STEREOTIP MASYARAKAT SUNDA TERHADAP MASYARAKAT PENDATANG JAWA DI KAMPUNG NELAYAN DESA TELUK KECAMATAN LABUAN KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana llmu Sosial dan Politik Pada Konsentrasi Ilmu Humas Program Study Ilmu Komunikasi
Oleh : Rizqi Nahria Farhani NIM: 6662090288
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2016
ii
Lembar Persembahan
“Jangan sia-siakan waktu, walaupun hanya sedetik bisa mengubah jalan hidup kita” ( Rizqi Nahria Farhani) Skripsi ini saya persembahkan buat kedua orang tuaku, terima kasih buat segalanya. Maafkan anakmu ini yang banyak merepotkan mamah dan bapak. Semoga suatu saat nanti bisa membuat kalian bangga.
iii
ABSTRAK
RIZQI NAHRIA FARHANI. NIM. 6662090288/2015 STEREOTIP MASYARAKAT SUNDA TERHADAP MASYARAKAT PENDATANG TELUK DI KAMPUNG NELAYAN DESA TELUK KECAMATAN LABUAN KABUPATEN PANDEGLANG BANTEN. Kampung Nelayan terletak di Desa Teluk Kecamatan Labuan. Terdapat dua suku yang menetap dan tinggal di Kampung Nelayan Teluk. Suku sunda merupakan suku pribumi dan suku Jawa merupakan pendatang. Perbedaan suku menimbulkan perbedaan budaya dan bahasa dalam berkomunikasi. Hal tersebut akan berpengaruh pada proses komunikasi antarbudaya di Kampung Nelayan Teluk. Setiap individu memiliki persepsi dan penilaian yang berbeda terhadap suku lain sesuai dengan apa yang mereka rasakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami, dan menggambarkan penilaian masyarakat Sunda terhadap sifat masyarakat Jawa dan reaksi masyarakat Sunda terhadap cara berkomunikasi masyarakat Jawa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Karena peneliti berupaya menggambarkan bagaimana persepsi masyarakat Sunda terhadap Masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan Desa Teluk Labuan. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui observasi dan wawancara. Narasumber penelitian ini adalah masyarakat suku Sunda Kampung Nelayan Teluk. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat Sunda menilai masyarakat Jawa memiliki kebiasaan Jorok, tetapi masyarakat jawa memiliki semangat bekerja yang tinggi dibandingkan dengan masyarakat Sunda. Cara berkomunikasi masyarakat Jawa yang tetap menggunakan bahasa Jawa tidak menjadi halangan dalam berkomunikasi. mereka saling mengerti bahasa masing-masing suku. Masyarakat Sunda sangat terbuka dan tidak membatasi dalam berkomunikasi dengan masyarakat Jawa. Masyarakat Sunda menerima kehadiran masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan Teluk.
Kata Kunci: Stereotip, Masyarakat Kampung Nelayan
iv
ABSTRACT
RIZQI NAHRIA FARHANI. NIM. 6662090288/2015 “THE STEREOTIP OF SUNDANESE COMMUNITY TOWARDS NEW COMER COMMUNITY IN NELAYAN VILLAGE TELUK SUB DISTRICT LABUAN DISTRICT PANDEGLANG REGENCY BANTEN PROVINCE” Nelayan Village is situated in Teluk Sub District, Labuan District, Pndeglang Regency. There are two tribes that live there. Sundanese tribe is the native ethnic group and Javanese ethnic is the foreign descent. The difference of ethnic group in community arouse different cultures and language in their communication. These problems will influence the process of cross culture communication in that village. Every person (individual) has different perception and assessment towards the different tribe base on what they are experienced in their daily live. The purpose of this research is to know, to understand and to describe Sundanese Community assessment towards Javanese community, and also the the reaction of Sundanese Community towards the way of how Javanese community make communication. This research uses descriptive qualitative method. This method is used because this research describes how the perception of Sundanese ethnic towards Javanese community as foreign descent in Nelayan village, Teluk sub district, Labuan district. The data collection technique is derived from observation and interview. The informants of this research are Sundanese ethnic community that live in Nelayan village. The result of this research show that Sundanese ethnic assess Javanese ethnic community have dirty habit but they have high work spirit compared to Sundanese ethnic community. It is no problem when they make communication they use their own language. They understand each other. The Sundanese ethnic always open minded and no limited in making communication with Javanese ethnic. The Sundanese welcome Javanese ethnic as foreign descent in Nelayan illage.
Key words : Stereotip, Nelayan Village Community
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ilahirobbi
yang Maha
menguasai ilmu pengetahuan, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana (S1) pada program studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini banyak terdapat kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang dapat membantu perbaikan skripsi dengan judul “ Persepsi Masyarakat Sunda Terhadap Masyarakat Pendatang Jawa di Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan
Labuan Kabupaten
Pandeglang Banten” ini sangat peneliti harapkan. Disamping itu skripsi ini terwujud atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak berikut: 1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos M.Si selaku Dekan FakultasI lmuSosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos M.Si selaku dosen pembimbing skripsi 2 dan Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
vi
4. Bapak Muhammad Jaiz selaku Dosen Pembimbing skripsi 1 yang memberikan arahan serta masukan untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Kedua orang tua Bapak Drs. Engkos Kosasih M.M.Pd dan Ibu Juju Juariah, serta Kakak dan kakak ipar Achmad Jalaluddin ST dan Inggrid Kartikasari S.Kep yang terus memberikan semangat dan do‟a kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman-teman seperjuangan Ilmu komunikasi 2009 yang telah memberikan kenangan indah ketika menimba ilmu di UNTIRTA. Terima kasih untuk kalian semua 7. Buat teman-teman KABEJA M. Taufik, Mimip, Dede, dan semuanya terima kasih atas pengertian dan dukungannya buat penulis sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. 8. Terimakasih juga buat teman kost, Iskandar, Sirojudin, Kemong, Budi, Megi, Oscar kalian telah banyak memberi kenangan di setiap harinya. Semoga kita semua sukses. Amiin .. 9. Buat Axis FC kalian sahabat terbaiku, semoga kita semua sukses selalu dan selalu menjaga silaturahmi. 10. Teman-teman Milanisti Pandeglang, Milanisti Labuan terimakasih atas dukungan dan do‟anya. Forza Milan!!!! 11. Yang terakhir buat seseorang yang telah lama hadir yang sangat spesial bagi penulis, terima kasih telah memberikan semangat kembali dalam penyelesaian skripsi ini dan do‟a bagi penulis. Terima kasih buat semuanya, semoga apa yang kita bicarakan dapat terkabul. Amiiin
vii
Terimakasih untuk segalanya, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis dan pihak lain.
Labuan, November 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT
Kata Pengantar .................................................................................................... vi Daftar Isi .............................................................................................................. ix Daftar Tabel.......................................................................................................... xi Daftar Gambar .................................................................................................... xii Daftar Lampiran ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5 1.3 Identifikasi Masalah ......................................................................................... 6 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 6 1.5 Manfaat dan Kegunaan Penelitian .................................................................. 6 1.5.1 Manfaat Teoritis .................................................................................... 6 1.5.2 Manfaat Praktis ...................................................................................... 7 BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 8 2.1 Komunikasi ....................................................................................................... 8 2.2 Komunikasi Antarbudaya................................................................................ 10 2.2.1 Unsur Kebudayaan ............................................................................... 13 2.2.2 Proses Komunikasi Antar Budaya ........................................................ 17 2.2.3 Unsur-unsur Proses Komunikasi Antarbudaya .................................... 20 2.3 Hambatan Komunikasi .................................................................................... 25
ix
2.4 Etnis Sunda, Jawa ........................................................................................... 29 2.5 Persepsi ........................................................................................................... 30 2.6 Teori Kognitif.................................................................................................. 39 2.6.1 Kategorisasi atau Penggolongan ........................................................... 39 2.7 Kerangka Berfikir............................................................................................ 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 47 3.1 Metode Penelitian ........................................................................................... 47 3.2 Informan Penelitian ........................................................................................ 50 3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 52 3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 55 3.5 Uji Validitas ................................................................................................... 57 3.6 Waktu dan Tempat Penelian .......................................................................... 58 BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 60 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................................. 60 4.2 Deskripsi Data ................................................................................................ 64 4.3 Hasil Penelitian .............................................................................................. 66 4.3.1 Penilaian Masyarakat Sunda Terhadap Sifat Masyarakat Pendatang Jawa................................................................................................................ 68 4.3.2 Reaksi Masyarakat Sunda Terhadap Cara Berkomunikasi Masyarakat Pendatang Jawa .............................................................................................. 73 4.4 Pembahasan Hasil Penelitian .......................................................................... 85 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 91 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 91 5.2 Saran ................................................................................................................ 93 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 96 LAMPIRAN ......................................................................................................... 98 CURRICULUM VITAE ................................................................................... 128 x
DAFTAR TABEL Halaman 3.1 Jadwal Penelitian............................................................................................. 59
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Gambar Komunikasi Antarbudaya .................................................... 20 Gambar 2.2 Kerangka Berfikir .............................................................................. 45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Lampiran 2 : Hasil Wawancara Lampiran 3 : Dokumentasi Lampiran 4 : Surat Keterangan Lampiran 4 : Curriculum Vitae
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Labuan merupakan salah satu Kecamatan yang terletak di Kabupaten Pandeglang. Letak geografis Labuan berada di ujung barat pulau jawa yang berbatasan langsung dengan selat sunda. Labuan merupakan tempat yang strategis karena sebagai lalu lintas tempat wisata yang ada di Pandeglang. Tempat wisata yang terdapat di Kabupaten Pandeglang sebagian besar terdapat di pesisir pantai. Letak yang strategis itu menjadikan Labuan sebagai salah satu pusat perkonomian dan pusat perikanan Kabupaten Pandeglang. Hal tersebut mengakibatkan Labuan sebagai Kecamatan dengan sebaran penduduk terpadat di Kabupaten Pandeglang. Sebaran penduduk yang padat tersebut menjadi bukti bahwa Labuan merupakan salah satu pusat perekonomian di Kabupaten Pandeglang. Dari beberapa desa yang terdapat di Kecamatan Labuan, Desa Teluk merupakan Desa dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi setelah Desa Labuan. Desa Teluk merupakan pusat perikanan di Kecamatan Labuan karena terdapat beberapa tempat Pelelangan ikan. Aktifitas yang berlangsung di tempat pelelangan ikan Desa teluk terjadi selama 24 jam sehingga selalu ada interaksi di lingkungan tempat pelelangan ikan.
1
Pelelangan ikan di Desa Teluk berada di perkampungan Nelayan. Sebagian besar penduduk Kampung Nelayan berprofesi sebagai Nelayan dan berdagang. Masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan Teluk merupakan penduduk asli Pandeglang dan masyarakat pendatang suku jawa yang telah lama menetap di Kampung Nelayan Teluk. Maka dari itu, Terdapat dua suku yang menetap di Kampung Nelayan Desa Teluk. Setiap suku mempunyai budaya yang berbeda dengan suku lainnya. Perbedaan yang dapat terlihat secara langsung adalah perbedaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan identitas dari setiap suku yang hanya dimengerti oleh suku tersebut. Dengan adanya dua suku yang berbeda, di Kampung Nelayan Teluk terdapat dua bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Perbedaan bahasa dalam berkomunikasi menyulitkan masyarakat Kampung Nelayan Teluk dalam berinteraksi dengan suku lain. Dialek, makna, ekspresi dalam berbicara setiap suku akan berbeda dengan suku lain. Diperlukan kemampuan penyampaian bahasa yang baik dalam komunikasi antar suku. Komunikasi akan efektif jika terdapat persamaan makna dari pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Umpan balik dalam berkomunikasi antar suku dapat diketahui langsung oleh komunikator dan komunikan. Umpan balik merupakan reaksi dari komunikan dalam menanggapi pesan yang disampaikan oleh
2
komunikator. Komunikan dan komunikator harus memperhatikan umpan balik dari lawan bicara agar komunikasi dapat berjalan dengan baik. Di Kampung Nelayan Teluk, faktor lingkungan dapat menjadi gangguan dalam proses komunikasi. Faktor lingkungan yang dapat mengganggu proses komunikasi misalnya suara ombak dan perahu nelayan. Suara ombak dan perahu akan mengganggu jalannya komunikasi di Kampung Nelayan Teluk karena suara tersebut akan memecah konsentrasi komunikator dan komunikan ketika melakukan komunikasi. Terjadi perbedaan intensitas dalam berkomunikasi di Kampung Nelayan Teluk. Masyarakat Kampung Nelayan Teluk dalam berkomunikasi dengan sesama suku akan lebih intens dibandingkan dengan masyarakat dari suku lain. Masyarakat Teluk lebih menyukai berkomunikasi dengan sesama suku karena terdapat kesamaan bahasa danpengalaman sehingga dalam penyampaian pesan terdapat kesamaan makna. Dalam proses komunikasi antar suku di Kampung Nelayan Teluk, hambatan dalam berkomunikasi akan muncul jika terdapat salah satu suku merasa lebih baik dibandingkan dengan suku lain. Sikap tersebut merupakan sikap etnosentris karena memandang budayanya dinilai yang terbaik dibandingkan dengan budaya lain. Sikap etnosentis akan selalu muncul dalam lingkungan masyarakat yang terdiri dari beberapa suku. Suku pendatang Jawa telah bertahun-tahun datang ke Kampung Nelayan Teluk. sehingga penduduk suku jawa terus bertambah karena mereka berkeluarga dan memiliki keturunan. Secara alamiah masyarakat
3
pendatang
Jawa
menjadi
lebih
mendominasi
dibandingkan
dengan
masyarakat pribumi. Dapat dilihat dari masyarakat Nelayan dan pedagang yang terdapat di sekitar pelelangan ikan mayoritas berasal dari suku Jawa. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi di lingkungan pelelangan ikan juga sudah mulai didominasi oleh bahasa jawa. Intensitas yang terbatas dalam berkomunikasi antar suku rentan muncul konflik dan menimbulkan adanya jarak antara masyarakat Sunda Kampung Nelanyan Teluk dengan masyarakat jawa. Setiap suku akan menebak-nebak sikap suku lain, sehingga akan muncul persepsi dari kedua suku. Persepsi merupakan tindakan dalam menafsirkan sesuatu. Sikap saling tidak terbuka antar suku akan menimbulkan persepsi yang tidak baik. Prasangka sosial akan muncul ketika terjadi kesenjangan jarak antara kedua suku. Persepsi merupakan proses pemaknaan terhadap sesuatu yang ditangkap oleh alat indera. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu objek tergantung makna apa yang mereka rasakan. Begitu juga dengan persepsi setiap masyarakat Sunda terhadap masyarakat Jawa di Kampung nelayan akan berbeda satu dengan yang lainnya. Persepsi sangat penting karena sebagai inti dari komunikasi, karena jika persepsi tidak benar maka komunikasi tidak akan berjalan dengan baik. Persepsi akan menentukan pesan apa yang dipilih dan pesan apa yang diabaikan. Semakin banyak kesamaan persepsi setiap individu maka akan
4
semakin mudah dan sering mereka berkomunikasi. Sebaliknya jika tidak ada kesamaan maka akan terbentuk kelompok-kelompok dalam berkomunikasi. Dengan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang komunikasi antarbudaya di Kampung Nelayan DesaTeluk. Kampung Nelayan Teluk yang memiliki perbedaan suku dan bahasa dalam berkomunikasi menjadi daya tarik utama penulis dalam melakukan penelitian ini. Selain itu, penulis juga merasa tertarik dengan bagaimana sikap stereotip masyarakat Sunda terhadap masyarakat pendatang Jawa. Maka dari itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Stereotip Masyarakat Sunda Terhadap Masyarakat Pendatang Jawa Di Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Stereotip Masyarakat Sunda Terhadap Masyarakat Pendatang Jawa Di Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan Pandeglang Banten?”.
5
Labuan Kabupaten
1.3 Identifikasi Masalah Bertolak dari persoalan sebagaimana disebutkan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti perihal stereotip masyarakat Sunda terhadap masyarakat Jawa di Kampung Nelayan Desa Teluk Labuan. Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penilaian masyarakat suku Sunda terhadap sifat masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan? 2. Bagaimana reaksi masyarakat suku Sunda terhadap cara berkomunikasi masyarakat Jawa Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan?
1.4 Tujuan Penelitian Agar penelitian ini terarah, maka penulis menentukan tujuan penelitian terlebih dahulu. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui penilaian masyarakat Suku Sunda terhadap sifat masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan. 2. Mengetahui reaksi masyarakat Sunda terhadap cara berkomunikasi masyarakat Jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan?
1.5 Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan ilmu komunikasi, khususnya tentang kajian komunikasi antarbudaya. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi referensi bagi mahasiswa
6
ilmu komunikasi yang akan melakukan penelitian dengan kajian yang sama yaitu komunikasi antarbudaya.
1.5.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat Kampung Nelayan DesaTeluk tentang cara berkomunikasi yang efektif guna menjaga keharmonisan antarbudaya. Penelitian ini juga bermanfaat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam bidang ilmu komunikasi.
7
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari kata latin yaitu communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama1. Maksud dari sama tersebut adalah ketika suatu pesan disampaikan oleh narasumber atau komunikator akan sama dengan pesan yang diterima oleh komunikan. Komunikasi antara komunikan dengan komunikator akan terus berlangsung selama ada persamaan makna. Komunikasi adalah produksi dan pertukaran informasi dan makna (meaning) tertentu dengan menggunakan tanda atau simbol. Komunikasi meliputi proses encoding pesan yang akan dikirimkan, dan proses decoding terhadap pesan yang diterima, dan melakukan sintesis terhadap informasi dan makna. Komunikasi dapat terjadi pada semua level pengalaman manusia dan merupakan cara terbaik untuk memahami perilaku manusia dalam perubahan perilaku antar individu, komunitas, organisasi, dan penduduk umumnya2. Carl I. Hovland berpendapat bahwa komunikasi adalah upaya sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap3. Dari definisi yang disampaikan oleh Hovland, Hovelan menunjukan bahwa yang dijadikan sebagai objek ilmu komunikasi tidak hanya penyampaian informasi semata, tetapi pembentukan 1
Prof. Onong Uchjana Efendi“Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek” 2006, hal 9 Prof. DR. Alo Liliweri, M.S “Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011, hal 38 3 Prof. Onong Uchjana Efendi“Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek” 2006, hal 10 2
8
8
pendapat umum dan sikap publik dalam kehidupan sosial dan politik memainkan
peran
yang
sangat
penting.
Hovelan
secara
khusus
mendefinisikan komunikasi yaitu proses mengubah prilaku orang lain. Wilbur Schramm juga mengungkapkan pendapatnya mengenai komunikasi yang tertuang dalam karyanya, Communication Research in the United States. Dia menyatakan bahwa komunikasi akan berjalan dengan baik/berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference) yaitu paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meaning) yang pernah dilakukan oleh komunikator4. Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat esensial bagi individu, relasi, kelompok, organisasi dan masyarakat, dia merupakan garis yang menghubungkan manusia dengan dunia, bagaimana manusia membuat kesan tentang dan kepada orang lain. Karena itu, jika manusia tidak berkomunikasi maka dia tidak dapat menciptakan dan memelihara relasi dengan sesama dalam kelompok, organisasi dan masyarakat. Komunikasi memungkinkan manusia mengkoordinasikan semua kebutuhannya dengan dan bersama orang lain (Ruben & Stewart, 1998)5. A. Peran dan Fungsi Komunikasi Peranan utama komunikasi adalah menghubungkan bahwa komunikasi bukan merupakan koneksi yang pasif, komunikasi berperan dalam suatu proses yang menghubungkan fungsi beberapa bagian yang 4
Ibid, hlm 13 Prof. DR. Alo Liliweri, M.S. “ Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011, hal 35
5
9
terpisah atau yang berbeda dalam suatu sistem bersama. Selain itu, peran komunikasi untuk menjelaskan apa yang terjadi. Kita tidak dapat memahami komunikasi hanya dengan mendengar apa kita dengar, kita akan dapat memahami komunikasi ini secara lengkap setelah mengerti penjelasan tentang hubungan antara apa yang dilihat dan didengar dengan lingkungan sekelilingnya6. Komunikasi dapat memuaskan kehidupan manusia manakala semua kebutuhan fisik, identitas diri, kebutuhan sosial, dan praktis dapat tercapai (Adler & Rodman,2003). Secara umum, ada empat kategori utama komunikasi, yaitu: (1) fungsi informasi; (2) fungsi instruksi; (3) persuasif; dan (4) fungsi menghibur. Apabila empat fungsi utama ini diperluas, maka akan ditemukan dua fungsi lain, yakni: (1) fungsi pribadi, dan (2) fungsi sosial. Fungsi pribadi komunikasi diperinci ke dalam fungsi: (1) menyatakan identitas sosial; (2) integrasi sosial; (3) kognitif; (4) fungsi melepaskan diri/jalan keluar. Adapun fungsi sosial terperinci atas fungsi: (1) fungsi pengawasan; (2) menghubungkan/menjembatani; (3) sosialisasi; dan (4) menghibur. 2.2 Komunikasi Antarbudaya Komunikasi antarbudaya terjadi bila komunikator adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan/komunikator merupakan anggota suatu budaya lain. Pada komunikasi tersebut selalu muncul suatu masalah dimana suatu pesan yang disampaikan dalam suatu budaya kemudian harus disandi 6
Ibid hlm 135
10
kembali kedalam budaya lain. Proses penyandian pesan kembali ini rentan terhadap konflik dan bisa menghambat proses komunikasi jika pada proses penyandian tersebut memiliki perbedaan makna. Komunikasi antar budaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Komunikasi yang dilakukan berbeda latar belakang budaya dengan perbedaan bangsa, kelompok ras, atau komunitas bahasa, komunikasi ini disebut komunikasi antar budaya. Dikarenakan definisi yang paling sederhana dari komunikasi antar budaya adalah menambah kata budaya ke dalam pernyataan “komunikasi antara dua orang/lebih yang berbeda latar belakang kebudayaan” dalam beberapa definisi komunikasi di atas7. Komunikasi
Antarbudaya
dapat
diartikan
melalui
beberapa
pernyataan sebagai berikut: 1. Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budayanya. 2. Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya. 3. Komunikasi antarbudava merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atauhiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau metodelainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
7
Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 8
11
4. Komunikasi antarbudaya adalah pcngalihan informasi dariseorang yang berkebudayaan tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain. 5. Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. 6. Komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal darilatar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu. 7. Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan.8 Dari pernyataan komunikasi antar budaya tersebut, komunikasi antar budaya pada dasarnya memiliki persamaan dengan komunikasi pada umumnya.
Yang
membedakan
komunikasi
antarbudaya
dengan
komunikasi lain hanya terletak dari latar belakang budaya pelaku komunikasi. Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka kita mengenal beberapa asumsi, yaitu: a. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan. b. Dalam komunikasi antarbudaya terkanduk isi dan relasi antarpribadi.
8
Ibid Hal 9-10
12
c. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi. d. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian. e. Komunikasi berpusat pada kebudayaan. f. Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antar budaya.9 Liliweri mengatakan bahwa komunikasi antar budaya memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai salah satu kajian dalam ilmu komunikasi karena: 1 Secara teoritis memindahkan focus dari satu kebudayaan kepada kebudayaan yang dibandingkan. 2 Membawa konsep aras makro kebudayaan ke aras mikro kebudayaan. 3 Menghubungkan kebudayaan dengan proses komunikasi. 4 Membawa perhatian kita kepada peranan kebudayaan yang mempengaruhi perilaku.10 2.2.1
Unsur Kebudayaan Unsur pemahaman
kebudayaan yang
lebih
universal jelas
dapat
mengenai
diartikan
sebagai
kebudayaan
secara
keseluruhan karena pembahasan tentang kebudayaan sangat kompleks dan luas. Sehingga terdapat 7 unsur kebudayaan untuk lebih memudahkan
kita
memahami
kebudayaan.
Koentjaraningrat
menerangkan bahwa terdapat unsur-unsur kebudayaan universal seperti berikut:
9
Ibid hal 15 Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 14
10
13
a. Sistem Upacara Keagamaan Setiap kebudayaan terdapat kepercayaan yang dianut. Kepercayaan yang dianutdi Indonesia ada 5, yaitu Islam, Kristen protestan, Katolik, Hindu dan Budha. Dari kelima agama tersebut terdapat upacara keagamaan yang berbeda-beda. Akan tetapi untuk masyarakat yang tinggal dikota upacara keagamaan sepertinya sudah tidak dilaksanakan lagi kecuali dalam hal-hal tertentu saja. Sedangkan masyarakat yang tinggal didesa masih banyak yang melaksanakan upacara keagamaan tersebut. b. Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan Kebudayaan di Indonesia beragam sangat banyak. Terdapat masyarakat Jawa, Sunda, Batak, Bugis dsb. Dari macam-macam kebudayaan tersebut, perlu ditanamkan nilai-nilai kemanusiaan yaitu membiasakan bergaul dengankebudayaan yang lain. Dan saling berinteraksi dengan rukun. Di Indonesia banyak terdapat kebudayaan yang harus di lestarikan bersama. Jangan kita saling bersaing untuk kepentingan pribadi dengan kebudayaan lain, karena itu sama saja kita memecahbelahkan kebudayaan
yang
sebelumnya.
14
sudah
ditanam
oleh
leluhur
c. Bahasa Kebudayaan yang beragam sangat berpengaruh pada bahasa yang dipakainya. Contohnya bahasa Inggris, Jerman, Italia, Sunda, Jawa, dsb. Dari banyak bahasa tersebut kita dapat mempelajarinya untuk pengetahuan yang lebih luas. Tidak hanya bahasa yang dipelajari berasal dari bahas luar negri saja, tetapi bahasa dari negri Indonesia pun perlu kita pelajari untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. d. Sistem Pengetahuan Ada banyak sistem pengetahuan misalnya pertanian, perbintangan, perdagangan/bisnis, hukum dan perundangundangan, pemerintahaan/politik dsb. Hal tersebut juga bagian dari kebudayaan. Kita wajib mempelajarinya karena dengan adanya sistem pengetahuan kita menjadi tahu dunia luar dan sangat bermanfaat untuk kehidupan karena berpengaruh pada pekerjaan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak perlu semua kita pelajaricukup beberapa saja kita kuasai, maka akan banyak informasi yang kita dapat. e. Kesenian Salah satu ciri khas dari kebudayaan adalah kesenian. Banyak hal yang bisa kita pelajari mengenai kesenian.
15
Misalnya seni sastra, lukis, musik, tari, drama, kriadan lain sebagainya. Hal tersebut bagian dari khas yang dimiliki setiap daerah maupun setiap negara. Misalnya untuk kesenian musik. Kita bisa mengetahui dan mencari musik yang khas dari setiap daerah maupun negara. Contohnya lagu-lagu daerah ampar-ampar pisang yang berasal dari Kalimantan Selatan yang menjadi ciri khas dari daerah tersebut. f. Sistem Mata Pencaharian Hidup Mata pencaharian sangat masyarakat
karena
diperlukan untuk
bermanfaat
untuk
setiap
memenuhi
kehidupan manusia. Misalnya kaum pegawai/karyawan, kaum, petani, nelayan, pedangan. buruh dan seterusnya. Hal tersebut merupakan mata pencaharian yang harus kita tekuni. Contohnya masyarakat yang hidup dipesisir pantai lebih banyak bermata pencaharian sebagai nelayan atau masyarakat yang hidup di perkotaan lebih banyak bermata pencaharian sebagai pegawai kantoran. g. Sistem Teknologi dan Peralatan Teknologi semakin lama semakin luas. Karena makin banyaknya masyarakat yang hidup modern. Teknologi
16
sangat diperlukan akan tetapi tidak untuk melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku.11
2.2.2
Proses Komunikasi Antarbudaya Pada hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan proses komunikasi lain, yaitu proses yang interaktif dan transaksional secara dinamis. Komunikasi antarbudaya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah/timbal balik (two way communication) namun masih berada pada tahap rendah (Wahlstrom,1992). Apabila ada proses pertukaran pesan itu memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami perasaan dan tindakan bersama maka komunikasi tersebut telah memasuki tahap transaksional (Hybels dan Sandra,1992)12. Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni; (1) keterlibatan emosional yang tinggi, yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan; (2) peristiwa komunikasi mengikuti seri waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu, kini dan yang akan dating; (3) partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu13. Fajar mengatakan bahwa karakteristik komunikasi sebagai suatu proses dapat dikelompokkan ke dalam berbagai prinsip:
11 12
http://www.academia.edu/8129881/7_UNSUR_KEBUDAYAAN 10/12/2015 10:35 AM Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 24
13
Ibid, hal 24
17
a. Tidak terelakkan Dalam banayak hal kita sering berkomunikasi tanpa tujuan atau dipikirkan terlebih dahulu. Ketika kita berada di kerumunan orangorang pasti kita akan memandang atau memberi tanggapan terhadap segala sesuatu yang ada di sekitar kita. b. Tidak dapat diubah Sesuatu yang sudah kita komunikasikan, tidak bisa diubah. Untuk itu kita perlu hati-hati untuk mengatakan sesuatu kepada orang lain. Hindari pernyataan maaf karena kata-kata yang telah kita lontarkan, terlebih-lebih dalam situasi konflik dengan suasana tegang.
c. Mempunyai dimensi isi dan hubungan Dalam pengertian ini komunikasi menunjuk pada isi dan hubungan di antara para pelakunya. d. Melibatkan proses penyesuaian Komunikasi bisa berlangsung apabila saling memberi sistem sinyal yang sama. Sebaliknya, komunikasi menjadi kurang lancar apabila para pelakunya mempunyai sistem sinyal yang berbeda-beda. Hal ini terlihat jelas bila dua orang dengan bahasa berbeda saling berkomunikasi. Mungkin mereka akan mengalami kesulitan untuk bisa saling memahami pesan yang dikomunikasikan. Namun demikian, pada kenyataannya tidak ada dua orang yang
18
memberisistem sinyal yang persis sama. Perbedaan budaya dan sub-budaya, bahkan bila kita menggunakan bahasa umum, seringkali mempunyai sistem komunikasi non verbal yang berbeda. Semakin luas perbedaan sistem-sistem ini, maka komunikasi akan semakin sulit terjadi. Prinsip ini menekankan bahwa melalui komunikasi kita belajar sinyal-sinyal orang lain, komunikasi melibatkan setiap pelaku untuk saling menyesuaikan diri. e. Dapat dilihat sebagai hubungan simetris atau hubungan saling melengkapi. Dalam hubungan simetrik, perilaku seseorang bercermin pada perilaku orang lain. Perilaku seseorang akan ditanggapi dengan perilaku yang sama. Hubungan ini merupakan kesamaan untuk mengurangi perbedaan di antara dua orang. Dalam hubungan yang komplementer atau salaing melengkapi, dua orang menggunakan perilaku yang berbeda. Dalam hubungan ini, perbedaan-perbedaan di antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi ditingkatkan. Hubungan yang bersifat komplementer ini penting bagi anggota-anggota yang menduduki posisi berbeda. Pada waktunya hubungan demikian dapat dibentuk oleh budaya 14.
14
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Jakarta, Graha Ilmu: 2009). Hal. 83-84
19
2.2.3
Unsur-Unsur Proses Komunikasi Antarbudaya A. Komunikator Komunikator
adalah
pihak
yang
memprakarsai
komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu kepada pihak lain yang disebut komunikan. Dalam komunikasi antar budaya seorang komunikator berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dengan komunikan. Komunikator
Komunikan
Budaya A
Budaya B Gambar 2.1
Gambar diatas menunjukan bahwa komunikasi antar budaya memiliki ciri komunikan dan komunikator berbeda latar belakang budaya. B. Komunikan Komunikan dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang menerima pesan tertentu, dia menjadi tujuan /sasaran komunikasi dari pihak lain (komunikator) 15 . Sama halnya seperti komunikator, komunikan memiliki latar belakang budaya tersendiri Dalam komunikasi antar budaya, komunikan
diharapkan
mempunyai
komunikator dan
perhatian
penuh
untuk
merespon dan menterjemahkan pesan. Tujuan komunikasi akan tercapai jika komunikan menerima dan memahami makna pesan 15
Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 26
20
yang dsampaikan komunikator, memperhatikan (attention) serta menerima pesan secara menyeluruh (comprehension). Ini adalah aspek penting yang berkaitan dengan cara bagaimana seorang komunikator dan komunikan mencapai sukses dalam pertukaran pesan. Yang dimaksud dengan attention adalah proses awal dari seorang komunikan memulai mendengarkan pesan, menonton atau membaca pesan itu. Seorang komunikator berusaha agar pesan itu diterima sehingga seperangkat pesan tersebut perlu mendapat perlakuan agar menarik perhatian. Sedangkan yang dmaksud dengan comprehension meliputi cara penggambaran secara lengkap sehingga mudah dipahami dan dimengerti oleh komunikan16. Acapkali seorang komunikan ketika memperhatikan atau memahami isi pesan sangat tergantung dari tiga bentuk pemahaman, yakni: (1) kognitif, komunikan menerima isi pesan sebagai sesuatu yang benar; (2) afektif, komunikan percaya bahwa pesan itu tidak hanya benar tetapi baik dan disukai; (3) overt action atau tindakan nyata, dimana seorang komunikan percaya atas pesan yang benar dan baik sehingga mendorong tindakan yang tepat. Jadi sorang komunikan dapat berbuat sesuatu untuk memisahkan isi dan perlakuan pesan hanya karena pesan yang diterima itu mengandung attention dan comprehension17. 16
Ibid, hal 27 Ibid hal 27
17
21
C. Pesan /symbol Dalam proses komunikasi, pesan berisi pikiran, ide atau gagasan, perasaan yang dikirim komunikator kepada komunikan dakam bentuk simbol. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu, misalnya dalam kata-kata verbal yang diucapkan atau ditulis, atau simbol non verbal yang diperagakan melalui gerak gerik tubuh / anggota tubuh, warna, artifak, gambar, pakaian, dan lain-lain yang semuanya harus dipahami secara konotatif18. Dalam model komunikasi antarbudaya, pesan adalah apa yang ditekankan atau yang dialihkan oleh komunikator kepada komunikan. Setiap pesan sekurang-kurangnya mempunyai dua aspek utama: content dan treatment, yaitu isi dan perlakuan. Isi pesan meliputi aspek daya tarik pesan, misalnya kebaruan, kontroversi, argumentatif, rasional, bahkan emosional. D. Media Dalam proses komunikasi antarbudaya, media merupakan tempat, saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol yang dikirim melalui media. Akan tetapi kadang-kadang pesan itu dikirim tidak melalui media, terutama dalam komunikasi antarbudaya tatap muka.
18
Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 28
22
Para ilmuan sosial menyepakati dua tipe saluran; (1) sensory channel atau saluran sensoris, yakni saluran yang memindahkan pesan sehingga akan ditangkap oleh lima indra, yaitu mata, telinga, tangan, hidung, dan lidah. lima saluran snsoris itu adalah cahaya, bunyi, perabaan, pembauan, dan rasa. (2) institutionalized means, atau saluran yang sangat dikenal dan digunakan manusia, misalnya percakapan tatap muka, material cetakan dan media elektronik19. E. Efek atau umpan balik Umpan balik merupakan tanggapan balik dari komunikan kepada komunikator atas pesan-pesan yqng telah disampaikan. Tanpa
umpan
balik
atas
pesan-pesan
dalam
komunikasi
antarbudaya maka komunikator ran komunikan tidak bisa memahami ide, pikiran dan perasaan yang terkandung dalam pesan tersebut20. Dalam komunikasi antarbudaya tatap muka, umpan balik lebih mudah diterima.Komunikator dapat mengetahui secara langsung apakah serangkaian pesan itu dapat diterima oleh komunikan atau tidak.Komunikator dapat mengatakan sesuatu secara langsung jika komunikan kurang memberikan perhatian atas pesan yang disampaikan.Reaksi komunikan dapat diungkapkan
19
Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 29 Ibid, hal 30
20
23
secara langsung melalui kata-kata dan pesan nonverbal apakah menerima, mengerti bahkan menolak pesan dari komunikator. F. Suasana (setting dan context) Satu faktor penting dalam komunikasi antarbudaya adalah suasana yang kadang-kadang disebut setting of communication, yakni tempat (ruang, space) dan waktu (time) serta suasana (sosial, psikologis) ketika komunikasi antarbudaya berlangsung. Suasana itu berkaitan dengan waktu (jangka pendek/ panjang,jam/ hari/ minggu/bulan/ tahun) yang tepat untuk bertemu/ berkomunikasi, sedangkan
tempat
berkomunikasi,
(rumah,
kantor,
rumah
ibadah)
untuk
kualitas relasi (formalitas, informalitas) yang
berpengaruh terhadap komunikasi antarbudaya21. G. Gangguan ( noise atau interference) Gangguan dalam komunikasi antarbudaya adalah sgala sesuatu yang menjadi penghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dengan komunikan, yang paling fatal adalah mengurangi makna pesan antarbudaya.Gangguan menghambat komunikan menerima pesan dan sumber pesan.Gangguan (noise) dikatakan ada dalam satu sistem komunikasi bila dalam membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan itu dapat bersumber dari unsur-unsur komunikasi, misalnya
21
komunikator,
ibid, hal 30
24
komunikator,
komunikan,
pesan,
media/saluran yang mengurangi usaha bersama untuk memberikan makna yang sama atas pesan22. De vito (1997) menggolongkan tiga macam gangguan, (1) fisik berupa interfensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan lain, misalnya desingan mobil yang lewat, dengungan komputer, kaca mata; (2) psikologis, interfensi kognitif atau mental, misalnya prasangka dan bias pada sumber-penerima-pikiran yang sempit; dan (3) semantik, berupa pembicara dan pendengar memberi arti yang berlainan, misalnya orang berbicara dengan bahasa yang berbeda, menggunakan jargon atau istilah yang terlalu rumit yang tidak dipahami pendengar23.
2.3 Hambatan Komunikasi Tidaklah mudah melakukan komunikasi secara efektif. Terdapat banyak
hambatan yang dapat merusak proses komunikasi. Berikut ini
beberapa hal yang menjadi hambatan komunikasi yang harus diperhatikan komunikator agar komunikasi dapat berjalan sukses. 1. Gangguan Terdapat dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan gangguan semantik.
22
Liliweri, Alo, M.s. Dr. 2003.Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya: Pustaka Pelajar, hal 30-31 ibid, hal 31
23
25
a. Gangguan Mekanik Yang dimaksud dengan gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Gangguan mekanik yang terdapat di Kampung Nelayan Teluk adalah bunyi suara ombak, suara kapal, dan gangguan suara ramainya aktifitas pasar. b. Gangguan Semantik Semanik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata. Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Perbedaan etnis yang terdapat di Kampung Nelayan Teluk menjadikan bahasa yang digunakan menjadi berbeda. Perbedaan bahasa menjadi gangguan dalam berkomunikasi karena perbedaan arti di setiap kata yang digunakan. 2. Prasangka dan Stereotip Prasangka dalam hubungan antar suku merupakan istilah yang menggambarkan suatu sikap bermusuhan terhadap kelompok suku lain atas dasar dugaan bahwa kelompok suku lain mempunyai ciri yang tidak menyenangkan. Dugaan yang dianut oleh orang yang berprasangka tidak didasarkan pada pengetahuan, pengalaman ataupun bukti yang cukup memadai. Setiap orang yang memiliki prasangka akan selalu berfikiran negatif terhadap suku lain tanpa berfikir secara objektif.
26
Menurut banton (1967:293-314) dalam hal tertentu istilah prasangka mempunyai makna hampir serupa dengan istilah antagonisme dan antipasti. Beda utamanya ialah bahwa antagonisme atau antipasti dapat dikurangi atau diberantas melalui pendidikan, sedangkan sikap bermusuhan pada orang yang berprasangka bersifat tidak rasional dan berada dibawah sadar sehingga sukar diubah meskipun orang yang berprasangka tersebut diberi penyuluhan, pendidikan atau bukti yang menyangkal kebenaran prasangka yang dianut.24 Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Seseorang tidak akan berfikir objektif dan segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai negatif. Prasangka sosial yang menentukan tiga faktor utama, yaitu: stereotip, jarak sosial, dan sikap diskriminasi. Hubungan antara prasangka dengan komunikasi sangat erat karena prasangka diasumsikan sebagai dasar pembentukan prilaku komunikasi. Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif dari prasangka25. 24 25
Kamanto,Sunarto “Pengantar Sosiologi” 2004 hal 152
Ibid Hal 223
27
Meskipun berbagai kelompok budaya (ras, suku, agama,dll) semakin sering berinteraksi, bahkan dengan bahasa yang sama, tidak otomatis saling pengertian terjalin diantara mereka, karena terdapat prasangka timbal balik antara berbagai kelompok budaya itu. Bila tidak dikelola dengan baik, kesalahpahaman antar budaya ini akan terus terjadi dan menimbulkan kerusuhan26. Stereotip adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek kedalam kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap sesuai, alih-alih berdasarkan karakteristik individual mereka27. Stereotip merupakan suatu sikap yang sangat lekat dengan prasangka. Orang yang menganut stereotip terhadap kelompok suku lain cenderung akan berprasangka terhadap kelompok tersebut. Tetapi tidak semua stereotif bersifat negative, ada pula stereotif yang bersifat positif. Menurut kornblum (1988:303) dalam kamanto , stereotip merupakan citra yang kaku mengenai suatu kelompok ras atau budaya yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra tersebut. Menurut banton (1967:299-303) stereotip mengacu pada kecenderungan bahwa sesuatu yang dipercayai orang bersifat terlalu menyederhanakan dan tidak peka terhadap fakta objektif.28
26 27 28
Drs. H. Ahmad Sihabudin M.Si. komunikasi Antarbudaya, satu perspektif Multi Dimensi 2007:104 Mulyana, Dedi dan Jalaludin Rahmat “Komunikasi Antar Budaya” 2006:218 Kamanto,Sunarto “Pengantar Sosiologi” 2004 hal 152
28
2.4 Etnis Sunda, Jawa. Berikut ini adalah penjelasan tentang etnis yang berkaitan dengan penduduk dimana penelitian dilakukan. A. Etnis Sunda. Secara antropologi-budaya dapat dikatakan, bahwa yang disebut bangsa sunda adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa ibu bahasa sunda serta dialeknya dalam kehidupan sehari-hari, dan berasal serta bertempat tinggal di daerah Jawa Barat, daerah yang sering disebut tanah pasundan atau tatar sunda29. Bahasa sunda yang dipandang sebagai bahasa sunda terhalus adalah dialek cianjur. Sedangkan bahasa sunda yang agak kurang halus adalah bahasa sunda di Banten, Karawang, Bogor, Cirebon. Bahasa baduy yang terdapat di kabupaten lebak provinsi Banten adalah bahasa sunda kuno. Banten dan Cirebon merupakan daerah percampuran dimana digunakan bahasa sunda dan bahasa jawa. Orang Banten dan orang Cirebon yang menggunakan bahasa sunda tidak menyebut dirinya orang sunda tetapi menyebut dirinya orang Cirebon atau orang Banten. B. Etnis Jawa Daerah dengan kebudayaan jawa meliputi bagian tengah dan timur pulau jawa. Yogyakarta dan Surakarta merupakan pusat dari kebudayaan jawa. Diantara sekian banyak daerah kediaman orang jawa terdapat
29
Koencaraningrat “Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia” 2010:307
29
berbagai variasi perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur kebudayaan seperti mengenai berbagai istilah tehnis, dialek bahasa, dan lainnya. Fariasi tersebut masih menunjukan satu sistem kebudayaan jawa. Dalam berkomunikasi sehari-hari mereka berbahasa jawa. Dalam berbahasa, masyarakat jawa harus memperhatikan dan membedakan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang dibicarakan, berdasarkan usia maupun status sosialnya. Ada dua macam bahasa jawa apabila ditinjau dari kriteria tingkatannya, yaitu bahasa jawa ngoko dan karma. Bahasa jawa ngoko itu dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab, dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajat atau status sosialnya. Lebih khusus lagi adalah bahasa ngoko lugu dan ngoko andap. Sebaliknya bahasa jawa karma, dipergunakan untuk bicara dengan yang belum dikenal akrab tetapi yang sebaya dalam umur maupun derajat, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi umur dan status sosialnya 30. 2.5 Persepsi Persepsi adalah pengalaman objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi 30
Ibid hlm 330
30
inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspetasi, motivasi dan memori (Desiderato, 1976:129) dalam jalaluddin Rakhmat.31 Pareek (1996:13) dalam Alex Sobur memberikan definisi yang lebih luas ihwal persepsi ini; dikatakan, “persepsi dapat didefinisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data”. 32 Persepsi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan makna yang diberikan kepada sesuatu. Begitu juga persepsi masyarakat sunda terhadap masyarakat jawa tidak akan sama tergantung kepada diri seseorang dalam memberikan penilaian terhadap masyarakat jawa tersebut. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, kita tidak mungkin berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya, semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas (dalam Mulyana, 2000: 167-168).33 2.5.1
Proses Persepsi Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah
31 32 33
Jalaluddin Rakhmat hal 51 Drs. Alex Sobur “Psikologi Umum” 2003:446
Drs. Alex Sobur “Psikologi Umum” 2003:446
31
persepsinya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama berikut. 1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. 2) Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, system nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian
informasi
yang
diterimanya,
yaitu
proses
mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana. 3) Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud,1985, dalam Soelaeman, 1987). Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.34 2.5.2
Jenis-Jenis Persepsi a. Persepsi diri Persepsi diri individu merupakan cara seseorang menerima diri sendiri b. Persepsi lingkungan Persepsi lingkungan dibentuk berdasarkan konteks di mana informasi itu diterima.
34
Drs. Alex Sobur “Psikologi Umum” 2003:447
32
c. Persepsi yang dipelajari Persepsi yang dipelajari merupakan persepsi yang terbentuk karena individu mempelajari sesuatu dari lingkungan sekitar. d. Persepsi fisik Persepsi fisik dibentuk berdasarkan pada dunia yang serba terukur (the tangible world) . e. Persepsi budaya Persepsi budaya berbeda dengan persepsi lingkungan sebab persepsi budaya mempunyai skala yang sangat luas dalam masyarakat, sedangkan persepsi lingkungan menggambarkan skala yang sangat terbatas pada jumlah orang tertentu.35
2.5.3
Hambatan persepsi Hambatan persepsi terutama terjadi dalam proses pembentukan persepsi, yaitu: 1. Berdasarkan
teori
implicit
personality,
hambatan
persepsi
bersumber dari; a. Kecenderungan individu untuk mengembangkan pribadi yang terpisah, jadi individu mau tampil beda sehingga dia juga mempersepsi sesuatu secara berbeda pula. b. Individu menerima konfirmasi yang tidak tepat.
35
Prof. DR. Alo Liliweri, M.S. “ Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011 hal 160-161
33
2. Self-fulfilling prophecy, individu mempersepsi sesuatu karena dipengaruhi oleh faktor tertentu yang tidak dia duga sebelumnya, akibatnya individu tidak dapat meramalkan persepsinya sehingga dia bertindak tidak sesuai dengan kebiasaan. Keadaan ini akan mempengaruhi persepsi individu terhadap orang lain karena individu mengalami distorsi realitas dan situasi. 3. Perceptual accentuation, hambatan persepsi karena individu berada dalam situasi: a. Dia mencari apa yang tidak ada. b. Dia tidak melihat apa yang dia sedang cari c. Dia mengalami kesulitan menyaring informasi yang hamper semuanya mirip d. Dia selalu memproyeksi orang lain dengan atribusi negative e. Dia mengalami distorsi dari memori sehingga tidak dapat “mengeluarkan” informasi yang dia pernah simpan. 4. Primacy-Recency, hambatan persepsi ini terjadi karena individu terlalu terbuai dengan kesan pertama tentang objek yang dia persepsikan. 5. Consistency, hambatan persepsi ini terjadi karena individu mengharapkan segala sesuatu bersifat konsisten, namun yang dia hadapi adalah situasi inkonsistensi antara apa yang dia pikirkan (kognitif) dan perilaku (behavior) sehingga: a. Dia mengabaikan atau membelokan persepsi dan perilakunya.
34
b. Dia hanya melihat hal-hal yang positifnya saja. c. Dia hanya melihat hal-hal negative saja. 6. Stereotyping, hambatan persepsi ini terjadi karena individu dipengaruhi oleh steteotip (positif atau negatif) terhadap orang lain yang kebetulan menjadi anggota suatu kelompok tertentu, akibatnya persepsinya terhadap orang lain: a. Mempunyai kualitas tertentu (terlalu baik atau buruk). b. Dia mengabaikan keunikan karakteristik orang lain dari kelompok tertentu. 7. Attribution, hambatan persepsi terletak pada atribusi di mana individu gagal membentuk atau membangun atribusi dari objek yang dipersepsi, misalnya gagal mencirikan dari atribut-atribut komunikan: a. Consensus > compare to others, what people do an why: Persepsi individu terganggu karena dia tidak berhasil membangun semacam consensus ketika membandingkan apa yang orang lain lakukan dengan apa yang dia lakukan. Persepsi
individu
terganggu
karena
dia
tidak
dapat
membandingkan aneka sebab. b. Consistency > compare to similar situations: persepsi individu tidak konsisten membandingkan perilakunya dengan perilaku orang lain dalam suatu situasi yang sama.
35
c. Distinctiveness > compare to different situations: individu tidak dapat memisahkan perilakunya denga perilaku orang lain terhadap objek persepsi dalam situasi yang berbeda.36
2.5.4
Mengatasi Kesalahan Persepsi 1. Makin sadar atas persepsi a. Mengakui peranan anda dalam persepsi b. Hindarilah kesimpulan yang terlalu dini c. Hindarilah hanya ada satu kesimpulan d. Lebih sadar atas bias yang timbul dari anda sendiri e. Hindarilah penilaian anda sendiri bahwa anda lebih bermoral 2. Cek persepsi anda a. Ketahuilah bahwa deskripsi anda umumnya subjektif b. Bertanya untuk mendapatkan informasi 3. Perbaikan akurasi persepsi a. Tingkatkan kesadaran anda b. Hindarilah stereotip c. Cek persepsi anda baik secara langsung maupun tidak langsung 4. Kurangi ketidakpastian a. Amatilah sesuatu sembari bertindak b. Amatilah sesuatu lebih pada konteks yang khusus c. Kumpulkanlan informasi dari orang lain
36
Prof. DR. Alo Liliweri, M.S. “ Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011 hal 161-162
36
d. Berinteraksi dengan individu e. Jadilah orang yang peka budaya: Akuilah bahwa kita berbeda nilai, adat istiadat, kepercayaan, dan keyakinan Hindari perbedaan penilaian 5. Mengerti bagaimana seharusnya menjadi pembicara dan pendengar yang baik a. Mendengarkan
penuh
perhatian
-
ketika
mendengarkan
seseorang maka katakanlah maksud Anda. b. Ulangi dengan tepat apa yang orang lain katakan – jangan anda menyampaikan interpretasi pada saat orang lain sedang mengatakan sesuatu. Tindakan ini hanya akan menciptakan masalah komunikasi yang baru. c. Katakana kepada orang itu jika
anda
merasa
senang
mendengarkannya, mengerti dia karena itu anda mendengarkan dengan baik. d. Sadar ketika anda berkomunikasi dengan bahasa tubuh atau bahasa nonverbal. e. Tampil sopan dihadapan orang yang sedang berbicara dengan anda, anda akan mendapatkan juga kesempatan yang baik untuk berbicara.
37
f. Bersikap empati-tanpa empati, maka anda tidak pernah akan melihat bagaimana mereka merasa dan menjadi satu dengan anda, inilah hakikat perbedaan antara tuturan dan pendapat. g. Mengerti apa yang anda lakukan untuk mempertahankan diri, gunakan pertolongan dengan johari window untuk mencari tahu lebih dalam diri anda. h. Setiap kali pembicara mengakhiri percakapan dan merasa orang lain mendengarkan mereka dengan tepat, maka gantilah posisi dari pendengar menjadi pembicara dan dari pembicara menjadi pendengar. 6. Sesuaikan komunikasi anda dengan tujuan komunikasi. a. Merangsang partisipan untuk mendengarkan dengan penuh perhatian. b. Mengembangkan keterampilan terutama memberikan umpan balik secara verbal. c. Menolong orang agar mereka dapat menyampaikan ide-ide secara baik. d. Meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan pesan-pesan nonverbal. e. Mengamati bagaimana orang-orang yang berbeda menampilkan cara berkomunikasi yang berbeda pula. f. Mengamati perbedaan individu ketika menerima pesan secara langsung.
38
g. Berusaha mencapai pengertian yang lebih baik tentang apa yang terjadi disaat anda mengalami steres waktu berkomunikasi37.
2.6 Teori Kognitif 2.6.1. Kategorisasi atau Penggolongan Di kampung Nelayan Teluk memiliki dua kelompok suku yang berbeda yaitu Suku sunda yang merupakan masyarakat Pribumi, Kemudian Masyarakat Suku Jawa yang merupakan Masyarakat pendatang. Dengan melihat terdapatnya dua kelompok suku yang berbeda, peneliti menggunakan teori kognitif Kategorisasi atau penggolongan. Teori ini dinilai dapat mendukung proses penelitian tentang persepsi masyarakat Sunda terhadap Masyarakat pendatang Jawa Kategorisasi adalah apabila sesorang mempersepsi orang lain atau apabila suatu kelompok mempersepsi kelompok lain dan memasukkan apa yang dipersepsi ke dalam suatu kategori tententu. Misalnya, seseorang dimasukkan dalam kategori jenis kelamin, kategori umur, kategori pekerjaan, maupun kategori kelompok tertentu. 38 Dengan uraian diatas, masyarakat Kampung Nelayan termasuk kedalam kategori kelompok atau etnis (Sunda dan Jawa). Hal tersebut akan berdampak adanya persepsi-persepsi terhadap kelompok etnis 37 38
Prof. DR. Alo Liliweri, M.S. “ Komunikasi Serba Ada Serba Makna” 2011 hal 163-164 Dayakisni, Tri dan Hudainah. Psikologi Sosial. Malang. UMM Press. Mendatu, Achmanto. Hal 91
39
lain. Persepsi yang timbul akan bermacam-macam yaitu persepsi positif dan negatif. Kategorisasi terbagi menjadi 2 yakni, “kelompok kita” (ingroup) dan “kelompok mereka” (outgroup). Ingroup adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki atau memiliki. Sedangkan outgroup adalah grup diluar grup sendiri. Kategorisasi dapat menuju ke ingroup dan outgroup. Apabila ada kategorisasi kita dan “mereka”, maka akan menimbulkan ingroup dan outgroup. Seseorang dalam suatu kelompok merasa dirinya sebagai ingroup dan orang lain dalam kelompok lain sebagai outgroup. Dalam ingroup, ada beberapa dampak yang dapat timbul, yaitu : a. Anggota ingroup mempersepsi anggota ingroup yang lain lebih mempunyai kesamaan apabila dibandingkan dengan anggota outgroup. Hal seperti demikian lah yang sering disebut similarity effect. Jadi keadaan ingroup mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan outgroup. b. Kategorisasi ingroup dan outgroup mempunyai dampak bahwa ingroup lebih favorit daripada outgroup. Ini yang sering disebut ingroup favoritism effect. c. Seseorang dalam ingroup memandang outgroup lebih homogeny daripada ingroup, baik dalam hal kepribadian maupun dalam halhal lain. 39
39
Ibid hal 92
40
Melalui kategorisasi kita membuatnya menjadi sederhana dan bisa kita mengerti. Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita dengan orang lain, keluarga kita dengan keluaga lain, kelompok kita dengan kelompok lain, etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan kategorisasi ini bisa berdasarkan persamaan atau perbedaan. Misalnya, persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan sebagainya akan dikategorikan dalam kelompok yang sama. Sedangkan perbedaan dalam warna kulit, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok yang berbeda. Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan dinilai satu kelompok dengan kita atau ingroup. Sedangkan yang berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai outgroup. Kategorisasi memiliki dua efek fundamental yakni melebihlebihkan perbedaan antar kelompok dan meningkatkan kesamaan kelompok sendiri. Perbedaan antar kelompok yang ada cenderung dibesar-besarkan dan itu yang sering diekspos sementara kesamaan yang ada cenderung diabaikan. Di sisi lain kesamaan yang dimiliki oleh kelompok cenderung sangat dilebih-lebihkan dan itu pula yang selalu diungkapkan. Sementara itu perbedaan yang ada cenderung diabaikan. Kelompok minoritas menilai dirinya lebih similiar dalam kelompok. Sementara kelompok mayoritas menilai dirinya kurang
41
similar. Anggota kelompok minoritas juga mengidentifikasikan diri lebih kuat ke dalam kelompok ketimbang anggota kelompok yang lebih besar. Kelompok yang minoritas juga menilai dirinya lebih berada di dalam ancaman dibanding kelompok yang lebih besar. Keadaan ini menyebabkan kelompok minoritas tidak mudah percaya, sangat berhati-hati dan lebih mudah berprasangka terhadap kelompok mayoritas. Kecemasan berlebih itu tidak kondusif dalam harmonisasi hubungan sosial. Karena sebagaimana dikatakan oleh Islam dan Hewstone hubungan yang cenderung meningkatkan kecemasan akan mengurangi sikap yang baik terhadap kelompok lain. Pengkategorian akan membedakan antara kelompok satu dan lainnya. Kelompok sendiri akan dinilai baik dibandingkan dengan kelompok lain. Sedangkan kelompok lain akan dinilai tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok sendiri. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan konflik karena masing-masing menilai kelompoknya lebih baik dibandingkan dengan kelompok lain. Oakes, haslam dan Turner menyatakan bahwa kategorisasi sosial juga akan melahirkan diskriminasi antar kelompok jika memenuhi
kondisi
berikut:
derajat
subjek
mengidentifikasi
kelompoknya. Semakin tinggi derajat identifikasi terhadap kelompok maka semakin tinggi kemungkinan melakuka diskriminasi. Menonjol tidaknya kelompok lain yang relevan. Bila kelompok lain yang relevan
cukup menonjol
maka kecenderungan untuk
42
terjadi
diskriminasi juga besar. Derajat dimana kelompok dibandingkan pada dimensi-dimensi itu (kesamaan, kedekatan, perbedaa yang ambigu). Semakin sama, semakin dekat, dan
semakin ambigu
yang
dibandingkan maka kemungkinan diskriminasi akan menegecil. Penting dan relevankah membandingkan dimensi-dimensi dengan identitas kelompok. Semakin penting dan relevan dimensi yang dibandingkan dengan identitas kelompok maka kemungkinan diskriminasi juga semakin besar. Status relative ingroup dan karakter perbedaaan status antar kelompok yang dirasakan. Semakin besar perbedaan yang dirasakan maka diskriminasi juga semakin mungkin terjadi. 40 2.7 Kerangka Berfikir Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup seorang diri. Manusia pada hakikatnya senang bergaul dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat merupakan kumpulan individu yang menetap pada suatu wilayah. Pada umumnya masyarakat terdiri dari berbagai individu yang berbeda perilaku, budaya, agama, ras, dan lainnya. Di Kampung Nelayan memiliki dua suku didalamnya sehingga terdapat perbedaan bahasa dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan ciri budaya tertentu dan hanya budaya itu sendiri yang memahami. Dalam
40
Dayakisni, Tri dan Hudainah. Psikologi Sosial. Malang. UMM Press. Mendatu, Achmanto. Hal 94
43
berkomunikasi antarbudaya diperlukan kemampuan berkomunikasi yang baik agar proses komunikasi tidak ada hambatan. Masyarakat Kampung Nelayan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa dari setiap masing-masing budaya. Hal tersebut berdampak pada perbedaan kualitas dalam berkomunikasi. Masyarakat Kampung Nelayan cenderung lebih menyukai berkomunikasi dengan sesama suku karena memiliki kesamaan bahasa. Dengan kesamaan bahasa akan lebih mudah dalam menyampaikan suatu pesan. Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana persepsi masyarakat Sunda terhadap masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan Labuan Pandeglang.
44
Dengan uraian tersebut, kerangka berfikir penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Kampung Nelayan Teuk
Kebudayaan/bahasa Kepribadian
Kebudayaan/bahasa Sunda
Jawa
Kepribadian
Teori Kognitif: Kategori Suku
Ingrup
Out grup
Persepsi Gambar 2.2
Adapun penjelasan dari kerangka penelitian diatas adalah kolom pertama merupakan lokasi penelitian yaitu Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten. Dilanjutkan dengan kolom dibawah merupakan dua suku yang terdapat di kampung Nelayan Teluk. Kedua suku tersebut adalah Suku Sunda dan Suku Jawa. Kedua suku tersebut memiliki Kebudayaan, bahasa dan kepribadian masing-masing yang berbeda. Masyarakat Kampung Nelayan ini yang menjadi subjek penelitian ini.
45
Anak panah antara kolom sunda dan jawa adalah interaksi antara keduanya.
Kemudian
dilanjutkan
dengan
kolom
dibawahnya
yang
dimaksudkan peneliti menggunakan teori kognitif dengan kategori suku. Kategori suku ini kemudian muncul in grup dan out grup yang dalam penelitian ini, ingrup adalah suku Sunda yang menjadi masyarakat pribumi kemudian out group adalah masyarakat pendatang Jawa. Karena peneliti melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat Sunda Terhadap Masyarakat Jawa maka ingroup dan out group ditentukan demikian. Selanjutnya kolom terakhir yaitu persepsi karena persepsi ini yang menjadi objek penelitan atau fokus penelitian ini. Bagaimana masyarakat Sunda mempersepsi masyarakat pendatang Jawa.
46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Metode penelitian kualitatif berbeda dengan metode penelitian kuantitatif. Dalam penelitian dengan metode kualitatif, seorang peneliti menjadi instrument kunci penelitian karena peneliti terlibat sepenuhnya dalam kegiatan penelitian. Penelitian kualitatif memiliki karakteristik: (a) ilmu-ilmu lunak; (b) focus penelitian: kompleks dan luas; (c) holistic dan menyeluruh; (d) subjektif dan perspektif emik; (e) penalaran: dialiktik-induktif; (f) basis pengetahuan: makna dan temuan; (g) mengembangkan/membangun teori; (h) sumbangsih tafsiran; (i) komunikasi dan observasi; (j) elemen dasar analisis: kata-kata; (k) interpretasi individu; (l) keunikan (Danim, 2002:34 dalam Elvinaro)41. Penelitian kualitatif merupakan perilaku artistic. Pendekatan dan filosofis dan aplikasi metode dalam kerangka penelitian kualitatif dimaksudkan untuk memproduksi ilmu-ilmu “lunak”, seperti sosiologi, antropologi. Kepedulian utama peneliti kualitatif adalah bahwa keterbatasan objektivitas dan control sosial sangat esensial. Penelitian kualitatif berangkat dari ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu sosial. Esensinya adalah sebagai sebuah metode pemahaman atas keunikan, dinamika, dan hakikat holistik dari kehadiran manusia dan interaksinya dengan lingkungan. Peneliti kualitatif 41
. Elvinaro Ardianto “Metode Penelitian untuk Public Relations” (2010:59)
47
47
percaya bahwa kebenaran (truth) adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang dan interaksinya dengan situasi sosial kesejahteraan (Danim,2002:35)42. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif-kualitatif. Metode deskriptif-kualitatif ini mencari teori, bukan menguji teori; hypothesis-generating, bukan hypothesis testing; dan heuristic, bukan verifikasi 43. Metode deskriptif-kualitatif adalah menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah. Peneliti terjun langsung ke lapangan, bertindak sebagai pengamat. Ia membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasi dan tidak memanipulasi variabel. Metode deskriptif-kualitatif tidak jarang melahirkan apa yang disebut Seltiz, Wrightsman, dan cook (dalam rahmat. 2002) sebagai penelitian yang insightmulating, yakni peneliti terjun ke lapangan tanpa dibebani atau diarahkan oleh teori 44. Peneliti bebas mengamati objeknya, menjelajah, dan menemukan wawasan-wawasan baru sepanjang penelitian. Peneliti terus menerus mengalami reformulasi dan redireksi ketika informasi baru ditemukan. Dalam metode ini, hipotesis tidak datang sebelum penelitian, tetapi muncul ketika melakukan penelitian. Menurut Creswell (2010) dalam Elvinaro, metode deskriptif-kualitatif termasuk paradigma penelitian post-positivistik. Asumsi dasar yang menjadi inti paradigma post-positivisme adalah:
42
Ibid hal 59 Ibid hlm 60 44 Ibid hlm 60 43
48
1. Pengetahuan bersifat konjektural dan tidak berlandaskan apapun. Kita tidak pernah mendapatkan kebenaran absolute. Untuk itu, bukti yang dibangun dalam penelitian sering kali lemah dan tidak sempurna. Karena itu, banyak peneliti berujar bahwa mereka tidak dapat membuktikan hipotesisnya, bahkan tidak jarang mereka gagal menyangkal hipotesisnya. 2. Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian menyaring sebagian klaim tersebut menjadi klaim-klaim lain yang kebenarannya jauh lebih kuat. 3. Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti dan pertimbangan logis. Dalam praktiknya, peneliti nmengumpulkan informasi dengan menggunakan instrument pengukuran tertentu yang diisi oleh partisipan atau dengan melakukan observasi mendalam dilokasi penelitian. 4. Penelitian harus mampu mengembangkan pernyataan yang relevan dan benar, pernyataan yang dapat menjelaskan situasi yang sebenarnya atau mendeskripsikan relasi kausalitas dari suatu persoalan. Dalam penelitian kualitatif, membuat relasi antarvariabel dan mengemukakan dalam pertanyaan dan hipotesis. 5. Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif. Para peneliti harus menguji kembali metode dan kesimpulan yang sekiranya mengandung bias. Untuk itulah penelitian kualitatif dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, standar validitas dan reabilitas menjadi dua aspek
49
penting yang wajib dipertimbangkan oleh peneliti (Burbules, dalam Creswell 2010:10)45. 3.2 Informan Penelitian Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah sample dan populasi seperti pada penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif menggunakan informan dalam mengumpulkan data penelitian. Informan merupakan subjek penelitian yang berperan aktif dalam kegiatan penelitian. Dalam penentuan informan, peneliti mempertimbangkan dan menilai apakah mereka layak untuk dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini. Informan penelitian merupakan sumber data dalam penelitian, sehingga dalam memilih seseorang untuk dijadikan sebagai informan harus memiliki pengetahuan yang luas terhadap apa yang akan diteliti. Kriteria yang menjadi acuan peneliti dalam menentukan informan diantarannya: 1. Mereka yang menguasai atau memahami suatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati. 2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti. 3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi.
45
Elvinaro Ardianto “Metode Penelitian untuk Public Relations” (2010:60-61)
50
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri. 5. Mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti sehingga menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber. (Sugiyono 2012:57)46. Dengan dipertimbangkannya kriteria pemilihan informan,
peneliti
menggunakan teknik purposive sampling dengan menentukan sendiri siapa yang menjadi informan kunci dan informan tambahan yang dinilai penulis mengetahui tentang apa yang akan diteliti. Informan kunci yang dipilih berjumlah 3 orang masyarakat sunda yang dimana 3 orang tersebut mewakili tingkatan umur masyarakat Kampung Nelayan Teluk. Selain informan kunci, ada beberapa informan tambahan berjumlah 4 orang yang berada di tempat penelitian dan dipilih secara acak untuk menambah data penelitian. Adapun yang menjadi key informan dalam Penelitian ini adalah: 1. Muhammad Tabaraji 2. Jariah 3. Engga Suwandi Dan yang menjadi informan tambahan untuk membantu melengkapi data dalam penelitian ini adalah: 1. Tedi 2. Yayat Hidayaman 3. Mukminin
46
Sugiyono “Memahami Penelitian Kualitatif “ 2012:57
51
4. Siti Rohanah 5. Parmin Muhammad Tabaraji merupakan nelayan yang kesehariannya menjual ikan di dekat pelelangan ikan di Kampung Nelayan Teluk. Sedangkan ibu Jariah merupakan istri dari Ketua RT Kampung Nelayan Teluk dan Engga Suwandi merupakan pemuda warga Kampung Nelayan Teluk. Ketiga orang tersebut merupakan orang yang tergolong sering berinteraksi dengan masyarakat Jawa dan mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi yang berkaitan dengan penelitian. Maka dari itu peneliti memilih mereka sebagai orang yang yang tepat untuk dijadikan informan kunci pada penelitian ini. Sedangkan ke empat informan pendukung merupakan orang yang ketika penelitian berlangsung mereka sering terlihat sehingga peneliti meminta informasi dari mereka untuk membantu dalam pengambilan data. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain: A.
Wawancara, Wawancara merupakan teknik mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan agar mendapatkan data lengkap. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan kunci yang
telah
ditunjuk
oleh
peneliti.
Wawancara
mendalam
(intensive/depth interview) adalah teknik mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan agar 52
mendapatkan data lengkap dan mendalam 47 . Wawancara dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif. Pada wawancara mendalam ini, peneliti tidak mempunyai control atas respon informan. Artinya, informan bebas memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam, dan tak ada yang disembunyikan. Agar semua informasi dapat terungkap, peneliti melakukan wawancara informal agar terkesan seperti sedang mengobrol. Wawancara mendalam digunakan untuk subjek yang sedikit bahkan hanya satu orang saja atau tidak ada ukuran pasti mengenai banyaknya subjek. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang mensyaratkan sampel harus dapat mewakili populasi. Pada wawancara mendalam, peneliti berhenti mewawancarai hingga ia bertindak dan berfikir sebagai anggota-anggota kelompok yang sedang diteliti atau jika peneliti merasa data yang terkumpul sudah jenuh (tidak ada sesuatu yang baru), ia bisa mengakhiri wawancara48. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara bersifat tidak terstruktur atau wawancara bebas dengan tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Selain itu, peneliti juga melakukan
47
Elvinaro Ardianto “Metode Penelitian untuk Public Relations” (2010:178) Ibid hlm 178
48
53
wawancara secara semi terstruktur dengan mempersiapkan pertanyaan sebagai pedoman wawancara. B.
Observasi Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam observasi bersifat partisipan yaitu Peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti sehingga peneliti melihat sendiri apa yang sebenarnya terjadi dilapangan. Dalam penelitian ini, peneliti mencatat apa yang dilihat dan didengar, yang mereka katakan dan rasakan. Dengan peneliti terjun langsung ke lapangan, data yang didapat tidak hanya mengenai penelitian yang akan di teliti saja tetapi data yang diduga ada kaitannya dengan penelitian dapat diperoleh. Dalam melakukan observasi, peneliti juga dapat menemukan data yang tidak terungkap dalam wawancara yang bersifat sensitif sehingga dapat melengkapi data yang telah didapat dari wawancara. Alat bantu peneliti dalam melakukan observasi menggunakan kamera untuk merekam segala kegiatan yang terjadi dan juga alat tulis untuk mencatat apa yang bisa menjadi data dalam penelitian.
C.
Study Literatur Dalam penengumpulan data, peneliti juga menggunakan study literatur untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian yang berbentuk buku, skripsi, dokumentasi kegiatan, koran, internet, dan lainnya.
54
3.4 Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah analisis data yang disampaikan oleh Nasution (2003). Menurut nasution (2003) dalam Elvinaro, analisis data dalam penelitian kualitatif harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan harus segera dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Salah satu cara yang dianjurkan ialah dengan mengikuti langkah-langkah berikut: A.
Mereduksi data. Data yang diperoleh dilapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporang yang terperinci karena data akan terus bertambah. Bila tidak segera dianalisis sejak awal, akan menambah kesulitan. Reduksi data adalah
suatu
bentuk
analisis
yang
mempertajam,
memilih,
memfokuskan, membuang, menyusun data dalam suatu cara yang dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan. Reduksi data terjadi secara berkelanjutan hingga akhir laporan. Dengan kata lain mereduksi data merupakan kegiatan merangkum/menyusun semua data yang didapat dengan sistematis agar mempermudah dalam menganalisis dan juga mencari kembali data bila diperlukan. B.
Men-display data. Agar dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian, harus diusahakan membuat berbagai macam matriks, grafik, networks, dan charts. Dengan demikian peneliti dapat menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail. Dengan
55
menyajikan data informasi yang tersusun tersebut membolehkan penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data
yang sederhana dan mudah dipahami merupakan cara untuk menganalisis data deskriptif kualitatif. C.
Penarikan/verifikasi kesimpulan. Langkah terakhir yang dilakukan dalam menganalisis data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Sejak awalnya, peneliti berusaha mencari makna dari data yang dikumpulkannya. Untuk itu, peneliti mencari pola, tema, hubungan, persamaan, dan lainnya. Dari data yang diperolehnya sejak awal, peneliti mengambil kesimpulan yang masih bersifat sementara dan masih diragukan. Akan tetapi dengan semakin banyak data yang didapat akan memperkuat kesimpulan peneliti. Selama penelitian berlangsung, peneliti harus melakukan verivikasi kesimpulan tersebut dengan terus mencari data baru.
D.
Menganalisis data. Menganalisis data sewaktu pengumpulan data antara lain akan menghasilkan lembar rangkuman dan pembuatan kode pada tingkat rendah, menengah (kode pola), dan tingkat tinggi (memo).
E.
Membuat lembar rangkuman Untuk memperoleh inti data, peneliti dapat bertanya, siapa, peristiwa atau situasi apa, tema atau masalah apa yang dihadapinya dalam lapangan, hipotesis apa yang timbul dalam pikirannya. Pada
56
kunjungan berikutnya, informasi apa yang harus ditemukannya dan hal apa yang harus diberi perhatian khusus. F.
Menggunakan matriks dalam analisis data. Matriks dapat memberi bantuan yang sangat berguna dalam mengolah dan menganalisis data yang banyak, yang terdiri dari membentuk maktriks, menganalisis data matriks. (Nasution, 2003:129-134) dalam Elvinaro49.
3.5 Uji Validitas Penelitian dapat dinyatakan valid apabila data hasil yang diperoleh peneliti sesuai dengan data yang sebenarnnya di lapangan. Maka dari itu diperlukan uji validitas untuk membuktikan hasil penelitian tersebut sesuai dengan kenyataan. Begitu juga dengan penelitian pola komunikasi antarpribadi nelayan ini, diperlukan uji validitas data agar hasil temuan yang didapat peneliti sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Dalam menguji validitas, peneliti menggunakan teknik triangulasi data. Triangulasi data yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu50. Tujuan triangulasi adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan, dan dengan menggunan
49
Elvinaro Ardianto “Metode Penelitian untuk Public Relations” (2010:216-217) Moleong, J Lexy “Metode Penelitian Kualitatif” (2000:178)
50
57
metode yang berlainan.51 Triangulasi dapat dilakukan dengan membandingkan antara hasil dua peneliti atau lebih, serta dengan menggunakan teknik berbeda, misalnya observasi, wawancara, dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan hasil wawancara yang didapat dari informan dengan melakukan observasi dilapangan. Hal ini dilakukan apakah hasil wawancara yang didapat sesuai dengan kenyataan. Selain itu, untuk memperkuat data dilakukan wawancara secara berulang dengan informan yang sama agar peneliti mengetahui jawaban dari informan itu konsisten atau tidak. Jika data yang didapat masih belum cukup, peneliti melakukan wawancara dengan informan pendukung agar memperkuat data yang didapat dari informan kunci. 3.6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul “Persepsi Masyarakat Sunda Terhadap Masyarakat Pendatang Jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten” ini dilaksanakan di Kampung Nelayan DesaTeluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian dilaksanakan terhitung dari bulan Oktober 2014 sampai dengan selesai.
51
Ibid, hal 197
58
Table 3.1 Jadwal penelitian NO
KEGIATAN
BULAN 9
1
10
11
12
1
2
Pra Riset: - Observasi awal - Penyusunan bab I-III
2
Siding Outline
3
Riset Lapangan
4
Penyusunan Bab IV
5
Penyusunan Bab V
6
Sidang Skripsi
59
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Labuan merupakan satu kecamatan di kabupaten Pandeglang provinsi Banten. Labuan lebih dikenal dengan sebutan kota nelayan karena letaknya dipesisir pantai Selat Sunda. Labuan ujung barat pulau jawa yang berhadapan langsung dengan selat sunda. Labuan menjadi daerah strategis sejak zaman dahulu. Bukti sejarah Labuan sebagai tempat strategis dilihat dari terdapatnya peninggalan sisa perang dunia kedua yaitu adanya dua bangunan benteng pertahanan sisa perang zaman Jepang. Tempat bersejarah itu terletak di kelurahan DesaTeluk, dan Desa Cigondang. Dengan adanya tempat bersejarah itu membuktikan bahwa jepang memilih daerah Labuan sebagai tempat yang tepat untuk diduduki. Selain itu, peninggalan sejarah yang terdapat di daerah Labuan adalah benteng jembatan dua, benteng loterdam, dan kereta api. Sejarah juga mencatat bahwa pusat pemerintahan pada zaman dahulu terletak di daerah Caringin yang disebut dengan nama karagenan (Regency Caringin) pada waktu itu masyarakat dipimpin oleh Regent Boncel. Sebelum terjadi letusan gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883 Caringin Labuan merupakan ibukota Kabupaten Banten Barat. Gunung Krakatau menghancurkan daerah Caringin yang 60 60
berdampak pada
dipindahkannya Ibukota kabupaten ke daerah Pandeglang dan berganti nama menjadi Pandeglang. Sekarang Caringin hanya merupakan suatu Desa. Dengan adanya sejarah sebagai pusat pemerintahan, sekelompok orang ingin mengembalikan kejayaan Caringin dengan mendirikan kembali kabupaten Caringin dan berpisah dengan Pandeglang. Letak
ibukota
Pandeglang
yang
jauh
dan
tidak
meratanya
pembangunan di setiap daerah, menimbulkan dua calon kabupaten yang baru. Dengan harapan akan terjadi pemerataan ekonomi disetiap daerah. Kabupaten Pandeglang memiliki luas wilayah yang besar tetapi pusat pemerintahan terletak di perbatasan dengan kabupaten lain. 4.1.2 Letak Geografis Kecamatan Labuan memiliki batas wilayah sebagai berikut: a) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Carita. b) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pagelaran. c) Sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda. d) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jiput. 4.1.3 Jumlah Penduduk Labuan adalah kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi di kabupaten Pandeglang yang memiliki jumlah penduduk 55,850 jiwa dengan kepadatan 3,566 jiwa/km². Kepadatan penduduk yang sangat tinggi, Labuan menjadi salah satu pusat perekonomian khususnya dibidang niaga.
61
DesaTeluk merupakan salah satu Desa yang terletak di kecamatan Labuan kabupaten Pandeglang. Memiliki jumlah penduduk terpadat kedua setelah Desa Labuan.
Jumlah penduduk DesaTeluk adalah 11.169 jiwa
dengan rincian 5.814 laki-laki dan 5.355 perempuan. DesaTeluk terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan 32 Rukun Tetangga (RT) dan memiliki total Kepala Keluarga (KK) berjumlah 2.764 orang. DesaTeluk dipimpin oleh Bapak Dadi Supiadi selaku Kepala Desa. Terdapat 14 perKampungan di DesaTeluk dengan sebagian besar terletak di pesisir pantai kecamatan Labuan. DesaTeluk berbatasan dengan Desa Labuan, DesaCigondang. Di DesaTeluk terdapat satu tempat pelelangan ikan dan tempat pengisian bahan bakar kapal. Kampung Nelayan merupakan tempat bermukim sebagian besar nelayan Teluk. Sebagian besar penduduk Kampung nelayan merupakan suku jawa yang telah lama menetap di Teluk dan sebagian lagi suku Sunda. Suku jawa yang menetap di Kampung nelayan sudah ada puluhan tahun lamanya sehingga mereka tumbuh semakin banyak di Kampung nelayan. Kampung nelayan memiliki jumlah kepala keluarga terbanyak di DesaTeluk dengan total 679 KK dan terbagi menjadi 2 RW, 2 RT. Sehingga Kampung nelayan memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi. Dengan sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan menjadikan Kampung Nelayan terus terjadi aktivitas selama 24 jam.
62
Berikut ini rincian jumlah kepala keluarga (KK) yang terdapat di Desa Teluk Kecamatan Labuan: NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
RT/RW/ALAMAT 01/01 Kp. Karet 02/01 Kp. Karet 01/02 Kp. Karet 02/02 Kp. Karet 03/02 Kp. Karet 01/03 Kp. Karang Tenggang 02/03 Kp. Umbul Tanjung 01/04 Kp. Teluk Tengah 02/04 Kp. Pelelangan 01/05 Kp. Pelelangan 02/05 Kp. Tanjung Sari 01/06 Kp. Cipunten Agung 02/06 Kp. Cipunten Agung 03/06 Kp. Cipunten Agung 04/06 Kp. Cipunten Agung 01/07 Kp. Lebak Tanjung 02/07 Kp. Cicadas 03/07 Kp. Citanggok 01/08 Kp. Pasir Tanjung 02/08 Kp. Pasir Tanjung 01/09 Kp. Perikanan I 02/09 Kp. Perikanan I 01/10 Kp. Perikanan II 02/10 Kp. Perikanan II 01/11 Kp. Nelayan I 02/11 Kp. Nelayan I 01/12 Kp. Nelayan II 02/12 Kp. Nelayan II 01/13 Kp. Badongan 02/13 Kp. Badongan 03/13 Kp. Badongan JUMLAH
Sumber: Desa Teluk Labuan
63
JUMLAH KK 148 96 84 55 108 59 88 84 84 129 58 70 47 53 65 72 54 65 43 51 75 60 94 69 173 125 215 166 130 67 82 2.764
Gambar 4.1
4.2 Deskripsi Data Fokus pada penelitian ini mengenai persepsi masyarakat sunda terhadap masyarakat pendatang jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten. Pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara yaitu wawancara, observasi, dan study literatur. Data yang dicari dari penelitian ini adalah data yang dapat menjawab identifikasi masalah penelitian yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya. Identifikasi masalah penelitian ini mengenai Bagaimana persepsi masyarakat suku sunda terhadap masyarakat pendatang jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan, dan juga Apakah yang menjadi penyebab terbentuknya prasangka sosial antara masyarakat Sunda terhadap masyarakat pendatang Jawa.
64
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, jadi peneliti menentukan key informan dan informan yang dianggap tahu tentang apa yang diteliti. Dengan 3 orang perwakilan masyarakat Sunda sebagai informan kunci. Kemudian penulis juga melakukan wawancara dengan penduduk sekitar guna mendapatkan informasi yang lebih banyak agar dapat membantu proses penelitian. Dalam melakukan wawancara, peneliti mendatangi dan menanyakan langsung kepada informan kunci mengenai data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini. Peneliti mencatat dan merekam apa saja yang disampaikan oleh informan dalam proses wawancara. Data yang didapat dari informan harus lengkap agar proses penelitian berjalan dengan baik. Selain wawancara, peneliti melakukan observasi untuk pengumpulan data penelitian. Observasi dilakukan selama beberapa bulan terhitung dari bulan Oktober 2014. Observasi dimulai dari pra penelitian guna melihat apa saja yang terjadi di lapangan, dan mencari masalah yang akan dimunculkan dalam penelitian. Selama observasi, peneliti mengamati dan menganalisa bagaimana proses komunikasi di Kampung Nelayan Teluk. Data dari proses observasi merupakan data pendukung dan penguat hasil wawancara informan. Data yang didapat dari wawancara dan observasi kemudian di kumpulkan untuk diolah dan dianalisis sehingga dapat mengahasilkan kesimpulan mengenai hasil penelitian tentang komunikasi antarbudaya masyarakat Kampung Nelayan DesaTeluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten.
65
4.3 Hasil Penelitian Peneliti akan memaparkan hasil penelitian yaitu mengenai persepsi masyarakat suku Sunda terhadap masyarakat pendatang Jawa Kampung Nelayan DesaTeluk Labuan Kabupaten Pandeglang Banten. Hasil penelitian ini berdasarkan data yang didapat dari wawancara semiterstuktur dan tidak terstruktur, serta observasi. Hasil penelitian mengacu pada identifikasi masalah yang telah dibuat sebelumnya yaitu bagaimana penilaian masyarakat Sunda terhadap sifat masyarakat pendatang Jawa di Kampung Nelayan DesaTeluk
Labuan
dan
reaksi
masyarakat
Sunda
terhadap
cara
berkomunikasi masyarakat Jawa. Dengan adanya masyarakat Jawa yang menetap di Kampung Nelayan Desa teluk, menjadikan Kampung nelayan memiliki dua suku yang berbeda. Perbedaan suku ini dapat mudah terlihat karena tempat tinggal kedua suku terpisah menjadi dua bagian. Mayoritas masyarakat Jawa tinggal di dekat pelelangan ikan dan mayoritas masyarakat Sunda di dekat SPBU. Tempat tinggal kedua suku ini dibatasi oleh lapangan dan kantor-kantor perikanan.
66
Gambar pemukiman masyarakat Jawa
Gambar pemukiman masyarakat Sunda
Meskipun terpisah tempat tinggal, tetapi kedua suku tersebut berbaur dikehidupan sehari-harinya. Kampung Nelayan Teluk merupakan tempat yang tidak pernah sepi karena selama 24 jam terus terjadi interaksi. Kegiatan melaut tidak seperti pekerjaan yang lain karena setiap waktu tidak ada hentinya. Siang dan malam masyarakat Kampung Nelayan terus bekerja.
67
Seperti pernyataan Muhammad Tabaraji ketika berbincang dengan peneliti. Berikut pernyataannya: “…Aktifitas Kampung Nelayan terjadi selama 24 jam sehingga
Kampung nelayan tidak pernah sepi”.
Interaksi kedua suku menurut Muhammad tabaraji hanya sebatas urusan pekerjaan saja, selain itu jarang terjadi komunikasi. berikut pernyataannya: “…Jarang terjadi komunikasi antar suku di Kampung Nelayan Teluk. komunikasi terjadi hanya sebatas pekerjaan, baik kegiatan Nelayan maupun berdagang”. Masyarakat Jawa yang menetap di Kampung Nelayan Teluk berasal dari beberapa daerah. Seperti yang disampaikan oleh Muhamad Tabaraji berikut: “…Suku jawa sudah lama menetap di Kampung Nelayan Teluk. Mereka berasal dari Cirebon, brebes, dan daerah di Jawa Tengah. 4.3.1 Penilaian masyarakat suku Sunda terhadap sifat masyarakat pendatang Jawa Setiap orang akan berbeda-beda dalam menilai suatu hal tergantung dari apa yang dirasakan oleh setiap individu. Begitu pula dengan penilaian masyarakat Sunda terhadap masyarakat Jawa, setiap masyarakat Sunda akan berbeda dalam mempersepsi masyarakat Jawa. Seperti yang dijelaskan pada BAB II, dalam proses persepsi terdapat tiga komponen utama. Yaitu: 1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. 68
2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung
pada
kemampuan
seseorang
untuk
mengadakan
pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana. 3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi Masyarakat Jawa yang menetap di Kampung Nelayan Teluk mayoritas merupakan Nelayan yang kehidupannya bergantung dari hasil laut. Pendapatan sehari-hari masyarakat Teluk tidak menentu karena hasil ikan yang didapat setiap harinya berbeda-beda. Menurut masyarakat Sunda, orang jawa di Kampung Nelayan Teluk memiliki kebiasaan berhutang ketika hasil laut sedikit atau cuaca tidak mendukung. Selain itu banyak masyarakat Sunda beranggapan bahwa masyarakat Jawa Teluk memiliki kebiasaan buruk yaitu buang Air Besar di sekitar pesisir pantai. Sehingga menimbulkan aroma yang tidak sedap. Seperti yang diungkapkan Engga: “ ..jorok, suka buang air besar di pesisir pantai. Padahal sudah punya MCK tapi karena kebiasaan dari dulu jadi kebiasaan itu susah dihilangkan”
69
Hal
senada
di
ungkapkan
oleh
ibu
jariah,
berikut
pernyataannya: “…Jorok, suka buang air besar di pesisir pantai” Selain memiliki kebiasaaan Jorok dalam hal Buang Air Besar, Masyarakat Jawa di Kampung Nelayan Teluk memiliki kebiasaan buruk suka meminum-minuman keras seperti apa yang Tedi ungkapkan ketika penulis menanyakan kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa? Berikut jawabannya: “…suka meminum-minuman keras” Hal serupa di ungkapkan oleh ibu siti rohmah selaku pemilik warung di Kampung Nelayan bahwa pemuda Jawa memiliki kebiasaan meminum-minuman keras . Selain persepsi negatif, masyarakat Sunda menilai bahwa masyarakat Jawa memiliki sifat pekerja keras dan tidak memiliki rasa gengsi dengan pekerjaan yang dijalaninya. Masyarakat Jawa juga dinilai memiliki kekompakan dan sering bergotong-royong. Menurut Muhammad Tabaraji, keberadaan masyarakat jawa dinilai membantu perekonomian di Kampung Nelayan. Karena pada umumnya Nelayan yang melaut di Kampung Nelayan Teluk mayoritas orang Jawa. Sehingga menurut beliau masyarakat Jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk hamper mendominasi. Dalam berkomunikasi, masyarakat Kampung Nelayan Teluk memiliki keunikan. Keunikannya adalah bahasa yang digunakan dalam
70
berkomunikasi menggunakan dua bahasa yang berbeda dalam satu percakapan. Kedua suku tersebut menggunakan bahasa mereka masingmasing dalam berinteraksi antar suku. Kebanyakan dari masyarakat Kampung Nelayan sudah mengerti dengan bahasa mereka, tetapi mereka cenderung menggunakan bahasa sendiri-sendiri. Bagi orang yang sudah mengerti bahasa Jawa, hal ini tidak menjadi masalah sehingga komunikasi berjalan dengan lancar. Lain halnya dengan masyarakat sunda yang belum mengerti bahasa Jawa akan merasa pusing dan enggan berkomunikasi. Seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Tabaraji: “lumayan pusing ngobrol dengan orang Jawa”. Bahasa Jawa Kampung Nelayan Teluk dinilai masyarakat Sunda merupakan bahasa yang lebih kasar dibandingkan dengan bahasa Sunda.
Hal
ini
berkomunikasi
bisa
karena
mengakibatkan bisa
saja
kesalah
terjadi
salah
fahaman
ketika
persepsi
ketika
berkomunikasi. Berbeda dengan orang tua, masyarakat pemuda Kampung Nelayan cenderung berkubu dalam berinteraksi. Mereka lebih menyukai bermain dengan sesama suku karena menurut mereka lebih nyaman ketika berkomunikasi. Mereka tidak saling mengusik antar suku karena jika ada masalah di antara mereka, akan terjadi perselisihan antar kelompok suku.
71
Menurut Engga, masyarakat Jawa cukup menyesuaikan diri karena mungkin mereka merasa sebagai orang perantau. Tetapi engga merasa kebingungan dengan bahasa yang digunakan orang Jawa. Seperti yang diungkapkan berikut: “ cukup membingungkan, karena mungkin dalam bahasanya yang berbeda jadi kalau ada orang yang ngobrol saya Cuma bisa mendengarkan saja, hanya sedikit berbicara itu pun jika ada bahasa yang dimengerti”. Engga merasa kagum dengan sifat kebersamaan, keuletan dan kekompakan dalam bekerja. Tapi engga juga merasa bahwa orang jawa memiliki watak pelit. “..ada orang jawa kalo sudah punya watak pelit ya pelit banget, kalo yang punya watak baik ya baik banget. Berbeda dengan orang sunda, Alhamdulillah baik semua” Tetapi pada dasarnya Engga tidak merasa terganggu dengan keberadaan
Masyarakat
Jawa
dan
merasa
senang
karena
di
lingkungannya menjadi beragam suku walupun menurutnya masyarakat Jawa sudah mendominasi Kampung Nelayan Teluk karena sebagian besar masyarakat Jawa bekerja sebagai Nelayan. Engga berpendapat bahwa tidak menjadi masalah ketika masyarakat Jawa menggunakan bahasanya dalam berkomunikasi. Itu berarti mereka memegang teguh adat dan bahasanya supaya tidak luntur meskipun berada di lingkungan luar Jawa. Beliau juga tidak membatasi ketika berkomunikasi dengan orang Jawa karena orang jawa menurutnya bukan tipe pemalu untuk memulai dulu mendekati masyarakat Sunda.
72
4.3.2 Reaksi masyarakat Sunda terhadap cara berkomunikasi masyarakat pendatang Jawa Komunikasi merupakan suatu cara dimana seseorang melakukan proses pertukaran pesan, ide, informasi dan lain sebagainya. Komunikasi juga menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang bertujuan supaya pesan-pesan tersebut dapat dimengerti oleh pihak-pihak yang terlibat didalam komunikasi, dan kemudian dapat tercapai dalam pengertian yang sama antara penerima komunikasi dan penyampai komunikasi atau pesan. Tujuan utama berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan
fisik
dan
psikologis.
Melalui
komunikasi,
orang
menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitarnya, dan untuk memengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berperilaku sebagaimana yang diinginkan. Sebagai suatu proses, komunikasi bersifat kontinu, berkesinambungan, tidak memiliki akhir, dinamis, kompleks, dan berubah. Proses pertukaran pesan terjadi apabila manusia berinteraksi dalam aktivitas komunikasi. Proses pertukaran pesan yang terjadi di Kampung Nelayan Desa Teluk diawali dari urusan pekerjaan. Berikut pernyataan dari Bapak Muhammad Tabaraji selaku pedagang ikan yang merupakan suku SundaKampung Nelayan Desa Teluk:
73
“kami berkomunikasi dengan masyarakat suku Jawa jika ada urusan kerja”52 Hal senada diungkapkan oleh Bapak Parmin, selaku masyarakat kampung Nelayan Desa Teluk asal Brebes Jawa Tengah tentang proses komunikasi dimulai dari transaksi jual beli ikan. Berikut pernyataanya. “dalam bekerja biasanya kami lebih sering berkomunikasi dengan masyarakat suku Sunda tapi sehari-hari jarang”53 Berdasarkan hasil penelitian, proses komunikasi yang terjadi pada masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk terbagi menjadi dua yaitu komunikasi interaktif dan komunikasi transaksional. Proses komunikasi
interaktif
adalah
proses
penyampaian
pesan
dari
komunikator kepada komunikan sehingga adanya timbal balik antara komunikator dan komunikan. Komunikasi transaksional adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus menerus dalam sebuah episode komunikasi. Proses komunikasi interaktif terjadi apabila proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik secara seketika. Kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung antara seseorang dengan orang lainnya. Misalnya percakapan tatap muka, korespondensi, percakapan melalui telepon, dan sebagainya. Pentingnya situasi komunikasi antar suku ialah karena prosesnya Wawancara dengan Muhammad Tabaraji selaku nelayan suku Sunda penduduk asli kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 5 Juni 2015. 52
Wawancara dengan Bapak Parmin selaku nelayan suku Jawa penduduk pendatang kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 5 Juni 2015. 53
74
memungkinkan
berlangsung
secara
dialogis.
Komunikasi
yang
berlangsung secara dialogis menjadi lebih baik daripada secara monologis. Dalam proses komunikasi antar suku, komunikasi relatif lebih dinamis karena bersifat dua arah, komunikator dan komunikan samasama aktif saling mempertukarkan pesan, mengirim dan menerima pesan untuk dimaknai dan ditanggapi. Komunikasi secara tatap muka memungkinkan setiap orangnya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Dengan demikian komunikasi antar suku yang dinamis, sama-sama aktif saling mempertukarkan pesan dan menangkap reaksinya secara langsung, hal ini senada dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak Muhammad Tabaraji selaku nelayan warga masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk yang menyatakan bahwa awal percakapan dimulai tergantung pada situasi dan kondisi. Berikut pernyataanya. “ … yang memulai ngajak berbicara, kadang saya dulu nawirin ikan atau kadang-kadang pembeli, pokoknya tergantung keadaan kesibukan pada saat itu. Kalau lagi santai, sering kami cacahan (ngobrol) dulu tidak langsung pada tujuannya”54 Komunikasi transaksional yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus menerus dalam transaksi jual beli, pekerjaan, dan kehidupan bermasyarakat. Komunikasi transaksional berarti proses yang terjadi 54
Wawancara dengan Bapak Mukminin selaku nelayan suku Sunda penduduk asli kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 6 Juni 2015.
75
bersifat kooperatif, pengirim dan penerima sama-sama bertanggung jawab dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. Hal ini mengisyaratkan bahwa komunikasi transaksional ini lebih sering digunakan kelompok suku Sunda atau Jawa dala urusan pekerjaan atau jual beli atau perdagangan. Dalam komunikasi yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk dapat dipahami dalam konteks hubungan antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Kehidupan yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan. Dalam model ini komunikasi merupakan upaya untuk mencapai kesamaan makna. Apa yang dikatakan seseorang dalam sebuah transaksi sangat dipengaruhi pengalamannya dimasa lalu. Proses komunikasi yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk adalah bagaimana masyarakat suku Jawa atau Sunda menyampaikan pesan kepada seseorang atau kelompok, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pertukaran pesan terdiri atas unsur komunikator, komunikan, pesan, media, efek atau umpan balik, suasana, dan gangguan. Begitupun
76
proses pertukaran yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk sebagai berikut: komunikator memiliki gagasan atau pesan atau informasi yang ingin disampaikan kepada komunikan, lalu komunikator membuat atau menyusun sandi-sandi (encoding) untuk menyatakan maksud dalam bentuk kata-kata atau lambang, perkataan dan lambang-lambang (pesan) disalurkan melalui media, kemudian komunikan menguraikan atau menafsirkan pesan yang dikirimkan oleh komunikator, dan akhirnya komunikan member tanggapan. Komunikator atau pengirim pesan yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk adalah individu atau kelompok suku Sunda atau Jawa. Bahasa yang digunakan tergantung dari yang mengawali komunikasi, bisa menggunakan bahasa Sunda atau Jawa. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas. Materi pesan yang dikirim dan diterima oleh komunikator dan komunikan yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk berbentuk informasi, ajakan, rencana kerja, dan pertanyaan. Pada tahap pengiriman pesan yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang nelayan menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan, (tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya).Tujuan
77
penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu. Media atau alat untuk penyampaian pesan yang digunakan oleh masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk diantaranya adalah paguyuban nelayan, paguyuban nelayan suku Jawa, paguyuban nelayan suku Sunda, papan informasi nelayan, papan informasi Kampung, telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima pesan,dan situasi. Umpan balik yang digunakan oleh masyarakat suku Sunda dan Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Umpan balik yang disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan umpan balik langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak. Umpan balik yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi umpan balik terhadap perilaku maupun ucapan penerima pesan. Pemberi umpan balik menggambarkan perilaku penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Umpan balik bermanfaat untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan, umpan balik juga dapat memperjelas persepsi.
78
Hubungan informal masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk ini lebih menekankan pada aspek ekonomi-perdagangan. Keberagaman dalam aspek ekonomi-perdagangan ini jelas sangat terlihat dalam kehidupan kita sehari-hari yang melibatkan suku Sunda dan Jawa. Pada konteks
ini
akan
melahirkan
proses
komunikasi
antarpribadi
dan antarbudaya yang menuntut satu sama lain saling memahami. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap beberapa orang informan kunci, peneliti menemukan beberapa hal yang menjadi hambatan komunikasi pada masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk diantaranya adalah gangguan mekanik, gangguan semantik, prasangka dan stereotip. Hambatan komunikasi antarsuku masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk yang pertama adalah gangguan mekanik yang terdapat di Kampung Nelayan Teluk adalah suara ombak, suara kapal, dan gangguan suara ramainya aktifitas jual belidi pelelangan ikan Teluk.Gangguangangguan tersebut menuntut masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk baik suku Jawa maupun suku Sunda menggunakan nada bicara lebih tinggi. Mereka yang berasal dari suku Jawa mestinya menggunakan intonasi bicara yang lembut akan tetapi bisa juga dengan nada kasar jika dalam hal-hal tertentu, bisa menyesuaikan dengan mereka dari suku Sunda yang mayoritas nada bicara tinggi. Ada hambatan yang mereka jumpai jika dari suku Jawa bertemu dengan suku Sunda. Hal ini terjadi karena orang
79
dari suku Jawa terbiasa dengan nada bicara rendah dan melengking agak susah untuk bisa beradaptasi dengan suku Sunda. Apabila mereka berkomunikasi ada hal-hal kecil yang mencuat yang akan membuat suasana sedikit keruh. Dari sinilah tercermin bahwa karakteristik masingmasing budaya mempengaruhi proses berlangsungnya interaksi atau komunikasi. Karakter masing-masing budaya yang berbeda yang akan hidup berdampingan akan memberikan out put yang berbeda pula. Ketika komunikasi antar budaya berlangsung, persepsi masing-masing individu yang memiliki berbeda pemikiran, menimbulkan respon balik yang beragam. Ketika satu orang memberi stimulus atau informasi, belum tentu semua orang bisa memahami maksudnya yang ingin disampaikannya sama dengan apa yang ia pikirkan. Hambatan komunikasi antarsuku masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk yang kedua adalah gangguan semantik yang paling mendasar yang terdapat di Kampung Nelayan DesaTeluk adalah penggunaan bahasa dalam menyampaikan pesan.Dalam berkomunikasi banyak hal yang mungkin kita anggap remeh, akan tetapi sebenarnya hal-hal yang mungkin kita angap sepele akan mengakibatkan hal yang mungkin tidak kita sangka. Seperti halnya ketika orang dari suku Jawa di Kampung Nelayan yang relatif masih muda, ketika mereka berdialong dengan orang yang lebih tua dari suku, banyak diantara mereka (suku Jawa) tidak bisa mengunakan bahasa yang selayaknya mereka gunakan ketika berbicara dengan lawan bicara pada orang suku Sunda yang lebih tua. Walaupun
80
mereka mengetahui bahasa dari suku yang lain, akan tetapi mereka tidak mengetahui bahasa yang lazim atau selayak digunakan. Maka ketika mereka berdialong, kesannya mereka meremehkan senior, sehingga kadang hal tersebut mengundang datangnya konflik antar personal. Seperti pernyataan berikut “bade kamana maneh?” (mau kemana kamu?). Dalam bahasa Sunda, kata „maneh‟ yang digunakan komunikator ini tidak tepat jika digunakan untuk orang yang lebih tua tetapi cocok untuk yang sebaya atau lebih muda. Suku Sunda akan merasa tersinggung dan dimungkinkan menimbulkan konflik jika tidak saling memahami. Kalimat tanya untuk orang yang lebih sebaiknya “bade kamana kang?” atau “bade kamana Pa?”. Kampung Nelayan Desa Teluk kecamatan Labuan kabupaten Pandeglang dihuni oleh masyarakat suku Jawa dan suku Sunda. Dalam kesehariannya, mereka berkomunikasi mengunakan dua bahasa tergantung pada komunikator yang mengawali komunikasinya. Ketika mereka berada dalam komunitas mereka, suku Jawa berkumpul dengan sesama mereka, mereka akan berbicara dengan mengunakan bahasa Jawa. Begitu juga dengan suku Sunda, ketika mereka berkumpul dengan sesama mereka, mereka
akan
mengunakan
bahasa
Sunda.
Namun,
jika
mereka
berkomunikasi dengan suku yang berbeda, mereka menggunakan bahasa yang menyampaikan pesan terlebih dahulu. Ada hal yang unik disini, mereka memang tidak pernah mengetahui apa itu teori komunikasi yang efektif jika menghadapi massa yang sangat heterogen, namun mereka
81
mampu menciptakan kehidupan yang harmonis, walaupun memang terkadang komunikasi yang terjalin kurang efektif. Di samping itu, terdapat stimulus yang disampaikan dengan hal-hal yang unik yaitu dengan bahasa-bahasa nonverbal, hal ini bisa disampaikan dengan adanya reaksi yang nampak dari mimik wajah seseorang yang sedang berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Jika seseorang berbicara walaupun dengan nada bercanda, akan tetapi kita bisa melihat apa yang ingin ia sampaikan apakah hanya senda gurau semata ataukah serius, kita bisa mengetahuinya dengan ekspresi wajah yang ditampilkannya. Kadang bahasa
nonverbal
seseorang
adalah
hal
yang
sebenarnya
ingin
disampaikannya. Bahasa tubuh itu bisa timbul dengan sendirinya jika seseorang itu merasakan ada hal yang nyaman (akan timbul ekspresi wajah senang) dan hal-hal yang tidak nyaman (dengan ekspresi wajah kecewa atau sedih). Hambatan komunikasi antar suku masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk yang ketiga adalah prasangka. Kelompok masyarakat suku Sunda dan suku Jawa
Kampung Nelayan Desa Teluk masing-masing
memiliki prasangka negatif terhadap kelompok lain. Kelompok suku Sunda tidak ingin dikalahkan secara kedudukan, secara ekonomi, dan status sosialnya oleh kelompok pendatang suku Jawa. Begitupun kelompok suku Jawa, ingin bersaing dan bahkan mengalahkan penduduk aslinya. Mereka merantau ke Kampung Nelayan ini untuk memperbaiki ekonomi keluarga dan status sosial. Ketika kelompok suku Sunda
82
berkumpul, kelompok suku Jawa merasa curiga bahwa mereka akan menyisihkan kelompok suku lain, begitupun sebaliknya. Walupun sesekali terjadi gesekan-gesekan dengan adanya perbedaan persepsi, namun dalam kehidupan nyata, jika dari suku Sunda menyelengarakan acara dengan adat mereka, mereka juga melibatkan suku Jawa untuk berpartisipasi. Dari situ mencerminkan bahwa komunikasi yang mereka jalani selama ini bisa berlangsung dengan baik walaupun memang sesekali ada konflik dan akhirnya bisa mereka akhiri dengan cara yang cukup arif. Untuk mewujudkan komunikasi yang baik atau efektif dengan latar belakang budaya yang berbeda, tidaklah sesulit yang kita bayangkan. Akan tetapi juga tidak semudah anggapan banyak orang. Karena memang masing-masing hal memiliki tingkat kesulitan dan memiliki titik kemudahan yang berbeda. Tidaklah asing lagi jika dalam segala hal atau bidang
akan
ditemui
kecocokan
dan
ketidakcocokan.
Dalam
berkomunikasi banyak hal yang harus diperhatikan dan banyak juga kemungkinan
terjadinya
kesalahpahaman.
Karakter
masing-masing
individu mewarnai komunikasi yang dijalin oleh manusia itu sendiri. Karakter yang keras harus bisa menyesuaikan dengan orang lain yang berkarakter lemah lembut. Orang yang memiliki karakter lemah lembut juga harus bisa memahami dan mengerti mereka yang berkarakter keras. Masyarakat Kampung Nelayan Teluk memiliki dua bahasa dalam berkomunikasi yang disebabkan terdapat dua suku yang menetap di Kampung Nelayan Teluk. Dalam berkomunikasi masyarakat Kampung
83
Nelayan Teluk sering kali mengalami kesulitan karena perbedaan bahasa yang digunakan. Kesulitan berkomunikasi dengan suku lain dirasakan oleh Muhammad Tabaraji, seorang pedagang ikan yang merupakan warga asli Kampung Nelayan Teluk. Berikut pernyataannya: “ Masyarakat suku Jawa engak mau menggunakan bahasa sunda atau bahasa Indonesia, jadi lumayan terjadi kesulitan dalam berkomunikasi dengan suku Jawa”55 Dari pernyataan tersebut menjelaskan bahwa masyarakat Jawa tidak mau menggunakan bahasa sunda atau bahasa Indonesia. Sehingga masyarakat Sunda mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Suku pendatang Jawa telah bertahun-tahun menetap dan berkeluarga di Kampung Nelayan Teluk sehingga jumlah penduduk pendatang semakin lama semakin bertambah. Penduduk pendatang Jawa mayoritas berasal dari brebes dan juga Cirebon. Mereka menetap di Kampung Nelayan Teluk
dikarenakan
Kampung Nelayan Teluk
merupakan pusat perikanan di kabupaten Pandeglang yang masih memiliki potensi sumberdaya alam laut yang besar. Penduduk pendatang Jawa di Kampung Nelayan Teluk dalam berkomunikasi sehari-hari tetap menggunakan bahasa jawa meskipun mereka telah lama tinggal di wilayah Pandeglang. Bahasa asli Kabupaten Pandeglang merupakan bahasa sunda. Bahasa sunda Pandeglang tergolong lebih kasar dengan bahasa sunda dari daerah jawa barat yang terkenal halus. 55
Wawancara dengan Bapak Muhammad Tabaraji selaku nelayan asal suku Sunda penduduk asli kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 5 Juni 2015.
84
Penduduk Jawa Kampung Nelayan Teluk sebenarnya mengerti dengan bahasa yang disampaikan oleh masyarakat Sunda. Seperti yang disampaikan oleh Parmin, masyarakat Kampung Nelayan asal Jawa Brebes. Berikut pernyataannya: “saya mengerti bahasa Sunda tetapi sulit diucapkan, kadangkadang saya juga menggunakan bahasa sunda tetapi campuran karena tidak terlalu mengerti”56 Kurangnya pemahaman mereka terhadap bahasa dan budaya diantara suku yang berbeda, tidak heranlah jika riak-riak dalam berinteraksi sesekali akan timbul. Berdasarkan banyak pengalaman yang sering mereka temukan adanya selisih faham diantara mereka adalah karena generasi muda saat ini banyak tidak mengenal budaya, bahasa, dan kebiasaan dari etnis mereka maupun etnis yang berbeda. 4.4
Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, setiap masyarakat sunda memiliki persepsi yang berbeda terhadap orang Jawa di Kampung Nelayan Teluk. Setiap individu memiliki penafsirannya sendiri sesuai dengan apa yang mereka rasakan. Pareek(1996:13) dalam alex sobur memberikan definisi yang leebih luas ihwal persepsi ini; dikatakan, “persepsi dapat didefinisikan sebagai preoses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau
56
Wawancara dengan Bapak Parmin selaku nelayan suku Jawa penduduk pendatang kampung Nelayan desa Teluk, pada tanggal 6 Juni 2015.
85
data”. Dalam penelitian ini, penilaian masyarakat Sunda terhadap masyarakat Jawa sangat beragam begitu pula dengan reaksi masyarakat Sunda terhada sikap masyarakat Jawa. Terdapat
masyarakat
yang
lebih
cenderung
menyukai
berkomunikasi dengan sesama suku. Mereka beralasan karena lebih memiliki kedekatan baik dalam hal sifat, bahasa, dan kebudayaan. Mereka menilai kalau berkomunikasi dengan sesama suku memiliki kesamaan sedangkan dengan suku lain memiliki perbedaan. Sehingga dalam mempersepsi suku lain akan di samar ratakan sifatnya . Proses pertukaran pesan yang terjadi pada masyarakat suku Sunda dan suku Jawa Kampung Nelayan Desa Teluk terjadi secara tatap muka dengan tujuan menyampaikan pesan, ide, informasi dan lain-lain, baik secara verbal maupun non verbal. Hal ini senada dengan pendapat Dedy Mulyana yang mengatakan bahwa proses komunikasi merupakan suatu cara dimana seseorang melakukan proses pertukaran pesan, ide, informasi dan lain sebagainya57. Komunikasi dapat juga menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang bertujuan supaya pesan-pesan tersebut dapat dimengerti oleh pihak-pihak yang terlibat didalam komunikasi, dan kemudian dapat tercapai dalam pengertian yang sama antara penerima komunikasi dan penyampai komunikasi atau pesan. Komunikasi
transaksional
adalah
proses
pengiriman
dan
penerimaan pesan yang berlangsung secara terus menerus dalam sebuah
57
Deddy Mulyana.2000. Komunikasi Organisasi. PT Remaja Rosda Karya, hal 86.
86
episode komunikasi. Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Hal ini sejalan dengan pandangan model komunikasi transaksional berarti proses yang terjadi bersifat kooperatif, pengirim dan penerima sama-sama bertanggung jawab dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan. Dalam model ini komunikasi merupakan upaya untuk mencapai kesamaan makna. Apa yang dikatakan seseorang dalam sebiah transaksi sangat dipengaruhi pengalamannya dimasa lalu. Misalnya, seorang nelayan banyak berkata tentang melaut; alat apa yang harus dipersiapkan untuk menangkap ikan, bagaimana cara menangkapnya,
usaha
apa
saja
untuk
mengawetkan
ikan
hasil
tangkapannya, dan harga ikan di pasaran. Dipastikan orang yang berbicara banyak tentang ikan di laut ini adalah seorang nelayan. Komunikasi transaksional membangun kesadaran kita bahwa antara pesan satu dengan pesan yang lain saling berhubungan, saling ketergantungan. Asumsi model ini adalah ketika komunikasi terjadi terus menerus, kita akan berurusan dengan elemen verbal dan non verbal, artinya para komunikator sedang menegosiasikan makna. Ketika kita mendengarkan seseorang yang berbicara, sebenarnya pada saat itu bisa
87
saja anda pun mengirimkan pesan secara nonverbal (isyarat tangan, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya) kepada pembicara tadi. Anda menafsirkan bukan hanya kata-kata pembicara tadi, juga perilaku nonverbalnya. Dua orang atau beberapa orang yang berkomunikasi, saling bertanya, berkomentar, menyela, mengangguk, menggeleng, mendehem, mengangkat bahu, memberi isyarat dengan tangan, tersenyum, tertawa, menatap, dan sebagainya, sehingga proses penyandian (encoding) dan penyandian-balik (decoding) bersifat spontan dan simultan di antara orang orang yang terlibat dalam komunikasi. Semakin banyak orang yang berkomunikasi, semakin rumit transaksi komunikasi yang terjadi. Bila empat orang peserta terlibat dalam komunikasi, akan terdapat lebih banyak peran, hubungan yang lebih rumit, dan lebih banyak pesan verbal dan nonverbal. Contohnya, ketika seorang nelayan suku Sunda sedang menceritakan pengalamannya sebagai nelayan mungkin temannya yang berasal dari suku Jawa merasa kesulitan memahami kata-kata temannya, hanya diam mendengarkan sambil mengerutkan dahi. Melihat ekspresi seperti itu, kemungkinan komunikator akan menjelaskan kata-kata sulit tersebut kemudian meneruskan pembicaraan. Dalam pembicaraan mereka terjadi pertukaran tidak hanya elemen verbal tetapi elemen nonverbal juga. Disini elemen nonverbal memiliki kedudukan sama pentingnya dengan elemen verbal. Dalam konteks ini komunikasi adalah suatu proses personal karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi.
88
Penafsiran atas perilaku verbal dan nonverbal orang lain yang dikemukakan mengubah penafsiran orang lain tersebut atas pesan-pesan, dan pada gilirannya, mengubah penafsiran atas pesan-pesannya, begitu seterusnya. Menggunakan pandangan ini, tampak bahwa komunikasi bersifat dinamis. Pandangan inilah yang disebut komunikasi sebagai transaksi, yang lebih sesuai untuk komunikasi tatap muka yang mungkinkan pesan atau respons verbal dan nonverbal bisa diketahui secara langsung. Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi kita pada komunikasi yang disengaja atau respons yang dapat diamati. Artinya, komunikasi terjadi apakah para pelakunya menyengajanya atau tidak, bahkan meskipun menghasilkan respons
yang tidak
dapat
diamati. Berdiam
diri,
mengabaikan orang lain di sekitar, bahkan meninggalkan ruangan, semuanya bentuk-bentuk komunikasi, semuanya mengirimkan sejenis pesan. Gaya pakaian dan rambut, ekspresi wajah, jarak fisik, nada suara, kata-kata yang digunakan, semua itu mengkomunikasikan sikap, kebutuhan, perasaan dan penilaian. Proses dimulai percakapan masyarakat Kampung Nelayan Desa Teluk terjadi dalam hal pekerjaan. Menurut Mulyana, komunikasi interpersonal atau antarpribadi sebagai komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non-verbal.
89
Komunikasi interpersonal
yang dinamis, sama-sama aktif saling
mempertukarkan pesan dan menangkap reaksinya secara langsung.
90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai stereotip masyarakat Sunda terhadap masyarakat pendatang Jawa Kampung Nelayan DesaTeluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: a. Terdapat beberapa penilaian masyarakat sunda terhadap sifat masyarakat pendatang jawa di Kampung Nelayan teluk. Mayoritas penduduk sunda Kampung Nelayan Teluk Labuan memandang bahwa masyarakat Jawa memiliki kebiasaan yang jorok seperti buang air besar (BAB) di pesisir pantai. Mereka juga menilai masyarakat Jawa tidak memikirkan penampilan atau menggunakan pakaian dengan seadanya. Kebiasaan masyarakat Jawa Teluk suka meminum minuman keras di pesisir pantai. Selain kebiasaan tersebut negatif, menurut masyarakat sunda Kampung Nelayan Desa Teluk masyarakat jawa dinilai memiliki semangat bekerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang sunda dan masyarakat Jawa tidak memandang gengsi dalam bekerja/tidak memilih pekerjaan. Masyarakat jawa sudah dari usia sekolah bekerja, mereka membantu orang tuanya mencari ikan di laut. Masyarakat Jawa Kampung Nelayan Teluk memiliki kekompakan
91
91
yang sangat baik dengan masyarakat lain baik terhadap masyarakat Jawa maupun Sunda. b. Reaksi masyarakat Sunda terhadap cara berkomunikasi masyarakat Jawa di Kampung Nelayan teluk sangat beragam. Pada umumnya masyarakat sunda sangat terbuka terhadap orang jawa. Mereka tetap menerima kehadiran masyarakat jawa yang berada di lingkungan masyarakat sunda meskipun ada beberapa masyarakat yang menilai masyarakat sunda secara negatif.. Masyarakat sunda dan jawa di Kampung Nelayan tetap hidup rukun tanpa mengusik satu sama lainnya. Dalam berkomunikasi, Masyarakat sunda Kampung Nelayan Teluk Labuan menilai cara berkomunikasi orang jawa terkesan seperti marah-marah karena menggunakan bahasa jawa yang kasar dan intonasi suara yang tinggi. Masyarakat Jawa Kampung Nelayan Teluk Labuan
tetap
menggunakan
bahasa
jawa
meskipun
sedang
berkomunikasi dengan orang sunda. Dalam berkomunikasi antar suku, Sebenarnya keduanya sudah saling mengerti bahasa yang digunakan masing-masing tetapi mereka tetap menggunakan bahasa daerah asal mereka karena mereka lebih nyaman menggunakan bahasa daerah. Dalam berinteraksi, Kedua suku tidak saling membatasi diri satu dengan yang lainnya. Dengan kesamaan dalam bekerja dan Kampung Nelayan Teluk merupakan pusat perikanan sehingga intensitas kudua suku dalam berinteraksi sangat
92
tinggi. Maka dari itu diperlukan hubungan yang baik antar kedua belah pihak. 5.2 Saran Setelah melakukan penelitian komunikasi antarbudaya Masyarakat Kampung Nelayan, peneliti mendapati beberapa masalah terkait komunikasi antar suku. Peneliti membuat beberapa saran yang diharapkan dapat memberi masukan terhadap masyarakat Kampung Nelayan Teluk dalam berkomunikasi antarsuku. Adapun saran peneliti adalah sebagai berikut: 5.2.1 Saran Teoritis a. Ilmu komunikasi antarbudaya dapat lebih mengembangkan cara mengenai
bagaimana
berkomunikasi
antarsuku
dan
menjaga
hubungan baik dengan suku lain. b. Diperlukan
upaya-upaya
dalam
komunikasi
antarsuku
untuk
mengurangi hambatan perbedaan bahasa dengan menggunakan bahasa yang sama atau dengan memperlambat intonasi dalam berbicara. 5.2.2 Saran Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan atau sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya dalam penelitian komunikasi antar suku dalam lingkungan masyarakat. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pembelajaran dalam berkomunikasi disatu lingkungan masyarakat yang berbeda bahasa. Perbedaan bahasa sangat rentan terhadap konflik dan menjadi
93
hambatan dalam berinteraksi dengan warga lain yang berbeda bahasa. Maka diperlukan satu bahasa yang saling dimengerti oleh kedua suku atau dengan bahasa masing-masing suku tetapi secara perlahan agar saling mengerti maksud dari pesan yang disampaikan. c. Penelitian mengenai komunikasi antar suku ini diharapkan dapat merubah sikap etnosentris yang ada pada diri ketika melakukan komunikasi dengan orang yang berbeda suku dan bahasa. 5.2.3 Saran Empiris a. Terkait dengan perbedaan bahasa di Kampung Nelayan Teluk, peneliti menyarankan agar masing-masing suku tidak memaksakan kehendak dengan menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh suku lain. Menggunakan bahasa dari suku lain jika mengerti bahasa mereka agar komunikasi dapat berjalan dengan baik. Jika tidak mengerti, gunakanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dimengerti oleh kedua suku. b. Perbedaan bahasa sangat berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya komunikasi yang dilakukan. Maka perlu diperhatikan bahasa yang digunakan agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik sehingga dapat menjaga keharmonisan hubungan antar suku. c. Saran berikutnya kepada masyarakat yang telah menggunakan bahasa
yang
sama
ketika
berkomunikasi
antar
mempertahankan agar dapat di ikuti oleh masyarakat lain.
94
suku
agar
d. Peneliti menyarankan agar masyarakat Kampung Nelayan Teluk agar tidak
membeda-bedakan
Perbedaan
bahasa
ketika
jangan
dijadikan
berkomunikasi dengan suku lain.
95
melakukan suatu
komunikasi hambatan
dan dalam
DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman, Oemi. 2001. Dasar-Dasar Public Relations. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Davis Gordon B, 1997, Sistem Informasi Manajemen, Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: PT Mandar Maju. -----------------------------.2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. -----------------------------. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Koentjaraningrat, 2010, Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia, Jakarta: Djambatan Liliweri, Alo, 2011, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, Bandung: Kencana Predana Media Group Moleong, Lexy J, 2007 . Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy, 2000,Komunikasi Organisasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya -----------------------. 2008, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Mulyana dan Jalaluddin, 2005, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, Bandun g: PT Remaja Rosdakarya Pace, R. Wayne dan Faules, Don F. 2000.Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jallaludin. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. -------------------------. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sarwono, Sarlito, Wirawan. 2005. Psikologi Sosisal Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta : Balai Pustaka 96
Siahaan, S. M. 1991. Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya.Jakarta : PT BPK Gunung Mulia. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia Susanto, Astrid S.1991.Komunikasi Dalam Teori dan Praktek.JilidI.Bandung : Bina Cipta. Umar, Husein. 2001. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Wiryanto. 2004.Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarna Indonesia.
Sumber internet: http://www.academia.edu/8129881/7_UNSUR_KEBUDAYAAN 10/12/2015 10:35 AM
97
LAMPIRAN
98
Pedoman Wawancara
1. Identitas informan
Nama Informan
:
Usia Informan
:
Pekerjaan
:
2. Komponen utama proses persepsi a. Seleksi Mencari
jawaban
dari
pertanyaan:
Bagaimana
proses
masyarakat sunda menyaring setiap rangsangan alat indera terhadap masyarakat Jawa di Kampung Nelayan Teluk. b. Interpretasi Mencari jawaban dari pertanyaan: Bagaimana masyarakat Sunda mengorganisasikan informasi tentang masyarakat Jawa dan mengartikannya. c. Reaksi Mencari
jawaban
dari
pertanyaan:
Bagaimana
masyarakat Sunda terhadap masyarakat Jawa.
99
reaksi
Draft Pertanyaan Wawancara Infoman
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung nelayan Teluk? 2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung Nelayan? 3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda dengan suku jawa pada umumnya? 4. Bagaimana penilaian anda mengenaicara berkomunikasi suku jawa ? 5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di Kampung Nelayan Teluk? 6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? 7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? 8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa? 9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa? 10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa? 11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk? 12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? 13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? 14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa? 15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah bagaimana penyelesaiannya? 16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa? 17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan Teluk? 18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi?
100
19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat Jawa? 20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat Sunda? 21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda tidak memilikinya?
101
Draft Wawancara
Narasumber: Muhammad Tabaraji
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung nelayan Teluk? Jawabannya: karena masyarakat jawa sebagai nelayan, maka mereka membantu pendapatan hasil laut 2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung Nelayan? Jawabannya: Ramah, Baik tapi ada juga yang engga. 3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda dengan suku jawa pada umumnya? Jawabannya: Sama saja seperti orang jawa lain. Bahasanya saja yang berbeda. 4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ? Jawabannya: Berbahasa jawa sehingga sulit di mengerti maksudnya. 5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di Kampung Nelayan Teluk? Jawabannya: Mengerti sedikit-sedikit, karena sudah tebiasa mendengar bahasanya. 6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? Jawabannya: Agak canggung, takut salah berbicara. Karena kurang begitu mengerti bahasanya. 102
7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? Jawabannya: Bahasa jawa yang agak rumit, caa mengucapnya pun sulit. Berbeda dengan bahasa sunda. 8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa? Jawabannya: Berlayar kelaut karena sebagian besar sebagai nelayan, dari kecil mereka sudah kelaut. Banyak yang memilih bekerja dibandingkan dengan sekolah. 9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa? Jawabannya: Biasa saja, karena sudah dari kecil tinggal dengan orang jawa. 10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa? Jawabannya: Baik, karena saya tidak mau berselisih dengan mereka. 11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk? Jawabannya: Baik-baik saja, tetapi jika salah satu dari mereka ada masalah, semua orang akan telibat. 12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: Sangat membantu perekonomian disini. 13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: Tidak ada 14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa? Tidak ada, sama saja
103
15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah bagaimana penyelesaiannya? Jawabannya: Pernah, diselesaikan secara kekeluargaan 16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak merasa terganggu. 17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan Teluk? Jawabannya: Hampir, karena masyarakat jawa disini sudah lama tinggal dan memiliki keturunan. 18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi? Jawabannya: Lumayan Pusing dalam berkomunikasi. 19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak, karena saya bekerja berbaur dengan orang Jawa. 20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat Sunda? Jawabannya: Biasa saja, sama seperti masyarakat Sunda. 21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda tidak memilikinya? Jawabannya: pekerja keras, tidak gengsi dalam memilih pekerjaan.
104
Draft Wawancara Nasumber: Jariah
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung nelayan Teluk? Jawabannya: Masyarakat jawa banyak mengeluh kalau tidak kelaut. 2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung Nelayan? Jawabannya: Banyak, karena setiap hari berkumpul dengan orang Jawa. Mereka baik, kompak. 3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda dengan suku jawa pada umumnya? Jawabannya: Bahasanya berbeda, lebih kasar dari pada bahasa jawa yang lain. 4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ? Jawabannya: memakai bahasa Jawa, jadi agak sulit kalau tidak mengerti bahasanya. 5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di Kampung Nelayan Teluk? Jawabannya: Mengerti, karena sudah lama tinggal 6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? Jawabannya: Enak saja, nyambung karena mengerti 7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa?
105
Jawabannya: Tidak ada kesulitan, baik-baik saja 8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa? Jawabannya: Gotong royongnya kompak, ada yang meninggal saling membantu 9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa? Jawabannya: Sama saja dengan orang sunda 10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa? Jawabannya: Hubungannya rukun 11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk? Jawabannya: Baik, semua saling mengerti 12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: Kekompakannya 13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: Jorok, suka buang air besar di pesisir pantai 14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa? Jawabannya: Sama saja bagaimana orangnya, orang jawa agak keras 15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah bagaimana penyelesaiannya? Jawabannya: Tidak pernah 16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak, malah merasa senang
106
17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan Teluk? Jawabannya: Tidak, karena sama sama menghargai 18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi? Jawabannya: Ikut bahasa orang jawa, kadang pakai bahasa sunda 19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak membatasi karena merasa sama warga Kampung Nelayan. 20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat Sunda? Jawabannya: Pandai, sering berkomunikasi dengan orang sunda. 21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda tidak memilikinya? Jawabannya: Sama saja dengan orang sunda.
107
Draft Wawancara Narasumber: Engga
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung nelayan Teluk? Jawabannya: Ramah, pandai Bergaul dan pandai mendekatkan diri pada masyarakat sunda 2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung Nelayan? Jawabannya: Baik, pekerja keras dan memiliki solidaritas tinggi 3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda dengan suku jawa pada umumnya? Jawabannya: Pada umumnya sama saja dengan suku jawa pada umumnya, Cuma yang membedakannya itu anak atau keturunannya yaitu jika berada dirumah atau sedang bersama keluargannya menggunakan bahasa jawa, tapi
jika
berada
diluar
bahasa
yang
digunakan
sehari-harinya
menggunakan bahasa sunda, karena pada umumnya suku jawa yang ada di teluk berada dalam lingkungan suku sunda. 4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ? Jawabannya: Menurut saya cara berkomunikasi suku jawa berbelit-belit dan cenderung seperti orang yang bertengkar. 5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di Kampung Nelayan Teluk?
108
Jawabannya: Gampang-gampang susah, karena dalam bahasa jawa ada sedikit persamaan bahasa dengan sunda. Gampang untuk dimengerti tapi susah untuk diucapkan karena mungkin lidah mereka berbeda dengan orang sunda. 6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? Jawabannya: Kaku, karena hanya sedikit bahasa yang dimengerti. 7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? Jawabannya:
Cara
pengucapannya,
karena
saya
tidak
terbiasa
menggunakan bahasa jawa. 8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa? Jawabannya: Jorok, dengan BAB di pinggir pantai, padahal sudah punya MCK, tapi karena kebiasaan dari dulu jadi kebiasaan itu susah dihilangkan. 9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa? Jawabannya: Cukup membingungkan, karena mungkin dalam bahasanya yang berbeda jadi kalau ada orang yang ngobrol saya Cuma bisa mendengarkan saja, hanya sedikit berbicara itupun jika ada bahasa yang dimengerti. 10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa? Jawabannya: Baik 11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk? Jawabannya: Cukup menyesuaikan, karena mungkin suku jawa merasa mereka itu orang yang merantau ke Teluk.
109
12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: Kebersamaan dalam bekerja, keuletan dan kekompakannya yang membuat saya kagum. 13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: BAB yang sembarangan dan juga cara kehidupannya yang semaunya. 14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa? Jawabannya: Ada, orang jawa kalau sudah punya watak pelit ya pelit banget, kalo yang punya watak baik ya baik banget. Berbeda dengan orang sunda Alhamdulillah baik semua. 15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah bagaimana penyelesaiannya? Jawabannya: Alhamdulillah belum pernah, kalaupun ada juga Cuma sedikit nanti lama-lama juga selesai dengan sendirinya. 16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak sama sekali, malahan saya senang, jadi di lingkungan kami ini jadi ada beragam suku. 17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan Teluk? Jawabannya: Iya, karena hampir sebagian besar masyarakat suku jawa yang ada di Teluk penduduknya bekerja di Nelayan.
110
18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi? Jawabannya: Bagi saya sih gak apa-apa berarti masyarakat jawa memegang teguh adat dan bahasa daerahnya supaya tidak luntur meskipun berada di lingkungan luar jawa. 19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak, karena selain bahasa jawa mereka juga menggunakan bahasa Indonesia. Jadi tidak ada batasan bagi kami masyarakat sunda untuk berkomunikasi dengan masyarakat jawa. 20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat Sunda? Jawabannya: Iya, karena masyarakat jawa bukan tipe pemalu untuk memulai dulu mendekati masyarakat sunda. 21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda tidak memilikinya? Jawabannya: Sifat pekerja kerasnya, karena masyarakat sunda tidak semuanya memiliki sifat pekerja keras.
111
Draft Wawancara Narasumber: Tedi
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung nelayan Teluk? Jawabannya: Baik-baik saja 2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung Nelayan? Jawabannya: Dalam kehidupan sehari-hari 3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda dengan suku jawa pada umumnya? Jawabannya: Iya, sedikit berbeda dalam bahasanya 4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ? Jawabannya: Mereka menggukan bahasa jawa 5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di Kampung Nelayan Teluk? Jawabannya: Memahami meski hanya sedikit 6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? Jawabannya: Lama dalam memahami maksudnya 7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? Jawabannya: Tidak memahami bahasa 8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa? Jawabannya: suka Meminum-minuman keras
112
9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa? Jawabannya: Sedikit sulit dalam berkomunikasi 10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa? Jawabannya: Baik-baik saja 11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk? Jawabannya: Saling toleransi 12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: Dalam hal bekerja 13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: Dalam sopan santun 14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa? Jawabannya: Sifat orang Jawa keras, sedangkan orang sunda tidak 15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah bagaimana penyelesaiannya? Jawabannya: Belum Pernah 16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak 17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan Teluk? Jawabannya: iya, kebanyakan yang ada dikampung nelayan orang jawa
113
18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi? Jawabannya: Tidak masalah, karena mereka melestarikan bahasa daerahnya 19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak 20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat Sunda? Jawabannya: Iya, contoh dalam jual beli 21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda tidak memilikinya? Jawabannya: Orang jawa ulet dalam bekerja sedangkan orang sunda pemilih dalam kerjaan.
114
Draft Wawancara Narasumber: Yayat
1. Apa pendapat anda tentang Masyarakat jawa yang tinggal di kampung nelayan Teluk? Jawabannya: Ramah, tetapi mereka sering menggunakan bahasa jawa. 2. Sejauh mana anda mengetahui tentang sifat Masyarakat Jawa Kampung Nelayan? Jawabannya: tidak banyak mengetahui 3. Apakah suku jawa yang berada di Kampung Nelayan Teluk berbeda dengan suku jawa pada umumnya? Jawabannya: Sama saja, paling bahasanya 4. Bagaimana penilaian anda mengenai cara berkomunikasi suku jawa ? Jawabannya: Baik, karena bisa menyesuaikan 5. Apakah anda memahami bahasa yang digunakan oleh suku jawa di Kampung Nelayan Teluk? Jawabannya: Paham, karena sudah lama tinggal dengan orang Jawa. 6. Apa yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? Jawabannya: Biasa saja, sama dengan orang sunda 7. Apa kesulitan yang anda rasakan ketika berkomunikasi dengan suku jawa? Jawabannya: Tidak ada, karena saya memahami bahasa mereka 8. Kebiasaan apa yang anda ketahui dari suku jawa?
115
Jawabannya: Kurang sadarnya akan kebersihan sehingga mereka suka buang kotoran sembarangan di pinggir pantai. 9. Apa yang anda rasakan tinggal di satu lingkungan dengan orang jawa? Jawabannya: Meski berbeda bahasa tetapi untuk bersosialisasi di lingkungan sama saja. 10. Bagaimana hubungan anda dengan masyarakat jawa? Jawabannya: Seperti masyarakat pada umumnya, baik-baik saja 11. Bagaimana sikap Suku Jawa terhadap masyarakat Sunda teluk? Jawabannya: Baik dan ramah 12. Hal apakah yang anda sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: Kompak dalam bertetangga 13. Hal apakah yang anda tidak sukai dari Suku jawa yang tinggal di Kampung Nelayan? Jawabannya: kebiasaan joroknya. 14. Adakah perbedaan sifat masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa? Jawabannya: Untuk perbedaan sifat pasti ada tapi pada umumnya hampir sama hanya logat yang sedikit berbeda 15. Apakah anda pernah terjadi konflik dengan suku jawa? Jika pernah bagaimana penyelesaiannya? Jawabannya: Tidak pernah ada konflik 16. Apakah anda merasa terganggu dengan keberadaan masyarakat Jawa?
116
Jawabannya: Tidak merasa karena sudah terbiasa tinggal bersama orang jawa. 17. Menurut anda apakah masyarakat Jawa mendominasi Kampung Nelayan Teluk? Jawabannya: Tidak merasa, 18. Bagaimana tanggapan anda mengenai masyakat jawa yang selalu menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi? Jawabannya: Sedikit susah tapi bisa dipahami 19. Apakah anda membatasi diri dalam berkomunikasi dengan masyarakat Jawa? Jawabannya: Tidak, saya tidak membatasi diri ngobrol dengan siapa saja. 20. Apakah masyarakat Jawa Teluk pandai bergaul dengan Masyarakat Sunda? Jawabannya: Iya, mereka suka menyapa 21. Sifat yang baik apa yang ada di masyarakat Jawa tetapi masyarakat Sunda tidak memilikinya? Jawabannya: Ulet dan suka gotong royong.
117
SURAT KETERANGAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Usia : Pekejaan : Menerangkan bahwa benar telah menjadi narasumber dalam wawancara yang dilakukan oleh: Nama
: Rizqi Nahria Farhani
NIM
: 6662090288
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA Demi kepentingan penelitian ilmiah dengan judul “Persepsi Masyarakat Sunda Tehadap Masyarakat Jawa Di Kampung Nelayan Desa Teluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Banten”.
Demikian surat ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Teluk,
118
2015
DOKUMENTASI
119
120
121
122
123
124
125
126
127
CURRICULUM VITAE
PERSONAL INFORMATION Name
: Rizqi Nahria Farhani
Place, Date Of Birth : Ciamis, 11 July 1991 Address
: Komplek Perumahan Griya Labuan Asri Block C7/01 RT/RW 014/006 Desa Sukamaju Kecamatan Labuan Pandeglang
Religion
: Islam
Sex/Status
: Male/Singel
Height/weight
: 173 Cm / 84 Kg
INTEREST Music, Soccer, computer FORMAL EDUCATION BACKGROUND 1996-1997
: TK Mathla‟ul Anwar Pusat Menes
1997-2003
: SDN Kalang Anyar 3 Labuan
2003-2006
: Mts Mathla‟ul Anwar Pusat Menes
2006-2009
: SMAN 4 Pandeglang
128
2009-Present : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ADDITIONAL INFORMATION 1. Able to operate an applications software such us: Microsoft Office PhotoShop Corel Draw
129