SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH DI KECAMATAN TELUK NAGA KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN
NINI KUSRINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Nini Kusrini NIM I351110041
RINGKASAN NINI KUSRINI. 2014. Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh: SITI AMANAH dan ANNA FATCHIYA Wilayah pesisir Indonesia dihadapkan pada empat persoalan pokok, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, (2) tingginya kerusakan sumberdaya pesisir, (3) rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal, serta (4) rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan pemukiman. Hal tersebut berpengaruh pada tingginya kerentanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim pada desa-desa pesisir. Kondisi tersebut juga dialami oleh masyarakat pesisir yang berada di Kecamatan Teluk Naga, Tangerang, Banten. Sebagai respon terhadap situasi tersebut pemerintah melaksanakan program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh pada tahun 2012. Program PDPT merupakan salah satu langkah dalam penguatan kondisi pesisir, melalui pelaksanaan lima kegiatan program yakni bina manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan, serta bina siaga bencana. Dalam implementasi kegiatan program membutuhkan keterlibatan masyarakat dalam mensukseskan tujuan program. Penelitian ini menganalisis sikap masyarakat terhadap program PDPT dan faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap Program PDPT. Penelitian didesain dengan menggunakan metode survai. Lokasi penelitian adalah Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara, di Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang. Penentuan desa dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa desadesa tersebut merupakan desa yang sedang melaksanakan program. Sampel penelitian adalah 60 responden, dipilih dengan menggunakan stratified random sampling diambil secara proporsional berdasarkan sebaran kegiatan kelompok peserta program PDPT. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus 2013. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan langsung dan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi terkait karakteristik personal responden, karakteristik sosial, tingkat pengelolaan program, serta gambaran sikap masyarakat pemanfaat program di desa penelitian. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait. Pengolahan dan analisis data menggunakan statistik deskriptif, dan statistik inferensial (Rank Spearman) dengan menggunakan software SPSS 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat memiliki sikap positif terhadap program, hanya saja belum memperlihatkan aksi nyata dalam peneliharaan lingkungan secara berkelanjutan. Tingkat penerimaan dan respon masyarakat berada pada kategori tinggi yakni 55.0 % dan 48.3%. Namun pada sikap menghargai dan pembentukan nilai berada pada kategori sedang yakni 48.3 % dan 73.3 %, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat belum mampu membentuk karakter dalam menjaga kondisi lingkungan, infrastruktur, ekonomi, serta kesiapsiagaan terhadap bencana. Analisis Rank Spearman menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT, adalah karakteristik lingkungan sosial dan tingkat pengelolaan program. Kata kunci: masyarakat pesisir, program pemberdayaan, desa pesisir
SUMMARY NINI KUSRINI. 2014. Public Attitudes towards The Program of Resilient Coastal Village Development in Teluk Naga Sub District Tangerang District Banten Province. Supervised by SITI AMANAH and ANNA FATCHIYA. Indonesian coastal areas faces four main issues, namely: (1) high levels of poverty, (2) high damage of coastal resources, 3) low independence of the village social organization and fading local culture, and (4) low infrastructure in the village and residential environmental health. Those factors are likely to increase vulnerability of the community to natural disasters and climate risks. The above condition is also experienced by coastal community living in Teluk Naga Sub District, Tangerang, Banten. Has also experiencing the above condition, in response to the situation the government launced Resilient Coastal Village Development program in 2012. This program is one of the steps in strengthening the coastal conditions by implementing five main things (the coaching of people, effort, resources, infrastructure, environment, and disaster awareness as well). In implementing the program, it requires the community involvement, therefore, the program could be successful. This study analyzes the attitude of people towards the program and factors associated with the attitudes towards program. The study was designed by using survey method. The location of this research was in the village of Tanjung Pasir and Muara, in Teluk Naga District, Tangerang Regency. The determination of the village was done by considering that the village was still implementing the program. The sample was 60 respondents, selected by using stratified random sampling, taken proportionally, based on the group activity distribution of the participants of program. Data collection was conducted in June to August 2013. Primary data were collected through direct observation and structured interviews used questionnaire to obtain the information related to the characteristic of respondents, social, the level of program management, and the attitude description of people using the program in the village.The secondary data were obtained from various related institutions. The data management and analysis used descriptive statistics, and inferential statistics (Rank Spearman) by using SPSS 20 software. The results showed the coastal community had attitude positive respon but attitudes not showing the real action in the maintenance of sustainable environment. The level of acceptance and community response were at high category, i.e. 55.0% and 48.3%, but in the attitude of respecting and value establishment were in the middle category, i.e. 48.3% and 73.3%. This indicated that the community had not been able to develop character that could maintain the environmental conditions, infrastructure, economy, and disaster awareness. Spearman rank analysis showed that the factors associated with people’s attitudes towards program were the characteristic of social environment and program management level. Keywords: coastal communities, empowerment program, coastal development.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH DI KECAMATAN TELUK NAGA KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN
NINI KUSRINI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof (Ris) Dr Ign Djoko Susanto, SKM Penguji Program Studi
: Prof Dr Ir Sumardjo, MS
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan berkah-Nya, penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian tentang Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh sangat diperlukan untuk mendalami pandangan dan respon masyarakat terhadap upaya pembenahan kondisi pesisir baik dari segi lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Tesis yang berjudul “Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tanggguh di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Magister Ilmu Penyuluhan Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Penelitian disusun atas bimbingan Dr Ir Siti Amanah, MSc sebagai Ketua Komisi dan Dr Ir Anna Fatchiya, MSi sebagai Anggota Komisi. Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan Ibu-ibu Komisi Pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat PPN 2011(Hafni Zahara, Krisnawati, Ibu Irma Febrianis, Pak Suherdi, Pak Zainuddin, Pak Multi Sukrapi, Rikhlata, Rafnel Azhari, Pak Iwan Setiawan, Pak Darojat Prawiranegara, dan Pak Akrab) atas dukungan yang diberikan. Terima kasih juga disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi selaku pemberi dana beasiswa studi (BPPS) bagi penulis. Tidak lupa pula kepada pemerintah Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara sebagai lokasi penelitian. Kepada seluruh responden dan enumerator yang telah membantu sehingga seluruh data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan, diucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih yang sedalamdalamnya juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, kakak-kakakku tercinta, atas kasih sayang, dukungan dan segala doa yang diberikan selama ini. Penulis terbuka atas masukan, koreksi, dan saran terhadap karya ilmiah ini. Atas perhatian yang diberikan, diucapkan terima kasih. Harapan penulis semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014 Nini Kusrini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh Karakteristik Masyarakat Pesisir Pengembangan Masyarakat Konsep Sikap Faktor yang Mempengaruhi Sikap Karakteristik Personal Karakteristik Lingkungan Sosial Pengelolaan Program
5 5 6 7 9 10 11 15 18
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Hipotesis
19 19 21
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Data dan Teknik Pengumpulan Data Validitas dan Reliabilitas Instrumen Konseptualisasi dan Definisi Operasional Analisis Data
22 22 22 22 24 25 26 30
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum dan Pelaksanaan Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh Karakteriristik Personal Karakteristik Lingkungan Sosial Tingkat Pengelolaan Program Sikap Masyarakat terhadap Komponen Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Masyarakat Pesisir terhadap Program PDPT.
30 30 36 41 44 48 50 51
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
57 57 57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
58 61
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sebaran populasi berdasarkan kegiatan program Gambaran umum dua desa penelitian, 2013 Perkembangan kegiatan PDPT di Desa Tanjung Pasir Perkembangan kegiatan PDPT di Desa Muara Umur peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Tingkat pendidikan formal peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 7. Tingkat pendidikan non formal peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 8. Jumlah tanggungan keluarga peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 9. Tingkat kekosmopolitan peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 10. Tingkat pengetahuan peserta, tentang program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 11. Tingkat dukungan tokoh masyarakat terhadap peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 12. Pendapat peserta program PDPT terhadap peran kelompok di dua desa penelitian, 2013. 13. Pendapat peserta program tentang intensitas kegiatan kelompok PDPT di dua desa penelitian, 2013. 14. Pendapat peserta program PDPT terhadap kejelasan program (konteks) di dua desa penelitian, 2013. 15. Pendapat peserta program PDPT terhadap pengelolaan sumberdaya (input) di dua desa penelitian, 2013. 16. Pendapat peserta program PDPT terhadap proses kegiatan program, di dua desa penelitian, 2013. 17. Pendapat peserta program PDPT terhadap tingkat pencapaian program, di dua desa penelitian, 2013. 18. Tingkat penerimaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 19. Tingkat menanggapi masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 20. Tingkat penghargaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
23 31 34 35 36 37 38 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 49
21. Tingkat pembentukan nilai peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 22. Sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 23. Hubungan karakteristik lingkungan sosial dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 24. Hubungan tingkat pengelolaan program dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 25. Hubungan karakteristik personal dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
50 51 52 54 56
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka berpikir operasional 2. Bagan penarikan sampel
21 24
DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Kecamatan Teluk Naga 2. Foto-foto Penelitian
63 64
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya untuk mewujudkan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sejahtera, adil dan beradab. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk membangun kehidupan masyarakat secara berkesinambungan yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap dan berkelanjutan, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Namun hingga saat ini, pembangunan nasional belum mampu mewujudkan tujuan pembangunan tersebut. Hal ini dapat kita lihat pada kondisi yang ada di wilayah desa pesisir Indonesia. Fakta yang dikemukakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP 2011) menyatakan bahwa saat ini desa-desa pesisir di Indonesia dihadapkan pada empat persoalan pokok, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, di mana tercatat sebanyak 7 juta jiwa di 10.639 desa pesisir, (2) tingginya kerusakan sumberdaya pesisir, (3) rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal, serta (4) rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan pemukiman. Keempat persoalan pokok ini memberikan andil terhadap tingginya kerentanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim pada desa-desa pesisir. Upaya yang selama ini dilakukan pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam membangun masyarakat pesisir belum memberikan hasil yang maksimal. Hasil penelitian Razali (2004) menemukan bahwa tingkat kesejahteraan pelaku perikanan masih berada di bawah sektor-sektor lain. Sejalan dengan hal tersebut Setiawan (2009) juga menemukan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir belum mampu membentuk masyarakat menjadi mandiri, sehingga strategi, kolaborasi dan rencana aksi sangat diperlukan untuk membangun masyarakat dan desa pesisir. Sebagai upaya membangun masyarakat dan desa pesisir, pemerintah mengembangkan dan melaksanakan beberapa program, meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPMKP), Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), dan program yang dilaksanakan pada tahun 2011 yakni Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT). Pelaksanaan Program PDPT merupakan salah satu langkah dalam menata dan meningkatkan kualitas lingkungan pesisir, sebagaimana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Periode 2010-2014 untuk meningkatkan manfaat sumberdaya alam dan peningkatan kualitas lingkungan hidup (RPJMN 2010). Program ini diharapkan mampu menjadi inovasi kegiatan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi termasuk masalah yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan iklim melalui (1) penataan desa pesisir dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, (2) memberikan manfaat riil bagi masyaralat pesisir, dengan permasalahan dan prioritas kebutuhan masyarakat, (3) pembelajaran cara pemecahan masalah secara mandiri, dan (4) mendorong masyarakat pesisir sebagai agen pembangunan. Oleh karena itu, program PDPT diharapkan mampu membantu dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada di wilayah pesisir serta
2 memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir melalui pelaksanaan lima hal pokok yakni bina manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan, serta bina siaga bencana. Kecamatan Teluk Naga memiliki kawasan pesisir yang padat dengan aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Tingginya aktivitas sosial ekonomi di kawasan membuat daerah pesisir ini sangat rentan terhadap bencana, baik yang disebabkan oleh ulah manusia maupun yang disebabkan oleh terjadinya perubahan iklim. Dari hasil observasi yang dilakukan, ditemukan beberapa kondisi lingkungan pesisir di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara yang kurang baik, diantaranya abrasi pantai yang terjadi di wilayah pesisir Tangerang, rusaknya hutan mangrove, kemiskinan serta lingkungan yang tidak tertata. Data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia (2002) menunjukkan bahwa abrasi telah terjadi di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, yang disebabkan oleh pembabatan hutan mangrove (bakau) secara berlebihan untuk dijadikan tambak. KLH juga menemukan terjadinya abrasi pantai sepanjang satu kilometer, dan ombak besar telah menelan 20-100 meter pantai di Kampung Garapan, sehingga banyak rumah penduduk yang akhirnya harus dipindahkan. Selain berakibat pada abrasi, penggundulan hutan mangrove juga mengakibatkan intrusi air laut, akibatnya, air tanah di Kampung Garapan sudah tidak ada lagi yang tawar. Amanah (2011) juga mengemukakan bahwa nelayan di Desa Muara dihadapkan pada kondisi sumberdaya pesisir dan laut yang semakin menurun kualitasnya, meliputi pencemaran air laut oleh limbah pabrik, sedimentasi semakin tinggi, dan kelembagaan nelayan yang perlu berkembang menjadi lebih kuat dan terorganisir. PDPT merupakan program yang berfokus pada masyarakat pesisir. Pengembangan program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir, menata sarana dan prasarana, sehingga diharapkan pada saat terjadi bencana risiko yang dirasakan kecil. Keberhasilan dan kesuksesan suatu program sangat erat kaitannya dengan sikap masyarakat terhadap program, bagaimana pengetahuan atau pandangan masyarakat secara umum terhadap program, persepsi, partisipasi dan tindakan masyarakat dalam mendukung kegiatan program. Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah pesisir yang sedang melaksanakan program PDPT sejak tahun 2012. Kegiatan PDPT di kecamatan ini mencakup Bina Sumberdaya, Infrastruktur dan Lingkungan, Bina Usaha dan Bina Siaga Bencana. Namun secara umum program ini belum mampu memperbaiki kondisi desa tersebut dengan baik hal ini karena masyarakat cenderung belum mampu mengelola program dengan baik. informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa baru sekitar 40% masyarakat Kecamatan Teluk Naga yang berpatisipasi aktif dalam pelaksanaan kegiatan program PDPT, hal tersebut tentunya belum cukup mendukung pencapaian tujuan program. Sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan. Pandangan individu dan masyarakat terhadap suatu program sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharyat (2009) bahwa setiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap sesuatu obyek. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan juga situasi lingkungan.
3 Sikap memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku masyarakat yang menunjukkan respon masyarakat terhadap program demi terwujudnya tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu pengembangan sikap masyarakat diharapkan akan membentuk perilaku positif masyarakat dalam medukung pengembangan desa pesisir yang tangguh. Terkait dengan kondisi di atas, maka dirasa perlu melakukan penelitian untuk melihat bagaimana sikap masyarakat pesisir terhadap program pengembangan masyarakat, khususnya pada Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Perumusan Masalah Pengembangan masyarakat merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Pengembangan masyarakat dan desa pesisir dikembangkan untuk memandirikan masyarakat serta mengembangkan potensi-potensi dan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat serta meningkatkan kehidupan desa pesisir. Berbagai macam kegiatan telah dikembangkan dan dilaksanakan di wilayah pesisir, namun dalam mencapai tujuan program diperlukan dukungan masyarakat, baik sikap positif, maupun partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program, serta kemampuan semua pihak yang terlibat dalam proses pengembangan masyarakat. Berbagai hasil penelitian mengkaji implementasi program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, seperti yang dikemukakan oleh Muktazam (2012) memperlihatkan bahwa ketidakberhasilan program disebabkan persepsi negatif dari masyarakat, pendekatan yang tidak mengkoordinir partisipasi masyarakat sasaran, pendekatan yang bersifat “top down”, serta tidak terkoordinasi dengan baik. Penelitian Hamdan (2005) tentang program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kabupaten Jepara, menemukan bahwa kurangnya keinginan masyarakat mengembalikan pinjaman, persepsi masyarakat yang menganggap bantuan tersebut sebagai hibah yang tidak perlu untuk dikembalikan, serta kurangnya kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan bantuan untuk mengembangkan usaha mereka menyebabkan tidak berlanjutnya program oleh masyarakat. Program PDPT dirancang untuk menata dan meningkatkan kehidupan masyarakat dan desa-desa pesisir nelayan yang tangguh terhadap bencana serta berbasiskan pada kegiatan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Dengan demikian muara dari model PDPT adalah terjadinya pengentasan kemiskinan, keberlanjutan kelembagaan masyarakat, kelestarian lingkungan, kemandirian keuangan desa dan kesiapsiagaan terhadap bencana dan perubahan iklim. Sehingga diharapkan mampu mewujudkan kondisi lingkungan pesisir yang lebih baik. Namun demikian sikap masyarakat terhadap program akan menjadi faktor yang sangat menentukan terhadap keberhasilan kegiatan program pengembangan. Pentingnya sikap positif dalam menentukan keberhasilan suatu program juga kemukakan oleh Ayunita (2006) di mana sikap masyarakat cenderung positif terhadap program PEMP, mereka mampu memanfaatkan kegiatan program dengan sehingga berpengaruh pada peningkatan pendapatan bakul dan pengolah ikan. Pelaksanaan program PDPT di Kecamatan Teluk Naga kurang mendapat perhatian penuh dari masyarakat. hal ini dibuktikan oleh rendahnya partisipasi aktif dari masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kegiatan. Hal ini
4 menujukkan kurangnya sikap postif masyarakat dalam mewujudkan pencapaian tujuan program. Di lain pihak penurunan kualitas lingkungan yang saat ini dihadapi oleh masyarakat pesisir tidak lepas dari tekanan aktivitas kehidupan yang dilakukan masyarakat. Tekanan berupa pencemaran air yang disebabkan oleh kegiatan industri, pengelolaan tambak, penebangan tanaman mangrove serta tekanan arus laut yang telah menyebabkan terjadinya abrasi. Melihat masalah yang terdapat di wilayah pesisir pelaksanaan Program Pengembangan Desa Pesisir Tanggguh diharapkan mampu berperan sebagai alternatif strategi pengembangan desa pesisir secaara berkelanjutan. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berfokus pada telaah tentang sikap masyarakat terhadap program PDPT. Dimana sikap masyarakat yang menolak atau pun mendukung program sangat berpengaruh terhadap kesuksesan dan pencapaian tujuan program..
Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang dirumuskan, tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan pelaksanaan program PDPT di desa penelitian. 2. Menganalisis sikap masyarakat terhadap program PDPT. 3. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan kajian tentang pengembangan masyarakat pesisir pada khususnya, maupun bagi masyarakat luas pada umumnya. Di samping itu dapat mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis. Sebagai tambahan informasi kepada para pengambil kebijakan dalam pengembangan sikap masyarakat untuk mendukung keberhasilan pengembangan program yang berbasis masyarakat, serta memberikan masukan kepada pengelola program agar usaha penataan kondisi masyarakat pesisir lebih baik.
5
TINJAUAN PUSTAKA Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh Program merupakan rencana kegiatan yang tersusun secara sistematis dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai tujuan. Program didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. KKP (2013) mengemukakan bahwa program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh merupakan upaya pemerintah dalam penguatan ekonomi masyarakat pesisir dan ketahanan desa terhadap bencana alam dan dampak perubahan iklim yang diharapkan mampu memberikan daya dorong bagi kemajuan desa-desa pesisir di Indonesia. Kegiatan PDPT merupakan salah satu bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan yang terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Pengembangan Desa Pesisir Tangguh merupakan implementasi kebijakan Presiden terkait peningkatan dan perluasan program pro-rakyat dan merupakan wujud dari intervensi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menata desa pesisir dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Menghasilkan keluaran yang dapat memberikan manfaat riil bagi masyarakat pesisir, sesuai skala prioritas kebutuhan masyarakat, pembelajaran bagi masyarakat pesisir untuk menemukan cara pemecahan masalah secara mandiri, dan mendorong masyarakat pesisir sebagai agen pembangunan. Program PDPT bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim, meningkatkan kualitas lingkunagn hidup, meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat, memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan sarana dan/atau prasarana sosial ekonomi di desa-desa pesisir dan pulau-pulau kecil. Fokus pengembangan kegiatan yakni: (1) Bina Manusia, yaitu kegiatan yang mencakup peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam rangka mendorong peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat baik formal maupun informal, memperluas dan meningkatkan kerjasama, memperbaiki budaya kerja, gotongroyong, tanggung jawab, disiplin dan hemat serta menghilangkan sifat negatif boros dan konsumtif, (2) Bina Usaha, yaitu kegiatan yang mencakup peningkatan keterampilan usaha, perluasan mata pencaharian alternatif, pengelolaan bisnis skala kecil dan penguasaan teknologi, (3) Bina Sumberdaya, yakni kegiatan yang menitikberatkan pada upaya memperkuat kerifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya, revitalisasi hal ulayat dan hak masyarakat lokal, penerapan monitoring, controlling dan surveillance dengan prinsip partisipasi masyarakat lokal, penerapan teknologi ramah lingkungan, mendorong pengembangan teknologi asli, merehabilitasi habitat, konservasi dan memperkaya sumberdaya, (4) Bina lingkungan dan infrastruktur, yaitu kegiatan yang mencakup pembangunan infrastruktur, rehabilitasi vegetasi pantai dan pengendalian pencemaran melalui pendekatan perencanaan dan pembangunan secara spasial dalam rangka mendorong peningkatan peran masyarakat pesisir dalam penataan
6 dan pengelolaan lingkungan sekitarnya, (5) Bina Siaga Bencana dan Perubahan iklim, yaitu kegiatan yang mencakup usaha-usaha pengurangan risiko bencana dan dampak perubahan iklim, rencana aksi desa dalam pengurangan risiko bencana, penyadaran masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana penanggulan bencana (antara lain jalur evakuasi, shelter, struktur pelindung terhadap bencana, fasilitas kesehatan, dan cadangan strategis) yang menekankan pada partisipasi dan keswadayaan dari kelompok-kelompok sosial yang terdapat pada masyarakat atau komunitas pesisir. Karakteristik Masyarakat Pesisir Wilayah pesisir merupakan sumberdaya potensial bagi bangsa Indonesia yang terbentang sepanjang 81.000 km. Sumberdaya ini menyimpan kekayaan alam yang besar dan beragam, seperti perikanan, hutan mangrove, rumput laut dan terumbu karang memainkan peran penting bagi kehidupan penduduk sekitar, dan ekonomi bangsa (Dahuri et al., 2008). Secara ilmiah Dahuri et al., (2008) mendefinisikan pesisir sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Wilayah pesisir memiliki karakteristik spesifik yang berbeda dengan wilayah daratan. Pengelolaan ekosistem pesisir lebih menantang dibandingkan dengan pengelolaan ekosistem di darat maupun di laut lepas. Hal ini dikarenakan adanya sistem lingkungan alam yang kompleks, pemanfaatan yang sangat beragam, dan kepemilikan. Di wilayah pesisir dan laut terdapat berbagai kegiatan seperti konservasi, jasa wisata, pelayaran, dan transportasi, perikanan, industri pertambangan, dan pencemaran lingkungan, sehingga dilihat dari berbagai macam peruntukannya, wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat produktif (Supriharyono 2000). Masyarakat pesisir merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup dan mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas dan bergantung pada pemanfaatan sumberdaya pesisir (Satria, 2002). Dalam kerangka sosiologi, masyarakat pesisir memiliki karakterisik yang berbeda dengan masyarakat agraris atau petani, perbedaan ini sebagian besar disebabkan karena karakteristik sumberdaya yang menjadi input utama bagi kehidupan sosial ekonomi mereka. Pola panen yang terkontrol memberikan petani pendapatan yang dapat dikontrol. Sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan, sehingga relatif lebih mudah untuk diprediksi terkait dengan ekspetasi sosial ekonomi masyarakat. Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi oleh nelayan, pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol. Nelayan juga menghadapi sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan memiliki karakter yang tegas, keras, dan terbuka.
7 Dahuri, (2003) mengemukakan bahwa pada umumnya masyarakat pesisir merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara ekonomi, sosial dan budaya dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Amanah (2010) juga menyatakan bahwa masyarakat pesisir terutama nelayan kecil, masih terbelit oleh persoalan kemiskinan dan keterbelakangan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Astono (2010) mengemukakan bahwa masyarakat nelayan di wilayah Pekalongan, secara sosial ekonomi masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, di mana satu-satunya sumberdaya sosial ekonomi yang dapat diandalkan adalah ketidakpastian mendapatkan penghasilan dari kegiatan melaut. Ekosistem wilayah pesisir dan lautan dipandang dari dimensi ekologis memiliki empat fungsi bagi kehidupan umat manusia yaitu (1) sebagai penyedia sumberdaya alam, (2) penerima limbah, 3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan manusia (life support services), (4) penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenity services) (Bengen, 2001). Mengingat peran penting wilayah pesisir bagi kehidupan, program PDPT hadir untuk memperhatikan dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan lingkungan pesisir melalui beberapa kegiatan program. Diperkirakan wilayah yang dihuni oleh masyarakat dengan karakteristik keluarga yang khas ini, merupakan tumpuan bagi masa depan masyarakat pesisir. Sumberdaya pesisir merupakan lokasi bagi beberapa kegiatan pembangunan antara lain: (1) budidaya maupun tangkapan; (2) pariwisata (3) industri; (4) pertambangan; (5) perhubungan dan (6) kegiatan konservasi seperti mangrove, terumbu karang, dan biota laut lainnya. Pemanfaatan sumber daya pesisir secara optimal dan terkendali dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memberikan kesejahteraan masyarakat pesisir. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa dalam mengelola sumberdaya pesisir masyarakat cenderung tidak memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutannya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Masydzulhak (2005), bahwa masih terjadi eksploirasi dan eksploitasi terhadap pemanfatan sumberdaya pesisir yang mengancam kapasitas keberlanjutan sumberdaya perikanan, selain itu berbagai kasus pencemaran menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir belum dilakukan secara optimal dan berkelanjutan. Pengembangan Masyarakat Pengembangan masyarakat saat ini menjadi cara popular bagi pemerintah, pihak-pihak swasta maupun lembaga kemasyarakatan dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Tujuan program pengembangan masyarakat yakni untuk mengentaskan kemiskinan, mencari solusi persoalan social, serta mengatasi konflik dalam masyarakat. Rothman et., al (2001), mengembangkan tiga model pengembangan masyarakat yakni: a. Model pengembangan masyarakat lokal (Locality development approach) Locality development approach (pengembangan masyarakat lokal) beranggapan bahwa perubahan komunitas bisa terjadi optimal melalui partisipasi luas dari berbagai spektrum masyarakat di tingkat lokal dalam menetapkan tujuan dan aksi. Pengembangan Masyarakat Lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Model ini yang diharapkan mampu menciptakan kondisi sosial ekonomi yang
8 lebih baik dan kemajuan sosial bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Perubahan dalam masyarakat melalui Pengembangan Masyarakat Lokal dapat dilakukan secara optimal apabila melibatkan partisipasi aktif dari semua masyarakat di mana setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut melalui penggunaan prosedur demokrasi dan kerjasama atas dasar kesukarelaan, keswadayaan, pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat. b. Model perencanaan sosial (Social Planning) Model perencanaan sosial merupakan proses pemecahan masalah secara teknis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan terhadap masalah sosial tertentu, seperti: kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan dll. Selain itu, model Perencanaan Sosial ini mengungkap pentingnya menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan yang terkendali yakni untuk mencapai tujuan akhir secara sadar dan rasional dan dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi. Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah dengan mengumpulkan atau menungkapkan fakta dan data mengenai suatu permasalahan. Kemudian, mengambil tindakan yang rasional dan mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilaksanakan. Berbeda dengan Pengembangan Masyarakat Lokal, Perencanaan Sosial lebih berorientasi pada “tujuan tugas”. Sistem klien Pengembangan Masyarakat Lokal umumnya kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups) atau kelompok rawan sosial ekonomi, seperti para lanjut usia, orang cacat, janda, yatim piatu, wanita atau pria tunasosial, dst. c. Model aksi sosial (Social Action) Model aksi sosial ini menekankan betapa gentingnya penanganan secara terorganisasi, terarah, dan sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung, juga meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi. Suharto (1997) mengemukakan bahwa aksi sosial merupakan model pengembangan masyarakat yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan yang mendasar dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan (distrition of power), sumber (distribution of resources) dan pengambilan keputusan (distribution of decision making). Model aksi sosial didasari oleh suatu pandangan bahwa masyarakat merupakan korban dari adanya ketidak adilan struktur. Dengan kata lain bahwa masyarakat menjadi tidak berdaya karena disengaja oleh struktur yang berlaku. Mereka miskin karena dimiskinkan, mereka lemah karena dilemahkan, dan tidak berdaya karena tidak diperdayakan oleh kelompok elit masyarakat yang menguasai sumber-sumber ekonomi, politik, dan kemasyarakatan. Aksi sosial berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran pemberdayaan dan tindakantindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokratis, kemerataan (equality) dan keadilan (equity).
9 Konsep Sikap Sikap (attitude) mempengaruhi manusia dalam berperilaku serta erat kaitannya dengan efek dan perannya dalam pembentukan karakter dan sistem hubungan antar kelompok. Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi sikap merupakan suatu faktor pendorong individu untuk melakukan tindakan.Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan obyek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang (Suharyat, 2009). Spencer dan Spencer (1993) mengartikan sikap (attitude) sebagai “status mental seseorang” atau "kesiapan untuk merespon suatu situasi tertentu. Sikap berisikan komponen berupa cognitive (pengalaman, pengetahuan, pandangan, dan lain-lain), affective (emosi, senang, benci, cinta, dendam, marah, masa bodoh, dan lain-lain) dan behavioral/overt actions (perilaku, kecenderungan bertindak). Suharyat (2009) mengemukakan bahwa setiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap sesuatu obyek yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan situasi lingkungan. Azwar (2009) menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Thurstone, Likert dan Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut. Kedua, kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan caracara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu obyek. Berdasarkan beberapa literatur di atas dapat disimpulkan bahwa sikap pada dasarnya adalah kecenderungan individu menanggapi secara positif atau negatif atas suatu program. Program pengembangan desa pesisir yang ditinjau dari dimensi kognisi, afeksi dan konasi yang merupakan hasil dari proses sosialisasi dan interaksi seseorang dengan lingkungannya, yang merupakan perwujudan dari pikiran, perasaan seseorang serta penilaian terhadap obyek, yang didasarkan pada pengetahuan, pemahaman, pendapat dan keyakinan dan gagasan-gagasan terhadap suatu obyek sehingga menghasilkan suatu kecenderungan untuk bertindak pada suatu obyek. Walgito (2003) mengemukakan ciri sikap diantaranya (1) sikap tidak dibawa sejak lahir, sehingga sikap individu dibentuk dan terbentuk, serta dapat dipelajari. (2) sikap selalu berhubungan dengan obyek sikap, di mana terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan obyek tertentu, yakni melalui proses
10 persepsi terhadap obyek tersebut. (3) sikap dapat tertuju pada satu atau sekumpulan obyek, yakni apabila seseorang mempunyai sikap negatif pada orang lain maka kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang sama pada di mana orang tersebut bergabung. (4) sikap dapat berlangsung lama atau sebentar. Artinya apabila sikap telah terbentuk dan merupakan nilai dalam kehidupan maka sikap tersebut akan bertahan lama, sebaliknya, sikap yang belum mendalam dalam diri seseorang relatif akan mudah untuk di ubah. (5) sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi, motivasi juga memiliki peran dalam mendorong individu untuk berperilaku terhadap obyek yang dihadapinya. Kemampuan afektif berkaitan dengan minat dan sikap seseorang. Jika kemampuan afektif tidak muncul atau tumbuh maka efek yang dimunculkan adalah individu tidak dapat menyenangi atau mereson dengan baik obyek yang disekitarnya. Bloom Krathwohl, et., al (Wicaksono 2011) membagi kemampuan afektif ke dalam lima jenjang Taksonomi yaitu: (1) penerimaan (receiving), yakni kepekaan seseorang dalam menerima stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. Atau dengan kata lain kemauan seseorang menerima keberadaan fenomena di sekitarnya. (2) menanggapi (responding), mengandung arti “adanya partisipasi aktif” dengan kata lain respon merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dalam membuat reaksi terhadapnya. (3) Menilai atau Menghargai (valuing), merupakan tingkatan sikap yang lebih tinggi dari receiving dan responding. Valuing artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu obyek atau kegiata, tidak hanya mampu menerima atau merespon fenomena tetapi mampu untuk menilai baik atau buruk fenomena tersebut. (4) mengorganisasikan (organization), yakni mempertemukan perbedaan nilai baru yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai yang lain. Sehingga organisasi dapat juga didefenisikan sebagai pembentukan nilai. Tingkatan yang terakhir yakni (5) Karakterisasi berdasarkan nilai (Characterization by Value) yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisasi nilai atau karakterisasi merupakan hirarki tertinggi dalam ranah afektif Bloom, di mana nilai tersebut telah tertanam dalam diri individu, mempengaruhi emosi, dan menjad sebuah kebiasaan dalam diri seseorang. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Sikap dapat diubah dengan berbagai cara, informasi yang diterima seseorang akan mampu mengubah komponen pengetahuan dari sikap seseorang. Sikap individu dipengaruhi oleh dua hal, yakni oleh lingkungan, dan unsur yang datang dari dalam diri sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suranto (1999), yang menyatakan bahwa sikap dipengaruhi oleh (a) faktor fisiologis, mencakup umur (b) faktor pengalaman, di mana pengalaman buruk pada suatu obyek akan memberikan sikap negatif pada obyek tersebut. (c) faktor komunikasi sosial yang berbentuk informasi atau pengetahuan terhadap obyek. Azwar (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap obyek antara lain; (a) Pengalaman pribadi, di mana pengalaman akan meninggalkan kesan pada seseorang. Terjadinya hal yang kurang
11 menyenangkan mengakibatkan persepsi yang kurang positif, sehingga keterlibatan yang ada sering merupakan partisipasi semu. Keadaan yang demikian apabila sering terjadi akan berakibat pada sulitnya pencapaian tujuan program secara utuh dan mantap. (b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting. (c) Kebudayaan, di mana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. sikap cenderung diwarnai kebudayaan yang ada di daerahnya. Saifuddin (2000) menyatakan bahwa kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individuindividu masyarakat asuhannya. (d) Media Massa, media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Pemberian informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang, serta memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Penelitian Rini (2011) juga menemukan bahwa peran media sebagai pemberi informasi berkaitan dengan adanya perubahan sikap masyarakat. Media dapat menciptakan perubahan sikap yang diinginkan dari penyebarluasan informasi. Media menghasilkan opini masyarakat yang terimbas melalui sikap masyarakat itu sendiri. Perubahan sikap yang lebih baik atau lebih tidak baik ditentukan oleh media sendiri. Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (Dayakisni dan Hudaniah 2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (a) Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan, (b) Karakter kepribadian individu, (c) Informasi yang selama ini diterima individu. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap individu dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari dalam individu sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari luar individu. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan bereaksi terhadap obyek di lingkungan. Karakteristik Personal Setiap individu dalam masyarakat pesisir memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dilihat dari sikap dan perilaku yang nampak dalam menjalankan kegiatannya. Karakteristik individu atau personal merupakan bagian dari pribadi yang melekat pada diri seseorang. karakteristik tersebut mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi lainnya (Rogers dan Shoemaker, 1981). Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama. Selain itu Madrie 1986 juga mengemukakan bahwa beberapa indikator yang
12 menentukan karakteristik pribadi seseorang di antaranya tingkat pendidikan formal, pengelaman, kekosmopolitan, serta nilai-nilai budaya. Secara konseptual karakteristik personal adalah segala hal yang menjadi ciri yang melekat pada seseorang yang dapat membedakan dengan individu lainnya. Dalam penelitian ini karakteristik personal meliputi; umur, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan, kekosmopolitan, serta pengetahuan tentang program. Umur Umur seseorang berkaitan dengan tingkat kematangan fisik, sikap dan mental. Hawkins 1986, mengemukakan bahwa umur, jenis kelamin, dan pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang, umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan akan terjadi sehingga terdapat keragaman tindakan berdasarkan usia yang dimiliki. Berdasarkan taraf perkembangan individu dikelompokkan pada usia balita, anak-anak, remaja, usia desawa, dan dewasa lanjut. Havighurst 1972, mengemukakan pengelompokkan umur yakni, dewasa awal pada usia 18-29 tahun, usia pertengahan pada usia 30-50 tahun, dan masa tua yakni pada usia di atas 50 tahun. Sehubungan dengan proses adopsi inovasi berdasarkan pada beberapa penelitian, Soekartawi 1998, mengemukakan bahwa proses difusi inovasi paling tinggi adalah pada petani yang berumur paruh baya. Petani yang berumur lanjut memiliki kebiasaan kurang respon terhadap berbagai kegiatan perubahan atau inovasi, petani yang lebih muda memiliki semangat lebih dalam menjalankan kegiatan usahatani dan mencari pengalaman. Abdullah dan Jahi (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa umur petani sayuran di Kota Kendari berhubungan dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan usahatani sayuran. Sejalan dengan hal tersebut Batoa et.,al (2008) juga menemukan bahwa umur memiliki hubungan dengan kompetensi petani rumput laut di kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Tingkat Pendidikan Formal Pendidikan menunjukkan tingkat inteligensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperoleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pengetahuannya. Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Nasution (1987) yang dikutip oleh Garnadi (2004) mengemukakan bahwa pendidikan adalah proses pengembangan diri kepribadian seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap, serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sejalan dengan hal tersebut,
13 Amanah dkk (2005) juga mengemukakan bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin baik pula sikap seseorang dalam menanggapi sesuatu. Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Slamet (2003) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Perubahan perilaku yang ditimbulkan oleh proses pendidikan dapat dilihat melalui (1) perubahan dalam hal pengetahuan, (2) perubahan dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan seseuatu, dan (3) perubahan dalam sikap mental terhadap segala sesuatu yang dirasakan. Pendidikan formal menurut Winkel (Yunita 2011), adalah pendidikan sekolah yang dalam penyelenggaraannya menempuh serangkaian kegiatan terencana dan terorganisir. Sedangkan, pendidikan non formal lebih dikenal sebagai bentuk pendidikan luar sekolah. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan akan meningkatkan kemampuan kapasitas rasional dari masyarakat. Masyarakat yang rasional sebelum memutuskan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, didahului oleh masa belajar dan menilai manakala partisipasi itu mendatangkan manfaat bagi dirinya. Jika bermanfaat, akan berpartisipasi, dan jika tidak, masyarakat tidak tergerak untuk berpartisipasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suciati (2008) menemukan bahwa partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Keikutsertaan dalam Pelatihan (Pendidikan Non Formal) Pendidikan non formal menjadi salah satu faktor yang membentuk sikap masyarakat. Nasution (Pahlupi dkk 2012) mengemukakan bahwa penyuluhan sebagai kegiatan mendidik masyarakat memberi pengetahuan, informasi dan kemampuan-kemampuan baru agar mereka dapat membentuk sikap dan perilaku hidup menurut apa yang seharusnya. Hasil penelitian Pahlupi 2012 menemukan bahwa penyuluh atau komunikator dalam program keluarga Berencana di Kecamatan Bayongbong memiliki hubungan yang nyata dengan perubahan sikap peserta program. Pendidikan non formal bertujuan merubah perilaku masyarakat yang dapat dilakukan melalui penyuluhan, pelatihan dan lain sebagainya dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan peserta didik. Sasarannya mencakup semua kelompok umur dan semua sektor kehidupan masyarakat. Tarigan (2009) mengemukakan konsep pendidikan non formal yakni (1) pendidikan luar sekolah yang di dalamnya terdapat life skill merupakan usaha sadar untuk menyiapkan, meningkatkan, dan mengembangkan sumberdaya manusia agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya saiang; (2) bertugas untuk menyiapkan sumberdaya manusia yang siap menghadapi perubahan sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat; (3) memiliki ciri yang berkaitan dengan misi yang dibutuhkan segera dan praktis, tempatnya di luar kelas, merupakan aktivitas sampingan, lebih murah, serta persyaratan penerimaan lebih mudah; (4) bertujuan menjadikkan peserta didik memiliki berbagai kemampuan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sasaran pendidikan non formal mencakup semua kelompok umur dan semua sektor masyarakat.
14 Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang biaya hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga yang terdapat istri, anak, dan tanggungan lainnya yang tinggal seatap dan sedapur. Soekartawi (1998) mengemukakan bahwa jumlah keluarga sering menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima inovasi. Hal ini karena konsekuensi penerimaan inovasi akan berpengaruh pada sistem keluarga baik pada anak, istri maupun pada anggota keluarga lainnya. Sejalan dengan hal tersebut Soekartawi (1999) juga mengemukakan bahwa semakin banyak anggota keluarga akan semakin besar pula beban hidup yang akan ditanggung atau harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani. Menurut Hasyim (2006), jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani untuk melakukan banyak aktivitas terutama dalam mencari dan menambah pendapatan keluarganya. Tingkat Kekosmopolitan Kekosmopolitan merupakan keterbukaan seseorang terhadap berbagai sumber informasi sehingga memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas. Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa kekosmopolitan adalah tingkat hubungan seseorang dengan dunia luar di luar sistem sosialnya sendiri. Kekosmopolitan seseorang dapat dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan, serta pemanfaatan media massa. Hanafi 1986, mengemukakan bahwa kekosmopolitan individu dicirikan oleh sejumlah atribut yang membedakan mereka dengan orang lain di dalam komunitasnya, yakni; (1) individu tersebut memiliki status sosial, (2) partisipasi sosial lebih tinggi, (3) lebih banyak berhubungan dengan dunia luar, (4) lebih banyak menggunakan media massa, dan (5) memiliki hubungan yang lebih banyak dengan orang lain maupun lembaga yang berada diluar komunitasnya. Informasi dan pengalaman yag diperoleh masyarakat melalui proses kekosmopolitan seperti melakukan kunjungan ke desa yang telah sukses melaksanakan program pemberdayaan akan membentuk sikap positif terhadap program yang dilaksanakan. Ruben (Prihandoko et., al 2011) mengemukakan bahwa dalam persfektif theory planned behaviorteori dan communication and human behavior perilaku merupakan suatu tindakan manusia yang diawali oleh adanya proses input berupa informasi yang masuk dari tiap individu yang bergantung pada penting atau tidaknya nilai informasi yang masuk dan diinterpretasi oleh individu tersebut. Bila dirasakan penting, informasi akan disimpan oleh individu dalam longterm memory. Sebaliknya bila dirasakan tidak penting maka informasi akan disimpan dalam shortterm memory dengan kemungkinan besar individu akan melupakan informasi tersebut. Adanya informasi atau pengalaman yang diperoleh memungkinkan individu membentuk sikap sebelum akhirnya bertindk atau berperilaku.
15 Tingkat Pengetahuan tentang Program Soekanto (2003) menyatakan pengetahuan adalah kesan yang didapatkan dari hasil pengolahan pancainderanya. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta), penglihatan, pendengaran, serta keterlibatan langsung dalam suatu aktivitas. Pengetahuan juga didapatkan dari hasil komunikasi dengan orang lain seperti teman dekat dan relasi kerja. Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan ini digali saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition). Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil “tahu” yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui pancaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Nasution (1999) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) faktorfaktor yang berpengaruh dalam tingkatan pengetahuan seseorang antara lain (1) tingkat pendidikan, (2) informasi, (3) budaya, (4) pengalaman (5) sosial ekonomi, (6) pengukuran tingkat pengetahuan. Walgito (2003) mendefinisikan pengetahuan adalah mengenal suatu obyek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang obyek itu. Bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, itu berarti orang tersebut telah mengetahui tentang obyek tersebut. Karakteristik Lingkungan Sosial Lingkungan merupakan segala hal yang ada di sekitar manusia yang dapat dibedakan menjadi benda-benda mati atau benda-benda hidup, dengan kata lain terdapat lingkungan yang bersifat kealaman atau fisik, dan terdapat pula lingkungan yang mengandung kehidupan atau sosial (Walgito, 2003). Kedua jenis lingkungan tersebut akan mempengaruhi perilaku individu. Rakhmat, (2001) mengemukakan bahwa terdapat faktor situasional yang dapat mempengaruhi perilaku individu, di antaranya adalah lingkungan sosial masyarakat yang di dalamnya terdapat interaksi antar individu. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan sosial adalah hubungan interaksi antara masyarakat dengan lingkungan.Sikap masyarakat terhadap lingkungan sosial dipengaruhi oleh nilai sosial, itulah hubungannya. Jika nilai sosial tentang lingkungan lantas berubah/terjadi pergeseran, maka sikap masyarakat terhadap lingkungan juga berubah/bergeser. Itulah sebabnya masyarakat dan nilai sosial selalu terlihat dinamis, terlepas dari baik dan buruknya lingkungan sosial. Lingkungan yang baik biasanya menggambarkan masyarakat yang baik, begitupun sebaliknya. Faktor kunci untuk keberhasilan dan keberlanjutan suatu program adalah membangun rasa memiliki di antara masyarakat dan para pemangku kepentingan, serta membangun sikap positif dan partisipatif. UU No. 17 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) tahun 2005-2025 memiliki tujuan salah satunya adalah menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan, serta mengoptimalkan masyarakat. Oleh karena itu pengembangan program diharapkan mampu untuk mengembangan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
16 Pembangunan masyarakat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, di mana mereka mampu mengindentifikasikan kebutuhan dan masalah secara bersama (Raharjo 2006). Ada pula yang mengartikan bahwa pembangunan masyarakat adala kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial ekonomi masyarakat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat. Zamhariri (2008) mengemukakan bahwa dalam Community Development (pembangunan masyarakat) mengandung upaya untuk meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki (participating and belonging together) terhadap program yang dilaksanakan, dan harus mengandung unsur pemberdayaan masyarakat. Sikap dan partisipasi masyarakat tidak akan terlepas oleh dukungan dari lingkungan sosialnya. Oleh karena itu karakteristik sosial dalam penelitian ini dibatasi pada bagaimana peran tokoh masyarakat, peran kelompok dan intensitas kegiatan program. Tingkat Dukungan Tokoh Masyarakat Studi kepemimpinan dikenal adanya pemimpin formal dan informal. Tokoh masyarakat adalah orang-orang yang memiliki pengaruh pada masyarakat, tokoh masyarakat ada yang bersifat formal dan informal. Tokoh masyarakat yang bersifat formal adalah orang-orang yang diangkat dan dipilih oleh lembaga Negara dan bersifat struktural, Sedangkan tokoh masyarakat yang bersifat informal adalah orang-orang yang diakui oleh masyarakat karenah dipandang pantas menjadi pemimpin yang disegani dan berperan besar dalam memimpin dan mengayomi masyarakat. Pembangunan desa akan berhasil baik apabila didukung oleh partisipasi seluruh warga masarakat. Dan optimalisasi pembangunan sangat dipengaruhi oleh bagaimana fungsi yang dijalankan oleh pihak pemerintah sebagai pihak koordinator pelaksanaan pembangunan. Dalam hal ini pemerintahan harus mampu mengkoordinasikan berbagai unit dalam pemerintahan agar dapat mendayagunakan fungsi mereka dengan baik dan memberikan kontribusi yang nyata bagi proses pembangunan. Rogers dan Shoemaker 1971, menguraikan ciri-ciri yang harus dimiliki seorang pemimpin informal (opinion leaders) yang dapat mempengaruhi warga desa dalam adopsi inovasi yaitu yang memiliki ciri-ciri antara lain : (1) banyak berhubungan dengan media massa, (2) kosmopolit, (3) sering berhubungan dengan agen pembaharu, (4) partisipasi sosialnya besar, (5) status sosial ekonominya tinggi, dan (6) lebih inovatif dibanding dengan pengikutnya. Azwar (2009) mengemukakan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi sikap masyarakat adalah adanya pengaruh orang lain yang dianggap penting, masyarakat cenderung akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakat. Peran tokoh masyarakat baik formal maupun non-formal sangat penting terutama dalam mempengaruhi, memberi contoh, dan menggerakkan keterlibatan seluruh warga masyarakat di lingkungannya guna mendukung keberhasilan program. Pada masyarakat pedesaan, peran tersebut menjadi faktor determinan karena kedudukan para tokoh masyarakat masih berpengaruh. Sejalan dengan hal tersebut Febriana (2012) juga mengemukakan bahwa pemimpin formal dan tokoh masyarakat mampu membantu masyarakat dalam pengambilan keputusan.
17 Peran Kelompok Peran adalah tugas atau kewajiban yang harus dijalankan oleh seseorang oleh seseorang tersebut harus dilaksanakan dengan baik dan penuh dengan rasa tanggungjawab. Dalam pengembangan kegiatan program pendekatan kelompok juga merupakan suatu keharusan, karena secara sendiri-sendiri warga masyarakat sulit untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, selain itu organisasi/kelompok adalah suatu power yang penting. Selain itu dengan pendekatan kelompok juga paling efektif, dan di lihat dari penggunaan sumberdaya juga lebih efisien (Karsidi, 2001). Jamasy (2004) mengemukakan bahwa, salah satu pola pendekatan pemberdayaan yang dianggap mampu mengangkat derajat ketidak-berdayaan masyarakat pesisir adalah dengan pendekatan kelompok. Melalui media kelompok, kreativitas masing-masing anggota kelompok akan mewarnai kehidupan kelompoknya masing-masing sekaligus menjadi media tukar menukar informasi, pengetahuan dan sikap. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon et al., (2006) bahwa tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok dipengaruhi oleh keefektifan dan kekeompakan kelompok. Setiawan (2009) menemukan bahwa pemberdayaan masyarakat pesisir tidak dapat dilakukan secara sendiri, akan tetapi perlu adanya kerjasama yang simultan dan lintas sektoral, dengan cara pendekatan partisipatif yakni melibatkan masyarakat dan pemerintah setempat daam bentuk pengelolaan bersama, di mana masyarakat berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaan. Pada hakekatnya, kegiatan pengembangan masyarakat adalah sebuah pembangunan yang menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi kemajuan kehidupan di berbagai bidang, baik ekonomi, sosial budaya maupun aspek kehidupan lain sehingga tercapai kesejahteraan, Dalam pengembangan masyarakat kita telah mengetahui prinsip-prinsip pengembangan masyarakat, namun dari sekian puluh prinsip yang ada, pokok intinya adalah partisipasi, kemandirian dan keswadayaan. Partisipasi diartikan bahwa setiap program melibatkan masyarakat, baik fisik, ide, dan materi. Keterlibatan disini memiliki makna keikutsertaan masyarakat secara fisikal dan mentalitas. Program selalu berasal dan untuk pemenuhan masyarakat, sehingga yang merencanakan adalah agen bersama masyarakat Intensitas Kegiatan Program Pengertian intensitas dalam kehidupan sehari-hari dapat dipahami sebagai ukuran atau tingkat. Intensitas juga dipahami sebagai suatu kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau suatu sikap (Chaplin, 2006). Azwar mengartikan intensitas sebagai kekuatan atau kedalaman sikap terhadap sesuatu. Intensitas dapat diukur berdasarkan sejauhmana kedalaman informasi yang dapat dipahami oleh responden. Salah satu unsur keberhasilan program terkait erat dengan intensitas pendampingan masyarakat yang efektif dalam melaksanakan perannya sebagai ujung tombak pemberdayaan masyarakat. Cahyani (2008) mengemukakan bahwa perkembangan masyarakat untuk mencapai tingkat kematangan perlu dipercepat dengan kehadiran pendamping. Pendamping sebagai agen pembaharuan berperan sebagai juru penerang (pemberi informasi), guru, penasihat, pembimbing, konsultan dan pengarah. (Asngari, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Daud
18 (2011) menemukan bahwa peran pendamping berhubungan nyata dengan sikap kelompok pemanfaat program untuk berpartisipasi. Hal tersebut sejalan dengan Zamzami (2012) mengemukakan bahwa pendamping dalam program Mitra Mina membantu masyarakat agar lebih mudah untuk mengakses program dan membantu dalam mengelola modal yang diperoeh secara efisien. Karsidi (2001) juga mengungkapkan bahwa dalam pemberdayaan, seorang pendamping harus mampu belajar dari masyarakat. Pendamping adalah fasilitator, bukan guru dan tidak menggurui, saling belajar, saling berbagi pengalaman. Leilani dan Jahi (2006), mengemukakan bahwa kinerja seorang pendamping dapat dilihat dari kinerja yang merupakan fungsi dari karakteristik individu, dan merupakan peubah penting yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. sejalan hal tersebut, Budiyanto (2011) mengemukakan bahwa peran pendamping sebagai Tenaga Ahli Perencanaan Partisipatif (TAPP) dalam tahap perencanaan bukan untuk mengambil alih pengambilan keputusan melainkan untuk menunjukkan konsekuensi dari tiap keputusan yang diambil masyarakat, dengan kata lain menjadi fasilitator dalam proses pengambilan keputusan sehingga keputusan yang diambil akan rasional. Pengelolaan Program Keberhasilan suatu program tidak lepas dari bentuk pengelolaan yang dilakukan, di mana pengelolaan merupakan suatu bentuk aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif. Model CIPP (Conteks, Input, Proses, dan Produk) merupakan model yang dikembangkan oleh Daniel L. Stufflebeam dkk yang terkait pada perangkat pengambilan keputusan yang menyangkut perencanaan dan operasi sebuah program. Stufflebeam (Zhang et.,al 2011) membagi evaluasi menjadi empat komponen yaitu: Pertama Konteks (kejelasan program), yakni mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu (Widoyoko 2010). Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Stufflebeam yang menyatakan bahwa tahap konteks sebagai fokus institusi dengan mengidentifikasi peluang dan menilai kebutuhan. Tahap konteks memberikan informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan suatu program yang akan berjalan. Kedua Input (pengelolaan sumberdaya), pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat sendiri memerlukan keterlibatan berbagai pihak sebagai lingkungan soaial program, yakni masyarakat pelaksana program dan pemerintah daerah beserta perangkat kerjanya. Sebagimana yang dikemukakan oleh Widoyoko (2010) bahwa analisis pengelolaan sumberdaya (masukan) membantu mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya meliputi analisis personal yang berhubungan dengan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternativealternatif strategi yang harus mencapai suatu program. Komponen masukan meliputi: 1) sumberdaya manusia, 2) sarana dan peralatan pendukung, 3) dana atau anggaran, dan 4) berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.
19 Ketiga yakni proses, merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan dalam praktik implementasi kegiatan. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Setiap aktivitas dimonitor perubahan-perubahan yang erjadi secara jujur dan cermat. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Keempat yakni Hasil (tingkat pencapaian produk) evaluasi hasil merupakan kumpulan deskripsi dan idquo: judgement outcomes & rdquo; dalam hubungan dengan konteks, input, dan proses, kemudian diinterprestasikan harga dan jasa yang diberikan. Evaluasi hasil adalah evaluasi mengukur keberhasilan pencapaian tujuan. Evaluasi ini merupakan catatan pencapaian hasil dan keputusan-keputusan untuk perbaikan dan aktualisasi. Evaluasi hasil merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/ keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Aktivitas evaluasi produk adalah mengukur dan menafsirkan hasil yang telah dicapai. Pengukuran dikembangkan dan diadministrasikan secara cermat dan teliti. Keakuratan analisis akan menjadi bahan penarikan kesimpulan dan pengajuan saran sesuai standar kelayakan. Secara garis besar, kegiatan evaluasi produk meliputi kegiatan penetapan tujuan operasional program, kriteria-kriteria pengukuran yang telah dicapai, membandingkan antara kenyataan lapangan dengan rumusan tujuan, dan menyusun penafsiran secara rasional.
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Masyarakat pesisir sangat rentan dengan berbagai perubahan, baik pada kondisi lingkungan maupun pada kondisi sosial ekonomi. Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan masyarakat. Desa Tanjung Pasir merupakan desa yang mayoritas penduduknya merupakan nelayan tradisional. Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara memiliki perbedaan baik dari segi akses maupun dari segi pendapatan. Merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan Amanah dan Farmayanti (2011), pendapatan nelayan di
20 Desa Tanjung Pasir 35 persen lebih tinggi daripada nelayan di Desa Muara. Hal ini berkaitan dengan akses kepada sarana dan prasarana perikanan yang jauh lebih mudah dan tersedia di Desa Tanjung Pasir. Fasilitas yang tersedia di desa tersebut meliputi Tempat Pelelangan Ikan, kios sarana produksi perikanan, ketersediaan Bahan Bakar Minyak, dan infra struktur jalan raya yang jauh lebih baik daripada di Desa Muara. Program pengembangan desa pesisir merupakan program yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat dan membangun kawasan pesisir yang berkualitas, program pengembangan diharapkan mampu membantu menyelesaiakan masalah yang dihadapi masyarakat. Namun beragam program yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam mengembangkan desa pesisir akan sulit mencapai tujuan apabila belum melibatkan masyarakat, sehingga dalam posisi ini peran aktif masyarakat sangat penting bagi kelancaran dan keberhasilan pencapaian tujuan program. Sikap masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam pelaksanaan program. Sikap positif terhadap program PDPT menjadi modal yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan program karena merupakan dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk ikut terlibat dan berperan aktif dalam setiap kegiatan program tersebut. Indikator keberhasilan program PDPT dapat dilihat dengan adanya perubahan kehidupan masyarakat baik dalam hal perbaikan infrastruktur desa maupun dalam hal peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu dukungan sikap positif berupa kesadaran dan kesediaan masyarakat serta partisipasi aktif untuk terlibat dalam kegiatan program baik pada setiap pertemuan, sosialisasi, dan pada pelaksanaan menjadi kunci kesuksesan dan keberlanjutan PDPT. Sikap erat hubungannya dengan emosi masyarakat pemanfaat. Jika kemampuan afektif pada masyarakat muncul, maka efek secara langsung adalah masyarakat tidak akan menyenangi dan merespon dengan baik kegiatan program, sehingga hal ini sangat perlu untuk diperhatikan. sikap masyarakat terhadap komponen program PDPT (Y1) diukur dari tingkatan sikap masyarakat dalam Menerima (Receiving), Menanggapi (Responding), Menghargai (Valuing), dan Pembentukan Nilai (Organization), diduga dipengaruhi oleh karakteristik personal (X1) meliputi variabel: umur, tingkat pendidikan formal, kesertaan dalam pelatihan, jumlah tanggungan, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat pengetahuan tentang program. Karakteristik lingkungan sosial (X2) meliputi peubah: tingkat dukungan tokoh masyarakat, peran kelompok, dan intensitas kegiatan program, serta tingkat pengelolaan program (X3) meliputi variabel: kejelasan program (konteks), ketepatan pengelolaan sumberdaya (input), kesesuaian pelaksanaan kegiatan program (proses), serta tingkat pencapaian program (produk), sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.
21 Karakteristik Personal (X1) (X1.1) Umur (X1.2) Tingkat pendidikan formal (X1.3) Pendidikan non formal (Kesertaan dalam pelatihan) (X1.4) Jumlah tanggungan Keluarga (X1.5) Tingkat kekosmopolitan (X1.6) Tingkat pengetahuan tentang program Karakteristik Lingkungan Sosial (X2) (X2.1) Tingkat dukungan tokoh masyarakat (X2.2) Peran kelompok (X2.3) Intensitas Kegiatan Program
Sikap Masyarakat Terhadap Komponen Program (Y) (Y1.1) Tingkat Penerimaan Masyarakat (Receiving) (Y1.2) Menanggapi (Responding) (Y1.3) Menghargai (Valuing) (Y1.4) Pembentukan nilai (Organization)
Keberlanjutan Program
Tingkat Pengelolaan Program (X3) (X3.1) Kejelasan Program (Contex) (X3.2) Ketepatan pengelolaan Sumberdaya (Input) (X3.3) Kesesuaian pelaksanaan kegiatan program (proces) (X3.4) Tingkat Pencapaian Program (Product)
Gambar 1 Kerangka berpikir operasional
Hipotesis Hipotesis umum pada penelitian ini adalah diduga karakteristik personal, karakteristik lingkungan sosial dan pengelolaan program memiliki hubungan nyata dengan sikap masyarakat pesisir terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Sedangkan hipotesis khusus yakni: Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik personal, karakteristik 1. lingkungan sosial, dan tingkat pengelolaan program dengan tingkat penerimaan masyarakat terhadap program PDPT 2. Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik personal, karakteristik lingkungan sosial, dan tingkat pengelolaan program dengan tingkat respon masyarakat terhadap program PDPT.
22 3.
4.
Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik personal, karakteristik lingkungan sosial, dan tingkat pengelolaan program dengan tingkat penghargaan masyarakat terhadap PDPT. Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik personal, karakteristik lingkungan sosial, dan tingkat pengelolaan program dengan pembentukan nilai-nilai masyarakat terhadap PDPT.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode survei, yakni dengan mengamati pada sejumlah bagian dari populasi yang dianggap mampu merepresentasikan dari keseluruhan populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Singarimbun dan Effendi, (1995) mengemukakan bahwa metode survai umumnya digunakan dengan tujuan untuk menerangkan suatu fenomena sosial atau suatu peristiwa (event) sosial dan memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang gejala-gejala sosial tertentu atau aspek kehidupan tertentu pada masyarakat yang diteliti dan dapat mengungkapkan secara jelas kaitan antar berbagai gejala sosial. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua desa pesisir di Kecamatan Teluk Naga yakni Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Penentuan desa dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa dua desa tersebut merupakan pelaksana program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2013.
Populasi dan Sampel Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari. Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat di dua desa pesisir yakni Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya pesisir dan non pesisir dan menjadi peserta pada Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 200 orang, yang terdiri dari 100 orang peserta program PDPT Desa Tanjung Pasir dan 100 orang peserta program PDPT Desa Muara (Tabel 1).
23 Tabel 1 Sebaran populasi berdasarkan kegiatan program Nama Desa
Tanjung Pasir
Muara
Jumlah
Nama Kegiatan
1. Bina Sumberdaya a. Penanaman mangrove 2. Bina infrastruktur dan Lingkungan a. Pembangunan MCK dan Sarana Air Bersih b. Pembangunan Sarana Air Bersih c. Pembangunan saluran air limbah 3. Bina usaha a. Pelatihan dan pengadaan sarana untuk kerajinan b. Pelatihan dan pengadaan sarana pengelolaan limbah untuk kerajinan c. Pengadaan perahu wisata d. Pengadaan sarana pengelolaan sampah 4. Bina siaga Bencana a. Pembangunan turap sungai garapan b. Pembangunan turap sungai garapan 1. Bina Sumberdaya a. Penanaman Mangrove dan Pembuatan Papan reklame 2. Bina Infrastruktur dan lingkungan a. Pembangunan saluran pembuangan air limbah (SPAL) b. Pembangunan saluran pembuangan air limbah (SPAL) c. Pembangunan Sarana Air Bersih, MCK dan pembuatan MCK Musholla d. Rehab sarana ibadah dan pembuatan MCK e. Pembangunan jalan Papin Block f. Pembangunan sarana air bersih g. Pembangunan sarana air bersih 3. Bina usaha a. Pengadaan perahu wisata dan pondok wisata b. Pengadaan mesin Papin Block
Jumlah Populasi Sampel (30% dari populasi) 10
3
30
9
40
12
20
6
10
3
70
21
20
6
N = 200
n = 60
Teknik Pengambilan Sampel Unit analisis penelitian merupakan individu pemanfaat program. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan stratified random sampling yang diambil secara proporsional berdasarkan sebaran kegiatan kelompok peserta program PDPT. Berdasarkan pertimbangan waktu, tenaga, serta biaya maka dari populasi yang ada dilakukan pengambilan sampel sebesar 30 persen dari total populasi, sehingga jumlah sampel yakni sebanyak 60 orang (Gambar 2) .
24 Kecamatan Teluk Naga
Desa Muara (10 Kelompok)
Desa Tanjung Pasir (10 Kelompok)
Bina Sumber Daya (10)
n=3
Bina Infrastruktur & Lingkungan (30)
n=9
Bina Usaha (40)
Bina Siaga Bencana (20)
n=12
n=6
Bina Sumber Daya (10)
n=3
Bina Infrastruktur & Lingkungan (70)
Bina Usaha (20)
n=21
n=6
Gambar 2 Bagan penarikan sampel
Data dan Teknik Pengumpulan Data Data Jenis data dalam penelitian ini terdapat data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari sumber pertama, dan merupakan data yang belum diolah, yakni dari responden, tokoh masyarakat dan pengelola program. Data dari responden didapat melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik personal, karakteristik lingkungan soaial, tingkat pengelolaan program, serta sikap masyarakat terhadap komponen progrm. Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh dari sumber kedua dan telah diolah, berupa data masyarakat pemanfaat program PDPT, serta data monografi penduduk di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Pengumpulan Data Pada penelitian ini, data dikumpulkan melalui: 1. Pengamatan langsung, yaitu pengumpulan data dengan observasi langsung pada lokasi penelitian, yakni di Desa Tanjung Pasir dan Muara. Pengamatan dilakukan untuk melihat secara langsung kondisi masyarakat, kondisi lingkungan, dan pelaksanaan kegiatan PDPT. 2. Wawancara, sebagai pengumpulan data dengan melakukan tatap muka dengan menggunakan pedoman wawancara terstruktur dalam bentuk kuesioner dilakukan untuk memperoleh informasi secara sistematis tentang sikap masyarakat terhadap program sehingga diperoleh data yang lebih lengkap dan akurat. Selain itu pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan
25 wawancara semi terstruktur dengan informan yaitu: tokoh masyarakat, yakni lurah di dua desa penelitian, pelaksana program yakni tim pemberdaya masyarakat, ketua kelompok, serta masyarakat yang bukan peserta program untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dan mengklarifikasi informasi yang diperoleh sebelumnya. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas instrumen Validitas instrumen menunjukkan sejauh mana alat ukur tersebut mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun dan Efendi, 1995). Kerlinger (2003) menyatakan bahwa suatu alat ukur dikatakan sahih apabila alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara tepat konsep yang sebenarnya ingin diukur. Pada penelitian ini, uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan uji validitas isi (validitas butir) dengan cara menyusun indikator pengukuran operasional berdasarkan kerangka teori dari konsep yang akan diukur. Validitas isi dari sebuah instrumen ditentukan dengan jalan mengkorelasikan antara skor masing-masing item dengan total skor masing-masing item. Validitas eksternal terhadap instrumen juga dinilai berdasarkan aspek bahasa. Kriteria validitas instrumen jika r-hitung lebih besar dari r-tabel pada taraf kepercayaan (signifikansi) tertentu, berarti instrumen tersebut valid. Sebaliknya, jika angka korelasi yang diperoleh (r-hitung) lebih kecil dari r-tabel (berkorelasi negatif), berarti pertanyaan tersebut bertentangan dengan pertanyaan lainnya atau instrumen tersebut tidak valid. Instrumen yang telah disusun, kemudian diujicobakan terhadap 10 orang peserta program PDPT di Kecamatan Teluk Naga. Hasil uji validitas memperlihatkan nilai koefisien untuk n=10 dengan ά = 0,05 diperoleh nilai korelasi (r hitung) yakni 0.560 sampai dengan 0.941, sedangkan nilai r tabel= 0,55. Dengan demikian hasil pengujian uji validitas memperlihatkan bahwa dari 83 item pertanyaan yang diuji, diperoleh 66 item pertanyaan yang valid. Reliabilitas instrumen Reliabilitas instrumen adalah indeks yang menunjukkan ketepatan alat tersebut untuk mengukur sesuatu yang diukurnya. Kerlinger (2003) reliabilitas adalah keandalan, kemantapan, konsistensi, prediktibilitas atau keteramalan, kejituan, ketepatan atau akurasi. Uji validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan melalui ujicoba terhadap kuesioner yang digunakan terhadap sejumlah responden di tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda, yang memiliki karakteristik sama dengan responden sesungguhnya. Pada penelitian ini, uji reliabilitas yang digunakan adalah metode Cronbach Alpha atau Cr. Alpha berdasarkan skala Cr. Alpha 0 sampai dengan 1. Apabila nilai hasil perhitungan (α) dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan skala yang sama (0 sampai 1), maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan sebagai berikut : (1) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,00 – 0,20, berarti kurang reliabel (2) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,21 – 0,40, berarti agak reliabel (3) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,41 – 0,60 berarti cukup reliabel (4) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,61 – 0,80, berarti reliabel
26 (5) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,81 – 1,00, berarti sangat reliabel Instrumen yang telah disusun, kemudian diujicobakan terhadap 10 orang peserta program PDPT di Kecamatan Teluk Naga. Hasil pengujian reliabilitas memperlihatkan instrumen penelitian yang digunakan reliabel, karena nilai koefisien Alpha berkisar antara 0.871 hingga 0.954. Konseptualisasi dan Definisi Operasional Menurut Sevilla, et al., (1993) konseptualisasi dilakukan untuk memudahkan dalam memahami peubah digunakan serta untuk memberikan makna yang sesuai dengan tujuan penelitian, tidak terjadi perbedaan pemahaman (ambigu) serta agar konsep tersebut dapat diukur. Dalam pengukuran, perlu memperhatikan kesamaan yang dekat antara realitas sosial yang diteliti dengan nilai yang diperoleh dari pengukuran. Oleh sebab itu, suatu instrumen pengukur dipandang baik apabila hasilnya dapat merefleksikan secara tepat realitas dari fenomena yang hendak diukur (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pemberian skor berdasarkan masing-masing peubah dilakukan dengan menjumlahkan nilai skor tersebut dan dikategorikan dengan menggunakan interval kelas untuk melihat kesimpulan hasil penelitian dengan menganalisis antar peubah. Interval kelas dapat dihitung dengan cara: Interval Kelas (IK) = Skor maksimum-Skor minimum jumlah kategori Peubah karakteristik personal (X1), karakteristik lingkungan sosial (X2), pengelolaan program (X3), dan sikap masyarakat terhadap komponen program (Y1), didefenisikan sebagai berikut: 1. Karakteristik Personal (X1) adalah ciri-ciri pribadi yang melekat pada diri seseorang yang mungkin berbeda dengan orang lain. Dalam penelitian ini variabel karakteristik personal meliputi: a. Umur adalah lama hidup seseorang yang dihitung dari tahun kelahiran hingga penelitian ini dilaksanakan. Untuk keperluan analisis data deskriptif, umur dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan sebaran responden. 1. Muda (18-29) 2. Dewasa (30-50) 3. Tua (≥ 50) b. Tingkat pendidikan formal adalah jenjang sekolah tertinggi yang pernah diikuti, diukur dalam tahun sukses sekolah. Untuk keperluan statistik deskriptif, tingkat pendidikan formal responden dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan sebaran responden: 1. Rendah (0-9) 2. Menengah (10-13) 3. Tinggi (≥ 14) c. Pendidikan non formal adalah frekuensi atau jumlah keikutsertaan responden dalam kursus atau pelatihan dalam 1 tahun terakhir.
27 Berdasarkan sebaran responden, pendidikan non formal digolongkan dalam tiga kategori berikut: 1. Rendah (0-1) 2. Sedang (2-3) 3. Tinggi (≥ 4) d. Jumlah tanggungan adalah banyaknya individu yang tinggal bersama dan menjadi beban kepala keluarga. Berdasarkan sebaran responden, jumlah tanggungan digolongkan menjadi tiga kategori yakni: 1. Sedikit (0-1) 2. Sedang (2-3) 3. Besar (≥ 4) e. Tingkat kekosmopolitan adalah tingkat keterbukaan responden terhadap lingkungan, terutama dalam berinteraksi dengan pihak luar desa, tingkat kemudahan dalam mengkondisikan perbedaan pendapat, ide-ide, dan gagasan baru. Terdapat 5 pertanyaan, dengan skor tertinggi adalah 20 dan skor terendah adalah 5. Diukur dari intensitas keluar desa, mengikuti kegiatan sosial, berinteraksi dengan masyarakat luar desa, mencari informasi, sumber informa siserta kemampuan berkomunikasi, dikategorikan menjadi tiga yakni: 1. Rendah = skor 5-9 = skor 10-14 2. Sedang 3. Tinggi = skor ≥ 15 f. Tingkat pengetahuan tentang program adalah banyaknya informasi yang diketahui responden tentang upaya meningkatkan ketangguhan masyarakat pesisir, terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah 5 dan skor tertinggi 20, yang diukur dari pengetahuan responden tentng tujuan program, sumber informasi serta banyaknya sumber informasi (media) digunakan dalam mengakses informasi, 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15 2. Karakteristik Lingkungan Sosial (X2) adalah ciri atau nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang dianut dan dipatuhi oleh masyarakat yang diduga dapat mempengaruhi sikap masyarakat pesisir yang meliputi: a. Dukungan tokoh masyarakat adalah keikutsertaan figur pemimpin dalam mengembangkan sikap masyarakat. Diukur dari kemampuan tokoh masyarakat dalam menjalin hubungan baik dengan masyarakat, berpartisipasi dalam program, keterlibatan dalam tahapan program, peran dalam menyelesaiakan masalah, peran dalam meningkatkan kedisiplinan, serta peran dalam meningkatkan kerjasama masyarakat dalam kegiatan program. Terdapat 6 pertanyaan, dengan skor terendah 6 dan skor tertinggi 24. 1. Rendah = 6-10 2. Sedang = 11-15 3. Tinggi = ≥ 16 b. Peran kelompok adalah fungsi yang dapat dimainkan oleh pemanfaat program dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan anggota. Terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah 5 dan skor tertinggi
28 20 dilihat dari banyaknya pertemuan yang dilakukan, pengelolaan kegiatan, kerjasama dan jaringan kerjasama yang telah berhasil dilakukan. 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15 c. Intensitas kegiatan program, jumlah atau frekuensi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam sebulan. Terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah 5 dan skor tertinggi 20, yakni kunjungan pengelola program, kegiatan pendampingan, keaktifan dalam mengikuti kegiatan, materi serta metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan program. 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15 3. Tingkat pengelolaan program (X3) adalah kemampuan pelaksana kegiatan PDPT dalam melaksanakan fungsi pengelolaan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program. Variabel tingkat pengelolaan program meliputi: a. Kejelasan program (konteks) adalah kemampuan pengelola dalam penentuan tujuan program, kejelasan tujuan program, jenis kegiatan, serta waktu pelaksanaan kegiatan program. Terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah 5 dan skor tertinggi 20. 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15 b. Ketepatan pengelolaan sumberdaya adalah kemampuan pelaksana program dalam menggunakan input yang ada dalam mencapai tujuan program, terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah adalah 5 dan skor tertinggi dalah 20, yang diukur dari siapa saja pihak yang terlibat, media penunjang kegiatan, serta perkembangan usaha, lingkungan, dan infrastruktur desa. 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15 c. Kesesuaian pelaksanaan kegiatan program adalah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan program. Terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah adalah 5 dan skor tertinggi dalah 20. Diukur dari kempetensi fasilitator, kegiatan diskusi kegiatan, pemberian informasi serta metode yang digunakan, 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15 d. Tingkat pencapaian program (produk) adalah hasil yang diperoleh dari adanya pelaksanaan kegiatan PDPT. Terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah 5 dan skor tertinggi 20. Diukur dari luaran yang dihasilkan oleh kegiatan program terhadap perubahan kondisi lingkungan, infrastruktur, usaha, serta manfaat yang dirasakan oleh responden. 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15
29 4. Sikap Masyarakat terhadap Komponen Program (Y1) adalah tingkatan sikap yang ditunjukkan responden terhadap kegiatan program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh yang membentuk kesiapan masyarakat untuk bertindak terhadap kegiatan program yakni bina lingkungan, bina infrastruktur, bina usaha, serta bina siaga bencana. Peubah tingkatan sikap meliputi: a. Tingkat penerimaan masyarakat (receiving) adalah tingkat kepekaan dan perhatian responden terhadap adanya kegiatan program. Terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah adalah 5 dan skor tertinggi dalah 20, yang diukur dari kesediaan atau kemauan responden untuk mencari tahu tentang program PDPT, berminat, perduli, memperhatikan bekerjasama, dan membantu dalam kegiatan program. 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15 b. Menanggapi (responding) adalah kesediaan responden untuk terlibat secara aktif dalam program. Terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah adalah 5 dan skor tertinggi dalah 20, yang diukur berdasarkan reaksi responden terhadap kegiatan program, yakni mendukung, menyetujui, bersedia mengikuti kegiatan, mematuhi, serta mengikuti aturan yang ada dalam kegiatan program. 1. Rendah = skor 5-9 = skor 10-14 2. Sedang 3. Tinggi = skor ≥ 15 c. Menilai (Valuing), adalah penghargaan ataupun nilai yang diberikan seseorang kepada obyek yakni terhadap program PDPT. Tingkat ini terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah adalah 5 dan skor tertinggi dalah 20, yang diukur berdasarkan perbedaan yang dirasakan oleh responden, kemampuan program dalam memperbaiki kondisi desa, kesediaan mengikuti dan mendukung program, kesediaan memberi ide atau masukan, dukungan, serta memberi informasi terkait kegiatan program. 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15 d. Pembentukan nilai (Organization), adalah tingkat sikap responden yang berkenaan dengan mengorganisasi suatu nilai, menghubungkan nilai/norma yang dianut, serta mengintegrasikan nilai atau norma ke dalam kebiasaan sehari-hari. Terdapat 5 pertanyaan, dengan skor terendah adalah 5 dan skor tertinggi dalah 20. Organisasi diukur dari keterlibatan responden dalam merumuskan rencana kegiatan, kesediaan memberikan usulan, kesadaran tentang pentingnya kegiatan program, dan bertanggungjawab. 1. Rendah = skor 5-9 2. Sedang = skor 10-14 3. Tinggi = skor ≥ 15
30 Analisis Data Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan statistik deskriptif dan inferensial. Data hasil penelitian dianalisis untuk mengetahui hubungan berbagai variabel yang diteliti, dan memberikan penjelasan secara kualitatif sebagai pendukung. Data yang diperoleh dari kuesioner dikelompokkan dengan menggunakan skoring dan pengkategorian. Analisis yang dilakukan adalah: (1) memberikan skor pada setiap data dan kemudian ditabulasi; (2) menggolongkan, menghitung jawaban dan memprosentasekan berdasarkan kategori jawaban, kemudian data diolah dengan menggunakan tabulasi distribusi frekuensi dan nilai tengah yang kemudian dianalisis. Untuk menganalisis tingkat keeratan hubungan antara peubah bebas digunakan uji korelasi Rank Spearman pada taraf kepercayaan 0.05% dengan rumus (Riduwan 2010).
rs 1
6 di 2
n n2 1
Keterangan : di2 rs di Yi Xi
= = = = =
( Xi - Yi )2 koefisien korelasi rank Spearman selisih ranking Xi dan Yi ranking variabel Yi ranking variabel Xi
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum dan Pelaksanaan PDPT Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Teluk Naga terletak di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten dan memiliki lokasi terdekat dengan Bandara Soekarno Hatta. Kecamatan ini terdiri atas tiga belas desa yaitu Desa Bojong Renged, Desa Teluk Naga, Desa Kebon Cau, Desa Babakan Asem, Desa Kp Melayu Barat,Desa Kp Melayu Timur, Desa Kp Besar, Desa Lemo, Desa Muara, Desa Tegal Angus, Desa Tanjung Pasir, Desa Tanjung Burung dan Desa Pangkalan. Batas Wilayah Kecamatan Teluk Naga adalah Laut Jawa di sebelah utara, Neglasari dan Benda di sebelah selatan, Pakuhaji di sebelah barat, dan Kosambi di sebelah timur. Adapun gambaran umum dua desa penelitian sebagai berikut:
31 Tabel 2 Gambaran umum dua desa penelitian, 2013 No
Kondisi Umum
Desa Tanjung Pasir
Desa Muara
1
Letak astronomis 106 o20’-106 o43’ BT dan 6 106°20’-106°43’ BT o 00’-6o00-6o20’ LS dan 6°00’-6°20 LS
2
Batas wilayah
Utara : Laut Jawa Selatan : Desa Tegalangus Barat : Desa Tanjung Burung Timur : Desa Muara
Utara : Laut Jawa Selatan : Desa Lemo Barat : Desa Tanjung Pasir Timur : Laut Jawa/ Desa Lemo
3
Luas wilayah
570 Ha
505 Ha
4
Jarak dengan ibu kota kecamatan
6.9 km
10 km
5
Jumlah penduduk
10.225 jiwa Laki-laki : 4.115 jiwa Perempuan : 6.110 jiwa
3.780 jiwa Laki-laki :1.845 Perempuan : 1.935
Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian masing-masing 1 meter dan 40 meter di atas permukaan laut (dpl). Secara administrasi, desa-desa tersebut terbagi ke dalam 6 (enam) wilayah kemandoran atau kampung. Desa Tanjung Pasir terbagi atas Kampung Tanjung Pasir, Sukamanah Barat (empang), Garapan, Gagah Sukamanah, Sukamulya I dan Kampung Sukamulya II, sedangkan Desa Muara atas kampung Muara, Cipete, Tanjungan, Kedung Bolang, Petopang, dan Garapan. Desa Tanjung Pasir merupakan pemekaran dari Desa Tegalangus berdasarkan Peraturan Daerah Kab. Tangerang No. 7 tahun 2007 tentang Pembentukan Pemeritahan Desa. Nama Tanjung Pasir sendiri berasal dari kata Tanjung yang berarti daratan yang menonjol di permukaan laut Jawa, dan kata Pasir karena permukaan tanahnya yang berpasir. Secara umum lingkungan Desa Tanjung Pasir dan Muara masih memprihatinkan dan terlihat kumuh, masih banyak rumah warga yang tidak layak huni. Akses utama masyarakat masih ada yang rusak, tergenang air dan sebagian masih berupa tanah keras, saluran air limbah rumah tangga tidak memadai, serta penumpukan sampah yang disebabkan belum adanya tempat pembuangan sampah dan pengelolaan kebersihan masih minim. Kampung Garapan Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara tergolong wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini ditandai dengan seringnya banjir (rob) di pemukiman warga yang berdampak pada meluasnya lahan produktif yang hilang, banyaknya pemukiman penduduk yang tergenang dan bahkan ada pemukiman yang tenggelam, sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat. Masalah lainnya adalah abrasi pantai yang terjadi pada
32 sekitar 1 km di wilayah pantai Tanjung Pasir, dan melanda 3 km pantai Desa Muara. Abrasi yang terjadi di dua desa pesisir ini selain disebabkan oleh prosesproses alami (seperti angin, arus, dan gelombang), juga disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembukaan hutan pesisir, reklamasi pantai (untuk kepentingan pemukiman, industri, dan pembangunan infrastruktur), dan aktivitas pengambilan pasir di perairan pantai. Tingkat Pendidikan Masyarakat Berdasarkan data Monografi Desa, pendidikan masyarakat di wilayah ini masih tergolong rendah. Di Desa Tanjung pasir sebanyak 2.1 % masyarakatnya tidak mengenyam pendidikan, 3.5 % tidak taman Sekolah Dasar (SD), 55.5 % memiliki tingkat pendidikan SD, 24.4 % SMP, 13.9 % SMA, 0.6 % S1/D3/D1. Begitu pula dengan masyarakat Desa Muara sebanyak 52.1 % penduduk tidak pernah sekolah, 12.5 % tidak tamat dan tamat Sekolah Dasar (SD), 4.5 % SMP, 2.7 % SMA, 0.7 % Sarjana, dan 14.9 % belum sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara belum memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan. Penduduk sebagai sumberdaya yang dapat digunakan dalam membangun desa, namun pendidikan masyarakat memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan daerah. Mata Pencaharian Masyarakat Mata pencaharian utama masyarakat Desa Tanjung Pasir adalah nelayan. Sebanyak 2.331 warga bekerja sebagai nelayan dan mengandalkan hasil laut sebagai penopang kehidupan keluarganya. 65 orang yang bekerja sebagai buruh, 15 Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan warga lain bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, peternak dan lain sebagainya. Letak dan karakteristik desa yang berada di wilayah pesisir menjadi faktor penyebab dominannya penduduk yang bekerja sebagai nelayan. Sedangkan di Desa Muara perekonomian mayoritas masyarakat di topang dengan bekerja sebagai buruh tani, nelayan, kebun, dan berdagang. Kondisi usaha pertanian masyarakat sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau petani kesulitan mendapat air untuk mengairi sawahnya, sehingga kegiatan disawah hanya dilakukan satu kali dalam setahun. Potensi Desa Desa Tanjung Pasir memiliki lahan pertanian sekitar 83 ha, yakni sawah yang hanya diusahakan untuk tanaman padi pada saat musim hujan (tadah hujan). Oleh karena itu, pada saat musim kemarau, petani beralih kepada tanaman buahbuahan semusim (seperti semangka dan timun). Selain sektor perikanan dan pertanian, potensi ekonomi yang memungkinkan dikembangkan masyarakat Desa Tanjung Pasir adalah kerajinan dan pariwisata. Salah satu kerajinan yang berkembanga adalah handycraft dari pasir. Kerajinan tersebut dimotori oleh para pemuda yang tergabung dalam komunitas Sekar Tavas atau Seni Kreasi Tanjung Pasir yang juga merupakan kelompok dalam Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Pariwisata di Desa Tanjung Pasir cukup banyak, hanya saja belum terkelola dengan optimal. Adapun obyek wisata yang ada di Desa Tanjung Pasir yakni: (1) Tanjung Pasir Resort, yang mengangkat perekonomian desa; (2) Restoran dan rumah makan di sepanjang jalan menuju Desa Tanjung Pasir; (3) Pantai Desa Tanjung Pasir yang sebagian dikuasai oleh Angkatan Laut sebagai
33 lokasi latihan dan SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu); (4) Kawasan Mangrove; (5) Penangkaran Buaya; dan (6) Dermaga dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Desa Muara juga memiliki potensi untuk dikembangkan, yakni potensi perikanan, pertanian, dan pariwisata. Desa ini dapat dikembangkan menjadi daerah pariwisata, terutama wisata pemancingan ikan di tambak, wisata kuliner ikan. Kegiatan pengembangan usaha perikanan sesuai dengan potensi yang dimiliki yakni kegiatan budidaya ikan (bandeng, udang dll). Pengolahan ikan mempunyai nilai jual yang cukup tinggi sehingga Desa Muara juga bisa dijadikan daerah pemasaran produk ikan dari tambak, sentra olahan hasil perikanan, areal pemancingan, resort, penyewaan perahu wisata dan sebagainya. Hanya saja potensi pariwisata pesisir belum dikembangkan dan digarap secara optimal. Masih banyak yang perlu dibenahi terutama kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan, perlu diupayakan penanganan secara intensif agar Desa Muara bisa menjadi daerah wisata yang asri, bersih, indah dan bersemi. Pelaksanaan Program PDPT di Desa Penelitian Program PDPT sebagai upaya meminimalisir dampak perubahan iklim dilaksanakan di dua desa penelitian sejak tahun 2012. Sebagai daerah yang rentan akan perubahan iklim, kegiatan PDPT di Desa Tanjung Pasir di fokuskan pada empat bina yakni bina yakni Bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan, bina usaha, serta bina siaga bencana. Sedangkan di Desa Muara, di fokuskan pada tiga bina, yaitu bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan, serta bina usaha. Pelaksanaan kegiatan program melibatkan masyarakat, yang dibagi dalam sepuluh kelompok pemanfaat program, dan didampingi oleh satu pendamping program di setiap desa. Dalam pelaksanaanya, program belum mampu melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Partisipasi masyarakat masih rendah, selain disebabkan kurangnya interaksi antar anggota kelompok, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang program, pekerjaan masyarakat sebagai nelayan, serta kurangnya peran stakeholders dalam mengajak masyarakat berpartisipasi juga menjadi salah satu penyebab rendahnya keikutsertaan mereka. Intensitas pendampingan yang dilakukan masih sangat rendah, sehingga belum mampu mebentuk kemandirian masyarakat. Pengetahuan yang dimiliki masyarakat terhadap program PDPT juga masih tergolong rendah. Kondisi tersebut terjadi karena kurangnya upaya sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh pelaksana program. Pada kenyataannya, sosialisasi yang dilakukan hanya melibatkan ketua, sekertaris, dan bendahara kelompok. Akibatnya, sebagian besar anggota kelompok kurang mendapatkan informasi terkait program PDPT. Secara teknis, para pengelola program belum memanfaatkan poster atau pun radio dalam kegiatan sosialisasi program kepada masyarakat. Pencapaian pelaksanaan program cukup memberikan manfaat kepada masyarakat terutama dalam pembangunan infratruktur dan lingkungan masyarakat. Beberapa kegiatan yang bersifat pengembangan usaha belum mampu meningkatkan ketangguhan ekonomi masyarakat. Beberapa penyebab kurang suksesnya pencapaian ketangguhan masyarakat adalah kurangnya keterlibatan masyarakat dan stakeholders serta kurangnya kemandirian masyarakat dalam mengembangakan dan mengelola program.
34 Tabel 3 Perkembangan kegiatan PDPT Desa Tanjung Pasir Nama Desa Tanjung Pasir
Nama Kegiatan 1. Bina Sumberdaya a. Penanaman Mangrove
Perkembangan PDPT*
10.000 pohon
Tidak dilakukan pemeliharaan pada Mangrove yang telah ditanam, sehingga banyak tanaman yang mati dan ditanami kembali.
1 unit
Manfaat pembangunan MCK dan Sarana Air Bersih, mampu dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pembangunan sarana air bersih
2 unit
Membantu masyarakat untuk mendapatkan air bersih dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat yang menggunakan sarana tersebut hanya dibebankan uang iuran untuk membayar pemakaian listrik pompa air.
c. Pembangunan SPAL
P. 90 m L.0.4m
Pembangunan SPAL digunakan sebagai saluran pembuangan limbah warga, hanya saja masyrakat tidak melakukan pemeliharaan sehingga saat ini SPAL menjadi sangat kotor dan tersumbat.
3. Bina Usaha a. Pelatihan dan pengadaan sarana untuk kerajinanan
1 paket (laptop, print, cat dll)
Masyarakat tidak memiliki tempat untuk memasarkan Hasil kerajinan Handycraft yang dihasilkan, sehingga saat ini kelompok jarang untuk membuat kerajinan lagi
b. Pelatihan dan Pengadaan sarana Pengelolaan limbah untuk kerajinan
1 paket (2 mesin jahit, 1 mesin brush) 1 komputer dan 1 print
Kualitas hasil kerajinan kelompok masih rendah sehingga tidak laku di pasaran
c. Pengadaan Perahu Wisata
1 paket
Manfaat pengadaan perahu wisata belum mampu dirasakan oleh seluruh anggota kelompok, karena hasil yang diperoleh digunakan untuk perawatan perahu.
d. Pengadaan sarana pengelolaan sampah
1 paket
Mesin pengolah sampah dalam keadaan rusak dan tidak diperhatiakan oleh masyarakat, selain itu mesin tersebut juga tidak mampu di manfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
P. 120m T. 1.5m
Pembangunan Turap Sungai mampu mngurangi dampak banjir rob yang biasanya menggenangi rumah warga, sehingga manfaatnya mampu di rasakan
2. Bina Infrastruktur dan Lingkungan a. Pembangunan MCK dan Sarana Air Bersih
4. Bina Siaga Bencana a. Pembangunan Turap Sungai Garapan Keterangan*
Jumlah
: Saat pelaksanaan penelitian
35 Tabel 4 Perkembangan kegiatan PDPT Desa Muara Nama Desa Muara
Nama Kegiatan 1. Bina Sumberdaya a. Penanaman Mangrove dan Pembuatan Papan Reklame 2. Bina Infrastruktur dan lingkungan a. Pembangunan SPAL
Perkembangan PDPT*
7.150 pohon mangrove dan 5 unit papan informasi
Penaman mangrove sangat bermanfaat dalam menjaga dan memperbaiki ekosistem pesisir desa Muara.
Panjang 90 m, Lebar 40 cm Realisasi P. 120m, L. 20cm
SPAL mampu mengalirkan limbah waga ke laut sehingga limbah yang biasanya mengalir ke pekarangan rumah warga tidak lagi terjadi. Manfaatnya mampu dirasakan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan MCK dan air bersih.
b. Pembangunan sarana air bersih, MCK, dan Pembuatan MCK Mushollah
2 unit sarana air bersih dan 1 unit MCK
c. Rehab Sarana ibadah dan pembuatan MCK
1 MCK, Jendela 12, Pintu 2, Rehab atap dan pengecetan
d. Pembangunan jalan Paping Block
Panjang 155 m, Lebar 1.20 M
e. Pembangunan Sarana air bersih
1 Unit pembangunan sarana air bersih
Sangat bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat
1 unit perahu wisata, 2 unit pondok wisata
Pengadaan perahu dan pondok wisata belum mampu dikelola dengan baik oleh masyarakat, sehingga belum mampu meningkatkan ketangguhan ekonomi mereka Mesin yang telah dibeli tidak dimanfaatkan dan dioperasikan oleh masyarakat. Selain karena tidak memiliki lahan, masyarakat juga tidak memiliki dana untuk membeli bahan dasar pembuatan papin block, sehingga saat ini mesin tersebut hanya di smpan di rumah warga.
3. Bina Usaha a. Pengadaan Perahu dan Pondok Wisata
b. Pengadaan Mesin Papin Block
Keterangan*
Jumlah
1 paket
: Saat pelaksanaan penelitian
Bangunan sarana ibadah belum bisa digunakan oleh masyarakat, karena dana yang belum cukup sehingga pembangunan sarana ibadah terhenti. Manfaat pembangunan jalan Paping Block sangat dirasakan oleh masyarakat. Jalanan yang biasanya tidak dapat dilewati karena becek sekarang mampu digunakan oleh masyarakat.
36 Karakteristik Personal Peserta PDPT Karakteristik personal merupakan ciri khas yang melekat pada individu yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan dan lingkungan individu tersebut. Karakteristik individu dapat menjadi pembeda yang khas antara individu dengan individu lainnya. Karakteristik personal yang diamanti sebagaimana yang tercantum dalam kerangka berfikir meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan, tingkat kekosmopolitan, serta tingkat pengetahuan tentang program. Umur Umur responden berkisar antara 19-60 tahun (Tabel 5). Jika mengacu pada batasan usia produktif menurut Rusli 1995, bahwa usia produktif seseorang berkisar antara 15-65 tahun, maka 90 persen responden tergolong produktif. Salkind 1985, menegaskan bahwa umur berkaitan dengan tingkat kematangan biologis dan psikologis seseorang dalam melakukan aktivitas. Seseorang yang dalam usia produktif cenderung memiliki kondisi fisik dan psikis yang optimal dalam bekerja. Artinya, pembangunan desa yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat akan sangat membutuhkan partisipasi masyarakat yang berada pada kelompok produktif. Responden yang berada pada umur produktif akan lebih mudah menerima perubahan, ide-ide dan inovasi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Pakpahan (2006) yang menyatakan bahwa pada usia produktif nelayan memiliki kondisi fisik yang baik dan membuat nelayan mampu melakukan kegiatan secara optimal dan mampu mengembangkan diri dengan baik. Oleh karena itu jika dilihat dari faktor umur, maka responden di dua desa penelitian merupakan aset sumberdaya manusia (SDM) yang perlu diperhatikan untuk dikembangkan. Tabel 5 Umur peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Kategori Pasir Umur (Tahun) n % n % n % 18-29 14 46.7 5 16.7 18 30.0 Muda 30-50 15 50.0 22 73.3 38 63.3 Dewasa ≥ 50 1 3.3 3 10.0 4 6.7 Tua Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 33.4 38.3 35.8 Partisipasi pemuda (18-29 tahun) dalam program PDPT tergolong cukup tinggi. Menurut Soehardjo dan Patong (1998), pemuda mempunyai keberanian dan motivasi yang lebih tinggi (termasuk dalam pengambilan keputusan) dibandingkan yang berumur lebih tua. Ada kecenderungan, masyarakat peserta program PDPT Tanjung Pasir dan Muara yang berusia tidak produktif hanya mengikuti keputusan dari anggota kelompok yang berada pada usia produktif.
37 Tingkat Pendidikan Formal Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas sumberdaya manusia. Secara umum, tingkat pendidikan masyarakat pedesaan di Indonesia lebih rendah daripada masyarakat di perkotaan dan pinggiran kota (Chozin et., al 2010). Hal yang sama juga berlaku di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara. Pada Tabel 6 terlihat bahwa sebagai besar peserta program PDPT berpendidikan rendah (dasar). Adapun peserta yang berpendidikan menengah (sekitar 3 %) adalah beberapa dari mereka yang berusia muda dan pengurus kelompok. Tabel 6 Tingkat pendidikan formal peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Muara Total Tingkat Kategori Desa Tanjung Pasir Pendidikan (Tahun Formal sukses) n % n % n % 0-9 30 100 28 93.3 58 96.7 Rendah 10-13 0 0 2 6.7 2 3.3 Sedang ≥ 14 0 0 0 0 0 0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 5.8 5.9 5.9 Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan manusia untuk melaksanakan perannya dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Namun jika dikaitkan dengan program wajib belajar sembilan tahun, maka sebanyak 96.67% masyarakat yang ikut dalam program PDPT memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah. Hal ini menunjukkan masih kurangnya akses masyarakat terhadap pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Tanjung Pasir dan Muara, menyebabkan kemampuan mengelola dan membangun desa menjadi kurang maksimal. Tarigan (2006) menemukan bahwa pendidikan diyakini berpengaruh terhadap kecakapan, tingkah laku dan sikap seseorang, orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi juga bermanfaat karena mampu membagi pengetahuan ketika bergaul dengan masyarakat, serta memberikan peluang kepada seseorang untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Olehnya itu pendidikan merupakan hal yang mendasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin kemajuan sosial dan ekonomi. Pendidikan Non Formal Pendidikan nonformal merupakan kegiatan belajar yang sengaja dilakukan oleh warga untuk meningkatkan pengetahuan. Pendidikan non formal masyarakat Teluk Naga secara umum termasuk dalam kategori rendah, yakni sekitar 91.67% masyarakat di dua desa penelitian hanya mengikuti satu kali pelatihan bahkan banyak diantara mereka yang belum pernah mengikuti pelatihan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan non formal masyarakat pemanfaat program di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di dua desa tersebut memiliki frekuensi pendidikan non formal yang sama.
38 Tabel 7 Tingkat pendidikan non formal peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Tingkat Desa Muara Total Kategori Pasir Pendidikan (Jumlah/tahun) Non Formal n % n % n % 0-1 26 86.7 29 96.7 55 91.7 Rendah 2-3 4 13.3 1 3.3 5 8.3 Sedang ≥4 0 0 0 0 0 0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 0.7 0.2 0.5 Rendahnya pendidikan non formal masyarakat dipengaruhi oleh rendahnya intensitas pelaksanaan pendampingan atau penyuluhan yang dilakukan, serta kecenderungan masyarakat yang mengikuti pelatihan hanya ketua kelompok saja. Merujuk kepada Amanah (2003) yang menyatakan bahwa sebagai faktor pendukung, maka penyuluhan memegang peran penting yang berperan membantu terjadinya perubahan yang positif dalam hal pengetahuan, keterampilan teknis, sikap, motivasi serta perbaikan kemampuan berbisnis dan bermasyarakat. Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia pertanian yang dimiliki petani, terutama yang beusia produktif. Namun tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban hidup keluarga apabila tidak membantu dalam usahataninya (Syafruddin 2003). Tabel 8 memperlihatkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden di Kecamatan Teluk Naga mempunyai jumlah tanggungan keluarga yang pada kategori sedang, yaitu antara dua sampai tiga jumlah tanggungan. Tabel 8 Jumlah tanggungan keluarga peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Kategori Desa Muara Total Jumlah Pasir (jumlah tanggungan jiwa) n % n % n % 0-1 8 26.7 2 6.7 10 16.7 Rendah 2-3 21 70.0 18 60.0 39 65.0 Sedang ≥4 1 3.3 10 33.3 11 18.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 1.9 2.9 2.4 Sebanyak 65% responden responden memiliki jumlah tanggungan pada tingkat sedang. Hal ini disebabkan beberapa responden menikahkan anaknya pada usia yang relatif muda, sehingga pada usia produktif (30-50 tahun), jumlah tanggungan mereka berada berkisar antara 2-3 jiwa. Jumlah tanggungan menjadi salah satu penyebab kurangnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan program. Kesibukan dalam bekerja dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga mengurangi kesempatan masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam program.
39 Tingkat Kekosmopolitan Tingkat kekosmopolitan adalah ketebukaan anggota kelompok PDPT di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara terhadap informasi, melalui hubungan mereka dengan berbagai sumber informasi yang ada. Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa masyarakat yang relatif lebih kosmopolit memiliki tingkat adopsi inovasi lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat yang lokalit. Tabel 9 Tingkat kekosmopolitan peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Tingkat Kategori Pasir Kekosmopolitan (Skor) n % n % n % 5-9 23 76.7 21 70.0 44 73.3 Rendah 10-14 5 16.7 7 23.3 12 20.0 Sedang ≥ 15 2 6.7 2 6.7 4 6.7 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 8.7 8.3 8.8 Tingkat kekosmopolitan anggota kelompok pemanfaat PDPT di Desa Tanjung Pasir dan Muara sebagian besar (73.33%) masih berada pada kategori rendah. Hal ini disebabkan karena pekerjaan mayoritas responden adalah nelayan. Mereka cenderung mencurahkan sebagian besar waktunya untuk melaut dan mencari ikan. Mereka lebih fokus pada pekerjaan sebagai nelayan, dibanding dengan kegiatan-kegiatan lain. Ketika responden pulang dari laut, mereka menggunakan waktu untuk beristahat dirumah. Keterbatasan inilah yang menyebabkan akses masyarakat terhadap dunia luar sedikit. Baba et al., (2011) menemukan bahwa kekosmopolitan berkaitan erat dengan keterbukaan dalam menerima informasi yang pada akhirnya akan meningkatkan pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut Herawati dan Ismail (2006) juga menemukan bahwa kekosmopolitan kontaktani di Sukabumi dilakukan melalui pengalaman berkunjung ke daerah lain dan melihat kemajuan yang sudah dicapai oleh petani lain maupun dengan kunjungan yang bersifat pribadi dapat menambah perbendaharaan pengetahuan dan keterampilan tentang usahatani, merangsang diri dan kelompok agar lebih dinamis, dan menimbulkan semangat kerja untuk meningkatkan produktifitas. Kunjungan dan interaksi dapat mempengaruhi sikap dan mental kontaktani yang biasanya akan lebih cepat menyambut dan berpartisipasi pada setiap usaha yang bertujuan memperbaiki atau membangun usaha pertanian masyarakat. Tingkat Pengetahuan tentang Program Pengetahuan merupakan faktor penting yang mempengaruhi sikap dan perilaku sesorang, rendahnya pengetahuan dapat berpengaruh pada tindakan yang dilakukan. Oleh karena itu untuk mendidik masyarakat agar mempunyai perilaku yang baik, warga perlu diberikan pengetahuan (Sungkar 2010). Sebagian besar masyarakat (56.7 %) pemanfaat program di dua desa pesisir memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap program PDPT.
40 Tabel 10 Tingkat pengetahuan peserta, tentang program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Tingkat Desa Tanjung Desa Muara Total Pengetahuan Kategori Pasir tentang (Skor) n % n % n % Program 5-9 16 53.3 18 60.0 34 56.7 Rendah 10-14 11 36.7 9 30.0 20 33.3 Sedang ≥ 15 3 10.0 3 10.0 6 10.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 9.9 9.9 9.9 Tabel 10 menunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan responden terhadap program PDPT disebabkan kurangnya sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh pelaksana program. Sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana program hanya melibatkan ketua, sekertaris, dan bendahara kelompok, sehingga anggota kelompok kurang mendapatkan informasi terkait program PDPT. Hal tersebut akan mempengaruhi perilaku masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Blackstock et al., (Baba 2011) bahwa dari aspek perilaku seseorang akan berpartisipasi jika mereka mendapatkan pengetahuan tentang program yang dikembankan dengan efektif dan benar. Pembahasan terkait karakteristik masing-masing responden juga memberikan gambaran terhadap sikap yang terbentuk serta kualitas sumberdaya manusianya. Umur responden yang relatif berada pada usia produktif sangat berpeluang dalam membangun desa. Persoalannya, usia produktif tidak sejalan dengan tingkat pendidikan formalnya yang sebagian besar (96.7%) tergolong rendah (0-9 tahun). Pendidikan formal yang rendah juga tidak didukung dengan pendidikan non formal. Sebagian besar (91.7%) masyarakat pemanfaat program di kedua desa penelitian berada pada kategori rendah (0-1). Pendampingan ada, tetapi karena intensitasnya rendah, maka masyarakat pun menjadi kurang akses terhadap pelatihan-pelatihan. Di sisi lain, masyarakat sendiri lebih sibuk mencari penghidupan untuk memenuhi kebutuan keluarga yang menjadi tanggungannya yang 65% berjumlah 2-3 orang. Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat adalah nelayan, sehingga sebagian besar waktu mereka tercurah untuk melaut dan mencari ikan. Karena kondisi dan kesempatan masyarakat serba terbatas, maka wajar jika tingkat kekosmopolitan sebagian besar (73.3%) dari mereka rendah. Sama halnya dengan tingkat kekosmopolitan, tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat terhadap program PDPT juga masih tergolong rendah yakni sebesar 56.7%. Kondisi tersebut juga terjadi karena kurangnya upaya sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh pelaksana program. Pada kenyataannya, sosialisasi yang dilakukan hanya melibatkan ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok. Akibatnya, sebagian besar anggota kelompok kurang mendapatkan informasi terkait program PDPT. Secara teknis, para pengelola program belum memanfaatkan poster atau pun radio dalam kegiatan sosialisasi program kepada masyarakat.
41 Karakteristik Lingkungan Sosial Peserta PDPT Perubahan masyarakat dapat terjadi karena beberapa unsur yang saling berinteraksi satu sama lain. Dalam pengambilan keputusan, masyarakat tidak selalu dapat dengan bebas dilakukannya sendiri, tetapi sangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di sekelilingnya. Mulyandari (2011) juga mengemukakan bahwa masyarakat sebagai individu-individu yang bersifat unik mampu mengembangkan hubungan, interaksi, dan transaksi sosial sehingga terwujud struktur sosial. Hal ini sejalan dengan pengertian dan unsur modal sosial yang dikemukakan oleh Putnam et al., (Mulyandari 2011) yang menyatakan bahwa unsur organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaringan (hubungan masyarakat) dapat meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kemudahan bekerja sama. Tingkat Dukungan Tokoh Masyarakat Dukungan tokoh masyarakat sebagai lingkungan sosial baik berupa nasehat, informasi, ataupun dukungan secara psikologi akan sangat berpengaruh terhadap sikap masyarakat terhadap suatu hal. Desa yang memiliki tokoh masyarakat yang selalu memberikan perhatian dan motivasi dalam pelaksanaan kegiatan, akan mendapatkan hasil dan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan desa yang tidak diperhatikan oleh tokoh masyarakatnya. Masyarakat pemanfaat program di dua desa pesisir memiliki tingkat dukungan tokoh masyarakat yang sedang cenderung tinggi. Dalam pelaksanaan program PDPT, pelaksana program (Dinas Kelautan dan Perikanan) membentuk Tim Pemberdaya yang berasal dari tokoh masyarakat. Tim Pemberdaya yang dibentuk bertugas sebagai motivator dalam meningkatkan keterlibatan anggota kelompok dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam pelaksananaan program, interaksi yang terjalin antara tokoh masyarakat dan masyarakat berjalan baik, hanya saja dalam pelaksanaan tugas sebagai tim pemberdaya, tokoh masyarakat cenderung hanya terlibat dalam mendampingi kelompok dalam menyusun rencana kegiatan, selain itu tokoh masyarakat juga mendampingi pada tahap pelaksanaan, namun kurang melakukan pengawasan secara bertahap terhadap pelaksanaan dan evaluasi kegiatan program. Tabel 11 Tingkat dukungan tokoh masyarakat terhadap peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Tingkat Desa Tanjung Desa Muara Total Dukungan Kategori Pasir Tokoh (Skor) n % n % n % Masyarakat 6.3-10.3 9 30.0 4 13.3 13 21.7 Rendah 11.3-15.3 12 40.0 12 40.0 24 40.0 Sedang ≥ 16.3 9 30.0 14 46.7 23 38.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.7 15.9 14.8
42 Terkait pelaksanaan program tokoh masyarakat juga dirasa kurang dalam memberikan informasi serta dalam meningkatkan kegotongroyongan anggota kelompok. Hal tersebut menyebabkan hanya segelintir anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan program. Febriana (2012) mengemukakan bahwa tokoh masyarakat mempunyai tugas menggerakkan swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya dan membantu kelancaran tugas-tugas pokok lembaga masyarakat dalam bidang pembangunan di desa dan kelurahan, serta menggerakkan swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya. Sejalan dengan hal tersebut Wee (2010) mengemukakan bahwa perlu adanya suatu komunikasi antara masyarakat dengan lingkungan sosial dalam hal pertukaran informasi berkaitan dengan program. Peran Kelompok Kelompok memiliki peran penting dalam menyukseskan tujuan program, Stocbridge et al., (2003) mengemukakan bahwa peran dipengaruhi oleh keadaan sosial. Dalam suatu kelompok masing-masing anggota tentu tidak melakukan hal yang sama dalam mencapai tujuan. Ketua kelompok dan setiap anggota memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dan peran yang berbeda. Tabel 12 Pendapat peserta program PDPT terhadap peran kelompok di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Tingkat Desa Muara Total Kategori Pasir Peran (Skor) Kelompok n % n % n % 5-9 9 30.0 9 30.0 18 30.0 Rendah 10-14 10 33.3 12 40.0 22 36.7 Sedang ≥ 15 11 36.7 9 30.0 20 33.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 12.0 12.2 12.1 Tabel 12 menunjukkan bahwa secara keseluruhan peran kelompok di dua desa pesisir berada pada kategori sedang. Hal ini disebabkan kurangnya kegiatan pertemuan kelompok untuk membahas perkembangan kegiatan program, sehingga sebagian besar kelompok tidak mengetahui perkembangan dari kegiatan program yang telah dilakukan. Selain itu anggota kelompok hanya aktif berinteraksi dengan sesama anggota kelompok yang aktif. Rukka et al., (2008) mengemukakan bahwa keberadaan kelompok merupakan salah satu potensi yang mempunyai peranan penting dalam membentuk perubahan perilaku anggotanya dan menjalin kemampuan kerjasama anggota kelompoknya. Proses pelaksanaan kegiatan melibatkan anggota kelompok dalam berbagai kegiatan bersama, akan mampu mengubah atau membentuk wawasan, pengertian, pemikiran minat, tekad dan kemampuan perilaku. Ketua kelompok yang diharapkan menjadi sumber informasi bagi para anggota juga tidak mampu memberikan informasi kepada semua anggota kelompok. Informasi hanya sampai pada beberapa anggota kelompok saja. Pentingnya peran sebuah kelompok dalam pelaksanaan kegiatan program sejalan dengan hasil penelitian Ridwan (2012) yang mengemukan bahwa keberadaan kelompok mempunyai peranan yang sangat strategis pada efektivitas penerapan
43 program, sehingga semakin baik fungsi dari keberadaan kelompok pemanfaat, maka realisasi program akan semakin sukses. Sejalan dengan hal tersebut Nuryanti dan Swastika (2011) juga mengemukakan bahwa kinerja setiap kelompok dalam menjalankan perannya sangat dipengaruhi oleh sumberdaya manusia, yaitu anggota kelompok. Antusias dan keterampilan anggota kelompok dalam merespon dan mengelola program pemerintah sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan program. Intensitas Kegiatan Program Intensitas Kegiatan program dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai frekuensi pelaksana melakukan kegiatan terkait program dan pelaksanaan program, serta akses informasi yang masyarakat dapatkan tentang kegiatankegiatan Program PDPT. Tabel 13 Pendapat peserta program tentang intensitas kegiatan kelompok PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Intensitas Desa Muara Total Kategori Pasir Kegiatan (Skor) Kelompok n % n % n % 5-9 13 43.3 13 43.3 26 43.3 Rendah 10-14 13 43.3 14 46.7 27 45.0 Sedang ≥ 15 4 13.3 3 10.0 7 11.7 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 10.3 10 10 Intensitas kegiatan program berada pada kategori sedang namun cenderung rendah (Tabel 13). Rendahnya intensitas kegiatan program disebabkan kurangnya pendampingan dan sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana program kepada kelompok pemanfaat program. Kegiatan sosialisasi hanya dilakukan di wilayah Tangerang, dan hanya melibatkan ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok, sehingga anggota kelompok yang lain tidak mendapat informasi yang cukup terkait program. Masyarakat di dua desa pesisir juga menganggap bahwa kegiatan pendampingan yang dilakukan baik intensitas maupun materi pendampingan masih kurang. Sejalan dengan hal tersebut, Sumitro (1991) menyatakan bahwa kemampuan pelaksana program dan pendamping dalam menginterprestasikan dan menyampaikan secara jelas, tentang kebutuhan dan harapan masyarakat dalam usaha meningkatkan tingkat kehidupan sosial ekonomi, sangat menentukan keberhasilan usaha-usaha pemerintah maupun swadaya masyarakat dalam proses pembangunan masyarakat desa. Proses pendampingan akan berhasil, apabila materi sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Pembahasan tentang karakteristik lingkungan sosial masyarakat menunjukkan bahwa manusia sebagai mahluk sosial, sehingga apa yang terjadi pada personal masyarakat berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Hasil penelitian menunjukkan tingkat dukungan tokoh masyarakat berada pada kategori sedang, sehingga masih diperlukan peningkatan dalam hal dukungan tokoh masyarakat. Secara lembagaan, peran kelompok dalam memberdayakan masyarakat di dua desa pesisir berada pada kategori sedang, olehnya itu interaksi di dalam kelompok diharapkan dapat lebih baik dan menjadi sumber informasi
44 bagi para anggotanya. Intensitas kegiatan program berada pada kategori rendah baik terkait program maupun pelaksanaan program. Tingkat Pengelolaan Program Pelaksanaan program PDPT diarahkan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan ketangguhan desa pesisir. Olehnya itu pengelola program dengan baik merupakan hal penting dalam pencapaian tujuan. Dalam hal ini program PDPT menjadi tanggung jawab semua pihak baik oleh pelaksanan program (pemerintah), maupun masyarakat sebagai kelompok pemanfaat program. Komitmen dan tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat identifikasi kebutuhan masyarakat, tindak lanjut pelaksanaan program, sampai dengan hasil yang dicapai. Secara umum tingkat pengelolaan program PDPT di dua desa penelitian masih rendah. Rendahnya tingkat pengelolaan program disebabkan rendahnya keterlibatan masyarakat peserta program pada setiap tahap pelaksanaan kegiatan. Sebagian besar masyarakat peserta program mengaku bahwa mereka jarang dan bahkan tidak pernah dilibatkan mulai dari tahap perencanaan, sosialisasi, hingga pada tahap evaluasi program, hanya ketua, sekretaris dan bendahara yang terlibat aktif dalam setiap tahap pelaksanaan kegiatan program. Sejalan dengan hal tersebut, Neliyanti dan Heriyanto (2013) mengemukakan bahwa efisiensi dalam pengelolaan program merupakan hal yang penting guna mencapai hasil yang diinginkan. Berikut hasil penelitian terhadap empat hal pokok dalam pengelolaan program PDPT di dua Desa Pesisir di Kecamatan Teluk Naga. Kejelasan Program (Konteks) Arikunto dan Safrudin (2009) menjelaskan, bahwa evaluasi konteks merupakan upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan program. Tabel 14 Pendapat peserta program PDPT terhadap kejelasan program (konteks) di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Kejelasan Kategori Pasir Program (Skor) n % n % n % 5-9 11 36.7 16 53.3 27 45.0 Rendah 10-14 14 46.7 7 23.3 21 35.0 Sedang ≥ 15 5 16.7 7 23.3 12 20.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 11.6 11.6 11.6 Kejelasan program PDPT (konteks) secara umum di dua desa pesisir masih berada pada kategori rendah (45.0%). Hal ini karena masyarakat cenderung belum mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait program PDPT. Sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana program dimaksudkan untuk menyosialisasikan rencana kegiatan kepada seluruh pemangku kepentingan hanya melibatkan pemda, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), Tim Teknis, Camat, Perangkat Desa, serta pemangku
45 kepentingan lainnya yakni ketua, sekertaris dan bendahara, namun tidak melibatkan semua anggota kelompok. Informasi yang diperoleh dari kegiatan sosialisasi juga tidak mampu untuk disebarluaskan kepada semua anggota kelompok. Kegiatan sosialisasi menjadi hal yang penting untuk dilakukan kepada anggota kelompok sebagai pemanfaat program. Dengan adanya sosialisasi akan memberikan pemahaman tentang program kepada masyarakat serta diharapkan mampu menjadi motivasi untuk berperan serta. Kurangnya kegiatan sosialisasi juga berakibat pada tidak adanya musyawarah dengan masyarakat terkait waktu pelaksanaan kegiatan program. Sehingga waktu pelaksanaan kegiatan ditentukan langsung oleh pelaksana program. Selain itu beberapa responden beranggapan bahwa kegiatan program PDPT tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, masyarakat lebih membutuhkan kegiatan yang dapat menghasilkan materi (uang) secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengelolaan Sumberdaya (Input) Input adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya, yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan output dan tujuan suatu proyek atau program. Sehingga pengelolaan sumberdaya (input) menjadi sangat penting untuk dilakukan. Neliyanti dan Heriyanto (2013) mengemukakan bahwa efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai. Tabel 15 Pendapat peserta program PDPT terhadap pengelolaan sumberdaya (input) di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Pengelolaan Kategori Pasir Sumberdaya (Skor) n % n % n % 5-9 11 36.7 7 23.3 18 30.0 Rendah 10-14 17 56.7 19 63.3 36 60.0 Sedang ≥ 15 2 6.7 4 13.3 6 10.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 10.9 11.3 11.1 Pengelolaan sumberdaya dalam pelaksanaan program PDPT berada pada kategori sedang cenderung rendah yakni sebesar 60.0 %. Hal tersebut menunjukkan keterlibatan stakeholder baik masyarakat, tokoh masyarakat, serta pendamping masih rendah. Perlunya peningkatan keterlibatan pelaksana program dan tim pemberdaya desa dalam pemberian informasi sampai pada tahap pengawasan. Selain itu perlu peningkatan intensitas pendampingan serta penggunaan media yang mudah diakses oleh masyarakat agar mampu melibatkan semua masyarakat. Peran pendamping dalam pelaksanaan program belum cukup dirasakan masyarakat. Kegiatan pendampingan yang dilakukan belum mampu meningkatkan kapasitas seluruh anggota kelompok. Merujuk dari hasil penelitian Amanah (2006) menyatakan bahwa peran fasilitator sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan nelayan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran
46 pendamping sebagai salah satu sumberdaya dalam pengelolaan perogram menjadi sangat penting dalam membangun sikap masyarakat. Proses Kegiatan Program Menganalisis proses kegiatan program PDPT diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana, dengan melihat efektivitas semua data-data yang menyangkut pelaksanaan program. Tabel 16 Pendapat peserta program PDPT terhadap proses kegiatan program, di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Kegiatan Desa Muara Total Kategori Pasir Pelaksanaan (Skor) Program n % n % n % 5-9 15 50.0 14 46.7 29 48.3 Rendah 10-14 12 40.0 9 30.0 21 35.0 Sedang ≥ 15 3 10.0 7 23.3 10 16.7 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 9.8 11 10 Proses pelaksanaan kegiatan program PDPT di dua desa penelitian berada pada kategori rendah (48.0%). Hal ini menunjukkan bahwa prosedur atau kegiatan dalam proses pelaksanaan program belum sepenuhnya melibatkan masyarakat. Responden mengemukakan bahwa mekanisme proses pelaksanaan program pemberdayaan belum baik. Hal ini karena dalamproses pelaksanaan program informasi tidak menyebar luas kepada masyarakat, sehingga banyak masyarakat pemanfaat yang tidak mengetahui dengan jelas proses pelaksanaan kegiatan program. Selain itu kurangnya intensitas pendampingan dan kemampuan pendamping dalam membantu masyarakat menjadi perhatian khusus dalam pelaksanaan program. Seorang anggota kelompok pemanfaat program menuurkan bahwa: “pendampingnya jarang datang neng, biasanya sih cuma datang foto-foto dari mulai belum dikerjakan (0%), 60% dan 100 % pengerjaan”. Penentuan jenis kegiatan yang dilakukan juga tidak melibatkan seluruh anggota kelompok. Beberapa responden yang merupakan anggota kelompok menyatakan bahwa mereka tidak terlibat pada diskusi penentuan jenis kegiatan dan hanya ikut pada kegiatan yang telah ditetapkan oleh sebagian orang dalam kelompok tersebut, bahkan ada anggota kelompok yang tidak mengetahui keanggotaannya dalam kegiatan program PDPT. Tingkat Pencapaian Program (Produk) Output adalah produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program. Evaluasi output merupakan penilaian terhadap output-output yang dihasilkan oleh program. Sejalan dengan hal tersebut Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa dalam menilai keefektifan suatu program atau proyek maka harus melihat pencapaian hasil kegiatan program atau proyek yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
47
Tabel 17 Pendapat peserta program PDPT terhadap tingkat pencapaian program, di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Tingkat Desa Muara Total Kategori Pasir Pencapaian (Skor) Program n % n % n % 5-9 2 6.7 1 3.3 3 5.0 Rendah 10-14 10 33.3 9 30.0 19 31.7 Sedang ≥ 15 18 60.0 20 66.7 38 63.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.9 15.4 14.5 Tingkat pencapaian program di dua desa pesisir Teluk Naga berada pada kategori tinggi (Tabel 17). Hal ini karena pelaksanaan kegiatan program yang mencakup: Bina Sumberdaya (Penanaman Mangrove, Bina Lingkungan dan Infrastruktur (pembangunan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan Pengadaan Sarana Pengelolaan Sampah, pembangunan MCK dan Sarana Air Bersih, Pembangunan Sarana Air Bersih, Rehab Sarana Ibadah dan Pembuatan MCK, dan Pembangunan Jalan Paping Block), serta Bina Siaga Bencana (Pembangunan Turap Sungai) manfaatnya mampu dirasakan oleh masyarakat. Seperti penuturan masyarakat yang mengemukakan bahwa “untung ada pembangunan turap sungai neng, dulu waktu belum dibangun kalau hujan atau pasang kita mah tdk bisa lewat di jalan ini, banjir dan masuk ke rumah warga” Bina Usaha (Pelatihan dan Pengadaan Sarana untuk Kerajinan, Pelatihan dan Pengadaan Sarana Pengelolaan Limbah untuk Kerajinan, Pengadaan Perahu Wisata, serta Pengadaan Mesin Paping Block), tidak mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat pemanfaat program. Hal ini dikarenakan dana yang diberikan oleh pemerintah sebagai pelasana program habis digunakan untuk pengadaan mesin, sehingga kelompok tidak lagi memiliki dana untuk biaya operasional untuk menjalankan usaha. Pembahasan terkait pelaksanaan program menunjukkan bahwa pengelolaan program (dalam hal ini program PDPT) dengan baik merupakan hal penting yang menjadi tanggung jawab semua pihak, baik oleh pelaksanan program (pemerintah), maupun masyarakat sebagai kelompok pemanfaat program. Komitmen dan tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat identifikasi kebutuhan masyarakat, tindak lanjut pelaksanaan program, sampai dengan hasil yang dicapai. Tingkat pengelolaan program di dua desa penelitian memperlihatkan bahwa, kejelasan program PDPT (konteks) secara umum di dua desa pesisir masih berada pada kategori rendah. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait program PDPT, sedangkan pengelolaan sumberdaya (input) program PDPT berada pada kategori sedang. Perlunya peningkatan keterlibatan pelaksana program baik dalam pemberian informasi sampai pada pengawasan, pendamping serta media yang digunakan dalam proses pendampingan akan meningkatkan penggelolaan input program. Proses pelaksanaan kegiatan program berada pada kategori rendah, hal ini menunjukkan rendahnya keterlibatan masyarakat pemanfaat program dalam proses pelaksanaan kegiatan program PDPT. Masyarakat menilai bahwa
48 mekanisme proses pelaksanaan program pemberdayaan belum baik. Namun demikian, tingkat pencapaian program di dua desa penelitian berada pada kategori tinggi karena pelaksanaan kegiatan program manfaatnya mampu dirasakan oleh masyarakat. Hanya saja Bina Usaha yang tidak mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat Sikap Masyarakat Terhadap Komponen Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu serta merespon secara positif atau negatif terhadap program. Sikap masyarakat terhadap pelaksanaan program PDPT adalah suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku dari masyarakat dan cenderung untuk bertindak dan bereaksi terhadap program. Dilihat dari segala sesuatunya dikerjakan dengan penuh kesungguhan, ketekunan, dan ketelitian atau tidak. Sikap masyarakat tehadap pelaksanaan program diukur melalui penerimaan, respon, penilaian atau penghargaan serta pembentukan nilai masyrakat. Berikut hasil penelitian terkait sikap masyarakat terhadap komponen program.
Tingkat Penerimaan (Receiving) Receiving (penerimaan) adalah kesediaan atau kepekaan masyarakat untuk menerima adanya suatu fenomena di lingkungannya. Tingkat penerimaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian berada pada kategori tinggi yakni sebesar 55.0% (Tabel 18). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki keinginan yang besar untuk melihat desa mereka lebih baik. Tingginya tingkat penerimaan masyarakat merupakan modal yang sangat baik dalam melaksanakan kegiatan program. Hal ini akan menjadi awal dalam membentuk sikap positif masyarakat sebagai obyek pembangunan. Tabel 18 Tingkat penerimaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Tingkat Kategori Pasir Penerimaan (Skor) n % n % n % 5-9 4 13.3 5 16.7 9 15.0 Rendah 10-14 10 33.3 8 26.7 18 30.0 Sedang ≥ 15 16 53.3 17 56.7 33 55.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.3 13.6 13.4 Masyarakat pada umumnya menyadari akan pentingnya pelaksanaan program PDPT, serta senang dengan usaha perbaikan di desa mereka. Hanya saja adanya proses kegiatan program yang tidak sepenuhnya melibatkan anggota kelompok menyebabkan mereka kurang mengetahui perkembangan kegiatan di desa mereka. Kegiatan program yang mencakup pada beberapa aspek kehidupan masyarakat memberikan harapan dalam mewujudkan wajah baru desa pesisir sehingga masyarakat menerima dengan baik kegiatan program di desanya.
49 Tingkat Menanggapi (responding) Tingkat menanggapi (respon) masyarakat pemanfaat program PDPT dilihat dari kepekaan dan keinginannya dalam melibatkan dirinya dan memberikan reaksi terhadap kegiatan yang ada di lingkungannya dan sejauh mana masyarakat ingin terlibat dalam kegiatan program. Respon masyarakat terhadap program PDPT berada pada kategori tinggi, dengan persentase sebanyak 48.33% (Tabel 19). Tingkat respon masyarakat di Desa Tanjung Pasir dan Muara sama-sama berada pada kategori tinggi. Masyarakat sebagai pemafaat program memiliki keinginan untuk terlibat dalam pelaksanaan program, baik untuk hadir dalam pertemuan maupun dalam memberikan bantuan tenaga. Pada kenyataannya walaupun banyak di antara anggota kelompok yang tidak dilibatkan secara langsung oleh kelompok dalam pelaksaan kegiatan program serta tidak mendapat informasi yang jelas terkait kegiatan program, namun secara pribadi mereka memiliki keinginan untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan kegiatan program. Tabel 19 Tingkat menanggapi masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Tingkat Kategori Pasir Respon (Skor) n % n % n % 5-9 4 13.3 6 20.0 10 16.7 Rendah 10-14 12 40.0 9 30.0 21 35.0 Sedang ≥ 15 14 46.7 15 50.0 29 48.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 14.3 13 14 Tingkat Menilai/ Menghargai (valuing) Tingkat menilai/penghargaan (valuing) diukur berdasarkan penilaian masyarakat terhadap program, baik atau tidaknya program yang sedang dilaksanakan. Tingkat menghargai masyarakat terhadap program berada pada kategori sedang cenderung tinggi yakni sebesar 48.3% (Tabel 20). Tabel 20 Tingkat penghargaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Tingkat Kategori Pasir Menghargai (Skor) n % n % n % 5-9 2 6.7 2 6.7 4 6.7 Rendah 10-14 16 53.3 13 43.3 29 48.3 Sedang ≥ 15 12 40.0 15 50.0 27 45.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.7 14.6 14.2 Tingkat menghargai masyarakat di Desa Muara menunjukkan tingkat yang lebih baik, yakni berada pada kategori tinggi (50.0%) dibandingkan dengan masyarakat di Desa Tanjung Pasir yang hanya berada pada kategori sedang
50 (53.3%). Hal ini disebabkan tokoh masyarakat di desa Muara cenderung lebih aktif terlibat kemasyarakat untuk sekedar bertanya atau pun berbincang seputar program PDPT. Pengalaman masyarakat terkait program-program sebelumnya yang tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan juga menjadi penyebab kurangnya penghargaan terhadap program PDPT. Sejalan dengan hal tersebut, Sutopo (1996) mengemukakan bahwa berbagai hal yang terjadi dan menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan sering mengakibatkan warga masyarakat kurang mampu bersikap terbuka untuk secara jujur menyatakan persepsi dan pandangannya tentang suatu program yang diselenggarakan pemerintah. Karena sering dilandasi oleh persepsi yang kurang positif maka keterlibatan yang ada sering merupakan partisipasi semu, dimana anggota kelompok nampak berpartisipasi, tapi kenyataannnya tidak, artinya para anggota kelompok ikut berpartisipasi, tetapi tidak diberi wewenang dalam menyusun perencanaan, kegiatan yang akan dilaksanakan dan waktu pelaksanaanya. Keadaan yang demikian itu bila sering terjadi maka akan berakibat kurang lancarnya kegiatan sesuai dengan rencana sehingga, menyulitkan usaha pencapaian tujuan program secara utuh. Tingkat Pembentukan Nilai (Organization) Pembentukan nilai (organization) berkaitan dengan memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Indikator tingkat organisasi masyarakat dilihat dari kesediaan responden dalam menyelesaiakn masalah yang muncul dan mencari solusi bersama. Tingkat pembentukan nilai masyarakat terhadap program PDPT masih berada pada kategori sedang, yakni sebesar 73.0%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha dalam memperbaiki kondisi lingkungan, infrastruktur, sumberdaya, usaha maupun kesiapsiagaan terhadap bencana belum mampu menjadi karakter dalam diri masyarakat. Program belum mampu membentuk masyarakat menjadi mandiri sebaliknya masyarakat cenderung untuk bergantung pada pemerintah. Tabel 21 Tingkat pembentukan nilai peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Tingkat Desa Muara Total Kategori Pasir Pembentukan (Skor) Nilai n % n % n % 5-9 1 3.3 3 10.0 4 6.7 Rendah 10-14 22 73.3 22 73.3 44 73.3 Sedang ≥ 15 7 23.3 5 16.7 12 20.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.4 13.1 13.3 Sikap Masyarakat Terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh Secara umum sikap masyarakat di dua desa pesisir Teluk Naga terhadap program PDPT berada pada kategori sedang (Tabel 22). Sikap menunjukkan penilaian (positif dan negatif) masyarakat terhadap obyek yang ada di sekitarnya
51 dalam hal ini adalah program PDPT. Secara umum sikap mempengaruhi tingkah laku seseorang, masyarakat yang senang dengan program PDPT akan memberikan dukungan nyata dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian menempatkan sikap masyarakat di dua desa penelitian berada pada kategori sedang, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dan diperbaiki, terutama pada beberapa hal yang sangat berhubungan dengan pembentukan sikap positif masyarakat. Tabel 22 Sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Sikap Masyarakat Tingkatan Sikap Total (%) Rendah Sedang Tinggi (%) (%) (%) 15.0 30.0 55.0 100 Tingkat penerimaan 16.7 35.0 48.3 100 Tingkat respon 6.7 48.3 45.0 100 Tingkat menghargai 6.7 73.3 20.0 100 Pembentukan nilai Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Masyarakat Pesisir Terhadap Program PDPT. Sikap hanya dapat ditunjukan oleh perilaku yang nampak, diikuti dengan kecenderungan untuk melakukan tindakan sesuai dengan obyek, baik berupa dukungan maupun perasaan tidak mendukung. Hal tersebut sejalan dengan, Winkel 2006, mengemukakan bahwa sikap sebagai kecenderungan untuk menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian atas obyek tersebut. Jika obyek tersebut dinilai berguna maka seseorang akan berkecenderungan menerima secara positif, sebaliknya bila dianggap tidak berguna akan diberi reaktif negatif. Untuk mewujudkannya menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Pembahasan faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT merujuk pada temuan penelitian yang disajikan pada Tabel 23,24, dan 25, diperjelas dengan informasi yang didapatkan dari lokasi penelitian serta didukung oleh teori dan hasil penelitian yang relevan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara dianalisis dengan menggunakan Rank Spearman. Hasil analisis (Tabel 23, 24, dan 25) menunjukkan faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT, yaitu tingkat kekosmopolitan, tingkat pengetahuan tentang program, tingkat dukungan tokoh masyarakat, peran kelompok, intensitas kegiatan program, konteks program, pengelolaan sumber daya (input), proses kegiatan program, serta pencapaian program (produk). Hipotesis penelitian adalah sebagai berikut terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik personal (X1), karakteristik lingkungan sosial (X2), dan tingkat pengelolaan program (X3), terhadap tingkat penerimaan, respon, penilaian, dan penilaian masyarakat terhadap program PDPT. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis korelasi Rank Spearman. Jika nilai signifikansinya (pvalue) <0,01 dan 0,05, maka terdapat hubungan yang nyata antara peubah
52 terhadap sikap masyarakat (Y). Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa secara umum peubah karakteristik personal tidak memiliki hubungan yang nyata dengan sikap masyarakat (penerimaan, respon, menilai, dan organisasi), sedangkan karakteristik lingkungan sosial, dan tingkat pengelolaan program menunjukkan adanya hubungan yang nyata dengan sikap masyarakat (penerimaan, respon, menilai, organisasi) pada taraf nyata 0.01 dan 0.05. Karakteristik Lingkungan Sosial Karakteristik lingkungan sosial merupakan faktor utama yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT, yang dijabarkan oleh peubah teramati: (1) dukungan tokoh masyarakat, (2) peran kelompok, (3) dan intensitas kegiatan program. Hal ini berarti bahwa karakteristik lingkungan sosial akan mengembangkan sikap positif masyarakat untuk ikutserta dalam kegiatan program. Intensitas kegiatan program merupakan pembentuk yang paling kuat terhadap pengembangan sikap penerimaan (0.711), respon (0.581) dan pembentukan nilai (0.636) masyarakat terhadap program PDPT. Dukungan tokoh masyarakat menjadi peubah yang paling kuat dalam membentuk sikap penilaian/penghargaan (0.774) masyarakat terhadap programPDPT. Peran kelompok juga memiliki peran yang cukup besar dalam pembentukan sikap masyarakat. Di mana dalam membentuk sikap penerimaan, peran kelompok memiliki nilai hubungan sebesar 0.680, merespon (0.542), menilai (0.585), dan pembentukan nilai (0.582). Dengan demikian, intensitas kegiatan program, dukungan tokoh masyarakat serta peran kelompok perlu dikembangkan lebih baik karena berpotensi paling besar dalam meningkatkan sikap masyarakat pemanfaat program untuk bersama-sama mencapai ketangguhan desa. Tabel 23 Hubungan karakteristik lingkungan sosial dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Peubah 1. Dukungan Tokoh Masyarakat 2. Peran Kelompok 3. Intensitas Kegiatan Program
Penerimaan
Respon
0.710**
0.556**
Menghargai Pembentukan Nilai 0.774** 0.566**
0.680** 0.711**
0.542** 0.581**
0.585** 0.612**
0.582** 0.636**
Lembaga yang terdapat dalam masyarakat pedesaan adalah kelompok tani (nelayan/padi), masyarakat (nelayan) biasanya menjadi bagian dari sebuah kelompok, sehingga kelompok memiliki peran yang cukup penting dalam kehidupan sosial masyarakat pedesaan. Sesuai dengan pendapat Santosa 2002, yang menyatakan bahwa kelompok mempunyai pengaruh terhadap perilakuperilaku anggotanya, yang meliputi pengaruh terhadap persepsi, sikap, dan tindakan individu. Dengan demikian, nilai, norma, interaksi dalam kelompok, kepemimpinan, dan dinamika kelompok memberikan kontribusi tersendiri terhadap bentuk pola interaksi anggotanya ketika berinteraksi dengan lingkungan
53 di luar kelompok. Menurut Beebe dan Masterson 1989, kelompok memegang peranan penting bagi perkembangan kepribadian dan perilaku seseorang. Sebagian anggota kelompok ternyata tidak terlibat aktif dan tidak mengetahui dengan jelas informasi-informasi tentang program PDPT. Pembentukan kelompok dilakukan oleh ketua kelompok yang dipilih oleh lurah/kepala desa. Terdapat beberapa anggota masyarakat yang tidak tahu kalau mereka termasuk dalam kelompok PDPT, akibatnya tidak ada rasa tanggung jawab anggota untuk terlibat penuh. Kelompok yang dibentuk lebih disebabkan adanya proyek atau bantuan. Kelompok seperti ini cenderung tidak bertahan lama, biasanya setelah proyek dihentikan biasanya kelompok ini akan bubar. Pengembangan kelompok secara baik menjadi sangat penting karena banyak masalah masyarakat (nelayan) yang dapat dipecahkan oleh suatu kelompok. Berbagai program pemberdayaan nelayan seperti pemberian kredit, pengelolaan lingkungan dan sebagainya biasanya diberikan dan dikelola melalui kelompok. Oganisasi-organisasi tersebut berperan sebagai perantara antara masyarakat dengan lembaga-lembaga pemerintah, yaitu sebagai saluran komunikasi atau untuk kepentingan-kepentingan lain. Selain peran kelompok, peran tokoh masyarakat dan intensitas kegiatan program juga merupakan peubah teramati yang berhubungan dalam karakteristik lingkungan sosia. Hasil wawancara dan analis data yang menunjukkan bahwa keaktifan tokoh masyarakat dalam memberi motivasi, informasi dan terlibat secara langsung kepada masyarakat membantu pembentukan sikap masyarakat. Sama halnya dengan intensitas kegiatan yang dilakukan pelaksana program, intensitas kunjungan pelaksana program, kegiatan pendampingan, metode pendampingan dan sebagainya juga membentuk sikap masyarakat terhadap program. Perlu dilakukan upaya perbaikan pada kondisi lingkungan sosial masyarakat tersebut agar dapat meningkatkan sifat positif masyarakat terhadap pelaksanaan program PDPT. Beberapa hal yang perlu diupayakan perbaikannya antara lain proses pembentukan kelompok yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan petani, pengelolaan kelompok yang dapat melibatkan seluruh anggota, kesertaan tokoh masyarakat dalam mendukung pelaksanaan program, serta dukungan dari pelaksana program sendiri demi mewujudkan tujuan program. Pengelolaan Program Faktor kedua yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT adalah tingkat pengelolaan program, yang menggambarkan realisasi program, kejelasan program (konteks), pengelolaan sumberdaya (input), proses kegiatan program dan tingkat pencapaian program. Dalam realisasi pelaksanaan program, masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang yang ada dalam lingkungan mereka sendiri. Tenaga pendamping (pelaksana program) dalam membantu masyarakat seharusnya dapat dilakukan melalui pelibatan masyarakat mulai dari perencanaan sampai evaluasi program. Hubungan tingkat pengelolan program dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT dijabarkan dalam empat peubah teramati, yaitu: (1) kejelasan program (konteks), (2) ketepatan pengelolaan sumberdaya (input), (3) kesesuaian pelaksanaan kegiatan program (proses), dan (4) tingkat pencapaian program.
54 Kejelasan program (konteks) menunjukkan hubungan yang paling kuat dalam membentuk sikap masyarakat terhadap program PDPT, yakni: sikap menerima (0.601), merespon (0.643), menilai (0.714), dan organisasi (0.684).
Tabel 24 Hubungan tingkat pengelolaan program dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Peubah 1. Kejelasan program 2. Ketepatan pengelolaan sumberdaya 3. Kesesuaian pelaksanaan kegiatan program 4. Pencapaian program
Penerimaan
Respon
Menghargai Pembentukan Nilai 0.714** 0.684**
0.601**
0.643**
0.536**
0.512**
0.687**
0.622**
0.653**
0.540**
0.674**
0.599**
0.481**
0.500**
0.702**
0.528**
Dikaitkan dengan model perubahan sosial menurut Less dan Smith 1975 maka, program pengembangan yang direalisasikan di lokasi penelitian, masih menerapkan model konsensus karena masih direncanakan dan dirancang pada tingkat nasional. Hal ini terlihat dari kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan. Asumsi yang dikemukakan Rothman (Adi 2003) untuk paradigma local development, yaitu komunitas diintegrasikan dan dikembangkan kapasitasnya dalam upaya memecahkan masalah secara kooperatif, serta membangkitkan rasa percaya diri akan kemampuan masing-masing anggota masyarakat belum sepenuhnya diterapkan. Program yang dilaksanakan hendaknya mampu memanfaatkan potensi kelembagaan yang berakar kuat dalam struktur masyarakat lokal mau dan mampu mengelola potensi sosial ekonomi yang dimiliki. Dalam menjalankan kegiatan usaha, masyarakat memerlukan modal, pengetahuan, dan keterampilan yang relevan, namun tidak selalu tersedia ataupun tidak terpenuhi di tingkat lokal. Karena itu penyuluh pertanian/tenaga pendamping bertugas mengelola sistem yang dapat memperlancar upaya masyarakat memperoleh kebutuhan tersebut baik secara individu maupun kelompok (Sajogyo 1999). Hasil pengamatan di lapangan juga memperlihatkan bahwa kondisi dua desa pesisir yang tidak memperlihatkan banyak perubahan. Perubahan yang terjadi lebih banyak pada hal infrastruktur dan siaga bencana, sedangkan kondisi lingkungan masih saja terlihat tidak terawat. Sama halnya dengan kegiatan bina usaha yang diberikan kepada kelompok pemanfaat, hal tersebut ternyata belum mampu untuk memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat. Pengembangan usaha tidak mampu dikelola oleh masyarakat dengan baik, bantuan dana yang diberikan hanya digunakan untuk membeli peralatan dan mesin-mesin (mesin pengolahan sampah dan mesin pembuatan paping block) untuk usaha, namun kemudian perlengkapan tersebut tidak digunakan untuk menjalankan usaha, melainkan hanya menjadi hiasan di dua desa pesisir tersebut.
55 Program PDPT adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa pesisir yang rentan bencana akibat perubahan iklim, untuk mewujudkan ketangguhan masyarakat melalui pengembangan sumberdaya manusia, usaha, infrastruktur, lingkungan, dan siaga bencana. Kegiatan difokuskan di daerah rawan bencana dengan mengimplementasikan berbagai pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan ketangguhan dengan melibatkan seluruh partisipasi masyarakat. Program ini memberikan bantuan dana dalam jumlah tertentu. Pemanfaatannya bertujuan untuk melatih penggunaan dana tersebut sebagai stimulan pengembangan pemberdayaan lebih lanjut. Dana yang ada digunakan untuk pembiayaan beberapa pembangunan infrastruktur, lingkungan dan investasi ekonomi untuk menciptakan produktivitas yang membantu masyarakat meningkatan kesejahteraannya. Pelaksanaan program PDPT dimulai dari tahap persiapan, di mana masyarakat dilibatkan untuk memasukkan usulan pembangunan (proposal) yang mencakup bina infrasruktur, bina lingkungan, bina usaha, dan siaga bencana, hanya saja masyarakat (anggota kelompok) merasa kurang dilibatkan, karena disuusn oleh ketua kelompok bersama tokoh masyarakat. Menurut para anggota kelompok, sosialisasi dari pemerintah tentang program tersebut sangat kurang. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pelaksana program hanya melibatkan ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok. Kegiatannya pun dilakukan di hotel di ibu kota Kabupaten Tangerang dan di Tigaraksa, sehingga anggota kelompok tidak dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi. Penentukan jenis kegiatan yang dilaksanakan tiap kelompok, dilakukan oleh tokoh masyarakat, ketua dan anggota kelompok, walaupun terdapat juga beberapa anggota kelompok yang merasa tidak dilibatkan dalam penentuan jenis kegiatan kelompok. Kegiatan yang dilakukan antara lain, penanaman mangrove, pembangunan saluran air limbah, pengadaan sarana pengelolaan sampah, pembangunan MCK dan sarana air bersih, rehab sarana ibadah, pembangunan jalan paving block, pembangunan turap sungai, pengadaan perahu wisata, dan pengadaan mesih pavin block. Permasalahan yang dihadapi saat ini yakni pada bina usaha belum adanya kerjasama dengan lembaga pemasaran, ataupun lembaga-lembaga terkait terutama untuk usaha kerajinan tangan, sehingga mereka hanya menjualnya di sekitar pantai, sehingga penjualan tidak begitu banyak. Sedangkan pada pengelolaan sampah dan mesin papin blok tidak mampu dikelola dengan baik oleh kelompok, sehingga mesin yang dibeli dengan menggunakan bantuan yang diberikan melalui program PDPT hanya disimpan dan tidak dioperasikan. Soetomo 2011, mengemukakan bahwa, masih banyak dijumpai kegagalan dari peran eksternal yang berlabelkan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kondisi kehidupannya, tetapi hanya bertahan selama program masih berjalan. Pada saat program dihentikan, intensitasnya secara perlahan berkurang dan akhirnya berhenti. Hal itu disebabkan program pemberdayaan tersebut tidak berhasil mewujudkan proses institusionalisasi. Umumnya kelemahan program pemberdayaan yang tidak berhasil menumbuhkan kemandirian dan keberlanjutan aktivitas lokal masyarakat terletak pada pendekatan yang digunakan dalam penyampaian input program. Program pemberdayaan seharusnya menggunakan pendekatan yang mengutamakan proses belajar bukan hanya material.
56 Karakteristik Personal Karakteristik personal merupakan faktor terakhir yang diamati untuk melihat hubungannya dengan sikap masyarakat terhadap program: (1) umur, (2) tingkat pendidikan formal, (3) pendidikan nonformal, (4) jumlah tanggungan, (5) tingkat kekosmopolitan, (6) tingkat pengetahuan. Tabel 25 Hubungan karakteristik personal dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Peubah
Penerimaan
Respon
Menghargai Pembentukan Nilai -0.057 -0.166 -0.104 0.026 0.085 0.224
1. Umur 2. Pendidikan Formal 3. Pendidikan Nonformal 4. Jumlah Tanggungan Keluarga 5. Tingkat Kekosmopolitan 6. Pengetahuan tentang Program
-0.086 0.103 0.178
-0.108 -0.015 0.166
-0.052
-0.021
0.046
-0.065
0.596**
0.495**
0.372**
0.474**
0.668**
0.457**
0.332*
0.437**
Hasil analisis rank spearman menunjukkan bahwa umur, memiliki hubungan negatif dengan sikap. Hal ini berarti bahwa semakin tua umur responden maka sikap terhadap obyek di sekitarnya akan semakin rendah. Sama halnya dengan umur, jumlah tanggungan dan tingkat pendidikan juga memiliki hubungan yang negatif dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT. Jumlah tanggungan masyarakat yang berada pada kategori sedang yakni 2-3 jiwa menyebabkan masyarakat kurang peduli dengan program. Hal tersebut karena jumlah tanggungan keluarga berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan keluarga Jika tanggungan keluarga banyak maka pemenuhan kebutuhanpun akan lebih banyak banyak, begitu pun sebaliknya di mana jika tangungan keluarga sedikit maka pemenuhan kebutuhan juga sedikit. Hal tersebut menjadikan masyarakat memiliki keinginan untuk berpartisipasi yang berbeda . Masyarakat yang memiliki tanggungan keluarga banyak akan memilih untuk mencari nafkah dibandingkan ikut dalam kegiatan program. Sejalan dengan hal tersebut Erawati (2013) menemukan bahwa semakin besar beban jumlah keluarga menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkuarang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan nilai korelasi negatif antara pendidikan formal disebabkan mayoritas pendidikan responden berada pada kategori rendah, dan sifat yang ditunjukkan oleh responden cenderung dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki. Tingkat pengetahuan terhadap program, dipengaruhi oleh banyaknya informasi yang diperoleh baik dari pengelola program maupun dari tokoh masyarakat. Pendidikan nonformal masyarakat memiliki korelasi yang sangat rendah terhadap sikap masyarakat terhadap program yakni: penerimaan (0.308), respon
57 (0.079), penilaian (0.074), dan organisasi (0.248). Hal ini menunjukkan masih rendahnya (sedikit) kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh pelaksana program kepada masyarakat. Peubah dalam karakteristik personal yang memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap sikap masyarakat terhadap program PDPT yadalah tingkat kekosmopolitan: penerimaan (0.517), respon (0.376), penilaian (0.335), dan organisasi (0.462) serta tingkat pengetahuan tentang program: penerimaan (0.626), respon (0.423), penilaian (0.315), dan organisasi (0.484). Hal ini menunjukkan pentingnya keterbukaan responden dengan dunia luar, terkait informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan terhadap kegiatan pemberdayaan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Kegiatan program PDPT yang telah berjalan sejak tahun 2012 di dua desa penelitian mulai menunjukkan perubahan pada kondisi infrastruktur dan lingkungan desa, sumberdaya, serta kesiapsiagaan terhadap bencana. Namun masih diperlukan pembenahan dalam pengelolaan dan pendampingan, agar pencapaian tujuan program dapat lebih maksimal. 2. Masyarakat di dua desa penelitian menunjukkan sikap cenderung positif terhadap program PDPT, yang ditunjukkan melalui dukungan yang diberikan, hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat memiliki keinginan untuk melihat lingkungannya lebih baik, hanya saja partisipasi masyarakat masih perlu ditingkatkan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 3. Karakteristik lingkungan sosial (dukungan tokoh masyarakat, peran kelompok, serta tingginya intensitas kegiatan program) dan tingkat pengelolaan program (kejelasan program, pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan program, tingkat pencapaian program) menunjukkan adanya hubungan dengan pembentukan sikap positif masyarakat terhadap Program PDPT.
Saran 1. Pelaksanaan program PDPT membutuhkan komitmen dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang perlu lebih meningkatkan keterlibatan representatif masyarakat dalam keseluruhan tahapan program 2. Masyarakat pesisir dengan potensi yang dimiliki perlu menindaklanjuti kegiatan program PDPT, dengan membangun kerjasama dengan lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah.
58
DAFTAR PUSTAKA Abdullah S, Jahi A. 2006. Hubungan Sejumlah Karakteristik Petani Sayuran dengan Pengetahuan Mereka tentang Pengelolaan Usahatani Sayuran di Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Penyuluhan. 2 (4). Adi IR. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta:LPFE UI Amanah S. 2010. Peran Komunikasi Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Jurnal Komunikasi Pembangunan. 8 (1). Amanah S, Farmayanti N. 2011. Strategi Pemberdayaan Nelayan Berbasis Keunikanagroekosistem Dan Kelembagaan Lokal. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Sosiokonsepsia). 16 (3). Amanah S, Hartati T, Sobari P. 2005. Perilaku Petambak dalam Konservasi Hutan Mangrove di Desa Jayamukti, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Buletin ekonomi Perikanan. VI (1). Amanah S. 2003 Perencanaan Program Penyuluhan Perikanan di Desa Anturan, Buleleng, Bali. Buletin Ekonomi Perikanan. V (1). Arikunto S., Cepi Safrudin, 2009. Evaluasi Program Pendidikan : Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga, Jakarta : Bumi Aksara Asngari PS. 2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Astono W. 2010. Problem Sanitasi, Karakteristik Sosial Ekonomi, dan Upaya Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Wilayah Pesisir Pekalongan. Jurnal Ekosains. 2 (2). Ayunita NND. Mudzakir AK. 2006. Analisis Pendapatan Bakul dan Pengolah Ikan Penerima Dana PEMP di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Buletin Ekonomi Perikanan. VI (2). Azwar S. 2009. Sikap Manusia ”Teori dan Pengukurannya”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baba S, Isbandi, Mardikanto T, Waridin. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Peternak Sapi Perah dalam Penyuluhan di Kabupaten Enrekang. JITP . 1 (3). Batoa H, Jahi A, Susanto D. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kompetensi Petani Rumput Laut di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Penyuluhan. 4 (1). Beebe SA. Masterson JT. 1989. Communicating In Small Groups: Principles and Practices. Glenview, Illinois: Harper Collins Publishers. Bengen, DG. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan–Institut Pertanian Bogor. Budiyanto H. 2011. Pendampingan dalam Proses Perencanaan Partisipatif Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK). Local Wisdom. III (I).
59 Cahyani D .2008. Revitalisasi Kawasan Lembah Tamansari Melalui Pemberdayaan Organisasi Masyarakat. Jurnal Teras. 8 (1). Chaplin J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Chozin M.A, Sumardjo, Poerwanto R, Purbayanto A, Khomsan A et al. 2010. Pembangunan Perdesaan dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Bogor: IPB Press. Peran Pendamping Program Pemberdayaan Ekonomi Daud HIA. 2011. Masyarakat Pesisir dalam Pemberdayaan Kelompok Nelayan Di Provinsi Maluku Utara. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dahuri R et.,al. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. Dayakisni T., Hudaniah. (2003). Psikologi sosial. Malang. Universitas Muhammadiyah. Erawati I., Massadun. 2013. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Mangrove di Desa Bedono Kecamatan Sayung. Jurnal Ruang (Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota). 1 (1). Febriana I. 2012. Peran Tokoh Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan Pembangunan Di Desa Banjurpasar Kecamatan Buluspesantren Kebumen. Unnes Civic Education Journal. 1 (2). Garnadi D. 2004. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Masyarakat Sekitar Hutan terhadap Hutan. [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Hamdan. 2005. Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP 2001) dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pesisir. [Tesis]. Semarang: Universitas Diponogoro. Hanafi A. 1986. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Usaha Nasional. Hasyim H. 2006. Analisis Hubungan Karakteristik Petani Kopi Terhadap Pendapatan (Studi Kasus: Desa Dolok Seribu Kecamatan Paguran Kabupaten Tapanuli Utara). Jurnal Komunikasi Penelitian. 18 (1). Havighrust RJ. 1972. Development Task and Education. New York: David Mc. Kay Company Inc. Hawkins D. Best I. Rogers J. Coney KA. 1986. Consumer Behavior: Implications for Marketing Strategy. New York: Mc Graw Hill Co. Herawati, Ismail P. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Kontaktani dalam Perencanaan Program Penyuluhan Pertanian. Jurnal Penyuluhan. 2 (2). Jamasy O. 2004. Keadilan, Pemebrdayaan, dan Penanggulangan Kemiskinan. Bandung: Belantika. Karsidi R. 2001. “Paradigma Baru Pendampinganan Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat.” Dalam Pambudy dan A.K.Adhy (ed.): Pemberdayaan Sumber daya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Pedoman Umum Penyususnan Rencana Pengembangan Desa Pesisir. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan.
60 [KKP]
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Pedoman Teknis Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kerlinger N. Fred. 2003. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjamadah University Press. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2002. Abasi Terus Gerogoti Pesisir Tangerang.http://www.menlh.go.id/abrasi-terus-gerogoti-pesisirtangerang/. [diakses tanggal 19 Januari 2013]. Leilani A., Jahi A. 2006. Kinerja Penyuluh Pertanian di Beberapa Kabupaten Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan. 2 (2). Less R. Smith G. 1975. Action Research in Community Development. London: Routledge and Kegan Paul Ltd. Madrie. 1986. Beberapa Faktor Penentu Partisipasi Anggota Masyarakat dalam Pembangunan Pedesaan. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Masydzulhak. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Kota Bengkulu. Jurnal Penelitian UNIB. XI (1). Muktasam. 2012. Kajian Kritis Atas Fenomena Dan Program Pengentasan Kemiskinan Pada Masyarakat Sekitar Hutan Di Pulau Lombok. Agroteksos. 22 (1). Mulyandari SHR. 2011. Perilaku Petani Sayuran dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi. Jurnal Perpustaan Pertanian. 20 (1). Neliyanti, Heriyanto M. 2013. Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jurnal Kebijakan Publik. 4 (1). Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Nuryanti S., Swastika KSD. 2011. Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi Pertanian. Forum Peneliti Agro Ekonomi. 29 (2). Pahlupi R, Suryana A, Setiaman A. 2012. Hubungan antara Kegiatan Penyuluhan Program Keluarga Berancana (KB) dengan Perubahan Sikap Penduduk Kabupaten Garut. eJurnal Mahasiswa Universitas Padjajaran. 1 (1). Pakpahan HT., Lumintang RWE., Susanto D. 2006. Hubungan Motivasi Kerja dengan Perilaku Nelayan pada Usaha Perikanan Tangkap. Jurnal Penyuluhan. 2 (1). Prihandoko, Jahi A, Gani D, Purnaba IGP, Adrianto L, Tjitradjaja I. 2011. Faktor-Faktor yang Mmempengaruhi Perilaku Nelayan Artisanal dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Pantai Utara Provinsi Jawa Barat. Makara, Sosial Humaniora. 15 (2). Raharjo A. 2006, Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Yokyakarta: Graha Ilmu. Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Razali I. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Laut. Jurnal Pemberdayaan Komunitas. 3 (2). Rini. 2011. Peran Media Massa dalam Mendorong Perubahan Sosial Masyarakat. Jurna Ilmiah Orasi Bisnis. VI. Ridwan M. 2012. Penguatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Kelompok. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 13 (2).
61 Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta Rogers EM. Schoemaker. 1971. Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach. New York: The Free Press. A division of Me Milland Co. Rothman J, John L. Erlich, JE. Tropman. 2011. Strategies of Community Intervention. 6 th. Manhattan: F.E. Peacock Publishers. [RPJMN] Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. 2010. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Rukka H. Buhaerah, Kadir S. 2008. Peran Kelompok Tani dalam Pemenuhan Kebutuhan Usahatani,Kasus Petani Padi Sawah di Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem. 4 (2). Rusli S. 1995. Pengantar Kependudukan. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Salkind NJ. 1985. Teories of Human Development. New York: John Willey and Sons. Sajogyo. 1999. Memacu Perekonomian Rakyat. Jakarta: Aditya Media. Santosa. 2002. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara. Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Cidesindo. Saifuddin A. 2000. Reliabilitas dan Validitas:Seri Pengukuran Psikologi. Yogyakarta. Sigma Alpha Setiawan J. 2009. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Pantai Carita. Prospek. 2 (1). Sevilla CG; JA Ochave; TG Punsalan; GG Uriarte. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penerjemah Alimuddin Tuwu. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Silverius S. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Grasindo. Jakarta Singarimbun ME, Efendi S. 1995. Metode Penelitian Survei.Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB. Press. Bogor. Soehardjo. Patong. 1992. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usaha Tani. Departemen IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Soekanto S. 2003. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Soekartawi, 1995. Monitoring dan evaluasi, proyek pendidikan. Jakarta : Pustaka Jaya. Soekartawi. 1998. Pembangunan Pertanian. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Soekartawi. 1999. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta Raja Grafindo Persada. Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Mungkinkah Muncul Antitesisnya? Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Spencer LM., Spencer SM. 1993. Competence at Work: Model For Superior Performance. New York: John Wiley and Sonc Inc. Stocbridge, M., Andrew D., Jonathan K., Jamie M., and Nigel Poole. 2003. Farmer Organization for Market Access: An International Riiew. Suciati LP. 2008. Strategi Multikriteria Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan di Kawasan Argopuro. J-Sep. 2 (2). Suharto E. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS). Suharyat Y. 2009. Hubungan Antara Sikap, Minat, dan Perilaku Manusia. Region. 1 (2).
62 Sumitro M. (1991). PenyuluhanPembangunan Indonesia Menyonsong Abad XXI. PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, Jakarta. Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang, Jakarta: Pn. Djambatan. Sutopo HB. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Jurusan Seni Rupa Fakultas Sastra UNS. Sungkar S. 2010. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat Dan Kepadatan Aedes Aegypti Di Kecamatan Bayah, Provinsi Banten. Makara, Kesehatan, 14 (2). Suranto A. 1999. Sikap Anggota Kelompok Masyarakat IDT terhadap Peranan dan karakteristik Pendamping. [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Syafruddin. 2003. Pengaruh Media cetak Brosur dalam proses Adopsi dan difusi Inovasi Beternak ayam Broiler di Kota Kediri. UGM. Tampubolon J. Sugihen BG. Slamet M. Susanto D. Sumardjo. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendekatan Kelompok (Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)). Jurnal Penyuluhan. 2 (2). Tarigan RV. 2009. Peranan Pendidikan Nonformal Memberdayakan Ekolem.http://skbtenggarong.worlpress.co./2009/01/23/perananpendidikan-nonformal-memberdayakan ekolem. Diakses tanggal 19 Januari 2013. Tarigan R. 2006. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pendapatan Perbandingan Antara Empat Hasil Penelitian. Jurnal Wawasan. 11 (3). Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Walgito B. 2003. Psikologi Sosial : Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Opset. Wee ST, Radzuan ISM. (2010). Sikap Masyarakat terhadap Program Kitar Semula: Kajian Kes di Daerah Batu Pahat, Johor. Journal of TechnoSocial. (2)1. Wicaksono SR. 2011. Strategi Penerapan Domain Afektif di Lingkup Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan. 12 (2). Widoyoko EP. 2010. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Winkel I. 2000. Psikologi Pengajaran. Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Widiasrana Indonesia. Yunita. 2011. Strategi Peningkatan Kapasitas Petani Padi Sawah Lebak Menuju Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Kabupaten Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. [Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Zamhariri. 2008. Pengembangan Masyarakat: Perspektif Pemberdayaan dan pembangunan. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. 4 (1). Zamzami L. 2012. Peranan Lembaga Pengembangan Pesisir Mikro “Mitra Mina” dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Sumatera Barat. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan. 1 (2). Zhang G, Zeller N, Griffith R, Metcalf D, Williams J, Shea C, dan KMisulis K. 2011. Using the Context, Input, Process, and Product Evaluation Model (CIPP) as a Comprehensive Framework to Guide the Planning, Implementation, and Assessment of Service-learning Programs. Journal of Higher Education Outreach and Engagement. 15 (4).
63
LAMPIRAN Lampiran 1 Peta Kecamatan Teluk Naga
Keterangan: Desa Tanjung Pasir Desa Muara
64 Lampiran 2 Foto-foto Penelitian
Papan Nama Kelompok PDPT
Kondisi Lingkungan Desa Pesisir
Pembangunan Turap Sungai
65
Mesin Pengolah Sampah
Hasil kerajinan Pengolahan sampah
Pembangunan SPAL
66
Penanaman Mangrove
Wawancara responden
Wawancara responden
67
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 1 November 1987. Merupakan anak bungsu dari sepuluh bersaudara, dari Ayah (alm) H. Sulo Lipu dan Ibu (almh) Hj. Mastiha. Pendidikan sarjana ditempuh penulis pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) Universitas Hasanuddin, dengan memilih Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Saat menempuh Program Sarjana, penulis aktif dalam kepengurusan Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi Pertanian (MISEKTA UNHAS). Penulis menyelesaikan studi pada tahun 2010 dengan predikat cum laude dan menyusun Skripsi dengan judul “Dampak Berdirinya Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Perkembangan Mata Pencaharian Masyarakat Sekitar (Studi Kasus pada PTPN XIV (Persero) Unit Keere, Desa Ciromanie, Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo). Sejak tahun 2010, penulis tercatat sebagai staf pengajar pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Buana Makassar (STIE-PB). Pada tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan Program Magister pada Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB, dengan Beasiswa BPPS Kementerian Pendidikan Nasional. Artikel ilmiah dengan judul “Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga, Tangerang, Banten” bagian dari penelitian tesis ini akan dimuat dalam Jurnal Sosiokonsepsia, Kementerian Sosial.