SKRIPSI
PENGEMBANGAN PRODUK TAHU BERKALSIUM TINGGI DALAM SKALA PILOT PLAN DI TECHNOPARK FATETA-IPB
Oleh MOCH SUBKHI HESTIAWAN F240501945
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGEMBANGAN PRODUK TAHU BERKALSIUM TINGGI DALAM SKALA PILOT PLAN DI TECHNOPARK FATETA-IPB
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh MOCH. SUBKHI HESTIAWAN F24051945
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pengembangan Produk Tahu Berkalsium Tinggi Dalam Skala Pilot Plan Di Technopark Fateta-IPB. Nama
: Moch. Subkhi Hestiawan
NRP
: F24051945
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II
(Ir. C. C. Nurwitri, DAA) NIP: 19580504 198503 2 001
(Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M. Sc) NIP: 19490614 198503 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP: 19650814 199002 1 001
Tanggal ujian : 22 Maret 2010
MOCH SUBKHI HESTIAWAN. F24051945. Pengembangan Produk Tahu Berkalsium Tinggi Dalam Skala Pilot Plan Di Technopark Fateta-IPB”. Di bawah bimbingan: C.C. Nurwitri dan Fransisca Rungkat-Zakaria RINGKASAN Kekurangan kalsium menjadi masalah yang menghantui terutama untuk kalangan menengah kebawah di Indonesia. Sekitar 50 % perempuan Indonesia kekurangan kalsium. Tahu dapat menjadi alternatif sumber kalsium yang terjangkau untuk memenuhi kebutuhan asupan harian masyarakat Indonesia. Perlu dilakukan kajian mengenai penambahan bahan koagulan yang tepat untuk meningkatkan kadar kalsium tetapi tetap memiliki penerimaan konsumen terhadap produk yang baik serta secara finansial layak untuk diproduksi. Dari hasil penelitian tahap formulasi didapatkan dua jenis formula yaitu formula tahu koagulan tunggal CaSO4 dengan jumlah penambahan sebanyak 2.5 % dan formula tahu koagulan campuran CaSO4 2 % + GDL 0.5 Kedua formula ini juga memiliki rendemen yang cukup besar pada ujicoba skala laboratorium yaitu masing-masing 194 % dan 181 %. Kedua jenis formula ini kemudian diujicoba pada skala pilot plan dengan mesin tofu line MKO-I buatan Sato Shoji Co. Kedua formula ini CaSO4 2.5 % dan CaSO4 2 % + GDL 0.5 % menghasilkan rendemen yang besar berturutturut yaitu 239 % dan 224 % dan juga memiliki tekstur yang baik. Kandungan kalsium tahu koagulan CaSO4 2.5 % adalah sebesar 1775.8 mg/kg atau 177.6 mg per sajian sedangkan untuk tahu koagulan CaSO4 2 % + GDL 0.5 % adalah sebesar 1402.4 mg/kg atau 140.2 mg per sajian sementara tahu kontrol hanya memiliki kandungan kalsium sebesar 178.4 mg/kg atau 17.8 mg per sajian. Kedua produk telah memenuhi syarat Badan POM sebagai tahu berkalsium tinggi karena tiap sajiannya telah mengandung lebih dari 15-20 % dari kebutuhan asupan kalsium secara umum (800 mg). Keduanya juga telah memenuhi syarat Codex tentang kalsium tinggi karena tiap 100 kcal produk telah mengandung lebih dari 10 % dari nilai asupan kalsium yang direkomendasikan FAO (800 mg). Keduanya juga disukai konsumen dan dapat diterima dengan baik. kedua produk lalu dipasarkan dengan merek yang sama yaitu Chifu tetapi dengan varian yang berbeda sesuai dengan teksturnya. Tahu ini dikemas dalam kemasan plastik OPP multilayer. Harga pokok produksinya Rp. 1,854.8 per 300 gram. Target pasar dari produk ini adalah wanita berkeluarga pada usia produktif dari kelas menengah. Ujicoba pasar produk dilakukan melalui dua saluran yaitu di jual langsung dan dititipkan di sejumlah warung. Promosi dilakukan melalui dua cara yaitu word of mouth dan melalui media Pamflet. Dari uji coba penjualan memperlihatkan efektifitas penjualan sebesar 96 %. Hal ini menunjukkan bahwa produk dapat diterima pasar dan strategi pemasaran yang dilakukan cukup berhasil. Analisis finansial konvensional pada usaha ini menghasilkan nilai NPV, sebesar Rp. 17,322,626.81, IRR sebesar 15 %, Net B/C 1.17, PBP 4 tahun 85 hari, dan BEP 140,195.52 kemasan/tahun. Jadi, usaha ini layak untuk dijalankan. Akan tetapi usaha ini relatif sensitif terhadap terjadinya perubahan harga bahan baku terutama bahan bakar dan adanya penurunan penjualan.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis bernama Moch. Subkhi Hestiawan di lahirkan pada tanggal 7 Februari 1988 di Rembang, merupakan putra pertama dari pasangan Slamet Basuki dan Imro’atul Qudsiyah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Kutoharjo 1 (1993-1999), pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Rembang (1999-2002), pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Rembang (2002-2005). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Pada tahun kedua di IPB Penulis diterima di Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian dan Minor Kewirausahaan Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif sebagai Reporter Koran Kampus (2005-2006), Koordinator Badan Pengawas HIMITEPA (2006-2007), Ketua Departemen Public Relation HIMITEPA (2007-2008), Bussiness Manager Majalah Peduli Pangan ”Emulsi” (2007-2008) dan Dewan Penasehat Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (2008-Sekarang). Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan di lingkungan IPB. Penulis pernah meraih penghargaan Juara 1 KKTM-IPA Tingkat IPB dan Menjadi Finalis dalam beberapa kompetisi tingkat nasional dan regional Asia, Inovative Entrepreuner Competition ITB 2008, Trust By Danone 2009 dan Kompetisi Business Game Gemastik II. Penulis tertarik pada bidang jurnalistik, desain grafis dan kewirausahaan. Selama kuliah di IPB, penulis memperoleh Program Kewirausahaan Mahasiswa dari Dikti dan menjadi perintis serta pemilik dari Dampo Awang Packaging House. Untuk menyelesaikan tugas akhirnya, penulis membuat skripsi dengan judul “ Pengembangan Produk Tahu Berkalsium Tinggi Dalam Skala Pilot Plan Di Technopark Fateta-IPB” dibawah bimbingan Ir. C. C. Nurwitri, DAA dan Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M. Sc .
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata`ala karena atas limpahan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Produk Tahu Berkalsium Tinggi Dalam Skala Pilot Plan di Technopark Fateta-IPB”. Tulisan ini merupakan laporan penelitian yang telah dilakukan penulis di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua Orangtua (Bapak Slamet Basuki dan Ibu Imro’atul Qudsiyah) atas semua doa, kasih sayang,dukungan moral maupun material. Kepada Seluruh keluarga dan sanak famili atas segala dukungan semangatnya 2. Ir. C. C. Nurwitri, DAA selaku dosen pembimbing I yang telah memberi bimbingan, bantuan, diskusi, dan nasehat kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian tugas akhir. 3. Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M. Sc selaku dosen pembimbing II yang telah memberi bimbingan, bantuan, diskusi, dan nasehat kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian tugas akhir. 4. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr atas kesediaan menjadi dosen penguji, serta atas kritik, masukan, dan sarannya sebagai bahan evaluasi diri. 5. Mertina Rakhmawaty yang telah memberi dukungan dan dorongan yang tak henti kepada penulis. 6. Teman-teman satu bimbingan Catherine dan Dita, terima kasih telah menjadi tim yang saling mendukung. 7. Sahabat-sahabat selama di ITP 42 : Aji, Nanda, Haris, Umam, Midun, Tuti, Galih, Haris, Hestiana, Wiwi, Caca, Ferawati, Wahyu, Tiu, Fuad, Ardi,Venty, Kamlit, Sina, Ary, Esther, Dina, Leo adi dan lain-lain. Terima kasih atas semua ukiran pengalaman dan kebersamaannya. 8. Seluruh teman-teman ITP 42 tercinta yang telah melangkah bersama dalam menjalani kuliah dan praktikum di departemen ITP.
i
9. Seluruh Keluarga Himpunan Keluarga Rembang di Bogor yang telah memberikan kehangatan keluarga kepada kami perantau 10. Keluarga Wisma ”Dampo Awang”, Dodi, Agung, Hendro, Irwanto, Mustofa, Haris Budi, Diki, Deni, Mas Deva, Mas Bram, Mas Ismail dan Hendri atas segalanya. 11. Seluruh laboran ITP: Ibu Antin, Ibu Rub, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Rojak, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Yahya, Pak Edi, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama penulis melakukan penelitian. 12. Rekan-rekan di Himitepa yang selalu mendukung penulis selama kuliah dan penelitian di Departemen ITP. 13. Keluarga besar ITP angkatan 41, 43, 44 atas kebersamaannya selama ini. 14. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis tuliskan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi amal bagi penulis serta menjadi awal sebuah perjalanan menuju kesuksesan penulis di kemudian hari.
Bogor, Maret 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ………….………………………………………………..
iii
DAFTAR TABEL ……...........................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ……………….......................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ……...................................................................
viii
I.
II.
III.
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. LATAR BELAKANG .............................................................
1
B. TUJUAN ...................................................................................
2
C. MANFAAT ...............................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
3
A. KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) ………………………….
3
B. TAHU ……………...................................................................
4
C. KALSIUM ..………………………………………..................
5
D. PEMASARAN ..…………………………………..................
7
E. PERILAKU KONSUMEN ..………………………………...
10
F. ANALISIS FINANSIAL ..…………………………………...
12
METODOLOGI PENELITIAN…………………………………..
15
A. BAHAN DAN ALAT ...............................................................
15
B. METODE PENELITIAN .........................................................
15
1. Penelitian Tahap Formulasi ...............................................
15
2. Penelitian Tahap Produksi .....................................................
18
3. Penelitian Tahap Penetrasi Pasar ...........................................
20
C. METODE ANALISIS ................................................................
21
1. Analisis Fisik ……….……………………..........................
21
2. Analisis Kimia ………..…...................................................
22
3. Analisis Organoleptik ……………………………............
25
4. Survei Konsumen ………. ................................................
25
5. Analisis Finansial ……………….......................................
26
iii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
27
A. PENELITIAN TAHAP FORMULASI ………………………
27
1. Proses Pembuatan Tahu Skala Laboratorium ……………
28
2. Hasil Pengamatan ……..………………………….………
30
3. Penentuan Penambahan Koagulan Terbaik …..………….
31
………………………
32
B. PENELITIAN TAHAP PRODUKSI
1. Pembuatan Tahu Skala Pilot Plan ………………………
32
2. Karakterisasi Produk …………………………………….
38
3. Analisis Organoleptik …………….………………............
45
4. Potensi Pengembangan Zero Waste Integrated Soy Processing).. 50 C. PENELITIAN TAHAP PENETRASI PASAR …………….....
51
1. Hasil Survei Konsumen ………………………................
52
2. Analisis Pemasaran …………………………………….....
59
3. Analisis Finansial …………….………………...................
67
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….
74
A. KESIMPULAN ………………………………………………
74
B. SARAN ……………………………………………………….
74
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
75
LAMPIRAN ............................................................................................
79
V.
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Komposisi kimia dan kandungan gizi tahu ..............................
5
Tabel 2.
Kebutuhan kalsium menurut kelompok umur .........................
7
Tabel 3.
Kaitan tujuan, desain dan kesimpulan riset..............................
11
Tabel 4.
Persentase penambahan koagulan pada berbagai jenis tahu ....
17
Tabel 5.
Hasil analisis proksimat bahan baku kedelai ..............................
27
Tabel 6.
Rekapitulasi perlakuan yang dapat menghasilkan karakterisik tahu paling baik ..........................................................................
31
Tabel 7.
Hasil analisis proksimat produk tahu skala pilot plan .................
43
Tabel 8.
Kadar kalsium produk tahu skala pilot plan ……........................
43
Tabel 9.
Respon panelis terhadap warna produk tahu .......... ....................
46
Tabel 10. Respon panelis terhadap aroma produk tahu .............................
47
Tabel 11. Respon panelis terhadap rasa produk tahu ................. .................
48
Tabel 12. Respon panelis terhadap tekstur produk tahu ................................ 48 Tabel 13. Respon panelis terhadap overall produk tahu ................................ 49 Tabel 14. Pengelompokan segmen berdasarkan survei ................................ 61 Tabel 15. Hasil ujicoba penjualan produk tahu chifu ......................... .......
66
Tabel 16. Analisis sensitivitas usaha tahu Chifu ........................................
72
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Bagian biji kedelai ………………………………………….
3
Gambar 2.
Siklus penyerapan kalsium ………………………….............
6
Gambar 3.
Diagram alir tahapan penelitian ………….............................
15
Gambar 4.
Diagram alir penelitian tahap formulasi ................................
16
Gambar 5.
Diagram alir pembuatan tahu skala laboratorium ...................
17
Gambar 6.
Diagram Alir Pembuatan tahu skala pilot plan ...................
19
Gambar 7.
Diagram alir tahap penelitian penetrasi Pasar .......................
21
Gambar 8.
Grafik nilai rendemen basah tiap formula tahu pada ujicoba skala laboratorium ……….......................................................
30
Perendaman kedelai skala pilot plan ...............................……
33
Gambar 10. Tuas dan klep utama pada mesin tofuline ......................... …...
34
Gambar 11. Suasana ruang produksi tahu ............................................ …...
34
Gambar 9.
Gambar 12. Penggilingan kedelai ....……………………….………………. 35 Gambar 13. Pemasakan bubur kedelai................................. ……………….
35
Gambar 14. Ekstraksi susu kedelai ………........................ ……………….
36
Gambar 15. Proses koagulasi tahu .................................................... .……
37
Gambar 16. Pencetakan dan pengepresan tahu .................................... .….
37
Gambar 17. Tahu hasil produksi .................................... .........................….
38
Gambar 18. Grafik nilai rendemen tahu pada uijcoba skala pilot .........…..
39
Gambar 19. Grafik karakteristik tekstur tahu pada ujicoba skala pilot plan............................................................................. ...............
40
Gambar 20. Grafik persentase jenis kelamin responden .......................….
53
Gambar 21. Grafik persentase umur responden ......................................….
53
Gambar 22. Grafik persentase pendidikan responden ............................….
54
Gambar 23. Grafik persentase pendapatan responden ........ ....................….
54
Gambar 24. Grafik persentase pertimbangan responden dalam membeli produk pangan ....................................................................….
55
Gambar 25. Grafik persentase frekuensi konsumsi tahu .............................
55
Gambar 26. Grafik persentase tempat pembelian tahu ........ .....................
56
vi
Gambar 27. Grafik persentase jumlah pengeluaran per hari untuk membeli tahu ..…......................................................................
57
Gambar 28. Grafik persentase jenis kemasan tahu yang dibeli responden ..............................................................................................….
57
Gambar 29. Grafik persentase alasan ketertarikan terhadap produk ...........
58
Gambar 30. Grafik persentase kesesuaian harga produk .......................….
58
Gambar 31. Pangsa pasar industri tahu di Indonesia .............................….
60
Gambar 32. Produk siap jual dengan label. ........ ....................................….
63
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman …….……………….……..
Lampiran 1.
Soymilk processing flowsheet
Lampiran 2.
Tofu processing flowsheet …...............................................
81
Lampiran 3.
Grafik pengukuran tekstur tahu ............................................
82
Lampiran 4.
Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik warna ..........
83
Lampiran 5.
Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik aroma tahu ..
83
Lampiran 6.
Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik rasa tahu ….
84
Lampiran 7.
Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik tekstur Tahu ..
84
Lampiran 8.
Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik overall tahu..
85
Lampiran 9.
Tabel perhitungan analisis pasar ………………………….
86
Lampiran 10. Diagram strategi pemasaran …………………..………….
86
Lampiran 11. Pamflet promosi tahu chifu tema sajian lezat ……………..
87
Lampiran 12. Pamflet promosi tahu chifu tema masa depan lebih baik ….
87
Lampiran 13. Pamflet promosi tahu chifu tema peningkatan bisnis ….......
87
Lampiran 14. Acuan label gizi pangan 2007 ………………………........
88
Lampiran 15. Rumus perhitungan kriteria Investasi ….……………........
89
80
viii
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pangan fungsional berbasis sumberdaya lokal dapat menjadi solusi terhadap permasalahan kekurangan gizi di Indonesia. Kekurangan kalsium menjadi masalah yang menghantui terutama untuk kalangan menengah ke bawah di Indonesia. Perempuan Indonesia hanya mengonsumsi 270 miligram kalsium per hari. Hal tersebut berarti asupan perempuan Indonesia bahkan kurang dari 50% rekomendasi kalsium harian yang dibutuhkan untuk menjaga kekuatan dan kesehatan tulang (Anonim, 2009). Terdapat 2 dari 5 orang Indonesia berisiko menderita osteoporosis (Anonim, 2009). Pengenalan tahu sebagai sumber kalsium harus dilakukan sebagai alternatif sumber kalsium lain yang telah dikenal seperti susu. Masyarakat yang diketahui memiliki kecenderungan konsumsi susu dan produk susu yang relatif rendah karena ekonomi, budaya dan pola makan serta adanya lactose intolerance penting untuk mendapatkan alternatif asupan makanan berkalsium dari sumber lain untuk memenuhi kebutuhan harian kalsiumnya (Fishbein, 2004). Olahan kedelai berupa tahu merupakan makanan yang murah dan mudah ditemukan. Kedelai mengandung banyak komponen fitokimia yang bermanfaat bagi tubuh (Birth et. al., 2001). Perbaikan dan penyempurnaan proses harus terus dilakukan dalam menjamin produk yang berkualitas dan murah bagi masyarakat. Peningkatan juga dilakukan pada jumlah kalsium yang ada pada tahu sehingga jumlahnya dapat secara signfikan memenuhi kebutuhan gizi konsumennya. Tahu sebagai sumber kalsium bergantung pada bahan koagulan yang digunakan untuk mengendapkan protein pada proses pembuatan tahu (Fishbein, 2004). Pada pembuatan tahu, kedelai harus direndam dan dipanaskan 1000C selama waktu tertentu dan dicampur dengan pengental, setelah itu untuk pembuatan tahu dilakukan penambahan koagulan untuk membuat
tahu.
Jumlah
dan
jenis
penambahan
koagulan
dapat
1
mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari tahu yang dihasilkan (Jackson et al., 2002). Bahan koagulan dapat digunakan sebagai salah satu media untuk menambah nilai gizi selain memegang peran kunci dalam pembuatan tahu. Penelitian terhadap penambahan bahan koagulan yang tepat untuk meningkatkan nilai kalsium dan penerimaan konsumen terhadap produk serta potensi untuk komersialisasi produk. Diharapkan hal tersebut dapat meningkatkan nilai tambah produk tahu baik dari sisi kesehatan serta daya saing bisnis dan optimalisasi mesin produksi tahu di Technopark Fateta IPB. B.
Tujuan Penelitian ini bertujuan menentukan cara pembuatan tahu tinggi kalsium dengan mesin tofu line dalam skala pilot plan, penerimaan konsumen terhadap produk, potensi pemasaran dan analisis kelayakan ekonomi produk.
C.
Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan solusi terhadap permasalahan kekurangan kalsium di Indonesia, mengetahui formula dan cara pembuatan tahu berkalsium tinggi, kemungkinan untuk mengembangkan bisnis produk ini dan gambaran pemasaran yang efektif untuk menjual produk sehingga dapat mengoptimalisasi pemanfaatan mesin tofu line yang terdapat di Technopark Fateta-IPB
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KEDELAI Tanaman
kedelai
termasuk
dalam
famili
polong-polongan
(Leguminiceae), sub famili papilionaceae, dan genus Glycine serta spesies max, sehingga dikenal sebagai Glycine max (Koswara,
1992). Kedelai
(Glycine max (L.) Merr.) telah lama dikenal masyarakat Asia, yang secara tradisional mengonsumsinya dalam berbagai bentuk olahan. Tanaman ini terdapat dalam beberapa varietas tertentu yang mempengaruhi bentuk, ukuran, warna biji, dan sifat fisiko-kimia dari kacang kedelai tersebut.
Gambar 1. Bagian biji kedelai (www.msu.ac.us, 2000) Bagian utamanya yaitu keping biji atau kotiledon (90%) dan kulit biji atau hull (8%), sedangkan bagian minornya yaitu hipokotil dan plumul (2%). Senyawa-senyawa nutrisi seperti lemak, karbohidrat, dan protein kedelai tersimpan pada kotiledon. Berdasarkan berat basah, kedelai mengandung 40% protein, 35% karbohidrat, 20% lemak, dan 4.9% abu (Liu, 1997). Gambar bagian biji kedelai dapat dilihat pada Gambar 1. Sebagian besar protein kedelai termasuk dalam golongan globulin, yaitu jenis protein yang larut dalam garam. Kelarutan globulin sangat dipengaruhi oleh pH. Kelarutan minimumnya yaitu saat kondisi asamnya mencapai daerah isoelektrik. Daerah ini berada pada kisaran pH 4.2-4.6 dalam kondisi ini protein kedelai menggumpal. Kedelai kaya akan asam amino lisin, namun hanya sedikit terdapat asam amino metionin dan sistin ( Shurtleff dan Aoyagi, 1984).
3
Karbohidrat yang terdapat pada kedelai sebagian besar merupakan jenis disakarida dan oligosakarida, yaitu 2.5-8.2% sukrosa, 0.1-0.9% raffinosa, dan 1.4-4.1% stakiosa. Adanya oligosakarida seperti raffinosa dan stakiosa menyebabkan terjadinya flatulensi pada manusia apabila mengkonsumsi kedelai atau produk olahannya (Liu, 1997). Lemak pada kedelai terdapat dalam jumlah sekitar 17-20%. Minyak kedelai kasar pada umumnya mengandung 96% trigliserida, 2% fosfolipida. 0.5% asam lemak bebas, 1.6% senyawa tak tersabunkan, dan sejumlah kecil pigmen karotenoid. Senyawa tak tersabunkan tersebut terdiri dari tokoferol, fitosterol, dan hidrokarbon (Liu, 1997). Senyawa antinutrisi dalam kedelai antara lain tripsin inhibitor, lectin, dan estrogen. Senyawa antitripsin dapat mengganggu aktivitas proteolitik tripsin
dalam
tubuh.
Kedelai
juga
mengandung
senyawa-senyawa
mikronutrien seperti vitamin (A, D, E, K, serta vitamin B terutama niasin, riboflavin, dan thiamin) dan mineral (Ca, P, mg, Na, K, Zn, Fe, Cu, dan Mn) (Liu, 1997). Di dalam kedelai juga terdapat senyawa-senyawa bioaktif, polifenol, antinutrisi,
dan
senyawa-senyawa
mikronutrien
yang
mempengaruhi
metabolisme tubuh. Senyawa bioaktif yang terdapat pada kedelai yaitu isoflavon yang berfungsi sebagai antioksidan dan diketahui dapat mencegah penyakit kanker. Isoflavon terkonsentrasi pada hipokotil dan terdapat dalam jumlah sedikit pada kotiledon (Wang dan Murphy, 1994). Serat yang terkandung dalam kedelai dapat memperbaiki toleransi terhadap glukosa dan respon insulin pada penderita diabetes. Kedelai juga mempunyai pengaruh positif terhadap penyakit osteoporosis, penyakit ginjal dan diare (Yee, 1994).
B. TAHU Tahu merupakan makanan tradisional yang sudah lama dikenal di Indonesia dan memegang peranan penting dalam pola makanan sehari-hari masyarakat Indonesia pada umumnya, baik sebagai lauk maupun sebagai makanan tambahan. Standar Industri Indonesia (SNI) dengan nomor 0131421998 menetapkan bahwa yang dimaksudkan dengan tahu adalah suatu
4
jenis makanan padat yang terbuat dari sari kedelai yang dicetak dengan menggunakan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, dengan atau penambahan zat lain yang diizinkan. Shurleff dan Aoyagi (1984) menyatakan bahwa tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai sesudah dipisahkan dari air tahu (whey) dengan cara pengepresan. Tahu merupakan makanan yang menyehatkan dan mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk memperbaiki gizi. Kedelai mengandung protein, karbohidrat, lemak, dan zat-zat mineral. Cara pembuatan tahu oleh industri-industri kecil tersebut berbeda antara industri satu dengan yang lain. Namun, secara umum memiliki prinsip yang sama
yaitu,
mengekstrak
protein
kedelai
dengan
air
kemudian
menggumpalkannya dengan menggunakan asam atau garam-garam tertentu. Prinsip pembuatan sebenarnya terdiri dari dua tahap yaitu tahap pembuatan susu kedelai dan tahap kogulasi susu kedelai sehingga terbentuk tahu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Ditinjau dari
komposisi
kimia
dan kandungan
gizinya,
tahu
mengandung kalori, air, lemak, dan lain sebagainya, yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Komposisi kimia dan kandungan gizi tahu Komposisi (%) Protein Lemak Karbohidrat Abu Kadar Air a Sumber : b
Tahua Lokal
Tahub Jepang
8.3 7.8 5.4 4.3 2.3 0.8 0.7 82.4 84.9 Herlinda dan Almasjuri (1987) Shurtleff dan Aoyagi (1984)
Tahu b Cina 10.6 5.3 2.9 0.9 79.3
C. KALSIUM Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh yaitu sekitar 1,5 – 2 % dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah tersebut, 99 % berada dalam jaringan keras,
5
yaitu
tulang
dan
gigi
terutama
dalam
bentuk
hidroksiapatit
[(3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2]. Kalsium tulang berada dalam jumlah seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2.25-2.60 mmol/ l (910.4 mg/100,l) (Almatsier, 2002). Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh. Kalsium dalam jumlah sangat sedikit yaitu sekitar 4-5 gram sangat penting bagi setiap sel tubuh untuk menjalankan fungsinya (Guthrie, 1986). Kalsium dalam tubuh memiliki berbagai fungsi penting (Guthrie, 1986) dan (Almatsier, 2002), diantaranya adalah sebagai adalah pembentukan tulang, pembentukan gigi, pembekuan darah, katalisator reaksi biologis dan kontraksi otot. Faktor utama yang mempengaruhi efisiensi penyimpanan kalsium didalam tulang bukan masalah gizi tetapi fisiologi, sebagai contoh pertumbuhan, kehamilan dan saat menyusui. Deposisi dan resorpsi tulang diatur oleh beberapa hormon seperti PTH, calcitonin, calcitriol dan estrogen). Kelebihan serapan kalsium yang tidak dapat disimpan dalam tulang diekskresikan melalui urine, kotoran dan keringat. Keseimbangan kalsium pada manusia biasa adalah nol, jadi setelah terlepas dari tulang semua kalsium yang terserap diekskresikan dengan pola ini (Guegeun dan Pointillart, 2000).
Gambar 2. Siklus penyerapan kalsium (Guegeun dan Pointillart, 2000)
Pada Gambar 2 dapat dilihat siklus penyerapan kalsium. Hampir semua kalsium direabsorpsi pada pencernaan berasal dari sekresi empedu (Guegeun dan Pointillart, 2000) dan kalsium endogenous yang dikeluarkan melalui
6
kotoran merupakan bagian yang tidak dapat direabsropsi. Manusia dewasa kehilangan kalsium 0.3 % masa tulang setiap tahun hal ini berarti keseimbangan kalsium bernilai negatif dan mereka kehilangan 10 mg kalsium setiap hari. Kehilangan masa tulang ini lebih besar sepuluh kali lipat pada wanita menopause (Guegeun dan Pointillart, 2000). Tujuan
utama
pengaturan hormon pencernaan, resorpsi tulang dan menyerapan di usus besar adalah menjaga agar konsentrasi kalsium plasma konstan. Kebutuhan kalsium untuk anak di bawah 10 tahun sebanyak 0.5 gram per orang per hari dan dewasa 0.5-0.7 g per orang per hari. Kebutuhan kalsium menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan Kalsium Menurut Kelompok Umur Kategori
Umur (Tahun)
Bayi Anak-anak
Dewasa
Hamil Menyusui Sumber : Ensminger et al. (1995)
0-0.5 0.5-1 1-3 4-6 7-10 11-14 15-18 19-24 25-50 51+
Kebutuhan (mg/hari) 400 600 800 800 800 1200 1200 1200 800 800 1200 1200
D. PEMASARAN Pemasaran bukan hanya penjualan belaka tetapi sebuah proses yang menyeluruh mengenai bagaimana suatu produk dapat diterima oleh pasar, melekat dalam hati konsumen dan memenangkan persaingan dengan produk lain (Kotler, 2006). Pemasaran memiliki berbagai macam metode cara dan variasi. Dalam ilmu pemasaran modern terdapat penekanan pada 3 hal penting yaitu analisis pasar (penentuan market size, market share dan
7
potential customers serta persaingan), penentuan startegi pemasaran dan penjabaran strategi dalam bauran pemasaran ini.
1. Analisis pemasaran Analisis pemasaran memiliki banyak dimensi dan aspek secara sederhana. Kotler (2006) menjabarkan hal-hal yang mendasar yang penting ada di dalam analisis ini yaitu target pasar yang ingin dikuasai, kemudian penentuan ukuran dari pasar melalui perputaran uang didalamnya, pertumbuhan dan kebutuhan dari pasar akan produk selain itu juga ditentukan trend yang sedang berlangsung pada pasar. Semua itu masuk dalam analisis situasi pasar. Analisis ini dilakukan agar nantinya strategi yang diterapkan akan efektif. Pemain yang ikut berkompetisi juga perlu diketahui dengan seksama semakin mengetahui tentang kompetitor maka akan semakin besar peluang memenangkan persaingan. Parameter awal dan yang paling mudah untuk mengetahui keberhasilan suatu perencanaan pemasaran adalah penjualan (Kotler, 2006).
2. Strategi pemasaran Seiring dengan kematian mass marketing, beberapa perusahaan mulai beralih pada micromarketing dengan fokus pada satu dari empat level segment, niches, local areas dan individuals (Kotler, 2006). Peralihan ini juga membuat strategi pemasaran memilki tambahan dimensi yaitu segmentation. Jika targeting dan positioning telah merupakan suatu hal yang lazim ada pasar suatu perencanaan pemasaran maka segmentasi merupakan tambahan bagi perusahaan yang menganut micromarketing pada level segmen. Adanya tambahan ini juga berlaku pada level-level yang lain penentuan kriteria komunitas, daerah atau individu mutlak dilakukan. Segmentasi pasar, yakni kegiatan untuk mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli yang terpisah-pisah yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran tersendiri. Kegiatan ini
8
memiliki langkah-langkah yang dijabarkan pada Tabel 3. Setelah mengevaluasi
segmen-segmen
yang
berbeda,
perusahaan
dapat
mempertimbangkan lima pola pemilihan pasar sasaran (target pasar) yaitu (1) Konsentrasi segmen tunggal, (2) Spesialisasi selektif, (3) Spesialisasi produk, (4) Spesialisasi pasar (5) Cakupan ke seluruh pasar. Pembentukan target pasar bertujuan untuk membentuk pemasaran yang terdiferensiasi, pemasaran ini biasanya menciptakan lebih banyak penjualan total dari pada pemasaran yang tidak terdiferensasi. Namun, juga meningkatkan biaya untuk bisnis (Kotler, 2006). Agar sasaran pasar mengenal tawaran dan citra khas, perusahaan harus memposisikan diri. Secara umum, ada 4 kesalahan utama yang harus dihindari dalam penetapan posisi yaitu penetapan posisi yang kurang, berlebihan, membingungkan dan meragukan. Pada dasarnya perusahaan mendiferensiasi tawaran pasar menurut lima dimensi yaitu: produk, pelayanan, personalia, saluran pemasaran dan citra (Kotler, 2006).
3. Bauran pemasaran Setelah mempersiapkan strategi pemasaran untuk bersaing secara keseluruhan,
langkah selanjutnya adalah mempersiapkan bauran
pamasaran. Bauran pemasaran didefinisikan sebagian seperangkat alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan dan dipadukan untuk mendapat tanggapan yang positif dari pasar sasaran (Kotler dan Armstrong, 2001). Kotler (2006) mengklasifikasikan alat pemasaran ini menjadi 4 kelompok yaitu produk, harga, tempat dan promosi. Produk merupakan persepsi konsumen yang dijabarkan produsen melalui hasil produksinya, agar produk yang dihasilkan sempurna dimata konsumen,
maka produk dilengkapi dengan atribut produk. Merek
digunakan untuk beberapa tujuan antara lain : identitas, alat promosi membina citra dan mengembalikan pasar (Tjiptono, 1995). Kemasan merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah untuk suatu produk. Pemberian kemasan pada produk memberikan tiga manfaat utama yaitu komunikasi untuk menyebarkan informasi
9
produk ke konsumen, memberikan kemudahan dalam perlindungan, dan penyimpanan, serta menanamkan persepsi kepada konsumen (Tjiptono 1995). Harga memiliki dua manfaat utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli yaitu peranan alokasi (harga memutuskan cara memperoleh manfaat berdasarkan daya beli konsumen) dan (peranan informasi (mengetahui faktor produk seperti kualitas) ( Tjiptono, 1995). Distribusi adalah penghubung antara produk dengan harga tertentu dengan target pasar. Distribusi mampu menciptakan nilai tambah produk dan memperlancar arus saluran pemasaran. Tingkatan dalam saluran distribusi
berdasarkan
jumlah
perantaranya.
Zero
level
chanel,
menunjukkan pemasar tidak menggunakan perantara, jika pemasar menggunakan satu perantara dan dua perantara maka dikenal dengan one level chanel dan two level chanel (Kotler, 2006). Keberhasilan suatu program pemasaran sangat bergantung dari promosi. Promosi adalah komunikasi pemasaran
bentuk promosi
mempunyai tugas yang sama tetapi dapat dibedakan berdasarkan tugas khususnya, tugas khusus ini dikenal dengan bauran promosi yaitu personal selling, mass selling (iklan), promosi penjualan, public relation, dan direct marketing.
E. PERILAKU KONSUMEN Perilaku konsumen adalah suatu tindakan nyata individu atau kumpulan individu yang dipengaruhi oleh aspek eksternal atau internal yang mengarahkan konsumen utuk memilih barang atau jasa (Umar, 2003). Kepercayaan, sikap dan perilaku konsumen sangat tergantung dengan atribut produk. Untuk menentukan perilaku konsumen dilakukan riset atau berpikir ilmiah. Desain riset dibagi tiga macam yaitu desain eksploratif, deskriptif, dan kausal. Kaitan tujuan desain dan kesimpulaan riset dapat dilihat pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Kaitan tujuan, desain dan kesimpulan riset No.
Tujuan riset
Desain riset
1.
Mengetahui
Eksploratif
2.
Memaparkan
Deskriptif
3.
Mengukur
Kausal
Kesimpulan riset Tidak Memiliki kesimpulan riset Memilki kesimpulan riset Memiliki kesimpulan riset
Sumber : Umar (2003) Ada banyak cara yang digunakan dalam pengumpulan data dalam riset pemasaran, Rangkuti (1997) mengelompokkan pengumpulan data menjadi tiga macam yaitu : 1. Sensus, pengambilan data dilakukan secara menyeluruh 2. Survei, pengambilan data dengan sampling 3. Kasus, suatu kajian yang rinci, mendalam, dan menyeluruh terhadap suatu objek biasanya relatif kecil dalam kurun waktu tertentu. Dalam melakukan riset pemasaran cara pengumpulan data yang sering digunakan adalah melalui survei kuesioner. Kuesioner digunakan sebagai alat bantu didalam mengumpulkan data, khususnya karakteristik elemenelemen populasi atau sampel dari populasi yang menjadi objek penyelidikan (Supranto, 1999). Ada tiga tipe pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner yaitu open (terbuka), multiple choice (pilihan berganda), dan
dichoutomous (dua
alternatif misalnya ya atau tidak ). Pertanyaan terbuka memberikan kebebasan kepada pihak responden untuk memberikan jawaban, responden boleh menjawab mempergunakan kata-katanya sendiri, dan mengemukakan ide-ide sendiri. Pertanyaan pilihan berganda dan dua alternatif
jawaban kepada
responden (Supranto, 1990). Kuesioner yang telah tersusun lengkap perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk penelitian sesungguhnya. Pengujian dimaksudkan untuk mendapatkan keyakinan apakah semua hal atau variabel–variabel yang dinginkan sudah terdapat dalam kuesioner, apakah satuan ukuran atau definisi-definisi, kriteria-kriteria dan istilah yang kita gunakan sudah tepat, apakah susunan kata-kata dalam pertanyaan sudah
11
jelas dan tidak membingungkan responden, apakah kolom-kolom yang disediakan untuk jawaban tiap pertanyaan sudah baik dan cukup lengkap, serta dapat dianalisa dengan baik (Supranto, 1990).
F. ANALISIS FINANSIAL Analisis ini dilakukan pada penelitian untuk mengetahui kelayakan bisnis dari tahu berkalsium tinggi yang diperoleh. Analisis finansial ini penting untuk menentukan sebuah proyek layak atau tidak untuk dijalankan. Beberapa faktor pada analisis finansial yang umum digunakan untuk menguji kelayakan suatu proyek terutama berkisar pada perkiraan biaya investasi, perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, waktu, dan perkiraan pendapatan. Untuk dapat menentukan apakah suatu proyek investasi dapat dikatakan layak diperlukan teknik kriteria investasi yang didasarkan pada estimasi aliran kas yang bersangkutan. Kriteria tersebut antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Payback perioe (PP), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Keown et al., 2004). Selain itu, dapat digunakan juga analisis Break Event Point (BEP) dan analisis sensitivitas untuk melengkapi analisis terhadap kriteria investasi. 1. Modal Awal Usaha Modal adalah dana yang disiapkan untuk pendanaan jangka panjang. Modal awal usaha merupakan pengeluaran arus kas yang dibutuhkan untuk membeli aktiva dan digunakan dalam operasi. Jumlah ini termasuk biaya pengadaan aktiva dan pengeluaran kas non biaya, seperti modal kerja (Keown et al., 2004). Modal awal terdiri dari biaya investasi dan modal kerja. Biaya investasi merupakan pembiayaan untuk membangun instalasi atau fasilitas produksi. Sedangkan biaya modal kerja adalah pengeluaran untuk membiayai keperluan operasi dan produksi pada waktu pertama kali dijalankan (Soeharto, 2001).
12
2. Analisis Biaya Analisis biaya adalah kegiatan yang meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi, dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam sebuah perusahaan. Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang yang telah dikeluarkan atau kelak dikeluarkan untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat digolongkan dengan berbagai cara, antara lain penggolongan berdasarkan obyek pengeluaran, berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, berdasarkan hubungan dengan pusat biaya, dan penggolongan berdasarkan perubahan biaya terhadap perubahan volume produk atau kegiatan (Simangunsong, 1991). Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tetap dan tidak tergantung pada volume produksi (Soeharto, 2001). Meskipun jumlah produk yang dihasilkan mengalami peningkatan atau penurunan, namun pengeluaran untuk biaya ini jumlahnya tetap. Komponen biaya ini adalah bunga, pajak, perawatan pabrik, administrasi, gaji pegawai, dan buruh. Berbeda dengan biaya tetap, biaya variabel mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat produksi. Komponennya antara lain biaya bahan baku, bahan bakar, listrik, biaya tranportasi, dan biaya distribusi (Soeharto, 2001).
3. Harga Pokok dan Harga Jual Harga
pokok
berperan
dalam
memberikan
gambaran
tentang
pengorbanan yang dilakukan dalam menghasilkan produk, sehingga dapat menjadi dasar dalam penetapan harga jual produk. Selain itu, perhitungan harga pokok berfungsi yang pertama untuk menganalisis biaya dan pendapatan dari suatu perusahaan sehingga tingkat efisiensinya dapat diketahui. Kedua, mengawasi perubahan biaya. Ketiga, mengetahui perbandingan antara biaya dan pendapatan. Menurut Simangunsong (1991), perhitungan harga pokok berdasarkan obyek biaya dapat dibedakan menjadi dua. Pertama dengan metode full costing / absorbation costing/ metode konvensional, yaitu metode yang memperhitngkan semua biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel) sebagai unsur harga pokok. Kedua dengan metode direct costing/ variabel
13
costing, yaitu metode yang hanya memperhitungkan biaya variabel dan tidak menyertakan biaya tetap dalam penentuan harga pokok produksi. Dengan metode tersebut akan diperoleh harga pokok yang selanjutnya ditambah dengan presentase laba yang diinginkan (mark up) sehingga menghasilkan harga jual (target price).
4. Kriteria Investasi Kriteria investasi adalah indeks yang digunakan untuk mengetahui baik tidaknya proyek yang dilakukan. Kriteria investasi tersebut meliputi Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Break Event Point, Pay Back Period, dan analisis kepekaan (sensitivitas). Perhitungan kriteria investasi yang didasarkan pada konsep nilai waktu uang meliputi Net Present Value (nilai bersih sekarang), Internal Rate of Return (tingkat pengembalian internal), Net Benefit Cost Ratio (indeks profitabilitas), dan Pay Back Period (jangka waktu pengembalian). Sedangkan kriteria yang tidak berdasarkan pada nilai waktu uang adalah Break Event Point (Keown et al.,2004).
14
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain panci, kompor, pengaduk, grinder kedelai, kain saring, timbangan, cetakan tahu, mesin tofu line, alat gelas, handrefractometer, refrigerator, termometer, Atomic Absorpsion spectrophotometer (AAS), textur analyzer, dan alat uji lain untuk analisis sifat fisik, kimia, dan uji organoleptik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai impor dari Primkopti Kabupaten Bogor, koagulan : CaSO4 dari toko Setia Guna , GDL (Gluco-Delta-Lactone) dari suplier PT. Tristar Chemical, air, dan bahan kimia untuk uji proksimat dan kadar kalsium dengan AAS.
B. Metode Penelitian ini dibagi dalam tiga tahapan, yaitu tahap formulasi (pemilihan formula tahu dan uji coba skala laboratorium), tahap produksi (uji coba skala pilot plan dan karakterisasi produk), dan tahap penetrasi pasar (analisis pemasaran, uji coba penjualan dan analisis kelayakan usaha) lihat Gambar 3. Tahap Formulasi
Pemilihan Formula
Uji Coba Skala Laboratorium
Tahap Produksi
Uji Coba Skala Pilot plan
Karakterisasi Produk
Tahap Penetrasi Pasar
Analisis Pemasaran
Analisis Kelayakan Usaha
Gambar 3. Diagram tahapan Penelitian
1.
Tahap formulasi Tahapan formulasi terdiri dari pemilihan formula tahu dan validasi
formula dengan ujicoba pembuatan tahu skala laboratorium. Pemilihan
15
fomula dilakukan dengan mencari formula dasar produk, kemudian divariasikan untuk mendapatkan hasil yang optimum. Pada tahap ini juga dilakukan karakterisasi bahan baku berupa kedelai dengan analisis proksimat bahan. Secara lebih detail tentang penelitian pada tahap ini padat dilihat pada Gambar 4. Bahan baku : Kedelai
Analisis Proksimat bahan
Pembuatan Tahu Skala Laboratorium Formulasi Tahu Koagulan Tunggal - Koagulan CaSO4 1.5 % - Koagulan CaSO4 2.5 % - Koagulan CaSO4 3.5 %
Formulasi Tahu Koagulan Campuran - Koagulan CaSO4 1 % + GDL 0.5 % - Koagulan CaSO4 2 % + GDL 0.5 % - Koagulan CaSO4 3 % + GDL 0.5 %
Pemilihan Formula Terbaik Analisis : Rendemen, Organoleptik dan Profil Tekstur
Formula Tahu Koagulan Tunggal Terpilih
Formula Tahu Koagulan Campuran Terpilih
Tahap Penelitian selanjutnya Gambar 4. Diagram Alir Penelitian Tahap Formulasi
Ada dua jenis formula tahu yang dinginkan yaitu tahu dengan penggumpal tunggal dan campuran. Tahu penggumpal tunggal yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah tahu dengan menggumpal CaSO 4 saja sedangkan tahu penggumpal campuran menggunakan penggumpal campuran
16
antara CaSO4 dan GDL. Jenis dan jumlah penambahan koagulan didasarkan pada formula dasar pembuatan tahu yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase penambahan koagulan pada berbagai jenis tahu
Jenis Tahu
Koagulan
Persen penambahan Koagulan (dari berat kedelai kering)
Regular atau Firm
Nigari
3.0
0.3
78-850 C
Kalsium Sulfat GDL Sari jeruk Citrus Cuka (asam asetat Nigari Kalsium sulfat
2.2 3.0
0.27 0.6
70-750 C 900 C
21
2.1
80-900 C
16.3
1.6
80-900 C
3.1 2.7
0.8 0.6
65-680 C 700 C
Lactone
1.1
0.27
850 C
Kalsium Sulfat
1.8
0.4
900 C
Silken Tofu Packaged silken
Persen penambahan Koagulan (dari berat susu kedelai)
Suhu Koagulasi
Sumber : Shurtleff dan Aoyagi (1984)
Adapun pada penelitian variasi formula tahu koagulan tunggal dengan CaSO4 yaitu penambahan koagulan sebesar 1.5 %, 2.5 % dan 3.5 %. Sedangkan pada tahu koagulan campuran CaSO4 dan GDL yaitu campuran 2 % dan 0,5 %, campuran 1 % dan 0.5 %, 3 % dan 0.5 %. Peralatan yang digunakan pada skala laboratorium merupakan peralatan sederhana tetapi tetap digunakan sesuai prinsip kerja tofu line yang digunakan pada skala pilot plan. Semua formula diuji coba pada skala laboratorium menggunakan kedelai sebanyak 100 gram. Proses pembuatan tahu skala laboratorium dapat dilihat pada Gambar 5. Kedelai 100 gram
Pembersihan dan Sortasi
@
17
@ Air 300 ml Air 8001000 ml suhu 80 0C
Perendaman Kedelai selama 6 Jam
Penggilingan dengan Blender 3-4 menit
Pemasakan 90-1050C selama 20-15 menit dengan Kompor
Penyaringan dan pemerasan manual
Susu kedelai Koagulan Tunggal CaSO4 atau Campuran CaSO4 + GDL
Koagulasi suhu 70-85 0 C
Curd
Pencetakan dan pengepresan
Pemotongan
Pendinginan dalam air
Tahu Gambar 5. Diagram Pembuatan Tahu Skala Laboratorium
2.
Tahap Produksi Tahap produksi terdiri dari uji coba skala pilot plan dan karakterisasi
produk yang dihasilkan. Formula terpilih yang telah diuji dan divalidasi pada tahap sebelumnya akan digunakan pada tahap ini untuk diproduksi pada skala
18
yang lebih besar. Dari tahap ini diharapkan akan mendapatkan gambaran yang nyata dari proses produksi dan bisa memprediksi kendala serta langkah yang harus ditempuh untuk mengatasinya yang mungkin muncul ketika diaplikasikan pada industri yang sebenarnya. Gambar 6 menggambarkan jalannya penelitian pada tahap ini Penyiapan Bahan Baku
Perendaman 5 jam
Penggiling kedelai
Cetakan
Bak Pendingin, 20 menit
Pemasak kedelai 90-100 0 C 15 menit
Alat Pengepres , 3-4 kg/cm2
Pemeriksaan dan pembersihan mesin
Penyaring Susu Kedelai
Bak Koagulasi
Karakterisasi produk Tahu Analisis Proximat Produk, Analisis Kalsium Total, Uji TPA (Texture Profile Analyzer)
Gambar 6. Diagram Alir pembuatan tahu skala pilot plan
Produksi skala pilot plan ini dilakukan dengan menggunakan kedua formula ini diujicobakan untuk produksi tahu pada skala pilot plan dengan mesin tofu line tipe MKO-I buatan Sato Shoji Co. yang ada di Technopark
19
Fateta-IPB. Alat ini mampu memproses sekitar 100 kg kedelai tiap hari. Dengan kapasitas minimum untuk menjalankan alat ini adalah 5 kg. Sehingga pada penelitian ini pembuatan tahu per batch-nya dilakukan dengan kapasitas minimum tersebut. Alat ini terdiri dari beberapa bagian yaitu penggiling kedelai (grinder), pemasak curd, penyaring dan pengepres susu kedelai, penekan curd, dan bak pendingin tahu. Kemudian produk yang dihasilkan diuji secara fisik dan kimia serta organoleptik untuk mengetahui karakteristiknya.
3.
Tahap Penetrasi Pasar Tahap penetrasi pasar terdiri dari analisis pemasaran dan analisis
finansial. Analisis pemasaran dilakukan dibagi menjadi dua bagian yaitu survei konsumen dan analisis pasar. Setelah keduanya dilakukan maka data yang dihasilkan digunakan untuk menyusun strategi pemasaran yang terdiri dari segmentasi, penentuan target, dan positioning produk. Lalu menyusun bauran pemasaran berdasarkan strategi yang telah dibuat. Untuk menguji efektifitas perencanaan pemasaran yang telah disusun maka dilakukan ujicoba pemasaran produk. Analisis finansial dilakukan dengan pertama dengan menentukan asumsi-asumsi
yang
digunakan
saat
usaha
dijalankan.
Kemudian
memperhitungkan modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha terdiri dari biaya investasi dan modal kerja. Kemudian dilakukan proyeksi laba rugi dari usaha dan proyeksi arus kas. Kedua proyeksi ini nantinya digunakan untuk menyusun kriteria investasi dan kemudian dilakukan analisis sensitivitas usaha. Lebih detail mengenai jalannya penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
20
Tahap Penetrasi Pasar
Analisis Pemasaran
Survei konsumen
Analisis Pasar
Strategi Pemasaran Segmentation, Targeting, Positioning
Analisis Finansial Penentuan Asumsi-Asumsi Kondisi yang digunakan atau diprediksi saat usaha dijalankan Penghitungan Modal Biaya investasi dan modal kerja serta biaya lain Proyeksi Laba Rugi
Bauran Pemasaran Product, Place, Price, Promotion
Ujicoba Penjualan Jumlah yang terjual
Penentuan Harga Pokok Produksi, Prediksi pemasukan dari penjualan
Kriteria Investasi NPV, Net B/C, IRR, BEP, PBP Analisis Sensitivitas Prediksi pengaruh perubahan kondisi pada usaha
Gambar 7. Diagram Alir Tahap Penelitian Penetrasi Pasar
C. METODE ANALISIS 1. Analisis Fisik a. Uji Texture Profile Analyzer (Nieminen, 2007) Pengukuran profile tekstur produk dilakukan dengan menggunakan Texture Analyzer XT-21. Tahu yang akan diukur TPA diletakkan di bawah probe. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan produk dapat dilihat pada layar komputer.
21
b. Rendemen Rendemen basah tahu dihitung berdasarkan berat total tahu semua potongan tahu yang dihasilkan ditimbang kemudian dibandingkan dengan berat awal kedelai yang digunakan. berat tahu Rendemen Basah =
x 100 % berat kedelai
2. Analisis Kimia a. Total Padatan Terlarut (AOAC, 1995) Refraktometer
dibersihkan
dulu
bagian
kacanya
dengan
cara
meneteskan alkohol hingga merata dan melapnya dengan tisue hingga permukaan kaca refraktometer kering. Sebanyak 2-3 tetes sampel produk jadi diteteskan pada kaca bagian depan refraktometer dan dilakukan pembacaan skala. Kemudian bersihkan kembali sampel pada kaca dengan tisue dan lakukan prosedur awal untuk menghitung kembali total padatan terlarut. Total padatan terlarut dinyatakan dalam obrix.
b. Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995) Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi pada suhu 100 0C. Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven suhu 105 0C selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu ditimbang sampel sebanyak 5 g di dalam cawan tersebut. Dikeringkan sampel dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator. Ditimbang berat akhirnya. Dihitung kadar air dengan persamaan berikut : Kadar air (% b/b) = (x-y) x 100% (x-a) Keterangan : x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
22
y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g)
c.
Analisis Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995) Cawan porselen dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian
didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin ditimbang. Kemudian sampel sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada suhu 400 0C lalu dilanjutkan pada suhu 550 0C, kemudian didinginkan di dalam eksikator lalu ditimbang perhitungan : Kadar abu (%b/b)= W2 x 100% W1 Keterangan : W1 = berat sampel (g) W2 = berat abu (g) d. Analisis Kadar Protein, metode Kjeldahl (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 0.1 – 0.2 g dimasukkan ke dalam labu kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus : % Nitrogen = (HCl – Blanko) ml x N HCl x 14,007 x 100% mg contoh Kadar protein (%) = % Nitrogen x 6.25
e. Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)
23
Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian pasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 5 jam. Setelah itu, pelarut didestilasi dan ditampung pada wadah lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 0C sampai diperoleh berat tetap. Kemudian labu lemak dipindahkan ke desikator, didinginkan,
dan
ditimbang. Perhitungan : Kadar lemak (%b/b) = W2 x 100% W1 Keterangan : W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat lemak (g) f. Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC, 1995) Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference dilakukan dengan cara : Kadar karbohidrat (%b/b) = 100% - (kadar air + kadar protein + kadar lemak + kadar abu).
g. Kadar Kalsium total, Metode Spektrofotometer absorpsi atom (AAS) (Apriyantono et al, 1989) Penetapan kadar kalsium total dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode AAS. Prinsip dari metode ini adalah residu sampel yang telah dihilangkan kandungan bahan-bahan organiknya dengan menggunakan pengabuan basah dapat dilarutkan dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada dalam nyala AAS sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada panjang gelombang tertentu.
24
3. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah berupa pengujian kesukaan indrawi terhadap produk tahu. Produk akhir diuji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan produk. Parameter yang diuji meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur. Skor penilaian yang digunakan dalam uji hedonik ada 7 tingkat, yaitu: 7= sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka. Penilaian dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih. Produk yang diujikan adalah produk tahu berkalsium tinggi yang sudah dipersiapkan sesuai ambang penyajian. Untuk mengetahui pengaruh perlakukan terhadap tingkat kesukaan panelis maka dilakukan analisis sidik ragam terhadap data hasil uji organoleptik. 4. Survei Konsumen dan Penjualan awal Survei dilakukan dengan pembagian kuesioner, promosi keunggulan produk dan pemberian produk secara gratis untuk dicoba serta pencicipan sampel produk di tempat. Lalu uji penjualan dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil survei sehingga dapat dilakukan penyusunan strategi penjualan dan upaya-upaya perbaikan minor yang dapat dilakukan. Pembagian kuesioner dilakukan kepada 30 orang responden, pertanyaan yang digunakan pada kuesioner disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu melihat penerimaan dan ketertarikan konsumen terhadap produk. Sebelum disebarkan kepada 30 orang responden, kuesioner dilakukan pengujian kepada tiga orang responden untuk melihat apakah bahasa dan pertanyaan yang digunakan dimengerti dan bisa diterima responden. Respon dari 30 orang akan disederhanakan dalam bentuk tabulasi data dan dibahas secara deskriptif. Ujicoba penjualan dilakukan selama empat hari yang ditetapkan berdasarkan umur simpan produk. Penjualan dilakukan dengan dua cara, yaitu direct selling dan dengan menitipkan barang ke warung (distributor). Penjualan secara direct selling dilakukan dengan persentase 60 % dari total produksi sedangkan sisanya 40 % di jual dengan cara dititipkan ke warung (distributor).
25
5. Analisis finansial Komponen Analisis finansial yang umum digunakan untuk menguji kelayakan suatu proyek terutama berkisar pada perkiraan biaya investasi, perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, waktu, dan perkiraan pendapatan. Untuk dapat menentukan apakah suatu proyek investasi dapat dikatakan layak diperlukan teknik kriteria investasi yang didasarkan pada estimasi aliran kas yang bersangkutan. Kriteria tersebut antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Selain itu, dapat digunakan juga analisis Break Event Point (BEP), Payback Periode (PP), serta analisis sensitivitas untuk melengkapi analisis terhadap kriteria investasi tersebut. Sebagai dasar perhitungan untuk analisis digunakan asumsi yang disesuaikan pada saat penelitian. Asumsi tersebut meliputi umur proyek, harga bahan baku dan peralatan, kapasitas produksi, biaya penyusutan dan perawatan peralatan, biaya pemasaran, efektivitas penjualan, sumber finansial (pembiayaan), dan cara pembayaran pinjaman, suku bunga dan pajak. Semua perhitungan ditabulasikan dalam program komputer microsoft excel dengan dasar-dasar rumus untuk kriteria investasi dapat dilihat pada Lampiran 15.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN TAHAP FORMULASI Penelitian tahap formulasi dilakukan terlebih dahulu dengan analisis proksimat terhadap bahan baku pembuatan tahu yaitu kedelai. Analisis ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi yang terkandung dalam kedelai yang digunakan dalam penelitian. Tabel 5. Hasil analisis proksimat bahan baku kedelai Jenis analisis
Kedelai
Kadar air (%bb)
9.95
Kadar abu (%bb)
4.66
Kadar protein (%bb)
32.05
Kadar lemak (%bb)
19.92
Kadar karbohidrat (%bb)
33.42
Ada dua jenis formula tahu yang dinginkan yaitu tahu dengan penggumpal tunggal dan campuran. Tahu penggumpal tunggal yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah tahu dengan menggumpal CaSO 4 saja sedangkan tahu penggumpal campuran menggunakan penggumpal campuran antara CaSO4 dan GDL. Adapun variasi formula tahu koagulan tunggal dengan CaSO4 yaitu penambahan koagulan sebesar 1.5 %, 2.5 % dan 3.5 %. Sedangkan pada tahu koagulan campuran CaSO4 dan GDL yaitu campuran 2 % dan 0.5 %, campuran 1 % dan 0.5 %, serta campuran 3 % dan 0.5 %. Formula yang digunakan dalam penelitian adalah modifikasi dari formula tahu Shurtleff dan Aoyagi (1984). Penggunaan kalsium sulfat sebagai penggumpal karena menghasilkan tahu 15-20 persen lebih banyak dibandingkan dengan nigari, karena koagulan ini mengikat air lebih banyak dalam tahu (Subardjo et. al., 1987). Rendemen tahu dipengaruhi oleh bahan
27
penggumpal mengikat air dalam jumlah yang tinggi (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Tahu yang dihasilkan dengan menggunakan koagulan kalsium sulfat memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi (Koswara, 1992). GDL yang digunakan ditentukan tetap, karena penambahan GDL sebesar 0.5 % dapat memperbaiki tekstur tahu biasa (Subardjo et. Al, 1987). Jenis koagulan secara visual sangat berpengaruh terhadap tekstur tahu yang dihasilkan. Shurtleff dan Aoyagi (1984) menyatakan bahwa penggunaan kalsium sulfat menghasilkan tahu yang memiliki tekstur yang lembut, halus, dan lunak. Sedangkan tahu koagulan campuran antara CaSO4 + GDL menghasilkan tahu yang kenyal, lembut dan lebih kompak. Menurut shutleff dan Aoyagi (1984), tahu yang dibuat dengan bahan penggumpal batu tahu dan lakton, protein tahu membentuk struktur yang menyerupai gumpalan spon elastik dan kompak, sehingga dapat dipres dengan tekanan yang sesuai sehingga dihasilkan tekstur yang dinginkan dan daya kerekatan yang besar sehingga tahu tidak mudah pecah. Parameter yang digunakan pada tahap ini adalah rendemen, penerimaan organoleptik, dan tekstur. Variasi penambahan koagulan tersebut diharapkan menghasilkan formula tahu yang memiliki rendemen yang relatif tinggi, penerimaan organoleptik yang baik ,dan tekstur yang baik pula.
1. Proses Pembuatan Tahu Skala Laboratorium Pada prinsipnya, cara pembuatan tahu adalah mengekstrak protein dari kedelai kemudian menggumpalkannya menggunakan garam tertentu. Proses pembuatan tahu dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pencucian dan perendaman, penggilingan dan pemasakan, ekstraksi dan koagulasi, serta pencetakan dan pengepresan tahu. Pencucian kedelai dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan benda asing yang terdapat pada bahan mentah. Selain itu, kedelai yang kurang bersih akan menghasilkan tahu yang berasa pahit, warnanya gelap, dan daya tahan simpan yang rendah (Muchtadi, 1989). Perendaman ini dilakukan untuk melunakkan struktur seluler, mengurangi jumlah energi yang diperlukan untuk menggiling, dan meningkatkan kecepatan ekstraksi.
28
Lamanya perendaman juga dipengaruhi oleh suhu air dan varietas yang digunakan (Muchtadi, 1989). Apabila perendaman kurang sempurna, baik waktunya terlalu lama atau singkat, jumlah dan rasa tahu yang diperoleh akan menjadi kurang baik (tidak sesuai yang diinginkan). Perendaman yang terlalu lama ditandai dengan terbentuknya busa yang berlebihan dipermukaan air (karena fermentasi menghasilkan CO2) dan mengkerutnya kulit biji. Sedangkan perendaman yang kurang, ditandai dengan masih sulitnya biji dibelah dan bagian biji sebelah dalam masih keras dan berwarna gelap (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Proses penggilingan menggunakan air panas dengan tujuan menginaktivasi enzim lipoksigenase yang dapat menghasilkan bau langu pada tahu yang dihasilkan. Pada waktu penggilingan bubur kedelai ditambah air. Perbandingan berat kacang awal dan air yang baik adalah 1 : 10 (Shurtleff dan Aoyagi 1984). Apabila air yang ditambahkan kurang, maka protein yang terekstrak sedikit dan apabila air yang terlalu banyak, maka energi yang dipakai untuk pemasakan lebih besar dan hal ini tidak sebanding dengan meningkatnya jumlah protein yang terekstrak sehingga tidak meningkatkan nilai rendemen (Subardjo et. al. 1987). Setelah penggilingan, bubur yang dihasilkan segera dimasak. Tujuan dari pemasakan ini adalah menginaktivasi tripsin inhibitor yang terkandung dalam meningkatkan
nilai
kedelai
serta
gizi
protein
mendenaturasi tahu,
protein
mengurangi
sehingga
bau
langu,
meningkatkan daya tahan simpan dengan cara inaktivasi bakteri, mempermudah ekstraksi protein, dan mengubah sifat kimia protein sehingga pada saat dikoagulasikan menghasilkan tahu yang kompak (Muchtadi, 1989). Koagulan kalsium sulfat mengkoagulasi susu lebih lambat daripada Campuran koagulan CaSO4 + GDL. Setelah pengendapan sempurna, bagian atas yang berupa air bening (whey) dipisahkan sebelum dimasukkan dalam cetakan. Kombinasi cetakan dan tekanan ini akan memadatkan tahu dan menguatkan matriksnya.
29
2. Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan untuk menentukan jumlah penambahan masing-masing koagulan sehingga didapatkan karakteristik tahu paling baik. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian tahap pertama terdiri dari pengamatan rendemen basah dan penentuan formula terpilih berdasarkan pengamatan subjektif terhadap atribut organoleptik. a. Rendemen Rendemen basah tahu menunjukkan berat akhir tahu secara total yang dihitung berdasarkan 1 unit berat kedelai (Liu, 1997). Nilai rendemen basah tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Rendemen basah (%)
250 200
187
194
196 174
181
186
150 100 50 0
Gambar 8. Grafik nilai rendemen basah tiap formula tahu pada uji coba laboratorium
Rendemen basah tertinggi untuk tahu koagulan tunggal CaSO 4 terjadi pada penambahan koagulan 3.5 % yaitu sebesar 196 %. Kemudian diikuti oleh penambahan koagulan 2.5 % yaitu sebesar 194 % dan yang paling rendah terjadi pada penambahan koagulan 1.5 % sebesar 187 %. Mekanisme penggumpalan protein terjadi karena adanya kombinasi pengaruh panas dan ion Ca 2+. Panas akan mendenaturasi protein. Kemudian ion Ca2+ dapat mempercepat proses dengan cara merusak mantel air protein, Ca2+ berikatan dengan air
30
menyebabkan daya larut protein semakin berkurang akibatnya akan terjadi ”salting out” (protein akan terpisah sebagai endapan) (Muchtadi, 1989). Jika ion Ca2+ semakin banyak maka semakin banyak pula air yang diikat dan banyak pula protein yang diendapkan hal ini menyebabkan rendemen basah tahu semakin besar. Pada formula tahu koagulan campuran CaSO4 + GDL rendemen basah tertinggi terjadi pada penambahan koagulan 3% CaSO4 + 0.5 % GDL yaitu sebesar 186 %, kemudian diikuti oleh fomula penambahan koagulan 2 % CaSO4 + 0.5% GDL yaitu sebesar 181 % dan rendemen basah paling rendah terjadi pada formula penambahan koagulan 1% CaSO4 + 0.5% GDL sebesar 174 %. Dari sini dapat dilihat suatu trend yang sama berkaitan dengan jumlah CaSO4 yang ditambahkan yaitu semakin besar jumlah CaSO4 pada formula koagulan campuran maka semakin besar pula rendemen basahnya.
3. Penentuan Formula Penambahan Koagulan Terbaik Penentuan jumlah penambahan koagulan tunggal CaSO 4 dan campuran CaSO4 + GDL dilakukan berdasarkan pada jumlah koagulan yang dapat menghasilkan produk tahu dengan karakteristik sensori warna, aroma, tekstur, dan rasa paling baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian subjektif tahu dari masing-masing formula. Rekapitulasi hasil ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rekapitulasi perlakuan yang dapat menghasilkan karakterisik tahu paling baik CaSO4 Parameter
1.5%
2.5%
Rasa v Aroma v v Warna v v Tekstur Rendemen basah Ket. : ( √ ) karakteristik paling baik
3.5%
v v
CaSO4 + GDL 1%+ 2%+ 3%+ 0.5 % 0.5 % 0.5 % v v v v v V V
31
Berdasarkan rekapitulasi pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa penggunaan koagulan Tunggal CaSO4 dengan jumlah 2.5 % dapat memberikan karakteristik produk tahu paling baik dari semua parameter. Pada koagulan campuran penambahan 2 % CaSO4 + 0.5 % GDL dapat memberikan karakteristik produk tahu paling baik dari semua parameter. Untuk itu, hasil inilah yang kemudian akan digunakan dalam penelitian tahap produksi
B. PENELITIAN TAHAP PRODUKSI Formula yang telah diuji dan divalidasi pada tahap sebelumnya di gunakan pada tahap ini untuk diproduksi pada skala yang lebih besar. Dari tahap ini diharapkan mendapatkan gambaran yang nyata dari proses produksi dan bisa memprediksi kendala serta langkah yang harus ditempuh untuk mengatasinya yang mungkin muncul ketika diaplikasikan pada industri yang sebenarnya. Formula yang pertama merupakan pembuatan tahu dengan koagulan tunggal dan formula kedua adalah pembuatan tahu dengan koagulan campuran. Untuk mempermudah pemahaman, setiap formula diberi kode sebagai berikut : F1 : Penambahan koagulan tunggal CaSO4 2.5 % dari bahan baku kedelai kering F2 : Penambahan koagulan campuran CaSO4 2 % + GDL 0.5 % dari bahan baku kedelai kering
1. Pembuatan Tahu Skala Pilot plan Mesin-mesin yang digunakan pada prinsipnya merupakan mekanisasi dari prinsip dasar pembuatan tahu. Dibawah ini akan diuraikan pembuatan tahu dalam skala pilot plan dengan mesin tofu line.
a. Penyiapan Bahan baku Proses yang pertama kali dilakukan adalah penyiapan bahan baku yang terdiri dari kegiatan pencucian dan persiapan bahan baku serta penunjang. Kotoran yang seperti batu atau ranting dapat mengganggu
32
proses penggilingan dan menyumbat jaringan pipa. Kedelai yang rusak dapat menyebabkan kualitas tahu yang dihasilkan kurang baik. Bahan yang tersiapkan dengan baik maka dapat mempercepat proses dan dapat dengan cepat mengatasi kendala yang mungkin dihadapi saat produksi.
b. Perendaman kedelai Perendaman dilakukan dengan air yang banyak dan terusmenerus dialirkan sehingga selain proses perendaman sekaligus terjadi efek pencucian. Perendaman ini dilakukan relatif lebih cepat dari uji coba skala laboratorium karena terdapat sirkulasi aliran air yang mempercepat biji menyerap air dan kekuatan grinder yang digunakan memungkinkan
menghasilkan
energi
yang
cukup
untuk
menghancurkan kedelai walaupun belum terlalu lunak. Pada Gambar 9 diperlihatkan proses perendaman kedelai.
Gambar 9. Perendaman kedelai skala pilot plan c. Pemeriksaan dan pembersihan Mesin Sembari
menunggu
Perendaman
kedelai
maka
dilakukan
pemeriksaan mesin, tahap ini tidak ada pada ujicoba skala laboratorium. Peralatan tofu processing MKO – I merupakan peralatan yang terdiri beberapa bagian dan memiliki jaringan pipa yang cukup rumit sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik dan tidak ada kebocoran maupun kerusakan. Pada Gambar 10 diperlihatkan sebagian jaringan perpipaan dan klep pengatur aliran bahan, uap dan air yang perlu diperiksa.
33
Gambar 10. Tuas dan klep utama pada mesin tofu
Setelah semuanya dinyatakan berjalan baik dan semua kebutuhan mesin telah terpenuhi maka dilakukan pembersihan mesin dengan prosedur cleaning in place. Air akan membilas keseluruhan jalur pipa dan alat yang akan dilewati produk terutama pada soymilk equipment. Pembersihan ini akan dapat menjangkau keseluruhan bagian yang mungkin tidak dapat dicapai dengan pembersihan manual. Pembersihan ini juga dilakukan untuk mendeteksi masalah yang mungkin muncul ketika mesin dijalankan. Pada Gambar 11 diperlihatkan kondisi ruang produki sebelum produksi.
Gambar 11. Kondisi ruang produksi tahu
d. Penggilingan kedelai Penggilingan kedelai pada skala pilot plan tidak menggunakan air panas seperti pada skala laboratorium karena dari mesin grinder yang digunakan kedelai dihaluskan dengan lewat gaya gesekan kontinu dari dua buah lempeng batu yang berputar sehingga putaran ini menghasilkan panas. Penggilingan ini lebih cepat sehingga enzim tidak sempat bereaksi
34
karena langsung dialirkan ke cooker dan dimasak. Pada Gambar 12 diperlihatkan proses penggilingan kedelai.
Gambar 12. Penggilingan kedelai e. Pemasakan bubur kedelai Pemasakan kedelai di dalam cooker menggunakan media penghantar panas uap yang dialirkan lewat pipa-pipa di dalam cooker. pemasakan yang dilakukan dalam cooker juga memiliki efek tekanan. Hal
ini
akan
mempercepat
pemasakan
dan
memaksimalkan
denaturisasi protein karena dapat mencapai suhu yang lebih tinggi daripada suhu ketika dimasak di atas kompor. Proses panas yang merata dan cepat juga mencegah terjadinya kegosongan dan perubahan warna akibat pemasakan yang terlalu lama. Pada Gambar 13. diperlihatkan proses pemasakan bubur kedelai.
Gambar 13. Pemasakan bubur kedelai f. Ekstraksi Susu kedelai Ekstraksi susu kedelai dengan menggunakan alat separator ini memudahkan untuk memisahkan susu dari ampasnya dan juga sangat efektif jika dibandingkan dengan diperas. Hal tersebut dapat dilihat 35
dari total padatan terlarut pada produksi dengan pilot plan lebih tinggi 9 0 Brix sedangkan pada skala laboratorium hanya rata-rata sekitar 6-7 0
Brix. Gaya dalam separator mencapai 30 kg/cm
2
memaksimalkan
cairan susu kedelai terpisah dari bagian ampasnya (Anonim, 1984). Waktu yang dibutuhkan dalam ekstraksi ini cukup lama berkisar antara 15-20 menit yang menjadi ”bottle neck” dari keseluruhan proses. Pada Gambar 14. diperlihatkan proses ektraksi susu kedelai.
Gambar 14. Ekstraksi susu kedelai g. Koagulasi Koagulasi merupakan proses terpenting dalam pembuatan tahu dan merupakan hal yang paling sulit untuk dipelajari (Cai dan Chang, 1998). Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas dan rendeman tahu adalah metode penambahan dan pencampuran koagulan (Cai dan Chang, 1998). Pada pembuatan tahu dalam skala pilot plan ini, koagulasi dilakukan secara manual belum menerapkan otomatisasi. Proses koagulasi dengan menuangkan larutan koagulan ke dalam tanki yang berisi susu kedelai kemudian diaduk dengan piringan pengaduk yang memiliki bentuk bulat berukuran diameter 50 cm dan ketebalan 1.5 mm serta lubang kecil-kecil menyebar diseluruh permukaan diameter lubang 2 mm dengan tangkai logam dan terbuat dari alumunium. Bentuk dari piringan pengaduk ini menjamin seluruh koagulan tercampur merata keseluruh bagian susu. Menurut Chai dan Chang (1998) bentuk dari piringan pengaduk dan waktu pengadukan
36
mempengaruhi kualitas serta rendemen tahu. Semakin besar piringan pengaduk akan mempercepat waktu pembentukan curd dan jumlah curd yang terbentuk. Pada Gambar 15. diperlihatkan proses koagulasi tahu.
Gambar 15. Proses koagulasi tahu h. Pencetakan dan Pengepresan Tahu Curd yang sudah terbentuk dipindahkan ke dalam cetakan alumunium kemudian diberi tekanan sebesar 3-4 kg/cm2. Proses ini akan membentuk kekompakan tekstur dan memberi bentuk pada gel tahu yang sedang mengeras. Kemudian tahu direndam dalam air selama 10-15 menit bertujuan untuk mendinginkan matriks yang terbentuk sehingga
ikatannya
lebih
kuat. Pada Gambar.
16
diperlihatkan tahu hasil produksi
Gambar 16. Pencetakan dan pengepresan tahu
37
i. Pendinginan dan Pengemasan Tahu Setelah blok besar tahu dipotong-potong akan menghasilkan 36 potongan tahu dengan ukuran 11 x 7 cm dengan berat rata-rata 300 gram. Kemudian potongan ini direndam dalam air bertujuan untuk mendinginkan matriks yang terbentuk sehingga ikatannya lebih kuat. Pada Gambar. 18 diperlihatkan tahu hasil produksi. Tahu yang dihasilkan dikemas dengan tujuan melindungi tahu dari kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologi dan memperpanjang masa simpan.
Tahu dengan Koagulan CaSO4 (F1)
Tahu dengan Koagulan CaSO4 + GDL (F2)
`Gambar 17. Hasil produksi tahu dengan koagulan berbeda
2. Karakterisasi Produk a. Rendemen Rendemen basah tahu dihitung dengan membandingkan bobot tahu (dalam gram) dengan bobot bahan mentah yaitu biji kedelai (dalam gram). Dari hasil pengamatan rendemen basah tahu F1 (239 %) memiliki nilai yang lebih tinggi daripada F2 (224 %). Adapun hasil pengukuran rendemen tahu dapat dilihat pada Gambar 18.
38
239
224
Persentase (%)
250 200 150 100 50 0
F1
F2 Produk
Gambar 18. Grafik nilai rendemen tahu pada ujicoba skala pilot plan
Hal ini disebabkan karena F1 memiliki kadar air lebih besar karena kandungan koagulan CaSO4 – nya lebih banyak sehingga lebih banyak air yang terikat oleh Ion Ca2+ dan juga waktu koagulasi lebih lama sehingga air juga lebih banyak terperangkap didalam curd yang dibentuk. Tahu F2 selain CaSO4 juga mengandung GDL yang dapat menggumpalkan protein lebih baik tetapi waktu koagulasinya lebih cepat sehingga tidak banyak air yang terperangkap dalam matriks yang terbentuk.
b. Tekstur Penerimaan konsumen terhadap bahan pangan berbasis curd sangat bergantung pada sifat fisik produk tersebut. Tekstur merupakan salah satu sifat fisik penting dalam menilai suatu bahan pangan terutama untuk pangan semi padat seperti tahu. Pada penelitian digunakan Uji TPA untuk mengukur secara objektif tekstur dari produk. Menurut Rosenthal (1999) Texture Profile Analyzer merupakan pengukuran imitatif. TPA mengenali / mendefinisikan tekstur sebagai atribut yang multi parameter (Nieminen, 2007). Metode ini dilakukan dengan menekan/ memberikan gaya sebanyak 2 kali dengan gerakan berulang pada sepotong sampel yang meniru gerakan rahang ketika sedang menguyah makanan (Nieminen, 2007). Hasilnya adalah berupa kurva hubungan gaya dan waktu beberapa
39
parameter tekstur yang dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai evaluasi sensori dari parameter tersebut. Karakteristik mekanik tekstur pangan dapat dibagi menjadi golongan primer yaitu kekerasan, daya kohesif, elastisitas, dan kelengketan; golongan sekunder yaitu kerapuhan, daya kunyah dan kekenyalan (Nieminen, 2007). Parameter tekstur primer dan
parameter tekstur
sekunder dapat dilihat pada Gambar 19. 1.80 1.60
Nilai Tekstur
1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 Tahu Kontrol Kekerasan
Elastisitas
F1 Daya kohesif
F2 Kelengketan
Daya Kunyah
Gambar 19. Grafik karakteristik tekstur tahu pada ujicoba skala pilot plan
Dari grafik dapat dilihat bahwa kekerasan tertinggi diperoleh tahu F2 yaitu 1.72 kg kemudian diikuti tahu F1 sebesar 1.34 kg dan tahu kontrol sebesar 1.22 kg. Pada F2 memiliki jumlah protein lebih banyak tetapi air yang terperangkap lebih sedikit karena waktu penggumpalan yang lebih cepat diantara semuanya. Adanya koagulan GDL pada F2 menyebabkan pembentukan gel protein yang lebih kuat sehingga tahu yang dihasilkan lebih kuat. Elastisitas produk merupakan kemampuan produk untuk kembali ke bentuk semula setelah dikenai gaya/tekanan. Elastisitas tertinggi diperoleh oleh tahu kontrol sebesar 0.87 lalu diikuti tahu F1 sebesar 0.86 dan tahu F2 sebesar 0.83. Tahu kontrol merupakan tahu komersial yang dibeli disekitar kampus biasanya menggunakan koagulan whey, sehingga waktu koagulasi 40
relatif lebih lama daripada tahu F1 dan tahu F2. Hal tersebut menyebabkan lebih banyak air dan udara yang terjebak selama proses koagulasi, kantung air dan udara ini memberikan fungsi seperti pegas didalam produk sehingga elastisitasnya lebih baik daripada yang lain. Kemudian tahu F1 koagulan CaSO4 akan menyerap banyak air dan memerangkapnya dalam matriks oleh karena itu elastisitasnya tidak jauh berbeda daripada tahu kontrol. Ketiga produk memiliki daya kohesif yang sama yaitu 0.53. Daya kohesif memperlihatkan banyaknya material yang terdisintegrasi dari matriks ketika dikenai gaya. Semua produk memperlihatkan bentuk yang relatif sama setelah dikenai gaya dan semuanya masih utuh. Protein kedelai terdiri dari campuran komponen protein yang memiliki bobot molekul antara 8000- 600.000 (Muchtadi, 1989). Sebagian besar curd tahu berasal dari protein kedelai globulin. Kesamaan jenis protein yang diendapkan pada tahu ini menyebabkan daya kohesifitasnya sama. Kekenyalan dihitung dari perkalian antara kekerasan dan daya kohesif dari produk. Produk tahu F2 memiliki nilai kekenyalan paling besar yaitu 0.92 lalu diikuti produk F1 sebesar 0.71 dan yang terendah adalah tahu kontrol sebesar 0.64.
Kekenyalan ini dapat menunjukkan kerapatan
matriks pembentuk gel dan kekuatan pembentukan gel protein. Produk F2 memiliki matriks yang padat karena endapan proteinnya yang lebih banyak dan juga pengaruh adanya protein whey yang ikut terjebak didalamnya sehingga memiliki kekenyalan yang paling besar. Daya kunyah didapatkan dari perkalian antara elastisitas dan kekenyalan. Sedangkan kekenyalan sendiri adalah perkalian antara kekerasan dan daya kohesif (Nieminen, 2007). Daya kunyah menunjukkan ketahanan produk saat dikunyah. F2 menunjukkan daya kunyah paling besar yaitu 0.76 kemudian diikuti oleh F1 sebesar 0.61 dan paling rendah adalah kontrol sebesar 0.56. Hal ini karena nilai kekenyalan yang merupakan salah satu faktor pembentuk daya kunyah lebih besar daripada yang lain.
41
Jenis koagulan secara visual sangat berpengaruh terhadap tekstur tahu yang dihasilkan. Pada tahu koagulan tunggal CaSO4 tekstur yang dihasilkan lembut dan lunak serta menyerap banyak air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shurtleff dan Aoyagi (1984), yang menyatakan bahwa penggunaan kalsium sulfat menghasilkan tahu yang memiliki tekstur yang lembut, halus, dan lunak. Tahu koagulan campuran antara CaSO 4 + GDL menghasilkan tahu yang kenyal, lembut dan lebih kompak. Menurut shutleff dan Aoyagi (1984), tahu yang dibuat dengan bahan penggumpal batu tahu dan lakton, protein tahu membentuk struktur yang menyerupai gumpalan spon elastik dan kompak, sehingga dapat dipres dengan tekanan yang sesuai sehingga dihasilkan tekstur yang dinginkan dan daya kerekatan yang besar sehingga tahu tidak mudah pecah. Koagulan
kalsium
sulfat
menyebabkan
proses
pengendapan
berlangsung lambat, sehingga fraksi protein yang mengendap lebih halus dan penumpukan protein bertahap. Penggunaan GDL pada tahu koagulan campuran akan menyebabkan proses pengendapan berlangsung lebih cepat tetapi diduga ada bagian whey yang ikut menggumpal menjadi jel sehingga terbentuk struktur yang kompak dan lebih elastis (Muchtadi, 1989). Pengaruh jumlah penambahan pada kedua jenis koagulan dapat dilihat suatu hubungan bahwa semakin banyak koagulan maka tahu yang dihasilkan semakin kompak. Hal ini disebabkan kekuatan matriks protein yang dihasilkan dan jumlah protein yang diendapkan semakin besar dengan adanya jumlah koagulan yang besar.
c. Analisis Proksimat Produk Untuk mengetahui kandungan gizi makro produk seperti kadar air, lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat maka dilakukan analisis proksimat. Hal ini penting dilakukan terutama untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang kandungan gizi produk yang dimakan dalam hal ini dalam penyusunan nutrition fact, pada label kemasan produk. Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 7.
42
Tabel 7. Hasil analisis proksimat produk tahu skala pilot plan Produk
Paramater
F1
Kadar Air (% bb) Kadar Abu (% bb) Kadar Protein (% bb) Kadar Lemak (% bb) Kadar Karbohidrat by dif. (% bb)
F2 81.5 1.7 7.3 4.7
79.7 0.8 9.3 6.7
8.0
3.5
Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa kadar air F1 lebih besar dari F2. Dalam hal ini dapat dilihat korelasi antara tekstur yang terbentuk dengan kadar air bahan, F2 cenderung lebih keras daripada F1. Kadar abu F1 lebih besar daripada F2 menunjukkan kandungan mineral yang terkandung di dalam produk F1 lebih besar daripada F2. Hal ini disebabkan kandungan kalsium pada F1 lebih besar daripada F2 dapat dilihat pada pembahasan subbab berikutnya. Kandungan protein F2 lebih besar daripada F1 hal ini disebabkan adanya protein whey yang ikut membentuk matriks curd pada tahu F2.
d. Analisis Kadar Kalsium Produk Tahu yang dihasilkan diharapkan memiliki kandungan kalsium yang sesuai dengan regulasi supaya dapat diklaim sebagai produk mengandung kalsium tinggi. Suatu produk dapat diklaim dalam kategori sumber yang sangat baik / tinggi harus mengandung 15-20 % dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan per saji (Direktorat Standarisasi Produk Pangan, 2004). Tabel 8. Kadar kalsium produk tahu skala pilot plan Jenis tahu F1 F2 Kontrol
Kadar Kalsium (mg/kg) 1775.8 1402.4 178.4
kalsium per sajian 100 gram 177.6 140.2 17.8
Kalsium Per 100 Kcal 237.4 125.7 23.8
43
Menurut, The Codex Alimentarius, Guidelines for Use of Nutrition claims didalam Titchenal dan Dobs ( 2007), produk dapat diklaim tinggi kalsium jika mengandung 10 % per 100 kcal dari nilai asupan kalsium harian, (Titchenal dan Dobs, 2007) menetapkan sebesar 800 mg. Dari Tabel 8. diperlihatkan bahwa produk tahu F1 memiliki kandungan kalsium tertinggi diantara produk yaitu sebesar 1775.8 mg/kg kemudian diikuti produk tahu F2 sebesar 1402.4 mg/kg dan tahu kontrol menunjukkan nilai yang paling rendah yaitu 178.1 mg/kg. Produk dapat disebut tinggi kalsium harus memenuhi kriteria diatas. Produk F1 dan F2 memiliki kandungan kalsium per saji (100 gram) yaitu sebesar 177.6 mg dan 140.2 mg. Kedua produk ini telah memenuhi kriteria yang ditetapkan Ditjen Standarisasi Produk Pangan (2004) yaitu lebih dari 15-20 % dari angka kecukupan kalsium harian manusia (800 mg) atau lebih dari 120 mg per penyajian. Dalam 100 kcal produk F1 dan F2 mengandung 237.4 mg dan 125.7 mg, jadi produk ini juga memenuhi kriteria codex tentang klaim tinggi kalsium karena kandungannya telah lebih dari 80 mg atau 10 % dari nilai kecukupan kalsium, sedangkan produk kontrol tidak memenuhi kedua kriteria tersebut. Kemampuan kalsium dari makanan yang dapat diserap tubuh kurang lebih 30 % (Titchenal dan Dobs, 2007). Penyerapan kalsium ini dipengaruhi oleh jumlah bahan pangan dan interaksi dengan komponen lain dalam pangan (Titchenal dan Dobs, 2007). Adanya komponen okasalat dan fitat akan mengurangi penyerapan kalsium sedangkan komponen protein dan gula dapat meningkatkan keterserapan kalsium (Titchenal dan Dobs, 2007). Tahu merupakan makanan sumber kalsium yang baik tergantung pada koagulan yang digunakan pada pembuatannya (Fishbein, 2004). Menurut Pointillart et. al CaSO4 dapat menyediakan kalsium dalam jumlah yang sesuai bagi tubuh dan memiliki derajat mineralisasi tulang yang baik pula. Kalsium sulfat dinyatakan sebagai penyediaan kalsium yang aman oleh European Food Safety authority (Aguilar, 2008). Posisi kalsium sulfat baik sebagai BTP maupun sumber kalsium pada suplemen
44
kalsium. Kalsium sulfat memiliki bioavaibilitas yang sama dengan penyedia kalsium lain (Aguilar, 2008). Menurut Guguen dan Pointillart (2000), CaSO4 dapat menyediakan kalsium dalam jumlah yang sesuai bagi tubuh dan memiliki derajat mineralisasi tulang yang baik pula. ”Jika Kalsium dikonsumsi lebih dari batas atas konsumsi kalsium harin yang diijinkan 2500 mg ini ekuivalen dengan mengkonsumsi 8.5 g kalsium sulfat anhidrous per hari. Hal ini akan memberikan asupan ion sulfat sebesar 6 gram. Studi yang dilakukan terhadap hewan percobaan menunjukkan tidak menunjukkan atau tidak meningkatkan kecenderungan keracunan ion sulfat yaitu ”efek laksatif ” (Aguilar, 2008).
3. Analisis Organoleptik Uji organoleptik merupakan salah satu metode untuk mengukur kualitas dari suatu produk. Pengukuran kualitas ini didasarkan pada indra manusia yang secara langsung menilai satu atau beberapa atribut dari bahan pangan sesuai dengan karakteristik yang diminta. Pada penelitian ini, digunakan uji rating hedonik dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang. Uji rating hedonik ini merupakan alat untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Sehingga pada penelitian ini dapat diketahui daya terima konsumen terhadap produk tahu. Skala yang digunakan dalam uji ini terdiri dari tujuh skala yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Beberapa atribut yang dinilai pada uji rating hedonik ini adalah warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Pemilihan atribut ini didasarkan pada atribut penting yang biasa dinilai konsumen terhadap produk tahu. Terdapat tiga jenis sampel yang akan dinilai oleh panelis yaitu tahu kontrol, tahu F1 (koagulan tunggal CaSO4 2.5 %), dan tahu F2 (koagulan campuran CaSO4 2% +GDL 0.5 %). Tahu kontrol merupakan tahu komersial yang dijual dipasaran.
45
b. Warna Warna merupakan karakteristik sensori yang mempengaruhi kesukaan terhadap suatu produk. Warna merupakan atribut sensori yang pertama dilihat oleh konsumen. Warna produk yang unik akan lebih menarik perhatian konsumen dari pada warna produk yang biasabiasa saja. Warna harus menarik, menyenangkan konsumen, seragam, dan dapat mewakili citarasa yang ditambahkan. Skor kesukaan terhadap warna berkisar antara 5.47 sampai 5.97 (agak suka). Hasil uji organoleptik terhadap warna dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Respon panelis terhadap warna produk tahu Produk Kontrol F1 F2
Jenis koagulan Whey CaSO4 2.5 % CaSO4 2. % + GDL 0.5 %
Skor kesukaan Warna 5.67a 5.97a 5.47a
*)Keterangan : Skor kesukaan yang memiliki huruf yang sama berarti antar formula tersebut tidak berbeda nyata Dari tabel bahwa produk yang paling disukai adalah tahu F1 dengan skor 5.97 lalu tahu kontrol dengan skor 5.67 dan yang terakhir adalah tahu F2 sebesar 5.47. Hasil uji ANOVA (Lampiran 4) menunjukkan bahwa jenis koagulan tidak berpengaruh nyata pada skor kesukaan panelis terhadap parameter warna pada taraf 5 % (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa warna produk cukup dapat diterima konsumen.
c. Aroma Kedelai memiliki ciri khas bau langu. Pemanasan pada suhu 100 o
C selama 10 menit cukup memadai untuk menginaktifkan enzim
lipoksigenase dan mengurangi bau langu pada hasil olahan kacangkacangan (Nelson et al., 1971). Aroma langu kedelai pada tahu dapat dibedakan dari aroma lain dari tahu yang disebabkan kerusakan atau penyimpangan yang lain (Nurmayanti, 2009). Pada penelitian ini, penghilangan aroma kedelai dilakukan saat proses penggilingan
46
dengan air panas dan pemasakan bubur kedelai, tetapi aroma langu kedelai tetap ada walau dalam jumlah yang relatif sedikit. Peranan aroma dalam suatu produk pangan
sangat penting
karena turut menentukan daya terima konsumen terhadap produk tersebut. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan rata-rata panelis terhadap nilai produk berkisar 5.5 – 5.63 (agak suka). Adapun respon panelis terhadap aroma tahu dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Respon panelis terhadap aroma produk tahu Produk Jenis koagulan Skor kesukaan Aroma Kontrol Whey 5.50a F1 CaSO4 2.5 % 5.57a F2 CaSO4 2. % + GDL 0.5 % 5.63a *)Keterangan : Skor kesukaan yang memiliki huruf yang sama berarti antar formula tersebut tidak berbeda nyata Berdasarkan tabel diatas skor kesukaan tertinggi diperoleh tahu F2 diikuti F1 dan yang paling rendah tahu kontrol. Hasil uji ANOVA (Lampiran 5) menunjukkan bahwa jenis koagulan tidak berpengaruh nyata pada skor kesukaan panelis terhadap atribut aroma pada taraf 5 % (p>0.05). Secara umum hasil uji rating hedonik pada atribut aroma menunjukkan bahwa aroma produk tahu dapat diterima oleh panelis. d. Rasa Rasa merupakan faktor penting terhadap penerimaan suatu produk
pangan.
Penyimpangan
terhadap
rasa
produk
akan
mempengaruhi penerimaan konsumen. After taste pahit atau kesat masih terasa ketika tahu sudah diolah. Pada produk tahu ini penyimpangan yang ditakutkan terjadi adalah adanya rasa pahit yang merupakan indikasi kelebihan koagulan. Adapun respon panelis terhadap rasa produk tahu dapat dilihat pada Tabel 11.
47
Tabel 11. Respon panelis terhadap rasa produk tahu Produk Jenis koagulan Skor kesukaan Rasa Kontrol Whey 4.80a F1 CaSO4 2.5 % 4.90a F2 CaSO4 2. % + GDL 0.5 % 4.93a *)Keterangan : Skor kesukaan yang memiliki huruf yang sama berarti antar formula tersebut tidak berbeda nyata
Hasil respon menunjukkan tidak ada penolakan konsumen terhadap rasa. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan rata-rata panelis terhadap nilai tekstur tahu berkisar antara 4.8 – 4.9 (netral). Tahu yang paling enak adalah tahu F2 diikuti oleh tahu F1 dan yang paling rendah adalah tahu kontrol. Hasil uji ANOVA (Lampiran 6) menunjukkan bahwa jenis koagulan tidak berpengaruh nyata pada skor kesukaan panelis terhadap parameter rasa pada taraf 5 % (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa kedua produk hasil produksi tidak memiliki penyimpangan rasa dan memiliki kesamaan rasa dengan tahu kontrol komersial serta ketiganya dapat diterima oleh konsumen.
e. Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat menentukan dalam produk tahu. Tekstur tahu yang baik yaitu tahu yang memiliki struktur kompak, halus, dan tidak rapuh. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan rata-rata panelis terhadap nilai tekstur tahu berkisar antara netral sampai agak suka (4.63 – 5.63). Adapun respon panelis terhadap tekstur tahu dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Respon panelis terhadap tekstur tahu Skor kesukaan tekstur Kontrol Whey 5.63a F1 CaSO4 2.5 % 5.50a F2 CaSO4 2. % + GDL 0.5 % 4.63b *)Keterangan : Skor kesukaan yang memiliki huruf yang sama berarti Produk
Jenis koagulan
antar formula tersebut tidak berbeda nyata 48
Hasil uji ANOVA (Lampiran 7) menunjukkan bahwa jenis koagulan berpengaruh nyata pada skor kesukaan panelis terhadap parameter tekstur
pada taraf 5 % (p<0.05). Tahu F2 memiliki
perbedaan kesukaan dari kedua produk lain (F1 dan komersial). Sedangkan F1 dan kontrol memiliki kesukaan yang sama. Tahu F2 mendapat komentar dari panelis terlalu keras. Tahu kontrol memiliki nilai skor kesukaan tekstur rata-rata paling tinggi sebesar 5.63 (mendekati suka–suka) kemudian diikuti oleh tahu F1 dengan skor kesukaan rata-rata sebesar 5.50 (agak suka-suka). Tahu F2 memiliki skor kesukaan yang paling rendah dengan nilai skor kesukaan rata-rata sebesar 4.63 (netral). Namun, ketiga produk masih dapat diterima secara wajar oleh konsumen.
f. Overall Overall merupakan penerimaan organoleptik produk secara umum. Panelis melihat keseluruhan sifat sensori yang ada pada produk baik rasa, aroma, tekstur, warna, maupun sifat organoleptik lain pada produk. Nilai skor kesukaan terhadap parameter overall tahu dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Respon panelis terhadap overall produk tahu Skor kesukaan Overall Kontrol Whey 5.93b F1 CaSO4 2.5 % 5.37a F2 CaSO4 2. % + GDL 0.5 % 5.03a *)Keterangan : Skor kesukaan yang memiliki huruf yang sama berarti Produk
Jenis koagulan
antar formula tersebut tidak berbeda nyata
Hasil uji ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Duncan (Lampiran 8) terhadap parameter overall menunjukkan bahwa jenis koagulan berpengaruh nyata pada skor kesukaan panelis terhadap parameter overall pada taraf 5 % (p<0.05). Tahu komersial berbeda kesukaan overallnya terhadap kedua produk lainnya yaitu F1 dan F2. Sedangkan 49
F1 dan F2 memiliki kesukaan overall yang sama. Tahu kontrol merupakan produk yang paling disukai dengan rata-rata nilai skor kesukaan overall sebesar 5.93 (mendekati suka). Kemudian diikuti oleh tahu F1 dengan rata-rata nilai skor kesukaan overall sebesar 5.37 (agak suka-suka). Tahu F2 mendapatkan nilai kesukaan overall yang paling rendah sebesar 5.03 (agak suka). Hal ini menunjukkan bahwa baik tahu F1 maupun F2 dapat diterima konsumen. Dari masing-masing atribut kesukaan sensori diatas nilainya berkisar antara netral – suka. Sehingga secara umum produk dapat diterima oleh konsumen. Tahu F1 dan F2
merupakan hasil dari
ujicoba produksi tahu skala pilot plan dapat diterima konsumen seperti tahu komersial yang dijual bebas. Pada beberapa atribut seperti pada atribut rasa dan warna peneriman konsumen lebih baik. Setelah tahap produksi maka akan dilepas di pasaran dengan terlebih dahulu menentukan strategi pemasaran dan dilakukan analisis kelayakan terhadap usaha. Kedua langkah tersebut akan dijelaskan pada tahap penetrasi pasar.
4. Potensi Pengembangan Zero Waste Integrated Soy Processing Industri tahu merupakan industri yang menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa ampas dari ekstraksi susu kedelai dan limbah cair berupa cairan whey. Sebenarnya limbah ini dapat digunakan sebagai bahan baku produk pangan lain karena masih mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh. Pemanfaatan ampas tahu Secara tradisional telah digunakan sebagai produk pangan yaitu oncom dan tempe ”gembus”. Pengembangan ampas tahu sebagai produk pangan yang lain yaitu pengembangan produk bubur atau sereal sarapan dikombinasikan dengan bahan lain seperti sorghum atau jagung. Ampas tahu masih mengandung serat pangan yang tinggi dari golongan serat yang tidak larut air. Serat pangan tidak larut ini dapat mencegah berbagai penyakit seperti kanker usus, konstipasi, ambeien, usus buntu, nyeri lambung. Kadar isoflavon ampas tahu berupa genistein dan
50
daidzein berturut turut adalah 65.93 mg/100g dan 63.68 mg/100 g (Ni’mah, 2009). Kandungan isoflavon ini dapat berguna bagi kesehatan manusia. Cairan whey yang selama ini terbuang dalam proses pembuatan kedelai dapat digunakan sebagai pangan fungsional. Pada dasarnya cairan ini adalah protein yang tidak ikut mengendap dan menggumpal. Kandungan protein dan zat lain seperti vitamin dan zat antioksidan pada whey dapat dimanfaatkan untuk membuat produk minuman. Jumlah ampas yang dihasilkan dari produksi tahu ini rata-rata per 5 kg kedelai kering adalah 2-3 kg dan sekitar 30-40 liter cairan whey. Jika limbah tersebut dibuang maka akan mencemari lingkungan sekitar. Pemanfaatan untuk produk lain akan jelas mengurangi dampak lingkungan dari produksi dan membawa tambahan keuntungan bagi usaha tahu ini. Jika semua limbah digunakan kembali untuk diproses menjadi produk maka hanya sedikit limbah yang dibuang. Bukan hanya tahu yang dihasilkan tetapi produk olahan kedelai yang lain. Jadi, dari penguraian diatas terdapat potensi untuk menuju ke arah industri tahu terpadu pengolahan kedelai dan hanya sedikit limbah yang dihasilkan (zero waste).
C. PENELITIAN TAHAP PENETRASI PASAR Tahap ini terdiri dari analisis pemasaran dan analisis finansial. Analisis pemasaran dilakukan dengan melalui beberapa langkah yaitu survei konsumen, kemudian menentukan kondisi pasar, dan strategi pemasaran yang tepat serta bauran pemasarannya. Pada analisis pemasaran langkah terakhir adalah ujicoba penjualan disini semua strategi pemasaran yang telah disusun dievaluasi keberhasilannya. Dari ujicoba penjualan menunjukkan secara objektif ketertarikan konsumen pada produk. Dalam hal ini tingkat penjualan menjadi parameternya selain dari hasil survei konsumen yang dilakukan. Untuk mengetahui apakah secara ekonomi usaha ini layak untuk dijalankan maka dilakukan analisis finansial. Dalam suatu usaha penting sekali untuk mengetahui kelayakan ekonomi karena hal tersebut akan membuat aplikasi dari teknologi yang digunakan lebih efektif dan mudah
51
diterima. Keuntungan secara finansial dari aplikasi sebuah teknologi dapat diketahui secara jelas jika analisis finansial dengan cermat 1. Hasil Survei Konsumen Sebelum produk memasuki pasar maka perlu dilakukan survei terlebih dahulu. Survei ini sangat berguna dalam menyusun analisis pemasaran produk. Survei dilakukan dengan pembagian kuesioner kepada 30 orang responden. Sebelum dibagikan dilakukan pengujian kuesioner kepada tiga orang responden untuk melihat apakah responden telah mengerti maksud kuesioner. Data kuesioner diperoleh dari 30 orang responden selanjutnya dibahas secara deskriptif.
a. Uji Pre-test Pre-test dilakukan dengan
cara membagikan kuesioner tiga
orang responden, pembagian ini dilakukan dua kali kepada orang yang sama. Selanjutnya, dari uji dilihat konsistensi jawaban responden dan pemahaman responden terhadap maksud kuesioner. Pada uji ini responden juga ditanyakan secara langsung tentang pertanyaan dan bahasa yang kurang mengerti dari kuesioner. Hasil dari uji pre-test ini adalah responden mengerti maksud pertanyaan tetapi bingung menuliskan jawaban, harus memilih salah satu atau di ranking mana yang paling penting terutama untuk pertanyaan no. 1 dan no. 9. Sehingga kuesioner diubah dengan menambahkan kata ”pilih salah satu jawaban”, setelah dilakukan perbaikan maka kuesioner siap dibagikan ke 30 orang responden. b. Karakteristik Responden Responden yang berniat mengikuti survei ini 73 % adalah wanita dan sisanya 27 % adalah pria. Karena produk merupakan bahan makanan pokok maka responden yang mengikuti banyak survei ini adalah wanita. Hasil survei jenis kelamin responden dapat diihat pada Gambar 20.
52
27%
73% Perempuan
Laki-Laki
Gambar 20. Grafik persentase jenis kelamin responden (30 responden) Responden kemudian dikategorikan dalam lima kelompok umur yaitu kurang dari 20 tahun, 20-29 tahun, 30-39 tahun, 40-49 tahun, dan lebih dari 49 tahun. Responden kelompok umur 20-29 tahun dan 30-39 tahun memiliki persentase yang sama yaitu 30 %. Lalu kelompok umur 40-49 tahun sebesar 23 %, lalu kelompok umur >49 tahun sebesar 17 %. Tidak ada responden yang berumur kurang dari 20 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua responden merupakan masuk dalam kelompok usia produktif. Pada Gambar 21 diperlihatkan diagram responden sesuai kelompok golongan usia 0% 17%
30%
23% 30%
<20 Tahun
20-29 Tahun
30-39 Tahun
40-49 Tahun
> 49 Tahun
Gambar 21. Grafik persentase umur responden (30 responden) Tingkat pendidikan responden penting diketahui untuk meramu media dan cara mengkomunikasikan produk yang tepat. Sekitar 50 % berpendidikan sarjana, kemudian 43 % responden berpendidikan SMA dan 7 % berpendidikan SMP. Semakin tinggi pendidikan maka semakin mudah diberikan informasi. Pada Gambar 22 ditunjukkan persentase pendidikan responden.
53
0%
7%
50% 43%
SD
SMP
SMA
Sarjana
Gambar 22. Grafik persentase pendidikan responden (30 responden) Daya beli konsumen ditentukan dari tingkat pendapatan mereka. Perlu diketahui untuk menentukan potensi pemasukan dari suatu segmen. Daya beli juga akan menentukan strategi penentuan yang diambil agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Tingkat pendapatan dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kurang dari Rp. 300,000; Rp. 300,000-500,000; Rp. 500,000-1,000,000; Rp. 1,000,0002,000,000; Rp. 2,000,000-5,000,000; dan lebih dari Rp. 5,000,000. Persentase pendapaan responden dapat dilihat pada Gambar 23 . 0% 0%
13%
33%
13%
< 300 ribu 500 ribu - 1juta 2-5 juta
40%
300 ribu - 500 ribu 1-2 juta > 5 juta
Gambar 23. Grafik persentase pendapatan responden (30 responden) c. Deskripsi respon konsumen terhadap produk tahu Ada beberapa pertimbangan konsumen dalam membeli produk pangan yaitu rasa, harga, manfaat, gengsi, dan trend. Pengetahuan mengenai hal yang menyebabkan konsumen tertarik untuk membeli dapat
memudahkan kita dalam menyusun suatu strategi pemasaran
54
yang efektif. Pertimbangan konsumen mengenai alasan pembelian suatu produk pangan dapat dilihat pada Gambar 2. 3%
0% 27%
40%
30%
Rasa
Harga
Manfaat
Gengsi
Trend
Gambar 24. Grafik persentase pertimbangan konsumen dalam membeli produk pangan (30 responden) Rasa
masih menjadi pertimbangan utama dalam pembelian
produk baru kemudian harga, manfaat dan yang terakhir adalah trend. Dari hasil ini rasa yang bisa diterima merupakan syarat wajib yang harus di penuhi oleh suatu produk agar bisa terjual. Pertimbangan harga ini sangat bergantung pada daya beli konsumen dan terkadang orang akan memaksakan membeli suatu produk karena memiliki keunggulan tertentu.
7%
0%
17%
10% 33%
20%
13%
1 hari 2 kali Seminggu 3 kali Sebulan 1 kali
1 hari 1 kali Seminggu 2 kali
Seminggu 4 kali Seminggu 1 kali
Gambar 25. Grafik persentase frekuensi konsumsi tahu (30 responden) Frekuensi konsumsi produk tahu konsumen
akan dapat
memprediksi jumlah yang harus diproduksi dan potensi omzet usaha. Pada Gambar 25 diperlihatkan persentase frekuensi konsumsi produk tahu. Hal ini menunjukkan tahu sangat sering dikonsumsi oleh
55
responden. Sehingga memiliki potensi penjualan produk yang besar dan pemenuhan jumlah asupan gizi dari tahu yang besar. Informasi mengenai lokasi penjualan produk akan dapat memberikan prediksi saluran distribusi yang baik bagi produk dan juga berapa seharusnya jumlah tersedia di suatu tempat penjualan. sekitar 33 % responden membeli tahu di pedagang keliling, 30 % membeli tahu di pasar, sedangkan 23 % membeli tahu di warung dan sisanya 13 % membeli tahu di supermarket. Persentase tempat pembelian tahu dapat dilihat pada Gambar 26. 13%
30% 23% 33% Pasar Warung
Pedagang Keliling supermarket
Gambar 26. Grafik persentase tempat pembelian tahu (30 responden) Dalam prediksi potensi pasar diperlukan data mengenai berapa uang yang dikeluarkan konsumen untuk membeli produk. Data ini kemudian dapat menjadi dasar dalam menentukan arah penetapan harga dan kebijakan jumlah produk yang harus dijual. Pada survei ini 43 % responden mengeluarkan Rp. 4,000.00-8,000.00 per hari untuk membeli tahu. Kemudian sekitar 33 % responden lain mengeluarkan Rp. 2,000.00-4,000.00 per hari untuk membeli tahu. 13 % lainnya mengeluarkan uang kurang dari Rp. 2,000.00 untuk membeli tahu. Sisanya sekitar 10 % responden mengeluarkan Rp. 8,000.00-10,000.00 untuk membeli tahu. Pada Gambar 27, diperlihatkan persentase jumlah pengeluaran per hari untuk membeli tahu.
56
10%
13% 33%
43%
<2000
2000-4000
4000-8000
8000-10000
Gambar 27. Grafik persentase jumlah pengeluaran per hari untuk membeli tahu (30 responden) Kemasan merupakan faktor memicu orang untuk membeli produk. Dari survei 30 responden memperlihatkan bahwa sebagian besar responden membeli tahu dengan kemasan sederhana plastik biasa (63 %), Plastik dengan label sederhana (20 %) bahkan 17 % membeli tahu tanpa kemasan alias curah. Dengan kemasan yang baik maka diharapkan akan menambah daya saing produk tahu ini. pada Gambar 28 dapat dilihat jenis kemasan tahu yang sering dibeli responden. 0%
17% 20%
63%
tanpa kemasan Plastik label sederhana
Plastik biasa Plastik cetak
Gambar 28. Grafik persentase jenis kemasan tahu yang dibeli responden (30 responden) Responden diberi penjelasan tentang semua manfaat produk dan perkiraan harga produk dan diberikan tester lalu baru menjawab dari pertanyaan kuesioner berkaitan dengan produk yang akan dijual semua. responden yang berpartisipasi dalam survei menyatakan tertarik dengan produk ini. Sekitar 40 % responden tertarik dengan produk karena alasan penampilan, 30 % responden tertarik dengan produk karena
57
alasan manfaat. Terdapat 23 % responden tertarik pada produk karena rasa dan sisanya sekitar 7 % menjawab tertarik karena alasan harga. 7% 30%
23% 40%
Harga
Rasa
Penampilan
Manfaat
Gambar 29. Grafik persentase alasan ketertarikan terhadap produk (30 responden) Pada Gambar 29 di atas dapat dilihat persentase alasan ketertarikan terhadap produk. HaI ini menunjukkan produk diminati oleh pasar terutama karena adanya perbedaan kemasan yang sangat mencolok dan menarik dari produk yang lain, kemudian punya manfaat kesehatan selain kandungan gizinya dan juga rasa yang dapat disukai serta harga yang kompetitif. Pada Gambar 30 dapat dilihat persentase kesesuaian harga. Dari beberapa komentar kuesioner kesesuaian harga ini dilihat dari manfaat dan penampilan produk yang menarik 7% 27% 67%
terlalu murah
Sesuai
terlalu mahal
. Gambar 30. Grafik persentase kesesuaian harga produk (30 responden)
58
Perkiraan harga yang ditawarkan untuk 300 gram produk adalah Rp. 2.500. Sekitar 67 % responden menyatakan harga itu sesuai, 27 % komsumen menyatakan bahwa harga tersebut terlalu mahal, dan 7 % responden menganggap harga terlalu murah. Harga ini jika dibandingkan dengan harga tahu di pedagang kakilima memang relatif lebih mahal, tetapi jika dibandingkan dengan produk tahu yang ada di supermarket harga ini wajar mengingat penampilan dan kemasan yang menarik serta manfaat. Kesesuaian harga ini berkaitan erat dengan tingkat ekonomi dan gaya hidup. Harga mahal atau murah itu relatif sesuai dengan daya beli. Seorang dengan pendapatan kecil bukan berarti tidak membeli produk ini atau sebaliknya, keputusan pembelian juga dipengaruhi strategi komunikasi yang digunakan. 2. Analisis Pemasaran Suatu produk diciptakan untuk memenuhi kepuasan konsumen. Sehingga perlu diketahui apa yang dinginkan, berapa harusnya dijual dan dimana saja dijual serta bagaimana cara untuk memperkenalkan produk untuk konsumen. Dengan mengetahui itu semua maka dapat disusun suatu analisis pemasaran yang efektif. Analisis pemasaran sederhana dapat terdiri dari analisis pasar dan persaingan, strategi pemasaran, dan bauran pemasaran ( Kotler , 2006). a. Analisis pasar dan Persaingan Tahu memiliki pasar yang sangat besar hampir seluruh masyarakat Indonesia makan tahu untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. ada sekitar 115 ribu perajin tahu dan tempe Indonesia (BPS, 2006). Indonesia membutuhkan sekitar 2.24 juta ton kedelai per tahunnya (Purna, 2009).
Asumsi Jumlah kebutuhan kedelai untuk
pembuatan tahu tersebut sekitar 30 %. jadi sekitar 672 ribu ton/ tahun kedelai yang digunakan sebagai bahan baku kedelai. Jika dinilai dengan mata uang maka produksi tahu nasional bernilai 3.7 triliun rupiah per tahun.
59
Kebutuhan kedelai untuk memenuhi kebutuhan protein 13.41 kg/ orang/tahun (Amin, 2007). 30 % dari kebutuhan kedelai tersebut dipenuhi dari tahu. Jika dinilai dalam mata uang maka nilainya sekitar 5.1 triliun rupiah per tahun. Nilai tersebut merupakan ukuran pasar (market size) dari industri tahu nasional. Sehingga masih ada sekitar 1.4 trilliun rupiah per tahun yang belum bisa dipenuhi oleh produsen nilai ini disebut market potensial perhitungan analisis pasar dapat dilihat pada Lampiran 9. Sebuah nilai yang sangat menggiurkan bagi sebuah industri. Dari nilai itu dapat dikatakan industri masih layak untuk dimasuki. Pada Gambar 31 diperlihatkan persentase market potential dan market size. Market Potential 1.4 Trilliun Rupiah
Nilai Produksi Sekarang 3.7 Trilliun Rupiah
Gambar 31. Pangsa pasar industri tahu di Indonesia (5.1 Trilliun Rupiah/ Tahun
b. Strategi Pemasaran Pada level segment marketing ada tiga hal yang dilakukan dalam menyusun
strategi
marketing
yaitu
segmentasi,
targeting dan
positioning. Segmentasi pasar yakni kegiatan untuk mengindentifikasi dan membentuk kelompok pembeli yang terpisah-pisah yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran tersendiri (Kotler, 2006). Variabel demografi digunakan untuk mensegmentasi pasar tahu Chifu. Pada variabel ini pasar dibagi menjadi kelompok yang didasarkan pada usia, jenis kelamin, jumlah keluarga, posisi dalam keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kebangsaan, dan kelas sosial (Kotler, 2006). 60
Dari survei konsumen terhadap 30 responden didapatkan gambaran segmentasi. Segmentasi yang dilakukan pada produk ini mengkelompokkan pasar atas dasar usia, jenis kelamin, posisi keluarga, pekerjaan,
pendapatan
dan
status
sosial.
Hasil
survei
dapat
menggambarkan segmen yang potensial menjadi target pasar. Segmen yang dapat dilihat kekhasannya pada survei yaitu gender, usia, dan kelas sosial dapat dilihat pada Tabel 14. Dengan melihat hasil survei (30 responden), target pasar ditentukan melalui pola spesialisasi selektif berdasarkan jumlah responden dalam segmen, daya beli, dan frekuensi pembelian. Pola spesialisasi yaitu perusahaan memilih sejumlah segmen, secara objektif masing-masing segmen memadai, mungkin terdapat sedikit atau tidak ada sinergi diantara segmen-segmen tersebut, namun masing-masing segmen berpotensi menghasilkan uang (Kotler, 2006). Dari kombinasi didapatkan target pasar yaitu segmen wanita berkeluarga dengan umur 20-49 (produktif), dengan status kelas menengah. Target pasar tersebut dipilih karena segmen ini merupakan penentu keputusan pembelian rumah tangga dan makanan. Segmen ini juga akan bisa mempengaruhi konsumsi dari segmen lain yang masuk dalam anggota keluarganya. Strategi marketing difokuskan pada segmen ini karena efeknya akan mencakup segmen yang lain ikut mengkonsumsi. Tabel 14. Pengelompokan segmen berdasarkan survei (30 responden) Segmen
Pengelompokan
Persentase Jumlah Gender wanita 73% Pria 27% usia <20 Tahun 0% 20-49 Tahun 83% >49 Tahun 17% Status atas 33% Menengah 53% Bawah 13% Keterangan : warna abu-abu menunjukkan presentase terbesar
61
Tahu berkalsium tinggi dijual dalam dua varian yang membedakan keduanya hanya tekstur saja yaitu tahu Chifu reguler dan tahu Chifu extra firm, sesuai dengan 2 produk yang dihasilkan yaitu tahu F1 yang cencerung bertekstur lembut dijadikan tahu reguler dan tahu F2 yang cenderung bertekstur kenyal dijadikan tahu extra firm. Hal ini dilakukan untuk memenuhi selera konsumen yang berbeda-beda. Dari hasil rekapan komentar responden pada uji organoleptik dengan 30 responden mengenai tahu yang diproduksi dapat dilihat bahwa sekitar 33 % responden berkomentar menyukai tahu dengan tekstur yang agak keras dan 20 % berkomentar kurang menyukai tahu agak keras. Sekitar 40 % responden berkomentar suka dengan tahu lembut dan ada 7 % responden yang berkomentar menyukai keduanya. Jadi dari sini dapat dilihat keberagaman selera dari konsumen. Sebuah produk harus memiliki diferensiasi dengan produk lain yang sudah ada. Produk ini dengan kedua variannya mengambil posisi sebagai tahu berkalsium tinggi yang enak dan sehat. Untuk varian Reguler menggunakan tagline ”lembut, enak dan berkalsium tinggi” untuk
menegaskan
posisinya.
Sedangkan
varian
extra
firm
menggunakan tagline ”kenyal, enak dan berkalsium tinggi”. Tahu berkalsium tinggi menjadikan produk ini berbeda dengan produk lain. Pada Lampiran 10. diperlihatkan gambaran strategi pemasaran.
c.
Bauran Pemasaran Bauran pemasaran terdiri atas produk, harga, tempat dan
promosi. Keempat ini ditentukan sesuai dengan strategi pemasaran yang telah disusun.
1. Produk Produk yang dihasilkan diberi merek ”Chifu” akronim dari High Calcium Tofu, ditulis dengan font bergaya china, dan ditulis dengan warna menyala, hal ini dimaksudkan untuk menguatkan orisinalitas tahu yang berasal dari China sehingga konsumen
62
merasa terjamin kualitas dan rasa. Akronim Chifu juga enak didengar ditelinga dan mudah diingat. Sehingga fungsi merek sebagai alat promosi, identitas, membina citra dan mendapatkan pasar dapat dicapai. Tahu F1 (Koagulan CaSO4) dijadikan produk tahu Chifu reguler sedangkan tahu F2 (Koagulan CaSO4 + GDL) dijadikan produk tahu Chifu extra firm. Dalam setiap kemasan berisi 300 gram tahu. Produk dikemas di dalam plastik multi layer OPP (14 x20 cm) dengan warna merah dengan ornamen sulur-sulur tanaman diharapkan dapat menguatkan image dan mampu menarik perhatian dari konsumen. Plastik ini dapat melindungi isinya dengan baik. Plastik OPP cocok diaplikasikan pada produk tahu (Ikhwani, 2008). Kemasan, merek dan label produk dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Produk tahu siap jual dengan label. Informasi
label
telah memenuhi syarat
berdasarkan pedoman umum
pada label
pelabelan pangan (Direktorat
Standarisasi Pangan, 2004) yaitu merek, nama produk, berat bersih, alamat produsen, daftar bahan, tanggal kadaluarsa, dan informasi nilai gizi. Tahu merupakan produk yang tidak tahan lama (umur simpan kurang dari seminggu) maka tanggal kadaluarsa diganti tanggal produksi Direktorat Standarisasi Pangan, 2005).
63
Penggunaan klaim berkalsium tinggi telah sesuai dengan pedoman pelabelan nilai gizi pangan (Direktorat Standarisasi Pangan, 2004) yaitu mengandung 20 % angka kecukupan gizi kalsium pertakaran saji. Penulisan informasi nilai gizi dengan acuan label gizi pangan yang dapat dilihat pada Lampiran 14. Label juga telah disesuaikan formatnya dengan pedoman umum label pangan (Direktorat Standarisasi Pangan, 2005). 2. Harga Harga merupakan cerminan kualitas produk, penetapan harga yang tepat sangat menentukan kesuksesan penjualan produk dipasar. Pada produk tahu Chifu harga ditetapkan dengan mempertimbangkan harga tahu pesaing dan disinergikan dengan pembentukan image produk. Diharapkan dengan harga yang tidak terlalu mahal produk akan terserap pasar dengan mengingat produk ini diperuntukkan bagi kelas menengah. Harga jual yang ditetapkan adalah Rp. 2,500.00 per bungkus dengan berat 300 gram harga ini sama untuk kedua varian produk. Penentuan harga ini dilakukan dengan metode full costing yaitu memperhitungkan baik biaya variabel maupun biaya tetap kemudian ditambah dengan persentase keuntungan (mark up). Harga pokok produk adalah Rp 1,854.8 kemudian ditambah mark up keuntungan sebesar 35 % dari harga.
3. Tempat Tempat sangat menentukan kelancaran distribusi produk ke konsumen. Dari hasil survei konsumen terhadap 30 responden dapat diketahui tempat konsumen sering membeli produk tahu. yaitu pedagang keliling, pasar dan warung. Sedangkan supermarket digunakan untuk meningkatkan image. Pedagang keliling dapat berupa tukang sayur keliling maupun pedagang keliling khusus tahu. Para pedagang ini berinteraksi langsung dengan konsumen sehingga bisa dibina untuk sekaligus melakukan promosi dari mulut ke mulut kepada konsumen. Produk
64
juga didistribusikan di pasar maupun di warung-warung langkah ini akan dengan mudah menyentuh target pasar yaitu golongan menengah. Perputaran uang jika dititipkan pada ketiga saluran distribusi pun relatif cepat. Namun, yang perlu diperhatikan adalah penyimpanan dan display produk pada tiga saluran ini kurang memenuhi syarat dan dapat mengurangi umur simpan sehingga dari produsen mengatasinya dengan meminjamkan coolerbox untuk menyimpan produk selama dijual. Selain produk lebih aman juga dapat menciptakan image yang baik bagi konsumen.
4. Promosi Promosi
merupakan
bentuk
komunikasi
pemasaran.
Komunikasi pemasaran mereprentasikan gabungan semua unsur dalam bauran pemasaran merek, yang memfasilitasi terjadinya pertukaran dengan menciptakan suatu arti yang disebarluaskan kepada pelanggan atau kliennya (Shimp, 2000). Promosi yang dilakukan untuk mengkomunikasikan produk Chifu merupakan kombinasi antara penjualan perorangan, promosi penjualan dan komunikasi di tempat pembelian. Kombinasi ini memberikan dampak yang efektif tetapi dengan budget yang tidak terlalu tinggi. Promosi dilakukan dengan menggunakan pedagang atau distributor yang telah dibina terlebih dahulu untuk mengkomunikasikan produk kepada konsumen. Promosi di tempat penjualan dilakukan dengan menyebarkan pamflet dan poster yang memiliki tema komunikasi yang dibawa oleh Chifu. Ada tiga tema komunikasi untuk promosi lewat media ini yaitu rasa yang enak, kandungan gizi yang baik dan menguntungkan bagi pedagang. Iklan cetak bertema makanan enak menjelaskan orisinalitas rasa tahu Chifu walau diolah dengan cara modern. Kemudian untuk tema kedua menjelaskan tentang kandungan kalsium produk dan pentingnya kalsium bagi tubuh. Tema yang ketiga menjelaskan keuntungan jika menjual tahu
65
Chifu. Bentuk-bentuk iklan cetak dapat dilihat pada Lampiran 11, 12 dan 13. Diharapkan kombinasi antara komunikasi word of mouth dan dengan media, konsumen dapat mengenal produk ini dan tertarik untuk mengkonsumsinya, kemudian juga para penjual juga banyak yang tertarik untuk menjual produk ini.
d. Hasil Ujicoba Penjualan Efektifitas dari strategi pemasaran dapat dilihat dari hasil penjualan suatu produk. Produk tahu dipasarkan secara langsung kepada pelanggan mensimulasikan pedagang keliling dan dititipkan di warung sayuran di sekitar kampus IPB di greenco. Ujicoba penjualan tahu dilakukan selama empat hari . Rincian penjualan dapat dilihat pada Tabel 15. dibawah ini.
Tabel 15. Hasil ujicoba penjualan produk tahu Chifu Produk
Tahu Chifu reguler Tahu Chifu Extra firm Total
Jumlah Produksi
36
36 72
Tempat Penjualan
Jumlah Terjual Persentase Barang
Greenco
16
12
75%
Penjualan langsung
20
19
95%
Greenco
16
10
63%
Penjualan langsung
20
18
90%
59
Ujicoba penjualan hanya dilakukan satu kali pada produksi ulangan kedua, hal ini dilakukan karena ujicoba ini hanya melihat gambaran umum dari respon konsumen terhadap produk dengan strategi pemasaran yang telah disusun. Walaupun hanya dilakukan penjualan hanya satu kali, penjualan yang dihasilkan dapat maksimal karena sebelumnya telah dilakukan sosialisasi produk terlebih dahulu. Dapat dilihat bahwa penjualan secara langsung
66
lebih efektif daripada melalui distributor. Untuk tahu Chifu reguler penjualan secara langsung memperlihatkan 95 % tahu terjual dibandingkan dengan tahu yang dititipkan yang hanya terjual 75 %. Pada tahu Chifu extra firm juga terlihat bahwa 90 % tahu terjual melalui penjualan langsung sedangkan pada penjualan di greenco hanya 63 % tahu yang terjual. Selama 4 hari ujicoba penjualan total produk yang tidak terjual adalah 13 sehingga ada kurang lebih 3 kemasan tahu yang tidak terjual setiap harinya atau sekitar 4 % dari volume produksi. Jadi efektifitas penjualannya adalah 96 % sehingga dapat dikatakan strategi pemasaran yang diterapkan efektif. Sebelum ujicoba penjualan ini dilakukan penyebaran pamflet kepada konsumen untuk memperkenalkan produk dan tempat pembelian produk. Sisa produk yang tidak terjual kondisinya sudah kurang layak untuk dikonsumsi langsung. Namun, dengan pengolahan lebih lanjut dapat digunakan sebagai bahan baku makanan ringan.
3. Analisis Finansial . Analisis finansial dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memutuskan apakah usaha tahu berkalsium tinggi ini layak untuk dilaksanakan dari segi ekonomis-finansial. Faktor-faktor yang digunakan analisis finansial tahu berkalsium tinggi antara lain perkiraan biaya investasi, perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, waktu, dan perkiraan pendapatan. Analisis terhadap beberapa kriteria investasi dilakukan untuk dapat menentukan kelayakan usaha tahu berkalsium tinggi. Kriteria tersebut antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Event Point (BEP), Payback period (PP), serta analisis sensitivitas.
67
a. Asumsi Dasar Perhitungan Asumsi ini diperlukan sebagai dasar perhitungan pada analisis finansial. Asumsi-asumsi yang digunakan disesuaikan dengan kondisi saat penelitian. Asumsi tersebut antara lain : Analisis finansial dilakukan untuk umur proyek selama 5 tahun Perhitungan yang dilakukan berdasarkan harga konstan Pada analisis, satuan waktu untuk analisis adalah tahun dengan 1 tahun sama dengan 12 bulan, satu bulan terdiri dari 25 hari, dan 1 tahun sama dengan 300 hari. Daftar harga bahan baku dapat Perhitungan biaya penyusutan berdasarkan metode garis lurus. Perhitungan biaya perawatan adalah 10 % dari penyusutannya. Produksi tahun pertama kapasitasnya baru 90 % dari kapasitas terpasang lalu tahun kedua baru kapasitasnya menjadi 100 % Efektifitas penjualan adalah 96 % Biaya pemasaran yang dikenakan adalah sebesar 2.5 % dari hasil penjualan yang efektif. Harga jual tahu Rp. 2.500,00 Modal investasi dibagi menjadi dua, dari pemilik sebesar 20% dan dari pinjaman sebesar 80%. Pembayaran pinjaman dilakukan selama 3 tahun dengan angsuran tetap dan bunga tetap sebesar 11 % pertahun. Tingkat suku bunga yang diberlakukan adalah 11% per tahun. Pajak penghasilan yang dikenakan pada perusahaan disesuaikan dengan UU No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yaitu sebesar 10% untuk keuntungan sampai Rp. 50 juta, 15% untuk keuntungan Rp. 50 juta-100 juta, dan 30% untuk keuntungan diatas Rp. 100 juta (Muhandri, 2009). b. Modal Usaha Biaya pembelian aktiva atau biaya investasi pada pendirian usaha tahu Chifu sebesar Rp. 54,750,000.00. Biaya modal kerja yang
68
diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan biaya produksi selama satu bulan pertama. Besarnya biaya modal kerja adalah Rp. 48,486,252.50. c. Analisis biaya Biaya tetap dan variabel merupakan biaya yang digolongkan berdasarkan perubahannya terhadap volume produk. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak berubah jumlah nominalnya karena perubahan volume penjualan atau kuantitas output, jumlah biaya tetap per tahun adalah Rp. 108,952,800.00. Biaya variabel merupakan biaya tetap per unit output tetapi merupakan jumlah perubahan output (Keown et al., 2004). Biaya variabel akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan volume produksi, jumlah biaya variabel per tahun adalah Rp. 472,882,230.00. d. Harga Pokok dan harga jual Perhitungan harga pokok tahu Chifu dilakukan dengan metode full costing, yaitu memperhitungkan semua biaya produksi. Harga pokok tahu Chifu adalah Rp.1,854.8/kemasan. Nilai ini diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan total jumlah produk yang dihasilkan selama umur proyek (usaha) yang ditetapkan. Harga jual tahu Chifu yang ditetapkan adalah Rp. 2,500.00 /bungkus tahu Chifu ini dijual secara langsung ke konsumen. Margin laba yang diambil oleh produsen dari harga jual tersebut adalah sebesar 35 %. e. Proyeksi Pendapatan Besarnya unit yang dihasilkan per periode dinamakan dengan volume produksi. Volume produksi penuh tahu Chifu yang ditetapkan adalah 915 bungkus per hari. Diasumsikan kapasitas produksi pada tahun pertama
90 % lalu pada tahun kedua kapasitas produksi
meningkat menjadi 100 %. Volume produksi tahu Chifu per bulan adalah 18 ribu kemasan. Pada ujicoba penjualan efektifitas penjualan 96 %. Efektifitas penjualan tersebut dipakai untuk memproyeksi penjualan pada analisis. Jadi, penjualan efektif per bulan mencapai 21919 kemasan. 69
f. Analisis Kriteria Investasi Perhitungan kriteria investasi dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung proyeksi laba rugi dan proyeksi aliran kas selama kurun waktu 5 tahun. Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan suatu neraca keuangan yang menyertakan pendapatan bersih perusahaan (neraca laba/rugi), BEP, dan neraca aliran kas (cash flow).
1. Net Present Value (NPV) Kriteria penerimaan investasi yang pertama adalah Net Present Value (NPV). Net Present Value merupakan selisih antara nilai sekarang arus kas tahunan dikurangi dengan pengeluaran investasi awal (Keown et al., 2004). Nilai NPV untuk usaha tahu Chifu adalah Rp. 17,322,626.81. Nilai ini berarti bahwa usaha tahu Chifu akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 17,322,626.81 dimasa yang akan datang apabila diukur dengan nilai uang sekarang. Usaha tahu Chifu layak untuk dijalankan karena memberikan nilai NPV yang positif.
2. Internal Rate Of Return (IRR) IRR harus lebih besar dari pada nilai suku bunga bank yang ditetapkan. Apabila nilainya lebih kecil dari suku bunga yang ditetapkan, lebih baik modal yang akan ditanamkan didepositokan di bank. Penentuan nilai ini dilakukan dengan mencari tingkat suku bunga yang menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. IRR dari usaha tahu Chifu adalah sebesar 15 %. Nilai IRR usaha ini lebih besar dari pada suku bunga yang ditetapkan (11%). Nilai ini berarti bahwa modal yang ditanamkan akan memberikan tingkat pengembalian sebesar 15 %, lebih besar tingkat pengembalian deposito (tabungan) yang hanya memberikan tingkat pengembalian sebesar 11 %. Oleh karena itu, usaha ini layak untuk dijalankan.
70
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio merupakan rasio nilai arus kas bebas masa depan terhadap pengeluaran awal. Kriteria ini menghasilkan keputusan menerima atau menolak yang sama seperti kriteria NPV. Ketika nilai NPV suatu proyek lebih besar dari nol maka nilai Net B/C nya akan lebih besar dari satu dan itu berarti proyek dapat diterima (layak). Apabila nilai NPV suatu proyek lebih kecil dari nol maka nilai Net B/C nya akan kurang dari satu dan itu berarti proyek tidak dapat diterima (tidak layak) (Keown et al.,2004). Semakin besar nilai Net Benefit Cost Ratio maka semakin besar pula keuntungan yang akan didapat. Net Benefit Cost Ratio usaha tahu Chifu adalah sebesar 1.17. Hal ini berarti, usaha ini akan memberikan keuntungan sebesar 1.17 kali lipat dari modal yang ditanamkan. Oleh karena itu, usaha ini layak untuk dijalankan..
4. Pay Back Period (PBP) Kriteria
ini
menggambarkan
panjangnya
waktu
yang
diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu usaha dapat diperoleh kembali. Kriteria penerimaan atau penolakan usaha didasarkan pada waktu yang diinginkan untuk mengembalikan modal oleh pendiri usaha dan harus lebih pendek dari umur pelaksanaan usaha ini (5 tahun). Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal yang telah ditanamkan pada usaha ini adalah 4 tahun 85 hari. Hal ini juga menunjukkan kalau usaha ini layak untuk dijalankan.
5. Break Event Point (BEP) Break Event Point merupakan unit produk yang harus terjual untuk mencapai titik impas dimana perusahaan tidak mengalami kerugian. Agar tidak mengalami kerugian, setiap tahun produksi. tahu Chifu yang terjual harus mencapai 140,195.52 kemasan/tahun.
71
6. Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor terhadap hasil investasi yang dilakukan. Analisis ini perlu untuk dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan-perubahan yang terjadi selama waktu usaha (5 tahun) terhadap kelayakan usaha ini. Analisis sensitivitas pada usaha tahu Chifu didasarkan pada kenaikan terhadap harga bahan bakar sebesar 10 %, penurunan total penjualan sebesar 10%, dan kenaikan upah pegawai sebesar 10%. Untuk itu perlu dilihat pengaruh
perubahan
tersebut
pada
masing-masing
kriteria
penerimaan investasi. Hasil analisis terhadap sensitivitas usaha tahu Chifu dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Analisis sensitivitas usaha tahu Chifu Keterangan
NPV (Rp)
7,322,626.81 Normal Kenaikan Harga -52,774,676.92 bahan bakar 10 % Kenaikan upah 6,318,980.29 pegawai sebesar 10% Penurunan -30,710,771.63 penjualan 10 %
IRR (%) 15
Net B/C 1.17
PBP (Th) 4.232
BEP Unit/Th 140195.52
-2
0.50
5.851
155214.19
13
1.06
4.435
144364.60
4
0.70
5.232
140195.52
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, kenaikan total harga bahan bakar sebesar 10% menyebabkan usaha menjadi tidak layak karena bahan bakar menjadi komponen yang penting dalam bahan baku serta memiliki proporsi yang besar dibandingkan dengan komponen biaya lain. Adanya penurunan penjualan sebesar 10 % juga menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak karena hanya satu item produk saja yang dijual. Hal ini dapat diatasi dengan mendiversifikasi produk melalui pemanfaatan limbah produksi.
72
kenaikan upah pegawai 10% tidak berpengaruh signifikan terhadap usaha dan masih
layak. Dari hasil analisis finansial secara
keseluruhan usaha ini dikatakan layak dan relatif sensitif terutama terhada perubahan harga bahan bakar dan adanya penurunan penjualan.
73
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian tahap formulasi didapatkan dua jenis formula yaitu formula tahu koagulan tunggal CaSO4 dengan jumlah penambahan sebanyak 2.5 % dan formula tahu koagulan campuran CaSO4 2 % + GDL 0.5 %. Kedua formula ini juga memiliki rendemen yang cukup besar pada ujicoba skala laboratorium yaitu masing-masing 194
% dan 181 %. Sedangkan pada
ujicoba skala pilot plan menghasilkan rendemen yang besar berturut-turut yaitu 239 % dan 224 % dan juga memiliki tekstur yang baik. Kandungan kalsium tahu dengan koagulan CaSO4 2.5 % adalah sebesar 1775.8 mg/kg atau 177.6 mg per sajian sedangkan untuk tahu dengan koagulan CaSO4 2 % + GDL 0.5 % adalah sebesar 1402.4 mg/kg atau 140.2 mg per sajian keduanya telah memenuhi syarat Badan POM dan Codex sebagai tahu berkalsium tinggi. Keduanya juga disukai konsumen dan dapat diterima dengan baik. Analisis finansial konvensional pada usaha ini menghasilkan nilai NPV, sebesar Rp. 17,322,626.81, IRR sebesar 15 %, Net B/C 1.17, PBP 4 tahun 85 hari, dan BEP 140,195.52 kemasan/tahun, jadi usaha ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, kenaikan total harga bahan bakar sebesar 10% menyebabkan usaha menjadi tidak layak dan adanya penurunan penjualan sebesar 10 % juga menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak sedangkan kenaikan upah pegawai 10% tidak berpengaruh signifikan terhadap usaha sehingga usaha masih layak.
B. SARAN Perlu dilakukan ujicoba pengembangan potensi integrated zero waste soy processing sehingga produk yang dihasilkan lebih variatif dan memiliki limbah yang lebih sedikit. Kemudian juga perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai interaksi antar komponen tahu terhadap penyerapan kalsium produk. Selain itu penelitian lebih lanjut mengenai penerimaan pasar dan konsumen pada produksi lebih besar serta dengan responden yang lebih banyak.
74
DAFTAR PUSTAKA Aguilar, F., U. Charrondiere, B. Dusemund, P. Galtier, J. Gilbert, D.M. Gott, S. Grilli, R.Guertler, G.E.N. Kass, J. Koenig, C. Lambré, J-C. Larsen, J-C. Leblanc, A. Mortensen, D.Parent-Massin, I. Pratt, I. Rietjens, I. Stankovic, P. Tobback, T. Verguieva, R. Woutersen. 2008. Scientific Opinion Calcium Sulphate For Use As A Source Of Calcium In Food Supplements Scientific Panel On Food Additives And Nutrient Sources Added To Food (Question No Efsa-Q-2005-075). J. European Food Safety Authority 814: 1-9. Online URL : www.efsa.europa.eu, tanggal akses : 20 Januari 2010 Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia, Jakarta. Amin, M. 2007. Aspek Pemasaran : Perkembangan Kebutuhan Kedelai Nasional. Artikel, Juli 2007, Bank Indonesia. Online URL : www.bi.go.id, tanggal akses 28 Maret 2010. Anonim. 2009.Asupan Kalsium Perempuan Indonesia Jauh Dari Memadai. Artikel, Januari 2009, Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. Online URL : www.persi.org.id, tanggal akses 20 Januari 2010. Anonim, 1984. Tofu Processing Manual. Agricultural Product Processing Pilot Plan. JICA-IPB. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association Analytical Chemist. Inc., Washington D.C. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budijanto. 1989. Analisis Pangan. IPB. Bogor. Birt, D. F., S. Hendrich, dan W. Wang. 2001. Dietary agent In cancer prevention : Flavanoids and isoflavonoids. J. Pharmacology and Therapeutics, 90 : 157177. Online URL : www.sciendirect.com, tanggal akses : 5 Agustus 2009. Bourne, M. C. M. G. Clemente, dan J. Banzon. 1976. Survey of Suitability of Thirty Cultivars of Soybeans for Soymilk Manufacture. J. Food Science. 41: 1204-1209. Online URL : www.sciendirect.com, tanggal akses : 20 Januari 2010. BPS. 2006. Data Sensus Ekonomi. Online URL : www.BPS.go.id. Tanggal akses 20 Januari 2010. Cai T. D. dan K. C. Chang, 1998. Characteristics of Production-Scale Tofu As Afected By Soymilk Coagulation Method: Propeller Blade Size, Mixing Time And Coagulant Concentration. J. Food Research International, 31 : 289-295. Online URL : www.sciendirect.com, tanggal akses : 20 Januari 2010.
75
Direktorat Standarisasi Produk Pangan. 2004. Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta. Direktorat Standarisasi Produk Pangan. 2005. Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta. Ensminger, A.H., M.E. Ensminger, J.E. Konlande dan J.R.K. Robson. 1995.The Concise Encyclopedia of Foods and Nutrition. CRC Press, Boca Raton. Fishbein, L. 2004. Multiple sources of Dietary Calcium—Some Aspects of Its Essentiality. J. Regulatory Toxicology and Pharmacology. 39 : 67-68. Online URL : www.sciendirect.com, tanggal akses : 20 Januari 2010. Gueguen, L. dan A. Pointillart. 2000. The Bioavailability of Dietary Calcium. J. American College of Nutrition, 19 : 119S–136S. Online URL : www.sciendirect.com, tanggal akses : 20 Januari 2010. Guthrie, H.A. 1986. Introductory Nutrition 6th Edition. Times Mirror/Mosby College Publishing, Toronto. Hardjo, S. 1964. Pengolahan dan Pengawetan Kedelai untuk Bahan Makanan Manusia. Makalah Seminar. Di dalam Laporan Rapat Kerja Kedelai, 28-30 September. Kompartemen Pertanian. Bogor. Herlinda, Y. dan Alamsjuri. 1987. Pengaruh Berbagai Cara Pengolahan terhadap Mutu Protein Kacang Kedelai. Media Teknologi Pangan, 3 : 31-37. Ikhwani, N. 2008. Pengaruh Kemasan Terhadap Daya Simpan Tahu Segar Pada Suhu Dingin [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Jackson, C. J. C. J. P Dini, C. Lavandier, H. P. V. Rupasinghe, H.Faulkner, V. Poysa, D. Buzzell, dan S. DeGrandis. 2002. Effects of Processing on The Content and Composition of Isoflavone during Manufacturing of Soy Beverage and Tofu. J. Process Biochemistry. 37 : 1117-1123. Online URL : www.sciendirect.com, tanggal akses : 20 Januari 2010. Keown, A.J., J.D. Martin, J.W. Petty, dan D.F. Scott Jr. 2004. Manajemen Keuangan : Prinsip-Prinsip dan Aplikasi. Edisi kesembilan jilid 1. PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadi Makanan Bermutu. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Kotler P. 2006. Marketing Management 12th Edition. Pearson Education Intl, New Jersey.
76
Kotler P. dan G. Armstrong. 2001. Dasar-dasar Pemasaran. Edisi Ke-11, Jilid 1. Sindoro A, Penerjemah. PT. INDEKS Kelompok Gramedia, Jakarta Linder, M.C. 1985. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Terjemahan : Aminuddin Parakkasi. UI Press, Jakarta. Liu, K. 1997. Soybean : Chemistry, Technology, and Utilization. Chapman and Hall, New York. Michigan State University. 2000. Agricultural Baseline. Artikel. November 2000. Online URL : www.msu.ac.us. Tanggal akses 20 Januari 2010. Muchtadi, D. 1989. Protein : Sumber dan Teknologi. PAU Pangan dan Gizi-IPB, Bogor. Muhandri, T. 2009. Manajemen Usaha Kecil. DPKHA-IPB. Bogor. Nasution, K.H. dan D. Karyadi. 1988. Pengetahuan Gizi Mutakhir Mineral. PT. Gramedia, Jakarta. Nelson, J. A., and G. M. Trout, 1971. Judging Dairy Products 3rd Edition. Edward Bros. Ann Arbor, Michigan. Nieminen, J. 2007. Aplication Guide Texture Exponent Lite 3.2. Stable Micro System, Surrey. Ni’mah, R. J. 2009. Kadar Genistein dan Daidzein Pada Kedelai, Ampas Tahu dan Oncom Merah [Skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB Nurmayanti, N. 2009. Pengaruh Asam Asetat Dan Ekstrak Lengkuas (Alpinia Galanga L.) Terhadap Umur Simpan Dan Mutu Tahu Putih [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Pramudya, B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. IPB Press, Bogor. Purna, I. 2009.Upaya Peningkatan Produksi Kedelai lokal. Artikel, Juli 2009, Sekretariat Negara. Online URL : www.Setneg.go.id. Tanggal akses 20 Januari 2010. Rangkuti F. 1997. Riset Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Rosenthal, A.J. 1999. Food Texture, Measurement and Perception. An Aspen Publication, Maryland Scott, R. 1986. Cheesemaking Practice 2nd Edition. Applied Science Publisher Ltd, England.
77
Shimp, T. A. 2000. Periklanan, Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Shurtleff, W. and A. Aoyagi 1984. Tofu and Soymilk Production, The Book of Tofu Vol II. New Age Food Study, Lafayete. Simangunsong, M. P. 1991. Akuntansi Biaya. Karya Utama, Jakarta. Soeharto, I. 2001. Studi Kelayakan Proyek Industri. Erlangga, Jakarta. Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Jaya Aksara, Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 1998. Tahu. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Subardjo, S. K., I.N. Ridwan dan S. W. Handono. 1988. Penerapan Teknologi Pengawetan Tahu. BPPT, Bogor. Supranto J. 1990.Teknik Riset pemasaran dan Ramalan Penjualan. Rineka Cipta, Jakarta. Titchenal C. A. dan J. Dobbs. 2007. A System to Assess the Quality of Food Sources of Calcium. J. Food Composition and Analysis 20 : 717–724. Online URL : www.sciendirect.com, tanggal akses : 20 Januari 2010. Tjiptono F. 1995. Strategi Pemasaran. ANDI, Yogyakarta. Umar H. 2003. Metode Riset Pelaku Konsumen Jasa. Ghalia Indonesia, Jakarta. Wang, H dan P.A. Murphy. 1994. Isoflavon Content in Commercial Soybeans Foods. J. Agriculture Food Chemistry. 44: 2377-2380. Online URL : www.sciendirect.com, tanggal akses : 7 Juli 2009. Yee, Y. B. 1994. The Nutritional Role of Soy in Health and Disease Prevention. A Review. American Soybean Association Technical Bulletin. 23: 10-15.
78
LAMPIRAN
Lampiran 1. Soymilk processing flowsheet
80
80
Lampiran 2. Tofu processing flowsheet
81
81
Lampiran 3. Grafik pengukuran tekstur tahu
82
Lampiran 4. Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik warna tahu Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Significance
2963.467(a)
32
92.608
108.438
.000
PANELIS
35.567
29
1.226
1.436
.120
SAMPEL
3.800
2
1.900
2.225
.117
49.533
58
.854
Error Total
3013.000 90 a R Squared = .984 (Adjusted R Squared = .974) SKOR Duncan Subset SAMPEL F2
N
1 30
5.47
Komersial
30
5.67
F1
30
5.97
Significance
.051 Means are displayed2 III .854 ... a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Lampiran 5. Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik aroma tahu Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Significance
2824.956(a)
32
88.280
204.446
.000
PANELIS
24.622
29
.849
1.966
.014
SAMPEL
.289
2
.144
.335
.717
25.044
58
.432
Error Total
2850.000 90 a R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .986) SKOR Duncan Subset SAMPEL Komersial
N
1 30
5.50
F1
30
5.60
F2
30
5.63
Significance
.464
Means are displayed2 III .432 ... a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05
83
Lampiran 6. Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik rasa tahu Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Significance
2192.622(a)
32
68.519
35.364
.000
PANELIS
50.989
29
1.758
.907
.604
SAMPEL
.289
2
.144
.075
.928
112.378
58
1.938
Error Total
2305.000 90 a R Squared = .951 (Adjusted R Squared = .924)
SKOR Duncan Subset SAMPEL Komersial
N
1 30
4.80
F1
30
4.90
F2
30
4.93
Significance
.730
Means are displayed2 III 1.938 ... a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Lampiran 7. Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik tekstur tahu Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Significance
2546.022(a)
32
79.563
35.779
.000
42.456
29
1.464
.658
.889
17.689
2
8.844
3.977
.024
128.978
58
2.224
Total
2675.000 90 a R Squared = .952 (Adjusted R Squared = .925) SKOR Duncan Subset SAMPEL F2
N
1 30
F1
30
Komersial
30
Significance
2 4.63 5.50 5.63
1.000
.730
Means are displayed2 III 2.224 ... a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05
84
Lampiran 8. Hasil uji ANOVA dan DUNCAN organoleptik overall tahu Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 2703.089(a)
df 32
Mean Square 84.472
F 86.088
Significance .000
PANELIS
22.889
29
.789
.804
.735
SAMPEL
12.422
2
6.211
6.330
.003
Error
56.911
58
.981
Total
2760.000
90
a R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .968) SKOR Duncan Subset SAMPEL F2
N
1
2
30
5.03
F1
30
5.37
Komersial
30
Significance
5.93 .198
1.000
Means are displayed2 III .981 ... a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
85
Lampiran 9. Tabel perhitungan analisis pasar Kebutuhan Kedelai per kapita untuk memenuhi kebutuhan (protein kg/orang/tahun)
Jumlah penduduk Indonesia (jiwa)
Asumsi persentase kebutuhan kedelai yang dipenuhi oleh tahu
Harga kedelai Per Kg
13.40
230000000.00
30%
5600
Konsumsi kedelai per tahun kg/ tahun
Asumsi persentase kebutuhan kedelai yang dipenuhi oleh tahu
Harga kedelai Per Kg
Perkiraan produksi tahu aktual (nilai produk)
2240000000
30%
5600
Rp
Perkiraan Pangsa pasar tahu (Market Size) Rp
5,177,760,000,000.00
Perkiraan Potensi Pasar Tahu (market size-nilai produk aktual)
3,763,200,000,000.00
Rp
1,414,560,000,000.00
Lampiran 10. Diagram strategi pemasaran tahu Chifu
Segmentation
Targeting
Segmen Menurut Gender : Pria dan wanita
Segmen Menurut Umur : <20, 20-49, >49 Segmen Menurut Status : Atas, menengah, bawah
wanita berkeluarga dengan umur 20-49 (produktif), dengan status kelas menengah
Positioning
Tahu berkalsium tinggi yang enak dan sehat Tagline 1 (reguler) Lembut, enak dan berkalsium tinggi Tagline 2 (extra firm) kenyal, enak dan berkalsium tinggi
Segmen Posisi keluarga : Single, berkeluarga 86
86
Lampiran 11. Pamflet promosi tahu Chifu tema sajian lezat
Lampiran 13. Pamflet promosi tahu Chifu tema peningkatan bisnis
Lampiran 12. Pamflet promosi tahu Chifu tema masa depan lebih baik
87
87
Lampiran 14. Acuan label gizi pangan 2007
88
Lampiran 15. Rumus perhitungan kriteria Investasi a. Net Present Value (NPV) n
AKBt = arus kas tahunan pada periode waktu t PA = pengeluaran awal n = usia proyek yang diharapkan k = tingkat pengembalian yang disyaratkan / tingkat suku bunga
AKBt
NPV = Σ
- PA
t=1 (1+ k)t
b. Internal Rate of Return (IRR) NPV‟ - (I”-I‟)
IRR= I‟ + NPV‟-NPV”
NPV‟ = NPV pada suku bunga I‟ NPV” = NPV pada suku bunga I”
c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) AKBt
n
AKBt = arus kas tahunan pada periode waktu t PA = pengeluaran awal n = usia proyek yang diharapkan k = tingkat pengembalian yang disyaratkan / tingkat suku bunga
Σ t=1 (1+ k)t
Net B/C = PA
d. Break Event Point (BEP)
FC =Biaya tetap per tahun (Rp) H = harga jual per unit (Rp) Q =Kapasitas produksi pada saat BEP (unit) V = biaya variabel per unit (Rp)
FC Q (unit) = H-V
e. Pay Back Period (PP) m PP =
+n (Bn+1 – Cn+1)
m = nilai kumulatif arus kas bebas yang didiskonto (Rp) n = periode investasi saat arus kas bebas kumulatif yang didiskonto nilainya negatif terakhir (tahun) (Bn+1 – Cn+1) = nilai arus kas bebas yang didiskonto pada periode n+1 (Rp )
89