Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 DINAMIKA SPASIO-TEMPORAL DAN KETERKAITAN NUTRIEN, MAKROALGA DAN IKAN KARANG HERBIVORA DI KEPULAUAN SPERMONDE SULAWESI SELATAN 1
1
1
2
Chair Rani , M. Natsir Nessa , Jamaluddin Jompa , Syamsuddin Toaha dan Ahmad Faizal 1
MA-07
1
Jurusan Ilmu Kelautan, Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan Univ. Hasanuddin, Makassar 2 Jurusan Matematika, FMIPA, Univ. Hasanuddin, Makassar
Abstrak Penelitian ini bertujuan:1) menganalisis dinamika spasio-temporal nutrien (nitrat dan fosfat), tutupan makroalga, dan kemelimpahan ikan karang herbivora di Kepulauan Spermonde, dan 2) menganalisis keterkaitan antara nutrien, makroalga dan kelimpahan ikan herbivora di perairan terumbu karang Kepulauan Spermonde.Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan (Maret-Agustus 2012) pada pulau yang mewakili 4 zona di Kepulauan Spermonde. Data dikumpulkan setiap bulan selama 6 bulan pada setiap stasiun. Tutupan makroalga bulanan diestimasi di sepanjang transek line permanen (50 m) 2 2 dengan menggunakan kuadran 1x1 m yang telah dibagi menjadi 16 subkuadran (25 x 25 xm ), sedangkan kelimpahan ikan karang herbivora dihitung dengan menggunakan teknik visual sensus di 2 sepanjang transek line permanen dengan luas area pengamatan 5 x 50 m . Data tutupan makroalga, kelimpahan ikan herbivora, dan konsentrasi nutrien bulanan selanjutnya dikelompokkan menurut bulan dan pulau dan dianalisis secara deskriptif untuk melihat dinamika temporalnya dengan menggunakan grafik garis, sedangkan untuk perbedaan antara pulau dianalisis dengan analisis ragam. Adapun keterkaitan antara tutupan makroalga, nutrien, dan kelimpahan ikan herbivora dianalisis dengan analisis korelasi dan regresi sederhana untuk keterkaitan antara dua variabel dan analisis regresi berganda untuk tiga variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nitrat dan posfat terkonsentrasi pada Pulau Lae-lae dan Pulau Samalona yang berada pada zona dalam (dekat daratan utama) dan sudah tergolong perairan yang eutrofik, dan terlihat menurun konsentrasinya pada musim kemarau (Juli-Agustus). Tutupan substrat dasar terumbu karang di perairan Kepulauan Spermonde didominasi oleh makroalga. Tingginya tutupan makroalga sangat nyata dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi nitrat dan rendahnya kepadatan ikan herbivora. Kata kunci: ikan karang, makroalga, nutrien, spasio-temporal, Spermonde Pengantar Limbah cair merupakan salah satu buangan dari berbagai aktivitas di daratan yang masuk ke perairan. Daratan sebagai sumber utama yang mensuplai bahan organik dan sedimen memegang peran penting dalam siklus ekologi. Peningkatan aktivitas di daratan seperti pemupukan, budidaya (tanaman dan ikan di tambak), industri dan aktivitas rumah tangga memicu peningkatan jumlah bahan organik yang masuk ke perairan dalam bentuk sedimen. Sedimen yang tersuspensi mengandung unsur mayor dan minor seperti unsur O 2, CO2, N2, H2, CH4 dan unsur N (Nitrat) dan P (Fosfat) (Golterman, 2004). Ekosistem terumbu karang yang berada di pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi salah satu ekosistem yang cenderung terdegradasi atau rentan terhadap pengaruh pencemaran dari daratan (Chazottes dan Reijmer, 2008). Costa Jr et al., (2008) menemukan bahwa kematian karang di Teluk Bahia, Brazil disebabkan oleh aktivitas manusia di daratan, khususnya akibat pengaruh eutrofikasi yang memicu perubahan komunitas dari karang menjadi alga bentik yang disertai dengan peningkatan klorofil dan peningkatan kelimpahan hewan filter feeders. Nutrien meningkat pada lokasi yang dekat dengan permukiman dan lahan pertanian yang memicu pertumbuhan makro alga, dan menurunnya kelimpahan beberapa jenis karang (Chazottes et al., 2002). Pengayaan hara di wilayah pesisir dapat menyebabkan "Phase-shift" yaitu berubahnya suatu terumbu yang awalnya didominasi oleh karang menjadi terumbu yang didominasi oleh alga dalam jangka waktu yang relatif lama (McCook et al, 2000; Edinger et al., 1998; Costa Jr et al., 2008; Renken dan Mumby, 2009; Lapointe et al., 2005). Beberapa fenomena peristiwa phase-shift tersebut memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang sangat jelas antara peningkatan jumlah nutrien yang masuk ke badan perairan terhadap peningkatan produktivitas primer yang memicu pertumbuhan
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
1
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 makroalga dan akhirnya berpengaruh secara tidak langsung dengan terumbu karang. Pengaruh tidak langsung tersebut dalam bentuk kompetisi ruang (McCoook et al., 2001). Kepulauan Spermonde yang terletak di Selat Makassar tepatnya di sebelah barat Sulawesi Selatan, terdiri dari 98 pulau dengan luas terumbu karang sekitar 60.000 ha (PPTK, 2002; Faizal, 2009;). Kerusakan terumbu karang di Kepulauan Spermonde umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti penggunaan bom dan sianida (bius) dalam penangkapan ikan (Pet-Saode et al, 2000 dalam Nurliah 2002) serta peningkatan jumlah limbah domestik dan industri (Jompa, 1996; Edinger et al., 2000) yaitu berupa bahan organik dan sedimentasi. Gejala eutrofikasi sebagai salahsatu penyebab degradasi terumbu karang di Kepulauan Spermonde telah teridentifikasi sejak beberapa tahun belakangan ini, yang dicirikan oleh tingginya korelasi penutupan makroalga, kerusakan karang dan tingginya konsenterasi nutrien (Edinger et al., 2000); Nurliah, 2002). Penelitian mengenai dinamika spasio-temporal nutrien, makroalga dan ikan karang herbivora di Kepulauan Spermonde menjadi sangat penting karena Kepuluan Spermonde menerima beban antropogenik yang tinggi akibat peningkatan suplai nutrien dari kegiatan pertanian, pertambakan dan pembuangan limbah baik domestik maupun limbah industri serta terindikasi mengelami eutrofikasi (Edinger et al., 1998; Nurliah 2002; PPTK, 2002). Tujuan dari penelitian ini, yaitu 1) menganalisis dinamika spasio-temporal dar nutrien (nitrat dan fosfat), tutupan makroalga, dan kemelimpahan ikan karang herbivora di Kepulauan Spermonde, dan 2) menganalisis keterkaitan antara nutrien, makroalga dan kelimpahan ikan herbivora di terumbu karang Kepulauan Spermonde. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Pengambilan sampel dilaksanakan selama 5 bulan yang mewakili musim hujan dan kemarau terhitung pada bulan Maret - September 2012, dengan Lokasi penelitian di Kepulauan Spermonde. Jumlah stasiun sebanyak 8 (delapan) pulau yang mewakili 4 (empat) zona, masing-masing Pulau Lanyukang, Pulau Bontosua, Pulau Salemo, Pulau Reang-reang, Pulau Saranti, Pulau Barrang Lompo, Pulau Kodingarenglompo dan Pulau Lae-lae dengan variasi nilai berbagai parameter utama yang dipertimbangkan. Lokasi setiap stasiun seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi penelitian di Kepulauan Spermonde
(Stasiun Penelitian)
Alat dan Bahan Alat yang digunakan selama penelitian antara lain: GPS (Global Positioning System) untuk menentukan posisi/titik stasiun penelitian; alat tulis menulis untuk pencatatan data; kamera digital untuk dokumentasi; botol sampel untuk tempat sampel air untuk pengolahan nutrient, (phospat dan nitrat), meteran untuk transek ekologi (LIT); transek kuadran ukuran 1 x 1 m untuk estimasi tutupan makroalga; sabak untuk alat tulis dalam air; kamera under water dan spektrofotometer untuk
2
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 mengukur konsentrasi fosfat dan nitrat. Komputer untuk pengolah data dengan software Excel dan SPSS. Pengambilan Data Tutupan Makroalga Perubahan nilai tutupan makroalga dipantau setiap bulan selama 6 bulan penelitian. Metode pengukuran penutupan makroalga dengan menggunakan transek kuadaran ukuran 1 x 1 m. Teknik sampling yang digunakan dengan mengikuti transek line sepanjang 50 m yang dipasang secara permanen dengan menggunakan tali monofilamen. Pada setiap jarak 10 m ditempatkan transek kuadran dan tutupan makroalganya dengan bantuan kisi-kisi yang telah dirancang pada transek kuadran (Gambar 2). Pada setiap Stasiun ditempatkan pada 2 kedalaman, yaitu 2-3 m pada daerah reef plat dan kedalaman 3 – 5 m di daerah reef slope. 50 m 10 m 1m
Gambar 2. Teknik sampling dengan metode kuadran Kelimpahan Grazer (Ikan Herbivora) Grazer yang diamati difokuskan pada ikan herbivora (Acanthuridae, Pomacentridae dan Scariidae). Pada penelitian ini, jumlah ikan herbivora dihitung dengan menggunakan teknik visual sensus. Pengambilan data kelimpahan ikan dilakukan sepanjang garis transek yang dipasang pada 25 cm karang dan makroalga dan dipantau setiap bulan selama penelitian. Luas pengamatan tutupan pengamatan dalam pemantauan kelimpahan ikan herbivora masing-masing 2,5 meter di sisi kiri dan kanan sepanjang garis transek sepanjang 50 m dengan demikian luasan area pemantauan sebesar 2 250 m . Pengukuran Nutrien Sampel air untuk pengukuran nitrat dan fosfat diambil secara bulanan mengikuti pengukuran tutupan makroalga. Sampel air yang diambil pada setiap stasiun dilakukan bersamaan dengan pengambilan data tutupan makroalga. Sampel air tersebut kemudian disimpan dalam botol sampel yang selanjutnya dianalisis di laboratorium. Adapun parameter fisik dan kimia yang diukur, yaitu: Nitrat Pengukuran Nitrat (NO3) dilakukan dengan cara mengambil sampel air kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan dengan HgCl2 40 mg/l. Sampel selanjutnya dianalisis di laboratorium dengan menggunakan spektrofotometer (merk HAC-USA; Type LPG 422.99.000012, Serial No. 1289304. Fosfat Pengukuran Fosfat (PO4) dilakukan dengan cara mengambil sampel air kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan dengan HgCl 2 40 mg/l. Sampel selanjutnya dianalisis di laboratorium dengan menggunakan spektrofotometer (merk HAC-USA; Type LPG 422.99.000012, Serial No. 1289304.
Analisis Data Sebaran dan Dinamika Kualitas Perairan Data konsentrasi nitrat dan fosfat bulanan yang diukur secara dikelompokkan menurut lokasi (pulau) dan nilai rata-ratanya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk selanjutnya dianalisis tingkat perbedaannya dengan analisis ragam dengan bantuan perangkat lunak SPSS.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
3
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Penentuan tingkat eutrofikasi pada setiap pulau ditentukan dengan mempertimbangkan nilai klorfil-a, konsentrasi nitrat, dan fosfat dengan mengacu pada kriteria oleh Hakanson dan Bryhn (2008) seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria tingkat trofik pada salintas diatas 25 ppm (Hakanson dan Bryhn 2008) Level Trofik
Chl-a (µg/l)
Nitrat (µg/l)
Phospat (µg/l)
Oligotrophic Mesotrophic Eutropic Hypertropic
<2 2-6 6 – 20 >20
<110 110 - 290 290 – 940 >940
<15 15 – 40 40 – 130 >130
Dinamika Tutupan Karang dan Ikan Herbivora Persentase tutupan makroalga digunakan estimasi yang di kembangkan oleh Atobe (1970) dalam English et al (1994). Dengan plot 1 x 1 m dan kisi sebesar 25 x 25 cm. Kategori untuk setiap kisi-kisi digunakan skala ¼, ½ , ¾ dan 1 unit. Selanjutnya persen tutupan dihiitung dengan menggunakan persamaan:
C= Di mana
C ∑Ci A
Ci x100 A
= Total persentase tutupan = Jumlah unit tutupan setiap kisi-kisi untuk setiap jenis makroalga = Jumlah total kisi-kisi yang di gunakan (25 unit)
Dinamika bulan perubahan tutupan makroalga pada setiap stasiun atau pulau disajikan dalam bentuk diagram garis dan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan nilai tutupan rata-rata dianalisis dengan analisis ragam one way ANOVA. Untuk penilaian kondisi terumbu karang dilakukan berdasarkan persen penutupan karang hidup seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Penilaian Kondisi karang menurut UPMSC (1979) dalam Brown (1986) No
Kondisi Karang
Penutupan Karang Hidup (%)
1 2 3 4
Sangat Bagus Bagus Sedang Rusak
75 – 100 50 – 74,9 25 – 49,9 0 – 24.9
Perhitungan kelimpahan ikan herbivor berdasarkan hasil visual sensus dengan perhitungan sebagai berikut (Brower et al, 1990) D= Di mana
D ∑Ni A
Ni A
= Kepadatan Ikan Herbivora = Jumlah ikan setiap jenis 2 = Luas area Pengamatan (250 m )
Dinamika bulanan kelimpahan ikan herbivora di setiap stasiun disajikan dalam bentuk grafik garis untuk dianalisis secara deksriptif. Sedangkan rata-rata kelimpahan dianalisis dengan one way ANOVA.
Keterkaitan Konsentrasi Nutrient, Tutupan Makroalga dan Ikan Karang Herbivora Pengaruh eutrofikasi dan sedimentasi terhadap terumbu karang dilakukan uji korelasi Spearman dan dianalisis dengan analisis regresi sederhana untuk hubungan dua variabel dan regresi berganda untuk hubungan lebih dari 2 variabel.
4
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Hasil dan Pembahasan Dinamika Spasio-Temporal Nutrien, Makroalga, dan Ikan Karang Herbivora Nitrat Distribusi temporal nitrat selama 6 bulan (Maret – Agustus) yang diambil bersamaan dengan pengukuran tutupan makroalga di setiap stasiun. Hasil analisis diperlihatkan pada Gambar 3. Selama penelitian 6 bulan, konsetrasi nitrat tertinggi ditemukan di Pulau Lae-lae, Salemo, dan Bontosua. Sedangkan rata-rata konsenterasi nitrat terendah ditemukan di Pulau Reang-reang. Grafik pada Gambar 3, memperlihatkan kecenderungan penurunan konsentrasi nitrat pada musim kemarau (Juni-Agustus). Konsentrasi nitrat lebih tinggi pada bulan April di bandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Gambar 3. Tren kandungan nitrat di Kepulauan Spermonde (Maret – Agustus) Selain itu, berdasarkan atas posisi stasiun, terlihat ada hubungan antara letak stasiun (pulau) dengan rata-rata tingginya konsentrasi nitrat. Rata-rata konsentrasi nitrat tertinggi pada Pulau Lae-lae, Salemo, dan Bontosua, dimana ke-3 pulau tersebut sangat dekat dengan daratan utama. Sedangkan pada pulau-pulau yang jauh dari daratan utama ditemukan kecenderungan konsentrasi nitrat yang rendah, hal ini sangat terkait dengan suplai bahan organik. Berdasarkan kandungan nitratnya, maka Pulau Laelae, Salemo, dan Bontosua sudah masuh dalam kategori eutrofik, sedangkan pulau lainnya masih dalam level mesotrofik, kecuali di Pulau Kodingareng yang masih dalam kondisi oligotrofik. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat di lokasi penelitian selama periode MaretAgustus, memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata menurut stasiun (p<0.05) (Tabel 3). Konsentrasi nitrat di setiap stasiun cenderung berbeda dan membentuk dalam 7 kelompok, masingmasing; kelompokl 1 (Lae-lae), kelompok 2 (Bontosua dan Salemo), Kelompok 3 (Bontosua dan Barranglompo), Kelompok 4 (Barranglompo dan Suranti), Kelompok 5 (Suranti Reang-reang), kelompok 6 (Reang-reang dan Lanyukang), dan Kelompok 7 (Lanyukang dan Kodingareng). Data ini juga menunjukkan bahwa Pulau Lae-lae berbeda nyata (p<0,05) dengan semua stasiun.
Tabel 13. Kisaran dan nilai rata konsentrasi Nitrat (µg/L) menurut stasiun pada periode April Agustus serta status level trofiknya. Nitrat (µg/L) Pulau Level Trofik Kisaran Rata-rata ± SE Lae-lae
524 – 687
602,4 ± 21,79
a
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
Eutrofik
5
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Salemo Barranglompo Bontosua Reang-reang Kodingareng Lanyukang Suranti
310 – 469 172 – 418 240 – 436 98 – 340 30 – 113 31 – 310 106 – 287
b
Eutrofik
c,d
Mesotrofik
b,c
Eutrofik
ef
Mesotrofik
g
Oligotrofik
fg
Mesotrofik
de
Mesotrofik
380,0 ± 24,42 281,5 ± 33,94
338,8 ± 28,48
182,6 ± 44,43
80,75 ± 13,17
113,75 ± 41,70 208,6 ± 19,24
Hasil penelitian menunjukkan dua hal yang menjadi pemicu tingginya konsentrasi nitrat di Kepulauan Spermonde yaitu 1). Faktor Lokasi; semakin dekat dengan daratan utama atau permukiman padat ditemukan konsentrasi nitrat yang tinggi, kondisi ini sangat memungkinkan karena sumber utama nitrat berasal dari aktivitas di daratan berupa aktivitas budidaya pertanian, budidaya perikanan, limbah rumah tangga dan industri (Lapointe, 1987; Hakanson dan Bryhn, 2008). Hasil serupa ditemukan di temukan di Gusung Tallang (Pantai Makassar) yang memiliki konsentrasi nitrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pulau Barranglompo dan Pulau Langkai (Stapel et al, 2001), demikian pulau di Pulau Kayangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pulau Kapoposang (Endiger et al., 1998; Nurliah, 2002), dan 2). Faktor Musim; sangat mempengaruhi konsentrasi nitrat di perairan, pada musim hujan rata-rata konsentrasi nitrat lebih tinggi. Tingginya debit air sungai menyebabkan suplai bahan organik masuk ke laut menjadi tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan hal yang sama bahwa konsentrasi nitrat di perairan lebih besar pada musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau (Stapel et al., 2001; Edinger et al., 1998; Nurliah, 2002; Costa et al., 2008 dan Hakanson dan Bryhn, 2008). Tingginya suplai bahan organik khususnya nitrat pada musim hujan bukan saja tergantung pada besarnya debit air sungai, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah tangkapan air hujan (Lihan dan Saitoh, 2008). Hal yang sama ditemukan oleh Erftemeijer (1994) bahwa konsentrasi nitrat di Pulau Barranglompo lebih rendah pada musim kemarau (Juli – September) jika dibandingkan dengan konsentrasi pada musim hujan (November – Januari). Kondisi yang sangat fenomenal dalam penelitian ini adalah ditemukannya konsentrasi nitrat yang tinggi pada zona terluar khususnya Pulau Suranti dan Lanyukang. Fenomena ini menunjukkan bahwa adanya anomali kesuburan perairan. Salah satu sumber nutrien di perairan adalah dari pengangkatan massa air (Costa et al., 2008). Kondisi nutrien tinggi sangat dimungkinkan terjadi di sekitar Pulau Suranti karena menurut Wrtkyt (1961) dan Rasyid (2011) bahwa di sekitar perairan Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang terjadi peristiwa upwelling. Fosfat Fosfat adalah salah satu bahan anorganik yang masuk ke perairan laut dan menjadi sumber penentu kesuburan perairan. Hasil penelitian di Kepulauan Spermonde selama dua musim (Maret – Agustus), memperlihatkan kecenderungan dinamika konsentrasi fosfat menurut bulan pengamatan seperti yang disajikan pada Gambar 4.
6
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Gambar 4. Tren kandungan fosfat di Kepulauan Spermonde (Maret – Agustus) Kurun waktu 6 bulan (Maret – Agustus), rata-rata konsentrasi fosfat tertinggi terukur di Pulau Lae-lae dengan kisaran konsentrasi tertinggi pada bulan Mei dan terendah pada bulan Agustus dan Pulau Kodingareng tertinggi pada bulan Mei dan terendah pada bulan April. Sedangkan untuk pulau-pulau lainnya memperlihatkan kecenderungan konsentrasi fosfat yang hampir sama (Gambar 4). Hasil analisis ragam pada α=0,05 memperlihatkan bahwa konsentrasi fosfat di lokasi penelitian berbeda nyata (p<0,05) (Tabel 4). Rata-rata konsentrasi fosfat di Pulau Lae-lae (513 µg/L) berbeda nyata dengan Pulau Reang-reang (285 µg/L), namun tidak nyata berbeda dengan pulau-pulau lainnya. Berdasarkan kandungan fosfatnya, maka dapat dinyatakan bahwa seluruh stasiun pengamatan telah berada dalam kondisi hipertrofik dengan kandunga fosfatnya > 130 µg/L (Hakanson dan Bryhn, 2008). Tabel 4. Kisaran dan nilai rata-rata konsentrasi fosfat (µg/L), menurut stasiun pada periode MaretAgustus beserta status level trofiknya. Fosfat (µg/L) Pulau Level Trofik Kisaran Rata-rata ± SE Lae-lae Salemo Barranglompo Bontosua Reang-reang Kodingareng Lanyukang Suranti
360 – 620 290 – 500 230 – 580 280 – 640 160 – 480 160 – 775 245 – 680 140 – 470
a
Hipertrofik
381 ± 29,82
a,b
Hipertrofik
375 ± 59,82
a,b
Hipertrofik
450 ± 59,05
a,b
Hipertrofik
b
Hipertrofik
a,b
Hipertrofik
501 ± 75.04
a,b
Hipertrofik
346 ± 53,83
a,b
Hipertrofik
513 ± 42,40
285 ± 53,59 492 ± 95.38
Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi fosfat di Kepulauan Spermonde yang berbeda sangat ditentukan oleh jarak dari daratan utama. Selain itu perbedaan konsentrasi fosfat antara stasiun berhubungan dengan pemukiman padat. Pada stasiun yang dekat dengan pemukiman padat, perairannya memiliki kandungan fosfat yang tinggi. Beberapa penilitian menunjukkan bahwa lokasi yang dekat dengan pantai memiliki konsentrasi fosfat yang tinggi. Selain itu penelitian yang sama di Kepulauan Spermonde juga didapatkan bahwa lokasi yang dekat dengan pemukiman padat ditemukan konsentrasi fosfat yang tinggi (Erfetemeijer, 1994; Endiger et al., 1998; Stapel et al., 2001; Nurliah, 2002). Secara temporal menunjukkan penurunan konsentrasi fosfat, pada musim hujan konsentrasi fosfat cenderung tinggi untuk semua pulau sedangkan pada musim kemarau konsentrasi fosfat cenderung
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
7
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 menurun. Penyebab utamanya adalah berkurangnya suplai fosfat pada curah hujan yang rendah (Davies, 2004; Costa et al., 2006). Hasil yang sama didapatkan oleh Erfetemeijer (1994) pada Pulau Barranglompo dengan rata-rata konsentrasi fosfat yang tinggi ditemukan pada peralihan musim hujan hingga musim hujan (September – Januari) dan konsentrasi rendah ditemukan pada peralihan musim kemarau hingga musim kemarau (April – Agustus). Fenomena yang sama juga ditemukan di sekitar pantai Kota Makassar khususnya di Gusung Talang. Makroalga 2 Survei penutupan makroalga dengan menggunakan transek permanen 1 m dilaksanakan selama 6 bulan (Maret – Agustus) yang mewakili musim hujan dan kemarau. Transek dilaksanakan pada 8 lokasi/pulau dengan masing-masing ulangan 10 kali. Hasil perhitungan tutupan makroalga pada setiap lokasi disajikan pada Gambar 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata terjadi penurunan tutupan makroalga di semua stasiun antara bulan Maret hingga Agustus, kecuali pada stasium Pulau Lanyukang, tutupan makroalga lebih besar pada musim hujan (April-Mei) dibandingkan dengan tutupan makroalga pada musim kemarau (Juli-Agustus). Pola tutupan makroalga di lokasi penelitian seperti pada Gambar 5, dapat dibagi atas dua kelompok lokasi, yaitu kelompok pertama dengan tutupan makroalga terbesar ditemukan di Pulau Lae-lae dan Salemo dan kelompok kedua dengan tutupan makroalga sedang ditemukan di Pulau Barranglompo, Bontosua, Reang-Reang dan Suranti, Kodingareng dan Lanyukang.
Gambar 5. Tren tutupan makroalga di Kepulauan Spermonde (Maret - Agustus) Tutupan makroalga di Pulau Lae-lae untuk setiap bulannya paling tinggi di antara semua stasiun. Tutupan terbesar ditemukan pada bulan April dan terkecil pada bulan Maret (awal musim hujan). Kemudian diikuti oleh tutupan makroalga di Pulau Salemo dengan tutupan tertinggi ditemukan pada bulan Mei dan terendah ditemukan pada bulan Juni. Sedangkan tutupan makroalga terkecil ditemukan di Pulau Reang-reang dengan kisaran tertinggi pada bulan April dan terendah pada bulan Mei. Tutupan makroalga terbesar ditemukan di Pulau Lae-lae dan Pulau Salemo dan berbeda nyata dengan pulau lainnya (Tabel 5). Tingginya tutupan makroalga di Pulau Lae-lae dan Salemo karena kedua pulau tersebut berhadapan langsung atau sangat dekat dengan daratan utama yang banyak menerima pasokan nutrien dari berbagai aktivitas di darat.
8
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Tabel 5. Kisaran dan nilai rata-rata tutupan makroalga (%)menurut stasiun pada periode Maret Agustus Makroalga (%) Pulau Kisaran Rata-rata ± SE a Lae-lae 74 - 82 76,60 ± 1,435 b Salemo 62 - 75 69,40 ± 2,542 c Barranglompo 45 - 57 51,60 ± 2,135 c,d Bontosua 50 - 62 55,80 ± 1,960 d Reang-reang 45 - 53 49,40 ± 1,435 c Kodingareng 48 - 51 49.21 ± 0.69 d Lanyukang 52 - 73 60,54 ± 2,77 c,d Suranti 51 - 56 53,20 ± 0,860 Hasil analisis ragam terhadap tutupan makroalga selama musim hujan hingga kemarau menunjukkan adanya perbedaan tutupan makroalga menurut stasiun (Tabel 9). Tutupan makroalga pada setiap stasiun memperlihatkan gejala yang berbeda nyata dan terbagi atas empat kelompok tutupan masingmasing kelompok 1 (Pulau Lae-lae), kelompok 2 (Salemo); kelompok 3 (Kodingareng dan Barranglompo); kelompok 4 (layukang dan Reang-reang) dan kelompok 5 campuran (Suranti dan Bontosua). Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan tutupan makroalga sangat bervariasi antara lokasi yang dekat dengan daratan dibandingkan dengan lokasi yang jauh dari daratan utama. Edinger et al. (1998) menemukan bahwa tutupan makroalga di Kayangan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tutupan makroalga di Pulau Kapoposang. Penelitian lainnya yang memiliki kemiripan yaitu di Teluk Bahia Brasil ditemukan bahwa tutupan makroalga di Pantai Porto yang dekat dengan daratan utama jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tutupan makroalga di Pulau Coroa Vermelha (Costa et al, 2008). Data dan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara jarak dari daratan utama sebagai pusat akitivitas manusia dengan tingkat tutupan makroalga. Pada daerah dengan permukiman yang padat limbah antropogenik berupa nutrien tinggi sehingga memicu pertumbuhan beberapa jenis makrolaga. Lapointe (1987) mengemukakan bahwa fenomema pertumbuhan makroalga yang sangat besar di Florida Keys dipicu oleh besarnya buangan fosfat dan nitrat dari daratan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian kualitas air musiman dimana sebaran fosfat dan nitrat terbesar di Kepulauan Spermonde ditemukan pada lokasi yang sangat dekat dengan muara sungai atau daratan utama. Ikan Herbivora Ikan herbivora salah satu pengontrol kelimpahan makroalga di perairan. Ikan herbivora menjadi pemangsa utama makroalga di samping pemangsa lainnya. Hasil pengamatan selama 6 bulan di Perairan Kepulauan Spermonde ditunjukkan pada grafik Gambar 6. Distribusi spasial kepadatan ikan herbivora di lokasi penelitian menunjukkan fenomena yang sangat menarik dan berbanding terbalik dengan tutupan makroalga, konsentrasi nitrat dan fosfat. Pulau-pulau yang sangat dekat dengan daratan utama ditemukan memiliki kepadatan ikan herbivora yang sangat 2 rendah, misalnya Pulau Lae-lae dengan tren kepadatan ikan herbivora (0,014 – 0,094 ind/m ) yang 2 kemudian diikuti oleh Pulau Salemo (0,020 – 0,188 ind/m ). Sedangkan kepadatan ikan herbivora 2 tertinggi ditemukan di Pulau Suranti (0,014 – 0,532 ind/ m ).
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
9
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Gambar 6. Tren kepadatan ikan herbivora di beberapa stasiun pengamatan di Kepulauan Spermonde (Maret – Agustus) 2
Rata-rata kepadatan ikan herbivora tertinggi ditemukan di Pulau Suranti (0,307 ind/ m ), kemudian 2 2 Pulau Bontosua (0,241 ind/ m ), sedangkan terendah di Pulau Lae-lae (0,040 ind /m ). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kepadatan ikan herbivora di lokasi penelitian berbeda nyata (p<0,05), dengan 4 kelompok kepadatan masing-masing kelompok 1 (Lae-lae, Salemo dan Barranglompo), Kelompok 2 (Salemo, Barranglompo, Kodingareng, Reang-reang), kelompok 3 (Barranglompo, Kodingareng, Reang-reang, Layukang, Bontosua) dan Kelompok 4 (Layukang, Bontosua, Suranti). Kelompok kepadatan ini sangat jelas terlihat bahwa kepadatan di Pulau Lae-lae dan Suranti sangat berbeda nyata (Tabel 6). 2
Tabel 6. Kisaran dan nilai rata-rata kepadatan ikan herbivora (ind/m ) menurut stasiun pada periode Maret - Agustus 2
Ikan Herbivora (ind/m ) Pulau Lae-lae Salemo Barranglompo Bontosua Reang-reang Kodingareng Lanyukang Suranti
Kisaran 0.014 – 0.094 0.020 – 0.188 0.100 – 0.234 0.076 – 0.504 0.118 – 0.242 0.090 - 0.310 0.120 - 0.27 0.014 – 0.532
Rata-rata ± SE a 0.040 ± 0,01 a,b 0,075 ± 0,02 a,b,c 0,152 ± 0,06 b,c,d 0,241 ± 0,06 b,c 0,160 ± 0,023 b,c 0,159 ± 0,03 c,d 0,194 ± 0,02 c,d 0,307 ± 0,06
Sebaran spasial memperlihatkan penurunan kepadatan ikan herbivora pada stasiun yang dekat dengan daratan utama dan stasiun dengan jumlah penduduk yang besar. Secara alami hewan herbivora merupakan makanan dari karnivora atau pemangsa (predator). Pada stasiun yang dekat dengan daratan yang padat penduduk, pengendali populasi ikan herbivora adalah manusia. Ikan-ikan Scaridae yang memiliki ukuran yang besar telah lama menjadi target penangkapan, seperti B. Muricatum, Cholorurus microrhinos dan C. bicolor, serta Chlorurus bleekeri, Chlorurus japanensis dan Chlorurus sordidus, bahkan pada terumbu karang di Indonesia keenam jenis ikan herbivora tersebut tersebut tidak tercatat di dalam survei LIPI di perairan Lombok, Nias dan Banggai (Suharsono et al., 1995a,b,c). Atau kemungkinan pemangsaan ikan herbivora ukuran kecil oleh ikan piscivora (pemakan ikan) yang meliputi Serranidae, Lutjanidae, Barracuda, dan Moray eels serta ikan kerapu Epinephelus inserti yang merupakan salah satu pemangsa ikan herbivora Scarus dan Sparisoma di kawasan Karibia (Mumby et al, 2006). Kemungkinan faktor lain yang menyebabkan rendahnya kepadatan ikan herbivora di Stasiun Pulau Lae-lae dan Pulau Salemo adalah berubahnya kondisi lingkungan dengan tingkat kekeruhan tinggi. Perubahan ini menyebabkan ketidakmampuan ikan herbivora untuk bertahan (Mumby et al, 2006).
10
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Secara temporal tidak menunjukkan adanya perbedaan kepadatan ikan herbivora di Kepulauan Spermonde, yang mengindikasikan bahwa kepadatan ikan hampir tidak terpengaruh oleh kondisi musim. Tetapi kepadatan ikan lebih banyak dipengaruhi oleh tekanan penangkapan. Radjawali (2010) mengemukakan bahwa perairan Spermonde dan sekitarnya memberikan sumbangan ikan hidup untuk ekspor sekitar 10.000 – 20.000 ton per tahun. Keterkaitan Konsentrasi Nutrien, Tutupan Makroalga dan Ikan Karang Herbivora Sub bahasan ini membahas keterkaitan beberapa parameter utama yang mempengaruhi dinamika ekologi dari tutupan makroalga di perairan Kepulauan Spermonde. Keterkaitan Makroalga dengan Nitrat Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan regresi linear sederhana hubungan antara tutupan makroalga dengan konsentrasi nitrat pada setiap stasiun di Kepulauan Spermonde didapatkan hasil seperti pada Gambar 7. Grafik hubungan fungsional antara tutupan makroalga dengan konsentrasi nitrat dapat memberikan gambaran pola hubungan antara kedua peubah. Semakin tinggi konsentrasi nirat maka terjadi peningkatan tutupan makroalga. Berdasarkan nilai korelasinya terlihat bahwa ada pengaruh konsentrasi nitrat terhadap tutupan makroalga sebesar 57%, dengan hubungan fungsional yang bersifat nyata (p<0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nitrat memiliki peranan yang cukup besar terhadap pertumbuhan makroalga di perairan. Penelitian lain yang relevan menunjukkan bahwa besarnya suplai nitrat ke perairan menyebabkan pertumbuhan alga dan makroalga yang lebih dikenal dengan proses top down (Litler & Littler, 1984; 1993; 2006). Pengayaan hara dapat meningkatkan pertumbuhan alga dan proliferasi makroalga yang mengarah pada peningkatan tutupan makroalga (McCook, 1999), perubahan fungsional makroalga (Litler dan Litler, 1993), persaingan ruang dengan karang (Lirman, 2001) dan kematian beberapa jenis karang (Jompa dan McCook 2003a,b). Sejalan dengan hasil yang didapatkan di Kepulauan Spermonde, beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa tingginya konsentrasi nitrat di Pulau Kayangan menyebabkan tingginya kepadatan dan tutupan makroalga (Endinger et al., 2000). Kelimpahan makroalga dan fitoplankton di Pulau Lae-lae cenderung lebih tinggi dibandingkan pulau-pulau lainnya di Spermonde (Nurliah, 2002).
Gambar 7. Grafik hubungan konsentrasi nitrat dengan tutupan makroalga Nitrat merupakan elemen yang dibutuhkan oleh produser primer untuk berfotosintesis. Nitrat tersedia dalam jumlah yang terbatas pada perairan. Sehingga pada perairan yang mempunyai penetrasi cahaya matahari yang baik, nitrat menjadi faktor pembatas bagi kelimpahan fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. (Hallock, 1986). Sehingga dengan demikian, peningkatan nutrien akan meningkatkan kelimpahan makroalga dan tumbuhan air lainnya. Hal ini terlihat dengan tingginya nitrat di Pulau Lae-lae dan Salemo menyebabkan tingginya tutupan makroalga.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
11
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Keterkaitan Makroalga dengan Fosfat Hubungan antara konsentrasi fosfat dengan tutupan makroalga di Kepulauan Spermonde digambarkan dalam bentuk hubungan regresi linear seperti pada Gambar 8. Hasil analisis regresi linear memperlihatkan pola hubungan yang positif, yaitu semakin tinggi konsentrasi fosfat di perairan maka tutupan makroalga semakin besar. Tetapi hubungan ini hanya mampu memberikan pengaruh sebesar 4,5 % dari keseluruhan faktor lingkungan yang berpengaruh di kolom perairan. Pola hubungan fungsional yang diperoleh bersifat tidak nyata (p>0.05). Konsenterasi fosfat tidak nyata pengaruhnya terhadap dinamika pertumbuhan makroalga. Fosfor dalam perairan laut menjadi faktor pembatas beberapa spesies alga thalus lunak (fleshy alga) (Lapointe, 1987) dan beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa fosfor kemungkinan akan menjadi faktor pembatas pada beberapa habitat spesifik (Larned, 1998; Schaffelke dan Klumpp, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseterasi fosfor dalam perairan Kepuluan Spermonde pengaruhnya tidak nyata terhadap pertumbuhan atau penutupan makroalga di setiap stasiun. Meskipun secara statistik menunjukkan bahwa pengaruh fosfat tidak nyata, tetapi kehadiran fosfat dalam perairan sangat menentukan keberadaan makroalga. Pengukuran fosfat sesaat pada setiap bulannya bukan menjadi salah satu parameter utama dalam penilaian tingkat eutrofikasi sebuah perairan (McCook, 1999). Tetapi pengayaan nutrien di terumbu karang adalah sebuah proses jangka panjang melalui penyerapan nutrien salah satunya fosfat yang menyebabkan perubahan struktur komunitas bentik dalam jangka waktu yang lama (Bell, 1992; Lapointe, 1992).
Gambar 8. Grafik hubungan konsentrasi fosfat dengan tutupan makroalga Pada dasarnya salah satu sumber nutrien antropogenik adalah limbah yang menyebar (seperti nutrien yang berasal dari luapan air sungai dan lahan pertanian, taman kota, perkotaan dan dari atmosfer). Dari sumber limbah ini terdapat fosfor yang memegang peranan yang sangat penting karena fosfor menjadi kunci dalam mengendalikan eutrofikasi di laut. (Environment Agency, 1998; Sharpley et al., 1999). Keterkaitan Makroalga dengan Ikan Herbivora Distribusi temporal dan spasial keberadaan ikan herbivora dan kondisi tutupan makroalga di Kepulauan Spermonde sangat bervariasi. Hubungan antara kedua variabel tersebut digambarkan dalam regresi linear sederhana seperti pada Gambar 9.
12
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Gambar 9. Grafik hubungan kepadatan ikan herbivora dengan tutupan makroalga Hasil analisis regresi antara kepadatan ikan herbivora dan tutupan makroalga memperlihatkan hubungan korelasi yang negatif dan nyata (p<0.05 (Gambar 9). Dengan demikian persamaan ini dapat menjelaskan pengaruh kepadatan ikan herbivora terhadap tutupan makroalga sebesar 22 %. Kepadatan ikan herbivora sangat nyata perannya dalam mengontrol penutupan makroalga. Semakin rendah kepadatan ikan herbivora maka tutupan makroalga akan semakin besar dan sebaliknya semakin tinggi kepadatan ikan herbiovora maka semakin rendah tutupan makroalga. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ikan herbivora menjadi salah satu faktor yang menentukan tingginya tutupan makroalga di Kepulauan Spermonde. Setiap pengurangan ikan herbivora dalam keadaan nutrien tinggi maka akan terjadi peningkatan tutupan makroalga di perairan. Hal ini sejalan dengan penelitian McCook (1996) bahwa kehadiran ikan herbivora dapat menjadi penyelamat karang tertentu dari agresi makroalga. Di Great Barrier Reef, dengan percobaan makroalga Sargassum siliquosum yang ditransplantasi di rataan terumbu (reef flat) dapat tumbuh dengan baik jika dikurung tanpa ikan herbivora. Penelitian ini menunjukkan bahwa kelimpahan ikan herbivora yang tinggi sebagai faktor pembatas dari distribusi makroalga tersebut, sedangkan analisis jaringan menunjukkan nutrien (N, P) bukan merupakan faktor pembatas. Hal lain ditemukan di kawasan Karibia, makroalga banyak ditemukan pada reef crest meskipun penangkapan ikan dalam jumlah sedikit (Williams et al., 2001). Namun penelitian lain di Jamaica ditemukan bahwa dengan membatasi penangkapan ikan herbivora pada kurun waktu tahun 1996 – 1999 dapat mereduksi persen tutupan makroalga hingga 10 % dari 60 %. Pada kondisi tingkat kesuburan perairan eutrofik, peran ikan herbivora sangat penting dalam mempertahankan karang dalam berkompetisi dengan makroalga. Pada kondisi nutrien yang tinggi, pertumbuhan makroalga berkembang dengan pesat sehingga dapat menyebabkan kondisi phase shifft (dominansi makroalga terhadap karang). Pada akhirnya karang kalah dalam komptesi ruang dan cahaya yang menyebabkan penurunan metabolisme dan pertumbuhan, tetapi dengan kontrol ikan herbivora maka kondisi pertumbuhan makroalga dapat ditekan (McCook, 1996; Litler dan Litlers, 1984;2006). Kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia merupakan kawasan yang kosong dari penelitian herbivora terumbu karang (McCook, 2001). Peranan herbivora di dalam terumbu karang belum diketahui lebih mendalam karena topik ini belum dikaji secara mendetail. Keterkaitan antara Makroalga dengan Nutrien dan Ikan Herbivora Keterkaitan antara tutupan makroalga dengan nutrien dan kepadatan ikan karang herbivora dianalisis dengan analisis regresi berganda. Berdasarkan nilai korelasinya antara setiap parameter, menunjukkan bahwa dari semua parameter independen, hanya unsur nitrat dan kepadatan ikan herbivora yang memiliki hubungan yang kuat dan nyata (p<0.05) dengan nilai korelasi masing-masing untuk nitrat sebesar 0,752 dan untuk kepadatan ikan herbivora sebesar -0.521 (Tabel 7).
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
13
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Pola hubungan yang terbentuk antara tutupan makroalga dengan nitrat bersifat positif dan nyata. Jadi dapat diartikan bahwa tinggi rendahnya tutupan makroalga sangat terkait secara nyata dengan tinggi rendahnya konsentrasi nitrat dalam perairan. Sedangkan hubungan tutupan makroalga dengan ikan herbivora terjadi sebaliknya yaitu berpola negatif dan nyata, yaitu ketika kepadatan ikan herbivora meningkat maka terjadi penurunan secara nyata terhadap tutupan makroalga. Pola ini menegaskan bahwa kepadatan ikan karang dapat mengontrol dominansi makroalga pada suatu area terumbu, karena adanya proses grazing oleh ikan herbivora terhadap makroalga. Tabel 7. Nilai korelasi antara tutupan makroalga dengan nutrien dan ikan herbivora di terumbu karang Kepulauan Spermonde
Hasil analisis regresi berganda, diperoleh persamaan tutupan makroalga terhadap nutrien dan kepadata ikan herbivora dengan persamaan Y= 49.121 + 0.036 Nitrat + 0.009 Fosfat – 20.76 Ikan_Herbi. Hasil analisis ragam menegaskan bahwa persamaan tersebut sangat nyata (Tabel 8), yang menunjukkan bahwa terdapat vareiabel bebas yang memberi sumbangan yang nyata dalam dinamika tutupan makroalga. Hasil uji koefisien regresi seperti tertera pada Tabel 9, menegaskan bahwa variabel yang nyata sumbangannya terhadap tutupan makroalga yaitu nitrat dan ikan herbivora, sedangkan untuk fosfat tidak nyata memberi sumbangan terhadap tutupan makroalga. Tabel 8. Hasil analisis ragam hubungan antara tutupan makroalga dengan nutrien dan kepadtan ikan herbivora.
Dengan memperhatikan nilai koefiien regresi untuk parameter nitrat dan ikan herbivora (Tabel 9), 2 menunjukkan bahwa setiap kenaikan kepadatan ikan herbivora sebesar 1 ekor/m akan menurunkan tutupan makroalga sebesar 20,76% (koefisien grazing), sedangkan untuk setiap kenaikan konsentrasi nitrat sebesar 1 µg/L akan menaikkan tutupan makroalga sebesar 0,036% atau untuk setiap kenaikan konsentrasi nitrat sebesar 100 µg/L akan meningkatkan tutupan makroalga sebesar 3,6%. Implikais dari persamaan ini untuk kepentingan pengelolaan terumbu karang yaitu dengan cara meningkatkan kepadatan ikan karang herbivora melalui pembatasan penangkapan ikan herbivora (pembatasan kuota atau pembatasan mata jaring) sehingga diharapkan kepadatannya meningkat dan akhirnya bisa membatasi pertumbuhan makroalga yang cepat dan di sisi lain akan memberi kesempatan kepada karang untuk rekrutmen dan bertumbuh (mencegah invasi makroalga). Implikasi lainnya, yaitu dengan cara mengurangi limbah atau buangan bahan organik atau anorganik dari aktivitas di darat, agar proses eutrofikasi tidak berlanjut dan dapat menekan pertumbuhan makroalga, terutama di perairan sekitar pulau-pulau terdekat dari daratan utama.
14
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Tabel 9. Hasil uji masing koefisien regresi hubungan antara tutupan makroalga dengan nutrien dan kepadatan ikan herbivora.
Kesimpulan Nitrat dan fosfat terkonsentrasi pada Pulau Lae-lae dan Pulau Samalona yang berada pada zona dalam (dekat daratan utama) dan sudah tergolong perairan yang eutrofik, dan terlihat menurun konsentrasi pada musim kemarau (Juli-Agustus). Tutupan substrat dasar terumbu karang di perairan Kepulauan Spermonde didominasi oleh makroalga. Tingginya tutupan makroalga sangat nyata dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi nitrat dan rendahnya kepadatan ikan herbivora. Ucapan Terima Kasih Hasil penelitian ini bagian dari penelitian yang dibiayai oleh DP2M Dikti dengan nomor kontrak: Nomor: 09/UN4-LK.26/2012, Tanggal 29 Maret 2012. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada DP2M Dikti yang bersedia membiayai penelitian ini. Daftar Pustaka Bell P.R.F. 1992. Eutrophication and coral reefs: some examples in the Great Barrier Reef lagoon. Water Research, 26: 553-568. Brown, BE. 1986. Human Induced Damage to Coral Reefs. Result of a Regional Unesco (Coman) Workshop with Advanced Training ed. Dipenogoro University, Jepara and National Institute of Oceanology. Jakarta. Brower, J.E., J.H. Zar, and C.N. von Ende. 1990. General Ecology: Field and Laboratory Methods. Wm.C.Brown Publishers. Usa. 237 hal Chazottes, V., A.T. Le Campionc, C.N. Peyrot, P. Cuet. 2002. The effects of eutrophication-related alterations to coral reef communities on agents and rates of bioerosion (Reunion Island, Indian Ocean). Coral Reefs 21: 375–390. Chazottes, V., J. J. G. Reijmer. 2008. "Sediment characteristics in reef areas influenced by eutrophication-related alterations of benthic communities and bioerosion processes." Marine Geology 250(1-2): 114-127. Costa Jr, O.S., M.J. Attrill, Costa Attrill, Martin J. Nimmo, Malcolm. 2006. Seasonal and spatial controls on the delivery of excess nutriens to Nearshore and offshore coral reefs of Brazil. Journal of Marine Systems 60(1-2): 63-74. Costa Jr, O.S., M. Nimmo, Cordier, E. 2008. Coastal nutrification in Brazil: A review of the role of nutrien excess on coral reef demise. Journal of South American Earth Sciences 25(2): 257-270. Davies, P. 2004. Nutrien processes and chlorophyll in the estuary and plumeof the Gulf of Papua. Continental Shelf Research 24, 2317-2341 Edinger, E.N., J. Jompa, Limmon, Gino V. Widjatmoko, Wisnu Risk, Michael J. 1998. Reef degradation and coral biodiversity in indonesia: Effects of land-based pollution, destructive fishing practices and changes over time. Marine Pollution Bulletin 36(8): 617-630.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
15
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Edinger, E. N., G. V. Limmon, J. Jompa, Widjatmoko, Wisnu, Heikoop, Jeffrey. M. Risk, J. Michael, J. 2000. Normal Coral Growth Rates on Dying Reefs: Are Coral Growth Rates Good Indicators of Reef Health? Marine Pollution Bulletin 40(5): 404-425. English, S.C., Wilkinson and Baker, V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Asean. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources. Erftemeijer P.L.A. 1994. Differences in Nutrient Concentrations and Resources Between Seagrass Communities On Carbonate and Terrigenous Sediments in South Sulawesi, Indonesia. Bulletin of Marine Science, 54: 403-419. Environment Agency. 1998. Aquatic eutrophication in England and Wales - A proposed management strategy. Environmental Issues Series, consultative report. Environment Agency, Bristol, UK. Faizal, A. 1999. Studi Material Sedimen Tersuspensi pada Perairan Pantai Kecamatan Biringkanaya, Kotamadya Ujung Pandang. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Golterman H.L. 2004. The Chemistry of Phospate and Nitrogen Compounds in Sediments, Kluwer Academic Publishers. New York. Hakanson. L and A.C. Bryhn. 2008. Eutrophication in the Baltic Sea Present Situation, Nutrien Transport Processes, Remedial Strategies. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p. 263 Hallock P. & Schlager W. 1986. Nutrient excess and the demise of coral reefs and carbonate platforms. Palaios, 1: 389-398 Jompa, J. 1996. Monitoring and Assessment of Coral Reefs in Spermonde Archipelago, South Sulawesi, Indonesia. Thesis. McMaster University. Canada. Jompa J, McCook LJ. 2003a. Contrasting effects of turf algae on corals: massive Porites spp. are unaffected by mixed-species turfs, but killed by the red alga Anotrichium tenue. Mar Ecol Prog Ser 258: 79–86 Larned S.T., 1998. Nitrogen- versus phosphorus-limited growth and sources of nutrients for coral reef macroalgae. Marine Biology, 132: 409-421. Nutrification and its effects on coral reefs from Southern Bahia, Brazil Lapointe B.E. 1987. Phosphorus- and nitrogen-limited photosynthesis and growth of Gracilari tikvahiae (Rhodophyceae) in the Florida Keys: an experimental field study. Marine Biology, 93: 561-568. Lapointe B.E. 1992. Eutrophication thresholds for macroalgal overgrowth of coral reefs. In: K. Thacker (ed) Protecting Jamaica's coral reefs: water quality issues. Negril Coral Reef Preservation Society, Negril, Jamaica, 105-112. Lapointe, B. E., P. J. Barile, Littler M, Littler, Diane SM. 2005. Macroalgal blooms on southeast Florida coral reefs: II. Cross-shelf discrimination of nitrogen sources indicates widespread assimilation of sewage nitrogen. Harmful Algae 4(6): 1106-1122. Lihan, T., S.-I. Saitoh. 2008. Satellite-measured temporal and spatial variability of the Tokachi River plume. Estuarine, Coastal and Shelf Science 78(2): 237-249. Littler M.M. & Littler D.S. 1984. Models of tropical reef biogenesis: the contribution of algae. Progress Phycological Research, 3: 323-364. Nutrification and its effects on coral reefs from Southern Bahia, Brazil Littler M.M., Littler D.S. & Lapointe B.E. 1993. Modification of tropical reef communitystructure due to cultural eutrophication: the southwest coast of Martinique. In: Proceedings of the 7th International Coral Reef Symposium, 1992, Guam. 1: 335-343.
16
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Littler, M. M., D. S. Littler, Brooks, B. L. Lapointe, B.E. 2006. Harmful algae on tropical coral reefs: Bottom-up eutrophication and top-down herbivory." Harmful Algae 5(5): 565-585. McCook LJ. 1996. Effects of herbivores and water quality on Sargassum distribution on the central Great Barrier Reef: cross-shelf transplants. Mar Ecol Prog Ser 139: 179-192.1996. McCook L.J., 1999. Macroalgae, nutrients and phase shifts on coral reefs: scientific issues and management consequences for the Great Barrier Reef. Coral Reefs, 18: 357-367. McCook, L. J., E. Wolanski and S. Spagnol. 2000. Modelling and Visualising Interactions between Natural Disturbances and Eutrophication as Causes of Coral Reef Degradation. Oceanographic Process of Coral Reefs. CRC: 113 – 126 McCook L.J. 2001. Competition between corals and algal turfs along a gradient of terrestrial influence in the nearshore central Great Barrier Reef. Coral Reefs, 19: 419-425. McCook L.J., Jompa J. & Diaz-Pulido G. 2001. Competition between corals and algae on coral reefs: a review of evidence and mechanisms. Coral Reefs, 19: 400-417. Mumby PJ, Dahlgren CP, Harborne AR, Kappel CV, Micheli F, Brumbaugh DR, Holmes KE, Mendes JM, Broad K, Sanchirico JN, Buch K, Box S, Stoffle RW, Gill AB. 2006. Fishing, trophic cascades, and the process of grazing on coral reefs. Science 311:98-101 Nurliah, 2002. Kajian mengenai dampak eutrofikasi dan sedimentasi pada ekosistem terumbu karang di beberapa pulau Perairan Spermonde, Sulawesi selatan. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar PPTK 2002. Penilaian Ekosistem Kepulauan Spermonde, Kabupaten Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan. Final Report. PSTK-COREMAP. Makassar Renken, H. and P.J. Mumby. 2009. Modelling the dynamics of coral reef macroalgae using a Bayesian belief network approach. Ecological Modelling 220(9-10): 1305-1314. Radjawali I. 2010. Reconsidering Development – Coping with Uncertainties: Live Reef Food Fish (LRFF) Trade in Spermonde Archipelago, Indonesia, A Photographic Essay. Reconsidering Development. 1(1). Rasyid. A. 2011. Dinamikan Massa Air Terkait dengan Lokasi Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Kepulauan Spermonde. Disertasi. Program Pasca Sarjana Unhas. Schaffelke, B. & Klumpp D.W. 1998. Short-term nutrient pulses enhance growth and photosynthesis of the coral reef macroalga Sargassum baccularia. Marine Ecology Progress Series, 170: 95-105. Sharpley A.N., Daniel T., Sims T., Lemunyon J., Stevens R. & Parry S. 1999. Agricultural phosphorus and eutrophication. U.S. Department of Agriculture, Agricultural Research Service, ARS-149. Stapel J, Marten A, Hemminga, Cornelis, B. Bogert and Yvonne E. M. 2001. Nitrogen (15N) retention in small Thalassia hemprichii seagrass plots in an offshore meadow in South Sulawesi, Indonesia. Limnol. Oceanogr., 46(1), 24-37 Suharsono, M. Adrim, A. Budiyanto, Giyanto, A. Ibrahim, Yahmantoro, Z.A. Telambanua. Wisata Bahari Pulau Nias. LIPI Jakarta.
1995a.
Suharsono, Adrim M, Soeroyo, Yosephine TH, Budiyanto A, Irawan D, Arwono B, Sasbianto T. 1995 b. Wisata Bahari Pulau Lombok. LIPI Jakarta. Suharsono, Sukarno R, Adrim M, Arief D, Budiyanto A, Giyanto, Ibrahim A, Yahmantoro. 1995 c. Wisata Bahari Kepulauan Banggai. LIPI Jakarta.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)
17
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 Williams ID, Polunin NVC, Hendrick VJ. 2001. Limits to grazing by herbivorous fishes and the impact of low coral cover on macroalgal abundance on a coral reef in Belize. Mar Ecol Prog Ser 222: 187–196 Wyttki, K. 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Scientific Results of Marine Investigations of the South China Sea and the Gulf of Thailand. Naga Report. 2:195 p. Tanya Jawab Penanya
:
Agus
Pertanyaan
:
Bagaimana penjelasan tentang amtropogenik terhadap konsentrasi nutrient?
Jawaban
:
Pada penelitian ini memang tidak dijelaskan apa itu amtoropogenik. Ada 8 aktivitas yang tersebar di beberap perairan,ternyata di lokasi dekat persawahan ditemukan konsentrasi nitrat. Mendekati kota Makassar terdapat kandungan fosfat. Semakin dekat ke daratan utama, konstentrasi nitrat dan fosfat semakin tinggi.
18
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan A (MA-07)