SKRIPSI
OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT)
Oleh : Rachmat Adhiputra Kusumah F24103065
2007 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
1
OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT) Rachmat Adhiputra Kusumah ABSTRACT ”Pala” is a real indonesian plant, that already known as a ”rempah-rempah” since 18th century. Kind of ”pala” that used to test is Myristica fragrans HOUTT because it has high economicaly cost than the other. Because of these reason, change it into a product that more likely in consumen is the way to findout. Beveareges is kind of consumtion that more likely in cosumen, so in these research getting the acceptable formulation of beveareges and the hotenough process (pasteurisation value and Fo) that chose by measuring hot penetration and distibution product These research has three step, (1) finding formulation of fruit extraction product until get the acception formulation, (2) chemistry analysis and microbiology analysis in product to the best formulation, (3) measuring hot enough product that been choosen. Formulation that used in these research in comparating between fruit extraction and sugarCMC dispersion are 5:95, 10:90. 15:85, and 20:80. After the formulation got, it is followed by chemistry analysis including pH-analysis, dispersion total solidity, and total acid of titration, inthe othe hand microbiology test including total bacteria test and total mold/yeast test. Formulation that became the next test is formulation 2 (10:90) with pH value between 3.1-3.5, the TPT is 6.9 oBrix, and total acid titration is 0.053%. The result of microbiology test has shown that the number of bacteria in twice test are 1,4x102 cfu/ml, and mold/yeast hasn’t found in the twice test.The next step are get the hot distribution and penetration. Hot distribution used 2 kinds of differnet time those are 10 and 15 minutes, the efectif result is in 15 minutes to get 75oC. After that the hot penetration test in three spot point (Tc1, Tc2, and Tc3), has shown that the coldest point to reach 5D is 5.545247 minutes with D0 value 65.50C is 5.0 mimutes. Keywords : “pala”, bevearages, hot distribution, hot penetration ABSTRAK Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke-18. Jenis pala yang dipakai yaitu Myristica fragrans HOUTT karena pala ini mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada jenis lainnya. Oleh karena itu, mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih disukai merupakan cara yang harus diteliti. Sari buah merupakan bentuk konsumsi yang sudah disukai konsumen, maka dalam penelitian ini daging buah pala akan dilakukan proses penentuan formulasi sari buah pala yang dapat diterima konsumen dan proses kecukupan panas (nilai pasteurisasi dan Fo) yang ditentukan berdasarkan pengukuran distribusi panas dan penetrasi pada produk tersebut. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) penentuan formulasi sari buah pala hingga didapat formulasi yang tepat; (2) analisis kimia dan mikrobiologi produk sari buah pala terhadap formulasi terbaik, (3) pengukuran kecukupan panas produk terpilih sari buah pala. Formulasi yang digunakan memiliki perbandingan ekstrak buah pala dan larutan gula dan CMC yaitu 5:95, 10:90, 15:85, dan 20:80. Setelah formulasi di dapat, dilanjutkan dengan analisis kimia yang meliputi analisis pH, total padatan terlarut, dan total asam tertitrasi, sedangkan uji mikrobiologi meliputi uji total bakteri dan uji total kapang/khamir. Formulasi yang diuji yaitu formulasi 2 (10:90) dengan nilai pH berkisar antara 3.1-3.5, TPT sebesar 6.9 0Brix, dan TAT sebesar 0.063%. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan hasil bahwa jumlah bakteri pada dua kali ulangan yaitu 1,4x102 cfu/ml sedangkan kapang/khamir tidak ditemukan keberadaannya.Tahapan selanjutnya yaitu penentuan distribusi dan penetrasi panas. Distribusi panas menggunakan 2 waktu yang berbeda yaitu 10 dan 15 menit, lalu diperoleh waktu yang efektif yaitu 15 menit untuk mencapai 750C. Kemudian uji penetrasi pada 3 titik uji (Tc1, Tc2, dan Tc3), di dapat data bahwa Tc3 merupakan titik terdingin ( the coldest point ) dengan capaian 5D sebesar 5.545247 menit dengan nilai D0 65.50C yaitu 5.0 menit. Kata kunci : pala, minuman , distribusi panas, penetrasi panas
OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Rachmat Adhiputra Kusumah F24103065
2007 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Rachmat Adhiputra Kusumah F24103065 Dilahirkan pada tanggal 23 April 1985 Di Jakarta, Jawa Barat Tanggal lulus :
Januari 2008
Menyetujui,
Dr. Ir Feri Kusnandar, M.Sc Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
3
Rachmat Adhiputra Kusumah. F24103065. OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. RINGKASAN Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke-18. Sampai saat ini Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75%). Komoditas tersebut selama ini belum menjadi alternatif pangan bagi produsen dan konsumen sehingga perlu diterapkan suatu bentuk teknologi tepat guna untuk mengubah bahan baku tersebut menjadi produk yang sangat diminati. Jenis pala yang dipakai yaitu Myristica fragrans HOUTT karena pala ini mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada jenis lainnya. Oleh karena itu, mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih disukai merupakan cara yang harus diteliti. Salah satu penerapan teknologi untuk memanfatkan daging buah pala adalah dengan mengubahnya menjadi produk minuman sari buah. Sari buah merupakan bentuk konsumsi yang sudah disukai konsumen, maka dalam penelitian ini daging buah pala akan dilakukan proses penentuan formulasi sari buah pala yang dapat diterima konsumen dan proses kecukupan panas (nilai pasteurisasi dan Fo) yang ditentukan berdasarkan pengukuran distribusi panas dan penetrasi pada produk tersebut. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) penentuan formulasi sari buah pala hingga didapat formulasi yang tepat; (2) analisis kimia dan mikrobiologi produk sari buah pala terhadap formulasi terbaik. (3) pengukuran kecukupan panas produk terpilih sari buah pala. Formulasi yang digunakan memiliki perbandingan ekstrak buah pala dan larutan gula dan CMC yaitu 5:95, 10:90, 15:85, dan 20:80. Setelah formulasi di dapat, dilanjutkan dengan analisis kimia yang meliputi analisis pH, total padatan terlarut, dan total asam tertitrasi, sedangkan uji mikrobiologi meliputi uji total bakteri dan uji total kapang/khamir. Formulasi yang diuji yaitu formulasi 2 (10:90) dengan nilai pH berkisar antara 3.1-3.5, TPT sebesar 6.9 0Brix, dan TAT sebesar 0.063%. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan hasil bahwa jumlah bakteri pada dua kali ulangan yaitu 1,4x10 cfu/ml sedangkan kapang/khamir tidak ditemukan keberadaannya. Tahapan selanjutnya yaitu penentuan distribusi dan penetrasi panas. Distribusi panas menggunakan 2 waktu yang berbeda yaitu 10 dan 15 menit, lalu diperoleh waktu yang efektif yaitu 15 menit untuk mencapai 750C. Kemudian uji penetrasi pada 3 titik uji (Tc1, Tc2, dan Tc3), di dapat data bahwa Tc3 merupakan titik terdingin ( the coldest point ) dengan capaian 5D sebesar 5.545247 menit dengan nilai D0 65.50C yaitu 5.0 menit. Penelitian ini menunjukkan pengaruh proses termal dan kombinasi keasaman dapat menekan tingkat keberadaan mikroba patogen. Berdasarkan datadata analisis yang di dapat, proses termal yang dilakukan telah mencapai tujuan serta penerimaan yang mengacu pada SNI. Produk ini membutuhkan peningkatan skala produksi untuk mengetahui lebih lanjut proses termal yang akan dicapai yang mampu berdampak pada sterilisasi komersial
4
RIWAYAT HIDUP Bismillahirahmanirrahim Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara. Selama jenjang pendidikan S1 penulis mengikuti beberapa kegiatan yang bersifat sosial, politik, akademi, agama, dan berkecimpung dalam beberapa wadah mahasiswa antara lain FORKOM ALIM’S (Forum Komunikasi Alumni Muslim SMU N 1 Bogor), Lembaga Pengkajian Islam Fakultas Teknologi Pertanian (Forum Bina Islami), serta HIMITEPA 2005-2006. Pada tahun 2004-2005 penulis diamanahkan sebagai Koordinator Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Di tahun yang sama penulis diamanahkan sebagai pendiri core competence PANGAN HALAL yang dimiliki oleh Lembaga Dakwah Fakultas, FBI F. Berikutnya 2006-2007 penulis diamanahkan sebagia Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Jenjang pendidikan penulis adalah sebagai berikut TK Puspita Kusumah, SD Negeri Pengadilan 1 Bogor, SLTP Negeri 5 Bogor, SMU Negeri 1 Bogor, dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama mengenyam pendidikan sarjana, penulis pernah mengikuti berbagai macam pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pribadi, pelatihan tersebut antara lain “Manajemen Konflik”, “Strategi Intelejen”, HACCP dan ISO 14001, “Training for Trainer”, “HrACCP (Haram Analysis Critical Control Point)”. Cita-cita penulis ialah menjadi orang yang bermanfaat untuk lingkungan sekitar, terutama memajukan dunia pangan Indonesia khususnya dalam penanganan konsep pangan halal.
“Mudah-mudahan Allah Yang Maha Menguasai segala-galanya selalu membukakan hati kita agar bisa melihat hikmah di balik setiap kejadian apapun yang terjadi.”
5
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat beliau, dan seluruh pengikut beliau yang memegang teguh ajaran beliau. Laporan skripsi dengan judul “OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH BERBAHAN DASAR PALA (Myristica fragrans HOUTT)” di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa usaha penulis dari saat akan memulai penelitian hingga tertuliskannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Orangtua penulis, bapak dan ibu yang telah banyak memberikan nasehat, dorongan, doa, kasih sayang, dan bantuan dalam bentuk apapun. 2. Andy, Army, Romy, Fitrah, tante Wati yang telah membantu mengingatkan akan penyelesaian skripsi ini. 3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MS selaku dosen pembimbing skripsi penulis atas segala arahan dan bimbingan baik selama penulis kuliah di Departemen ITP kampus IPB. 4. Nur Wulandari, S.TP, M.Si dan Elvira Syamsir, S.TP, M.Si selaku dosen penguji terhadap skripsi penulis 5. Mona Fitria dan Mardiati Syalfina rekan satu bimbingan yang telah banyak membantu penulis selama pengerjaan tugas akhir ini 6. Bapak Sobirin, Mas Edi, Teh Ida, Pak Yahya, Pak Koko, Pak Rozak, Pak Sidik, Pak Wahid, Pag Gatot, Bu Rubiyah dan laboran lain yang sudah membantu penyelesaian proses laboratorium penulis selama penelitian
6
7. Teman-teman di laboratorium selama penelitian : Wayan, Fitri, Yeni, Helmi, Lasty, Asih, Susanto, Sarwo, Maya, Deni, Sumarto yang telah banyak membantu penulis saat menjalani masa-masa penelitian 8. Teman-teman KOLAK : Helmi, Susanto, Usman, Sarwo, Arie, Fauzan, Roni, Lita, Maya, Fitri, Dhani, Eka, Prima, Hanifah, Lala, dan Lina. 9. Teman-teman ITP 40 atas segala bantuan dan dorongan kepada penulis selama menjalani masa kuliah di ITP 10. Seluruh pengajar, karyawan, dan tenaga penunjang di lingkungan Departemen ITP atas segala bantuan yang sudah diberikan kepada penulis selama penulis menempuh studi di ITP 11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu di sini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan kebaikan yang lebih baik lagi. Bersama kata pengantar ini penulis juga meminta saran dan kritikan dari para pembaca sebagai perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi para pembaca. Bogor, Januari 2008
Penulis
7
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................... i DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. v DAFTAR SIMBOL ....................................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................vii BAB I.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang ..................................................................................1 B. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3 A. Sari Buah ...........................................................................................3 B. Bahan Baku .......................................................................................5 C. Proses Termal ....................................................................................8 D. Perhitungan Kecukupan Panas ..........................................................11
BAB III.
BAHAN DAN METODE .......................................................................13 A. Bahan dan Alat ..................................................................................13 B. Metode .............................................................................................. 13
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 23 A. Formulasi Sari Buah Pala ..................................................................23 B. Metode Analisis Kimia ..................................................................... 26 C. Analisis Mikrobiologi .......................................................................29 D. Analisis Kecukupan Proses Termal .................................................. 32
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 40 A. KESIMPULAN .................................................................................40 B. SARAN .............................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................42 LAMPIRAN ...............................................................................................................45
8
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Komponen daging buah pala untuk setiap 100 gram bahan ....................................................................................
Tabel 2
Pembagian produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut dan kandungan sari buah murninya ........................
1 4
Tabel 3
Formulasi sari buah pala ......................................................
16
Tabel 4
Uji distribusi panas pada waktu yang berbeda .....................
20
Tabel 5
Hasil pembacaan pH produk terpilih ...................................
27
o
Tabel 6
Hasil pengukuran Brix produk terpilih ...............................
28
Tabel 7
Syarat mutu mikrobiologi minuman sari buah .....................
29
Tabel 8
Hasil uji mikrobiologi produk sari buah ..............................
30
Tabel 9
Pengukuran nilai Fo Tc3 (the cooldest point) ......................
37
Tabel 10 Hasil penetrasi panas ............................................................
39
Tabel 11 Data hasil uji organoleptik rasa produk ...............................
47
Tabel 12 Data hasil uji organoleptik warna produk ............................
49
Tabel 13 Data hasil uji organoleptik aroma produk ............................
51
Tabel 14 Data hasil uji organoleptik over all produk ........................
53
Tabel 15 Data hasil pengukuran distribusi panas produk pada T = 10 menit ........................................................................ Tabel 16 Data hasil pengukuran distribusi panas produk pada T = 15 menit ......................................................................... Tabel 17 SNI 01-3719-1995 ...............................................................
55 55 57
9
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
Mekanisme pencegahan reaksi pencoklatan oleh NaHSO3 ..........................................................................
8
Gambar 2
Diagram alir proses persiapan daging buah pala ...........
15
Gambar 3
Diagram alir proses pembuatan ekstrak pala .................
15
Gambar 4
Alat ukur panas; (a) termokopel, (b) print-out data .......
19
Gambar 5
Pemasangan termokopel pada pasteurizer ....................
20
Gambar 6
Pasterurizer ....................................................................
20
Gambar 7
Titik-titik probe untuk penetrasi panas ..........................
22
Gambar 8
Titik uji penetrasi panas .................................................
22
Gambar 9
Penempatan probe dalam cup ........................................
22
Gambar 10 Hasil ekstraksi pala yang berupa bubur buah pala .........
25
Gambar 11 Hasil formulasi sari buah pala ........................................
26
Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15
Hasil inkubasi bakteri pada media PCA dengan tingkat pengenceran 10-1 – 10-3 (kiri ke kanan) .......................... Hasil inkubasi kapang atau khamir pada media APDA dengan tingkat pengenceran 10-1 (a), 10-2 (b) ................. Grafik hasil pengukuran distribusi panas pada t = 10 menit .............................................................................. Grafik hasil pengukuran distribusi panas pada t = 15 menit ..............................................................................
31 32 34 34
Gambar 16 Grafik hasil pengukuran penetrasi panas .......................
37
Gambar 17 Model trapesium untuk perhitungan nilai Fo .................
38
10
DAFTAR SIMBOL F
:
Nilai pasteurisasi
t
:
Nilai pasteurisasi (menit)
Lr
:
Lethal rate
Tr
:
Suhu retort
T
:
Suhu produk
Tref
:
Suhu referensi
DT
:
Decimal reduction time
z
:
Faktor kinetik
11
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Form uji organoleptik ....................................................
46
Lampiran 2 Data dan hasil uji organoleptik ......................................
47
Lampiran 3 Distribusi panas produk .................................................
55
Lampiran 4 Contoh perhitungan kecukupan panas ..........................
56
Lampiran 5 Syarat mutu minuman sari buah (SNI 01-3719-1995) ...
57
12
I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke-18. Sampai saat ini Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75%). Komoditas pala Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar 98,84%, dengan pola budidaya ekstensif yang jarang dipelihara. Negara produsen lainnya adalah India, Srilangka, dan Malaysia. Luas areal pertanian pala di Indonesia menjadi 48.873 ha pada tahun 2000. Produktivitas tahun 2000 sekitar 7.587 ton, produktivitas tahun 1999 mencapai 482,8 kg/ha dengan total produksi sekitar 19.163 ton (BPS, 2000) Komoditas tersebut selama ini belum menjadi alternatif pangan bagi produsen dan konsumen sehingga perlu diterapkan suatu bentuk teknologi tepat guna untuk mengubah bahan baku tersebut menjadi produk yang sangat diminati. Pemilihan jenis pala menjadi faktor penting untuk mendapatkan hasil yang optimal, dimana jenis pala yang banyak ditemukan serta dijadikan bahan olahan adalah Myristica fragrans HOUTT. Jenis pala ini mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada jenis lainnya. Bagian tanaman pala yang sering digunakan adalah fuli dan biji, sedangkan bagian lainnya yaitu daging buah sering menjadi limbah buangan yang belum termanfaatkan ini diakibatkan karena bau dan rasa yang kurang disukai. Komponen daging buah pala dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komponen daging buah pala untuk setiap 100 gram bahan. Komposisi Satuan Daging Buah Protein g 0.3 Lemak g 0.2 Hidrat Arang g 10.2 Air g 88.1 Ca mg 32.2 P mg 24.0 Fe mg 1.5 Vitamin A SI 29.0 Vitamin B1 mg Sedikit Vitamin C mg 22.0 Sumber : (Direktorat Gizi, 1982)
13
Oleh karena itu, mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih disukai merupakan cara yang harus diteliti. Salah satu penerapan teknologi untuk memanfatkan daging buah pala adalah dengan mengubahnya menjadi produk minuman sari buah. Sari buah merupakan bentuk konsumsi yang sudah disukai konsumen, maka dalam penelitian ini daging buah pala akan dilakukan proses penentuan formulasi sari buah pala yang dapat diterima konsumen dan proses kecukupan panas (nilai pasteurisasi dan Fo) yang ditentukan berdasarkan pengukuran distribusi panas dan penetrasi pada produk tersebut. Proses pembuatan sari buah pada prinsipnya terdiri dari ekstraksi, klarifikasi, deaerasi, pengemasan, dan pasteurisasi. Sari buah adalah cairan jernih atau keruh yang tidak difermentasi dan berasal dari hasil ekstraksi buah-buahan yang telah masak dan masih segar, mengandung gula, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan yang lain (Muchtadi et al., 1994). 1.2 TUJUAN Tujuan pada penelitian ini adalah 1. Menentuan formulasi sari buah pala berdasarkan uji hedonik organoleptik 2. Menentuan kecukupan proses panas (pasteurisasi) dan nilai Fo proses berdasarkan hasil pengukuran distribusi panas dan penetrasi panas
14
II. TINJAUAN PUSTAKA A. SARI BUAH Menurut Satuhu (1994), buah merupakan komoditas hortikultura yang mudah rusak. Di Indonesia, terdapat banyak sekali hasil panen buah-buahan yang belum ditangani dan dimanfaatkan dengan baik. Sebagian besar hasil panen masih ditangani secara sederhana sehingga banyak buah yang rusak dan menimbulkan kerugian besar bagi para petani. Pemanfaatan buah menjadi berbagai macam hasil olahan akan dapat menyelamatkan hasil panen yang berlimpah dan dapat memberikan nilai tambah yang tidak sedikit. Salah satu bentuk pengolahan buah adalah sari buah, yaitu larutan inti dari daging buah yang diencerkan sehingga mempunyai cita rasa yang sama dengan buah aslinya (Satuhu, 1994). Menurut Muchtadi et al. (1977) sari buah merupakan cairan jernih atau agak jernih, tidak difermentasi, diperoleh dari pengepresan buah-buahan yang telah matang dan masih segar. Sari buah umumnya dibuat dengan cara penghancuran daging buah dan selanjutnya diekstraksi dengan cara pengepresan manual atau dengan menggunakan alat. Ekstraksi yang baik dapat menghindarkan tercampurnya kotoran dan jaringan buah, sehingga flavornya tetap terjaga. Sari buah merupakan cairan, baik yang dijernihkan ataupun tidak, yang dihasilkan dari pemerasan bagian buah yang dapat dimakan, tanpa dilanjutkan dengan peragian atau fermentasi (Pollard dan Timberlake, 1971). Menurut SNI, minuman sari buah merupakan cairan buah yang diekstrak dari bagian buah yang dapat dimakan, baik dengan penambahan air atau tidak, yang siap untuk diminum. Pemurnian sari buah bertujuan untuk menghilangkan sisa serat yang berasal dari sari buah dengan cara penyaringan, pengendapan, atau sentrifugasi dengan kecepatan tinggi. Proses ini dapat memisahkan sari buah dari serat-serat berdasarkan perbedaan kerapatan. Proses ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pengendapan jika sari buah telah dibotolkan, yang dapat mengurangi penerimaan konsumen (Potter dan Hotchkiss, 1995). Untuk mengurangi terjadinya kerusakan vitamin C dan kerusakan lain yang
15
disebabkan oleh adanya oksigen, dilakukan proses deaerasi dengan menggunakan vacuum deaerator yang dapat mengurangi udara pada sari buah. Proses pasteurisasi biasanya dilakukan untuk membunuh mikroba yang dapat menyebabkan fermentasi dan untuk menginaktivasi enzim. Sari buah kemudian diisikan ke
dalam botol
yang telah disterilkan
dengan
memperhatikan headspace. Botol kemudian ditutup dan dipasteurisasi kembali. Penambahan zat kimia sering dilakukan untuk meningkatkan daya awet sari buah (Potter dan Hotchkiss, 1995). Satuhu
(1994)
menjelaskan
bahwa
perdagangan
internasional
membedakan produk sari buah berdasarkan kandungan total padaan terlarut (TPT) dan kandungan sari buah murninya. Dari penggolongan ini dikenal fruit syrup, crush, squash, cordial, unsweetened juice, ready served fruit beverage, nectar, dan fruit juice concentrate. Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Pembagian produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut dan kandungan sari buah murninya. Produk sari buah %TPT % Sari buah murni 65 25 Fruit syrup Crush
55
25
Squash
40
25
Cordial
30
25
Alami
100
Ready served fruit beverage
10
5
Nectar
15
20
32
100
Unsweetened juice
Fruit juice concentrate Sumber : Satuhu (1994)
Dewasa ini minuman berupa sari buah mulai digemari pada kalangan tertentu. Selain warnanya yang menggiurkan dan menggugah selera, rasanya menyegarkan dan dapat menghilangkan dahaga. Dari segi gizi, konsistensi sari buah juga lebih menguntungkan. Asupan (intake) buah dapat lebih tinggi karena sifatnya yang cair, sehingga dengan sendirinya asupan zat-zat gizi dan substansi penting lainnya akan meningkat. Dengan fakta tersebut, diperkirakan sari buah dapat menggeser kepopuleran soft drink (Wirakusumah, 1996).
16
Sari buah dapat diolah lebih lanjut menjadi pekatan sari buah atau konsentrat sari buah. Codex Allimentarius Commission (1983) menyatakan bahwa penambahan sukrosa, dekstrosa, sirup glukosa kering dan fruktosa dapat dilakukan tetapi dengan syarat tidak lebih dari 50 gram per kg produk hasil rekonstitusi konsentrat sampai 11°Brix. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
komposisi
sari
buah
erat
hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi buah itu sendiri, yaitu faktor genetik, tingkat kematangan, cara penanaman dan faktor lingkungan pertumbuhan tanaman tersebut. Buah-buahan yang akan diproses menjadi sari buah hendaknya merupakan buah varietas tertentu dan berasal dari daerah penanaman yang sama. Sedangkan faktor yang mempengaruhi cita rasa sari buah adalah perbandingan antara gula dan asam, jenis dan jumlah komponen volatil, serta jenis vitamin (Pollard dan Timberlake, 1971). Pengolahan sari buah pada umumnya meliputi tahap-tahap persiapan, pengupasan,
pencucian,
blansir,
pemotongan,
ekstraksi,
penyaringan,
pembotolan, dan pasteurisasi. Buah yang dipilih sebaiknya yang sudah matang karena mempunyai kandungan gizi, flavor dan rasa yang optimal (Muchtadi, 1977). B. Bahan Baku 1. Pala Pala merupakan tanaman tropis dan tanaman asli Indonesia yang menjadi sub bagian rempah-rempah saat ini. Pala sebagai salah satu rempah yang belum banyak digunakan dapat diolah menjadi berbagai macam produk antara lain minuman, obat, flavor, dan sebagainya. Bagian terbesar dari buah ini adalah daging buahnya, tetapi masih sedikit sekali diteliti dan dijadikan sebagai bahan baku yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, namun kenyataannya bagian ini banyak tidak terpakai dan menjadi limbah. Berdasarkan pemelitian Hustiang (1994), daging buah pala mengandung 20
komponen
volatil
dengan
23
komponen
yang
teridentifikasi. Komponen-komponen yang paling banyak terkandung
17
dalam minyak atsiri daging buah adalah –pinen (8.7%), –pinen (6.92%), –3–karen (3.54%), D–limonen (8%), mentatrien (5.43%),
–terpinen (4.9%),
–terpinen (3.69%), 1,3,8– –terpineol (11.23%), safrol
(2.95%), dan myristisin (23.37%). Tanaman pala (Myristica fragrans HOUTT) termasuk famili Myristiceaeae dioceus berumah tunggal, dan tingginya mencapai 10–18 m. Tanaman ini berasal dari Maluku dan telah dikenal di Eropa sejak abad 12. Bunga pala berwarna kuning pucat, kecil dan berbau harum (Hill, 1952). Tanaman pala berumah dua terbagi atas dua bunga yaitu bunga jantan dan tanaman bunga betina. Adapun bagian-bagian tumbuhan yang dapat dijadikan obat antara lain daun, akar, bunga, biji, daging buah, dan kulit batang. Tanaman pala memiliki beberapa jenis, antara lain Myristica fragrans Houtt, Myristica argentea Ware, Myristica fattua Houtt, Myristica specioga Ware, Myristica Sucedona BL, dan Myristica malabarica Lam. Tanaman ini tumbuh baik pada iklim tropis yang lembab, memerlukan tanaman pelindung waktu muda dan memerlukan hujan yang turun sepanjang tahun tanpa periode kekeringan yang nyata (Ochse dkk, 1961). Pohon pala mulai berbuah setelah berumur 8–9 tahun, dan hasil maksimal dicapai pada umur 25 tahun. Tanaman pala dapat menghasilkan buah sampai umur 60 tahun. Buah pala berwarna kuning hijau dan teksturnya keras. Diameter buah pala bervariasi dari 3–9 cm dan bila buah telah masak di pohon, daging buah terbuka sehingga biji pala yang berwarna coklat dan bunga pala yang berwarna merah terang akan terlihat (Ochse dkk, 1961). Tanah dengan ketinggian + 400 m dari permukaan laut baik untuk pertumbuhan tanaman pala, atau ketinggian relatif 330–350 m. Pada tanah dengan ketinggian lebih dari 700 m produksinya rendah (Hill, 1952). Pala merupakan rempah yang memiliki khasiat sebagai obat. Bagian tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai obat adalah buah dan bijinya. Menurut pakar tanaman obat, Prof Hembing Wijayakusuma dalam bukunya "Khasiat Tanaman Obat", beberapa keluhan yang bisa diatasi
18
dengan memanfaatkan pala adalah muntaber, kepala pusing, sakit telinga, kencing manis, perut kembung, sakit perut, muntah pada anak-anak, menambah nafsu makan, dan lain-lain (Republika, 2002). Komposisi pala yang terbesar adalah daging buahnya. Daging buah pala memiliki khasiat dalam memudahkan konsumen untuk tidur, selain itu juga dapat bermanfaat sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan antidiare (Fidrianny dkk, 2004). 2. Bahan Penstabil Bahan penstabil (stabilizer) adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan permukaan, dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema, 1985). Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat, karagenan, dan karboksi metil selulosa atau CMC (Moyer, 1980). Ganz (1977) menyatakan bahwa karboksi metil selulosa (CMC) merupakan polielektrolit anionik turunan dari selulosa yang digunakan secara luas dalam industri makanan. CMC yang biasa digunakan dalam pengolahan pangan adalah natrium karboksi metil selulosa. Bentuk garam yang lain seperti kalium, kalsium, dan amonium digunakan untuk bahan non pangan. CMC digunakan dalam industri pangan untuk memberikan bentuk, konsistensi, dan tekstur. CMC juga berperan sebagai pengikat air, pengental, dan stabilisator emulsi. CMC menjalankan fungsinya melalui interaksi antara gugusan polar dengan air dan gugusan non polar dengan lemak (Ganz, 1977). CMC stabil pada kisaran pH 5-11, dengan viskositas yang terbaik pada pH 7-9, sedangkan pH yang lebih rendah akan menurunkan viskositas larutannya (Ganz, 1977). 3. Natrium bisulfit
19
Menurut Chichester dan Tanner (1986), natrium bisulfit merupakan serbuk putih yang berbentuk kristal, mempunyai bau SO2 dengan batas maksimum penggunaan 500 ppm . Setiap 1 g natrium bisulfit dapat larut dalam 3.5 ml air dingin, 2 ml air mendidih atau alkohol 70 ml. Penambahan natrium bisulfit bermanfaat untuk menghambat reaksi enzimatis dan non-enzimatis produk akhir. Seperti yang dikemukakan oleh Barnett (1985) bahwa ada empat faktor yang melatarbelakangi penggunaan sulfit dalam pangan, yaitu : (1) sulfit merupakan penghambat yang efektif dari reaksi pencoklatan non-enzimatis selama penyimpanan; (2) reaksi pencoklatan yang disebabkan oleh enzim dicegah dengan perlakuan sulfit selama pengolahan; (3) pertumbuhan beberapa mikroba dapat dihambat dengan kehadiran SO2, dan (4) sulfit bersifat antioksidan yang biasanya dipakai untuk melindungi karotenoid dalam beberapa makanan kering. Ion bisulfit (HSO3-) adalah bentuk senyawa yang penting untuk menghambat reaksi pencoklatan non enzimatis (Barnett, 1985). Menurut Hodge dan Osman (1976), mekanisme reaksi kimia dalam penggunaan sulfur dioksida untuk menghambat reaksi pencoklatan non enzimatis belum sepenuhnya diketahui, tetapi mungkin karena interaksinya dengan kelompok-kelompok karbonil aktif pada gula. Bisulfit bergabung secara tetap dengan gula-gula pereduksi dan senyawa-senyawa antara aldehid HC=O
HO
RNH
HCOH + NaHSO3
HC – SO3Na + RNH2
HC – SO3Na
HCOH
HCOH
C
C
C
Gambar 1. Mekanisme pencegahan reaksi pencoklatan oleh NaHSO3 C. PROSES TERMAL Proses termal merupakan cara lain untuk memusnahkan mikroba selain cara irradiasi, tekanan osmotik tinggi, listrik bertegangan tinggi, dan kombinasi ultrasonik, panas, dan tekanan (Sala et al., 1995). Proses termal ialah cara yang paling umum digunakan dari berbagai cara pemusnahan
20
mikroba seperti disebutkan di atas. Karena sifatnya memusnahkan mikorba, maka dengan menggunakan proses ini ada jaminan bahwa mikroba yang telah mati tidak akan pernah kembali. Walaupun ada yang ditemukan pada produk pangan yang diproses dengan cara ini, kemungkinan besar hal ini terjadi karena kontaminasi. Proses termal sangat erat kaitannya dengan ketahanan bakteri termasuk sporanya. Ketahanan bakteri terhadap proses pemanasan umumnya dinyatakan dengan istilah nilai D dan nilai Z. Nilai D adalah waktu dalam menit yang dibutuhkan untuk memusnahkan 90% dari populasi bakteri dalam suatu medium termasuk bahan pangan pada suhu tetap yang tertentu, sedangkan nilai Z suatu organisme atau spora adalah selang suhu terjadinya penambahan atau pengurangan sepuluh kali lipat dalam waktu yang dibutuhkan baik untuk menurunkan 90% atau pembinasaan seluruhnya (Heldman dan Singh, 2001). Sel vegetatif bakteri termasuk bakteri pembentuk spora, kapang, dan khamir pada umumnya memiliki nilai D berkisar antara 0.5 sampai 3 menit pada suhu 650C. Sedangkan nilai z untuk sel vegetatif bakteri, kapang, dan khamir berkisar antara 5 sampai 80C, biasanya 50C, tetapi nilai z untuk bakteri pembentuk spora adalah berkisar antara 6 sampai 16°C dan biasanya adalah 100C (Garbutt, 1997). Menurut Supardi dan Sukamto (1999), ketahanan panas mikroba dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain adalah : (a) umur dan keadaan organisme sebelum dipanaskan, (b) komposisi medium bagi suatu organisme atau spora itu tumbuh terutama adanya garam, zat pengawet, lemak dan minyak, dan bahan penghambat lainnya serta adanya spora yang masih terdapat setelah pemanasan, (c) pH dan Aw medium waktu pemanasan, dan (d) suhu pemanasan. Sejumlah kapang dan khamir terdapat pada sari buah yang dibuat dari konsentrat (Aw rendah). Kapang lebih dominan pada jenis konsentrat, tetapi pada buah dan sayur dengan aw tinggi, bakteri umumnya mengambil peran pertama merusak dalam fermentasi, kemudian diikuti kapang dan khamir (Gilliland, 1986). Khamir bersama sporanya dapat dieliminasi dengan mudah pada proses pasteurisasi tetapi kapang yang berspora perlu pemanasan lebih lama jika produk berupa konsentrat (Frazier dan Westhoff, 1978).
21
Keberhasilan penuh dari proses pengolahan yang melibatkan panas pada produk pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat (Holdsworth, 1997). Nilai pH makanan merupakan faktor yang penting dalam menentukan besarnya pengolahan dengan panas yang dibutuhkan untuk menjamin tercapainya sterilisasi komersial. Di atas pH 4.5, bakteri pembusuk anaerobik dan pembentuk spora yang patogen seperti C. botulinum dapat tumbuh. Beberapa spora
bakteri
dapat
tumbuh
sampai
kira-kira
pH
3.7
seperti
B.
thermoacidurans atau B. coagulans. bahan pangan dengan nilai pH di bawah 3.7 tidak rusak oleh bakteri berspora (Fardiaz, 1992). Dua cara umum untuk melawan mikroba penyebab kebusukan atau mikroba patogen penyebab penyakit karena makanan (foodborn diseases) adalah
(1)
menghambat
atau
mencegah
pertumbuhannya,
dan
(2)
memusnahkannya (Fardiaz, 1996). Menghambat atau mencegah pertumbuhan mikroba dapat dilkakukan dengan proses pemanasan. Pasteurisasi merupakan proses pemanasan pada produk pangan dengan menggunakan suhu relatif rendah (kurang dari 1000C) dengan tujuan membunuh sel vegetatif (khususnya patogen) dan menginaktifkan enzim (Jongen, 2002). Prinsip dari pasteurisasi adalah pemanasan produk secara singkat sampai mencapai kombinasi suhu dan waktu tertentu, yang cukup untuk membunuh semua mikroorganisme patogen, tetapi hanya menyebabkan kerusakan (khususnya kerusakan gizi) seminimal mungkin terhadap produk akibat panas (Woodroof, 1976). Contoh produk pasteurisasi diantaranya adalah susu dan sari buah. Pasteurisasi biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak bila dipanaskan atau tidak dapat disterilisasi secara komersil (Desrosier, 1983). Pasteurisasi membunuh seluruh mikroorganisme psikrofilik, mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik. Penggunaan panas yang relatif rendah menyebabkan sedikit perubahan pada karakteristik sensori dan nilai gizinya (Jongen, 2002). Produk
22
pasteurisasi memiliki umur simpan yang tidak lama, kualitas produk akan berubah selama proses penyimpanan. Umur simpan produk tergantung pada pengemasan dan kondisi penyimpanan. Kecukupan proses panas tergantung pada kondisi alami produk, pH, mikroorganisme atau enzim yang resisten, sensitivitas produk dan tipe aplikasi panas (Fellows, 2000). Pasteurisasi sari buah, dimana pH produk kurang dari 4.5, bahaya Clostridium botulinum dapat dihindari sebab C. botulinum dan kebanyakan bakteri pembentuk spora tidak dapat tumbuh. Kecukupan panas dapat diperoleh dengan memberikan perlakuan panas pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, atau sebaliknya. Sejak saat itu dan selanjutnya percobaan dan perhitungan kecukupan panas dijadikan dasar dalam penetapan proses pengalengan pangan (schedule process). Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah dalam waktu yang relatif lama yaitu 650C selama 30 menit atau pada suhu yang tinggi dalam waktu singkat yaitu 720C selama 15 menit (Fardiaz, 1992). Semakin tinggi suhu pasteurisasi semakin singkat proses pemanasan, beberapa bakteri vegetatif yang tahan panas (thermofilik) dan spora tahan terhadap proses pasteurisasi. Oleh sebab itu, setelah proses pasteurisasi produk harus didinginkan dengan cepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang masih hidup (Fardiaz, 1992). Dalam pasteurisasi konsep yang umum digunakan adalah konsep 5D. Menurut Fellows (2000) konsep ini cukup memadai dari segi kualitas dan keamanan pangan. D. PERHITUNGAN KECUKUPAN PANAS Kemampuan pasteurisasi dari proses pemanasan bergantung pada karakteristik nilai z mikroorganisme dan suhu pasteurisasi. Simbol F biasanya digunakan untuk menunjukkan nilai pasteurisasi. Nilai F dengan z = 180F biasa disebut Fo, karena nilai z = 180F sangat umum digunakan untuk spora khususnya dari jenis C. botulinum. Nilai pasteurisasi adalah dasar penentuan matematika untuk kecukupan proses panas. Nilai ini dapat dihitung dengan persamaan : F = Lr dt ........................................................................................... (1)
23
Lr = 10 (Tr-T)/z .................................................................................... (2) Tr
: suhu retort (0C)
T (t)
: suhu produk (0C)
z
: faktor kinetik
Suhu makanan (To) dapat ditentukan melalui eksperimen, empiris, dan teori (Heldman dan Singh, 2001). Perhitungan penetrasi panas di dapat dengan menggunakan metode trapesium. Nilai F parsial merupakan bentuk dari luas bidang trapesium pada grafik suhu dan waktu. Berikut adalah metode perhitungan penetrasi panas : F = ( Lr(n) + Lr (n-1) ) x t ................................................................... (3) 2 Dimana : Lr(n)
: Lethal rate pada menit ke-n
Lr (n-1)
: Lethal rate pada n menit sebelumnya
t
: rentang perubahan waktu yang digunakan Sama halnya dengan pasteurisas, Tucker et al. (2003) menyatakan
bahwa nilai pasteurisasi dinyatakan dengan simbol t. Nilai t dapat dihitung dengan integral kekuatan membunuh melalui percobaan antara waktu dan suhu sebagai berikut : t t = 10 T(t)-Tref / z. dt ............................................................................ (4) 0
Dimana : Tref
: suhu referensi pada nilai DT (menit)
T (t)
: suhu produk (0C)
z
: faktor kinetik
Selain itu ditambahkan bahwa untuk menghitung pasteurisasi yang disebut nilai t adalah dengan persamaan sebagai berikut : N initial t = DT. log ( ) ........................................................................ (5) N final Dimana : t
: nilai pasteurisasi (menit)
N initial
: jumlah mikroba awal pada suhu tertentu (cfu/ml)
N final
: jumlah mikroba akhir setelah dipasteurisasi (cfu/ml)
DT
: decimal reduction time pada suhu tertentu
24
III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu buah pala, gula, Na-bisulfit 100 ppm, CMC, garam, air, larutan buffer pH 4 dan pH 7, larutan NaOH 0.1 N, indikator PP 0.1%, larutan biru metilen, media PCA, dan APDA. 2. Alat Peralatan
yang
digunakan
dalam
penelitian
yaitu
wadah
aluminium, panci, pengaduk, kemasan cup, automatic sealer, pasteurizer, pH-meter dan kompor gas, cawan petri steril, bunsen, pipet steril, timbangan, dan gelas piala 100 ml, labu takar 250 ml, erlenmeyer 100 ml dan 500 ml, pipet mohr 5 ml, pipet tetes, corong, neraca analitik, buret, refraktometer, termometer, waterbath, dan termokopel. Peralatan pasteurisasi terdiri dari empat bagian penting antara lain wadah aluminium,
waterbath,
temokopel, pencatat
data. Wadah
aluminium yang digunakan pada penelitian ini berukuran 20 cm x 20 cm x 10 cm. Waterbath yang digunakan berukuran 30 cm x 40 cm x 10 cm yang didesain bersaman dengan 5 kabel termokopel dan alat pencatat suhu. B. METODE Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) penentuan formulasi sari buah pala hingga didapat formulasi yang tepat; (2) analisis kimia dan mikrobiologi produk sari buah pala terhadap formulasi terbaik. (3) pengukuran kecukupan panas produk terpilih sari buah pala. Tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Penentuan formulasi sari buah pala Analisis kimia dan mikrobiologi produk Pengukuran distribusi dan penetrasi panas produk Gambar 2. Diagram alir penelitian
25
A. Penentuan Formulasi Sari Buah Pala Pada penelitian pendahuluan yaitu penentuan formulasi sari buah pala pada skala laboratorium hingga didapat formulasi yang tepat. Pembuatan sari buah pala ini terbagi menjadi empat bagian yaitu persiapan daging buah, pembuatan ekstrak pala, dan pembuatan larutan gula dan CMC, serta formulasi. Formulasi yang akan dipilih mengacu pada metode organoleptik uji hedonik. Tahap pembuatan sari buah pala mengikuti skema pada Gambar 3 dan Gambar 4. Buah pala Buah mentah
Sortasi buah
Buah busuk
Trimming
Air bersih
Pencucian
Air kotor
Perendaman Daging buah pala siap olah
Gambar 3. Diagram alir proses persiapan daging buah pala Daging buah pala siap olah ditambahkan air, perbandingan daging buah pala dan air yaitu 1 : 2 Penghancuran Bubur buah Ekstraksi dengan kain saring Na-bisulfit 100 ppm
Ampas
Pemasakan T = 100oC, 5 menit
Simpan pada botol pada saat Tekstraksi = 400C Ekstrak pala
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan ekstrak pala
26
Tahap pembuatan larutan gula dan CMC antara lain pencampuran, pelarutan, pendidihan, dan penyaringan. Pembuatan larutan diawali dengan melarutkan gula dalam air hingga homogen. Banyaknya gula dan CMC yang dipakai mengacu pada jumlah air yang digunakan untuk pembuatan larutan ini. Gula yang dicampurkan yaitu 10% dari berat air dan CMC yang dicampurkan sebesar 0.05% dari berat air. Ketiga bahan tersebut kemudian dipanaskan dengan memasukkan CMC secara perlahanlahan lalu diaduk agar mencegah penggumpalan. Selanjutnya larutan dididihkan dan disaring. Penyiapan kain saring dalam wadah gelas ukur plastik, dilakukan ketika menunggu campuran ketiga bahan di atas mencapai suhu mendidih. Ketika suhu campuran mendidih, panci diangkat dan segera dituangkan ke dalam gelas ukur plastik yang telah dipasang kain saring. Kain saring berfungsi untuk menahan benda-benda kasar seperti pasir, kerikil, atau CMC yang telah menggumpal, agar dihasilkan larutan gula dan CMC yang jernih. Larutan gula siap untuk digunakan. Tahap pembuatan sari buah pala dilakukan ketika suhu larutan mencapai 600C kemudian dicampurkan dengan ekstrak pala pada tahapan sebelumnya. Pengisian sari buah terhadap cup gelas harus memberikan ruang udara (headspace) kurang lebih 2-3 cm dari permukaan atas cup. Setelah itu dilakukan penutupan (sealing) dengan plastik memakai automatic sealer. Metode Analisis Sensori Uji organoleptik terhadap produk dilakukan dengan melihat penerimaan panelis yang tergambar melalui pengisian lembar kuisioner. Panelis yang dipilih yaitu panelis tidak terlatih dengan memiliki kondisi panca indera yang baik. Setiap panelis akan disajikan empat rangkaian gelas yang telah diberi tiga angka yang berbeda-beda, dimana masingmasing angka seri tersebut menggambarkan formulasi yang diujikan. Pengujian sampel dilakukan dari kiri ke kanan dengan diselingi oleh meneguk air bening guna penetralisasian sampel pada mulut, hal ini
27
dilakukan hingga pengujian sampel terakhir. Setiap gelas diberikan penilaian mulai dari 1 hingga 5 dimana semakin tinggi nilai yang diberikan maka akan semakin disukai produk tersebut, begitu juga sebaliknya. Formulasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Formulasi sari buah pala Persentase (%) Formulasi Ekstrak pala Larutan gula dan CMC F1 5 95 F2 10 90 F3 15 85 F4 20 80
Total (%) 100 100 100 100
Setelah formulasi kemudian dilakukan uji organoleptik. Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik dengan tujuan untuk menerima tanggapan tiap panelis pada produk yang disajikan dengan parameter warna, rasa, aroma, dan over all. Panelis yang dipilih adalah panelis yang tidak terlatih yaitu mahasiswa sebanyak 30 orang. B. Analisis Sifat Kimia, Fisik, dan Sensori Sari Buah Pala Penelitian lanjutan yaitu analisis karakteristik produk sari buah pala terhadap formulasi terpilih. Analisis ini berupa analisis kimia yang meliputi uji nilai pH, total padatan terlarut, dan total asam tertitrasi, sedangkan uji mikrobiologi meliputi uji total bakteri dan uji kapang. Uji ini bertujuan untuk memperkuat penerimaan konsumen dari segi mutunya. 1. Metode Analisis Kimia A. Nilai pH (AOAC, 1984) Sebelum pengukuran, terlebih dahulu pH-meter distandardisasi dengan menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas tisu. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml kemudian elektroda dicelupkan hingga tenggelam pada larutan sampel dan
28
dibiarkan beberapa saat hingga diperoleh angka yang stabil lalu nilai dicatat. B. Total Padatan Terlarut (AOAC, 1984) Refraktometer dibersihkan dulu bagian kacanya dengan cara meneteskan alkohol hingga merata dan melapnya dengan tisu hingga permukaan kaca depan refraktometer kering. Lalu sebanyak 2-3 tetes sampel produk jadi diteteskan pada kaca bagian depan refraktometer dan dilakukan pembacaan skala. Kemudian bersihkan kembali sampel pada kaca dengan tisu dan lakukan prosedur awal untuk menghitung kembali total padatan terlarut. Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix. C. Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1984) Sebanyak 10 ml larutan dilarutkan menjadi 250 ml dalam labu atakar. Kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0.1 M dengan indikator fenolftalein (0.3 ml fenolftalein untuk 100 ml larutan yang dititrasi). TAT dinyatakan sebagai ml NaOH 0.1 M/100 g atau 100 ml bahan. Proses titrasi dihentikan ketika terjadi perubahan warna dari bening hingga warna merah muda pertama terbentuk. 2. Metode Analisis Mikrobiologi A. Uji Total Bakteri (AOAC, 1984) Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran menggunakan dua cawan pemupukan (duplo). Kemudian media NA steril cair yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10-15 ml lalu digoyangkan secara mendatar di atas meja untuk menyebarkan mikroba agar merata. Apabila isi cawan sudah membeku diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 370C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan metode Harigan. B. Uji Total Kapang / Khamir (AOAC, 1984) Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran menggunakan dua cawan pemupukan (duplo). Kemudian
29
media APDA steril cair yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10-15 ml lalu digoyangkan secara mendatar di atas meja untuk menyebarkan mikroba agar merata. Apabila isi cawan sudah membeku diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 300C selama 2 hari. Total kapang/khamir ditetapkan dengan metode Harigan. C. Sfs
30
D. Uji Distribusi Panas dan Penetrasi Panas dan Penentuan Kecukupan Panas Alat yang digunakan untuk mengukur kecukupan panas adalah termokopel. Termokopel terdiri dari rekorder pencatat suhu dan sensorsensor (probe), dimana sensor yang digunakan adalah tipe oC yang dapat mengukur suhu sampai dengan 100oC. Pengukuran suhu pada termokopel diprogram agar ditampilkan setiap satu menit. Jumlah termokopel yang digunakan dalam pengukuran adalah 5 buah dengan 10 buah detektor.
(a)
(b)
Gambar 4. Alat ukur panas; (a) termokopel, (b) print-out data
1. Pengukuran Distribusi Panas Distribusi panas adalah suatu pengukuran panas pada setiap bagian dari pasteurizer sehingga diketahui kinerja dari suatu pasteurizer. Penentuan distribusi panas dilakukan dengan menempatkan sensor-sensor termokopel pada posisi-posisi tertentu yang diduga sebagai titik terdingin (slowest heating point/coldest point) pada pasteurizer. Penempatan sensorsensor tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Penentuan titik terdingin penting dilakukan agar dapat diketahui kecukupan panas yang diberikan oleh pasteurizer, sehingga kita dapat memastikan suhu pasteurisasi telah tercapai melalui titik tersebut. Apabila titik terdingin ini sudah mendapat panas yang cukup maka titik lain dapat diasumsikan sudah mendapat panas yang cukup pula.
31
Tc1
Tc4
Tc5
Tc2
Tc3
Gambar 5. Pemasangan termokopel pada pasteurizer Pengukuran distribusi panas tidak dimasukkan pada wadah pasteurizer secara langsung, tetapi menggunakan wadah aluminium dengan ukuran 20 cm x 20 cm, sedangkan ukuran pasteurizer yang digunakan adalah 30 cm x 40 cm. Volume air yang dimasukkan sebagai media penghantar panas dari kumparan waterbath setinggi 10 cm dari tinggi alat yaitu 15 cm, sedangkan volume bahan yang diukur distribusi panasnya adalah 1.5 liter. Pengukuran dilakukan selama 10 dan 15 menit. Penampang alat dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Pasteurizer
32
Distribusi panas dihitung pada 2 jenis waktu yang berbeda yaitu 10 menit dan 15 menit dengan dua kali ulangan. Perlakuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Uji distribusi panas pada waktu yang berbeda Perlakuan Waktu (menit)
Ulangan ke
1 10 menit (A) 2
1 15 menit (B) 2
Titik Uji
Kode Titik
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
A11 A12 A13 A14 A15 A21 A22 A23 A24 A25 B11 B12 B13 B14 B15 B21 B22 B23 B24 B25
B. Pengukuran Penetrasi Panas Setelah diketahui titik terdingin pada pasteurizer selanjutnya dilakukan uji penetrasi panas yang bertujuan untuk mengetahui titik terdingin pada cup-cup yang berada pada keranjang. Pada keranjang tersebut digunakan cup-cup yang berisi sampel. Probe Tc1, Tc2, dan Tc3, sedangkan Tc4 diletakan di dalam wadah aluminium dan Tc5 terletak di luar wadah aluminium. Penempatan Tc4 dan Tc5 untuk mengetahui suhu aktual yang terjadi selama penetrasi panas pada areal pasteurizer. Penempatan probe tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Keranjang tersebut selanjutnya diletakan pada pasteurizer yang memiliki titik
33
terdingin yaitu sekitar probe Tc1 pada uji sebelumnya. Data-data yang telah didapatkan tersebut nantinya digunakan untuk uji penetrasi panas. Tc1 Tc2 Tc3
Tc4
Tc5
Gambar 7. Titik-titik probe untuk penetrasi panas Uji penetrasi panas dilakukan pada produk yang telah di masukkan probe ke dalam cup dengan titik uji yaitu pada bagian tengah produk. Titik T adalah titik kemungkinan terdingin dari uji penetrasi. Titik tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Titik uji (T)
Gambar 8. Titik uji penetrasi panas
Keterangan : = probe
Gambar 9. Penempatan probe dalam cup
34
C. Prosedur Perhitungan Kecukupan Proses Pasteurisasi (Nilai Fo) Pengukuran proses termal pada produk dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pengukuran distribusi panas produk pada alat, kemudian pengukuran penetrasi panas pada produk yang akan ditentukan waktu dan suhu yang mencukupi untuk proses pasteurisasi. Pengolahan data penetrasi panas akan diterapkan pada saat perhitungan Lr (Lethal rate). Perhitungan nilai Fo dari data penetrasi panas menggunakan metode trapesium, dimana tinggi trapesium dilambangkan sebagai waktu dan panjang dua sisi sejajar dilambangkan dengan nilai Lr pada t = n dan t = (n-1). Setiap waktu dan suhu yang tercatat akan dimasukkan ke dalam rumus pada persamaan (2) dan didapatlah nilai letalitas. Nilai Lrn dan Lrn-1 tersebut kemudian di jumlahkan dan dibagi dua serta dikalikan perubahan waktu yang dipakai. Hasil dari perhitungan Lr tersebut didapatlah nilai Fo parsial. Standar inaktivasi mikroba yang dilambangkan dengan nilai D pada waktu dan suhu tertentu harus dikonversikan dengan suhu yang akan dipakai. Mikroba target yang dipakai yaitu Lactobacillus sp, Leuconostoc sp, kapang serta khamir yang memiliki nilai Do berkisar antara 0.5-1 menit, nilai Z yaitu 100C dengan suhu standar 65.50C. Pada penelitian ini digunakan 5 siklus penginaktivasian mikroba yang dilambangkan dengan 5D. Contoh konversi nilai D dapat dilihat pada Lampiran 4.
35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. FORMULASI SARI BUAH PALA 1. Persiapan daging buah pala Buah pala yang diperloleh memang masih beragam kondisinya, sehingga perlu dipilih agar daging pala yang akan diproses lebih lanjut menghasilkan ekstrak yang optimal. Pala yang digunakan yaitu pala yang besar dengan diameter 4-5cm, dan memiliki warna kehijauan. Aroma pala tidak menjadi ukuran pemilihan. Setelah buah dipisahkan antara buah yang bagus dan tidak bagus, lalu buah yang telah disortir dikupas dengan pisau. Pengupasan satu buah pala bisa menghabiskan waktu 2 menit, perlakuan ini sudah termasuk memisahkan daging buah dengan biji serta fulinya. Buah yang telah dikupas kemudian dicuci dan dimasukkan ke dalam rendaman air untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan, serta menjaga warna daging buah agar tetap hijau. Proses ini dilakukan hingga semua pala telah diselesai dibersihkan. 2. Pembuatan ekstrak pala Daging buah pala yang siap untuk diolah kemudian dihancurkan dengan blender, dimana pada saat penghancuran daging buah ditambahkan air dengan perbandingan antara daging buah dan air yaitu 1:2, artinya untuk setiap kilogram daging buah pala dimasukkan air sebanyak 2 liter. Setelah dihasilkan bubur buah perlakuan selanjutnya adalah penyaringan dengan kain saring untuk memisahkan ampas (padatan) yang masih terdapat pada bubur buah. Ekstrak yang diperoleh ditambahkan natrium bisulfit hingga merata agar mempertahankan warna dan mencegah pertumbuhan mikroba, karena perubahan warna masih memungkinkan dimana kontak antara bubur buah dengan udara sekitar serta kontaminasi mikroba yang berada pada ruangan atau melalui pekerja serta alat. Jumlah penambahan natrium bisulfit mengacu pada banyaknya air yang digunakan untuk membuat ekstrak
36
Siapkan wadah pemanas untuk memasak ekstrak tersebut hingga mendidih dalam waktu kurang lebih 5 menit, hal ini dilakukan untuk mencegah komponen volatil pala agar tidak banyak yang hilang. Pemasakan diikuti oleh pengadukan secara perlahan-lahan. Setelah selesai kemudian siapkan wadah penyimpanan sementara berupa botol atau plastik untuk diisikan ekstrak yang sudah dimasak tersebut dimana pada saat pengisian tidak dilakukan pada kondisi mendidih, tetapi menunggu hingga suhunya turun mencapai 40oC. Ekstrak pala yang sudah siap untuk diolah lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Hasil ekstraksi pala yang berupa bubur buah pala 3. Pembuatan larutan Tahap pembuatan larutan gula dan CMC antara lain pencampuran, pelarutan, pendidihan, dan penyaringan. Pembuatan larutan diawali dengan melarutkan gula dalam air hingga homogen. Ketiga bahan tersebut kemudian dipanaskan dengan memasukkan CMC secara perlahan-lahan lalu diaduk agar mencegah penggumpalan. Kesulitan yang terjadi yaitu sering sekali CMC mengalami penggumpalan, sehingga pencampuran CMC disarankan dilakukan pencampuran terhadap gula terlebih dahulu. Setelah pencampuran CMC dan gula merata, kemudian dimasukkan pada air yang dipanaskan dengan kondisi hangat dengan diikuti pengadukan yang teratur. Perlakuan ini dapat meminimalisasi penggumpalan CMC. Setelah larutan mendidih, lakukan penyaringan dengan kain saring untuk mengurangi padatan-padatan yang masih tersisa pada larutan, sehingga didapatlah larutan yang jernih.
37
4.
Formulasi sari buah Formulasi terdiri dari 4 jenis yang memiliki rentang perbedaan sebanyak 5 angka bertujuan untuk melihat pengaruh jumlah ekstrak dan larutan yang tergambar melalui uji hedonik. Pencampuran bahan dilakukan pada saat bahan dari tiap tahapan siap dipakai. Setiap kali produksi yang menghasilkan 1.6 L sari buah untuk setiap formulasi, dikemas dalam 8 cup yang masing-masing berisikan 200 ml. Hasil formulasi dapat dilihat pada Gambar 11.
(a) formulasi yang disimpan selama 3 hari (b) formulasi pada saat pembuatan Gambar 11. Hasil formulasi sari buah pala 5. Analisis sensori Uji organoleptik menunjukkan data yang cukup bervariasi untuk keempat parameter. Produk yang diharapkan memiliki memiliki warna hijau muda dengan pH berkisar antara 3.5-3.7, serta masih memiliki aroma pala yang khas, total padatan terlarutnya berkisar antara 10-14 oBrix. Berdasarkan Lampiran 2 dapat disimpulkan beberapa hal yaitu (1) tabel anova untuk parameter rasa menghasilkan nilai Fhitung sebesar 4.39 yang masih lebih kecil dari nilai Ftabel sebesar 4.54, ini membuktikan bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata terhadap rasa antara formulasi yang satu dengan lainnya, (2) tabel anova untuk parameter warna membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata kembali karena nilai Fhitung sebesar 3.84 yang lebih kecil dari nilai Ftabel sebesar 4.54, (3) tabel anova untuk parameter aroma menunjukkan berbedaan yang sangat signifikan, ini dibuktikan dengan nilai Fhitung sebesar 7.23 yang lebih besar dari nilai Ftabel sebesar 4.54, dan (4) tabel anova terhadap parameter overall menunjukkan angka Fhitung sebesar 2.58 yang lebih kecil dari
38
nilai Ftabel sebesar 4.54, sehingga tidak ada perbedaan yang nyata terhadap pandangan umum produk terhadap formulasi yang ada. Berdasarkan data di atas didapat informasi bahwa produk yang diujikan dengan empat formulasi yang ada secara umum tidak menunjukkan banyaknya perbedaan, hanya dari segi aroma saja yang jelas berbeda nyata. Perlu dilakukan pengembangan formulasi kembali yang memiliki rentang perbedaan angka yang lebih tinggi agar dapat menghasilkan formulasi yang berbeda dari parameter yang diinginkan, selain itu tujuannya adalah untuk menaikkan jumlah gula yang dipakai karena hal ini berpengaruh dengan total padatan terlarut yang belum memenuhi standar sari buah yaitu 10-14 0
Brix serta penerimaan kondumen yang mengatakan produk kurang manis.
Pemilihan salah satu formulasi sebagai uji kecukupan panas hanya bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif penggunaan suhu 750C untuk membunuh mikroba target, formulasi yang diambil adalah formulasi 2 untuk dilakukan uji lanjut berupa analisis kimia, mikrobiologi, dan kecukupan panas B. METODE ANALISIS KIMIA 1. Pengukuran pH Pengukuran pH pada produk sari buah formulasi 2 pala bertujuan untuk mengetahui kadar keasamannya. Pengukuran dengan selang waktu yang berbeda pun memiliki tujuan untuk mengetahui stabilitas pH yang terjadi. Penentuan
pH
dilakukan
dengan
menggunakan
pH-meter.
Sebelum
menggunakan alat ini, perlu dilakukan standardisasi terlebih dahulu. Standardisasi dilakukan untuk meningkatkan keakuratan pembacaan nilai pH. Proses ini dilakukan dengan menggunakan larutan buffer yang disesuaikan dengan pH sampel yang akan diukur. Larutan buffer berfungsi untuk menjaga jangkauan nilai pH berada pada nilai tertentu saja. Larutan buffer merupakan larutan yang hanya sedikit terpengaruh oleh asam kuat dan basa kuat (Apriantono et al., 1986). Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada tabel berikut :
39
Tabel 5. Hasil pembacaan pH produk terpilih Pengukuran Pembacaan pH Ulangan kehari ke-x Nilai Rata-rata 1 3.44 0 2 3.51 3.500 3 3.55 1 3.70 1 2 3.71 3.710 3 3.72 1 3.42 7 2 3.38 3.393 3 3.38 1 3.176 14 2 3.287 3.197 3 3.128 Nilai keasaman mengalami perubahan ketika disimpan pada suhu dingin, ini terlihat dari pengukuran pada hari ke-0, ke-7 dan ke-14. Berdasarkan tebel di atas didapat sejumlah angka yang menunjukkan bahwa semakin lama produk asam disimpan pada suhu refrigerator maka tingkat keasamannya pun akan meningkat atau nilai pH semakin rendah. Rata-rata nilai derajat keasaman produk berturut-turut adalah 3.5, 3.7, 3.3 dan 3.1. Pengujian nilai pH dilakukan pada produk yang telah mengalami pasteurisasi. Penurunan nilai pH pada produk yang mengalami penyimpanan hal ini berarti proses panas yang dilakukan tidak mencukupi untuk membunuh mikroba perusak dan pembusuk sehingga produk lebih asam karena aktivitas mikroba tersebut. Salah satu faktor kemungkinan kekurangan proses panas adalah pada saat pembuatan sari buah, larutan CMC dan gula diletakkan pada kondisi terbuka sehingga membuat penurunan suhu yang mampu membuat mikroba aktif kembali, sehingga disarankan agar pembuatan sari buah masih dalam kondisi panas atau berkisar pada 750C dengan memilih kemasan cup yang mampu menahan suhu tersebut.
40
2. Pengukuran oBrix Nilai obrix pada produk sari buah menunjukkan kadar total padatan terlarut. Pengukuran obrix dapat menggunakan alat refraktometer Abbe atau handrefraktometer.. Pengukuran total padatan terlarut produk terpilih dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengukuran oBrix produk terpilih Pengukuran Pengukuran Ulangan kebatch ke-x Nilai (oBrix) Rata-rata 1 6.90 1 2 6.90 6.90 3 6.90 1 7.00 2 2 6.90 6.93 3 6.90 Nilai ini sangat berpengaruh terhadap mutu sari buah yang diinginkan yaitu tidak terpisahnya padatan dan larutan pada sari buah, tetapi berdasarkan hasil pengukuran di atas nilai total padatan terlarut produk baik pengukuran pada batch ke 1 dan ke 2 belum memenuhi standar mutu yang diinginkan. Nilai obrix pada sari buah umumnya berkisar antara 10-14 oBrix. Kecilnya nilai padatan dipengaruhi oleh pemakaian gula dan ekstrak pala yang sedikit pada saat pembuatan produk. 3. Pengukuran Total Asam Tertitrasi Pengukuran TAT diawali dengan persiapan sampel sebanyak 10 ml dalam gelas erlenmeyer dengan menambahkan indikator PP sebanyak 2-3 tetes. Lalu buret yang akan digunakan dibilas dahulu hingga seluruh permukaan buret dengan larutan yang akan dipakai untuk titsrasi yaitu NaOH. Tuangkan NaOH ke dalam buret dengan menggunakan corong perlahan-lahan, hal ini bertujuan untuk mengurangi gelembung yang terbentuk dalam buret serta menghindari percikan NaOH yang tumpah. Letakan secarik kertas putih pada alas erlenmeyer yang telah berisi sampel, lalu amati volume awal NaOH dan dicatat. Lakukan titrasi dengan membuka kran buret setetes demi setetes untuk mengetahui batas titrasi. Goyangkan erlenmeyer untuk meratakan tetesan NaOH. Warna bening pada sampel perlahan-lahan akan menunjukkan
41
perubahan menjadi warna merah muda. Titrasi dihentikan ketika warna merah muda dapat bertahan ketika erlenmeyer digoyangkan selama 10 detik. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah NaOH yang terpakai untuk mentitrasi berkisar antara 1.0 – 1.1 ml. Sehingga total asam tertitrasi untuk tiap ulangan yaitu 0.066 dan 0.060, dengan rata-rata 0.063. C. ANALISIS MIKROBIOLOGI Produk sari buah merupakan salah satu produk yang diasamkan (acidified food) dan produk pengawetan dengan suhu tinggi. Kedua perlakuan tersebut merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan mikroba pembusuk dan bakteri patogen. Nilai pH yang rendah (di bawah 4.5), suhu dan waktu pasteurisasi yang tepat merupakan faktor yang penting dalam proses pembuatan produk ini. Sedangkan menurut Fardiaz (1982), pada suhu kamar pertumbuhan mikroba lebih cepat, baik kapang, khamir, maupun bakteri untuk produk asam yang disimpan pada suhu kamar. Sari buah yang cukup asam dan mengandung gula menunjang pertumbuhan khamir pada suhu yang sesuai yaitu 15.6 – 35.00C. Produk akhir sari buah harus memiliki jumlah mikroba yang sesuai dengan SNI untuk produk-produk minuman sari buah. Syarat mutu mikrobiologi sari buah menurut SNI 01-3719-1995 disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Syarat mutu mikrobiologi minuman sari buah Cemaran mikroba Angka lempeng total Koloni/gram Bakteri koliform APM/ml E. coli APM/ml Salmonella Koloni/25 ml S. aureus Koloni/ml Vibrio sp Koloni/ml Kapang Koloni/ml Khamir Koloni/ml
Persyaratan Maks 2 x 102 Maks 20 <3 Negatif 0 Negatif Maks 50 Maks 50
Produk sari buah pala yang termasuk kategori high acid food memiliki nilai pH kurang dari 4.6 tepatnya berkisar antara 3.9 – 4.1, dikombinasikan dengan suhu pasteurisasi 750C yang diharapkan mampu membunuh mikroba target seperti Lactobacillus, Leuconostoc, kapang (Aspergilus niger) dan
42
khamir (Saccharomyces cereviceae). Perbandingan antara ketahanan panas untuk klasifikasi kehadiran bakteri terbagi atas dua macam yaitu pangan asam tinggi, dan pangan berasam rendah (Hariyadi, 2006). Uji mikrobiologi yang dilakukan pada produk meliputi uji total bakteri dan total kapang/khamir. Menurut Frazier dan Westhoff (1982), pada lingkungan asam masih memungkinkan tumbuhnya jenis kapang seperti Penicilium sp., Aspergilus sp., Mucor sp., dan khamir Saccharomyces sp. Pengujian dilakukan pada produk sari buah formulasi 2 yang telah dipasteurisasi dan mengacu pada data kualitatif. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Hasil uji mikrobiologi produk sari buah Tingkat Pengenceran -1 10 10-2 10-3 Sampel Ul – 1 Ul – 2 Ul – 1 Ul – 2 Ul – 1 Ul – 2 (cfu/ml) (cfu/ml) (cfu/ml) (cfu/ml) (cfu/ml) (cfu/ml) 198 78 19 14 2 1 A PCA 0 0 2 0 0 0 B 2 0 1 0 0 0 A APDA 0 0 0 0 0 0 B 1. Total bakteri Uji mikroba total bakteri dengan penggunaan PCA (Plate Count Agar) dilakukan dengan dua sampel yang sama hanya diambil dari cup yang berbeda. Pengenceran dilakukan dari 10-1 hingga 10-3 dimana setiap pengenceran dilakukan platting ke dalam cawan petri secara duplo.
Gambar 12. Hasil inkubasi bakteri pada media PCA dengan tingkat pengenceran 10-1-10-3 (kiri ke kanan) Setiap gambar mewakili 1 macam sampel yang diambil dari cup yang berbeda. Cawan petri sebelah kiri diambil dari wadah cup “A” sedangkan sebelah cawan petri kanan diambil dari wadah cup “B”. Setiap sampel cup dilakukan dua kali plating untuk setiap pengenceran. Sampel
43
cup B tingkat pengenceran 10-1 hingga 10-3 pada ulangan kedua menunjukkan hasil yang negatif terhadap kehadiran bakteri, sedangkan pada ulangan pertama menunjukkan keberadaan bakteri sebanyak 1.4x102 cfu/ml. Sedangkan sampel cup A untuk setiap ulangan dan pengenceran tidak menunjukkan adanya keberadaan bakteri seperti yang terdapat pada Gambar 12 di atas. Perhitungan metode Harrigan menunjukkan jumlah bakteri secara umum yaitu 1.4x102 cfu/ml sampel, apabila dikaitkan dengan syarat penerimaan sari buah pada Tabel 7 terhadap angka lempeng total maka produk sari buah masih dalam batas penerimaan yaitu 2x102/ml, sehingga proses termal dalam penelitian ini memenuhi syarat keamanan pangan. Hal yang mendasari kemungkinan hadirnya bakteri pada sampel A adalah efek kontaminasi atau tingkat sanitasi cup yang berbeda. Sehingga hasil pengamatan dan perhitungan disimpulkan bahwa proses pemanasan telah mencukup untuk mematikan bakteri yang akan tumbuh. 2. Total kapang / khamir Uji total kapang dan atau khamir dengan menggunakan PDA (Potato Dextrose Agar) yang telah ditambahkan asam tartarat ke dalamnya sebanyak 15 ml /liter media agar dengan konsentrasi 0.1% tartarat menunjukkan hasil yang dapat dilihat pada Gambar 13.
(a) (b) Gambar 13. Hasil inkubasi kapang atau khamir pada media APDA dengan tingkat pengenceran 10-1 (a), 10-2 (b) Pengamatan pada cawan petri untuk cara pengambilan sampel yang sama seperti pengamatan bakteri menunjukkan bahwa kapang atau khamir sudah dapat diinaktivasi dengan kombinasi suhu dan pH. Salah satu jenis
44
kapang yang mungkin diprediksi hidup pada media yaitu Aspergillus niger. Menurut Samson et al. (1981), nilai D600C Aspergillus niger adalah 2.2 menit. Sedangkan dengan pengukuran D750C, Aspergillus niger membutuhkan waktu 0.07 menit sehingga dengan pemanasan suhu 750C selama kurang dari 1 menit sudah mencukupi untuk membunuh salah satu kapang mikroba target. Namun demikian menurut Toledo (1991), khamir pada umumnya mempunyai D121.10C sebesar 0.00095 menit. D. ANALISIS KECUKUPAN PROSES TERMAL Proses panas pada produk pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik bahan pangan, kondisi penyimpanan setelah pasteurisasi, ketahanan panas mikroorganisme yang ada pada bahan pangan, karakteristik pindah panas bahan pangan, pengemas, medium pemanas, dan jumlah mikroorganisme awal. Aplikasi pasteurisasi dilakukan untuk beberapa alasan. Pertama, jika dikhawatirkan panas yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan mutu. Kedua, tujuan utama pemanasan adalah membunuh mikroba patogen dan inaktivasi enzim penyebab kerusakan mutu. Ketiga, diketahui mikroorganisme penyebab kebusukan utama adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas. Dua langkah awal yang digunakan untuk mengukur kecukupan suatu proses panas adalah dengan melakukan uji distribusi panas pada alat (pasteurizer) dan menentukan penetrasi panas pada kemasan produk. Uji distirbusi panas digunakan untuk mengidentifikasi lokasi pasterizer yang mengalami pemanasan paling lambat (the coldest point). Uji penetrasi panas digunakan untuk mengukur respon suhu pada titik terdingin produk. 1. Pengukuran Distribusi Panas Tahapan pertama dilakukan uji distribusi panas pasteurizer untuk menentukan titik mana pada alat yang memiliki kecepatan peningkatan suhu paling rendah. Pengukuran awal dilakukan dengan sampel air dengan tujuan untuk mengetahui validasi suhu alat dan pembacaan dengan termometer, karena diharapkan air yang bertindak sebagai medium pengantar suhu panas
45
pada lokasi tengah wadah aluminium mampu mencapai 75oC. Suhu yang diatur pada alat setelah pengukuran sampel yaitu 85oC. Kehilangan panas yang terjadi yaitu sebesar 10oC dalam bentuk penguapan panas, karena alat tidak ditutup. Berdasarkan data dari rekorder suhu didapatkan titik terdingin berada pada sensor nomor 5. Pada sensor nomor 5 dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu pasteurisasi (75oC) dibandingkan dengan sensor yang lain. Pada sensor tersebut membutuhkan lebih dari 10 menit untuk mencapai suhu 75oC, sedangkan pada titik-titik sensor lain sudah melebihi 2-3oC. Sehingga waktu 15 menit direkomendasikan untuk pengukuran distribusi panas dengan suhu awal produk yaitu 65oC pada alat termometer. Pengukuran distribusi produk dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15 : 73 72
Suhu (T)
71 Tc1 Tc2 Tc3 Tc4 Tc5
70 69 68 67 66 65 64 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Menit ke-x (t)
Gambar 14. Grafik hasil pengukuran distribusi panas pada t = 10 menit 80 78
Suhu (T)
76 Tc1 Tc2 Tc3 Tc4 Tc5
74 72 70 68 66 64 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Menit ke- (t)
Gambar 15. Grafik hasil pengukuran distribusi panas pada t = 15 menit
46
Urutan titik sensori yang paling cepat mencapai suhu target yaitu Tc4, Tc3, Tc1, Tc2, dan Tc5. Terdapat ketidaksesuaian suhu awal ketika termokopel dijalankan dan pengukuran dengan termometer, sehingga dapat disimpulkan bahwa titik terdingin (the coldest point) ada pada titik termokopel Tc4 yang kemudian menjadi fokus uji penetrasi untuk mencapai suhu pasteurisasi yang diinginkan. Penempatan probe dalam produk (cup) dilakukan secara berbeda-beda, tergantung bagian terdingin (coldest spot) pada jenis produk yang akan dipasteurisasi. Menurut Winarno (1994), letak coldest spot tersebut tergantung pada jenis perambatan panasnya, yaitu apakah secara konduksi atau konveksi. Produk yang perambatan panasnya dengan konduksi, coldest spot-nya berada pada titik tengah geometri kaleng (cup). Produk yang mengalami perambatan panas secara konduksi biasanya tidak mengandung atau sedikit saja mengandung cairan bebas (produk padat). Sedangkan pada produk yang banyak mengandung cairan (produk cair), perambatan panas terjadi secara konveksi. Segera setelah cairan mendapat panas, aliran panas akan bergerak berputar keseluruh bagian kaleng. Perambatan panas dalam cairan bergerak lebih cepat dan seragam. Coldest spot dengan perambatan panas secara konveksi terletak di bagian dekat dasar pada pusat kaleng (cup).
2. Pengukuran Penetrasi Panas Sebelum melakukan pengukuran penetrasi panas, hal yang harus dipersiapkan adalah penyiapan 3 buah cup dengan cara melubangi bagian bawahnya pada ukuran yang sesuai dengan sekrup termokopel. Lubang yang dibuat tidak boleh terlalu besar ataupun terlalu kecil. Hal ini bertujuan menghindari kebocoran
setelah
pengisian cup dengan sari buah, karena
sekrup dapat menutup dengan baik lubang yang telah dibuat tersebut. Sehingga pengukuran suhu produk saat pasteurisasi dapat berjalan dengan baik. Hal penting yang harus diperhatikan setelah pasteurisasi adalah shock cooling yaitu penyimpanan segera hasil pemasakan ke dalam tempat yang
47
bertemperatur kurang dari 400C. Proses ini dilakukan dengan memasukkan produk ke dalam ke dalam cup (filling) dan sealing kemudian disimpan pada refrigerator, waktu cooling harus dibuat secepat mungkin dan suhu produk harus sama atau dibawah 400C. Kondisi ini penting diciptakan, agar bakteri termofilik yang mungkin ada pada produk, peluang
tumbuh dan
berkembangnya menjadi sangat kecil atau bahkan tidak ada. Cara mengetahui suhu produk sudah mencapai 400C atau dibawahnya, adalah dengan membaca data rekaman termokopel yang terbaca oleh rekorder. Parameter kunci dari kecukupan panas pada proses pasteurisasi adalah telah membunuh mikroba target sebanyak 5D. Maksud dari 5D adalah proses pasteurisasi yang diberikan harus mampu membunuh mikroba target sebanyak 5 siklus logaritma. Artinya mikroba yang terbunuh atau berkurang sebanyak 99.999% dari jumlah awal. Mikroba target yang digunakan adalah Lactobacillus sp., Leuconostoc sp., kapang dan khamir. Mikroba target tesebut memiliki nilai
D150 = 0.50 – 1.00 dan z = 100C (Hariyadi, 2006). Pada
perhitungan kecukupan panas ini, nilai D yang digunakan adalah yang paling tinggi yakni 1.00. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan produk dengan resiko keamanan pangan yang rendah, karena semakin besar nilai D, maka nilai F nya akan semakin besar. Pemilihan mikroba target didasarkan pada sifat mikroba yang mampu hidup pada kondisi high-acid foods. Suhu standar yang digunakan adalah 750C, karena pada suhu ini mampu menginaktivasi enzim dan membunuh mikroorganisme pembusuk (Budijanto, dkk, 2005). Nilai lethalitas (lethality value) menunjukkan seberapa besar pengaruh aplikasi suhu (besarnya dan lamanya) terhadap kematian mikroba target. Semakin tinggi nilai lethalitasnya maka akan semakin banyak mikroba target yang terbunuh atau mati. Begitupun sebaliknya. Bila dari keseluruhan perhitungan untuk setiap produk, didapat nilai F kurang dari 5D, maka panas yang telah diberikan dari segi waktu dan atau suhu masih kurang. Artinya proses pembunuhan atau pengurangan jumlah mikroba target tidak efektif, sehingga memungkinkan mikroba target untuk tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam cup.
48
Berdasarkan hasil pengukuran penetrasi panas menggunakan 5 termokopel, dengan 3 termokopel untuk produk (Tc1-3), 1 termokopel (Tc4) di keranjang produk, dan 1 termokopel (Tc5) pada bak pasteurizer. Proses pengukuran penetrasi dilakukan penahanan suhu selama 5 menit setelah titik terdingin mencapai suhu 75oC. Diperoleh hasil bahwa Tc1 dan Tc2 telah mencapai suhu 75oC, sedangkan Tc3 baru mencapai suhu 73.8oC. Termokopel 4 dan 5 menunjukkan hasil yang serupa ketika pengukuran distribusi panas. Ketika Tc1 sudah mencapai suhu 75oC, suhu Tc4 terbaca pada skala 77oC, sedangkan pada Tc5 suhu terbaca yaitu 85oC. Ini menunjukkan terjadinya konsistensi perbedaan panas ketika distribusi 0panas terjadi. Pengukuran
Suhu (T)
tersebut dapat dilihat pada Gambar 16. 78 76 74 72 70 68 66 64 62 60 58
Tc1 Tc2 Tc3
1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
Waktu (t)
Gambar 16. Grafik hasil pengukuran penetrasi panas Berdasarkan gambar di atas didapat kesimpulan bahwa Tc3 pada penetrasi panas merupakan titik yang paling lambat menerima panas dan selanjutnya data ini digunakan untuk menghitung kecukupan proses pasteurisasi. Nilai 75oC merupakan suhu pasteurisasi yang diinginkan. Nilai Z yang digunakan adalah 10oC. Setelah diketahui nilai lethal rate masingmasing suhu, dihitung Fo Parsial dengan menggunakan metode trapesium yaitu Fo parsial diperoleh dari penjumlahan 2 nilai Lr yang berurutan dibagi 2 kemudian dikalikan dengan
t (waktu). Total Fo Tc3 merupakan Fo
akumulatif yaitu 43.5320676 menit seperti yang terdapat pada Tabel 9.
49
Tabel 9. Pengukuran nilai Fo Tc3 (the cooldest point) Suhu Waktu (T) 0 65,9 1 66,4 2 66,4 3 66,9 4 67,5 5 68 6 68,5 7 68,7 8 69,3 9 69,9 10 70,7 11 70,7 12 71,2 13 71,6 14 72 15 72,3 16 73,1 Fo akumulatif
LR 1,096478196 1,230268771 1,230268771 1,380384265 1,584893192 1,778279410 1,995262315 2,089296131 2,398832919 2,754228703 3,311311215 3,311311215 3,715352291 4,073802778 4,466835922 4,786300923 5,754399373
Fo parsial (menit) 1,163373483 1,230268771 1,305326518 1,482638729 1,681586301 1,886770863 2,042279223 2,244064525 2,576530811 3,032769959 3,311311215 3,513331753 3,894577535 4,270319350 4,626568422 5,270350148 43,5320676
= 10 (T-Tref)/z
Rumus : LR
= 10 (65.9-65.5)/10 = 10 (65.9-65.5)/10 = 1,096478196 0,7 0,6
LR
0,5 0,4
LR
0,3 0,2 0,1
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0 Waktu (menit)
Gambar 17. Model trapesium untuk perhitungan nilai Fo
50
Nilai Fo berdasarkan penelitian ini akan dibandingkan dengan nilai Fo berdasarkan nilai pasteurisasi yang diinginkan. Untuk proses pasteurisasi produk pangan berasam tinggi (pH<4.5) nilai F yang diinginkan adalah sebesar 5D. Diketahui D untuk mikroba target pada suhu 65.50C adalah 0.5 – 1 menit. Dari hasil perhitungan nilai D pada suhu 65.50C diketahui sebesar 1.0 menit, sehingga nilai F adalah 5 kali nilai D atau sebesar 5.0 menit. Dari plot waktu dan nilai Fo pada Tc3 ketika produk dimasukkan pada pasteurizer diketahui bahwa untuk menghasilkan nilai pasteurisasi sebesar 5D diperlukan pemanasan pada suhu 65.50C selama 5.545247 menit. Sedangkan pada Tc1 dan Tc2 waktu pemanasan telah melewati suhu titik terdingin dan disimpulkan kecukupan panasnya sudah berlebih (overcook). Berdasarkan nilai perhitungan kecukupan proses panas, proses pasteurisasi sudah cukup untuk memenuhi standar pemanasan pada setiap titik termokopel terutama pada titik terdingin. Data total hasil seluruh pengukuran penetrasi Fo pada tiga titik termokopel dapat dilihat pada Tabel 10.
51
Menit ke Tc1 0 65.1 1 67.3 2 68.9 3 69.0 4 68.9 5 69.4 6 69.9 7 70.4 8 70.9 9 71.4 10 72.1 11 72.4 12 72.9 13 73.3 14 73.8 15 74.2 16 75.0 Total Fo Akumulatif
LR 0.9120 1.5136 2.1878 2.2387 2.1878 2.4547 2.7542 3.0903 3.4674 3.8905 4.5709 4.8978 5.4954 6.0256 6.7608 7.4131 8.9125 1.2128 1.8507 2.2132 2.2132 2.3212 2.6045 2.9223 3.2788 3.6789 4.2307 4.7343 5.1966 5.7605 6.3932 7.0870 8.1628 63.8607
Fo Parsial
Tabel 10. Penetrasi penetrasi panas Tc2 65.3 66.0 66.6 67.4 66.5 67.4 67.7 67.8 68.1 68.5 69.3 69.9 70.7 71.4 72.1 72.7 73.8
LR 0.9550 1.1220 1.2882 1.5488 1.2589 1.5488 1.6596 1.6982 1.8197 1.9953 2.3988 2.7542 3.3113 3.8905 4.5709 5.2481 6.7608 1.0385 1.2051 1.4185 1.4039 1.4039 1.6042 1.6789 1.7590 1.9075 2.1970 2.5765 3.0328 3.6009 4.2307 4.9095 6.0045 39.9713
Fo Parsial Tc3 65.9 66.4 66.4 66.9 67.5 68.0 68.5 68.7 69.3 69.9 70.7 70.7 71.2 71.6 72.0 72.3 73.1
LR 1.0965 1.2303 1.2303 1.3804 1.5849 1.7783 1.9953 2.0893 2.3988 2.7542 3.3113 3.3113 3.7154 4.0738 4.4668 4.7863 5.7544 1.1634 1.2303 1.3053 1.4826 1.6816 1.8868 2.0423 2.2441 2.5765 3.0328 3.3113 3.5133 3.8946 4.2703 4.6266 5.2704 43.5321
Fo Parsial
52
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Proses pembuatan sari buah pala meliputi tahapan-tahapan berikut yaitu pemilihan bahan baku dan pembuaan ekstrak pala, pembuatan larutan CMC dan gula, serta formulasi sari buah. Hasil dari uji sensori didapat bahwa perlu dikembangkan lebih lanjut untuk rentang formulasi yang lebih besar, penggunaan formulasi 2 sebagai produk uji hanya untuk melihat kecukupan panas saja. Produk formulasi 2 yang telah diproduksi memiliki beberapa aspek pengukuran kimia. Produk tersebut mempunyai pH rata-rata 3.5 dimana semakin lama penyimpanan akan meningkatkan tingkat keasaman produk. Sedangkan total padatan terlarut yaitu 6.9 0Brix. Hasil percobaan perhitungan total asam tertitrasi menunjukkan bahwa jumlah NaOH yang terpakai untuk mentitrasi berkisar antara 1.0 – 1.1 ml. Sehingga total asam tertitrasi untuk tiap ulangan yaitu 0.066 dan 0.060, dengan rata-rata 0.063. Berdasarkan hasil penelitian terhadap keberadaan mikroba setelah terjadi proses pasteurisasi pada produk, diketahui bahwa kehidupan mikroba tergantung pada beberapa faktor. Produk sari buah pala yang termasuk kategori high acid food memiliki nilai pH kurang dari 4.6 tepatnya berkisar antara 3.9 – 4.1, dikombinasikan dengan suhu pasteurisasi 750C yang mampu membunuh mikroba target seperti Lactobacillus, Leuconostoc, kapang (Aspergilus niger) dan khamir (S. cereviceae). Nilai Fo akumulatif Tc3 yaitu 5.545247 menit lebih lama waktu pemanasannya dibandingkan dengan perhitungan 5D yaitu 5.0 menit, sehingga disimpulkan bahwa kecukupan proses panas sari buah pala sudah mencukupi, Hal ini juga diperkuat dengan perhitungan mikroba pada sampel Tc3 yang merupakan titik akhir pengujian sampel terhadap pengukuran kecukupan panas menunjukkan jumlah bakterinya yaitu 1.4x102/ ml sampel. Hal yang mendasari kemungkinan hadirnya bakteri adalah efek kontaminasi atau tingkat sanitasi. Perlu ditelusuri lebih jauh lagi terhadap aktivitas mikroba yang terdapat pada cup tempat produk di ujikan. Sehingga
53
hasil pengamatan dan perhitungan disimpulkan sementara bahwa proses panas telah mencukup untuk mematikan bakteri yang akan tumbuh. Pengamatan pada cawan petri untuk cara pengambilan sampel yang sama seperti pengamatan bakteri menunjukkan bahwa kapang atau khamir sudah dapat diinaktivasi dengan kombinasi suhu dan pH. B. SARAN Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penelitian ini, antara lain : (1) pengembangan formulasi yang memiliki rentang angka yang lebih besar, (2) pembuatan wadah pasteurisasi untuk meningkatkan jumlah produksi setiap kali pembuatan, (3) efektifitas alat-alat yang digunakan dalam memproduksi sari buah pala, (4) kebersihan alat-alat yang digunakan dari berbagai mikroba dan kontaminan lainnya.
54
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1984. Official Methods of Analysis, Washington, D.C. Anonim. 2002. http--www_republika_co_id_files. (21 Okt 2006) Apriantono, D. Fardiaz, S. Yasni, S. Budiyanto, dan N. L. Puspitasari. 1986. Penuntun Praktikum Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. BPS. 2000. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta. Barnett, D. 1985. Sulphites in Food : The Chemistry and Analysis. Food Technol. Aust. 37 : 11. Budijanto, Slamet; Suliantari, Purwiyatno Hariyadi, Lilis Nuraida; Arif Hartoyo; Feri Kusnandar; Sutrisno Koswara dan Dian Herawati. 2005. Modul Praktikum Terpadu : Pengawetan Dengan Suhu Tinggi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB. Bogor. Chichester, D. E. dan F. W. Tanner. 1986. Anti microbial Food Edditives. Di dalam T. E. Furia Cell Hand Book of Food Additives. The Chemical Publisher Co. Cranwood. Codex Allimentarius Commission. 1983. Recommended International Standar for Concentrated Orange Juice Preserved Exclusively by Physical Process. CAC/Acceptances/Part 1 Rev.2, 1 Februari 1983, Appendix 2. Desrosier, N. W. 1983. Food Preservation. The New Encyclopedia British Macropedia Vol 7 : 492-496. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R. I. 1982. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Fardiaz, S. 1982. Diktat Mikrobiologi Pangan. FATETA-IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Fardiaz, Dedi. 1996. Proses Termal dalam Pengendalian Tahap Pengolahan Kritis untuk Menjamin Keamanan Pangan. Di dalam : Orasi ilmiah guru besar tetap ilmu proses termal. FATETA-IPB, Bogor. Fellows, P. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practices, 2nd Edition. Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry (2nd ed). Marcel Dekker, Inc., New York.
55
Fidrianny, Irda; Komar Ruslan; Slamet Ibrahim; Sedah Cindelaras. 2004. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daging Buah Pala (Myristica fragrans Houtt). Frazier, W.C, dan Westhoff D.C. 1982. Food Microbiology. New York : Mc Graw Hill. Garbutt J. 1997. Essential of Food Microbiology London : Arnold. Ganz, A. J. 1977. Cellulose Hydrocolloid. Di dalam Graham, Food Colloids. The AVI Publ. Co., Inc. Westport, Connecticut. Gilliland, S.E. 1986. Bacterial Starter Cultures for Foods. Florida : CRC Press. Boca Raton. Hariyadi, P. 2006. Verifikasi dan Standardisasi Proses Panas. Seafast Center. IPB Heldman, D. R., Singh R. P. 2001. Introduction to Food Engineering. Academic Press, London. Hill, A. F. 1952. Economic Botany. Mac Graw Hill Book Co. Inc., New York. Holdsworth, S. D. 1997. Thermal Processing of Packaging Food. Chapman and Hall : Blackie Academic and Professional. New York. Hustiang, R. 1994. Ekstraksi dan Karakterisasi Minyak Atsiri serta Oleoresin Daging Buah Pala (Myristica fragrans HOUTT). Skripsi. Fateta. IPB, Bogor. Jongen, W. 2002. Fruits and Vegetable Processing. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. England Moyer, J.C. dan H.C. Aitken. 1980. Apple juice. Di dalam P.E Nelso dan D.K. Tressler (eds). Fruit and Vegetable Juice Processing Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Westport. Connecticut. Muchtadi, D., T. R. Muchtadi, S. Hardjo dan Sumiyati. 1977. Pengetahuan dan Pengolahan Bahan Nabati. Departemen Teknologi Hasil PertanianFatemeta IPB, Bogor. Ochse, J. J., Dijkman dan C. Wehlburg. 1961. Tropical and Subtropical Agriculture I. The Mac Millan Co., New York. Pollard, A. Dan Timberlake, C. F. 1971. Fruit juice. Di dalam Hulme, A. C (ed). The Biochemistry of Fruit and Their Product. Vol. 2. Academic Press, London.
56
Potter, N. H. dan J.H Hotchkiss. 1995. Food Science 5th Edition. Chapman and Hall Co. Inc, New York. Sala, F. J., Burgos, J., Condon, S., Lopez, P., dan Raso, J. 1995. Effect oh Heat and Ultrasound on Microorganism and Enzyms. Di dalam : New Method of Preservation (Gould, G. W., Ed.). Blackie Academic and Professional. London. Samson RA, Hoekstra ES, Oorschot AN. 1981. Introduction of Foodborne Fungi. Netherlands. Institute of The Royal Netherlands. Academy of Arts and Science. Satuhu, S. 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah-buahan. Penerbit Swadaya Jakarta. Supardi, I, Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung : Alumni. Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering 2nd edn. New York : Chapman & Hall Wirakusumah, E. S. 1996. Juice Buah dan Sayur, Suatu Alternatif Pengganti Soft Drink. Pangan (26) 49-53. Woodroof, J. K. dan D. K Tressler. 1976. Food Product Formularly vol. 3 Fruit, Vegetables and Nut Product. The AVI Publ Co. Inc., Westport, Connecticut.
57
LAMPIRAN
58
LAMPIRAN 1. FORM UJI ORGANOLEPTIK Uji Hedonik Produk Nama NRP Instruksi
Aspek uji Rasa Warna Aroma Overall
April 2007 : sari buah pala : : : Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna, rasa, aroma, tekstur, dan overall. Skala hedonik yang digunakan bernilai 1 sampai 5, dimana 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka. F1
F2
Formulasi
F3
F4
Komentar : __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ Uji Hedonik
Produk Nama NRP Instruksi
Aspek uji Rasa Warna Aroma Overall
April 2007 : sari buah pala : : : Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna, rasa, aroma, tekstur, dan overall. Skala hedonik yang digunakan bernilai 1 sampai 5, dimana 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka. F1
F2
Formulasi
F3
F4
Komentar : __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________
59
LAMPIRAN 2. DATA DAN HASIL UJI ORGANOLEPTIK Tabel 11. Data hasil uji organoleptik rasa produk Formulasi
Yi
iYij2
(Yi)2
3
10
26
100
3
3
11
31
121
4
3
3
13
43
169
1
3
2
1
7
15
49
Panelis 5
1
2
3
3
9
23
81
Panelis 6
2
3
3
2
10
26
100
Panelis 7
2
2
3
2
9
21
81
Panelis 8
3
3
2
3
11
31
121
Panelis 9
2
3
3
1
9
23
81
Panelis 10
1
3
2
1
7
15
49
Panelis 11
2
4
3
2
11
33
121
Panelis 12
3
3
2
2
10
26
100
Panelis 13
2
2
3
1
8
18
64
Panelis 14
2
3
2
4
11
33
121
Panelis 15
3
4
1
2
10
30
100
Panelis 16
2
3
1
3
9
23
81
Panelis 17
3
3
2
1
9
23
81
Panelis 18
2
3
3
2
10
26
100
Panelis 19
2
2
2
2
8
16
64
Panelis 20
4
2
3
1
10
30
100
Panelis 21
2
3
1
2
8
18
64
Panelis 22
2
4
2
1
9
25
81
Panelis 23
2
2
3
4
11
33
121
Panelis 24
3
3
3
3
12
36
144
Panelis 25
4
2
2
2
10
28
100
Panelis 26
2
3
2
1
8
18
64
Panelis 27
2
1
4
3
10
30
100
Panelis 28
3
3
3
4
13
43
169
Panelis 29
3
2
2
1
8
18
64
Panelis 30
1
4
3
2
10
30
100
Total
68
85
73
65
291
791
2891
Rata-rata
2.27
2.83
2.43
2.17
Nama
F1
F2
F3
F4
Panelis 1
2
3
2
Panelis 2
2
3
Panelis 3
3
Panelis 4
60
Keterangan : total umum total jumlah kuadrat jumlah kuadrat total perlakuan jumlah kuadrat total kelompok
= 291 = 791 = 682 + 852 + 732 + 652 = 21403 = 2891
Perhitungan • FK = total umum / (jumlah kelompok x jumlah perlakuan) = 2912 / (30 x 4) = 705.675 • KT = total jumlah kuadrat – FK = 791 – 705.675 = 85.325 • KP = (jumlah kuadrat total perlakuan/ jumlah kelompok) – FK = (21403 / 30) – 705.675 = 7.7583 • KK = (jumlah kuadrat total kelompok / jumlah perlakuan) –FK = (2891 / 4) – 705.675 = 17.075 • kuadrat galat = KT - KP – KK = 85.325 – 7.7583 – 17.075 = 60.49 Anova uji organoleptik rasa sari buah pala Sumber keragaman Perlakuan (r)
db
JK
KT
Fhitung
Ftab ( =1%)
3
7.758333333
2.586111111
4.3922238
4.54
Kelompok (t)
29
17.075
0.588793103
Galat
87
60.49166667
total
119
61
Tabel 12. Data hasil uji organoleptik warna produk Formulasi
Yi
iYij2
(Yi)2
2
10
26
100
1
2
8
18
64
3
2
1
8
18
64
2
4
3
4
13
45
169
Panelis 5
4
3
3
2
12
38
144
Panelis 6
2
3
2
3
10
26
100
Panelis 7
2
3
2
1
8
18
64
Panelis 8
2
2
4
2
10
28
100
Panelis 9
3
2
3
1
9
23
81
Panelis 10
4
3
2
4
13
45
169
Panelis 11
2
4
3
3
12
38
144
Panelis 12
2
2
3
2
9
21
81
Panelis 13
3
3
2
1
9
23
81
Panelis 14
3
2
3
3
11
31
121
Panelis 15
1
3
3
1
8
20
64
Panelis 16
2
1
2
3
8
18
64
Panelis 17
3
3
3
2
11
31
121
Panelis 18
1
2
3
2
8
18
64
Panelis 19
1
4
3
3
11
35
121
Panelis 20
2
3
2
1
8
18
64
Panelis 21
2
3
3
1
9
23
81
Panelis 22
3
4
2
2
11
33
121
Panelis 23
2
3
3
2
10
26
100
Panelis 24
1
2
2
1
6
10
36
Panelis 25
2
3
3
4
12
38
144
Panelis 26
3
2
2
2
9
21
81
Panelis 27
2
3
3
3
11
31
121
Panelis 28
2
3
2
1
8
18
64
Panelis 29
3
3
3
2
11
31
121
Panelis 30
2
4
2
3
11
33
121
Total
68
85
77
64
294
802
2970
Rata-rata
2.27
2.83
2.57
2.13
Nama
F1
F2
F3
F4
Panelis 1
2
3
3
Panelis 2
3
2
Panelis 3
2
Panelis 4
62
Keterangan : total umum total jumlah kuadrat jumlah kuadrat total perlakuan jumlah kuadrat total kelompok
= 294 = 802 = 682 + 852 + 772 + 642 = 21874 = 2970
Perhitungan • FK = total umum / (jumlah kelompok x jumlah perlakuan) = 2942 / (30 x 4) = 720.3 • KT = total jumlah kuadrat – FK = 802 – 720.3 = 81.7 • KP = (jumlah kuadrat total perlakuan/ jumlah kelompok) – FK = (21874 / 30) – 720.3 = 8.83 • KK = (jumlah kuadrat total kelompok / jumlah perlakuan) –FK = (2970 / 4) – 720.3 = 22.2 • kuadrat galat = KT - KP – KK = 81.7 – 8.83 – 22.2 = 50.67 Anova uji organoleptik warna sari buah pala Sumber keragaman Perlakuan (r)
db
JK
KT
Fhitung
Ftab ( =1%)
3
8.83
2.943
3.847
4.54
Kelompok (t)
29
22.2
0.765
Galat
87
50.67
total
119
63
Tabel 13. Data hasil uji organoleptik aroma produk Formulasi
Yi
iYij2
(Yi)2
2
10
26
100
2
3
9
23
81
3
1
2
8
18
64
3
2
4
2
11
33
121
Panelis 5
3
2
2
4
11
33
121
Panelis 6
2
3
3
2
10
26
100
Panelis 7
2
4
1
2
9
25
81
Panelis 8
4
2
2
2
10
28
100
Panelis 9
3
3
1
3
10
28
100
Panelis 10
2
2
4
4
12
40
144
Panelis 11
3
2
3
2
10
26
100
Panelis 12
3
4
2
2
11
33
121
Panelis 13
2
3
1
3
9
23
81
Panelis 14
3
3
3
3
12
36
144
Panelis 15
3
4
1
1
9
27
81
Panelis 16
2
3
3
2
10
26
100
Panelis 17
3
2
2
3
10
26
100
Panelis 18
3
3
2
1
9
23
81
Panelis 19
3
2
3
1
9
23
81
Panelis 20
2
3
1
2
8
18
64
Panelis 21
3
3
1
2
9
23
81
Panelis 22
2
2
2
3
9
21
81
Panelis 23
3
3
2
2
10
26
100
Panelis 24
2
4
1
1
8
22
64
Panelis 25
3
3
4
2
12
38
144
Panelis 26
2
3
2
3
10
26
100
Panelis 27
3
3
3
2
11
31
121
Panelis 28
2
2
1
2
7
13
49
Panelis 29
3
2
2
3
10
26
100
Panelis 30
2
3
3
2
10
26
100
Total
77
84
64
68
293
793
2905
Rata-rata
2.57
2.8
2.13
2.27
Nama
F1
F2
F3
F4
Panelis 1
3
3
2
Panelis 2
1
3
Panelis 3
2
Panelis 4
64
Keterangan : total umum total jumlah kuadrat jumlah kuadrat total perlakuan jumlah kuadrat total kelompok
= 293 = 793 = 772 + 842 +642 + 682 = 21705 = 2905
Perhitungan • FK = total umum / (jumlah kelompok x jumlah perlakuan) = 2932 / (30 x 4) = 715.408 • KT = total jumlah kuadrat – FK = 793 – 720.3 = 77.591 • KP = (jumlah kuadrat total perlakuan/ jumlah kelompok) – FK = (21705 / 30) – 720.3 = 8.091 • KK = (jumlah kuadrat total kelompok / jumlah perlakuan) –FK = (2905 / 4) – 720.3 = 10.842 • kuadrat galat = KT - KP – KK = 77.591 – 8.091 – 10.842 = 58.658 Anova uji organoleptik aroma sari buah pala Sumber keragaman Perlakuan (r)
db
JK
KT
Fhitung
Ftab ( =1%)
3
8.091
2.697
7.230
4.54
Kelompok (t)
29
10.842
0.373
Galat
87
58.658
total
119
65
Tabel 14. Data hasil uji organoleptik over all produk Nama
Formulasi
(Yi)2
Yi
iYij2
2
9
21
81
4
2
9
25
81
3
3
3
12
36
144
1
2
2
2
7
13
49
Panelis 5
3
3
3
1
10
28
100
Panelis 6
2
3
3
2
10
26
100
Panelis 7
2
2
2
3
9
21
81
Panelis 8
3
3
3
2
11
31
121
Panelis 9
1
4
3
2
10
30
100
Panelis 10
1
3
2
3
9
23
81
Panelis 11
2
3
3
2
10
26
100
Panelis 12
2
3
3
3
11
31
121
Panelis 13
1
3
3
3
10
28
100
Panelis 14
4
2
2
1
9
25
81
Panelis 15
2
2
3
2
9
21
81
Panelis 16
3
3
3
3
12
36
144
Panelis 17
4
4
1
1
10
34
100
Panelis 18
2
2
2
1
7
13
49
Panelis 19
3
3
3
2
11
31
121
Panelis 20
1
2
3
2
8
18
64
Panelis 21
2
2
2
3
9
21
81
Panelis 22
1
3
2
2
8
18
64
Panelis 23
4
4
4
2
14
52
196
Panelis 24
3
3
3
4
13
43
169
Panelis 25
2
3
2
2
9
21
81
Panelis 26
1
3
3
2
9
23
81
Panelis 27
4
2
3
2
11
33
121
Panelis 28
1
2
2
3
8
18
64
Panelis 29
4
3
3
4
14
50
196
Panelis 30
3
3
3
2
11
31
121
Total
68
83
80
68
299
827
3073
Rata-rata
2.27
2.77
2.67
2.27
F1
F2
F3
F4
Panelis 1
2
3
2
Panelis 2
1
2
Panelis 3
3
Panelis 4
66
Keterangan : total umum total jumlah kuadrat jumlah kuadrat total perlakuan jumlah kuadrat total kelompok
= 299 = 827 = 682 + 832 + 802 + 682 = 22537 = 3073
Perhitungan • FK = total umum / (jumlah kelompok x jumlah perlakuan) = 2992 / (30 x 4) = 745.008 • KT = total jumlah kuadrat – FK = 827 – 745.008 = 81.991 • KP = (jumlah kuadrat total perlakuan/ jumlah kelompok) – FK = (22537 / 30) – 745.008 = 6.225 • KK = (jumlah kuadrat total kelompok / jumlah perlakuan) –FK = (3073 / 4) – 745.008 = 23.241 • kuadrat galat = KT – KP – KK = 81.991 – 6.225 – 23.241 = 52.525 Anova uji organoleptik over all sari buah pala Sumber keragaman Perlakuan (r)
db
JK
KT
Fhitung
Ftab ( =1%)
3
6.225 23.241 52.525
2.075
2.5891
4.54
Kelompok (t)
29
Galat
87
total
119
0.8014
67
LAMPIRAN 3. DISTRIBUSI PANAS PRODUK Tabel 15. Data hasil pengukuran distribusi panas produk pada T = 10 menit Menit T aktual Tc1 Tc2 Tc3 Tc4 Tc5 Ke0 67.6 65.1 67.4 68.0 65.5 1 68.0 65.4 67.8 67.2 65.9 2 69.5 66.5 68.3 68.7 66.4 3 69.9 67.3 68.9 69.1 66.7 4 69.3 67.2 69.2 69.6 67.4 85oC 5 70.2 67.8 69.7 69.9 67.8 6 70.3 68.9 70.3 70.3 68.2 7 70.5 69.2 70.6 71.1 68.6 8 71.2 70.1 70.9 71.2 69.0 9 71.7 71.2 71.7 72.1 69.4 10 72.2 71.6 72.0 72.5 69.8 Tabel 16. Data hasil pengukuran distribusi panas produk pada T = 15 menit Menit T aktual Tc1 Tc2 Tc3 Tc4 Tc5 Ke61.1 0 63.2 60.1 60.3 60.0 62.9 1 65.3 63.4 62.6 62.5 67.4 2 69.1 67.8 66.3 66.0 70.4 3 72.1 71.2 69.4 68.8 72.6 4 73.5 73.2 71.2 71.1 74.2 5 75.1 74.5 73.2 72.8 75.1 6 75.9 75.6 74.1 73.5 75.7 7 76.4 76.2 74.7 73.9 o 85 C 8 76.2 76.9 76.8 75.3 74.7 9 76.4 77.3 77.0 75.4 74.9 10 76.5 77.6 77.1 75.5 75.6 11 76.4 77.7 77.0 75.3 75.3 12 76.1 77.6 76.9 75.2 75.4 13 76.4 77.7 76.9 75.1 75.4 14 76.2 77.8 76.9 75.1 75.2 15 76.3 77.8 76.9 75.3 75.2
68
LAMPIRAN 4. CONTOH PERHITUNGAN KECUKUPAN PANAS Kecukupan panas Tc1 pada menit ke-1 dan ke-2 Lr
=
10 (Tr-T)/z
t=0
Lr1
= 10(T1-75)/10
Lr1
= 10(65.1-75)/10 = 0.102329
Lr2
= 10(T2-75)/10
Lr2
= 10(67.3-75)/10 = 0.169824
t=1
Fo parsial
= (LR1 +LR2) x t = (0.102329 + 0.169824) x 1 = 0.136077 2
Fo total =
2
Fo t =1 +...+ Fo t = 24 = 15.41367 menit
Perhitungan Kecukupan Proses Panas Proses yang ingin dicapai : 5D D65.50C
= 1.0 menit
F65.50C
= 5 x D65.50C = 5 x 1.0 = 5.0 menit
69
LAMPIRAN 5. SYARAT MUTU MINUMAN SARI BUAH (SNI 01-37191995) Tabel 17. SNI 01-3719-1995 No Uraian 1 1.1 1.2 2
Keadaan Aroma Rasa Bilangan formol
3 3.1 3.2
Bahan tambahan makanan Pemanis buatan Pewarna tambahan
3.3
Pengawet
4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg)
Satuan
Persyaratan
-
-
ml N NaOH 100 ml
Min 15
Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
tidak boleh ada Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 0.3 Maks 5.0 Maks 5.0 Maks 40/250.0* Maks 0.03
5
Cemaran arsen (As)
mg/kg
Maks 0.2
6 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8
Cemaran mikroba Angka lempeng total Bakteri koliform E. coli Salmonella S. aureus Vibrio sp. Kapang Khamir
koloni/gram APM/ml APM/ml koloni / 25 ml koloni/ml koloni/ml koloni/ml koloni/ml
Maks 2 x 102 Maks 20 <3 Negatif 0 Negatif Maks 50 Maks 50
*) khusus dikemas dalam kaleng
70