SKRIPSI
FORMULASI, UJI KECUKUPAN PANAS, DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MINUMAN SARI WORNAS (WORTEL-NANAS)
Oleh : PRATIWI F24050756
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i
SKRIPSI
FORMULASI, UJI KECUKUPAN PANAS, DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MINUMAN SARI WORNAS (WORTEL-NANAS)
Oleh : PRATIWI F24050756
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ii
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN FORMULASI, UJI KECUKUPAN PANAS, DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MINUMAN SARI WORNAS (WORTEL-NANAS)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : PRATIWI F24050756
Dilahirkan pada tanggal 31 Oktober 1987 Di Jakarta Tanggal lulus: 24 Juli 2009
Menyetujui, Bogor, 11 Agustus 2009
Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Dosen Pembimbing Akademik 2
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Yudi Laksana dan Lauw Mei The. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Tarakanita 3, Jakarta, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Tarakanita 3, Jakarta hingga tahun 2002. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Tarakanita 1, Jakarta pada tahun 2005.
Penulis melanjutkan
pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur SPMB pada tahun 2005. Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Kemaki (Keluarga Mahasiswa Katolik IPB), pengurus HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) bidang Kesekretariatan dan Himitepa Corporation, Head of Entertainment Division FCC (Food Chat Club) Himitepa, anggota FPC (Food Processing Club) Himitepa bidang fermented food, anggota F-Track (Food Technologist Adventure Club), serta aktif di berbagai kepanitiaan, seperti “Politic Expo 2006”, “Masa Perkenalan Departeman ITP (BAUR) tahun 2007”, “Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XV” tahun 2007 . Hingga saat ini penulis tergabung dalam Yayasan Sahabat Anak sebagai volunteer dalam memberi bimbingan belajar bagi anak-anak jalanan di daerah Grogol. Beberapa prestasi yang diperoleh penulis adalah menjadi Finalis “Leadership Scholarship 3” oleh Nutrifood Indonesia serta menjadi Finalis “The Future Leader Program” oleh PPM-POT tahun 2008 dan berhasil memperoleh beasiswa penuh MM di sekolah Tinggi Manajemen PPM, Jakarta. Penulis juga terpilih menjadi asisten dosen dalam pelaksanaan praktikum Analisis Pangan pada tahun 2009. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Formulasi, Uji Kecukupan Panas, dan Pendugaan Umur Simpan Minuman Sari Wornas (WortelNanas)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. iv
Pratiwi. F24050756. Formulasi, Uji Kecukupan Panas, dan Pendugaan Umur Simpan Minuman Sari Wornas (Wortel-Nanas). Dibawah bimbingan Adil Basuki Ahza dan Feri Kusnandar. ABSTRAK Penelitian ini dirancang untuk mendapatkan produk minuman yang sehat dan kaya serat. Selain memanfaatkan sinergi provitamin A dan vitamin C sebagai antioksidan. Dua bahan yang dipilih adalah wortel dan nanas karena nanas merupakan salah satu buah tropis yang mengandung vitamin C, pektin, dan enzim bromelin yang berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit dan memperlancar peredaran darah. Wortel merupakan salah satu jenis sayuran yang kaya akan serat dan beta-karoten yang berkhasiat sebagai antioksidan dan menghambat penuaan. Untuk memperoleh sari wornas yang disukai dan dapat diterima secara organoleptik, serta aman dikonsumsi maka dilakukan formulasi sari wornas, uji kecukupan panas sari wornas dalam kemasan cup PP 165 ml, dan pendugaan umur simpan sari wornas dengan metode Arrhenius. Formulasi sari wornas dibagi menjadi 7 tahap, yaitu : mengkarakterisasi bahan baku yang akan digunakan, menentukan tingkat kematangan wortel-nanas, perbandingan wortel-nanas, komposisi air, kadar gula, kadar asam (asam sitrat dan asam askorbat), dan kadar penstabil (CMC dan Na-alginat). Kecukupan panas diuji dengan pengukuran distribusi dan penetrasi panas dalam wadah panci berdiameter 33 cm dan tinggi 20 cm, dengan suhu pasteurisasi 97.2-164.5oF. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan penyimpanan produk pada tiga suhu yang berbeda (5oC, 30oC, dan 45oC). Parameter yang diuji dalam pendugaan umur simpan adalah mutu fisik (viskositas, warna, stabilitas), mutu kimia (TAT, pH, TPT, vitamin C, total gula), mutu mikrobiologis (total mikroba, kapang dan khamir), serta mutu organoleptik (warna, aroma, rasa manis, rasa asam, dan kekentalan). Hasil menunjukkan formulasi yang disukai dan diterima secara organoletik adalah sari wornas dari perlakuan bahan baku nanas Bogor matang (100% kulit buah kuning) dan wortel Cipanas besar (p=25.73±4.8cm, db=3.32±0.52cm, dan dk=1.74±0.24cm). Sari wornas paling disukai dibuat dengan perbandingan air : wortel = 4:1(v/w), gula : puree = 8:100(w/v), campuran asam 2.5g/4L puree (asam sitrat : asam askorbat = 1:1), dan campuran penstabil 2.5 g/L puree (CMC : Naalginat = 1:1). Sari wornas yang dikemas dalam kemasan cup PP 165 ml memiliki level penginaktifan mikroba pada proses pasteurisasi adalah 5D pada suhu 75oC selama minimum 12 menit. Setiap parameter yang digunakan dalam pendugaan umur simpan memberikan dugaan umur simpan yang berbeda-beda. Akan tetapi, dalam penelitian ini ditentukan parameter yang digunakan sebagai pembatas penolakan produk adalah parameter vitamin C dan viskositas. Berdasarkan parameter vitamin C, umur simpan sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC adalah 38 hari, pada 30oC adalah 25 hari, dan pada 45oC hanya bertahan 20 hari. Sedangkan berdasarkan parameter viskositas, umur simpan sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC adalah 170 hari, pada 30oC adalah 39 hari, dan pada 45oC hanya bertahan 18 hari. v
KATA PENGANTAR
Puji-pujian serta syukur yang tak terhingga penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan pertolongan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi, yang berjudul “FORMULASI, UJI KECUKUPAN PANAS, DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MINUMAN SARI WORNAS (WORTEL-NANAS)” ini didasarkan pada pelaksanaan penelitian yang telah dilaksanakan sejak November 2008 sampai Juni 2009 di Laboratorium Pengolahan Pangan, Biokimia Pangan, dan Mikrobiologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Mama Lauw Mei The dan papa Yudi Laksana yang sangat kucintai, yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang, doa, nasihat, dan dukungan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS selaku dosen pembimbing yang selalu menyediakan waktu di tengah-tengah kesibukannya memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc atas kesediaannya sebagai dosen pembimbing kedua yang selalu dengan senang hati mendengar masalah yang dihadapi penulis dan memberi masukkan yang berarti. 4. Dr. Ir Nurheni Sri Palupi, Msi atas bimbingannya sehingga penulis dapat mengerjakan penelitian ini dari awal hingga selesai. 5. Dr. Dede R. Adawiyah, atas kesediannya sebagai dosen penguji pada sidang skripsi penulis. 6. Dr. Muhammad Arpah, atas kesediaannya membantu penulis mempelajari umur simpan metode Arrhenius. i
7. Dr. Suliantari dan Siti Nurjanah, STP, MS atas kesediaanya membantu penulis memahani beberapa hal mengenai mikrobiologi. 8. Adikku Mega Laksana yang sangat kusayangi, yang selalu memotivasiku dan menyayangiku dengan tulus. 9. Teman sebimbinganku: Adi Prawoko, Abigail, Indri, Isna, dan Juju. Terima kasih atas kebersamaan dan dukungan kalian. 10. Sahabat-sahabat terbaikku di ITP : Hesti (selalu mengangkatku ketika ku jatuh), Cha2 (selalu mendengarkan curhatku), Beli (selalu menghiburku ketika sedih), Cath (selalu memberi energi positif), Nanda (selalu berkolaborasi denganku meledek semua orang), Haris (selalu antusias bersamaku melakukan petualangan), Umam (selalu memotivasi dan mengajarkanku banyak hal), Midun (selalu jadi kakak yang baik), Aji (selalu jadi papa yang bijak), Beqi (selalu meningkatkan nafsu makanku), Fera (selalu jadi adik yang polos), Wahyu
(teman
seperjuanganku).
Terimakasih
atas
dukungan,
doa,
kebersamaan, nasehat, dan ledekan yang menyenangkan. Semoga tetap menjadi sahabat kemarin, hari ini, esok, dan selamanya. 11. Sahabat-sahabat terbaikku di kosan : Nanda, Kodel (terimakasih laptop dan modemnya), Novi Lohan, Mei Yu, Gebol, Icha. Terimakasih karena kalian tidak pernah menyerah membangunkanku dari tidur untuk menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman F-Track : Hesti, Cha2, Nanda, Haris, Umam, Aji, Beqi, Fera, Wahyu, Tiyu, Zaqaw, Venty, Nina, Kamlit. Terimakasih atas perjalanan dan petualangan seru yang tak akan terlupakan. 13. Teman-teman Perwira : Eveline, Teresia (terimakasih perkenalan dengan Sahabat Anak), Vero, Ella, Astrisia, Irene, Yusi, Diana, Kenchi, Suhendri, Rheiner, Bobo, Adi, Beli, Cha2, Kalista. Terimakasih atas kehebohannya setiap ada yang ulang tahun dan latihan presentasi seminar yang mematikan. 14. Teman-teman di Lab Biokimia Pangan : Tuti (terimakasih stopwatchnya), Hesti, Arya, Cath, Yuni, Adi Leo, Galih, Peye, Ola, Tata, Kenchi, Kamlit (terimakasih jurnal dan martabaknya), Umam, yang selalu heboh di Lab dan menghibur ditengah-tengah penelitian yang menjenuhkan.
ii
15. Teman-teman di Lab Mikrobiologi Pangan : Sisi, Tjan, Ikhwan, Khrisia. Terimakasih
atas
kekompakanya
membuat
larutan
pengencer
dan
mensterilisasi segala jenis alat dan bahan yang perlu di autoklaf. 16. Teman-temanku ITP 42 Golden Generation yang tak bisa kusebutkan satu per satu. Terimakasih atas kebersamaan, motivasi, dan kuliah bersama kalian selama 3 tahun ini. 17. Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Yahya, Pak Rojak, Bu Antin, Bu Rubiah, Mbak Ari, Bu Sari, Mas Edi, Mba Ida, Pak Taufik, Pak Adi, Pak Jun dan teknisi lainnya. Terimakasih atas bantuannya, bimbingannya, masukkan, dan nasehat yang diberikan selama di laboratorium. 18. Bapak-bapak di PITP, yang selalu melayani penulis dengan senang hati mencari skripsi, buku, artikel, jurnal, dan fotokopi semua bahan-bahan tersebut untuk kepentingan penulisan skripsi ini. 19. Bapak dan ibu di UPT, yang selalu melayani penulis mengurus segala administrasi selama di ITP dengan senyum yang ramah. 20. Para panelisku yang kucintai : Gia, Harist, Yusi, Hesti, Ririn, Beqi, Nanda, Yessica, Nina, Muji, Irene, Tiyu, Midun, ikhwan, Dewi, Ardi, Saffiera, Cath, Stefanus, Galih Eka, Dede, Wahyu, Aji, Mumun, Andra, Astrisia, Tuthie, Oxyana, Tiara, Galih Ika, Haris S, Febri, Tjan, Fera, Arya, Dedi, Khrisia, Beli, Kenchi, Kamlit, Kalista, Umam, Efrat, Federika, Ola, Adi Leo, Angky, Yoanita, Rani, Cha2, , Icha, Tere, Nene, Dion, Eping, Ella, Sandra, dan panelis-panelis lain yang tidak dapat disebukan satu per satu. Tanpa kalian penelitian ini tidak akan terlaksana. 21. Adik-adik ITP 43 dan 44 yang secara sadar ataupun tidak, telah memberi dukungan kepada saya dengan selalu antusias meminta Wornas. Kalian sangat menghibur. Tak ada gading yang tak retak, sama halnya dengan skripsi ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2009 Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK KATA PENGANTAR…………………………………………………………........
i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
iv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..
viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….
ix
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………
xi
PENDAHULUAN…………………………………………………………….
1
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………….
1
B. TUJUAN PENELITIAN……...…………………………………………..
3
C. MANFAAT PENELITIAN……………………………………………….
3
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………
4
A. SARI BUAH………………………………………………………………
4
B. WORTEL.....................................................................................................
6
C. NANAS……………………………………………………………………
9
D. BAHAN PENSTABIL……………………….……………………………
11
E. SUKROSA………………………………………………………………..
13
F. ASAM SITRAT…...………………………………………………………
13
………ASAM G. ASKORBAT……………………………………………………...
13
I.
H. PENGEMASAN…………………………………………….……………..
15
PROSES TERMAL…………………………………………...…………...
16
J. PERHITUNGAN KECUKUPAN PANAS………………………………..
18
K. PENDUGAAN UMUR SIMPAN………………………………………..
19
I.
III.
METODOLOGI PENELITIAN……….……………………………………..
22
A. BAHAN DAN ALAT……………………….…………………………….
22
B. METODE PENELITIAN………….....…………………………………
22
1. Formulasi Sari Wornas …...…………………………………………..
23
1.1. Persiapan Daging Buah Nanas dan Wortel...…………….………
23
1.2. Pembuatan Puree……………………..………………………......
24
iv
2.
1.3. Pembuatan Sari Wornas.................................................................
25
1.4. Formulasi………………………………………………………....
26
1.4.1 Uji Organoleptik…………………………………………....
27
1.4.2 Uji Kekerasan Buah………………………………………...
27
1.4.3 Uji Nilai pH………………………………………………...
27
1.4.4 Uji Total Padatan Terlarut.....……………………………....
27
1.4.5 Uji Viskositas......………………………………………......
28
1.4.6 Uji Warna………………………………………..................
28
Uji Distribusi dan Penetrasi Panas untuk Menentukan Kecukupan Panas…………...................................................................................
29
2.1. Pengukuran Distribusi Panas……………….……………………
29
2.2. Pengukuran Penetrasi Panas.……………………………………
30
2.3. Perhitungan Kecukupan Proses Pasteurisasi (Nilai Fo)…………
32
Analisis Aktivitas Antioksidan dan β-karoten....................................
33
3.1 Analisis Aktivitas Antioksidan......................................................
33
3.2 Analisis Beta Karoten....................................................................
34
4. Penentuan Umur Simpan Sari Buah Wornas.......................................
34
4.1 Viskositas.......................................................................................
36
4.2 Total Mikroba................................................................................
36
4.3 Total Kapang Khamir....................................................................
37
4.4 pH..................................................................................................
38
4.5 Total Asam Tertitrasi.....................................................................
39
4.6 Total Padatan Terlarut...................................................................
39
4.7 Vitamin C......................................................................................
39
4.8 Total Gula......................................................................................
40
4.9 Endapan.........................................................................................
41
4.10 Organoleptik................................................................................
41
3.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………..
42
A. FORMULASI SARI BUAH WORNAS .....................................................
42
1. Karakterisasi Sari Buah ……………………………………………….
42
2. Deskripsi Awal Bahan Baku ………………………………………….
43
3. Penentuan Tingkat Kematangan Buah..................................................
45
v
4. Penentuan Perbandingan Wortel : Nanas pada Pembuatan Puree.......
47
5. Penentuan Jumlah Air...........................................................................
48
6. Penentuan Kosentrasi Gula....................................................................
50
7. Penentuan Kosentrasi Asam Sitrat dan Asam Askorbat........................
51
8. Penentuan Kosentrasi CMC dan Na-Alginat.........................................
52
B. OPTIMASI KECUKUPAN PANAS.........................................................
55
1. Pengukuran Distribusi Panas.................................................................
55
2. Pengukuran Penetrasi Panas..................................................................
56
C. ANALISIS AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN BETA KAROTEN
60
PRODUK.................................................................................................. D. PERUBAHAN MUTU PRODUK SELAMA PENYIMPANAN...............
62
1. Mikrobiologi..........................................................................................
62
2. Total Asam Tertitrasi.............................................................................
65
3
pH..........................................................................................................
67
4. Vitamin C..............................................................................................
69
5. TPT........................................................................................................
71
6. Total Gula..............................................................................................
72
7. Warna (Visual)......................................................................................
73
8. Viskositas...............................................................................................
75
9. Endapan.................................................................................................
76
10. Organoleptik..........................................................................................
77
10.1 Warna.............................................................................................
78
10.2 Aroma............................................................................................
79
10.3 Rasa Manis....................................................................................
80
10.4 Rasa Asam.....................................................................................
81
10.5 Kekentalan.....................................................................................
83
E. PENDUGAAN UMUR SIMPAN..............................................................
85
1. Penentuan Nilai Kritis..........................................................................
85
2. Penentuan Ordo Reaksi........................................................................
86
3.
Pendugaan Umur Simpan berdasarkan Beberapa Parameter..............
87
3.1 Total Asam Tertitrasi.....................................................................
87
3.2 pH..................................................................................................
89
vi
3.
3.3 Vitamin C......................................................................................
91
3.4 Total Padatan Terlarut...................................................................
93
3.5 Total Gula......................................................................................
94
3.6 Viskositas......................................................................................
94
Penentuan Parameter Pembatas Penolakan Produk dan Umur Simpan Produk...................................................................................
96
KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................
98
A. KESIMPULAN............................................................................................
98
B. SARAN........................................................................................................
100
VI. DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
101
VII. LAMPIRAN........................................................................................................
107
V.
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Pembagian Produk Sari Buah Berdasarkan TPT dan Kandungan Sari buah murni……………………………………………………………………….. Tabel 2. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Wortel untuk setiap 100 gram yang Dikonsumsi…………………………………………………………………. Tabel 3. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Nanas untuk Setiap 100 Gram yang Dikonsumsi…………………………………………………………………. Tabel 4. Jumlah Asam Askorbat yang digunakan dalam berbagai Produk Pangan Olahan……………………………………………………………………….
5
8
10
14
Tabel 5. Tahap Formulasi Sari Wornas...............................................................
26
Tabel 6. Data Karakterisasi Sari Buah Komersial………………………………….
42
Tabel 7. Karakterisasi Nanas dari Tiga Tingkat Kematangan Buah.......................
43
Tabel 8. Karakterisasi Wortel Dari Dua Tingkat Kematangan Sayur.....................
44
Tabel 9. Pengukuran Nilai Fo dari Tc 6…………………………………………….
60
Tabel 10. Angka Lempeng Total Selama Penyimpanan..........................................
63
Tabel 11. Total Kapang dan Khamir Selama Penyimpanan....................................
63
Tabel 12. Hasil Uji Pendugaan Koliform pada Awal Penyimpanan........................
63
Tabel 13. Hasil Pengamatan Endapan secara Visual terhadap Sari Buah Wornas Selama Penyimpanan............................................................................... Tabel 14. Nilai Awal dan Nilai Kritis Sari Buah Wornas Berdasarkan Beberapa Parameter................................................................................................
77
86
Tabel 15. Nilai R2 dari Grafik Penurunan Mutu Menurut Ordo Reaksi 0 dan 1........
87
Tabel 16. Nilai k dan ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan........................................
87
Tabel 17. Nilai k dan ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan........................................
89
Tabel 18. Nilai k dan ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan..........................................
91
Tabel 19. Nilai R2 dan Nilai k yang diperoleh dari Regrasi Linear Perubahan Mutu TPT Menurut Reaksi Ordo Nol dan Ordo Satu.........................................
93
Tabel 20. Nilai k dan ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan.........................................
94
Tabel 21. Nilai k dan ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan.........................................
95
Tabel 22. Nilai R2, Ea dan Umur Simpan Berdasarkan Beberapa Parameter............
97
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Diagram Alir Proses Persiapan Daging Buah Nanas……… 23
Gambar 2.
Diagram Alir Proses Persiapan Daging Buah Wortel ……
24
Gambar 3.
Diagram Alir Pembuatan Puree Wornas
……………
24
Gambar 4.
Diagram Alir Proses Produksi Sari Buah Wornas
........... 25
Gambar 5.
Posisi Termokopel Dalam Wadah Pemanas
……
30
Gambar 6.
Posisi Termokopel Dalam Kemasan Cup
……………
32
Gambar 7.
Posisi Termokopel Saat Pengukuran Penetrasi Panas
Gambar 8.
pH Saribuah dari 6 Formulasi ……………………………. 46
Gambar 9.
Ranking Kesukaan dari 6 Formulasi ……………………
33
46
Gambar 10. pH Saribuah dari 3 Formulasi …………………………….. 47 Gambar 11. Ranking kesukaan dari 3 Formulasi ……………………
48
……………………
49
Gambar 13. Ranking Kesukaan dari 3 Formulasi ……………………
49
……………………………
50
Gambar 12. Kekentalan Saribuah 3 Formulasi
Gambar 14. TPT Saribuah 3 Formulasi
Gambar 15. Ranking kesukaan dari 3 Formulasi ……………………... 50 ……………………………
52
Gambar 17. Ranking Kesukaan dari 3 Formulasi ……………………
52
……………………………
54
Gambar 16. pH Saribuah 3 Formulasi
Gambar 18. pH Saribuah 3 Formulasi
Gambar 19. Ranking kesukaan dari 3 Formulasi …………………….. 54 Gambar 20. Grafik Hasil Pengukuran Distribusi Panas
…………..… 56
Gambar 21. Grafik Pengukuran Titik Terdingin dalam Kemasan Cup.
57
Gambar 22. Kurva Hubungan Suhu Sari Wornas dan Waktu Selama Uji Penetrasi Panas Gambar 23. Kurva Standar Antioksidan
............................................... 58 ............................................... 61
Gambar 24. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap Nilai Total Asam Tertitrasi Sari Buah Wornas
........... 66
Gambar 25. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap Nilai pH Sari Buah Wornas ix
.............................................. 68
Gambar 26. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C Sari Buah Wornas ................................... 70 Gambar 27. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap Total Gula Sari Buah Wornas ............................................... 72 Gambar 28. Warna Sari Buah Wornas Minggu Ke-0
....................... 74
Gambar 29. Warna Sari Buah Wornas Minggu Ke-1
....................... 74
Gambar 30. Warna Sari Buah Wornas Minggu Ke-2
....................... 74
Gambar 31. Warna Sari Buah Wornas Minggu Ke-3
....................... 75
Gambar 32. Warna Sari Buah Wornas Minggu Ke-4
....................
75
Gambar 33. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap Viskositas Sari Buah Wornas............................................... 75 Gambar 34. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Tingkat Kesukaan terhadap Atribut Warna Sari Buah pada 3 Suhu Penyimpanan ...................................................................... 79 Gambar 35. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Tingkat Kesukaan terhadap Atribut Aroma Sari Buah pada 3 Suhu Penyimpanan ...................................................................... 80 Gambar 36. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Tingkat Kesukaan terhadap Atribut Rasa Manis Sari Buah pada 3 Suhu Penyimpanan
....................................................................... 81
Gambar 37. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Tingkat Kesukaan terhadap Atribut Rasa Asam Sari Buah pada 3 Suhu Penyimpanan ....................................................................... 82 Gambar 38. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Tingkat Kesukaan terhadap Atribut Kekentalan Sari Buah pada 3 Suhu Penyimpanan ....................................................................... 84 Gambar 39. Grafik Hubungan ln k TAT dengan suhu (1/T)
........... 88
Gambar 40. Grafik Hubungan ln k pH dengan suhu (1/T) ....................... 90 Gambar 41. Grafik Hubungan ln k vitamin C dengan suhu (1/T) ........... 92 Gambar 42. Grafik Hubungan ln k viskositas dengan suhu (1/T) .......... 95
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rangking Hedonik Formulasi Tahap Penentuan Tingkat Kematangan Buah………………
Lampiran 2.
Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman untuk Formulasi Tahap Penentuan Tingkat Kematangan Buah…..
Lampiran 3.
107
107
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rangking Hedonik Formulasi Tahap Penentuan Perbandingan Wortel-Nanas pada Pembuatan Puree………………………………………….
Lampiran 4.
108
Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman untuk Formulasi Tahap Penentuan Perbandingan Wortel-Nanas pada Pembuatan Puree……………………………………
Lampiran 5.
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rangking Hedonik Formulasi Tahap Penentuan Konsentrasi Air…………………………
Lampiran 6.
108
109
Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman untuk Formulasi Tahap Penentuan Konsentrasi Air………………… 109
Lampiran 7.
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rangking Hedonik Formulasi Tahap Penentuan Konsentrasi Gula…………………………
Lampiran 8.
110
Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman untuk Formulasi Tahap Penentuan Konsentrasi Gula……………… 110
Lampiran 9.
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rangking Hedonik Formulasi Tahap Penentuan Konsentrasi Asam Sitrat dan Asam Askorbat…………………………………………………..
Lampiran 10.
111
Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman untuk Formulasi Tahap Penentuan Konsentrasi Asam Sitrat dan Asam Askorbat……………………………………………
Lampiran 11.
111
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rangking Hedonik Formulasi Tahap Penentuan Konsentrasi Penstabil CMC dan Naalginat…………………………………………………….
Lampiran 12.
Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman untuk xi
112
Formulasi Tahap Penentuan Konsentrasi Penstabil CMC dan Na-alginat……………………………………………………
112
Lampiran 13.
Data Suhu Distrubusi Panas Ulangan 1……………………..
113
Lampiran 14.
113
Lampiran 15.
Data Suhu Distrubusi Panas Ulangan 2…………………….. Data Suhu Penetrasi Panas Dalam Cup Ulangan 1………….
Lampiran 16.
Data Suhu Penetrasi Panas Dalam Cup Ulangan 2…………
115
Lampiran 17.
116
Lampiran 18.
Data Suhu Penetrasi Panas Sampel Sari Buah Wornas…….. Data Lethalitas Pada Suhu 75oC atau 167oF…………………
Lampiran 19.
Data Fo Pada Pemanasan Suhu 75oC atau 167oF……………
118
Lampiran 20.
119
Hasil Pengukuran Kekerasan Wortel pada 2 Tingkat Kematangan…………………………………………………
Lampiran 23.
119
Hasil Pengukuran Warna Daging Buah Nanas pada 3 Tingkat Kematangan…………………………………………………
Lampiran 22.
117
Hasil Pengukuran Kekerasan Buah Nanas pada 3 Tingkat Kematangan…………………………………………………
Lampiran 21.
114
119
Hasil Pengukuran Warna Daging Buah Wortel pada 2 Tingkat Kematangan………………………………………… 120
Lampiran 24.
Data Pengukuran Diameter dan Panjang Wortel pada 2 Tingkat Kematangan……………………………...…………. 120
Lampiran 25.
Data Standar Asam Askorbat pada Pengukuran Aktivitas Antioksidan…………………………………………………… 120
Lampiran 26.
Data Pengukuran Aktivitas Antioksidan……………………... 121
Lampiran 27.
Data Pengukuran Beta Karoten……………………………… 121 Data Pertumbuhan Mikroba Angka Lempeng Total Minuman
Lampiran 28.
Sari Buah Wornas Selama Penyimpanan pada 3 Suhu yang Berbeda……………………………………………………… Lampiran 29.
Data Pertumbuhan Kapang dan Khamir Minuman Sari Buah Wornas Selama Penyimpanan pada 3 Suhu yang Berbeda…
Lampiran 30.
122
Data Perubahan Nilai TAT Sari Buah Wornas Selama Penyimpanan...........................................................................
Lampiran 31.
121
122
Data Perubahan Nilai pH Sari Buah Wornas Selama Penyimpanan………………………………………………… 123 xii
Lampiran 32.
Data Perubahan Kadar Vitamin C Sari Buah Wornas Selama Penyimpanan………………………………………………… 123
Lampiran 33.
Data Perubahan Nilai Total Padatan Terlarut Sari Buah Wornas Selama Penyimpanan………………………………
Lampiran 34.
124
Data Perubahan Total Gula Sari Buah Wornas Selama Penyimpanan………………………………………………… 124
Lampiran 35.
Data Perubahan Viskositas Sari Buah Wornas Selama Penyimpanan............................................................................ 125
Lampiran 36.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TAT pada 3 Suhu Penyimpanan di Awal Penyimpanan…………………………………………………. 125
Lampiran 37.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TAT pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Pertama Penyimpanan……………………………………….. 126
Lampiran 38.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TAT pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Kedua Penyimpanan………………………………………………….. 127
Lampiran 39.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TAT pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Ketiga Penyimpanan…........................................................................ 128
Lampiran 40.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TAT pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Keempat Penyimpanan………………………………………
Lampiran 41.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TAT Selama Penyimpanan pada Suhu 5oC………
Lampiran 42.
129
130
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TAT Selama Penyimpanan pada Suhu 30oC……… 131
Lampiran 43.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TAT Selama Penyimpanan pada Suhu 45oC…….
Lampiran 44.
132
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter pH pada 3 Suhu Penyimpanan di Awal Penyimpanan………………………………………………… 133 xiii
Lampiran 45.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter pH pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Pertama Penyimpanan………………………………………………..
Lampiran 46.
134
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter pH pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Kedua Penyimpanan………………………………………………..
Lampiran 47.
135
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter pH pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Ketiga Penyimpanan……………………………………………….
Lampiran 48.
136
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter pH pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Keempat Penyimpanan……………………………………………….
Lampiran 49.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter pH Selama Penyimpanan pada Suhu 5oC……….
Lampiran 50.
139
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter pH Selama Penyimpanan pada Suhu 45oC………
Lampiran 52.
138
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter pH Selama Penyimpanan pada Suhu 30oC………
Lampiran 51.
137
140
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Vitamin C pada 3 Suhu Penyimpanan di Awal Penyimpanan………............................................................
Lampiran 53.
141
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Vitamin C pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Pertama Penyimpanan……………………………………..
Lampiran 54.
142
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Vitamin C pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Kedua Penyimpanan………………………………………
Lampiran 55.
143
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Vitamin C pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Ketiga Penyimpanan……………………………………….
Lampiran 56.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Vitamin C pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu xiv
144
Keempat Penyimpanan……………………………………… Lampiran 57.
145
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Vitamin C Selama Penyimpanan pada Suhu 5oC… 146
Lampiran 58.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Vitamin C Selama Penyimpanan pada Suhu 30oC
Lampiran 59.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Vitamin C Selama Penyimpanan pada Suhu 45oC
Lampiran 60.
147
148
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TPT pada 3 Suhu Penyimpanan di Awal Penyimpanan………………………………………………… 149
Lampiran 61.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TPT pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Pertama Penyimpanan……………………………………….. 150
Lampiran 62.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TPT pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Kedua Penyimpanan…………………………………………………. 151
Lampiran 63.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TPT pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Ketiga Penyimpanan………………………………………………… 152
Lampiran 64.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TPT pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Keempat Penyimpanan………………………………………
Lampiran 65.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TPT Selama Penyimpanan pada Suhu 5oC………
Lampiran 66.
153
154
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TPT Selama Penyimpanan pada Suhu 30oC……… 155
Lampiran 67.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter TPT Selama Penyimpanan pada Suhu 45oC……… 156
Lampiran 68.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Total Gula pada 3 Suhu Penyimpanan di Awal Penyimpanan………................................................................ 157
Lampiran 69.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk xv
Parameter Total Gula pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Pertama Penyimpanan……………………………………… Lampiran 70.
158
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Total Gula pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Kedua Penyimpanan………………………………………..
Lampiran 71.
159
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Total Gula pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Ketiga Penyimpanan………………………………………..
Lampiran 72.
160
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Total Gula pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Keempat Penyimpanan………………………………………
Lampiran 73.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Total Gula Selama Penyimpanan pada Suhu 5oC..
Lampiran 74.
163
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Total Gula Selama Penyimpanan pada Suhu 45oC
Lampiran 76.
162
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Total Gula Selama Penyimpanan pada Suhu 30oC
Lampiran 75.
161
164
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Viskositas pada 3 Suhu Penyimpanan di Awal Penyimpanan………………………………………………..
Lampiran 77.
165
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Viskositas pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Pertama Penyimpanan……………………………………..
Lampiran 78.
166
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Viskositas pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Kedua Penyimpanan………………………………………..
Lampiran 79.
167
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Viskositas pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Ketiga Penyimpanan………………………………………
Lampiran 80.
168
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Viskositas pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Keempat Penyimpanan……………………………………… xvi
169
Lampiran 81.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Viskositas Selama Penyimpanan pada Suhu 5oC… 170
Lampiran 82.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Viskositas Selama Penyimpanan pada Suhu 30oC
Lampiran 83.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Viskositas Selama Penyimpanan pada Suhu 45oC
Lampiran 84.
171
172
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rating Hedonik Sari Buah Wornas Pada Awal Penyimpanan…………………………… 173
Lampiran 85.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Sari Buah Wornas pada Awal Penyimpanan……………………………
Lampiran 86.
175
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rating Hedonik Sari Buah Wornas Pada Penyimpanan Minggu Pertama………………… 178
Lampiran 87.
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Sari Buah Wornas pada Penyimpanan Minggu Pertama…………
Lampiran 88.
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rating Hedonik Sari Buah Wornas Pada Penyimpanan Minggu Kedua…………………
Lampiran 89.
198
Hasil Analisis Friedman’s pH Sari Wornas pada Tahap Formulasi Penentuan Tingkat Kematangan Bahan Baku……
Lampiran 96.
195
Data Pengukuran pH pada Tahap Formulasi Penentuan Tingkat Kematangan Bahan Baku…………………………
Lampiran 95.
193
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Sari Buah Wornas pada Penyimpanan Minggu Keempat………………
Lampiran 94.
190
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rating Hedonik Sari Buah Wornas Pada Penyimpanan Minggu Keempat………………
Lampiran 93.
188
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Sari Buah Wornas pada Penyimpanan Minggu Ketiga…………………
Lampiran 92.
185
Rekapitulasi Data Hasil Uji Rating Hedonik Sari Buah Wornas Pada Penyimpanan Minggu Ketiga…………………
Lampiran 91.
183
Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Sari Buah Wornas pada Penyimpanan Minggu Kedua…………………
Lampiran 90.
180
198
Data Pengukuran pH pada Tahap Formulasi Penentuan Perbandingan Wortel dan Nanas…………………………… xvii
199
Lampiran 97.
Hasil Analisis Friedman’s pH Sari Wornas pada Tahap Formulasi Penentuan Perbandingan Wortel dan Nanas……
Lampiran 98.
Data Pengukuran Viskositas pada Tahap Formulasi Penentuan Jumlah Air………………………………………
Lampiran 99.
201
Data Pengukuran pH pada Tahap Formulasi Penentuan Konsentrasi Campuran Asam Sitrat dan Asam Askorbat……
Lampiran 103.
201
Hasil Analisis Friedman’s TPT Sari Wornas pada Tahap Formulasi Penentuan Konsentrasi Gula…………………….
Lampiran 102.
200
Data Pengukuran TPT pada Tahap Formulasi Penentuan Konsentrasi Gula………………………………………..…..
Lampiran 101.
200
Hasil Analisis Friedman’s Viskositas Sari Wornas pada Tahap Formulasi Penentuan Jumlah Air……………………
Lampiran 100.
199
202
Hasil Analisis Friedman’s pH Sari Wornas pada Tahap Formulasi Penentuan Konsentrasi Campuran Asam Sitrat dan Asam Askorbat………………………………………….. 202
Lampiran 104.
Data Pengukuran Viskositas pada Tahap Formulasi Penentuan Konsentrasi Campuran CMC dan Na-Alginat…..
Lampiran 105.
203
Hasil Analisis Friedman’s pH Sari Wornas pada Tahap Formulasi Penentuan Konsentrasi Campuran CMC dan Na-
Lampiran 106.
Alginat……………………………………………………….
203
SNI 01-3719-1995 Minuman Sari Buah……………………..
204
xviii
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Penelitian ini dikembangkan atas pemikiran bahwa dengan perkembangan zaman yang semakin modern, menyebabkan banyak perubahan pola hidup manusia. Perubahan terjadi pula pada pola konsumsi makanan. Sebagian besar masyarakat lebih menyukai konsumsi makanan instan dan cepat saji tanpa memperhatikan kecukupan asupan vitamin, mineral, dan komponen-komponen fungsional lainnya dari makanan yang mereka konsumsi. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya kreatif untuk menciptakan suatu pangan fungsional yang praktis dan efektif. Makanan segar berupa sari buah dan sayuran baik untuk mencegah penuaan dan menjaga kesehatan tubuh. Elemen-elemen yang diperoleh dari makanan segar seperti sayur dan buah sangat penting untuk pembentukan sel darah merah dan sel-sel tubuh lainnya karena di dalamnya banyak terkandung vitamin, mineral, dan enzim. Oleh karena itu, rekayasa dan perancangan produk pangan fungsional yang berguna bagi kesehatan perlu dilakukan. Zat gizi yang akan diperoleh tubuh semakin bermanfaat jika pilihan buah dan sayuran yang dikonsumsi semakin bervariasi, jumlah buah dan sayuran seimbang. Salah satu kombinasi buah dan sayur yang baik untuk dikonsumsi adalah nanas dan wortel. Produktivitas nanas dan wortel di Indonesia sangat tinggi. Pada tahum 2007, produktivitas nanas mencapai 2.237.858 ton dan wortel mencapai 350.170 ton (Badan Pusat Statistik, 2009). Dengan ketersediaanya yang begitu melimpah, nanas dan wortel merupakan dua komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional. Nanas merupakan buah yang kaya cairan, pektin, vitamin C, dan enzim bromelin yang berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit dan memperlancar peredaran darah. Kandungan vitamin C pada nanas 24 mg per 100 gram bahan yang dikonsumsi (Depkes RI, 1990). Enzim bromelin dalam buah nanas berkhasiat sebagai antiradang, membantu melunakkan makanan di lambung, mengganggu pertumbuhan sel kanker, dan mencegah terjadinya penggumpalan darah (blood coagulation). Kandungan klorin dalam nanas merangsang
aktivitas ginjal dan membantu menghilangkan elemen-elemen toxic dan kotoran dalam tubuh. Di antara buah lainnya, nanas memiliki kemampuan paling tinggi untuk melarutkan lemak dalam saluran pencernaan sehingga lemak akan terbawa keluar melalui feses (Bangun, 2004). Wortel merupakan sumber utama beta karoten yaitu 12.000 IU per 100 gram bahan yang dikonsumsi (Depkes RI, 1990). Di dalam hati, beta karoten diubah menjadi vitamin A yang dapat membantu penglihatan, mencegah rabun senja,
mempercepat
penyembuhan
luka,
memperbaiki
kulit,
dan
menghilangkan toksin dalam tubuh. Beta karoten di dalam wortel berkhasiat meningkatkan kesehatan tubuh dan menghambat penuaan karena beta karoten dapat berperan sebagai antioksidan dan anti kanker. Provitamin A yang sangat tinggi juga sangat baik untuk kesehatan mata serta meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi. Kandungan mineral dalam wortel adalah kalium. Mineral ini berfungsi menjaga keseimbangan air dalam tubuh, membantu menurunkan tekanan darah, dan menetralkan asam dalam darah. Jus wotel juga berkhasiat sebagai laksatif, yaitu melancarkan buang air besar. Kandungan pektin pada wortel juga dapat menurunkan kadar kolesterol dan menjaga kesehatan usus besar (Wirakusumah, 1996). Dari hasil perancangan proses dalam produk olahan sari wornas (wortelnanas) ini diharapkan diperoleh produk pangan fungsional dengan efek sinergis provitamin A dan asam askorbat sebagai pangan antioksidan, berserat tinggi, bervitamin dan mineral yang diterima konsumen. Dengan adanya produk sari wornas tersebut diharapkan konsumsi wortel dan nanas sebagai sumber vitamin, mineral, dan enzim yang tinggi dapat ditingkatkan. Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh formulasi terbaik yang dapat diterima secara organoleptik, diperoleh kombinasi suhu dan waktu proses pasteurisasi yang dapat menjamin kecukupan panas dari sari wornas yang dikemas dalam kemasan cup PP 165 ml, diperoleh hasil pendugaan umur simpan produk wornas dalam kemasan cup PP 165 ml.
2
B. TUJUAN PENELITIAN 1. Mendapatkan formulasi minuman sari wornas yang dapat diterima dan disukai secara organoleptik. 2. Menentukan kecukupan panas produk sari wornas dalam kemasan cup PP 165 ml. 3. Menentukan umur simpan sari wornas dalam kemasan cup PP 165 ml dengan metode pendugaan Arrhenius.
C. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah diperoleh formula sari wornas dalam kemasan cup PP 165 ml yang disukai secara organoleptik, dengan kecukupan proses panas yang diperlukan, dan perkiraan umur simpan sari wornas. Informasi dan data produk sari wornas yang diperoleh, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri rumah tangga.
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. SARI BUAH
Sari buah adalah cairan yang diperoleh dari pemerasan buah, disaring atau tanpa disaring dan tidak mengalami fermentasi serta digunakan sebagai minuman segar yang langsung dapat diminum. Menurut Stuckey (1982), sari buah merupakan cairan yang dikeluarkan dari bagian buah yang dapat dimakan. Cairan tersebut akan terlihat keruh atau bening tergantung pada jenis buah yang digunakan dan mungkin mengandung minyak atau pigmen karotenoid yang berasal dari buah. Menurut Satuhu (1994), sari buah adalah larutan inti dari daging buah yang diencerkan sehingga mempunyai cita rasa yang sama dengan buah aslinya. Pada umumnya sari buah diperoleh dari buahbuahan setelah melalui tahap-tahap pencucian, pemerasan, penyaringan, dan pengendapan (Muchtadi et al, 1979). Menurut SNI, minuman sari buah merupakan cairan buah yang diekstrak dari bagian buah yang dapat dimakan, baik dengan penambahan air atau tidak, yang siap untuk diminum. Crues (1985), mengemukakan bahwa buah yang digunakan untuk pembuatan sari buah harus dalam keadaan masak, mempunyai cita rasa yang tidak hambar, dan mengandung banyak asam-asam organik. Selain itu sari buah harus stabil selama pengolahan dan penyimpanan. Kestabilan sari buah dapat ditingkatkan dengan beberapa perlakuan, seperti pemurnian. Pemurnian sari buah bertujuan untuk menghilangkan sisa serat yang berasal dari sari buah dengan cara penyaringan, pengendapan, atau sentrifugasi dengan kecepatan tinggi. Proses ini dapat memisahkan sari buah dari serat-serat berdasarkan perbedaan kerapatan. Proses ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pengendapan selama penyimpanan, yang dapat mengurangi penerimaan konsumen (Potter dan Hotchkiss, 1995). Sari buah biasanya diproses dengan cara pasteurisasi untuk membunuh mikroba yang dapat menyebabkan fermentasi dan untuk menginaktivasi enzim. Sari buah kemudian dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan dengan memperhatikan headspace. Botol kemudian ditutup dan dipasteurisasi kembali. 4
Selain itu, untuk meningkatkan daya awet sari buah sering dilakukan dengan penambahan zat kimia tertentu (Potter dan Hotchkins, 1995). Perdagangan internasional membedakan produk sari buah berdasarkan kandungan total padatan terlarut (TPT) dan kandungan sari buah murninya. Dari penggolongan ini dikenal fruit syrup, crush, squash, cordial, unsweetened juice, ready served fruit beverage, nectar, dan fruit juice concentrate. Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Pembagian produk sari buah berdasarkan TPT dan kandungan sari buah murni Produk sari buah
%TPT
% Sari buah murni
Fruit syrup
65
25
Crush
55
25
Squash
40
25
Cordial
30
25
Unsweetened juice
Alami
100
Ready served fruit beverage
10
5
Nectar
15
20
Fruit juice concentrate
32
100
Sumber : Satuhu (1994)
Sari buah dapat diolah lebih lanjut menjadi konsentrat atau pekatan sari buah.
Codex
Allimentarius
Commission
(1983)
menyatakan
bahwa
penambahan sukrosa, dekstrosa, sirup glukosa kering, dan fruktosa dapat dilakukan tetapi dengan syarat tidak lebih dari 50 gram per kg produk hasil rekonstitusi konsentrat sampai 11oBrix. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
komposisi
sari
buah
erat
hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi buah itu sendiri, yaitu faktor genetik, tingkat kematangan, cara penanaman, dan faktor lingkungan pertumbuhan tanaman tersebut. Buah-buahan yang akan diproses menjadi sari buah hendaknya merupakan buah varietas tertentu dan berasal dari daerah penanaman yang sama. Buah yang dipilih sebaiknya yang sudah matang 5
karena mempunyai kandungan gizi, flavor, dan rasa yang optimal (Muchtadi, 1977). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi cita rasa sari buah adalah perbandingan antara gula dan asam, jenis dan jumlah komponen volatil, serta jenis vitamin (Pollard dan Timberlake, 1971).
B. WORTEL Wortel termasuk kelompok sayuran yang merupakan tanaman hortikultura. Tanamannya berbentuk rumput, batangnya pendek, dan akarnya tunggangnya berubah bentuk dari fungsinya menjadi umbi bulat panjang yang dapat dimakan. Umbi wotel ini berwarna kuning sampai kemerah-merahan karena kandungan karotenoidnya yang tinggi (Sunaryono, 1980). Tanaman wortel (Daucus carota Linn) dapat digolongkan ke dalam divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub kelas Dicotyledone, ordo Archychlamidae, famili Umbellyferae, genus Daucus (Bailey, 1963 yang dikutip Widiatiningsih, 1991) Jenis wortel yang dikenal di pasaran dibedakan atas dasar panjang umbinya. Dengan dasar itu maka dikenal 3 jenis wortel, yaitu wortel berumbi pendek, wortel berumbi sedang, dan wortel berumbi panjang (Novary, 1996). 1. Wortel berumbi pendek Ukuran umbi wortel ini berkisar 5-15 cm. bentuk umbinya membulat atau memanjang seperti silinder seukuran jari tangan dengan ujung mengecil dan tumpul. Warnanya kuning kemerahan, berkulit halus, garing, dan rasanya agak manis. Varietas wotel ini cukup banyak. Beberapa varietas yang berbentuk membulat adalah Early French Frame dan Tiana, sedangkan yang berbentuk memanjang adalah Amsterdam, Forcing, Early Nantes, Champion Scarlet Horn, dan Kendulus (Novary, 1996). 2. Wortel berumbi sedang Wortel yang berumbi sedang terdiri dari tiga bentuk, yaitu berbentuk runcing, tumpul, dan di antara keduanya. Panjang umbinya berkisar 15-20 cm, warnanya kuning cerah, berkulit tipis, garing, dan rasanya agak manis. Varietas yang termasuk di dalamnya adalah James, Scarlet Intermediet,
6
Charterna Red Cored, Royal Chantaney, Imperator, dan Berlium Berjo (Novary, 1996). 3. Wortel berumbi panjang Panjang umbi wortel ini berkisar 20-30 cm dengan ujung meruncing. Bentuk umbinya seperti kerucut. Warna umbi kuning kemerahan dan kulitnya sedikit lebih tebal dari wortel umbi sedang. Varietas yang termasuk dalam kelompok ini adalah New Red Intermediate, dan St.Vallary (Novary, 1996). Varietas wortel yang paling populer adalah Imperator, Danvers, dan Chantenay. Varietas wortel yang banyak ditanam di Indonesia adalah jenis Chantenay, Nantes, dan Imperator (Sunaryono, 1980). Wortel banyak dihasilkan di daerah dataran tinggi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara. Khusus untuk daerah Jawa Barat, wortel yang berasal dari daerah Cipanas dan Lembang merupakan varietas-varietas terbaik dan rasanya enak. Wortel yang baik adalah wortel yang berwarna merah jingga atau kuning tua kemerahan cerah, dan tidak berlekuk-lekuk. Dalam pemilihan harus dihindari wortel yang luka, lecet, dan memar, karena wortel dengan kondisi seperti itu akan cepat busuk. Wortel yang berakar di bagian lekukannya menandakan wortel tersebut sudah terlalu tua. Wortel yang bercabang, berkulit kasar, berlubang, retak, atau bercak basah akan mempermudah tumbuhnya penyakit jamur (Novary, 1996). Wortel merupakan jenis sayuran yang tidak tahan lama bila disimpan, karena itu perlu penanganan lebih lanjut setelah wortel dipanen. Salah satu cara untuk memperpanjang masa simpannya adalah dengan membuatnya menjadi sari buah. Wortel yang digunakan dalam pembuatan sari buah adalah wortel yang bermutu baik. Menurut Tindal (1987), wortel yang bermutu baik adalah wortel yang renyah, manis, berwarna kuning tua sampai orange, tidak berserabut, dan dipanen saat berumur 3-4 bulan. Wortel yang dipanen pada umur 3-4 bulan akan mencapai kondisi yang optimum dari segi warna, ukuran, dan kandungan β-karotennya. Wortel yang dipanen lebih awal akan memberikan warna yang lebih muda karena kandungan β-karotennya belum cukup. Komposisi kimia dan gizi wortel dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 7
Tabel 2. Komposisi kimia dan nilai gizi wortel untuk setiap 100 gram yang dikonsumsi Komposisi
Jumlah
Energi (kkal)
36.00
Protein (g)
1.00
Lemak (g)
0.60
Kalsium (mg)
45.00
Fosfor (mg)
74.00
Besi (mg)
1.00
Vitamin A (IU)
12000.00
Vitamin B1 (mg)
0.04
Vitamin C (mg)
18.00
Serat (g)
1.00
Air (g)
89.90
Sumber : Depkes RI, (1990)
Sebelum diekstraksi, kulit wortel harus dikupas agar sari wortel yang dihasilkan tidak pahit dan warnanya lebih disenangi. Setelah dikupas, wortel sebaiknya diblansir untuk menghilangkan residu pestisida, melunakkan jaringan, dan menghilangkan aroma langu. Menurut Boes (1988), wortel diblansir pada suhu 80oC-85oC selama 5 menit. Wortel banyak mengandung karoten terutama β-karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan dan anti kanker (Wirakusumah, 1996). Bangun (2002) menyatakan bahwa untuk memperoleh zat anti kanker yang lebih banyak sebaiknya mengkonsumsi wortel yang telah matang karena kandungan karotennya lima kali lebih banyak daripada wortel yang masih muda. Provitamin A yang sangat tinggi juga sangat baik untuk kesehatan mata serta meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi. Manfaat wortel lainnya adalah dapat menurunkan kolesterol darah dan mencegah konstipasi (Wirakusumah, 1996). Selain itu, wortel juga sangat bagus dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan vitamin A harian bagi anak-anak dan orang dewasa. Kebutuhan
8
vitamin A harian bagi anak-anak adalah 400-700 µg RE dan bagi orang dewasa adalah 600-700 µg RE.
C. NANAS Nanas (Ananas comusus, L., Merr) adalah tanaman yang relatif tahan terhadap keadaan kering. Menurut Muchtadi (1994), buah nanas termasuk buah non klimakterik, artinya buah yang dipetik saat masak dan tidak mengalami kenaikan respirasi yang cepat selama pematangan. Tanaman nanas tumbuh baik pada daerah tropis dengan suhu 21oC-27oC. Menurut Mulyohardjo (1984), ada beberapa jenis nanas, yaitu : 1. Cayenne (var. Smooth Cayenne) Nanas jenis ini matanya tidak berduri, buahnya berwarna hijau kekuningan, rasanya agak asam, mempunyai serat yang kasar, dan tidak mudah hancur. Berat buah ini berkisar 0.75-1.5 kg/buah. (Pantastico, 1986). 2. Spanish 2.1 Red Spanish Berat buah ini berkisar 0.9-1.8 kg/buah, daging buahnya berwarna putih, kulit buahnya kuat dan kompak. (Pantastico, 1986). 2.2 Singapore Spanish Berat buah ini berkisar 1.6-2.3 kg/buah, kulit buah masak berwarna merah jingga, daging buah berwarna kuning, berserat banyak, dan mempunyai flavor yang baik sehingga cocok untuk dikalengkan. 3. Queen Nanas jenis ini daging buahnya berwarna kuning, daun dan buahnya berduri, berat buah berkisar 1-1.5 kg/buah, rasanya manis, dan flavornya baik sehingga cocok untuk dimakan segar. Di Indonesia, jenis ini banyak ditanam di daerah Kediri dan Blitar. Nanas yang terkenal di Indonesia adalah nanas Subang, Bogor, Palembang, dan Blitar. Nama nanas yang diikuti nama daerahnya hanya menandakan dimana nanas dengan varietas tertentu tumbuh dengan baik. Nanas Subang adalah nanas varietas Cayanne, sedangkan nanas yang dikenal masyarakat sebagai nanas Bogor dan Palembang adalah nanas varietas Queen. 9
Komponen-komponen kimia dan nilai gizi pada nanas segar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia dan nilai gizi buah nanas untuk setiap 100 gram yang dikonsumsi Komposisi
Jumlah
Protein (g)
0.60
Lemak (g)
0.30
Karbohidrat (g)
9.90
Fosfor (mg)
22.00
Kalsium (mg)
14.00
Besi (mg)
0.90
Vitamin B1 (mg)
0.02
Vitamin C (mg)
24.0
Air (g)
88.90
Sumber : Depkes RI, (1990)
Nanas memiliki aroma dan flavor yang khas dan cukup kuat. Hal ini menyebabkan nanas sering digunakan dalam industri sari buah. Aroma dan flavor nanas berasal dari komponen volatil dan non volatil. Komponen volatil yang terdapat pada nanas adalah senyawa-senyawa golongan ester dalam bentuk metil ester dan etil ester. Komponen volatile yang menentukan aroma nanas
adalah
methyl-3-hydroxybutirate,
methyl-3-hydroxyhexanoate,
dimethilmalonate, acetoxyacetone (Cravelling, 1968). Senyawa non volatil yang berperan dalam pembentukkan flavor nanas adalah asam-asam non volatil, seperti asam sitrat, asam askorbat, asam malat, asam oksalat, dan komponen gula, seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa (Flath, 1980) Vitamin yang banyak terdapat pada buah nanas adalah vitamin C. Kandungan vitamin C nanas dipengaruhi oleh tingkat kematangan, bagian daging buah, dan varietas. Kandungan vitamin C buah nanas tertinggi adalah pada buah ¾ matang, yang kedua adalah buah ½ matang, dan yang terendah adalah pada buah matang (Pracaya, 1982). Kandungan vitamin C nanas 10
Cayanne sebesar 0.02 mg/ml sari buah, nanas Red Spanish sebesar 0.29 mg/ml sari buah, dan nanas Queen sebesar 0.34 mg/ml sari buah (Collins, 1960). Kadar vitamin C yang paling banyak adalah bagian yang dekat dengan kulit buah, sedangkan yang paling sedikit adalah bagian yang dekat dengan hati buah (Muljohardjo, 1984). Kandungan vitamin C pada nanas dapat berguna sebagai antioksidan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mencegah sariawan. Menurut Leverington (1971), buah nanas yang digunakan untuk pengolahan harus cukup besar, yaitu diameternya berkisar 5.25 inchi agar dihasilkan rendemen yang besar. Pengolahan nanas untuk sari buah harus menggunakan nanas yang matang optimal. Kondisi matang optimal adalah matang tidak kurang dari 55%, tetapi tidak lebih dari 65%, bagian matanya jelas, warnanya kuning keemasan, aroma dan rasanya sedap, perbandingan gula dan asamnya dapat diterima, dan bebas dari cacat, seperti inti hitam, lepuh berair, busuk berkhamir, dan terdapat bercak merah.
D. BAHAN PENSTABIL Bahan penstabil (stabilizer) adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan permukaan, dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema, 1985). Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginate, karagenan, and karboksi metal seulosa atau CMC (Moyer, 1980).
1. Alginat Alginat merupakan hidrokoloid yang paling banyak digunakan dalam pengolahan produk pangan. Alginat berasal dari dinding sel dan bagian intraselular alga coklat. Menurut Toft (1982), jenis alga coklat yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak alginat menentukan struktur kimia alginat dan sifat fungsionalnya serta penggunaan alginat pada produk pangan. 11
Alginat seringkali digunakan dalam es krim, di mana alginat membentuk tekstur dan mencegah terbentuknya kristal yang besar. Alginat juga sering digunakan dalam dressing sebagai pengental dan penstabil emulsi (Glicksman, 1984). Menurut Onsoyen (1992), asam alginat, bentuk bebas dari alginat adalah produk antara dari alginat. Asam alginat ini memiliki kestabilan yang terbatas, seperti bentuk asam bebas lainnya dari polisakarida. Untuk membuat alginat yang stabil, asam alginat diubah menjadi bentuk lain dengan penggabungannya dengan garam-garam seperti Na2CO3, K2CO3, NH4OH, Mg(OH)2, CaCl2 dan propilen oksida.
Dalam
penggunannya sebagai bahan pangan, alginat seringkali direaksikan dengan ion Natrium untuk meningkatkan kelarutannya. Rumus kimia dari Naalginat adalah (NaC6H7O6)n (Food Chemical Codex, 1981). Garam dari natrium alginat berwarna putih sampai kekuningan, berbentuk tepung atau serat dan hampir tidak berbau dan berasa serta tidak larut alkohol dan larutan hidroalkohol dengan kandungan alkohol lebih dari 30%. pH sangat mempengaruhi kelarutan alginat, Na-alginat tidak stabil di atas pH 10, PGA lebih stabil pada pH asam, namun Na-alginat berpresipitasi pada pH < 3.5 (Nussinovitch, 1997).
2. CMC Ganz
(1977)
menyatakan
bahwa
karboksi
metil
selulosa
merupakan polielektrolit anionikturunan dari selulosa yang digunakan secara luas dalam industri makanan. CMC yang biasa digunakan dalam pengolahan pangan adalah natrium karboksi metil selulosa. Bentuk garam yang lain seperti kalium, kalsium, dan ammonium digunakan untuk bahan non pangan. CMC digunakan dalam industri pangan untuk memberikan bentuk, konsistensi, dan tekstur. CMC juga berperan sebagai pengikat air, pengental, dan stabilisator emulsi. CMC menjalankan fungsinya melalui interaksi antara gugusan polar dengan air dan gugusan non polar dengan lemak (Ganz, 1977). CMC stabil pada kisaran pH 5-11, dengan viskositas
12
yang terbaik pada pH 7-9, sedangkan pH yang lebih rendah akan menurunkan viskositas larutannya (Ganz, 1977).
E. SUKROSA Sukrosa merupakan senyawa kimia yang memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous dan larut dalam air. Sukrosa mempunyai peranan penting karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dengan menutupi cita rasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni dan tidak memiliki aftertaste. Sukrosa dikatakan mampu membentuk citarasa yang baik karena kemampuannya menyeimbangkan rasa asam, pahit, dan asin, atau melalui pembentukan karamelisasi. Sukrosa dapat digunakan sebagai pengawet dikarenakan kemampuannya untuk menurunkan nilai keseimbangan kelembaban relatif dan meningkatkan tekanan osmotik dengan cara mengikat air bebas sehingga tidak dapat digunakan mikroba. Sukrosa dapat menghambat daya kerja enzim, yaitu pada konsentrasi 30% akan menghambat aktivitas enzim asam askorbat oksidase dan pada konsentrasi 50% akan menghambat enzim katalase (Nicole, 1979).
F. ASAM SITRAT Asam sitrat (C6H8O7) berfungsi sebagai pemberi rasa asam, mencegah kristalisasi gula, penjernih gel, dan katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan (Alikonis, 1979). Menurut Winarno (1984) asam sitrat berfungsi sebagai pengikat logam yang dapat mengkatalis oksidasi komponen citarasa dan warna. Menurut Ward dan Courts (1977), asam sitrat dapat memberikan kekuatan gel yang lebih tinggi dan penambahan asam sitrat sampai pH 3-4.7 dapat menghasilkan gel yang halus serta pembentukan gel menjadi lebih cepat.
G. ASAM ASKORBAT Asam askorbat atau lebih dikenal dengan vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air dan mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Dalam bentuk murni vitamin C merupakan kristal putih, 13
tidak berwarna, tidak berbau, dan mencair pada suhu 190-192oC (Winarno, 1997). Vitamin C relatif lebih stabil pada pH rendah dibandingkan dengan pada pH tinggi. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam Ldehidroaskorbat, keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat
sangat
mudah
teroksidasi
secara
reversible
menjadi
asam
dehidroaskorbat . Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi. Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak. Di samping sangat larut air, vitamin C juga mudah teroksidasi dan proses tersebut dapat dipercepat oleh panas, sinar, alkali, dan enzim. Oksidasi terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada suhu rendah. Banyaknya kehilangan vitamin C tergantung pada pH, suhu, rasio air dan bahan, rasio permukaan volume, kematangan, dan faktor lain (Winarno, 1997). Asam askorbat dan garamnya sering digunakan sebagai antioksidan pada berbagai produk pangan olahan, antara lain buah kaleng, sayuran kaleng, ikan kaleng, daging kaleng, minuman ringan, dan beverages (Madhavi et al., 1996) Tabel 4. Jumlah asam askorbat yang digunakan dalam berbagai produk pangan olahan Produk
Asam Askorbat (%)
Jus buah
0.005 – 0.02
Minuman ringan
0.005 – 0.015
Citrus Oils
0.01
Anggur
0.005 – 0.015
Bir
0.002 – 0.006
Buah segar
0.03 – 0.045
Buah kaleng
0.025 – 0.04
Sayur kaleng
0.1
Daging segar
0.02 – 0.05
Cured meat
0.02 – 0.05
Susu bubuk
0.02 – 0.2 14
H. PENGEMASAN Plastik merupakan bahan pengemas yang berkembang pesat saat ini. Plastik digunakan untuk mengemas berbagai jenis makanan. Jenis plastik bermacam-macam dan dapat dibedakan berdasarkan senyawa penyusunnya. Plastik memiliki berbagai keunggulan, yaitu fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, bentuk laminasi, tidak korosif, dan harganya relatif murah. Menurut Lutkemeyer (1989), semua jenis film plastik yang mudah dibentuk dengan panas dapat digunakan sebagai bahan pembuat plastic cup (gelas plastik). Bahan kemasan plastik cup yang banyak digunakan adalah polipropilen (PP). Polipropilen merupakan jenis termoplastik yang memiliki densitas yang rendah. PP merupakan bahan yang memiliki kegunaan dan banyak aplikasinya, seperti untuk transportasi, alat tekstil, film , dan kemasan. PP dibuat melalui proses polimerisasi dengan bantuan katalisator pada monomer propilen di bawah panas dan tekanan. Polipropilen bersifat hidrofob, tahan korosi, dan dibuat dari bahan baku yang murah dan mudah diperoleh. PP mempunyai sifat tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak bahan dan oksigen, tidak menimbulkan racun, dan mampu melindungi bahan dari kontaminan. Polipropilen dibandingkan dengan polietilen lebih mudah terurai karena memiliki gugus CH3 pada rantai percabangannya (Sudirman et al., 2001) Polipropilen termasuk jenis plastik oleolefin dan merupakan polimer dari propilen. Menurut Syarief (1989), sifat-sifat umum dari propilen adalah : memiliki permeabilitas uap air yang rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap O2, tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150oC sehingga dapat dipakai untuk makanan yang disterilisasi, titik leburnya tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak, baik untuk kemasan sari buah dan minyak, ringan, kaku, densitasnya 0.9 g/cm3, mudah dibentuk, dan rapuh pada suhu beku. Permeabilitas PP terhadap O2 adalah 2.3 x 1011 cm3/cm2/mm/cmHg, terhadap CO2 adalah 9.2 x 1011 cm3/cm2/mm/cmHg, dan terhadap H2O adalah 6.8 x 1012 cm3/cm2/mm/cmHg (Buckle et al., 1978).
15
I. PROSES TERMAL Proses termal merupakan salah satu cara untuk memusnahkan mikroba selain cara irradiasi, tekanan osmotik tinggi, listrik bertegangan tinggi, kombinasi ultrasonik, panas, dan tekanan (Sala et al., 1995). Proses termal erat kaitannya dengan ketahanan bakteri termasuk sporanya. Ketahanan bakteri terhadap proses pemanasan umumnya dinyatakan dengan istilah nilai D dan nilai z. Nilai D adalah waktu dalam menit yang dibutuhkan untuk memusnahkan 90% dari populasi bakteri dalam suatu medium termasuk bahan pangan pada suhu tetap yang tertentu. Nilai z adalah selang suhu terjadinya penambahan atau pengurangan organisme atau spora sepuluh kali lipat dalam waktu yang dibutuhkan baik untuk menurunkan 90% atau pembinasaan seluruhnya (Heldman dan Singh, 2001). Sel vegetatif bakteri termasuk bakteri pembentuk spora, kapang, dan khamir pada umumnya memiliki nilai D berkisar 0.5-3 menit pada suhu 65oC. Sedangkan nilai z untuk sel vegetatif bakteri, kapang, dan khamir berkisar 58oC, dan nilai z untuk bakteri pembentuk spora adalah berkisar 6-16oC (Garbutt, 1997). Ketahanan panas mikroba dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain : umur dan keadaan organisme sebelum dipanaskan, komposisi medium pertumbuhan organisme, pH dan aw medium, waktu pemanasan, dan suhu pemanasan (Supardi dan Sukamto, 1999). Sejumlah kapang dan khamir terdapat pada sari buah yang terbuat dari konsentrat dan memiliki aw rendah. Kapang lebih dominan pada jenis konsentrat, sedangkan bakteri lebih dominan merusak dalam fermentasi buah dan sayur yang memiliki aw tinggi (Gilliland, 1986). Khamir bersama sporanya dapat dieliminasi dengan mudah pada proses pasteurisasi, tetapi kapang yang berspora perlu pemanasan lebih lama jika produk berupa konsentrat (Frazier dan Westhoff, 1978). Keberhasilan penuh dari proses pengolahan yang melibatkan panas pada produk pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat (Holdsworth, 1997). Nilai pH makanan merupakan 16
faktor yang penting dan kritis dalam menentukan besarnya pengolahan dengan panas yang dibutuhkan untuk menjamin tercapainya sterilisasi komersial. Di atas pH 4.6, bakteri pembusuk anaerobik dan pembentuk spora yang patogen, seperti C.botulinum dapat tumbuh. Beberapa spora bakteri dapat tumbuh sampai kira-kira pH 3.7, seperti B.thermoacidurans atau B.coagulans. Bahan pangan dengan nilai pH di bawah 3.7 tidak rusak oleh bakteri berspora (Fardiaz, 1992). Dua cara umum untuk melawan mikroba penyebab kebusukan atau mikroba patogen penyebab penyakit karena makanan (foodborn diseases) adalah : (1) menghambat atau mencegah pertumbuhannya, dan (2) memusnahkannya (Fardiaz, 1996). Menghambat atau mencegah pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dengan proses pemanasan. Pasteurisasi merupakan proses pemanasan pada produk pangan dengan menggunakan suhu relatif rendah (kurang dari 100oC) dengan tujuan membunuh sel vegetatif (khususnya patogen) dan menginaktifkan enzim (Jongen, 2002). Prinsip dari pasteurisasi adalah pemanasan produk secara singkat sampai mencapai kombinasi suhu dan waktu tertentu, yang cukup untuk membunuh semua mikroorganisme patogen, tetapi hanya menyebabkan kerusakan (khususnya kerusakan gizi) seminimal mungkin terhadap produk akibat panas (Woodroof, 1976). Contoh produk pasteurisasi diantaranya adalah susu dan sari buah. Pasteurisasi biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak bila dipanaskan atau tidak dapat disterilisasi secara komersial (Desrosier, 1983). Pasteurisasi membunuh seluruh mikroorganisme psikrofilik, mesofilik, dan sebagian yang bersifat termofilik. Penggunaan panas yang relatif rendah menyebabkan sedikit perubahan pada karakteristik sensori dan nilai gizinya (Jongen, 2002). Produk pasteurisasi memiliki umur simpan yang tidak lama, kualitas produk akan berubah selama proses penyimpanan. Umur simpan produk tergantung pada pengemasan dan kondisi penyimpanan. Kecukupan proses panas tergantung pada kondisi alami produk, pH, mikroorganisme atau enzim yang resisten, sensitivitas produk, dan tipe aplikasi 17
panas (Fellows, 2000). Pasteurisasi sari buah, dimana pH produk kurang dari 4.6 bahaya C.botulinum dapat dihindari sebab C.botulinum dan kebanyakan bakteri pembentuk spora tidak dapat tumbuh. Kecukupan panas dapat diperoleh dengan memberikan perlakuan panas pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, atau sebaliknya. Sejak saat itu dan selanjutnya percobaan dan perhitungan kecukupan panas dijadikan dasar dalam penetapan proses pengalengan pangan (schedule process). Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah dalam waktu yang relatif lama, yaitu 65oC selama 30 menit atau pada suhu yang tinggi dalam waktu singkat yaitu 72oC selama 15 detik (Fardiaz, 1992). Semakin tinggi suhu pasteurisasi, semakin singkat proses pemanasan, beberapa bakteri vegetatif yang tahan panas (termofilik) dan spora tahan terhadap proses pasteurisasi. Oleh sebab itu, setelah proses pasteurisasi produk harus didinginkan dengan cepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang masih hidup (Fardiaz, 1992). Dalam pasteurisasi konsep yang umum digunakan adalah konsep 5 D. Menurut Fellows (2000), konsep ini cukup memadai dari segi kualitas dan keamanan pangan.
J. PERHITUNGAN KECUKUPAN PANAS Kemampuan pasteurisasi dari proses pemanasan bergantung pada karakteristik nilai z mikroorganisme dan suhu pasteurisasi. Simbol F biasanya digunakan untuk menunjukkan nilai pasteurisasi. Nilai F dengan z =18oF biasa disebut dengan Fo, karena nilai z =18oF sangat umum digunakan untuk spora khususnya dari jenis C.botulinum. Nilai pasteurisasi adalah dasar penentuan matematika untuk kecukupan proses panas. Nilai ini dapat dihitung dengan persamaaan : F = ∫ Lr dt ………….(1) Lr = ∫ 10 (Tr-Tref)/z ......(2) Dimana : Tr = suhu referensi (oC) T(t) = suhu produk (oC) z = faktor kinetik 18
Suhu makanan (To) dapat ditentukan melalui eksperimen, empiris, dan teori (Heldman dan Singh, 2001). Perhitungan penetrasi panas didapat dengan menggunkan metode trapesium. Nilai F parsial merupakan bentuk dari luas bidang trapesium pada grafik suhu dan waktu. Berikut adalah metode perhitungan penetrasi panas : F = (Lr(n) + Lr(n-1)) x ∆t ------------------------ ………..(3) 2 Lr(n) = Lethal rate pada menit ke-n Lr(n-1) = Lethal rate pada n menit sebelumnya ∆t = rentang perubahan waktu yang digunakan
Sama halnya dengan pasteurisasi , Tucker et al.(2003) menyatakan bahwa nilai pasteurisasi dinyatakan dengan simbol t. Nilai t dapat dihitung dengan integral kekuatan membunuh melalui percobaan antara waktu dan suhu sebagai berikut : t = 0∫t 10 T(t)-Tref/z dt ………….(4) Keterangan : T ref = suhu referensi pada nilai DT (oC) T(t) = suhu produk (oC) z = faktor kinetik
K. PENDUGAAN UMUR SIMPAN Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan untuk sampai pada level atau tingkatan degradasi mutu tertentu (Flores, 1993). Menurut Syarief (1989), umur simpan suatu produk pangan merupakan parameter ketahanan selama penyimpanan jika kondisinya beragam. Umur simpan atau masa kadaluarsa didefinisikan sebagai waktu antara saat produksi dan pengemasan sampai produk tidak dapat diterima lagi pada kondisi lingkungan yang layak. Menurut Arpah (2003), penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Reaksi deteriorasi pangan 19
dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa penurunan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor tersebut, oleh karena itu dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut. Jenis parameter atau atribut mutu yang diuji tergantung pada jenis produknya. Produk berlemak biasanya menggunakan parameter ketengikan. Produk yang disimpan dingin atau beku menggunakan parameter pertumbuhan mikroba. Produk berwujud bubuk atau kering, yang diukur adalah kadar airnya. Untuk satu produk, yang diuji tidak semua parameter, melainkan salah satu saja, yaitu yang paling cepat mempengaruhi penerimaan konsumen. Pendugaan umur simpan makanan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya : 1. Metode Konvensional Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa pangan dengan metode ESS (Extended Storage Studies) dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya sehingga tercapai mutu kadaluarsa (Arpah, 2001). 2. Metode Akselerasi Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan, dapat digunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur di luar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan Syarief, 2000). Penggunaan metode akselerasi harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan. Umur simpan suatu produk yang dikemas dapat ditetapkan dengan metode ASLT. Salah satu metode ASLT adalah metode Arrhenius. Metode 20
ini dilakukan dengan menyimpan bahan atau produk pangan dengan kemasan akhir pada minimal tiga suhu. Kemudian tabulasi data dari penurunan mutu berdasarkan parameter mutu tertentu tersebut dimasukkan ke dalam persamaan Arrhenius. Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) dan umur simpan masing-masing bahan atau produk pangan pada berbagai suhu penyimpanan.
21
III. BAHAN DAN METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel dan nanas. Buah nanas yang digunakan sebagai bahan baku adalah jenis nanas Bogor yang diperoleh dari satu penjual buah tetap di daerah Babakan Raya. Sedangkan wortel yang digunakan adalah jenis wortel Cipanas yang diperoleh dari satu penjual sayur tetap di daerah Babakan Raya (Toko Agri). Keseragaman mutu bahan diperoleh dengan cara menentukan tingkat kematangan nanas berdasarkan warna kuning pada kulit buah (100% hijau, 50% kuning, 100% kuning) dan penentuan keseragaman mutu wortel didasarkan pada waktu panen dan ukuran (wortel kecil umur 2 bulan, wortel besar umur 3 bulan. Bahan pembantu dan tambahan yang digunakan adalah air, sukrosa, asam sitrat, CMC, Na-alginat, dan beberapa sari buah komersial. Bahan analisis yang digunakan adalah media agar PCA, APDA (Acidified Potatoes Dextrose Agar), dan BGLBB, KH2PO4, larutan Luff Schrool, KHP, NaOH, PP, Yodium, larutan pati, Pb asetat, Na2S2O3, HCl, KI, dan H2SO4. Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau stainless steel, blender, kain saring, pengaduk, gelas cup PP, gelas ukur, wadah alumunium, panci, automatic sealer, termometer, pH-meter, termokopel dan pencatat data, kompor, wadah plastik dan autoklaf . Alat analisa yg digunakan adalah cawan petri, bunsen, pipet volumetrik, neraca analitik, hand refraktometer, gelas kimia, gelas ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, labu takar, pipet mohr, pipet tetes, falling ball viscometer, water bath, dan mikropipet.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : (1) penentuan formulasi sari wornas sehingga diperoleh formulasi terbaik yang disukai dan dapat diterima secara organoleptik, (2) pengukuran kecukupan panas produk sari wornas terpilih dengan pengukuran distribusi dan penetrasi panas, (3) penentuan umur simpan sari wornas terpilih dengan metode Arrhenius.
22
1.
Formulasi Sari Wornas Tahap pertama penelitian adalah mengakarakterisasi beberapa merk sari buah komersial yang sudah beredar di pasaran. Variabel yang diukur adalah pH, TPT, dan viskositas. Data sari buah komersial tersebut dijadikan acuan dalam mencari formulasi sari wornas sehingga diperoleh formulasi terbaik yang dapat diterima secara organoleptik. Pembuatan sari wornas ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu persiapan daging buah nanas dan wortel, pembuatan puree nanas dan wortel, formulasi, dan uji organoleptik, fisik, dan kimia. Formulasi yang akan dipilih mengacu pada metode organoleptik uji rangking hedonik dengan 30 orang panelis. 1.1 Persiapan daging buah nanas dan wortel Persiapan daging buah nanas dilakukan beberapa tahap, yaitu sortasi untuk memilih buah nanas yang baik untuk diolah menjadi sari wornas, trimming untuk membuang bagian-bagian yang tidak ikut diolah, pencucian untuk menghilangkan kotoran, perendaman dalam larutan garam untuk menghilangkan efek gatal yang ditimbulkan nanas, dan blansir untuk menginaktivasi enzim-enzim yang dapat menurunkan kualitas produk, mengurangi jumlah mikroba awal, mengeluarkan gas dalam jaringan, dan memperlunak jaringan. Persiapan daging buah nanas dilakukan melalui tahap-tahap proses seperti pada Gambar 1. Buah nanas Sortasi Trimming Air bersih
Pencucian
Air kotor
Perendaman dalam larutan garam Blansir 85oC, 5 menit Daging buah nanas siap diolah
Gambar 1. Diagram Alir Proses Persiapan Daging Buah Nanas 23
Sama halnya dengan persiapan daging buah nanas, wortel juga mengalami proses yang sama, namun pada persiapan daging buah wortel tidak perlu dilakukan perendaman dalam larutan garam. Persiapan daging buah wortel dilakukan melalui tahap-tahap proses seperti pada Gambar 2. Wortel Sortasi Trimming Air bersih
Air kotor
Pencucian Blansir 85oC, 5 menit Daging buah wortel siap diolah
Gambar 2. Diagram alir proses persiapan daging buah wortel
1.2 Pembuatan puree Proses pembuatan puree wornas dilakukan dengan mencampur dan menghancurkan daging buah nanas dan wortel yang siap diolah dengan air. Hal ini dilakukan untuk mengekstrak sari yang terkandung di dalam bahan baku secara optimal. Pembuatan puree wornas dilakukan melalui tahap-tahap proses seperti pada Gambar 3. Daging buah nanas siap diolah
Daging buah wortel siap diolah
Dicampur
Ditambah air Mixing / diblender
Puree wornas
Gambar 3. Diagram alir pembuatan puree wornas 24
1.3 Pembuatan sari wornas Proses pembuatan sari wornas melalui beberapa tahap, yaitu : penyaringan untuk memisahkan serat-serat wortel dan nanas, pencampuran dengan bahan-bahan kering yang berfungsi sebagai pembentuk citarasa dan tekstur sari wornas, hot filling dan sealing untuk mengusir udara di atas permukaan bahan sehingga pada saat sealing tercipta kondisi vakum, pasteurisasi untuk memperpanjang umur simpan, membunuh mikroorganisme pembusuk seperti khamir dan kapang serta menginaktivasi enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut, dan yang terakhir adalah pendinginan atau cooling untuk menimbulkan heat shock sehingga spora mikroba tahan panas tidak bergerminasi dan produk tetap aman untuk dikonsumsi. Pembuatan sari buah wornas melalui tahap-tahap proses seperti pada Gambar 4. Puree wornas
Disaring Gula Asam sitrat Asam askorbat CMC Na-alginat Dicampur kering CMC 0.3 g/l = 46.17 g K-sorbat 300 ppm = 0.046 g
Pencampuran 85oC. 15’ (sampai suhu produk ± 30oC) Hot Filling dan Sealing Pasteurisasi 75oC Pendinginan 10 menit (sampai suhu produk ± 30oC) Packaging
Gambar 4. Diagram alir proses produksi sari wornas
25
1.4 Formulasi Formulasi sari wornas dilakukan bertahap, yaitu : karakterisasi sari buah komersial untuk mengetahui karakteristik minuman sari buah yang sudah beredar di pasaran, lalu pendeskripsian mutu bahan baku untuk mengetahui standar bahan baku yang digunakan, lalu dilanjutkan dengan penentuan tingkat kematangan, perbandingan wortel-nanas, jumlah air, konsentrasi gula, asam, dan penstabil (Tabel 5). Tabel 5. Tahap formulasi sari wornas Tahap 1
Perlakuan Karakerisasi minuman sari buah komersial
Organoleptik -
Objektif pH, TPT, viskositas
2
Deskripsi mutu nanas: (1) 100% hijau (2) 50% kuning (3) 100% kuning
Keadaan tangkai buah, rasa, aroma, warna daging buah
Kekerasan buah, warna (L, a, b)
2
Deskripsi mutu wortel: (1)wortel baby/kecil(d=±1cm) (2)wortel besar(d=±3cm)
Rasa, aroma, warna daging buah, penampakan
Kekerasan buah, warna (L, a, b)
3
4
5
6
7
8
Tingkat kematangan nanas dan wortel: 1) 100% hijau-wortel kecil 2) 100%hijau-wortel besar 3) 50%kuning-wortel kecil 4) 50%kuning-wortel besar 5) 100%kuning-wortel kecil 6) 100%kuning-wortel besar Perbandingan wortel : nanas pada pembuatan puree 1) W:N = 1:1.5 2) W:N = 1:2 3) W:N = 1:2.5 Jumlah air 1) 3.5 bagian 2) 4.0 bagian 3) 4.5 bagian Kosentrasi gula 1) 6.0%bobot puree(setelah disaring) 2) 8.0%bobot puree(setelah disaring) 3) 10.0%bobot puree(setelah disaring) Konsentrasi asam sitrat : asam askorbat = 1:1 1) 2.5 g/4L puree(setelah disaring) 2) 3.5 g /4L puree(setelah disaring) 3) 4.5 g /4L puree(setelah disaring) Konsentrasi penstabil CMC : Naalginat = 1 :1 1) 0.15% puree(setelah disaring) 2) 0.25% puree(setelah disaring) 3) 0.35% puree(setelah disaring)
overall
pH
overall
pH
overall
viskositas
overall
TPT
overall
pH
overall
viskositas
26
1.4.1 Uji Organoleptik (Poste et.al.,1991) Uji yang dilakukan adalah uji ranking hedonik. Skala yang digunakan adalah skala 1 hingga 6 (1 = paling disukai hingga 6 = paling tidak disukai), atau skala 1 hingga 3 (1 = paling disukai hingga 3 = paling tidak disukai) . Panelis yang digunakan sebanyak 30 orang panelis tidak terlatih. Data akan diolah dengan uji Friedman’s.
1.4.2
Uji Kekerasan Buah Kekerasan
buah
nanas
diukur
menggunakan
alat
penetrometer dengan beban 100 gram selama 10 detik. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik yang berbeda. Angka yang diperoleh dirata-rata. Kekerasan bahan dinyatakan dalam satuan mm per 10 detik.
1.4.3
Uji nilai pH (AOAC Official Method 981.12, 1995) Pengukuran pH harus dilakukan pada suhu yang sama. Sebelum pengukuran, pH-meter harus distandarisasi dengan menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas tisue. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml kemudian elektroda dicelupkan hingga tenggelam pada larutan sampel dan dibiarkan kurang lebih selama satu menit hingga diperoleh angka yang stabil lalu nilai dicatat.
1.4.4 Total Padatan Terlarut (AOAC Official Method 932.12, 1995) Refraktometer dibersihkan bagian kacanya dengan cara meneteskan alkohol hingga merata dan melapnya dengan tisue hingga permukaan kaca refraktometer kering. Sebanyak 2-3 tetes sampel
produk
refraktometer
jadi
dan
diteteskan
dilakukan
pada
kaca
pembacaan
bagian
skala.
depan
Kemudian
bersihkan kembali sampel pada kaca dengan tisue dan lakukan 27
prosedur awal untuk menghitung kembali TPT. Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix.
1.4.5 Viskositas (Laboratory Manual Falling Ball Viscometer) Sampel dimasukkan ke dalam tabung lalu masukkan bola ke dalam tabung yang telah berisi sampel tersebut. Kemudian dihitung waktu mengalirnya bola dari garis awal sampai garis akhir. Kekentalan diperoleh dengan rumus : µ = K (ρf – ρ) t Keterangan : µ = kekentalan (cP) ρf = densitas bola (g/ml) 2.53 untuk bola gelas; 8.02 untuk bola stainless steel (digunakan dalam penelitian); 16.6 untuk bola tantalum ρ = densitas cairan (g/ml) t = waktu bola mengalir (menit) K = konstanta viskometer (tipe 2 = 3.3)
1.4.6 Warna (Hutching,1999) Analisis
warna
dilakukan
dengan
menggunakan
alat
Chromameter minolta CR-200. Sebelum dilakukan pengukuran, alat dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan plat yang sesuai warnanya dengan sampel. Setelah kalibrasi, pengukuran dapat dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah berukuran seragam dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada skala nilai Y, x, y. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter L, a, b. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 – 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 – (-80) untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning 28
dengan nilai +b (positif) dari 0 – 70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 – (-70) untuk warna biru.
2.
Uji Distribusi dan Penetrasi Panas untuk Menentukan Kecukupan Panas Setelah diperoleh satu formulasi terbaik dari uji organoleptik maka dilakukan uji distribusi dan penetrasi panas untuk menentukan kecukupan panas pada sampel dengan formulasi terpilih tersebut. Sumber pemanas yang digunakan adalah kompor gas Hitachi dengan nyala api terbesar (diameter nyala api = 9 cm). Wadah pemanasan yang digunakan adalah panci stainless steel dengan diameter = 33 cm dan tinggi = 20 cm. Media pemanas yang digunakan adalah air keran atau air putih biasa yang diisikan ke dalam wadah sebanyak 10 liter.
2.1 Pengukuran Distribusi Panas Distribusi panas adalah penyebaran panas yang terjadi selama proses panas di dalam alat pemanas. Uji distribusi panas dilakukan untuk menentukan titik mana pada alat yang memiliki kecepatan peningkatan suhu paling rendah (coldest point). Coldest point selanjutnya akan menjadi acuan tempat untuk uji penetrasi panas. Dengan diketahuinya coldest point diharapkan dapat diperoleh waktu pasteurisasi yang memberikan kecukupan panas sebesar 5D pada titik yang paling lambat menerima panas. Terpenuhinya kecukupan panas di titik terdingin dapat menjamin bahwa pada titik yang lain proses kecukupan panas sudah tercapai dan pangan yang diproses telah aman untuk dikonsumsi. Uji distribusi panas dilakukan dengan menempatkan 5 termokopel pada 5 titik berbeda dalam panci pemanas. Posisi termokopel dapat dilihat pada Gambar 5.
29
Tc4
Tc5
Tc3 Tc2 Tc1 Sumber panas Gambar 5. Posisi termokopel dalam wadah pemanas Pengukuran distribusi panas dilakukan dua ulangan. Pertamatama media pemanas dipanaskan hingga mencapai suhu 75oC. Lalu 35 cup sampel dimasukkan ke dalam media pemanas. Saat sampel dimasukkan suhu akan mengalami penurunan. Pengukuran distribusi panas dimulai saat sampel selesai dimasukkan dan diakhiri ketika termokopel kembali menunjukkan suhu pasteurisasi yaitu 75oC atau 167oF.
2.2 Pengukuran Penetrasi Panas Setelah dilakukan uji distribusi panas dan diketahui titik terdingin pada pasteurizer, selanjutnya dilakukan uji penetrasi panas yang bertujuan untuk mengetahui titik terdingin pada cup-cup yang berada pada keranjang. Karakteristik penetrasi panas menggambarkan laju penetrasi panas ke dalam kemasan dan bahan di dalamnya selama proses pemanasan dan pendinginan. Laju penetrasi panas terhadap produk harus dilakukan dengan percobaan, yaitu dengan menentukan profil hubungan suhu dan waktu selama proses termal sehingga diperoleh nilai sterilisasi (F) pada kondisi proses. Proses termal yang berjalan di industri besar ataupun kecil tidak berlangsung pada suhu yang konstan. Oleh karena itu nilai Fo tidak didasarkan pada perhitungan Fo pada suhu konstan tetapi harus dihitung berdasarkan total panas yang diterima mikroba selama proses 30
pemanasan. Pada prinsipnya proses pemanasan pada suhu tertentu memiliki efek pembunuhan mikroba yang biasanya dinyatakan dengan nilai letalitas (L). Untuk menghitung nilai sterilitas selama proses maka perlu diketahui profil pindah panas dari medium pemanas ke dalam bahan, yaitu dengan melakukan pengukuran penetrasi panas. Penempatan probe dalam cup dilakukan secara berbeda-beda, tergantung bagian terdingin dari produk yang akan dipasteurisasi. Menurut Winarno (1994) letak titik terdingin dalam kemasan tergantung pada jenis perambatan panasnya, apakah secara konduksi atau konveksi.
Produk yang berbentuk padat atau sangat sedikit
mengandung air bebas, perambatan panasnya terjadi secara konduksi. Dalam proses pindah panas konduksi, panas akan merambat dari dinding kemasan ke pusat kemasan dari segala arah, dengan demikian pusat terdinginnya akan berada di pusat kemasan. Produk yang berbentuk cair seperti sari buah, perambatan panasnya terjadi secara konveksi. Proses pindah panas secara konveksi dimulai dari pindah panas secara konduksi saat menembus dinding kemasan dan mengenai cairan di bagian dinding kemasan. Hal ini menyebabkan suhu cairan pada dinding kaleng meningkat dan densitasnya menurun sehingga cairan akan bergerak ke atas. Pada saat cairan ini menyentuh cairan di bagian headspace, cairan ini akan bergerak ke bagian pusat kemasan. Sementara itu cairan yang lebih dingin akan bergerak menggantikan daerah di bagian dinding kemasan. Titik terdingin untuk produk pangan berberntuk cair yang mengalami pindah panas secara konveksi akan berada di titik tengah di 1/3 ketinggian kemasan bagian bawah. Wadah dan media yang digunakan mempengaruhi tata letak penempatan sampel di dalam wadah tersebut. Hal ini juga mempengaruhi perambatan panas yang terjadi di dalam cup dan menentukan titik terdinginnya. Maka dari itu diuji beberapa posisi cup seprti terlihat pada Gambar 6 sehingga diperoleh posisi yang menunjukkan perambatan panas paling lambat atau diperoleh titik
31
terdinginnya. Pengukuran perambatan panas pada ke-9 titik tersebut dilakukan dua ulangan. 6
4
5
1 2 3 9
7 8
Gambar 6. Posisi termokopel dalam kemasan cup 2.3 Perhitungan Kecukupan Proses Pasteurisasi (Nilai Fo) Pengolahan data penetrasi panas akan diterapkan pada saat perhitungan Lr (Lethal rate). Perhitungan nilai Fo dari data penetrasi panas menggunakan metode trapesium, dimana tinggi trapesium dilambangkan
sebagai
waktu
dan
panjang
dua
sisi
sejajar
dilambangkan dengan nilai Lr pada t = n dan t = (n -1). Setiap waktu dan suhu yang tercatat akan dimasukkan ke dalam rumus pada persamaan (2), maka didapatlah nilai lethalitas. Nilai Lrn dan Lrn-1 tersebut kemudian dijumlahkan dan dibagi dua serta dikalikan perubahan waktu yang dipakai. Hasil perhitungan Lr tersebut didapatlah nilai Fo parsial. Standar inaktivasi mikroba yang dilambangkan dengan nilai D pada waktu dan suhu tertentu harus dikonversikan dengan suhu yang akan dipakai. Mikroba target yang dipakai adalah Lactobacillus sp, kapang, serta khamir yang memiliki nilai Do berkisar antara 0.5-1.0 menit dengan nilai z = 10oC dan suhu standar 65.5oC (Buckle et al.) . Pada penelitian ini karena proses yang digunakan adalah pasteurisasi, maka
digunakan
5
siklus
penginaktivasian
mikroba
yang
dilambangkan dengan 5D, yang artinya proses pasteurisasi yang diberikan harus mampu membunuh mikroba target sebanyak 5 siklus 32
logaritma atau mikroba yang terbunuh adalah sebanyak 99.999% dari jumlah awal. Penetrasi panas diukur dengan menggunakan 6 buah termokopel yang dipasang di dalam kemasan cup, seperti terlihat pada Gambar 7. Ke-6 cup yang sudah dipasang termokopel tersebut diletakkan pada titik terdingin dalam wadah pemanasan atau dalam hal ini panci stainless steel.
3
1 2
5 4
6
Gambar 7. Posisi termokopel saat pengukuran penetrasi panas Setelah dilakukan pasteurisasi pada suhu 75oC selama 28 menit, diperoleh data suhu termokopel setiap 2 menit pemanasan. Data tersebut kemudian diplotkan dalam kurva hubungan antara suhu termokopel dan waktu. 3. Analisis Aktivitas Antioksidan dan β-karoten
3.1 Aktivitas Antioksidan (DPPH Kubo et al.,2002 ; Molyneux, 2004) Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode radikal bebas stabil DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil radical-scavenging). Asam askorbat digunakan sebagai standar pembanding terhadap aktivitas antioksidan yang dimiliki formula minuman. Oleh karena itu, aktivitas antioksidan minuman akan dihitung berdasarkan kesetaraannya dengan aktivitas antioksidan asam askorbat yang dinyatakan dalam ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Dicampur 2 ml larutan buffer asetat (pH 5.5), 3.75 ml metanol, 200 µl larutan DPPH 3 mM dalam 33
metanol lalu campuran divorteks, ditambah 50 µl larutan sampel atau larutan standar antioksidan, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit, lalu dibaca absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm.
3.2 Beta karoten ( AOAC 941.15, 1993, Modifikasi RP-HPLC) Sebanyak 2-5 gram sampel dimasukka dalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan 10 ml larutan KOH 5% dalam metanol lalu vorteks hingga bercampur untuk reaksi saponifikasi. Hembuskan dengan N2 selama 30
detik lalu tutup segera untuk menghindari oksidasi beta
karoten. Panaskan pada waterbath suhu 65oC selama 30 menit. Lalu dinginkan pada air mengalir. Setelah dingin tambahkan 5 ml air pada tabung reaksi tersebut lalu vorteks. Cuci dengan hexan 3 x 15 ml. Ambil fraksi hexan yang berada pada posisi atas dengan pipet tetes sambil disaring dengan natrium sulfat anhidrous. Uapkan fraksi hexan dengan gas N2. Setelah kering larutkan dengan fase gerak pada volume tertentu (1 ml) dan saring dengan membran 0.45 µm. Injeksikan ke dalam HPLC. Catat area respon yang terbaca.
4. Penentuan Umur Simpan Sari Wornas (Arpah, 2001) Metode yang digunakan dalam penentuan umur simpan sari wornas adalah metode Arrhenius (k = ko . e-Ea/RT), pada tempat penyimpanan dengan kondisi 3 suhu yang berbeda (5 oC, 30 oC, dan 45oC). Pengamatan dilakukan setiap 7 hari sekali untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama
penyimpanan,
dengan
menggunakan
uji
fisik
(stabilitas,
viskositas), uji mikrobiologi (total mikroba, total kapang dan khamir, uji pendugaan koliform pada awal penyimpanan), uji kimia (pH, TAT, TPT, kadar vitamin C, total gula), dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa manis, rasa asam, dan tesktur/kekentalan) untuk mengetahui batas penerimaan panelis. Reaksi kehilangan mutu pada makanan dapat dijelaskan oleh ordo nol dan satu, dan hanya sedikit yang dijelaskan oleh ordo lain (Labuza, 34
1982). Perhitungan umur simpan diawali dengan memplotkan rataan nilai (skor) parameter tertentu terhadap waktu penyimpanan per suhu penyimpanan. Plot nilai di atas dilakukan pada ordo nol dan ordo satu. Pada ordo nol, plot dilakukan antara rataan skor pengamatan (sumbu y) dengan waktu penyimpanan (sumbu x), sedangkan ordo satu plot dilakukan antara ln skor pengamatan (sumbu y) dengan
waktu
penyimpanan (sumbu x). Hasil plot di atas akan memberikan nilai k, intersep dan koefisien korelasi masing-masing suhu penyimpanan. Untuk melihat dan menetukan ordo reaksi kerusakan pangan yang disimpan dapat ditentukan dari nilai koefisien korelasi yang lebih besar (R2). Ketika jenis ordo reaksi kerusakan pangan telah didapatkan, maka langkah selanjutnya dibuat plot Arrhenius, dengan sumbu x menyatakan nilai 1/T (K-1) dan sumbu y menyatakan nilai ln k pada masing-masing suhu penyimpanan yang digunakan. Hasil plot tersebut akan memberikan nilai k, intersep, dan koefisien korelasi. Nilai k merupakan gradien dari regresi linier yang didapat dari ketiga suhu penyimpanan. k = ko . e-Ea/RT Dimana : k ko
= konstanta penurunan mutu = konstanta (tidak tergantung suhu)
Ea = Energi aktivasi T
= suhu mutlak (K)
R
= konstanta gas (1.986 kal/mol K)
Persamaan garis linear hasil pemlotan akan mengikuti persamaan Arrhenius, dapat dilihat di bawah ini : ln k = ln ko + (-Ea/R) . 1/T Ea/R
= gradien dari plot grafik Arrhenius
Dari rumus di atas akan diperoleh nilai ko. Sedangkan umur simpan dapat diperoleh dengan rumus : Ao – At t = --------------- (orde 0) ko
atau
ln Ao – ln At t = ------------------ (orde 1) ko
35
Keterangan : t = prediksi umur simpan (hari) Ao= nilai mutu awal At= nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t ko= konstanta Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatik, pencoklatan enzimatik, dan reaksi oksidasi. Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan, kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan. Tipe kerusakan yang mengikuti reaksi ordo satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off flavor, kerusakan vitamin, dan penurunan mutu protein.
4.1 Viskositas (Laboratory Manual Falling Ball Viscometer) Sampel dimasukkan ke dalam tabung lalu masukkan bola ke dalam tabung yang telah berisi sampel tersebut. Kemudian dihitung waktu mengalirnya bola dari garis awal sampai garis akhir. Kekentalan diperoleh dengan rumus : µ = K (ρf – ρ) t Keterangan : µ = kekentalan (cP) ρf = densitas bola (g/ml) 2.53 untuk bola gelas; 8.02 untuk bola stainless steel (digunakan dalam penelitian); 16.6 untuk bola tantalum ρ = densitas cairan (g/ml) t = waktu bola mengalir (menit) K = konstanta viskometer (tipe 2 = 3.3)
4.2 Total Mikroba (Total Plate Count) (BAM, 2001) Analisis total mikroba dilakukan dengan merujuk pada metode Bacteriological Analytical Manual (BAM, 2001), dimana 1 ml sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri. 36
Sebanyak ± 12-15 ml media (Plate Count Agar) dituang ke dalam cawan petri kemudian cawan petri digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35°C selama 48±2 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM). Perhitungan
total
mikroba
dilakukan
dengan
berbagai
ketentuan BAM (2001), antara lain: a. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat untuk setiap cawan. b. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah. c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah:
Dimana: N = jumlah koloni per ml/ per gram produk Σ C = jumlah seluruh koloni yang dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua D = pengenceran pertama yang dihitung
4.3 Total Kapang dan Khamir (Harigan, 1998) Sebanyak 1 ml sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak ± 12-15 ml media APDA (Acidified Potato Dextrose Agar) dituang ke dalam cawan petri kemudian cawan petri digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi 37
terbalik pada suhu 30°C selama 48±2 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM). Perhitungan
total
mikroba
dilakukan
dengan
berbagai
ketentuan BAM (2001), antara lain: a. Cawan yang normal berisi 10-150 koloni. Semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat untuk setiap cawan. b. Cawan yang berisi lebih dari 150 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah. c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah:
Dimana: N = jumlah koloni per ml/ per gram produk Σ C = jumlah seluruh koloni yang dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua D = pengenceran pertama yang dihitung
4.4 Uji nilai pH (AOAC Official Method 981.12, 1995) Pengukuran pH harus dilakukan pada suhu yang sama. Sebelum pengukuran, pH-meter harus distandarisasi dengan menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas tisue. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml kemudian elektroda dicelupkan hingga tenggelam pada larutan sampel dan dibiarkan kurang lebih selama satu menit hingga diperoleh angka yang stabil lalu nilai dicatat.
38
4.5 Total Asam Tertitrasi (AOAC Official Method 940.15, 1995) Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan aquades. Diambil 50 ml sampel untuk dititrasi menggunakan NaOH 0.1 N dengan indikator phenophtalein 2-3 tetes. Standarisasi NaOH dilakukan dengan menggunakan KHP. TAT (ml NaOH 0.1 N/100 ml bahan)= V x N x FP x 100 0.1 x W V = Volume NaOH yang digunakan (ml) N
= Normalitas NaOH
FP = Faktor Pengenceran W = Volume sampel (ml)
4.6 Total Padatan Terlarut (AOAC Official Method 932.12, 1995) Refraktometer dibersihkan dulu bagian kacanya dengan cara meneteskan alkohol hingga merata dan melapnya dengan tisue hingga permukaan kaca refraktometer kering. Sebanyak 2-3 tetes sampel produk jadi diteteskan pada kaca bagian depan refraktometer dan dilakukan pembacaan skala. Kemudian bersihkan kembali sampel pada kaca dengan tisue dan lakukan prosedur awal untuk menghitung kembali TPT. Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix.
4.7 Vitamin C Metode Oksidimetri (Jacobs, 1958) Kandungan vitamin C ditentukan dengan cara titrasi iod. Sebanyak 30 gram sampel dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml kemudian disaring. Diambil sebanyak 10 ml larutan sampel, ditetesi indikator pati 4-5 tetes, dan dititrasi menggunakan larutan iod 0.01N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru. Kadar vitamin C dihitung dengan rumus : Vitamin C (mg/100 gram bahan) = V x N x 0.88 x FP x 100% 0.01 x W V
= Volume iod yang digunakan (ml)
N
= Normalitas iod hasil standarisasi 39
FP
= Faktor pengenceran
W
= Berat sampel (gram)
4.8 Total Gula (Luff Schoorl, SNI-01-2892-1992) Timbang bahan 2.5-25 gram sampel, dipindahkan dalam labu takar 100 ml dan tambahkan 20 ml akuades, bubur Al(OH)3 dan larutan Pb asetat. Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi
tetes
sampai
penetesan
reagensia
tidak
menimbulkan
pengeruhan lagi, kemudian tambahkan aquades sampai tanda tera dan disaring. Filtrat ditampung dalam gelas piala. Tambahkan Na2CO3 anhidrat atau K/Na oksalat anhidrat atau Na fosfat secukupnya untuk menghilangkan kelebihan Pb. Diambil 50 ml filtrtat bebas Pb, masukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30%. Panaskan di atas penangas air pada suhu 67-70oC selama 10 menit lalu dinginkan secepatnya sampai suhu 20oC. Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu sehingga 25 ml air mengandung 15-60 mg gula pereduksi. Sebanyak 25 ml larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schrool. Blanko dibuat dari 25 ml larutan Luff Schrool ditambah 25 ml akuades. Kemudian erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik lalu dididihkan (usahakan 2 menit sudah mendidih). Pendidihan pertahankan 10 menit lalu didinginkan dan tambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 26.5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na thiosulfat 0.1 N menggunakan indikator pati 2-3 ml. Penetapan berat glukosa dilakukan dengan membandingkan volume Na-thiosulfat yang diperlukan dengan tabel Luff Schrool. Kadar Gula (%) = bobot glukosa x FP x 100% bobot sampel
40
4.9 Endapan Pengamatan endapan dilakukan secara kualitatif. Ada atau tidaknya endapan diamati pada selang waktu pengamatan yang telah ditentukan, dalam hal ini 7 hari sekali. Adanya endapan diberi tanda (+), dan tidak adanya endapan diberi tanda (-).
4.10 Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik dengan menggunakan 30 orang panelis tetap. Karakteristik yang diamati
adalah
rasa
manis,
rasa
asam,
warna,
aroma,
tekstur/kekentalan. Jika panelis sudah memberikan nilai 3 (agak tidak suka) pada karakteristik tertentu maka dinyatakan produk tersebut sudah tidak dapat diterima.
41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. FORMULASI SARI WORTEL-NANAS 1. Karakterisasi Sari Buah Komersial Tahap pertama formulasi sari wornas adalah karakterisasi beberapa merk sari buah komersial yang beredar di pasaran. Variabel yang dikarakterisasi adalah pH, TPT, dan viskositas. Ketiga variabel tersebut dijadikan acuan dalam mencari formulasi sari wornas yang dapat diterima dan disukai masyarakat. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data karakterisasi sari buah komersial Sari Buah Komersial Buavita (Jeruk) Country Choice (Jeruk) Nutri Sari (Jeruk) Country Choice (Guava) Country Choice (Apel) Jungle Juice (Sirsak) Jungle Juice (Guava) Berri (Mangga) Berri (Guava) Berri (Jeruk) Interval
pH
TPT (oBrix)
Viskositas (cP)
4.03
10.4
2.31
4.19
13.0
2.90
4.02
11.6
2.18
4.16
10.2
3.40
4.00
14.2
1.77
3.36
12.4
6.61
3.43
12.2
5.22
3.77 3.77 3.77 3.36 – 4.19
13.4 11.0 10.5 10.2 – 14.2
3.27 3.62 1.77 1.77 -6.61
Data interval yang diperoleh tersebut dijadikan acuan dalam membuat formulasi sari wornas.
42
2. Deskripsi Awal Bahan Baku Tahap kedua formulasi sari wornas adalah deskripsi bahan baku yang digunakan. Buah nanas dan wortel yang dikarakterisasi masingmasing sebanyak 10 buah. Berat masing-masing buah nanas tanpa mahkota adalah 1-1.5 kg. Karakterisasi nanas dan wortel dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7. Karakterisasi nanas dari tiga tingkat kematangan buah Parameter Warna kulit buah Keadaan tangkai buah Warna daging buah (visual) Nilai kuantitatif (chromameter) Rasa
I 100% hijau berkerut
berkerut
Berkerut
Kuning muda
Kuning
Kuning tua
L = 66.61±3.84 a = -2.87±0.73 b = 25.30±0.60
L = 53.67±4.70 a = -1.25±1.30 b = 24.55±2.60
Sangat lemah
L = 63.47±4.71 a = -1.28±1.91 b = 25.04±1.36 Manis, asam sedikit Agak kuat
Keras
Agak lunak
Agak lunak
11.1±3.85 mm/100g
18.42±2.02 mm/100g
23.68± 3.97 mm/100g
Manis
Aroma Kekerasan buah (organoleptik) Kekerasan buah (penetrometer)
Tingkat Kematangan Buah II III 50% kuning 100% kuning
Manis, asam Sangat kuat
Data hasil karakterisasi nanas, dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya kematangan nanas maka warna kulit dan daging buahnya semakin kuning. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan secara organoleptik dan didukung pengukuran dengan chromamater, yaitu semakin matang buah maka intensitas warna hijau (a-), intensitas warna kuning (b+) serta intensitas kecerahannya (L) semakin berkurang, yang berarti warna kuning buah nanas semakin tua. Menguningnya daging buah menurut Singleton dan Gortner (1965) adalah karena terjadi peningkatan konsentrasi karotenoid dalam daging buah sehingga konsentrasi karotenoid menjadi empat kali lipat lebih banyak pada buah matang. Sedangkan menguningnya kulit buah nanas adalah akibat adanya degradasi klorofil pada kulit buah. Perbedaan intensitas warna kuning yang terbentuk pada kulit buah dapat digunakan sebagai indikator tingkat kematangan buah 43
(Akamine, 1963). Pengamatan warna kuning yang terbentuk pada kulit buah akan memudahkan pemanenan buah nanas dengan tingkat kematangan tertentu. Selain itu dengan meningkatnya kematangan rasa daging buahnya juga berubah menjadi ada campuran rasa manis dan asam. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan produksi sukrosa dan asam sitrat pada buah nanas yang mengalami penuaan. Pengamatan terhadap aroma buah diperoleh hasil bahwa semakin matang buah maka arma yang dihasilkan semakin kuat. Hal ini disebabkan oleh berakumulasinya ester-ester volatil pada daging buah. Kekerasan
buah
menurun
dengan
semakin
meningkatnya
kematangan buah. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan secara organoletik dan didukung oleh data hasil pengukuran penetrometer yang menunjukkan semakin matang nanas maka semakin dalam jarum penetrometer menembus buah, yang berarti daging buah semakin lunak. Hal ini diakibatkan perubahan protopektin menjadi pektin yang larut dalam air secara enzimatis. Di dalam buah yang masih muda, sel-sel dipersatukan dengan kuat oleh protopektin. Jika buah menjadi dewasa sebagian protopektin berubah menjadi pektin. Hal ini menyebabkan sel-sel yang satu dengan yang lain mulai terlepas sehingga buah menjadi lunak.
Tabel 8. Karakterisasi wortel dari dua tingkat kematangan sayur Parameter Umur panen Ukuran
Warna daging buah (visual) Nilai kuantitatif (chromameter) Rasa Aroma Kekerasan buah (organoleptik) Kekerasan buah (penetrometer) Penampakan
Tingkat Kematangan Sayur I II 2 bulan 3 bulan Dk = 1.47 ± 0.16 cm Dk = 1.74 ± 0.24 cm Db = 2.43 ± 0.15 cm Db = 3.32 ± 0.52 cm Panjang = 14.52 ± 2.28 cm Panjang = 25.73 ± 4.48 cm Jingga muda agak kuning
Jingga tua
L = 52.66±4.22 a = 20.29±3.09 b = 25.68±1.28 Agak manis Agak lemah
L = 54.61±2.55 a = 25.78±2.72 b = 28.61±1.52 Manis Agak kuat
Agak lunak
Keras
3.12±0.57mm/100g
2.12±0.46mm/100g
Tidak ada cacat/busuk
Tidak ada cacat/busuk
44
Data hasil karakterisasi wortel yang digunakan, dapat dilihat dengan semakin matangnya wortel yang ditandai dengan umur panen yang lebih lama maka ukuran wortel yang dihasilkan sangat berbeda. Semakin matang wortel maka semakin besar diameternya dan semakin panjang wortel tersebut. Selain itu warna yang dihasilkan juga semakin jingga. Hal ini dapat dibuktikan dari pengamatan secara organoleptik dan diperkuat dari data chromameter, yaitu semakin matang wortel maka intensitas warna merah (a+), intensitas warna kuning (b+), dan intensitas kecerahannya semakin meningkat yang berarti wortel tersebut semakin berwarna jingga. Warna ini dihasilkan dari pigmen utama yang terdapat pada wortel, yaitu alfa karoten dan beta karoten. Sama halnya dengan aroma wortel, semakin matang wortel maka aroma yang terbentuk juga semakin kuat. Menurut Soeseno (1971), tanaman wortel baik dipanen setelah berumur 3 bulan karena pada saat tersebut telah dicapai keadaan yang optimum baik dari warana maupun aromanya. Rasa wortel dengan tingkat kematangan yang lebih tinggi juga lebih manis. Hal ini disebabkan karena wortel mengandung gula yang terdiri dari gula pereduksi yaitu glukosa dan fruktosa, serta gula nonpereduksi. Gula dalam wortel bertambah dengan cepat 3 bulan pertama setelah penanaman biji dan kadar gula akan konstan setelah itu (Sunaryo, 1980). Lain halnya dengan nanas, semakin matang wortel maka teksturnya semakin kuat. Hal ini dapat dilihat dari pengujian dengan penetrometer, semakin matang wortel maka semakin keras teksturnya yang ditandai dengan semakin sulit ditembus oleh jarum penetrometer. Hal ini dikarenakan wortel yang dipanen 2 bulan penampakannya masih kecil sehingga jaringan penyusunya masih lunak.
3. Penentuan Tingkat Kematangan Buah Tahap ketiga dari formulasi sari wornas adalah menentukan tingkat kematangan wortel dan nanas yang digunakan. Pada tahap ini digunakan nanas yang telah dikarakterisasi pada tahap sebelumnya, yaitu nanas 45
dengan kulit buah 100% hijau, 50% kuning, dan 100% kuning. Selain itu wortel yang digunakan adalah jenis wortel yang telah dikarakterisasi sebelumnya, yaitu : wortel kecil dan wortel besar. Dari 3 jenis nanas dan 2 jenis wortel yang ada dibuat 6 formulasi sari wornas (Tabel 5). Keenam formulasi diukur pH-nya dan diuji secara organoleptik untuk diketahui formulasi mana yang memiliki rangking kesukaan lebih tinggi dengan uji ranking hedonik. Hasil uji dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.
Gambar 8. pH saribuah dari 6 formulasi
Gambar 9. Ranking kesukaan dari 6 formulasi Dari data diperoleh pH dan ranking kesukaan ke-6 formulasi berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 95). Ranking kesukaan terhadap produk menunjukkan formulasi-6 memiliki ranking tertinggi diantara yang lain. 46
Karena ke-6 formulasi masih menunjukkan kisaran pH yang diinginkan pada sari wornas yaitu 3.36 - 4.19 dan ranking tertinggi secara organoleptik adalah formula-6 maka formula yang dipilih adalah formula6 (nanas kulit 100% kuning dan wortel besar). Dari formulasi tahap ini terpilih bahan baku wortel-nanas yang akan digunakan yaitu wortel Cipanas berumur panen 3 bulan, diameter kecil 1.74 ± 0.24 cm, diameter besar 3.32 ± 0.52 cm, panjang 25.73 ± 4.48 cm, berwarna jingga tua, tekstur keras, aroma agak kuat, manis, dan tidak ada cacat/busuk. Sedangkan untuk nanas dipilih nanas Bogor matang yang ditandai dengan warna kulit 100% kuning, tangkai berkerut, warna daging buah kuning tua, rasa manis asam, aroma sangat kuat, dan tekstur agak lunak.
4. Penentuan Perbandingan Wortel : Nanas pada Pembuatan Puree Tahap
keempat
formulasi
sari
wornas
adalah
penentuan
perbandingan wortel dan nanas yang digunakan. Wortel dan nanas yang digunakan sebagai bahan baku adalah wortel dan nanas terpilih yang diperoleh dari formulasi tahap sebelumnya. Pada tahap ini dibuat 3 formulasi sari wornas (Tabel 5). Ketiga formulasi diukur pH-nya dan diuji secara organoleptik untuk diketahui formulasi mana yang memiliki rangking kesukaan lebih tinggi dengan uji ranking hedonik. Hasil uji dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Gambar 10. pH saribuah dari 3 formulasi 47
Gambar 11. Ranking kesukaan dari 3 formulasi Dari data diperoleh pH dan ranking kesukaan ke-3 formulasi berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 97). Ranking kesukaan terhadap produk menunjukkan formulasi-2 memiliki ranking kesukaan tertinggi diantara yang lain. Karena ke-3 formulasi masih menunjukkan kisaran pH yang diinginkan pada sari wornas yaitu 3.36-4.19 dan ranking tertinggi secara organoleptik adalah formula-2 maka formula yang dipilih adalah formula2 (wortel : nanas = 1 : 2).
5. Penentuan Jumlah Air Tahap kelima dari formulasi sari wornas adalah penentuan jumlah air yang digunakan. Penambahan air pada proses ekstraksi buah atau sayur dapat mempengaruhi pembentukan body dari sari. Semakin besar jumlah air yang ditambahkan maka body sari wornas yang terbentuk lebih encer. Sari wornas yang terlalu encer tidak diharapkan dalam pembutan sari. Penambahan air pada proses ekstraksi sari buah dan sayur dapat mempermudah proses ekstraksi. Air yang digunakan adalah air matang, dalam hal ini air minum dalam kemasan. Pada tahap ini dibuat 3 formulasi (Tabel 5). Ketiga formulasi diukur kekentalannya dan diuji secara organoleptik untuk diketahui formulasi mana yang memiliki rangking kesukaan lebih 48
tinggi dengan uji ranking hedonik. Hasil uji dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13.
Gambar 12. Kekentalan saribuah dari 3 formulasi
Gambar 13. Ranking kesukaan dari 3 formulasi Dari data kekentalan diperoleh kekentalan dan ranking kesukaan ke3 formulasi berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 99). Karena formula 2 dan 3 masih menunjukkan kisaran viskositas yang diinginkan pada sari wornas yaitu 1.77 -6.61 cP dan ranking kesukaan terhadap produk menunjukkan formulasi-2 memiliki ranking tertinggi diantara yang lain maka formula yang dipilih adalah formula-2 (wortel : nanas : air = 1:2:4).
49
6. Penentuan Konsentrasi Gula Tahap keenam dari formulasi sari wornas adalah penentuan konsentrasi gula yang ditambahkan. Penambahan gula pada proses pembuatan sari wornas akan mempengaruhi rasa manis dan total padatan terlarut (TPT) pada produk akhir sari. Semakin banyak jumlah gula yang ditambahkan akan meningkatkan rasa manis dan TPT produk. Total padatan terlarut yang diinginkan pada produk akhir sari wornas adalah sekitar 10.4 – 14.2oBrix. Pada tahap ini dibuat 3 formulasi (Tabel 5). Ketiga formulasi diukur TPT-nya dan diuji secara organoleptik untuk diketahui formulasi mana yang memiliki rangking kesukaan lebih tinggi dengan uji ranking hedonik. Hasil uji dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.
Gambar 14. TPT saribuah 3 formulasi
Gambar 15. Ranking kesukaan dari 3 formulasi 50
Dari data diperoleh TPT ke-3 formulasi berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 101). Ranking kesukaan terhadap produk menunjukkan formulasi-2 memiliki ranking tertinggi diantara yang lain. Karena ke-3 formulasi masih menunjukkan kisaran TPT yang diinginkan pada sari wornas, yaitu 10.2-14.2 dan ranking tertinggi secara organoleptik adalah formula-2 maka formula yang dipilih adalah formula-2 (gula = 8% bobot puree).
7. Penentuan Konsentrasi Asam Sitrat dan Asam Askorbat Tahap ketujuh formulasi sari wornas adalah penentuan konsentrasi asam sitrat dan asam askorbat yang ditambahkan. Nilai pH produk merupakan salah satu titik kritis dalam produksi minuman sari wornas pasteurisasi. pH yang diinginkan adalah di bawah 4.5 agar aman dari bakteri patogen (C.botulinum). Pada tahap ini dibuat 3 formulasi dengan konsentrasi asam yang berbeda (Tabel 5). Asam yang digunakan adalah asam sitrat dan asam askorbat dengan perbandingan 1:1. Fungsi utama penambahan asam sitrat adalah sebagai asidulan dan penambahan asam askorbat adalah sebagai pengganti vitamin C dari buah yang hilang selama pengolahan, serta sebagai antioksidan yang dapat menangkap oksigen sehingga mencegah proses oksidasi, menjaga kelompok sulfihidril dalam bentuk –SH, mencegah pencoklatan enzimatis dan mencegah kerusakan warna selama proses pengolahan. Ketiga formulasi diukur pH-nya dan diuji secara organoleptik untuk diketahui formulasi mana yang memiliki rangking kesukaan lebih tinggi dengan uji ranking hedonik. Hasil uji dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
51
Gambar 16. pH saribuah dari 3 formulasi
Gambar 17. Ranking kesukaan dari 3 formulasi
Dari data diperoleh pH ke-3 formulasi berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 103). Ranking kesukaan terhadap produk menunjukkan formulasi-1 memiliki ranking tertinggi diantara yang lain. Karena ke-3 formulasi masih menunjukkan kisaran pH yang diinginkan pada sari wornas, yaitu 3.36-4.19 dan ranking tertinggi secara organoleptik adalah formula-1 maka formula yang dipilih adalah formula-1 (asam= 2.5g/4L puree dengan asam sitrat:asam askorbat = 1:1).
8. Penentuan Konsentrasi CMC dan Na-Alginat Tahap kedelapan formulasi sari wornas adalah penentuan konsentrasi penstabil CMC dan Na-alginat yang ditambahkan. Penambahan CMC dan 52
Na-alginat akan mempengaruhi kestabilan dan tekstur/kekentalan produk sari wornas yang dihasilkan. Pemilihan penstabil CMC dikarenakan penstabil tersebut merupakan salah satu penstabil yang paling murah, paling mudah diperoleh, dan penggunaannya paling banyak di berbagai jenis
pangan
olahan
sehingga
sangat
cocok
digunakan
untuk
pengembangan sari wornas skala rumah tangga. Penambahan CMC dalam sistem
pangan
berkisar
0.1-0.5%,
umumnya
kurang
dari
1%
(Nussinovitch, 1997). Fungsi CMC adalah untuk memberi body dan mouthfeel pada minuman serta membantu menstabilkan suspensi campuran di dalam sistem minuman (Nussnovitch, 1997). Sedangkan pemilihan Na-alginat adalah karena Na-alginat lebih larut pada pH asam sedangkan CMC kurang stabil pada pH asam sehingga diharapkan penggunaan Na-alginat dapat bersinergi dengan CMC menghasilkan kestabilan suspensi yang lebih baik. Selain itu Na-alginat juga dapat berfungsi sebagai serat yang mudah larut dalam air membentuk larutan kental yang tidak dapat dicerna enzim saluran pencernaan. Serat yang larut dalam air dapat menurunkan kadar kolesterol secara efektif karena serat akan mengikat asam empedu yang berguna untuk mengemulsikan lemak dan kolesterol yang terdapat dalam sistem saluran cerna lalu membawanya keluar tubuh (Junanto, 2009). Pada tahap ini dibuat 3 formulasi dengan konsentrasi penstabil yang berbeda (Tabel 5). Ketiga formulasi diukur kekentalannya dan diuji secara organoleptik untuk diketahui formulasi mana yang memiliki rangking kesukaan lebih tinggi dengan uji ranking hedonik. Hasil uji dapat dilihat pada Gambar 18 dan 19.
53
Gambar 18. Kekentalan saribuah dari 3 formulasi
Gambar 19. Ranking kesukaan dari 3 formulasi Dari data diperoleh kekentalan dan ranking kesukaan ke-3 formulasi berbeda nyata (p < 0.05) (Lampiran 105). Karena formula 1 dan 2 masih menunjukkan kisaran viskositas yang diinginkan pada sari wornas, yaitu 1.77 – 6.61 cP dan ranking kesukaan terhadap produk menunjukkan formulasi-2 memiliki ranking tertinggi diantara yang lain, maka formula yang dipilih adalah formula-2 (penstabil = 0.25% bobot puree dengan CMC:Na-alginat = 1:1).
54
B. OPTIMASI KECUKUPAN PANAS Proses termal yang diaplikasikan pada produk sari wornas adalah proses pasteurisasi yang bersifat sterilisasi karena produk ini termasuk pangan berasam rendah (pH<4.6). Level pengurangan mikroba pada proses pasteurisasi adalah 5D. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 75oC dengan kisaran pH produk 3.5-4.4. Dengan begitu proses pasteurisasi yang dilakukan dapat memusnahkan mikroba pembusuk dan berefek sterilisasi. Sumber pemanas yang digunakan adalah kompor gas Hitachi dengan nyala api terbesar (diameter nyala api = 9 cm). Wadah pemanasan yang digunakan adalah panci stainless steel dengan diameter = 33 cm dan tinggi = 20 cm. Media pemanas yang digunakan adalah air keran atau air putih biasa yang diisikan ke dalam wadah sebanyak 10 liter. Sampel yang diisikan ke dalam media pemanas adalah sebanyak 35 cup yang masing-masing berisi 165 ml sari wornas.
1. Pengukuran Distribusi Panas Distribusi panas adalah penyebaran panas yang terjadi selama proses panas di dalam alat pemanas. Uji distribusi panas dilakukan untuk menentukan titik mana pada alat yang memiliki kecepatan peningkatan suhu paling rendah (coldest point). Coldest point selanjutnya akan menjadi acuan tempat untuk uji penetrasi panas. Dengan diketahuinya coldest point diharapkan dapat diperoleh waktu pasteurisasi yang memberikan kecukupan panas sebesar 5D pada titik yang paling lambat menerima panas. Terpenuhinya kecukupan panas di titik terdingin dapat menjamin bahwa pada titik yang lain proses kecukupan panas sudah tercapai dan pangan yang diproses telah aman untuk dikonsumsi. Data pengukuran distribusi panas pada panci pasteurisasi dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14, Sedangkan grafik pengukuran distribusi panas pada panci pasteurisasi dapat dilihat pada Gambar 20.
55
Gambar 20. Hasil pengukuran distribusi panas pada panci pasteurisasi
Berdasarkan data rekorder suhu diperoleh titik terdingin berada pada termokopel nomor 5. Pada termokopel nomor 5 dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu pasteurisasi (75oC) dibandingkan termokopel yang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa titik terdingin (coldest point) ada pada titik termokopel Tc 5 yaitu titik teratas yang paling jauh dari sumber panas. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan yang cukup besar antara diameter api (sumber panas) dengan diameter wadah pasteurisasi sehingga panas akan mengalir pada cairan di bagian tengah wadah kemudian bergerak ke atas dan cairan di sekitar dinding wadah yang masih dingin akan bergerak menggantikan daerah di bagian pusat wadah. Titik ini kemudian menjadi fokus uji penetrasi untuk mencapai suhu pasteurisasi yang diinginkan.
2. Pengukuran Penetrasi Panas Karakteristik penetrasi panas menggambarkan laju penetrasi panas ke dalam kemasan dan bahan di dalamnya selama proses pemanasan dan pendinginan. Laju penetrasi panas terhadap produk harus dilakukan dengan percobaan, yaitu dengan menentukan profil hubungan suhu dan waktu selama proses termal sehingga diperoleh nilai sterilisasi (F) pada kondisi proses. 56
Proses termal yang berjalan di industri besar ataupun kecil tidak berlangsung pada suhu yang konstan. Oleh karena itu nilai Fo tidak didasarkan pada perhitungan Fo pada suhu konstan tetapi harus dihitung berdasarkan total panas yang diterima mikroba selama proses pemanasan. Pada prinsipnya proses pemanasan pada suhu tertentu memiliki efek pembunuhan mikroba yang biasanya dinyatakan dengan nilai letalitas (L). Untuk menghitung nilai sterilitas selama proses maka perlu diketahui profil pindah panas dari medium pemanas ke dalam bahan, yaitu dengan melakukan pengukuran penetrasi panas. Data pengukuran penetrasi panas dalam kemasan cup dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Sedangkan grafik pengukuran penetrasi panas dalam kemasan cup dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Hasil pengukuran titik terdingin dalam kemasan cup Hasil pengukuran menunjukkan data yang tidak berbeda secara signifikan. Setiap titik yang diuji menunjukkan suhu yang hampir sama. Hal ini dapat disebabkan karena wadah pemanas yang digunakan tidak terlalu besar sehingga penyebaran panasnya cukup merata, selain itu kemasan cup yang digunakan ukurannya cukup kecil sehingga pada setiap titik yang diuji tidak berbeda jauh perambatan panasnya. Dari hasil yang diperoleh maka perhitungan penetrasi panas dapat dilakukan dengan berbagai posisi cup atau cup dapat disusun secara acak dan termokopel dipasang pada posisi 1/3 dari bagian bawah cup. 57
Parameter kunci dari kecukupan panas pada proses pasteurisasi adalah telah membunuh mikroba target sebanyak 5D, yang artinya proses pasteurisasi yang diberikan harus mampu membunuh mikroba target sebanyak 5 siklus logaritma atau mikroba yang terbunuh adalah sebanyak 99.999% dari jumlah awal. Mikroba target yang digunakan adalah Lactobacillus sp., kapang dan khamir. Mikroba target tersebut memiliki nilai D65.5 = 0.5-1.00 dan z =18oC (Toledo, 1991). Pada perhitungan kecukupan panas ini nilai D yang digunakan adalah yang tertinggi yaitu 1.00. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan produk dengan resiko keamanan pangan yang rendah, karena semakin besar nilai D maka nilai F nya akan semakin besar. Pemilihan mikroba target didasarkan pada sifat mikroba yang mampu hidup pada kondisi high acid food. Suhu standar yang digunakan adalah 75oC karena produk sari wornas merupakan acid food (pH<4.5), sehingga pasteurisasi yang dilakukan ditujukan untuk mempertahankan umur simpan produk dengan cara menghancurkan mikroba pembusuk, kapang dan khamir, serta inaktivasi enzim (Holdsworth, 1997). Setelah dilakukan pasteurisasi pada suhu 75oC selama 28 menit, diperoleh data suhu termokopel setiap menit pemanasan (Lampiran 17). Data tersebut kemudian diplotkan dalam kurva hubungan antara suhu sari wornas dan waktu (Gambar 22).
Gambar 22. Kurva hubungan suhu sari wornas dan waktu selama uji penetrasi panas 58
Data hasil pengukuran penetrasi panas diolah untuk menentukan nilai sterilitas (Fo) dari proses termal yang dilakukan. Metode yang digunakan untuk menghitung nilai Fo dari hasil pengukuran penetrasi panas
adalah
dengan
menggunakan
metode
trapesium.
Dengan
membandingkan nilai Fo pada desain proses termal yang dilakukan dengan nilai Fo pada suhu standar maka dapat ditentukan apakah proses termal yang diterapkan telah memenuhi kecukupan proses panas atau belum. Jika Fo proses lebih besar dari Fo standar, maka proses termal yang dilakukan telah mencukupi. Sedangkan jika Fo proses lebih kecil dari Fo standar, maka proses termal tidak tercapai (under process) yang artinya proses pembunuhan mikroba target tidak efektif, sehingga memungkinkan mikroba target untuk tumbuh dan berkembang di dalam produk. Berdasarkan Gambar 22 dapat dilihat bahwa Tc 6 merupakan titik coldest point daerah sampel sari wornas pada saat pasteurisasi. Karena itulah Tc 6 digunakan sebagai acuan perhitungan kecukupan panas. Apabila titik ini sudah mendapat panas yang cukup maka titik lain dapat diasumsikan sudah mendapat panas yang cukup pula. Perhitungan kecukupan panas untuk proses pasteurisasi suhu 75oC : Bakteri acuan
: Lactobaccilus
D65.5oC
= 1 menit
Fo target
= 5 D65.5oC = 5 menit
Berdasarkan perhitungan di atas, diketahui bahwa kondisi 5 D tercapai pada saat nilai F kumulatif sebesar 5 menit. Nilai Fo diperoleh dengan menghitung dari data sebelumnya, yaitu berdasarkan suhu Tc6 yang merupakan suhu coldest point. Perhitungan nilai Fo dilakukan dengan metode trapesium. Sebelum memperoleh nilai Fo perlu diketahui terlebih dahulu nilai LR (Lethal Rate), Fo parsial, dan Fo kumulatif. Nilai LR dan Fo diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : LR = 10(T-149.9F) / z Fo parsial = 1/2 (L0 + L1) ∆T Fo kumulatif = Fo parsial0 + Fo parsial1 + …+ Fo parsialn 59
Tabel 9. Pengukuran nilai Fo dari Tc 6 Waktu Suhu (oF) Lr Fo parsial (menit) 0 97.2 0.0012 2 126.1 0.0476 0.0488 4 135.5 0.1585 0.2061 6 141.5 0.3415 0.4999 8 147.1 0.6989 1.0404 10 152.2 1.3421 2.0410 155.6 2.0733 3.4154 12 14 157.1 2.5119 4.5852 16 159.6 3.4585 5.9704 18 161.8 4.5826 8.0411 20 163 5.3429 9.9255 22 164 6.0720 11.415 24 164.3 6.3096 12.382 26 165 6.9006 13.21 28 164.5 6.4731 13.374
Fo kumulatif (menit) 0.0488 0.2549 0.7548 1.7952 3.8362 7.2516 11.8368 17.8072 25.8483 35.7738 47.1888 59.5708 72.7808 86.1548
Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa nilai Fo target (5menit) terpenuhi saat proses pasteurisasi pada suhu 75oC sudah berlangsung selama 12 menit. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fo kumulatif pada menit ke12 yang sudah mencapai 7.2516 menit. Kesimpulannya, kecukupan panas pasteurisasi sari wornas diperoleh dengan proses pasteurisasi 75oC selama 12 menit.
C. ANALISIS AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN BETA KAROTEN PRODUK
Pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan metode penangkapan radikal bebas stabil DPPH. DPPH adalah suatu radikal bebas stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk suatu senyawa yang stabil. Selain itu DPPH juga dapat bereaksi dengan atom hidrogen membentuk DPPH tereduksi yang stabil (Molyneux, 2004). Standar yang digunakan dalam pengukurak aktivitas antikoksidan ini adalah asam askorbat (vitamin C). Kemampuan aktivitas asam askorbat 60
dalam berbagai konsentrasi untuk menangkap radikal bebas stabil DDPH dipetakan dalam kurva standar asam askorbat. Persamaan regreasi kemudian didapat dari kurva standar tersebut. Persamaan regresi ini selanjutnya digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan produk sari wornas yang disetarakan dengan aktivitas asam askorbat dalam menangkap radikal stabil DPPH. Hasil akhir pengukuran aktivitas antioksidan sampel dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Kurva standar asam askorbat dan persamaan regresi aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Kurva standar antioksidan Hasil pengukuran aktivitas antioksidan produk sari wornas yang baru diproduksi dalam dua kali ulangan diperoleh masing-masing sebesar 430 ppm AEAC dan 395 ppm AEAC. Pengukuran beta karoten dilakukan untuk mengetahui kandungan beta karoten dalam produk jadi. Penggunaan bahan baku wortel sebagai sumber beta karoten utama diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada produk sari wornas dibandingkan sari buah sejenis lainnya. Menurut Bender, kandungan karoten pada wortel mentah mencapai 7560µg/100g bahan. Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk beta karoten tidak ditentukan dan biasanya dinyatakan dalam kebutuhan vitamin A. 1 µg vitamin A setara dengan 3.3 IU (International Units). 1 IU vitamin A setara dengan 0.6 µg beta karoten (Minor, 1983). Jadi 1 µg vitamin A setara 1.98 µg beta karoten. 61
RDA vitamin A pada wanita dan pria dewasa berkisar 600-700 µg/day (Bender,1998). Menurut FDA (2008), klaim suatu produk dapat dinyatakan tinggi kandungan senyawa tertentu jika memenuhi 20% RDA. Jadi suatu produk dapat dinyatakan tinggi beta karoten jika kandungan per serving size per hari mencapai 277.2 µg. Hasil pengukuran, diperoleh kandungan beta karoten dalam produk sari wornas adalah 0.25g/100gram bahan atau sekitar 0.41gram/serving size. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa produk sari wornas memenuhi persyaratan klaim tinggi beta karoten. Keberadaan beta karoten disini juga berperan sebagai antioksidan.
D. PERUBAHAN MUTU PRODUK SELAMA PENYIMPANAN 1. Mikrobiologi Produk sari wornas yang diproduksi dan sudah melewati tahap pasteurisasi harus memenuhi syarat mutu mikrobiologis yang ditetapkan oleh SNI. Pasteurisasi dapat membunuh semua mikroorganisme mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik. Mikroba yang tergolong mesofilik dan termofilik adalah kapang, khamir. Mikroba utama yang menjadi masalah pada industri minuman sari buah adalah beberapa jenis khamir, bakteri asam laktat, beberapa bakteri yang tahan asam, dan beberapa jenis kapang (Davenport, 1998). Pada penelitian ini mutu mikrobiologis yang diuji meliputi angka lempeng total, kapang dan khamir setiap selang waktu 7 hari sekali serta uji
pendugaan
koliform
pada
awal
penyimpanan
dan
setelah
penyimpanan 1 minggu. Data pertumbuhan jumlah mikroba, kapang dan khamir pada cawan dapat dilihat pada Lampiran 28 dan 29.
Data
mikrobiologis setelah dihitung dengan metode BAM dapat dilihat pada Tabel 10, 11, dan 12.
62
Tabel 10. Angka lempeng total selama penyimpanan Angka Lempeng Total (koloni/ml)
Minggu
o
30oC
5C
45oC
0
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
1
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
2
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
3
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
4
<2.5x102
<2.5x102
6.5x 103
<2.5x102
2.5x102
<2.5x102
Tabel 11. Total kapang dan khamir selama penyimpanan Total Kapang dan Khamir (koloni/ml)
Minggu
o
30oC
5C
0
<1x10
<1x10
<1x10
1
<1x10
<1x10
<1x10
2 3 4
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
2
<1x10
2
<1x10
2
<1x10
45oC
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10 <1x10
<1x10 2
<1x10
2
<1x10
1.6x10
<1x10 2
<1x10 <1x102
Tabel 12. Hasil uji pendugaan koliform pada awal penyimpanan o
Minggu
0
1
5C -1 -
-2 -
-3 -
Hasil Uji Pendugaan Koliform 30oC -4 -1 -2 -3 -4 -1 -
45oC -2 -3 -
-4 -
Mikroorganisme yang tumbuh pada makanan umumnya bersifat heterotrof, yaitu menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi dan karbon. Beberapa mikroorganisme seperti E.coli dan Enterobacter aerogenes, khamir, dan kapang dapat tumbuh dengan baik pada medium yang hanya mengandung glukosa sebagai nutrien organik (Fardiaz, 1989). Minuman sari wornas memiliki pH yang rendah berkisar 3.4-4.3 termasuk kelompok makanan/minuman asam. Nilai pH medium sangat 63
mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa mikroorganisme umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Bakteri mempunyai pH optimim sekitar 6.5 – 7.5. Pada pH di bawah 5.5 dan diatas 8.5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik kecuali bakteri asam. Khamir menyukai pH 4 -5 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 2.5 – 8.5. Khamir dapat tumbuh pada pH rendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat. Kapang mempunyai pH optimum 5 - 7, dan masih dapat hidup pada kisaran pH 3 - 8.5. Berdasarkan nilai pH minuman sari wornas, dapat dilihat bahwa kapang, khamir dan beberapa bakteri asam mempunyai potensi pertumbuhan pada minuman sari wornas. Hasil pengamatan selama 4 minggu penyimpanan menunjukkan peningkatan jumlah total mikroba, kapang, dan khamir yang tidak terlalu besar. Hasil tersebut tidak menggambarkan keseluruhan mikroba yang tumbuh di dalam sari wornas selama penyimpanan. Mikroba yang banyak tumbuh dalam produk sari buah biasanya adalah bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat dapat tumbuh pada media yang sangat asam, namun untuk mendeteksinya dibutuhkan media agar khusus. Terdapatnya pertumbuhan mikroba tersebut sangat dimungkinkan terjadi jika dilhat dari penurunan pH dan peningkatan total asam tertitrasi produk sari wornas. Pada awal penyimpanan dilakukan juga uji pendugaan koliform. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa koliform yang biasanya mengkotaminasi produk melalui air yang digunakan dalam proses pembuatan produk tidak tumbuh pada produk sari wornas. Hasil uji pendugaan koliform pada penyimpanan minggu ke-0 dan ke-1 menunjukkan hasil yang negatif, hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena air yang digunakan dalam proses pembuatan sari wornas merupakan air bersih, yaitu air minum dalam kemasan. Hasil uji koliform yang negatif ini memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-3719-1995. Hasil pengamatan terhadap total mikroba menunjukkan pada awal penyimpanan jumlah total mikroba minuman sari wornas adalah < 2.5 x 64
102 sel/ml dan setelah minggu ke-4 penyimpanan pada suhu 30oC dan 45oC, angka lempeng total produk sari wornas sudah melampaui batas yang ditetapkan SNI 01-3719-1995 (2x102 sel /ml). Sedangkan untuk pertumbuhan kapang dan khamir pada awal penyimpanan adalah <1x10 sel/ml, setelah 3 minggu penyimpanan jumlahnya sudah melampaui batas yang ditetapkan SNI 01-3719-1995 (50 koloni/ml). Hasil pengamatan angka lempeng total, kapang, dan khamir selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28 dan 29. Besarnya angka pertumbuhan total mikroba, kapang dan khamir dipengaruhi oleh keberhasilan proses produksi, pengemasan, dan kondisi ruang penyimpanan. Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh jenis mikroba itu sendiri sehingga suhu optimum pertumbuhannya pun berbeda-beda. Pada suhu optimum yang berbeda, jumlah total mikroba tidak langsung menunjukkan laju kerusakan, sehingga parameter mikrobiologi tidak digunakan sebagai parameter kritis simulasi pendugaan umur simpan produk sari wornas ini.
2. Total Asam Tertitrasi Selama penyimpanan nilai total asam cenderung meningkat, dapat dilihat pada Gambar 24. Pada keadaan awal, besarnya total asam tertitrasi berkisar 24.00 - 24.96 ml NaOH 0.1N/100 ml sari. Setelah penyimpanan terjadi peningkatan hingga mencapai 27.84 – 78.24 ml NaOH 0.1N/100 ml sari. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 30.
65
Gambar 24. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap nilai total asam tertitrasi sari wornas Peningkatan total asam sari wornas sejalan dengan waktu terjadinya kerusakan produk. Peningkatan total asam terjadi akibat fermentasi gula yang terdapat di dalam minuman oleh aktivitas mikroorganisme. Sumber energi mikroorganisme terutama didapat dari gula yang ditambahkan ke dalam minuman sari wornas. Gula difermentasi menjadi asam oleh mikroorganisme. Menurut Fardiaz (1989), fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik. Karbohidrat merupakan substrat utama yang dipecah dalam proses fermentasi. Karbohidrat akan dipecah terlebih dahulu menjadi gula sederhana sebelum difermentasi. Pemanis yang digunakan dalam sari wornas adalah sukrosa dan tanpa pemanis buatan. Sukrosa tersebut diubah menjadi glukosa dan fruktosa sebelum
difermentasi.
Penambahan
asam
dan pemanasan akan
mempercepat hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Kemudian glukosa dan fruktosa tersebut akan difermentasi oleh mikroorganisme yang ada di dalam minuman. C12H22O11 C6H12O6 + C6H12O6 Sukrosa
glukosa
fruktosa
66
Gula invert ini selanjutnya akan terfermentasi dan terbentuk etanol. C6H12O6 + Saccharomyces ellipsoides 2C2H5OH + CO2 glukosa/fruktosa
etanol
Etanol kemudian mengalami proses oksidasi oleh bakteri asam menjadi asam, misalnya oleh Acetobacter acetii menjadi asam asetat. C2H5OH + Acetobacter acetii Etanol
CH3COOH + H2O asam asetat
Hal ini akan menyebabkan kadar gula menurun dan kadar asam meningkat sehingga pH cenderung menurun (Muchtadi, 1992). Pembentukan asam inilah yang menyebabkan nilai total asam terus meningkat. Proses hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dipercepat dengan adanya panas, sehingga pada minuman yang disimpan pada suhu 45oC nilai total asamnya lebih cepat meningkat dibandingkan dengan minuman yang disimpan pada suhu 5oC dan 30oC. Secara statistik, nilai total asam sari wornas dengan perlakuan penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda menunjukan nilai total asam berbeda nyata (p<0.05) pada penyimpanan minggu ke-2, 3, dan 4 (Lampiran 38-40). Selain itu, waktu penyimpanan juga mempengaruhi total asam yang ditunjukkan dengan nilai total asam berbeda nyata (p<0.05) selama penyimpanan (Lampiran 41-43).
3. Nilai pH Nilai
pH
menunjukkan
konsentrasi
ion
hidrogen
yang
menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman produk semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai pH berarti tingkat keasaman produk semakin tinggi.
67
Selama penyimpanan nilai pH cenderung menurun yang berarti produk menjadi semakin asam, dapat dilihat pada Gambar 25. Pada keadaan awal, besarnya pH berkisar 4.13 – 4.24. Setelah penyimpanan terjadi penurunan hingga mencapai 3.39 – 4.04. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 31.
Gambar 25. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap nilai pH sari wornas Penurunan nilai pH disebabkan oleh semakin meningkatnya asam yang
terbentuk
sebagai
hasil
aktivitas
mikroorganisme
selama
penyimpanan. Peningkatan total asam akan mengakibatkan turunnya nilai pH. Pada pH yang rendah sukrosa akan terinversi menjadi gula invert. Inversi adalah pemecahan sukrosa menjadi gula invert yang terdiri dari glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang sama (Muchtadi, 1979). Glukosa dan fruktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme. Proses fermentasi tersebut akan menghasilkan asam dan alkohol. Glukosa yang dipecah akan menghasilkan asam piruvat. Jika tidak ada oksigen maka asam piruvat tersebut akan diubah menjadi asam asetat dan alkohol. Pembentukkan senyawa asam tergantung dari bakteri yang memfermentasi. Menurut Fardiaz (1989) jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat homofermentatif maka akan menghasilkan 2 asam laktat. Jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat heterofermentatif, maka akan dihasilkan asam laktat, asam asetat, alkohol/etanol, dan CO2. 68
Pembentukan asam inilah yang menyebabkan pH minuman terus menurun. Berdasarkan Gambar 25, nilai pH minuman sari wornas yang disimpan
pada
suhu
45oC
lebih
cepat
mengalami
penurunan
dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 5oC. Nilai pH minuman sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC juga lebih cepat mengalami penurunan dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu
5oC. Hal ini disebabkan karena peningkatan suhu dapat
menyebabkan proses fermentasi semakin cepat sehingga asam yang terbentuk semakin banyak. Meningkatnya kadar asam menyebabkan nilai pH cenderung menurun. Secara statistik, nilai pH sari wornas dengan perlakuan penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda menunjukan nilai pH berbeda nyata (p < 0.05) (Lampiran 44-47). Selain itu, waktu penyimpanan juga mempengaruhi nilai pH yang ditunjukkan dengan nilai pH berbeda nyata (p < 0.05) selama penyimpanan pada suhu 30oC dan 45oC (Lampiran 4950).
4. Vitamin C Selama penyimpanan kandungan vitamin C cenderung menurun, dapat dilihat pada Gambar 26. Pada keadaan awal, besarnya kandungan vitamin C berkisar 34.29 – 34.33 mg/100 gram sari atau sebesar 56.5856.65 mg/cup atau 56.58-56.65 mg/serving size. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa produk sari wornas dapat dikatakan tinggi kandungan vitamin C karena telah memenuhi standar klaim yang ditetapkan FDA, yaitu minimal mengandung 20% RDA vitamin C. RDA vitamin C untuk wanita dan pria dewasa menurut National Academy of Science (2000), adalah sebesar 75-90 mg. Suatu produk dapat diklaim mengandung vitamin C yang tinggi jika mengandung vitamin C minimal 15-18 mg/serving. Setelah penyimpanan terjadi penurunan hingga mencapai 5.95 – 14.53 mg/100 gram sari. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 32. 69
Gambar 26. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C sari wornas Menurut Winarno et al., (1984), vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil di antara semua jenis vitamin yang mudah mengalami kerusakan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Vitamin C memiliki sifat sangat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi, terutama jika dipercepat oleh panas, sinar, alkali, serta oleh katalis tembaga dan besi. Vitamin C atau juga dikenal asam askorbat, mudah berubah menjadi asam dehidro-askorbat tetapi reaksi tersebut reversible (dapat balik). Pada reaksi oksidasi, anion dari asam askorbat akan diserang oleh molekul oksigen, menghasilkan radikal anion askorbat, air, dan terjadi pembentukan asam dehidro askorbat dan hidrogen peroksida. Asam dehidro askorbat tersebut tidak dapat berubah kembali menjadi asam askorbat. Proses ini distimulus oleh suhu dan cahaya matahari. Asam dehidro askorbat hasil oksidasi asam askorbat akan kehilangan aktivitas vitamin C. Penurunan kadar vitamin C pada produk minuman sari wornas dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC kandungan vitamin C-nya lebih cepat menurun dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 5oC. Sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC kandungan vitamin C-nya juga lebih cepat 70
menurun dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC. Penurunan kandungan vitamin C sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC selama 4 minggu sebesar 57.64%, pada suhu 30oC sebesar 73.92%, dan pada suhu 45oC mencapai 82.67%. Hal ini disebabkan karena peningkatan suhu penyimpanan dapat mempercepat proses oksidasi asam askorbat menjadi asam dehidro askorbat sehingga kadar vitamin C-nya lebih cepat berkurang. Selain itu penurunan kadar vitamin C juga disebabkan oleh penggunaan kemasan cup PP yang berwarna bening atau tembus cahaya, sehingga sinar matahari sangat mudah menembus bahan dan mengoksidasi vitamin C yang ada pada sari wornas. Menurut Ball (1994), vitamin C cenderung lebih stabil jika disimpan pada suhu rendah, oleh karena itu untuk penyimpanan produk lebih disarankan pada suhu rendah untuk meminimalisasi penurunan kadar vitamin C. Secara statistik, kadar vitamin C sari wornas dengan perlakuan penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda menunjukkan kadar vitamin C berbeda nyata (p < 0.05) (Lampiran 52-56). Selain itu, waktu penyimpanan juga mempengaruhi kadar vitamin C yang ditunjukkan dengan nilai vitamin C berbeda nyata (p < 0.05) selama penyimpanan (Lampiran 57-59).
5. TPT Nilai total padatan terlarut menunjukan persen total padatan terlarut dalam suatu larutan, biasanya dinyatakan dalam satuan % gula sukrosa atau oBrix. Sebagian besar komponen yang terkandung terdiri atas komponen- komponen yang larut air, seperti glukosa, fruktosa sukrosa, dan protein yang larut air. Selama penyimpanan nilai total padatan terlarut cenderung tidak stabil (Lampiran 33). Secara statistik, perubahan nilai total padatan terlarut dengan perlakuan tiga suhu penyimpanan tidak berbeda nyata (p>0.05). Selain itu, perubahan nilai total padatan terlarut sari wornas selama 4 minggu penyimpanan juga tidak berbeda nyata (p>0.05).
71
6. Total Gula Selama penyimpanan nilai total gula cenderung menurun tajam, dapat dilihat pada Gambar 27. Pada keadaan awal, besarnya nilai total gula berkisar 7.65 – 9.09 gram/100 gram sari wornas. Setelah penyimpanan terjadi perubahan hingga mencapai 1.54 – 1.84 gram/100 gram sari wornas. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 34.
Gambar 27. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap total gula sari wornas Dari Gambar 27 dapat dilihat bahwa nilai total gula menurun tajam setelah penyimpanan 1 minggu, namun untuk penyimpanan minggu selanjutnya nilai total gula tidak jauh berubah. Trend penurunan total gula pada 3 suhu penyimpanan juga cenderung sama. Secara statistik, perubahan nilai total padatan terlarut pada ketiga suhu penyimpanan tidak berbeda nyata (p > 0.05) (Lampiran 68-72). Selain itu, perubahan nilai total gula sari wornas selama 4 minggu penyimpanan juga tidak berbeda nyata (p > 0.05) , kecuali total gula pada penyimpanan minggu ke-0 berbeda nata dengan total gula pada penyimpanan minggu ke-1, 2, 3, dan 4. (Lampiran 73-75).
72
7. Warna Secara visual dapat terlihat bahwa terjadi perubahan warna selama penyimpanan pada minuman sari wornas. Pada awal penyimpanan, sari wornas berwarna jingga tua cerah. Setelah penyimpanan 1 minggu warna sari wornas yang disimpan pada 3 suhu yang berbeda belum terlalu banyak berubah. Setelah disimpan selama 2 minggu, warna jingga pada sari wornas agak memudar dan pencoklatan mulai terjadi pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC. Setelah disimpan selama 3 minggu, warna sari wornas semakin berkurang tingkat kecerahannya dan intensitas pencoklatan yang terjadi pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC semakin jelas. Setelah penyimpanan 4 minggu, warna sari wornas semakin pudar dan keruh. Pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC, warnanya sudah berubah menjadi coklat keruh. Dari Gambar 28, 29, 30, 31, dan 32 dapat dilihat kecepatan perubahan warna yang terjadi pada sari wornas berbeda-beda tergantung suhu penyimpanannya. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka warna sari wornas semakin cepat berubah. Sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC perubahan warnanya cenderung lebih lambat dibanding sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC, selain itu juga perubahan intensitas warnanya tidak terlalu mencolok. Sedangkan untuk sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC sangat cepat mengalami perubahan warna dan perubahan intensitas warnanya juga sangat mencolok, yaitu dari jingga tua cerah menjadi coklat keruh setelah 4 minggu penyimpanan. Perubahan warna ke arah pencoklatan tersebut terjadi akibat reaksi pencoklatan non enzimatis (reaksi Maillard). Kemungkinan terjadi pencoklatan enzimatis sangat kecil karena pemanasan atau pasteurisasi dalam pengolahannya telah menginaktifasi enzim-enzim yang terdapat di dalamnya. Perubahan warna pada sari wornas terutama perubahan intensitas warna jingga adalah karena pengaruh cahaya yang dapat merusak beta karoten. Cahaya dapat masuk karena kemasan yang digunakan adalah kemasan cup berwarna bening. 73
Beal (1998), menyatakan peningkatan suhu terutama yang berhubungan dengan cahaya, dapat mempercepat hidrolisis sukrosa. Meskipun gula-gula non pereduksi (misalnya sukrosa) tidak bereaksi dengan protein pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi ternyata dapat menimbulkan reaksi Maillard yang menyebabkan pencoklatan.
Gambar 28. Warna sari wornas minggu ke-0
Gambar 29. Warna sari wornas minggu ke-1
Gambar 30. Warna sari wornas minggu ke-2
74
Gambar 31. Warna Sari Wornas Minggu Ke-3
Gambar 32. Warna Sari Wornas Minggu Ke-4
8. Viskositas Selama penyimpanan viskositas sari wornas cenderung menurun (Gambar 33). Pada keadaan awal, viskositas sari wornas berkisar 4.69 – 5.38 cP. Setelah penyimpanan terjadi penurunan hingga mencapai 1.12 – 4.60 cP. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 35.
Gambar 33. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap viskositas sari wornas 75
Dari Gambar 33 dapat dilihat bahwa viskositas sari wornas pada tiga suhu penyimpanan memperlihatkan trend yang menurun. Namun viskositas sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC cenderung lebih stabil dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC. Secara statistik, perubahan viskositas pada ketiga suhu penyimpanan berbeda nyata (p < 0.05) setelah penyimpanan 1 minggu. Namun setelah penyimpanan 2 minggu sampai 4 minggu viskositas sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC tidak berbeda nyata dengan yang disimpan pada 45oC dan keduanya berbeda nyata dengan viskositas sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC (Lampiran 77-80). Selain itu, perubahan viskositas sari wornas selama 4 minggu penyimpanan juga tidak berbeda nyata (p > 0.05) pada sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC, namun viskositas sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC selama 4 minggu penyimpanan menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p < 0.05) (Lampiran 81-83).
9. Endapan Kestabilan sari wornas dilihat dengan ada atau tidaknya endapan pada produk. Pada awal penyimpanan, sari wornas masih stabil yang dapat dilihat dengan tidak terbentuknya endapan. Setelah penyimpanan selama 1 minggu pada 3 suhu yang berbeda, mulai terlihat adanya awanawan endapan pada semua produk (Tabel 13). Warna endapan yang terbentuk masih cerah dan sama dengan warna sari wornas. Setelah 2 minggu hari penyimpanan, endapan yang terbentuk semakin jelas dan semakin mengendap ke dasar cup. Warna endapan yang terbentuk lebih tua dibandingkan warna sari wornas. Setelah penyimpanan 3 minggu, endapan lebih mengendap lagi ke bawah dan warnanya semakin tua, warna endapan pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC mulai menjadi coklat. Setelah 4 minggu penyimpanan, endapan yang terbentuk benar-benar di dasar cup dan warnanya semakin tua. Pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC endapannya berwarna coklat keruh.
76
Tabel 13. Hasil pengamatan endapan secara visual terhadap sari wornas selama penyimpanan Suhu Penyimpanan Minggu keo 5C 30oC 45oC 0 1
+
+
+
2
+
+
+
3
+
+
+
4 + + Keterangan : + = ada endapan ; - = tidak ada endapan
+
Endapan yang terbentuk pada sari wornas tidak terlalu berbeda dengan
adanya
perlakuan
penyimpanan
pada
3
suhu,
yang
membedakannya hanyalah warna endapan yang terbentuk. Semakin tinggi suhu penyimpanan, semakin tua warna endapan yang terbentuk. Hal ini dimungkinkan karena suhu tinggi mempercepat kerusakan pigmen pada sari. Endapan yang terbentuk tersebut diperkirakan merupakan komponen sari wornas yang tidak larut setelah mengalami proses ektraksi dan pemanasan. Komponen tersebut kemungkinan besar adalah pigmen dan pektin buah nanas dan wortel (Eskin et al., 1971). Terjadinya ketidakstabilan sari wornas selama penyimpanan terjadi karena aktivitas enzim pektin esterase yang terdapat di dalam sari wornas sehingga akan menghidrolisa gugus metil ester pektin yang terdapat dalam sari. Pemecahan pektin akan menyebabkan kekentalan dan konsistensi sari wornas menurun serta sari wornas menjadi tidak stabil (Pollard dan Timberlake, 1971). Kestabilan sari wornas juga akan menurun karena berat jenis partikel di dal sari wornas yang tinggi dan terlalu kasar.
10. Organoleptik Penilaian organoleptik adalah parameter untuk menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik. Uji hedonik dilakukan selama penyimpanan dengan parameter yang diuji adalah warna, aroma, rasa 77
manis, rasa asam, dan kekentalan. Skala yang digunakan adalah skala 1-7 (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka).
10.1 Warna Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut warna sari wornas yang disimpan pada 3 suhu penyimpanan (5oC, 30oC, dan 45oC) berkisar 6.07-6.17 (suka). Setelah penyimpanan selama 4 minggu, skor kesukaan terhadap atribut warna sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC cenderung menurun, dan penurunan yang paling tajam terjadi pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC (Gambar 34). Skor kesukaan pada sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC cenderung konstan yang diperlihatkan dari skor kesukaan yang berkisar 6.17 (suka) – 5.87 (suka). Sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC menurun dari 6.1 (suka) – 4.6 (agak suka) dan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC menurun dari 6.07 (suka) – 1.53 (sangat tidak suka). Hal ini terjadi karena pada suhu 5oC warna sari wornas selama penyimpanan dapat bertahan seperti produk yang baru diproduksi, demikian halnya dengan sari wornas yang disimpan pada 30oC, perubahan warnanya sangat sedikit dari produk awal. Sedangkan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC, perubahan warnanya sangat jelas terlihat dari produk awal jingga tua cerah, menjadi coklat tua keruh pada penyimpanan minggu ke-4.
78
Gambar 34. Grafik uji organoleptik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut warna sari wornas pada 3 suhu penyimpanan Gambar 34. Grafik uji organoleptik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut warna sari wornas pada 3 suhu penyimpanan Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut warna sari wornas dengan perlakuan 3 suhu yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (p < 0.05) pada penyimpanan minggu pertama sampai keempat (Lampiran 87-93).
10.2 Aroma Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut aroma sari wornas yang disimpan pada 3 suhu penyimpanan (5oC, 30oC, dan 45oC) berkisar 5.57 -5.73 (suka). Setelah penyimpanan selama 4 minggu, skor kesukaan terhadap atribut aroma sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC cenderung menurun, dan penurunan yang paling tajam terjadi pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC. Skor kesukaan aroma pada sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC cenderung konstan yang diperlihatkan dari skor kesukaan yang berkisar 5.73 – 5.70 (suka). Sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC menurun dari 5.77 (suka) – 43.9 (netral) dan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC menurun dari 5.53 (suka) – 1.53 (sangat tidak suka) (Gambar 35). Hal ini terjadi karena pada suhu 5oC aroma sari wornas selama penyimpanan dapat 79
bertahan seperti produk yang baru diproduksi. Sari wornas yang disimpan pada 30oC, perubahan aromanya terjadi perubahan dari produk awal, namun masih dapat diterima. Sedangkan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC, perubahan aromanya sangat jelas terlihat dari produk awal aroma sari wornas segar, menjadi aroma sari wornas busuk pada penyimpanan minggu ke-4.
Gambar 35. Grafik uji organoleptik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut aroma sari wornas pada 3 suhu penyimpanan Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut aroma sari wornas dengan perlakuan 3 suhu yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (p < 0.05) pada penyimpanan minggu pertama sampai keempat (Lampiran 87-93).
10.3 Rasa manis Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut rasa manis sari wornas yang disimpan pada 3 suhu penyimpanan (5oC, 30oC, dan 45oC) berkisar 5.73 -5.87 (suka). Setelah penyimpanan selama 4 minggu, skor kesukaan terhadap atribut rasa manis sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC cenderung menurun, dan penurunan yang paling tajam terjadi pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC. Skor kesukaan rasa manis pada sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC cenderung konstan yang 80
diperlihatkan dari skor kesukaan yang berkisar 5.77 – 5.40 (agak suka). Sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC menurun dari 5.87 (suka) – 3.90 (netral) dan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC menurun dari 5.73 (suka) – 1.30 (sangat tidak suka) (Gambar 36) . Hal ini terjadi karena pada suhu 5oC rasa manis sari wornas selama penyimpanan hanya mengalami sedikit perubahan dibandingkan produk yang baru diproduksi. Sari wornas yang disimpan pada 30oC, rasa manisnya terjadi perubahan dari produk awal, namun masih dapat diterima. Sedangkan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC, perubahan rasa manisnya sangat jelas terlihat dari produk awal rasa manis sari wornas segar, menjadi rasa sari wornas yang sudah rusak dan tidak segar pada penyimpanan minggu ke-4.
Gambar 36. Grafik uji organoleptik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa manis sari wornas pada 3 suhu penyimpanan Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut rasa manis sari wornas dengan perlakuan 3 suhu yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (p < 0.05) pada penyimpanan minggu pertama sampai keempat (Lampiran 87-93).
10.4 Rasa asam Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut rasa asam sari wornas yang disimpan pada 3 suhu penyimpanan (5oC, 81
30oC, dan 45oC) berkisar 5.60 - 5.67 (suka). Setelah penyimpanan selama 4 minggu, skor kesukaan terhadap atribut rasa asam sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC cenderung menurun, dan penurunan yang paling tajam terjadi pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC. Skor kesukaan rasa asam pada sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC cenderung konstan yang diperlihatkan dari skor kesukaan yang berkisar 5.67 (suka) – 4.90 (agak suka). Sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC menurun dari 5.63 (suka) – 3.87 (netral) dan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC menurun dari 5.60 (suka) – 1.37 (sangat tidak suka) (Gambar 37). Hal ini terjadi karena pada suhu 5oC rasa manis sari wornas selama penyimpanan hanya mengalami sedikit perubahan dibandingkan produk yang baru diproduksi. Sari wornas yang disimpan pada 30oC, rasa asamnya terjadi perubahan dari produk awal, namun masih dapat diterima. Sedangkan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC, perubahan rasa asamnya sangat jelas terlihat dari produk awal rasa asam sari wornas segar, menjadi rasa asam sari wornas yang sudah rusak dan tidak segar pada penyimpanan minggu ke-4.
Gambar 37. Grafik uji organoleptik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa asam sari wornas pada 3 suhu penyimpanan 82
Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut rasa asam sari wornas dengan perlakuan 3 suhu yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (p < 0.05) pada penyimpanan minggu pertama sampai keempat (Lampiran 87-93).
10.5 Kekentalan Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut kekentalan sari wornas yang disimpan pada 3 suhu penyimpanan (5oC, 30oC, dan 45oC) berkisar 5.83 - 5.87 (suka). Setelah penyimpanan selama 4 minggu, skor kesukaan terhadap atribut kekentalan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC cenderung menurun, dan penurunannya cukup tajam. Skor kesukaan kekentalan pada sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC dan 30oC cenderung konstan yang diperlihatkan dari skor kesukaan yang berkisar 5.83 – 5.4 (agak suka) dan dari 5.87 (suka) – 4.57 (agak suka). Sedangkan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC menurun dari 5.87 (suka) – 3.23 (agak tidak suka) (Gambar 38). Hal ini terjadi karena pada suhu 5oC kekentalan sari wornas selama penyimpanan hanya mengalami sedikit perubahan dibandingkan produk yang baru diproduksi. Sedangkan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC, perubahan kekentalannya cukup jelas terlihat dari produk awal dengan kekentalan sari wornas normal, menjadi encer pada penyimpanan minggu ke-4.
83
Gambar 38. Grafik Uji Organoleptik Perubahan Tingkat Kesukaan terhadap Atribut Kekentalan Sari wornas pada 3 Suhu Penyimpanan Namun dapat terlihat bahwa terjadi hubungan yang tidak selaras antara tingkat kesukaan secara organoleptik dengan hasil pengukuran viskositas secara objektif. Hasil pengukuran viskositas secara objektif memperlihatkan bahwa viskositas sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC pada minggu ke-3 dan ke-4 lebih encer dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC. Namun secara organoleptik, kekentalan sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC lebih tidak disukai dari pada yang disimpan pada suhu 30oC. Hal ini dapat terjadi karena penilaian panelis menjadi bias karena dipengaruhi faktor lainnya, seperti warna, aroma, dan rasa pada sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC lebih cepat rusak dibandingkan yang disimpan pada suhu 30oC. Selain itu yang menyebabkan viskositas sari wornas pada suhu 30oC lebih encer dibandingkan pada suhu 45oC adalah karena pada penyimpanan minggu ke-4 jumlah mikroba yang tumbuh pada sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC lebih banyak dibanding pada suhu 45oC. Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut kekentalan sari wornas dengan perlakuan 3 suhu yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (p < 0.05) pada penyimpanan minggu pertama sampai keempat (Lampiran 87-93). 84
E. PENDUGAAN UMUR SIMPAN
Penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Penentuan umur simpan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk selama selang waktu tertentu. Menurut Syarief dan Halid (1993), penurunan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karena itu dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut. Hasil berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi. Pendugaan umur simpan sari wornas menggunakan metode Arrhenius dengan 3 level suhu yang berbeda, yaitu suhu 5oC, 30 oC, dan 45 oC. Penentuan tiga level suhu tersebut didasarkan pada tujuannya yaitu ingin diketahui perkiraan umur simpan sari wornas pada 3 suhu penyimpanan aktual yang biasa dilakukan dalam penjualan sari buah pada umumnya, yaitu penyimpanan dalam refrigerator (5oC), penyimpanan pada suhu ruang (30 o
C), dan penyimpanan yang terpapar sinar matahari sehingga suhunya lebih
tinggi (45 oC).
1. Penentuan Nilai Kritis Nilai kritis kerusakan sari wornas diperoleh dengan mengkorelasikan data objektif dengan data organoleptik. Skor kesukaan terhadap masingmasing parameter (warna, aroma, rasa asam, rasa manis, dan kekentalan) pada produk sari wornas jika sudah menunjukkan nilai 3 (agak tidak suka), diasumsikan bahwa produk sudah tidak dapat diterima oleh konsumen. Parameter rasa asam dikorelasikan dengan nilai pH, dan total asam tertitrasi. Parameter rasa manis dikorelasikan dengan parameter total gula. Parameter kekentalan dikorelasikan dengan nilai viskositas. Namun untuk parameter vitamin C, nilai kritisnya ditetapkan berdasarkan batas kritis klaim tinggi 85
vitamin C yang ditetapkan FDA. Nilai kritis setiap parameter dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai awal dan nilai kritis sari wornas berdasarkan beberapa parameter Parameter Total Asam Tertitrasi pH Vitamin C Total Gula Viskositas
2.
Nilai Awal 24.48 ml NaOH 0.1N/100 ml 4.19 34.32 mg/100g = 56.63mg/serving 8.24 g/100g 5.01 cP
Nilai Kritis 29.28 ml NaOH 0.1N/100 ml 3.85 10.9 mg/100g = 18.00 mg/serving 2.33 g/100g 2.33 cP
Penentuan Ordo Reaksi Laju atau kecepatan perubahan mutu setiap parameter sari wornas yang diuji berbeda-beda. Jika laju kerusakannya terjadi secara konstan atau linier maka mengikuti ordo reaksi nol. Namun jika laju kerusakannya terjadi secara tidak konstan, secara logaritmik atau eksponensial maka mengikuti ordo reaksi satu. Pemilihan ordo reaksi dapat dilihat dengan memplotkan data penurunan mutu mengikuti ordo nol dan ordo satu lalu dibuat persamaan regresi liniernya. Ordo reaksi ditentukan dengan melihat nilai R2 yang lebih besar.
86
Tabel 15. Nilai R2 dari grafik penurunan mutu menurut ordo reaksi 0 dan 1 Parameter
TAT
pH
Vitamin C
Total Gula
Viskositas
Suhu Penyimpanan 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
R2 Ordo Reaksi 0 0.930 0.942 0.598 0.398 0.661 0.725 0.892 0.853 0.646 0.597 0.634 0.584 0.638 0.979 0.819
Ordo Reaksi 1 0.927 0.942 0.670 0.391 0.656 0.712 0.839 0.927 0.799 0.706 0.763 0.678 0.622 0.990 0.893
Ordo reaksi yang dipilih 1
0
1
1
1
3. Pendugaan Umur Simpan berdasarkan Beberapa Parameter
3.1 Total Asam Tertitrasi Penurunan total asam tertitrasi diolah berdasarkan reaksi ordo nol dan ordo satu. Berdasarkan grafik, diperoleh nilai R2 lebih besar pada reaksi ordo satu, maka untuk seterusnya akan digunakan ordo satu dalam perhitungan umur simpan menggunakan parameter TAT. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai ln TAT dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai k atau konstanta penurunan mutu produk seperti pada Tabel 16.
Tabel 16. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan Suhu Penyimpanan k ln k T (K) 1/T (oC) 5 0.035 -3.35241 278 0.003597 30 0.049 -3.01593 303 0.0033 45 0.246 -1.40242 318 0.003145 Keterangan : k = konstanta penurunan mutu ; T = suhu penyimpanan(K) 87
Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka diperoleh grafik seperti terlihat Gambar 39.
| |
|
|
|
Gambar 39. Grafik hubungan ln k TAT dengan suhu (1/T)
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada Gambar 39, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : y = -3890 x + 10.43 ln k = -3890 (1/T) + 10.43 Dari persamaan dapat diperoleh nilai E (Energi aktivasi) dan nilai ln ko : -E/R
= -3890oK
E
= (3890oK) x (1986 kal/mol K)
E
= 7725.540 kal/mol
Nilai ko diperoleh : ln ko
= 10.43
ko
= 33860.35026
Dengan demikian persamaan laju penurunan mutu TAT : k
= 33860.35026 e-3890(1/T)
Maka dapat diduga laju penurunan mutu TAT pada suhu 5oC : k
= 33860.35026 e-3890(1/273+5) = 0.028359 / minggu
Pada awal penyimpanan nilai TAT produk wornas adalah 24.48 ml NaOH 0.1N/100 ml dan nilai kritisnya berdasarkan organoleptik adalah 88
29.28 ml NaOH 0.1N/100 ml dan reaksi menggunakan ordo satu maka umur simpan produk wornas pada suhu penyimpanan 5oC adalah : t
= (ln Qt – ln Qo) / k
t
= (ln 24.28 – ln 29.28)/ 0.028359 / minggu
t
= 6.60 minggu = 46 hari
Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan pendugaan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 30oC dan 45oC : k 30oC = 0.089970/minggu t 30oC
= 2.08 minggu = 15 hari
k 45oC = 0.164852/minggu t 45oC
= 1.14 minggu = 8 hari
3.2 pH Perubahan nilai pH diolah berdasarkan reaksi ordo nol dan ordo satu. Berdasarkan grafik, diperoleh nilai R2 lebih besar pada reaksi ordo nol, maka untuk seterusnya akan digunakan ordo nol dalam perhitungan umur
simpan
menggunakan
parameter
pH.
Dengan
melakukan
perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai pHdan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai k atau konstanta penurunan mutu produk seperti pada Tabel 17.
Tabel 17. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan Suhu Penyimpanan k ln k T (K) 1/T (oC) 5 0.036 -3.32424 278 0.003597 30 0.060 -2.81341 303 0.0033 45 0.169 -1.77786 318 0.003145 Keterangan : k = konstanta penurunan mutu ; T = suhu penyimpanan (K)
Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka diperoleh grafik seperti terlihat pada Gambar 40.
89
|
|
|
|
Gambar 40. Grafik hubungan ln k pH dengan suhu (1/T)
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada Gambar 40, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : y = -3193 x + 8.051 ln k = -3193 (1/T) + 8.051 Dari persamaan dapat diperoleh nilai E (Energi aktivasi) dan nilai ln ko : -E/R
= -3193oK
E
= (3193oK) x (1986 kal/mol K)
E
= 6341298 kal/mol
Nilai ko diperoleh : ln ko
= 8.051
ko
= 3136.930334
Dengan demikian persamaan laju penurunan mutu pH : k
= 3136.930334 e-3193(1/T)
Maka dapat diduga laju penurunan mutu pH pada suhu 5oC : k
= 3136.930334 e-3193(1/273+5) = 0.032238/ minggu
Pada awal penyimpanan nilai pH produk wornas adalah 4.19 dan nilai kritisnya berdasarkan organoleptik adalah 3.85 dan reaksi menggunakan
90
ordo nol maka umur simpan produk wornas pada suhu penyimpanan 5oC adalah : t
= (Qt – Qo) / k
t
= (4.19 – 3.85)/ 0.032238 / minggu
t
= 10.42 minggu = 73 hari
Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan pendugaan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 30oC dan 45oC : k 30oC = 0.083163/minggu t 30oC
= 4.04 minggu = 29 hari
k 45oC = 0.136712/minggu t 45oC
= 2.46 minggu = 17 hari
3.3 Vitamin C Perubahan kadar vitamin C diolah berdasarkan reaksi ordo nol dan ordo satu. Berdasarkan grafik, diperoleh nilai R2 lebih besar pada reaksi ordo satu, maka untuk seterusnya akan digunakan ordo satu dalam perhitungan umur simpan menggunakan parameter vitamin C. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai ln vitamin C dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai k atau konstanta penurunan mutu produk seperti pada Tabel 18.
Tabel 18. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan Suhu Penyimpanan k ln k T (K) 1/T (oC) 5 0.208 278 0.003597 -1.57022 30 0.345 303 0.0033 -1.06421 45 0.391 318 0.003145 -0.93905 Keterangan : k = konstanta penurunan mutu; T = suhu penyimpanan (K)
Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka diperoleh grafik seperti terlihat pada Gambar 41.
91
|
|
|
|
Gambar 41. Grafik hubungan ln k vitamin C dengan suhu (1/T)
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada Gambar 41, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : y = -1435 x + 3.615 ln k = -1435 (1/T) + 3.615 Dari persamaan dapat diperoleh nilai E (Energi aktivasi) dan nilai ln ko : -E/R
= -1435oK
E
= (1435oK) x (1986 kal/mol K)
E
= 2849910 kal/mol
Nilai ko diperoleh : ln ko
= 3.615
ko
= 37.15134593
Dengan demikian persamaan laju penurunan mutu vitamin C : k
= 37.15134593 e-1435(1/T)
Maka dapat diduga laju penurunan mutu vitaminC pada suhu 5oC : k
= 37.15134593 e-1435(1/273+5) = 0.212913 / minggu
Pada awal penyimpanan kadar vitamin C produk wornas adalah 34.32 g/100g dan nilai kritisnya berdasarkan organoleptik adalah 10.9 g/100g
92
dan reaksi menggunakan ordo satu maka umur simpan produk wornas pada suhu penyimpanan 5oC adalah : t
= (ln Qt – ln Qo) / k
t
= (ln 34.32 – ln 10.90)/0.212913/minggu
t
= 5.39 minggu = 38 hari
Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan pendugaan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 30oC dan 45oC : k 30oC = 0.325962/minggu t 30oC
= 3.52 minggu = 25 hari
k 45oC = 0.407555/minggu t 45oC
= 2.81 minggu = 20 hari
3.4 Total Padatan Terlarut Data TPT yang diperoleh cenderung fluktuatif. Penurunan dan kenaikannya tidak konstan selama penyimpanan. Pengolahan data mengikuti ordo reaksi satu dan nol keduanya menghasilkan nilai R2 yang sangat kecil (R2 ≤ 0.5), dan diperoleh nilai k yang tidak semakin besar dengan semakin tingginya suhu (Tabel 18). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan total padatan terlarut pada produk sari wornas tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu, sehingga umur simpan tidak dapat diduga dengan parameter total padatan terlarut. Tabel 19. Nilai R2 dan nilai k yang diperoleh dari regrasi linear perubahan mutu TPT menurut reaksi ordo nol dan ordo satu Ordo 0
Suhu Penyimpanan (oC)
R
5 30 45
0.5 0.321 6x10-29
Ordo 1
2
2
k 0.06 0.06 0.00
R
0.5 0.5 5x10-5
k 0.004 0.004 0.0001
93
3.5 Total Gula Perubahan total gula diolah berdasarkan reaksi ordo nol dan ordo satu. Berdasarkan grafik, diperoleh nilai R2 lebih besar pada reaksi ordo satu, maka untuk seterusnya akan digunakan ordo satu dalam perhitungan umur simpan menggunakan parameter total gula. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai ln total gula dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai k atau konstanta penurunan mutu produk seperti pada Tabel 20.
Tabel 20. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan Suhu Penyimpanan k ln k T (K) 1/T (oC) 5 0.346 -1.06132 278 0.003597 30 0.340 -1.07881 303 0.0033 45 0.325 -1.12393 318 0.003145 Keterangan : k = konstanta penurunan mutu; T = suhu penyimpanan (K)
Data diperoleh, nilai k semakin kecil dengan semakin tingginya suhu. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan total gula pada produk sari wornas tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu, sehingga umur simpan tidak dapat diduga dengan parameter total gula.
2.7 Viskositas Perubahan nilai viskositas diolah berdasarkan reaksi ordo nol dan ordo satu. Berdasarkan grafik, diperoleh nilai R2 lebih besar pada reaksi ordo satu, maka untuk seterusnya akan digunakan ordo satu dalam perhitungan umur simpan menggunakan parameter viskositas. Dengan melakukan perhitungan kemiringan persamaan regresi antara nilai ln viskositas dan waktu pengujian pada tiga tingkat suhu, didapat nilai k atau konstanta penurunan mutu produk seperti pada Tabel 21.
94
Tabel 21. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan Suhu Penyimpanan k ln k T (K) 1/T (oC) 5 0.029 -3.54046 278 0.003597 30 0.177 -1.73161 303 0.0033 45 0.258 -1.3548 318 0.003145 Keterangan : k = konstanta penurunan mutu; T = suhu penyimpanan (K)
Dengan memplotkan kebalikan suhu mutlak (1/T) terhadap ln k, maka diperoleh grafik seperti terlihat pada Gambar 42.
|
|
|
|
Gambar 42. Grafik hubungan ln k viskositas dengan suhu (1/T)
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada Gambar 42, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : y = -4997 x + 14.52 ln k = -4997 (1/T) + 14.52 Dari persamaan dapat diperoleh nilai E (Energi aktivasi) dan nilai ln ko : -E/R
= -4997oK
E
= (4997oK) x (1986 kal/mol K)
E
= 9924042 kal/mol
Nilai ko diperoleh : ln ko
= 14.52
ko
= 2022813.658 95
Dengan demikian persamaan laju penurunan mutu viskositas : = 2022813.658 e-4997(1/T)
k
Maka dapat diduga laju penurunan mutu viskositas pada suhu 5oC : = 2022813.658 e-4997 (1/273+5)
k
= 0.031593 / minggu Pada awal penyimpanan viskositas produk wornas adalah 5.01 cP dan nilai kritisnya berdasarkan organoleptik adalah 2.33 cP dan reaksi menggunakan ordo satu maka umur simpan produk wornas pada suhu penyimpanan 5oC adalah : t
= (ln Qt – ln Qo) / k
t
= (ln 5.01 – ln 2.33)/ 0.031593/minggu
t
= 24.27 minggu = 170 hari
Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan pendugaan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 30oC dan 45oC : k 30oC = 0.139213/minggu t 30oC
= 5.51 minggu = 39 hari
k 45oC = 0.303056/minggu t 45oC 3.
= 2.53 minggu = 18 hari
Penentuan Parameter Pembatas Penolakan Produk dan Umur Simpan Produk Menurut Hariyadi, et al (2004) ada beberapa kriteria dalam pemilihan parameter mutu untuk menentukan umur simpan suatu produk, yaitu : 1) parameter
mutu
yang
paling
cepat
mengalami
penurunan
selama
penyimpanan, yang ditujukan dengan nilai koefisien k mutlak atau nilai koefisien determinasi (R2) paling besar, 2) parameter mutu yang paling sensitif terhadap perubahan suhu yang dilihat dari nilai slope persamaan Arrhenius, atau dapat dilihat dari energi aktivasi yang paling rendah , 3) bila terdapat lebih dari satu parameter mutu yang memenuhi kriteria, maka dipilih parameter mutu yang memiliki umur simpan yang paling pendek. Data kofisien determinasi (R2), nilai energi aktivasi dan pendugaan umur simpan berdasarkan beberapa parameter dapat dilihat pada Tabel 22. 96
Tabel 22. Nilai R2, Ea dan umur simpan berdasarkan beberapa parameter Parameter Total Asam Tertitrasi pH Vitamin C Viskositas
Umur Simpan (hari) 5oC 30oC 45oC
R2
Ea (kal/mol)
0.736
7725.540
46
15
8
0.868 0.975 0.966
6 341 298 2 849 910 9 924 042
73 38 170
29 25 39
17 20 18
Dengan melihat Tabel 22 maka dapat kita simpulkan parameter yang paling baik dijadikan acuan dalam penentuan umur simpan adalah parameter vitamin C. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 yang besar (≥ 0.95), Nilai Ea (energi aktivasi) yang kecil dan memberikan dugaan umur simpan yang paling pendek. Selain itu juga, pemilihan parameter vitamin C sebagai indikator penolakan produk ditujukan untuk tetap menjamin pada akhir umur simpannya tersebut produk sari wornas tetap memiliki kandungan vitamin C yang tinggi yaitu 20% dari RDA atau 18 mg/serving. Umur simpan sari wornas berdasarkan penelitian ini adalah 38 hari jika disimpan pada suhu 5oC, 25 hari pada suhu 30oC, dan 20 hari pada suhu 45oC. Namun jika dilihat dengan pertimbangan lain, umur simpan sari wornas juga dapat ditentukan berdasarkan parameter yang lain. Misalkan dengan pertimbangan dari segi ekonomi, umur simpan yang ditentukan dari parameter vitamin C dirasa terlalu pendek dan tidak menguntungkan produsen. Maka dengan tetap memperhatikan syarat kriteria pemilihan parameter mutu, dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa parameter viskositas juga memiliki nilai R2 yang besar sehingga masih memungkinkan digunakan sebagai parameter pembatas dalam pendugaan umur simpan. Menurut parameter viskositas secara objektif, sari wornas memiliki umur simpan 170 hari pada suhu 5oC, 39 hari pada suhu 30oC, dan hanya bertahan 18 hari pada suhu 45oC.
97
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Formulasi terbaik sari wornas diperoleh dari perlakuan bahan baku nanas Bogor matang (100% kulit buah kuning) dan wortel Cipanas besar (p=25.73±4.8cm, db=3.32±0.52cm, dan dk=1.74±0.24cm). Sari wornas paling disukai dibuat dengan perbandingan air : wortel = 4:1(v/w), gula : puree = 8:100(w/v), campuran asam 2.5g/4L puree (asam sitrat : asam askorbat = 1:1), dan campuran penstabil 2.5 g/L puree (CMC : Na-alginat = 1:1). Sari wornas yang dikemas dalam kemasan cup PP 165 ml memiliki level penginaktifan mikroba pada proses pasteurisasi adalah 5D pada suhu 75oC selama minimum 12 menit, dengan wadah pasteurisasi yang digunakan panci stainless steel berukuran diameter 33 cm, tinggi 20 cm, dan posisi cup sari wornas dapat diletakkan secara acak. Sari wornas terpilih memiliki pH berkisar 4.13-4.24, kekentalan 4.695.38 cP, TPT antara 12.2 – 12.4oBrix, TAT berkisar 24.00-24.96 ml NaOH 0.1N/100 ml sari wornas, kandungan vitamin C antara 34.29-34.33 mg/100 gram sari wornas, total gula 7.65-9.09 gram/100 gram sari wornas, berwarna jingga tua cerah, tidak ada endapan, aktivitas antioksidan 395-430 ppm AEAC, kandungan beta karoten 0.25g/100gram bahan. Sari wornas dengan karakteristik di atas memiliki skor kesukaan terhadap warna adalah 6.07-6.17 (suka), terhadap aroma 5.57 -5.73 (suka), terhadap rasa manis 5.73 -5.87 (suka), terhadap rasa asam 5.60 - 5.67 (suka), dan terhadap kekentalan adalah 5.83 - 5.87 (suka). Sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC atau suhu refrigerator cenderung lebih lambat penurunan mutunya dibanding sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC. Perubahan nilai pH, total asam tertitrasi, vitamin C, viskositas, tingkat kesukaan secara organoleptik terhadap atribut warna, aroma, rasa asam, rasa manis, dan kekentalan berpengaruh nyata (p<0.05) dengan perlakuan penyimpanan di tiga suhu yang berbeda (5 oC, 30 o
C, 45oC). Sedangkan penurunan mutu TPT dan total gula tidak berpengaruh
nyata (p>0.05) dengan perlakuan penyimpanan di tiga suhu yang berbeda.
98
Selain itu perlakuan lama penyimpanan juga memberikan nilai yang berbeda nyata (p<0.05) setiap minggunya untuk parameter pH di suhu 30 oC dan 45oC, vitamin C, dan viskositas di suhu 30 oC dan 45oC. Sedangkan untuk nilai TPT, pH di suhu 5oC, dan viskositas di suhu 5oC tidak berbeda nyata (p>0.05) nilainya selama 4 minggu penyimpanan. Untuk total gula, nilainya pada awal penyimpanan berbeda nyata (p<0.05) dengan nilai setelah penyimpanan minggu pertama, kedua, dan ketiga. Nilai pH dan TAT cenderung meningkat selama penyimpanan. Nilai TPT cenderung tidak stabil. Nilai total gula, viskositas, tingkat kesukaan secara organoleptik terhadap atribut warna, aroma, rasa asam, rasa manis, dan kekentalan cenderung menurun selama penyimpanan. Selama penyimpanan juga muncul endapan pada dasar wadah yang semakin tampak jelas seiring semakin lamanya penyimpanan. Warna sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC cenderung stabil selama penyimpanan dan perubahannya hampir tidak terlihat, warna pada suhu ruang sedikit berubah dengan intensitas warna jingga yang sedikit berkurang, sedangkan warna pada suhu 45oC berubah dengan sangat jelas menjadi coklat keruh setelah 4 minggu penyimpanan. Secara mikrobiologis, sari wornas pada awal penyimpanan memiliki angka lempeng total, jumlah kapang-khamir dan koliform yang memenuhi persyaratan SNI 01-3719-1995. Namun setelah penyimpanan 4 minggu angka lempeng total sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC sudah melebihi batas yang ditetapkan SNI, jumlah kapang-khamir sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC juga sudah melampaui batas yang ditetapkan SNI. Setiap parameter yang digunakan dalam pendugaan umur simpan memberikan dugaan umur simpan yang berbeda-beda. Akan tetapi, dalam penelitian ini ditentukan parameter yang digunakan sebagai pembatas penolakan produk dari segi fungsional adalah parameter kandungan vitamin C. Berdasarkan parameter vitamin C, umur simpan sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC adalah 38 hari, pada 30oC adalah 25 hari, dan pada 45oC hanya bertahan 20 hari. Selain itu parameter pembatas yang digunakan jika dilihat dari segi ekonomi adalah parameter viskositas. Berdasarkan parameter
99
viskositas, umur simpan sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC adalah 170 hari, pada 30oC adalah 39 hari, dan pada 45oC hanya bertahan 18 hari.
B. SARAN Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan produk sari buah wornas adalah perlunya diteliti hal-hal sebagai berikut : 1. Dicari bahan penstabil yang lebih efektif untuk mengurangi terbentuknya endapan pada produk akhir. 2. Diteliti pengaruh jenis pengemas minuman sari wornas yang tidak tembus cahaya. 3. Perlu dilakukan analisis finansial produk sari wornas skala industri rumah tangga dan scale-upnya.
100
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis 932.12 Solids (Soluble) in Fruits and Fruit Products. Virginia. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis 981.12 pH of Acidified Foods. Virginia. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis 940.15 Total Acids of Acidified Foods. Virginia. Akamine, E. K. 1963. Fresh Pineapple Storage. Hawai Farm.Sci., 211. Alikonis, J. J. 1979. Candy Technology. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Arpah, 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Pangan. Program Studi Ilmu Pangan, Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Arpah, M dan R. Syarief. 2000. Evaluasi Model-model Pendugaan Umur Simpan Pangan dari Difusi Hukum Fick Unidireksional. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Arpah, M. 2003. Penentuan Kadaluarsa Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA, IPB. Bogor. Bender, A. E., D. A. Bender. 1998. Food Tables and Labelling. Oxford University Press. Ball, G. F. M. 1994. Water Soluble vitamin A Assays in human Nutrition. Chapman and Hall, London. Bailey J. B. 1963. The Standar Cyclopedia of Horticulture. The Macmilan co. New York, p 63-65. BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2001. Aerobic Plate Count. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-3.html (12 Februari 2009) Bangun, A. P. 2002. Terapi Jus dan Ramuan Tradisional Untuk Hipertensi. Agromedia Pustaka, Jakarta. Bangun, A. P. 2004. Menagkal Penyakit dengan Jus Buah dan Sayuran. Agromedia Pustaka, Jakarta. Beal, C. 1998. Shelf Life and Sensory Evaluation of non Alcoholic Beverages. Di dalam P. R. Ashurst (eds.). Chemistry and Technology of Soft Drink and Beverages. Sheefield Academic Press, England. 101
Boes, E., I. Suhatro, Soemarsono, dan Nurhidayah. 1988. Pembuatan sari wortel. Di dalam Risalah Seminar Pengembangan Produk dan Mutu Pangan Dalam Peningkatan Ekspor Non Migas. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Buckle K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wootton. 1978. Food Scince. Codex Allimentarius Commission. 1983. Recommended International Standar for Concentrated Orange Juice Preserved Exclusively by Physical Process. CAC/Acceptances/Part 1 Rev.2, 1 Februari 1983, Appendix 2. Collins, J.L. 1960. The Prineapple:Botani, Cultivation and Utilization Leonard Hill (Book) Ltd., London. Cravelling. 1968. Pineaple Extract Volatile Component. Di dalam Naggy, S. Dan Shaw. 1980. Tropical and Subtropical Fruit. AVI Publishing Co.,Inc., Westport, Connecticut. Cruess, W. V.1985. Commercial Fruit and Vegetable product. Mc Gram Hill Book Co. Inc, New York. Davenport, R. R. 1998. Microbiology of Soft Drink. Di dalam P. R. Ashurst (eds.). The Chemistry and Technology of Soft Drink and Fruit Juice. Sheffield Academic Press, England. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1990. Daftar Konposisi Bahan Makanan. Jakarta : Bhratara Karya Aksara. Desrosier, N. W. 1983. Food Preservation. The New Encyclopedia British Macropedia Vol 7 : 492-496. Dwidjoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta. Fardiaz, 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Fardiaz, Dedi. 1996. Proses Termal dalam Pengendalian Tahap Pengolahan Kritis untuk Menjamin Keamanan Pangan. Di dalam : Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Proses Termal. FATETA-IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1998. Ikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia. Jakarta. FCC. 1981. Food Chemical Codex. National Academy Press. Washington.
102
Fellows, P. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practises, 2 nd Edition. Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry (2nd ed). Marcel Dekker, Inc., New York. Flath, R. A. 1980. Pineaple. Di dalam Naggy, S. Dan Shaw. 1980. Tropical and Subtropical Fruit. AVI Publishing Co.,Inc., Westport, Connecticut. Flores. J. D. N. Guanasekharan. V. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Chemical, Biologica, Physical and Nutritional Aspect. (G. Charalambous. Ed). Elsevier Publ. London. Frazier, W. C., Westhoff, D. C. 1982. Food Microbiology. New York : Mc Graw Hill. Eskin, N. A. M., Henderson H. M. dan Toswend R. J. 1971. Biochemistry of Foods. Academic press. New York. Food and Drug Administration. 2008. A Food Labeling Guide. Appendix B: Additional Requirements for Nutrient Content Claims. Ganz, A. J. 1977. Cellulose Hydrocolloid. Di dalam Graham, Food Colloids. The AVI Publ. Co., Inc. Westport. Connecticut. Garbutt, J. 1997. Essential of Food Microbiology. Arnold. London. Gilliland, S. E. 1986. Bacterial Starter Cultures for Foods. CRC Press. Boca Raton. Florida. Glicksman,M.1984. Food Hydrocolloids. Florida :CEC Press. Harigan, W. F. 1998. Laboratory Methods in Food Microorganisms. 3rd ed. Academic Press. San Diego. Heldman, D. R., Singh R. P. 2001. Introduction to Food Engineering. Academic Press, London. Holdsworth, S. D. 1997. Thermal Processing of Packaging Food. Chapman and Hall : Blackie Academic and Professional. New York. Hutching, John. B. 1999. Food Color and Appearance. Second Edition. Aspen Publishers, Inc. Maryland. Leverington, R. E. 1971. Technological advances in The Pineapple Industry in Queensland. Foodtech. Aust.23 (4), 16. Lutkemeyer, B. 1989. Aseptic Packaging in Polypropilenen cuspand Their Sterilization with Hot Air Supperheated Steam Mixture. 103
Jongen, W. 2002. Fruits and Vegetable Processing. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. England. Junanto, T. 2009. Rumput Laut Sebagai Obat dan Makanan yang Baik Bagi Kesehatan. Biosains. UNS. Surakarta. Madhavi, D. L., S. S. Deshpande, and D. K. Salunkhe. 1996. Food Antioxidants Technological, Toxicological, and Health Preservatives. Marcel Deccer, Inc., New York. Minor, L, J. 1983. Nutritionals Standards. The AVI Publishing Co. Inc., Westport. Connecticut. Molyneux, P. 2004. The Use Of The Stable Free Radical DiphenylpicrylHydrazyl (DPPH) For Estimating antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 26 (2) : 211-219. Moyer, J. C. dan H. C Aitken. 1980. Apple juice. Di dalam P. E Nelso dan D. K. Tressler (eds). Fruit and Vegetable Juice Processing Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Westport. Connecticut. Muchtadi, D., T. R. Muhctadi, S. Hardjo dan Sumiyati. 1977. Pengetahuan dan Pengolahan Bahan Nabati. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB. Bogor. Muchtadi D., T, Muchtadi, dan E. Gumbira. 1979. Pengolahan Hasil Pertanian Nabati. Fatemeta, IPB. Bogor. Muchtadi, T.R., D.R. Adawiyah dan E. Syamsir. 1994. Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan II. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Muljohardjo. 1984. Nenas dan Teknologi Pengolahannya. Jakarta. Nicole, W. M. 1979. Sucrose and Food Technology di dalam GG Birch dan K.J. Parker (eds). Sugar : Science of Technology, Applied science Publ., London. Novary, E. W. 1996. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya, Jakarta. Nussinovitch, A. 1997. Hydrocolloid Applications, Gum Technology in The Food and Other Industries. London : Blackie Academic Proffesional. Onsoyen, I. 1992. Alginates. Di dalam : Imeson, A (ed). Thickening and Gelling Agents for Food. London : Blackie Academic Proffesional. 104
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen : Pemanfaatan dan Penanganan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pollard, A. dan Timberlake, C. F. 1971. Fruit juice. Di dalam Hulme, A. C (ed.). The Biochemistry of Fruit and Their Product. Vol.2. Academic Press, London. Poste, L.M., Mackie, D. A., Butler, G., Larmood, E. 1991. Laboratory methods For Sensory Analysis of Food Research Branch Agriculture Canada Publication. Potter, N. H. dan J. H. Hotchkins. 1995. Food Science 5th Edition. Chapman and Hall Co. Inc. New York. Pracaya, 1982. Bertanam Nanas. Penebar Swadaya, Jakarta. Toledo, R. T. 1991. Fundamentals Of Food Process Engineering 2nd edn. New York : Chapman dan Hall. Tressler, D. K. and M. A. Joslyn. 1961. Fruit and Vegetable Juice Processing Technology. AVI Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut. Sala, F. J., Burgos, J., Condon, S., Lopez, P., dan Raso, J. 1995. Effect of Heat and Ultrasound on Microorganism and Enzyms. Di dalam : New Method of Preservation (Gould, G. W., ed.). Blackie Academic and Professional. London. Satuhu, S. 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah-buahan. Swadaya. Jakarta. SNI 01-3719-1995. Minuman Sari Buah. Dewan standar Nasional. Jakarta. Stuckey B. N. 1982. The Hand Book of Food aditives, 2nd edition , CrC Press, New York. Soekarto, S. T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB. Bogor. Sudirman, K. K., T. Darwinto, D. Iramani, T. Yulius, dan A.Handayani. 2001. Pengaruh coupling agent terhadap sifat mekanik dan struktur mikro komposit PP-tepung maizena. J. Mikroskopi dan Mikroanalis. Vol 4 (2). Sunaryono, H. 1980. Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting di Indonesia. Sinar Baru, Bandung. Syarief, R.1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Monograf. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. 105
Syarief, R dan H, Halid .1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. ARCAN bekerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi. Bandung. Tindall, H.D.1987. Vegetable Product in The Tropics. Mac Millan Education Ltd., London. Toft, K.1982. Interactions Between Pectin and Alginates. Prog. Food Nutrition Science. 6, 89-96. Tressler, D. K. and M. A. Joslyn. 1961. Fruit and Vegetable Juice Processing Technology. AVI Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut. Winarno , F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wirakusumah, E. S. 1996. Juice Buah dan Sayur, Suatu Alternatif Pengganti Soft Drink. Pangan (26) 49-53. Woodroof, J. K., dan D. K. Tressler. 1976 Food Product Formularly vol.3 Fruit, Vegetables and Nut Product. The AVI Publ. Co. Inc., Westport. Connecticut.
106
Lampiran 1. Rekapitulasi data hasil uji rangking hedonik formulasi tahap penentuan tingkat kematangan buah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
F1 4 3 4 6 6 1 3 4 4 3 6 1 5 1 3 3 2 4 5 6 4 5 1 3 2 2 6 5 2 4
F2 6 6 5 4 3 3 4 5 5 4 4 5 6 4 6 2 1 5 4 4 5 4 6 6 3 4 3 4 4 6
F3 5 2 6 5 2 2 6 6 6 5 5 4 2 5 4 6 6 6 6 5 6 6 4 5 5 5 2 6 5 5
F4 2 4 1 2 1 6 2 3 2 1 3 6 4 2 5 1 5 1 1 1 2 3 3 1 1 3 4 2 6 1
F5 3 5 2 3 5 5 5 1 1 6 2 3 3 3 2 5 4 2 2 2 1 2 5 4 4 6 5 3 3 2
F6 1 1 3 1 4 4 1 2 3 2 1 2 1 6 1 4 3 3 3 3 3 1 2 2 6 1 1 1 1 3
Lampiran 2. Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman’s untuk formulasi tahap penentuan tingkat kematangan buah Ket : Assym.Sig. < 0.05 berarti Sampel Rata-rata berbeda nyata 3.60 F1 4.37 F2 4.77 F3 N 30 2.63 F4 Chi-square 38.724 3.30 F5 Df 5 2.33 F6 Assym.Sig. 0.000 107
Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil uji rangking hedonik formulasi tahap penentuan perbandingan wortel-nanas pada pembuatan puree No F1 F2 F3 1 2 1 3 2 2 1 3 3 2 1 3 4 2 1 3 5 3 2 1 6 2 1 3 7 2 1 3 8 1 2 3 9 3 1 2 10 1 2 3 11 2 1 3 12 1 2 3 13 3 2 1 14 1 3 2 15 2 1 3 16 3 2 1 17 2 1 3 18 1 3 2 19 3 2 1 20 3 1 2 21 1 3 2 22 1 3 2 23 1 2 3 24 2 1 3 25 2 1 3 26 2 1 3 27 3 1 2 28 3 2 1 29 3 2 1 30 2 3 1 Lampiran 4. Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman’s untuk formulasi tahap penentuan perbandingan wortel-nanas pada pembuatan puree Sampel Rata-rata 2.03 F1 1.67 F2 2.30 F3 N 30 Chi-square 6.067 Df 2 Assym.Sig. 0.048 Ket : Assym.Sig. < 0.05 berarti berbeda nyata 108
Lampiran 5. Rekapitulasi data hasil uji rangking hedonik formulasi tahap penentuan jumlah air No F1 F2 F3 1 3 2 1 2 2 1 3 3 1 2 3 4 1 2 3 5 1 2 3 6 3 2 1 7 3 2 1 8 2 1 3 9 1 2 3 10 2 1 3 11 3 2 1 12 2 1 3 13 1 2 3 14 2 1 3 15 3 2 1 16 1 2 3 17 1 2 3 18 2 1 3 19 2 1 3 20 1 2 3 21 3 1 2 22 3 2 1 23 2 1 3 24 2 1 3 25 3 2 1 26 3 2 1 27 1 2 3 28 3 2 1 29 3 1 2 30 1 2 3 Lampiran 6. Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman’s untuk formulasi tahap penentuan jumlah air Sampel Rata-rata 2.03 F1 1.63 F2 2.33 F3 N 30 Chi-square 7.400 Df 2 Assym.Sig. 0.025 Ket : Assym.Sig. < 0.05 berarti berbeda nyata
109
Lampiran 7. Rekapitulasi data hasil uji rangking hedonik formulasi tahap penentuan konsentrasi gula No F1 F2 F3 1 2 1 3 2 2 1 3 3 1 2 3 4 1 3 2 5 2 1 3 6 3 1 2 7 2 1 3 8 3 1 2 9 2 1 3 10 2 1 3 11 2 1 3 12 2 3 1 13 2 3 1 14 3 2 1 15 3 2 1 16 2 3 1 17 3 2 1 18 3 2 1 19 3 2 1 20 3 2 1 21 3 2 1 22 3 2 1 23 3 2 1 24 3 2 1 25 3 1 2 26 2 1 3 27 1 3 2 28 1 3 2 29 1 3 2 30 1 2 3 Lampiran 8. Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman’s untuk formulasi tahap penentuan konsentrasi gula Sampel Rata-rata 2.23 F1 1.87 F2 1.90 F3 N 30 Chi-square 2.467 Df 2 Assym.Sig. 0.291 Ket : Assym.Sig. > 0.05 berarti tidak berbeda nyata
110
Lampiran 9. Rekapitulasi data hasil uji rangking hedonik formulasi tahap penentuan konsentrasi asam sitrat dan asam askorbat No F1 F2 F3 1 1 3 2 2 3 2 1 3 2 3 1 4 1 3 2 5 2 3 1 6 2 3 1 7 1 3 2 8 2 1 3 9 3 2 1 10 2 1 3 11 2 1 3 12 1 2 3 13 2 3 1 14 2 3 1 15 1 2 3 16 1 3 2 17 2 3 1 18 1 2 3 19 1 3 2 20 2 3 1 21 2 1 3 22 1 3 2 23 1 2 3 24 3 2 1 25 2 3 1 26 2 1 3 27 1 3 2 28 2 1 3 29 2 1 3 30 3 1 2 Lampiran 10. Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman’s untuk formulasi tahap penentuan konsentrasi asam sitrat dan asam askorbat Sampel Rata-rata 1.77 F1 2.23 F2 2.00 F3 N 30 Chi-square 3.267 Df 2 Assym.Sig. 0.195 Ket : Assym.Sig. > 0.05 berarti tidak berbeda nyata 111
Lampiran 11. Rekapitulasi data hasil uji rangking hedonik formulasi tahap penentuan konsentrasi penstabil CMC dan Na-alginat No F1 F2 F3 1 3 1 2 2 1 2 3 3 1 2 3 4 3 1 2 5 3 2 1 6 2 1 3 7 2 1 3 8 1 2 3 9 1 2 3 10 1 2 3 11 2 1 3 12 2 1 3 13 1 3 2 14 3 1 2 15 3 1 2 16 1 3 2 17 3 1 2 18 1 2 3 19 1 2 3 20 3 1 2 21 3 1 2 22 3 1 2 23 2 3 1 24 1 2 3 25 3 2 1 26 1 2 3 27 3 2 1 28 2 1 3 29 2 1 3 30 2 1 3 Lampiran 12. Hasil analisis uji ranking hedonik metode Friedman’s untuk formulasi tahap penentuan konsentrasi penstabil CMC dan Naalginat Sampel Rata-rata 2.00 F1 1.60 F2 2.40 F3 N 30 Chi-square 9.600 Df 2 Assym.Sig. 0.008 Ket : Assym.Sig. < 0.05 berarti berbeda nyata 112
Lampiran 13. Data suhu distrubusi panas ulangan 1 Waktu Suhu Pemanasan (oF) (menit)
Tc1
Tc2
Tc3
Tc4
Tc5
0
175.4
171.5
170.6
130
122.2
2
154.7
157
155.5
156.4
151.7
4
148.5
150.1
148.8
150.1
150.1
6
155.4
155.4
150.8
150.8
152.3
8
158.3
157.2
154.8
155.4
156.4
10
173
161.4
159.2
159.5
159.4
12
173.6
166.6
165.3
165.3
163.7
14
170.6
166.7
165.7
167.3
166.2
Lampiran 14. Data suhu distrubusi panas ulangan 2 Waktu Suhu Pemanasan (oF) (menit)
Tc1
Tc2
Tc3
Tc4
Tc5
0
170.7
175
176.2
131.2
124.9
2
157
157.2
159.4
159.5
155.7
4
154.5
153.2
153.3
152.6
152.3
6
159.4
156
155.3
154.7
155.5
8
171.9
161.9
159.4
160
158.6
10
177.5
164.8
164
164.4
163.6
12
177.7
170.2
169.3
170.2
168.1
14
178.4
172.9
173.4
174.2
172.6
113
Lampiran 15. Data suhu penetrasi panas dalam cup ulangan 1 Waktu
Posisi Terbalik (oF)
Posisi Tegak (oF)
Posisi Tidur (oF)
(menit)
Tc1
Tc2
Tc3
Tc4
Tc5
Tc6
Tc7
Tc8
Tc9
0
81.5
81.5
80.9
81.9
97.1
88.7
79
77.7
79.3
2
140
127.9
166.8
112.2
163.5
126
115.2
168.7
121.8
4
162.4
155
170.9
144.1
170.5
150.8
149.7
173
153.9
6
168.1
160.5
173.4
159.5
171.7
164.4
163.9
174.9
167.3
8
172.5
168.6
173.8
166.7
173.5
169.2
169.7
174.5
172
10
173.2
169.8
174.1
169.9
173.1
171.3
172.3
175.2
173.8
12
173.9
171.1
174.7
172
174.5
173.3
173.4
174.2
174.1
14
174.1
171.8
173.9
173
174.7
173.6
173.8
175.2
174.8
16
173.7
171.6
174.8
173.4
174.2
174.1
173.7
173.9
174.6
18
174.3
171.5
173.8
174.2
174.8
174.6
174.5
175
174.8
20
81.5
81.5
80.9
81.9
97.1
88.7
79
77.7
79.3
114
Lampiran 16. Data suhu penetrasi panas dalam cup ulangan 2 Waktu
Posisi Terbalik (oF)
Posisi Tegak (oF)
Posisi Tidur (oF)
(menit)
Tc1
Tc2
Tc3
Tc4
Tc5
Tc6
Tc7
Tc8
Tc9
0
81.9
80.8
79.9
80.8
96.7
85.7
79.3
78.6
79.9
2
140.3
119
118.4
138.6
154.4
132.7
117.8
157.9
131.5
4
162.3
150.6
150.3
148.1
166.4
157.1
151.4
167.9
159.2
6
169.3
163.9
163.2
168.8
171.1
166.5
165.3
172.8
168.7
8
171.7
168.7
168.6
171.5
173.1
170.5
170.8
173.4
172.5
10
173
171.6
171.3
172.1
173
172.2
173.1
174.9
173.4
12
174.2
173.3
173.3
173.7
174.3
173.5
173.9
173.9
174.1
14
174.3
174
174.1
175.7
174.9
174.2
174.4
174.9
174.5
16
174.3
174.1
174.5
174.5
174.5
174.7
174.8
174.5
174.8
18
174.2
174.2
174.6
175.6
174.8
174.5
174.8
175.2
175.2
20
81.9
80.8
79.9
80.8
96.7
85.7
79.3
78.6
79.9
115
Lampiran 17. Data suhu penetrasi panas sampel sari wornas Data Penetrasi Panas 167oF
Waktu (menit)
Tc1
Tc2
Tc3
Tc4
Tc5
Tc6
0
147.8
109.6
97.6
98.8
96.8
97.2
2
137.7
140.6
127.4
124.4
129.4
126.1
4
142.7
146.6
136
133.9
137.6
135.5
6
146.3
151.7
142.5
141
144.6
141.5
8
151.1
156.7
148.7
147.5
150.9
147.1
10
156.1
160.9
154.6
153.2
156.2
152.2
12
157.6
161.8
158.1
157
159.1
155.6
14
159.7
162.5
158.7
158.3
160
157.1
16
161.5
166.5
161
160.5
163.5
159.6
18
162.5
167.7
163
162.3
166.1
161.8
20
163.7
167.5
163.5
163.5
165.8
163
22
164.3
167.2
164
164.8
165.8
164
24
165
168
164.1
165.2
166.3
164.3
26
165.7
168.3
164.9
166
166.3
165
28
143.6
167
130.2
165.5
147.1
164.5
116
Lampiran 18. Data Lethalitas pada suhu 75oC atau 167oF Data Penetrasi Panas 167oF
Waktu (menit)
Lr1
Lr2
Lr3
Lr4
Lr5
Lr6
0
0.0858
0.0006
0.0001
0.0002
0.0001
0.0001
2
0.0236
0.0341
0.0063
0.0043
0.0081
0.0053
4
0.0447
0.0736
0.019
0.0145
0.0233
0.0178
6
0.0708
0.1413
0.0435
0.0359
0.057
0.0383
8
0.1308
0.2678
0.0962
0.0825
0.1275
0.0784
10
0.248
0.4583
0.2047
0.1711
0.2512
0.1506
12
0.3005
0.5142
0.3203
0.2783
0.364
0.2326
14
0.393
0.5623
0.3459
0.3286
0.4084
0.2818
16
0.4948
0.938
0.4642
0.4354
0.6391
0.3881
18
0.5623
1.0937
0.5995
0.5481
0.8913
0.5142
20
0.6556
1.0661
0.6391
0.6391
0.8577
0.5995
22
0.7079
1.0259
0.6813
0.7547
0.8577
0.6813
24
0.7743
1.1365
0.6901
0.7943
0.9143
0.7079
26
0.8468
1.1809
0.7644
0.8799
0.9143
0.7743
28
0.0501
1.0000
0.0090
0.8254
0.0784
0.7263
117
Lampiran 19. Data Fo pada pemanasan suhu 75oC atau 167oF Data Penetrasi Panas 167oF
Waktu (menit)
Fo1
Fo2
Fo3
Fo4
Fo5
Fo6
2
0.1093
0.0348
0.0064
0.0045
0.0083
0.0055
4
0.0682
0.1077
0.0253
0.0188
0.0314
0.0231
6
0.1155
0.2148
0.0625
0.0504
0.0802
0.0561
8
0.2016
0.409
0.1398
0.1185
0.1845
0.1167
10
0.3788
0.726
0.3009
0.2537
0.3787
0.229
12
0.5484
0.9724
0.525
0.4494
0.6152
0.3832
14
0.6935
1.0765
0.6661
0.6069
0.7724
0.5145
16
0.8879
1.5004
0.81
0.764
1.0475
0.6699
18
1.0572
2.0317
1.0636
0.9835
1.5303
0.9022
20
1.218
2.1597
1.2386
1.1872
1.7489
1.1137
22
1.3636
2.092
1.3204
1.3938
1.7154
1.2808
24
1.4822
2.1624
1.3714
1.549
1.772
1.3892
26
1.6211
2.3174
1.4545
1.6743
1.8287
1.4822
28
0.8969
2.1809
0.7734
1.7053
0.9928
1.5006
10.642
17.986
9.7579
10.759
12.706
9.6667
0
Fo kumulatif
118
Lampiran 20. Hasil pengukuran kekerasan buah nanas pada 3 tingkat kematangan Jenis Nanas Kulit 100% hijau Kulit 50% kuning Kulit 100% kuning
Rata-rata kekerasan (mm/100 gram)
Data Kekerasan (mm/100 gram)
5.3
13.3
13.9
14.0
9.0
11.10 ± 3.85
16.8
18.9
17.8
16.9
21.7
18.42 ± 2.02
29.8
23.2
24.3
18.9
22.2
23.68 ± 3.97
Lampiran 21. Hasil pengukuran warna daging buah nanas pada 3 tingkat kematangan Jenis Jenis Data Pengukuran Rata-rata Nanas Pengukuran Kulit
L
65.49
69.52
66.73
70.53
60.80
66.61±3.84
100%
a
-2.07
-2.75
-2.43
-3.96
-3.16
-2.87±0.73
hijau
b
24.79
24.80
25.22
26.25
25.42
25.30±0.60
Kulit
L
66.62
62.90
69.63
60.23
57.98
63.47±4.71
50%
a
-2.20
-2.96
2.00
-1.27
-1.66
-1.22±1.91
kuning
b
25.26
25.04
26.46
25.62
22.81
25.04±1.36
Kulit
L
55.57
55.82
46.98
58.99
50.99
53.67±4.70
100%
a
-0.53
-2.94
-1.43
0.48
-1.82
-1.25±1.30
kuning
b
26.10
24.39
24.92
27.06
20.29
24.55±2.60
Lampiran 22. Hasil pengukuran kekerasan wortel pada 2 tingkat kematangan Rata-rata Jenis kekerasan Data Kekerasan (mm/100 gram) Wortel (mm/100 gram) Kecil 3.12 ± (umur ±2 2.8 2.5 3.5 3.9 2.9 0.57 bulan) Besar 2.12 ± (umur ±3 2.0 1.9 2.1 1.7 2.9 0.46 bulan) 119
Lampiran 23. Hasil pengukuran warna daging buah wortel pada 2 tingkat kematangan Jenis Jenis Data Pengukuran Rata-rata Wortel Pengukuran Kecil L 52.67 52.81 59.34 47.97 50.50 52.66±4.22 (umur a 19.63 16.75 21.60 18.61 24.85 20.29±3.09 ±2 b 25.08 25.51 27.38 24.01 26.40 25.68±1.28 bulan) Besar L 56.03 56.53 56.80 52.11 51.58 54.61±2.55 (umur a 29.29 23.98 22.28 26.42 26.93 25.78±2.72 ±3 b 30.53 28.18 29.96 27.15 27.22 28.61±1.56 bulan) Lampiran 24. Data pengukuran diameter dan panjang wortel pada 2 tingkat kematangan Kecil (umur ±2 bulan) Besar (umur ±3 bulan) Diameter Diameter Panjang Diameter Diameter Panjang kecil (mm) besar (mm) (cm) kecil (mm) besar (mm) (cm) 20.00 31.00 25.00 14.90 23.80 12.50 16.05 32.60 22.50 13.30 26.45 18.00 19.40 38.75 22.00 15.40 25.30 16.00 13.70 29.30 26.00 18.00 23.65 15.00 18.05 32.80 30.00 13.40 23.05 13.00 18.80 32.10 19.80 12.20 22.30 11.50 13.80 31.10 29.50 15.20 23.80 12.00 20.50 42.10 34.00 14.40 26.60 17.50 16.10 38.30 27.00 15.60 25.15 14.00 17.80 34.15 21.50 15.00 22.50 15.70 17.42±2.43
34.22±4.12
25.73±4.48
14.74±4.58
24.26±4.54
14.52±2.28
Lampiran 25. Data standar asam askorbat pada pengukuran aktivitas antioksidan Asam askorbat (ppm) Absorbansi 0
1.035
50
0.970
100
0.855
250
0.752
500
0.520
1000
0.056 120
Lampiran 26. Data pengukuran aktivitas antioksidan Kapasitas Ulangan Absorbansi Antioksidan (ppm AEAC) 1 0.568 0.570 0.569 430 2 0.604 0.604 0.604 395
Rata-rata 412.5 ± 24.8
Lampiran 27. Data pengukuran beta karoten Beta karoten Bobot sampel (g) Rata-rata (g/100g) 10.0635 0.2283 0.25 ± 0.03 10.0972 0.2680
Lampiran 28. Data pertumbuhan mikroba angka lempeng total minuman sari wornas selama penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda Suhu Penyimpanan Minggu o Ulangan 5C 30oC 45oC ke10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3 4 1 0 3 1 0 2 1 0 1 0 0 0 2 0 0 1 0 0 0 2 1 1 1 2 1 1 1 0 2 1 0 1 1 0 0 0 0 0 2 0 1 3 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 4 0 1 0 0 1 2 1 0 2 4 4 2 0 0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 1 0 1 0 0 0 2 0 0 0 8 0 0 8 0 1 2 3 0 0 3 1 0 8 0 0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 1 4 1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 12 4 1 0 0 0 2 1 1 0 10 2 1 0 0 0 0 0 0 20 9 1 25 5 1 1 0 0 0 45 27 0 20 9 3 4 1 0 1 8 8 2 0 3 0 2 3 2 1 6 4 5 1 0 0
121
Lampiran 29. Data pertumbuhan kapang dan khamir minuman sari wornas selama penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda Suhu Penyimpanan Minggu o Ulangan 5C 30oC 45oC ke10-1 10-2 10-1 10-2 10-1 10-2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 5 7 0 1 1 0 0 4 4 0 0 3 0 0 1 4 0 0 2 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 4 0 1 9 1 0 1 2 0 0 16 0 0 0
Lampiran 30. Data perubahan nilai TAT sari wornas selama penyimpanan Suhu Penyimpanan Minggu Ulangan o ke5C 30oC 45oC 1 24.00 24.48 ± 24.00 24.00 24.48 ± 24.48 ± 0 0.68 0.68 0.68 2 24.96 24.96 24.96 1 24.00 24.48 ± 24.96 25.92 25.44 ± 26.40 ± 1 0.68 0.68 0.68 2 24.96 25.92 26.88 1 25.92 26.40 ± 26.88 28.80 27.36 ± 29.28 ± 2 0.68 0.68 0.68 2 26.88 27.84 29.76 1 26.40 26.88 ± 28.80 29.76 29.28 ± 30.24 ± 3 0.68 0.68 0.68 2 27.36 29.76 30.72 1 27.36 27.84 ± 28.80 77.76 29.28 ± 78.24 ± 4 0.68 0.68 0.68 2 28.32 29.76 78.72
122
Lampiran 31. Data perubahan nilai pH sari wornas selama penyimpanan Minggu ke0
1
2
3
4
1
Suhu Penyimpanan 5C 30oC 45oC 4.1875 4.1850 4.1850 4.135 4.130 4.150
2
4.240
1
4.125
2
4.300
1
3.900
2
4.050
1
4.030
2
4.190
1
3.960
2
4.120
Ulangan
o
± 0.0742 4.1775 ± 0.0742 3.9750 ± 0.1061 4.1100 ± 0.1131 4.0400 ± 0.1131
4.240 4.090 4.200 3.870 3.980 3.970 4.080 3.890 4.000
± 0.0778 4.1450 ± 0.0778 3.9250 ± 0.0778 4.0250 ±
0.0778 3.9450 ± 0.0778
4.235 4.050 4.150 3.800 3.900 3.950 4.050 3.340 3.440
± 0.0707 4.1000 ± 0.0707 3.8500 ± 0.0707 4.0000 ± 0.0707 3.3900 ± 0.0707
Lampiran 32. Data perubahan kadar vitamin C sari wornas selama penyimpanan Minggu ke0
1
2
3
4
1
Suhu Penyimpanan 5C 30oC 45oC 34.3086 34.2972 34.3314 33.3314 34.3200 34.3257
2
34.2857
1
33.1482
2
32.5964
1
30.8306
2
30.8495
1
22.8558
2
22.8707
1
14.6447
2
14.4100
Ulangan
o
± 0.0162 32.8723 ± 0.3902 30.8401 ± 0.0134 22.8633 ± 0.0105 14.5273 ± 0.1660
34.3314 18.2985 18.8634 17.1510 17.1274 9.1484 9.1441 8.6944 8.6922
± 34.3314 0.0000 18.5810 10.2861 ± 10.2898 0.3994 17.1392 9.6021 ± 9.6002 0.0167 9.1463 6.8580 ± 6.8633 0.0030 8.6933 5.9477 ± 0.0016 5.9468
± 0.0081 10.2880 ± 0.0026 9.6012 ± 0.0013 6.8607 ± 0.0037 5.9473 ± 0.0006
123
Lampiran 33. Data perubahan nilai total padatan terlarut sari wornas selama Penyimpanan Minggu ke0 1 2 3 4
Ulangan
o
5C
1 2 1 2 1 2 1 2 1
12.4 12.2 12.4 12.2 12.4 12.2 12.4 12.2 12
2
12
12.3±0.1 12.3±0.1 12.3±0.1 12.3±0.1 12.0±0.0
Suhu Penyimpanan 30oC 12.4 12.3±0.1 12.2 12.4 12.3±0.1 12.2 12.2 12.1±0.1 12.0 12.6 12.5±0.1 12.4 12.6 12.4
12.5±0.1
45oC 12.4 12.2 12.2 12.0 12.2 12.0 12.8 12.6 12.0 12.0
12.3±0.1 12.1±0.1 12.1±0.1 12.7±0.1 12.0±0.0
Lampiran 34. Data perubahan total gula sari wornas selama penyimpanan Minggu ke0
1
2
3
4
1
Suhu Penyimpanan 5C 30oC 45oC 8.0441 9.0938 8.6091 8.4466 8.0485 8.1238
2
7.6505
1
2.4989
2
2.1728
1
2.1771
2
1.8440
1
2.1744
2
1.8402
1
1.5381
2
1.5346
Ulangan
o
± 0.5630 2.3359 ± 0.2306 2.0105 ± 0.2356 2.0073 ± 0.2364 1.5363 ± 0.0024
7.9645 2.8156 2.4922 2.4936 2.1755 2.1718 1.8429 1.8411 1.5331
± 0.1127 2.6539 ± 0.2287 2.3345 ± 0.2249 2.0073 ± 0.2326 1.6871 ± 0.2178
8.1245 2.4932 2.4912 2.4931 2.1748 2.1755 2.0126 1.8412 1.8427
± 0.6854 2.4922 ± 0.0014 2.3340 ± 0.2251 2.0940 ± 0.1152 1.8420 ± 0.0011
124
Lampiran 35. Data perubahan viskositas sari wornas selama penyimpanan Minggu ke-
1
Suhu Penyimpanan 5C 30oC 45oC 4.6972 5.0092 4.6897 4.9538 4.7685 5.0751
2
5.3212
1
4.7983
2
5.0436
1
4.4970
2
5.2967
1
4.2393
2
4.4458
1
4.3564
2
4.8410
Ulangan
0
1
2
3
4
o
± 0.4412 4.9209 ± 0.1734 4.8969 ± 0.5655 4.3426 ± 0.1460 4.5987 ± 0.3427
± 0.3734 3.7810 ± 0.0004 3.1967 ± 0.1567 2.2266 ± 0.0423 1.7714 ± 0.0872
5.2178 3.7813 3.7807 3.0859 3.3076 2.2565 2.1967 1.8331 1.7098
5.3817 3.2638 3.3799 2.9121 2.9874 2.8029 2.5303 2.1683 2.4884
± 0.4336 3.3218 ± 0.0821 2.9497 ± 0.0533 2.6666 ± 0.1927 2.3284 ± 0.2264
Lampiran 36. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TAT pada 3 suhu penyimpanan di awal penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TAT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3595.622(a)
3
1198.541
2601.000
.000
suhu
3595.622
3
1198.541
2601.000
.000
Error
1.382
3
.461
Total
3597.005 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) TAT Duncan Subset suhu 5
N 2
1 24.480000
30
2
24.480000
45
2
24.480000
Sig.
1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .461. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
125
Lampiran 37. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TAT pada 3 suhu penyimpanan di minggu pertama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TAT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3886.848(a)
3
1295.616
2811.667
.000
suhu
3886.848
3
1295.616
2811.667
.000
Error
1.382
3
.461
Total
3888.230 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) TAT Duncan Subset suhu 5
N 2
1 24.480000
30
2
25.440000
45
2
26.400000
Sig.
.067 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .461. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
126
Lampiran 38. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TAT pada 3 suhu penyimpanan di minggu kedua penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TAT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
4605.696(a)
3
1535.232
3331.667
.000
suhu
4605.696
3
1535.232
3331.667
.000
Error
1.382
3
.461
Total
4607.078 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) TAT Duncan Subset suhu 5
N
1 26.400000
2
2
30
2
27.360000
27.360000
45
2
29.280000
Sig.
.252 .066 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .461. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
127
Lampiran 39. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TAT pada 3 suhu penyimpanan di minggu ketiga penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TAT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
4988.621(a)
3
1662.874
3608.667
.000
suhu
4988.621
3
1662.874
3608.667
.000
Error
1.382
3
.461
Total
4990.003 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) TAT Duncan Subset suhu 5
N 2
1 26.880000
2
30
2
29.280000
45
2
30.240000
Sig.
1.000 .252 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .461. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
128
Lampiran 40. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TAT pada 3 suhu penyimpanan di minggu keempat penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TAT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
15507.763(a)
3
5169.254
11218.000
.000
suhu
15507.763
3
5169.254
11218.000
.000
Error
1.382
3
.461
Total
15509.146 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
TAT Duncan Subset suhu 5
N
1 2
27.840000
30
2
29.280000
45
2
2
78.240000
Sig.
.124 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .461. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
129
Lampiran 41. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TAT selama penyimpanan pada suhu 5oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TAT Source Model waktu
Type III Sum of Squares 6786.202(a)
5
Mean Square 1357.240
F 2945.400
Sig. .000
6786.202
5
1357.240
2945.400
.000
2.304
5
.461
Error
df
Total
6788.506 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) TAT Duncan Subset waktu 0
N 2
1 24.480000
2
1
2
24.480000
2
2
26.400000
3
2
26.880000
4
2
27.840000
Sig.
1.000 .094 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .461. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
130
Lampiran 42. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TAT selama penyimpanan pada suhu 30oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TAT Source Model waktu
Type III Sum of Squares 7419.341(a)
5
Mean Square 1483.868
F 3220.200
Sig. .000
7419.341
5
1483.868
3220.200
.000
2.304
5
.461
Error
df
Total
7421.645 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) TAT Duncan Subset waktu 0
N 2
1 24.480000
2
3
1
2
25.440000
2
2
3
2
29.280000
4
2
29.280000
27.360000
Sig.
.216 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .461. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
131
Lampiran 43. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TAT selama penyimpanan pada suhu 45oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TAT Source Model waktu
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
18379.008(a)
5
3675.802
7977.000
.000
18379.008
5
3675.802
7977.000
.000
2.304
5
.461
Error Total
18381.312 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TAT Duncan Subset waktu 0
N 2
1 24.480000
2
3
4
1
2
2
2
29.280000
3
2
30.240000
4
2
Sig.
26.400000
78.240000 1.000
1.000
.216
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .461. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
132
Lampiran 44. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter pH pada 3 suhu penyimpanan di awal penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
.017
1
.017
F 2102875.0 00 1323.000
suhu
8.33E-006
2
4.17E-006
.333
Error
2.50E-005
2
1.25E-005
Total
105.144
6
105.144(a)
4
26.286
ulangan
Sig. .000 .001 .750
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset suhu 30
N
1 2
4.185000
45
2
4.185000
5
2
4.187500
Sig.
.535
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.25E-005. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
133
Lampiran 45. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter pH pada 3 suhu penyimpanan di minggu pertama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
102.902(a)
4
25.725
ulangan
.017
1
.017
F 2058032.0 00 1323.000
suhu
.006
2
.003
242.333
Error
2.50E-005
2
1.25E-005
Total
102.902
6
Sig. .000 .001 .004
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset suhu 45
N
1 2
30
2
5
2
Sig.
2
3
4.100000 4.145000 4.177500 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.25E-005. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
134
Lampiran 46. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter pH pada 3 suhu penyimpanan di minggu kedua penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
92.079(a)
4
23.020
65770.786
.000
ulangan
.022
1
.022
61.714
.016
suhu
.016
2
.008
22.619
.042
Error
.001
2
.000
Total
92.080 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset suhu 45
2
1 3.850000
30
2
3.925000
5
2
Sig.
N
2 3.925000 3.975000
.057
.116
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
135
Lampiran 47. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter pH pada 3 suhu penyimpanan di minggu ketiga penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
98.208(a)
4
24.552
47520.129
.000
ulangan
.023
1
.023
44.161
.022
suhu
.013
2
.007
12.871
.072
Error
.001
2
.001
Total
98.209 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset suhu 45
2
1 4.000000
30
2
4.025000
5
2
Sig.
N
2 4.025000 4.110000
.386
.065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .001. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
136
Lampiran 48. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter pH pada 3 suhu penyimpanan di minggu keempat penyimpanan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares 86.776(a)
df 4
Mean Square 21.694
F 41988.516
Sig. .000
ulangan
.023
1
.023
44.161
.022
suhu
.493
2
.247
477.129
.002
Error
.001
2
.001
Total
86.777
6
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset suhu 45
N
1 2
2
3.390000
30
2
3.945000
5
2
4.040000
Sig.
1.000 .053 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .001. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
137
Lampiran 49. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter pH selama penyimpanan pada suhu 5oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
168.002(a)
5
33.600
3509.180
.000
168.002
5
33.600
3509.180
.000
.048
5
.010
waktu Error Total
168.050 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) pH Duncan Subset waktu 2
2
1 3.975000
4
2
4.040000
3
2
4.110000
1
2
4.177500
0
2
4.187500
Sig.
N
.092
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .010. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
138
Lampiran 50. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter pH selama penyimpanan pada suhu 30oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
163.729(a)
5
32.746
5412.531
.000
163.729
5
32.746
5412.531
.000
.030
5
.006
waktu Error Total
163.759 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset waktu 2
2
1 3.925000
4
2
3.945000
3.945000
3
2
4.025000
4.025000
4.025000
1
2
4.145000
4.145000
0
2
Sig.
N
2
3
4.185000 .266
.055
.102
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .006. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
139
Lampiran 51. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter pH selama penyimpanan pada suhu 45oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
153.278(a)
5
30.656
6131.106
.000
153.278
5
30.656
6131.106
.000
.025
5
.005
waktu Error Total
153.303 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset waktu 4
N 2
1 3.390000
2
3
2
2
3.850000
3
2
4.000000
1
2
0
2
Sig.
4.000000 4.100000 4.185000
1.000
.087
.052
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .005. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
140
Lampiran 52. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter vitamin C pada 3 suhu penyimpanan di awal penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: vitC Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
7066.386(a)
3
2355.462
7066.386
3
2355.462
Error
.000
3
.000
Total
7066.387
6
suhu
F 21597525. 587 21597525. 587
Sig. .000 .000
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) vitC Duncan Subset suhu 5
N
1
2
2
34.297150
45
2
34.325700
30
2
Sig.
34.325700 34.331400
.072
.623
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
141
Lampiran 53. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter vitamin C pada 3 suhu penyimpanan di minggu pertama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: vitC Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3063.363(a)
3
1021.121
9824.630
.000
suhu
3063.363
3
1021.121
9824.630
.000
Error
.312
3
.104
Total
3063.675 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) vitC Duncan Subset suhu 45
N 2
30
2
5
2
1 10.287950
2
3
18.580950 32.872300
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .104. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
142
Lampiran 54. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter vitamin C pada 3 suhu penyimpanan di minggu kedua penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: vitC Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
2674.086(a)
3
891.362
2674.086
3
891.362
.000
3
.000
suhu Error
F 5827291.6 91 5827291.6 91
Sig. .000 .000
Total
2674.086 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) vitC Duncan Subset suhu 45
N 2
30
2
5
2
Sig.
1 9.601150
2
3
17.139200 30.840050 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
143
Lampiran 55. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter vitamin C pada 3 suhu penyimpanan di minggu ketiga penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: vitC Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
1306.901(a)
3
435.634
1306.901
3
435.634
.000
3
4.48E-005
suhu Error
F 9731570.1 71 9731570.1 71
Sig. .000 .000
Total
1306.901 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) vitC Duncan Subset suhu 45
N 2
30
2
5
2
Sig.
1 6.860650
2
3
9.146250 22.863250 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4.48E-005. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
144
Lampiran 56. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter vitamin C pada 3 suhu penyimpanan di minggu keempat penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: vitC Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
643.973(a)
3
214.658
23369.091
.000
643.973
3
214.658
23369.091
.000
Error
.028
3
.009
Total
644.000
6
suhu
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) vitC Duncan Subset suhu 45
N
1 2
30
2
5
2
2
3
5.947250 8.693300 14.527325
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .009. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
145
Lampiran 57. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter vitamin C selama penyimpanan pada suhu 5oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: vitC Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
7883.525(a)
5
1576.705
43713.041
.000
7883.525
5
1576.705
43713.041
.000
Error
.180
5
.036
Total
7883.706
10
waktu
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) vitC Duncan Subset waktu 4
N
1 2
3
2
2
2
1
2
0
2
Sig.
2
3
4
5
14.527325 22.863250 30.840050 32.872300 34.297150 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .036. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
146
Lampiran 58. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter vitamin C selama penyimpanan pada suhu 30oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: vitC Source Model waktu
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3953.753(a)
5
790.751
24734.737
.000
3953.753
5
790.751
24734.737
.000
.160
5
.032
Error Total
3953.912 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) vitC Duncan Subset waktu 4
2
1 8.693300
3
2
9.146250
2
2
1
2
0
2
Sig.
N
2
3
4
17.139200 18.580950 34.331400 .052
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .032. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
147
Lampiran 59. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter vitamin C selama penyimpanan pada suhu 45oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: vitC Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
2917.432(a)
5
583.486
2917.432
5
583.486
Error
8.81E-005
5
1.76E-005
Total
2917.432
10
waktu
F 33122524. 478 33122524. 478
Sig. .000 .000
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) vitC Duncan Subset waktu 4
N
1 2
3
2
2
2
1
2
0
2
Sig.
2
3
4
5
5.947250 6.860650 9.601150
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.76E-005. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
10.287950 34.325700 1.000
1.000
148
Lampiran 60. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TPT pada 3 suhu penyimpanan di awal penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
907.740(a)
3
302.580
15129.000
.000
suhu
907.740
3
302.580
15129.000
.000
Error
.060
3
.020
Total
907.800 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TPT Duncan Subset suhu 5
N 2
1 12.300000
30
2
12.300000
45
2
12.300000
Sig.
1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .020. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
149
Lampiran 61. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TPT pada 3 suhu penyimpanan di minggu pertama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
897.980(a)
3
299.327
14966.333
.000
suhu
897.980
3
299.327
14966.333
.000
Error
.060
3
.020
Total
898.040 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TPT Duncan Subset suhu 45
N 2
1 12.100000
5
2
12.300000
30
2
12.300000
Sig.
.251 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .020. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
150
Lampiran 62. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut duncan untuk parameter TPT pada 3 suhu penyimpanan di minggu kedua penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
888.220(a)
3
296.073
14803.667
.000
suhu
888.220
3
296.073
14803.667
.000
Error
.060
3
.020
Total
888.280 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TPT Duncan Subset suhu 30
N 2
1 12.100000
45
2
12.100000
5
2
12.300000
Sig.
.251 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .020. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
151
Lampiran 63. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TPT pada 3 suhu penyimpanan di minggu ketiga penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
937.660(a)
3
312.553
15627.667
.000
suhu
937.660
3
312.553
15627.667
.000
Error
.060
3
.020
Total
937.720 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TPT Duncan Subset suhu 5
N 2
1 12.300000
30
2
12.500000
45
2
12.700000
Sig.
.067 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .020. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
152
Lampiran 64. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TPT pada 3 suhu penyimpanan di minggu keempat penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
888.500(a)
3
296.167
44425.000
.000
suhu
888.500
3
296.167
44425.000
.000
Error
.020
3
.007
Total
888.520 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TPT Duncan Subset suhu 5
N 2
1 12.000000
45
2
12.000000
30
2
2
12.500000
Sig.
1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .007. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
153
Lampiran 65. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TPT selama penyimpanan pada suhu 5oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1498.320(a)
5
299.664
18729.000
.000
Suhu
1498.320
5
299.664
18729.000
.000
Error
.080
5
.016
Total
1498.400 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TPT Duncan Subset Suhu 4
2
1 12.0000
0
2
12.3000
1
2
12.3000
2
2
12.3000
3
2
12.3000
Sig.
N
.073
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .016. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .01.
154
Lampiran 66. Hasil snalisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TPT selama penyimpanan pada Suhu 30oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1522.980(a)
5
304.596
15229.800
.000
suhu
1522.980
5
304.596
15229.800
.000
Error
.100
5
.020
Total
1523.080 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TPT Duncan Subset suhu 2
2
1 12.1000
0
2
12.3000
1
2
12.3000
3
2
12.5000
4
2
12.5000
Sig.
N
.043
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .020. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .01.
155
Lampiran 67. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter TPT selama penyimpanan pada suhu 45oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1498.800(a)
5
299.760
18735.000
.000
suhu
1498.800
5
299.760
18735.000
.000
Error
.080
5
.016
Total
1498.880 10 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TPT Duncan Subset suhu 4
2
1 12.0000
1
2
12.1000
2
2
12.1000
0
2
12.3000
3
2
Sig.
N
2
12.3000 12.7000
.072
.025
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .016. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .01.
156
Lampiran 68. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter total gula pada 3 suhu penyimpanan di awal penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TG Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
407.207(a)
3
135.736
509.364
.000
suhu
407.207
3
135.736
509.364
.000
Error
.799
3
.266
Total
408.007 6 a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .996) TG Duncan Subset suhu 30
N 2
1 8.044125
5
2
8.048525
45
2
8.609125
Sig.
.351 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .266. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
157
Lampiran 69. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter total gula pada 3 suhu penyimpanan di minggu pertama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TG Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
37.420(a)
3
12.473
354.808
.000
suhu
37.420
3
12.473
354.808
.000
Error
.105
3
.035
Total
37.526 6 a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .994) TG Duncan Subset suhu 5
N 2
1 2.335850
45
2
2.492200
30
2
2.653850
Sig.
.188 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .035. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
158
Lampiran 70. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter total gula pada 3 suhu penyimpanan di minggu kedua penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TG Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
29.879(a)
3
9.960
190.641
.001
suhu
29.879
3
9.960
190.641
.001
Error
.157
3
.052
Total
30.036 6 a R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .990) TG Duncan Subset suhu 5
N 2
1 2.010525
45
2
2.333950
30
2
2.334525
Sig.
.250 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .052. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
159
Lampiran 71. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter total gula pada 3 suhu penyimpanan di minggu ketiga penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TG Source Model
Type III Sum of Squares 24.887(a)
df 3
Mean Square 8.296
F 201.935
Sig. .001
201.935
.001
suhu
24.887
3
8.296
Error
.123
3
.041
Total
25.010 6 a R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .990) TG Duncan Subset suhu 5
2
1 2.007275
30
2
2.007325
45
2
2.094025
Sig.
N
.695
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .041. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
160
Lampiran 72. Hasil snalisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter total gula pada 3 suhu penyimpanan di minggu keempat penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TG Source Model
Type III Sum of Squares 17.199(a)
df 3
Mean Square 5.733
F 362.423
Sig. .000
362.423
.000
suhu
17.199
3
5.733
Error
.047
3
.016
Total
17.246 6 a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .994) TG Duncan Subset suhu 5
2
1 1.536325
30
2
1.687075
45
2
1.841950
Sig.
N
.094
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .016. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
161
Lampiran 73. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter total gula selama penyimpanan pada suhu 5oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TG Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
161.333(a)
5
32.267
335.092
.000
161.333
5
32.267
335.092
.000
.481
5
.096
waktu Error Total
161.815 10 a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .994) TG Duncan Subset waktu 4
2
1 1.536325
3
2
2.007275
2
2
2.010525
1
2
2.335850
0
2
Sig.
N
2
8.048525 .057
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .096. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
162
Lampiran 74. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter total gula selama penyimpanan pada suhu 30oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TG Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
168.153(a)
5
33.631
774.472
.000
168.153
5
33.631
774.472
.000
.217
5
.043
waktu Error Total
168.370 10 a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .997) TG Duncan Subset waktu 4
2
1 1.687075
3
2
2.007325
2
2
1
2
0
2
Sig.
N
2
3
4
2.007325 2.334525
2.334525 2.653850 8.044125
.185
.177
.186
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .043. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
163
Lampiran 75. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter total gula selama penyimpanan pada suhu 45oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TG Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
187.106(a)
5
37.421
350.546
.000
187.106
5
37.421
350.546
.000
.534
5
.107
waktu Error Total
187.640 10 a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .994) TG Duncan Subset waktu 4
2
1 1.841950
3
2
2.094025
2
2
2.333950
1
2
2.492200
0
2
Sig.
N
2
8.609125 .114
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .107. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
164
Lampiran 76. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter viskositas pada 3 suhu penyimpanan di awal penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
150.777(a)
3
50.259
288.763
.000
suhu
150.777
3
50.259
288.763
.000
Error
.522
3
.174
Total
151.299 6 a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .993) viskositas Duncan Subset suhu 30
N 2
1 4.953781
5
2
5.009160
45
2
5.075105
Sig.
.788 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .174. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
165
Lampiran 77. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter viskositas pada 3 suhu penyimpanan di minggu pertama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares 99.092(a)
df 3
Mean Square 33.031
F 2691.846
Sig. .000
2691.846
.000
suhu
99.092
3
33.031
Error
.037
3
.012
Total
99.129 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) viskositas Duncan Subset suhu 45
N 2
30
2
5
2
Sig.
1 3.321832
2
3
3.780974 4.920939 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .012. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
166
Lampiran 78. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter viskositas pada 3 suhu penyimpanan di minggu kedua penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares 85.799(a)
df 3
Mean Square 28.600
F 247.145
Sig. .000
247.145
.000
suhu
85.799
3
28.600
Error
.347
3
.116
Total
86.146 6 a R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .992) viskositas Duncan Subset suhu 45
2
1 2.949709
30
2
3.196732
5
2
Sig.
N
2
4.896894 .520
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .116. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
167
Lampiran 79. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan untuk Parameter Viskositas pada 3 Suhu Penyimpanan di Minggu Ketiga Penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares 61.853(a)
df 3
Mean Square 20.618
F 1026.652
Sig. .000
1026.652
.000
suhu
61.853
3
20.618
Error
.060
3
.020
Total
61.913 6 a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998) viskositas Duncan Subset suhu 30
2
1 2.226577
45
2
2.666607
5
2
Sig.
N
2
4.342560 .053
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .020. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
168
Lampiran 80. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter viskositas pada 3 suhu penyimpanan di minggu keempat penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
59.414(a)
3
19.805
337.046
.000
suhu
59.414
3
19.805
337.046
.000
Error
.176
3
.059
Total
59.590 6 a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .994) viskositas Duncan Subset suhu 30
N 2
1 1.771414
45
2
2.328357
5
2
2
4.598671
Sig.
.105 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .059. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
169
Lampiran 81. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter viskositas selama penyimpanan pada suhu 5oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
226.585(a)
5
45.317
331.623
.000
226.585
5
45.317
331.623
.000
.683
5
.137
waktu Error Total
227.268 10 a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .994) viskositas Duncan Subset waktu 3
2
1 4.342560
4
2
4.598671
2
2
4.896894
1
2
4.920939
0
2
5.009160
Sig.
N
.143
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .137. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
170
Lampiran 82. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter viskositas selama penyimpanan pada suhu 30oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
114.301(a)
5
22.860
659.104
.000
114.301
5
22.860
659.104
.000
.173
5
.035
waktu Error Total
114.474 10 a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .997) viskositas Duncan Subset waktu 4
2
1 1.771414
3
2
2.226577
2
2
1
2
0
2
Sig.
N
2
3
4
3.196732 3.780974 4.953781 .058
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .035. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
171
Lampiran 83. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk parameter viskositas selama penyimpanan pada suhu 45oC Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
116.048(a)
5
23.210
405.813
.000
116.048
5
23.210
405.813
.000
.286
5
.057
waktu Error Total
116.334 10 a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .995) viskositas Duncan Subset waktu 4
2
1 2.328357
3
2
2.666607
2
2
2.949709
1
2
0
2
Sig.
N
2
3
2.949709 3.321832 5.075105
.053
.180
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .057. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
172
Lampiran 84. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik sari wornas pada awal penyimpanan
Panelis
Suhu Penyimpanan
Skor warna
Skor aroma
1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12 13 13 13 14 14 14 15 15
5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC
7 7 6 6 6 6 7 7 7 6 6 6 6 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 6 7 6 6 6 6 6 6 5 6 6 6
7 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 4 4 4 4 6 6 4 5 5 6 6 4 5 6 5 6 6 6 6 5 6 6 4 5 6 7 5 6 6
Skor rasa asam 6 5 5 6 6 5 4 4 4 6 5 5 6 7 7 6 6 6 5 6 7 6 5 6 6 5 6 5 4 6 6 6 5 6 6 6 7 5 4 5 6 6 4 6
Skor rasa manis 6 6 6 6 6 6 6 6 7 6 5 4 6 7 7 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 5 6 5 6 7 6 6 6 6 6 4 5 6 6 4 6 6
Skor kekentalan 6 6 6 6 6 6 6 6 7 6 6 6 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 6 6 6 6 6 6 6 5 5 7 6 6 6 6 173
15 16 16 16 17 17 17 18 18 18 19 19 19 20 20 20 21 21 21 22 22 22 23 23 23 24 24 24 25 25 25 26 26 26 27 27 27 28 28 28 29 29 29 30 30 30
45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
6 6 6 5 6 6 6 6 7 6 6 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 6 6 6 6 6 6 6
6 6 5 6 6 6 6 7 7 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 5 6 6 5 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 6 5 5 6 6 4 4 4 4
4 5 6 7 6 6 6 6 7 5 6 6 6 6 6 6 7 6 6 6 6 6 5 5 5 6 6 6 5 5 5 6 6 6 6 7 6 5 5 6 5 4 4 6 6 6
6 4 6 5 6 5 5 6 7 5 6 6 7 6 6 6 6 6 6 5 6 6 6 6 6 6 7 7 6 6 5 6 7 5 6 7 7 6 5 6 4 3 4 5 5 6
6 5 5 6 5 5 5 6 7 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 5 5 5 5 6 6 5 6 6 6 6 6 6 6 6 5 7 6 6 5 4 6 6 6
174
Lampiran 85. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan sari wornas pada awal penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: warna Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3372.822(a)
32
105.401
851.690
.000
11.556
29
.398
3.220
.000
.156
2
.078
.628
.537
7.178
58
.124
panelis sampel Error Total
3380.000 90 a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .997) warna Duncan Subset sampel 3
N
1 30
6.07
2
30
6.10
1
30
6.17
Sig.
.305
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .124. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: aroma Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2950.022(a)
32
92.188
297.418
.000
36.622
29
1.263
4.074
.000
.689
2
.344
1.111
.336
17.978
58
.310
panelis sampel Error Total
2968.000 90 a R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .991) aroma Duncan Subset sampel 3
N
1 30
5.57
1
30
5.73
2
30
5.77
Sig.
.195 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .310.
175
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: asam Source Model
Type III Sum of Squares 2887.733(a)
panelis sampel
df 32
Mean Square 90.242
F 224.958
Sig. .000
31.567
29
1.089
2.713
.001
.067
2
.033
.083
.920
Error
23.267
58
.401
Total
2911.000
90
a R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .988) asam Duncan Subset sampel 3
N
1 30
5.60
2
30
5.63
1
30
5.67
Sig.
.704 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .401. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: manis Source Model
Type III Sum of Squares 3049.289(a)
panelis
32.989
sampel
df 32
Mean Square 95.290
F 254.563
Sig. .000
29
1.138
3.039
.000
.386
.682
.289
2
.144
Error
21.711
58
.374
Total
3071.000
90
a R Squared = .993 (Adjusted R Squared = .989) manis Duncan Subset sampel 3
N
1 30
5.73
1
30
5.77
2
30
5.87
Sig.
.432
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .374.
176
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kekentalan Source Model
Type III Sum of Squares 3098.356(a)
panelis sampel
df 32
Mean Square 96.824
F 527.578
Sig. .000
12.456
29
.430
2.340
.003
.022
2
.011
.061
.941
Error
10.644
58
.184
Total
3109.000
90
a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .995) kekentalan Duncan Subset sampel 1
N
1 30
5.83
2
30
5.87
3
30
5.87
Sig.
.779 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .184. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
177
Lampiran 86. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik sari wornas pada penyimpanan minggu pertama Panelis
Suhu Penyimpanan
Skor warna
Skor aroma
1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12 13 13 13 14 14 14 15 15 15
5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
6 6 6 6 6 7 6 6 6 6 6 7 6 6 3 7 6 5 7 7 6 6 5 4 6 6 6 6 6 5 6 6 5 5 6 5 6 6 6 6 6 5 6 5 5
6 5 4 6 5 3 6 6 5 7 6 4 6 6 5 7 6 4 7 6 6 5 5 4 5 3 3 6 4 3 6 4 6 6 6 6 6 5 6 6 6 6 5 5 5
Skor rasa asam 5 6 6 6 6 4 6 6 6 6 7 2 5 3 2 6 5 3 4 4 4 4 4 5 6 5 3 4 5 4 3 5 4 6 4 6 3 5 5 5 6 4 6 6 5
Skor rasa manis 6 5 4 6 5 5 6 6 5 6 7 3 6 5 3 6 5 3 7 6 4 6 6 4 6 5 4 6 6 4 6 6 5 6 6 4 6 5 5 6 6 6 6 5 6
Skor kekentalan 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 2 6 4 2 6 6 6 6 6 6 6 4 4 6 3 6 6 6 5 6 6 6 6 6 5 6 5 5 6 6 6 6 6 6 178
16 16 16 17 17 17 18 18 18 19 19 19 20 20 20 21 21 21 22 22 22 23 23 23 24 24 24 25 25 25 26 26 26 27 27 27 28 28 28 29 29 29 30 30 30
5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
6 5 6 6 5 4 6 6 4 6 6 6 6 6 6 6 4 4 6 5 4 6 6 4 6 6 5 6 6 6 6 6 4 5 6 4 6 5 4 7 6 6 6 6 6
6 6 5 6 6 5 6 5 3 5 5 3 5 5 4 5 5 4 6 5 3 5 5 2 5 6 3 5 5 3 4 6 3 6 3 3 5 4 2 6 6 6 6 6 3
6 5 4 5 5 3 6 4 3 5 5 3 6 5 4 5 3 3 6 5 4 6 4 3 7 7 4 7 7 4 4 4 6 6 5 3 6 4 4 5 5 6 5 3 3
6 5 5 3 4 4 4 4 2 5 6 3 6 3 2 4 4 3 6 6 4 6 4 4 5 6 4 6 6 3 4 5 6 6 6 4 6 5 4 5 6 6 6 3 3
5 6 5 6 5 6 5 6 2 6 6 6 4 3 1 4 4 4 6 6 6 6 5 5 5 6 5 4 2 3 4 5 4 4 6 5 6 5 4 5 5 5 5 6 6
179
Lampiran 87. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan sari wornas pada penyimpanan minggu pertama Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: warna Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2902.822(a)
32
90.713
227.000
.000
panelis
22.622
29
.780
1.952
.015
sampel
12.822
2
6.411
16.043
.000
Error
23.178
58
.400
Total
2926.000 90 a R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .988) warna Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2 5.13
2
30
5.77
1
30
6.03
Sig.
1.000
.108
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .400. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: aroma Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2330.356(a)
32
72.824
115.264
.000
panelis
48.322
29
1.666
2.637
.001
sampel
42.022
2
21.011
33.256
.000
Error
36.644
58
.632
Total
2367.000 90 a R Squared = .985 (Adjusted R Squared = .976) aroma Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
4.07 5.20 5.70
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .632.
180
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: asam Source Model
Type III Sum of Squares 2106.756(a)
panelis
43.289
29
sampel
28.089
2
Error
63.244
58
1.090
Total
2170.000
90
df 32
Mean Square 65.836
F 60.377
Sig. .000
1.493
1.369
.153
14.044
12.880
.000
a R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .955) asam Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2 4.00
2
30
4.93
1
30
5.33
Sig.
1.000 .143 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.090. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: manis Source Model
Type III Sum of Squares 2311.089(a)
panelis
41.289
sampel Error Total
df 32
Mean Square 72.222
F 97.617
Sig. .000
29
1.424
1.924
.017
39.756
2
19.878
26.867
.000
42.911
58
.740
2354.000
90
a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .972) manis Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2 4.07
2
30
5.23
1
30
5.63
Sig.
1.000
.077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .740.
181
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kekentalan Source Model
Type III Sum of Squares 2435.956(a)
panelis sampel
df 32
Mean Square 76.124
F 98.018
Sig. .000
66.989
29
2.310
2.974
.000
7.622
2
3.811
4.907
.011
Error
45.044
58
.777
Total
2481.000
90
a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .972) kekentalan Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2 4.73
2
30
5.20
1
30
5.43
Sig.
1.000 .309 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .777. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
182
Lampiran 88. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik sari wornas pada penyimpanan minggu kedua Panelis
Suhu Penyimpanan
Skor warna
Skor aroma
1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12 13 13 13 14 14 14 15 15 15
5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
6 6 5 6 6 6 6 6 3 6 6 3 6 6 6 6 6 2 6 5 3 6 4 2 6 3 2 7 5 3 5 5 4 6 4 2 6 5 3 6 4 3 5 4 3
6 4 4 6 4 3 6 4 3 6 6 5 6 4 3 6 4 2 6 3 2 6 4 3 6 4 4 6 6 6 3 4 2 6 3 5 6 6 3 6 5 3 5 4 3
Skor rasa asam 6 5 4 4 5 5 5 5 2 6 6 5 6 5 1 6 4 1 6 4 2 6 5 1 6 4 3 4 4 4 3 4 2 6 5 4 5 5 3 5 5 4 3 4 5
Skor rasa manis 5 5 5 5 4 4 5 4 2 6 5 5 6 5 1 6 5 1 6 5 5 6 5 1 6 4 3 6 4 2 6 4 2 6 4 3 5 4 4 6 4 5 4 4 4
Skor kekentalan 6 6 6 6 5 3 6 6 6 6 5 5 6 5 5 6 4 4 6 6 5 6 4 2 6 3 3 4 4 4 4 3 3 6 4 4 6 7 2 5 6 6 4 4 3 183
16 16 16 17 17 17 18 18 18 19 19 19 20 20 20 21 21 21 22 22 22 23 23 23 24 24 24 25 25 25 26 26 26 27 27 27 28 28 28 29 29 29 30 30 30
5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
6 6 5 6 5 3 6 5 3 6 5 3 6 6 4 6 5 3 6 5 2 6 6 6 6 5 4 6 5 3 6 4 4 6 4 2 6 6 2 7 6 5 6 6 5
6 7 4 6 5 3 6 6 1 6 5 5 6 4 3 6 6 3 6 4 2 6 6 5 5 4 3 6 5 3 3 4 3 5 2 2 6 6 2 6 6 3 6 7 3
6 7 4 6 5 5 5 5 2 6 5 5 5 5 2 5 4 2 5 4 2 5 4 6 5 4 3 5 2 5 6 2 5 4 2 2 6 3 2 6 3 2 6 3 2
5 4 6 5 4 3 6 4 2 6 4 5 6 4 2 6 5 2 6 5 2 5 4 5 5 4 3 5 4 5 5 2 3 5 4 2 6 4 2 6 4 2 5 5 1
5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 4 6 4 5 3 3 6 3 3 5 6 6 4 4 4 6 6 6 3 3 3 5 3 3 6 6 4 6 6 6 6 3 1
184
Lampiran 89. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan sari wornas pada penyimpanan minggu kedua Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: warna Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2269.467(a)
32
70.921
119.114
.000
panelis
38.400
29
1.324
2.224
.005
sampel
99.467
2
49.733
83.529
.000
Error
34.533
58
.595
Total
2304.000 90 a R Squared = .985 (Adjusted R Squared = .977) warna Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
3.47 5.13 6.00
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .595. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: aroma Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2003.022(a)
32
62.594
72.642
.000
panelis
48.989
29
1.689
1.960
.015
sampel
95.356
2
47.678
55.331
.000
Error
49.978
58
.862
Total
2053.000 90 a R Squared = .976 (Adjusted R Squared = .962) aroma Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
3.20 4.73 5.70
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .862.
185
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: asam Source Model
Type III Sum of Squares 1724.533(a)
panelis
45.433
29
sampel
66.200
2
Error
80.467
58
1.387
Total
1805.000
90
df 32
Mean Square 53.892
F 38.845
Sig. .000
1.567
1.129
.339
33.100
23.858
.000
a R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .931) asam Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
3.17 4.27 5.27
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.387. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: manis Source Model
Type III Sum of Squares 1761.022(a)
panelis
22.722
sampel Error Total
df 32
Mean Square 55.032
F 49.890
Sig. .000
29
.784
.710
.841
91.356
2
45.678
41.410
.000
63.978
58
1.103
1825.000
90
a R Squared = .965 (Adjusted R Squared = .946) manis Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
Sig.
2
3
3.07 4.23 5.53 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.103.
186
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kekentalan Source Model
Type III Sum of Squares 2195.956(a)
panelis sampel
df 32
Mean Square 68.624
F 73.646
Sig. .000
83.822
29
19.289
2
2.890
3.102
.000
9.644
10.350
Error
.000
54.044
58
.932
Total
2250.000
90
a R Squared = .976 (Adjusted R Squared = .963) kekentalan Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
4.27 4.80 5.40
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .932. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
187
Lampiran 90. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik sari wornas pada penyimpanan minggu ketiga Panelis
Suhu Penyimpanan
Skor warna
Skor aroma
1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12 13 13 13 14 14 14 15 15 15
5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
7 6 1 7 6 5 4 5 2 7 7 4 6 5 2 6 5 4 6 6 4 6 3 3 6 6 5 6 6 4 6 6 5 6 6 3 6 6 4 6 5 3 6 6 3
6 5 1 6 5 2 5 5 4 6 5 5 6 4 2 6 4 2 6 4 2 6 5 3 7 5 3 6 5 2 6 5 4 6 5 3 6 5 3 6 5 3 6 4 3
Skor rasa asam 4 4 4 5 2 1 5 5 4 5 4 3 5 3 2 6 6 3 4 3 2 5 3 5 4 4 3 6 6 3 5 5 3 6 5 4 6 5 3 6 5 4 4 4 3
Skor rasa manis 5 2 2 5 2 1 6 5 3 5 5 3 6 4 2 5 4 4 6 3 2 6 3 3 6 4 2 6 5 3 6 5 3 6 4 3 6 5 3 6 4 3 5 5 4
Skor kekentalan 6 4 4 6 2 1 6 6 6 7 6 4 6 3 2 3 4 2 6 5 4 5 4 3 6 5 5 6 5 5 6 6 6 6 2 1 6 6 6 6 4 4 6 6 3 188
16 16 16 17 17 17 18 18 18 19 19 19 20 20 20 21 21 21 22 22 22 23 23 23 24 24 24 25 25 25 26 26 26 27 27 27 28 28 28 29 29 29 30 30 30
5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
3 3 2 6 6 5 6 5 5 6 4 2 6 4 2 6 6 4 6 3 1 6 3 2 5 3 2 6 3 1 6 6 2 7 5 3 5 3 3 6 5 3 6 5 3
3 3 2 6 6 5 5 3 2 4 3 3 6 3 2 6 3 2 6 4 2 6 4 1 4 3 3 6 2 2 6 4 3 6 3 2 4 3 3 6 5 2 6 5 4
3 4 4 5 6 6 5 3 2 4 3 2 6 2 2 5 5 2 6 5 2 6 2 1 5 4 4 4 3 1 6 4 3 6 5 2 4 4 3 3 3 3 5 4 3
4 3 2 6 6 6 5 4 3 4 2 3 6 5 3 6 6 5 5 5 3 6 2 1 5 4 3 5 2 1 6 3 2 5 5 2 5 4 3 3 5 5 6 5 3
3 3 2 6 6 6 5 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 6 5 5 4 3 2 5 4 4 6 4 3 5 6 3 6 6 6 4 4 4 6 6 6 6 6 6
189
Lampiran 91. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan sari wornas pada penyimpanan minggu ketiga Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: warna Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2125.467(a)
32
66.421
92.755
.000
panelis
68.900
29
2.376
3.318
.000
sampel
124.467
2
62.233
86.907
.000
41.533
58
.716
Error Total
2167.000 90 a R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .970) warna Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
3.07 4.93 5.90
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .716. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: aroma Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1739.333(a)
32
54.354
88.389
.000
panelis
41.833
29
1.443
2.346
.003
sampel
135.000
2
67.500
109.766
.000
35.667
58
.615
Error Total
1775.000 90 a R Squared = .980 (Adjusted R Squared = .969) aroma Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
2.67 4.17 5.67
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .615.
190
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: asam Source Model
Type III Sum of Squares 1533.267(a)
panelis
52.900
29
sampel
64.267
2
Error
49.733
58
.857
Total
1583.000
90
df 32
Mean Square 47.915
F 55.879
Sig. .000
1.824
2.127
.007
32.133
37.475
.000
a R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .951) asam Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
2.90 4.03 4.97
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .857. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: manis Source Model
Type III Sum of Squares 1663.467(a)
panelis
54.100
sampel Error Total
df 32
Mean Square 51.983
F 69.258
Sig. .000
29
1.866
2.485
.002
96.467
2
48.233
64.262
.000
43.533
58
.751
1707.000
90
a R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .960) manis Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
Sig.
2
3
2.87 4.03 5.40 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .751.
191
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kekentalan Source Model
Type III Sum of Squares 2075.089(a)
panelis
102.622
29
sampel
31.089
2
Error
44.911
58
.774
Total
2120.000
90
df 32
Mean Square 64.847
F 83.745
Sig. .000
3.539
4.570
.000
15.544
20.075
.000
a R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .967) kekentalan Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
3.97 4.57 5.40
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .774. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
192
Lampiran 92. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik sari wornas pada penyimpanan minggu keempat Panelis
Suhu Penyimpanan
Skor warna
Skor aroma
1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12 13 13 13 14 14 14 15 15 15
5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
6 5 2 6 5 1 7 5 1 6 5 2 6 5 2 6 4 1 6 3 1 5 4 2 7 6 1 6 3 2 6 6 1 6 4 1 6 5 1 6 6 2 6 5 1
6 5 2 6 4 1 7 3 1 5 3 1 6 3 1 6 4 2 6 4 1 4 4 2 6 1 1 6 6 2 6 6 1 6 3 1 5 3 1 5 4 2 6 3 1
Skor rasa asam 4 4 1 5 3 1 5 2 1 6 3 1 5 6 2 7 5 1 6 3 1 5 4 2 4 4 1 5 6 2 6 3 1 6 6 1 6 5 1 4 3 2 6 2 1
Skor rasa manis 5 4 1 6 3 1 5 2 1 5 3 1 5 6 2 6 5 1 5 3 1 5 5 2 6 3 1 5 6 1 6 3 1 6 4 1 6 5 1 5 4 1 6 2 1
Skor kekentalan 5 5 5 6 4 1 6 6 6 6 6 4 6 6 2 6 4 1 6 6 1 6 6 4 6 6 4 6 5 2 6 6 6 6 5 1 5 4 2 4 4 4 6 2 1 193
16 16 16 17 17 17 18 18 18 19 19 19 20 20 20 21 21 21 22 22 22 23 23 23 24 24 24 25 25 25 26 26 26 27 27 27 28 28 28 29 29 29 30 30 30
5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC 5oC 30oC 45oC
6 5 2 6 5 2 6 4 2 6 3 1 6 5 2 6 2 1 6 6 1 7 7 1 7 6 2 7 6 3 6 5 2 5 3 1 4 3 1 3 3 2 4 4 2
5 4 1 6 3 1 6 4 2 7 4 1 6 5 2 6 3 2 6 5 1 7 6 1 6 3 2 6 5 3 6 5 3 4 3 1 6 2 1 4 5 3 4 4 2
6 3 1 5 4 1 6 5 2 6 3 2 6 5 2 4 4 1 5 3 1 5 6 1 5 2 1 5 5 2 5 5 2 4 3 2 4 1 1 4 4 2 4 4 1
6 3 1 5 5 1 6 5 2 6 4 2 6 5 2 5 2 1 6 3 1 6 6 1 6 2 1 6 5 2 6 5 2 5 4 2 4 1 1 5 5 2 4 4 1
6 5 5 5 3 3 4 4 3 6 4 4 6 6 4 4 4 4 6 5 2 6 5 5 6 5 4 5 4 3 5 5 5 4 4 2 4 3 2 5 6 5 4 4 2
194
Lampiran 93. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan sari wornas pada penyimpanan minggu keempat Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: warna Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1777.200(a)
32
55.538
87.532
.000
panelis
39.333
29
1.356
2.138
.007
sampel
297.867
2
148.933
234.732
.000
36.800
58
.634
Error Total
1814.000 90 a R Squared = .980 (Adjusted R Squared = .969) warna Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
1.53 4.60 5.87
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .634. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: aroma Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1531.356(a)
32
47.855
62.171
.000
panelis
29.822
29
1.028
1.336
.173
sampel
262.022
2
131.011
170.204
.000
44.644
58
.770
Error Total
1576.000 90 a R Squared = .972 (Adjusted R Squared = .956) aroma Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
1.53 3.90 5.70
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .770.
195
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: asam Source Model
Type III Sum of Squares 1328.756(a)
df 32
Mean Square 41.524
F 52.079
Sig. .000
panelis
33.656
29
1.161
1.456
.112
sampel
220.422
2
110.211
138.227
.000
Error
46.244
58
.797
Total
1375.000
90
a R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .948) asam Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
1.37 3.87 5.13
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .797. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: manis Source Model
Type III Sum of Squares 1435.756(a)
panelis
32.222
sampel
df 32
Mean Square 44.867
F 68.044
Sig. .000
29
1.111
1.685
.046
201.517
.000
265.756
2
132.878
Error
38.244
58
.659
Total
1474.000
90
a R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .960) manis Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
Sig.
2
3
1.30 3.90 5.47 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .659.
196
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kekentalan Source Model
Type III Sum of Squares 1926.222(a)
panelis
65.656
29
sampel
73.889
2
Error
58.778
58
1.013
Total
1985.000
90
df 32
Mean Square 60.194
F 59.398
Sig. .000
2.264
2.234
.005
36.944
36.456
.000
a R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .954) kekentalan Duncan Subset sampel 3
N
1 30
2
30
1
30
2
3
3.23 4.73 5.40
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.013. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
197
Lampiran 94. Data pengukuran pH pada tahap formulasi penentuan tingkat kematangan bahan baku Formula
Nilai pH Ulangan 2 3.78 3.71 3.85 3.73 4.01 4.06
Ulangan 1 3.72 3.66 3.89 3.72 4.00 4.02
1 2 3 4 5 6
Rata-rata 3.75±0.04 3.69±0.04 3.87±0.03 3.73±0.01 4.01±0.01 4.04±0.03
Lampiran 95. Hasil analisis Friedman’s pH sari wornas pada tahap formulasi penentuan tingkat kematangan bahan baku Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model sampel
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
177.712(a)
6
29.619
37413.000
.000
177.712
6
29.619
37413.000
.000
.005
6
.001
Error Total
177.717 12 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset sampel 2
N 2
1 3.6850
2
3
4
2
3.7250
1
2
3.7500
3
2
5
2
4.0050
6
2
4.0400
3.8700
Sig.
.067 1.000 .260 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .001. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
198
Lampiran 96. Data pengukuran pH pada tahap formulasi penentuan perbandingan wortel dan nanas Formula
Nilai pH Ulangan 2 3.93 3.79 3.89
Ulangan 1 3.95 3.82 3.88
1 2 3
Rata-rata 3.94±0.01 3.81±0.02 3.89±0.01
Lampiran 97. Hasil analisis Friedman’s pH sari wornas pada tahap formulasi penentuan perbandingan wortel dan nanas Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
90.190(a)
3
30.063
90.190
3
30.063
Error
.001
3
.000
Total
90.190
6
sampel
F 128842.42 9 128842.42 9
Sig. .000 .000
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset sampel 2
N
1 2
3
2
1
2
2
3
3.8050 3.8850 3.9400
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
199
Lampiran 98. Data pengukuran viskositas pada tahap formulasi penentuan jumlah air Formula
Viskositas (cP) Ulangan 2 7.87 6.71 5.10
Ulangan 1 7.85 6.45 4.88
1 2 3
Rata-rata 7.86±0.02 6.58±0.18 4.99±0.15
Lampiran 99. Hasil Analisis Friedman’s Viskositas Sari Wornas pada Tahap Formulasi Penentuan Jumlah Air Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares 260.061(a)
df 4
Mean Square 65.015
ulangan
.041
1
.041
5.269
.149
sampel
532.380
.002
8.276
2
4.138
Error
.016
2
.008
Total
260.076
6
F 8364.849
Sig. .000
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) viskositas Duncan Subset sampel 3
N
1 2
2
2
1
2
Sig.
2
3
4.990850 6.579300 7.862200 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .008. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
200
Lampiran 100. Data pengukuran TPT pada tahap formulasi penentuan konsentrasi gula Formula
Viskositas (cP) Ulangan 2 11.0 12.2 13.3
Ulangan 1 11.0 12.5 13.2
1 2 3
Rata-rata 11.00±0.00 12.25±0.21 13.25±0.07
Lampiran 101. Hasil analisis Friedman’s TPT sari wornas pada tahap formulasi penentuan konsentrasi gula Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model
Type III Sum of Squares 898.170(a)
sampel
898.170 .050
Error
df 3
Mean Square 299.390
F 17963.400
Sig. .000
3
299.390
17963.400
.000
3
.017
Total
898.220 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) TPT Duncan Subset sampel 1
N 2
2
2
3
2
Sig.
1 11.0000
2
3
12.3500 13.2500 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .017. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
201
Lampiran 102. Data pengukuran pH pada tahap formulasi penentuan konsentrasi campuran asam sitrat dan asam askorbat Formula
Viskositas (cP) Ulangan 2 3.88 4.01 3.80
Ulangan 1 3.87 4.02 3.79
1 2 3
Rata-rata 3.88±0.01 4.02±0.01 3.80±0.01
Lampiran 103. Hasil analisis Friedman’s pH sari wornas pada tahap formulasi penentuan konsentrasi campuran asam sitrat dan asam askorbat Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
91.076(a)
3
30.359
91.076
3
30.359
Error
.000
3
5.00E-005
Total
91.076
6
sampel
F 607171.66 7 607171.66 7
Sig. .000 .000
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) pH Duncan Subset sampel 3
N
1 2
1
2
2
2
2
3
3.7950 3.8750 4.0150
Sig.
1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 5.00E-005. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
202
Lampiran 104. Data pengukuran viskositas pada tahap formulasi penentuan konsentrasi campuran CMC dan Na-Alginat Formula
Viskositas (cP) Ulangan 2 4.35 5.13 12.92
Ulangan 1 4.33 4.84 13.21
1 2 3
Rata-rata 4.34±0.02 4.99±0.20 13.06±0.21
Lampiran 105. Hasil analisis Friedman’s pH sari wornas pada tahap formulasi penentuan konsentrasi campuran CMC dan Na-Alginat Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
428.866(a)
4
107.217
2639.562
.000
.000
1
.000
.004
.953
94.559
2
47.280
1163.978
.001
.081
2
.041
ulangan sampel Error Total
428.947 6 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) viskositas Duncan Subset sampel 1
N 2
1 4.340750
2
2
4.986250
3
2
2
13.066300
Sig.
.085 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .041. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
203
Lampiran 106. SNI 01-3719-1995 minuman sari buah No Uraian Satuan 1 1.1 1.2 2
3.1
Keadaan Aroma Rasa Bilangan formol Bahan ambahan Pangan Pemanis buatan
3.2
Pewarna tambahan
3.3
Pengawet
4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 5 6 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8
Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) Cemaran Arsen Cemaran mikroba Angka lempeng total Bakteri koliform E.coli Salmonella S. aureus Vibrio. Sp Kapang Khamir
3
Ml N NaOH/100ml
Persyaratan Normal Normal Min 15
Tidak boleh ada Sesuai SNI 01-02221995 Sesuai SNI 01-02221995 mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 0.3 Maks 5.0 Maks 5.0 Maks 40/250 Maks 0.03 Maks 0.2
Koloni/g APM/ml APM/ml Koloni 25 ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml
Maks 2 x102 Maks 20 <3 Negatif 0 Negatif Maks 50 Maks 50
204
FORMULASI, UJI KECUKUPAN PANAS, DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MINUMAN SARI WORNAS (WORTEL-NANAS) A Study on Formulation, Thermal Adequacy and Shelf Life of Wornas (Carrot-Pineapple) Drink Adil Basuki Ahza 1), Feri Kusnandar 1), Pratiwi 2) 1) Staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-Fateta-IPB 2) Alumni Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-Fateta-IPB
This study was aimed to produce a healthy and high fiber drink while can also benefit from a synergy between pro-vitamin A and vitamin C as antioxidant. Two materials were chosen as the main materials to produce this drink, which were carrot and pineapple. The formulation stage of wornas was divided into 7 steps: characterizing materials, determining maturity of carrot and pineapple used, carrot-pineapple proportion, water composition, sugar content, acid content (citric acid and ascorbic acid), and the stabilizer (CMC and Na-alginate) amount. Thermal adequacy test was conducted by measuring heat distribution and penetration in a cooker pan having diameter of 33 cm and height of 20 cm, with pasteurization temperature of 97.2-164.5°F. Shelf life determination was done by storing the product at three different temperatures (5°C, 30°C, and 45°C). The test parameters were physical qualities (viscosity, color, and stability), chemical qualities (total titratable acidity, pH, total soluble solids, vitamin C, and total sugar), microbiological qualities (total microbes, mold, and yeast), and organoleptic qualities (color, aroma, sweetness, acidity, and viscosity). The results showed that wornas drink formula which were preferred and organoleptically acceptable was made from matured Bogor pineapple (whole fruit skin 100% yellow) and large-sized Cipanas carrot (l=25.73±4.8 cm; d (large end) =3.32±0.52 cm, and d (small end) =1.74±0.24 cm). Most preferred wornas was made in proportion of water: carrot = 4:1 (v/w), sugar: puree= 8:100 (w/v), acid of 2.5 g/4 L puree (citric acid: ascorbic acid = 1:1), and added by stabilizer in 2.5 g/L puree (CMC: Na-alginate = 1:1). Wornas packaged in polypropylene cup 165 ml had microbial inactivity level in pasteurization of 5D in 75°C for minimum of 12 minutes time. Each parameter used in shelf life determination gave a different shelf life. Meanwhile, in this study, parameters used as limiting factor in rejecting product were vitamin C and viscosity. Based on vitamin C parameter, shelf life of wornas stored in 5°C was 38 days, in 30°C was 25 days, and in 45°C only lasted for 20 days. While, based on viscosity parameter, shelf life of wornas stored in 5°C was 170 days, in 30°C was 39 days, and in 45°C only lasted for 18 days .
I. PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian ini dikembangkan atas pemikiran bahwa dengan perkembangan zaman yang semakin modern, menyebabkan banyak perubahan pola hidup manusia. Perubahan terjadi pula pada pola konsumsi makanan. Sebagian besar masyarakat lebih menyukai konsumsi makanan instan dan cepat saji tanpa memperhatikan kecukupan asupan vitamin, mineral, dan komponen-komponen fungsional lainnya dari makanan yang mereka konsumsi. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya kreatif untuk menciptakan suatu pangan fungsional yang praktis dan efektif. Makanan segar berupa sari buah dan sayuran baik untuk mencegah penuaan dan menjaga kesehatan tubuh.
Elemen-elemen yang diperoleh dari makanan segar seperti sayur dan buah sangat penting untuk pembentukan sel darah merah dan sel-sel tubuh lainnya karena di dalamnya banyak terkandung vitamin, mineral, dan enzim. Oleh karena itu, rekayasa dan perancangan produk pangan fungsional yang berguna bagi kesehatan perlu dilakukan. Zat gizi yang akan diperoleh tubuh semakin bermanfaat jika pilihan buah dan sayuran yang dikonsumsi semakin bervariasi, jumlah buah dan sayuran seimbang. Salah satu kombinasi buah dan sayur yang baik untuk dikonsumsi adalah nanas dan wortel. Produktivitas nanas dan wortel di Indonesia sangat tinggi. Pada tahum 2007, produktivitas nanas mencapai 2.237.858 ton dan wortel mencapai 350.170 ton (Badan Pusat Statistik, 2009). Dengan ketersediaanya yang begitu melimpah, nanas dan
wortel merupakan dua komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional. Nanas merupakan buah yang kaya cairan, pektin, vitamin C, dan enzim bromelin yang berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit dan memperlancar peredaran darah. Kandungan vitamin C pada nanas 24 mg per 100 gram bahan yang dikonsumsi (Depkes RI, 1990). Enzim bromelin dalam buah nanas berkhasiat sebagai antiradang, membantu melunakkan makanan di lambung, mengganggu pertumbuhan sel kanker, dan mencegah terjadinya penggumpalan darah (blood coagulation). Kandungan klorin dalam nanas merangsang aktivitas ginjal dan membantu menghilangkan elemen-elemen toxic dan kotoran dalam tubuh. Di antara buah lainnya, nanas memiliki kemampuan paling tinggi untuk melarutkan lemak dalam saluran pencernaan sehingga lemak akan terbawa keluar melalui feses (Bangun, 2004). Wortel merupakan sumber utama beta karoten yaitu 12.000 IU per 100 gram bahan yang dikonsumsi (Depkes RI, 1990). Di dalam hati, beta karoten diubah menjadi vitamin A yang dapat membantu penglihatan, mencegah rabun senja, mempercepat penyembuhan luka, memperbaiki kulit, dan menghilangkan toksin dalam tubuh. Beta karoten di dalam wortel berkhasiat meningkatkan kesehatan tubuh dan menghambat penuaan karena beta karoten dapat berperan sebagai antioksidan dan anti kanker. Provitamin A yang sangat tinggi juga sangat baik untuk kesehatan mata serta meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi. Kandungan mineral dalam wortel adalah kalium. Mineral ini berfungsi menjaga keseimbangan air dalam tubuh, membantu menurunkan tekanan darah, dan menetralkan asam dalam darah. Jus wotel juga berkhasiat sebagai laksatif, yaitu melancarkan buang air besar. Kandungan pektin pada wortel juga dapat menurunkan kadar kolesterol dan menjaga kesehatan usus besar (Wirakusumah, 1996). Dari hasil perancangan proses dalam produk olahan sari wornas (wortel-nanas) ini diharapkan diperoleh produk pangan fungsional dengan efek sinergis provitamin A dan asam askorbat sebagai pangan antioksidan, berserat tinggi, bervitamin dan mineral yang diterima konsumen. Dengan adanya produk sari wornas tersebut diharapkan konsumsi wortel dan nanas sebagai sumber vitamin, mineral, dan enzim yang tinggi dapat ditingkatkan.
wornas yang diperoleh, diharapkan dimanfaatkan oleh industri rumah tangga.
dapat
II. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel Cipanas dan nanas Bogor. Bahan pembantu yang digunakan adalah air, sukrosa, asam sitrat, CMC, Na-alginat, dan beberapa sari buah komersial. Bahan analisis yang digunakan adalah media agar PCA, APDA (Acidified Potatoes Dextrose Agar), dan BGLBB, KH2PO4, larutan Luff Schrool, KHP, NaOH, PP, Yodium, larutan pati, Pb asetat, Na2S2O3, HCl, KI, dan H2SO4. Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau stainless steel, blender, kain saring, pengaduk, gelas cup PP, gelas ukur, wadah alumunium, panci, automatic sealer, termometer, pHmeter, termokopel dan pencatat data, kompor, wadah plastik dan autoklaf . Alat analisa yg digunakan adalah cawan petri, bunsen, pipet volumetrik, neraca analitik, hand refraktometer, gelas kimia, gelas ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, labu takar, pipet mohr, pipet tetes, falling ball viscometer, water bath, dan mikropipet. Metode a. Proses pembuatan sari wornas Daging buah wortel dan nanas ↓ Ditambah air ↓ Mixing ↓ Puree wornas Gula ↓ Asam sitrat Disaring Asam askorbat ↓ CMC Pencampuran Na-alginat ↓ Dicampur Hot filling dan sealing kering ↓ Pasteurisasi ↓ Pendinginan ↓ Packaging
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah diperoleh formula sari wornas dalam kemasan cup PP 165 ml yang disukai secara organoleptik, dengan kecukupan proses panas yang diperlukan, dan perkiraan umur simpan sari wornas. Informasi dan data produk sari
2
b.
Formulasi
Tahap 1
2
2
3
4
5
6
7
8
Perlakuan Karakerisasi minuman sari buah komersial
Deskripsi mutu nanas: (1) 100% hijau (2) 50% kuning (3) 100% kuning Deskripsi mutu wortel: (1)wortel baby/kecil(d=±1cm) (2)wortel besar(d=±3cm) Tingkat kematangan nanas dan wortel: 1) 100% hijau-wortel kecil 2) 100%hijau-wortel besar 3) 50%kuning-wortel kecil 4) 50%kuning-wortel besar 5) 100%kuningwortel kecil 6) 100%kuningwortel besar Perbandingan wortel : nanas pada pembuatan puree 1) W:N = 1:1.5 2) W:N = 1:2 3) W:N = 1:2.5 Jumlah air 1) 3.5 bagian 2) 4.0 bagian 3) 4.5 bagian Kosentrasi gula 1) 6.0%bobot puree(setelah disaring) 2) 8.0%bobot puree(setelah disaring) 3) 10.0%bobot puree(setelah disaring) Konsentrasi asam sitrat : asam askorbat = 1:1 1) 2.5 g/4L puree(setelah disaring) 2) 3.5 g /4L puree(setelah disaring) 3) 4.5 g /4L puree(setelah disaring) Konsentrasi penstabil CMC : Na-alginat =1 :1 1) 0.15% puree(setelah disaring) 2) 0.25% puree(setelah disaring) 3) 0.35% puree(setelah disaring)
Organoleptik
Objektif*
-
pH, TPT, viskositas
Keadaan tangkai buah, rasa, aroma, warna daging buah
Kekerasan buah, warna (L, a, b)
Rasa, aroma, warna daging buah, penampakan
Kekerasan buah, warna (L, a, b)
c.
Uji Kecukupan Panas Uji distribusi panas dalam panci pasteurisasi ↓ Uji penetrasi panas dalam cup dalam berbagai posisi ↓ Perhitungan kecukupan panas dalam produk sari wornas dengan metode trapesium
d.
Uji aktivitas antioksidan (DPPH Kubo et al.2002 ; Molyneux, 2004) Dicampur 2 ml larutan buffer asetat (pH 5.5), 3.75 ml metanol, 200 µl larutan DPPH 3 mM dalam metanol ↓ Divorteks ↓ Ditambah 50 µl larutan sampel atau larutan standar antioksidan ↓ Diinkubasi 37 oC, 30 menit ↓ Dibaca absorbansi 517 nm
e.
Uji beta karoten (AOAC 941.15, 1993, Modifikasi RP-HPLC) 2-5 gram sampel dimasukkan dalam tabung reaksi bertutup ↓ Ditambahkan 10 ml larutan KOH 5% dalam metanol
overall pH
overall
pH
overall
viskositas
↓
Divorteks overall
TPT
overall
pH
↓
Hembuskan dengan N2 selama 30 detik lalu tutup segera ↓ Panaskan pada waterbath 65oC, 30 menit ↓
Dinginkan pada air mengalir ↓
overall
Ditambahkan 5 ml air ↓ Divorteks ↓ Dicuci dengan hexan 3 x 15 ml ↓ Diambil fraksi hexan
viskositas
↓
Uji pH (AOAC Official Method 981.12, 1995) Uji viskositas (Laboratory Manual Falling Ball Viscometer) Uji TPT (AOAC Official Method 932.12, 1995) Uji warna (Hutching,1999) Uji organoleptik (Poste et.al.,1991)
Ditambah natrium sulfat anhidrous ↓ Dihembus gas N2 ↓ Disaring dengan membran 0.45 µm ↓ Diinjeksikan ke dalam HPLC ↓ Dicatat area respon yang terbaca
3
f.
Pendugaan Umur Simpan Sari wornas disimpan pada 3 suhu penyimpanan (5oC, 30oC, 45oC) ↓ Diamati perubahan mutu setiap minggu selama 1 bulan *uji fisik (stabilitas, viskositas) uji mikrobiologi (total mikroba, total kapang dan khamir, uji pendugaan koliform pada awal penyimpanan) uji kimia (pH, TAT, TPT, kadar vit C, total gula) uji organoleptik (warna, aroma, rasa manis, rasa asam, dan tesktur/kekentalan) untuk mengetahui batas penerimaan panelis ↓ Ditentukan nilai kritis penolakan produk ↓ Ditentukan ordo reaksi ↓ Dihitung perkiraan umur simpan berdasarkan beberapa parameter menggunakan metode Arrhenius ↓ Ditetapkan parameter pembatas penolakkan produk ↓ Diperoleh umur simpan produk sari wornas *
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tabel 1. Formulasi sari wornas yang paling disukai secara organoleptik
TAT (AOAC Official Method 940.15, 1995) Vitamin C (Jacobs, 1958) Total gula (Luff Schrool, SNI 01-28921992) Total mikroba (BAM, 2001) Total kapang khamir (Harigan, 1998)
Tingkat kematangan wortel-nanas
Nanas Bogor matang (100% kulit buah warna kuning), wortel Cipanas besar (p=25.73±4.8cm, db=3.32±0.52cm, dan dk=1.74±0.24cm)
Perbandingan wortelnanas
Wortel : nanas = 1 :2
Jumlah air
4 x bobot wortel
Konsentrasi gula
8% bobot puree setelah disaring
Konsentrasi campuran asam
2.5g/4L puree (asam sitrat : asam askorbat = 1:1)
Konsentrasi campuran penstabil
2.5 g/L puree (CMC : Na-alginat = 1:1)
Sari wornas terpilih memiliki pH berkisar 4.13-4.24, kekentalan 4.69-5.38 cP, TPT antara 12.2 – 12.4oBrix, TAT berkisar 24.00-24.96 ml NaOH 0.1N/100 ml sari, kandungan vitamin C antara 34.29-34.33 mg/100 gram sari, total gula 7.65-9.09 gram/100 gram sari, berwarna jingga tua cerah, tidak ada endapan. Sari dengan karakteristik di atas memiliki skor kesukaan terhadap warna adalah 6.07-6.17 (suka), terhadap aroma 5.57 -5.73 (suka), terhadap rasa manis 5.73 -5.87 (suka), terhadap rasa asam 5.60 - 5.67 (suka), dan terhadap kekentalan adalah 5.83 - 5.87 (suka). B. Aktivitas Antioksidan Dan Kandungan Beta Karoten Hasil pengukuran aktivitas antioksidan produk sari wornas yang baru diproduksi dalam dua kali ulangan diperoleh masing-masing sebesar 430 ppm AEAC dan 395 ppm AEAC. RDA vitamin A pada wanita dan pria dewasa berkisar 600-700 µg/day (Bender,1998).
4
Menurut FDA (2008), klaim suatu produk dapat dinyatakan tinggi kandungan senyawa tertentu jika memenuhi 20% RDA. Jadi suatu produk dapat dinyatakan tinggi beta karoten jika kandungan per serving size per hari mencapai 277.2 µg. Hasil pengukuran, diperoleh kandungan beta karoten dalam produk sari wornas adalah 0.25g/100gram bahan atau sekitar 0.41gram/serving size. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa produk sari wornas memenuhi persyaratan klaim tinggi beta karoten. Keberadaan beta karoten disini juga berperan sebagai antioksidan.
D. Penurunan Mutu Selama Penyimpanan Mikrobiologis Tabel 3. Angka lempeng total selama penyimpanan Angka Lempeng Total (koloni/ml) Minggu
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Suhu (oF) 97.2 126.1 135.5 141.5 147.1 152.2 155.6 157.1 159.6 161.8 163
Lr
0.0012 0.0476 0.1585 0.3415 0.6989 1.3421 2.0733 2.5119 3.4585 4.5826 5.3429
Fo parsial (menit) 0.0488 0.2061 0.4999 1.0404 2.0410 3.4154 4.5852 5.9704 8.0411 9.9255
30oC
45oC
0
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
<2.5x102
1
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x102
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x102
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x10
2
<2.5x102
<2.5x102
6.5x 103
2
<2.5x10
2
3
<2.5x10
2
4
<2.5x102
<2.5x102
2.5x102
<2.5x102
Tabel 4. Total kapang khamir selama penyimpanan
C. Kecukupan Panas Tabel 2. Pengukuran nilai Fo (Kecukupan Panas) Waktu
5oC
Total Kapang Khamir (koloni/ml) Minggu
Fo kumulatif (menit) 0.0488 0.2549 0.7548 1.7952 3.8362 7.2516 11.8368 17.8072 25.8483 35.7738
5oC
30oC
0
<1x10
<1x10
<1x10
1
<1x10
<1x10
<1x10 2
2
<1x10
<1x10
<1x10
3
<1x10
<1x10
<1x102
4
<1x10
<1x10
2
<1x10
45oC
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x10
<1x102
<1x102
<1x10
<1x10
<1x102
1.6x10
2
Secara mikrobiologis, sari wornas pada awal penyimpanan memiliki angka lempeng total, jumlah kapang-khamir dan koliform yang memenuhi persyaratan SNI 01-3719-1995. Namun setelah penyimpanan 4 minggu angka lempeng total sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC sudah melebihi batas yang ditetapkan SNI, jumlah kapang-khamir sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC juga sudah melampaui batas yang ditetapkan SNI.
Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa nilai Fo target (5menit) terpenuhi saat proses pasteurisasi pada suhu 75oC sudah berlangsung selama 12 menit. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fo kumulatif pada menit ke-12 yang sudah mencapai 7.2516 menit. Kesimpulannya, kecukupan panas pasteurisasi sari wornas diperoleh dengan proses pasteurisasi 75oC selama 12 menit.
Total Asam Tertitrasi
Gambar 1. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap nilai total asam tertitrasi sari wornas
5
pH
Viskositas
Gambar 2. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap nilai pH sari wornas
Gambar 5. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap viskositas sari wornas
Vitamin C Stabilitas Tabel 5. Hasil pengamatan endapan secara visual terhadap sari wornas selama penyimpanan
Gambar 3. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap kandungan vitamin C sari wornas
o
5C
30oC
0 1 2 3 4
+ + + +
+ + + +
45oC
+ + + +
Organoleptik warna
Total Gula
Gambar 4. Grafik hubungan antara penyimpanan terhadap total gula sari wornas
Suhu Penyimpanan
Minggu ke-
lama
Gambar 6. Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut warna sari wornas pada 3 suhu penyimpanan
6
Organoleptik aroma
Organoleptik kekentalan
Gambar 7. Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut aroma sari wornas pada 3 suhu penyimpanan
Gambar 10. Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut kekentalan sari wornas pada 3 suhu penyimpanan
Organoleptik rasa manis
Sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC atau suhu refrigerator cenderung lebih lambat penurunan mutunya dibanding sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 45oC. Perubahan nilai pH, total asam tertitrasi, vitamin C, viskositas, tingkat kesukaan secara organoleptik terhadap atribut warna, aroma, rasa asam, rasa manis, dan kekentalan berpengaruh nyata (p<0.05) dengan perlakuan penyimpanan di tiga suhu yang berbeda (5 oC, 30 oC, 45oC). Sedangkan penurunan mutu TPT dan total gula tidak berpengaruh nyata (p>0.05) dengan perlakuan penyimpanan di tiga suhu yang berbeda. Selain itu perlakuan lama penyimpanan juga memberikan nilai yang berbeda nyata (p<0.05) setiap minggunya untuk parameter pH di suhu 30 oC dan 45oC, vitamin C, dan viskositas di suhu 30 oC dan 45oC. Sedangkan untuk nilai TPT, pH di suhu 5oC, dan viskositas di suhu 5oC tidak berbeda nyata (p>0.05) nilainya selama 4 minggu penyimpanan. Untuk total gula, nilainya pada awal penyimpanan berbeda nyata (p<0.05) dengan nilai setelah penyimpanan minggu pertama, kedua, dan ketiga. Nilai pH dan TAT cenderung meningkat selama penyimpanan. Nilai TPT cenderung tidak stabil. Nilai total gula, viskositas, tingkat kesukaan secara organoleptik terhadap atribut warna, aroma, rasa asam, rasa manis, dan kekentalan cenderung menurun selama penyimpanan. Selama penyimpanan juga muncul endapan pada dasar wadah yang semakin tampak jelas seiring semakin lamanya penyimpanan. Warna sari wornas yang disimpan pada suhu 5 oC cenderung stabil selama penyimpanan dan perubahannya hampir tidak terlihat, warna pada
Gambar 8. Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa manis sari wornas pada 3 suhu penyimpanan Organoleptik rasa asam
Gambar 9. Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa asam sari wornas pada 3 suhu penyimpanan
7
suhu ruang sedikit berubah dengan intensitas warna jingga yang sedikit berkurang, sedangkan warna pada suhu 45oC berubah dengan sangat jelas menjadi coklat keruh setelah 4 minggu penyimpanan.
Dengan melihat Tabel 8 maka dapat kita simpulkan parameter yang paling baik dijadikan acuan dalam penentuan umur simpan adalah parameter vitamin C. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 yang besar (≥ 0.95), Nilai Ea (energi aktivasi) yang kecil dan memberikan dugaan umur simpan yang paling pendek. Selain itu juga, pemilihan parameter vitamin C sebagai indikator penolakan produk ditujukan untuk tetap menjamin pada akhir umur simpannya tersebut produk sari wornas tetap memiliki kandungan vitamin C yang tinggi yaitu 20% dari RDA atau 18 mg/serving. Umur simpan sari wornas berdasarkan penelitian ini adalah 38 hari jika disimpan pada suhu 5oC, 25 hari pada suhu 30oC, dan 20 hari pada suhu 45oC. Namun jika dilihat dengan pertimbangan lain, umur simpan sari wornas juga dapat ditentukan berdasarkan parameter yang lain. Misalkan dengan pertimbangan dari segi ekonomi, umur simpan yang ditentukan dari parameter vitamin C dirasa terlalu pendek dan tidak menguntungkan produsen. Maka dengan tetap memperhatikan syarat kriteria pemilihan parameter mutu, dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa parameter viskositas juga memiliki nilai R2 yang besar sehingga masih memungkinkan digunakan sebagai parameter pembatas dalam pendugaan umur simpan. Menurut parameter viskositas secara objektif, sari wornas memiliki umur simpan 170 hari pada suhu 5oC, 39 hari pada suhu 30oC, dan hanya bertahan 18 hari pada suhu 45oC.
E. Pendugaan Umur Simpan Penentuan Nilai Kritis Tabel 6. Nilai awal dan nilai kritis sari wornas berdasarkan beberapa parameter Parameter Total Asam Tertitrasi pH Vitamin C Total Gula Viskositas
Nilai Awal Nilai Kritis 24.48 ml NaOH 29.28 ml NaOH 0.1N/100 ml 0.1N/100 ml 4.19 3.85 34.32 mg/100g 10.9 mg/100g = = 18.00 56.63mg/serving mg/serving 8.24 g/100g 2.33 g/100g 5.01 cP 2.33 cP
Penentuan Ordo Reaksi Tabel 7. Nilai R2 dari grafik penurunan mutu menurut ordo reaksi 0 dan 1 R2 Parameter
TAT
pH
Vitamin C Total Gula Viskositas
Suhu Penyimpanan
5o C 30oC 45oC 5o C 30oC 45oC 5o C 30oC 45oC 5o C 30oC 45oC 5o C 30oC 45oC
Ordo 1
Ordo 0
0.930 0.942 0.598 0.398 0.661 0.725 0.892 0.853 0.646 0.597 0.634 0.584 0.638 0.979 0.819
0.927 0.942 0.670 0.391 0.656 0.712 0.839 0.927 0.799 0.706 0.763 0.678 0.622 0.990 0.893
Ordo reaksi yang dipilih
1
0
1
1
KESIMPULAN 1
Formulasi terbaik sari wornas diperoleh dari perlakuan bahan baku nanas Bogor matang (100% kulit buah kuning) dan wortel Cipanas besar (p=25.73±4.8cm, db=3.32±0.52cm, dan dk=1.74±0.24cm). Sari wornas paling disukai dibuat dengan perbandingan air : wortel = 4:1(v/w), gula : puree = 8:100(w/v), campuran asam 2.5g/4L puree (asam sitrat : asam askorbat = 1:1), dan campuran penstabil 2.5 g/L puree (CMC : Na-alginat = 1:1). Sari wornas yang dikemas dalam kemasan cup PP 165 ml memiliki level penginaktifan mikroba pada proses pasteurisasi adalah 5D pada suhu 75oC selama minimum 12 menit, dengan wadah pasteurisasi yang digunakan panci stainless
Tabel 8. Nilai R2, Ea dan umur simpan berdasarkan beberapa parameter Parameter
R2
Ea (kal/mol)
Umur simpan (hari) 5oC 30oC 45oC
Total Asam Tertitrasi
0.736
7725.540
46
15
8
pH
0.868
73
29
17
Vitamin C
0.975
38
25
20
Viskositas
0.966
170
39
18
6 341 298 2 849 910 9 924 042
8
steel berukuran diameter 33 cm, tinggi 20 cm, dan posisi cup sari wornas dapat diletakkan secara acak. Berdasarkan parameter vitamin C, umur simpan sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC adalah 38 hari, pada 30oC adalah 25 hari, dan pada 45oC hanya bertahan 20 hari. Berdasarkan parameter viskositas, umur simpan sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC adalah 170 hari, pada 30oC adalah 39 hari, dan pada 45oC hanya bertahan 18 hari.
Poste, L.M., Mackie, D. A., Butler, G., Larmood, E. 1991. Laboratory methods For Sensory Analysis of Food Research Branch Agriculture Canada Publication. SNI 01-3719-1995. Minuman Sari Buah. Dewan standar Nasional. Jakarta Wirakusumah, E. S. 1996. Juice Buah dan Sayur, Suatu Alternatif Pengganti Soft Drink. Pangan (26) 49-53.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis 932.12 Solids (Soluble) in Fruits and Fruit Products. Virginia. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis 981.12 pH of Acidified Foods. Virginia. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis 940.15 Total Acids of Acidified Foods. Virginia. BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2001. Aerobic Plate Count. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam3.html (12 Februari 2009) Bangun, A. P. 2004. Menagkal Penyakit dengan Jus Buah dan Sayuran. Agromedia Pustaka, Jakarta. Bender, A. E., D. A. Bender. 1998. Food Tables and Labelling. Oxford University Press. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1990. Daftar Konposisi Bahan Makanan. Jakarta : Bhratara Karya Aksara. Food and Drug Administration. 2008. A Food Labeling Guide. Appendix B: Additional Requirements for Nutrient Content Claims. Harigan, W. F. 1998. Laboratory Methods in Food Microorganisms. 3rd ed. Academic Press. San Diego. Hutching, John. B. 1999. Food Color and Appearance. Second Edition. Aspen Publishers, Inc. Maryland. Molyneux, P. 2004. The Use Of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-Hydrazyl (DPPH) For Estimating antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 26 (2) : 211-219.
9