., P.A. Myers, dan R.J. Roberts. 1977. Two sequence-specific endonucleases from Moraxella bovis. J. Mol. Biol. 114:169-179. Gelinas, R.E., P.A. Myers, G.H. Weiss, R.J. Roberts, dan K. Murray. 1977. A specific endonuclease from Brevibacterium albidum. J. Mol. Biol. 114:433-440. Glick, B.R. dan J.J. Pasternak. 2003. Molecular Biotechnology: Principles and Applications of Recombinant DNA. ASM Press, Washington DC. Gordon, R.E. 1973. The genus Bacillus. Di dalam: Laskin dan Lechevalier (Eds.) Handbook of Microbiology vol 1. CRC Press, Ohio. Imber, R. dan T.A. Bickle. 1981. Purification and properties of the restriction endonuclease BglII from Bacillus globigii. Eur. J. Biochem. 117:395-399. Irawadi, T.T., H.S. Rukmini, dan I. Mapiliandri. 1992. Tenik Pemurnian Selulase. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor. Johansson, G. 1998. Affinity partitioning of protein using aqueous two-phase systems. Di dalam: J.C. Janson dan L. Ryden (Eds.) Protein Purification: Principles, High Resolution Methods, and Applications 2nd Edition. Wiley Liss, USA. Juliana. 1996. Telaah Enzim Endonuklease Restriksi dari Rhodobacter sp. Asal Indonesia. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
66
Koswara, J. 1991. Budidaya Jagung. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Likumahwa, M.Y.Y. 1993. Pencirian Bakteri Penghasil Protease yang Diisolasi dari Limbah Cair Tahu dengan Bantuan Pulsed-Field Gel Electrophoresis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lynn, S.P., L.K. Cohen, S. Kaplan, dan J.F. Gardner. 1980. RsaI: a new sequencespecific endonuclease activity from Rhodopseudomonas sphaeroides. J. of Bac. 142:380-383. Moffet, M.L. dan B.J. Croft. 1983. Xanthomonas. Di dalam: P.C. Fahy dan G.J. Persley (Eds.) Plant Bacterial Diseases: A Diagnostic Guide. Academic Press Australia, Sydney. Old, R.W. dan S.B. Primrose. 1989. Principles of Gene Manipulation, 4th Edition. Blackwell Scientific Publisher, Oxford. Owen, R.B. 1999. Biology and Activity of Restriction Endonucleases. http://arbl.cvmbs.colostate.edu/hbooks/genetics/biotech/enzymes.html. [24 Juni 2006] Palleroni, N.J. 1984. Pseudomonadaceae. Di dalam: Kreig, N.R. dan J.G. Holt (Eds.) Bergey’s Manual of Systematic Biology. The Williams and Wilkins, Co., Baltimore. Pingoud, A., J. Alves, dan R. Geiger. 1993. Restriction enzymes. Di dalam: Burrel, M.M. (Ed.). Methods in Molecular Biology Volume 16. Humana Press Inc., Totowa, New Jersey. Pingoud, A., dan A. Jeltsch. 2001. Structure and function of type II restriction endonucleases. Nucleic Acid Research. 29:3706-3727. Pirrota, V. dan T.A. Bickle. 1990. General purification schemes for restriction endonucleases. Di dalam: W.B. Jakoby (Ed.) Enzyme Purification and Related Techniques, Methods in Enzymology, Vol 22. Academic Press, Inc., San Diego. Roberts, R.J., P.A. Myers, A. Morrison, dan K. Murray. 1976. A specific endonuclease from Haemophilus haemolyticus. J. Mol. Biol. 103:199-208. Roberts, R.J., dan S.E. Halford. 1993. Type II restriction enzymes. Di dalam: Nucleases, 2nd Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York. Roberts, R.J. dan Macelis. 2006. REBASE: The Restriction Enzyme Database. http://www.rebase.neb.com/cgi-bin/statlist. [24 Juni 2006].
67
Sambrook, J., E.F. Fritsch, dan T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York. Schildkraut, I. 1984. Screening and characterizing restriction endonucleases. Di dalam: J.K. Setlon dan A. Hollander (Eds.) Genetic Engineering: Principles and Methods, Vol. 6. Ptenum Press, New York. Setiawan, B. 1998. Karakterisasi Enzim Endonuklease Restriksi dari Bakteri Fotosintetik Anoksigenik MW5. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sharma, P., D.R. D’Souza, D. Bhandari, V. Parashar, dan N. Capalash. 2003. Demonstration of the principles of restriction endonuclease cleavage reactions using thermostable BflI from Anoxybacillus flavithermus. Biochem. and Mol. Biol. Education, 31:392-396. Stephens, M.A. 1981. Partial purification and cleavage specificity of a sitespecific endonuclease, SciNI, isolated from Spiroplasma citri. J. of Bacteriology. 149:508-514 Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Suwanto, A. 1993. Teknik Percobaan dalam Genetika Molekuler. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB, Bogor. Todar, K. 2004. Pseudomonas and Related Bacteria. http://textbookof bacteriology.net/pseudomonas.html. [18 Juli 2006]. Vitkute, J., Z. Maneliene, dan A. Janulaitis. 1998. AbeI, a restriction endonuclease from Azotobacter beijerinckii, which recognizes the asymmetric heptanucleotide sequence 5[prim]-CCTCAGC-3[prime] (-5/-2). Nucleic Acid Research. 26:4917-4918. Welch, S.G. dan R.A.D. Williams. 1995. Two Thermostable type II restriction endonucleases from Icelandic strains of the genus Thermus. Biochem J. 309:595-599. _______. 1996. Tsp49I, a thermostable neoschizomer of the type II restriction endonuclease MaeII, discovered in isolates of the genus Thermus from the Azores, Iceland, and New Zealand. Nucleic Acid Research. 24:17991801. Yun, M.S., H.Y. Hwang, dan M. Bae. 1995. Purification and characterization of a thermostable restriction endonucleases from Streptomyces violochromogenes D2-5. J. Microbiol. Biotechnol. 5 (5).
68
69
Lampiran 1. Komposisi media Luria Bertani (LB), Dung et al. (1993), dan Yeast Dextrose Carbonate (YDC) Komposisi media Luria Bertani (dalam 100 ml) 1. Tryptone 1,0 g 2. Ekstrak khamir 0,5 g 3. NaCl 1,0 g Tahap pembuatan: 1. Bahan-bahan yang telah ditimbang dilarutkan dalam 90 ml air bebas ion. 2. Diatur pH sampai pH 7,0 dengan NaOH 1 N. 3. Ditera sampai 100 ml. Komposisi media Dung et al. (1993) (dalam % b/v) 1. Ekstrak khamir 0,2 2. Oat spelt xylan 0,7 3. K2HPO4 1,5 4. MgSO4.7H2O 0,025 5. NaCl 0,25 6. NH4Cl 0,5 7. Na2HPO4 0,5 Tahap pembuatan: 1. Bahan-bahan yang telah ditimbang dilarutkan dalam 500 ml akuades. 2. Diatur pH sampai 7,0 dengan Na2CO3 1%. 3. Ditera sampai 1000 ml. Komposisi media Yeast Dextrose Carbonate (dalam 100 ml) 1. Ekstrak khamir 1,0 g 2. Dekstrosa 0,5 g 3. CaCO3 2,0 g 1,5 g 4. Agar
70
Lampiran 2. Komposisi dan pembuatan polimer konsentrat Komposisi polimer konsentrat 1. Polietilen Glikol (PEG) 8000 2. Dektran T500
256 g 64 g
Tahap pembuatan 1. Didihkan 500 ml air bebas ion 2. Dimasukkan 64 g dektran T500 dan diaduk hingga larut 3. Dimasukkan 256 g PEG 8000 dan diaduk terus hingga homogen 4. Ditambahkan air bebas ion hingga berat total 900 g 5. Disimpan dalam refrigerator, bila akan digunakan dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu 65oC (hingga dua fase homogen), kemudian sebelum digunakan didinginkan hingga 20oC.
71
Lampiran 3. Komposisi gel loading buffer dan buffer TAE stok 50× Komposisi gel loading buffer (Sambrook et al., 1989): 1. 0.25% bromofenol blue 2. 0.25% xylene cyanol FF 3. 30% gliserol dalam air Disimpan dalam freezer. Komposisi TAE stok 50× (Sambrook et al., 1989): 1. Tris(hydroxymethyl)-aminomethane 24,2 g 2. Na2EDTA 0,5 M pH 8,0 10 ml 3. Asam asetat glasial 5,71 ml Ditera hingga 100 ml dengan akuades steril. Pengenceran menjadi TAE 1x dengan akuades steril.