Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBANGUNAN DI KECAMATAN KEMILING Oleh : Himawan Indrajat, Budi Hardjo, Is mono Hadi dan Pitojo Budiono Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila ABSTRACT The research is motivated how to see how much the role of the community in the planning process that starts from the village level to the district level and then continues to discuss the needs of what is needed by the people in the village, and is discussed as well as the realized level cities / counties, because the needs of the community known only itself. Deliberative planning is essentially planning mechanism that is bottom- up. With this mechanism is expected any involvement or participation early in the development process. The function is a container musrenbang relationship between communities, and between communities and government. Musrenbang implementation is a process of empowering people to be independent and be able to voice their needs starting from the proposed level rt then to musrenbang filed in district level for selected proposals that need to be realized at a later musrenbang district level is set in the musrenbang RKPD city level. The results of research on public participation in the development process in the district kemiling less people and the government plays a bigger role, the village which should facilitate Musrenbang driving motors are Urban and Community Empowerment Institute for Urban LPMK menginvetarisir community needs but does not work as expected, namely LPMK become effective advisory bodies merely genuine consultation. Key Words: Society Participation, Society Empowere ment, Development, Development Planning Process A. Pendahuluan Otonomi daerah merupakan jembatan menuju kemajuan suatu daerah, tetapi sesungguhnya di balik itu juga memunculkan sumber masalah baru, yaitu dengan munculnya konflik kepentingan disetiap daerah otonom. Persoalan – persoalan muncul secara estafet dan ragamnya pun semakin banyak, sejalan pula dengan perkembangan suatu daerah (otonom), bobot permasalahan baik secara kuantitas maupun kualitas cenderung meningkat. Seperti kondisi masyarakat yang menuntut adanya peningkatan kesejahteraan sejatinya dapat mendorong Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan satu upaya untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang ada khususnya masalah rendahnya kualitas hidup masyarakat (kemiskinan) maka diperluka n sebuah upaya yang komprehensif, integral, dan berkesinambungan melalui pelaksanaan pembangunan yang terpadu, konsisten, dan tertata atas dukungan validitas data. Dengan mengesampingkan adanya faktor pertentangan kepentingan antarpihak atau kemungkinan adanya kepentingan tersembunyi di balik niat baik untuk memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah sosial maka proses
32
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
pembangunan masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sosial diharapkan merupakan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan atau stakeholders yang secara garis besar dari unsur negara (pemerintah), masyarakat, dan dunia usaha. Dalam pandangan ini, masing- masing pihak dapat memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah dengan program-program yang diinisiasikannya sehingga tercipta hubungan yang sinergis diantara ketiga aktor governance tersebut. Kelemahan yang dimiliki oleh negara/pemerintah dapat ditutup oleh kontribusi sektor masyarakat dan dunia usaha. Hal ini mengingat sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat relatif terbatas untuk mewujudkan kesejahteraannya sehingga hal itu menjadi tanggung jawab bersama seluruh stakeholders. Masyarakat sendiri melalui berbagai tindakan bersama dan gerakan sosial yang difasilitasi oleh berbagai institusi sosial yang ada melakukan berbagai upaya untuk memenuhi aspirasinya dan berusaha agar lebih terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan misalnya melalui proses perencanaan pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung yang komprehensif, integral, dan berkesinambungan melalui pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat memiliki maksud untuk menciptakan wilayah dan masyarakat yang memiliki daya saing tinggi terhadap daerah-daerah lainnya baik di Provinsi Lampung maupun di Indonesia. Oleh sebab itu, setelah adanya program pemberdayaan masyarakat diharapkan akan terjadi perubahan dan peningkatan taraf ekonomi, pendapatan dan kebutuhan masyarakat non-material lainnya di Kota Bandar Lampung, impact-nya akan terjadi pemerataan, keadilan, dan kesejahteraan pada masyarakat lokal. Dan bagaimana melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan melalui pemberdayaan tersebut. Di sisi lain, penanganan masalah kemiskinan memang tidak dapat ditangani secara parsial karena masalah kesenjangan sosial bukan hanya milik kaum marjinal (pedesaaan) tetapi juga masuk ke wilayah kaum urban (perkotaan) oleh karena itu harus ada pemetaan wilayah untuk memudahkan identifikasi terhadap kebutuhan masyarakat sehingga dana yang dikucurkan dapat berdayaguna tentunya dengan melibatkan pihak – pihak terkait lainnya. Untuk mengoptimalkan program pemberdayaan masyarakat di Kota Bandar Lampung maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan mendalam terhadap pelaksanaan dan capaian yang telah berjalan dari program tersebut. Hal ini penting dilakukan untuk memantapkan pijakan dalam rangka perencanaan tindak lanjut terhadap program – program berikutnya sehingga kebijakan tersebut dapat bersinergi antara satu dengan lainnya serta memiliki kemampuan untuk menyejahterakan masyarakat secara fundamental dan membawa mereka untuk keluar dari garis atau bahkan di bawah garis kemiskinan. Tujuan Untuk melihat seberapa besar partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di Kota Bandar Lampung yang telah dilaksanakan selama ini, khususnya di Kecamatan Kemiling. Sehingga dapat terlihat peran serta dalam program pembangunan di Kota Bandar Lampung apakah sesuai dengan apa yang diharapkan dimasyarakat.
33
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Untuk mengkaji dan mengevaluasi kebijakan program pemberdayaan masyarakat (PPM) di Kota Bandar Lampung dalam Musyawarah Perencanaan Pembangungan yang dilaksanakan selama ini sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas dari kebijakan tersebut. Diharapkan hasil kajian dan evaluasi terhadap kebijakan tersebut dapat memberikan gambaran bagi instansi terkait dan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas hidup sehingga terdapat kesamaan persepsi, kesatuan langkah dan keterpaduan dalam pelaksanaan program sehingga menjadi tepat guna dan tepat sasaran B. Tinjauan Pustaka B.1 Partisipasi Masyarakat Menurut Rahnema, dikutip oleh Khairul Muluk partisipasi sebagai ―the action or fact of partaking, having or forming a part of‖. Dalam pengertian ini, partisipasi dapat bersifat bermacam seperti partisipasi bersifat transitif ya ng berorientasi pada tujuan tertentu. Sebaliknya, partisipasi dapat juga bersifat intransitif apabila subjek tertentu berperan serta tanpa tujuan yang jelas. (M.R Khairul Muluk, 2007:16) Sedangkan James Midgley membedakan partisipasi popular dengan partisipasi masyarakat. Partisipasi popular berkenaan dengan isu yang luas tentang pembangunan sosial, penciptaan peluang keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial dari suatu bangsa. Yang kemudian dijelaskan lebih jauh oleh Korten bahwa partisipaisi jenis ini didesain oleh ahli perencanaan dari pusat dan dijalankan melalui badan pembangunan yang tersentralistis, hierarkis, dan terikat oleh peraturan diikuti wewenang kecil dari fungsionaris lokal untuk menyesuaikan program dengan kebutuhan atau keinginan lokal. Asumsi yang dipegang adalah pengembangan partisipasi pada tingkat nasional bertujuan menjamin pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan trickle down effect atas manfaat pembangunan. (M.R Khairul Muluk, 2007:48-49) Sedangkan partisipasi masyarakat menurut midgley berkonotasi the direct involvement of ordinary people in local affairs. Partisipasi masyarakat berarti adalah keterlibatan masyarakat biasa dalam urusan-urusan setempat secara langsung. Midgley memperjelas pengertian partisipasi masyarakat ini dengan mengacu pada salah satu definisi yang termuat dalam resolusi PBB pada awal tahun 1970-an ―Penciptaan peluang yang memungkinkan semua anggota masyarakat untuk berkontribusi secara aktif dalam proses pembangunan dan mempengaruhinya serta menikmati manfaat pembangunan tersebut secara merata‖. Sedangkan batasan yang tercakup dalam partisipasi masyarakat Midgley membaginya menjadi 2, berdasarkan Resolusi United Nation Economic and Social Council tahun 1929. Resolusi tersebut menyatakan bahwa partisipasi membutuhkan keterlibatan orang-orang yang sukarela dan demokratis dalam hal (a) sumbangsihnya terhadap usaha pembangunan, (b) penerimaan manfaat secara merata, dan (c) pengambilan keputusan yang menyangkut penentuan tujuan, perumusan kebijakan dan perencanaan, serta penerapan program pembangunan sosial dan ekonomi. Berdasarkan resolusi tersebut Midgley kemudian membagi batasan partisipasi menjadi dua hal, yaitu authentic participation (partisipasi
34
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
otentik) apabila seluruh kriteria tersebut terpenuhi. Jika seluruh kriteria tersebut tidak terpenuhi maka hal ini disebut sebagai pseudo-participation (partisipasi semu). (M.R Khairul Muluk, 2007:50-51) B.2 Konsep Pe mbe rdayaan Program – program pemberdayaan pada hakikatnya merupakan sebuah upaya yang dilakukan baik oleh institusi pemerintahan, swasta, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk lebih mendayagunakan masyarakat. Kegiatan pemberdayaan penting dilakukan untuk mendorong serta membimbing masyarakat untuk dapat lepas dari ketidakberdayaan yang meliputi aspek politik, sosial, budaya, serta ekonomi. Melakukan upaya pemberdayaan jauh lebih urgen jika dibandingkan dengan aksi-aksi charity, karena biasanya aksi-aksi tersebut akan membuat ketidakberdayaan masyarakat lebih terpelihara. Pengertian pemberdayaan sendiri sering juga disebut sebagai empowerment, dan pemberdayaan ini lahir dari gagasan memberikan power kepada yang powerless, karena jika telah memiliki power (kekuatan) maka masyarakat mampu mengaktualisasikan dirinya dalam proses pembangunan. Menurut Jim Ife (1995 : 182 dalam Zubaedi, 2007 : 98), empowerment means providing people with the resources, opportunities, knowledge, and skill to increase their capacity to determine own future, and to participate in and affect the life their community (pemberdayaan artinya memberikan sumber daya alam, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan kepada warga untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi dalam dan mempengaruhi kehidupan dari masyarakatnya). Sementara itu, World Bank (Deepa Narayan et. All, 2002:11 dalam Zubaedi, 2007:98) mengartikan empowerment sebagai expansion of assets; and capabilities of poor people to participate in negotiate with, influence, control and hold accountable institutions that affect their live (pemberdayaan adalah perluasan aset-aset dan kemampuan-kemampuan masyarakat miskin dalam menegosiasikan dengan memengaruhi, mengontrol, serta mengendalikan tanggung jawab lembagalembaga yang memengaruhi kedidupannya). Pemberdayaan (empowering) menurut Tjokrowinoto dalam Sulistyani (2004: 38) memiliki ciri-ciri : (1) prakarsa di desa (2) dimulai dengan pemecahan masalah (3) proses desain program dan teknologi bersifat asli/alamiah (4) sumber utama adalah rakyat dan sumberdaya lokal (5) kesalahan dapat diterima (6) organisasi pendukung dibina dari bawah (7) pertumbuhan organik bersifat tahap demi tahap (8) pembinaan personil berkesinambungan berdasarkan pengalaman lapangan-belajar dari kegiatan lapangan (9) diorganisir oleh tim indisipliner (10) evalusi dilakukan sendiri, berkesinambungandan berorientasi pada proses (11) kepemimpinan bersifat kuat (12) analisis sosial untuk definisi masalah dan perbaikan program dan (13) fokus manajemen adalah kelangsungan dan berfungsinya sistem kelembagaan. Sulistiyani (2004) menyatakan bahwa pemberdayaan bermakna sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/kekuatan/kemampuan, dan atau proses pemberian daya/kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Proses berarti serangkaian tindakan yang dilakukan secara kronologis sistematis yang
35
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
mencerminakan pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya baik dari aspek pengetahuan, sikap, dan praktikal menuju keberdayaan. Beberapa pentahapan yang harus dilalui sebagai proses pemberdayaan, yaitu 1) tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri, 2) tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga apat mengambil peran di dalam pembangunan, 3) tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuk kemampuan inisiatif dan inovatif untuk me njadi mandiri. Winarni, Tri, 1998 (Sulistiyani, 2004) mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi 3 hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowerment), dan terciptanya kemandirian. Dengan demikian, pada hakikatnya, pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang, sehingga pemberdayaan dapat bertujuan untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Pemberdayaan diartikan sebagai sebuah konsep pemba ngunan ekonomi yang merangkum nilai- nilai sosial. Proses pemberdayaan dikategorikan dalam dua kecenderungan : a. Kecenderungan primer; menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagai kekuasaan, kekuatan/kemampuan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya. b. Kecenderungan sekunder; pemberdayaan yang menekankan proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan/keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Artinya dengan pemberdayaan, masyarakat tidak hanya dapat lepas dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan tetapi juga dapat keluar dari lingkaran ketergantungan, dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang secara otomatis akan mengangkat harkat dan martabat dari setiap individu. B.3 Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat Konsep pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya menawarkan suatu proses perencanaan pembangunan dengan memusatkan pada partisipasi, kemampuan dan masyarakat lokal. Dalam konteks ini, maka masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap pelaksanaan, dan evaluasi program yang mereka lakukan. Hal ini berarti, menempatkan masyarakat sebagai aktor (subyek) pembangunan dan tidak sekedar menjadikan mereka sebagai penerima pasif pelayanan saja (Suparjan, 2003: 23-24). Konsepsi pemberdayaan masyarakat ini muncul karena adanya kegagalan sekaligus harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model- model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan
36
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukkan nilai- nilai demokrasi, persamaan gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. Hakikat dari konseptualisasi pemberdayaan berpusat pada manusia dan kemanusiaan, dengan kata lain manusia dan kemanusiaan sebagai tolok ukur normatif, struktural, dan substansial. Secara tersirat pemberdayaan memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang dilandasi dengan penerapan aspek demokratis, partisipasi dengan titik fokusnya pada lokalitas, sebab masyarakat akan merasa siap diberdayakan melalui isu-isu lokal, seperti yang dinyatakan oleh Anthony Bebbington (2000), yaitu: Empowerment is a process through which those excluded are able to participate more fully in decisions about forms of growth, strategies of development, and distribution of their product. Menurut Sumodiningrat (1996), pemberdayaan masyarakat adalah upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar masyarakat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat menurut Eddy Ch. Papilaya (2001:1 dalam Zubaedi, 2007) merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun kemampuan masyarakat dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan potensi itu menjadi tindakan nyata. Denga n kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Menurut Chambers (dalam Zubaedi, 2007 : 42), pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat ―people centered‖, participatory, empowering, dan sustainable. Oleh karenanya, pemberdayaan masyarakat dalam implementasinya sebagai pembangunan sosial meliputi tiga strategi, yaitu : 1. Pembangunan sosial melalui individu. Individu- individu dalam masyarakat secara swadaya membentuk usaha pelayanan masyarakat guna memberdayakan masyarakat. Pendekatan ini lebih bersifat individualis atau perusahaan; 2. Pembangunan sosial melalui komunitas. Kelompok masyarakat secara bersama-sama berupaya mengembangkan komunitas lokalnya (pendekatan komunitarian); 3. Pembangunan sosial melalui pemerintah, dilakukan oleh lembaga- lembaga di dalam organisasi pemerintah (pendekatan statis). C. Metode Penelitian Metodologi penelitian partisipasi masyarakat dalam proses adalah dengan menggunakan teknik/metode wawancara kepada pihak yang terlibat dalam proses pembangunan di kecamatan kemiling untuk memberikan gambaran latar belakang,
37
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
perkembangan, gambaran kondisi partisipasi masyarakat. Data dukungan (data sekunder) dalam penelitian ini diakses dengan teknik/metode dokumentasi terhadap informasi yang diterbitkan oleh instansi yang terkait dengan program ini. Lokasi dalam penelitian adalah di Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung, bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di daerahnya. Dari proses pengusulan di musrenbang kelurahan sampai dengan musrenbang kota. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini didasarkan pada data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan, termas uk wawancara, observasi dan kuesioner secara langsung baik terhadap lembaga/institusi maupun individu. Data-data yang dijaring, dikodifikasikan dan dideskripsikan adalah bersumber dari jawaban para informan dan responden terhadap pertanyaan yang diajukan dalam wawancara dan kuesioner. Selain itu tidak menutup kemungkinan akan menggunakan memoing (membuat memo) untuk mencatat ide-ide, pemikiran-pemikiran dan gagasan- gagasan yang akan muncul sewaktu-waktu saat peneliti berada di lapangan. 1. Wawancara merupakan proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian kegiatan, organisasi, motivasi , perasaan dan sebagainya, yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan pada yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan (Bungin, 2001: 108). Wawancara juga dapat dilakukan secara tertutup dengan menggunakan instrumen kuesioner. Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama dari wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka (face to face relationship) antara si pencari informasi (interviewer/information hunter) dengan sumber informasi (interviewee). Secara sederhana wawancara diartikan sebagai alat pengumpul data dengan mempergunakan tanya jawab antara pencari informasi dan sumber informasi17 (Hadari Nawawi, 2001:111). Wawancara bertujuan untuk menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami oleh informan, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri informan. Apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal- hal yang bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang dan masa depan18 .( Susetyo, 2001) 2.
Teknik observasi berguna untuk menjelaskan dan merinci gejala yang terjadi, dimaksudkan sebagai pengumpulan data selektif sesuai dengan pandangan seorang peneliti. Selain itu terdapat data yang tidak dapat ditanyakan kepada informan, ada diantaranya yang membutuhkan pengamatan secara langsung peneliti. Beberapa item yang perlu diobservasi yaitu keadaan tempat situasi sosial politik berlangsung, benda, peralatan, perlengkapan, termasuk letak dan penggunaannya, yang terdapat di lokasi penelitian; para pelaku, termasuk
17
Hadari Nawawi, “Metode Penelitian Bidang Sosial ”, Gajah Mada University, Yogyakarta, 2001, hal 111. 18 Susetyo, “Metode Penelitian Kualitatif” (Makalah), disampaikan pada Pelatihan Metodologi Penelitian Kualitatif PHK A2 Umum JIP FISIP Unila.
38
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
status, jenis kelamin, usia dan sebagainya; kegiatan yang berlangsung, tindakan-tindakan, serta waktu berlangsungnya peristiwa. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan sebagai dokumen resmi dan literatur-literatur yang lain, yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, seperti : Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu bahan sekunder juga didapatkan dari literaturliteratur seperti buku panduan, surat kabar, seminar, internet, dan lain- lain. Dokumentasi yang berupa tulisan ataupun film bagi peneliti dapat digunakan untuk diproses (melalui pencatatan, pengetikan, atau alat tulis) 19 . D. Pembahasan A. Partisipasi Masyarakat dalam Mus renbang Partisipasi masyarakat menurut Midgley berkonotasi the direct involvement of ordinary people in local affairs. Partisipasi masyarakat berarti adalah keterlibatan masyarakat biasa dalam urusan-urusan setempat secara langsung. Masih menurut Midgley berdasarkan Resolusi United Nation Economic and Social Council tahun 1929, menyatakan bahwa partisipasi membutuhkan keterlibatan orang-orang yang sukarela dan demokratis dalam hal (a) sumbangsihnya terhadap usaha pembangunan, (b) penerimaan manfaat secara merata, dan (c) pengambilan keputusan yang menyangkut penentuan tujuan, perumusan kebijakan dan perencanaan, serta penerapan program pembangunan sosial dan ekonomi. Apabila unsur tersebut terpenuhi dalam partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan maka partisipasi tersebut memenuhi syarat sebagai partisipasi otentik (authentic participation). Sedangkan musyawarah perencanaan pembangunan pada dasarnya adalah mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom- up. Dengan mekanisme ini diharapkan adanya keterlibatan atau partisipasi masyarakat sejak awal dalam proses pembangunan. Musrenbang ini dilakukan dari tingkat kelurahan, kecamatan, kota, provinsi, sampai nasional. Fungsi musrenbang adalah wadah silaturahmi antar masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah. Musrenbang pada tingkat kecamatan juga memiliki fungsi tambahan yakni silaturahmi antara masyarakat dengan anggota DPRD dari daerah pemilihan yang terkait. Hasil yang hendak dicapai dalam musrenbang ini adalah penetapan prioritas pembangunan di setiap tingkatan wilayah pembanguna n serta klasifikasi kegiatan pembangunan sesuai dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Musrenbang tingkat kelurahan merupakan awal atau dasar perencanaan dalam perencanaan pembangunan, karena dalam musrenbang tingkat kelurahan pemerintah kelurahan berperan sebagai fasilitator, sementara motor penggerak kegiatan ini adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK). Tujuan dari Musrenbang tingkat kelurahan adalah membuat dokumen rencana kerja pembangunan kelurahan baik yang didanai secara swadaya masyakat 19
Michael Huberman dan Miles Matthew, ”Analisis Data Kualitatif”, UI Press, Jakarta, 1992, hal 15-21.
39
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
maupun yang akan didanai dana kelurahan. Serta prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan melalui SKPD. Selanjutnya Musrenbang tingkat kecamatan, yang terdiri dari tim penyelenggara dari aparat kecamatan, narasumber (Bappeda, anggota DPRD, SKPD, dan Camat), peserta delegasi perwakilan dari tiap kelurahan, pemantau terdiri dari lurah, muspika, LSM atau ormas. Yang dibahas dalam Musrenbang tingkat kecamatan adalah materi dokumen hasil musrenbang kelurahan, serta usulan proses pembangunan yang diusulkan oleh pemerintah kecamatan. Kemudian menetapkan kegiatan prioritas ditiap kelurahan dan kecamatan untuk diajukan Musrenbang tingkat kota. Pada musrenbang tingkat kota, pada hakikatnya bertujuan untuk mendapatkan masukkan guna penyempurnaan rancangan awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang memuat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan berdasarkan fungsi SKPD. Tujuan lainnya adalah untuk mendapatkan rincian rancangan awal tentang rencana SKPD yang berhubungan dengan aktivitas pembangunan dan tentang kerangka regulasi menurut SKPD yang berhubungan dengan pembangunan. Peserta yang berhak turut andil dalam proses pengambilan keputusan dalam musrenbang tingkat kota adalah delegasi perwakilan hasil musrenbang kecamatan, SKPD (seluruh dinas, badan, kantor dan bagian di sekretariat daerah), dan anggota DPRD. Seluruh tahapan musrenbang yang telah terlaksana merupakan sebuah lembaga publik yang melibatkan banyak pihak di luar DPRD dan pemerintah daerah terkait dalam proses pembangunan daerah. Keluaran yang dihasilkan oleh lembaga merupakan masukan yang kemudian diterapkan secara resmi oleh penyelenggara pemerintah daerah sebagai dokumen perencanaan pembangunan daerah. Dengan mempertimbangkan peran tersebut, musrenbang dapat ditempatkan dalam tingkat partisipasi genuine consultation (konsultasi sejati) karena musrenbang merupakan forum bersama antara berbagai elemen masyarakat dengan penyelenggara pemerintahan daerah namun tidak dapat ditempatkan dalam tingkat partisipasi effective advisory bodies atau badan penasihat yang efektif karena peran pemerintah daerah masih cukup besar dalam forum tersebut. Berdasarkan penelitian dalam partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di kecamatan kemiling kota Bandar Lampung, dimana proses usulan pembangunan bersifat bottom up diawali dari Musrenbang tingkat kelurahan. Pada wawancara dengan wakil ketua TPPK mengatakan bahwa ―terdapat musrenbang tingkat kelurahan tapi tidak terlalu mengetahui prosedurnya karena tidak ikut dalam musyawarah tingkat keca matan, hanya sebatas tahu realisasi usulan dari musrenbang tingkat kelurahan apakah realisasinya sudah terlaksana apa belum‖. Ketidaktahuan wakil ketua TPPK Sumberrejo karena beliau bukan merupakan wakil delegasi dari kelurahan dalam musrenbang tingkat kecamatan, ini terjadi karena daftar nama delegasi kelurahan untuk mengikuti musrenbang tingkat kecamatan baru keluar setelah pelaksanaan kegiatan maka nama delegasi ditetapkan berdasarakan penunjukkan kepala kelurahan. Sementara wawancara dengan Ketua LPMK Kelurahan Sumberrejo mengatakan bahwa ―TPPK membuat rencana, lalu diserahkan ke kecamatan, mekanismenya dari bawah ke atas‖. Jawaban lebih lengkap dari Ketua TPPK Sumberrejo yang mengatakan―usulan dari setiap RT dikelurahan, lalu diusulkan di
40
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
TPPK kelurahan, TPPK kemudian mengusulkan beberapa item tenatang program pembangunan mana yang menjadi prioritas kelurahan lalu dimusyawarahkan di kelurahan, kecamatan dan terakhir kota. Kemudian peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) pada Musrenbang tingkat kecamatan menurut wakil ketua TPPK Kelurahan Sumberrejo ― LPMK berperan tetapi tidak terlalu signifikan khususnya pada musrenbang tingkat kecamatan‖. Sedangkan ketua LPMK Sumberrejo mengatakan bahwa ―semua organisasi kelurahan ikut serta dalam musrenbang tingkat kecamatan‖, sementara ketua TPPK mengatakan dalam musrenbang tingkat kecamatan ―LPMK terlibat dan juga melitbakan satuan kerja pemerintah daerah serta tokoh masyarakat‖. Ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi belum masuk dalam tingkatan effective advisory bodies atau badan penasihat yang efektif karena peran pemerintah masih cukup besar dalam forum tersebut. Tetapi menurut Kasi pemerintahan kecamatan kemiling, sebenarnya masyarakat sangat terlibat dan sangat paham apa saja yang harus dilaksanakan. Sementara wakil ketua TPPK kelurahan Sumberrejo masyarakat sangat terlibat karena masyarakat yang paling tahu kebutuhan yang harus dilaksanakan atau dikerjakan dalam pembangunan fisik dan non fisik. Walaupun partisipasinya masih belum masuk dalam ―effective advisory bodies‖ tetapi musrenbang tingkat kelurahan dan kecamatan di kecamatan kemiling sudah masuk dalam genuine consultation (konsultan sejati) karena merupakan forum bersama antara berbagai elemen masyarakat dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dimulai dari usulan setiap RT di kelurahan kecamatan kemiling. Sementara pada efektifitas realisasi usulan kelurahan pada musrenbang tingkat kota, Kasi pemerintahan kecamatan kemiling mengatakan ―efektif sekali karena dapat menjadikan masyarakat sejahtera karena yang diusulkan musrenbang ini adalah usulan dalam bidang fisik dan non fisik‖. Sementara wakil ketua TPPK kelurahan Sumberrejo mengatakan ―efektif tetapi kadang usulan- usulan tersebut tidak semuanya terealisasi, yang terealisasi seperti perbaikan jalan, gorong-gorong dan pembuatan koperasi‖. Sementara menurut ketua TPPK kelurahan sumberrejo, efektifitas pelaksanaan usulan kelurahan yang direalisasikan sebenarnya sudah terlaksana tapi tim dari pemerintah kota bandar lampung harus ikut turun dan mengawasi proses pelaksanaan usulan. Hal ini menunjukkan masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaan realisasi usulan sehingg ketua TPPK meminta tim pemerintah kota ikut turun dan mengawasi proses pelaksanaan usulan tersebut. Sementara pada tingkat kepuasan realisasi kepuasaan, semua informan yang diwawancarai mengatakan sangat puas tetapi pasti tidak semuanya puas dengan realisasi kepuasaan seperti yang dikatakan oleh Kasi pemerintahan kecamatan kemiling ―tidak semua masyarakat puas karena usulan masyarakat ada yang tidak terealisasi ditingkat pusat ataupun kota‖. Apabila dikaji dan dianalisa mengenai keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam proses perencaanaan pembangunan di kecamatan kemiling partisipasi masyarakat sangat aktif. Kemudian denga n mengacu pada salah satu definisi yang termuat dalam resolusi PBB pada awal tahun 1970-an menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat di kecamatan kemiling merupakan ―Penciptaan peluang yang memungkinkan semua anggota masyarakat untuk berkontribusi
41
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
secara aktif dalam proses pembangunan dan mempengaruhinya serta menikmati manfaat pembangunan tersebut secara merata‖. Dan juga berdasarkan resolusi United Nation Economic and Social Council. Resolusi tersebut menyatakan bahwa partisipasi membutuhkan keterlibatan orangorang yang sukarela dan demokratis dalam hal (a) sumbangsihnya terhadap usaha pembangunan, (b) penerimaan manfaat secara merata, dan (c) pengambilan keputusan yang menyangkut penentuan tujuan, perumusan kebijakan dan perencanaan, serta penerapan program pembangunan sosial dan ekonom. Maka partisipasi masyarakat di kecamatan kemiling bila diklasifikasikan jenis partisipasi menurut Midgley merupakan partisipasi yang otentik karena semua unsur dalam resolusi ECOSOC terpenuhi, walaupun masih ada kekurangan dalam pelaksanaan karena masyarakat mengharapakan tim dari pemerintah kota untuk turut serta dalam pengawasan pelaksanaan usulan tersebut. Pemberdayaaan Masyarakat Konsep pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya menawarkan suatu proses perencanaan pembangunan dengan memusatkan pada partisipasi, kemampuan dan masyarakat lokal. Dalam konteks ini, maka masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap pelaksanaan, dan evaluasi program yang mereka lakukan. Hal ini berarti, menempatkan masyarakat sebagai aktor (subyek) pembangunan dan tidak sekedar menjadikan mereka sebagai penerima pasif pelayanan saja (Suparjan, 2003: 23-24). Konsepsi pemberdayaan masyarakat ini muncul karena adanya kegagalan sekaligus harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model- model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukkan nilai- nilai demokrasi, persamaan gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. Pelaksanaan musrenbang merupakan sebuah proses pemberdayaan masyarakat agar bisa mandiri dan bisa menyampaikan aspirasi kebutuhannya dimulai dari usulan ditingkat rt kemudian ke diajukan di musrenbang tingkat kelurahan untuk dipilih usulan yang perlu direalisasikan di musrenbang tingkat kecamatan yang kemudian di tetapkan dalam RKPD dalam musrenbang tingkat kota. Dalam upaya memberdayakan masyarakat tersebut dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Hal ini memerlukan langkah- langkah yang lebih positif, tidak hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah- langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan
42
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumbersumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga- lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang. Maka dari itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena pro gram-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai- nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi- institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini ada lah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Jadi esensi pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga termasuk penguatan pranata-pranatanya (World Bank, 2002). Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Dalam Musrenbang merupakan sebuah upaya dari pemberdayaan bagi masyarakat seperti realisasi terbentuknya koperasi dan penguatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) seperti yang diungkapkan oleh sekertaris ketua TPPK. Yang perlu dijaga adalah keberlangsungan dari koperasi dan UMKM yang terbentuk agar menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling) serta Menanamkan nilai- nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusiinstitusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya.
43
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Kesimpulan dan Saran Partisipasi masyarakat perlu lebih ditingkatkan lagi untuk membentuk effective advisory bodies atau badan penasihat yang efektif terutama pada TPPK dan LPMK sebagai penampung aspirasi dan usulan masyarakat bukan sekedar lembaga pelengkap saja dalam Musrenbang. Karena selama ini peran pemerintah dalam musrenbang masih cukup besar sebab apabila aparat kelurahan tidak melakukan fasilitasi LPMK untuk mengadakan musrenbang kelurahan maka usulan-usulan kebutuhan masyarakat akan terhambat, padahal yang mengerti kebutuhan masyarakat hanya masyarakat itu sendiri. Perlu adanya pendampingan dalam proses pemberdayaan masyarakat di mulai dari Musrenbang Kelurahan, kemudian Musrenbang Kecamatan dan akhirnya di tingkat Kabupaten/Kota. Dengan melakukan pendamping dalam proses pemberdayaan masyarakat tahu bagaimana cara mengidentifikasi segala kebutuhan mereka apakah dalam bidang ekonomi atau infrastruktur fisik dan bagaimana memperjuangkan kebutuhan mereka agar bisa terealisasi oleh pemerintah daerah. Terbentuknya koperasi dan penguatan UMKM ditingkat kelurahan diharapkan bisa berlanjut dan berkembang, bukan sekedar lembaga yang tidak bertahan lama karena berorientasi proyek saja. Sehingga masyarakat benar-benar terberdayakan secara ekonomi dan membangkitkan potensi yang ada dalam masyarakat. Bila masyarakat bisa mandiri tentu semakin mensejahterakan masyarakat itu sendiri bahkan bisa membuat maju daerah tersebut. Perlu ada pengawasan dalam pelaksanaan hasil musrenbang oleh pemerintah kota dibantu oleh masyarakat, agar pelaksanaan hasil musrenbang benar-benar berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi masyarakat baik itu program fisik maupun program non fisik. DAFTAR PUSTAKA ———-. ―Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan”. http:// www.gexcess.com/id/pages/perubahan%11sosial.html [5 September 2009] ———-. Sosiologi Komunikasi. http:// agussetiaman.wordpress.com/2008/11/25/perubahan-sosial/ [5 September 2009] ———-. Makalah Perubahan Sosial. http://syair79.wordpress.com/2009/04/17/makalah-perubahan-sosial/ [5 September 2009] Abidin, Said Zainal. 2002. ”Kebijakan Publik, Edisi Revisi”. Yayasan Pancur Siwah. Jakarta. Damayanti, Mia Nur. 1999. “Kajian Pelaksanaan Kemitraan Dalam Meningkatkan Pendapatan Antara Petani Semangka di Kabupaten Kebume n Jawa Tengah dengan CV. Bimandiri”, IPB Press, Bogor. Dankfsugiana. 2008. “Konsep Dasar Komunikasi Sosial dan Pembangunan”. http://dankfsugiana.wordpress.com/2008/04/22/konsep-dasar-komunikasisosial-dan-pembangunan/ [5 September 2009] Danim, Sudarwan. 1997. ”Pengantar Studi Penelitian Kebijakan”. Bumi Aksara. Jakarta.
44
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Dunn, William N. 1994. ”Pengantar Analisis Kebijakan Publik”. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hendropuspito. 1989. ―Sosiologi Sistematik”. Yogyakarta: Kanisius Majchrzak, Ann. 1987. ”Methods for Policy Research”. Sage Publications Becerly Hills London New Delhi. London. Moeleong, Lexy J. 1990. ‖Metode Penelitian Kualitatif”, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Parson, Waine. 2005. ‖Public Policy, Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan”. Kencana. Jakarta. Soekanto, S. 1982. ―Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta: Grafindo. Suharto, Edi. 2008. ―Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Edisi Revisi”. Alfabeta. Bandung Tjiptoherijanto. Prijono, 2002. ―Dime nsi Kependudukan dalam Pembangunan Berkelanjutan” Seminar Sehari ―Kependudukan dan pembangunan Berkelanjutan‖. Universitas Indonesia,
45