TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)
LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN PROF. Dr. SOFIAN EFFENDI, MPIA, PROF. MIFTAH TOHA, MPA, DAN Dr. ASMAWI REWANSYAH, M.Sc KAMIS, 30 SEPTEMBER 2010 -----------------------------------------------------------------------------------------------------Tahun Sidang : 2010-2011 Masa Persidangan : I Rapat Ke : -Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Dengan : Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA, Prof. Miftah Toha, MPA, dan Dr. Asmawi Rewansyah, M.Sc Hari/Tanggal : Kamis, 30 September 2010 Pukul : 10.00 WIB - Selesai Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara/KK.III) Ketua Rapat : DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA/Wakil Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Drs. Riyadi Santoso/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Masukan Dalam Rangka Penyusunan Rancangan UndangUndang Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Kehadiran : 22 dari 50 Anggota Komisi II DPR RI 28 orang izin HADIR : H. Chairuman Harahap, SH.,MH H. Rahadi Zakaria, S.IP.,MH DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA Drs. Soewarno Muslim, SH H.M Gamari Sutrisno H. Abdul Wahab Dalimunte, SH Drs. Al Muzzamil Yusuf Drs. H. Amrun Daulay, MM Dr. AW. Thalib, M.Si Ir. Nanang Samodra KA, M.Sc Drs. H. Nu man Abdul Hakim Drs. H. Abdul Gafar Patappe H. M. Izzul Islam Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM Hj. Masitah S.Ag.,M.Pd.I Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus Mestariany Habie, SH Drs. H. Murad U. Nasir, M.Si Drs. H. Harun Al-Rasyid, M.Si Agustina Basik-Basik, S.Sos.,MM.,M.Pd Drs. Akbar Faizal, M.Si IZIN : Ganjar Pranowo Dr. Yasona H. Laoly, SH.,MH Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Budiman Sudjatmiko, M.Sc.,M.Phill Drs. H. Djufri Arif Wibowo Dr. H. Subyakto, SH.,MH.,MH Alexander Litaay Dra. Gray Koes Moertiyah, M.Pd Vanda Sarundajang Rusminiati, SH TB. Soenmanjaja. SD Ignatius Mulyono Agus Purnomo, S.IP Khatibul Umam Wiranu, M.Hum Aus Hidayat Nur Kasma Bouty, SE.,MM Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP.,M.Si Drs. H. Fauzan Syai e H. Tubagus Imam Ariyadi, S.Ag.,MM Hj. Ratu Munawwaroh Zulkifli Nurul Arifin S.IP.,M.Si Abdul Malik Haramain, M.Si Drs. Taufiq Hidayat, M.Si Dra. Hj. Ida Fauziyah Dr. M. Idrus Marham Miryam S. Haryani, SE.,M.Si
I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR RI dengan Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA, Prof. Miftah Toha, MPA, dan Dr. Asmawi Rewansyah, M.Sc dibuka pukul 10.20 WIB oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yth. DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA/F-PD. II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN 1. Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA, menyampaikan beberapa pokok pikiran, yaitu: a. Pertumbuhan ekonomi global, berjalan seiring dengan tuntutan masyarakat akan pendidikan, kesehatan, transportasi umum, komunikasi serta kebutuhan listrik yang semakin meningkat. Olehnya diperlukan perbaikan aparatur negara professional, mandiri, mutu tinggi, dan yang bebas dari intervensi politik untuk mendukung keberhasilan pembangunan dibidang politik dan ekonomi, agar bisa bersaing dengan kebutuhan pasar. b. Desentralisasi pemerintahan telah menghasilkan jaringan pemerintahan yang sangat kompleks terdiri atas 35 Kementrian, 85 Lembaga dan Komisi Independen, 33 Provinsi, dan 497 Kabupaten dan Kota. Pengelolaan model jaringan yang kompleks ini memerlukan aparatur Negara yang handal dan cepat dalam perumusan policy directions dan dalam koordinasi dan disparitas gaji antar instansi dan antar daerah sangat merusak korsa, kesatuan dan produktivitas aparatur negera c. Menurut laporan Bank dunia tentang reformasi jabatan publik Indonesia (2010) menunjukkan pada Tahun 2015 terdapat sebanyak 2,5 juta PNS akan pensiun dalam waktu 5 Tahun, sehingga jumlah pensiun PNS mencapai 4,9 juta. Hal ini akan menjadi beban Negara yang sangat besar. d. Kondisi SDM Aparatur Negara, yaitu : Efektifitas pemerintahan Negara menurun karena penerapan sistem pemerintahan koalisi Jaringan pemerintahan semakin kompleks karena desentralisasi yang kurang terkendali Tekanan persaingan global dan ekonomi pasar terbuka semakin kuat Disparitas kesejahteraan umum dan disparitas kapasitas aparatur antar daerah semakin lebar SDM aparatur Negara belum sesuai dengan beban tugas, berkualitas rendah, tidak netral, intervensi politik, belum bersih praktek KKN, belum professional dalam menyelenggarakan pelayanan publik bermutu dan dalam melaksanakan kebijakan publik, dan belum memiliki kesejahteraan yang memadai. e. Berdasarkan kondisi tersebut, maka hal penting yang perlu dipertegas dalam perubahan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Mempertegas perbedaan antara pejabat Negara dan pejabat sipil. Pegawai jabatan sipil merupakan unsur terbesar aparatur Negara sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat
Terapkan position-based personel management system, yaitu pengangkatan pegawai baru berdasarkan lowongan jabatan, bukan formasi prakiraan jumlah pegawai yang pension dan keluar sebagai PNS Pertegas pelaksanaan prinsip merit dalam penerimaan, pengangkatan, penempatan, dan mutasi pegawai Membentuk Komisi Kepegawaian Sipil atau Komisi Jabatan Sipil sebagai lembaga independen untuk menyusun dan mengawasi pelaksanaan regulasi tentang profesi jabatan sipil Memantapkan fungsi aparatur Negara sebagai perekat dan penjaga NKRI melalui seleksi penerimaan CPNS secara terpusat, pendidikan nasional CPNS, persyaratan rotasi secara nasional, dan sektoral untuk pegawai jabatan eksekutif Terapkan sistem penggajian berdasarkan kinerja, yang mampu mendorong kinerja dan mengatasi praktek KKN Hindari malapetaka financial ledakan pensiun PNS dan lakukan refomasi pensiun selambat-lambatnya pada Tahun 2015, dengan menerapkan sistem pensiun manfaat penuh untuk semua Pegawai Negeri, atau sistem gabungan. f. Untuk menghasilkan SDM aparatur Negara seperti yang ditekankan diatas, maka diperlukan sistem managemen kepegawaian baru yang disusun dengn kerangka fikir atau paradigma yang berbeda dengan kerangka fikir Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Olehnya itu menyarankan agar DPR RI dan Pemerintah mempertimbangkan pengusulan Rancangan Undang-Undang baru tentang Kepegawaian, bukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan, karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 pada kurun waktu 1999-2010 telah menimbulkan kerancuan penafsiran dan komplikasi dalam pelaksanaan. 2. Prof. Miftah Toha, MPA, menyampaikan beberapa pokok pikiran, yaitu : a. Tuntutan perubahan/revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, didorong oleh keinginan terbentuknya sistem pemerintahan yang demokratis yang ditandai oleh adanya transparansi, akuntabilitas publik, ketaatan pada hukum, tata kelola yang bersih, equality dan equity, sistem merit yang konsekuen, dan netral dari political building block harus pula diaplikasikan ke dalam sistem kepegawaian kita. b. RUU kepegawaian harus jelas mengatur penempatan pegawai secara efektif bisa bekerja sesuai dengan beban tugas tanggungjawab dan kewenangan dalam jabatan dan pekerjaannya. c. Pengangkatan (rekrutmen) dan promosi harus didasarkan atas kebutuhan, yang disesuaikan dengan kualifikasi dan persyaratan yang diperlukan, dengan mengangkat pegawai sesuai dengan yang dibutuhkan, maka akan memperoleh pegawai yang efektif.
d. Hubungan kerja antara jabatan Negara atau jabatan yang berasal dari kekuaan politik yang memimpin organisasi dan yang membuat kebijakan dengan pegawai yang mendukung sebagai pelaksana kebijakan harus diatur secara equality dan equity professional sesuai dengan kompetensi jabatan masing-masing. Oleh karena itu, Rancangan Undang-Undang harus mengatur dihindarinya atau dilarangnya political building block kekuatan partai politik melalui pimpinan politik tersebut. e. Ada 2 (dua) macam model pengaturan hubungan jabatan Politik/Negara dengan jabatan karier, yaitu 1).Model Executive Ascedency, yaitu pejabat karier dibawah subordinasi pejabat politik secara utuh. Model ini dipakai dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999; 2).Model Bureaucratic Sublation, yaitu pejabat karier mempunyai posisi yang sederajat sama dengan pejabat politik walaupun posisinya tetap berada dibawah pelaksanaan kebijakan, akan tetapi pejabat politik tidak berhak untuk memindahkan, memecat, memberhentikan pejabat atau karier. f. Rancangan Undang-Undang juga perlu mengatur pengembangan karier yang jelas, berdasarkan tingkat pendidikan. Yang diatur melalui 3 (tiga) jalur pengembangan karier, yaitu : Jalur Pertama, dilewati oleh lulusan S3 (Doktor) Jalur Kedua, dilewati oleh tamatan S2 (Master) Jalur Ketiga, dilewati oleh tamatan S1 (Sarjana) Disarankan SLTP, SLTA dan Politeknik nantinya bisa mengisi jabatan atau pekerjaan yang berasal dari sumber outsourcing. g. Dalam Rancangan Undang-Undang perlu mengatur kesejahteraan pegawai yang dapat merangsang pegawai berprestasi dan mendorong produktivitas kinerja. Oleh karena itu perlu memperhatikan hak pegawai berupa pengaturan gaji, tunjangan kesehatan, tunjangan jabatan, tunjangan anak dan istri atau suami. 3. Lembaga Administrasi Negara, menyampaikan beberapa pokok pikiran dalam penyusunan RUU di Bidang Kepegawaian Negara, yaitu : a. Penyelenggaraan Negara terdiri dari Pejabat Negara dan Pegawai Negara. Pejabat Negara diangkat melalui Pemilihan Umum (election) dan Pengangkatan (Hak Prerogatif Presiden). Sedangkan Pegawai Negara terdiri dari TNI, Polri, Jaksa, Hakim Karier dan Pegawai Sipil (PS) b. Netralitas Pegawai Negeri Sipil melalui pengelolaan yang berbasis manajemen kinerja (standar kompetensi jabatan, standard kinerja, penilaian kinerja, reward and punishment, dan sebagainya, termasuk adanya sanksi bagi praktik politisasi birokrasi (low enforcement) c. Rekruitmen harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instansi yang didahului dengan analisis beban kerja. Disamping perlu kebijakan yang mampu mengontrol jumlah Pegawai Sipil secara ketat yang direkrut secara nasional.
d. Pengangkatan dalam jabatan didasarkan pada nilai-nilai objektifitas, akuntabilitas dan kompetisi yang sehat. Oleh karena itu dalam jabatan structural didahului dengan standar kompetensi jabatan struktural, fit and proper test dan assessment center. e. Pengaturan sistem renumerasi diberikan berdasarkan prinsip 3P + L (Pay For Performance, Pay For Position, Pay For Person, Pay For Living Cost). Nominal renumerasi ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan APBN dengan kondisi perekonomian. f. Perlunya Penegakan kode etik melalui internalisasi dan sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. Serta pembentukan lembaga kode etik sebagai pengawas g. Dalam Rancangan Undang-Undang ini perlu ditegaskan pemisahan jabatan publik (Negara) dengan pejabat karier. Jika Pegawai sipil berkeinginan berkarier dalam jabatan politis, harus melepaskan sepenuhnya jabatan sebagai Pegawai Sipil. III. PENUTUP Setelah Ketua Komisi II DPR RI, menyampaikan pengantar rapat dan memberikan kesempatan kepada para pakar yang diundang, yaitu Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA, Prof. Miftah Toha, MPA, dan Dr. Asmawi Rewansyah, M.Sc, untuk memberikan penjelasan dan masukan terkait Revisi/Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Maka berdasarkan pemaparan yang berkembang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum yang berlangsung, Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI, menyampaikan pandangannya, diantaranya adalah : a. Dalam Rancangan Undang-Undang, Perlu mengatur dokotomi yang berkembang sejalan dengan desentralisasi (Otonomi daerah) yaitu PNS pusat dan daerah, karena berdampak sistematis terhadap sistem kepegawaian Nasional. Termasuk menyusun Grand Desain sistem struktur kepegawaian Negara yang sesuai dengan sistem otonomi daerah. b. Desentralisasi telah membawa dampak krusial bagi penempatan jabatan di biokrasi. Karena penempatan pejabat sangat tergantung pada kepala daerah. Olehnya perlu diatur penempatan berdasarkan kompetensi. c. Profil kepegawaian di Indonesia menyimpan banyak masalah yang perlu segera diselesaikan, diantarannya adalah : 1). Belum terbangunnya sistem pola karier kepegawaian secara nasional; 2). Belum ada standar kompetensi jabatan PNS secara nasional; 3). Belum ada sistem administrasi secara nasional. Ketiga persoalan tersebut, diharapkan kedepan dapat membentuk profil pegawai Negara yang professional, melalui Revisi/Perubahan UndangUndang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. d. Gambaran wajah birokrasi Indonesia penuh dengan polemik dan semrawut, oleh karena itu mengusulkan perlunya Rancangan Undang-Undang Kepegawaian yang baru. Untuk mengawal Perumusan ini, diperlukan pakar dan lembaga baru untuk menyusun Undang-Undang tersebut. Diharapkan kerja DPR bisa monumental dan bermanfaat bagi negara kedepan dalam jangka waktu yang panjang.
e. Salah satu persoalan pokok yang perlu disikapi dalam Rancangan UndangUndang Kepegawaian adalah masalah Rekruitmen, utamanya terkait dengan otonomi daerah. Dimana kondisi saat ini yang berkembang, kepala daerah adalah aktor yang sangat menentukan pengadaan pegawai di daerah. Agar rekruitmen tidak terdistorsi oleh kepentingan politik dan intervensi para pejabat politik, Undang-Undang ini perlu mengatur pengadaan pegawai disesuaikan dengan tingkat kebutuhan daerah/instansi, dengan tetap mempertimbangkan/menyesuaikan Dana Alokasi Umum yang diberikan pemerintah pusat ke daerah. f. Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Kepegawaian diperlukan komitmen bersama seluruh kementerian dan lembaga. Agar kedepan Undang-Undang Kepegawaian dapat benar-benar diimplementasi secara profesional dan konsisten. Rapat ditutup Pukul 14.00 WIB. JAKARTA, 30 September 2010 PIMPINAN KOMISI II DPR RI WAKIL KETUA, t.t.d.
DR. Drs. H.TAUFIQ EFFENDI, MBA A-533