PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM ARABINOSA ISOMERASE DARI GEN BAKTERI Geobacillus stearothermophilus LOKAL
YONI ATMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor,
Juli 2011
Yoni Atma F251090131
ABSTRACT YONI ATMA. Production and Characterization of an Arabinose Isomerase from Gene of Geobacillus stearothermophilus Local Strain. Under direction of MAGGY T. SUHARTONO and BUDI SAKSONO. Arabinose isomerase (AI) is an enzyme that catalyzes isomerization of galactose to tagatose. Besides being used as a low-calorie sweeteners, tagatose has been developed as a functional food because it provides many health benefits such as promoting of weight-loss, anti-halitosis, prebiotic, treating of obesity and reducing in symptoms associated with type 2 diabetes, hyperglycemia, anemia, and hemophilia. Thermostable AIs are potential for tagatose production. AI enzymes encoded by araA gene. The araA gene Geobacillus stearothermophilus originated from Tanjung Api, Poso, Indonesia has been successfully cloned and exspressed at previously study in E. coli BL21 (DE3) pLysS. However expression level of AI still low by SDS-PAGE analysis. The E. coli BL21 was incubated in 37°C at 150 rpm. This research was conducted to optimize the araA gene expression. Result from this research showed that the medium tofu liquid waste consisting yeast extract 0.5% (TLW+YE) increased enzyme productivity. Optimation production was obtained by 16 hours induction. The purification was carried out with three steps of freeze-thaw at -70°C, heat treatment (60°C, 30 minutes) and DEAE ion exchange chromatography (elution buffer 0-1000 mM NaCl). The purified enzyme exhibited optimum activity at 60°C and pH 7. The AI activity in the presence of CaCl2 and MnCl2 was increased to 152% and 563% respectively. Heat stability of enzymes in the presence of CaCl2 and MnCl2 was increased. Half-life (t 1/2) AI in the presence 1 mM of CaCl2 and MnCl2 was increased becomes 301 and 990 minutes respectively. Keywords: arabinose isomerase, tagatose, araA gene, G. stearothermophilus, E. coli BL21 (DE3) pLysS, expression
RINGKASAN YONI ATMA. Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal. Dibimbing oleh MAGGY T. SUHARTONO dan BUDI SAKSONO. Enzim arabinosa isomerase (AI) dapat mengkatalisis secara revesible reaksi isomerisasi D-galaktosa menjadi D-tagatosa. Tagatosa telah digunakan sebagai pemanis rendah kalori (1,5 kkal/g) yang memiliki tingkat kemanisan 92% dibandingkan sukrosa. Tagatosa memberikan berbagai manfaat kesehatan diantaranya seperti menurunkan berat badan, prebiotik, anti-histolisis serta mereduksi sejumlah gejala yang berhubungan dengan diabetes tipe 2, hiperglikemia, obesitas, anemia dan hemophilia. Peran tagatosa sebagai antidiabetes akan bermanfaat sebagai gula alternatif di Indonesia, mengingat Indonesia menempati peringkat ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia. Produksi tagatosa menggunakan katalis logam memiliki banyak kekurangan. Sedangkan penggunaan beberapa jenis enzim seperti sorbitol dehidrogenase, D-psicosa 3-epimerse, dan D-tagatosa 3-epimerase meskipun lebih ramah lingkungan dibandingkan katalis logam, akan tetapi 3 jenis enzim tersebut membutuhkan substrat yang sangat mahal. Oleh sebab itu, saat ini enzim paling banyak dicari untuk memproduksi tagatosa adalah enzim arabinosa isomerase (AI). Pembentukan tagatosa oleh enzim AI sangat efisien karena substrat yang dibutuhkan dan tahapan produksinya. Studi produksi dan pencarian enzim AI termostabil lebih difokuskan, sebab konversi D-galaktosa menjadi D-tagatosa meningkat dengan peningkatan suhu (> 50ºC). Selain itu, enzim-enzim pangan yang bersifat termostabil juga menjadi semakin penting dalam dunia industri. Hal ini berkaitan dengan keuntungan yang akan diperoleh bila proses produksi dilakukan pada suhu tinggi. Produksi enzim AI pada bakteri dilakukan dengan menggunakan inang E. coli. Gen araA yang mengkode AI dikloning melalui plasmid ke bakteri E. coli BL21. E. coli kemudian akan mengekspresikan atau menghasilkan AI setelah diberi senyawa penginduksi. Diantara beberapa bakteri temofilik yang telah diteliti, AI yang berasal dari bakteri G. stearothermophilus memiliki kemampuan tertinggi dalam menghasilkan tagatosa dan telah mendekati skala produksi komersial. Kloning dan ekspresi gen araA dari G. stearothermophilus lokal asal Tanjung Api, Poso, Indonesia menggunakan inang E. coli BL21 pLysS pET21b telah dilakukan pada studi sebelumnya. Namun analisis dengan Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) menunjukkan tingkat ekspresi gen araA pada media ekspresi (fermentasi) Luria Bertani (LB) masih rendah. Ekspresi gen araA ini perlu ditingkatkan sehingga jumlah enzim AI yang dihasilkan optimal. Selain untuk meningkatkan produksi enzim, penelitian ini juga dilakukan untuk memurnikan enzim yang telah diperoleh dan menganalisis karakteristik enzim AI dari G. stearothermophilus lokal. Penelitian dilakukan dengan 3 tahap yaitu produksi, purifikasi dan karakterisasi. Penelitian diawali dengan produksi enzim melalui modifikasi medium ekpresi. Modifikasi medium ekpresi dilakukan dengan menggunakan
limbah cair tahu yang ditambahkan dengan 0.5% ekstrak khamir (m/v) (LCT+YE) dan diatur pH media LCT+YE tersebut sama dengan pH Luria Bertani (LB). Tingkat ekspresi enzim pada media LCT+YE dibandingkan dengan LB. Selanjutnya dilakukan optimasi produksi dengan lama waktu induksi pada medium ekspresi terpilih. Hasil yang optimal dikonfirmasi dengan SDS-PAGE (melalui ketebalan pita) dan aktivitas enzim. Hasil produksi yang paling optimal kemudian dipurifikasi dan dikarakterisasi. Purifikasi dilakukan melalui 3 langkah secara kontinu, antara lain: 1) freeze0 thaw dengan cara memasukkannya total suspensi sel pada freezer bersuhu -70 C sampai membeku selama ± 30 menit dan mencairkannya kembali (freeze-thaw dilakukan dengan 3 kali pengulangan), 2) heat treatment pada suhu 600C selama 30 menit, dan 3) kromatografi penukar ion dengan resin dietil amino etil (DEAE). Larutan NaCl dengan konsentrasi 0, 100, 300, 400, 500 dan 1000 mM digunakan sebagai garam pengelusi ketika purifikasi menggunakan kolom kromatografi dilakukan. Enzim murni yang diperoleh kemudian dikarakterisasi yang meliputi penentuan suhu dan pH optimum, logam aktivator, stabilitas panas serta waktu paruh enzim. Analisis keberadaan enzim target dilakukan menggunakan SDS-PAGE. Metode Bradford digunakan untuk analisis protein atau enzim secara kuantitatif. Bovine serum albumin (BSA) digunakan sebagai standar protein saat analisis dengan larutan Bradford. Enzim yang telah direaksikan dengan larutan Bradford 0 dibiarkan selama 2-5 menit pada suhu 37 C, kemudian absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Aktivitas enzim diukur dengan metode larutan pewarna sisten karbazol asam sulfat. Substrat galaktosa direaksikan dengan enzim, kemudian diinkubasi pada suhu 600C selama 60 menit. Setelah reaksi enzimatis dihentikan, kemudian diberi larutan pewarna sisten karbazol asam sulfat dan diinkubasi kembali pada suhu 600C selama 30 menit. Absorbansi warna diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 560 nm. Pada pengukuran aktivitas enzim, fruktosa digunakan sebagai standar produk yang telah terbentuk. Dari analisis dengan SDS-PAGE disimpulkan bahwa medium ekpresi yang lebih baik untuk produksi enzim AI adalah LCT + YE. Media cair LB juga dapat digunakan sebagai medium ekspesi, akan tetapi pita enzim target yang dihasilkan sangat tipis dibandingkan dengan medium LCT + YE. Optimasi produksi enzim AI dengan mekanisme ekspresi terinduksi yang paling optimum adalah dengan lama waktu induksi 16 jam. Aktivitas total suspensi sel tertinggi terdapat pada lama waktu induksi 16 jam dan 20 jam. Tetapi induksi selama 16 jam memiliki aktivitas enzim pada bagian supernatant ke-2 yang lebih tinggi (±2000 U/ml) dibandingkan induksi jam ke-20 (±1500 U/ml). Bagian supernatan ke-2 merupakan bagian enzim pada sitosol yang larut dan memiliki aktivitas tinggi. Pada tahapan purifikasi, analisis dengan SDS-PAGE dan uji aktivitas diketahui enzim AI terelusi pada fraksi nomor 49-55. Dari SDS-PAGE diketahui bahwa enzim dengan berat molekul 56 kDa berada pada fraksi 50, 51 dan 52, sedangkan pada fraksi lain tidak menunjukkan keberadaan pita pada posisi 56 kDa. Pita tunggal (single band) pada fraksi 50, 51 dan 52 mengindikasikan enzim AI telah cukup murni dan terpisah dari protein lainnya. Fraksi 50, 51 dan 52 juga memiliki aktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan fraksi lainnya. Fraksi 4955 terelusi oleh konsentrasi NaCl 300 mM. Aktivitas spesifik enzim murni pada
fraksi 50, 51 dan 52 antara lain secara berurutan adalah 345, 282 dan 364 U/mg. Kuantifikasi protein dengan metode Bradford juga mengkonfirmasikan bahwa protein hasil elusi kromatografi penukar ion lebih tinggi pada fraksi 50, 51 dan 52 dibandingkan fraksi lainnya. Enzim AI murni memiliki aktivitas optimal pada suhu 600C dan pH 7. Enzim AI membutuhkan logam kalsium (Ca) dan mangan (Mn) untuk meningkatkan aktivitas dan stabilitas panasnya. Penambahan CaCl2 meningkatkan aktivitas relatif enzim AI dari G. stearothermophilus lokal hingga menjadi 154% pada konsentrasi 1 mM dan 130% pada konsentrasi 5 mM. Dan penambahan MnCl 2 meningkatkan aktivitas relatif enzim hingga menjadi 525% pada konsentrasi 1 mM dan 560% pada konsentrasi 5 mM. Inkubasi pada suhu 65 0C selama 150 menit menurunkan aktivitas enzim AI murni tanpa penambahan logam hingga tersisa 43%. Sedangkan dengan penambahan 1 mM logam CaCl2 dan MnCl2, aktivitas enzim AI masih tersisa masing-masing 70% dan 91%. Pendugaan waktu paruh (t1/2) enzim AI hasil pemurnian dilakukan dengan penentuan nilai konstanta deaktivasi enzim (k) terlebih dahulu. t1/2 enzim tanpa logam pada suhu 65 0C adalah 136 menit. Dan dengan penambahan 1 mM CaCl2 dan MnCl2, t1/2 AI meningkat menjadi masing-masing 301 dan 990 menit. Enzim AI dari beberapa bakteri termofilik yang telah diteliti tidak ada yang menunjukkan karakteristik yang 100% sama, meskipun enzim AI dihasilkan oleh gen yang sama (gen araA), namun genus, spesies, strain ataupun tempat isolasi bakteri yang berbeda dapat memberikan karakteristik yang berbeda pula. Waktu paruh enzim AI lokal pada suhu 65 0C dengan penambahan 1 mM MnCl2 jauh lebih lama dibandingkan beberapa enzim AI termostabil yang telah ada. Salah satu strategi peningkatan produksi tagatosa menggunakan enzim AI adalah mencari enzim dengan waktu paruh yang lama. Dari hasil penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa enzim AI dari G. stearothermophilus lokal dapat langsung diaplikasikan pada industri. Suhu yang direkomendasikan untuk aplikasi industri produksi tagatosa menggunakan enzim AI adalah 60-65ºC, karena pada suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi pengcoklatan. Kata
kunci:
enzim arabinosa isomerase, tagatosa, gen araA, G. stearothermophilus, E. coli BL21 (DE3) pLysS pET-21b, ekspresi
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM ARABINOSA ISOMERASE DARI GEN BAKTERI Geobacillus stearothermophilus LOKAL
YONI ATMA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Budiatman Setiawihardja, M.Sc
HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis
: Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal
Nama Mahasiswa
: Yoni Atma
NRP
: F251090131
Program Mayor
: Ilmu Pangan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Budi Saksono, M.Sc Anggota
Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Ketua
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.Sc
Tanggal Ujian: 13 Juli 2011
Tanggal Lulus: 22 Juli 2011
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Judul tesis ini adalah ”Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal” Terima kasih penulis ucapkan kepada para Orang Tua dan keluarga penulis atas jasa-jasanya yang tidak akan pernah penulis lupakan. Kepada Prof Dr. Ir. Maggy T. Suhartono selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, semangat serta pelajaran tentang berbagai macam hal sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Budi Saksono, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing atas saran dan dana penelitiannya. Kepada Dr. Ir. Budiatman Setiawihardja, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, atas panduan ilmu dan saran-sarannya. Selain itu, terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada staf peneliti laboratorium CBRG dan Puslit Bioteknologi LIPI atas kerjasama dan diskusi yang pernah diberikan. Juga pada rekan-rekan Ilmu Pangan (IPN) dan laboratorium Mikrobiologi Biokimia PAU IPB. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan pada masa yang akan datang. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 17 Maret 1986 dari ayah Saibunnur (Almarhum) dan ibu Zaimon Lafmi. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 11 Kota Jambi dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Jambi melalui jalur PKPM (Pencarian Khusus Pemandu Minat). Penulis memilih program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2008 penulis memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP) dari Universitas Jambi. Tahun 2009 penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis memilih mayor Ilmu Pangan (IPN). Penulis pernah menjadi Guru Les pada lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation cabang Depok tahun 2009 dan Nurul Ilmi cabang Dramaga tahun 2010. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master of Science (M.Si), penulis menyelesaikan tesisnya dengan judul ”Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaja Suhartono dan Budi Saksono, M.Sc.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI……...………………………...………………………………....
i
DAFTAR TABEL……………………………………………...……………...
iii
DAFTAR GAMBAR…….……………………………………………………
iv
DAFTAR LAMPIRAN………….…………………………………………….
v
PENDAHULUAN Latar Belakang………………………………………………………..........
1
Tujuan Penelitian……………………………………………………...........
4
Manfaat Penelitian………………………………………………………….
4
TINJAUAN PUSTAKA Enzim Arabinosa Isomerase…………………………………………..........
5
Tagatosa……………………………………………….................................
7
Konsep DNA Rekombinan…………………………………………………
10
Purifikasi dan Karakterisasi Enzim………………………...........................
14
Sodium Dedosil Sulfat Poliakrilamid Gel Elektroforesis (SDS-PAGE)…..
18
Pengukuran Konsentrasi Protein…………………………...........................
19
METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat………………………………………………………..........
21
Metode Penelitian……………………………………………………..........
21
1. Produksi enzim………………….………...……………………..........
22
2. Purifikasi enzim…………………………………………...................
23
3. Karakterisasi enzim…………….…………………………..................
24
Metode Analisis…………………………………………………………….
27
1. Pengukuran absorbansi pada 600 nm………………………………
27
2. Elektroforesis SDS-PAGE…………………………………………….
27
3. Pengukuran aktivitas enzim………………………………………….
28
4. Penentuan kadar protein (Bradford) ………………………...........
29
5. Perhitungan aktivitas spesifik enzim………………………………
30
6. Penentuan waktu paruh enzim…………………………………….
30
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Bakteri Transforman………………………………………..
31
Produksi Enzim Arabinosa Isomerase…………………………………
32
Optimasi Produksi Enzim Dengan Lama Waktu Induksi……………...
36
Purifikasi……………………………………………………………….
40
Karakterisasi……………………………………………………………
46
1. Suhu optimum……………………………………………………..
47
2. pH optimum……………………………………………………….
48
3. Pengaruh logam……………………………………………………
50
4. Stabilitas panas…………………………………………………….
53
5. Pendugaan waktu paruh enzim.…………………………………...
55
KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1
Karakteristik fisik dan kimia tagatosa.........................................
Tabel 2
10
Tabel 4
Manfaat kesehatan dan aplikasi tagatosa pada produk pangan........................................................................................... Komposisi separating dan konsentrat (stacking) gel untuk SDSPAGE ........................................................................................... Bahan-bahan untuk uji aktivitas enzim…………………………
Tabel 5
Larutan uji aktivitas…………………………………………….
28
Tabel 6
Cara perhitungan aktivitas spesifik enzim………………………
30
Tabel 7
Perhitungan konsentrasi protein (metode Bradford) dan aktivitas spesifik yang diberikan……………………………….. Karakteristik suhu dan pH optimum enzim AI dari beberapa bakteri termofilik………………………………………………..
46
Tabel 3
Tabel 8
8
27 28
50
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Gambar 2
Ilustrasi produksi tagatosa dari laktosa menggunakan katalis kalsium............................................................................................ Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh enzim AI........................
5
Gambar 3
Model molekul AI ketika mengikat galaktosa……………………
6
Gambar 4
Perbandingan struktur molekul tagatosa dan fruktosa……………
7
Gambar 5
8
Gambar 7
Salah satu mekanisme tagatosa sebagai produk antidiabetes dan hiperglikemia…………………………………………………….. Perbandingan respon glikemik tagatosa dengan beberapa pemanis…………………………………………………………... Plasmid sebagai vektor ekspresi………………………………….
11
Gambar 8
Peta plasmid pET-21b(+) secara garis besar……………………..
12
Gambar 9
Mekanisme ekspresi gen target pada E. coli BL21 pLysS pET…… ………………………………………………………… Skema alur penelitian…………………………………………….
14
Gambar 6
Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17
Perbandingan ekpresi enzim AI pada 2 jenis medium ekpresi berbeda…………………………………………………………… Mekanisme ekspresi terinduksi IPTG pada inang E. coli BL21(DE3) dengan sistem pET………………………………… Grafik optical density (kerapatan sel) dan aktivitas enzim yang dikoleksi dari kultur serta setelah induksi……………………….. SDS-PAGE hasil optimasi produksi enzim dengan lama waktu induksi…………………………………………………………… Pengukuran kadar protein pada 280 nm terhadap enzim AI hasil kromatografi ion exchange dengan resin DEAE................... SDS-PAGE enzim AI ekstrak kasar dan hasil purifikasi………...
2
9
26 32 34 37 37 42 43 44
Gambar 19
Pengukuran aktivitas terhadap enzim ekstrak kasar dan fraksi hasil kromatografi………………………………………………... Pengukuran konsentrasi protein dengan metode Bradford terhadap enzim ekstrak kasar dan fraksi hasil purifikasi………… Suhu optimum enzim AI dari G. stearothermophilus lokal……...
Gambar 20
pH optimum enzim AI dari G. stearothermophilus lokal………...
49
Gambar 21
Pengaruh penambahan ion logam terhadap aktivitas enzim AI….
52
Gambar 22
Stabilitas enzim AI pada suhu 65 0C tanpa dan dengan keberadaan logam………………………………………………... Hubungan ln aktivitas enzim tanpa logam terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0C………………………………………… Hubungan ln aktivitas enzim dengan penambahan logam Ca terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0C ……………………… Hubungan ln aktivitas enzim dengan penambahan logam Mn terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0C ………………………
54
Gambar 18
Gambar 23 Gambar 24 Gambar 25
45 47
55 56 57
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3
Data Optical Density (OD) pada 600 nm dari kultur bakteri pada saat kultur dilakukan dan induksi dimulai……………….. Data pengukuran aktivitas enzim pada saat optimasi produksi
66 67
Lampiran 4
Data pengukuran protein terelusi hasil purifikasi dengan kolom penukar ion……………………………………………. Pengukuran aktivitas enzim hasil purifikasi…………………..
70 71
Lampiran 5
Data perhitungan konsentrasi protein dengan metode Bradford
78
Lampiran 6
Data penentuan dan perhitungan suhu optimum ……………...
82
Lampiran 7
Data penentuan dan perhitungan pH optimum ……………..
83
Lampiran 8
Data pengaruh penambahan logam…………………………….
88
Lampiran 9
Data stabilitas panas enzim…………………………………….
92
Lampiran 10
Perhitungan untuk penentuan waktu paruh enzim……………..
99
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Enzim arabinosa isomerase (AI) dapat mengkatalisis secara revesible reaksi isomerisasi D-galaktosa menjadi D-tagatosa (Lee et al 2004). Tagatosa telah digunakan sebagai pemanis rendah kalori (1,5 kkal/g) (Levin 2002). Tagatosa memiliki tingkat kemanisan 92% dibandingkan sukrosa (Lee et al 2004). Tagatosa
memberikan
berbagai
manfaat
kesehatan
diantaranya
seperti
menurunkan berat badan, prebiotik, anti-histolisis (Oh 2007) serta mereduksi sejumlah gejala yang berhubungan dengan diabetes tipe 2, hiperglikemia, obesitas, anemia dan hemophilia (Levin 2002; Lu et al 2007). Peran tagatosa sebagai antidiabetes akan bermanfaat sebagai gula alternatif di Indonesia, mengingat Indonesia menempati peringkat ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia (Wild et al 2004). Produksi tagatosa dalam bentuk bulk sweeteners telah dilakukan pada skala industri secara kimiawi menggunakan katalis kalsium (Beadle et al 1991). Tahapan-tahapan dan proses purifikasi yang kompleks, limbah kimia, serta produk akhir lainnya yang dihasilkan yang bukan tagatosa (by-product) menyebabkan penggunaan katalis kimia mulai ditinggalkan. Alternatif yang saat ini banyak digunakan adalah menggunakan katalis biologis seperti enzim. Sorbitol dehidrogenase
dari
sejumlah
memproduksi
D-tagatosa
dari
mikroorganisme galaktitol.
awalnya
D-psicosa
dipelajari 3-epimerse
untuk dari
Agrobacterium tumefaciens dan D-tagatosa 3-epimerase dari Pseudomonas cichorii ternyata diketahui dapat membentuk tagatosa dari D-sorbosa. Namun substrat galaktitol ataupun D-sorbosa yang mahal menyebabkan pengembangan enzim ini tidak efisien (Oh 2007). Enzim yang saat ini paling banyak dicari untuk memproduksi tagatosa adalah enzim arabinosa isomerase (AI). Pembentukan tagatosa dari galaktosa ini sangat efisien karena substrat yang dibutuhkan dan tahapan produksinya. Studi produksi dan pencarian enzim AI termostabil lebih difokuskan, sebab konversi Dgalaktosa menjadi D-tagatosa meningkat dengan peningkatan suhu
(> 50ºC)
(Kim et al 2002). Selain itu, enzim-enzim pangan yang bersifat termostabil juga
1
menjadi semakin penting dalam dunia industri. Hal ini berkaitan dengan keuntungan yang akan diperoleh bila proses produksi dilakukan pada suhu tinggi, diantaranya adalah mengurangi kontaminasi, meningkatkan kecepatan reaksi sehingga menghemat waktu, tenaga dan biaya, serta menurunkan viskositas larutan fermentasi sehingga memudahkan proses produksi. Suhu yang direkomendasikan untuk aplikasi industri produksi tagatosa menggunakan enzim AI adalah 60-65ºC, karena pada suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi pengcoklatan (Cheng et al 2009).
Gambar 1. Ilustrasi produksi tagatosa dari laktosa menggunakan katalis kalsium (Skytte 2006)
Sejumlah bakteri termofilik penghasil enzim AI telah dilaporkan. Beberapa diantaranya adalah Thermotoga neapolitana (Kim et al 2002), Thermus sp. (Kim et al 2003b), Thermoanaerobacter mathranii (Jorgensen et al 2004), Thermotoga maritima (Lee et al 2004), Geobacillus stearothermophilus T6 (Lee et al 2005a), Alicyclobacillus acidocaldarius (Lee et al 2005b), Bacillus stearothermophilus US100 (Rhimi & Bejar 2006), G. thermodenitrificans (Kim & Oh 2005), dan B. stearothermophilus IAM11001 (Cheng et al 2009). Produksi enzim AI yang berasal dari bakteri-bakteri termofilik tersebut diatas dilakukan dengan menggunakan inang E. coli. Gen araA yang mengkode arabinosa isomerase (AI) dikloning melalui plasmid ke bakteri E. coli BL21. E. coli kemudian akan
2
mengekspresikan atau menghasilkan enzim AI setelah diberi senyawa penginduksi. E. coli merupakan salah satu mikroorganisme yang banyak digunakan untuk produksi protein rekombinan karena alasan-alasan berikut: 1) E. coli dapat tumbuh dengan cepat, 2) suhu dan medium pertumbuhan lebih sederhana untuk mencapai massa sel yang tinggi, 3) karakteristik genetikanya telah diketahui dengan baik, dan 4) E. coli memiliki vektor kloning yang lebih banyak (Baneyx 1999). Diantara beberapa bakteri termofilik yang diteliti, saat ini enzim AI yang berasal dari G. stearothermophilus (Gali152) memiliki kemampuan tertinggi dalam menghasilkan tagatosa dan produktivitasnya telah mendekati kriteria produksi untuk skala komersial (Oh 2007). Kim et al (2003a) melaporkan bahwa teknik imobilisasi enzim AI dari G. stearothermophilus (Gali152) dapat menghasilkan 230 g/liter tagatosa dari 500 gram/liter galaktosa dengan produktivitas 319 g/liter per hari pada sistem batch. Sedangkan fermentasi dengan sistem kontinu menghasilkan 145 g/liter tagatosa dari 300 g/liter galaktosa dengan produktivitas 1,296 g/liter per hari (Ryu et al 2003). Fitriani dan Saksono (2010) telah melakukan kloning dan ekspresi gen araA dari strain lokal G. stearothermophilus asal Tanjung Api, Poso, Indonesia. Analisis DNA homologi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa AI dari G. stearothermophilus
lokal
memiliki
nilai
kemiripan
98%
dengan
G.
stearothermophilus T6, 97% dengan B. stearothermophilus US100 dan A. acidocaldarius, 96% dengan Thermus sp., 95% dengan B. stearothermophilus IAM11001, dan G. thermodentrificans. Namun analisis dengan Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) menunjukkan level ekspresi enzim AI tersebut pada media ekspresi (fermentasi) Luria Bertani (LB) masih rendah. Ekspresi gen araA ini perlu ditingkatkan sehingga jumlah enzim AI yang dihasilkan optimal. Meskipun penggunaan E. coli sebagai inang untuk memproduksi arabinosa isomerase memiliki keunggulan, akan tetapi tidak menjamin bahwa protein rekombinan yang ditargetkan terekpresikan dalam jumlah tinggi dan aktif. Apalagi suhu optimum bakteri asal berbeda dengan inang yang akan mengekpresikan, sehingga dapat mempengaruhi pembentukan dan pelipatan
3
protein ataupun enzim. Kesalahan dalam pelipatan protein dapat menyebabkan peningkatan ekspresi protein rekombinan yang tidak larut (insoluble). Protein rekombinan yang tidak larut biasanya memiliki aktivitas yang rendah. Peningkatan ekspresi protein rekombinan pada E.coli dapat dilakukan dengan modifikasi komponen medium ekspresi dan ini merupakan teknik yang paling efisien (Blommel et al 2007). Lama waktu induksi juga mempengaruhi tingginya ekpresi protein rekombinan pada bakteri E. coli (Donovan et al 1996; Azaman et al 2010). Penelitian yang telah dilakukan Putri (2010) menunjukkan bahwa limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak khamir dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan E.coli rekombinan dan ekspresi protein rekombinannya. Penggunaan limbah cari tahu sebagai medium ekspresi mempermudah tahapan pemisahan protein aktif dengan inclusion body (insoluble protein). Selain untuk meningkatkan produksi enzim, penelitian ini juga dilakukan untuk memurnikan enzim yang telah diperoleh dan mengetahui karakteristik enzim AI dari G. stearothermophilus lokal. Karakteristik AI yang ingin diketahui mencakup suhu dan pH optimum, logam aktivator dan stabilitas panas. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh enzim AI dari isolat lokal atau sumber daya alam Indonesia yang telah terkarakterisasi. Enzim yang dihasilkan dapat digunakan untuk memproduksi tagatosa. Karakteristik enzim AI dari strain lokal ini dapat menjadi acuan untuk dibandingkan dengan enzim AI yang telah ada. Serta apakah enzim bisa langsung diterapkan pada skala industri atau diperlukan teknik lainnya untuk meningkatkan karakteristik enzim. B. TUJUAN Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk: 1. Optimasi produksi enzim AI yang berasal dari gen araA bakteri G. stearothermophilus asal Tanjung Api, Poso, Indonesia. 2.
Purifikasi dan karakterisasi enzim AI yang telah dihasilkan.
C. MANFAAT Manfaat jangka panjang yang diharapkan dari penelitian ini adalah industrialisasi enzim AI. Selain itu, juga industrialisasi D-tagatosa sehingga bisa digunakan dalam industri makanan dan obat.
4
TINJAUAN PUSTAKA A. ENZIM ARABINOSA ISOMERASE L-Arabinosa isomerase (AI) merupakan enzim intraseluler yang berdasarkan klasifikasi enzim secara internasional atas reaksi yang dikatalisisnya diberi nomor kode EC 5.3.1.4. Enzim AI dapat mengkatalisis secara revesible reaksi isomerisasi L-arabinosa menjadi L-ribulosa dan D-galaktosa menjadi D-tagatosa. Perubahan L-arabinosa menjadi L-ribulosa terjadi secara in vivo, sedangkan perubahan Dgalaktosa menjadi D-tagatosa dapat terjadi secara in vitro (Lee et al 2004). Pada
awalnya
enzim
AI
diketahui
karena
kemampuan
beberapa
mikroorganisme menggunakan L-arabinosa sebagai sumber karbon. L-arabinosa akan dirubah menjadi D-selulosa-5-posfat yang merupakan reaksi intermediet dalam jalur pentosa fosfat. Reaksi tahap pertama pada jalur tersebut adalah terjadinya perubahan arabinosa menjadi L-ribulosa oleh enzim arabinosa isomerase (AI). Kemampuan AI dalam mengkatalisis reaksi isomerisasi galaktosa menjadi tagatosa dikarenakan kemiripan struktur konfigurasi antara galaktosa dengan L-arabinosa (Yoon et al 2003). Karena dapat mengkatalisis reaksi isomerisasi pada D-galaktosa, enzim AI sering juga disebut sebagai galaktosa isomerase (Zang et al 2010).
Gambar 2. Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh enzim AI (Lee et al 2004)
5
Enzim AI dapat dihasilkan oleh mikroorganisme mesofilik dan termofilik. Aerobacter aerogenes, Lactobacillus plantarum, L. gayonii, L. pentosus,L. sakei, E. coli, Mycobacterium smegmatis, Salmonella typhimurium, Bacillus subtilis dan B. halodurans merupakan mikroorganisme mesofilik penghasil enzim AI yang telah diteliti. Sedangkan mikroorganisme termofilik penghasil enzim AI yang sampai
saat
ini
telah
dipelajari
antara
lain
seperti
Thermus
sp.
Thermoanaerobacter mathranii, Alicyclobacillus acidocaldarius, Thermotoga neapolitana,
Thermotoga
maritima,,
Geobacillus
stearothermophilus,
G.
thermodenitrificans dan Acidothermus cellulolytics (Zhang et al 2007; Prabhu et al 2008; Rhimi et al 2010). Enzim AI dikodekan oleh gen araA yang terletak pada kompleks gen Larabinosa. Gen araA terdiri dari sekitar 1494 – 1535 pasang basa (bp). Jumlah pasang basa yang dimiliki gen araA tergantung mikroorganisme asalnya. Gen araA G. stearothermophilus strain lokal memiliki 1512 pasang basa (Fitriani & Saksono 2010). B. stearothermophilus US 100, G. stearothermophilus, dan G. thermodenitrificans mengekspresikan enzim AI yang berukuran 56 kDa (Rhimi & Bejar 2006; Kim & Oh 2005). Sebagian besar AI terdiri dari 4 (tetramer) struktur sekunder yang berbentuk alfa-heliks. Kecuali AI dari E. coli yang berupa hexamer (Wallace et al 1978). Asam amino yang berada pada sisi aktif enzim AI adalah asam glutamat pada posisi 305 dan 330. Sisi aktif AI akan mengikat substrat arabinosa ataupun galaktosa untuk dikatalisis menjadi produk. Struktur AI pada saat mengikat substrat galaktosa dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.
Gambar 3. Model molekul AI ketika mengikat galaktosa (Kim et al 2009) 6
Enzim AI dari bakteri termofilik memiliki pH optimum 7.0-8.5, dengan pH isoelektrik sekitar 5.0-5.8 dan suhu optimum antara 60-90ºC. Sebagian besar enzim AI membutuhkan ion logam Mn 2+ dan Co2+ sebagai kofaktor. Penggunaan Co 2+ sebagai kofaktor untuk menghasilkan bahan pangan tidak direkomendasikan karena bahaya kesehatan yang ditimbulkannya (Jorgensen et al 2004). Aktivitas katalisis dan stabilitas beberapa enzim AI juga ada yang meningkat dengan keberadaan ion Fe2+, Mg2+, dan Ca2+ (Oh 2007; Kim & Oh 2005). Tidak adanya ion logam sebagai kofaktor menyebabkan aktifitas enzim AI lebih rendah (Lee et al 2005a). B. TAGATOSA Tagatosa adalah monosakarida dengan rumus empiris C6H12O6 dan berat molekulnya (Mr) 180,6. Tagatosa termasuk hekso-ketosa alami, akan tetapi jarang terdapat di alam. Tagatosa hanya ditemukan dalam jumlah sedikit pada beberapa buah, produk susu dan cokelat. Tagatosa memiliki struktur molekul yang hampir sama dengan fruktosa dan telah dikenal sebagai komponen yang aman digunakan pada bahan pangan dan produk farmasi. Food and Drug Administration Amerika Serikat (U.S. FDA) telah menetapkan tagatosa sebagai GRAS (Generally Recognized As Safe) komponen (Levin 2002).
Gambar 4. Perbandingan struktur molekul tagatosa dan fruktosa (Skytte 2006) Suhu leleh dari tagatosa adalah 134ºC, dan stabil pada pH 2–7. Tagatosa 0 memiliki kelarutan yang tinggi [58% (w/w) pada 21 C]. Karakter humektan tagatosa sama dengan sorbitol. Sifat higroskopis dari tagatosa lebih rendah jika 7
dibandingkan fruktosa. Viskositas tagatosa lebih rendah dibandingkan sukrosa pada konsentrasi yang sama, akan tetapi sedikit lebih tinggi dibandingkan fruktosa dan sorbitol. Pada suhu tinggi, reaksi Maillard dan karamelisasi oleh tagatosa akan memberikan warna coklat seperti yang dihasilkan oleh sukrosa (Levin 2002). Tabel 1. Karakteristik fisik dan kimia tagatosa (Levin 2002; Skytte 2006) Karakteristik Nama umum Sinonim Melting point Bulk density (g/ml) Optical rotation Bentuk fisik Nilai kalori Odor, cooling effect dan Karsinogenesitas
Penjelasan D-Tagatosa, Tagatosa D-lyxo-hexulose 133-137ºC 0.7-0.9 a D20 = - 5ºC (c =1 dalam H2O) Kristal < 1,5 kcal/g Tidak ada
Lu et al (2007) menyatakan bahwa tagatosa digunakan sebagai produk antidiabetes dan pengendali obesitas. Tagatosa bisa meningkatkan high density lipoprotein (HDL) dan mencegah kanker kolon. Kemampuan tagatosa dalam mengendalikan gejala hiperglikemia dikarenakan tagatosa dapat menjadi inhibitor bagi enzim maltase dan sukrase. Mekanisme tagatosa sebagai inhibitor enzim maltase dan sukrase dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Salah satu mekanisme tagatosa sebagai produk antidiabetes dan hiperglikemia (Lu et al 2007) 8
Konsumsi tagatosa tidak menyebabkan kerusakan gigi dan efek laktasif. Tagatosa lambat diserap oleh saluran intestinal sehingga tidak berakibat pada naiknya indeks glikemik secara cepat (Lu et al 2007). Gambar 6 memperlihatkan perbandingan respon glikemik dari tagatosa dibandingkan pemanis lainnya. Menurut Skytte (2006) hanya sekitar 25% tagatosa yang diserap pada usus halus, sisanya 75% akan difermentasi dalam usus besar oleh mikroflora menjadi asam lemak rantai pendek. Tagatosa dapat meningkatkan pertumbuhan Lactobacillus dan bakteri asam laktat lainnya. Manfaat prebiotik tagatosa telah dipelajari pada manusia dan hewan (Skytte 2006).
Gambar 6. Perbandingan respon glikemik tagatosa dengan beberapa pemanis (Skytte 2006) Konsentrasi penggunaan tagatosa pada produk pangan bervariasi. Tagatosa digunakan sebanyak 1% pada minuman diet berkarbonasi, 2% pada produk roti, 3% pada es krim dan 15% produk candies khusus untuk penderita diabetes (Dobbs & Bell 2010). Amerika Serikat, Korea, New Zeland dan Australia telah menerapkan penggunaan tagatosa dalam produk-produk minuman, confectionary, makanan kesehatan dan pemanis rendah kalori.
9
Tabel 2. Manfaat kesehatan dan aplikasi tagatosa pada produk pangan (Oh 2007) Manfaat kesehatan Rendah kalori
Jenis produk pangan Makanan rendah karbohidrat, sereal, minuman ringan dan health bars Diabetic food (tipe 2) Supplemen Cokelat, candies, chewing gum Yogurt, bakery, minuman susu dan confectionary
No glycemic effect Anti halistosis Prebiotik Flavor enhancement
C. KONSEP DNA REKOMBINAN Prinsip teknologi rekombinasi DNA yaitu menggabungkan molekul fragmen DNA atau gen dari organisme yang berbeda sehingga menghasilkan kombinasi baru yang sebenarnya tidak terdapat secara alami (Glick & Pasternak 2003). DNA dari manusia, hewan, tumbuhan dan mikroorganisme dapat direkombinasi. DNA rekombinan buatan sangat berguna dalam penelitian genetika. Teknologi DNA rekombinan terus mengembangkan metode untuk isolasi dan menyatukan gen menjadi kombinasi baru. Tahap awal dari rekombinasi adalah isolasi gen target. Isolasi gen dapat dilakukan dengan 2 cara yakni pemotongan secara langsung dan isolasi mRNA untuk persiapan cDNA.
Enzim endonuklease restriksi digunakan untuk
memotong untai DNA. Sedangkan DNA ligase berguna untuk menggabungkan fragmen-fragmen DNA. Apabila menggunakan metode isolasi mRNA, maka harus berdasarkan prinsip reverse transcription dan memerlukan penyusunan DNA primer. Gen yang telah diperoleh kemudian disisipkan pada vektor pembawa yang akan membawa gen ke dalam sel inang (host). Sel inang yang telah ditransformasi kemudian diseleksi dan digunakan ataupun dikembangkan sebagai organisme penghasil DNA rekombinan (Lehninger 2004). 1. Plasmid Cara insersi gen asing ke dalam sel inang pada teknik rekombinasi DNA dapat dilakukan dengan plasmid, bakteriophage, cosmid dan kromosom buatan (Prescott 2002). Plasmid dan bakteriophage merupakan vektor yang paling banyak digunakan. Plasmid adalah DNA berbentuk lingkaran yang ditemukan dalam sitoplasma spesies bakteri. Plasmid mengandung gen yang melakukan
10
replikasi, transkripsi dan translasi secara terpisah, tetapi dalam waktu yang bersamaan dengan kromosom. Plasmid memiliki sifat istimewa, sehingga sangat bermanfaat dalam teknik rekayasa genetika. Plasmid dapat melewati sel, pindah dari sel yang satu ke sel lainnya atau dari satu spesies bakteri ke spesies lainnya. Penggabungan gen asing ke dalam plasmid dapat dilakukan dengan mudah. Selain itu, plasmid dapat disisipi atau terkadang telah memiliki penanda seleksi (Tortora et al 2010). Plasmid juga bisa digunakan sebagai vektor ekspresi. Ekpresi adalah perubahan fragmen DNA atau gen menjadi protein spesifik melalui tahap transkripsi dan translasi. Untuk ekspresi, plasmid harus memiliki signal pemulai tahapan transkripsi dan translasi yang diperlukan. Tingkat ekspresi gen yang dikloning dikendalikan oleh sekuen promoter dan regulator yang terdapat pada vektor ekpresi tersebut. Promoter dan regulator memberikan isyarat tempat dimana RNA polimerase berikatan dan mulai melakukan proses transkripsi (Lehninger 2004). Pemakaian teknologi rekombinasi DNA dibidang produksi enzim secara lebih spesifik dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya aplikasi gen terpilih melalui plasmid. Pemindahan gen penyandi enzim suatu mikroba atau organisme yang bersifat unggul ke dalam mikroba lain dapat dilakukan dengan cara
mengisolasi
mengintegrasikannya
gen ke
yang
diinginkan.
dalam plasmid
Kemudian tertentu.
memindahkan
dan
Selanjutnya dilakukan
amplifikasi gen yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan produksi protein fungsional yang diturunkan dari gen tersebut (Suhartono 1989).
Gambar 7. Plasmid sebagai vektor ekspresi (Koolman & Roehm 2005) 11
2. Plasmid pET-21b(+) dan Inang E. coli BL21 (DE3) pLysS Plasmid pET-21b(+) merupakan salah satu plasmid yang dirancang untuk mengekspresikan gen target yang telah membawa situs pengikatan ribosom dan kodon pemulai (start codon).
pET-21b(+) berukuran 5442 bp dimana peta
konstruksi sistem ekspresinya terdiri dari sebuah gen lacI yang mengkode protein represor, sebuah promoter T7 yang spesifik untuk hanya T7 RNA polimerase (bukan bakteri RNA polimerase dan juga tidak terdapat dalam genom prokariotik), operator lac (lac O) yang dapat menghalangi transkripsi, multiple cloning site (MCS), sebuah gen replikasi asli dari plasmid alaminya (pBR322 ORI), dan suatu gen resistensi ampisilin (Blaber 1998). Gambar 8 menampilkan secara garis besar peta plasmid kontruksi pET-21b(+). Sistem pET memberikan hasil ekspesi protein target yang tinggi dan sangat kuat dalam mengendalikan ekpresi basal yang tidak diinginkan. Sistem pET plasmid yang berdasarkan T7 promoter merupakan yang paling tepat untuk kloning dan ekspresi DNA rekombinan di dalam E. coli (Studier & Moffatt 1986; Novagen 1999).
Gambar 8. Peta plasmid pET-21b(+) secara garis besar Bakteri E. coli BL21 (DE3) pLysS mempunyai stabilitas yang tinggi dalam ekspresi protein. Inang ekspresi ini membawa gen T7 RNA polimerase dibawah kontrol promoter lacUV5. E. coli BL21 memiliki plasmid pLysS, plasmid ini akan mengkode sejumlah kecil lisosim T7 yang mempunyai kontrol yang tinggi terhadap ekspresi protein toksik dan resisten terhadap kloramfenikol.
12
Plasmid pLysS mempunyai sedikit inhibisi terhadap T7 RNA polimerase sehingga perlu
diinduksi
oleh
isopropyl-ß -D-thiogalactopyranoside
(IPTG).
IPTG
menginduksi T7 RNA polimerase dengan promoter lacUV5 sehingga ekspresi protein rekombinan dapat maksimal (Sambrook & Russell 2001). 3. Mekanisme Ekspresi Gen Target pada Kombinasi Plasmid pET-21b dan E. coli BL21 Ekpresi protein pada sistem pET21b(+) dan inang E. coli BL21 merupakan sistem operon indusibel yang sangat kompleks. Operon adalah kelompok gen yang diatur secara terkoordinasi dengan fungsi yang saling terkait. Operon terdiri dari promoter, operator, kompleks gen penyandi protein fungsional dan gen pengkode represor yang berada pada bagian terluar dari operon. Promoter berfungsi sebagai tempat RNA polimerase mengawali proses transkripsi. Operator sebagai saklar yang akan menentukan perlu atau tidaknya ekspresi suatu protein atau peptida pada operon. Saklar operator akan aktif apabila represor terlepas dari operator (Campbell et al 2003). Plasmid pET21b yang telah mengandung gen target pada posisi hilir dari T7 promoter dimasukkan ke dalam inang E. coli BL21. E. coli BL21 telah mengandung gen T7 faga yang akan menghasilkan T7 RNA polimerase. T7 RNA polimerase ini hanya bekerja dan memulai transkripsi pada situs promoter T7 (yang dalam hal ini terdapat pada plasmid pET21b[+]). Pembentukan T7 RNA polimerase diatur melalui operon tersendiri yang telah dikonstruksi pada genom E. coli BL21 (Sambrook & Russell 2001). Penambahan senyawa IPTG akan menyebabkan represor tidak dapat menginkatifkan operator yang awalnya memblok proses transkripsi, sehingga T7 RNA polimerase dihasilkan yang selanjutnya memulai tahapan transkripsi pada T7 promoter gen target. Karena T7 merupakan promoter dari virus, maka gen target akan ditranskripsikan secara cepat selama RNA polimerase ada (Sambrook & Russell 2001). Ekspresi gen target akan naik secara cepat sebagaimana jumlah mRNA yang ditranskripsikan juga meningkat. Mekanisme pada plasmid ini serupa dengan mekanisme pemanfaatan laktosa oleh lac operon bakteri.
13
SEL INANG
Gambar 9. Mekanisme ekspresi gen target pada E. coli BL21 (DE3) pLysS pET21b(+) araA (Sambrook & Russell 2001). D. PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI ENZIM Isolasi dan pemurnian enzim intraseluler mikrobial dapat dilakukan dengan cara pemecahan dinding sel. Pemecahan dinding sel bisa secara mekanis dan non mekanis. Teknik freeze-thaw merupakan teknik pemecahan dinding sel non mekanis dengan manipulasi lingkungan. Freeze-thaw dapat memisahkan protein target dari protein membran dan inclusion bodies. Perlakuan pembekuan dan pencairan sel secara cepat akan mengakibatkan rusaknya dinding sel. Pembentukan kristal es merupakan faktor utama penyebab kerusakan ini. Yang perlu diperhatikan dalam proses pemecahan sel melalui cara freeze-thaw adalah penggunaan suhu dibawah -20ºC, perlakuan yang cepat dan sistem pelarut sel. Pada proses penghancuran ditambahkan buffer atau cairan sehingga memudahkan proses ekstraksi (Suhartono, 1989). Pemisahan partikel dari cairan termasuk bagian penting operasi dalam isolasi enzim. Pemisahan dilakukan untuk memisahkan sel dari cairan kultur dan penggumpalan presipitat enzim. Enzim intraseluler yang telah dikeluarkan,
14
dipisahkan dari bagian sel dan dindingnya dengan proses sentrifugasi. Pemisahan dengan sentrifugasi merupakan sistem pemisahan berdasarkan berat. Partikel dengan berat yang berbeda akan mengendap pada kecepatan yang berbeda. Proses sentrifugasi pada enzim sebagian besar dilakukan pada suhu rendah, sehingga kehilangan aktivitas enzim dapat dijaga seminimal mungkin (Suhartono, 1989). Pemurnian atau purifikasi enzim adalah memisahkan enzim target dari selainnya. Tujuan pemurnian enzim adalah mendapatkan enzim target dalam keadaan murni. Untuk enzim termofolik, pemurnian dengan perlakuan panas sering kali dilakukan. Dengan perlakuan panas akan memisahkan enzim yang tahan panas dari protein lain yang tidak tahan panas. Hal penting yang harus diperhatikan dalam merencanakan tahapan pemurnian yaitu mempertahankan aktivitas enzim atau mengurangi proteolisis dan denaturasi aktivitas enzim murni serta menentukan jumlah enzim yang dibutuhkan. Enzim yang kasar dan murni dapat
digunakan
untuk
tujuan
komersial.
Sedangkan
untuk
keperluan
laboratorium diperlukan enzim murni (Harris 1989). Pemurnian enzim seringkali menggunakan kolom kromatografi. Terdapat 5 teknik kromatografi kolom yang sering digunakan antara lain seperti: kromatografi pertukaran ion, kromatografi gel filtrasi, kromatografi afinitas, kromatografi interaksi hidrofobik dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Sheehan 2009). Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktif yang bermuatan berlawanan sebagai pengisi kolom. Golongan senyawa ini merupakan polimer terhidratasi yang bersifat tidak larut seperti selulosa, dekstran dan agarosa. Gugus penukar ion diimobilisasikan pada matriks. Matriks selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan protein (termasuk enzim), polisakarida dan asam nukleat. Beberapa gugus penukar anion yaitu aminoetil (AE-) kuntenari aminoetil (QAE-) dan dietil aminoetil (DEAE-), sedangkan gugus penukar kation yaitu sulfopropil (SP-), metil sulfonat dan karboksimetil (CM-) (Widyastuti 2007). Kromatografi penukar ion dilakukan dengan mengelusi protein enzim menggunakan buffer awal yang telah diatur. Protein enzim yang diharapkan terikat pada kolom kemudian dilepaskan dengan cara mengubah pH buffer atau
15
kekuatan ionik pelarut (Phage & Thorpe 2009). Molekul enzim atau protein terdiri atas muatan positif dan negatif tergantung pada rantai samping asam amino asam dan basa. pH pada kondisi jumlah muatan positif dan muatan negatif sama disebut titik isoelektrik (pI). pI sebagian besar protein berkisar antara pH 5 dan 9. Protein yang berada pada kondisi pH diatas pI akan bermuatan negatif, dan apabila pH dibawah pI akan bermuatan positif (Lehninger 2004). Karboksimetil selulosa (CMC) dan dietilaminoetil (DEAE) selulosa merupakan penukar ion yang banyak dipakai untuk keperluan fraksinasi enzim. Apabila kondisi elusi dapat dijaga dengan hati-hati, tingkat kemurnian yang tinggi seringkali dapat dicapai. Agar enzim dapat bekerja secara optimal, perlu diketahui karakteristik biokimiawi enzim, seperti suhu dan pH optimum, pengaruh ion logam, stabilitas panas dan lainnya. Kondisi lingkungan harus menunjang kondisi yang dibutuhkan enzim untuk dapat berfungsi sebagai katalis suatu reaksi (Buchholz et al 2005). Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim akan berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi, akan tetapi kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Peningkatan suhu tertentu menyebabkan semakin meningkatnya aktivitas katalitik enzim tetapi juga semakin bertambahnya kerusakan enzim (Illanes 2008). Struktur protein menentukan aktivitas enzim, jika strukturnya terganggu maka aktivitasnya akan berubah pula. Kenaikan suhu sampai batas tertentu dalam suatu reaksi menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi karena bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi enzim dan substrat sehingga memperbesar peluang keduanya untuk bereaksi. Pada suhu yang lebih besar dari batas reaksi, protein enzim dapat mengalami perubahan konformasi yang bersifat detrimal yaitu berubahnya susunan tiga dimensi yang khas dari rantai polipeptida. Hal yang sama juga dapat terjadi pada substrat yang perubahan konformasinya dapat menyebabkan gugus reaktifnya akan mengalami kesulitan pada saat memasuki sisi aktif enzim (Machielsen et al 2007).
16
Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas bagian aktif enzim dalam bentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan menyebabkan menurunnya aktivitas enzim (Lehninger 2004) Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas pH enzim menggambarkan pH pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan. Nilai pH optimum tidak perlu sama dengan pH lingkungan normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit berada diatas atau dibawah pH optimum. Aktivitas katalitik enzim dalam sel mungkin diatur sebagian oleh perubahan pada pH medium atau lingkungan (Lehninger 2004). Banyak enzim yang memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya. Komponen ini disebut dengan kofaktor. Kofaktor bisa berupa molekul organik seperti ion Fe, Mn dan Zn atau mungkin juga molekul organik kompleks yang disebut koenzim seperti tiamin pirofosfat, FAD serta koenzim A. Beberapa enzim memerlukan satu atau lebih kofaktor dan koenzim bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau dalam waktu sementara. Akan tetapi pada beberapa enzim lainnya senyawa ini terikat kuat dan permanen. Dalam hal ini disebut gugus prostetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis bersama-sama dengan koenzim atau gugus logam lainnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil selama pemanasan, sedangkan bagian protein enzim yang disebut apoenzim akan terdenaturasi oleh pemanasan (Illanes 2008). Ion logam mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan enzim. Logam biasanya berperan sebagai pengatur aktivitas enzim. Ion logam dapat mengaktifkan enzim melalui berbagai kemungkinan seperti : 1) menjaga bagian internal enzim, 2) menghubungkan enzim dengan substrat 3) merubah konstanta keseimbangan reaksi enzim 4) merubah tegangan permukaan reaksi enzim 5) menghilangkan inhibitor, 6) menggantikan ion logam yang tidak efektif pada sisi
17
aktif enzim maupun substrat, dan 7) merubah konformasi enzim menjadi konformasi yang lebih aktif (Whitaker et al 2003). Beberapa jenis enzim mengandung ion logam yang telah terikat ataupun memerlukan ion logam yang sengaja ditambahkan bagi aktivitasnya. Metaloenzim mengandung ion logam fungsional dalam jumlah pasti, yang dipertahankan selama proses pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh logam memperlihatkan ikatan yang lebih lemah dengan logam, dan dengan demikian memerlukan logam tambahan. Oleh karena itu, perbedaan metaloenzim dengan enzim yang diaktifkan oleh logam terletak pada afinitas suatu enzim tertentu terhadap ion logamnya (Bugg 2004). Seperti halnya katalisator, enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan menurunkan energi aktivasinya. Kemampuan enzim merubah substrat menjadi produk disebut sebagai aktivitas enzim. Dengan persetujuan internasional, 1,0 unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah yang menyebabkan pengubahan 1,0 mikromol (10 -6 mol) substrat per menit pada keadaan pengukuran optimal. Aktivitas spesifik adalah jumlah unit substrat yang dirubah per milligram enzim (Lehninger 1982).
E.
SODIUM DEDOSIL SULFAT ELEKTROFORESIS (SDS-PAGE)
POLIAKRILAMID
GEL
Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan metode analisis protein secara kualitatif yang paling banyak digunakan. Secara umum SDS-PAGE bermanfaat untuk menganalisis kemurnian protein. Dan karena dapat memisahkan protein berdasarkan ukuran, maka metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan berat molekul relatif protein (Walker 2009). Elektroforesis adalah peristiwa perpindahan partikel-partikel bermuatan karena pengaruh medan listrik. Pada tahapan SDS-PAGE, protein didenaturasi menggunakan panas, ß-merkaptoetanol, dan SDS. Protein yang terdenaturasi akan bereaksi dengan SDS yang merupakan deterjen anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein dalam bentuk kompleks yang bermuatan negatif ini akan dapat dipisahkan berdasarkan muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel poliakrilamid. Berat molekul protein dapat diukur dengan
18
bantuan protein standar (marker) yang telah diketahui berat molekulnya melalui perbandingan nilai mobilitas relatif (Rf) (Lehninger 2004). Gel poliakrilamid tersusun atas monomer monoakrilamid yang membentuk ikatan silang dengan bantuan ammonium persulfat (APS) dan N,N,N,Ntetramethylethylenediamine (TEMED). Ukuran pori gel poliakrilamid bergantung pada konsentrasi akrilamid. SDS-PAGE terdiri dari 2 gel yaitu stacking gels dan separating gels. Stacking gels memiliki kandungan akrilamid yang lebih rendah sehingga memiliki pori yang lebih besar. Stacking gels berfungsi sebagai media agar protein terdenaturasi yang telah bermuatan negatif bergabung atau berasosiasi membentuk elips masuk kedalam separating gel. Separating gels yang memiliki pori yang lebih kecil kemudian akan memisahkan protein berdasarkan ukuran. Protein yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat melewati pori-pori pada separating gels (Walker 2009). SDS-PAGE dilakukan dengan posisi berdiri, dimana pada bagian bawah gel diberi buffer anoda (bermuatan positif) dan dibagian atas gel diberi buffer katoda (bermuatan negatif). Kompleks protein-SDS yang telah bermuatan negatif akan bergerak melewati gel poliakrilamid menuju anoda dengan bantuan medan listrik dan buffer elektroforesis. Laju pergerakan protein bergantung pada ukuran pori dan kekuatan medan listrik. Setelah dilakukan elektroforesis, gel divisualisasi dengan pewarnaan. Pewarnaan protein dalam gel dapat dilakukan dengan pewarna Coomassie Brilliant Blue R-250 atau pewarna perak (silverstain). Dengan pewarnaan, protein dalam gel poliakrilamid akan terlihat membentuk band atau pita yang terpisah berdasarkan ukurannya masing-masing (Walker 2009). F. PENGUKURAN KONSENTRASI PROTEIN Menurut Walker (2009), kuantifikasi protein dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah dengan: 1) absorbansi dengan sinar ultraviolet (UV absorption), 2) metode Lowry, 3) bicinchoninic acid (BCA) assay dan 4) metode Bradford. Metode Bradford merupakan salah satu teknik penentuan
kadar protein yang berdasarkan pada pengikatan secara langsung zat warna Coomassine Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein pada kondisi pH asam. Grup trifenilmetana mengikat struktur non polar protein dan grup anion sulfonat berinteraksi dengan rantai samping protein kation (protein bermuatan positif). 19
Jumlah CBBG yang terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein. Reagen CBBG bebas berwarna merah-kecoklatan (panjang gelombang
maks
465 nm), sedangkan dalam suasana asam reagen CBBG
akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein membentuk warna biru (panjang gelombangmaks 595 nm). (Bradford 1976). Pada metode Bradford, penentuan protein dapat dilakukan dengan cara mikro untuk kandungan protein yang rendah dan makro untuk kandungan protein yang tinggi. Standar konsentrasi protein yang sesuai adalah 10-100 µg. Konsentrasi protein 0-10 µ g biasanya digunakan dalam pengujian mikro dan 10100 µg digunakan dalam pengujian makro. Karena lebih sederhana dan lebih sensitif, metode ini adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis protein secara kuantitatif (Kruger 2009). Hubungan absorbansi dan konsentrasi protein ditentukan melalui kurva standar yang telah dibuat sebelumnya. Penetapan kurva standar dilakukan dengan menggunakan protein tertentu seperti bovin serum albumin (BSA),
dengan
berbagai konsentrasi. Besarnya konsentrasi BSA sebagai protein standar adalah sekitar 150-750 µg/ml (Coligan et al 2004). Hubungan antara konsentrasi larutan standar dan absorbansinya dinyatakan sebagai persamaan regresi linier: Y = a + bx. Dalam analisis dengan metode bardford ini terdapat dua jenis metode yaitu makro assay untuk konsentrasi protein tinggi dan mikro assay untuk konsentrasi protein rendah (Bradford 1976).
20
METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Inang atau bakteri penghasil enzim yang digunakan dalam penelitian ini adalah E. coli BL21 (DE3) pLysS pET-21b yang telah ditransformasi dengan gen araA dari bakteri Geobacillus sterothermophilus strain lokal asal Tanjung Api, Poso, Indonesia di laboratorioum Carbohydrate Bioengeenering Research Grup (CBRG) Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. Bahan kimia yang digunakan untuk produksi, purifikasi dan karakterisasi enzim antara lain yeast extract, tripton, NaCl, limbah cair tahu, ampisilin, kloramfenikol, isopropylthiogalactoside (IPTG), Tris, HCl, gliserol, loading protein, sodium dedosil sulfat (SDS), ammonium persulfate (APS), akrilamid, N,N,N,N-tetramethylethylenediamine (TEMED), buffer elektroforesis, protein marker, coommasie blue, metanol, standar bovin serum albumin (BSA), fruktosa, galaktosa, karbazol, sistein, etanol, asam sulfat, Bradford reagent, resin dietilaminoetil (DEAE) sepharos, NaOH, sodium asetat, sodium fosfat, MnCl2.4H2O, CaCl2.2H2O, akuades dan alkohol 70%. Peralatan yang digunakan yakni laminar flow, sentrifus dingin, shaker inkubator, lemari pendingin (suhu 4 0C), freezer (suhu -20 dan -70ºC), mikropipet, spektrofotometer, waterbath, vorteks, perangkat elektroforesis SDS-PAGE, hot plate, pH meter, kolom kromatografi buatan (1.5x8cm), pompa kromatografi, effendof, kuvet, autoklaf, pipet Mohr, timbangan analitik dan alat-alat gelas. B. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan 3 tahap yaitu produksi, purifikasi dan karakterisasi. Penelitian diawali dengan produksi enzim menggunakan modifikasi medium ekpresi dan kemudian optimalisasi dengan lama waktu induksi pada medium ekspresi terpilih. Hasil yang optimal dikonfirmasi dengan SDS-PAGE (melalui ketebalan pita) dan aktivitas enzim. Ketebalan pita dan aktivitas yang tinggi pada supernatan dari presipitat diharapkan sehingga menunjukkan bahwa enzim yang diperoleh larut (soluble) pada supernatan. Hasil produksi yang paling optimal kemudian dipurifikasi dan dikarakterisasi.
21
1. Produksi Enzim a. Persiapan medium (Shin et al 1997; Putri 2010) Media Luria Bertani (LB) cair sebanyak 100 mL dibuat dengan komposisi (m/v) 1% bacto-pepton , 1% NaCl, dan 0.5% ekstrak khamir. Limbah cair tahu (LCT) diatur pH-nya menjadi 6.71-6.73 kemudian ditambahkan ekstrak khamir 0.5 g per 100 mL (LCT+YE). Medium LCT dan LB disterilisasi pada temperatur 121ºC selama 15 menit. b. Persiapan kultur E. coli transfroman Untuk persiapan dan penyegaran, kultur E. coli transfroman sebanyak 20 µl ditumbuhkan dalam 2 ml media cair Luria Bertani (LB) yang mengandung 50 µg/ml ampisilin dan 50 µg/ml kloramfenikol. Selanjutnya diinkubasi selama 16 jam pada shaker inkubator (37ºC, 150 rpm). Setelah inkubasi, kultur sebanyak 800 µl dimasukkan ke dalam effendof dan ditambahkan 200 µl gliserol, kemudian disimpan pada suhu -20ºC. Setiap satu bulan dilakukan penyegaran terhadap kultur E. coli transforman. c. Produksi enzim dengan membandingkan medium ekspresi standar dengan medium ekspresi yang dimodifikasi (Modifikasi Cheng et al 2009) Kultur E. coli dengan umur 16 jam diinokulasikan masing-masing sebanyak 50 µl pada 5 ml medium cair LB dan medium LCT+YE. Kedua medium ekpresi tersebut telah ditambahkan 50 µg/ml ampisilin dan 50 µg/ml kloramfenikol. Selanjutnya kultur pada medium ekpresi diinkubasi pada shaker inkubator (37ºC, 150 rpm). Setelah optical density (OD) kedua medium mencapai 0.5-0.6 (pada panjang gelombang 600 nm) maka kedua medium masing-masing dibagi menjadi 2 bagian. Untuk memisahkan perlakuan induksi dan non induksi. Induksi dilakukan dengan penambahan IPTG pada medium dengan konsentrasi akhir 1 mM, dan diinkubasi kembali selama 4 jam. Inkubasi atau waktu induksi dihentikan dengan meletakkan medium pada cairan es. Setelah itu, sel pada medium dipanen dengan setrifugasi pada kecepatan 11,000 rpm suhu 4ºC selama 15 menit. Supernatan 1 (S1) yang merupakan medium ekspresi dibuang, sedangkan pellet 1 (P1) yang tertinggal ditambahkan dengan 500 µl (25%) buffer Tris HCl pH 7.5 (kemudian divorteks untuk homogenisasi). Sebanyak 50 µl
22
campuran pellet dan buffer tersebut diambil dan disimpan pada lemari pendingin. Campuran pellet 1 (P1) dan buffer ini disebut juga dengan total suspensi (T). Sisa total suspensi (T) kemudian dipisahkan kembali untuk memperoleh supernatan 2 (S2) dan pellet 2 (P2) seperti yang akan dijelaskan pada tahapan purifikasi. d. Optimasi produksi enzim pada medium ekpresi terpilih Sebanyak 600 µl kultur E. coli transforman ditumbuhkan pada 60 ml medium ekpresi terpilih yang telah ditambahkan ampisilin dan kloramfenikol. Setelah OD kultur mencapai 0.5-0.6, kemudian diinduksi dengan penambahan IPTG (konsentrasi akhir IPTG pada medium = 1 mM). Sel dipanen setiap interval 0, 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 jam setelah induksi. Pengambilan total suspensi sel dilakukan dengan cara yang sama dengan yang telah diterangkan sebelumnya. Setelah itu dilakukan pemisahan kembali dengan teknik freeze-thaw untuk mendapatkan supernatan 2 (S2) dan pellet 2 (P2). Penentuan keberadaan enzim dilakukan dengan perangkat gel elektroforesis SDS-PAGE. Sedangkan aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 560 nm. 2. Purifikasi a. Freeze-thaw Total suspensi sel (T) atau campuran P1 dan buffer diberi perlakuan freezethaw dengan cara memasukkannya pada freezer bersuhu -70 0C sampai membeku selama ± 30 menit dan mencairkannya kembali (freeze-thaw dilakukan dengan 3 kali pengulangan). Kemudian disentrifugasi pada kecepatan 11,000 rpm suhu 4 0C selama 15 menit untuk memisahkan pellet 2 (P2) dan supernatan 2 (S2). Pellet 2 (P2) ditambahkan buffer Tris HCl pH 7.5, sedangkan supernatan 2 (S2) dimurnikan lebih lanjut. Penentuan keberadaan enzim AI dilakukan menggunakan SDS-PAGE. Dan penentuan konsentrasi protein pada S2 ditentukan dengan metode Bradford. Sedangkan aktivitasnya diukur pada panjang gelombang=560 nm setelah direaksikan dengan larutan pewarna sistein karbazol asam sulfat.
23
b. Heat treatment (Lee et al 2004) Enzim dari supernatant 2 (S2) atau enzim ekstrak kasar (Crude Extract [CE]) dipanaskan dengan waterbath pada suhu 60ºC selama 30 menit. Dengan perlakuan panas (heat treatment) akan mendenaturasi protein lain yang tidak tahan panas yang berikatan dengan enzim target. Setelah perlakuan heat treatment kemudian disentrifugasi pada kecepatan 11,000 rpm suhu 4 ºC selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh diambil (S3), sedangkan pellet dibuang. Supernatan tersebut (S3) dianalisis dengan SDS-PAGE, diukur aktivitasnya serta konsentrasi proteinnya dengan metode Bradford. c. Kromatografi penukar anion (Cheng et al 2009) Pertama dilakukan bufferizing terhadap kolom kromatografi DEAE dengan buffer 10 mM Tris-HCl pH 7.5. Suspensi enzim L-arabinosa isomerase hasil heat treatment (S3) diaplikasikan ke dalam kolom kromatografi DEAE. Protein dielusi secara step wise menggunakan NaCl (0, 100, 300, 400, 500 mM dan 1 M) dalam Tris-HCl pH 7.5 dengan kecepatan aliran 1 mL/menit. Fraksi ditampung dalam tabung yang berbeda masing-masing sebanyak 2 mL. Kandungan protein yang terelusi masing-masing konsentrasi garam diukur dengan absorbansi sinar ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 280 nm. Sampel dengan nilai OD280 tertinggi kemudian digunakan dalam elektroforesis SDS-PAGE. Protein yang telah dipurifikasi disimpan pada temperatur 4°C untuk kemudian diuji aktifitasnya dan dikarakterisasi. 3. Karakterisasi a. Suhu optimum (Rhimi et al 2009) Pengujian suhu optimum untuk aktivitas enzim dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim murni hasil kromatografi kolom penukar ion pada suhu 50, 60, 70, 80 dan 90 ºC selama 60 menit. Penentuan aktivitas dilakukan melalui absorbansi yang terukur pada panjang gelombang 560 nm setelah direaksikan dengan larutan sistein karbazol asam sulfat.
24
b. pH optimum (Cheng et al 2009) Pengukuran pH optimum untuk aktivitas enzim dilakukan melalui pengkondisian reaksi enzim pada suhu optimum dengan berbagai variasi pH dari 5 sampai 9. Buffer yang digunakan antara lain sodium asetat (pH 5-5.5), sodium fosfat (pH 6-7) dan Tris HCl (pH 7.5-9). Enzim pada buffer yang memiliki pH berbeda tersebut diuji aktivitasnya. c. Pengaruh ion logam Ion-ion logam yang digunakan adalah MnCl 2 (mangan) dan CaCl2 (kalsium). Masing-masing ion logam dicampurkan ke dalam enzim dengan variasi konsentrasi 1 dan 5 mM. Setelah itu, aktivitas enzim di ukur untuk dibandingkan dengan kontrol (tanpa ion logam). d. Stabilitas panas Enzim murni tanpa penambahan logam dan dengan penambahan masingmasing 1 mM CaCl2 dan MnCl2 diinkubasi pada suhu 65ºC hingga rentang waktu 150 menit. Setiap interval waktu 0, 30, 60, 90, 120 dan 150 menit enzim dikoleksi dan kemudian diuji aktivitasnya.
25
1. Produksi Enzim Uji keberadaan gen pengkode enzim
E. coli BL21 pLysS
E. coli BL21 pLysS pET21 E. coli transforman
Produksi enzim
Media LB
Media LCT + YE Media terpilih
Optimasi produksi Lama waktu induksi (0, 4, 8, 12, 16, 20, 24) jam
Lama waktu induksi terpilih
2. Purifikasi Enzim Freeze-thaw
Heat treatment
Kromatografi penukar ion
3. Karakterisasi Enzim murni
Penentuan suhu optimum 50, 60, 70, 80, 90 0C
Penentuan pH optimum 5, 5.5, 6, 6.5, 7, 7.5, 8, 8.5, 9
Pengaruh logam
Stabilitas panas pada suhu 65 0C p
Mn dan Ca (1 dan 5 mM)
Gambar 10. Skema alur Penelitian
26
C. METODE ANALISIS 1. Pengukuran Absorbansi pada panjang gelombang 600 nm Kultur diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang pengukuran 600 nm. Pengukuran absorbansi (Optical Density/OD) ini dimaksudkan untuk menduga pola pertumbuhan bakteri. Pengukuran dilakukan dengan mengencerkan 0.5 ml kultur menggunakan aquades hingga diperoleh pengenceran 10 x (0.5 ml kultur + 4.5 ml aquades). Blanko yang digunakan adalah medium kultur/ekspresi yang diencerkan pada pengenceran yang sama. Absorbansi (OD) sampel dihitung dengan cara: OD = OD terukur x Faktor Pengenceran (FP) 2. Elektroforesis SDS-PAGE (Modifikasi Walker 2009) Marker protein terdiri dari: beta-galaktosidase 116.0 kDa, bovine Serum albumin 66.2 kDa, ovalbumin 45 kDa, laktat dehidrogenase 35 kDa, REase Bsp981 25.0 kDa. Enzim dimasukkan sebanyak 10 µl ke dalam tube kecil (tube khusus PCR) dan dicampurkan dengan 10 µl loading protein untuk selanjutnya didenaturasi pada suhu 100ºC selam 5 menit. Sebelum dimasukkan ke dalam sumur pada gel elektroforesis, campuran enzim dan loading protein yang telah didenaturasi dimasukkan dalam lemari pendingin. Elektroforesis dilakukan dengan perangkat elektroforesis. Gel terdiri dari 2 bagian yaitu separating gel dan konsentrat gel. Separating gel dibuat terlebih dahulu dan berada pada bagian bawah, sedangkan konsentrat gel berada pada bagian atas. Komposisi separating dan konsentrat gel yakni: Tabel 3. Komposisi separating dan konsentrat (stacking) gel untuk SDS-PAGE Senyawa kimia Separating gel Konsentrat gel 2H2O 7.55 ml 3.1 ml 1.5 M Tris HCl pH 8.8 3.75 ml 0.5 M Tris HCl pH 6.8 1.25 ml 44% Akrilamid 3.40 ml 0.55 ml 10 % SDS 150 µl 50 µl APS 150 µl 50 µl TEMED 15 µl 5 µl 15 ml 5 ml Total
27
Gel dibiarkan mengering tetapi sebelumnya sumur pada gel telah dibuat. Gel dipasang pada perangkat gel elektroforesis dengan posisi berdiri dan direndam dengan buffer elektroforesis. Kemudian marker dan sampel enzim dimasukkan masing-masing sebanyak 7 µl pada sumur gel. Running elektroforesis dilakukan selama ±40 menit. Setelah itu gel dilepaskan dan direndam dalam larutan commasie blue selama 30 menit. Gel yang telah direndam dalam larutan commasie blue diletakkan pada roker. Tahap selanjutnya gel dibilas dengan aquades dan kemudian direndam kembali dalam larutan destaining selama 1 malam. Band atau pita protein dengan berat molekul berbeda akan terpisah. Hasil yang diperoleh didokumentasikan melalui alat komputer dan multiscan. 3. Pengukuran Aktivitas Enzim (Dische & Borenfreund 1951) Tabel 4. Bahan-bahan yang dipersiapkan untuk uji aktivitas enzim Bahan Aquades steril 1 M Buffer 100 mM Galaktosa Enzim Total
Blanko 225 µl 25 µl 250 µl
Blanko substrat 100 µl 25 µl 125 µl 250 µl
Blanko enzim 175 µl 25 µl 50 µl 250 µl
Campuran reaksi 50 µl 25 µl 125 µl 50 µl 250 µl
Larutan blanko, blanko substrat, blanko enzim dan campuran reaksi (enzim+substrat) dipersiapkan. Persiapan perlakuan tersebut dilakukan pada suhu dingin untuk menginaktifkan reaksi enzimatis. Perlakuan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 60ºC selama 60 menit daan selanjutnya dimasukkan dalam lemari pendingin selama 10 menit. Masing-masing perlakuan (blanko, blanko substrat, blanko enzim dan campuran reaksi) dimasukkan sebanyak 100 µl ke dalam 900 µl larutan uji aktivitas (tabel 5). Tabel 5. Larutan uji aktivitas Bahan Volume 10 mM Karbazol 30 µl 100 mM L-cystein 30 µl 9 M H2SO4 900 µl 960 Total
28
Setelah dicampur dengan larutan uji aktivitas, masing-masing perlakuan kemudian diinkubasi kembali pada suhu 60ºC selama 30 menit. Standar fruktosa juga diinkubasi dengan kondisi yang sama. Pengukuran aktivitas dilakukan melalui absorbansi pada panjang gelombang 560 nm. Penentuan absorbansi dari tagatosa yang telah dibentuk dihitung dengan cara sesuai tabel berikut ini: Perlakuan Blanko Blanko substrat Blanko enzim Campuran reaksi
Absorbansi A B C D
Minus Blanko
Reaksi
B-A = E C-A = F D-A = G
G – (E+F) = H
Kemudian nilai absorbansi (H) diplotkan pada kurva standar untuk menentukan konsentasi (mM atau M) tagatosa (produk) yang terbentuk. Karena konsentrasi yang terbentuk akibat dari 100 µl campuran dalam larutan uji aktivitas, sedangkan volume reaksi sendiri awalnya 250 µl, maka: Konsentrasi x 250 µl = 2.5 x Konsentrasi 100 µl Pengukuran UA/ml untuk arabinosa isomerase dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: UA/ml
= 2.5 x Konsentrasi (µM) 60 menit x (50 µl x 10-3)
4. Penentuan Kadar Protein Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Bradford (1976). Protein sebanyak 50 µl direaksikan dengan 1.5 ml pereaksi Bradford, kemudian divortex dan diinkubasi selama 2-5 menit pada suhu 37ºC. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Blanko menggunakan buffer Tris-HCl yang direaksikan dengan 1.5 ml pereaksi Bradford. Standar protein menggunakan bovine serum albumin (BSA) pada kisaran 0 – 100 µg dari stock 2 mg/ml. Penentuan kadar protein akan membantu untuk menghitung aktivitas spesifik enzim arabinosa isomerase. Aktivitas spesifik adalah jumlah unit enzim per miligram protein.
29
5. Pehitungan Aktivitas Spesifik Enzim (Rhimi & Bejar 2006) Tabel 6. Cara perhitungan aktivitas spesifik enzim Volume
Aktivitas (U/ml)
Total Aktivitas (U)
Protein (mg/ml)
A
B
AxB=C
D
Total Protein (mg) DxA=F
Aktivitas spesifik (U/mg) AxB = C DxA F
6. Pendugaan Waktu Paruh (t1/2) Enzim (Toledo 2006) Nilai t 1/2 suatu enzim adalah waktu inkubasi pada suhu tertentu yang menyebabkan aktivitas enzim tersisa 50% dari aktivitas semula. Karena laju reaksi enzim dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor dan tidak berbanding lurus (orde satu), maka kinetika deaktivasi enzim adalah: -dA/dt = k [A] ln At = A0 – kt…………………………………….
(1)
Dimana : A = aktivitas enzim (At dan A0) t = waktu k = konstanta laju deaktivasi enzim Maka penurunan rumus untuk t 1/2 adalah: ln A t = - kt + A0 ………………………………….....
(2)
ln (A t/A0) = - kt karena (At/A0) = 0.5, sehingga ln (0.5) = -kt - k = ln 0.5/t t 1/2 = - ln (0.5) ……………………………………….
(3)
k
30
HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAKTERI TRANSFORMAN Pengujian bakteri hasil transformasi dilakukan untuk memastikan bahwa gen
pengkode
enzim
arabinosa
isomerase
(AI)
dari
Geobacillus
stearothermophilus lokal yaitu gen araA benar-benar masuk ke vektor ekspresi dan kemudian dapat terekspresi dengan sistem induksi IPTG. Bakteri atau inang E.coli BL21 pLysS dan E. coli BL21 (DE3) pLysS pET21b digunakan sebagai pembanding. Protein target yang diharapkan terekspresi kemudian dianalisis dengan Sodium Dedocyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDSPAGE) berdasarkan berat molekul. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa protein atau enzim target telah terekspresi dengan sistem induksi IPTG pada bakteri transfroman E. coli BL21 pET21b(+) araA. Sedangkan pada inang E. coli BL21 tanpa plasmid ataupun E.coli BL21 dengan plasmid pET21b, protein atau enzim target tidak ada (data tidak
ditampilkan).
Enzim
arabinosa
isomerase
(AI)
dari
Geobacillus
stearothermophilus lokal memiliki berat molekul 56 kDa (Fitriani & Saksono 2010). Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa enzim AI yang dikodekan oleh gen araA dari G. stearothermophilus T6, G. thermodenitrificans, B. stearothemophilus US100 dan B. stearothermophilus IAM 11001 setelah terekspresi menggunakan inang E. coli memiliki berat molekul 56 kDa (Lee et al 2005a; Kim & Oh 2005; Rhimi & Bejar 2006; Cheng et al 2009). Terekspresinya enzim AI pada bakteri transforman disebabkan adanya gen araA yang mengkodenya. E. coli BL21 dan E. coli BL21 pET21b tidak memiliki gen araA asal Geobacillus stearothermophilus lokal. Gen araA ini telah disisipkan pada vektor ekpresi yaitu pET21b(+) tepatnya pada bagian hilir T7 promoter dan bagian hulu terminator. Gen araA akan diekpresikan menjadi protein atau enzim AI setelah ditambahkan senyawa penginduksi isopropyl-ß-Dthiogalactopyranoside (IPTG). IPTG menyebabkan represor terlepas dari operator. Sehingga terjadi sintesis atau pembentukan protein/enzim target dengan melibatkan T7 RNA polimerase asal bakteri BL21 (DE3) (Sorensen & Mortensen 2005).
31
B. PRODUKSI ENZIM ARABINOSA ISOMERASE Produksi enzim AI dilakukan dengan memodifikasi medium ekspresi. Modifikasi medium ekspresi dilakukan karena enzim target yang diharapkan tidak terekspresi secara maksimal pada medium ekspresi yang biasa digunakan yaitu media cair Luria Bertani (LB). Pita yang masih tipis dari analisis SDS-PAGE (data tidak ditampilkan) menunjukkan bahwa tidak diperolehnya kondisi overekspresi. Berdasarkan penelitian Putri (2010) diketahui bahwa limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak khamir dan diatur pH-nya dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan dan medium ekspresi protein rekombinan. E. coli transfroman yang ditumbuhkan pada media limbah cair tahu dengan penambahan ekstrak kamir 0,5% (m/v) memberikan level ekspresi yang tinggi. Penggunaan limbah cair tahu sebagai medium ekspresi lebih memudahkan tahapan pemisahan enzim target dari protein membran setelah freeze-thaw dibandingkan medim LB.
LB M
ni
t
LCT+YE s2
p2
t
s2
p2
ni
116 kDa
66.2 kDa
~ 56 kDa 45 kDa
35 kDa
25 kDa
Gambar 11. Perbandingan ekpresi enzim AI pada 2 jenis medium ekpresi berbeda. Keterangan: LB = luria bertani, LCT+YE=limbah cair tahu + yeast extract, M=marker, ni= non induksi, t=total suspensi sel, s2=supernatan 2, p2=pellet 2.
32
Dari analisis dengan SDS-PAGE (gambar 11) telah terkonfirmasi bahwa medium ekpresi yang lebih baik untuk produksi enzim arabinosa isomerase adalah limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak kamir (LCT+YE). Media cair LB juga dapat digunakan sebagai medium ekspesi, akan tetapi pita (band) enzim target yang dihasilkan sangat tipis dibandingkan dengan medium LCT + YE. Perlakuan non induksi atau tanpa penambahan isopropyl-beta-D-thiogalactopyranosidasei (IPTG) bertujuan agar lebih meyakinkan bahwa yang terekspresi dengan berat molekul 56 kDa adalah enzim target. Sedangkan adanya running terhadap total, supernatant ke-2 dan pellet ke-2 agar diketahui bahwa enzim AI terdapat pada supernatan. Sistem ekspresi protein rekombinan dengan inang E. coli BL21 dan plasmid pET21b merupakan sistem ekspresi modern dan telah banyak diterapkan. Gen target yang dikloning pada plasmid pET21b berada pada posisi hilir (downsteam) dari promoter atau T7 promoter. T7 promoter berada pada bagian hulu dari operator. T7 promoter ini hanya akan mengenali T7 RNA polimerase dari T7 faga pada E. coli BL21 untuk memulai transkripsi gen target. Karena keberadaan represor pada operator masing-masing genom E. coli BL21 (DE3) dan plasmid pET menyebabkan kecil kemungkinan T7 RNA polimerase diproduksi. Meskipun diproduksi, plasmid pLysS yang mengkode T7 lisosim akan menginaktifkan T7 RNA polimerase sebelum bergabung dengan T7 promoter. Jika T7 lisosim tidak mampu juga menginaktifkan seluruh T7 RNA polimerase, maka keberadaan represor pada operator pET akan menghambat transkripsi gen target (Sambrook & Russell
2001).
Penambahan
IPTG sebagai
senyawa penginduksi
akan
menyebabkan represor terlepas dari operator sehingga RNA polimerase diproduksi dan kemudian berikatan dengan T7 promoter (Sorensen & Mortensen 2005). Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya enzim target yang dihasilkan apabila tidak diinduksi dengan IPTG. Oleh karena gen pengkode T7 RNA polimerase berasal dari virus bakteri (faga), maka proses transkripsi ini akan berlangsung dengan cepat dan T7 RNA polimerase diproduksi dalam jumlah banyak.
33
Gambar 12. Mekanisme ekspresi terinduksi IPTG pada inang E. coli BL21(DE3) dengan sistem pET (Sorensen & Mortensen 2005) Limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak khamir (LCT+YE) dapat digunakan sebagai medium untuk memproduksi enzim AI asal Geobacillus stearothermophilus lokal menggunakan inang E. coli BL21 pLysS pET21b dikarenakan medium ekspresi ini mengandung sumber carbon (C), nitrogen (N) dan mineral yang dibutuhkan oleh bakteri transfroman tersebut. Limbah cair tahu cukup potensial digunakan sebagai media fermentasi karena masih memiliki komponen nutrisi yang cukup lengkap bagi pertumbuhan mikroba (Kawira 1993). Limbah cair tahu mengandung 0.01% sumber karbon, 0.08% sumber nitrogen dan 27.5% mineral berupa kalsium, magnesium, besi, natrium, kalium, dan fosfor (Nurdin 1989). C dan N berguna sebagai sumber energi untuk metabolisme atau sintesis protein. Sedangkan mineral berfungsi sebagai kofaktor serta membantu membawa nutrisi ke dalam sel. Pemilihan media fermentasi merupakan faktor yang sangat penting dalam memproduksi enzim dari mikroba, disamping faktor lain seperti kondisi fermentasi dan spesies mikroorganisme (Aunstrup 1979). Menurut Meyrath & Volvasek (1975), konsentrasi karbon murni yang rendah dan protein yang tinggi pada media akan meningkatkan produksi enzim dari mikroba. Ketika bakteri diinokulasikan ke dalam medium, bakteri akan memanfaatkan karbon sebagai sumber energi untuk beradaptasi dengan medium. Setelah sumber karbon murni habis atau tersisa sedikit, bakteri kemudian mulai mensintesis enzim-enzim yang dapat digunakan untuk menghidrolisis protein menjadi asam-asam amino. Asam-
34
asam amino ini akan digunakan sebagai sumber energi oleh bakteri untuk bertahan hidup dan melakukan replikasi. Limbah cair tahu diperkirakan masih mengandung sedikit sumber karbon dari pati kedelai. Protein pada limbah cair tahu berasal dari kedelai. Dalam proses pembuatan tahu, pada proses ekstraksi dengan air panas, sekitar 79-82% kandungan protein kedelai dapat diekstrak. Dari protein yang terekstrak ini, pada waktu pengendapan tahu tidak semuanya mengendap. Banyaknya protein yang dapat digumpalkan atau diendapkan tergantung pada jenis penggumpalnya. Karena tidak terekstraksinya dan terendapnya semua protein yang terdapat pada kedelai, maka pada limbah cair tahu masih terdapat protein kedelai (Nurdin 1989). Penambahan ekstrak khamir ke dalam media limbah cair tahu meningkatkan kandungan nutrisi medium. Ekstrak khamir merupakan protein sel tunggal yang kaya akan asam amino, peptida, vitamin-vitamin B dan trace element. Ekstrak khamir juga mengandung asam nukleat terutama RNA (Singleton & Sainsbury 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (1989) menunjukkan bahwa limbah cair tahu lebih baik dalam menghasilkan enzim protease asal bakteri Bacillus licheniformis BCC 0607 dibandingkan medium sintetis. Pada penelitian ini, medium LCT+YE lebih baik sebagai medium ekpresi enzim AI dibandingkan LB karena LCT+YE mengandung mineral yang lebih lengkap. Natrium, kalium dan kalsium menjaga agar protein dan komponen nutrisi lainnya dapat secara simultan dibawa ke dalam sel melalui mekanisme transpor aktif. Sedangkan magnesium (Mg) berfungsi sebagai kofaktor esensial dalam sintesis protein. Sintesis protein oleh E. coli membutuhkan Mg untuk mengaktifkan asam amino dari poolnya, mengawali proses translasi (initiation) dan pada tahap pemanjangan (elongation) menjadi oligopeptida atau protein (Stader 1995; Prescott 2002). Kalsium juga diketahui dapat meningkatkan produksi enzim rekombinan pada E. coli BL21. Penelitian yang telah dilakukan oleh Delgado (2009) menunjukkan bahwa level ekpresi protein rekombinan oleh E. coli BL21 secara jelas meningkat 15% lebih tinggi pada medium LB yang ditambahkan kalsium (Ca) dibandingkan medium LB saja. Ca diduga berperan sebagai pembawa pesan intreseluler (intracellular messenger) dalam sel prokariotik.
35
C. OPTIMASI PRODUKSI DENGAN LAMA WAKTU INDUKSI Ekspresi protein rekombinan dengan sistem terinduksi masih merupakan pilihan untuk memproduksi enzim AI. Enzim AI yang dihasilkan dari beberapa genus bakteri, menggunakan senyawa penginduksi supaya gen target mengalami transkripsi dan translasi. Lama waktu induksi yang digunakan untuk ekspresi enzim ini bervariasi. Lee et al (2005a) memproduksi enzim AI asal G. stearothermophilus T6 dan B. halodurans dengan lama waktu induksi 4 jam, sedangkan Lee et
al (2004) menggunakan lama waktu induksi 5 jam untuk
ekpresi enzim AI asal T. maritima. Chouayekh et al (2007), Cheng et al (2009) dan Cheng et al (2010) memproduksi enzim AI yang masing-masing secara berurutan berasal dari L. plantarum, B. stearothermophilus IAM 11001, dan Acidothermus cellulolytics dengan lama waktu induksi 6 jam. Kim et al (2002) menggunakan lama waktu induksi 15 jam untuk menghasilkan enzim AI asal T. neapolitana. Enzim AI asal Lactobacillus sakei dihasilkan dengan menginduksi inang ekspresi selama semalaman (overnight) (Rhimi et al 2010). Lama waktu induksi yang dilakukan pada studi tersebut diatas adalah untuk menghasilkan enzim AI, dan pada studi tersebut tidak disebutkan atau dibahas tentang optimasi produksi. Menurut Donovan (1996) terdapat dua poin penting yang perlu diperhatikan agar diperoleh hasil maksimum dari ekspresi terinduksi protein rekombinan pada bakteri. Yang pertama adalah siklus pertumbuhan bakteri tersebut, sehingga diketahui kapan induksi mulai dilakukan. Dan yang kedua yaitu lama waktu induksi. Induksi sebaiknya dilakukan pada saat siklus bakteri telah mencapai setengah fase eksponensial (mid eksponential) karena pada fase ini metabolisme bakteri berlangsung cepat dan sinstesis senyawa metabolitnya meningkat beberapa kali lipat dibandingkan fase-fase lainnya. Semakin lama induksi dilakukan maka semakin lama represor terlepas dari operator dan RNA polimerase yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Kopetzki et al (1989) menyatakan bahwa induksi yang terlalu kuat akan menyebabkan beban metabolisme bagi inang dan bisa merangsang terbentuknya inclusion bodies. Oleh karena itu, konsentrasi senyawa penginduksi yang ditambahkan harus minimal. Konsentrasi akhir senyawa penginduksi sebesar 1 mM pada media ekpresi merupakan konsentrasi yang ideal.
36
Khoo et al (2010) menyimpulkan bahwa konsentrasi IPTG 1 mM adalah konsentrasi terbaik untuk menghasilkan protein rekombinan menggunakan inang E. coli. Chen & Morgan (2006) menyebutkan bahwa waktu induksi yang terlalu lama akan menyebabkan nutrisi yang diperlukan oleh kultur akan cepat habis. Sehingga sangat penting untuk menyeimbangkan kapasitas induksi dan produksi protein rekombinan, agar diperoleh enzim target dalam jumlah banyak dan dengan aktivitas maksimum.
Total
Supernatan
Pellet
Optical density
1.7
2500 2000
OD = 600 nm
aktivitas enzim (U/ ml)
3000
1.2
1500 0.7 1000 0.2
500 0
-0.3
Kultur dan lama Induksi
Gambar 13. Grafik optical density (kerapatan sel) dan aktivitas enzim yang dikoleksi dari kultur serta setelah induksi
M
Jam ke-0
Jam ke-4
Jam ke-8
Jam ke-12
Jam ke-16
Jam ke-20
Jam ke-24
116 kDa 66.2 kDa
~ 56 kDa 45 kDa 35 kDa
Gambar 14. SDS-PAGE hasil optimasi produksi enzim dengan lama waktu induksi. Running dari kiri ke kanan M=marker dan jam setelah induksi (berurutan dari kiri ke kanan: total suspensi sel, supernatan ke-2 dan pellet ke-2). 37
Pada gambar 14 terlihat hasil ekspresi enzim target (supernatan ke-2) antara jam ke-12 , 16 dan 20 hampir sama tebal (bandnya). Akan tetapi pada gambar 13 terlihat produksi enzim AI yang paling optimum adalah dengan lama waktu induksi 16 jam. Gambar 13 menunjukkan bahwa aktivitas enzim tertinggi terdapat pada lama waktu induksi 16 jam dan 20 jam. Tetapi induksi 16 jam memiliki aktivitas enzim pada bagian supernatan yang lebih tinggi (±2000 U/ml) dibandingkan jam ke-20 (±1500 U/ml). Bagian supernatan ke-2 merupakan bagian enzim yang larut dan memiliki aktivitas tinggi. Gambar 13 menunjukkan bahwa kultur dan induksi jam ke-0 tidak memiliki aktivitas enzimatis terhadap substrat galaktosa yang diberikan. Hal ini menjelaskan bahwa tidak ada enzim AI yang diproduksi pada perlakuan tersebut. Karena jika dibandingkan dengan jam ke-4 setelah induksi, aktivitas enzim AI nampak meningkat secara tajam. Dari gambar 13 diketahui bahwa aktivitas enzim AI terus meningkat apabila waktu induksi diperpanjang hingga 16 jam. Kemudian setelah itu, aktivitas enzim AI kembali menurun. Gambar 13 juga menunjukkan bahwa enzim AI diproduksi secara optimal pada fase stasioner dari fase pertumbuhan inang ekspresi (E. coli BL21 pET21b-araA). Enzim dari mikroba dihasilkan secara optimal pada akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner. Tetapi ada juga enzim dihasilkan secara maksimal pada fase stasioner. Optimasi produksi enzim keratinase dari bakteri termofilik diperoleh pada fase pertumbuhan stasioner (Gumulya 2004). Dan enzim protease dari Bacillus subtilis rekombinan dihasilkan secara maksimal pada awal fase stasioner (Sugiarto 2001). Saat memasuki fase stasioner, bakteri akan mengeluarkan senyawa metabolit lebih banyak. Hal ini merupakan bentuk respon stress bakteri terhadap kondisi yang sedang dialaminya, karena akan memasuki fase kematian (Jay et al 2005). Pada gambar 13 terlihat bahwa pellet ke-2 yang merupakan campuran membrane sel bakteri dan inclusion bodies tidak memiliki aktivitas apabila induksi dilakukan selama 4 dan 8 jam. Tetapi jika waktu induksi diperpanjang maka pellet sedikit memberikan aktivitas. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya beberapa bagian enzim yang membentuk inclusion bodies dan bergabung bersama pellet ke-2. Kemungkinan terbentuknya inclusion bodies dipertegas melalui keberadaan pita pada posisi 56 kDa dibagian pellet dari perlakuan 12-24
38
jam setelah induksi (gambar 14). Sedangkan perlakuan 4 dan 8 jam setelah induksi tidak terdapat pita pada bagian pelletnya. Sorensen & Mortensen (2005) menyatakan bahwa masalah yang sering timbul ketika memproduksi enzim rekombinan adalah terbentuknya inclusion bodies. Inclusion bodies adalah aggregat protein target yang tidak larut dan tidak aktif. Inclusion bodies terbentuk karena kesalahan pelipatan (folding) protein akibat dari kondisi stress mikroba sehingga menyebabkan terjadinya beban metabolisme. Salah satu faktor penyebab terjadinya respon stress mikroba dan beban metabolisme adalah tingkat ekspresi yang tinggi. Pada penelitian ini, isolasi enzim AI dilakukan dengan 2 kali sentrifugasi. Setelah induksi dihentikan dengan meletakkan kultur di es, kemudian kultur disentrifugasi dan akan diperoleh supernatan ke-1 (S1) dan pellet ke-1 (P1). Supernatan ke-1 yang merupakan medium ekspresi dibuang sedangkan pellet ke-1 yang merupakan total suspensi sel bakteri ditambahkan larutan buffer dan diberi perlakukan freeze-thaw. Setelah itu, total suspensi sel disentrifugasi kembali untuk mendapatkan supernatan ke-2 (S2) dan pellet ke-2 (P2). Penjelasan lebih rinci mengenai mekanisme pemisahan enzim AI dengan inclusion bodies akan dibahas pada bagian purifikasi. Pada gambar 14 terlihat bahwa induksi jam ke-0 tidak terdapat pita pada posisi 56 kDa. Ini karena induksi baru diberikan dan ekspresi gen target belum terjadi. Pita dari total suspensi sel pada jam ke-12, 16 dan 20 setelah induksi tidak terlalu jelas dibandingkan jam ke-4, 8 dan 24. Hal ini disebabkan karena running SDS-PAGE atau analisis dengan SDS-PAGE terhadap jam ke-4, 8 dan 24 setelah induksi dilakukan terlebih dahulu. Sedangkan running terhadap jam ke-12, 16 dan 20 setelah induksi dilakukan beberapa hari kemudian. Sehingga diduga enzim total terdegradasi oleh protease-protease yang kemungkinan terdapat pada bakteri. Menurut Stader (1995), E. coli BL21 sangat sedikit mengeluarkan protease Lon dan ompT (protease VII). Namun E. coli juga mampu menghasilkan proteaseprotease lainnya, baik protease spesifik ataupun protease non-spesifik. Beberapa protease spesifik dan non-spesifik yang mampu dihasilkan oleh E. coli antara lain yaitu protease III dan IV yang berada pada bagian dalam membran (inner membrane), protease V yang dihasilkan dari membran luar dan membran dalam
39
bakteri, serta protease VI dan serin protease yang dihasilkan oleh membran luar E. coli. Setelah total suspensi sel (T) dikoleksi, kemudian total suspensi sel ini disimpan pada suhu 4ºC, sedangkan enzim pada supernatant 2 dan pellet 2 disimpan pada suhu -20ºC. Enzim pada total suspensi sel masih bergabung dengan protein-protein lain termasuk dengan protein membran sel. Sedangkan enzim pada supernatant ke-2 lebih murni dan telah terpisah dari protein membran sel serta disimpan pada suhu freezer (-20ºC) yang dapat menginaktifkan enzim secara maksimal. Oleh karena itulah pita pada supernatan ke-2 dari induksi jam ke-12, 16 dan 20 masih terlihat jelas dan tebal. D. PURIFIKASI Setelah diperoleh kondisi optimum untuk memproduksi enzim arabinosa isomerase (AI) yaitu dengan menggunakan medium (LCT+YE) dan lama waktu induksi 16 jam, kemudian enzim yang dihasilkan dimurnikan (purifikasi) untuk keperluan karakterisasi dan untuk menghilangkan protein lain yang berikatan dengan enzim AI. Purifikasi dilakukan dengan 3 tahap antara lain: 1) freeze-thaw, 2) heat treatment, dan 3) kolom ion-exchange. Pemilihan metode freeze-thaw sebagai bagian dari tahapan purifikasi karena ekstrak enzim AI berada dalam sitosol bakteri. Dengan freeze-thaw menggunakan suhu -70ºC sebanyak 3 kali ulangan, akan melukai membran sel bakteri. Kristal-kristal es yang terbentuk akan membuat lubang pada membran sel sehingga ketika disentrifugasi, cairan sitoplasma akan mudah dipisahkan dari membran atau protein membran dan inclusion bodies. Inclusion bodies adalah protein target yang tidak larut dan memiliki aktivitas yang sangat rendah, bahkan kemungkinan tidak memiliki aktivitas.
Keuntungan
memproduksi
enzim
termostabil
adalah
dapat
mempermudah tahapan purifikasi. Menurut Olichon et al (2007), metode heat treatment dapat menyederhanakan protokol purifikasi protein termotoleran. Heat treatment atau perlakuan panas pada kondisi stabil enzim target akan mendegradasi enzim ataupun protein lain yang tidak tahan panas. Tahapan akhir dari purifikasi yaitu melewati enzim AI pada kolom yang berisi resin dietil amino etil (DEAE). Resin DEAE merupakan resin anion exchange. Resin DEAE yang bermuatan positif akan mengikat enzim AI yang 40
bermuatan negatif ketika enzim AI dilewatkan pada kolom. Muatan negatif pada enzim AI karena enzim ini telah dicampurkan dengan buffer tris HCl pH 7.5 pada saat isolasi. Pada kondisi pH diatas pI-nya (pH isoelektrik) enzim AI akan bermuatan negatif. Kolom kromatografi DEAE dapat memisahkan enzim AI dari protein lain yang bermuatan positif. Enzim AI yang berikatan negatif akan berikatan dengan resin DEAE yang bermuatan positif. Enzim AI dielusi dengan garam NaCl, ion garam yang bermuatan negatif dengan afinitas yang lebih kuat akan cenderung berikatan dengan DEAE, sehingga enzim AI akan meluruh. Protein yang meluruh ditampung masing-masing sebanyak 2 ml per fraksi dan kemudian diukur fingerprint proteinnya atau perkiraan kandungan proteinnya pada panjang gelombang 280 nm. Sebagian besar protein menunjukkan tingkat penyerapan maksimumnya pada panjang gelombang 280 nm, hal ini karena keberadaan rantai samping aromatik dari asam-asam amino (Gupta et al 2003). Pada gambar 15 terlihat bahwa peak protein yang muncul berada pada fraksi 3-8, 32-37 dan 49-55. Fraksi 1-6 kemungkinan merupakan protein atau asam amino yang tidak berikatan dengan resin DEAE. Protein ini bermuatan positif, karena ketika sampel enzim AI di masukkan ke dalam kolom, fraksi yang keluar ditampung dan diberi nomor 1–6. Pencucian atau washing terhadap enzim AI yang tidak berikatan lainnya dilakukan menggunakan 10 mM buffer tris HCl, dan fraksi yang ditampung pada tahap washing diberi nomor 7-30. Ketika elusi dilakukan menggunakan 100 mM garam NaCl, protein yang awalnya berikatan mulai keluar pada fraksi 31-43. Akan tetapi enzim AI yang meluruh masih sedikit, sebab ketika dilakukan elusi menggunakan 300 mM NaCl terjadi peningkatan jumlah protein yang keluar. Hal ini terlihat pada gambar 15, tepatnya pada fraksi 49-55 yang puncak proteinnya sangat tinggi dibandingkan protein hasil peluruhan menggunakan 100 mM NaCl. Konsentrasi garam NaCl yang lebih tinggi menyebabkan kekuatan ionik antara resin dengan garam (ion Cl -) lebih kuat dibandingkan dengan enzim. Sehingga posisi enzim yang terikat dengan resin DEAE digantikan oleh Cl -. DEAE adalah resin ion exchange yang lemah, artinya tidak terlalu kuat dalam mengikat anion . Maka dari itu, konsentrasi 300 mM garam NaCl sudah cukup meluruhkan sebagian besar enzim. Penggunaan garam NaCl 400 dan 500 mM dapat dinyatakan sebagai tahapan regenerasi dalam
41
pemurnian enzim AI. Regenerasi bertujuan untuk meluruhkan semua protein yang masih berikatan dengan resin DEAE. Dan pada penggunaan garam NaCl 1 M dapat dinyatakan bahwa protein yang keluar tidak ada lagi. Apabila semua protein telah dikeluarkan dari kolom, maka akan lebih meyakinkan bahwa semua protein yang ada telah dikoleksi dan kolom dapat digunakan untuk purifikasi berikutnya.
Grafik hasil purifikasi NaCl
2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1100 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 -100 -200 1 3 5 7 911131517192123252729313335373941434547495153555759616365676971737577798183858789
Nomor Fraksi
Gambar 14. Pengukuran kadar protein pada 280 nm terhadap enzim AI hasil kromatografi ion exchange dengan fase diam resin DEAE. Garam pengelusi NaCl. Supaya dapat diketahui pada fraksi yang mana enzim AI berada, maka dilakukan pengujian SDS-PAGE dan aktivitas enzimatis pada panjang gelombang 560 nm serta konsentrasi protein dengan metode bradford. Fraksi yang dipilih adalah fraksi nomor 6, 15, 16, 35, 36, 50, 51, 52, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85. Pemilihan fraksi ini didasarkan pada gambar 15 atas peak protein yang timbul dan fraksi-fraksi yang mewakili protein terelusi oleh berbagai gradien NaCl. Fraksi nomor 6 dipilih karena dapat mewakili fraksi sebelum dan sesudahnya yang tidak berikatan dengan resin DEAE. Fraksi 15 dan 16 merupakan fraksi yang terelusi pada saat washing atau pencucian. Tahap washing adalah tahapan pembersihan protein yang tidak berikatan dengan resin tetapi masih berada dalam kolom. Pencucian dilakukan dengan 0 mM NaCl dalam buffer tris HCl. Fraksi 35-36 dipilih karena fraksi ini mewakili protein terelusi oleh 100 mM NaCl dan 42
NaCl (mM)
UV = 280 nm
Protein
peak-nya yang lebih tinggi dibandingkan peak sesama terelusi oleh 100 mM NaCl. Alasan yang sama juga menjadi dasar pemilihan fraksi 50, 51 dan 52 yang mewakili fraksi terelusi oleh 300 mM NaCl. Fraksi 64 dan 65 mewakili fraksi terelusi oleh 400 mM NaCl, fraksi 73 dan 74 mewakili terelusi oleh 500 mM NaCl, serta 84 dan 85 mewakili protein yang terelusi oleh 1 M NaCl. 0 mM NaCl
100 mM NaCl
M T CE P HT 6 15 16 35 36
56 kDa
300 mM 400 mM 500 mM 1 M NaCl NaCl NaCl NaCl
M HT 50 51 52 64 65 73 74 84 85
70 kDa 60 kDa
5656 kDa kDa
50 kDa
Gambar 16. SDS-PAGE enzim AI ekstrak kasar dan hasil purifikasi. M=marker, T = total suspensi sel, CE = ekstrak kasar hasil freezethaw, HT=enzim AI CE yang telah di heat treatment dan 6, 15, 16, 35, 36, 50, 51, 52, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85 = nomor fraksi hasil purifikasi kolom ion exchange, P=pellet ke-2, 0-1000 mM NaCl = garam pengelusi.
Dari gambar 16 diketahui enzim AI berada pada fraksi nomor 50, 51, 52 dan fraksi disekitarnya. Pita tunggal (single band) pada fraksi 50, 51 dan 52 mengindikasikan enzim AI telah cukup murni dan terpisah dari protein lainnya. Fraksi nomor 6, 15, 16, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85 yang tidak memperlihatkan keberadaan pita pada posisi 56 kDa. Bukti ini menunjukkan enzim AI tidak berada pada fraksi tersebut. Atau bisa jadi ada, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. Hasil dari gambar 16 dikonfirmasi oleh gambar 17 yang menunjukkan bahwa fraksi 50, 51 dan 52 memiliki aktivitas tinggi (±600 U/ml). Fraksi 6, 15, 16, 35, 36, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85 hasil pemurnian dengan kolom kromatografi 43
penukar ion tidak menunjukkan adanya aktivitas. Pengukuran aktivitas enzim AI dilakukan dengan mereaksikan enzim dan substrat galaktosa. AI akan merubah galaktosa menjadi tagatosa. Dengan adanya larutan karbazol sistein asam sulfat, maka tagatosa yang merupakan gula ketosa akan berwarna ungu. Semakin banyak tagatosa yang dibentuk maka aktivitas enzimatik AI berarti semakin tinggi. Semakin banyak tagatosa akan menyebabkan intensitas warna ungu semakin meningkat sehingga absorbansi pada panjang gelombang 560 nm juga akan semakin tinggi (Dische & Borenfreund 1951). 1400
Aktivitas enzim (U/ ml)
1200 1000 800 600 400 200 0
Enzim ekstrak kasar dan hasil purifikasi
Gambar 17. Pengukuran aktivitas terhadap enzim ekstrak kasar dan fraksi hasil kromatografi dengan kolom DEAE. Putri
(2010)
melakukan
penelitian
tentang
purifikasi
enzim
AI
menggunakan kolom penukar ion dengan fase diam resin DEAE. Hasil yang diperoleh menunjukkan enzim AI terelusi pada konsentrasi 300 mM NaCl. Pada penelitian ini, fraksi 50, 51 dan 52 terelusi pada konsentrasi 300 mM NaCl. Penentuan konsentrasi protein juga dianalisis dengan metode Bradford terhadap enzim ektrak kasar dan enzim hasil pemurnian, serta fraksi yang mewakili masing-masing elusi hasil pemurnian dengan kolom DEAE. Hal ini dilakukan untuk memastikan konsentrasi protein karena pada panjang gelombang
44
280 nm keberadaan asam amino atau asam nukleat juga kemungkinan dapat terdeteksi oleh spektrofotometer (Gupta et al 2003). Gambar 18 menunjukkan bahwa konsentrasi protein hasil pemurnian kolom kromatografi lebih tinggi dibandingkan fraksi lainnya. Gambar 18 sesuai dengan gambar 17 dimana aktivitas enzim tinggi dikarenakan konsentrasi proteinnya juga tinggi dan sebaliknya aktivitas enzim AI tidak ada disebabkan protein atau enzim AI-nya juga tidak ada atau rendah. Gambar 18 juga menjawab ketidakpuasan dari gambar 15 dimana absorbansi fraksi 6 pada panjang gelombang 280 nm paling tinggi dibandingkan fraksi hasil kromatografi penukar ion lainnya tetapi ketika analisis dengan SDS-PAGE tidak terdeteksi keberadaan proteinnya (gambar 16). Gambar 18 menunjukkan bahwa konsentrasi protein fraksi 6 sangat rendah dan bahkan tidak terdeteksi dengan metode Bradford. Tingginya absorbansi fraksi 6 pada panjang gelombang 280 nm kemungkinan disebabkan terdeteksinya beberapa komponen yang bukan protein. Menurut Chang (2010), kelemahan analisis protein pada panjang gelombang 280 nm karena pada panjang gelombang ini asam nukleat, asam amino aromatik yang bukan protein, dan senyawa pengotor yang menyebabkan keruhnya larutan juga ikut terserap.
17
Konsentrasi protein (mg/ ml)
0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
Enzim ekstrak kasar dan hasil pemurnian
Gambar 18. Pengukuran konsentrasi protein dengan metode Bradford terhadap enzim ekstrak kasar dan fraksi hasil purifikasi dengan kolom DEAE.
45
Tabel 7. Perhitungan konsentrasi protein (metode Bradford) dan aktivitas spesifik yang diberikan Perlakuan
Ekstrak kasar Heat treatment Fraksi 50 Fraksi 51 Fraksi 52
Volume (ml)
Protein (mg/ml)
Total Protein (mg)
Aktivitas (U/ml)
Total aktivitas (U)
Aktivitas spesifik (U/mg)
24 23 2 2 2
2.58 1.97 1.27 1.83 1.33
61.9 45.3 2.55 3.66 2.65
1117 855 440 517 483
26814 19677 881 1034 965
433 434 345 282 364
Tabel 7 menunjukkan aktivitas spesifik enzim AI murni pada fraksi 50, 51 dan 52 masing-masing secara berurutan adalah 345, 282 dan 364 U/mg. Aktivitas spesifik ini lebih rendah dibandingkan enzim kasar dan enzim hasil heat treatment. Penurunan aktivitas spesifik enzim setelah pemurnian kemungkinan disebabkan oleh pengukuran aktivitas enzim yang dilakukan pada masing-masing fraksi secara terpisah. Apabila fraksi yang telah disimpulkan mengandung enzim AI yaitu fraksi 49-56 kemudian digabungkan dan dihomogenkan serta dipekatkan, maka aktivitas spesifik enzim hasil pemurnian tersebut kemungkinan dapat meningkat. Pemekatan akan meningkatkan konsentrasi protein. Berdasarkan pada grafik hasil purifikasi (gambar 15), SDS-PAGE (gambar 16), aktivitas enzim (gambar 17) dan konsentrasi protein (gambar 18) diatas, maka fraksi dengan nomor dan disekitar 50, 51 serta 52 dikoleksi untuk keperluan karakterisasi. E. KARAKTERISASI Aktivitas dan stabilitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah waktu penyimpanan, suhu, pH, logam dan senyawa-senyawa yang dapat menginaktifkan enzim. Aktivitas enzim merupakan karakter terpenting dari enzim. Aktivitas enzim dibawah pengaruh suhu tertentu dapat dinyatakan dengan aktivitas relatif atau aktivitas sisa. Aktivitas relatif adalah hasil bagi antara aktivitas enzim pada kondisi (suhu, pH dan waktu) tertentu dengan aktivitas enzim pada suhu optimum. Aktivitas sisa sering kali dinyatakan sebagai aktivitas enzim setelah mengalami pra-inkubasi (Gumulya 2004).
46
Menurut Suhartono (1989), konfigurasi struktur tersier enzim dipertahankan oleh ikatan sulfida, interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen. Struktur tersier ini secara keseluruhan berperan penting dalam membentuk ruang tiga dimensi pada tapak aktif, sehingga dengan adanya perubahan pada struktur ini dapat mengakibatkan terhambatnya pengikatan dan pengubahan substrat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi struktur tersier dari enzim diantaranya adalah suhu, pH dan kekuatan ion. 1. Suhu Optimum Pada umumnya semakin tinggi suhu semakin naik laju reaksi kimia, baik yang tidak dikatalisis maupun yang dikatalisis oleh enzim. Enzim adalah protein, jadi semakin tinggi suhu maka proses inaktivasi enzim juga semakin meningkat. Keduanya mempengaruhi laju enzimatik secara keseluruhan. Penentuan suhu optimum aktivitas enzim sangat diperlukan dalam penerapan suatu enzim. Pada penelitian ini penentuan suhu optimum dilakukan pada suhu 50, 60, 70, 80 dan 90 ºC. Enzim AI murni dari lokal G. stearothermophilus adalah enzim yang bersifat termostabil. Suhu pertumbuhan ideal bakteri termofilik G. stearothermophilus berkisar antara 55-65ºC
(Nazina et al 2001). Dasar lain
pemilihan kisaran suhu-suhu tersebut karena beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa enzim AI dari genus yang sama memiliki suhu optimum 60-80ºC. 110 100
Aktivitas relatif (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
Suhu (0C)
Gambar 19. Suhu optimum enzim murni AI dari strain lokal G. stearothermophilus 47
Suhu optimum enzim AI dari strain lokal G. stearothermophilus adalah 60ºC (gambar 19). Aktivitas enzim AI belum mencapai maksimum pada suhu 50ºC yakni hanya memiliki aktivitas relatif sebesar 70%. Pada suhu 70ºC, aktivitas relatif enzim AI adalah 80% dibandingkan aktivitas pada suhu optimum. Apabila suhu dinaikkan melebihi 70ºC, aktivitas enzim AI semakin menurun. Secara umum terdapat hubungan antara suhu dengan aktivitas maksimum dari enzim. Setiap enzim berfungsi secara optimum pada suhu tertentu. Mulai dari suhu rendah, aktivitas enzim bertambah dengan naiknya suhu sampai aktivitas optimumnya tercapai. Kenaikan suhu lebih lanjut berakibat berkurangnya aktivitas dan pada akhirnya terjadi denaturasi enzim (Nurdin 1989). Meningkatnya aktivitas enzim hingga sampai suhu maksimum disebabkan oleh meningkatnya energi kinetik molekul-molekul enzim. Dengan demikian gerak vibrasi, rotasi enzim dan substrat dipercepat sehingga memperbesar peluang keduanya untuk bertumbukan dan bereaksi. Sebaliknya setelah melewati suhu optimum (60ºC), konformasi enzim mengalami perubahan sehingga tapak aktif tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada suhu tinggi substrat juga mengalami perubahan konformasi, akibatnya mengalami kesulitan dalam memasuki dan mengenali enzim (Machielsen et al 2007). Menurut Cheng et al (2009) suhu 60-65ºC merupakan suhu yang tepat untuk memproduksi tagatosa menggunakan enzim AI pada skala industri. Penggunaan suhu yang lebih tinggi atau = 80ºC
akan mengawali terjadinya
pengaruh yang tidak diinginkan seperti reaksi browning dan terbentuknya produk sampingan. 2. pH Optimum Enzim mempunyai aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum. Suatu enzim memiliki kisaran pH optimum yang sangat sempit. Apabila enzim berada pada kondisi pH lingkungan optimum, maka enzim akan mempunyai stabilitas yang tinggi. Pada penelitian ini kisaran pH yang digunakan adalah 5-9. Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa enzim AI mempunyai aktivitas maksimum pada pH netral atau 48
sedikit basa. AI yang berasal dari bakteri asam pun memiliki aktivitas maksimum pada kondisi mendekati pH netral (pH 6.5) (Lee et al 2005b). Seperti yang terlihat pada gambar 20 dibawah, pH optimum enzim AI dari strain lokal G. stearothermophilus adalah 7. Enzim AI ini masih cukup stabil pada pH 7.5 dimana aktivitasnya hanya menurun 15%. Sedangkan pada pH 8 dan 8.5 aktivitas enzim AI turun sekitar 60% dibandingkan aktivitas maksimumnya. Pada pH 9 aktivitas enzim AI menurun hingga tersisa 35%. Enzim AI dari penelitian ini tergolong ke dalam enzim yang tidak tahan asam. Karena pada pH 6.5 aktivitas enzim AI hilang hingga 60% lebih. Apabila pH terus diturunkan sampai 5, maka aktivitas relatif enzim AI hanya tersisa 8% saja. 120
Aktivitas relatif (%)
100 80 60 40 20 0 4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
8.5
9
9.5
pH
Gambar 20. pH optimum enzim murni AI dari strain lokal G. stearothermophilus
Enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya terutama pada gugus residu terminal karboksil dan terminal aminonya. Perubahan keaktifan enzim akibat perubahan pH lingkungan disebabkan oleh terjadinya perubahan ionisasi pada gugus ionik enzim pada sisi aktifnya atau sisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi sisi aktif. Gugus ionik berperan dalam menjaga konformasi sisi aktif dalam mengikat substrat dan dalam mengikat substrat menjadi produk. Perubahan ionisasi juga dapat dialami oleh substrat atau kompleks enzim-substrat (Illanes 2008).
49
Suhu dan pH optimum enzim AI dari strain lokal berada pada kisaran suhu dan pH optimum enzim AI dari beberapa bakteri termofilik lainnya. Enzim AI dikodekan oleh gen yang sama yaitu araA. Similaritas gen araA strain lokal dengan beberapa bakteri termofilik lainnya sangat tinggi ( > 95%) (Fitriani & Saksono 2010), sehingga kisaran suhu dan pH optimum enzim AI dari strain lokal ini dapat diterima. Dari karakteristik suhu dan pH optimum enzim AI diketahui bahwa meskipun berasal dari jenis, genus dan spesies yang sama bahkan dikodekan oleh gen yang sama, karakteristik yang diberikan oleh enzim AI tidak ada yang 100% sama. Masing-masing mempunyai karakter yang berbeda apabila sumber isolasi bakteri berbeda. Tabel 8. Karakteristik suhu dan pH optimum enzim AI dari beberapa bakteri termofilik Nama bakteri G. stearothermophilus lokal G. stearothermophilus T6 B. stearothermophilus US100 A. acidocaldarius Thermus sp. B. stearothermophilus IAM11001 G. thermodentrificans
Suhu pH Referensi optimum optimum 60ºC 7 Penelitian ini 70ºC 7.5 Lee et al 2005a 80ºC 7.5 Rhimi & Bejar 2006 65ºC 6-6.5 Lee et al 2005b Kim et al 2003 60ºC 8 Cheng et al 2009 65ºC 7.5 Kim & Oh 2005 70ºC 8.5
Tabel 5 menunjukkan bahwa kisaran suhu optimum enzim AI dari beberapa bakteri termofilik yang telah diteliti adalah 60-80ºC. Sedangkan pH optimumnya berkisar antara 6-8.5. Enzim AI dari beberapa bakteri termofilik yang telah diteliti tidak ada yang menunjukkan karakteristik suhu dan pH optimum yang sama. Dari tabel 5 diketahui bahwa meskipun enzim AI dihasilkan oleh gen yang sama (gen araA), namun genus, spesies, strain ataupun tempat isolasi bakteri yang berbeda dapat memberikan karakteristik yang berbeda pula. 3. Pengaruh Logam Penelitian pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim AI dilakukan menggunakan logam yang diperkiran adalah logam aktivator atau yang dapat meningkatkan aktivitas enzim. Enzim AI dari berbagai jenis bakteri sangat 2+
membutuhkan logam Mn
dan Co2+ untuk meningkatkan aktivitasnya dan
50
mempertahankan stabilitasnya. Dalam penelitian ini logam yang diujikan adalah logam Mn 2+. Logam Co2+ tidak diujikan karena diharapkan enzim AI nantinya akan digunakan untuk memproduksi tagatosa yang aplikasinya pada produk pangan ataupun aplikasi oral (suplemen dan obat). Logam Co2+ termasuk logam berat yang berbahaya terhadap kesehatan. Logam lain yang digunakan adalah kalsium (Ca), besi (Fe) dan magnesium (Mg). Pemilihan logam-logam ini karena diketahui ada enzim AI dari beberapa bakteri yang aktivitasnya ditingkatkan oleh logam-logam tersebut. Meskipun juga ada aktivitas enzim AI yang tidak dipengaruhi atau bahkan dihambatnya. Percobaan awal menunjukkan bahwa logam Ca dan Mn meningkatkan aktivitas enzim AI, logam Mg tidak mempengaruhi aktivitas enzim, sedangkan logam Fe menghambat enzim (data tidak ditampilkan). Oleh sebab itu, pada penelitian ini logam yang diujikan adalah Ca dan Mn. Penambahan masingmasing logam adalah sebesar 1 dan 5 mM. Konsentrasi 1 mM logam Co dan Mn sudah dapat meningkatkan aktivitas enzim AI (Rhimi & Bejar 2005; Lee et al 2004). Penelitian Cheng et al (2009) menunjukkan konsentrasi optimum ion logam Mn
2+
terhadap aktivitas enzim AI
asal B. stearothermophilus IAM11001 adalah 1 mM. Penelitian Kim & Oh (2005) menunjukkan konsentrasi optimum ion logam Mn2+ terhadap aktivitas enzim AI asal G. thermodenitrificans adalah 5 mM, jika konsentrasi ditingkatkan hingga 10 mM aktivitas enzimnya menurun. Kebanyakan penelitian-penelitain tersebut diatas dilakukan dengan memberikan perlakuan kelating menggunakan senyawa EDTA terhadap enzimnya. Enzim AI dari strain lokal pada penelitian ini tidak diberi perlakuan kelating dengan EDTA sebelum diuji aktivitasnya. Penambahan ion logam dilakukan secara langsung pada enzim murni hasil kromatografi penukar ion. Gambar 21 menunjukkan bahwa aktivitas enzim AI sangat membutuhkan logam Mn untuk meningkatkan aktivitasnya. Logam Mn meningkatkan aktivitas enzim AI dari G. stearothermophilus lokal hingga 525% pada konsentrasi 1 mM dan 560% pada konsentrasi 5 mM. Logam Ca meningkatkan aktivitas enzim sebesar 54% pada konsentrasi 1 mM dan 30% pada konsentrasi 5 mM.
51
Perbandingan peningkatan aktivitas enzim dilakukan dengan enzim tanpa penambahan logam (kontrol).
Aktivitas relatif (%)
Kontrol
Penambahan Ca
Penambahan Mn
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 1
5
Konsentrasi Logam (mM)
Gambar 21. Pengaruh penambahan ion logam terhadap aktivitas enzim AI Enzim AI dari B. stearothermophilus IAM11001 (BSAI IAM11001) aktivitasnya meningkat 4 kali lipat atau menjadi 404% dengan keberadaan 1 mM logam Mn, tetapi keberadaan Ca menghambat aktivitas BSAI IAM11001 (Cheng et al 2009). Penelitian Kim et al (2003b) menyatakan enzim AI dari Thermus sp. (TAI) aktivitasnya ditingkatkan oleh keberadaan logam Mn hingga 90%. Sedangkan Ca menurunkan aktivitas enzim TAI sebesar 20%. Enzim AI asal Geobacillus
thermodenitrificans
(GTAI)
aktivitasnya
meningkat
dengan
keberadaan logam Mn dan Ca masing-masing sebesar 34% dan 11%. Jika konsentrasi Mn yang ditambahkan sebesar 5 mM, maka aktivitas relatif GTAI meningkat hingga 75% (Kim & Oh 2005). Logam Mn meningkatkan aktivitas enzim AI asal A. acidocaldarius menjadi 2,3 kali lipatnya (Lee et al 2005b). Penelitian yang dilakukan Rhimi & Bejar (2006) memberikan hasil bahwa enzim AI dari B. stearothermophilus US100 (BSAI US100) meningkat aktivitasnya dengan keberadaan logam Mn sebesar 24%. Sedangkan Ca menurunkan aktivitas BSAI US100 sebesar 7%. Enzim AI dari G. 52
stearothermophilus T6 membutuhkan logam Mn dan Ca untuk meningkatkan aktivitasnya. Aktivitas relatif enzim AI dari bakteri G. stearothermophilus T6 meningkat 75% dan 49% masing-masing secara berurutan dengan keberadaan logam Mn dan Ca (Lee et al 2005a). Menurut Illanes (2008), sebagian besar enzim membutuhkan ion logam (kofaktor) untuk meningkatkan aktivitasnya. Peningkatan aktivitas dengan keberadaan ion logam karena logam akan berikatan pada sisi aktif enzim dan meningkatkan kekuatan ion enzim. Dengan peningkatan kekuatan ion pada konformasi sisi aktif enzim, maka enzim akan lebih cenderung kuat mengikat substrat dan reaksi katalisisnya menjadi lebih cepat. Ion logam biasanya akan terikat kuat pada struktur enzim sehingga tidak terlepas dari enzim selama reaksi enzimatis berlangsung. 4. Stabilitas Panas Stabilitas enzim merupakan faktor penting pada aplikasi komersial terutama dengan jangka waktu yang lama dalam biokonservasi enzimatik. Untuk mengetahui stabilitas panas enzim AI dari G. stearothermophilus strain lokal, maka enzim diuji pada suhu 65ºC tanpa logam serta dengan keberadaan logam Mn dan Ca . Pemilihan suhu 65ºC karena produksi tagatosa menggunakan enzim AI yang direkomendasikan untuk aplikasi skala industri adalah suhu 60-65ºC (Cheng et al 2009). Pada gambar 22 terlihat bahwa semakin lama waktu inkubasi, maka stabilitas enzim AI semakin menurun. Inkubasi pada suhu 65ºC hingga 150 menit menurunkan aktivitas enzim AI murni sekitar 57%. Penambahan logam Ca dan Mn meningkatkan kestabilan enzim. Aktivitas enzim AI menurun 30% selama 150 menit inkubasi pada suhu 65ºC dengan keberadaan logam Ca. Sedangkan dengan keberadaan logam Mn, aktivitas enzim AI hanya menurun 9%. Pada penelitian Cheng et al (2009), native enzim AI dari B. stearothermophilus IAM11001 aktivitasnya menurun 50% setelah diinkubasi selama 1 jam. Tetapi dengan keberadaan logam Mn, aktivitas enzim AI stabil hingga 2 jam inkubasi. Cheng et al (2009) menyatakan bahwa BSAI IAM11001 sebagai enzim termostabil.
53
Tanpa keberadaan logam, aktivitas enzim AI dari B. stearothermophilus US100 menurun 50% setelah diinkubasi 2 jam pada suhu 70ºC. Pengujian pada kondisi diatas suhu optimumnya (80ºC), aktivitas BSAI US100 menurun hingga 90% dalam waktu 30 menit. Dengan keberadaan logam Mn, aktivitas BSAI US100 turun 60% setelah diinkubasi 2 jam pada suhu 80ºC (Rhimi & Bejar 2006). Penelitian Kim & Oh (2005) menunjukkan bahwa tanpa logam pada suhu optimumnya, aktivitas enzim AI dari G. thermodenitrificans (GTAI) tersisa 65% setelah 2 jam. Sedangkan dengan adanya logam Mn, aktivitasnya masih tersisa 80% setelah 2 jam inkubasi. Pada kondisi diatas suhu optimumnya (80ºC), aktivitas GTAI hilang setelah 50 menit jika tidak ada logam. Dan dengan keberadaan Mn, aktivitas GTAI turun 50% setelah 50 menit pada suhu 80ºC.
Enzim non logam
Enzim+Logam Ca
Enzim+Logam Mn
120
Aktivitas sisa (%)
100 80 60 40 20 0 0
30
60
90
120
150
180
Lama Inkubasi (menit)
Gambar 22. Stabilitas enzim AI pada suhu 65ºC tanpa dan dengan keberadaan logam Pengaruh ion logam Stabilitas enzim dipertahankan oleh adanya ikatan hidrogen antara H, O, N dan S dari molekul-molekul asam amino penyusunnya, ikatan van der waals, interaksi hidrofobik dan gaya elektrostatik dari muatan-muatan yang dimiliki oleh molekul protein itu sendiri. Menurut Illanes (2008), stabilitas termal molekul enzim tergantung pada beberapa faktor antara lain substrat, inhibitor, molekul protein lain, ion logam dan molekul polimer. Beberapa jenis enzim memerlukan
54
ion logam tertentu untuk menjaga aktivitasnya. Ion logam dapat terikat pada jembatan disulfida dari enzim sehingga mempertahankan struktur enzim dan menstabilkan enzim terhadap denaturasi oleh panas. Logam Mn lebih baik dalam menjaga stabilitas panas GSAI lokal dibandingkan logam Ca kemungkianan disebabkan karena logam Mn lebih kuat dan stabil selama berikatan dengan enzim. 5. Pendugaan waktu paruh (t 1/2) enzim Konstanta laju deaktivasi enzim (k) dapat ditentukan dari hubungan ln aktivitas enzim terhadap waktu inkubasi (pemanasan) pada suhu tertentu. Slope persamaan linier hubungan ln aktivitas enzim terhadap waktu inkubasi dinyatakan sebagai nilai k. Nilai k enzim AI tanpa logam pada suhu 65ºC adalah 0.0051/menit (gambar 24). Semakin tinggi suhu maka konsanta deaktivasi enzim biasanya semakin tinggi. 14 12
Ln aktivitas (U/ L)
y = -0.0051x + 13.0433 10 8 6 4 2 0 0
30
60
90
120
150
Lama Inkubasi (menit)
Gambar 23. Hubungan ln aktivitas enzim tanpa logam terhadap waktu inkubasi pada suhu 65ºC Waktu paruh enzim murni pada suhu 65ºC diperoleh dari penurunan rumus kinetika deaktivasi enzim (pada metodologi, persamaan 3). Dari persamaan tersebut diperoleh nilai t1/2 enzim AI tanpa logam pada suhu 65ºC adalah 136 menit. Artinya pemanasan pada suhu 65ºC dengan lama waktu inkubasi 136 menit, aktivitas GSAI strain lokal tinggal setengahnya. Penelitian Kim & Oh
55
(2005) menunjukkan GTAI memiliki waktu paruh 203 menit pada suhu optimumnya. Nilai t
1/2
GSAI dari penelitian Kim et al (2003a) adalah 72, 14 dan
2.4 menit masing-masing pada suhu 65, 70 dan 80 ºC. BSAI US100 tanpa logam pada suhu 70, 75 dan 80 memiliki t1/2 masing-masing 90, 60 dan 10 menit (Rhimi & Bejar 2006). Keberadaan logam Ca menurunkan nilai k dari enzim. Nilai k enzim dengan keberadaan logam Ca pada suhu 65ºC menjadi 0.0023/menit. Nilai t1/2 enzim GSAI strain lokal dengan keberadan logam Ca menjadi 301 menit pada suhu 65 ºC. Hubungan ln aktivitas AI terhadap waktu inkubasi dengan keberadaan logam Ca dapat dilihat pada gambar 24. Dengan logam Ca 14 12
Ln aktivitas (U/ L)
y = -0.0023x + 13.0157 10 8 6 4 2 0 0
30
60
90
120
150
Lama Inkubasi (menit)
Gambar 24. Hubungan ln aktivitas enzim dengan penambahan logam Ca terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0C Dengan adanya logam Mn, nilai k enzim AI semakin kecil dibandingkan dengan keberadaan logam Ca dan tanpa logam. Hal ini menunjukkan bahwa kinetika deaktifasi enzim semakin lambat. Nilai k enzim AI dengan keberadaan logam Mn adalah 0.0007/menit pada suhu 65ºC. Perhitungan waktu paruh (t1/2) enzim AI dengan keberadaan logam Mn memberikan nilai sebesar 990 menit atau 16.5 jam pada suhu 65ºC. Gambar 25 memperlihatkan hubungan ln aktivitas enzim terhadap lama inkubasi dengan keberadaan logam Mn.
56
Dengan logam Mn 14
Ln aktivitas (U/ L)
12
y = -0.0007x + 13.2879
10 8 6 4 2 0 0
30
60
90
120
150
Lama Inkubasi (menit)
Gambar 25. Hubungan ln aktivitas enzim dengan penambahan logam Mn terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0C Enzim AI dari G. thermodenitrificans dengan keberadaan logam Mn memiliki nilai t 1/2 366 menit pada suhu optimumnya (70ºC) dan 41.7 menit pada suhu 75ºC (Kim & Oh 2005). Penelitian Rhimi & Bejar (2006) menyatakan nilai t 1/2 enzim BSAI US100 dengan keberadaan logam pada suhu 75 dan 80 ºC masing-masing adalah sebesar 110 menit dan 18 menit. Kim (2004) menyatakan bahwa salah satu strategi peningkatan produksi tagatosa menggunakan enzim AI adalah mencari enzim dengan waktu paruh yang lama.
57
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1.
Penggunaan limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak khamir 0.5% (LCT+YE) sebagai medium ekspresi dapat meningkatkan produksi enzim AI.
2.
Lama waktu induksi 16 jam merupakan lama waktu terbaik dalam optimasi produksi AI melalui sistem ekspresi terinduksi IPTG.
3.
Enzim AI yang dimurnikan dengan kolom penukar ion DEAE terelusi pada fraksi 49-54 oleh konsentrasi NaCl 300 mM.
4.
0 Enzim AI memiliki aktivitas maksimum pada suhu 60 C dan pH 7.
5.
Penambahan CaCl 2 pada konsentrasi 1 mM dan 5 mM meningkatkan aktivitas relatif enzim masing-masing menjadi 154% dan 130%.
6.
Penambahan MnCl2 dengan konsentrasi 1 mM dan 5 mM meningkatkan aktivitas relatif enzim masing-masing menjadi 525% dan 563%.
7.
Stabilitas panas enzim AI dengan penambahan 1 mM CaCl2 dan MnCl2 meningkat masing-masing hingga 2 dan 7 kali lipat.
SARAN 1.
Untuk meningkatkan ketelitian penelitian, tagatosa yang
terbentuk dapat
dianalisis dengan HPLC menggunakan standar tagatosa atau fruktosa. 2.
Teknik purifikasi dengan kolom gel filtrasi dapat diteliti untuk dibandingkan dengan hasil purifikasi dengan kolom DEAE.
3.
Sebelum dianalisis pengaruh logam aktivator, sebaiknya enzim murni dikelating terlebih dahulu dengan senyawa ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA).
4.
Dapat dianalisis lebih lanjut model molekul GSAI lokal terutama mengenai pengaruh logam kalsium (Ca) dalam meningkatkan aktivitas dan stabilitas enzim.
58
DAFTAR PUSTAKA Aunstrup K. 1979. Production, isolation and economic of extracellular enzyme. Di dalam Wingford LB, Katzier EK, Goldstein (eds). Applied Biochemistry and Engineering vol II. Academic Press, New York. Azaman SNA et al. 2010. Screening for the optimal induction parameters for periplasmic producing interferon-a2b in Escherichia coli. Afr. J. Biotechnol. 9: 6345-6354. Baneyx F. 1999. Recombinant protein expression in Escherichia coli. Current Opinion in Biotechnology 10: 411–421. Beadle JR, Sauder JP, Wajada TJ. 1991. Process for manufacturing tagatose. US patent 500261. Blaber M. 1998. Spring web page for lecture 25 of Molecular Biology and Biotechnology Course: Prokaryotic Expression Vectors.
. [Februari 2011]. Blommel PG, Becker KJ, Duvnjak P, Fox BG. 2010. Enhanced bacterial protein expression during auto-induction obtained by alteration of lac repressor dosage and medium composition. American Chemical Society and American Institute of Chemical Engineers, in press. Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein dye binding. Anal Biochem 72: 248-254. Buchholz K, Kasche V, Bornscheuer UT. 2005. Biocatalysts and Enzyme Technology. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KGaA. Bugg TDH. 2004. Introduction to Enzyme and Coenzyme Chemistry: Ed ke-2. UK: Blackwell Publishing. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2003. Biologi. Lestari R et al, penerjemah. th Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Biology 5 Edition. Chang SC. 2010. Protein analysis. Di dalam: Nielsen SS, editor. Food Analysis. Ed ke-4. USA: Springer. hlm 133-146. Chen H, Morgan JA. 2006. High throughput screening of heterologous P450 whole cell activity. Enzyme Microb. Technol. 38: 760-764. Cheng L, Mu W, Jiang B. 2009. Thermostable L-arabinose isomerase from Bacillus stearothermophilus IAM 11001 for D-tagatose production: gene cloning, purification and characterization. J Sci Food Agric 90: 1327–1333.
59
Cheng L, Mu W, Zhang T, Jiang B. 2010. An L-arabinose isomerase from Acidothermus cellulolytics ATCC 43068: cloning, expression, purification, and characterization. Appl Microbiol Biotechnol 86: 1089–1097. Chouayekh H et al. 2007. Characterization of an L-arabinose isomerase from the Lactobacillus plantarum NC8 strain showing pronounced stability at acidic pH. FEMS Microbiol Lett 277: 260-267. Coligan JE, Dunn BM, Speicher DW, Wingfield PT, editor. 2004. Current Protocols in Protein Science. Washington: John Wiley & Sons, Inc. Delgado MA. 2009. Biochemical study of engineered fluorescent proteins as calcium sensors and the effect of calcium and pH in cell reproduction and protein expression [Tesis]. Georgia: Department of Chemistry, Georgia State University. Dische Z, Borenfreund E. 1951. New spectrophotometric method for the detection and determination of keto sugars and trioses. www.jbc.org . [September 2010]. Dobbs CM, Bell LN. 2010. Storage stability of tagatose in buffer solutions of various compositions. Food Research International 43: 382–386. Donovan RS, Robinson CW, Glick BR. 1996. Review: Optimizing inducer and culture conditions for expression of foreign proteins under the control of the lac promoter. J. Ind. Microbiol. Biotechnol. 16: 145-154. Fitriani D, Saksono B. 2010. Cloning of araA gene encoding L-arabinose isomerase from marine Geobacillus stearothermophilus isolated from Tanjung Api, Poso, Indonesia. Hayati Journal of Bioscience 17: 58-62. Glick BR, Pasternak JJ. 2003. Molecular Biotechnology: Principles and Application of Recombinant DNA, hal 47-89 dan 101-110. Gumulya Y. 2004. Optimasi produksi enzim keratinase dari bakteri termofilik L23 asal Sulawesi Utara [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gupta K, Jain V, Jain S, Dhawan K, Talwar G. 2003. Analysis of Food. India: Elsevier Science Ltd. Hal 206-215. Harris ELV. 1989. Concentration of extract. Di dalam Harris ELV, Angal S, editor. Protein Purification Methods. A Practical Approach. Oxford: IRL Press. hal: 123-161. Illanes A, editor. 2008. Enzyme Biocatalyisis: Principle & Application. Chile: Springer Science.
60
Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. 2005. Modern Food Microbiology. Ed ke-7. USA: Springer. Jorgensen F, Hansen OC, Stougaard. 2004. Enzymatic conversion of D-galactose to D-tagatose: heterologous expression and characterization of a thermostable L-arabinose isomerase from Thermoanaerobacter mathranii. App Microbiol Biotechnol 64: 816-822. Kawira A. 1993. Produksi protease Bacillus pumilus yang diisolasi dari limbah cair tahu sebagai fermentasi terkontrol [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khoo TK, Santhanam A, Noordin R, Arifin N. 2010. Production of Brugia malayi BmSXP recombinant protein expressed in Escherichia coli. Malaysian Journal of Microbiology 6: 115-122. Kim BC et al. 2002. Cloning, expression and characterization of L-arabinose isomerase from Thermotoga neapolitana: bioconversion of D-galactose to D-tagatose using the enzyme. FEMS Microbiology Letter 212: 121-126. Kim HJ, Oh DK. 2005. Purification and characterization of an L-arabinose isomerase from an isolated strain of Geobacillus thermodenitrificans producing D-tagatose. Journal of Biotechnology 120: 162-173. Kim HJ, Ryu SA, Kim P, Oh DK. 2003a. A feasible enzymatic process for Dtagatose production by an immobilized thermostable L-arabinose isomerase in a packed-bed bioreactor. Biotechnol Prog 19: 400-404. Kim JH et al. 2009. Characterization of an L-arabinose isomerase from Bacillus subtilis. Appl Microbiol Biotechnol 85: 1839–1847. Kim JW et al. 2003b. Production of tagatose by a recombinant termostable Larabinose isomerase from Thermus sp. IM6501. Biotechnology Letter 25: 963-967. Kim P. 2004. Current studies on biological tagatose production using L-arabinose isomerase: a review and future perspective. Appl Microbiol Biotechnol 65: 243–249. Koolman J, Roehm KH. 2005. Color Atlas of Biochemistry: 2 nd edition, revised, enlarged. Ed ke-2. Stuttgart: Thieme. Kopetzki E, Schumacher G, Buckel P. 1989. Control of formation of active soluble or inactive insoluble baker's yeast-glucosidase PI in Escherichia coli by induction and growth conditions. Mol. Gen. Genet. 216: 149-155.
61
Kruger NJ. 2009. The bradford method for protein quantitation. Di dalam: Walker JM, editor. The Protein Protocols Handbook. Ed ke-3. UK: Human Press. hlm 17-24. Lee DW et al. 2004. Characterization of a thermostable L-arabinose (D-galactose) isomerase from the hyperthermophilic eubacterium Thermotoga maritima. Appl Environ Microbiol 70:1397–1404. Lee DW et al. 2005a. Distinct metal dependence for catalytic and structural functions in the L-arabinose isomerase from the mesophilic Bacillus halodurans and the thermophilic Geobacillus stearothermophilus. Arch Biochem Biophys 434: 333–343. Lee SJ et al. 2005b. Characterization of a thermoacidophilic L-arabinose Isomerase from Alicyclobacillus acidocaldarius: role of Lys-269 in pH optimum. Applied and Environmental Microbiology 71: 7888-7896. Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Suhartono MT, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Lehninger AL. 2004. Biocehmistry. Ed ke-4. USA: Worth Publishers, Inc. Levin GV. 2002. Tagatose, the new GRAS sweeteners and health product. Journal of medicinal food 5: 23-36. Lu Y, Levin GV, Donner TW. 2007. Tagatose, a new antidiabetic and obesity control drug. Diabetes, Obesity and Metabolism 10: 109-134. Machielsen R, Dijkhuizen S, van der Oost J. 2007. Improving enzyme performance in food applications. Di dalam: Rastall R, editor. Novel Enzyme Technology for Food Applications. USA: CRC Press. hlm 16-36. Meyrath J, Volvasek G. 1975. Production of Microbial Enzymes. Di dalam G. Reed (Eds). Enzymes in Food Processing. Academic Press, New York. Nazina TN et al. 2001. Taxonomic study of aerobic thermophilic bacilli: descriptions of Geobacillus subterraneus gen. nov., sp. nov. and Geobacillus uzenensis sp. nov. from petroleum reservoirs and transfer of Bacillus stearothermophilus, Bacillus thermocatenulatus, Bacillus thermoleovorans, Bacillus kaustophilus, Bacillus thermoglucosidasius and Bacillus thermodenitrificans to Geobacillus as the new combinations G. stearothermophilus, G. thermocatenulatus, G. thermoleovorans, G. kaustophilus, G. thermoglucosidasius and G. thermodenitrificans. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology 51: 433–446. Novagen. 1999. pET System Manual. Ed ke-8. USA: Novagen, Inc.
62
Nurdin AA. 1989. Produksi dan karakterisasi enzim protease dari Bacillus licheniformis BCC 0607 pada media limbah cair tahu [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Oh DK. 2007. Tagatose: properties, application and biotechnological processes. Appl Microbiol Biotechnol 76: 1-8. Olichon A, Schweizer D, Muyldermans S, de Marco A. 2007. Heating as a rapid purification method for recovering correctly-folded thermotolerant VH and VHH domains. BMC Biotechnology 7: 7. Page M, Thorpe R. 2009. Purification of IgG using DEAE-sepharose chromatography. Di dalam: Walker JM, editor. The Protein Protocols Handbook. Ed ke-3. UK: Human Press. hlm 1755-1756. Prabhu P et al. 2008. Cloning and characterization of a novel L-arabinose isomerase from Bacillus licheniformis. Appl Microbiol Biotechnol 81: 283290. Prescott LM. 2002. Prescott-Harley-Klein: Microbiology 5th Edition. USA: The McGrawth-Hill Companies. Putri TQ. 2010. Ekspresi dan purifikasi L-arabinosa isomerase dari transforman Escherichia coli yang ditumbuhkan pada medium limbah cair tahu [skripsi]. Purwokerto: Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman. Rhimi M, Bejar S. 2006. Cloning, purification and biochemical characterization of metallic-ions independent and thermoactive L-Arabinose isomerase from the Bacillus stearothermophilus US100 strain. Biochim Biophys Acta 1760: 191-199. Rhimi M et al. 2009. Rational design of Bacillus stearothermophilus US100 Larabinose isomerase: Potential applications for D-tagatose production. Biochimie 91: 650–653. Rhimi M et al. 2010. The acid tolerant L-arabinose isomerase from the food grade Lactobacillus sakei 23K is an attractive D-tagatose producer. Bioresource Technology 101: 9171-9177. Ryu SA, Kim CS, Kim HJ, Baek DH, Oh DK. 2003. Continuous D-tagatose production by immobilized thermostable L-arabinose isomerase in a packed-bed bioreactor. Biotechnol. Prog. 19: 1643-1647. Sambrook J, Russell DW. 2001. Molecular Cloning: A laboratory manual. Ed ke3. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press. Shehaan D. 2009. Physical biochemistry: Principles and applications. Ed ke-2. UK: John Wiley & Sons Ltd.
63
Shin CS, Hong MS, Bae CS, Lee J. 1997. Enhanced production of human miniproinsulin in fed-batch cultures at high cell density of Escherichia coli BL21(DE3) (pET-3aT2M2) Biotechnol Prog 13: 249-257. Singleton P, Sainsbury D. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular Biology. Ed ke-3, Revisi. England: John Wiley and Sons, Ltd. Skytte UP. 2006. Tagatose. Di dalam: Mitchell H, editor. Sweeteners and Sugar Alternatives in Food Technology. Oxford: Blackwell Publishing. hlm 262294. Sorensen HP, Mortensen KK. 2005. Advanced genetic strategies for recombinant protein expression in E. coli. Journal of Biotechnology 115: 113-128. Stader J. 1995. Gene expression in recombinant Escherichia coli. Di dalam: Smith A, editor. Gene Expression In Recombinant Microorganisms. New York: Marcel Dekker, Inc. Studier FW, Moffatt BA. 1986. Use of Bacteriophage T-7 RNA Polymerase to Direct Selective High-Level Expression of Cloned Genes [abstract]. Dalam J Molecular Biology 189(1):113-130. WebSPIRS database can be accessed under "Science and Technology" at http://www.davidson.edu/. [Februari 2011]. Sugiarto JW. 2001. Studi produksi enzim protease Bacillus subtilis DB104 rekombinan R-1 pada media tepung kedelai [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Toledo RT. 2006. Fundamentals of Food Process Engineering. Ed ke-3. New York: Springer. Tortora GJ, Funke BR, Case CL. 2010. Microbiology 10th Edition: An Introduction. San Fransisco: Benjamin Cummings. Walker JM. 2009. SDS polyacrylamide gel electrophoresis of proteins. Di dalam: Walker JM, editor. The Protein Protocols Handbook. Ed ke-3. UK: Human Press. hlm 177-186. Walker JM, editor. 2009. The Protein Protocols Handbook. Ed ke-3. UK: Human Press. Wallace LJ, Eiserling FA, Wilcox G. 1978. The shape of L-arabinose isomerase from Escherichia coli. The Journal of Biological Chemistry 253: 37173720.
64
Widhyastuti N. 2007. Purifikasi dan karakterisasi xilanase ekstraseluler Streptomyces sp. SKK1-8 asal Sukabumi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. 2004. Global prevalence of diabetes. Epidemiology Health Services Psychosocial Research 5: 10471053. Whitaker JR, Voragen AG, Wong DW. 2003. Handbook of Food Enzymology. New York: Marcel Dekker Inc. Yoon SH, Kim P, Oh DK. 2003. Properties of L-arabinose isomerase from Escherichia coli as biocatalyst for tagatose production. World J of Microbiol & Biotechnol 19: 47-51. Zhang H, Jiang B, Pan B. 2007. Purification and characterization of L-arabinose isomerase from Lactobacillus plantarum producing D-tagatose. Word J Microbiol Biotechnol 23: 641-646. Zhang YW, Jeya M, Lee JK. 2010. Enhaced activity and stability of L-arabinose isomerase by immobilization on aminopropyl glass. Appl Microbiol Biotechnol, in press.
65
Lampiran 1. Data Optical Density (OD) pada 600 nm dari kultur bakteri pada saat kultur dilakukan dan induksi dimulai (jam ke-0) Perlakuan OD Media OD (Media+kultur) OD Blanko dan Jam Setelah + kultur blanko Induksi Kultur* 0.653 0.669 0.016 Jam 0 0.079 0.129 0.050 Jam 4 0.069 0.203 0.134 Jam 8 0.072 0.242 0.170 Jam 12 0.074 0.273 0.199 Jam 16 0.075 0.257 0.182 Jam 20 0.069 0.251 0.182 Jam 24 0.077 0.262 0.185 Keterangan: * = Absorbansi kultur diukur tanpa dilakukan pengenceran
OD X FP 0.16 0.50 1.34 1.70 1.99 1.82 1.82 1.85
66
Lampiran 2. Data pengukuran aktivitas enzim pada saat optimasi produksi enzim, absorbansi diukur pada 560 nm Perlakuan Blanko Blanko Substrat Blanko Substrat - Blanko
Perlakuan
Kultur
Jam ke 0
Jam ke 4
Jam ke 8
Jam ke 12
Jam ke 16
Jam ke 20
Jam ke 24
Total suspensi sel Supernatan ke-2 Pellet ke-2 Total suspensi sel Supernatan ke-2 Pellet ke-2 Total suspensi sel Supernatan ke-2 Pellet ke-2 Total suspensi sel Supernatan ke-2 Pellet ke-2 Total suspensi sel Supernatan ke-2 Pellet ke-2 Total suspensi sel Supernatan ke-2 Pellet ke-2 Total suspensi sel Supernatan ke-2 Pellet ke-2 Total suspensi sel Supernatan ke-2 Pellet ke-2
Absorbansi 0.026 0.042 0.016
Blanko enzim 0.000 0.012 0.007 0.033 0.008 0.013 0.066 0.031 0.042 0.083 0.018 0.025 0.022 0.012 -0.036 0.041 0.018 -0.026 0.024 0.013 -0.024 0.034 0.014 -0.033
Absorbansi yang diberikan oleh Blanko Campuran Campuran enzimreaksireaksi Blanko blanko -0.026 0.055 0.029 -0.014 0.037 0.011 -0.019 0.046 0.020 0.007 0.089 0.063 -0.018 0.081 0.055 -0.013 0.029 0.003 0.040 0.276 0.250 0.005 0.228 0.202 0.016 0.039 0.013 0.056 0.366 0.340 -0.009 0.355 0.329 -0.001 0.060 0.034 -0.004 0.361 0.335 -0.014 0.322 0.296 -0.062 0.064 0.038 0.015 0.556 0.529 -0.008 0.468 0.442 -0.052 0.147 0.121 -0.002 0.545 0.518 -0.013 0.363 0.337 -0.050 0.139 0.113 0.008 0.428 0.402 -0.013 0.336 0.310 -0.059 0.144 0.118
Absorbansi reaksi 0.038 0.009 0.022 0.040 0.057 0.000 0.194 0.181 -0.019 0.268 0.321 0.018 0.323 0.294 0.083 0.499 0.434 0.157 0.504 0.334 0.147 0.378 0.306 0.161
67
Lanjutan lampiran 2. Pembuatan kurva standar untuk data optimasi produksi enzim Konsentrasi fruktosa (mM)
Absorbansi
0 1 2 3 4
0.003 0.121 0.213 0.316 0.312
Absorbansi (? = 560 nm)
Kurva Standar 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
y = 0.081x + 0.030 R² = 0.931
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Konsentrasi Fruktosa
68
Lanjutan lampiran 2. Perhitungan aktivitas enzim
Perlakuan
Kultur
Jam 0
Jam 4
Jam 8
Jam 12
Jam 16
Jam 20
Jam 24
Total suspensi sel Supernatan ke 2 Pellet ke 2 Total suspensi sel Supernatan ke 2 Pellet ke 2 Total suspensi sel Supernatan ke 2 Pellet ke 2 Total suspensi sel Supernatan ke 2 Pellet ke 2 Total suspensi sel Supernatan ke 2 Pellet ke 2 Total suspensi sel Supernatan ke 2 Pellet ke 2 Total suspensi sel Supernatan ke 2 Pellet ke 2 Total suspensi sel Supernatan ke 2 Pellet ke 2
Absorbansi reaksi 0.038 0.009 0.022 0.040 0.057 0.000 0.194 0.181 -0.019 0.268 0.321 0.018 0.323 0.294 0.083 0.499 0.434 0.157 0.504 0.334 0.147 0.378 0.306 0.161
Tagatosa (mM) 0.100 -0.262 -0.095 0.123 0.328 -0.372 2.030 1.864 -0.607 2.932 3.595 -0.146 3.614 3.264 0.656 5.785 4.988 1.567 5.853 3.752 1.440 4.293 3.410 1.612
Tagatosa (µ M) 100 -261.728 -95.062 123.457 328.395 -371.605 2029.630 1864.198 -607.407 2932.099 3595.062 -145.679 3613.580 3264.198 655.556 5785.185 4987.654 1566.667 5853.086 3751.852 1439.506 4292.593 3409.877 1612.346
Tagatosa oleh 50 µl enzim 125 -327.160 -118.827 154.321 410.494 -464.506 2537.037 2330.247 -759.259 3665.123 4493.827 -182.099 4516.975 4080.247 819.444 7231.481 6234.568 1958.333 7316.358 4689.815 1799.383 5365.741 4262.346 2015.432
aktivitas enzim (UA/ml) 41.667 -109.053 -39.609 51.440 136.831 -154.835 845.679 776.749 -253.086 1221.708 1497.942 -60.700 1505.658 1360.082 273.148 2410.494 2078.189 652.778 2438.786 1563.272 599.794 1788.580 1420.782 671.811
69
Lampiran 3. Data pengukuran protein terelusi hasil purifikasi dengan kolom penukar ion Nomor Fraksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Absorbansi (280 nm) 0.034 0.380 0.994 1.352 1.546 1.726 1.176 0.607 0.291 0.206 0.157 0.147 0.143 0.115 0.099 0.084 0.070 0.054 0.055 0.047 0.051 0.053 0.045 0.039 0.044 0.052 0.057 0.056 0.053 0.059 0.052 0.125 0.257 0.350 0.407 0.371 0.328 0.223 0.165
Nomor Fraksi 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
Absorbansi (280 nm) 0.171 0.127 0.129 0.132 0.125 0.118 0.134 0.124 0.162 0.279 0.417 0.657 0.547 0.435 0.353 0.232 0.173 0.132 0.106 0.085 0.078 0.074 0.072 0.078 0.089 0.082 0.076 0.063 0.061 0.087 0.049 0.043 0.054 0.078 0.081 0.068 0.072 0.069 0.071
Nomor Fraksi 79 80 81 82 83 84 85 86 87
Absorbansi (280 nm) 0.068 0.068 0.060 0.062 0.070 0.078 0.085 0.059 0.053
70
Lampiran 4. Pengukuran aktivitas enzim hasil purifikasi (560 nm) Nilai absorbansi Ulangan 1 Perlakuan Blanko Blanko substrat Blanko substrat-Blanko
Perlakuan Total suspensi Ekstrak kasar Pellet 2 Heat treatment Fraksi 6 Fraksi 15 Fraksi 16 Fraksi 35 Fraksi 36 Fraksi 50 Fraksi 51 Fraksi 52 Fraksi 64 Fraksi 65 Fraksi 73 Fraksi 74 Fraksi 84 Fraksi 85
Absorbansi -0.004 0.046 0.050
Blanko enzim Campuran reaksi Minus Minus Absorbansi Absorbansi blanko blanko 0.334 0.338 0.055 0.059 0.435 0.439 0.051 0.055 0.187 0.191 0.094 0.098 0.333 0.337 0.034 0.038 0.110 0.114 0.055 0.059 0.083 0.087 0.030 0.034 0.082 0.086 0.031 0.035 0.082 0.086 0.020 0.024 0.083 0.087 0.022 0.026 0.251 0.255 0.043 0.047 0.278 0.282 0.047 0.051 0.266 0.270 0.048 0.052 0.074 0.078 0.052 0.056 0.064 0.068 0.052 0.056 0.058 0.062 0.052 0.056 0.053 0.057 0.055 0.059 0.051 0.055 0.051 0.055 0.043 0.047 0.059 0.063
Absorbansi produk 0.229 0.334 0.043 0.257 0.005 0.003 0.001 0.012 0.011 0.158 0.181 0.168 -0.028 -0.038 -0.044 -0.052 -0.050 -0.066
71
Lanjutan lampiran 4. Ulangan 2 Perlakuan Blanko Blanko substrat Blanko substrat-blanko
Perlakuan Total Suspensi Ekstrak kasar Pellet 2 Heat treatment Fraksi 6 Fraksi 15 Fraksi 16 Fraksi 35 Fraksi 36 Fraksi 50 Fraksi 51 Fraksi 52 Fraksi 64 Fraksi 65 Fraksi 73 Fraksi 74 Fraksi 84 Fraksi 85
Absorbansi -0.003 0.057 0.060
Blanko enzim Campuran reaksi Minus Minus Absorbansi Absorbansi blanko blanko 0.066 0.069 0.327 0.330 0.056 0.059 0.436 0.439 0.093 0.096 0.197 0.200 0.045 0.048 0.335 0.338 0.064 0.067 0.112 0.115 0.034 0.037 0.089 0.092 0.029 0.032 0.083 0.086 0.027 0.030 0.095 0.098 0.021 0.024 0.084 0.087 0.056 0.059 0.256 0.259 0.066 0.069 0.286 0.289 0.064 0.067 0.277 0.280 0.052 0.055 0.074 0.077 0.052 0.055 0.064 0.067 0.052 0.055 0.058 0.061 0.076 0.079 0.053 0.056 0.052 0.055 0.051 0.054 0.048 0.051 0.043 0.046
Absorbansi produk 0.201 0.320 0.044 0.250 -0.012 -0.005 -0.006 0.008 0.003 0.140 0.160 0.153 -0.038 -0.048 -0.054 -0.083 -0.061 -0.065
72
Lanjutan lampiran 4. Ulangan 3 Perlakuan Blanko Blanko substrat Blanko substrat-blanko
Perlakuan Total Ekstrak kasar Pellet 2 Heat treatment Fraksi 6 Fraksi 15 Fraksi 16 Fraksi 35 Fraksi 36 Fraksi 50 Fraksi 51 Fraksi 52 Fraksi 64 Fraksi 65 Fraksi 73 Fraksi 74 Fraksi 84 Fraksi 85
Absorbansi 0.001 0.068 0.060
Blanko enzim Minus Absorbansi blanko 0.072 0.071 0.060 0.059 0.084 0.083 0.046 0.045 0.064 0.063 0.025 0.024 0.029 0.028 0.028 0.027 0.024 0.023 0.067 0.066 0.065 0.064 0.061 0.060 0.052 0.051 0.052 0.051 0.056 0.055 0.084 0.083 0.061 0.060 0.069 0.068
Campuran reaksi Minus Absorbansi blanko 0.346 0.345 0.461 0.460 0.199 0.198 0.342 0.341 0.116 0.115 0.082 0.081 0.092 0.091 0.099 0.098 0.090 0.089 0.276 0.275 0.293 0.292 0.281 0.280 0.075 0.074 0.065 0.064 0.076 0.075 0.058 0.057 0.056 0.055 0.051 0.050
Absorbansi produk 0.214 0.341 0.055 0.276 -0.008 -0.003 0.003 0.011 0.006 0.149 0.168 0.160 -0.037 -0.047 -0.040 -0.086 -0.065 -0.078
73
Lanjutan lampiran 4. Pembuatan kurva standar untuk pengukuran aktivitas enzim kasar dan enzim hasil pemurnian Standar fruktosa Konsentrasi (mM) 0 0.5 1 1.5 2
Ulangan 1 -0.057 0.134 0.173 0.309 0.423
Ulangan 2 -0.060 0.137 0.190 0.310 0.415
Rata-rata -0.059 0.136 0.182 0.310 0.419
Kurva standar Absorbansi ?=560 nm
0.6 y = 0.225x + 0.030 R² = 0.971
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Konsentrasi Fruktosa (mM)
74
Lanjutan lampiran 4. Perhitungan nilai aktivitas enzim Ulangan 1 Perlakuan Total suspensi Ekstrak kasar Pellet ke-2 Heat treatment Fraksi 6 Fraksi 15 Fraksi 16 Fraksi 35 Fraksi 36 Fraksi 50 Fraksi 51 Fraksi 52 Fraksi 64 Fraksi 65 Fraksi 73 Fraksi 74 Fraksi 84 Fraksi 85
Absorbansi 0.229 0.334 0.043 0.257 0.005 0.003 0.001 0.012 0.011 0.158 0.181 0.168 -0.028 -0.038 -0.044 -0.052 -0.050 -0.066
Tagatosa (mM) 0.884 1.351 0.058 1.009 -0.111 -0.120 -0.129 -0.080 -0.084 0.569 0.671 0.613 -0.258 -0.302 -0.329 -0.364 -0.356 -0.427
Tagatosa (µM) 884.444 1351.111 57.778 1008.889 -111.111 -120.000 -128.889 -80.000 -84.444 568.889 671.111 613.333 -257.778 -302.222 -328.889 -364.444 -355.556 -426.667
Tagatosa (µM) oleh 50 µl enzim 2211.111 3377.778 144.444 2522.222 -277.778 -300 -322.222 -200 -211.111 1422.222 1677.778 1533.333 -644.444 -755.556 -822.222 -911.111 -888.889 -1066.667
Aktivitas (U/ml) 737.037 1125.926 48.148 840.741 -92.593 -100 -107.407 -66.667 -70.370 474.074 559.259 511.111 -214.815 -251.852 -274.074 -303.704 -296.296 -355.556
Tagatosa (mM) 0.760 1.289 0.062 0.978 -0.187 -0.156 -0.160 -0.098 -0.120 0.489 0.578 0.547 -0.302 -0.347 -0.373 -0.502 -0.404 -0.422
Tagatosa (µM) 760 1288.889 62.222 977.778 -186.667 -155.556 -160 -97.778 -120 488.889 577.778 546.667 -302.222 -346.667 -373.333 -502.222 -404.444 -422.222
Tagatosa (µM) oleh 50 µl enzim 1900 3222.222 155.556 2444.444 -466.667 -388.889 -400 -244.444 -300 1222.222 1444.444 1366.667 -755.556 -866.667 -933.333 -1255.556 -1011.111 -1055.556
Aktivitas (UA/ml) 633.333 1074.074 51.852 814.815 -155.556 -129.630 -133.333 -81.481 -100 407.407 481.481 455.556 -251.852 -288.889 -311.111 -418.519 -337.037 -351.852 75
Ulangan 2 Perlakuan Total suspensi Ekstrak kasar Pellet ke-2 Heat treatment Fraksi 6 Fraksi 15 Fraksi 16 Fraksi 35 Fraksi 36 Fraksi 50 Fraksi 51 Fraksi 52 Fraksi 64 Fraksi 65 Fraksi 73 Fraksi 74 Fraksi 84 Fraksi 85
Absorbansi 0.201 0.320 0.044 0.250 -0.012 -0.005 -0.006 0.008 0.003 0.140 0.160 0.153 -0.038 -0.048 -0.054 -0.083 -0.061 -0.065
Lanjutan lampiran 4. Perhitungan nilai aktivitas enzim Ulangan 3 Perlakuan Total suspensi sel Ekstrak kasar Pellet ke-2 Heat treatment Fraksi 6 Fraksi 15 Fraksi 16 Fraksi 35 Fraksi 36 Fraksi 50 Fraksi 51 Fraksi 52 Fraksi 64 Fraksi 65 Fraksi 73 Fraksi 74 Fraksi 84 Fraksi 85
Absorbansi
Tagatosa (mM)
Tagatosa (µM)
Tagatosa (µM) oleh 50 µl enzim
0.214 0.341 0.055 0.276 -0.008 -0.003 0.003 0.011 0.006 0.149 0.168 0.160 -0.037 -0.047 -0.040 -0.086 -0.065 -0.078
0.818 1.382 0.111 1.093 -0.169 -0.147 -0.120 -0.084 -0.107 0.529 0.613 0.578 -0.298 -0.342 -0.311 -0.516 -0.422 -0.480
817.778 1382.222 111.111 1093.333 -168.889 -146.667 -120 -84.444 -106.667 528.889 613.333 577.778 -297.778 -342.222 -311.111 -515.556 -422.222 -480
2044.444 3455.556 277.778 2733.333 -422.222 -366.667 -300 -211.111 -266.667 1322.222 1533.333 1444.444 -744.444 -855.556 -777.778 -1288.889 -1055.556 -1200
Aktivitas (UA/ml) 681.481 1151.852 92.593 911.111 -140.741 -122.222 -100 -70.370 -88.889 440.741 511.111 481.481 -248.148 -285.185 -259.259 -429.630 -351.852 -400
76
Lanjutan lampiran 4. Perhitungan aktivitas rata-rata dan standar deviasi
Perlakuan Total suspensi sel
Ekstrak kasar
Pellet
Heat treatmen
Fraksi 6
Fraksi 15
Fraksi 16
Fraksi 35
Fraksi 36
Aktivitas (U/ml) 737.037 633.333 681.481 1125.926 1074.074 1151.852 48.148 51.852 92.593 840.741 814.815 911.111 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Akivitas rata-rata (U/ml)
Standar deviasi
Perlakuan
683.951
51.896
Fraksi 50
1117.284
39.603
Fraksi 51
64.198
24.660
Fraksi 52
855.556
49.828
Fraksi 64
0.000
0.000
Fraksi 65
0.000
0.000
Fraksi 73
0.000
0.000
Fraksi 74
0.000
0.000
Fraksi 84
0.000
0.000
Fraksi 85
Aktivitas (U/ml) 474.074 407.407 440.741 559.259 481.481 511.111 511.111 455.556 481.481 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Akivitas rata-rata (U/ml)
Standar deviasi
440.741
33.333
517.284
39.255
482.716
27.798
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
77
Lampiran 5. Data perhitungan konsentrasi protein dengan metode Bradford, absorbansi diukur pada 595 nm Penetapan kurva standar Konsentrasi BSA (µg)
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0.010 0.102 0.140 0.210 0.232 0.251 0.307 0.318 0.341 0.377 0.402
0.010 0.096 0.158 0.208 0.229 0.294 0.302 0.313 0.339 0.388 0.403
0.010 0.099 0.149 0.209 0.231 0.273 0.305 0.316 0.340 0.383 0.403
Absorbansi (? 595 nm)
Kurva Standar 0.450 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
y = 0.003x + 0.067 R² = 0.953
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
BSA (µg)
78
Lanjutan lampiran 5. Data nilai absorbansi sampel pada 595 nm dan perhitungan nilai konsentrasi protein
Perlakuan
Absorbansi Total suspensi sel 0.513 Ekstrak kasar 0.444 Pellet ke-2 0.179 0.354 Heat treatment Fraksi 6 0.041 Fraksi 15 0.016 Fraksi 16 0.015 Fraksi 35 0.081 Fraksi 36 0.074 Fraksi 50 0.254 Fraksi 51 0.322 Fraksi 52 0.281 Fraksi 64 0.065 Fraksi 65 0.059 Fraksi 73 0.020 Fraksi 74 0.011 Fraksi 84 0.003 Fraksi 85 0.010
Ulangan 1 µg mg 148.667 125.667 37.333 95.667 -8.667 -17 -17.333 4.667 2.333 62.333 85 71.333 -0.667 -2.667 -15.667 -18.667 -21.333 -19.000
0.149 0.126 0.037 0.096 -0.009 -0.017 -0.017 0.005 0.002 0.062 0.085 0.071 -0.001 -0.003 -0.016 -0.019 -0.021 -0.019
mg/ml 2.973 2.513 0.747 1.913 -0.173 -0.340 -0.347 0.093 0.047 1.247 1.700 1.427 -0.013 -0.053 -0.313 -0.373 -0.427 -0.380
Absorbansi 0.531 0.440 0.214 0.372 0.043 0.014 0.007 0.071 0.063 0.253 0.325 0.257 0.061 0.049 0.013 0.011 0.003 0.015
Ulangan 2 µg mg 154.667 0.155 124.333 0.124 49 0.049 101.667 0.102 -8.000 -0.008 -17.667 -0.018 -20 -0.020 1.333 0.001 -1.333 -0.001 62 0.062 86 0.086 63.333 0.063 -2 -0.002 -6 -0.006 -18 -0.018 -18.667 -0.019 -21.333 -0.021 -17.333 -0.017
mg/ml 3.093 2.487 0.980 2.033 -0.160 -0.353 -0.400 0.027 -0.027 1.240 1.720 1.267 -0.040 -0.120 -0.360 -0.373 -0.427 -0.347
Absorbansi 0.550 0.478 0.188 0.362 0.043 0.009 0.006 0.084 0.066 0.269 0.378 0.260 0.063 0.058 0.010 0.011 0.009 0.009
Ulangan 3 µg mg 161 137 40.333 98.333 -8 -19.333 -20.333 5.667 -0.333 67.333 103.667 64.333 -1.333 -3 -19 -18.667 -19.333 -19.333
0.161 0.137 0.040 0.098 -0.008 -0.019 -0.020 0.006 0.000 0.067 0.104 0.064 -0.001 -0.003 -0.019 -0.019 -0.019 -0.019
79
mg/ml 3.220 2.740 0.807 1.967 -0.160 -0.387 -0.407 0.113 -0.007 1.347 2.073 1.287 -0.027 -0.060 -0.380 -0.373 -0.387 -0.387
Lanjutan lampiran 5. Perhitungan konsentrasi protein rata-rata dan standar deviasi Perlakuan Total suspensi sel Ekstrak kasar
Pellet ke-2
Heat treatment
Fraksi 6
Fraksi 15
Fraksi 16
Fraksi 35
Fraksi 36
Protein (mg/ml) 2.973 3.093 3.220 2.513 2.487 2.740 0.747 0.980 0.807 1.913 2.033 1.967 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.093 0.027 0.113 0.047 -0.027 -0.007
Protein ratarata (mg/ml)
Standar deviasi
Perlakuan
3.096
0.123
Fraksi 50
2.580
0.139
Fraksi 51
0.844
0.121
Fraksi 52
1.971
0.060
Fraksi 64
0.000
0.000
Fraksi 65
0.000
0.000
Fraksi 73
0.000
0.000
Fraksi 74
0.078
0.045
Fraksi 84
0.004
0.038
Fraksi 85
Protein Protein rata(mg/ml) rata (mg/ml) 1.246 1.277 1.240 1.346 1.700 1.831 1.720 2.073 1.430 1.326 1.260 1.287 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
80
Standar deviasi 0.060
0.210
0.091
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Lanjutan lampiran 5. Perhitungan aktivitas spesifik enzim Perlakuan Total suspensi sel Ekstrak kasar Pellet ke-2 Heat treatment Fraksi 6 Fraksi 15 Fraksi 16 Fraksi 35 Fraksi 36 Fraksi 50 Fraksi 51 Fraksi 52 Fraksi 64 Fraksi 65 Fraksi 73 Fraksi 74 Fraksi 84 Fraksi 85
Volume (ml) 25 24 24 23 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Protein (mg/ml) 3.096 2.580 0.844 1.971 0.000 0.000 0.000 0.080 0.004 1.278 1.831 1.327 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Total protein (mg) 77.389 61.920 20.267 45.336 0.000 0.000 0.000 0.160 0.009 2.556 3.662 2.653 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Aktivitas (U/ml) 683.951 1117.284 64.198 855.556 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 440.741 517.284 482.716 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Total aktivitas (U) 17098.765 26814.815 1540.741 19677.778 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 881.481 1034.568 965.432 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Aktivitas spesifik (U/mg) 220.946 433.056 76.023 434.047 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 344.928 282.497 363.856 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
81
Lampiran 6. Data penentuan dan perhitungan suhu optimum Nilai absorbansi (560 nm) setelah dikurangi blanko Suhu ( 0C)
Perlakuan 50 0.028 0.033 0.031 -0.056 -0.046 -0.051 0.119 0.118 0.119 0.139
Blanko substrat Rata-rata Blanko enzim Rata-rata Campuran reaksi Rata-rata Absorbansi produk
60 0.035 0.029 0.032 -0.055 -0.051 -0.053 0.196 0.199 0.198 0.219
70 0.058 0.042 0.050 -0.051 -0.039 -0.045 0.133 0.195 0.164 0.159
80 0.091 0.125 0.108 -0.063 -0.058 -0.061 0.129 0.123 0.126 0.079
90 0.216 0.203 0.210 -0.066 -0.061 -0.064 0.139 0.197 0.168 0.022
Penetapan kurva standar Konsentrasi fruktosa (mM) 0 0.5 1 1.5 2
Absorbansi -0.066 0.099 0.184 0.365 0.467
Kurva standar Absorbansi (560 nm)
0.6 y = 0.266x - 0.056 R² = 0.989
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -0.1 0
0.5
1 1.5 Konsentrasi Fruktosa (mM)
2
2.5
82
Lanjutan lampiran 6. Perhitungan aktivitas enzim Suhu (0C)
Absorbansi
50 60 70 80 90
0.139 0.219 0.159 0.079 0.022
Tagatosa (mM) 0.733 1.032 0.808 0.506 0.293
Tagatosa (µM) 733.083 1031.955 808.271 505.639 293.233
Tagatosa (µM) oleh 50 µl enzim 1832.707 2579.887 2020.677 1264.098 733.083
Aktivitas (UA/ml) 610.902 859.962 673.559 421.366 244.361
Perhitungan aktivitas relatif Suhu (0C) 50 60 70 80 90
Aktivitas (UA/ml) 610.902 859.962 673.559 421.366 244.361
Aktivitas relatif (%) 71.038 100.000 78.324 48.998 28.415
Lampiran 7. Data perhitungan dan penentuan pH optimum, absorbansi diukur pada 560 nm Data absorbansi pH 5 Blanko Blanko Enzim Blanko Substrat Campuran reaksi Absorbansi produk
pH 5.5 Blanko Blanko Enzim Blanko Substrat Campuran reaksi Absorbansi produk
Ulangan 1 Minus Absorbansi blanko 0.003 0.008 0.005 0.071 0.068 0.133 0.13 0.057
Ulangan 2 Minus Absorbansi blanko 0.005 0.010 0.005 0.078 0.073 0.138 0.133 0.055
Ulangan 3 Minus Absorbansi blanko 0.006 0.010 0.004 0.077 0.071 0.146 0.14 0.065
Ulangan 1 Minus Absorbansi blanko 0.006 0.010 0.007 0.083 0.08 0.156 0.153 0.066
Ulangan 2 Minus Absorbansi blanko 0.005 0.011 0.006 0.089 0.084 0.169 0.164 0.074
Ulangan 3 Minus Absorbansi blanko 0.004 0.025 0.021 0.074 0.07 0.164 0.16 0.069
83
Lanjutan lampiran 7.
pH 6 Blanko Blanko Enzim Blanko Substrat Campuran reaksi Absorbansi produk
pH 6.5 Blanko Blanko Enzim Blanko Substrat Campuran reaksi Absorbansi produk
pH 7 Blanko Blanko Enzim Blanko Substrat Campuran reaksi Absorbansi produk
pH 7.5 Blanko Blanko Enzim Blanko Substrat Campuran reaksi Absorbansi produk
Ulangan 1 Minus Absorbansi blanko 0.001 0.021 0.020 0.080 0.079 0.185 0.184 0.085
Ulangan 2 Minus Absorbansi blanko 0.004 0.020 0.018 0.060 0.058 0.181 0.179 0.103
Ulangan 3 Minus Absorbansi blanko 0.001 0.015 0.014 0.079 0.078 0.178 0.177 0.085
Ulangan 1 Minus Absorbansi blanko -0.002 0.009 0.011 0.080 0.082 0.215 0.217 0.124
Ulangan 2 Minus Absorbansi blanko -0.005 0.015 0.02 0.074 0.079 0.201 0.206 0.107
Ulangan 3 Minus Absorbansi blanko 0.001 0.015 0.014 0.063 0.062 0.194 0.193 0.117
Ulangan 1 Minus Absorbansi blanko 0.002 0.015 0.013 0.041 0.039 0.305 0.303 0.251
Ulangan 2 Minus Absorbansi blanko 0.006 0.015 0.009 0.05 0.044 0.299 0.293 0.240
Ulangan 3 Minus Absorbansi blanko 0.008 0.017 0.009 0.032 0.024 0.318 0.31 0.277
Ulangan 1 Minus Absorbansi blanko 0.005 0.022 0.017 0.051 0.046 0.284 0.279 0.216
Ulangan 2 Minus Absorbansi blanko 0.007 0.018 0.011 0.055 0.048 0.299 0.292 0.233
Ulangan 3 Minus Absorbansi blanko 0.003 0.018 0.015 0.043 0.04 0.287 0.284 0.229
84
Lanjutan lampiran 7.
pH 8 Blanko Blanko Enzim Blanko Substrat Campuran reaksi Absorbansi produk
pH 8.5 Blanko Blanko Enzim Blanko Substrat Campuran reaksi Absorbansi produk
pH 9 Blanko Blanko Enzim Blanko Substrat Campuran reaksi Absorbansi produk
Ulangan 1 Minus Absorbansi blanko 0.003 0.023 0.02 0.089 0.086 0.241 0.238 0.132
Ulangan 2 Minus Absorbansi blanko 0.012 0.029 0.017 0.091 0.079 0.247 0.235 0.139
Ulangan 3 Minus Absorbansi blanko 0.01 0.017 0.007 0.096 0.086 0.237 0.227 0.134
Ulangan 1 Minus Absorbansi blanko 0.005 0.032 0.027 0.108 0.103 0.263 0.258 0.128
Ulangan 2 Minus Absorbansi blanko 0.007 0.027 0.02 0.12 0.113 0.266 0.259 0.126
Ulangan 3 Minus Absorbansi blanko 0.002 0.031 0.029 0.096 0.094 0.257 0.255 0.132
Ulangan 1 Minus Absorbansi blanko 0.004 0.031 0.026 0.167 0.162 0.318 0.313 0.125
Ulangan 2 Minus Absorbansi blanko 0.004 0.034 0.03 0.148 0.144 0.289 0.285 0.111
Ulangan 3 Minus Absorbansi blanko 0.003 0.021 0.018 0.154 0.151 0.291 0.288 0.119
85
Lanjutan lampiran 7. Kurva standar untuk penentuan pH optimum Konsentrasi Fruktosa (mM) 0 0.5 1 1.5 2
Absorbansi Ulangan 1 Ulangan 2 0.028 0.025 0.154 0.169 0.298 0.288 0.369 0.390 0.483 0.478
Absorbansi Rata-rata 0.027 0.162 0.293 0.380 0.481
Kurva standar Absorbansi ?=560 nm
0.600 y = 0.225x + 0.043 R² = 0.991
0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Konsentrasi Fruktosa (mM)
86
Lanjutan lampiran 7. Perhitungan aktivitas relatif enzim pH 5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
8.5
9
Absorbansi 0.057 0.055 0.065 0.066 0.074 0.069 0.085 0.103 0.085 0.124 0.107 0.117 0.251 0.240 0.277 0.216 0.233 0.229 0.132 0.139 0.134 0.128 0.126 0.132 0.125 0.111 0.119
Tagatosa (mM) 0.062 0.053 0.098 0.102 0.138 0.116 0.187 0.267 0.187 0.360 0.284 0.329 0.924 0.876 1.040 0.769 0.844 0.827 0.396 0.427 0.404 0.378 0.369 0.396 0.364 0.302 0.338
Tagatosa (µM) 62.222 53.333 97.778 102.222 137.778 115.556 186.667 266.667 186.667 360.000 284.444 328.889 924.444 875.556 1040.000 768.889 844.444 826.667 395.556 426.667 404.444 377.778 368.889 395.556 364.444 302.222 337.778
Tagatosa (µM) oleh 50 µl enzim 155.556 133.333 244.444 255.556 344.444 288.889 466.667 666.667 466.667 900.000 711.111 822.222 2311.111 2188.889 2600.000 1922.222 2111.111 2066.667 988.889 1066.667 1011.111 944.444 922.222 988.889 911.111 755.556 844.444
Aktivitas (U/ml) 51.852 44.444 81.481 85.185 114.815 96.296 155.556 222.222 155.556 300.000 237.037 274.074 770.370 729.630 866.667 640.741 703.704 688.889 329.630 355.556 337.037 314.815 307.407 329.630 303.704 251.852 281.481
Aktivitas relatif (%) 6.573 5.634 10.329 10.798 14.554 12.207 19.718 28.169 19.718 38.028 30.047 34.742 97.653 92.488 109.859 81.221 89.202 87.324 41.784 45.070 42.723 39.906 38.967 41.784 38.498 31.925 35.681
Rata-rata aktivitas relatif (%)
Standar deviasi
7.512
2.484
12.520
1.897
22.535
4.879
34.272
4.011
100
8.920
85.915
4.173
43.192
1.693
40.219
1.434
35.368
3.298
87
Lampiran 8. Data pengaruh penambahan logam, absorbansi pada 560 nm Ulangan 1 Perlakuan Blanko Blanko substrat Blanko substrat-blanko Kontrol (tanpa logam) Blanko enzim Campuran reaksi Absorbansi produk
Absorbansi 0.022 0.081 0.059 Minus blanko 0.055 0.033 0.172 0.15 0.058
1 mM Kalsium Blanko enzim Campuran reaksi Absorbansi produk
Absorbansi 0.046 0.187
5 mM Minus Minus Absorbansi blanko blanko 0.024 0.032 0.010 0.165 0.162 0.140 0.082 0.071
1 mM Mangan Blanko enzim Campuran reaksi Absorbansi produk
Absorbansi 0.024 0.308
5 mM Minus Minus Absorbansi blanko blanko 0.002 0.031 0.009 0.286 0.338 0.316 0.225 0.248
Ulangan 2 Perlakuan Blanko Blanko substrat Blanko substrat-blanko Kontrol (tanpa logam) Blanko enzim Campuran reaksi Absorbansi produk
Absorbansi 0.016 0.089 0.073 Minus blanko 0.049 0.033 0.179 0.163 0.057
88
Lanjutan lampiran 8. 1 mM Kalsium Blanko enzim Campuran reaksi Absorbansi produk
5 mM Minus blanko 0.022 0.173 0.078
Absorbansi 0.038 0.189
0.022 0.163
1 mM Mangan Blanko enzim Campuran reaksi Absorbansi produk
5 mM Minus blanko 0.010 0.304 0.221
Absorbansi 0.026 0.320
Minus blanko 0.006 0.147 0.068
Absorbansi
Absorbansi 0.034 0.346
Minus blanko 0.018 0.330 0.239
Ulangan 3 Perlakuan Blanko Blanko substrat Blanko substrat-blanko Kontrol (tanpa logam) Blanko enzim Campuran reaksi Absorbansi produk
Absorbansi 0.020 0.083 0.067 Minus blanko 0.063 0.043 0.187 0.167 0.057
1 mM Kalsium Blanko enzim Campuran reaksi Absorbansi produk
Absorbansi 0.052 0.195
5 mM Minus blanko 0.032 0.175 0.076
0.076
Blanko enzim Campuran reaksi Absorbansi produk
Absorbansi 0.023 0.308
0.035 0.170
Minus blanko 0.015 0.15 0.068
0.068
1 mM Mangan
Absorbansi
5 mM Minus blanko 0.003 0.288 0.218
Absorbansi 0.029 0.334
Minus blanko 0.009 0.314 0.232
89
Lanjutan lampiran 8. Kurva standar untuk pengukuran pengaruh penambahan logam Konsentrasi Fruktosa (mM) 0 0.5 1 1.5 2
Absorbansi Ulangan 1 Ulangan 2 0.002 -0.001 0.150 0.167 0.299 0.316 0.469 0.459 0.545 0.525
Absorbansi rata-rata 0.001 0.159 0.308 0.464 0.535
Kurva standar Absorbansi (? 560 nm)
0.600 y = 0.274x + 0.018 R² = 0.985
0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Konsentrasi Fruktosa (mM)
90
Lanjutan lampiran 8. Perhitungan aktivitas relatif enzim tanpa penambahan logam dan dengan penambahan logam Perlakuan Kontrol
Tagatosa Tagatosa (mM) (µM) 0.058 0.146 145.985 0.057 0.142 142.336 0.057 0.142 142.336
Absorbansi
Tagatosa (µM) Aktivitas enzim oleh 50 µl enzim (UA/ml) 364.964 121.655 355.839 118.613 355.839 118.613
Aktivitas relatif (%) 101.695 99.153 99.153
Aktivitas relatif rata-rata (%)
Standar deviasi
100
1.468
154.237
7.767
129.661
4.404
525.424
16.542
563.559
20.392
Ca 1 mM
5 mM
0.082 0.078 0.076 0.071 0.068 0.068
0.234 0.219 0.212 0.193 0.182 0.182
233.577 218.978 211.679 193.431 182.482 182.482
583.942 547.445 529.197 483.577 456.204 456.204
194.647 182.482 176.399 161.192 152.068 152.068
162.712 152.542 147.458 134.746 127.119 127.119
0.225 0.231 0.218 0.248 0.239 0.232
0.755 0.777 0.730 0.839 0.807 0.781
755.474 777.372 729.927 839.416 806.569 781.022
1888.686 1943.431 1824.818 2098.540 2016.423 1952.555
629.562 647.810 608.273 699.513 672.141 650.852
526.271 541.526 508.475 584.746 561.865 544.068
Mn 1 mM
5 mM
91
Lampiran 9. Data stabilitas panas enzim Perlakuan Blanko
Blanko substrat
Ulangan
Minus blanko
Absorbansi
Absorbansi produk
1 2 3 1 2 3
0.075 0.072 0.067 0.108 0.098 0.101
0.0332 0.026 0.034
1 2 3 1 2 3
0.006 0.008 0.006 0.233 0.232 0.228
-0.069 -0.064 -0.061 0.158 0.160 0.161
0.195 0.198 0.188
1 2 3 1 2 3
0.002 0.001 0.001 0.230 0.230 0.227
-0.073 -0.071 -0.066 0.155 0.158 0.160
0.195 0.203 0.192
1 2 3 1 2 3
-0.001 -0.001 -0.001 0.300 0.289 0.289
-0.076 -0.073 -0.068 0.225 0.217 0.222
0.268 0.263 0.256
Kontrol non logam Blanko enzim
Campuran reaksi Kontrol logam Ca Blanko enzim
Campuran reaksi Kontrol logam Mn Blanko enzim
Campuran reaksi
Perhitungan absorbansi terhadap enzim yang diinkubasi Ulangan 1 Tanpa logam Blanko enzim Minus blanko Campuran reaksi Minus blanko Absorbansi produk
Absorbansi pada berbagai waktu inkubasi 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 0.011 -0.064 0.215 0.140 0.171
0.016 -0.059 0.208 0.133 0.158
0.028 -0.047 0.195 0.120 0.134
0.026 -0.049 0.186 0.111 0.127
0.050 -0.025 0.160 0.085 0.077
92
Lanjutan lampiran 9 . Enzim+ logam Ca Blanko enzim Minus blanko Campuran reaksi Minus blanko Absorbansi produk
Enzim+ Logam Mn Blanko enzim Minus blanko Campuran reaksi Minus blanko Absorbansi produk
30 menit
Absorbansi pada berbagai waktu inkubasi 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit
0.002 -0.073 0.226 0.151 0.191
0.006 -0.070 0.217 0.142 0.178
0.004 -0.071 0.194 0.119 0.157
-0.001 -0.076 0.181 0.106 0.149
-0.003 -0.078 0.157 0.082 0.127
Absorbansi pada berbagai waktu inkubasi 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit -0.022 -0.097 0.270 0.195 0.258
-0.022 -0.097 0.266 0.191 0.255
-0.022 -0.097 0.257 0.182 0.246
-0.022 -0.097 0.253 0.178 0.241
-0.032 -0.107 0.241 0.166 0.240
Ulangan 2 Absorbansi pada berbagai waktu inkubasi 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 0.012 0.014 0.028 0.019 0.040 Blanko enzim -0.060 -0.058 -0.044 -0.053 -0.032 Minus blanko 0.219 0.210 0.193 0.179 0.161 Campuran reaksi 0.147 0.138 0.121 0.107 0.089 Minus blanko 0.181 0.170 0.139 0.133 0.096 Absorbansi produk Tanpa logam
Enzim + logam Ca Blanko enzim Minus blanko Campuran reaksi Minus blanko Absorbansi produk
Absorbansi pada berbagai waktu inkubasi 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 0.002 0.007 0.004 -0.002 -0.010 -0.070 -0.066 -0.068 -0.074 -0.082 0.219 0.214 0.193 0.189 0.164 0.147 0.142 0.121 0.117 0.092 0.191 0.181 0.163 0.165 0.148
93
Lanjutan lampiran 9. Enzim+ logam Mn Blanko enzim Minus blanko Campuran reaksi Minus blanko Absorbansi produk
Absorbansi pada berbagai waktu inkubasi 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit -0.010 -0.017 -0.031 -0.035 -0.028 -0.082 -0.089 -0.103 -0.107 -0.100 0.278 0.265 0.250 0.234 0.234 0.206 0.193 0.178 0.162 0.162 0.262 0.256 0.255 0.243 0.236
Ulangan 3 Tanpa logam Blanko enzim Minus blanko Campuran reaksi Minus blanko Absorbansi produk
Enzim+ logam Ca Blanko enzim Minus blanko Campuran reaksi Minus blanko Absorbansi produk
Enzim+ logam Mn Blanko enzim Minus blanko Campuran reaksi Minus blanko Absorbansi produk
Absorbansi pada berbagai waktu inkubasi 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 0.011 0.019 0.026 0.031 0.041 -0.056 -0.048 -0.041 -0.036 -0.026 0.217 0.208 0.193 0.178 0.155 0.150 0.141 0.126 0.111 0.088 0.172 0.155 0.133 0.113 0.080
30 menit 0.005 -0.063 0.222 0.155 0.183
Absorbansi pada berbagai waktu inkubasi 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 0.005 0.003 -0.004 -0.015 -0.062 -0.064 -0.071 -0.082 0.216 0.197 0.184 0.156 0.149 0.130 0.117 0.089 0.176 0.161 0.154 0.137
Absorbansi pada berbagai waktu inkubasi 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit -0.028 -0.024 -0.041 -0.035 -0.038 -0.095 -0.091 -0.108 -0.102 -0.105 0.262 0.263 0.236 0.241 0.237 0.195 0.196 0.169 0.174 0.170 0.256 0.253 0.243 0.242 0.240
94
Lanjutan lampiran 9. Kurva standar Absorbansi pada 560 nm
Konsentrasi Fruktosa (mM)
Ulangan 1
Ulangan 2
Absorbansi rata-rata
0 0.5 1 1.5 2
-0.001 0.191 0.363 0.585 0.766
-0.001 0.181 0.362 0.573 0.700
-0.001 0.186 0.363 0.579 0.733
Kurva Standar Absorbansi (? 560 nm)
0.800 y = 0.3722x - 0.0002 R² = 0.9981
0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 -0.100 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Konsentrasi Fruktosa (mM)
95
Lanjutan lampiran 9. Perhitungan aktivitas relatif selama inkubasi terhadap enzim tanpa penambahan logam Perlakuan/ inkubasi kontrol
30 menit
60 menit
90 menit
120 menit
150 menit
Absorbansi 0.195 0.198 0.188 0.171 0.181 0.172 0.158 0.170 0.155 0.134 0.139 0.133 0.127 0.133 0.113 0.080 0.096 0.077
Tagatosa (mM) 0.523 0.533 0.504 0.461 0.487 0.463 0.426 0.457 0.416 0.361 0.374 0.356 0.342 0.359 0.304 0.214 0.257 0.206
Tagatosa (µM) 522.965 533.172 504.432 460.919 486.973 462.530 426.001 456.890 415.794 360.731 374.161 356.433 341.660 358.850 304.324 214.075 257.051 206.017
Tagatosa (µM) oleh 50 µl enzim 1307.413 1332.930 1261.080 1152.297 1217.432 1156.326 1065.001 1142.224 1039.484 901.826 935.402 891.082 854.150 897.126 760.811 535.187 642.627 515.042
Aktivitas (UA/ml) 435.804 444.310 420.360 384.099 405.811 385.442 355.000 380.741 346.495 300.609 311.801 297.027 284.717 299.042 253.604 178.396 214.209 171.681
Aktivitas relatif (%) 100.534 102.496 96.971 88.606 93.614 88.916 81.893 87.831 79.931 69.346 71.928 68.520 65.680 68.985 58.503 41.153 49.415 39.604
Aktivitas relatif rata-rata (%)
Standar deviasi
100
2.801
90.379
2.807
83.219
4.113
69.931
1.778
64.389
5.359
43.391
5.274
96
Lanjutan lampiran 9. Perhitungan aktivitas relatif selama inkubasi terhadap enzim dengan penambahan logam Ca Perlakuan/ inkubasi kontrol
30 menit
60 menit
90 menit
120 menit
150 menit
Absorbansi 0.195 0.203 0.192 0.191 0.191 0.183 0.178 0.181 0.176 0.157 0.163 0.161 0.154 0.165 0.154 0.127 0.148 0.137
Tagatosa (mM) 0.525 0.545 0.516 0.514 0.512 0.492 0.479 0.487 0.474 0.423 0.437 0.432 0.415 0.443 0.415 0.341 0.398 0.367
Tagatosa (µM) 525.114 545.259 515.982 513.564 512.490 491.808 478.915 486.704 474.349 422.509 437.282 431.910 415.257 442.922 415.257 340.854 398.066 367.177
Tagatosa (µM) oleh 50 µl enzim 1312.785 1363.148 1289.954 1283.911 1281.225 1229.519 1197.287 1216.761 1185.872 1056.272 1093.204 1079.774 1038.141 1107.306 1038.141 852.135 995.165 917.943
Aktivitas (UA/ml) 437.595 454.383 429.985 427.970 427.075 409.840 399.096 405.587 395.291 352.091 364.401 359.925 346.047 369.102 346.047 284.045 331.722 305.981
Aktivitas relatif (%) 99.306 103.115 97.579 97.122 96.918 93.007 90.569 92.042 89.705 79.902 82.696 81.680 78.530 83.762 78.530 64.460 75.279 69.438
Aktivitas relatif rata-rata (%)
Standar deviasi
100
2.833
95.682
2.319
90.772
1.181
81.426
1.414
80.274
3.021
69.726
5.415
97
Lanjutan lampiran 9. Pengukuran aktivitas relatif enzim selama inkubasi enzim dengan penambahan logam Mn Perlakuan/ inkubasi kontrol
30 menit
60 menit
90 menit
120 menit
150 menit
0.268 0.263 0.256 0.258 0.262 0.256
Tagatosa (mM) 0.720 0.708 0.687 0.695 0.705 0.688
Tagatosa (µM) 719.581 707.763 687.080 694.601 704.539 687.618
Tagatosa (µM) oleh 50 µl enzim 1798.952 1769.406 1717.701 1736.503 1761.348 1719.044
Aktivitas (UA/ml) 599.651 589.802 572.567 578.834 587.116 573.015
Aktivitas relatif (%) 102.096 100.419 97.485 98.552 99.962 97.561
0.255
0.686
685.737
1714.343
571.448
97.294
0.256 0.253 0.246 0.255 0.243 0.241 0.243 0.242 0.240 0.236 0.240
0.688 0.681 0.660 0.685 0.652 0.649 0.653 0.650 0.644 0.633 0.646
687.618 680.634 659.952 685.469 652.162 648.939 652.699 650.282 644.373 633.360 645.716
1719.044 1701.585 1649.879 1713.672 1630.406 1622.348 1631.749 1625.705 1610.932 1583.400 1614.290
573.015 567.195 549.960 571.224 543.469 540.783 543.916 541.902 536.977 527.800 538.097
97.561 96.570 93.636 97.256 92.530 92.073 92.607 92.264 91.425 89.863 91.616
Absorbansi
Aktivitas relatif rata-rata (%)
Standar deviasi
100
2.334
98.692
1.207
97.142
0.513
94.474
2.472
92.315
0.270
90.968
0.962
98
Lampiran 10. Perhitungan untuk penentuan waktu paruh en Tanpa Logam Waktu inkubasi (menit) 0 30 60 90 120 150
aktivitas (U/ml) 433.491 391.783 360.745 303.145 279.120 188.095
aktivitas (U/L) 433491.509 391783.806 360745.516 303145.611 279120.780 188095.024
Enzim +Logam Ca Waktu inkubasi (menit) 0 30 60 90 120 150
aktivitas (U/ml) 440.654 421.628 399.991 358.805 353.732 307.249
aktivitas (U/L) 440654.191 421628.316 399991.046 358805.623 353732.056 307249.232
Enzim+ Logam Mn Waktu inkubasi (menit) 0 30 60 90 120 150
aktivitas (U/ml) 587.339 579.654 570.552 554.884 542.200 534.291
aktivitas (U/L) 587339.958 579654.997 570552.422 554884.054 542200.137 534291.342
13.283 13.270 13.254 13.226 13.203 13.188
PERHITUNGAN Perlakuan Enzim tanpa logam Enzim+Ca Enzim+Mn
ln 0.5 -0.693 -0.693 -0.693
k -0.0051 -0.0023 -0.0007
t1/2 (menit) 135.911 301.368 990.210
Ln 12.979 12.878 12.796 12.622 12.539 12.144
Ln 12.996 12.951 12.899 12.790 12.776 12.635
Ln
99
100