Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PATOGEN PADA UDANG WINDU SEBAGAI SEDIAAN ANTIGEN UNTUK IMUNISASI MENCIT BALB/C
pPL- 04
Nurbaya, Nurhidayah dan Muliani Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka Maros 129, Maros , South Sulawesi, Indonesia 90512 E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian dilaksanakan di laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan dan laboratorium bioteknologi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros dan Analisa sekuensing bakteri dilaksanakan di st laboratorium Bioteknologi UNIKA Atmajaya, Jakarta dan Laboratorium 1 Base Singapura. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu Penyediaan antigen bakteri Vibrio harveyii, Imunisasi mencit balb/c, Uji ELISA dan pembacaan pada mesin ELISA pada panjang gelombang 405 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin pekat warna hijau yang terlihat pada mikroplate maka semakin tinggi pula nilai OD yang terbaca pada ELISA Reader. Perubahan warna media dari warna awal yang bening ke hijau pada plate menunjukkan bahwa sampel yang didetekasi positif membentuk antibodi. Semakin pekat warna hijau semakin tinggi nilai OD dari sampel yang dideteksi yang berarti semakin tinggi nilai OD dari antibody yang telah terbentuk. Dosis imunisasi menggunakan antigen 9 bakteri 10 cfu/ml mempunyai titer antibodi paling tinggi yaitu dengan nilai Kerapatan Optik (OD) 1,046 pada pengenceran coating plate 1: 25 dan 0,619 pada coating plate 1: 6400. Dosis imunisasi 7 10 cfu/ml mempunyai nilai titer antibodi 0,940 pada pengenceran coating plate 1:1 dan 0,602 pada 5 pengenceran coating plate 1 : 6400, lebih tinggi daripada dosis imunisasi 10 cfu/ml. Nilai tersebut menunjukkan bahwa titer antibodi yang telah terbentuk pada tikus tersebut sudah cukup tinggi dan sudah dapat dipanen sel limpanya yang selanjutkan dikawinkan dengan sel myeloma sp2 untuk memproduksi sel hybrid. Kata Kunci : Mencit balb/c, Antibodi, Vibrio harveyii, diagnosis Pengantar Penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio spp masih menjadi kendala pada usaha budidaya udang windu di tambak. Menurut Pass et al., (1987); Zhang dan Austin (2000), salah satu spesies dari bakteri vibrio yang dapat menyebabkan kematian udang, ikan dan kekerangan adalah bakteri Vibrio harveyi yang berpendar. Deteksi cepat terhadap keberadaan bakteri tersebut sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penularan. Produksi antibodi monoklonal bakteri berpendar ini perlu dilakukan untuk pengembangan kit ELISA untuk deteksi dini dan identifikasi penyakit. Teknik serologi dan model perangkatnya dengan menggunakan antibodi monoklonal telah banyak dikembangkan utamanya pada manusia dan tanaman, namun dalam bidang perikanan masih sangat terbatas. Menurut Machmud et al (1999), meskipun teknik ini cukup effektif, namun penggunaannya dianggap masih sangat mahal karena perangkat kit ELISA-nya masih tergantung pada produk import. Disamping itu juga tidak mampu untuk mendeteksi adanya variasi strain patogen yang ada di lapang yang berkembang dengan sangat cepat dan bersifat spesifik lokasi. Melalui pembuatan kit ELISA sendiri, permasalahan tersebut dapat teratasi. Enzyme-Lingked-Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan salah satu teknik serologi yang dapat digunakan untuk deteksi patogen pada ikan atau udang secara effektif dan efisien (Halk dan De Boer, 1985). Teknik ELISA dan perangkat deteksinya menggunakan antibodi poliklonal (PoAb) atau antibodi monoklonal (MoAb) telah dikembangkan secara komersial untuk deteksi virus dan bakteri patogen (Martin, 1985). Machmud et al., (1999) mengatakan bahwa teknik ELISA telah diadopsi di Indonesia, tetapi perangkatnya masih harus diimpor dengan harga mahal. Pada tahun 2010, BRPBAP telah membuat alat deteksi penyakit yaitu Kit ELISA WSSV, dimana alat tersebut telah diuji coba aplikasinya di lapangan. Hasil uji coba diperoleh data bahwa untuk mendeteksi positif atau negatifnya
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-04)
1
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 suatu sampel terhadap WSSV hanya memerlukan waktu + 4 jam, dibanding alat deteksi lainnya seperti PCR yang membutuhkan waktu + 24 jam. Disamping itu biaya yang diperlukan untuk deteksi suatu sampel hanya + Rp. 40.000.- dibanding dengan PCR sekitar Rp. 150.000 – 200.000.-. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka sebagai langkah awal dilakukan isolasi dan karakterisasi bakteri patogen pada budidaya udang windu sebagai sediaan antigen yang akan digunakan untuk imunisasi mencit balb/c guna memproduksi antibodi monoklonal. Bahan dan Metode Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan dan laboratorium bioteknologi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros dan Analisa sekuensing bakteri st dilaksanakan di laboratorium Bioteknologi UNIKA Atmajaya, Jakarta dan Laboratorium 1 Base Singapura. Penyediaan antigen Sebelum dilakukan uji karakterisasi morfologi dan fisiologi bakteri, terlebih dahulu dilakukan isolasi koloni bakteri berpendar dari kejadian penyakit di tambak udang (Gambar 1). Sampel udang windu dikoleksi dari tambak percobaan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros di Maranak dan Takalar serta tambak-tambak udang windu di Barru, Pangkep, Pinrang, Banyuwangi dan Bali Bakteri Vibrio diisolasi dari air tambak, sedimen tambak dan udang sakit. Sampel air dan sedimen untuk bakteri diambil dengan menggunakan botol steril kemudian dibawa ke labortorium dalam bentuk dingin. Sampel air diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan kedalam botol sampel yang berisi larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) yang telah disterilkan. Sedangkan sampel sedimen ditimbang 0 sebanyak 1 g, digerus, dan dihomogenkan. Selanjutnya dilakukan pengenceran secara berseri 10 , 1 2 3 10 , 10 , 10 , dan seterusnya dan hasil pengenceran dikultur dalam media TCBSA (Thiosulfate Citrate Bile Sucrose Agar). Bakteri juga diisolasi dari hepatopankreas udang windu. Koloni bakteri yang tumbuh dan berpendar, selanjutnya dimurnikan dengan cara ditanam kembali pada media TCBSA dalam cawan petri serta pada media TSA (Tryptic Soy Agar) dalam tabung reaksi dengan 0 metode gores dan diinkubasi pada suhu 28 C. Isolat bakteri yang terpilih selanjutnya dianalisa secara sekuensing untuk mengetahui spesies bakteri tersebut. Analisa sequensing dilaksanakan di st laboratorium Bioteknologi UNIKA Atmajaya, Jakarta dan Laboratorium 1 Base Singapura. Isolat bakteri yang didapatkan diremajakan dengan mengambil 100 µL stok bakteri yang telah disimpan pada media gliserol dimasukkan ke dalam Nutrien Broth volume 10 mL, dishaker selama 12 jam, selanjutnya diambil kembali 1 mL dimasukkan kedalam Nutrien Broth 100 mL, kemudian dishaker selama 4 jam. Selanjutnya dinon aktifkan dengan menggunakan alkohol teknis sebanyak 3%, dishaker selama 15 menit. Setelah itu disentrifugasi 6000 rpm selama 10 menit dengan suhu dingin dan dicuci 3 kali dengan larutan fisiologis 0,85%. Setelah disentrifugasi dilakukan pengenceran yaitu 5 7 9 10 , 10 dan 10 Cfu/mL dan ditambahkan adjuvan inktif 1:1.
2
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-04)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Gambar 1. Alur penelitian karakterisasi morfologi, fisiologi dan molekuler Spesies bakteri yang terpilih digunakan sebagai antigen untuk selanjutnya diimunisasikan ke mencit balb/c. Penyiapan hewan uji Mencit balb/c dipelihara dalam box pemeliharan yang dilapisi sekam dengan ketebalan kurang lebih 5 cm. Sekam tersebut sebelumnya disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1 atm dengan o suhu 121 C selama 15 menit. Mencit diberi makan dan minum setiap hari dan sebelumnya disterilkan serta sekamnya diganti setiap 3-4 hari sekali. Imunisasi mencit balb/c Antibodi poliklonal diproduksi melalui imunisasi mencit balb/c yang berumur 8 minggu setiap dua minggu dengan antigen bakteri vibrio harveyi yang telah diidentifikasi secara uji karakterisasi ,morphologi dan secara molekuler. Sebanyak 12 ekor mencit digunakan sebagai hewan uji. Mencit 5 tersebut dibagi atas 4 perlakuan yaitu: (1). Diimunisasi Solun Solution. (2). Diimunisasi bakteri 10 7 9 Cfu/mL, (3). Diimunisasi bakteri 10 Cfu/mL, (4). Diimunisasi bakteri 10 Cfu/mL. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ekor mencit. Pengambilan Serum Sel darah dari mencit yang telah diimunisasi diambil melalui mata dengan menggunakan pipet pastur kurang lebih 500 µL (gambar 2). Selanjutnya dicentrifuse selama 1 detik dengan kecepatan 11.000 rpm satu kali kemudian supenatan diambil dengan menggunakan mikropipet dan dipindahkan ke tabung eppendorf steril (Gambar 3). Uji ELISA Untuk mengukur titer antibodi yang telah terbentuk dilakukan uji ELISA yaitu: coating plate dengan antigen, menggunakan pengenceran yaitu 1, 1/25, 1/50, 1/100, 1/200, 1/400, 1/800, 1/1600, 1/3200 dan 1/6400. Selanjutnya dicuci 3 kali, dimasukkan serum menit 50 mikron, diincubasi 1 jam, dicuci 3 kali, selanjutnya dimasukkan konjugat, diincubasi 1 jam, kemudian dicuci 3 kali dengan ABTS, diincubasi 1 jam, selanjutnya dibaca dengan menggunakan ELISA Reader pada panjang gelombang 405 nm.
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-03)
3
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Gambar 2. Pengambilan darah tikus yang telah diimunisasi
Gambar 3. Darah tikus ditampung dalam eppendorf Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil pembacaan pada coating plate (Gambar 4), Nilai titer antibodi yang telah terbentuk dapat dilihat pada Gambar 5.
4
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-04)
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
Gambar 4. Hasil uji ELISA yang siap dibaca pada ELISA Reader Pada gambar 4. terlihat bahwa semakin pekat warna hijau yang terlihat pada mikroplate maka semakin tinggi pula nilai OD yang terbaca pada ELISA Reader (Gambar 5). Perubahan warna media dari warna awal yang bening ke hijau pada plate menunjukkan bahwa sampel yang didetekasi positif pembentukan antibodi. Semakin pekat warna hijau semakin tinggi nilai OD dari sampel yang dideteksi yang berarti semakin tinggi nilai OD dari antibodi yang telah terbentuk. 1.2 1 K e r a p a t a n
0.8 O p t i k
0.6 0.4 0.2 0 K
A
1.0
0.04
0.0025
0.00125
B C Pengenceran Coating Plate
D
0.02
0.01
0.000625
0.0003125
5
S 0.005 0.00015625
7
Keterangan : K = Kontrol, A = Imunisasi 10 cfu/ml, B = Imunisasi 10 cfu/ml, 9 C = Imunisasi 10 cfu/ml, D = Konjugat, S = Substrat Gambar 5. Nilai Titer antibodi masing-masing perlakuan
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-03)
5
Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 9
Dari gambar 5 diatas, terlihat bahwa dosis imunisasi menggunakan antigen bakteri 10 cfu/ml mempunyai titer antibodi paling tinggi yaitu dengan nilai Kerapatan Optik (OD) 1,046 pada 7 pengenceran coating plate 1: 25 dan 0,619 pada coating plate 1: 6400. Dosis imunisasi 10 CFU/mLmempunyai nilai titer antibodi 0,940 pada pengenceran coating plate 1:1 dan 0,602 pada 5 pengenceran coating plate 1 : 6400, lebih tinggi daripada dosis imunisasi 10 cfu/ml. Nilai tersebut menunjukkan bahwa titer antibodi yang telah terbentuk pada tikus tersebut sudah cukup tinggi dan sudah dapat dipanen sel limpanya yang selanjutkan dikawinkan dengan sel myeloma untuk memproduksi sel hybrid. Kesimpulan Setelah 8 kali penyuntikan (booster) dengan antigen bakteri Vibrio hatveyii, maka telah terbentuk 9 antibodi pada mencit balb/c pada semua tingkat dosis penyuntikan. Dosis 10 cfu/ml mempunyai nilai OD paling tinggi dari dosis lainnya. Telah siap dipanen sel limpha dari mencit yang telah diimunisasi untuk selanjutnya dikawinkan dengan sel myeloma untuk memproduksi sel hybrid. Daftar Pustaka Burgess, G. W., 1988. ELISA Technology in Diagnosis and Research Graduate School of Tropical Veterinary Science. James Cook University of North Queensland Townsville, Australia. p: 27-36. Brodeur, B.R., Tsang, P., Larose, Y. 1984. Parameters Affecting Ascites Tumour Formation in mice and Monoclonal Antibody Production, Journal of Immunological Methods 17: 265-272. Brock,T.D., M.T.Madigan, J.M.Martinko, and J.Parker. 1994. Biology of Microorganism. Seventh edtion. Prentice hall International, Inc., 909 pp. Chang,Poh-shing,C.Hsiao-Chao, dan W.Yu-Chi.1998. Detection of white spot syndrome associated baculovirus in experimentally infected wild shrimp, crab and lobster by in situ hydriztion. Aquaculture 164:233-242. Galfre, G., Milstein, C.1981. Preparation of Monoclonal Antibodies : Strategies and Procedures, Methods in Enzymology 73 :.3-46. Newell, D.G., Mc Bride, B.W and Clark, S.A, 1988, Making Monoclonal : A practical Beginners. Guide to the Production and Characterization of Monoclonal Antibodies Agains Bacteria and Viruses, Public Health Laboratory Service, London. Parede, L. 1997. Kursus Singkat “ Antibodi Monoklonal.” Jurusan Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), 14 Juli 1997, 11 hal. Madigan, M.T.J.M.Martinko, and J. Parker.2000. Brock; organism of microorganism. Ninth Edition. Prentice hall. Southern Illionois University Carbondale. M. Machmud, Jumanto Harjosudarmo, Ifa Manzila, dan Yadi Surya, 2004. Pengembangan teknik produksi dan aplikasi antibodi monoklonal Ralstonia Solamacearum (RS). Kumpulan Makalah Seminar Hasil Penelitian BB-Biogen Tahun 2004. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Bogor. Newell, D.G., Mc Bride, B.W and Clark, S.A, 1988, Making Monoclonal : A practical Beginners. Guide to the Production and Characterization of Monoclonal Antibodies Agains Bacteria and Viruses, Public Health Laboratory Service, London Oie, 1996. Avian Infectious Laryngotracheitis, p: 549-554. Peng ,S.E.,C.F.Lo,S.C.lin,L.L. Chen, Y.S. Chang, KF. Liu,M.S. Su, and G.H. Kou.2001. performance of WSSV- infected and WSSV- negative Penaeus monodon postlarvae in culture ponds. Dis. Aquat.org., 46: 165-172.
6
Semnaskan_UGM/Poster Penyakit dan Lingkungan (pPL-04)