Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
KOMPOSISI IKAN HASIL TANGKAPAN JARING INSANG DI BAGIAN HULU SUNGAI KUMBE, KABUPATEN MERAUKE, PAPUA
MD-11
Agus Arifin Sentosa* dan Hendra Satria Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan *E-mail:
[email protected] Abstrak Sungai Kumbe merupakan salah satu sungai di wilayah Kabupaten Merauke, Papua yang termasuk ke dalam wilayah sungai Einlanden-Digul-Bikuma. Karakteristik Sungai Kumbe di bagian hulu didominasi oleh rawa-rawa dengan tumbuhan air yang padat. Aktivitas penangkapan ikan dengan target tangkapan arwana irian (Scleropages jardinii) banyak dilakukan masyarakat di bagian hulu sungai tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang di bagian hulu Sungai Kumbe. Percobaan penangkapan dengan jaring insang percobaan bermata jaring 3,0; 3,5; dan 4,0 inci dilakukan pada bulan Januari dan Oktober 2012 di daerah Kaiza yang berada di bagian hulu Sungai Kumbe. Data ikan hasil tangkapan dicatat ukuran panjang dan beratnya serta dianalisis menggunakan indeks relatif penting (IRI), keragaman (H’) dan dominansi (D). Hasil menunjukkan sebanyak 14 jenis ikan berhasil tertangkap. Ikan yang dominan tertangkap adalah ikan tulang (Nematalosa flyensis) dengan IRI 31,11%, diikuti oleh ikan sembilang (Neosilurus sp.) dengan IRI 28,40% dan ikan kakap rawa (Lates calcarifer) dengan IRI 11,60%. Nilai H’ ikan hasil tangkapan di Sungai Kumbe bagian hulu berkisar antara 0,843 – 2,224 dengan nilai D berkisar antara 0,115 – 0,633. Kata kunci: komposisi, ikan tangkapan, Sungai Kumbe bagian hulu Pengantar Provinsi Papua merupakan provinsi paling timur Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Papua New Guinea (PNG) dan berada di bagian barat pulau besar Nugini. Wilayah tersebut berada di kawasan Melanesia yang dicirikan oleh tingkat keendemikan organisme yang tinggi (Kartikasari et al., 2012). Menurut Allen (1991), Papua atau Nugini merupakan salah satu kawasan yang memiliki keanekaragaman yang tinggi untuk ikan laut, namun jenis ikan air tawar hanya sekitar 400 jenis. Walaupun demikian, ikan air tawar di Papua sangat luar biasa dan perlu mendapat perhatian khusus mengingat masih kurangnya penelitian mengenai hal tersebut (Rahardjo et al., 2011). Beberapa publikasi yang mendeskripsikan ikan air tawar di Papua yang utama adalah Allen (1991;1996), Allen et al. (2000) dan Allen & Renyaan (2000). Jenis ikan air tawar yang ada di Papua bagian selatan sangat berbeda dengan bagian utara terkait dengan biogeografinya yang kompleks dan terisolasinya tempat sehingga menyebabkan tingginya spesiasi (Binur, 2010). Wilayah Papua bagian selatan umumnya termasuk dalam kategori dataran rendah pesisir dalam hal wilayah keendemikan biota perairan tawar di Nugini (Kartikasari et al., 2012). Salah satu wilayah di Papua bagian selatan adalah Kabupaten Merauke yang sebagian besar wilayahnya memiliki topografi datar dan berawa karena berada pada kawasan dataran rendah TransFly (Trans-Fly Coastal Lowlands) dengan daerah lahan basah yang luas berupa rawa banjiran dari sungai-sungai besar yang mengalir di dalamnya (Polhemus & Allen, 2007). Beberapa sungai besar yang mengalir di Kabupaten Merauke seperti Sungai Bian, Sungai Digul, Sungai Kumbe, Sungai Maro dan Sungai Buraka merupakan wilayah yang potensial sebagai daerah penangkapan ikan air tawar. Sungai Kumbe dengan panjang aliran 300,42 km merupakan salah satu sungai di wilayah Kabupaten Merauke, Papua yang termasuk ke dalam wilayah sungai Einlanden-Digul-Bikuma (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Karakteristik Sungai Kumbe di bagian hulu didominasi oleh daerah rawa banjiran dengan arus sungai yang lambat sehingga banyak tumbuhan air yang juga merupakan habitat bagi ikan-ikan sungai, terutama ikan arwana irian atau Saratoga (Scleropages jardinii) yang merupakan ikan asli di Sungai Kumbe. Kondisi DAS Kumbe secara keseluruhan masih alami dengan bentang alam berupa perpaduan antara hutan rawa dan hutan monsoon tropika (Djohan, 2008).
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan D (MD-11)
1
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Aktivitas penangkapan ikan di Sungai Kumbe banyak dilakukan oleh masyarakat di bagian hulu sungai tersebut dengan target tangkapan arwana irian (Scleropages jardinii) dan beberapa jenis ikan lainnya. Umumnya penangkapan ikan di sungai dilakukan untuk tujuan konsumsi dan beberapa untuk diperdagangkan (Kartikasari et al., 2012), namun informasi mengenai pemanenan jenis-jenis ikan di Sungai Kumbe secara khusus, dan di Merauke secara umum masih relatif terbatas. Warsa & Satria (2007) dan Warsa et al. (2007) pernah menginformasikan komposisi jenis ikan di Sungai Maro dan Binur (2010) di daerah lahan basah Kaliki, Merauke. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang di bagian hulu Sungai Kumbe, Merauke, Papua. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi mengenai jenis-jenis ikan di Merauke, Papua yang maish belum banyak dipublikasikan dan sebagai masukan dalam pengelolaan sumber daya ikan di Kabupaten Merauke, terutama untuk pengembangan konservasi komunitas ikan yang ada di kawasan tersebut. Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di daerah hulu Sungai Kumbe pada bulan Januari dan Oktober 2012. Lokasi bagian hulu tersebut berada di daerah Rawa Kaiza, Rawa Mahayulumb, Rawa Ifu dan Abahim yang terletak di Kampung Kaiza, Distrik Animha, Kabupaten Merauke (Gambar 1).
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di bagian hulu Sungai Kumbe, Merauke Contoh ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berasal dari hasil tangkapan jaring insang percobaan yang target utamanya adalah ikan arwana irian (Scleropages jardinii) dengan ukuran mata jaring 3,0; 3,5 dan 4,0 inchi yang dipasang pada daerah yang telah ditentukan. Identifikasi jenis ikan dilakukan berdasarkan Allen (1991) dan Allen et al. (2000) yang kemudian dicek silang dengan data menurut Fishbase (Froese & Pauly, 2011). Pengukuran panjang dan penimbangan bobot tubuh dilakukan pada masing-masing ikan yang tertangkap. Jenis-jenis ikan yang belum teridentifikasi kemudian diawetkan menggunakan formalin 10% sebagai spesimen untuk keperluan identikasi lebih lanjut di laboratorium. Analisis data yang dilakukan meliputi penggunaan indeks relatif penting (IRI), indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan indeks dominansi (D) dan dengan rumus sebagai berikut (Jutagate et al., 2005; Odum, 1993; Fachrul, 2008): Indeks relatif penting (IRI):
2
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan D (MD-11)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Keterangan: IRI %W %N %F
= indeks relatif penting spesies ikan ke i = persentase berat dari spesies ke i dalam total tangkapan = persentase jumlah dari spesies ke i dalam total tangkapan = frekwensi kehadiran spesies ke i dalam total tangkapan
Indeks keanekaragaman: H '
s
ni
ni
( N )(ln( N )) n 1
Indeks dominansi:
n D ( i )2 N
Keterangan: H’ D
= indeks keanekaragaman Shannon-Wiener = indeks dominansi Simpson
ni = proporsi jumlah individu jenis ke-i dan jumlah seluruh individu N s
= Jumlah spesies
Hasil dan Pembahasan Ikan hasil tangkapan jaring insang percobaan di bagian hulu Sungai Kumbe adalah sebanyak 127 ekor yang terdiri dari 14 jenis ikan sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Komposisi jenis ikan yang tertangkap di lokasi tersebut didominasi oleh ikan-ikan berukuran panjang dan berat yang relatif lebih besar. Hal tersebut terkait dengan selektifitas alat tangkap yang digunakan yang memiliki ukuran mata jaring yang relatif lebih besar sehingga ikan-ikan yang berukuran lebih kecil. Jaring insang percobaan tersebut target utamanya adalah ikan arwana irian (Scleropages jardinii) sehingga ikanikan yang tertangkap selain arwana irian dapat dianggap sebagai hasil tangkapan sampingan. Tabel 1. Komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang percobaan di bagian hulu Sungai Kumbe, Merauke, Papua Kisaran Ukuran No.
Nama Ikan
Nama Ilmiah
Panjang Total (cm)
Berat Tubuh (g)
N
W
F
%IRI
Tulang
Nematalosa flyensis
25 - 31,2
60 - 200
55
6870
2
31,11
2
Sembilang
Neosilurus sp.
34 - 50,5
162 - 1060
25
15085
2
28,40
3
Kakap Rawa
Lates calcarifer
34 - 63,5
396 - 4650
5
7979
2
11,60
4
Nila*
Oreochromis niloticus
17 - 29,5
62 - 495
12
2176
2
7,59
5
Gabus toraja*
Channa striata
37,5 - 50,5
341 - 750
5
2451
2
5,01
6
Sumpit
Toxotes chatareus
20,5 - 26
84 - 500
7
1684
2
4,92
7
Duri
Arius sp.
23 - 36
66 - 500
4
944
2
2,79
8
Mata bulan
Megalops cyprinoides
28,5 - 39
150 - 600
3
1250
2
2,74
9
Arwana Irian
Scleropages jardinii
35 - 70
600 - 2000
2
2600
1
1,97
10
Kaca
Parambassis gulliveri
20,5 - 26,8
250 - 400
4
1200
1
1,55
11
Bulanak
Mugil sp.
39,5 - 41
386 - 410
2
796
1
0,89
12
Duri putih
Cinetodus sp.
48,5
1100
1
1100
1
0,86
13
Tulang Tali
Nematalosa sp.
34
156
1
156
1
0,30
Betok*
Anabas sp.
18
89
1
14
Jumlah Keterangan: tanda * menunjukkan ikan introduksi
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan D (MD-11)
1
89
1
0,26
127
44380
22
100
3
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Gambar 2. Komposisi ikan hasil tangkapan berdasarkan jumlah (A) dan biomassa (B) Berdasarkan jumlah individu ikan yang tertangkap, Nematalosa flyensis merupakan ikan yang paling banyak tertangkap (43,31%) diikuti oleh Neosilurus sp. (19,69%) dan Oreochromis niloticus (9,45%) (Gambar 2), namun berdasarkan beratnya justru Neosilurus sp. yang memiliki biomassa tangkap terbesar (33,99%), diikuti oleh Lates calcarifer (17,98%) dan Nematalosa flyensis (15,48%). Perbedaan tersebut bisa terjadi dikarenakan karakteristik morfologi ikan yang tertangkap. Ikan kakap rawa walaupun jumlah tangkapannya sedikit, namun dengan ukuran tubuhnya relatif cukup besar dapat meningkatkan biomassa tangkapan. Ikan hasil tangkapan menggunakan jaring insang percobaan di bagian hulu Sungai Kumbe berdasarkan indeks relatif penting (IRI) memperlihatkan bahwa ikan tulang (31,11%), sembilang (28,40%) dan kakap rawa (11,60%) mempunyai nilai IRI yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga ikan tersebut merupakan ikan yang dominan tertangkap baik dari segi berat, jumlah individu dan frekuensi tertangkapnya. Tabel 2. Indeks keanekaragaman dan dominansi ikan di lokasi survei Lokasi
S
N
H'
D
Rawa Mahayulum
6
27
1,050
0,517
Rawa Kaiza
10
20
2,224
0,115
Ifu
9
42
1,493
0,347
Abahim 6 38 0,843 0,633 Keterangan: S = jumlah jenis; N = jumlah total ikan; H’ = indeks keanekaragaman; D = indeks dominansi Indeks keanekaragaman dan dominansi ikan di empat lokasi survei di bagian hulu Sungai Kumbe disajikan pada Tabel 2. Nilai H’ ikan-ikan hasil tangkapan di Sungai Kumbe bagian hulu berkisar antara 0,843 – 2,224 dengan nilai D berkisar antara 0,115 – 0,633.Berdasarkan kriteria indeks ekologi menurut McDonald (2003) dan Fachrul (2008), lokasi Rawa Kaiza memiliki tingkat keanekaragaman sedang (1,5
4
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan D (MD-11)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
penelitian lanjutan untuk mengkaji keanekaragaman ikan di bagian hulu Sungai Kumbe secara menyeluruh. Salah satu ikan-ikan kecil yang kemungkinan tidak tertangkap selama survei adalah ikan-ikan dari famili Melanotaeniidae (ikan pelangi) yang endemik di Papua yang persebarannya diketahui terbatas pada danau yang terisolasi atau bagian kecil suatu sistem sungai (Kartikasari et al., 2012). Penelitian Binur (2010) memperoleh beberapa ikan-ikan Melanotaeniidae namun tidak memperoleh beberapa ikan-ikan berukuran besar yang diperoleh pada penelitian ini karena perbedaan metode dan alat tangkap yang digunakan. Selain itu, bisa jadi juga dipengaruhi olehterbatasnya daerah survei, tutupan vegetasi rawa yang lebat, pengaruh musim, perubahan habitat, pengaruh ikan introduksi yang berkembang pesat. Secara umum, ikan-ikan yang tertangkap di bagian hulu Sungai Kumbe dengan jaring insang percobaan 78,57% merupakan ikan asli Papua yang merupakan bagian dari distribusi ikan-ikan paparan Sahul (Rahardjo et al., 2011). Beberapa ikan-ikan dari famili Clupeidae (ikan tulang dan tulang tali), Ariidae (ikan duri), Latidae (ikan kakap rawa), Megalopidae (ikan mata bulan), dan Mugilidae (ikan bulanak) diperkirakan merupakan ikan-ikan dari divisi kedua yang sejarahnya dahulu berasal dari laut. Bahkan ikan arwana irian (Scleropages jardinii) yang endemik di Nugini juga diduga termasuk dalam ikan-ikan divisi kedua yang berasal dari dataran Australia. S. jardinii sendiri merupakan anggota dari suku primitif Osteoglossidae. Memang Kartikasari et al. (2012) menginformasikan bahwa persebaran ikan-ikan air tawar di Papua terkait erat dengan sejarah geologi pulau Nugini sendiri yang dahulu bergabung dengan daratan Australia. Polhemus & Allen (2007) menyebutkan bahwa wilayah selatan Nugini termasuk Merauke memiliki suku-suku ikan yang endemik dan 34 jenis ikan di Merauke juga terdapat di Australia bagian utara. Beberapa jenis ikan yang tertangkap di bagian hulu Sungai Kumbe, terutama dari famili Cichlidae seperti nila, Anabantidae (betok) serta Chanidae (gabus toraja) merupakan jenis ikan-ikan introduksi di kawasan Nugini, khususnya Merauke sejalan dengan laporan Allen (1991).Diduga ikan-ikan introduksi tersebut masuk dibawa oleh para transmigran di Papua dan beberapa jenis telah bersifat invasif yang merugikan (Kartikasari et al., 2012). Wargasasmita (2005) menyatakan bahwa kehadiran ikan introduksi di perairan umum umumnya bersifat merugikan karena dikhawatirkan akan mengancam keberadaan ikan asli. Allen et al. (2000) menyebutkan bahwa ikan-ikan introduksi cenderung berkompetisi dalam hal habitat dan makanan, dan bahkan menjadi predator bagi anakan atau juvenil ikan asli. Binur (2010) menyatakan bahwa ikan-ikan asli di Merauke relatif berukuran kecil (30-100 mm panjang baku) dan kemungkinan besar akan kalah bersaing dan menjadi mangsa bagi jenis ikan introduksi yang relatif berukuran lebih besar(200-900 mm panjang baku). Berdasarkan IRI masing-masing ikan yang tertangkap, diketahui bahwa IRI ikan introduksi seperti Oreochromis niloticus (7,59%), Channa striata (5,01%) dan Anabas sp. (0,26%) memang masih relatif belum mendominasi, namun suatu saat bisa jadi apabila populasinya tidak dikendalikan, maka populasi ikan-ikan introduksi tersebut akan dapat menggeser ikan-ikan asli di bagian hulu Sungai Kumbe. Beruntung masyarakat setempat telah memanfaatkan ikan-ikan introduksi tersebut sebagai target tangkapan, terutama untuk konsumsi sehingga aktivitas tersebut secara tidak langsung juga turut mengontrol perkembangan populasinya di alam agar tidak menjadi bersifat invasif. Kesimpulan Komposisi hasil tangkapan ikan di bagian hulu Sungai Kumbe, Merauke masih didominasi oleh ikanikan asli (78,57%)dan sisanya merupakan ikan introduksi. Kelimpahan relatif tertinggi berdasarkan IRI dimiliki olehNematalosa flyensis(31,11%), Neosilurus sp. (28,40%) dan Lates calcarifer (11,60%). Keanekaragaman jenis ikan dan dominansi spesies berkisar dari rendah hingga sedang (H’: 0,843 – 2,224 dan D: 0,115 – 0,633). Ucapan Terima Kasih Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian “Pengkajian Stok dan Karakteristik Habitat untuk Pelestarian Ikan Arwana Irian (Scleropages jardinii) di Sungai Kumbe, Kabupaten Merauke, Papua”, Tahun Anggaran 2012 di Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan D (MD-11)
5
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Daftar Pustaka Allen, G.R. 1991. Field Guide to the Freshwater Fishes of New Guinea. Christensen Research Institute, Madang - Papua New Guinea. 268 p. Allen, G.R. 1996. Freshwater Fishes of Irian Jaya. In: Kitchner, D.J. & A. Suyanto (eds). Proceeding of the First International Conference on Eastern Indonesia-Australian Vertebrate Fauna. Manado, Indonesia. 22-26 November 1994. p.15 – 21. Allen, G.R. & S.J. Renyaan. 2000. Fishes of the Wapoga River System, northwestern Irian Jaya, Indonesia. In: Mack, A.L. & L.E. Alonso (eds). A Biological Assessment of the Wapoga River Area of Northwestern Irian Jaya, Indonesia. RAP Bulletin of Biological Assessment 9, Conservation International, Washington D.C. p.50-58 Allen, G.R., K.G. Hortle & S.J. Renyaan. 2000. Freshwater Fishes of the Timika Region New Guinea. PT Freeport Indonesian Company, Timika. 175 p. Binur, R. 2010. Komposisi Jenis Ikan Air Tawar di Daerah Lahan Basah Kaliki, Merauke Papua. Jurnal Iktiologi Indonesia 10 (2): 165-178. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Profil Balai Wilayah Sungai Papua. http://www.pu.go.id/satminkal/dit_sda/profil%20balai/bws/ profilebalaipapua_baru.pdf. Diakses tanggal 23 Februari 2011. Djohan, T.S. 2008. Ekologi Daerah Aliran Sungai Bian-Kumbe: Perspektif Tata Ruang Kabupaten Merauke. Makalah Seminar Sehari: Tinjauan Kritis dan Efektif Pemanfaatan Ruang dalam Pendekatan Pola dan Fungsi Ruang di Kabupaten Merauke tanggal 15 November 2008 yang diselenggarakan oleh Forum DAS BIKUMA dan WWF Indonesia berkoordinasi dengan BAPPEDA Kabupaten Merauke. 10 p. Fachrul, M.F. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta. 198p. Froese, R. & D. Pauly (eds). 2011. FishBase. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org, version (12/2011). Jutagate, T., C. Krudpan, P. Ngamsnae, T. Lamkom & K. Payooha. 2005. Changes in the fish Catches During a Trial Opening of Sluice Gates on a Run-of-the River Reservoir in Thailand. Fisheries Management and Ecology 12: 57–62. Kartikasari, S.N., A.J. Marshall & B.M. Beehler (eds). 2012. Ekologi Papua. Seri Ekologi Indonesia, Jilid VI. Yayasan Obor Indonesia dan Conservation International, Jakarta. 982 p. McDonald, G. 2003. Biogeography: Space, Time and Life. John Wiley & Sons Inc., New York. 409 p. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Alih Bahasa: Samingan, T. Edisi Ketiga. Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta. 697p. Polhemus, D.A. & G.R. Allen. 2007. Freshwater Biogeography of Papua. In Marshall, A.J. & B.M. Beehler (eds.). The Ecology of Papua Part I. Periplus Edition, Singapore. p.207-245. Rahardjo, M.F., D.S. Sjafei, R. Affandi, Sulistiono & J. Hutabarat. 2011. Iktiology. Lubuk Agung, Bandung. 396 p. Wargasasmita, S. 2005. Ancaman Invasi Ikan Asing Terhadap Keanekaragaman Ikan Asli. Jurnal Iktiologi Indonesia Vol. 5 No. 1: 5 – 10. Warsa, A. & H. Satria. 2007. Potensi Beberapa Jenis Ikan Eksotik Sungai Maro, Merauke Sebagai Ikan Hias. In: Azwar, Z.I., D. Satyani & I. Insan (eds). Ikan Hias Nusantara. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. p.87-94.
6
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan D (MD-11)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Warsa, A., L.P. Astuti & H. Satria. 2007. Sungai Maro: Salah Satu Sumber Plasma Nutfah Jenis Ikan Asli Papua. BAWAL, 1(5): 183-189. Tanya Jawab Penanya
:
Diniyah
Pertanyaan
:
Dari manakah ikan hasil tangkapan yang berupa ikan-ikan introduksi tersebut berasal ? Bagaimana perkiraan keadaan anakan ikan arwana kedepannya?
Jawaba
:
Keberadaan ikan introduksi tersebut persebarannya diperkirakan terkait dengan sejarah geografi Indonesia, diketahui bahwa Papua Nugini berada pada paparan Sahul. Keberadaan ikan introduksi dikhawatirkan akan mengalami perkembangbiakan dan membahayakan ikan endemik (arwana).
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan D (MD-11)
7