SKRIPSI
SCREENING ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI DARI BAKTERI ASAL INDONESIA
Oleh: RIKA SANDI F24103013
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SCREENING ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI DARI BAKTERI ASAL INDONESIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: RIKA SANDI F24103013
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN SCREENING ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI DARI BAKTERI ASAL INDONESIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: RIKA SANDI F24103013 Dilahirkan pada tanggal 28 April 1986 Di Bekasi, Jawa Barat Tanggal lulus: 27 Juni 2007 Menyetujui, Bogor,
Juni 2007
Prof. Dr. Ir. Maggy T Suhartono Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP
Rika Sandi. F24103013. Screening Enzim Endonuklease Restriksi dari Bakteri Asal Indonesia. Di bawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono. RINGKASAN Enzim endonuklease restriksi adalah enzim yang dapat mengenali dan memotong kedua utas DNA (Deoxy Ribonucleic Acid) pada urutan basa tertentu. Enzim ini memiliki peranan penting dalam berbagai teknik molekuler dan genetika, misalnya untuk analisis gen dan kloning gen yang bermanfaat. Bidang ilmu dan teknologi pangan memanfaatkan enzim ini, misalnya dalam mendeteksi patogen pangan secara molekuler. Enzim ini juga bermanfaat untuk pengembangan produk-produk pertanian, seperti varietas kedelai tahan hama, kentang tahan virus, analisis gen, dan konstruksi pangan transgenik. Enzim endonuklease restriksi dihasilkan oleh bakteri yang tersebar di alam dan penelitian ini bertujuan memilah enzim endonuklease restriksi dari bakteri-bakteri isolat koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian dimulai dengan pemilihan isolat bakteri sebanyak 11 isolat yang dianggap berpotensi menghasilkan enzim restriksi berdasarkan referensi yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Sebelas isolat tersebut berasal dari genus Rhodobacter, Pseudomonas, Bacillus dan beberapa isolat bakteri asal tongkol jagung. Isolat tersebut ditumbuhkan sehingga diperoleh pelet sel yang akan digunakan untuk ekstraksi enzim. Selain produksi enzim, isolasi DNA plasmid pUC 19 dilakukan untuk memperoleh substrat bagi enzim. Plasmid pUC 19 diperoleh dari E.coli carrier plasmid pUC 19. Metode yang digunakan untuk isolasi plasmid adalah metode lisis alkali. Tahap ekstraksi enzim meliputi pemecahan membran sel bakteri dan ekstraksi enzim dengan pemisahan sistem dua fase. Pemecahan sel dilakukan secara fisik dengan cara sonikasi diskontinu pada suhu di bawah 10oC (4 x 30 detik dan diselingi istirahat 2 menit antara setiap ulangan). Ekstraksi enzim dilakukan dengan metode pemisahan sistem dua fase, yaitu dengan menggunakan polimer konsentrat yang terdiri dari polietilen glikol 6000 (PEG 6000) 28.4 % dan dekstran T 500 7.1% dalam air. Prinsip dasar dari pemisahan sistem dua fase ini adalah interaksi protein dengan salah satu fase yang bersifat sedikit polar karena terbentuknya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan ionik dalam sistem fase. Ekstraksi dengan polimer konsentrat dilakukan untuk memisahkan enzim restriksi dari materi genetik bakteri. Ekstrak enzim restriksi diujikan aktivitasnya dengan cara mereaksikan enzim dengan substrat DNA plasmid pUC 19 dan DNA fage lambda dalam buffer reaksi (Tris HCl pH 7.5, β-merkaptoetanol, MgCl2) selama semalam pada suhu 37oC. Reaksi digesti DNA oleh ekstrak enzim restriksi dihentikan dengan cara memasukkan hasil reaksi ke freezer dan menambahkan blue juice. Hasil reaksi diamati dengan elektroforesis gel agarosa. Konsentrasi gel yang digunakan adalah 1 %. Gel hasil elektroforesis diamati dengan menggunakan UV-Transilluminator. Pengujian ekstrak enzim dengan DNA plasmid pUC 19 menunjukkan ekstrak enzim yang memiliki aktivitas enzim endonuklease restriksi adalah ekstrak enzim dari Bacillus pumilus Y1. Penambahan 50 mM NaCl dan 50 mM KCl dapat meningkatkan aktivitas restriksi enzim. Pengujian kondisi reaksi
optimum dengan DNA fage lambda menunjukkan buffer reaksi optimum ekstrak enzim dari Bacillus pumilus Y1 sesuai dengan buffer reaksi BamHI (100 mM NaCl). Perlakuan double digest ekstrak enzim dari Bacillus pumilus Y1 dan HindIII pada plasmid pUC 19 menunjukkan bahwa ekstrak enzim dari Bacillus pumilus Y1 memiliki situs pemotongan yang terletak berdekatan dengan HindIII. Namun, pengujian dengan DNA fage lambda masih menghasilkan smear yang menunjukkan DNA masih terpotong secara acak. Kontrol negatif yang digunakan adalah DNA fage lambda utuh, sedangkan kontrol positif adalah hasil digesti DNA fage lambda oleh enzim komersial, BamHI.
RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 28 April 1986 dan merupakan anak pertama dari pasangan Tjio Nang Kim dan Liu Kim Fa. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Kuntum Melati I, SD Negeri Rawa Roko I, SLTP Negeri 3 Bekasi, dan SMU Negeri 1 Bekasi. Penulis juga menempuh pendidikan non formal di Lembaga Bahasa LIA untuk program General English (Basic and Intermediate Level). Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor dengan jalur masuk USMI pada tahun 2003. Selama kuliah, penulis aktif di organisasi kampus dan luar kampus, yaitu HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan), KMBA (Keluarga Mahasiswa Buddhis Adhitthana), dan fgW Student Forum. Selain itu, penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan kampus dan luar kampus, yaitu Studi Banding Himitepa 2005, fgW Student Forum 2005, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XIII (LCTIP XIII), International Conference of Milk and Dairy Product 2005, International Conference of Butcher and Retail Product 2006, Kongres I Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HMPPI), National Student’s Paper Competition, Field Trip ITP 40, dan Archeology Goes To Mall 2007. Penulis juga berkesempatan mengikuti Pelatihan Auditor HACCP M-BRIO pada tahun 2005 dan memperoleh sertifikat Auditor HACCP. Dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian IPB, penulis melakukan penelitian selama 6 bulan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB dengan judul “Screening Enzim Endonuklease Restriksi dari Bakteri Asal Indonesia”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Triratna sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini, khususnya Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Pada lembaran ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Maggy T Suhartono selaku pembimbing akademik dan skripsi yang telah memberikan motivasi, bimbingan, dan semangat untuk melaksanakan penelitian, ujian sidang hingga penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Dahrul Syah selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga bagi penulis. 3. Dr. Ir. Budiatman S selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga bagi penulis. 4. Keluargaku: Papa dan Mama, atas kasih, cinta, dan kesabarannya mendampingi penulis sejak penulis dilahirkan sampai saat ini. Kedua adikku, Rian dan Iyus. 5. Rudy Gunawan, S.T, atas kasih sayang, cinta, dan kesabarannya menemani penulis. 6. Rekan-rekan Lab BIORIN: Mas Firdaus (terima kasih untuk metode isolasi plasmidnya), Mba Pepy, Pak Muzuni, Mbah, Mba Popy, Mba Budi, Mba Amay, Mas Jaya, Mas Yasir, Mas Hakim, Pak Hadi, Bu Srilis, Pak Mulya, Nindya, dkk yang telah memberikan pengetahuan dasar tentang Genetika, memotivasi, dan ikut menemani penulis selama melakukan penelitian. Pak Soni dan Bu Utut yang telah memberikan izin untuk membeli bahan-bahan penelitian dan menggunakan fasilitas laboratorium BIORIN.
ii
7. Warga Lab MB PPSHB IPB : Bu Ika, Bu Eni, Bu Sri, Mba Rika, Bu Ummu, Mba Indah, Bu Emma, Bu Dewi, dan Mba Emi, yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama penelitian. 8. Kedua Ciciku : Fenni dan Karen yang telah memberikan motivasi dan bimbingan sebelum penelitian ini dimulai. Kakak kelasku : Sidarta (Ank.38), Prasna, Woro, Herold, dan teman-teman ITP angkatan 39. 9. Rekan-rekan seperjuangan: Evanda, Dian, dan Usman. 10. Sahabatku: Tya (roommate ku), Aji, Fena, Agnes, dan Anas yang telah memberikan motivasi dan dukungan bagi penulis. 11. Sahabat-sahabatku : Ria (teman TK hingga saat ini), Tari, Anto, Japray (SMUN 1 Bekasi), Rika, Tika, Rikki (Asrama A3328). 12. Teman segolonganku, Golongan A mulai dari NRP 001 sampai 033. 13. Bebe, Chusni, Teddy, Agus, Eko, Andreas, Titin, JSMP Crews (Nana, Dey, Pau2, dkk), Steph, Andal, Iin, Udjo, Reza, Yoga, Dhea, Erick, Mitoel, dan seluruh teman-teman ITP angkatan 40. 14. Teman-teman KMBA semua angkatan yang telah banyak memotivasi penulis untuk terus belajar Buddhisme dan menyelesaikan Tugas Akhir ini. Terima kasih atas komunitas yang berharga selama 4 tahun ini. 15. Seluruh penghuni Perwira 9 (Pink House) dan Pak Hatta. 16. Teman-teman Buddhis angkatan 40: Beny, Hudar, Mega, Linda, Herni, Hendry, Hansen, Anton, dan Yolanda. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian maupun penyusunan tugas akhir ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Juni 2007 Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii I.
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 A.
LATAR BELAKANG ................................................................................ 1
B.
TUJUAN ..................................................................................................... 2
C.
MANFAAT ................................................................................................. 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3 A.
DEFINISI ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI ................................ 3
B.
SUMBER ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI ................................ 4
C.
KLASIFIKASI ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI ........................ 6
D.
KARAKTERISTIK ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI............... 10 1.
Suhu ...................................................................................................... 10
2.
pH .......................................................................................................... 11
3.
Kekuatan Ionik ...................................................................................... 11
4.
Pengaruh Kation .................................................................................... 11
5.
Waktu Reaksi ........................................................................................ 12
6.
Aditif Penstabil ..................................................................................... 12
E.
DETEKSI AKTIVITAS ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI........ 13 1.
Digesti ................................................................................................... 13
2.
Elektroforesis Agarosa .......................................................................... 17
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 19 A.
BAHAN .................................................................................................... 19
B.
ALAT ........................................................................................................ 20
C.
METODE PENELITIAN .......................................................................... 20 1.
Penumbuhan Kultur Bakteri.................................................................. 20
2.
Kultivasi Sel .......................................................................................... 20
3.
Pemecahan Membran Sel (Rusli, 2006) ................................................ 20
iv
4.
Ekstraksi Enzim Restriksi (Rusli, 2006) ............................................... 21
5.
Isolasi Plasmid (Sambrook et al., 1989 yang telah dimodifikasi) ........ 21
6.
Digesti Substrat DNA dan Plasmid ....................................................... 22
7.
Elektroforesis Gel Agarosa (Rusli, 2006) ............................................. 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 24 A.
EKSTRAKSI ENZIM RESTRIKSI .......................................................... 24
B.
PEMISAHAN MATERI GENETIK BAKTERI ...................................... 28
C.
PENGUJIAN AKTIVITAS EKSTRAK ENZIM RESTRIKSI ................ 31
V.
1.
Plasmid sebagai Substrat .................................................................... 31
2.
DNA Fage Lambda sebagai Substrat .................................................... 44
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 48 A.
KESIMPULAN ......................................................................................... 48
B.
SARAN ..................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 50 LAMPIRAN .......................................................................................................... 55
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sumber enzim endonuklease restriksi dari organisme (Brown, 1990) ..... 4 Tabel 2. Klasifikasi endonuklease restriksi (Pingoud et al.,1993) .......................... 7 Tabel 3. Buffer reaksi optimum enzim restriksi (Pingoud et al., 1993)................ 13 Tabel 4. Konsentrasi agarosa (Sambrook et al., 1989) ......................................... 17 Tabel 5. Metode lisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi .............. 26 Tabel 6. Metode ekstraksi enzim endonuklease restriksi ...................................... 29 Tabel 7. Perlakuan double digest .......................................................................... 40
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme pembuatan DNA rekombinan dengan menggunakan enzim endonuklease restriksi dan ligase (Pingoud et al., 1993) ...................... 3 Gambar 2. Berbagai hasil pemotongan dengan enzim restriksi (Owen, 1999)....... 8 Gambar 3. Peta restriksi plasmid pUC 19 (Yanisch-Perron, 1985) ...................... 15 Gambar 4. Peta restriksi DNA fage lambda (Daniels, 1983) ................................ 16 Gambar 5. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim A, Y1, K1, K2, P1, P, MW4, MW5, MW7, MW9, MW10 dengan substrat plasmid pUC 19, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. ............................................................. 32 Gambar 6. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim A, Y1, K1, K2, P1 (peningkatan volume enzim dua kali lipat) dengan substrat plasmid pUC 19, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. ............................................................. 34 Gambar 7. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim Y1 dengan substrat plasmid pUC 19 (variasi jenis dan konsentrasi garam), digesti semalam (37oC), agarosa 1%. ...................................................................................................... 37 Gambar 8. Hasil uji aktivitas restriksi ekstrak enzim Y1 dengan perlakuan double digest, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. ...................................... 39 Gambar 9. Hasil uji aktivitas restriksi ekstrak enzim Y1 dengan perlakuan double digest (ulangan kedua), digesti semalam (37oC), agarosa 1%. ........... 42 Gambar 10. Hasil pengujian ekstrak enzim Y1 ulangan ketiga dengan plasmid pUC 19, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. ................................... 44 Gambar 11. Hasil pengujian ekstrak enzim Y1 dengan DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. ............................................................. 45 Gambar 12.
Hasil pengujian ekstrak enzim Y1 dengan DNA fage lambda,
digesti semalam (37oC), agarosa 1%. .................................................. 46
vii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Media Luria Bertani ....................................................... 55 Lampiran 2. Komposisi gel loading buffer dan buffer TAE stok 50x ................. 56 Lampiran 3. Komposisi dan cara pembuatan polimer konsentrat ......................... 57
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan
ilmu
bioteknologi
pangan
semakin
pesat
dan
menunjukkan beberapa hasil penelitian yang menarik perhatian dunia. Contoh keberhasilan dari aplikasi bioteknologi pangan adalah konstruksi pangan transgenik, yaitu pengembangan varietas kedelai yang tahan terhadap pestisida, pengembangan varietas kentang yang tahan hama, analisis patogen pangan secara molekular, dan beragam produk hasil pengembangan lainnya. Produk-produk hasil pengembangan bioteknologi pangan tersebut telah dimanfaatkan baik di luar negeri maupun di Indonesia. Ilmu bioteknologi pangan berkaitan erat dengan ilmu biologi molekuler, yaitu pengembangan varietas tertentu berdasarkan modifikasi yang dilakukan terhadap materi genetik (Asam Deoksiribonukleat atau DNA) organisme tertentu. Modifikasi tersebut bertujuan memperoleh varietas tertentu dengan karakteristik yang lebih baik dari organisme sebelumnya. Peranan enzim endonuklease restriksi dalam hal ini adalah mengenali dan memotong DNA (materi genetik) pada bagian tertentu yang spesifik sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Pemanfaatan enzim ini sangat luas, seperti pemetaan DNA, kloning gen, analisis proses degenerasi sel, karakterisasi gangguan genetik menurun pada DNA, dan analisis keterkaitan filogenetik. Selain itu, enzim ini juga berperan dalam bidang pertanian (rekayasa genetika pangan), industri, dan kesehatan. Aplikasi yang sangat beragam membuat permintaan akan enzim tersebut semakin tinggi sehingga masih diperlukan varietas enzim baru dengan sekuens pengenalan dan pemotongan lain yang lebih spesifik. Menurut Glick dan Pasternak (2003), total penjualan enzim tersebut di seluruh dunia mencapai US$ 200 juta pada tahun 2001 dengan angka pertumbuhan yang relatif tinggi, yaitu 8 % per tahun. Total penjualan enzim tersebut meningkat menjadi US$ 300 juta pada tahun 2005 (Anonim, 2007). Tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut sangat mendukung eksplorasi enzim endonuklease restriksi jenis baru. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya lebih dari 3000 macam
2
enzim endonuklease restriksi, namun hanya terdapat 250 situs pemotongan yang berbeda (Roberts dan Macelis, 2006). Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia berpotensi untuk mendorong penemuan enzim endonuklease restriksi jenis baru. Salah satu enzim yang berhasil ditemukan adalah enzim endonuklease restriksi yang berasal dari bakteri yang diisolasi dari tongkol jagung. Namun, aktivitas enzim tersebut masih cukup rendah sehingga perlu dilakukan upaya pencarian kembali dan karakterisasi enzim untuk mengetahui sejauh mana aktivitas optimum enzim tersebut dan kondisi optimum yang dibutuhkan agar enzim dapat bekerja. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan memilah enzim endonuklease restriksi dengan melakukan
screening
terhadap
bakteri-bakteri
koleksi
Laboratorium
Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. C. MANFAAT Penelitian
ini
bermanfaat
untuk
mendukung
produksi
reagen
bioteknologi secara lokal sehingga dapat mendukung kelangsungan penelitian dan pendidikan di bidang bioteknologi, khususnya bioteknologi pangan di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI Enzim endonuklease restriksi adalah enzim yang dapat mengenali dan memotong kedua utas DNA (Deoxy Ribonucleic Acid) pada urutan basa tertentu. Enzim ini mencari sekuens spesifiknya dengan cara menempel pada DNA secara spesifik maupun nonspesifik, kemudian berdifusi secara linier dengan kecepatan tertentu hingga ditemukan sekuens spesifik yang dikenalinya. Proses tersebut dipengaruhi oleh keberadaan ion Mg2+. Setelah sekuens spesifik dikenali, perubahan konformasi enzim dan DNA akan terjadi (Pingoud et al., 1993).
Gambar 1. Mekanisme pembuatan DNA rekombinan dengan menggunakan enzim endonuklease restriksi dan ligase (Pingoud et al., 1993) Enzim endonuklease restriksi ini ditemukan oleh Arber pada tahun 1962, kemudian dipurifikasi dan dikarakterisasi oleh Nathans dan H. Smith pada tahun 1974 (Alberts et al.,1983). Sekarang, enzim ini telah ditemukan hingga lebih dari 3000 jenis dan banyak diantaranya merupakan isoschizomer atau neoschizomer. Isoschizomer suatu enzim adalah enzim restriksi lain yang memiliki sekuens pengenalan dan pemotongan yang sama dengan enzim
4
restriksi yang telah diperoleh (Pingoud et al.,1993). Neoschizomer merupakan enzim restriksi yang memiliki situs pengenalan yang sama dengan enzim restriksi yang telah diketahui sebelumnya tetapi tidak memotong pada situs yang sama (Roberts dan Halford, 1993). B. SUMBER ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI Sebagian besar enzim ini ditemukan pada bakteri, namun enzim ini juga dapat diisolasi dari virus, archaea, dan eukariota (Pingoud et al., 1993). Enzim ini berperan menghancurkan DNA asing yang masuk, seperti infeksi bakteriofage dengan cara memotong DNA asing tersebut pada sekuens yang dikenalinya. Dengan demikian, keberadaan enzim ini pada organisme merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh organisme dari DNA asing. Pelacakan
enzim
ini
pada
berbagai
jenis
bakteri
mendorong
ditemukannya enzim-enzim restriksi jenis baru. Hal tersebut didukung dengan kemungkinan terdapatnya kira-kira satu diantara empat bakteri yang diteliti ternyata memiliki satu jenis atau lebih enzim endonuklease restriksi tipe II serta ditemukannya 7 macam enzim endonuklease restriksi dalam satu spesies (Pingoud et al., 1993). Tabel 1. Sumber enzim endonuklease restriksi dari organisme (Brown, 1990) Enzim
Organisme
Sekuens pengenalan Blunt / sticky end
EcoRI
Escherichia coli
GAATTC
Sticky
BamHI
Bacillus amyloliquefaciens
GGATCC
Sticky
BglII
Bacillus globigii
AGATCT
Sticky
PvuI
Proteus vulgaris
CGATCG
Sticky
PvuII
Proteus vulgaris
CAGCTG
Blunt
HindIII
Haemophilus influenzae Rd
AAGCTT
Sticky
HinfI
Haemophilus influenzae Rf
GANTC
Sticky
Sau3A
Staphylococcus aureus
GATC
Sticky
AluI
Arthrobacter luteus
AGCT
Blunt
TaqI
Thermus aquaticus
TCGA
Sticky
HaeIII
Haemophilus aegyptius
GGCC
Blunt
5
Kultur bakteri yang digunakan untuk pelacakan enzim endonuklease restriksi sangat beragam. Hingga kini lebih dari 10.000 bakteri dan arkhaebakteria yang berasal dari kultur koleksi, rumah sakit, tanah, dan air telah di-screening untuk melacak keberadaan enzim endonuklease restriksi (Sharma et al., 2003). Sebagai contoh, Abdurashitov (2007) mengisolasi enzim AccBSI yang berasal dari Acinetobacter calcoaceticus, bakteri yang diisolasi dari air (natural fresh water). Stephens (1981) mengisolasi enzim SciNI dari Spiroplasma citri yang merupakan patogen tanaman. Yun et al. (1995) melacak keberadaan enzim restriksi pada mikroba yang tumbuh pada limbah kompos dan melaporkan dihasilkannya enzim SviI dari Streptomyces violochromogenes D1-5 yang bersifat thermostabil. Welch dan William (1995) mengisolasi bakteri genus Thermus sebanyak 148 isolat yang diperoleh dari sumber air panas tawar dan alkali di empat benua. Enzim endonuklease restriksi thermostabil berhasil diisolasi dari dari isolat Tsp4CI dan Tsp8EI yang diisolasi dari Islandia. Pada tahun 1996, peneliti yang sama juga berhasil mengisolasi enzim endonuklease restriksi Tsp49I dari Thermus SM49 yang diisolasi dari sumber air panas. Enzim restriksi yang diduga merupakan isoschizomer dari PstI telah berhasil diekstrak oleh Juliana (1996) dan dikarakterisasi oleh Setiawan (1998). Enzim tersebut berhasil diekstrak dari bakteri fotosintetik anoksigenik Rhodobacter sphaeroides MW5 asal Muara Angke, Jakarta. Rusli (2006) juga telah berhasil mengisolasi enzim endonuklease restriksi dari isolat bakteri asal tongkol jagung (Xilanase negatif A). Penelitian terus dilakukan untuk melacak keberadaan enzim restriksi pada organisme, khususnya bakteri. Penelitian ini dilakukan dengan screening enzim endonuklease restriksi dari beberapa isolat bakteri koleksi Lab, yaitu Rhodobacter sp.(RshMW4, RshMW5, RshMW7, RshMW9, dan RshMW10), Pseudomonas syringae, Bacillus pumilus Y1, dan beberapa isolat bakteri asal tongkol jagung (MBXi K1, MBXi K2, MBXi P1, Xilanase negatif A). Bacillus pumilus Y1 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan galur lokal dari Bacillus sp. yang diisolasi dari limbah cair tahu oleh Likumahwa pada tahun 1993. Menurut Likumahwa (1993), B. pumilus ini
6
merupakan bakteri Gram positif dan berbentuk batang yang membentuk rantai cukup panjang (streptobasili). Bakteri ini juga dapat tumbuh pada larutan NaCl 7%. Kawira (1993) mengemukakan bahwa bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 37oC. Menurut Todar (2004), Pseudomonas adalah salah satu bakteri patogen tanaman yang penting. Bakteri Gram negatif ini tidak membentuk spora, berbentuk batang, dan aerobik obligat. Spesies Pseudomonas terdiri atas beberapa grup. Salah satu grupnya mencakup spesies yang menghasilkan pigmen
fluorosens
(fluoroscein)
seperti
P.aeruginosa,
P.fluorescens,
P.cichorii, dan P.syringae. Pseudomonas syringae memproduksi fitotoksin, seperti syringotoksin dan syringomicin. Rhodobacter sp merupakan bakteri fotosintetik anoksigenik yang diisolasi oleh Wu dan Suwanto pada tahun 1994 di lokasi di dekat kapal, Muara Angke, Jakarta. Karakterisasi yang dilakukan oleh Widiyanto (1996) menunjukkan bahwa isolat Rhodobacter sp MW5 bersifat Gram negatif dan selnya berbentuk batang panjang. Habitat alami Rhodobacter sp. MW 5 adalah air laut dengan kadar NaCl kira-kira 3% dan pH 7.2 (Juliana, 1996). Isolat bakteri tongkol jagung diisolasi oleh Setyawati (2006) dari tongkol jagung yang dibusukkan terlebih dahulu. Isolat bakteri yang digunakan terdiri dari isolat bakteri yang menghasilkan enzim xilanase (MBXi P1, MBXi K1, dan MBXi K2) dan isolat bakteri yang tidak menghasilkan enzim xilanase (Xilanase negatif A). Isolat tersebut juga dapat tumbuh pada media Luria Bertani, yang terdiri dari tripton 1%, NaCl 1%, dan ekstrak khamir 0.5%. C. KLASIFIKASI ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI Enzim endonuklease restriksi diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan perbedaan komposisi subunit, kofaktor yang diperlukan, dan cara pemotongannya. Ketiga tipe enzim tersebut adalah enzim tipe I (EC 3.1.21.3), tipe II (EC 3.1.21.4), dan tipe III (EC 3.1.21.5) (Pingoud et al.,1993). Perbandingan karakteristik dari ketiga tipe enzim tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
7
Tabel 2. Klasifikasi endonuklease restriksi (Pingoud et al.,1993) Karakteristik
Tipe I
Tipe II
Subunit Kofaktor
3 subunit berbeda Mg2+, ATP, Sadenosilmetionin (SAM) Acak, random, jauh dari situs pengenalan Restriksi, modifikasi, topoisomerase, dan ATP-ase EcoK AACNNNNGTGC
2 subunit sama Mg2+
Posisi pemotongan Aktivitas Contoh Sekuen pengenalan*) * ) G = Guanin
Tipe III
2 subunit berbeda Mg2+, ATP, Sadenosilmetionin (SAM) Di dalam situs 25 pb dari situs pengenalan pengenalan Hanya restriksi Restriksi,modifikasi, dan ATP-ase
EcoRI GAATCC
EcoP AGACC
A = Adenin T = Timin C = Cytosin N = Nukleotida non spesifik Endonuklease restriksi tipe I membutuhkan ion Mg2+ dan ATP untuk aktivitas endonuklease dan SAM yang digunakan untuk aktivitas metilasi. Karakteristik pemotongan enzim ini termasuk random atau acak dan berada di luar situs pengenalannya. Hal tersebut membuat enzim ini jarang digunakan secara luas (Pingoud et al., 1993). Endonuklease restriksi tipe II merupakan jenis enzim restriksi yang dapat mengenali sekuens DNA tertentu yang berukuran 4-8 pasang basa (pb) dan memotong DNA di dalam atau di dekat sekuens pengenalan tersebut (Pingoud et al., 1993). Menurut Brown (1990), sebagian enzim restriksi yang telah diidentifikasi membutuhkan 6 bp. Enzim ini hanya membutuhkan ion Mg2+ dan memiliki aktivitas restriksi. Endonuklease restriksi tipe III merupakan kombinasi enzim restriksi dan modifikasi. Selain itu, enzim ini juga memiliki situs pemotongan yang berada di luar situs pemotongannya. Enzim ini membutuhkan dua sekuens yang terletak berlawanan agar memberikan hasil pemotongan yang sempurna. Hal tersebut menyebabkan pemotongan oleh enzim ini tidak sempurna sehingga enzim ini tidak tersedia secara komersial (Pingoud et al., 1993).
8
Sekuens DNA yang dikenali enzim seringkali berupa sekuens palindromik. Sekuens palindromik merupakan sekuens dengan pembacaan dari arah 5’ ke 3 ’ sama untuk kedua utas DNA. Hal tersebut berkaitan dengan struktur enzim yang terdiri dari dua sub unit identik (homodimer) (Pingoud et al., 1993).
a. Hasil pemotongan ujung menggantung (sticky end)
b. Hasil pemotongan ujung tumpul (blunt end) Gambar 2. Berbagai hasil pemotongan dengan enzim restriksi (Owen, 1999) Berdasarkan perkembangan dunia bioteknologi, enzim restriksi tidak hanya diklasifikasikan menjadi 3 tipe saja. Hal tersebut menyebabkan berkembangnya klasifikasi enzim rerstriksi tipe II mejadi 8 sub tipe. Perbedaan ke delapan subtipe tersebut terletak pada karakteristik enzim, seperti sekuens pengenalan, subunit, kofaktor, dan posisi pemotongan (Pingoud dan Jeltsch, 2001). Enzim tipe II yang umum terdapat adalah enzim restriksi dengan karakteristik yang telah dijelaskan sebelumnya. Sekuens pengenalan enzim bersifat palindromik, subunit homodimer, dan membutuhkan ion Mg2+. Enzim ini memiliki situs pemotongan tertentu yang masih berada dalam situs pengenalan dan memiliki hasil pemotongan berupa ujung menggantung 5’, ujung menggantung 3’, atau ujung tumpul. Enzim tipe ini tersedia secara komersial (Pingoud et al., 1993). Sebagian besar enzim tipe II memotong sekuens DNA palindromik, kecuali enzim tipe IIa dan IIb. Enzim tipe IIa mengenali sekuens non palindromik dan memiliki sekuens pemotongan di luar situs pengenalannya. Enzim tipe IIb memotong sekuens dua kali dan keduanya berada di luar situs pengenalannya (Brown, 1990).
9
Enzim tipe IIb (sering juga disebut sebagai enzim tipe IV) merupakan enzim restriksi tipe II yang memiliki aktivitas metilasi. SAM dibutuhkan untuk aktivitas restriksi enzim ini. Subunit enzim ini dapat berupa heterotrimer (BcgI) ataupun heterodimer (BplI). Sekuens pengenalannya dapat berupa sekuens yang simetrik maupun asimetrik (Pingoud dan Jeltsch, 2001). Kedua utas DNA pada kedua sisi situs pengenalan akan dipotong secara simetris. Letak pemotongannya agak jauh dari situs pengenalan dan selalu menghasilkan ujung menggantung 3’ (Pingoud et al., 1993). Enzim ini berukuran sekitar 850-1250 asam amino. Tipe enzim lain yang menyerupai enzim tipe IIb adalah enzim tipe IIg. Enzim tipe IIg juga membutuhkan SAM untuk aktivitas restriksinya. Perbedaan enzim ini dengan enzim tipe IIb adalah aktivitas restriksi dan modifikasi enzim terletak pada rantai polipeptida tunggal. Contoh enzim ini adalah Eco571. Enzim restriksi tipe lainnya adalah enzim IIe. Keunikan enzim ini adalah kebutuhannya akan sebuah situs pengenalan kedua untuk dapat memotong dengan sempurna. Situs pengenalan kedua tersebut berfungsi sebagai efektor alosterik cis atau trans agar enzim dapat mengikat DNA. Sekuens pengenalannya dapat bersifat palindromik atau non palindromik. Pemotongan enzim ini dapat terletak di dalam atau di dekat situs pengenalan, sedangkan subunitnya dapat berupa homodimer atau monomer. Contoh enzim tipe IIe ini adalah NaeI yang memiliki situs pengenalan GCCGGC (Pingoud et al., 1993). Enzim restriksi IIf juga membutuhkan dua situs pengenalan untuk memotong, tetapi enzim ini akan memotong kedua situs tersebut. Enzim ini merupakan enzim homotetramer. Contoh enzim ini adalah NgoMIV (Pingoud dan Jeltsch, 2001). Enzim restriksi IIt terdiri dari dua subunit yang berbeda dan memiliki aktivitas restriksi dan modifikasi. Contoh enzim ini adalah Bpu101 dan BslI. Bpu101 mengenali sekuens yang asimetrik, dan berfungsi sebagai heterodimer dimana kedua subunit diduga memiliki sebuah sisi aktif. BslI mengenali sekuens palindromik dan merupakan suatu heterotetramer. Enzim subtipe IIs merupakan enzim restriksi yang berukuran sedang, yaitu 400-650 asam amino. Sekuens pengenalannya bersifat non palindromik, kontinu, dan asimetrik. Struktur subunitnya berupa suatu monomer yang
10
memiliki dua buah domain, yaitu domain pengikatan DNA dan domain pemotongan DNA. Contohnya adalah enzim FokI (Pingoud et al., 1993). Subtipe enzim restriksi yang berbeda dengan enzim subtipe lainnya adalah enzim tipe IIm. Enzim ini dapat mengenali DNA yang termetilasi. Aktivitas ini dimiliki oleh enzim BisI yang diteliti oleh Chmusz et al. (2005) dan GlaI yang diteliti oleh Chernukin et al. (2005). Kedua enzim ini memotong sekuens spesifik pada DNA yang termetilasi, yaitu sekuens 5’-G (5mc) NGC-3’ untuk BisI dan 5’-G(m5c) GC-3’ untuk GlaI. Enzim-enzim yang memiliki karakteristik unik ini diduga terlibat dalam tahap proteksi sel bakteri terhadap infeksi dari DNA bakteriofage yang termetilasi. D. KARAKTERISTIK ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI Enzim restriksi membutuhkan kondisi tertentu untuk menghasilkan aktivitas pemotongan yang optimum, seperti suhu, pH, kekuatan ionik, ion Mg2+, waktu reaksi, dan aditif penstabil (Pingoud et al., 1993). Setiap parameter tersebut mempengaruhi kondisi reaksi optimum pemotongan substrat DNA oleh enzim. 1. Suhu Suhu optimum suatu enzim adalah suhu dimana aktivitas enzim dapat menjadi maksimum. Peningkatan suhu dapat menyebabkan kenaikan laju reaksi enzim karena bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi, dan rotasi enzim dengan substrat. Hal tersebut memperbesar peluang enzim untuk bereaksi (Suhartono, 1989). Suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan inaktivasi enzim. Suhu yang terlalu tinggi juga dapat mempercepat pemecahan atau kerusakan enzim karena denaturasi protein enzim pada suhu tinggi. Sebagian besar enzim endonuklease restriksi memiliki suhu optimum sekitar 37oC. Beberapa enzim restriksi yang diperoleh dari bakteri thermofilik memiliki aktivitas pemotongan optimum pada suhu tinggi (Pingoud et al., 1993).
11
2. pH Semua reaksi enzim dipengaruhi pH medium tempat reaksi terjadi sehingga diperlukan buffer untuk mengontrol pH reaksi. Pada umumnya, enzim aktif pada pH netral, yaitu pH cairan mahluk hidup. Namun, kisaran kereaktifan enzim dapat mencapai pH 5-9 (Suhartono, 1989). Menurut Pingoud et al. (1993), hampir semua enzim restriksi bekerja dengan baik pada kisaran pH 7.2-8.0. 3. Kekuatan Ionik Kekuatan ionik mempengaruhi aktivitas suatu enzim. Keakuratan dan aktivitas enzim restriksi sangat dipengaruhi oleh kekuatan ionik. Penambahan garam KCl atau NaCl ke dalam buffer Tris-HCl dapat dilakukan untuk mengatur kekuatan ionik. Konsentrasi garam dan kekuatan ionik yang tepat sangat diperlukan karena kekuatan ionik yang rendah akan menginduksi aktivitas bintang dan kekuatan ionik yang terlalu tinggi akan mengaktivasi endonuklease non spesifik kontaminan atau menghambat enzim restriksi itu sendiri. Hampir semua enzim restriksi dapat menerima kekuatan ionik dari NaCl (50-150 mM) maupun KCl (10150 mM), namun beberapa enzim restriksi hanya aktif pada kekuatan ionik yang diberikan oleh KCl, seperti enzim SmaI (Pingoud et al., 1993). 4. Pengaruh Kation Beberapa enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain asam amino, seperti enzim ribonuklease pankreas. Namun, enzim lain membutuhkan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya (kofaktor). Kofaktor dapat berupa kation yang biasanya merupakan ion-ion logam seperti Mg2+, Zn2+, Sn2+, dan Mn2+ (Lehninger, 1982). Ketersediaan Ion Mg2+ sangat penting bagi aktivitas enzim endonuklease restriksi. Ion Mg2+ diduga berperan sebagai aktivator molekul air untuk membentuk nukleofil yang dibutuhkan atau untuk menyebabkan polarisasi ikatan fosfodiester yang akan dipotong (Pingoud et al., 1993). Konsentrasi optimum sekitar 5-10 mM MgCl2.
12
5. Waktu Reaksi Lamanya waktu reaksi enzim ditentukan oleh unit aktivitas enzim. Enzim yang memiliki unit aktivitas tinggi tidak membutuhkan waktu reaksi yang terlalu lama. Satu unit didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk memotong (digest) 1 μg DNA fage lambda dalam waktu 1 jam dengan total volume reaksi sebesar 50 μl (Sambrook et al., 1989). Penggunaan enzim dalam jumlah yang lebih sedikit dimungkinkan dengan
memperpanjang
waktu
reaksi.
Hal
tersebut
tidak
akan
menimbulkan masalah kecuali jika terdapat kontaminasi nuklease lainnya (Pingoud et al., 1993). 6. Aditif Penstabil Enzim restriksi juga memiliki kebutuhan akan aditif penstabil untuk mencegah terjadinya oksidasi residu sistein. Aditif yang umum digunakan adalah 1,4-dithiothreitol, 1,4-dithioeritritol, atau β-merkaptoetanol. Selain itu, aditif juga berfungsi mencegah terjadinya agregasi dan presipitasi. Dalam hal ini, aditif yang umum digunakan adalah Tween, Lubrol, Triton X-100, deterjen lainnya, atau Bovine Serum Albumin (BSA) (Pingoud et al., 1993). Menurut Davis et al.(1986), faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kondisi-kondisi reaksi seperti kemurnian DNA dan keadaan enzim itu sendiri juga mempengaruhi aktivitas enzim. Metilasi DNA, ikatan dengan protein atau kekentalan yang berlebihan dari DNA berberat molekul tinggi dalam larutan yang pekat dapat menurunkan efisiensi pemotongan oleh enzim. Pada umumnya, DNA yang dipotong harus bebas dari pengotor. Adanya RNA dan DNA utas tunggal tidak berpengaruh buruk terhadap aktivitas enzim restriksi. Kondisi buffer reaksi optimum untuk beberapa jenis enzim endonuklease restriksi dapat dilihat pada Tabel 3.
13
Tabel 3. Buffer reaksi optimum enzim restriksi (Pingoud et al., 1993) Suhu optimum
Keterangan
8.0
Jenis dan konsentrasi garam KCl 150 mM
37oC
BamHI
7.9
NaCl 100 mM
37oC
EcoRI
7.5
NaCl 50 mM
37oC
HindIII
8.0
NaCl 50 mM
37oC
MboII
7.4
KCl 10 mM
37oC
TaqI
8.4
NaCl 100 mM
65oC
XhoI
8.0
NaCl 150 mM
37oC
KCl dapat digantikan oleh NaCl Konsentrasi garam >100 mM menurunkan aktivitas Konsentrasi garam < 50 mM menginduksi star activity Konsentrasi garam < 50 mM dan >100 mM menurunkan aktivitas Tidak sensitif terhadap konsentrasi garam Aktivitas pada 37oC setengah kali aktivitas pada 65oC Membutuhkan 0.01% Triton
Nama enzim
pH optimum
AhaI
E. DETEKSI AKTIVITAS ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI 1. Digesti Kemampuan enzim endonuklease restriksi untuk mengenali dan memotong pada situs tertentu dapat dibuktikan dengan mereaksikan enzim tersebut dengan substrat DNA (digesti). Substrat DNA akan mengalami pemotongan jika terdapat sekuens yang sesuai dengan sekuens spesifik enzim restriksi. Pengujian aktivitas restriksi enzim dilakukan dengan mereaksikan enzim dengan dua macam substrat DNA, yaitu DNA plasmid dan DNA fage lambda, dalam kondisi reaksi yang dioptimalkan dengan penambahan buffer reaksi.
14
a. Plasmid sebagai substrat DNA plasmid adalah DNA sirkuler berutas ganda yang terdapat dalam suatu bakteri sebagai DNA ekstrakromosomal yang independen dan dapat bereplikasi sendiri (Glick dan Pasternak, 2003). Ukuran plasmid beragam mulai dari 1 kpb sampai lebih dari 500 kpb. Plasmid memiliki beberapa fenotipe, yaitu resisten terhadap antibiotik tertentu, memproduksi antibiotik, mendegradasi senyawa organik kompleks, produksi kolisin dan enterotoksin, dan modifikasi atau restriksi oleh enzim (Old dan Primrose, 1989). Suatu plasmid dapat dipotong oleh enzim restriksi karena adanya situs pengenalan dan pemotongan oleh enzim restriksi dalam suatu plasmid. Menurut Lehninger (1982), plasmid memiliki dua sifat istimewa yaitu dapat melewati sel (pindah dari satu sel ke sel lain) dan dapat bersatu dengan gen asing secara mudah serta dapat diangkut ke dalam sel bakteri. Umumnya plasmid berbentuk molekul DNA sirkuler berutas ganda.
Jika
kedua
utas
berupa
lingkaran
utuh,
molekulnya
digambarkan sebagai CCC (Covalently Closed Circular) DNA yang berarti lingkaran tertutup kovalen. Apabila hanya satu utas yang utuh, molekulnya digambarkan sebagai OC DNA atau lingkaran terbuka (open circular). Ketika diisolasi dari sel, CCC memiliki defisiensi lengkungan pada heliks rangkap sehingga terbentuk konfigurasi kumparan terpilin (superkoil) (Old dan Primrose, 1989). Perbedaan konfigurasi struktural menyebabkan OC DNA terpisah pada elektroforesis dengan agarosa. Bentuk DNA superkoil memiliki pergerakan tercepat. Plasmid yang memiliki satu situs pemotongan akan mengalami perubahan bentuk jika terpotong. Menurut Roberts dan Halford (1993), pemotongan yang kurang sempurna akan menghasilkan bentuk OC DNA yang menyertai bentuk linier. Pada hasil elektroforesis, plasmid OC akan mengalami pergerakan terlambat sehingga jika ketiga konformasi plasmid dielektroforesis bersama, plasmid superkoil akan bergerak paling cepat, diikuti plasmid linier dan plasmid OC (Brown, 1990).
15
Plasmid pUC 19 merupakan salah satu plasmid rekombinan yang sering digunakan dalam rekayasa genetika. Plasmid ini memiliki copy number yang tinggi (500-700) dan ukuran yang relatif kecil 2686 pb (Yanisch-Perron, 1985). Pembawa (carrier) plasmid pUC 19 adalah E.coli sehingga plasmid harus diisolasi terlebih dahulu dari sel E.coli untuk memperoleh plasmid. Plasmid ini memiliki gen tahan terhadap antibiotik ampisilin sehingga media pertumbuhan E.coli carrier plasmid pUC 19 harus ditambahkan ampisilin.
Gambar 3. Peta restriksi plasmid pUC 19 (Yanisch-Perron, 1985) b. DNA fage lambda sebagai substrat DNA fage lambda merupakan salah satu DNA yang paling banyak digunakan sebagai vektor dalam kloning karena sekuensnya tidak analog dengan DNA kromosomal. DNA ini memiliki banyak situs yang dapat dikenali dan dipotong oleh sebagian besar enzim restriksi. Ukuran DNA fage lambda cukup besar, yaitu 48.502 pb. Ujung-ujung utas ganda liniernya adalah ujung menggantung 5’ sebanyak 12 pb yang bersifat komplementer (Old dan Primrose, 1989).
16
Banyaknya situs yang dapat dikenali oleh enzim restriksi memungkinkan penggunaan DNA fage lambda untuk deteksi aktivitas restriksi yang mungkin dimiliki oleh enzim yang baru ditemukan. Digesti menggunakan DNA fage lambda dapat dilakukan pada awal deteksi maupun akhir (setelah deteksi aktivitas restriksi enzim dengan menggunakan substrat plasmid). Ukuran DNA fage lambda cukup besar sehingga sangat memungkinkan enzim-enzim restriksi jenis baru untuk memotong sekuens DNA sesuai dengan situs pengenalan dan pemotongan enzim.
Gambar 4. Peta restriksi DNA fage lambda (Daniels, 1983)
17
2. Elektroforesis Agarosa Elektroforesis digunakan untuk memisahkan fragmen DNA utas ganda pada pH netral. DNA akan bermuatan negatif pada pH netral sehingga sampel DNA dalam sumur gel agarosa atau gel akrilamid akan bergerak dari katoda ke anoda bila diberikan aliran listrik. Mobilitas fragmen DNA dalam elektroforesis tergantung pada ukuran fragmen dan komposisi basa atau sekuens DNA (Sealey dan Southern, 1988). Gel agarosa merupakan salah satu gel elektroforesis yang dapat digunakan dalam pengujian ukuran, keutuhan, homogenitas, dan kemurnian DNA. Agarosa merupakan polimer linier yang diperoleh dari ekstrak rumput laut. Gel agarosa dibuat dengan mencampurkan larutan buffer yang sesuai kemudian dipanaskan hingga menjadi bening. Larutan yang bening dan encer tersebut dituang ke dalam cetakan kemudian dibiarkan sampai membeku. Agarosa membentuk gel pada kondisi dingin akibat adanya ikatan hidrogen. Ukuran pori yang terbentuk ditentukan oleh konsentrasi agarosa (Boffey, 1986). Konsentrasi agarosa yang semakin tinggi membuat ukuran pori semakin kecil sehingga kemampuan untuk memisahkan fragmen DNA berukuran kecil lebih baik (Sambrook et al., 1989). Tabel 4. Konsentrasi agarosa (Sambrook et al., 1989) Jumlah agarosa dalam gel (% w/v) 0.3 0.6 0.7 0.9 1.2 1.5 2.0
Daerah pemisahan yang efisien untuk molekul DNA linier (kb) 5-60 1-20 0.8-10 0.5-7 0.4-6 0.2-3 0.1-2
Perlengkapan utama yang dibutuhkan pada proses elektroforesis adalah sumber arus listrik dan sistem buffer reservoir. Sistem buffer dalam elektroforesis berfungsi mempertahankan pH konstan di dalam reservoir dan gel serta bertindak sebagai elektrolit penghantar arus listrik dalam medan listrik. Gel biasanya direndam satu milimeter di bawah permukaan
18
buffer dan DNA dicampur dengan bahan berdensitas tinggi seperti sukrosa, ficoll,atau gliserol sebelum dimasukkan ke dalam sumur gel. Bahan pemberat ini dicampur dengan bahan pewarna bromfenol biru dan xylene cyanol di dalam larutan penghenti reaksi atau blue juice (Suwanto, 1993).
Penambahan
blue
juice
(gel
loading
buffer)
bertujuan
meningkatkan densitas sampel dan memberikan warna pada sampel untuk mempermudah
pengamatan
jalannya
elektroforesis
(Sambrook
et
al.,1989). Kemudian gel direndam dalam larutan etidium bromida untuk perwarnaan. Jika elektroforesis telah selesai, dilakukan destaining. Destaining berfungsi menghilangkan etidium bromida yang terikat non spesifik pada bagian gel selain DNA. Gel diamati dengan UVtransilluminator. Sinar UV yang dipakai terdiri dari dua macam, yaitu gelombang pendek (280 nm) dan gelombang panjang (310-320 nm). Gel biasanya dipotret dengan filter jingga untuk menyaring UV sehingga diperoleh gambar hitam putih yang jelas (Suwanto, 1993).
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN Isolat bakteri yang digunakan adalah isolat bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, yaitu Rhodobacter sp.(RshMW4, RshMW5, RshMW7, RshMW9, dan RshMW10), Pseudomonas syringae, Bacillus pumilus Y1, dan beberapa isolat bakteri asal tongkol jagung (MBXi K1, MBXi K2, MBXi P1, Xilanase negatif A). Plasmid diperoleh dengan menggunakan isolat E.coli DH5α carrier plasmid pUC 19. Media pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah media Luria Bertani (LB) yang terdiri dari tripton, ekstrak khamir, dan garam NaCl dengan pH 7.0. Penambahan
antibiotik
ampisilin
dilakukan
pada
pembuatan
media
pertumbuhan E.coli pembawa plasmid. Buffer yang digunakan pada tahap sonikasi terdiri dari Tris-HCl 10 mM pH 7.5, Na2EDTA 1 mM, dan β-merkaptoetanol 7 mM. Enzim restriksi diekstrak dengan akuabides steril, NaCl 2 M, dan polimer konsentrat. Polimer konsentrat terdiri dari polietilen glikol (PEG) 6000 28.4% (w/w) dan dekstran T500 7.1% (w/w). Ekstrak enzim restriksi yang diperoleh diuji aktivitasnya dengan bahanbahan seperti buffer reaksi yang dibuat menjadi stok 10 kali, DNA fage lambda komersial dari Fermentas, DNA plasmid hasil isolasi, enzim restriksi komersial PstI dari Gibco BRL, BamHI dan HindIII dari NEB, dan akuabides steril. Buffer reaksi 10 x terdiri dari Tris-HCl 100 mM pH 7.5, MgCl2 70 mM, dan β-merkaptoetanol 70 mM atau Dithiothreitol 10 mM yang dibuat dengan penambahan konsentrasi garam NaCl, KCl, dan CaCl2 yang bervariasi (50 mM, 100 mM, dan 150 mM) dan penambahan BSA. Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis gel agarosa terdiri dari blue juice, gel agarosa, buffer TAE 1x, dan etidium bromida. Komposisi blue juice dan buffer TAE dapat dilihat pada Lampiran 2.
20
B. ALAT Alat-alat yang digunakan adalah sentrifus mikro berpendingin Tommy, eppendorf, tips, pipet mikro, sonikator soniprep-150, shaker, neraca analitik, pH
meter,
otoklaf,
refrigerator,
freezer
-20oC,
vorteks,
perangkat
elektroforesis, UV-transilluminator, Gene Evaporator, dan alat-alat gelas. C. METODE PENELITIAN 1. Penumbuhan Kultur Bakteri Isolat bakteri yang ada disegarkan kembali dengan cara digoreskan pada media padat Luria Bertani (LB Agar) kemudian dilihat apakah ada kontaminasi kultur. Koloni yang tumbuh pada media padat tersebut diambil satu ose dan diinokulasikan pada media LB cair (pembuatan sub kultur). Media yang telah ditumbuhi bakteri tersebut kemudian ditambahkan pada media cair produksi untuk produksi sel bakteri. Media cair (media produksi sel bakteri) yang telah diinokulasi tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 1-2 hari. 2. Kultivasi Sel Media LB yang telah diinkubasi tersebut dipindahkan ke dalam eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC selama 10 menit. Pelet sel pada bagian bawah tabung dikumpulkan, sedangkan cairan supernatan dibuang. Kultivasi sel Rhodobacter sp tidak dilakukan karena peneliti sudah menerima dalam bentuk pelet sel. 3. Pemecahan Membran Sel (Rusli, 2006) Pelet sel yang terkumpul disuspensikan dengan buffer sonikasi yang terdiri dari Tris-HCl 10 mM pH 7.5, Na2EDTA 1 mM, dan βmerkaptoetanol 7 mM. Suspensi bakteri tersebut disonikasi diskontinu, yaitu sonikasi selama 30 detik sebanyak 4 x yang diselingi istirahat selama 2 menit di antara setiap ulangan dengan amplitudo 15-16 μm. Selama sonikasi, tabung yang berisi suspensi bakteri direndam dalam wadah berisi es untuk menjaga agar suhu suspensi tetap di bawah 10oC.
21
Suspensi bakteri yang telah disonikasi dipindahkan ke dalam beberapa tabung mikro steril dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC selama 30 menit untuk mengendapkan sel-sel debris. Supernatan yang terbentuk mengandung enzim restriksi dan akan digunakan dalam proses ekstraksi. 4. Ekstraksi Enzim Restriksi (Rusli, 2006) Ke dalam tabung mikro steril diisikan 255 μl akuabides steril, 45 μl NaCl 2 M, dan 300 μl polimer konsentrat. Tabung mikro yang berisi campuran tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang berisi es agar suhunya menjadi sekitar 4oC. Sebanyak 600 μl supernatan hasil sentrifugasi ditambahkan ke dalam campuran dan divorteks secara diskontinu, yaitu divorteks selama 1-2 detik sebanyak 10 kali. Di antara setiap ulangan, tabung dimasukkan ke dalam es sehingga suhunya dapat dipertahankan sekitar 4oC. Kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC selama 15 menit untuk mengendapkan asam nukleat. Enzim restriksi yang diinginkan berada pada bagian supernatan. Ekstraksi diulangi kembali dengan cara menambahkan 300 μl polimer
konsentrat ke dalam tabung mikro steril dan dimasukkan ke
dalam es. Sebanyak 900 μl cairan supernatan hasil sentrifugasi pada ekstraksi tahap pertama ditambahkan ke dalam tabung mikro tersebut. Campuran divorteks secara diskontinu dan disentrifugasi pada kondisi yang sama dengan ekstraksi tahap pertama. Tahap ekstraksi dengan polimer konsentrat dapat diulangi dengan cara yang sama. Enzim restriksi pada bagian supernatan dapat diuji aktivitasnya. 5. Isolasi Plasmid (Sambrook et al., 1989 yang telah dimodifikasi) Kultur E.coli DH5α pUC 19 ditumbuhkan selama semalam dalam 25 ml LB yang telah ditambahkan antibiotik (ampisilin). Kultur dipelet dalam eppendorf dengan sentrifus mikro berkecepatan 12.000 rpm suhu 4oC selama 10 menit. Perlakuan tersebut diulangi hingga kultur habis. Pelet sel
22
diresuspensi dengan 150 μl Larutan 1 (Tris-HCl 25 mM, glukosa 50 mM, Na2EDTA 10 mM) dingin kemudian divorteks. Larutan 2 (NaOH 0.2 M, 1% SDS) sebanyak 150 μl (dibuat segar) ditambahkan ke dalam campuran. Kemudian eppendorf dibolak-balik 5 kali secara cepat dan tidak divorteks. Lisis sel ditandai dengan terbentuknya cairan jernih dan kental. Lalu ke dalam campuran ditambahkan 150 μl Larutan 3 (NaAsetat 1.32 M yang ditambahkan asam asetat hingga pH 4.8) dingin kemudian divorteks selama 10 detik. Selanjutnya, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC, dan bagian supernatannya dipisahkan ke dalam eppendorf lain. Supernatan tersebut ditambahkan PCI (Phenol:Chloroform:Isoamyl Alcohol – 25:24:1), divorteks selama 10 detik dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 20oC (volume PCI yang ditambahkan sebanyak volume supernatan). Campuran akan membentuk dua lapisan dan lapisan atas akan dipindahkan ke eppendorf steril lain dan dipresipitasi selama 2 jam dalam freezer dengan menambahkan etanol absolut dan larutan Na-Asetat 3 M/Asam asetat glasial pH 5.2. Setelah inkubasi selesai, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4oC. Endapan yang terbentuk dibilas dengan etanol 70% kemudian dikeringkan dengan Gene Evaporator. Setelah kering, pelet dilarutkan dalam buffer TE (Tris-HCl 10 mM pH 8.0, EDTA 1 mM pH 8.0) bila ingin disimpan dalam freezer atau akuabides steril bila ingin langsung dipakai. 6. Digesti Substrat DNA dan Plasmid Digesti dilakukan dengan mencampurkan 16 μl ekstrak enzim, 2 μl plasmid, dan 2 μl buffer reaksi stok 10x atau 16 μl ekstrak enzim, 2 μl DNA fage lambda, dan 2 μl buffer reaksi stok 10x. Campuran tersebut diinkubasi selama semalam (over night digest selama 16 jam) pada suhu 37oC.
23
7. Elektroforesis Gel Agarosa (Rusli, 2006) Aktivitas pemotongan oleh enzim restriksi dihentikan dengan memindahkan campuran enzim restriksi-substrat-buffer ke dalam freezer. Hasil reaksi diuji dengan elektroforesis gel agarosa 1% atau 0.8%. Sebanyak 0.25 g agarosa dicampur dengan 25 ml buffer TAE 1x untuk membuat gel kecil 1% atau 0.4 g agarosa dengan 40 ml buffer TAE 1x untuk membuat gel besar. Campuran agarosa dan buffer TAE dipanaskan hingga mendidih dan bening kemudian didinginkan sampai suhu 55-60oC, kemudian dituang ke dalam cetakan yang telah diberi sisir. Setelah gel membeku, sisirnya diambil dan gel diletakkan dalam wadah elektroforesis. Wadah elektroforesis diisi dengan buffer TAE 1 x sampai gel berada +1 mm di bawah permukaan cairan buffer. Sampel yang akan dianalisis ditambah dengan 2 μl blue juice. Sebanyak 20 μl sampel dimasukkan ke dalam sumur gel. Untuk menentukan ukuran fragmen, sebanyak 3 μl marker DNA 1kb juga dimasukkan ke dalam salah satu sumur gel. Pelindung ditutup dan alat elektroforesis dijalankan pada tegangan 100 V selama 30 menit. Setelah proses elektroforesis selesai, gel direndam dalam larutan etidium bromida selama 15-20 menit untuk proses staining. Proses destaining dilakukan dengan cara merendam gel dalam akuades selama 10-15 menit. Pita-pita DNA yang terbentuk diamati dengan UVtransilluminator.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI ENZIM RESTRIKSI Ekstraksi enzim restriksi dari bakteri diawali dengan pemecahan membran sel (lisis sel) bakteri karena enzim restriksi merupakan enzim intraseluler. Enzim intraseluler merupakan enzim yang disintesis oleh sel dan disekresikan dalam sel sehingga dibutuhkan pemecahan membran sel untuk memperolehnya. Metode yang dapat digunakan untuk memecahkan membran sel bakteri cukup bervariasi. Menurut Suhartono (1989), pemecahan membran sel dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara kimia dan fisik. Pemecahan secara kimiawi dapat dilakukan dengan menambahkan lisozim dan deterjen (sodium lauril sulfat dan Triton X 100). Lisozim terutama ditambahkan jika bakteri tersebut merupakan bakteri Gram positif. Pemecahan secara fisik dapat dilakukan dengan metode sonikasi, French pressure, freeze thaw, hammer mill, kejutan osmotik, dan homogenasi. Penambahan senyawa tertentu seperti bubuk alumina, pasir, dan silika juga sering dilakukan untuk membantu pemecahan membran sel. Metode yang digunakan untuk isolasi enzim restriksi cukup bervariasi. Yun et al.(1995) menggunakan bead beater untuk melisis sel Streptomyces violochromogenes D2-5 dan memperoleh enzim SviI. Lynn et al.(1980) menggunakan French pressure untuk melisis sel Rhodopseudomonas sphaeroides. Sel yang diresuspensikan buffer dengan perbandingan 1:2 (w/v) dihancurkan dengan menggunakan metode French pressure berkekuatan 20.000 lb/in2. Lisis sel Anoxybacillus flavithermus dilakukan dengan menggunakan manik-manik gelas berdiameter 2 mm yang divorteks diskontinu (Sharma et al., 2003). Degtyarev et al.(2007) menggunakan sonikasi diskontinu untuk melisis sel Pseudomonas species SE-G49 yang menghasilkan enzim PsiI. Demikian juga dengan Welch dan Williams (1995) yang menggunakan sonikasi diskontinu untuk melisis sel Thermus sp. dan Thermus SM49 untuk memperoleh enzim Tsp4CI dan Tsp49I. Sonikasi kontinu dilakukan oleh Imber dan Bickle (1981) untuk melisis sel Bacillus globigii dan memperoleh enzim BglII.
25
Metode pemecahan sel yang dilakukan dalam penelitian adalah metode sonikasi dengan menggunakan alat sonikator. Alat sonikator akan memberikan getaran (vibrasi) dengan amplitudo tertentu dan frekuensi tinggi sehingga timbul gesekan mekanis pada membran sel dan membran sel akan hancur (Bollag dan Edelstein, 1991). Amplitudo yang digunakan adalah sebesar 15-16 μm. Gesekan mekanis akan menimbulkan energi mekanis berupa panas yang dapat merusak enzim restriksi sehingga suhu suspensi sel harus dipertahankan di bawah 10oC selama sonikasi. Suhu dapat dipertahankan dengan merendam wadah yang berisi suspensi sel dalam es. Selain itu, kenaikan suhu dapat dicegah dengan melakukan sonikasi diskontinu, yaitu sonikasi yang diselingi istirahat selama dua menit diantara setiap ulangan sonikasi. Sonikasi yang berlebihan dapat menghasilkan debris sel yang sangat halus sehingga mempersulit pemisahan enzim dari debris dengan cara sentrifugasi. Berdasarkan penelitian Juliana (1996), Setiawan (1998), dan Rusli (2006), pengulangan sonikasi dilakukan sebanyak 4 kali untuk semua jenis bakteri kecuali Pseudomonas sp.. Pengulangan sonikasi dilakukan sebanyak 6 kali karena membran sel belum sepenuhnya terpecah pada ulangan sonikasi keempat (Rusli, 2006). Hal tersebut dapat diamati dengan mengunakan mikroskop. Dengan demikian, tidak semua jenis bakteri membutuhkan ulangan sonikasi yang sama karena sifat morfologi bakteri yang berbeda, misalnya penghasil lendir atau kapsul. Bakteri tersebut mungkin akan membutuhkan pengulangan sonikasi yang lebih banyak untuk memastikan membran sel bakteri tersebut telah terpecah. Menurut Imber dan Bickle (1981), lisis sel Bacillus globigii dengan sonikasi membutuhkan waktu selama 5 menit untuk pelet sel sebanyak 250 gram, sedangkan pelet sel bakteri Thermus sp. hanya membutuhkan sonikasi diskontinu 3 x 30 detik (Welch dan Williams, 1995). Waktu sonikasi yang digunakan untuk melisis sel Pseudomonas species SE-G49 adalah 7 x 45 detik (Degtyarev et al, 2007) Perbandingan metode-metode yang digunakan untuk melisis sel bakteri dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi pada berbagai penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
26
Tabel 5. Metode lisis sel dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi Organisme penghasil Pseudomonas species SE-G49 (Degtyarev et al.,2007)
Nama enzim PsiI
Bacillus globigii (Imber dan Bickle, 1981)
BglII
Sonikasi kontinu (5 menit)
Anoxybacillus flavithermus (Sharma et al., 2003)
BflI
Vorteks diskontinu dengan manikmanik gelas (510x selama 1 menit)
Thermus sp. ; Thermus SM49 (Welch dan Williams 1995; Ibid, 1996) Streptomyces violochromogenes D2-5 (Yun et al., 1995) Rhodopseudomonas sphaeroides (Lynn et al., 1980)
Sonikasi diskontinu (7x, @ 45 detik)
Tsp4CI Sonikasi Tsp49I diskontinu (3 x 30 detik)
SviI
RsaI
Rhodobacter sphaeroides MW5 (Juliana, 1996; Setiawan, 1998) Isolat Xilanase negatif A (Rusli, 2006) Penelitian ini
Metode lisis sel
Komposisi buffer sonikasi 10 mM Tris-HCl 0.1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol 1 mM phenylmethylsulfonyl fluoride (PMSF) 0.01% Triton X-100 20 mM Tris-HCl 0.1 mM EDTA 7 mM β-merkaptoetanol pH 8.0 100 μg/ml lisozim 10 mM Tris-HCl 1 mM EDTA 10 mM MgCl2 5 mM β-merkaptoetanol 5 mM PMSF pH 8.0 20 mM Tris-HCl 0.1 mM EDTA 2 mM dithiothreitol pH 7.6
10 mM Potassium fosfat 10 mM β-merkaptoetanol 5 % gliserol pH 6.5 French pressure 10 mM Potassium fosfat 20.000 lb/in2 0.1 mM EDTA 10 mM β-merkaptoetanol 0.05 mM PMSF pH 7.4 10 mM Tris-HCl Sonikasi 1 mM EDTA diskontinu 7 mM β-merkaptoetanol (4 x 30 detik) pH 7.5 10 mM Tris-HCl Sonikasi 1 mM EDTA diskontinu 7 mM β-merkaptoetanol (4 dan 6 x 30 pH 7.5 detik) Sonikasi 10 mM Tris-HCl diskontinu 1 mM EDTA (4 dan 6 x 30 7 mM β-merkaptoetanol detik) pH 7.5 Bead beater
27
Pemecahan membran sel setelah sonikasi menyebabkan komponen intraseluler sel tidak terlindungi lagi, seperti protein-protein intrasel yang mudah teroksidasi dan terdegradasi akibat aktivitas enzim protease ekstraseluler. Oksidasi juga dapat terjadi pada enzim, khususnya sisi aktif enzim. Gugus sulfidril yang terdapat pada residu sistein dapat teroksidasi dan membentuk ikatan disulfida dengan gugus sulfidril lain. Hal tersebut dapat menurunkan aktivitas enzim akibat kerusakan enzim. Proses oksidasi dapat terjadi karena adanya ion-ion logam atau ion divalen yang dapat mengaktifkan molekul oksigen dan membentuk kompleks dengan gugus sulfidril. Proses oksidasi tersebut dapat dicegah dengan penambahan antioksidan pada larutan resuspensi sel atau buffer sonikasi. Senyawa yang digunakan adalah β-merkaptoetanol yang merupakan senyawa tiol. β-merkaptoetanol merupakan senyawa pereduksi yang berfungsi melindungi gugus sulfidril enzim dari oksidasi dengan cara mereduksi ikatan disulfida. Dengan tereduksinya ikatan disulfida, sisi aktif enzim akan terlindungi dari reaksi oksidasi. Konsentrasi β-merkaptoetanol dalam buffer sonikasi adalah 7 mM. Menurut Rusli (2006), konsentrasi yang rendah akan mengakibatkan βmerkaptoetanol teroksidasi dalam waktu singkat sehingga tidak mampu memberikan perlindungan lebih lama. β-merkaptoetanol juga dapat berikatan dengan sisi aktif enzim sehingga mempercepat inaktivasi enzim yang diekstrak. Alberts et al. (1983) juga menyebutkan bahwa β-merkaptoetanol ditambahkan untuk merusak ikatan disulfida pada protein. Senyawa lain yang berfungsi
sama
dengan
β-merkaptoetanol
adalah
dithiothreitol
dan
dithioeritritol. EDTA merupakan senyawa pengkelat yang dapat mengkelat ion-ion logam sehingga ion logam tidak membentuk kompleks dengan gugus sulfidril pada sisi aktif enzim. Pengkelatan ion logam oleh EDTA akan menghambat reaksi oksidasi gugus sulfidril pada sisi aktif enzim. Selain itu, EDTA juga dapat mengikat ion-ion divalen yang diperlukan untuk aktivitas enzim protease ekstraseluler sehingga mencegah degradasi proteolitik enzim restriksi oleh enzim protease tersebut.
28
B. PEMISAHAN MATERI GENETIK BAKTERI Ekstrak enzim yang diperoleh setelah sonikasi dipisahkan dari debris sel dengan sentrifugasi. Debris sel akan mengendap karena memiliki berat molekul yang lebih besar daripada enzim restriksi sehingga ekstrak enzim akan berada pada bagian supernatan. Ekstrak enzim yang diperoleh merupakan ekstrak enzim kasar. Ekstrak enzim tersebut dapat langsung digunakan untuk uji aktivitas, namun masih terdapat partikel pengotor seperti materi genetik bakteri dan kontaminan nuklease spesifik lainnya. Enzim restriksi yang digunakan harus bebas dari DNA bakteri karena DNA bakteri dapat berikatan dengan enzim restriksi (inhibitor enzim). Selain itu, DNA bakteri yang tidak dipisahkan akan muncul sebagai fragmen-fragmen dalam elektroforesis
sehingga
dapat
menyebabkan
kesalahan
analisis
hasil
pemotongan enzim restriksi. Metode yang digunakan untuk memisahkan protein adalah metode pemisahan dua fase. Menurut Frank (1993), makromolekul seperti protein dan asam nukleat akan memisah berdasarkan struktur dan komposisi ionik dalam sistem fase. Sistem dua fase diperoleh dengan mencampurkan dua polimer dalam air. Polimer yang dipelajari dan banyak digunakan adalah PEG dengan dekstran atau PEG dengan garam seperti kalium fosfat (Kula (1979) dan Albertsson (1986) di acu dalam Andrew dan Asenjo (1989)). Penambahan polietilen glikol (PEG) akan menyebabkan terjadinya hidrasi molekul air sehingga protein akan bersatu membentuk endapan. Menurut Suwanto et al., (1993), keuntungan penggunaan PEG adalah tidak bersifat toksik, tidak mudah terbakar, dan memiliki efek protektif terhadap protein. Suhartono (1989) juga menyebutkan bahwa enzim-enzim stabil dalam fase PEG. Sistem dua fase yang terdiri atas dekstran dan PEG sering digunakan untuk pemisahan enzim, protein, dan antibiotik. Paquet et.al. (1993) menggunakan sistem ini untuk memisahkan antibiotik pristinamycins. Polimer lain yang sering digunakan dalam presipitasi asam nukleat adalah PEI (polietilen imin). Menurut Imber dan Bickle (1981), PEI yang digunakan adalah PEI 10% dengan konsentrasi akhir pada supernatan sebesar 1% dan garam yang digunakan adalah NaCl dengan konsentrasi akhir 0.2 M.
29
Chandrashekaran et al. (1999) menggunakan PEI dengan konsentrasi akhir 1% dan KCl 0.25 M untuk ekstraksi enzim KpnI. PEI juga digunakan untuk ekstraksi enzim AbeI oleh Vitkute et al. (1998). Konsentrasi akhir PEI adalah 0.2% dengan pH 7.5 dan garam KCl untuk presipitasi asam nukleat. Perbandingan metode yang digunakan untuk presipitasi asam nukleat dalam isolasi enzim restriksi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Metode ekstraksi enzim endonuklease restriksi Nama enzim BalI (Gelinas et al., 1977)
Presipitasi asam nukleat Streptomisin sulfat
Pemekatan enzim -
Purifikasi lanjut 1. kromatografi DEAESelulosa 2. kromatografi kolom fosfoselulosa (2x) 3. kromatografi kolom ωaminoheptil sepharosa 1. kromatografi kolom Heparin-Agarosa (HA) 2. kromatografi kolom DEAE-Sephacel 1. kromatografi kolom fosfoselulosa P11 2. kromatografi kolom DEAE-Selulosa 3. kromatografi Sephachryl S-200 HR 1. kromatografi kolom DEAE-Selulosa 2. kromatografi kolom Heparin Agarosa (HA)Sepharose
BglI (Imber dan Bickle, 1981)
PEI 1 % + NaCl 0.2 M
(NH4)2SO4 70%
SviI (Yun et al., 1995)
Streptomisin sulfat
(NH4)2SO4 45-80%
AbeI (Vitkute et al., 1998)
PEI 0.1 % pH 7.5 + KCl 0.1 M
(NH4)2SO4 35-50%
Ekstrak enzim Rhodobacter sp.MW 5 (Juliana, 1996) Ekstrak enzim Xilanase negatif A (Rusli, 2006) Penelitian ini
dekstran 7.1% dan PEG 6000 28.4 % (2x)
-
-
dekstran 7.1% dan PEG 8000 28.4 % (2x)
-
-
dekstran 7.1% dan PEG 6000 28.4 % (2x)
-
-
30
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan protein dalam sistem dua fase adalah jenis polimer yang digunakan, berat molekul dan ukuran polimer, konsentrasi polimer, kekuatan ion, pH, dan kemurnian larutan protein. Pada umumnya, polimer dengan berat molekul lebih besar dan konsentrasi yang lebih rendah dibutuhkan untuk pembentukan sistem dua fase. Hal lain yang dapat dilakukan untuk optimasi pemisahan dengan sistem dua fase menggunakan PEG dan dekstran adalah menggunakan PEG dengan berat molekul lebih rendah, meningkatkan berat molekul dekstran, meningkatkan pH jika digunakan fosfat, dan meningkatkan konsentrasi fosfat (Andrews dan Asenjo, 1989). Penelitian ini menggunakan sistem dua fase yang terdiri dari dekstran 7.1% dan PEG 6000 28.4 %. Menurut Juliana (1996), komposisi tersebut telah memberikan hasil yang baik dalam presipitasi asam nukleat. Pengulangan ekstraksi dengan polimer konsentrat sebanyak 2 kali menghasilkan enzim restriksi dengan aktivitas pemotongan yang baik pada substrat DNA fage lambda. Ekstraksi sebanyak 1 kali menghasilkan enzim restriksi yang tidak dapat memotong DNA fage lambda. Hal tersebut diakibatkan enzim hasil ekstraksi masih mengandung senyawa pengotor seperti asam nukleat. Ekstraksi sebanyak 3 kali juga tidak menghasilkan enzim restriksi dengan aktivitas pemotongan yang baik karena enzim mungkin ikut mengendap bersama polimer konsentrat atau mengalami kerusakan akibat ekstraksi berlebihan. Chaplin (2004) mengemukakan bahwa sistem pemisahan berdasarkan fase sangat penting dalam aplikasi bioteknologi karena pemisahan protein dapat dilakukan secara cepat tanpa merusak struktur protein itu sendiri. Sistem ini juga telah berhasil memisahkan tipe yang berbeda dari membran dan organel sel dan purifikasi enzim. Sel, protein, dan material terdistribusi dalam dua fase berdasarkan koefisien partisinya (P), yaitu :
Dimana Ct
menunjukkan konsentrasi fase atas dan Cb menunjukkan
konsentrasi fase bawah. Hasil dan efisiensi pemisahan ditentukan oleh jumlah
31
relatif material pada dua fase tersebut dan tergantung pada perbandingan volume antar fase. Nilai koefisien partisi lebih besar dari tiga dibutuhkan jika hasil (yield) diperoleh dari ekstraksi satu kali. Biasanya koefisien partisi untuk protein berkisar antara 0.01-100. Nilai koefisien partisi dalam sistem dua fase yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat (4). Dengan demikian, komposisi dekstran dan PEG 6000 tersebut cukup sesuai untuk pemisahan enzim dengan sistem dua fase. Johansson (1998) mengemukakan bahwa penambahan garam merupakan salah satu cara memberikan kekuatan ionik dalam sistem fase, yang dapat mencegah terjadinya ikatan antara enzim restriksi dengan DNA bakteri. Enzim dapat diekstraksi dari fase atas (PEG) jika dilakukan penambahan garam (Chaplin, 2004). Garam yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaCl dengan konsentrasi akhir 75 mM. Menurut Juliana (1996), penambahan NaCl sebanyak 75 mM dalam ekstraksi enzim endonuklease restriksi telah memberikan hasil yang terbaik. Konsentrasi garam yang digunakan harus diperhatikan karena konsentrasi garam sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim restriksi. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan enzim tidak mampu mengikat dan memotong substrat DNA, sedangkan konsentrasi garam yang terlalu rendah dapat menurunkan aktivitas enzim restriksi. C. PENGUJIAN AKTIVITAS EKSTRAK ENZIM RESTRIKSI Pengujian aktivitas enzim dilakukan dengan mereaksikan ekstrak enzim restriksi yang diperoleh dengan substrat berupa plasmid dan DNA fage lambda dalam kondisi reaksi yang dioptimumkan dengan penambahan buffer reaksi. Penambahan garam dilakukan pada buffer reaksi untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi garam terhadap aktivitas enzim restriksi. Aktivitas restriksi akan ditunjukkan oleh terpotongnya DNA atau plasmid menjadi fragmen yang berukuran lebih kecil. 1. Plasmid sebagai Substrat Plasmid direaksikan dengan ekstrak enzim restriksi dalam buffer reaksi. Kontrol yang digunakan adalah kontrol negatif, yaitu plasmid utuh.
32
Plasmid utuh dapat memiliki dua macam konfigurasi, yaitu superkoil dan open circular (Brown, 1990). Bentuk superkoil mengalami pergerakan tercepat dan open circular mengalami pergerakan terlambat. Plasmid yang direaksikan dengan enzim diharapkan menghasilkan plasmid linier, yaitu berupa pita yang terletak diantara pita plasmid superkoil dan open circular. Jika pemotongan kurang sempurna, bentuk open circular dan linier dapat dihasilkan (Roberts dan Halford, 1993). 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Gambar 5. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim A, Y1, K1, K2, P1, P, MW4, MW5, MW7, MW9, MW10 dengan substrat plasmid pUC 19, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1 : DNA fage lambda(10 ng/ μl) 2 : Plasmid pUC 19 utuh (070207) 3 : Plasmid pUC 19 utuh (110207) 4 : Plasmid pUC 19 utuh (070307) 5 : Ekstrak enzim Xilanase negatif A (Ekstrak A) + pUC 19 6 : Ekstrak enzim Xilanase negatif A (Ekstrak A) + pUC 19 7 : Ekstrak enzim Bacillus pumlus Y1 (Ekstrak Y1) + pUC 19 8 : Ekstrak enzim MBXi K1 (Ekstrak K1) + pUC 19 9 : Ekstrak enzim MBXi K2 (Ekstrak K2) + pUC 19 10 : Ekstrak enzim Pseudomonas syringae (Ekstrak P) + PuC 19 11 : Ekstrak enzim MBXi P1 (Ekstrak P1) + pUC 19 12 : Ekstrak enzim Rhodobacter sp.MW4 (Ekstrak 4) + pUC 19 13 : Ekstrak enzim Rhodobacter sp.MW5 (Ekstrak 5) + pUC 19 14 : Ekstrak enzim Rhodobacter sp.MW7 (Ekstrak 7) + pUC 19 15 : Ekstrak enzim Rhodobacter sp.MW9 (Ekstrak 9) + pUC 19 16 : Ekstrak enzim Rhodobacter sp.MW10 (Ekstrak 10) + pUC19
33
Gambar 5 menunjukkan hasil elektroforesis DNA plasmid yang direaksikan dengan berbagai ekstrak enzim. Sumur kedua hingga keempat adalah plasmid utuh yang memperlihatkan tiga konformasi plasmid, yaitu open circular, linier, dan superkoil. Pita plasmid pada keempat sumur tersebut merupakan kontrol negatif. Kontrol negatif digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kerusakan plasmid atau DNA akibat perlakuan fisik. Plasmid dapat mengalami perubahan konformasi karena digesti oleh enzim restriksi maupun perlakuan fisik, seperti memipet dan menggoyang. Pita paling atas pada setiap sumur adalah pita DNA genom bakteri yang masih terbawa saat isolasi plasmid. Namun kehadiran pita tersebut tidak mempengaruhi reaksi digesti plasmid oleh ekstrak enzim. Pita pada sumur kesebelas sampai sumur keenambelas tidak menunjukkan aktivitas pemotongan karena pita plasmid masih memiliki konformasi seperti pita plasmid utuh pada sumur kedua, ketiga, dan keempat sehingga dapat diperkirakan ekstrak enzim tersebut tidak memiliki aktivitas restriksi pada plasmid pUC 19. Kemungkinan terjadi kesalahan dalam tahapan proses ekstraksi enzim sehingga enzim restriksi dari Rhodobacter sp. MW4, MW5, MW7, MW9, dan MW10 tidak terekstrak. Kemungkinan lain adalah kontaminasi kultur stok atau kultur sudah tidak baru lagi (1998) sehingga bakteri yang tumbuh pada media bukan bakteri yang diinginkan. Pita pada sumur ketujuh kemungkinan menunjukkan plasmid yang telah terpotong menjadi bentuk linier seluruhnya. Konformasi open circular dan superkoil tidak ada lagi dan digantikan oleh satu pita, yaitu pita plasmid linier yang berada diantara pita plasmid open circular dan superkoil.
Pemotongan
dapat
dikatakan
cukup
sempurna
karena
konformasi plasmid yang terbentuk hanya satu jenis, yaitu linier. Indikasi pemotongan juga dapat dilihat dari turunnya pita DNA genom bakteri. Dengan demikian, ekstrak enzim yang berpotensi diujikan lebih lanjut adalah ekstrak enzim restriksi dari bakteri Y1 (Bacillus pumilus Y1). Namun, ekstrak enzim A, K1, K2, dan P juga perlu diujikan lebih lanjut dengan peningkatan jumlah enzim yang digunakan karena adanya indikasi
34
pemotongan jika dilihat dari intensitas warna terang yang memudar pada pita plasmid. Memudarnya warna (terang) pita plasmid merupakan indikasi awal bahwa enzim mungkin memotong plasmid, tetapi pemotongannya belum sempurna. Pemotongan belum sempurna akan mengakibatkan pita yang diperoleh masih seperti pita plasmid utuh namun memiliki intensitas warna (terang) yang lebih pudar. Hal tersebut dapat dilihat pada sumur kelima, kedelapan, kesembilan, dan kesebelas sehingga perlu dilakukan konfirmasi ulang. Konfirmasi dilakukan dengan melakukan digesti ulang terhadap ekstrak A, K1, K2, P, dan Y1. Jumlah enzim yang digunakan menjadi dua kali lipat dengan komposisi 32 μl ekstrak enzim, 4 μl DNA plasmid, dan 4 μl buffer reaksi stok 10 x. 1
2 3
4 5 6 7
8
Gambar 6. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim A, Y1, K1, K2, P1 (peningkatan volume enzim dua kali lipat) dengan substrat plasmid pUC 19, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1 : Plasmid pUC 19 utuh (070207) 2 : Ekstrak enzim A + pUC 19 3 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 4 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 (1x) 5 : Ekstrak enzim K1 + pUC 19 6 : Ekstrak enzim K2 + pUC 19 7 : Ekstrak enzim P1 + pUC 19 8 : Plasmid pSl utuh Gambar 6 menunjukkan hasil elektroforesis DNA plasmid yang direaksikan dengan ekstrak enzim Y1, A, K1, K2, dan P dengan
35
peningkatan volume enzim sebesar dua kali lipat. Peningkatan volume enzim dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan ekstrak memiliki aktivitas enzim restriksi, namun aktivitasnya rendah sehingga diharapkan penambahan volume enzim akan meningkatkan aktivitas restriksi yang dimiliki enzim. Pita paling atas pada setiap sumur merupakan pita DNA genom bakteri. Pita kedua, ketiga, dan keempat (dari pita paling atas, DNA genom) adalah pita plasmid pUC 19 yang terdiri dari tiga konformasi, yaitu open circular, linier, dan superkoil. Konformasi linier dapat terbentuk selama penyimpanan dan akibat perlakuan fisik. Smear pada pita paling bawah adalah RNA. RNA masih terdapat karena tidak dilakukan penambahan RNase saat isolasi plasmid. Menurut Pingoud et al. (1993), RNA seluler dapat dihilangkan dengan penambahan DNase-free Rnase. Kontaminasi protease, terutama nuklease non spesifik dapat dihilangkan dengan ekstraksi fenol dan kloroform setelah inkubasi dengan proteinase K. Ekstrak enzim A, K1, K2, dan P kemungkinan tidak memiliki aktivitas enzim endonuklease restriksi karena plasmid tidak mengalami perubahan konformasi. Hal tersebut dapat dilihat pada pita kedua, kelima, keenam, dan ketujuh yang tidak berbeda dengan kontrol negatif, yaitu plasmid utuh. Tidak adanya aktivitas enzim endonuklease restriksi bukan berarti tidak ada enzim endonuklease restriksi pada ekstrak enzim tersebut. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh tidak adanya situs pengenalan dan pemotongan pada pUC 19 sehingga ekstrak enzim tidak dapat memotong DNA plasmid. Pita pada sumur ketiga menunjukkan konformasi plasmid linier sehingga kemungkinan plasmid terpotong oleh ekstrak enzim Y1. Pita pada sumur keempat juga menunjukkan plasmid yang terpotong namun masih terdapat konformasi plasmid superkoil selain konformasi linier. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan volume enzim meningkatkan aktivitas enzim restriksi. Dengan demikian, ekstrak enzim bakteri Y1 (Bacillus pumilus Y1) memiliki aktivitas enzim endonuklease restriksi
36
sehingga diperlukan uji lebih lanjut dengan menggunakan substrat DNA fage lambda dan pengujian kondisi reaksi optimum yang dilakukan dengan variasi garam dan konsentrasinya. Selain penggunaan kontrol negatif, upaya lain yang dapat dilakukan untuk memberikan hasil elektroforesis yang lebih baik adalah dengan memberikan kondisi reaksi optimum pada tahap digesti substrat dengan ekstrak enzim. Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi reaksi optimum adalah kekuatan ionik. Kekuatan ionik dapat diperoleh dengan menambahkan NaCl, KCl, dan CaCl2 ke dalam buffer reaksi stok 10x. Setiap enzim memiliki preferensi masing-masing terhadap jenis dan konsentrasi garam. Sebagai contoh, enzim SmaI yang memiliki aktivitas optimum pada 20 mM KCl. Namun, pengaturan kekuatan ionik ini harus diperhatikan karena konsentrasi yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya aktivitas bintang (star activity) dan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan inaktivasi enzim endonuklease restriksi nonspesifik kontaminan atau menghambat aktivitas enzim endonuklease restriksi (Pingoud et al., 1993). Aktivitas bintang adalah keadaan dimana enzim restriksi kehilangan spesifitasnya terhadap sekuens DNA sehingga selain memotong sekuens spesifik yang dikenalinya, enzim restriksi juga memotong substrat pada situs lainnya yang tidak spesifik (Sambrook et al., 1989). Pengujian dilakukan dengan melakukan perlakuan perbedaan konsentrasi garam, yaitu NaCl 50 mM, 100 mM, dan 150 mM, KCl 50 mM, 100 mM, dan 150 mM, CaCl2 50 mM, 100 mM, dan 150 mM. Jenis garam dan konsentrasinya ditentukan berdasarkan data kondisi reaksi berbagai enzim endonuklease restriksi komersial dalam Pingoud et al. (1993), dimana garam yang paling umum digunakan adalah NaCl. Pengujian pengaruh jenis dan konsentrasi garam dilakukan dengan mengunakan substrat plasmid pUC 19. Hasil uji dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
37
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
Gambar 7. Hasil uji aktivitas ekstrak enzim Y1 dengan substrat plasmid pUC 19 (variasi jenis dan konsentrasi garam), digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1 : Plasmid pUC 19 utuh (7 Februari 2007) 2 : DNA Lambda Fermentas (10 ng/ μl) 3 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 50 mM NaCl 4 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 100 mM NaCl 5 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 50 mM KCl 6 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 100 mM KCl 7 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 150 mM NaCl 8 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 150 mM KCl 9 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 50 mM CaCl2 10 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 100 mM CaCl2 11 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 150 mM CaCl2 Pita paling atas pada setiap sumur merupakan pita DNA genom. Pita pada sumur kesatu merupakan pita plasmid pUC 19 utuh, sedangkan pita pada sumur kedua merupakan pita DNA fage lambda utuh. DNA fage lambda digunakan untuk membandingkan intensitas warna (terang) pita plasmid dan kontrol DNA genom bakteri.
38
Sumur ketiga hingga kedelapan menunjukkan hasil pemotongan yang baik. Pita-pita plasmid linier tersebut terlihat dengan jelas pada sumur ketiga, kelima, keenam, dan kedelapan, dimana hal ini menunjukkan bahwa ekstrak enzim Y1 membutuhkan buffer dengan penambahan NaCl dan KCl. Namun, smear terbentuk pada sumur kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas sehingga pita linier plasmid tidak terlihat dengan jelas. Smear dapat terjadi akibat pemotongan DNA genom bakteri oleh ekstrak enzim atau adanya kontaminan nuklease. Senyawa kontaminan tersebut dapat berupa eksonuklease dan endonuklease nonspesifik. Pengujian aktivitas restriksi yang dimiliki oleh enzim dilakukan dengan menggunakan perlakuan double digest, dimana aktivitas enzim hasil ekstraksi dibandingkan dengan aktivitas enzim restriksi komersial. Perlakuan double digest dapat digunakan untuk pendugaan situs pengenalan dan pemotongan yang dimiliki oleh
ekstrak
enzim
endonuklease restriksi hasil isolasi. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan dua enzim sekaligus, yaitu ekstrak enzim Y1 dan enzim restriksi komersial yang direaksikan terhadap plasmid pUC 19. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 8. Perlakuan double digest memberikan hasil bahwa ekstrak enzim Y1 dipastikan memiliki aktivitas restriksi, khususnya pada plasmid pUC 19. Sumur ketiga, kesepuluh, dan kesebelas menunjukkan pita plasmid linier yang merupakan hasil pemotongan plasmid pUC 19 oleh ekstrak enzim Y1. Ekstrak enzim Y1 hasil ekstraksi ulang kedua juga diujikan aktivitasnya. Namun, ekstrak enzim Y1 ulangan kedua ini tidak memiliki aktivitas endonuklease restriksi. Hal tersebut mungkin terjadi akibat kesalahan selama tahap ekstraksi enzim, seperti inkubasi dalam es. Sumur kesepuluh dan kesebelas menunjukkan pita plasmid linier yang terletak di bawah pita DNA genom bakteri. Pita plasmid linier yang terbentuk cukup tebal dan terang sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak enzim Y1 membutuhkan kekuatan ion dari NaCl atau KCl.
39
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13
3000 2000
3000 2000
Gambar 8. Hasil uji aktivitas restriksi ekstrak enzim Y1 dengan perlakuan double digest, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1 : DNA Ladder 1 Kb 2 : DNA fage lambda utuh (10 ng/ μl), 7 μl 3 : Plasmid pUC 19 utuh 4 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 (normal digest) 5 : Enzim HindIII + pUC 19 6 : Enzim BamHI + pUC 19 7 : Enzim PstI + pUC 19 8 : Ekstrak enzim Y1 + enzim HindIII + pUC 19 9 : Ekstrak enzim Y1 + enzim BamHI + pUC 19 10 : Ekstrak enzim Y1 + enzim PstI+ pUC 19 11 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 50 mM NaCl 12 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 50 mM KCl 13 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 (ekstraksi ulangan ke-2) Pita pada sumur keempat menunjukkan plasmid pUC 19 yang dipotong oleh enzim HindIII. Hasil pemotongan plasmid pUC 19 oleh enzim HindIII menghasilkan dua pita. Seharusnya pita yang terbentuk hanya ada satu karena HindIII hanya memiliki satu situs pada plasmid pUC 19, yaitu pada basa urutan ke-447. Perlakuan double digest dengan menggunakan ekstrak enzim Y1 dan enzim HindIII dapat dilihat pada
40
sumur ketujuh, dimana terbentuk satu pita yang terletak diantara pita plasmid open circular dan superkoil. Pita yang terbentuk hanya ada satu sehingga dapat disimpulkan bahwa situs pemotongan ekstrak enzim Y1 mungkin berada dekat dengan situs pemotongan enzim HindIII. Pita pada sumur kelima menunjukkan plasmid pUC 19 yang tidak terpotong oleh enzim BamHI karena pita plasmid masih sama seperti pita plasmid utuh (pita pada sumur kedua). Seharusnya terbentuk satu pita plasmid linier karena enzim BamHI memiliki satu situs pemotongan pada plasmid pUC 19, yaitu pada basa urutan ke-417. Perlakuan double digest ekstrak enzim Y1 dengan enzim BamHI dapat dilihat pada sumur kedelapan, dimana terbentuk dua pita yang terletak diantara konformasi plasmid open circular dan superkoil. Namun, hasil yang diperoleh tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena tidak diperoleh hasil pemotongan plasmid pUC 19 oleh enzim BamHI. Hal tersebut juga terjadi pada enzim PstI, dimana plasmid pUC 19 tidak dipotong oleh enzim PstI (sumur keenam). Seharusnya terbentuk satu pita plasmid linier karena enzim BamHI memiliki satu situs pemotongan pada plasmid pUC 19, yaitu pada basa urutan ke-435. Analisis hasil double digest enzim PstI dan ekstrak enzim Y1 tidak dapat dilakukan karena kontrol plasmid pUC 19 yang didigesti dengan PstI tidak ada. Tabel 7. Perlakuan double digest Enzim HindIII BamHI PstI Y1 Y1 + HindIII Y1 + BamHI Y1 + PstI
Jumlah Pita 2 1 1 2 2
pUC 19 + Y1
:
2600 bp
pUC 19 + HindIII
:
2600 bp
pUC 19 + Y1 + HindIII
:
2000 bp
41
Pendugaan situs pemotongan ekstrak enzim Y1 pada plasmid pUC 19 masih dilakukan secara kasar karena enzim belum dimurnikan. Berdasarkan sketsa pemotongan plasmid diatas dapat diduga bahwa situs pengenalan ekstrak enzim Y1 berdekatan dengan enzim HindIII, yaitu sekitar pada urutan basa ke-447. Pita yang terbentuk akibat perlakuan double digest berukuran kurang dari 2600 pb. Hal tersebut menunjukkan situs pemotongan ekstrak enzim Y1 yang berdekatan dengan enzim HindIII sehingga memungkinkan diperolehnya dua fragmen DNA plasmid setelah pemotongan. Namun, fragmen yang terbentuk sangat kecil (akibat letak situs pemotongan enzim yang berdekatan) sehingga fragmen yang berukuran lebih kecil tidak terlihat pada hasil elektroforesis. Pengujian ulang dilakukan dengan menggunakan enzim komersial BamHI karena bakteri penghasil enzim tersebut adalah Bacillus amiloliquefaciens. Ekstrak enzim Y1 yang digunakan dalam penelitian ini juga merupakan ekstrak enzim dari Bacillus pumilus Y1. Dengan demikian kedua enzim berasal dari genus yang sama, yaitu Bacillus. Penggunaan enzim dari genus yang sama diharapkan memberikan pendekatan terhdap hasil reaksi enzim dengan substrat DNA. Perlakuan double digest dilakukan dengan metode yang berbeda, yaitu enzim komersial dan enzim hasil ekstraksi tidak dicampur bersama-sama, tetapi secara bertahap (delapan jam setelah reaksi dengan enzim pertama baru ditambahkan enzim kedua). Perlakuan dua tahap tersebut diharapkan dapat memberikan hasil digesti yang lebih baik. Ekstrak enzim Y1 mungkin akan memotong plasmid pUC 19 dahulu, kemudian enzim komersial BamHI akan memotong plasmid yang telah didigesti oleh ekstrak enzim Y1 sehingga akan terbentuk dua pita plasmid. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 9.
42
1
2
3 4 5 6
7 8
3000 2000
Gambar 9. Hasil uji aktivitas restriksi ekstrak enzim Y1 dengan perlakuan double digest (ulangan kedua), digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1 : DNA Ladder 1 Kb 2 : DNA fage lambda utuh (10 ng/ μl), 7 μl 3 : Plasmid pUC 19 utuh 4 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 (normal digest) 5 : Enzim BamHI + pUC 19 6 : Enzim enzim Y1 + enzim BamHI + pUC 19 7 : Enzim enzim Y1 + enzim BamHI + pUC 19 (bertahap) 8 : Plasmid pUC 19 utuh Perlakuan double digest ditunjukkan pada sumur keempat hingga ketujuh. Pita paling atas pada sumur ketiga hingga sumur kedelapan adalah pita DNA genom bakteri. Pita kedua, ketiga, dan keempat pada sumur ketiga adalah pita plasmid pUC 19 utuh dengan tiga konformasi. Pita dibawah pita DNA genom bakteri pada sumur keempat hingga ketujuh merupakan pita plasmid konformasi linear yang telah terpotong oleh ekstrak enzim Y1 maupun BamHI. Perlakuan double digest secara bertahap memberikan hasil yang cukup berbeda nyata. Hal tersebut dapat dilihat pada sumur keenam dan ketujuh. Sumur keenam menunjukkan digesti plasmid pUC 19 dengan menggunakan ekstrak enzim Y1 dan BamHI selama 16 jam (semalam) penuh. Pita yang terbentuk sejajar dengan pita plasmid linier pada sumur kelima sehingga dapat disimpulkan bahwa plasmid didigesti oleh BamHI karena pita yang terbentuk sama dengan pita hasil digesti plasmid oleh BamHI saja. Sumur ketujuh menunjukkan digesti plasmid pUC 19 dengan menggunakan ekstrak enzim Y1 selama 8 jam, kemudian ditambahkan BamHI dan digesti dilanjutkan
43
kembali selama 8 jam sehingga total reaksi tetap 16 jam. Pita yang terbentuk sejajar dengan pita plasmid linier pada sumur keempat sehingga dapat disimpulkan bahwa plasmid pUC 19 didigesti oleh ekstrak enzim Y1. Perlakuan double digest ulangan kedua ini tidak dapat digunakan untuk menduga situs pemotongan enzim secara optimum karena hanya diperoleh informasi bahwa pita plasmid hasil pemotongan enzim BamHI berada di bawah pita plasmid hasil pemotongan ekstrak enzim Y1. Analisis double digest dengan pemetaan hasil pemotongan juga tidak dapat digunakan untuk menduga situs restriksi ekstrak enzim Y1 pada plasmid pUC 19. Hasil pemotongan yang diperoleh tidak spesifik dan menunjukkan perbedaan situs restriksi enzim seperti yang terlihat pada pemetaan di bawah ini. pUC 19 + Y1
:
3000 bp
pUC 19 + BamHI
:
2600 bp
pUC 19 + Y1 + BamHI
:
2600 bp
pUC 19 + Y1 + BamHI
:
3000 bp
Ekstrak enzim Y1 ekstraksi ulangan kedua tidak memiliki aktivitas enzim endonuklease restriksi sehingga dilakukan kembali ekstraksi ulangan ketiga sehingga diperoleh bahwa ekstrak enzim Y1 ulangan ketiga memiliki aktivitas enzim endonuklease restriksi. Hasil digesti plasmid pUC 19 oleh ekstrak enzim Y1 ulangan ketiga dapat dilihat pada Gambar 10. Smear yang terbentuk pada sumur kedua hingga kelima menunjukkan DNA genom yang terpotong oleh ekstrak enzim Y1. Potongan-potongan DNA genom bakteri yang terbentuk sangat banyak dan memiliki perbedaan jumlah basa yang sangat berdekatan sehingga membentuk smear. Namun, pita yang terdapat pada sumur kedua hingga kelima menunjukkan pita plasmid konformasi linear yang terbentuk akibat pemotongan plasmid oleh ekstrak enzim Y1. Adanya aktivitas enzim restriksi setelah pengulangan ekstraksi enzim menunjukkan bahwa
44
Bacillus pumilus Y1 dapat digunakan sebagai sumber bakteri penghasil enzim endonuklease restriksi yang cukup potensial. Enzim yang dihasilkan oleh Bacillus pumilus Y1 tidak hanya endonuklease restriksi saja. Bakteri ini juga menghasilkan enzim protease. Enzim protease dapat mendegradasi protein termasuk protein enzim sehingga aktivitas protease perlu dihambat agar enzim endonuklease restriksi
tidak
terdegradasi.
Menurut
Santoso
(1986),
PMSF
(phenylmethylsulfonyl fluoride) dapat menghambat aktivitas protease yang dihasilkan oleh Bacillus pumilus Y1. Selain itu, penambahan senyawa pereduksi seperti β-merkaptoetanol dan dithiothreitol menurunkan aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh Bacillus pumilus Y1. 1
2
3 4
5
6
Gambar 10. Hasil pengujian ekstrak enzim Y1 ulangan ketiga dengan plasmid pUC 19, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1 : Plasmid pUC 19 utuh 2 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 3 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 50 mM KCl 4 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + 50 mM NaCl 5 : Ekstrak enzim Y1 + pUC 19 + buffer reaksi BamHI 6 : Enzim BamHI + pUC 19 2. DNA Fage Lambda sebagai Substrat DNA fage lambda direaksikan dengan ekstrak enzim restriksi dalam buffer reaksi. Kontrol yang digunakan adalah kontrol negatif, yaitu DNA fage lambda utuh. Digesti dengan substrat DNA fage lambda dilakukan untuk konfirmasi bahwa ekstrak enzim Y1 memiliki aktivitas enzim endonuklease restriksi. Penggunaan DNA fage lambda diharapkan dapat
45
memberikan hasil yang lebih optimal karena besarnya ukuran DNA fage lambda sehingga memungkinkan enzim hasil esktraksi untuk mengenal dan memotong substrat DNA. Kontrol negatif yang digunakan adalah DNA fage lambda utuh. Hasil digesti ekstrak enzim Y1 dapat dilihat pada Gambar 11. 1
2
3 4
5
Gambar 11. Hasil pengujian ekstrak enzim Y1 dengan DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1 : DNA fage lambda utuh (10 ng/ μl), 7 ul 2 : Ekstrak enzim Y1 + DNA fage lambda 3 : Ekstrak enzim Y1 + DNA fage lambda+ 50 mM NaCl 4 : Ekstrak enzim Y1 + DNA fage lambda + 100 mM NaCl 5 : Ekstrak enzim Y1 + DNA fage lambda + 50 mM KCl Terbentuknya
smear
pada
sumur
kedua
hingga
keempat
menunjukkan bahwa DNA fage lambda terpotong oleh ekstrak enzim Y1. Potongan yang dihasilkan mungkin bersifat acak sehingga DNA fage lambda terpotong menjadi fragmen-fragmen DNA yang sangat kecil sehingga membentuk smear. Pengujian dilakukan kembali dengan mengubah komposisi buffer reaksi sesuai dengan komposisi buffer penyimpanan enzim restriksi komersial dan pencarian kondisi optimum enzim. Salah satu cara untuk mencapai kondisi optimum enzim dapat dilakukan dengan penambahan Bovine Serum Albumin (BSA). BSA memiliki pengaruh pada aktivitas beberapa enzim restriksi komersial karena BSA dapat menstabilkan enzim dan mengikat beberapa kontaminan. Keberadaan BSA dalam buffer juga tidak akan mengganggu
46
aktivitas enzim (Pingoud et al., 1993). Hasil pengujian kembali digesti DNA fage lambda dengan ekstrak enzim Y1 dapat dilihat pada Gambar 12. 1
2
3
4
5
6
Gambar 12. Hasil pengujian ekstrak enzim Y1 dengan DNA fage lambda, digesti semalam (37oC), agarosa 1%. 1 : DNA fage lambda utuh (300 ng/ μl), 2 μl 2 : Ekstrak enzim Y1 + DNA fage lambda (Buffer BamHI) 3 : Ekstrak enzim Y1 + DNA fage lambda (BSA 0.5mg/ml) 4 : Enzim BamHI + DNA fage lambda 5 : Ekstrak enzim Y1 + DNA fage lambda + 100 mM NaCl 6 : Ekstrak enzim Y1 + DNA fage lambda+ 50 mM KCl Smear yang terbentuk pada sumur kedua mengindikasikan bahwa ekstrak enzim Y1 memiliki aktivitas endonuklease restriksi dan aktivitas tersebut dipengaruhi oleh kondisi reaksi enzim BamHI (50 mM Tris-HCl, 10 mM MgCl2, 1 mM Dithiothreitol, 100 mM NaCl, pH 7.9). Penambahan BSA tidak mempengaruhi aktivitas restriksi yang dimiliki enzim. Hal tersebut dapat dilihat pada sumur ketiga yang menunjukkan smear tipis dan DNA fage lambda masih sejajar dengan DNA fage lambda utuh pada sumur kesatu. Sumur kelima juga menunjukkan DNA fage lambda yang tidak terpotong dengan sempurna karena smear yang dihasilkan tipis dan pita DNA masih sejajar dengan pita DNA fage lambda utuh pada sumur kesatu. Sumur keenam menunjukkan DNA yang telah terpotong sehingga membentuk smear tipis.
47
Sumur keempat menunjukkan DNA fage lambda yang telah dipotong oleh BamHI sehingga membentuk beberapa pita. Hasil pemotongan ini digunakan
sebagai
kontrol
positif
untuk
membandingkan
hasil
pemotongan DNA fage lambda oleh ekstrak enzim Y1. Ekstrak enzim Y1 yang diperoleh mungkin memiliki situs pengenalan dan pemotongan yang cukup banyak pada DNA fage lambda sehingga DNA fage lambda yang terpotong akan membentuk smear. Faktor lain yang memungkinkan terbentuknya smear adalah ekstrak enzim yang belum dimurnikan sehingga ekstrak enzim mungkin memiliki beragam jenis endonuklease restriksi atau masih terdapat kontaminan berupa nuklease-nuklease nonspesifik. Keberadaan nuklease dapat mengganggu hasil pemotongan DNA fage lambda oleh ekstrak enzim endonuklease restriksi karena nuklease dapat memecah atau memotong asam-asam nukleat sehingga terbentuk smear.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Screening enzim endonuklease restriksi dilakukan terhadap beberapa isolat bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Isolat bakteri tersebut terdiri atas Rhodobacter sp. (RshMW4, RshMW5, RshMW7, RshMW9, dan RshMW10), Pseudomonas syringae, Bacillus pumilus Y1, dan beberapa isolat bakteri asal tongkol jagung (MBXi K1, MBXi K2, MBXi P1, Xilanase negatif A). Hasil uji dengan substrat DNA plasmid pUC 19 menunjukkan ekstrak enzim yang berpotensi menghasilkan enzim endonuklease restriksi adalah ekstrak enzim dari Bacillus pumilus Y1. Ekstrak enzim ini memiliki kondisi reaksi optimum dengan penambahan garam KCl maupun NaCl. Buffer reaksi optimum enzim sesuai buffer reaksi BamHI dengan konsentrasi 100 mM NaCl. Ekstrak enzim dari Bacillus pumilus Y1 memiliki situs pemotongan yang terletak berdekatan dengan situs pemotongan enzim HindIII pada plasmid pUC 19. Adanya aktivitas enzim restriksi setelah pengulangan ekstraksi enzim menunjukkan bahwa Bacillus pumilus Y1 dapat digunakan sebagai sumber bakteri penghasil enzim endonuklease restriksi yang cukup potensial. Pengujian dengan DNA fage lambda menunjukkan bahwa enzim endonuklease restriksi yang dihasilkan sangat beragam, terdapat kontaminan nuklease non spesifik, atau enzim memiliki banyak sekuens pengenalan dan pemotongan pada DNA fage lambda sehingga DNA fage lambda tidak terpotong dengan cukup baik. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya smear pada hasil elektroforesis yang menunjukkan potongan-potongan DNA fage lambda yang sangat acak. Dengan demikian, ekstrak enzim endonuklease restriksi dari Bacillus pumilus Y1 memiliki potensi lebih lanjut untuk diteliti dan dikembangkan.
49
B. SARAN Pemurnian enzim lebih lanjut dengan kromatografi diperlukan untuk memisahkan enzim endonuklease restriksi yang diperoleh dari kontaminankontaminannya atau memisahkan antar enzim endonuklease restriksi itu sendiri. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak enzim yang diperoleh hanya terdiri dari satu jenis enzim endonuklease restriksi saja atau terdiri dari beberapa jenis enzim endonuklease restriksi. Perlakuan double digest perlu dilakukan kembali pada enzim yang sudah dimurnikan untuk melakukan pendugaan situs pemotongan enzim pada substrat DNA atau plasmid. Pemekatan enzim dengan menggunakan metode freeze drying juga diperlukan untuk meningkatkan aktivitas restriksi yang dimiliki oleh ekstrak enzim. Karakterisasi enzim juga diperlukan untuk mengetahui pengaruh faktor pH, suhu, logam, dan kekuatan ion yang optimum untuk aktivitas optimum enzim. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui sekuens pengenalan dan pemotongan enzim sehingga dapat diketahui apakan enzim yang diperoleh merupakan enzim endonuklease restriksi jenis baru atau merupakan isoschizomer atau neoschizomer dari enzim restriksi komersial yang telah ada di pasaran.
DAFTAR PUSTAKA Abdurashitov, M.A., E.V.Kileva, T.V.Myakisheva, V.S.Dedkov, A.V. Shevchenko, dan S. Kh. Degtyarev. 2007. AccBSI: A New Restriction Endonuclease from Acinetobacter calcoaceticus BS. http://science.sibenzyme.com/article8_article_4_1.phtml [11 Mei 2007] Alberts, B., D. Bray, J. Lewis, M. Raff, K. Roberts, dan J.D. Watson.1983. Molecular Biology of The Cell. Garland Publishing, Inc., New York. Albertsson, P.A. 1986. Partition of Cell Particles and Macromolecules. 3rdEdition. Wiley & Sons, New York. Andrew, B.A. dan Asenjo, J.A. 1989. Aqueous Two Phase Partitioning. Di dalam : E.L.V. Harris dan S. Angal (Eds.). Protein Purification Method : A Practical Approach. Oxford University Press, New York. Anonim. 2007. World enzyme demand to approach $5.1 billion in 2009. http://www.allbusiness.com/specialty-businesses/860515-1.html. [7 Juni 2007]. Boffey, S.A. 1986. Agarose Gel Electrophoresis of DNA. Di dalam : Walker, G.M. (ed). Method in Molecular Biology Volume 2. Humana Press, Clifton, New Jersey. Bollag, D.M dan S.J. Edelstein. 1991. Protein Methods. Wiley Liss, USA. Brown, T.A. 1990. Gene Clonning: An Introduction, 2nd Edition. Chapman and Hall, London. Chandrasekaran, S., P. Babu, dan V. Nagaraja. 1999. Characterization of DNA Binding Activities of Over-Expressed KpnI Restriction Endonuclease and Modification Methylase. J. Biochem, Mol. Biol. and Biophysics. 3:225229.Glick, B.R dan J.J. Pasternak. 2003.Molecular Biotechnology : Principles and Applications of Recombinant DNA. ASM Press, Washington DC Chaplin, M. 2004. Aqueous Biphasic System. http://www.lsbu.ac.uk/water/biphasic.html. [11 Mei 2007] Chernukin, V.A., T.N. Najakshina, M.A. Abdurashitov, J.E. Tomilova, N.V. Mezentzeva, V.S. Dedkov, N.A. Mikhnenkova, D.A. Gonchar, S.K. Degtyarev. 2005. A Novel Restriction Endonuclease GlaI Recognizes Methylated Sequence 5’-G(m5C) GC-‘3. Biotekhnologia (Russian) 3:22-26. Published online-October 2005.
51
Chmusz, E.V., J.G. Kashirina, J.E. Tomilova., N.V. Mezentzeva, V.S. Dedkov., D.A. Gonchar, M.A. Abdurashitov, dan S.K. Degtyarev. 2005. Restriction endonuclease BisI from Bacillus subtilis T30 recognized methylated sequence 5’-G(m5C) NGC-3’. Biotekhnologia (Russian) 3:22-26. Daniels, D.L. 1983. Lambda Map. Di dalam : Hendrix, R.W., Roberts, J.W., Stahl, F.W. dan Weisberg, R.A. (ed.) Lambda II: Appendix. Cold Spring Harbor Press, New York. Davis, l.G., M.D. Dibner, dan J.F. Battey. 1986. Basic Method in Molecular Biology. Elsevier, New York. Degtyarev, S.Kh, E.V. Chmuzh, J.G. Kashirina, J.E. Tomilova, N.V. Mezentzeva, V.S. Dedkov, D.A. Gonchar, dan M.A. Abdurashitov. Restriction endonuclease Bis I from Bacillus subtilis T30 recognizes methylated sequence5’-G(m5C)↓NGC-3’. http://science.sibenzyme.com/article8_article_4_1.phtml [11 Mei 2007] Franks, F. 1993. Protein Biotechnology: Isolation, Characterization, and Stabilization. Humana Press, New Jersey. Gelinas, R.E., P.A. Myers, G.H. Weiss, R.J. Roberts, dan K. Murray. 1977. A Specific Endonuclease from Brevibacterium albidum. J. Mol. Biol. 114:433440. Glick, B.R dan J.J. Pasternak. 2003. Molecular Biotechnology : Principles and Applications of Recombinant DNA. ASM Press, Washington DC. Imber, R dan T.A. Bickle. 1981. Purification and Properties of The Restriction Endonuclease BglII from Bacillus globigii. Eur. J. Biochem. 117:395-399. Johansson, G. 1998. Affinity Partitioning of Protein Using Aqueous Two-Phase Systems. Di dalam : J.C. Janson dan L.Ryden (Eds.). Protein Purification : Principles, High Resolution Methods, and Appllications 2nd Edition. Wiley Liss, USA. Juliana. 1996. Telaah Enzim Endonuklease Restriksi dari Rhodobacter sp. Asal Indonesia. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Kawira, A.1993. Produksi Protease Bacillus pumilus yang Diisolasi dari Limbah Cair Tahu dengan Fermentasi terkontrol. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Kula, M.R. 1979. Appl. Biochem. Bioeng. 2:71. Lehninger, A. 1982. Dasar–dasar Biokimia. Terjemahan: Maggy Thenawidjaja. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
52
Likumahwa, M.Y.Y. 1993. Pencirian Bakteri Penghasil Protease yang Diisolasi dari Limbah Cair Tahu dengan Bantuan Pulsed-Field Gel Electrophoresis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Lynn, S.P., L.K. Cohen, S. Kaplan, dan J.F. Gardner. 1980. RsaI: A New Sequence-specific Endonuclease Activity from Rhodopseudomonas sphaeroides. J. of Bacteriology. 142:380-383. Old, R.W dan S.B. Primrose. 1989. Principles of Gene Manipulation, 4thEdition. Blackwell Scientific Publisher, Oxford. Owen, R.B. 1999. Biology and Activity of Restriction Endonucleases. http://arbl.cvmbs.colostate.edu/hbooks/genetics/biotech/enzymes.html. [20 September 2006]. Paquet, V., M. Myint, C. Roque, dan P. Soucaille. 1993. Partitioning of pristinamycins in aqueous two-phase systems: A first step toward the development of antibiotic production by extractive fermentation. http://www3.interscience.wiley.com/cgibin/abstract/107624252/ABSTRACT?CRETRY=1&SRETRY=0 [11 Mei 2007]. Pingoud, A., dan A. Jeltsch. 2001. Structure and function of type II restriction endonukleases. Nucleic Acid Research. 29:3706-3727. Pingoud, A., J. Alves, dan R. Greiger. 1993. Restriction Enzymes. Di dalam: Burrel, M.M. (Ed.). Methods in Molecular Biology Volume 16. Humana Press Inc., Totowa, New Jersey. Roberts, R.J., dan S.E. Halford. 1993. Type II restriction enzymes. Di dalam: Nucleases, 2nd Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York. Roberts, R.J. dan Macelis. 2006. REBASE : The Restriction Enzyme Database. http://www.rebase.neb.com/cgi-bin/statlist. [16 September 2006]. Rusli, F. 2006. Screening Awal Enzim Endonuklease Restriksi Spesifik dari Bakteri. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sambrook, J., E.F. Fristch, dan T. Maniatis. 1989. Molecular Clonning: A Laboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York. Santoso, T.H. 1996. Pengaruh Substrat, Inhibitor, dan Aktivator terhadap Protease Bacillus pumilus Y1 dan Xanthomonas campestris pathovar glycines IFL dan YR32. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
53
Sealey, P.G. dan Southern, E.M. 1982. Electrophoresis DNA. Di dalam: Rickwood, D. dan Hanes, B.D. Gel Electrophoresis of Nucleic Acids : A Practical Approach. IRL Press, Oxford. Setiawan, B. 1998. Karakterisasi Enzim Endonuklease Restriksi dari Bakteri Fotosintetik Anoksigenik MW5. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Setyawati, I. 2006. Produksi dan Karakterisasi Xilanase Mikroba yang Diisolasi dari Tongkol Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sharma, P., D.R. D’Souza, D. Bhandari, V.Parashar, dan N. Capalash. 2003. Demonstration of The Principles of Restriction Endonuclease Cleavage Reaction Using Thermostable BflI from Anoxybacillus flavithermus. Biochem. and Mol. Biol. Education, 31:392-396. Stephens, M.A. 1981. Partial Purification and Cleavage Specifity of a Sitespecific Endonuclease, SciNI, isolated from Spiroplasma citri. J. of Bacteriology. 149: 508-514. Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Suwanto, A. 1993. Teknik Percobaan dalam Genetika Molekuler. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB, Bogor. Suwanto, A., Suhartono, M.T., dan Widjaja, H. 1992. Struktur Enzim dan Biokimiawi Protein. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor Todar, K. 2004. Pseudomonas and Related Bacteria. http://textbookofbacteriology.net./pseudomonas.html. [20 September 2006]. Vitkute, J., Z. Maneliene, dan A.Janulaitis. 1998. AbeI, A Restriction Endonuclease from Azotobacter beijerinckii, Which Recognizes The Asymmetric Heptanucleotide Sequence 5[prim]-CCTCAGC-3[prime] (-5/2). Nucleic Acid Research. 26:4917-4918. Welch, S. G. dan R.A.D. William. 1995. Two Thermostable Type II Restriction Endonucleases from Icelandic Strains of The Genus Thermus. Biochem J. 309:595-599. Widiyanto. 1996. Bakteri Fotosintetik Anoksigenik sebagai Biokondisioner di Tambak Udang : Pengurangan Produksi H2S dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan Vibrio harveyi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
54
Yanisch-Perron, C., J. Vieira, and, J. Messing. 1985. Improved M13 phage cloning vectors and host strains: nucleotide sequences of the M13mp18 and pUC19 vectors. Gene 33:103-119. Yun, M.S., H.Y. Hwang, dan M. Bae. 1995. Purification and Characterization of a Thermostable Restriction Endonucleases from Streptomyces violochromogenes D2-5. J. Microbiol. Biotechnol. 5 (5).
55
LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Media Luria Bertani Komposisi media Luria Bertani (dalam 100 ml) : 1. Tripton 1.0 g 2. Ekstrak Khamir 0.5 g 3. NaCl 1.0 g Tahap pembuatan : 1. Bahan-bahan yang telah ditimbang dilarutkan dalam 90 ml air bebas ion 2. Diatur pH sampai 7.0 dengan NaOH 1 N 3. Ditera sampai 100 ml
56
Lampiran 2. Komposisi gel loading buffer dan buffer TAE stok 50x Komposisi gel loading buffer (Sambrook et al., 1989) : 1. 40 % (w/v) Sukrosa dalam air 2. 0.25 % Bromfenol biru Disimpan dalam freezer Komposisi buffer TAE stok 50x (Sambrook et al., 1989) 1. Tris(hydroxymethyl)-aminomethane 24.2 g 2. Na2EDTA 0.5 M pH 8.0 10 ml 3. Asam asetat glasial 5.71 ml Ditera hingga 100 ml dengan akuades steril. Pengenceran menjadi 1x dengan akuades steril.
57
Lampiran 3. Komposisi dan cara pembuatan polimer konsentrat Komposisi polimer konsentrat 1. Dekstran T 500 2. Polietilen Glikol 6000(PEG 6000)
7.1 g 28.4 g
Pembuatan polimer konsentrat 1. Dididihkan 50 ml air bebas ion dan disiapkan air bebas ion panas untuk menyiram. 2. Dekstran dimasukkan dalam 50 ml air bebas ion yang mendidih sambil diaduk menggunakan magnetic stirer. 3. Masukkan PEG 6000 secara perlahan hingga larut. 4. Tambahkan air bebas ion yang dipanaskan untuk menyiram sisa dekstran yang masih menempel pada wadah. 5. Timbang larutan polimer konsentrat. 6. Tambahkan air panas dan tera hingga 100 g.