Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
PEMETAAN PERMASALAHAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) ASAL KABUPATEN PRINGSEWU, PROVINSI LAMPUNG (Studi di Pekon Pujodadi, Kecamatan Pardasuka) Oleh: S. Indriyati Caturiani, Meiliyana dan Syams ul Ma’arif. Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung
ABSTRACT This study aims to describe the problems experienced by prospective workers and tries to identify the factors that contribute to these problems, and describes the management of workers by the Department of Labor District Pringsewu The unit of analysis in this study is a descriptive analysis were 10 former workers (TKI) that all women residing in Pekon Pujodadi, District Pardasuka, Pringsewu district. Informants also from the Labor Department Head of Labor (Kasi naker) and a former migrant worker who had helped the maintenance man who would become workers. The study found that problems experienced by migrant workers from rural origin, pertaining to administrative proceedings before leaving for work in the destination country to issue such mismatches jobs promised to those obtained, is also the language barrier. It is known that the District Pringsewu not paying attention and making people development workers in particular as one of the efforts of development investments. The condition is influenced by the level of coordination between the parties is not enough and not the formation of institutions that manage workers specifically. Keywords: construction, workers, the role of local gove rnment A.
Pendahuluan dan Tujuan
Migrasi tenaga kerja dari negara-negara dunia ketiga merupakan sebuah upaya keluarga yang secara ekonomi terbatas untuk mempertahankan hidup supaya tidak jatuh lebih dalam lagi ke jurang kemiskinan (survival strategy). Migrasi juga merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik atau yang biasa disebut ―mengubah nasib‖ oleh para mantan migran. Upaya ―mengubah nasib‖ melalui migrasi telah dilakukan penda hulu mereka melalui migrasi antar provinsi maupun antar pulau (transmigrasi). Para keluarga transmigran tersebut banyak yang berhasil mengubah nasib di Lampung, Sumatera Selatan, Jambi dan Papua. Salah satu indikator keberhasilanya adalah kemampuan mereka untuk dapat mengirim anak-anak mereka sekolah ke Pulau Jawa. Sesuatu yang kemungkinan besar sulit dilakukan jika mereka tetap tinggal di desanya. Demikian juga para lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dari Pulau Jawa yang pergi ke Kalimantan dan Sumatera pada tahun 80-an kini telah menikmati hasilnya dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebuah pekerjaan yang memiliki status terhormat di masyarakat dan terjamin secara ekonomi. 197
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Kini dengan kemajuan sarana teknologi komunikasi dan transportasi serta dukungan kebijakan pemerintah, migrasi tidak lagi terjadi antar provinsi atau antar pulau saja, tetapi hingga antar negara dan benua. Salah satu bentuk kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mendukung migrasi ini adalah dengan membuat program untuk meningkatkan ketrampilan calon tenaga kerja melalui pelatihan, sebagaimana dimuat di halaman nakertranslampung pada tanggal 6 Maret 2012 : Disnakertrans Lampung Membuka Pelatihan Keterampilan Tenaga Kerja Bagi Keluarga Kurang Mampu ke Hongkong GRATIS!!!Disnakertrans Provinsi Lampung mengajak seluruh masayarakat untuk dilatih menjadi tenaga kerja yang memiliki skil melalui pendidikan singkat dan terjamin sebagai tenaga yang dibutuhkan di dunia kerja. Pelatihan dilakukan di Bumi Kedaton Batuputu dan mendapatkan uang saku Rp 2.000.000. Tersedia jabatan Penata Laksana Rumah Tangga, para peserta akan diarahkan untuk mengisi pasar kerja tersebut. Dalam melakukan upaya naik status ini ada yang berhasil dan ada yang gagal. Namun tentu ada yang berbeda saat sebelum dan sesudah mereka bekerja di luar negeri. Perbedaan yang pasti terjadi adalah bahwa mereka memiliki pengalaman bepergian, bekerja dan hidup di luar negeri. Dalam penelitiannya di Lombok, Haris (2002:127) menemukan bahwa sebagian besar remitan dimanfaatkan untuk membayar hutang (88 %), konsumsi (11,2 %) dan 0,8 % untuk kebutuhan pendidikan anak-anak atau keluarga migran bersangkutan. Besarnya bagian yang digunakan untuk membayar hutang karena pertama, saat untuk memutuskan migrasi, migran memperoleh dana pinjaman dari taikong (rentenir) yang dikembalikan dengan bunga relatif tinggi (100 %). Kedua, disamping mendapat pinjaman dari taikong, para migran juga memperoleh dana dari hasil menggandaikan lahan garapan keluarga sehingga untuk mengembalikan tanah yang digadaikan uang yang dikirim migran digunakan untuk mencicil pengembalian uang gadai. Ketiga, untuk memenuhi hidup, keluarga migran yang ditinggalkan biasanya mencari pinjaman atau membeli bahan-bahan kebutuhan pokok secara kredit, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pangan. Pembayarannya dilakukan setelah mendapat kiriman uang dari migran. Sementara itu Indriyati (2004 ) dalam penelitian di sebuah desa di Kabupaten Kulon Progo mengungkapkan, sebagian mantan migran yang menjadi informan tidak memiliki kewajiban untuk membiayai keluarga yang ditinggalkan. Keluarga yang dimaksud adalah orang tua, kakak dan adik. Karena biasanya keluarga yang ditinggalkan masih bisa ditanggung oleh orang tua. Kalau pun mereka mengirim uang kepada orang tua atau adik biasanya lebih bersifat bantuan sesekali. Hutang yang dilakukan untuk membiayai keberangkatan migran atau remitan yang digunakan untuk membiayai keberangkatan orang lain (saudara) diperhitungkan sebagai biaya untuk sesuatu yang bersifat produktif. Di desa Bumirejo tidak dikenal taikong atau sejenisnya. Kalau seseorang harus berhutang maka ia berhutang pada orang-orang yang masih dalam lingkup kerabatnya. Sehingga berbeda dengan calon migran di Lombok yang sudah terekploitasi sejak 198
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
sebelum berangkat (karena harus berhutang pada taikong), maka di Bumiharjo para calon migran tidak merasakan eksploitasi diawal keberangkatan mereka. Saat ini , Provinsi Lampung merupakan salah satu pengirim tenaga kerja Indonesia untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, sebagaimana dilansir Harian Lampung Post, bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Lampung di luar negeri bekerja pada sektor informal, khususnya pembantu rumah tangga (PRT). Menurut data Pemerintah Provinsi Lampung , hingga November 2011 tercatat ada 13.546 warga Lampung yang menjadi TKI. Dari jumlah itu, 9.893 di antaranya menjadi PRT, dan sisanya 3.653 orang bekerja di sektor formal, seperti pabrik dan perkebunan (Senin, 9 Januari 2012). Jumlah tersebut belum sebanyak beberapa provinsi seperti Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur dan Jawa Barat. Namun demikian persoalan juga muncul di provinsi Lampung ini, antara lain pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Biasanya warga yang berasal dari Provinsi Lampung akan diubah KTP nya menjadi warga dari Jawa Barat, seperti disampaikan oleh penggiat buruh migran, Saudara Sukemi, pada pertemuan Bagian Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Tanjung Karang pada tahun 2010. Hal ini dilakukan karena kecenderungan daya terima para majikan terhadap daerah asal tenaga kerja. Pemalsuan tempat asal memiliki potensi bahaya yang besar bagi si pemilik identitas dalam hal ini tenaga kerja. Karena jika sampai terjadi sesuatu dengan mereka, maka akan menyulitkan pihak-pihak yang akan membantu untuk menghubungi keluarga mereka. Kabupaten Pringsewu bukan menjadi kabupaten pengirim TKI terbesar. Sebagian besar TKI Provinsi Lampung berasal dari kabupaten Lampung Timur (5.334 orang), Kabupaten Lampung Selatan (2.318 orang), dan Kabupaten Lampung Tengah (1.616 orang). (Lampung Post, Senin, 9 Januari 2012). Namun demikian, tidak sedikit warga Kabupaten Pringsewu yang menjadi tenaga kerja di luar negeri. Dengan situasi migrasi yang belum masiv, dapat dilakukan penggalian persoalan-persoalan khas yang muncul sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan. Dari pemaparan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menggambarkan persoalan-persoalan yang dialami para calon tenaga kerja dan berusaha menemukan faktor-faktor yang mendukung terjadinya persoalan-persoalan tersebut sehingga dapat digambarkan peta persoalannya. 2. Mendeskripsikan pengelolaan TKI oleh disnaker Kabupaten Pringsewu B.
METODE KONSEP
Pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). (Siagian dlm Ndraha:11). Secara sederhana pembangunan diartikan sebagai suatu perubahan tingkat kesejahteraan secara terukur dan alami. Kesejahteraan (dan terukur) yang dimaksud dapat dilihat dari : 1) dimensi ekonomi (penguasaan aset), 2) sosial (kebutuhan untuk memperoleh pengetahuan, kesehatan dsb), 3) politik (kebutuhan untuk menyuarakan pendapat, hak politik sejajar dsb) dan 4) hukum (kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan hukum, 199
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
perlakuan adil dsb). Sedangkan yang dimaksud ‖alami‖ adalah : perubahan yang melembaga dalam bangun sosial sekelompok manusia. 22 Sementara itu pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. (angka I. Umum, alinea 5, Penjelasan UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025). Kartasasmita (1997:23-26) menyatakan bahwa setelah perencanaan selesa i maka langkah berikutnya adalah pengerahan sumber daya, mobilisasi dana pembangunan, penyiapan SDM, pemanfaatan teknologi, penguatan kelembagaan, menggerakkan partisipasi masyarakat, penganggaran, pelaksanaan pembangunan dan koordinasi. Sementara itu, studi empiris banyak menunjukkan kegagalan pembangunan, atau pembangunan tidak mencapai sasaran, karena kurangnya partisipasi rakyat. Banyak kasus menunjukkan rakyat menentang upaya pembangunan. Keadaan itu dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain; (1) pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil dan tidak menguntungkan rakyat banyak, bahkan pada sisi ekstrim dirasakan merugikan, (2) pembangunan meskipun dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud itu, (3) pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat, dan rakyat memahaminya, tapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman itu, (4) pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat, tetapi sejak semula rakyat tidak diikutsertakan. Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan untuk menjamin bahwa pembangunan: (1) harus menggunakan rakyat, (2) harus dipahami maksudnya oleh rakyat, (3) harus mengikutsertakan rakyat dalam pelaksanaannya, dan (4) dilaksanakan sesuai dengan maksudnya, secara jujur, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan. Menggerakkan partisipasi masyarakat bukan hanya esensial untuk mendukung kegiatan pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah, tetapi juga agar masyarakat berperan lebih besar dalam kegiatan yang dilakukannya sendiri. Dengan demikian, menjadi tugas penting manajemen pembangunan untuk membimbing, menggerakkan, dan menciptakan iklim yang mendukung kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Upaya itu dilakukan melalui kebijaksanaan, peraturan, serta kegiatan pembangunan pemerintah yang diarahkan untuk menunjang, merangsang, dan membuka jalan bagi kegiatan pembangunan masyarakat. Dalam rangka ini, berkembang konsep pemberdayaan masyarakat yang pada hakikatnya memampukan dan memandirikan masyarakat. Secara sederhana, masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan, bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dalam hal ini yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas negara tersebut setiap 22
Disarikan dari Manajemen Pembangunan Indonesia, Randy R.W. & Riant N.D, hal 10 -12. 200
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
tahunnya (Budiman: 1995;2). Secara ringkas pembagunan dapat digambarkan sebagai berikut :
pengukuran
keberhasilan
Keberhasilan pembangunan Pertumbuhan ekonomi yang tinggi Pembangunan yang berhasil
Berkesinambungan : 1. Tidak ada kerusakan sosial (pemerataan, berkeadilan, kualitas hidup)) 2. Tidak ada kerusakan lingkungan
(Budiman:2-8, Bahan mengajar Suharyanto pada MK. TPM) C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang sebagai penelitian yang bermaksud menggambarkan persoalan-persoalan yang dialami para calon tenaga kerja dan berusaha menemukan faktor-faktor yang mendukung terjadinya persoalan-persoalan tersebut sehingga dapat digambarkan peta persoalannya. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan gambaran yang mendalam tentang subyek yang diteliti. Selanjutnya penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan situasi yang terjadi dan menganalisis data yang didapatkan. Penelitian ini dilakukan di Pekon Pujodadi, Kecamatan Pardasuka, Kabupaten Pringsewu. Unit analisis dalam penelitian ini adalah para mantan migran (TKI) berjumlah 10 orang yang semuanya perempuan. Mereka pernah bekerja di Malaysia, Singapura, Arab Saudi dan Taiwan. Satu dari sepuluh orang tersebut bekerja di sektor formal, selebihnya di sektor informal. Disamping itu untuk melengkapi analisis, informan juga berasal Dinas Ketenagakerjaan yaitu Kepala Seksi Tenaga Kerja (Kasi Naker) dan seorang mantan TKI yang pernah membantu pengurusan orang yang akan menjadi TKI. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dan focus group discussion (FGD). Data berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara terstruktur dan FGD dengan subyek penelitian. Sementara itu, data sekunder berasal dari hasil penelitian sebelumnya, buku-buku dan media massa. D.
HASIL DAN PEMBAHASAN
D.1 Deskripsi dan Analisis Secara umum pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada mulanya pembangunan didekati lebih dari sudut pandang ekonomi. Kesejahteraan dihitung dari pertumbuhan ekonomi, kemudian mulai 201
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
muncul pertimbangan bahwa selain pertumbuhan yang tinggi, pembangunan juga harus merata. Sehingga aspek pemerataan pembangunan menjadi faktor yang diperhitungkan. Munculnya isu Hak Azasi Manusia (HAM) mendorong pendekatan (administrasi) pembangunan yang berpusat pada manusia. Manusia tidak lagi diperlakukan sebagai obyek kegiatan pembangunan tetapi sebagai subyek, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan. Pembangunan infrastruktur, transportasi dan komunikasi yang selama ini dilaksanakan telah membawa dampak pada tingkat mobilitas penduduk. Aktivitas migrasi antar provinsi, antar pulau bahkan antar negara bukan sesuatu yang sangat sulit saat ini. Aktivitas migrasi yang dilakukan oleh penduduk tersebut membawa persoalan-persoalan yang harus ditangani. Persoalan-persoalan tersebut dibagi menjadi, 1), persoalan yang dialami di dalam negeri, baik sebelum berangkat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) maupun setelah pulang dari bekerja. 2) persoalan yang terjadi di luar negeri atau negara tujuan. D.2 Persoalan di Dalam Negeri Dalam berbagai literatur tentang migrasi, dikemukakan bahwa aktivitas migrasi disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong (push factor) di daerah asal (dalam negeri) dan faktor penarik (pull factor) di daerah (negara) tujuan. Dari beberapa hasil penelitian, faktor pendorong utama adalah ekonomi. Pada umumnya para TKI berasal dari keluarga miskin. Kondisi tersebut didukung sangat terbatasnya peluang kerja di pedesaan dan rendahnya upah kerja di pedesaan, terlebih bagi kaum perempuan. Demikian pula yang terjadi di Desa Pujodadi, yang terekam saat FGD. Kelompok FGD 2 menyatakan bahwa lapangan kerja sangat sulit di Indonesia , jika menciptakan lapangan kerja sendiri butuh modal yang besar, untuk itu mereka memutuskan memilih menjadi TKI. demi kesejahteraan keluarga, yang memang dilatar belakangi oleh faktor ekonomi yang sangat kurang. Lebih dari itu menurut mereka penghasilan di luar negeri lebih menjanjikan. Perbandingan gaji di Indonesia dengan luar negeri hampir mencapai 1 : 5. Informasi menjadi TKI biasanya mereka dapatkan dari anggota keluarga yang lebih dulu menjadi TKI, teman dan tetangga yang berupa informasi tentang gaji . bagus dan majikan yang baik. Hal ini membuktikan faktor penarik di negara tujuan yang berupa gaji yang lebih tinggi dan didukung kondisi kerja yang baik menjadi pertimbangan yang signifikan dalam memutuskan menjadi TKI. Berkaitan dengan persiapan keberangkatan, mereka serahkan sepenuhnya kepada pihak yang mereka sebut agen. Termasuk mengubah data umur dan tes kesehatan agar dapat berangkat ke luar negeri. Setelah pulang ke desa remitan yang mereka dapatkan biasanya untuk membantu keuangan keluarga. Sebagian mantan TKI menggunakan remitan untuk biaya me mbangun rumah, membeli motor, sawah atau ladang. Sementara itu, ada juga yang memanfatkan remitan untuk menyekolahkan kedua anaknya hingga lulus dari Akademi Kebidanan dan Akademi Perawat.
204
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
D.3 Persoalan di Negara Tujuan Persoalan-persoalan yang dialami di luar negeri jauh lebih ringan dibandingkan yang dialami oleh para TKI yang diberitakan oleh media masa. Dari semua informan dalam penelitian ini tidak ada yang mengungkapkan mengalami kekerasan dalam arti penyiksaan. Salah satu informan yang bekerja di Singapura mengatakan bahwa persoalan yang dialami adalah sulit beradaptasi karena pekerjaannya cukup berat. Mereka menyatakan bahwa terkadang pekerjaan di negara tujuan tidak sama dengan yang dipelajari sebelum berangkat. Sehingga menurut salah satu informan, sebaiknya TKI harus terampil semua pekerjaan. Dari kedua kelompok FGD diperoleh keterangan bahwa sebagian besar dari mereka berminat untuk menjadi TKI lagi. Pengalaman yang relatif menyenangkan dan menguntungkan mendorong mereka untuk berangkat lagi keluar negeri. Dari paparan diatas, dapat digambarkan bahwa persoalan dialami mulai dari desa asal sampai di negara tujuan. Di desa asal, persoalan dapat terjadi sebelum dan sesudah keberangkatan. D.4 Pengelolaan TKI sebagai Potensi Daerah Kartasasmita (1997:23-26) menyatakan bahwa setelah perencanaan selesai maka langkah berikutnya adalah pengerahan sumber daya. Artinya bahwa disediakan dana, SDM, teknologi dan kelembagaan/organisasi sedemikian rupa dalam mendorong pembangunan. Dari hasil wawancara dengan Kasi Naker, Disnaker kabupaten Pringsewu diperoleh keterangan bahwa kabupaten Pringsewu belum secara khusus memberikan perhatian lebih kepada TKI. Pemerintah Daerah (pemda) belum pernah memperhitungkan seberapa besar sumbangan remitan para TKI bagi daerah asal sebagaiman yang dilakukan oleh provinsi Jawa Tengah. Dengan demikian pemda Pringsewu belum menganggap penting aktivitas migrasi yang dilakukan penduduknya. Langkah berikutnya adalah mobilisasi dana pembangunan. Dana pembangunan dapat bersumber dari pemerintah maupun masyarakat, kemudian juga penyiapan SDM. Dalam dana, Kasi naker pernah menyampaikan dalam suatu rapat di Jakarta, agar sebagian dana yang disetor TKI, dikembalikan ke daerah asal yang dapat digunakan untuk pembinaan. Tetapi sampai denga n wawancara ini dilakukan usulan tersebut belum direalisasikan. Sehingga pelayanan yang diberikan kepada para TKI, terutama pendampingan tidak dapat dilakukan optimal, baik sebelum maupun setelah keberangkatan. Dengan demikian belum ada pendampingan yang memadai dalam upaya-upaya pendampingan yang berkaitan dengan pemanfaatan remitan sebagai investasi. Pemanfaatan teknologi merupakan langkah kelima. Setiap upaya pembangunan memerlukan teknologi yang tepat. Sejak bulam Mei 2012 Disnaker Pringsewu menjadi salah satu kabupaten yang mendapat fasilitas teknologi untuk melayani permintaan ID Card TKI. Data base terpusat ini merupakan program pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dengan dimiliknya ID Card oleh para TKI, akan sangat membantu pengelolaan TKI, jika SDM di Disnaker kabupaten mumpuni. Dari Charles Perrow terdapat istilah teknologi pengetahuan; yaitu tindakan yang dilakukan terhadap sebuah obyek, dengan atau tanpa bantuan alat atau perlengkapan mekanis, untuk 205
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
membuat perubahan tertentu pada obyek tersebut, termasuk didalamnya adalah hal yang bersifat rutin dan perekayasan. (Robbins:200). Sebagai contoh, profil pekon Pujodadi Kecamatan Pardasuka tidak mencatat jumlah warganya yang menjadi TKI, padahal secara umum masayarakat mengetahui ada banyak warga yang menjadi TKI. Pengelolaan TKI memerlukan sistem pendataan yang terintegrasi dari desa asal hingga secara nasional. Sehingga data TKI tidak berhenti pada tingkat kabupaten (disnaker) tetapi sampai ke desa. Langkah berikutnya yang juga penting adalah penguatan kelembagaan. Unsur kelembagaan juga menjadi salah satu kelemahan dalam administrasi di negara berkembang, padahal pembangunan memerlukan dukungan kelembagaan. Kelembagaan dalam hal ini mengandung arti luas, yaitu dapat berupa organisasiorganisasi formal, antara lain birokrasi, dunia usaha, partai-partai politik, serta dapat juga berupa lembaga ekonomi seperti pasar, lembaga- lembaga hukum, dan sebagainya. Ketika terjadi persoalan yang menimpa seorang TKI yang belerja di Taiwan, Kepala Desa menangani persoalan tersebut sampai ke Jakarta. Kepala Desa bertindak karena TKI tersebut adalah salah satu warga di desa yang dipimpinnya. Ketiadaan kelembagaan yang menangani TKI secara khusus, mengakibatkan persoalan-persoalan yang terjadi tidak dapat ditangani secara terintegrasi. Kabupaten Pringsewu dapat membentuk semacam crisis center, sehingga dapat menjadi mitra disnaker utamanya bagian yang menangani TKI. Selain crisis center , dapat dibentuk komunitas mantan migran dan atau keluarganya terutama dalam rangka pendampingan secara ekonomi maupun persoalan-persoalan keluarga. Penguatan kelembagaan juga sangat perlu dilakukan terhadap PJTKI (PPTKIS), pihak swasta yang selama ini melakukan aktivitas pengerahan tenaga kerja. Penguatan kelembagaan dapat dilakukan melalui kebijakan dan pelatihan. Salah satu karakteristik atau ciri sistem administrasi modern adalah bahwa pengambilan keputusan dilakukan sedapat – dapatnya pada tingkat yang paling bawah (grass-root level). Dalam hal ini masyarakat, bersama – sama dengan aparatur pemerintah, menjadi pemangku kepentingan dalam perumusan, implementasi, dan evaluasi dari setiap upaya pembangunan atau dengan kata lain adalah menggerakkan partisipasi masyarakat. Peranan pemerintah biasanya besar pada tahap awal pembangunan karena kegiatan pembangunan sebagian besar adalah usaha pemerintah. Meskipun demikian, dalam keadaan negara berperan besar, partisipasi masyarakat diperlukan untuk menjamin berhasilnya pembangunan. Dalam pengelolaan TKI sangat membutuhkan partisipasi masyarakat, karena pengelolaan TKI memerlukan penanganan mulai dari desa asal hingga ke negara tujuan, baik sebelum berangkat, pada saat bekerja maupun setelah berada di desa asal kembali. Upaya menggerakan partisipasi ini dapat dilakukan pemerintah kabupaten dengan membuka keterlibatan masyarakat, baik orang perorang, komunitas keagamaan yang concern pada persoalan TKI, lembaga swadaya masyarakat, kelompok ibu-ibu arisan di desa dan sebagainya. Menggerakkan partisipasi masyarakat bukan hanya esensial untuk mendukung kegiatan pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah, tetapi juga agar masyarakat berperan lebih besar dalam kegiatan yang dilakukannya sendiri. Proses ini akan menumbuhkan rasa memiliki dalam masyarakat terhadap hasilhasil pembangunan. Upaya itu dilakukan melalui kebijakan, peraturan, serta kegiatan pembangunan pemerintah yang diarahkan untuk menunjang, 206
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
merangsang, dan membuka jalan bagi kegiatan pembangunan masyarakat. Dalam rangka ini, berkembang konsep pemberdayaan masyarakat yang pada hakikatnya memampukan dan memandirikan masyarakat. Langkah selanjutnya adalah penganggaran. Anggaran negara memiliki selain aspek teknis juga aspek-aspek politis. (Rubin dalam Kartasasmita : 16). Di Kabupaten Pringsewu, anggaran yang disusun belum ada yang secara khusus di alokasikan bagi pengelolaan TKI secara menyeluruh. Dari semua langkah tersebut, koordinasi merupakan kegiatan yang harus dilakukan. Koordinasi merupakan salah satu fungsi pokok dari manajemen. Koordinasi menjadi suatu keharusan mengingat pelaksanaan pembangunan melibatkan berbagai sektor, lembaga dan kepentingan sehingga koordinasi diperlukan untuk mensinergikan aktivitas pembangunan. Dengan demikian, koordinasi merupakan upaya untuk menghasilkan pembangunan yang efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran secara optimal. Mengingat aktivitas migrasi TKI terentang mulai dari desa asal sampai negara tujuan, maka perlu diupayakan koordinasi dilakukan sepanjang rentangan tersebut, melalui berbagai pihak. Kabupaten Pringsewu adalah Kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tertanggal 26 November 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Pringsewu dan diresmikan pada tanggal 3 April 2009 oleh Menteri Dalam Negeri. Pekon Pujodadi merupakan salah satu pekon dari 12 pekon yang berada di Kecamatan Pardasuka, Desa dengan jumlah penduduk 1.264 KK ini sebagian besar warganya adalah petani, dengan luas sawah 360 ha. (Profil Pekon Pujodadi 2010). Latar belakang masyarakat desa yang sebagian besar adalah petani, mendorong terjadinya aktivitas migrasi yang cukup aktif. Dari hasil penelitian, dengan data tahun 2010-2011, ditemukan bahwa rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pringsewu terhadap Total Pendapatan Daerah (TPD) nya adalah 2,38 %, ini berarti peran PAD sangat kecil terhadap penerimaan daerah. Dengan demikian Kabupaten Pringsewu masih sangat tergantung pada dana pemerintah pusat dalam bentuk Sumbangan Daerah (SB). (Purba:85). Salah satu sebab rendahnya PAD adalah kemampuan masyarakat untuk membayar pajak. (Purba:102). Kabupaten Pringsewu tidak kaya akan sumber daya alam; tidak memiliki laut dan tidak memiliki bahan-bahan tambang yang besar. Pertanian, perkebunan dan peternakan pada umumnya adalah milik masyarakat bukan perusahaan besar. Oleh karena itu, mengembangkan sumber daya manusia, membangun sektor jasa dengan memanfaatkan letak geografis yang strategis merupakan pilihan yang masuk akal.
207
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Tabel 1. TKI be rdasarkan Sektor Ke rja BADAN NASIONA L PENEM PATAN DAN PERLINDUNGA N TENA GA KERJA INDONESIA (BNP2TKI) JUM LAH TENA GA KERJA INDONESIA M ENURUT NEGA RA TUJUAN, JENIS KELAMIN DAN SEKTOR Tanggal : 01/ 07/ 2011 s.d 30/06/2012 DAERA H ASA L : PRINGSEW U No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
LAKI -LAKI PEREM PUAN JUM LAH Informal Formal Informal Formal Informal Formal BAHRAIN 0 0 2 0 2 0 BRUNAI DA RUSSA LAM 0 0 0 2 0 2 HONGKONG 0 0 49 9 49 9 KOREA SELATAN 0 23 0 3 0 26 MACAO 0 0 0 1 0 1 MALA YSIA 0 42 5 31 5 73 OM A N 0 0 4 0 4 0 QA T A R 0 0 9 1 9 1 SAUDI A RABIA 0 4 5 2 5 6 SINGA PURA 1 1 106 29 107 30 TAIWAN 0 23 160 8 160 31 UNITED EM IRATE ARA B (UEA ) 0 0 8 0 8 0 Jumlah 1 93 348 86 349 179 NEGA RA PENEM PATAN
Tabel di atas adalah jumlah TKI yang berasal dari Kabupaten Pringsewu yang dibagi menurut sektor kerja formal dan informal di beberapa negara. Data tersebut berasal dari BNP2TKI. Dari tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar TKI perempuan mengisi sektor informal, sementara laki- laki lebih banyak mengisi sektor formal. Berdasarkan wawancara dengan kasi Naker, bahwa sebagian TKI Kabupaten Pringsewu, berasal dari daerah Pringsewu bagian selatan yang meliputi Kecamatan Ambarawa dan Kecamatan Pardasuka. Mencermati tabel tersebut masih sangat dimungkinkan untuk meningkatkan kuantitas sekaligus kualitas tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri. Hal ini mengingat jumlah pengangguran di Kabupaten Pringsewu Sebanyak 15.224 orang atau 4,14 persen dari 367.861 penduduk. Dari jumlah tersebut, 8.977 orang diantaranya berjenis kelamin laki- laki dan 6.227 perempuan. Data tersebut merupakan data yang diolah sampai dengan bulan Mei 2012. (TRIBUNnews.com – Kam, 19 Jul 2012.) E. KESIMPULAN DAN SARAN E.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Persoalan-persoalan yang dialami oleh para TKI : a. Di desa asal berkaitan dengan pengurusan administrasi sebelum berangkat bekerja. Pada proses ini terjadi pemalsuan data agar dapat memenuhi
208
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
2.
3. 4.
5.
syarat yang ditentukan. Seluruh proses tersebut biasanya diurus oleh, yang mereka sebut agen. b. Di desa asal setelah pulang bekerja, secara umum mereka mendapatkan manfaat secara ekonomi. Tetapi pemanfaatan remitan secara optimal kadangkadang terganggu oleh keinginan yang bersifat konsumsi. c. Di negara tujuan; ketidaksesuaian pekerjaan yang dijanjikan dengan yang diperoleh, kendala bahasa. Kabupaten Pringsewu belum memberikan perhatian dan menjadikan pengembangan SDM TKI secara khusus sebagai salah satu upaya investasi pembangunan. Hal tersebut tampak pada : Belum tersedianya dana yang memadai dialokasikan bagi pengelolaan TKI secara terintegrasi. Fasilitas teknologi untuk menyusun data base, belum terintegrasi dengan pendataan ditingkat desa asal. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh tingkat kordinasi yang belum cukup diantara para pihak. Belum terbentuknya kelembagaan yang mengelola TKI secara khusus. Kondisi tersebut berimbas pada partisipasi masyarakat dalam pe ngelolaan TKI yang belum tinggi.
E.2
SARAN
1. Peningkatan kuantitas dan kualitas TKI melalui pendidikan dan pelatihan. 2. Penguatan kelembagaan di desa asal, kecamatan dan kabupaten, baik instansi pemerintah maupun organisasi masyarakat sebagai bagian dari upaya peningkatan partisipasi masyarakat. 3. Pendampingan mantan TKI dan keluarganya dalam mengelola remitan dan menyelesaikan persoalan keluarga. 4. Penyusunan data base TKI yang terintegrasi (sampai ke desa asal). 5. Penyelenggaraan koordinasi antar pihak secara teratur. 6. Pengalokasiandana bagi pengelolaan TKI secara menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA Budiman, Arief, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Caturiani, S. Indriyati. Mantan Migran dan Strategi Memelihara Eksistensi Diri. 2004. FISIP-UGM. Yogyakarta (tesis) Haris, Abdul. 2002. Memburu Ringgit Membagi Kemiskinan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan: Perkembangan, Pemikiran dan Prakteknya. LP3ES. Jakarta Koentjaraningrat. 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta Mantra, Ida Bagus. 1996. Migrasi Internasional di Indonesia. Lembaga Demografi FE-UI dan Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN. Jakarta Miles, Matthew B. Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kua litatif. UI Press. Jakarta 209
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Moleong, Lexy. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung Purba, Friscila. 2012. Analisis Kapasitas Fiskal Daerah Otonomi Baru. Universitas Lampung. (skripsi) Robbins, Stephen P. 1994. Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi. Arcan. Bandung Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Tiara Wacana. Yogyakarta Tjokroamidjojo, Bintoro. 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan.LP3ES. Jakarta Wrihatnolo, Randy R. Riant Nugroho D. 2006. Manajemen Pembangunan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta Harian Lampung Post edisi Senin, 9 Januari 2012 TRIBUNnews.com – Kamis, 19 Jul 2012 Buletin nakertranslampung edisi 6 Maret 2012
210