ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN SERTA UJI AKTIVITAS ENZIM KATABOLIK DARI BAKTERI Actinobacillus sp. P3(7) TERHADAP SUBSTRAT HIDROKARBON
MIRANTI PUSPITASARI NIM. 081414253001
PROGRAM STUDI MAGISTER KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DETEKSI MOLEKUI.AR GEN SERTA UJI AKTTVTTAS ENZIM KATABOLIK DARr BAKTERT Aetinobsciila.r sp. p3(7) TERHADAP SUBSTRAT HIDROKARBON
TESIS Untuk memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Magister Kimia pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Oleh: MIRANTI PUSPITASARI NIM.081414253001
PROGRAM ST1JDI MAGISTER KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UMVERSITAS AIRLANGGA Tanggal4 Agustus 2016 TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
HALAMAN PENGESAIIAN
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN SERTA UJTAKTTVITAS ENZIM KATABOITK DARr BAKTERT Actinobaciilus sp. p3(7) TERTTADAP SUBSTRAT HIDROKARBON
Disusun oleh
MIRANTI PUSPITASARI NIM.081414253001
Telah diperta&rankan di depan Tim penguji dan diterima sebagai salah satu persyaratan rurhrk memp".oiltr gelar Magister pada tanggal 4 Agustus 2016
Pembimbing
J.
Kimia
I
\ry
Dr. Ni'
Dr. Sri Sumarsih, M.Si. NrP. 196001 101988102001
105199032003
Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Dr. M. Zakki'Fahnil, S.Si., M.Si. NrP. 1 98307022009 12fi0s TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulisan tesis berjudul “Deteksi Molekular Gen serta Uji Aktivitas Enzim Katabolik dari Bakteri Actinobacillus sp. P3(7) terhadap Substrat Hidrokarbon” dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan tesis ini banyak mendapatkan bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak, sehingga ucapan terima kasih disampaikan dengan tulus kepada: 1.
Dr. Sri Sumarsih, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen Wali. Terima kasih telah berkenan meluangkan waktu untuk selalu membimbing, memberikan saran, memberikan motivasi, serta memberikan kesempatan belajar dan berdiskusi.
2.
Dr. Ni’matuzahroh selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih telah berkenan meluangkan waktu untuk selalu membimbing, memberikan saran, memberikan motivasi, serta memberikan kesempatan untuk belajar dan memberikan pengalaman penelitian sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
3.
Tim penguji, Dr. Ir. Suyanto, M.Si., Prof. Dr. Afaf Baktir, MS., serta Dr. Muji Harsini, M.Si. Terima kasih telah berkenan memberikan evaluasi dan saran terkait penelitian dan penulisan tesis.
4.
Ketua Program Studi Magister Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, M. Zakki Fahmi, S.Si., M.Si., Ph.D. Terima kasih telah memberikan masukan, saran, serta arahannya.
5.
Tenaga kependidikan Departemen Kimia yang telah membantu kelancaran penelitian.
6.
Orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan yang tiada henti.
7.
Tim penelitian bidang biokimia serta angkatan 2014/2015 atas bantuannya selama ini.
vi TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRAK Deteksi Molekular Gen serta Uji Aktivitas Enzim Katabolik dari Bakteri Actinobacillus sp. P3(7) terhadap Substrat Hidrokarbon Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan gen katabolik pada DNA genom bakteri hidrokarbonoklastik Actinobacillus sp. P3(7) serta uji aktivitas enzim katabolik terhadap substrat hidrokarbon. Fragmen gen diamplifikasi dari DNA genom menggunakan primer spesifik untuk gen alkM, tod, dan ndo. Isolat ditumbuhkan pada media Sea Salt diperkaya yeast extract dan hidrokarbon, yaitu heksadekana, toluena, dan naftalen. Enzim katabolik diuji aktivitasnya terhadap substrat masing-masing. Hasil amplifikasi gen katabolik menunjukkan bahwa isolat memiliki fragmen gen alkM, tod, dan ndo dengan ukuran berturut-turut sebesar 900 bp, 600 bp, dan 650 bp. Isolat selama proses inkubasi menggunakan ketiga substrat hidrokarbon untuk proses pertumbuhan dan perkembangan hingga 10 hari inkubasi. Induksi ekspresi enzim alkana monooksigenase, toluena dioksigenase, dan naftalen dioksigenase terjadi selama proses degradasi namun pada waktu inkubasi yang berbeda. Aktivitas tertinggi alkana monooksigenase, toluena dioksigenase, dan naftalen dioksigenase berturutturut sebesar 4,630 U/mL; 5,338 U/mL; dan 6,367 U/mL yang dicapai pada kondisi 10 hari, 8 hari, dan 10 hari inkubasi. Kata Kunci : Actinobacillus sp. P3(7), hidrokarbon, gen katabolik, enzim katabolik
vii TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRACT Molecular Detection of Gen and Activity Assay of Catabolic Enzyme from Actinobacillus sp. P3(7) toward Hydrocarbon Substrates This research aims to detect the presence of catabolic genes in hydrocarbonoclastic bacteria Actinobacillus sp. P3 (7) and the catabolic enzyme activity assay against hydrocarbon substrate. Gene fragmen amplified from genomic DNA using specific primers for alkM, tod, and ndo genes. The isolate then grown on Sea Salt media enriched with yeast extract and hydrocarbons, namely hexadecane, toluene, and naphthalene. Catabolic enzymes tested for its activities against their respective substrates. Catabolic gene fragmen amplification results showed that the isolates have gene fragmen of alkM, tod, and ndo gene with consecutive size of 900 bp, 600 bp, and 650 bp. Isolates during the process of incubation using hydrocarbon substrate for growing and developing process until the 10 days of incubation. Induction of alkane monooxygenases, toluene dioxygenase, and naphthalene dioxygenase enzyme expression occur during the degradation process but at different incubation time. The highest activity of the alkane monooxygenases, toluene dioxygenase, and naphthalene dioxygenase are 4,630 U/mL; 5,338 U/mL; dan 6,367 U/mL, respectively, reached on the 10 days, 8 days, and the 10 days of incubation. Keywords : Actinobacillus sp. P3(7), hydrocarbon, catabolic gene, catabolic enzyme
viii TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI
Sampul Luar Sampul Dalam Halaman Judul Halaman Prasyarat Gelar Halaman Pengesahan UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodegradasi Hidrokarbon 2.2. Bakteri Hidrokarbonoklastik 2.3. Actinobacillus sp. 2.4. Enzim Monooksigenase dan Dioksigenase 2.4.1. Alkana Monooksigenase 2.4.2. Toluen Dioksigenase 2.4.3. Naftalen Dioksigenase 2.5. Gen Penyandi Enzim Monooksigenase dan Dioksigenase 2.5.1. Gen Penyandi Alkana Monooksigenase 2.5.2. Gen Penyandi Toluen Dioksigenase 2.5.3. Gen Penyandi Naftalen Dioksigenase BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual 3.2. Hipotesis Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Bahan dan Alat Penelitian 4.2.1. Isolat Bakteri 4.2.2. Bahan Penelitian 4.2.3. Alat penelitian 4.3. Diagram Alir Penelitian 4.4. Cara Kerja
Halaman i ii iii iv v vi vii viii ix xi xii xiii xiv 1 1 4 4 4 6 6 7 8 9 10 12 13 15 16 16 17 18 18 19 21 21 21 21 21 21 22 23
ix TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.4.1. Pembuatan Media 4.4.2. Peremajaan Mikroba 4.4.3. Kultivasi Mikroba dalam Media LB 4.4.4. Ekstraksi DNA Genom 4.4.5. Penentuan Kadar DNA Genom 4.4.6. Amplifikasi Gen Penyandi Enzim Monooksigenase dan Dioksigenase 4.4.7. Elektroforesis DNA 4.4.8. Kultivasi Mikroba dalam Media Sea Salt diperkaya Yeast Extract dan Substrat Hidrokarbon 4.4.9. Pengukuran OD600nm Mikroba 4.4.10. Uji Aktivitas Enzim Oksigenase BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Ekstraksi DNA Genom Actinobacillus sp. P3(7) 5.2. Amplifikasi Gen Katabolik pada Actinobacillus sp. P3(7) 5.3. Respon Pertumbuhan Actinobacillus sp. P3(7) pada Berbagai Substrat Hidrokarbon 5.4. Biomassa yang dihasilkan Kultur Actinobacillus sp. P3(7) 5.5. pH Akhir Kultur Actinobacillus sp. P3(7) 5.6. Kadar Protein Sel Actinobacillus sp. P3(7) 5.7. Aktivitas Enzim dari Actinobacillus sp. P3(7) 5.7.1. Alkana Monooksigenase 5.7.2. Toluena Dioksigenase dan Naftalena Dioksigenase 5.7.3. Pengaruh Penambahan Substrat terhadap Aktivitas Enzim Katabolik dari Actinobacillus sp. P3(7) BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan 6.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
23 23 23 24 25 25 25 27 27 28 32 32 33 35 42 43 44 45 45 47 49 52 52 52 53
x TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL
No.
Judul Tabel
Halaman
Tabel 4.1.
Primer yang digunakan untuk amplifikasi fragmen gen……………..
26
Tabel 4.2.
Set kondisi PCR……………………………………………………...
26
Tabel 4.3.
Komposisi penentuan kadar protein dengan metode Bradford………
29
Tabel 4.4.
Komposisi uji aktivitas enzim oksigenase…………………………...
31
Tabel 5.1.
Perbandingan antara hasil penelitian dengan hasil dari MarquezRocha et al. (2005)…………………………………………………..
34
xi TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR
No
Judul Gambar
Halaman
Gambar 2.1. Fotomikrograf Actinobacillus sp. P3(7) ....................................
8
Gambar 2.2. Struktur monooksigenase pada sistem alkana monooksigenase
11
Gambar 2.3. Struktur oksigenase pada sistem toluena dioksigenase .............
12
Gambar 2.4. Struktur oksigenase pada sistem naftalena dioksigenase ..........
14
Gambar 2.5. Ikatan koordinasi pada naftalena dioksigenase .........................
14
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian ......................................................
20
Gambar 4.1. Diagram alir penelitian ..............................................................
22
Gambar 5.1. Hasil elektroforesis DNA genom Actinobacillus sp. P3(7) ......
32
Gambar 5.2. Hasil amplifikasi dengan berbagai variasi suhu annealing .......
33
Gambar 5.3. Kurva pertumbuhan bakteri Actinobacillus sp. P3(7) ...............
36
Gambar 5.4. Warna kultur pada berbagai variasi waktu inkubasi .................
37
Gambar 5.5. Struktur senyawa katekol, protokatekuat, dan asam salisilat ....
38
Gambar 5.6. Profil massa sel dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon 42 Gambar 5.7. Profil pH dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon .................
44
Gambar 5.8. Profil kadar protein sel dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon 45 Gambar 5.9. Kurva produksi enzim alkana monooksigenase selama proses kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung substrat heksadekana.................................................................
46
Gambar 5.10. Kurva produksi enzim toluena dioksigenase selama proses kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung substrat toluena .......................................................................
47
Gambar 5.11. Kurva produksi enzim naftalena dioksigenase selama proses kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung substrat naftalena ....................................................................
48
Gambar 5.12. Regulasi ekspresi gen pada operon .........................................
50
xii TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran 1.
Judul Lampiran Koloni Actinobacillus sp. P3(7) koleksi Laboratorium FST Universitas Airlangga
Lampiran 2.
Data penentuan OD600nm kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Lampiran 3.
Data penentuan biomassa kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Lampiran 4.
Data penentuan pH akhir kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Lampiran 5.
Data penentuan kadar protein sel Actinobacillus sp. P3(7)
Lampiran 6.
Data penentuan aktivitas crude enzyme
xiii TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR SINGKATAN
bp
: base pair
BLAST
: Basic Local Alignment Search Tool
DNA
: Deoxyribonucleic acid
NADH
: Nicotinamide adenine dinucleotide
Trp
: Triptofan
Ile
: Isoleusin
Thr
: Treonin
Leu
: Leusin
His
: Histidin
Asp
: Asam aspartat
PCR
: Polymerase Chain Reaction
AlkB
: Alkana monooksigenase untuk rantai C medium (C5-C12)
AlkM
: Alkana monooksigenase untuk rantai C panjang (C>12)
CYP
: Sitokrom P450
NA
: Nutrient Agar
SS
: Sea Salt
EtBr
: Etidium bromida
DMSO
: Dimetil sulfoksida
OD
: Optical density (densitas optik)
BSA
: Bovine serum albumin
cAMP
: Cyclic adenosine monophosphate
CRP
: cAMP receptor protein
xiv TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan Lumpur minyak bumi (oil sludge) adalah campuran logam, minyak, padatan, dan air yang membentuk emulsi air/minyak yang stabil dan terdeposisi pada bagian dasar tangki penyimpanan minyak mentah maupun yang telah melalui tahap pengolahan. Oil sludge terbentuk karena adanya proses oksidasi minyak dan air oleh udara sehingga menghasilkan sedimentasi pada dasar tangki dan menjadi hasil samping dalam proses pengolahan dan pemurnian minyak bumi. Sedimen yang terbentuk menghambat aliran minyak dalam pipa dan bersifat korosif terhadap permukaan tangki penyimpanan minyak sehingga dapat mempercepat kerusakan komponen tangki. Oil sludge juga mengandung hidrokarbon alifatik, hidrokarbon aromatik, serta senyawa organik yang mengandung atom N, O, atau S yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan
sehingga
perlu
dilakukan
pengolahan
untuk
menekan
atau
menghilangkan kandungan berbahaya dari oil sludge (Hu et al., 2013). Berbagai metode degradasi oil sludge secara fisika maupun kimia telah banyak digunakan dan memiliki kelebihan yaitu efisien serta mampu menurunkan kadar hidrokarbon pada oil sludge secara maksimal namun memiliki kelemahan yaitu tidak ekonomis terutama jika diaplikasikan dalam skala industri. Salah satu metode yang dapat menjadi pilihan untuk pengolahan oil sludge adalah biodegradasi dengan menggunakan mikroorganisme yaitu bakteri, yeast, atau fungi. Bakteri banyak dipilih dibandingkan yeast atau fungi karena memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi serta kemudahan untuk memperbanyak jumlah selnya. Komponen oil sludge sebagian besar tersusun dari senyawa hidrokarbon sehingga dapat digunakan oleh bakteri yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber karbon yang tersedia
untuk
proses
metabolisme,
yang
disebut
sebagai
bakteri
hidrokarbonoklastik (Hu et al., 2013). Spesies bakteri yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi komponen hidrokarbon tersebar luas dalam berbagai jenis
1 TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
bakteri, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif, seperti Aeromonas hydrophila, Acinetobacter faecalis tipe II, Actinobacillus sp. P(3)7, Pseudomonas aeruginosa,
Pseudomonas
putida,
Pseudomonas
cepacea,
Pseudomonas
fluorescens-25, dan Pseudomonas pseudomallei (Ni’matuzahroh et al., 2009). Kemampuan bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon dipengaruhi oleh adanya enzim katabolik yang mampu memecah senyawa hidrokarbon menjadi senyawa metabolit yang mampu masuk ke dalam siklus asam sitrat. Enzim katabolik yang paling berperan penting dalam proses katabolisme hidrokarbon yang masuk ke dalam sel bakteri adalah enzim yang mengkatalisis reaksi oksidasi hidrokarbon tahap pertama. Tahap pertama katabolisme alkana dan aromatik oleh bakteri masing-masing diinisiasi oleh enzim monooksigenase dan dioksigenase (Jauhari et al., 2014). Aktivitas enzim monooksigenase dan dioksigenase yang diisolasi dari beberapa spesies bakteria dalam mendegradasi substrat hidrokarbon telah berhasil dilaporkan. Aktivitas alkana monooksigenase dari Pseudomonas sp. BP10 dan Stenotrophomonas nitritireducens E9 yang diisolasi dari petroleum sludge serta konsorsiumnya dalam mendegradasi heksakosan (C26) masing-masing mencapai 527 ηmol/mg, 563 ηmol/mg, dan 607 ηmol/mg protein (Jauhari et al., 2014), sedangkan aktivitas alkana monooksigenase dari Pseudomonas aeruginosa PSA5, Rhodococcus sp. NJ2 dan Ochrobactrum intermedium P2 yang diisolasi dari petroleum sludge dalam mendegradasi heksadekana (C16) masing-masing mencapai 89,83 μmol/g, 185 μmol/g, dan 186 μmol/g protein (Mishra dan Singh, 2012). Aktivitas naftalena dioksigenase dari Pseudomonas sp. NCIB9816 dan Rhodococcus sp. NCIMB12038 dalam mendegradasi naftalen masing-masing sebesar 37,9 U/mg protein dan 0,731 U/mg protein (Ensley dan Gibson, 1983; Larkin et al., 1999). Aktivitas enzim alkana monooksigenase dan aromatik dioksigenase dari spesies bakteri lain perlu diteliti untuk mengetahui keanekaragaman aktivitas enzimatis bakteri hidrokarbonoklastik lainnya. Berbagai spesies bakteri hidrokarbonoklastik berhasil diisolasi dari lokasi yang tidak terkontaminasi maupun yang terkontaminasi oleh hidrokarbon, namun karakteristik gen yang menyandi sistem enzim pendegradasi hidrokarbon masih
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
belum banyak diteliti. Enzim yang berperan dalam tahap pertama degradasi hidrokarbon, seperti alkana monooksigenase, toluena monooksigenase, naftalena dioksigenase yang masing-masing disandi oleh gen alk, tod, serta ndo dapat diamplifikasi dari DNA genom bakteri menggunakan primer spesifik sehingga dapat diketahui sekuens gen yang menyandi enzim-enzim penting dalam katabolisme
hidrokarbon.
Fragmen
gen
alkB
yang
menyandi
alkana
monooksigenase untuk substrat C5-C12 berhasil diamplifikasi dari Rhodococcus sp. dengan ukuran 701 bp menggunakan primer spesifik untuk bakteri Rhodococcus sp. yang didesain berdasarkan daerah lestari gen alkB dari hasil penjajaran gen alkB dari berbagai spesies Rhodococcus sp. (Tancsics et al., 2015) serta fragmen gen alkB, ndo, C12O, dan C23O berhasil diamplifikasi dari DNA genom Sphingomonas koreensis ASU06 yang diisolasi dari sampel tanah dari perusahaan pengolahan minyak di Assiut, Mesir. Produk PCR yang didapatkan berturut-turut yaitu 100; 487; 350; dan 900 bp (Hesham et al., 2014). Fragmen gen alkM yang menyandi alkana monooksigenase untuk substrat C13-C30 juga berhasil diamplifikasi dari Acinetobacter baumannii OS1 yang diisolasi dari sampel oil sludge dari pengolahan minyak di Manila, Filipina, dengan ukuran 715 bp. Analisis BLAST menunjukkan adanya kemiripan sekuens gen alkM sebesar 99% dengan gen alkM A. baumannii AB307-0294 (Hedreyda dan Sarmago, 2014). Salah satu bakteri yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon adalah Actinobacillus sp. P3(7) hasil isolasi dari sampel tanah pengilangan minyak Desa Wonocolo, Bojonegoro oleh Ni’matuzahroh et al. (2009). Actinobacillus sp. P3(7) mampu hidup pada tanah yang tercemar minyak bumi sehingga diperkirakan mampu menggunakan hidrokarbon sebagai sumber karbon untuk proses metabolisme dengan bantuan enzim-enzim katabolik. Actinobacillus sp. P3(7) memiliki aktivitas emulsifikasi substrat crude oil sebesar 100% dan mampu menurunkan tegangan permukaan hingga 51,2 mN/m melalui proses pelepasan biosurfaktan. Pelepasan biosurfaktan akan menyebabkan terjadinya emulsifikasi hidrokarbon dan penurunan tegangan antarmuka minyakair sehingga hidrokarbon dapat larut dan meningkatkan bioavailabilitas
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
hidrokarbon dalam fasa air sehingga hidrokarbon dapat masuk ke dalam sel dan dimetabolisme oleh bakteri (Fatimah et al., 2009). Jenis-jenis gen katabolik dan enzim katabolik yang berperan dalam proses degradasi hidrokarbon tahap pertama untuk substrat heksadekana, toluena, dan naftalena serta nilai aktivitas masingmasing enzim tersebut perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui tingkat degradasi enzimatis hidrokarbon oleh bakteri Actinobacillus sp. P3(7).
1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini berdasarkan uraian latar belakang di atas yaitu sebagai berikut. 1.
Apakah fragmen gen penyandi enzim monooksigenase dan dioksigenase dapat diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7)?
2.
Berapa nilai aktivitas enzim monooksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7) dalam mengkatalisis reaksi oksidasi heksadekana sebagai substrat?
3.
Berapa nilai aktivitas enzim dioksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7) dalam mengkatalisis reaksi oksidasi toluena dan naftalena sebagai substrat?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini berdasarkan permasalahan yang akan dikaji yaitu sebagai berikut. 1.
Mengamplifikasi fragmen gen penyandi enzim monooksigenase dan dioksigenase dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7).
2.
Menentukan nilai aktivitas enzim monooksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7) dalam mengkatalisis reaksi oksidasi heksadekana sebagai substrat.
3.
Menentukan nilai aktivitas enzim dioksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7) dalam mengkatalisis reaksi oksidasi toluena dan naftalena sebagai substrat.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1.
Memberikan informasi mengenai pemanfaatan bakteri sebagai alternatif agen pendegradasi hidrokarbon, khususnya heksadekana, toluena, dan naftalena.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
2.
Memberikan informasi mengenai gen-gen penyandi enzim pendegradasi hidrokarbon sebagai identifikasi awal untuk mengenali selektifitas substrat hidrokarbon untuk bakteri tertentu.
3.
Memberikan informasi mengenai enzim-enzim yang berperan dalam proses degradasi hidrokarbon menggunakan bakteri hidrokarbonoklastik.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodegradasi Hidrokarbon Biodegradasi merupakan proses konversi atau transformasi senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik melalui aktivitas metabolisme dari mikroorganisme, ragi, atau tumbuhan yang menggunakan polutan sebagai sumber karbon dan energi. Produk degradasi hidrokarbon yang memasuki siklus asam sitrat berfungsi sebagai substrat metabolisme energi dan sebagai zat pembangun untuk proses biosintesis sel dan proses pertumbuhan bakteri. Proses degradasi dapat dibagi menjadi dua model yaitu melalui metabolisme aerob yang membutuhkan molekul oksigen serta metabolisme anaerob yang tidak membutuhkan oksigen (Fritsche dan Hofrichter, 2008). Laju biodegradasi komponen hidrokarbon oleh bakteri dipengaruhi oleh: i) sifat biodegradabilitas senyawa, misalnya senyawa alifatik dengan C10-C18 lebih mudah didegradasi oleh bakteri dibandingkan dengan rantai karbon yang lebih pendek atau lebih panjang, sedangkan alifatik rantai panjang didegradasi lebih lambat karena memiliki bioavailabilitas yang rendah karena senyawa tersebut sulit larut dalam air sehingga tidak mudah digunakan oleh mikroba sebagai sumber karbon, dan alifatik rantai pendek mudah larut dalam air namun sangat toksik untuk sel mikroba; serta ii) kemudahan senyawa untuk diakses oleh mikroba dan oleh aktivitas biologis sehingga proses degradasi menjadi berjalan lebih cepat (Mishra dan Singh, 2012). Biodegradasi komponen hidrokarbon oleh bakteri dimediasi oleh beberapa jenis enzim degradatif. Jenis enzim degradatif yang terlibat dalam degradasi hidrokarbon dapat dibagi menjadi dua berdasarkan mekanisme kerja enzim, yaitu enzim periferal dan enzim fisi. Enzim periferal bekerja untuk mengenali dan mengkonversi hidrokarbon menjadi molekul yang lebih mudah masuk ke dalam sel sehingga lebih mudah didegradasi, contohnya yaitu enzim lipase. Enzim fisi bekerja mendegradasi molekul tersebut melalui jalur metabolisme sel, contohnya yaitu kelas enzim monooksigenase dan dioksigenase (Mishra dan Singh, 2012).
6 TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
Enzim yang dihasilkan oleh bakteri hidrokarbonoklastik dapat mendegradasi hidrokarbon melalui satu atau lebih jalur metabolik karena enzim-enzim tersebut tidak mampu mendegradasi semua jenis senyawa hidrokarbon (Mishra et al., 2014; Macaulay, 2014). Enzim fisi yang bekerja pada proses degradasi alkana bergantung dari panjang rantai karbon alkana tersebut, sehingga bakteri yang mampu mendegradasi alkana umumnya memiliki beberapa gen yang menyandi berbagai variasi enzim alkana monooksigenase (Van Beilen et al., 2003).
2.2. Bakteri Hidrokarbonoklastik Aktivitas hidup bakteri memerlukan senyawa karbon sebagai salah satu sumber nutrisi dan energi untuk melangsungkan proses metabolisme dan perkembangbiakan. Beberapa bakteri memiliki kemampuan yang khas yaitu menggunakan senyawa hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Bakteri jenis ini tersebar luas di alam dan dikenal sebagai bakteri hidrokarbonoklastik. Bakteri ini dapat memetabolisme hidrokarbon dengan dikatalisis enzim-enzim katabolik pendegradasi hidrokarbon yang dihasilkan secara intraseluler (Fritsche dan Hofrichter, 2008). Beberapa genus bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu menggunakan hidrokarbon sebagai sumber karbon antara lain Achromobacter, Acinetobacter, Aeromonas, Alcaligenes, Arthrobacter, Bacillus, Benecdea, Brevibacterium, Candida, Corynebacterium, Flavobacterium, Methylobacterium, Methylococcus, Methylocystis, Methylomonas, Micromonospora, Micrococcus, Mycobacterium, Nocardia, Pseudomonas, Rhodotula, Spirillium, Sporobolomyces, dan Vibrio. Beberapa bakteri mampu menggunakan hidrokarbon sebagai sumber karbon akibat adanya proses adaptasi setelah terjadi kontaminasi minyak di laut, yaitu genus Oleispira, Marinobacter, Thalassolitus, Alcanivorax, dan Cycloclasticus. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan degradasi hidrokarbon dapat muncul secara alami akibat adanya proses evolusi (Chen, 2013). Spesies bakteri yang berhasil diisolasi dan memiliki kemampuan dalam mendegradasi hidrokarbon dalam minyak mentah antara lain Acinetobacter faecalis tipe II, Actinobacillus sp. P3(7), Aeromonas hydrophila, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas putida,
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
Pseudomonas
cepacea,
Pseudomonas
fluorescens-25,
dan
Pseudomonas
pseudomallei (Ni’matuzahroh et al., 2009).
2.3. Actinobacillus sp. Actinobacillus sp. merupakan bakteri Gram negatif, imotil, tidak menghasilkan spora, serta berbentuk oval hingga batang. DNA genom bakteri Actinobacillus sp. mengandung 40% mol guanin dan 47% mol sitosin. Taksonomi dari spesies Actinobacillus sp. dapat dilihat di bawah ini (Mutters et al., 1986). Kingdom : Bacteria Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gammaproteobacteria
Ordo
: Pasteurellales
Famili
: Pasteurellaceae
Genus
: Actinobacillus
Spesies
: Actinobacillus sp.
Spesies
Actinobacillus
Gambar 2.1. Fotomikrograf Actinobacillus sp. P(3)7
sp.
diketahui
memiliki
kemampuan
untuk
mendegradasi senyawa hidrokarbon. Actinobacillus sp. mampu mendegradasi fenol 100 mg/L hingga 100% pada kondisi optimum yaitu pada pH 7, suhu inkubasi 35-37ºC, serta kecepatan agitasi 150 rpm. Asam suksinat serta glisin sebagai sumber karbon dan sumber nitrogen merupakan jenis kosubstrat yang paling efisien dalam menunjang proses degradasi hidrokarbon (Khleifat , 2007). Actinobacillus sp. P3(7) hasil isolasi dari sampel tanah pengilangan minyak Desa Wonocolo, Bojonegoro oleh Ni’matuzahroh et al. (2009) mampu hidup pada tanah yang tercemar minyak bumi sehingga diperkirakan mampu menggunakan hidrokarbon sebagai sumber karbon untuk proses metabolisme. Actinobacillus sp. P3(7) memiliki aktivitas emulsifikasi substrat crude oil sebesar 100% dan mampu menurunkan tegangan permukaan hingga 51,2 mN/m melalui proses pelepasan biosurfaktan. Pelepasan biosurfaktan akan menyebabkan terjadinya emulsifikasi hidrokarbon dan penurunan tegangan antarmuka minyak-air sehingga hidrokarbon dapat larut dan meningkatkan bioavailabilitas hidrokarbon dalam fasa air sehingga
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
hidrokarbon dapat masuk ke dalam sel dan dimetabolisme oleh bakteri (Fatimah et al., 2009). Actinobacillus sp. juga memiliki kemampuan untuk mensekresikan enzim lipase dan dapat dikombinasikan dengan Acinetobacter sp. P2(1), Bacillus subtilis 3KP, serta Pseudomonas putida yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan biosurfaktan, untuk proses pengolahan crude oil dengan metode sand pack column. Masing-masing jenis kombinasi biosurfaktan dan lipase dari keempat bakteri tersebut secara efektif mampu menurunkan kadar crude oil sebesar 16,73%; 12%; dan 11,9%. Keefektifan kombinasi biosurfaktan dan lipase dalam menurunkan kadar crude oil sebanding dengan surfaktan sintetik yang digunakan sebagai kontrol positif yaitu Tween-20 yang mampu menurunkan kadar crude oil hingga 13,40%, sehingga kombinasi biosurfaktan dan lipase dari keempat bakteri tersebut diharapkan dapat digunakan dalam proses oil recovery (Ni’matuzahroh et al., 2015).
2.4. Enzim Monooksigenase dan Dioksigenase Tahap pertama dalam mekanisme degradasi alkana oleh bakteri dalam kondisi aerob adalah oksidasi alkana oleh kelas enzim monooksigenase yaitu enzim yang mengkatalisis inkorporasi satu atom oksigen ke dalam substrat, sedangkan tahap pertama dalam mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik selain benzena oleh bakteri dalam kondisi aerob adalah oksidasi aromatik oleh kelas enzim dioksigenase yaitu enzim yang mengkatalisis inkorporasi dua atom oksigen ke dalam substrat (Madigan et al., 2012). Sistem enzim yang terlibat dalam oksigenasi hidrokarbon alkana pada prokariot telah banyak ditemukan dan diklasifikasikan berdasarkan panjang rantai karbon substrat serta karakteristik degradasi karena sistem enzim yang berbeda dibutuhkan untuk mengoksidasi alkana dengan panjang rantai yang berbeda untuk menginisiasi proses biodegradasi, antara lain metana monooksigenase (MMO yang dikode oleh klaster gen mmo), sitokrom P450 (CYP yang dikode oleh klaster gen CYP), alkana monooksigenase untuk rantai C medium yaitu C5-C12 (AlkB
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
yang dikode oleh klaster gen alkB), dan alkana monooksigenase untuk rantai C panjang yaitu C>12 (AlkM yang dikode oleh klaster gen alkM) (Singh et al., 2012).
2.4.1. Alkana monooksigenase Enzim alkana monooksigenase merupakan enzim yang paling banyak ditemukan pada bakteri pendegradasi alkana dan dikode oleh klaster gen alk. Enzim ini mengkatalisis reaksi tahap pertama dalam degradasi alkana, yaitu oksidasi hidrokabon alkana linier (rantai medium C5-C12 dan rantai panjang C12-30) melalui inkorporasi 1 atom O dari O2 dan penggunaan NADH. Reaksi katalisis oksidasi alkana menjadi alkohol yaitu sebagai berikut. CH3-(CH2)n-CH3 + O2 + NADH + H+ → CH3-(CH2)n-CH2OH + NAD+ + H2O + H+ (Ji et al., 2013). Enzim famili alkana monooksigenase memiliki tiga komponen, yaitu monooksigenase, rubredoksin, rubredoksin reduktase, serta dua atom Fe. Komponen monooksigenase adalah protein integral membran, sedangkan komponen rubredoksin dan rubredoksin reduktase merupakan protein sitoplasma dan larut pada sitoplasma. Elektron ditangkap oleh NADH kemudian rubredoksin reduktase mentransfer elektron dari NADH ke rubredoksin. Rubredoksin kemudian mereduksi monooksigenase yang menyebabkan katalisis adisi 1 atom O dari O2 ke alkana membentuk alkohol (Singh et al., 2012). Komponen monooksigenase (gambar 2.2) memiliki 6 situs heliks transmembran dan sisi aktif yang menghadap ke arah sitoplasma. Sisi aktif enzim tersebut meliputi motif yang mengandung 4 residu histidin (simbol H) yang membentuk kelat dengan dua atom Fe (simbol ●), dan bekerja dalam aktivasi alkana dengan adanya O2 melalui pembentukan intermediet radikal. Satu dari atom O pada O2 ditransfer ke gugus metil terminal dari alkana menghasilkan alkohol, sedangkan atom O lainnya direduksi menjadi H2O melalui proses transfer elektron oleh rubredoksin (Singh et al., 2012).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
Gambar 2.2. Struktur monooksigenase pada sistem alkana monooksigenase. Simbol H: residu histidin, simbol ●: atom Fe, dan simbol batang: situs heliks transmembran (Van Beilen et al., 2003)
Enzim alkana monooksigenase memiliki spesifisitas substrat yang rendah namun tetap bekerja secara regiospesifik (hanya bekerja pada posisi satu jenis ikatan tertentu) dan stereospesifik (hanya menghasilkan salah satu jenis stereoisomer). Alkana monooksigenase yang diisolasi dari Pseudomonas oleovorans Gpo1 mampu mengkatalisis reaksi oksidasi pada alkana linier, alkana bercabang, serta sikloalkana. Alkana linier seperti dekana, undekana, heksana, serta heptana dioksidsasi menjadi alkohol primer. Alkana bercabang seperti metilbutana, metilpentana, serta metilheksana dioksidasi pada atom karbon sekunder. Oksidasi alkana tidak terjadi jika terdapat atom karbon tersier. Alkana siklik tersubstitusi seperti metilsikloheksana dioksidasi pada posisi trans-4 dari posisi substituen. Alkana selain jenis alkana linier dioksidasi dalam laju yang sangat lambat. Enzim bekerja terhadap jenis substrat yang luas namun terbatas pada substrat dengan struktur yang sederhana karena sisi aktif enzim yang berukuran sempit sehingga substrat berukuran besar seperti dekalin serta indolin dioksidasi dalam laju yang sangat lambat. Spesifisitas enzim ditentukan oleh residu asam amino Trp-55 yang berada pada sisi aktif enzim (Van Beilen et al., 1994).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
2.4.2. Toluena dioksigenase Toluena dioksigenase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi tahap pertama dalam degradasi toluena, yaitu oksidasi toluena menjadi (+)-cis-(1S,2R)dihidroksi-3-metilsikloheksa-3,5-diena
(cis-toluena
dihidrodiol)
melalui
penggunaan O2 dan NADH. Reaksi yang terjadi sebagai berikut. Toluena + NADH + H+ + O2 → (+)-cis-(1S,2R)-dihidroksi-3-metilsikloheksa-3,5diena + NAD+ (Jiang et al., 1999). Toluena dioksigenase merupakan sistem enzim multikomponen yang terdiri dari ferodoksin reduktase, ferodoksin, dan oksigenase (gambar 2.3). Elektron ditangkap oleh NADH lalu ditransfer ke ferodoksin reduktase, kemudian ditransfer ke ferodoksin. Ferodoksin kemudian mereduksi oksigenase yang menyebabkan katalisis adisi 2 atom O dari O2 ke senyawa toluena secara stereospesifik membentuk (+)-cis-(1S,2R)-dihidroksi-3-metilsikloheksa-3,5-diena. Komponen
oksigenase
pada
enzim
toluena
dioksigenase
merupakan
heteroheksamer yang terdiri dari subunit katalitik (sub-unit α) dan subunit struktural (sub-unit β). Sub-unit katalitik mengandung Rieske center [2Fe-2S] dan Fe mononuklir pada sisi aktif (Friemann et al., 2009).
(b)
(a)
Gambar 2.3. Struktur oksigenase pada sistem toluena dioksigenase tampak samping (a) dan tampak atas (b). Sub-unit α berwarna merah, hijau, dan kuning. Subunit β berwarna merah muda, hijau muda, dan abu-abu. Atom Fe berwarna magenta dan atom S berwarna oranye (Friemann et al., 2009)
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
Toluena dioksigenase bekerja pada rentang jenis substrat yang luas yaitu berbagai jenis alkilbenzena sederhana seperti toluena, etilbenzena, maupun dimetilbenzena, namun tetap memberikan sifat spesifisitas yaitu merubah substrat tersebut menjadi produk dihidrodiol secara stereospesifik dan regiospesifik. Sifat ini menjadikan toluena dioksigenase bernilai tinggi dalam proses sintesis senyawa yang dikontrol berdasarkan sifat enantiomerik. Residu asam amino yang berperan dalam menentukan spesifisitas substrat yaitu Ile-301, Thr-305, Ile-307, dan Leu309. Residu ini tidak berada pada sisi pengikatan substrat namun pada bagian saluran yang dilalui substrat untuk menuju sisi aktif (Bagneris et al., 2005).
2.4.3. Naftalen dioksigenase Naftalena dioksigenase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi tahap pertama dalam degradasi naftalen, yaitu oksidasi naftalen menjadi (+)-cis-(1R,2S)dihidroksi-1,2-dihidronaftalen (naftalen cis-dihidrodiol) melalui penggunaan O2 dan NADH. Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut. Naftalena + NADH + H+ + O2 → (+)- cis-(1R,2S)-dihidroksi-1,2-dihidronaftalena + NAD+ (Lee, 2005). Naftalena dioksigenase merupakan sistem enzim multikomponen yang terdiri dari ferodoksin reduktase, ferodoksin, dan oksigenase. Elektron ditangkap oleh NADH lalu ditransfer ke ferodoksin reduktase, kemudian ditransfer ke ferodoksin. Ferodoksin kemudian mereduksi oksigenase yang menyebabkan katalisis adisi 2 atom O dari O2 ke senyawa naftalena secara stereospesifik membentuk (+)-cis-(1R,2S)-dihidroksi-1,2-dihidronaftalen (Lee, 2005). Struktur oksigenase pada sistem enzim naftalena dioksigenase juga terdiri dari heksamer α3β3 (gambar 2.4). Tiap subunit pada komponen oksigenase mengandung Rieske center [2Fe-2S] dan sisi aktif berupa Fe yang berkoordinasi dengan molekul air, 2 residu histidin, dan 1 residu aspartat bidentat membentuk triad 2-His-1-Asp yang terlibat dalam aktivasi O2 dan proses katalisis. Salah satu Fe pada Rieske center berkoordinasi dengan 2 residu sistein sedangkan Fe lainnya berkoordinasi dengan 2 residu histidin (gambar 2.5) (Lee, 2005).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
Gambar 2.4. Struktur oksigenase pada sistem enzim naftalena dioksigenase. Sub-unit α berwarna ungu, hijau, dan biru. Sub-unit β berwarna ungu muda, hijau muda, dan biru muda. Atom Fe berwarna merah dan atom S berwarna kuning (Kauppi et al, 1998)
Gambar 2.5. Ikatan koordinasi pada naftalena dioksigenase. Ikatan terbentuk antara triad 2-His-1-Asp dan molekul air dengan atom Fe pada sisi aktif dan terbentuk antara 2 residu sistein dan 2 residu histidin dengan 2 atom Fe pada Rieske center, kedua bagian distabilkan oleh residu Asp-205 (Parales et al., 2000)
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
Enzim naftalena dioksigenase memiliki spesifisitas substrat yang rendah namun tetap bekerja secara regiospesifik (hanya bekerja pada posisi satu jenis ikatan tertentu) dan stereospesifik (hanya menghasilkan salah satu jenis stereoisomer) dalam menghasilkan produk dihidrodiol. Naftalena dioksigenase mampu mengkatalisis reaksi oksidasi naftalena dan bifenil dalam laju yang sama, namun mengkatalisis reaksi oksidasi fenantrena dalam laju yang lebih lambat. Poliaromatik cincin 4 seperti krisen dan benz[a]antrasena juga dapat mengalami reaksi
oksidasi
dengan
dikatalisis
oleh
enzim
nafttalena
dioksigenase
menghasilkan struktur bis-cis-dihidrodiol (Parales et al., 2000; Jouanneau et al., 2006).
2.5. Gen Penyandi Enzim Monooksigenase dan Dioksigenase Bakteri mampu mendegradasi hidrokarbon karena bakteri memiliki gen penyandi enzim-enzim katabolik yang berperan dalam jalur katabolisme hidrokarbon, baik karena proses adaptasi akibat terjadinya kontaminasi maupun muncul secara alamiah sebagai sifat bakteri. Gen katabolik ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi isolat dalam mendegradasi hidrokarbon dengan proses amplifikasi menggunakan metode PCR (Chen, 2013; Mathew dan Hobani, 2015). Gen-gen katabolik penyandi enzim hidrokarbon alifatik maupun aromatik yang telah berhasil diamplifikasi dari DNA bakteri antara lain klaster gen alk, CYP, tod, ndo, phn, xyl, serta PAH-RHD yang berturut-turut menyandi enzim alkana monooksigenase, sitokrom P450, toluena dioksigenase,
naftalen
dioksigenase,
fenantren
dioksigenase,
katekol
dioksigenase, serta PAH-ring hydroxylating dioxygenase (Marquez-Rocha et al., 2005; Phillips et al., 2008; Hesham et al., 2014). Enzim pendegradasi hidrokarbon merupakan enzim multikomponen sehingga gen struktural yang menyandi komponen enzim tersebut tersusun dalam sebuah klaster gen (operon), baik dalam bentuk operon polisistronik pada kromosom atau pada plasmid (Sahoo, 2010).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
2.5.1. Gen penyandi alkana monooksigenase Alkana monooksigenase untuk rantai C medium yaitu C5-C12 (AlkB) yang dikode oleh klaster gen alkB dan alkana monooksigenase untuk rantai C panjang yaitu C>12 (AlkM) yang dikode oleh klaster gen alkM merupakan dua jenis enzim alkana monooksigenase yang telah berhasil dikarakterisasi. Klaster gen alkB pertama kali diamplifikasi dari strain Pseudomonas oleovorans Gpo1 dan terdiri dari 3 komponen enzim yaitu alkana monooksigenase (alkB), rubredoksin (alkG), dan rubredoksin reduktase (alkT). Homolog alkB telah banyak tersebar di alam pada sekitar 45 spesies bakteri (Chen, 2013). Klaster gen alkM pertama kali diamplifikasi dari strain Acinetobacter sp. ADP1 dan terdiri dari gen yang menyandi 3 komponen enzim yaitu alkana monooksigenase (alkM), rubredoksin (rubA), dan rubredoksin reduktase (rubB). Gen alkM telah berhasil dideteksi pada berbagai strain Acinetobacter, seperti Acinetobacter sp. M-1, A. calcoaceticus NCIMB 8250, A. calcoaceticus EB104, Acinetobacter sp. 2769A, dan A. calcoaceticus 69-V. Analisis filogenetik sekuens asam amino dari AlkM dan AlkB menunjukkan tingkat diversitas sekuens yang sangat tinggi sehingga gen alkM dapat dengan mudah dibedakan dari gen alkB. Gen alk juga memiliki diversitas cukup tinggi pada genus bakteri yang berbeda terutama antara bakteri Gram positif dan Gram negatif. Hal ini mengindikasikan jika probe DNA atau primer oligonukleotida spesifik dapat didesain untuk mendeteksi dan memonitor genotipe alkana monooksigenase secara spesifik menggunakan metode molekuler (Phrommanich et al., 2009; Whyte et al., 2002).
2.5.2. Gen penyandi toluen dioksigenase Gen penyandi sistem enzim toluena dioksigenase yaitu klaster gen tod pertama kali diamplifikasi dari strain Pseudomonas putida F1. Gen tod terdiri dari dua klaster gen (operon) yang mengandung gen struktural yang menyandi enzim untuk proses degradasi toluen. Gen todA-C menyandi enzim toluen diksigenase yang mengkatalisis tahap pertama reaksi degradasi toluen kemudia gen todD-E yang menyandi enzim-enzim yang bekerja dalam tahap degradasi selanjutnya (Zylstra dan Gibson, 1989).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
2.5.3. Gen penyandi naftalen dioksigenase Gen penyandi sistem enzim naftalen dioksigenase yaitu klaster gen nah pertama kali diamplifikasi dari plasmid NAH7 dari strain Pseudomonas putida G7. Gen nah terdiri dari dua klaster gen (operon) yang mengandung gen struktural yang menyandi enzim untuk proses degradasi naftalen, yaitu operon nah1 (nahAF) dan operon nah2 (nahG-M). Operon nah1 terdiri dari gen nahA-F yang mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam konversi naftalen menjadi salisilat dan operon nah2 terdiri dari gen nahG-M yang mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme salisilat melalui jalur pemutusan meta menjadi piruvat dan asetaldehid, sehingga gen penyandi enzim naftalen dioksigenase terletak pada operon nah1 (Seo et al., 2009).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual Lumpur minyak bumi (oil sludge) adalah campuran hidrokarbon, padatan, logam dan air yang membentuk emulsi w/o yang stabil dan terdeposisi pada bagian bawah/dasar tangki penyimpanan minyak. Oil sludge menjadi hasil samping atau limbah dalam proses pengolahan dan pemurnian minyak bumi. Oil sludge mengandung hidrokarbon alifatik, monoaromatik, dan poliaromatik yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk menekan atau menghilangkan kandungan berbahaya dari oil sludge tersebut. Degradasi oil sludge secara fisika dan kimia telah banyak digunakan dan memiliki kelebihan yaitu efisien serta mampu menurunkan kadar polutan pada oil sludge secara maksimal namun memiliki kelemahan yaitu tidak ekonomis terutama jika diaplikasikan dalam skala industri. Salah satu metode yang menjadi pilihan untuk pengolahan oil sludge adalah biodegradasi menggunakan mikroorganisme yaitu bakteri, yeast, atau fungi. Bakteri banyak dipilih dibandingkan yeast atau fungi karena memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi serta kemudahan untuk memperbanyak jumlah selnya. Hidrokarbon yang didegradasi digunakan sebagai sumber karbon utama oleh bakteri dalam proses metabolisme. Produk degradasi hidrokarbon yang memasuki siklus asam sitrat berfungsi sebagai substrat metabolisme energi dan sebagai zat pembangun untuk proses biosintesis sel serta proses pertumbuhan bakteri. Salah satu bakteri yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi oil sludge adalah Actinobacillus sp. P3(7). Mekanisme degradasi oil sludge oleh Actinobacillus sp. P3(7) adalah melalui sekresi biosurfaktan yang mempermudah masuknya komponen hidrokarbon dari oil sludge ke dalam sel bakteri. Komponen oil sludge yang telah masuk ke dalam sel kemudian dimetabolisme oleh enzimenzim katabolik sebagai sumber karbon, yaitu enzim monooksigenase dan dioksigenase. Enzim monooksigenase dan dioksigenase yang terlibat dalam
18 TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
metabolisme oil sludge disandi oleh gen-gen penyandi enzim monooksigenase dan dioksigenase. Fragmen gen ini dapat diangkat dengan proses amplifikasi menggunakan metode PCR dengan primer spesifik sehingga dapat diketahui estimasi ukuran fragmen gen tersebut.
3.2. Hipotesis Penelitian 1.
Fragmen gen penyandi enzim monooksigenase dan dioksigenase dapat diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7).
2.
Actinobacillus sp. P3(7) memiliki nilai aktivitas enzim monoksigenase terhadap substrat hidrokarbon alifatik berupa heksadekana.
3.
Actinobacillus sp. P3(7) memiliki nilai aktivitas enzim dioksigenase terhadap substrat hidrokarbon aromatik berupa toluena dan naftalena.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
Cara fisika Lumpur minyak bumi (oil sludge)
Cara kimia Cara biologi
Hidrokarbon alifatik
Hidrokarbon monoaromatik
Hidrokarbon poliaromatik
Degradasi
Sumber karbon
Bakteri
Metabolisme
Yeast
Fungi
Actinobacillus sp. P3(7)
Biosurfaktan
Enzim
Monooksigenase
Dioksigenase
Heksadekana
Toluena
Naftalena
Alkana monooksigena se
Toluena dioksigenase
Naftalena dioksigenase
tod
alk
ndo Gen
Objek penelitian Telah diteliti
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga mulai bulan Januari 2016 hingga Juli 2016. 4.2. Bahan dan Alat Penelitian 4.2.1. Isolat bakteri Bakteri yang digunakan adalah Actinobacillus sp. P3(7) hasil isolasi dari pengeboran minyak Desa Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur yang dilakukan oleh Ni’matuzahroh et al. (2009) dan menjadi koleksi Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FST Universitas Airlangga.
4.2.2. Bahan penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Nutrient Agar (NA), Luria Bertani (LB), Sea Salt (SS), yeast extract, tripton, heksadekana, toluena, naftalena, DMSO, GenEluteTM Bacterial Genomic DNA Kit, Tris-HCl, NADH, primer (alk-F, alk-R, tod-F, tod-R, ndo-F, ndo-R), Q5® High-Fidelity 2X master mix, PCR water, agarose, DNA marker Lambda DNA/HindIII, DNA marker 100 bp ladder, loading dye, Coomassie Brilliant Blue G 250, asam fosfor, etanol, akuades, akuabides, dan etidium bromida (EtBr).
4.2.3. Alat penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu autoklaf, sentrifuse, mikrosentrifuse, neraca analitik, inkubator, lemari pendingin, tabung Eppendorf, mikropipet, sonikator, laminar air flow cabinet, pH meter, shaker incubator, waterbath,
hotplate,
microplate
reader,
thermocycler
(BioRad),
UV-
transluminator, spektrofotometer UV-Vis (UV1800 Shimadzu), set alat elektroforesis DNA, dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium.
21 TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
4.3. Diagram Alir Penelitian Peremajaan Actinobacillus sp. P3(7) dalam media NA
Kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media LB cair
Kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media Sea Salt diperkaya yeast extract dan hidrokarbon
Pengukuran OD600nm setiap interval 2 hari pertumbuhan
Sentrifugasi kultur Actinobacillus sp. P3(7) setiap interval 2 hari pertumbuhan
Ekstraksi DNA genom bakteri
Pelet sel
Supernatan
Elektroforesis DNA genom bakteri Lisis sel Amplifikasi gen penyandi enzim oksigenase dengan metode PCR menggunakan primer spesifik
Sentrifugasi
Residu
Supernatan
Uji aktivitas enzim monooksigenase dengan substrat heksadekana dan dioksigenase dengan substrat toluena dan naftalena
Gambar 4.1. Diagram alir penelitian
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
4.4. Cara Kerja 4.4.1. Pembuatan media Pembuatan media untuk peremajaan isolat bakteri Media Nutrient Agar (NA) sebanyak 0,56 gram dilarutkan dalam 20 mL akuades,
lalu
dipanaskan
menggunakan
hotplate
dan
dihomogenkan
menggunakan magnetic stirrer hingga mendidih. Media dituang ke dalam 4 tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 mL lalu disumbat dengan kapas yang telah dibungkus dengan kain kassa steril dan ditutup dengan aluminium foil, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC selama 20 menit. Media didiamkan pada posisi miring dan suhu kamar sampai membeku.
Pembuatan media untuk produksi enzim Media Sea Salt sebanyak 3,6 gram dan yeast extract sebanyak 2 gram dilarutkan dalam 1 L akuades. Media yang telah jadi disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121ºC selama 20 menit.
Pembuatan media untuk preparasi DNA template dalam proses PCR Media Luria Bertani sebanyak 100 mL dibuat dengan komposisi: 0,5 g ekstrak yeast; 1 g tripton; dan 1 g NaCl. Semua bahan dilarutkan dalam 100 mL akuades hingga homogen. Media yang telah jadi disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121ºC selama 20 menit.
4.4.2. Peremajaan mikroba Sebanyak satu ose biakan murni Actinobacillus sp. P3(7) diinokulasikan dengan metode gores (streak) pada media Nutrient Agar (NA) miring lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Peremajaan mikroba dilakukan secara aseptik untuk menghindari kontaminasi (Ni’matuzahroh et al., 2009).
4.4.3. Kultivasi mikroba dalam media LB Sebanyak 2 ose biakan bakteri Actinobacillus sp. P3(7) dari media NA dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL yang berisi 20 mL media LB cair lalu
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 120 rpm selama 24 jam pada suhu 37ºC. Mikroba hasil kultivasi digunakan untuk ekstraksi DNA genom mikroba.
4.4.4. Ekstraksi DNA genom Proses ekstraksi DNA genom mengikuti tahapan dari GenEluteTM Bacterial Genomic DNA Kit untuk bakteri Gram negatif. Penyiapan larutan Protease K 20 mg/mL dilakukan dengan cara menambahkan 20 mg Protease K ke dalam 1 mL akuabides. Kultur bakteri Actinobacillus sp. P3(7) murni dibiakkan semalam pada media LB lalu diambil sebanyak 1,5 mL dan disentrifuse dengan kecepatan 12.000-16.000 × g selama 2 menit. Supernatan dibuang sehingga didapatkan pelet bakteri yang akan digunakan untuk ekstraksi DNA genom. Pelet diresuspensikan ke dalam 180 μL Lysis Solution T, kemudian ditambahkan 20 μL larutan RNAse A lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit. Sebanyak 20 μL Larutan Proteinase K ditambahkan ke dalam sampel lalu diinkubasi pada suhu 55ºC selama 30 menit. Sebanyak 200 μL larutan Lysis Solution C (B8803) kemudian ditambahkan ke dalam sampel lalu diinkubasi pada suhu 55ºC selama 10 menit dan siap untuk dilisis. Preparasi kolom yang akan digunakan dalam proses ekstraksi dilakukan dengan cara sebanyak 500 μL larutan Column Preparation ditambahkan ke dalam masing-masing GenElute Miniprep Binding Column yang telah diset dengan collection tube 2 mL kemudian disentrifuse dengan kecepatan 12.000 × g selama 1 menit. Eluat yang tertampung pada collection tube kemudian dibuang. Sebanyak 200 μL etanol (95-100%) ditambahkan ke dalam lisat. Sel lisat kemudian dituang ke dalam binding column lalu disentrifuse dengan kecepatan ≥ 6.500 × g selama 1 menit. Eluat yang tertampung pada collection tube kemudian dibuang. Sebanyak 500 μL Wash Solution 1 (W0263) ditambahkan ke dalam kolom lalu disentrifuse dengan kecepatan ≥ 6.500 × g selama 1 menit. Eluat yang tertampung pada collection tube kemudian dibuang. Sebanyak 500 μL Wash Solution ditambahkan ke dalam kolom kemudian disentrifuse dengan kecepatan 12.000-16.000 × g selama 3 menit untuk mengeringkan kolom. Kolom harus
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
dipastikan bebas dari etanol sebelum proses elusi DNA sehingga kolom disentrifuse kembali dengan kecepatan 12.000-16.000 × g selama 1 menit jika masih terdapat residu etanol. Eluat yang tertampung pada collection tube kemudian dibuang. Collection tube diganti dengan yang berukuran 1,5 mL. Sebanyak 100 μL Elution Solution (B6803) diteteskan tepat pada bagian tengah kolom kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Kolom lalu disentrifuse pada kecepatan ≥ 6.500 × g selama 1 menit untuk mengelusi DNA. Sebanyak 100 μL Elution Solution (B6803) diteteskan kembali tepat pada bagian tengah kolom kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Kolom lalu disentrifuse pada kecepatan ≥ 6.500 × g selama 1 menit untuk mengelusi DNA. Eluat pada collection tube mengandung DNA genom murni. Penyimpanan jangka panjang disimpan pada suhu -20ºC dan jangka pendek disimpan pada suhu 2-8ºC.
4.4.5. Penentuan kadar DNA genom Konsentrasi dan kemurnian DNA genom ditentukan dengan metode nanodrop, yaitu absorbansi sampel diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Kemurnian DNA dapat dikalkulasi berdasarkan persamaan sebagai berikut. 𝐾𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛 𝐷𝑁𝐴 =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖260 𝑛𝑚 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖280 𝑛𝑚
Nilai kemurnian pada rentang 1,75-1,9 menandakan kualitas DNA yang bagus dengan tingkat kemurnian tinggi, sedangkan ≤ 1,75 menandakan adanya kontaminasi protein, dan ≥ 1,9 menandakan adanya kontaminasi RNA. Konsentrasi DNA dapat dikalkulasi menggunakan persamaan: 𝐾𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐷𝑁𝐴 (𝑛𝑔/𝜇𝐿) =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖260 𝑛𝑚 × 50 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 1000
4.4.6. Amplifikasi gen penyandi enzim monooksigenase dan dioksigenase Proses
amplifikasi
dilakukan
berdasarkan
prosedur
standar
PCR
menggunakan thermal cycler. Volume reaksi yang digunakan sebesar 25 μL yang terdiri dari campuran 1,25 μL primer forward dan 1,25 μL primer reverse, 1 μL
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
DNA genom sebagai template, 12,5 μL Q5® High-Fidelity 2X master mix (yang terdiri dari campuran dNTP, DNA polimerase, dan Mg2+) dan 9 μL PCR water. Campuran dihomogenkan kemudian dimasukkan ke mesin PCR. Reaksi PCR dilakukan dengan kondisi: 98ºC selama 30 detik, (98ºC selama 10 detik, 55ºC selama 20 detik, 72ºC selama 45 detik) sebanyak 35 siklus, dan pada 72ºC selama 2 menit, lalu hold pada suhu 4ºC.
Tabel 4.1. Primer yang digunakan untuk amplifikasi fragmen gen (Marquez-Rocha et al., 2005)
Sekuens Primer (5’→3’)
Primer alkM-F
CGGCTACTCCGATGATCGG
alkM-R
GATCCGAGTGCCGCTGAAG
tod-F
GGGCTTACGACACCGCCG
tod-R
GCGCTCCACGCTACCCAG
ndo-F
CACTCATGATAGCCTGATTCC
ndo-R
CACAACACACCCATGCCGCTG
Ukuran Fragmen (bp) 870
642
560
Tabel 4.2. Set kondisi PCR
Tahap PCR
Suhu
Waktu
Pre-denaturasi
98°C
30 detik
Denaturasi
98°C
10 detik
Annealing
55°C
20 detik
Elongasi
72°C
45 detik
Elongasi akhir
72°C
7 menit
Preservasi
4°C
Hold
Jumlah Siklus
35 siklus
4.4.7. Elektroforesis DNA Pembuatan larutan stok TAE 50× Buffer running elektroforesis yaitu TAE 50× dibuat dengan cara mencampurkan 242 g Tris dan 18,61 g Na2.EDTA dengan 700 mL akuabides kemudian ditambahkan 57,1 mL asam asetat glasial lalu campuran ditambahkan
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
akuabides hingga volume akhir mencapai 1 L. Larutan kemudian diencerkan dengan menambahkan 2 mL buffer TAE 50× ke dalam 98 mL akuabides sehingga volume total larutan adalah 100 mL dan didapatkan larutan buffer TAE 1×.
Metode elektroforesis Gel agarose 1% dibuat dengan cara sebanyak 0,35 g serbuk agarose dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 35 mL buffer TAE 1× (Tris-asetat 40 mM, asam asetat 20 mM, dan Na2EDTA 1 mM pH 8,6) lalu dipanaskan di atas hot plate hingga larut. Larutan kemudian didinginkan hingga suhu ± 45°C lalu dituang pada cetakan agar dan didiamkan hingga gel memadat. Sebanyak 1 μL loading dye dicampur dengan 5 μL DNA sampel lalu dimasukkan ke dalam sumuran pada gel. Sebanyak 5 μL DNA marker dimasukkan pada sumuran terpisah. Elektroforesis dilakukan dalam buffer TAE 1x pada tegangan 70 V dan dihentikan ketika bromophenol blue dalam loading dye telah bermigrasi sepanjang 2/3 dari panjang gel. Gel kemudian direndam dalam larutan EtBr 250 μg/mL selama 15 menit dan dibilas dalam akuades selama 2 menit kemudian diamati pendarannya menggunakan UV-transluminator dan difoto menggunakan kamera.
4.4.8. Kultivasi mikroba dalam media Sea Salt diperkaya yeast extract dan substrat hidrokarbon Sebanyak 5% (v/v) suspensi sel dengan OD600nm = 0,5 dari media NA dimasukkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 250 mL yang berisi 47,5 mL media Sea Salt diperkaya yeast extract dan 1% heksadekana. Campuran diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 100 rpm selama 14 hari pada suhu 37ºC. Prosedur yang sama dilakukan dengan penambahan substrat berupa 100 ppm toluena dan 200 ppm naftalena. Erlenmeyer tanpa penambahan hidrokarbon juga diinkubasi dalam kondisi yang sama sebagai kontrol pertumbuhan.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
4.4.9. Pengukuran OD600nm mikroba Pertumbuhan bakteri selama proses kultivasi berlangsung diukur dengan cara mengambil sebanyak 4 mL suspensi sel dan OD suspensi diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ 600 nm. Hal ini dilakukan setiap interval dua hari.
4.4.10. Uji aktivitas enzim oksigenase Pembuatan larutan stok buffer 20 mM Tris-HCl Sebanyak 3,79 g Tris dilarutkan dalam 800 mL akuabides dan pH larutan diset hingga pH 7 melalui penambahan HCl pekat, kemudian ditambahkan akuabides hingga volume larutan mencapai 1000 mL sehingga didapatkan larutan buffer 31,25 mM Tris-HCl sebagai larutan stok. Buffer ini kemudian diencerkan untuk didapatkan buffer Tris-HCl 20 mM.
Panen bakteri Sel dipanen dengan cara disentrifuse pada kecepatan 5000 rpm. Supernatan dipisahkan dan pelet dicuci dua kali dengan 1 mL buffer Tris-HCl 20 mM pH 7,4. Pelet kemudian diresuspensikan dalam 500 μL buffer Tris-HCl 20 mM pH 7,4. Pelet lalu disonikasi menggunakan ultrasonic disintegrator dengan diameter probe 3 mm, daya 80%, dan dalam interval 30 s on serta 15 s off selama 4 menit. Hasil sonikasi lalu disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 8000 rpm pada suhu 4ºC. Supernatan yang diperoleh kemudian digunakan untuk uji aktivitas enzim dan ditentukan kadar protein sel dengan metode Bradford (1976).
Penentuan kadar protein Kadar protein ditentukan dengan metode Bradford (1978). Sebanyak 0,1 g Coomassie Brilliant Blue G 250 dilarutkan dalam 50 mL etanol 95% (v/v), kemudian ditambahkan 100 mL asam fosfor 85%, dan ditambahkan akuabides hingga volume larutan mencapai 250 mL, lalu dihomogenkan dan disaring. Larutan diencerkan 4 kali menggunakan akuabides sebelum digunakan.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
Larutan stok bovine serum albumin (BSA) 500 μg/mL dibuat dengan cara melarutkan 0,005 g BSA dalam 10 mL akuabides. Larutan standar BSA dibuat dengan cara sebanyak 0,2 mL; 0,4 mL; 0,8 mL; 1,2 mL; 1,6 mL; dan 2 mL larutan stok BSA 500 μg/mL masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan akuabides hingga tanda batas volume sehingga didapatkan larutan standar BSA dengan konsentrasi 10 μg/mL; 20 μg/mL; 40 μg/mL; 60 μg/mL; 80 μg/mL; dan 100 μg/mL. Masing-masing variasi konsentrasi larutan standar dipipet sebanyak 0,08 mL kemudian ditambahkan larutan Bradford sebanyak 4 mL, lalu divorteks dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit. Larutan standar BSA dengan variasi konsentrasi 10 μg/mL; 20 μg/mL; 40 μg/mL; 60 μg/mL; 80 μg/mL; dan 100 μg/mL dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 595 nm. Perlakuan diulang sebanyak 2 kali untuk masing-masing variasi konsentrasi. Hasil absorbansi kemudian dibuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi vs absorbansi dengan persamaan garis linier y = mx + C. Koefisien y pada persamaan garis menyatakan nilai absorbansi, sedangkan koefisien x menyatakan besarnya konsentrasi larutan. Sampel crude enzyme sebanyak 0,08 mL ditambahkan larutan Bradford sebanyak 4 mL, lalu divorteks dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit. Sampel dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 595 nm. Blanko menggunakan 0,08 mL akuabides yang ditambahkan larutan Bradford sebanyak 4 mL.
Tabel 4.3. Komposisi penentuan kadar protein dengan metode Bradford (1978)
Komposisi
Akuabides Larutan Bradford Volume total
TESIS
Blanko
Larutan Standar
Sampel Uji
-
0,08 mL
0,08 mL
0,08 mL
-
-
4 mL
4 mL
4 mL
4,08 mL
4,08 mL
4,08 mL
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
Uji aktivitas enzim monooksigenase Supernatan yang didapatkan digunakan untuk uji aktivitas enzim alkana monooksigenase. Campuran reaksi mengandung buffer Tris-HCl 20 mM; NADH 0,1 mM; larutan heksadekana (1% heksadekana dalam 80% DMSO), serta ekstrak enzim kasar. Reaksi dimulai dengan menambahkan 2 μL larutan heksadekana ke dalam campuran reaksi. Campuran kemudian dihomogenkan menggunakan vorteks selama 3 detik dan diinkubasi selama 6 menit. Absorbansi campuran diukur menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 340 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya aktivitas enzim (Jauhari et al., 2014; Mishra et al., 2014; Singh et al., 2013; Mishra dan Singh, 2012).
Uji aktivitas enzim dioksigenase Supernatan yang didapatkan digunakan untuk uji aktivitas enzim toluen dioksigenase. Campuran reaksi mengandung buffer Tris-HCl 20 mM; NADH 0,1 mM; larutan toluena (1% toluena dalam 80% DMSO), serta ekstrak enzim kasar. Reaksi dimulai dengan menambahkan 2 μL larutan toluena ke dalam campuran reaksi. Campuran kemudian dihomogenkan menggunakan vorteks selama 3 detik dan diinkubasi selama 6 menit. Absorbansi campuran diukur menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 340 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya aktivitas enzim. Hal yang sama juga dilakukan untuk uji aktivitas enzim naftalena dioksigenase menggunakan substrat naftalena (Jauhari et al., 2014; Mishra et al., 2014; Singh et al., 2013; Mishra dan Singh, 2012).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
Tabel 4.4. Komposisi uji aktivitas enzim oksigenase (Jauhari et al., 2014; Mishra et al., 2014; Singh et al., 2013; Mishra dan Singh, 2012)
Komposisi Uji
Blanko
NADH awal
Sampel Uji
Buffer Tri-HCl 20 mM
181,3 μL
181,3 μL
181,3 μL
-
6,7 μL
6,7 μL
Crude enzyme
10 μL
10 μL
10 μL
Larutan substrat 1%
2 μL
-
2 μL
Akuabides
6,7 μL
2 μL
-
Volume total
200 μL
200 μL
200 μL
NADH 0,1 mM
Analisis data uji aktivitas enzim Satu unit aktivitas enzim dinyatakan sebagai banyaknya enzim yang membutuhkan 1 μmol NADH untuk mengoksidasi substrat per menit per mL enzim. Besarnya aktivitas enzim ditentukan dari nilai absorbansi yang didapat setelah pengukuran campuran reaksi enzimatis menggunakan microplate reader dengan persamaan sebagai berikut: 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚 (𝑈/𝑚𝐿) =
∆𝐴340 × 𝑉𝑒 𝑚𝐿 𝑎340 𝑚𝐿 𝜇𝑚𝑜𝑙 −1 𝑐𝑚−1 × 𝑉𝑠 𝑚𝐿 × 𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 × 𝑙 𝑐𝑚
dengan: a340
: absortivitas molar NADH, sebesar 6,22 mL μmol-1 cm-1
Ve
: volume enzim, sebesar 1 mL
Vs
: volume sampel enzim, sebesar 0,01 mL
t
: waktu inkubasi, sebesar 5 menit
l
: pathlength, sebesar 0,05 cm
sehingga aktivitas enzim dapat dinyatakan dalam satuan U/mL.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Ekstraksi DNA Genom Actinobacillus sp. P3(7) Isolat ditumbuhkan pada media Luria Bertani yang termasuk dalam media kompleks (undefined medium), yang berarti jenis dan kuantitas spesifik dari senyawa penyusunnya tidak diketahui secara pasti. Dua komponen media LB yaitu tripton dan yeast extract merupakan campuran kompleks dari senyawasenyawa yang tidak diketahui secara spesifik. Tripton merupakan sumber asam amino dan peptida, sedangkan yeast extract (sediaan kering dari hasil digesi sel yeast) merupakan sumber nitrogen, gula, nutrien organik, dan anorganik. Media kompleks seperti LB tidak membutuhkan suplemen tambahan dan mendukung pertumbuhan berbagai jenis spesies bakteri, salah satunya yaitu Actinobacillus sp. P3(7) (Brown, 2010). Proses ekstraksi DNA genom mengikuti tahapan dari GenEluteTM Bacterial Genomic DNA Kit untuk bakteri Gram negatif dan didapatkan DNA genom Actinobacillus sp. P3(7) dengan kemurnian sebesar 1,82 dan konsentrasi sebesar 130,88 ng/μL. Hasil visualisasi menggunakan elektroforesis menunjukkan adanya pita tunggal DNA dengan ukuran sekitar 20 kb, yang menandakan kualitas DNA yang bagus dengan tingkat kemurnian tinggi. DNA genom yang didapat kemudian digunakan dalam proses amplifikasi gen katabolik. Marker
DNA genom
23130 bp 20 kb
9416 bp
Gambar 5.1. Hasil elektroforesis DNA genom Actinobacillus sp. P3(7); kiri: Marker Lambda DNA/HindIII
32 TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
5.2. Amplifikasi Gen Katabolik pada Actinobacillus sp. P3(7) Amplifikasi gen katabolik dilakukan menggunakan primer spesifik kemudian divisualisasikan menggunakan elektroforesis dengan pewarnaan EtBr. Thermal gradient PCR dengan variasi Ta sebesar 50,0ºC; 53,2ºC; 55,6ºC; 58,0ºC; 60,0ºC; 62,4ºC; 65,2ºC; dan 68,1ºC dilakukan untuk mengetahui suhu annealing (Ta) optimum dari setiap pasang primer yang digunakan sehingga proses hibridisasi primer dapat berlangsung spesifik untuk mengamplifikasi sekuens gen target.
1000 bp
1000 bp
500 bp
500 bp 100 bp
100 bp
tod
alkM
1000 bp 500 bp 100 bp
ndo Gambar 5.2. Hasil amplifikasi dengan berbagai variasi Ta, yaitu 50,0ºC; 53,2ºC; 55,6ºC; 58,0ºC; 60,0ºC; 62,4ºC; 65,2ºC; dan 68,1ºC; kanan: Marker DNA ladder 100 bp
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fragmen gen alkM, tod, dan ndo berhasil diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7) pada Ta optimum yaitu 58,0ºC; 58,0 ºC, dan 68,1ºC dengan ukuran sekuens sebesar 900 bp, 600 bp, dan 650 bp. Ketiga suhu tersebut merupakan Ta optimum karena menghasilkan hibridisasi non-spesifik yang paling sedikit dan menghasilkan pita gen target yang paling terang saat divisualisasikan menggunakan elektroforesis. Ta di bawah Ta optimum menyebabkan terjadinya hibridisasi primer yang tidak spesifik (false priming) dan menyebabkan amplifikasi sekuens DNA nontarget sehingga muncul beberapa pita pada gel agarose (multiple band) saat proses elektroforesis. Ta di atas Ta optimum menyebabkan primer tidak dapat menempel pada gen target sehingga menyebabkan menurunnya kuantitas produk PCR yang ditunjukkan oleh pita gen target yang kurang terang saat proses elektroforesis (Rychlik et al., 1990; Astriani et al., 2014). Primer yang sama juga digunakan dalam proses deteksi gen katabolik alkM, ndo, dan tod pada 20 isolat bakteri yang disolasi dari tanah tropis oleh MarquezRocha et al. (2005), dan mampu mengamplifikasi fragmen gen alkM, ndo, dan tod pada Ta 62ºC dengan ukuran amplikon sebesar 870 bp, 642 bp, dan 560 bp. Ta yang digunakan dalam penelitian serta ukuran amplikon yang dihasilkan berbeda dengan yang didapatkan oleh Marquez-Rocha et al. (2005) karena set kondisi serta komposisi PCR yang digunakan juga berbeda.
Tabel 5.1. Perbandingan antara hasil penelitian dengan hasil dari Marquez-Rocha et al.
(2005) Ta optimum Gen Katabolik
Ukuran
MarquezPenelitian
Rocha et al.
MarquezPenelitian
(2005)
TESIS
Rocha et al. (2005)
alkM
58,0ºC
62,0ºC
900 bp
870 bp
ndo
68,1ºC
62,0ºC
650 bp
642 bp
tod
58,0ºC
62,0ºC
600 bp
560 bp
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
Fragmen gen yang menyandi enzim alkana monooksigenase, toluena dioksigenase, serta naftalena dioksigenase yaitu fragmen gen alkM, tod, dan ndo telah berhasil diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7). Hasil penelitian
diharapkan
dapat
digunakan
untuk
identifikasi
bakteri
hidrokarbonoklastik secara rutin serta menemukan strain bakteri baru yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi beberapa jenis senyawa hidrokarbon secara sekaligus menggunakan metode PCR dengan primer spesifik sehingga akan lebih efisien untuk diaplikasikan jika dibandingkan dengan menggunakan metode kultur bakteri. Profil gen meliputi sekuens, homologi, serta kadar basa guanin dan sitosin pada sekuens tersebut belum dianalisis dalam penelitian ini. Proses kloning dan sekuensing perlu dilakukan untuk mengetahui profil gen tersebut sehingga dapat digunakan sebagai dasar proses rekayasa genetika untuk meningkatkan produksi enzim serta agar didapatkan enzim yang memiliki aktivitas tinggi.
5.3. Respon Pertumbuhan Actinobacillus sp. P3(7) pada Berbagai Substrat Hidrokarbon Actinobacillus sp. P3(7) masing-masing ditumbuhkan pada media Sea Salt diperkaya yeast extract sebagai media tanpa penambahan hidrokarbon serta pada media Sea Salt diperkaya yeast extract dan dengan penambahan hidrokarbon. Substrat hidrokarbon yang digunakan yaitu heksadekana, toluena, serta naftalena. Yeast extract digunakan sebagai kosubstrat karena mengandung sumber karbon serta berbagai vitamin dan nutrien yang diperlukan oleh bakteri sehingga mampu menghasilkan laju pertumbuhan bakteri dan laju degradasi hidrokarbon tertinggi dibandingkan jenis kosubstrat lain, seperti pepton, glukosa, sukrosa, etanol, atau metanol. Konsentrasi yeast extract yang digunakan sebanyak 2 g/L karena merupakan konsentrasi optimum untuk mencapai laju pertumbuhan bakteri yang optimum. Penggunaan konsentrasi yeast extract di atas 2 g/L menyebabkan laju pertumbuhan bakteri yang meningkat secara asimtotik sehingga menyebabkan laju degradasi hidrokarbon menurun (Kim et al., 2003; Chang et al., 2008; Huang et al., 2008; dan Pakshirajan et al., 2008)
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
Hasil pengamatan kekeruhan kultur atau optical density (gambar 5.3.) menunjukkan jika kultur tanpa penambahan hidrokarbon tidak mengalami fase lag dan langsung memasuki fase eksponensial akhir pada hari ke-2 kemudian memasuki fase stasioner hingga hari ke-6 lalu fase kematian mulai dicapai pada hari ke-8. Kultur dengan penambahan substrat heksadekana tidak mengalami fase lag dan memasuki fase eksponensial akhir pada hari ke-4 lalu memasuki fase stasioner hingga hari ke-6 kemudian mengalami fase eksponensial kedua hingga hari ke-8 lalu memasuki fase stasioner hingga hari ke-12 dan fase kematian mulai dicapai pada hari ke-14. Kultur dengan penambahan substrat toluena tidak mengalami fase lag dan memasuki fase eksponensial akhir pada hari ke-6 lalu memasuki fase stasioner hingga hari ke-8 kemudian mengalami fase eksponensial kedua hingga hari ke-8 lalu memasuki fase stasioner hingga hari ke-10 dan fase kematian mulai dicapai pada hari ke-12. Kultur dengan penambahan substrat naftalena tidak mengalami fase lag dan memasuki fase eksponensial akhir pada hari ke-4 lalu memasuki fase stasioner hingga hari ke-8 kemudian mengalami fase eksponensial kedua hingga hari ke-10 lalu memasuki fase stasioner hingga hari ke-12 dan fase kematian mulai dicapai pada hari ke-14.
2.500
OD600nm
2.000 1.500
Kontrol
Heksadekana
1.000
Toluena 0.500
Naftalena
0.000
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 5.3. Kurva pertumbuhan bakteri Actinobacillus sp. P3(7) pada media dengan penambahan substrat hidrokarbon dan media tanpa penambahan substrat hidrokarbon
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
Nilai OD600nm pada media kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon lebih tinggi dibandingkan pada media kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon yang menunjukkan adanya penggunaan hidrokarbon sebagai sumber karbon oleh bakteri untuk proses metabolime sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri. Penggunaan hidrokarbon sebagai sumber karbon oleh isolat juga ditunjukkan oleh perubahan warna media menjadi keruh kecoklatan seiiring dengan bertambahnya waktu inkubasi (gambar 5.4). Bushell dan Slater (1981) menyatakan jika perubahan kepekatan warna media pertumbuhan bakteri dapat menjadi petunjuk adanya suatu proses biologis yang tengah berlangsung. Kepekatan warna tersebut dapat diakibatkan oleh melimpahnya biomassa sel serta terbentuknya metabolit-metabolit sekunder hasil perombakan suatu senyawa.
Kultur dengan penambahan toluena
Hari ke-2
Hari ke-8
Hari ke-14
Kultur dengan penambahan naftalena
Hari ke-2
Hari ke-8
Hari ke-14
Kultur dengan penambahan heksadekana
Hari ke-2
Hari ke-8
Hari ke-14
Gambar 5.4. Warna kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon pada berbagai variasi waktu inkubasi
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
Metabolit sekunder hasil degradasi hidrokarbon oleh bakteri, seperti katekol dan
derivatnya
memiliki
warna
cokelat,
sedangkan
senyawa-senyawa
monohidroksilat seperti asam salisilat atau dihidroksinaftalen memiliki warna kuning. Perubahan warna media pertumbuhan bakteri yang mengandung hidrokarbon menjadi warna gradasi kuning maupun cokelat menandakan adanya intermediet yang dihasilkan dari proses degradasi hidrokarbon oleh bakteri (Schedler et al., 2014), sehingga perubahan warna media pertumbuhan Actinobacillus sp. P3(7) dengan substrat hidrokarbon menjadi keruh kecoklatan seiiring dengan bertambahnya waktu inkubasi menandakan dihasilkannya metabolit sekunder hasil dari degradasi hidrokarbon. Namun jenis dan kuantitas intermediet dari penelitian ini masih belum dianalisis lebih lanjut.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.5. Struktur senyawa katekol (a), protokatekuat (b), dan asam salisilat (c)
Analisis intermediet degradasi hidrokarbon oleh Actinobacillus sp. P3(7) perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi intermediet yang dihasilkan serta untuk mengetahui tahap degradasi hidrokarbon oleh isolat tersebut. Jenis dan kuantitas intermediet hasil dari degradasi hidrokarbon dapat diidentifikasi dengan metode kolorimetri menggunakan reagen penghasil warna spesifik untuk katekol, monohidroksilat, serta derivatnya berdasarkan metode Arnow (1937) atau dengan metode kromatografi menggunakan alat GC-MS seperti yang telah dilakukan dalam penelitian Chakraborty dan Das (2016) serta Schendler et al. (2014). Pertumbuhan mikroba pada media cair dalam kondisi asupan nutrien dan parameter lingkungan (suhu, kecepatan agitasi, pH, kadar oksigen) yang optimum akan sebanding dengan waktu inkubasi. Berbagai fase pertumbuhan mikroba dapat diamati selama waktu inkubasi berlangsung, yaitu fase lag, fase log, fase
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
stasioner, dan fase kematian. Setiap fase merepresentasikan periode pertumbuhan mikroba yang berhubungan dengan perubahan fisiologi kultur sel dan laju pertumbuhan pada setiap fasa berbeda secara signifikan (Maier et al., 2009).
a.
Fase lag Fase lag merupakan fase adaptasi sel terhadap kondisi media pertumbuhan yang baru, baik jenis media pertumbuhan yang sama maupun berbeda. Proses adaptasi ini muncul karena sel membutuhkan waktu untuk induksi mRNA serta sintesis berbagai protein yang dibutuhkan untuk proses metabolisme pada media pertumbuhan baru, terutama jika mengandung komponen nutrien yang berbeda (Prescott et al., 2010). Isolat dari media NA masing-masing diinokulasikan ke dalam media baru yaitu Sea Salt diperkaya yeast extract dengan atau tanpa hidrokarbon. Kultur tanpa dan dengan penambahan substrat hidrokarbon tidak memberikan profil fase lag. Tidak munculnya fase lag terjadi karena isolat tidak membutuhkan waktu lama untuk induksi ekspresi enzim-enzim katabolik yang berperan dalam proses metabolisme yeast extract maupun hidrokarbon sebagai sumber karbon, sehingga kultur tanpa dan dengan penambahan substrat hidrokarbon mengalami proses adaptasi yang berjalan cepat terhadap media pertumbuhan baru dan mampu mencapai fase eksponensial dengan cepat (Chung, 2001; Maier et al., 2009).
b. Fase log Fase log merupakan fase mikroba saat mengalami pertumbuhan paling optimum. Selama pertumbuhan eksponensial, laju peningkatan sel di dalam kultur sebanding dengan jumlah sel yang ada pada berbagai waktu (Willey et al., 2008). Kultur tanpa dan dengan penambahan substrat hidrokarbon memiliki fase log namun dengan tingkat kekeruhan yang berbeda. Ketiga kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon memiliki OD600 hari ke-2 yang lebih tinggi dibandingkan
TESIS
kultur
tanpa
penambahan
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
substrat
hidrokarbon
yang
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
menunjukkan proses degradasi hidrokarbon telah dimulai pada hari ke-2 dan hidrokarbon serta yeast extract digunakan secara simultan sebagai sumber karbon oleh isolat tersebut sehingga isolat mampu melakukan pembelahan sel yang lebih banyak karena adanya sumber karbon dari hidrokarbon.
c.
Fase stasioner Fase stasioner merupakan kondisi saat jumlah bakteri yang mati sama dengan jumlah bakteri yang tumbuh sehingga tidak ada perbedaan pertumbuhan yang signifikan. Kondisi ini dicapai jika sumber karbon, sumber energi, serta nutrien penting untuk pertumbuhan mikroba telah digunakan seluruhnya. Sumber karbon yang telah habis terpakai tidak akan menyebabkan pertumbuhan terhenti karena bakteri yang lisis dapat digunakan sebagai sumber karbon oleh bakteri lain. Pertumbuhan bakteri lain menggunakan sumber karbon dari sel mati disebut sebagai metabolisme endogen. Hal ini menyebabkan kultur berada dalam kondisi saat jumlah bakteri yang mati sama dengan jumlah bakteri yang tumbuh sehingga tidak ada perbedaan pertumbuhan yang signifikan (Maier et al., 2009). Kondisi ini muncul pada profil OD600nm dari kultur tanpa dan dengan penambahan hidrokarbon. Penurunan kadar nutrien di dalam kultur menyebabkan bakteri menghasilkan metabolit sekunder yang digunakan untuk mempertahankan diri pada lingkungan yang ekstrim, seperti senyawa turunan terpenoid, alkaloid, antibiotik, maupun enzim-enzim indusibel (Prescott et al., 2010). Kondisi yang berbeda muncul pada kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon. Pertumbuhan isolat pada ketiga media dengan penambahan substrat hidrokarbon menunjukkan profil pertumbuhan bifasa. Swaathy et al. (2014) menyatakan jika hal ini terjadi karena isolat menggunakan yeast extract dan hidrokarbon sebagai sumber karbon namun hidrokarbon membutuhkan waktu solubilisasi yang lama agar bisa digunakan oleh isolat sebagai sumber karbon. Hal ini menyebabkan isolat memetabolisme hidrokarbon dalam laju yang sangat lambat hingga mendekati steady state dan menyebabkan tidak ada perbedaan tingkat pertumbuhan karena jumlah
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
sel yang membelah sama dengan jumlah sel yang lisis sehingga isolat memasuki fase stasioner. Hidrokarbon yang telah berhasil larut dapat digunakan oleh isolat sebagai sumber karbon dalam proses metabolisme sehingga isolat dapat melakukan pembelahan sel dan memasuki fase eksponensial kembali.
d. Fase kematian Fase kematian merupakan kondisi saat jumlah bakteri yang mati jauh lebih banyak dibandingkan jumlah bakteri yang tumbuh sehingga terjadi penurunan jumlah sel yang signifikan. Sel bakteri masih melakukan metabolisme endogen dan pembelahan sel namun sel-sel yang lain mengalami kematian dalam jumlah besar (Prescott et al., 2010). Fase kematian mulai dicapai pada hari ke-8 pada kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon dan hari ke-12 dan ke-14 pada kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon (yang ditunjukkan oleh penurunan OD600). Prescott et al. (2010) menyatakan jika hal ini terjadi karena oksigen, energi, sumber karbon, serta nutrien penting yang terkandung pada media telah dimetabolisme seluruhnya oleh bakteri. Sel-sel bakteri kemudian mati dan mengalami lisis dan digunakan sebagai sumber nutrien dalam proses metabolisme endogen untuk proses pertumbuhan isolat. Namun nutrien yang tersedia dari lisis sel sangat kecil sehingga pertumbuhan bakteri sangat kecil karena jumlah sel yang mampu membelah jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah sel yang lisis. Prescott et al. (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kematian sel pada kultur batch antara lain habisnya nutrien yang tersedia di dalam kultur, habisnya oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi sel, akumulasi metabolit sekunder yang bersifat toksik terhadap sel mikroba, serta perubahan pH yang disebabkan akumulasi metabolit sekunder, misalnya asam-asam organik yang mampu menurunkan pH kultur. Kadar H+ yang tinggi di luar sel dibandingkan di dalam sel menyebabkan terjadinya difusi H+ menuju sitoplasma dan menurunkan pH sitoplasma. Penurunan pH
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
sitoplasma dapat merusak membran plasma atau menghambat aktivitas enzim serta proses transport oleh protein membran. Hal yang sama juga terjadi jika metabolit yang dihasilkan bersifat basa. Kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon lebih cepat mencapai fase kematian dibandingkan kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon karena sumber karbon, energi, serta nutrien penting dalam media tumbuh pada kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon telah habis lebih dulu, sedangkan pada kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon masih tersedia sumber karbon lain dari hidrokarbon.
5.4. Biomassa yang dihasilkan Kultur Actinobacillus sp. P3(7) Profil biomassa kultur ditunjukkan pada gambar 5.6. Massa sel maksimum dari kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon sebesar 3,19 mg/mL yang dicapai pada hari ke-6 sedangkan dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon heksadekana, toluena, dan naftalena berturut-turut yaitu 5,15 mg/mL; 4,99 mg/mL; serta 4,61 mg/mL yang dicapai pada hari ke-10, kemudian massa sel kultur tanpa maupun dengan penambahan substrat hidrokarbon akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi.
6.00
Biomassa (mg/mL)
5.00 4.00
Kontrol 3.00
Heksadekana
2.00
Toluena Naftalena
1.00
0.00 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 5.6. Profil massa sel dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
Profil biomassa isolat berkorelasi dengan profil OD600nm isolat. Penambahan hidrokarbon ke dalam media kultur menghasilkan OD600nm dan massa sel yang lebih banyak dibandingkan pada kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon, yang menunjukkan bahwa isolat mampu menggunakan hidrokarbon sebagai sumber karbon dalam proses metabolisme sel untuk tumbuh dan berkembang. Penurunan massa sel pada hari ke-12 dan ke-14 menunjukkan terjadinya lisis sel yang menyebabkan massa sel berkurang sehingga isolat memasuki fase kematian.
5.5. pH akhir Kultur Actinobacillus sp. P3(7) Profil pH media pertumbuhan isolat pada berbagai variasi waktu inkubasi merupakan parameter penting dalam proses degradasi hidrokarbon. Gambar 5.7 menunjukkan profil pH media pertumbuhan isolat pada berbagai substrat hidrokarbon. pH kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon perlahan meningkat dari pH 6,55 menjadi 8,32 setelah 14 hari waktu inkubasi, yang menunjukkan bahwa isolat menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat basa jika ditumbuhkan pada media dengan komposisi Sea Salt diperkaya yeast extract. Peningkatan pH media pertumbuhan isolat selama proses inkubasi juga menunjukkan sifat alkalifilik dari isolat Actinobacillus sp. P3(7) sehingga isolat mampu bertahan pada media kultur yang bersifat basa hingga kenaikan pH media pertumbuhan tidak bisa ditolerir oleh isolat dan menyebabkan isolat memasuki fase kematian. pH kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon juga perlahan meningkat setelah 14 hari waktu inkubasi dan peningkatan profil pH ketiga kultur tersebut lebih tinggi jika dibanding kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon. Hasil metabolisme hidrokarbon oleh bakteri yang ditumbuhkan pada media Minimal Salt Medium (MSM) diperkaya hidrokarbon tanpa penambahan biostimulan merupakan asam-asam organik sehingga mampu menurunkan pH kultur (Singh et al., 2013; Jauhari et al., 2014; dan Mishra et al., 2014). Isolat Actinobacillus sp. P3(7) yang ditumbuhkan pada media Sea Salt diperkaya yeast extract 2 g/L dan dengan penambahan hidrokarbon diperkirakan juga menghasilkan asam-asam organik hasil dari degradasi hidrokarbon. Namun asam
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
oragnik yang terbentuk tidak cukup memberikan pengaruh terhadap pH kultur karena kadar hidrokarbon yang diberikan relatif sedikit jika dibandingkan dengan kadar yeast extract yang diberikan sehingga pH larutan lebih dipengaruhi oleh
pH
hasil metabolisme dari yeast extract yang bersifat basa.
10 9.5 9 8.5 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5
Kontrol Heksadekana Toluena Naftalena
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 5.7. Profil pH dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon
5.6. Kadar Protein Sel Actinobacillus sp. P3(7) Kadar protein sel isolat meningkat seiring dengan proses pembelahan sel selama proses inkubasi kemudian menurun setelah mencapai nilai maksimum (gambar 5.8). Kadar protein sel kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon meningkat hingga hari ke-4 (35 μg/mL) lalu menurun hingga hari ke-14 (12 μg/mL). Kadar protein sel kultur dengan penambahan substrat toluen serta naftalen meningkat hingga hari ke-10 (69 μg/mL dan 52 μg/mL) lalu menurun hingga hari ke-14 (32 μg/mL dan 26 μg/mL) sedangkan kadar protein sel kultur dengan penambahan substrat heksadekana meningkat hingga hari ke-8 (70 μg/mL) lalu menurun hingga hari ke 14 (33 μg/mL). Kadar protein ketiga kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon selalu lebih tinggi dibandingkan kadar protein kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon. Kadar protein sel kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon meningkat hingga 5-7 kali lipat dibandingkan kadar protein sel saat awal masa inkubasi sedangkan kadar protein sel kultur tanpa penambahan substrat
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
hidrokarbon mengalami peningkatan sebesar 2 kali lipat dibandingkan kadar protein sel saat awal masa inkubasi.
80
Protein Sel (μg/mL)
70 60 50
Kontrol
40
Heksadekana
30
Toluena
20
Naftalena
10 0 0
2
4
6 8 10 12 Waktu Inkubasi (Hari)
14
16
Gambar 5.8. Profil kadar protein sel dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon
Fritsche dan Hofrichter (2008) menyatakan bahwa penambahan hidrokarbon ke dalam media tumbuh akan menginduksi sintesis enzim-enzim katabolik yang diperlukan dalam pemanfaatan hidrokarbon sebagai sumber karbon oleh bakteri dalam proses metabolisme sehingga meningkatkan kadar protein sel secara total. Enzim-enzim katabolik akan bekerja mengkatalisis reaksi degradasi hidrokarbon sehingga hidrokarbon dapat digunakan sebagai sumber karbon dalam proses metabolisme sel yang ditandai dengan peningkatan nilai OD600nm dan biomassa sel serta perubahan pH kultur.
5.7. Aktivitas Enzim dari Actinobacillus sp. P3(7) 5.7.1. Alkana Monooksigenase Enzim alkana monooksigenase adalah enzim yang bekerja mengkatalisis reaksi tahap pertama dalam degradasi alkana, yaitu mengkatalisis inkorporasi atom O melalui proses oksidasi saat reaksi hidroksilasi alkana berlangsung. Hasil amplifikasi gen alkM yang menyandi enzim alkana monooksigenase yang mendegradasi hidrokarbon alifatik C>12 berkorelasi dengan hasil uji aktivitas
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
enzim tersebut. Hasil penelitian menunjukkan jika induksi ekspresi enzim alkana monooksigenase pada kultur dengan penambahan heksadekana terjadi selama proses degradasi heksadekana (gambar 5.9). Aktivitas alkana monooksigenase makin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi dan mencapai aktivitas maksimum pada hari ke-10 (4,630 U/mL) kemudian menurun. 7.000
Aktivitas Total (U/mL)
6.000 5.000 4.000
Kontrol
3.000 Alkana Monooksigenase
2.000 1.000 0.000 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu inkubasi (Hari)
Gambar 5.9. Kurva produksi enzim alkana monooksigenase selama proses kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung substrat heksadekana
Aktivitas alkana monooksigenase dalam mendegradasi heksadekana juga berhasil diidentifikasi dari Pseudomonas aeroginosa sp. PSA5, Rhodococcus sp. NJ2, dan Ochrobactrum intermedium P2. Alkana hidroksilase diinduksi selama proses degradasi heksadekana namun pada waktu inkubasi yang berbeda. Rhodococcus sp. NJ2 mencapai aktivitas maksimum (185 μmol/mg protein) pada inkubasi hari ke-2, sedangkan Pseudomonas aeroginosa sp. PSA5 dan Ochrobactrum intermedium P2 mencapai aktivitas maksimum (89,83 μmol/mg protein dan 186,01 μmol/mg protein) masing-masing pada hari ke-6 dan ke-8 (Mishra dan Singh, 2012). Aktivitas alkana monooksigenase dalam mendegradasi hidrokarbon alifatik lain yaitu heksakosan juga berhasil diidentifikasi dari Pseudomonas sp. BP10 dan Stenotrophomonas nitritireducens E9. Aktivitas alkana monooksigenase dari
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
kedua isolat makin meningkat seiring dengan makin bertambahnya waktu inkubasi dan mencapai aktivitas maksimum pada hari ke-4 kemudian menurun. Aktivitas maksimum alkana monooksigenase pada Pseudomonas sp. BP10 yaitu sebesar 0,527 μmol/mg protein dan pada Stenotrophomonas nitritireducens E9 yaitu sebesar 0,563 μmol/mg protein (Jauhari et al., 2014).
5.7.2. Toluena Dioksigenase dan Naftalena Dioksigenase Hasil amplifikasi gen tod yang menyandi enzim toluen dioksigenase yang berperan dalam tahap pertama degradasi toluen berkorelasi dengan hasil uji aktivitas enzim toluena dioksigenase. Hasil penelitian menunjukkan jika induksi sintesis enzim toluena dioksigenase pada kultur dengan penambahan substrat toluena terjadi selama proses degradasi toluen (gambar 5.10). Aktivitas total toluen dioksigenase makin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi dan mencapai aktivitas maksimum pada hari ke-8 (5,338 U/mL) lalu menurun pada hari ke-12 dan ke-14.
7.000
Aktivitas Total (U/mL)
6.000 5.000 4.000 Kontrol
3.000 2.000
Toluena Dioksigenase
1.000 0.000 0
2 4 6 8 10 12 14 16 Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 5.10. Kurva produksi enzim toluena dioksigenase selama proses kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung substrat toluena
Hasil amplifikasi gen ndo yang menyandi enzim naftalen dioksigenase yang berperan dalam tahap pertama degradasi naftalen berkorelasi dengan hasil uji
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48
aktivitas enzim naftalen dioksigenase. Hasil penelitian menunjukkan jika induksi ekspresi enzim naftalen dioksigenase pada kultur dengan penambahan substrat naftalena terjadi selama proses degradasi naftalen (gambar 5.11). Aktivitas total naftalen dioksigenase mencapai aktivitas maksimum pada hari ke-10 (6,367 U/mL) lalu kemudian menurun.
7.000
Aktivitas Total (U/mL)
6.000 5.000 4.000
Kontrol
3.000
Naftalena Dioksigenase
2.000 1.000 0.000 0
2
4 6 8 10 12 Waktu Inkubasi (Hari)
14
16
Gambar 5.11. Kurva produksi enzim naftalena dioksigenase selama proses kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung substrat naftalena
Aktivitas naftalen dioksigenase dalam mendegradasi naftalen juga berhasil diidentifikasi dari dari Pseudomonas sp. NCIB9816 dan Rhodococcus sp. NCIMB12038 yaitu masing-masing sebesar 37,9 U/mg protein dan 0,731 U/mg protein (Ensley dan Gibson, 1983; Larkin et al., 1999). Aktivitas enzim-enzim dioksigenase dalam mendegradasi hidrokarbon poliaromatik lainnya juga berhasil diidentifikasi dari Pseudomonas aeruginosa PSA5, Rhodococcus sp. NJ2 serta konsorsiumnya yang bekerja dalam mendegradasi fluoroantren (Mishra et al., 2014) serta dari Rhodococcus pyridinvorans NJ2, Pseudomonas sp. BP10, dan Ochrobactrum intermedium P2 dalam mendegradasi piren (Singh et al., 2013).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
5.7.3. Pengaruh penambahan substrat terhadap aktivitas enzim katabolik dari Actinobacillus sp. P3(7) Kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon memberikan nilai aktivitas enzim monooksigenase dan dioksigenase namun nilainya sangat kecil, sedangkan kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon memberikan nilai aktivitas yang lebih tinggi. Penambahan substrat ke dalam media kultur meningkatkan ekspresi enzim monooksigenase maupun dioksigenase sehingga meningkatkan aktivitas kedua enzim tersebut. Hal ini menunjukkan jika enzim monooksigenase dan dioksigenase adalah enzim induktif dan nilai aktivitas enzim monooksigenase dan dioksigenase dipengaruhi oleh adanya substrat hidrokarbon. Gen yang mengkode enzim represibel diekspresikan hanya saat protein aktivator (cAMP receptor protein atau CRP) terikat pada sekuens DNA tempat pengikatan CRP. Hal ini menyebabkan RNA polimerase dapat terikat pada promotor. CRP hanya dapat terikat pada DNA saat terdapat cAMP. cAMP disintesis dari ATP oleh adenilat siklase namun sintesis cAMP dihambat oleh glukosa sehingga ketika glukosa memasuki sel, level cAMP akan menurun, CRP tidak dapat terikat pada sekuens DNA tempat pengikatan CRP, dan RNA polimerase tidak dapat terikat pada promotor. Hal ini menunjukkan jika represi katabolik terjadi jika ada sumber energi lain yang lebih bagus (Madigan et al., 2012). Kondisi yang harus terpenuhi agar gen-gen dalam operon dapat ditranskripsi yaitu: (1) level cAMP harus mencukupi agar dapat terikat pada protein CRP dan kompleks CRP-cAMP dapat terikat pada sisi ikatan, dan (2) induser harus tersedia pada media tumbuh sehingga protein represor tidak terikat pada operator dan dapat menghalangi transkripsi (Madigan et al., 2012). Operon terdiri dari gen regulator dan gen struktural. Gen regulator mengkode protein represor yang dapat terikat pada operator kecuali saat ada senyawa induser. Adanya senyawa induser berupa hidrokarbon akan terikat pada represor sehingga protein represor tidak akan terikat pada operator. Ketika kadar glukosa dalam sel menurun setelah sumber karbon dari yeast ectract habis terpakai maka kadar cAMP dalam sel meningkat. cAMP mampu membentuk
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
komples dengan CRP. Adanya kompleks cAMP-CRP menyebabkan RNA polimerasi dapat terikat pada promotor dan menginisiasi proses transkripsi gen struktural dan proses translasi menghasilkan enzim katabolik pendegradasi hidrokarbon (Madigan et al., 2012).
Gambar 5.12. Regulasi ekspresi gen pada operon (Madigan et al., 2012)
Hasil penelitian menunjukkan jika Actinobacillus sp. P3(7) memiliki aktivitas terhadap substrat hidrokarbon, yaitu heksadekana, toluena, serta naftalena sehingga diharapkan agar enzim ini bisa diproduksi secara massal melalui proses rekayasa genetika. Hasil penelitian deteksi gen katabolik alkM, tod, serta ndo menunjukkan jika ketiga fragmen gen tersebut berhasil diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7) namun hasil visualisasi menggunakan elektroforesis menunjukkan munculnya beberapa pita pada gel agarose (multiple band) sehingga ketiga fragmen gen tersebut masih belum bisa ditentukan sekuennya. Proses kloning gen perlu dilakukan agar profil fragmen gen katabolik alkM, tod, serta ndo meliputi sekuens, homologi, serta kadar guanin dan sitosin pada sekuens tersebut dapat diketahui. Sekuens yang telah diketahui dapat digunakan sebagai dasar proses rekayasa genetika untuk meningkatkan produksi
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
enzim serta untuk meningkatkan aktivitas enzim alkana monooksigenase, toluena dioksigenase, serta naftalena dioksigenase.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan antara lain sebagai berikut. 1. Fragmen gen alkM, tod, dan ndo dapat diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7) dengan ukuran berturut-turut sebesar 900 bp, 600 bp, dan 650 bp. 2. Enzim monooksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7) mempunyai aktivitas sebesar 4,630 U/mL terhadap heksadekana. 3. Enzim dioksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7) mempunyai aktivitas sebesar 5,338 U/mL terhadap toluena dan sebesar 6,367 U/mL terhadap naftalena.
6.2. Saran Hal-hal yang perlu dilakukan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan uraian hasil dan pembahasan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Proses kloning dan sekuensing gen perlu dilakukan untuk mengetahui profil ketiga gen tersebut secara lengkap. 2. Penentuan kondisi optimum aktivitas enzim serta rekayasa genetika terhadap gen-gen
penyandi
enzim
katabolik
perlu
dilakukan
sehingga
dapat
meningkatkan produksi enzim serta diperoleh aktivitas enzim yang tinggi.
52 TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR PUSTAKA
Arnow, L.E., 1937, Colorimetric Dtermination of The Component of 3,4Dihydroxyphenylalanine-Tyrosine Mixtures, Journal of Biological Chemistry, 118, 531-537. Astriani, P.L., Ratnayani, K., dan Yowani, S. C., 2014, Optimasi Suhu Annealing dan Amplifikasi 0,3 kb Gen rpoB di Hulu dari RRDR pada Isolat P16 Myobacterium tuberculosis Multidrug Resistant di Bali dengan Metode Polymerase Chain Reaction, Indonesia E-Journal of Applied Chemistry, 2 (2), 9-13. Bagneris, C., Cammack, R., dan Mason, J.R., 2005, Subtle Difference between Benzene and Toluene Dioxygenase of Pseudomonas putida, Applied and Environmental Microbiology, 71 (3), 1570-1580. Bradford, M.M., 1978, A Rapid and Sensitive Method for the Quantitation of Microgram Quantities of Protein Utilizing the Principle of Protein-Dye Binding, Analytical Biochemistry, 72, 248-254. Brown, T.A., 2010, Gene Cloning and DNA Analysis: An Introduction, UK: Wiley-Blackwell. Bushell, M.E., dan Slater, J.H., 1981, Mixed Culture Fermentation, London: Academic Press. Chakraborty, J., dan Das, S., 2016, Characterization of The Metabolic Pathway and Catabolic Gene Expression in Biphenyl Degrading Marine Bacterium Pseudomonas aeruginosa JP-11, Chemosphere, 144, 1706-1714. Chang, B.V., Chang, I.T., dan Yuan, S.Y., 2008, Biodegradation of Phenanthrene and Pyrene from Mangrove Sediment in Subtropical Taiwan, Journal of Environmental Science and Health Part A, (43), 233-238. Chen, Y., 2013, Application of Hydrocarbon Degrading Microorganism Enumeration and Catabolic Genes Detection for Soil Assessment, Tesis, Department of Food and Environmental Sciences, University of Helsinki, Helsinki. Chung, W.K., 2001, Polycyclic Aromatic Hydrocarbon Degradation by Novel Bacteria Isolated from Burror Sediment of Marine Benthic Macrofauna, Tesis, University of Maine, Maine. Ensley, B. dan Gibson, D.T., 1983, Naphthalene Dioxygenase: Purification and Properties of a Terminal Oxygenase Component, Journal of Bacteriology, 155 (2), 505-511.
53 TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54
Fatimah, Ni’matuzahroh, Alami, N.H., Supriyanto, A., dan Affandi, M., 2009, Screening of Biosurfactan Production of Hydrocarbonoclastic Microbes Isolated from Oil Polluted Soil, 10th Congress and International Conference of Indonesian Society for Microbiology, ISBN: 978-602-97750-0-6, Surabaya. Friemann, R., Lee, K., Brown, E.N., Gibson, D.T., Eklund, H., Ramaswamy, S., 2009, Structure of The Multicomponent Rieske Non-heme Iron Toluene 2,3Dioxygenase Enzyme System, Acta Crystallography, 65, 24-33. Fritsche, W. dan Hofrichter, 2008, Aerobic Degradation by Microorganisms, Jena, Germany. Hedreyda, C.T. dan Sarmago, M.G., 2014, Detection and Sequence Analysis of the alkM gene in Acinetobacter baumannii strain OS1 from Oil Sludge Sample, Philippine Science Letters, 7 (1), 1-6. Hesham, A.E., Mawad, A.M.M, Mostafa, Y.M., Shoreit, A., 2014, Biodegradation Ability and Catabolic Genes of Petroleum-Degrading Sphingomonas koreensis Strain ASU-06 Isolated from Egyptia Oily Soil, Biomed Research International, 2014, 1-10. Hu, G., Li, J., dan Zeng, G., 2013, Recent Development in the Treatment of Oily Sludge from Petroleum Industry: A Review, Journal of Hazardous Materials, 261, 470-490. Huang, L., Ma., T., Li., D., Liang, F.L, Liu, R.,L., Li, G.Q., 2008., Optimization of Nutrient Component for Diesel Oil Degradation by Rhodococcus erythropolis, Marine Pollution Bulletin, 56, 1714-1718. Jauhari, N., Mishra, S., Kumari, B., dan Singh, S.N., 2014, Bacteria-mediated Aerobic Degradation of Hexacosane In Vitro Conditions, Bioresource Technology, 170, 62-68. Ji, Y., Mao, G., Wang., Y., Bartlam, M., 2013, Structural Insights into Diversity and n-Alkane Biodegradation Mechanism of Alkane Hydroxylases, Frontiers in Microbiology, 4(58), 1-13. Jiang, H., Parales, R.E., dan Gibson, D.T., 1999, The α Sub-unit of Toluene Dioxygenase from Pseudomonas putida F1 can Accept Electrons from Reduced FerrodoxinTOL but is Catalytically Inactive in The Absence of The β Sub-unit, Applied and Environmental Microbiology, 65 (1), 315-318. Jouanneau, Y., Meyer, C., Jakoncic, J., Stojanoff, V., dan Gaillard, J., 2006, Caharcterization of Naphthalene Dioxygenase Endowed with an Exceptionally Broad Substrate Specificity toward Polycyclic Aromatic Hydrocarbons, Biochemistry, 45, 12380-12391.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55
Kauppi, B., Lee, K., Carredano, E., Parales, R.E., Gibson, D.T., Eklund, H., Ramaswamy, S., 1998, Structure of an Aromatic-ring-hydroxylating Dioxygenase Naphthalene 1-2-Dioxygenase, Structure, 6 (5), 571-586. Khleifat, K.M., 2007, Biodegradation of Phenol by Actinobacillus sp.: Mathematical Interpretation and Effect of Some Growth Conditions, Bioremediation Journal, 11 (3), 103-112. Kim, T.J., Lee, E.Y., Kim, Y.J., Cho, K.S., Ryu, H.W., 2003, Degradation of Polyaromatic Hydrocarbons by Burkholderia cepacia 2A-12, World Journal of Microbiology & Biotechnology, 19, 411-417. Larkin, M.J., Allen, C.C.R., Kulakov, L.A., dan Lipscomb, D.A., 1999, Purification and Characterization of a Novel Naphthalene Dioxygenase from Rhodococcus sp. Strain NCIMB12038, Journal of Bacteriology, 181 (19), 6200-6204. Lee, K., 2005, p-Hydroxylation Reaction Catalyzed by Naphthalene Dioxygenase, Federation of European Microbiological Societies (FEMS) Microbiology Letters, 255, 316-320. Macaulay, B.M., 2014, Understanding the Behaviour of Oil-degrading Microorganisms to Enhance the Microbial Remediation of Spilled Petroleum, Applied Ecology and Environmental Research, 13 (1), 247-262. Madigan, M.T., Martinko, J.M., Bender, K.S., Buckley, D.H., dan Stahl, D.A., 2012, Brock Biology of Microorganisms, Pearson, Boston. Maier, R., Pepper, I.L., dan Gerba., C.P., 2009, Environmental Microbiology, USA: Academic Press Marquez-Rocha, F.J., Olmos-Soto, J., Rosano-Hernandez, M.C., dan MurielGarcia, M., 2005, Determination of the Hydrocarbon-degrading Metabolic Capabilities of Tropical Bacterial Isolates, International Biodeterioration & Biodegradation, 55, 17-23. Mathew, S. dan Hobani, Y.H., 2015, A New Method for the Detection of Oil Degrading Genes in Pseudomonas aeruginosa based on Transformation and PCR Hybridization, International Journal for Biotechnology and Molecular Biology Research, 6 (1), 1-6. Mishra, S. dan Singh, S.N., 2012, Microbial Degradation of n-Hexadecane in Mineral Salt Medium as Mediated by Degradative Enzymes, Bioresource Technology, 111, 148-154. Mishra, S., Singh, S.N., dan Pande, V., 2014, Bacteria Induced Degradation of Fluoroanthene in Minimal Salt Medium Mediated by Catabolic Enzymes In Vitro Condition, Bioresource Technology, 164, 299-308.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
Mutters, R., Pohl, S., dan Mannheim, W., 1986, Transfer of Pasteurella ureae Jones 1962 to the Genus Actinobacillus Brumpt 1910: Actinobacillus ureae comb.nov., International Journal of Systematic Bacteriology, 36 (2), 343344. Ni’matuzahroh, Fatimah, Purbowati, R., Thontowi, A., Supriyanto, A., dan Affandi, M., 2009, Exploration of Polyaromatic Hydrocarbonoclastic Microbes from Oil Polluted Soil, 10th Congress and International Conference of Indonesian Society for Microbiology, ISBN: 978-602-977500-6, Surabaya. Ni’matuzahroh, Nurmalasari, R., Silvia, R.A., Nurhariyati, T., dan Surtiningsih, T., 2015, Effectiveness in Enhancing Oil Recovery through Combination of Biosurfactant and Lipases Bacteria, Journal of Applied Environmental and Biological Sciences, 5 (6), 83-87. Pakshirajan, K., Chugh, D., dan Saravanan, P., 2008, Feasibility of m-Cresol Degradation using an Indigenous Mixed Microbial Culture with Glucose as Cosubstrate, Cleaning Technology Emvironmental Policy, 10, 303-308. Parales, R.E., Parales, J.V., dan Gibson, D.T., 1999, Aspartate 205 in the Catalytic Domain of Naphthalene Dioxygenase is Essential for Activity, Journal of Bacteriology, 181 (6), 1831-1837. Phillips, L.A., Germida, J.J., Farrel, R.E., dan Greer, C.W., 2008, Hydrocarbon Degradation Potential and Activity of Endophytic Bacteria associated with Prairie Plants, Soil Biology & Biochemistry, 40, 3054-3064. Phrommanich, S., Suanjit, S., Upatham, S., Grams, S.V., Kruatrachue, M., Pokethitiyook, P., Korge, G., dan Hofmann, A., 2009, Quantitative Detection of the Oil-degrading Bacteria Acinetobacter sp. Strain MUB1 by Hybridization Probe based Real-time PCR, Microbiological Research, 164, 486-492. Prescott, L.M., Klein, D.A., dan Harley, J.P., 2010, Microbiology, New York: Mc.Graw-Hill Rychlik, W., Spencer, W.J., dan Rhoads, R.E., 1990, Optimization of the annealing temperature for DNA amplification in vitro, Nucleic Acids Research, 18 (21), 6409-6412. Sahoo, K., 2010, Analysis of Catabolic Gene in Marine Bacteria for Polycyclic Aromatic Hydrocarbon Degradation, Disertasi, National Institute of Technology Rourkela, Odisha. Schedler, M, Hiessl, R., Juarez, A.G., Gust, G., Muller, R., 2014, Effect of High Pressure on Hydrocarbon-degrading Bacteria, AMB Express, 4 (77), 1-7.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57
Seo, J., Keum, Y., dan Li, Q.W., 2009, Bacterial Degradation of Aromatic Compound, International Journal of Environmental Research and Public Health, 6, 278-309. Singh, S.N., Kumari, B., dan Mishra, S., 2012, Microbial Degradation of Alkanes, Environmental Science and Engineering, 439-469. Singh, S.N., Kumari, B., Upadhyay, S.K., Mishra, S., dan Kumar, D., 2013, Bacterial Degradation of Pyrene in Minimal Salt Medium Mediated by Catechol Dioxygenases: Enzyme purification and molecular size determination, Bioresource Technology, 133, 293-300. Swathy, S., Kavitha, V., Pravin, A.S., Mandal, A.B., Gnanamani, A., 2014, Microbial Surfactant mediated Degradation of Anthracene in Aqueous Phase by Marine Bacillus licheniformis MTCC 5514, Biotechnology Reports, 4, 161-170. Tancsics, A., Benedek, T., Szoboszlay, S., Veres, P.G., Farkas, M., Mathe, I., Marialigeti, K., Kukolya, J., Lanyi, S., Kriszt, B., 2015, The Detection and Phylogenetic Analysis of the Alkane 1-Monooxygenase Gene of Members of the Genus Rhodococcus, Systematic and Applied Microbiology, 38, 1-7. Van Beilen, J.B., Kingma, J., dan Witholt, B., 1994, Substrate Specificity of the Alkane Hydroxylase System of Pseuomonas oleovorans GPo1, Enzyme Microbiology, 16, 904-911. Van Beilen, J.B., Li, Z., Duetz, W.A., Smits, T.H.M, dan Witholt, B., 2003, Diversity of Alkane Hydroxylase Systems in the Environment, Oil & Gas Science and Technology, 58 (4), 427-440. Whyte, L.G., Schultz, A., Van Beilen, J.B., Luz, A.P., Pellizari, V., Labbe, D., Greer, C.W., 2002, Prevalence of Alkane Monooxygenase Genes in Arctic and Antarctic Hydrocarbon-contaminated and Pristine Soils, Federation of European Microbiological Societies (FEMS) Microbiology Ecology, 41, 141-150. Willey, J.M., Sherwood., L.M., dan Woolverton, C.J., 2008, Microbiology, New York: Mc.Graw-Hill. Zylstra, G,J., dan Gibson, D.T., 1989, Toluene Degradation by Pseudomonas putida F1, The Journal of Biological Chemistry, 264 (25), 14940-1494
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 1. Koloni Actinobacillus sp. P3(7) Koleksi Laboratorium Mikrobiologi FST Universitas Airlangga
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
0,635
0,265
0,696
0,298
10
14
0,725
0,340
8
0,684
0,655
0,383
6
0,289
0,662
0,395
4
12
0,609
0,046
0,024
0,367
Heksadekana
Kontrol
2
0
Hari
0,635
0,684
0,696
0,725
0,655
0,662
0,609
0,046
Toluena
OD600nm Pengenceran 3 Kali
0,594
0,644
0,658
0,588
0,572
0,597
0,521
0,029
Naftalena
0,795
0,867
0,894
1,020
1,149
1,185
1,101
0,024
Kontrol
1,905
2,052
2,088
2,175
1,965
1,986
1,827
0,046
Heksadekana
2,052
2,070
2,094
1,980
1,986
1,833
1,707
0,046
Toluena
OD600nm
1,782
1,932
1,974
1,764
1,716
1,791
1,563
0,029
Naftalena
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 2. Data Penentuan OD600nm Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 3. Data Penentuan Biomassa Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
a. Kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon Hari
Massa Eppendof Kosong (gram)
0
1,0293
Massa Eppendorf Kosong + Biomassa (gram) 1,0295
Biomassa Kontrol (gram) 0,0002
Biomassa Kontrol (mg/mL) 0,00
2
0,8994
1,0397
0,1403
2,92
4
0,9183
1,0741
0,1558
3,25
6
0,8942
1,0473
0,1531
3,19
8
0,9578
1,0955
0,1377
2,87
10
0,9092
1,0196
0,1104
2,30
12
0,8959
0,9999
0,1040
2,17
14
0,9090
1,0053
0,0963
2,01
b. Kultur dengan penambahan substrat heksadekana
TESIS
Hari
Massa Eppendof Kosong (gram)
Massa Eppendorf Kosong + Biomassa (gram)
0
0,9173
0,9177
0,0004
0,01
2
0,9167
1,0836
0,1669
3,48
4
0,9071
1,0997
0,1926
4,01
6
0,9171
1,1281
0,2110
4,40
8
0,8979
1,1426
0,2447
5,10
10
0,9098
1,1569
0,2471
5,15
12
0,9007
1,1401
0,2394
4,99
14
0,9019
1,1085
0,2066
4,30
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Biomassa Perlakuan Heksadekana (gram)
Biomassa Perlakuan Heksadekana (mg/mL)
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
c. Kultur dengan penambahan substrat toluena
Hari
Massa Eppendof Kosong (gram)
Massa Eppendorf Kosong + Biomassa (gram)
0
0,8861
0,8864
0,0003
0,02
2
0,8810
1,0646
0,1836
3,93
4
0,8798
1,0719
0,1921
4,00
6
0,8916
1,1071
0,2155
4,49
8
0,9006
1,1299
0,2293
4,78
10
0,8825
1,1220
0,2395
4,99
12
0,8982
1,1301
0,2319
4,83
14
0,8791
1,1007
0,2216
4,62
Biomassa Perlakuan Naftalena (gram)
Biomassa Perlakuan Naftalena (mg/mL)
Biomassa Perlakuan Toluena (gram)
Biomassa Perlakuan Toluena (mg/mL)
d. Kultur dengan penambahan substrat naftalena
TESIS
Hari
Massa Eppendof Kosong (gram)
Massa Eppendorf Kosong + Biomassa (gram)
0
1,0290
1,0300
0,0010
0,02
2
0,9175
1,1037
0,1862
3,88
4
1,0279
1,2250
0,1971
4,11
6
0,9016
1,1091
0,2075
4,32
8
0,9001
1,1126
0,2125
4,43
10
1,0193
1,2404
0,2211
4,61
12
1,0413
1,2381
0,1968
4,10
14
1,0418
1,2274
0,1856
3,87
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
0
Kontrol (mg/mL) 0,00
Heksadekana (mg/mL) 0,01
Toluena (mg/mL) 0,01
Naftalena (mg/mL) 0,02
2
2,92
3,48
3,83
3,88
4
3,25
4,01
4,00
4,11
6
3,19
4,40
4,49
4,32
8
2,87
5,10
4,78
4,43
10
2,30
5,15
4,99
4,61
12
2,17
4,99
4,83
4,10
14
2,01
4,30
4,62
3,87
Hari
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 4. Data Penentuan pH Akhir Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Hari 0 2 4 6 8 10 12 14
TESIS
Kontrol 6,55 7,11 7,29 7,49 8,02 8,16 8,20 8,32
Heksadekana 6,56 7,33 7,59 8,17 8,35 8,87 9,11 9,20
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Toluena 6,60 7,09 7,22 8,25 8,37 8,84 8,90 9,l1
Naftalena 6,64 7,19 7,77 7,86 8,33 9,05 9,39 9,42
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 5. Data Penentuan Kadar Protein Sel Actinobacillus sp. P3(7)
a.
Kurva standar BSA dengan metode Bradford
Konsentrasi BSA (μg/mL) 10 20 40 60 80 100
Absorbansi A1 A2 0,040 0,041 0,086 0,078 0,172 0,166 0,229 0,232 0,318 0,314 0,384 0,390
Rata-rata Absorbansi 0,041 0,082 0,169 0,231 0,316 0,387
0.45 0.4
Absorbansi
0.35 0.3 0.25 0.2
0.15
y = 0.003x + 0.006 R² = 0.998
0.1 0.05 0 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi BSA (μg/mL)
b. Kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon Hari 0 2 4 6 8 10 12 14
TESIS
Absorbansi A1 A2 0,040 0,037 0,086 0,087 0,110 0,112 0,105 0,105 0,077 0,073 0,057 0,056 0,053 0,055 0,043 0,040
Rata-rata Absorbansi 0,039 0,087 0,111 0,105 0,075 0,057 0,054 0,042
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Kadar Protein Kontrol (μg/mL) 11 27 35 33 23 17 16 12
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
c.
Kultur dengan penambahan substrat heksadekana
Hari 0 2 4 6 8 10 12 14
Absorbansi A1 A2 0,035 0,036 0,118 0,121 0,158 0,148 0,158 0,154 0,219 0,213 0,193 0,190 0,176 0,184 0,103 0,107
Rata-rata Absorbansi 0,036 0,120 0,153 0,156 0,216 0,192 0,180 0,105
Kadar Protein Perlakuan Heksadekana (μg/mL) 10 38 49 50 70 62 58 33
d. Kultur dengan penambahan substrat toluena Hari 0 2 4 6 8 10 12 14 e.
TESIS
Rata-rata Absorbansi 0,039 0,096 0,147 0,156 0,177 0,213 0,198 0,102
Kadar Protein Perlakuan Toluena (μg/mL) 11 30 47 50 57 69 64 32
Kultur dengan penambahan substrat naftalena
Hari 0 2 4 6 8 10 12 14
Absorbansi A1 A2 0,035 0,043 0,099 0,093 0,144 0,150 0,158 0,154 0,172 0,182 0,210 0,216 0,201 0,195 0,106 0,098
Absorbansi A1 A2 0,045 0,039 0,107 0,109 0,120 0,120 0,131 0,121 0,128 0,130 0,158 0,166 0,145 0,149 0,174 0,174
Rata-rata Asorbansi 0,042 0,108 0,120 0,126 0,129 0,162 0,147 0,174
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Kadar Protein Perlakuan Naftalena (μg/mL) 12 34 38 40 41 52 47 26
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Hari 0 2 4 6 8 10 12 14
TESIS
Kontrol (μg/mL) 11 27 35 33 23 17 16 12
Heksadekana (μg/mL) 10 38 49 50 70 62 58 33
Toluena (μg/mL) 11 30 47 50 57 69 64 32
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Naftalena (μg/mL) 12 34 38 40 41 52 47 26
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 6. Data Penentuan Aktivitas Crude Enzyme
a. Alkana Monooksigenase Hari 0 2 4 6 8 10 12 14
Aktivitas Enzim (U/mL) Kontrol (U/mL) Alkana Monooksigenase (U/mL) 0,514 0,900 0,707 1,608 0,836 1,994 0,836 2,830 0,707 4,630 0,643 3,923 0,514 2,122 0,450 1,286
b. Naftalen Dioksigenase Hari 0 2 4 6 8 10 12 14
Aktivitas Enzim (U/mL) Kontrol (U/mL) Naftalena Dioksigenase (U/mL) 0,772 1,029 1,158 1,736 1,158 2,122 1,093 2,958 0,965 5,338 0,900 4,051 0,772 3,537 0,707 1,929
c. Toluen Dioksigenase Hari 0 2 4 6 8 10 12 14
TESIS
Aktivitas Enzim (U/mL) Kontrol (U/mL) Toluena Dioksigenase (U/mL) 0,257 0,965 0,579 1,736 0,707 3,087 0,707 3,923 0,579 5,916 0,514 6,367 0,322 4,566 0,129 1,929
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI