RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI VII DPR RI DENGAN KETUA UMUM HISWANA MIGAS Tahun Sidang : Masa Persidangan : Jenis Rapat : Sifat Rapat Hari/tanggal Waktu Tempat Ketua Rapat Acara Sekretaris Rapat Hadir
: : : : : : : :
2014-2015 II Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Ketua Umum Hiswana Migas Terbuka Rabu, 14 Januari 2015 Pukul 10.00 WIB –12.42 WIB Ruang Rapat Komisi VII DPR RI Ir. Satya Widya Yudha, ME, M.Sc. Permasalahan BBM Dra. Rini Koentarti, M.Si. 35 Orang Anggota Komisi VII DPR RI 1 Orang Anggota Izin A. Anggota DPR RI 1. Pimpinan Komisi VII DPR RI a. Dr. Ir. H. Kardaya Warnika, DEA (Ketua/F.P. Gerindra) b. Ir. Satya Widya Yudha, ME, M.Sc. (Wakil Ketua/F-PG) c. Ir. H. Mulyadi (Wakil Ketua/F-PD) 2. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI PERJUANGAN a. H. N. Falah Amru, S.E. b. Dony Maryadi Oekon c. Mercy Chriesty Barends, S.T. d. Tony Wardoyo e. Awang Ferdian Hidayat f. Yulian Gunhar, S.H., M.H.
INDONESIA
3. FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA a. H. Dito Ganinduto, MBA b. Ir. H. Airlangga Hartarto, M.M.T, M.B.A. c. Dr. Hj. Neni Moerniaeni, SPOG d. DR. Saiful Bahri Ruray, S.H., M.Si. e. Bowo Sidik Pangarso, S.E.
1
4. FRAKSI PARTAI GERINDRA a. Aryo P.S. Djojohadikusumo b. Supratman Andi Agtas, S.H., M.H. c. Katherine A. Oendoen d. Ramson Siagian e. Bambang Haryadi, S.E. 5. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT a. Eko Wijaya b. H. Mat Nasir, S.Sos. 6. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL a. H. Totok Daryanto, S.E. b. H. Jamaluddin Jafar, S.H., M.H. c. Andriyanto Johan Syah d. Lucky Hakim 7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA a. H. Syaikhul Islam Ali, Lc., M.Sos. 8. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA a. H. Hadi Mulyadi, S.Si, M.Si. b. H. Iskan Qolba Lubis, M.A. 9. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN a. H. Achmad farial b. H. Mustofa Assegaf, M.Si. c. H. Joko Purwanto 10. FRAKSI PARTAI NASDEM a. H. Endre Saifoel b. DR. Kurtubi, S.E., M.Sp., N.Sc. 11. FRAKSI PARTAI HANURA a. H. Inas Nasrullah Zubir, BE, SE b. Dewie Yasin Limpo, S.E. B. Undangan Ketua Umum Hiswana Migas C. Undangan Lain Wartawan
2
JALANNYA RAPAT : KETUA RAPAT (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc.): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua, Yang kami hormati Bapak/Ibu Anggota Komisi VII yang meluangkan hadir pada RDPU pada pagi hari ini, Yang kami hormati Ketua Umum dan jajaran Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Hiswanan Migas, serta Hadirin sekalian, Sebelum saya membacakan sambutan awal ini kita sepakati dulu bahwa rapat ini bersifat terbuka ya. Jadi bisa dihadiri oleh oleh semua yang termasuk wartawan bisa meliput. Apakah disepakati? Sepakat terbuka ya? Terima kasih. (RAPAT : SETUJU) Dan waktu juga kita batasi sampai jam berapa? Kita sepakati sampai jam berapa? Pukul 12.00 WIB? (RAPAT : SETUJU) Nanti bisa kita perpanjang Pak sesuai dengan kebuntuan. Saya lanjutkan. Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga pada hari ini kita dapat bertemu guna melaksanakan tugas-tugas kita. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kehadiran Bapak/Ibu sekalian, dan sesuai undangan yang telah disampaikan berdasarkan jadwal rapat Komisi VII DPR RI Masa Persidangan II Tahun 2014-2015 pada hari ini kita melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dengan Hiswana Migas dalam rangka menerima masukan terkait dengan kebijakan masalah bahan bakar minyak. Itu yang paling utama itu. Berdasarkan dari data Sekretariat kita melihat anggota yang hadir sudah lebih dari kuorum secara fraksi, walaupun totalnya belum mencapai sebagaimana total anggota dari secara keseluruhan. Untuk itu sebagaimana ditentukan pada pasal 251 ayat (1) Peraturan DPR tentang Tata Tertib maka bisa terpenuhi, karena ini sifatnya RDPU bukan Raker sehingga kourum, kourum anggotanya tidak kourum dari total anggota seluruhnya, jadi bisa kita ambil kourum fraksi. Jadi apakah kita setujui bahwa ini kita lanjutkan? 3
Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim saya nyatakan terbuka untuk umum. (RAPAT DIBUKA PUKUL : 10.30 WIB) Bapak/Ibu yang saya hormati, Rapat Dengar Pendapat Umum ini sesuai dengan permohonan yang disampaikan oleh Dewan Pimpinan Pusat Hiswana Migas ke Komisi VII untuk menyampaikan masukan-masukan sebagaimana yang tadi saya sampaikan di depan. Hiswana Migas sebagai mitra dari PT. Pertamina Persero dalam melaksanakan distribusi bahan bakar minyak ingin menyampaikan secara langsung masukan-masukan terkait dengan kebijakan BBM untuk kepentingan bangsa dan negara, serta upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu nanti saya akan persilahkan kepada Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Hiswana Migas, namun demikian yang perlu saya sampaikan bahwa mohon diberikan masukan juga terhadap kebijakan pemerintah ya karena itu sebagai kebijakan, jadi Bapak bebas saja bagaimana menilai dari sisi end user daripada kebijakan tersebut, lantas keinginan daripada baik dari kalangan DPR RI Komisi VII ataupun juga masyarakat umum mengenai cara-cara penghitungan biaya pokok produksi daripada BBM kita sesuai dengan karakteristiknya. Itu kalau bisa juga bisa ditampilkan, karena itu memperkaya kita Pak supaya nanti pada gilirannya kita bertemu dengan Pertamina dan nanti akhirnya juga dengan Menteri ESDM dalam rapat kerja resmi itu kita sudah bisa memberikan satu gambaran. Karena Bapak semua adalah pelaku bisnis, jadi jangan hanya nanti di sini kita berbicara untung atau rugi saja, tetapi lebih memberikan masukan secara komprehensif. Ya tentunya itu menjadi apa masukannya yang sangat berguna walaupun apa yang Bapak/Ibu sekalian keluhkan akan menjadi perhatian kita. Untuk itu saya mohon kepada Ketua Dewan Pimpinan Pusat untuk memberikan paparannya sambil memperkenalkan supaya Anggota Komisi VII yang hadir pada hari ini bisa mengetahui. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatulalhi Wabarakatuh. Silakan Pak. KETUA HISWANA MIGAS (IR. ERI PURNOMOHADI,MM): Terima kasih Pimpinan. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang saya hormati Pimpinan Komisi VII beserta jajaran Anggota Komisi VII yang terhormat,
4
Puji syukur kehadirat Allah SWT bahwa pada hari ini Rabu, tanggal 14 Januari 2015 kami diberi kesempatan untuk memberikan masukan khususnya kepada DPR RI melalui Komisi VII terkait dengan kebijakan bidang Migas khususnya dan umumnya bidang energi. Perlu disampaikan DPP Hiswana Migas ini terdiri atas 8 DPD Pak, dari DPD I ada di Sumbagut; kemudian DPD II di Sumbagsel, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung; DPD III Banten, Jabar, DKI; DPD IV Jateng, DIY; DPD V Jatim, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Di DPD ini berkaitan erat dengan adanya kantor UPMS atau region managemen daripada operation region daripada PT. Pertamina Persero. Kemudian DPD VI meliputi seluruh Kalimantan; DPD VII seluruh Sulawesi dan DPD VIII Papua, Maluku, Ambon. Kemudian DPC-nya ada kurang lebih 78 DPC mulai dari DPC Aceh, Sabang dan DPC Merauke di Papua. Berdiri pada tahun 1978 gabungan dari pada beberapa asosiasi pada saat itu yaitu Baper Migas, BP Migas dan asosiasi minyak sejenis. Waktu itu Pertamina juga dengan Pertamin bergabung menjadi Pertamina. Landasan pemikiran dari pada Hiswana Migas di dalam bisnis ini adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 yaitu sebesar-sebesar untuk kemakmuran dan kesejahtera rakyat. Landasan sosiologisnya kami melihat saat ini ada kecenderungan pemerintah memberikan atau mengeluarkan kebijakan yang cenderung atau berpotensi menuju ke arah pasar terbuka yaitu mekanisme pasar yang mana secara Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 sudah ada putusan MK-nya terhadap Pasal 28 mengenai harga yang diserahkan pada mekanisme pasar. Anggota Hiswana terdiri atas penguasaha SPBU. Jadi kalau Bapak/Ibu ke SBPU itu banyakan SPBU anggota Hiswana Migas. Yang dikenal DO-DO atau DODO yaitu Dealer Operate Dealer Own, Dealer Own Dealer Operate. Kalau yang manage by Pertamina retail itu adalah SPBU COCO atau CO-CO, Company Own Company Operate. Pertamina hanya memiliki yang langsung dimiliki Pertamina, dioperasikan Pertamina itu tidak sampai 100, sisanya 5.200 adalah SPBU milik para pengusaha daerah para pengusaha nasional. Jadi kalau Bapak/Ibu ke Medan itu pengusaha Medan, ada Simatupang, ada Sirait, di sana pengusahanya. Kalau di Jawa itu orang-orang Yogya, orang Jawa Timur pengusahanya, mungkin sebagian daripada Anggota DPR RI juga ada pengusaha SPBU. Kemudian keagenan Elpiji ada 11.000 plus di situ ada pangkalan, warung, pengecer, baik yang menjual atau menyalurkan elpiji 3 kilo dengan sepeda, dengan sepeda motor. Ini pun sampai ke pelosok-pelosok kecuali Papua yang masih menggunakan minyak tanah sebagai kebutuhan rumah tangga dan sebagian Sulawesi dan Kalimantan yang belum dikonversi. Elpiji 3 kilo itu bagian dari pada success story-nya Hiswana Migas dengan Pertamina era tahun 2007- 2008 konversi secara masif dan besar-besaran sebanyak 40 juta KK dibagikan tabung 3 Kilo, dan pengusaha agen elpiji 3 kilo, agen minyak tanah yang tergabung dalam Hiswana 5
Migas berperan aktif dan berinvestasi baik dari gudang, dari tabung, maupun dari angkutannya. Karena tanpa angkutan, tanpa SPBE, filling station, konversi minyak tanah ke elpiji 3 kilo itu tidak akan sukses pada zaman Wapresnya Bapak Jusuf Kalla dan Presidennya Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian anggota kami juga ada pengusaha SPBE dan SPPBE, SPBE itu Stasiun Pengisian Bulk Elpiji itu ada 500 12 kilo maupun 3 kilo ya. Kemudian ada anggota pengusaha angkutan BBM transportir yang menyalurkan BBM dari terminal depot penyimpanan BBM Pertamina ke SPBU-SPBU seluruh pelosok negeri, keagenan minyak tanah baik yang subsidi maupun non subsidi. Kemudian keagenan pelumas yang saat ini pelumas pun telah masuk era liberalisasi sejak 15 tahun lalu. Sekarang market share Pertamina untuk pelumas kurang dari 50 persen secara nasional, karena brand pelumas itu hampir ratusan Pak ya mulai dari Jepang, Cina, Eropa, Amerika sehingga Pertamina pun saat ini tergerus ininya, kami juga tergerus keagenan pelumas kami. Kemudian anggota kami kurang lebih ada agen aspal, agen petrokimia, dan juga service, total hampir 17.000 keagenan dan hampir satu juta keluarga yang menggantungkan diri dari hidup dengan berbisnis di BBM dan elpiji ini. Kami ingin menyampaikan mengenai ketahanan dan kemandirian energi dimana kemandirian energi minimal akan atau harus harus memenuhi 3 pokok yaitu ketersediaan kemampuan terhadap adanya pasokan jaminan energi atau security of supply. Kalau tidak tersedia berarti masyarakat tidak dapat energi itu. Migas adalah bagian daripada energi. Tersedia tapi tidak ada akses untuk mendapatkan juga ini apa namanya. Kemudian selanjutnya adalah daya beli. Tiga faktor ini harus mendukung pada kemandirian energi, ketersediaan baik dari produknya, baik dari infrastrukturnya, akses abilitas juga begitu, infrastruktur. Jadi SPBU adalah bagian dari pada infrastruktur terbawah atau terdepan daripada kemandirian energi. BBM diproduksi di kilang tapi tidak bisa disalurkan ke SPBU, itu aksesibilitas berarti rendah. Jadi tidak ada masyarakat akan mengantri di kilang atau mengantri di depot, biasanya masyarakat mengantri BBM di SPBU. Jadi SPBU ujung tombak Pak. Jadi Pertamina atau siapapun tidak bisa berjualan BBM di kilang atau di depot tapi berjualannya di retail outlet atau di SPBU. Jadi SPBU ini ujung tombak. Dan ada kebijakan pemerintah juga yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang didemo SPBU, jarang demo di kilang, itu jarang, yang sering itu didemo di SPBU, bakar-bakar ban di SPBU ya. Bahkan mungkin operatornya kadang-kadang diancam ya. Pada saat pemerintah melakukan beleid atau kebijakan bahwa mobil dinas pemerintah tidak boleh membeli BBM subsidi yang diancam operator SPBU, diancam pakai pisau, diancam pakai pistol itu. Jadi kami langsung bersentuhan, berhubungan dengan masyarakat banyak dari mulai supir angkot, tukang ojek, pedagang sayur yang beli BBM di SPBU. Kami sentiasa berhadapan. Hubungan ketahanan dan kemandirian energi dimana kemampuan untuk merespons dinamika perubahan energi global yang mana saat ini harga crude itu 6
turun terus sampai ke dasar $40 saat ini. Kemudian juga kemampuan untuk menjamin ketersediaan energi dan harga yang terjangkau, tersedia tapi harganya tidak terjangkau tidak dapat masyarakat mengakses energi itu. Harga terjangkau tapi tidak tersedia masyarakat tidak bisa juga memanfaatkan energi atau BBM atau elpiji di dalam hal ini. Khusus untuk BBM, SPBU ini seluruhnya milik pengusaha nasional dan investasinya mengunakan sumber daya nasional. Kalau Bapak/Ibu bayangkan BBM itu seolah-olah harus ada di SPBU padahal kami di SPBU berinteraksi dengan Pertamina itu kalau kita membeli BBM hari Senin baru datang ke tempat kami itu hari Selasa. Jadi satu hari. Jadi Pertamina itu dipinjemin uang dari pengusaha SPBU yang kecil-kecil tadi itu, 5.000 itu. Jadi tidak ada kalau kami beli BBM hari Senin, datang Senin sore, itu tidak ada. Semua datang BBM itu hari Senin. Kita masuk ke bank bawa uang, nebus pakai formulir Pertamina baru besoknya dikirimkan. Berarti uang itu mengendap satu malam. Jadi kalau sehari itu katakanlah 130.000 kilo liter atau setahun itu 50 juta kilo liter, kalau sekarang harganya 7.000, itukan 200-an trilyun uang yang berputar setiap tahun. Jadi perhari hampir satu trilyunlah. Almost satu trilyun rupiah yang beredar berputar dari pengusaha anggota Hiswana Migas ini. Nah kejadian yang kemarin tanggal 18 November waktu ada BBM, harga BBM naik dari 6.500 ke 8.500 untuk premium dan dari 5.500 ke 7.500 solar, kami mengalami sedikit goncangan dari teman-teman karena sistem tadi. Waktu kami menebus hari Minggu atau hari Jumat karena Minggu kan bank tutup biasanya kita nebus atau beli BBM itu hari Jumat atau Sabtu kalau ada bank yang buka, itu BBM dikirim hari Senin. Senin malam Pak Jokowi mengumumkan jam 10 harga BBM naik, itu dengan harga baru. Layaknya dan sesuai kontrak kami dengan Pertamina layaknya seharusnya BBM yang sudah ada di SPBU itu menjadi hak dan tanggung jawab pengusaha SPBU tapi kenyataannya pada saat kami tanggal 18 itu ada kebijakan BBM yang selisih 2.000 harganya itu kami diminta untuk membayar kekurangannya. Sebagian anggota kami ada yang sudah bayar, ada yang belum bayar. Kalau dengan Pertamina kalau belum bayar BBM sebelumnya biasanya kita kemudian diminta untuk bayar, kalau tidak dibayar tidak dikirim BBM berikut. Jadi Mei ini antara kebijakan pemerintah s.q. Pertamina di sini yang saya tahu pada waktu itu adalah ada peraturan Menteri Keuangan tapi saya belum lihat Peraturan Menteri Keuangannya, tapi ini satu SPBU ada yang harus bayar 100 juta, minimal, 150 juta, padahal BBM yang ada di tangki timbun itu sudah dalam kontrak beralih hak dan tanggung jawabnya dan beralihlah BBM itu menjadi tanggung jawab dan resiko pengusaha SPBU, tapi karena tadi katanya ada beleid dari Menteri Keuangan tahun 2014 pembayaran subsidi oleh pemerintah terhadap Pertamina adalah BBM yang keluar dari ujung nosel. Nah jadi ini antara kontrak kami dengan Pertamina, kemudian ada beleid pemerintah atau kebijakan sangat berbeda, pemerintah ingin mengamankan kebijakan subsidi dimana BBM yang ke luar dari ujung nosel yang akan dibayar subsidinya berarti BBM yang ada di SPBU masih milik pemerintah. Nah inilah kami akhirnya sebagian besar sudah bayar, mohon nanti dijadikan, apa, salah satu poin untuk ini. 7
Nah lucunya pada tanggal 1 Januari waktu harga BBM premium turun dari 8.500 ke 7.600, dan solar turun dari 7.500 ke 7.250, kami tidak dapat kompensasi harga turun. Jadi sudah 2 kali Pak rugi ini, ya kalau pengusaha rugi kan bagaimana Pak. Ya waktu BBM naik kami suruh bayar, waktu BBM turun kami tidak dapat kompensasi, rugi juga karena waktu itu nebusnya gede-gedean. Kenapa? Bapak/Ibu lihat waktu tanggal 25 hari Natal itu jatuhnya Kamis. Kamis, hari Jumat cuti bersama, itu 4 hari. 4 hari buat pengusaha SPBU, kan tidak mungkin dong ... SPBU biasanya kita setor double, triple, jadi 4 harilah kita men-stock di bank itu. Modalnya ditambah, sehingga BBM tidak boleh kosong. Kan kalau kosong kami dimarahin juga, Pertamina marah, pemerintah marah, rakyat marah, DPR juga marah nanti. Kami setor banyak. Waktu mau tahun baru begitu, tanggal 31 itu jatuhnya hari Rabu, hari Kamis-nya tanggal 1, Jumat, Sabtu, Minggu kita stock banyak. Jadi ada BBM banyak di SPBU tapi harganya turun, kan rugi besar. Belum yang BBM non subsidi, Pertamax juga begitu. Nah kami sudah sampaikan ke Pertamina dan alhamdulillah ada respons positif dari Pertamina ini akan dibicarakan. Mudah-mudahan nanti di dalam Raker antara Pertamina dengan DPR RI Komisi VII ini bisa dijadikan ada solusi yang lebih baiklah untuk kami semua. Kemudian mengenai SPBU, margin ini sudah lama tidak mendapat penyesuaian, baru 2013 dan melalui forum di Komisi VII ini waktu itu kami dapat tambahan Rp30. Kemarin juga pemerintahan Pak Jokowi melalui Menteri ESDM dan Pertamina, kami alhamdulillah dapat tambahan kurang lebih Rp40,- dipotong pajak. Kami ini bayar Pajak di depan lagi Pak. Jadi kalau Bapak/Ibu biasanya beli BBM di SPBU tidak pernah, tidak ada yang meleset, harga BBM di SPBU itu sudah pasti Pak, premium dari dulu 6.500, di SPBU manapun di seluruh Indonesia pasti 6.500. Tidak ada pengusaha SPBU yang berani menaikkan harga sendiri-sendiri, kami patuh. Kamipun patuh bayar pajak, kami membayar pajak itu PPH final. Jadi BBM yang kami tebus hari Senin itu sudah termasuk pajak. Jadi mau BBM-nya losses, mau BBM-nya rugi, mau BBM-nya hilang di jalan atau tidak sampai ke SPBU kami sudah bayar pajak. Jadi pengusaha SPBU ini patuh sekali bayar pajaknya 0,3 persen, dan itu langsung dibayar di bank, karena kalau tidak bayar pajak tidak ada, apa namanya, verifikasi tidak diterima ini. Nah terkait infrastruktur, SPBU adalah bagian daripada infrastruktur untuk kemandirian dan ketahanan energi. Selamat datang Pak Kardaya. Ini juga saya dapat ilmunya dari Pak Kardaya dulu Pak, waktu Pak Kardaya di ...(tidak dilanjutkan)
8
Kemandirian dan ketahanan energi itu kalau Indonesia dibandingkan Jepang dan Arab Saudi Indonesia ini ketersediaannya baik tapi aksesibilitasnya masih kurang, daya beli masih kurang, karena rendah. Nah inilah yang concern kami kalau menuju ke arah liberalisasi. Menurut kami ini ada hal yang masih belum cocok dibandingkan dengan Jepang. Jepang itu ketersediaannya cukup, aksesibilitas baik, daya beli juga sangat baik seharusnya, Arab Saudi juga demikian. Nah kalau di kami tidak Pak, kadang-kadang Angkot itu cari BBM yang lebih murah meskipun kualitasnya mungkin berbeda. Terkait dengan Ron 88 dari Pertamina yang saat ini dinamakan premium merupakan brand Pertamina itu adalah BBM yang sangat di butuhkan oleh masyarakat golongan menengah bawah, di pinggir-pinggir. Makanya di SPBU itu sangat jarang sekali kalau Bapak ke Kalimantan, ke pelosok Sulawesi itu jarang mendapatkan Pertamax 92. Nah kami pernah dapat kebijakan zaman Dirjennya Ibu Evita tahun 2011, wah kalau begitu SPBU harus menyediakan tangki Pertamax dong, jadi kami itu sering menjadi kelinci percobaan dari kebijakan pemerintah. Sudah kalau berat Jawa dulu deh adakan tangki Pertamax sama dispenser Pertamax. Kami ada yang invest 400 juta, 700 juta, harus ada Pertamax karena BBM, apa, supaya kualitasnya baik harganya mau dinaikkan. Karena di SPBU itu rata-rata minimal hanya 2, 3 tangki timbun yaitu solar subsidi, premium subsidi, sisanya cadangan. Nah cadangan ini rata-rata tidak banyak juga. Sekarang kan jenisnya ada Oktan 88 premium, ada Pertamax 92, ada Pertamax plus 95, ada Pertamina Dex, ada solar bersubsidi. Bayangkan ada berapa jenis BBM di SPBU. Nah kami waktu itu diminta untuk investasi, programnya adalah program pemerintah, tanggungan investasinya dari swasta, program itu tidak jalan. Terus Pertamaxnya sudah nebus, sudah tersedia infrastrukturnya, BBM-nya, tangki timbunnya maupun dispenser-nya, lakunya hanya 100 liter sehari. Bahkan ada yang lakunya hanya seminggu 2 kali. Alhamdulillah saat ini dengan harga pertamax 92 yang 8.800 selisihnya sedikit dengan premium banyak beralih ke pertamax. Tapi perjalanan ini berdarah-darah untuk pengusaha SPBU karena investasinya sebagian besar sudah dari tahun 2011, 2010. Dan susutnya besar lagi Pak. Kalau Pertamax 92 itu susutnya tinggi. Jadi kalau kita beli 8.000 liter sampai di SPBU kita itu sudah susut, nanti di SPBU kita di simpan juga susutnya tinggi. Resikonya besar. Kemudian elpiji juga demikian, pasti Bapak/Ibu mengetahui bagaimana hiruk pikuk elpiji di media, pada saat terjadi kenaikan dari 12 itu sekarang menjadi harga yang lebih mahal lagi naik 1.500 terjadi migrasi. Mungkin saya minta bantuan Pak Ismed untuk tambahan penjelasan elpiji. Dan saya mungkin juga sebagian memperkenalkan, tadi mohon maaf lupa Pak Pimpinan, sebelah kanan saya Bapak Rachmat Muhammadiyah selain Sekretaris juga Ketua DPD V Pak. Jadi kalau Bapak Kunker ke Jawa Timur ini ketua kami Rachmat Muhammadiyah, pemain lama Pak. Kemudian sebelah kiri ini Bapak H. Muhammad Ismed keluarga Maksum yang kemarin Pak Jokowi datang ke sana ke rumahnya Pak, karena Pak Nanang Maksum waktu kampanye meninggal pas ada Pak Jokowi di situ. Kemudian sebelah kiri itu Pak Heddy bidang elpiji, Nur Rosid bidang bulker, bagian umum Pak Tubagus Sutrisna, kemudian Pak Rubianto ini angkutan Pak. Jadi kalau mobil tangki yang 9
berseliweran di jalan itu tanggung jawab dia Pak, ada yang kencing kah, ada yang menyimpangkah ke tempat apa gitu. Ini Pak Rubi ini. Sebelah kanan saya ujung Pak Zulfidar dari Kalimantan pengurus DPP juga. Ini sebagian ada Surabaya, ada Jawa Timur, adal Kalimantan, ada Sulawesi. Di belakang kami ada Mbak Mutiara, Mbak Dama, Pak Syarif dan teman-teman dari DPD III Hiswana Migas Jabar, Banten, DKI. Usulan dari kami, slide berikutnya, yang pertama adalah adanya pemberian margin usaha yang wajar dan fair kepada pengusaha Migas hilir untuk pengembangan usaha. Saat ini margin SPBU itu hanya 277 setelah naik 1 Januari Pak. Nah tadi formula yang diminta Pak Pimpinan, formula Alpha itu di dalamnya ada margin, 277 untuk BBM bersubsidi premium, sebelum pajak. Di situ nanti kita bayar PPh final, terus nanti ada PBBKB. Alpha yang telah ditetapkan pemerintah bagian dari pada BBM bersubsidi itu biasanya mengandung biaya kilang, biaya distribusi, biaya penyimpanan, margin SPBU, tapi tidak dimasukkan biaya investasi SPBU berapa, susut berapa. Kami itu kalau jualan yang namanya barang cair kan susut. Di situ itu makin tinggi oktannya makin besar susutnya. Sedangkan margin pertamax kami mendapat berapa, 350. Ya pertamax itu yang non subsidi itu kami dapat 350. Kami memang ada pemikiran dari kawan-kawan pengusaha SPBU dari Sabang sama Merauke meminta dulu marginnya prosentase, sekarang nominal. Dulu tahun 2004 itu masih prosentase, 4 persen, 5 persen Pak. Sekarang ini ya nominal, jadi kalau naik kita tidak disesuaikan, kita harus berusaha. Kalau dulu kalau naik dengan prosentase marginnya otomatis naik, tapi resikonya kalau turun otomatis ikut turun. Kami pernah benchmark ke Cina di sana margin itu 7,5 persen. Kami masih jauhlah, makanya kalau dihitung 277 itu 3,3 persen Bu, Pak. Jadi kalau dikurangin susut satu persen, dikurangi biaya bank, yang dibawa ke rumah setengah persen. Zaman dulu tahun 2000 pengusaha SPBU itu istrinya banyak Bu. Zaman dulu. Sekarang tidak cukup Bu, istri satu pun ya sudah kembang kempislah. Dulu kalau di Purwakarta ada yang namanya Haji Karya, tetangganya Pak Kardaya, itu Haji Karya istrinya 7 Bu. 7, jadi satu istri dapat SPBU satu, satu, satu. Sekarang pengusaha SPBU ini, apa namanya itu, ya margin tadi marginal, pas-pasan, beda dengan dulu. Sangat pas-pasan, kita golongan marginal gitu. Nah untuk elpiji mungkiin Pak Ismed silakan menambahkan supaya ada. KETUA RAPAT: Sebelum ke elpiji ya Pak Eri, apakah punya bahannya atau tidak tadi mengenai breakdown daripada beberapa produk yang ada di dalam SPBU, lantas perhitungan untuk masing-masing produk itu, keluhan mulai daripada penyimpanan uang yang terendap di bank sekitar satu hari itu menurut saya kita perlukan itu Pak. Karena nanti esensi dari rapat ini kita harapkan supaya pada waktu kita membreakdown tentang apa yang menjadi keluhan daripada Hiswana itu menjadi cukup terstruktur. Tadikan disampaikannya sudah cukup bagus, cuman begitu saya lihat di slide tidak koresponden gitu, maksud saya lebih bagus kalau itu misalkan di dalam, 10
apa, slide-nya dimunculkan seperti itu supaya kita tahu Pak nanti pada waktu mengaplikasikan pajak kendaraan bermotor yang mana kewenangannya sekarang diberikan kepada daerah masing-masing itu kan juga bisa kita lihat faktornya supya nanti pada waktu kita berbicara mengenai margin itu juga langsung bisa kita mana yang mesti di-adjust. Karena kalau tidak, nanti kabupaten-kabupaten yang merasa ini dia bisa meningkatkan PBBKB-nya, misalkan seperti itu. Jadi itu perlu mendapatkan tambahan. Kalau tidak siap sekarang tolong itu nanti disampaikan, karena itu menjadi highlight dari pada rapat kita untuk masalah BBM. Di samping itu kalau bisa ada ilmu sedikit yang mengenai biaya pokok produksi Pak mulai daripada kilang dan tipe produk yang dihasilkan kan, kita itu selalu menggunakan Mobs plus Alpha ya, Mobsnya menggunakan referensi Singapur. Singapur itu ukurannya sudah Euro 3. Tetapi dengan perhitungan itu kita deliver kepada masyarakat kita dengan produk yang quality-nya lebih rendah. Nah ini kita ingin apa betul apa perhitungan yang selama ini menjadi referensi pemerintah itu sebetulnya tidak fair gitu untuk rakyat dari beban yang diberikan oleh negara untuk subsidi. Jadi acuan, karena di sinilah letaknya nanti berapa besaran subsidi itu. Jadi saya perlu mendapatkan penajaman mengenai sisi itu karena itu penting sekali. Nanti tolong dijawab kalau bisa dijelaskan, baru kita beralih ke elpiji. Saya rasa itu ya bisa disepakati ya. Silakan Pak. KETUA HISWANA MIGAS: Baik terima kasih Pimpinan. Saat ini kami belum siapkan data itu tapi nanti bisa kita susulkan. Yang jelas biaya PBBKB Pak, itu gubernur menetapkan berbeda-beda. Kemarin Bali kami juga keberatan DPC kami di Bali sudah bicara dengan DPRD dan Pak Gubernur di sana 10 persen Pak. Jadi tidak kompetitif. Seperti di BBM industri, Pertamina tidak kompetitif karena Pertamina kena PBBKB, sementara kompetitor AKR atau yang lainnya itu tidak kena PBBKB. Jadi ini yang menjadi apa namanya itu hambatan fiskal bagi kami berbisnis BBM. SPBU juga begitu, Bali itu 10 persen sementara daerah lain 5 persen. Bahkan waktu itu Jawa Timur juga 10 persen ya tapi kemudian ada relaksasi bertahap 5 persen dulu. Nah kami memang DPD dan DPC memang menjadi mitra daripada DPRD maupun kabupaten atau kota maupun provinsi. Jadi biasanya provinsi kalau ada hal-hal yang perlu dimasukkan mengenai tadi PPBKB meminta masukan dari pada Hiswana Migas, DPD-DPD. Nah kami keberatan 10 persen berat Pak, jadi paling tidak 5 persenlah PBBKB itu. Dan selama ini PBBKB itu yang bertransaksi biasanya antara Pertamina dengan Pemda. Jadi seperti Pemda DKI akan dapat PBBKB ditransfer dari Pertamina. Jadi kami hanya menjual, dipotong margin, jadi waktu pengusaha SPBU datang ke bank itu sudah menyetor unsur PBBKB di situ. Jadi yang dipotong itu hanya margin kita yang sudah dipotong PPh saja. Jadi tadi kalau 277, margin kita itu 277 potong pajak, berarti 11
kalau harga premium itu 7.600 kurang lebih kami menebusnya 7.323 atau 7.000 sekian, 7.300 sekian. Nah di situ itu sudah ada unsur PBBKB, jadi PBBKB itu nanti bertransaksi atau bertransfer antara Pertamina ke Pemda. Itu other-nya di Pertamina Pak. Tapi kami mengusulkan di forum ini mudah-mudahan PPBKB itu tidak lebih dari 5 persen. Kemudian tadi formula atau besaran-besaran yang terkait dengan investasi SPBU maupun harga biaya pokok produksi kami biasanya mendapatkan benchmark itu menggunakan Mobs. Mobs plus Alpha. Nah Alpha inilah yang sering diinikan di pemerintah salah satunya unsur margin. Unsur margin. Margin ini puluhan tahun tidak bergerak, baru tahun 2013 dan 2015 ini. Itu pun memang dengan upaya dari kami dan dari DPR juga memperhatikan aspirasi kami. Alpha kalau tadi dimasukkan prosentase pada saat BBM naik kami akan dapat gain, tapi kalau pada saat BBM turun dengan prosentase akan dapat loss. Yang penting bagi pengusaha SPBU adalah antara gain dan loss-nya pro rata dalam satu tahun itu lebih baik dibanding kami tidak mendapat tambahan margin. Adapun biaya distribusi itu biasanya besarannya dan biaya penyimpanan di depot itu tidak lebih dari 100 rupiah Pak. Jadi kalau benchmark penyimpanan katakan di depot swasta itu saat ini tidak lebih dari 100 antara 70 rupiah sampai 100 rupiah atau paling rendah 60 rupiah, biaya distribusi itu juga kurang lebih berkisar antara itu. Jadi kalau keluar dari kilang saya belum melakukan perhitungan berapa, tapi pada prinsipnya apa yang dihitung oleh pengusaha SPBU adalah untuk biaya pengembalian investasi. Yang paling besar adalah biaya investasi tanah. Jadi kalau tanah di DKI kami sudah tidak sanggup lagi bangun SPBU Pak. Karena tanah di DKI kan sudah 20 juta semeter. Jadi kau punya 2.000 meter dibangun SPBU tidak ini Pak, tidak visible. Jadi bangun SPBU sekarang banyakan ke pinggiran, itu pun harga tanah yang masih 1 juta, 2 juta. Kalau cari tanah yang 100-an ribu itu sudah di pelosok tidak ada lagi angkutan di situ tidak ada, apa, tidak ada konsumen SPBU, konsumen BBM-nya nanti beralih ke jalur utama. Nah jadi pengusaha SPBU sekarang bersaing dengan pengusaha properti karena banyak SPBU yang dialihfungsikan menjadi ruko atau menjadi perkantoran atau menjadi bisnis lain. Jadi kalau dari SPBU sekarang investasi 20 milyar dapat bersihnya 70 juta, 50 juta sudah tidak cukup, even itu di Jawa ya, apalagi di Jakarta. Makanya tadi saya sampaikan Pak Pimpinan, sekarang sudah tidak ada yang istrinya lebih dari satu Bu, tidak lagi biaya kenakalan, sudah cukup hanya untuk rumah tangga satu saja Pak. Kemudian usulan dari Hiswana selanjutnya adalah adanya proteksi, proteksi terhadap pengusaha hilir Migas khusus SPBU dan elpiji. Jadi mungkin saya wakili saja Pak Ismed, jadi elpiji itu begini Pak, dengan naiknya elpiji 12 kilo sekarang harga keekonomiannya 140.000, potensi untuk masuk non Pertamina itu besar seperti Batam itu tabung tidak hanya biru di sana 12 kilo, tapi tabung Petronas yang warna hijau sudah sering masuk di sana, tapi tidak tahu isinya apa saya tidak tahu. Nah inilah yang bertahun-tahun anggota kami di Batam itu protes, karena nyusup12
nyusup tabung Petronas itu mereka jualan dengan tidak jelas dari mana mengisinya di mana, kalau kami dari Pertamina, mitra Pertamina mengisinya pasti di SPBE atau di Filling Station milik kami, milik Pertamina, terawasi jelas dan SPBE 3 kilo, dengan SPBE 12 kilo terpisah. Nah dengan adanya elpiji yang sudah harga pasar dan sudah banyak izin usaha yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas terkait BUPIUNU Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Umum baik BBM maupun elpiji ini akan terjadi persaingan yang cukup keras. Nah bahayanya di sini adalah ada elpiji 3 kilo yang disubsidi, ini yang sering bocor dari 3 kilo ke 12, apakah ke 50 kilo juga. Jadi elpiji oplosan. Jadi bukan cuma lagu dangdut goyang oplosan yang ada, elpiji juga dioplos, karena satu produk dua harga. Kalau di warung elpiji 3 kilo itu 18.000, untuk 3 kilo, sedangkan 12 kilo 140.000, kan bedanya jauh. Kita beli 4 tabung 3 kilo aja cuma jatuhnya 75 ribuan, dibanding 140.000, separuhnya. Nah inilah makanya dengan naiknya elpiji 12 kilo beberapa daerah sudah mulai banyak yang beralih rumah tangga ini ke 3 kilo. Kemudian selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang cenderung ke arah liberalisasi bisnis hilir migas. Berikutnya adalah mengutamakan azas fairness dan level playing tips. ANGGOTA FRAKSI PG (H. DITO GANINDUTO, MBA): Pimpinan, Pimpinan. Pak Hiswana, barusan anda menyebutkan mengenai kebijakan yang mengarah ke liberalisasi, tolong di-explore Pak, apa itu. Kemudian yang kedua kami baru-baru ini kan juga membaca bahwa ada tim dari reformasi kebijakan tata kelola itu yang menyatakan bahwa Ron 88 akan dihapus, kembali ke Ron 92 dan saya katanya sih harganya sama, menurut saya sih tidak mungkin sama 92 dan 88. Kemudian yang ketiga bahwa SPBU untuk subsidi sekarang akan boleh dilakukan oleh asing, ini bagaimana ini, tolong di-explore dulu Pak, jangan langsung ke bawahnya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Ya silakan Pak. KETUA HISWANA MIGAS: Baik Pimpinan. Jadi memang ada kebijakan dari pemerintah mengenai pembukaan pasar, Pertamina diberi tugas di luar Jawa, Madura, Bali, tapi non Pertamina tidak ada 13
tugas apa-apa. Kami mencermati kebijakan ini, karena Jawa, Madura, Bali yang pasarnya sudah establish, yang daya belinya baik, yang infrastrukturnya jauh lebih baik, yang daya belinya juga memungkinkan, justru dibuka untuk kepentingan non Pertamina, sementara Pertamina diberi penugasan untuk menyalurkan BBM khusus di Sumatera, Kalimantan, di daerah-daerah pelosok yang infrastrukturnya masih belum establish, daya belinya juga rendah. Ada, makanya tadi tidak fair-nya dan cenderung liberalisasinya. Kebijakan ini kami ingin mencermati saja. Masukankan, ada satu model dimana negara Korea Selatan itu tidak membuka pasarnya seperti negara kita. Kalau Bapak/Ibu ke Seoul atau ke Busan mencari SPBU Shell tidak ada di sana, mencari SPBU Total tidak ada di sana, di sana yang ada itu H Oil atau Hyundai, S Oil atau Samsung, SK. Kenapa Indonesia kok tergesa-gesa terbuka sekali pasarnya sehingga kami harus berhadap-hadapan. Sekarang kami dengan AKR saja pengusaha nasional swasta kami tidak sanggup bersaing, seperti contoh kami di daerah Pontianak di sana sudah ada SPBU AKR 7 ya. SPBU AKR masih buka terus, sementara kami di kuota, SPBU kami, anggota kami hanya sampai jam 10, pagi sudah tidak jualan lagi, sementara SPBU AKR jualan sampai sore. Nah ini kami tidak tahu bagaimana apakah di BPH Migas, apakah di pemerintah. Tapi kami sudah sampaikan bahwa azas fairness antara pengusaha menengah ini dengan pengusaha besar ini tidak ini, karena meskipun kami mitra Pertamina belum ada bantuan dari Pertamina, untuk tadi, menebus saja kami harus menembus hari Senin, beli BBM itu hari Senin, dikirim hari Selasa, sementara AKR masih sedikit SPBU-nya itu sistemnya konsinyasi, jadi lahan disediakan oleh pengusaha setempat, yang membangun AKR, yang membiayai semua AKR, dikirim barang dicukupi semua. Kami dengan menebus sendiri itu mendapat resiko tadi, susut kami tanggung sendiri. Modal harus kami siapkan. Nah inilah pembukaan pasar ini ... (terpotong interupsi). PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-P. GERINDRA): Pak Pimpinan Rapat. KETUA RAPAT: Sebentar, sebentar Pak. Pak Eri sebentar. Ada interupsi dari Pak Kardaya. Silakan Pak. PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FP.GERINDRA): Bapak-bapak dari Hiswana Migas, Ini adalah rapat dengar pendapat umum, bagi saya ini yang penting adalah Hiswana Migas memberikan masukan, nah masukannya harus clear Pak, jangan digantung, pemberian margin yang fair dan wajar gitu, Itu nanti kita kasih yang fair
14
yang wajarnya, katakanlah lebih rendah dari yang sekarang kan berat. Jadi kalau usulan itu fair yang wajar berapa. Itu yang penting. Jadi, lalu proteksi itu oke, yang namanya proteksi itu sudah sangat ini gitu, bahasa generik itu, lalu apa yang dinginkan proteksinya, karena hari ini Bapakbapak diberi kesempatan dan Ibu-ibu diberi kesempatan untuk memasukkan kepada kita apa-apa yang Bapak mintakan itu. Lalu yang berikutnya sama, revisi itu harus kepentingan nasional, semua undang-undang dari mulai republik ini merdeka sampai sekarang itu selalu itu, itu. Tetapi apa di dalam ininya, kalau tidak nanti takutnya apa yang dimaksud oleh Bapak-bapak dan Ibu-ibu tidak sama dengan apa yang dimaksud oleh kita. Jadi tolong margin itu bahasa terangnya itu kan tadi prosentase, kalau prosentase ruginya begini, untungnya begini, kalau nominal ruginya begini, untungnya begini. Saya sendiri bingung mintanya ini apa. Apa dan berapa. Itu. jadi tolong jangan sampai rapat nanti berakhir tidak ada usulan yang clear, konkrit, itu Pak. Itu. Lalu satu lagi pertanyaan, ini Hiswana Migas seandainya seperti AKR masuk daftar sebagai anggota diterima tidak? Kan judulnya adalah pengusaha dalam bidang migas itu. Terima kasih Pak. ANGGOTA FRAKSI PG (H. DITO GANINDUTO, MBA): Interupsi Pimpinan. Pimpinan, ada tambahan. Kebetulan dari bundelan ini Pak, yang usulan Bapak itu, dan kebetulan ditambahkan oleh Pak Ketua tidak ada di kita Pak. Nah jadi masih seperti tertutup juga ini Pak. Jadi keterbukaan, niat baik, nah itu yang kita harapkan Pak, jadi supaya moment-nya bisa tepat. Ya terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Jadi begini Pak, Pak Ketua, Pak Ketua Umum Hiswana, tadi sudah jelas yang dari Pak Kardaya, saya juga sepakat sekali supaya usulan ini, karena ini menjadi dokumen nanti ya, jadi apa yang di dipresentasikan itu menjadi dokumen resmi yang ada di Komisi VII, kalau misalkan ada manpower yang bisa disuruh didetailkan akan lebih baik Pak. Karena tadi itu banyak sekali keluhan yang saya tangkap, saya belajar karena saya bukan pengusaha SPBU kebetulan, jadi saya tidak tahu persis seperti yang tadi diceritakan secara detail tapi kan banyak hal yang menurut saya 15
kayak janggal gitu, kayak tadi dikatakan sepintas PBBKP AKR tidak kena, sementara Pertamina kena. Di Bali tinggi sekali sampai 10 persen, ini kan bagus Pak masukannya. Nah sehingga kita bisa tahu persis kenapa kok AKIR tidak, kenapa kok Pertamina, bagaimanapun bisa berkompetisi. Tadi disampaikan seperti mulai daripada mesti mengedap di bank satu hari, itu menurut saya bukan hal sepele itu Pak, karena menjadi faktor. Karena begitu nanti Bapak meminta margin yang wajar itu tahu, kita tahu karena faktor pengurangnya sudah banyak ini. Jadi kalau misalkan mereka mau menambah, nambahnya berapa, atau kalau tidak kebijakannya yang kita minta kepada menteri atau kepada Pertamina untuk supaya tidak ada hal-hal seperti yang dikeluhkan tadi. Nah ini menurut saya tolong dibreakdown betul, karena saya sependapat dengan Pak Kardaya tadi supaya kita menjadi gamblang, karena saya yakin tidak semuanya kita punya latar belakang SPBU bagus Pak. Jadi istilah-istilahnya Pak Eri tadi banyak juga yang terkejut-kejut juga ini, loh kok ada begitu, ternyata ada hal yang tidak semudah kita pikirkan, terhadap kejadian elpiji di Batam, ini kan menarik Pak. Iya kan bahwa ternyata ada tabung yang warna lain, mengisinya di mana, mungkin tidak ada, tidak ada apa isitlahnya, tidak tertib seperti kalau misalkan di SPBE-SPBE gitu yang sudah terkategorisasi untuk 3 kilo dan 12 kilo. Nah ini menurut saya Pak supaya rapat ini produktif dan berkualitas gitu kalau usulannya sudah mencerminkan itu semua. Ya silakan-silakan Pak Eri kalau bisa menjelaskannya. Terima kasih. KETUA HISWANA MIGAS: Baik Pak. Terima kasih Pimpinan. Terkait margin kami memang kalau muluk-muluk angkanya itu 10 persen, tapi berdasarkan benchmark tadi di Cina kan 7,5 persen itu kategori wajar itu kan satu inflasi Pak, kalau inflasi saja 8 persen per tahun sekarang, DKI kan 8,5, nah ini juga salah satu faktor penetapan margin. Kedua masalah interest bank, bunga bank atau cost of money, cost of capital. Kemudian ketiga masalah UMR, DKI ini UMR-nya sudah 2,7, tapi Karawang 2,9, tapi ada daerah yang UMR-nya 1, 7 juta. Sementara marginkan pro rata Pak. Margin itu pro rata mau SPBU-nya di Merauke, mau SPBUnya di DKI , mau SPBU-nya di Jambi, marginnya sama. Nah kami ambil prorata, katakanlah 7,5 persen. ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA(RAMSON SIAGIAN): Interupsi. Interupsi Pak Ketua, interupsi. KETUA RAPAT: Ya silakan Pak Ramson. 16
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (RAMSON SIAGIAN): Saya minta Hiswana Migas menjelaskan saja proposalnya apa, marginnya maunya berapa, mau 2.000 misalnya dikasih tahu saja 2.000 gitu loh, soal menganalisis nanti kami bahas di sini. Semua soal inflasi, tadi inflasi semacamnya itu nanti kami bahas Pak. Terus yang kedua jelaskan harga-harga keekonomian yang ada gitu. Terus versinya Hiswana Migas bagaimana, apa per provinsi ada perbedaan harga atau bagaimana dijelaskan saja semua, jadi kita dapat masukan saja, itu nanti akan kita proses di Komisi VII DPR RI. Terima kaish Pak Ketua. KETUA RAPAT: Oke Pak Eri dilanjutkan. KETUA HISWANA MIGAS: Baik, terima kasih Pak Ramson, Pak Pimpinan. Jadi kami berkesimpulan di sini margin yang saat ini memang kurang lebih 3.5 persen dengan harga sekarang itu belum cukup. Jadi kami tegaskan lagi paling tidak margin itu 7,5 persen. Kemudian terhadap apa namanya elpiji, elpiji yang telah lama juga ini Pak khususnya SPBE kami hanya dapat Rp300 per kilo untuk filling fee, padahal ini konversi sudah berjalan 7 tahun ya, tidak pernah naik filiing fee. Jadi kalau pengusaha SPBE tadi SPBU stasiun pengisian bahan bakar untuk umum, kalau SPBE kan Stasiun Pengisian Bulk Elpiji, jadi dari warung dikumpulkan oleh agen, agen berangkat ke filling station, filling station itu tukang jahitlah, jadi tukang ngejosngejos itu tabung 3 kilo ya. Itu pakai tenaga kerja manusia, pakai mesin berarti. Itu ongkos ngejosnya itu 3 kilo eh 1 kilo Rp300, belum naik sekarang Pak.
KETUA RAPAT: Pak Pimpinan Rapat, Pak Ketua Umum nanti yang Bapak bilang minta 7,5 persen, minta Rp300 per liter itu kalau tanpa dituliskan di dalam satu ini, dikasihkan ke kita maka itu sulit bagi kita untuk memperjuangkannya, karena tidak ada, terrecord, jadi kalau usulan Hiswana Migas ini ingin masuk di dalam pertimbangan kita maka harus ada bukti tertulis Pak, kalau tidak maka kita hanya berwacana ini ya. Itu yang anu, supaya Bapak enak, kami juga enak gitu. Terima kasih. Silakan Pak Eri. 17
KETUA HISWANA MIGAS: Baik Pimpinan. Kami akan susulkan nanti berupa surat langsung mungkin atau di sini boleh usulannya langsung diubah Pak. Jadi mohon maaf, tadi Bapak juga ada yang mengoreksi bahwa apa yang dibagikan yang ada di sini itu tambahan Pak, jadi ini tambahan, jadi tadinya mau kita sampaikan lisan tapi Bapak-bapak minta tertulis makanya kami tuliskan di dalam slide ini. Ya nanti tim kami akan mengetik di sana supaya jadi apa usulan resmi kami bahwasanya margin yang diusulkan oleh Hiswana Migas adalah sebesar margin BBM ya. ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (SUPRATMAN ANDI AGTAS, S.H., M.H.): Interupsi Pak Pimpinan. KETUA RAPAT: Silakan Pak. ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (SUPRATMAN ANDI AGTAS, S.H., M.H.): Sebelum dilanjutkan Pak, itu soal nanti pemberian margin jangan cuman sekedar ditulis Pak Ketua itu menyangkut 7,5 persen kita nanti harus, tidak usah buru-buru Pak, itu kan bisa disusul, bisa disusulkan, karena jangan cuma menyebutkan angka 7,5 persen. Kalau saya sendiri hari ini menyatakan 3,5 persen itu cukup tinggi Pak Eri Cuma kan kita tidak tahu ini masalahnya, kalau Bapak bilang tadi di Jawa itu apa UMR itu tinggi, tapi kan volume penjualan juga tinggi Pak. Di luar Jawa itu volume penjualan rendah, UMR rendah Pak, kalau Bapak bisa jual 30 ton solar bersubsidi hari ini di Jawa sehari 3,5 persen itu jauh lebih tinggi dibandingkan Alfa Mart ataupun yang lain-lain, dibandingkan untuk satu bidang item Pak. Saya bisa bayangkan kayak seperti consumer-consumer service yang lain itu paling tinggi per item mereka bisa untung sekitar 1 persen sampai 1,5 persen Pak. Bapak bisa untung 3,5 persen per hari, sementara interest bank itukan hari ini paling tinggi sudah 14 sampai 17 persen, inflasi juga 8,5 persen, jadi maksud saya itu bisa ... (terpotong interupsi). KETUA RAPAT: Bisa ditangkap Pak ya. Jadi begini Pak Eri, untuk memudahkan kita didalam melanjutkan rapat ini yang jelas aspirasinya adalah detail, kita minta usulannya nanti detail kalau bisa. 18
Kalau tidak siap sekarang disampaikan, dalam bentuk slide tidak apa-apa, dikasih cover letter-nya di slide itu lebih menjelaskan tadi seperti yang dibicarakan sebelumnya. Nanti begitu selesai mau akan ada pedalaman ini dari Bapak/Ibu sekalian Anggota Komisi VII supaya lebih bisa interaktif ya di dalam pedalaman nanti. Kalau masih ada yang mau disampaikan lagi, saya pikir sudah selesai atau masih banyak Pak Eri, kita mau langsungkan ke pedalaman kalau sudah. KETUA HISWANA MIGAS: Yang terakhir saja Pimpinan, jadi di dalam revisi Undang-Undang Migas kami juga ingin menyampaikan aspirasi untuk mengakomodir pengusaha nasional, kepentingan pengusaha nasional dan keberpihakan kepada usaha kecil menengah di kegiatan usaha hilir ini. Jadi kalau kami di dalam ini tadi Pak Pimpinan, Pak Kardaya misalnya yang konkrit berupa regulasilah, kami juga minta dan kami akan berkirim surat ke pemerintah misalnya gubernur, kepala daerah tidak langsung bisa memberikan izin kepada SPBU asing atau non Pertamina sepanjang di situ keekonomiannya belum mencukupi. Jadi bukan proteksi yang ini juga, tapi proteksi yang rasionallah dalam artian ada keberpihakan yang lebih jelas kepada pengusaha swasta nasional. Itu mungkin Pimpinan.
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FP.GERINDRA): Pak Pimpinan, kalau yang itu Pak, kami karena akan masuk nanti untuk revisi Undang-Undang Migas jadi dari Hiswana itu menyampaikannya detail dalam hal pasalnya, langsung anunya itu bagaimana, tidak filosofinya. Kalau filosofinya nanti susah lagi. Jadi karena masing-masing itu pasal, misalnya pasal mengenai ini mestinya itu bunyinya, begini supaya melindungi bunyinya begini. Itu yang kami mintakan karena ini masukan, kalau filosofi ya agak, agak ini, agak ya masingmasing interpretasi dari filosofl itu berbeda terhadap pasalnya, tetapi kalau dari Hiswana saya minta pasal yang ini untuk melindungi ini bunyinya begini, clear. Nanti masalah di sini didiskusikan gitu. KETUA RAPAT: Pak Kardaya jadi gitu saja, Pak Ketua ya, supaya Pak Eri mempersiapkan, lantas semua nanti di-breakdown betul, karena kita butuh yang konkrit Pak, supaya tidak salah interpretasi. Karena nanti kan sayang aspirasinya ditampung dan kita melihat juga kita dikejutkan dengan beberapa faktor paling tidak saya merasa begitu. Nah kalau nanti penyampaiannya terlalu general kita susah akan anu Pak, karena kan kita akan, ini rangkaian yang tidak terpisahkan di dalam beberapa RDPU yang kita susun untuk finalnya ketemu dengan Menteri ESDM. Jadi kan sayang Pak, nanti
19
kalau Bapak memberikannya sepotong-sepotong kita iya-iya kan saja tapi nanti tidak bisa menjadi masukan yang tajam, itu yang intinya. Kalau disepakati saya ingin langsung saja kepada ...(terpotong interupsi). ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (H. N. FALAH AMRU, S.E.): Pimpinan, tambahan Pimpinan. Kepada Ketua Hiswana saya tadi ingin menanyakan kenaikan dari 3 persen menjadi 7,5 persen itu dasarnya apa itu satu. Yang kedua ... (terpotong interupsi). KETUA RAPAT: Sebentar, sebentar Pak. Kalau sudah pendalaman kita buka sesi pendalaman sekarang. ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (H. N. FALAH AMRU, S.E.):
Tidak, tidak, ini menambahkan saja, menambahkan saja. Karena yang saya tahu itu harga ambil di Pertamina itu 10.600, dijual ke eceran 13.000. Itu sudah ada keuntungan sekitar 2.000 sekian. Rata-rata pengusaha itu DO-nya itu 30.000 per day. Makanya saya ingin tahu alasannya dari 3 persen menjadi 7 persen, ini untuk elpiji 3 kilo tadi Bapak ya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Ya terima kasih Bapak/Ibu sekalian. Jadi kita langsung kepada pedalaman sekarang. Saya mulai dari, karena penanya dari sebelah kiri hanya satu, Ibu Mercy ya. Bu Mercy. Mungkin dimulai dari dari Bu Mercy, nanti saya lanjutkan dengan Pak Supratman Gerindra. ANGGOTA FRAKSI PAN (H. JAMALUDDIN JAFAR, S.H.): Tambah Pak, Pak Jamal. Terima kasih Pak. Pak Jamal tambah.
20
KETUA RAPAT: Pak Kurtubin juga? Sudah ada daftar penanya soalnya, jadi saya tinggal membacakan. saya uruturutannya dari yang sudah mendaftar pertama. Oke, silakan Bu Mercy. ANGGOTA FRAKSI PDI PERJUANGAN (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST): Baik, terima kasih Pak Pimpinan. Kepada Pak Pimpinan Hiswana Migas yang pertama ini berkaitan dengan margin usaha yang wajar ya, tadi buat saya ini agak debatable juga antara 3,5 naik 7,5 dengan sejumlah asumsi-asumsi yang mendasar seperti UMR, kemudian beberapa catatan yang tadi Bapak tambahkan, tapi saya kira memang ada juga variabel X yang lain, saya tidak kebayang Pak kalau misalnya angka naik sampai dengan 7,5 persen berapa harga yang ada di wilayah-wilayah yang ada di pedalaman misalnya kayak di Maluku, di mana Pak yang sudah, apa, pulaupulaunya berserakan begitu jauh. Yang sekarang ini saja dengan angka 3,5 saja harga yang di wilayah-wilayah yang di pesisir itu sudah sangat-sangat tidak terkontrol. Jadi margin yang sudah ditetapkan secara resmi oleh pemerintah saat ini dengan penurunan harga per Januari kemarin tidak berpengaruh Pak, di Maluku saya harus bilang dan saya kira mungkin di wilayah-wilayah yang sulit juga betulbetul tidak berdampak. Angka waktu naik dari 8.200 itu angka sudah naik, 1 liter itu di kita di wilayah pedalaman sudah lari naik hampir mendekati 100.000 sudah di pedalaman dekat Australia Pak, di wilayah pegunungan sudah 75.000 per liter. Saya tidak kebayang kalau kemudian ini tidak diatur. Nah buat saya Hiswana Migas mestinya juga memikirkan di tingkat SPBU APMS kemudian ada eceran-eceran yang terjadi ini spekulan juga ikut main Pak. Makanya Bapak menentukan margin berapa persenpun yang ada di wilayah-wilayah kita untuk masyarakat kecil yang kita rasakan cuma kena dampaknya saja Pak, karena tidak ada, apa ya, keuntungan ekonomis apa-apa yang kita bisa peroleh. Mengapa demikian? Angka UMR yang digunakan itu hanya pendekatan yang sifatnya normatif formal bagi mereka-mereka yang masuk dalam skema pendapatan normatif, sementara sebagian besar penduduk kita tidak masuk dalam skema UMR itu Pak. Jadi saya minta pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional berkaitan dengan penetapan soal kewajaran untuk mendapatkan margin yang rasional jadi di tingkat Hiswana pengusaha-pengusaha swasta juga enak, tetapi di tingkat masyarakat terutama masyarakat-masyarakat pedalaman ini yang dari tadi kita bicara ini adalah di pusatpusat provinsi, pusat kabupaten, dan kecamatan wilayah kontinental. Kita tidak bicara Indonesia dalam pendekatan periferal, wilayah-wilayah yang tersebar di pulau-pulau. Jadi saya minta ini menjadi perhatian yang sangat serius. Yang kedua berkaitan dengan tema atau isu pengalihan Ron 88 atau yang kita biasa sebut premium untuk dipindahkan Ron 92 yang kita sebut pertamax itu, nah persoalan ini, ini harus konkrit, sekonkrit-konkritnya supaya kita juga mendapatkan kejelasan. Sekarang ini Bapak untuk yang Ron 88 atau yang premium 21
yang masyarakat kecil saja susah didapat apalagi kalau mau dialihkan ke pertamax, sementara alih konversi dari apa itu fuel ke gas ini kan tidak jalan, ngambang semua ini. Jadi harapan kami dan saya kira DPR juga kita harus clear kita mempertahankan Ron 88 atau kita beralih ke Ron 92 karena marginnya kecil sekali, tadi perbedaannya tipis dengan pertamax ya seperti itu, dan kemudian juga terjadi pembukaan pasar yang liberal karena Shell, Total dan lain-lain juga ikut masuk seperti itu. Harus ada sikap konkrit baik dari Hiswana Migas maupun dari kita DPR ketika nanti ini akan dibicarakan pada rapat tingkatan berikutnya untuk mendesak pemerintah menetapkan batas bawah dan batas atas berkaitan dengan pembukaan liberalisasi pasar kepada perusahaan-perusahaan asing ini. Saya sangat setuju sekali kalau memang, apa itu, analog dari Korsel itu bisa kita jadikan sebagai bahan pertimbangan seperti itu. Kalau mereka mau buka dengan modal mereka, dengan modal mereka, yang pengusaha asing bukalah di wilayah-wilayah pedalaman. Saya waktu reses kemarin saya harus bilang secara jujur pertemuan dengan Pertamina dan Hiswana Migas di Maluku semuanya dada sesak, sesak napas Pak, karena persoalan apa itu begitu banyak kondisi-kondisi yang fluktuasi belakangan ini termasuk aksesibilitas kepada masyarakat, Pertamina didemo, Hiswana Migas juga didemo, orang antri derigen itu di SPBU Pak, bukan di pangkal atau di pengusahapengusaha eceran. Jadi mudah-mudahan Hiswana Migas nanti bisa memikirkan ini secara jauh, sehingga peralihan Ron 88 ke Ron 92 ini bisa kita pikirkan secara baikbaik dan kita bisa menembus angka moderat, apa itu, standardisasi angka batas bawah yang berlaku untuk seluruh Indonesia Pak. Kalau tidak, sedih Pak, untuk kita yang di wilayah-wilayah periferal sangat-sangat amat miris dan sangat menyedihkan. Saya kira ini beberapa catatan dari saya yang berkaitan dengan penetapan kewajaran persentasi 7,5, mau nailk ke 7,5 persen. Dan yang kedua peralihan dari Ron 88 ke Ron 92 ini kalau memang Hiswana Migas kita mau jaga dan kita proteksi mestinya pengusaha luar yang kita berikan kesempatan untuk membangun di wilayah-wilayah pedalaman. Kemarin Pertamina bilang di Maluku bahwa mereka pasti kesempatan, kasih kemudahan untuk pengusaha swasta bangun di wilayahwilayah pedalaman, wilayah-wilayah perbatasan tidak ada yang mau masuk. Siapa yang mau masuk di sana untuk mengurusi ini persoalan-persoalan energi bagi masyarakat di wilayah-wilayah yang sangat terisolir dan jauh ini. Saya kira itu beberapa catatan dari saya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Ya terima kasih Bu Mercy sangat bagus masukan. Jadi kita berharap sekali Hiswana Migas berani, jadi jangan normatif, tadi masukan yang disampaikan Bu Mercy itu kan sangat, ini apa, praktikel, disampaikan saja Pak. Karena nanti itu menjadi bahan, jangan sampai begini kita membawa 22
nama Hiswana Migas sebagai masukan tapi Bapak terlalu ngambang terus nanti otoritas, kita juga otoritas, tapi paling tidak dari sisi eksekutif akan bilang oh kita tidak pernah dapat masukan dari Hiswana, nah kita ingin menampilkan ini loh, mereka mempunyai keluhan yang ternyata tidak sederhana termasuk misalkan ya Bapak mengatakan bahwa kita perlu atau tidak itu perpindahan dari Ron 88 ke 92 nyatakan dalam sikap, kita tidak sepakat Pak kalau semua pindah ke 92 tetapi outlet asing dibuka misalkan, itu akan menjadi sangat kompetitif dan memungkinkan industri nasional menjadi tidak tumbuh. Sampaikan Pak, ini mesti yang clear-clear saja. Karena ini suara yang nanti pasti kita akan pertimbangkan. Terima kasih. Yang kedua Pak Supratman. Silakan. ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (SUPRATMAN ANDI AGTAS, SH, MH): Terima kasih Pimpinan. Nama saya Supratman Pak, A-388, dari Dapil Sulawesi Tengah. Pertama kita harus memberi apresiasi dari apa yang sudah di ... (terpotong interupsi) KETUA RAPAT: Fraksinya Pak. ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (SUPRATMAN ANDI AGTAS, SH, MH): Fraksi Partai Gerindra Pak. Apa yang sudah disampaikan oleh teman-teman dari Hiswana Migas kita perlu apresiasi. Pertama tadi malah kalau saya, saya usulkan itu kepada Menteri ESDM harus memberi penghargaan yang luar biasa kepada teman-teman di Hiswana Migas. Pertama ketaatan membayar pajak luar biasa harus di muka dan ini jarang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha yang lain Pak. Membeli harus membayar lebih dulu sehari sebelumnya, padahal Pertamina di sisi yang lain melakukan konsinyasi kepada AKR, Hiswana Migas tidak. Jadi ini suatu hal yang perlu kita apresiasi. Yang kedua soal asing, SPBU asing, juga menurut saya ada manfaatnya hari ini Pak, kalau tidak ada SPBU asing, hari ini saya yakin wajah Pertamina dan wajah SPBU kita tidak akan secantik hari ini Pak. Saya yakin karena Total ada, Shell ada, akhirnya juga Pertamina dan anggota Hiswana Migas berbenah diri sehingga luar biasa outlet kita, SPBU kita juga wajahnya cantik, bahkan hari ini dengan red carpet wah luar biasa Pak. Cuman sayangnya red carpet-nya hari ini kadang kala stasion 23
pompanya ada dua tapi cuman satu anunya Pak, jadi anggotanya harus lari ke sana ke mari, mungkin ini karena soal tadi soal apa UMR lah, tapi buat apa kita lakukan red carpet kalau pelayanan seperti ini. Ini juga menjadi koreksi buat teman-teman di Hiswana Migas ya. Saya berapa kali Pak, karena saya suka bawa mobil sendiri Pak, saya nganti Pak, sudah lama nunggu tapi terakhir harus satu operator berganti-ganti dari mesin satu ke mesin yang lain, jadi percuma ada red carpet ini Pak. Ini masukan buat teman-teman di Hiswana Migas. Saya setuju Pak dan sampai kapanpun kita akan melakukan proteksi kepada teman-teman Hiswana Migas sebagai pengelola SPBU untuk melakukan proteksi terhadap pengusahaan swasta asing dalam rangka pendirian SPBU-SPBU itu. Itu sikap kami jelas harus kita lakukan, dan saya yakin di antara semua teman-teman juga yang ada di sini itu akan melakukan hal yang sama. Cuman dalam pengertian tentu proteksinya harus sehat. Kalau di kebijakan pemerintah nanti ini tentu di beberapa provinsi ya kadang kala kan ya namanya bisnis Pak semua maunya untung, tidak ada yang mau berinvestasi dalam kondisi yang rugi. Kita paham betul di sana. Oleh karena itu, sekali lagi kita minta kepada teman-teman di Hiswana Migas untuk berbenah diri. Kita pasti concern Pak nanti disampaikan usulannya. Yang terakhir tadi saya sudah singgung soal keuntungan. Ini harus dirinci betul Pak soal margin. Karena sekali lagi dengan 3,5 persen kalau ini harus ditambah lagi ini pasti akan membebani konsumen Pak. Nanti YLKI marah lagi sama kita, Komisi VII kalau ini membebankan, tiba-tiba naik 7 persen kita dukung, YLKI akan teriak wah Komisi VII DPR RI memberikan dukungan padahal dengan status pelayanan yang ada saat ini, nah ini. Tapi kita berharap sekali lagi dengan status layanan yang baik konsumen merasa terpuaskan itu akan jauh lebih mudah untuk tidak memberi proteksi. Demikian Pak Ketua, terima kasih. KETUA RAPAT: Ya terima kasih Pak Supratman. Sebelum saya lanjutkan, kita tadi sepakat pukul 12.00 WIB. ANGGOTA FRAKSI PARTAI HANURA (Hj. DEWIE YASIN LIMPO, SE): Interupsi Pak Ketua. KETUA RAPAT: Maaf-maaf sebentar, ini kita tadi sepakat pukul 12.00 WIB ya berarti perlu kita perpanjang sampai pukul, pukul berapa? 12 30 saja ya?
24
Bukan, berarti begini, berarti pertanyaan nanti dijawab oleh Pak Ketua, dikumpulkan saja, jadi di apa, yang content-nya sama, yang sama dijadikan satu supaya mudah menjawab, lantas nanti dilanjutkan ya. Jadi kita sepakati 12.30 WIB? (RAPAT : SETUJU) Oke. Silakan tadi ada interupsi Ibu ya. ANGGOTA FRAKSI PARTAI HANURA (Hj. DEWIE YASIN LIMPO, SE): Interupsi Pak. Baik menyambung masukan dari Pak Supratman, saya perkenalan Dewi Yasin Limpo, A-560 dari Fraksi Hanura, Dapil Sulawesi Selatan I. Saya ingin menyampaikan kepada Pak Ketua Hiswana Migas bahwa sebenarnya kalau hitung-hitungan 277 per liter kali 40.000 saja kuotanya per hari itu berarti kurang lebih 12 juta per hari, itu baru dari premium ya Pak ya. Jadi kan sebulan kurang lebih 300-an, menurut Bapak, itu belum elpiji, belum yang lain. Jadi mungkin kalau kenaikan ini diusulkan bahwa margin ini harus dinaikkan saya berpikir apakah 7.5 persen itu tidak kebangetan, kebanyakan gitu loh Pak, jangan-jangan nanti Bapak tadi seperti sekarang kawinnya cuman satu, nanti balik lagi jadi 10, makin pusing juga kan kalau banyak isteri. Jadi saya bilang tolong dipertimbangkan yang rasional saja Pak, jangan terlalu jauh melambung sampai 100 persen ke atas dong, nanti Bapak kawin lagi tambah botak, mohon maaf. Terima kasih. Kita ketawa-tawa Pak. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih. Ini sudah masuk ke pertanyaan ini Pak sebetulnya dari Bu Dewi tadi. Sekarang saya lanjutkan ke Pak Bambang Haryadi. Silakan. ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (BAMBANG HARYADI, S.E.): Terima kasih Pimpinan. Selamat siang, Bapak Ketua Hiswana Migas beserta rombongan,
25
Perkenalkan nama saya Bambang Haryadi, A-368, dari Fraksi Partai Gerindra, Dapil Jatim IV ya. Dalam kesempatan ini saya ingin memberikan beberapa pendapat dan juga petanyaan. Yang pertama saya sejak awal sudah meyakini bahkan saya bercerita kepada teman saya Pak Supratman bahwa forum rapat dengar pendapat dengan Hiswana Migas pasti akan menitik, lebih dititikberatkan kepada keinginan pengusaha dalam, yang di dalam lingkup Hiswana untuk menaikkan profit margin mereka. Jadi saya sudah tebak itu Pak. Dari awal saya sudah berkeyakinan akan keinginan temen-temen Hiswana Migas. Tapi itu sah saja. Yang namanya pengusaha jelas dia lebih mengedepankan kepentingan perusahaannya yaitu untuk meraih leuntungan sebanyak-banyaknya. Sama halnya seperti apa yang diceritakan Ketua Hiswana tadi yang menyatakan banyak kerugian di saat pemerintah menurunkan minyak, tapi tidak pernah juga diceritakan bagaimana temen-temen Hiswana meraih keuntungan di saat pemerintah menaikkan minyak, yang diceritakan hanya kerugian saja. Nah untuk itu juga saya ingin menyikapi tentang apa yang disampaikan Ketua Hiswana juga tadi bahasanya ada pengalihan penggunaan seperti yang tadi diceritakan Ibu rumah tangga yang lebih menggunakan tabung 3 kilo daripada 12 kilo. Kenapa saya mempertanyakan ini, karena saya banyak melihat di lapangan pelaku pengoplos pelaku yang bisa disebut bagian kecil dari mafia migas itu salah satunya anggota Hiswana Migas. Salah satu misalnya tabung 3 kilo kalau Ibu rumah tangga hanya menggunakan 3 tabung, tapi pengusaha Hiswana bisa memindahkan dari tabung 3 kilo tersebut ke tabung 12 kilo. Itu ada di berapa tempat yang sudah saya ketahui ya. Maksud saya apa yang akan dilakukan Hiswana Migas, Asosiasi Pengusaha Migas ini terhadap anggota-anggotanya yang melakukan hal-hal tersebut dan juga SPBUSPBU yang menimbun minyak dan dan pelaku pencurian subsidi BBM itu, tidak hanya kepada permainan di bidang hulu dan, tapi di hilir juga dimainkan sekarang, bahkan ditengarai dimainkan di hilir ditingkatan SPBU. Maka itu saya ingin penjelasan dari Hiswana Migas terkait anggota-anggota yang sudah tertangkap atau pun terindikasi melakukan penyelewengan subsidi BBM tersebut. Jadi ke depan biar lebih tertiblah bahwa jangan sampai orang yang sudah melakukan penyelewengan tapi masih diberikan dukungan oleh Hiswana Migas. Saya ingin Hiswana Migas ke depan sebagai mitra kerja Pertamina bahkan tadi diceritakan bahwa pendanaan untuk pembelian minyak itu harus di depan kan. COD ya Pak? CBD-CBD ya kan CBD ya, Cash Before Delivery ya. Nah maksud saya untuk itu berarti Hiswana ini punya peran penting terhadap penjualan Pertamina, mungkin bisa disebut juga ini Pertamini Pak ya, karena yang menjual retailnya untuk Pertamina ya. Maka itu saya ingin teman-teman Hiswana Migas untuk menyoroti tentang membantulah, membantu tentang pemerintah khususnya tentang penyimpangan-penyimpangan terhadap agen gas 3 kilo ini, karena ini rawan. Banyak sekali yang tadi saya cerita itu dipindahkan ke tabung 12 kilo atau juga 12 kilo tapi isinya kurang Pak. Saya ini belum, ini belum lama lah di rumah saya, saya mendapatkan tabung 12 kilo, saya pengguna 12 kilo tapi itu enggak lama, biasanya kami menggunakan satu bulan, itu cuma 2 minggu, ternyata kita coba lagi isinya cuma 8 kilo. Hal-hal semacam itu kan tidak mungkin dilakukan dari atas kalau di bawah tidak bisa tidak 26
ikut membantu melaksanakan ya. Jadi saya melihat di situ ada agen-agen yang salah satunya mungkin mungkin ya anggota Hiswana Migas yang sebagai pelaku. Maka dari itu jangan hanya kita bicara margin saja Pak tapi pelayanan juga, karena Hiswana Migas ini bagian bagian dari pelaku usaha minyak dan gas di Indonesia. Jangan kita berebut untuk menaikkan margin, silahkan aja mau dinaikkan berapa pun silakan, tapi kita jangan menutup mata bahwa banyak terjadi pengusahapengusaha Hiswana Migas ini yang mencoba mencari celah dari adanya subsidi BBM yang ada saat ini. Hanya saya ingin menyoroti hal itu mohon diberikan penjelasan tentang pelaku-pelaku ataupun anggota Hiswana yang sudah terindikasi jadi kita juga enak memperjuangkan mau naik 12 persen, 10 persen itu soal lain Pak, tapi kita jangan bicara untungnya saja, tapi kita ini kan wakil rakyat, wakil rakyat itu bisa mewakili pengusaha Hiswana Migas tapi juga mewakili pengguna ya rakyat kecil, itu. Makannya untuk itu mohon diberikan penjelasan terkait hal tersebut. Terima kasih. KETUA RAPAT: Ya sudah ditangkap intinya ya. Selanjutnya Pak Endre Saifoel, dan siap-siap Pak Lucky Hakim. Terima kasih. ANGGOTA FRAKSI PARTAI NASDEM (H. ENDRE SAIFOEL): Terima kasih. Saya perkenalkan nama saya Endre Saifoel, A-006 dari Fraksi Nasdem, daerah pemilihan Sumatera Barat I. Yang saya pertanyakan Ketua Hiswana Migas tadi mengenai permintaan kenaikan harga dari margin 3,5 menjadi 7,5, itu 3,5 itu kita merasa sudah sangat besar ya Pak, karena perputaran uang di yang Bapak ceritakan Bapak tebus hari Senin BBM-nya datang hari Selasa, hari Selasa itu langsung habis. Berarti perputarannya hanya 2 hari. Dari 2 hari itu 3.5 persen di situ ada pajak, keuntungan, gaji karyawan, itu saya memperhitungkan hanya 2 persen, berarti sudah ada margiin 1 persen selama 2 hari. Kalau kita hitung dalam satu bulan itu ada 15 kali berputaran. 15 kali itu sudah lebih 20 persen keuntungan dari perputaran pembayaran BBM. Jadi kalau kita hitung ke 7.5 persen, itu 5 persen kali 15, berarti keuntungan dari SPBU terlalu tinggi ini akan bisa terjadi yang dikatakan oleh Bapak tadi memang bisa orang SPBU ini mempunyai istri sampai 7 orang ini Pak. Kalau kita hitung. Kata Ibu 10 lagi kan. Hanya itu yang kita sampaikan Pak. Terma kasih. KETUA RAPAT: 27
Terus selanjutnya Pak Lucky.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (H. SYAIKHUL ISLAM ALI, Lc., M.Sos.): Interupsi Pimpinan, daftar Pimpinan. KETUA RAPAT: Ini mohon dimaklumi ya sekarang sudah nomor 4, jadi kalau Bapak daftar nomor 14, Pak Kurtubi nomor 13, soalnya ini daftar. ANGGOTA FRAKSI PAN (LUCKY HAKIM): Terima kasih Ketua. Perkenalkan nama saya Lucky Hakim, Fraksi Partai Amanat Nasional, 474, Dapil Kota Bekasi, Kota Depok. Tadi sudah banyak mengenai margin yang diinginkan dan beberapa keinginan-keinginan dari Hiswana, saya ingin menanyakan sedikit saja mengenai itu, ini kan ada sekitar 5.300 outlet SPBU tersebar di mana-mana tentang layout fasilitas ataupun sarana yang ada di situ siapa yang menentukan misal memang adakah aturan-aturan, tapi saya ingin menyarankan saya sering melihat fasilitas semacam mushola kadang-kadang itu terlalu kecil dan dekil, kotor, itu hampir saya mengamati di beberapa tempat di seluruh Indonesia. Dan kadang-kadang sangat berhadapan dekat sekali dengan WC dan jorok. jadi saya ingin menyarankan dan ingin juga meminta kepada teman-teman di Hiswana bahwa mungkinkah itu diperbaiki karena sarana ibadah tentang apa kesucian atau apa itu sangat penting karena kalau dekat sekali dengan toilet dan kadang-kadang sangat jorok itu, mohon diperhatikan baik. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Selanjutnya Pak Dito Ganundito. Tidak ada. Pak Ramson Siagian. ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (RAMSON SIAGIAN): Terima kasih Pak Ketua. 28
Pak Hiswana Migas agak kurang konkrit apa yang diusulkan Pak. Terus yang kedua Pak Ketua, seharunya lain kali kita menyampaikan paling tidak guidence-lah kepada Hiswana Migas apa saja yang diperlukan masukan dari Hiswana Migas, seperti secara teknis misalnya Ron 88 ke Ron 92 apa yang diketahui oleh Hiswana Migas. Hiswana Migas. Itu seharusnya itu yang disampaikan dulu itu isu yang apa namanya yang aktual gitu. Terus bagaimana pengaruhnya terhadap konsumen kita. Kan Bapak-bapak, Ibu-ibu ini kan tiap hari berkomunikasi dengan konsumen yang membawa kendaraan dan macan lain segalanya. Nah itu disampaikan. Terus benar tidak argumentasi pemerintah bahwa Ron 88 itu sudah sulit di pasar dan cenderung monopoli harus ke Ron 92. Itu tadinya kita perlukan data-data itu, waktu itu saya juga bicara secara informal kepada Pimpinan arahnya ke sana, saya menanyakan apa ini Hiswana Migas mau datang itu soal apa. Jadi jangan hanya kepentingan naikan margin. Kalau naikan margin diajukan juga mau diajukan 20 persen juga Pimpinan tidak apa-apa, toh kita nanti yang membahas di sini, jangan, tidak usah kita proses dulu, asal tampung dulu saja, akhirnya kita minta turun jadi 3 persen itu urusan lain kan. Bukan 3.5 persen malah mungkin bisa kita usulkan ke pemerintah turunkan saja 3 persen. Itu urusan lain. Tapi kita memerlukan data-data teknis yang sekarang lagi up to date. Karena seperti yang tim dipimpin oleh si Faisal Basri cs, pertama kali dia dilantik saya dialog dengan beliau, dengan Pak Kurtubi di Jak TV, dia bicara soal mafia migas, tahu-tahu hasil yang ada pergantian spesifikasi BBM. Ini maksud saya ini yang dijelaskan oleh Hiswana Migas dulu begitu, jangan langsung kepentingannya saja, kepentingan publik dong, rakyat gitu. Itu yang kita sebenarnya sangat perlukan benar tidak itu. Soal liberalisasi baru diusulkan nanti, mungkin itu kita akan concern. Kalau memang sudah keekonomian mungkin kita blok perusahaan minyak asing, itu bisa saja diusulkan. Terus yang lain yang konkrit. Tadi soal elpiji harganya berapa, keekonomian berapa, benar tidak hitungan dari pihak pemerintah keekonomiannya seperti itu. Itu yang disampaikan data keekonomian ke kita. Jadi jangan kuliah lagi soal inflasi, kita hampir semua sudah tahu soal itu Pak. Jadi ini data-data konkrit ini yang kita akan sebagai referensi bagi Komisi VII nanti Pimpinan kita kan akan rapat dengan pihak pemerintah soal kalau BBM itu masih bersubsidi penentuan harga BBM penentuan anggaran subsidi BBM di APBN referensi ini perlu, tapi kalau nanti tidak ada lagi harga BBM bersubsidi, tidak ada lagi subsidi BBM di APBN ini juga menjadi keputusan kita nanti Pak Ketua dengan pihak pemerintah berapa versi pemerintah harga keekonomian gitu. Jangan sampai terlalu tinggi margin, jangan terlalu tinggi pajak, sehingga harga BBM Ron 89 di Michigan jauh lebih mahal dari di Jakarta gitu. Padahal di sini kan masih 88, di sana 89, itu kalau dikurs, dikonversi ke rupiah dengan pajaknya sekitar Rp1.230,- , karena di sana pajaknya bukan prosentase berapa pun harganya crude oil itu pajaknya stabil, yang untuk federal tax sama state tax, negara bagian, itu harganya hanya 5.400 per liter sekarang ini. Kebetulan anak saya 7 tahun tinggal di sana, jadi saya selalu pantau gitu. Itu termasuk yang tinggi harganya, kalau di selatan dekat Texas lebih murah lagi harganya Pak yang dekatdekat refinery gitu. Itu yang kita perlukan data-data dari Bapak-bapak Hiswana Migas gitu, Hiswana Migas. 29
Itu saja Pak Ketua, supaya dibuat kalau tidak keburu lagi sekarang diusulkan. Soal margin itu kita akan bahaslah pada saat pembahasan dengan pemerintah, kalau tidak lagi bersubsidi, tidak ada lagi subsidi di APBN, itu kan soal Alpha itu ada di margin Pak, itu penentuannya saat penentuan subsidi BBM di APBN, nanti kalau tidak ada lagi subsisi BBM di APBN soal harga keekonomian Pak Ketua, tetap kita juga harus membuat keputusan soal itu supaya pemerintah jangan seenaknya membuat harga keekonomian, karena itu merugikan rakyat. Kita di sini adalah fungsinya selain tiga fungsi itu juga memperjuangan aspirasi rakyat Pak Ketua, apalagi tadi belum saya jelaskan, saya Bung Ramson, Ramson Siagian dari Dapil Jawa Tengan X Pemalangan, Pekalongan, Batang, rakyat di sana tua-tua tapi bijaksana itu sering memberikan masukan ke saya Pak Hiswana Migas, kadangkadang sulit Fraksi Partai Gerindra. Partai Gerindra itu jelas. Demikian Pak Ketua, terima kasih. KETUA RAPAT: Ya terima kasih Pak Ramson. Tadi kalau Pak Ramson mendengarkan kata pengantar saya, itu salah satunya apa yang disampaikan ini. Jadi saya tadi di kata pengantar jelas ya mengatakan supaya Hiswana Migas memberikan paparan menyangkut mengenai biaya pokok produksi karena itu merupakan wujud daripada apa yang selama ini didiskusikan dan akan kita diskusikan pada waktu ketemu Menteri ESDM. Tapi namun kelihatannya Hiswana di dalam paparannya belum mencantumkan item-item itu, jadi kita kasih kesempatan saja Pak Ramson, untuk Hiswana memberikan jawaban nanti ya tertulis supaya apa yang dimaksud bisa kena dua-duanya, jadi aspirasi Bapak selaku pengusaha kita tangkap, tapi aspirasi kita untuk merevisi kebijakan juga bisa dibantu. ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (RAMSON SIAGIAN): Interupsi sedikit Pak Ketua. Saya usul ke Pimpinan kalau suatu saat ada asosiasi-asosiasi yang mau rapat dengan Komisi VII di DPR sudah diberi tahu sedikit Pak Ketua agar efektif, karena waktu Komisi VII DPR ini mahal ini sekarang ini kita hanya 20 hari kerja gitu Pak, persoalan bangsa begitu besar. Terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT: Oke Terima kasih. Kita lanjutkan ke Pak Bowo Sidik Pangarso, silakan 30
ANGGOTA FRAKSI PG (BOWO SIDIK PANGARSO): Terima kasih Ketua. Yang saya hormati teman-teman Anggota Dewan dan yang saya hormati juga teman-teman teman Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas, Nama Bowo Sidik Pangarso, Dapil II Jawa Tengah, Demak, Kudus, Jepara, dari Partai Golkar. Yang perlu saya pertanyakan adalah teman-teman Hiswana Migas ini adalah pengusaha, pengusaha itu kalau tidak untung tinggalkan saja bisnis ini. Artinya apa, teman-teman menikmati keuntungan selama ini yang dikatakan Ketua tadi bahwa sudah 10 tahun ini atau beberapa tahun terakhir ini mengalami persentase yang tidak pas. Pertanyaan saya adalah keluhan di masyarakat terhadap Himpunan Wiraswasta Nasioanl Pengusaha Minyak dan Gas ini adalah banyak sekali keluhan di masyrakat dimana SPBU-SPBU itu teman-teman pengusaha bermain nakal, kalau satu liter diambil se-pil, berapa pilnya, mil-nya di liter, itu berapa residunya, ini banyak terjadi di daerah. Artinya Ketua, sebelum kita memperjuangkan Hisnawa berkaitan dengan bisnisnya ini tentunya pertama kita harus minta kepada Hisnawa ini untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya selama ini ke masyarakat. Hiswana ini. Jangan sampai keluhan masyarakat berkaitan dengan kinerja himpunan wiraswasta ini di masyarakat di bawah bahwa banyak terjadi pencurian-pencurian dari para pengusaha tersebut. Pada waktu saya kunjungan reses ke Dapil saya ada SPBU yang untuk subsidi yang untuk para nelayan yang seharusnya digunakan untuk nelayan bersubsidi tetapi oleh pengusaha juga cepat hilang, habis. Informasi yang kami dapat dari nelayan, Pak sering kali dijual, sering-sering dijual melalui mobil-mobil khusus untuk keluar dari kelompok nelayan tersebut. Ini terjadi tidak usah kita tutup mata. Ini menjadi tanggung jawab teman-teman Hiswana ke depan untuk bagaimana mem-protect karena tugas kami yang disampaikan teman-teman lain sebagai wakil rakyat tentunya kami mengutamakan dulu bagaimana pelayanan terhadap rakyat, baru kedua berkaitan dengan ke Hiswana. Dan yang terakhir Ketua saya pikir berkaitan dengan presentase-presentase yang diusulkan teman-teman di Hiswana ini biarkan menjadi pertimbangan kita ke depan. Tetapi kami, saya lebih menggarisbawahi kinerja Hiswana bisa dipaparkan ke kita, jangan dia mau kenaikkan laba, tetapi di sisi lain dia juga service tidak bagus. Dan saya yakin 3 persen itu masih sangat bisa dinikmati, terbukti masih banyak pengusaha-pengusaha yang buka-buka SPBU baru, artinya ini masih bisa dinikmati kawan-kawan. Terima kasih Ketua.
31
KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Bowo. Selanjutnya Pak Aryo tidak ada. Saya lompat ke Pak Jamal. Silakan. ANGGOTA FRAKSI PAN (H. JAMALUDDIN JAFAR, S.H.): Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Perkenalkan saya Pak Jamal dari Dapil Papua, Partai PAN, Anggota 505. Pimpinan dan kawan-kawan dari Hiswana Migas yang saya hormati, Tadi ada aspirasi masalah bentuk-bentuk keberpihakan oleh Hiswana Migas, mungkin tadi ada salah satu bahwa izin asing itu harus dibatasi, tapi tentunya banyak yang ingin disampaikan mohon mungkin juga secara tertulis bentuk-bentuk apa yang supaya lebih berdaya para pengusaha kita yang tergabung di Hiswana Migas. Itu dalam rangka bisa juga menyaingi daripada SPBU-SPBU dari yang bermerek asing. Yang kedua kalau masalah margin saya juga mungkin tidaklah terlalu mempersoalkan mungkin kalau di daerah atau di pedalaman mungkin ya malah kalau 10 persen itu malah kurang untuk untuk diberikan. Karena apa? Saya melihat di daerah saya itu Papua itu kadang bisa 30.000 sampai 50.000 itu premium. Nah marginnya ini apa tidak lebih 30 persen atau 50 persen yang diambil ini. Ini perlu ada semacam kontrol daripada himpunan atau asosiasi ini. Nah tadi juga dikatakan bahwa di Papua itu ada DPC-nya Merauke ya, nah ini daerah Merauke dan pedalamannya itu, itu yang dijangkau Asmat dan Yahukimo itu sampai 50.000 Pak. Nah pertanyaan saya apakah ada anggota Bapak beroperasi di sana? Kalau tidak ada bagaimana ada anggotanya Bapak di sana dan berikan margin khusus ya supaya jangan terlalu mahal jadinya. Saya perkirakan itu sampai 50 atau 80 persen ini marginnya ini. Nah salah satu contoh Pak Pimpinan, ini harga Pertamax di Jayapura Ron 96 kalau di sini mungkin sekitar 11.000 ya, kalau di sana 18.500 Pak ya. Itu yang terjadi di sana. Nah kenapa bisa terjadi ini, saya mohon juga penjelasan apakah karena harga angkutannya atau bagaimana kok bisa 18.500 itu. Ini yang 96 Pak. 92-nya itu sampai 13.000 di sana. Saya pikir ini sudah marginnya bukan lagi 10 persen, tapi mungkin sudah sampai 60 persen ini. Ini yang terjadi di sana. Saya kira itu dari kami. Terima kasih. 32
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Jamal. Selajutnya dua penanya lagi nanti kita akhiri, tapi sekarang sudah pukul 12.35, tadi sepakat 12.30 WIB, saya perpanjang seperempat jam ya sampai jam 12.45 ya. 12.45 sepakat? (RAPAT : SETUJU) Sekarang giliran Pak Kurtubi, siap-siap Pak Saiful Islam. Terima kasih. ANGGOTA FRAKSI PARTAI NASDEM (DR. H. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Sc): Terima kasih Pak Ketua. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Nama saya Kurtubi dari Dapil Nusa Tenggara Barat, Nomor Anggota 26, Fraksi Partai Nasdem. Terima kasih kepada Bapak Ketua Hiswana Migas beserta jajarannya hadir pada pagi hari ini. Informasi yang diberikan banyak bermanfaat. Saya kebetulan orang yang senang menyupir. Saya kalau ke Mataram itu nyupir pulang pergi naik mobil. Saya tahu banyak sekali anggota-anggota Hiswana Migas, SPBU-SPBU yang bagus-bagus ya, di Tegal, di Situbondo itu dilengkapi dengan tidak hanya mushola tetapi penginapan, hotel dan seterus sangat bagus, yang di luar negeri itu tidak ada. Ya. Saya 6 tahun di Amerika, tidak ada di Amerika itu. Jadi ini Hiswana sudah banyak sekali kemajuannya dalam beberapa tahun belakang dalam ini kalaupun nanti usulan kenaikan margin dikabulkan mungkin tidak sampai sekian persen, kita harapkan service-nya bisa ditingkatkan lagi. Sebab betul ada keluhan musholanya itu bau apek, banyak ya, di samping yang bagus-bagus. Itu satu hal. Nomor dua mungkin sebelum saya masuk ke substansi pertanyaan ada yang perlu diluruskan bahwa teman-teman Hiswana ini adalah retail yang dijual itu barangnya Pertamina, standar Pertamina. Apa-apa standar Pertamina, bangunan standar Pertamina, semua Pertamina. Policy kebijakan ada di pemerintah ya. Pertaminalah operatornya. Bapak-bapak minta berapa biaya produksi ke mereka bukan domain Hiswana, mohon itu diperhatikan. Jadi biaya pokok BBM, biaya pokok elpiji, biaya pokok gas apapun itu bukan domain Hiswana, Itu domainnya pemerintah, Pertamina. Tapi kalau dengan Pertamina bisa kita minta itu. Ini diluruskan lagi Bu. Itu kedua.
33
Ketiga, saya belum dengar secara panjang lebar tentang stasiun BBG yang menurut pendapat saya ke depan ini pemerintah akan kami dorong untuk mendorong lebih cepat lagi konversi BBM ke BBG. Pertanyaan saya seberapa siap Bapak-bapak di Hiswana ini bisa membantu pemerintah dalam rangka infrastruktur stasiun BBG-nya. Pertanyaan konkritnya berapa dari anggota SPBU yang ada sekarang ini yang lahannya memungkinkan untuk dibangun satu dispenser stasiun BBG. Mungkin tidak semua SPBU punya lahan cukup yah. Tetapi banyak SPBU yang bisa dibangunkan satu paling tidak satu stasiun BBG. Nah berapa kira-kira anggota atau stasiun SPBU anggota Hiswana ini yang memungkinkan lahan yang ada sekarang untuk dibangunkan stasiun BBG. Apa satu dispenser stasiun BBG, apa dua. Sebab kami akan dorong habis-habisan pemerintah ya untuk mempercepat konversi BBM ke BBG tanpa bantuan Hiswana ini tidak bisa ini ya. Mungkin PGN akan bangun di tanahnya sendiri tapi terbatas. Saya yang ternasuk berpendapat harus nanti bila perlu regulasi dari pemerintah untuk mewajibkan stasiun BBM yang masih tersedia tanahnya untuk harus dibangunkan stasiun BBG sebab masa depan kita di sini nanti ini untuk jangka yang amat panjang ya. Berikutnya pertanyaan saya dalam rangka ini klarifikasi saja, ada temanteman BPH Migas yang selalu meng-expose pernyataan di media bahwa ada terjadi penyelewengan tangki BBM yang keluar dari depo Pertamina yang mestinya disuplai ke stasiun BBM SPBU katanya banyak dibelokkan ke industri ke mana. Pertanyaan saya apa betul ada tuduhan BPH Migas seperti itu? Kalau ada apa langkah-langkah Hiswana untuk menghilangkan praktek penyelundupan itu. Sebab yang diselundupkan ini satu tangki. Menurut pendapat saya itu tidak ada, terus terang pendapat saya pribadi tidak bakalan ada. Lalu dengan dasar itu lalu dulu BPH Migas mau mewajibkan setiap kendaraan itu pakai RFID. Tuduhan penyelundupan belum tentu benar, tapi yang dibebankan semua kendaraan harus pasang RFID, yang saya tentang yang saya tidak sepakat. Ya mudah-mudah tidak ada, kalau pun ada apakah langkah-langkah Hiswana Migas untuk menghilangkan praktek kotor seperti itu ya. Lalu membandingkan harga BBM di sini non subsidi dengan di Amerika Serikat tidak bisa Apple to Apple ya. Di Amerika relatif murah itu karena apa? Pertama di sana stasiun BBM-nya self service. Oke. Jadi kita mengisi bensin itu kita sendiri yang ngisi ya. Kita sendiri yang ngisi, di Amerika self service. Ada yang dilayani oleh pegawainya tapi tarifnya mahal. Tolong ini dicatat. Sekali lagi saya 6 tahun di Amerika keliling ke 48 negara bagian itu, jadi tidak bisa apple to apple. Lalu apa namanya, masukan untuk revisi Undang-Undang Migas, terima kasih sekali saya termasuk yang berpendapat pengusaha SPBU nasional harus dilindungi. Stasiun pengisian bahan bakar itu bukan bidang dengan teknologi tinggi yang harus kita undang investor asing masuk ya. Kalau kita butuh pabrik atom, pabrik nuklir yang tidak kuasai ilmunya mengundang asing oke. Ya. Atau pabrik mobil dengan complicated teknologi kita belum mampu mengundang asing masuk. Kalau eceran bensin tidak ada teknologinya. Kita membuka rumah tangga kita sendiri untuk dikocok pihak lain yang saya sendiri tidak sepakat itu. Oke sudah kadung ada mereka berada di Indonesia tapi harus ada persyaratan ketat. Harus. 34
Contohnya persyaratan itu apa? Tapi nanti ini di legislasi, setiap pom bensin asing belum boleh dikasih izin kalau tidak ada komitmen membangun storage yang cukup, blla perlu bangun kilang BBM mereka, harus wajib bila perlu, oke. Kalau mereka tidak bangun kilang oke. Resiprokal nanti ini. Ajak anggota Hiswana Migas bangun stasiun BBM di London. Untuk BF, Petronas mau bangun 10 SPBU di sini agak anggota Hiswana Migas bangun stasiun BBM di Kuala Lumpur 10 stasiun. Jadi resiprokal. Ini adalah pasar kita mau diambil mereka. Lebih-lebih nanti kalau BBM sudah tidak disubsidi, saya sendiri belum tentu sepakat dengan penghapusan subsidi BBM itu. Saya sepakat itu dihapus kalau harga minyak dunia rendah, iya, tapi harga minyak tinggi tidak bisa, nanti bab lainlah. KETUA RAPAT: Waktunya Pak Kurtubi, waktunya. ANGGOTA FRAKSI PARTAI NASDEM (DR. H. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Sc): Oke. Jadi demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf saya sedikit berbeda dengan rekan-rekan sejawat saya yang lain. Demikian, terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih. Jadi begini Pak Kurtubi saya ingin meluruskan juga supaya semuanya mengerti bahwa kita sadar betul siapa Hiswana Migas tetapi tidak menutup kemungkinan mereka memberikan masukan, karena dia sudah player di situ cukup lama. Jadi kalau saya meminta tadi kepada, sebagai kata pengantar tadi, supaya kebijakan pun juga disampaikan ke kita Pak apa sih sebetulnya yang dikeluhkan, termasuk tadi biaya pokok produksi bukan berarti Bapak punya otoritas di sana, tapi apa yang diketahui, knowlegde Bapak gitu. Karena dengan demikian RDPU kita itu menjadi bermakna karena kita ada rentetan RDPU-RDPU lagi begitu ketemu dengan para penguasanya ya nanti Menteri ESDM-nya ada, di situlah teman-teman semuanya sudah mendapatkan bahan yang cukup. Itu sebetulnya yang dimaksud Pak, jadi bukan berarti kita menanyakan pada tempat yang salah tidak, kita sudah betul karena ini sebagian daripada stakeholder yang tidak terpisahkan. Saya yang terakhir ini Pak Saiful Islam, singkat saja supaya bisa kita akhirI pukul 12.45 WIB. Terima kasih. ANGGOTA FRAKSI PKB (SYAIKHUL ISLAM, M.Sosio):
35
Terima kasih Pimpinan. Perkenalkan saya Syaikhul Islam, A-63 dari Dapil Jawa Timur I, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Singkat saja kepada Ketua Umum Hiswana Migas, menyikapi kenaikan harga elpiji 12 kilogram mulai pada Januari ini, ini kan dulu harganya sekitar 7.000 ya naik menjadi 9.000 per kilo, jadi kalau dulu itu 12 kilogram itu sekitar 122.000 sekarang menjadi sekitar 130.000. Itu sudah plus dengan biaya-biaya seperti transport, operasional dan lain-lain. Pertanyaan saya, saya ingin minta klarifikasi dari Hiswana Migas di pasar harga yang didapatkan oleh konsumen itu lebih dari 150.000, bahkan ada yang 160.000. Ini barusan tadi saya juga SMS isteri saya katanya di Sidoarjo itu harganya 158. Ini ada selisih kan cukup banyak. Lah perlu saya sampaikan kepada Bapak-bapak di sini bahwa yang berkembang di masyarakat itu yang menyebabkan harga tidak pasti dan naik sangat tinggi itu adalah oknum-oknum dari Hiswana Migas. Bahkan kalau Bapak baca media online, jadi di Kediri itu sempat ada demo untuk membubarkan Hiswana Migas. Ya ini saya ingin klarifikasinya saja apakah benar seperti itu. Jadi ini kan kita nanti berbicara margin, bicara margin mau cari untung lebih banyak begitu ya. Tapi ini tolong dipikirkan yang di bawah rakyat itu sudah tercekik dengan harga semacam itu. Dan saya minta itu klarifikasinya jelaskan kenapa bisa harganya melambung melebihi dari hal yang semestinya. Sekian, terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Terakhir. ANGGOTA FRAKSI PKB (Dr. HM ZAIRULLAH AZHAR): Pimpinan satu menit saja. KETUA RAPAT: Silakan Pak. ANGGOTA FRAKSI PKB (Dr. HM ZAIRULLAH AZHAR): Baik. Terima kasih. Kami Zairrulah Azhar dari Kalsel Dapil II, dari Fraksi PKB. Mengapresiasi yang disampaikan dari Hiswana Migas tadi, kami usul saja begini di data ada 6.000 lebih SPBU tetapi menumpuk di Jawa, harapan kami
36
kiranya bisa ada motivasi kepada investor mengembangkan di luar Jawa, apalagi nanti setelah pembahasan margin lebih meningkat. Kemudian yang kedua mohon dapat diperhatikan juga SPBN, saya tinggal di daerah-daerah pantai Pak. SPBN ini kelihatannya kurang menjadi minat dari rekanrekan Hiswana Migas. Yang ketiga, terakhir ini dari Pak Kurtubi tadi kami juga menggarisbawahi di Kalsel itu banyak sekali tangki siluman. Jadi mereka bukan, mereka beli di SPBN, SPBU yang subsidi itu kemudian dijual ke luar, apalagi di sana daerah-daerah tambang. Ini mohon bisa diperhatikan teman-teman anggota. Saya kira demikian Pimpinan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Terakhir Pak Kardaya. PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FP.GERINDRA): Terima kasih Pak Pimpinan Rapat. Saya hanya ingin menyampaikan doa buat Pak ErI, Pak Eri ini berdasarkan informasi sudah daftar dalam lelang jabatan Dirjen Migas, mudah-mudahan kepilih Pak. Kita berdoa, mudah-mudahan doa dari Komisi VII itu ijabah, ya mudahmudahan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Ya begitulah Pak Eri. Dulu juga hampir saja di Komisi VII. Hampir gitu. Sudah diputuskan menang, ya mungkin kalau yang satu partai bisa diini, belum sampai menginjak di sini sudah tidak jadi. Sudah hampir beliau itu masuk sebagai anggota komisi. Nah insyaallah ini, kali ini insyaallah bisa jadi. Saya mohon waktu diperhatikan Pak Eri dalam menjawab, jadi kalau bisa disingkat, kita langsung menuju ke kesimpulan, dan bisa kita akhiri tepat waktu. Terima kasih. KETUA HISWANA MIGAS: 37
Terima kasih Pimpinan. Terima kasih Pak Kardaya dan seluruh jajaran Komisi VII yang saya hormati atas doanya. Dari Bu Mercy, kemudian Pak Supratman dan Bu Dewi Yasin Limpo, Pak Bambang, Pak Endre Saifol, Pak Lucky Hakim, Pak Ramson, Pak Bowo, Pak Jamal, Pak Kurtubi, Pak Syaikhul, dan Pak Jairullah Azhar, serta Pak Kardaya ini saya rangkum saja semua pertanyaan. Kurang lebih yang pertama adalah mengenai margin Kami menyerahkan margin ini kepada situasi dan kondisi yang berkembang tapi bahwasanya anggota Hiswana Migas itu memiliki aspirasi supaya seperti tadi yang Pak Zairullah Azhar sampaikan ada ketidak berimbangan pembangunan infrastruktur SPBU di Jawa dan di luar Jawa. Apa lagi tadi SPBN. SPBN itu volumenya kecil Pak. Sudah gitu KUD diberikan prioritas, KUD nelayan itu diberi prioritas. Jadi kami teman-teman tidak berani masuk ke sana volumenya juga kecil, marginnya kecil. Tadi margin yang 3,5 persen itu harus dikompensasi dengan volume yang besar. Rata-rata volume SPBU di kami itu 15 ton. Kalau di tol, di tol ini kilometer 19 itu punya Pak Wijarnako dulu, itu hampir 180 ton per hari, tapi lainnya itu marginal 15 ton, 12 ton, karena sekarang SPBU kan dua jalur jalan saja seberang-seberangan sudah ada SPBU, jarak 2 kilo ada SPBU. Di Jawa, itu Jawa, Bali, kurang lebih 3.200 SPBU, jadi 5.000 sekian SPBU seluruh Indonesia itu hampir 60 persennya di Jawa, sisanya 50 persen Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. Sangat sedikit sekali. Nah untuk itu memang perlu insentif yang cukup. Insentif yang cukup dibanding dengan risiko usahanya. Jadi kenapa 5.300 itu tidak berkembang? Kalau ada insentif margin yang cukup seharusnya SPBU di Indonesia itu 30.000 seharusnya. Justru yang saya khawatir dengan masuknya Shell, Total ini, apalagi di Jawa, Madura, Bali, istilahnya dia sapi digemukan di Jawa, Bali, sudah gemuk, dia beranak pinak di sini, bisa-bisa yang nanti mendominasi SPBU non Pertamina. Ini yang saya khawatirkan, makanya tadi penghapusan Ron 88 itu kami tidak sepakat dan memohon ada evaluasi terhadap pemberian market Jawa, Bali terhadap kompetitor. Jadi justru kompetitor tadi harusnya dia ditugaskan dulu jangan, jangan diberi karpet merah di daerah gemuk, harusnya dia diberinya di daerah kurus dulu, sudah teruji dia di daerah kurus, seperti tadi yang di Yakuhimo, Yahukimo, apa di mana itu, di Papua, apa di Ambon, itu harusnya mereka diberi penugasan dulu. Kalau Pertamina kan sekarang ini diutangin pemerintah, Pertamina itu sering 3 bulan, 4 bulan, tidak dibayar subsidinya oleh pemerintah, dia diberi penugasanpenugasan khusus untuk menyalurkan ke daerah-daerah terpencil pembangunan infrastruktur terbangun. PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FP.GERINDRA): Pimpinan, boleh? KETUA RAPAT: 38
Silakan Pak Kardaya, silakan. PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FP.GERINDRA): Saya kayaknya tidak masuk dalam logika saya itu. Kalau 88 dihapuskan jadi 92 ada dua alternatif, kalau 92-nya disubsidi maka Shell mati. Karena diperdagangkan bahan yang sama dengan harga ini disubsidi, ini tidak maka dia akan mati. Bukan Shell yang anulah, yang non di luar. Nah tapi kalau sama-sama tidak disubsidi maka yang servisnya jelek yang mati itu. Alternatif yang pertama tadi kemungkinannya menurut analisa saya yang internasional akan komplain melalui jalur internasional mengatakan kita diundang di Indonesia dengan janji yang disubsidi adalah bukan 92, kita tidak yang 92 tidak disubsidi kita invest, setelah itu kok disubsidi, artinya setelah diundang kita mati. Itu. Jadi kalau menurut saya logikanya tergantung Pak. Kalau disubsidi dia yang mati, itu logika yang tetapi kalau sama-sama tidak disubsidi itu yang mati itu yang servisnya jelek. KETUA HISWANA MIGAS: Baik Pak. KETUA RAPAT: Cukup ya? Ya silakan. KETUA HISWANA MIGAS: Jadi begini Pak. Penghapusan Ron 88 akan berakibat kepada perlindungan aset kilang dalam negeri, karena produksi kilang Pertamina sepanjang sepengetahuan kami itu memproduksi nafta yang Ron-nya 76. Untuk menjadi 92 mereka butuh HOMC, impor. Nah mereka berdasarkan diskusi kami dengan Pertamina kalau mereka dipaksa ke 92 ya lebih baik impor daripada meningkatkan kapasitas kilang dari 88 ke 92. Nah kalau import, kilangnya mati kan ketahanan energi, kemandirian energi kita rentan Pak. Nah, kalau 92 yang disubsidi berartikan ini golongan masyarakat kaya yang disubsidi, yang 2.400 cc, 2.000 cc disubsidi. Jadi yang Agya, Ayla, atau Avanza itukan tidak minum 92 sebetulnya, mereka minumnya 88. Kemudian ojek di kampung-kampung, kebetulan saya dari Medan kemarin, mereka masih membutuhkan 88. Saya bicara dengan perusahaan SPBU Pekan Baru, kami kumpul di Medan, itu sekarang dipaksa untuk membangun tangki khusus 92, karena tadi saya sampaikan infrastruktur SPBU di luar Jawa itu hanya ada dua tangki, solar subsidi dan premium subsidi. Jadi kalau mereka harus jualan 92, tambahan ini karena mau 39
ke pasar terbuka, berarti harus invest tangki lagi 92, ini invest lagi yang belum jelas tingkat pengembaliannya. Nah makanya pemerintah mungkin bayangan kami sudah dihapus 88, diganti 92 sehingga SPBU tidak ada tambahan investasi. Kami sampai saat ini belum pernah di pertemukan dengan tim reformasinya Faisal Basri tapi kami menyampaikan bahwa Oktan 88 itu merupakan entry barrier kami untuk bersaing dengan non Pertamina dan juga tadi masalah perlindungan aset kilang dalam negeri karena seluruh kilang Pertamina hanya memproduksi nafta yang Ronnya 76. Nah kemudian tadi mengenai kalau kami dipaksa untuk head to head dengan Shell atau Total untuk kami membawa ... Pertamina, terus terang kami berat, kami belum siap. Nah makanya waktu BPH Migas tidak memberikan BBM subsidi ke selain Pertamina mereka akhirnya tidak bisa berkembang salah satunya Petronas kemudian tidak bisa berkembang. Nah itulah salah satu entry barrier bagaimana supaya kita tidak melanggar kesepakatan internasional tapi kita bisa melindungi market kita untuk sebesar-besar kemakmuran dan sejahtera kita. Demikian Pak Pimpinan. Dan beberapa pertanyaan yang mungkin belum bisa saya jawab mungkin nanti saya akan sampaikan susulan secara tertulis. KETUA RAPAT: Terima kasih. Ada tambahan Pak? Sebentar. F-PKS (H. HADI MULYADI, S.Si, M.Si): Saya tadi mau bertanya tapi tidak jadi, cuma saya agak tertarik Pak, tadi dengan pernyataan Bapak yang mengatakan kami tidak mampu head to head dengan SPBU yang asing ya, Shell dan lain sebagainya. Ini justru menjadi tantangan ke depan Pak di era keterbukaan sekarang sampai kapan gitu, apa, anggota Hiswana ini tidak mampu bersaing gitu Pak. Ini tolong juga dijelaskan ke kami Pak parameter apa yang menyebabkan Bapak tidak mampu bersaing, kalau persoalan manajemen berarti salah kita Pak. Ada tidak indikator-indikator atau parameter tertentu dari kebijakan-kebijakan yang menyebabkan Hiswana tidak mampu persaingan asing. Tapi kalau cuma aspek profesionalisme yang rendah nah ini yang harus Bapak tingkatkan. Ini salah sendiri Pak, berarti tidak profesional. Artinya sampai kapan aspek ketidakprofesional dipertahankan di zaman seperti ini. Nah, terus yang menyangkut margin juga Pak tolong dibikin hitungannya yang lebih komprehensif Pak, jadi jangan kita dikatakan oh kalau cuma segini tidak ..., tolong kita dibuat hitung-hitungan dan simulasinya yang jelas Pak dari awal sampai akhir, sehingga kita juga tahu atau mengerti pada saat kita memperjuangkan sesuatu Pak, dan belum tentu semua dari kita itu mengerti persis Pak, di Komisi VII 40
ini Pak, karena tidak semua kita ini punya latar belakang yang apa lagi istilahnya Pak Ketua tadi yang terkait dengan SPBU. Jadi mohon kiranya pada saat menyampaikan jawaban tertulis tolong Pak dibikin hitung-hitungannya kenapa dengan margin 3,5 persen sekarang ini dianggap tidak wajar. Itu harus secara hitung-hitungan angka Pak tidak bisa hanya sifatnya kualitatif Pak, harus kuantitatif, kita lihat, kita hitung. Jadi sehingga kita semua ini bisa kalau kita dan mungkin anggota DPR kalau sibuk dia punya staf ahli yang di bidang ini mempelajari secara tuntas Pak, jadi pada saat kita menyampaikan sesuatu kepada pemerintah kita betul-betul yakin bukan hanya sekedar kemauan politik Pak, tapi didukung dengan data yang akurat, termasuk aspek tadi Pak yang tidak mampu bersaing. Saya sebetulnya sedih Pak kalau kita terus menerus menyatakan diri kita tidak mampu bersaing dengan SPBU asing. Kalau ada hal-hal yang terkait dengan kebijakan pemerintah itu menjadi tanggung jawab Komisi VII Pak. Saya rasa itu. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. F-PDIP (TONY WARDOYO): Pimpinan interupsi Pimpinan, sebelum ditutup sedikit saja. KETUA RAPAT: Silakan, cepat saja Pak karena waktunya. F-PDIP (TONY WARDOYO): Iya satu menit saja, terima kasih Pimpinan. Jadi hanya menambahkan Pak jadi apa yang diberi kesimpulan tadi dan pertanyaan dari Pak Mulyadi itu saya sangat setuju. Terus kedua juga Pak tadi daftaran usulan Bapak itu juga tolong dihitung dengan cermat dan tepat termasuk juga kepentingan kami Pak, kebetulan saya, Tony Wardoyo dari Dapil Papua Pak saya, dari Fraksi PDI Perjuangan, kami pun mengalami problem di sana banyak terjadi transaksi jual beli BBM itu di undertable boleh dikata, bawa derigen, bawa ini, kami yang mengalami problem di pegunungan. Jadi tolong dihitung juga Pak yang terbaiknya mesti di angka berapa margin mereka, supaya juga bisa mereka bisa hidup, bisa layak usaha, jangan sampai anggota kami juga mengalami problem jadi kepailitan dan sebagainya gitu Pak ya. Tolong dibantu dengan usulan-usulan itu biar ada angka-angka hitungan yang jelas termasuk yang di Papua Pak ya di Merauke.
41
Terima kasih. Pimpinan saya kembalikan. KETUA RAPAT: Terima kasih. Saya pikir yang dua terakhir bisa disampaikan nanti lewat jawab tertulis karena mengingat waktu dan saya akan membacakan draft kesimpulan. Ini draft kesimpulannya untuk disepakati jadi yang nomor satu, Komisi VII DPR RI menerima masukan darI Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Komisi VII yang akan ditindaklanjuti dalam rapat dengan Menteri ESDM dan PT Pertamina pesero. Saya rasa bisa disepakati ya Bapak/Ibu sekalian. Oke. (RAPAT : SETUJU) Yang kedua, Komisi VII DPR RI meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi untuk memberikan masukan dan jawaban tertulis yang lebih dirinci dan komprehensif, tadi sudah dikatakan berulang-ulang ya, dan disampaikan kepada Komisi VII paling lambat Senin 19 Januari 2015. Bisa di sepakati ya Pak Eri dan teman-teman? Terima kasih. (RAPAT : SETUJU) Dengan demikian rapat dengar pendapat umum ini yang telah mendengarkan aspirasi dan masukan dari Dewan Pimpinan Pusat Hiswana Migas dimana masukan tersebut sangat berguna bagi Komisi VII dalam melaksanakan tugas dan fungsi kami khususnya untuk melaksanakan fungsi pengawasan kepada pemerintah. Jadi ini sebagai bahan Pak untuk fungsi pengawasan kepada pemerintah. Aspirasi dan masukan ini akan kami tindaklanjuti dalam rapat-rapat baik di internal Komisi VII maupun di pemerintah khususnya Kementerian ESDM dan Pertamina. Dengan mengucapkan alhamdulillah wasyukurillah maka rapat dengar pendapat umum ini kami tutup. (RAPAT DITUTUP PUKUL : 12.42 WIB) a.n. KETUA RAPAT SEKRETARIS RAPAT
Dra. Rini Koentarti, M.Si. NIP. 19611009 199303 2 001 42