PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, ETNIS, DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA
Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh: NOVITA DIAN PERMATASARI NIM. F0305014
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, ETNIS, DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA
Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji skripsi.
Surakarta,
27 Mei 2009
Disetujui dan diterima oleh Pembimbing
Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak NIP. 131 843 290
HALAMAN PENGESAHAN Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.
Surakarta, 13 Juni 2009 Tim Penguji Skripsi
1.
Sri Suranta, SE, M.Si, Ak.
Ketua
(………………..)
Pembimbing
(………………..)
Anggota
(………………..)
NIP 13216300 2.
Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak NIP 131 843 290
3.
Drs. Santoso Tri Hananta, M.Si, Ak. NIP 132086156
MOTTO
Tak Ada Rahasia untuk Menggapai Sukses, Sukses itu Dapat Terjadi Karena Persiapan, Kerja Keras dan Mau Belajar dari Kegagalan
PERSEMBAHAN
Aku Persembahkan Skripsi ini untuk:
”My Lovely Family” Trimakasih untuk Semangat, Motivasi dan Kasih Sayangnya
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis dengan ini mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak sebagai berikut : 1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak. selaku pembimbing skripsi atas semua kritik dan sarannya yang sangat membantu penulis untuk mencapai hasil yang terbaik. Trimakasih untuk deadlinenya setiap minggu, karena sangat membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Pak Djoko the best lah.
4. Kedua Orangtuaku, kalian adalah satu-satunya alasan kenapa aku bisa bertahan sampai sejauh ini. Trimakasih untuk semua do`a, kasih sayang, dan dukungannya selama ini. 5. Keluargaku (kedua kakakku, mbah `ung, mbah putri, bu end, sepupusepupuku, bu `dhe, pak `dhe, om dan tante), trimakasih untuk dukungan dan do`a dari kalian. Especcially for my nice, Via...jangan nakal ya, cepet gede dan ga nyusahin mbah uti lagi. 6. Temen-temenku yang slalu buatku betah di kos, para kawanan Rotterdam: Dede, Gata, Fika, Mbak Widhie, Nita, Hana, Puri, Lala, Pipit, Ayu..I will miss you all. 7. Temen-temen seperjuanganku, The DjoKo`s Family: Laras, Anggi, Uli, Mari. Akhirnya slese juga kita melewati hari-hari penuh dengan revisi, revisi, dan revisi. Bersama kalian skripsi yang terlihat sangat sulit pada awalnya, jadi menyenangkan dan terasa mudah saat menjalaninya. 8. Sahabatku, del, yan, ndien, thanks 4 everythings. 9. Buat `Fee, ga lupa juga ni aku ucapin trimakasih untuk semuanya. Tanpa kamu, aku ga mungkin jadi seperti ini, tangguh dan ga cengeng. Ayo cepet wisuda ya, jangan lama-lama di Kampus. 10. Para Urgent Kempong, mas bagus, mas bayu, mas eko, mas havids, mas agus, mba novita, dina, trijun, yoga, arif, cahya, hendrawan, sapto, trimakasih untuk kebersamaannya, aku bisa melewatkan masa-masa terburukku saat ga lulus kompre dengan kalian dan bergelut dengan laporan audit.
11. Temen-temen Akuntansi `05, especially dian “mio”, trimakasih untuk gosip-gosipnya selama ini..hehehe...semoga kita bisa jadi akuntan handal dan bermoral. Amien. 12. Dosen-dosen favoritku, Pak Hanung, Pak Lardi, Pak Djoko, Trimakasih bapak-bapak sudah berbagi ilmu dengan kami. Tapi ga ketinggalan juga, seluruh dosen-dosen akuntansi, trimakasih untuk semuanya. 13. Buat “temennya” Laras, trimakasih untuk download-an annual reportnya. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu (Thanks a lot) Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis meminta maaf atas kekurangan yang terjadi dan demi kesempurnaan skripsi ini penulis mengharap kritik dan saran yang membangun demi terciptanya karya yang sempurna. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari.
Surakarta,
Mei 2009
Novita Dian Permatasari
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAKSI ………………………………………………………..
ii
ABSTRACT ………………………………………………………...
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………...............
iv
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………........
v
HALAMAN MOTTO …………………………………………….....
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………....
vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………....
viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………..
xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………..
xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………......
xv
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………......
1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………...
1
B. Perumusan Masalah ……………………………………..
5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………..
6
D. Manfaat Penelitian ………………………………………
6
E. Sistematika Penulisan …………………………………...
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................
8
A. Landasan Teori……………………….............................
8
1. Peran Laporan Tahunan ……………………………..
8
2. Latar Belakang dan Faktor Pendorong Tanggung Jawab 12 Lingkungan Hidup …………………………... 15 3. Definisi Pengungkapan ……………………………... 18 4. Environmental Disclosure ………………………….. 21 5. Corporate Governance ……………………………... 24 B. Kerangka Teoritis.............................................................. 25 C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis.......... 31 BAB III. METODE PENELITIAN …………………………............ 31 A. Desain Penelitian............................................................... 31 B. Populasi dan Sampel.......................................................... 32 C. Data dan Metode Pengumpulan Data................................ 32 D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya............................ 37 E. Metode Analisis Data........................................................ 41 BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……………................ 41 A. Analisis Deskriptif Data................................................... 41 1. Seleksi Sampel ........................................................... 42 2. Statistik Deskriptif ..................................................... 48 B. Pengujian hipotesis .......................................................... 48 1. Logistic Regression .................................................... 49 2. Analisis Regresi Berganda ......................................... 51 3. Uji beda t dan ANOVA .............................................. 55 C. Pembahasan Hasil Analisis ............................................... 61 BAB V. PENUTUP.............................................................................
A. Kesimpulan......................................................................
61
B. Saran .............................................................................
62
C. Keterbatasan.....................................................................
63
D. Rekomendasi...................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL TABEL
Halaman
3. 1
Indonesian Environmental Reporting Indeks (IER).......
36
3. 2
Keterangan Persamaan Regresi Berganda......................
40
4. 1
Populasi dan Klasifikasi Industri....................................
41
4. 2
Sampel dan Klasifikasi Industri.....................................
42
4. 3
Perusahaan dengan Environmental Disclosure..............
42
4. 4
Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Penelitian...........
46
4. 5
Hasil Logistic Regression...............................................
49
4. 6
Hasil Analisis Regresi Berganda....................................
50
4. 7a
Hasil Uji Beda T Group Statistic...................................
52
4. 7b
Hasil Uji Beda T Independent Sample Test…..............
52
4. 8a
Hasil Anova Levene`s Test of Equality of Error Variance ........................................................................
53
4. 8b
Hasil ANOVA Test of Between-Subjects Effects…......
53
4. 8c
Hasil ANOVA Post Hoc Test ........................................
54
4. 9
Ringkasan Hasil Pengujian …………………………..
60
DAFTAR GAMBAR GAMBAR
Halaman
2. 1
Model Stakeholder.........................................................
2. 2
Hubungan
antara
Corporate
Governance
10
dan
Environmental Disclosure.............................................
25
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, ETNIS, DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA ABSTRAKSI Novita Dian Permatasari F 0305014
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap environmental disclosure. Variabel corporate governance yang digunakan adalah proporsi dewan komisaris independen, latar belakang belakang culture atau etnis presiden komisaris, latar belakang pendidikan presiden komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komite audit independen, dan jumlah rapat komite audit. Penelitian ini juga menggunakan tipe industri dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Pengungkapan informasi lingkungan hidup diukur dengan menggunakan Indonesian Environmental Reporting Index yang dikembangan oleh Suhardjanto, Tower, dan Brown (2007). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 90 perusahaan untuk semua industri pada periode 2007. Metode pemilihan sampel menggunakan metode random berbasis alokasi porposional. Berdasarkan sampel, terdapat 48% perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi lingkungan hidup. Pengujian dilakukan dengan menggunakan logistic regression, regresi berganda, uji beda t, ANOVA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi environmental disclosure adalah proporsi dewan komisaris independen, latar belakang culture presiden komisaris. Ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol juga mempengaruhi environmental disclosure. Kata Kunci: corporate governance, komisaris independen, komite audit independen, environmental disclosure.
ii
THE EFFECT OF CORPORATE GOVERNANCE, ETHNIC, AND EDUCATIONAL BACKGROUND ON ENVIRONMENTAL DISCLOSURE: (An Empirical Study on Public Companies Listed in Indonesian Stock Exchange) ABSTRACT Novita Dian Permatasari F 0305014
The purpose of this study is to examine relationship between corporate governance and its environmental disclosures. Corporate governance aspect uses the proportion of independent commissioner, the commissioner president`s ethnic background, the commissioner president`s educational background, the number of commissary chamber meeting, the proportion of independent audit committee, and the number of audit committee meeting as the independent variable. This study also investigates industry type and firm size as control variable. Companies’ environmental disclosures are measured by using the Indonesian Environmental Reporting index that developed by Suhardjanto, Tower and Brown (2007). Under proportional random sampling method, 90 Indonesian listed companies’ annual reports are selected. From the sample, there is fourty eight percent (48%) disclosed environmental information. This study employed a hypothesis test using logistic regression, multiple regression, t-test, and ANOVA. Analysis of statistical results the proportional of independent commissioner, the commissioner president`s ethnic background are as significant predictors to environmental disclosure. The firm size as control variable also effects to environmental disclosure. Keywords: Corporate governance, independent commissioners, independent audit committee, environmental disclosure.
iii
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I berikut ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. A. Latar Belakang Masalah Pada beberapa tahun terakhir ini, Indonesia mengalami permasalahan pencemaran lingkungan seperti halnya negara-negara yang lain (Suratno, Darsono, dan Mutmainah, 2006). Perusahaan dan industri lebih mengutamakan konsep maksimalisasi laba yang berorientasi pada kepentingan pemilik modal yang menyebabkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber daya alam dan manusia sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia (Anggraini, 2006). Gejala-gejala pencemaran lingkungan ini dapat dilihat dari berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir bandang di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tanah longsor di Desa Sijeruk Jawa Tengah dan daerah-daerah lainnya di Jawa dan Sumatera, serta kebakaran hutan di beberapa hutan lindung Kalimantan. Bahkan munculnya banjir lumpur bercampur gas sulfur di daerah Sidoarjo Jawa Timur merupakan bukti rendahnya perhatian perusahaan terhadap dampak lingkungan dari aktifitas industrinya (Ja`far, 2006). Permasalahan lingkungan menjadi perhatian yang serius, baik oleh konsumen, investor, maupun pemerintah. Pada umumnya, para investor lebih
tertarik pada perusahaan yang menerapkan manajemen lingkungan yang baik dan tidak mengabaikan masalah pencemaran lingkungan (Ja`far, 2006). Adanya kepentingan bisnis untuk menunjukkan reputasi, kredibilitas, dan value added bagi perusahaan dimata stakeholder menjadi dorongan perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan dalam annual report mereka. Eipstein dan Freedman (1994) menemukan bahwa investor individual tertarik terhadap informasi lingkungan yang dilaporkan dalam annual report. Penerapan pengungkapan lingkungan hidup memberikan keuntungan yang lebih. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Pflieger, Fischer, Kupfer, dan Eyerer (2005) yang menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan dapat mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab dimata masyarakat. Dengan pertanggungjawaban itu pula dapat memberikan informasi mengenai sejauh mana perusahaan memberikan konstribusi positif maupun negatif terhadap kualitas hidup manusia dan lingkungannya (Belkoui, 2000). Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pelaporan lingkungan hidup (environmental disclosure) telah mengalami peningkatan secara signifikan sejak empat dekade terakhir (Bates, 2002; Welford, 1998). Secara umum, penelitianpenelitian mengenai environmental disclosure difokuskan pada hubungannya dengan kualitas environmental disclosure (Cunningham dan D. Gadenne, 2003;
Gamble, 1995; Belal, 2000), hubungan environmental disclosure dengan strategi perusahaan (Niskanen dan Terhi Nieminen, 2001; Solomon dan Linda Lewis, 2002; Elkinton, 1994), dan perbandingan pelaporan environmental disclosure antar negara (Nyquist, 2003; Atkinton, 1999). Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi lingkungan hidup (Suhardjanto, 2008), akibatnya banyak perusahaan yang tidak mengungkapkan aktivitas lingkungan hidupnya (Anggraini, 2006). Corporate governance yang baik menjadi salah satu faktor pendorong yang memunculkan akuntansi pertanggungjawaban lingkungan hidup (Eng dan Mak, 2003). Corporate governance merupakan kunci atau alat untuk mengawasi kinerja perusahaan oleh stakeholder termasuk investor. Adanya corporate
governance yang baik
akan meningkatkan
transparansi dan
akuntabilitas perusahaan, sehingga tanggung jawab lingkungan hidup akan diungkap dalam annual report. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menguji keterkaitan antara mekanisme corporate governance terhadap pengungkapan informasi lingkungan hidup, yaitu Eipstein dan Freedman (1994), Belkoui (2000), Komar (2004), Simon dan Wong (2001), Eng dan Mak (2003), serta Haniffa dan Cooke (2005). Proporsi dewan komisaris independen merupakan variabel yang sering digunakan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap environmental disclosure. Penelitian Chen dan Jaggi (1998) menunjukkan terdapat hubungan positif antara proporsi dewan komisaris independen dengan environmental disclosure.
Karakteristik
personal
presiden
komisaris
juga
mempengaruhi
environmental disclosure. Hal ini dijelaskan oleh penelitian Haniffa dan Cooke (2005), yang menunjukkan adanya hubungan antara pengungkapan informasi lingkungan dengan faktor dominan presiden komisaris pribumi yang menduduki jabatan tersebut. Latar belakang pendidikan presiden komisaris yang berasal dari bisnis (keuangan) juga menjadi variabel penentu. Presiden komisaris yang mempunyai latar belakang pendidikan keuangan atau bisnis biasanya berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki, meskipun bukan menjadi suatu keharusan bagi seseorang yang akan masuk dunia bisnis untuk berpendidikan bisnis, akan lebih baik jika anggota dewan memiliki latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi (Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra, 2006). Kinerja dan tugas dewan komisaris untuk mengawasi jalannya perusahaan akan efektif bila masing-masing anggota dewan aktif hadir dalam pertemuan dewan komisaris (corporate governance guidelines, 2007). Pertemuan dewan komisaris ini dilakukan baik secara internal maupun eksternal sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya. Keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan berfungsi untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan (Forker, 1992). Dengan adanya komite audit, perusahaan akan lebih meningkatkan kualitas laporan keuangan sehingga pengungkapan dalam annual report akan diperluas sesuai dengan aktivitas perusahaan (Simon dan Wong, 2001). Dalam menjalankan tugasnya, komite audit minimal mengadakan pertemuan 4 kali dalam satu tahun (corporate governance
guidelines, 2007). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja komite audit sehingga hasilnya dapat maksimal. Penelitian ini mengacu pada penelitian Haniffa dan Cooke (2005). Perbedaannya adalah aspek corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini ditambahkan dengan variabel jumlah rapat dewan komisaris dan keberadaan komite audit serta jumlah rapat komite audit. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa komite audit merupakan komite yang membantu peran dewan komisaris dalam perusahaan. Perbedaan lainnya yaitu, proksi variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan 1 ukuran, yaitu skor indeks, sedangkan dalam penelitian sebelumnya menggunakan indeks dan content analysis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance dalam hal ini mengenai proporsi dewan komisaris independen, latar belakang etnis (culture) dan latar belakang pendidikan presiden komisaris serta komite audit dengan environmental disclosure. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Corporate Governance, Etnis, dan Latar Belakang Pendidikan terhadap Environmental Disclosure: Studi Empiris Pada Perusahaan Listing di Bursa Efek Indonesia”.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah corporate governance yang terdiri dari (1) proporsi dewan komisaris independen, (2) latar belakang culture atau etnic presiden komisaris, (3) latar
belakang pendidikan presiden komisaris, (4) jumlah rapat dewan komisaris, (5) proporsi komite audit independen, dan (6) jumlah rapat komite audit mempengaruhi environmental disclosure.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai hubungan antara corporate governance, budaya serta latar belakang pendidikan dan environmental disclosure.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat termasuk: 1. Dapat memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi khususnya mengenai corporate governance dengan environmental disclosure di Indonesia. 2. Bagi perusahaan, dapat memberikan masukan dalam perbaikkan dalam penerapan corporate governance dan pelaporan aktivitas lingkungan hidup dalam annual report. 3. Bagi
stakeholder
seperti
investor,
kreditor
dan
pihak-pihak
yang
berkepentingan lainnya, dapat menjadi acuan tambahan dalam menganalisis informasi yang disajikan oleh perusahaan berkenaan dengan corporate governance dan environmental disclosure dalam annual report. 4. Bagi regulator, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam penentuan kebijakan lingkungan hidup.
5. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur dalam bidang ilmu akuntansi.
E. Sistematika Pembahasan Bab I
:
Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah; rumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian; dan sistematika pembahasan.
Bab II
:
Tinjauan Pustaka Dalam bab ini diuraikan tinjauan pustaka yang memuat landasan teori yang terkait dengan topik penelitian; kerangka teoritis; serta penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis.
Bab III
:
Metode Penelitian Berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif dan pengujian hipotesis.
Bab IV
:
Analisis dan Pembahasan Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian hipotesis; dan pembahasan hasil analisis.
Bab V
:
Penutup Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian; saran; dan rekomendasi bagi peneliti selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Setelah kita membahas pendahuluan di Bab I, pada Bab II ini akan diterangkan mengenai landasan teori, kerangka teoritis, serta penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis dalam penelitian ini. A. Landasan Teori Pada landasan teori dalam penelitian ini akan dijabarkan mengenai peran laporan tahunan, latar belakang dan faktor pendorong tanggung jawab lingkungan hidup, definisi pengungkapan, environmental disclosure, dan corporate governance. 1. Peran Laporan Tahunan Tujuan utama suatu laporan tahunan adalah memberikan informasi yang relevan bagi pembuatan keputusan (Naim dan Rakhman, 2000). Informasi yang diungkap dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Ciri-ciri dasar informasi akuntansi adalah informasi tersebut tersedia untuk umum dengan sedikit atau sama sekali tanpa biaya bagi mereka yang ingin memperoleh dan menggunakan informasi tersebut. Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan tahunan berguna bagi pemakai. Terdapat tujuh karakteristik kualitatif pokok menurut PSAK No.1 Tahun 2004, yaitu:
Da pat Dipahami Informasi harus dapat dipahami dan dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian pemakai. Rel evan Relevansi suatu informasi harus dihubungkan dengan maksud penggunaanya. Ke andalan Informasi harus dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur yang independen dengan metode pengukuran yang sama. Da pat diperbandingkan Informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaan-perusahaan lainnya pada periode yang sama. Te pat waktu Informasi harus disampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut. Net ral Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung kebutuhan dan keinginan pihak-pihak tertentu. Le ngkap Informasi akuntansi yang lengkap meliputi semua data akuntansi keuangan yang dapat memenuhi secukupnya enam tujuan kualitatif diatas dan memenuhi standar pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan, tujuan laporan tahunan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban
(stewardship) manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap annual report: 1. Para pemilik perusahaan, 2. Manajer perusahaan, 3. Para kreditor, bankir, investor, dan 4. Instansi pemerintah. Menurut Donaldson (1995:68) pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan tahunan perusahaan dapat dijelaskan dengan gambar berikut ini:
Investor Political Group
Goverment
FIRM Supplier
Customer
Trade Associations
Community Employees
Gambar 2.1 Model Stakeholder Dalam model stakeholder ini dijelaskan bahwa pihak-pihak yang diperhatikan oleh perusahaan tidak hanya orang-orang atau kelompok-kelompok yang dipengaruhi atau mempengaruhi perusahaan dalam hal transaksi ekonomi,
akan tetapi juga orang-orang atau kelompok-kelompok yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan, kebijakan, dan operasi perusahaan secara tidak langsung. Laporan tahunan memiliki keunggulan dibandingkan dengan sumber informasi lain (Astuti, 1999), yaitu: a. Memberikan informasi tentang sebuah perusahaan secara spesifik. b. Memuat laporan keuangan yang pada umumnya telah diaudit oleh auditor independen dan memperoleh jaminan kewajaran. Informasi dari sumber lain tidak diperiksa oleh pihak yang independen dan diberi pendapat sehingga informasi tersebut mempunyai tingkat keandalan yang lebih rendah. c. Laporan yang dipublikasikan bisa diperoleh dengan biaya yang rendah mengingat perusahaan yang go public wajib memberikan laporan tahunan. d. Bapepam mempunyai peraturan tentang kewajiban menerbitkan laporan tahunan dengan batas waktu tertentu, sedangkan sumber lain tidak ada peraturan yang pasti. Keunggulan lainnya, bahwa annual report mempunyai kredibilitas tinggi (Zeghal dan Ahmed, 1999) sehingga banyak digunakan oleh stakeholder dalam pembuatan keputusan. Hal lain menyebutkan bahwa, laporan tahunan merupakan sumber informasi yang pasti bagi para stakeholder (Deegan dan Rankin, 1997), memiliki potensi yang besar untuk mempengaruhi penyebaran distribusi secara luas (Adams and Harte, 1998), menawarkan deskripsi menajemen pada suatu periode tertentu (Neimark, 1992), dan lebih banyak dapat diakses untuk tujuan penelitian (Woodward, 1998). Laporan tahunan merupakan media bagi manajemen perusahaan untuk memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan merupakan sarana pertanggungjawaban kepada publik atas sumber daya yang dikelolanya (Yustina, 2003). Hal ini merupakan implementasi dari teori agensi. Teori agensi
membahas hubungan antara pemberi kerja (prinsipal) dengan penerima mandat/kerja (agen). Prinsipal memberi fasilitas dan dana untuk menjalankan operasi perusahaan, sedangkan manajemen berkewajiban mengelola dana dan fasilitas tersebut. Prinsipal memperoleh hasil berupa pembagian laba, sedangkan manajemen memperoleh gaji, bonus, dan kompensasi lainnya (Astuti, 1999). Selain itu, sebagai pertanggungjawaban agen terhadap prinsipal, agen wajib memberikan laporan hasil kinerja dan pengelolaan sumber daya perusahaan kepada prinsipal.
2. Latar Belakang dan Faktor Pendorong Tanggung Jawab Lingkungan Hidup Dekade 1960-an dipandang sebagai kebangkitan aktivis lingkungan hidup. Pada masa ini, orang-orang menjadi lebih peduli kepada kelestarian lingkungan hidup. Dampak industri terhadap kualitas udara, air, dan tanah menjadi sorotan masyarakat. Peraturan Pemerintah untuk melindungi sumber daya dan mengawasi pelepasan limbah berbahaya. Berbagai standar ditetapkan untuk mengawasi operasi dan usaha. Dunia usaha diminta untuk mengendalikan emisi karbon dan merencanakan,
mengembangkan
serta
mengimplementasikan
rencana
pengurangan polusi (Freedman, 1989). Untuk konsep akuntansi lingkungan sendiri, sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja (Djogo, 2006).
Banyak perusahaan industri dan jasa berskala besar di dunia yang kini menerapkan akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit). Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan efek perlindungan lingkungan (environmental protection) (Djogo, 2006). Berry dan Rondinelly (1998), mengungkapkan ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Regulatory demand Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan merasa penting untuk bisa mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQM secara efektif, misalnya dengan penggunaan teknologi pengontrol polusi melalui penggunaan clean technology. 2. Cost Factors Adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekuensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku, biaya pengawasan proses produksi, dan biaya pengetesan. Konseksensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, dan biaya pencegahan kebersihan. 3. Stakeholders Forces Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. Perusahaan akan selalu berusaha
untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi dengan menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen lingkungan yang proaktif. 4. Competitive requirements Semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam sistem manajemen lingkungan. Keduanya memiliki perbedaan dalam kriteria dan kebutuhannya, namun dalam pelaksanaannya saling terkait, yakni dengan mengintegrasikan antara sistem manajemen lingkungan dan sistem manajemen perusahaan. Untuk mencapai keunggulan dalam persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances (Hartman dan Stafford, 1995). Green alliances merupakan partner diantara pelaku bisnis dan kelompok lingkungan untuk mengintegrasikan antara tanggungjawab lingkungan perusahaan dengan tujuan pasar. Menurut Gray, Kouhy, dan Lavers (1995), latar belakang perlunya pengungkapan informasi sosial dan lingkungan hidup adalah: (1) munculnya masalah-masalah sosial di lingkungan perusahaan karena ketidakpuasan terhadap kebijakan masyarakat sosial; (2) untuk meminimalisasi munculnya masalah lingkungan perusahaan yaitu dengan cara meningkatkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sosial dan dengan menggunakan salah satu media yang bisa digunakan untuk pengungkapan sosial adalah laporan tahunan. Alasan dan motif perusahaan melakukan pengungkapan informasi lingkungan juga diungkapkan De Villers (1998) dalam penelitiannya mengenai environmental disclosure, yaitu: 1. Jika perusahaan tidak mengungkapkan secara sukarela, dikhawatirkan akan menjadi kebijakan pemerintah yang bersifat wajib. 2. Sebagai legitimasi atas kegiatan yang telah dilakukan perusahaan. 3. Untuk mengalihkan perhatian dari isu lain. 4. Untuk meningkatkan citra publik. 5. Harga saham perusahaan diharapkan akan naik.
6. 7. 8. 9.
Untuk meningkatkan keuntungan kompetitif. Adalah hak bagi para shareholders dan stakeholders. Keuntungan politik. Dorongan untuk mengkomunikasikan kepada khalayak tentang hal-hal yang dilakukan perusahaan. 10. Untuk menjelaskan pola pengeluaran. Berkembangnya wacana business and society telah menyingkirkan paradigma lama bahwa organisasi adalah mesin, sebagaimana disimpulkan oleh Morgan (1987). Evan dan Freedman (dalam Triyuwono, 1997) melontarkan paradigma baru, bahwa organisasi (sebagaimana halnya dengan manusia), selain memiliki hak juga memiliki kewajiban terhadap lingkungan.
3. Definisi Pengungkapan Pengungkapan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi (Naim dan Rakhman, 2000). Sedangkan menurut Hendriksen (1990), pengungkapan adalah penyediaan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian pasar modal secara optimal. Pengungkapan laporan tahunan dapat dilakukan dalam bentuk penjelasan mengenai kebijakan akuntansi yang ditempuh, metode persediaan, jumlah saham yang beredar dan sebagainya. Suwardjono (2005), pengungkapan berkaitan dengan cara pembeberan atau penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dinyatakan melalui statement keuangan utama. Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Guthrie dan Matthews (1990), menyatakan bahwa tujuan pengungkapan adalah sebagai
ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan berkaitan dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya yang dapat dibuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan pertanggungjawaban terpisah. Berdasarkan tujuan Securities Exchange Commission (SEC) membagi pengungkapan dalam 2 kategori, yaitu protective disclosure yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor dan informative disclosure yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Walk, Francis, dan Tearney, 1989). Terdapat 4 prinsip dalam akuntansi: (1) historical cost principle, (2) revenue recognition principle, (3) matching principle, dan (4) full disclosure principle. Full disclosure diartikan sebagai penyediaan semua informasi yang dianggap cukup penting dalam mempengaruhi penilaian dan keputusan yang diambil pemakai laporan keuangan. Hendriksen dan Breda (2001), konsep full disclosure mewajibkan agar laporan tahunan didesain dan disajikan sebagai kumpulan potret dari kejadian ekonomi yang mempengaruhi perusahaan untuk suatu periode dan berisi cukup informasi, sehingga stakeholder paham dan tidak salah tafsir terhadap laporan tahunan tersebut. Selanjutnya, dikatakan pula bahwa pengertian full disclosure harus mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut: 1.
Cukup (Adequate) Artinya bahwa informasi minimum laporan tahunan harus disajikan.
2.
Wajar (Fair)
Pengungkapan menjelaskan bahwa ada aturan etis tentang perlakuan sama kepada semua pemakai annual report. 3.
Penuh (Full) Laporan tahunan harus mencakup semua kelengkapan penyajian informasi. Ada 2 sifat dari pengungkapan, yaitu: pengungkapan yang didasarkan pada
ketentuan
atau
standar
(required/regulated/mandatory
disclosure)
dan
pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary disclosure). Perusahaan bersedia melakukan pengungkapan sukarela, meski menambah cost perusahaan, untuk memenuhi tekanan masyarakat (misalnya dalam kasus lingkungan) atau untuk meningkatkan citra publiknya. Oleh karena sifatnya yang masih sukarela, maka banyak perusahaan yang enggan untuk menambah luas disclosure. Alasan-alasan mengapa perusahaan enggan menambah disclosure menurut Hendriksen (2001) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Disclosure akan membantu para pesaing dan merugikan pemegang saham. Disclosure yang lengkap akan memberikan keuntungan kepada serikat pekerja dalam hal tawar menawar upah. Adanya keraguan terhadap kemampuan investor dalam memahami kebijakan dan prosedur akuntansi sehingga full disclosure akan menyesatkan mereka. Tersedianya sumber-sumber informasi lain selain annual report yang tersedia dengan biaya yang lebih mahal. Kurangnya pengetahuan kebutuhan investor juga merupakan alasan disclosure terbatas.
Meskipun demikian, pengungkapan akan tetap dilakukan oleh perusahaan karena manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan perusahaan. Selain itu, pengungkapan tambahan ini diharapkan mampu menanamkan kepercayaan
investor dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan tersebut.
4. Environmental Disclosure Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai alat kendali utama terhadap aktivitas perusahaan. Tanggung jawab manajemen tidak terbatas pada pengelolaan dana ke dalam perusahaan kepada investor dan kreditor, tetapi juga meliputi dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan. Environmental disclosure adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan (Suratno dkk, 2006). Zhegal dan Ahmed (1990) mengidentifikasi pelaporan lingkungan meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam dan pengungkapan lain yang berhubungan dengan lingkungan. Pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan bertujuan sebagai media untuk mengkomunikasikan realitas untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politis (Hayuningtyas, 2007). Pertangggungjawaban lingkungan hidup juga merupakan respon terhadap kebutuhan informasi dari kelompok-kelompok yang berkepentingan (interest groups) seperti serikat pekerja, aktivis lingkungan hidup, kalangan religius dan kelompok lain (Guthrie dan Parker, 1990).
Environmental disclosure merupakan wujud pertanggungjawaban sosial perusahaan (Hadi, 2006). Melalui pengungkapan lingkungan hidup pada laporan tahunan, masyarakat dapat memantau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka memenuhi tanggung jawab sosialnya. Dengan cara demikian, perusahaan akan memperoleh perhatian, kepercayaan dan dukungan dari masyarakat sehingga perusahaan dapat tetap eksis (Parsons, 1996). Pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan masih bersifat voluntary, unaudited dan unregulated (Mathews, 1984). Namun demikian, beberapa institusi telah menawarkan model yang bisa dijadikan pedoman. 1)
Institute of Chartered Accountants in England and Walls (ICAEW) Merupakan organisasi profesi para akuntan di Inggris dan Wales ini
mengeluarkan rekomendasi pada tema lingkungan yang perlu diungkap dalam annual report, yaitu: a.
Kebijakan lingkungan oleh perusahaan.
b.
Identitas para direktur dilengkapi dengan rincian tanggung jawab mereka pada lingkungan.
c.
Tujuan lingkungan perusahaan.
d.
Informasi aksi lingkungan yang telah dilakukan, termasuk rincian asal dan jumlah pengeluaran dalam aktivitas lingkungan.
e.
Dampak utama bisnis terhadap lingkungan, dan bila memungkinkan disertai dengan pengukuran kinerja lingkungan terkait.
f.
Kepatuhan terhadap aturan dan petunjuk industri yang berkaitan dengan lingkungan termasuk bila memungkinkan eco-audit scheme
dari masyarakat Eropa dan rincian yang berkaitan dengan pendaftaran
dan
persetujuan
Standar
Inggris
tentang
“SM
Lingkungan 7750”. g.
Risiko lingkungan yang signifikan yang tidak disyaratkan untuk diungkap dalam kewajiban kontinjensi.
h.
Laporan audit eksternal pada aktivitas lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan termasuk yang terkait dengan tempat-tempat tertentu.
2)
Global Reporting Initiative’s (GRI) GRI merekomendasikan beberapa aspek lingkungan yang harus diungkap
dalam annual report. Ada 30 item yang direkomendasikan oleh GRI dan terdiri dari 9 aspek. Kesembilan aspek tersebut adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Material Energi Air Keanekaragaman hayati Emisi dan limbah Produk dan jasa Ketaatan pada peraturan Transportasi Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menjaga lingkungan.
Pentingnya
pengungkapan
informasi
lingkungan
(environmental
disclosure) berkaitan dengan adanya kontrak (perjanjian) sosial (social contract). Kontrak antara perusahaan dengan masyarakat, baik yang sifatnya eksplisit maupun implisit yang timbul karena interaksi perusahaan dengan lingkungan, membawa konsekuensi perusahaan harus bertanggung jawab tidak hanya terhadap
kesejahteraan pemegang saham, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial, yaitu tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan lingkungan hidup (Belkaoui, 2000). Banyak kasus yang telah terjadi berkenaan dengan lingkungan hidup yang belum diungkap dalam annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia. Diantaranya adalah kasus pencemaran Teluk Buyat oleh PT Newmont. PT Newmont, Nusa Tenggara menggunakan teknologi yang berbahaya di laut, yaitu pembuangan tailing ke laut (Submarine Tailing Disposal), yang terbukti telah mengakibatkan pencemaran di Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Bahkan hasil survei KLH yang dilakukan bulan September 2004 di daerah Tongo Sejorong, Benete dan Lahar, Nusa Tenggara Barat, menunjukkan sekitar 76 – 100% responden nelayan menyatakan bahwa pendapatan mereka menurun setelah Newmont membuang tailingnya ke Teluk Senunu, yang besarnya mencapai 120.000 ton tailing perhari, atau 60 kali besarnya tailing Newmont di Teluk Buyat (WALHI, 2005). Itulah sebabnya mengapa perusahaan perlu melakukan pengungkapan informasi lingkungan.
5. Corporate Governance Ada dua teori utama yang terkait dengan corporate governance, yaitu stewardship theory dan agency theory (Chinn, 2000). Stewardship theory dibangun atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggungjawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain,
stewardship theory memandang manajemen dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson (2000), memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai ”agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya agency theory menjadi tumpuan dalam corporate governance, hal ini disebabkan pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks, 2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder (Kaihatu, 2006). Prinsip-prinsip corporate governance menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) adalah: (1) perlindungan terhadap hakhak pemegang saham, (2) persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham, (3) peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan, (4) keterbukaan dan transparansi, dan (5) akuntabilitas dewan komisaris.
Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah Dewan Pengurus Perseroan atau Board of Directors. Indonesia menganut two board system, yang berarti bahwa komposisi dewan pengurus perseroan terdiri dari fungsi eksekutif yaitu dewan direksi, dan fungsi pengawasan yaitu dewan komisaris (Herwidayatmo, 2000). Berdasarkan kerangka hukum yang ada, fungsi independent directors pada single-board system dapat direpresentasikan dengan fungsi dewan komisaris pada two-board system. Oleh karena itu, sistem pengawasan yang ada pada perusahaan-perusahaan di Indonesia terletak pada dewan komisaris. Keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris ini didukung dengan keberadaan komisaris independen dalam komposisi dewan komisarisnya. Barry (1999) menyatakan bahwa komisaris independen dapat membantu memberikan kontinuitas dan objektivitas yang diperlukan bagi suatu perusahaan untuk berkembang dan makmur. Selanjutnya, komisaris independen membantu merencanakan strategi jangka panjang perusahaan dan secara berkala melakukan review atas implementasi strategi tersebut. Keberadaan komisaris independen diatur dalam ketentuan Peraturan Pencatatan Efek Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di BEI wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Keberadaan komisaris independen dalam susunan dewan komisaris akan meningkatkan
keefektifan dewan komisaris (John dan Senbet, 1998). Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris biasanya mengadakan pertemuan rutin baik itu internal maupun eksternal dengan pihak lain. Hal ini tentu saja agar kelangsungan perusahaan dapat terjaga (corporate governance guidelines, 2007) Karakteristik personal seorang presiden komisaris mempengaruhi praktek disclosure (Alhabsi, 1994). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chuah (1995), pemikiran seorang presiden komisaris dipengaruhi oleh latar belakang ras dan culture, serta latar belakang pendidikan dan tipe organisasi dimana dia bekerja. Peran pengawasan yang dilakukan dewan komisaris perusahaanperusahaan di Indonesia belum memadai (Herwidayatmo, 2000). Untuk itu diperlukan suatu komite untuk membantu tugas dan fungsi dewan komisaris. Komite ini disebut Komite Audit. Pada bulan Mei tahun 2000 telah diterbitkan surat edaran oleh Bapepam kepada para emiten/perusahaan untuk memiliki komite audit. Tugas dan fungsi komite audit adalah membantu dewan komisaris dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan. Berdasarkan strukturnya, komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga anggota dan salah satu diantaranya adalah komisaris independen sekaligus merangkap sebagai ketua, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak independen. Dalam tugasnya membantu dewan komisaris untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan, maka komite audit dituntut harus independen. McMullen (1996), keberadaan anggota komite audit independen dalam komite audit akan meningkatkan transparansi komite audit dalam menjalankan tugasnya. Agar tugas
dan tanggung jawabnya berjalan dengan baik, komite audit harus rutin mengadakan pertemuan atau rapat internal.
B. Kerangka Teoritis Penelitian ini menggunakan environmental disclosure dengan proksi skor IER sebagai variabel dependen, dan corporate governance sebagai variabel independen, serta tipe industri dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Di bawah ini adalah kerangka mengenai hubungan antar masing-masing variabel. V. Independen Proporsi Dewan Komisaris Independen (X 1 ) Latar belakang culture atau etnic presiden komisaris (X2)
Variabel Kontrol
Ukuran perusahaan (X7) Tipe Industri (X8)
Latar belakang pendidikan presiden komisaris (X3) Jumlah Rapat dewan komisaris (X4)
Variabel Dependen Environmental Disclosure : Skor IER1 (Y)
Proporsi komite audit independen (X5)
Jumlah Rapat komite audit (X6)
Gambar 2.2 Hubungan antara corporate governance dan environmental disclosure C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji hubungan antara corporate governance dengan environmental disclosure. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara corporate governance dengan environmental disclosure. 1 Variabel corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini ada 6, yaitu proporsi dewan komisaris independen, latar belakang culture atau etnic presiden komisaris, latar belakang pendidikan presiden komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi anggota komite audit independen, dan jumlah rapat komite audit. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan 2 variabel kontrol, yaitu : ukuran perusahaan dan tipe industri. Berikut adalah hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini : 1.
Proporsi dewan komisaris independen dan environmental disclosure Peran utama dewan komisaris adalah terkait dengan fungsi kontrol (Pound,
1995). Dewan komisaris independen merupakan alat untuk mengawasi perilaku manajemen untuk meningkatkan pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan perusahaan (Rosenstein dan Wyatt, 1990). Dalam penelitian Chen dan Jaggi (1998), menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap environmental disclosure. Hasil yang sama juga diperoleh dalam penelitian yang dilakukan oleh Leftwich, Watt dan Zimmerman (1981), Fama dan Jansen (1983), Forker (1992). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
1
IER adalah Indonesian Environmental Reporting Indeks, yaitu indeks yang digunakan untuk membobot environmental disclosure dalam annual report yang merupakan hasil penelitian dari Suhardjanto, Tower, dan Brown (2007).
H1 :
Terdapat hubungan positif antara proporsi dewan komisaris independen dan environmental disclosure.
2.
Latar belakang culture atau etnic presiden komisaris dan environmental disclosure Latar belakang etnis (culture) presiden komisaris direpresentasikan dengan
loyalitas kelompok etnik yang berada pada kelompok yang terdiri dari kumpulan orang-orang yang mempunyai pola tingkah laku normatif (Cohen, 1974). Hal ini penting untuk mengakui bahwa nilai yang mungkin berbeda antara kelompokkelompok yang ada dalam suatu negara (Spector dan Solomon, 1990), terutama ketika beberapa kelompok etnik memilih untuk menjaga identitas kelompoknya (Sendut, 1991). Indonesia merupakan negara dengan banyak ras dan salah satu yang mempunyai kontribusi besar dalam dunia bisnis di Indonesia adalah etnis Tionghoa (Kusumastuti dkk, 2006). Etnis Tionghoa dinilai memiliki etos kerja tinggi, memiliki filosofi bisnis yang menjadi ciri khasnya, yaitu hemat dan disiplin bila dibandingkan dengan orang pribumi sendiri (Sugiyono, 2007). Dengan adanya budaya dan etos kerja yang tinggi dapat meningkatkan kinerja dalam hal ini adalah kinerja presiden komisaris (Setyawan, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
H2 :
Terdapat hubungan antara latar belakang etnis atau budaya (etnic/culture) presiden komisaris dan environmental disclosure.
3.
Latar belakang pendidikan presiden komisaris dan environmental disclosure Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh presiden komisaris
berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki (Ahmed and Nicholls, 1994). Akan lebih baik jika seorang presiden komisaris memiliki latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi karena seorang presiden komisaris harus memiliki kemampuan untuk mengelola bisnis dan mengambil keputusan bisnis (Bray, Howard, dan Golan, 1995). Santrock (1995) menyatakan bahwa pendidikan universitas membantu seseorang dalam kemajuan karirnya, di mana seseorang berpendidikan tinggi akan memiliki jenjang karir lebih tinggi dan lebih cepat. Dari uraian di atas, maka dapat dikembangan hipotesis sebagai berikut: H3 :
Terdapat hubungan antara latar belakang pendidikan presiden komisaris dan environmental disclosure.
4.
Jumlah rapat dewan komisaris dan environmental disclosure Sesuai dengan corporate governance guidelines yang ditetapkan 12
September 2007, dewan komisaris harus memiliki skedul atau jadwal rapat tetap
dan dapat dilakukan rapat tambahan sesuai dengan kebutuhan serta dilakukan pada saat yang tepat. Hal ini untuk mengetahui apakah operasi perusahaan telah sesuai dengan kebijakan dan strategi perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Brick dan Chidambaran (2007), menunjukkan bahwa semakin banyak rapat yang diselenggarakan dewan komisaris akan meningkatkan kinerjanya. Dari argumen tersebut di atas, maka dapat dikembangkan hipotesis: H4 :
Terdapat hubungan positif antara jumlah rapat dewan komisaris dan environmental disclosure.
5.
Proporsi komite audit independen dan environmental disclosure Komite Audit mempunyai fungsi untuk meningkatkan kualitas laporan
keuangan dan sebagai sistem pengendalian (Collier, 1993). Komite audit indepeden tidak terafiliasi dengan perusahaan atau komite lainnya, sehingga kinerjanya dapat dipercaya (McMullen, 1996). Penelitian Forker (1992) menyatakan bahwa keberadaan komite audit independen meningkatkan kualitas kontrol perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Simon (2001) bahwa komite audit independen berpengaruh positif terhadap luasnya disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5 :
Terdapat hubungan positif antara proporsi independen dan environmental disclosure.
6.
Jumlah rapat komite audit dan environmental disclosure
komite audit
Dalam menjalankan tugasnya, komite audit minimal mengadakan rapat 4 kali dalam satu tahun (corporate governance guidelines, 2007). Hal ini dilakukan untuk dapat meningkatkan kinerjanya agar sesuai dengan tugas dan fungsinya. Selain tercantum dalam corporate governance guidelines, dalam audit committee charter tahun 2005 dinyatakan bahwa semakin banyak rapat komite audit yang dilakukan akan meningkatkan kinerja komite audit. Dari uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis seperti berikut: H6 :
Terdapat hubungan positif antara jumlah rapat komite audit dan environmental disclosure.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada Bab III berikut ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian. A. Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan macam hubungan tertentu, pengaruh atau menetapkan perbedaan kelompok atau independensi dari dua atau lebih faktor dalam subjek yang diteliti (Sularso, 2003). Tujuan dalam penelitian ini adalah menguji pengaruh antara corporate governance, etnis, dan latar belakang pendidikan terhadap environmental disclosure dalam annual report perusahaan-perusahaan yang telah listing di Bursa Efek Indonesia periode 2007.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2007, yaitu sebesar 380 perusahaan. Penggunaan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai populasi karena perusahaan tersebut mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan tahunan kepada stakeholders, sehingga memungkinkan data laporan tahunan tersebut diperoleh dalam penelitian ini. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara random berbasis alokasi proporsional untuk meyakinkan sampel representatif dari semua sektor industri (Haniffa dan Cooke, 2005), yaitu service, finance, dan manufacture termasuk
mining. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar 90 perusahaan. Rosche (1975) dalam Sekaran (2003:295) menyatakan bahwa dalam analisis regresi berganda ukuran sampel hendaknya minimal sepuluh kali variabel dalam penelitian.
C. Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil dari laporan tahunan perusahaan tahun 2007. Laporan tahunan dipilih karena memiliki kredibilitas yang tinggi, selain itu laporan tahunan digunakan oleh sejumlah stakeholder sebagai sumber utama informasi yang pasti (Deegan dan Rankin, 1997), memiliki potensial yang besar untuk mempengaruhi penyebaran distribusi secara luas (Adams and Harte, 1998), menawarkan deskripsi menajemen pada suatu periode tertentu (Neimark, 1992) dan dapat diakses untuk tujuan penelitian (Woodward, 1998). Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD), IDX dan dari situs masing-masing perusahaan sampel.
D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi variable-variabel penelitian dan pengukurannya. a.
Variabel Independen Variabel independen terdiri dari proporsi dewan komisaris independen,
latar belakang culture atau etnis presiden komisaris, latar belakang pendidikan
presiden komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komite audit independen, dan jumlah rapat komite audit. 1.
Proporsi dewan komisaris independen Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuanya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Herwidayatmo, 2000). Indikator yang digunakan adalah indikator yang digunakan dalam penelitian Eng dan Mak (2005), yaitu persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan. 2.
Latar belakang culture atau etnic presiden komisaris Latar belakang culture presiden komisaris diukur dengan menggunakan
dummy variable. Indikator yang digunakan adalah dengan mengadopsi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2006), yaitu untuk presiden komisaris yang berasal dari pribumi dikode 1, etnis Tionghoa dikode 2, dan berasal dari negara lainnya dikode 3. 3.
Latar belakang pendidikan presiden komisaris Indikator yang digunakan untuk latar belakang pendidikan presiden
komisaris adalah apabila presiden komisaris mempunyai latar belakang pendidikan keuangan atau bisnis dikode 1, sedangkan yang lain dikode 0. Indikator tersebut sesuai dengan penelitian Haniffa dan Cooke (2005).
4.
Jumlah rapat dewan komisaris Jumlah rapat dewan komisaris merupakan rapat yang dilakukan antara
dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Indikator yang digunakan adalah jumlah rapat yang dilakukan oleh dewan komisaris dalam waktu satu tahun. Hal ini sesuai dengan corporate governance guidelines (2007) dan penelitian Brick dan Chidambaran (2007). 5.
Proporsi komite audit independen Komite audit independen merupakan anggota komite audit yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Indikator yang digunakan adalah persentase anggota komite audit yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran komite audit perusahaan, yaitu sesuai dengan penelitian Forker (1992), dan Simon (2001). 6.
Jumlah rapat komite audit Jumlah rapat komite audit merupakan rapat yang dilakukan oleh komite
audit dalam perusahaan. Indikator yang digunakan adalah jumlah rapat komite audit yang diselenggarakan dalam jangka satu tahun, dan sesuai dengan audit committee charter (2005) dan corporate governance guidelines (2007). b.
Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
environmental disclosure. Environmental disclosure dalam penelitian ini
diproksikan dengan menggunakan skor pengungkapan environmental disclosure pada annual report perusahaan sampel. Skor diberikan pada tiap-tiap item pengungkapan aktivitas lingkungan hidup yang terdapat dalam annual report. Bobot skor yang digunakan adalah menggunakan Indonesian Environmental Reporting Index (IER) yang merupakan hasil penelitian dari Suhardjanto, Tower dan Brown (2007). Penggunaan skor ini dipilih karena bobot yang diberikan sesuai dengan pengungkapan informasi lingkungan hidup pada perusahaanperusahaan di Indonesia sehingga hasilnya akan lebih tepat dan akurat.
Berikut adalah tabel IER: TABEL 3.1 Indonesian Environmental Reporting Indeks (IER) No
IER Items
IER Index (weighted)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Impact of Using Water Incidents and Fines Programs for Protection Waste by Type Impacts of Activities Materials by Type Environmental Expense Discharges Water Other Air Emissions Withdrawals of Ground Water Land Information Volume of Water Use Energy Consumption Performance of Supplier Impact of Discharges Water Impacts of Transportation Impacts of Products Land for Extraction Spills of Chemicals Indirect Energy Renewable Initiatives Habitat Changes Other Indirect Energy Recycling Water Hazardous Waste Impermeable Surface Affected Red List Species Impact of Activities on Protected Areas Wastes of Material Direct Energy Greenhouse Gas Emissions (GGEs) Recycling Materials Emissions of Ozone Depleting Substances Other Indirect GGEs Operations in Protected Areas Mean
3.25 3.05 2.27 1.99 1.91 1.84 1.63 1.58 1.54 1.44 1.43 1.41 1.29 1.25 1.05 1.05 0.95 0.84 0.76 0.67 0.59 0.42 0.41 0.37 0.36 0.30 0.30 0.28 0.20 0.19 0.14 0.10 0.08 0.02 0.02 1.00
c.
Variabel kontrol Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran
perusahaan dan tipe industri. 1.
Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan menggunakan proksi yang sama dengan penelitian
Suhardjanto (2008); Freedman dan Jaggi (2005), yaitu log total aset perusahaan. Total aset digunakan karena total aset berisi keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan baik yang lancar maupun tidak lancar, sehingga lebih menunjukkan ukuran perusahaan yang sebenarnya. 2.
Tipe Industri Perusahaan memberikan informasi sesuai dengan tipe industri yang
menjadi usaha mereka (Dye dan Sridhar 1995). Klasifikasi industri yang digunakan didalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Suhardjanto (2008), yaitu: 1. Service dikode 1. 2. Finance dikode 2. 3. Manufacture (termasuk Mining) dikode 3.
E. Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif, dan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS release 16.
1.
Statistik Deskriptif Pengujian ini terdiri dari penghitungan mean, median, standar deviasi,
maksimum, dan minimum dari masing-masing data sampel. Pengujian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data sampel tersebut. 2.
Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan logistic regression,
analisis regresi berganda, uji beda t dan ANOVA. a.
Logistic Regression Logistic regression merupakan analisis untuk menguji apakah probabilitas
terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel independennya (Ghozali, 2003). b.
Analisis Regresi Berganda Untuk pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda. Sebagai prasyarat pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Pengujian asumsi klasik meliputi: 1)
Uji Normalitas Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat normal atau tidak. Hasil pengujian normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov-Sminorv. Kriteria pengujian apabila value > 0.05 maka data berdistribusi secara
normal, sedangkan apabila value < 0.05 data tidak berdistribusi normal. Hal ini didukung juga dengan tampilan grafik histogram dan normal probability plot. 2)
Uji Multikolineritas Multikolineritas hubungan
yang
merupakan
suatu
keadaan
sempurna
antara
beberapa
dimana
terdapat
semua
variabel
independen dalam model regresi. Pendeteksiannya dilakukan dengan menggunakan toleransi value VIF (variance inflation factor). Jika nilai tolerance value 0,1 dan VIF < 10 maka tidak terjadi multikolineritas. 3)
Uji Autokorelasi Uji ini untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang sempurna antara anggota-anggota observasi. Untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam model regresi terdapat autokorelasi atau tidak, dapat diketahui melalui uji Durbin-Watson. Apabila nilai DW lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4-du, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi.
4)
Uji Heteroskedastisitas Heterokedastisitas berarti terdapat varian yang tidak sama dalam kesalahan pengganggu. Untuk menentukan heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot, titik yang terbentuk harus menyebar secara acak, baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah: Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e Tabel 3.2 Keterangan Persamaan Regresi Berganda Simbol
Keterangan
Y X1 X2
: : :
X3
:
X4 X5 X6 X7 X8 b0 b1 – b8 e
: : : : : : : :
c.
Skor IER (environmental disclosure) Proporsi dewan komisaris independen Latar belakang culture atau etnic presiden komisaris, 1 = Pribumi, 2 = Tionghoa, 3 = Lainnya Latar belakang pendidikan presiden komisaris, 1 = bisnis / keuangan, 0 = lainnya Jumlah Rapat dewan komisaris Proporsi komite audit independen Jumlah Rapat komite audit Ukuran perusahaan Tipe Industri, 1= Service, 2= Finance, 3= Manufacture Konstan Koefisien regresi Error
Uji Beda T dan ANOVA Uji beda t digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak
berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda, sedangkan anova digunakan untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen (skala metrik) dengan satu atau lebih variabel independen (skala nonmetrik atau kategorikal dengan kategori lebih dari dua) (Ghozali, 2003).
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab IV dalam penelitian ini akan membahas analisis data dan pembahasan hasil analisis. A. Analisis Deskriptif Data Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif. 1.
Seleksi Sampel Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun
2007. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2007. Pada tabel di bawah ini akan ditunjukkan mengenai jumlah populasi menurut klasifikasi industrinya: Tabel 4.1 Populasi dan Klasifikasi Industri No
Klasifikasi Industri
1 2 3
Industri Jasa Industri Keuangan Industri Manufaktur dan lainnya Total
Perusahaan Jumlah Persentase (%) 66 67 247 380
17.36 17.63 65.00 100.00
Berdasarkan teknik pengambilan sampel dalam BAB III, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 90 perusahaan, nama-nama perusahaan sampel dapat dilihat pada (lampiran 1). Jumlah sampel dan klasifikasi industri, dapat dilihat dalam tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Sampel dan Klasifikasi Industri No
Klasifikasi Industri
1 2 3
Service Industries Finance Industries Manufacture dan lainnya Total
Perusahaan Jumlah Total Persentase (%) 15 17 58 90
16.67 18.89 64.44 100.00
Terdapat perbedaan jumlah persentase antara populasi dan sampel pada sektor industri jasa dan keuangan diakibatkan keterbatasan data pada sektor jasa, sehingga diganti dengan perusahaan dari sektor industri keuangan. 2.
Statistik Deskriptif Environmental disclosure sebagai variabel dependen dalam penelitian ini
diperoleh dari annual report masing-masing perusahaan sampel. Berdasarkan 90 perusahaan sampel tersebut, ternyata hanya ada 44 perusahaan yang mengungkap environmental disclosure dalam laporan tahunannya atau sebesar 48.89% dari seluruh sampel yang digunakan. Tabel 4.3 akan menyajikan jumlah perusahaan sampel yang mengungkap environmental disclosure. Tabel 4.3 Perusahaan dengan Environmental Disclosure No
Klasifikasi Industri
1 2 3
Service Industries Finance Industries Manufacture dan lainnya Total
Perusahaan Jumlah Total Persentase (%) 7 4 33 44
7.78 4.44 36.67 48.89
Kemudian dari 44 perusahaan tersebut, environmental disclosure akan dibobot dengan menggunakan indeks IER sesuai dengan pengungkapan informasi
lingkungan yang ada di dalam annual report. Daftar perusahaan dan bobot pengungkapan informasi lingkungan dapat dilihat pada (lampiran 2). Dari ke-44 perusahaan dengan environmental disclosure, sektor keuangan merupakan sektor dengan pengungkapan informasi lingkungan hidup lebih kecil dibanding dengan 2 sektor lainnya. Namun demikian, Bank Permata dalam annual reportnya telah mengungkapkan kegiatan lingkungannya dengan baik, Untuk mengundang partisipasi karyawan, setiap departemen saling bersaing memperebutkan Green and Clean Award yang didasarkan pada prinsip 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) dan penghargaan diberikan kepada yang terbaik dan terburuk di setiap lokasi utama Permata Bank. Selama tahun 2007, Permata Bank juga melaksanakan berbagai acara termasuk bekerjasama dengan WWF dalam seminar interaktif `Permata Bank peduli Global Warming`, `Tips Gaya Hidup Hijau Ala Permata Bankers`, Eco-Bussiness Tourism yaitu kegiatan benchmarking ke perusahaan yang ramah lingkungan, in-house training OHSAS 18001:2007 dan SO 14001:2004 (Integrated EHS Management System) untuk mensosialisasikan penerapan OHSAS 18001:2007 di Permata Bank tahun 2008 dan Awareness Vendor dengan tema Green Building (AR Bank Permata, 2007). Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia mengungkapkan informasi lingkungan rata-rata sebesar 5,40. Nilai rata-rata pengungkapan sebesar 5,40 berarti environmental disclosure pada annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia masih sangat rendah karena skor total untuk environmental disclosure pada penelitian ini adalah 35. Dari 44 perusahaan dengan nilai rata-rata pengungkapan 5,40 ada 25 perusahaan yang mempunyai bobot pengungkapan di bawah rata-rata, sedangkan 19 perusahaan lainnya mempunyai bobot pengungkapan di atas ratarata.
Nilai minimum environmental disclosure pada penelitian ini adalah 0,59 yaitu oleh PT Tira Austenite dan PT Adira Dinamika Muti Finance, yaitu berkenaan dengan aspek keanekaragaman hayati. PT Tira Austenite yang merupakan perusahaan dari sektor industri jasa menyatakan dalam annual reportnya mengenai pengungkapan program penghijauan seperti berikut ini, Planting of trees in the areas arround in the company offices, to reflect the company`s concern for global warming and to conserve the environmental arround the company (AR PT Tira Austenite, 2007). Item penghijauan ini juga merupakan item terbanyak kedua yang diungkap setelah item programs for protections dalam annual report perusahaan-perusahan di Indonesia. Terbukti dengan adanya 32 perusahaan yang mengungkapkan pada laporan tahunan. Hal ini disebabkan program penghijauan merupakan program lingkungan yang mudah dilakukan dan menggunakan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan item pengungkapan lainnya. Nilai maksimum atau bobot tertinggi environmental disclosure sebesar 11,20 dilakukan oleh PT Inco dengan mengungkap 11 item dari 35 item pengungkapan dalam IER. Hal ini dikarenakan PT Inco merupakan perusahaan pertambangan yang aktivitas operasi utamanya bersinggungan langsung dengan alam, sehingga tanggung jawabnya terhadap lingkungan lebih tinggi. Item terbanyak yang diungkap dalam annual report perusahaanperusahaan di Indonesia adalah mengenai programs for protections. Program for Protections merupakan seluruh program yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan dalam menjaga lingkungan akibat aktivitas perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada 38 perusahaan yang mengungkap item
tersebut, diantaranya adalah PT Semen Gresik Tbk. PT Semen Gresik Tbk dalam annual reportnya menyatakan, In performing its environmental management activities, the following strategy has been implemented by the Company, to include: • Environment Monitoring Program • Environment Management Program • Resources Conservation Program • Implementing management system related to environment • Clean Development Mechanism (CDM) Implementation (AR PT Semen Gresik Tbk, 2007) Belum lama ini telah diselenggarakan Konferensi Global Warming and Climate Change di Nusa Dua Bali yang berlangsung mulai tanggal 1 November sampai dengan 15 November 2007 dan diikuti oleh sebagian besar negara-negara di dunia untuk mengurangi efek pemanasan global yang terjadi. Ada beberapa poin penting dalam konferensi ini berkenaan dengan lingkungan hidup, diantaranya adalah kesediaan negara-negara peserta konferensi untuk mengurangi emisi gas yang ada. Indonesia sebagai salah satu negara peserta konferensi yang sangat concern dalam hal global warming tentu saja bersedia untuk mengurangi jumlah emisi gas yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari. Hal ini dapat dibuktikan salah satunya dalam annual report PT Inco, Suatu contoh yang signifikan adalah keberhasilan kami dalam proyek bernilai $62 juta yang telah selesai pada tahun 2007 di mana kami telah berhasil menekan tingkat emisi debu yang keluar dari seluruh tanur listrik sesuai dengan mandat dari pemerintah (AR PT Inco, 2007). Aspek dalam GRI 2002 yang sama sekali tidak diungkap dalam annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah mengenai kegiatan transportasi.
Hal ini dimungkinkan karena aspek transportasi belum menjadi topik atau isu menarik bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan statistik deskriptif dari variabel independen penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi dihitung menggunakan alat bantu perangkat statistik SPSS release 16. Hasil dari perhitungan tersebut ditampilkan pada tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Penelitian Variabel
Min
ED Prop_DKI Rapat_DK Prop_KAI Rapat_KA Total_Asset
.59 25.00 2 25.00 1 314
Max
Mean
11.20 5.40 100.00 42.93 77 9.23 100.00 55.61 104 10.26 312,533,200 17,257,907
Std.deviasi 2.62 15.06 12.06 22.92 13.27 46,089,452
Ada sekitar 43% susunan dewan komisaris pada perusahaan-perusahaan di Indonesia terdiri dari anggota komisaris independen. Proporsi ini sudah baik karena berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam pada tanggal 1 Juli tahun 2000, bahwa proporsi dewan komisaris independen adalah 30% dari total anggota dewan komisaris. Komisaris independen mempunyai peranan penting dalam pengungkapan informasi lingkungan pada laporan tahunan. Ada 7 perusahaan (7,77%) yang mempunyai proporsi dewan komisaris independen 25% dan hanya ada 2 perusahaan yang seluruh anggota dewan komisarisnya terdiri dari komisaris independen yaitu PT Aneka Tambang, dan Millenium Pharmacom International.
Agar proses pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris berjalan efektif, corporate governance guidelines (2007) menyatakan bahwa minimal dewan komisaris harus mengadakan rapat intern sebanyak 4 kali dalam 1 tahun. Dari data statistik deskriptif di atas terdapat 15 perusahaan (16,67%) yang menyelenggarakan rapat dibawah ketentuan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran perusahaan-perusahaan di Indonesia akan ketentuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan di Indonesia sudah memenuhi peraturan Bapepam terkait dengan proporsi komite audit independen minimal sebesar 33%. Hal ini terbukti dengan jumlah rata-rata proporsi komite audit independen perusahaan-perusahaan di Indonesia, yaitu sebesar 56%. Sedangkan hanya terdapat 3 perusahaan saja yang proporsi komite audit independennya tidak sesuai dengan regulasi. Masih terkait dengan peraturan Bapepam, tersebut di dalamnya bahwa komite audit independen harus menyelenggarakan rapat intern minimal 4 kali dalam 1 tahun (corporate governance guidelines, 2007). Dari data statistik pada tabel 4.4 di atas masih terdapat perusahaan di Indonesia yang tidak mematuhi ketentuan rapat intern komite audit yaitu 9 perusahaan atau sekitar 10%. Berdasarkan tabel di atas juga dapat diketahui bahwa nilai rata-rata ukuran perusahaan sebesar Rp 17.257.907.027.079,53. Dari seluruh sampel dalam penelitian ini, terdapat 47 perusahaan (52,22%) yang mempunyai ukuran perusahaan di atas nilai rata-rata dan 47,78% sisanya mempunyai nilai di bawah rata-rata. Ini berarti mengindikasikan bahwa iklim perekonomian Indonesia mulai stabil.
B. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan dilakukan dengan 3 pengujian, yaitu pengujian dengan menggunakan logistic regression, analisis regresi berganda, dan dengan menggunkan uji beda t serta ANOVA. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolineritas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Penelitian ini telah memenuhi uji asumsi klasik, hasil pengujian data untuk penelitian ini disajikkan pada lampiran 4. 1.
Logistic Regression Tujuan pengujian logistic regression adalah mengetahui variabel
independen mana yang dapat memprediksi ada dan tidaknya environmental disclosure pada annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia. Variabel dependen yang digunakan dalam pengujian ini adalah variabel dummy untuk environmental disclosure. Di bawah ini adalah tabel mengenai hasil logistic regression dengan menggunakan metode backward stepwise.
Tabel 4.5 Hasil Logistic Regression No
Variabel
Signifikansi
1 2 4 5 6 7 8 9 10 11
Nagelkerke R Square Hosmer and Lemeshow test Prop_DKI LBC_PK LBP_PK Rapat_DK Prop_KAI Rapat_KA TI Asset
.115 .799 .732 .618 .292 .464 .555 .475 .797 .035**
** Secara statistik signifikan pada tingkat 0.05
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa predictive value model ini adalah sebesar 11,50% (perhitungan Nagelkerke R Square = 0,115) dan bentuk model ini kuat karena hasil uji Hosmer dan Lemeshow menunjukkan nilai 4,605 dan dengan 0,799. Hasil uji Hosmer dan Lemeshow dikatakan kuat apabila nilai signifikansi > 0.05 (Ghozali, 2003). Uji ini menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan yaitu total aset yang dapat menentukan environmental disclosure. 2.
Analisis Regresi Berganda Pengujian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen atas perusahaan-perusahaan di Indonesia yang mengungkap environmental disclosure dalam laporan tahunannya. Hasil pengujian hipotesis penelitian ini diringkas pada tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Berganda Variabel
Coefficient
Std.Error
t
Sig
Constant -9.851 Prop_DKI .045 LBC_PK 1.186 LBP_PK .026 Rapat_DK -.003 Prop_KA -.022 Rapat_KA -.011 TI .519 Asset (Log) .787 R Square Adjusted R Square F Sig
4.146 .025 .546 .790 .034 .015 .020 .502 .464
-2.376 1.818 2.171 .005 -.090 -1.447 -.540 1.035 1.695
.022** .077* .036** .974 .924 .156 .572 .307 .010**
.349 .300 7.134 .001
** Secara statistik signifikan pada tingkat 0.05 * Secara statistik signifikan pada tingkat 0.10
Pengujian regresi berganda ini dilakukan dengan metode backward. Dari tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa nilai R2 dan Adjusted (R2) adalah 0,349 dan 0,300. Sesuai dengan Ghozali (2003) bahwa bila dalam model terdapat variabel independen lebih dari dua maka angka adjusted R square lebih baik dalam menilai kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Berdasarkan nilai Adjusted (R2) tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 30% variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya sebanyak 70% dijelaskan oleh faktor lain. Nilai F hitung sebesar 7,134 dengan probabilitas 0,001 (<0,05), berarti bahwa variabel-variabel independen
dan
kontrol
secara
bersama-sama
berpengaruh
terhadap
environmental disclosure. Berdasarkan tabel di atas juga menunjukkan bahwa variabel-variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen adalah latar belakang etnis presiden komisaris dengan ρ value yang diperoleh sebesar 0,036 artinya bahwa latar belakang etnis presiden komisaris berpengaruh terhadap
environmental disclosure pada tingkat 5% dan proporsi dewan komisaris independen (ρ value = 0,077) signifikan pada level 10%. Sedangkan untuk variabel kontrol yang berpengaruh pada variabel dependen adalah ukuran perusahaan pada tingkat 5%, karena ρ value yang diperoleh adalah 0,010. Variabel-variabel lain yang tidak signifikan secara statistik adalah latar belakang pendidikan presiden komisaris (ρ value = 0,974), jumlah rapat dewan komisaris (ρ value = 0,924), proporsi komite audit independen (ρ value = 0,156), jumlah rapat komite audit (ρ value = 0,572) dan tipe industri (ρ value = 0,307) sebagai variabel kontrol. Variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan dikarenakan ρ value yang diperoleh dari hasil pengujian > 0,05. 3.
Uji Beda t dan ANOVA Uji beda t digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak
berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Dalam penelitian ini, uji beda t dilakukan terhadap variabel ukuran perusahaan yaitu total aset. Hal ini disebabkan
ukuran
perusahaan
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
environmental disclosure. Total aset dibedakan atau dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan nilai diatas mean dan kelompok dengan nilai dibawah mean. Berikut ini adalah tabel hasil uji beda t:
Tabel 4.7a Hasil Uji Beda t Group Statistic
Log total asset Di atas mean Di bawah mean
Mean 5.92 4.57
Std.deviation 2.46 2.74
Dari tabel 4.7a di atas dapat diketahui bahwa rata-rata environmental disclosure untuk total aset di atas rata-rata sebesar 5,92, sedangkan untuk total aset di bawah rata-rata sebesar 4,57. Tabel 4.7b Hasil Uji Beda t Independent Sample Test Levene`s Test Equality T-test for Equality of Means Of Variance ED F Sig t Sig. (2-tail) Equal variance assumed .214 .646 1.699 .097 Equal variance not assumed 1.657 .108 Pada tabel 4.7b terlihat bahwa F hitung levene test sebesar 0,214 dengan probabilitas 0,646, karena probabilitas > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok populasi tersebut mempunyai variance yang sama. Dengan demikian analisis uji beda t menggunakan asumsi equal variance assumed. Dari hasil uji tersebut terlihat bahwa nilai t pada equal variance assumed adalah 1,699 dengan
probabilitas signifikansi 0,097. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pengungkapan environmental disclosure berbeda signifikan antara kelompok perusahaan besar dan perusahaan kecil. ANOVA digunakan untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen (skala metrik) dengan satu atau lebih variabel independen (skala nonmetrik atau kategorikal dengan kategori lebih dari dua). Dalam penelitian ini, anova diujikan terhadap variabel latar belakang etnis presiden komisaris. Hal ini disebabkam
variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap environmental disclosure dan mempunyai 3 kategori. Tabel 4.8a Hasil Anova Levene`s Test of Equality of Error Variances F .412
df1 2
df2 41
Sig .665
Hasil uji levene test menunjukkan bahwa nilai F test sebesar 0,412 dan tidak signifikan pada 0,05 ( value > 0,05) yang berarti variance sama dan asumsi anova diterima. Tabel 4.8b Hasil Anova Test of Between-Subjects Effects Source Corrected Model Intercept LBC_PK
F
Sig
3.289 129.659 3.289
.047 .000 .047
R-Square = .138 Adjusted R-square = .096 Berdasarkan pengujian anova, nilai F hitung diperoleh 129,659 untuk intercept dan signifikan pada 0,05, begitu juga dengan variabel latar belakang etnis presiden komisaris dengan nilai F sebesar 3,289 dan signifikan pada 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa latar belakang etnis presiden komisaris mempengaruhi environmental disclosure. Besarnya nilai adjusted R-square 0,096 mempunyai arti bahwa variabel environmental disclosure dapat dijelaskan oleh variabel kategori latar belakang etnis sebesar 9,6%. Tabel 4.8c
Hasil Anova Post Hoc test Turkey HSD
1 2 3
Bonferroni
1 2 3
2 3 1 3 1 2
-.2867 -3.8630 .2867 -3.5763 3.860 3.5763
.946 .037 .946 .087 .037 .087
2 3 1 3 1 2
-.2867 -3.8630 .2867 -3.5763 3.860 3.5763
1.000 .042 1.000 .105 .042 .105
Hasil Tukey HSD maupun Bonferroni menunjukkan bahwa terdapat perbedaan environmental disclosure antara presiden komisaris etnis pribumi dengan presiden komisaris etnis negara lain dengan rata-rata perbedaan environmental disclosure 3.8630 dan signifikan dengan value = 0,037. Perbedaan environmental disclosure antara presiden komisaris etnis pribumi dan presiden komisaris etnis tionghoa sebesar 0,906 dan secara statistik tidak signifikan ( value = .946 jauh di atas 0,05). Sedangkan perbedaan environmental disclosure antara presiden komisaris etnis tionghoa dan presiden komisaris etnis negara lain sebesar 3.5763 dan secara statistik signifikan pada 10%.
C. Pembahasan Hasil Analisis
Berdasarkan
pengujian
hipotesis
yang
telah
dilakukan,
hasilnya
menunjukkan bahwa hipotesis proporsi dewan komisaris independen, latar belakang culture presiden komisaris, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa variabel independen dan kontrol hanya mempengaruhi variabel dependen yaitu environmental disclosure sebesar 30%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara statistik pada level 10% terhadap pengungkapan informasi lingkungan perusahaan dalam annual report. Koefisien positif menunjukkan bahwa semakin besar proporsi dewan komisaris independen pada susunan dewan komisaris akan meningkatkan jumlah pengungkapan informasi lingkungan dalam laporan tahunan. Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan tanggung jawab dewan komisaris independen pada perusahaan-perusahaan di Indonesia telah berfungsi sebagai mana mestinya. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya, (Leftwich et all 1981; Fama dan Jansen 1983; Rosenstein dan Watt 1990; Forker 1992; dan Chen dan Jaggi 1998). Proporsi dewan komisaris independen yang tinggi pada komposisi dewan komisaris hasilnya akan lebih efektif dalam pengawasannya terhadap dewan komisaris (Weir dan Laing, 2003). Pincus, Rusbarsky, dan Wong (1989) menyatakan bahwa keberadaan dewan komisaris independen akan meningkatkan kualitas pengawasan karena mereka tidak terafiliasi dengan perusahaan. Dewan komisaris independen mempunyai pengaruh besar terhadap keputusan manajemen
termasuk dalam pengungkapan informasi lingkungan pada annual report (Uzun, Szweczky, dan Varma, 2004). Variabel
corporate
governance
lain
yang
berpengaruh
terhadap
environmental disclosure adalah latar belakang etnis presiden komisaris (signifikan pada tingkat 5%). Hal ini konsisten dengan penelitian Haniffa dan Cooke (2005). Perilaku perusahaan dipengaruhi latar belakang etnis presiden komisaris termasuk dalam praktek-praktek pengungkapan. Hasil ini didukung dengan uji anova (tabel 4.8 a, b, c), yang menunjukkan bahwa environmental disclosure yang dilakukan oleh perusahaan dengan presiden komisaris berlatar belakang etnis pribumi akan berbeda dengan pengungkapan informasi lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan yang presiden komisarisnya berlatar belakang culture dari etnis negara lain. Hal ini bisa disebabkan karena sifat karakteristik dari masing-masing etnis berbeda, misalnya sifat karakeristik yang dimiliki etnis dari negara lain yaitu etos kerja (semangat kerja) tinggi, rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan material, hemat dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, menabung dan investasi (Sugiyono, 2007) . Latar
belakang
pendidikan
presiden
komisaris
ternyata
tidak
mempengaruhi luas pengungkapan informasi lingkungan pada perusahaanperusahaan di Indonesia. Hasil ini sesuai dengan penelitian Haniffa dan Cooke (2005); Kusumastuti dkk (2007). Tidak adanya pengaruh ini disebabkan dalam penelitian ini hanya mendefinisikan latar belakang pendidikan secara spesifik pada bisnis dan keuangan, padahal ada kemungkinan latar belakang pendidikan
presiden komisaris sesuai dengan jenis usaha perusahaan yang dapat menunjang kelangsungan bisnis perusahaan lebih diperlukan. Selain itu adanya kebutuhan akan soft skill dalam menjalankan bisnis, sedangkan pendidikan yang diperoleh di bangku sekolah merupakan pendidikan hard skill. Penelitian dari Harvard University di Amerika Serikat mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% dengan hard skill dan sisanya 80% dengan soft skill (Nurudin, 2004). Jumlah rapat dewan komisaris tidak mempengaruhi environmental disclosure. Hal ini dapat diindikasikan bahwa peraturan yang ditetapkan corporate governance guidelines (2007) belum berjalan baik di Indonesia. Peraturan yang ada hanya dijalankan sebagai formalitas demi menjaga image perusahaan-perusahaan itu sendiri. Proporsi komite audit independen juga tidak berpengaruh pada pengungkapan tambahan tentang informasi lingkungan perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Suhardjanto (2008). Hal ini bertentangan dengan teori dasarnya, karena seharusnya keberadaan komite audit independen mendukung prinsip responsibilitas dalam penerapan corporate governance, yang menekan perusahaan untuk memberikan informasi lebih baik terutama keterbukaan dan penyajian yang jujur dalam laporan keuangan (www.cic-fcgi.org ). Namun hasil penelitian
ini
dapat
diterima
mengingat
lemahnya
praktik corporate
governance di Indonesia. Proses penunjukkan anggota komite audit independen masih belum jelas dan terbuka, sehingga keindependensiannya masih patut diragukan (Yunita, 2008). Pemilihan anggota yang masih memiliki hubungan kekerabatan marak terjadi.
Variabel independen jumlah rapat komite audit secara statistik tidak signifikan. Sama halnya dengan rapat dewan komisaris, rapat komite audit belum berfungsi secara maksimal dikarenakan ada kecenderungan bahwa hal tersebut hanya merupakan wujud kepatuhan terhadap aturan saja. Selain itu, jumlah rapat komite audit juga bukan merupakan ukuran dalam menilai keefektifan komite audit dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Menon dan Williams, 1994). Ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini berpengaruh terhadap environmental disclosure pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien positif berarti bahwa semakin besar ukuran perusahaan akan semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi lingkungan dalam annual report. Beberapa penelitian yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap environmental disclosure karena perusahaan besar cenderung mempunyai permintaan informasi yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil (Andrew et al, 1989; Suhardjanto, 2008). Selain itu, menurut Watt dan Zimmerman (1986), perusahaan berukuran besar mempunyai perhatian lebih dari media, pembuat keputusan dan regulasi sehingga mereka akan lebih memperluas praktek disclosurenya daripada perusahaan yang lebih kecil. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan uji beda t (tabel 4.8 a, b). Selain itu, pada uji logistic regression juga tampak bahwa variabel ukuran perusahaan yaitu total aktiva merupakan variabel yang dapat menjadi faktor yang mempengaruhi diungkap atau tidaknya environmental disclosure pada annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia (tabel 4.5).
Variabel kontrol tipe industri tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure. Penelitian ini menggunakan 3 kategori tipe industri, yaitu service, finance dan manufacture etc. Hasil ini sangat bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhardjanto (2008). Hal tersebut terjadi disebabkan jumlah sampel dan tahun penelitian yang digunakan berbeda. Akan tetapi, hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Eng dan Mak (2003). Setiap perusahaan akan selalu mempertimbangkan biaya dan manfaat atas informasi yang diungkapkan. Terkait dengan biaya yang dialokasikan atau dikeluarkan perusahaan untuk menjaga lingkungan hidup, beberapa perusahaan juga mengungkapkannya dalam laporan tahunannya. Berikut ini adalah contoh pengungkapan mengenai environmental expense, WIKA mengalokasikan 2% dari laba bersih untuk anggaran program kemitraan dan 1% dari laba bersih untuk bina lingkungan. Sejak tahun 1994, PT WIKA telah mengeluarkan dana sebesar 1.8 Milyar (AR PT WIKA, 2007). Sedangkan manfaat yang diterima perusahaan harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Jika pengungkapan informasi memberikan dampak positif bagi perusahaan, maka perusahaan akan mengungkapkan informasi lebih dalam.
Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Pengujian:
Variabel Proporsi Dewan Komisaris Independen Latar Belakang culture Presiden Komisaris Latar Belakang Pendidikan Presiden Komisaris Jumlah Rapat Dewan Komisaris Proporsi Komite Audit Independen Jumlah Rapat Komite Audit Firm Size Tipe Industri
Logistik Regresi √ -
Regresi Berganda √ √ √ -
t-test/ Anova √ √ -
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, variabel independen yang mempengaruhi environmental disclosure adalah proporsi dewan komisaris independen, latar belakang culture presiden komisaris (didukung dengan uji anova), dan variabel ukuran perusahaan (didukung dengan uji logistik regresi dan uji beda t).
BAB V PENUTUP
Setelah dilakukan analisis hasil pembahasan pada bab IV, maka pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, saran, dan rekomendasi untuk peneliti selanjutnya. A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dibuat kesimpulan: 1.
Dari jumlah sampel sebesar 90 perusahaan hanya terdapat 44 perusahaan (48,89%)
dengan
environmental
disclosure
yang
berarti
bahwa
pengungkapan environmental disclosure masih sangat rendah. Item pengungkapan yang paling banyak diungkap adalah item programs of protections dan item yang sama sekali tidak diungkap dalam annual report adalah berkenaan dengan aspek transportasi. 2.
Hasil pengujian logistic regression menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan yaitu total aset merupakan faktor yang menentukan diungkap atau tidak diungkapnya environmental disclosure pada annual reports.
3.
Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi besarnya tingkat atau level pengungkapan didasarkan hasil pengujian regresi berganda adalah sebagai berikut: a. Proporsi dewan komisaris independen secara statistik signifikan pada tingkat 10%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan tanggung
jawab dewan komisaris independen pada perusahaan-perusahaan di Indonesia telah berfungsi sebagai mana mestinya. b. Latar belakang culture presiden komisaris berpengaruh terhadap environmental disclosure. Hal ini dikarenakan pemikiran dan tindakan seorang presiden komisaris dipengaruhi oleh ras dan culture. c. Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada tingkat 5%. Hal ini dikarenakan perusahaan besar lebih mendapat perhatian besar dari media, pembuat keputusan dan regulasi sehingga mereka akan lebih memperluas praktek disclosurenya daripada perusahaan yang lebih kecil.
B. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat environmental disclosure perusahaan-perusahaan di Indonesia masih sangat rendah. Oleh karena itu, sebaiknya pengungkapan informasi lingkungan pada annual report harus lebih ditingkatkan.
2.
Oleh karena proporsi dewan komisaris independen mempunyai pengaruh terhadap environmental disclosure, sebaiknya peran komisaris independen dalam
suatu
perusahaan
harus
lebih
dioptimalkan agar
tingkat
pengungkapan informasi lingkungan hidup pada annual report lebih tinggi. Selain itu, berkenaan dengan regulasi Bapepam perusahaan yang tercatat
di BEI wajib memiliki komisaris independen 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Regulasi ini sebaiknya dipatuhi oleh perusahaanperusahaan di Indonesia, agar peran pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris lebih optimal. 3.
Sebaiknya dalam penunjukkan atau pengangkatan seorang presiden komisaris perlu diperhatikan juga latar belakang personal presiden komisaris, hal ini disebabkan latar belakang etnis seorang presiden komisaris akan mempengaruhi perilakunya termasuk dalam hal praktik pengungkapan pada laporan tahunan.
4.
Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan informasi lingkungan, oleh karena itu sebaiknya perusahaan-perusahaan besar lebih dapat meningkatkan pengungkapan informasi lingkungan pada annual report agar para stakeholder bisa memperoleh informasi yang lebih detail dan jelas.
C. Keterbatasan Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mengenai corporate governance hanya sebatas pada dewan komisaris dan komite audit. 2. Variabel kontrol ukuran perusahaan hanya menggunakan total aset sebagai ukuran.
3. Penelitian hanya sebatas pada pengungkapan environmental disclosure pada perusahaan di Indonesia saja.
D. Rekomendasi Beberapa rekomendasi untuk peneliti-peneliti selanjutnya adalah: 1.
Sebaiknya
variabel
independen
corporate
governance
ditambah
cakupannya, seperti struktur kepemilikan ataupun keberadaan komitekomite lainnya. 2.
Variabel kontrol karakteristik perusahaan ukuran perusahaan dengan proksi total aset dapat diganti dengan menggunakan proksi lain, seperti penjualan atau jumlah karyawan perusahaan.
3.
Untuk penelitian selanjutnya bisa juga membandingkan keluasan environmental disclosure antara industri di Indonesia dengan negara lain (studi komparatif).
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C.A., dan Harte, G. 1998. The changing portrayal of the employment of women in British banks and retail companies corporate annual reports. Accounting, Organizations and Society. Vol. 23 (80): 781–812 Ahmed, K dan Nichols, D. 1994. The Impact of non-financial company characteristic on Mandatory disclosure Compliance in Developing Countries: The Case of Bangladesh. International Journal of Accounting, Vol. 29 (1): 62-77 Alhabshi, S.O. 1994. Corporate Ethics in the Management of Corporations. The Malaysian Accountant. April: 22-24 Anggraini, R.R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi IX (Padang) Astuti, T.W. 1999. Analisis Disclosure Level Serta Variabel-Variabel Penjelas Sebagai Faktor Penentu Cost of Equity Capital. Skripsi FE UGM Atkinson, G. 1999. Measuring Corporate Sustainability. Journal Environmental Planning and Management. Vol. 42 (2): 235-252
of
Bates, G.M. 2002. Environmental Law in Australia. Sydney: Butterworths Belal, A.R. 2000. Environmental Reporting in Developing Countries: Empirical evidence from Bangladesh. Eco-Management and Auditing. Vol. 7 (3): 114 Barry J.R. 1999. Independent Directors. Ivey Business Journal Berry A Michael dan Dennis A Rondinelli. 1998. Proactive Corporate Environmental Management: A New Industrial Revolution. Academy of Management Executive. Vol. 12 (2): 38-50
Brick E, Ivan, dan Chidambaran N.K. 2007. Board Meetings, Committee Structure, and Firm Performance. http://papers.ssrn.com. 23 Agustus 2008 Chen, C.J.P., dan Jaggi, B. 2000. Association between independent non-executive directors, family control and financial disclosures in Hong Kong. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 19: 285–310 Chinn, R. 2000. Corporate Governance Handbook. Gee Publising Ltd. London Chuah, B.H. 1995. The unique breed of Malaysian managers. Management Times. New Straits Times Press: Malaysia. March 7-6 Cohen, A. 1974. Two-Dimensional Man. Routledge and Kegan Paul: London Collier, P. 1993. Factors affecting the formation of audit committees in major UK listed companies. Accounting and Business Research. Vol. 23 (91): 421– 430 Cunnigham, S., dan D. Gaddene. 2003. Do corporation perceive mandatory publication of pollution information for key stakeholders as a legitimacy treath?. Journal of Environmental Assessment Policy and Management. Vol. 5 (4): 523-549 Davis, K., dan William C.F. 1984. Business and Society: Corporate Strategy, Public Policy, Ethics. 5th ed. New York : Mc.Graw Hill Deegan, C., dan Rankin, M. 1997. The materiality of environmental information to users of annual reports. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 10 (4): 562–583 De Villers, C.J. 1998. The Willingess of South Africans to Support More Green Reporting. South African Journal of Economic and Management Sciences. Vol. 1 (1): 145-167 Djogo, T. 2006. Environmental Accounting. Tempo Interaktif 8 April 2006
Donaldson, T., dan Preston, L. 1995. The stakeholder theory of the corporation— concepts, evidence, and implications. Academy of Management Review. Vol. 20 (1): 65–92 Dye, R.A., dan Sridhar, S.S. 1995. Industry-wide disclosure dynamics. Journal of Accounting Research. Vol. 33 (1): 157–174 Eipstein, M.J., dan Freedman, M. 1994. Sosial Disclosure and the Individual Investor. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 7 (4): 94108 Eng, L.L., dan Mak, Y.T. 2001. Corporate Governance and Voluntary Disclosure. Journal of Accounting and Public Policy. ELSEVIER: 325-345 Fama, E.F., dan Jensen, M.C. 1983. Separation of ownership and control. Journal of Law and Economics. Vol. 26 (2): 301–325 Freedman, M., dan Jaggi, B. 1992. “An Investigation of The Long-Run Relationship Between Pollution Performance and Economic Performance: the Case of Pulp-and-Paper Firms”. Critical Perspectives on Accounting, Vol. 3 (4): 315-336 Freedman, M., dan Wasley, C. 1990. “The Association Between Environmental Performance and Environmental Disclosure in Annual Reports and 10-Ks”. Advances in Public Interest Accounting. Vol. 3: 183-193 Finch, N. 2005. The Motivations for Adopting Sustainability Disclosure. Macquaarie Graduate School of Management. Social Science Research Network Foo, S.L., dan Tan, M.S. 1988. A comparative study of social responsibility reporting in Malaysia and Singapore. Singapore Accountant. August 12–15 Forker, J.J. 1992. Corporate Governance and Disclosure Quality. Accounting and Business Research. Vol. 22 (86): 111-124
Gamble, G.O. 1995. Environmental disclosure in annual report and 10Ks: an examination. Accounting Horizons. Vol. 9 (3): 34-54 Global Reporting Initiatives. 2002. Sustainability Reporting Guidelines. www.globalreporting.org Gray, R., R Kouhy, dan S. Lavers. 1995. Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of Literature and a Longitudinal Study of UK Disclosure. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 8 (2): 47-77 Ghozali, I. 2005. Analisis MultivariateDengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics. Forth Edition. New York: Mc.GrawHill Guthrie, J., dan Parker. L.D. 1990. Corporate Social Reporting: A rebuttal of Legitimacy Theory. Accounting and Business Research. Vol. 19 (76): 343351 Hadi, A.S. 2006. Regression Analysis by Example. Forth Edition. A John Willey and Sons, Inc Haniffa dan Cooke. 2005. The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting. Journal of Accounting and Public Policy. Elsevier. 391430 Hayuningtyas, P. 2007. Karakteristik Perusahaan, dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Skripsi FE UNS Hendriksen, Eldon, dan M. Van Brenda. 2001. Accounting Theory. USA: Mc.Graw-Hill Herwidayatmo. 2000. Implementasi Good Corporate Governance Untuk Perusahaan Publik Indonesia. Usahawan. Edisi 10/Tahun XXIX: 25-32
IAI. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Ja`far, M. 2006. Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Public Environmental Reporting. Simposium Nasional Akuntansi IX (Padang) John, K., dan L.W. Senbet. 1998. Corporate Governance and Board Effectiveness. Journal of Banking and Finance. Vol. 22: 371-403 Kaihatu, T.S. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Ekonomi Manajemen Universitas Kristen Petra Surabaya. www.petra.ac.id. 06-09-2008 Komar, S. 2004. Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Accounting) dan Korelasinya dengan Akuntansi Islam. Media Akuntansi. Edisi 42/Tahun XI: 54-58 Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra. 2007. Pengaruh Board Diversity terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance. Jurnal Ekonomi Manajemen Universitas Kristen Petra Surabaya. www.petra.ac.id. 06-092008 Mathews, M.R. 1985. Social and Environmental Accounting : A practical demonstration of ethical concern. Journal of Business Ethics. Vol. 14: 663671 McMullen, D.A. 1996. Audit committee performance: an investigation of the consequences associated with audit committee. Auditing: A Journal of Theory and Practice. Vol. 15 (1): 87–103 Menon dan Williams. 1994. The Use of Audit Committees for Monitoring. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 13: 121-139 Monks, R.A.G., dan Minow, N. 2003. Corporate Governance 3rd edition. Blackwell Publishing
Morgan, A. 1987. Solving polynomial systems using continuation for engineering and scientific problems. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, N.J Naim, Ainun, dan F. Rakhman. 2000. Analisis Hubungan Antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 15 (1): 70-82 Neimark, M.D. 1992. The Hidden Dimensions of Annual Reports. Paul Chapman: London Niskanen, J., dan T. Nieminen. 2001. The Objectivity of Corporate environmental reporting: a study of finish listed firms' environemental disclosure. Business Strategy and The Environment. Vol. 10 (1): 29 Nurudin. 2004. Menggugat Pendidikan Hard Skill. http://www.suaramerdeka.com/harian/0410/04/opi04.htm. 28 Agustus 2008 Nyquist, S. 2003. The Legislation of environmental disclosure in three Nordic Countries – a comparisons. Bussiness Strategy and The Environment. Vol. 12 (1): 12 Parson, E.A. 1996. Reflections on air capture: the political economy of active intervention in the global environment. Climatic Change: 1-11 Pincus, K., Rusbarsky, M. dan Wong, J.W. 1989. Voluntary formation of corporate audit committees among NASDAQ firms. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 8 (4): 239-265 Pflieger, J., M. Fischer, T. Kupfer; P. Eyerer. 2005. The contribution of life cycle assessment to global sustainability reporting of Organization. Management of Environmental. Vol. 16 (2) Pound, J. 1995. The promise of the governed corporation. Harvard Business Review. Vol. 73 (2): 89–98
Reliant Energy Inc. 2007. Corporate Governance Guidelines. www.ssrn.com. 0609-2008 Roberts, C. 1992. Environmental disclosures: A note on reporting practices in mainland Europe. Accounting, Auditing and Accountability. Vol. 4 (3): 62– 71 Rosenstein, S., dan Wyatt, J.G. 1990. Outside directors, board independence and shareholder wealth. Journal of Financial Economics. Vol. 26: 175–192 Santrock, J.W. 1995. Life Span Development:Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5 jilid II. Penerbit Erlangga: Jakarta Setyawan, S. 2005. “Konteks Budaya Etnis Tionghoa dalam Manajemen Sumber Daya Manusia“. Jurnal Manajemen dan Bisnis BENEFIT. Vol. 9 (2): 164 – 170. BPPE FE UMS Sekaran, U. 2003. Research Method for Business. USA: John Wiley & Sons Sendut, H. 1991. Managing in a Multicultural Society: The Malaysian Experience. Malaysian Management Review. Vol. 26 (1): 61-69 Shaw, J.C. 2003. Corporate Governance and Risk : A system approach. John Wiley and Sons. Inc.New Jersey Simon, S.M. Ho, dan Wong. 2001. Astudy of Relationship Between Corporate Governance structures and The Extent of Voluntary Disclosure. Journal of International Accounting Auditing and Taxation. ELSEVIER: 139-156 Solomon, Aris, dan Linda Lewis. 2002. Incentives and disincentives corporate environmental disclosure. Busines Strategy and The Environment. Vol. 11 (3): 154 Specter, C.N dan Solomon, J.S. 1990. The human resource factor in Chinese management and reform: Comparing the attitudes and motivations of future
managers in Shanghai, China; Baltimore, Maryland; and Miami, Florida. International Studies of Management and Organisations. Vol. 20: 69–83 Suhardjanto, D. 2008. Environmental Reporting Practies: An Evidence From Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 8 (1): 33-46 Suhardjanto, Tower, dan Brown. 2007. Generating a Uniquely Indonesian Environmental Reporting Disclosure Index Using Press Coverage as an Important Proxy of Stakeholder Demand. Asian Academic Accounting Association annual conference Yogyakarta, Indonesia Sugiyono. 2007. Menjawab Stigma, Mewariskan http://www.kabarejogja.com/new/canthing2.html. 14 Juni 2008
Tradisi.
Sularso, R.A. 2003. Pengaruh Pengumuman Dividen Terhadap Perubahan Harga Saham (Return) Sebelum dan Sesudah Ex-Dividend Date di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Jurnal Akuntansi & Keuangan. Vol. 5 Suratno, I.B., Darsono, dan Mutmainah. 2006. Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2004). Simposium Nasional Akuntansi IX (Padang) Suwardjono. 2005. Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Teori Akuntansi. Yogyakarta. BPFE Triyuwono, I. 1997. Akuntansi Syariah dan Koperasi Mencari Bentuk dalam Amanah. Jurnal Akuntansi dan auditing Indonesia. Vol. 1 (1): 3-46 WALHI. 2005. Laporan Indorayon Tidak Sesuai Fakta. http://www.walhi.or.id/ Walk, H.I., dan J.R. Francis, dan M.G. Tearney. 1989. Accounting Theory: A conceptual and institusional approach. 2nd ed. Boston: PWS-Kent Publising
Weir, C., dan Laing, D. 2003. Ownership structure, board composition and the market for corporate control in the UK: An empirical analysis. Applied Economics. Vol. 35: 1747–1759 Welford, R. 1998. Corporate Environmental Managemen. London: Eartscan Publication Woodward, D.G. 1998. Specification of a content-based approach for use in corporate social reporting analysis. Southampton Institute working paper Yunita, H.M. 2008. Pengaruh Implentasi Governance Terhadap Pengungkapan Informasi. Skripsi FE UII Zhegal, D., dan Ahmed. SA. 1990. Comparison of social responsibility information disclosure media used by Canadian .rms. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 3 (1): 38–53 www.idx.co.id
LAMPIRAN 3 Descriptives
Descriptive Statistics N
Minimum
ED
44
Valid N (listwise)
44
Maximum
.59
Mean
11.20
Std. Deviation
5.3989
2.62110
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
pro_dki
90
.50
100.00
42.3787
15.06395
pro_kai
90
25.00
100.00
55.6136
22.92498
rapat_dk
90
2
77
9.23
12.059
rapat_ka
90
1
104
10.26
13.274
Aset
90
314993000
312533200000000
17257907027079.53
46089452435045.730
Valid N (listwise)
90
LAMPIRAN 4 HASIL UJI Asumsi Klasik Normalitas NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
44 a
Normal Parameters
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 2.02335219
Absolute
.104
Positive
.104
Negative
-.067
Kolmogorov-Smirnov Z
.692
Asymp. Sig. (2-tailed)
.725
a. Test distribution is Normal.
Dari tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas jauh di atas 0.05, yaitu sebesar 0.752, hal ini dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi secara normal (Ghozali, 2003).
75
Multikolineritas a
Coefficients
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error -8.397
4.618
Prop_DKI
.060
.029
LBC_PK
1.088
LBP_PK
Coefficients
Collinearity Statistics t
Beta
Sig.
Tolerance
VIF
-1.819
.078
.328
2.093
.044
.695
1.438
.584
.255
1.862
.071
.910
1.099
.026
.790
.005
.033
.974
.735
1.361
Rapat_DK
-.003
.034
-.014
-.090
.929
.676
1.479
Prop_KA
-.024
.018
-.208
-1.322
.195
.691
1.448
Rapat_KA
-.011
.020
-.073
-.540
.592
.935
1.070
TI
.546
.545
.158
1.001
.324
.687
1.456
LogAset
.787
.464
.309
1.695
.099
.511
1.955
a. Dependent Variable: ED
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ada variabel bebas yang mempunyai nilai tolerance kurang dari 0.10, hal ini berarti tidak ada korelasi antar variabel bebas. Hasil perhitungan nilai VIF (Variance Inflation Factor) juga menunjukkan hal yang sama, dimana tidak satupun variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih besar dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel bebas maka model regresi layak dipakai.
76
Autokorelasi b
Model Summary
Model
R
R Square a
1
.636
.404
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .268
2.24270
Durbin-Watson 2.031
a. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Rapat_KA, Prop_KA, LBP_PK, Rapat_DK, Prop_DKI, TI b. Dependent Variable: ED
Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada tabel di atas, nilai dhitung (Durbin Watson) sebesar 2.031 berada di antara du dan 4-du atau du
Heteroskedastisitas
Dari grafik tersebut terlihat titik-titik yang tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga model regresi layak dipakai.
77
LAMPIRAN 1 DAFTAR PERUSAHAAN SAMPEL No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Perusahaan
Arpeni Pratama Ocean Line (APOL) Astra Graphia (ASGR) Berlian Laju Tanker (BLTA) Fortune Indonesia (FORU) Millenium Pharmacon International (SDPC) PT Matahari Putra Prima Tbk PT. Pusako Tarinka PT. Panorama setrawisata PT. Pudjiadi and Sons PT. Pelayaran tempuran emas PT. Tira austenite PT Pelita Sejahtera Abadi Tbk Centrin Online (CENT) PT Hero Supermarket Tbk (HERO) PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM) Bank Artha Graha Internasional (INPC) Bank Pan Indonesia (PNBN) Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Bank Bukopin (BBKP) Bank Century (BCIC) Asia Kapitalindo Securities (AKSI) Bank Lippo (LPBN) Bank Niaga (BNGA) Bank Permata (BNLI) Adira Dinamika Multi Finance (ADMF) PT. Pan Pacific International Bank Central Asia Tbk Bank Mandiri Bank Bumiputera Indonesia (BABP) Asuransi Dayin Mitra (ASDM) BFI Finance Indonesia (BFIN) PT. Trust finance Indonesia Bintang Mitra Semetaraya (BMSR) Bhuwanatala Indah Permai(BIPP)
78
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73
Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) Darma Henwa (DEWA) PT Mobile-8 Telecom Tbk (FREN) PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) PT Indonesia Paradise Property Tbk (INPP) PT Myoh Technology Tbk PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL) PT. Rukun Raharja PT. Sentul city PT. Suryainti permata PT. Telkom Indonesia PT. Tunas ridean PT. United tractors PT. Wijaya karya PT Jasa Marga Tbk PT Jaya Real Property Tbk PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk (JSPT) PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) Ciputra Development Indofood sukses makmur PT. Indocement Tunggal Perkasa Indofarma Fajar Surya wisesa Holcim Indonesia PT Energi Mega Persada Gudang Garam Adhi Karya Tbk Aneka Tambang Tbk Apexindo Pratama Duta Bakrie&Brother Tbk Bumi Resources (BUMI) Central Proteina Prima (CPRO) PT Semen Gresik PT Bukit Asam PT Sumalindo Lestari Jaya International Nickel (Inco) AKR Corporindo (AKRA) Astra International (ASII)
79
74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Bakrie Telecom (BTEL) Bakrieland Development (ELTY) Intiland Development (DILD) Lippo Karawaci (LPKR) Elnusa (ELSA) PT Indonesia Prima Property Tbk PT. Modernland Reality PT. Modern Intrnasional PT. Royal oak development asia PT. Radiant utama interinsco PT. Suryamas dutamakmur PT Total Bangun Persada Indosat (ISAT) PT. Nusantara Infrastruktur PT. Pakuwon Jati PT. Panca wiratama sakti PT. Ristia Bintang Mahkotasejati
80
LAMPIRAN 2 DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN BOBOT ENVIRONMENTAL DISCLOSURE
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nama Perusahaan Arpeni Pratama Ocean Line (APOL) Astra Graphia (ASGR) Fortune Indonesia (FORU) PT. Panorama setrawisata PT. Pudjiadi and Sons PT. Tira austenite PT Pelita Sejahtera Abadi Tbk Bank Pan Indonesia (PNBN) Bank Permata (BNLI) Adira Dinamika Multi Finance (ADMF) Bank Mandiri Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) Darma Henwa (DEWA) PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) PT Indonesia Paradise Property Tbk (INPP) PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) PT. Sentul city PT. Telkom Indonesia PT. Wijaya karya PT Jaya Real Property Tbk PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk (JSPT) PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) Ciputra Development Indofood sukses makmur PT. Indocement Tunggal Perkasa Fajar Surya wisesa Holcim Indonesia PT Energi Mega Persada Adhi Karya Tbk Aneka Tambang Tbk Apexindo Pratama Duta Bakrie&Brother Tbk Bumi Resources (BUMI) Central Proteina Prima (CPRO) PT Semen Gresik
Bobot ED 4.54 8.69 2.27 0.67 7.55 0.59 0.95 4.11 7.03 0.59 7.36 4.98 6.62 2.27 4.59 5.24 5.22 4.49 6.1 9.48 4.79 4.44 5.92 5.25 8.11 4.23 7.49 4.65 5.92 9.43 4.49 6.86 6.28 2.86 10.82
81
36 37 38 39 40 41 42 43 44
PT Bukit Asam PT Sumalindo Lestari Jaya International Nickel (Inco) Astra International (ASII) Bakrie Telecom (BTEL) Bakrieland Development (ELTY) Intiland Development (DILD) Lippo Karawaci (LPKR) PT Indonesia Prima Property Tbk
7.34 7.8 11.21 7.77 4.59 1.63 5.32 4.18 2.86
82
LAMPIRAN 5 Regression b
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Method
LogAset, LBC_PK, Rapat_KA, Prop_KA,
. Enter
LBP_PK, Rapat_DK, Prop_DKI, TI
a
2
. LBP_PK
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).
3
. Rapat_DK
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).
4
. Rapat_KA
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).
5
. TI
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).
6
. Prop_KA
Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: ED
83
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
a
.404
.268
2.24270
b
.404
.288
2.21137
c
.404
.307
2.18156
d
.399
.320
2.16212
e
.382
.318
2.16408
f
.349
.300
2.19346
1
.636
2
.636
3
.636
4
.631
5
.618
6
.590
a. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Rapat_KA, Prop_KA, LBP_PK, Rapat_DK, Prop_DKI, TI b. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Rapat_KA, Prop_KA, Rapat_DK, Prop_DKI, TI c. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Rapat_KA, Prop_KA, Prop_DKI, TI d. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Prop_KA, Prop_DKI, TI e. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Prop_KA, Prop_DKI f. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Prop_DKI
84
g
ANOVA Model 1
2
3
4
5
6
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
119.377
8
14.922
Residual
176.040
35
5.030
Total
295.417
43
Regression
119.371
7
17.053
Residual
176.046
36
4.890
Total
295.417
43
Regression
119.325
6
19.888
Residual
176.091
37
4.759
Total
295.417
43
Regression
117.775
5
23.555
Residual
177.642
38
4.675
Total
295.417
43
Regression
112.770
4
28.193
Residual
182.646
39
4.683
Total
295.417
43
Regression
102.965
3
34.322
Residual
192.451
40
4.811
Total
295.417
43
F
Sig. a
2.967
.012
3.487
.006
4.179
.003
5.039
.001
6.020
.001
7.134
.001
b
c
d
e
f
a. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Rapat_KA, Prop_KA, LBP_PK, Rapat_DK, Prop_DKI, TI b. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Rapat_KA, Prop_KA, Rapat_DK, Prop_DKI, TI c. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Rapat_KA, Prop_KA, Prop_DKI, TI d. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Prop_KA, Prop_DKI, TI e. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Prop_KA, Prop_DKI f. Predictors: (Constant), LogAset, LBC_PK, Prop_DKI g. Dependent Variable: ED
85
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
2
3
4
5
6
B (Constant)
Std. Error -8.397
4.618
Prop_DKI
.060
.029
LBC_PK
1.088
.584
LBP_PK
.026
Rapat_DK Prop_KA Rapat_KA
Standardized Coefficients t
Beta
Sig.
-1.819
.078
.328
2.093
.044
.255
1.862
.071
.790
.005
.033
.974
-.003
.034
-.014
-.090
.929
-.024
.018
-.208
-1.322
.195
-.011
.020
-.073
-.540
.592
TI
.546
.545
.158
1.001
.324
LogAset
.787
.464
.309
1.695
.099
-8.427
4.466
-1.887
.067
Prop_DKI
.060
.028
.326
2.174
.036
LBC_PK
1.091
.569
.255
1.918
.063
Rapat_DK
-.003
.033
-.015
-.097
.924
Prop_KA
-.024
.017
-.209
-1.429
.162
Rapat_KA
-.011
.019
-.073
-.554
.583
TI
.543
.534
.157
1.018
.316
LogAset
.792
.430
.311
1.844
.073
-8.316
4.259
-1.953
.058
Prop_DKI
.059
.026
.322
2.273
.029
LBC_PK
1.104
.545
.258
2.024
.050
Prop_KA
-.023
.015
-.204
-1.506
.141
Rapat_KA
-.011
.019
-.074
-.571
.572
TI
.556
.510
.161
1.090
.283
LogAset
.777
.396
.305
1.965
.057
-8.414
4.217
-1.995
.053
Prop_DKI
.057
.026
.313
2.241
.031
LBC_PK
1.107
.541
.259
2.048
.048
Prop_KA
-.022
.015
-.192
-1.445
.157
TI
.519
.502
.150
1.035
.307
LogAset
.781
.392
.307
1.992
.054
-9.451
4.100
-2.305
.027
Prop_DKI
.055
.026
2.154
.037
LBC_PK
1.120
.541
.262
2.071
.045
Prop_KA
-.022
.015
-.192
-1.447
.156
LogAset
.979
.343
.385
2.857
.007
-9.851
4.146
-2.376
.022
Prop_DKI
.045
.025
.248
1.818
.077
LBC_PK
1.186
.546
.278
2.171
.036
LogAset
.934
.346
.367
2.701
.010
(Constant)
(Constant)
(Constant)
(Constant)
(Constant)
.300
a. Dependent Variable: ED
86
LAMPIRAN 6 Logistic Regression Case Processing Summary a
Unweighted Cases Selected Cases
N
Percent
Included in Analysis
44
48.9
Missing Cases
46
51.1
Total
90
100.0
0
.0
90
100.0
Unselected Cases Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
0
0
1
1
Model a. Estimation Summary terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001. Cox & Snell R Nagelkerke R Step
-2 Log likelihood
Square
Square
1
51.681a
.148
.200
2
51.748
a
.146
.199
a
.144
.195
a
.139
.189
a
.132
.179
a
.120
.163
a
.108
.146
a
.085
.115
3
51.870
4
52.125
5 6 7 8
52.480 53.076 53.694 54.813
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001.
87
Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
df
Sig.
1
6.397
8
.603
2
3.860
8
.870
3
4.978
8
.760
4
8.961
8
.346
5
13.335
8
.101
6
3.934
8
.863
7
4.523
8
.807
8
4.605
8
.799
88
Variables in the Equation B Step 1a
Step 2a
Step 3a
Step 4a
Step 5a
Sig.
Exp(B)
.097
1
.755
.991
lb_lbc_pk
-.384
.696
.304
1
.581
.681
lb_lbp_pk
-.690
.755
.837
1
.360
.501
rapat_dk
-.013
.026
.240
1
.624
.988
pro_ka
-.007
.017
.174
1
.676
.993
rapat_ka
.021
.028
.556
1
.456
1.021
ti
.119
.463
.066
1
.797
1.127
Aset
.000
.000
1.481
1
.224
1.000
Constant
.646
1.836
.124
1
.725
1.907
pro_dki
-.010
.029
.117
1
.732
.990
lb_lbc_pk
-.366
.692
.279
1
.597
.694
lb_lbp_pk rapat_dk
-.635 -.012
.722 .026
.774 .232
1 1
.379 .630
.530 .988
pro_ka
-.007
.017
.166
1
.684
.993
rapat_ka
.022
.027
.635
1
.425
1.022
Aset
.000
.000
1.503
1
.220
1.000
Constant
.830
1.682
.244
1
.622
2.294
lb_lbc_pk
-.347
.695
.249
1
.618
.707
lb_lbp_pk
-.697
.702
.987
1
.320
.498
rapat_dk
-.015
.024
.413
1
.521
.985
pro_ka
-.009
.016
.322
1
.571
.991
rapat_ka
.021
.028
.603
1
.438
1.022
Aset
.000
.000
1.588
1
.208
1.000
Constant
.560
1.492
.141
1
.707
1.751
lb_lbp_pk
-.734
.700
1.099
1
.294
.480
rapat_dk
-.017
.023
.511
1
.475
.983
pro_ka
-.009
.016
.349
1
.555
.991
rapat_ka
.020
.028
.495
1
.482
1.020
Aset
.000
.000
1.637
1
.201
1.000
Constant
.162
1.250
.017
1
.897
1.176
lb_lbp_pk
-.640
.676
.897
1
.344
.527
rapat_dk
-.017
.023
.536
1
.464
.983
rapat_ka
.022
.029
.599
1
.439
1.023
.000
.000
1.995
1
.158
1.000
Constant
-.483
.622
.603
1
.437
.617
lb_lbp_pk
-.624
.670
.865
1
.352
.536
rapat_ka
.017
.024
.509
1
.475
1.017
.000
.000
1.682
1
.195
1.000
Constant
-.606
.603
1.010
1
.315
.545
lb_lbp_pk
-.697
.661
1.111
1
.292
.498
.000
.000
1.777
1
.183
1.000
Constant Aset
-.396 .000
.532 .000
.553 1.793
1 1
.457 .181
.673 1.000
Constant
-.803
.381
4.442
1
.035
.448
Aset Step 8a
df
.029
Aset Step 7a
Wald
-.009
Aset Step 6a
S.E.
pro_dki
89
LAMPIRAN 7 Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N LBC_PK
1
31
2
10
3
3
Levene's Test of Equality of Error Variancesa Dependent Variable:ED F
df1 .412
df2 2
Sig. 41
.665
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + LBC_PK
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:ED Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
40.841
a
2
20.421
3.289
.047
Intercept
805.073
1
805.073
129.659
.000
LBC_PK
40.841
2
20.421
3.289
.047
Error
254.576
41
6.209
Total
1577.917
44
295.417
43
Corrected Total
a. R Squared = .138 (Adjusted R Squared = .096)
90
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable:ED (I)
(J)
LBC_P LBC_P
Tukey HSD
(I-J)
Std. Error
Sig.
K
K
1
2
-.2867
.90621
.946
-2.4903
1.9169
3
-3.8630*
1.50666
.037
-7.5267
-.1993
1
.2867
.90621
.946
-1.9169
2.4903
3
-3.5763
1.64032
.087
-7.5650
.4123
1
3.8630
*
1.50666
.037
.1993
7.5267
2
3.5763
1.64032
.087
-.4123
7.5650
2
-.2867
.90621
1.000
-2.5487
1.9754
3
-3.8630*
1.50666
.042
-7.6239
-.1021
1
.2867
.90621
1.000
-1.9754
2.5487
3
-3.5763
1.64032
.105
-7.6709
.5182
1
*
3.8630
1.50666
.042
.1021
7.6239
2
3.5763
1.64032
.105
-.5182
7.6709
2
3
Bonferroni
95% Confidence Interval Mean Difference
1
2
3
Lower Bound
Upper Bound
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 6.209. *. The mean difference is significant at the .05 level.
91
LAMPIRAN 8 T-Test Group Statistics Aset ED
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
27
5.9211
2.45746
.47294
0
17
4.5712
2.73544
.66344
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of
F ED
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .214
t .646
df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
tailed)
Difference
Difference
the Difference Lower
Upper
1.699
42
.097
1.34993
.79475
-.25394
2.95381
1.657
31.403
.108
1.34993
.81476
-.31091
3.01078
92
93
94