PROFESI Sejumlah persoalan dihadapi anggota Ikatan Nasional Konsultasi Indonesia (Inkindo) dalam pemeriksaan terkait kontrak jasa konsultasi. Inkindo meminta ada standar dalam pemeriksaan jasa konsultasi.
Inkindo
Menyamakan Persepsi Audit Jasa Konsultasi
S
ejumlah pengurus Inkindo menggelar audiensi dengan BPK pada 20 September lalu membahas berbagai persoalan yang dihadapi anggota asosiasi terkait audit pekerjaan jasa konsultasi yang dilakukan BPK. Delegasi DPP Inkindo DKI Jakarta berjumlah 15 orang dipimpin oleh Ketua DPP Inkindo DKI Jakarta Erie Heryadi. Pengurus lainnya juga ikut serta seperti Ketua DPP Inkindo DKI Jakarta, Bambang H. Wikanta, Wakil Ketua Bidang Kepranataan Reza Abidin. Adapun, dari BPK yang hadir Kepala Direktorat Konsultasi Hukum dan Kepaniteraan kerugian Negara Eledon Simanjuntak, Kepala Auditorat IV Edward GH Simanjuntak, Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Iman Santoso, dan Kepala Biro Sekretariat Pimpinan Gunarwanto. Audiensi digelar setelah pihak Inkindo melayangkan surat permohonan kepada dengan BPK. Dalam surat permohonan itu disebutkan bahwa audiensi ini dilakukan karena selama ini pengurus DPP Inkindo banyak menerima laporan anggotanya terkait permasalahan pemeriksaan untuk pekerjaan jasa konsultasi. Seperti bill-
42
42 - 43 profesi.indd 42
SEPTEMBER 2011
warta bpk/rianto prawoto
Tampak Kepala Biro Sekretariat Pimpinan Gunarwanto tengah membahas berbagai persoalan terkait jasa konsultasi dengan pengurus Inkindo.
ing rate, jenis kontrak lumpsum dan masalah backup invoice. Selain itu, pengurus Inkindo juga memandang masih terdapat perbedaan persepsi antara penyedia jasa dengan pihak pemeriksa. Akibatnya, seringkali menimbulkan permasalahan hukum bagi penyedia jasa karena dianggap menimbulkan kerugian negara. Oleh karena itu, dalam audiensi yang dipandu oleh Gunarwanto itu membahas berbagai persoalan terkait jasa konsultasi. Inkindo mengusulkan delapan topik bahasan dalam audiensi itu di antaranya mengenai pengertian atau filosofi tentang kontrak lumpsum dan harga satuan. Dalam pertemuan itu BPK dan Inkindo DKI Jakarta juga mendiskusi-
kan mengenai SOP pemeriksaan agar tercapai kesamaan persepsi. Bahkan, Inkindo juga meminta penjelasan tentang lingkup tugas dan kewenangan antara KPK, Kejaksaan, Kepolisian, BPK, BPKP, Inspektorat, dan Bawasda. Selain itu, dalam pertemuan itu Inkindo DKI Jakarta juga mengusulkan agar BPK membuka layanan masyarakat untuk berkonsultasi mengenai halhal yang terkait dengan audit BPK. Inkindo DKI Jakarta juga menyampaikan buku Permen PU Nomor 07/ PRT/M/2011 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi yang khusus untuk Jasa Konsultansi dan Buku Billing Rate Inkindo 2010. Menurut Erie Heryadi, audiensi dengan BPK ini dilakukan untuk
Warta BPK
12/15/2011 5:59:10 PM
PROFESI melakukan diskusi mengenai berbagai persoalan yang sering terjadi pada anggota Inkindo. Salah satunya yakni terkaitnya pemeriksaaan yang dilakukan BPK di lapangan dalam kontrak konsultasi. Dengan begitu hasil audiensi ini akan disosialisasikan kepada anggota Inkindo dalam kontrak jasa konsultan. Dia mengungkapkan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan Permen PU No. 07 tahun 2011 tentang Standard Pedoman Pengadaaan Pekerjaan Kontruksi dan Jasa Konsultasi. Di sana disebutkan mengenai pengertian jenis kontrak. Seperti kontrak lumpsum, harga satu an, gabungan lumpsum dan harga satuan. Terkait ketentuan tersebut, Inkindo berharap perlu disamakan persepsinya dengan pemeriksa, khususnya mengenai kontrak lumpsum dan harga satuan. Selain itu yang perlu disamakan presepsinya juga mengenai backup invoice. Persoalan lain yakni terkait Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2004. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa Menteri Keuangan berwenang untuk membuat harga satuan baik satuan khusus maupun umum. Namun, kenyataanya hingga kini Menteri Keuangan belum mengeluarkan me ngenai standar harga satuan khusus untuk jasa konsultasi. “Sampai saat ini belum ada standar harga satuan khusus jasa konsultasi, padahal dalam PP sudah disebutkan,” kata Erie. Untuk itulah, lanjutnya, Inkindo mencoba mengambl inisiatif untuk membuat standar harga satuan khusus untuk jasa konsultasi. Hal ini dilakukan agar dalam pemeriksaan sama persepsinya. Sebab, tanpa adanya standar Inkindo berada dalam ketidakpastian. Dengan adanya standar inilah dapat dijadikan pedoman bagi peme rintah. Untuk itulah Inkindo berharap standar-standar yang dibuatnya bisa diakomodir. Selain itu, lanjut Erie, Inkindo juga mengharapkan adanya SOP pemeriksaan yang baku untuk jenis usaha jasa konsultasi. Pasalnya, selama ini dalam
Warta BPK
42 - 43 profesi.indd 43
pemeriksaan seringkali terjadi beda persepsi pemeriksa. Dia mengharapkan BPK dan Inkindo mendiskusikan SOP pemeriksaan agar tercapai kesamaan persepsi. Inkindo juga mempertanyakan sebagai penyedia jasa konsultasi bisakah memberikan klarifikasi mengenai hasil temuan.
Standar Pemeriksaan Kepala Direktorat Konsultasi Hukum dan Kepaniteraan Kerugian Ne gara Eledon Simanjuntak mengung-
pemeriksaan tidak salah. Eledon menambahkan lebih pen ting lagi pada waktu melakukan peme riksaan auditor juga meminta tanggapan dari auditee yang diperiksa. Bahkan, dalam pemeriksaan di lapangan juga melibatkan auditee dan kontraktor yang terkait proses mengujian di lapangan. Kesimpulan yang diambil juga akan disepakati bersama oleh para pihak yang melakukan pemeriksaan bersama-sama. Selanjutnya akan membuat konsep hasil pemeriksaan. Kon-
warta bpk/rianto prawoto
Pengurus Inkindo tengah melakukan audensi dengan BPK
kapkan bahwa dalam melakukan audit itu dasarnya dokumen. Dokumen adalah salah satu yang bisa menggambarkan apa yang sudah terjadi. “Dari dokumen inilah kita mencoba membuat gambar tentang bagaimana fakta yang terjadi di lapa ngan,” tegas Eledon. Selain itu, tambahnya, dalam melakukan pemeriksaan ada standar pemeriksaan. Semua auditor pemeriksaan keuangan negara akan mengikuti standar pemeriksaan keuangan negara. Pada prinsipnya dalam setiap pemeriksaan mencoba untuk seimbang mungkin. Ini dilakukan agar dalam mengambil kesimpulan dalam
sep hasil pemeriksaan disampaikan lagi kepada auditee yang diperiksa untuk mendapatkan tanggapan dari mereka. Adapun, terkait kontrak antara pemerintah dengan jasa konsultasi, menurut Eledon, BPK dalam melakukan pemeriksaan bukan berarti intervensi dalam kontrak tersebut. Artinya, dalam kontrak lumpsum yang ditandatangani jasa konsultasi dengan pemerintah BPK akan menilai apabila terjadi penyimpangan. Sepanjang bentuk kontrak sesuai dengan ramburambu yang ada tak ada masalah. “BPK hanya menilai bisnis proses dan pelaksanaan kontraknya,” kata Eledon. bw SEPTEMBER 2011
43
12/15/2011 5:59:13 PM
TEMPO Berdasarkan amanat UUD, BPK melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan negara. Hasil pemeriksaannya dibukukan dan disampaikan kepada DPR. Namun, sejak pendiriannya sampai saat ini, tahapan itu sebenarnya berubah-ubah atau dinamis.
doeloe
Dinamika Laporan Hasil Pemeriksaan BPK
A
tas amanat UUD 1945 dan seperangkat perundangan di bawahnya, BPK menjadi lembaga negara yang mandiri dan bertugas memeriksa pengelolaan keuangan negara. Saat ini, berlandaskan UU No. 15 Tahun 2006, BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. BPK mulai menyerahkan hasil pemeriksaannya pada 1950-an, di mana UUD 1945 tidak berlaku lagi dan diganti oleh Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 (UUDS). Pada saat itu, BPK berubah nama menjadi Dewan Pengawas Keuangan (DPK). Pada Pasal 112 ayat 2 UUDS 1950, dinyatakan bahwa DPK berkewajiban untuk menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR. Aturan ini dijalankan Dewan Pengawas Keuangan pada tahun itu juga. DPK membuat himpunan hasil pemeriksaan tahunannya yang disebut dengan Pemberitaan Dewan Pengawas Keuangan 1950. Isinya memuat transisi keadaan dan hasil pemeriksaan dari masa Algemene Rekenkamer sampai masa DPK. Algemene Rekenkamer merupakan institusi pengawas keuangan pada masa kolonial Belanda. Namun, Soepomo, tokoh kemerdekaan, menyiratkan bahwa Algemene Rekenkamer juga merupakan sebutan dari Badan Pemeriksa Keuangan pada
44
SEPTEMBER 2011
44 - 46 tempo doeloe.indd 44
Situasi tempat upacara, sebelum penyerahan Buku Haptah BEPEKA di ruang Pustaka Loka, Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
masa awal kemerdekaan. Awal kali penyusunan Pemberitaan DPK, hasil pembukuannya berbentuk stensilan dengan ukuran folio. Namun, sejak 1956, Pemberitaan DPK dicetak dengan format yang lebih kecil. Ukuran buku biasa. Materi yang disajikan tidak terlalu mengalami perubahan drastis. Tetap memuat keadaan umum DPK. Mulai dari Susunan Dewan, Sekretaris, keadaan pegawai dan lain-lain. Selain itu, memuat hasil pemeriksaan atas pengurusan dan pertanggungjawaban keuangan negara dan penuntutan terhadap bendaharawan dan tuntutan ganti rugi. Pemberitahuan Dewan Pengawas Keuangan ditutup pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Dengan kata lain dibuat setahun sekali. Dibumbuhi tanggal mengenai keputusan sidang dewan, dan ditandatangani oleh Ketua DPK. Sekretaris DPK ikut serta menandatangani dengan memberi
catatan bahwa pemberitaan hasil pemeriksaan tahunan tersebut sesuai dengan keputusan dewan. Dalam pemberitaan tahunannya, DPK tetap memantau penyelesaian hal-hal yang telah dikemukakan pada pemberitaan tahun-tahun sebelumnya. Dari pemantauan itu dapat diketahui tingkat kesungguhan pemerintah dalam menyelesaikan hal-hal yang dikemukakan dalam pemberitaan DPK. Apa yang dilakukan DPK diketahui dari Pemberitaan Dewan Pengawas Keuangan 1953 Bab I Bagian Umum. Dalam bab itu terurai bahwa Ketua DPK pada Mei 1953 menyampaikan hasil pemeriksaan keuangan dalam rapat Dewan Menteri. Dalam momen itu, Ketua DPK yang pada waktu itu masih dijabat R. Soerasno menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ternyata kurang mendapat perhatian kementeriankementerian. Dia menyesalkan karena hasil pemeriksaan itu tidak dipergunakan untuk memperbaiki tata
Warta BPK
12/15/2011 6:01:42 PM
TEMPO usaha keuangan negara. Atas keluhan itu, pada 16 Mei 1953, Dewan Menteri menindaklanjutinya dengan mengambil dua keputusan penting. Pertama, Menteri Keuangan diminta untuk menginstruksikan kepada kepala-kepala keuangan pada kementerian-kementerian, melalui konferensi agar memahami tentang kedudukan DPK. Kedua, Para menteri diminta lebih memperhatikan suratsurat DPK dan tidak melihatnya sebagai soal teknis administrasi saja. Setelah DPK diubah kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejalan dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, hasil pemeriksaan BPK dibuat setiap tahun dan disampaikan kepada DPR melalui Presiden. Dalam Perppu No. 6 Tahun 1964 Pasal 9 ayat 1 dinyatakan bahwa BPK menyampaikan laporan tiap tahun kepada DPR melalui Presiden. Laporan memuat hasil pemeriksaan atas perhitungan anggaran disertai daftardaftar perhitungannya. Setelah berlakunya UU No. 17/1965 yang merupakan pembaharuan konstitusional dari Perppu No. 6/1964, tentang BPK, BPK diwajibkan untuk menyusun laporan hasil pemeriksaan tentang perhitungan anggaran, laporan
Warta BPK
44 - 46 tempo doeloe.indd 45
doeloe
tahunan tentang hasil pekerjaannya, laporan tentang keputusankeputusan penting hasil pemeriksaan, pengawasan dan penelitian. Pada masa seusai Dekrit Presiden ini, atau dikenal sebagai masa Demokrasi Terpimpin, kedudukan, tugas, dan wewenang BPK berada di pusaran kekuasaan Presiden Soekarno. Dalam hal penyampaian laporan hasil pemeriksaan harus disampaikan kepada Presiden. Lalu, Presiden menyampaikannya kepada DPR. Setelah pasca peristiwa G-30S PKI, kekuasaan Presiden Soekarno pudar, sampai akhirnya diturunkan dari kedudukannya sebagai Presiden. Pada saat itu, keluarlah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) No.X/MPRS/1966. Berdasarkan ketetapan MPRS tersebut, kedudukan BPK dikembalikan seperti amanat UUD 1945. Dalam hal penyampaian hasil pemeriksaan BPK menyampaikannya langsung ke DPR. Pada 1967 dan tahuntahun selanjutnya, BPK juga memeriksa perhitungan anggaran negara (1967, 1968, triwulan 1969, 1969/1970, dan 1970/1971). Hasil pemeriksaannya atau biasa disebut dengan Nota Hasil Pemeriksaan Perhitungan Anggaran
Pemutakhiran Data Hasil Pemeriksaan Pada masa Orde Baru, agar pemerintah selaku pelaksana dan penanggung jawab keuangan negara mendapatkan kejelasan dan lebih memahami permasalahan dan cara penyelesaian permasalahan, maka penyelesaian hasil pemeriksaan BPK dilakukan melalui tiga tahapan kegiatan. Pertama, pada setiap pemeriksaan operasional (pemeriksaan setempat) diadakan pembicaraan dengan pihak yang diperiksa. Dituangkan dalam bentuk berita pemeriksaan atau disebut lembaran temuan pemeriksaan. Kedua, Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada Menteri atau pimpinan lembaga diadakan pemutakhiran data antara Anggota BPK dengan Irjen Departemen yang mewakili Menteri yang bersangkutan atau pejabat lain yang ditunjuk (Sekjen, Dirjen atau pejabat yang sederajat). Ketiga, Diadakan pembicaraan antara Wakil Ketua BPK (diwakili Sekjen dan Irutama Renops) dan Pemerintah (diwakili Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Keuangan) mengenai hasil pemeriksaan tahunan BPK secara menyeluruh. Kegiatan ini bertujuan untuk melengkapi atau memperoleh kejelasan terkait permasalahan yang ada, yang akan dimuat di Haptah BPK, sehingga fakta yang disajikan BPK dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan pemutakhiran data ini dimulai sejak 1976. Diadakan sebelum penyusunan konsep Haptah BPK. Setelah melalui proses ini barulah dihimpun dan disusun Haptah BPK yang kemudian diserahkan kepada DPR. and
SEPTEMBER 2011
45
12/15/2011 6:01:45 PM
TEMPO
doeloe
Sidang Badan, membicarakan dan menyetujui Konsep Haptah (Hasil Pemeriksaan Tahunan).
Rapat Pemutakhiran Data dengan Departemen Dalam Negeri. Hadir dalam rapat tersebut, Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri, Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri bersama stafnya, dan para Inspektur Wilayah Provinsi dari seluruh Dati I se-Indonesia. Rapat pemutakhiran data dipimpin oleh Drs. Azhar Kasim, Anggota BEPEKA.
Percetakan Konsep Haptah Tahun Anggaran 1976/1977 di Percetakan Negara RI, Jl. Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Pada saat ini, seting huruf-huruf cetakannya masih menggunakan timah.
46
SEPTEMBER 2011
44 - 46 tempo doeloe.indd 46
Negara (NHP-PAN) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat GotongRoyong (DPR GR). Setelah pemerintahan Orde Baru memantapkan pemerintahannya, pascapemilu yang pertama kali (1971), keluarlah UU No. 5 Tahun 1973, tentang BPK. Pada pasal 2 ayat 4, BPK wajib memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada DPR. Selain itu, BPK juga menyampaikannya kepada pemerintah. Hasil pemeriksaan itu dihimpun dan disusun selama 1 tahun dan dibukukan yang kemudian dikenal dengan Buku Hasil Pemeriksaan Tahunan Badan Pemeriksa Keuangan (Haptah BPK). Haptah BPK ini meliputi dua komponen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Rekomendasi kepada pemerintah. Selain itu, BPK juga masih memeriksa Perhitungan Anggaran Negara. Nota Hasil Pemeriksaan atas Perhitungan Anggaran Negara, yang memuat pemeriksaan dan koreksi dari BPK ini, lalu dikembalikan kepada pemerintah. Kemudian, pemerintah menyampaikannya kepada DPR. Mulai April 1974, Ketua BPK Umar Wirahadikusumah melakukan tradisi baru. Pada saat penyerahan Haptah BPK 1972/1973 kepada Ketua DPR Idham Chalid dilakukan dalam suatu acara resmi yang dihadiri oleh pejabat kedua lembaga negara. Upacara penyerahannya dilakukan di Gedung MPR/DPR. Tradisi itu sampai sekarang tetap berlangsung. and Warta BPK
12/15/2011 6:01:50 PM
OPINI
IHPS Oleh : Bahtiar Arif Kepala Biro Humas dan Kerjasama International BPK RI
IHPS merupakan singkatan dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester. IHPS merupakan salah satu produk BPK yang disampaikan kepada lembaga perwakilan dan disampaikan pula kepada pemerintah dua kali dalam setiap tahun. Hal ini dilakukan untuk memenuhi Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Di dalam satu semester, BPK melakukan pemeriksaan terhadap sekitar 600-an objek pemeriksaan di seluruh Indonesia. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh satuan kerja pelaksana BPK di kantor pusat dan 33 kantor perwakilan di setiap propinsi. Dalam rangka pemberian informasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan kepada lembaga perwakilan dan pemerintah, BPK diharuskan menyusun IHPS. Dengan 600-an laporan hasil pemeriksaan (LHP), BPK memiliki tantangan untuk menyajikan informasi hasil pemeriksaan secara menyeluruh tersebut dalam IHPS. Tantangan tersebut terkait dengan penyusunan suatu ikhtisar yang ringkas, menarik, mudah dipahami, dan menyeluruh, sehingga dapat ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan pemerintah atau pemangku kepentingan lainnya. Meskipun IHPS disusun berdasarkan LHP yang dihasilkan dalam satu semester, IHPS tidak seperti suatu laporan hasil pemeriksaan (audit report) yang harus disusun sesuai standar pelaporan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jadi, LHP harus disusun sesuai standar
Warta BPK
47 - opini.indd 47
pelaporan dalam SPKN. Sementara, IHPS yang bukan LHP, merupakan ikhtisar dari LHP. Dengan demikian, IHPS disusun selain untuk memenuhi maksud sebagai suatu “ikhtisar” dan memberikan informasi yang menyeluruh, juga disusun untuk dapat digunakan semaksimal mungkin oleh pihak terkait, seperti lembaga perwakilan dan pemerintah serta stakeholders lainnya. Oleh karenanya, IHPS dibuat semenarik mungkin, jelas, dan menggambarkan keseluruhan LHP yang diterbitkan BPK dalam satu semester. Dalam rangka memenuhi ketentuan UU di atas dan harapan membuat ikhtisar yang ringkas, menarik, mudah dipahami, dan menyeluruh tersebut, BPK telah mengembangkan suatu IHPS, yang terakhir telah disampaikan ke lembaga perwakilan dan pemerintah bulan Oktober 2011, yaitu IHPS I Tahun 2011. Secara umum, IHPS berisi ikhtisar hasil pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu, pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan, pemantauan kerugian negara, dan pemantauan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana. Sesuai dengan ketentuan Pasal 18 UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, IHPS disampaikan kepada lembaga perwakilan dan juga disampaikan kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota, selambat-lambatnya tiga bulan setelah semester berakhir. Tentunya, IHPS diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh hasil pemeriksaan BPK selama satu semester, sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh stakeholders.
SEPTEMBER 2011
47
12/15/2011 7:58:04 PM
AKSENTUASI
Tingkat Kepatuhan Rendah, Sensus Pajak Digelar Sensus Pajak Nasional salah satunya bertujuan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Sensus ini diperkuat dengan aturan Dirjen Pajak serta prioritas untuk mempermudah akses.
P
ada Jum’at pagi (30/9), bertempat di Jakarta Internasional Event & Convention Center (JITEC) Mangga Dua Square, Menteri Keuangan Agus Martowardojo didampingi Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Dirjen Pajak A. Fuad Rahmany, meluncurkan Sensus Pajak Nasional (SPN). Pelaksanaan sensus ini berlangsung hingga akhir 2012. Target yang dicanangkan sekitar 1,5 juta Wajib Pajak (WP) terjaring hingga akhir 2011. Latar belakang pelaksanaan SPN tak lain tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia dalam membayar pajak. WP Orang Pribadi maupun Badan yang
melaporkan SPT masih sangat rendah bila dibandingkan dengan populasi orang pribadi maupun badan usaha. Selain itu tentu untuk meningkatkan penerimaan pajak. Sensus juga bertujuan memutakhirkan data WP. Proses ekstensifikasi juga berjalan dalam program ini. Agus Martowardjojo menyatakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat untuk wajib pajak masih rendah. Dia menyebutkan dari 110 juta orang wajib pajak, baru 8,5 juta yang menyerahkan SPT. Artinya, rasio aktif hanya 7,3%. Untuk badan usaha yang berjumlah sekitar 12 juta, lanjutnya, hanya 466.000 badan usaha yang membayar
istimewa
Tampak Menteri Keuangan Agus Martowardjojo, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dan pengusaha Sofjan Wanandi saat launching sensus pajak nasional di Jakarta.
48
48 - 49 akentuasi.indd 48
SEPTEMBER 2011
pajak atau hanya 3,6%. “Dari data tersebut, tingkat kepatuhan wajib pajak kita masih belum memadai dan pembayaran wajib pajak masih relatif rendah,” kata Agus. Selain di Jakarta, peluncuran SPN juga dilakukan Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak di seluruh Indoesia. Sepertihalnya di Jakarta, di kanwil Ditjen Pajak pun didukung oleh unsur pimpinan daerah masingmasing. SPN dilakukan serentak dan berkesinambungan. Dilaksanakan di sentra-sentra bisnis atau kawasan ekonomi, gedung perkantoran (high rise building), dan kawasan pemukiman. Sekurang-kurangnya 3.000 petugas pajak, baik PNS maupun honorer, akan mengumpulkan data-data tersebut dengan mendatangi seluruh WP di Indonesia. “Kita harus punya prioritas. Sensus dilakukan pada tempat usaha karena yang mudah kita akses. Kemudian kalau untuk orang pribadi, berdasarkan data base, nanti kita lihat mana orang pribadi yang kaya dan belum bayar pajak, tentunya akan dihimbau untuk bayar pajak,” ujar Fuad. Dalam siaran pers, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas N.E. Fatimah menyatakan SPN merupakan salah satu kegiatan dalam rangka menyempurnakan data atau basis perpajakan. Menurut dia, sensus pajak ini bukan sesuatu yang baru bagi Ditjen Pajak. SPN merupakan penyempurnaan dari penyisiran (canvassing) kegiatan yang selama ini telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Untuk memperkuat landasan hu-
Warta BPK
12/15/2011 6:20:54 PM
AKENTUASI kum dan memperjelas tatacaranya, Dirjen Pajak menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-30/PJ/2011 tanggal 27 September 2011 tentang Pedoman Teknis Sensus Pajak Nasional. Berdasarkan aturan itu, pelaksanaan SPN meliputi proses pencacahan, proses pelaporan, dan proses asistensi. Pelaksanaan pencacahan dilakukan menggunakan Formulir Isian Sensus dengan format yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. Menteri Keuangan juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 149/ PMK.03/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Sensus Pajak Nasional. Pertimbangan diterbitkannya PMK itu antara lain adalah dalam rangka pendataan obyek pajak dan perluasan basis pajak sehingga perlu dilakukan pengumpulan data berbasis obyek pajak. Pengumpulan data itu dilakukan melalui sensus pajak nasional yang merupakan salah satu program penggalian potensi perpajakan guna pengamanan penerimaan negara dan pencapaian target penerimaan perpajakan. Berdasarkan PMK itu, penyelenggaraan SPN dilakukan dengan cara mendatangi subyek pajak di lokasi subyek pajak. Subyek pajak dimaksud adalah orang pribadi dan badan. Lokasi subyek pajak adalah domisili, tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat kedudukan dari subyek pajak. Penitikberatan sensus ini adalah menggugah kesadaran WP untuk membayar dan melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT). Dirjen Pajak mengungkapkan SPN akan menjadi titik tolak bagi penerimaan perpajakan senilai Rp1.000 triliun pada RAPBN 2012. Menurut Fuad, dengan adanya SPN akan terdapat intensifikasi dan ekstensifikasi. Dia melanjutkan saat ini ekstensifikasi yang dirasa kurang akan menjadi sasaran. “Jadi SPN itu pada dasarnya ada di ekstensifikasi, meskipun setelah sensus bisa dilakukan intensifikasi karena data itu akan mengupdate database kita,” ungkapnya.
Warta BPK
48 - 49 akentuasi.indd 49
istimewa
Petugas pajak tengah mendata di sebuah gerai tas.
istimewa
Petugas Pajak tengah melakukan sensus pajak di salah satu gerai di Mangga Dua Square.
Dia menambahkan SPN ini berbeda dengan sensus penduduk pajak. “SPN ini bisa 2 tahun, bisa panjang karena SPN tidak sama dengan sensus penduduk. Tidak bisa sebentar, tahun ini 3 bulan, nanti tahun depan kita lakukan lagi,” tukasnya. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa menjelaskan bahwa
SPN ini akan menjadi titik tolak peme rintah dalam menentukan kebijakan perpajakan. Selain itu, lanjutnya, sensus pajak yang dilakukan erat kaitannya dengan penerimaan perpajakan. “Kalau kita mau meningkatkan tax ratio, tanpa punya data yang akurat itu tidak efektif, kita harus memiliki [data tersebut],” ucapnya. and SEPTEMBER 2011
49
12/15/2011 6:20:56 PM
REFORMASI BIROKRASI Panduan Operasional Standar sangat penting bagi
BPK Lakukan Penyempurnaan POS
BPK dalam menerjemahkan kegiatan bisnis proses di tingkat satuan kerja. Oleh karena itu, perlu ada penyusunan panduan baru dan menyempurnakan yang sudah ada.
R
eformasi birokrasi di BPK memasuki jilid kedua. Pada babak sebelumnya (20062010), ada empat pilar reformasi birokrasi yang dilakukan BPK yaitu Kelembagaan, proses Bisnis, Sumber Daya Manusia (SDM), serta Sarana dan Prasarana. Pada jilid kedua, ada penambahan cakupan sebanyak sembilan pilar yaitu penataan peraturan perundangundangan, penataan tata laksana, penataan organisasi, penataan SDM, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan, manajemen perubahan, dan peningkatan pelayanan publik. Salah satu implementasi reformasi birokrasi yang telah, masih, dan akan digarap adalah penyusunan dan penyempurnaan Panduan Operasional Standar (POS) atau dikenal dengan Standard Operating Procedure (SOP). POS itu merupakan salah satu tools untuk memandu proses bisnis yang dilakukan oleh pelaksana BPK. Satuan-
50
SEPTEMBER 2011
50 - 53 reformasi birokrasi.indd 50
warta bpk/andy
Heri Subowo
satuan kerja di BPK akan dipandu dalam melaksanakan pekerjaan tertentu yang sifatnya rutin, berulang, dan standar. Penyusunan dan penyempurnaan POS ini merupakan pengejawantahan dari pilar reformasi birokrasi penataan tata laksana. Atau, pada reformasi birokrasi jilid pertama tercakup pada pilar proses bisnis . Tata laksana dan proses bisnis adalah dua hal yang sama. Dalam organisasi BPK, POS sebenar nya sudah ada. Namun, ada beberapa hal yang kurang detil, tumpang tindih, duplikasi, berbeda satu sama lain belum terdokumentasi, dan kerap me ngacu pada kebiasaan yang ada. “Oleh karena itu, dalam menjalan kan reformasi birokrasi babak kedua, terutama pada pilar penataan tata laksana, BPK akan menyempurnakan POS,” ungkap Kepala Direktorat Litbang BPK Heri Subowo belum lama ini. Dia menjelaskan paling tidak ada tiga proses bisnis di BPK yaitu proses bisnis inti atau utama, proses bisnis penunjang, dan proses manajemen.
Proses bisnis inti yaitu kegiatan peme riksaan BPK. Proses bisnis penunjang antara lain kegiatan pengembangan kelembagaan dan kegiatan pelayanan bantuan hukum. Adapun, proses bisnis manajemen di antaranya mencakup kegiatan pengelolaan keuangan, kegiatan pengelolaan SDM. Ketiga proses bisnis itu diidentifikasikan input dan outputnya. Setelah itu, baru dirancang struktur organisasi yang tepat untuk melaksanakan proses bisnis . Kemudian diidentifikasikan sumber daya manusia seperti apa yang pas untuk menempati struktur organisasi itu. “Dari sinilah POS kemudian dibutuhkan. Tujuannya sebagai pemandu bagi satuan-satuan kerja BPK dalam melaksanakan pekerjaan tertentu yang sifatnya rutin, berulang, dan standar sehingga akan jelas input maupun outputnya.” Jika diurut, lanjutnya, sebelum sampai pada struktur organisasi, dilakukan mapping proses bisnis yang ada di BPK, baik yang bersumber dari amanat
Warta BPK
12/15/2011 6:22:11 PM
REFORMASI BIROKRASI perundang-undangan ataupun kebutuhan dan harapan stakeholder, best practice, dan kebijakan ketua BPK. “Itu koridor kita untuk menentukan bagaimana proses bisnis di BPK berlangsung. Jadi, diketahui apa inputnya, bagaimana proses utamanya, dan kepada siapa output itu di-deliver ke stakeholder,” papar Heri. Direktorat Litbang yang memiliki tugas dan fungsi untuk merancang proses bisnis BPK telah berupaya untuk memetakan proses bisnis untuk level utama. Itu disebut Level 0 yang merupakan inti dari gambaran BPK secara umum atau keseluruhan. “Nah, proses bisnis yang ada di level 0 masih terlalu global. Misalnya, kegiatan pengelolaan SDM, apa pengelolaan SDM itu? Nanti dirinci ke level 1, dari mulai perencanaan, rekrutmen, lalu penempatan, kemudian pendidikan, pelatihan, kompensasi, remunerasi, sampai ke pelepasan. Itu satu rangkaian proses pengelolaan SDM,” papar Heri. Namun, lanjutnya, itu masih terlalu umum. Untuk itu, akan dijabarkan misalnya kegiatan rekrutmen, mulai dari perencanaan, sampai evaluasi. “Selanjutnya pada level 3, baru ini nanti akan diterjemahkan lagi menjadi SOP. Artinya, cara melakukan proses-proses yang detil itu, diatur oleh SOP,” jelasnya. Di sisi lain, pada kondisi sebelumnya, di BPK, banyak aktivitas kerja yang didasarkan pada kebiasaan sebagai sebuah panduan. Panduan itu ada yang lisan, menurut kebiasaan, ada juga yang tertulis. “Di BPK, banyak aktivitas yang didasarkan pada kebiasaan. Kalau kita tanya kenapa begini, dulunya begitu. Nah, ini yang mau kita tertibkan. Supaya siapapun orang yang ditempatkan di situ, punya keseragaman perlakuan. Atau punya standar proses kerja yang harus diikuti. Tidak berdasarkan kebiasaan atau improvisasi ketua satuan kerja.” Maka, lanjutnya, dibutuhkan suatu panduan untuk menyeragamkan aktivitas. Itulah disusun perangkat lunak atau panduan. “Kita sudah punya, dulu pada 2002
Warta BPK
50 - 53 reformasi birokrasi.indd 51
yakni Pola Pedoman Perangkat Lunak. Kemudian disempurnakan pada 2008, dengan Pedoman Pemeriksaan dan nonpemeriksaan, juklak tatacara dan penyusunan, penyempurnaan pedoman pemeriksaan dan nonpemeriksaan,” ujar Heri.
Direktorat Litbang BPK melakukan pemetaan pedoman yang ada di BPK, baik itu pedoman pemeriksaan dan nonpemeriksaan. Pedoman peme riksaan ini mulai dari undang-undang dasar, undang-undang, SPKN, kode etik, dan PMP. Setelah itu, ada pedoman yang disebut petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). “Pada juknis akan ada penyempurnaan. Sebelumnya, pedoman pemeriksaan yang sifatnya juknis itu berdasarkan obyek pemeriksaan. Misalnya juknis pemeriksaan atas barang dan jasa, juknis Pemeriksaan atas pengelolaan RSUD, juknis Pemeriksaan Pengelolaan atas limbah industri.” Jika tetap menggunakan model seperti itu, penyusunan juknis peme riksaan tak akan selesai-selesai. Sebab,
nakan juknis pemeriksaan tersebut. Jadi, tidak lagi menyusun juknis berdasarkan obyek pemeriksaan, tetapi berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan yang dibutuhkan. Contoh, dalam pemeriksaan kinerja sudah ada juklaknya mulai tahapan pe rencanaan, pelaksanaan, dan laporan. “Pada saat kita melakukan tahapan perencanaan, mulai dari pemahaman entitas, penilaian SPM, penentuan area kunci (kegiatan atau subkegiatan apa yang ingin kita periksa lebih dalam). Nah, juklak tidak dielaborasi lebih dalam. Itulah perlunya juknis.” Terkait dengan kebutuhan auditor untuk panduan yang lebih detil untuk obyek pemeriksaan tertentu, menurut Heri, itu bisa diakomodir dalam Seri Panduan atau Guiden Materials. Seri Panduan ini tidak serigid juklak dan juknis. “Kalau juklak dan juknis itu ada prosesnya. Mulai dari penyusunan sampai pengesahan. Dan, proses legislasi nya juga harus lewat Binbangkun dan persetujuan seluruh Anggota Badan, kalau itu ditetapkan oleh SK Ketua atau SK Badan.”
obyek pemeriksaan setiap tahun selalu bertambah. Padahal, juknis ini sifatnya metodologi dan relatif tetap. Oleh karena itu, Direktorat Litbang tengah memetakan dan menyempur-
Untuk memenuhi kebutuhan praktis dari auditor tidak menutup kemungkinan nanti ada semacam panduanpanduan yang lebih praktis. Tapi ini dilekatkan pada obyek pemeriksaan
POS Pemeriksaan
SEPTEMBER 2011
51
12/15/2011 6:22:11 PM
REFORMASI BIROKRASI tertentu. “Misalnya, Panduan Pemeriksaan Haji. Berdasarkan obyek pemeriksaan tertentu. Sudah memuat seluruh yang diperlukan pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan haji. Dari mulai teknis, metodologi, kemudian organisasi pemeriksaannya, bentuk koordinasi yang digunakan sampai kasus-kasus yang mungkin ditemui.” Jadi, lanjutnya, ada frequently as question, kasus-kasus yang mungkin menjadi temuan atau calon temuan. “Nah, kalau di juklak dan juknis tidak ada seperti itu karena tidak melekat ke obyek pemeriksaan.”
Pedoman Penyusunan POS Untuk mengakomodir penyempurnaan dan penyusunan POS ini, barubaru ini BPK telah mengeluarkan Pedoman Penyusunan POS. Berdasarkan SK BPK 39/ 2007, diatur bahwa penyusunan perangkat lunak, pemeriksaan maupun nonpemeriksaan itu merupa
52
SEPTEMBER 2011
50 - 53 reformasi birokrasi.indd 52
kan tugas dan fungsi direktorat Litbang. “Namun, dalam prakteknya Litbang tidak bisa bekerja sendiri. Karena yang tahu persis melakukan sesuatu itu adalah satuan kerja (satker) yang bersangkutan. Makanya kita akan bersi nergi dengan satker-satker,” ujar Heri. Oleh karena itu, satuan-satuan kerja yang merasa berkepentingan untuk menyusun POS, bisa mengajukan proposal ke Direktorat Litbang BPK. Setelah diajukan, Direktorat Litbang akan menelaah, proposal pengajuan penyusunan POS ini terkait proses bisnis yang mana. Jika disetujui Direktorat Litbang, maka proposal itu akan dikembalikan ke satuan kerja yang mengajukan. Kemudian satuan kerja tersebut yang menyusun draf POS-nya. Dalam proses penyusunan POS, satuan kerja terkait dapat melibatkan staf Litbang. Dalam menyusun draf POS, satuan kerja terkait harus mengacu pada Pedoman Penyusunan POS yang diterbitkan
pada 2011. Setelah proses penyusunan selesai, drafnya diajukan kembali kepada Direktorat Litbang untuk divalidasi atau dievaluasi. Proses validasi atau evaluasi yang dilakukan Litbang juga harus mengacu pada Pedoman Penyusunan POS. “Intinya aspek yang dievaluasi itu terkait kesesuaian dengan peta proses bisnis , relevansi dengan kebutuhan SOP. Pasalnya, ada SOP yang sesuai, tetapi dia sudah terjawab di proses bisnis di atasnya. Jadi, tidak perlu terlalu detil.” Menurut dia, yang namanya status SOP semuanya harus jelas, termasuk input, yang dilakukan, output, dan kepada siapa outputnya diserahkan. “Jadi, nanti satker berikutnya yang menangkap output itu sebagai inputnya. Saling menyambung. Dari sisi substansi harus jelas seperti itu,” jelas Heri. Selain dari sisi substansi, draf POS ini juga dinilai dari sisi format yang sudah ada standarnya. Misalnya, penuangan, bentuk paragraf, tata letak, termasuk sampai covernya, harusnya sama. Setelah dievaluasi, ternyata ada halhal yang perlu disempurnakan, Direktorat Litbang akan mengembalikan draf POS tersebut kepada satuan kerja yang mengajukan untuk diperbaiki. Setelah diperbaiki, satuan kerja yang bersangkutan mengajukannya lagi ke Litbang. Jika disetujui, Direktorat Litbang akan menyampaikan draf itu ke Binbangkum untuk ditelaah secara hukum. “Karena nanti setiap SOP itu harus ada dalam bentuk produk hukumnya: SK Sekjen, atau SK Ketua, atau SK Badan,” tutur Heri. Terkait dengan pengesahan draf POS tersebut, pihak Direktorat Litbang menghendaki jika POS sifatnya internal, tidak perlu pengesahannya sampai ke tingkat Ketua, Badan, atau Sekjen. Cukup Surat Keputusan Satuan Kerja yang bersangkutan. Surat Edaran Kepala Perwakilan misalnya untuk POS penerima tamu. “Masa SOP penerima tamu sampai ke Sekjen kan nggak lucu,” jelasnya. Jadi, nanti dilihat seberapa strategis POS itu mempengaruhi satker lain. Baru bisa ditarik pengesahannya ke atas. Na-
Warta BPK
12/15/2011 6:22:11 PM
REFORMASI BIROKRASI mun, kalau hanya berlaku di internal satuan kerja, sebaiknya dipermudah proses penetapannya. “Kecuali, POS yang sifatnya seragam dan hendak diseragamkan. Proses pengeluaran KKP (Kertas Kerja Peme riksa), misalnya. POS pengeluaran KKP, yang semestinya POS-POS terkait itu seragam di semua perwakilan. Jika POS semacam itu, maka bisa ditarik Direktorat Litbang, untuk dikembangkan menjadi POS yang sifatnya standar menyeluruh. Proses pengesahannya bisa melalui Ketua, Badan, atau Sekjen.” Selain itu, tambahnya, ada juga POS-POS yang diinisiasi Direktorat Litbang sendiri. POS-POS seperti ini sifatnya lintas satuan kerja atau antarsatuan kerja di BPK. Tujuannya, agar tidak ada ‘slip’ di antara satker-satker terkait. Oleh karena itu, inisiasinya diambil alih Direktorat Litbang. Namun, dalam proses penyusunan POS tersebut, pihak Litbang akan melibatkan satuan-satuan kerja yang terkait dengan POS itu. Proses pengesahannya tidak di tingkat satuan kerja, tetapi disahkan Ketua, Badan, atau Sekjen. Sebab POS tersebut mempengaruhi satker-satker lainnya. “Misalnya, SOP perencanaan. SOP ini memang dimiliki Direktorat PSMK, tetapi dalam perencanaan itu melibatkan satker yang lain. Maka, ini diinisiasi oleh Litbang,” papar Heri.
Warta BPK
50 - 53 reformasi birokrasi.indd 53
Sampai saat ini, Direktorat Litbang tengah menginventarisir seluruh pro ses bisnis yang dilakukan oleh seluruh satuan kerja yang ada di BPK. Kemudian menginventarisir POS yang sudah dibuat satuan-satuan kerja. Nanti, dari POS-POS tersebut akan ditelaah apakah masih relevan atau tidak. Kalau masih relevan, akan diberlakukan, kalau tidak relevan, akan dievaluasi dan disempurnakan. Untuk tahun depan, Direktorat Litbang akan fokus pada penyempurnaan POS di perwakilan BPK. Sementara di
BPK Pusat akan difokuskan pada penyempurnaan POS di bidang peme riksaan. Pada 2013, akan ada pengembangan cetak biru yang menjadi acuan bagi BPK dalam mengembangkan organisasi. Gap antara proses bisnis dengan POS yang menjadi target penyempurnaan menjadi bagian pelaksanaan IS71: Perwujudan organisasi dan tata laksana BPK yang berkualitas. Itu salah satunya adalah penyempurnaan POS selama 5 tahun. Untuk menunjang itu, beberapa waktu lalu, Direktorat Litbang me ngirimkan 25 pegawai BPK untuk mengikuti pendidikan proses bisnis manajemen di Belanda. Sebanyak 12 di antaranya merupakan staf Direktorat Litbang. Sisanya, perwakilan dari satu an kerja yang dianggap relevan atau mendesak untuk pengembangan POS seperti Direktorat PSMK, Pusdiklat, Biro SDM, Biro TI, Biro Keuangan, dan Auditorat Keuangan Negara. “Dengan demikian diharapkan kita akan memiliki level pengetahuan yang sama antara Litbang dengan pemakai POS. Dan, orang-orang yang ikut ke Belanda tersebut nanti akan dijadikan semacam counterpart Litbang dalam mengembangkan SOP,” jelas Heri. and SEPTEMBER 2011
53
12/15/2011 6:22:12 PM
HUKUM Komisi Yudisial kembali akan lakukan seleksi awal calon hakim agung untuk melengkapi kebutuhan MA. Selain hakim militer, MA masih membutuhkan sembilan hakim agung, termasuk untuk mengganti yang pensiun.
Menunggu Kiprah Hakim Agung
S
etelah selama seminggu mendengarkan gagasan dan paparan dalam fit and proper test 18 calon hakim agung, Komisi III DPR akhirnya memilih enam calon melalui voting sebanyak 56 ang gota yang hadir. Sekalipun jumlah itu masih kurang dari kebutuhan MA yang mengingin kan tambahan 10 hakim agung, baik Komisi Yudisial maupun Komisi III DPR menegaskan, para calon terpilih meru pakan hasil yang maksimal. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pemilihan para pakar hukum yang akan diserahi untuk me megang palu di lembaga peradilan tertinggi di Indonesia itu berlangsung cukup ketat. Komisi Yudisial yang mendapatkan mandat untuk melaku kan seleksi awal hanya merekomenda sikan 18 nama calon dari peserta yang mendaftar ke Komisi III DPR. Ketatnya pemilihan itu tentunya bukan saja disebabkan terus terpu ruknya nama lembaga peradilan di mata masyarakat serta merosotnya wibawa penegakan hukum di Indone sia, juga tak lepas dari rencana MA un tuk menerapan sistem kamar. Dalam sistem itu para hakim agung akan di tempatkan pada kamar-kamar sesuai dengan keahlian atau latar belakang nya . Dengan adanya sistem kamar ini, para calon hakim agung akan di hadapkan pada spesialisasi. Dengan harapan para hakim di MA bisa me nelurkan putusan yang benar-benar berkualitas sehingga tidak menimbul kan kesangsian di masyarakat. Sementara itu dari enam hakim agung terpilih, Peneliti Hukum Indo
54
54 - 58 hukum.indd 54
SEPTEMBER 2011
istimewa
Suasana fit and propertest di DPR
nesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyoroti terpilihnya politisi PDIP Gayus Lumbuun sebagai hakim agung. Menurut dia, Gayus memiliki be ban moral yang lebih berat diban dingkan dengan hakim agung terpilih yang lainnya. Pasalnya, posisi Gayus sebagai politisi yang berpindah men jadi penegak hukum bisa membuat publik meragukan independensi dan imparsialitasnya. “Di situlah tugas berat Gayus. Langkah yang harus dilakukan adalah membuktikan kepada publik bahwa ia bukanlah titipan partai politik ter tentu. Ketika masuk MA, dia tak punya kepentingan apa pun,” tegas Donal. Donal menyarankan agar Gayus mengambil jarak dengan para kolega nya ketika dia berada di DPR. Selain itu, Gayus sebaiknya tidak menangani kasus-kasus hukum yang melibatkan para politisi. “Itu memang kewena ngan Ketua MA (untuk memilih perka
ra), tapi lebih tepat jika ia yang memu lai lebih dahulu untuk membuktikan komitmennya,” Sementara itu menanggapi terpi lihnya enam hakim agung baru, MA menegaskan pihaknya sangat meng apresiasi hasil seleksi yang diumum kan Komisi III DPR. Namun MA me nyayangkan tak adanya calon hakim agung militer yang diloloskan. “Secara keseluruhan hasil seleksi hakim agung 2011 bagus. Namun, sebenarnya kita sudah minta satu ha kim militer, tetapi enggak tahu kenapa calon hakim agung militer tidak dilo loskan,” kata Wakil Ketua Bidang NonYudisial, Ahmad Kamil di gedung MA, sehari setelah pemilihan. Menurut dia, sesuai sistem kamar yang akan diberlakukan, MA mem butuhkan satu hakim militer untuk melengkapi komposisi satu majelis hakim. Saat ini, MA telah memiliki dua hakim agung dengan latar belakang militer. “Karena tidak ada hakim militer
Warta BPK
12/15/2011 8:00:29 PM
HUKUM yang diloloskan ya jadi hakim agung militer tetap dua orang,” tegasnya. Selanjutnya, kata Kamil, MA ber harap dari enam orang yang terpilih sebagai hakim agung segera dapat menyesuaikan dengan lingkungan dengan MA. “Kita berharap enam orang hakim agung terpilih segera bisa menyesuaikan dengan lingku ngan MA,” harapnya. Dia menambahkan kini berarti MA memiliki 54 hakim agung, semen tara target jumlah hakim agung sesuai
amanat UU MA sebanyak 60 hakim agung. “Kurang enam orang, terus ha kim agung yang akan pensiun tahun depan (Januari-Mei 2011) ada sekitar sembilan hakim agung. Makanya, kita akan minta lagi ke KY untuk menu tupi sembilan hakim agung yang akan pensiun sekaligus kekurangan enam orang itu,” jelasnya. Menanggapi keluhan MA soal ha kim militer, Juru Bicara KY Asep Rah mat Fajar menegaskan KY telah beru paya menyeleksi calon hakim agung
sesuai kebutuhan MA, termasuk calon dari hakim militer. Jika memang DPR tidak meloloskan calon dari hakim mi liter, itu kewenangan DPR. Asep juga mengatakan dalam wak tu dekat ini KY akan melakukan seleksi calon hakim agung lagi untuk mengisi kekurangan enam hakim agung dan menggantikan beberapa hakim agung yang akan memasuki pensiun tahun depan. “Jika dirasa masih kurang, nanti KY bisa menggenapkannya,” kata Asep. bd
Pemikiran 6 Calon Hakim Agung Siapakah gerangan enam hakim agung baru yang terpilih. Apa latar belakangnya dan apa saja janjinya? Berikut “kecap dapur” enam calon terpilih yang disam paikan dalam fit and proper test di Komisi III DPR : Suhadi, Panitera MA. Calon ini mendapat suara mayoritas anggota dewan (51 suara). Tentu tak memerlukan waktu adaptasi lagi. Dia sehari-hari sudah bekerja di MA. Suhadi berencana menyalurkan ide-ide untuk menghapus tunggakan perkara dalam rapat pleno para hakim agung atau per temuan informal seperti coffee morning. “Saya akan mengusulkan perubahan cara para hakim agung memeriksa dan memutus perkara yang diguna kan selama ini,” ujar Suhadi. Saat ini, MA menggunakan sistem roda berjalan dalam memeriksa dan memutus perkara. Konsep sistem ini adalah para anggota majelis hakim secara bergantian membaca berkas perkara. Misalnya, dalam satu perkara yang diperiksa oleh satu majelis hakim yang terdiri dari tiga anggota hakim. Maka, berkas perkara pertama kali diserahkan ke hakim pertama (pembaca satu) untuk diberikan pendapatnya, hingga ke hakim ketiga, lalu perkara diputuskan. “Kalau pembaca satu lemah, maka (perkara) tersen dat di sana. Begitu juga bila pembaca dua lemah. Lama baru sampai ke pembaca tiga. Ini yang jadi hambatan perkara lama diputus,” ujarnya menceritakan kelemahan sistem ini. Suhadi mengusulkan agar berkas perkara tak perlu lagi digilir seperti itu. Ia berharap ke depan cara memu tus dilakukan secara simultan. “Mereka diberi kesempa tan menilai. Lalu, adu argumentasi. Itu lebih obyektif dan putusannya lebih bernilai,” tuturnya. Ini akan didukung dengan sistem teknologi informa si yang sudah diterapkan oleh MA, dengan mengganda
Warta BPK
54 - 58 hukum.indd 55
kan soft copy berkas perkara yang dikirim oleh pengadi lan pengaju (pengadilan negeri). Gayus Lumbuun, Politisi PDI Perjuangan Sosok ini sering tampil dalam diskusi hukum di tele visi berhasil mendulang 44 suara. Gagasan Gayus yang disampaikan di fit and proper test cukup sederhana. Visinya sebagai hakim agung tak berbeda dengan blue print (cetak biru) MA dan Renstra 2010-2035 yang pada dasarnya ingin membuat MA dan peradilan di bawahnya bisa menunjukkan keadaan atau sifat kehormatan, ke benaran, kemuliaan dan keluruhan.
Gayus Lumbuun
istimewa
“Misi saya secara pribadi akan memberikan duku ngan sepenuhnya kepada tujuan MA dalam hal merefor masi dan melakukan pembangunan hukum khususnya peradilan di Indonesia dengan meningkatkan kualitas dan konsistensi sebagai salah satu pilar penegak hukum,” jelasnya . SEPTEMBER 2011
55
12/15/2011 8:00:30 PM
HUKUM Secara pribadi Gayus berjanji akan mengontrol emosinya. Dia menyadari selama ini, dirinya mendapat sorotan ketika pernah bersitegang dengan Advokat OC Kaligis dan rekannya sesama anggota DPR Ruhut Sitom pul di depan publik. “Namun, dapat saya yakinkan, habit saya yang kurang baik ini masih undercontrol. Tak me lebihi sepantasnya,” ujar Gayus. Nurul Elmiyah, Dosen Universitas Indonesia Wanita yang sehari-hari menjadi pengajar materi Hukum Perdata di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini terpilih sebagai hakim agung setelah berhasil mengumpulkan 43 suara. Sebagai hakim agung yang terpilih dari kelompok nonkarier, langkah awal yang di lakukan di MA tentunya melakukan adaptasi “Saya dari nonkarier tentu harus beradaptasi terlebih dahulu. Ini tak mudah tapi dengan kerja keras, saya rasa adaptasi tak lama. Kira-kira 1 bulan. Jadi pada awal-awal masuk ke MA tentu harus banyak belajar,” ujarnya. Nurul menyadari tugasnya di MA tak akan mudah. Sebagai hakim agung yang berlatar belakang perdata, tumpukan berkas perkara tentu sudah siap mengham pirinya. Apalagi perkara terbesar yang masuk ke MA adalah perdata, sekitar 40%. Belum lagi adanya tung gakan perkara yang sudah barang tentu tak bisa ditelan tarkan. “Saya targetkan sebulan, saya sudah akan bekerja maksimal. Kalau tak salah, sekarang, mereka (hakim agung) mendapat 15-20 kasus per bulan. Mudah-muda han bisa diselesaikan,” ujarnya. Andi Samsan Nganro, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur Dia berhasil mengantongi 42 suara. Sama halnya Gayus Lumbuun, dia juga akan mengikuti cetak biru MA.
istimewa
Andi Samsan Nganro
Dia mengatakan MA sudah dua kali menerbitkan cetak biru untuk pembaharuan ke depan. “Cetak biru yang terakhir ini, saya kira sudah cukup ideal,” ujarnya. Menurut dia, sistem kamar penanganan perkara
56
54 - 58 hukum.indd 56
SEPTEMBER 2011
yang dicanangkan MA dinilai dapat menghasilkan putu san yang berkualitas karena perkara ditangani oleh ha kim yang ahli dibidangnya. Meski begitu, Andi Samsan menilai MA perlu mem perketat berapa lama seorang hakim memeriksa perka ra. Tidak adanya pengawasan berapa lama majelis mem baca berkas perkara tentu akan berdampak pada ber tumpuknya perkara kasasi. “Hal Ini perlu ada SOP yang mengatur. Apabila ini diterapkan, tujuan MA yang ingin meningkatkan fungsi peradilan cepat dan transparan akan terwujud,” ujarnya. Selain itu, Andi Samsan menegaskan dirinya tak ta kut menangani perkara apapun di MA. Dia berjanji akan mengedepankan kecerdasan spiritual dalam memutus perkara di MA, sebagaimana yang sudah dia terapkan di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi. “Mengadili itu sebenarnya ranah Ilahi. Jangan-ja ngan justru lebih jahat yang mengadili dari yang diadili. Makanya di sini dituntut kecerdasan spiritual. Berdasar kan pengalaman saya, bila akaliah sudah sinkron dengan hati nurani, saya tak takut,” ujar hakim yang memutus perkara pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kar tasasmita ini. Dudu Duswara, mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Dudu mendapatkan 34 suara. Dia pernah menangani perkara cek pelawat yang melibatkan sejumlah anggota dewan. Bahkan, Dudu adalah salah seorang anggota majelis yang menghukum anggota dewan dari PPP, En din Soefihara. Dalam fit and proper test, Dudu sempat dikritik sejumlah anggota Komisi III saat menangani kasus cek pelawat ini. Mereka berpendapat seharusnya perkara tak bisa dilanjutkan, karena penyuapnya belum ditemukan. Namun, para hakim agung justru lebih dulu menghu kum orang yang disuap. “Dalam suap itu, adanya pe nyuap dan yang disuap adalah syarat mutlak. Bagaima na mungkin bisa dibilang ada suap bila penyuapnya tak ada?” ujar Ketua Komisi III Benny K Harman. Hary Djatmiko, berkarier di Pengadilan Pajak Hary mengumpulkan 28 suara. Pria yang akan ditem patkan di kamar Tata Usaha Negara ini diharapkan dapat memperkaya hakim-hakim agung berlatar belakang pa jak yang sangat minim di MA. “Saya rasa para anggota dewan memilih Pak Hary itu karena dia latar belakang pajak. Di MA, saat ini, hakim agung tata usaha negara memang sudah penuh, tetapi hakim TUN yang berspesifikasi pajak itu masih sedikit spesifikasi keahlian Hary sebagai hakim pajak juga dibu tuhkan di MA untuk menangani perkara-perkara pajak yang masuk,” Ujar Anggota Komisi III Achmad Yani. bd
Warta BPK
12/15/2011 8:00:30 PM
HUKUM
Mengintip Sistem Kamar di MA
Mulai 1 Oktober 2011, Mahkamah Agung akan menerapkan sistem kamar. Sistem ini diyakini bisa meningkatan kualitas dan konsistensi putusan MA sehingga visi sebagai badan peradilan yang agung bisa tercapai. Harifin A. Tumpa istimewa
S
etengah tahun yang lalu, dalam suatu seminar bertan juk Reformulasi Metode Seleksi Hakim Agung yang berlang sung di Hotel Millenium, Jakarta, Ketua MA Harifin A. Tumpa mengungkapkan dirinya sering mendengar keluhan ma syarakat menyangkut adanya putusan MA yang dikeluarkan oleh hakim agung yang tidak kompeten dengan perkara nya. Misalnya, tambahnya, penanganan perkara niaga yang cukup kompleks tetapi diadili oleh hakim agama atau hakim yang berlatar belakang militer. “Keluhan itu dapat dimengerti karena setiap orang yang berperkara tentu menginginkan agar perkaranya diperik sa dan diputus secara obyektif dan pro
Warta BPK
54 - 58 hukum.indd 57
fesional,” tegasnya. Harifin mengatakan ketika sese orang menjadi hakim agung di MA, dia akan membaur dengan hakim agung lainnya dan tidak lagi melihat latar be lakang keahlian dan pengalaman me reka. Padahal, menurut dia, bila UU Mah kamah Agung dikaji, di mana telah di tentukan beberapa ketua muda MA, secara eksplisit sebetulnya dikehendaki adanya pembidangan dalam penanga nan perkara. Namun, guna memperte gas implementasi pembidangan terse but, Harifin menegaskan bahwa saat ini MA telah melakukan pendalaman terhadap adanya opsi penerapan sistem kamar yang sedang dikaji oleh tim. Opsi itu di antaranya adalah pemba
gian ‘kamar perdata’ dan ‘kamar pidana’. Kamar perdata akan mengurusi perdata umum, khusus, agama, dan Tata Usaha Negara (TUN). Adapun, kamar pidana mengurusi pidana umum, khusus, dan pidana militer. Selain itu, ada pula opsi penerapan kamar dengan membaginya pada lima kamar yakni kamar perdata, kamar pidana, kamar perdata agama, kamar pidana militer, dan kamar TUN. “Kelihatannya opsi ini yang akan disetujui oleh mayoritas tim. Insya Allah sistem kamar tersebut akan diterapkan tahun ini juga,” kata Harifin dalam semi nar tersebut. Apa yang dijanjikan Ketua MA pada seminar di Hotel Millenium setengah tahun yang lalu itu kini ternyata telah SEPTEMBER 2011
57
12/15/2011 8:00:32 PM
HUKUM menjadi kenyataan. Dalam pidato pembukaan Rakernas MA pada 19 September, Harifin mene gaskan bahwa mulai 1 Oktober 2011 MA akan memberlakukan sistem kamar. Dasar pemberlakuan sistem kamar ini tertuang dalam SK Ketua Mahkamah Agung nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan sistem kamar pada Mahkamah Agung RI ter tanggal 19 September 2011. Menurut Harifin, kebijakan sistem kamar sebenarnya bukanlah isu baru di MA. Pada saat penyusunan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 mun cul isu terhadap kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan. Kualitas putusan yang minim, kata nya, dianggap membuka peluang bagi para pihak untuk terus melakukan upa ya hukum. Sementara itu permasalahan menjadi bertambah manakala tidak ada standar putusan sejenis sebagai acuan sehingga mengakibatkan tidak adanya konsistensi putusan. Lebih lanjut Ketua MA juga menam bahkan, pada prinsipnya ada tiga tujuan terkait kebijakan sistem kamar tersebut. Pertama, untuk mengembangkan kepakaran dan keahlian hakim agung dalam memeriksa dan memutus perka ra. Kedua, meningkatkan produktivitas dalam pemeriksaan perkara. Ketiga, un tuk memudahkan pengawasan putusan dalam rangka menjaga kesatuan hu kum karena putusan telah terklasifikasi sesuai dengan keahlian dalam kamar. SK KMA No.142 ini ditindaklan juti dengan dua instrumen hukum lain, yaitu SK KMA No.143/2011 tentang Penunjukan Ketua Kamar, dan SK KMA No.144/2011 tentang Penunjukan Ha kim Agung Sebagai Anggota Kamar Perkara dalam Sistem Kamar Pada Mah kamah Agung Republik Indonesia. Selanjutnya Ketua MA juga mene gaskan, dengan berlakunya SK No.142/ KMA/SK/IX/2011, semua tata cara pem bagian perkara, dan prosedur lain yang mendukung pelaksanaan sistem kamar sudah akan efektif mulai 1 Oktober 2011. Sementara itu dalam masa-masa awal pemberlakuan SK KMA tersebut akan ada masa transisi dari “Sistem Tim”
58
54 - 58 hukum.indd 58
SEPTEMBER 2011
ke “Sistem Kamar”. “Penyesuaian selama 1 tahun bagi sistem administrasi pendukung un tuk melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan, seperti masalah regis ter, pelaporan, koordinasi, dan lainnya”, papar Ketua MA.
Substansi Sistem Kamar Sebagaimana yang tertuang seba gai substansi SK KMA No.142 tersebut, untuk proses penanganan perkara, MA terdiri dari lima kamar yaitu perdata, pidana, agama, militer dan tata usaha negara. Penempatan Hakim Agung di ma sing-masing kamar ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung berdasarkan: asal lingkungan peradilan, latar be lakang pendidikan formal dan pelatihan yang pernah dilalui. Dengan demikian keahlian atau spesialisasi hakim agung pada setiap kamar akan terjaga.
Ketua MA menggarisbawahi sistem kamar merupakan salah satu di antara beberapa agenda penting dalam pembaruan bidang pelaksanaan fungsi teknis peradilan yang diamanatkan oleh Cetak Biru Pembaruan Peradilan. Setiap kamar akan memiliki me kanisme rapat pleno yaitu Rapat Pleno Rutin dan Rapat Pleno Perkara. Rapat pleno rutin dilaksanakan setidak-tidak nya satu kali dalam sebulan sebagai mekanisme kontrol dalam manajemen perkara MA. Sedangkan rapat pleno perkara juga dilaksanakan setidaknya satu sekali dalam sebulan untuk membahas perka ra-perkara dalam pemeriksaan, terma suk mengenai materi perkara, penaf siran hukum yang digunakan serta kon sep amar putusan. Hal ini tidak berarti seluruh perkara dalam kamar diperiksa
oleh seluruh anggota kamar, tapi tetap diperiksa berdasarkan sistem majelis yang terdiri dari tiga hingga lima orang hakim agung sesuai ketentuan undangundang. Selain itu juga terdapat mekanisme Rapat Pleno Antar Kamar yang dapat diselenggarakan jika terdapat perkara yang mengandung masalah hukum yang menjadi wilayah 2 (dua) kamar atau lebih sekaligus. Ketua MA menggarisbawahi bahwa sistem kamar merupakan salah satu di antara beberapa agenda penting dalam pembaruan bidang pelaksanaan fungsi teknis peradilan yang diamanatkan oleh Cetak Biru Pembaruan Peradilan. Proses perumusan kebijakan sistem ka mar diawali dengan penetapan SK KMA No.010/KM/SK/I/2011 mengenai Kelom pok Kerja Penerapan Sistem Kamar Pada Mahkamah Agung. Pokja yang diketuai oleh Atja Sond jaja (Ketua Muda Perdata MA) melibat kan beberapa unsur masyarakat sipil, yaitu salah satunya adalah Lembaga Ka jian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan (Leip). Selain itu Anggota Tim Asistensi Pembaruan Peradilan juga ter libat dalam Pokja ini. Pokja bertugas untuk mengkaji se cara komprehensif hal-hal yang diper lukan untuk penerapan sistem kamar di MA. Hasilnya, Pokja merumuskan sistem kamar yang dirasa tepat sesuai konteks lembaga peradilan di Indonesia. Selain itu, sebagai perbandingan dan penga yaan, Pokja juga mengkaji penerapan sistem kamar lembaga peradilan di ber bagai negara. “Sistem kamar ini lahir dari pemiki ran dan pembicaraan panjang, dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal, baik dalam maupun luar ne geri. Semuanya ditujukan supaya bisa diimplementasikan lebih baik,” jelas Ketua MA. Dengan demikian, berjalannya sistem kamar di MA tidak hanya meng harapkan peningkatan kualitas putusan dan terciptanya konsistensi putusan, tetapi juga untuk menggapai visi Mah kamah Agung sebagai badan peradilan yang agung. bd
Warta BPK
12/15/2011 8:00:32 PM
INTERNASIONAL
Peserta Technical Meeting BPK RI-JAN Malaysia, yang berlangsung di Manado, Sulawesi Utara, berfoto bersama sebelum berdiskusi selama dua hari, belum lama ini.
BPK RI dan Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia kembali bertemu di Manado, Sulawesi Utara. Pertemuan itu merupakan kelanjutan dari perjalanan panjang kedua lembaga guna pengembangan kapasitas auditor dan manfaat lainnya.
K
erja sama BPK RI dan JAN Malaysia diawali atas dasar letak geografis di kawasan Asia Tenggara. Terutama kedua negara sama-sama miliki areal wilayah kehutanan yang cukup luas. Hasil kehutanan dan kawasan hutan merupakan aset yang harus dijaga dari kerusakan. Dalam perkembangan kerja sama ini, cakupannya diperluas bukan hanya bidang audit kehutanan tetapi juga menyangkut lingkungan, audit pajak dan bea cukai, pelatihan, dan penelitian. Dalam bidang audit kehutanan, substansi yang dibahas adalah mengenai penyusunan, pembahasan, dan finalisasi laporan parallel audit BPK – JAN
Warta BPK
59 - 61 internasional.indd 59
warta bpk/mh. arianto
BPK – JAN Songsong INTOSAI WGEA Argentina Malaysia. Bidang audit pajak, dibahas tentang penyusunan program pemeriksaan pajak. Sementara untuk bidang bea cukai dilakukan pembahasan mengenai kerja sama audit keuangan dan audit kinerja di bidang bea cukai. Dalam bidang pelatihan, agenda yang dibahas adalah evaluasi atas keseluruhan proses kerja sama yang dicapai masing-masing negara dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi bagi auditor serta pengembangan pusdiklat. Sejak awal kerja sama ini digagas guna memberikan manfaat tidak hanya untuk pengembangan kapasitas audi-
tor di kedua negara tetapi juga telah memberikan manfaat dalam mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di kedua negara. Hubungan kedua lembaga dimulai dengan pelaksanaan technical meeting pertama pada saat ulangtahun BPK ke 60 Januari 2007. Hubungan berlanjut menjadi kerja sama dengan pelaksanaan pertemuan teknis kedua pra-MoU pada 16 Agustus di Malaysia. Kesimpulan yang dihasilkan berupa implementasi area kerja sama adalah bidang pe ngelolaan hutan dengan metode paralel audit. Akhirnya, kerja sama kedua SEPTEMBER 2011
59
12/15/2011 6:30:30 PM
INTERNASIONAL
Ali Masykur Musa
Dato Mustafa bin Saman
negara ini disahkan melalui nota kese pahaman (MoU) pada saat pertemuan INCOSAI di Meksiko pada 4 November 2007. Setelah MoU diteken, berbagai pertemuan yang melibatkan auditor kedua negara pun berlanjut. Tempatnya bisa di salah satu kota, baik di Malaysia maupun Indonesia. “Kerja sama ini memberikan manfaat, bukan hanya bagi JAN Malaysia tetapi juga Indonesia. Apa yang ada lebihnya di Indonesia, kita pelajari. Begitu juga sebaliknya, jika dirasa di Malaysia ada kelebihan pada bidang-bidang tertentu, kita bersedia untuk berkongsi dengan pihak Indonesia,” kata Dato Mustafa bin Saman, Deputy Auditor General-State Sector JAN Malaysia, di sela-sela Technical Meeting On Environmental Audit antara BPK RI dengan JAN Malaysia di Manado, Sulawesi Utara, belum lama ini. Kerja sama kedua negara, lanjutnya, berjalan untuk waktu yang lama karena kedua belah pihak bisa saling mempelajari kelebihan ilmu yang dimiliki. “Jadi untuk mengimbangi dan mendapatkan ilmu dengan lebih dekat dan mudah, apalagi kita satu rumpun dan bahasa yang lebih mudah dipahami.” Pada awal kerja sama, tambahnya, tidak ada masalah yang berarti. Hanya saja di pihak Malaysia setiap kerja sama dengan pihak luar negeri harus ada pesetujuan dari pihak Kerajaan. “Sebenar nya bukan masalah, tetapi lebih ke arah proses di negara kami.” Anggota BPK Ali Masykur Musa dalam penjelasan resminya menga takan JAN Malaysia dan BPK sudah
mempunyai hubungan kerja sama yang baik, khususnya sejak ditandatangani nya MoU di Meksiko. Implementasi MoU dilaksanakan dengan berbagai kegiatan yang terkait dengan pelatihan, pendidikan, dan pelaksanaan pemeriksaan bersama. “Khusus terkait dengan pelaksanaan pemeriksaan yang berperspektif lingkungan hidup, JAN Malaysia dan BPK telah melakukan kerja sama peme riksaan sebanyak dua kali, yaitu pemeriksaan atas pengelolaan hutan dan pemeriksaan atas pengelolaan mang rove di Selat Malaka,” paparnya. Untuk melaksanakan kerja sama itu, lanjutnya, kedua belah pihak bertemu sebanyak delapan kali yang diadakan di masing-masing negara secara bergantian. Menurut Ali Masykur, kerja sama ini secara langsung dan tidak langsung telah meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan mang rove di Selat Malaka, memberikan kontribusi yang optimal bagi peningkatan kualitas pengelolaan mangrove di ma sing-masing negara. Dato Mustafa menambahkan de ngan adanya audit mangrove memungkinkan Malaysia mempelajari teknis baru yaitu DIS. “Terima kasih kepada BPK, kita belum biasa mempergunakan ini. Hasil dari audit mangrove ini sudah kita serahkan ke negara terkait dan mendapat feed back atas hasil audit. Mereka menerima baik pandanganpandangan yang kita kemukakan me ngenai audit mangrove.” Dia menambahkan hutan mangrove dinilai sangat penting, bukan hanya di
60
SEPTEMBER 2011
59 - 61 internasional.indd 60
sektor ekonomi tetapi juga bisa menahan gelombang laut yang kuat seperti tsunami yang melanda pada 2004 lalu. “Saat ini, kedua negara memberi perhatian lebih terhadap keberadaan mang rove ini.” Di Malaysia, tuturnya, bentuk dukungan diwujudkan dalam peraturan yang menambah jumlah pegawai kehutanan. Pasalnya, dari hasil audit itu ternyata telah terjadi penebangan di kawasan mangrove yang digunakan untuk kayu arang. “Selain itu, masalah mangrove ini bukan hanya tugas Kerajaan saja tetapi masyarakat luas. Mereka juga harus diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya mangrove bagi lingkungan sekitarnya.” Pihak dinas kehutanan, tambah Dato Mustafa, juga telah memperba nyak kampanye di masyarakat. Kerajaan juga sudah menyetujui pemberian anggaran yang lebih besar bagi penanaman mangrove. “Kita juga meminta kepada Kerajaan agar mengumumkan kawasan-kawasan yang ada mangrove sebagai hutan lin dung yang tidak boleh diganggu oleh masyarakat. “
Pertemuan Manado Dalam pertemuan teknis audit lingkungan di Manado itu, dibahas beberapa agenda di antaranya finalisasi laporan mengenai implementasi audit paralel manajemen mangrove di Selat Malaka. Kedua belah pihak melakukan pembahasan mengenai laporan audit mangrove itu yang akan dipublikasikan pada pertemuan INTOSAI WGEA di Argentina, pada November 2011 dan dimuat dalam situs INTOSAI WGEA dan ASOSAI. Selain merampungkan topik-topik yang sudah dibahas, pertemuan itu juga mendiskusikan kerja sama lanjutan berupa audit manajeman perikanan atau audit bidang konservasi sumber daya perairan. Juga dibahas mengenai kelanjutan training, audit study on custom, dan kunjungan JAN Negeri Sara wak Malaysia ke BPK Perwakilan KaliWarta BPK
12/15/2011 6:30:36 PM
INTERNASIONAL foto-foto: warta bpk/mh. arianto
Tim audit lingkungan BPK
mantan Barat pada 26-29 Oktober 2011. Delegasi JAN Malaysia dipimpin oleh Dato Mustafa didampingi oleh Alifah Aida binti Lope Abdul Rahman (Principal Assistant Audit Director), Fadzilah binti Ahmad (Deputy Audit Director), Mustainah binti Alwi (Assistant Audit Director), Rozelin binti Johari (Assistant Audit Director), Raja Sunthara Kannan (Deputy Audit Director). Sementara dari BPK, dipimpin oleh Anggota IV Ali Masykur Musa dan Saiful Anwar Nasution (Tortama IV). Untuk tim audit lingkungan terdiri dari Kamaluddin, Arief Senjaya, Dwi Sabardiana, Sarjono, Dian Pusparini, dan Sarjono. Untuk Tim Pusdiklat diwakili oleh Dwi Setiawan dan Patrice Lumumba Sihombing dari Tim Bea dan Cukai. Adapun dari Biro Humas dan Luar Negeri BPK yang bertindak sebagai penyelenggara hadir Bahtiar Arif (Kepala Biro Humas dan Luar Negeri), Yudi Ramdan Budiman (Kepala Bagian Kerjasama Luar Negeri), dan Kusuma Ayu Rusnasanti (Kepala Sub Bagian Kerjasama Bilateral). Kepala BPK Perwakilan Sulawesi Utara Rochmadi Saptogiri juga hadir. Dalam kesempatan pertemuan itu, Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhammad memberikan presentasi mengenai pencapaian dan potensi laut di Indonesia. Selain melakukan diskusi, kedua dele gasi juga mengadakan kunjungan ke beberapa tempat penting di Kota Bitung. Site visit ini di antaranya ke Pelabuhan Bitung dan perusahaan pengelolaan dan pengalengan ikan PT International Alliance Food Indonesia. aiz Warta BPK
59 - 61 internasional.indd 61
Tim JAN Malaysia
Perjalanan Kerja Sama BPK RI dan JAN Malaysia - Technical Meeting pertama di Indonesia pada Januari 2007 - Pertemuan teknis kedua atau pra-MoU di Malaysia pada 16 Agustus 2007 - Penandatanganan perjanjian pada pertemuan INCOSAI di Meksiko pada 4 November 2007 - Pertemuan teknis pasca-MoU digelar di Nusa Dua Bali pada 13-15 Maret 2008 - Pada 2008, kegiatan yang telah dilakukan yaitu finalisasi program audit, pelaksanaan audit kinerja kerja sama dengan JAN, pertemuan ketiga di Johor/Serawak, dan publikasi laporan pelaksanaan kerja sama audit pada pertemuan INTOSAI-WGEA ke-12 di Doha, Qatar. Kegiatan di bidang audit pajak di antaranya secondment programme berupa pengiriman 6 orang auditor BPK ke Malaysia. Juga pertemuan antara instruktur di Malaysia pada 4-10 Juni dan joint training auditor pemeriksaan kinerja dan investigatif. - Pertemuan teknis keempat di Bukit Tinggi, Sumatra Barat pada 13-16 April 2009 - Pelaksanaan First Technical Meeting Audit Selat Malaka pada 6-10 Oktober 2009 di Sabah, Malaysia - Training on Geographic Information System (GIS) Audit bertempat di Pusdiklat pada 7-11 Desember 2009 - Pertemuan Teknis kedua bidang audit lingkungan atau Audit Manajemen Mangrove di Selat Malaka pada 23-27 Mei 2010 di Yogyakarta - Diskusi bidang audit pajak dan bea cukai pada 4-10 Juli 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia. - Bidang kerja sama training dan litbang menggelar technical investigative audit training pada 18-22 Juli 2010 di Pusdiklat BPK Jakarta. Malaysian Technical Coorperation Program (MTCP) melaksanakan pelatihan audit kinerja pada 21 Juni-2 Juli 2010 dan audit TI pada 21 November-3 Desember 2010 di NAA Malaysia. - Pertemuan bidang audit lingkungan pada 23-28 Februari 2011 di Langkawi. - Pertemuan teknis bidang audit lingkungan pada 3-5 Oktober 2011 di Manado, Sulawesi Utara.
SEPTEMBER 2011
61
12/15/2011 6:30:40 PM