PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DARI BAKTERI YANG DIISOLASI DARI LIMBAH RUMPUT LAUT
ISNA RAHMADINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri yang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut adalah karya saya sendiri yang merupakan bagian dari penelitian kelompok peneliti Bioteknologi BBP4BKP tahun anggaran 2010/2011 dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2012 Isna Rahmadini NIM P051090191
ABSTRACT ISNA RAHMADINI. Purification and Characterization of Cellulase Enzyme from Bacteria Isolated from Seaweed Waste. Under direction of NISA RACHMANIA MUBARIK and EKOWATI CHASANAH. Seaweedwasteis a sourceof bacteria thatcanproduce cellulaseenzyme. PMP0126yisolateis one collection isolateof the Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Proecessing and Biotechnology Agency for Marine and Fisheries Research and Development Ministry of Marine Affairs and Fisheries obtainedfromseaweed wastefrom Pameungpeukarea, Garut, West Java. The aims this research were to purify, characterize the cellulase enzyme, and identify the bacteria producing the enzyme using 16S-rRNA. PMP 0126yisolatewasa Gram-negativeshortrodshape bacteria. Based on thesequencingof the 16S-rRNA genfrom 1282base pairPMP0126y isolate had96%similaritywith Chryseobacteriumindologenesstrain McR-1. Theisolate had 1.9 cellulolytic index onCarboxymethyl Cellulose(CMC) agar medium. The highestcellulaseactivityobtained onthe thirdday offermentation timewith acellulaseactivityof0.108U/mLandspecificactivityof0.120U/mg. Initialpurificationof cellulasebyultrafiltrationproducedactivityof0.112U/mL. Purificationthe enzyme byanionexchange chromatographyproducedthe highestpeak of proteininthefraction no. 48withcellulaseactivityof0.154U/mLat 37.3mMNaCl.Optimumactivity ofthe cellulaseenzymeafterultrafiltrationwaspH 5and300C,while optimumactivity ofthe cellulaseenzymebyanionexchange chromatographywaspH 5and400C. At 300C, the enzymeremainedstableup to4hourincubation.Theactivity ofthe cellulasewasincreasedbyaddition ofCaCl2ions by 53%anddecreased bythe additionof ZnCl2 ions by 78%. Thecellulase showed the highest activity i.e. 0.149U/mL using treated seaweed wasteGlacilariasp. as substrate. Using SDS-PAGE and zimogram analysis, the molecular weight of the cellulase was estimated to be 39 kDa, 30 kDa, and 14 kDa. Keywords:cellulase,characterization,purification, seaweedwaste.
RINGKASAN ISNA RAHMADINI. Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri yang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut. Dibimbing oleh Nisa Rachmania Mubarik dan Ekowati Chasanah. Limbah pengolahan rumput laut merupakan salah satu sumber bakteri yang dapat menghasilkan enzim selulase. Industri pengolahan agar-agar dari rumput laut Glacilaria sp. di daerah Pemeungpeuk Garut, Jawa Barat merupakan sumber isolat PMP 0126y yang mampu menghasilkan enzim selulase. Isolat ini merupakan koleksi BBP4BKP yang dapat tumbuh baik pada suhu 37 0C. Hasil pewarnaan Gram isolat PMP 0126y bersifat Gram negatif dengan bentuk batang pendek. Berdasarkan hasil sekuensing gen penyandi16S-rRNA dari 1282 pasang basa, isolat PMP 0126y memiliki kemiripan sebesar 96% dengan bakteri Chryseobacterium indologenes galur McR-1. Uji kualitatif dilakukan dengan mengukur indeks selulolitik yang dihasilkan oleh bakteri pada media agar-agar yang mengandung Carboxymethyl Cellulose (CMC). Indeks selulolitik yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y pada media agar-agar CMC 1% sebesar 1,9 pada hari kelima dengan suhu inkubasi 37 0C. Uji kuantitatif yang dilakukan terhadap selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y menghasilkan aktivitas selulase tertinggi pada hari ketiga produksi dengan aktivitas selulase sebesar 0,108 U/ml dan aktivitas spesifik sebesar 0,120 U/ml. Enzim selulase dipekatkan dengan melakukan pengendapan amonium sulfat dan ultrafiltrasi. Persentase amonium sulfat yang terbaik dihasilkan pada 50% amonium sulfat dengan aktivitas selulase yang diperoleh sebesar 0,072 U/ml dan aktvitas spesifik 0,128 U/mg pada endapan. Pemekatan dengan ultrafiltasi menghasilkan aktivitas selulase sebesar 0,112 U/ml dan aktivitas spesifik 0,136 U/mg. Pemurnian selanjutnya dilakukan dengan kromatografi penukar anion (KPA) yang menghasilkan puncak tertinggi pada fraksi ke-48 dengan aktivitas selulase sebesar 0,154 U/ml ketika dielusi dengan NaCl sebesar 37,3 mM. Pra pemurnian enzim selulase dengan ultrafiltrasi menghasilkan rendemen sebesar 17,5% dengan tingkat kemurnian 15,82 kali. Enzim hasil pemurnian dengan KPA menghasilkan rendemen sebesar 19,6% dengan tingkat kemurnian sebesar 15,08 kali. Hasil SDS-PAGE dan zimogram menunjukkan ada tiga protein enzim selulase dari isolat PMP 0126y pada berat molekul yaitu 39 kDa, 30 kDa, dan 14 kDa. Aktivitas optimum enzim selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi tertinggi pada bufer sitrat fosfat pH 5 dan suhu 30 0C. Enzim tetap stabil selama 4 jam inkubasi pada suhu 30 0C. Aktivitas relatif tertinggi enzim selulase meningkat dengan penambahan logam CaCl2 sebesar 53% dan menurun pada penambahan logam ZnCl2 sebesar 78%. Aktivitas enzim selulase tertinggi pada substrat limbah pengolahan rumput laut Pameungpeuk yang telah didelignifikasi dengan NaOH 6% sebesar 0,149 U/ml.
PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DARI BAKTERI YANG DIISOLASI DARI LIMBAH RUMPUT LAUT
ISNA RAHMADINI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program StudiBioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.
Judul Penelitian : Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri yang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut Nama : Isna Rahmadini NIM : P051090191
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. Ketua
Dr. Ekowati Chasanah, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Bioteknologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.
Tanggal Ujian : 16 April 2012
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lahat pada tanggal 19 April 1988 dari Ayah H. Hardi Bustanuddin dan Ibu Hj. Muchlisa. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Lahat dan masuk seleksi PBUD di Universitas Riau pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan (THP) dan berhasil menyelesaikan kuliah pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan sekolah dan masuk ke dalam Mayor Multidisiplin, Program Studi Bioteknologi, IPB. Penulis melaksanakan penelitian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) dan berhasil menyelesaikan penelitian dengan judul tesis Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri yang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut.
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2011 ini ialah enzim selulase, dengan judul Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri yang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Ibu Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan perhatian penuh dalam penulisan tesis. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi juga kepada Ibu Dr. Ekowati Chasanah, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan bimbingan selama penelitian, serta kepada Ibu Ir. Yusro Nuri Fawzya, M.Si. yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan selama penelitian. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S. sebagai penguji ujian tesis dan Bapak Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. sebagai ketua Program Studi Bioteknologi yang telah memberikan saran dan masukan terhadap penulisan demi kesempurnaan tesis ini. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Balai Besar Penelitian Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) yang telah membiayai dan memberikan segala fasilitas kepada penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Bioteknologi dan Mikrobiologi BBP4BKP Petamburan, Jakarta Pusat. Ucapan terima kasih yang sangat mendalam kepada Papa tersayang H. Hardi Bustanuddin dan Mama tersayang Hj. Muchlisa atas doa dan kasih sayang tulus yang tidak hentinya kepada penulis. Kepada saudaraku Uni Neci, Uni Neva, Uni Nani, Kakak Aden, dan semua kakak ipar serta seluruh keponakanku yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis selama kuliah sehingga dapat menyelesaikan sekolah di Institut Pertanian Bogor. Rasa terima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium Bioteknologi BBP4BKP (Mbak Asri, Mbak Maya, Mbak Ayu, Mbak Dewi, Mas Gintung, Bu Ifah, Bu Devi, Bu Dewi) yang telah
membantu selama penelitian di BBP4BKP. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Bioteknologi Angkatan 2009 dan Jurusan THP, serta semua alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau yang sedang sekolah di IPB atas persahabatan, dorongan, semangat, dan bantuan dalam penyelesaian tesis ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan balasan yang sempurna. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2012
Isna Rahmadini
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xvii
PENDAHULUAN Latar belakang. ....................................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Selulosa ................................................................................................... Rumput Laut ........................................................................................... Enzim Selulase........................................................................................ Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase ........................................... Pemekatan Enzim ................................................................................... Kromatografi Kolom............................................................................... Elektroforesis .......................................................................................... Identifikasi Mikroorganisme dengan 16S-rRNA ....................................
5 6 7 12 13 15 19 20
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat .................................................................................. Bahan dan Alat Penelitian....................................................................... Peremajaan Isolat PMP 0126y ................................................................ Pengamatan Morfologi Isolat PMP 0126y.............................................. Identifikasi Bakteri secara Molekuler ..................................................... Uji Kualitatif Enzim Selulase ................................................................. Penentuan Waktu Optimum Produksi Enzim Selulase ........................... Produksi Enzim Kasar Selulase .............................................................. Pemurnian Enzim Selulase ..................................................................... Analisis Elektroforesis SDS-PAGE dan Zimogram ............................... Pengukuran Kadar Protein ...................................................................... Karakterisasi Enzim Selulase..................................................................
23 23 24 24 24 26 27 28 29 30 32 32
HASIL Identifikasi Isolat PMP 0126y ................................................................ Pertumbuhan dan Produksi Enzim Selulase ........................................... Pemurnian Enzim Selulase ..................................................................... Analisis Berat Molekul Enzim Selulase Menggunakan SDSPAGE dan Zimogram ............................................................................. Karakterisasi Enzim Selulase .................................................................
35 37 40 42 44
PEMBAHASAN Identifikasi Isolat PMP 0126y ................................................................ Pertumbuhan dan Produksi Enzim Selulase ........................................... Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase ........................................
49 50 51
SIMPULAN .....................................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
61
LAMPIRAN .....................................................................................................
71
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Komposisi kimia rumput laut ...................................................................
7
2 Hidrolisis berbagai substrat oleh enzim selulase ......................................
9
3 Substrat selulosa berdasarkan kelarutan air dan jenis enzim selulase ......
10
4 Metode kromatografi untuk fraksinasi protein .........................................
15
5 Teknik kromatografi yang digunakan pada pemurnian selulase ..............
16
6 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk sepasang gel ...................
30
7 Aktivitas selulase hasil ultrafiltrasi ...........................................................
41
8 Hasil uji aktivitas selulase PMP 0126y pada beberapa tahap pemurnian ..................................................................................................
42
9 Pemurnian dan karakterisasi selulase dari berbagai jenis bakteri ...............
54
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Struktur serat selulosa ...........................................................................
5
2
Struktur selulosa teratur (kristalin) dan kurang teratur (amorphous) ...
6
3
Pemecahan selulosa menjadi glukosa oleh enzim selulase ..................
8
4
Klasifikasi enzim selulase....................................................................
9
5
Mekanisme degradasi selulosa ............................................................
11
6
Pemurnian enzim dengan kromatografi penukar ion ...........................
17
7
Isolat PMP 0126y ................................................................................
35
8
Pewarnaan Gram isolat PMP 0126y dengan perbesaran 1000 x .........
35
9
Hasil amplifikasi dari gen penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y .
36
10
Sebagian sekuen DNA penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y dari(arah 5’-3’).....................................................................................
36
11
Pohon filogenetik isolat PMP 0126y ...................................................
37
12
Zona bening isolat PMP 0126y ...........................................................
38
13
Kurva pertumbuhan isolat PMP 0126y................................................
38
14
Kurva aktivitas selulase, aktivitas spesifik, dan jumlah sel bakteri PMP 0126y ..............................................................................
39
Kurva aktivitas selulase, aktivitas spesifik, dan jumlah sel bakteri PMP 0126y pada media glukosa 0,1% ....................................
39
Aktivitas spesifik dari pengendapan amonium selulase dengan amonium sulfat .......................................................................
40
Profil elusi enzim selulase pada kromatografi DEAE penukar ionmenggunakan matriks Sepharose ...................................................
41
Hasil elektroforesis SDS-PAGE enzim ultrafiltrasi dan fraksi pemurnian kromatografi penukar anion dan ilustrasi pita-pita protein selulase PMP 0126y ..................................................
43
15
16
17
18
19
Hasil zimogram PMP 0126y pada gel akrilamida yang mengandung CMC 0,1% dan ilustrasi pita yang terbentuk dalam zimogram .............................................................................................
44
Pengaruh pH terhadap aktivitas selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi............................................................................................
45
Pengaruh pH terhadap aktivitas selulase PMP 0126y hasil kromatografi penukar anion .................................................................
45
Suhu optimum aktivitas selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi dan kromatografi penukar anion ..........................................................
46
Pengaruh suhu dan waktu inkubasi terhadap aktivitas selulase PMP 0126y.............................................................................
46
24
Substrat spesifik enzim selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi ...........
47
25
Aktivitas relatif selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi pada penambahan logam 5 mM dan 10 mM ..............................................
48
20
21
22
23
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Prosedur pembuatan media dan reagen yang digunakan dalam penelitian ..............................................................................................
73
2
Kurva standar glukosa ..........................................................................
77
3
Kurva standar bovin serum albumin (BSA) .........................................
78
4
Kurva hubungan log sel dan kerapatan optis dan jumlah sel isolat PMP 0126y selama 27 jam pengamatan ...............................................
79
5
Hasil uji aktivitas selulase isolat PMP 0126y .......................................
80
6
Prosedur delignifikasi limbah rumput laut dengan NaOH dan H2SO4 oleh BBP4BKP .............................................................................................................................
82
7
Gambar metafile hasil sekuensing isolat PMP 0126y (primer f) ..........
83
8
Gambar metafile hasil sekuensing isolat PMP 0126y (primer r) ..........
85
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perkembangan industri berbasis hayati termasuk hayati laut dengan memanfaatkan senyawa biologi seperti enzim yang berasal dari mikroorganisme seperti bakteri dan kapang saat ini terus ditingkatkan di berbagai negara. Telah banyak peneliti yang mengisolasi bakteri baru dan memanfaatkan senyawa metabolit bakteri tersebut. Salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan pada sektor Kelautan dan Perikanan yaitu limbah hasil pengolahan rumput laut. Mengingat bahwa 75% wilayah Indonesia terdiri atas perairan laut, maka berbagai jenis rumput laut telah banyak dimanfaatkan untuk produk pangan seperti agaragar maupun karagenan. Pengolahan agar-agar memanfaatkan rumput laut jenis Glacilaria sp., sedangkan karagenan menggunakan rumput laut jenis Eucheuma sp. Berbagai industri rumput laut akan menghasilkan limbah sekitar 65-70% dari bahan baku segar yang masuk dan diolah (Kim et al. 2008). Peningkatan pengolahan rumput laut Glacilaria sp. untuk diolah menjadi agar-agar tentu saja akan meningkatkan jumlah limbah rumput laut sehingga akan menjadi masalah pencemaran karena limbah tersebut mengandung selulosa yang sulit larut dalam air. Limbah rumput laut Glacilaria sp. mengandung selulosa sebanyak 15-25% (Kim et al. 2008). Salah satu alternatif pemanfaatan yang dapat dilakukan ialah dengan memanfaatkan bakteri asal limbah rumput laut tersebut. Bakteri yang hidup pada limbah ini diduga dapat menghasilkan enzim yang dapat menguraikan limbah selulosa menjadi sumber nutrisi untuk pertumbuhannya. Enzim yang dihasilkan oleh bakteri tersebut dapat menghidrolisis limbah selulosa menjadi glukosa, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk fermentasi dalam memproduksi bioetanol. Pemanfaatan limbah selulosa dan bakteri penghasil enzim penghidrolisis selulosa dapat memberikan peluang pada pengembangan bioenergi dari bahan hayati laut. Enzim selulase adalah suatu sistem enzim yang terdiri atas tiga tipe enzim utama yaitu kompleks endo-β-1,4-glukanase (CMCase, Cx selulase endoselulase, atau carboxymethyl cellulase), kompleks ekso-β-1,4-glukanase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan β-1,4-glukosidase atau selobiase (Crueger &
2
Crueger 1984). Ketiga enzim ini bekerja secara sinergis mendegradasi selulosa dan melepaskan gula reduksi (selobiosa dan glukosa) sebagai produk akhirnya (Deng & Tabatabai 1994). Enzim selulase akan memutuskan ikatan glikosidik β1,4 di dalam selulosa yang memiliki ikatan β-1,4-glikosidik pada polimer glukosanya (Jeong et al. 2004) sehingga menjadi gula sederhana turunannya. Proses hidrolisis selulosa dapat dilakukan dengan menggunakan asam dan suhu tinggi. Proses ini relatif mahal karena kebutuhan energi yang besar serta dapat mengakibatkan degradasi produk monosakarida yang dihasilkan sehingga produk yang akan dihasilkan rendah. Riyanti (2008) juga melaporkan efisiensi proses hidrolisis dengan asam masih rendah karena proses yang dilakukan cukup panjang dan membutuhkan banyak tahap. Kekurangan lain dari proses ini antara lain penanganan limbah asam yang tidak mudah. Baru pada tahun 1980-an, mulai dikembangkan hidrolisis selulosa dengan menggunakan enzim selulase (Coral et al. 2002). Hidrolisis secara enzimatik akan berjalan spesifik dan efisien sehingga produk yang akan dihasilkan lebih tinggi dan menghasilkan produk monosakarida dengan biaya produksi rendah. Pemanfaatan mikrob dalam menghasilkan enzim selulase akan menjadi alternatif yang akan terus dikembangkan karena produksi enzim dari mikrob memiliki beberapa keuntungan. Jika dibandingkan dengan sel hewan maupun tumbuhan, sel mikrob relatif mudah ditumbuhkan, relatif lebih singkat kecepatan pertumbuhannya, skala produksi sel besar dan lebih mudah ditingkatkan, biaya produksi relatif rendah disebabkan waktu yang dibutuhkan untuk produksi enzim lebih singkat, dan kondisi selama produksi tidak tergantung musim (Poernomo & Djoko 2003). Beberapa contoh bakteri penghasil enzim selulase, yaitu Bacillus amyoliquefaciens DL-3 (Jung et al. 2008), B. pumilus EB3 (Arifin 2006), B. flexus (Trivedi et al. 2011), B.
licheniformis C108 (Aygan et al. 2011),
Cellulomonas biazotea (Rajoka & Malik 1997), C. flavigena (Ponce & Torre 2001), Streptomyces sp. galur J2 (Jaradat et al. 2008), S. ruber (El-Sersy et al. 2010), Pseudomonas sp (Gautam et al. 2010), P. fluorescens sub sp. cellulosa (Shimada et al. 1994). Beberapa isolat bakteri penghasil enzim selulase untuk bioetanol yaitu Escherichia coli KO11 (Jong et al. 2011), Zymomonas mobilis
3
NRRL-B-14023 (Ruanglek et al. 2006), Z. mobilis ATCC 10988 (Tanaka et al. 1999). Selain dalam bidang industri, pemanfaatan enzim selulase dari bakteri dapat memberikan solusi dalam masalah pencemaran yakni mengurangi jumlah limbah selulosa, salah satunya dari industri pengolahan agar-agar dan karagenan, dan mendapatkan produk bernilai tambah dari pemanfaatan limbah rumput laut tersebut. Balai Besar Penelitian Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan Perikanan (BBP4BKP) telah melakukan eksplorasi mikrob dari rumput laut termasuk limbah pengolahan rumput laut. Beberapa isolat bakteri yang memiliki aktivitas selulase ekstraseluler yaitu isolat PMP 0126y berhasil diisolasi dari limbah pengolahan agar-agar rumput laut Glacilaria sp. dari daerah Pameungpeuk, Garut Jawa Barat (Munifah et al. 2011). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi, melakukan pemurnian parsial, dan mengkarakterisasi enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y penghasil enzim selulase dari limbah pengolahan rumput laut Glacilaria sp., serta melakukan identifikasi secara molekuler bakteri tersebut. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai bakteri penghasil enzim selulase dari limbah rumput laut dan enzim yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat diaplikasikan dalam proses produksi bioetanol berbahan dasar limbah rumput laut.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Selulosa Selulosa merupakan polimer karbohidrat terbanyak yang terdapat di alam (Han & Chen 2007). Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan bersama-sama dengan hemiselulosa dan pektin. Komposisi selulosa dalam tumbuhan dapat mencapai 40-50% dari massa tumbuhan sehingga selulosa merupakan biopolimer terbarukan yang paling berlimpah di alam (Milala et al. 2005). Classen (1999) menambahkan bahwa diperkirakan 50% dari biomassa tumbuhan berupa selulosa dan jumlahnya sekitar 50 milyar ton. Selulosa merupakan polimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-D-glukosidik (Gambar 1).
Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994).
Polimer glukosa tersusun secara paralel dan berikatan silang membentuk struktur kristalin yang disebut mikrofibril. Panjang mikrofibril ini bervariasi dari 2.000-15.000 unit glukosa, tergantung organismenya. Bentuk mikrofibril selulosa ditentukan oleh kompleks geometri sintase dan lingkungan lokal. Pada tumbuhan, unit mikrofibril mempunyai jumlah sekitar 3-4 unit dan terdiri atas sekitar 36 rantai selulosa dan seringkali dikemas dalam bentuk lebih besar (Doblin et al. 2002). Mikrofibril pada selulosa memiliki orientasi beragam, tersusun secara pararel, dan setiap molekul glukosa dapat berotasi hingga 1800 (Beguin & Aubert 1994; Brown 1996). Mikrofibril ini pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur yang teratur (crystalin) dan pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur yang
5
kurang teratur (amorphous). Struktur amorphous terjadi karena proses kristalisasi yang berlangsung secara tidak sempurna pada mikrofibril yang terbentuk (Gambar 2). Dimensi serat selulosa dan proporsi dari bagian kristalin dan amorf sangat tergantung pada keadaan alaminya (Linder & Teeri 1997). Setiap serat selulosa tersusun oleh kira-kira 3.000 molekul glukosa dan berat molekulnya diperkirakan mencapai 500.000 (Hardjo et al. 1984).
Gambar 2 Struktur selulosa teratur (kristalin) dan kurang teratur (amorphous) (Beguin & Aubert 1994). Secara alamiah molekul selulosa tersusun dalam fibril yang terdiri atas beberapa molekul glukosa yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen yang kuat mengakibatkan dapat tahan terhadap tarikan tinggi. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh lignin, oleh karena itu sumber selulosa dari tumbuh-tumbuhan sulit sekali dihidrolisis secara langsung oleh katalis asam. Molekul selulosa berbentuk lurus dan tidak pernah bercabang, serta gugus hidroksilnya bebas membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil molekul selulosa lainnya yang terletak sejajar (paralel) dengannya (Beguin & Aubert 1994). Rumput Laut Selulosa juga diproduksi oleh tanaman laut yaitu rumput laut (Linder & Teeri 1997). Rumput laut merupakan makroalga laut yang dapat digolongkan ke dalam alga merah, alga hijau, dan alga coklat. Rumput laut tidak memiliki daun, batang, dan akar sejati. Akan tetapi, bagian tubuhnya disebut dengan talus, dapat berupa filamen, lembaran tipis berdaun banyak, persegi dengan kulit keras, dan lumut raksasa. Uji proksimat yang dilakukan pada ampas rumput laut kering
6
didapatkan presentase masing-masing komponen kadar air sebesar 11.28%, kadar abu 36,05%, kadar lemak 0,42%, kadar protein 1,86%, kadar serat kasar 8,96% dan karbohidrat 41,43% (Harvey 2009). Jenis rumput laut yang telah banyak dimanfaatkan berasal dari marga Euchema, Gelidium, Gracilaria, Hypnea, dan Sargassum. Selain itu, terdapat jenis lainnya seperti Caulerpa dan Dictosphaeria masih dimanfaatkan dalam skala kecil untuk konsumsi lokal (Atmadja et al. 1996). Beberapa jenis rumput laut memiliki komposisi kandungan selulosa maupun kandungan senyawa kimia lainnya yang berbeda. Berikut ini komposisi kimia dari beberapa jenis rumput laut (Tabel 1). Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut (Kim et al. 2008) Jenis alga Alga merah Gelidium amansii, marocco Gelidium amansii, joju Glacilaria E. cottonii Alga hijau Codium fragile Alga coklat Undaria pinattinda Laminaria japonica
Selulosa (%)
Galaktan (%)
Karbohidrat (%)
Protein (%)
Lipid (%)
16,8
55,2
72,0
21,1
6,9
23 19,7 7,1
56,4 54,4 43,4
79,4 74,1 50,5
11,8 11 4,9
8,8 14,9 44,6
10,9
47,8
58,7
34,7
6,6
2,4 6,7
38,7 40,0
41,1 46,7
24,2 12,2
34,7 38,1
Rumput laut Glacilaria sp. banyak dimanfaatkan dalam industri pengolahan agar-agar. Limbah industri agar-agar yang dihasilkan mengandung selulosa sebesar 15-25% (Kim et al. 2008). Selain itu, limbah agar-agar Glacilaria sp. merupakan salah satu sumber bakteri yang berpotensi menghasilkan enzim selulase. Pemanfaatan limbah agar-agar dan enzim selulase dari bakteri tersebut memegang peranaan yang sangat penting dalam pengembangan bioenergi. Enzim Selulase Enzim selulase atau enzim yang dikenal dengan nama sistematik β-1,4 glukan-4-glukano hidrolase adalah enzim yang dapat menghidrolisis selulosa dengan memutus ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin, selobiosa, dan turunan selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa. Sistem
7
pemecahan selulosa menjadi glukosa terdiri atas tiga jenis enzim selulase yaitu endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase, dan β-glukosidase. Endo-β-1,4glukanase menyerang bagian tengah rantai secara random, ekso-β-1,4-glukanase (selobiohidrolase) memecah unit-unit disakarida (selobiosa) dari ujung rantai, dan β-glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa (Da silva et al. 2005) (Gambar 3).
Gambar 3 Pemecahan selulosa menjadi glukosa oleh enzim selulase. Menurut Enari (1983) (Tabel 2) demikian pula Prescott dan Dunns (1981) (Gambar 4) mengelompokkan enzim utama selulase berdasarkan kespesifikan substrat masing-masing enzim yaitu : 1. Endo-β-1,4-glukanase (β-1,4-D-glukan-4-glukanohidrolase, EC 3.2.1.4) menghidrolisis ikatan glikosidik β-1,4 secara acak. Enzim ini dapat bereaksi dengan selulosa kristal tetapi kurang aktif. Enzim ini secara umum dikenal sebagai CMC-ase atau selulase Cx. 2. β -1,4-D-glukan selobiohidrolase (EC.3.2.1.91) atau secara umum dikenal dengan selulase C1, menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan membebaskan selobiosa.
8
3. β-1,4-D-glukan glukohidrolase (EC.3.2.1.74) menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan membebaskan glukosa. Enzim ini menghidrolisis selulosa yang telah dilunakkan dengan asam fosfat, selooligosakarida dan CMC. 4. β-1,4-glikosidase
(β-1,4-D-glukosida
glukohidrolase,
EC
3.2.1.21)
menghidrolisis selobiosa dan rantai pendek selo-oligosakarida yang menghasilkan glukosa. Enzim ini tidak dapat memecah selulosa dan selodekstrin.
Endo-β-1,4-glukanase (=Cx-selulase) β-1,4 glukanase
β-1,4-glukan selobiohidrolase (=C1 selulase)
Ekso-β1,4, glukanase
β-1,4-glukan glukohidrolase
Enzim selulase
β-1,4 glukosidase
Gambar 4 Klasifikasi enzim selulase (Prescott & Dunns 1981). Tabel 2 Hidrolisis berbagai substrat oleh enzim selulase (Enari 1983) Jenis Enzim selulolitik Endoglukanase
Substrat Selulosa kristalin -
CMC +
Selulosa amorf +
Selotetraosa Selobiosa +
-
Selobiohidrolase
+
-
+
+
-
β- Glukosidase
-
-
-
+
+
Berdasarkan kelarutannya, selulosa dapat dibagi menjadi dua katagori yaitu substrat yang larut dalam air dan substrat yang tidak dapat larut dalam air beserta enzim selulase yang menghidrolisis substrat tersebut (Tabel 3).
9
Tabel 3 Substrat selulosa berdasarkan kelarutan air dan jenis enzim selulase (Zhang et al. 2006) Substrat Selulosa Enzim Selulase Larut dalam air - Rantai pendek (derajat polimerisasi rendah) Silodekstrin Endo, ekso, BG Radio-labeled selodekstrin Endo, ekso, BG - Turunan silodekstrin β-methyllumberlliferil oligosakarida Endo, ekso, BG p-nitrofenol oligosakarida Endo, ekso, BG - Turunan selulosa dengan rantai panjang Carboxymethylecellulose (CMC) Endo Dye CMC Endo Tidak larut dalam air - Selulosa kristalin Katun, selulosa mikrokristalin (Avisel), Total,endo, ekso selulosa bakteri - Selulosa Amorf – PASC Total, endo.ekso - Dyed Selulosa Total, endo - Kromogenik dan turunan fluoreforik Trinitrofenil-karboksimetilselulase Endo (TNP-CMC) - Flurant Selulosa Endo, total - α-selulosa Total Endo ; endoglukanase, Ekso ; eksoglukanase, BG ; glukosidase, Total ; ketiga tipe enzim selulase. Perbedaan antara masing-masing enzim selulase terletak pada kespesifikan struktur di sekeliling substrat. Perbedaan kespesifikan dari enzim endoglukanase dan selobiohidrolase bersifat tidak mutlak karena kedua enzim tersebut dapat menghidrolisis ikatan β-1,4 glukosida dari selulosa amorf. Penentuan aktivitas enzim selulase akan sulit apabila filtrat yang akan diukur aktivitas enzimnya merupakan campuran dari berbagai enzim selulase. Enzim-enzim ini tidak hanya dapat menghidrolisis substrat yang sama tetapi juga dapat bekerja secara sinergis memecah substrat yang sama, sehingga menyebabkan aktivitas yang diukur dipengaruhi oleh proporsi dari masing-masing enzim yang ada (Enari 1983). Aktivitas enzim endoglukanase pada umumnya dapat diuji dengan substrat CMC (Carboxymethyl cellulose) sehingga enzim endoglukanase juga disebut dengan istilah CMCase, sedangkan aktivitas enzim selobiohidrolase atau
10
eksoglukanase
seringkali
diuji
dengan
substrat
avisel
sehingga
enzim
eksoglukanase disebut dengan aviselase (Zhang et al. 2006). Tahapan hidrolisis selulosa tergantung kepada struktur selulosa, interaksi antara enzim selulase dengan serat selulosa, mekanisme hidrolisis enzim tersebut di alam dan inhibitor yang terbentuk. Fase adsorbsi dan pembentukan kompleks enzim substrat adalah fase kritis di dalam hidrolisis selulosa. Glukosa dan selobiosa adalah inhibitor enzim dalam menghidrolisis selulosa. Selobiosa menghambat
enzim
selobiohidrolase
dan
glukosa
menghambat
enzim
penghidrolisis selobiosa yaitu β-glukosidase pada kompleks enzim selulase. Selobiosa mempunyai potensi lebih kuat menjadi inhibitor dibandingkan dengan glukosa (Coughlan 1985). Laju hidrolisis enzim selulase ditentukan oleh struktur substrat (Mandels 1985). Struktur kristal lebih sulit dihidrolisis dibandingkan dengan struktur amorf maka hidrolisis dilakukan oleh enzim endoselulase atau endoglukanase (Coughlan 1985) (Gambar 5).
Gambar 5 Mekanisme degradasi selulosa (Beguin & Aubert 1994). Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain derajat keasaman (pH), suhu, dan senyawa penghambat. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH sehingga apabila terjadi perubahan pH maka akan menyebabkan denaturasi enzim dan menghilangkan aktivitas enzim. Suhu memiliki peranan yang sangat penting dalam reaksi enzimatik. Ketika suhu
11
bertambah sampai suhu optimum, kecepatan reaksi enzim naik karena energi kinetik bertambah. Bertambahnya energi kinetik enzim akan mempercepat gerak vibrasi, translasi, dan rotasi baik enzim maupun substrat. Hal ini akan memperbesar peluang enzim dan substrat bereaksi. Ketika suhu lebih tinggi dari suhu optimum, protein enzim berubah konformasi sehingga gugus reaktif terhambat. Perubahan konformasi ini dapat menyebabkan enzim terdenaturasi. Substrat juga dapat berubah konformasinya pada suhu yang tidak sesuai, sehingga substrat tidak dapat masuk ke dalam sisi aktif enzim (Ottaway 1984). Selain pH dan suhu, faktor lain yang mempengaruhi aktivitas selulase yaitu adanya senyawa penghambat berupa ion logam. Penghambatan tersebut dapat dinetralkan dengan menambahkan sistein sehingga aktivitas enzim dapat berlangsung kembali (Kulp 1975). Beberapa senyawa logam dan senyawa lainnya yang dapat menghambat aktivitas selulase ialah Hg2+, Ag2+, dan Cu2+ (Deng & Tabatai 1994; Oikawa et al. 1994), glukanolakton (Kulp 1975), surfaktan, senyawa pengkelat khususnya Sodium Dodecyl Sulphate (SDS), Ethylene Diamine Tetraacetyc Acid (EDTA) (Oikawa et al. 1994), laktat dalam konsentrasi agak rendah (Chesson 1987), dan etanol serta alkohol lainnya (Ooshima et al. 1985). Senyawa penghambat tersebut dapat menekan seluruh kecepatan hidrolisis dengan menghambat adsorbsi eksoglukanase dan endoglukanase pada selulosa, dan menghambat aksi sinergis eksoglukanase dan endoglukanase yang bekerja pada permukaan selulosa.
Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase Mikroorganisme didefinisikan sebagai organisme yang berukuran sangat kecil (biasanya kurang dari 1 milimeter) sehingga untuk mengamatinya diperlukan bantuan mikroskop atau alat pembesar. Mikroorganisme dapat berupa sel tunggal atau kelompok sel yang mempunyai kemampuan untuk mengatur proses hidupnya tanpa bergantung sel lainnya. Mikroorganisme terdiri atas bakteri, virus, dan cendawan (fungi) yang masing-masing memiliki perbedaan karakteristik secara morfologi, ekologi, dan fisiologi. Bakteri merupakan sel prokariot dengan rRNA bakteri yang dihubungkan oleh ikatan ester dan membran lipid yang merupakan diasil gliserol dieter (Madigan et al. 2000).
12
Beberapa contoh genus bakteri yang diketahui mempunyai aktivitas selulolitik ialah Acetobacter, Bacillus, Clostridium, Cellulomonas, Pseudomonas, Cytophaga, Sarcina, dan Vibrio, sedangkan contoh genus cendawan yang mempunyai aktivitas selulolitik ialah Bulgaria, Chaetomium, Helotium, Coriolus, Phanerochaete, Poria, Schizophyllum, Serpula, Aspergillus, Cladosporium, Fusarium,
Geotrichum,
Myrothecium,
Paecilomyces,
Penicillium,
dan
Trichoderma (Rao 1994). Beberapa jenis organisme juga dapat menghasilkan enzim selulase seperti rayap (Watanabe & Tokuda 2001), remis (Xu et al. 2000), dan arabidopsis. Di alam, degradasi selulosa kebanyakan dilakukan oleh mikroorganisme aerobik. Mikroorganisme aerobik menghasilkan enzim selulase nonkompleks yang terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase, dan glukosidase yang bekerja secara sinergis untuk menghidrolisis selulosa. Mikroorganisme anaerobik menghasilkan enzim selulase kompleks yang disebut selulosom (Doi et al. 2003; Bayer et al. 2004). Meskipun mikroorganisme anaerobik hanya menyumbang sekitar 5-10% dari biodegradasi total selulosa di alam, namun peranannya sangat penting karena bertanggung jawab terhadap degradasi daerah anoksik pada danau, laut, dan saluran pencernaan hewan pemamah biak maupun rayap, yang tidak dapat dilakukan oleh mikroorganisme aerobik (Zhang et al. 2006). Pemekatan Enzim Pada tahap awal pemurnian enzim biasanya dilakukan klarifikasi dan pengendapan protein enzim. Klarifikasi berfungsi memisahkan larutan enzim dari partikel-partikel yang tidak larut, misalnya debris sel dan partikel substrat. Klarifikasi dapat dilakukan dengan penyaringan atau sentrifugasi. Pemekatan protein enzim merupakan tahap awal dari prosedur pemurnian enzim sebelum tahap pemurnian berikutnya atau dapat pula digunakan untuk keperluan analisis enzim. Pemekatan protein enzim berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi protein enzim, mereduksi volume larutan enzim, dan memisahkan protein enzim dengan protein pengotor yang lain (Harris 1989). Pemekatan protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu analitik dan preparatif (penyiapan). Metode analitik menggunakan pengendapan asam (misalnya asam trikloroasetat), pengendapan organik (misalnya aseton atau
13
etanol), dan imunopresipitasi yang dapat menyebabkan denaturasi protein. Pemekatan protein dengan metode preparatif tetap mempertahankan aktivitas protein misalnya dengan menggunakan pengendapan garam, pengendapan dengan pelarut organik, pengendapan dengan polimer organik, ultrafiltrasi, liofilisasi, dan dialisis (Harris 1989). Metode pengendapan protein yang biasa dilakukan dalam pengendapan selulase ialah dengan menggunakan amonium sulfat (Jung et al. 2008) dan ultrafiltrasi (Arifin 2006). Amonium sulfat merupakan garam yang paling sering digunakan untuk mengendapkan protein karena memiliki daya larut tinggi di dalam air, relatif tidak mahal, dan kestabilan protein di dalam larutan amonium sulfat (2M- 3M) tahan bertahun-tahun (Scopes 1987). Prinsip pengendapan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein yang berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam, dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein (pada pH dan suhu tertentu) meningkat pada kenaikan konsentrasi garam (salting in). Kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu menyebabkan kelarutan protein menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, beragregasi, dan kemudian mengendap (Harris 1989; Scopes 1987). Garam berlebih yang terdapat di dalam larutan enzim setelah tahap fraksinasi dapat dihilangkan dengan cara dialisis. Pada tahap dialisis, protein ditempatkan di dalam kantung (membran) semipermeabel yang direndam di dalam larutan bufer tertentu. Molekul yang berukuran kecil akan ke luar melalui membran, dan molekul yang berukuran besar akan tertahan di dalam membran dialisis. Ukuran pori kantung dialisis yang terbuat dari bahan selulosa asetat berdiameter 1-20 nm. Ukuran ini menunjukkan berat molekul minimum yang dapat tertahan di dalam membran. Selain dengan dialisis, penghilangan garam dapat dilakukan dengan filtrasi gel. Metode ini biasanya diterapkan untuk sampel yang sedikit, yaitu tidak melampaui 25-30% volume kolom untuk mendapatkan resolusi yang memadai antara protein dan garam. Matriks filtrasi gel memiliki
14
pori yang berukuran kecil, misalnya Sephadex G-25 buatan Phamacia. Kekurangan metode ini adalah terjadi pengenceran sampel protein (Harris 1989). Ultrafiltrasi merupakan suatu metode untuk mengkonsentrasikan protein dengan menekan cairan larutan protein enzim supaya tertahan di dalam membran. Ukuran cairan yang akan ditahan (retentat) dan yang dikeluarkan (permeat) sesuai dengan ukuran membran yang digunakan. Prinsip pemisahan dengan ultrafiltrasi adalah pemisahan komponen berdasarkan berat molekul (Bollag & Edelstein 1991). Pemisahan komponen ini terjadi karena adanya membran ultrafiltrasi. Membran ultrafiltrasi berfungsi sebagai penghalang (barrier) tipis yang sangat selektif di antara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran (Mulder 1996). Proses membran ultrafiltrasi merupakan upaya pemisahan dengan membran yang menggunakan gaya dorong beda tekanan yang dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi pori membran (Malleviale 1996). Kromatografi Kolom Kromatografi kolom pada prinsipnya yaitu pengaliran suatu cairan melalui kolom yang mengandung bahan pengisi dan substanta yang ingin dipisahkan menjadi beberapa komponen dengan adanya perbedaan terhadap daya ikat bahan pengisi (Tabel 4). Tabel 4 Metode kromatografi untuk fraksinasi protein (Ersson et al. 1998) Sifat Protein Ukuran dan bentuk Muatan neto dan distribusi grup bermuatan Titik isoelektris Hidrofobisitas Pengikatan logam Kandungan tiol yang terbuka Afinitas biospesifik terhadap ligan, inhibitor, reseptor, antibodi, dsb
Jenis Kromatografi Filtrasi gel Penukar ion Kromatofokusing Interaksi hidrofobik dan fase balik Afinitas ion logam terimobilisasi Kovalen Afinitas
Teknik kromatografi kolom banyak digunakan dalam bioteknologi untuk mengamati tingkat kemurnian dan stabilitas protein (Neville 1998). Beberapa peneliti melakukan pemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dengan berbagai teknik kromatografi kolom (Tabel 5).
15
Tabel 5 Teknik kromatografi yang digunakan pada pemurnian selulase Selulase Endoglukanase dari Sinorhizobium fredii Endoglukanase dari Mucor circinelloides Endoglukanase dari Bacillus sp Endoglukanase dari Bacillus sp Endoglukanase dari Pseudomonas fluorescens Endoglukanase dari Bacillus sp Endoglukanase dari Bacillus pumilus
Metode Kromatografi Sumber Penukar ion, interaksi Po et al. (2004) hidrofobisitas Gel filtrasi Saha (2003) Penukar ion, gel filtrasi
Mawadza et al. (2000)
Penukar ion
Singh et al. (2004)
Penukar ion, gel filtrasi
Bakare et al. (2005)
Penukar ion
Ji et al. (2005)
Gel filtrasi, penukar ion
Christakopoulus (1999)
et
al.
Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktif yang bermuatan berlawanan sebagai pengisi kolom (Scopes 1987). Kromatografi penukar ion memisahkan protein berdasarkan muatan bersih protein dan kekuatan relatif dari muatan bersih protein tersebut. Kromatografi penukar ion memerlukan fase diam yang biasanya merupakan polimer terhidratasi yang bersifat tidak larut seperti selulosa, dekstran dan agarosa. Gugus penukar ion diimobilisasikan pada matriks. Beberapa gugus penukar anion yaitu aminoetil (AE-), kuaternari aminoetil (QAE-), dan dietilaminoetil (DEAE-). Gugus penukar kation yaitu sulfopropil (SP-), metil sulfonat dan karboksimetil (CM-). Penukar ion lemah seperti DEAE- (penukar anion lemah) dan CM- (penukar kation lemah) hanya dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH sempit dan kehilangan muatannya pada pH tertentu. Gugus penukar anion lemah DEAE- terionisasi sempurna di bawah pH 6,0 dan akan kehilangan muatannya pada pH 9,0, sedangkan gugus penukar kation lemah CM- akan kehilangan muatannya di bawah pH 4,5. Penukar ion kuat dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH yang luas. Gugus penukar ion QAE- (penukar anion kuat) dan SP(penukar kation kuat) dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH 1-10 (Coligan et al. 2003).
16
Kolom untuk kromatografi penukar ion biasanya tidak panjang dan memiliki diameter lebih besar dari pada kolom untuk filtrasi gel. Banyaknya sampel yang dimasukkan umumnya sekitar 10-20% dari kapasitas kolom. Pembilasan dengan gradien konsentrasi NaCl yang linier baik digunakan untuk memisahkan molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang tidak terlalu besar sedangkan gradien NaCl bertahap baik digunakan untuk memisahkan molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang besar. Pada dasarnya prinsip kromatografi penukar ion adalah ion bermuatan bebas dipertukarkan dengan ion yang memiliki tipe muatan yang sama. Protein yang bermuatan negatif dapat ditukar dengan ion klorida. Awalnya gugus fungsional matriks yang bermuatan negatif mengikat ion dari bufer (misalnya Na+). Pada saat sampel dimasukkan ke dalam kolom, maka protein yang bermuatan positif akan menggantikan ion Na+ sedangkan protein yang bermuatan negatif atau netral tidak akan terikat. Protein yang tidak terikat dibilas dengan menggunakan bufer (biasanya dengan konsentrasi 10-50 mM). Selanjutnya ikatan protein yang terikat gugus fungsional matriks akan terlepas setelah dibilas dengan bufer yang mengandung NaCl atau KCl secara linier atau bertahap sehingga protein yang memiliki ikatan lemah dengan matriks akan lepas terlebih dahulu dan diikuti oleh protein yang memiliki ikatan lebih kuat (Gambar 6).
Gambar 6 Pemurnian enzim dengan kromatografi pertukar ion (http://voh.chem.ucla.edu/vohtar/winter99/153L/lec1.html).
17
Pemilihan penukar ion tergantung pada muatan protein target. Muatan bersih protein tergantung pada pH yaitu protein akan bermuatan positif dengan menurunkan pH dan bermuatan negatif dengan menaikkan pH. Pada saat menentukan pH untuk kromatografi, kestabilan protein target pada pH yang dipilih perlu dijaga. Apabila protein stabil pada pH di atas titik isoelektriknya (pI) maka digunakan penukar anion (positif), tetapi bila protein stabil pada pH di bawah pI nya maka digunakan penukar kation (negatif). Jika protein stabil pada rentang 1 unit di atas dan di bawah pI maka kedua penukar ion dapat digunakan. Matriks yang mengikat gugus fungsional menentukan sifat aliran, ion yang dapat diikat, kestabilan mekanik dan kimia. Ada 3 kelompok matriks yang biasanya digunakan, yaitu: 1) polistiren, poliakrilik atau polifenol; 2) selulosa; dan 3) dekstran (Sephadex) atau agarosa (Sepharose). Matriks polistiren dan polifenolik lebih sering digunakan untuk memisahkan molekul-molekul kecil seperti asamasam amino, peptida kecil, nukleotida, nukleotida siklik, asam-asam organik. Matriks selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan protein (termasuk enzim), polisakarida dan asam nukleat. Matriks DEAE-selulosa, CM-selulosa dan fosfoselulosa paling sering digunakan. Matriks polidekstran dan agarosa (misalnya DEAE-Sephadex, CM-Sephadex) digunakan untuk memisahkan protein, hormon, tRNA dan polisakarida (Scopes 1987). Pemilihan penukar ion kuat atau lemah tergantung pada pH molekul target. Molekul yang memerlukan pH sangat rendah atau sangat tinggi untuk dapat berionisasi atau apabila molekul stabil pada pH ekstrem maka penukar ion kuat harus digunakan. Penukar ion lemah akan memberikan hasil pemisahan yang lebih baik untuk protein-protein yang memiliki muatan bersih yang berdekatan. Keuntungan kromatografi penukar ion diantaranya adalah tidak merusak protein yang dimurnikan dan pada umumnya memiliki kapasitas pengikatan yang tinggi. Kelemahannya adalah protein-protein yang memiliki distribusi gugus bermuatan pada permukaannya atau memiliki pI yang sama atau mirip akan sulit dipisahkan dengan cara kromatografi penukar ion. Selain itu larutan enzim hasil kromatografi penukar ion mengandung kadar garam cukup tinggi yang harus dihilangkan untuk proses pemurnian selanjutnya (Scopes 1987).
18
Elektroforesis Elektroforesis adalah suatu proses perpindahan partikel-partikel bermuatan atau suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkan atas pergerakan partikel koloid yang bermuatan di bawah pengaruh medan listrik (Suhartono 1989). Elektoforesis dengan menggunakan gel polakrilamida sodium dodesil
sulfat
(SDS-PAGE) merupakan teknik elektroforesis
gel
yang
menggunakan poliakrilamida untuk memisahkan protein yang bermuatan berdasarkan berat molekulnya. Penentuan berat molekul yang menyusun enzim selulase dianalisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis). Pada metode ini digunakan 2 gel yaitu gel penahan (stacking gel) dan gel pemisah (separating gel). Gel akrilamida diperoleh dengan cara polimerisasi akrilamida dengan sejumlah crosslinking agent metilen bis akrilamida dan amonium persulfat (APS) sebagai katalisator. Radikal bebas yang terbentuk dari pelarutan amonium persulfat dalam air akan bereaksi dengan akrilamida membentuk akrilamida aktif yang dapat bereaksi satu dengan yang lain membentuk polimer (Janson & Ryden 1998). Ada
beberapa
jenis
elektroforesis,
yaitu
elektroforesis
kertas,
elektroforesis selulosa asetat/nitrat dan elektroforesis gel. Elektroforesis gel berguna untuk pemisahan protein, sedangkan dua jenis lainnya berguna untuk memisahkan molekul yang lebih kecil. Matriks gel dapat berupa pati, agarosa atau poliakrilamida. Saat ini gel poliakrilamida lebih sering digunakan. Matriks ini disusun oleh akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida yang berpolimerisasi dengan bantuan katalisator amonium persulfat dan N,N,N’,N’tetrametilen diamin (TEMED). Elektroforesis gel dengan SDS digunakan untuk meneliti jumlah dan ukuran rantai protein atau rantai subunit protein. SDS merupakan detergen lemah anionik yang akan memutuskan ikatan di antara subunit penyusun dan membentuk kompleks yang bermuatan negatif sehingga pergerakan protein dalam medan listrik hanya berdasarkan pada ukuran molekul sedangkan β-merkaptoetanol digunakan untuk mereduksi ikatan disulfida pada protein. Protein yang berukuran kecil akan bergerak lebih cepat dibandingkan yang berukuran besar (Copeland 1994).
19
Elektroforesis protein dapat dilakukan dengan proses denaturasi (SDSPAGE) dan nondenaturasi (Native-PAGE). Mekanisme pada SDS-PAGE dijelaskan bahwa protein akan bereaksi dengan SDS yang merupakan detergen anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein akan terdenaturasi dan terlarut membentuk kompleks berikatan dengan SDS yang berbentuk elips atau batang yang ukurannya sebanding dengan berat molekul protein. Protein dalam bentuk kompleks yang bermuatan negatif ini akan dapat terpisahkan berdasarkan muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel poliakrilamida (Smith 1984). Berbeda dengan SDS-PAGE, pada gel pemisah disisipi substrat yang akan dihidrolisis oleh enzim selama masa inkubasi yang disebut sebagai zimogram. Elektroforesis zimogram memisahkan protein terlarut yang tidak mengendap atau beragregasi selama elektroforesis. Pada elektroforesis gel yang terdenaturasi, seperti pada SDS-PAGE, molekul-molekul protein yang telah terpisah dengan elektroforesis dapat kehilangan aktivitas biologi dan biokimianya, tetapi pada elektroforesis zimogram aktivitas tersebut masih bertahan (Dunn 1989). Enzim dipisahkan dalam gel denaturasi (SDS), namun dalam kondisi tidak tereduksi. SDS dilepaskan dengan penambahan larutan renaturasi (misalnya detergen Triton X-100) dan kembali terjadi pelipatan protein. Kemudian gel diwarnai dengan pewarna yang sesuai dengan enzim yang diujikan. Metode zimogram bersifat mudah, sensitif, dan kuantitatif dalam menganalisis aktivitas enzim (Kleiner & Stetler-Stevenson 1994; Leber & Balkwil 1997). Berat molekul protein dapat ditetapkan dengan menggunakan protein standar yang telah diketahui berat molekulnya dan memperbandingkan nilai Rf (mobilitas relatif) yang diperoleh. Pita pada gel dapat divisualisasi dengan pewarnaan, misalnya menggunakan pewarna coomasie blue atau pewarna perak nitrat (Suhartono 1989). Identifikasi Mikroorganisme dengan 16S-rRNA Madigan et al. (2000) menyatakan bahwa pada bakteri atau prokariot memiliki tiga macam ribosom RNA (rRNA) yaitu 23S-rRNA (2900 unit nukleotida), 16S-rRNA (1500 nukleotida) dan 5S-rRNA (sekitar 120 nukleotida). Gen penyandi 16S-rRNA mempunyai daerah sekuen yang konservatif yang dapat
20
digunakan untuk menduga hubungan kekerabatan secara alami antara spesies yang mempunyai kekerabatan dekat sehingga sangat menguntungkan untuk analisis filogenetik bakteri di tingkat famili, genus, spesies, maupun subspesies. (Chen et al. 2000). Woese (1987) menambahkan bahwa molekul 16S-rRNA paling banyak digunakan sebagai target asam nukleat untuk mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. Sekuen variabel berevolusi pada laju yang berbeda sehingga memberikan cukup informasi untuk menentukan kedekatan atau jauhnya hubungan filogenetik suatu organisme (Woese 1987). Madigan et al. (2000) menyatakan sekuen gen penyandi 16S-rRNA digunakan untuk menentukan pohon filogenetik dari keragaman makhluk hidup di bumi. Kekerabatan evolusi antar spesies dalam keseluruhan sistem biologi diperlukan parameter yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) terdapat pada semua makhluk hidup, 2) fungsinya identik, 3) dapat dibandingkan secara obyektif, dan 4) parameter tersebut berubah sesuai dengan jarak evolusinya sehingga dapat dijadikan sebagai kronometer evolusi yang handal. Analisis molekuler dengan sekuen gen penyandi 16S-rRNA pada prinsipnya meliputi ekstraksi DNA total, amplifikasi gen penyandi 16S-rRNA, penentuan sekuen klon yang mengandung gen 16S-rRNA dan analisis perbandingan sekuen yang telah diketahui dalam database (Madigan et al. 2000).
21
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai Februari 2012 di Laboratorium Bioteknologi, Balai Besar Penelitian Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan Perikanan (BBP4BKP), Jakarta. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain ialah isolat PMP 0126y koleksi dari BBP4BKP hasil isolasi dari limbah pengolahan rumput laut Glacilaria sp. dari daerah Pameungpeuk Jawa Barat. Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu agar-agar nutrien (NA), kaldu nutrien (NB), Carboxymethyl
Cellulose
(CMC),
MgSO4.7H2O,
K2HPO4,
FeSO4.7H2O,
CaCl2.2H2O, ekstrak khamir, NH4NO3, KH2PO4, glukosa. Bahan kimia lain yang digunakan antara lain yaitu bovin serum albumin (BSA) standar, sodium tartarat, asam dinitrosalisilat (DNS), bufer sitrat-fosfat, bufer asetat, bufer tris-HCl, NaCl, etanol, merah kongo, sodium dodesil sulfat (SDS), Triton X-100, glysin, dan membran ultrafiltrasi yaitu polyetersulfon (Model UFP-10-E-4MA, dengan area permukaan 420 cm2 dan tipe membran sebesar 10.000 NMWC (Nominal Molecular Weigth Cutoff)) (GE Healthcare Bio-Sciences Corp), matriks DEAE SepharoseTM Fast Flow (Amersham Bioscience, Upsalla Sweden). Alat yang akan digunakan antara lain : laminar/transfer box (Labconco), jarum tanam bulat (ose), jarum tanam tajam, marker OHP permanen, penggaris, gunting, pematik api mekanik, cawan petri steril, tabung reaksi, tabung erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, pembakar spritus, botol alkohol, spatel Drygalski, Colony counter (Chiltern), spektrofotometer UV (Spectronic Genesys
TM
), sentrifugasi mikro suhu rendah (Beckman Coulter
TM
®
20
Microfuge
®
22 R Centrifuge), timbangan analitik (Mettler Toledo Model : ML204/02 Type New Classic MF), timbangan digital (Mettler PE 360 Deltra Range®), pemanas air kompor listrik (Maspion), vorteks (Thermolyne maxi mix plus), tabung mikro, autoklaf (Hirayama Tokyo Japan), oven (Sanyo), inkubator (GallenKamp), inkubator statis/goyang (Shel Lab), mikropipet 10 mL, 1 mL, 200 µL, dan 20 µL (NICHIRYO Tokyo Japan), lemari pendingin, PCR (Gen Amp PCR System 9700
22
Applied Biosystem dan BIOMETRA Tprofesional Thermoclyne), Microspin (FV2400), piranti elektroforesis SDS-PAGE (Amersham Bioscience, Swedia), piranti elektroforesis DNA (Portsmouth NH, USA), batang pengaduk, Akta Purifier (Amersham Biosciences UPC-900, Upsalla Sweden), Blok panas (Biometra), Ultrafiltrasi (Watson Marlow). Peremajaan Isolat PMP 0126y Peremajaan isolat PMP 0126y dilakukan dengan menumbuhkan isolat bakteri pada media agar-agar nutrien (NA). Bakteri tersebut diinkubasi di dalam inkubator selama 1 x 24 jam pada suhu 37 0C (Munifah et al. 2011). Kemudian, dilanjutkan dengan pengamatan secara morfologi bakteri yaitu pewarnaan Gram. Pengamatan Morfologi Isolat PMP 0126y Morfologi isolat PMP 0126y diamati dengan melakukan pewarnaan Gram yang dilihat dengan menggunakan mikroskop. Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara memfiksasi bakteri pada kaca objek gelas dengan menggunakan larutan KH2PO4 (Lampiran 1) sebanyak 3 tetes di atas api bunsen. Preparat olesan bakteri yang telah difiksasi panas digenangi pewarna ungu kristal violet selama 1 menit, dibilas dengan air, dan ditiriskan. Olesan digenangi iodium Gram selama 1 menit dan dicuci dengan 95% etanol (decoloration solution) selama 30 detik sampai pewarna ungu kristal pada preparat tidak terbilas lagi dan dicuci dengan akuades sampai warna olesan menjadi bening. Olesan digenangi kembali dengan larutan safranin selama 1 menit, dibilas dengan akuades, dan ditiriskan sampai kering. Bakteri yang telah diwarnai diamati dengan mikroskop medan terang pada perbesaran 1000-2000 x (Cappucino & Sherman 1983). Hasil pewarnaan Gram isolat PMP 0126y difoto menggunakan kamera mikroskop (Olympus DP12) yang dikerjakan di laboratorium Mikrobiologi, BBP4BKP. Identifikasi Bakteri secara Molekuler Identifikasi isolat bakteri secara molekuler dilakukan berdasarkan sekuen gen penyandi 16S-rRNA (Suwanto et al. 2000). Identifikasi isolat dilakukan dengan menentukan sekuen gen penyandi 16S-rRNA melalui PCR dan membandingkannya dengan data sekuen yang tersedia di Gene Bank. Tahap-tahap
23
analisis isolasi bakteri secara molekuler meliputi a) isolasi DNA total, b) amplifikasi gen penyandi 16S-rRNA dengan PCR, c) verifikasi dengan elektroforesis gel agarosa, d) ekstraksi DNA dari agarosa, e) cycle sequencing, f) purifikasi hasil PCR, dan g) sequencing hasil PCR. Isolasi DNA Total (Maniatis et al. 1989). Isolasi DNA total dilakukan dengan menggunakan kit Genomic DNA Purification (Fermentas Life Biosciences, EU). Isolat bakteri dikulturkan pada media kaldu nutrien selama 12-14 jam. Sebanyak 1,5 mL kultur dimasukkan ke dalam tabung mikro dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 9000 x g. Supernatan dibuang dan ditambahkan kultur lagi berulang-ulang sampai diperoleh pelet dalam jumlah yang cukup. Ke dalam pelet ditambahkan 200 µL bufer TE dan 50 µL lisozim (10 mg dalam 167 ml), dibolak-balik dan diinkubasi selama semalam pada suhu 37 0C. Selanjutnya ke dalam tabung mikro ditambahkan 200 µL bufer lisis, diinkubasi pada suhu 65
0
C selama 10 menit (setiap 3 menit dilakukan
inversi/tabung dibolak-balik). Kemudian ditambahkan 600 µL kloroform, diinversi perlahan sampai terbentuk dua fase yaitu fase atas dan fase bawah. Selanjutnya disentrifugasi pada suhu 4 0C dengan kecepatan 13.000 x g selama 10 menit. Saat sedang dilakukan sentrifugasi, disiapkan larutan pengendapan dengan mencampurkan 80 µL larutan pengendapan dengan 720 µL air distilasi. Setelah sentrifugasi selesai dilanjutkan dengan mengambil fase atas/fase cair (aqueous phase) perlahan-lahan dan dimasukkan ke dalam larutan pengendapan. Pada saat dimasukkan ke dalam larutan pengendapan akan terlihat benang-benang DNA dan didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang. Setelah itu, dilakukan sentrifugasi pada suhu 4 0C dengan kecepatan 13.000 x g selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan DNA yang mengendap ditambahkan dengan 100 µL NaCl dan dikocok kuat dengan vortex. Selanjutnya ditambahkan 300 µL etanol absolut (100%) dan diinkubasi pada suhu 4 0C selama 20 menit. Kemudian disentrifugasi pada suhu 4 0C dengan kecepatan 13.000 x g selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan DNA yang mengendap ditambahkan dengan etanol 70% dan disentrifugasi kembali pada suhu 4 0C dengan kecepatan 13.000 x g selama 10 menit. Supernatan dibuang dan
24
DNA yang mengendap dikeringkan sebelum diresuspensi dengan bufer TE untuk penyimpanan di dalam lemari es suhu 4 0C. Amplifikasi Gen Penyandi 16S-rRNA dengan PCR (Suwanto et al. 2000). DNA template diamplifikasi dengan PCR menggunakan dua primer universal spesifik untuk bakteri yaitu 63f (5’-CAGGCCTAACACAGGCAAGTC) dan 1387r (5’-GGGCGGWGTGTACAAGGC) (Marchesi et al. 1998). Ke dalam tabung mikro steril dimasukkan 18 µL ddH2O; 1,0 µL primer 63f; 1,0 µL primer 1387r; dan 25 µL Taq polymerase, kemudian dimasukkan ke dalam PCR. Kondisi PCR terdiri atas tahap: pre-PCR (95 0C, 5 menit), denaturasi (95 0C, 1 menit), annealing atau pelekatan primer (56 0C, 1 menit 15 detik), elongasi atau pemanjangan primer (72 0C, 1 menit 30 detik), post-PCR (72 0C, 7 menit), dan penyimpanan/pendinginan (4 0C). Proses PCR tersebut dilakukan sebanyak 30 siklus. Hasil PCR kemudian divisualisasi dengan elektroforesis 1% gel agarosa. Proses selanjutnya yaitu ekstraksi DNA dari agarosa, analisis sekuen parsial gen penyandi 16S-rRNA, dan sequencing hasil PCR dilakukan oleh 1st base, Singapura. Data sekuen DNA yang telah diperoleh dibandingkan dengan data sekuen di Gene Bank untuk menentukan pohon filogenetiknya. Analisis klaster dilakukan dengan menggunakan program dari National Center Biotechnology Information (NCBI) (Van de Peer & De Watcher 1993), sedangkan pembuatan pohon filogenetik menggunakan program Clustal X2 dan NJ-plot. Uji Kualitatif Enzim Selulase Uji aktivitas selulolitik dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif dilakukan dengan metode pewarnaan merah kongo 0,1%. Isolat PMP 0126y ditotolkan pada media agar-agar CMC (Lampiran 1). Bakteri diinkubasi selama 5 hari pada suhu 37 0C. Kemudian dilakukan uji aktivitas bakteri dengan menambahkan merah kongo 0,1% sebanyak 15 mL dan didiamkan selama 30-60 menit. Setelah itu dibilas sebanyak 2-3 kali dengan 15 mL NaCl 1 M dan didiamkan selama 15 menit. Diameter zona bening dan diameter koloni yang terbentuk diukur. Uji aktivitas selulase dilihat dari indeks selulase yang terbentuk. Indeks selulase merupakan nisbah antara diameter zona bening dengan diameter koloni. Semakin besar indeks selulolitik yang dihasilkan maka semakin besar enzim yang dihasilkan oleh isolat bakteri tersebut. Indeks selulolitik atau indeks
25
aktivitas selulase (IAS) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Kader & Omar 1998): Indeks selulolitik =
Penentuan Waktu Optimum Produksi Enzim Selulase Penentuan waktu optimum produksi enzim selulase diawali dengan penentuan waktu penuangan inokulum. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui waktu pertumbuhan eksponensial bakteri pada inokulum yang akan digunakan. Penentuan waktu inokulum dilakukan dengan mengkultur 2 lup isolat di dalam 10 mL kaldu nutrien dan diinkubasi selama 12-14 jam, kemudian dituang ke dalam 50 mL media cair CMC. Kultur diinkubasi pada suhu 30 0C di dalam penangas goyang dengan kecepatan agitasi 150 rpm. Pengambilan sampel dilakukan selama 27 jam inkubasi dengan rentang waktu sampling 3 jam untuk diukur nilai Optical Density (OD) pada panjang gelombang 600 nm. Setelah itu, dibuat kurva pertumbuhan bakteri untuk menentukan waktu yang terbaik pada penuangan inokulum pada media produksi. Selanjutnya, dilakukan penghitungan jumlah koloni total pada cawan (TPC) untuk memperkirakan jumlah sel bakteri pada setiap nilai OD yang dihasilkan. Setelah waktu penuangan inokulum ke dalam media produksi diketahui, dilanjutkan dengan penentuan waktu optimum aktivitas enzim selulase. Sebanyak 5 mL kaldu nutrien yang telah mengandung biakan sel diinokulasikan ke dalam 25 mL media inokulum yang mengandung glukosa 0,1%. Inokulum tersebut dituang ke dalam 250 mL media produksi tanpa glukosa (sebanyak 10% dari media produksi). Waktu penuangan inokulum dilihat dari waktu pertumbuhan eksponensial bakteri (fase pertumbuhan logaritmik) yang telah diketahui dari kurva pertumbuhan bakteri. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari selama 6 hari waktu inkubasi dilakukan. Supernatan yang dihasilkan kemudian diuji aktivitas enzimnya dengan menggunakan metode
Miller yang dimodifikasi berdasarkan absorbansi
maksimum larutan pereaksi (Wood & Saddler 1988). Larutan sampel disentrifugasi pada suhu 4 0C dengan kecepatan 9000 x g selama 10 menit. Sebanyak 1,8 mL substrat (selulosa 1%) yang dilarutkan dalam 0,1 M bufer sitrat
26
fosfat pH 5, kemudian ditambah dengan 0,2 mL enzim selulase, dikocok kuat dengan vortex, selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu 30 0C, dan reaksi enzim dihentikan dengan pendidihan pada suhu 100 0C selama 15 menit. Setelah itu, diambil sebanyak 1 mL dari campuran reaksi dan ditambah dengan 1 mL DNS, dididihkan pada suhu 100 0C selama 15 menit. Setelah larutan dingin absorbansi diukur pada λ 575 nm. Perlakuan kontrol dan blanko dilakukan secara bersamaan dengan metode dan tahapan yang sama. Pada kontrol, enzim yang akan direaksikan
dengan
substrat
telah
diinaktivasi
terlebih
dahulu
dengan
memanaskan enzim selama 15 menit dalam air mendidih. Pada blanko, larutan enzim diganti dengan akuades untuk direaksikan dengan substrat. Aktivitas enzim diukur pada setiap pengambilan sampel yang dilakukan sehingga dapat diketahui waktu optimum produksi enzim selulase. Aktivitas selulase dinyatakan dalam satuan internasional yaitu U/mL. Satu unit merupakan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk memecah 1 µmol selulosa menjadi gula pereduksi per menit pada kondisi pengujian. Kadar glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis selulosa dengan enzim selulase berdasarkan nilai absorbansi pada λ 575 nm. Absorbansi = ((As - Ab) - (Ak - Ab)) Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam persamaan yang diperoleh dari kurva standar glukosa (Lampiran 2). Kemudian, aktivitas selulase dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Irawan et al. 2008) yang dimodifikasi. Aktivitas selulase (U/mL) = Keterangan : As = Absorbansi sampel Ab = Absorbansi blanko Ak = Absorbansi kontrol V = volume enzim (0,2 mL) t = waktu inkubasi (30 menit) BM = Berat molekul glukosa (180 Dalton) Produksi Enzim Kasar Selulase Produksi enzim selulase dilakukan berdasarkan prosedur dan waktu inkubasi yang telah diketahui aktivitas selulase tertinggi pada kurva aktivitas
27
selulase yang dihasilkan. Media pertumbuhan produksi diinkubasi pada suhu 30 0C di dalam penangas goyang dengan kecepatan agitasi 150 rpm, kemudian enzim selulase dipanen selama waktu produksi tertinggi yang telah didapatkan sebelumnya. Kultur sel pada media produksi yang mengandung enzim selulase ekstraseluler disentrifugasi pada kecepatan 10.000 x g selama 15 menit untuk memisahkan larutan enzim dengan pelet bakteri. Supernatan hasil sentrifugasi kemudian disimpan pada suhu 10 0C sebagai enzim ekstrak kasar. Pemurnian Enzim Selulase Pemurnian awal enzim dilakukan dengan melakukan pemekatan enzim menggunakan ultrafiltrasi dan pengendapan amonium sulfat. Pemekatan enzim ekstrak kasar dengan ultrafiltrasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ultrafiltrasi dan membran filtrasi. Enzim ekstrak kasar dimasukkan ke dalam tabung dan kecepatan pompa ultrafiltrasi sebesar 200-250 rpm. Pemekatan enzim dilakukan sampai 10 kali pemekatan, sehingga pada akhirnya akan menghasilkan enzim hasil ultrafiltrasi dan filtrat yang keluar dari membran filtrasi. Pengendapan enzim kasar selulase dengan amonium sulfat dilakukan dengan menambahkan amonium sulfat ke dalam 20 mL enzim kasar selulase pada beberapa tingkat konsentrasi yaitu 30-90% dengan selang konsentrasi 10% kemudian diaduk perlahan dengan pengaduk magnetik pada suhu dingin selama 30 menit sampai semua amonium sulfat larut. Sebelum hasil endapan disentrifugasi, campuran enzim dan amonium sulfat pada berbagai konsentrasi didiamkan di dalam lemari pendingin suhu 4 0C selama semalam. Hal ini dilakukan agar amonium sulfat yang diberikan pada enzim dapat mengendapkan semua enzim selulase. Kemudian hasil pengendapan disentrifugasi dengan kecepatan 9000 x g pada suhu 4 0C selama 15 menit. Endapan yang dihasilkan dipisahkan dengan supernatan, kemudian endapan ditambah dengan bufer sitrat fosfat 0,05 M pH 5 sebanyak dua kali volume pelet yang dihasilkan (Rosenberg 1996). Endapan enzim dengan amonium sulfat ini akan dihitung aktivitas enzim selulase, kadar protein, dan diukur volume enzim hasil pemurnian. Selanjutnya
28
dipilih salah satu metode pemekatan berdasarkan hasil uji aktivitas selulase tertinggi. Enzim hasil pemekatan dimurnikan dengan menggunakan Akta Purifier. Proses purifikasi dengan kromatografi yang dilakukan tergolong ke dalam kromatografi penukar anion (KPA) dengan menggunakan kolom (40 cm, diameter 50 mm). Matriks DEAE SepharoseTM Fast Flow sebagai fase diamnya, dan bufer Tris-HCl 0,05 M pH 8 dengan gradien konsentrasi 1 M NaCl dalam Tris-HCl 0,05 M pH 8 sebagai fase geraknya. Matriks sepharose merupakan cross-linked agarosa 6% berbentuk bola berukuran 45-165 µm, dapat bekerja pada suhu 4-40
0
C dan stabil pada pH 2-14 (GE Healthcare). Kecepatan alir eluen
1 mL/menit. Volume selulase yang dimurnikan sebanyak 4 mL. Volume fraksi yang ditampung masing-masing sebanyak 5 mL. Serapan setiap fraksi yang ditampung diukur oleh alat spektrofotometer (mAu) yang terdapat pada alat Akta Purifier. Hasil pemurnian dengan Akta Purifier selanjutnya diuji aktivitas enzim selulasenya. Analisis Elektroforesis SDS-PAGE dan Zimogram Elektroforesis protein dilakukan dengan dua metode yaitu elektroforesis SDS-PAGE dan Zimogram. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan 10% poliakrilamida sebagai gel pemisah dan 4% poliakrilamida sebagai gel pengumpul atau penahan (Tabel 6). Tabel 6 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk sepasang gel Komposisi Akuades Substrat CMC 1,5 M Bufer Tris-HCl pH 8,8 0,5 M bufer Tris-HCl pH 6,8 10% SDS 30% akrilamida/bis 10% Amonium Persulfat TEMED (N,N,N’,N’tetrametilen-etilendiamin
10% Gel Pemisah SDS (mL) Zimogram (mL) 3,4 2,4 1 2,5 2,5 0,1 0,1 4 4 0,05 0,05 0,025
0,025
4% Gel Penahan (mL) 3,05 1,25 0,05 0,65 0,05 0,025
Sebelum dimasukkan ke dalam sumur, sebanyak 20 µL sampel dan 1 µL standar protein masing-masing dicampur dengan 5X bufer sampel (Lampiran 1)
29
dalam tabung mikro. Sampel protein yang telah dicampur dengan bufer sampel dipanaskan di dalam blok panas selama 5-7 menit, kecuali pada sampel untuk zimogram tidak dipanaskan. Kemudian sebanyak 20 µL campuran tersebut dimasukkan ke dalam sumur pada gel penahan menggunakan mikropipet 10 µL. Setelah gel dipasang dalam piranti elektroforesis, sebayak 300-400 mL 1X bufer elektroforesis (Lampiran 1) dituangkan pada tempatnya. Proses elektroforesis berlangsung selama 2 jam pada tegangan 100 volt dan 50 mA di dalam piranti elektroforesis (Amersham Bioscience, Swedia). Setelah selesai, gel dilepas dan jarak migrasi diukur dari batas atas gel pemisah. Gel SDS-PAGE kemudian direndam dalam larutan pewarna perak nitrat berdasarkan protokol kit Fermentas dengan berbagai tahapan perendaman dengan berbagai larutan yaitu larutan peluntur gel 1 dan 2, larutan sensitizer, larutan pewarna, larutan pencuci gel, dan larutan akhir (Lampiran 1). Setelah itu, pita protein hasil elektroforesis terlihat dan difoto. Pada gel elektroforesis untuk zimogram, gel kemudian direnaturasi dengan merendam gel di dalam 2,5% Triton X-100 selama satu jam sambil digoyang konstan. Gel ditiriskan dan direndam dalam 0,05 M bufer sitrat fosfat pH 5 selama 1,5-2 jam sambil digoyang perlahan dalam inkubator goyang pada suhu 30 0C. Kemudian gel diwarnai dengan 0,1% kongo merah selama 30 menit, selanjutnya direndam dengan 1 M NaCl selama 15 menit (perendaman dilakukan sebanyak tiga kali). Zona bening di sekitar pita yang terbentuk dibandingkan dengan penanda berat molekul sehingga dapat diketahui berat molekul enzim selulase yang dapat menghidrolisis substrat CMC pada gel akrilamida. Perkiraan berat molekul relatif ditentukan dengan membandingkan migrasi pita protein dengan pita standar penanda massa molekul relatif berberat molekul rendah (14,4-97 kDa, GE) dan molekul tinggi (53-220 kDa, GE). Standar protein berat molekul rendah terdiri atas Fosforilase b (otot kelinci) 97 kDa, albumin (serum bovin) 66 kDa, ovalbumin (putih telur) 45 kDa, karbonat anhidrase (eritrosit bovin) 30 kDa, tripsin inhibitor (kedelai) 20,1 kDa, dan α-laktalbumin (susu bovin) 14,4 kDa. Standar berat molekul tinggi terdiri atas miosin (otot kelinci) 212 kDa, α-2-makroglobulin (plasma bovin) 170 kDa, β-galaktosidase
30
(E. Coli) 116 kDa, transferin (manusia) 76 kDa, dan glutamat dehidrogenase (hati bovin) 53 kDa. Pengukuran Kadar Protein Pengukuran kadar protein bertujuan untuk mengukur kandungan protein yang terdapat dalam enzim selulase yang dihasilkan menggunakan metode Bradford (1976). Sebanyak 20 µL enzim direaksikan dengan 1,0 mL Coomassie Brilliant Blue G-250 kemudian dikocok kuat dengan vortex. Absorbansi dibaca pada λ 595 nm. Blanko menggunakan 20 µL air distilasi yang direaksikan dengan 1,0 mL Coomassie Brilliant Blue G-250. Standar protein menggunakan bovine serum albumin (BSA) pada kisaran 0,1-1,0 mg protein/mL dari 2 mg/mL larutan stok BSA. Pengujian mikro dalam mengukur kadar protein menggunakan BSA pada kisaran 0,01-0,1 mg protein/mL. Karakterisasi Enzim Selulase pH Optimum. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diuji dengan menambahkan 0,2 mL enzim yang direaksikan dengan 1,8 mL substrat. Substrat dibuat dengan mencampurkan 1,8 g CMC ke dalam bufer dengan berbagai tingkatan pH 3-9, antara lain yaitu 0,05 M bufer asetat (3, 4, 5), 0,05 M bufer sitrat fosfat (5, 6, 7), dan 0,05 M bufer tris-HCl (7, 8, 9). Masing-masing enzim diinkubasi pada suhu 30 0C selama 30 menit. Aktivitas enzim selulase diukur sesuai dengan prosedur pengujian sebelumnya. Suhu Optimum. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dilakukan dengan mereaksikan 0,2 mL enzim dengan 1,8 mL substrat di mana substrat dibuat dengan mencampurkan 1,8 g CMC dalam bufer pH optimum. Enzim yang telah dicampurkan dengan substrat kemudian diinkubasi pada tingkatan suhu antara 30 0C sampai dengan 90 0C dengan selang 10 0C selama 30 menit waktu inkubasi. Aktivitas enzim selulase diukur sesuai dengan prosedur pengujian sebelumnya. Kestabilan Suhu. Pengukuran kestabilan suhu enzim dilakukan dengan menginkubasi enzim selulase selama 15, 30, 45, 60, 90, 120, dan 240 menit pada tiga variasi suhu yaitu 30 0C, 40 0C, 50 0C. Kestabilan enzim dilihat dari besarnya persentase penurunan aktivitas relatif dari aktivitas relatif tertinggi (100%) yaitu
31
pada suhu dan pH optimumnya dikondisi pengujian sebelumnya (Jung et al. 2008). Substrat Spesifik. Pengujian aktivitas selulase pada berbagai substrat dilakukan dengan CMC teknis, CMC murni, avisel, kertas Whatman filter paper No. 1, limbah rumput laut pengolahan agar-agar PT. Agarindo yang didelignifikasi dengan NaOH 6%, Limbah rumput laut pengolahan agar-agar Pemeungpeuk yang didelignifikasi dengan 4 dan 6% NaOH serta 1% H2SO4, limbah pengolahan alginat dari rumput laut Sargassum sp. yang dilarutkan dalam bufer pH optimum dan diinkubasi pada suhu optimum selama 30 menit. Kestabilan Enzim pada Ion Logam dan Bahan Aditif. Kestabilan enzim pada bahan aditif yang diberikan antara lain yaitu ion logam KCl, NaCl (monovalen), CaCl2.2H2O, MgCl2. 6 H2O, ZnCl2 (divalen), FeCl3 (trivalen), senyawa pengkelat logam EDTA yang ditambahkan sebanyak 5 mM dan 10 mM (Jung et al. 2008). Campuran enzim dengan ion logam diinkubasi pada pH dan suhu optimum enzim. Reaksi enzim pada pengujian pH, suhu, substrat spesifik, serta kestabilan pada ion logam dan bahan aditif serta kestabilan suhu dihentikan dengan menambahkan 1 mL DNS, kemudian dipanaskan pada air mendidih selama 15 menit. Absorbansi diukur menggunakan spektofotometer pada λ 575 nm.
32
HASIL
Identifikasi Isolat PMP 0126y Isolat PMP 0126y merupakan isolat koleksi BBP4BKP yang diisolasi dari limbah hasil pengolahan rumput laut Glacilaria sp. menjadi agar-agar di daerah Pemeungpeuk, Jawa Barat. Isolat PMP 0126y dapat tumbuh baik pada media agar-agar nutrien dan tergolong pada bakteri mesofilik karena tumbuh pada suhu 37 0C. Isolat PMP 0126y diidentifikasi secara langsung dengan melihat morfologi koloni bakteri (Gambar 7). Ciri morfologi yang dimiliki oleh isolat PMP 0126y yaitu warna koloni kuning jingga, bundar, mengkilat. Berdasarkan hasil pewarnaan Gram menggunakan mikroskop (Olympus DP12) dengan perbesaran 1000 x, isolat PMP 0126y tergolong dalam bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek (Gambar 8).
Gambar 7 Isolat PMP 0126y.
Gambar 8 Pewarnaan Gram isolat PMP 0126y dengan perbesaran 1000 x.
Analisis gen penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y dilakukan dengan proses amplifikasi dengan PCR (GeneAMP PCR System 9700, Applied Biosystem) menggunakan sekuen komplemen DNA genom isolat PMP 0126y yang digandakan dengan primer 63f dan 1387r. Gen penyandi 16S-rRNA dari isolat PMP 0126y yang berhasil diamplifikasi dengan PCR sebesar ±1282 pasang basa (Gambar 9). Hasil analisis sekuen parsial DNA penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y sebanyak 1282 pasang basa dari arah 5’-3’ (Gambar 10).
33
M
+
-
PMP 0126Y
bp 1282 bp
Gambar 9 Hasil amplifikasi dari gen penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y. 1 51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1001 1051 1101 1151 1201 1251
GAGAGCGGCG TACGGGTGCG GAACACGTGT GCAACCTGCC TTTATCTGGG GGATAGCCTT TCGAAAGGAA GATTAATACC CCATAATATA TTGAATGGCA TCATTTGATA TTGAAAACTC CGGTGGATAG AGATGGGCAC GCGCAAGATT AGATAGTTGG TGAGGTAACG GCTCACCAAG TCAGCGATCT TTAGGGGGCC TGAGAGGGTG ATCCCCCACA YTGGTAMTTG AGACAMGGRC CCAGAMTYCT TACGGGAGGG CAGCCAGTGA AGGAATATTT GGACAATGGG GTGAGAGCCT TGATCCCAGC CATCCCGGCG TGAAAGGACG ACGGCCCTTA TGGGTTGTAA ACTTYTTTTT GTATAGGGGA TAAACCTACC CTCGTGAGGG TAGCTGAAGG TACTATACGA ATAAGCACCG GCTAACTCCG TGCCAGCAGC CGCGGTAATA CGGAGGGTGC AAGCGTTATC CGGATTTATT GGGTTTAAAG GGTCCGTAGG CTGATTTGTA AGTCAGTGGT GAAATCTCAC AGCTTAACTG TGAAACTGCC ATTGATACTG CAAGTCTTGA GTGTTGTTGA AGTAGCTGGA ATAAGTAGTG TAGCGGTGAA ATGCATAGAT ATTACTTAGA ACACCAATTG CGAAGGCAGG TTACTAAGCA ACAACTGACG CTGATGGACG AAAGCGTGGG GAGCGAACAG GATTAGATAC CCTGGTAGTC CACGCCGTAA ACGATGCTAA CTCGTTTTTG GGCTTTTGGG TTCAGAGACT AAGCGAAAGT GATAAGTTAG CCACCTGGGG AGTACGAACG CAAGTTTGAA ACTCAAAGGA ATTGACGGGG GCCCGCACAA GCGGTGGATT ATGTGGTTTA ATTCGATGAT ACGCGAGGAA CCTTACCAAG GCTTAAATGG GGAAATGACA GGCTTAGAAA ATAGGCTTTT CTTCGGACAT TTTTCAAGGT GCTGCATGGT TGTCGTCAGC TCSTGCCCGT GAGGTGTTAA GGTTAAGTCC TTGCAACGAA GCGCAACCCC TTGTCACTAR TTTGCCATCA TTTAAKTTGG GGGACTCTAG TKARAACTGC CTACSCCAAG TARARARGAA AAGKTGGGGA TRAMGTCAAA TCATCACGGC CCTTACGCCT TGGGCCACAC ACGTAATACA ATGGCCGGTA CAGAGGGCAG CTACACTGCG AAGTGATGCA AATCTCGAAA GCCGGTCTCA GTTCGGATTG GAGTCTGCAA CTCGACTCTA TGAAGCTGGA ATCGCTAGTA ATCGCGCATC AG
Gambar 10 Sebagian sekuen DNA penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y dari (arah 5’-3’). Sekuen komplemen DNA penyandi 16S-rRNA isolat PMP 0126y dianalisis dengan program FASTA dari koleksi Genebank National Center Biotechnology Information (NCBI). Berdasarkan analisis sekuen DNA tersebut, isolat PMP 0126y memiliki kemiripan sebesar 96% dari 1282 nukleotida yang
34
overlapped (bertumpang tindih) dengan 1234 nukleotida dengan bakteri Chryseobacterium indologenes galur McR-1 (Gambar 11).
Gambar 11 Pohon filogenetik isolat PMP 0126y. Pertumbuhan dan Produksi Enzim Selulase Isolat PMP 0126y ditumbuhkan pada media agar-agar yang mengandung 1% CMC membentuk zona bening pada uji kualitatif yang dilakukan (Gambar 12). Zona bening yang dihasilkan menunjukkan adanya enzim selulase ekstraseluler yang dikeluarkan oleh isolat PMP 0126y. Indeks selulolitik isolat PMP 0126y sebesar 1,9 pada inkubasi hari kelima dengan pH media 6 dan suhu 37 0C.
35
Gambar 12 Zona bening isolat PMP 0126y. Isolat PMP 0126y merupakan bakteri aerob yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Pada saat dilakukan optimasi produksi enzim, isolat ini ditumbuhkan pada suhu 30 0C dengan kecepatan agitasi 150 rpm. Pertumbuhan bakteri dilihat dari nilai kerapatan optis yang dihasilkan pada setiap jam pengukuran yaitu setiap 3 jam pada panjang gelombang 600 nm (Lampiran 4). Isolat PMP 0126y mulai mengalami peningkatan pertumbuhan bakteri (fase eksponensial) pada 6-12 jam inkubasi dengan jumlah sel yang tertinggi dihasilkan sebesar 9,7 log10 CFU/mL. Selanjutnya pada jam ke-12 sampai jam ke21, jumlah sel yang dihasilkan konstan yaitu 9,7 log10 CFU/mL. Pada jam ke-24 sampai jam ke-27 isolat PMP 0126y terjadi penurunan menjadi 8,9 log10 CFU/mL (Gambar 13).
Gambar 13 Kurva pertumbuhan isolat PMP 0126y. Kurva pertumbuhan isolat PMP 0126y yang dihasilkan menjadi dasar waktu penuangan inokulum yang terbaik yaitu saat isolat berumur 6-9 jam. Diperkirakan bahwa kultur isolat yang akan dituang ke dalam media produksi sekitar 9,4-9,5 Log sel10/mL. Selanjutnya, optimasi produksi enzim selulase dilihat dengan mengukur aktivitas selulase yang dihasilkan selama waktu inkubasi/fermentasi. Pada akhirnya diperoleh aktivitas enzim selulase yang tertinggi selama enam hari pengamatan yaitu pada hari ketiga inkubasi (Lampiran
36
5), dengan aktivitas selulase sebesar 0,108 U/mL dan aktivitas spesifik 0,120 U/mg serta kadar protein sebesar 0,895 mg/mL. Kadar glukosa yang dihasilkan pada saat itu sebesar 0,117 mg/L. Fase pertumbuhan eksponensial bakteri pada media produksi pada hari pertama dan kedua sebesar 9,1 log10 CFU/mL dan jumlah sel terus stabil sampai hari keempat dan semakin menurun sampai hari keenam dengan jumlah sel bakteri sebesar 8,9 Log10 CFU/mL (Gambar 14, Lampiran 5).
Gambar 14 Kurva aktivitas selulase, aktivitas spesifik, dan jumlah sel bakteri PMP 0126y. Produksi selulase oleh isolat PMP 0126y pada media yang mengandung glukosa 0,1% menunjukkan aktivitas selulase tertinggi dihasilkan pada hari ketiga inkubasi (Gambar 15, Lampiran 5) sama seperti pada media produksi yang tidak mengandung glukosa (Gambar 14).
Gambar 15 Kurva aktivitas selulase, aktivitas spesifik, dan jumlah sel bakteri PMP 0126y pada media yang mengandung glukosa 0,1%.
37
Penambahan glukosa sebanyak 0,1% pada media produksi menghasilkan jumlah sel sebesar 9,4 log10 CFU/mL, sedangkan jumlah sel tertinggi pada media produksi tanpa glukosa hanya 9,1 log10 CFU/mL. Aktivitas selulase yang tertinggi pada hari ketiga sebesar 0,070 U/mL dan aktivitas spesifik 0,116 U/mg dengan kadar protein sebesar 0,606 mg/mL pada media produksi yang mengandung glukosa 0,1%. Pemurnian Enzim Selulase Enzim selulase diproduksi selama 3 hari yang menunjukkan waktu produksi tertinggi, kemudian dimurnikan dengan melakukan pemekatan enzim melalui dua cara pemekatan yaitu pengendapan amonium sulfat dan ultrafiltrasi. Persen kadar amonium sulfat yang menghasilkan aktivitas selulase tertinggi diperoleh pada 50% kejenuhan amonium sulfat. Aktivitas selulase yang dihasilkan sebesar 0,072 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 0,128 U/mg pada endapan, sedangkan pada supernatan dihasilkan aktivitas selulase sebesar 0,068 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 0,105 U/mg. Selulase tanpa penambahan amonium sulfat (kontrol) memiliki aktivitas sebesar 0,064 U/mL dan aktivitas spesifik 0,075 U/mg (Gambar 16, Lampiran 5).
Gambar 16 Aktivitas spesifik dari pengendapan selulase dengan amonium sulfat. Selain melakukan pemekatan enzim dengan amonium sulfat, pemekatan enzim juga dilakukan dengan ultrafiltrasi. Aktivitas selulase yang diperoleh pada ultrafiltrasi 10 kali pemekatan (10.000 NMWC) sebesar 0,112 U/mL pada hasil ultrafiltrasi (retentat), dan 0,059 U/mL pada filtrat yang keluar dari alat
38
ultrafiltrasi (permeat). Aktivitas selulase tanpa pemekatan dengan ultrafiltrasi (kontrol) menghasilkan aktivitas sebesar 0,069 U/mL (Tabel 7). Tabel 7 Aktivitas selulase hasil ultrafiltrasi Enzim selulase Ultrafiltrasi Retentat Permeat Kontrol Hasil
Kadar glukosa (mg/L)
Aktivitas selulase (U/mL)
Kadar protein (mg/mL)
Aktivitas spesifik (U/mg)
0,121 0,064 0,069
0,112 0,059 0,064
0,822 0,598 0,750
0,136 0,099 0,086
ultrafiltrasi
kemudian
dimurnikan
dengan
menggunakan
kromatografi penukar anion menggunakan alat Akta Purifier. Dari 75 fraksi hasil kromatografi penukar anion, puncak tertinggi dihasilkan oleh fraksi ke-48 pada konsentrasi NaCl sebesar 37,3 mM (Gambar 17). Hasil uji aktivitas selulase fraksi ke-48 sebesar 0,154 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 1,301 U/mg. Aktivitas selulase pada fraksi ke-51 sebesar 0,147 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 1,591 U/mg.
mAU
1M
NaCl (0,5 M)
48
46
6
51 55
6 6
6
No Fraksi Gambar 17 Profil elusi enzim selulase pada kromatografi DEAE penukar ion menggunakan matriks Sepharose. Hasil uji aktivitas selulase yang dilakukan, memperlihatkan bahwa fraksi yang membentuk fraksi puncak (fraksi 46-55) dapat menghasilkan aktivitas
0,0 M
39
selulase (Lampiran 5). Selulase dari fraksi ke-48 dan 51 digabung dan diukur aktivitasnya sebesar 0,143 U/mL dengan aktivitas spesifik sebesar 1,361 U/mg. Gabungan fraksi ke-46 sampai fraksi ke-55 (tanpa fraksi 48 & 51) menghasilkan aktivitas selulase sebesar 0,157 U/ml dengan aktivitas spesifik sebesar 1,297 U/mg. Hasil pengukuran tingkat kemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh ultrafiltrasi sebesar 1,58 kali dibandingkan ekstrak kasar, dan tingkat kemurnian enzim hasil penukar anion (fraksi 48 & 51, fraksi 46-55) secara berturut-turut sebesar 15,82 dan 15,08 kali (Tabel 8). Tabel 8 Hasil uji aktivitas selulase PMP 0126y pada beberapa tahap pemurnian Tahap pemurnian Ekstrak kasar Ultrafiltrasi Penukar anion (fraksi 48 & 51) Penukar anion (46-55)
Volu me (ml)
Aktivitas selulase (U/mL)
Aktivitas total (unit)
Konsentrasi protein (mg/mL)
Protein total (mg)
Aktivitas spesifik (U/mg)
Rende men (%)
Tingkat KemurNian
500
0,064
32,0
0,750
375
0,086
100
1,000
50
0,112
5,6
0,822
41,1
0,136
17,5
1,581
10
0,143
1,43
0,105
0,840
1,361
4,47
15,825
40
0,157
6,28
0,121
4,84
1,297
19,6
15,081
Analisis Berat Molekul Enzim Selulase Menggunakan SDS-PAGE dan Zimogram Pada setiap tahap pemurnian, selulase dari isolat PMP 0126y dianalisis jumlah pita protein dan berat molekulnya dengan SDS-PAGE (Gambar 18), dan zimogram dengan menggunakan substrat CMC 0,1% (Gambar 19). Pita protein enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y hasil pemekatan ultrafiltrasi, dengan pewarnaan perak nitrat didapatkan sebanyak 13 pita dengan berat molekul masing-masing sebesar : 84, 59, 55, 44, 39, 34, 30, 25, 21, 20, 17, 16, 14 kDa. Setelah dilakukan pemurnian ke dalam kolom dengan matriks Sepharose, pita protein yang dihasilkan sebanyak 5 pita dengan berat molekul masing-masing pita yaitu 75, 55, 39, 25, 19 kDa.
40
Gambar 18 Hasil elekroforesis SDS-PAGE enzim ultrafiltrasi dan fraksi pemurnian kromatografi penukar anion (kiri) dan ilustrasi berat molekul protein selulase PMP 0126y (kanan). Keterangan: A: Penanda berat protein rendah, B: Ultrafiltrasi, C: Fraksi 47, D: Fraksi 48, E: Fraksi 49. Selain SDS-PAGE, analisis zimogram juga dilakukan untuk mengetahui berat molekul protein enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y. Hasil zimogram ditandai dengan terbentuknya zona bening pada gel yang menunjukkan adanya aktivitas selulase pada gel akrilamida yang mengandung 0,1% CMC. Hasil optimasi waktu inkubasi gel memperlihatkan waktu terbaik yaitu 60 menit dengan menggunakan bufer sitrat fosfat pH 5 yang didahului dengan perlakuan renaturasi menggunakan larutan 2,5% Triton X-100 selama 1 jam. Hasil zimogram enzim hasil pemekatan (ultrafiltrasi) menunjukkan ada tiga molekul protein yang memiliki aktivitas selulolitik pada gel dengan masingmasing berat molekul yaitu 39, 30, 14 kDa yang dihitung berdasarkan mobilitas relatif terhadap standar protein (Gambar 19).
41
Gambar 19 Hasil zimogram PMP 0126y pada gel akrilamida mengandung CMC 0,1% (kiri) dan ilustrasi pita yang terbentuk dalam zimogram (kanan). Keterangan: M: Marker protein rendah A : Enzim hasil ultrafiltrasi, B : Fraksi KPA (Fraksi 48 & 51). Ketiga pita protein yang dapat diukur ditunjukkan pada enzim selulase hasil ultrafiltrasi. Enzim hasil pemurnian dengan kromatografi penukar anion (gabungan fraksi 48 & 51) tidak dapat terdeteksi. Jumlah enzim yang terlalu sedikit pada selulase hasil pemurnian kromatografi diduga menjadi penyebab sehingga zona bening tidak terlihat pada gel dan hanya terlihat pada enzim hasil ultrafiltrasi. Karakterisasi Enzim Selulase pH Optimum. Aktivitas selulase enzim hasil ultrafiltrasi tertinggi didapatkan pada bufer sitrat fosfat pH 5 dengan nilai aktivitas selulase sebesar 0,088 U/mL (Gambar 20), sedangkan aktivitas tertinggi enzim selulase hasil pemurnian dengan kromatografi penukar anion (KPA) didapatkan pada bufer dan pH yang sama yaitu pH 5 dengan aktivitas selulase sebesar 0,142 U/ml (Gambar 21).
42
Gambar 20 Pengaruh pH terhadap aktivitas selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi. Pengukuran dilakukan pada suhu 30 0C.
Gambar 21 Pengaruh pH terhadap aktivitas selulase PMP 0126y hasil kromatografi penukar anion. Pengukuran dilakukan pada suhu 30 0C. Suhu Optimum. Aktivitas selulase tertinggi yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y pada enzim hasil ultrafiltrasi didapatkan pada suhu 30 0C dengan nilai aktivitas sebesar 0,086 U/mL, sedangkan suhu optimum enzim hasil kromatografi penukar anion ialah suhu 40 0C dengan aktivitas sebesar 0,145 U/mL (Gambar 22).
43
(0C)
Gambar 22 Suhu optimum aktivitas selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi dan kromatografi penukar anion. Pengukuran dilakukan pada bufer sitrat fosfat pH 5. Hasil uji stabilitas pada variasi suhu 30, 40, 50 0C yang diperlakukan pada enzim selulase PMP 0126y memperlihatkan bahwa enzim selulase relatif stabil pada ketiga suhu tersebut. Sampai dengan 240 jam waktu inkubasi enzim, tidak terjadi penurunan aktivitas relatif enzim masih di atas 50% dari aktivitas relatif optimum (Gambar 23).
Waktu inkubasi enzim (menit) Gambar 23 Pengaruh suhu dan waktu inkubasi terhadap aktivitas selulase PMP 0126y. Pengukuran dilakukan pada bufer sitrat fosfat pH 5 dan suhu 30 0C, 40 0C, 50 0C. Substrat Spesifik. Pengujian aktivitas enzim selulase hasil ultrafiltasi pada berbagai substrat menunjukkan aktivitas tertinggi pada substrat limbah rumput laut Glacilaria sp. dari pengolahan agar-agar Pameungpeuk yang telah
44
didelignifikasi dengan NaOH 6% (Lampiran 6), dengan aktivitas selulase sebesar 0,149 U/mL, diikuti aktivitas selulase pada limbah rumput laut dari pengolahan agar-agar PT. Agarindo sebesar 0,133 U/mL (Gambar 24).
Gambar 24 Substrat spesifik enzim selulase isolat PMP 0126y hasil ultrafiltrasi. Pengukuran dilakukan pada bufer sitrat fosfat pH 5 dan suhu 30 0C. Keterangan : a) CMC murni, b) CMC teknis, c) Avisel, d) kertas Whatman No.1 e) limbah agar-agar PT Agarindo NaOH 6%, f) limbah Alginat, g) limbah agar-agar Pameungpeuk NaOH 4%, h) limbah agar-agar Pameungpeuk NaOH 6%, dan i) limbah agar-agar Pameungpeuk H2SO4 1%. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Selulase. Beberapa ion logam ditambahkan pada reaksi uji aktivitas selulase isolat PMP 0126y untuk mengetahui pengaruh ion logam terhadap aktivitas selulase. Pada konsentrasi 5 mM logam dapat meningkatkan aktivitas relatif secara berturut-turut menjadi 153% pada CaCl2 dan 129% pada MgCl2 dari aktivitas relatif optimum (100%) enzim selulase tanpa penambahan logam. Akan tetapi, pada konsentrasi 10 mM, logam KCl dan FeCl3 dapat meningkatkan aktivitas relatif secara berturut-turut menjadi 109% dan 111%. Penurunan aktivitas relatif sebanyak 50% terjadi pada penambahan logam ZnCl2 10 mM yaitu sebesar 78% dengan aktivitas relatif yang tersisa sebesar 22% (Gambar 25, Lampiran 4).
45
MgCl2
FeCl3 CaCl2 ZnCl2
Gambar 25 Aktivitas relatif selulase isolat PMP 0126y hasil ultrafiltrasi pada penambahan logam 5 mM dan 10 mM. Pengukuran dilakukan pada bufer sitrat fosfat pH 5 dan suhu 30 0C. Pada penambahan senyawa pengkelat logam seperti EDTA dapat menurunkan aktivitas relatif selulase PMP 0126y sebesar 19% pada konsentrasi 5 mM dan 34% pada konsentrasi 10 mM. Penambahan senyawa pengkelat logam dengan CaCl2 5 mM menurunkan aktivitas relatif sebesar 53% dengan aktivitas relatif yang tersisa sebesar 47%.
46
PEMBAHASAN
Identifikasi Isolat PMP 0126y Isolat PMP 0126y merupakan salah satu isolat koleksi BBP4BKP yang diisolasi dari limbah rumput laut (Munifah et al. 2011). Hasil analisis sekuen DNA menunjukkan bahwa sebanyak 1282 pasang basa DNA isolat PMP 0126y memiliki kemiripan sebesar 96% dengan bakteri Chryseobacterium indologenes galur McR-1. Berdasarkan laporan yang dikutip dari Health Protection Agency dalam National Collection of Type Culture (NCTC) bakteri Chryseobacterium indologenes rentan terhadap kalium sianida, secara aerob dapat menghidrolisis kasein, dan bakteri ini dapat menghasilkan enzim gelatinase. Selain itu, bakteri ini dapat menghidrolisis pati (Graevenitz dalam Murray et al. 1995), dan dapat menghasilkan enzim mananase (Rattanasuk & Cairns 2009). Genus Chryseobacterium termasuk ke dalam famili Flavobacteriaceae (Calderon et al. 2011). Karakter bakteri genus Chryseobacterium berbentuk batang dengan sisi yang sejajar dan ujung bulat, berukuran 0,5 x 1,0-3,0 µm, endospora tidak terbentuk, sel bakteri bersifat Gram negatif, nonmotil, aerobik, oksidase positif, katalase positif, menghasilkan pigmen yang berwarna kuning terang sampai jingga. Pada umumnya Flavobacterium terdapat di tanah dan air (Murray et al. 1995). Selain itu, ditemukan pula pada daging, susu, dan makanan lainnya, serta pernah ditemukan di lingkungan rumah sakit dan material klinis manusia (Holt 1994). Bakteri Chryseobacterium indologenes atau nama lainnya Flavobacterium indolegenes merupakan bakteri aerob yang hidup pada suhu pertumbuhan 37 0C di media kaldu nutrien. Koloni bakteri ini berbentuk bulat cembung, permukaan koloni berwarna kuning mengkilat dan licin, Gram negatif, dan secara mikroskopis berbentuk batang pendek. Bakteri ini pernah diisolasi dari manusia yaitu pada bedah trakea pada tahun 1958 (Yabuuchi et al. 1983). Genus Flavobacterium adalah salah satu genus yang penting dalam degradasi polisakarida. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk mengisolasi bakteri
47
pendegradasi selulosa asetat diketahui bahwa 3 dari 35 galur yang berhasil diisolasi dari genus Flavobacterium (Yang et al. 1985).
Pertumbuhan dan Produksi Enzim Selulase Uji kualitatif selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar zona koloni pada media agar-agar yang mengandung selulosa. Teather dan Wood (1982), melakukan penapisan secara cepat mikrob selulolitik dengan cara pengukuran indeks zona bening. Luas zona bening yang dihasilkan bergantung pada konsentrasi CMC dan agar-agar yang digunakan. Semakin banyak CMC dan agar-agar yang diberikan maka akan menyebabkan pori-pori mengecil sehingga enzim selulase yang disekresikan lebih sulit melewati pori-pori tersebut dan mengakibatkan terhambatnya proses degradasi (Hankin & Anagnostakis 1997). Zverlova et al. (2003) menyatakan bahwa diameter zona bening umumnya berukuran lebih besar dibandingkan dengan diameter koloni, karena enzim selulase disekresikan ke lingkungan sekitarnya oleh bakteri pendegradasi selulosa. Pada media kultur produksi enzim, isolat PMP 0126y mulai memasuki fase eksponensial/logaritmik selama 6-12 jam waktu inkubasi. Fase logaritmik merupakan tahapan fase pertumbuhan bakteri yang berlangsung sangat cepat karena terjadi penggandaan sel bakteri secara cepat (Madigan et al. 2009), sehingga bakteri yang berada dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokulum. Selanjutnya pada jam ke-12 sampai jam ke-21 inkubasi isolat PMP 0126y mengalami fase stasioner yaitu jumlah bakteri yang hidup sebanding dengan bakteri yang mati. Pada fase ini terjadi pengurangan nutrien esensial dalam media dan terjadi akumulasi bahan-bahan terbuang pada media pertumbuhan (Madigan et al. 2009). Selanjutnya pada jam ke-24 sampai jam ke-27 isolat PMP 0126y mengalami fase kematian yaitu bakteri tidak dapat mengalami pertumbuhan kembali. Laju pertumbuhan bakteri pada fase logaritmik (antara 6-9 jam waktu inkubasi) digunakan sebagai penentuan waktu terbaik untuk penuangan media inokulum ke media produksi. Hal ini dilakukan agar isolat tidak membutuhkan waktu lama untuk fase adaptasi di dalam media produksi sehingga diharapkan
48
produksi enzim selulase pada media produksi lebih cepat. Isolat PMP 0126y mengalami pertumbuhan eksponensial pada media produksi pada hari pertama dan kedua, dan pada hari ketiga terjadi penurunan jumlah sel bakteri. Hal ini diduga sumber karbon pada media mulai berkurang atau habis sehingga isolat PMP 0126y mulai memanfaatkan CMC sebagai sumber karbon dengan enzim selulase yang dihasilkannya sehingga diperoleh aktivitas selulase tertinggi pada hari ketiga inkubasi. Glukosa merupakan salah satu nutrisi dalam pertumbuhan bakteri sebagai sumber karbon. Penggunaan glukosa dalam jumlah kecil untuk memproduksi enzim selulase berfungsi sebagai sumber energi bagi isolat untuk menunjang pertumbuhannya sehingga dapat beraktivitas lebih baik dalam menghidrolisis selulosa amorf maupun kristal (Fikrinda et al. 2001). Akan tetapi, penambahan glukosa sebanyak 0,1% pada media produksi ternyata tidak memberikan peningkatan aktivitas selulase. Adanya glukosa yang memberikan nutrisi tambahan selain ekstrak khamir menyebabkan jumlah sel isolat PMP 0126y menjadi lebih banyak dan tetap stabil pertumbuhannya sampai hari ketiga dan mulai mengalami penurunan pada hari keempat. Jumlah sel isolat PMP 0126y yang tumbuh lebih banyak pada media produksi yang ditambah glukosa 0,1% mencapai 9,4 log10 sel/mL. Madigan et al. (2009) menyatakan bahwa glukosa yang ditambahkan menyebabkan bakteri akan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan media tanpa adanya glukosa. Aktivitas selulase tidak meningkat dengan penambahan glukosa 0,1%, sedangkan pada kadar glukosa yang lebih tinggi (1% atau lebih) dapat menghambat pembentukan selulase (Purwadaria 1998; Rickard et al. 1989). Selama ada glukosa pada media, maka enzim selulase belum dapat disintesis oleh bakteri. Sintesis berbagai enzim yang berperan dalam proses katabolisme pada umumnya direpresi bila sel ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa (Madigan et al. 2009). Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase Produksi enzim selulase untuk pemurnian menggunakan media produksi tanpa penambahan glukosa. Pemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y diawali dengan melakukan pemekatan enzim yang bertujuan untuk
49
memekatkan enzim selulase yang dihasilkan. Pemekatan enzim dilakukan dengan metode preparatif yaitu pengendapan dengan amonium sulfat dan ultrafiltrasi. Persentase amonium sulfat yang dapat mengkonsentrasikan enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y secara maksimal yaitu sebesar 50% dengan aktivitas spesifik sebesar 0,128 U/mg, lebih tinggi jika dibandingkan dengan aktivitas spesifik enzim selulase kasar sebelum dikonsentrasikan yaitu sebesar 0,075 U/mg. Pengendapan selulase dengan amonium sulfat juga dilakukan oleh Jung et al. (2008) yang melaporkan bahwa 70% amonium sulfat dapat meningkatkan aktivitas spesifik selulase yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus amyoliquefaciens DL-3 sebesar 533,4 U/mg dari aktivitas spesifik ekstrak kasar sebesar 292,1 U/mg dan tingkat kemurnian sebesar 2,3 kali dari enzim ekstrak kasar. Akan tetapi, aktivitas enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y pada 50% amonium sulfat pada supernatan menghasilkan aktivitas selulase sebesar 0,068 U/mL. Aktivitas selulase ini hampir sama besar dengan aktivitas selulase pada endapan yaitu sebesar 0,072 U/mL. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pengendapan amonium sulfat ternyata tidak cocok untuk memekatkan enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y. Selain itu, pengendapan amonium sulfat pada enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat ini dapat membentuk gel dan gumpalan setelah sentrifugasi yang diduga berasal dari CMC. Berdasarkan beberapa kelemahan ini, maka pemekatan enzim selanjutnya dilakukan dengan cara ultrafiltrasi. Pemekatan enzim selulase PMP 0126y dilakukan dengan menggunakan membran ultrafiltrasi berukuran 10.000 NMWC (10.000 Dalton). Hasil pemisahan supernatan dengan membran ultrafiltrasi menghasilkan retentat dan permeat. Permeat merupakan protein yang dapat melewati membran dan berukuran lebih kecil dari 10.000 Dalton, sedangkan retentat adalah protein yang berukuran Iebih besar dari 10.000 Dalton sehingga tidak dapat melewati membran. Enzim selulase isolat PMP 0126y dalam retentat yang berukuran lebih dari 10.000 Dalton dapat dipisahkan. Hasil ultrafiltrasi yang dilakukan memberikan peningkatan pada jumlah protein enzim selulase yaitu menjadi 0,822 mg/mL dari 0,750 mg/mL. Hal ini diduga bahwa enzim selulase dari isolat PMP 0126y memiliki bobot molekul protein di atas 10.000 Dalton. Aktivitas spesifik selulase pada retentat meningkat
50
sebesar 0,136 U/mg dari aktivitas spesifik pada permeat sebesar 0,099 U/mg dan aktivitas spesifik enzim sebelum dipekatkan yaitu sebesar 0,086 U/mg. Peningkatan aktivitas spesifik enzim selulase melalui pemekatan dengan ultrafiltrasi juga dilaporkan oleh Arifin (2006) yang menunjukkan aktivitas spesifik selulase meningkat dari 2,31 U/mg menjadi 2,84 U/mg dengan ultrafiltrasi (Arifin 2006). Selain selulase, proses pemurnian dan pemisahan enzim dengan ultrafiltrasi juga dilakukan pada enzim α-amilase dari bakteri Bacillus sterothermophilus sebanyak 10 kali pemekatan yang dapat meningkatkan aktivitas spesifik menjadi 6,68 U/mg dari 2,86 U/mg (Lestari et al. 2000). Pemurnian enzim selulase dari isolat PMP 0126y setelah ultrafiltrasi dilakukan dengan kromatografi penukar anion dengan kolom Sepharose menggunakan bufer 0,05 M Tris-HCl pH 8 dan protein target dielusi dengan 1 M NaCl. Puncak tertinggi dihasilkan oleh fraksi ke-48 pada konsentrasi NaCl sebesar 37,3 mM. Aktivitas spesifik selulase hasil kromatografi penukar ion pada enzim selulase dari Bacillus amyoliquefaciens DL-3 meningkat menjadi 1772,3 U/mg dari hasil pengendapan amonium sulfat sebesar 533,4 U/mg (Jung et al. 2008). Pada kromatografi penukar anion yang dilakukan oleh Arifin (2006) diperoleh aktivitas spesifik sebesar 1,91 U/mg dari hasil ultrafiltrasi sebesar 2,84 U/mg. Pada penelitian ini, pemurnian parsial dengan kromatografi kolom penukar anion yang dilakukan berhasil meningkatkan kemurnian sebesar 15 kali dari enzim selulase ekstrak kasar. Jung et al. (2008) melaporkan bahwa perolehan enzim selulase hasil kromatografi penukar ion dari Bacillus amyoliquefaciens DL-3 sebesar 15,0% dengan tingkat kemurnian sebesar 9,0. Enzim selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi dan pemurnian kolom penukar anion memperlihatkan aktivitas optimum yang cenderung asam yaitu pada bufer sitrat fosfat 0,05 mM pH 5. Salah satu contoh bakteri yang memiliki pH optimum ekstrem asam ialah Clostridium acetobutylicum dengan pH optimum 4,6 (Allcock & Woods 1981). Kisaran pH untuk selulase tergolong luas, Bacillus sp. galur N-4 menghasilkan selulase yang aktif pada rentang pH 5-10 (Horikhosi 1999). Enzim selulase hasil pemekatan dengan ultrafiltrasi bekerja optimal pada suhu 30 0C, sedangkan hasil pemurnian kolom penukar anion memperlihatkan
51
aktivitas optimum pada suhu 40 0C. Adanya perbedaan pada suhu optimum antara enzim kasar (ultrafiltrasi) dengan enzim hasil pemurnian parsial (kromatografi) disebabkan karena diduga enzim hasil kromatografi penukar anion kehilangan senyawa seperti logam, kotoran, dan garam yang memelihara konformasi enzim (Irawadi 1991). Hal ini menyebabkan enzim akan spesifik menghidrolisis substrat, sehingga suhu optimum yang dihasilkan pada enzim hasil kromatografi penukar anion lebih tinggi yaitu 40 0C. Karakterisasi selulase hasil pemurnian isolat PMP 0126y dan beberapa jenis bakteri yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Pemurnian dan karakterisasi selulase dari berbagai jenis bakteri Suhu (0C)
pH
Penukar ion
50
7
Berat molekul (kDa) 53
Penukar anion Penukar ion dan gel filtrasi Gel filtrasi dan penukar ion
60 35
6 6,5-7
30-65 26-36
60
7-8
67
Bacillus sp. PDV Penukar ion
60
5
33
Bacillus spaerichus JS1 Bacillus amyoliquefaciens MTCC610 Bacillus pumilus
Penukar ion
60
8
42
Penukar anion DEAE
45
7
-
Gel filtrasi
60
6,5-7
80 &170
Bacillus circulans Bacillus sp.
Penukar ion
50
4,5
82
Penukar anion
40
5-9
103-130
Bacillus galur M-9 Bacillus licheniformes Bacillus galur CH43 & HR68 PMP 0126y
Penukar anion DEAE Pengendapan amonium Gel filtrasi & Penukar ion Penukar anion
60
5
54
65
6
37-43
65 &70 40
5-6,5
40
5
14, 30, 39
Bakteri Bacillus amyoliquefaciens DL-3 Bacillus pumilus Pseudomonas fluorescens Bacillus pumilus
Teknik Kromatografi
Pustaka Jung et al. (2008) Arifin (2006) Bakare et al. (2005) Christakopoulus et al. (1999) Sharma et al. (1990) Singh et al (2004) Selvankumar et al. (2011) Kotchoni et al. (2006) Kim & Kim (1995) Yoshimatsu et al. (1990) Bajaj et al. (2009) Bischoff et al. (2006) Mawadza et al. (2000) Penelitian ini
52
Aktivitas enzim selulase isolat PMP 0126y menurun pada suhu di atas suhu optimum disebabkan oleh terputusnya ikatan sekunder enzim karena besarnya energi kinetika dari molekul enzim sehingga mengakibatkan hilangnya struktur sekunder dan tersier dari enzim, disertai dengan hilangnya aktivitas enzim (Suhartono 1989). Selain itu, turunnya aktivitas enzim akibat panas menyebabkan putusnya sebagian besar ikatan yang kurang kuat pada struktur protein enzim. Penurunan aktivitas selulase pada suhu di bawah suhu optimum disebabkan oleh rendahnya afinitas antara enzim dengan sumber karbon atau rendahnya kecepatan awal pemutusan kompleks enzim dengan sumber karbon (Irawadi 1991). Bakteri Chryseobacterium indologenes yang diduga sama dengan isolat PMP 0126y menghasilkan aktivitas tertinggi enzim mananase pada suhu 30 0C (Rattanasuk & Cairns 2009). Di antara substrat yang digunakan, aktivitas selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y tertinggi dihasilkan pada substrat limbah rumput laut Glacilaria sp. dari Pameungpeuk yang didelignifikasi dengan NaOH 6%. Aktivitas selulase yang cukup tinggi pada limbah rumput laut hasil pengolahan agar-agar ini diduga karena telah dilakukan perlakuan awal terhadap limbah yaitu dengan melakukan delignifikasi dengan basa NaOH 6% (w/w) baik pada pengolahan limbah agaragar dari daerah Pameungpeuk maupun dari PT. Agarindo. Pada kedua limbah rumput laut tersebut diduga masih mengandung lignin. Lignin membungkus dan mengikat selulosa secara fisik sehingga menghalangi enzim selulase bekerja maksimal pada substrat (Meryandini et al. 2009), sehingga perlu dilakukan delignifikasi. Proses delignifikasi merupakan suatu proses dalam menghilangkan lignin dari liginiselulosa yang dilakukan dengan menggunakan bahan kimia asam atau basa (Ahmed et al. 2001). Perlakuan awal dengan asam pekat H2SO4 1% (v/w) tidak menghasilkan hasil yang sebaik pada substrat limbah dengan perlakuan basa NaOH. Berdasarkan aktivitas selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan awal terbaik atau delignifikasi terhadap limbah selulosa dari pengolahan agar-agar rumput laut Glacilaria sp. dengan menggunakan basa NAOH 6%. Enzim selulase dari isolat PMP 0126y dapat tergolong sebagai endoglukanase karena dapat menghidrolisis dengan baik substrat selulosa CMC
53
murni dan CMC teknis. Aktivitas enzim selulase pada CMC murni lebih besar yaitu sebesar 0,118 U/mL dibandingkan dengan aktivitas selulase pada CMC teknis sebesar 0,073 U/mL. Substrat CMC merupakan substrat selulosa murni yang berbentuk amorphous sehingga aktivitas enzim selulase pada substrat CMC merupakan aktivitas enzim endo-1,4-β-glukanase karena enzim bekerja pada rantai dalam CMC menghasilkan oligosakarida atau rantai selulosa yang lebih pendek (Lynd et al. 2002). Hampir semua mikroorganisme selulolitik mampu menghidrolisis CMC (Goto et al. 1992), dengan kata lain bahwa hampir semua mikroorganisme dapat menghasilkan enzim endoselulase yang sangat aktif mendegradasi derivat selulosa seperti CMC (Mattinen 1998). Hidrolisis terhadap selulosa amorf (CMC) dilakukan secara acak oleh enzim CMC-ase yang memutuskan ikatan β-1,4-glukosidase dari bagian dalam reaksi (Enari 1983). Selain itu, enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y dapat juga tergolong ke dalam enzim selobiohidrolase karena dapat menghasilkan aktivitas selulase yang cukup tinggi pada media avisel dengan aktivitas selulase sebesar 0,103 U/mL. Substrat selulosa untuk selobiohidrolase antara lain katun, avisel, dan selulosa amorf (Fogarty 1983). Selobiohidrolase juga dapat menghidrolisis mikrokristalin yaitu substrat selulosa yang berbentuk kristalin (Kim & Kim 1995). Hal ini menunjukkan bahwa enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y memiliki aktivitas enzim ekso-1,4-β-glukanase yang memotong ujung rantai oligosakarida menjadi selobiosa, yaitu dua molekul glukosa yang berikatan secara β-1,4-glikosidik (Kim & Kim 1995). Mulcahy (1996) menambahkan bahwa bakteri pendegradasi selulosa baik aerob atau anaerob cenderung untuk mendegradasi selulosa kristalin dan biasanya degradasi enzim dilakukan lebih dari satu enzim selulase. Aktivitas relatif selulase tertinggi terjadi pada penambahan logam CaCl2 5 mM yang dapat meningkatkan sebesar 53% dari aktivitas relatif optimum tanpa penambahan logam. Peningkatan aktivitas relatif selulase menjadi 109,3% dengan penambahan ion logam CaCl2 juga dilaporkan oleh Jung et al. (2008) dan Kotchoni et al. (2006), aktivitas relatif meningkat sebesar 20% pada 5 mM CaCl2 dan 18% pada ion MgCl2. Ion Ca2+ merupakan modelator positif yang menyebabkan
perubahan
konformasi
sisi
katalitik
enzim,
yang
akan
54
mempermudah interaksi antara enzim dengan substrat sehingga meningkatkan aktivitas katalitik enzim (Scopes 1987). Penambahan senyawa pengkelat logam seperti EDTA tidak menurunkan aktivitas relatif sebesar 50%, akan tetapi pada penambahan EDTA dengan logam CaCl2 5 mM yang menghasilkan aktivitas relatif selulase tertinggi dapat menurunkan aktivitas relatif selulase sebanyak 53% dari aktivitas relatif pada penambahan logam CaCl2 5 mM. Hal ini karena senyawa EDTA merupakan senyawa pengkhelat logam yang menyebabkan penurunan aktivitas katalitik enzim. Penghambatan EDTA maupun ion logam terhadap selulase dengan cara membuat kompleks dengan substrat, bereaksi dengan gugus aktif protein dari enzim, atau bereaksi dengan kompleks substrat enzim (Deng & Tabatai 1994). Dari zimogram menunjukkan ada tiga molekul protein yang memiliki aktivitas selulolitik pada gel dengan berat molekul yaitu 39, 30, 14 kDa. Imam et al. (1993) melaporkan enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri yang diisolasi dari cacing kapal laut memiliki berat molekul sebesar 63 kDa dengan menggunakan bufer renaturasi 0,1 M 2-[N-Morpholino] ethane-sulfonic acid (MES) pH 5,8 selama 15 menit. Berat molekul protein selulase sebesar 37-43 kDa dari enzim selulase yang dihasilkan oleh beberapa bakteri penghasil selulase antara lain bakteri Bacillus circulans (Hakamada et al. 2002) dan Bacillus sp. KSM-330 (Ozaki & Ito 1991). Berat molekul sebesar 61-78 kDa ditunjukkan oleh enzim selulase dari Bacillus sp. AC-1 (Li et al. 2006) dan Bacillus sp. KSM-522 (Okoshi et al. 1990). Isolat PMP 0126y merupakan isolat yang mampu menghasilkan enzim ekstraseluler selulase tertinggi pada limbah agar-agar Pameungpeuk dengan delignifikasi NaOH 6% sehingga dapat dimanfaatkan dalam mengolah limbah pengolahan rumput laut. Enzim yang diperoleh dapat diaplikasikan pada limbah rumput laut tersebut menjadi produk gula pereduksi. Gula pereduksi seperti glukosa sebagai hasil penguraian limbah selulosa dari rumput laut mempunyai prospek bioteknologi yang besar, karena glukosa tersebut dapat dikembangkan ke arah industri bioetanol (Gilbert & Hazlewood 1993). Beberapa penelitian pemanfaatan limbah rumput laut menjadi bioetanol sudah dilakukan oleh Ge et al. (2011) dan John et al. (2011).
55
SIMPULAN
Isolat PMP 0126y merupakan bakteri yang diisolasi dari limbah pengolahan agar-agar dari rumput laut Glacilaria sp. dari daerah Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Isolat ini tumbuh pada suhu 30 0C, bersifat Gram negatif berbentuk batang pendek. Berdasarkan hasil sekuensing gen penyandi 16S-rRNA dari isolat PMP 0126y sebanyak 1282 pasang basa diperoleh kemiripan sebesar 96% dengan bakteri Chryseobacterium indologenes galur McR-1. Uji kualitatif terhadap isolat PMP 0126y menghasilkan indeks selulolitik sebesar 1,9 pada suhu inkubasi 37 0C selama 5 hari waktu inkubasi. Pada uji kuantitatif, aktivitas selulase tertinggi dihasilkan pada hari ketiga dengan aktivitas selulase sebesar 0,108 U/mL dan aktivitas spesifik sebesar 0,120 U/mg. Enzim selulase dipekatkan dengan ultrafiltrasi pada 10 kali pemekatan (10.000 NMWC) menghasilkan aktivitas selulase sebesar 0,112 U/mL. Pemurnian enzim dengan kromatografi penukar anion DEAE menghasilkan puncak tertinggi pada fraksi ke-48 dengan aktivitas selulase sebesar 0,154 U/mL. Terdapat 3 pita selulase dengan perkiraan berat molekul yaitu 39 kDa, 30 kDa, dan 14 kDa. Enzim selulase kasar dari PMP 0126y memiliki aktivitas optimum pada pH 5 dan suhu inkubasi 30 0C, sedangkan enzim hasil kromatografi penukar anion memiliki aktivitas optimum pada suhu 40 0C dan pH yang sama. Enzim relatif stabil terhadap inkubasi pada suhu 30 0C selama 4 jam. Pengujian substrat selulosa dari limbah rumput laut Pameungpeuk dengan NaOH 6%, merupakan substrat terbaik yang menghasilkan aktivitas tertinggi yaitu 0,149 U/ml. Penambahan logam 5 mM CaCl2 menyebabkan aktivitas relatif meningkat sebesar 53%, sedangkan penambahan ZnCl2 10 mM menurunkan aktivitas relatif sebanyak 78% dari aktivitas optimum.
56
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed Z, Banu H, Rahman M, Akhter FM, Haque MS. 2001. Microbial activity on the degradation lignocellulosic polysaccharides. J Biol Sci 1: 993-997. Allcock
ER, Woods DR. 1981. Cellulase enzyme acetobutylicum. J Appl Environ Microbiol 41:539.
from
Clostridium
Arifin H. 2006. Bacterial cellulase from a local isolate Bacillus pumilus EB3 [tesis]. Kuala Lumpur: Universitas Putra Malaysia. Atmadja WS, Kadi A, Sulistijo, Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: PUSLITBANG Oseanologi LIPI. Aygan A, Karcioglu L, Arikan B. 2011. Alkaline thermostable and halophilic endoglucanase from Bacillus licheniformis C108. Afric J Biotechnol 10: 789-796. Bajaj KB, Pangotra H, Wani MA, Sharma P, Sharma A. 2009. Partial purification and characterization of a highly thermostable and pH stable endoglucanase from a newly isolated Bacillus strain M-9. Indian J Chem Technol 16: 382-387. Bakare MK, Adewale IO, Ajayi A, Shonukan OO. 2005. Purification and characterization of cellulase from the wild-type and two improved mutants of Pseudomonas fluorescens. Afric J Biotech 4: 898-904. Bayer EA, Belaich JP, Shoham Y, Lamed R. 2004. The cellulosomes: multienzyme machines for degradation of plant cell wall polysaccharides. Annu Rev Microbiol 58:521-54. Beguin P, Aubert JP. 1994. The biological degradation of cellulose. FEMS Microbiol Rev 13:25-28. Bischoff KM, Rooney AP, Li XL, Liu S, Hughes SR. 2006. Purification and characterization of a family 5 endoglucanase from a moderately thermophilic strain of Bacillus licheniformis. J Biotechnol Lett 28:17611765. Bollag MD, Edelstein SJ. 1991. Protein Methode. New York: Wiley-Liss. Bradford MM. 1976. A Rapid and sensitive methode for the quantitation of micogram quantitaties of protein in utilizing the principle of protein-dye Binding. J Anal Biochem 72: 248-254. Brown MR. 1996. The biosynthesis of cellulose. J Macromol Sci-Pure App Chem 33:1345-1373
57
Calderon G et al. 2011. Chryseobacterium indologenes infection in a newborn: a case report. J Medical 5:10. Cappucino JG, Sherman N. 1983. Microbiology: A Laboratory Manual. Wesley: Addison. Chen J, Banks D, Jarret RL, Chang CJ, Smith BJ. 2000. Use of 16S-rRNA sequences as signature characters to identify Xylella fastidiosa. Curr. J Microbiol 40:29-33 Chesson A. 1987. Supplementary enzymes to improve the utilization of pig and poultry diets. Di dalam Haresign dan Cole DA, editor. Advances in Animal Nutrition. London: Recent. hlm 71-89. Christakopoulus P et al. 1999. Purification and mode of action of an alkaliresistant endo-1,4-β-glucanase from Bacillus pumilus. Arch Biochem Biophys 361:61-66. Classen PAM. 1999. Utilization of biomassa for the supply of energy carrier. Appl Microbiol Biotechnol 52:741-755. Coligan JE, Dunn BM, Speicher DW, Wingfield PT. 2003. Short Protocol in Protein Science: A Compendium of Methods from Current Protocols in Protein Science. New York: John Wiley & Sons Inc. Copeland RA. 1994. Electrophoretic and Chromatographic Method for Assesing Protein Purity. Di dalam: Methods for Protein Analysis: A Practical Guide to Laboratory Protocols. New York: Chapman and Hall. Coral G, Arikan B, Nisa UM, Guvenmez H. 2002. Some properties of crude carboxylmethyl cellulase of Aspergillus niger Z10 wild-type strain. Turk J Biol 26:209-213. Coughlan MP. 1985. The properties of fungal and bacterial cellulases with comment on their production and application. Biotechnol Gen Eng Rev 3:39-109. Crueger W, Crueger A. 1984. Biotechnology. Di dalam: Brock TD, editor. A Textbook of Industrial Microbiology. Sunderland: Minuaer Associates. hlm 267-276. Da Silva R, E.S. Lago, C.W. Merheb, M.M. Machione, Y.K. Park, E. Gomes. 2005. Production of xylanase and CMCase on solid state fermentation in different residues by Thermoascus auranticus miehe. Braz J Microbiol 36:235-241. Deng SP, Tabatabai MA. 1994. Cellulase activity of soils. Soil Biol Biochem 26:1347-1354.
58
Doblin MS, Kurek I, Jacob WD, Delmer DP. 2002. Cellulose biosynthesis in plants: from genes to rosettes. Plant Cell Physiol 43:1407-1420. Doi RH, Kosugi A, Murashima K, Tamaru Y, Han SO. 2003. Cellulosomes from mesophilic bacteria. J Bacteriol 185:5907-5914. Dunn MJ. 1989. Electrophorethic analysis methods. Di dalam ELV. Harris ELV. Angal S, editor. Protein Purification Methods. A Practical Approach. Oxford: IRL Press. Hlm 18-40. El-Sersy NA, Elnaby HA, Abou-Elela GM, Ibrahim HAH, El-Toukhy NMK. 2010. Optimization, economization and characterization of cellulase produced by marine Streptomyces ruber. Afric J Biotechnol 9: 6355-6364. Enari TM. 1983. Microbial Cellulases. Di dalam W.M Fogarty, editor. Microbial Enzymes and Biotechnology. New York: Applied Science Publisher. Ersson B, Ryden L, Janson JC. 1998. Introduction to protein purification. Di dalam Janson JC dan Ryden L, edisi ke-2. Protein Purification: Principle, High Resolution, Mehods and Application. New York: John Wiley and Sons, Inc Publication. hlm 1-40. Fikrinda, Anas I, Purwadaria T, Santosa DA. 2001. Identifikasi ekstremozim selulase isolat bakteri dari ekosistem air hitam. Hayati 8: 5-10. Fogarty MW. 1983. Microbial Enzymes and Biotechnology. London: Applied Science Publisher. Gautam SP, Bundela PS, Pandey AK, Jamaluddin, Awasthi MK, Sarsaiya S. 2010. Cellulase production by Pseudomonas sp. isolated from municipal solid waste compost. Int J Acad Res 2: 330-333. Ge LL, Wang P, Mou H. 2011. Study on saccharification technique of seaweed waste for the transformation of ethanol. J Renew Energy 36: 84-89. Gilbert HJ, Hazlewood. 1993. Bacterial cellulases and xylanases. J Gen Microbiol 139: 187-194. Goto MK, Furukawa, Hayashida S. 1992. An avicel-affinity site in an aviceldigesting exocellulase from a Trichoderma viride mutant. Biosci Biotec Biochem 56: 1523-1528. Hakamada Y et al. 2002. Enzymatic properties, crystallization, and deduced amino acid sequence of an alkaline endoglucanase from Bacillus circulans. J Biochim Biophy Acta 1570:174-180. Han YJ, Chen HZ. 2007. Synergism between corn stover protein and cellulose. J Enzyme Microbiol Technol 41:638-645.
59
Hankin
L, Anagnostakis SL. 1997. Solid media containing carboxymethylcellulose to detect Cx cellulase activity of microorganisms. J Gen Microbiol 98: 109-115.
Hardjo S, Indrasti NS, Baytacut T. 1984. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB. Harris ELV. 1989. Purification strategy. Di dalam: Harris ELV & Angal S, editor. Protein Purification Methods: A Practical Approach. New York: IRL Press. Harvey F. 2009. Produksi bioetanol dari limbah karegenan [skripsi] Bogor: Insitut Pertanian Bogor. Holt JG. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ed ke-9. Baltimore: Williams and Wilkins. Horikhosi K. 1999. Enzim selulase dari Bacillus sp. galur N-4. J Microbiol Molec Biol Rev 64:735. Imam SH, Greene RV, Hockridge ME. 1993. Zymographic analyses of carboxymethylcelulases secreted by the bacterium from wood-boring marine shipworms. J Biotech Techniq 8:579-584. Irawadi TT. 1991. Produksi enzim ekstraselular (selulase dan xylanase) dari Neurospora sitophila pada substrat limbah padat kelapa sawit [disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Irawan B, Sutihat, Sumardi. 2008. Uji aktivitas selulase dan lipase pada mikrofungi selama proses dekomposisi limbah cair kelapa sawit dengan pengujian kultur murni. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Lampung: Universitas Lampung. hlm 284-291. Jaradat Z, Dawagreh A, Ababneh Q, Saadoun I. 2008. Influence of culture condition on cellulase production by Streptomyces sp. (strain J2). Jordan J Biol Sci 1: 141-146. Janson JC, Ryden I. 1998. Protein Purification: Principles, High Resolution Methods and Applications. Ed ke-2. New York: John Wiley & Sons. Jeong KH et al. 2004. Utilization. Compost Sci 12:242. John RP, Anisha GS, Nampoothiri KM, Pandey A. 2011. Micro and macroalgal biomass : a renewable source for bioethanol. J Biores Technol 102: 186193.
60
Ji YK, Sung HH, Jeong HH. 2005. Purification and characterization of an alkaline cellulase from a newly isolated alkalophilic Bacillus sp. HSH-810. Biotech Let 27: 313-316. Jong NK, Li H, Jung K, Nam HC, Cheon PL. 2011. Ethanol production from marine algal hydrolysates using Escherichia coli KO11. J Biores Technol 102: 7466-7499. Jung LY et al. 2008. Purification and characterization of cellulase produced by Bacillus amyoliquefaciens DL-3 utilizing rice hull. J Biores Technol 99:378-386. Kader AJ, Omar O. 1998. Isolation of cellulolytic fungi from Sayap-Kinabalu Park, Sabah. Serawak. J Biodiversity Bio-Conserv (ARBEC): 1-6. Kim CH, Kim DS. 1995. Purification and specificity of specific endo-β-Dglucanase (Avicelase II) resembling exo-cellobiohydrolase from Bacillus circulans. Enzyme Microbial Technol 17: 248-254. Kim GS, Myung KS, Kim YJ, Oh KK, Kim JS, Ryu HJ, Kim KH. 2008. Methode of Producing Biofuel Using Sea Algae. Seoul: World Intelectual Property Organization. Kleiner DE, Stetler-Stevenson WG. 1994. Quantitative zymography: detection of picogram quantities of gelatinases. Anal Biochem 218:325-329. Kotchoni SO, Gachomo EW, Omafuvbe BO, Shonukan OO. 2006. Purification and biochemical characterization of carboxymethyl cellulase (CMCase) from a catabolite repression intensive mutant of Bacillus pumilus. Inter J Agri Biol 8: 286-292. Kulp K. 1975. Carbohydrases. Di dalam Reed G. Editor. Enzymes and Processing. New York: Academic Press. Leber TM, Balkwill FR. 1997. Zymography: a single-step staining method for quantitation of proteolytic activity on substrat gel. Anal Biochem 249:2428. Lestari P, Richana N, Murdiyatmo U. 2000. Pemurnian α-amilase Bacillus stearothermophilus dengan membran ultrafiltrasi. J Mikrobiol Indo 1: 1014. Li YH, Ding M, Wang J, Xu GJ, Zhao F. 2006. A novel thermoacidophilic endoglucanase, Ba-EGA, from a new cellulose-degrading bacterium, Bacillus sp. AC-1. J Appl Microbiol Biotechnol 70:430-436. Linder M & Teeri T. 1997. The role and function of cellulose-binding domains. J Biotech 57:15-28.
61
Lynd LR, Paul JW, Willem H, Isak SP. 2002. Microbiol molecul. Bio Reviewers 66:506. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2000. Brock Biology of Microorganisms. London: Prentice-Hall International (UK) Limited. hlm 991. Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2009. Brock Biology of Microorganisms. Ed ke-12. San Francisco : Pearson Benjamin Cummings. Malleviale J. 1996. Water treatment membran processes, Di dalam : Awwa Lyonnaise des Eaux. Water Research Commision of South Africa. New York : Mc Graw Hill. Mandels M. 1985. Application of cellulases. Biochem Society Trans 13:414-416. Maniatis T, Sambrook J, Fritsch EF. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press. Marchesi JR et al. 1998. Design and evaluation of useful bacterium-specific PCR primers that amplify genes coding for bacterial 16S-rRNA. Appl Environ Microbiol 64:795-799. Mattinen ML. 1998. Structural and functional studies of fungal cellulose binding domain by NMR spectroscopy [disertasi]. Turku: University of Helsinki. Mawadza C, Hatti KR, Zvauya R, Mattiasson B. 2000. Purification and characterization of cellulases produced by two Bacillus strains. J Biotechnol 83:177-187. Meryandini A et al. 2009. Isolasi bakteri selulotik dan karakterisasi enzimnya. Makara Sains 13:33-38. Milala MA, Shugaba A, Gidado A, Ene AC Wafar JA. 2005. Studies on the use of agricultural wastes for cellulase enzyme production by Aspegillus niger. Res J Agric Bio Sci 1:325-328. Mulcahy. 1996. An investigation of cellulose Binding Domain in non-cellulose binding domain in non-cellulolytic enzymes. Limerick: Final Year Project University of Limerick. Mulder M. 1996. Basic Principles of Membrane Processes. Netherland: Kluwer Academic Publisher. Munifah I, Chasanah E, Fawzya YN. 2011. Screening of cellulolytic bacteria from Indonesia’s marine environment. Di dalam: Prosiding Seminar ISISM (International Seminar of Indonesian Society for Microbiology); Bogor, 26 Juni 2011. Bogor: Perhimpunan Mikrobiologi Cabang Bogor.
62
Murray PR, Pfaller MA, Tenover FC, Yolken RH. 1995. Manual of Clinical Microbiology. Ed ke-6. Washington DC: American Society for Microbiology Press. Neville B. 1998. Reserved-phase HPLC. Di dalam: Rapley R, Walker JM, editor. Molecular Biomethods Handbook. Totowa: Humana Pr. hlm 479-489. Oikawa T, Takagi M, Ameyama MA. 1994. Detection of carboxymethyl cellulase activity in Acetobacter xylinum KU-1. Biosci Biotech Biochem 58: 21022103. Okoshi H, Ozaki K, Shikata S, Oshino K, Kawai S, Ito S. 1990. Purification and characterization of multiple carboxymethyl cellulases from Bacillus sp. KSM-522. J Agri Biol Chem 54: 83-89. Ooshima H, Sakata H, dan Harano Y. 1985. Simultaneous saccharification and fermentation of cellulose: Effect of ethanol on enzymatic saccarification of cellulose. Biotechnol Bioeng 27: 389-397. Ottaway JH, Apps DK. 1984. Biochemistry. Ed ke-4. Cambridge: ELBS. Ozaki K, Ito S. 1991. Purification and properties of an acid endo-1,4-β-glucanase from Bacillus sp. KSM-330. J Gen Microbiol 37:41-48. Po JC, Tao CW, Yao TC, dan Lian PL. 2004. Purification and characterization of carboxymethyl cellulase from Sinorhizobium fredii. Bull Acad Sin 45: 111118. Poernomo AT, Djoko DA. 2003. Uji aktivitas enzim proteolitik ekstrak kasar Bacillus subtilis FNCC 0059 hasil fermentasi curah. Majal Farmasi 3:103107. Ponce TN, Torre MDL. 2001. Regulation of cellulases and xylanases from a depressed mutant of Cellulomonas flavigena growing on sugar-cane bagasse in continuous culture. J Biores Technol 78: 285-291. Prescott SC, Dunns CG. 1981. Industrial Microbiology. Eastport: AV1 Pub Connecticut. Purwadaria MBT. 1998. Purification and characterisation of a Cellulomonas cellulase complex [disertasi]. New South Wales: University of New South Wales. Rajoka MI, Malik KA. 1997. Cellulase production by Cellulomonas biazotea cultured in media containing different cellulosic substrates. J Biores Technol 59:21-27.
63
Rao NSS. 1994. Soil Microorganisms and Plant Growth. London: Oxford and IBM Publishing Co. Rattanasuk S, Cairns MK. 2009. Chryseobacterium indologenes, novel mananaseproducing bacteria. J Sci Technol 31: 395-399. Rickard PAD, Ghani BA, Lucas RJ, Dunn NW. 1989. Kinetic properties and contribution to cellulose saccharification of a cloned Pseudomonas βglucosidase. Aust J Biotechnol 31:43-49. Riyanti EI. 2008. Biomassa sebagai bahan baku Bioetanol. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rosenberg Ian M. 1996. Protein Analysis and Purification Benchtop Techniques. Boston: Birkhauser. Ruanglek V, Maneewatthana D, Tripetchkul S. 2006. Evaluation of Thai agroindustrial wastes for bio-ethanol production by Zymomonas mobilis. Process Biochem 41: 1432-1437. Saha BC. 2003. Production, purification, and properties of endoglucanase from a mewly isolated strain of Mucor circinelloides. Proc Biochem 39: 18711876. Scopes RK. 1987. Protein Purification and Practice. Ed ke-2. New York: Springer Verlag. Selvankumar T, Govarthanan M, Govindaraju M. 2011. Endoglucanase production by Bacillus amyoliquefaciens using coffe pulp as substrate in solid state fermentation. Inter J Pharma Bio Sci 2: 355-362. Sharma P, Gupta JK, Vadehra DV, Dube DK. 1990. Purification and properties of Bacillus sp. PDV endoglucanase. Enzyme Microbiol Technol 12:132-137. Shimada K. Karita S, Sakka K, Obmiya K. 1994. Cellulase, xylanase and their genes from bacteria. Di dalam: Murooka & lmanaka T, editor. Recombinant Microbes for Industrial and Agricultural Applications. New York: Marcel Dekker. hlm. 395-429. Smith BJ. 1984. SDS Polyacrilamide Gel Electrophoresis of Protein. Di dalam: Walker JM, editor. Proteins Methods in Molecular Biology. Volume ke-1. Clifton: Humana Pr. hlm 41-55. Singh J, Batra N, Sobti RC. 2004. Purification and characterization of alkaline cellulase produced by a novel isolate Bacillus sphaericus JS1. J Indust Microbiol Biotechnol 31: 51-56.
64
Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: IPB. hlm 71-75. Suwanto, Yogiana, Suryanto D, Tan I, Puspitasari E. 2000. Selectes Protocols Training Course on Advances in Molecular Biology Techniques to Asses Microbial Diversity. Bogor: SEAMEO-BIOTROP. hlm 22-31. Tanaka K, Hilary ZD, Ishizaki A. 1999. Investigation of the utility of pineapple juice and and pineapple waste material as low-cost substrate for ethanol fermentation by Zymomonas mobilis. J Bioscie Bioeng 87: 642-646. Teather RM, Wood PJ. 1982. Use of congo red polysaccharide interactions in enumeration and characterization of cellulolytic bacteria from the bovine rumen. Appl Environ Microbiol 43:777-780. Trivedi N, Gupta V, Kumar M, Kumari P, Reddy CRK, Jha B. 2011. An alkalihalotolerant cellulase from Bacillus flexus isolated from green seaweed Ulva lactuca. Carbohyd Polym 83: 891-897. Van de Peer Y, De Watcher. 1993. TREECON : a software package for the construction and drawing of evolutionary trees. Comput Applic Biosci 9:177-182. Watanabe H, Tokuda G. 2001. Animal cellulases. Cell Mol Life Sci 58:1167-1178. Wood TM, Saddler JN. 1988. Increasing the availability of cellulose in biomass materials. Di dalam Wood WA and Kellog JA, editor. Methode in Enzymology Cellulose and Hemicellulose. Volume ke-160. New York: Academic press. hlm 3-11. Woese CR. 1987. Bacterial evolution. J Microbiol Rev 51: 221-271. Xu B, Hellman U, Ersson B, Janson JC. 2000. Purification, characterization and amino-acid sequence analysis of a thermostable, low molecular mass endobeta-1,4-glucanase from blue mussel, Mytilus edulis. Eur J Biochem 267:4970-4977. Yang VC, Linhardt RJ, Bernstein H, Cooney CL, Langer R. 1985. Purification and characterization of heparinase from Flavobacterium heparinum. J Biol Chem. 260: 1849-1857. Yabuuchi E, Hashimoto Y, Ezaki T, Ido Y, Takeuchi N. 1983. Genotypic and phenotypic difeerentiation of Flavobacterium indologenes. J Microbiol Immunol 34:73-76. Yoshimatsu T et al. 1990. Purification and characterization of alkaline endo-1,4,βglucanases from alkalophilic Bacillus sp. KSM-635. J Gen Microbiol 136: 1973-1979.
65
Zhang YHP, Himmel ME, Mielenz JR. 2006. Outlook for cellulase improvement: screening and selection strategies. Biotechnol Adv 24:452-481. Zverlova VV, Holl W, and Schwarz H. 2003. Enzymes for digestion of cellulose and other polysaccharides in the gut of longhorn beetle larvae, Rhagium inquisitor L. (Col., Cerambycidae). Inter Biodet Biodeg. 51:175–179.
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1 Prosedur pembuatan media dan reagen yang digunakan dalam penelitian Media kultur cair dan padat bakteri PMP 0126y Pembuatan media kultur cair bakteri yang mengandung CMC dilakukan dengan melarutkan 1% CMC di dalam air yang terus dipanaskan dan diaduk sampai larutan menjadi homogen. Kemudian sebanyak 0,02% MgSO4.7H2O; 0,03% NH4NO3; 0,05% K2HPO4; 0,1% KH2PO4; 0,002% FeSO4.7H2O; 0,004% CaCl2.2H2O; 0,2% ekstrak khamir dilarutkan dalam larutan CMC yang sudah homogen. Pada media inokulum, ditambahkan sebanyak 0,1% glukosa. Sedangkan pada media produksi tidak ditambahkan glukosa. Pembuatan media kultur padat CMC dibuat dengan perlakuan yang sama dengan media kultur cair. Akan tetapi, media kultur padat ditambahkan sebanyak 1,5% agar-agar bakto. Kemudian media disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit. Merah Kongo 0,1% Sebanyak 1 g reagen merah kongo dilarutkan dalam 100 mL air distilasi. Larutan ini harus disimpan dalam botol gelap dan sebaiknya dalam keadaan segar setiap kali akan dilakukan uji kualitatif. Reagen DNS Sebanyak 1% NaOH dilarutkan dalam air distilasi, kemudian ditambahkan sebanyak 1% DNS, 18,2% Na K Tartarat (sodium tartarat), 0,2% Fenol, 0,05% Na2SO4. Semua bahan dilarutkan dalam air distilasi dan disimpan dalam botol gelap pada suhu 4 0C. Larutan stok KH2PO4 (SNI 01-2332-3-2006) Sebanyak 34 g KH2PO4 ditambahkan ke dalam 500 ml akuades. pH diatur 7,2 dengan 1 N NaOH dan larutan ditepatkan sebanyak 1 L dengan ditambah akuades. Sterilisasi selama 15 menit pada suhu 121 0C. Larutan disimpan dalam lemari pendingin.
68
Pereaksi Bradford (Bradford 1976) Sebanyak 175 mg Coomassie Briliant Blue G250 (C.L. 42655) dilarutkan dalam 50 mL etanol 95% dan 100 mL asam ortofosfat 88% untuk larutan stok Bradford. Pada larutan bufer pereaksi Bradford 100 mL dibuat dengan mencampurkan sebanyak 6 mL larutan stok Bradford dengan 6 mL asam fosfat, 3 mL etanol, dan 90,4 mL air distilasi. Kemudian, campuran pereaksi disaring dengan menggunakan kertas saring dan disimpan dalam botol gelap pada suhu ruang atau dingin. Gel Agarosa Sebanyak 0,25 g dilarutkan dalam 25 mL bufer TBE 1x. Kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 50 0C selama 2 menit. Elektroforesis gel poliakrilamida, SDS 30% (29%, 1%) Sebanyak 14,5 g akrilamida (Acrylamide) dan 0,5 g bis akrilamida (N, N’Methylenebisacrylamide) dilarutkan dalam 50 mL air distilasi (30%). Kemudian, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan disiman dalam botol gelap pada suhu 4 0C. 1,5 M Bufer Tris-HCl pH 8,8 Sebanyak 9,1 g Tris basa dilarutkan di dalam 50 mL air distilasi, kemudian pH diatur hingga menjadi 8,8 dengan menggunakan HCl 1 N. Larutan disimpan pada suhu 4 0C. 0,5 M Tris-HCl pH 6,8 Sebanyak 5,85 g Tris basa dilarutkan dalam 100 mL air distilasi, kemudian pH diatur dengan menggunakan HCl 1 N hingga menjadi 6,8. Larutan disimpan pada suhu 4 0C. 10% SDS Sebanyak 0,1 g SDS dilarutkan dalam 1 mL air distilasi. Larutan ini disimpan dalam suhu 4 0C. Larutan ini harus dibuat segar setiap minggunya. 10% Amonium Persulfat (APS) Sebanyak 20 mg dilarutkan dalam 0,2 mL air distilasi (dalam 1 mL mengandung 0,1 g APS). Larutan ini harus dibuat segar setiap kali akan
69
digunakan. Tidak dianjurkan untuk menggunakan APS yang sudah dibuat sehari sebelumnya. 5X Bufer Sampel SDS dan Zimogram Bufer sampel SDS-PAGE dibuat dengan mencampurkan sebanyak 0,6 mL 1 M Tris-Cl pH 6,8 dengan 5 ml 50% gliserol, 2 ml 10% SDS, 0,5 ml β-mercaptoethanol, 1 ml 1% bromophenol blue dan 0,9 ml H2O. Untuk bufer sampel Zimogram tanpa penambahan 10% SDS, dan β-mercaptoethanol yaitu sebanyak 1,2 ml 1 M Tris-Cl (pH 6,8) ditambah dengan 5 ml 50% gliserol, 0,5 ml bromophenol blue, dan 1,4 ml H2O. 1X Bufer Elektroforesis SDS Sebanyak 3 g Tris, 14,4 g glysin, dan 1 g SDS dilarutkan dalam 1 L air distilasi kemudian pH diatur menjadi 8,3. Larutan bufer ini dapat digunakan sampai 10 kali elektroforesis SDS-PAGE dan dapat disimpan dalam suhu ruang (Bollag & Edelstein 1991) Larutan Pewarna Gel (Kit Pewarna Silver) Fermentas a. Larutan peluntur gel 1 (gel fixing) Sebanyak 25 mL etanol absolut dicampur dengan 20 mL air distilasi dan ditambah dengan 5 mL asam asetat glasial. b. Larutan peluntur gel 2 (gel fixing) Sebanyak 30 mL etanol absolut dicampur dengan 70 mL air distilasi. c. Larutan sensitizer Sebanyak 200 µL konsentrat sensitizer dilarutkan dalam 50 mL air distilasi. d. Larutan pewarna Sebanyak 2 mL bahan reaksi pewarna ditambahkan 50 air distilasi, kemudian saat akan digunakan baru ditambah dengan 27 µL larutan formaldehida.
70
e. Larutan pencuci gel Sebanyak 10 µL konsentrat sensitizer dicampur dengan 5 ml larutan pencuci, dan 50 mL air distilasi. Kemudian, ditambah dengan 13,5 µL larutan formaldehida saat larutan ini akan digunakan. f. Larutan akhir Sebanyak 4 ml larutan akhir (Stop solution) ditambah dengan 46 ml air distilasi.
71
Lampiran 2 Kurva standar glukosa Kurva standar glukosa dibuat dengan pembuatan larutan standar glukosa 0,1% dengan berbagai konsentrasi (0-100 ppm). Sebanyak 1 mL substrat glukosa 0,1% dalam akuades steril dengan berbagai konsentrasi ditambah dengan 1 mL DNS pada masing-masing tabung reaksi. Setiap larutan kemudian diinkubasi di dalam air mendidih selama 15 menit dan absorbansi diukur pada λ 575 nm. Konsentrasi glukosa (mg/L) 0 20 40 60 80 100
Absorbansi 0,000 0,142 0,534 0,994 1,397 1,765
72
Lampiran 3 Kurva standar bovin serum albumin (BSA) Konsentrasi BSA (mg/mL) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
Absorbansi λ595 0 0,033 0,046 0,057 0,080 0,097 0,115 0,140 0,152 0,166 0,171
73
Lampiran 4 Kurva hubungan log sel dan kerapatan optis dan jumlah sel isolat PMP 0126y selama 27 jam pengamatan Pengenceran 1:1 1:2 1:4 1:8 1:16 1:32
OD 1,190 0,783 0,441 0,249 0,143 0,088
Jumlah sel 2950000000 1475000000 737500000 368750000 184375000 92187500
Log10 9,47 9,17 8,87 8,57 8,27 7,96
Jumlah sel (Log10 CFU/mL) isolat PMP 0126y selama 27 jam pengamatan Waktu sampling (jam)
OD
Log10 CFU/mL
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27
0,141 0,450 0,991 1,123 1,251 1,271 1,252 1,263 1,091 0,605
8,3 8,7 9,4 9,5 9,7 9,7 9,7 9,7 9,5 8,9
74
Lampiran 5 Hasil uji aktivitas selulase isolat PMP 0126y Hasil uji aktivitas selulase pada media produksi selama 6 hari pengamatan Hari 0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi glukosa (mg/L) 0,069 0,071 0,079 0,117 0,076 0,075 0,068
Aktivitas selulase (U/mL) 0,064 0,065 0,073 0,108 0,070 0,069 0,063
Jumlah sel (Log10 CFU/mL) 8,7 9,1 9,1 9,1 9,1 9,0 8,9
Konsentrasi protein (mg/mL) 1,193 0,875 0,927 0,895 1,070 1,052 1,030
Aktivitas Spesifik (U/mg) 0,053 0,074 0,079 0,120 0,066 0,066 0,061
Hasil uji aktivitas selulase pada media produksi mengandung glukosa 0,1% setiap hari pengamatan
Hari 0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi glukosa (mg/mL) 0,070 0,070 0,071 0,076 0,068 0,064 0,054
Aktivitas selulase (U/mL) 0,065 0,065 0,066 0,070 0,063 0,059 0,050
Jumlah sel (Log10 CFU/mL) 8,4 9,4 9,4 9,4 9,3 9,2 8,9
Kadar Protein (mg/mL) 1,024 1,010 0,860 0,606 1,119 1,235 1,241
Aktivitas spesifik (U/mg) 0,063 0,065 0,077 0,116 0,056 0,048 0,040
Aktivitas unit, aktivitas spesifik endapan dan supernatan pada berbagai persen kelarutan amonium sulfat Persen kelarutan amonium sulfat (%) Kontrol 30 40 50 60 70 80 90
Aktivitas selulase (U/mL) Endapan
Supernatan
Aktivitas spesifik (U/mg) Endapan
0,064 0,069 0,069 0,072 0,071 0,066 0,064 0,064
Supernatan
0,075 0,059 0,065 0,068 0,064 0,065 0,065 0,062
0,092 0,117 0,128 0,079 0,062 0,047 0,047
0,106 0,085 0,105 0,077 0,090 0,056 0,054
75
Hasil uji aktivitas selulase hasil pemurnian kolom DEAE Fraksi 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Konsentrasi glukosa (mg/mL) 0,064 0,064 0,077 0,064 0,064 0,073 0,070 0,066 0,061 0,068
Aktivitas selulase (U/mL)
Kadar protein (mg/mL)
Aktivitas spesifik (U/mg)
0,127 0,127 0,154 0,127 0,128 0,147 0,141 0,131 0,121 0,137
0,124 0,087 0,118 0,107 0,144 0,092 0,133 0,130 0,130 0,115
1,024 1,468 1,301 1,190 0,888 1,591 1,062 1,009 0,933 1,187
Aktivitas relatif selulase pada penambahan logam 5 mM dan 10 mM Ion logam Kontrol KCl NaCl MgCl2 FeCl3 CaCl2 ZnCl2 EDTA
Aktivitas relatif (%) 5 mM 10 mM 100 99 109 80 80 129 74 83 111 153 82 71 22 81 66
Aktivitas selulase pada 5 mM dan 10 mM pada aktivitas selulase Ion logam Kontrol KCl NaCl MgCl2 FeCl3 CaCl2 ZnCl2 EDTA
Aktivitas selulase (U/mL) pada 5 mM 0,089 0,072 0,116 0,075 0,138 0,064 0,073
Aktivitas selulase (U/mL) pada 10 mM 0,090 0,098 0,072 0,067 0,100 0,074 0,020 0,059
76
Lampiran 6 Prosedur delignifikasi limbah rumput laut dengan NaOH dan H2SO4 oleh BBP4BKP limbah rumput laut digerus sampai halus
ditambah NaOH (w/w) 4 dan 6%, dan H2SO4 1% (w/v)
diautoklaf selama 20 menit pada suhu 121 0C
disaring
dikeringkan di dalam oven sampai kadar air ± 10%
77
BIO TRACE
Model 3730 File: 1st_BASE_672451_Isna_16SF.ab1 KB.bcp 6258000-04 6258002-04 672451_Isna_16SF 6258003-03 6258005-00 Lane 13
Signal G:110 A:191 T:231 C:195 KB_3730_POP7_BDTv3.mob ?? no 'MTXF' field Points 2201 to 18200
Page 1 of 2 8/24/2011 Spacing: 15.3345308303833
BioEdit version 7.0.5.3 (10/28/05) G GGGGGGA A ACTTT CG GGGACTT G AGAGCGGCGTACGGG TGCGGAACACGTGTGCAACC TGCCTTTATC TGGGGGATAGCC TTTCGAAAGGAAGATTAATACCCCATAATATATTGAATGGCATCAT TTGATATTGAAAACTCCGG T 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
GG ATAGAGATGGGCACGCGCAAGATTAGATAG TTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAG TCAGCG ATC TTTAGGGGGCC TG AGAG GGTGATCCCCCACACTGGTAC TGAG ACACGG ACCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTG AGGAAT 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290
ATTGGACAATGGGTGAGAGCCTGATCCAGCCATCCCGCGTGAAGGACGACGGCCCTATGGGTTGTAAACTTCTTTTGTATAGGGAT AAACCTACCCTCGTGAGGGTAGCTGAAGGTACTATACGAATAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCA 300 310 320 330 340 350 360 370 380 390 400 410 420 430 440
GCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGCAAGCGTTATCCGGATTTATTGGGTTTAAAGGGTCCGTAGGCTGATTTGTAAGTCAGTGGTGAAATCTCACAGCTTAACTGTGAAACTGCCATTGATACTGCAAGTCTTGAGTGTTGTTGAAGTAG 450 460 470 480 490 500 510 520 530 540 550 560 570 580 590
CTGGAATAAGTAGTGTAGCGGTGAAATGCATAGATATTACTTAGAACACCAATTGC GAAGGCAGGTTACTAAGCAACAACTGACGCTGATGGACGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCC ACGCCGTAAACG 600 610 620 630 640 650 660 670 680 690 700 710 720 730 740
78
BIO TRACE
Model 3730 File: 1st_BASE_672451_Isna_16SF.ab1 KB.bcp 6258000-04 6258002-04 672451_Isna_16SF 6258003-03 6258005-00 Lane 13
Signal G:110 A:191 T:231 C:195 KB_3730_POP7_BDTv3.mob ?? no 'MTXF' field Points 2201 to 18200
Page 2 of 2 8/24/2011 Spacing: 15.3345308303833
BioEdit version 7.0.5.3 (10/28/05) ATGCTAACTCGTTTTTGG GCTTTTGGGT TCAGAGACTAAGCGAAAGTG ATAA GTTAGCCAC CTGG GGAGTACGAAC GCAA GTT TGAAACTCAAA GGAATTGACGGGGGCCC GCACAAGC GGTGGATTATGTGGTTTAA TTCGA 750 760 770 780 790 800 810 820 830 840 850 860 870 880
TGATACGC GAGGAA CC TT ACC AAGGCTTAA ATGGGGAAATGAC AGGCTT AGAAAATA GGCTT TT CTTC GGACATT TTTC AA GGTGCTGCATGG TT GTC GTCA GCT CCTGCCCGTG AGGTGTTAAGGTTAAGTCCTT GC AA CGAAG 890 900 910 920 930 940 950 960 970 980 990 1000 1010 1020
CGCAACCCCTTGTCACTAA TTTGCC ATCAT TT AA TTTGGGGGACTCTA GTT AAAACTGCC T ACCCCAA GTA AAAAAGAAAAGTT GGGGATA AA 1030 1040 1050 1060 1070 1080 1090 1100 1110 1120
79
BIO TRACE
Model 3730 File: 1st_BASE_672450_Isna_16SR.ab1 KB.bcp 6258000-04 6258002-04 672450_Isna_16SR 6258003-03 6258005-00 Lane 15
Signal G:126 A:146 T:183 C:157 KB_3730_POP7_BDTv3.mob ?? no 'MTXF' field Points 2200 to 18281
Page 1 of 2 8/24/2011 Spacing: 15.2945175170898
BioEdit version 7.0.5.3 (10/28/05) N GGGGGCAAA CCG C G CCATG G CT G ATGCGCGATTACTAG CGATTCCAGCT TCATAG AGTCGAGTTGCAG ACTCCAA TCC GAACTG AG ACCGG C TTTCGAGATTTGCATCAC TTCGCAG TG TAGC TGCCC TC TG TACCGGCCAT TG 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
TATTACGTG TG TGGCCCAAGGCG TAAGGGCCG TG ATG ATTTGACGTCATCCCCACC TTCC TCTC TACTTGCGTAGGCAGTC TCACTAG AGTCCCCAAC TTAATG ATGGCAAC TAG TGACAGGGG TTGCGC TCGTTGCAGGACTT 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280
AACC TAACACC TCACGGCACGAGC TGACGACAACCATGCAGCACCTTG AAAAATGTCCGAAGAAAAGCCTATTTCTAAGCCTGTCATTTCCCATTTAAGCCTTGGTAAGGTTCCTCGCGTATCATCGAAT TAAACCACATAATCCACCGC 290 300 310 320 330 340 350 360 370 380 390 400 410 420 430
TTGTGCGGGCCCCCGTCAAT TCCTTTGAGTTTCAAAC TTGCGTTCGTACTCCCCAGGTGGCTAACTTATCAC TTTCGCTTAGTCTCTGAACCCAAAAGCCCAAAAACGAGTTAGCATC GTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAATC 440 450 460 470 480 490 500 510 520 530 540 550 560 570 580
CTGTTC GCTCCCCACGCTTTCGTCCATCAGC GTCAGTTGT TGCTTAGTAACCTGCCTTCGCAATTGGTGTTCTAAGTAATATCTATGCAT TTCACCGC TACACTAC TTATTCCAGCTACT TCAACAACACTCAAGACTTG CAGT ATCA 590 600 610 620 630 640 650 660 670 680 690 700 710 720 730
80
BIO TRACE
Model 3730 File: 1st_BASE_672450_Isna_16SR.ab1 KB.bcp 6258000-04 6258002-04 672450_Isna_16SR 6258003-03 6258005-00 Lane 15
Signal G:126 A:146 T:183 C:157 KB_3730_POP7_BDTv3.mob ?? no 'MTXF' field Points 2200 to 18281
Page 2 of 2 8/24/2011 Spacing: 15.2945175170898
BioEdit version 7.0.5.3 (10/28/05) ATGGCAGTTTCACAGT T AAGC T GTGAGATTT C AC CACT GACT TACAAATCAGCCTAC GGACC CT TTAAACCC AATAAATCC GGAT AAC GC TT GCACCC TCCGTATTACC GCGGCT GCTGGC AC G GAGTT AG C CGGTGC TT AT 740 750 760 770 780 790 800 810 820 830 840 850 860 870
TCGT ATAGTA CCTT C AGCTA CCC T CAC GA GGGTA GGTTT ATCCCC TAT AC AAAAA AAA GT TT ACAA CC C ATAA GGG CCGT CGTCC TTTCA CGCCGGGATG GCTGGGATCAA GGCT CTCA CCCC A TTGTCC AAATA TTCCT TCAC 880 890 900 910 920 930 940 950 960 970 980 990 1000 1010 1020
TGGCTG CCCTCCCGT AA GAA TTC TGGG CCC TTGT CTCAA TTACCAA T T TTN 1030 1040 1050 1060 1070
81
82