Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 PERTUMBUHAN GALUR PERSILANGAN TIMBAL BALIK ITIK ALABIO DAN MOJOSARI T. SUSANTI, L.H . PRASETYO, YONOC. RAHARJo,
dan WAHYUNINGK .S .
Balai Penelitian Tentak, P.O . Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Telur itik merupakan salah satu sumber protein hewani yang tinggi, di samping daging dan susu, namun ketersediaannya belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan produktivitas ternak itik yang masih rendah, sebagai akibat dari mutu bibit yang belum terjamin serta pakan yang senantiasa memerlukan perhatian baik kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh mutu bibit yang baik secara cepat adalah kawin silang di antara itik-itik lokal yang ada di Indonesia. Pada penelitian ini dilakukan persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari dengan tujuan awal mempelajari pertumbuhan pada hasil persilangannya . Materi penelitian adalah itik Alabio (126 ekor betina dan 20 ekor jantan) dan itik Mojosari (106 ekor betina dan 20 ekor jantan) yang disilangkan atar galur maupun dalam galur untuk menghasilkan empat kelompok genotip yaitu AA, MM, AM, dan MA . Itik-itik tersebut dipelihara dalam kandang indukan selama satu bulan, kemudian dipindahkan ke kandang lantai beralas sekam sampai selesai pengamatan yaitu pada umur 8 minggu . Masingmasing genotip mendapat tiga perlakuan pakan yang sama rasio protein dan energinya (1 : 150) yaitu RI (12% protein, 2.000 kkal/kg energi, R2 (16% protein, 2 .500 kkal/kg energi), dan R3 (20% protein, 3.000 kkal/kg energi). Parameter yang diukur adalah pertumbuhan bobot badan, konsumsi clan konversi pakan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa PBB pada hasil persilangan MA paling baik (P<0,05) diikuti oleh PBB galur AM dan AA yang hampir sama, dan PBB pada galur MM paling rndah. Di lihat dari susunan ransum, PBB pada itik yang diberi pakan Rl nyata paling rendah (P<0,05) dibandingkan dengan PBB pada itik yang diberi pakan R2 maupun R3 . Pada awal pertumbuhan ini terihat adanya heterosis yang bernilai positif pada hasil persilangan . Hal ini berarti bahwa persilangan timbal balik antara itik Alabio dengan Mojosari menghasilkan keturunan itik jantan dan betina yang mempunyai rataan sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan rataan tetuannya.
Kata kunci : Persilangan, pertumbuhan, itik PENDAHULUAN Itik merupakan salah satu ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial di Indonesia . Walaupun produksi telur meningkat setiap talnmnya, nannm permintaan pasar domestik akan telur, termasuk telur itik, belum dapat terpenuhi . Hal tersebut terjadi karena produktivitas ternak itik yang masih rendah . SETIOKo et al . (1994) mengemukakan bahwa lianya 20% saja itik Tegal yang mampu berproduksi 65%, sedangkan sebagian besar hanya nlanlpu berproduksi kurang dari 20%. Produksi telur yang tinggi dapat diperoleh dari ternak yang mutu bibitnya baik dan mutu pakan yang memadai. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh mutu bibit yang baik secara cepat adalah kawin silang di antara ternak-ternak lokal yang ada di Indonesia . Kawin silang dilakukan untuk memanfaatkan heterosis yaitu rataan keunggulan keturunan dibandingkan
356
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
dengan rataan kedua galur tetuanya, sebagai akibat dari perbedaan frekuensi gen di antara tetuanya (MINKEMA, 1987). GUNAwAN (1987), menyampaikan bahwa persilangan di antara galur itik lokal di Indonesia dan itik impor yaitu antara itik Alabio, Tegal dan Khaki Campbell menunjukkan heterosis yang cukup nyata dalam produksi telur. Sedangkan dalam pertumbuhannya menunjukkan heterosis yang negatif. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya potensi hasil persilangan dari itikitik lokal untuk dapat digunakan dalam sistem produk komersial . Itik Alabio dan Mojosari dipakai sebagai materi dalam penelitian ini, karena seperti yang sudah banyak diungkap bahwa produksi telur dari itik Alabio cukup tinggi (GUNAWAN et al., 1994) . Sedangkan itik Mojosari yang merupakan ternak lokal di Indonesia, walaupun sudah cukup dikenal dan cukup luas penyebarannya, namun belum banyak diungkap mengenai kinerja produksinya . Begitu pula bila disilangkan dengan itik Alabio, belum diketahui nilai heterosis baik pertumbuhan maupun produksi telurnya . Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelijari pertumbuhan pada hasil persilangan antara itik Alabio dan Mojosari. MATERI DAN METODE Dalam penelitian ini digunakan Itik Alabio sejumlah 126 ekor betina clan 20 ekor jantan, itik Mojosari terdiri dari 106 ekor betina dan 20 ekorjantan, yang disilangkan baik antar galur maupun dalam galur untuk menghasilkan empat kelompok genotip yaitu Alabio jantan x Alabio betina ------------------> AA Alabio jantan x Mojosari betina ---------------> AM Mojosarijantan x Mojosari betina ------------> MM Mojosari jantan x Alabio betina ---------------> MA Perkawinan dilakukan dengan IB, di mana semen dari pejantan masing-masing galur diambil secara acak dan dikumpulkan, diencerkan kemudian diinseminasikan kepada betina sesuai dengan tujuan di atas. IB dilakukan setiap 2 kali seminggu sampai diperoleh jumlah DOD itik yang dibutuhkan yaitu 75 ekor jantan clan 150 betina untuk masing-masing kelompok genotip. DOD yang baru menetas dipelihara di kandang "brooder" selama satu bulan, kemudian dipindahkan ke kandang lantai beralas sekam sampai umur 8 minggu . Untuk masing-masing genotip mendapat 3 perlakuan pakan yaitu 12% protein clan 2000 kkal energi (R1), 16% protein dan 2500 kkal energi (R2), 20% protein dan 3000 kkal energi (R3). Setiap kelompok perlakuan pakan terdiri dari 5 ulangan yang masing-masing terdiri dari 5 ekor untuk jantan dan 10 ekor untuk betina . Susunan clan komposisi kimia dari ketiga jenis ransum yang digunakan dalam penelitian ini tercantum pada Tabel 1 . Parameter yang diukur adalah bobot badan awal, bobot badan umur 8 minggu, PBB, konsumsi dan konversi pakan. Data penampilan ternak yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis sidik ragam dan uji beda nyata terkecil (STEEL dan TORRIE, 1980) . HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan bobot badan awal, bobot badan umur 8 minggu, pertumbuhan bobot badan, konsumsi ransum kumulatif dan konversi pakan dari DOD sampai unuir 8 minggu disajikan pada Tabel 2 untuk itik jantan dan Tabel 3 untuk itik betina.
357
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Tabel 1.
Susunan ransum dan kandungan gizi terhitung yang digitnakan dalam penelitian
Bahan Pakan Dedak
Pollard Menir
Tepung kapur Dikalsium phosphat Bungkil kedele
R1
40,00
18,13 1,17
0,61
0,46
38,10
1,16
-
0,50
Garam
0,20 -
Minyak Kandungan gizi ME (Kkal/kg)
Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak (%) Lisin (%) Kalsium (%)
Methionine (%)
Fosfor tersedia (%)
123
40,00
Tepung ikan (chile) Vitamin/premix L-lysine Methionine
R2
40,00
0,45 0,31
2000
12,00 8,95 6,27 0,83 0,78 0,49 0,39
43,77
23,68
0,45
20,10
0,50
0,50
0,20 -
9,00
10,33 4,00 0,14
6,00
0,07 0,20
2500 16,00
3000 20,00
6,68 0,79
15,93 1,08
8,49
0,59 0,43 0,31
7,89
0,53 0,43 0,28
Tabel 2 menunjukkan rataan bobot badan awal tertinggi berturut-turut adalah MA, AM, MM clan yang paling ringan AA . Secara statistik, itik hasil persilangan timbal balik Alabio dan Mojosari (MA dan AM) baik jantan maupun betina memiliki bobot awal yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur kedua tetuanya (AA dan MM). Bobot badan awal di antara hasil persilangan maupun di antara galur murninya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata . Pada itik betina (Tabel 3) bobot awal tertinggi berturut-turut adalah AM, MA, AA dan yang paling ringan MM. Itik hasil persilangan mempunyai bobot awal lebih tinggi dibandingkan dengan itik murni MM (P<0,05), namun tidak berbeda dengan galur murni AA (P<0,05) . Dari hasil pengamatan terhadap bobot badan awal (DOD) dapat dikatakan bahwa persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari akan meningkatkan bobot badan awal (DOD) pada itik keturunannya . Hal ini terlihat pada itik hasil persilangan yang mempunyai rataan bobot badan awal yang lebih tinggi dibandingkan itik murninya, clan ini sependapat dengan HARDJOSWORO (1989) yang menyatakan bahwa peningkatan bobot telur dan bobot badan DOD dipenganihi oleh fAtor genetik. Adanya perbedaan dalam bobot awal diduga disebabkan oleh perbedaan bobot telur yang diliasilkan oleh kelompok itik tersebut . Hasil penelitian PRASETYo et al. (1998) menunjukkan bahwa bobot telur itik galur persilangan antara Alabio dan Mojosari lebih tinggi daripada bobot telur galur murninya . Dilihat dari komposisi ransum, bobot badan awal baik pada itik jantan maupun itik betina untuk masing-masing ransum tidak berbeda nyata.
35 8
Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 1998
Tabel 2.
Rtitaan bobot badan awal, bobot badan 8 minggu pertambahan bobot badan, konsumsi pakan kumulatif dan konversi pakan itik jantan Alabio, Mojosari dan hasil persilangan timbal baliknya
Parameter BB awal (g/ekor) BB 8 nunggu(g/ekor) PBB (g/ekor) Konsumsi (g/ekor) Konversi
RI 41,30a 986a 944,7a 5359a 5,718c
Ransum R2 40,69a 1343b 1303b 5877b 4,514b
Galur R3 41,08a 1437c 1396c 5683ab 4,066a
AA 39,40a 1233ab 1194ab 5654b 4,913b
MM 39,67a 1182a 1143a 5068a 4,487a
AM 41,94b 1271b 1229b 5845b 4,949b
MA 43,09b 1335c 1292c 5992b 4,714ab
Keterangan : Hurufyang berbeda dalam lajur yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05)
Tabel 3.
Rataan bobot badan awal, bobot badan 8 minggu pertainbalian bobot badan, konsumsi pakan kmnulatif dan konversi pakan itik betina Mabio, Mojosari dan hasil persilangan timbal baliknya
Parameter BB awal (g/ekor) BB 8 minggu(g/ekor) PBB (g/ekor) Konsumsi(g/ekor) Konversi
RI 40,65a 847,2a 806,6a 4358a 5,465b
Ranstm R2 40,81 a 1156b 1114b 4353a 3,893a
Galur R3 40,94a 1207b 1161b 4438a 3,845a
AA 40,27ab 1050a 1009a 3630a 3,696a
MM 39,47a 992,8a 953,3a 4335b 4,673bc
AM 41,80b 1052a 1002a 4780b 4,950c
MA 41,67b 1185b 1144b 4787b 4,285b
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam lajur yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05)
Rataan bobot badan itik betina umur 8 minggu yang tertinggi dicapai oleh MA, diikuti oleh AM, AA dtin MM. Itik hasil persilangan MA ptida umur 8 minggu mempunyai bobot badan yang paling tinggi dibandingkan ketiga kelotnpok itik lainnya (P<0,05) . Sedangkan pada galur murni AA dtin MM tidak ada perbedaan yang nyata . Ratan bobot badan itik jantan umur 8 minggu yang tertinggi adalah MA, disusul oleh AM, AA dtin terendah MM. Itik hasil persilangan pada umur 8 minggu mempunyai bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan galur tetuanya MM. Itik hasil persilangan AM menunjukktin perbedaan yang nyata dengan MA dtin MM, ntimun tidak berbeda nyata dengan galur AA. Adtinya perbedaan bobot badan ini mungkin disebabkan oleh gen-gen yang diwarisinya pada masing-masing kelompok itik . Htrrr (1949) menyatakan bahwa pertumbuhan rataan ayam sampai umur 8 minggu berbeda karena Adanya perbedaan sifat-sifat yang menurun . Pada itik MA, gen-gen yang dibawa mempunyai pengarah yang lebih besar dari gen-gen yang terdapat pada itik AA dtin MM. Pengaruh yang besar ini biasanya disebut gen yang overdominan . Dengan demikian besarnya bobot badan itik MA umur 8 minggu dipengaruhi oleh gen-gen yang overdominan . Dilihat dari galur murninya rataan bobot badan umur 8 minggu galur tetua itik AA lebih tinggi dibandingkan dengan itik MM. Hasil penelitian ini berbeda dengan ISKANDAR et al. (1994) yang menyatakan bahwa pertumbuhan bobot badan itik jantan Mojosari sampai umur 10 minggu lebih besar dibandingkan dengan itik Alabio . Perbedaan hasil tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan pakan yang digunakan, perkandangan dan cara pemeliharaannya. Selain itu, perbedaan tersebut nnmgkin disebabkan oleh perbedaan bobot awal.
359
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
(1962) menyatakan bahwa hubungan antara besar anak ayam pada masa pertumbuhan dengan bobot awalnya menunjukkan korelasi positif. CARD
Berdasarkan komposisi ransum, itik yang diberi R1 nyata paling rendah bobot badannya pada umur 8 minggu dibandingkan dengan kelompok ransum lainnya . Itik yang diberi ransum R2 tidak berbeda nyata bobot badannya dengan itik yang diberi R3 . Di sini terlihat semakin tinggi tingkat kepadatan gizi dalam ransum, semakin tinggi pula bobot badan yang dihasilkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa itik yang diberi ransum dengan kepadatan gizi rendah yaitu 12% protein dan 2000 kkal ME/kg tidak menunjang pertumbuhan yang maksimal (BINTANG et al., 1997) . Untuk lebih jelasnya perubahan bobot badan umur 0 sampai 8 minggu pada masing-masing galur tercantum pada Gambar 1,2 ,3 (untuk itik jantan), 4, 5 dan 6 (untuk itik betina). Rataan pertambahan bobot badan itik jantan yang tertinggi berturut-tunit adalah galur MA, AM, AA dan yang paling rendah MM. Itik hasil persilangan mempunyai PBB lebih tinggi dibandingkan itik MM, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan galur AA. Rataan PBB itik hasil persilangan MA nyata lebih baik daripada itik AM. Sedangkan pada galur murninya tidak ada perbedaan yang nyata. Rataan PBB itik betina yang tertinggi adalah MA, kemudian AA, AM dan terendah MM. Itik MA mempunyai PBB yang paling tinggi dibandingkan dengan ketiga kelompok itik lainnya . Secara ununu PBB itik hasil persilangan jantan dan betina dipengaruhi oleh galur itik. NORTH (1984) menyatakan bahwa setiap galur memiliki gen-gen yang khas clan diwariskan kepada keturunannya . Pernyataan tersebut terlihat pada itik hasil persilangan terutama itik MA baik jantan maupun betina yang mempunyai PBB tertinggi . Hal ini disebabkan gen-gen yang membawa sifat tersebut merupakan gabungan dari gen-gen yang dibawa oleh tetuanya. Bobot badan (kg) 1,2 1, 1
1
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
360
1 3 5 7 Umur ternak (minggu) + MM o AM o AA MA badan Gambar 1. Bobot itik jantan den-an pemberian pakan Rl
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
Bobot badan (kg) 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 O' l 0
Gambar 2. Bobot badan itik jantan dengan pemberian pakan R2
Bobot badan (kg) 1,6 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
Gambar 3. Bobot badan itik jantan dengan pemberian pakan R3
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Gambar 4 . Bobot badan itik betina dengan pemberian pakan RI Bobot badan 1,4
(kg)
1,3 1,2 1, 1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
Gambar 5 . Bobot badan itik betina dengan pemberian pakan R2 362
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Bobot badan (kg) 1,4 1,3 1,2 1, 1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5
0,4 0,3
0,2 0,1 0
Gambar 6. Bobot badan itik betina dengan pemberian pakan R3 PBB pada itik MA nyata lebih baik daripada tetuanya . Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh induk yang cukup kuat diturunkan kepada anaknya, karena itik MA adalah hasil persilangan antara betina Alabio dengan jantan Mojosari . Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa PBB pada itik AA nyata lebih besar daripada itik Mojosari . PBB itik yang diberi ransuin R1 nyata paling rendah, disusul oleli PBB itik yang diberi ransum R2, dan itik yang diberi ransum R3 paling berat. Di sini terlihat bahwa itik yang diberi ransum dengan kepadatan gizi tinggi mempunyai PBB yang tinggi, demikian pula sebaliknya . Hal ini karena ransum yang mengandung kepadatan gizi tinggi lebili disukai oleh itik, sehingga konsumsinya pun menjadi lebih banyak (BINTANG et al., 1997). Rataan konsumsi pakan itik jantan sampai umur 8 minggu yang tertinggi adalah MA, diikuti oleh AM, AA dan yang paling rendah MM. Rataan konsumsi itik hasil persilangan lebih tinggi daripada MM, tetapi tidak berbeda nyata dengan AA . Dilihat dari komposisi ransum, maka ransum dengan tingkat protein dan energi tinggi yang paling disukai oleh ternak . Rataan konsumsi itik betina yang tertinggi dicapai oleli MA, diikuti oleh AM, MM dan AA . Rataan konsumsi pakan itik AA lebih rendah dibandingkan dengan itik kelompok lainnya, padalial pencapaian bobot badannya relatif lebih besar. Sehingga dapat dikatakan itik AA lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi daging. Bila dilihat dari komposisi ransum, tidak ada perbedaan konsumsi pakan baik pada R1, R2 maupun R3 . Dari hasil pengamatan terlihat bahwa itik hasil persilangan baik jantan maupun betina mempunyai rataan konsumsi yang lebih tinggi daripada itik galur murninya . Hal ini menyebabkan bobot badan hasil persilangan lebih tinggi dibandingkan itik murninya . 36 3
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998 Rataan konversi pakan itik jantan yang tertinggi adalah AM, disusul oleh AA, AM dan MM. Konversi pakan itik hasil persilangan tidak berbeda dengan galur kedua tetua AA, namun berbeda nyata dengan MM. Dilihat dari komposisi ransum, konversi pada R3 lebih baik daripada R2 dan Rl . Pada itik betina, rataan konversi pakan yang tertinggi adalah AM, diikuti oleh MM, MA dan AA. Dilihat dari komposisi ransum, maka konversi pada R2 dan R3 lebih baik daripada R1 . Hal ini disebabkan ransum yang mengandung kepadatan gizi tinggi umumnya lebih palatabel. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika ransum dengan tingkat kepadatan gizi tinggi menghasilkan efisiensi atau konversi ransum yang lebih baik (BINTANG et al., 1997). Sependapat dengan LEESON et al . (1996) yang menyatakan bahwa apabila kandungan protein dan energy dalam suatu ransum sudah memenuhi kebutuhan dari ternak tersebut, maka konversinya akan baik disebabkan oleh konsumsi ransum yang rendah. Walaupun konsumsinya tinggi dalam penelitian ini, namun karena diimbangi oleh PBB yang tinggi pula, pada gilirannya menghasilkan nilai konversi yang baik . KESIMPULAN Pertumbuhan itik hasil persilangan baik MA maupun AM lebih baik daripada itik tetuanya . Hal ini terlihat dari sifat-sifat yang diamati lebih baik pada hasil persilangan baik jantan maupun betina . Ini berarti pula bahwa itik lokal mempunyai potensi produksi apabila disilangkan, terutama persilangan timbal balik antara Alabio clan Mqjosam DAFTAR PUSTAKA BJNTANG, I.A .K ., M. SILALAHI, T. ANTAWIDJAJA, dan Y.C . RAHARJo. 1997 . Pengaruh berbagai tingkat kepadatan gizi ransimi terhadap kinerja pertumbuhan itik jantan lokal dan silangannya . Ilmu dan Peternakan . 2 (4). 237-241. C
L.E . 1962 . PoultryProduction . 9 th Ed . Lea and Febinger . Philadelphia . New York .
GUNAwAN, B. 1987 . Genetic improvement and breeding programme of hldonesian native ducks. Indonesian Agricultural Research and DevelopmentJournal 9 : 41-46 . GUNAWAN, B., P. EDIANINGSIH, H. MARTOYO, dan KOMARUDIN. 1994 . Produktivitas dan keragaman fenotipik itik Alabio pada sistem pemeliharaan intensif Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan . Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Ternak . Bogor. 597604. HARDJOSWORO, P .S . 1989 . Respon biologik itik Tegal terhadap pakan pertumbuhan dengan berbagai kadar protein. Disertasi. Program Pascasarjana . IPB. Bogor.
F.B . 1949 . Genetic ofFowl. McGraw - Hill Book Company, hlc., New York, Toronto, London . ISKANDAR, S., T. ANTAWIDIAJA, D. ZAINUDDIN, A. LASJvflNI, T. MURTISARI, B. WIBOWo, dan T. SUSANTI. 1994 . Respon pertumbuhan anak itik jantan jenis Tegal, Magelang, Turi, Mojosari, Bali dan Alabio terhadap ransum berbeda kepadatan gizi . Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan . Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian . Balai Penelitian Ternak. . Bogor. 549-560. HUT-r,
LEESON, S., L. CASTON, and J.D . SUMIvIERS . 1996 . Broile r response to energy or energy and protein dilution in the finisher diet. Poult Sci. 75 . 522-528. MINKEmA, D. 1987. Dasar Genetika Dalam Pembudidayaan Ternak . Bluatara Karya Aksara, Jakarta.
NORTH, M.O . 1984 . Commercial Chicken Production Manual. 3 rd The Avi Publishing Co ., hlc., Wesport,
Connecticut .
364
SeminarNasional Peternakan dan Vetenner 1998 PRASETYo, L.H ., T. SUSANTI, WAHYUNINGK .S ., Am LASMUNI, ARGONOR.S ., B. WIBowo, dan SUMANTO. 1998. Karakteristik dan Analisa Potensi Plasma Nutfah Itik Lokal. Laporan Penelitian APBN ta . 1997/1998. Balai Penelitian Ternak . Bogor . SETIOKO, A.R., A. SYAMSUDIN, M. RANGKuTI, H. BuDimAN, dan A. GuNAwAN . 1994 . Budidaya Ternak Itik . Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. SHERIDAN, A.K. 1981 . Crossbreeding and heterosis. Animal Breeding Abstract. 49 (3) : 131-144 . STEEL,
R.G.D . and J .H . TORRIE . 1980 . Principles and Procedures ofStatistics. A Biometrical Approach . 2nd Ed . Mc . Graw-Hill Book Company. New York .