ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN TARIF TUNGGAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG (Studi Kasus Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya)
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi
Oleh: IRMA NURMAYANTI 083403157
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA 2012
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI NAMA
: IRMA NURMAYANTI
NPM
: 083403157
JUDUL
:“ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN TARIF TUNGGAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG”. (Studi Kasus Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya) Telah di sidangkan pada 21 November 2012
NO
NAMA DOSEN
JABATAN
1
Dr. Jajang Badruzaman, SE., M.Si, Ak
Pembimbing I
2
Rani Rahman, SE., M.AK
Pembimbing II
3
R. Neneng Rina A, SE., M.M
Penguji I
4
Iwan Hermansyah, SE., M.Si., Ak
Penguji II
TANDA TANGAN
Tasikmalaya, November 2012 Mengetahui Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi
Dr. Jajang Badruzaman, SE., M.Si., Ak
COMPARATIVE ANALYSIS RECEIPT INCOME TAX BEFORE AND AFTER FLAT RATE AND THE EFFECT OF OUTSTANDING INCOME TAX (Case Study Corporate Taxpayers at Tax Service Office of Tasikmalaya City)
ABSTRACT Compiled By : IRMA NURMAYANTI 083403157
Guided By :
Dr. Jajang Badruzaman, SE.,M.Si.,Ak Rani Rahman, SE.,M.AK The research objective to know (1) Receipt income tax before flat rate, (2) Receipt income tax after flat rate, (3) Is there a difference of receipt of income tax before and after flat rate, (4) The influence of receipt of income tax on outstanding income tax. The method used in this research is descriptive analytical and comparative with case study approach. Data collecting technique by throught primary data that is data obtained directly from data source where is research executed in KPP Pratama Kota Tasikmalaya and secondary data that is obtained from literature and the bibliography are relationship with problem which will be checked. Analyzer applied is t-test parametric statistical techniques and simple regression test with measurement scale of ratio. Testing of hypotesis by using ttest. Result of research indicates that (1) receipt income tax before flat rate have increased, (2) receipt income tax after flat rate have increased, (3) Testing about the differences of receipt before and after flat rate there is significant different between receipt tax income before and after flat rate, (4) testing about receipt income tax to outstanding income tax that is receipt income tax to outstanding income tax had an effect on significant to outstanding income tax. Keyword : Receipt income tax, flat rate, outstanding income tax
i
ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN TARIF TUNGGAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG (Studi Kasus Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya)
ABSTRAK Oleh : IRMA NURMAYANTI 083403157
Dibawah bimbingan :
Dr. Jajang Badruzaman, SE.,M.Si.,Ak Rani Rahman, SE.,M.AK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal, (2) Penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal, (3) Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal, (4) Pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang. Metode yang digunakan adalah metode komparatif dan deskriptif analitis dengan metode pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data dimana penelitian ini dilaksanakan di KPP Pratama Kota Tasikmalaya dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur dan buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Alat analisis yang digunakan adalah t-test statistik parametris dan uji regresi sederhana dengan skala pengukuran rasio. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji uji beda rata-rata dan uji t. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal mengalami peningkatan, (2) Penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal mengalami peningkatan, (3) Pengujian mengenai analisis perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah tarif tunggal yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal, (4) Pengujian mengenai pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang yaitu penerimaan pajak penghasilan berpengaruh signifikan terhadap pajak penghasilan terutang. Kata kunci : penerimaan pajak penghasilan, tarif tunggal, pajak penghasilan terutang
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T, berkat rahmat dan hidayahNya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Dan Pengaruhnya Terhadap Pajak Penghasilan Terhutang (Studi Kasus Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya). Skripsi ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, dorongan semangat, dan sumbangan pikiran dari banyak pihak, skripsi ini tidak akan terlaksanakan dengan baik. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarnya-besarnya kepada: 1. Orang tua dan mertua tercinta atas nasehat, dorongan, pengorbanan dan doa yang selalu tercurah untuk penulis. 2. Suami, ayah dari anak lelakiku “Imat Rakhmatillah” yang telah banyak membantu dengan sabar dan telaten dalam pembuatan skripsi ini serta membiayai kuliah penulis. 3. Anakku tersayang “aldebaran alfathir rakhmatillah” yang senantiasa setia mengikuti setiap langkah penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Mamah, a iman, a iki, teh eva, a gian, ica untuk bantuan, doa yang selalu diberikan demi kelancaran penulis.
iii
5. Bapak Prof. Dr. H. Kartawan, S.E.,M.P., selaku Rektor Universitas Siliwangi Tasikmalaya. 6. Bapak Dr. Asep Yusup Hanapia, SE.,M.P., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya. 7. Bapak Dr. Jajang Badruzaman, SE.,M.Si.,Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi. Sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah banyak membantu dan memberikan masukan kepada penulis. 8. Bapak Rani Rahman, SE.,M.AK., selaku Pembimbing II yang telah memberikan banyak pengarahan dan kemudahan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Ibu Rita Tri Yusnita, SE.,M.M., selaku Dosen Wali Akuntansi D 2008. 10. Seluruh dosen dan staf karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya yang telah memberikan ilmunya sejak awal perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini. 11. Kepala KPP Pratama Kota Tasikmalaya beserta staf pegawai di bagian umum dan data informasi yang telah memberikan izin penelitian, kemudahan, dan membantu kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 12. Teman-teman seperjuangan akuntansi 2008, khususnya akuntansi D 2008. 13. Rekan-rekan senior dan adik junior di Jurusan Akuntansi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 14. Rekan-rekan BE Himatansi khususnya periode 2009/2010, 2010/2011.
iv
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, bahkan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan dan menerima dengan senang hati segala kritik dan saran dari semuanya. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi yang membacanya. Amin
Tasikmalaya, Juni 2012
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT.................................................................................................i ABSTRAK..................................................................................................ii KATA PENGANTAR..............................................................................iii DAFTAR ISI.............................................................................................vi DAFTAR TABEL.....................................................................................x DAFTAR GAMBAR................................................................................xi BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian.............................................................1 1.2 Identifikasi Masalah......................................................................7 1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................7 1.4 Kegunaan Hasil Penelitian............................................................8 1.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian........................................................9 1.5.1 Lokasi Penelitian..................................................................9 1.5.2 Waktu Penelitian.................................................................9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka...........................................................................10 2.1.1 Definisi Pajak.....................................................................10 2.1.2 Fungsi Pajak.......................................................................13 2.1.3 Asas-Asas Pajak.................................................................15
vi
2.1.4 Klasifikasi Pajak.................................................................17 2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak...................................................19 2.1.6 Pajak Penghasilan................................................................21 2.1.6.1 Subjek Pajak Penghasilan.......................................22 2.1.6.2 Objek Pajak Penghasilan........................................25 2.1.7 Tarif Pajak...........................................................................28 2.1.7.1 Tarif Tunggal..........................................................31 2.2 Kerangka Pemikiran.....................................................................33 2.3 Hipotesis.......................................................................................38
BAB III : OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian..........................................................................39 3.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak......................39 3.1.2 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama.......42 3.1.2.1 Karakteristik KPP Pratama..................................43 3.1.2.2 Pola Pengelolaan KPP Pratama...........................47 3.2 Metode Penelitian......................................................................49 3.2.1 Metode Penelitian Yang Digunakan................................49 3.2.2 Jenis Dan Sumber Data...................................................49 3.2.3 Operasionalisasi Variabel...............................................50 3.2.4 Teknik Pengumpulan Data..............................................51 3.2.5 Paradigma Penelitian.....................................................52 3.2.6 Rancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis.......53
vii
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian...........................................................................61 4.1.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya..........61
4.1.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya..........61
4.2 Pembahasan.................................................................................64 4.2.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya..........64
4.2.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya..........66
4.2.3 Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Tarif Tunggal....................................................................67
4.2.3 Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Tarif Tunggal....................................................................68
4.2.6 Pengaruh Penerimaan Pajak Penghasilan Terhadap Pajak Penghasilan Terutang Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya.............................................................70
4.2.7 Uji Hipotesis.....................................................................73 4.2.7.1 Perbedaan Antara Besarnya Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya......................73
4.2.7.2 Pengaruh Penerimaan Pajak Penghasilan Terhadap Pajak Penghasilan Terutang Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya......................75
ix
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan.....................................................................................76 5.2 Saran...........................................................................................77 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................80 LAMPIRAN..............................................................................................82
x
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian...........................................................................6 Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel......................................................................51 Tabel 3.2 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi..............................................58 Tabel 4.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Tarif Tunggal........................62 Tabel 4.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Tarif Tunggal.........................63 Tabel 4.3 Perubahan Pajak Penghasilan Sebelum Tarif Tunggal..........................65 Tabel 4.4 Perubahan Pajak Penghasilan Sesudah Tarif Tunggal...........................67 Tabel 4.5 Penerimaan Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Terutang.................................................................................................71
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Paradigma Penelitian..........................................................................53
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Data Penerimaan Pajak Penghasilan Badan Sebelum dan Sesudah Tarif Tunggal....................................................................................82
Data Pajak Penghasilan Terutang Badan...............................................................83 Perhitungan SPSS dan Perhitungan Manual..........................................................84 Tabel Distribusi t....................................................................................................91 Surat Keterangan Izin Penelitian KPP Pratama Kota Tasikmalaya.......................92
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Pendapatan negara merupakan pemasukan yang diperoleh negara untuk
membiayai
dan
menjalankan
roda
pemerintahan,
dimana
penerimaan tersebut didapat dari berbagai sumber baik sektor migas maupun non migas. Namun penerimaan dari sektor non migas lebih besar dibandingkan sektor migas. Penerimaan dari sektor non migas yang utama adalah penerimaan dari sektor pajak. Peranan penerimaan pajak selalu diupayakan untuk ditingkatkan, karena merupakan sumber pendapatan dalam negeri yang lebih stabil dan dinamis. Walaupun disadari bersama dalam situasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia, harapan untuk peningkatan penerimaan pajak semakin sulit untuk di capai. Peranan pajak untuk biaya pembangunan di Indonesia sudah sangat dominan melebihi porsi penerimaan dari sektor migas. Kondisi ini mencerminkan harapan yang besar bahwa pembangunan di masa yang akan datang ditentukan dari kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak dan keefektifan serta keefisienan pungutan pajak yang dilakukan. Beban dan tanggung jawab untuk merealisasikan penerimaan negara yang bersumber dari penerimaan pajak mengharuskan Direktorat Jenderal Perpajakan melakukan reformasi aturan-aturan di bidang perpajakan.
Awal reformasi besar perpajakan di Indonesia dimulai tahun 1984, ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Undang-Undang ini menggantikan peraturan perpajakan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda (misalnya : ordonansi PPs 1925 dan ordonansi PPd 1944), dan sistem pemungutan pajak Indonesia juga mengalami perubahan dari sistem official-assessment menjadi sistem self-assessment yang masih diterapkan sampai dengan sekarang. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan kembali disiapkan oleh pemerintah untuk diajukan ke DPR guna keperluan amandemen. RUU Perpajakan itu terdiri dari Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PpnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Adapun arah dan tujuan penyempurnaan UndangUndang Perpajakan tersebut adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui program intensifikasi dan ektensifikasi pajak, memberikan rasa keadilan
dan
kemudahan
dalam
sistem
administrasi
perpajakan,
meningkatkan iklim investasi melalui penyederhanaan jenis pajak dan struktur tarif dengan memperhatikan tarif yang berlaku di negara lain.
Semenjak reformasi perpajakan yang terjadi pada tahun 1983 dan berlaku efektif pada tahun 1984, Indonesia menggunakan struktur tarif progresif untuk menghitung pajak penghasilan terutang. Tarif progresif tersebut berlaku sama, baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun untuk Wajib Pajak Badan. Kecenderungan global yang terjadi adalah diterapkannya flate rate menggantikan tarif progresif. Flate rate diyakini dapat meningkatkan penerimaan pajak dan menarik investasi. Rencana pemerintah memberlakukan tarif tunggal sebesar 28% dalam perhitungan pajak penghasilan seperti tercantum dalam RUU tentang Pajak Penghasilan dikhawatirkan akan mematikan sektor usaha kecil menengah dan koperasi. Tarif tunggal tersebut akan membuat nominal pajak penghasilan yang harus dibayarkan kalangan UKM dan Koperasi menjadi lebih besar di bandingkan dengan sisem tarif berlapis (progresif) yang berlaku. Pembengkakan biaya pajak penghasilan itu akan semakin menyulitkan keuangan UKM maupun dalam mengembangkan usaha. Usulan
penerapan
tarif
tunggal
sebenarnya
telah
lama
dikemukakan. Dalam perundingan dengan IMF, pemerintah mengkaji penurunan tarif PPh Badan, dan kemungkinan menerapkan tarif tunggal. Penelitian yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memberi rekomendasi penggunaan tarif tunggal sebesar 27-28%, untuk PPh Badan non usaha kecil dan menengah (non UKM) dan sementara untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang di definisi berpenghasilan di bawah Rp.
100.000.000,00 per tahun diusulkan tarif final sebesar 19%. Tarif tunggal ini dimasa depan bisa saja diturunkan menjadi 25%. Berbeda dengan Negara lain yang telah terlebih dahulu mengenakan tarif tunggal untuk seluruh pajak penghasilannya, Indonesia justru berencana untuk mengenakan tarif tunggal hanya pada PPh Badan. Padahal contoh sukses penerapan tarif tunggal di Negara Rusia adalah pajak perseorangan. Selain itu pemerintah mematok besaran tarif pada angka 28%, yang berarti pengusaha kecil yang sebelumnya dikenakan pajak pada tarif terendah sebesar 10%, maka dengan ketentuan ini pengusaha kecil akan membayar pajak lebih besar dari sebelumnya. Dari satu sisi penerimaan pajak akan meningkat akan tetapi di mungkinkan pula di sisi yang lain akan mengakibatkan masyarakat kategori pengusaha kecil menjadi malas untuk bekerja karena akan dikenakan tarif yang lebih tinggi. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan yang diajukan pemerintah mulai tahun 2005, pemerintah berencana menerapkan tarif tunggal untuk menggantikan tarif progresif Pasal 17 Pajak Penghasilan. Dalam UU PPh No 36 tahun 2008 pemerintah berupaya memperbaiki ketentuan-ketentuan pajak yang diharapkan akan bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kesejahteraan dan keadilan bersama. Maka besaran tarif yang diusulkan adalah 28% berlaku pada
tahun 2009 dan pada tahun 2010 diturunkan menjadi 25%. Tarif tunggal diterapkan untuk Wajib Pajak Badan dan berlaku sama untuk seluruh Wajib Pajak Badan. Dalam penelitian ini penulis merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh : 1) Iwan Saktius Susilo (2007) dengan judul Pengaruh Tarif Tunggal Pasal 17 PPh Badan Terhadap Jumlah Pajak Penghasilan Terhutang. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) metode yaitu penelitian assosiatif/hubungan dan metode komparatif. Dimana hasilnya adalah tarif tunggal pasal 17 PPh Badan berpengaruh signifikan terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. 2) Annisa Gama Widjaya (2011) dengan judul Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum Dan Sesudah Reformasi Perpajakan 2008 Dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak. Penelitian berupa data sekunder yaitu data kuantitatif. Dimana hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan mengenai realisasi penerimaan pajak pada periode sebelum dan sesudah reformasi 2008. 3) Venti Eka Satya, Galuh Prila Dewi (2010) mengenai Perubahan Undang-Undang
Pajak
Penghasilan
Dan
Peranannya
Dalam
Memperkuat Fungsi Budgetair Perpajakan. Penelitian ini menjelaskan semakin besarnya porsi penerimaan pajak yang bersumber dari pajak langsung terutama pajak penghasilan menunjukan adanya sisi positif dari reformasi Undang-Undang Perpajakan terutama PPh.
Untuk melihat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut ini : Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Penulis
No 1
2
3
Peneliti, Tahun, Judul dan Tempat Iwan Saktius Susilo (2007) Judul : Pengaruh Tarif Tunggal Pasal 17 PPh Badan Terhadap Jumlah Pajak Penghasilan Terhutang pada KPP Pangkal Pinang Annisa Gama Widjaya (2011) Judul : Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum Dan Sesudah Reformasi Perpajakan 2008 Dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Pada KPP Pratama Kota Semarang
Persamaan
Perbedaan
Sama-sama membahas tarif pajak dan pajak penghasilan terhutang
Variabel yaitu progresif penerimaan penghasilan sebelum tunggal
Sama-sama membahas perubahan ketentuan perpajakan
Variabel (𝑋1 ), (𝑋2 ), dan Variabel Y
tarif
Sumber
Tarif tunggal pasal 17 PPh Badan berpengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terutang
Tesis Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Pemungutan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi mempengaruhi penerimaan pajak di KPP BUMN tahun berjalan
Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Pajak yang Terdapat pengaruh Jurnal dibahas mengenai yang signifikan Ekonomi dan pengaruhnya dengan adanya Kebijakan terhadap fungsi reformasi Publik budgetair, sedang perpajakan rencana peneliti sehingga akan membahas meningkatkan pengaruh pajak penerimaan pajak terhadap jumlah negara. pajak yang teutang Irma Nurmayanti : Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Dan Pengaruhnya Terhadap Pajak Penghasilan Terhutang Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya Venty Eka Satya, Galuh Prila Dewi (2010) Judul : Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Peranannya Dalam Memperkuat Fungsi Budgetair Perpajakan
Sama-sama membahas Pajak Penghasilan
(𝑋1 ) tarif ( pajak
Hasil
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulisan skripsi ini disajikan dengan judul “Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal dan Pengaruhnya Terhadap Pajak Penghasilan Terutang”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal. 2. Bagaimana penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal. 3. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah tarif tunggal pada KPP Pratama Kota Tasikmalaya. 4. Bagaimana pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang pada KPP Pratama Kota Tasikmalaya.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal. 2. Penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal. 3. Perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah tarif tunggal pada KPP Pratama Kota Tasikmalaya.
4. Pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang pada KPP Pratama Kota Tasikmalaya.
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian Penulis berharap agar hasil penelitian yang disajikan untuk penyusunan karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi : 1. Penulis Dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman yang berharga dalam mempelajari, memahami dan mengimplementasikan ilmu yang diperoleh khususnya ilmu yang berhubungan dengan judul di atas baik teoritis maupun sosialisasinya secara riil dalam kehidupan penulis khususnya pada dunia perpajakan. 2. Kantor Pelayanan Pajak Penulis berharap dapat memberikan bahan masukan yang berguna untuk pelaksanaan tarif tunggal guna meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. 3. Bagi pihak lain Dapat menjadi masukan dan bahan referensi tambahan serta menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca yang tertarik untuk mendalami topik yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Tasikmalaya. 1.5.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dimulai dari bulan Mei 2012 sampai dengan Oktober 2012.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Pajak Pajak adalah suatu jenis pungutan yang dilakukan oleh Negara atas perintah Undang-Undang yang mutlak dilakukan untuk mempertahankan eksistensi suatu Negara. Hal ini sangat bisa dipahami karena tanpa dana yang
memadai
mustahil
Negara
akan
dapat
menjalankan
roda
pemerintahan dan melaksanakan pembangunan di segala bidang bahkan sangat mustahil suatu Negara dapat mempertahankan eksistensinya sebagai suatu Negara. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarah bangsa Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka sudah dikenal suatu pungutan yang disebut pajak dengan istilah yang bermacam-macam, seperti pada zaman kerajaan-kerajaan yang pernah ada di bumi nusantara dikenal suatu pungutan oleh raja-raja dengan istilah upeti. Dalam perkembangannya setelah bangsa Indonesia dijajah oleh kolonial Belanda mulai dikenal pungutan pajak dengan istilah seperti pajak tanah, pajak hasil bumi, pajak perseroan, pajak pendapatan dan lain-lain. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh seluruh hampir negara di dunia. Di setiap negara yang memiliki pemerintahan dan rakyat, akan ada pajak di negara tersebut. Oleh
karena itu, dapat dikatakan hampir tidak ada negara di dunia yang tidak memberlakukan pajak. Selain sebagai salah satu sumber penerimaan negara, pajak juga bermanfaat sebagai alat pemerataan pendapatan dan pendorong investasi. Berbagai pendapat para ahli memberikan definisi tentang pajak, Musgrave memberikan definisi tentang pengertian pajak dengan cara memberikan perbedaan antara pajak dengan pinjaman sebagai berikut : ” Pajak ditarik dari sektor swasta tanpa mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi pemerintah terhadap pihak pembayar. Pinjaman merupakan suatu penarikan yang dilakukan sebagai pengganti janji pemerintah untuk membayar kembali dimasa mendatang serta untuk membayar bunga selama periode pinjaman. Pajak merupakan suatu kewajiban sementara pinjaman lebih bersifat sukarela”.
Andriani seorang mantan guru besar dalam hukum pajak di Universitas Amsterdam (Belanda) memberikan pendapatnya bahwa : “ Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Sementara Rochmat Soemitro memberikan pengertian pajak adalah sebagai berikut : “Pajak adalah iuran kepada Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Definisi pajak menurut Undang-Undang No. 28 Tahun
2007,
adalah sebagai berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara sebagai wujud peran serta dalam pembangunan yang dalam pengenaannya berdasarkan UndangUndang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta dapat dipaksakan bagi mereka yang melanggarnya. Pajak tidak dapat dipisahkan dengan pemerintahan, karena pajak merupakan salah satu unsur terselenggaranya fungsi pemerintahan. Pajak merupakan salah satu cara pengalihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik yang diperlukan untuk menjalankan fungsi pemerintahan. Ada 3 fungsi pemerintahan, yang berkaitan dengan pemungutan pajak oleh suatu pemerintahan yaitu: a. Mengatasi inefisiensi dalam suatu sistem pasar untuk mendistribusikan alokasi sumber daya ekonomi, apabila terjadi kendala dalam mekanisme pasar.
b. Distribusi penghasilan dan kekayaan dalam masyarakat sebagai pelaksanaan dalam fungsi keadilan sosial. c. Menciptakan suasana yang dapat mengatasi fluktuasi dalam ekonomi untuk menjamin terselenggaranya daya serap tenaga kerja dalam tingkat yang tinggi menjaga stabilitas keseimbangan harga. Dalam memainkan fungi-fungsi tesebut pajak memainkan peranan yang penting, karena pelaksanaan pajak berkaitan dengan wewenang yang di miliki oleh suatu negara yang mempunyai kekuasaan dalam menyelenggarakan pemerintahan atas suatu penduduk dalam negara tersebut yang dibatasi dengan batas wilayah kekuasaan negara lainnya.
2.1.2 Fungsi Pajak Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu Negara. Pajak antara lain mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Fungsi Penerimaan (Budgetair ) Fungsi pajak yang paling utama adalah memasukan dana secara optimal untuk mengisi kas negara dengan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut dengan fungsi budgetair atau fungsi penerimaan. Oleh karena itu suatu pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya memenuhi azas revenue productivity. Jika suatu pajak sangat sulit untuk dipungut padahal memiliki potensial yang sangat signifikan
maka mungkin saja pemerintah lebih mengedepankan kemudahan administrasi daripada asas keadilan. Nurmantu menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan memasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-Undang perpajakan yang berlaku adalah: a) Jangan sampai ada wajib pajak atau subjek pajak yang tidak memenuhi sepenuhnya kewajiban perpajakannya. b) Jangan sampai ada objek pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak kepada fiskus. c) Jangan sampai ada objek pajak yang terlepas dari pengamatan atau perhitungan fiskus. b. Fungsi Mengatur (Regulator) Fungsi mengatur (regulerend) disebut juga fungsi tambahan, yaitu fungsi dalam mana pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pajak digunakan untuk memproteksi produksi dalam negeri, mendorong impor, merangsang investasi, dan juga digunakan untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan. Oleh karenanya pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur guna tercapainya tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah.
c. Fungsi Stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. d. Fungsi Redistribusi Pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan.
2.1.3 Asas-Asas Pajak Rosdiana menjelaskan bahwa terdapat beberapa asas yang penting untuk diperhatikan dalam mendesain sistem pemungutan pajak, yaitu: a. Asas Equity/Equlity Asas equity (keadilan) mengatakan bahwa pajak itu harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut, dan juga sesuai dengan manfaat yang diterimanya dari negara. Salah satu alasan mengapa tingkat kesadaran membayar pajak tinggi di negara-negara relatif maju adalah
karena mereka yakin bahwa pajak yang dipungut pemerintah sudah adil. Pembebanan pajak adil, apabila wajib pajak menyumbangkan suatu jumlah untuk
dipakai
guna
pengeluaran
pemerintah
sebanding
dengan
kepentingannya dan dengan manfaat yang diterimanya dari pemerintah. Keadilan dalam pajak penghasilan terdiri dari keadilan horizontal dan keadilan vertikal. b. Asas Revenue Productifity Prinsip ini menurut Frizt Neumark sebagaimana dikutip Nurmantu menyangkut dua hal yaitu pertama principle of adequacy, bahwa sistem perpajakan nasional seharusnya dapat menjamin penerimaan negara untuk membiayai semua pengeluaran. Kedua the principle of adaptability, bahwa sistem
perpajakan
bersifat
cukup
fleksibel
untuk
menghasilkan
penerimaaan tambahan bagi negara, apabila terjadi kebutuhan mendadak negara seperti adanya bencana alam nasional tanpa menimbulkan kegoncangan dalam bidang ekonomi rakyat. c. Asas Ease of Administration Suatu
sistem
perpajakan
yang
baik
haruslah
mudah
dalam
administrasinya dan mudah pula untuk mematuhinya. Haula Rosdiana mengatakan bahwa terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mencapai kemudahan administrasi tersebut. Pertama adalah certainty, yaitu menyatakan bahwa harus ada kepastian baik bagi petugas pajak maupun bagi semua wajib pajak, selain itu mencakup pula kepastian
pihak-pihak yang dikenakan pajak, apa saja yang dikenakan pajak, besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan bagaimana jumlah pajak yang terhutang harus dibayar. Kedua adalah azas convenience yaitu penentuan saat yang tepat bagi wajib pajak untuk membayar pajak misalnya pada saat menerima penghasilan. Ketiga azas efficiency, yaitu dari sisi fiskus pemungutan lebih kecil daripada jumlah pajak yang dikumpulkan sedangkan dari sisi wajib pajak, dikatakan efisien apabila biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam pemenuhan kewajibannya bisa seminimal mungkin. Dan yang keempat dan terakhir adalah azas simplicity, yaitu kesederhanaan dalam peraturan perpajakan jelas dan mudah dimengerti oleh wajib pajak.
2.1.4 Klasifikasi Pajak Berbagai macam jenis pajak dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasinya. 1. Menurut Golongan a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM), dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya adalah Pajak Reklame, Pajak Hotel , Pajak Penerangan Jalan, Pajak Restoran dan lain-lain. Apabila dilihat dari segi administratif yuridis, maka pajak dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: a. Pajak Langsung, artinya bahwa dari segi yuridis pajak ini dipungut secara periodik, yakni dipungut secara berulang-ulang, tidak hanya satu kali pungut saja, dengan menggunakan penetapan sebagai dasarnya. Dan jika dilihat dari segi ekonomis apabila beban pajak tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, jadi dalam hal ini antara pihak yang dikenai kewajiban atau ditetapkan untuk membayar pajak dengan pihak yang benar-benar memikul beban pajak, merupakan pihak yang sama. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Tidak Langsung, artinya bahwa dari segi yuridis pajak ini dipungut secara insidental atau tidak berulang-ulang dan tidak menggunakan kohir. Jadi pajak tidak langsung hanya dipungut sesekali seperti yang dikehendaki oleh ketentuan Undang-Undang. Dari segi ekonomis apabila wajib pajak dapat mengalihkan beban pajaknya kepada pihak lain atau dengan kata lain antara mereka yang menjadi wajib pajak dengan yang benar-benar memikul beban pajak itu
merupakan pihak yang berbeda. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri orang atau badan yang dikenai pajak (wajib pajak). Pajak subjektif dimulai dengan menetapkan orangnya baru kemudian dicari syarat objektifnya. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal pada objek yang dikenai pajak, dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subjeknya. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri official assessement system : wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif, utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System Dari asal katanya self assessment terdiri dari kata self yang artinya sendiri dan to assess yang artinya menilai, menghitung, menaksir, dengan demikian self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. c. Witholding Tax System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenag dan kewajiban kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Sejak tax reform mulai tahun 1984 pemungutan pajak penghasilan di Indonesia sistem pemungutan pajak yang diterapkan adalah merupakan kombinasi antara self assessment system dan witholding tax system. Self assessment system tersirat dalam bunyi pasal 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi “Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak”. Sedangkan penerapan witholding tax
system antara lain dapat dijumpai dalam pasal 4 ayat (2), pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2.1.6
Pajak Penghasilan Sesuai dengan sebutannya pajak penghasilan itu dikenakan atas
penghasilan. Pajak penghasilan merupakan salah satu jenis pajak pusat yang objeknya adalah penghasilan. Pajak penghasilan dikenakan terhadap wajib pajak yaitu apabila telah terpenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pajak penghasilan merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak negara. Sebagai pajak langsung maka beban pajak tersebut menjadi tanggungan wajib pajak yang bersangkutan dalam arti bahwa beban pajak tersebut tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain dengan cara memasukkan beban pajak ke dalam kalkulasi harga jual. Sebagai pajak langsung pajak penghasilan dipungut secara periodik terhadap kumpulan penghasilan yang diperoleh atau yang diterima oleh wajib pajak selama satu tahun pajak. Pengertian
penghasilan
dalam
Undang-Undang
PPh
tidak
memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai
kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin pemerintah.
2.1.6.1 Subjek Pajak Penghasilan Dalam hukum Pajak Internasional, subjek pajak itu disebut sebagai “person” atau orang, yang dapat berupa orang pribadi dan dapat pula bukan orang pribadi. Subjek pajak adalah subjek hukum yang oleh undang-undang pajak diberi kewajiban perpajakan. Subjek pajak menurut Undang-undang No 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan adalah sebagai berikut : 1) orang pribadi; 2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; 3) badan; 4) bentuk usaha tetap. Pengertian badan diberikan definisi tersendiri sesuai pasal 1 butir 3 UU KUP yaitu : “Sekumpulan orang pribadi dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.
Subjek pajak tersebut akan dikenakan pajak penghasilan bilamana terpenuhi syarat objektif yaitu menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan. Menurut pasal 2 ayat (2) UU PPh subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah : a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. 2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 3. Penerimaanya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Sedangkan yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah: a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Sedangkan yang tidak termasuk subjek pajak adalah : 1. Kantor perwakilan negara asing 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabatpejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi Internasional dengan syarat : a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2.1.6.2 Objek Pajak Penghasilan Sedangkan pengertian penghasilan yang merupakan objek dari pajak penghasilan, menurut pasal 4 UU PPh dirumuskan : “Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Termasuk : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: Keuntungan
karena
pengalihan
harta
kepada
perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau angota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya. Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam usaha pertambangan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian uang. g. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi. o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah. r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. s. Surplus Bank Indonesia.
Termasuk Pendapat Schanz, Haig, dan Simon yang selanjutnya dikenal dengan istilah SHS Concepts dikutip oleh Nurmantu menyatakan bahwa pengertian penghasilan untuk kepentingan perpajakan seharusnya tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya, melainkan lebih menekankan pada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa. Bagi wajib pajak dalam negeri yang menjadi objek pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri yang menjadi objek pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja. Pajak Penghasilan Badan adalah salah satu bagian dari komponen pajak penghasilan yaitu termasuk dalam golongan pajak langsung. Artinya bahwa pemajakannya langsung ditujukan terhadap subjek yang akan menanggung beban pajak tersebut.
2.1.7 Tarif Pajak Rosdiana menjelaskan bahwa Tariff/Custom Duties adalah pajak atas lalu lintas barang. Dalam International Tax Glossasry disebutkan bahwa custom duties are levied on goods into a country. Dalam literatur seringkali disebut juga dengan tarif. Tarif pajak didefinisikan sebagai tarif yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan biasanya merupakan presentase untuk diterapkan atas penghasilan neto.
Nurmantu menjelaskan bahwa dalam beberapa literatur, dikenal empat macam tarif pajak yakni tarif tetap, tarif proporsional, tarif progresif, dan tarif regresif. 1. Tarif pajak tetap (fixed rate) Yang dimaksud dengan tarif pajak tetap adalah tarif yang jumlah pajaknya dalam rupiah (atau Dolar) bersifat tetap walaupun objek pajak jumlahnya berbeda-beda. Nurmantu memberikan contoh penerapan tarif pajak tetap adalah pada Bea Materai, di atur bahwa jumlah Bea Materai terhutang atas kuitansi atau tanda terima uang di atas Rp. 1.000.000,00 adalah sejumlah Rp. 6.000,00. Walaupun uang yang diterima jumlahnya lebih dari Rp. 1.000.000,00 jumlah Bea Materai yang terutang tetap Rp.6.000,00. 2. Tarif pajak proporsional (proporsional rate) Yang dimaksud dengan tarif pajak proporsional adalah tarif yang persentasenya tetap walaupun jumlah objek pajaknya berubah-ubah. Nurmantu memberikan contoh pada penerapan tarif pajak pertambahan nilai sebesar 10%. Walaupun objek pajaknya naik ataupun turun, maka tarif yang dikenakan adalah tetap sebesar 10%.
3. Tarif pajak progresif Yang dimaksud dengan tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang makin tinggi objek pajaknya, makin tinggi pula presentase tarif pajaknya. Misalnya seseorang dengan penghasilan Rp. 1.000.000,00 akan dikenakan tarif sebesar 10%, penghasilan sebesar Rp. 5.000.000,00 akan dikenakan tarif 15%, dan penghasilan yang lebih besar lagi akan dikenakan tarif 30%. 4. Tarif pajak regresif (regressive rate) Yang dimaksud dengan tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang apabila objek pajaknya makin tinggi, maka makin rendah pula tarifnya. Tarif ini pernah berlaku untuk Bea Warisan. Makin tinggi warisan yang akan diterima ahli waris, maka tarif pajak atas warisan makin kecil. Tarif ini sudah tidak berlaku lagi di Indonesia. Dalam hubungannya dengan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam UU PPh maka tarif yang diterapkan adalah tarif progresif sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) UU PPh. Tarif progresif yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah : Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta 10% (sepuluh persen) rupiah) Di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) 15% (lima s.d Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) persen)
belas
30% (tiga persen)
puluh
Di atas Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
2.1.7.1 Tarif Tunggal Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan tanggal 23 September 2008 yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2009 maka telah terjadi perubahan tarif pajak penghasilan. Dan tarif tersebut adalah sebagai berikut: Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap tarif yang berlaku adalah tarif tunggal yaitu sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Menurut pasal 17 ayat (2a) tarif PPh untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sejak tahun 2010 tarif tunggalnya berubah menjadi 25% (dua puluh lima persen). Dilihat dari karakterisriknya, Flat rate (di Indonesia dipergunakan istilah tarif tunggal) dapat digolongkan dalam jenis tarif proporsional. Flat
rate untuk selanjutnya disebut tarif tunggal, adalah bentuk tarif yang presentase tarifnya tetap walaupun jumlah objek pajaknya berubah-ubah. Tarif jenis ini memiliki keutamaan dalam hal kesederhanaan dan mudah di aplikasikan. Banyak pendapat ahli yang berpendapat mengenai kelebihan dan kekurangan tarif yang bersifat flat ini. Kelebihan dari tarif proporsional ini yang menyebabkan menjadi efisien untuk digunakan adalah: a. Sederhana (simplicity) dan mudah diaplikasikan b. Menghilangkan pengecualian kecuali pengecualian pribadi (personal exemption)
dan
celah-celah
yang
dapat
dipergunakan
untuk
meminimalkan pajak. c. Menghilangkan anti saving-bias d. Pajak tunggal akan lebih adil, mempercepat pertumbuhan ekonomi, global kompetitif, dapat meningkatkan efisiensi penagihan pajak, memudahkan dan menghemat waktu atas keberadaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, dan akan menghentikan korupsi oleh pihak-pihak terkait. Penerapan tarif tunggal dikenakan atas penghasilan neto, artinya penghasilan yang diperoleh setelah dikurangkan dengan harga pokok, biaya-biaya yang timbul dari kompensasi kerugian. Tarif tunggal tersebut berlaku untuk seluruh wajib pajak, artinya tidak ada perbedaan antara
wajib pajak yang termasuk dalam kategori besar maupun wajib pajak skala kecil atau Usaha Kecil Menengah (UKM).
2.2 Kerangka Pemikiran Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Definisi Pajak menurut Soemitra berbunyi sebagai berikut : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Sementara Adriani mengatakan : “Pajak sebagai iuran kepada negara, yang dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain: 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang”. 2. Tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi perorangan) yang dapat ditunjukan secara langsung. 3. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan baik rutin maupun pembangunan. 4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada tahun 2008 dengan mengeluarkan beberapa Undang-Undang pajak baru yang berlaku mulai 1 Januari 2009, salah satunya UU No 36/2008 tentang pajak penghasilan. Perubahan reformasi pajak 2008 yaitu terdapat konsep modernisasi administrasi perpajakan. Salah satu bentuk perubahan yang dilakukan dalam setiap pasalpasalnya yaitu berupa perubahan tarif, baik itu perubahan lapisan tarif, persentase tarif maupun jumlah penghasilan yang menjadi dasar penetapan
masing-masing tarif. Perubahan pentarifan pajak yang sering mengiringi perubahan Undang-Undang ini juga diharapkan akan memberikan perubahan yang signifikan terhadap penerimaan pajak negara. Tarif pajak digunakan untuk menghitung besarnya pajak terhutang atau pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Pengenaan tarif progresif telah diterapkan sejak tahun 1984 untuk menghitung Pajak Penghasilan Badan seperti diatur dalam pasal 17 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 17 Tahun 2000. Pengertian pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik. Pengenaan pajak berdasarkan tarif progresif ini diharapkan dapat mewujudkan keadilan vertikal. Asas keadilan vertikal terpenuhi apabila wajib pajak yang mempunyai tambahan kemampuan ekonomis yang berbeda diperlakukan tidak sama. Beban pajak besifat progresif dimana semakin besar ability to pay semakin besar beban pajak yang dipikul. Untuk mendapatkan besar pajak terutang, wajib pajak harus melalui beberapa lapisan tarif yang disesuaikan dengan besarnya penghasilan yang kena pajak. Hal ini cenderung berbelit-belit dan mengurangi kepraktisan dalam perhitungan. Dengan demikian tidak dapat memenuhi aspek keserhanaan dalam prinsipnya.
Sehingga pemerintah mengusulkan perubahan tarif. Semula tarif yang diusulkan adalah sebesar 30%. Akan tetapi wacana tesebut mendapat kritikan dari masyarakat. Setelah terjadi kesepakatan maka usulan tarif yang diajukan ke DPR untuk mendapatkan pengesahan adalah sebesar 28%, dan pada tahun 2010 diturunkan menjadi 25%. Dengan berubahnya tarif progresif ke tarif flat terdapat tujuan selain keadilan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Tarif tunggal adalah bentuk tarif yang presentase tarifnya tetap walaupun jumlah objek pajaknya berubah-ubah. Tarif tunggal tidak mencerminkan keadilan vertikal karena wajib pajak yang berpenghasilan tinggi dan wajib pajak yang berpenghasilan rendah dikenakan pajak dengan tarif yang sama. Namun keadilan horizontal akan tetap terpenuhi, dimana terlihat bahwa setiap wajib pajak badan akan membayar pajak atas laba mereka dengan tarif yang sama. Keadilan dalam pembebanan pajak akan tercapai karena dalam tarif tunggal, marginal rate tetap akan naik seiring dengan besarnya penghasilan yang dimiliki seseorang. Secara kuantitas, wajib pajak badan yang memperoleh laba yang lebih besar akan membayar pajak lebih besar daripada yang mempunyai laba lebih kecil. Akan tetapi tarif tunggal lebih sederhana dan mudah diaplikasikan. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa tarif pajak tunggal memberikan dampak atau pengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. Selain itu, terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh
Badan. Aspek keadilan dalam tarif tunggal tetap terpenuhi. Untuk memperoleh besarnya pajak terutang wajib pajak hanya akan melalui satu lapisan tarif, yaitu tarif 28% dan pada tahun 2010 diturunkan menjadi 25% untuk berapapun penghasilan kena pajak. Hal ini menunjukan bahwa tarif tungal praktis dan sederhana dalam perhitungan pajak yang terutang. Kemudahan dalam perhitungan pajak, wajib pajak dapat secara tepat dan cepat dalam memperhitungkan laba atas suatu proyek atau usaha yang akan dikerjakan. Berdasarkan uraian diatas, secara konsep dapat dipahami bahwa jika dalam penerimaan pajak penghasilan dengan menggunakan metode tarif progresif berbeda dalam cara perhitungannya dibandingkan dengan menggunakan tarif tunggal, maka hal ini tentu akan berpengaruh pula terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang pada wajib pajak badan.
2.3 Hipotesis Menurut Sugiyono (2003: 39), menyatakan bahwa : “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, sebelum jawaban yang empirik”.
Berdasarkan pada kerangka diatas, maka penulis dapat mengajukan hipotesis bahwa : 1. Terdapat perbedaan antara penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah menggunakan tarif tunggal. 2. Terdapat pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang.
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian Objek penelitian atau sering disebut juga unit pengamatan adalah sesuatu yang akan menghasilkan karakteristik-karakteristik atau sifat-sifat yang akan menjadi perhatian peneliti. (Achmad Harapan : 2003) Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini berkenaan dengan Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal dan Pengaruhnya Terhadap Pajak Penghasilan Terutang. Adapun subjek penelitian yang akan diteliti atau yang akan di analisis yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Tasikmalaya.
3.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pada tanggal 15 Mei 1966 berdirilah Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya, karena wilayah Kantor Inspeksi Keuangan Bandung tidak mungkin lagi dapat menjangkau wilayah luas dengan potensi fiskal yang tinggi, maka Direktorat Jenderal Pajak menghimbau kebijaksanaan untuk memisahkan Kantor Dinas Pajak Bandung menjadi Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya dan Kantor Inspeksi Pajak Karawang.
Sekitar tahun 1967 Kantor Inspeksi Pajak di Tasikmalaya berkedudukan di jalan Manonjaya (sekarang Jalan Sutisna Senjaya) mulai di bangun. Pada tahun 1970 berdirilah sebuah gedung Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya berlantai dua yang cukup luas. Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya membawahi : Kantor Dinas Luar Tingkat II Tasikmalaya
di Tasikmalaya
Kantor Dinas Luar Tingkat II Garut
di Garut
Kantor Dinas Luar Tingkat II Ciamis
di Ciamis
Kantor Dinas Luar Tingkat II Banjar
di Banjar
Tahun 1982, mulai dibangun Kantor Dinas Luar Tingkat II Tasikmalaya yang berada di Jalan Pancasila No. 29 Tasikmalaya berikut rumah Dinas yang diresmikan oleh Kepala Kantor Wilayah IV Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat, Bapak Drs. Lichoen Tedjoswojo, rumah Dinas yang di Jalan A.Yani Tasikmalaya dan Kantor Dinas Luar Tingkat II Banjar berikut rumah Dinasnya, perluasan atau penambahan gedung Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya, saat itu masa kepemimpinan Bapak Drs. Noer Basarota. SP sebagai Kepala Kantor dan Bapak Alwi Asti,SH sebagai Kepala Seksi Umum.
Nama Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya tersebut, secara resmi digunakan sejak tahun 1989 sebagai reorganisasi dari Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 276/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 September 1989. Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya ini telah berdiri sejak tahun 1966, diantaranya ditandai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tanggal 26 Juli Nomor Pgw. 7-8-50, dengan Kepala Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya yang pertama adalah Bapak Drs. M Kanani (almarhum). Perubahan ini dilakukan dengan perubahan system pemungutan pajak dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Perubahan ini adalah menginspeksi Wajib Pajak menjadi melayani Wajib Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya lengkapnya beralamat di Jalan Sutisna Senjaya Nomor 154 Tasikmalaya dengan wilayah kerja meliputi Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, yang selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak
yang berada di bawah dan
bertanggungjawab langsung kepada Kantor Wilayah IX Direktorat Jenderal Pajak Jawa Bagian Barat II. Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya ini dipimpin oleh seorang Kepala Kantor.
3.1.2 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, pada akhir tahun 2008 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu: 1. KPP Wajib Pajak Besar; 2. KPP Madya; 3. KPP Pratama. Beberapa karakteristik untuk setiap jenis KPP, diantaranya dapat dijelaskan dalam tabel dibawah ini: No URAIAN
KPP BESAR
WP KPP MADYA
KPP PRATAMA
1
Skala Wajib BUMN & WP WP Besar WP Menengah Pajak Besar Nasional Kanwil Kecil (SME) (Regional)
2
Jenis Wajib Badan Pajak (Corporate)
Badan (Corporate)
Badan dan OP
3
Jumlah 300-400 Wajib Pajak
200-500
Ribuan
4
Jenis Pajak
PPh, PPN, PTLL
5
PPN
Sentralisasi
Sentralisasi
Desentralisasi
6
P2PPh
Desentralisasi
Desentralisasi
Desentralisasi
& PPh, PPN & PPh, PPN, & PTLL PTLL, PBB, & BPHTB
7
Penugasan AR
8
9
10
Sektor Industri
Sektor Industri
Wilayah
Fungsi Tidak Ada Ekstensifika si
Tidak Ada
Ada
Jumlah Eselon IV
9 (sembilan)
9 (sembilan)
Wilayah Kerja
Nasional
10 (sepuluh Regional
Lokal
3.1.2.1 Karakteristik KPP Pratama Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan sistem administrasi perpajakan
modern,
KPP
Pratama
juga
memiliki
karakteristik-
karakteristik: 1. Organisasi Berdasarkan Fungsi : a.
Penggabungan KPP, KPPBB dan Karipka
b. Struktur Organisasi Secara umum tugas kepala kantor dan masing-masing kepala seksi adalah sebagai berikut : 1) Kepala Kantor Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karipka maka Kepala Kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan
Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, dan Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasrkan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2) Kepala Sub Bagian Umum Membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan. 3) Kepala Seksi Pelayanan Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat
pemberitahuan
dan
surat
lainnya,
penyuluhan
perpajakan,
pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. 4) Kepala seksi Pengolahan Data dan Informasi Membantu pengumpulan, perekaman
tugas
kepala
pengolahan
dokumen
Kantor
data,
perpajakan,
dalam
penyajian urusan
mengkoordinasikan
informasi tata
usaha
perpajakan, penerimaan
perpajakan, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan
dukunagn teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja. 5) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB, dan Pajak Lainnya), bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (teritorial) tertentu. 6) Kepala Seksi Ekstensifikasi Membantu tugas Kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 7) Kepala Seksi Penerimaan Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
8) Kepala Seksi Penagihan Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku. 9) Kelompok Jabatan Fungsional Pejabat Fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggungjawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi. c. Account Representative Dalam organisasi KPP Pratama terdapat jabatan Account Representative (Staf Pendukung Pelayanan) yang berada di bawah pengawasan dan bimbingan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Ikhtisar tugas account representative adalah sebagai berikut : Pengawasan kepatuhan. Bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan. Penyusunan profil wajib pajak. Analisis kinerja wajib pajak. Rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi. 2. Sistem Informasi yang Terintegrasi a. Penggunaan workflow dan case management system.
b. Jaringan komputer yang terintgrasi. c. Sistem informasi yang terintegrasi untuk seluruh jenis pajak. 3. Sumber Data Manusia Yang Kompeten a. peningkatan kapasitas SDM yang berkelanjutan. b. alokasi penyebaran pegawai. c. penerapan kode etik pegawai. d. pemberian tunjangan kegiatan tambahan. 4.
Sarana Kantor Yang Memadai a. Perbaikan sarana dan prasarana TPT. b. Perubahan lay out (tata ruang kerja) yang terbuka dan sesuai fungsi. c. Kenyamanan ruang kerja pegawai.
5. Tata Kerja Yang Transparan a. Pusat pelayanan (Call Center). b. Pusat pengaduan (Complain Centre). c. Website. d. Survey Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction).
3.1.2.2 Pola Pengelolaan KPP Pratama Pengelolaan KPP Pratama yang selalu harus berorientasi pada pelayanan prima merupakan ciri utama yang harus ditonjolkan demi tercapainya kinerja yang terbaik. Sebagai konsekuensinya maka agar hal tersebut bisa berjalan perlu didukung dengan perilaku yang profesional
dan akuntabel dari komponen-komponenya yaitu organisasi DJP dan masyarakat (wajib pajak). Bagi KPP Pratama orientasi kepada effort jauh lebih utama dibandingkan dengan result. Untuk itu perlu adanya pendekatan-pendekatan
sebagai
guideline
dalam
menentukan
dan
melaksanakan strategi organisasi. KPP Pratama dengan niat tulus harus senantiasa berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dari wajib pajak yang dalam hal harus dipandang sebagai “mitra” yaitu : 1) Penguasaan Wilayah 2) Proactive Conselling 3) Ekstensifikasi 4) Pemanfaatan Data 5) Efek Gaung 6) Audit 7) Penagihan (Arrears Collection) 8) Sumber Daya Manusia dan Infrastruktur 9) Konsolidasi Internal
3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Metode
penelitian
yang
digunakan
untuk
menguji
analisis
perbandingan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal dan pengaruhnya terhadap pajak penghasilan terhutang adalah metode penelitian komparatif dan studi kasus dengan mengambil
kasus
pada
Kantor
Pelayanan
Pajak
Pratama
Kota
Tasikmalaya. Pengertian metode komparatif menurut Sugiyono (2011:11) sebagai berikut : “Metode komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan”. Yang dimaksud dengan penelitian studi kasus menurut Nur Indriantoro (2005: 26) adalah : “Penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subjek yang diteliti. Subjek yang diteliti bisa berupa individu, kelompok, lembaga atau komunitas tertentu”.
3.2.2 Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian meliputi dua jenis data, yaitu :
1. Data Primer Adalah data yang diperoleh langsung secara langsung dari perusahaan, yaitu dari hasil wawancara dengan pihak terkait. Juga diperoleh hasil pengumpulan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan topik suatu penelitian. 2. Data Sekunder Adalah data diperoleh dari pihak lain, antara lain buku-buku teks, jurnal publikasi, dan lain-lain.
3.2.3
Operasionalisasi Variabel Dalam penelitian yang dilakukan penulis mengungkapkan adanya
beberapa variabel sebagai objek penelitian, adapun variabel tersebut terdiri dari : 1. Variabel bebas (independent variabel) berupa : Variabel (𝑋1 ) : Penerimaan PPh sebelum tarif tunggal (tarif progresif) Variabel (𝑋2 ) : Penerimaan PPh sesudah tarif tunggal (tarif tunggal) 2. Variabel terikat (dependent variabel) : Pajak penghasilan terutang.
Tabel dibawah ini menjelaskan operasionalisasi variabel yang dilakukan penulis, sebagai berikut : Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Variabel Penerimaan sebelum tunggal (𝑋1 ) Penerimaan sesudah tunggal (𝑋2 ) Pajak Penghasilan Terutang (Y)
Indikator PPh Jumlah penerimaan tarif PPh dengan tarif progresif PPh Jumlah penerimaan tarif PPh dengan tarif tunggal Tarif
Ukuran
Skala
Rupiah
Rasio
Rupiah
Rasio
Rupiah
Rasio
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang lengkap dan konkrit dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui cara pendekatan sebagai berikut : 1. Penelitian kepustakaan (library research) Penelitian kepustakaan yaitu penelitian untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari literatur-literatur atau sumber-sumber bacaan lainnya yang mempunyai kaitan dengan objek yang diteliti. 2. Penelitian Lapangan (field research) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer dengan cara:
a. Wawancara Salah satu metode pengumpulan data adalah mewawancara responden untuk memperoleh informasi mengenai isu yang diteliti. Wawancara bisa terstruktur atau tidak terstruktur, dan dilakukan secara tatap muka, melalui telepon atau online. b. Observasi Observasi adalah mungkin untuk memperoleh data tanpa mengajukan pertanyaan kepada responden. Orang dapat diamati dalam lingkungan kerja mereka sehari-hari dan aktivitas serta perilaku mereka atau item minat lainnya bisa dicatat dan direkam. c. Dokumentasi Dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara melihat catatan-catatan, dokumen-dokumen, formulir-formulir yang terdapat di perusahaan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang diteliti.
3.2.5 Paradigma Penelitian Paradigma
dalam
penelitian
dengan
judul
analisis
perbandingan
penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah tarif tunggal dan pengaruhnya terhadap pajak penghasilan terutang digambarkan sebagai berikut :
Penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal Variabel ( 𝑋1 )
Pajak penghasilan terutang sebelum tarif tunggal Variabel (𝑌1 )
Penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal Variabel ( 𝑋2 )
Pajak penghasilan terutang sesudah tarif tunggal Variabel (𝑌2 )
Gambar 3.1 Paradigma Penelitian
3.2.6 Rancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam rangka pengujian hipotesis, data tersebut diolah terlebih dahulu kemudian dianalisis dengan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode statistik parametrik yaitu dengan menggunakan statistik t-test. Teknik statistik parametris yang digunakan untuk menguji komparasi data rasio atau interval. (Sugiyono, 2003:134). Dalam analisis data digunakan statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung dan membandingkan dua mean Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan statistik uji t untuk membedakan dua mean yaitu untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan Penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal. Adapun tahapannya sebagai berikut : a. Hipotesis Operasional Ho
: Tidak terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah tarif tunggal.
Ha
: Terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah tarif tunggal.
b. Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan dari masing-masing sampel dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :
𝑋1 =
𝑛 𝑖=1 𝑥 𝑖
𝑛
Keterangan:
𝑋1 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal 𝑥1 = Besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal 𝑛1 = Ukuran sampel 2 tahun
𝑋2 =
𝑛 𝑖=1 𝑥 𝑖
𝑛
(Moch. Nazir, 2005 : 337)
Keterangan : 𝑋2 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal 𝑥1 = Besarnya penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal 𝑛2 = Ukuran sampel 2 tahun Untuk menghitung nilai t yaitu untuk menguji signifikansi dalam mengambil kesimpulan, digunakan rumus sebagai berikut :
𝑡=
𝑋1 −𝑋2 𝑆𝑔𝑎𝑏
1 1 + 𝑛1 𝑛2
(Sugiyono, 2011:145)
Keterangan : t = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah tarif tunggal 𝑋1 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal 𝑋2 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal 𝑛1 = Ukuran sampel 2 tahun 𝑛2 = Ukuran sampel 2 tahun 𝑆𝑔𝑎𝑏 = Simpangan baku Menghitung simpangan baku gabungan antara sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal, digunakan rumus sebagai berikut :
𝑆𝑔𝑎𝑏 =
𝑛 1 −1 𝑆1 2 + 𝑛 2 −1 𝑆2 2 (𝑛 1 +𝑛 2 )−2
(Sugiyono,2011:145)
Keterangan : 𝑋1 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal 𝑋2 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal S1 = Simpangan baku berdasarkan hasil penerimaan pajak
penghasilan
sebelum tarif tunggal S2 = Simpangan baku berdasarkan hasil penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal Sgab = Simpangan baku gabungan n1 = ukuran sampel 2 tahun n2 = ukuran sampel 2 tahun c. Tingkat signifikan yang digunakan Tingkat keyakinan dalam penelitian ini ditentukan sebesar 0,95 dengan tingkat kesalahan yang ditolelir atau alpha sebesar 0,05. Penentuan alpha sebesar 0,05 merujuk kepada kelaziman yang digunakan secara umum dalam penelitian ilmu sosial, yang dapat digunakan sebagai kriteria dalam pengujian signifikansi hipotesis penelitian. d. Kaidah Keputusan Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan pengujian hipotesis. Terima Ho jika -t ½ ≤ t ≤ t ½ ∝, df = n1 + n2 - 2 Tolak Ho jika t < -t ½ ∝ atau t > ½ ∝, df = n1 + n2 – 2
e. Penarikan Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis ditarik kesimpulan apakah hipotesis yang telah ditetapkan itu diterima atau ditolak. 2. Analisis Korelasi Linier Sederhana
r=
𝑛 𝑋𝑖𝑌𝑖 − {𝑛
𝑋𝑖 ( 𝑌𝑖)
𝑋𝑖 2 − ( 𝑋 𝑖 )2 } {𝑛
𝑌𝑖 2 −( 𝑌𝑖 )2 }
(Sugiyono. 2003:216) Keterangan : n = ukuran sampel r = koefisien korelasi antara variabel X dan Y X = penerimaan pajak penghasilan Y = pajak penghasilan terhutang
Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya korelasi antara penerimaan pajak penghasilan (X) dengan pajak penghasilan terutang (Y). Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang diperoleh dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat dilihat pada ketentuan sebagai berikut :
Tabel 3.2 Pedoman interpretasi koefisien korelasi Interval Koefisien 0,00 – 0,199 1,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Tingkat Hubungan Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat
Sumber: Sugiyono (2007 : 183) 3. Analisis Koefisien Determinasi Analisis ini merupakan pengkuadratan dari nilai korelasi (𝑟 2 ). Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang. Rumus yang digunakan sebagai berikut : Kd = 𝑟 2 x 100%
(Sugiyono, 2006:210)
Keterangan : Kd = Koefisien Determinasi 𝑟 2 = koefisien korelasi yang dikuadratkan.
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara X dan Y, maka dilakukan uji hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Uji hipotesis Ho : Tidak terdapat pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang
Ha : Terdapat pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang. b. Penetapan tingkat signifikansi Tarif signifikansi (𝛼) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%, ini berarti kemungkinan kebenaran hasil penarikan kesimpulan mempunyai probabilitas 95% atau toleransi kekeliruan adalah 5%. Taraf signifikansi tersebut adalah tingkat yang umum digunakan dalam penelitian sosial, karena dianggap cukup ketat untuk mewakili antar variabel yang diteliti. c. Uji signifikansi Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh variabel X terhadap Variabel Y digunakan uji t, dengan rumus sebagai berikut :
t=
𝑟 𝑛−2 1 − 𝑟2
(Sugiyono,2007 : 292)
Keterangan : t = Statistik uji t r = Nilai koefisien korelasi n = Ukuran sampel d. Kriteria Pengujian Hipotesis : Terima Ho jika -t ½ ∝ ≤ thitung ≤ t ½ ∝ Tolak Ho jika -t ½ ∝ > thitung atau t ½ ∝ < thitung
e. Penarikan kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian seperti tahapan diatas maka akan dilakukan analisis secara kuantitatif. Dari hasil analisis tersebut akan ditarik kesimpulan apakah hipotesis yang ditetapkan dapat diterima atau ditolak.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Penerapan Tarif Tunggal di KPP Pratama Kota Tasikmalaya Pajak penghasilan merupakan satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak negara. Sebagai pajak langsung maka beban pajak tersebut menjadi tanggungan wajib pajak yang bersangkutan dalam arti bahwa beban pajak tersebut tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain dengan cara memasukkan beban pajak ke dalam kalkulasi harga jual. Semenjak reformasi perpajakan yang terjadi pada tahun 1983 dan berlaku efektif pada tahun 1984, Indonesia menggunakan struktur tarif progresif untuk menghitung pajak penghasilan terutang. Yang dimaksud dengan tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang makin tinggi objek pajaknya, makin tinggi pula presentase tarif pajaknya. Adapun data mengenai Penerimaan Pajak Penghasilan yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya selama 2 tahun sebelum penerapan tarif tunggal yaitu tahun 2007 dan 2008 penulis sajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya selama 2 tahun sebelum Penerapan Tarif Tunggal Tahun 2007 dan 2008 (dalam rupiah) No
Tahun
Penerimaan Pajak Penghasilan
1
2007
4.328.058.614
2
2008
6.622.767.937
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya kenaikan Penerimaan Pajak Penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya sebesar Rp. 2.294.709.323. Kenaikan penerimaan pajak penghasilan sebelum penerapan tarif tunggal dapat terjadi karena wajib pajak badan yang berpenghasilan tinggi akan dikenakan pajak yang lebih besar. Besaran tarif yang dikenakan akan semakin tinggi apabila penghasilan wajib pajak semakin meningkat. Sehingga wajib pajak membayar besaran pajak sesuai dengan kemampuan penghasilan yang diterimanya.
4.1.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal di KPP Pratama Kota Tasikmalaya Setelah perubahan perundang-undangan di bidang perpajakan pada tahun 2008 dengan mengeluarkan beberapa Undang-Undang pajak baru yaitu mulai 1 Januari 2009, yaitu UU No 36/2008 tentang pajak penghasilan dimana adanya
perubahan tarif dari tarif progresif menjadi tarif tunggal. Maka pada awal tahun 2009 wajib pajak dalam menghitung besaran pajak yang terutang menggunakan tarif tunggal. Tarif tunggal adalah bentuk tarif yang presentase tarifnya tetap walaupun jumlah objek pajaknya berubah-ubah. Tarif tunggal diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam perhitungan pajak, sehingga wajib pajak dapat secara tepat dan cepat dalam memperhitungkan laba atas suatu proyek atau usaha yang akan dikerjakan. Adapun data mengenai penerimaan pajak penghasilan diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya selama 2 tahun sesudah penerapan tarif tunggal, yaitu pada tahun 2009 dan 2010 penulis sajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya selama 2 tahun sesudah Penerapan Tarif Tunggal Tahun 2009 dan 2010 (dalam rupiah) No
Tahun
Penerimaan Pajak Penghasilan
1
2009
7.233.691.515
2
2010
7.962.025.412
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa penerimaan pajak penghasilan sesudah penerapan tarif tunggal adanya kenaikan sebesar Rp. 728.333.897. Salah
satu faktor yang menyebabkan kenaikan penerimaan pajak penghasilan antara lain dengan semakin bertambahnya wajib pajak terdaftar. Wajib pajak diberikan kemudahan dalam memperhitungkan jumlah pajak yang terutang. Selain itu wajib pajak mendapatkan penurunan tarif yang akan mempengaruhi terhadap besarnya pajak yang terutang yang memungkinkan berkurangnya besaran pajak yang menjadi terutang. Perubahan tarif ini mendapat respon yang positif dari para wajib pajak, yang tentunya akan mempengaruhi terhadap besarnya penerimaan pajak penghasilan.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya Berdasarkan hasil penelitian yang tersaji pada tabel 4.1, menunjukan adanya kenaikan Penerimaan Pajak Penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya tahun 2007 dan 2008 yaitu sebesar Rp. 2.294.709.323. Peningkatan dalam penggunaan tarif progresif sebagai alat untuk menghitung pajak penghasilan terutang salah satunya dipengaruhi oleh faktor azas keadilan vertikal. Dimana wajib pajak diberlakukan berbeda sesuai dengan penghasilan yang diterima. Sehingga
wajib pajak
senantiasa membayar kewajiban
perpajakannya dengan membayar pajak sesuai kemampuan yang dimiliki. Para pengusaha besar akan terkena pada lapisan tarif yang paling tinggi sesuai dengan penghasilan yang didapat dan begitu pula dengan para pengusaha kecil atau UKM
yang berpenghasilan kecil akan dikenakan tarif terendah. Sehingga ada perbedaan untuk para pengusaha besar dan kecil yang disesuaikan dengan penghasilan yang diterima. Wajib pajak akan merasa pemerintah berlaku adil terhadap perhitungan pajak yang terutang untuk menghitung besaran pajak yang harus dibayar oleh wajub pajak. Hal ini memungkinkan untuk terjadinya peningkatan penerimaan pajak penghasilan. Untuk lebih jelasnya kenaikan penerimaan pajak sebelum penerapan tarif tunggal dapat dilihat dalam bentuk presentase yang dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut : Tabel 4.3 Perubahan Penerimaan Pajak Penghasilan sebelum Tarif Tunggal Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya Tahun 2007 dan 2008
No
Penerimaan PPh
Peningkatan/penurunan
Presentase
(rupiah)
(rupiah)
(%)
Tahun
1
2007
4.328.058.614
-
-
2
2008
6.622.767.937
2.294.709.323
53,01
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya
4.2.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya Penerimaan Pajak Penghasilan sesudah Penerapan Tarif Tunggal tersaji pada tabel 4.2 yaitu tahun 2009 dan tahun 2010. Penerimaan pajak penghasilan meningkat menjadi Rp. 7.233.691.515 dari jumlah pendapatan yang sebelumnya yaitu sebesar Rp. 6.622.767.937. Kemudian pada tahun 2010 mengalami peningkatan kembali sebesar Rp. 728.333.897. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh perubahan tarif yang digunakan. Dengan penggunaan tarif tunggal wajib pajak tidak harus melalui beberapa lapisan tarif yang disesuaikan dengan besarnya penghasilan kena pajak untuk menghitung pajak penghasilan terutang. Sehingga wajib pajak mendapatkan kemudahan dan kepraktisan yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. Anggapan bahwa pemerintah menghilangkan rasa keadilan untuk para wajib pajak sangatlah tidak benar, wajib pajak tetap mendapatkan rasa keadilan terlihat bahwa semua wajib pajak badan akan membayar pajak atas laba mereka dengan tarif yang sama. Ini akan memberikan penyetaraan terhadap semua wajib pajak badan untuk mendapatkan keadilan bahwa tarif yang berlaku sama tanpa membeda-bedakan lapisan wajib pajak badan. Untuk lebih jelasnya perubahan penerimaan pajak penghasilan sesudah penerapan tarif tunggal baik peningkatan atau penurunan dapat dilihat juga dalam bentuk persentase yang dapat dilihat pada table 4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.4 Perubahan Penerimaan Pajak Penghasilan sesudah Tarif Tunggal Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya Tahun 2009 dan 2010
No
Penerimaan PPh
Peningkatan/penurunan
Persentase
(rupiah)
(rupiah)
(%)
Tahun
1
2009
7.233.691.515
610.923.578
9,22
2
2010
7.962.025.412
728.333.897
10,06
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya
4.2.3 Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Tarif Tunggal Pengenaan tarif progresif telah diterapkan sejak tahun 1984 untuk menghitung pajak penghasilan badan seperti diatur dalam pasal 17 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No 17 tahun 2007. Seperti pengertian dari progresif tersebut, pengenaan pajak berdasarkan tarif progresif ini diharapkan dapat mewujudkan keadilan vertikal. Asas keadilan vertikal terpenuhi apabila wajib pajak yang mempunyai tambahan kemampuan ekonomis yang berbeda diperlakukan tidak sama. Dari data yang diperoleh penulis menganalisis bahwa penerimaan pajak penghasilan sebelum penerapan tarif tunggal mengalami peningkatan sebesar 53,01%. Peningkatan tersebut berasal dari lapisan tarif yang digunakan. Wajib pajak akan mengalami perubahan tarif apabila penghasilan yang diterima berubah.
Semakin tinggi penghasilan yang diterima maka tarif progresifnya pun bertambah besar. Ada 3 lapisan tarif yang digunakan untuk memperoleh besarnya pajak terutang, yaitu 10%, 15%, dan 30%. Masing-masing tarif berlaku untuk lapisan wajib
pajak
yang memiliki
penghasilan
yang berbeda-beda.
Sehingga
dimungkinkannya penerimaan pajak penghasilan meningkat karena struktur tarif yang berbeda untuk wajib pajak sesuai dengan besaran penghasilan kena pajaknya.
4.2.4 Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Tarif Tunggal Pencapaian penerimaan pajak penghasilan sesudah adanya penerapan tarif tunggal membawa perubahan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Dapat dilihat pada Tabel 4.2 menunjukan peningkatan penerimaan pajak penghasilan. Peningkatan 9,22% pada tahun 2009 dan 10,06% pada tahun 2010 merupakan gambaran awal bahwa keberhasilan akan perubahan tarif yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak penghasilan akan tercapai. Wajib pajak tidak perlu lagi menggunakan lapisan tarif dalam menghitung besaran pajak yang terutang. Pemerintah
memberikan kemudahan dalam menghitung pajak
penghasilan terutang sehingga wajib pajak dapat membayar pajak tepat waktu sesuai dengan besaran pajak terutangnya. Kesalahan dalam memperhitungkan besarnya pajak terutang semakin dapat diminimalisasi karena wajib pajak hanya menggunakan satu lapisan tarif. Dengan penurunan tarif maka wajib pajak akan mendapati tarif pajak yang tidak terlalu tinggi dimana tarif yang tinggi akan
mendistorsi seseorang untuk terus bekerja dan menyebabkan orang-orang lebih memilih untuk tidak bekerja atau bersantai-santai dengan pemikiran bahawa hasil kerja kerasnya untuk mendapatkan penghasilan sebagian besar bukan untuk dinikmati sendiri tetapi untuk negara. Hal ini menunjukan bahwa tarif tunggal praktis dan sederhana dalam perhitungan pajak yang terutang sehingga diharapkan akan membawa peningkatan terhadap penerimaan pajak penghasilan.
4.2.5 Perbedaan Antara Besarnya Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa jumlah penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal terdapat perbedaan, meskipun terlihat adanya kenaikan penerimaan pajak sebelum perubahan tarif lebih besar dibandingkan kenaikan penerimaan pajak sesudah perubahan tarif. Tetapi hal ini tidak mempengaruhi akan bertambah besarnya penerimaan pajak penghasilan sesudah perubahan tarif. Hal yang sangat wajar dalam tahun pertama perubahan tarif, kenaikan penerimaan pajak penghasilan belum sebesar kenaikan penerimaan pajak sebelum perubahan tarif. Tetapi angka dalam penerimaan pajak sudah dapat membuktikan bahwa perubahan tarif menunjukan adanya perubahan dalam penerimaan pajak penghasilan. Selain itu cara memperhitungkan tarif progresif yang berbelit-belit di anggap tidak efisien untuk memperhitungkan besarnya pajak yang terutang. Untuk para wajib pajak
yang dikenai pajak dengan tarif 30% setiap tahunnya, dengan adanya perubahan tarif wajib pajak akan membayar pajak terutang lebih kecil atau menurun, sesuai dengan penurunan tarif yang diprogramkan oleh pemerintah. Tetapi mungkin untuk mematuhi aturan perpajakan yang berlaku belum sepenuhnya dilakukan oleh para wajib pajak badan. Sehingga pencapaian penerimaan sesudah perubahan tarif belum optimal.
4.2.6 Pengaruh Penerimaan Pajak Penghasilan terhadap Pajak Penghasilan Terutang di KPP Pratama Kota Tasikmalaya Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang digunakan analisis korelasi linier sederhana dengan rumus :
r=
𝑛 𝑋𝑖𝑌𝑖 − {𝑛
𝑋𝑖 2 − (
𝑋𝑖
)2 }
𝑋𝑖 ( 𝑌𝑖) {𝑛
𝑌𝑖 2 −( 𝑌𝑖 )2 }
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya korelasi antara Penerimaan Pajak Penghasilan (X) dengan Pajak Penghasilan Terutang (Y). Untuk mengetahui pengaruh Penerimaan Pajak Penghasilan terhadap Pajak Penghasilan Terutang, penulis menganalisis data Penerimaan Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Terutang yang dikeluarkan KPP Pratama Kota Tasikmalaya dari tahun anggaran 2007-2010.
Berikut ini penulis sajikan data Penerimaan Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Terutang periode tahun anggaran 2007-2010 pada tabel 4.5 :
Tabel 4.5 Penerimaan pajak penghasilan dan pajak penghasilan terutang Tahun 2007-2010 (dalam rupiah) No
Tahun
Penerimaan Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan Terutang
1
2007
4.328.058.614
16. 331.646.981
2
2008
6.622.767.937
22.250.913.460
3
2009
7.233.691.515
22.434.765.968
4
2010
7.962.025.412
23.818.326.077
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 16.0. setelah diolah hasilnya kemudian dianalisis untuk mengukur tingkat pengaruhnya. Hasil perhitungan variabel X dan Y digunakan analisis korelasi dengan bantuan program SPSS versi 16.0, setelah diolah diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,984 yang menunjukkan adanya hubungan positif antara penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang, yakni apabila penerimaan pajak penghasilan meningkat maka pajak penghasilan terutang pun akan ikut meningkat dan sebaliknya apabila penerimaan pajak penghasilan turun maka
pajak penghasilan terutang juga turun. Maka koefisien korelasi sebesar 0,984 termasuk kategori sangat kuat. Untuk mengetahui besarnya pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang penulis menggunakan pengujian koefisien determinasi. Setelah diolah dengan SPSS diperoleh nilai Rsquare adalah sebesar 0,968 atau sebesar 96,8%. Dengan demikian besarnya pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya sebesar 96,8%, yaitu apabila Penerimaan Pajak Penghasilan besar maka akan berdampak pada besarnya pula pajak penghasilan terutang. Hal ini sesuai dengan program perubahan tarif yang diharapkan akan meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. Untuk sementara ini perubahan tarif yang dilaksanakan oleh pemerintah berjalan dengan baik dan memberikan hasil positif untuk terus menggunakan tarif tunggal sebagai dasar perhitungan pajak yang terutang.
4.2.7 Uji Hipotesis 4.2.7.1 Perbedaan Antara Besarnya Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya Untuk mengetahui perbedaan yang nyata (signifikan) antara perhitungan Penerimaan Pajak Penghasilan sebelum dan sesudah Penerapan Tarif tunggal dilakukan pengujian hipotesis dua arah dengan menggunakan uji beda selisih ratarata yaitu dengan t-test.
Setelah diperoleh hasil yang disajikan pada lampiran, langkah selanjutnya adalah menetukan hipotesis. Untuk lebih jelasnya hipotesis tersebut penulis kemukakan sebagai berikut : Ho
: Tidak terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal
Ha
: Terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal
Berdasarkan hasil pengujian dua arah terhadap hipotesis yang diajukan dengan menggunakan uji beda selisish rata-rata, diperoleh harga thitung Penerimaan pajak penghasilan sebesar -1,763. Harga thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel. Untuk tingkat signifikan 5%, uji dua fihak dengan df = (n1 + n2 - 2) = 2 + 2 - 2 = 2, maka seperti yang tercantum dalam lampiran, diperoleh harga ttabel 4,303 . berdasarkan hasil pengujian = 5%, ternyata thitung lebih kecil daripada ttabel. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian terdapat perbedaan yang signifikan antara perhitungan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal. Hal ini disebabkan karena perubahan tarif yang pada awalnya menggunakan tarif progresif berubah menjadi tarif tunggal merupakan langkah pemerintah dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. Dimana pajak penghasilan merupakan komponen pajak yang memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Sehingga pemerintah perlu mengoptimalkan penerimaan dari sektor pajak penghasilan. Pengambilan keputusan untuk mengubah tarif progresif menjadi tarif tunggal
merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mengubah aturan-aturan di bidang perpajakan setelah beberapa kali perubahan perundang-undangan. Upaya demi upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memudahkan wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak sehingga wajib pajak tidak merasa kesulitan dalam membayar pajak Hal ini tentunya pemerintah lakukan untuk memberikan apresiasi timbal balik kepada wajib pajak yang telah mematuhi peraturan perpajakan dengan membayar pajak.. Yang mana pajak merupakan pungutan pemerintah yang tidak mendapat kontraprestasi secara langsung. Pemerintah tetap memperhatikan rasa keadilan untuk para wajib pajak badan, tetapi bukan dengan keadilan secara vertikal. Keadilan verikal tidak berlaku untuk tarif tunggal, pemerintah menggantinya dengan keadilan secara horizontal. Dimana wajib pajak badan akan dikenakan besaran tarif yang sama atas pajak yang terutang. Intinya baik tarif progresif maupun tarif tunggal , wajib pajak badan tetap mendapati rasa keadilan akan pungutan pajak yang dilakukan pemerintah. Rasa keadilan yang diterima wajib pajak akan terpenuhi jika wajib pajak dalam menyumbangkan suatu jumlah untuk dipakai guna pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan dengan manfaat yang diterima wajib pajak dari pemerintah
4.2.7.2
Pengaruh
Penerimaan
Pajak
Penghasilan
Terhadap
Pajak
Penghasilan Terutang Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya Dalam pengujian hipotesis dilakukan langkah-langkah yang tersaji dalam BAB III. Berdasarkan hasil analisis yang penulis lakukan thitung = 8,01 kemudian thitung dibandingkan dengan ttabel (uji dua pihak), df = n – 2 atau 4 - 2 = 2 dan =
0,05 diperoleh bahwa ttabel ( uji dua pihak) 4,303. Ternyata hasilnya adalah thitung lebih besar dari ttabel (8,01 > 4,303 ), maka hal ini menunjukan bahwa pada tingkat keyakinan 95% Ho ditolak, yang berarti ada pengaruh yang signifikan Penerimaan Pajak Penghasilan terhadap Pajak Penghasilan Terutang. Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga membuka kesempatan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan penghasilan. Dengan demikian Direktorat Jenderal Pajak harus terus berupaya untuk memaksimalkan peningkatan penerimaan pajak penghasilan dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi pajak sehingga pajak akan senantiasa memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan dan perekonomian negara.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Pencapaian peningkatan penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal meningkat walaupun belum mencapai hasil yang optimal. Keseragaman dalam pengenaan tarif untuk seluruh lapisan besaran penghasilan akan membuat para pengusaha kecil merasakan beban berat karena pajak yang biasanya dibayar dengan tarif rendah sekarang menjadi besar. Para pengusaha kecil menganggap adanya pemindahan beban pajak yang seharusnya dipikul oleh pengusaha besar bergeser kepada para pengusaha kecil. Dan para pengusaha besar akan mendapati beban pajak yang lebih kecil dari beban pajak yang biasanya mereka bayar. Namun dalam hal kemudahan administrasi pajak, tarif tunggal dapat dikatakan lebih efisien bila dibandingkan dengan penggunaan tarif progresif. Wajib pajak akan lebih cepat dan tepat dalam memperhitungkan besaran pajak yang terutang. Sehingga wajib pajak akan terhindar dari kesalahan lebih bayar atau kurang bayar. Dan anggapan bahwa dengan tarif tunggal wajib pajak tidak akan mendapati keadilan pajak adalah anggapan yang keliru. Para wajib pajak akan tetap mendapati keadilan
secara horizontal dimana mereka akan membayar pajak atas laba dengan tarif yang sama. 2. Berdasarkan hasil pengujian dua arah terhadap hipotesis yang diajukan dengan menggunakan uji beda rata-rata dan tingkat signifikan 5%, maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal. Program pemerintah dengan mengubah tarif progresif menjadi tarif tunggal berdampak positif terhadap penerimaan pajak penghasilan. Sehingga pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum termasuk
juga
untuk
membiayai
pembangunan
untuk
meningkatkan
perekonomian negara. 3. Pada tingkat keyakinan 95%, penerimaan pajak penghasilan berpengaruh terhadap pajak penghasilan terutang, dimana apabila nilai penerimaan pajak penghasilan meningkat maka akan diikuti dengan peningkatan pajak terutang, begitu pula sebaliknya. Hal ini didukung oleh analisis regresi yang menyatakan bahwa variabel independen yaitu penerimaan pajak penghasilan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen pajak penghasilan terutang.
5.2 Saran Berdasarkan hasil, pembahasan dan simpulan yang telah dikemukakan di atas, penulis mencoba memberikan saran-saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kemajuan Direktorat Jenderal Pajak maupun peneliti selanjutnya untuk meningkatkan penerimaan Negara dari pajak, adapun saran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak Pemerintah perlu mengkaji ulang besaran tarif tunggal khususnya untuk wajib pajak badan usaha dengan skala kecil atau UKM. Karena akan mematikan usaha mereka. Dimana beban pajak mereka akan bertambah cukup besar dan hal tersebut dapat mempengaruhi proses produksi dan penetapan harga jual. Hal ini sesuai dengan pernyataan kamar dagang dan industri (Kadin) yang menyatakan bahwa penggunaan tarif tunggal dirasa tidak realistis jika pengusaha kecil UKM dan pengusaha besar diberlakukan tarif yang sama karena hanya akan menguntungkan pengusaha besar saja. Karena UKM merupakan salah satu penopang perkonomian nasional yang keberadaanya dibutuhkan oleh pemerintah dalam penerimaan pajak penghasilan. Maka dari itu, sebaiknya pemerintah memberlakukan penerapan tarif khusus yang dapat dituangkan dalam payung hukum Peraturan Pemerintah dan aturan pendukung lainnya guna memberikan keringanan bagi para pengusaha kecil dalam membayar pajak terhutang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk memberlakukan tarif khusus kepada
pengusaha kecil dan menengah (UKM) yang dimuat dalam Harian Bisnis Indonesia, Senin 17 Oktober 2005. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi pihak lain yang akan melakukan penelitian yang sama, dalam melakukan penelitian dibidang Perpajakan masih banyak ruang kosong. Disarankan untuk menambah atau mengganti variabel yang tidak diteliti antara lain kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah reformasi, reformasi pajak orang pribadi, dan masih banyak hal lainnya yang dapat dijadikan variabel dalam penelitian selanjutnya yang kemudian dapat diperbandingkan dengan hasil penelitian penulis.
DAFTAR PUSTAKA Casavera. 2009. Perpajakan. Yogyakarta : Graha ilmu Diana, Anastasia & Lilis Setiawati. 2004. Perpajakan Indonesia Yogyakarta : Andi Yogyakarta Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu. Jakarta : IAI Lilis Setiawati. 2001. Rekayasa Akrual Untuk Meminimalkan Pajak. Simposium Nasional Akuntansi V. Semarang Lumbantoruan, Sophar. 1996. Akuntansi Pajak. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Musgrave, Richard A dan Peggy B Musgrave. 1993. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Erlangga Mohammad, Nazir. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta : Penerbit Granit Pajak Penghasilan. http://id.wikipedia.org diakses 9 Juni 2012 Suandy, Erly. 2006. Perpajakan Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat Sugiama, A Gima. 2008. Metode Riset Bisnis Dan Manajemen. Bandung : Guardaya Intimarta Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi dilengkapi dengan Metode R&D. Bandung : Alfabeta Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Penerbit Alfabeta Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Penerbit Alfabetha Satya, Venti Eka & Galuh Prila Dewi. Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan Dan Perannya Dalam Memperkuat Fungsi Budgetair Perpajakan. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik. Vol. 1, No.1. downloading 3 Juni 2012 Tursilo, Budi. 2007. Analisis Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Terhadap Penerimaan Pajak Dalam Perspektif Kurva
Laffer. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia. downloading 15 Juni 2012 www.digilib.ui.ac.id Widjaya, Annisa Gama. 2011. Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum Dan Sesudah Reformasi Perpajakan 2008 Dan Implikasinya Terhadapa Penerimaan Pajak. Universitas Diponegoro. downloading 2 Juni 2012 http://eprints.undip.ac.id
LAMPIRAN 1
DATA PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KPP PRATAMA KOTA TASIKMALAYA TAHUN ANGGARAN 2007-2008 (2 TAHUN) TAHUN
JUMLAH
2007
4.328.058.614
2008
6.622.767.937
DATA PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KPP PRATAMA KOTA TASIKMALAYA TAHUN ANGGARAN 2009-2010 (2 TAHUN) TAHUN
JUMLAH
2009
7.233.691.515
2010
7.962.025.412
LAMPIRAN 2
DATA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BADAN KPP PRATAMA KOTA TASIKMALAYA TAHUN ANGGARAN 2007-2010 (4 TAHUN)
TAHUN
PAJAK PENGHASILAN TERUTANG
2007
Rp. 16.331.646.981
2008
Rp. 22.250.913.460
2009
Rp. 22.434.765.968
2010
Rp. 23.818.326.077
LAMPIRAN 3 DESCRIPTIVES VARIABLES=X1 X2 /STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.
Descriptives Descriptive Statistics N Penerimaan Pajak
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
2
4328058614
6622767937
5.48E9
1.623E9
2
7233691515
7962025412
7.60E9
5.150E8
Penghasilan sebelum tarif tunggal Penerimaan Pajak Penghasilan sesudah tarif tunggal Valid N (listwise)
2
Frequencies
N
Statistics Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak Penghasilan sebelum Penghasilan tarif tunggal sesudah tarif tunggal 2 2 0 0
Valid Missing
Frequency Table Penerimaan Pajak Penghasilan sebelum tarif tunggal Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4328058614
1
50.0
50.0
50.0
6622767937
1
50.0
50.0
100.0
Total
2
100.0
100.0
Penerimaan Pajak Penghasilan sesudah tarif tunggal Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
7233691515
1
50.0
50.0
50.0
7962025412
1
50.0
50.0
100.0
Total
2
100.0
100.0
Berikut ini perhitungan rata-rata dan standar devisiasi Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Data Penerimaan Pajak Penghasilan KPP Pratama Kota Tasikmalaya Sebelum Penerapan Tarif Tunggal untuk Tahun 2007 dan 2008 (dalam satuan rupiah) Periode
-
2007
4.328.058.614
5.475.413.276
2008
6.622.767.937
5.475.413.276
Jumlah
10.950.826.551
(
-
)2
(1.147.354.662) 1.316.422.719.265.780.000 1.147.354.662
1.316.422.719.265.780.000 2.632.845.438.531.560.000
Data Penerimaan Pajak Penghasilan KPP Pratama Kota Tasikmalaya Sebelum Penerapan Tarif Tunggal untuk Tahun 2007 dan 2008 (dalam satuan rupiah) Periode
-
(
-
)2
2009
7.233.691.515
7.597.858.464
(364.166.949)
132.617.566.379.802.000
2010
7.962.025.412
7.597.858.464
364.166.949
132.617.566.379.802.000
15.195.716.927
265.235.132.759.603.000
Variabel pertama yaitu penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal dan simpangan baku gabungan sebagai berikut:
s 12 = 2.632.845.438.531.560.000 2-1 = 2.632.845.438.531.560.000
s1
= 1.622.604.523,145
s 22 = 265.235.132.759.603.000 2-1 = 265.235.132.759.603.000 s2 = 515.009.837,537
Sgab
=
=
=
1.203.760.892,223
dari perhitungan di atas diketahui : besarnya t table t½
: df(n1 + n2 – 2) = t (0,05) : (2 + 2 – 2) = t (0,05) : 2 = 4,303
untuk mencari t hitung
t=
= = =
- 1,763 Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan langkah-langkah
seperti yang diuraikan pada bab III diperoleh hasil sebagai berikut : n1
=
n2
=
s1 2
=
2.632.845.438.531.560.000
s2 2
=
265.235.132.759.603.000
s1
=
1.622.604.523,145
s2
2
=
515.009.837,537
=
5.475.413.276
= thitung
=
- 1,763
Regression Variables Entered/Removed Model d i m e n s i o n 0
1
Variables Entered x2
Variables Removed
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: y
Model Summary Model R d i m e n s i o n 0
1
.985
Adjusted R Square
R Square a
.970
Std. Error of the Estimate
.955
7.075E8
a. Predictors: (Constant), x2
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regression
3.218E19
1
3.218E19
Residual
1.001E18
2
5.006E17
Total
3.319E19
3
Sig.
64.295
.015
a
a. Predictors: (Constant), x2 b. Dependent Variable: y
Coefficients
a
Model
Standardized Unstandardized Coefficients B
1
(Constant) x2
a. Dependent Variable: y
Std. Error
7.580E9
1.736E9
2.085
.260
Coefficients Beta
t
.985
Sig.
4.366
.049
8.018
.015