Rizni | Anak Perempuan Usia 3 Tahun dengan Malnutrisi dan Infeksi HIV
Anak Perempuan Usia 3 Tahun dengan Malnutrisi dan Infeksi HIV
Rizni Fitriana Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Abstrak Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF), setiap satu setengah menit di dunia lahir seorang anak dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tahun 2014, di Indonesia terdapat 553 anak usia di bawah 4 tahun tercatat terinfeksi HIV. Infeksi HIV dan gizi buruk merupakan keadaan yang saling tumpang tindih. Pasien anak perempuan berusia 3 tahun, berat badan 6 kg datang ke Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) dengan keluhan berat badan yang tidak kunjung naik sejak usia 2 tahun. Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda gizi buruk berupa sangat kurus, jaringan lemak dan otot mengecil, tulang skapula dan iga menonjol, wajah seperti orang tua, mata cekung, kulit keriput, rewel, dan tidak ada edema. Berdasarkan World Health Orgsnization (WHO) Growth Chart Standart tahun 2006, pertumbuhan pasien berada di bawah garis -3SD. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan CD4 pasien 35/uL. Masalah pada pasien ini adalah malnutrisi tipe marasmus dengan infeksi HIV. Penatalaksanaan dengan 10 langkah tata laksana gizi buruk dan anti retro viral (ARV). Kata kunci: gizi buruk, HIV, marasmus
A 3 Years Old Girl with Malnutrition and HIV Infection
Abstract Malnutrition is a severe state of nutrition deficiency. According to United Nations Children’s Fund (UNICEF), in this world, there is a newborn with Human Immunodeficiency Virus (HIV) infection every a minute and half. In 2014, 553 toodlers reported had HIV infection in Indonesia. HIV infection and malnutrition usually come with an overlap condition. A pediatric patient, girl, 3 years old, weight 6 kg came to Abdul Moeloek General Hospital with persistent body weight since she was 2 years old. From physical examination there were signs of malnutrition like extremely emaciated, fat and muscle tissue greatly reduced, prominence of the scapulae and ribs, ‘old man’ appearance, shrunken eyes, wrinkled skin, irritable, and absence of oedema. Based on World Health Orgsnization (WHO) Growth Standards Chart 2006, her body measurements (weight for age, height for age, and weight for height) was below -3SD. Laboratory test showed her CD4 35/uL. Problem in this patients is marasmic malnutrition with HIV infection. The treatment included 10 steps malnutrition therapy and ARV. Keywords: HIV, malnutrition, marasmus
Korespondensi: Rizni Fitriana, S.Ked, alamat Jl. Dr. Sutomo no. 39 Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung, HP 082213160250, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Gizi buruk adalah KEP tingkat berat yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Hal ini ditandai dengan status gizi yang sangat kurus menurut BB terhadap TB. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai "ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus." Malnutrisi energi-protein (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan yang berhubungan seperti marasmus (berasal dari kata Yunani marasmos yang berarti layu atau kurang tenaga), kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor.1,2 Infeksi HIV merupakan salah satu penyakit penyerta gizi buruk pada anak.
Keduanya saling tumpang tindih terutama di daerah dengan permasalahan pangan. Menurut UNICEF, setiap satu setengah menit di dunia lahir seorang anak dengan infeksi HIV. Tahun 2011, 3,3 juta anak hidup dengan HIV di seluruh dunia. Tahun 2014, di Indonesia terdapat 553 anak usia di bawah 4 tahun yang tercatat terinfeksi HIV. 2-4 Gizi buruk pada anak dengan infeksi HIV dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Gagalnya pertumbuhan anak dengan HIV dapat disebabkan kurangnya asupan makanan karena keadaan sosio-ekonomi yang ditambah dari faktor individu, yaitu adanya gangguan absorpsi dan metabolisme anak.2,5 Kasus Pasien anak, perempuan, usia 3 tahun, BB 6 kg, datang ke RSUAM pada tanggal 7 J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|133
Rizni | Anak Perempuan Usia 3 Tahun dengan Malnutrisi dan Infeksi HIV
April 2014 dengan keluhan berat badan yang tidak kunjung naik walaupun nafsu makan baik. Berat badan tidak mengalami penambahan sejak usia 2 tahun, bahkan cenderung menurun. Pasien juga mengalami batuk tidak berdahak dan sesekali mengalami demam sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit.
Gambar 1. Pasien dengan penampakan klinis marasmus
Pada pasien dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, nadi 92 x/menit, pernafasan 32 x/menit, suhu 37,2ºC, rambut sedikit dan jarang, berwarna coklat kekuningan. Perut cembung, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+), auskultasi paru vesikuler +/+, ronki basah -/-, wheezing -/-. Terdapat tanda gizi buruk berupa sangat kurus, jaringan lemak dan otot mengecil, tulang skapula dan iga menonjol, wajah seperti orang tua, mata cekung, kulit keriput, rewel, dan tidak ada edema, skoring tuberkulosis 3. Pemeriksaan penunjang laboratorium oleh Voluntary Counselling and Testing (VCT) Bandar Lampung, didapatkan infeksi HIV reaktif dengan nilai cluster of differentiation (CD4) yaitu 35/uL dan rontgen paru kesan tuberkulosis primer. Status imunisasi dasar pasien lengkap. Status sosial ekonomi dan lingkungan pasien kurang baik. Riwayat ibu terinfeksi HIV positif. Riwayat nutrisi kesan asupan nutrisi kurang. Riwayat tumbuh kembang kesan pertumbuhan terlambat serta perkembangan motorik halus dan kasar terlambat. Status gizi berdasarkan WHO Growth Chart Standart J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|134
2006 BB/U, TB/U, dan BB/TB berada di bawah garis -3SD. Masalah pasien ini adalah gizi buruk tipe marasmus dengan HIV. Pembahasan Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka pasien didiagnosis sebagai marasmus dengan infeksi HIV.1,2,5,6 Pasien datang ke RSUAM dengan keluhan berat badan yang tidak mengalami pertambahan bahkan cenderung menurun sejak usia dua tahun. Berat badan pasien saat ini 6 kg, sedangkan usia pasien saat ini sudah 3 tahun. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa adanya beberapa tanda kriteria gizi buruk. Alasan dikatakan gizi buruk karena dari perhitungan gizi yang berdasarkan growth chart WHO dari pasien ini, didapatkan hasil BB/U, TB/U dan BB/TB <-3SD. Jika dilihat berdasarkan dari tipe gizi buruk maka yang dialami pasien ini adalah marasmus. Hal ini ditandai dengan adanya pertumbuhan yang terhambat, wajah tampak seperti orang tua, rambut jagung, turgor kulit menghilang, lemak pada bagian pipi menghilang, vena superfisialis terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, dan mata tampak besar dan dalam.5,6 Selain itu pasien mengeluhkan batuk kering selama beberapa hari. Dan berdasarkan anamnesis tentang riwayat penyakit pasien dan keluarga, pasien dan ibunya menderita HIV. Oleh karena itu, pasien lebih rentan terinfeksi berbagai mikroorganisme, salah satunya bakteri. Berdasarkan keluhan batuk tersebut dan adanya gambaran radiologi yang menunjukkan gambaran bercak keputihan, ini bisa saja menandakan adanya invasi suatu mikroorganisme. Infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah infeksi yang gambaran radiologi paling sering menunjukkan bercakbercak putih pada sebagian/seluruh lapang paru-paru.6,7 Skoring tuberkulosis (TB) pasien yaitu: riwayat kontak tidak jelas (skor 0); uji mantoux tidak dilakukan (skor 0); pasien tidak mengalami batuk lebih dari 3 minggu (skor 0); demam yang dialami pasien pun terjadi kurang dari 2 minggu (skor 0); Pembesaran kelenjar getah bening regio colli, axila, dan inguinal tidak ada (skor 0); Pembengkakan sendi panggul, lutut atau falang tidak ada (skor 0); Secara klinis terdapat gizi buruk (skor
Rizni | Anak Perempuan Usia 3 Tahun dengan Malnutrisi dan Infeksi HIV
2); Gambaran hasil radiologi didapatkan kesan TB primer (skor 1). Total skor TB pasien adalah 3, sehingga pasien tidak memenuhi syarat untuk didiagnosis TB.6-8 Pasien juga memiliki riwayat terinfeksi HIV. Pada anak dengan infeksi HIV hal pertama yang harus ditemukan adalah status penyakit HIV pada ibu, pajanan ibu dan bayi terhadap ARV, dan cara kelahiran serta laktasi. Hal ini karena tingginya angka penularan HIV dari ibu ke anak. Persalinan per vaginam dan pemberian ASI pasca melahirkan dapat meningkatkan insiden transmisi HIV dari ibu kepada anak. Pada pasien ini didapatkan status penyakit HIV ibu positif, pajanan ARV belum ada, serta kelahiran secara sectio caesarea dan laktasi positif.1,2,6 Secara teori, ada 10 langkah tata laksana gizi buruk, yaitu (1) mencegah dan mengatasi hipoglikemia, (2) mencegah dan mengatasi hipotermia, (3) mencegah dan mengatasi dehidrasi, (4) memperbaiki gangguan elektrolit, (5) mengobati infeksi, (6) memperbaiki kekurangan zat gizi mikro, (7) memberikan makanan untuk stabilisasi (8) memberikan makanan untuk transisi dan rehabilitasi, (9) stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada anak, dan (10) tindak lanjut di rumah.2,6,9 Penatalaksanaan pasien dengan gizi buruk terdiri dari 5 rencana terapi, dimana masing-masing rencana, terdiri dari 4 fase, yaitu fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi, dan fase tindak lanjut. Namun, tindakan pertama yang harus dilakukan pada pasien dengan gizi buruk adalah menentukan ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yaitu renjatan (syok), letargis (tidak sadar), dan muntah/ diare/ dehidrasi. Dari hasil temuan tanda-tanda tersebutlah akan ditentukan kategori rencana terapi yang akan dilakukan.2,6,9 Berdasarkan tanda-tanda yang ditemukan pada kasus ini, pasien masuk ke dalam kriteria rencana terapi 5 yaitu rencana terapi yang ditetapkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) jika keadaan klinis pasien saat datang tidak disertai syok, letargis, maupun diare. Pada rencana terapi 5, setelah menentukan kondisi klinis, pasien diberikan larutan gula sebanyak 50 cc serta mulai dipantau tanda vital setiap setengah jam pada 2 jam pertama. Pemberian susu F75 pada pasien disesuaikan dengan berat badan, serta
dinilai pula apakah ada edema atau tidak. Setelah itu berat badan pasien dicocokkan dengan dosis susu F75 yang akan diberikan pada tabel tata laksana gizi buruk. Karena berat badan pasien 6 kg dan tidak disertai oedem maka pasien mendapatkan susu F75 sebanyak 65 cc/2 jam untuk fase stabilisasi.2,6,9,10 Fase transisi dilakukan jika pasien bisa menghabiskan F75 setiap 4 jam sekali. Fase transisi yaitu mengganti F75 dengan F100 dengan jumlah yang sama. Pada pasien ini diberikan F100 sebanyak 65 cc tiap 4 jam dipertahankan selama 2 hari. Setelah 2 hari, pasien diberikan susu F100 sebanyak 150 cc/4 jam dan jika pasien dapat menghabiskan susu, pemberian ditambah 10 ml setiap 4 jam kemudian dengan catatan tidak melebihi dosis maksimal, yaitu 220 ml/kgBB/hari. Pemberian ini dipertahankan hingga hari ke 14. Pada pasien fase transisi, rehabilitasi dan fase lanjutan tidak dapat diselesaikan karena pasien dipulangkan pada hari perawatan ke-4 dan melanjutkan pengobatan di VCT Lampung.2,6,10 Pada pasien diberikan kotrimoksazol bertujuan untuk pencegahan terhadap Pneumocystic Jiroveci pneumonia (PCP), suatu infeksi oleh jamur Pneumocystic jirovecii. Infeksi yang disebabkan oleh jamur ini adalah hasil infeksi oportunis pada tubuh yang sistem imunnya lemah. Kotrimoksazol adalah antibiotik yang berisikan sulfametoktasol dan trimetoprim dengan perbandingan 5:1. Dosis pemberiannya adalah 25 mg sulfametoktasol dan 5 mg trimetoprim/kgBB diberikan setiap 12 jam selama 5 hari. Berat pasien 6 kg sehingga dosis yang diberikan adalah 150 mg sulfametoktasol dan 30 mg trimetoprim.6,10 Untuk pemenuhan vitamin dan mineral, pasien juga diberikan vitamin A 200.000 IU (tablet merah), vitamin C 100 mg/hari, vitamin B 1 tablet/hari, serta tablet asam folat 5 mg/hari di hari pertama dan selanjutnya 1 mg/hari.2,8,11 Pada pasien dengan gizi buruk perlu diberi stimulasi sensorik dan dukungan emosional yang berupa kasih sayang, terapi bermain terstruktur 15-30 menit/hari, serta peningkatan keterlibatan ibu seperti memberi makan, memandikan, dan mengajak bermain. Setelah itu harus dilakukan persiapan untuk tindak lanjut di rumah.2,6,8
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|135
Rizni | Anak Perempuan Usia 3 Tahun dengan Malnutrisi dan Infeksi HIV
Untuk infeksi HIV, pasien dan ibunya dirujuk ke VCT Lampung untuk mendapatkan terapi ARV. Menurut teori, ARV yang direkomendasikan untuk anak-anak berbeda di setiap usianya. Contohnya golongan Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) disarankan sebagai berikut: neonatus sampai usia 3 tahun sebaiknya diberikan lopinavir/ritonavir; anak usia 3 sampai 6 tahun diberikan efavirenz atau lopinavir/ritonavir; sedangkan anak usia 6 tahun ke atas dapat diberikan atazanavir/ritonavir atau efavirenz atau lopinavir/ritonavir.2,6,12-17 Jika dilihat dari sisi infeksi HIV pasien, rencana pulang dianggap cukup tepat karena mengingat banyak sekali sumber infeksi di rumah sakit, sedangkan pasien mengalami keadaan imunodefisiensi. Ditakutkan bila terlalu lama dirawat di rumah sakit, pasien akan mengalami infeksi nosokomial yang nantinya mungkin saja dapat memperburuk keadaannya. Kriteria pemulangan pasien terdiri dari: 1) anak sadar dan aktif, 2) BB/TB >-3SD, 3) Komplikasi sudah teratasi, 4) Ibu telah mendapat konseling gizi, 5) Ada kenaikan BB sekitar 50gr/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut, 6) selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan. Pada pasien ini, walaupun berat badan pasien belum mengalami pertambahan selama terapi gizi buruk, namun nafsu makan pasien sudah semakin membaik, gerakannya sudah lebih aktif dibandingkan saat pertama masuk rumah sakit, serta ibunya telah diberikan penjelasan mengenai gizi untuk anaknya.6,9,11 Secara keseluruhan, gizi buruk menyebabkan menurunnya jumlah sel-sel serebrum dan batang otak, dimana penurunan terbanyak adalah pada serebrum. Gizi buruk yang terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan mengakibatkan hambatan tumbuh kembang, dimana terdapat bukti bahwa orang dewasa yang mengalami gizi buruk pada masa awal kehidupan menunjukkan gangguan kemampuan intelektual.6,18-20 Faktor prognosis pada pasien ini ad vitam dubia, ad functionam dubia, ad sanactionam dubia ad malam.1,6,18-20 Simpulan Gizi buruk adalah KEP tingkat berat, sedangkan infeksi HIV merupakan penyakit yang sering menyertai gizi buruk. Pada pasien J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|136
ini gizi buruk yang dialami selain karena asupan nutrisi yang kurang, pasien juga memiliki infeksi HIV yang didapatkan dari ibunya. Penatalaksaan gizi buruk dengan infeksi HIV pada pasien ini dilakukan dengan panduan 10 langkah tata laksana gizi buruk yang disertai dengan pemberian ARV, ditambah dengan kotrimoksazol sebagai profilaksis PCP (infeksi paru tersering pada anak dengan infeksi HIV). Daftar Pustaka 1. Susanto JC, Mexitalia M, Nasar SS. Malnutrisi akut berat dan terapi nutrisi berbasis komunitas. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, editor. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. hlm. 128-164. 2. Rose AM, Hall CS, Martinez-Alier N. Aetiology and management of malnutrition in hiv-positive children. Arch Dis Child [internet]. 2014 [diakses tanggal 7 Juli 2015]; 0: 1-6. Tersedia dari: http://adc.bmj.com/content/early/2014/ 01/09/archdischild-2012303348.full.pdf+html 3. United Nations International Childrens Emergency Fund. Towards an aids-free generation. New York: United Nations International Childrens Emergency Fund; 2012. 4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Infodatin: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, Situasi dan Analisis HIV AIDS. Jakarta: Kemenkes RI; 2014. 5. Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Standar antropometri penilaian status gizi anak. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes RI; 2011. 6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pelayanan anak gizi buruk buku I-II. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2011. 7. World Health Organization. Rapid advice treatment of tuberculosis in children. Geneva: World Health Organization; 2010. 8. World Health Organization. Recommendations for management of
Rizni | Anak Perempuan Usia 3 Tahun dengan Malnutrisi dan Infeksi HIV
common childhood conditions. Geneva: World Health Organization; 2012. Trehan I, Manary MJ. Management of severe acute malnutrition in low-income and middle-income countries. Arch Dis Child [internet]. 2015 [diakses tanggal 7 Juli 2015];100:283-287. Tersedia dari: http://adc.bmj.com/content/100/3/283.f ull.pdf+html Trehan I, Goldbach HS, LaGrone LN, Meuli GJ, Wang RJ, Maleta M, et al. Antibiotics as part of the management of severe acute malnutrition. N Engl Med [internet]. 2013 [diakses tanggal 10 Mei 2015];368:425-35. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2 3363496 Allen L, de Benoist B, Dary O, Hurrell R, editor. Guideline on food fortification with micronutrients. Geneva: World Health Organization and Food and Agriculture Organization of the United Nation; 2006. World Health Organization. Antiretroviral Therapy for HIV Infection in Infant and Children: Towards Universal Access 2010 revision. Geneva: World Health Organization; 2010. Prendergast A, Bwakura-Dangarembizi MF, Cook AD, Bakeera-Kitaka S, Natukunda E, Ntege PN, et al. Hospitalization for severe malnutrition among HIV-infected children starting antiretroviral therapy. AIDS [internet]. 2011 [diakses tanggal 7 Juli 2015]; 25:951-956. Tersedia dari: http://journals.lww.com/aidsonline/Abstr act/2011/04240/Hospitalization_for_seve re_malnutrition_among.8.aspx Savadogo LGB, Donnen P, Koueta F, Kafando E, Hennart P, Dramaix M. Impact of HIV/AIDS on mortality and nutritional recovery among hospitalized severely malnourished children before starting antiretroviral treatment. Open Journal of Pediatrics 3 [internet]. 2013 [diakses tanggal 7 Juli 2015];340-345.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tata laksana infeksi hiv dan terapi antiretroviral pada anak di indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008. 16. Department of Health & Human Sevices USA. Guidelines for the use of antiretroviral agents in pediatric HIV infection [internet]. USA: Department of Health & Human Sevices USA; 2015 [diperbaharui tanggal 5 Mei 2015; diakses tanggal 10 Mei 2015]. Tersedia dari: http://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/lvgui delines/pediatricguidelines.pdf. 17. Musoke PM, Fergusson P. Severe malnutrition and metabolic complications of hiv-infected children in the antiretroviral era: clnical care and management in resource-limited settings. Am J Clin Nutr [internet]. 2011 [diakses tanggal 11 Mei 2015]; 94: 1716S-20S. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article s/PMC3226024 18. Wainberg MA, Zaharatos GJ, Brenner BG. Development of antiretroviral drug resistance. N Engl J Med [internet]. 2011 [dakses tanggal 11 Mei 2015]; 365: 63746. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2 1848464 19. Ruel TD, Boivin MJ, Boal HE, Bangirana P, Charlebois E, Havlir DV, et al. Neurocognitive and motor deficits in hivinfected ugandan children with high cd4 cell counts. HIV/AIDS CID Oxford Journals [internet]. 2012 [diakses tanggal 7 Juli 2015]; 1-9. Tersedia dari: http://cid.oxfordjournals.org/content/ear ly/2012/02/03/cid.cir1037.full.pdf+html 20. Debnath M, Singh S, Agrawat A, Dubey GP. Infectious diseases among malnourished children: neurocognitive performance. World J of Pharm Sci [internet]. 2015 [diakses tanggal 18 April 2015];3(2):224-31. Tersedia dari: http://www.wjpsonline.org/download.ph p?id=MzM5
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|137