Ratu | Seorang Anak Perempuan Usia Lima Tahun dengan Kwashiorkor
Seorang Anak Perempuan Usia Lima Tahun dengan Kwashiorkor
Ratu Adini Yandi Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Kurang Energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan riset kesehatan dasar (RisKesDas) tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Kwashiorkor merupakan bentuk dari malnutrisi protein-energi yang berhubungan dengan defisiensi protein yang ekstrim dan dikarakteristikan dengan edema, hipoalbunemia, anemia dan pembesaran hati. Umumnya masih terdapat lemak subkutan, dan muscular wasting tertutupi oleh adanya edema serta adanya retardasi pertumbuhan. Pasien anak perempuan, usia 5 tahun, berat badan 12 kg, datang dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan tampak tungkai dan punggung kaki bengkak sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik rambut berwarna coklat kemerahan, tipis, sedikit mudah dicabut, agak kasar dengan distribusi merata. Perut tampak datar, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan bagian epigastrium, bising usus (+), auskultasi paru vesikuler +/+. Terdapat tanda gizi buruk berupa pitting edema pada tungkai dan punggung kaki. Status gizi berdasarkan World Health Organization (WHO) Growth Chart Standart 2006 BB/U dan BB/TB berada di bawah garis -3SD tetapi TB/U kesan normal. Masalah pasien ini adalah gizi buruk tipe kwashiorkor kondisi V. Penatalaksanaan dengan 10 langkah tata laksana gizi buruk. Kata kunci: kurang energi dan protein (KEP), kwashiorkor, penatalaksanaan
A 5 Years Old with Kwashiorkor Abstract A Protein and Energy Malnutrition (PEM) in children is still a nutrition and public health issues in Indonesia. According to Health Research in 2010, as many as 13.0% less nutritional status, of which 4.9% severe malnutrition. Kwashiorkor is a form of protein-energy malnutrition associated with extreme protein deficiency and characterized by edema, hipoalbunemia, anemia, and enlargement of the liver; generally there is still a subcutaneous fat, and muscular wasting covered by the edema and the presence of growth retardation. A girl, 5 years old, weight 12 kg, comes with complaints swelling in her legs 1 day before entering hospital. Patients also complaint a decrease in appetite. On physical examination reddish brown hair, a thin, easily lifted slightly, slightly rough with uneven distribution. Stomach looks flat, liver and spleen not palpable, part epigastric tenderness, bowel sounds (+), lung auscultation vesicular + / +. There are a sign of poor nutrition in the form of pitting edema of the legs and back legs. Nutritional status based on WHO Growth Standards Chart 2006 for weight/age and weight/height is below the line 3SD but height/age normal impression. This patient's problem is malnutrition kwashiorkor type V. Management condition with 10 governance steps malnutrition. Keywords: a protein and energy malnutrition (PEM), kwashiorkor, management Korespondensi: Ratu Adini Yandi, S.Ked, alamat Jl. Pulau Karimun Jawa, Alam Surya Estate No.ABC7, HP 081363388677, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Kurang Energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, sebanyak 13% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek.1 Gizi buruk adalah KEP tingkat berat akibat kurang konsumsi makanan bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus menurut berat badan (BB) terhadap tinggi
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|128
badan (TB). Marasmus dan kwashiorkor adalah hasil akhir dari tingkat keparahan penderita gizi buruk.2 Kwashiorkor adalah suatu sindrom klinik yang timbul sebagai akibat adanya kekurangan protein yang parah dan pemasukan kalori yang kurang dari yang dibutuhkan. Kwashiorkor merupakan bentuk dari malnutrisi protein-energi yang berhubungan dengan defisiensi protein yang ekstrim dan dikarakteristikan dengan edema, hipoalbunemia, anemia dan pembesaran hati. Umumnya masih terdapat lemak subkutan, dan muscular wasting tertutupi oleh adanya edema serta adanya retardasi pertumbuhan.3
Ratu | Seorang Anak Perempuan Usia Lima Tahun dengan Kwashiorkor
Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan pendekatan laporan kasus. Data yaitu berupa data primer yang didapat dari pemeriksaan fisik dan penunjang, serta data sekunder dari alloanamnesis dengan ibu pasien. Studi dilakukan pada 8 April 2015 di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) Lampung. Hasil Pasien anak perempuan, usia 5 tahun, berat badan 12 kg, datang diantar oleh orang tuanya dengan keluhan tungkai dan punggung kaki tampak bengkak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Ibu pasien juga mengeluhkan adanya penurunan nafsu makan. Menurut ibu pasien, pasien tidak pernah sakit sebelumnya dan tidak ada dari keluarga yang mengeluh keluhan yang sama. Pasien merupakan anak keempat dan lahir secara normal dengan berat badan lahir 4900 gram dan panjang badan 50 cm. Selama hamil ibu pasien sehat dan rutin untuk memeriksakan kehamilan. Ibu pasien mengatakan pasien tidak lengkap diimunisasi sewaktu kecil. Kesan gizi saat usia 0-24 bulan kurang. Pola makan pasien sebelum sakit yaitu pasien makan nasi biasa 3 kali sehari, sarapan dengan nasi (100 gram) ditambah telur ½ butir (25 gram) dan juga minum susu kental manis 1 gelas (20 gram). Siang dan malam: nasi (100 gram), dengan tempe (25 gram) atau tahu (25 gram), sayur sop (30 gram) dan kerupuk setiap hari. Pasien juga mengonsumsi roti 1 buah (20 gram), sering jajan teh, chiki, dan sirup. Malam harinya pasien meminum susu kental manis 1 gelas (25 gram). Pasien kadang diberi 1 buah pepaya (50 gram) 4 kali dalam seminggu. Analisis makanan per hari sekitar 1574,2 kkal dan 24,9 gram protein. Kualitas dan kuantitas makan sebelum sakit kurang. Pola makan pasien saat sakit yaitu pasien makan nasi biasa 3 kali sehari, sarapan dengan nasi (100 gram) ditambah daging ayam (100 gram) pada pagi dan malam hari, ½ butir telur ayam pada siang hari (25 gram), diberikan tempe (25 gram), tahu (30 gram), dan sayur bayam (50 gram) setiap makan. Diberikan juga susu full cream (20 gram) dan gula (15 gram) selama 6 kali sehari juga roti (40 gram). Analisis makanan per hari sekitar 2188,3 kkal dan
89,7 gram protein. Kualitas dan kuantitas makan selama sakit baik. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran komposmentis, nadi 100x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,5ºC. Pasien memiliki tinggi badan 105 cm dan berat badan 12 kg. Rambut berwarna coklat kemerahan, tipis, sedikit mudah dicabut, agak kasar dengan distribusi merata. Perut tampak datar, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan bagian epigastrium, bising usus (+), auskultasi paru vesikuler +/+. Terdapat tanda gizi buruk berupa pitting edema pada tungkai dan punggung kaki. Status gizi berdasarkan WHO Growth Chart Standart 2006 BB/U dan BB/TB berada di bawah garis -3SD tetapi TB/U kesan normal. Pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan hasil laboratorium darah lengkap; hemoglobin 12 gr/dl, hematokrit 35%, LED 5 mm/jam, leukosit 10700/ul, trombosit 292000/uL, albumin 2.8 gr/dl. Pemeriksaan urine lengkap dalam batas normal. Masalah pasien ini adalah gizi buruk tipe kwashiorkor kondisi V. Pasien ditatalaksana dengan perbaikan status gizi serta terapi medikamentosa dengan pemberian furosemid, vitamin A, antibiotik, dan transfusi albumin. Selain itu dengan pemberian edukasi kepada orang tua. Pembahasan Pasien didiagnosis sebagai kwashiorkor kondisi V. Diagnosis ini ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gizi buruk adalah suatu keadaaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 standar deviasi WHO-NCHS dan atau ditemukan tandatanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Faktor yang mempengaruhi gizi buruk yaitu sosialekonomi keluarga, infeksi, dan lingkungan.35 Berdasarkan anamnesis, diketahui terdapat faktor-faktor tersebut yaitu dilihat dari pengetahuan ibu dalam mengasuh mulai dari pertama lahir pasien diberikan makanan selain ASI. Ibu yang bekerja
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|129
Ratu | Seorang Anak Perempuan Usia Lima Tahun dengan Kwashiorkor
sebagai pedagang dan ayah sebagai supir membuat anak kurang mendapat pola asuh yang baik karena sering dibiarkan di rumah sendiri dan jajan sesukanya, sehingga mendapatkan kalori yang cukup tetapi kurang protein (asupan kalori berdasarkan anamnesis riwayat makanan adalah 1574,2 kkal dan 24,9 gram protein, sementara kebutuhan yang diperlukan adalah 1485 kkal, dan 29,7 gram protein). Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan terhadap anaknya.6 Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan.7 Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. Kwashiorkor ditandai dengan edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki, wajah membulat (moon face) dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok, perubahan status mental, apatis, dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi (akut), anemia dan diare.8,10 Pada pasien dapat diketahui adanya rambut berwarna seperti jagung, bengkak
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|130
pada punggung kaki, wajah tidak seperti orang tua, tidak ada iga gambang, tidak ada baggy pants. Kemungkinan besar diangnosis pasien adalah kwashiorkor. Terdapat 10 langkah tindakan pelayanan pada gizi buruk, yaitu mencegah dan mengatasi hipoglikemia, mencegah dan mengatasi hipotermia, mencegah dan mengatasi dehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit, mengobati infeksi, memperbaiki kekurangan zat gizi mikro, memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi, memberikan makanan untuk tumbuh kejar, memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang, dan mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah yang masing-masing dibagi dalam 4 fase, yaitu fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi, dan fase tindak lanjut. Selain itu, terdapat hal penting yang harus diperhatikan, yaitu jangan berikan Fe sebelum minggu ke-2, jangan berikan cairan intravena kecuali syok atau dehidrasi berat, jangan berikan protein terlalu tinggi pada fase stabilisasi, jangan berikan diuretik pada penderita kwashiorkor.1,11 Pada tatalaksana pasien ini, diberikan cairan intravena dan diberikan diuretik seperti furosemid. Pemberian furosemid pada kasus ini dimaksudkan untuk mengurangi edema. Cara kerja furosemid yaitu menghambat reabsorpsi elektrolit natrium, kalium dan clorida di ansa Henle asendens bagian epitel tebal. Furosemid yang diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis 10 mg (1/4 tablet) pada pasien ini sudah tepat, karena furosemid dapat diberikan pada anak dengan dosis 1-2 mg/KgBB dosis tunggal.11,12 Pada rencana V untuk pemberian makanan sendiri yang harus dilakukan pertama kali yaitu segera memberikan 50 ml glukosa/ larutan gula pasir 10% oral, lalu catat nadi, pernafasan, dan kesadaran. Setelah itu, pada 2 jam pertama berikan F75 setiap 30 menit, ¼ dari dosis untuk 2 jam sesuai berat badan, lalu catat nadi, kesadaran, dan asupan F75 setiap 30 menit. 10 jam berikutnya, teruskan pemberian F75 setiap 2 jam, catat nadi, frekuensi nafas, dan asupan F75. Bila anak dapat menghabiskan sebagian besar F75, ubah pemberian menjadi setiap 3 jam, bila anak dapat menghabiskan F75, ubah pemberian menjadi setiap 4 jam. Kurangi pemberian F75 sesuai dengan kebutuhan kalori
Ratu | Seorang Anak Perempuan Usia Lima Tahun dengan Kwashiorkor
minimal bila ada tanda bahaya seperti denyut nadi dan frekuensi nafas meningkat, edema meningkat, dan vena jugularis terbendung. Evaluasi setelah 1 jam, bila membaik lanjutkan rencana V sampai selesai, diteruskan pemberian cairan dan makanan untuk tumbuh kejar.12,14 Formula yang dianjurkan WHO adalah F75 (75 kkal atau 325 kJ/100cc) dan F100 (100 kkal atau 420 kJ/100cc). Diet yang diberikan adalah frekuensi yang sering dan volume yang sedikit. Kalori yang diberikan adalah 80-100 kkal/kg per hari pada fase stabilisasi, 100-150 kkal/kgBB pada fase transisi, dan 150-220 kkal/kgBB per hari pada fase rehabilitasi. Untuk stimulasi sendiri diberikan kasih sayang, lingkungan yang ceria, aktivitas fisik segera setelah sembuh, dan keterlibatan ibu untuk memberi makan, mandi, dan sebagainya.11,13 Pada fase stabilisasi pasien ini diberikan vitamin A. Pasien yang tidak memiliki gejala mata atau dalam 3 bulan terakhir tidak sakit campak dapat diberikan Vitamin A 1 x 200.000 IU untuk usia 1-5 tahun pada hari pertama. Pemberian vitamin A sudah tepat.11,13,14 Antibiotik dapat diberikan pada anak dengan gizi buruk. Antibiotika yang diberikan adalah kloramfenikol IV atau IM (25mg/kgBB) setiap 8 jam selama 5 hari jika tidak terdapat komplikasi atau gentamisin IV atau IM (7,5 mg/kgBB) setiap hari selama 7 hari ditambah dengan ampisilin IV atau IM (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian diikuti dengan ampisilin oral (15 mg/kgBB) setiap 8 jam selama 5 hari jika terdapat komplikasi seperti infeksi. Sementara pada pasien ini pilihan antibiotik kurang tepat yaitu cefotaxime 1 gr/24 jam.11 Kadar serum albumin yang rendah pada anak gizi buruk yang dirawat di rumah sakit lebih berisiko untuk mendapatkan infeksi. Transfusi albumin 25% sebanyak dua kali diberikan pada pasien ini. Tujuan pemberian albumin pada pasien ini adalah untuk membantu menarik cairan dari jaringan interstitial dan juga pengurangan resiko infeksi. Pada pasien ini, transfusi albumin diawali dengan injeksi furosemid
sebanyak 7,5mg. Transfusi albumin seharusnya diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB.15,16 Simpulan Kurang Energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Peran sosial, ekonomi, dan lingkungan diperlukan. Pemeriksaan fisik serta penatalaksanaan yang benar juga diperlukan guna mengurangi masalah ini. Daftar Pustaka 1.
2.
3. 4.
5.
6.
7. 8.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Susanto JC, Mexitalia M, Nasar SS. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi Berbasis Komunitas. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, editor. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. hlm. 128– 164. Arisman. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat; 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia . Pedoman Pelaksanaan Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Program Gizi Makro. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2002. Abu A. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta; 1997. Kumar S. Global Database on Child Growth and Malnutrition [internet]. Geneva: Kumar; 2007. Tersedia dari: http://Who.int//nutgrowthdb>
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|131
Ratu | Seorang Anak Perempuan Usia Lima Tahun dengan Kwashiorkor
9. Tropical Medicine Central Resource. 2008. Kwashiorkor (Protein–Calorie Malnutrition )http://tmcr.Usuhs.mil/tmcr/chapter1 6/Kwashiorkor.htm 10. Gibson RS. Principles of Nutrition Assesment. Oxford: University Press; 2005. 11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Tata Laksana Anak Gizi Buruk: Buku I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2011. 12. Purwanto D. Penyakit ginjal kronik yang terjadi pada pasien dengan faktor risiko hipertensi. J Medula. 2013;1:5057. 13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Tata
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|132
Laksana Anak Gizi Buruk: Buku II. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2011. 14. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2009. 15. Widjaja NA, Hidayati SN, Irawan R. Pengaruh Penyakit Infeksi terhadap Kadar Albumin Anak Gizi Buruk. Jakarta: J Sari Pediatri. 2013;15(1):4650. 16. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Tatalaksana Sindroma Nefrotik Idiopatik pada Anak Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.