SKRIPSI
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
Oleh : RINA DWI OKTAVIA F24104063
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : RINA DWI OKTAVIA F24104063
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : RINA DWI OKTAVIA F24104063 Dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1985 di Mataram Tanggal lulus : 27 Oktober 2008
Menyetujui, Bogor,
Desember 2008
Dr. Ir. Sugiyono M.App, Sc. Dosen Pembimbing Akademik
Ir. Rachmat Riyadi Pembimbing Lapangan Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Rina Dwi Oktavia. F24104063. Evaluasi Produk Good Time Cookies di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk. Dibawah bimbingan Sugiyono dan Rachmat Riyadi. 2008. RINGKASAN Seiring dengan makin banyaknya produk snack di pasaran, diperlukan suatu ciri pembeda agar produk dapat bersaing dan bertahan. Salah satu tren yang sedang berkembang adalah tren produk snack yang memiliki nilai tambah bagi konsumen. Namun, pada dasarnya cookies merupakan indulgence product yang bersifat impulsif yang lebih dipengaruhi oleh faktor organoleptik dan teknik pemasaran. Oleh sebab itu produk yang sering muncul dalam keseharian konsumen akan menjadi referensi pembelian yang utama. Good Time cookies merupakan produk cookies dengan taburan cokelat butir yang diproduksi oleh PT. Arnott’s Indonesia. Good Time cookies memiliki dua varian yaitu Good Time Chocochip Cookies (C2) dan Good Time Chocochip Chocolate cookies (C3). Perbedaan dari kedua varian cookies tersebut adalah rasa dari based cookies, C2 adalah original taste cookies dan C3 merupakan chocolate cookies. Secara umum produk Good Time cookies memiliki kualitas yang unggul, namun keunggulan yang dikomunikasikan masih bersifat umum (overall), belum spesifik terhadap atribut tertentu. Selain itu, kurangnya kegiatan promosi dan iklan dapat membuat popularitas produk tertutupi oleh kemunculan berbagai produk baru. Oleh sebab itu pada pada kegiatan magang ini dilakukan evaluasi terhadap produk Good Time cookies yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai produk sebagai dasar penetapan nilai tambah produk, serta untuk memperkirakan pengembangan produk Good Time cookies yang disesuaikan dengan tren pangan yang berkembang di masyarakat. Evaluasi produk meliputi evaluasi bahan baku, proses, jaminan mutu dan keadaan produk akhir termasuk kandungan gizi dari produk, dan kegiatan pemasaran. Metode yang digunakan dalam kegiatan magang ini adalah survei konsumen dan bench marking produk. Survei konsumen dilakukan pada tahap awal untuk menentukan atribut produk dan respon pasar terhadap informasi yang paling mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk Good Time cookies. Dalam survei ini digunakan masyarakat umum dengan kisaran usia 15 hingga 35 tahun. Berdasarkan hasil survei tersebut, atribut cookies secara umum, berurutan dari atribut yang penting ke atribut yang tidak penting adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92). Berdasarkan survei juga diketahui rasa merupakan atribut utama dari produk Good Time cookies yang paling penting bagi konsumen. Informasi yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen adalah adanya pernyataan klaim pada produk. Klaim kehalalan merupakan jenis klaim utama yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi atau kandungan zat gizi (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%), klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir adalah klaim proses (8%). Evaluasi terhadap nilai gizi produk diketahui bahwa nilai gizi makro per sajian produk Good Time cookies didominasi karbohidrat dan lemak serta
rendah dalam kandunagan protein. Dari perhitungan berdasarkan literatur, diperkirakan produk mengandung komponen zat gizi mikro yang beragam walaupun kadarnya tidak cukup ‘tinggi’ untuk dapat dilakukan klaim kandungan zat gizi. Berdasar perhitungan kandungan vitamin dan mineral tersebut diprediksi produk mengandung komponen mikro yang berpotensi untuk ditingkatkan dengan melakukan fortifikasi, misalnya kandungan vitamin B1, B2 dan asam folat, kandungan mineral seng, besi, kalsium, fosfor, dan selenium. Hasil benchmarking menunjukkan jumlah cokelat butir, diketahui bahwa Good Time cookies memiliki cokelat butir yang jauh lebih banyak, dengan ukuran yang lebih besar dan tersebar merata pada cookies. Selain itu, ukuran diameter cookiesnya pun lebih besar. Banyaknya cokelat butir pada chocochip cookies merupakan faktor visual utama yang mempengaruhi pilihan konsumen akan produk sejenis. Oleh karena itu, cokelat butir ini dapat dikomunikasikan sebagai keunggulan dari produk Good Time cookies dibandingkan produk lainnya. Berdasarkan hasil benchmarking dengan beberapa produk chocochip cookies di pasaran termasuk produk chocochip cookies untuk diet, diketahui bahwa kandungan gizi mikro dan nilai energi pada produk cookies tersebut per seratus gramnya relatif sama. Perbedaan Good Time cookies dengan produk chocochip cookies lainnya adalah pada ukuran persajinya. Ukuran per sajian produk Good Time cookies (± 29 gr) hampir satu setengah kali produk lainnya (± 20 gr). Dapat disimpulkan bahwa produk Good Time cookies berpotensi untuk diarahkan sebagai produk diet. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan kandungan serat, pengurangan kandungan karbohidrat, pengurangan ukuran per sajian serta pemenuhan beberapa jenis vitamin dan mineral. Berdasarkan hasil evaluasi secara keseluruhan, rekomendasi langkah perbaikan untuk penentuan nilai tambah produk adalah mempertajam keunggulan produk dan mengkomunikasikannya secara berkesinambungan dan lebih atraktif. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan profil gizi produk misalnya melalui fortifikasi vitamin, mineral, serat atau komponen fungsional lainnya. Disamping itu, disarankan untuk dilakukan brand refreshing dan repositioning yang didukung oleh kegiatan marketing mix yang handal untuk peremajaan dan meraih pasar yang lebih luas.
RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober 1985 dan merupakan anak kedua dari pasangan asangan Sunarwan dan Iin Nathalia. Nathalia Pendidikan formal ditempuh tempuh penulis di SDN 9 Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram, Mataram, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Seleks Masuk IPB). Selama ama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) M) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004(2004-2008), staf divisi Research and Development - Food Processing Club Mahasiswa Tek Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) (2007). (2007). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan anggota Departemen Musik dan Cretive Ministry di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Ciomas. Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis Business Plan Competition dengan judul “Jamie Kitchen Crepes” (2007), menerima Heinz ABC Scholarship (2004-2006) 2006) dan beasiswa peningkatan peningkatan prestasi akademik (PPA) (2007-2008). Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Produk Good Time Cookies Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk” di bawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono Sug M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s Indonesia.
SKRIPSI
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
Oleh : RINA DWI OKTAVIA F24104063
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : RINA DWI OKTAVIA F24104063
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : RINA DWI OKTAVIA F24104063 Dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1985 di Mataram Tanggal lulus : 27 Oktober 2008
Menyetujui, Bogor, 14 Januari 2009
Dr. Ir. Sugiyono M.App, Sc. Dosen Pembimbing Akademik
Ir. Rachmat Riyadi Pembimbing Lapangan Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Rina Dwi Oktavia. F24104063. Evaluasi Produk Good Time Cookies di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk. Dibawah bimbingan Sugiyono dan Rachmat Riyadi. 2008. RINGKASAN Seiring dengan makin banyaknya produk snack di pasaran, diperlukan suatu ciri pembeda agar produk dapat bersaing dan bertahan. Salah satu tren yang sedang berkembang adalah tren produk snack yang memiliki nilai tambah bagi konsumen. Namun, pada dasarnya cookies merupakan indulgence product yang bersifat impulsif yang lebih dipengaruhi oleh faktor organoleptik dan teknik pemasaran. Oleh sebab itu produk yang sering muncul dalam keseharian konsumen akan menjadi referensi pembelian yang utama. Good Time cookies merupakan produk cookies dengan taburan cokelat butir yang diproduksi oleh PT. Arnott’s Indonesia. Good Time cookies memiliki dua varian yaitu Good Time Chocochip Cookies (C2) dan Good Time Chocochip Chocolate cookies (C3). Perbedaan dari kedua varian cookies tersebut adalah rasa dari based cookies, C2 adalah original taste cookies dan C3 merupakan chocolate cookies. Secara umum produk Good Time cookies memiliki kualitas yang unggul, namun keunggulan yang dikomunikasikan masih bersifat umum (overall), belum spesifik terhadap atribut tertentu. Selain itu, kurangnya kegiatan promosi dan iklan dapat membuat popularitas produk tertutupi oleh kemunculan berbagai produk baru. Oleh sebab itu pada pada kegiatan magang ini dilakukan evaluasi terhadap produk Good Time cookies yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai produk sebagai dasar penetapan nilai tambah produk, serta untuk memperkirakan pengembangan produk Good Time cookies yang disesuaikan dengan tren pangan yang berkembang di masyarakat. Evaluasi produk meliputi evaluasi bahan baku, proses, jaminan mutu dan keadaan produk akhir termasuk kandungan gizi dari produk, dan kegiatan pemasaran. Metode yang digunakan dalam kegiatan magang ini adalah survei konsumen dan bench marking produk. Survei konsumen dilakukan pada tahap awal untuk menentukan atribut produk dan respon pasar terhadap informasi yang paling mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk Good Time cookies. Dalam survei ini digunakan masyarakat umum dengan kisaran usia 15 hingga 35 tahun. Berdasarkan hasil survei tersebut, atribut cookies secara umum, berurutan dari atribut yang penting ke atribut yang tidak penting adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92). Berdasarkan survei juga diketahui rasa merupakan atribut utama dari produk Good Time cookies yang paling penting bagi konsumen. Informasi yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen adalah adanya pernyataan klaim pada produk. Klaim kehalalan merupakan jenis klaim utama yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi atau kandungan zat gizi (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%), klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir adalah klaim proses (8%). Evaluasi terhadap nilai gizi produk diketahui bahwa nilai gizi makro per sajian produk Good Time cookies didominasi karbohidrat dan lemak serta
rendah dalam kandunagan protein. Dari perhitungan berdasarkan literatur, diperkirakan produk mengandung komponen zat gizi mikro yang beragam walaupun kadarnya tidak cukup ‘tinggi’ untuk dapat dilakukan klaim kandungan zat gizi. Berdasar perhitungan kandungan vitamin dan mineral tersebut diprediksi produk mengandung komponen mikro yang berpotensi untuk ditingkatkan dengan melakukan fortifikasi, misalnya kandungan vitamin B1, B2 dan asam folat, kandungan mineral seng, besi, kalsium, fosfor, dan selenium. Hasil benchmarking menunjukkan jumlah cokelat butir, diketahui bahwa Good Time cookies memiliki cokelat butir yang jauh lebih banyak, dengan ukuran yang lebih besar dan tersebar merata pada cookies. Selain itu, ukuran diameter cookiesnya pun lebih besar. Banyaknya cokelat butir pada chocochip cookies merupakan faktor visual utama yang mempengaruhi pilihan konsumen akan produk sejenis. Oleh karena itu, cokelat butir ini dapat dikomunikasikan sebagai keunggulan dari produk Good Time cookies dibandingkan produk lainnya. Berdasarkan hasil benchmarking dengan beberapa produk chocochip cookies di pasaran termasuk produk chocochip cookies untuk diet, diketahui bahwa kandungan gizi mikro dan nilai energi pada produk cookies tersebut per seratus gramnya relatif sama. Perbedaan Good Time cookies dengan produk chocochip cookies lainnya adalah pada ukuran persajinya. Ukuran per sajian produk Good Time cookies (± 29 gr) hampir satu setengah kali produk lainnya (± 20 gr). Dapat disimpulkan bahwa produk Good Time cookies berpotensi untuk diarahkan sebagai produk diet. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan kandungan serat, pengurangan kandungan karbohidrat, pengurangan ukuran per sajian serta pemenuhan beberapa jenis vitamin dan mineral. Berdasarkan hasil evaluasi secara keseluruhan, rekomendasi langkah perbaikan untuk penentuan nilai tambah produk adalah mempertajam keunggulan produk dan mengkomunikasikannya secara berkesinambungan dan lebih atraktif. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan profil gizi produk misalnya melalui fortifikasi vitamin, mineral, serat atau komponen fungsional lainnya. Disamping itu, disarankan untuk dilakukan brand refreshing dan repositioning yang didukung oleh kegiatan marketing mix yang handal untuk peremajaan dan meraih pasar yang lebih luas.
RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober 1985 dan merupakan anak kedua dari pasangan asangan Sunarwan dan Iin Nathalia. Nathalia Pendidikan formal ditempuh tempuh penulis di SDN 9 Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram, Mataram, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Seleks Masuk IPB). Selama ama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) M) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004(2004-2008), staf divisi Research and Development - Food Processing Club Mahasiswa Tek Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) (2007). (2007). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan anggota Departemen Musik dan Cretive Ministry di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Ciomas. Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis Business Plan Competition dengan judul “Jamie Kitchen Crepes” (2007), menerima Heinz ABC Scholarship (2004-2006) 2006) dan beasiswa peningkatan peningkatan prestasi akademik (PPA) (2007-2008). Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Produk Good Time Cookies Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk” di bawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono Sug M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s Indonesia.
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Saat ini, produk snack yang ada di pasaran sangat beragam jenisnya seiring berkembangnya budaya ngemil atau snacking di masyarakat. Menurut Muchtadi et al. (1988), snack merupakan segala jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi di antara dua waktu makan utama dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Cookies adalah salah satu contoh produk snack yang banyak ditemukan dan digemari oleh masyarakat. Menurut Manley (2000), cookies adalah salah satu jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Akan tetapi, cookies rendah dalam kandungan gizi yang lain (Khomsan, 2007). Produk cookies yang ada di pasaran hanya menonjolkan faktor bentuk dan rasa saja. Oleh karena itu, produk cookies yang memiliki merek yang sangat dikenal konsumen dan mempunyai rasa yang enak akan lebih dipilih. Semakin banyaknya produk cookies yang memiliki kemiripan rasa dan bentuk akan menciptakan persaingan antar produk cookies yang ada di pasaran. Oleh karena itu, produk yang memiliki additional benefit atau nilai tambah tertentu akan menjadi pertimbangan tersendiri oleh konsumen untuk memilih produk tersebut. Hal ini merupakan sebuah tantangan dan peluang bagi industri pangan untuk mengembangkan produk cookies yang memiliki nilai tambah tertentu dan sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Oleh karena itu, industri pangan harus jeli dalam merancang hingga memasarkan produk tersebut sehingga dapat bersaing dan meraih pangsa pasar yang lebih luas. PT. Arnott’s Indonesia merupakan salah satu industri pangan yang menghasilkan produk-produk makanan ringan terutama produk biskuit. Salah satu produk PT. Arnott’s Indonesia yang sudah cukup dikenal konsumen adalah Good Time cookies. Good Time bukan merupakan produk baru sehingga sudah memiliki pangsa pasar tersendiri dan cukup dikenal
masyarakat. Good Time dikenal sebagai cookies dengan taburan cokelat butir (chocochip). Namun makin banyaknya produk sejenis yang diproduksi oleh pesaing membuat persaingan semakin ketat. Oleh karena itu, PT. Arnott’s Indonesia melakukan evaluasi dan eksplorasi kembali terhadap produk Good Time cookies yang sudah dikenal oleh konsumen. Evaluasi dan eksplorasi ini bertujuan mencari atribut yang mungkin dapat dijadikan nilai tambah (additional benefit) tertentu yang bermanfaat ataupun dapat mempengaruhi konsumen. Oleh karena itu diperlukan riset untuk menetapkan atribut dari produk Good Time yang memiliki nilai tambah dan layak untuk dikomunikasikan kepada konsumen.
B. TUJUAN Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang produk Good Time cookies. Berdasarkan informasi tersebut, dapat ditentukan nilai tambah yang dimiliki oleh produk Good Time cookies. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memperkirakan pengembangan produk Good Time cookies menyesuaikan tren pangan yang berkembang di masyarakat.
C. MANFAAT Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi yang dapat dijadikan nilai tambah produk Good Time cookies. Informasi nilai tambah tersebut dapat dikomunikasikan kepada konsumen dan digunakan sebagai key selling point untuk meningkatkan nilai jual dan pangsa pasar produk Good Time cookies.
II. PROFIL PERUSAHAAN
A. SEJARAH PERUSAHAAN Awal mula PT. Arnott's Indonesia berasal dari berdirinya perusahaan yang bergerak di bidang makanan kering yang bernama PT. Tatas Mulia pada tahun 1977 di Pulo Mas, Jakarta Timur dan tahun 1982 secara resmi dibuat akte pendirian perusahaan yang menjadi cikal bakal PT. Arnott's Indonesia tersebut. Pada tahun 1984, perusahaan semakin berkembang dan berhasil mendirikan perusahaan baru, yaitu PT. Cipta Rasa Primatama yang berlokasi di Pulo Gadung, Jakarta Timur. PT. Tatas Mulia selanjutnya berganti nama menjadi PT. Bukit Manikam Sakti pada bulan Januari 1985 dan mulai memproduksi makanan bayi, biskuit, dan kacang panggang. Pada bulan Oktober 1990, PT. Bukit Manikam Sakti membeli aset PT. Marsico yang memproduksi dipping snack, cookies, dan cookies stick. Setelah itu pada tahun 1993, PT. Bukit Manikam Sakti juga membeli PT. Jaya Distra yang memproduksi kacang dengan merek John Farmer's. Pada bulan Desember 1995, PT. Bukit Manikam Sakti menjalin kerjasama dengan Arnott's Biscuit Limited. Arnott's Biscuit Limited adalah perusahaan biskuit terbesar di Australia yang menguasai pangsa pasar lebih dari 60%. Arnott's Biscuit Limited didirikan pada tahun 1865 di Australia dan selama lebih dari 134 tahun, Arnott's Biscuit Limited memimpin dalam distribusi dan produk biskuit yang berkualitas. PT. Bukit Manikam Sakti kemudian berganti nama menjadi PT. Helios Arnott's Indonesia dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan yang terkenal di Indonesia. Pada awalnya PT. Helios Arnott’s Indonesia memiliki dua lokasi, yaitu di Pulo Gadung untuk head office dan bagian marketing sedangkan untuk pabrik dan departemen lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun terhitung sejak 1 April 1998, keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik disatukan dan berlokasi di Bekasi Barat. Pada akhir tahun 1998, PT. Helios Arnott's Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnott's Inonesia. Kini PT. Arnott's Indonesia menjadi perusahaan multi nasional dengan modal asing (PMA)
setelah berafiliasi langsung dengan Campbell Soup Company, yaitu sebuah perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi berbagai jenis makanan ringan. Seiring dengan berjalannya waktu dan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, PT. Arnott's Indonesia pun mulai memproduksi beberapa produk andalan. Beberapa produk andalan PT. Arnott's Indonesia yang beredar di pasaran dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produk-produk PT. Arnott’s Indonesia No
Merek
Jenis Produk
1.
Nyam-nyam
Biscuit plus cream
2.
Good Time
Cookies
3.
Tim-Tam
Biscuit + cream
4.
Stico
Cookies Stick
5.
Mic Mac
Crakcers + cream
6.
Milk Plus
Biscuit
7.
Sunshine
Biscuit
8.
Pirouette
Cookies stick
9.
Corinthians
Cookies Stick
10.
Prestige
Assorted
11.
Venesia
Assorted
12.
Delight
Assorted
13.
Joddy
Cookies stick
14.
Tartlets
Cookies
15.
Crazy Face
Cookies
Selain produk-produk tersebut, masih banyak produk lain yang dihasilkan oleh PT. Arnott's Indonesia untuk perusahaan pangan lain. Pangsa pasar untuk produk-produk PT. Arnott's Indonesia hingga saat ini tidak hanya mencakup kebutuhan dalam negeri saja tetapi juga telah diekspor ke berbagai negara di dunia, diantaranya adalah Australia; negara-negara di Asia seperti China, Thailand, Birma, dan Malaysia; kota-kota di Timur-Tengah; dan berbagai negara di Eropa.
B. LOKASI PERUSAHAAN PT. Arnott's Indonesia terletak di Jl. Haji Wahab Affan No.8 Medan Satria, Bekasi Barat atau Jl. Raya Bekasi Km.28. Luas area pabrik yang dimiliki oleh PT. Arnott’s Indonesia mencapai 6.7 ha. PT. Arnott’s Indonesia berada di kawasan industri sehingga juga terdapat beberapa pabrik lain, diantaranya adalah pabrik makanan ternak, baja, dan otomotif. Denah pabrik dapat dilihat pada Lampiran 1. PT. Arnott's Indonesia terletak di daerah strategis karena dekat dengan wilayah Jakarta yang merupakan daerah potensial untuk pemasaran produk sehingga biaya pemasaran dan transportasi dapat dikurangi. Lokasi PT. Arnott’s Indonesia juga dekat dengan sumber tanaga kerja karena berada dekat dengan pemukiman penduduk dan juga dengan bahan baku produksi karena dekat dengan beberapa perusahaan penyedia bahan baku. Selain itu juga tersedia jalur transportasi yang memadai, yaitu jalan tol Cikampek sehingga memudahkan proses distribusi.
C. STRUKTUR ORGANISASI PT. Arnott's Indonesia mempunyai beberapa bagian yang memiliki fungsi dan tugas yang berbeda. Setiap bagian yang terdapat di PT. Arnott’s Indonesia menitikberatkan pada pengembangan produk tertentu. Perusahaan berada di bawah kendali Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan dan pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing pimpinan departemen seperti Supply Chain & Manufacturing Director, Research and Development & Quality manager, HRD, Finance and Accounting Director, Commercial Director, dan IR Director. Kemudian dari masing-masing departemen diteruskan pada staf dan karyawan lainnya.
D. KETENAGAKERJAAN Berdasarkan pada tingkat dan waktu kerjanya, status kerja karyawan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pekerja tetap, pekerja tidak tetap, dan pekerja kontrak.
1. Pekerja Tetap Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk 20 hari dalam satu bulan dan melebihi tiga bulan secara terus menerus, serta digaji bulanan maupun borongan. Untuk memperlancar jalannya proses produksi, perusahaan melalukan pembagian waktu kerja. a. Karyawan Karyawan kantor bekerja mulai pukul 08.00-16.30 WIB, dengan waktu istirahat selama 30 menit. b. Karyawan Bagian Produksi Karyawan bagian produksi dapat digolongkan dalam tiga kelompok kerja (shift) secara bergantian selama seminggu, yaitu: 1. Shift 1: Pukul 06.15 – 14.30 WIB, dengan waktu istirahat 30 menit, 2. Shift 2: Pukul 14.30 – 22.30 WIB, dengan waktu istirahat 30 menit, 3. Shift 3: Pukul 22.30 – 06.30 WIB, dengan waktu istirahat 30 menit. Karyawan bekerja selama lima hari dalam seminggu, yaitu mulai hari senin hingga jumat, kecuali pada hari libur nasional dan hari libur yang ditetapkan perusahaan. Fasilitas berupa jaminan sosial dan kesejahteraan karyawan yang diberikan oleh perusahaan adalah; i. Sistem pengupahan yang sudah diatur menurut status kerja, ii. JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa: jaminan kecelakaan kerja, kematian, pemeliharaa kesehatan yang meliputi pemeriksaan kesehatan pada dokter, perawatan di rumah sakit, dan biaya bersain istri pekerja dan keluarga berencana, iii. Perlengkapan kerja berupa pakaian kerja yang diberikan perusahaan, iv. Peralatan keselamayan kerja seperti kacamata las, sarung tangan kerja dan topi yang selalu tersedia bagi karyawan yang memerlukan, v. Tunjangan Hari Raya (THR), vi. Tunjangan Akhir Tahun (TAT),
vii. Tunjangan biaya transportasi, viii. Koperasi karyawan, ix. Tempat ibadah, x. Sarana Olahraga dan klinik. 2. Pekerja Tidak Tetap Pekerja tidak tetap yaitu pekerja yang memiliki hubungan kerja berdasarkan hari kerja yang tidak lebih dari 20 hari dalam satu bulan dan tidak lebih dari tiga bulan secara terus-menerus dengan menerima gaji secara bulanan, harian, maupun borongan. 3. Pekerja Kontrak Pekerja kontrak adalah yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan sistem penggajian sesuai dengan jumlah hari hadir.
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. COOKIES Snack merupakan segala jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi diantara dua waktu makan utama dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari (Muchtadi et al., 1988). Produk snack sangat digemari oleh konsumen terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Menurut Chaudhari (2007), pada tahun 2005 total pemasaran produk snack mencapai nilai US $ 2.9 miliar dan diperkirakan akan terus meningkat, melihat kebiasaan ngemil (snacking) yang semakin digemari. Di Indonesia sendiri kebiasaan ngemil ini sudah ada sejak jaman dahulu, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jenis jajanan tradisional yang dibuat oleh masyarakat Indonesia. Tetapi seiring perkembangan gaya hidup, konsumen lebih menyukai jajanan (snack) yang lebih praktis dan cepat dalam penyajiannya. Namun, terkadang produk snack hanya menonjolkan aspek rasa sehingga kurang memperhatikan aspek kebutuhan gizi. Salah satu produk snack yang banyak dijumpai di pasaran adalah cookies. Cookies adalah salah satu jenis dari produk biskuit. Selain cookies, produk pangan yang termasuk dalam kategori biskuit adalah biskuit keras, craker, dan wafer. Menurut BSN (1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Oleh karena itu syarat mutu cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit seperti terlihat pada Tabel 2. Menurut Manley (2000), cookies adalah salah satu jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Cookies adalah produk snack dengan kandungan gula dan lemak yang tinggi tetapi rendah dalam kandungan gizi. Menurut Brown (2000), ciri khas yang melekat pada produk cookies adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air yang rendah (kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah, apabila dikemas akan terlindung
dari kelembaban, dan memiliki umur simpan yang lama. Ciri khas cookies tersebut sangat ditentukan oleh bahan baku dan proses pembuatannya. Tabel 2. Syarat mutu biskuit Kriteria Uji
Syarat
Energi (kkal/100 gr)
Minimum 400
Air (%)
Maksimum 5
Protein (%)
Minimum 9
Lemak (%)
Minimum 9.5
Karbohidrat (%)
Minimum 70
Abu (%)
Maksimum 1.5
Serat Kasar (%)
Maksimum 0.5
Logam Berbahaya
Negatif
Bau dan Rasa
Normal dan tidak tengik
Warna
Normal
*SNI-2973-1992
B. BAHAN BAKU COOKIES Menurut Matz dan Matz (1978), bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terbagi dalam dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat adalah terigu, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, leavening agent (baking powder), dan kuning telur. Bahan pendukung lain yang sering digunakan adalah garam, flavor, emulsifier, dan cokelat bubuk. Produk cookies yang difortifikasi secara khusus melibatkan penambahan premix mineral, premix vitamin serta serat pangan (fiber). 1. Terigu Terigu adalah tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum. Menurut Anonima (2008), terigu dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis gandum dan kandungan proteinnya. Jenis terigu berdasarkan jenis
gandumya dibedakan atas terigu keras dan terigu lunak. Sedangkan berdasar kandungan proteinnya, terigu dibedakan atas; (1) terigu berprotein tinggi (bread flour) dengan kadar protein antara 11%-13%, biasa digunakan sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, donat; (2) terigu berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour) dengan kadar protein sekitar 8%-10%, sering digunakan sebagai bahan pembuat kue dan cake; dan (3) terigu berprotein rendah (pastry flour) dengan kadar protein sekitar 6%-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit atau kulit gorengan. Namun menurut Matz dan Matz (1978), terigu dengan kadar protein 7%-7.5% sangat baik digunakan untuk pembuatan cookies. Cookies yang dibuat menggunakan terigu berkadar protein tinggi akan memiliki tekstur yang keras dan penampakannya menjadi kasar. Semakin tinggi kadar protein terigu yang digunakan, maka semakin banyak gula dan lemak yang harus ditambahkan untuk menghasilkan tekstur yang baik. Protein terigu sebagian besar tersusun atas protein yang tidak larut dalam air yang jumlahnya berkisar antara 80%-85% dari total protein yang ada dalam terigu. Protein terigu sebagian besar dalam bentuk gluten yang berperan dalam menentukan tekstur dan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Menurut Mc Williams (1979), gluten merupakan satusatunya kompleks protein dalam gandum yang mampu membentuk jaringan struktur yang elastis dan kohesif, sehingga menghasilkan produk dengan tekstur yang lembut dan kompak. 2. Lemak Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Menurut Mc Williams (1979), lemak dapat mencegah pengembangan gluten. Gluten yang terselubung lemak akan menyebabkan rantai glutan saling lepas dan lemak yang ada juga membatasi daya serap air (shortening effect) sehingga tekstur produk pangan menjadi lebih lembut. Selain fungsi di atas, lemak juga berfungsi memperbaiki daya terima konsumen, membentuk struktur, memberikan
flavor, membantu pengembangan sewaktu dikrimkan. Lemak juga meningkatkan nilai gizi pada produk pangan terutama zat gizi yang larut dalam lemak seperti terlihat pada Tabel 3. SNI 01-3744-1995 merupakan acuan untuk syarat mutu mentega sedangkan margarin tercantum dalam SNI 01-3541-1994. Tabel 3. Kandungan asam lemak pada mentega dan margarin Mentega
Margarin
(gr/100gr)
(gr/100gr)
Asam lemak jenuh
47.35
29.02
Asam lemak tidak jenuh tunggal
26.10
34.61
Asam lemak tidak jenuh majemuk
2.24
13.78
Jenis
(Astawan, 2004)
Lemak yang sering digunakan dalam pembuatan produk bakery dan biskuit adalah mentega, margarin, dan shortening. Produk-produk lemak tersebut merupakan produk emulsi dengan tipe w/o (water in oil), artinya fase air yang berada dalam fase minyak. Shortening memiliki kandungan lemak dan titik didih/titik asapnya yang lebih tinggi daripada mentega dan margarin. Shortening memiliki kandungan lemak 100%, sedangkan mentega dan margarin umumnya 80% lemak, sisanya air dan bahan lain. Oleh karena itu shortening sering dipakai untuk pembuatan biskuit karena hasilnya menjadi lebih renyah. Mentega mempunyai aroma yang enak tetapi terlalu lembut dan daya emulsinya kurang baik sehingga menyebabkan tekstur kue kurang kokoh. Sedangkan margarin aromanya tidak seenak mentega tetapi daya emulsinya baik sehingga dapat menghasilkan tekstur kue yang bagus. Selain itu, daya pengkriman mentega tidak begitu baik serta keseragamannya kurang sedangkan margarin bersifat plastis (Anonimb, 1981). Dalam pembuatan kue, daya pengkriman dan daya pengemulsi dari lemak sangat penting artinya. Daya krim adalah kemampuan lemak untuk menangkap dan menahan sel-sel udara selama pengocokan dan percampuran dengan bahan lainnya, sedangkan daya emulsi adalah
kemampuan lemak untuk membentuk campuran (emulsi) yang stabil dan tidak terpisah lagi (terutama untuk komponen lemak dan air). 3. Susu Susu dalam produk cookies digunakan sebagai pemberi aroma, rasa, mempengaruhi tekstur, dan menambah nilai gizi produk (Anonimb, 1981). Zat padat susu (laktosa) mempunyai pengaruh mengikat pada protein terigu dan memberi warna permukaan cookies. Susu yang biasanya gunakan dalam bentuk susu bubuk baik susu fullcream maupun susu skim. Menurut SNI 01-2970-1995, susu bubuk berlemak (fullcream) adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk sedangkan susu rendah lemak (partly skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil sebagian lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk. Kandungan gizi skim milk powder sama dengan kandungan gizi yang terdapat dalam susu segar tetapi berbeda dalam kandungan lemaknya yaitu ± 15%. Susu full cream memberikan rasa dan aroma susu yang lebih kuat dibandingkan dengan susu skim. Sedangkan jika dilihat dari nilai kalori, penggunaan susu skim akan menyumbang energi lebih kecil dibandingkan dengan susu full cream. Menurut Buckle (1987), dalam produk biskuit dengan skim milk powder memiliki nilai kalori yang lebih rendah yaitu hanya 55% dari seluruh energi susu. 4. Gula Menurut Fennema (1985), gula berfungsi sebagai humektan, membantu
pembentukan
tekstur,
memberi
flavor
melalui
reaksi
pencoklatan, memberi rasa manis. Selain itu, Buckle (1987) menyatakan bahwa apabila gula ditambahkan ke dalam bahan makanan pada konsentrasi cukup tinggi ± 40% padatan terlarut, sebagian air yang ada untuk pertumbuhan mikroba atau aw dari bahan pangan akan menjadi berkurang. Daya larut yang tinggi dari gula dan kemampuannya mengurangi keseimbangan relatif (ERH) dan mengikat air adalah sifatsifat yang menyebabkan gula dipakai dalam proses pengawetan pangan.
Umumnya, gula yang digunakan dalam pembuatan kue berbentuk gula halus (SNI 01-2970-1995) dan atau sirup (SII 1390-1985). Gula halus diperoleh dengan menghaluskan gula pasir dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Menurut Thorpe (1974), gula pasir mengandung sukrosa sebanyak 97.10%, gula preduksi 1.24%, senyawa organik bukan gula 0.7% dan air 0.65%. Sedangkan gula berbentuk sirup yang sering digunakan adalah HFS (high fructose syrup). Menurut Hyun Soo Lee (1985), HFS dihasilkan dengan cara merubah sebagian glukosa yang diperoleh dari hidrolisa pati melalui proses isomerasi (pengubahan pati menjadi dekstrin), sakarifikasi (pemecahan dekstrin menjadi glukosa), dan isomerasi (pengubahan
glukosa menjadi fruktosa). Selain melalui
mekanisme enzimatik, pemecahan pati juga dapat dilakukan melalui hidrolisa asam (Matz dan Matz, 1978; Platz, 1985). Keuntungan dari penggunaan HFS adalah kandungan padatan menjadi lebih tinggi dan viskositasnya menjadi lebih rendah sehingga memudahkan penanganan, memilik tingkat kemanisan yang relatif sama, serta harga yang lebih murah sehingga dapat menurnkan biaya produksi (Matz dan Matz, 1978). Selain itu HFS dapat memperbaiki sifat adonan, meningkatkan kualitas karena daya menahan uap air yang cukup tinggi serta memberikan penampakan warna crust yang baik pada produk roti (Hyun Soo Lee, 1985). 5. Telur Telur merupakan bahan pangan alami dengan kandungan nutrisi paling baik. Telur utuh dapat bagi atas 60% putih telur dan 40% kuning telur. Bagian-bagian telur utuh dapat dilihat pada Gambar 1. Telur yang digunakan sebagai bahan baku produk pangan dapat berupa telur segar ataupun dalam bentuk tepung telur instan. Pembuatan tepung telur utuh (whole egg powder) cukup sederhana. Pada dasarnya, proses pembuatan tepung telur meliputi beberapa proses yaitu pasteurisasi, proses pengeluaran gula, dan pengeringan.
Gambar 1. 1 Bagian-bagian dari telur (Anonimc, 1969). Keunggulan tepung telur dibandingkan dengan bentuk sagarnya adalah lebih konsisten, cukup stabil dengan umur simpan relatif panjang panjang, kontrol terhadap cemaran mikrobiologi juga dapat dihindari, dihindari, dan lebih mudah dalam penanganannya karena telur dapat disimpan dan ditransportasikan pada suhu ruang. Hanya saja pemanfaatan tepung telur untuk beberapa kasus produksi memerlukan rehidarasi sebelum digunakan. Biasanya satu bagian tepung telur dicampur dengan dengan tiga bagian cairan untuk menghasilkan produk cair, rehidrasi memerlukan waktu kurang lebih 15 menit (RSI, 2007). D Daya aya kembang tepung telur lebih rendah dari kuning telur utuh karena sebagian proteinnya terdenaturasi selama proses penepungan yang melibatkan meliba panas. Mutu fisik tepung telur yang secara organoleptik dapat dinilai dari warna, flavor normal telur, tekstur serta hasil yang konsisten. Selain itu, mutu tepung telur juga dilihat dari mutu gizi dan mutu mikrobiologinya seperti telihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat mutu tepung telur Kriteria pH Karbohidrat Lemak Protein Abu Whipping ability SPC Kapang/khamir Coliform E. coli S. aureus
Tepung telur utuh
Tepung putih telur
Tepung kuning telur
7-9 Max. 40% Min. 40% Min. 45% Max. 4% Max 5000/g Max. 10/g 0.01/g
7-8 Max. 8% Max. 0.2% Min. 78% Max 4% -
6-7 Max. 4% Min 57.0% Min. 30% Min 130 mm
-
-
(Anonimd, 2006)
Pembentukkan tekstur produk-produk bakery juga dipengaruhi oleh telur. Hal ini dikarenakan telur memiliki daya emulsi sehingga dapat menjaga kestabilan adonan, memberi rasa dan warna bagi produk. Kemampuannya sebagai emulsifier dikarenakan telur mengandung senyawa lesitin. Menurut John (2005), kuning telur mengandung lesitin sebesar 4.18 gr/100 gr. Selain sebagai emulsifier, lesitin telur juga berfungsi sebagai pengaerasi, pelembut, dan pengikat. Sebagai pengaerasi karena kemampuannya menangkap udara ketika dikocok. Selain itu lesitin memiliki peran penting dari aspek gizi. Menurut Matz dan Matz (1978), telur juga menambah nilai gizi, warna dan flavor. 6. Kokoa Produk kokoa dapat ditemukan di pasaran dalam bentuk natural cocoa powder, natural cocoa liquaor/unsweetened baking chocolate, alkalized cocoa powder, dan cocoa fat. Menurut SNI 01-3448-1995, cocoa powder adalah produk kakao yang berbentuk bubuk dan diperoleh dari cocoa mass yang telah dihilangkan sebagian lemaknya dengan atau tanpa perlakuan alkalisasi. Sedangkan alkalized cocoa powder adalah bubuk kokoa yang diperoleh melalui proses alkali. Kegunaan alkalized cocoa powder juga sama seperti kokoa bubuk biasa, sangat ideal digunakan pada
produk yang dipanggang, pastry, permen, dan produk berbasis kokoa lainnya seperti untuk minman susu cokelat, es krim, flavor cokelat, biskuit, sirup, dan produk tembakau (Anonime. 2008). Cokelat butir merupakan produk yang dibuat dari kokoa bubuk dan bahan-bahan lainnya seperti susu, gula, dan lemak. Perbedaan antara natural cocoa dan alkalized cocoa powder dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbedaan antara natural alkalized cocoa powder dan alkalized cocoa powder Parameter Kemampakan
Flavor
pH
Efek ketika pemanggangan
Kelarutan
Natural cocoa powder
Alkalized cocoa powder
Light brown, sometimes Deep brown or red. with a yellow cast. Flavor coklat intensif. Sepat dan pahit, dengan Tidak begitu pahit, rasa khas buah. menghasilkan campuran yang lebih baik 6.0 untuk coklat bubuk alkali sedang dan hingga Sekitar 5.5 8.0 untuk coklat bubuk yang sangat alkali Menyerap kelembaban Rasa coklat yang lebih air, kadar asam yang intensif, tidak begitu tinggi dapat berdampak pahit, menghasilkan pada daya kembang campuran yang lebih cakes, muffins, dll. baik. Tambahkan cairan pada formula. Mengatur Atur formula dengan kembali daya kembang mengurai jumlah baking dengan meningkatkan soda atau dengan jumlah baking soda atau menambah jumlah dengan mengurangi ingredient yang bersifat jumlah bahan yang asam. bersifat asam
(Anonimf, 2005)
Alkalized cocoa powder merupakan kokoa bubuk yang memenuhi aspek psikologis terbaik. Menurut Matz dan Matz (1978), karakteristik yang dimiliki oleh alkalized cocoa powder, yaitu warna yang lebih gelap dan lebih menarik (coklat kemerahan), flavor yang lebih kuat, dan rasa yang lebih enak (tidak begitu asam) membuat flavor campurannya dengan dengan bahan lain menjadi lebih baik, kelarutannya tinggi karena beberapa lemak kokoanya tersaponifikasi, karbohidrat sebagian tergelatinisasi,
material selulosa larut. Oleh karena warna dan rasa alkalized cocoa yang dihasilkan pada produk lebih baik maka memungkinkan industri untuk menggunakan lebih sedikit flavor dan pewarna tambahan. Produk cocoa termasuk alkalized cocoa powder juga mengandung berbagai jenis senyawa kimia yang berkorelasi dengan kimiawi tubuh (body chemistry) yang dapat mempengaruhi kinerja otak yang berkaitan dengan psikologi serta dapat digunakan untuk kepentingan medis. Senyawa tersebut diantaranya adalah theobromine, phenylathylamine (PEA), tryptophan, adenamin, dan kafein. Selain itu, alkalized cocoa powder juga mengandung komponen gizi mineral terutama Mg yang cukup tinggi yaitu 476 mg/100 gr, dimana AKG Mg ditetapkan sebesar 270 mg. Kolin yang terkandung di dalam alkalized cocoa powder sebesar 11.4 mg (Silver, 2007). 7. Lesitin Lesitin (phosphatidyl choline) adalah suatu fosfolipid yang merupakan komponen utama fraksi fosfatida yang dapat diisolasi dari bahan hewani seperti pada kuning telur dan hati maupun nabati seperti pada kacang kedelai dan kacang tanah. Sekarang ini, lesitin yang banyak digunakan adalah lesitin yang berasal dari kedelai. Hal ini disebabkan karena lebih murah selain itu kandungan lesitin dalam kedelai cukup tinggi, yaitu 20–22% (Astawan, 2007). Kuning telur juga merupakan sumber lesitin yang baik. Tepung kuning telur memiliki kandungan lesitin sebanyak 4.18 gr/100 gr tepung kuning telur (John, 2005). Kandungan lesitin pada kedelai dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi lesitin kedelai Komposisi
Kandungan (%)
Minyak kacang kedelai
35
Phospatidylcholine
18
Caphalin (phospatidyl etanolamine)
15
Inositol phospatides
11
Phospholipids lainnya dan polar lipid
9
Karbohidrat (sterol, glukosida)
12
(Manley, 2001)
Lesitin banyak digunakan pada produk pangan dan aplikasi industri karena lesitin terutama dari kedelai bersifat multifungsional, fleksibel dan serbaguna. Untuk industri pangan, khususnya cookies, lesitin sering digunakan pada produk pangan sebagai emulsifier atau surfaktan. Daya emulsinya meningkatkan kualitas creaming sehingga distribusi lemak menjadi lebih merata dan menghasilkan produk yang lembut bahkan ketika hanya menggunakan sedikit lemak. Lesitin merupakan emulsifier yang efektif untuk memperoleh ukuran remah yang baik dan struktur crumb yang konsisten. Lesitin banyak digunakan pada produk rendah lemak atau bebas lemak. Biasanya produk seperti ini akan sangat lengket karena tanpa lemak. Dengan adanya lesitin akan memberi efek lubrikasi pada adonan dan mengurangi kerapuhan produk (Seabolt, K. R. A., 1946). Selain itu, dalam adonan biskuit dan cookies, lesitin dapat memodifikasi konsistensi dan membantu dari segi proses karena mengurangi kelengketan. Lesitin juga banyak digunakan pada industri pangan berbasis cokelat. Hal ini dikarenakan dengan penambahan lesitin, produk berbasis cokelat tersebut akan mudah ditangani dan pelepasan air yang terperangkap lebih cepat. Selama ini, pemanfaatan lesitin oleh industri pangan hanya sebatas sebagai bahan pemgemulsi. Lesitin mengandung komponen nutrisi yang baik bagi tubuh, seperti vitamin B, asam fosfat, kolin, asam linoleat, dan inositol. Salah satu komponen nutrisi penting adalah kolin. Kolin adalah senyawa prekusor tubuh pembentukan acethylcholine, yaitu zat untuk kepentingan neurotransmiter pada otak untuk fungsi memori. Menurut
Astawan (2007), fungsi asetilcholine lainnya adalah membantu tidur lebih nyenyak karena dapat menghambat stimulus dari luar. Penghambatan stimulus tersebut juga dapat membantu seseorang berkonsentrasi atau berpikir dalam memecahkan masalah. US Food and Nutrition Board (FNB) merekomendasikan Adequate Intake untuk konsumsi kolin yang ideal seperti tercantum dalam Tabel 7. Higdon (2003) menyatakan bahwa konsumsi kolin berlebih memiliki toksisitas tertentu. Konsumsi kolin dengan dosis tinggi (10-16 gr/hari) dapat menimbulkan gejala-gejala, seperti aroma tubuh menjadi amis, muntah-muntah, berliur, dan berkeringat dalam jumlah banyak. Aroma amis dapat terjadi akibat produksi berlebih salah satu metabolit kolin, yaitu trimetilamin. Konsumsi kolin sekitar 7.5 gr/hari dapat menyebabkan hipotensi, pening kepala, dan pingsan. Sedangkan konsumsi sedang (3 gr/hari) dapat menghambat berbagai fungsi hati, menimbulkan gatal-gatal, dan telinga berdesing (Higdon, 2003). Tabel 7. Kebutuhan kolin harian Kategori
Usia
Adequate Intake
0-6 bulan
125 mg/hari, 18mg/kg
6-12 bulan
150 mg/hari
1-3 tahun
200 mg/hari
4-8 tahun
250 mg/hari
9-13 tahun
375 mg/hari
Ibu Hamil
Semua umur
450 mg/hari
Menyusui
Semua umur
550 mg/hari
Bayi
Anak-anak Anak-anak
(Anonimg, 2008)
8. Bahan Pengembang Bahan pengembang adalah bahan tambahan pangan yang terdiri dari garam-garam anorganik. Bahan pengembang digunakan dalam pembuatan roti dan kue supaya adonan menggelembung sehingga menambah volume adonan. Bahan pengembang akan membentuk gas pengaerasi seperti CO2
yang akan terperangkap di dalam gluten sehingga menjadi mengembang karena gas yang dihasilkan semakin banyak. Pengaerasi adalah zat-zat bersifat gas yang ada dalam adonan sehingga membuat adonan menjadi ringan dan porus. Ada tiga jenis pengaerasi yaitu udara, uap air, dan karbon dioksida (Kaplan, 1971). Salah satu bahan kimia pengaerasi dikenal dengan sebutan baking powder atau tepung biang (Anonimb. 1981). Menurut
definisi
yang
diberikan
USDA
(United
Stages
Deparyement of Agriculture), baking powder adalah bahan pengaerasi yang dibuat dari campuran zat pereaksi asam dengan sodium bikarbonat (soda) dengan atau tanpa penambahan pati (pengisi). Senyawa asamnya adalah garam asam dari asam tartarat, fosfat, senyawa aluminium, atau gabungan ketiganya. Menurut Peckham (1969), kecepatan reaksi baking powder dalam menghasilkan gas karbon dioksida tergantung pada kelarutan senyawa asam dalam air. Bahan pengembang yang sering digunakan adalah soda kue atau natrium bikarbonat (NaHCO3) dan amonium bikarbonat atau campuran keduanya.Menurut Winarno (1992), soda kue memiliki aktivitas yang lambat dalam melepaskan CO2 sehingga setelah adonan terbentuk akan menghasilkan retak-retak pada tepi produk. Bahan pengaerasi yang baik untuk produk-produk kue kering atau cookies adalah ammonium bikarbonat (Matz dan Matz, 1978). 9. Flavor Flavor adalah bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma tertentu pada bahan makanan agar semakin menarik untuk dikonsumsi. Menurut Sudarmadji et al. (1990), flavor merupakan senyawa sintetik yang menimbulkan aroma dan citarasa yang hampir menyerupai aslinya. Selain itu, flavor juga berfungsi memperkuat flavor yang sudah ada. Sesuai peraturan tentang bahan tambahan makanan, flavor yang ditambahkan adalah sekitar 0.2 - 0.3%.
10. Garam Garam adalah bahan yang biasanya diperlukan dalam jumlah sedikit untuk menguatkan flavor pada produk pangan. Garam yang diperlukan tergantung pada beberapa faktor terutama pada jenis terigu yang digunakan. Terigu protein rendah lebih banyak memerlukan garam sebab garam akan berpengaruh memperkuat protein gluten. Selain itu, menurut Kaplan (1971), garam dapat memperkuat struktur (body) adonan jika sedikit ditambahkan pada putih telur selama pengocokan krim. 11. Air Air merupakan bahan yang dapat mempengaruhi sifat adonan. Menurut Desrosier (1988), air dapat membantu pembentukan gluten dalam adonan, dimana bila terigu dicampur dengan air maka akan membentuk suatu substansi yang elastis yaitu gluten. Penggunaan air yang terlalu banyak akan menghasilkan produk dengan permukaan yang lebih keras. Umumnya, air yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah air sedang untuk menghasilkan adonan yang renyah (Winarno, 1986). Air sedang mengandung garam-garam mineral yang berfungsi sebagai pelarut gluten dan akan mempengaruhi kelengketan adonan.
C. PEMBUATAN COOKIES Proses pembuatan cookies terdiri dari tiga tahap, yaitu pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali dengan proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley (2000), metode dasar pencampuran adonan dapat dibedakan menjadi metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Tahap pertama adalah pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan perisa. Tahap selanjutnya adalah penambahan susu dan bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan tepung terigu dilakukan pada bagian paling akhir. Menurut Matz dan Matz
(1978), metode ini baik untuk cookies karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan. Sedangkan metode all in, seluruh bahan baku dicampurkan bersamaan dan diaduk sampai membentuk adonan. Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah diolesi dengan lemak lalu dipanggang dalam oven. Pengolesan lemak berfungsi untuk mencegah lengketnya cookies pada loyang setelah dipanggang. Adonan dipanggang dengan suhu ±176.7ºC (350ºF) selama ±10 menit. Pembuatan cookies disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 2. Bahan-bahan cookies
Penimbangan Pencampuran (secara bertahap*) Pemanggangan Pengadonan Pengistirahatan Pencetakan Pendinginan Pengemasan Cookies dalam kemasan
*Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
: gula, shortening nabati, mentega : bubuk susu, natrium bikarbonat, perisa : premix vitamin dan mineral : tepung terigu
Gambar 2. Diagram alir pembuatan cookies
Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air cookies. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, maka proses pemanggangan dapat dilakukan pada suhu yang lebih tinggi (177-204ºC). Setelah dipanggang, cookies harus segera didinginkan untuk mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Produk cookies yang difortifikasi secara khusus melibatkan penambahan premix mineral dan premix vitamin serta serat pangan (fiber).
D. MUTU COOKIES Menurut Juran (1989), mutu adalah fitness for use (cocok atau layak untuk digunakan). Hal tersebut berarti suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), mutu dapat disimpulkan sebagai kesesuaian serangkaian karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan produsen berdasarkan syarat, kebutuhan, dan keinginan konsumen. Oleh karena itu, mutu sangat identik dengan karakteristik/atribut yang dimiliki oleh produk tersebut. Gatchallan (1989) dalam Hubeis (1994) berpendapat bahwa mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Beberapa karakteristik yang menentukan mutu cookies adalah karakteristik fungsional, psikologi, dan umur simpan. 1. Karakteristik Fungsional Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), karakteristik fungsional produk pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu; (1) sifat fisika (morfologi, reologi, sifat termal, dan sifat spektral), (2) sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, dan bahan kimia pengolahan), dan (3) sifat mikrobiologi (mikroba alami, kontaminan, patogen, dan pembusuk). Penelitian ini difokuskan pada komposisi kimia sehingga mencakup kandungan gizi cookies. Syarat mutu gizi cookies mengacu pada SNI 01-2973-1992. Menurut Manley (2001),
cookies dikenal sebagai sumber energi, dimana kontribusi terbesar dari kadar karbohidrat dan lemak. 2. Karakteristik Psikologi Karakteristik psikologi yang mendasar pada produk-produk pangan adalah sifat organoleptik (visual, aroma, rasa, dan tekstur). Menurut Brown (2000), konsumen mengenal cookies sebagai produk yang renyah dan cenderung manis. Ada dua pendekatan utama untuk menguji mutu organoleptik konsumen terhadap suatu produk pangan, yaitu pengukuran preferensi dan pengukuran penerimaan/konsumen (Lawless dan Heymann, 1999). Tingkat kesukaan dan preferensi konsumen akan tetap baik, jika produk cookies yang dimodifikasi tidak mengalami perubahan mutu organoleptik ke arah yang tidak disukai. 3. Karakteristik Umur Simpan Sesuai namanya, karakteristik umur simpan merupakan masa dimana produk pangan masih dapat memenuhi kepuasan konsumen. Menurut Floros (1993), umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam suatu kondisi penyimpanan tertentu, untuk sampai pada suatu level atau tingkat degradasi mutu tertentu. National Food Association mendefinisikan umur simpan dengan pemahaman bahwa suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk tersebut secara umum masih dapat diterima untuk tujuan seperti diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi produk. Menurut Brown (2000), cookies merupakan produk pangan yang memiliki umur simpan relatif lama.
E. KECUKUPAN GIZI PANGAN Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), hampir semua bahan makanan yang dikonsumsi mengalami tahap pengolahan, baik pengolahan minimal (pengupasan, pengecilan ukuran, pemotongan) maupun pengolahan
lanjutan seperti pemasakan hingga matang. Pada umumnya bahan pangan yang telah melalui proses pengolahan akan mengalami penurunan nilai gizi. Oleh karena itu, pengetahuan terhadap kestabilan zat gizi selama pengolahan penting adanya untuk penentuan pengolahan yang sesuai sehingga meminimalkan tingkat kerusakan atau hilangnya zat gizi tersebut. Potensi kehilangan zat gizi ini dapat diatasi dengan melakukan penambahan zat gizi dari luar sebelum melalui tahap pengolahan. Jumlah yang ditambahkan diperhitungkan berdasar perkiraan tingkat kerusakan akibat proses dan jumlah yang diinginkan pada produk akhirnya. Tingkat kestabilan komponen gizi terhadap panas dan tingkat kehilangan pada produk biskuit akibat pemanggangan dapat dilihat pada Lampiran 2. Kebutuhan gizi yang ditetapkan oleh RDA merupakan jumlah zat-zat gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang sehat dalam suatu populasi. RDA didefinisikan sebagai tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dikeluarkan atau ditentukan oleh Commitee on Dietary Allowances of the Food and Nutrition Board berdasarkan pertimbangan dan perhitungan secara ilmiah, untuk memenuhi zat-zat gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang sehat. RDA digunakan sebagai pedoman kecukupan zat-zat gizi yang dianjurkan, baik dalam perencanaan diet, suplai makanan, keperluan pelabelan, dan untuk evaluasi kecukupan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi (Andarwulan dan Koswara, 1992). Di Indonesia digunakan AKG yang merupakan standar kecukupan gizi yang di keluarkan dan dianjurkan oleh Departemen Kesehatan Indonesia bagi masyarakat Indonesia. AKG revisi terbaru tahun 2007 terdapat dalam Keputusan Kepala Badan POM Nomor. HK. 00.05.52.6291 mengenai acuan label gizi yang dipakai untuk kelompok konsumen dapat dilihat pada Lampiran 3. Kebutuhan akan zat-zat gizi bervariasi tergantung individu untuk kelangsungan hidup manusia. Standar-standar kebutuhan gizi yang ada sekarang dibuat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dan karena keterbatasan data tentang kebutuhan zat-zat gizi untuk manusia, tidak heran jika terdapat perbedaan antara kebutuhan zat gizi yang dianjurkan oleh suatu komisi atau badan di suatu negara dengan negara lainnya.
F. KLAIM TERHADAP PRODUK PANGAN Klaim untuk produk pangan yang beredar di Indonesia mengacu pada pedoman umum pelabelan produk pangan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2004, khususnya pada Bab XII. Sedangkan, untuk pencantuman klaim di tingkat perdagangan internasional mengacu pada Guidelines For Use Of Nutrition Claims CAC/GL 23-1997 yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Menurut BPOM, klaim pada label adalah pernyataan, saran atau logo yang menyatakan atau menyarankan bahwa produk mengandung zat gizi dan manfaat tertentu terhadap kesehatan. Sedangkan menurut Codex Alimentarius Commission, klaim adalah pernyataan yang menegaskan, menyarankan atau mengindikasikan bahwa pangan tersebut memiliki beberapa karakteristik terkait asal, kandungan gizi, kealamian, produksi, proses, komposisi atau segala sesuatu yang terkait kualitas produk. Dalam pedoman umum pelabelan produk pangan yang dikeluarkan BPOM, klaim pada label produk pangan terbagi atas klaim nutrisi, klaim kesehatan, dan klaim halal. Aturan klaim nutrisi yang dikeluarkan oleh BPOM dapat dilihat pada Lampiran 4. 1. Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan memiliki ciri khas nutrisi tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan kandungan protein, lemak dan karbohidrat, begitu juga dengan kandungan vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri dari: a. Klaim kandungan zat gizi. Klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan. Contoh: sumber kalsium dan atau tinggi serat dan rendah lemak. b. Klaim perbandingan zat gizi. Klaim yang membandingkan tingkat keberadaan zat gizi dan atau besarnya energi dari dua atau lebih produk pangan. Contoh: dikurangi, kurang dari, lebih sedikit. 2. Klaim
kesehatan,
artinya
segala
perwakilan
yang
menyatakan,
menyarankan, atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk
pangan atau kandungan produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim ini terdiri dari: a. Klaim fungsi zat gizi. Klaim nutrisi yang menggambarkan peran fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi normal tubuh. Contoh: zat gizi X (disebutkan fungsi fisiologis zat gizi X untuk tubuh dalam rangka mempertahankan kesehatan dan membantu pertumbuhan dan perkembangan normal). Produk pangan X adalah sumber atau tinggi akan nutrisi A). b. Klaim fungsi lainnya. Klaim ini fokus kepada efek spesifik yang menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal tubuh atau aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan dengan kontribusi positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu fungsi tubuh atau untuk menambah atau mempertahankan kesehatan. Contoh: substansi A (disebutkan efek dari substansi A dalam rangka meningkatkan atau memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas biologis terkait dengan kesehatan). Pangan Y mengandung X gram substansi A. c. Klaim pengurangan resiko terhadap suatu penyakit yakni klaim yang berhubungan dengan konsumsi suatu makanan atau unsur dari makanan, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi, untuk mengurangi resiko dari suatu penyakit untuk berkembang atau kondisi yang berhubungan dengan kondisi kesehatan. Contoh: konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang rendah akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D. Makanan X rendah akan nutrisi atau substansi A. Atau konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang kaya akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D. Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi A. 3. Klaim halal merupakan klaim yang memberi jaminan bahwa pangan yang dihasilkan adalah halal bagi kaum tertentu (muslim, kosher, vegetarian). Namun klaim halal di Indonesia ditujukan untuk memberi jaminan
kehalalan pangan bagi kaum muslim. Klaim ini diperbolehkan setelah produk dinyatakan halal oleh lembaga akreditasi dan mendapat persetujuan Majelis Ulama Indonesia. Pangan Halal menurut PP 69 pasal 5 adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam. Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) juga membagi klaim pelabelan makanan dan minuman atas empat ketegori. Klaimklaim tersebut juga banyak yang diaplikasikan oleh industri pangan di Indonesia. Pembagian klaim tersebut diantaranya adalah; 1. Klaim tipe jaminan pada pangan. Klaim mengarah pada sistem yang spesifik atau proses yang telah diterapkan untuk menyediakan jaminan untuk kategori konsumen khusus. Klaim dapat didukung dengan data, dokumentasi, sertifikasi, dan sertifikat performen dari pihak berwenang. Contoh: klaim halal, kosher, dan vegetarian (Martin, 2006). 2. Klaim terkait proses/ persiapan/ produksi. Klaim menunjuk pada proses spesifik atau tahap persiapan atau proses produksi atau sistem yang berkaitan dengan produk akhir. Klaim proses yang meliputi tahap penyediaan makanan harus benar dan akurat. Klaim harus didukung dokumentasi proses, dan level/substansi dari klaim Contoh: untuk klaim produksi: organik, biodynamic ; klaim tahap persiapan: baked-not-fried, flame-grilled, chilled; klaim proses: chilled, frozen, concentrated, sweetened (Martin, 2006). 3. Klaim asal bahan. Klaim pernyataan menyiratkan hubungan tertentu secara geografis, region, negara, kota, entity atau klaim umum. Aplikasinya tidak hanya klaim dengan pernyataan ‘produk dari…’atau ‘terbuat dari…’, namun sama dengan klaim untuk produk yang mengaku asli dari wilayah geografis tertentu, seperti ‘locally grown produce’ (bahan baku lokal) atau lebih spesifik dengan menyebutkan lokasinya ‘King Island-born and breed’ (Martin, 2006).
4. Klaim mengenai standar/jenis/pilihan. Klaim mengarah pada hubungan dengan standar tertentu, metode atau pemilihan produk yang menyiratkan hubungan antara standar tertentu dengan jenis atau pemilihan produk. Contoh: Pure, segar (Fresh), tanpa di proses (Natural), rendah (Trim/Lean), alami (Original), asli (Genuine), benar (True), nyata (Real). Klaim ini biasanya ditujukan untuk menyampaikan pesan positif untuk mendukung pola makan yang sehat dan menjual makanan yang menyehatkan. Klaim juga memberikan deskripsi singkat yang dapat membantu konsumen membuat pilihan yang lebih baik dan lebih sehat (Martin, 2006). Klaim lainnya di luar kategori tersebut digolongkan dalam Puffery
claim. Klaim atau pernyataan yang bersifat subyektif biasanya merupakan bagian dari presentasi penjualan atau iklan yang memberikan sebuah pujian dengan pendapat subyektif, superlatif, atau pendapat yang berlebihan (exaggeration), terkadang tanpa fakta (Martin, 2006 dan Pradopo, 2007). Penggunaan puffery
claim yang sudah sangat umum.
Contoh: BMW menggunakan tagline “The
Ultimate Driving Machine“, rokok Kretek Dji Sam Soe menggunakan “kenikmatan Sempurna”, Soft Care dengan “super dengan kata the
Maxi”,
dan BNI Taplus dengan “Hidup selalu bisa lebih mudah” atau
best, finest, greatest dan lain-lain (Pradopo, 2007). Puffery claim ini sama
sepeti wordmark dari sebuah produk. Dan yang sering digunakan pada produk pangan ada
lima
kategori yang tergolong dalam puffery yaitu hasil pertanian (Farmhouse), ciri khas dalam negeri (Country Style), resep nenek moyang (Grandma’s Recipe), terbaik di dunia (World’s Best) dan semacamnya.
G. KONSUMEN Menurut Nugroho (2002), penggunaan kata konsumen secara lebih umum menyatakan kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kegiatan dan penggunaan produk. Istilah pelanggan digunakan untuk menggambarkan seseorang yang secara teratur membeli atau menggunakan produk dari toko atau perusahaan tertentu. Pengertian pelanggan digunakan pada perusahaan
tertentu sedangkan konsumen akan mencakup produk secara umum. Nuradi et al. (1996) menyebut konsumen sebagai pembeli produk, merek ataupun jasa. Konsumen merupakan faktor utama dalam pemasaran suatu produk. Panuju (2000) menegaskan bahwa inti persoalan pemasaran adalah bagaimana konsumen memberikan jawaban terhadap rangsangan pemasaran. Prilaku membeli konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi. Menurut Panuju (2000), prilaku individu, polapola, dan intensitasnya sangat dipengaruhi oleh konsep diri, bawaan (genetis), dan lingkungan. Konsep diri terbentuk berdasarkan karakter manusia di lingkungannya. Menurut Sutisna (2001), persepsi seorang konsumen atas berbagai stimulus yang diterimanya dipengaruhi oleh karakteristik yang dimilikinya. Respon konsumen terhadap terpaan produk yang ditawarkan dipengaruhi oleh karakteristik individu masing-masing konsumen. Nugroho (2002) menyatakan bahwa karakteristik konsumen yang perlu diperhatikan meliputi: umur, pendidikan, dan karakteristik psikologis. Termasuk dalam karakteristik psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas, mental, dogmatis, orientasi, dan kemudahan menerima inovasi. Sutisna (2001) menyatakan bahwa orang-orang yang mengadopsi inovasi pada tahap awal cenderung lebih berpendidikan, mempunyai status sosial yang lebih tinggi dan mau menggunakan dana yang lebih banyak daripada pengadopsi lamban. Selanjutnya ditegaskannya pula bahwa status ekonomi mempunyai hubungan positif dengan tingkat kecepatan mengadopsi inovasi. Panuju (2000) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan sangat mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap informasi-informasi yang diperoleh. Danudiredja (1998) menyatakan bahwa media masa berperan memberikan informasi untuk memperluas cakrawala, memusatkan perhatian, menumbuhkan aspirasi dan sebagainya, tetapi bergantung pada keterdenahan khalayaknya pada media massa. Danudiredja (1998) melaporkan bahwa seseorang lebih inovatif karena memiliki keingintahuan yang besar terhadap media massa. Jahi (1988) menegaskan bahwa keingintahuan pada media massa akan memberikan kontribusi terhadap perbedaan prilaku.
Proses komunikasi secara primer adalah penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media (Engel et al., 1994). Lambang yang digunakan sebagai media dalam proses komunikasi adalah bahasa, gambar, warna, dan lain-lain yang secara langsung mampu menterjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikannya. Menurut Engel et al. (1994), komunikasi adalah proses merubah prilaku orang lain. Tujuan dari suatu proses komunikasi adalah terjadinya perubahan prilaku penerima pesan sesuai dengan keinginan pengirim pesan. Pada komunikasi pemasaran, tujuan komunikasi adalah agar pesan dari produsen berupa penawaran barang atau jasa ditanggapi oleh konsumen dengan tindakan membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Teknik komunikasi yang biasa digunakan dalam komunikasi pemasaran adalah teknik komunikasi persuasi. Menurut Engel et al. (1994), komunikasi persuasi merupakan teknik mempengaruhi manusia dengan memanfaatkan data dan fakta psikologis maupun sosiologis serta kebudayaan dari komunikan yang hendak dipengaruhi. Engel et al. (1994) menyatakan bahwa pada komunikasi
persuasi,
komunikan
akan
selalu
mengevaluasi
dan
memperhitungkan manfaat penerimaan atau penolakan suatu ide yang ditawarkan. Oleh karena itu dalam komunikasi pemasaran, komunikator harus mampu menyakinkan konsumen bahwa produk yang ditawarkan itu menguntungkan dan bermanfaat bagi konsumen. 1. Atribut dan Sifat Konsumen Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian (Tjiptono, 1997). Hal yang sama dikemukakan oleh Engel et al. (1994) bahwa atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan, penilaian terhadap atribut produk dapat menggambarkan sikap konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan prilaku konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk tertentu.
Menurut Kotler dan Amstrong (1995), sikap didefinisikan sebagai evaluasi perasaan dan kecendrungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap juga akan menempatkan seseorang dalam suatu pikiran rasa menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak mendekati atau menjauhi hal tersebut. Menurut Engel et al. (1994), sikap adalah suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan seseorang memberikan respon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap suatu objek atau alternatif yang diberikan. Lebih jauh lagi sikap dikonseptualisasikan sebagai perasaan positif dan negatif terhadap merek dan dipandang sebagai hasil penilaian merek dan atribut evaluatif yang penting. Ditambahkan oleh Bovee dan Thill (1992), sikap relevan terhadap prilaku pembelian dimana sikap terbentuk sebagai hasil pengamatan langsung individu dengan produk, berdasarkan informasi yang diberikan oleh pihak ataupun pengetahuan yang diperoleh dari media masa. Prilaku mengacu pada pembelian konsumen dan pola penggunaan untuk produk atau jasa yang dimiliki. Kebutuhan informasi biasanya berfokus pada apa yang dibeli, dimana dan kapan pembelian dilakukan, situasi dan kondisi yang melingkupi pembelian serta karakteristik pembeli (Sciffman dan Kanuk, 1994). Penataan skala sikap (attitude scalling) merupakan istilah yang biasa digunakan mengacu kepada proses pengukuran sikap. Penataan skala sikap dalam pemasaran cendrung berfokus pada pengukuran keyakinan responsen tentang atribut-atribut produk (komponen kognitif) dan perasaan responden tentang daya tarik atribut-atribut ini (komponen afektif). Kombinasi keyakinan dan perasaan biasanya diasumsikan untuk menentukan niat membeli (komponen prilaku) (Kinnear dan Tylor, 1991). Model sikap multi atribut dapat digunakan untuk mengetahui hubungann pengetauan produk dengan sikap terhadap produk yang berkenan dengan ciri atau atribut prduk (Engel et al., 1994).
2. Persepsi Konsumen Menurut De Vito (1997), persepsi sangat penting bagi studi komunikasi dalam semua bentuk dan fungsinya. Gruenwald (1992) mengatakan bahwa persepsi merupakan kunci dalam pemberian nama merek produk. Keberadaan ini setiap hari kita hadapi misalnya nama ’Mamat’ menimbulkan citra yang berlainan dari ”Dermawan”. Rakhmat (2001) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli). Sutisna (2001) mendefinisikan sensasi sebagai aktivitas merasakan keadaan atau penyebab emosi yang menggembirakan atau menghebohkan. Sutisna (2001) mendefinisikan sensasi sebagai tanggapan yang cepat dari indera penerima seperti mata, telinga, hidung, mulut, dan jari terhadap stimuli dasar seperti cahaya, warna, dan suara. Sedangkan persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Sutisna (2001) mengungkapkan beberapa karakteristik iklan dan stimuli pemasaran yang akan membuat pesan lebih dirasakan konsumen seperti yang diharapkan oleh pamasar. Karakteristik iklan itu dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu elemen inderawi (sensory element) seperti bau, rasa, penglihatan, dan pendengaan. Kelompok kedua yaitu elemen struktural (structural element) seperti ukuran, bentuk dan posisi. Sutisna (2001)
memaparkan
bahwa
faktor-faktor
sensori
mempengaruhi
bagaimana suatu produk dirasakan dan hal itu sangat penting dalam desain produk. Suatu penelitian melakukan pengujian terhadap pengguna kemasan deodoran roll-on dengan warna yang berbeda dengan isi sama. Hasil dari masing-masing responden menunjukan respon yang berbeda. Responden mengatakan bahwa deodoran pada kemasan A cepat kering dan efektif, deodorant pada kemasan B mempnyai bau yang menyengat dan deodoran pada kemasan C membuat iritasi pada kulit dan tidak efektif. Tanggapan
yang
berbeda
atas
penggunaan
kemasan
produk
memungkinkan pemasar mamperhatikan kemasan produk sedemikian rupa agar konsumen mempunyai persepsi yang baik terhadap produk. 3. Preferensi Konsumen Preferensi konsumen dapat berarti kesukaan, pilihan, atau sesuatu hal yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi ini terbentuk dari persepsi terhadap produk (Assael, 1992). Persepsi adalah proses di mana seorang individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan informasi dengan caranya sendiri untuk menciptakan gambaran yang berarti bagi dunia (Kotler dan Amstrong, 1995). Assael (1992) membatasi kata ”persepsi” sebagai perhatian kepada pesan yang mengarah kepada pemahaman dan ingatan. Persepsi yang sudah melekat dalam pikiran akan menjadi preferensi. Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derejat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suharjo, 1989). Psikologi, perasaan, dan sikap terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan tersebut dan akhirnya membentuk prilaku konsumsi terhadap pangan. Preferensi dapat berubah dan dipelajari sejak kecil. Preferensi terhadap pangan bersifat plastis terutama pada orang-orang muda dan akan permanen bila seorang telah memiliki gaya hidup yang kuat. Derajat kesukaan dan ketidaksukaan dapat diperoleh dari pengolahan terhadap makanan tertentu dan dapat berpengaruh kuat terhadap preferensi. Interaksi dengan keluarga dan teman-teman juga akan mempengaruhi preferensi terhadap makanan (Sanjur, 1982). Lyman (1989) menjelaskan bahwa preferensi dapat dipengaruhi oleh waktu dan kondisi pada saat makanan disajikan seperti perasaan lapar dan kesan pada saat terakhir mengkonsumsinya. Dalam memilih makanan tertentu yang disukai, pengalaman seseorang dapat menjadi landasan yang kuat. Beberapa faktor lainnya yang apat menjadi dasar pemilihan makanan antara lain; enak, menyenangkan, tidak membosankan, berharga murah,
mudah didapatkan dan diolah. Penampakan merupakan hal yang paling banyak mempengaruhu preferensi dan kesukaan konsumen (Sanjur, 1982). Stare dan Williams (1973) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi terhadap makanan yaitu: (1) ketersediaan makanan di suatu tempat, (2) kesukaan makanan oleh anggota keluarga khususnya orang tua, (3) pembelian makanan dan penyediaannya yang mencerminkan hubungan kekeluargaan dan budaya, dan (4) rasa makanan, tekstur, serta harga. Demikian pula ditegaskan oleh Engel et al. (1994), bahwa preferensi konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor kebudayaan meliputi budaya dan kelas sosial. Faktor sosial meliputi kelompok preferensi, keluarga, peranan, dan status. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri. Adapun faktor psikologis meliputi inovasi, persepsi, belajar, kepercayaan, dan sikap.
H. KEMASAN Saat ini, kemasan sudah melampaui fungsi dasarnya sebagai pembungkus dan pelindung. Kemasan sudah menjadi alat yang berfungsi sebagai silent salesman di rak-rak toko dan rumah konsumen, bahkan juga untuk membangun loyalitas konsumen terhadap produk. Kemasan yang menarik dapat membuat orang tertarik sehingga meningkatkan brand awareness. Apalagi kalau produk tersebut sangat berbeda dibandingkan kompetitor. Ini dapat membuat nilai jual produk menjadi lebih tinggi. Mengeluarkan kemasan limited edition, “the law of scarcity” dapat dilakukan selama memungkinkan. Hal ini dapat daya tarik tersendiri bagi konsumen. Menurut Roslyn dan Wiria (2007), semakin terbatas jumlah produk yang ada di pasaran maka akan membuat orang akan semakin tertarik untuk mendapatkannya. Kemasan merupakan bungkus luar yang melindungi produk serta merupakan tempat mencantumkan berbagai informasi mengenai produk di
dalamnya. Menurut Syarief et al. (1989), kemasan memiliki beberapa fungsi dasar, antara lain menjaga produk pangan agar tetap bersih dan terhindar dari kontaminasi, melindungi produk dari kerusakan fisik, memiliki kemudahan dalam membuka atau menutup, memberikan identitas dan informasi yang jelas serta bertanggung jawab terhadap produk yang ada di dalamnya. Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kemasan, beberapa di antaranya: (1) elemen-elemen visual yang terdiri dari: bentuk, gambar, tulisan serta warna, (2) material yang digunakan: kertas, plastik, gelas, kayu atau metal, (3) elemen brand identity: logo, maskot, slogan, dan endorsement, (4) ukuran: berat atau isinya (gr/l), (5) informasi-informasi yang menjelaskan (fungsi label): data perusahaan, cara penyimpanan, cara pemakaian, manfaat produk, tanggal kadaluwarsa, barcode, tanda halal (makanan/minuman), info/peringatan (obat-obatan), serta
authentication seal (untuk menjamin
barang itu baru dan asli). Berdasarkan PP RI No. 69 Tahun 1999 pasal 31, pada label wajib dicantumkan kode produksi, informasi zat gizi, keterangan tentang peruntukan (jika ada), cara penggunaan (jika ada), keterangan lain jika perlu diketahui (termasuk peringatan), dan cara penyimpanan. Pada pasal 32 dinyatakan bahwa pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan (klaim) bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan. Contoh format label informasi gizi yang dapat dicantumkan pada label kemasan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pelabelan informasi nilai gizi pada kemasan (Fardiaz, et al., 2007)
IV. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Good Time cookies dan kemasannya. Good Time cookies terdiri dari Good Time chocochip cookies (C2) dan Good Time chocochip chocolate cookies (C3). Perbedaan kedua jenis cookies tersebut terdapat pada bahan baku penyusun masing masingmasing cookies.. Kedua jenis cookies tersebut dapat dilihat pada Gambar 44. Sedangkan alat-alat alat yang digunakan adalah neraca analitik, pinset, dan mistar. Sedangkan untuk analisis statistika dan menggunakan software Microsoft Office Excel 2003,, SPSS 12, dan Nutrition fact Version 0.9.3.5.
C2
C3
Gambar 4. Good Time C2 dan C3 B. TAHAPAN PENELITIAN Tahapan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis produk Good Time cookies baik C2 maupun C3 dan analisis konsumen. 1. Analisis Produk Good Time Cookies Analisis yang dilakukan meliputi evaluasi dan eksplorasi produk Good Time cookies baik C2 maupun C3. Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan nilai tambah yang dapat ditonjolkan dari produk tersebut dan melihat peluang pengembangan pengembangan produk. Evaluasi dan eksplorasi yang dilakukan meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan produk Good Time cookies.. Aspek tersebut meliputi bahan baku penyusun, proses pengolahan, kemasan, pemasaran, sistem jaminan mutu, dan produk akhir.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode benchmarking, studi literatur, dan menggunakan data sekunder dari perusahaan. Selain itu, analisis produk ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik Good Time cookies menurut konsumen. Oleh karena itu digunakan
metode
survei terhadap
responden.
Survei
penentuan
karakteristik yang menjadi ciri produk Good Time cookies juga menggunakan produk kompetitor sebagai pembandingnya. Survei ini dilakukan pada 60 orang responden dari masyarakat umum dengan kisaran usia 15 hingga 35 tahun. Responden diminta untuk menyebutkan atribut yang sangat melekat pada produk Good Time cookies, dimana atribut tersebut sangat berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk memilih dan membeli produk Good Time cookies. 2. Analisis Konsumen a. Penentuan Pengetahuan Konsumen terhadap Informasi Tentang Produk Terutama Klaim pada Produk Pangan. Penentuan tingkat pengetahuan konsumen ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Survei dilakukan menggunakan 60 orang responden. Responeden merupakan masyarakat umum yang terdiri dari 29 orang responden pria dan 31 orang responden wanita dengan usia bervariasi antara 15-35 tahun. Survei ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap informasi yang terdapat pada kemasan, terutama tentang klaim-klaim pada produk pangan. Selain itu, responden diminta untuk mengurutkan jenis-jenis klaim yang umumnya sudah ada di produk-produk pangan berdasarkan tingkat kepentingannya. Skor yang digunakan 1-7, dimana semakin kecil skor maka semakin penting klaim tersebut bagi konsumen. Klaim tersebut diantaranya adalah klaim nutrisi, klaim kesehatan, klaim halal, klaim proses, klaim standar/jenis/pilihan, klaim jaminan mutu, dan klaim asal bahan. Selanjutnya responden diminta mengurutkan tiga besar klaim tersebut beserta alasannya. Contoh kuisioner tersaji pada Lampiran 5.
b. Penentuan Atribut Utama Cookies. Penentuan atribut utama produk cookies dilakukan dengan menggunakan metode survei konsumen dan wawancara. Survei dilakukan terhadap 100 orang responden dari masyarakat umum dengan kisaran usia antara 15 hingga 35 tahun. Responden diminta untuk mengurutkan lima buah atribut organoleptik cookies secara umum yang ada di pasaran. Uji yang digunakan adalah uji rangking, dimana atribut yang memiliki skor paling kecil merupakan atribut paling utama cookies. Skor yang digunakan adalah skor 1 (paling penting) sampai skor 5 (paling tidak penting). Kelima atribut tersebut adalah warna, aroma, rasa, kerenyahan (tekstur), dan penampakan (visual cookies). Contoh kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 6. wawancara dilakukan untuk mengetahui kriteria yang diinginkan konsumen pada produk cookies dengan taburan cokelat butir. Wawancara dilakukan pada 30 orang dengan range usia 15 hingga 35 tahun. Secara keseluruhan, diagram alir pelaksanaan penelitan dapat dilihat pada Gambar 5. EVALUASI NILAI TAMBAH PRODUK
Analisis Konsumen
Analisis Produk
(survei) Evaluasi Produk Good Time cookies
Tingkat pengetahuan
terhadap klaim Proses pengolahan Bahan baku
Jaminan Mutu
Kemasan
Pemasaran dan
iklan Produk akhir
PREFERENSI KONSUMEN
Gizi Mikro Gizi Makro Karakteristik produk
NILAI TAMBAH PRODUK
Gambar 5. Diagram alir pelaksanaan penelitian
Atribut utama cookies
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. BAHAN BAKU, PROSES, DAN PENGENDALIAN MUTU GOOD TIME COOKIES 1. Bahan Baku Good Time cookies diproduksi oleh PT. Arnott’s Indonesia dalam dua varian yaitu Good Time chocochip cookies (C2) dan Good Time chocochip chocolate cookies (C3). Keduanya memiliki bahan baku penyusun (ingredient) yang berbeda tetapi proses pembuatannya sama. Perbedaan bahan baku ini mempengaruhi ciri khas produk dari aspek organoleptik produk Good Time cookies. Perbedaan bahan baku dari C2 dan C3 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Bahan baku penyusun Good Time Cookies Chocochip cookies (C2)
Chocochip chocolate cookies (C3)
Terigu
Terigu
Telur
Telur
Lemak Nabati
Lemak Nabati
Susu skim
Susu skim
Cokelat butiran
Cokelat butiran
Garam
Garam
Natrium Bikarbonat
Natrium Bikarbonat
Perisa Artifisial
Perisa Artifisial
Gula
Gula
Mentega
-
HFS
-
Pewarna Karamel
-
-
Cokelat Bubuk
-
Lesitin Kedelai
Menurut Brown (2000) dan Fellows (1990), ciri khas cookies tersebut sangat ditentukan oleh bahan baku dan proses pembuatannya.
Produk C2 dicirikan dengan original taste atau bisa disebut sebagai classic taste sedangkan produk C3 memiliki rasa cokelat yang lebih terasa sehingga disebut chocolate cookies. Bahan baku penyusun produk Good Time cookies dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan baku utama dan bahan baku penunjang. Kedua bagian bahan baku tersebut memiliki fungsi yang saling melengkapi. Komposisi gizi bahan baku penyusun Good Time cookies dapat dilihat pada Lampiran 7. a. Bahan Baku Utama Bahan baku utama dalam pembuatan produk Good Time cookies adalah terigu. Peran utama terigu adalah membentuk adonan cookies selama proses pencampuran, memberikan tekstur, kekentalan dan meningkatkan palatibilitas dari cookies yang dihasilkan. Selain itu, terigu juga dapat mengikat gas selama pemanggangan karena adanya komponen protein dalam terigu. Terigu yang digunakan dalam pembuatan produk Good Time cookies tergolong jenis terigu dari gandum lunak (soft wheat). Menurut Matz dan Matz (1978), gandum lunak (soft wheat) menghasilkan terigu yang memiliki sedikit kandungan protein tetapi kandungan pati yang tinggi. Terigu yang digunakan untuk pembuatan Good Time cookies memiliki kandungan protein 8-9%. Menurut SNI 01-3751-1995, terigu dengan kandungan protein 8-9% termasuk dalam terigu dengan protein rendah. Selain itu terigu yang digunakan dalam pembuatan Good Time cookies juga memiliki warna yang tidak terlalu putih kerena tidak mengalami proses pemutihan (unbleached). Menurut Anonimb (1981), terigu yang tidak diputihkan sangat ideal untuk digunakan dalam pembuatan cookies, karena akan menghasilkan kue kering dengan warna yang merata. Selain itu, menurut Anonimh (2004), kandungan serat terigu yang tidak diputihkan lebih tinggi dibandingkan terigu yang diputihkan, karena proses pemutihan justru akan menghilangkan kandungan serat terigu. Spesifikasi mutu terigu yang digunakan sebagai bahan baku produk Good Time cookies sesuai dengan standar
yang ditetapkan dalam SNI mutu terigu 01-3751-1995 dan 01-37512006. Berdasarkan Certificate of Analysis (COA), terigu yang digunakan memiliki kadar abu sebesar 0.52% dan telah sesuai dengan standar kadar abu terigu (SNI) sebesar 0.6%. Namun, menurut Anonimb (1981), terigu yang ideal untuk pembuatan kue kering adalah terigu dengan kadar abu < 0.4%. Terigu untuk pembuatan Good Time cookies baik C2 maupun C3, menggunakan terigu yang telah difortifikasi mineral sehingga menyebabkan kadar abu terigu cukup tinggi. Fortifikan mineral yang ditambahkan adalah zat besi dan seng. b. Bahan Baku Penunjang Bahan baku penunjang yang digunakan dalam proses pembuatan Good Time cookies adalah lemak, susu skim bubuk, gula, cokelat bubuk, telur, garam, butiran cokelat, lesitin kedelai, natrium bikarbonat, flavor, high fructose syrup (HFS), lemak, dan air. Bahan baku penunjang inilah yang menjadi pembeda antara C2 dan C3. 1. Lemak Good Time cookies menggunakan dua jenis lemak, yaitu shortening atau mentega putih dan butter. Good Time cookies C2 dan C3 menggunakan shortening sebagai sumber utama lemak. Shortening yang digunakan untuk pembuatan Good Time cookies berasal dari minyak inti sawit. Selain shortening, pada produk C2 juga ditambahkan sumber lemak lainnya yaitu mentega (butter). Penambahan
mentega
pada
produk
C2
digunakan
untuk
memperkuat aroma dan rasa butter. Hal ini dikarenakan produk C2 memiliki ciri khas butter taste. Mentega memiliki butter flavour yang lebih baik daripada shortening, namun memiliki daya krim yang rendah. Oleh karena itu, shortening digunakan pada C2 dan C3 untuk meningkatkan daya krim pada saat pembuatan adoanan cookies. Lemak juga digunakan untuk meningkatkan keempukan dan memperbesar
volume adonan. Selain itu, lemak juga digunakan untuk membatasi pengembangan gluten dari terigu sehingga tekstur cookies tidak menjadi retak-retak. Selain bepengaruh pada aspek organoleptik, lemak juga memberikan tambahan nilai gizi pada produk pangan, terutama komponen gizi seperti asam lemak dan vitamin yang larut lemak. Mentega merupakan sumber vitamin A, D, E, dan K yang lebih baik daripada shortening. Mentega juga merupakan sumber kolesterol. Kolesterol dibutuhkan oleh tubuh untuk pengaturan fungsi organ tubuh dan merupakan bahan dasar penyusun beberapa hormon seperti estrogen dan androgen. 2. Susu Susu yang digunakan dalam pembuatan Good Time cookies adalah susu bubuk skim. Menurut BSN (1995), susu bubuk skim (skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk dengan atau tanpa penambahan bahan makanan yang diizinkan. Susu bubuk skim berguna sebagai bahan penahan cairan yang baik. Padatan susu berfungsi sebagai penahan, penegar pada protein terigu sehingga meningkatkan volume cookies, terutama jika digunakan terigu jenis protein sedang. Apabila digunakan terigu lunak/terigu protein rendah maka diperlukan jumlah susu yang lebih banyak daripada kebutuhan susu pada adonan dengan terigu protein sedang. Selain itu, warna kerak akan lebih baik karena laktosa dan protein dalam susu bubuk skim membantu menghasilkan kerak dengan warna kekuning-kuningan dan juga mempertinggi mutu pemanggangan (Anonimb, 1981). Oleh karena itu, permukaan luar dari cookies akan menjadi lebih baik dari segi organoleptik. Umumnya, tujuan penambahan susu pada produk digunakan untuk meningkatkan kelezatan dan nilai gizi dari produk pangan. Susu full cream memberian rasa dan aroma susu yang lebih tajam
dibandingkan susu skim. Namun susu skim memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan susu full cream yang akan membantu memperbaiki tekstur protein terigu dan lebih mudah dalam pencampuran. Jika dilihat dari nilai kalori, penggunaan susu skim akan menyumbang energi lebih kecil pada produk akhir dibandingkan dengan susu full cream. Selain itu, harga susu skim juga relatif lebih murah dengan kualitas organoleptik yang hampir sama dengan susu full cream. Oleh karena itu, Good Time cookies menggunakan susu skim dalam komposisinya baik C2 dan C3. Spesifikasi susu skim yang ditetapkan PT. Arnott’s Indonesia sesuai standar yang mutu susu bubuk yang ditetapkan dalam SNI. Bahkan untuk cemaran mikroba, spesifikasi mutu mikrobiologi yang ditetapkan perusahaan lebih ketat dibandingkan dengan SNI. Seperti ALT (angka lempeng total) pada SNI susu bubuk 01-2970-1995 maksimum sebesar 5x105 koloni/g sedangkan spesifikasi perusahaan maksimum sebesar 104 koloni/g, coliform dalam SNI maksimum sebesar 20 APM, sedangkan pada spesifikasi perusahaan cemaran coliform harus negatif. 3. Gula Menurut Matz dan Matz (1978), gula yang ideal digunakan dalam pembuatan kue adalah gula dalam bentuk halus. Hal ini dikarenakan gula pasir kasar akan menyebabkan penyebaran kurang merata, tekstur kurang lembut, dan kurang lezat. Oleh karena itu, produk Good Time cookies baik C2 dan C3 menggunakan
jenis
gula
tepung
(sukrosa).
Selain
untuk
memberikan rasa manis, penggunaan gula halus juga bertujuan untuk menghasilkan tekstur adonan yang halus dan mudah larut dalam proses mixing. Menurut Hyun Soo Lee (1985), gula juga membantu memperbaiki warna kerak. Warna kerak tersebut terjadi akibat reaksi antara gugus hidroksil gula peredukasi dengan gugus amina protein yang menghasilkan warna cokelat yang dikehendaki atau sering disebut sebagai karamelisasi. Pada C2 juga digunakan
high fructose syrup (HFS). Produk C2 memiliki aroma dan rasa butter (creamy) sehingga dibutuhkan rasa manis dan aroma susu yang lebih tinggi serta tekstur yang lebih lembut. HFS adalah gula invert yang memiliki intensitas kemanisan lebih tinggi daripada gula pasir (sukrosa). Oleh karena itu, penambahan
HFS
menggantikan
sejumlah
sukrosa
dapat
memberikan intensitas manis yang tinggi dibandingkan dengan hanya menggunakan sukrosa saja. HFS termasuk dalam kelompok gula pereduksi. Dengan adanya gugus amina dari protein dan panas akan terjadi reaksi maillard yang akan menghasilkan warna coklat keemasan pada cookies. Menurut Matz dan Matz (1978), penggunaan HFS juga dapat meningkatkan total padatan pada cookies. Selain itu, HFS juga dapat memperbaiki sifat adonan karena daya menahan uap air yang cukup tinggi sehingga cookies akan memiliki struktur dan tekstur yang lembut (Hyun Soo Lee, 1985). Selain itu, HFS bersifat cair dan memiliki viskositas yang rendah sehingga akan memudahkan dalam proses pencampuran adonan. Spesifikasi mutu tepung gula yang digunakan dalam pembuatan Good Time cookies lebih ketat dibandingkan standar mutu tepung gula yang diatur dalam SNI tepung gula nomor 013821-1995. Spesifikasi yang lebih ketat tersebut meliputi jumlah gula yang dihitung sebagai sukrosa (%b/b), jumlah gula pereduksi (%b/b), kadar air, kadar abu, dan cermaran tembaga (Cu). Demikian pula dengan HFS yang digunakan, telah sesuai dengan persyaratan mutu sirup fruktosa yang ditetapkan dalam SNI 012985-1992. 4. Telur Telur berpengaruh pada tekstur produk-produk bakery karena memiliki daya emulsi sehingga dapat menjaga kestabilan adonan. Selain itu, telur juga berperan memberi rasa dan warna bagi produk. Dalam pembuatan Good Time cookies digunakan
telur yang sudah ditepungkan (egg powder). Hal ini dikarenakan tepung telur memiliki keunggulan daripada telur dalam bentuk segar. Mutu tepung telur lebih konsisten, cukup stabil dalam proses pengolahan, dan memiliki umur simpan yang relatif lebih panjang. Selain itu, tepung telur lebih mudah dalam penanganannya karena tepung telur dapat disimpan dan ditransportasikan pada suhu ruang. Good Time cookies dibuat dengan menggunakan tepung kuning telur. Kuning telur memiliki kemampuan melembutkan adonan lebih baik daripada putih telur dan telur utuh. Hal ini dikarenakan pada kuning telur lebih banyak mengandung lesitin daripada bagian putih telur. Menurut John (2005) bagian kuning telur memiliki banyak kandungan lesitin yaitu sebesar 4.18% kuning telur segar. Kuning telur juga digunakan untuk memberi aroma, warna, dan meningkatkan nilai gizi hasil bakaran. 5. Lesitin Kedelai Lesitin kedelai banyak diaplikasikan pada produk pangan terutama yang berbasis cokelat karena bersifat multifungsional, fleksibel, dan menjadi mudah ditangani. Good Time cookies C3 merupakan cookies yang memiliki basis cokelat. Oleh karena itu, C3 menggunakan lesitin kedelai dalam bahan baku penyusunnya. Lesitin kedelai ini memiliki fungsi utama sebagai emulsifier. Sebagai emulsifier, lesitin dapat memodifikasi konsistensi adonan, membantu dari segi proses karena selain menstabilkan emulsi, juga mengurangi
kelengketan,
menurunkan
memudahkan
penyebaran
partikel-partikel
viskositas, bahan
dan
sehingga
homogen. Selain itu, lesitin juga dapat mempercepat pelepasan air yang terperangkap pada adonan yang dipanggang. Lesitin kedelai yang digunakan memiliki warna kuning kecoklatan, tidak berasa, dan berbentuk cairan yang agak kental. Lesitin kedelai digunakan dalam jumlah sedikit sehingga tidak mempengaruhi
warna
dan
rasa.
Menurut
Kooy
(1996),
penambahan lesitin yang berlebihan dapat merusak tekstur lemak.
Lesitin dapat meningkatkan fluiditas lemak dalam krim sehingga lemak akan menjadi encer. Selain itu, lesitin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan alami sehingga dapat melindungi lemak dalam krim dari oksidasi (Kooy, 1996). Menurut Manley (2001), dengan menggunakan lesitin sebanyak 2% dari berat lemak akan meningkatkan efek fungsional lemak sehingga dimungkinkan pengurangan lemak hingga 10% dari formula awal namun dengan kualitas makan yang sama. Hal ini tentu saja menguntungkan dari sisi industri maupun bagi konsumen karena dengan jumlah lemak yang berkurang maka biaya bahan baku akan menjadi lebih rendah. Secara tidak langsung, hal ini juga akan menguntungkan konsumen dari aspek kesehatan, karena kandungan lemak cookies menjadi lebih rendah. Selain itu, penambahan sejumlah kecil lesitin pada produk pangan dapat mengurangi rasa berminyak pada produk pangan (Manley, 2001). Salah satu komponen nutrisi dari lesitin yang sangat penting bagi tubuh masnusia adalah kolin. Kolin adalah senyawa prekusor tubuh
untuk
pembentukan
acethylcholine.
Acethylcholine
merupakan zat yang berfungsi sebagai neurotransmiter pada otak. Fungsi lainnya adalah untuk melindungi sel dari oksidasi terutama pelindung lapisan permukaan otak dan untuk fungsi memori. Menurut Astawan (2007), konsumsi kolin hingga 1 gr sehari dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan daya ingat. Kandungan acethylcholine yang rendah dalam otak dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih mudah marah, sensitif, dan sulit berkonsentrasi. 6. Kokoa Bubuk Kokoa bubuk hanya digunakan pada Good Time cookies C3. Ciri khas produk tersebut adalah mempunyai rasa cokelat yang lebih dominan dibandingkan dengan produk C2. Jenis kokoa bubuk yang digunakan adalah kokoa bubuk alkali. Kokoa bubuk alkali
adalah bubuk cokelat yang diperoleh melalui proses alkali (Kooy, 1996). Proses alkali ini bertujuan untuk menetralkan asam dan sepat, seperti yang dikandung pada kokoa bubuk biasa. Kegunaan kokoa bubuk alkali ini sama seperti cokelat bubuk biasa dan sangat ideal digunakan pada produk panggang, pastry, permen, dan produk pangan berbasis cokelat (Anonimi, 2008). Kokoa bubuk, termasuk kokoa bubuk alkali mengandung beberapa komponen gizi, seperti theobromine, phenylathylamine (PEA), tryptophan, adenamin, dan kafein. Kokoa bubuk alkali juga mengandung mineral magnesium (Mg) yang cukup tinggi, yaitu 476 mg/100 gr. Kokoa bubuk alkali memiliki warna lebih gelap dan lebih menarik sehingga pada formula Good Time cookies tidak diperlukan bahan pewarna tambahan yang diizinkan. Selain itu kokoa bubuk alkali memiliki flavor dan rasa cokelat yang lebih enak sehingga penggunaan flavor cokelat tambahan untuk mempertegas flavor cokelat yang digunakan hanya sedikit. Menurut Matz dan Matz (1978), cokelat bubuk alkali memiliki pH pada kisaran 6-8 sehingga tidak terlalu asam dan sepat. Kokoa bubuk alkali ‘red alkalized’ merupakan cokelat bubuk alkali kualitas premium (Daham, 2005). Selain itu spesifikasi yang ditetapkan untuk memilih kokoa bubuk juga sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam SNI cokelat bubuk 01-3747-1995. 7. Bahan-Bahan Lain Bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan Good Time cookies adalah cokelat butir, garam, baking powder, perisa artifisial, dan air. Cokelat butir atau chocochip yang digunakan sebagai topping terbuat dari campuran minyak sawit, emulsifiers, gula halus, susu bubuk full cream, whey powder, cocoa liquor, dan cocoa powder. Garam digunakan sebagai penstabil rasa. Garam yang digunakan dalam pembuatan Good Time cookies adalah garam yang telah difortifikasi dengan yodium. Oleh karena itu, garam
merupakan sumber mineral yodium pada produk Good Time. Menurut Matz dan Matz (1978), jumlah garam dalam adonan cookies juga disesuaikan dengan jenis terigu yang digunakan. Terigu lunak membutuhkan lebih banyak garam untuk memperkuat struktur protein terigu. Selain itu, garam juga dapat menghambat aktivitas protease dan amilase sehingga adonan tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Anonimb, 1981). Baking powder yang digunakan dalam pembuatan Good Time cookies berfungsi sebagai bahan pengembang. Bahan pengembang
yang
digunakan
adalah
natrium
bikarbonat
(NaHCO3). Penambahan natrium bikarbonat akan meningkatkan pH adonan menjadi sekitar 7 - 7.5. Kondisi ini akan mempercepat pengembangan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas cookies setelah pemanggangan, dan membuat cookies menjadi lebih ringan dan renyah. Oleh karena itu, natrium bikarbonat digunakan dalam jumlah sedikit. Hal ini untuk menghidari terjadinya proses pengembangan yang berlebihan. Perisa atau flavour merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang digunakan untuk memberi dan memperkuat rasa dan aroma produk pangan (Sudarmadji et al., 1990). Good Time cookies menggunakan dua jenis perisa, yaitu perisa vanila untuk produk C2 dan cokelat untuk produk C3. Pada produk Good Time cookies, penggunaan perisa digunakan untuk memperkuat rasa dan aroma pada produk tersebut. Penggunaan perisa pada produk Good Time cookies dalam jumlah yang sedikit yaitu hanya 0.01% untuk perisa cokelat dan 0.04% untuk perisa vanila. Perisa cokelat pada produk C3 digunakan dalam jumlah sedikit dan tidak ditambahkan pewarna karena sudah menggunakan cokelat bubuk alkali yang memiliki aroma dan rasa cokelat yang kuat. Pada produk C2 digunakan pewarna karamel digunakan untuk memperkuat warna panggangan. Bahan tambahan pangan yang digunakan telah mengikuti aturan pemakaian sehingga aman bagi konsumen.
Bahan penunjang lain yang digunakan adalah air. Fungsi dasar dari air sebagai pembasah dan sebagai pelarut bahan-bahan lainnya, sehingga adonan menjadi satu ikatan dan memungkinkan terbentuknya yang mempengaruhi tekstur cookies. Disamping itu, air juga sangat berpengaruh terhadap kepekatan adonan. Menurut Desroiser (1988), penggunaan air yang berlebih akan menghasilkan produk yang lebih keras. Air yang digunakan pada pembuatan Good Time cookies berasal dari PDAM yang telah di proses kembali oleh PT. Arnott’s Indonesia sehingga sesuai dengan syarat mutu air untuk industri. Air dalam produk Good Time tidak dicantumkan dalam kemasan karena air digunakan sebagai pembantu proses pembuatan adonan (processing aids) dan akan dikurangi attau dihilangkan selama proses pemanggangan. Menurut Blanchfield (2000), fungsi air seperti ini tidak termasuk dalam bahan baku penyusun produk dan tidak dicantumkan dalam daftar bahan baku pada label kemasan. Berdasarkan hasil evaluasi bahan baku di atas diketahui bahwa bahan baku yang digunakan untuk membuat produk Good Time Cookies adalah bahan-bahan pilihan dengan mutu yang baik. Spesifikasi mutu bahan baku yang ditetapkan dengan ketat untuk mengkasilkan cookies berkualitas baik dari aspek organoleptik maupun keamanannya. 2. Proses Pengolahan Aliran proses pengolahan Good Time cookies di PT. Arnott’s Indonesia
disusun
berdasarkan
rangkaian
seri
dengan
tujuan
mempermudah dan mengefisienkan waktu dan proses pengolahan. Dalam pelaksanaan sistem produksi dan operasi, terutama dalam menghasilkan produk, digunakan proses produksi yang kontinyu. Sistem kontinyu ini menggunakan
peralatan
produksi
disusun
dan
diatur
dengan
memperhatikan urutan kegiatan atau routing dalam menghasilkan produk tersebut, serta arus bahan dalam proses yang telah distandardisasi.
Diagram alir proses pengolahan produk Good Time cookies C2 dan C3 dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. a. Persiapan Bahan Setiap
bahan
dipisahkan
berdasarkan
penampakannya.
Pemisahan dilakukan dalam ruang persiapan, agar tidak terjadi kontaminasi bau, rasa dan yang lainnya antar bahan baku dengan benda lainnya. Beberapa bahan seperti tepung terigu, susu bubuk, cokelat bubuk, dan gula akan melalui tahap pengayakan terlebih dahulu sebelum penimbangan. Setelah masing-masing bahan tersebut ditimbang sesuai formulasinya, bahan tersebut dimasukkan ke dalam plastik dengan warna yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk membedakan jenis-jenis bahan. Bahan-bahan yang siap untuk satu kali produksi akan disatukan ke dalam satu palet dan dikirim ke setiap line produksi dengan menggunakan forklift. b. Pencampuran Bahan 1. Creaming Pencampuran bahan baku Good Time cookies menggunakan metode creamming semi all in. Hal ini disebabkan pada proses pencampuran tidak hanya bahan-bahan pembentuk krim saja yang dicampur. Khusus produk C3, cokelat bubuk juga ditambahkan pada tahap ini untuk memperoleh hasil pencampuran yang optimum. Cokelat bubuk akan tercampur lebih merata dengan adanya emulsifier pada krim dan selanjutnya akan lebih mudah bercampur dengan terigu pada pencampuran berikutnya. Proses creaming dilakukan selama 30 detik dengan kecepatan tinggi, sehingga bahan-bahan tersebut menjadi homogen. 2. Pencampuran I Setelah creaming atau bahan-bahan sebelumnya larut, kemudian kecepatan mixer akan diperlambat (low speed) dan secara bertahap dimasukkan terigu dengan waktu percampuran 4
menit dan natrium bikarbonat dalam 1 menit terakhir. Oleh karena itu, total mixing I selama 5 menit dan didapatkan adonan yang merata. 3. Pencampuran II Tahap terakhir dari pencampuran adalah memasukkan cokelat butir. Kecepatan mixer yang digunakan adalah kecepatan tinggi dan waktu yang dibutuhkan adalah selama 30 detik lalu mixer dimatikan. Kecepatan tinggi dan waktu yang singkat diperlukan untuk meratakan penyebaran chocochip dan dapat tetap mempertahankan
chocochip
dalam
keadaan
utuh.
Waktu
pencampuran yang terlalu lama akan membuat suhu adonan meningkat sehingga chocochip mudah lumer. Keutuhan chocochip pada cookies jadi merupakan salah satu paremeter mutu yang penting pada produk Good Time cookies c. Pembentukan Adonan 1. Pembentukan Lembaran (Sheeting) Adonan yang telah tercampur rata kemudian dipindahkan ke konveyor dengan alat bantu berupa sekop. Di atas konveyor, adonan akan melewati pembatas pada sisi atas, sehingga adonan menjadi lebih tipis kemudian adonan ini akan masuk ke dalam penampungan untuk siap untuk pencetakan. 2. Pencetakan Adonan Adonan yang telah ditipiskan turun ke dalam penampungan dengan dibantu menggunakan roll. Adonan akan diteruskan menuju lubang pencetak dengan adanya dorongan dan pengaturan berat standar. Alat pencetak terdiri atas tabung dan lubang sebanyak 18 lubang dengan diameter kurang lebih 2 cm. 3. Pemotongan Adonan Adonan yang telah masuk dalam pipa pencetak akan diteruskan ke bagian mulut bawah pipa. Proses selanjutnya, adonan
yang terdorong keluar akan dipotong menggunakan kawat tipis (wire cutter) hingga membentuk koin tebal (bulatan cookies) yang kemudian jatuh ke atas konveyor untuk mengalami tahap berikutnya. d. Pemanggangan Pemanggangan dilakukan dengan menggunakan indirect oven yang mempunyai lima zona dengan total waktu pemanggangan selama 8 menit. Indirect oven tidak menggunakan api langsung sebagai sumber panas pada oven. Sumber panas menggunakan udara kering yang berasal dari pipa-pipa panas berisi air yang dipanaskan dengan bahan bakar gas elpiji. Pembagian zona ini memiliki tujuan berbeda yaitu, zona 1 dan 2 bertujuan untuk penngembangan adonan cookies. Suhu di zona ini 175ºC dan 185ºC. Zona 3 memilik suhu 195ºC bertujuan untuk pematangan cookies. Zona 4 dan 5 bertujuan untuk pewarnaan dengan suhu 190ºC dan 175ºC. e. Pendinginan 1. Pendinginan I Setelah pemanggangan, tahap selanjutnya akan dilakukan pendinginan. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan kipas angin dan exhaust fan dengan suhu 20-27ºC selama 12-16 menit. Pendinginan ini bertujuan untuk menurunkan suhu cookies sehingga tekstur cookies akan menjadi renyah dan mempunyai kadar air yang memenuhi standar. Bersamaan dengan proses ini dilakukan pengecekan dari segi dimensi, kadar air, dan warna dari cookies oleh operator bagian produksi sebelum dilakukan pengemasan. 2. Pendinginan II Setelah melalui exhaust fan, cookies akan melewati tunnel pendingin bersuhu 10-15ºC selama 4-5 menit. Hal ini bertujuan untuk mendinginkan chocochip yang ada dalam cookies.
Pendinginan ini untuk memperkuat dan mempertegar tekstur chocochip sehingga tidak mudah lumer. f. Pengemasan 1. Pengemasan I Proses yang dilakukan untuk menyusun cookies ke dalam tray dan kemudian di kemas dengan plastik Oriented Poly Propylene (OPP). Cookies diletakkan dalam sebuah tray yang terbagi atas 3 bagian yang dipisahkan oleh 2 sekat. Dimana untuk produk 42 gr masing-masing bagian berisi 2 buah cookies sehingga total cookies dalam 1 kemasan adalah 6 buah. Dan untuk produk 84 gr masing-masing bagian berisi 4 cookies sehingga total dalam 1 tray berisi 12 cookies. Proses pengisian dilakukan secara manual dan selanjutnya produk dilewatkan pada alat metal detector. Pengemasan dilakukan menggunakan mesin pengemas (warping machine), dimana sealer yang digunakan mempunyai kecepatan 0-50 pack per menit. Hal ini bertujuan untuk mewadahi, melindungi produk, dan mempertahankan kualitas tekstur serta aroma dari produk. 2. Pengemasan II Pengemasan ini merupakan proses pengemasan produk yang sudah dikemas dengan OPP ke dalam karton (doos). Salah satu tujuannya adalah mempermudah pendistribusian barang dari ruang produksi ke gudang penyimpanan hingga ke tangan konsumen. g. Penanganan Pasca Produksi Produk akhir Good Time cookies akan dikirim ke gudang finish good atau biasa disebut gudang warehouse dengan suhu ruangan terkontrol antara 25-30ºC. Sebelum produk tersebut di release oleh QA, produk harus disimpan di ruang karantina dan belum dapat dipasarkan hingga waktu yang dibutuhkan, yaitu lebih kurang satu bulan.
3. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk menghasilkan suatu produk yang baik, dapat memuaskan keinginan konsumen maupun produsen, bermutu tinggi dengan tingkat mutu yang dapat dipertahankan pada setiap produksinya. Pengawasan dilakukan dengan cara pencegahan bahaya yang mungkin terjadi pada titik paling awal, yaitu mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi, pengemasan, dan penyimpanan produk akhir. PT. Arnott’s Indonesia telah menerapkan sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan bermutu. Hubeis (1997) berpendapat bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi konsumen. Pelaksanaan HACCP di PT. Arnott’s Indonesia dilakukan berdasarkan pada CAMPBELL’S USA tahun 2002. Pengawasan mutu yang dilakukan di PT. Arnott’s Indonesia mencakup pengawasan dan pengendalian terhadap parameter-parameter CCP (critical control point), CP (control point), QCP (quality control point), dan QHP (quality holding point). CCP dan CP digunakan untuk menjaga keamanan produk (food safety insurance) sedangkan QCP dan QHP digunakan untuk menjaga mutu produk (food quality insurance). Quality Control Point (QCP) merupakan prosedur pengawasan dalam proses produksi makanan agar mutu produk sesuai dengan standar dan spesifikasi mutu yang ditetapkan. Titik yang termasuk dalam QCP antara lain berat produk, dimensi produk, warna produk, rasa, dan kadar air. Sedangkan Quality Hold Point (QHP) merupakan prosedur pengawasan agar proses produks sesuai dengan standar proses sehingga mutu produk terjaga. Titik atau tahapan yang termasuk QHP adalah sealing, check weigher, dan ingredient scale.
a. Pengawasan Mutu Bahan Baku dan Kemasan Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan produk yang akan dihasilkan. Pengawasan terhadap bahan baku dimulai dari bahan baku di terima sampai digunakan untuk produksi. Pengawasan mutu bahan baku dan kemasan dimulai ketika bahan baku dan kemasan tersebut tiba di pabrik pada saat penurunan bahan dari kontainer. Pengujian pada bahan baku terdiri dari pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi. Pengujian fisik dilakukan secara organolepetik, seperti warna, aroma, tekstur, dan penampakan. Pengujian kimia dilakukan sesuai dari bahan baku yang akan digunakan. Pada umumnya, pengujian ini meliputi pengukuran pH, kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar gluten untuk terigu, dan lain-lain. Pengujian mikrobiologi diutamakan kepada bahan baku yang selama produksi tidak mengalami proses pemanasan yang relatif tinggi atau tanpa pemanasan pendahuluan sebelum proses. Pengujian yang dilakukan meliputi uji E.coli, Salmonella, kapang, kamir, dan TPC. Bahan baku yang pengujiannya labih dari satu hari akan disimpan terlebih dahulu di ruang karantina sampai pengecekan selesai dan diputuskan untuk diterima atau ditolak. Sedangkan pemeriksaan bahan kemasan dilakukan secara visual yang meliputi dimensi, bentuk, kejelasan printing (tingkat warna dan kecerahan) gambar dan tulisan. Bahan baku yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan PT. Arnott’s Indonesia akan disimpan di gudang bahan baku. Bahan baku yang akan dikirim ke ruang produksi ditimbang terlebih dahulu sesuai formulasi produk yang akan diproduksi. Pengiriman bahan baku ke ruang produksi berdasarkan sistem FIFO (First In First Out). b. Pengawasan Mutu Selama Proses Pengolahan Kualitas produk tidak hanya cukup ditentukan oleh bahan baku yang digunakan tetapi juga ditunjang oleh proses sampai produk tersebut dihasilkan. Pengawasan mutu yang dilakukan terhadap suatu
line produksi berbeda satu dengan yang lainya dikerenakan proses pengolahan yang berbeda. Secara garis besar tahap proses pengolahan produk Good Time cookies meliputi tahap pencampuran, pembentukan, pemanggangan, pendinginan, penyusunan cookies, dan pengemasan. 1. Pencampuran Bahan Faktor-faktor penting yang diperhatikan pada tahap mixing adalah jumlah dan formulasi bahan, suhu dari bahan baku dan adonan selama mixing, lama mixing, dan kecepatan mixing. Pada proses mixing, laju aliran air yang masuk ke dalam mixer juga merupakan faktor penting. Pemeriksaan tersebut dilakukan karena air akan mempengaruhi kelancaran mixing sehingga berpengaruh terhadap kualitas cookies yang dihasilkan. Selain itu, lamanya proses mixing dan begitu pula tahapan pemasukan bahan baku pun harus diperhatikan. 2. Pemanggangan Pengawasan selama pemanggangan meliputi pengawasan suhu oven, jalannya konveyor hingga cookies keluar dari oven. Proses pemanggangan dilakukan selama 8 menit. Setiap 30 menit sekali dilakukan pengecekan cookies yang meliputi warna, kadar air, diameter, bentuk (pecah/tidak) ketebalan yang dibandingkan dengan sampel standar. 3. Pendinginan Pengawasan mutu selama pendinginan (cooling) produk meliputi pemeriksaan berat, tebal, diameter, kadar air, dan keseragaman warna. Parameter yang paling penting adalah kadar air dari produk akhir. Kadar air yang diinginkan adalah di bawah 5% karana produk tersebut memiliki masa simpan hingga 1 tahun. Proses
pengukuran
kadar
air
dilakukan
menggunakan
moistermetter setiap 30 menit sekali setelah produk keluar dari
oven dan melalui pendinginan I (exhaust fan) dan pendinginan II (cooling tunnel). 4. Pengemasan Pengawasan yang dilakukan meliputi jumlah cookies dan deteksi metal. Good Time cookies 84 gr berisi 12 buah cookies dan Good Time cookies 42 gr berisi 6 buah cookies. Cookies yang telah disusun secara manual pada tray, dilewatkan dalam metal detector dan dikemas. Tahap utama dari proses pengemasan adalah sealing dengan menggunakan mesin. Tahap ini sangat penting sehingga ditetapkan sebagai QHP. Pengawasannya terdiri dari kerekatan sealing, kode produksi, kode kemasan, kejelasan printing, uji kebocoran dengan vaccum test. c. Pengawasan Mutu Produk Pengawasan yang dilakukan terhadap produk akhir meliputi kadar air, berat, ukuran, dan penampakan secara organoleptik yang dibandingkan dengan standar produk. Hal ini dilakukan sekaligus untuk mengontrol kondisi mesin agar dapat diketahui jika terdapat penyimpangan dari produk tersebut. Pengujian dari cookies dilakukan secara berkala yaitu satu bulan sekali yang meliputi pengujian kimia (air, protein, kadar abu, dan kadar lemak), uji mekroorganisme (meliputi uji Salmonella, dan kapang) dan uji organoleptk (rasa, bau, tekstur, dan warna). Uji organoleptik juga dilakukan pada produk setelah produk dikemas. Sampling dipilih secara acak pada hari yang sama sebagai upaya evaluasi harian. Pengawasan mutu yang telah dilakukan adalah sebagai upaya penjaminan mutu produk yang dihasilkan. Menjamin bahwa produk yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan pemerintah serta mendekati harapan konsumen bahkan memberi lebih dari yang diharapkan oleh konsumen. Dan
tentunya agar produk dapat bersaing di pasaran baik pasar nasional maupun internasional.
B. KARAKTERISTIK GOOD TIME COOKIES 1. Atribut Utama Cookies Analisis tentang karakteristik produk cookies dapat digunakan sebagai upaya pendahuluan untuk mengetahui mutu dan sifat-sifat produk, baik sifat kimia, fisik, dan mikrobiologi. Mutu adalah hal-hal tertentu yang membedakan produk satu dengan lainnya, terutama yang berhubungan dengan daya terima dan kepuasan konsumen (Andarwulan dan Hariyadi, 2006). Mutu cookies berhubungan dengan atribut yang dimiliki oleh cookies sehingga produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui atribut yang dimiliki oleh cookies. Secara umum, atribut yang dimiliki oleh produk pangan adalah rasa, aroma, tekstur, bentuk, warna, dan penampakan (visual). Atribut yang dimiliki produk cookies secara umum yang ada di pasaran berdasarkan survei konsumen dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan hasil survei tersebut, atribut cookies secara berurutan dari atribut yang penting ke atribut yang tidak penting adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92). Survei ini menggunakan uji rangking, dimana atribut yang memiliki skor paling rendah merupakan atribut utama cookies. Berdasarkan uji friedman dan LSD ranking, atribut utama produk cookies adalah rasa, karena rasa memiliki skor ranking terendah dari keempat atribut yang lain dan berbeda nyata pada taraf 5%. Tabulasi hasil survei dan hasil uji statistik (Friedman dan LSD ranking) terdapat pada Lampiran 10.
4
3.92
3.91 3.45
3.5
Skor Ranking
3
2.35
2.5 2 1.5
1.37
1 0.5 0
Warna Aroma Penampakan (visual)
Rasa Tekstur (kerenyahan)
Gambar 6. Atribut utama cookies
Setelah rasa, mutu utama produk biskuit seperti cookies adalah kerenyahannya. Cookies biasanya dinilai dari teksturnya. Menurut Brown (2000), konsumen mengenal cookies karena memiliki rasa yang manis dan renyah.
Tekstur cookies meliputi kerenyahan,
kemudahan
untuk
dipatahkan, dan konsistensi pada gigitan pertamanya (Fellows, 2000). Menurut Arpah (2001), tekstur merupakan atribut utama yang mudah diidentifikasi oleh konsumen bila produk biskuit termasuk cookies sudah mengalami penurunan mutu. Dalam hal ini adalah tekstur (kerenyahan) cookies yang sudah mulai turun atau cookies menjadi lembek (sogginess) sehingga tidak dapat diterima oleh konsumen. Hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa 69% responden menyatakan bahwa produk Good Time cookies disukai oleh konsumen karena aspek organoleptik yaitu rasa dan bentuk atau visaul cookies (Gambar 7). Menurut Brown (2000), konsumen akan lebih mudah mengenal produk cookies berdasarkan karakteristik organoleptik yang dimilikinya. Rasa merupakan atribut utama produk cookies yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk cookies (Mileiva, 2007). Secara umum, produk cookies yang ada di pasaran memiliki rasa manis dan gurih karena cookies tersusun dari gula, susu, garam, dan telur. Komponen tersebut sebagian besar merupakan penyusun
adonan krim pada cookies. Selain itu, perisa pangan (flavour) sering ditambahkan untuk memperkuat rasa pada produk pangan tersebut. 4% 1% 4%
22%
69%
Kemasan
Merek
Rasa&Bentuk
Iklan
Harga
Gambar 7. Karakteristik produk Good Time cookies Selain karena rasanya Good Time cookies disukai oleh konsumen juga karena mutu visualnya. Tabulasi hasil survei terdapat pada preferensi konsumen terhadap atribut visual dapat dilihat pada Lampiran 11. Faktor visual yang paling mempengaruhi tersebut adalah adanya chocochip yang ada di permukaan cookies seperti telihat pada Gambar 8. Survei dilakukan dengan uji ranking dimana chocochip memiliki nilai yang paling rendah.
3,76 4,00 3,50 2,69
Skor Ranking
3,00 2,05
2,50 2,00
1,50
1,50 1,00 0,50 0,00 Chocochip
Diameter
Warna
Bentuk
Gambar 8. Atribut visual Good Time cookies
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah cokelat butir yang terdapat pada permukaan cookies dari masing-masing produk cookies dengan cokelat butir (Gambar 9) dengan merek Broniz, Mia Classy, Chocomania, Chipy dan Siesta diketahui bahwa produk Good Time memiliki jumlah cokelat butir yang lebih banyak jika dibandingkan dengan produk lainnya. Selain itu ukuran cokelat butirnya lebih besar, utuh, dan tersebar merata pada cookies. Hasil pengamatan dan perhitungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 9.
Gambar 9. Produk cookies dengan taburan cokelat butir Tabel 9. Jumlah chocochip di permukaan beberapa produk cookies Merek Chocochip
Kisaran jumlah
cookies
chocochip
Good Time cookies (C3)
5 – 11
Broniz
2 -7
Mia Classy
0–3
Chocomania
2–5
Chipy Monde
0 -4
Siesta
2–6
Kriteria lainnya yang juga diharapkan konsumen dari sebuah produk cookies dengan taburan cokelat butir yang dirangkum berdasarkan hasil wawancara diantaranya berupa intensitas rasa manis, rasa cokelat, kerenyahan, intensitas warna cokelat base cookies, ketebalan cookies, ukuran diameter, dan hancur tidaknya produk (keutuhan), aroma susu dan tentunya yang paling banyak disebut adalah jumlah, keutuhan dan ukuran dari cokelat butir. Akan tetapi, keputusan pembelian produk cookies oleh konsumen lebih banyak didasarkan pada refrensi konsumen terhadap produk tersebut sebelumnya dan display produk tersebut di toko. Pada Gambar 10 tersaji foto dari beberapa produk cookies dengan taburan cokelat butir. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh hasil sebanyak 19 orang memilih produk nomor 4 (Good Time cookies), 4 orang memilih produk nomor 1 (Broniz) dan 3 orang memilih produk nomor 5 (Chipy), 2 orang memilih produk nomor 3 (Chocomania), dan 2 orang sisanya memilih nomor 2 (Mia Classy). Alasan pemilihan produk Good Time adalah jumlah cokelat butirnya yang lebih banyak, ukuran diameternya yang lebih besar, dan tekstur permukaanya lebih menarik. Alasan pemilihan produk Bronis dikarenakan warna base cookiesnya lebih cokelat sehingga mengesankan rasa cokelat yang lebih kuat, sedangkan alasan pemilihan produk Ciphy lebih dikarenakan ukurannya yang mungil, berbeda dari produk yang lainnya. Tabulasi hasil wawancara tersaji pada Lampiran 12.
1
2
3
4
5
Gambar 10. Perbandingan beberapa produk chocochip cookies
2. Karakteristik Kimia Cookies a. Nilai Gizi Makro Produk Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan gizi pada Good Time cookies belum sepenuhnya memenuhi persyaratan mutu SNI biskuit. Menurut Khomsan (2007), cookies memiliki kandungan lemak dan gula yang tinggi namun rendah dalam kandungan gizi yang lain. Good Time cookies memiliki kandungan lemak yang telah memenuhi persyaratan SNI, kandungan serat serat kasar yang lebih tinggi dari standar SNI dan kandungan karbohidrat dan protein masih dibawah SNI. Diperlukan formulasi yang dapat meningkatkan kandungan gizi terutama protein dan karbohidrat pada Good Time cookies. Hasil analisis kimia produk Good Time cookies dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil analisis kimia Good Time cookies Hasil Analisis Parameter
SNI 01-2973-1992 C2*
C3*
Air (%)
2.06
2.17
Maks 5
Abu (%)
1.66
2.17
Maks 1.5
Protein (%)
6.36
7.33
Min 9
Lemak (%)
23.30
20.43
Min 9.5
-
2.82
Maks 0.5
Karbohidrat (%)
65.70
68.10
Min 70
Energi (kkal)
497.94
481.72
Min 400
Serat Kasar (%)**
Ket : * Hasil perhitungan per 100 g r produk
** Hanya dilakukan pada C3
Pada penelitian ini dilakukan juga benchmarking terhadap informasi nilai gizi dari beberapa produk cookies dengan taburan cokelat butir di pasaran yang meliputi positioning produk, ukuran sajian, kandungan protein, lemak, serat kasar, karbohidrat, dan energi. Hasil
benchmarking
ini
digunakan
sebagai
masukan
untuk
pengembangan kandungan gizi produk Good Time cookies. Hasil bench marking tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Informasi nilai gizi makro beberapa merek chocochip cookies dengan taburan cokelat butir
Para-
Good Time
meter C2*
C3*
Positioning
High quality product
Ukuran saji
29 g
29 g
Broniz
Siesta
Chipy chocol atechip
C3
C3
C3
C2
general
general
general
general
Diet cookies
21 g
20 g
Per keping
25 g
20 g
Choco mania
WRP Cookies Diet
(7 g) Protein
6.36
7.33
9.52
10
6.29
4
5
(g)
(1.8)
(2.1)
(2)
(2)
(0.44)
(1)
(1)
Lemak
23.30
20.43
23.8
25
23.85
24
25
(g)
(6.7)
(5.8)
(5)
(1.67)
(6)
(5)
-
2.82
0
-
-
-
Karbohidrat
65.70
68.10
66.7
60
65.85
60
55
(g)
(18.8)
(19.5)
(14)
(12)
(4.61)
(15)
(11)
Natrium
399
482.7
523.8
250
n.a
480
500
(mg)
(114)
(140)
(110)
(50)
(120)
(100)
Energi (kkal)
497.9
481.7
476.2
500
503
520
500
(142)
(139)
(100)
(100)
(35.21)
(130)
(100)
Serat Kasar (g)
10 (2)
Ket: ( ) jumlah gizi persaji
1. Kadar Air Kadar
air
mempengaruhi
penampakan,
citarasa,
dan
keawetan cookies. Kadar air cookies merupakan karakteristik kritis yang mempengaruhi penerimaan konsumen tehadap cookies karena dapat menentukan tekstur (kerenyahan) cookies (Brown, 2000). Kandungan air yang tinggi membuat cookies tidak renyah dan teksturnya kurang disukai. Menurut Badan Standarisasi Nasional (1992), kadar air cookes maksimal mempunyai kadar air 5%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar air C2 adalah 2.06% dan C3 sebesar 2.17% (Tabel 10). Kadar air C2 dan
C3 sudah memenuhi standar SNI. Kadar air yang rendah mengakibatkan umur simpan produk menjadi cukup panjang (kurang lebih satu tahun) tanpa memerlukan tambahan bahan pengawet. Tahap pengeringan yaitu pemanggangan dalam oven dengan kisaran suhu 175-195oC menyebabkan penurunan kadar air pada cookies. Pemanggangan meliputi reaksi bersama antara transfer panas dan transfer massa dimana energi panas dipindahkan ke dalam bahan pangan melalui permukaan pemanas dan udara di dalam oven, kemudian kandungan air (massa) dipindahkan dari bahan pangan ke udara di sekelilingnya. 2. Kadar Abu Sekitar 96% dari komposisi bahan pangan adalah bahan organik dan air, sedangkan sisanya adalah unsur bahan anorganik. Bahan
anorganik
dikenal sebagai
mineral.
Dalam
proses
pembakaran, bahan anorganik tidak terbakar sehingga disebut dengan abu (Winarno, 1992). Oleh karena pemahaman itu, kadar abu juga dapat diartikan sebagai kadar dari komponen yang tidak mudah menguap, tetap tertinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Kadar abu C2 adalah 1.66% sedangkan C3 memiliki kadar abu yang lebih tinggi, yaitu 2.17% dalam basis basah (Tabel 10). Kadar abu yang dimiliki oleh Good Time cookies tidak memenuhi SNI yaitu maksimum 1.5%. Kadar abu berarti juga jumlah mineral dari produk. Kandungan mineral pada produk Good Time cookies yang cukup tinggi ini berasal alami dari bahan baku yang digunakan dan dari fortifikasi mineral pada terigu sesuai persyaratan SNI terigu. Pada formula produk sendiri tidak dilakukan penambahan mineral secara khusus. Berbagai bahan baku lainnya yang berkontribusi terhadap jumlah kadar abu cookies diantaranya adalah kuning telur, lesitin, dan cokelat bubuk. C3 memiliki kadar abu yang lebih tinggi karena C3 menggunakan
bahan baku yang lebih banyak menyumbangkan kandungan mineral daripada C2 yaitu cokelat bubuk. 3. Kadar Protein Protein merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan (Apriyantono et al., 1989). Protein pada cookies sebagian besar berasal dari susu, telur, dan terigu. Umumnya, terigu yang digunakan pada pembuatan cookies adalah terigu lunak dengan kandungan protein 8%-9%. Menurut Anonimb (1981), terigu protein rendah dengan kandungan protein 8%-10% yang sangat ideal digunakan untuk pembuatan kue kering. Selama proses pengolahan panas, misalnya pemasakan, sterilisasi komersial, pengeringan atau pemanggangan, dan pembakaran, protein yang terkandung dalam bahan pangan akan mengalami perubahan. Penyebab utama terjadinya perubahan kandungan protein dalam bahan pangan adalah denaturasi protein dan reaksi protein dengan komponen-komponen lain dalam bahan pangan (Andarwulan dan Hariyadi, 2006). Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kadar protein pada C2 adalah sebesar 6.36% dan pada C3 sebesar 7.33% (Tabel 10). Kadar protein Good Time cookies ini belum dapat memenuhi standar SNI, yaitu minimum 9%. Berdasarkan benchmarking dengan produk sejenis (Tabel 11) kandungan protein Good Time cookies masih di bawah produk cookies kategori umum lainnya. Untuk meningkatkan kandungan protein produk akhir dapat digunakan bahan baku sumber protein seperti telur ataupun konsentrat protein dalam jumlah yang lebih banyak (Almatsier, 2002). Salah satu konsentrat protein yang sering digunakan adalah konsentrat
protein
dari
kedelai.
Menurut
Manley
(1998)
penggunaan tepung kedelai sebanyak 3%-4% dari berat terigu
dapat digunakan untuk memperbaiki penampakan, kualitas makan, dan umur simpan produk jika digunakan. 4. Kadar Lemak Lemak berfungsi sebagai sumber citarasa dan memberi tekstur lembut pada cookies. Selain itu, lemak merupakan sumber energi yang memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gr (Almatsier, 2002). Standar mutu SNI mensyaratkan jumlah minimal lemak pada cookies adalah sebesar 9.5%. Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak C2 adalah 23.3% dan C3 sebesar 20.43%. C2 dan C3 sudah memenuhi persyaratan kadar lemak minimal berdasarkan SNI. Lemak merupakan komponen penyumbang energi kedua pada Good Time cookies setelah karbohidrat. Sumbangan energi dari lemak kurang lebih satu pertiga dari total kalori kedua produk. Lemak yang ada pada cookies berasal dari shortening, mentega, dan telur. Kandungan lemak pada C2 lebih tinggi dibandingkan dengan C3, dikarenakan pada formula C2 digunakan komponen lemak yang lebih banyak daripada C3. Komposisi C2 selain menggunakan shortening, dalam formulanya juga ditambahkan mentega untuk meningkatkan rasa dan aroma produk. Berdasarkan hasil perbandingan kandungan lemak produk Good Time cookies dengan produk cookies lainnya diketahui bahwa kandungan lemak cookies tersebut secara umum tidak berbeda jauh (Tabel 10). Kandungan lemak (per 100 gr) dari produk Good Time cookies ini lebih rendah dibandingkan kandungan lemak dari produk cookies diet WRP. Namun untuk dapat memposisikan diri sebagai diet cookies, diperlukan peningkatan komponen gizi untuk memenuhi kebutuhan diet lainnya. 5. Kadar Karbohidrat Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan hewan serta harganya relatif murah. Di negara-negara sedang
berkembang, kurang lebih 80% energi makanan berasal dari karbohidrat (Almatsier, 2002). Komponen karbohidrat yang banyak pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Karbohidrat juga berperan dalam pembentukan karakteristik produk pangan. Penentuan kadar karbohidrat cookies menggunakan cara perhitungan kasar atau juga disebut carbohydrate by difference. Menurut Winarno (1992), perhitungan carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan pangan. Kadar karbohidrat C2 dan C3, yaitu 65.70% dan 68.10% (Tabel 10). Nilai karbohidrat tersebut berada di bawah nilai yang dipersyaratkan oleh SNI, yaitu minimum 70%. Perubahan komposisi formula dengan meningkatkan penggunaan tepungtepungan ataupun bahan makanan lain yang kaya karbohidrat diharapkan dapat meningkatkan kadar karbohidrat pada cookies 6. Serat Kasar Serat adalah karbohidrat kompleks dalam bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sehingga dapat mencapai usus besar dan dicerna oleh bakteri probiotik (Winarno, 1992). Serat kasar adalah bagian pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penentuan kadar serat kasar, yaitu H2SO4 dan NaOH. Menurut Winarno (1992), kira-kira hanya sekitar seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber. Sumber serat kasar yang terdapat pada cookies ini dapat berasal dari tepung terigu dan bubuk coklat. Pada Tabel 10 terlihat hasil analisis kadar serat kasar C3 adalah 2.82% sedangkan pada C2 tidak dilakukan analisa. Nilai tersebut melebihi persyaratan mutu SNI, yaitu maksimum 0.5%. Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah mengingat produk cookies ini bukan makanan bayi yang tidak menghendaki kadar
serat kasar yang tinggi. Konsumsi serat bermanfaat untuk kesehatan, lebih lagi saat ini serat menjadi tren yang termasuk dalam kategori pangan fungsional yang mulai banyak diminati oleh konsumen terutama bagi mereka yang ingin berdiet. Dari hasil benchmarking (Tabel 11), diketahui bahwa kandungan serat pada pada cookies diet (WRP) lebih tinggi dibandingkan dengan cookies lainnya yaitu sebesar 10%. Kandungan serat pada Good Time cookies yang masih rendah dapat ditingkatkan dengan mensubstitusi sebagian terigu yang digunakan dengan bahan baku yang memiliki kandungan serat (serat larut dan tidak larut) yang baik. Penggunaan sumber serat seperti whole grain (wheat, oat, rye) dan bran (oat bran, rice bran, dan wheat bran) dapat digunakan untuk menghasilkan produk cookies tinggi serat yang baik untuk kesehatan. 7. Nilai energi Nilai energi makanan dapat diperoleh dari konversi protein, lemak, dan karbohidrat menjadi energi. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau kilokalori (kkal). Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 kkal energi per gr, sedangkan karbohirat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 kkal per gr (Almatsier, 2002). Pada C2 dan C3, komponen gizi yang memberikan nilai energi terbesar adalah karbohidrat dan lemak yang kandungannya cukup tinggi pada cookies. Hasil perhitungan (Tabel 10) menunjukkan nilai energi Good Time C2 adalah sebesar 497.4 kkal dan C3 adalah sebesar 481.72 kkal per 100 gr cookies. Berdasarkan SNI, nilai minimum energi untuk cookies adalah 400 kkal per 100 gr. Nilai energi Good Time cookies sudah sesuai dengan SNI. Energi persajian (29 gr~4 keping) cookies C2 sebesar 142 kkal dan C3 sebesar 139 kkal. Menurut Khomsan (2007) mengkonsumsi snack satu sajian dengan kandungan energi 100 - 200 kkal tidak menyebabkan kenaikan berat badan jika dikonsumsi moderat.
Berdasarkan penagamatan nilai energi beberapa produk cookies dengan taburan cokelat butir lainnya (Tabel 11), diketahui bahwa kandungan energi dari produk - produk cookies yang ada dipasaran ternyata hampir sama walaupun positioning produk berbeda. Fakta ini dapat dimanfaatkan untuk mengubah persepsi bahwa mengkonsumsi regular cookies (non diet cookies) akan menyebabkan kenaikan berat badan dan tidak cocok untuk snack bagi mereka yang sedang berdiet. Ukuran sajianlah yang memperngaruhi nilai energi yang tercantum pada label informasi gizi. Nilai energi persaji produk dapat lebih kecil jika ukuran persajinya lebih rendah. Ukuran saji produk Good Time cookies cukup besar (29 gr) dibandingkan dengan dengan kuran persaji produk cookies secara umum dari hasil pengamatan yaitu sebesar ± 20 gr (4 keping). Sehingga energi persaji Good Time cookies ± 140 kkal hampir setara dengan satu setengah kali porsi energi yang dihasilkan dari produk lainnya yaitu ± 100 kkal. Pengurangan ukuran cookies dapat dijadikan alternatif untuk memperoleh ukuran persaji yang lebih rendah dibandingkan dengan pengurangan jumlah cookies persajinya. b. Nilai Gizi Mikro Produk Good Time Cookies dan AKG Bahan baku penyusun cookies merupakan kontributor utama kandungan vitamin dan mineral pada produk. Hal ini dikarenakan, Good Time cookies tidak menggunakan tambahan fortifikan vitamin dan mineral. Tabel 12 menunjukkan hasil perhitungan kandungan vitamin dan mineral dengan memperhitungkan faktor penyusutan vitamin dan mineral yang terjadi selama proses pengolahan berdasarkan literatur. Perhitungan kandungan vitamin dan mineral yang ada pada Good Time cookies tersebut dapat dilihat pada Lampiran 13. Kandungan gizi yang diperkirakan ini tidak berdasarkan daya cerna dan daya serap dari komponen gizi tersebut.
Tabel 12. Kandungan vitamin dan mineral perkiraan dan persentase kehilangan vitamin dan mineral pada C2 dan C3 per sajian cookies Komponen Gizi
Besi (Fe), (mg) Magnesium Mg, (mg) Kalsium (Ca), (mg) Seng (Zn), (mg) Kalium (K), (mg) Fosfor (P), (mg) Selenium (Se), (µg)
Folat (µg)
Vitamin K (µg) Choline (mg) Vitamin A (IU) Vitamin C (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin E (mg)
PenyuJumlah/ 28.5 g C2 sutan MINERAL 0%a 1.06 20%b 0.85 0%a 6.25 3%a 6.07 0%a 12.56 3%a 12.18 0%a 0.56 a 3% 0.55 20%d 0.45 0%a 37.05 3%a 35.94 0%a 25.00 3%a 24.25 2.15 0%a 3%a 2.08 VITAMIN 7%a,b 34.46 50% a 18.52 95% 1.85 0%a 0.18 5%a 0.17 0%a 2.20 5%a 2.09 18%a,b 41.91 74%c 13.29 0.01 60%a,b 20%a 0.06 32%b 0.05 15%a 0.07 27%a,b 0.58
Jumlah/ 28.5 g C3 1.15 0.92 9.94 9.64 9.22 8.94 0.59 0.57 0.47 58.11 56.37 29.54 28.66 2.30 2.23 33.02 17.75 1.78 0.13 0.12 4.68 4.44 3.99 1.26 0.00 0.06 0.05 0.08 0.75
a Harris, R.S. dan Kamas, E.1975. bManley, 2001, cSayuti, 2002 dan, dBauernfeind dan Lachance, 1999.
Konversi jumlah vitamin dan mineral perkiraan dalam AKG ini bertujuan melihat potensi untuk dilakukannya klaim nutrisi. Sebagai acuan penetapan nilai AKG digunakan nilai acaun label gizi untuk kelompok konsumen kategori umum (2000 kkal) dari BPOM yaitu AKG tahun 2003 dan 2007. Nilai AKG i gizi mikro produk pada Tabel 13.
Tabel 13. Perkiraan nilai kecukupan gizi (AKG) mikro Good Time cookies pada berbagai tingkat penyusutan
Komponen Nutrisi
2003 %AKG/ %AKG/ 28.5 g 28.5 g (C2) (C3) 8.61 8.25 4.63 4.44 0.46 0.44 0.28 0.10 0.26 0.10 0.40 0.85 0.38 0.81 0.84 0.08 0.27 0.03
Vitamin A 5000 IU
Penyu sutan 7%a,b 50%a 95%c 0%a 5%a 0%a 5%a 18%a,b 74%d
Vitamin C 60 mg
60%a,b
0.73
0.07
VitaminB1 1.2 mg
20%a 32%b
5.29 4.49
VitaminB2 1.3 mg
15%a 27%a,b 0%a 20% 0%a 3%a 0%a 3%a 0%a 3%a 20%d 0%a 3%a 0%a 3%a 0%a 3%a
Folat 400 µg Vitamin K 65 µg Choline 550 mg
Vitamin E 10 mg Fe 29 mg Mg 260 mg Ca 700 mg Zn 10.5 mg K 3500 mg P 700 mg Se 34 mcg
Komponen Nutrisi
2007 %AKG/ %AKG/ 28.5 g 28.5 g (C2) (C3) 8.61 8.25 4.63 4.44 0.46 0.44 0.30 0.21 0.29 0.20 0.40 0.85 0.38 0.81 0.84 0.08 0.27 0.03
Vitamin A 5000 IU
Penyu sutan 7%a,b 50%a 94%c 0%a 5%a 0%a 5%a 18%a,b 74%d
Vitamin C 90 mg
60%a,b
0.01
0.00
5.03 4.27
Vitamin B1 1 mg
20%a 32%b
6.34 5.39
6.03 5.13
5.76
6.00
VitaminB2 1.2 mg
15%a
6.24
6.50
5.78 3.65 2.92 2.41 2.33 1.79 1.74 5.37 5.21 4.30 1.06 1.03 3.57 3.46 6.31 6.12
7.47 3.96 3.17 3.82 3.71 1.32 1.28 5.63 5.46 4.50 1.66 1.61 4.22 4.09 6.77 6.57
27%a,b 0%a 20% 0%a 3%a 0%a 3%a 0%a 3%a 20%a 0%a 3%a 0%a 3%a 0%a 3%a
3.85 4.07 3.26 2.32 2.25 1.57 1.52 4.70 4.56 3.76 0.88 0.86 4.17 4.04 7.15 6.94
4.98 4.42 3.53 3.68 3.57 1.15 1.12 4.93 4.78 3.94 1.38 1.34 4.92 4.78 7.68 7.45
Folat 400 µg Vitamin K 60 µg Choline 550 mg
Vitamin E 15mg Fe 26 mg Mg 270 mg Ca 800 mg Zn 12mg K 4200 mg P 600 mg Se 30 mcg
a
Harris, R.S. dan Kamas, E.1975. bManley, 2001, cSayuti 2002 dan dBauernfeind dan Lachance 1991
1. Kadar Vitamin A Menurut Almatsier (2002), lemak dari telur, susu, mentega, dan shortening merupakan beberapa sumber vitamin A. Bahanbahan tersebut termasuk sebagai bahan baku penyusun Good Time cookies. Shortening yang digunakan sudah difortifikasi dengan
vitamin A. Menurut Lotfi dan Merx (1996), shortening dapat difortifikasi
dengan
vitamin
A
dan
setelah
mengalami
pemanggangan terdapat retensi 80-100%. Kandungan vitamin A produk Good Time cookies akan mengalami penyusutan selama proses pengolahan. Menurut Manley (2001), rata-rata kehilangan vitamin A pada biskuit adalah 18%. Penyusutan vitamin A terjadi akibat proses panas, paparan cahaya, dan oksigen. Good Time cookies mengalami proses panas dan terpapar oksigen selama pemanggangan. Suhu pemanggangan yang digunakan cukup tinggi, yaitu 175-195oC. Berdasarkan hasil perhitungan yang disesuaikan dengan penyusutan Haris R.S. dan Kamas, E (1978) (18%) kadar vitamin A per sajian C2 adalah sebesar 41.91 IU sedangkan per sajian C3 sebesar 3.99 IU (Tabel 12). Menurut Sayuti (2002), penyusutan vitamin A yang terjadi pada cookies yang terbuat dari tepung garut adalah sebesar 73.27%. Oleh karena itu, kandungan vitamin A pada Good Time cookies dengan menggunakan pendekatan penyusutan 74% menjadi sebesar 13.29 IU untuk C2 dan C3 sebesar 1.26 IU. Kandungan vitamin A pada Good Time cookies baik C2 maupun C3 ini tergolong rendah karena hanya mencukupi sekitar 0.27% dari kebutuhan vitamin A harian, yaitu sebesar 5000 IU. Hal ini disebabkan terjadinya degradasi vitamin A pada bahan baku juga terjadi
selama
penyimpanan
dan
proses
pasca
produksi
(Andarwulan dan Hariyadi, 2006). Hasil perhitungan di atas didapatkan berdasarkan asumsi bahwa hanya terjadi pada proses pengolahan saja. Selain itu, sifat oksidatif dari mineral besi pada cookies dapat berkontribusi terhadap besarnya kehilangan tersebut (Bauernfeind dan Lachance, 1991).
2. Kadar Asam Folat Terigu merupakan kontributor utama asam folat pada cookies. Terigu yang telah difortifikasi memiliki kandungan asam folat mininmal 2 ppm (BSN, 1995). Oleh karena itu, dapat diperkirakan Good Time cookies memiliki kandungan asam folat yang berasal dari terigu yang digunakan dan juga dari bahan lainnya. Asam folat sangat tidak stabil terhadap panas sehingga akan mengalami penyusutan selama proses panas. Menurut teori Manley (2001), kehilangan asam folat hanya terjadi sebesar 7%. Namun, diperkirakan kehilangan 7% tersebut terjadi karena asam folat telah dienkapsulasi. Almatsier (2002) menyatakan bahwa sebanyak 50-95% asam folat (alami) dapat hilang karena pemasakan dan pengolahan bahan pangan alami. Selain panas, asam folat juga tidak stabil terhadap cahaya dan radiasi ultraviolet. Menurut Bauernfeind dan Lachance (1991), kristal asam folat juga dapat terdegradasi oleh cahaya dan radiasi ultraviolet. Penyusutan kandungan asam folat sebesar 94% terjadi pada cookies yang terbuat dari garut yang difortifikasi dengan asam folat (Sayuti, 2002). Berdasarkan hasil perhitungan dengan faktor penyusutan paling ekstrim sebesar 95% (Almatsier, 2002), kandungan asam folat per sajian C2 adalah sebesar 1.85 µg dan per sajian C3 adalah sebesar 1.78 µg (Tabel 11). Sedangkan Mileiva (2007) menyebutkan bahwa kandungan asam folat cookies garut yang tidak difortifikasi asam folat adalah sebesar 23.41 µg/100 gr atau setara dengan 6.8 µg/28.5 gr (28.5 gr adalah satu sajian Good Time cookies). Kandungan asam folat pada Good Time cookies diperkirakan lebih tinggi dari kandungan asam folat cookies tepung garut. Hal ini dikarenakan Good Time cookies menggunakan terigu yang telah difortifikasi dengan asam folat (minimal 2 ppm). Berdasarkan hasil perhitungan dengan faktor penyusutan sebesar 50% (Almatsier, 2002), kandungan asam folat per sajian C2 adalah
sebesar 18.52 µg dan per sajian C3 adalah sebesar 17.73 µg (Tabel 12). Jumlah ini memenuhi sekitar 4% AKG folat. 3. Kadar Vitamin C Vitamin C adalah jenis vitamin yang larut dalam air. Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan vitamin C per sajian C2 adalah sebesar 0.01 mg dan per sajian C3 diperkirakan tidak mengandung vitamin C. Nilai tersebut mencerminkan bahwa bahan baku pembuatan Good Time cookies hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak mengandung vitamin C. Menurut Almatsier (2002), vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, seperti sayur dan buah terutama yang asam. Kontributor vitamin C pada produk Good Time cookies adalah terigu dan susu skim. Vitamin C tidak stabil terhadap panas sehingga akan mengalami penyusutan selama proses panas. Menurut Manley (2001), penyusutan vitamin C selama proses pengolahan adalah sebesar 60%. Kehilangan vitamin C pada Good Time cookies terjadi selama proses pemanggangan. Fortifikasi vitamin C sangat bermanfaat, yaitu untuk meningkatkan asupan vitamin C, sebagai antioksidan yang membantu melindungi vitamin A, dan meningkatkan penyerapan besi. Keberadaan vitamin C sebagai agen pereduksi mampu meningkatkan bioavailibilitas zat besi. Pemilihan kombinasi fortifikan sejalan Bauernfeind dan Lachance (1991), yang menyatakan pangan yang mengandung vitamin C merupakan tempat yang logis untuk melakukan fortifikasi besi ataupun mineral lainnya. 4. Kadar Vitamin B1 (Tiamin) Menurut Almatsier (2002), tiamin banyak terdapat pada bijibijian dan beras. Pada Good Time cookies, sumber tiamin berasal dari terigu yang digunakan. Stabilitas tiamin merupakan suatu
masalah dalam cookies yang mengalami proses pengolahan panas seperti pemanggangan. Menurut Kamman et al. (1981), tiamin merupakan vitamin larut air yang paling tidak stabil. Retensi tiamin semakin menurun dengan meningkatnya suhu dan nilai aw. Pada nilai aw yang tinggi, air bebas yang tersedia semakin tinggi sehingga memudahkan transfer ekektron untuk degradasi tiamin (Labuza dan Kamman, 1982). Oksigen terlarut juga merupakan faktor yang berperan dalam degradasi tiamin. Umumnya, terigu difortifikasi dengan tiamin minimal 5 ppm (BSN, 1995). Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan tiamin per sajian C2 dan C3 adalah 0.05 mg. Hasil ini disesuaikan dengan penyusutan tiamin selama proses pengolahan menurut teori Manley (2001), kehilangan tiamin
rata-rata pada biskuit sebesar 32%.
Namun menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975), kehilangan tiamin akibat pemanggangan sebesar 20%. Kandungan tiamin pada produk Good Time cookies tidak tinggi, namun cukup berpotensi untuk dikembangkan. 5. Kadar Vitamin B2 (Riboflavin) Sumber utama riboflavin pada produk Good Time cookies adalah terigu. Terigu yang difortifikasi memiliki kandungan riboflavin miniman 4 ppm (BSN, 1995). Oleh karena itu, diperkirakan Good Time cookies memiliki kandungan riboflavin. Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan riboflavin per sajian C2 dan C3 adalah sebesar 0.07 mg dan 0.08 mg. Oleh karena itu, kandungan riboflavin per sajian Good Time cookies hanya mencukupi sekitar 5% dari kebutuhan riboflavin per hari. Kecukupan gizi riboflavin harian sebesar 1.2 - 1.3 mg. Riboflavin bersifat foto-labil sehingga apabila terekspos cahaya terlalu banyak dalam waktu lama akan meningkatkan kehilangan vitamin ini. Seperti halnya tiamin, riboflavin juga akan semakin tidak stabil dengan meningkatnya suhu dan nilai aw. Tingkat keasaman lingkungan juga mempengaruhi retensi dari
riboflavin. Menurut Tannanbaum et al. (1985), riboflavin stabil dalam kondisi asam kuat tetapi tidak stabil dalam kondisi alkali dan akan segea terdegradasi menjadi lumiflavin dengan adanya cahaya. 6. Kadar Vitamin E Vitamin E membantu menstabilkan membran sel, mengatur reaksi oksidasi dan melindungi vitamin A. Vitamin E merupakan antioksidan. Dalam peranannya sebagai antioksidan, vitamin E mempunyai pengaruh besar terhadap sel, seperti sel darah merah dan sel darah putih yang melewati paru-paru. Vitamin E banyak tersedia dalam sayuran, telur, dan minyak biji-bijian. Almatsier (2002) menyatakan bahwa margarin, salad dressing, dan shortening mengandung vitamin E dalam jumlah yang sedikit. Sebaliknya, lemak hewani seperti butter dan susu hampir tidak mengandung vitamin E. Kandungan vitamin E pada Good Time cookies cukup rendah. Hal ini dikarenakan vitamin E mudah rusak selama proses panas seperti pemanggangan. Selain itu, bahan baku yang memberikan kontribusi vitamin E pada Good Time cookies, yaitu mentega, shortening dan telur juga sudah mengalami proses pengolahan dengan panas. Oleh karena itu, shortening dan telur memberikan asupan vitamin E pada produk Good Time cookies dalam jumlah yang sedikit. Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan vitamin E per sajian C2 adalah sebesar 0.58 mg dan per sajian C3 adalah 0.75 mg. Kandungan vitamin E pada Good Time cookies cukup rendah karena per sajiannya hanya dapat memenuhi sekitar 3% dari kebutuhan vitamin E harian, yaitu 10-15 mg. Nilai perhitungan tersebut sesuai dengan penyusutan vitamin E menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975) dan menurut teori Manley (2001), kehilangan vitamin E rata-rata pada biskuit sebesar 26%.
7. Kadar Vitamin K Vitamin K sangat penting untuk sintesis beberapa protein termasuk dalam pembekuan darah. Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan vitamin K per sajian C2 adalah sebesar 0.17 µg dan per sajian C3 adalah sebesar 0.12 µg. Hasil tersebut dihitung menggunakan perkiraan kehilangan vitamin K menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975) sebesar 0-5%. Kandungan vitamin K pada C2 lebih tinggi daripada C3 karena C2 menggunakan mentega. Mentega juga berkontribusi terhadap kandungan vitamin K produk. Selain itu, sumber vitamin K adalah sayur-sayuran hijau (bayam, brokoli, sawi), ikan teri kering, udang kering, tahu, kacang-kacangan, salmon, sardine, dan susu. Hasil perhitungan menunjukkan kandungan vitamin K pada produk Good Time cookies sangat rendah. 8. Kadar Kolin Asupan kolin bagi tubuh dapat diperoleh melalui dua sumber utama, yaitu dari sintesis di dalam tubuh secara alami dan dari pangan yang dimakan. Secara alami tubuh manusia dapat melakukan sintesis kolin dalam jumlah terbatas. Sumber kedua yang dapat memenuhi kebutuhan kolin adalah pangan sehari-hari yang juga sangat penting untuk mempertahankan kesehatan. Berdasarkan beberapa penelitian, jumlah konsumsi kolin harian rata-rata pada orang dewasa adalah 730-1040 mg per hari (Astawan, 2007). Sumber kolin pada produk Good Time cookies adalah kuning telur, lesitin kedelai dan cokelat bubuk. Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan kolin per sajian C2 adalah 2.09 mg dan per sajian C3 adalah 4.44 mg. Hasil perhitungan tersebut berdasarkan penyusutan menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975), sebesar 5%. Kandungan kolin C3 lebih tinggi daripada C2. Hal ini dikarenakan C3 menggunakan bahan baku yang memiliki kandungan kolin cukup tinggi yaitu lesitin
kedelai dan cokelat bubuk. Hasil perhitungan juga menunjukkan kandungan kolin per sajian Good Time cookies hanya memenuhi 1% kebutuhan kolin harian C3 dan sangat randah pada C2. Untuk dapat meningkatkan kandungan kolin atau hingga 10 atau 20% RDI kolin dapat dilakukan dengan penambahan lesitin 10 kali lebih banyak dari jumlah lesitin yang digunakan sebagai emulsifier (Anonimo, 2008). Misalnya, gar persaji cookies mengandung 10% RDI ditambahkan lesitin (CENTROLEX FP 30 ) sekitar 15% dari berat tepung yang digunakan (Anonimo, 2008). 9. Kadar Besi Kadar besi per saji cookies adalah 0.85 mg untuk C2 dan 0.92 mg untuk C3 setara dengan 3% AKG. Hasil perhitungan ini menggunakan faktor penyusutan sebesar 20%, karena disebutkan bahwa dapat terjadi kehilangan besi sebanyak 0-20% pada produk pasta yang mengalami pemasakan (Bauernfeind dan Lachance, 1991). Rendahnya kadar besi cookies dikarenakan tidak melibatkan fortifikasi zat besi dan bahan pangan sumber besi tidak termasuk dalam bahan baku cookies. Sumber zat besi yang baik antara lain adalah daging, ayam, ikan, telur, dan beberapa sayuran hijau (Almatsier, 2002). Kontributor utama kandungan besi pada cookies adalah dari terigu. Menurut BSN (1995), terigu wajib difortifikasi zat besi minimal 50 ppm. 10. Kadar Magnesium Magnesium merupakan mineral yang bersifat multifungsi dan sangat diperlukan setiap sel untuk menghasilkan energi. Magnesium diperlukan tubuh untuk memproduksi 300 jenis enzim, pengiriman pesan melalui sistem syaraf, membuat otot-otot tetap lentur dan rileks, serta memelihara kekuatan tulang dan gigi. Fungsi penting lainnya adalah menjaga konsistensi detak/ritme jantung serta membuat tekanan darah tetap normal (Anonimj, 2008).
Menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975), kehilangan mangnesium akibat pengolahan adalah sebesar 0-3%. Berdasarkan perhitungan
kandungan
magnesium
pada
cookies
dengan
memperhitungkan kehilangan sebesar 3%, diperkirakan pada cookies C2 per sajian terdapat magnesium sebesar 6.07 mg dan pada C3 sebesar 9.64 mg. Kandungan magnesium pada C3 lebih tinggi dibandingkan pada C2 karena cokelat bubuk pada C3 berkontribusi terhadap kandungan magnesium cookies dan jumlah ini sangat rendah karena hanya dapat memenuhi kebutuhan harian sekitar 1% saja. 11. Kadar Kalsium Kadar kalsium per saji cookies adalah 12.18 mg untuk C2 dan 8.94 mg untuk C3. Kehilangan kalsium akibat pemanggangan menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975) dapat terjadi hingga 3%. Rendahnya kadar kalsium cookies dikarenakan tidak melibatkan fortifikasi zat kalsium dan bahan pangan sumber kalsium hanya digunakan dalam jumlah kecil. Sumber utama kalsium adalah susu. Kalsium penting untuk berbagai fungsi tubuh, termasuk kontraksi otot dan konduksi saraf (Anonimk, 2008). 12. Kadar Fosfor Fosfor terlibat dalam metabolisme energi dan juga digunakan sebagai zat pembangun molekul-molekul penting seperti DNA. Kuning telur dan cokelat bubuk merupakan bahan baku yang berkontribusi terhadap kandungan fosfor cookies. Kadar fosfor persaji cookies berdasarkan perhitungan menggunakan faktor penyusutan menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975) sebesar 3% adalah 24.25 mg pada C2 dan sebesar 28.66 mg pada C3. C3 mengandung fosfor lebih tinggi dari pada C2, karena pada C3 cokelat bubuk yang digunakan juga pada base cookeis-nya tidak hanya pada chocochip.
13. Kadar Selenium Selenium termasuk dalam kelompok zat gizi mikro, yaitu jumlah yang diperlukan sangat keci (µg), namun perannya sangat besar dalam sistem kerja biologis tubuh seperti meningkatkan daya tahan tubuh, proses reproduksi, menjaga kesehatan otak, dan sebagai antioksidan. Selenium diperlukan untuk sintesa salah satu dari enzim antioksidan. Peran selenium dalam memperbaiki mood telah dilaporkan dalam tiga hasil penelitian (Harli, 2003). Umumnya, sumber selenium adalah bahan pangan yang tinggi kadar proteinnya, seperti seperti ikan (tawar maupun laut), kerang-kerangan, daging ternak, telur, ayam, bawang putih, tomat, dan makanan fermentasi seperti tempe, tahu, yoghurt, ragi. Pada cookies, kontributor selenium berasal dari telur. Kandungan selenium pada cookies berdasar hasil perhitungan persajinya diperkirakan sebesar mg pada C2 dan 2.08 µg pada C3 sebeasr 2.23 µg. Jumlah ini memenuhi AKG selenium sekitar 6%. 14. Kadar Seng Makanan sumber seng adalah daging, hati, kerang, telur, dan kacang-kacangan (Almatsier, 2002). Sedangakan pada cookies, terigu yang digunakan merupakan kontributor utama kadar seng cookies. Menurut BSN (1995), syarat minimal fortifikasi seng pada terigu adalah 30 ppm. Persentase kehilangan seng menurut Bauernfeind dan Lachance (1991) dapat terjadi yaitu sebanyak 0-20% pada produk pasta yang mengalami pemasakan. Kehilangan seng pada cookies dapat terjadi karena proses pemanggangan cookies. Selain itu, kehilangan juga mungkin terjadi selama distribusi ataupun penyimpanan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan penyusutan sebesar 20%, kadar seng persaji C2 adalah 0.45 mg dan C3 sebesar 0.47 mg yaitu sekitar 4% AKG zat besi harian.
Berdasarkan nilai AKG komponen gizi makro Good Time cookies diketahui bahwa persajian produk memenuhi kebutuhan karbohidrat harian sebesar 6%, kebutuhan lemak harian sebesar 11% (C2) dan 10% (C3), hanya memenuhi 4% dari kebutuhan harian protein dan memenuhi kebutuhan natrium harian sebesar 5% (C2) dan 6% (C3). Berdasarkan kandungan gizi makronya terutama karbohidrat dan lemak yang cukup tinggi, cookies termasuk produk yang kaya energi. Oleh karena itu produk cookies juga dapat dijadikan pangan alternatif pengganti menu utama karena cukup mengenyangkan. Namun tentunya diperlukan keseimbangan antara komponen gizi lainnya untuk dapat benar-benar digunakan sebagai pengganti menu utama. Dari perhitungan kecukupan zat gizi produk tersebut, dapat ditarik garis besar bahwa produk Good Time cookies mengandung komponen gizi mikro yang masih terbatas jika dibandingkan dengan gizi makronya. Walaupun demikian kandungan vitamin dan mineral produk ini dapat ditingkatkan dengan melakukan fortifikasi vitamin dan mineral yang diinginkan. Berdasarkan nilai AKG masing-masing dari vitamin dan mineral hasil perhitungan (Tabel 13), diketahui bahwa produk Good Time cookies hanya memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral dalam jumlah rendah. Jumlah vitamin ini tidak sampai 10% AKG baik jika dihitung dengan standar AKG tahun 2003 maupun 2007 sehingga pada produk belum dapat dilakukan klaim nutrisi. Namun beberapa vitamin dan mineral diperkirakan melebihi 5% AKG nya yaitu vitamin B1 dan B2, seng dan selenium. Kandungan folat, zat besi dan kalsiumnya juga cukup potensial untuk ditingkatkan sehingga dapat menjadi nilai tambah dari produk. Vitamin dan mineral tersebut potensial untuk ditingkatkan hingga ketaraf dapat di kalim dengan melakukan fortifikasi.
C. KEMASAN DAN PELABELAN 1. Kemasan Good Time cookies menggunakan OPP (Oriented Polyprophylene) sebagai kemasan primer. OPP termasuk dalam jenis matellized plastic. Menurut Brown (2000), metallized plastic memiliki ketahanan terhadap uap air dan gas yang lebih baik dari plastik tunggal, tidak meneruskan cahaya, dan menghambat masuknya oksigen. Penggunaan kemasan ini sangat sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang. Ukuran kemasan OPP yang digunakan untuk mengemas Good Time cookies memiliki beberapa variasi ukuran sesuai dengan ukuran berat produk. Good Time cookies yang dikemas dengan OPP tersedia dalam 4 ukuran berat, yaitu 25 gr (khusus C3), 42 gr, dan 84 gr. Pada ukuran 42 dan 84 gr, produk disusun menggunakan bantuan tray agar memberi bentuk pada kemasan dan melindungi produk dari efek mekanik selama distribusi. Tray merupakan kemasan plastik yang dibuat dengan bahan dasar berupa lembaran polipropilen atau lembaran polistiren atau lembaran polivinilklorida (Gambar 11).
Gambar 11. Tray Good Time cookies 42 gr
Selain menggunakan OPP, digunakan juga kemasan kaleng untuk produk Good Time assorted dengan ukuran 260 gr dan 520 gr. PT.
Arnott’s Indonesia juga mengemas kembali produk Good Time 84 gr ke dalam kemasan karton yang disebut kemasan festival (festive pack). Dalam kemasan sekunder ini, terdapat tiga buah Good Time 84 gr. Festive pack ini merupakan kemasan momentual sehingga tidak rutin diproduksi. Variasi jenis kemasan Good Time dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Variasi kemasan Good Time cookies Variasi ukuran kemasan Good Time memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi harga, fungsi kenyamanan, dan fungsi lifestyle. Varian kemasan juga digunakan untuk segmentasi pasar. Kemasan besar (84 gr) dan medium (42 gr) lebih ditujukan untuk segmen pasar modern sedangkan kemasan kecil (25 gr) untuk segmen pasar tradisional. Kemasan Good Time mempunyai fungsi harga artinya variabel kemasan, khususnya berat produk dalam kemasan digunakan oleh PT. Arnott’s Indonesia untuk menetapkkan harga Good Time cookies yang ada di pasaran. Semakin besar berat produk, kemasannya akan semakin besar, dan harga produk akan semakin tinggi. Kemasan kecil (renceng, 25 gr) mempunyai aspek ekonomis karena jumlah uang yang dikeluarkan untuk sekali konsumsi Good Time cookies tentunya akan lebih sedikit dibandingkan produk kemasan besar. Fungsi kenyamanan artinya kemasan
Good Time memberikan kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen. Aspek lifestyle merupakan keistimewaan yang ditawarkan kemasan kaleng dan festive pack. Kemasan menonjolkan kesan lux (mewah) dilihat dari sisi disain (elegan dan menarik) dan bahan yang digunakan. Produk dalam festive pack memberi kesan mewah, simpel, ringan dan dengan harga terjangkau. Tipe kemasan produk Good Time yang bervariasi dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk memilih. Namun demikian tetap diperlukan pengembangan jenis dan disain pengemas yang disesuaikan dengan tren bahan pengemas saat ini dan masa yang akan datang yaitu kemasan ramah lingkungan (mudah diperoleh dan mudah dihancurkan) dan dapat dimanfaatkan kembali. Melihat potensi pemilihan produk snack ke depan turut mempertimbangkan bahan dan disain pengemas yang digunakan terutama ketika rasa dan keamanan telah merupakan faktor yang umum dan standar. 2. Label Dan Informasi Nilai Gizi Good Time Cookies Label yang tertera pada kemasan Good Time cookies sudah memenuhi Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa label sekurang-kurangnya memuat keterangan nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat produsen, keterangan halal, serta keterangan tentang waktu kadaluarsa. Label kemasan Good Time cookies juga mencantumkan informasi nilai gizi produk atau nutrition fact. Pencantuman informasi nilai gizi pada kemasan Good Time cookies hingga saat ini masih bersifat voluntary labeling. Hal ini dikarenakan Good Time cookies belum mencantumkan klaim nutrisi (kandungan gizi dan atau klaim perbandingan) atau kesehatan pada kemasan. Informasi nilai gizi yang dicantumkan pada kemasan Good Time cookies hanya sebatas untuk memberikan informasi kandungan gizi produk. Oleh karena itu, informasi yang tercantum pada kemasan tersebut masih terbatas pada kandungan gizi yang wajib dicantumkan (mandatory) seperti terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Informasi nilai gizi pada kemasan C2 dan C3 Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pada pasal 32 menyatakan bahwa pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan (klaim) bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan. Pencantuman pernyataan pada label bahwa pangan merupakan sumber suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi dalam
pangan tersebut sekurang-kurangnya
10-19% dari jumlah
kecukupan zat gizi (AKG) sehari yang dianjurkan dalam satu takaran saji bagi pangan tersebut (LIPI, 2004). Pencantuman keterangan kandungan gizi secara sukarela juga tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan ulang kandungan gizi makro produk yang disesuaikan dengan standar nilai acuan kecukupan gizi tahun 2007. Hal ini dikarenakan nilai AKG kandungan gizi yang dicantumkan
pada
kemasan
produk
Good
Time
cookies
masih
menggunakan standar nilai acuan kecukupan gizi tahun 2003. Hasil
perkiraan kandungan gizi pada Good Time cookies C2 dan C3 berdasar AKG 2003 dan 2007 tersaji pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil perhitungan nilai AKG Good Time Cookies berdasar AKG 2003 dan 2007
Komponen nutrisi Karbohidrat Lemak Protein Natrium
Good Time Chocochip Cookies Jumlah/ 28.5 %AKG %AKG gram (2003) (2007) 5.76 6.24 142.41 (6) (6) 12.18 10.7 18.72 (12) (11) 3.62 3.02 1.81 (4) (3) 4.73 4.94 113.71 (5) (5)
Good Time Chococ hip Chocolate Cookies Jumlah/ 28.5 %AKG %AKG gram (2003) (2007) 19.4 5.96 6.47 (6) (6) 10.58 9.39 5.82 (11) (9) 4.16 3.48 2.08 (4) (3) 5.79 6.05 139.08 (6) (6)
( ) AKG setelah pembulatan
D. PEMASARAN Good Time cookies merupakan cookies dengan taburan butiran cokelat pertama yang ada di Indonesia. Good Time cookies sudah cukup dikenal oleh konsumen karena produk tersebut sudah lama ada di pasaran. Oleh karena itu, produk Good Time cookies sudah mempunyai kesan atau citra yang kuat bagi konsumen. Segmen konsumen dari Good Time cookies adalah keluarga, konsumen dengan usia 20 - 40 tahun, dan tingkat perekonomian menengah ke atas untuk Good Time regular dan menengah ke bawah untuk Good Time mini. Good Time cookies merupakan produk yang mengutamakan kualitas. Hal ini terlihat dari mottonya yaitu ‘there is no substitutes for quality’. Positioning produk adalah ‘high quality product with reasonable price’. Semakin banyaknya produk sejenis Good Time akan menciptakan persaingan di pasaran. Oleh karena itu diperlukan strategi pemasaran yang tepat, kreatif, dan efektif merupakan kunci dari suksesnya produk di pasar. Strategi pemasaran produk Good Time perlu dievaluasi kembali untuk menyesuaikan keinginan konsumen dan tren yang berkembang. Perubahan perilaku mengkonsumsi snack, isu-isu terkini, dan perkiraan perkembangan tren dapat menjadi masukkan untuk mengarahkan product existing Good Time
agar lebih mendekati keinginan konsumen sekarang. Hal-hal tersebut juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk upaya repositioning produk. Saat ini tren konsumsi produk snack adalah snack yang sehat, aman, menawarkan kepraktisan dan kenyamanan, dan snack dengan kemasan yang ramah lingkungan. Repositioning produk perlu dilakukan agar posisi produk lebih jelas dan menjadi lebih tepat sasaran ataupun sekedar untuk peremajaan merek. Menurut Anonimn (2007), repositioning produk dapat dilakukan ketika produk kompetitor terdekat memberi pengaruh kurang menguntungkan terhadap peluang pasar, ketika preferensi konsumen berubah, penemuan preferensi baru dari konsumen yang menjanjikan peluang lebih baik, dan ketika terdapat kesalahan pada positioning pada produk sebelumnya. Menurut Anonimn (2007), tidak mudah untuk mereposisi produk yang sudah menjadi preferensi konsumen sehingga harus ditemukan aspek-aspek yang memenuhi kriteria konsumen. Langkah yang dapat digunakan untuk mereposisi produk berdasarkan kriteria segmen yang dituju menurut Anonimn (2007), yaitu dengan mengkomunikasikan kembali kegunaan, keistimewaan, keunggulan dari produk, mempromosikan kegunaan alternatif dari produk tersebut, mengarahkan produk untuk dapat memiliki fungsi yang berbeda bagi masingmasing konsumen baru, dan dengan melakukan pencarian alternatif kegunaan potensial yang belum tereksplorasi. Reposisi produk dapat dilakukan antar konsumen yang sudah ada dan reposisi produk antar konsumen baru. Good Time cookies mini 25 gr merupakan ukuran kemasan produk Good Time dalam porsi terkecil. Selain berat sajiannya lebih sedikit, produk di dalamnya juga berukuran lebih kecil berdiameter ± 2 cm, dan jumlah cookies perkemasannya sebanyak 12 - 13 buah. Kualitas organoleptik keseluruhan sama dengan Good Time Chocochip chocolate regular, yang membedakan keduanya hanya ukuran cookies dan ukuran kemasan. Good Time mini ini ditujukan untuk target pasar tradisional, sehingga komunikasi promosi lebih menekankan pada aspek keekonomisan (harga). Harga perkemasan Good Time mini kurang lebih Rp. 1200. Konsep cookies dengan ukuran mini ini dibuat dengan pertimbangan ukuran cookies yang
lebih kecil akan membuat isi cookies perkemasannya menjadi lebih banyak. Harga murah dan terkesan banyak merupakan hal yang identik dengan konsumen untuk pasar tradisional. Namun, sepertinya produk Good Time mini ini kurang mendapat respon positif oleh konsumen pasar tradisional. Hal ini dikarenakan persaingan produk-produk snack di pasar tradisional sangat ketat. Selain konsumennya sangat sensitif terhadap harga, persaingan masih didominasi produk seharga Rp. 500-an. Oleh sebab itu masih diperlukan positioning produk yang lebih tepat terkait target pasar. Di balik keekonomisannya, produk Good Time cookies mini sebenarnya juga memiliki nilai kepraktisan. Ukuran kemasan kecil (renceng) akan memudahkan konsumen membawa produk ketika berpergian (adventure pack), terutama ketika terburu-buru (on the go packaging), ketika tidak cukup space untuk menaruh produk yang dikemas dalam ukuran besar (pocket size). Selain itu, sajian Good Time mini yang hanya satu sajian (single serve) dapat mempermudah konsumen memperkirakan nilai gizi dan mengontrol asupan kalori ketika mengkonsumsi produk Good Time cookies. Oleh karena itu Good Time mini dapat juga dikomunikasikan sebagai solusi untuk dapat menikmati cookies tanpa rasa takut kelebihan asupan kalori. Ukuran cookies yang lebih kecil juga memberi kenyamanan secara psikologis karena sesuai dengan keadaan psikologis dan mulut anak-anak dan wanita, ‘bite size cookies’ dapat meminimalisir terbentuknya remahan-remahan. Good Time cookies ukuran mini ini sangat potensial untuk dikemas dalam kemasan renceng dan kemudian dikemas menjadi satu kemasan ukuran besar. Hal ini melihat perkembangan produk-produk snack (biscuit dan cookies) di pasar, dimana banyak produk yang di buat dalam ukuran mini dan dikemas dalam pouch dengan isi yang cukup banyak sehingga dapat ditujukan untuk konsumsi bersama-sama dengan teman. Sebagai produk lama, eksistensi produk Good Time hingga saat ini tetap unggul dikarenakan kualitas produk tetap terjaga. Namun tetap diperlukan konsistensi dalam mengkomunikasikan brand personality dari produk, misalnya melalui kegiatan promosi dan iklan yang berkesinambungan. Menurut Anonimp (2008) komunikasi pemasaran di dalamnya mencakup
periklanan, yaitu suatu metode komunikasi non-personal dari sponsor teridentifikasi dengan menggunakan media massa untuk membawa pesan tentang produsen dan produk kepada pemirsa target. Selain itu, diperlukan juga brand maintenance agar citra merek produk dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan mengingat persaingan antar produsen dengan produk yang hampir sama semakin ketat. Komunikasi yang tepat tentang brand personality yang dimiliki oleh Good Time cookies dapat meningkatkan kembali brand awareness dan brand loyality konsumen terhadap produk. Periklanan melalui media massa saat ini cukup beragam dengan biaya bervariasi.
Beriklan
melalui
media
elektronik
audiovisual
memang
memerlukan biaya yang tidak sedikit, namun untuk saat ini periklanan melalui media audiovisual tersebut dirasa paling efektif karena ditayangkan serempak pada waktu dan channel yang sama. Beberapa fakta yang teramati adalah terkadang produk baru dapat mengambil pangsa pasar produk lama hanya karena iklannya yang menarik, berkesinambungan, dan meyakinkan. Beriklan atau berpromosi melalui media elektronik tidak hanya sebatas melalui media televisi dan radio. Saat ini media internet juga merupakan media iklan dan promosi elektronik yang cukup dapat diandalkan karena biayanya yang lebih murah dan lebih cepat dalam proses pembaharuan informasi. Pemanfaatan media ini dapat dengan membuat website dan blog sebagai media interaktif. Media ini juga dapat berlaku sepertihalnya layanan suara konsumen yang biasanya difasilitasi melalui telepon serta pemanfaatan lainnya. Mengkomunikasikan produk berkualitas tentunya tidak hanya terpaku pada iklan yang mewah sepertihalnya iklan-iklan produk kecantikan. Mengkomunikasikan produk berkualitas juga dapat dikemas secara unik, atraktif-kreatif, dan tentunya harus orisinil (berbeda). Seperti iklan produk cream sandwiched cookies “Oreo” yang diproduksi oleh suatu perusahaan yang juga menghasilkan produk bermutu. Iklannya dikemas sedemikian rupa sehingga aspek ‘pengalaman konsumsi’nya menarik perhatian pemirsa yang melihat iklan tersebut. Iklan produk tersebut menunjukkan cara makan produk yang unik ‘diputar, dijilat, trus dicelupin’ membuat setiap orang yang melihat
iklan tersebut pasti penasaran untuk mencobanya (product experience) sehingga tidak heran produk tersebut cepat menarik perhatian pasar. Cara tersebut tentunya dapat dijadikan contoh ide awal dalam mengkomunikasikan produk Good Time cookies. Dari hasil evaluasi produk Good Time cookies sebelumnya, diketahui bahwa produk Good Time cookies memiliki cokelat butir lebih banyak dibandingkan dengan produk cookies dengan taburan cokelat butir lainya. Cokelat butir pada Good Time cookies tersebar di bagian dalam dan permukaan cookies. Dari aspek pemasaran produk, cokelat butir yang banyak pada Good Time cookies ini merupakan salah satu keunggulan dari Good Time cookies yang potensial untuk di ekspos kepada konsumen. Cokelat butir ini dapat dikomunikasikan dengan lebih atraktif, misalnya saja cokelat butir yang terdapat pada permukaan cookies dijadikan sebagai sarana belajar anak-anak untuk berhitung sebelum produk dikonsumsi (lets count your chips!!). Selain beriklan disisipkan juga sisi edukasi dengan gaya yang lebih menarik. Promosi dengan pemberian gimmic untuk setiap pembelian produk dengan jumlah tertentu untuk mendukung kegiatan di atas juga dapat dilakukan. Gimmic dapat berupa buku belajar berhitung yang berisi gambar produk cookies sebagai objek hitungan. Selain melalui periklanan, promosi melalui brand experiance lainnya juga penting untuk dilakukan. Diasumsikan konsumen yang memiliki pengalaman pribadi yang berkesan terhadap produk akan bersikap lebih loyal, misalnya saja melalui promosi dengan berinteraksi langsung dengan konsumen yang sedang berbelanja (in place promotion). atau berpromosi dengan menggunakan konsumen sebagai sarana promosi (peergroup) ‘satu orang mengajak yang lain’.
E. SIKAP KONSUMEN TERHADAP INFORMASI TERKAIT PRODUK COOKIES Secara umum, produk dengan merek yang memiliki kesan dan pengalaman yang baik bagi konsumen akan lebih diprioritaskan untuk dipilih. Berdasarkan survei konsumen, Sebanyak 35% responden menyatakan bahwa
merek sebuah produk baik non pangan maupun pangan termasuk pada cookies menjadi faktor penentu konsumen untuk memilih produk seperti terlihat pada Gambar 14. Oleh karena itu, merek sebuah produk merupakan atribut sangat penting yang mudah diingat oleh konsumen. Faktor penentu lainnya bagi konsumen adalah informasi-informasi tentang produk yang dapat menjadi referensi konsumen.
8%
33%
5%
Merek
35%
18% Harga Kemasan
Informasi tentang produk
lainnya
Gambar 14. Faktor penentu konsumen dalam memilih produk
Umumnya, konsumen dapat menemukan informasi yang terkait produk pangan termasuk produk cookies pada label di kemasan produk tersebut. Hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumen sudah memperhatikan informasi yang terdapat pada kemasan produk tersebut. Seperti ditunjukkan pada
Gambar
15.
sebanyak
35%
responden
menyatakan
selalu
memperhatikan informasi yang ada di kemasan. Akan tetapi, informasi yang diperhatikan oleh konsumen masih terbatas pada waktu kadaluarsa dan jaminan kehalalan produk.
25% 2%
35% 38%
Selalu
Sering
Terkadang
Tidak pernah
Gambar 15. Tingkat perhatian konsumen terhadap informasi yang tercantum pada kemasan Salah satu informasi terkait produk yang cukup penting untuk diketahui oleh konsumen adalah informasi nilai gizi dan pernyataan klaim tentang keunggulan produk tersebut. Hasil survei yang terdapat pada Lampiran 14 menunjukkan sebanyak 87% responden menyatakan bahwa selain merek, adanya pernyataan klaim pada produk cookies dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk memilih produk cookies tersebut. Konsumen lebih memilih produk pangan dengan pernyataan klaim-klaim yang sudah umum terdapat pada produk pangan dan terkait tren yang sedang dibicarakan karena alasan lebih dapat dipercaya. Banyaknya produk yang menggunakan pernyataan klaim ini, membuat konsumen familiar dan beberapa konsumen menjadi loyal. Berdasarkan hasil survei yang dapat dilihat pada Gambar 16, menunjukkan bahwa klaim halal merupakan jenis klaim utama yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi (kandungan zat gizi) (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%) klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir adalah klaim proses (8%). Adanya jaminan kehalalan produk berupa pernyataan klaim halal mutlak diperlukan bagi konsumen tertentu karena alasan prinsip keyakinan sedangkan produk dengan klaim nutrisi dan atau dengan klaim kesehatan, diminati karena alasan meningkatnya kepedulian
terhadap aspek kesehatan. Demikian pula pada produk cookies, prioritas klaim yang mempengaruhi pemilihan produk cookies adalah klaim halal, klaim nutisi dan kesehatan (Gambar 17). 13%
18%
23%
14%
13%
8% 10% Klaim nutrisi Klaim mengenai standar/jenis/pilihan Klaim proses. Klaim mengenai asal bahan
Klaim kesehatan. Klaim jaminan mutu Klaim tipe jaminan halal.
Gambar 16. Jenis-jenis klaim pada produk pangan
6
4.98 5.00
5.43 4.55
Skor Ranking
5
3.13
4 3
2.88
2.02
2 1 0 Klaim Jaminan Halal
Klaim Kesehatan.
Klaim Standar/jenis/pilihan
Klaim Jaminan mutu
Klaim Proses
Klaim nutrisi.
Klaim Asal bahan
Gambar 17. Prioritas jenis klaim pada produk cookies Akan tetapi berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 72% responden belum dapat mengartikan esensi sebenarnya dari klaim-klaim pada produk pangan yang mereka konsumsi. Hal ini dikarenakan kurangnya edukasi dan sosialisasi tentang informasi pada label kemasan khususnya terkait klaim produk. Oleh karena itu, diperlukan informasi produk yang lebih mudah dimengerti konsumen agar tidak dipandang sebagai politik dagang. Hasil survei mengenai prioritas klaim dan preferensi konsumen dapat dilihat pada Lampiran 14.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Produk Good Time cookies terdiiri atas dua varian rasa, yaitu Good Time chocochip cookies dan Good Time chocochip chocolate cookies. Perbedaan kedua jenis cookies tersebut adalah pada bahan baku penyusunnya. Perbedaan
rasa
ini
bertujuan
memenuhi
keinginan
konsumen
dan
meningkatkan pangsa pasar Good Time cookies. Secara garis besar Good Time cookies dibuat dengan proses yang sesuai standar untuk industri pangan. Berdasarkan hasil survei, atribut cookies secara berurutan dari atribut yang penting ke atribut yang tidak penting menurut penilaian konsumen adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92). Informasi lainnya yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen adalah adanya pernyataan klaim pada produk. Klaim kehalalan merupakan jenis klaim utama yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi atau kandungan zat gizi (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%), klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir adalah klaim proses (8%). Secara umum, cookies mengandung lemak dan gula yang tinggi tetapi rendah dalam kandungan gizi yang lain. Berdasarkan hasil penelitian, Good Time cookies memiliki kandungan gizi makro dan mikro yang berasal dari bahan baku penyusunnya tetapi kandungan persajian cookies masih tergolong rendah. Good Time cookies mengandung vitamin dan mineral yang beragam dengan jumlah yang mencukupi sehingga dapat dijadikan sebagai keunggulan produk dalam hal klaim kandungan gizi. Beberapa vitamin tersebut adalah vitamin B1, B2 dan asam folat. Good Time cookies memiliki kandungan mineral seng, besi, kalsium, fosfor dan selenium. Produk Good Time cookies lebih disukai oleh konsumen karena faktor organoleptiknya (rasa keseluruhan dan faktor visual). Jumlah, ukuran, dan bentuk cokelat butir yang terlihat pada permukaan cookies merupakan komponen atribut visual utama produk cookies dengan taburan cokelat butir. Selain itu, cokelat butir Good Time cookies lebih banyak dibandingkan pada
produk cookies lainnya. Oleh karena itu, arah komunikasi pemasaran produk jangka pendek dapat lebih ditekankan pada aspek visual dan organoleptik ini. Apabila dibandingkan dengan produk-produk cookies dengan taburan cokelat butir lainnya, kandungan gizi Good Time cookies hampir sama dengan produk cookies lainnya. Misalnya saja kandungan lemak dan energi per seratus gram Good Time cookies hampir sama dengan cookies cokelat butir lainnya. Namun, ukuran satu sajian produk Good Time cookies lebih besar dibandingkan ukuran sajian produk cookies lainnya. Ukuran satu sajian produk Good Time cookies sebesar ± 29 gr lebih tinggi dibandingkan ukuran saji cookies pada umumnya yang hanya sebesar ± 20 gr. Hal ini membuat nilai gizinya terkesan lebih tinggi dibanding cookies lainnya. Merujuk pada hasil benchmarking, komposisi gizi produk Good Time cookies dengan cookies diet, dapat disimpulkan bahwa produk Good Time cookies berpotensi untuk mencapai hal tersebut seperti halnya produk cookies diet WRP. Namun, untuk itu diperlukan peningkatan kandungan serat, pengurangan kandungan karbohidrat, pengurangan ukuran satu sajian serta pemenuhan beberapa jenis vitamin dan mineral. B. Saran Produk Good Time cookies masih memerlukan pembaharuan dan pengembangan untuk menyesuaikan tren produk snack (cookies) saat ini dan untuk penentuan keunggulan jangka panjang. Brand refrehsing dan repositioning merupakan kegiatan yang juga diperlukan seiring dilakukannya perbaikan dan peningkatan kegiatan pemasaran yang didukung oleh kegiatan marketing mix yang handal terutama pada kegiatan promosi, iklan, dan pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkuat kembali kekayaan merek dan mendukung eksistansi dari produk sehingga dapat lebih bersaing di pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Andarwulan, N. dan Sutrisno K. 1992. Bahan Pengajaran, Kimia Vitamin.. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IUC FN IPB, Bogor Andarwulan, N. dan P. Hariyadi. 2006. Perubahan Mutu (Fisik, Kimia, Mikrobiologi) selama Pengolahan dan Penyimpanan Produk Pangan. Dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan, 7-8 Agustus 2006, Bogor. Anonima. 2000. Nutrisi Bahan Pangan. http://www.asiamaya.com. [15 Maret 2008]. Anonimb. 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Penerbit Jembatan, Jakarta. Anonimc. 1969. The Pantry: Eggs. http://www.baking911.com. [23 Juni 2008]. Anonimd. 2006. Yolk Powder Whole Egg Powder http://www.alibaba.com [4 Juni 2007]. Anonime. 2008. Alkalized Cocoa Powder. http://www.macroliteasia.com. [2 Mei 2008]. Anonimf.
2005. Tips for Baking With Cocoa Powder. http://www.progressivebaker.com. Cargill, Inc. [23 Juni 2008].
Anonimg.
2008. Use of Lecithin in Sweet http://www.lecitina.it.com [26 Juni 2008].
Anonimh.
2004. Menangkal Penyakit Dengan Pola http://www.keluargasehat.com. [24 Juni 2007].
Anonimi.
2008. Choline the ‘Memory Vitamin” http://www.brainy-child.com [25 Juni 2008].
Goods:
for
Cookies.
Makan
Sehat.
your
Child.
Anonimj. 2008. Magnesium, Si Penguat Jantung. http://www.kompas.com. [23 Juni 2008] Anonimk. 2008. Tulang dan Kalsium. http://www.medicastore.com. [23 Juni 2008] Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Assael, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. Kent Publishing Company, Boston. Astawan, Made. 2007. Lesitin Kedelai. http://www.info-sehat.com. [24 Juni 2007]. Badan Standarisasi Nasional. 1985. Syarat Mutu Sirup Fruktosa (SII. 1930-85). BSN, Jakarta.
____________________________ . 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 012973-1992). BSN, Jakarta. BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1994. Syarat Mutu Margarin (SNI 01-35411994). BSN, Jakarta. BSN (Badan Standarisasi Nasional 1995). BSN, Jakarta.
. 1995. Syarat Mutu Telur (SNI 01-3448-
BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Mutu Mentega (SNI 01-37441995). BSN, Jakarta. BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Mutu Susu Bubuk (SNI 012970-1995). BSN, Jakarta. BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Gula Tepung (SNI 01-38211995). BSN, Jakarta. BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Mutu Cokelat Bubuk (SNI 013448-1995). BSN, Jakarta. BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1996. Syarat Mutu Tepung Terigu (SNI 013751-1996). BSN, Jakarta. BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 2006. Syarat Mutu Tepung Terigu (SNI 013751-2006). BSN, Jakarta. Bauernfeind, J.C. dan E. DeRitter. 1991. Foods Considered for Nutrient Addition: Cereal Grain Products. Di dalam: Bauernfeind, J.C. dan P.A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional, Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc., Connecticut. Blanchfield, R. B., 2000. Food Labelling. Cambridge England. CRC Press Boca Raton, Boston. Bovee, C.L. and J.V. Thill. 1992. Markeing. Mc Graw-Hill, New York. Brown, A. 2000. Understanding Food: Principles and Preparation. Wadsworth Inc., Belmont. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta. Chaudhari, Ram. 2007. The Future of Snacks In The Asian Market. Dalam: Asia Pasific Food Industry Vol. 01. 3 September/October 2007. PT. Bright Eastern Media Indonesia, Jakarta. Danudiredja, D.E. 1998. Hubungan Karakteristik dan Prilaku komunikasi Penerima Bantuan P4DT Dengan Persepsi dan Partisipasi Dalam Penerapan Program P4DT Di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana. IPB, Bogor. Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Golden Bintara, UI Press, Jakarta. De Vito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. (Edisi kelima, terjemahan). Profesional Books. Harper Collin Publisher Inc, New York.
Engel, J.F., R.D. Blackwell dan P.W. Miniard. 1994. Prilaku Konsumen. Binarupa Aksara, Jakarta. Fardiaz , D., Sri Irawati Susalit, Tetty, H.S., et al. 2007. Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. BPOM – RI, Jakarta. Fellows, P.J. 1990. Food Processing Principle and Practise. Ellies Horwood Limited, New York. Floros, J.D. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Di dalam: Shelf Life Studies of Foods and Beverages. Charalambous, G. (ed). Elsevier Publishing, New York. Gruenwald, G. 1992. Seri Pemasaran dan Promosi. Pengembangan Produk Baru. PT. Alex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. Jakarta. Harli, Mohamad 2003. Mineral Selenium Memperbaiki "Mood" ..! www.gizi.net. [2 Mei 2008]. Harris, R.S. 1975. General Discussion on The Stability of Nutrients. Di dalam Harris, R.S. dan E. Karmas (eds.). 1975. Nutritional Evaluation of Food Processing. The AVI Publ.Co.Inc., Westport, Connecticut. Higdon, Jane. 2003. Choline. Linus Pauling Institute Oregon State University http://www.lpi.oregonstate.edu. [25 Juni 2008]. Hubeis, M. 1994. “Pemasyarakatan ISO 9000 untuk Industri Pangan di Indonesia”. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Hyun Soo Lee. 1985. Application/Formula of HFS as Sweetener. Sun Hill, USA. Jahi, Amri. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara Dunia Ketiga, Suatu Pangantar. Gramedia, Jakarta. John, C. 2005. The Incredible, Edible Egg Yolk. http://www.cholesterol-andhealth.com. [26 Mei 2008]. Juran, J.M. 1989. Juran on Quality by Design. Mac Miller Company, Inc., USA. Kamman, J.F., T.P. Labuza dan J.J. Warthesen. 1981. Kinetics of Thiamin and Riboflavin Loss in Pasta As a Function of Constant and Variable Storage Conditions. J. Food Sci. 46:1457. Kaplan, A. 1971. Elment of Food Production and Baking. ITT Educational Service, Inc., NY. Khomsan, Ali. 2007. Healthy Snacks for You. Dalam: Asia Pasific Food Industry Vol. 01. 3 September/October 2007. PT. Bright Eastern Media Indonesia, Jakarta. Kinnear, T.C. and J.R. Taylor. 1991. Marketing Research and Applied Approach. Mc Graw-Hill, New York. Kooy, L.W. 1996. Alkalized Cocoa Powder and Food Stuffs Containing Such Powder. http://www.freepatentsonline.com. [2 Mei 2008]. Kotler, P. dan G. Amstrong. 1995. Dasar-Dasar Pemasaran. Terjemahan. Intermedia, Jakarta.
Labuza, T.P dan J.F. Kamman. 1982. Comparison of Stability of Thiamin Salts at High Temperature and Water Activity. J.Food Sci. 47:664. Lawless, H. T. dan H. Heymann. 1999. Sensory Evaluation of Food. Kluwer Academic/Plenium Publishers, New York. LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2004. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Lotfi, M. dan R.J.H. Merx. 1996. Micronutrient Fortification of Food. Micronutrient Initiative and International Agricultural Centre, Canada, Netherland. Lyman, B. 1989. A Psychology of Food More Than a Matter of Taste. Van Nostrand Reinho Ld, New York. Manley, D. 1998. Biscuits, Cookie and Crackers Maufacturing Manual. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. ________ . 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Third edition. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Manley, D. 2001. Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes for The Food Industry. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Martin, John. 2006. 8th Annual Food Regulations and Labelling Standards Conference “Misleading claims and the Trade Practices Act”, Sydney. Matz, S.A. dan T.D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Texas. Mileiva, S. 2007. Evaluasi Mutu Cookies Garut yang digunakan pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil. Skripsi. Bogor IPB. Mc Williams, M. 1979. Food Fundamental. 3rd Ed. John Wiley & Son Inc., Toronto. Muchtadi, T.R., Purwiyatno, dan Basuki, A. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Lembaga Sumber Daya Informasi. IPB, Bogor. Muhandri, T. dan D. Kadarisman., 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugroho, A. 2002. Prilaku Konsumen. Studia Press, Jakarta. Panuju, R. 2000. Komunikasi Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Peckham, G.C. 1969. Foundation of Food preparation. 2nd. Mc Milan, London. Platz, J.L. 1985. General Information of HFS. NOVO-HFS Seminar, Jakarta. Radio Singapore Internasinal (RSI). 2007. Bolehkah telur digantikan?. www.rsi.og [4 Juni 2007]. Rakhmat, J. 2000. Metode Penelitian Komunikasi. PT Remaja Rodakarya, Bandung.
Roslyn,
N.W., dan Wiria, R.N. http://www.marketing.co.id.
2007.
Kemasan
Itu
Bisa
Menjual.
Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Prespective in Nutrition. Prentice Hall, New York. Sayuti, K. 2002. Profil Biokimia Darah Ibu Hamil yang Diberi Cookies Difortifikasi Zat Besi, Asam Folat, Vitamin A, Vitamin C, Zat Seng, dan Zat Iodium. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Scifffman, L. dan B. Kanuk. 1994. Fundamental of Marketing. Terjemahan. Penerbit Alumni Bandung. Seabolt, K. R. A., 1946. Lecithin Baking Aplication. http://www.ift.confex.com [6 Mei 2008]. Silver, M. 2007. Nutrition Fact Software. http://www.silvertriad.com. [1 Juni 2008]. Stare and Williams. 1973. Living Nutrion. The C.V. Mosboy Company, St. Louis. Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 1990. Analisa Kimia dan Bahan Makanan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Suharjo. 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor. Sutisna. 2001. Prilaku Konsumen dan Komunikasi pemasaran. PT. Remaja Rodakarya, Bandung. Syarief, R., S. Santausa, dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasan Proses Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tannenbaum, S.R, V.R. Young dan M.C. Archer. 1985. Vitamins dan Minerals. Dalam Fennema, O.R. (ed.). Principales of Food Science. Marcel Dekker, Inc., New York. Thorpe, J.F. 1974. Thorpe’s Dictionary of Applied Chemical. 4th edition. Vol III. Longman Green and Company, London. Tjiptono, F. 1997. Strategi Pemasaran. Andi Offset, Yogyakarta. Winarno, F.G. 1986. Air untuk Industri Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah pabrik PT. Arnott’s Indonesia
Lampiran 2. Kestabilan nutrisi terhadap panas
Kelompok Nutrisi
Vitamin
Asam Lemak Esensial Asam amino Esensial
Garam Mineral a
Nutrisi
A C Biotin Karoten (Pro A) Kolin Cobalamin (B 12) D Folate Inositol K Niasin Asam Panttotenat p-Amino asam benzoat B6 Riboflavin (B2) Thiamin (B1) Tokoferol (E)
Susut Masak pada Susut Masak Proses Secara Pemanggangan Umum(%)a (%)a
Kehilangan Rata-rata Beberapa Mikronutrien Labil pada Biskuit (%)b 18 60
0 - 40 0 - 100 0 - 60 0 - 30 0-5 0 - 10
18 60 0
10
10
0 - 40 0 - 100 0 - 95 0-5 0 - 75 0 - 50 0-5
40 7
7
0 - 40 0 - 75 0 - 80 0 - 55 0 - 10
Isoleusin
0 - 10
Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Threonin Triptofan Valin
0 - 10 0 - 40 0 - 10 0-5 0 - 20 0 - 15 0 - 10 0-3
Harris, R.S. dan Kamas, E.1975. bManley, 2001
5 25 25 15 20 27
5
32 27
Lampiran 3. Acuan label gizi produk pangan 2007&2003 Nilai Acuan Label Gizi untuk Kelompok Konsumen 2007
No 1 2 3 4 5 6
Bayi 0-6 bulan 550 35
Anak 7-23 bulan 800 27
Anak 25 tahun 1300 40
60
2 10
3 20
g
300
50
g RE
25 600
mcg
4 35
Ibu Hamil 2160 60 19 <300 6 81
Ibu Menyusui 2425 67 22 <300 7 91
120
200
324
364
375
400
440
25 800
25 850
7200
4500
4800
5280
9600
10200
mcg
3600
2250
2400
2640
4800
5100
mcg mg mcg
10 15 60
5 4 5
5 6 12
5 7 18
5 15 55
5 19 55
12 13 14
Zat Gizi Energi Lemak Total lemak jenuh Kolesterol Asam linoleat Protein Karbohidrat total Serat makanan Vitamin A *) Setara Karoten Total *) Setara Beta Karoten *) Vitamin D Vitamin E Vitamin K
15
Thiamin
mg
1,0
0,3
16 17 18
Riboflavin Niasin Asam Folat Asam Panthotenat Piridoksin Vitamin B12 Vitamin C Kalium Natrium Kalsium Fosfor Magnesium Besi Yodium Zink Selenium Mangan Fluor
mg mg mcg
1,2 15 400
7 8 9 10 11
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Satuan Kal g g mg g g
mg mg mcg mg mg mg mg mg mg mg mcg mg mcg mg mg
Umum 2000 62 18 <300
0,7
1,3
1,3
0,3 2 65
0,5 0,5 5 90
0,6 7 185
1,4 18 600
1,5 17 500
7
1,4
2,0
3,0
7
7
1,3 2,4 90 4700 <2300 800 600 270 26 150 12 30 2 2,5
0,1 0,4 40 400 120 200 100 25 0,3 90 5,5 5 0,003 0,01
0,4 0,6 40 700 370 480 320 60 8 90 8 13 0,8 0,6
0,6 1,0 45 3400 1100 500 400 80 8 110 9,4 19 1,4 0,8
1,7 2,6 90 4700 1500 950 600 270 32 200 14,7 35 2 2,7
1,8 2,8 100 5100 < 2300 950 600 270 32 200 13,9 40 2,6 2,7
*) Vitamin A bersumber dari pangan (non sintetik) KEPUTUSAN BPOM RI NOMOR : HK.00.05.52.6291 TANGGAL : 9 Agustus 2007
Lanjutan Lampiran 3 Angka kecukupan gizi untuk acuan pelabelan pangan umum (2003) Zat Gizi Energi Protein Lemak Total Lemak jenuh Kolesterol Karbohidrat total Serat makanan Vitamin A *) Setara Karoten Total *) Setara Beta Karoten *) Vitamin D Vitamin E Vitamin K Thiamin Riboflavin Niasin Asam Panthotenat Asam Folat Vitamin B12 Vitamin C Kalium Natrium Kalsium Fosfor Besi Magnesium Zink Selenium Yodium
Satuan kkal g g g mg g g RE mg mg mg mg mcg mg mg mg mg mg mcg mg mg mg mg mg mg mg mg mcg mg
Keterangan 1 RE = 1 mg retinol 1 RE = 12 mg karopten 1 RE = 6 mg beta karoten
KEPUTUSAN BPOM RI NOMOR : HK.00.05.5.1142 TANGGAL : 25 Maret 2003
AKG 2000 50 55 20 300 325 25 600 7200 3600 5 10,0 65 1,2 1,3 16 1,3 400 2,4 60 3500 <2400 700 700 29 260 10,5 34 130
Lampiran 4. Aturan klaim nutrisi yang dikeluarkan oleh BPOM No Klaim 1. Pangan Berkalori 2. Pangan Rendah Kalori 3. Kurang Kalori
4. 5. 6. 7.
Tanpa Kalori Rendah Lemak Bebas Lemak Rendah Lemak Jenuh
8.
Tanpa Lemak Jenuh
9.
Rendah Kolesterol
10. 11.
Bebas Kolesterol Protein
12.
Rendah Natrium
13. 14. 15.
Bebas Natrium Bebas Gula “Diperkaya” “Ekstra”,”Plus”
Syarat Minimum 300 kkal perhari ≤ 40 kkal per saji Sedikitnya mengandung kalori 25 % lebih rendah dari jumlah kalori dalam pangan sejenis per saji. Syarat ini berlaku untuk klaim”kurang…” semua jenis zat gizi < 5 kkal per saji ≤ 3 gram lemak per saji atau per 50 g < 0,5 gram lemak per saji ≤ 1 gram lemak jenuh per saji dan ≤ 15 % kalori yang berasal dari lemak lemak jenuh; untuk makanan kecil dan makanan utama ≤ 1 gram per 100 gram dan < 10 % dari kalori berasal dari asam lemak jenuh < 0,5 gram lemak jenuh per 100 gram atau per 100ml ≤ 20 mg kolestrol dan asam lemak jenuh per saji Ket: klaim kolesterol hanya berlaku bila lemak jenuh 2 gr per saji <2 mg kolesterol per saji Klaim tentang protein tidak boleh dinyatakan dalam label atau iklan pangan, kecuali bila 20 % kandungan kalorinya berasal dari protein, dan jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung > 10 gram protein ≤ 140 mg natrium per saji atau per 50 gram untuk pangan de < 5 mg natrium per saji < 0,5 gram gula per saji Apabila pangan mengandung vitamin, mineral, protein, serat makanan atau kalium sedikitnya 10 % Angka Kecukupan Gizi lebih banyak dari kandungan
“Lebih”, Zat tersebut dalam pangan sejenis per saji. 16.
“Ditambahkan” “Tinggi”,”Kaya Akan”, “Merupakan Sumber”
17.
“Mengandung”
Mengandung vitamin, mineral, protein serat makanan atau kalium> 20 % dari AKG per saji, kecuali untuk karbohidrat total Vitamin, mineral, protein, serat, kalium 10-19 % dari AKG per saji, kecuali untuk karbohidrat total
Lampiran 5. Kuisioner penentuan tingkat kepentingan atribut produk cookies Nama : Tanggal : Alamat : No Telpon : PETUNJUK PENGISIAN : - Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat - Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas A. IDENTITAS 1. Jenis kelamin anda □ Pria □ Wanita 2. Usia anda saat ini □ 15-25 tahun □ 26-35 tahun □ 36-45 tahun 3. Pekerjaan anda □ Pelajar/mahasiswa □ Pegawai negeri □ Pegawai swasta □ Ibu rumah tangga □ Wiraswasta
□ Lainnya (sebutkan)…. 4.Tingkat pendidikan formal terakhir yang ditamatkan □ SD-MI □ SMP-MTs □ SMA-SMK-MA-STM □ Diploma/Akademi (S0) □ Sarjana (S1) □ Master/Magister (S2) □ Doktor (S3) □ Lainnya (sebutkan)….
B. PERSEPSI KONSUMEN TENTANG COOKIES 1. Apakah anda pernah mendengar produk pangan “cookies”? a. Ya b. tidak (stop disini) 2. Apakah anda pernah mengkonsumsi jenis produk seperti ini sebelumnya? a. Ya b. Tidak (stop sampai disini)
3. Seberapa sering mengkonsumsi produk dalam seminggu a. sering (≥6 kali) b. biasa saja (3-5 kali) c. jarang (< 2 kali)
anda cookies
4. Apakah hal utama yang menjadi pertimbangan anda ketika membeli produk cookies?
a. b. c. d. e. f.
Rasa Ingin mencoba saja Penampakan produk Ukuran saji (per kemasan) Harga Merek
5. Peringkatkan 5 atribut dari cookies berikut menurut Anda. (rangking 1-5, 1 = sangat penting, 2 = penting, 3 = biasa, 4 = tidak penting, 5 = sangat tidak penting) ( ) warna ( ) rasa ( ) aroma ( ) kerenyahan/tekstur ( ) penampakan
Lampiran 6. Kuisioner persepsi dan prioritas konsumen terhadap klaim pada produk cookies Nama Alamat
: :
Tanggal No Telp
: :
PETUNJUK PENGISIAN : - Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat - Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas A. IDENTITAS 1. Jenis kelamin anda □ Pria □ Wanita 2. Usia anda saat ini □ 15-25 tahun □ 26-35 tahun □ 36-45 tahun □ 46-55 tahun □ Lebih dari 55 tahun 3. Pekerjaan anda □ Pelajar/mahasiswa □ Pegawai negeri □ Pegawai swasta
□ Ibu rumah tangga □ Wiraswasta □ Lainnya (sebutkan)…. 4. Tingkat pendidikan formal terakhir yang ditamatkan □ SD-MI □ SMP-MTs □ SMA-SMK-MA-STM □ Diploma/Akademi (S0) □ Sarjana (S1) □ Master/Magister (S2) □ Doktor (S3) □ Lainnya (sebutkan)….
B. PERSEPSI KONSUMEN TENTANG KLAIM PADA PRODUK PANGAN 1. Apakah setiap membeli produk pangan, anda memperhatikan info yang tertera pada kemasan? a. Selalu (pasti memperhatikan bila membeli produk) b. Sering (lebih banyak memperhatikan dibanding tidak) c. Terkadang (lebih banyak tidak dibandingkan memperhatikan) d. Tidak 2. Selain rasa, hal apakah yang pertama kali anda perhatikan alam memilih produk pangan? a. Nama (merek) produk b. Harga produk c. Kemasan produk (disain dan ukuran) d. Informasi tentang produk e. Lainnya (sebutkan)…. Klaim adalah pernyataan yang menegaskan, menyarankan atau mengindikasikan bahwa pangan tersebut memiliki beberapa karakteristik terkait, asal, kandungan gizi, kealamian,produksi, proses, komposisi atau segala sesuatu yang terkait kualitas produk. Seperti: Tinggi kalsium, mencegah osteoporosis, dua kali penyaringan, halal, terbuat dari bahan pilihan, fresh/alami, jaminan mutu (HACCP/ISO). 3. Apakah anda pernah menemukan adanya klaim tersebut yang tercantum pada kemasan pangan? a. Pernah b. Jarang c. Tidak pernah (stop sampai disini)
4. Pada produk pangan apakah biasanya klaim tersebut anda temukan? (boleh lebih dari 1) a. Susu/ produk2 yang terbuat dari susu b. Produk pangan diet/ untuk konsumen tertentu c. Snack (biskuit, ciki,….) d. Cokelat / permen e. Ice cream (es krim) f. Lainnya (sebutkan) .......................................................................................................................................... .............................................................................................................................
5. Klaim apakah yang pernah anda temukan itu (pilihlah dengan melingkari kode dibawah) a. Klaim tipe Jaminan Halal (Halal, Vegetarian, Kosher)
d. Klaim Jaminan Mutu dapat dilihat dalam bentuk Logo misalnya logo HACCP atau ISO
e. Klaim Proses misal dipanggang bukan digoreng, (roti dengan) double proofing, UHT
b. Klaim Kesehatan misal ”..dapat mengurangi resiko penyakit jantung”, “mencegah osteoporosis c. Klaim mengenai Standar/jenis/pilihan produk llllllllll Pure’, segar ‘Fresh’, ‘Natural’, alami ‘Original’, asli ‘Genuine’
f. Klaim Kandungan gizi misal ’Sumber Kalsium’ ‘Tinggi serat dan rendah lemak’, sugar free (bebas gula), “protein setara dengan segelas susu” g. Klaim mengenai asal bahan …’ misal ‘produk dari…’ and ‘terbuat dari
lllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll 6. Menurut anda, apakah fungsi dan manfaat adanya klaim pada kemasan sebuah produk pangan bagi anda ................................................................................................................................... ................................................................................................................................... 7. Apakah dengan adanya klaim tertentu anda merasa terbantu dalam mencari jenis pangan tertentu ? (misal pangan dengan kandungan gizi tertentu, jaminan halal, dll) a.Ya b.Tidak 8. Apakah anda dapat menyebutkan perbedaan pengertian dari pernyataan klaim kandungan zat gizi misal. ‘Tinggi akan kalsium’ dan ‘dipekaya kalsium’? a. ya, jelaskan................................................................................................................ b.Tidak 9. Jika ada dua jenis produk pangan (biskuit) sejenis, A dan B, dengan harga dan rasa yang identik. Apakah ada atau tidaknya klaim tertentu (lihat no 4 [a-g]) pada kemasan akan mempengaruhi anda dalam pemilihan dan pembelian produk tersebut? a.Ya, b.Tidak 10. Apakah adanya klaim pada produk cookies mempengaruhi anda ketika memilih produk cookies? a. Ya. b. Tidak (stop sampai disini)
11. Bersediakah anda membayar lebih tinggi untuk produk dengan klaim (manfaat atau jaminan) tertentu? a. ya b.Tidak 12. Klaim manakah yang anda rasa penting dan bagi produk cookies tersebut (urutkan ag) a. Klaim kandungan gizi. b. Klaim kesehatan. c. Klaim mengenai standar/jenis/pilihan d. Klaim jaminan mutu e. Klaim proses. f. Klaim tipe jaminan halal. g. Klaim mengenai asal bahan ----, ----, ----, ----, ----, ----, ----. Tiga teratas Kode(......),alasan ........................................................................................................................................ Kode(......),alasan ........................................................................................................................................ Kode(......),alasan ........................................................................................................................................ C. PRODUK COOKIES 14. Apakah yang menjadi kriteria anda terhadap produk cookies dengan taburan cokelat butir? Sebutkan......................,..................... .................................,......................... .................................,......................... .................................,......................... .................................,........................ 15. Urutkan (1-4) faktor visual produk cookies dengan taburan cokelat butir berikut dari yang paling mempengaruhi pilihan anda (diberi nomor kecil) ( ) Jumlah cokelat butir ( ) Diameter cookies ( ) Warna cookies ( ) bentuk cookies 16. Sebutkan salah satu/ beberapa merek produk Cookies? ................................................................. ................................................................. 17. Dari manakah anda mengenal merek tersebut a. Iklan b. Display di toko/supermarket
c. Teman d. Keluarga 18. Diantara merek Cookies dengan taburan cokelat berikut manakah yang anda kenali a. Mia Classy Cookies b. Choco mania cookies c. Good Time Cookies d. Siesta cookies 19. Ciri apakah yang anda rasakan dari produk merek tersebut dibandingkan dengan produk lain a. Kemasan (warna, disain) b. Merek (kualitas) c. Rasanya d. Iklannya e. Harganya
Lampiran 7. Komposisi gizi bahan baku penyusun Good Time cookies
Lampiran 8. Diagram alir pengolahan Good Time Cookies (C2) Gula halus, lemak nabati, flavor, egg powder, susu bubuk, lesitin dan garam Tepung terigu dan cokelat bubuk Penimbangan Pengayakan
Residu Creaming t = 30 detik
Penimbangan
Pencampuran I t = 5 menit Pencampuran II t = 30 detik
Air
Natrium bikarbonat
Chocochip
Penipisan adonan Pemotongan adonan (wire cutting)
Udara kering
Pemanggangan Zone 1, T = 175ºC Zone 2, T = 185ºC Zone 3, T = 195ºC Zone 4, T = 190ºC Zone 5, T = 175ºC
Uap air
Pendinginan I T = 20-27ºC t = 12-16 menit Udara dingin (Freon)
Pendinginan II T = 7-9ºC t = 4-5 menit Chocochip chocolate cookies
Tray
Penyusunan cookies
Pengecekan metal OPP (Oriented Polipropylene Karton
Pengemasan I Pengemasan II Penyimpanan T = 25-30C t = ± 1 bulan
Reject product
Lampiran 9. Diagram alir pengolahan Good Time Cookies (C3) Gula halus, lemak nabati, flavor, egg powder, susu bubuk, lesitin , dan garam Tepung terigu dan cokelat bubuk Penimbangan Pengayakan
Residu Creaming t = 30 detik
Penimbangan
Pencampuran I t = 5 menit Pencampuran II t = 30 detik
Air
Natrium bikarbonat
Chocochip
Penipisan adonan Pemotongan adonan (wire cutting)
Udara kering
Pemanggangan Zone 1, T = 175ºC Zone 2, T = 185ºC Zone 3, T = 195ºC Zone 4, T = 190ºC Zone 5, T = 175ºC t = 8 menit
Uap air
Pendinginan I T = 20-27ºC t = 12-16 menit Udara dingin (Freon)
Pendinginan II T = 7-9ºC t = 4-5 menit Chocochip chocolate cookies
Tray
Penyusunan cookies
Pengecekan metal OPP (Oriented Polipropylene Karton
Pengemasan I Pengemasan II Penyimpanan T = 25-30C t = ± 1 bulan
Reject product
Lampiran 10. Rekapitulasi penentuan atribut utama cookies Parameter No.
Kisaran Usia
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 26-35 26-35 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
Pekerjaan Pegawai Swasta Mahasiswa Pegawai Swasta Mahasiswa Pegawai Negeri Mahasiswa Mahasiswa Wiraswasta
Pegawai Swasta Pegawai Negeri Pegawai Swasta Pegawai Swasta Pegawai Negeri Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai Swasta Pegawai Negeri Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai Negeri Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai Swasta Pegawai Swasta Pegawai Swasta Pegawai Swasta Pegawai Swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai Swasta Pegawai Swasta Pegawai Swasta Pegawai Swasta Mencari pekerjaan
Warna Rasa Aroma 5 5 4 4 5 4 4 1 5 3 5 1 5 1 5 4 4 5 5 4 4 3 5 2 5 4 4 4 2 4 4 5 5 4 5 5 1 5
1 1 1 1 2 2 1 4 1 1 1 4 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1
3 2 3 2 4 5 5 3 2 5 3 3 2 3 3 5 3 3 4 5 3 4 3 3 4 5 2 5 3 2 3 2 3 5 2 3 3 3
Kerenyahan
PenamPakan
2 3 2 3 1 1 2 5 4 2 2 5 3 5 2 2 1 2 2 3 1 5 2 4 2 2 3 2 4 3 2 3 2 3 3 2 5 2
4 4 5 5 3 3 3 2 3 4 4 2 4 4 4 3 5 4 3 2 5 2 4 5 3 3 5 3 5 5 5 4 4 2 4 4 4 4
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 26-35 26-35 26-35 15-25 26-35 15-25 36-45 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai Swasta Mahasiswa Pegawai Swasta Mahasiswa Mahasiswa Karyawan swasta Sales eksekutive Karyawan swasta Karyawan swasta Guru Karyawan Pelajar Ibu rumah tangga Karyawan swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Wiraswasta
4 4 5 5 4 4 3 5 2 5 4 4 4 2 4 4 5 3 3 4 2 5 4 5 5 3 4 3 3 3 2 4 3 5 5 5 4 5 3 4 4 5 5
1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 1 3 3 1 1 3 2 1 2 1 1
5 3 3 4 5 3 4 3 3 4 5 2 5 3 2 3 3 5 5 3 3 4 2 3 3 2 2 2 4 4 1 5 2 2 4 4 3 2 5 5 1 3 4
2 1 2 2 3 1 5 2 4 2 2 3 2 4 3 2 1 2 2 2 4 1 3 2 2 4 3 4 2 5 4 1 4 1 1 2 2 1 1 2 3 2 2
3 5 4 3 2 5 2 4 5 3 3 5 3 5 5 5 4 4 4 5 5 3 5 4 4 5 5 5 5 2 5 3 5 4 2 3 5 4 4 3 5 4 3
82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 26-35 15-25 15-25
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai Negeri Pelajar Pelajar Pelajar Mahasiswa Pegawai Swasta Pegawai Negeri Ibu rumah tangga Pegawai Negeri Pegawai Negeri Mahasiswa
Jumlah Rata-rata
Keterangan : 1 = Sangat penting 2 = penting 3 = biasa
5 4 4 3 5 3 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 5 3 3
2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1
4 3 3 4 4 4 5 5 5 5 5 3 3 4 3 3 3 5 5
1 1 1 2 1 1 1 3 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2
3 5 5 5 3 5 3 1 4 3 4 5 5 5 5 5 4 4 4
391 3.91
137 1.37
345 3.45
235 2.35
392 3.92
4 = tidak penting 5 = sangat tidak penting
Friedman test Ranks
Test Statistics(a) Mean Rank 3.91 1.37 3.45 2.35 3.92
Warna_a Rasa_b Aroma_c Kerenyahan_d Penampakan _e
N Chi-Square df Asymp. Sig.
100 198.256 4 .000
a Friedman Test Skala ranking : 1-5( 1 = sangat penting ; 5 = sangat tidak penting)
LSD Ranking
= 1.960
p.t.(t + 1) / 6
LSD = tα / 2,α dimana : p t R tα/2,α
100 × 5(5 + 1) 6
= 43.83
= banyaknya panelis = banyaknya perlakuan = jumlah peringkat setiap perlakuan = nilai kritik t pada taraf α/2 dengan derajat bebas v = α untuk taraf α = 5% nilai tα/2 = 1.960
E (392) – A (391) – C (345) – D (235) – B (137) RE-RA RE-RC RE-RD RE-RB RA-RC RA-RD RA-RB RC-RD RC-RB RD-RB
= 392-391 = 392-345 = 392-235 = 392-137 = 391-345 = 391-235 = 391-137 = 345-235 = 345-137 = 235-137
= = = = = = = = = =
1 47 157 225 46 156 254 110 208 98 E
< LSD → E = A > LSD → E ≠ C > LSD → E ≠ D > LSD → E ≠ B > LSD → A ≠ C > LSD → A ≠ D > LSD → A ≠ B > LSD → C ≠ D > LSD → C ≠ B > LSD → D ≠ B A
C
D
B
Berdasarkan uji Friedman, diperoleh nilai signifikansi asimtotik (=0.000)< 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diantara kelima atribut cookies pada taraf 5%. Berdasarkan uji LSD, dapat diketahui bahwa atribut warna dan penampkan pada cookies tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Maka secara berurut atribut cookies dari skor terendah ingá paling tinggi adalah rasa, kerenyahan, aroma, warna, dan penampakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa atribut utama cookies adalah rasa karena memiliki skor paling rendah.
Lampiran 11. Rekapitulasi prioritas konsumen terhadap faktor visual produk chocochip cookies
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Usia 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 26-35 26-35 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
Pekerjaan Pegawai swasta Mahasiswa Pegawai swasta Mahasiswa Pegawai negeri Mahasiswa Mahasiswa Wiraswasta Pegawai swasta Pegawai negeri Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai negeri Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai swasta
Parameter visual Warna Chocochip Diameter base 1 3 2 1 3 2 2 4 1 1 3 2 3 4 2 1 4 2 1 4 2 1 4 3 1 4 2 1 4 3 2 4 3 3 4 2 1 3 4 1 4 2 1 4 2 1 3 4 1 4 2 2 4 1 1 4 2 1 4 2 1 3 4 1 4 2 1 4 2 1 4 2 1 4 2 2 4 1 3 4 2 1 3 2 1 4 2 1 4 2 1 4 2 1 3 2 3 4 2 2 4 1 1 4 2 2 4 3 1 3 2
Bentuk 4 4 3 4 1 3 3 2 3 2 1 1 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1 4 3 3 3 4 1 3 3 1 4
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Rata-rata
2 1 3 1 3 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1
4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 2 3
1 2 2 2 1 2 2 1 4 2 3 1 1 3 2 1
3 3 1 3 2 3 4 3 2 3 1 4 4 4 4
2 3 1 2 1 1 2
4 4 3 4 4 4 4
1 2 3 2 2 1
3 2 4 1 3 3 3
3 90 1,50
4 223 3,72
2 123 2,05
1 164 2,73
Lampiran 12. Rekapitulasi preferensi konsumen terhadap beberapa produk cookies dengan taburan cokelat butir No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Usia 15-25 15-25 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 26-35 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
Pekerjaan Pegawai swasta Pegawai swasta Pegawai negeri Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Pegawai negeri Mahasiswa Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Pegawai swasta Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Jumlah
Keterangan: 1. Broniz 2. Mia Classy 3. Chocomania 4. Good time cookies 5. Chipy
1
PRODUK 3
2
4
5 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1
1
4
2
2
1 1 1 19
3
Lampiran 13. Perhitungan kandungan vitamin dan mineral
Lampiran 14. Rekapitulasi preferensi konsumen terhadap informasi dan klaim pada produk cookies
Lampiran 14. Rekapitulasi preferensi konsumen terhadap informasi dan klaim pada produk cookies Apakah setiap membeli produk pangan, anda
Selain rasa, hal apakah yang menjadi pertimbangan anda dalam
Apakah anda sering
Pada produk pangan apakah biasanya klaim tersebut anda temukan?
memperhatikan info yang tertera pada
memilih produk cookies
memperhatikan informasi
(boleh lebih dari 1)
Apakah dengan adanya klaim Klaim apakah yang pernah anda temukan itu
Jenis Kelamin
Usia
kemasan? PANELIS
Nama Pria
Wanita
15-25
26-35
Selalu
Sering
Terkadang
Tidak
Harga
(merek) produk
produk
Kemasan produk (disain dan ukuran)
nilai gizi pada label kemasan? Tidak
Informasi tentang produk
Lainnya (sebutkan) ….
Sering
Jarang pernah
PANELIS 1 PANELIS 2 PANELIS 3 PANELIS 4 PANELIS 5 PANELIS 6 PANELIS 7 PANELIS 8 PANELIS 9 PANELIS 10 PANELIS 11 PANELIS 12 PANELIS 13 PANELIS 14 PANELIS 15 PANELIS 16 PANELIS 17 PANELIS 18 PANELIS 19 PANELIS 20 PANELIS 21 PANELIS 22 PANELIS 23 PANELIS 24 PANELIS 25 PANELIS 26 PANELIS 27 PANELIS 28 PANELIS 29 PANELIS 30 PANELIS 31 PANELIS 32 PANELIS 33 PANELIS 34 PANELIS 35 PANELIS 36 PANELIS 37 PANELIS 38 PANELIS 39 PANELIS 40 PANELIS 41 PANELIS 42 PANELIS 43 PANELIS 44 PANELIS 45 PANELIS 46 PANELIS 47 PANELIS 48 PANELIS 49 PANELIS 50 PANELIS 51 PANELIS 52 PANELIS 53 PANELIS 54 PANELIS 55 PANELIS 56 PANELIS 57 PANELIS 58 PANELIS 59 PANELIS 60
Pria Wanita Pria Pria Pria Pria
15-25 15-25 15-25 15-25 26-35
Wanita Wanita Pria
15-25 15-25 15-25 15-25
Wanita Pria Pria Pria Pria Wanita Wanita Pria Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita Wanita Wanita Wanita Wanita Wanita Wanita Pria Wanita Pria Wanita Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria Pria Pria Wanita Pria Wanita Wanita Wanita Wanita Pria Wanita Pria Wanita Wanita Pria Wanita Pria Wanita
Informasi iseng Harga
Jarang
Merek Merek Harga
Sering
Informasi Informasi Informasi Informasi
Terkadang Sering Selalu Selalu
Harga Harga
Sering Terkadang
Harga Merek Kepingin Terkadang
Merek
Selalu
coba-coba Sering Sering
Harga Informasi
Selalu
Harga Terkadang Tidak
Selalu Selalu Selalu Selalu Selalu
Merek Merek Harga Merek Informasi Informasi Informasi Informasi
Sering Selalu Merek Merek Terkadang Terkadang
Informasi Merek
Sering
Harga Terkadang
Merek
Sering
Harga Harga
Terkadang Sering
Merek Merek
Selalu Terkadang
26-35
Informasi
Selalu Selalu Selalu Selalu Selalu
Ukuran Merek Informasi Informasi Informasi Informasi
Sering Selalu Sering Sering
Merek Merek Terkadang Terkadang
Informasi Merek Merek
Sering Sering Selalu Selalu Selalu 21 35%
ikut2an Informasi
Merek Ukuran 23 38%
15 25%
1 2%
21 35%
Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering
11 18%
3 5%
20 33%
kepingin 5 8%
Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering 55 92%
5 8%
1 1 1 1
Snack
cokelat/ ice cream lainnya
(biskuit, ciki..)
permen (es krim)
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Klaim
nutrisi
Klaim
Klaim mengenai standar/jenis/p kesehatan. ilihan
1 1 1 1
0 0%
1 1 1
Klaim
jaminan mutu
proses.
1 1 1
1 1
1
1 1
1 1
1 1
1
1 1 1 1
1
1 1
1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1
1
1 1
1 1
1
1 1 1
1 1
1
1 1 1
1 1 1
1 1
1
1
1
1 1 1
Klaim
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jarang Informasi
Sering Sering
1 1 1 1 1 1
Jarang Jarang Jarang
Merek
Sering Sering Sering
15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering Sering
Informasi Terkadang Terkadang
26-35 26-35 26-35 26-35
Sering Sering Sering Sering
Ukuran
Selalu
15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
Merek
Terkadang Terkadang
26-35
Pria
Pria
Sering Sering Sering Sering
tertentu anda merasa terbantu Susu/ Produk produk2 pangan diet/ yang untuk terbuat dari konsumen tertentu susu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1
1
1
1
1 1 1
1
1
1
1
1
1 1 1 1 1
1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 56 34%
1 1 1
1 1 1 1 1
1 1
1
1
1
1 1
1 1 1
1
1
1 1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1
1 1 31 19%
1 1 1 1 1 1
1
1 1 1
37 23%
1 17 10%
17 10%
5 3%
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1 1
1 1
1 1 1 1 1 1 1
1 1
1 1
1
1 1 1 1 1 1 36 18%
1 1 1 1 1 1 30 14%
1 1 1 1 1
1 1
1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 28 13%
1
1
1 1 1
1 1 1 1 1 1 16 8%
1 18 10%
Klaim tipe
Klaim
jaminan
mengenai
halal.
asal bahan
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 44 23%
1 1 1 1 1 1 1
1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 25 13%
dalam mencari jenis pangan
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
tertentu ? Tidak
Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya 58 97%
2 3%
Apakah anda dapat menyebutkan perbedaan pengertian dari pernyataan
Apakah ada atau tidaknya Apakah adanya klaim pada [a-g]) pada kemasan akan
produk cookies
misal. ‘Tinggi akan kalsium’ dan ‘diperkaya kalsium’? Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak 18 42 28% 72%
dalam pemilihan dan
mempengaruhi anda ketika
pembelian produk tersebut Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Tidak
Tidak
Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya 54 90%
Tidak 6 10%
membayar lebih tinggi untuk produk dengan
mempengaruhi anda klaim kandungan zat gizi
Urutkan (1-4) faktor visual produk cookies dengan
Bersediakah anda
Diantara merek Cookies dengan taburan
Ciri apakah yang anda rasakan dari produk merek tersebut
Urutkan Klaim menurut prioritas anda
klaim tertentu (lihat no 4
memilih produk cookies ? Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya 52 8 87% 13%
klaim (manfaat atau jaminan) tertentu? Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya 55 5 92% 8%
taburan cokelat butir berikut dari yang paling A
B
Klaim tipe
Klaim
jaminan halal. 3 2 2 2 6 1 3 2 2 2 2 4 2 3 2 1 1 2 1 2 1 1 2 2 4 1 2 2 1 1 2 3 3 1 1 1 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 1 1 2 3 3 1 1 1 2 2 1 2 3 2 121
C
Klaim mengenai standar/jenis/p kesehatan. ilihan 1 5 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 7 1 6 1 7 7 1 1 5 6 1 1 7 6 1 1 6 7 6 7 7 1 1 1 4 4 1 1 1 1 7 6 1 1 6 7 6 7 7 1 6 1 1 1 188
7 3 7 7 7 5 5 7 6 7 5 6 5 5 6 4 3 7 4 5 3 2 6 6 6 5 4 3 4 5 5 2 5 2 4 4 6 5 7 6 7 7 4 6 7 4 4 5 5 2 5 2 4 4 6 7 4 4 7 4 299
D
E
F
G
Klaim
Klaim
Klaim
Klaim
jaminan
dibandingkan dengan produk lain mempengaruhi pilihan anda (diberi nomor kecil)
mengenai
mutu
proses.
nutrisi
asal bahan
4 4 6 5 4 4 6 5 7 6 4 2 4 6 5 5 6 6 7 7 4 5 5 5 3 3 6 7 6 4 4 6 1 6 7 3 5 6 5 5 5 5 6 4 5 5 6 4 4 6 1 6 7 3 5 6 7 6 5 5 300
5 7 4 6 5 6 7 4 5 3 6 7 7 7 7 7 5 5 5 4 5 3 7 7 7 4 5 6 5 7 7 7 7 5 5 6 4 7 4 4 1 1 7 5 2 7 5 7 7 7 7 5 5 6 4 5 5 7 2 7 326
2 1 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 3 2 3 2 3 2 4 3 4 1 2 3 5 2 3 3 5 2 4 2 2 1 3 3 3 2 2 3 3 4 3 2 3 3 5 2 4 2 2 1 3 2 3 4 3 173
6 6 5 3 1 7 2 6 4 5 7 5 6 2 3 6 4 4 3 6 6 6 4 3 2 7 7 4 3 2 6 4 4 3 3 5 3 4 6 7 6 6 5 7 6 6 3 2 6 4 4 3 3 5 3 4 3 5 6 6 273
Parameter visual Chocochip 1 1 2 1 3 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 3 2 1 2 1 2 1 3 1 3 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 2 3 1 2 1 1 2 3
Diameter 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 2 3 4 4 3 4 4 4 4 4
Warna base 2 2 1 2 2 2 2 3 2 3 3 2 4 2 2 4 2 1 2 2 4 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 1 2 2 2 1 2 2 1 4 2 3 1 1 3 2 1 1 2 3 2 2 1 2
Bentuk 4 4 3 4 1 3 3 2 3 2 1 1 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1 4 3 3 3 4 1 3 3 1 4 3 3 1 3 2 3 4 3 2 3 1 4 4 4 4 3 2 4 1 3 3 3 1
cokelat berikut manakah yang anda kenali Mia Classy Choco Good Siesta Time Cookies
mania
1
1
1 1 1
1 1
1
1
1
1
1
2 3%
1 1 1
1 13 17%
Cookies 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 59 78%
Kemasan
Merek
Rasanya
Iklannya
Harganya
(warna, disain)
(kualitas) 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1 1
2 3%
1 1
3 4%
1 15 22%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 47 68%
3 4%
1 1%
Lanjutan Lampiran 14. Pekerjaan
Jenis Klaim D E
No
Usia
1
15-25
Pegawai swasta
3
2
7
4
5
1
6
2
15-25
Mahasiswa
3
2
5
4
7
1
6
3
15-25
Pegawai swasta
2
3
6
5
7
1
4
4
15-25
Mahasiswa
2
4
7
5
6
1
3
5
26-35
Pegawai negeri
5
6
7
3
2
4
1
6
15-25
Mahasiswa
1
5
4
6
7
2
3
7
15-25
Mahasiswa
3
4
5
6
7
1
2
8
15-25
Wiraswasta
2
3
7
5
4
1
6
9
15-25
Pegawai swasta
2
3
6
7
5
1
4
10
26-35
Pegawai negeri
2
3
7
5
6
1
4
11
15-25
Pegawai swasta
2
3
5
4
7
1
6
12
15-25
Pegawai swasta
2
3
4
7
5
1
6
13
15-25
Pegawai negeri
2
3
5
4
7
1
6
14
15-25
Mahasiswa
2
3
7
5
4
1
6
15
15-25
Mahasiswa
2
4
6
5
7
1
3
16
15-25
Mahasiswa
1
3
4
5
7
2
6
17
15-25
Pegawai swasta
1
2
3
6
5
7
4
18
15-25
Pegawai swasta
1
2
3
7
5
6
4
19
15-25
Mahasiswa
1
2
7
4
5
6
3
20
15-25
Mahasiswa
2
3
5
7
4
1
6
21
15-25
Mahasiswa
1
2
3
4
5
7
6
22
15-25
Pegawai swasta
1
4
2
5
3
7
6
23
15-25
Mahasiswa
2
3
6
5
7
1
4
24
15-25
Mahasiswa
2
4
6
5
7
1
3
25
15-25
Mahasiswa
4
1
6
3
7
5
2
26
26-35
Pegawai swasta
1
2
5
3
6
4
7
27
26-35
Pegawai swasta
2
3
6
7
5
1
4
28
26-35
Pegawai swasta
2
5
3
7
6
1
4
29
26-35
Pegawai swasta
1
2
5
7
4
6
3
30
15-25
Pegawai swasta
2
4
3
5
7
6
1
31
15-25
Mahasiswa
3
2
4
5
7
1
6
32
15-25
Mahasiswa
3
5
2
6
7
1
4
33
15-25
Mahasiswa
3
2
5
1
7
6
4
34
15-25
Pegawai swasta
1
4
2
6
5
7
3
35
15-25
Pegawai swasta
1
2
4
7
5
6
3
36
15-25
Pegawai swasta
2
3
1
7
4
5
6
37
15-25
Pegawai swasta
4
1
2
5
3
7
6
A
B
C
F
G
38
15-25
Pegawai swasta
2
3
5
6
7
1
4
39
15-25
Mahasiswa
2
3
7
5
4
1
6
40
15-25
Mahasiswa
2
3
6
5
4
1
7
41
15-25
Mahasiswa
3
2
7
5
1
4
6
42
15-25
Mahasiswa
3
2
7
5
1
4
6
43
15-25
Mahasiswa
2
1
3
7
4
5
6
44
15-25
Mahasiswa
2
3
6
5
4
1
7
45
15-25
Mahasiswa
3
4
6
5
2
1
7
46
15-25
Mahasiswa
2
3
4
6
7
1
5
47
26-35
Pegawai swasta
1
2
5
7
4
6
3
48
15-25
Pegawai swasta
2
4
3
5
7
6
1
49
15-25
Mahasiswa
3
2
4
5
7
1
6
50
15-25
Mahasiswa
3
5
2
6
7
1
4
51
15-25
Mahasiswa
3
2
5
1
7
6
4
52
15-25
Pegawai swasta
1
4
2
6
5
7
3
53
15-25
Pegawai swasta
1
2
4
7
5
6
3
54
15-25
Pegawai swasta
2
3
1
7
4
5
6
55
15-25
Pegawai swasta
4
1
2
5
3
7
6
56
15-25
Pegawai swasta
1
2
3
7
5
6
4
57
15-25
Mahasiswa
1
2
7
4
5
6
3
58
15-25
Mahasiswa
2
1
3
7
4
5
6
59
15-25
Mahasiswa
3
4
6
5
2
1
7
60
15-25
Mahasiswa
2
3
4
6
7
1
5
Jumlah
126
173
277
319
313
196
276
Rata-rata
2,10
2,88
4,62
5,32
5,22
3,27
4,60
Keterangan: A = Klaim Jaminan Halal B = Klaim Kesehatan C = Klaim Standar/jenis/pilihan D = Klaim Jaminan mutu E = Klaim Proses F = Klaim Kandungan gizi. G = Klaim Asal bahan
Friedman test Ranks
Test Statistics(a)
Halal kandungan_gizi Standar_jenis_pilihan jaminan_mutu Proses kesehatan asal_bahan
N Chi-Square df Asymp. Sig.
Mean Rank 2.10 2.88 4.62 5.32 5.22 3.27 4.60
60 120.200 6 .000
a Friedman Test
Skala ranking : 1-7 ( 1 =; 7=) LSD Ranking
LSD = tα / 2,α
p.t.(t + 1) / 6
= 1.960
60 × 7 × (7 + 1) 6
= 46.38 dimana : p t R tα/2,α
= banyaknya panelis = banyaknya perlakuan = jumlah peringkat setiap perlakuan = nilai kritik t pada taraf α/2 dengan derajat bebas v = α untuk taraf α = 5% nilai tα/2 = 1.960
E (319) – D (313) – C (277) – G (276) – F (196) – B (173) – A (126) RE-RD RE-RC RE-RG RE-RF RE-RB RE-RA RD-RC RD-RG RD-RF RD-RB RD-RA RC-RG RC-RF RC-RB RC-RA RG-RF RG-RB RG-RA RF-RB
= 319-313 = 319-277 = 319-276 = 319-196 = 319-173 = 319-126 = 313-277 = 313-276 = 313-196 = 313-173 = 313-126 =277-276 = 277-196 = 277-173 = 277-126 = 276-196 = 276-173 = 276-126 = 196-173
=6 = 42 = 43 = 123 = 146 = 193 = 36 = 37 = 117 = 140 = 187 =1 = 81 = 104 = 151 = 80 =103 = 150 = 23
LSD → E ≠ F >LSD → E ≠ B >LSD → E ≠ A LSD → D ≠ F >LSD → D ≠ B >LSD → D ≠ A LSD → C ≠ F >LSD → C ≠ B >LSD → C ≠ A >LSD → G ≠ F >LSD → G ≠ B >LSD → G ≠ A
RF-RA RB-RA
= 196-126 = 70 = 173-126 = 47
E
>LSD → F ≠ A >LSD → B ≠ A
D
C
G
F
B
A
Berdasarkan uji Friedman, diperoleh nilai signifikansi asimtotik (=0.000)< 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diantara kelima atribut
cookies pada taraf 5%. Berdasarkan uji LSD, dapat diketahui bahwa klaim proses, klaim jaminan mutu, klaim standar/jenis/pilihan dan klaim
asal bahan tidak
berbeda nyata pada taraf 5%. Klaim kandungan gizi dan klaim kesehatan juga tidak berbeda nyata pada taraf 5% ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa klaim utama yang paling dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk
cookies adalah klaim Halal, selanjutnya adalah adanya klaim kandungan gizi dan kesehatan kemudian adanya klaim asal bahan, klaimstandar/jenis /pilihan, klaim jaminan mutu dan klaim proses.